Upload
diyanul-mustafidah
View
51
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Sistem endokrin dipengaruhi oleh penuaan dansirkulasi hormon-hormon menurun dengan umur.Hormon DHEA (Dehydroepiandrosterone) erathubungannya dengan penurunan fungsi kekebalantubuh. Prostaglandin, hormon yang mempengaruhiproses tubuh seperti suhu dan metabolisme tubuhmungkin meningkat pada usia tua dan menghambat selimun yang penting. Kelompok lansia mungkin lebihsensitif pada reaksi prostaglandin daripada dewasamuda, yang menjadi penyebab utama defisiensi imunpada lansia. Prostaglandin dihasilkan oleh jaringantubuh, tetapi respons sistem imun pada kelompokdewasa muda lebih baik saat produksi prostaglandinditekan
Asam Folat 9. Meningkatkan sistem imun padakelompok lansia. Studi di Canada padasekelompok hewan tikus melalui pemberian asamfolate dapat meningkatkan distribusi sel T danrespons mitogen (pembelahan sel untukmeningkatkan respons imun). Studi terbarumenunjukkan intake asam folat yang tinggimungkin meningkatkan memori populasi lansia.
Penghambatan prostaglandin terutama PGE2 juga menggannggu keseimbangan cairan di ginjal. Pada orang normal ini tidak
menjadi masalah. Tetapi pada lansia hal ini bisa serius mengingat kelompok ini secara kodratnya mengalami penurunan fungsi
ginjal dan kebanyakan mengalami penyakit-penyakit degenerative serius seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia,
dll. Pada kondisi ini, penggunaan NSAID sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan perburukan kondisi. Penghambatan
PGE2 ini akan mengurangi aliran darah ke ginjal akibatnya ginjal akan menahan lebih banyak air sehingga justru
menyebabkan pembengkakan. Sementara itu, jumlah darah dijantung justru meningkat sehingga beban jantung meningkat
sehingga otot-ototnya menjadi melar karena kelebihan beban cairan. Kelebihan beban ini juga menyebabkan otot-otot jantung
memerlukan lebih banyak oksigen dan nutrisi sehingga kebutuhan oksigen meningkat sehingga memicu gejala-gejala gagal
jantung seperti sesak napas, peningkatan denyut jantung, dll.
Dengan memperhatikan hal tersebut diatas, maka sebaiknya pereda nyeri pada pasien lansia diawali dengan penggunaan
parasetamol. Jika nyeri yang dirasakan tidak membaik dengan penggunaan parasetamol, maka pasien dapat menggunakan
NSAID tetapi dibawah pengawasan terhadap efek merugikan yang potensial ditimbulkan. Berdasarkan keamanannya, NSAID
yang bisa dipilih antara lain ibuprofen. Obat ini relatif aman meskipun efek antiinflamasinya relative lebih rendah dibanding
NSAID lainnya. Diatasnya ada naproksen. Meskipun begitu, tidak ada bukti ilmiah terkait dengan keunggulan NSAID satu
dengan NSAID lainnya. Sehingga pemilihan NSAID memang bersifat try and error. Satuya-satunya kriteria pemilihan adalah
mempertimbangkan efek samping.
Prostaglandin merupakan sediaan pro-inflmasi, tetapi juga merupakan sediaan gastroprotector. Oleh karena analgetika penghambat COX-2 diyakini tidak menghambat aktifitas isoenzim COX-1, maka sediaan ini diduga bebas dari berbagai efek samping yang menakutkan. Kejadian perdarahan saluran makanan bagian atas meningkat 2 ? 6 kali lipat akibat penggunaan AINS oleh lansia, teristimewa perempuan (Johnson dan Day, 1991).
Pantoprazole memiliki mekanisme kerja agak berbeda karena PPI ini tidak terlalu
berpengaruh ke sistem sitokrom CYP2C19, melainkan lebih ke CYP2D9. US Food and
Drug Administration (FDA) telah mengeluarkan pernyataan pada bulan Oktober 2010
yang menyatakan bahwa pemakaian clopidogrel bersama omeprazole dapat
menurunkan kadar clopidogrel aktif dalam darah; dengan pantoprazole yang merupakan
inhibitor lemah terhadap CYP2C19 adalah alternatif untuk kasus ini. Dalam bentuk
intravena obat ini relatif stabil dibandingkan PPI intravena lainnya yang cepat berubah
warna setelah dilarutkan.
Rabeprazole memiliki mekanisme kerja paling berbeda dengan PPI lain karena juga
melewati jalur aktivasi nonenzimatik. Seperti pantoprazole, obat ini cocok untuk lansia
yang polifarmasi karena interaksi obat yang minimal.
Obat-obatan dengan efek antikolinergik merupakan golongan yang paling sering menyebabkan dry mouth dan berkurangnya produksi saliva.
Bismut subsalisilat (Pepto-Bismol®) telah digunakan dalam uji di AS. Ketidaknormalan ginjal dapat menurunkan eliminasi bismut, sehingga perlu perhatian penggunaannya pada pasien lanjut usia dan gagal ginjal. Bismut subsalisilat dapat menyebabkan sensitif terhadap salisilat dan perdarahan, dan perlu perhatian juga pada pasien yang menerima terapi dengan salisilat. Pasien harus diberitahu bahwa garam bismut dapat menyebabkan warna hitam pada tinja dan lidah (jika menggunakan sediaan cair). Trikalium disitratobismutat telah diuji secara luas di Eropa dan memperlihatkan proses penyembuhan ulkus lambung dan ulkus duodenum lebih baik dari plasebo. Trikalium disitratobismutat memilki masa tinggal lebih panjang jika dinbanding dengan antagonis reseptor H2, tetapi masih terjadi kambuh dan sekarang telah dikembangkan aturan pakai regimen yang melibatkan antibiotika. Meskipun kandungan bismutnya rendah, tetapi telah dilaporkan terjadinya absorpsi. Efek sampingnya yaitu dapat membuat lidah berwarna gelap dan wajah kehitaman, mual dan muntah, dan belum ada laporan tentang terjadinya ensefalopati pada pemakaian jangka panjang senyawa bismut lain. Sediaan tablet sama efektifnya dengan sediaan cair dan lebih enak.
Antagonis H2
Yang termasuk antagonis reseptor H2 adalah Simetidine, Ranitidine, Nizatidine, dan
Famotidine. Senyawa-senyawa antagonis reseptor H2 secara kompetitif dan reversibel
berikatan dengan reseptor H2 di sel parietal, menyebabkan berkurangnya produksi sitosolik
siklik AMP dan sekresi histamine yang menstimulasi sekresi asam lambung. Interaksi antara
siklik AMP dan jalur kalsium menyebabkan inhibisi parsial asetilkolin dan gastrin yang
menstimulasi sekresi asam.
Yang potensinya paling lemah adalah simetidin sedangkan yang paling kuat adalah
Famotidin. Ranitidin memiliki durasi yang lebih lama dari Simetidin. Ranitidine dan Simetidin
digunakan juga untuk profilaksis. Reseptor H2 terdapat di lambung, pembuluh darah
(menurunkan tekanan darah dengan menurunkan resistensi perifer, positif kronotropisme,
inotropik positif).
Antagonis reseptor H2 menghambat secara sempurna sekresi asam lambung yang
sekresinya diinduksi oleh histamin maupun gastrin, tetapi menghambat secara parsial
sekresi asam lambung yang sekresinya diinduksi oleh asetilkolin. Hal tersebut dapat terjadi
dengan melihat kembali mekanisme sintesis asam lambung di sel parietal.
Antagonis reseptor H2 juga menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh
makanan, insulin, kafein, pentagastrin, dan nokturnal. Antagonis reseptor H2 mengurangi
volume cairan lambung dan konsentrasi H+. Seluruh senyawa yang termasuk antagonis
reseptor H2 efektif menyembuhkan tukak lambung maupun tukak duodenum. Secara umum
kekambuhan setelah terapi umumnya berhenti (60-100%).
Kegunaan terapi antagonis reseptor H2: Tukak peptic, Zoolinger Ellison Syndrom, Tukak
akut, dan GERD (Gastro Esophageal Refluks Disease) / heart burn.
Efek samping Antagonis reseptor H2
Sakit kepala, pusing, mual, diare, obstipasi, sakit otot dan sendi, sistem saraf pusat
(kecemasan, halusinasi terutama pada orang tua dan konsumsi jangka panjang), penurunan
transaminase serum.
• Simetidin, memiliki struktur imidazole, dapat terdistribusi luas ke seluruh tubuh, termasuk
air susu dan dapat melewati plasenta.
Diekskresi sebagian besar lewat urin, memiliki t½ pendek, meningkat pada gangguan ginjal.
30% dosis diinaktivasi lambat dalam hati. 70% dosis eksresi lewat urin dalam bentuk tidak
berubah.
Dosis : dewasa 200 mg & 400 mg 3x / hari sebelum tidur atau 400 mg sebelum sarapan &
400 mg sebelum tidur. Anak-anak 20-40 mg/kg BB/ hari.
Efek Samping : lelah, pusing, diare, ruam, Jarang : ginekomastia, rasa bingung yang
reversibel, impotensi (pria), reaksi alergi, artralgia, mialgia, gangguan darah, nefritis
interstitial, sakit kepala, hepatotoksik, pankreatitis.
Interaksi Obat : meningkatkan kadar lignokain, fenitoin, warfarin, teofilin, beberapa golongan
antiaritmia (benzodiazepin, β-bloker, vasodilator) dalam darah.
• Ranitidine, memiliki cincin furan dan durasi yang lebih lama dan 5-10 kali lebih potensial
dari simetidin. Ranitidine dimetabolisme dalam hati.
Dosis : 150 mg 2x / hari atau dosis tunggal 300 mg sebelum tidur.
Efek samping : sakit kepala, pusing, gangguan gastro intestinal, ruam kulit.
Interaksi obat : ranitidin menurunkan bersihan warfarin, prokainamid, dan N-asetil
prokainamid, meningkatkan absorpsi midazolam, menurunkan absorpsi kobalamin.
• Famotidin, memiliki struktur thiazole, serupa dengan Ranitidin pada aksi farmakologi.
Memiliki aksi 20-60 kali lebih potensial dari Simetidin dan 3-200 kali lebih potensial dari
Ranitidin. Famotidin dimetabolisme dalam hati.
Dosis : Ulkus duodenum terapi akut 40 mg 1 x / hari sebelum tidur atau 20 mg 2 x / hari,
pemeliharaan 20 mg 1 x / hari sebelum tidur. Kondisi hipersekresi patologis 20 mg 4 x / hari.
Efek samping : konstipasi, diare, muntah, erupsi kulit, sakit kepala, trombositopenia, nyeri
sendi, penurunan nafsu makan.
Interaksi obat : Antasid, ketokonazol, obat yang dimetabolisme melalui sistem mikrosom hati
(warfarin, teofilin, diazepam).
• Nizatidin, memiliki struktur kombinasi cincin thiazole Famotidin dan rantai samping
Ranitidin. Serupa dengan Ranitidin pada aksi farmakologi dan potensinya. Nizatidin
dieliminasi melalui ginjal dan bioavailabilitas mendekati 100%.
Dosis : tukak duodenum aktif dewasa 300 mg / hari sebelum tidur atau 150 mg 2 x / hari
selama 8 minggu. Perawatan tukak duodenum yang sudah sembuh dewasa 150 mg 1 x /
hari sebelum tidur. Penyakit refluks gastroesofageal 150-300 mg 2 x / hari selama 12
minggu. Tukak lambung aktif yang jinak 150 mg 2 x / hari atau 300 mg 1 x / hari selama 8
minggu. Ampul infus iv kontinue : larutkan 300 mg dalam 150 mL larutan iv dan infus
ditingkatkan rata-rata 10 mg/jam. Infus intermitten : larutkan 100 mg dalam 150 mL larutan iv
dan infus lebih dari 15 minimal 3 x / hari. Maksimal 480 mg / hr.
Antasida
Antasida (senyawa magnesium, aluminium, dan bismut, hidrotalsit, kalsium karbonat, Na-
bikarbonat)
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga efektifitasnya bergantung
pada kapasitas penetralan dari antasida tersebut. Kapasitas penetralan (dalam
miliequivalen) adalah mEq HCl yang dibutuhkan untuk memepertahankan suspensi antasida
pada pH 3,5 selama 10 menit secara in vitro. Peningkatan pH cairan gastric dari 1,3 ke 2,3
terjadi penetralan sebesar 90% dan peningkatan ke pH 3,3 terjadi penetralan sebesar 99%
asam lambung.
Antasida ideal adalah yang memiliki kapasitas penetralan yang besar, juga memiliki durasi
kerja yang panjang dan tidak menyebabkan efek lokal maupun sistemik yang merugikan.
Antasida dapat meningkatkan pH cairan lambung sampai pH 4, dan menghambat aktifitas
proteolitik dari pepsin. Antasida tidak melapisi dinding mukosa namun memiliki efek
adstringen. Secara kimia antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam
lambung membentuk garam dan air. Antasida juga dapat menstimulasi sintesis
prostaglandin. Secara umum antasida dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu antasid
sistemik dan non sistemik. Seluruh antasida dapat digunakan untuk terapi tukak duodenum
dan terbukti efektif untuk tukak lambung akut.
• Antasida sistemik, diabsorpsi dalam usus halus sehingga dapat menyebabkan urin bersifat
alkali. Untuk keadaan pasien dengan gangguan ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolik
sehingga saat ini penggunaannya sudah jarang. Contoh antasida sistemik adalah Natrium
bikarbonat (NaHCO3).
• Antasida non sistemik, tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis
metabolik. Salah satunya adalah Magnesium [Mg(OH)2], Aluminium [(Al(OH)3], Kalsium
(CaCO3), Magnesium trisilikat (Mg2Si3O8nH2O), Magaldrat.
Mg(OH)2 memiliki efek netralisasi yang lebih lama dibandingkan NaHCO3 atau CaCO3,
sedangakan Magnesium trisilikat, Al(OH)3 dan Aluminium fosfat memiliki aktivitas antasid
yang lemah.
Penggunaannya bermacam-macam, selain pada tukak lambung-usus, juga pada indigesti
pada refluks oesophagitis ringan, dan pada gastritis. Obat ini dapat mengurangi rasa nyeri di
lambung dengan cepat (dalam beberapa menit). Efeknya bertahan 20-60 menit bila diminum
pada perut kosong dan sampai 3 jam bila diminum 1 jam sesudah makan. Makanan dengan
daya mengikat asam (susu) sama efektifnya terhadap nyeri.
Peninggian pH
Garam-garam magnesium dan Na-bikarbonat menaikkan pH isi lambung sampai 6-8,
CaCO3 sampai pH 5-6 dan garam-garam aluminium hidroksida sampai maksimal pH 4-5.
Kehamilan dan Laktasi
Wanita hamil sering kali dihinggapi gangguan refluks dan rasa ”terbakar asam”. Antasida
dengan aluminium hidroksida dan magnesiumhidroksida boleh diberikan selama kehamilan
dan laktasi.
Senyawa magnesium dan aluminium
Keduanya dengan sifat netralisasi baik tanpa diserap usus merupakan pilihan pertama.
Karena garam magnesium bersifat mencahar, maka biasanya dikombinasi dengan senyawa
aluminium (atau kalsium karbonat) yang bersifat obstipasi (dalam perbandingan 1:5).
Persenyawaan molekuler dari Mg dan Al adalah hidrotalsit yang juga sangat efektif.
Natriumbikarbonat dan kalsiumkarbonat
Bekerja kuat dan pesat, tetapi dapat diserap usus dengan menimbulkan alkalosis. Adanya
alkali berlebihan di dalam darah dan jaringan menimbulkan gejala mual, muntah, anoreksia,
nyeri kepala, dan gangguan perilaku. Semula penggunaannya tidak dianjurkan karena
terbentuknya banyak CO2 pada reaksi dengan asam lambung, yang dikira justru
mengakibatkan hipersekresi asam lambung (rebound effect). Tetapi penelitian pada tahun
1996 tidak membenarkan perkiraan tersebut.
Bismutsubsitrat
Dapat membentuk lapisan pelindung yang menutupi tukak, lagipula berkhasiat bakteriostatik
terhadap Helicobacter pylori. Kini banyak digunakan pada terapi eradikasi tukak, selalu
bersama dua atau tiga obat lain.
Waktu makan obat
Secara umum, keasamaan di lambung menurun segera setelah makan dan mulai naik lagi
satu jam kemudian hingga mencapai konsentrasi tinggi tiga jam sesudah makan. Oleh
karena itu, antasida harus digunakan lebih kurang satu jam sesudah makan dan sebaiknya
dalam bentuk suspensi. Telah dibuktikan bahwa tablet bekerja kurang efektif dan lebih
lambat, mungkin karena proses pengeringan selama pembuatan mengurangi daya
netralisasinya.
Pada oesophagitis dan tukak lambung sebaiknya obat diminum 1 jam sesudah makan dan
sebelum tidur. Pada tukak usus 1 dan 3 jam sesudah makan dan sebelum tidur.
Penyebab kegagalan pengobatan dengan antasida dapat terjadi karena frekuensi
pengobatan tidak adekuat, dosis yang diberikan tidak cukup, pemilihan sediaan tidak tepat,
dan sekresi asam lambung sewaktu tidur tidak terkontrol.
Proton Pump Inhibitor (PPI)
Contoh : Omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol dan esomeprazol.
Mekanisme kerja
Obat-obat golongan proton pump inhibitor mengurangi sekresi asam lambung dengan jalan
menghambat enzim H+, K+, ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) secara
selektif dalam sel-sel parietal. Enzim pompa proton bekerja memecah KH ATP yang
kemudian akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari
kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan
gugus sulfhidril dari enzim ini yang menyebabkan terjadinya penghambatan terhadap kerja
enzim. Kemudian dilanjutkan dengan terhentinya produksi asam lambung.
Farmakologi
Dosis : 20 mg sehari, kecuali untuk pasien sindrom Zollinger-Ellison yang memerlukan 60-70
mg sehari.
Penghambatan terhadap enzim pompa proton maksimal bertahan selama 4 jam, tetapi
produksi asam lambat kembali ke jumlah normal (3-5 hari setelah pemakaian dosis tunggal).
Kerjanya panjang akibat akumulasi di sel-sel parietal. Kadar penghambatannya tergantung
dosis dan pada umumnya lebih kuat dari AH2.
Obat-obat golongan ini memiliki digunakan untuk mengobati tukak peptik dan sindrom
Zollinger-Ellison.
Farmakokinetik
Obat-obat golongan ini mempunyai masalah bioavailabilitas karena mengalami aktivitasi di
dalam lambung lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan. Oleh karena
itu, sebaiknya diberikan dalam bentuk tablet salut enterik.
Obat-obat golongan ini mengalami metabolisme lengkap. Tidak ditemukan dalam bentuk
asal di urin, 20% dari obat radioaktif yang ditelan ditemukan dalam tinja.
Efek Samping
Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah dan dapat
menimbulkan tumor karsinoid pada tikus percobaan. Pada manusia belum dapat dibuktikan.
Interaksi Obat
1. Omeprazol dengan Diazepam à terjadi peningkatan kadar Diazepam.
2. Omeprazol dengan Barbiturat à memanjangkan waktu tidur yang merupakan efek dari
Barbiturat.
ANALOG PROSTAGLANDIN
Mekanisme kerja
Prostaglandin E2 dan I2 dihasilkan oleh mukosa lambung, menghambat seksresi HCl dan
merangsang seksresi mukus dan bikarbonat (efek sitoprotektif). Defisiensi prostaglandin
diduga terlibat dalam patogenesis ulkus peptikum.
Farmakologi dan farmakokinetik
Misoprostol yaitu analog prostaglandin E digunakan untuk mencegah ulkus lambung yang
disebabkan antiinflamasi non steroid (NSAIDs). Obat ini kurang efektif bila dibandingkan
antagonis H2 untuk pengobatan akut ulkus peptikum.
Efek samping yang sering timbul adalah diare dan mual. Selain itu, menyebabkan kontraksi
uterus dan menjadi kontraindikasi selama kehamilan.
Dosis 200 µg 4x sehari atau 400 µg 2x sehari
SUKRALFAT
· Mekanisme kerja
Mekanisme Sukralfat atau aluminium sukrosa sulfat adalah disakarida sulfat yang digunakan
dalam penyakit ulkus peptik. Mekanisme kerjanya diperkirakan melibatkan ikatan selektif
pada jaringan ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja sebagai sawar terhadap asam,
pepsin, dan empedu. Obat ini mempunyai efek perlindungan terhadap mukosa termasuk
stimulasi prostaglandin mukosa. Selain itu, sukralfat dapat langsung mengabsorpsi garam-
garam empedu, aktivitas ini nampaknya terletak didalam seluruh kompleks molekul dan
bukan hasil kerja ion aluminium saja.
· Farmakologi dan farmakokinetik
Sukralfat dapat digunakan untuk mengobati ulkus, tetapi lebih utama digunakan dalam
pencegahan stress ulserasi. Diindikasikan untuk penggunaan jangka pendek, dan lebih
efektif pada ulkus usus. Obat ini sukar diabsorpsi secara sistemik (meskipun telah
didokumentasikan adanya peningkatan kadar obat ini dalam darah pada penderita gagal
ginjal). Berikatan dengan protein bebas, dan konsentrasi sukralfat pada bagian ulkus lebih
besar daripada pada jaringan normal. Efek samping yang sering terjadi dari penggunaan
obat ini yaitu konstipasi yang disebabkan karena adanya aluminium. Sekitar 3-5% aluminium
dari dosis diabsorpsi dapat menyebabkan toksisitas aluminium pada penggunaan jangka
panjang. Resiko ini meningkat pada pasien dengan gangguan ginjal. Efek yang jarang
terjadi termasuk diare, mual, kesulitan mencerna, mulut kering, dan mengantuk.
· Dosis
Dosis sukralfat adalah 2 g 2 kali sehari (pagi dan sebelum tidur malam) atau 1 g 4 kali sehari
pada waktu lambung kosong (paling kurang 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur
malam), diberikan selama 4-6 minggu atau pada kasus yang resisten 12 minggu, maksimal
8 g sehari. Anak-anak tidak dianjurkan mengkonsumsi obat ini. Profilaksis tukak stress
(suspensi), 1 g 6 kali sehari (maksimal 8 g sehari). Saran untuk obat ini yaitu sediaan tablet
dapat didispersikan dalam 10-15 ml air. Obat ini juga diperlukan pH asam untuk diaktifkan
dan sehingga tidak boleh diberikan bersama antasid atau antagonis reseptor H2. Jika
digunakan bersama antasida harus diberikan 30 menit sebelum atau sesudah sukralfat.
· Interaksi obat
Sukralfat dapat menurunkan absorpsi siprofloksasin, norfloksasin, ofloksasin, tetrasiklin,
warfarin, fenitoin, ketokonazol, glikosida jantung, dan tiroksin, simetidin, ranitidin dan teofilin.
SENYAWA BISMUT
· Mekanisme kerja
Senyawa bismut juga bekerja secara selektif berikatan dengan ulkus, melapisi dan
melindungi ulkus dari asam dan pepsin. Postulat lain mengenai mekanisme kerjanya
termasuk penghambatan aktivitas pepsin, merangsang produksi mukosa, dan meningkatkan
sintesis prostaglandin. Obat ini mungkin juga mempunyai beberapa aktivitas antimikroba
terhadap H pylori. Bila dikombinasi dengan antibiotik seperti metronidazol dan tetrasiklin,
kecepatan penyembuhan ulkus mencapai 98%. Biaya dan potensi toksisitas dari regimen ini
dapat membatasi penggunanya pada ulkus yang serius atau pada penderita yang sering
kambuh. Garam bismut tidak menghambat ataupun menetralisasi asam.
· Farmakologi dan farmakokinetik
Bismut subsalisilat (Pepto-Bismol®) telah digunakan dalam uji di AS. Ketidaknormalan ginjal
dapat menurunkan eliminasi bismut, sehingga perlu perhatian penggunaannya pada pasien
lanjut usia dan gagal ginjal. Bismut subsalisilat dapat menyebabkan sensitif terhadap
salisilat dan perdarahan, dan perlu perhatian juga pada pasien yang menerima terapi
dengan salisilat. Pasien harus diberitahu bahwa garam bismut dapat menyebabkan warna
hitam pada tinja dan lidah (jika menggunakan sediaan cair). Trikalium disitratobismutat telah
diuji secara luas di Eropa dan memperlihatkan proses penyembuhan ulkus lambung dan
ulkus duodenum lebih baik dari plasebo. Trikalium disitratobismutat memilki masa tinggal
lebih panjang jika dinbanding dengan antagonis reseptor H2, tetapi masih terjadi kambuh
dan sekarang telah dikembangkan aturan pakai regimen yang melibatkan antibiotika.
Meskipun kandungan bismutnya rendah, tetapi telah dilaporkan terjadinya absorpsi. Efek
sampingnya yaitu dapat membuat lidah berwarna gelap dan wajah kehitaman, mual dan
muntah, dan belum ada laporan tentang terjadinya ensefalopati pada pemakaian jangka
panjang senyawa bismut lain. Sediaan tablet sama efektifnya dengan sediaan cair dan lebih
enak.
· Dosis
Regimen dosis bismut dengan kombinasi 3 obat lain digunakan dalam lini pertama
pengobatan ulkus karena H pylori. Regimen ini terdiri dari antagonis reseptor H2
(omeprazole 40 mg 2 kali sehari), bismuth subsalisilat 525 mg 4 kali sehari, metronidazol
250-500 mg 4 kali sehari, dan tetrasiklin 400 mg 4 kali sehari (atau amoksisilin 500 mg 4 kali
sehari atau klaritromisin 250-500 mg 4 kali sehari). Jangka waktu pemakaian regimen dosis
ini yaitu 14 hari.
· Interaksi obat
Trikalium disitratobismutat dapat menurunkan absorpsi tetrasiklin.
Penanganan dengan obat baru dilakukan jika penanganan tanpa obat tidak berhasil. Pilihan utama untuk sakit maag adalah antasida. Antasida bekerja dengan menetralkan asam lambung yang berlebih, sehingga melindungi selaput lendir lambung dari kerusakan.
Anda dapat membeli antasida di warung, toko obat sampai apotek karena termasuk obat bebas. Antasida yang beredar di pasaran biasanya terdiri dari campuran garam alumunium, garam magnesium dan simetikon.
Garam alumunium dan magnesium akan mengikat asam lambung sehingga mengurangi keasamn pada lambung, sedangkan Simetikon berguna untuk membantu pengeluaran gas yang berlebihan di dalam saluran cerna.
Namun perlu diingat bahwa tablet antasida dikunyah dahulu sampai lembut baru ditelan karena sudah dapat dicerna oleh enzim dalam air liur kita. Dosis lazimnya 1-2 tablet dengan maksimum 4 kali sehari. Untuk antasida cair dapat langsung diminum dengan dosis 1-2 sendok teh maksimal 4 kali sehari.
Antasida paling baik diminum pada saat perut kosong (menjelang tidur, 2 jam setelah atau sebelum makan). Sedapat mungkin hindari penggunaan antasida bersamaan dengan obat lain karena dapat mengganggu absorpsi obat lain tersebut.
Anda harus ingat bahwa penggunaan antasida tidak dianjurkan lebih dari 2 minggu karena penggunaan antasida jangka panjang justru dapat meningkatkan produksi asam lambung.
Makan dengan porsi kecil dan sering seringkali membantu mengurangi gejala asam lambung. Selain itu, penderita gastritis sebaiknya menghindari makan makanan pedas, asam, atau berminyak.
Bagi perokok dan peminum alkohol, sebaiknya menghindari kedua bahan ini, karena keduanya dapat memperparah gastritis.
Jika anda harus mendapat obat pereda nyeri dalam jangka waktu lama, sebaiknya dipilih dari jenis parasetamol, bukan golongan NSAID.
Bagi yang harus mengkonsumsi obat-obat yang mengiritasi lambung seperti golongan NSAID, antibiotik siprofloksasin, dll sebaiknya meminumnya sesudah makan.
Jika gejala gastritis anda menetap atau memburuk, sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter anda.
Tetap Butuh Pertolongan Medis Tidak selamanya sakit maag bisa diobati sendiri di rumah. Konsultasi ke dokter diperlukan dalam pemakaian antasida jika: sedang diet rendah garam seperti pada hipertensi, hamil dan menyusui, anak di bawah 6 tahun, lanjut usia, atau setelah satu minggu diobati dengan antasida gejala maag tidak berkurang.
SukralfatSukralfat merupakan obat anti ulkus peptikum dengan mekanisme aksi sbb : Dengan adanya asam yang menginduksi kerusakan, hidrolisis mukosa yang diperantarai pepsin berperan dalam ulcerasi dan erosi mukosa. Proses ini dapat dihambat dengan adanya polisakarida tersulfatasi. Sukralfat terdiri dari sukrosa octasulfat ditambah dengan Al(OH)3. Pada lingkungan asam, sukralfat membentuk suatu polimer yang bersifat viskus dan lengket, berwarna kuning keputihan. Sukralfat membentuk suatu jembatan polivalen antara polianion sukralfat yang bermuatan negatif dan protein yang bermuatan positif pada daerah yang luka.Adapun dosis penggunaannya diatur sbb : Anak-anak : 40-80 mg/kg/hari terbagi setiap 6 jam. Dewasa : untuk pencegahan ulkus digunakan dosis 1 gram 4 kali sehari. Sedangkan untuk perawatan ulkus 1 gram tiap 4 jam. Untuk pencegahan ulkus duodenal digunakan dosis 1 gram 2 kali sehari. Untuk perawatan ulkus duodenal digunakan 1 gram 4 kali sehari pada saat lambung kosong, dan sebelum tidur selama 4-8 minggu (dewasa), untuk usia lanjut dapat sampai 12 minggu.Efek samping samping yang mungkin terjadi yaitu berupa konstipasi, yang mungkin disebabkan oleh ion alumunium, mulut kering, mual (nausea), dan ruam-ruam merah (rashes). Tablet sukralfat berukuran besar sehingga memungkinkan susah ditelan oleh orang yang lanjut usia. Sukralfat juga tersedia dalam bentuk suspensi.Contoh obat: CarafateÒ yang tersedia dalam bentuk tablet (1 g) dan suspensi oral (1g/10 ml (420 ml)), UlcumaagÒ (Pyridam), UlsafateÒ (Combiphar), UlsidexÒ (Dexa-Medica), UlsanicÒ (Darya-Varia), Inspepsa (Fahrenheit).Sumber : Color Atlas of Pharmacology