Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
2019
KARAKTERISTIK ANEMIA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU
DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
TAHUN 2018
Dibuat oleh:
Winardi Sudirman
C 111 16 562
Dosen Pembimbing:
Dr. dr. Tutik Harjianti, Sp.PD, K-HOM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
ii
KARAKTERISTIK ANEMIA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS
PARU DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
TAHUN 2018
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin
Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran
Winardi Sudirman
C111 16 562
Dokter Pembimbing :
Dr. dr. Tutik Harjianti, Sp.PD, K-HOM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
iii
iv
v
vi
Makassar, 8 Desember 2019
Winardi Sudirman
C111 16 562
LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME
Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh skripsi ini adalah hasil karya saya.
Apabila ada kutipan atau pemakaian dari hasil karya orang lain baik berupa
tulisan, data, gambar, atau ilustrasi baik yang telah dipublikasi atau belum
dipublikasi, telah direferensi sesuai dengan ketentuan akademis.
Saya menyadari plagiarism adalah kejahatan akademik, dan melakukannya akan
menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan skripsi dan sanksi akademik
yang lain.
vii
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
Desember, 2019
Winardi Sudirman, C111 16 562
Dr. dr. Tutik Harjianti, Sp.PD, K-HOM
KARAKTERISTIK ANEMIA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS
PARU DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
TAHUN 2018
ABSTRAK
Latar Belakang: Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menular melalui
percikan dahak. Lima negara dengan insiden kasus tuberkulosis tertinggi yaitu
India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan. Anemia dilaporkan terjadi pada
16-94% pasien dengan tuberkulosis paru. Karakteristik anemia pasien
tuberkulosis ini dapat dinilai melalui berbagi pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan indeks sel darah merah
yaitu Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH),
dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC).
Tujuan: Untuk mengetahui karakteristik anemia pada penderita tuberkulosis paru
di RSUP Wahidin Sudirohusodo periode Oktober – Desember tahun 2018.
Metode: Penelitian deskriptif dengan metode total sampling pada pasien
tuberkulosis paru yang mengalami anemia di RSUP DR Wahidin Sudirohusodo
periode Oktober – Desember tahun 2018.
Hasil : Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 42 sampel. Anemia pada pasien
tuberkulosis paru paling banyak terjadi pada laki-laki sebanyak 22 orang (52.4%)
dengan karakteristik paling banyak yaitu anemia ringan dan anemia normositik
normokrom. Kelompok umur kurang dari sepuluh tahun adalah kelompok umur
yang paling banyak menderita anemia sebanyak 12 orang (28.5%) dengan
karakteristik terbanyak yaitu anemia ringan dan anemia normositik normokrom.
Pasien tuberkulosis paru yang tidak pernah sekolah memiliki frekuensi tertinggi
mengalami anemia sebanyak 12 orang (28.6%) dengan karakteristik terbanyak
yaitu anemia ringan dan anemia normositik normokrom. Anemia juga paling
banyak terjadi pada pasien tuberkulosis paru yang tidak bekerja sebanyak 11
orang (26.2%) dengan karakteristik terbanyak yaitu anemia ringan dan anemia
normositik normokrom.
Kata Kunci: Karakterisitik Anemia, Tuberkulosis Paru
viii
THESIS
MEDICAL FACULTY
HASANUDDIN UNIVERSITY MAKASSAR
December , 2019
Winardi Sudirman, C111 16 562
Dr. dr. Tutik Harjianti, Sp.PD, K-HOM
CHARACTERISTICS OF ANEMIA IN LUNG TUBERCULOSIS
PATIENTS IN RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
2018
ABSTRACT
Background: Tuberculosis is an infectious disease caused by the bacterium
Mycobacterium tuberculosis which can be transmitted through sputum splash.
Five countries with the highest incidence of tuberculosis cases are India,
Indonesia, China, the Philippines and Pakistan. Anemia is reported in 16-94% of
patients with pulmonary tuberculosis. The anemia characteristic of tuberculosis
patients can be assessed through sharing laboratory tests such as hemoglobin
(Hb), hematocrit, and red blood cell index namely Mean Corpuscular Volume
(MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), and Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration (MCHC).
Objective: To determine the characteristics of anemia in patients with pulmonary
tuberculosis in RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo, October - December 2018.
Method: Descriptive research with total sampling method in pulmonary
tuberculosis patients who have anemia in RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo from
October to December 2018.
Results: The number of samples obtained was 42 samples. Anemia in patients
with pulmonary tuberculosis most occurs in men as many as 22 people (52.4%)
with the most characteristic, namely mild anemia and normocytic normochromic
anemia. The age group of less than ten years is the age group that most suffer
from anemia as many as 12 people (28.5%) with the most characteristic namely
mild anemia and normocytic normochromic anemia. Pulmonary tuberculosis
patients who had never attended school had the highest frequency of anemia as
many as 12 people (28.6%) with the most characteristic, namely mild anemia and
normocytic normochromic anemia. Anemia also occurs most frequently in
pulmonary tuberculosis patients who do not work as many as 11 people (26.2%)
with the most characteristic namely mild anemia and normocytic normochromic
anemia.
Keywords: Anemia Characteristics, Lung Tuberculosis
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas segala berkat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Anemia Pada Penderita
Tuberkulosis Paru di RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2018”
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program studi
pendidikan dokter fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Skripsi
ini juga diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya
untuk menambah pengetahuan.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan,
bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis ingin menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua dan saudara penulis, Sudirman, Yaliwanti, Wahyudi
Sudirman serta Keluarga penulis yang telah memberikan doa dan
dukungan selama ini;
2. Dr. dr. Tutik Harjianti, Sp.PD, K-HOM selaku dosen pembimbing serta
penasehat akademik penulis yang telah membimbing penulis mulai dari
awal penyusunan hingga selesai;
3. Dr. dr. Andi Makbul Aman, Sp.PD, K-EMD dan Dr. dr. Femi
Syahriani, Sp.PD, K-R selaku penguji skripsi penulis yang telah
memberikan banyak masukan dan saran bagi penulis mulai dari awal
penyusunan hingga selesai;
x
4. Teman-teman Immunoglobulin atas dukungan, kebersamaan,
persahabatan yang terus diberikan kepada penulis dalam penelitan skripsi.
5. Para Staff Bagian Rekam Medik RS Wahidin Sudirohusodo yang telah
membantu dan memberikan izin terhadap pengambilan sampel rekam
medik.
6. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah
terlibat dalam penyelesaian skipsi ini. Skripsi ini tidak terlapas dari kekurangan.
Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis
terima dengan senang hati. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan
Ilmu Kedokteran ke depannya.
Makassar, 8 Desember 2019
Winardi Sudirman
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PANITIA SIDANG UJIAN ....................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN CETAK ........................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME ....................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
ABSTRACT ................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................................ 3
1.3 Tujuan penelitian ................................................................................. 3
1.4 Manfaat penelitian ............................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia ................................................................................................ 5
2.1.1 Definisi Anemia ................................................................... 5
2.1.2 Faktor Risiko Anemia ........................................................... 5
2.1.3 Klasifikasi Anemia ................................................................ 6
xii
2.1.4 Derajat Anemia .................................................................... 7
2.2 Tuberkulosis ....................................................................................... 7
2.2.1 Definisi Tuberkulosis ........................................................... 7
2.2.2 Epidemiologi Tuberkulosis.................................................... 7
2.2.3 Etiopatofisiologi Tuberkulosis ............................................... 8
2.2.4 Gejala klinis Tuberkulosis .................................................... 10
2.2.5 Diagnosis Tuberkulosis ........................................................ 10
2.3 Anemia pada penyakit tuberkulosis paru ............................................. 11
2.3.1 Hubungan anemia dan penyakit tuberkulosis paru ............... 11
2.3.2 Anemia penyakit kronis ....................................................... 12
2.3.3 Anemia defisiensi besi ......................................................... 14
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Teori ................................................................................... 17
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tipe dan Desain Penelitian ................................................................. 18
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 18
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................... 18
4.3.1 Populasi Penelitian .............................................................. 18
4.3.2 Sampel Penelitian ................................................................. 18
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................... 18
4.4.1 Kriteria Inklusi ..................................................................... 18
4.4.2 Kriteria Eksklusi .................................................................. 18
4.5 Definisi Operasional ......................................................................... 19
4.6 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 21
xiii
4.7 Instrumen Penelitian ........................................................................... 21
4.8 Teknik Pengolahan Data ..................................................................... 21
4.9 Alur penelitian .................................................................................... 22
4.9.1 Tahap Persiapan ....................................................................... 22
4.9.2 Tahap Pelaksanaan ................................................................... 22
4.9.3 Tahap Pelaporan ...................................................................... 22
4.10 Etika penelitian ................................................................................. 23
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Sampel Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru ........ 24
5.2 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan
Jenis Kelamin ............................................................................................ 25
5.3 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan
Umur ......................................................................................................... 27
5.4 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan
Pendidikan Terakhir ................................................................................... 30
5.5 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan
Pekerjaan ................................................................................................... 33
BAB VI PEMBAHASAN
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ........................................................................................ 40
7.2 Saran .................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 42
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR ISTILAH
ACD : Anemia Chronic Disease
HB : Hemoglobin
TB : Tuberkulosis
MCV : Mean Corpuscular Volume
MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin
MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
xv
DAFTAR GAMBAR
5.2.1 Grafik Distribusi Derajat Anemia Berdasarkan Jenis Kelamin .................. 26
5.2.2 Grafik Distribusi Morfologi Eritrosit Berdasarkan Jenis Kelamin .............. 27
5.3.1 Grafik Distribusi Derajat Anemia Berdasarkan Umur ................................ 29
5.3.2 Grafik Distribusi Morfologi Eritrosit Berdasarkan Umur ........................... 29
5.4.1 Grafik Distribusi Derajat Anemia Berdasarkan Pendidikan Terakhir ......... 32
5.4.2 Grafik Distribusi Morfologi Eritrosit Berdasarkan Pendidikan Terakhir .... 32
5.5.1 Grafik Distribusi Derajat Anemia Berdasarkan Pekerjaan .......................... 35
5.5.2 Grafik Distribusi Morfologi Eritrosit Berdasarkan Pekerjaan ..................... 35
xvi
DAFTAR TABEL
5.1 Karakteristik Sampel Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru .................... 24
5.2 Distribusi Anemia Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................... 25
5.3 Distribusi Anemia Berdasarkan Umur ............................................................ 27
5.4 Distribusi Anemia Berdasarkan Pendidikan Terakhir...................................... 30
5.5 Distribusi Anemia Berdasarkan Pekerjaan ...................................................... 33
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat izin permohonan penelitian
Lampiran 2. Surat rekomendasi persetujuan etik
Lampiran 3. Data penderita tuberkulosis paru yang disertai dengan anemia di
RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2018
Lampiran 4. Analisis data
Lampiran 5. Biodata diri penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menular melalui percikan
dahak. Sebagian besar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat
menyerang organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2015). Manifestasi klinis yang
muncul yaitu batuk > 2 minggu, hemoptisis, sesak napas, nyeri dada, demam,
keringat malam, dan penurunan berat badan (tanto C et al, 2014).
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC ( 8,8
juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima
negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina,
dan Pakistan (Depkes RI, 2017).
Kasus tuberkulosis sedang meningkat di negara-negara berkembang.
Menurut Davies (2003) dan Dye (2006), TB adalah yang paling utama di
antara penyakit yang menyebabkan kematian di seluruh dunia. Statistik
menunjukkan bahwa 8,6 juta orang terinfeksi penyakit ini pada tahun 2012
dan kematian akibat penyakit itu sekitar 8,6 juta di antaranya sekitar
seperempatnya adalah orang yang didiagnosis positif HIV. Banyak dari
kematian ini bisa dihindari melalui perawatan (Shanmuganathan R, 2015).
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun
2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru
2
TB tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi
pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Menurut
WHO Global TB Report 2018 memperkirakan insiden TBC di Indonesia
mencapai 842.000 kasus dengan mortalitas 107.000 kasus. Berdasarkan data
tersebut, sekarang Indonesia merupakan negara dengan kasus Tuberkulosis
tertinggi ketiga di dunia, setelah India dan Tiongkok.
Menurut Soedarto dalam Fauziah I dan Siahaan GE (2013), pengobatan
tuberkulosis paru menyebakan berbagai komplikasi terhadap status
hematologis pasien yang menyebabkan terjadinya anemia (Fauziah I dan
Siahaan GE, 2013). Anemia merupakan suatu keadaan di mana kadar
hemoglobin dalam darah di bawah normal (Proverawati, 2011). Penyakit
tuberkulosis menginduksi keadaan inflamasi sistemik yang mempengaruhi
keseimbangan besi. Hella Jerry et al (2018) dalam penelitiannya mengatakan
bahwa pasien dengan tuberkulosis sering memiliki komorbiditas tambahan
seperti anemia yang dapat mengakibatkan hasil pengobatan yang lebih buruk.
Prevalensi tinggi anemia pada penyakit tuberkulosis telah banyak
disebutkan dalam berbagai penelitian dan dikaitkan dengan risiko kematian.
Anemia dilaporkan terjadi pada 16-94% pasien dengan tuberkulosis paru.
Karakteristik anemia pasien tuberkulosis ini dapat dinilai melalui berbagi
pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb),
hematokrit, dan indeks sel darah merah yaitu volume sel rata-rata atau Mean
Corpuscular Volume (MCV), hemoglobin sel rata-rata atau Mean Corpuscular
Hemoglobin (MCH), dan rata-rata konsentrasi hemoglobin per volume sel
3
darah atau Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) (Sadewo
SW et al, 2016).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan pengamatan
karakteristik anemia pada penderita tuberkulosis paru di RSUP DR. Wahidin
Sudirohusodo.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan tersebut, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana karakteristik anemia pada
penderita tuberkulosis paru di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo tahun
2018?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik anemia pada penderita tuberkulosis paru
di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo tahun 2018
1.3.2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik anemia pada penderita tuberkulosis paru
berdasarkan jenis kelamin
2. Mengetahui karakteristik anemia pada penderita tuberkulosis paru
berdasarkan umur
3. Mengetahui karakteristik anemia pada penderita tuberkulosis paru
berdasarkan pendidikan terakhir
4. Mengetahui karakteristik anemia pada penderita tuberkulosis paru
berdasarkan pekerjaan
4
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Petugas Kesehatan
Manfaat penelitian ini bagi petugas kesehatan adalah dapat
dijadikan sebagai referensi, rujukan, dan pengetahuan keilmuan.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah memberikan
informasi yang lebih rinci mengenai karakteristik anemia pada penderita
tuberkulosis paru di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo tahun 2018
1.4.3 Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah sebagai rujukan untuk
penelitian lebih lanjut.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia
2.1.1 Definisi Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana menurunnya hemoglobin
(Hb), hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal
(Masthalina H et al, 2015).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat
disebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu
lambatnya produksi sel darah merah (Guyton dan Hall, 1997).
2.1.2 Faktor Risiko Anemia
Risiko terjadinya anemia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti usia, jenis kelamin, status pendidikan, maupun pekerjaan.
Umumnya seseorang dengan usia tua memiliki risiko yang tinggi
mengalami anemia terutama anemia penyakit kronis. Hal itu disebabkan
pada usia tua, terjadi peningkatan kadar IL-6 yang merupakan mediator
untuk menstimulasi penyimpanan besi dalam makrofag dan berkaitan
dengan anemia penyakit kronis (Smith, 2000).
Selain itu, jenis kelamin juga memiliki pengaruh terhadap
terjadinya anemia. Pada kasus tuberkulosis, wanita lebih rentan mengalami
anemia daripada laki-laki (Lee SW, 2006).
Status pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang tentang pemilihan makanan sehari-hari. Asupan makanan yang
sesuai bagi tubuh dapat mencegah terjadinya anemia terutama
6
anemia defisiensi besi. Seseorang dengan status pendidikan yang lebih
rendah memiliki risiko anemia yang lebih tinggi dibandingkan dengan
seseorang dengan status pendidikan yang lebih tinggi. Semakin tinggi
status pendidikan seseorang, maka akan mempengaruhi respon atau
persepsi yang lebih rasional dibandingkan mereka yang memiliki status
pendidikan yang lebih rendah (Priyanto LD, 2014).
Pekerjaan juga dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia.
Prawirohardjo mengatakan bahwa semakin tinggi beban kerja yang
dimiliki seseorang, maka risiko mengalami anemia juga akan semakin
meningkat (Prawirohardjo, 2009).
2.1.3 Klasifikasi Anemia
Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologi eritrositnya yaitu:
a. Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan
akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada
sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai
dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal :
(MCV 80 -94 fl), (MCH 26 – 32 pg), (MCHC 32 – 36 %), bentuk dan
ukuran eritrosit (Mahon CR and Fowler DG, 2004).
b. Anemia makrositik hiperkrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal.
(Indeks eritrosit pada (MCV > 94 fl,) (MCH > 32 pg,), (MCHC > 36
%). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12,
7
asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati,
dan myelodisplasia) (Mahon CR and Fowler DG, 2004).
c. Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal.
(Indeks eritrosit : (MCV < 80 fl), (MCH < 26 pg), (MCHC 32 %)
(Mahon CR and Fowler DG, 2004) .
2.1.4 Derajat Anemia
Menurut World Health Organization (WHO) anemia dibagi
menjadi beberapa derajat yaitu :
a. Kadar HB > 13 gr% (Laki-laki), > 12 gr% (Perempuan) : tidak anemia
b. Kadar HB 11-12,9 gr% (Laki-laki), 11-11,9 gr% (Perempuan) :
anemia ringan
c. Kadar HB 8-10,9 gr%: anemia sedang
d. Kadar HB < 8 gr%: anemia berat
2.2 Tuberkulosis
2.2.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menular melalui
percikan dahak. (Depkes RI, 2017).
2.2.2 Epidemiologi Tuberkulosis
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada
tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah
kasus baru TB tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan
8
pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis
prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan.
Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini terjadi
kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko TB
misalnya merokok dan kurangnya kepatuhan minum obat. Survei ini
menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok
sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok
(Depkes RI, 2018).
Namun pada tahun 2018 Global TB Report WHO mengeluarkan
data bahwa Indonesia merupakan negara dengan kasus Tuberkulosis
tertinggi ketiga di dunia, setelah India dan Tiongkok. Diperkirakan insiden
TB di Indonesia mencapai 842.000 kasus dengan mortalitas 107.000
kasus.
2.2.3 Etiopatofisiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis paru merupakan penyakit radang parenkim paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui
udara. Droplet nuclei yang dibersinkan atau dibatukkan oleh penderita TB
dapat menetap 1-2 jam di udara bebas bergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Bila dalam suasana
gelap dan lembab, kuman ini dapat bertahan berhari-hari hingga berbulan-
bulan. Oleh karena itu, penularan Mycobacterium tuberculosis terutama
terjadi pada malam hari (Djojodibroto, 2009; Rab, 2010; Setiati, 2014).
Bila agen penyebab TB dihirup oleh orang yang sehat, maka akan
menempel pada saluran pernapasan atau jaringan paru. Karena ukurannya
9
yang sangat kecil, kuman TB dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman
TB akan segera diatasi oleh mekanisme imunologik non spesifik.
Makrofag alveolar akan memfagosit kuman TB (Setiati, 2014; Rab, 2010)
Sebagian orang yang terinfeksi kuman TB akan menjadi sakit
primer (infeksi primer) yang biasanya terlokalisir di paru dan limfonodi
regional dalam rongga thorax. Pada infeksi primer, biasanya pasien tidak
mengeluh, namun hasil tes tuberkulinnya positif. Pada sebagian kasus,
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag dan terus berkembang biak hingga akhirnya
membentuk koloni pertama di tempat tersebut yang disebut sebagai fokus
primer GOHN (Setiati, 2014). Dari fokus primer, kuman TB menyebar
melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini
menyebabkan inflamasi pada saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Kompleks primer merupakan gabungan fokus
primer, limfangitis dan limfadenitis. Waktu yang diperlukan hingga
terbentuk kompleks primer disebut masa inkubasi yang memerlukan waktu
4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa
inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah >100 kuman,
yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon imun seluler (Setiati,
2014).
Setelah respon imun seluler terbentuk, fokus primer di jaringan
paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna menjadi fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis dan enkapsulasi. Kelenjar limfe
regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
10
penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman
TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun di dalam
kelenjar ini (Setiati, 2014).
Kuman yang bersifat dorman pada TB primer akan muncul
bertahun tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa
(TB sekunder / TB pasca primer). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%
karena imunitas tubuh yang menurun seperti pada penyakit malnutrisi,
DM, HIV, kanker, gagal ginjal, alkoholism dan lain-lain. TB sekunder ini
dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru. Invasinya
adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodul hilus paru. Dalam 3-10
minggu, sarang ini menjadi tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri
dari sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel
limfosit dan berbagai jaringan ikat (Setiati, 2014).
2.2.4 Gejala Klinis Tuberkulosis
Gejala TB pada umumnya penderita mengalami batuk dan
berdahak terus-menerus selama > 2 minggu, disertai dengan gejala
pernafasan lain, seperti sesak nafas, batuk darah nyeri dada, badan lemah,
nafsu makan atau pernah batuk darah, berat badan menurun, berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari sebulan
(WHO, 2009).
2.2.5 Diagnosis Tuberkulosis
2.2.5.1 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan sputum sangat penting untuk diagnosis TB yaitu
dengan ditemukannya Basil Tahan Asam (BTA). Disamping itu,
11
pemeriksaan ini juga mudah dan murah sehingga dapat dilakukan di
tingkat perifer (puskesmas). Pemeriksaan secara mikroskopi dilakukan
3 kali dengan menggunakan sputum sewaktu-pagi-sewaktu. Untuk
menemukan BTA, pembuatan apusan dilakukan dengan pewarnaan
tahan asam dengan metode Ziehl-Neelsen. Pembacaan hasil
pemeriksaan sediaan sputum untuk BTA dilakukan dengan skala
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease
(IUALTD), yakni (Setiati, 2014) :
a. BTA (-) : BTA tidak ditemukan (0/100 LP)
b. Meragukan : 1-9/100 LP
c. + : 10-99/100 LP
d. ++ : 1-10/LP
e. +++ : >10/LP (periksa minimal 20 LP)
2.2.5.2 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi (foto thorax) untuk menegakkan diagnosis
TB paru dilakukan bila pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Gambaran radiologik berupa bercak-bercak seperti awan dan batas-batas
yang tidak tegas umumnya pada apeks paru. Bila lesi telah diliputi
jaringan ikat maka bayangan akan terlihat berupa bulatan dengan batas
yang tegas disebut tuberkuloma (Setiati, 2014).
2.3 Anemia pada penyakit tuberkulosis paru
2.3.1 Hubungan anemia dan penyakit tuberkulosis paru
Banyak pasien dengan TB paru aktif menunjukkan penurunan
kadar hemoglobin, yang dapat berdampak langsung pada morbiditas (TB-
12
associated morbidity). Anemia dapat didefinisikan sebagai kadar
hemoglobin (Hb) di bawah 12 g / dL untuk wanita dan13 g / dL untuk pria.
Anemia pada tuberkulosis dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu defisiensi
besi dan peradangan kronis. Ini dua mekanisme anemia yang berbeda
menyajikan definisi laboratorium yang berbeda pula. Anemia disebabkan
oleh defisiensi besi akan memperlihatkan kadar feritin <30 ng / mL
sedangkan yang disebabkan oleh penyakit kronis akan memperlihatkan
kadar feritin> 100ng / mL. Selain itu, konsentrasi serum feritin dilaporkan
meningkat dalam kondisi inflamasi seperti penyakit autoimun, infeksi,
keganasan dan penyakit lainnya.
2.3.2 Anemia Penyakit Kronis
2.3.2.1 Definisi Anemia Penyakit Kronis
Anemia penyakit kronis atau sering dikatakan Anemia chronic
disease (ACD) adalah anemia yang dijumpai pada pasien dengan infeksi,
inflamasi kronis, maupun keganasan. Anemia ini umumnya bersifat ringan
atau sedang Tanto C et al, 2014).
2.3.2.2 Etiopatofisiolofi Anemia Penyakit Kronis
Anemia penyakit kronis merupakan jenis anemia yang paling sering
terjadi pada pasien penderita tuberkulosis paru. Mekanisme terjadinya
anemia pada penyakit tuberkulosis paru atau penyakit kronis lainnya
secara garis besar dititikberatkan pada 3 abnormalitas utama: ketahanan
hidup eritrosit yang memendek akibat terjadinya lisis eritrosit lebih dini,
respon sumsum tulang karena respon eritropoetin yang terganggu atau
13
menurun, dan gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi
(Adang M dan Osman S, 2005)
Setiati S et al (2014) mengatakan bahwa anemia penyakit kronis
disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah dan kegagalan
tubuh mengkompensasi penurunan massa hidup eritrosit. Jumlah sel besi
yang subnormal dalam eritroblast, walaupun simpanan besi berlebihan,
mengisyaratkan adanya gangguan pemindahan besi ke sel eritroid yang
sedang berekembang. Mungkin sitokin peradangan seperti IL-1,
menginduksi peningkatan translasi transferrin, sehingga besi terperangkap
dan tidak dapat dilepaskan ke transferrin. Sel-sel yang terbentuk berada
dalam keadaan defisiensi besi sehingga berukuran kecil dan pucat.
Penekanan ringan pada produksi sel darah merah disebabkan
sebagian oleh penurunan ketersediaan besi. Selain itu, kadar eritropoetin
cenderung lebih rendah daripada perkiraan berdasarkan derajat anemia
(Setiati S et al, 2014).
2.3.2.3 Diagnosis anemia penyakit kronis
Diagnosis berdasarkan temuan profil hematologik berikut dengan
penyakit kronis yang menyertai.
a. Anemia ringa n sampai sedang (7-11 g/dl)
b. Morfologi eritrosit umumnya normositik normokrom, walaupun
banyak pasien anemia mikrositik hipokrom
c. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit meningkat
d. Kadar besi serum menurun, terjadi setelah awitan suatu infeksi atau
inflamasi, mendahului terjadinya anemia. Kadar Total iron binding
14
capacity (TIBC) rendah. Kadar besi pada sumsum tulang normal
atau meningkat, kadar ferritin normal atau meningkat, serta kadar
transferrin menurun (Tanto C et al, 2014).
2.3.2.4 Penanganan anemia penyakit kronis
Anemia pada peradangan kronik tidak responsif terhadap
pemberian obat hematinic seperti besi, asam folat atau vitamin B12.
Karena anemia yang terjadi jarang parah, maka jarang diindikasikan
transfuse darah. Usaha harus ditujukan untuk mengoreksi penyakit yang
mendasari. Selain itu bila anemianya lebih parah dari perkiraan, maka
harus dicari faktor lain seperti hilangnya darah atau mielosupresi akibat
obat yang dapat ikut berperan mengurangi masa sel darah merah.
Walaupun terapi eritropoetin dapat meningkatkan hematokrit, peningkatan
tersebut sedang dan ini saja tidak banyak memperbaiki status fungsional
pasien (Setiati S et al, 2014)
2.3.3 Anemia defisiensi besi
2.3.3.1 Definisi Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang terjadi akbiat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis karena cadangan besi
kosong. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya pembentukan
hemoglobin (Tanto C et al, 2014)
2.3.3.2 Etiopatofisiologi Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi disebabkan dapat disebabkan karena
kurangnya asupan zat besi yang dikonsumsi sehari-hari. Namun, anemia ini
juga dapat disebabkan karena kehilangan zat besi akibat perdarahan. Gejala
15
penurunan nafsu makan dan hemoptisi pada penyakit tuberkulosis paru
memiliki dampak terhadap status hemologik pasien yang menyebabkan
terjadinya anemia.
Pada Anemia defisiensi besi, terdapat kekurangan zat besi di tempat-
tempat cadangan besi atau terjadi perubahan kosentrasi besi dalam serum.
Hal ini menyebabkan kadar ferritin berkurang. Kemudian jika hal ini terus
berlanjut, maka akan menyebabkan gangguan eritropoesis. Proses
pembentukan sel darah merah dengan kondisi besi yang kurang akan
menyebabkan sel darah yang dihasilkan menjadi lebih kecil (Mikrositik
Hipokrom) (Bakta IM, 2007).
2.3.3.3 Diagnosis Anemia defisiensi besi
Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan apabila ditemukan
penurunan HB dan penurunan Fe serum. Profil hematatologik pada pasien
anemia defisiensi besi yaitu (Tanto C et al, 2014) :
a. Kadar HB, MCV, MCH, dan MCHC menurun
b.Besi serum menurun <50 ug/dl
c. TIBC meningkat >350 ug/dl
d.Transferin <15 %
e. Penurunan kadar ferritin serum
2.3.3.4 Penanganan anemia defisiensi besi
a. Terapi kausal, dengan mengatasi penyebab perdarahan
b. Pemberian preparat besi (Fe) 3x200 mg selama 3-6 bulan per oral
dalam kondisi perut kosong
16
c. Terapi besi parenteral dengan Iron dextran complex 50 mg/ml)
subkutan atau intravena (Tanto C et al, 2014).
17
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Teori
Tuberkulosis Paru
Infeksi Mycobacterium
tuberculosis
Penyerapan zat besi
terhambat
Hemoptisis Nafsu Makan
menurun
Asupan zat besi
berkurang
Anemia
Kehilangan
darah
Pelepasan Sitokin
Hepcidin Meningkat
Besi serum menurun
Penurunan Hemoglobin
18
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tipe dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tipe observasional deskriptif.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo, Kota
Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan September – Oktober tahun
2019.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh penderita Tuberkulosis paru yang mengalami
anemia di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo pada bulan Oktober - Desember
tahun 2018.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan
tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.1 Kriteria Inklusi
Pasien tuberkulosis paru disertai anemia di RSUP DR. Wahidin
Sudirohusodo yang telah tercatat dalam berkas rekam medik.
4.4.2 Kriteria Eksklusi
Pasien tuberkulosis paru disertai anemia yang tidak memiliki data sesuai
penelitian yang akan dilakukan dalam berkas rekam medik.
19
4.5 Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasonal
Alat
Ukur
Skala
Ukur Hasil Ukur
Karakteristik
Anemia
Gambaran
anemia menurut
derajat dan
morfologi
eritrositnya
Rekam
Medis Rasio
Derajat Anemia
Anak usia 6 bulan – 59
bulan (gr/dl)
- Anemia ringan HB 10 –
10,9
- Anemia sedang : HB 7 –
9,9
- Anemia berat :HB < 7
Anak usia 5 – 11 tahun
(gr/dl)
- Anemia ringan : HB 11 –
11,4
- Anemia sedang : HB 8 –
10,9
- Anemia berat : HB < 8
Laki -laki dan perempuan
usia > 12 tahun (gr/dl)
- Anemia ringan : HB 11-
12,9 (Laki-laki), 11-11,9
gr% (Perempuan dan anak
usia 12-14 tahun)
- Anemia sedang : HB 8-
10,9
- Anemia berat : HB < 8
20
Morfologi Eritrosit
Anak usia 6 – 11 bulan
(MCV : 78-102 fl, MCH :
23-31 pg, MCHC : 32-36%)
Anak usia 1-3 tahun
(MCV : 76-92 fl, MCH : 23-
31 pg, MCHC : 32-36%)
Anak usia 4-7 tahun
(MCV : 78-94 fl, MCH : 23-
31, MCHC : 32-36%)
Laki-laki dan perempuan
usia > 8 tahun
(MCV : 80-94 fl, MCH ; 26-
32 pg, MCHC : 32-36%)
- Mikrositik Hipokrom : Di
bawah nilai rujukan
- Normositik Normokrom :
Sesuai dengan nilai rujukan
- Makrositik Hiperkrom : Di
atas nilai rujukan
Jenis
Kelamin
Dikatakan laki-
laki / Perempuan
Rekam
Medis Nominal
- Laki-Laki
- Perempuan
Umur
Tahun sejak
dilahirkan sampai
didiagnosis
Tuberkulosis
Paru
Rekam
Medis Rasio
< 10 tahun
11-20 tahun
21-30 tahun
31- 40 tahun
41-50 tahun
51 – 60 tahun
> 60 tahun
Pendidikan
terakhir
Jenis pendidikan
formal yang
terakhir yang
Rekam
Medis Nominal
- Tidak pernah sekolah
- SD
- SMP
21
diselesaikan. - SMP
- SMA
- Diploma
- S1
- S2
Pekerjaan
Pencaharian,
barang apa yang
dijadikan pokok
penghidupan /
sesuatu yang
dilakukan untuk
mendapatkan
nafkah
Rekam
Medis Nominal
- PNS
- Pelajar
- Wiraswasta
- Petani
- Ibu Rumah
Tangga
- Tidak
bekerja
- Lainnya
4.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder
berupa rekam medik penderita tuberkulosis paru disertai anemia di RSUP DR.
Wahidin Sudirohusodo pada tahun 2018.
4.7 Instrumen Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Surat izin etik penelitian
b. Rekam medik
c. Laptop
4.8 Teknik Pengolahan Data
Analisis data hasil penelitian akan menggunakan program Microsoft Excel
2016 dan SPSS.
22
4.9 Alur Penelitian
4.9.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Peneliti menyusun proposal penelitian dan mengajukannya kepada
pembimbing
2. Peneliti melakukan izin etik di Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin
3. Peneliti mendapatkan perizinan dari rumah sakit umum pusat DR.
Wahidin Sudirohusodo
4. Peneliti melakukan pendataan individu dalam populasi yang
memenuhi kriteria sampel yang diinginkan dalam penelitian
4.9.2 Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
1. Peneliti akan berkunjung ke tempat (lokasi) penelitian yang telah
ditetapkan
2. Peneliti menelusuri hasil rekam medik pasien menderita
tuberkulosis paru disertai anemia
3. Peneliti melakukan pengumpulan dan analisis data
4. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil penelitian
5. Penarikan kesimpulan dari penelitian
4.9.3 Tahap Pelaporan
Tahap pelaporan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Penulisan hasil analisis dan kesimpulan penelitian
2. Evaluasi hasil data bersama pembimbing
23
3. Pencetakan hasil penelitian
4. Publikasi penelitian
4.10 Etika Penelitian
1. Peneliti akan mengajukan persetujuan etik sebelum melakukan
penelitian.
2. Menjaga kerahasiaan sampel agar tidak ada pihak yang dirugikan pada
penelitian ini.
24
BAB V
HASIL PENILITIAN
5.1 Karakteristik sampel anemia pada penderita tuberkulosis paru
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2019 di
RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, untuk mengetahui karakteristik
anemia pada pasien tuberkulosis paru periode Oktober – Desember 2018. Hasil
penelitian didapatkan dari data sekunder berupa data yang ada di dalam rekam
medis pasien. Pada periode Oktober - Desember 2018, jumlah pasien yang
terdiagnosis tuberkulosis paru di RSUP Wahidin Sudirohusodo adalah 73 orang.
Jumlah data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk
dalam kriteria eksklusi yaitu sebanyak 42 sampel. Karakteristik sampel penderita
tuberkulosis paru yang mengalami anemia dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.1 Karakteristik sampel anemia pada penderita tuberkulosis paru
No Variabel Frekuensi (N) Persentasi (%)
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
22
20
52.4
47.6
2. Umur
a. < 10 Tahun
b. 11-20 Tahun
c. 21-30 Tahun
d. 31-40 Tahun
e. 41-50 Tahun
f. 51-60 Tahun
g. > 60 Tahun
12
4
2
6
1
8
9
28.5
9.5
4.7
14.2
2.3
19.0
21.4
25
3. Pendidikan
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Diploma
f. S1
g. S2
12
8
5
11
3
2
1
28.6
19.0
11.9
26.2
7.1
4.8
2.4
4. Pekerjaan
a. PNS
b. Pelajar
c. Wiraswasta
d. Petani
e. IRT
f. Tidak Bekerja
g. Lainnya
7
5
6
3
8
11
2
16.7
11.9
14.3
7.1
19.0
26.2
4.8
Total 42 100
5.2 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Jenis
Kelamin
Tabel 5.2 Distribusi anemia berdasarkan jenis kelamin
Jenis
Kelamin
Derajat
Anemia To
tal %
Morfologi Eritrosit To
tal %
R S B Mikrositik
Hipokrom
Normositik
Normokrom
Makrositik
Hiperkrom
Laki- Laki 16 3 3 22 52.4 4 18 0 22 52.4
Perempuan 10 9 1 20 47.6 5 15 0 20 47.6
Tabel 5.2 menampilkan distribusi frekuensi pasien tuberkulosis paru
disertai anemia yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Tabel di atas
menunjukkan jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki yang mengalami
* R : Anemia Ringan * S : Anemia Sedang * B : Anemia Berat
26
anemia yaitu sebanyak 22 orang (52.4%) dengan derajat anemia ringan sebanyak
16 orang, anemia sedang 3 orang, dan anemia berat sebanyak 3 orang. Jika
ditinjau dari morfologi eritrositnya, pasien mengalami anemia mikrositik
hipokrom sebanyak 4 orang, anemia normositik normokrom sebanyak 18 orang
dan tidak ada pasien yang mengalami anemia makrositik hiperkrom. Pada pasien
tuberkulosis paru perempuan terjadi anemia sebanyak 20 orang (47.6%) dengan
derajat anemia ringan sebanyak 10 orang, anemia sedang sebanyak 9 orang, dan
anemia berat sebanyak 1 orang. Jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi
anemia mikrositik hipokrom sebanyak 5 orang, anemia normositik normokrom
sebanyak 15 orang, dan tidak ada pasien yang mengalami anemia makrositik
hiperkrom. Sehingga total keseluruhan sampel yang diamati sebanyak 42 sampel.
Berdasarkan distribusi di atas terlihat bahwa pasien tuberkulosis paru disertai
anemia dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan. Berikut grafik sampel yang mengalami anemia berdasarkan jenis
kelamin pada pasien tuberkulosis paru di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo
Periode Oktober – Desember 2018.
Gambar 5.2.1 Grafik Distribusi Derajat Anemia Berdasarkan Jenis Kelamin
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Laki-laki Perempuan
Jenis Kelamin
Anemia Ringan Anemia Sedang Anemia Berat
27
Gambar 5.2.2 Grafik Distribusi Morfologi Eritrosit Berdasarkan Jenis Kelamin
5.3 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Umur
Tabel 5.3 Distribusi anemia berdasarkan umur
Tabel 5.3 menampilkan distribusi frekuensi pasien tuberkulosis paru
disertai anemia yang dikelompokkan berdasarkan umur. Tabel di atas
menunjukkan jumlah pasien yang mengalami anemia dengan umur kurang dari 10
tahun yaitu sebanyak 12 orang (28.5%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 9
0
5
10
15
20
Laki-laki Perempuan
Jenis Kelamin
Mikrositik Hipokrom Normositik Normokrom Makrositik Hiperkrom
Umur
(Tahun)
Derajat
Anemia To
tal %
Morfologi Eritrosit To
tal %
R S B Mikrositik
Hipokrom
Normositik
Normokrom
Makrositik
Hiperkrom
< 10 9 2 1 12 28.5 6 6 0 12 28.5
11 - 20 3 1 0 4 9.5 1 3 0 4 9.5
21 - 30 1 1 0 2 4.7 0 2 0 2 4.7
31 - 40 4 2 0 6 14.2 0 6 0 6 14.2
41 – 50 0 1 0 1 2.3 1 0 0 1 2.3
51- 60 3 4 1 8 19.0 0 8 0 8 19.0
> 60 6 1 2 9 21.4 1 8 0 9 21.4
* R : Anemia Ringan * S : Anemia Sedang * B : Anemia Berat
28
orang, anemia sedang sebanyak 2 orang, anemia berat sebanyak 1 orang. Jika
ditinjau dari morfologi eritrosit, terjadi anemia mikrositik hipokrom sebanyak 6
orang, anemia normositik normokrom sebanyak 6 orang. Pada kelompok umur
10-20 tahun terjadi anemia sebanyak 4 orang (9.5%) dengan anemia ringan
sebanyak 3 orang, anemia sedang sebanyak 1 orang. Jika ditinjau dari morfologi
eritrositnya, terjadi anemia mikrositik hipokrom sebanyak 1 orang, dan anemia
normositik normokrom sebanyak 3 orang. Pada kelompok umur 21-30 tahun
terjadi anemia sebanyak 2 orang (4.7%) dengan derajat anemia ringan sebanyak
sebanyak 1 orang, dan anemia sedang sebanyak 1 orang. Jika ditinjau dari
morfologi eritrositnya, terjadi anemia normositik normokrom pada kedua pasien
tersebut. Pada kelompok umur 31-40 tahun terjadi anemia sebanyak 6 orang
(14.2%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 4 orang dan anemia sedang
sebanyak 6 orang. Jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi anemia
normositik normokrom pada keenam pasien tersebut. Pada kelompok umur 41-
50 tahun terjadi anemia sebanyak 1 orang dengan persentasi 2.3% dengan derajat
yang sedang dan jika ditinjau dari morfologi eritrosit, pasien mengalami anemia
mikrositik hipokrom. Pada kelompok umur 51-60 tahun terjadi anemia sebanyak 8
orang (19.0%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 3 orang, anemia sedang
sebanyak 4 orang, dan anemia berat sebanyak 1 orang. Jika ditinjau dari morfologi
eritrositnya, terjadi anemia normositik normokrom pada kedelapan pasien
tersebut. Pada kelompok umur lebih dari 60 tahun terjadi anemia sebanyak 9
orang (21.4%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 6 orang, anemia sedang
sebanyak 1 orang, dan anemia berat sebanyak 2 orang. Ditinjau dari morfologi
eritrositnya, terjadi anemia mikrositik hipokrom sebanyak 1 orang dan anemia
29
normositik normokrom sebanyak 8 orang. Sehingga total keseluruhan sampel
yang diamati sebanyak 42 sampel. Berdasarkan distribusi di atas, terlihat bahwa
pasien tuberkulosis paru disertai anemia yang berumur kurang dari 10 tahun
merupakan sampel dengan persentasi anemia tertinggi yaitu 28.5% sedangkan
sampel dengan persentasi terendah adalah pasien berumur 41-50 tahun yaitu
2.3%. Berikut grafik sampel yang mengalami anemia berdasarkan umur pada
pasien tuberkulosis paru di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Periode Oktober –
Desember 2018.
Gambar 5.3.1 Grafik Distribusi Derajat Anemia Berdasarkan Umur
Gambar 5.3.2 Grafik Distribusi Morfologi Eritrosit Berdasarkan Umur
0
2
4
6
8
10
<10 11 - 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 >60
Umur
Anemia Ringan Anemia Sedang Anemia Berat
0
2
4
6
8
10
<10 11 - 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 >60
Umur
Mikrositik Hipokrom Normositik Normokrom Makrositik Hiperkrom
30
5.4 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan
Pendidikan Terakhir
Tabel 5.4 Distribusi anemia berdasarkan pendidikan terakhir
Tabel 5.4 menampilkan distribusi frekuensi pasien tuberkulosis paru
disertai anemia yang dikelompokkan berdasarkan pendidikan terakhir. Tabel di
atas menunjukkan jumlah pasien yang tidak pernah sekolah dan mengalami
anemia sebanyak 12 orang (28.6%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 10
orang, anemia sedang 1 orang, dan anemia berat sebanyak 1 orang. Jika ditinjau
dari morfologi eritrositnya, terjadi anemia mikrositik hipokrom sebanyak 5 orang,
anemia normositik normokrom sebanyak 7 orang. Pasien dengan pendidikan
terakhir SD, terjadi anemia sebanyak 8 orang (19.%) dengan derajat anemia
ringan sebanyak 5 orang dan anemia sedang sebanyak 3 orang. Jika ditinjau dari
morfologi eritrositnya, terjadi anemia mikrositik hipokrom sebanyak 1 orang dan
Pendidik
an
Terakhir
Derajat
Anemia To
tal %
Morfologi Eritrosit To
tal %
R S B Mikrositik
Hipokrom
Normositik
Normokrom
Makrositik
Hiperkrom
Tidak
Sekolah 10 1 1 12 28.6 5 7 0 12 28.6
SD 5 3 0 8 19.0 1 7 0 8 19.0
SMP 2 3 0 5 11.9 1 4 0 5 11.9
SMA 6 4 1 11 26.2 1 10 0 11 26.2
Diploma 2 1 0 3 7.1 1 2 0 3 7.1
S1 0 0 2 2 4.8 0 2 0 2 4.8
S2 1 0 0 1 2.4 0 1 0 1 2.4
* R : Anemia Ringan * S : Anemia Sedang * B : Anemia Berat
31
anemia normositik normokrom sebanyak 7 orang. Pada pasien dengan pendidikan
terakhir SMP, terjadi anemia sebanyak 5 orang (11.9%) dengan derajat ringan
sebanyak 2 orang dan anemia sedang sebanyak 3 orang. Jika ditinjau dari
morfologi eritrositnya, terjadi anemia mikrositik hipokrom sebanyak 1 orang dan
anemia normositik normokrom sebnayak 4 orang. Pada pasien dengan pendidikan
terakhir SMA, terjadi anemia sebanyak 11 orang (26.2%) dengan derajat anemia
ringan sebanyak 6 orang, anemia sedang sebanyak 4 orang, dan anemia berat
sebanyak 1 orang. Jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi anemia
mikrositik hipokrom 1 orang dan anemia normositik normokrom sebanyak 10
orang. Pada pasien dengan pendidikan terakhir Diploma, terjadi anemia sebanyak
3 orang (7.1%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 2 orang dan anemia
sedang sebanyak 1 orang. Jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi anemia
mikrositik hipokrom sebanyak 1 orang dan anemia normositik normokrom
sebanyak 2 orang. Pada pasien dengan pendidikan terakhir S1, terjadi anemia
sebanyak 2 orang (4.8%) dengan derajat anemia berat sebanyak 2 orang dan jika
ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi anemia normositik normokrom
sebanyak 2 orang. Pada pasien dengan pendidikan terakhir S2, terjadi anemia
sebanyak 1 orang (2.4%) dengan derajat anemia ringan dan jika ditinjau dari
morfologi eritrositnya, terjadi anemia normositik normokrom. Sehingga total
keseluruhan sampel yang diamati sebanyak 42 sampel. Berdasarkan distribusi di
atas terlihat bahwa pasien tuberkulosis paru disertai anemia yang tidak pernah
sekolah merupakan sampel dengan persentasi tertinggi yaitu 28.6% sedangkan
sampel dengan persentasi terendah adalah pasien dengan pendidikan terakhir S2
2.4%. Berikut grafik sampel yang mengalami anemia berdasarkan pendidikan
32
terakhir pada pasien tuberkulosis paru di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo
Periode Oktober – Desember 2018.
Gambar 5.4.1 Grafik Distribusi Morfologi Eritrosit Berdasarkan Pendidikan
Terakhir
Gambar 5.4.2 Grafik Distribusi Morfologi Eritrosit Berdasarkan Pendidikan
Terakhir
0
2
4
6
8
10
12
Tidak Sekolah SD SMP SMA Diploma S1 S2
Pendidikan Terakhir
Anemia Ringan Anemia Sedang Anemia Berat
0
2
4
6
8
10
12
Tidak Sekolah SD SMP SMA Diploma S1 S2
Pendidikan Terakhir
Mikrositik Hipokrom Normositik Normokrom Makrositik Hiperkrom
33
5.5 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan
Pekerjaan
Tabel 5.5 Distribusi anemia berdasarkan pekerjaan
Tabel 5.5 menampilkan distribusi frekuensi pasien tuberkulosis paru
disertai anemia yang dikelompokkan berdasarkan pekerjaan. Tabel di atas
menunjukkan jumlah pasien dengan anemia yang bekerja sebagai PNS sebanyak 7
orang (16.7%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 3 orang, anemia sedang
sebanyak 1 orang, dan anemia berat sebanyak 3 orang. Jika ditinjau dari
morfologi eritrositnya, terjadi anemia mikrositik hipokrom sebanyak 1 orang dan
anemia normositik normokrom sebanyak 6 orang. Pada Pelajar, terjadi anemia
sebanyak 5 orang (11.9.%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 3 orang dan
anemia sedang sebanyak 2 orang. Jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi
anemia mikrositik hipokrom sebanyak 2 orang dan anemia normositik normokrom
sebanyak 3 orang. Pada pasien yang bekerja sebagai wiraswasta terjadi anemia
Pekerjaan
Derajat
Anemia To
tal %
Morfologi Eritrosit To
tal %
R S B Mikrositik
Hipokrom
Normositik
Normokrom
Makrositik
Hiperkrom
PNS 3 1 3 7 16.7 1 6 0 7 16.7
Pelajar 3 2 0 5 11.9 2 3 0 5 11.9
Wiraswas
ta 4 2 0 6 14.3 0 6 0 6 14.3
Petani 3 0 0 3 7.1 0 3 0 3 7.1
IRT 2 6 0 8 19.0 1 7 0 8 19.0
Tidak
Bekerja 9 1 1 11 26.2 5 6 0 11 26.2
Lainnya 2 0 0 2 4.8 0 2 0 2 4.8
* R : Anemia Ringan * S : Anemia Sedang * B : Anemia Berat
34
sebanyak 6 orang (14.3%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 4 orang dan
anemia sedang sebanyak 2 orang. Jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi
anemia normositik normokrom pada keenam pasien tersebut. Pada pasien yang
bekerja sebagai Petani terjadi anemia sebanyak 3 orang (7.1%) dengan derajat
anemia yang ringan dan jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi anemia
normositik normokrom pada ketiga pasien tersebut. Pada pasien yang bekerja
sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) terjadi anemia sebanyak 8 orang (19%) dengan
derajat anemia ringan sebanyak 2 orang dan anemia sedang sebanyak 6 orang.
Jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi anemia mikrositik hipokrom
sebanyak 1 orang dan anemia normositik normokrom sebanyak 7 orang. Pada
pasien yang tidak bekerja terjadi anemia sebanyak 11 orang (26.2%) dengan
derajat anemia ringan sebanyak 9 orang, anemia sedang sebanyak 1 orang, dan
anemia berat sebanyak 1 orang. Jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi
anemia mikrositik hipokrom sebanyak 5 orang dan anemia normositik normokrom
sebanyak 6 orang. Pada pasien yang memiliki pekerjaan selain di atas (Lainnya)
terjadi anemia sebanyak 2 orang (4.8 %) dengan derajat anemia yang ringan dan
jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi anemia normositik normokrom
pada kedua pasien tersebut. Sehingga total keseluruhan sampel yang diamati
sebanyak 42 sampel. Berdasarkan distribusi di atas terlihat bahwa pasien
tuberkulosis paru disertai anemia yang tidak bekerja merupakan sampel dengan
persentasi tertinggi yaitu 26.2% sedangkan sampel dengan persentasi terendah
adalah pasien yang memiliki pekerjaan selain dari pekerjaan di atas (Lainnya)
yaitu 4.8%. Berikut grafik sampel yang mengalami anemia berdasarkan pekerjaan
35
pada pasien tuberkulosis paru di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Periode
Oktober – Desember 2018.
Gambar 5.5.1 Grafik Distribusi Derajat Anemia Berdasarkan Pekerjaan
Gambar 5.5.2 Grafik Distribusi Morfologi Eritrosit Berdasarkan Pekerjaan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
PNS Pelajar Wiraswasta Petani IRT Tidak Bekerja Lainnya
Pekerjaan
Anemia Ringan Anemia Sedang Anemia Berat
0
1
2
3
4
5
6
7
8
PNS Pelajar Wiraswasta Petani IRT Tidak Bekerja Lainnya
Pekerjaan
Mikrositik Hipokrom Normositik Normokrom Makrositik Hiperkrom
36
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Jenis
Kelamin
Distribusi anemia pada penderita tuberkulosis paru berdasarkan jenis
kelamin seperti yang diuraikan pada tabel 5.2, dapat dilihat bahwa proporsi
tertinggi anemia pada penderita tuberkulosis paru dijumpai pada laki-laki yaitu
sebanyak 22 orang (52.4%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 16 orang,
anemia sedang 3 orang, dan anemia berat sebanyak 3 orang. Jika ditinjau dari
morfologi eritrositnya, pasien mengalami anemia mikrositik hipokrom sebanyak 4
orang dan anemia normositik normokrom sebanyak 18 orang.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Little Matthew
et al (2018) yang mengatakan bahwa proporsi anemia atau penurunan kadar
hemoglobin pada perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pria. Hal itu
disebabkan karena cadangan besi pada perempuan cenderung lebih sedikit
dibanding pria. Namun menurut Wibowo DV et al (2017), ada beberapa risiko
yang dapat menyebabkan laki-laki lebih cenderung mengalami anemia dibanding
perempuan yaitu merokok dan konsumsi alkohol. Merokok dan perilaku
mengonsumsi alkohol merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
parameter hematologi seseorang. Toksisitas yang dihasilkan oleh rokok dan
alkohol dapat mempengaruhi proses eritropoesis tubuh. Secara morfologi eritrosit,
anemia normositik normokrom merupakan frekeunsi paling tinggi baik pada laki-
laki maupun perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hella J et al (2018) yang mengatakan bahwa anemia yang sering terjadi pada
37
penderita tuberkulosis paru adalah Anemia of Chronic Disease (ACD) yang
merupakan kelompok anemia normositik normokrom jika ditinjau dari morfologi
eritrositnya. Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menginfeksi pasien akan
menyebabkan kadar hepcidin meningkat. Peningkatan kadar hepcidin
menyebabkan gangguan metabolisme besi, pembentukan sel darah merah
menurun, dan umur eritrosit memendek. Ketiga hal tersebut akan menghasilkan
anemia pada pasien tuberkulosis paru.
6.2 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Umur
Distribusi anemia pada penderita tuberkulosis paru berdasarkan umur
seperti yang diuraikan pada tabel 5.3, dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi
anemia penderita tuberkulosis paru dijumpai pada umur kurang dari sepuluh tahun
yaitu sebanyak 12 orang (28.5%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 9 orang,
anemia sedang sebanyak 2 orang, anemia berat sebanyak 1 orang. Jika ditinjau
dari morfologi eritrosit, terjadi anemia mikrositik hipokrom sebanyak 6 orang,
anemia normositik normokrom sebanyak 6 orang.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alvarez-Uria G et al
(2014) yang mengatakan bahwa anak umur kurang dari sepuluh tahun memiliki
risiko yang sangat tinggi untuk mengalami anemia. Hal itu bisa terjadi karena
asupan gizi yang sangat krusial untuk anak tidak terpenuhi terutama jika usia anak
masih di bawah lima tahun. Selain itu, Wahtini S (2019) mengatakan bahwa pada
bayi umur di atas enam bulan, terjadi peningkatan kebutuhan zat besi di mana jika
hal tersebut tidak terpenuhi, maka angka kejadian anemia akan meningkat.
Namun, menurut Alvarez -Uria G et al ( 2014) pada anak umur kurang dari
38
sepuluh tahun, anemia yang sering terjadi adalah anemia mikrositik hipokrom
(Alvarez-Uria G et al, 2014).
6.3 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan
Pendidikan Terakhir
Distribusi anemia pada penderita tuberkulosis paru berdasarkan
pendidikan terakhir seperti yang diuraikan pada tabel 5.4, dapat dilihat bahwa
proporsi tertinggi anemia penderita tuberkulosis paru dijumpai pada orang yang
tidak pernah sekolah yaitu sebanyak 12 orang (28.6%) dengan derajat anemia
ringan sebanyak 10 orang, anemia sedang 1 orang, dan anemia berat sebanyak 1
orang. Jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi anemia mikrositik
hipokrom sebanyak 5 orang, anemia normositik normokrom sebanyak 7 orang.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Effendy (1998) yang
mengatakan bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan tingkat pengetahuan
dan perilaku hidup seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka
tingkat pengetahuan dan perilaku hidup yang sehat juga akan meningkat.
Nutritional information sangat penting bagi penderita tuberkulosis paru. Semakin
tinggi nutritional information atau nutritional education, maka perilaku untuk
menkonsumsi makanan tinggi zat besi juga akan meningkat serta akan membantu
mengoptimalkan pengobatan tuberkulosis dan mencegah terjadinya anemia
(Africas Health, 2008). Selain itu, teori perilaku Precede Proceed Lawrence
Green (1980) mengatakan bahwa predisposing factor atau faktor yang
mempengaruhi seseorang untuk bertindak dan berperilaku adalah tingkat
pengatuhan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai, dan persepsi. Wulandari DH
(2015) mengatakan semakin rendah latar pendidikan seseorang, maka akan
39
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin rendah tingkat
pengetahuan seseorang, maka akan mempengaruhi kepatuhan seseorang untuk
mengonsumsi obat. Rendahnya tingkat kepatuhan berobat pasien tuberkulosis
akan meningkatkan risiko terjadinya anemia penyakit kronis (Pramono Ardi,
2003).
6.4 Karakteristik Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan
Pekerjaan
Distribusi anemia pada penderita tuberkulosis paru yang tidak bekerja
memiliki frekuensi tertinggi yaitu 11 orang (26.2%) dengan derajat anemia ringan
sebanyak 9 orang, anemia sedang sebanyak 1 orang, dan anemia berat sebanyak 1
orang. Jika ditinjau dari morfologi eritrositnya, terjadi anemia mikrositik
hipokrom sebanyak 5 orang dan anemia normositik normokrom sebanyak 6 orang.
Menurut Dimyati (1990) pekerjaan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi status sosio ekonomi seseorang. Pekerjaan memiliki peran utama
terhadap pendapatan yang dihasilkan. Tingkat pendapatan seseorang juga
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
Asupan gizi yang kurang terutama asupan besi, memiliki pengaruh terhadap
terjadinya anemia (Citrakesumasari, 2012). Selain itu, asupan gizi yang kurang
dapat mempengaruhi sistem imunitas tubuh untuk melawan penyakit seperti
tuberkulosis paru (Unawekla, JV et al, 2018).
40
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai karakteristik
anemia pada penderita tuberkulosis paru di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo
periode Oktober 2018 – Desember 2018, maka disimpulkan bahwa:
1. Distribusi pasien laki – laki yang mengalami anemia pada penyakit
tuberkulosis paru memiliki frekuensi tertinggi yaitu 22 orang (52.4%)
dengan derajat anemia ringan sebanyak 16 orang, anemia sedang 3 orang,
dan anemia berat sebanyak 3 orang. Jika ditinjau dari morfologi
eritrositnya, pasien mengalami anemia mikrositik hipokrom sebanyak 4
orang, anemia normositik normokrom sebanyak 18 orang.
2. Distribusi pasien kelompok umur < 10 tahun yang mengalami anemia pada
penyakit tuberkulosis paru memiliki frekuensi tertinggi yaitu 12 orang
(28.5%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 9 orang, anemia sedang
sebanyak 2 orang, anemia berat sebanyak 1 orang. Jika ditinjau dari
morfologi eritrositnya, terjadi anemia mikrositik hipokrom sebanyak 6
orang, anemia normositik normokrom sebanyak 6 orang.
3. Distribusi pasien yang tidak pernah sekolah dan mengalami anemia pada
penyakit tuberkulosis paru memiliki frekuensi tertinggi yaitu 12 orang
(28.6%) dengan derajat anemia ringan sebanyak 10 orang, anemia sedang
1 orang, dan anemia berat sebanyak 1 orang. Jika ditinjau dari morfologi
eritrositnya, terjadi anemia mikrositik hipokrom sebanyak 5 orang, anemia
normositik normokrom sebanyak 7 orang.
41
4. Distribusi pasien yang tidak bekerja dan mengalami anemia pada penyakit
tuberkulosis paru memiliki frekuensi tertinggi yaitu 11 orang (26.2%)
dengan derajat anemia ringan sebanyak 9 orang, anemia sedang sebanyak
1 orang, dan anemia berat sebanyak 1 orang. Jika ditinjau dari morfologi
eritrositnya, terjadi anemia mikrositik hipokrom sebanyak 5 orang dan
anemia normositik normokrom sebanyak 6 orang.
7.2 Saran
Adapun saran-saran dari peneliti setelah melakukan penelitian ini yaitu :
1. Angka kejadian anemia masih sangat tinggi pada penyakit tuberkulosis
paru, sehingga sangat diharapkan edukasi atau konseling mengenai upaya
pencegahan anemia pada kasus tuberkulosis paru salah satunya dengan
melakukan konseling gizi.
2. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan dapat meneliti faktor risiko lainnya
yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada penderita tuberkulosis
paru serta menambahkan variabel lain seperti pemeriksaan kadar ferritin
dan TIBC untuk memastikan diagnosis anemia penyakit kronis.
42
DAFTAR PUSTAKA
Adang M dan Osman S. (2005). Penentuan defisiensi besi anemia penyakit kronis
menggunakan peran indeks sTfr-f. Indonesian journal of clinical pathology
and medical laboratory, Volume 12, Nomor 1, 9-14
Alvarez-Uria G et al. (2014). Prevalence and Severity of Anaemia Stratified by
Age and Gender in Rural India. Hindawi Publishing Corporation, 1-4
Africas’s Health. (2010). Nutrition and Tuberculosis. United States America.
USAID, 26-28
Bakta, IM. (2007). Hematologi klinis ringkas. Jakarta: EGC
Citrakesumasari. (2012). Anemia Gizi, Masalah dan Pencegahannya. Yogyakarta
: Kalika.
Chris tanto, et al. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media
Aeskulapius.
Dimyati, Mahmud. (1990). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan.
Yogyakarta: BPFE
Djojodibroto D. (2009). Respirology (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC
Effendy N. (1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi 2.
Jakarta :EGC
Fauziah, I dan Siahaan GE. (2013). Kadar Hemoglobin (Hb) penderita tb paru
dalam masa terapi OAT (obat anti tuberkulosis) di Puskesmas Haji Abdul
43
Halim Hasan Binjai. Jurnal Biologi lingkungan, Industri, dan Kesehatan.
Volume 1, Nomor 1, 13-16
Green, Lawrence, (1980). Health Education: A Diagnosis Approach, The John
Hopkins University. Mayfield Publishing Co.
Guyton A. C., Hall J. E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC
Hella J et al. (2018). Anemia in tuberculosis cases and household controls from
Tanzania: Contribution of disease, coinfections, and the role of hepcidin.
Tanzania. Plos On, 1-14
Ismail Y. (2004). Pulmonary Tuberculosis - A Review of Clinical Features and
Diagnosis in 232 Cases. Med J Malaysia , Volume 59, Nomor 1, 56-64
Kemenkes RI. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
Jakarta; Kementerian Kesehatan RI. 2011
Kementerian Kesehatan RI, (2015). Survei Prevalensi Tuberkulosis 2013-2014,
Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI, (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67
Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI, (2016). National Strategic Plan of Tuberculosis
Control 2016-2020, Jakarta.
Little, Matthew et al. (2018). Burden and Determinants of Anemia in a Rural
Population in South India: A Cross-Sectional Study.South India: PMC, 4-7
44
Lee, SW et al. (2006). The prevalence and evolution of anemia associated with
tuberculosis. J Korean Med Sci 2006: 21: 1028-30
Mahon, CR and Fowler, DG. (2004). Diagnostic Skills In Clinical Laboratory
Science. USA. 369
Masthalina, H et al. (2015). Pola konsumsi (faktor inhibitor dan enhancer fe)
terhadap status anemia remaja putri. Jurnal kesehatan masyrakat, Volume
11, Nomor 1. 80-86
Pramono, Ardi dan Meida NS. (2003). Anemia pada tuberkulosis paru. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Mutiara Medika, Volume 3, Nomor 1, 10-14
Prawirohardjo, S. (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Priyanto, LD. (2014). Hubungan umur, tingkat pendidikan, dan aktivitas fisik
satriwati husada dengan anemia. Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 6,
Nomor 2, 139-146
Proverawati, A dan Wati, E K. (2011). Ilmu Gizi untuk Perawat dan Gizi
Kesehatan. Yulia Medika. Yogyakarta.
Rab T. (2010). Ilmu penyakit paru. Jakarta : Trans Info Media hal.
Sadewo, SW et al. (2016). Gambaran Status Anemia pada Pasien Tuberkulosis
Paru di Unit Pengobatan Penyakit Paru-Paru Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2010-2012. Jurnal Cerebellum, Volume 2. Nomor 3. Agustus 2016,
9-12
45
Santana, LG et al. (2019). Tuberculosis-associated anemia is linked to a distinct
infammatory profle that persists after initiation of antitubercular therapy.
Scientific Reports, Volume 2019, Nomor 9, 1-7
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. (2014). Buku ajar ilmu
penyakit dalam Jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing
Shanmuganathan R. (2015). Clinical Manifestation and Risk Factors of
Tuberculosis Infection in Malaysia: Case Study of a Community Clinic.
Selangor. Global Journal of Health Science, Volume 7, Nomor 4, 110-117
Siregar, PA et al. (2018). Analysis of Factors Related to The Incidence of
Pediatric Pulmonary Tuberculosis in Sibuhuan General Hospital. Jurnal
berkala epidemiologi, Volume 6, Nomor 3, 268-275
Smith, DL. (2000). Anemia in elderly. Am Fam Physician
Sundari, Rini et al. (2017). Perbedaan Parameter Hematologi pada Penderita
Tuberkulosis Paru Terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis Galur Beijing
dengan Galur NonBeijing. MKB, Volume 49, Nomor 1, Maret 2017, 35-41
Unawekla, JV et al. (2018). Hubungan antara Status Gizi dan Sistem Imun Seluler
pada Subyek Penyakit Ginjal Kronik Stadium V Hemodialisis di Instalasi
Tindakan Hemodialisis RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-
Clinic (eCl), Volume 6, Nomor 1, Januari-Juni 2018, 16-20
Wahtini, Sri. (2019). Faktor-faktor yang berpengaruh dengan kejadian anemia
pada bayi. Journal Health of Studies. Volume 3, Nomor 1. 21-27
46
World Health Organization (WHO). (2011). Haemoglobin concentrations for the
diagnosis of anaemia and assessment of severity. VMNIS
World Health Organization (WHO). (2017). Global Tuberculosis Report 2017.
Jenewa
World Health Organization (WHO). (2018). Global Tuberculosis Report 2018.
Switzerland.
Wibowo, EV et al. (2017). Hubungan Merokok dengan Kadar Hemoglobin dan
Trombosit pada Perokok Dewasa . Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 5,
Nomor 2, 4-5
Wulandari, DH. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru Tahap Lanjutan Untuk Minum Obat di
RS Rumah Sehat Terpadu Tahun 2015. Jurnal ARSI, Volume 2, Nomor 1,
17-27
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat izin permohonan penelitian
Lampiran 2. Surat rekomendasi persetujuan etik
Lampiran 3. Data penderita tuberkulosis paru yang disertai dengan anemia di
RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode oktober – desember 2018
No. JK Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan Derajat Anemia
Morfologi Eritrosit
1 L 17 SMP PELAJAR Anemia
ringan Mikrositik Hipokrom
2 L 38 SMA PNS Anemia sedang
Normositik Normokrom
3 P 2 TIDAK SEKOLAH TIDAK
BEKERJA
Anemia
ringan Normositik Normokrom
4 L 66 SMA PNS Anemia
berat Normositik Normokrom
5 P 48 SMA IRT Anemia
sedang Mikrositik Hipokrom
6 L 63 DIPLOMA PNS Anemia
ringan Mikrositik Hipokrom
7 P 2 TIDAK SEKOLAH TIDAK
BEKERJA
Anemia
ringan Normositik Normokrom
8 L 62 S1 PNS Anemia
berat Normositik Normokrom
9 L 53 SMA WIRASWASTA Anemia
sedang Normositik Normokrom
10 L 66 SMA PETANI Anemia
ringan Normositik Normokrom
11 P 65 DIPLOMA IRT Anemia
sedang Normositik Normokrom
12 P 5 TIDAK SEKOLAH TIDAK
BEKERJA
Anemia
berat Normositik Normokrom
13 L 56 SD PETANI Anemia
ringan Normositik Normokrom
14 P 1 TIDAK SEKOLAH TIDAK
BEKERJA
Anemia
sedang Mikrositik Hipokrom
15 L 53 SMA WIRASWASTA Anemia
sedang Normositik Normokrom
16 P 2 TIDAK SEKOLAH TIDAK
BEKERJA
Anemia
ringan Mikrositik Hipokrom
17 L 6 BLN TIDAK SEKOLAH TIDAK
BEKERJA
Anemia
ringan Mikrositik Hipokrom
18 L 16 SMP PELAJAR Anemia
ringan Normositik Normokrom
19 P 59 SD IRT Anemia
ringan Normositik Normokrom
20 P 33 SD IRT Anemia
sedang Normositik Normokrom
21 L 3 TIDAK SEKOLAH TIDAK
BEKERJA
Anemia
ringan Mikrositik Hipokrom
22 L 35 TIDAK SEKOLAH WIRASWASTA Anemia
ringan Normositik Normokrom
23 P 8 BLN TIDAK SEKOLAH TIDAK Anemia Mikrositik Hipokrom
BEKERJA ringan
24 P 26 SMP IRT Anemia sedang
Normositik Normokrom
25 L 64 SD PETANI Anemia
ringan Normositik Normokrom
26 P 78 SD IRT Anemia ringan
Normositik Normokrom
27 P 16 SMP PELAJAR Anemia
sedang Normositik Normokrom
28 L 59 S2 PNS Anemia ringan
Normositik Normokrom
29 L 36 SMA LAINNYA Anemia
ringan Normositik Normokrom
30 L 18 SMA PELAJAR Anemia ringan
Normositik Normokrom
31 P 7 SD PELAJAR Anemia
sedang Mikrositik Hipokrom
32 P 2 TIDAK SEKOLAH TIDAK
BEKERJA Anemia ringan
Normositik Normokrom
33 L 33 SMA WIRASWASTA Anemia
ringan Normositik Normokrom
34 L 30 SMA WIRASWASTA Anemia
ringan Normositik Normokrom
35 L 54 S1 PNS Anemia
berat Normositik Normokrom
36 L 69 SD WIRASWASTA Anemia
ringan Normositik Normokrom
37 P 3 TIDAK SEKOLAH TIDAK
BEKERJA
Anemia
ringan Normositik Normokrom
38 P 10
BLN TIDAK SEKOLAH
TIDAK
BEKERJA
Anemia
ringan Normositik Normokrom
39 P 56 SD IRT Anemia
sedang Normositik Normokrom
40 P 39 SMA BURUH Anemia
ringan Normositik Normokrom
41 P 51 SMP IRT Anemia
sedang Normositik Normokrom
42 L 61 DIPLOMA PNS Anemia
ringan Normositik Normokrom
Lampiran 4. Analisis data
Jenis Kelamin * Derajat Anemia Crosstabulation
Count
Derajat Anemia
Total 1 2 3
Jenis Kelamin Laki laki 16 3 3 22
Perempuan 10 9 1 20
Total 26 12 4 42
Jenis Kelamin * Morfologi Eritrosit Crosstabulation
Count
Morfologi Eritrosit
Total 1 2
Jenis Kelamin Laki laki 4 18 22
Perempuan 5 15 20
Total 9 33 42
Umur * Derajat Anemia Crosstabulation
Count
Derajat Anemia
Total 1 2 3
Umur <10 9 2 1 12
11-20 3 1 0 4
21-30 1 1 0 2
31-40 4 2 0 6
41-50 0 1 0 1
51-60 3 4 1 8
>60 6 1 2 9
Total 26 12 4 42
Umur * Morfologi Eritrosit Crosstabulation
Count
Morfologi Eritrosit
Total 1 2
Umur <10 6 6 12
11-20 1 3 4
21-30 0 2 2
31-40 0 6 6
41-50 1 0 1
51-60 0 8 8
>60 1 8 9
Total 9 33 42
Pendidikan Terakhir * Derajat Anemia Crosstabulation
Count
Derajat Anemia
Total 1 2 3
Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah 10 1 1 12
SD 5 3 0 8
SMP 2 3 0 5
SMA 6 4 1 11
DIPLOMA 2 1 0 3
S1 0 0 2 2
S2 1 0 0 1
Total 26 12 4 42
Pendidikan Terakhir * Morfologi Eritrosit Crosstabulation
Count
Morfologi Eritrosit
Total 1 2
Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah 5 7 12
SD 1 7 8
SMP 1 4 5
SMA 1 10 11
DIPLOMA 1 2 3
S1 0 2 2
S2 0 1 1
Total 9 33 42
Pekerjaan * Derajat Anemia Crosstabulation
Count
Derajat Anemia
Total 1 2 3
Pekerjaan PNS 3 1 3 7
Pelajar 3 2 0 5
Wiraswasta 4 2 0 6
Petani 3 0 0 3
IRT 2 6 0 8
Tidak Bekerja 9 1 1 11
Lainnya 2 0 0 2
Total 26 12 4 42
Pekerjaan * Morfologi Eritrosit Crosstabulation
Count
Morfologi Eritrosit
Total 1 2
Pekerjaan PNS 1 6 7
Pelajar 2 3 5
Wiraswasta 0 6 6
Petani 0 3 3
IRT 1 7 8
Tidak Bekerja 5 6 11
Lainnya 0 2 2
Total 9 33 42
Lampiran 5. Biodata diri penulis
Data Pribadi :
Nama Lengkap : Winardi Sudirman
Nama Panggilan : Nadi
Tempat/Tanggal Lahir : Jeneponto, 7 April 1999
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Gol. Darah : O
Nama Orang Tua
Ayah : Sudirman, S.Pd.
Ibu : Yaliwanti, S.Pd.
Pekerjaan Orang Tua
Ayah : PNS
Ibu : PNS
Anak ke : 2
Alamat saat ini : Jl. Sahabat 1 No. 72
No. Hp : 08111611113
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal
Riwayat Organisasi
Periode Organisasi Jabatan
2017 – 2019 PB MEDIC Anggota
Periode Sekolah / Institusi / Universitas Jurusan
2004 – 2010 SDN No. 64 Tanatoa -
2010 – 2013 SMPN 2 Bangkala -
2013 – 2016 SMAN 9 Makassar IPA
2016 - sekarang Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Pendidikan Dokter