Upload
lamdan
View
270
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
i
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
disusun
Dr. Ir. Sapto Priyadi, MP.
Fakultas Pertanian
Universitas Tunas Pembangunan
Surakarta
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillaah penulis panjatkan kehadirat Allaah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan
ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan menyusun Modul Perkuliahan Sistem Penjaminan Mutu
Pertanian Organik. Modul perkuliahan ini diselesaikan dalam rangka mencari Karunia dan Ridha
Allaah semata dan sebagai tanggung jawab sebagai tenaga pendidik, karena dengan bertambahnya ilmu
(tholabul ‘ilmi) maka cahaya akan datang menerangi.
ii
Modul perkuliahan ini disusun untuk kalangan sendiri, sebagai bahan ajar di Program Studi
Agroteknologi dan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan – Surakarta. Dengan
segala keterbatasan Penulis, Modul perkuliahan ini tersusun dari studi referensi, hasil kajian lapang dan
pengalaman Penulis sebagai Team Penjaminan Mutu dengan bekal pelatihan yang pernah dijalani di tingkat
regional maupun nasional. Terkait dengan perihal tersebut, masukkan yang kontruktif untuk perbaikan di
masa mendatang sangat penulis harapkan.
Semoga modul perkuliahan ini bermanfaat bagi pembaca dan pemerhati mutu pangan segar asal
tanaman (pangan organik). Penulis hanya bisa berdo’a untuk antum semuanya ”jazakumullaahu khairan
katsiran wa baarakallaahu fikum wa salaamun ‘alaikum”.
Surakarta, 12 April 2015
Penulis.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian
Organik
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik iii
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
I. PENDAHULUAN 1
II. SISTEM PENJAMINAN MUTU 2 2.1. Penjaminan Mutu 2
2.2. Kisaran Mutu
2.3. Standarisasi Mutu
III. SISTEM PERTANIAN ORGANIK
3.1. Regulasi Sistem Pertanian Organik
3.2. Pengertian dan Keuntungan Pertanian Organik
3.3. Pertanian Organik dan Residu Pestisida
3.4. Sistem Pangan Organik
3.5. Prinsip-prinsip Produksi Pangan Organik
IV. SIKLUS PENJAMINAN MUTU PERTANIAN ORGANIK
4.1. Pengawasan Mutu
4.1.1. Analisis Input
4.1.2. Good Agricultural Practices
4.1.3. Good Handing Practices
4.1.4. Inspeksi
4.2. Sistem Keamanan Pangan Organik
4.2.1. Keamanan Pangan
4.2.2. Penjaminan Mutu Pangan melalui HACCP
V. REGISTRASI LAHAN USAHA
5.1. Ruang Lingkup dan Definisi
5.2. Proses Registrasi Kebun/Lahan Usaha
5.2.1. Permohonan
5.2.2. Verifikasi Dokumen
5.2.3. Penilaian
5.2.4. Hasil Penilaian
5.3. Praktek Kriteria Penilaian Registrasi Kebun/Lahan Usaha
VI. PENJAMINAN MUTU PANGAN SEGAR ASAL TANAMAN
6.1. Kerangka Pikir
6.2. Istilah dan Definisi
6.3. Keamanan Pangan Segar Asal Tanaman
VII. SERTIFIKASI PANGAN ORGANIK INDONESIA
7.1. Istilah dan Definisi
7.2. Persyaratan Manajemen
7.3. Sistem Sertifikasi
REFERENSI
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
1. Siklus pengendalian mutu produk segar asal tanaman
2. Format penomoran Registrasi Lahan Usaha
3. Standar operasional prosedur registrasi lahan usaha pertanian organik
4. SOP – Proses alur pemilihan lahan usaha budidaya buncis organik
5. SOP – Proses alur penyiapan benih pada budidaya buncis organik
6. SOP – Proses alur penanaman pada budidaya buncis organik
7. SOP – Proses alur pemeliharaan tanaman pada budidaya buncis organik
8. SOP – Proses alur pengelolaan kesuburan tanah pada budidaya buncis organik
9. SOP – Proses alur Pengendalian OPT pada budidaya buncis organik
10. SOP – Proses alur panen dan pascapanen buncis organik
11. Keterkaitan registrasi kebun dengan sertifikasi organik
12. SOP – Sistem sertifikasi pangan organik
15
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik v
I. PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan pertanian dan industri menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan, terutama terhadap kualitas sumber daya lahan agroekologi pada umumnya. Pencemaran logam
berat pada lahan pertanian merupakan masalah lingkungan, yang dapat mengurangi produksi tanaman,
keamanan produk sebagai pangan dan pakan. Environmental Protection Agency (EPA) menyusun ”top-20”
B3 antara lain logam berat As, Pb, Hg, Cd, Cu, Cr, Co, Mn dan Ni. Bahan-bahan agrokimia (pupuk, pestisida,
herbisida) dan limbah industri mengandung logam berat yang dapat menurunkan kualitas sumber daya alam
dan produktivitas lahan pertanian.
Peningkatan produksi pangan terjadi setelah petani di berbagai belahan dunia menggunakan varietas-
varietas baru secara luas, pemakaian agrokimia dalam dalam usaha taninya. Namun akhir-akhir ini makin
disadari bahwasanya budidaya yang intensif dan pemakaian agrokimia yang berlebihan dapat mengurangi
kapasitas lingkungan mendukung usaha produksi pertanian secara kontinyu, dan mempunyai pengaruh
langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Beberapa konsekwensi yang mungkin terjadi
dengan adanya penerapan teknik budidaya yang tidak tepat dan pemakaian agrokimia secara berlebihan: o
Pencemaran air tanah, air permukaan dan sedimen.
o Membahayakan kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan. o
Pengaruh negatif pada mutu dan keamanan pangan.
o Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal
utama pertanian berkelanjutan (sustainable agricultural).
o Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu, dan jasad berguna lainnya. o Meningkatnya daya
ketahanan organisme pengganggu terhadap pestisida.
o Merosotnya daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik.
o Ketergantungan yang makin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbarui (non-renewable natural
resources).
o Resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.
Untuk meminimalisasi dampak negatif produksi pertanian terhadap lingkungan maka dilakukan
pendekatan-pendekatan yang ditujukan untuk mempertahankan produktivitas, stabilitas dan
keberlangsungan sistem pertanian dengan meminimalisasi kerusakan lingkungan dan implikasi pada
kesehatan manusia. Salah satu alternatif dalam sistem pertanian berkelanjutan adalah pertanian organik,
yang menekankan pada penggunaan sebagian atau seluruhnya bahan-bahan organik atau mahluk hidup
sebagai sarana produksi.
Pelaksanaan Sistem Pertanian Organik berpedoman pada SNI Sistem Pangan Organik, dengan
tujuan: memberikan penjaminan dan perlindungan kepada masyarakat dari peredaran produk organik yang
tidak memenuhi persyaratan; memberikan kepastian usaha bagi produsen produk organik; membangun
sistem produksi pertanian organik yang kredibel dan mampu telusur; memelihara ekosistem sehingga dapat
berperan dalam pelestarian lingkungan; dan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian.
II. SISTEM PENJAMINAN MUTU
Tujuan Umum Pengajaran
Mahasiswa dapat memahami sistem penjaminan mutu dalam rangka good agricultural practices
Tujuan Khusus Pengajaran
• Mahasiswa dapat menjelaskan penjaminan mutu dalam rangka penerapan good agricultural practices
• Mahasiswa dapat menjelaskan kisaran mutu
• Mahasiswa dapat menjelaskan standarisasi mutu
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
vi
2.1. Penjaminan Mutu
Mutu adalah sifat-sifat yang dimiliki suatu benda yang secara keseluruhan memberi rasa puas kepada
penerima atau pengguna karena sesiuai atau melebihi apa yang dibutuhkan atau yang diharapkannya.
Sehingga diperlukan usaha mengidentifikasi apa kebutuhan penerima atau pengguna serta upaya untuk
memenuhi harapan. Pengertian lain, mutu adalah cocok atau layak untuk digunakan, dapat memenuhi
kebutuhan/keinginan pelanggan. Mutu memiliki peran penting untuk pertumbuhan suatu usaha, peningkatan
daya saing dan untuk pertanian berkelanjutan.
Mutu dapat dikendalikan melalui pengukuran kinerja produk, membandingkan dengan standar dan
spesifikasi produk, serta melakukan tindakan koreksi bilamana terdapat penyimpangan. Penjaminan mutu
pangan organik, merupakan tindakan penyesuaian dengan regulasi SNI 6729:2010 tentang sistem pangan
organik. Strategi penjamian mutu: 1) penetapan standar sebagai pedoman penjaminan mutu pangan/produk
organik, 2) adanya komitmen untuk menjalankan, sehingga perlunya pemahaman standar sebagai ilmu
pengetahuan, 3) menjalankan mekanisme kerja penjaminan mutu dan 4) peningkatan mutu berkelanjutan
untuk memperoleh pengakuan di dalam maupun di luar negeri.
Sistem jaminan mutu untuk pangan berorientasi pada: ISO (SNI ISO 2200:2009 tentang sistem
manajemen keamanan pangan – persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan), GAP/GFP (good
agricultural practice/good farming practice), GHP (good handling practice), GMP (good manufacturing
practice), HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau dikenal dengan analisis bahaya
dan penentuan titik kritis, merupakan upaya yang dilakukan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan
penyebaran bahaya yang terkandung dalam bahan pangan. Dewasa ini di berapa negara telah menerapkan
HACCP, sebagai acuan atau standar internasional untuk pengawasan mutu dan keamanan pangan.
Penjaminan mutu artinya menjamin kesesuaian dengan standar/pedoman sebagai ketetapan yang
berlaku. Penjaminan mutu, pada prinsipnya menggunakan metode yang sama dengan pengendalian mutu.
Pada konsep penjaminan mutu, pemeriksaan dan pengujian tidak hanya dilakukan di akhir proses saja, tetapi
dilakukan sejak dari awal proses. Konsep tersebut memungkinkan untuk dilakukannya deteksi lebih dini dari
kemungkinan yang timbul (di awal, pertengahan maupun akhir proses). Pada konsep penjaminan mutu
apabila dari hasil pemeriksaan dan pengujian ditemukan masalah, maka tindakan koreksi atau perbaikan,
serta analisa terhadap akar penyebab permasalahan. Hasil analisa dapat digunakan sebagai dasar dari
tindakan pencegahan agar masalah tersebut tidak terulang lagi.
Pengendalian mutu adalah teknik dan kegiatan operasional untuk memenuhi persyaratan mutu.
Pengendalian mutu pada dasarnya merupakan sistem verifikasi yang berkaitan dengan akhir proses
produksi. Hasil pemeriksaan hanya memutuskan apakah produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi
telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
2.2. Kisaran mutu
Standar Nasional Indonesia (SNI)/SNI-ISO/HACCP, merupakan Base line sebagai batas mutu yang harus
dicapai (pemenuhan persyaratan mutu). Keadaan mutu di atas base line merupakan daerah mutu dalam
kerangka peningkatan mutu berkelanjutan (bermutu/mutu tinggi), sedangkan keadaan mutu di bawah base
line merupakan daerah off-grade.
Standar Nasional Indonesia dirumuskan atas dasar prinsip:
1. Openness, terbuka bagi siapa saja untuk berpartisipasi dalam proses perumusan standar melalui jalur
Panitia Teknis atau anggota Masyarakat Standarisasi
2. Transparency, Prosesnya dapat diikuti secara transparan melalui media
3. Consensus and impartiality, Pelaksanaannya melalui konsensus nasional dan tidak memihak
4. Effectiveness and relevance, Standar dibuat sesuai kebutuhan pasar, hasilnya harus efektif dipakai untuk
fasilitasi perdagangan
5. Coherence, SNI dibuat dgn memperhatikan keberadaan standar internasional, sebaiknya harmonis
dengan standar internasional
6. Development dimension, memberikan kesempatan kepada stakeholder (termasuk UKM dan daerah) untuk
berpartisipasi dalam mengembangkan perumusan SNI.
2.3. Standarisasi Mutu
Standar adalah Spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang
disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait. Standardisasi adalah proses merumuskan,
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
vii
menetapkan, menerapkan dan merevisi standar di bidang pertanian yang dilaksanakan secara tertib dan
bekerja sama dengan semua pihak.
Tujuan dari sistem standarisasi mutu adalah: untuk mewujudkan jaminan mutu hasil pertanian yang dapat
meningkatkan efisiensi nasional dan menunjang program keterkaitan dengan sektor lain. Kegiatan yang
terkait dengan standarisasi diantaranya mencakup pemberlakuan standar, akreditasi, sertifikasi, metrology,
dan pemberian pengawasan dan pembinaan penerapan standar.
Dalam penerapannya, standarisasi mencakup pemberlakuan standarisasi dalam 5 ruang lingkup yaitu:
1. Pemberlakuan standar
2. Penerapan standar
3. Penerapan akreditasi
4. Penerapan sertifikasi 5. Pengawasan standarisasi.
Tujuan penerapan standar
1. Terwujudnya jaminan mutu komoditas dan produk, peningkatan produktifitas, daya guna, hasil guna serta
perlindungan konsumen dalam hal keamanan, keselamatan, kesehatan dll.
2. Untuk mewujudkan jaminan bagi pihak yang memerlukan sertifikasi.
3. Terwujudnya kepercayaan pelanggan dan pihak lain yang terkait, bahwa organisasi, individu, komoditas
yang diberikan selalu memenuhi persyaratan.
4. Terwujudnya citra Indonesia di mata Internasional dalam system perdagangan yang jujur dan mendukung
system jaminan mutu.
5. Terwujudnya kebenaran hasil pengakuan dan pengujian.
Tegaknya standar harus didukung oleh stakeholder yaitu:
1. Pemerintah
2. Organisasi profesi
3. Produsen
4. Konsumen
5. Lembaga sertifikasi dan laboratorium.
Akreditasi Tujuan:
1. Untuk memberi jaminan terhadap penerapan organisasi.
2. Mewujudkan suatu system/prosedur perumusan dan penerapan standar yang baku secara nasional.
3. Untuk meningkatkan peran swasta dalam penerapan SNI.
4. Untuk mengembangkan system sertifikasi dan standar mutu.
5. Untuk meningkatkan mutu dan keamanan hasil produk.
Sertifikasi
1. Untuk meningkatkan kepercayaan secara nasional dan internasional
2. Untuk meningkatkan eksport
3. Memberikan jaminan mutu terhadap komoditas, barang dan jasa.
Kegiatan sertifikasi
1. Sertifikasi sistem manjamen mutu
2. Sertifikasi produk
3. Sertifikasi Inspeksi teknis (pengemasan)
4. Sertifikasi pelatihan
5. Sertifikasi hasil uji
6. Sertifikasi sistem manajemen lingkungan
7. Sertifikasi personil
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
viii
III. SITEM PERTANIAN ORGANIK
Tujuan Umum Pengajaran
Mahasiswa dapat memahami sistem pertanian organik dalam rangka good agricultural practices
Tujuan Khusus Pengajaran
• Mahasiswa dapat menjelaskan regulasi sistem pertanian organik
• Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan keuntungan pertanian organik
• Mahasiswa dapat menjelaskan pertanian organik dan residu pestisida
• sistem pangan organik prinsip-prinsip produksi pangan organik
Standar nasional Indonesia (SNI 6729:2010) mendefinisikan pertanian organik merupakan salah satu
dari sekian banyak cara yang dapat mendukung pelestarian lingkungan. Sistem produksi pangan organik
didasarkan pada standar produksi yang spesifik dan teliti dengan tujuan untuk menciptakan agroekosistem
yang optimal dan lestari berkelanjutan baik secara social, ekologi maupun ekonomi dan etika. Pertanian
organik didasarkan pada pengunaan bahan input eksternal secara minimal serta tidak menggunakan pupuk
dan pestisida kimia sintetis. Prakatek pertanian organik tidak dapat menjamin bahw aproduk yang dihasilkan
sepenuhnya bebas dari residu karena aadanya polusi lingkungan secaara umum seperti cemaran udara,
tanah dan air, nemaun beberapa cara dapat digunakan untuk mengurangi polusi lingkungan. Untuk menjaga
integritas produk pertanian organik, operator, pengolah dan pedagang pangan organik harus mengacu pada
standar ini. Tujuan utama pertanian organik, untuk mengoptimalkan peroduktivitas komunitas organisme di
ytanah, tumbuhan, hewan dan manusia yang saling tergantung satu sama lainnya.
Sistem petanian orgaik adalah sistem manajemen produksi yan gholistik untuk meningkatkan dan
mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologin
tanah. Pertanian organik menenkankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan
penggunaan input dan limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan memepertimbangkan daya adaptasi
terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan
budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintetis untuk memenuhi kebutuhan
khusus dalam sistem.
Pangan organik berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek-praktek
pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan
dan melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit, melalui berbagai cara seperti daur ulang sisa-sisa
tumbuhan dan ternak, seleksi dan peergiliran tanaman, penglolaan air, pengelolaan lahan dan penanaman
serta penggunaan bahan hayati. Kesuburan tanah dijaga dan ditingkatkan melalui suatu sistem yang optimal
aktivitas biologi tanah dan keadaan fisik serta mineral tanah yang bertujuan untuk menyediakan suplai nutrisi
yang seimbang bagi kehidupan tumbuhan dan ternak ssrta untuk melindungi sumberdaya tanah.produksi
harus berkesinambungan dengan menempatkan daur ulang nutrisi tumbuhan sebagai bagian penting dari
strategi penyuburan tanah. Manajemen hama dan penyakit dilakukan dengan merangsang adanya ubungan
seimbang antara inang dengan predator, peningkatan populasi serangga yang menguntungkan,
pengendalian biologi dan kultural serta pembuangan secara mekanis hama maupun bagian tumbuhan yang
terinfeksi.
Organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai
dengan standar sistem pangan organik dan disertifikasi oleh lembaga sertifikasi organik organik yang telah
terakreditasi. Produk Organik adalah suatu produk yang dihasilkan sesuai dengan standar sistem pangan
organik termasuk bahan baku pangan olahan organik, bahan pendukung organik, tanaman dan produk segar
tanaman, ternak dan produk peternakan, produk olahan tanaman, dan produk olahan ternak (termasuk non
pangan). Produk Tanaman adalah semua hasil yang berasal dari tanaman yang masih segar dan tidak
mengalami proses pengolahan (No. 64/Permentan/OT.140/5/2013).
Suatu sistem produksi pangan organik dirancang untuk:
1) Mengembangkan keanekaragaman hayati dalam sistem secara keseluruhan.
2) Meningkatkan aktivitas biologis tanah.
3) Menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
ix
4) Mendaur ulang limbah yang berasal dari tumbuhan dan hewan untuk mengembalikan nutrisi Ke lahan
sehingga meminimalkan penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui.
5) Mengandalkan sumberdaya yang dapat diperbaharui pada sistem pertanian yang dikelola secara lokal.
6) Mempromosikan penggunaan tanah, air dan udara secara sehat, serta meminimalkan semua bentuk
polusi yang dihasilkan oleh praktek-praktek pertanian.
7) Menangani produk pertanian dengan penekanan pada cara pengolahan yang hati-hati (CPPB = cara
pengolahan pangan yang baik) untuk menjaga integritas organik dan mutu produk pada seluruh tahapan,
dan bisa diterapkan pada seluruh lahan pertanian yang ada melalui suatu periode konversi, yang lama
waktunya ditentukan oleh faktor spesifik lokasi seperti sejarah penggunaan lahan serta jenis tanaman
yang akan diproduksi.
3.1. Regulasi Sistem Pertanian Organik
Sistem pertanian organik, dalam hal ini sistem budidaya tanaman organik di Indonesia sebagai salah
satu sistem budidaya tanaman berlandaskan Undang-undang no. 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya
tanaman, dan berkaitan dengan undang-undang lainnya seperti Undang-undang no. 7 tahun 1996 tentang
pangan dan Undang-undang no. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Tentunya peraturan
perundangan sebagai pelaksanaan dari undang-undang yang berkaitan dengan sistem budidaya tanaman
seperti Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, Keputusan Menteri
nomor 517/Kpts/TP.2770/9/2002 dan lain lain, juga harus diperhatikan dalam budidaya pertanian organik.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui Panitia Teknik Perumusan Standar Nasional Indonesia
(SNI) yang ada di Departemen Pertanian mengacu pada standar yang berlaku secara internasional dan
undang-undang yang berlaku telah menyusun standar nasional sistem pangan organik, yang didalamnya
termasuk tatacara melaksanakan pertanian organik yang sesuai dengan standar. Standar pangan organik
yang terdapat pada SNI 6729:2010 merupakan acuan hukum yang harus dipakai para produsen pangan
organik dalam memproduksi produk pangan organik. SNI 6729:2010 merupakan revisi dari SNI 01-
67292002. Revisi yang terdapat pada SNI 6729:2010 ini meliputi: 1) pelabelan transisi dihilangkan; dan 2)
bahan yang diperbolehkan, dibatasi dan dilarang digunakan dalam produksi pangan organik disesuaikan
dengan kondisi di Indonesia dan ketentuan yang berlaku.
Saat ini masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan kimia non-alami, seperti
pupuk dan pestisida kimia sintetis serta hormon tumbuh, dalam produksi pertanian ternyata menimbulkan
efek negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Kesadaran masyarakat ini mendorong produsen
pangan untuk menghasilkan produk yang diinginkan oleh konsumen seperti aman dikonsumsi (food safety
attributes), memiliki kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (ecolabelling
attributes). Produk pangan yang memiliki ketiga atribut tersebut adalah produk yang dihasilkan dari sistem
pertanian organik.
Standar Nasional Indonesia telah memiliki standar yang mengatur tentang pangan organik yaitu
Standar Nasional Indonesia (SNI)-6729-2010 tentang Sistem Pangan Organik. SNI Sistem Pangan Organik
mengadopsi seluruh materi dalam dokumen standar CAC/GL 32 – 1999, Guidelines for the production,
processing, labeling and marketing of organically produced foods dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi
Indonesia, ke dalam bahasa Indonesia.
3.2. Pengertian dan Keuntungan Pertanian Organik
Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan
kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat
yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.
Dalam prakteknya, pertanian organik dilakukan dengan cara, antara lain:
o Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (GMO = genetically modified organisms). o
Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis. Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan
dengan cara mekanis, biologis, dan rotasi tanaman.
o Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan pupuk kimia sintetis. Kesuburan
dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan menambahkan residu tanaman, pupuk
kandang, dan batuan mineral alami, serta penanaman legum dan rotasi tanaman.
o Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis dalam makanan ternak.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik x
Sejumlah keuntungan yang dapat diperoleh dari aktivitas pertanian organik meliputi:
o Dihasilkannya makanan yang cukup, aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat;
o Terciptanya lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani; o Meningkatnya pendapatan petani;
o Minimalnya semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian;
o Meningkat dan terjaganya produktivitas lahan pertanian dalam jangka panjang; o Terpeliharanya
kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan; o Terciptanya lapangan kerja baru dan keharmonisan
kehidupan sosial di perdesaan. o Meningkatnya daya saing produk agribisnis secara berkelanjutan.
3.3. Pertanian Organik dan Residu Pestisida
Sesuai dengan persyaratan budidaya pertanian organik yang ditetapkan untuk menghasilkan produk
pangan organik, maka sudah bisa dipastikan bahwa produk pangan organik akan mengandung residu
pestisida yang minimal, walaupun tidak dapat dipastikan tidak ada sama sekali, karena masih terdapat
kemungkinan tercemar oleh pemakaian atau residu dari lingkungan selama proses produksi, panen,
pengangkutan dan pengolahan. Praktek pertanian organik tidak dapat menjamin bahwa produknya bebas
sepenuhnya dari residu karena adanya polusi lingkungan secara umum. Namun beberapa cara digunakan
untuk mengurangi polusi dari udara, tanah dan air. Pekerja, pengolah dan pedagang pangan organik harus
patuh pada standar untuk menjaga integritas produk pertanian organik.
Petani yang menerapkan metode pertanian organik harus menguasai teknik-teknik yang
memungkinkan terbentuknya ekosistem baru serta berkelanjutan, mendukung aliran energi secara alami
sesuai dengan cara kerja alam. Untuk itu perlu diketahui beberapa hal tentang:
o Tanaman yang dapat tumbuh berdekatan o Tanaman dan bakteri yang dapat mengikat nitrogen o
Tanaman yang baik bila ditanam berurutan
o Bagaimana benalu dan hama bisa teratasi secara alami
o Bagaimana nitrogen dapat dipisahkan dari pupuk dan buangan limbah rumah tangga o Bagaimana
menjaga agar hama dan penyakit tanaman tetap seimbang di alam
Kurangnya pengetahuan dan penerapan teknik penyuburan tanah ataupun pengendalian hama dan
penyakit tanaman secara biologi yang tidak terkontrol dapat menimbulkan kemungkinan dampak negatif
antara lain:
o Introduksi mikroorganisme sebagai pengendali hama dan penyakit tanaman atau sebagai mediator
penyerbukan, apalagi dalam jumlah besar mengandung kemungkinan berubah preferensi sehingga
berbahaya bagi tanaman maupun manusia
o Penggunaan sejumlah bahan organik atau mineral untuk perbaikan kesuburan tanah, bila dilakukan terus
menerus dalam jumlah besar, dapat merubah keseimbangan ekologis tanah dan berakibat penurunan
kualitas lingkungan tumbuh tanaman.
3.4. Sistem Pangan Organik
Pangan organik adalah salah satu jenis produk pangan, sebagai salah satu jenis pangan maka sistem
keamanan pangan pada produk organik juga menjadi hal yang sangat penting mengingat produk organik
dikenal sebagai produk yang aman, sehat, dan berkualitas tinggi. Standar sistem pangan organik di Indonesia
lebih spesifik daripada standar kemanan pangan pada umumnya. Standar sistem pangan organik mengacu
pada SNI 6729:2010 yang merupakan revisi dari SNI 01-6729-2002. SNI 6729:2010 ini merupakan tahapan
harmonisasi internasional persyaratan produk organik yang menyangkut standar produksi dan pemasaran,
inspeksi dan persyaratan pelabelan pangan organik di Indonesia. SNI 6729:2010 ini menyebutkan bahwa
suatu produk dianggap memenuhi persyaratan produksi pangan organik, apabila dalam pelabelan atau
pernyataan pengakuannya, termasuk iklan atau dokumen komersial menyatakan bahwa produk atau
komposisi bahannya disebutkan dengan istilah organik, biodinamik, biologi, ekologi, atau kata-kata yang
bermakna sejenis, yang memberikan informasi kepada konsumen bahwa produk atau komposisi bahannya
sesuai dengan persyaratan produksi pangan organik.
Sistem pangan organik (SNI 6729:2010) ditetapkan dengan tujuan untuk:
1) Melindungi konsumen dari manipulasi dan penipuan yang terjadi di pasar serta klaim dari produk yang
tidak benar.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xi
2) Melindungi produsen dan produk pangan organik dari penipuan produk pertanian lain yang mengaku
sebagai produk organik.
3) Memberikan jaminan bahwa seluruh tahapan produksi, penyiapan, penyimpanan, pengangkutan dan
pemasaran dapat diperiksa dan sesuai dengan standar ini.
4) Melakukan harmonisasi dalam pengaturan sistem produksi, sertifikasi, identifikasi dan pelabelan produk
pangan organik.
5) Menyediakan standar pangan organik yang berlaku secara nasional dan juga diakui oleh dunia
internasional untuk tujuan ekspor dan impor.
6) Mengembangkan serta memelihara sistem pertanian organik di indonesia sehingga dapat berperan dalam
pelestarian lingkungan baik lokal maupun global.
3.5. Prinsip–prinsip Produksi Pangan Organik
Berdasarkan pada SNI 6729:2010, prinsip persiapan, produksi, dan budidaya mencakup prinsip pada
lahan, benih serta prinsip pengendalian hama dan pengendalian gulma. Prinsip-prinsip produksi pangan
organik harus telah diterapkan pada lahan yang sedang berada dalam periode konversi dengan ketentuan:
1) dua tahun sebelum tebar benih untuk tanaman semusim;
2) tiga tahun sebelum panen pertama untuk tanaman tahunan; dan
3) masa konversi dapat diperpanjang atau diperpendek berdasarkan pertimbangan Lembaga Sertifikasi
Organik (LSO), namun tidak boleh kurang dari 12 bulan.
Produksi pangan organik hanya diakui pada saat sistem pengawasan dan tata cara produksi pangan
organik yang telah ditetapkan dalam standar pangan organik ini telah diterapkan oleh pelaku usaha tanpa
memperhitungkan lamanya masa konversi. Lahan yang dimiliki boleh dikerjakan secara bertahap jika seluruh
lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, dengan menerapkan standar konversi dan dimulai pada
bagian lahan yang dikehendaki. Konversi dari pertanian konvensioal kepada pertanian organik harus efektif
menggunakan teknik yang ditetapkan dalam standar sistem pangan organik. Hamparan yang dimiliki harus
dibagi dalam beberapa unit apabila seluruh lahan pertanian tidak dapat dikonversi secara bersamaan. Areal
pada masa konversi dan yang telah dikonversi menjadi areal organik tidak boleh digunakan secara bergantian
antara metode produksi pangan organik dan konvensional.
Kesuburan dan aktivitas biologi tanah harus dipelihara atau ditingkatkan dengan cara: 1) penanaman
kacang-kacangan (Leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam, melalui program rotasi tahunan
yang sesuai; 2) pencampuran bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun egar, dari
unit produksi yang sesuai dengan standar sistem pangan organik ini; 3) pengaktivan kompos dapat
menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis tanaman yang sesuai; dan 4) penggunaan
bahan biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran hewan atau tanaman
boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan aktivitas biologi tanah. Benih yang digunakan
untuk pertanian organik harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan dengan cara yang dijelaskan dalam
sistem pangan organik dan paling sedikit berasal dari 1 generasi atau 2 musim untuk tanaman semusim.
Pemilik lahan yang dapat menunjukkan pada LSO bahwa benih yang disyaratkan tersebut tidak
tersedia maka: 1) pada tahap awal dapat menggunakan benih tanpa perlakuan, atau; 2) jika butir 1) tidak
tersedia, dapat menggunakan benih yang sudah mendapat perlakuan dan bahan selain yang ada sesuai
ketentuan standar sistem pangan organik.
Hama, penyakit dan gulma harus dikendalikan oleh salah satu atau kombinasi dari cara berikut: 1)
pemilihan varietas yang sesuai; 2) program rotasi/pergiliran tanaman yang sesuai; 3) pengolahan tanah
secara mekanik; 4) penggunaan tanaman perangkap; 5) penggunaan pupuk hijau dan sisa potongan hewan;
6) pengendalian mekanis seperti penggunaan perangkap, penghalang, cahaya dan suara; 7) pelestarian dan
pemanfaatan musuh alami (parasit, predator dan patogen serangga) melalui pelepasan musuh alami dan
penyediaan habitat yang cocok seperti pembuatan pagar hidup dan tempat berlindung musuh alami, zona
penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli untuk pengembangan populasi musuh alami penyangga
ekologi; 8) ekosistem yang beragam; 9) pengendalian gulma dengan pengasapan (flame – weeding); 10)
penggembalaan ternak (sesuai dengan komoditas); 11) penyiapan biodinamik dari stone meal, kotoran ternak
atau tanaman; dan 12) penggunaan sterilisasi uap bila rotasi yang sesuai untuk memperbaharui tanah tidak
dapat dilakukan. Penanggulangan hama dan penyakit pada tanaman dapat menggunakan bahan lain yang
diperbolehkan dalam standar sistem pangan organik, jika ada kasus yang membahayakan atau ancaman
yang serius terhadap tanaman dimana tindakan pencegahan dianggap tidak efektif.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xii
IV. SIKLUS PENJAMINAN MUTU PERTANIAN ORGANIK
Tujuan Umum Pengajaran
Mahasiswa dapat memahami siklus penjaminan mutu pertanian organik dalam rangka good agricultural
practices.
Tujuan Khusus Pengajaran
• Mahasiswa dapat menjelaskan pengawasan mutu, meliputi: analisis input, good agricultural practices,
good handing practices dan inspeksi.
• Mahasiswa dapat menjelaskan sistem keamanan pangan organik, meliputi: keamanan pangan dan
penjaminan mutu pangan melalui HACCP.
4.1. Pengawasan Mutu
Kegiatan pengawasan/pengendalian mutu dilakukan dengan cara menerapkan sistem inspeksi pada
setiap mata rantai proses produksi dimulai dari 1) lahan/media tanam, pupuk dan pestisida (sebagai input);
2) good agricultural practices (budidaya tanaman/on-farm) yang meliputi pemeliharaan tanaman
(pemupukan, pengandalian hama, penyakit dan gulma); dan 3) good handling practices sebagai output yang
meliputi analisis kimia, analisis mikrobiologis dan cemaran fisik.
Kegiatan inspeksi (penilaian lapang) pada siklus penjaminan mutu produk segar asal tanaman harus :
o Menginspeksi dan mengidentifikasi input seperti yang disyaratkan oleh rencana mutu. o
Menetapkan kesesuaian good agricultural practices terhadap persyaratan yang ditentukan. o
Menginspeksi, mengidentifikasi dan menganalisis output seperti yang disyaratkan oleh rencana mutu o
Hasil inspeksi atau pengujian dicatat dan didokumentasikan dalam suatu dokumen yang sesuai.
Quality control atau pengawasan/pengendalian mutu dimaksudkan: 1) untuk menjaga konsistensi
mutu produk yang dihasilkan, 2) sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar, dan 3) lebih berorientasi kepada
sistem dan proses, yaitu sistem manajemen mutu.
Dalam inspeksi, identifikasi dan analisis input, onfarm maupun output rencana mutu atau prosedur
yang terdokumentasi harus mensyaratkan bahwa semua kegiatan pada sub-sistem agribisnis harus telah
dilaksanakan dan datanya memenuhi persyaratan yang ditentukan. Berikut disajikan siklus pengendalian
mutu produk segar asal tanaman, seperti terlihat pada Gambar 1:
Gambar 1. Siklus pengendalian mutu produk segar asal tanaman
4.1.1. Analisis Input
Sub sistem agribisnis pada sektor hulu dari aspek siklus pengendalian mutu produk segar asal
tanaman, yang perlu mendapatkan perhatian sebagai titik kendali mutu pada sisitem budidaya pertanian
organik adalah analis input yang meliputi: 1) lahan/media tanam, 2) Benih atau bibit , 3) pupuk dan 4)
pestisida.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xiii
Lahan Usaha/Media tanam
Lahan merupakan modal utama dalam memproduksi pertanian organik, langkah-langkah yang harus menjadi
perhatian bagi petani antara lain :
o Lahan yang akan digunakan untuk produksi pertanian organik harus bebas dari agro-kimia (pupuk dan
pestisida kimia sintesis).
o Jika lahan yang akan digunakan untuk produksi pertanian organik berasal dari lahan yang sebelumnya
digunakan untuk produksi pertanian non-organik, maka lahan tersebut harus dilakukan konversi ke lahan
organik.
Penyiapan Lahan
o Unit usaha harus memiliki catatan riwayat penggunaan lahan;
o Lahan bekas pertanian konvensional harus mengalami periode konversi paling sedikit 2 (dua) tahun
sebelum penebaran benih, atau untuk tanaman tahunan selain padang rumput, paling sedikit 3 (tiga)
tahun sebelum panen hasil pertama produk organik atau paling sedikit 12 (dua belas) bulan untuk
kasus tertentu. Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan
secara bertahap;
o Padang rumput sebagaimana dimaksud pada huruf b merupakan suatu lahan yang ditumbuhi
rumput liar (tidak dibudidayakan) tanpa asupan bahan-bahan kimia sintetis sehingga tidak
memerlukan masa konversi;
o Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara
bertahap;
o Areal yang dalam proses konversi, dan areal yang telah dikonversi untuk produksi pangan organik
tidak boleh diubah (kembali seperti semula atau sebaliknya) antara metode produksi pangan organik dan
konvensional;
o Tidak menyiapkan lahan dengan cara pembakaran, termasuk pembakaran sampah.
Sumber Air
o Berasal dari sumber mata air yang langsung atau dari sumber lain yang tidak terkontaminasi oleh
bahan kimia sintetis dan cemaran lain yang membahayakan;
o Air yang berasal selain sebagaimana dimaksud pada huruf a harus telah mengalami perlakuan untuk
mengurangi cemaran;
o Penggunaan air harus sesuai dengan prinsip konservasi.
Benih atau Bibit
Benih dan bibit yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus memenuhi persyaratan, antara lain:
o Tidak boleh berasal dari produk hasil rekayasa genetika. o Harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan
secara organik; o Apabila benih organik tidak tersedia sebagaimana dimaksud pada poin pertama, maka:
• pada tahap awal dapat digunakan benih tanpa perlakuan pestisida sintetis;
• benih yang sudah mendapat perlakukan pestisida sintetis, perlu dilakukan tindakan pencucian untuk
meminimalkan residu pestisida sintetis;
• media benih atau pesemaian tidak menggunakan bahan kimia sintetis, sebagai berikut:
- Urea;
- Single/double/triple super phosphate;
- Amonium sulfat;
- Kalium klorida;
- Kalium nitrat;
- Kalsium nitrat;
- Pupuk kimia sintetis lain;
- EDTA chelates;
- Zat pengatur tumbuh (ZPT) sintetis;
- Biakan mikroba yang menggunakan media kimia sintetis; - Semua produk yang mengandung GMO.
Pupuk
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xiv
Kesuburan dan aktivitas biologi tanah harus dipelihara atau ditingkatkan dengan cara: 1) penanaman
kacang-kacangan (Leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam, melalui program rotasi tahunan
yang sesuai; 2) pencampuran bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun segar, dari
unit produksi yang sesuai dengan standar sistem pangan organik ini; 3) pengaktivan kompos dapat
menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis tanaman yang sesuai; dan 4) penggunaan
bahan biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran hewan atau tanaman
boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan aktivitas biologi tanah.
Pestisida
Bahan utama yang dapat digunakan dalam pembuatan pestisida untuk pertanian organik adalah
semua bahan (kecuali pestisida kimia sintetis) yang diperbolehkan. diantaranya dapat terbuat dari
bahan mineral alami, bahan yang berasal dari tumbuhan ataupun bahan yang berasal dari agens
hayati. Sebaiknya bahan yang digunakan (khususnya tanaman) berasal dari tanaman organik, namun
apabila belum tersedia, dapat digunakan bahan yang bukan berasal dari tanaman organik, tetapi bukan dari
tanaman hasil rekayasa genetika (GMO).
Bahan yang diperbolehkan untuk pembuatan pestisida pertanian organik meliputi: o
Pestisida nabati (kecuali nikotin yang diisolasi dari tembakau);
o Tembakau (leaf tea) yang diekstrak dengan air dan langsung digunakan; o Propolis;
o Minyak tumbuhan dan binatang;
o Rumput laut, tepung rumput laut/agar-agar, ekstrak rumput laut, garam laut dan air laut; o Gelatin; o
Lecitin; o Casein;
o Asam alami (vinegar);
o Produk fermentasi dari aspergillus; o Ekstrak jamur; o Ekstrak Chlorella;
o Senyawa anorganik (campuran bordeaux, tembaga hidroksida, tembaga oksiklorida); o Campuran
burgundy; o Garam tembaga; o Belerang (sulfur);
o Bubuk mineral (stone meal, silikat); o Tanah yang kaya diatom (diatomaceous earth); o Silikat, clay
(bentonit); o Natrium silikat; o Natrium bikarbonat; o Kalium permanganate; o Minyak parafin;
o Mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) misalnya Bacillus thuringiensis; o Karbondioksida dan gas
nitrogen; o Sabun kalium (sabun lembut);
o Etil alkohol;
o Serangga jantan yang telah disterilisasi; o Preparat pheromone dan atraktan nabati;
o Obat-obatan jenis metaldehyde yang berisi penangkal untuk spesies hewan besar dan sejauh dapat
digunakan untuk perangkap.
Bahan pembantu/tambahan yang diperbolehkan dalam pembuatan pestisida organik perlu
mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya:
o Bahan tersebut sangat diperlukan dalam formulasi (misal bahan pembantu agar formula tidak cepat rusak,
pengatur PH, larutan penstabil untuk membuat minyak larut dalam air, carrier atau pembawa dan
lainnya);
o Bahan tersebut bersifat bio-degradable (mudah terdegradasi di alam) dan tidak bersifat persisten
(bertahan lama di alam) seperti DDT; o Bahan tersebut berdampak buruk terhadap lingkungan ataupun
terhadap organisme bukan sasaran, termasuk manusia;
o Bahan tersebut berdampak terhadap produk akhir yang dihasilkan.
o Apabila bahan pembantu tersebut digunakan, maka konsentrasinya harus serendah mungkin (tidak
mendominasi formula).
Bahan yang dilarang penggunaannya dalam pembuatan pestisida untuk pertanian organik meliputi:
o Semua pestisida kimia sintetis;
o Semua bahan yang berasal dari produk GMO; o Kotoran segar, baik dari manusia maupun hewan ; o
Zat perangsang makan sintesis; o Asam amino murni; o Anti oksidan sintetik; o Antibiotik ; o Hormon
sintetis; o Perangsang tumbuh sintetis; o Transquillisers sintetis; o Tepung, tulang dan daging.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xv
Sarana pembuatan pestisida untuk pertanian organik harus tidak terkontaminasi oleh bahan
yang dilarang menurut SNI 6729:2010 tentang Sistem Pangan Organik. Secara umum proses
pembuatan pestisida untuk pertanian organik terbagi menjadi tiga cara, yaitu:
1) Fisik/mekanik: meliputi pengepresan, penumbukan, pengabuan dan cara lainnya yang tidak
memerlukan bahan pelarut ataupun bahan kimia lainnya;
2) Kimia: meliputi ekstraksi, maserasi (perendaman bahan), fermentasi dan lainnya yang biasanya
memerlukan alat-alat khusus;
3) Biologi: meliputi pembiakan/perbanyakan agens hayati ataupun yang berhubungan dengan
pemanfaatan mahluk hidup lainnya. Pestisida organik dapat dibuat melalui beberapa cara, sesuai
sumberdaya dan kemampuan setempat (kearifan lokal) dengan mengutamakan bahan yang ada
disekitar unit usaha serta cara yang dikuasai unit usaha, seperti contoh di bawah ini:
Pestisida nabati (Botanical pesticide)
Proses pembuatan pestisida nabati dapat dengan cara:
Pengepresan o Cara ini dilakukan untuk menghasilkan minyak dari tumbuhan. Biasanya bahan tanaman
yang di-pres adalah yang mengandung cairan seperti minyak, misalnya biji mimba (Azadirachta indica)
ataupun jarak (Ricinus communis ataupun Jathropha curcas).
Penumbukan o Cara ini dilakukan untuk menghasilkan tepung yang digunakan untuk mengendalikan
hama, khususnya hama gudang untuk melindungi biji-bijian, terutama yang akan digunakan sebagai
benih. Misalnya bunga piretrum (Chrysanthemum Cinerariaefolium) yang dibuat tepung sangat efektif
mengendalikan hama gudang dan mampu melindungi benih di tempat penyimpanan.
Pengabuan o Cara ini dilakukan untuk menghasilkan abu yang digunakan untuk mengendalikan
hama, khususnya hama gudang. Tanaman yang digunakan biasanya mengandung aroma yang
menyengat ataupun mengandung bahan yang dapat menimbulkan iritasi, misalnya abu pembakaran
serai wangi (Cymbopogon nardus) yang mengandung kadar silika yang tinggi, sehingga dapat melukai
serangga (khususnya hama gudang) yang mengakibatkan desikasi (pengeluaran cairan tubuh yang
terus menerus, sehingga mati).
Ekstraksi o Ekstraksi sederhana dengan pelarut air (Aquous extraction). o Cara ini dilakukan untuk
mendapatkan sediaan pestisida yang biasanya langsung digunakan sesaat setelah selesai proses
pembuatan, karena apabila disimpan, maka tidak dapat bertahan lama, misalnya ekstraksi akar
tuba (Derris eliptica) dengan air untuk mengendalikan hama. Cara ini ada yang langsung dipakai tanpa
perendaman bahan terlebih dahulu (maserasi), ada juga yang merendamnya beberapa waktu (1 – 2
hari) kemudian disaring dan digunakan. b) Ekstraksi dengan bantuan pelarut (bahan kimia) seperti
alkohol, heksan, aceton, dan pelarut lainnya. Hal ini diperbolehkan, tetapi harus diikuti oleh proses
evaporasi pelarut (menarik pelarut dari formula), sehingga yang tersisa hanya konsentrat bahan
pestisida dari tumbuhan. Misalnya ekstraksi biji sirsak (Annona muricata) ataupun biji srikaya (Annona
squamosa).
o Ekstraksi komponen bioaktif tanaman yang bersifat non polar (seperti azadirachtin, salannin, nimbin,
meliantriol dll) dapat dilakukan dengan pelarut organik methanol – air dengan perbandingan 1 : 4.
Destilasi atau Penyulingan o Cara ini dilakukan untuk mendapatkan minyak atsiri (Essential oil).
Penyulingan dilakukan dengan cara memasukan bahan yang akan disuling (daun, akar, kulit kayu, biji,
dan lainnya) ke dalam ketel penyuling, kemudian dikukus ataupun direbus dan uapnya dialirkan melalui
kondensor pendingin, sehingga terjadi kondensasi (uap jadi air). Cairan yang dihasilkan dari proses
tersebut kemudian dipisahkan antara air dan minyak. Contoh dalam proses ini adalah penyulingan
daun cengkeh (Syzygium aromaticum) ataupun serai wangi (Cymbopogon nardus).
Pestisida dari Agens Hayati Beberapa cara yang umum dilakukan: o Pembuatan sediaan sederhana
dengan cara mengaduk ulat atau larva yang terkena serangan virus, kemudian mengaduknya dengan air
dan disemprotkan kembali ke hama sejenis, sehingga diharapkan virus tersebut mampu menginfeksi hama
sasaran;
o Memperbanyak agens hayati, misalnya jamur Beauveria bassiana ataupun Metarhizium anisoplae
dengan media buatan seperti jagung ataupun beras yang kemudian dalam aplikasinya, media buatan
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xvi
yang telah mengandung jamur ini diencerkan dengan air, kemudian disaring dan disemprotkan ke
tanaman;
o Memformulasi dalam bentuk cairan ataupun tepung, misalnya Bacillus thuringiensis yang sudah
banyak dipasarkan dalam bentuk formula ataupun formula nematoda yang termasuk insect pathogen.
Namun demikian, perlu ditelusuri kesesuaian bahan yang digunakan dalam formula tersebut dengan
SNI-6729:2010.
Pestisida Alami dari Bahan Mineral dan Lainnya
Penggunaan bahan alami seperti halnya sulfur atau belerang, pembuatan bubur bordeaux dan
kesediaan lainnya dalam sistem pertanian organik, diperbolehkan apabila bahan tersebut diambil secara
langsung dari alam tanpa melalui pemprosesan terlebih dahulu. Misalnya penggunaan bahan alami
seperti sulfur yang sudah diproses, sebagai bahan aktif pembuatan formula fungisida, maka hal ini tidak
diperbolehkan.
Inspeksi pada titik kendali mutu sub-sistem hulu terdapat 2 (dua) jenis input yang nyata-nyata dilarang
dalam sistem pangan organik yaitu bahan kimia sintetis dan bahan/bibit/produk GMO (genetically modified
organism). Bahan kimia sintetis dilarang digunakan dalam sistem pertanian organik, mencakup pada proses
budidaya dan pengolahan hasil hingga pada sistem perdagangannya. Genetically modified organism atau
organisme hasil rekayasa/modifikasi genetika. Organisme hasil rekayasa/modifikasi genetika dan produknya,
diproduksi melalui teknik dimana bahan genetika telah diubah dengan cara-cara yang tidak alami. Teknik
rekayasa genetika termasuk, tetapi tidak terbatas untuk: rekombinasi DNA, fusi sel, injeksi mikro dan makro,
enkapsulasi, penghilangan dan penggandaan gen. Organisme hasil rekayasa genetika tidak termasuk
organisme yang dihasilkan dari teknik-teknik seperti konjugasi, transduksi dan hibridisasi.
4.1.2. Good Agricultural Practices (GAP)
Pada era perdagangan global yang tidak lagi mengandalkan hambatan tarif tetapi lebih menekankan
pada hambatan teknis berupa persyaratan mutu, keamanan pangan, sanitary dan phytosanitary. Kondisi ini
menuntut negara-negara produsen untuk meningkatkan daya saing produk antara lain buah dan sayur.
Menghadapi tuntutan persyaratan tersebut dan dalam rangka menghasilkan produk buah dan sayur aman
konsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan serta menindaklanjuti amanat Pasal 4 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, maka perlu disusun
ketentuan cara berproduksi buah dan sayur yang baik, mengacu kepada ketentuan Good Agricultre Practices
(GAP) yang relevan dengan kondisi Indonesia (Indo-GAP). GAP mencakup penerapan teknologi yang ramah
lingkungan, pencegahan penularan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), penjagaan kesehatan dan
meningkatkan kesejahteraan petani, dan prinsip penelusuran balik (traceability).
Tujuan dalam penerapan GAP adalah produk yang aman konsumsi, bermutu baik, diproduksi secara
ramah lingkungan dan pelestarian SDA, berdaya saing (produktivitas tinggi dan efektif). Dalam rangka
penerapan GAP dilakukan langkah-langkah identifikasi dan registrasi.
Identifikasi adalah pendataan lahan usaha yang dikelola pelaku usaha dalam menerapkan good agricultural
practices (GAP) dan standard operating procedure (SOP). Registrasi adalah pemberian penghargaan berupa
nomor register bahwa telah menerapkan GAP/SOP. Standard operating procedure adalah petunjuk teknis
standar penerapan teknologi budidaya yang spesifk komoditas dan spesifk lokasi serta teknologi untuk
menghasilkan produk, sesuai dengan target produksi dan mutu yang diharapkan.
Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia, sehingga setiap orang perlu
dijamin dalam memperoleh pangan yang bermutu dan aman. Bahan pangan yang tidak diproduksi dengan
cara yang baik dan benar dapat menjadi sumber mikroorganisme dan kontaminan kimia yang dapat
berbahaya dan menyebabkan penyakit kepada manusia. Terjadinya kasus-kasus keracunan pangan
seharusnya tidak perlu terjadi apabila produk pangan diolah dengan prosedur pengolahan yang benar.
Pangan yang aman adalah pangan yang terbebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia dengan menjaga pangan tetap
aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat
untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif. Contoh penerapan good agricultural practices pada buah dan
sayur. Tujuan peraturan tentang tatacara penerapan dan registrasi GAP buah dan sayur untuk menyiapkan
sistem jaminan mutu dalam rangka budidaya buah dan sayur yang baik, mempermudah proses telusur balik
terhadap sistem jaminan mutu produk buah dan sayur, mendorong percepatan akses pasar buah dan sayur
yang mempersyaratkan jaminan mutu dan meningkatkan mutu dan keamanan pangan pada buah dan sayur
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xvii
sehingga memiliki daya saing. Syarat registrasi lahan usaha adalah memahami kaidah GAP, adanya SOP
budidaya spesifik tanaman dan spesifik lokasi sesuai kaidah GAP, memahami kaidah pengendalian hama
terpadu (PHT) dan memiliki buku kerja/buku catatan budidaya.
Good Agricultural Practices adalah panduan budidaya suatu golongan/jenis tanaman yang baik untuk
menghasilkan produk bermutu yang mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan
penularan organisme pengganggu tanaman, penjagaan kesehatan (tidak menimbulkan implikasi klinis) dan
meningkatkan kesejahteraan petani (keluarganya), pekerja serta prinsip penelusuran balik (trace ability),
dengan tujuan menghasilkan produk yang aman konsumsi, bermutu baik, diproduksi secara ramah
lingkungan dan pelestarian sumber daya alam, berdaya saing, produktivitas tingi dan efektif. Dalam rangka
GAP dilakukan langkah-langkah identifikasi dan registrasi. Identifikasi meliputi kegiatan pendataan lahan
usaha yang dikelola pelaku usaha dalam menerapkan good agricultural practices dan standar operasional
prosedur. Registrasi meliputi kegiatan pemberian nomor register yang menerangkan bahwa nama dan alamat
kebun/lahan usaha yang dikelola telah memenuhi persyaratan GAP suatu golongan/jenis tanaman budidaya
berdasar PERMENTAN No. 48/Permentan/OT.140/10/2009.
Nomor registrasi dan surat keterangan diberikan kepada pemohon yang “lulus”, penerbitan nomor
registrasi dan surat keterangan dilakukan Dinas Pertanian Provinsi, nomor registrasi kebun GAP berlaku
hanya untuk 1 (satu) unit kebun pada komoditas yang didaftarkan, nomor registrasi kebun berlaku selama 2
(dua) tahun dan dapat diperpanjang selama 2 (dua) tahun berikutnya setelah didahului dengan proses
penilaian ulang, kebun yang telah mendapat nomor registrasi di surveylance setidaknya sekali dalam satu
tahun untuk dinilai kepatuhannya, dan pemberlakuan nomor registrasi dapat diitunda/dibekukan/dicabut bila
ditemukan ketidak-patuhan dalam memenuhi persyaratan penilaian kebun GAP.
Penerapan good agricultural practices (GAP) pada sisitem budidaya pertanian organik merupakan
sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-
ekosistem secara alami, sehingga mampu mengasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan
berkelanjutan. Dalam prakteknya, pertanian organik dilakukan dengan cara, antara lain:
o Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (GMO= genetically modified organism).
o Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis. o Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan
dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman. o Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh
(growth regulator) dan pupuk kimia sintesis.
o Kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan menambahkan massa organik,
pupuk kandang, dan batuan mineral alami, serta penanaman legum dan rotasi tanaman. o Menghindari
penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintesis dalam makanan ternak.
Ruang lingkup good agricultural practices merupakan titik kendali mutu pedoman berbudidaya
tanaman yang baik, meliputi :
1) Kriteria
2) Registrasi dan Sertifikasi
3) Lahan
4) Penggunaan Benih dan Varietas Tanaman
5) Penanaman
6) Pupuk
7) Perlindungan Tanaman
8) Pengairan
9) Panen
10) Penangaan Panen dan Pasca Panen
11) Alat dan Mesin Pertanian
12) Pelestarian Lingkungan
13) Pekerja
14) Fasilitasi Kebersihan dan Kesehatan Pekerja
15) Kesehatan Pekerja
16) Tempat Pembuangan
17) Pengawasan, Pencatatan dan Penelusuran Balik
18) Pengaduan
19) Evaluasi Internal
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xviii
Pemeliharaan tanaman
Pengelolaan kesuburan tanah. Agar tanaman tumbuh sehat, maka kesuburan tanah harus dijaga dan
ditingkatkan melalui sebuah sistem daur ulang nutrisi tanaman yang lestari yang mengoptimalkan aktivitas
biologis serta sifat fisik dan kimia tanah dengan cara, antara lain: o Menghindari penggunaan pupuk kimia
sintesis dan zat pengatur tumbuh (growth regulator). o Menambah bahan organik (sisa tanaman atau kotoran
hewan) ke dalam tanah. o Untuk mengaktifkan kompos, menambah mikroorganisme dapat digunakan. o
Menambah batuan mineral alami seperti batuan fosfat dan batu kapur ke dalam tanah. o Melakukan
multikultur (menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam luasan lahan).
o Memberikan air yang cukup dengan menggunakan air yang bebas dari bahan kimia sintesis.
o Melakukan rotasi tanaman yang teratur dan penanaman tanaman legum.
Pengelolaan Kesuburan Tanah
o Memelihara dan meningkatkan kesuburan dan aktivitas biologis tanah dengan cara penanaman
kacang-kacangan (leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam melalui program rotasi
tahunan yang sesuai;
o Mencampur bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun segar dari unit usaha
budidaya. Produk samping peternakan, seperti kotoran ternak, boleh digunakan apabila berasal dari
peternakan yang dibudidayakan secara organik;
o Untuk aktivasi kompos dapat menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis tanaman yang
sesuai;
o Bahan biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran hewan atau tanaman
boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan aktivitas biologi tanah;
o Sisa-sisa tanaman dan bahan lainnya harus dikomposkan dengan baik dan tidak boleh dibakar; o
Jika upaya untuk mencukupi nutrisi tanaman tidak mungkin dilakukan dapat menggunakan bahan
yang dibatasi sebagai bahan penyubur tanah sebagai berikut:
• Kotoran ternak;
• Urine ternak (slurry);
• Kompos sisa tanaman;
• Kompos media jamur merang;
• Kompos limbah organik sayuran;
• Dolomit;
• Gipsum;
• Kapur khlorida;
• Batuan fosfat;
• Guano;
• Terak baja (basic slag);
• Batuan magnesium, magnesium kalkareous;
• Batu kalium, garam kalium tambang;
• Sulfat kalium;
• Garam epsom/magnesium sulfat;
• Natrium klorida;
• Unsur mikro (boron, tembaga, besi, mangan, molibdenum, seng); Stone meal;
• Liat/clay (bentonit, perlite, zeolit);
• Vermiculite;
• Batu apung;
• Gambut;
• Rumput laut;
• Hasil samping industri gula (vinasse);
• Hasil samping industri pengolahan kelapa sawit, kelapa, coklat, kopi (termasuk tandan sawit kosong,
lumpur sawit, kulit coklat dan kopi);
• Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xix
Untuk menjaga kesuburan dan aktivitas biologi tanah, dilarang menggunakan pupuk kimia sintetis,
kotoran hewan secara langsung, kotoran manusia (tinja) dan kotoran babi. Bahan tambahan yang boleh
dipergunakan sebagai penyubur tanah adalah pupuk mineral sebagai berikut: o Pupuk hijau; o Kotoran
ternak; o Urine ternak (slurry); o Kompos sisa tanaman; o Kompos media jamur merang; o Kompos limbah
organik sayuran; o Ganggang Hijau; o Azolla;
o ganggang hijau biru (Blue green algae );
o Molase/Tetes;
o Pupuk hayati (bio-fertilizers); o Rhizobium; o Bakteri pengurai/dekomposer.
Pengendalian hama, penyakit dan gulma.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan tujuan untuk mendorong keseimbangan
hubungan inang/predator dan memperbesar populasi serangga yang menguntungkan. Pengendalian
Organisme Penggangu Tanaman dan Pemeliharaan Tanaman: o Tidak menggunakan bahan kimia
sintetis dan organisme atau produk hasil rekayasa genetika; o Tidak melakukan proses pembakaran dalam
pengendalian gulma;
o Menerapkan sistem pengendalian hama dan penyakit yang terpadu sehingga dapat menekan kerugian
akibat organisme pengganggu tanaman.
Secara umum hama, penyakit, dan gulma dapat dikendalikan dengan cara-cara, antara lain :
o Penelitian varietas yang sesuai;
o Melakukan rotasi tanaman yang teratur dan sesuai dengan kaedah pemutusan siklus makanan hama dan
penyakit;
o Penaman serentak untuk spesies tanaman yang sama;
o Menggunakan pestisida nabati (pestisida organik) yang berasal dari ekstraksi bahan tanaman yang
mengandung komponen bioaktif yang bersifat pestisida, seperti daun dan biji mimba, kulit dan biji buah
duku, akar tuba, ubi gadung, tembakau, biji sirsak, biji srikaya dan asap cair (liquid smoke) dengan asam
fenolatnya. Bahan yang diijinkan digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman menurut
ketetapan SNI Sistem Pangan Organik;
o Menggunakan musuh alami termasuk pelepasan predator dan parasit. pelestarian dan pemanfaatan
musuh alami (parasit, predator dan patogen serangga) melalui pelepasan musuh alami dan penyediaan
habitat yang cocok seperti: pembuatan pagar hidup dan tempat berlindung musuh alami, zona
penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli untuk mengembangkan populasi musuh alami
penyangga ekologi;
o Menggunakan mulsa organik untuk penutup tanah; o Menggunakan cara mekanis, seperti pengunaan
perangkap, penghalang, cahaya dan suara; o Pengendalian gulma dengan pemanasan (flame weeding).
Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman dan Pemeliharaan Tanaman
o Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dan organisme atau produk hasil rekayasa genetika;
o Tidak melakukan proses pembakaran dalam pengendalian gulma;
o Menerapkan sistem pengendalian hama dan penyakit yang terpadu sehingga dapat menekan kerugian
akibat organisme pengganggu tanaman;
o Organisme pengganggu tanaman harus dikendalikan dengan salah satu atau kombinasi dari cara
seperti berikut:
• pemilihan varietas yang sesuai;
• program rotasi/pergiliran tanaman yang sesuai;
• pengolahan tanah secara mekanik;
• penggunaan tanaman perangkap;
• penggunaan pupuk hijau dan sisa potongan tanaman;
• pengendalian mekanis seperti pengunaan perangkap, penghalang, cahaya dan suara;
• pelestarian dan pemanfaatan musuh alami (parasit, predator dan patogen serangga) melalui
pelepasan musuh alami dan penyediaan habitat yang cocok seperti: pembuatan pagar hidup dan
tempat berlindung musuh alami, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli untuk
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xx
mengembangkan populasi musuh alami penyangga ekologi; ekosistem yang beragam. Hal ini
akan bervariasi antar daerah.
Sebagai contoh: zona penyangga untuk mengendalikan erosi, agroforestry, merotasikan tanaman
dan sebagainya;
- pengendalian gulma dengan pemanasan (flame weeding);
- penggembalaan ternak (sesuai dengan komoditas); o penyiapan
biodinamik dari stone meal, kotoran ternak atau tanaman;
o penggunaan sterilisasi uap bila rotasi yang sesuai untuk memperbaharui tanah tidak dapat dilakukan.
Apabila terjadi kasus yang membahayakan atau ancaman yang serius terhadap tanaman dimana
tindakan pencegahan di atas tidak efektif, maka dapat digunakan bahan sebagai berikut: o Pestisida nabati
(kecuali nikotin yang diisolasi dari tembakau);
o Tembakau (leaf tea) yang diekstrak dengan air dan langsung digunakan; o Propolis;
o Minyak tumbuhan dan binatang;
o Rumput laut, tepung rumput laut/agar-agar, ekstrak rumput laut, garam laut dan air laut; o Gelatin; o
Lecitin; o Casein;
o Asam alami (vinegar);
o Produk fermentasi dari aspergillus; o Ekstrak jamur; o Ekstrak Chlorella;
o Senyawa anorganik (campuran bordeaux, tembaga hidroksida, tembaga oksiklorida); o Campuran
burgundy;
o Garam tembaga; o Belerang (sulfur);
o Bubuk mineral (stone meal, silikat); o Tanah yang kaya diatom (diatomaceous earth); o Silikat, clay
(bentonit); o Natrium silikat; o Natrium bikarbonat; o Kalium permanganate; o Minyak parafin;
o Mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) misalnya Bacillus thuringiensis; o Karbondioksida dan gas
nitrogen; o Sabun kalium (sabun lembut);
o Etil alkohol;
o Serangga jantan yang telah disterilisasi; o Preparat pheromone dan atraktan nabati;
o Obat-obatan jenis metaldehyde yang berisi penangkal untuk spesies hewan besar dan sejauh dapat
digunakan untuk perangkap.
4.1.3. Good Handling Practices (GHP)
Output (good handing practices/GHP) merupakan pedoman penanganan pascapanen yang baik,
usaha panen dan pascapanen dilakukan untuk mencapai hasil yang maksimal, memenuhi standar mutu
produk, menekan kehilangan hasil dan kerusakan serta meningkatkan nilai tambah pada penanganan,
pengolahan dan transportasi. Tujuan penerpan GHP: 1) untuk menekan kehilangan/kerusakan hasil, 2)
memperpanjang daya simpan, 3) mempertahankan kesegaran, meningkatkan daya guna, 4) meningkatkan
nilai tambah, 5) meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana, 6) meningkatkan daya saing,
dan 7) memberikan keuntungan yang optimum dan/atau mengembangkan usaha pascapanen hasil pertanian
asal tanaman yang berkelanjutan.
Ruang lingkup GHP meliputi:
1) panen,
2) penanganan pascapanen,
3) standardisasi mutu,
4) lokasi,
5) bangunan,
6) peralatan dan mesin,
7) bahan dan perlakuan,
8) wadah dan pembungkus,
9) tenaga kerja,
10) Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3),
11) pengelolaan lingkungan,
12) pencatatan,
13) pengawasan dan penelusuran balik, 14) sertifikasi,
15) pembinaan dan pengawasan.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxi
Panen merupakan serangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya tanaman dengan cara dipetik,
dipotong, ditebang, dikuliti, disadap dan/atau dicabut. Penanganan pascapanen merupakan serangkaian
kegiatan yang dilakukan setelah panen sampai dengan siap dikonsumsi dan/atau diolah, meliputi:
• pengumpulan: merupakan kegiatan mengumpulkan hasil panen pada suatu tempat atau wadah
• perontokan: merupakan kegiatan melepaskan biji/bulir dari tangkai atau malai.
• pembersihan: merupakan kegiatan menghilangkan kotoran fisik, kimiawi dan biologis.
• trimming: merupakan kegiatan membuang bagian produk yang tidak diinginkan seperti memotong tangkai
buah, membuang akar, membuang bagian titik tumbuh.
• pengupasan: merupakan kegiatan memisahkan kulit dari bagian pokok yang dimanfaatkan (daging buah,
daging umbi, biji dan/atau batang).
• pemipilan: merupakan kegiatan melepaskan biji dari tongkol.
• sortasi: merupakan kegiatan pemilahan hasil panen yang baik dari yang rusak atau cacat, yang sehat dari
yang sakit dan benda asing lainnya.
• pengeringan: merupakan kegiatan untuk menurunkan kadar air sampai kadar air keseimbangan
(Equilibrium Moisture Content) sehingga aman untuk disimpan.
• perendaman: merupakan kegiatan untuk melunakkan kulit buah atau kulit batang supaya mudah terlepas
dari biji atau batangnya, menghindari terjadinya pencoklatan (browning) dan/atau menghilangkan bahan
beracun.
• pencelupan: merupakan kegiatan mencelupkan hasil panen ke dalam larutan anti bakteri dan jamur untuk
mencegah serangan hama dan penyakit.
• pelilinan: merupakan kegiatan memberikan lapisan tipis bahan alami lilin pada hasil panen.
• pelayuan: merupakan kegiatan membiarkan produk pada suhu dan kelembaban tertentu untuk
memperoleh kondisi optimum sebelum produk dikonsumsi atau disimpan
• pemeraman (ripening): merupakan kegiatan untuk mempercepat proses pematangan secara merata
sesuai sifat dan karakteristik biologis atau fisiologis hasil pertanian asal tanaman dengan atau tanpa
pemberian bahan pemacu yang diijinkan menurut peraturan dengan dosis sesuai anjuran
• fermentasi: merupakan kegiatan untuk membentuk cita rasa dan aroma yang spesifik.
• penggulungan: merupakan kegiatan untuk memperoleh karakteristik fisik atau kimiawi tertentu hasil
pertanian asal tanaman.
• penirisan: merupakan kegiatan untuk menghilangkan air yang menempel dipermukaan produk yang
berasal dari perendaman, pencelupan atau pencucian.
• perajangan: merupakan kegiatan untuk memperkecil ukuran hasil pertanian asal tanaman.
• pengepresan: merupakan kegiatan untuk memperkecil volume atau mengambil cairan atau padatan
dengan memberikan tekanan (proses mekanik).
• pengkelasan (grading): merupakan kegiatan pengelompokan mutu produk berdasarkan karakteristik
fisik antara lain bentuk, ukuran, warna, tekstur, kematangan dan/atau berat t. pengemasan: merupakan
kegiatan mewadahi dan/atau membungkus produk dengan memakai media/bahan tertentu untuk
melindungi produk dari gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi daya simpan.
• penyimpanan: merupakan kegiatan untuk mengamankan dan memperpanjang masa penggunaan
produk.
• pengangkutan: merupakan kegiatan memindahkan produk dari suatu tempat ke tempat lain dengan tetap
mempertahankan mutu produk.
Pascapanen. Prinsip sistem pangan organik dalam hal: penanganan, pengolahan, penyimpanan,
pengemasaan, dan pengangkutan produk pangan organik didasarkan pada SNI 6729:2010. Integritas produk
pangan organik harus tetap dijaga selama tahapan rantai pangan sejak dipanen sampai pengemasan.
Pengolahan menggunakan cara yang tepat dan hati-hati dengan meminimalkan pemurnian serta
penggunaan bahan tambahan pangan dan bahan penolong. Radiasi ion (ionizing radiation) tidak dibolehkan
untuk pengendalian hama, pengawetan makanan, pemusnahan penyakit atau sanitasi.
Penanganan Pasca Panen, Penyimpanan, dan Transportasi
o Pencucian produk organik segar dilakukan dengan menggunakan air standar baku yang diizinkan untuk
sistem pertanian organik;
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxii
o Tidak mencampur produk organik dengan produk non organik dalam penanganan pasca panen termasuk
dalam pengolahan, penyimpanan, dan transportasi;
o Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dalam proses penanganan pasca panen, penyimpanan maupun
pengangkutan;
o Peralatan pasca panen harus bebas kontaminasi bahan kimia sintetis; o Tidak menggunakan bahan
pembungkus yang menimbulkan kontaminasi produk;
o Dalam pengemasan disarankan menggunakan bahan yang dapat didaur ulang atau digunakan
kembali atau menggunakan bahan yang mudah mengalami dekomposisi.Selalu menjaga integritas
produk organik selama penanganan, penyimpanan dan transportasi;
o Jika hanya sebagian produk yang disertifikasi, maka produk lainnya harus disimpan dan ditangani secara
terpisah dan kedua jenis produk ini harus dapat diidentifikasikan secara jelas;
o Penyimpanan produk organik harus dipisahkan dari produk konvensional serta harus secara jelas
dicantumkan pada label.
Tempat penyimpanan dan kontainer untuk pengangkutan produk organik segar harus dibersihkan
dahulu dengan menggunakan metode dan bahan yang boleh digunakan. Jika tempat penyimpanan atau
kontainer yang akan digunakan tidak hanya digunakan untuk produk organik, maka harus dilakukan tindakan
pengamanan agar produk organik tidak terkontaminasi oleh produk non organik.
Pengendalian hama pada saat penanganan produk dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1)
tindakan pencegahan, seperti penghilangan habitat/sarang hama merupakan alternatif pertama dalam
pengendalian hama; 2) jika alternalif pertama dianggap tidak cukup, maka cara mekanis/fisik dan biologi
merupakan alternatif kedua dalam pengendalian hama; dan 3) jika alternatif kedua dianggap tidak cukup,
maka penggunaan bahan pestisida seperti yang tertera dalam (pada penjelasan sebelumnya) buku ini
merupakan alternatif ketiga yang digunakan secara sangat hati–hati untuk menghindari kontaminasi.
Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dilakukan dengan cara yang baik atau sesuai
prinsip GAP. Pengendalian OPT di tempat penyimpanan atau pengangkutan dapat dilakukan menggunakan
pemisah fisik atau perlakuan yang lain seperti penggunaan suara, ultra-sound, pencahayaan/ultra-violet,
perangkap, pengendalian suhu, pengendalian udara (dengan karbondioksida, oksigen, nitrogen), dan
penggunaan lahan diatom. Penggunaan pestisida untuk kegiatan pascapanen dan karantina harus
berdasarkan pada lampiran SNI ini, apabila bahan pestisida yang digunakan tidak tercantum pada lampiran
SNI pangan organik maka tidak diperbolehkan.
Prinsip-prinsip dalam SNI Sistem Pangan Organik untuk pengolahan dan manufaktur produk pangan
organik yaitu: 1) pengolahan harus dilakukan secara mekanik, fisik atau biologi (seperti fermentasi dan
pengasapan) serta meminimalkan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) sesuai dengan ketentuan
Lampiran B SNI 6729:2010; 2) bahan tambahan pangan, bahan penolong dan bahan lain yang diizinkan dan
dilarang dalam produksi pangan olahan organik harus mengacu kepada ketentuan tentang bahan tambahan
pangan dan pengawasan pangan olahan organik yang berlaku; 3) flavouring yang dapat digunakan adalah
bahan dan produk yang berlabel natural flavouring; 4) air yang dapat digunakan adalah air minum. Garam
yang dapat digunakan adalah natrium klorida atau kalium klorida sebagai komponen dasar yang biasanya
digunakan dalam pengolahan pangan; 5) semua penyiapan mikroorganisme dan enzim yang biasanya
digunakan sebagai alat bantu dalam pengolahan pangan dapat digunakan, kecuali organisme hasil
rekayasa/modifikasi genetik (GE/GMO) dan enzim yang berasal dari organisme rekayasa genetik (GE); 6)
yang termasuk dalam kelompok mikro (trace elements) adalah vitamin, asam amino dan asam lemak
esensial, dan senyawa nitrogen lain; dan 7) semua preparasi mikroorganisme dan enzim sebagai alat bantu
dalam pengolahan pangan dapat digunakan, kecuali organisme dan enzim hasil rekayasa/modifikasi
genetika.
Pemilik usaha pangan organik berdasarkan SNI 6729:2010 ini harus memenuhi standar dan regulasi
teknik produk pangan organik serta mendokumentasikan persyaratan teknis yang minimal mencakup
penggunaan label, komposisi produk, dan kalkulasi persentasi ingredient produk organik. Bahan baku
kemasan menurut SNI pangan organik ini sebaiknya dipilih dari bahan yang dapat diuraikan oleh
mikroorganisme (bio-degradable materials), bahan hasil daur-ulang (recycled materials), atau bahan yang
dapat didaur-ulang (recyclable materials), kemasan produk organik diberi label sesuai dengan daftar Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxiii
Integritas produk organik harus dipelihara selama penyimpanan dan pengangkutan, serta ditangani
dengan menggunakan tindakan pencegahan sebagai berikut: 1) produk organik harus dilindungi setiap saat
agar tidak tercampur dengan produk pangan non-organik; dan 2) produk organik harus dilindungi setiap saat
agar tidak tersentuh bahan yang tidak diizinkan untuk digunakan dalam sistem produksi pangan organik dan
penanganannya.
Sistem pangan organik mensyaratkan bahwa jika hanya sebagian produk organik yang tersertifikasi, maka
produk lainnya harus disimpan dan ditangani secara terpisah dan kedua jenis produk ini harus dapat
diidentifikasi secara jelas. Penyimpanan produk organik harus dipisahkan dari produk konvensional serta
harus secara jelas dicantumkan pada tabel. Tempat penyimpanan dan kontainer untuk pengangkutan produk
pangan organik harus dibersihkan dahulu dengan menggunakan metode dan bahan yang boleh digunakan
untuk sistem produksi organik. Tempat penyimpanan atau kontainer yang digunakan tidak untuk produk
pangan organik saja, maka tempat penyimpanan atau kontainer tersebut harus dilakukan tindakan
pengamanan agar produk pangan organik tidak terkontaminasi dengan pestisida atau bahan yang dilarang
dalam (pada penjelasan sebelumnya) buku ini.
4.1.4. Inspeksi
Pelaksanaan inspeksi sesuai dengan: Pedoman KAN 902-2006 tentang pelaksanaan inspeksi sistem
pangan organik. Lembaga sertifikasi harus menginspeksi sistem pangan organik operator sesuai standar
yang ditetapkan dalam ruang lingkup yang diuraikan dalam permohonan, berdasarkan semua kriteria
sertifikasi yang ditetapkan dalam aturan sistem. Lembaga sertifikasi harus mempunyai hak untuk
menentukan persyaratan. Mekanisme pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan dan pembatasan
harus ditetapkan. Lembaga sertifikasi harus membuat skema inspeksi sesuai dengan kegiatan spesifik
operator yang akan diinspeksi sesuai dengan Pedoman KAN 902-2006 Pelaksanaan Inspeksi Sistem Pangan
Organik. Prosedur inspeksi yang dipersyaratkan harus terdokumentasi dan harus sedikitnya mencakup:
o Inspeksi sistem produksi atau pengolahan dari operator melalui kunjungan ke fasilitas, area dan unit
penyimpanan;
o Identifikasi dan investigasi daerah resiko; o Tinjauan rekaman dan laporan;
o Rekonsiliasi (kesesuaian material) antara produksi dan penjualan di lokasi produksi; dan rekonsiliasi
(kesesuaian bahan) input/output, dan audit ketertelusuran dalam pengolahan dan penanganan; o
Wawancara dengan orang yang bertanggung jawab termasuk wawancara dengan pihak luar yang terkait;
o Verifikasi bahwa perubahan-perubahan yang telah dilakukan dalam standar dan aturan lembaga sertifikasi
telah diterapkan secara efektif oleh operator;
o pengambilan contoh residu sesuai dengan kebijakan pengambilan contoh lembaga sertifikasi; o Verifikasi
dimana kondisi sebelumnya telah dipenuhi.
Inspeksi termasuk tinjauan dokumen, harus mencakup unit-unit non organik dimana ada alasan hal
tersebut untuk dilakukan. Lembaga sertifikasi harus mempunyai kebijakan dan prosedur terdokumentasi
tentang pengujian residu, pengujian genetika dan analisis lainnya yang sedikitnya harus mencakup:
o Indikasi hal dimana sampel diambil;
o Persyaratan dimana penggunaan senyawa yang dilarang oleh standar diduga ada dalam sampel harus
dilakukan analisis;
o Persyaratan dimana standar menetapkan batas residu atau kontaminasi dalam produk, input atau tanah,
analisis harus dibuat bila perlu ;
o Instruksi untuk inspektor tentang persyaratan dan metode pengambilan contoh; o Prosedur penanganan
setelah pengambilan contoh; o Tanggung jawab untuk biaya pengambilan contoh.
Apabila pengujian laboratorium dilakukan, lembaga sertifikasi harus mendokumentasikan sebagai
berikut:
o protokol pengambilan contoh; o prosedur pengujian;
o kompetensi laboratorium yang melakukan analisis
Lembaga sertifikasi harus memverifikasi kesesuaian penerapan standar selama periode transisi yang
ditetapkan dalam SNI 01-6729-2002 : Sistem Pangan Organik sebelum proses sertifikasi. Penerapan standar
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxiv
secara keseluruhan merupakan persyaratan bagi manajemen. Inspeksi pada keadaan/persyaratan khusus
dapat dilihat pada Pedoman KAN 902-2006 Pelaksanaan Inspeksi Sistem Pangan Organik.
Laporan inspeksi
Lembaga sertifíkasi harus mengadopsi prosedur pelaporan yang diperlukan dan prosedur tersebut
minimal harus menjamin bahwa :
o Personel yang ditunjuk untuk menginspeksi kesesuaian sistem pangan organik harus memberikan laporan
temuan kepada lembaga sertifíkasi mengenai kesesuaian dengan semua persyaratan sertifikasi;
o Laporan lengkap mengenai hasil inspeksi yang mengidentifikasi ketidaksesuaian yang harus diperbaiki
agar dapat memenuhi seluruh persyaratan sertifíkasi dan inspeksi atau pengujian lanjutan yang
diperlukan, harus segera disampaikan kepada pemohon oleh lembaga sertifikasi. Jika pemohon, dapat
menunjukkan bahwa telah dilakukan tindakan perbaikan yang memenuhi seluruh persyaratan dan
perbaikannya dilaksanakan dalam batas waktu yang ditentukan, lembaga sertifikasi harus mengulang
bagian-bagian yang perlu saja dari prosedur semula.
Laporan inspeksi harus mengikuti format laporan yang ditentukan Lembaga Sertifikasi untuk
mempermudah analisis sistem produksi yang non diskriminasi, objektif dan komprehensif. Laporan harus
dibuat untuk memungkinkan perluasan dan analisis oleh inspektor dalam hal pemenuhan sebagian atau
kurang jelasnya pemenuhan terhadap suatu ketentuan standar.
Laporan harus berisi asesmen resiko dan juga pengamatan inspektor terkait 22 dari 28 Pedoman KAN
901-2006 kesesuaian dengan standar. Inspektor harus mampu untuk membuat rekomendasi terkait
etidaksesuaian tetapi tidak perlu untuk membuat penetapan secara
menyeluruh apakah operator sebaiknya disertifkasi. Lembaga sertifikasi harus mensyaratkan inspektor untuk
merekam apa yang terjadi selama kunjungan inspeksi.
Rekaman tersebut sedikitnya mencakup: o tanggal dan lamanya inspeksi; o orang yang
diwawancara; o daerah dan fasilitas yang dikunjungi; o jenis audit dokumen yang
dilakukan (input/output.; hasil.penjualan; ketertelusuran dll).
4.2. Sistem Keamanan Pangan Organik
4.2.1. Keamanan Pangan
Pangan yang tidak aman untuk dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit yang disebut foodborne
diseases yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa
beracun atau organisme patogen. Pangan mentah maupun olahan menjadi tidak aman dikonsumsi apabila
telah tercemar. Pencemaran pada pangan dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu: 1) segi gizi, jika kandungan
gizinya berlebihan sehingga dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif seperti jantung, kanker,
diabetes; dan 2) segi kontaminasi, apabila pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme ataupun bahan-
bahan kimiawi maka menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Hal-hal yang berkaitan dengan keamanan
pangan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004. Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2004 ini menyebutkan bahwa keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk melindungi pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan serta membahayakan kesehatan manusia. Kemanan pangan dalam pedoman
teknis pengembangan mutu dan keamanan pangan dari Kementerian Pertanian (2010) adalah jaminan
bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya bagi konsumen jika disiapkan dan/atau dimakan sesuai
dengan tujuan penggunaan.
Program keamanan pangan menurut Kementerian Pertanian (2010) berdasarkan pada Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP), Good Agricultural Practices (GAP)/Good Farming Practices (GFP),
Good Manufacturing Practices (GMP), dan Good Handling Practices (GHP). HACCP merupakan suatu
sistem jaminan mutu yang didasarkan pada kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada berbagai titik atau
tahapan produksi. Konsep GAP/GFP adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara budidaya tanaman yang
baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi. GHP adalah suatu pedoman yang
menjelaskan cara penanganan pasca panen hasil pertanian yang baik agar menghasilkan pangan bermutu,
aman dan layak dikonsumsi. Konsep GMP adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara pengolahan hasil
pertanian yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman dan layak dikonsumsi.
Pengolahan pangan dapat diartikan secara sempit dan luas. Pengolahan pangan secara sempit
adalah suatu upaya mengubah bentuk bahan pangan menjadi bentuk lain. Pengolahan pangan secara luas
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxv
merupakan semua perlakuan terhadap bahan pangan dari pangan dipanen sampai dengan disajikan. Praktik
pengolahan pangan yang baik (P3B) atau Food Good Manufacturing Practice. P3B ini merupakan suatu
turunan yang spesifik untuk pangan dari sistem praktek pengolahan yang baik dari GMP. Pedoman P3B
meliputi proses, penanganan dan penyimpanan pangan yang baik pada tiap sub rantai dengan fokus
keamanan pangan.
4.2.2. Penjaminan Mutu Pangan Melalui Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Konsep HACCP dikembangkan pertama sekali di Amerika Serikat pada tahun 1960 oleh Pillsbury Company,
NASA dan US Army Laboratories untuk memastikan keamanan makanan dari para astronot. Pada tahun
1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di
dalam suatu Konferensi Nasional Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak
untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration (FDA). Dokumen lengkap
HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan secara
sukses diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah. Pada tahun 1985, The National Academy of
Scienses (NAS) merekomendasikan penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An Evaluation of
The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS
kemudian menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan
kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir. Sedangkan Standar HACCP
yang diterapkan di Indonesia diambil dari Codex Committee on Food Hyegiene yang diperkenalkan Oktober
1991, kemudian diterjemahkan ke dalam standar Nasional Indonesia (SNI 01-4852-1998).
Hazard Analysis Critical Control Point adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan
terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses
produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin
keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan
dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya
bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminanmutu pangan gunamemenuhi tuntutan konsumen. Selain itu
HACCP juga merupakan sebuah program yang bertujuan untuk meminimalkan dan
mengendalikan/mengontrol bahaya-bahaya kimia, biologi dan fisik pada pangan (produk peternakan).
Bahaya kimia antara lain:
1. Residu obat pada hewan : antibiotic, hormon dan antimicrobial
2. Penambahan zat additive yang bukan food grade : formalin dan boraks
3. Logam berat
4. Pestisida
5. Zat pewarna yang berbahaya : rhodamin, red sudan dll
Bahaya fisik antara lain :
1. Gelas
2. Logam
3. Kayu
4. Serangga, binatang
Bahan biologi antara lain :
1. Salmonella sp
2. E.Coli
3. Coliform
4. Staphylococcus aeureus
Tujuh prinsip HACCP
1. Analisis bahaya
Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai
dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai kepada titik produkpangan
dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk
pengendaliannya.
2. Mengidentifikasi Critical Control Point (CCP)
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxvi
Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya
atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya tersebut. CCP berarti setiap tahapan didalam produksi
pangan dan/atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan/atau diproduksi, panen,
diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.
3. Menetapkan batas kritis setiap CCP
Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam kendali.
4. Menetapkan sistem monitoring setiap CCP
Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian atau
pengamatan.
5. Menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang terjadi.
Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauanmenunjukan bahwa CCP
tertentu tidak terkendali.
6. Menetapkan prosedur verifikasi
Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang
menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
7. Menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi
Mengembangkan dokumentasimengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsipprinsip
ini dan penerapannya.
Apabila HACCP ini penerapannya dapat dilaksanakan dengan benar, maka akan memberikan keuntungan
baik Pemerintah sebagai pengawas, industri sebagai produsen atau konsumen sebagai pengguna. Bagi
Pemerintah akan mengurangi biaya atau tenaga untuk melakukan inspeksi rutin, bagi produsen akan
mengurangi biaya produksi, meningkatkan efisiensi serta memperluas pasar. Bagi konsumen akan
memberikan penjaminan mutu baik ditinjau dari aspek keamanan, hygiene atau pemalsuaan.
V. REGISTRASI LAHAN USAHA
Tujuan Umum Pengajaran
Mahasiswa dapat memahami registrasi lahan usaha dalam rangka good agricultural practices
Tujuan Khusus Pengajaran
• Mahasiswa dapat menjelaskan ruang lingkup dan definisi registrasi lahan usaha
• Mahasiswa dapat menjelaskan proses registrasi kebun/lahan usaha, meliputi: permohonan/ajuan
registrasi, verifikasi dokumen, penilaian dan hasil penilaian
• Mahasiswa dapat menjelaskan praktek kriteria penilaian registrasi kebun/lahan usaha
Memproduksi tanaman berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya yang baik akan
menghasilkan produk tanaman yang bermutu. Tuntutan pasar global yang berimbas ke pasar domestik,
mensyaratkankan produk bermutu, bebas dari residu bahan kimia beracun guna melindungi konsumen. Good
agricultural practices merupakan suatu cara budidaya pertanian yang baik menggunakan teknologi ramah
lingkungan, dengan konsep: 1) produk yang dihasilkan sehat dan bermutu; (2) melindungi kepentingan
konsumen; (3) menjaga kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja; (4) mudah penelusuran balik
(traceability) karena semua proses produksi tercatat.
Sejauh mana petani produsen menerapkan GAP/SOP sesuai kaidah sistem pertanian organik, maka
perlu dilakukan penilaian-penilaian yang terukur dan terkontrol. Terkait dengan perihal tersebut, aktivitas
registrasi lahan usaha diperlukan guna mengetahui sejauh mana penerapan GAP/SOP di lahan usaha yang
diajukan registrasi.
5.1. Ruang Lingkup dan Definisi
Ruang lingkup pedoman registrasi kebun meliputi : Pendahuluan (latar belakang, tujuan, sasaran,
manfaat, ruang lingkup, pengertian), Unsur registrasi kebun (tugas, persyaratan), Proses (permohonan,
verifikasi, penilaian, hasil penilaian, penerbitan Nomor Registrasi Kebun dan Surat Keterangan Registrasi
Kebun, penyerahan Nomor
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxvii
Kebun, Tata cara pemberian Nomor Registrasi Kebun, Surveilan dan Pengaturan registrasi kebun.
Definisi
• Registrasi kebun adalah proses penomoran atau pengkodean kebun/lahan usaha yang telah memenuhi
persyaratan
• Pedoman Budidaya Tanaman yang baik (Good Agricultural Practices/GAP) adalah panduan budidaya
suatu tanaman yang baik untuk menghasilkan produk bermutu yang mencakup penerapan teknologi yang
ramah lingkungan, pencegahan penularan OPT, penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan
pekerja serta prinsip penelusuran balik (traceability).
• Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan
organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan teknik pengendalian yang dikembangkan dalam
suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.
• Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah petunjuk teknis standar penerapan teknologi budidaya
yang spesifik komoditas dan spesifik lokasi serta teknologi untuk menghasilkan produk, sesuai dengan
target produksi dan mutu yang diharapkan.
• Catatan kebun/lahan usaha adalah dokumen yang berupa tulisan dan atau gambar yang memberikan
bukti obyektif dari serangkaian kegiatan usaha pertanian yang dilakukan atau hasil yang dicapai.
• Jaminan varietas adalah keterangan yang menunjukkan kebenaran kemurnian keaslian varietas yang
dinyatakan dalam label.
• Standar adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang
disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat
keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup.
• Ketelusuran adalah kemampuan untuk menelusur informasi hasil pertanian sampai pada tahapan
budidaya, pasca panen, pengolahan, pengemasan dan distribusinya melalui pencatatan yang dapat
diakses oleh pihak digunakan untuk menelusuri tahapan-tahapan dalam sistem pertanian organik.
• Mutu adalah keseluruhan sifat dan karakter isi produk yang berhubungan dengan kemampuannya untuk
memuaskan konsumen.
• Verifikasi adalah penilaian dokumen administrasi terhadap berkas/dokumen permohonan yang
dilaksanakan oleh petugas.
• Kebun/lahan usaha adalah tempat diusahakannya budidaya tanaman hias yang ada batas-batasnya.
• Pelaku usaha adalah petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi atau badan usaha yang
bergerak dibidang budidaya suatu tanaman.
• Penilaian adalah penilaian lapang yang dilakukan oleh petugas penilai untuk melihat tingkat kepatuhan
dalam menerapkan GAP.
• Petugas penilai adalah petugas/pegawai pemerintah atau lainnya yang memiliki kompetensi dalam
melakukan penilaian terhadap kebun/lahan usaha yang telah menerapkan GAP.
• Pembina adalah petugas/pegawai pemerintah atau lainnya yang memiliki kompetensi untuk melakukan
verifikasi, pembinaan dan pendampingan kebun/lahan usaha yang menerapkan GAP.
5.2. Proses Registrasi Kebun/Lahan Usaha
5.2.1. Permohonan
a. Permohonan registrasi kebun/lahan usaha diawali dengan pengajuan formulir permohonan
b. Formulir permohonan registrasi meliputi permohonan untuk registrasi baru dan registrasi
perpanjangan
c. Pemohon registrasi baru mengajukan permohonan kepada Dinas Pertanian Propinsi melalui
Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dengan mengisi formulir sesuai dengan form 1 a dan 1 b.
d. Adapun proses dan syarat perpanjangan bagi permohonan perpanjangan adalah sebagai
berikut :
• Pemohon mengajukan permohonan perpanjangan registrasi kepada Dinas Pertanian
Propinsi melalui Dinas Pertanian Kabupaten/Kota sesuai form 2 a dan 2 b.
• Prosedur perpanjangan nomor registrasi dilaksanakan sama dengan proses registrasi
awal, dengan mengajukan permohonan paling lambat 30 hari kerja sebelum masa berlaku
nomor registrasi berakhir.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxviii
• Pemohon yang masa berlaku nomor registrasinya telah berakhir tetapi sudah mengajukan
permohonan perpanjangan tetap dapat melaksanakan kegiatannya sampai terbit
keputusan hasil penilaian yang tetap dan untuk sementara waktu akan diterbitkan
persetujuan oleh Kepala Dinas Propinsi.
• Pemohon perlu mengajukan permohonan registrasi baru apabila terjadi perubahan
kepemilikan lahan, jenis komoditas yang diusahakan maupun lokasi kebun/lahan usaha.
5.2.2. Verifikasi Dokumen
Verifikasi adalah penilaian dokumen administrasi terhadap berkas/dokumen permohonan yang
dilaksanakan oleh petugas pembina.
a. Apabila ditemukan kekurangan/ketidaklengkapan, maka berkas/dokumen akan dikembalikan
ke pemohon agar diperbaiki/dilengkapi.
b. Apabila berkas/dokumen telah lengkap, maka berkas/dokumen akan disampaikan ke kepala
dinas untuk ditindak lanjuti.
5.2.3. Penilaian
Penilaian yang dimaksud adalah penilaian lapang yang dilakukan oleh petugas penilai untuk
melihat tingkat kepatuhan dalam menerapkan GAP. Kriteria penilaian mengacu pada Peraturan
Menteri Pertanian No 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan
Sayur yang Baik meliputi aktivitas :
a. Wajib (W) adalah kegiatan yang harus/wajib dilaksanakan sebanyak 14 kegiatan
b. Sangat dianjurkan (SA) adalah kegiatan yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan
sebanyak 54 kegiatan
c. Anjuran (A) adalah kegiatan yang dianjurkan untuk dilaksanakan sebanyak 32 kegiatan.
5.2.4. Hasil penilaian
Hasil penilaian lapang dinyatakan dengan kategori:
1. Lulus
a. Pemohon dinyatakan lulus, apabila memenuhi 100% kategori kegiatan wajib (W), minimal
60% kegiatan kategori Sangat Anjuran (SA) dan minimal 40% kegiatan kategori Anjuran
(A).
b. Bagi pemohon baru dapat diterbitkan nomor registrasi kebun/lahan usaha dan diberikan
surat keterangannya. Sedangkan bagi pemohon perpanjangan dapat memperoleh
perpanjangan nomor registrasi atau memakai nomor registrasinya kembali yang diterakan
dalam surat keterangan yang baru.
2. Lulus dengan catatan perbaikan Hasil ini diberikan apabila :
a. Melakukan seluruhnya 100 % kegiatan kategori wajib (W).
b. Melakukan kegiatan kategori sangat dianjurkan (SA) < 60 %.
c. Melakukan kegiatan kategori anjuran (A) < 40 %.
d. untuk hasil ini, bagi pemohon hanya diberitahukan nomor registrasi kebun/lahan
usahanya saja. Sedang surat keterangan akan diberikan apabila pemohon telah
melakukan perbaikan sebagaimana yang dimaksud dalam hasil penilaian.
e. Dalam waktu tidak terlalu lama (maksimal 3 bulan sejak diterima keputusan perbaikan)
diharapkan dapat segera diperbaiki.
f. Bila dalam kurun waktu perbaikan pemohon tidak juga melakukan perbaikan, maka nomor
registrasi yang telah diberikan dianggap batal dan ditetapkan tidak lulus.
3. Tidak lulus
a. Hasil ini diberikan apabila ditemukan ketidakpatuhan/penyimpangan penerapan GAP
terutama pada kategori Wajib (W) sehingga tidak memenuhi syarat minimal.
b. Kepada pemohon disarankan melakukan perbaikan pada aspek kegiatan penerapan GAP
yang tidak memenuhi persyaratan.
c. Mengajukan permohonan registrasi kembali setelah melakukan perbaikan.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxix
4. Penerbitan Nomor Registrasi Kebun
a. Bagi pemohon yang dinyatakan lulus dapat diterbitkan nomor registrasi kebun/lahan
usaha dan diberikan surat keterangannya.
b. Bagi pemohon yang dinyatakan lulus dengan catatan perbaikan, hanya diberitahukan
nomor registrasi kebun/lahan usahanya saja, sedangkan surat keterangan akan diberikan
apabila pemohon telah melakukan perbaikan sebagaimana yang dimaksud dalam hasil
penilaian.
5. Penyerahan Nomor Registrasi Kebun
Nomor registrasi dan surat keterangan registrasi kebun/lahan disampaikan kepada pemohon
dengan memberikan tembusan dan atau pemberitahuan kepada Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota dan Kementerian Pertanian cq. Direktorat Jenderal Hortikultura.
Survailen Kepatuhan Penerapan GAP
a. Survailen berkala dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam setahun sejak surat keterangan registrasi
diterbitkan atau survailen terakhir dilakukan untuk mengetahui komitmen dan kosistensi penerapan
GAP pada kebun/lahan usaha yang telah mendapat nomor registrasi.
b. Survailen sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila ada informasi dan atau indikasi bahwa pemohon
yang telah memperoleh surat keterangan registrasi melakukan ketidakpatuhan/penyimpangan atas
pelaksanaan GAP.
Pengaturan tentang Registrasi Kebun a.
Nomor Registrasi :
1. Nomor registrasi dan surat keterangan hanya diberikan kepada kebun/lahan usaha yang telah
dinyatakan lulus.
2. Penerbitan nomor registrasi dan surat keterangan registrasi kebun/lahan usaha dilakukan oleh
Dinas Pertanian Propinsi dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Pertanian Nomor
48/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik.
3. Nomor registrasi kebun berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang selama 2 (dua)
tahun berikutnya, setelah didahului dengan proses penilaian ulang.
4. Nomor regsitrasi kebun tidak bisa dipindah tangankan atau diperjual belikan.
5. Pelanggaran, penyalahgunaan atau penyelewengan terhadap nomor registrasi kebun/lahan
usaha dan proses yang menyertainya dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan nomor
regsitrasi.
b. Pembekuan, Pencabutan, dan Pemberlakuan Kembali Nomor Registrasi Tindakan pembekuan dan
atau pencabutan nomor registrasi kebun tanaman hias dilakukan apabiladitemukannya adanya
ketidakpatuhan/terjadi penyimpangan atas pelaksanaan GAP.
1. Pembekuan nomor registrasi dilakukan apabila:
a) Ditemukan adanya ketidakpatuhan/penyimpangan atas kegiatan Wajib (W), Sangat
dianjurkan (SA) dan Anjuran (A) pada GAP sesuai syarat minimal yang dipersyaratkan dan
dalam jangka waktu 6 bulan tidak dilakukan perbaikan atas ketidakpatuhan/penyimpangan
tersebut.
b) Masa berlaku nomor registrasi telah habis dan pengajuan masa perpanjangannya
disampaikan kurang dari 30 hari kerja sebelum masa berlakunya habis. Untuk kondisi seperti
ini, maka pemohon harus mengajukan permohonan awal kembali.
2. Pencabutan nomor registrasi dilakukan apabila:
a) Pemohon sudah 3 (tiga) kali dibekukan.
b) Atas permintaan pemohon.
c) Selama 1 (satu) tahun setelah registrasi, pemohon tidak melakukan kegiatan sesuai
komponen yang disyaratkan.
3. Pemberlakuan kembali nomor registrasi.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxx
a) Pemberlakuan kembali diberikan kepada pemegang nomor registrasi setelah yang
bersangkutan terbukti telah melaksanakan perbaikan atas ketidak patuhan/penyimpangan
yang menjadi penyebab dikenakannya tindakan pembekuan.
b) Pemberlakuan kembali dilakukan hanya pada nomor registrasi yang dibekukan.
5.3. Praktek Kriteria Penilaian
Kriteria good agricultural practices
Kriteria yang digunakan dalam pedoman budidaya yang baik ada tiga kelompok, yaitu:
1. Dianjurkan/A (*) yaitu dianjurkan untuk dilaksanakan; atau
2. Sangat dianjurkan/SA (**) yaitu sangat dianjurkan untuk dilaksanakan; atau
3. Wajib/W (***) yaitu harus dilaksanakan
Registrasi dan Sertifikasi
1. Kebun/Lahan Usaha yang dinilai dan memenuhi persyaratan GAP diberi nomor registrasi
2. Registrasi dilakukan oleh Dinas Provinsi yang membidangi tanaman hortikultura.
3. Kebun/Lahan Usaha yang telah diregistrasi siap untuk disertifikasi.
4. Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi terakreditasi atau yang ditunjuk.
Lahan
Pemilihan Lokasi
1. Lokasi kebun/lahan usaha sesuai dengan RUTR/RDTRD dan peta pewilayahan komoditas. A
2. Lahan bebas dari cemaran limbah berbahaya dan beracun. W
3. Kemiringan lahan ≤30% untuk komoditas sayur dan buah semusim. W
4. Kemiringan lahan ≤30% untuk komoditas sayur dan buah tahunan/pohon. SA
Riwayat Lokasi
Ada catatan riwayat penggunaan lahan. A
Pemetaan Lahan
1. Terdapat rotasi tanaman pada tanaman semusim. A
2. Tersedia peta penggunaan lahan. A
Kesuburan Lahan
1. Tingkat kesuburan lahan lahan cukup baik. A
2. Dilakukan tindakan untuk mempertahankan kesuburan lahan. SA
Penyiapan Lahan
1. Penyiapan lahan/media tanam dilakukan dengan cara yang dapat memperbaiki atau memelihara
struktur tanah. SA
2. Penyiapan lahan/media tanam dilakukan dengan cara yang dapat menghindarkan erosi. SA
3. Pemberian bahan kimia untuk penyiapan lahan dan media tanam tidak mencemari lingkungan. SA
Media Tanam
1. Media tanam diketahui sumbernya. A
2. Media tanam tidak mengandung cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3). W
Konservasi Lahan
Tindakan konservasi dilakukan pada lahan miring. W
Penggunaan Benih Dan Varietas Tanaman
Mutu Benih
1. Benih yang ditanam merupakan varietas unggul komersial. SA
2. Benih bersertifikat. SA
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxxi
3. Label benih disimpan. A
Perlakuan Benih
Bahan kimia untuk perlakuan benih sesuai anjuran. SA
Penanaman
Penanaman sudah dilakukan sesuai dengan teknik budidaya anjuran. SA
Jenis pupuk
1. Pupuk organik dan anorganik terdaftar atau diijinkan oleh pejabat yang berwenang. SA
2. Pupuk organik telah mengalami dekomposisi dan layak digunakan. SA
Penggunaan
1. Pemupukan sesuai anjuran. SA
2. Kotoran manusia tidak digunakan sebagai pupuk. W
Penyimpanan
1. Pupuk disimpan pada tempat yang aman, kering, terlindung dan bersih. A
2. Pupuk disimpan pada tempat yang terpisah dari pestisida. SA
3. Pupuk disimpan dengan cara yang baik dan mengurangi risiko pencemaran air dan lingkungan.
SA
4. Pupuk disimpan terpisah dari produk pertanian. W
Kompetensi
Pelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan pemupukan.SA
Perlindungan Tanaman
Prinsip Perlindungan Tanaman
1. Pengendalian OPT sesuai prinsip pengendalian hama terpadu. SA
2. Penggunaan pestisida sesuai dengan anjuran rekomendasi dan aturan pakai. SA
Kompetensi
Pelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan mengaplikasikan pestisida. W
Pestisida
1. Pestisida yang digunakan terdaftar dan diijinkan. SA
2. Pestisida yang digunakan tidak kadaluwarsa. W
Penyimpanan Pestisida
1. Pestisida disimpan di lokasi yang layak, aman, berventilasi baik, memiliki pencahayaan baik dan
terpisah dari materi lainnya. SA
2. Pestisida disimpan terpisah dari produk pertanian. W
3. Pestisida tetap berada dalam kemasan asli. SA
4. Pestisida cair diletakkan terpisah dari pestisida bubuk. SA
5. Tempat penyimpanan pestisida mampu menahan tumpahan. A
6. Terdapat fasilitas untuk mengatasi keadaan darurat. SA
7. Terdapat pedoman/ tata cara penanggulangan kecelakaan akibat keracunan pestisida yang
terletak pada lokasi yang mudah dilihat. SA
8. Tanda-tanda peringatan potensi bahaya pestisida diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dan
strategis. SA
Penanganan Wadah Pestisida
1. Wadah bekas pestisida ditangani dengan benar agar tidak mencemari lingkungan. SA
2. Wadah bekas pestisida dirusakkan agar tidak digunakan untuk keperluan lain. SA
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxxii
3. Kelebihan pestisida dalam tabung penyemprotan digunakan untuk pengendalian di tempat lain.
SA
Peralatan
1. Peralatan aplikasi pestisida dirawat secara teratur agar selalu berfungsi dengan baik. A
2. Peralatan aplikasi pestisida dikalibrasi secara berkala untuk menjaga keakurasian-nya. SA
3. Tersedia peralatan yang memadai untuk menakar dan mencampur pestisida. SA
4. Tersedia panduan penggunaan peralatan dan aplikasi pestisida. A
Pengairan
1. Ketersediaan air sesuai dengan kebutuhan tanaman. SA
2. Air yang digunakan untuk irigasi tidak mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). W
3. Terdapat fasilitas pengelolaan air limbah. A
4. Penggunaan air pengairan tidak bertetangan dengan kepentingan umum. A
Panen
1. Tersedia pedoman cara menghindari kontaminasi terhadap produk segar. SA
2. Pemanenan dilakukan dengan cara yang dapat mempertahankan mutu produk. SA
3. Wadah hasil panen yang akan digunakan dalam keadaan baik, bersih dan tidak terkontaminasi. W
Penanganan Panen Dan Pasca Panen
Perlakuan awal, hasil panen diletakkan pada tempat yang ternaungi dan diperlakukan secara hatihati.
SA
Pembersihan Hasil Panen
1. Hasil panen dibersihkan dari cemaran. SA
2. Pencucian hasil panen menggunakan air bersih. W
Sortasi dan Pengkelasan
Dilakukan sortasi dan pengkelasan terhadap hasil panen. A
Pengepakan atau pengemasan
1. Pengemasan atau pengepakan yang dilakukan bisa melindungi produk dari kerusakan dan
kontaminan. A
2. Tempat pengemasan bersih, bebas kontaminasi dan terlindung dari hama dan pengganggu lainnya.
A
3. Kemasan diberi label yang menjelaskan identitas produk. W
Pemeraman
Pemeraman dilakukan pada lokasi distribusi terakhir. A
Penyimpanan
Ruang penyimpanan mampu melindungi produk dari kerusakan dan kontaminan. SA
Penggunaan Bahan Kimia
1. Bahan kimia yang digunakan dalam proses pasca panen terdaftar dan diijinkan.SA
2. Penggunaan bahan kimia dalam proses pasca panen sesuai dengan anjuran. SA
3. Pelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan mengaplikasikan bahan
kimia. SA
Tempat Pengemasan
Tempat/ areal pengemasan terpisah dari tempat penyimpanan pupuk dan pestisida. W
Alat dan Mesin Pertanian
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxxiii
1. Penggunaan alsintan untuk pengolahan lahan sesuai rekomendasi. A
2. Peralatan dan mesin pertanian dirawat secara teratur. A
3. Peralatan dan mesin yang terkait dengan pengukuran dikalibrasi secara berkala. SA
Pelestarian Linkungan
Kegiatan budidaya memperhatikan aspek usaha tani yang berkelanjutan, ramah lingkungan
dan keseimbangan ekosistem. SA
Kualifikasi Pekerja
1. Pekerja telah mendapat pelatihan sesuai bidang dan tanggung jawabnya. SA
2. Pekerja memahami risiko tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. SA
3. Pekerja memahami mutu dan keamanan pangan dari produk yang dihasilkan.SA
Keselamatan dan Keamanan Pekerja
1. Pekerja telah mendapat pelatihan penggunaan alat dan/ atau mesin. A
2. Tersedia prosedur penangaan kecelakaan. SA
3. Tersedia fasilitas P3K di tempat kerja. A
4. Pekerja memahami tata cara penanganan P3K di tempat kerja. SA
5. Peringatan bahaya terlihat jelas. SA
6. Pekerja memahami bahaya pestisida dalam keselamatan kerja. SA
7. Pekerja menggunakan perlengkapan pelindung sesuai anjuran. SA
8. Pakaian dan peralatan pelindung ditempatkan secara terpisah dari kontaminan. SA
9. Pekerja yang menangani pestisida mendapatkan pengecekan kesehatan secara berkala. A
Fasilitas Kebersihan Dan Kesehatan Pekerja
1. Tersedia tata cara/aturan tentang kebersihan bagi pekerja. A
2. Tersedia toilet dan dasilitas cuci tangan di sekitar tempat kerja. A
3. Toilet dan fasilitas cuci tangan selalu terjaga kebersihannya dan dapat berfungsi baik. A
4. Pekerja memiliki akses terhadap air minum, tempat makan, tempat istirahat. A
Kesejahteraan Pekerja
Pekerja dapat berkomunikasi dengan pihak pengelola. A
Tempat Pembuangan
Tersedia tempat untuk pembuangan sampah dan limbah. SA
Pengawasan, Pencatatan Dan Penelusuran Balik
1. Tersedia sistem pencatatan yang memudahkan penelusuran. SA
2. Tersedia catatan penggunaan benih; kegiatan pemupukan; stok pestisida dan penggunaan
pestisida; kegiatan pengairan; kegiatan pasca panen dan penggunaan bahan kimia dalam kegiatan
pasca panen; pelatihan pekerja; perlakuan untuk tanah/ media tanam. SA
3. Catatan disimpan selama minimal 2 tahun. SA
4. Seluruh catatan dan dokumentasi selalu diperbaharui. SA
Pengaduan
1. Tersedia catatan tentang keluhan/ ketidakpuasan konsumen. A
2. Tersedia catatan mengenai langkah koreksi dari keluhan konsumen. A
3. Terdapat dokumen tindak lanjut dari pengaduan. A
Evaluasi Intenal
1. Tersedia bukti bahwa evaluasi internal dilakukan secara periodik. A
2. Tersedia catatan tndakan perbaikan sesuai hasil evaluasi. A
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxxiv
Syarat registrasi lahan usaha:
1. Memahami kaidah GAP,
2. Adanya SOP budidaya spesifik tanaman dan spesifik lokasi sesuai kaidah GAP, 3.
Memahami kaidah pengendalian hama terpadu
4. Memiliki buku kerja/buku catatan budidaya.
Format penomoran registrasi lahan usaha dalam rangka penerapan GAP, terdiri dari 3 segmen,
segmen pertama “GAP.01”, segmen kedua “Prov. Kab. 1” dan segmen ketiga “I.001”, yang secara
lengkap format penomoran registrasi lahan usaha disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Format penomoran Registrasi Lahan Usaha
Keterangan:
GAP ----- registrasi lahan usaha yang telah menerapkan GAP dan melaksanakan SOP 01 -
------- kode untuk Hortikultura
Prov ----- diisi kode provinsi berdasarkan Permendagri No. 6 Tahun 2008 Kab
------ diisi kode kabupaten berdasarkan Permendagri No. 6 Tahun 2008 1 ------
---- nomor urut identifikasi lahan usaha ke 1.
I ----------- diisi kode kelompok komoditi berdasarkan Permentan 511 Tahun 2006, secara
berurutan (I) Buah Segar, (II) Sayur Segar, (III) Biofarmaka, (IV) Tanaman Hias) 001 ------ diisi
kode komoditas berdasarkan Permentan 511 Tahun 2006
Dalam rangka penerapan GAP, identifikasi juga terhadap adanya SOP (Standar Operasional
Prosedur), yaitu petunjuk teknis standar penerapan teknologi budidaya yang spesifk komoditas dan
spesifk lokasi serta teknologi untuk menghasilkan produk, sesuai dengan target produksi dan mutu
yang diharapkan. Berikut disajikan SOP registrasi lahan usaha pertanian organik (Gambar 3) dan
berturut-turut contoh satandar operasional prosedur (SOP) dalam rangka registrasi lahan usaha
pertanian organik (Gambar 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10)..
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxxv
Gambar 3. Standar operasional prosedur registrasi lahan usaha pertanian organik
Standar Operasional Prosedur Pemilihan Lahan Usaha Budidaya Buncis Organik
No. Dokumen : 01 Tanggal Pembuatan : 6 April 2015
Status Revisi : - Halaman : 1 dari 3
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxxvi
1. Tujuan
Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a)
Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman
b) Meningkatkan efisiensi produksi
c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan
d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen
e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun
internasional
f) Meningkatkan kesejahteraan petani
2. Ruang lingkup
Prosedur ini meliputi pemilihan lokasi, agar diperoleh lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh untuk
budidaya buncis organik dan registrasi lahan usaha yang mengacu kepada ketentuan Indonesia Good
Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem Pangan Organik
3. Definisi
Lahan usaha adalah tempat disusahakannya budidaya tanaman cabai merah denga sistem pertanian
organik.
Registrasi kebun/lahan usaha adalah proses penomoran atau pengkodean kebun/lahan usaha yang
telah memenuhi persyaratan.
Lahan usaha adalah tempat diusahakannya budidaya tanaman yang ada batas-batasnya.
Pelaku usaha adalah petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi, atau badan usaha yang
bergerak di bidang budidaya suatu tanaman.
Sistem petanian organik adalah sistem manajemen produksi yan gholistik untuk meningkatkan dan
mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan
aktivitas biologin tanah.
Pangan organik berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek-praktek pengelolaan
yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan dan
melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit, melalui berbagai cara seperti daur ulang sisa-
sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, penglolaan air, pengelolaan lahan dan
penanaman serta penggunaan bahan hayati.
4. Standar pemilihan lahan usaha
a) Calon lahan usaha pertanaman cabai merah memiliki kesesuaian agroklimat pertumbuhan cabai:
Mikroklimat iklim basah sampai kering
• PH berkisar 5,5 – 6
• tinggi tempat 1.000 – 1.500 m dpl
• suhu rata-rata 20 – 25 oC
• kelembaban udara ± 55%
• curah hujan optimal 1.500 – 2.500 mm/tahun.
• drainase baik
b) Calon lahan usaha pertanaman dapat diketahui batas lahan
c) Sumber air irigasi yang tersedia tidak tercemar B3
d) Calon lahan usaha harus di tempat terbuka/tidak terlindung (intensitas cahaya 400-800 feetcandles)
e) Lokasi lahan usaha mempunyai akses transportasi lancar
f) Harus ada tanaman pelindung (wind barrier) di sekitar lahan usaha.
g) Jenis tanah andosol atau regosol
h) Kesuburan tanah: subur, gembur dan permeabilitas sedang
i) Drainase baik
j) Lahan dan Penyiapan Lahan:
• Unit usaha harus memiliki catatan riwayat penggunaan lahan;
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxxvii
• Lahan bekas pertanian konvensional harus mengalami periode konversi paling sedikit 2 (dua)
tahun sebelum penebaran benih, atau untuk tanaman tahunan selain padang rumput, paling
sedikit 3 (tiga) tahun sebelum panen hasil pertama produk organik atau paling sedikit 12 (dua
belas) bulan untuk kasus tertentu. Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara
bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap;
• Padang rumput sebagaimana dimaksud pada poin ke-2 merupakan suatu lahan yang ditumbuhi
rumput liar (tidak dibudidayakan) tanpa asupan bahan-bahan kimia sintetis sehingga tidak
memerlukan masa konversi;
• Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara
bertahap;
• Areal yang dalam proses konversi, dan areal yang telah dikonversi untuk produksi pangan
organik tidak boleh diubah (kembali seperti semula atau sebaliknya) antara metode produksi
pangan organik dan konvensional;
k) Tidak menyiapkan lahan dengan cara pembakaran, termasuk pembakaran sampah.
Referensi
• Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan
sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables)
• Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem
Pertanian Organik
• SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik.
• SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai
Pangan.
• Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxxviii
Proses alur pemilihan lahan usaha
Gambar 4. Proses alur pemilihan lahan usaha budidaya buncis organik
Standar Operasional Prosedur Penyiapan Benih Pada Budidaya Buncis Organik
No. Dokumen : 02 Tanggal Pembuatan : 6 April 2015
Status Revisi : - Halaman : 1 dari 3
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xxxix
1. Tujuan
Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a)
Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman
b) Meningkatkan efisiensi produksi
c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan
d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen
e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun
internasional
f) Meningkatkan kesejahteraan petani
2. Ruang lingkup
Prosedur ini meliputi memilih benih yang baik mengacu kepada ketentuan Indonesia Good Agriculture
Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem Pangan Organik. Benih yang baik
mempunyai daya tumbuh yang tinggi, dapat disimpan lama, tahan terhadap serangan hama dan penyakit,
tumbuhnya cepat dan merata, serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi
tinggi. pada hilum bebas dari hama dan penyakit, seragam, tidak tercampur dengan varietas lain, serta
bersih dari kotoran.
3. Definisi
Benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak
dan/atau mengembangbiakkan tanaman
Varietas adalah bagian dari suatu jenis yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga,
buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama.
4. Standar penyiapan benih
a) Memilih benih yang bersertifikat
b) Apabila benih berlebih disimpan pada suhu 18 – 20 0C dengan kelembaban relatif 50 – 60% dan kadar
air benih ± 14%.
c) Harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan secara organik
d) Apabila benih organik tidak tersedia sebagaimana dimaksud pada huruf c) maka:
• pada tahap awal dapat digunakan benih tanpa perlakuan pestisida sintetis
• benih yang sudah mendapat perlakukan pestisida sintetis, perlu dilakukan tindakan pencucian
untuk meminimalkan residu pestisida sintetis
• media benih tidak menggunakan bahan sebagai berikut: urea; single/double/triple super phosphate;
amonium sulfat; kalium klorida; kalium nitrat; kalsium nitrat; pupuk kimia sintetis lain; EDTA
chelates; zat pengatur tumbuh (ZPT) sintetis; biakan mikroba yang menggunakan media kimia
sintetis dan semua produk yang mengandung GMO.
e) Tidak boleh berasal dari hasil rekayasa genetika
Referensi
• Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan
sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables)
• Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem
Pertanian Organik
• SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik
• SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai
Pangan
• Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xl
Proses alur penyiapan lahan
Gambar 5. Proses alur penyiapan benih pada budidaya buncis organik
Standar Operasional Prosedur Penanaman Pada Budidaya Buncis Organik
No. Dokumen : 03 Tanggal Pembuatan : 6 April 2015
Status Revisi : - Halaman : 1 dari 3
1. Tujuan
Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a)
Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman
b) Meningkatkan efisiensi produksi
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xli
c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan
d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen
e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun
internasional
f) Meningkatkan kesejahteraan petani
2. Ruang lingkup
Prosedur ini meliputi pola penaman, pembuatan lubang tanam dan cara penanaman sesuai ketentuan
Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem Pangan
Organik.
3. Definisi
Pola penanaman adalah distribusi tanaman di lapang produksi, sehingga membentuk pola barisan atau
pola pagar dll.
Lubang tanam adalah tempat tanaman ditanam.
Cara tanam adalah cara yang digunakan dalam penanaman, apakah melalui pesemaian atau benih
langsung ditanam.
4. Standar pengelolaan kesuburan tanah
a) Tanaman buncis ditanam dengan pola pagar atau barisan karenanya penanaman dilakukan pada
bedengan atau guludan. Pada pola ini, jarak antar tanaman lebih sempit daripada jarak antar barisan
tanamannya. Dengan pola tanam barisan akan mempermudah pekerjaan selanjutnya, seperti
pemeliharaan, pengairan, pemupukan, pembumbunan dan panen.
b) Jarak tanaman yang digunakan adalah 20 x 50 cm, apabila tingkat kesuburan tanahnya tinggi, maka
sebaiknya menggunakan jarak tanam yang lebih sempit (20 x 40 cm). Penentuan jarak tanam dengan
memperhatikan tersedianya air, hara dan cahaya matahari.
c) Pembuatan lubang tanam dengan cara ditugal, agar lubang tanam itu lurus, sebelumnya dapat diberi
tanda dengan ajir, bambu, penggaris atau tali.
d) Kedalaman tugal 4 – 6 cm untuk tanah yang remah dan gembur, sedangkan untuk tanah liat dapat
digunakan ukuran 2 – 4 cm.
e) Tanaman buncis tidak memerlukan persemaian karena termasuk tanaman yang sukar dipindahkan,
sehingga benih buncis dapat langsung ditanam di lahan/kebun. Tiap lubang tanam dapat diisi 2-3 butir
benih. Setelah itu lubang tanam ditutup dengan tanah.
Referensi
• Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan
sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables)
• Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem
Pertanian Organik
• SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik
• SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai
Pangan
• Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xlii
Proses alur penanaman
Gambar 6. Proses alur penanaman pada budidaya buncis organik
Standar Operasional Prosedur Pemeliharaan Tanaman Pada Budidaya Buncis Organik
No. Dokumen : 04 Tanggal Pembuatan : 7 April 2015
Status Revisi : - Halaman : 1 dari 3
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xliii
1. Tujuan
Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a)
Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman
b) Meningkatkan efisiensi produksi
c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan
d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen
e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun
internasional
f) Meningkatkan kesejahteraan petani
2. Ruang lingkup
Prosedur ini meliputi penyulaman, pengguludan, pendangiran, pemangkasan, pemupukan susulan,
pengairan dan pemasangan lanjaran/ajir/turus (untuk varietas buncis yang merambat) sesuai ketentuan
Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem Pangan
Organik.
3. Definisi
Penyulaman adalah penggantian benih yang baru pada tempat penanaman sebelumnya, dilakukan
karena benih tidak tumbuh, pertumbuhannya terhambat atau karena terserang hama dan/atau
penyakit bibit (lalat bibit, dumping-off).
Pengguludan adalah meninggikan guludan dengan tujuan untuk menguatkan tumbuhnya tanaman,
pekerjaan tersebut disertai pendangiran.
Pendangiran adalah penggemburan tanah dengan pencangkulan ringan di sekitar tanaman, dengan
tujuan untuk menggemburkan tanah dan pengendalian gulma.
Pemangkasan adalah memotong ujung tanaman, percabangan dengan tujuan untuk memperbanyak
rantint-ranting agar diperoleh buah yang banyak. Pemangkasan dilakukan sebatas sulur.
Pemupukan susulan adalah pemberian pupuk organik setelah tanaman tumbuh dengan tujuan untuk
menambah ketersediaan hara dalam tanah atau memenuhi kebutuhan hara tanaman secara foliar
feeding.
Pengairan adalah pemberian air pada media tanam dengan tujuan untuk menjaga kelembaban tanah dan
ketersediaan unsur hara, dan memenuhi kebutuhan air pada organ tanaman untuk proses
fisiologis.
4. Standar pemeliharaan tanaman
a) Benih buncis tumbuh setelah 5 hari setelah tanam, benih yang tidak tumbuh harus segera diganti
(penyulaman) dengan benih yang baru. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada saat tanaman berumur
kurang dari 10 hari setelah tanam.
b) Pengguludan dilakukan pada saat tanaman berumur 20 dan 40 hari setelah tanam.
c) Pemangkasan sebatas (di atas) terbentuknya sulur, pelaksanaan dilakukan pada saat tanaman telah
berumur 2 dan 5 minggu setelah tanam.
d) Pemupukan susulan menggunakan pupuk organik cair, dilakukan pada saat tanaman berumur 21 – 35
hari setelah tanam, dengan dosis 10 l/ha. Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan menyiramkan di
sekitar tanaman atau melalui foliar feeding.
e) Pengairan dilakukan apabila penanamannya pada musim kemarau, yaitu pada umur 1 – 15 hari setelah
tanam. Pelaksanaannya dilakukan 2 kali sehari, (pagi dan sore) untuk sistem kocoran, sedangkan
untuk pengairan sistem penggenangan dapat dilakukan 5 – 7 hari sekali (sesuai keadaan lahan).
Apabila penanamannya dilakukan pada musim hujan, yang perlu diperhatikan adalah masalah
pembuangan air. Kelebihan air dapat disalurkan melalui parit-parit yang telah dibuat diantara guludan
yang dialirkan ke selokan keliling sebagai saluran pembuangan.
f) Sumber air:
• Berasal dari sumber mata air yang langsung atau dari sumber lain yang tidak terkontaminasi oleh
bahan kimia sintetis dan cemaran lain yang membahayakan;
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xliv
• Air yang berasal selain sebagaimana dimaksud pada poin pertama harus telah mengalami
perlakuan untuk mengurangi cemaran;
• Penggunaan air harus sesuai dengan prinsip konservasi.
g) Pemasangan lanjaran/turus/ajir, dilakuakn untuk tanaman buncis tipe merambat, Lanjaran dibuat dari
bambu dengan ukuran panjang 2 m dan lebar 4 cm. Turus tersebut ditancapkan di dekat tanaman.
Pemasangan turus dapat dilakukan bersamaan dengan peninggian guludan pada saat tanaman
berumur 20 hari setelah tanam.
h) Pengendalian gulma secara fisik, mekanis atau dengan pemanasan (flame weeding). i) Pengelolaan
Kesuburan Tanah
• Memelihara dan meningkatkan kesuburan dan aktivitas biologis tanah dengan cara penanaman
kacang-kacangan (leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam melalui program
rotasi tahunan yang sesuai;
• Mencampur bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun segar dari unit
usaha budidaya. Produk samping peternakan, seperti kotoran ternak, boleh digunakan apabila
berasal dari peternakan yang dibudidayakan secara organik;
• Untuk aktivasi kompos dapat menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis tanaman
yang sesuai;
• Bahan biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran hewan atau
tanaman boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan aktivitas biologi tanah;
• Sisa-sisa tanaman dan bahan lainnya harus dikomposkan dengan baik dan tidak boleh dibakar;
j) Untuk menjaga kesuburan dan aktivitas biologi tanah, dilarang menggunakan pupuk kimia sintetis,
kotoran hewan secara langsung, kotoran manusia (tinja) dan kotoran babi;
Referensi
• Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan
sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables)
• Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem
Pertanian Organik
• SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik
• SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai
Pangan
• Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius.
• Rizqiani, N.F., Ambarwati, E. dan Yuwono, N.W., 2007. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk
Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Dataran Rendah. Jurnal
Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 (1).
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xlv
Proses alur pemeliharaan tanaman
Gambar 7. Proses alur pemeliharaan tanaman pada budidaya buncis organik
Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Kesuburan Tanah Pada Budidaya Buncis Organik
No. Dokumen : 05 Tanggal Pembuatan : 6 April 2015
Status Revisi : - Halaman : 1 dari 3
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xlvi
1. Tujuan
Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a)
Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman
b) Meningkatkan efisiensi produksi
c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan
d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen
e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun
internasional
f) Meningkatkan kesejahteraan petani
2. Ruang lingkup
Prosedur ini meliputi pembersihan gulma, pengolahan lahan, pengapuran dan pemupukan mengacu
kepada ketentuan Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia
Sistem Pangan Organik.
3. Definisi
Pengolahan lahan adalah semua pekerjaan yang ditujukan pada tanah untuk menciptakan media tanam
yang ideal, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pembersihan rumput-rumputan,
penggemburan tanah, dan pembuatan parit-parit drainase adalah termasuk pengolahan tanah.
Pupuk organik adalah bahan yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri bahan organik yang berasal dari
sisa tanaman, hijauan tanaman, kotoran hewan (padat dan cair) kecuali yang berasal dari factory
farming, berbentuk padat atau cair yang telah mengalami proses dekomposisi dan digunakan untuk
memasok hara tanaman dan memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman.
4. Standar pengelolaan kesuburan tanah
a) Pembersihan rumput-rumputan (gulma) bermaksud agar tidak terjadi persaingan makanan dengan
tanaman pokoknya. Cara membersihkannya dapat secara manual, yaitu dengan jalan mencabut gulma
dengan tangan atau secara mekanis (menggunakan cangkul, gathul dll).
b) Tanah dibajak dan dicangkul 1 – 2 kali sedalam 20 – 30 cm.
c) Untuk tanah-tanah berat pencangkulan dilakukan dua kali dengan jangka waktu 2 – 3 minggu, untuk
tanah-tanah ringan pencangkulan cukup dilakukan sekali.
d) Pembuatan bedengan, ukuran panjang 5 m, lebar 1 m dan tinggi 0,20 m. Jarak antar bedengan 40 –
50 cm, sebagai jalan juga untuk saluran pembuangan air (drainase).
e) Untuk areal yang tidak begitu luas, misalnya tanah pekarangan, tidak dibuat bedengan tetapi
menggunakan guludan tanah selebar 20 cm, panjang 5 m, tinggi 10-15 cm dan jarak antar guludan 70
cm.
f) Untuk menaikkan pH tanah dilakukan pengapuran, menggunakan batu kapur kalsit, gips, dolomite, atau
zeolit. Dosis untuk menaikan pH sebesar 0,1 sebesar 480 kg/ha. Pemberian kapur sebaiknya dilakukan
2 – 3 minggu sebelum penanaman, dengan cara tanah digemburkan dengan mencakulnya dan kapur
disebar merata. Tanah dicangkul kembali agar kapur dapat bercampur dengan tanah secara merata.
g) Pemupukan untuk meningkatkan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan pemberian pupuk kandang
atau kompos sebanyak 30 – 40 kg/10 m2.
Referensi
• Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan
sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables)
• Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem
Pertanian Organik
• SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik
• SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai
Pangan
• Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xlvii
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xlviii
Proses alur pengelolaan kesuburan tanah
Gambar 8. Proses alur pengelolaan kesuburan tanah pada budidaya buncis organik
Standar Operasional Prosedur Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Pada Budidaya
Buncis Organik
No. Dokumen : 06 Tanggal Pembuatan : 7 April 2015
Status Revisi : - Halaman : 1 dari 3
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
xlix
1. Tujuan
Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a)
Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman
b) Meningkatkan efisiensi produksi
c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan
d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen
e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun
internasional
f) Meningkatkan kesejahteraan petani
2. Ruang lingkup
Prosedur ini meliputi pengendalian hama penyakit menggunakan pestisida organik/botanik, sesuai
ketentuan Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem
Pangan Organik.
3. Definisi
Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang
diakibatkan oleh organisme pengganggu tanaman.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan
organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan teknik pengendalian yang
dikembangkan dalam suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan
kerusakan lingkungan hidup.
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu
kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan.
Pestisida organik/botanik adalah senyawa atau komponen bioaktif asal tanaman atau dari bahan organik
lainnya, zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau
virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman.
Agens Hayati adalah setiap organisme yang dalam perkembangannya dapat dipergunakan untuk
keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu tanaman dalam proses
produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluannya.
4. Standar pemeliharaan tanaman
Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman dan Pemeliharaan Tanaman
a) Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dan organisme atau produk hasil rekayasa genetika;
b) Tidak melakukan proses pembakaran dalam pengendalian gulma;
c) Menerapkan sistem pengendalian hama dan penyakit yang terpadu sehingga dapat menekan
kerugian akibat organisme pengganggu tanaman;
d) Aplikasi pestisida organik (format asap cair) untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman secara
terjadwal (3, 5 atau 7 hari) sekali tergantung intensitas serangan, dengan konsentrasi 12,5%
(v/v).
e) Organisme pengganggu tanaman harus dikendalikan dengan salah satu atau kombinasi dari cara
seperti berikut:
1) pemilihan varietas yang sesuai;
2) program rotasi/pergiliran tanaman yang sesuai;
3) pengolahan tanah secara mekanik;
4) penggunaan tanaman perangkap;
5) penggunaan pupuk hijau dan sisa potongan tanaman;
6) pengendalian mekanis seperti pengunaan perangkap, penghalang, cahaya dan suara;
7) pelestarian dan pemanfaatan musuh alami (parasit, predator dan patogen serangga) melalui
pelepasan musuh alami dan penyediaan habitat yang cocok seperti: pembuatan pagar hidup
dan tempat berlindung musuh alami, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli
untuk mengembangkan populasi musuh alami penyangga ekologi;
f) Jika terdapat kasus yang membahayakan atau ancaman yang serius terhadap tanaman dimana
tindakan pencegahan di atas tidak efektif, maka dapat digunakan bahan sebagai berikut:
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik l
1) Pestisida nabati (kecuali nikotin yang diisolasi dari tembakau);
2) Tembakau (leaf tea) yang diekstrak dengan air dan langsung digunakan; 3) Propolis;
4) Minyak tumbuhan dan binatang;
5) Rumput laut, tepung rumput laut/agar-agar, ekstrak rumput laut, garam laut dari air laut 6)
Gelatin;
7) Lecitin;
8) Casein;
9) Asam alami (vinegar);
10) Produk fermentasi dari aspergillus;
11) Ekstrak jamur;
12) Ekstrak Chlorella;
13) Senyawa anorganik (campuran bordeaux, tembaga hidroksida, tembaga oksiklorida); 14)
Campuran burgundy;
15) Garam tembaga;
16) Belerang (sulfur);
17) Bubuk mineral (stone meal, silikat);
18) Tanah yang kaya diatom (diatomaceous earth);
19) Silikat, clay (bentonit);
20) Natrium silikat;
21) Natrium bikarbonat;
22) Kalium permanganate;
23) Minyak parafin;
24) Mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) misalnya Bacillus thuringiensis;
25) Karbondioksida dan gas nitrogen;
26) Sabun kalium (sabun lembut);
27) Etil alkohol;
28) Serangga jantan yang telah disterilisasi;
29) Preparat pheromone dan atraktan nabati;
30) Obat-obatan jenis metaldehyde yang berisi penangkal untuk spesies hewan besar dan sejauh
dapat digunakan untuk perangkap.
Referensi
• Priyadi, S., 2001. Komponen Aktif daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss), Ekstraksi dan Penghambatan
Aktivitas Makan terhadap Plutella xylostella. Agrosains-Berkala Penelitian Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu
Pertanian-Universitas Gadjah Mada, 14(3).
• Priyadi, S., 2008. Efikasi Komponen Bio-Aktif Pestisidal Asam Hidroksinamat Asap Cair Sampah Organik
terhadap Tryporiza incertulas. Agrineca Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan
Surakarta, 8(2).
• Priyadi, S., 2014. Agribisnis Pertanian Organik Menggunakan Pestisida Ramah Lingkungan Format Asap
Cair. Pendampingan Petani pada Budidaya Tanaman Cabe Merah Besar.
• Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem
Pertanian Organik
• Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan
sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables).
• SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik
• SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyarata untuk Organisasi dalam Rantai
Pangan
• Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik li
Proses alur
Gambar 9. Proses alur Pengendalian OPT pada budidaya buncis organik
Standar Operasional Prosedur Panen dan Pascapanen Pada Budidaya Buncis Organik
No. Dokumen : 07 Tanggal Pembuatan : 7 April 2015
Status Revisi : - Halaman : 1 dari 3
1. Tujuan
Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a)
Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lii
b) Meningkatkan efisiensi produksi
c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan
d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen
e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun
internasional
f) Meningkatkan kesejahteraan petani
2. Ruang lingkup
Prosedur ini meliputi ciri dan umur tanaman siap panen, cara penen, periode panen dan estimasi hasil,
sesuai ketentuan Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia
Sistem Pangan Organik.
3. Definisi
Panen adalah serangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya tanaman yang menandai berakhirnya
kegiatan on-farm.
Pascapanen adalah tahapan penanganan hasil budidaya segera setelah pemanenan, meliputi:
pengeringan, pendinginan, pembersihan, sortasi, penyimpanan, dan pengemasan.
4. Standar panen dan pascapanen Ciri
dan umur tanaman siap panen
a) Pemanenan dapat dilakukan saat tanaman berumur 60 hari dan polong memperlihatkan ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Warna polong agak muda dan suram
2. Permukaan kulitnya agak kasar
3. Biji dalam polong belum menonjol
4. Bila polong dipatahkan akan menimbulkan bunyi letup.
Penentuan waktu panen harus tepat, sebab apabila pemanenan terlambat beberapa hari saja maka
polong bincis dapat terserang penyakit bercak Cercospora.
b) Cara panen
Panen dilakukan dengan cara dipetik dengan tangan. Penggunaan alat seperti pisau atau gunting
sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan luka pada polong. Apabila hal ini terjadi maka cendawan
atau bakteri dapat masuk kedalam jaringan, sehingga dapat menurunkan kualitas polong. c) Periode
panen
Pelaksanaan panen dilakukan secara bertahap, yaitu 2 – 3 hari sekali. Hal ini dimaksudkan agar
diperoleh polong yang seragam dalam tingkat kemasakannya.
Pemetikan dihentikan pada saat tanaman berumur lebih dari 80 hari setelah tanam (± 7 kali panen). d)
Estimasi hasil (bobot segar polong)
Sistem budidaya tanaman buncis yang baik (sesuai dengan ketentuan di atas), maka produksi
perhektar dapat mencapai 150 kuintal polong segar.
Pascapanen, penyimpanan dan transportasi
a) Pencucian produk organik segar dilakukan dengan menggunakan air standar baku yang diizinkan untuk
sistem pertanian organik
b) Sortasi dan grading
Sortasi meliputi kegiatan-kegiatan membuang atau memisahkan hasil berdasarkan kualitasnya (polong
cacat akibat serangan hama dan penyakit, polong lewat masak maupun polong yang patah akibat
panen yang kurang baik). Sortasi dilakukan di tempat-tempat pengumpulan yang letaknya tidak jauh
dari lahan usaha. Tempat sortasi harus cukup terlindung, supaya polong tidak lekas menjadi layu.
Grading lebih kearah nilai estetikanya (warna, dimensi). Perlakuan sortasi atau grading tergantung juga
kepada peruntukannya atau tempat pemasarannya (misalnya pasar swalayan, restoran, atau hotel),
untuk buncis polong sudah berserat liat.
c) Pengemasan dan Pengepakan
Pengemasan dilakukan secara bertahap dimana pada tahap pertama (primer) dimana sayuran
dikemas dengan bahan plastik atau kertas agar bahan terhindar dari kerusakan akibat gesekan atau
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
liii
benturan sesama bahan maupun dengan benda lain sehingga mutunya dapat tetap dipertahankan.
Selanjutnya dilakukan tahap kedua (sekunder) dimana sauran dikemas karton atau kotak kayu.
Selanjutnya karton atau kotak kayu tersebut disimpan di atas suatu pallet untuk kemudian dikirim ke
ruang pendingin.
d) Penyimpanan
Buncis termasuk sayuran yang bersifat perishable food, artinya tidak tahan disimpan lama dalam
keadaan segar, cepat rusak. Mengingat sifat buncis tersebut maka diperlukan penyimpanan khusus
apabila buncis tidak langsung dipasarkan. Cara penyimpanan yang biasa dilakukan adalah sistem
pendinginan (cooling), kondisi penyimpanan dingin yang dimaksut suhu 4,4 – 7,2 0C dengan
kelembaban 90 – 95%. Pada kondisi penyimpanan tersebut, dapat menambah shelf life-time (masa
kesegaran) buncis dapat mencapai 7 – 15 hari. Hindari penyimpanan di bawah suhu optimal,
menyebabkan chilling injury dengan tanda kerusakan meningkatnya kepekan terhadap penyakit.
e) Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dalam proses penanganan pasca panen, penyimpanan
maupun pengangkutan
f) Peralatan pasca panen harus bebas kontaminasi bahan kimia sintetis
g) Tidak menggunakan bahan pembungkus yang menimbulkan kontaminasi produk Dalam
pengemasan disarankan menggunakan bahan yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali
atau menggunakan bahan yang mudah mengalami dekomposisi. Selalu menjaga integritas produk
organik selama penanganan, penyimpanan dan transportasi.
Referensi
• Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan
sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables)
• Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem
Pertanian Organik
• SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik
• SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai
Pangan
• Samad, M.Y., 2006. Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Mutu Komoditas. Pusat Pengkajian
dan Penerapan Teknologi Agroindustri
• Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
liv
Proses alur
Gambar 10. Proses alur panen dan pascapanen buncis organik
BUKU CATATAN KERJA PETANI PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES
CATATAN BUDIDAYA TANAMAN ……………………………………………..
Pemilik usaha : Luas lahan :
No. Tgl/bulan/tahun Uraian kegiatan Paraf
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lv
1. Persiapan lahan
1) Waktu pengolahan tanah
………………………………………………………………….
2) Cara pengolahan tanah
………………………………………………………………….
3) Pemupukan dasar Jenis pupuk
……………………………………………………………….
• Waktu
……………………………………………………………….
• Dosis
……………………………………………………………….
• Cara aplikasi
……………………………………………………………….
4) Pembuatan guludan/bedengan
…………………………………………………………………. 5) Pemasangan mulsa plastik hitam-perak dan pelubangan tempat penanaman
………………………………………………………………….
6) dst……………..
………………………………………………………………….
2. Benih
1) Mutu benih
………………………………………………………………….
2) Varietas
………………………………………………………………….
3) Asal benih
………………………………………………………………….
4) Banyaknya benih
………………………………………………………………….
5) dst……………..
………………………………………………………………….
3. Penyiapan dan Penaman
1) Waktu pembuatan pesemaian
………………………………………………………………….
2) Pesemaian (cara)
………………………………………………………………….
3) Waktu tanam
………………………………………………………………….
4) Cara penanaman
………………………………………………………………….
5) Jarak tanam
………………………………………………………………….
6) Jumlah bibit per lubang
………………………………………………………………….
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lvi
7) Dalamnya penanaman
………………………………………………………………….
8) dst……………..
………………………………………………………………….
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lvii
4. Pemeliharaan tanaman
1) Penyiangan Cara
……………………………………………………………….
• …………………………………………..………………….. 2) Pemupukan susulan
Jenis pupuk
……………………………………………………………….
• Waktu
……………………………………………………………….
• Dosis
……………………………………………………………….
• Cara aplikasi
……………………………………………………………….
• Asal kotoran ternak/asal bahan
……………………………………………………………….
• Starter untuk aktivasi kompos
……………………………………………………………….
• Penambahan bahan biodinamik
……………………………………………………………….
…………………………………………..…………………..
3) Pestisida
• Asal/merek
……………………………………………………………….
• Jenis pestisida
……………………………………………………………….
• Bahan pembuatan
……………………………………………………………….
• Cara pembuatan
……………………………………………………………….
• Jenis OPT
……………………………………………………………….
• Intensitas serangan
……………………………………………………………….
• Cara aplikasi
……………………………………………………………….
• Dosis aplikasi
……………………………………………………………….
• Waktu terjadinya serangan (umur tanaman)
……………………………………………………………….
• Waktu aplikasi
……………………………………………………………….
• Frekuensi aplikasi
……………………………………………………………….
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lviii
• Jenis gulma
……………………………………………………………….
• Waktu pengendalian gulma (umur tanaman)
……………………………………………………………….
• Cara pengendalian gulma
……………………………………………………………….
…………………………………………...………………….
4) Permasalahan dalam pengendalian hama/penyakit dan gulma:
……………………………………………………………….
……………………………………………………………….
……………………………………………………………….
……………………………………………………………….
……………………………………………………………….
……………………………………………………………….
……………………………………………………………….
5. Pengairan
• Sumber air
……………………………………………………………….
• Cemaran B3
……………………………………………………………….
• Waktu (umur tanaman)
……………………………………………………………….
• Frekuensi pengairan
……………………………………………………………….
• Cara pengairan
……………………………………………………………….
………………………………………….……………………
6. Panen
• Tahapan panen
……………………………………………………………….
• Waktu panen
……………………………………………………………….
• Metode pemanenan
……………………………………………………………….
• Frekuensi panen
……………………………………………………………….
• Wadah yang digunakan
……………………………………………………………….
• Hasil panen (kg)
……………………………………………………………….
• Waktu penjualan
……………………………………………………………….
…………………………………………..………………….
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lix
7. Pascapanen
Sortasi/grading
……………………………………………………………….
• Lokasi sortasi/grading
……………………………………………………………….
• Persentase kerusakan
……………………………………………………………….
• Cara penyimpanan
……………………………………………………………….
• Lokasi penyimpanan
……………………………………………………………….
• Bahan pengemasan
……………………………………………………………….
• Cara pengemasan
……………………………………………………………….
• Jumlah kemasan
……………………………………………………………….
• Pengangkutan
……………………………………………………………….
• …………………………………………..…………………..
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lx
Contoh:
FORMULIR PERMOHONAN REGISTRASI AWAL
Jumantono, …………………….. 2015
Nomor : .................
Lampiran : 1 (satu) berkas
Perihal : Permohonan registrasi lahan usaha tanaman jagung manis organik GAP
KepadaYth.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota …. di
.............................
Dengan hormat,
Bersama ini kami sampaikan permohonan agar kiranya kebun/lahan usaha tanaman jagung manis organik
yang kami kelola dapat diregistrasi sebagai kebun/lahan usaha dalam rangka good agricultural practices
sesuai dengan aturan yang berlaku.
Adapun data dan informasi teknis mengenai kebun/lahan usaha yang akan diregistrasi sebagaimana
terlampir.
Selanjutnya kami mohon kesediaannya untuk dapat memproses lebih lanjut permohonan ini.
Demikian, atas segala perhatian dan berkenannya mengabulkan permohonan kami diucapkan terimakasih.
Hormat kami
Pemohon,
…………………………….
(nama jelas,tandatangan)
Tembusan Kepada Yth:
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Contoh:
DATA PERMOHONAN REGISTRASI AWAL
A. Data Pemohon
Jenis Pengajuan Registrasi □ Perorangan □ Kelompok
Nama : .................................................................................................
Alamat : .................................................................................................
Telepon : .................................................................................................
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lxi
Alamat/Lokasi kebun/lahan usaha : .................................................................................................
Luas kebun/lahan usaha : .................................................................................................
Komoditas yang akan diregistrasi : .................................................................................................
B. Informasi kebun/lahan usaha
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Penerapan buku catatan kerja petani tentang budidaya tanaman yang
diajukan meliputi (input, onfarm dan output)
2. Pemahaman dan penerapan GAP tanaman yang diajukan
3. Pemahaman dan penerapan SOP tanaman yang diajukan
4. Pemahaman dan penerapan PHT
C. Peta lokasi lahan usaha yang diajukan registrasi
Dengan ini saya menyatakan behwa informasi yang saya berikan dia tas benar, dan saya secara konsisten
akan menerapkan good agricultural practices dalam pengelolaan usaha tani jagung manis yang saya
jalani.
Jumantono, ………………………… 2015
Nama/tanda tangan
VI. PENJAMINAN MUTU PANGAN SEGAR ASAL TANAMAN
Tujuan Umum Pengajaran
Mahasiswa dapat memahami penjaminan mutu pangan segar asal tanaman dalam rangka good agricultural
practices
Tujuan Khusus Pengajaran
• Mahasiswa dapat menjelaskan kerangka pikir penjaminan mutu pangan segar asal tanaman
• Mahasiswa dapat menjelaskan istilah dan definisi yang terkait tinjauan umum pengajaran
• Mahasiswa dapat menjelaskan keamanan pangan segar asal tanaman
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lxii
6.1. Kerangka Pikir
Kebijakan penanganan keamanan pangan diarahkan untuk menjamin tersedianya pangan
segar yang aman untuk dikonsumsi agar masyarakat terhindar dari bahaya, baik karena cemaran kimia
maupun mikroba yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk
dikonsumsi dan mendukung terjaminnya pertumbuhan/ perkembangan kesehatan dan kecerdasan
manusia. Sampai saat ini belum banyak masyarakat yang menyadari pentingnya keamanan pangan,
termasuk pangan segar. Hal ini disebabkan masyarakat baik produsen (terutama produsen skala
rumah tangga) maupun konsumen belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup sehingga
masalah keamanan pangan belum menjadi prioritas dalam mengembangkan/memilih pangan untuk
dikonsumsi. Disamping itu belum efektifnya penanganan keamanan pangan segar, juga dikarenakan:
(1) belum berkembangnya sistem pembinaan dan pengawasan keamanan pangan; (2) terbatasnya
laboratorium yang telah terakreditasi terutama di beberapa provinsi, sehingga sistem penjaminan
keamanan dan mutu produk pangan segar belum berjalan dengan baik.
Di dalam penanganan keamanan pangan segar baik yang berasal dari pangan segar asal
tanaman (PSAT) maupun asal hewan merupakan tanggungjawab Kementerian Pertanian. Ada
beberapa unit kerja eselon I lingkup Kementerian Pertanian yang menangani keamanan pangan segar,
yaitu Badan Karantina Pertanian (Barantan), Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian (Ditjen PPHP), Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen Nak dan Keswan) dan
Badan Ketahanan Pangan (BKP). Barantan memiliki tugas dalam pengawasan lalu lintas pangan segar
di pintu pemasukan dan pengeluaran. Pengawasan keamanan pangan yang dilaksanakan oleh Ditjen
PPHP lebih bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar
internasional melalui penanganan mutu dan standardisasi hasil pertanian.
Pengawasan keamanan pangan segar asal tanaman di peredaran merupakan tugas BKP.
Berdasarkan Perpres No. 24 Tahun 2010 junto Perpres No. 92 tahun 2011, bahwa Badan Ketahanan
Pangan melakukan pengkajian, penyiapan perumusan bahan kebijakan, pengembangan, pemantauan,
dan pengawasan keamanan pangan segar. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
mempunyai fungsi melakukan pengkajian, penyusunan kebijakan, koordinasi, pemantauan, pemberian
bimbingan dan pembinaan di bidang pengawasan obat dan makanan. Sedangkan Otoritas Kompeten
Keamanan Pangan (OKKP) melakukan pengawasan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan
hasil pertanian (Permentan Nomor 20/Permentan/OT.140/2/2010).
6.2. Istilah dan Definisi
Pangan Segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung
dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan.
Pangan Segar Asal Tanaman (PSAT) adalah pangan asal tumbuhan yang belum mengalami
pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan
pangan.
Keamanan PSAT adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah PSAT dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Persyaratan keamanan PSAT adalah standar dan ketentuan – ketentuan lain yang harus dipenuhi
untuk mencegah PSAT dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia, dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Pengawasan Keamanan PSAT adalah upaya – upaya yang dilakukan dalam rangka menjamin
keamanan PSAT yang beredar (inspeksi, pengambilan contoh, monitoring, pengujian).
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lxiii
Pangan produk rekayasa genetika adalah pangan yang diproduksi atau yang menggunakan bahan
baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika.
Iradiasi pangan adalah metoda penanganan pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif
maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, membebaskan pangan
dari jasad renik patogen, serta mencegah pertumbuhan tunas.
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi
sifat atau bentuk pangan.
Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan,
baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.
Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi
keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada,
atau merupakan bagian kemasan pangan.
Laboratorium uji adalah laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional atau
yang ditunjuk Menteri Pertanian.
Pengawas Keamanan PSAT adalah petugas yang secara resmi ditugaskan oleh Badan Ketahanan
Pangan untuk melakukan pengawasan pada pelaku usaha PSAT.
Petugas Pengambil Contoh adalah petugas yang memiliki kompetensi dalam pengambilan contoh
PSAT dan telah tersertifikasi oleh lembaga yang terakreditasi atau telah diakui kompetensinya oleh
lembaga yang berwenang.
Pelaku usaha PSAT adalah setiap orang yang bergerak pada suatu atau lebih subsistem agribisnis
pangan, yaitu penyedia masukan produksi, proses produksi, pengolahan, pemasaran, perdagangan
dan penunjang.
Daerah adalah provinsi atau kabupaten/kota di wilayah Negara Republik Indonesia.
6.3. Keamanan Pangan Segar Asal Tanaman
Berdasarkan hasil pemantauan kondisi keamanan pangan segar di Indonesia masih ditemukan ketidak
sesuaian antara lain:
o praktek – praktek dalam rantai pangan segar yang tidak memenuhi standar keamanan pangan; o
penghargaan masyarakat terhadap pangan yang aman masih rendah karena dipengaruhi oleh
kondisi sosial ekonomi;
o masih ditemukan penyalahgunaan bahan berbahaya pada pangan, cemaran residu pestisida di atas
Batas Maksimum Residu (BMR), kandungan bahan aktif yang dilarang, cemaran mikroba, dll. Di
sisi lain, tuntutan pasar internasional terhadap keamanan pangan terus meningkat dan standar
internasional terkait keamanan pangan semakin berkembang, serta keamanan pangan telah
menjadi tolok ukur terhadap citra dan kepercayaan dunia akan hasil produk pangan suatu negara.
Keamanan pangan merupakan salah satu aspek penting yang menentukan kualitas SDM.
Konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang tidak akan berarti, jika makanan yang dikonsumsi
masyarakat tidak aman dari cemaran kimia maupun mikroba. Pangan yang tercemar mikroba
menyebabkan berbagai kasus Penyakit Bawaan Makanan (PBM), seperti diare. Sedangkan pangan
yang terkontaminasi cemaran kimia, seperti residu pestisida dan toksin diduga sebagai penyebab
penyakit kanker. Begitu pentingnya keamanan pangan ini menjadi dasar bagi negara - negara di dunia
untuk mendeklarasikan bahwa keamanan pangan adalah hak asasi setiap individu dalam Internasional
Conference on Nutrition pada tahun 1992.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lxiv
Pengawasan keamanan pangan segar juga dilakukan mulai dari onfarm sampai pangan siap
diedarkan. Badan/Dinas/Instansi yang menangani ketahanan pangan, melakukan pengawasan
keamanan pangan segar di peredaran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Untuk memperkuat pengawasan keamanan pangan segar, perlu koordinasi dengan instansi terkait
secara terpadu, serta advokasi kepada pemangku kepentingan. Dalam penanganan keamanan pangan
diperlukan kelembagaan yang kuat untuk melaksanakan fungsi pembinaan maupun pengawasan
keamanan pangan segar. Pembinaan keamanan pangan segar menjadi tanggung jawab Direktorat
Jenderal Teknis Kementerian Pertanian pusat maupun daerah sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya masing-masing, dan dilakukan mulai dari on farm sampai pangan siap diedarkan. Praktek
penanganan pangan harus diterapkan di setiap rantai pangan.
Pembinaan keamanan pangan dilaksanakan mulai dari proses budidaya dengan menerapkan
praktek budidaya pertanian yang baik atau Good Agricultural Practices (GAP) agar menghasilkan
pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi, cara penanganan pasca panen hasil pertanian yang
baik atau Good Halding Practices (GHP). Begitu juga dalam pengolahan pangan, keamanan pangan
dapat dilaksanakan dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP). Demikian halnya pada
rantai distribusi dan retail, keamanan pangan segar dapat dilaksanakan dengan menerapkan Good
Distribution Practices (GDP) dan Good Retail Practices (GRP).
Parameter Uji Keamanan Pangan Segar o
Pestisida
• Organochlor
• Organophosphate
• Phyretroid
• Carbamate
o Mikroba
• E. Coli
• Salmonella
o Logam Berat
• Pb
• Cd
• Hg
• As
• Cu
• Zn
VII. SERTIFIKASI PANGAN ORGANIK INDONESIA
Tujuan Umum Pengajaran
Mahasiswa dapat memahami sertifikasi pangan organik Indonesia
Tujuan Khusus Pengajaran
• Mahasiswa dapat menjelaskan istilah dan definisi yang terkait dengan tinjauan umum pengajaran
Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan manajemen dalam rangka sertifikasi pangan organik
• Mahasiswa dapat menjelaskan sistem sertifikasi pangan organik.
Sertifikasi menurut Pedoman Teknis Pembinaan dan Sertifikasi Pangan Organik dari Kementerian
Pertanian (2012) adalah prosedur dari lembaga sertifikasi Pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui
Pemerintah memberikan jaminan tertulis atau setara bahwa pangan atau sistem pengawasan pangan sesuai
dengan persyaratan. Sistem pengawasan dan sertifikasi pangan organik di Indonesia mengacu pada SNI
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lxv
pangan organik, CAC (Codex Alimentarius Commission) dan IFOAM (Sriyanto, 2010). Petunjuk teknis dari
SNI 6729:2010 dan pedoman untuk mendapatkan sertifikat organik untuk produk pangan organik dituangkan
dalam Pedoman Sertifikasi Produk Pangan Organik dan Pedoman Umum Penerapan Jaminan Mutu
Pengolahan Pangan Organik dari Otoritas Kompeten Pangan Organik Kementerian
Pertanian (2008).
Lembaga yang berhak memberikan sertifikasi pangan organik di Indonesia adalah lembaga yang telah
diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan telah diverifikasi oleh Otoritas Kompeten Pangan
Organik (OKPO). Otoritas ini adalah lembaga yang kompeten dalam bidang organik yang ditunjuk
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 380/Kpts/OT.130/10/2005 dalam hal ini adalah Direktorat
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian.
Lembaga sertifikasi organik yang telah diakreditasi KAN saat ini adalah : 1) Lembaga Sertifikasi
Organik Sucofindo, Jakarta Selatan (Nomor Sertifikat OKPO-LS-001); 2) Lembaga Sertifikasi Organik MAL,
Depok, Jawa Barat (Nomor Sertifikat OKPO-LS-002); 3) Lembaga Sertifikasi Organik INOFICE, Bogor, Jawa
Barat (Nomor Sertifikat OKPO-LS-003); 4) Lembaga Sertifikasi Organik Sumatera Barat, Padang, Sumatera
Barat (Nomor Sertifikat OKPO-LS-004); 5) Lembaga Sertifikasi Organik LeSOS, Mojokerto, Jawa Timur
(Nomor Sertifikat OKPO-LS-005); 6) Lembaga Sertifikasi Organik BIOcert Indonesia, Bogor, Jawa Barat
(Nomor sertifikat OKPO-LS-006); dan 7) Lembaga Sertifikasi Organik Persada, Sleman, Yogyakarta (Nomor
sertifikat OKPO-LS-007).
Pemilik usaha (operator) harus memenuhi beberapa persyaratan untuk mendapatkan sertifikat
organik di Indonesia, yang menyangkut kelengkapan dokumen administrasi dan kelembagaan. Pemilik
usaha harus menetapkan, menerapkan dan menjaga produk organik yang sesuai dengan ruang lingkup
kegiatannya sebagai langkah awal dalam mempersiapkan sertifikasi, dalam hal ini pemilik harus
mendokumentasikan kebijakan, sistem, program, prosedur, dan instruksi untuk menjamin mutu produk
organiknya. Dokumentasi sistem ini harus dikomunikasikan kepada, dimengerti oleh, tersedia bagi, dan
diterapkan oleh semua personil yang terkait dalam bidang usaha yang dikerjakan dengan cara melakukan
langkah-langkah yang barkaitan dengan persyaratan manajemen dan persyaratan teknis.
Pelabelan Pangan Organik Pelabelan adalah pencantuman/pemasangan segala bentuk tulisan,
cetakan atau gambar yang ada pada label yang menyertai produk pangan,yang berisi keterangan identitas
produk tersebut atau dipajang dekat dengan produk pangan, termasuk yang digunakan untuk tujuan promosi
penjualan atau pembuangannya. Pemasangan label logo organik hanya dapat dilakukan setelah produk itu
dinyatakan “organik” (disertifikasi organik) oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi. Namun demikian,
produsen dapat menyatakan (claim) bahwa produknya organik asalkan tidak mencantumkan logo organik
dimaksud. Hal ini berdasarkan prinsip pernyataan diri (self claim), pernyataan pihak kedua (second parties)
dan sistem penjaminan partisipatif (participatory guarantee system).
7.1. Istilah dan Definisi
Sertifikasi adalah prosedur di mana lembaga sertifikasi pemerintah, atau lembaga sertifikasi yang
diakui pemerintah, memberikan jaminan tertulis atau yang setara, bahwa pangan atau sistem
pengawasan pangan sesuai dengan persyaratan. Sertifikasi pangan dapat juga, bila diperlukan,
berdasarkan suatu rangkaian kegiatan inspeksi yang mencakup inspeksi berkesinambungan, audit
sistem jaminan mutu dan pemeriksaan produk akhirnya.
Lembaga sertifikasi adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi bahwa
produk yang dijual atau dilabel sebagai “organik” adalah diproduksi, diolah, disiapkan, ditangani, dan
diimpor sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut LS.
Operator adalah orang yang memproduksi, menyiapkan atau mengimpor, untuk tujuan pemasaran
produk organik seperti diuraikan dalam SNI atau mereka yang memasarkan produk tersebut.
Otoritas kompeten adalah adalah institusi pemerintah yang bertanggungjawab melaksanakan tugas
merumuskan kebijakan peraturan, pengawasan dan pembinaan sistem pangan organik; merancang
dan menformulasikan sistem dan acuan untuk dijadikan persyaratan wajib dalam pendirian lembaga
sertifikasi organik; melakukan verifikasi terhadap lembaga sertifikasi dan/atau badan usaha yang
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lxvi
menerapkan sistem jaminan mutu pertanian organik dalam program sertifikasi yang selanjutnya disebut
OKPO.
Inspeksi adalah pemeriksaan pangan atau sistem yang digunakan untuk pengendalian pangan, bahan
baku, pengolahan, dan distribusinya, termasuk uji produk baik yang dalam proses maupun produk
akhirnya, untuk memverifikasi bahwa hal -hal tersebut sesuai dengan persyaratan.
Inspektor adalah orang yang melakukan kegiatan inspeksi.
Audit adalah pemeriksaan yang independen baik secara sistematis maupun fungsional untuk
menetapkan apakah suatu kegiatan dan hasilnya sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
Auditor adalah orang yang melakukan kegiatan audit.
Pelabelan adalah pencantuman/pemasangan segala bentuk tulisan, cetakan atau gambar yang ada
pada label yang menyertai produk pangan yang berisi keterangan identitas produk tersebut atau
dipajang dekat dengan produk pangan, termasuk yang digunakan untuk tujuan promosi penjualan.
7.2. Persyaratan Manajemen o
Kebijakan Mutu
Unit/badan usaha harus mempunyai kebijakan mutu yang ditetapkan dan diterapkan tentang sistem
pangan organik sesuai ruang lingkup usahanya untuk menciptakan jaminan mutu produk pangan
organik. Kebijakan mutu seyogyanya ditulis dalam kalimat yang singkat, jelas, dan mudah
dimengerti serta dapat menggambarkan visi atau misi dari usahanya.
o Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang Lingkup kegiatan meliputi ruang lingkup kegiatan dalam sistem pangan organik yang
diusahakan, misalnya untuk sistem budidaya, pengolahan, pemasaran, importir dan sebagainya
termasuk jenis komoditinya.
o Organisasi
Unit/badan usaha harus menjelaskan struktur organisasi yang ada serta uraian tugas masingmasing
personil termasuk penanggungjawab dari penerapan jaminan mutu produk pangan organik sesuai
ruang lingkup usahanya.
o Personil
Menjelaskan personil yang bertanggungjawab untuk mengembangkan, menerapkan,
memutakhirkan, merivisi, dan mendistribusikan rencana kerja jaminan mutu (RKJM) produk pangan
organik serta proses penyelesaiannya. Menyajikan cara memelihara rekaman data yang memuat
program dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta pengalaman personil.
o Pengendalian Dokumen
Unit/badan usaha harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengendalikan semua
dokumen yang merupakan bagian dari sistem, seperti peraturan, standar, atau dokumen normative
lain, metode produksi/proses dan pengawasan, demikian juga gambar, perangkat lunak, spesifikasi,
instruksi dan panduan.
Semua dokumen yang diterbitkan untuk personil di unit usaha yang merupakan bagian dari sistem
mutu harus dikaji ulang dan disahkan oleh personil yang berwenang sebelum diterbitkan. Prosedur
yang disusun harus menjamin bahwa:
• edisi resmi dari dokumen yang sesuai tersedia di semua lokasi tempat dilakukan kegiatan yang
penting bagi efektifitas fungsi produk pangan organik;
• dokumen dikaji ulang secara berkala, dan bila perlu, direvisi untuk memastikan kesinambungan
kesesuaian dan kecukupan terhadap persyaratan yang diterapkan;
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lxvii
• dokumen harus diidentifikasi secara khusus yang mencakup tanggal penerbitan dan atau revisi,
penomoran halaman, jumlah keseluruhan halaman, masa berlaku, dan pihak berwenang yang
menerbitkan/mengesahkan.
o Pembelian Jasa dan Perbekalan
Unit/badan usaha harus mempunyai suatu kebijakan dan prosedur untuk:
• Pemilihan dan evaluasi pemasok;
• Memilih dan membeli jasa dan perbekalan yang penggunaannya mempengaruhi mutu produk
pangan organik;
• Penerimaan dan penyimpanan perbekalan;
• Pemeliharaan rekaman-rekaman terkait pembelian jasa dan perbekalan serta tindakan yang
dilakukan untuk mengecek kesesuaian
o Pengaduan
Unit/badan usaha harus mempunyai kebijakan dan prosedur untuk menyelesaikan pengaduan yang
diterima dari pelanggan atau pihak-pihak lain. Rekaman semua pengaduan dan penyelidikan serta
tindakan perbaikan yang dilakukan oleh unit/badan usaha harus dipelihara.
o Pengendalian Produk yang Tidak Sesuai
Unit/badan usaha harus mempunyai kebijakan dan prosedur yang harus diterapkan bila terdapat
sapek apapun dari pekerkjaan/proses atau produk pangan organik yang tidak sesuai dengan
prosedur, standar atau peraturan teknis serta persyaratan pelanggan yang telah disetujui.
o Kebijakan dan prosedur harus memastikan bahwa :
• Tanggungjawab dan kewenangan untuk pengelolaan pekerjaan/proses atau produk yang tidak
sesuai ditentukan dan tindakan (termasuk menghentikan pekerjaan dan menahan produk)
ditetapkan dan dilaksanakan bila ditemukan pekerjaan yang tidak sesuai;
• Evaluasi dilakukan terhadap signifikansi ketidaksesuaian pekerjaan/proses atau produk;
• Tindakan perbaikan segera dilakukan bersamaan dengan keputusan pekerjaan/proses atau
produk yang ditolak atau tidak sesuai;
• Bila diperlukan, pelanggan diberitahu dan pekerjaan dibatalkan dan tanggungjawab untuk
persetujuan dilanjutkannya kembali harus ditetapkan.
o Tindakan Perbaikan
Unit/badan usaha harus menetapkan kebijakan dan prosedur serta harus memberikan kewenangan
yang sesuai untuk melakukan tindakan perbaikan bila pekerjaan yang tidak sesuai atau
penyimpangan kebijakan dan prosedur di dalam sistem yang ditetapkan. Prosedur tindakan
perbaikan harus dimulai dengan suatu penyelidikan untuk menentukan akar permasalahan. Apabila
tindakan perbaikan perlu dilakukan, unit/badan usaha harus mengidentifikasi tindakan perbaikan
yang potensial. Tindakan perbaikan harus dilakukan sampai sistem dapat berjalan kembali secara
efektif, dan didokumentasikan.
o Tindakan Pencegahan
Penyebab ketidak sesuaian yang potensial, baik teknis maupun manajemen, harus diidentifikasi.
Jika tindakan pencegahan diperlukan, rencana tindakan pencegahan harus dibuat, diterapkan dan
dipantau untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kembali ketidaksesuaian yang serupa dan
untuk mengambil manfaat melakukan peningkatan. Prosedur tindakan pencegahan harus
mencakup tahap awal tindakan dan penerapan pengendalian untuk memastikan efetivitasnya.
o Pengendalian Rekaman
Unit/badan usaha harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk identifikasi, pengumpulan,
pemberian indeks penelusuran, pengarsipan, penyimpanan, pemeliharaan dan pemusnahan
rekaman. Rekaman harus mencakup laporan audit, audit internal dan kaji ulang manajemen
termasuk rekaman-rekaman pelaksanaan proses/kegiatan termasuk laporan tindakan perbaikan
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lxviii
dan tindakan pencegahan. Semua rekaman harus dapat dibaca dan harus disimpan dan dipelihara
sedemikian rupa sehingga mudah didapat bila diperlukan dalam fasilitas yang memberikan
lingkungan yang sesuai untuk mencegah terjadinya kerusakan atau deteriorasi dan untuk mencegah
agar tidak hilang. Waktu penyimpanan harus ditetapkan. Unit/badan usaha harus menyimpan untuk
suatu periode tertentu rekaman pengamatan asli, data yang diperoleh dan informasi yang cukup
untuk menetapkan suatu jejak audit, rekaman kalibrasi, rekaman staf, dan salinan dari setiap laporan
pelabelan produk.
o Audit Internal
Unit/badan usaha harus secara periodic, dan sesuai jadwal serta prosedur yang telah ditetapkan
sebelumnya, menyelenggarakan audit internal untuk memverifikasi kegiatannya berlanjut sesuai
dengan persyaratan produk pangan dan pertanian organik. Program audit internal harus ditujukan
pada semua unsure dalam sistem produk pangan organik.
Manajer mutu bertanggungjawab untuk merencanakan dan mengorganisasikan audit sebagaiman
yang dipersyaratkan oleh jadwal dan diminta oleh manajemen. Audit harus dilakukan oleh personel
terlatih dan mampu, yang bila sumberdaya memungkinkan, independen dari kegiatan yang diaudit.
Hasil dari kegiatan audit internal harus direkam, tindak lanjut kegiatan audit harus diverifikasi.
Penerapan serta efektivitasnya tindakan perbaikan yang telah dilakukan harus direkam.
o Kaji Ulang Sistem
Unit/badan usaha harus secara periodik, dan sesuai jadwal serta prosedur yang telah ditetapkan
sebelumnya, menyelenggarakan kaji ulang pada seluruh sistem produk pangan organik sesuai
ruang lingkupnya, untuk memastikan kesinambungan kecocokan dan efektivitasnya, dan untuk
mengetahui perubahan atau peningkatan yang diperlukan. Kaji ulang harus memperhitungkan:
• Kecocokan kebijakan dan prosedur;
• Laporan dari staf manajerial dan personil penyelia;
• Hasil audit internal yang terakhir;
• Tindakan perbaikan dan pencegahan;
• Asesmen oleh badan eksternal;
• Perubahan volume dan jenis pekerjaan;
• Umpan balik pelanggan; Pengaduan/keluhan konsumen;
• Faktor-faktor relevan lainnya.
o Amandemen
Perubahan pada dokumen harus dikaji ulang dan disahkan oleh fungsi yang sama yang melakukan
kaji ulang sebelumnya kecuali bila ditetapkan lain. Personil yang ditunjuk harus memiliki akses ke
informasi latar belakang terkait yang mendasari kaji ulang dan pengesahannya. Perubahan
dokumen harus dilaporkan kepada lembaga sertifikasi dan atau Otoritas Kompeten Pangan Organik
(OKPO) .
7.3. Sistem Sertifikasi o Operator mengajukan permohonan kepada Lembaga Sertifikasi (LS), dengan
melampirkan datadata yang dipersyaratkan antara lain persyaratan adimistrasi, identitas operator dan
dokumen penerapan jaminan mutu. LS akan melakukan evaluasi terhadap kelengkapan persyaratan.
o LS akan menunjuk tim auditor yang akan melakukan penilaian terhadap kecukupan dokumen
penerapan jaminan mutu dan inspeksi ke lapangan. o Tim auditor melakukan inspeksi (audit
kecukupan, audit kesesuaian, sampling untuk diuji di laboratorium)
o Tim auditor menyampaikan hasil inspeksi ke LS. o LS menunjuk panitia teknis untuk menilai hasil
laporan yang diberikan tim auditor. o Panitia Teknis mengevaluasi laporan hasil inspeksi Tim auditor
dan berkoordinasi dengan Tim auditor guna memberikan rekomendasi disetujui atau tidaknya
pemberian sertifikat kepada operator.
o Panitia Teknis membuat rekomendasi dan melaporkannya kepada Lembaga Sertifikasi. o Jika
memenuhi syarat sesuai rekomendasi Panitia Teknis, maka sertifikat dan hak menggunakan label
organik akan diberikan.
Standar operasional prosedur sistem sertifikasi pangan organik disajikan pada (Gambar 12).
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
lxix
Keterkaitan registrasi kebun dengan sertifikasi. Kebun/lahan usaha yang telah diregistrasi dapat
ditindak lanjuti dengan proses sertifikasi oleh lembaga sertifikasi organik yang telah diakreditasi Komite
Akreditasi Nasional (KAN). Berikut diagram keterkaitan antara sertifikasi kebun/lahan usaha good agricultural
practices dengan sertifikasi (Gambar 11).
Gambar 11. Keterkaitan registrasi kebun dengan sertifikasi organik
Gambar 12. Standar operasional prosedur sistem sertifikasi pangan organik
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
66
Referensi
Anonim, 2009. Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good Agricultural Practices For Fruit and
Vegetables). Peraturan Menteri Pertanian No 48/ Permentan/OT.140/10/2009.
Anonim, 2009. Sistem Managemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai pangan.
SNI ISO 22000:2009.
------------, 2010. Pedoman Umum Registrasi Kebun. Direktorat Budidaya Tanaman Hias Direktorat Jenderal
Hortikultura.
------------, 2010. Sistem Pangan Organik. SNI 6729:2010 Badan Standardisasi Nasional
------------, 2013. Sistem pertanian Organik. Peraturan Menteri Pertanian No. 64/Permentan/OT. 140/5/2013.
------------, 2014. Good Farming Practice Determination Standards Handbook. Federal Crop Insurance
CorporationUnited States Department Of Agricultural.
Bergschmidt, A., Nitsch, H., and Osterburg, B., 2003. Good Farming Practice –definitions, implementation,
experiences European seminar, Braunschweig, Germany.
Lubis, I., 2004. Pertanian Organik untuk Minimilisasi Residu Pestisida pada Produk Pertanian dan Undang
– Undangnya. Prosiding Seminar Parasitologi dan Toksikologi Veteriner.
Rumiyati, S., 2012. Penerapan GAP/SOP Sayuran dan Tanaman Obat dalam Mendukung Registrasi Lahan
Usaha Sayuran dan Tanaman Obat. Balai Pelatihan Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Provinsi Jawa Barat.
Samad, M.Y., 2006. Pengaruh Penanganan Pasca Panen terhadap Mutu Komoditas Hortikultura. Jurnal
Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 8 (1). Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Agroindustri
Priyadi, S., 2001. Komponen Aktif daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss), Ekstraksi dan Penghambatan
Aktivitas Makan terhadap Plutella xylostella. Agrosains-Berkala Penelitian Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu
Pertanian-Universitas Gadjah Mada, 14(3).
Priyadi, S. dan Pranoto, Y., 2006. Optimasi Produk Asap Cair dari Sampah Organik Menjadi Prekusor
Pestisida Ramah Lingkungan. Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi – Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta.
Laporan Penelitian Hibah Bersaing (XIV).
Priyadi, S., 2007. Biosintesa Senyawa Bio-Aktif Azadirachta Indica Sebagai Bio-Pestisida Melalui Teknik
Kultur Jaringan. Agrineca Majalah Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan
Surakarta, 7(1).
---------------, 2007. Desain Pengelolaan Sampah Kota dengan Teknologi Pirolisis Menjadi Asap Cair Sebagai
Bio-Pestisida Ramah Lingkungan. Agrineca Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Tunas
Pembangunan Surakarta, 7(2).
---------------, 2008. Sinergisme Komponen Bio-Aktif Senyawa Fenolat (Asam Hidroksinamat) Asap Cair
Sampah Organik Pada Pengendalian Phaedonia Inclusa. Agrineca Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian
Universitas Tunas Pembangunan Surakarta, 8(1).
---------------, 2008. Desain Instalasi Pengelolaan Limbah Lumpur Tinja Output Saprotan Fungsi Ganda Bebas
Salmonella dan E. coli serta Minimum Waste. Jurusan Agroteknologi – Fakultas Pertanian Universitas
Tunas Pembangunan Surakarta.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
67
--------------, 2008. Efikasi Komponen Bio-Aktif Pestisidal Asam Hidroksinamat Asap Cair Sampah Organik
terhadap Tryporiza incertulas. Agrineca Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Tunas
Pembangunan Surakarta, 8(2).
--------------, 2014. Agribisnis Pertanian Organik Menggunakan Pestisida Ramah Lingkungan Format Asap
Cair. Pendampingan Petani pada Budidaya Tanaman Cabe Merah Besar. Pengabdian Kepada
Masyarakat (Skim IbM) – Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi.
---------------, 2014. Kajian Penurunan Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Biji Kedelai dengan Metode Kelasi Asam
Sitrat (Disertasi – tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu Pangan – Fakultas Teknologi Pertanian –
Universitas Gadjah Mada – Yogyakarta.
Repository, 2014. Pertanian Organik. http://eprints.undip.ac.id/
Suprapto, 2014. Perumusan dan Penerapan SNI. Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi, Badan
Standardisasi Nasional.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
68