Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
PENGARUH MEKANISME PENGAWASAN STAKEHOLDER TERHADAP PRAKTIK
PENGHINDARAN PAJAK (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
REYNALDI SAPUTRA
A31114025
kepada
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
SKRIPSI
PENGARUH MEKANISME PENGAWASAN STAKEHOLDER TERHADAP PRAKTIK
PENGHINDARAN PAJAK (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Akuntansi
disusun dan diajukan oleh
REYNALDI SAPUTRA
A31114025
kepada
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
SKRIPSI
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hj. Andi Kusumawati, S.E., M.Si., Ak., CA Drs. M. Christian Mangiwa, Ak., M.Si., CA NIP 19660405 199203 2 003 NIP 19581110 198710 1 001
Ketua Departemen Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Hj. Mediaty, S.E., M.Si., Ak., CA NIP 19650925 199002 2 001
PENGARUH MEKANISME PENGAWASAN STAKEHOLDER TERHADAP PRAKTIK
PENGHINDARAN PAJAK (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
disusun dan diajukan oleh
REYNALDI SAPUTRA
A31114025
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Makassar, 24 April 2018
iii
SKRIPSI
Menyetujui,
Panitia Penguji
No. Nama Penguji Jabatan Tanda Tangan 1. Dr. Hj. Andi Kusumawati, S.E., M.Si., Ak., CA Ketua 1……………….
2. Drs. M. Christian Mangiwa, Ak., M.Si., CA Sekretaris 2………………. 3. Dr. Hj. Nirwana, S.E., M.Si., Ak. CA Anggota 3……………….
4. Drs. Haerial, Ak., M.Si., CA Anggota 4……………….
Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Hj. Mediaty, S.E., M.Si., Ak., CA NIP. 19650925 199002 2 001
PENGARUH MEKANISME PENGAWASAN STAKEHOLDER TERHADAP PRAKTIK
PENGHINDARAN PAJAK (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
disusun dan diajukan oleh
REYNALDI SAPUTRA
A31114025
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi pada tanggal 17 Mei 2018 dan dinyatakan
telah memenuhi syarat kelulusan
iv
Makassar, 24 April 2018
Yang membuat pernyataan,
Reynaldi Saputra
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
nama : Reynaldi Saputra
NIM : A311 14 025
departemen/program studi : Akuntansi/Strata 1
dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
Pengaruh Mekanisme Pengawasan Stakeholder terhadap Praktik Penghindaran Pajak
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam
naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan
dan daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan
terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
v
PRAKATA
Segala puji hanya untuk Allah, kita memujiNya, meminta pertolonganNya,
serta memohon perlindungan kepadaNya dari kejahatan dan keburukan amal
perbuatan kita. Tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad
adalah hamba dan utusanNya.
Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana
Akuntansi (S.Ak) pada program Strata Satu (S1) Departemen Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
Proses penyusunan skripsi ini dilandasi dengan kesabaran dan doa serta
bantuan dan dukungan dari semua pihak hingga dapat terselesaikan. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini peneliti ingin berterima kasih atas segala bantuan dan
dukungan kepada
1. Kedua orang tua peneliti, bapak Sadirman dan ibu Halima, saudari peneliti Putri
Indra Lestari, dan nenek peneliti Hj. Mannenning
2. Ibu Dr. Hj. Andi Kusumawati, S.E., M.Si., Ak., CA selaku pembimbing satu dan
bapak Drs. M. Christian Mangiwa, Ak., M.Si., CA selaku pembimbing dua atas
waktu yang telah diluangkan untuk memberi bimbingan hingga skripsi ini dapat
terselesaikan
3. Bapak Drs. M. Natsir Kadir, M.Si., Ak., CA selaku penasehat akademik peneliti
selama menempuh pendidikan di Universitas Hasanuddin
4. Bapak Drs. Haerial, Ak., M.Si., CA, dan Ibu Dr. Hj. Nirwana, S.E., M.Si., Ak.,
CA selaku penguji peneliti yang telah memberikan saran dalam penyempurnaan
skripsi hingga dapat seperti saat ini
vi
5. Ibu Prof. Dr. Hj. Mediaty, S.E., M.Si., Ak., CA selaku Ketua Departemen
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin beserta
jajarannya
6. Keluarga pak Jaelani Sulthan atas segala fasilitas dan kemudahan yang telah
diberikan selama peneliti menempuh pendidikan
7. Kakak-kakak seiman peneliti, akh Arfan, akh Supriadi, akh Akram, akh Husein,
akh Fairusi, akh Yunus, akh Chaidir dan akh Jaddid. Terima kasih telah
mengenalkan tarbiyah dan ukhuwah kepada peneliti.
8. Teman–teman ikhwa seperjuangan peneliti, Ariful Naim, Bima Sakti, Imam
Maulana, dan Muh. Isya, terima kasih atas dukungannya
9. Teman–teman ikhwa pengurus Keluarga Mahasiswa Masjid Darul ‘Ilmi FEB
UH, terkhusus angkatan 2015, Andry dkk serta angkatan 2016, Hasbi dkk
10. Teman–teman seangkatan ALL14NCE, terima kasih atas pengalaman
bersama kalian
11. Semua pihak yang telah membantu peneliti secara langsung maupun tidak
langsung selama menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin
Semoga hubungan yang telah terjalin antara peneliti dan semua pihak yang
terlibat dapat terus terjaga dan kiranya skripsi ini dapat memberi manfaat
sebagaimana mestinya.
Makassar, 24 April 2018
Reynaldi Saputra
vii
ABSTRAK
Pengaruh Mekanisme Pengawasan Stakeholder terhadap Praktik Penghindaran Pajak
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
The Influence of Stakeholder’s Oversight Mechanism on Tax Avoidance Practice
(A Case Study of Listed Manufacturing Companies in IDX)
Reynaldi Saputra Andi Kusumawati
M. Christian Mangiwa
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh mekanisme pengawasan stakeholder yang terdiri dari: independensi dewan komisaris, kompetensi dewan komisaris, frekuensi rapat dewan komisaris, regulasi pemerintah, dan audit tenure terhadap praktik penghindaran pajak yang diukur dengan cash effective tax rate (CETR). Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2014-2016. Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Tercatat 43 perusahaan yang memenuhi kriteria. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda. Temuan penelitian menunjukkan bahwa independensi dewan komisaris, kompetensi dewan komisaris, frekuensi rapat dewan komisaris, regulasi pemerintah dan audit tenure berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak.
Kata Kunci: Pengawasan stakeholder, independensi dewan komisaris,
kompetensi dewan komisaris, frekuensi rapat dewan komisaris, regulasi pemerintah, dan audit tenure
This study aims to examine the influence of stakeholder’s oversight mechanism consisting of: board of commissioner independence, board of commissioner competency, board of commissioner meeting frequency, government regulation, and audit tenure, concentration on tax avoidance practice which measured by cash effective tax rate (CETR). The population of this research are listed manufactured companies in Indonesian Stock Exchange (IDX) in the year 2014-2016. This research sample is selected by using purposive sampling method. There are 43 companies fulfilling the criterions. This research used multiple linear regression analysis. The research finding show that board of commissioner independence, board of commissioner competency, board of commissioner meeting frequency, government regulation, and audit tenure have an effect to tax avoidance practice.
Keywords: stakeholder oversight, board of commissioner independence,
board of commissioner competency, board of commissioner,
government regulation, and audit tenure
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................... v PRAKATA .................................................................................................. vi ABSTRAK ................................................................................................ viii DAFTAR ISI .......................................................................................... ix DAFTAR TABEL .................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 9 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 9 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................ 10
1.4.1 Kegunaan Teoretis ...................................................... 10 1.4.2 Kegunaan Praktis ........................................................ 10
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 11 1.6 Sistematika Penulisan .......................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 12
2.1 Tinjauan Teori dan Konsep ................................................... 12 2.1.1 Teori Stakeholder ....................................................... 12 2.1.2 Manajemen Pajak ........................................................ 13 2.1.3 Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) ......................... 14 2.1.4 Dewan Komisaris ........................................................ 20 2.1.5 Pemerintah .................................................................. 23 2.1.6 Auditor Eksternal ......................................................... 25
2.2 Penelitian Terdahulu ............................................................. 26 2.3 Kerangka Pemikiran ............................................................. 28 2.4 Pengembangan Hipotesis ..................................................... 29
2.4.1 Pengaruh Independensi Dewan Komisaris terhadap Praktik Penghindaran Pajak ........................................ 29
2.4.2 Pengaruh Kompetensi Dewan Komisaris terhadap Praktik Penghindaran Pajak ....................................... 30
2.4.3 Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Komisaris terhadap Praktik Penghindaran Pajak.......................... 31
2.4.4 Pengaruh Regulasi Pemerintah terhadap Praktik Penghindaran Pajak ................................................... 31
2.4.5 Pengaruh Audit Tenure terhadap Praktik Penghindaran Pajak .................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 32 3.1 Rancangan Penelitian........................................................... 33 3.2 Populasi dan Sampel ............................................................ 32
3.2.1 Populasi ...................................................................... 32 3.2.1 Sampel ........................................................................ 32
ix
3.3 Jenis dan Sumber Data ........................................................ 34 3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................... 34 3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .......... 35
3.5.1 Variabel Penelitian....................................................... 35 3.5.2 Definisi Operasional Variabel....................................... 36
3.6 Teknik Analisis Data ............................................................. 39 3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif ........................................... 39 3.6.2 Uji Asumsi Klasik ......................................................... 39 3.6.3 Analisis Regresi Berganda .......................................... 41 3.6.4 Pengujian Hipotesis ..................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................. 43
4.1 Gambaran Umum Perusahaan ............................................. 43 4.1.1 Bursa Efek Indonesia .................................................. 43 4.1.2 Perusahaan Manufaktur .............................................. 44
4.2 Sampel Penelitian ................................................................. 46 4.3 Analisis Statistik Deskriptif .................................................... 46 4.4 Hasil Uji Asumsi Klasik ......................................................... 49
4.4.1 Uji Normalitas Data...................................................... 49 4.4.2 Uji Multikolinearitas...................................................... 50 4.4.3 Uji Heterokedastisitas .................................................. 51 4.4.4 Uji Auto Korelasi .......................................................... 52
4.5 Analisis Regresi Linear Berganda ......................................... 53 4.6 Pengujian Hipotesis .............................................................. 54
4.6.1 Uji Koefisien Determinasi............................................. 54 4.6.2 Uji Simultan (Uji F)....................................................... 55 4.6.3 Uji Parsial (Uji t) ........................................................... 56
4.7 Pembahasan ....................................................................... 58 4.7.1 Pengaruh Independensi Dewan Komisaris terhadap
Praktik Penghindaran Pajak ........................................ 58 4.7.2 Pengaruh Kompetensi Dewan Komisaris terhadap
Praktik Penghindaran Pajak ........................................ 59 4.7.3 Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Komisaris terhadap
Praktik Penghindaran Pajak ........................................ 60 4.7.4 Pengaruh Regulasi Pemerintah terhadap Praktik
Penghindaran Pajak .................................................... 61 4.7.5 Pengaruh Audit Tenure terhadap Praktik Penghindaran
Pajak ........................................................................... 62
BAB V PENUTUP ................................................................................. 64 5.1 Kesimpulan ........................................................................ 64 5.2 Keterbatasan Penelitian ..................................................... 66 5.3 Saran ................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 67
LAMPIRAN .................................................................................................... 71
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Pengukuran Penghindaran Pajak ......................................................... 19
4.1 Pemilihan Sampel................................................................................ 46
4.2 Statistik Deskriptif ................................................................................ 47
4.3 Hasil Uji Multikolinearitas ..................................................................... 50
4.4 Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi ............................................ 52
4.5 Hasil Uji Durbin Watson ....................................................................... 52
4.6 Hasil Analisis Regresi Berganda .......................................................... 53
4.7 Hasil Uji Koefisien Determinasi ............................................................ 55
4.8 Hasil Uji Simultan (F) ........................................................................... 55
4.9 Hasil Uji t ............................................................................................. 56
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Two Tiers System di Indonesia ............................................................ 20
2.2 Kerangka Pemikiran Teoretis ............................................................... 28
4.1 Struktur Organisasi BEI ........................................................................ 45
4.2 Grafik P-Plot ......................................................................................... 49
4.3 Grafik Histogram .................................................................................. 49
4.4 Scatterplot ............................................................................................ 51
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Profil Peneliti ......................................................................................... 72
2 Daftar Perusahaan ................................................................................ 73
3 Rekapitulasi Nilai ETR .......................................................................... 75
4 Nilai Variabel Independen ..................................................................... 79
5 Hasil Pengujian SPSS 21 ...................................................................... 82
6 Tabel Uji Durbin Watson ....................................................................... 85
7 Tabel Uji Determinasi Nilai F ................................................................ 86
8 Tabel Uji Determinasi Nilai t .................................................................. 87
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah negara dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyatnya
senantiasa membutuhkan dana yang tidak sedikit, baik untuk memenuhi keperluan
pembangunan infrastruktur maupun peningkatan kualitas pelayanan publik yang
telah ada. Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang dalam
memperoleh penerimaan untuk operasionalnya tiap tahun berasal dari dua sumber,
merujuk APBN yakni sumber penerimaan dari dalam negeri dan sumber
penerimaan dari luar negeri.
Menurut Judisseno (2005:06), penerimaan dari dalam negeri dianggap
lebih potensial bagi negara khususnya sektor perpajakan, hal ini disebabkan
karena besarnya pajak seiring dengan laju pertumbuhan penduduk,
perekonomian, dan stabilitas politik. Berbeda dengan penerimaan yang berasal
dari luar negeri, sektor migas misalnya yang jika dieksploitasi secara terus-
menerus akan berkurang dan habis pada akhirnya karena mengikuti hukum alam.
Data APBN yang menunjukkan penerimaan dari dalam negeri untuk sektor pajak
tahun 2016 yang mencapai Rp1,498 triliun atau 85,6% dari total pendapat negara
secara keseluruhan membuktikan hal tersebut.
Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum negara dengan didasarkan pada peraturan
perundang-undangan dimana pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan tidak
mendapatkan manfaat yang dapat dirasakan secara langsung. Pengertian ini
sesuai dengan definisi pajak yang dijelaskan dalam Undang-Undang No.28 Tahun
2
2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagai berikut.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak memiliki 2 (dua) fungsi utama, yaitu fungsi penerimaan (budgetair)
dan fungsi mengatur (regulerend). Budgetair berarti pajak sebagai sumber dana
bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Sedangkan
fungsi regulerend berarti pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, misalnya
pengenaan pajak yang tinggi terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi
gaya hidup konsumtif (Mardiasmo, 2009:1-2).
Pentingnya pajak sebagai fungsi budgetair mendorong pemerintah dalam
upaya optimalisasi penerimaan dengan menerbitkan berbagai regulasi maupun
kebijakan. Kendati demikian, upaya tersebut seringkali mendapat respon yang
kurang positif dari wajib pajak terutama wajib pajak badan dimana pajak dianggap
sebagai beban yang mengurangi saldo laba perusahaan sehingga dapat
mempengaruhi kinerja perusahan dihadapan para investor. Implikasinya, manager
akan melakukan berbagai upaya untuk menghemat maupun menekan beban
pajak hingga nilai serendah mungkin.
Penelitian Setyowati (2002) membuktikan bahwa penerapan peraturan
perpajakan tahun 1994 sebagai upaya pemerintah dalam memaksimalkan potensi
penerimaan pajak telah memotivasi perusahaan atau para manajer dalam
melakukan tindakan manajemen laba dengan mempercepat pengakuan biaya dan
menunda pendapatan sehingga memperoleh laba minimal yang selanjutnya
berimplikasi terhadap beban pajak yang rendah, hal ini ditunjukkan dari data
3
laporan keuangan 179 perusahaan sampel yang mengalami penurunan laba
secara signifikan dalam periode pelaporan di tahun setelah penerapan peraturan
perpajakan yang baru.
Ariyani (2014) memahami usaha-usaha yang dilakukan perusahaan yang
bertujuan untuk mengurangi beban pajak ini sebagai tindakan agresivitas pajak
(tax aggressiveness). Berbagai istilah yang berkaitan dengan tindakan agresivitas
pajak yang juga saling berkaitan satu sama lain yakni penghindaran pajak (tax
avoidance), manajemen pajak (tax management), dan penggelapan pajak (tax
evasion). Pohan (2011:14) menjelaskan bahwa penghindaran pajak (Tax
Avoidance) adalah upaya penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dengan
menggunakan metode dan teknik yang cenderung memanfaatkan kelemahan-
kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan
perpajakan sehingga dapat memperkecil jumlah pajak yang terutang.
Terdapat perbedaan mendasar antara penghindaran pajak (tax avoidance)
dan penggelapan pajak (tax evasion), dimana penghindaran pajak dipahami
sebagai skema penghindaran yang dilakukan dengan memanfaatkan celah
(loopholls) yang terdapat dalam aturan perpajakan sehingga masih dianggap
sebagai tindakan yang legal, sedang penggelapan pajak dilakukan dengan
menyembunyikan data-data faktual terkait beban pajak tanggungan perusahaan
sehingga dianggap sebagai tindakan ilegal karena dengan sengaja melanggar
aturan perpajakan yang berlaku (Wijaya, 2014).
Kasus penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan terutama
perusahaan multinasional menjadi masalah diberbagai negara. Contoh kasus
Google yang merupakan perusahaan search engine terbesar di dunia hingga awal
tahun 2017 masih bergelut dengan fiskus terkait skema penghindaran pajak yang
4
dilakukan atas pendapatan iklan dan layanan online yang dimiliki. Merugikan
negara dengan nilai yang ditaksir mencapai Rp5,5 triliun untuk tahun 2015
(kompas.com). Kasus terbaru terkait dugaan penghindaran pajak dengan skema
transfer aset senilai Rp18,9 triliun ke rekening Bank Singapura milik salah seorang
warga negara Indonesia juga menjadi perhatian di kuartal terakhir tahun 2017.
Kasus ini melibatkan perusahaan jasa keuangan multinasional, Standard
Chartered PLC yang berpusat di London, Britania Raya (m.kontan.co.id).
Praktik penghindaran pajak merupakan masalah krusial berkelanjutan bagi
negara yang disamping mengerus basis penerimaan pajak juga berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak lain. Penghindaran pajak umumnya dilakukan
melalui skema-skema transaksi yang kompleks dan sistematis yang hanya dapat
dilakukan oleh korporasi besar. Hal ini menimbulkan persepsi ketidakadilan
dimana korporasi besar dianggap membayar pajak yang lebih sedikit dan
menimbulkan keengganan wajib pajak lain untuk membayar pajak (Wijaya, 2014).
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengontrol dan menekan praktik
penghindaran pajak adalah melalui peran stakeholder dalam melakukan
pengawasan terhadap tata kelola perusahaan.
Dalam teori stakeholder, Freeman dan Reed (1983) menjelaskan bahwa
para stakeholder memiliki kekuatan untuk mempengaruhi maupun membatasi
perusahaan dalam pemakaian sumber-sumber ekonomi. Kekuatan tersebut dapat
berupa kontrol terhadap perusahaan, maupun pembatasan penggunaan sumber
ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja). Hal ini disebabkan karena
perusahaan dalam menjalakan operasional tidak terlepas dari dukungan para
stakeholder.
5
Stakeholder merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan, baik secara eksternal maupun internal termasuk pemegang saham
(shareholders), calon investor dan kreditur, dan pemerintah. Dalam penelitian ini
stakeholder yang dimaksud merujuk kepada pemerintah yang dianggap
berkepentingan langsung terhadap beban pajak perusahaan. Indonesia menganut
bentuk mekanisme pengawasan terpisah atau two tier system untuk
memungkinkan terciptanya pengawasan yang efektif terhadap penyelenggaraan
organisasi yang menjadi tanggung jawab dan wewenang pihak dewan direksi.
Mekanisme pengawasan terpisah merupakan suatu sistem pengawasan
jalannya organisasi dimana terdapat dua badan yang menjalankan fungsi dan
tugas masing-masing dalam usaha pencapaian visi perusahaan. Dalam sistem ini,
keterampilan dan kecakapan pihak dewan komisaris memiliki pengaruh yang
besar terhadap keberhasilan pengawasan, termasuk independensi, kompetensi,
dan frekuensi rapat yang dilaksanakan.
Penelitian terkait pengaruh pengawasan dewan komisaris terhadap praktik
penghindaran pajak telah beberapa kali dilakukan sebelumnya dalam berbagai
proksi. Sandy dan Lukviarman (2015) menemukan pengaruh negatif dalam
pengujian proporsi komisaris independen terhadap penghindaran pajak. Penelitian
yang dilakukan Richardson et al. (2013) menunjukkan bahwa komposisi board of
director berpengaruh terhadap tindakan agresivitas pajak. Hasil penelitian yang
berbeda disimpulkan oleh Prayogo dan Darsono (2015) yang menemukan bahwa
komisaris independen tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
Selain independensi dewan komisaris yang diukur melalui proporsi
keberadaan dewan komisaris independen terhadap komposisi dewan komisaris,
kompetensi yang dimiliki serta frekuensi rapat yang diselenggarakan oleh dewan
6
komisaris juga berpengaruh terhadap pengawasan yang dilakukan. Armstrong et
al. (2015) meneliti pengaruh kompetensi dewan komisaris melalui latar belakang
keahlian akuntansi yang dimiliki menemukan pengaruh negatif terhadap
penghindaran pajak. Sedangkan Anderson et al. (2003) menyatakan bahwa
dewan yang aktif yang diukur melalui frekuensi rapat dewan dan kompetensi
dewan dapat mempengaruhi efektivitas peran pengawasan dewan komisaris.
Meski demikian, hasil yang berbeda ditemukan dalam penelitian yang
dilakukan Ariyani (2014) yang menyimpulkan bahwa frekuensi rapat dewan
komisaris tidak memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak. Dalam penelitian
tersebut penghindaran pajak diukur menggunakan proksi cash effective tax rate.
Pengawasan terhadap dewan direksi selain dari stakeholder internal juga
dilakukan melalui stakeholder eksternal yakni pemerintah dan pihak auditor
independen. Pemerintah melalui wewenangnya dalam menerbitkan regulasi
dianggap dapat menekan praktik penghindaran pajak yang dilakukan dewan
direksi. Penelitian Nugroho (2011) menemukan pengaruh negatif signifikan
reformasi perpajakan terhadap penghindaran pajak. Penelitian tersebut tidak
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Surbakti (2012) yang
menyatakan bahwa reformasi perpajakan justru berpengaruh positif terhadap
penghindaran pajak,
Auditor eksternal merupakan salah satu pihak yang memiliki peran utama
dalam mengungkapkan kecurangan perusahaan terutama dalam hal
penghindaran pajak. Kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor dapat dipengaruhi
oleh lamanya masa perikatan auditor dengan klien (audit tenure). Penelitian
Ariyani (2014) menyimpulkan bahwa audit tenure berpengaruh positif terhadap
penghindaran pajak dimana lamanya masa perikatan auditor dan klien akan
7
meningkatkan agresifitas penghindaran pajak yang ditandai oleh menurunnya
tingkat effective tax rate (ETR) perusahaan. Hal berbeda ditemukan dalam
penelitian Fitriany (2011) yang menjelaskan bahwa rotasi KAP (Kantor Akuntan
Publik) tidak berpengaruh terhadap kualitas audit pada periode setelah
diberlakukannya peraturan yang mewajibkan rotasi KAP.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa
Akuntan Publik mensyaratkan pembatasan penggunaan jasa audit dari akuntan
publik yakni maksimal 3 (tiga) tahun buku berturut-turut dan setelahnya diwajibkan
melakukan cooling-off selama 1 (satu) tahun. Sedangkan pembatasan
penggunaan jasa KAP (Kantor Akuntan Publik) adalah 6 (enam) tahun buku
berturut-turut. Dengan adanya pembatasan penggunaan terhadap jasa akuntan
publik diharapkan mampu untuk menekan penurunan kualitas audit terhadap
perusahaan yang dapat mempengaruhi keputusan dewan direksi dalam
melakukan penghindaran pajak.
Selain aturan terkait audit tenure, di tahun 2015 Direktorat Jenderal Pajak
mulai melatih pegawainya dan memberikan serangkaian pendidikan terkait
penghindaran pajak melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor
169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan
Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan sehingga
diharapkan dapat menekan pengerukan basis pajak oleh perusahaan
multinasional yang terindikasi melakukan penghindaran pajak.
Penelitian Nugroho (2011) terkait regulasi pemerintah menemukan bahwa
reformasi perpajakan yang merupakan bagian dari regulasi pemerintah
berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif. Mulyani et al. (2013) menemukan
8
hasil yang berbeda terkait reformasi perpajakan dimana reformasi perpajakan
tidak berpengaruh signifikan dan positif secara simultan terhadap penghindaran
pajak.
Hanlon dan Heitzman (2010) menyatakan pengukuran adanya
penghindaran pajak dapat menggunakan banyak proksi yang bervariasi. Dalam
penelitian ini menggunakan ETR (effective tax rate) untuk mengukur seberapa
besar kemungkinan perusahaan melakukan penghindaran pajak dimana
pengukuran ETR yang dimaksud yaitu ETR dengan rumus cash taxes expense
paid dibagi pretax income atau disebut juga cash effective tax rate (CETR)
sebagaimana yang digunakan dalam penelitian Ariyani (2014).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian
ini merupakan pengembangan dari penelitian Ariyani (2014) yang memproyeksikan
pengawasan stakeholder terhadap penghindaran pajak dengan berfokus terhadap
pengawasan yang dilakukan oleh komite audit, yakni independensi komite audit,
kompetensi komite audit, frekuensi rapat komite audit dan audit tenure dengan
periode tahun pengamatan 2010-2013. Penelitian ini berfokus terhadap peran dan
fungsi dewan komisaris dalam melakukan pengawasan organisasi yang dijalankan
oleh dewan direksi. Disamping itu, variabel regulasi pemerintah dalam hal aturan
perpajakan yang membahas secara langsung terkait penghindaran pajak juga
diajukan dalam penelitian ini dengan kembali mengikutsertakan variabel audit
tenure sebagai variabel independen yang dianggap memiliki pengaruh terhadap
penghindaran pajak
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan dan
laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI (Bursa Efek
Indonesia) dengan periode pengamatan mulai tahun 2014 hingga 2016.
9
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
penelitian ini diberi judul, “Pengaruh Mekanisme Pengawasan Stakeholder
terhadap Praktik Penghindaran Pajak (Studi pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di BEI)”.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh mekanisme pengawasan yang
dilakukan stakeholder dengan menggunakan proksi independensi dewan
komisaris, kompetensi dewan komisaris, frekuensi rapat dewan komisaris,
regulasi pemerintah, dan audit tenure terhadap praktik penghindaran pajak
sehingga dirumuskan pertanyaan sebagai berikut.
1) Apakah independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap praktik
penghindaran pajak?
2) Apakah kompetensi dewan komisaris berpengaruh terhadap praktik
penghindaran pajak?
3) Apakah frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh terhadap praktik
penghindaran pajak?
4) Apakah regulasi pemerintah berpengaruh terhadap praktik
penghindaran pajak?
5) Apakah audit tenure berpengaruh terhadap praktik penghindaran
pajak?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini ingin menguji apakah pengawasan stakeholder berpengaruh
terhadap penghindaran pajak perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
10
1) Mengetahui pengaruh independensi dewan komisaris terhadap praktik
penghindaran pajak.
2) Mengetahui pengaruh kompetensi dewan komisaris terhadap praktik
penghindaran pajak.
3) Mengetahui pengaruh frekuensi rapat dewan komisaris terhadap
praktik penghindaran pajak.
4) Mengetahui pengaruh regulasi pemerintah terhadap praktik
penghindaran pajak.
5) Mengetahui pengaruh audit tenure terhadap praktik penghindaran
pajak.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan maupun referensi
bagi peneliti yang akan melakukan penelitian di bidang yang sama yakni
perpajakan. Selain itu dengan adanya penelitian ini dapat memperluas dan
menambah wawasan khususnya terkait praktik penghindaran pajak yang
dilakukan oleh perusahaan sektor manufaktur di Indonesia.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Memberikan informasi bagi para pemangku kepentingan bahwa
pengawasan yang efektif dapat mengurangi tindakan penghindaran pajak serta
sebagai referensi dalam usaha mengurangi praktik penghindaran pajak.
11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel pengawasan stakeholder sebagai
variabel independen terhadap praktik penghindaran pajak. Penentuan variabel
didasarkan pada penelitian sebelumnya dengan data berupa laporan keuangan
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode tahun 2014-2016.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
BAB I Pendahuluan
Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian
BAB II Landasan Teori
Landasan teori terdiri atas kajian teori yang relevan dengan penelitian,
tujuan empirik, kerangka pikir dan hipotesis
BAB III Metode Penelitian
Metode penelitian terdiri dari rancangan penelitian, populasi dan
sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, definisi
operasional variabel penelitian dan metode analisis
BAB IV Hasil Penelitian
Hasil penelitian dan pembahasan berisikan penjelasan tentang model
analisis yang digunakan untuk menganalisis data yang telah
dikumpulkan
BAB V Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian, saran untuk pihak-pihak
terkait, dan keterbatasan penelitian
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Stakeholder
Studi yang membahas terkait konsep stakeholder pertama kali
dikemukakan oleh Freeman dan Reed (1983) dalam jurnal penelitian yang berjudul
Stockholders and Stakeholders: A New Perspective on Corporate Governance.
Dalam jurnal tersebut Freeman dan Reed (1983:89) menyatakan bahwa “...there
are other groups to whom the corporation is responsible in addition to
stakeholders: those groups who have a stake in the actions of the corporation.”
Lebih lanjut dijelaskan bahwa kata stakeholders yang dimaksud, berdasarkan
memo internal the standford research institute tahun 1963 merujuk kepada para
pemegang saham, karyawan, costumers, supplier, kreditor, dan masyarakat
dengan tetap membawa keyakinan bahwa tanpa dukungan dari kelompok tersebut
organisasi akan lenyap.
Pada dasarnya perusahaan adalah entitas yang bergantung akan peran
para stakeholder dalam memberi dukungan dimana stakeholder memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang
digunakan perusahaan. Menurut Ghozali dan Chariri dalam Ariyani (2014)
kekuatan yang dimiliki oleh stakeholder tersebut dapat berupa kemampuan untuk
membatasi akses perusahaan dalam mendapatkan sumber ekonomi, penggunaan
modal, dan tenaga kerja. Semakin kuat posisi stakeholder semakin besar pula
kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan para
stakeholder-nya (Sembiring, 2005)
13
2.1.2 Manajemen Pajak
Perusahaan tidak dapat mengelak sepenuhnya dari kewajiban pajak yang
diatur langsung oleh Undang-Undang sehingga upaya yang dapat dilakukan salah
satunya adalah dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan beban pajak itu
sendiri melalui manajemen pajak. Djaiz (1971) dalam Pohan (2011:7)
menyebutkan bahwa manajemen pajak adalah melakukan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan mengenai
perpajakan yang tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dalam artian
peningkatan laba atau penghasilan.
Menurut Pohan (2011:11) manajemen pajak secara umum memiliki
beberapa tujuan pokok sebagai berikut.
1) Meminimalisir beban pajak yang terutang
Tindakan yang harus diambil dalam rangka perencanaan pajak tersebut
berupa usaha-usaha mengefisiensikan beban pajak yang masih dalam
ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2) Memaksimumkan laba setelah pajak.
3) Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika terjadi
pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus.
4) Memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efisien, dan efektif
sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, antara lain sebagai
berikut.
a) Mematuhi segala ketentuan administratif, sehingga terhindar dari
pengenaan sanksi-sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi
pidana, seperti bunga, kenaikan, denda, dan hukum kurungan atau
penjara.
14
b) Melaksanakan secara teratur segala ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang terkait dengan pelaksanaan
pemasaran, pembelian, dan fungsi keuangan, seperti pemotongan
dan pemungutan pajak.
2.1.3 Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Usaha penghematan pajak yang dilakukan tanpa melanggar aturan dikenal
sebagai tindakan penghindaran pajak (tax avoidance). Brown (2000)
mendefinisikan penghindaran pajak sebagai “arrangement of a transaction in order
to obtain a tax advantage, benefit, or reduction in a manner unintended by the tax
law”. Sedangkan mardiasmo (2009: 23) mengartikan penghindaran pajak sebagai
“upaya untuk meringankan beban pajak namun tidak melanggar Undang-Undang
yang ada”.
Penghindaran pajak oleh perusahaan dilakukan dalam berbagai skema
mulai dari yang sederhana hingga yang rumit. Skema yang sederhana seperti
berusaha mengurangi jumlah pajak terutang yang cukup besar dengan
membebankan biaya-biaya yang dapat dikurangkan seperti biaya perbaikan
kantor, biaya pemasaran, dan biaya pendidikan pegawai. Hal ini dilakukan
perusahaan karena dianggap mengeluarkan biaya untuk hal-hal tersebut memberi
keuntungan bagi kepentingan perusahaan dibanding jika hanya digunakan untuk
membayar pajak.
Adapun skema penghindaran pajak yang rumit salah satunya dilakukan
dengan memanfaatkan kelemahan perbedaan aturan pajak yang berlaku di tiap
negara dalam skala internasional seperti skema double irish with a dutch sandwich
dimana dalam praktiknya penghasilan yang diperoleh dari usaha yang diperoleh
dari negara lain tidak disalurkan ke negara asal melainkan ke negara lain yang
15
menerapkan biaya pajak yang rendah atau dikenal dengan istilah negara tax
heaven dimana perusahaan anak telah dibentuk sebelumnya. Skema lain dapat
berupa transfer pricing yakni dengan memanfaatkan hubungan istimewa yang
dimiliki antar perusahaan lintas batas negara.
Sebagai upaya pemerintah dalam mengatasi praktik penghindaran pajak
dibentuk sebuah anti avoidance rules, yakni aturan yang dibuat untuk
mengantisipasi skema-skema penghindaran pajak yang tercipta. Nugroho (2009)
menjelaskan anti avoidance rules yang terdapat dalam Undang-Undang No.36
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No.7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan serta skema penghindaran pajak yang umum
digunakan oleh wajib pajak badan sebagai berikut.
1) Thin Capitalization
Peraturan mengenai penentuan rasio modal dan hutang (debt to
equity ratio) untuk kepentingan perpajakan, terutama untuk
pembiayaan pendirian perusahaan yang dilakukan terhadap anak
perusahaan multinasional oleh perusahaan induk, grup korporasi lain,
ataupun pihak ketiga yang selanjutnya dapat mempengaruhi jumlah
penghasilan kena pajak yang akan didistribusikan antara dua jurisdiksi
melalui jumlah penyertaan (saham atau hutang) pada anak
perusahaan tersebut (Nugroho, 2009).
Aturan terkait thin capitalization tertuang dalam pasal 18 ayat (1)
Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang
menyatakan bahwa “menteri keuangan berwenang mengeluarkan
keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal
perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak..”
16
2) CFC (Controlled Foreign Corporation)
Nugroho (2009) menjelaskan CFC sebagai peraturan yang
dimaksudkan untuk memberikan wewenang kepada negara untuk
memungut pajak atas penghasilan yang diterima wajib pajaknya
melalui badan asing yang dikontrol oleh wajib pajak tersebut.
Pelaksanaan kontrol yang dilakukan oleh wajib pajak memungkinkan
mereka untuk menunda pendistribusian penghasilan oleh badan asing
sehingga dapat menunda pembayaran pajak hingga waktu yang tidak
ditentukan.
Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan mengatur terkait masalah CFC dengan menetapkan
aturan bahwa “menteri keuangan berwenang menetapkan saat
diperolehnya dividen oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan
modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang
menjual sahamnya di bursa efek....”
3) Interest Stripping
Interest stripping merupakan skema penghindaran pajak yang
bertujuan untuk mengalihkan penghasilan bunga milik kreditur ke
jurisdiksi yang memiliki tarif pajak lebih rendah sekaligus
membebankan biaya bunga pada anak perusahaan yang berada di
jurisdiksi dengan tarif pajak yang lebih tinggi sehingga dapat
diperkurangkan dari penghasilannya.
Interest stripping hampir sama dengan pengaturan thin
capitalization rule yang sama-sama memanfaatkan perbedaan
perlakuan pajak atas dividen dan bunga antar lintas batas namun lebih
17
menekankan pada penyertaan modal secara terselubung oleh pihak
yang memiliki hubungan istimewa.
Dalam pasal 18 ayat (3) Undang-Undang No.36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No.7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan diatur bahwa dirjen pajak berhak
mengklasifikasikan bunga yang melebihi batas kewajaran sebagai
dividen (kena pajak) serta melarang pengurangan biaya bunga pada
anak perusahaan.
4) Conduit Company
Conduit Company didefiniskan oleh IBFD (International Bureau of
Fiscal Documentation, 2002) sebagai berikut.
...a company which obtains the benefits of a tax treaty in respect of income arising in a foreign country, the economic benefit of which income accrues to persons in another country who would not have been entitled to such treaty benefit had they received the income directly.
Skema penghindaran pajak melalui pembentukan conduit company
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan melalui P3B (persetujuan
penghindaran pajak berganda) atau tax treaties. Perusahaan yang
memiliki penyertaan saham pada perusahaan di negara lain dapat
memperoleh pengurangan tarif pajak pemotongan (withholding tax
rate) atas penghasilan berupa deviden, bunga, dan royalti. Peraturan
terkait conduit company baru pertama kali dilakukan pada amandemen
ke-IV Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan pasal 18 ayat (3b) sebagai berikut.
Wajib pajak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang wajib pajak yang
18
bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.
Berdasarkan aturan tersebut, direktorat jenderal pajak dapat
menetapkan wajib pajak yang melakukan pembelian dalam skema
tersebut sebagai pembeli sebenarnya sehingga hak atas tarif
preferensial yang terdapat dalam tax treaties Indonesia tidak dapat
dimanfaatkan.
Undang-undang terkait penghindaran pajak yang tertuang dalam Undang-
Undang No.36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang
No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan telah mengantisipasi beberapa
skema penghindaran pajak yang umum dilakukan, meski demikian aturan tersebut
belum sepenuhnya efektif dalam mengatasi penghindaran pajak mengingat upaya
perusahaan yang terus mengembangkan skema penghindaran pajak menjadi
lebih rumit.
Wijaya (2014) menjelaskan bahwa penghindaran pajak berkaitan erat
dengan perencanaan pajak (tax planning), batas antara keduanya seringkali tidak
jelas ditambah keduanya sama-sama menggunakan cara yang legal untuk
mengurangi beban pajak. Perencanaan pajak tidak diragukan keabsahannya,
kendati demikian penghindaran pajak secara umum tetap dianggap sebagai
tindakan yang tidak dapat diterima (Wijaya, 2014).
Setidaknya terdapat dua belas cara yang dapat digunakan dalam
mengukur penghindaran pajak (Hanlon dan Heitzman, 2010) yang dirangkum
dalam tabel 2.1. Pengukuran dengan rumus ETR (effective tax ratio) adalah yang
paling umum digunakan karena ETR dapat mengestimasi efektifitas perencanaan
pajak perusahaan yang dilakukan melalui upaya pengurangan penghasilan kena
pajak dengan tetap menjaga laba akuntansi keuangan.
19
Tabel 2.1 Pengukuran Penghindaran Pajak
No. Metode
Pengukuran Cara Perhitungan Keterangan
1 GAAP ETR Worldwide total income tax expense
Worldwide total pre–tax accounting income Total tax expense
per dollar of pre-tax
2 Current ETR
Worldwide current income tax expense
Worldwide total pre–tax accounting income
Current tax expense per dollar
of pre-tax book income
3 Cash ETR
Worldwide cash taxes paid
Worldwide total pre-tax accounting income
Cash taxes paid per dollar of pre-tax
book income
4 Long-run cas
ETR
Worldwide cash taxes paid
Worldwide total pre-tax accounting income
Sum of cash taxes paid over in years
devided by the sum of pre-tax earnings
over in years
5 ETR
Differential
Statutory ETR-GAAP ETR
The difference of between the
statutory ETR and firm’s GAAP ETR
6 DTAX
Error term from the following regression: ETR differential x Pre-tax book income =
a + b x control + e
The unexplained portion of the ETR
differential
7 Total BTD
Pre-tax book income – ((U.S. CTE + Fgn
CTE)/U.S. STR – (NOLt – NOLt-1))
The total difference between book and
taxable income
8 Temporary
BTD
Deferred tax expenses/U.S.STR
The total difference between book and
taxable income
9
Abnormal total BTD
Residual From BTD/TAit = βTAit + βmi + eit
A measure of unexplained total
book-tax differences
10
Unrecognized tax beneFits
Disclosed amount post-FIN48
Tax lliability accrued for taxes not yet paid in on
uncertain positions
11
Tax shelter
activity
Indicator variable for firms accused of
engaging in a tax shelter
Firms identified via firm disclosures, the press, or IRS confidential data
12 Marginal tax
rate Simulated marginal tax rate
Present value of taxes on an
additional dollar of income
Sumber: Hanlon dan Heitzman (2010)
20
2.1.4 Dewan Komisaris
Perusahaan yang menerapkan struktur corporate governance yang baik
memperoleh kepercayaan yang lebih dari para stakeholdernya. Penerapan
struktur corporate governance di Indonesia sendiri menganut sistem dua tingkat
atau two tiers system seperti yang ditampilkan pada gambar 2.1 dimana dalam
sistem ini perusahaan memiliki dua badan yang terpisah yaitu dewan pengawas
(dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Dewan direksi
bertugas mengelolah dan mewakili perusahaan dibawah pengarahan dan
pengawasan dewan komisaris sedang dewan komisaris bertanggungjawab akan
pengawasan terhadap tugas-tugas manajemen.
Gambar 2.1 Two tiers system di Indonesia
Sumber: FCGI (2000)
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 pasal 1 ayat
(3) tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik
mengartikan dewan komisaris sebagai “organ emiten atau perusahaan publik
yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi”. FCGI (Forum
21
for Corporate Governance in Indonesia, 2000) menjelaskan bahwa dewan
komisaris merupakan inti dari corporate governance sebagai pusat ketahanan dan
kesuksesan perusahaan yang bertugas menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan, mengawasi manajemen, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas untuk mempertahankan serta meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini
sesuai dengan tugas komisaris yang tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 pasal 28 ayat (1) sebagai berikut.
Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan dan bertanggung jawab atas pengawasan terhadap kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Emiten atau Perusahaan Publik maupun usaha Emiten atau Perusahaan Publik, dan memberi nasihat kepada direksi.
Mekanisme pengawasan dewan komisaris terhadap pelaksanaan
operasional emiten oleh dewan direksi diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten
atau Perusahaan Publik dengan ketentuan sebagai berikut.
1) Pasal 20 ayat (1) menyebutkan bahwa “dalam hal dewan komisaris
terdiri dari 2 (dua) orang anggota dewan komisaris, 1 (satu)
diantaranya adalah komisaris independen”. Dilanjutkan dalam pasal 20
ayat (2) bahwa “dalam hal dewan komisaris terdiri lebih dari 2 (dua)
orang anggota dewan komisaris, jumlah komisaris independen wajib
paling kurang 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh anggota
dewan komisaris.
Jumlah anggota dewan komisaris yang menjabat harus diikuti oleh
penyertaan pengawasan oleh anggota dewan komisaris independen
untuk memastikan terciptanya pengawasan yang efektif bagi seluruh
kepentingan stakeholder yang terkait.
2) Pasal 4 ayat (1) butir e menyebutkan bahwa dewan komisaris yang
22
diangkat dan selama menjabat harus memenuhi persyaratan “memiliki
pengetahuan dan/atau keahlian di bidang yang dibutuhkan emiten atau
perusahaan publik.
3) Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa “dewan komisaris wajib
mengadakan rapat paling kurang 1 (satu) kali dan 2 (dua) bulan”.
Dilanjutkan dalam pasal 31 ayat 3 bahwa “dewan komisaris wajib
mengadakan rapat bersama direksi secara berkala paling kurang 1
(satu) kali dalam 4 (empat) bulan”.
Penelitian yang dilakukan oleh Brick dan Chidambaran (2007) menemukan
bahwa aktivitas pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris akan
meningkatkan nilai perusahaan. Anderson et al. (2003) menemukan bahwa
efektivitas peran dewan yang diukur melalui frekuensi rapat dewan dan
kompetensi dewan dipengaruhi oleh keaktifan dewan. Tugas-tugas utama dewan
komisaris menurut OECD (2004) adalah sebagai berikut.
1) Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar
rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan
rencana usaha, menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan
dan kinerja perusahaan, serta memonitor penggunaan modal
perusahaan, investasi, dan penjualan asset
2) Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan
penggajian anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses
pencalonan anggota dewan direksi yang transparan dan adil
3) Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat
manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris,
termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi
4) Memonitor pelaksanaan governance dan mengadakan perubahan
23
yang diperlukan
5) Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam
perusahaan
2.1.5 Pemerintah
Setiap negara sepakat bahwa penghindaran pajak merupakan tindakan
yang merugikan negara. Upaya dalam melawan praktik penghindaran pajak oleh
negara umumnya dilakukan dengan menerbitkan ketentuan pencegahan
penghindaran pajak yang bersifat khusus atau SAAR (specific Anti Avoidance
Rule) yang diatur dalam Undang-Undang domestiknya, seperti: CFC (Controlled
Foreign Company), arm’s length rule, advance pricing agreement, dan DER (Debt
to Equity Ratio) (Rahayu, 2010). Dalam praktik di beberapa negara, specific anti
avoidance rule berjalan efektif dalam menangkal praktik penghindaran pajak dan
memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.
Selain ketentuan yang bersifat khusus, negara juga menerbitkan ketentuan
pencegahan penghindaran pajak yang bersifat umum atau GAAR (General Anti
Avoidance Rule) yang bertujuan sebagai langkah antisipasi praktik penghindaran
pajak yang belum diatur dalam ketentuan yang bersifat khusus atau untuk
melawan tindakan tax avoidance yang pada saat dibuatnya peraturan belum
dikenal. Penelitian Tresno et al. dalam Pramudito dan Sari (2015) menemukan
bahwa dengan adanya peraturan pemerintah maka kecenderungan untuk
melakukan penghindaran pajak akan semakin sempit. Hal ini dikarenakan oleh
regulasi yang dikembangkan pemerintah dilakukan melalui penyempurnaan
kelemahan aturan perpajakan dengan mempelajari skema-skema baru
penghindaran pajak yang ditemukan. Hal ini menjadi penting bagi pemerintah
untuk terus mengembangkan peraturan perpajakan yang lebih efektif.
24
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi praktik
penghindaran pajak terutama dalam bentuk transfer pricing (Suryana, 2012)
antara lain dengan mengaktifkan peran akuntan publik untuk menguji kewajaran
perhitungan jumlah related parties transaction yang diungkapkan dalam laporan
keuangan, memperluas kriteria transfer pricing tidak hanya related parties, tetapi
melebar ke semua transaksi yang diindikasikan dibawah harga pasar wajar,
termasuk dengan perusahaan non afiliasi, menggunakan data pembanding
eksternal dari pelaporan devisa hasil ekspor untuk mendeteksi aliran dana dan
underlying transaksi ekspor, mengumumkan ke publik tentang proses banding
oleh wajib pajak yang melakukan transfer pricing, sebagai bentuk tekanan moral,
menyediakan data center seperti Indonesian coal index, serta membentuk single
document window (SDW) antar negara yang telah menerapkan tax treaty, dan
forum multilateral seperti APEC.
Di tahun 2015 pemerintah telah melaksanakan program pembinaan pajak
yang bertujuan untuk mengamankan penerimaan pajak. Ditahun pembinaan pajak
tersebut pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan
Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan, berbekal
peraturan tersebut direktorat jenderal perpajakan telah melatih dan memberikan
pendidikan kepada pegawainya terutama dalam hal pemeriksaan wajib pajak
badan yang terindikasi melakukan penghindaran pajak melalui mekanisme thin
capitalization, sehingga dapat membatasi ruang gerak para pihak yang aktif
melakukan perencanaan pajak dengan tujuan utama penghindaran pajak secara
agresif.
25
2.1.6 Auditor Eksternal
Auditor eksternal adalah akuntan publik yang memberikan jasa yang
berkaitan dengan penyajian laporan keuangan maupun jasa akuntansi lainnya
kepada perusahaan dan emiten yang membutuhkan. Auditor eksternal bekerja
melalui kantor akuntan publik atau dikenal dengan isilah KAP yang dalam
menjalankan operasional dapat berbentuk perseroan, persekutuan, maupun
bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik profesi akuntan publik.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2015 tentang Praktik Akuntan
Publik menjelaskan bahwa kantor akuntan publik adalah badan usaha yang
didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan telah
mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011
tentang Akuntan Publik. KAP yang bertugas memberikan jasa audit kepada
perusahaan hanya bertanggung jawab terhadap opini yang diberikan yang
dilakukan melalui prosedur audit yang berlaku sedangkan kebenaran dan
ketepatan penyajian laporan keuangan tetap menjadi tanggung jawab pihak
dewan direksi perusahaan. Hasil pemeriksaan berupa opini yang diberikan oleh
KAP terhadap perusahaan yang diaudit menjadi hal yang sangat penting untuk
dijadikan sebagai salah satu acuan bagi para stakeholder dalam pengambilan
keputusan bisnis terutama pihak kreditor, investor dan calon investor, dan
pemerintah.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas audit suatu KAP,
lamanya perikatan audit atau audit tenure salah satunya. Audit tenure adalah
masa perikatan atau lamanya hubungan kerja antara auditor dengan klien dalam
hal pemeriksaan laporan keuangan. Auditor yang melakukan perikatan dalam
jangka waktu yang cukup lama dengan satu klien dikhawatirkan dapat
menurunkan independensi auditor dikarenakan terciptanya hubungan antara klien
26
dan akuntan publik sehingga menurunkan kualitas audit yang dihasilkan. Hal ini
menyebabkan perlunya dilakukan rotasi baik auditor maupun KAP terkait.
Menanggapi hal tersebut pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik mensyaratkan
pembatasan penggunanaan jasa audit dari akuntan publik yakni maksimal 3 (tiga)
tahun buku berturut-turut dan setelahnya diwajibkan melakukan cooling-off selama
1 (satu) tahun. Sedangkan pembatasan penggunaan jasa KAP (Kantor Akuntan
Publik) adalah 6 (enam) tahun buku berturut-turut. Dengan adanya pembatasan
penggunaan jasa akuntan publik diharap mampu untuk menekan penurunan
kualitas audit terhadap perusahaan terutama terkait praktik penghindaran pajak
yang agresif.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait penghindaran pajak telah dilakukan sebelumnya
diberbagai negara termasuk Indonesia. Meilinda dan Cahyonowati (2013) meneliti
pengaruh corporate governance yang diproksikan melalui jumlah dewan
komisaris, persentase komisaris independen, dan jumlah kompensasi terhadap
penghindaran pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah dewan komisaris
dan jumlah kompensasi berpengaruh signifikan positif terhadap GETR dan CETR.
Sedangkan persentase komisaris independen berpengaruh negatif signifikan
terhadap GETR dan CETR.
Penghindaran pajak merupakan salah satu alasan utama dilakukannya
manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Xie et al. (2003) menemukan
bahwa dewan komisaris sebagai bagian dari sistem pengawasan perusahaan
memiliki pengaruh terhadap tindakan manajemen laba perusahaan. Minnick dan
27
Noga (2010) meneliti pengaruh Corporate Governance dalam manajemen laba
dengan berfokus terhadap pengaruh komposisi dewan, entrenchment, dan
kompensasi terhadap penghindaran pajak yang menemukan hubungan positif
antara dewan komisaris dengan ETR dan kompensasi dalam bentuk insentif
jangka panjang yang akan memotivasi dewan komisaris dan direksi melakukan
manajemen pajak.
Ariyani (2014) meneliti terkait efektifitas pengawasan yang dilakukan oleh
stakeholder terhadap agresifitas penghindaran pajak menemukan bahwa
kompetensi komite audit dan auditor spesialisasi industri tertentu memiliki
pengaruh negatif terhadap tindakan agresivitas pajak. Audit tenure memiliki efek
positif terhadap agresivitas pajak. Sementara frekuensi rapat dewan komisaris dan
frekuensi rapat dewan komite tidak berpengaruh terhadap tindakan agresivitas
pajak.
Terkait regulasi pemerintah yang diterbitkan oleh pemerintah dalam hal
perpajakan, setyowati (2002) menemukan bahwa penerapan peraturan
perpajakan tahun 1994 sebagai upaya pemerintah dalam memaksimalkan potensi
penerimaan pajak telah mendorong para dewan direksi perusahaan dalam
melakukan manajemen laba yang bertujuan untuk menekan beban pajak
penghasilan yang ditandai dengan penurunan laba dari 179 perusahaan sampel
secara signifikan setelah penerapan peraturan yang baru.
Friese et al. (2006) menemukan hubungan dimana peraturan perpajakan
dapat mempengaruhi corporate governance dengan memberikan hak istimewa
atau memberikan denda atau sanksi kepada perusahaan. Penelitian terkait upaya
pemerintah dalam mengurangi tindakan penghindaran pajak juga pernah
dilakukan oleh Nugroho (2011) menemukan bahwa reformasi perpajakan
berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif. Hasil temuan ini berbeda dengan
28
hasil temuan dalam penelitian yang dilakukan oleh Surbakti (2012) yang
menemukan bahwa reformasi perpajakan justru berpengaruh positif terhadap
penghindaran pajak.
Mulyani et al. (2013) menemukan bahwa reformasi perpajakan tidak
berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak dengan nilai koefisien
negatif. Hal ini oleh Mulyani diduga karena reformasi perpajakan pada tahun 2008
merupakan reformasi perubahan fundamental pada tarif pph wajib pajak badan
serta terdapat banyak insentif pajak yang diberikan sejak berlakunya Undang-
Undang No.36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang
No.7 Tahun 1983 tersebut. Meski telah dilakukan perubahan tarif PPh badan dan
pemberian insentif perpajakan, fiskus masih tidak percaya terhadap para pelaku
industri khususnya industri manufaktur yang dibuktikan dengan diterbitkannya
surat edaran pemeriksaan nasional tahun 2009, 2011, dan 2012.
2.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menganalisis pengaruh independensi dewan komisaris,
kompetensi dewan komisaris, frekuensi rapat dewan komisaris, regulasi
pemerintah, dan audit tenure terhadap praktik penghindaran pajak. Kerangka
pemikiran ditampilkan dalam gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 Kerangka pemikiran teoretis
29
2.4 Pengembangan Hipotesis
2.4.1 Pengaruh Independensi dewan komisaris terhadap praktik
penghindaran pajak
Dewan komisaris bertugas dan bertanggung jawab melakukan
pengawasan serta memberikan nasihat kepada dewan direksi sebagai upaya
dalam menciptakan tata kelola perusahaan yang baik sesuai prinsip good
corporate governance. Dalam menjalankan tugasnya dewan komisaris dituntut
memiliki sifat independen mengingat tanggung jawab dalam mengawasi kinerja
dewan direksi tidak hanya kepada shareholder semata, melainkan kepada para
stakeholder secara keseluruhan.
Zhou dan Chen (2004) mengungkapkan tiga argumen yang berusaha
menjelaskan pola independensi para dewan komisaris bahwa jika pemegang
saham memutuskan untuk tidak melakukan penghindaran pajak setelah
mempertimbangkan biaya dan manfaatnya, maka dengan lebih banyak komisaris
independen, akan membantu dalam keputusan tidak melakukan penghindaran
pajak. Argumen kedua menyatakan bahwa komisaris independen berusaha
menjaga reputasinya dalam kemampuannya berdasarkan bidang yang menjadi
latar belakangnya. Argumen terakhir menyatakan bahwa komisaris independen
lebih berorientasi jangka panjang dibandingkan dengan anggota dewan yang lain,
sehingga akan cenderung menghindari penghindaran pajak jangka pendek yang
dapat merusak reputasi perusahaan jangka panjang.
Penelitian Sandy dan Lukviarman (2015) menemukan pengaruh negatif
dan signifikan dalam pengujian proporsi komisaris independen terhadap
penghindaran pajak.
H1: Independensi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap praktik
penghindaran pajak
30
2.4.2 Pengaruh kompetensi dewan komisaris terhadap praktik
penghindaran pajak
Dalam menjalankan tugasnya, kualitas kerja dewan komisaris dalam
melakukan pengawasan akan sangat bergantung terhadap kompetensi yang
dimilikinya. Kompetensi yang memadai dapat diperoleh salah satunya dengan
menempuh pendidikan. Seseorang yang berpendidikan akan lebih rasional dalam
berfikir dan bertindak serta memahami tugas dan tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya sehingga dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab
tersebut dengan baik. Lebih lanjut Saputra dalam Maulia (2014) menyatakan
bahwa semakin tinggi pendidikan yang ditempuh seseorang, baik pendidikan
formal maupun non formal sesuai bidang pekerjaan maka semakin tinggi pula
pengalaman intelektual yang dimiliki. Pengalaman intelektual ini akan dapat
mempermudah pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan
Herlin dalam Maulia (2014) menjelaskan bahwa Dewan komisaris
seharusnya memiliki kompetensi dalam akuntansi atau keuangan yang memadai
agar mereka bisa melakukan pengawasan yang lebih efektif dalam proses
pembuatan laporan keuangan. Dewan komisaris yang memiliki latar belakang
pendidikan akuntansi atau keuangan dianggap dapat meningkatkan kinerja yang
dihasilkan karena komisaris tersebut paham terhadap akuntansi dan tidak mudah
dikelabui oleh pihak manajemen sehingga diharapkan dapat menghasilkan
laporan keuangan yang memiliki integritas tinggi.
H2: Kompetensi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap praktik
penghindaran pajak
31
2.4.3 Pengaruh frekuensi rapat dewan komisaris terhadap praktik
penghindaran pajak
Pelaksanaan rapat menjadi momen yang baik untuk mengevaluasi
kebijakan yang telah dan akan diambil oleh dewan direksi. Lipton dan Lorsch
(1992) dalam penelitiannya terkait pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap
penghindaran pajak menemukan bahwa dewan komisaris yang sering bertemu
akan melakukan kewajibannya dengan rajin tentunya bermanfaat bagi
shareholders. Pelaksanaan rapat dapat digunakan sebagai wadah untuk
mendapatkan semua informasi mengenai perkembangan perusahaan yang bisa
dijadikan bahan untuk pengawasan internal perusahaan lebih lanjut.
Selaras dengan penelitian sebelumnya, Penelitian Xie et al. (2003)
menemukan bahwa frekuensi yang tinggi akan pelaksanaan rapat dewan
komisaris dapat menekan tindakan manajemen laba ke angka yang lebih kecil.
Sulistiawan et al. (2011) menjelaskan bahwa beban pajak menjadi salah satu
motivasi dewan direksi untuk melakukan manajemen laba. Berdasarkan
penjelasan tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut.
H3: Frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap
praktik penghindaran pajak
2.4.4 Pengaruh regulasi pemerintah terhadap praktik penghindaran pajak
Pemerintah merupakan pihak yang paling berkepentingan terkait
penerimaan pajak, terutama sektor pajak badan. Dengan menggunakan
wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang, Direktorat Jenderal Perpajakan
terus mengembangkan aturan sebagai upaya menghentikan tergerusnya basis
penerimaan pajak oleh tindakan penghindaran pajak.
32
Regulasi pemerintah dibidang perpajakan dapat berupa pembuatan aturan
perpajakan dalam reformasi perpajakan melalui penetapan keputusan menteri
keuangan maupun direktorat jenderal perpajakan. Penelitian terkait pelaksanaan
reformasi perpakan dilakukan oleh Nugroho (2011) yang menemukan bahwa
reformasi perpajakan berpengaruh negatif terhadap praktik penghindaran pajak.
H4: Regulasi pemerintah berpengaruh negatif terhadap praktik
penghindaran pajak
2.4.5 Pengaruh audit tenure terhadap praktik penghindaran pajak
Kekhawatiran akibat lamanya masa perikatan antara KAP dan kliennya
adalah terkait independensi auditor. berkaca pada kasus enron, auditor dengan
kontrak kerja dalam jangka waktu yang lama akan mengembangkan hubungan
yang kuat dengan klien, sehingga dikhawatirkan akan mengurangi independensi
dan kualitas audit dari akuntan publik tersebut.
Chi dan Huang (2004) dalam Al-Thuneibat et al. (2011) menyatakan bahwa
periode audit tenure yang lama, baik pada KAP maupun auditornya dapat
mengembangkan hubungan yang baik diantara keduanya yang berdampak negatif
terhadap kualitas audit yang dihasilkan. Ariyani (2014) menemukan pengaruh
positif dan signifikan masa perikatan audit terhadap penghindaran pajak, sehingga
berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
H5: Audit tenure berpengaruh positif terhadap praktik penghindaran pajak
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian explanatory yang bertujuan untuk
menjelaskan fenomena yang terjadi didalam masyarakat secara empiris dalam
rangka pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji variabel
mekanisme pengawasan stakeholder terhadap praktik penghindaran pajak.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan dan
laporan tahunan perusahaan yang diperoleh melalui situs resmi Bursa Efek
Indonesia (www.idx.co.id). Data diolah menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu
uji statistik deskriptif dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) dengan periode
pengamatan tahun 2014-2016. Perusahaan manufaktur dipilih karena dianggap
memiliki informasi laporan keuangan yang lebih kompleks serta karakteristik yang
homogen.
3.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian dipilih dengan metode purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang sesuai dengan
tujuan penelitian agar diperoleh sampel yang representatif. Kriteria pemilihan
sampel sebagai berikut.
34
1) Perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI per 1 januari 2014
2) Selama periode penelitian (2014-2016), perusahaan menerbitkan
laporan tahunan (annual report) dan menyertakan laporan keuangan
yang telah diaudit oleh auditor independen
3) Perusahaan tidak mengalami kerugian selama periode penelitian.
Kerugian menghasilkan nilai cash ETR yang negatif sehingga akan
sulit untuk dilakukan perhitungan
4) Perusahaan tidak mengalami delisting selama periode penelitian
(2014-2016)
5) Perusahaan hanya melakukan pembukuan dalam mata uang rupiah
6) Data-data mengenai variabel yang diteliti tersedia lengkap
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder,
yaitu data dalam bentuk jadi dan bersifat dokumenter yang diperoleh dari pihak
lain atau bukan sumber pertama. Data yang dimaksud berupa laporan keuangan
seluruh perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria pemilihan serta terdaftar
di BEI selama periode penelitian. Data diakses melalui situs resmi BEI,
www.idx.co.id.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut.
1) Riset kepustakaan (library research)
Riset Kepustakaan adalah riset dengan mengumpulkan bahan/data-
data yang ada kaitannya dengan objek pembahasan, yang diperoleh
melalui penelitian kepustakaan, yaitu dengan mempelajari, meneliti,
mengkaji, serta menelaah buku-buku dan jurnal akuntansi. Riset
35
kepustakaan juga mempelajari literatur-literatur dan membaca catatan
perkuliahan yang berhubungan permasalahan untuk mendapatkan
teori, definisi, dan analisa yang dapat digunakan dalam penelitian.
2) Dokumentasi
Metode pengumpulan data dengan cara mengumpulkan, mencatat,
dan mengkaji data sekunder berupa laporan keuangan dan laporan
tahunan yang berasal dari website resmi Bursa Efek Indonesia yang
berhubungan dengan variabel yang diteliti.
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.5.1 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel sebagai berikut.
1) Variabel Dependen
Variabel dependen atau sering disebut sebagai variabel terikat
merupakan variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel
lainnya. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
praktik penghindaran pajak yang diukur menggunakan rumus cash
ETR (effective tax rate) perusahaan.
2) Variabel Independen
Variabel independen disebut juga sebagai variabel bebas. Variabel
independen merupakan variabel yang diduga mempengaruhi variabel
dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah mekanisme
pengawasan stakeholder yang diproksikan melalui independensi
dewan komisaris, kompetensi dewan komisaris, frekuensi rapat dewan
komisaris, regulasi pemerintah, dan audit tenure.
36
3.5.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari masing-masing variabel diperlukan untuk
memberikan arah dalam menganalisis data.
1) Variabel Dependen Praktik Penghindaran Pajak
Praktik penghindaran pajak sebagai variabel dependen dalam
penelitian ini diukur menggunakan cash ETR (effective tax rate)
perusahaan. Cash ETR adalah alat untuk mengidentifikasi seberapa besar
upaya perusahaan dalam melakukan penghindaran pajak. cash ETR
menggunakan rentang nilai 0-1. Semakin rendah nilai cash ETR
(mendekati 0) maka perusahaan dianggap semakin agresif dalam
melakukan praktik penghindaran pajak. Cash ETR dalam penelitian ini
dihitung dengan rumus yang digunakan oleh Hope et al. (2013) dan Ariyani
(2014) sebagai berikut.
Cash ETR = Cash taxes paid (TXPD)
Pretax income (PI)
2) Variabel Independen Mekanisme Pengawasan Stakeholder
Mekanisme pengawasan stakeholder sebagai variabel dependen
dalam penelitian ini diproksikan melalui independensi dewan komisaris,
kompetensi dewan komisaris, frekuensi rapat dewan komisaris, regulasi
pemerintah, dan audit tenure yang dijelaskan sebagai berikut.
a) Independensi dewan komisaris
Independensi dewan komisaris merupakan kondisi dimana dewan
komisaris tidak dipengaruhi oleh pihak lain dalam menjalankan tugas
dan fungsinya. Penelitian ini menggunakan persentase komisaris
independen terhadap jumlah dewan komisaris untuk mengukur
independensi dewan komisaris, seperti yang dilakukan dalam
37
penelitian Permana (2015) dengan rumus perhitungan sebagai berikut.
Independensi Komisaris = 100% x Jumlah komisaris independen
Jumlah dewan komisaris
b) Kompetensi dewan komisaris
Kompetensi dewan komisaris merupakan kompetensi yang
dibutuhkan oleh dewan komisaris dalam melaksanakan peran
monitoring-nya. Kompetensi yang dimaksud berupa pengetahuan
mengenai bidang usaha perusahaan dan pemahaman mengenai
proses corporate governance.
Terkait penghindaran pajak, pengetahuan dewan komisaris dalam
hal akuntansi dan keuangan akan sangat membantu dalam
menemukan praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh dewan
direksi perusahaan (Ariyani, 2014). Kompetensi dewan komisaris
dinyatakan dalam dummy variable. Bernilai 1 (satu) jika terdapat
minimal satu anggota dewan komisaris yang memiliki latar belakang
pendidikan dan pengalaman di bidang akuntansi dan keuangan, dan 0
(nol) jika tidak terdapat satupun anggota dewan komisaris yang
memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman di bidang
akuntansi dan keuangan.
c) Frekuensi Rapat Dewan Komisaris
Efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris
salah satunya ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan oleh dewan
komisaris. Aktivitas yang dilakukan oleh dewan komisaris dapat diukur
dari seberapa sering dewan komisaris melakukan pertemuan.
Frekuensi rapat dewan komisaris diukur dengan menghitung jumlah
pertemuan yang diselenggarakan oleh dewan komisaris dalam satu
38
tahun (Ariyani, 2014).
d) Regulasi Pemerintah
Regulasi pemerintah merupakan pengaturan pemerintah terkait
bidang perpajakan yang digunakan untuk meningkatkan penerimaan
pajak termasuk dalam upaya menekan praktik penghindaran pajak.
Regulasi pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya
Perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan
Penghitungan Pajak Penghasilan. Variabel ini diukur dengan
menggunakan variabel dummy, dengan memberikan nilai 0 (nol) untuk
tahun perusahaan sebelum tahun pembuatan peraturan (sebelum 1
januari 2015 yakni tahun 2014) dan nilai 1 (satu) untuk tahun selama
dan setelah tahun penetapan peraturan terkait, yakni tahun 2015 dan
2016.
e) Audit Tenure
Audit tenure merupakan lamanya masa perikatan audit sebuah
KAP dalam memberikan jasa audit kepada kliennya. Audit tenure
diukur dengan menghitung jumlah tahun KAP dalam mengaudit
laporan keuangan perusahaan secara berturut-turut. Hal ini dapat
diketahui dengan menelusuri kebelakang dimulai dari tahun
berakhirnya periode penelitian, yaitu 2016 hingga tahun dimana klien
berpindah auditor. Di Indonesia masa perikatan antara KAP dan klien
dibatasi selama 6 (enam) tahun berturut-turut, sehingga penelusuran
dilakukan selama 6 tahun kebelakang.
39
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan melalui
pendefinisian, pengelompokan maupun verifikasi data untuk memperoleh nilai
sosial maupun akademis dari sebuah fenomena. Data penelitian dianalisis melalui
bantuan media aplikasi SPSS 21 dengan metode analisis regresi linear berganda
(multiple regression analysis) sebagai berikut.
3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan deskripsi atas
variabel-variabel penelitian secara statistik tanpa bermaksud untuk menarik
kesimpulan yang berlaku secara umum. Statistik deskriptif yang digunakan dalam
penelitian ini adalah nilai rata-rata (mean), nilai maksimum, nilai minimum, dan
standar deviasi.
3.6.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan sebagai persyaratan untuk dapat melakukan
pengujian regresi berganda pada model penelitian. Uji asumsi klasik yang
dilakukan sebagai berikut.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data variabel bebas (X)
dan data variabel terikat (Y) berdistribusi normal atau berdistribusi tidak
normal. Persamaan regresi dikatakan baik jika mempunyai data
variabel bebas dan data variabel terikat berdistribusi mendekati normal
atau normal sama sekali (Sunyoto, 2013:92). Pengujian normalitas
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis grafik
histogram dan normal probability plots.
40
2) Uji Multikolinearitas
Uji asumsi multikolinearitas bertujuan untuk menguji adanya korelasi
antar variabel independen yang ditemukan pada model regresi. Model
regresi yang baik adalah jika tidak terjadi korelasi antar variabel
independen. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat hasil output
nilai VIF dan nilai tolerance. Dikatakan terjadi multikolinearitas jika nila
tolerance ≤ 0.10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10.
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji sama atau tidak
varian dari residual dari observasi yang satu dengan yang lain. Jika
residual memiliki varian yang sama disebut terjadi homoskedastisitas
dan jika berbeda disebut terjadi heterokedastisitas (Sunyoto, 2013).
Persamaan regresi yang baik jika tidak terjadi hetesrokedastisitas. Uji
heterokedastisitas dilakukan dengan mengamati grafik scatterplot yang
dihasilkan dimana homoskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-
titik hasil pengolahan data antara ZPRED dan SRESID menyebar
dibawah maupun diatas tiitk origin (angka 0) pada sumbu Y dan tidak
mempunyai pola yang teratur.
4) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier
terdapat masalah autokorelasi. Masalah korelasi timbul jika ada
korelasi secara linier antara kesalahan pengganggu periode tertentu
dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya (Sunyoto, 2013).
Uji autokorelasi dilakukan menggunakan uji Durbin-Watson (DW).
41
3.6.3 Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk menunjukkan arah hubungan
antara karakteristik pengawasan stakeholder dengan tindakan agresivitas pajak.
Analisis regresi berganda (multiple regression analysis) merupakan alat analisis
yang digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih independen variabel
terhadap dependen variabel. Adapun persamaan untuk menguji hipotesis secara
keseluruhan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
CETR = α + β1IND + β2KOM + β3FRE + β4REG + β5TEN + €
Dimana:
CETR : Penghindaran pajak
α : Konstanta
β1- β5 : Koefisien regresi
IND : Independensi dewan komisaris.
KOM : Kompetensi dewan komisari.
FRE : Frekuensi rapat dewan komisaris
REG : Regulasi pemerintah
TEN : Audit tenure
€ : Error
3.6.4 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan tiga cara yaitu uji koefisien
determinasi, uji statistik F dan uji statistik t. Ketiga teknik pengujian hipotesis
dilakukan untuk menentukan goodnes of fit yang bertujuan untuk menunjukkan
ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai akrual.
42
1) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen
(Sunyoto, 2013). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu.
Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen
dalam menjelaskan variasi variabel independen amat terbatas. Nilai
yang mendekati satu berarti variabel-variabel independennya
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.
2) Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji simultan digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai
pengaruh yang signifikan simultan terhadap variabel dependen.
Kriteria pengujian sebagai berikut.
a) H0 diterima dan H1 ditolak jika nilai Fhitung < Ftabel atau jika nilai
probabilitas (sig t) > α (0,05)
b) H0 ditolak dan H1 diterima jika nilai Fhitung > Ftabel atau jika nilai
probabilitas (sig t) < α (0,05)
3) Pengujian Parsial (Uji Statistik t)
Uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh
masing-masing variabel independent dalam menerangkan variasi
variabel dependen dengan kriteria pengujian sebagai berikut.
a) H0 diterima dan H1 ditolak jika nilai Fhitung < Ftabel atau jika nilai
probabilitas (sig t) > α (0,05)
b) H0 ditolak dan H1 diterima jika nilai Fhitung > Ftabel atau jika nilai
43
probabilitas (sig t) < α (0,05)
65
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menguji apakah
mekanisme pengawasan yang dibentuk oleh stakeholder berpengaruh terhadap
praktik penghindaran pajak. Penelitian ini menggunakan sampel berupa
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
memenuhi kriteria penelitian sehingga diperoleh sebanyak 139 perusahaan.
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari
model penelitian Ariyani (2014) dengan berfokus pada fungsi pengawasan yang
dilakukan oleh dewan komisaris.
Berdasarkan hasil pengujian data yang dilakukan, dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1) Independensi dewan komisaris terbukti berpengaruh negatif terhadap
praktik penghindaran pajak. Dewan komisaris independen dianggap
memiliki pemikiran yang cenderung preventif dalam mengambil
keputusan serta melakukan pengawasan dengan mempertimbangkan
berbagai kepentingan termasuk pemerintah dalam hal perpajakan
serta berupaya untuk menjaga citra perusahaan dengan menghindari
sorotan fiskus dalam pembuatan regulasi perpajakan akibat indikasi
tindakan praktik penghindaran pajak.
2) Kompetensi dewan komisaris menunjukkan hasil berpengaruh negatif
terhadap penghindaran pajak. Dewan komisaris yang memiliki latar
pendidikan akuntan dan keuangan dianggap lebih mampu untuk
66
mendeteksi dan memahami skema penghindaran pajak yang dilakukan
perusahaan sehingga pengambilan keputusan yang tepat lebih
mungkin untuk dilakukan dibandingkan dengan dewan komisaris yang
tidak memiliki kompetensi dalam bidang tersebut.
3) Rapat dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap praktik
penghindaran pajak perusahaan. Dewan komisaris yang aktif
menghadiri rapat dapat meningkatkan efektifitas pengawasan yang
dilakukan. Semakin tinggi frekuensi rapat dalam setahun maka
semakin banyak kesempatan dan waktu yang dapat digunakan oleh
dewan komisaris dalam membahas dan mengontrol perusahaan
4) Regulasi pemerintah berpengaruh negatif terhadap penghindaran
pajak perusahaan. Regulasi pemerintah dapat menekan praktik
agresifitas penghindaran pajak melalui pembatasan upaya
perencanaan dan identifikasi melalui pemeriksaan. Variabel regulasi
pemerintah yang digunakan sebagai alat ukur adalah penetapan
Peraturan Menteri Keuangan yang pembahasannya mengacu kepada
penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal
perusahaan dalam mencegah penghindaran pajak dan atas dasar hal
tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan
perusahaan ditahun 2015.
5) Audit tenure berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak.
Semakin lama masa perikatan antara KAP dan klien yang diaudit akan
menciptakan hubungan yang harmonis diantara kedua pihak,
menyebabkan penurunan kualitas audit termasuk dalam hal agresifitas
perencanaan penghindaran pajak yang terjadi.
67
5.2 Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian terdapat beberapa keterbatasan-
keterbatasan sebagai berikut.
a) Rentang waktu periode yang diteliti hanya 3 tahun, sehingga untuk
penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan rentang waktu periode yang
diteliti lebih panjang sehingga hasil yang didapat dari penelitian selanjutnya
dapat lebih tepat dan akurat
b) Penelitian hanya dilakukan terhadap perusahaan dalam industri
manufaktur yang listed di BEI, sehingga tidak menggambarkan pengaruh
yang sama terhadap perusahaan-perusahaan lain.
c) Pengukuran penghindaran pajak hanya dilakukan menggunakan rumus
CETR sehingga hasil yang diperoleh tidak dapat diperbandingkan.
5.3 Saran
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan, sehingga untuk
penelitian selanjutnya diharap agar menambahkan variabel terbaru lain seperti isu
penerapan Automatic Exchange of Information (AEoI) yang akan diberlakukan di
tahun 2018. Selain itu, sebaiknya digunakan lebih dari satu alat ukur penghindaran
pajak seperti GETR dan sebagainya agar hasil yang diperoleh dari kedua jenis
alat pengukuran dapat diperbandingkan.
Bagi perusahaan, agar dapat lebih memaksimalkan fungsi pengawasan
yang dilakukan oleh dewan komisaris agar hak tiap stakeholder dapat dipenuhi
dengan baik dan bagi pemerintah agar dapat meningkatkan peraturan perpajakan
dan sistem pengawasan yang lebih baik dengan tetap menjaga iklim usaha
terutama di bidang manufaktur.
68
DAFTAR PUSTAKA
Al-Thuneibat, A.A., Issa R.T.I, and Baker, R.A.A. 2011. Do Audit Tenure and Firm Size Contribute to Audit Quality?: Empirical Evidence from Jordan. Managerial Auditing Journal, 317-334
Anderson, K.L., Gillan, S.L., and Deli, D.N. 2003. Boards of Directors, Audit
Committees, and The Information Content of Earnings. Weinberg Center For Corporate Governance Working Paper, 2003-04
Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun 2016. Jakarta: Direktur Penyusunan
APBN. Ariyani, N.F. 2014. Pengaruh Mekanisme Pengawasan Stakeholder terhadap
Agresifitas Penghindaran Pajak. Skripsi. Semarang: Program Sarjana Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Armstrong, Chris., Blouin J., Jagolinzer, A.D., and Larcker, D.F. 2015. Corporate
Governance, incentives, and Tax Avoidance. Journal of Accounting and Economics 60,
Brown, K.B. 2000. A Comparative Look at Regulation of Corporate Tax Avoidance.
Washington D.C.: Springer. Brick, I.E. and Chidambaran, N.K. 2007. Board Meetings, Committee Structure,
and Firm PerFormance Fitriany. 2011. Analisis Komprehensif Pengaruh Kompetensi dan Independensi
Akuntan Publik terhadap Kualitas Audit. Disertasi. Depok: Fakultas ekonomi Universitas Indonesia Departemen Akuntansi.
Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2000. Peranan Dewan Komisaris
dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelolah Perusahaan).
Freeman, R.E. dan Reed, D.L. 1983. Stockholers and Stakeholders: A New
Perspective on Corporate Gorvenance. California Management Review, 3: 88-106.
Friese, A., Simon P.L., and Mayer S. 2006. Taxation And Corporate Governance. Hanlon, M. dan Heitzman, S. 2010. A Review of Tax Research. Journal of
Accounting and Economics, 50:127-178.
69
IBFD. 2002. Agreement between the Government of the Kingdom of the Netherlands and the Government of the Republic of Indonesia For the Avoidance of Double Taxation and the Prevention of Fiscal Evasion with respect to Taxes and Income.
Judisseno, R.K. 2005. Pajak dan Strategi Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. Lipton, M. and Lorsch, J.W. 1992. A Modest Proposal for Improved Corporate
Governance. Business Lawyer, 48: 59-77. Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: Andi Maulia, S.T. 2014. Pengaruh Usia, Pengalaman, dan Pendidikan Dewan Komisaris
terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Meilinda, M. dan Cahyonowati N. 2013. Pengaruh Corporate Governance terhadap
Penghindaran Pajak. Diponegoro Journal of Accounting, 3: 1-13. Minnick, K. and Noga, T. 2010. Do Corporate Governance Characteristics
Influence Tax Management?. Journal oF Corporate Finance, 16: 703–718. Mulyani, S., Darminto, dan Endang, M.G. 2013. Pengaruh Karakteristik
Perusahaan, Koneksi Politik Dan ReFormasi Perpajakan Terhadap Penghindaran Pajak (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Tahun 2008-2012).
Nugroho, A.A. 2009. Anti Avoidance Rules di Indonesia Pasca Amandemen UU
Pajak Penghasilan. Mimbar Hukum, 21: 109-126. Nugroho, A.A. 2011. Pengaruh Hubungan Politik dan Reformasi Perpajakan
Terhadap Tarif Pajak Efektif Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2009. Skripsi. Depok: Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia
OECD. 2004. OECD Principles of Corporate Governance. OECD Publications.
France. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik.
2008. Jakarta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015 tentang tentang
Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2015 tentang Praktik
Akuntan Publik. 2015. Jakarta. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04./2014 tentang Direksi dan
70
Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik. 2014. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan
Permana, A.R.D. 2015. Pengaruh Corporate Governance terhadap Penghindaran
Pajak. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Pohan, C.A. 2011. Optimizing Corporate Tax Management: Kajian Perpajakan dan
Tax Planning-nya Terkini. Jakarta: Bumi Aksara. Pramudito, B.W. dan Sari, M.M.R. 2015. Pengaruh Konservatisme Akuntansi,
Kepemilikan Manajerial, dan Ukuran Dewan Komisaris terhadap Tax Avoidance. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 13: 705-722.
Prayogo, K.H. dan Darsono. 2015. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap
Penghindaran Pajak Perusahaan. Diponegoro Journal of Accounting, 3: 1-12.
Rahayu, N. 2010. Evaluasi Regulasi atas Praktik Penghindaran Pajak Penanaman
Modal Asing. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1: 61-78. Reza, F, 2012. Pengaruh Dewan Komisaris dan Komite Audit terhadap
Penghindaran Pajak. Skripsi. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Richardson, G., Taylor, G, and Lanis, R. 2013. The Impact of Board Director
Oversight Characteristics on Corporate Tax Aggressiveness: an Empirical Analysis. J. Account Public Policy, 32: 68-88.
Sandy, S. dan Lukviarman, N. 2015. Pengaruh Corporate Governance terhadap
Tax Avoidance.Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, 2: 85-98. Sembiring, E.R. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi, 8: 379-395.
Setyowati, L. 2002. Rekayasa Akrual untuk Meminimalkan Pajak. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia. Vol. 5, No.3, Hlm. 325-2340. Situs Bursa Efek Indonesia. www.idx.com. Sulistiawan, D., Januarsi, Y., dan Alvia, L. 2011. Creative Accounting Mengungkap
Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat. Sunyoto, D. 2013. Metodologi Penelitian Akuntansi. Bandung: Refika Aditama Surbakti, T.A.V. 2012. Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Reformasi
Perpajakan Terhadap Penghindaran Pajak di Perusahaan Industri Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010.
71
Skripsi. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Suryana, A.B. 2012. Menangkal Kecurangan Transfer Pricing, (Online),
(http://www.pajak.go.id/node/4049?lang=eng, diakses 25 oktober 2017) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-Undang nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik Wijaya, I. 2014. Mengenal Penghindaran Pajak, Tax Avoidance, (Online),
(www.pajak.go.id/content/article/mengenal-penghindarang-pajak-tax-avoidance, diakses 24 Oktober 2017).
Xie, B., Davidson, W.N., and Dadalt, P.J. 2003. Earnings Management and
Corporate Governance; The Role of The Board and The Audit Committee. Journal of Corporate Finance, 9: 295–316.
Yudistira, G. 2017. Kasus Stanchart, OJK: Kamis Kordinasi dengan PPATK,
(Online),(https:///www.google.co.id/amp.kontan.co.id/news/kasus-stanchart-ojk-kami-koordinasi-dengan-ppatk, diakses 24 oktober 2017)
Yusuf, O. 2016. Utang Pajak Google ke Indonesia ditaksi Rp5 Triliun Setahun,
(Online), (https://www.google.co.id.amp.kompas.com/tekno/read/2016/09/ 20/08330077/utang.pajak.google.ke.indonesia.ditaksi.rp.5.triliun.setahun, diakses 24 oktober 2017)
Zhou, J. and Chen K.Y. 2004. Audit Committee, Board Characteristics and
Earnings Management by Commercial Banks, Working Paper.
72
73
Lampiran 1: Profil Peneliti
PROFIL
Reynaldi Saputra Kontak : 0853 9557 3963 Email : [email protected]
Menyelesaikan pendidikan terakhir di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri SIDRAP, jurusan akuntansi tahun 2014 dan melanjutkan pendidikan strata satu (S1) dengan kembali mengambil jurusan akuntansi di Universitas Hasanuddin.
Pengalaman kerja, Organisasi, dan Kepanitiaan
Tahun 2014 : menyelesaikan program magang sekolah jurusan pada kantor Bank Rakyat Indonesia Cabang SIDRAP bagian administrasi dan Kredit, masa 4 bulan. : Latihan kepemimpinan 1 oleh Ikatan Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas (IMA FEB-UH), : Panitia seminar nasional Harta Haram Bisnis Kontemporer oleh KMMDI FEB-UH : Pelatihan Basic Character Study Skill (BCSS) Unhas 2015 : Bergabung bersama Lembaga Zakat Dompet Dhuafa Sul-Sel dalam program sahabat Ramadhan DD Sulsel 1436H, 1437H, dan 1438H, sebagai fundraiser 2016 : Volunteer bidang program pendidikan Lembaga Zakat Dompet Dhuafa Sul-Sel : Steering Committee Latihan Kepemimpinan 1 IMA Unhas : Narasumber Bedah Buku The Seven Habits of Highly Effective’s Teens oleh IMA Unhas 2017 : Panitia seminar nasional 10th Hadays oleh Ikatan Mahasiswa Akuntansi Unhas : Panitia International ConFerence on Accounting, Management, and Economics (ICAME 2017) oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas : Panitia seminar 40 Menit Mengajar BPJS Ketenagakerjaan 2018 : Panitia Seminar Pengelolaan Aset Daerah oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas bekerja sama dengan BPKP pemerintah pusat
74
Lampiran 2: Daftar Perusahaan
No. Nama Perusahaan Kode
1 Indocement Tunggal Prakasa Tbk INTP
2 Semen Baturaja (Persero) Tbk SMBR
3 Holcim Indonesia Tbk SMCB
4 Semen Indonesia (Persero) Tbk SMGR
5 Asahimas Flat Glass Tbk AMFG
6 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO
7 Beton Jaya Manunggal Tbk BTON
8 Indal Aluminium Industry Tbk INAI
9 Lion Metal Works Tbk LION
10 Aneka Gas Industri Tbk AGII
11 Budi Starch & Sweetener Tbk BUDI
12 Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS
13 Eterindo Wahanatama Tbk EKAD
14 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR
15 Tunas Alfin Tbk TALF
16 Charoen Pokphand Indonesia Tbk CPIN
17 Japfa Comfeed Indonesia Tbk JPFA
18 Alkindo Naratama Tbk ALDO
19 Astra International Tbk ASII
20 Astra Otoparts Tbk AUTO
21 Indospring Tbk INDS
22 Selamat Sempurna Tbk SMSM
23 Sri Rejeki Isman Tbk SRIL
24 Trisula International Tbk TRIS
25 Sepatu Bata Tbk BATA
26 Jembo Cable Company Tbk JECC
75
27 KMI Wire and Cable KBLI
28 Kabelindo Murni Tbk KBLM
29 Delta Djakarta Tbk DLTA
30 Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ICBP
31 Indofood Sukses Makmur INDF
32 Multi Bintang Indonesia Tbk MLBI
33 Mayora Indah Tbk MYOR
34 Nippon Indosari Corporindo Tbk ROTI
35 Sekar Bumi Tbk SKBM
36 Sekar Laut Tbk SKLT
37 Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk ULTJ
38 Wismilak Inti Makmur Tbk WIIM
39 Darya Varia Laboratoria Tbk DVLA
40 Merck Indonesia Tbk MERK
41 Pyridam Farma Tbk PYFA
42 Mandom Indonesia Tbk TCID
43 Langgeng Makmur Industry Tbk LMPI
76
Lampiran 3: Rekapitulasi Nilai ETR
No. Kode
Perusahaan Tahun Tax Paid Pretax Income CETR
1
INTP
2014 1.515.593 6.789.602 0,223223
2 2015 1.287.915 5.664.576 0,227363
3 2016 275.313 4.145.632 0,066410
4
SMBR
2014 68.854.736 404.809.598 0,170092
5 2015 89.234.190 443.414.252 0,201243
6 2016 90.190.025 349.280.550 0,258217
7
SMCB
2014 309.588 928.746 0,333340
8 2015 150.930 350.418 0,430714
9 2016 112.552 172.032 0,654250
10
SMGR
2014 1.509.616.169 7.077.276.008 0,213305
11 2015 1.325.482.459 5.850.923.497 0,226542
12 2016 549.584.720 5.084.621.543 0,108088
13
AMFG
2014 141.011 605.163 0,233013
14 2015 122.917 464.263 0,264757
15 2016 88.117 348.561 0,252802
16
TOTO
2014 88.764.527.617 384.625.560.340 0,230782
17 2015 96.337.115.958 381.573.896.617 0,252473
18 2016 82.756.308.203 251.320.891.921 0,329285
19
BTON
2014 1.944.806.795 9.481.642.753 0,205113
20 2015 1.480.484.072 7.804.262.097 0,189702
21 2016 223.960.980 8.214.698.964 0,027263
22
INAI
2014 10.767.831.476 33.183.307.818 0,324495
23 2015 28.498.388.713 57.114.061.880 0,498973
24 2016 22.544.497.747 58.097.472.991 0,388046
25
LION
2014 13.863.444.789 62.576.422.459 0,221544
26 2015 12.433.164.026 58.451.801.513 0,212708
27 2016 12.325.977.643 54.671.394.698 0,225456
28
AGII
2014 22.709 85.276 0,266300
29 2015 22.309 70.314 0,317277
30 2016 23.628 87.915 0,268760
31
BUDI
2014 14.995 43.519 0,344562
32 2015 31.053 52.125 0,595741
33 2016 14.208 52.832 0,268928
34
DPNS
2014 2.666.140.398 17.194.970.495 0,155054
35 2015 1.972.849.888 11.832.026.060 0,166738
36 2016 2.278.665.403 12.288.056.506 0,185437
77
37
EKAD
2014 17.965.699.441 58.721.777.723 0,305946
38 2015 19.226.661.660 66.306.918.116 0,289965
39 2016 27.763.208.449 118.449.029.979 0,234389
40
IGAR
2014 21.039.436.778 76.194.715.546 0,276127
41 2015 11.820.161.899 63.236.346.206 0,186920
42 2016 26.468.958.222 95.774.588.017 0,276367
43
TALF
2014 19.572.679.943 77.462.410.002 0,252673
44 2015 9.828.982.966 43.546.708.946 0,225711
45 2016 10.908.035.858 41.045.743.182 0,265753
46
CPIN
2014 360.248 2.105.972 0,171060
47 2015 449.030 2.185.208 0,205486
48 2016 1.731.848 3.983.661 0,434738
49
JPFA
2014 159.543 551.409 0,289337
50 2015 173.193 697.677 0,248242
51 2016 594.983 2.766.591 0,215060
52
ALDO
2014 7.143.734.196 28.214.669.992 0,253192
53 2015 8.374.792.461 32.453.914.799 0,258052
54 2016 8.617.820.135 33.847.325.358 0,254609
55
ASII
2014 4.927 27.058 0,182090
56 2015 4.017 19.630 0,204636
57 2016 3.951 22.253 0,177549
58
AUTO
2014 136.954 1.091.040 0,125526
59 2015 110.895 433.596 0,255757
60 2016 165.486 648.907 0,255023
61
INDS
2014 40.767.813.500 168.587.326.085 0,241820
62 2015 2.200.387.443 4.134.206.595 0,532239
63 2016 10.583.748.495 60.140.115.829 0,175985
64
SMSM
2014 119.902 542.028 0,221210
65 2015 122.410 583.717 0,209708
66 2016 156.016 658.208 0,237031
67
SRIL
2014 15.475.759 65.928.867 0,234734
68 2015 8.920.772 64.584.701 0,138125
69 2016 6.662.101 66.027.791 0,100898
70
TRIS
2014 11.919.895.464 48.442.710.589 0,246062
71 2015 14.627.695.195 58.813.295.821 0,248714
72 2016 22.734.275.933 47.947.291.257 0,474151
73
BATA
2014 71.246.429 99.545.892 0,715714
74 2015 12.924.797 142.444.243 0,090736
75 2016 23.070.359 65.302.022 0,353287
78
76
JECC
2014 9.300.196 33.204.530 0,280088
77 2015 6.031.664 8.496.333 0,709914
78 2016 43.002.354 175.425.515 0,245132
79
KBLI
2014 24.388.746.419 96.415.603.209 0,252954
80 2015 34.677.927.328 150.049.026.298 0,231111
81 2016 51.790.904.893 386.129.743.485 0,134128
82
KBLM
2014 6.871.966.432 27.370.807.811 0,251069
83 2015 8.712.277.887 21.472.643.499 0,405738
84 2016 14.689.067.757 34.528.844.006 0,425414
85
DLTA
2014 91.587.361 380.086.736 0,240964
86 2015 58.152.543 250.197.742 0,232426
87 2016 72.538.386 327.047.654 0,221798
88
ICBP
2014 871.208 3.445.380 0,252863
89 2015 1.086.486 4.009.634 0,270969
90 2016 1.357.953 4.989.254 0,272176
91
INDF
2014 1.855.939 6.340.185 0,292726
92 2015 1.730.371 4.962.084 0,348719
93 2016 2.532.747 7.385.228 0,342948
94 MLBI 2014 283.495 1.078.378 0,262890
95 2015 178.663 675.572 0,264462
96 2016 338.057 1.320.186 0,256068
97
MYOR
2014 119.649.017.130 529.267.706.614 0,226065
98 2015 390.261.637.241 1.640.494.765.801 0,237893
99 2016 457.007.141.573 1.845.683.269.238 0,247609
100
ROTI
2014 64.208.995.297 252.857.341.173 0,253934
101 2015 107.712.914.648 378.251.615.088 0,284765
102 2016 89.638.472.867 369.416.841.698 0,242649
103
SKBM
2014 20.809.209.078 110.903.572.672 0,187633
104 2015 13.479.285.258 53.629.853.878 0,251339
105 2016 8.264.494.258 30.809.950.308 0,268241
106
SKLT
2014 7.188.408.517 24.044.381.630 0,298964
107 2015 7.309.446.374 27.376.238.223 0,267000
108 2016 4.520.085.462 25.166.206.536 0,179609
109
ULTJ
2014 91.896.185.643 374.957.616.094 0,245084
110 2015 177.575.035.200 700.675.250.229 0,253434
111 2016 222.657.146.910 932.482.782.652 0,238779
112
WIIM
2014 37.359.691.059 150.033.454.319 0,249009
113 2015 46.881.830.192 177.962.941.779 0,263436
114 2016 30.372.690.384 136.662.997.252 0,222245
79
115
DVLA
2014 25.159.730 106.757.491 0,235672
116 2015 36.543.278 144.437.708 0,253004
117 2016 62.333.656 214.417.056 0,290712
118
MERK
2014 54.907.935 205.958.418 0,266597
119 2015 51.395.379 193.940.841 0,265005
120 2016 61.073.314 214.916.161 0,284173
121
PYFA
2014 1.550.165.979 4.211.187.980 0,368107
122 2015 1.467.826.630 4.554.931.095 0,322250
123 2016 1.907.090.128 7.053.407.169 0,270379
124
TCID
2014 65.619.186.288 241.447.832.720 0,271774
125 2015 38.647.669.480 583.121.947.494 0,066277
126 2016 59.416.261.296 221.475.857.643 0,268274
127 LMPI
2014 1.304.396.134 3.051.105.630 0,427516
128 2015 2.905.643.494 6.873.689.802 0,422720
129 2016 4.251.042.468 11.184.077.925 0,380098
80
Lampiran 4: Nilai Variabel Independen
No. Kode
Perusahaan Tahun IND KOM FRE REG TEN
1
INTP
2014 0,42857 1 2 0 4
2 2015 0,42857 9 1 1 5
3 2016 0,42857 9 1 1 6
4
SMBR
2014 0,60000 0 18 0 6
5 2015 0,60000 25 0 1 1
6 2016 0,60000 19 0 1 2
7
SMCB
2014 0,50000 1 4 0 4
8 2015 0,42857 4 1 1 1
9 2016 0,50000 9 1 1 2
10
SMGR
2014 0,28571 0 39 0 5
11 2015 0,28571 27 0 1 6
12 2016 0,28571 36 0 1 1
13
AMFG
2014 0,33333 0 2 0 5
14 2015 0,33333 7 0 1 6
15 2016 0,33333 8 0 1 1
16
TOTO
2014 0,40000 1 14 0 5
17 2015 0,40000 14 1 1 1
18 2016 0,33333 14 1 1 2
19
BTON
2014 0,50000 1 10 0 5
20 2015 0,50000 1 1 1 6
21 2016 0,50000 6 1 1 1
22
INAI
2014 0,50000 0 32 0 3
23 2015 0,50000 28 0 1 4
24 2016 0,50000 30 0 1 5
25
LION
2014 0,33333 1 4 0 1
26 2015 0,33333 9 1 1 2
27 2016 0,33333 3 1 1 3
28
AGII
2014 0,40000 0 10 0 6
29 2015 0,33333 11 0 1 1
30 2016 0,33333 11 0 1 2
31
BUDI
2014 0,33333 0 4 0 5
32 2015 0,33333 6 0 1 6
33 2016 0,33333 6 0 1 1
34
DPNS
2014 0,33333 1 4 0 6
35 2015 0,33333 4 1 1 1
36 2016 0,33333 4 1 1 2
37
EKAD
2014 0,50000 1 6 0 4
38 2015 0,50000 6 1 1 5
39 2016 0,50000 6 1 1 6
40
IGAR
2014 0,33333 0 4 0 5
41 2015 0,50000 4 0 1 6
42 2016 0,33333 6 1 1 1
43
TALF
2014 0,33333 0 4 0 5
44 2015 0,33333 5 0 1 1
45 2016 0,33333 7 0 1 2
46
CPIN
2014 0,33333 1 10 0 6
47 2015 0,40000 9 1 1 1
48 2016 0,50000 9 1 1 2
81
49
JPFA
2014 0,33333 1 5 0 4
50 2015 0,50000 8 1 1 5
51 2016 0,40000 9 1 1 6
52
ALDO
2014 0,33333 1 12 0 4
53 2015 0,33333 12 1 1 5
54 2016 0,33333 12 1 1 6
55
ASII
2014 0,36364 1 4 0 5
56 2015 0,36364 4 1 1 6
57 2016 0,33333 6 1 1 1
58
AUTO
2014 0,50000 1 4 0 5
59 2015 0,33333 4 1 1 6
60 2016 0,37500 6 0 1 1
61
INDS
2014 0,33333 0 6 0 4
62 2015 0,33333 6 0 1 1
63 2016 0,33333 6 0 1 2
64
SMSM
2014 0,33333 0 3 0 3
65 2015 0,33333 4 1 1 4
66 2016 0,33333 11 1 1 5
67
SRIL
2014 0,33333 1 3 0 3
68 2015 0,33333 3 1 1 4
69 2016 0,25000 12 1 1 5
70
TRIS
2014 0,33333 1 12 0 4
71 2015 0,33333 12 1 1 5
72 2016 0,33333 12 1 1 6
73
BATA
2014 0,40000 1 4 0 1
74 2015 0,40000 4 1 1 1
75 2016 0,50000 4 1 1 2
76
JECC
2014 0,66667 0 8 0 5
77 2015 0,66667 10 0 1 6
78 2016 0,66667 9 0 1 1
79
KBLI
2014 0,40000 1 9 0 6
80 2015 0,40000 9 1 1 1
81 2016 0,40000 5 1 1 2
82
KBLM
2014 0,33333 0 9 0 4
83 2015 0,33333 9 0 1 5
84 2016 0,33333 13 0 1 6
85
DLTA
2014 0,40000 0 2 0 5
86 2015 0,40000 2 0 1 6
87 2016 0,40000 7 1 1 1
88
ICBP
2014 0,42857 1 2 0 3
89 2015 0,40000 7 1 1 4
90 2016 0,50000 12 1 1 5
91
INDF
2014 0,37500 1 2 0 4
92 2015 0,37500 8 1 1 1
93 2016 0,37500 12 1 1 2
94
MLBI
2014 0,50000 1 3 0 5
95 2015 0,57143 4 1 1 6
96 2016 0,57143 6 1 1 1
97
MYOR
2014 0,40000 0 5 0 2
98 2015 0,40000 7 0 1 3
99 2016 0,40000 6 0 1 4
82
100
ROTI
2014 0,33333 0 3 0 4
101 2015 0,33333 9 0 1 5
102 2016 0,33333 12 0 1 6
103
SKBM
2014 0,33333 0 16 0 3
104 2015 0,33333 16 0 1 4
105 2016 0,33333 8 0 1 5
106
SKLT
2014 0,33333 1 4 0 4
107 2015 0,33333 15 1 1 5
108 2016 0,33333 4 1 1 1
109
ULTJ
2014 0,33333 0 5 0 4
110 2015 0,33333 5 0 1 5
111 2016 0,33333 6 0 1 6
112
WIIM
2014 0,33333 1 4 0 3
113 2015 0,33333 6 1 0 4
114 2016 0,33333 6 1 1 5
115
DVLA
2014 0,42857 0 1 0 4
116 2015 0,33333 1 0 1 5
117 2016 0,42857 1 0 1 6
118
MERK
2014 0,33333 0 2 0 2
119 2015 0,33333 3 1 1 1
120 2016 0,33333 15 1 1 2
121
PYFA
2014 0,33333 1 4 0 3
122 2015 0,50000 6 1 1 4
123 2016 0,50000 10 1 1 5
124
TCID
2014 0,40000 0 1 0 4
125 2015 0,50000 10 0 1 5
126 2016 0,40000 10 0 1 6
127
LMPI
2014 0,50000 1 10 0 2
128 2015 0,50000 10 1 1 3
129 2016 0,50000 10 1 1 4 Ket.3
IND : Independensi dewan komisaris KOM : Kompetensi dewan komisaris FRE4 : Frekuensi rapat dewam komisaris REG : Regulasi pemerintah TEN : Audit tenure
83
Lampiran 5: Hasil Pengujian SPPS 21
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
CETR 129 .10090 .55425 .2759323 .09340307
IND 129 .25000 .60000 .3684302 .08879126
KOM 129 0 1 .26 .438
FRE 129 1 34 11.90 7.244
REG 129 0 1 .67 .473
TEN 129 1 6 3.33 1.421
Valid N (listwise) 129
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .899a .808 .800 .04172423 2.018
a. Predictors: (Constant), TEN, REG, IND, FRE, KOM
b. Dependent Variable: CETR
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
1
Regression .903 5 .181 103.688 .000b
Residual .214 123 .002
Total 1.117 128
a. Dependent Variable: CETR
b. Predictors: (Constant), TEN, REG, IND, FRE, KOM
Coefficient sa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) .163 .022 7.530 .000
IND .121 .050 .115 2.429 .017
KOM .060 .014 .280 4.328 .000
FRE .006 .001 .490 8.377 .000
REG .022 .011 .108 2.003 .047
TEN -.009 .003 -.130 -3.138 .002
84
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
Independensi Dewan Komisaris .700 1.428
Kompetensi Dewan Komisaris .373 2.679
Frekuensi Rapat Dewan Komisaris .456 2.194
Regulasi Pemerintah .539 1.855
Audit Tenure .902 1.108
a. Dependent Variable: CETR
Charts
85
y
86
Lampiran 6: Tabel uji durbin watson
n
k=2 k=3 k=4 k=5
dL dU dL dU dL dU dL dU
95 1.6233 1.7091 1.6015 1.7316 1.5795 1.7546 1.5572 1.7781
96 1.6254 1.7103 1.6039 1.7326 1.5821 1.7553 1.5600 1.7785
97 1.6275 1.7116 1.6063 1.7335 1.5847 1.7560 1.5628 1.7790
98 1.6296 1.7128 1.6086 1.7345 1.5872 1.7567 1.5656 1.7795
99 1.6317 1.7140 1.6108 1.7355 1.5897 1.7575 1.5683 1.7799
100 1.6337 1.7152 1.6131 1.7364 1.5922 1.7582 1.5710 1.7804
101 1.6357 1.7163 1.6153 1.7374 1.5946 1.7589 1.5736 1.7809
102 1.6376 1.7175 1.6174 1.7383 1.5969 1.7596 1.5762 1.7813
103 1.6396 1.7186 1.6196 1.7392 1.5993 1.7603 1.5788 1.7818
104 1.6415 1.7198 1.6217 1.7402 1.6016 1.7610 1.5813 1.7823
105 1.6433 1.7209 1.6237 1.7411 1.6038 1.7617 1.5837 1.7827
106 1.6452 1.7220 1.6258 1.7420 1.6061 1.7624 1.5861 1.7832
107 1.6470 1.7231 1.6277 1.7428 1.6083 1.7631 1.5885 1.7837
108 1.6488 1.7241 1.6297 1.7437 1.6104 1.7637 1.5909 1.7841
109 1.6505 1.7252 1.6317 1.7446 1.6125 1.7644 1.5932 1.7846
110 1.6523 1.7262 1.6336 1.7455 1.6146 1.7651 1.5955 1.7851
111 1.6540 1.7273 1.6355 1.7463 1.6167 1.7657 1.5977 1.7855
112 1.6557 1.7283 1.6373 1.7472 1.6187 1.7664 1.5999 1.7860
113 1.6574 1.7293 1.6391 1.7480 1.6207 1.7670 1.6021 1.7864
114 1.6590 1.7303 1.6410 1.7488 1.6227 1.7677 1.6042 1.7869
115 1.6606 1.7313 1.6427 1.7496 1.6246 1.7683 1.6063 1.7874
116 1.6622 1.7323 1.6445 1.7504 1.6265 1.7690 1.6084 1.7878
117 1.6638 1.7332 1.6462 1.7512 1.6284 1.7696 1.6105 1.7883
118 1.6653 1.7342 1.6479 1.7520 1.6303 1.7702 1.6125 1.7887
119 1.6669 1.7352 1.6496 1.7528 1.6321 1.7709 1.6145 1.7892
120 1.6684 1.7361 1.6513 1.7536 1.6339 1.7715 1.6164 1.7896
121 1.6699 1.7370 1.6529 1.7544 1.6357 1.7721 1.6184 1.7901
122 1.6714 1.7379 1.6545 1.7552 1.6375 1.7727 1.6203 1.7905
123 1.6728 1.7388 1.6561 1.7559 1.6392 1.7733 1.6222 1.7910
124 1.6743 1.7397 1.6577 1.7567 1.6409 1.7739 1.6240 1.7914
125 1.6757 1.7406 1.6592 1.7574 1.6426 1.7745 1.6258 1.7919
126 1.6771 1.7415 1.6608 1.7582 1.6443 1.7751 1.6276 1.7923
127 1.6785 1.7424 1.6623 1.7589 1.6460 1.7757 1.6294 1.7928
128 1.6798 1.7432 1.6638 1.7596 1.6476 1.7763 1.6312 1.7932
129 1.6812 1.7441 1.6653 1.7603 1.6492 1.7769 1.6329 1.7937
130 1.6825 1.7449 1.6667 1.7610 1.6508 1.7774 1.6346 1.7941
131 1.6838 1.7458 1.6682 1.7617 1.6523 1.7780 1.6363 1.7945
132 1.6851 1.7466 1.6696 1.7624 1.6539 1.7786 1.6380 1.7950
133 1.6864 1.7474 1.6710 1.7631 1.6554 1.7791 1.6397 1.7954
134 1.6877 1.7482 1.6724 1.7638 1.6569 1.7797 1.6413 1.7958
135 1.6889 1.7490 1.6738 1.7645 1.6584 1.7802 1.6429 1.7962
136 1.6902 1.7498 1.6751 1.7652 1.6599 1.7808 1.6445 1.7967
87
Lampiran 7: Tabel uji determinasi nilai F
88
Lampiran 8: Tabel uji determinasi nilai t
Pr 0.25 0.10 0.05 0.025 0.01 0.005 0.001
df 0.50 0.20 0.10 0.050 0.02 0.010 0.002
121 0.67652 1.28859 1.65754 1.97976 2.35756 2.61707 3.15895
122 0.67651 1.28853 1.65744 1.97960 2.35730 2.61673 3.15838
123 0.67649 1.28847 1.65734 1.97944 2.35705 2.61639 3.15781
124 0.67647 1.28842 1.65723 1.97928 2.35680 2.61606 3.15726
125 0.67646 1.28836 1.65714 1.97912 2.35655 2.61573 3.15671
126 0.67644 1.28831 1.65704 1.97897 2.35631 2.61541 3.15617
127 0.67643 1.28825 1.65694 1.97882 2.35607 2.61510 3.15565
128 0.67641 1.28820 1.65685 1.97867 2.35583 2.61478 3.15512
129 0.67640 1.28815 1.65675 1.97852 2.35560 2.61448 3.15461
130 0.67638 1.28810 1.65666 1.97838 2.35537 2.61418 3.15411
131 0.67637 1.28805 1.65657 1.97824 2.35515 2.61388 3.15361
132 0.67635 1.28800 1.65648 1.97810 2.35493 2.61359 3.15312
133 0.67634 1.28795 1.65639 1.97796 2.35471 2.61330 3.15264
134 0.67633 1.28790 1.65630 1.97783 2.35450 2.61302 3.15217
135 0.67631 1.28785 1.65622 1.97769 2.35429 2.61274 3.15170
136 0.67630 1.28781 1.65613 1.97756 2.35408 2.61246 3.15124
137 0.67628 1.28776 1.65605 1.97743 2.35387 2.61219 3.15079
138 0.67627 1.28772 1.65597 1.97730 2.35367 2.61193 3.15034
139 0.67626 1.28767 1.65589 1.97718 2.35347 2.61166 3.14990
140 0.67625 1.28763 1.65581 1.97705 2.35328 2.61140 3.14947
141 0.67623 1.28758 1.65573 1.97693 2.35309 2.61115 3.14904
142 0.67622 1.28754 1.65566 1.97681 2.35289 2.61090 3.14862
143 0.67621 1.28750 1.65558 1.97669 2.35271 2.61065 3.14820
144 0.67620 1.28746 1.65550 1.97658 2.35252 2.61040 3.14779
145 0.67619 1.28742 1.65543 1.97646 2.35234 2.61016 3.14739
146 0.67617 1.28738 1.65536 1.97635 2.35216 2.60992 3.14699
147 0.67616 1.28734 1.65529 1.97623 2.35198 2.60969 3.14660
148 0.67615 1.28730 1.65521 1.97612 2.35181 2.60946 3.14621
149 0.67614 1.28726 1.65514 1.97601 2.35163 2.60923 3.14583
150 0.67613 1.28722 1.65508 1.97591 2.35146 2.60900 3.14545
151 0.67612 1.28718 1.65501 1.97580 2.35130 2.60878 3.14508
152 0.67611 1.28715 1.65494 1.97569 2.35113 2.60856 3.14471
153 0.67610 1.28711 1.65487 1.97559 2.35097 2.60834 3.14435
154 0.67609 1.28707 1.65481 1.97549 2.35081 2.60813 3.14400
155 0.67608 1.28704 1.65474 1.97539 2.35065 2.60792 3.14364
156 0.67607 1.28700 1.65468 1.97529 2.35049 2.60771 3.14330
157 0.67606 1.28697 1.65462 1.97519 2.35033 2.60751 3.14295
158 0.67605 1.28693 1.65455 1.97509 2.35018 2.60730 3.14261
159 0.67604 1.28690 1.65449 1.97500 2.35003 2.60710 3.14228
160 0.67603 1.28687 1.65443 1.97490 2.34988 2.60691 3.14195