84
PRAKTIK MENGAJAR GURU MADRASAH DINIYAH AL-HIDAYAH (Analisa Fenomenologi di Madrasah Diniyah Al-Hidayah Kecamatan Lawang Kabupaten Malang) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosiologi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Utama Sosiologi Pembangunan Oleh: Agung Nugroho Wijayanto 0710010045 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

PRAKTIK MENGAJAR GURU MADRASAH DINIYAH AL-HIDAYAH

(Analisa Fenomenologi di Madrasah Diniyah Al-Hidayah

Kecamatan Lawang Kabupaten Malang)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosiologi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Utama

Sosiologi Pembangunan

Oleh: Agung Nugroho Wijayanto

0710010045

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2012

Page 2: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

i

PRAKTIK MENGAJAR GURU MADRASAH DINIYAH AL-HIDAYAH

(Analisa Fenomenologi di Madrasah Diniyah Al-Hidayah

Kecamatan Lawang Kabupaten Malang)

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosiologi

Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Utama Sosiologi Pembangunan

Oleh: Agung Nugroho Wijayanto

0710010045

JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2012

Page 3: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

ii

ABSTRAK

Agung Nugroho Wijayanto (2012). Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya Malang. Praktik Sosial Tindakan Mengajar Guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah. Arief Budi Nugraha , danMondry.

Pendidikan agama merupakan salah satu indikator penting dalam pembangunan SDM Indonesia, dapat dibuktikan dengan ditempatkannya agama dalam Pancasila, UUD 1945 dan GBHN. Namun pentingnya pendidikan agama tersebut tidak sama dengan kenyataan yang menunjukkan kondisi madrasah di Indonesia, salah satunya adalah MAdrasah Diniyah Al-Hidayah yang ad di Kecamata Lawang, Kabupaten Malang. Kondisi termarjinalkannya madrasah berdampak pada kesejahteraan guru di madrasah tersebut.meskipun demikian guru madrasah tersebut tidak banyak menuntut seperti fenomena guru kebanyakan yang yang menuntut kesejahteraan mereka, bahkan guru di madrasah tersebut untuk bisa mencukupi kebutuhan mereka, mereka melakukan pekerjaan lain, seperti berjualan di pasar dan menjadi buruh di pabrik. Fenomena guru di madrasah tersebutlah yang menjadi pembahasan dalam penelitian “Praktik Mengajar Guru Madrasah Diniyah Al-Hidaya h” yang berlokasi di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

Penelitian Praktik Mengajar Guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah menggunakan teori strukturasi yang dikemukakan oleh Anthony Giddens untuk menganalisa kondisi yanng menyebabkan keterulangan Praktik Mengajar Guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisipan dan interview dengan satu informan kunci dan lima informan utama.

Kesadaran guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah Dalam Melakukan Praktik Mengajar Di Madrasah merupakan dominasi dari struktur yang bersifat mengekang kebebasan bertindak namun sekaligus memberdayakan guru madrasah tersebut untuk melakukan aktivitas sosial. Struktur yang terbentuk merupakan hasil dari relasi sosial yang terwujud dalam aktivitas belajar antara guru informan dan informan itu sendiri . Struktur tersebut merupakan usaha monitoring refleksif guru informan kepada informan yang dirupakan dalam aktivitas belajar. Setiap aktivitas monitoring refleksif seorang guru kepada murid dalam upayanya menanamkan struktur , dipengaruhi pula oleh struktur yang sudah tertanam pada diri guru tersebut. Struktur tersebut bercirikan sebuah wacana keagamaan. Pembentukan ulang relasi sosial yang dirupakan dalam praktik mengajar yang merentang melintas ruang-waktu merupakan hasil sekaligus sarana dari rutinisasi aktivitas mengajar yang dicirikan oleh suatu aturan dan sumber daya yang bersifat dominasi wacana dalam bentuk peraturan-perturan yang terdapat pada teks keagamaan.

Kata Kunci: Praktik Sosial Tindakan Mengajar di Madrasah, Strukturasi, Agen , dan Kesadaran

Page 4: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

iii

ABSTRACT

Agung Nugroho Wijayanto (2012). Department of Sociology, Faculty of Social Science Politics, UB Malang. Social Practice Teaching Action Teacher Madrasah Diniyah Al-Hidayah. Budi Arief Nugraha, danMondry.

Religion education is one important indicator of human resources development in Indonesia, can be proved by religion placed in the Pancasila, the 1945 Constitution and the Guidelines of State Policy. But the importance of religious education is not the same as the fact that shows the condition of madrasah in Indonesia, one of which is the Madrasah Al-Hidayah Diniyah the ad in Kecamata Lawang, Malang regency. The condition affects the welfare of madrassa teachers at the school .Even madrassa teachers are not so demanding as a phenomenon that most teachers are demanding their welfare, even the teachers at the school is to bias mncukupi their needs, they do other work, such as selling in the market and a laborer in a factory. The phenomenon of teachers at the school is exactly what a discussion of the research "Social Action Practice Teaching diniyah al-madrasah teacher guidance" is located in District Lawang, Malang regency.

Social Action Research Practice Teacher Teaches Diniyah Madrasah Al-Hidayah using structuration theory put forward by Anthony Giddens to analyze the practice of Social Action Mnegajar Diniyah Guru Madrasah Al-Hidayah. research methods used in this study is a qualitative method with a phenomenological approach. Data collection techniques used were participant observation and interviews with key informants and one of five especial informants.

The results showed that teachers in conducting action has three motifs. The first act of teaching with low pay is one way to help her husband. Second, low-paid tindakanmengajar an attempt to continue the mandate of their teachers. Third, the act of teaching is a requirement Diniyah Madrasah Al-Hidayah to fill the position of professor at the madrasa. Action to teach them is a reproduction of their teachers had ever done before. The act of teaching with a low willingness to pay an unintended consequence of the structure to curb them, which they see themselves got when they were still studying at the madrassa.

Keywords: social practice teaching in madrasah, structuration, agent, and awareness

Page 5: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala berkat,

rahmat dan hidayahnya yang telah dikaruniakan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini.

Proposal ini dapat terselesaikan dengan adanya kemauan, ketekunan dan kerja keras penulis dan di dukung adanya bantuan serta bimbingan dari semua pihak maka semua hambatan dapat diatasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Darsono Wisadirana, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

2. Arief Budi Nugroho, M. Si selaku dosen pembimbing I. 3. Mondry, M. Sos selaku dosen pembimbing II 4. Prof. Dr. Ir. Sanggar Kanto , MS selaku penguji I. 5. Indhar Wahyu Wira Harjo, MA selaku penguji II 6. Pak Supriyono selaku pemberi izin survey di Madrasah Diniyah Al-

Hidayah Lawang, Kabupaten Malang. 7. Guru madrasah tersebut yang memberikan bantuan informasi selama

survey di madrasah tersebut. Penulis menyadari bahwa proposal ini jauh dari sempurna sehingga penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Harapan penulis semoga laporan proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan sosial khususnya sosiologi pendidikan.

Malang, Agustus 2012

Penulis

Page 6: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv DAFTAR TABEL .......................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang Penelitian ........................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 8 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 9 2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................................ 9 2.2 Pengertian Dan Jenis Madrasah ....................................................................... 13 2.3 Perkembangan Madrasah Di Indonesia ..................................................... 16 2.4 Pengertian Motif Sosial ............................................................................. 23 2.5 Teori Motif Sosial McClelland ................................................................. 24 2.6 Pentingnya Motivasi Dalam Melakukan Profesi ...................................... 28 2.7 Konsep Guru dan Murid dalam Lingkungan Sosial Pendidikan ............... 29 2.8 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 31 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 32 3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 32 3.2 Tipe Penelitian ........................................................................................... 32 3.3 Pendekatan Penelitian ................................................................................ 33 3.4 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 34 3.5 Fokus Penelitian ......................................................................................... 35 3.6 Teknik Penentuan Informan ....................................................................... 35 3.7 Sumber dan Jenis Data ............................................................................... 36 3.8 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 37 3.9 Teknik Analisa Data ................................................................................... 40 3.10 Keabsahan Data ........................................................................................ 41 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .......................... 46 4.1 Gambaran Umum Madrasah Diniyah Al-Hidayah .................................... 46

Page 7: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

vi

4.1.1 Visi dan Misi Madrasah Diniyah Al-Hidayah ........................................ 48 4.1.2 Kondisi Fisik Madrasah Diniyah Al-Hidayah ........................................ 49

4.2 Gambaran Umum Informan Madrasah Diniyah Al-Hidayah ..................... 51 4.2.1 Gambaran Umum Kesejahteraan Guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah ......................................................................................................... 56

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................. 57 7.1 Kesadaran Guru Dalam Melakukan Praktik Sosial Tindakan Mengajar Di

Madrasah. ......................................................................................................... 57 7.2 Dinamika Guru, murid, dan Madrasah Dalam Praktik Sosial Tindakan

Mengajar ........................................................................................................... 63 7.3 Pemahaman Strukturasi Atas Praktik Sosial Pengajar Dalam Melakukan

Tindakan Mengajar Di Madrasah Diniyah Al-Hidayah. .................................. 70 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 72 6.1 Kesimpulan ................................................................................................. 72 6.3 Saran .......................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... vi LAMPIRAN

Page 8: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Intensitas Interaksi Guru dan Siswa ......................................................... 29 Gambar 2. Kerangka Berpikir ................................................................................... 31 Gambar 3. Madrasah dari depan samping kanan ....................................................... 49 Gambar 4. Madrasah dari depan samping kiri ........................................................... 49 Gambar 5. Kelas 1dari luar ........................................................................................ 49 Gambar 6. Kelas 1 dari dalam .................................................................................... 49 Gambar 7. Kelas 2 dari luar. ...................................................................................... 49 Gambar 8. Kelas 2 dari dalam samping kanan ........................................................... 49 Gambar 9. Kelas 2 dari dalam samping kiri. .............................................................. 49 Gambar 10 Kelas 3 dari luar. ..................................................................................... 49 Gambar 11 Kelas 3 dari dalam. .................................................................................. 50 Gambar 12 Kelas 4 dari dalam ................................................................................... 50 Gambar 13 Kelas 5 dari dalam ................................................................................... 50 Gambar 14 Kelas 6 dari dalam ................................................................................... 50 Gambar 15 Tiga Tingkatan Kesadaran Agen ............................................................. 57 Gambar 16 Dualitas Struktur ..................................................................................... 66 Gambar 17.Konsepsi Madrasah Sebagai Sarana Praktik Sosial Tindakan Mengajar 68 Gambar 18 Pemahaman Strukturasi ........................................................................... 70

Page 9: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Kondisi Pendidikan Agama di India, Eropa, dan Afrika .......................................................................................................... 5 Tabel 2. Perbedaan Dan Kesamaan Penelitian Terdahulu Dan Penelitian Yang Akan Dilakukan ....................................................................... 12 Tabel 3. Data Informan ..................................................................................... 51 Tabel 4. Data Kesejehateraan Pengajar Madrasah Diniyah Al-Hidayah .......... 56

Page 10: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

ix

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Royani Muhammad. 2009. Dampak Motivasi Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kayen Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek. Skripsi Universitas Islam Negeri Malang

Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Anis , Ibrahim, et-al. 1972. Al-Mu’jam al-Wasit. Kairo.

Dasuki, Abdul Hafizh. 1974. The Pondok Pesantren an Account of its Development in Independent Indonesia., Montreal: Mc Gill University.

Fiona, Teguh. 2010. Upaya Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Motivasi Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam Honorer di MTs. Hamid Rusydi Malang. Skripsi Universitas Islam Negeri Malang.

Gibb , HA.R. and Krammers , H. 1981. Shorter Encyclopedia of Islam. Leiden.

Giddens, Anthony. 2010. Teori Strukturasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Moleong, Lexy.J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.

Moustakas, Clark. 1994. Phenomenological Research Methods. London: Sage

Publication.

Nasution, S. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nawawi, H. Hadari. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia (Untuk Bisnis Yang Kompetitif. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Nazir. 1988. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:Balai Pustaka.

Nurastuti, Wiji. Metodologi Penelitian. 2007. Yogyakarta: Ardana Media.

Priyono, Henry. B. 2002. Anthony Giddens Suatu Pengantar. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).

Page 11: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

x

Salim,Agus. 2005. Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta:Tiara Wacana.

Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:PT. Rineka Cipta.

Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Tahun 1975, pasal 1.

Sarwono, Sarlito. 2002. Psikologi Sosial Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Salim, Agus. 2008. Pengantar Sosiologi Mikro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta : CV. Rajawali.

Yin, Robert K. 2008. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada.

Zuhdi, Muhammad. 2005. The 1975 Three- Minister Decree And The Modernization Of Indonesian Islamic Schools. Greenwich: American Educational History Journal Vol. 32, Edisi 1

Wahidmurni. 2008. Cara Mudah Menuis Proposal Dan Laporan Penelitian. Malang:

UM Press. Kindberg, Mikael. 2010. From Jesus and God to Muhammad and Allah, and back

again – Kenyan Christian and Islamic religious education in Nairobi.

Page 12: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah bagian dari manusia yang tidak bisa dipisahkan satu dengan

yang lain. Pendidikan merupakan satu bagian kehidupan manusia disadari maupun tidak

manusia sepanjang hidupnya melangsungkan hal tersebut. Suhartono (2007: 79-80)

menyebutkan pendidikan secara luas bermakna segala kegiatan pembelajaran yang

berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kehidupan. Pendidikan berlangsung

di segala jenis, bentuk, dan tingkat lingkugan hidup, yang kemudian mendorong

pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam diri individu.

Menurut Nasution (2004: 21-22) pendidikan bisa memiliki daya pengubah

bahkan memperbarui masyarakat. Demikian pentingnya arti dan tujuan pendidikan

sehingga mencakup ke segala aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya adalah

aspek pendidikan agama.

Betapa pentingnya kedudukan pendidikan agama dalam pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya, dapat dibuktikan dengan ditempatkannya unsur agama dalam

sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila pertama dalam Pancasila adalah

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang memberikan makna bahwa bangsa kita adalah

bangsa yang beragama. Pendidikan agama ditempatkan pada posisi yang strategis dan

tak dapat dipisahkan dalam sistem pendidikan nasional kita.

Keterkaitan antara agama dengan sistem pendidikan nasional, jelas disebutkan

dalam rumusan tujuan pendidikan nasional kita, baik dalam Undang Undang Sistem

Page 13: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

2

Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 maupun dalam Garis Besar Haluan Negara

(GBHN) 1993. Dalam Undang-Undang Sistem PendidikanNasional (UUSPN)

disebutkan bahwa : “Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman

dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap

dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

Sedangkan dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa : “Pendidikan Nasional

bertujuan untuk meningkatkan kulaitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman

dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa , berbudi luhur, berkpribadian, mandiri,

maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, tanggung

jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani”.

Kedua rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, diawali dengan sebutan

manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Begitu

pentingnya unsur beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini, sehingga

GBHN menjadikan asas pertama dari asas-asas pembangunan nasional. Dengan asas

beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dimaksudkan bahwa : “segala

usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh

keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang

menjadi landasan spiritual, moral, dan etik dalam rangka pembangunan nasional sebagai

pengamalan Pancasila”, karena itu GBHN memerintahkan agar : “diupayakan terus

Page 14: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

3

bertambah sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan beragama dan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, termasuk sarana pendidikan agama pada

semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan termasuk prasekolah, yang pelaksanaannya

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Untuk mewujudkan cita-cita ini, baik UUSPN No.20 Tahun 2003 maupun

GBHN 1993 mewajibkan pendidikan agama dimasukkan dalam kurikulum sekolah.

Pasal 39 UUSPN ayat 2 menyebutkan bahwa: isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan

jenjang pendidikan wajib memuat : a) Pendidikan Pancasila, b) Pendidikan Agama, c)

Pendidikan Kewarganegaraan. Hal yang senada juga disebutkan dalam GBHN Bab IV

bidang pendidikan bahwa : “Kurikulum dan isi pendidikan yang memuat : Pendidikan

Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan terus ditingkatkan dan

dikembangkan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan nasional”.

Dalam penjelasan pasal 37 ayat 2 UUSPN tersebut, disebutkan pendidikan

agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut peserta didik yang bersangkutan dengan

memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan

antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Dalam

hal ini madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menerapkan

pendidikan agama dalam proses pembelajarannya.

Menurut catatan sejarah bangsa Indonesia sekolah berbasis agama terutama

sekolah berbasis islam atau lebih sering disebut madrasah sudah sangat lama sekali ada

Page 15: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

4

di Indonesia seiring dengan datangnya para pedagang dari Gujarat yang menyebarkan

Islam ke Indonesia. Tetapi perjalanan perkembangan madrasah di Indonesia tidaklah

mulus, banyak halangan seiring perkembangan bangsa ini ke arah kebutuhan persiapan

akan modernitas. Zuhdi menyebutkan:

...Since of early development in Indonesia, the co- existence of Islamic and secular schools has been part of the national educatiton scene. It began a long time before the country’s independence. While they co-existed, islamic schools were marginalized from the national education system until the early 1970s. This was because Islamic schoos mainly belonged to private institutions and they were run for religious reasons. Although their number was less than the non denominational schools, their role in educating young Indonesian people, especialy in rural areas, was quite significant. The problem was that Isamic schools did not prepare students to be involved in the future development of the country as a modern nation...

(sejak awal perkembangan Negara Indonesia, keberadaan Sekolah

Islam dan keagamaan telah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional. Itu sudah berlangsung lama sejak Negara Indonesia belum merdeka. Saat itu keberadaan Sekolah Islam masih terkucilkan hingga tahun 1970. ini disebabkan Sekolah Islam dimiliki oleh instansi pribadi dan dijalankan atas prinsip religiusitas. Meskipun jumlahnya sedikit daripada sekolah formal, di desa sekolah ini sangat dihargai. Masalahnya adalah sekolah Islam tidak melibatkan muridnya ke dalam kemajuan bangsa) (Zuhdi, 2005: 36).

Zuhdi (2005: 36) menambahkan, sekolah berbasis Islam atau madrasah

menjadi bagian perkembangan bangsa ini bersama dengan sekolah umum lainnya. Akan

tetapi madrasah termarjinalisasi karena sebagian besar di miliki swasta atau pribadi

dengan alasan keagamaan. Karena alasan itu madrasah dianggap belum mempersiapkan

anak didiknya untuk menjawab tantangan jaman dan modernisasi.

Page 16: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

5

Kondisi pendidikan berlatar belakang agama yang demikian tidak sama halnya

dengan negara lain seperti : Eropa, Amerika, dan India. Berikut adalah tabel sebagai

ilustrasi perbandingan kondisi pendidikan berlatar belakang agama.

Tabel 1. Perbandingan Kondisi Pendidikan Agama di India, Eropa, dan Afrika NO NEGARA KONDISI PENDIDIKAN BERLATAR

BELAKANG AGAMA 1 Eropa Utara Looking at the religious education in schools

Europe, there are three way to deal with religion. Either you have : 1. No religious education at all, 2. Confessional religious education, or 3. Non-confesional religious education. (Melihat pendidikan agama di sekolah-sekolah Eropa, ada tiga cara untuk mendeskripsikannya. : 1. Tidak ada pendidikan agama sama sekali, 2. Confessional pendidikan agama, atau 3. Non-confesional pendidikan agama).

2 Afrika Religious education in Kenya is not a mandatory subject in secondary school, the pupils can choose among Christian, Islamic, and Hindu Religious Education. Many students attend classes in religious education with the opinion that it is an easy ‘ boost- subject’ giving them higher grade. (Pendidikan agama di Kenya bukan merupakan subjek wajib di sekolah menengah, siswa dapat memilih antara Kristen, Islam, dan Hindu Pendidikan Agama. Banyak siswa yang menghadiri kelas-kelas dalam pendidikan agama dengan pendapat bahwa itu adalah'dorongan-subjek memberi mereka kelas yang lebih tinggi).

3 India India is a secular democratic state, which means that all religions shhould be respected, and the Indian state does not give any religion preference. It is important that the schools teach all pupils respect for all peopel no matter their religious belief. (India adalah negara demokrasi sekuler, yang berarti bahwa semua agama harus dihormati, dan negara India tidak memberikan preferensi agama. Adalah penting bahwa sekolah mengajarkan

Page 17: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

6

segala hormat untuk semua murid peopel tidak peduli keyakinan agama mereka).

Sumber: Kindberg (2007)

Di Eropa sekolah berbasis religi tidak mendapatkan tempat bahkan di negara

maju seperti Perancis, pendidikan berbasis agama tidak mendapatkan pengakuan.

Menurut Mikhael Kindberg, nasib pendidikan agama di eropa dikelompokkan menjadi

tiga : 1. Tidak ada pendidikan agama sama sekali, 2. Diakuinya pendidikan berbasis

agama, dan 3. Tidak diakuinya pendidikan berbasis agama.

Berbeda dengan Afrika dalam hal ini adalah negara Kenya menurut Mikhael

Kindberg, pendidikan agama di Kenya bukanlah subjek wajib di sekolah menengah,

para murid dapat memilih antara Kristen, Islam, dan Hindu. Banyak siswa menghadiri

kelas-kelas dalam pendidikan agama dengan pendapat bahwa adalah mudah

‘meningkatkan-subjek’ memberi mereka lebih tinggi tingkatnya.

Sedangkan di India menurut Mikhael, india adalah negara demokrasi sekuler,

yang berarti bahwa semua agama harus dihormati, dan negara India tidak memberikan

preferensi agama. Adalah penting bahwa sekolah mengajarkan segala hormat murid

untuk semua orang tidak peduli keyakinan agama mereka.

Posisi madrasah di Indonesia yang termarjinalkan berdampak kepada

kesejahteraan para pengurus serta pengajar di madrasah-madrasah Indonesia. Fakta ini

disepakati oleh beberapa pengurus serta pengajar madrasah. Menurut penuturan

Supriyono, pengurus Madrasah Diniyah Al-Hidayah Lawang:

“gaji dari mengajar saja tidak cukup mas buat kebutuhan kami sehari-hari, untuk mencukupinya ya kami cari sambilan lain, bahkan beberapa madrasah di Lawang ini sudah banyak yang bangkrut gara-gara tidak bisa

Page 18: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

7

menggaji ustadnya, kami adalah salah satu yang tertua dan masih bertahan”(wawancara tanggal 22 November 2011).

Madrasah Diniyah Al-Hidayah yang ada di Kecamatan Lawang Kabupaten

Malang merupakan satu dari sekian banyak madrasah di Indonesia yang termarjinalkan.

Posisi Madrasah Diniyah Al-Hidayah yang termarjinalkan berdampak pada

kesejahteraan para pengajar serta pengurus Madrasah tersebut. Kesejahteraan para

pengurus serta pengajar di madrasah diniyah Al-Hidayah malang sangat jauh dari

cukup. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka harus melakukan pekerjaan

lain. Mereka tidak bisa mengandalkan gaji sebagai pengurus atau pengajar madrasah

untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Beberapa dari mereka juga bekerja di

pasar atau menjadi buruh pabrik.

Secara umum tindakan ini berbeda dengan tindakan para pengajar pada

umumnya, dimana mereka pasti mempermasalahkan gaji atau kesejahteraan mereka.

Fenomena pengajar yang mempermasalahkan kesejahteraan atau gaji sering dijumpai di

berbagai media. Tempo (2011) salah satu contoh adalah fenomena yang terjadi di

Jambi, dimana para guru melakukukan demo untuk menuntut tunjangan sertifikasi.

Selain hal tersebut keunikan yang ditampilkan madrasah ini adalah eksistensi

madrasah tersebut dibandingkan madrasah disekitarnya yang ada di lawang. Madrasah

Diniyah Al-Hidayah merupakan satu diantara sekian madrasah yang ada di Lawang

yang masih bertahan dalam keadaan yang serba terbatas. Berikut adalah data tentang

madrasah diniyah yang ada di kecamatan Lawang.: Madrasah Diniyah Al-Hidayah

Page 19: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

8

Pilang, Madrasah Diniyah Boro, Madrasah Diniyah Klosod, Madrasah Diniyah

Kalianyar, dan Madrasah Diniyah Krajan (Sumber: Surat Keterangan No. 138/42/ 421.371.010/

2012)

Menurut penuturan kepala desa lima madrasah diniyah tersebut, empat

diantaranya sudah tutup karena keterbatasan dana dan kemampuan mengelola madrasah.

Dari kelima madrasah tersebut Madrasah Diniyah Al-Hidayah merupakan madrasah

diniyah yang masih bertahan dalam keterbatasan keuangan ataupun pengelolaan

(Suheriyanto, wawancara tanggal 10 Juni 2012).

Selain itu, Suheriyanto juga menambahkan dalam diri pengurus ataupun guru

ada keseriusan untuk mengabdikan diri sebagai tiang peendidikan terutama para guru

madrasah (Suheriyanto, wawancara tanggal 10 juni 2012).Supriyono menambahkan ada

semacam keseriusan baik dari pengurus ataupun guru madrasah untuk keberlangsungan

pendidikan di Kecamatan Lawang, khususnya di Pilang. Dalam diri guru tersebut ada

semacam suatu kesadaran untuk mengabdikan diri sebagai pengajar (Supriyono,

wawancara tanggal 10 juni 2012).

Dalam kajian sosiologi, kesadaran merupakan suatu bagian internal dari aktor

yang terbentuk karena suatu reproduksi sosial yang terjadi melalui rentang ruang dan

waktu yang beragam. Dalam reproduksi tersebut ada satu kondisi yang mengatur

keterulangan praktik mengajar guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah. Kondisi yang

mengatur keterulangan praktik sosial dalam kajian sosiologi disebut sebagai strukturasi.

Teori strukturasi yang dikemukakan oleh Giddens merupakan satu teori dalam sosiologi

yang mampu untuk mendeskripsikan bagaimana kondisi reproduksi sosial berlangsung,

Page 20: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

9

dalam penelitian ini adalah kondisi yang mengatur keterulangan praktik mengajar dari

guru Madrasah Diniyah Al- Hidayah .

Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin mengetahui Bagaimana deskripsi

praktik mengajar yang terdapat di Madrasah Diniyah Al-Hidayah melalui analisa

strukturasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, sehingga dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Kondisi apa yang mengatur keterulangan praktik mengajar yang

terdapat di Madrasah Diniyah Al-Hidayah serta bagaimana deskripsi dari

kondisi tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menemukan kondisi yang menyebabkan keterulangan praktik mengajar

Guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah, serta deskripsi dari kondisi

tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan

ilmiah bagi perkembangan kajian sosiologi dan issue tentang kegiatan

pendidikan terlebih khusis dalam bidang sosiologi pendidikan .

Page 21: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

10

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

dan wawasan kepada masyarakat, pemerintah dan lembaga pendidikan

terutama dalam upaya mempertahankan kelangsungan kegiatan

pendidikan dalam keadaan serba terbatas dan serba tidak tercukupi.

Page 22: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang hampir sama dengan pembahasan dalam

penelitian ini adalah penelitian dari Muhammad Anwar Royani, mahasiswa

Universitas Islam Negeri Malang tahun 2009, dengan judul “Dampak Motivasi

Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kayen

Kecamatan Karangan KAbupaten Trenggalek” membahas tentang upaya untuk

mengetahui bagaimana dampak motivasi guru terhadap prestasi belajar siswa

Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kayen Kecamatan Karangan KAbupaten Trenggalek

serta mengetahui kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam memotivasi prestasi

belajar siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kayen Kecamatan Karangan KAbupaten

Trenggalek juga mengetahui upaya guru dalam memotivasi terhadap prestasi belajar

siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kayen Kecamatan Karangan KAbupaten

Trenggalek.

Penelitian ini mengacu pada penelitian kualitatif yang menggunakan

pendekatan naturalistik dengan alasan ingin mencari dan menemukan fenomena yang

memiliki latar belakang konteks tertentu, adapun prosedur pengumpulan datanya

dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi.

Sedangkan untuk memeriksa keabsahan data yang telah diperoleh, peneliti

mengandalkan teknik triangulasi dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data

primer untuk keperluan pengecekan keabsahan data sekaligus sebagai bahan

pembanding terhadap data yang telah didapatkan.

Page 23: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

10

Sebagai alat analisisnya, penulis menggunakan teknik analisis induksi

dengan mengkomparasikan buku-buku yang membahas tentang motivasi guru

terhadap prestasi belajar siswa.

Penelitian yang kedua yang pembahasannya hampir mirip dengan penelitian

Muh. Anwar. Royani dan peneliti adalah penelitian dari Fiona Teguh mahasiswa

Universitas Islam Negeri Malang tahun 2010 yang berjudul ”Upaya Kepala

Madrasah dalam Meningkatkan Motivasi Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam

Honorer di MTs. Hamid Rusydi Malang”. Penelitian dari Fiona Teguh ini membahas

tentang pendeskripsian bagaimana motivasi guru Pendidikan Agama Islam honorer

dalam mengajar di MTs. Hamid Rusydi Malang”, faktor apa saja yang mempengaruhi

motivasi guru Pendidikan Agama Islam honorer dalam mengajar di MTs. Hamid

Rusydi Malang, dan upaya apa saja yang dilakukan kepala madrasah untuk

memotivasi guru Pendidikan Agama Islam honorer dalam mengajar di MTs. Hamid

Rusydi Malang.

Dalam penelitian Fiona Teguh mengumpulkan data melalui wawancara,

observasi, dan dokumentasi dengan informannya adalah kepala madrasah dan empat

orang guru Pendidikan Agama Islam honorer di Mts. Hamid Rusydi Malang,

sedangkan untuk menganalisis data menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif,

penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang saat ini berlaku.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi guru Pendidikan Agama

Islam honorer di MTs. Hamid Rusydi Malang bisa dikatakan cukup baik dari segi,

ekspresi, ketika mengajar dan juga dari hasil wawancara. Hal ini salah satunya adalah

karena adanya upaya untuk memotivasi para guru Pendidikan Agama Islam honorer

dari kepala madrasah. Motivasi guru Pendidikan Agama Islam honorer dipengaruhi

Page 24: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

11

oleh faktor internal seperti, adanya motivasi dari dalam diri sendiri untuk

mengamalkan ilmu dan adanya rasa kepuasan setelah berhasil mencerdaskan siswa.

Kemudian faktor eksternal seperti , adanya motivasi yang diberikan oleh kepala

madrasah dalam memotivasi guru Pendidikan Agama Islam honorer di MTs. Hamid

Rusydi Malang ini diwujudkan dengan memberikan imbalan kepada semua guru yang

memiliki motivasi tinggi dalam mengajar, honorarium ditingkatkan tiap tahun,

evaluasi diadakan para guru tiap tiga atau empat bulan sekali.

Berikut tabel atau matriks dari penelitian terdahulu dan penelitian yang

sedang dilangsungkan :

Page 25: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

12

Tabel 2. Perbedaan Dan Kesamaan Penelitian Terdahulu Dan Penelitian Yang Akan Dilakukan

NO NAMA PENELITI

JUDUL PENELITIAN

FOKUS PENELITIAN METODE PENELITIAN

1 Muh.Anwar Royani

Dampak Motivasi Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kayen Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek.

Fokus penelitian dari penelitian Muh. Anwar Royani adalah pada motivasi mengajar guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kayen Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek dan prestasi belajar para siswa

Penelitian ini mengacu pada penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan naturalistik dengan alasan ingin mencari dan menemukan fenomena yang memiliki latar belakang konteks tertentu,. Sedangkan untuk memeriksa keabsahan data yang telah diperoleh mengandalkan teknik triangulasi dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data primer untuk keperluan pengecekan keabsahan data sekaligus. Sebagai alat analisisnya, penulis menggunakan teknik analisis induksi dengan mengkomparasikan buku-buku yang membahas tentang motivasi guru terhadap prestasi belajar siswa.

2 Fiona Teguh

Upaya Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Motivasi Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam Honorer di MTs. Hamid Rusydi Malang.

Penelitian fiona berfokus pada dua hal yaitu: Motivasi guru honorer Mts. Hamid Rusydi Malang dan, Upaya kepala Madrasah Mts. Hamid Rusydi

. Dalam penelitian Fiona Teguh mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan informannya adalah kepala madrasah dan empat orang guru Pendidikan Agama Islam honorer di Mts. Hamid Rusydi Malang, sedangkan untuk menganalisis data menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang saat ini berlaku

3 Agung Nugroho

Praktik mengajar guru Madrasah Diniyah Awaliyah Al-Hidayah .

Strukturasi praktik mengajar guru Madrasah Diniyah Awaliyah Al-Hidayah.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan tipe deskriptif. Hal ini dikarenakan fenomena yang diteliti adalah pada latar belakang informan yang lebih bersifat menyajikan dunia sosial berupa relasi manusia dalam segi konsep manusia yang terus berkembang. Pendekartan yang digunakan adalah fenomenologi, karena dengan pendekatan fenomenologi maka setiap aktivitas diaggap sebagai sesuatu yang bebas dari kekangan teori yang ada. Segala aktivitas yang agen kerjakan dikarenakan aplikasi dari teori yang agen miliki sendiri.

Sumber: Royani (2009) dan Teguh (2010)

Kesamaan pada definisi konsep pada penelitian Royani dan Teguh dalam

penelitian ini digunakan sebagai referensi tambahan untuk lebih memperjelas

definisi konsep yang ada pada penelitian ini.

Page 26: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

13

2.2 Pengertian dan Perkembangan Madrasah di Indonesia

Anis (1972: 280) menyatakan perkataan madrasah berasal dari bahasa

Arab yang artinya tempat belajar. Sedangkan Krammer (1981: 300 ) menyebutkan

padanan kata madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah, lebih dikhususkan

lagi sekolah-sekolah agama Islam.

Menurut Daulay (2001: 60) perkataan madrasah di tanah Arab ditujukan

untuk semua sekolah secara umum, tetapi di Indonesia ditujukan untuk sekolah-

sekolah yang mata pelajaran dasarnya adalah mata pelajaran agama Islam.

Masih menurut Daulay (2001: 60) di dunia pesantren terkenal adanya

unsur-unsur pokok dari suatu pesantren, yaitu kyai, santri, pondok, masjid, dan

pengajaran mata pelajaran agama Islam. Pada sistem madrasah tidak harus ada

pondok, masjid, dan pengajian kitab-kitab klasik. Unsur-unsur yang diutamakan

di madrasah adalah pimpinan, guru, siswa, perangkat keras, perangkat lunak, dan

pengajaran mata pelajaran agama Islam.

Dasuki (1965, 30), mengemukakan perbedaan antara madrasah dan

pesantren adalah:

....it is the madrasa, rather than in the pondok pesantren, that the more modern ideas on education and schooling have generally had the most influence. The madrasa is more like the western – style school than is the pondok – pesantren with its dormitory arrangement and ttraditional, unregulated way of study.(...adalah madrasah jauh lebih baik dari pondok pesantren, madrasah lebih modern dan lebih banyak dipengaruhi dari sekolah . Madrasah seperti style sekolah barat daripada pondok pesantren dengan asrama dan cara belajar tradisionalnya ).

Page 27: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

14

Depatemen Agama RI (Daulay, 2001: 60-61), merumuskan pengertian

madrasah sebagai berikut:

1. Menurut Peraturan Menteri Agama RI No. 1 Tahun 1946 dan

Peraturan Menteri Agama RI No. 7 Tahun 1950, madrasah

mengandung makna:

a. Tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan membuat

pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam, menjadi pokok

pengajaran.

b. Pondok dan pesantren yang memberi pendidikan setingkat

dengan madrasah.

2. Menurut Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Tahun 1975,

menjelaskan pengertian madrasah adalah : Lembaga Pendidikan yang

menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar

yang diberikan sekurang-kurangnya 30 persen disamping mata

pelajaran umum.

3. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, dan PP 28 dan 29

Tahun 1990 serta Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan

Pengajaran No. 0489/U/ 1992 dan Surat Keputusan Menteri Agama

No. 373 Tahun 1993, madrasah adalah sekolah yang berciri khas agam

Islam.

Dari beberapa penjelasan di atas, menurut Daulay (2001: 61) dapat

dikemukakan beberapa ciri madrasah sebagai berikut:

Page 28: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

15

1. Lembaga pendidikan yang mempunyai tata cara yang sama dengan

sekolah.

2. Mata pelajaran agama Islam di madrasah dijadikan mata pelajaran

pokok, disamping diberikan mata pelajaran umum.

3. Sekolah yang berciri khas agama Islam.

Ditinjau dari segi jenis madrasah berdasarkan kurikulumnya, menurut

Daulay (2001: 61) dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, Madrasah Diniyah.

Kedua, Madrasah dan ketiga, Madrasah Keagamaan.

Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya

mengajarakan ilmu-ilmu agama (diniyah). Madrasah ini di maksudkan sebagai

lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang belajar disekolah

umum.

Menurut Daulay (2001: 61) madrasah ini dibentuk dengan Keputusan

Menteri Agama Tahun 1964, materi yang diajarkan seluruhnya adalah ilmu-ilmu

agama. Madrasah ini merupakan sekolah tambahan bagi siswa yang bersekolah di

sekolah umum. Para orang tua memasukkan anaknya ke madrasah ini agar

anaknya mendapat tambahan pendidikan agama, karena di sekolah umum

dirasakan masih sangat kurang.

Menurut Daulay (2001: 61) ijazah madrasah ini tidak memiliki civil

effect, karena itu orang tua murid maupun pelajar sendiri tidak begitu

mementingkannya. Jam belajarnya dilaksanakan pada sore hari bagi siswa sekolah

umum yang belajar diwaktu pagi hari, dan belajar pagi hari untuk mereka yang

sekolah umum pada sore hari.

Page 29: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

16

Menurut Daulay (2001: 61) madrasah jenis kedua adalah madrasah,

sekolah yang berciri khas agama islam. Madrasah ini terdiri dari tingkatan

Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Progamnya sama dengan sekolah,

hanya saja diberikan bobot pendidikan agama yang lebih banyak dibanding

dengan sekolah negeri.

Madrasah jenis ketiga adalah Madrasah Keagamaan, yakni madrasah

pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan penguasaan pengetahuan

khusus siswa tentang ajaran agama yang bersangkutan (Daulay, 2001: 61).

Tumbuh dan berkembangnya madrasah di Indonesia tidak dapat

dipisahkan dengan tumbuh dan berkembangnya ide-ide pembaruan pemikiran

dikalangan umat Islam. Di permulaan abad ke-20 timbul beberapa perubahan

pemikiran bagi umat Islam Indonesia dengan masuknya ide-ide pembaruan

(Daulay, 2001: 63) .

Menurut Steenbrink (Daulay, 2001: 63) beberapa faktor pendorong

timbulnya ide-ide pembaruan tersebut adalah:

a. Adanya kecenderungan umat Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an

dan Al-Hadits. Kecenderungan itu dijadikan titik tolak dalam menilai

kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada.

b. Timbulnya dorongan perlawanan nasional terhadap penguasaan

kolonial Belanda.

c. Dorongan ketiga adalah usaha yang kuat dari orang-orang Islam untuk

memperkuat organisasinya di bidang sosial-ekonomi, baik untuk

kepentingan mereka sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat.

Page 30: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

17

d. Dorongan keempat berasal dari pembaruan pendidikan Islam. Karena

cukup banyak orang dan organisasi Islam tidak puas dengan metode

tradisional dalam memperlajari Al-Qur’an dan studi agama. Pribadi-

pribadi dan organsasi Islam pada awal abad ke-20 berusaha

memperbaiki pendidikan Islam baik dari segi metode maupun isi.

Sumardi (Daulay 2001: 64) khusus mengenai timbulnya dorongan

pembaruan dalam bidang pendidikan adalah : pertama, pada penghujung abad ke-

19 dan awal abad ke-20 alumnus Timur Tengah (Kairo, Mekkah) telah banyak

yang kembali ke Indonesia. Mereka yang kembali itu sesampainya di tanah air

memiliki posisi-posisi penting dalam bidang pendidikan agama. Atas dasar upaya-

upaya mereka timbullah perubahan-perubahan dalam sistem dan isi pendidikan

Islam. Kedua, ingin mencontoh sistem pendidikan Belanda di kala itu jauh lebih

maju daripada sistem pendidikan Islam. Kaum kolonialis Belanda telah memiliki

sistem yang digolongkan modern kala itu, telah memakai sistem klasikal,

dilengkapi dengan alat-alat pengajaran dan metode mengajarnya pun telah

tergolong modern.

Sumardi (Daulay, 2001: 65) menyatakan diantara para ulama yang telah

berjasa dalam pengembangan madrasah di Indonesia ialah Syaikh Abdullah

Ahmad, yang mendirikan Madrasah Adabiyah di Padang, pada tahun 1909. Pada

tahun 1915 madrasah ini menjadi HIS Adabiyah yang tetap mengajarkan agama.

Yunus (Daulay 2001: 64) pada tahun 1910 Syaikh M. Thaib Umar

mendirikan Madrasah School di Batu Sangkar. Tiga tahun kemudian madrasah

itu ditutup dan baru pada tahun 1918 dibuka kembali oleh Mahmud Yunus. Pada

Page 31: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

18

tahun 1923 madrasah ini bertukar nama dengan Diniyah School, selanjutnya tahun

1931 diubah lagi namanya dengan Al-Jami’ah Islamiyah.

Menurut Daulay (2001: 64), Zainudin Labai al-Yunusi, pada tahun 1915

mendirikan Diniyah School (Madrasah Diniyah) di Padang Panjang, madrasah ini

mendapat perhatian besar dari masyarakat Minangkabau. Pada tahun 1923

Rahmah El Yunusian mendirikan Diniyah Putri di Padang Panjang.

Masih menurut Daulay (2001: 64) di tempat-tempat lain di luar Sumatera

Barat juga berdiri madrasah-madrasah. K.H.A. Wahab Hasbullah dan K.H. Mas

Mansur mendirikan madrasah Taswirul Afkar. K.H.A. Hasyim Asy’ari, pendiri

Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, pada tahun 1919 mendirikan Madrsah

Salafiyah.

Daulay (2001: 64-65) menyebutkan di Surakarta, pada tahun 1905 berdiri

Madrasah Mamba’ul Ulum, tetapi karena sistem pengajarannya belum berbentuk

klasikal, jadi belum bisa digolongkan kepada madrasah dalam arti yang

sesungguhnya, baru pada tahun 1916 Mamba’ul Ulum diatur sesuai dengan aturan

madrasah.

Di Sulawesi Selatan, tepatnya di Watampone Bone, berdiri Madrasah

Amirah Islamiyah (Amir Islam School). Di Palu Sulawesi Tengah pada tahun

1930, berdiri Madrasah Al-Khairat. Demikianlah hampir setiap daerah di

Indonesia pada permulaan abad ke dua puluh, telah mendirikan madrasah-

madrasah (Daulay, 2001: 65).

Page 32: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

19

Depag (Daulay, 2001: 65) menyebutkan, sesuai dengan ide pembaruan

yang masuk ke Indonesia, maka setelah tahun 1930-an telah banyak madrasah

yang memasukkan mata pelajaran umum ke dalam rencana pelajaran mereka.

Noer (Daulay, 2001: 69) menyatakan di kalangan organisasi Islam saat

itu giat melaksanakan pembaruan dalam bidang pendidikan dengan melaksanakan

sistem madrasah, diantarannya yang termahsyur adalah Muhammadiyah, didirikan

di Yogyakarta oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912.

Menurut Noer (Daulay, 2001: 69) Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada

tahun 1869 dengan nama Muhammad Darwis, anak dari K.H. Abu Bakar bin Kyai

Sulaiman. Ia pergi ke Mekkah pada tahun 1890, di sana ia belajar lebih kurang

setahun dan pada tahun 1903 ia mengunjungi kembali tanah suci dan menetap di

sana lebih kurang dua tahun lamanya. Dahlan telah menghayati cita-cita

pembaruan sekembalinya dari hajinya yang pertama.

Menurut Daulay (2001: 69) Muhammadiyah sebagai salah satu

organisasi Islam yang banyak bergerak di bidang sosial kemasyarakatan. Salah

satu bidang garapannya yang banyak mendapat perhatian adalah bidang

pendidikan. Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah memakai sistem

persekolahan modern waktu itu, dan dalam bidang ini mendapat perhatian yang

luar biasa .

Depag RI (Daulay, 2001: 71) organisasi lainnya adalah Al-Irsyad,

didirikan di Jakarta pada 1913. Lembaga ini mengasuh sekolah-sekolah umum

dan agama, memiliki Madrasah Awaliyah (3 tahun), Madrasah Ibtidaiyah (4

Page 33: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

20

tahun), Madrasah Tajhiziyah (2 tahun), Madrasah Mu’allimin (4 tahun), dan

Madrasah Takhassus (2 tahun).

Di Majalengka, Jawa Barat, menurut Depag RI (Daulay, 2001: 71)

berdiri organisasi Perhimpunan Umat Islam (PUI), didirikan K.H.A. Halim pada

tahun 1917. Halim lahir di Cibereng Majalengka pada tahun 1887, orang tuanya

berasal dari keluarga yang taat beragama. Halim pergi ke Mekkah untuk

melanjutkan pelajarannya pada usia 22 tahun.

Pada tahun 1932 menurut Depag RI (Daulay, 2001: 71) dalam satu

Kongres Persyerikatan Ulama di Majalengka, Halim mengusulkan agar didirikan

sebuah lembaga pendidikan yang akan mengajarkan ilmu agama dan pengetahuan

umum, dan juga dilengkapi dengan pekerjaan tangan, perdagangan, dan pertanian,

sesuai dengan bakat masing-masing.

Untuk merealisasi keputusan kongres tersebut menurut menurut Depag

RI (Daulay, 2001: 71) maka didirikanlah suatu lembaga pendidikan yang bernama

Santi Asrama, dibagi tiga bagian, tingkat permulaan, dasar, dan lanjutan. Mata

pelajaran yang diajarkan di sini disamping mata pelajaran agama dan umum, juga

diajarkan keterampilan seperti pertanian, pekerjaan tangan (besi dan kayu). Dari

sini jelaslah ide Halim yang tidak menghendaki seorang muslim mengejar Akhirat

saja dengan mengabaikan dunia.

Menurut Depag RI (Daulay, 2001: 71) dua organisasi masyarakat Arab

Indonesia, Jami’at Khair dan Al-Irsyad, keduanya didirikan di Jakarta, juga aktif

bergerak dalam bidang pendidikan. Di Sumatera Barat pada tahun 1928 berdiri

Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), dipelopori oleh Sulaiman Ar-Rasuli,

Page 34: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

21

pemilik surau di Candung. Diperkirakan pada tahun 1942 sudah terdapat 300

sekolah Perti dengan 45000 orang murid.

Menurut Sumardi (Daulay, 2001: 72) di Sumatera Utara khususnya di

Kota Medan, atas prakarsa guru-guru dan pelajar Maktab Islamiyah Tapanuli pada

tahun 1930 didirikanlah organisasi Al-Jami’atul Washliyah. Organisasi ini juga

banyak bergerak dalam bidang pendidikan. Tiga orang yang merupakan

pendorong paling penting dalam perkumpulan ini yaitu: Abdur Rahman Syihab,

Udin Syamsudin, dan Arsyad Thalib Lubis.

Masih menurut Sumardi (Daulay, 2001: 72) seperti halnya

Muhammadiyah, organisasi ini juga mendirikan dua sistem pendidikan, di satu

pihak mendirikan sekolah-sekolah memakai sistem pendidikan Gubermemen

(disamping mengajarkan mata pelajaran umum juga menagajarkan mata pelajaran

agama). Selain itu juga didirikan madrasah yang khusus menitik beratkan mata

pelajaran agama. Madrasah-madrasah ini dapat diklasifikasikan atas beberapa

tingkatan : Tajhiziyah (2 tahun), Ibtidaiyah (4 tahun), Tsanawiyah (2 tahun),

Qismul Ali (3 tahun) dan Takhassus (2tahun).

Daulay (2001: 72) menyebutkan organisasi berikutnya yang juga besar

peranannya dalam bidang pendidikan Islam di Sumatera Utara ialah al-Ittihadiyah.

Organisasi ini didirikan pada tahun 1932, mengasuh sejumlah sekolah, mulai dari

tingkat dasar, menengah pertama, dan atas, banyak tersebar di Kotamadya Medan,

KAbupaten Deli Serdang dan KAbupaten lainnya di Sumatera Utara.

Daulay (2001: 73) menyatakan Nahdatul Ulama yang didirikan pada

tahun 1926 oleh KH. Hasyim Asy’ari, juga mendirikan madrasah dengan susunan

Page 35: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

22

sebagai berikut : Madrasah Awaliyah (2 tahun), Madrasah Ibtidaiyah (3 tahun),

Madrasah Tsanawiyah (3 tahun), Madrasah Mu’allimin ‘Ulya (3 tahun).

Masih menurut Daulay (2001: 73) di Bandung (Jawa Barat ), didirikan

Persatuan Islam (Persis) pada permulaan tahun 1920. Tokoh termahsyhur dari

organisasi ini adalah Ahmad Hasan dilahirkan di Singapura pada tahun 1887,

berasal dari keluarga campuran Indonesia dan India. Tokoh lainnya adalah

Mohammad Natsir, lahir di Alahan Panjang (Sumatera Barat) pada 17 Juli 1908.

Atas upaya Natsir didirikan sebuah lembaga pendidikan yang mengasuh Sekolah

Taman Kanak-Kanak, HIS, MULO, dan sebuah Sekolah Guru. Disamping

sekolah-sekolah di atas, PERSIS juga mendirikan sebuah pesantren di Bandung

pada bulan Maret 1936. Kemudian pesantren ini dipindahkan ke Bangil (Jawa

Timur).

Menurut Daulay (2001: 73) madrasah-madrasah yang disebutkan di atas,

baik yang dikelola oleh organisasi maupun pribadi, belum menunjukkan

keseragaman dalam berbagai hal seperti lamanya belajar, jenjang pelajaran dan

kurikulum. Dalam perbandingan antara bobot mata pelajaran agama dan umum,

juga berbeda antara satu madrasah dengan madrasah lainnya, ada yang

mencantumkan perbandingan 30:70, 40:60, 50:50, 60:40, dan 70:30 dalam

persentase.

Daulay (2001: 73) menyatakan setelah Indonesia merdeka, maka salah

satu departemen yang dibentuk oleh pemerintah adalah Departemen Agama

sebagai perwujudan dari falsafah hidup bangsa Indonesia yang religius.

Departemen Agama didirikan pada tanggal 3 Januari 1946. Salah satu bidang

Page 36: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

23

garapannya adalah masalah pendidikan agama, seperti madrasah, pesantren, dan

mengurus pendidikan agama di sekolah umum.

2.3 Teori Strukturasi Anthonny Giddens

Teori yang digunakan dalam menganalisa fenomena tindakan pengajar

madrasah tersebut adalah teori strukturasi Giddens, elemen-elemen teori

strukturasi antara lain adalah agen, motivasi, tindakan, kesadaran, struktur,

dualitas, keterkaitan ruang-waktu, dan penguasaan atas barang atau hal

penguasaan atas orang (Ritzer, 2003: 506).

Giddens meneliti sejumlah teori dari teori yang berorientasi individual

atau agen (interaksi simbolik ), maupun masyarakat atau struktur (fungsionalisme

struktural). Bidang mendasar studi ilmu sosial menurut teori strukturasi adalah

reproduksi praktik sosial yang diatur melintasi ruang dan waktu (Ritzer, 2003:

507).

Priyono (2000: 19) menegaskan terdapat dua tema sentral yang

dijadikannya gagasan teoritis oleh Giddens, yaitu hubungan pelaku-struktur dan

sentralitas waktu- ruang. Hubungan pelaku dan struktur dimana pelaku sebagai

sesuatu yang menunjuk pada individu konkrit dalam arus kontinu tindakan dan

peristiwa di dunia.

Giddens berpendapat orang tidak sepenuhnya bebas untuk memilih

tindakan mereka sendiri, pengetahuan mereka terbatas, mereka merupakan agen

yang mereproduksi struktur sosial. Dualitas struktur dan pelaku terletak dalam

proses dimana struktur sosial merupakan hasil dan sekaligus praktik sosial.

Page 37: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

24

Giddens menyatakan sentralitas waktu dan ruang bukanlah arena tindakan,

melainkan unsur konstitutif dari tindakan dan pengorganisasian masyarakat.

Pengajar tersebut tidak sepenuhnya bebas untuk memilih tindakan

mereka sendiri, karena mereka sebagai bagian dari struktur intitusi. Dalam

melakukan aktivitas sosialnya agen banyak dilandasi oleh aturan-aturan yang

bersifat menghambat sekaligus memberdayakan aktivitas tersebut.

Strukturasi adalah teori yang menganalisis hubungan antara pelaku

tindakan dan sruktur yang berupa relasi dualitas. Dualitas terjadi pada praktik

sosial yang berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu. Praktik sosial

inilah yang seharusnya menjadi objek utama ilmu-ilmu sosial, praktik sosial bisa

berupa kebiasaan. Tujuan dari teori strukturasi adalah menjelaskan hubungan

dialektis dan saling mempengaruhi antara agen dan struktur (2010: 30). Dengan

demikian teori strukturasi dalam penelitian praktik mengajar guru Madrasah

Diniyah Al-Hidayah digunakan untuk menjelaskan hubungan dialektis antara guru

madrasah dan struktur yang ada dalam diri guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah

tersebut.

2.3.1 Struktur dan Agen

Struktur adalah aturan dan sumber daya yang terbentuk dari dan

membentuk keterulangan praktik sosial. Hubungan antara struktur dan tindakan

adalah sebuah elemen fundamental bagi teori sosial, struktur dan keagenan adalah

dualitas yang tidak dapat dipahami terpisah satu sama lain. Argumen utama

Giddens terkandung dalam ungkapan dualitas struktur. Pada tingkat dasar, orang

Page 38: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

25

membuat struktur masyarakat sebagai praktik sosial, tetapi pada saat yang sama,

mereka dibatasi oleh struktur tersebut (Priyono, 2000: 21).

Tindakan adalah aliran tiada henti dari pengalaman yang diresapi,

kategorisasinya pada sektor atau pengalaman khas tertentu bergantung pada

sebuah proses perhatian reflektif atau berhubungan dengan yang lain (Giddens.

2010: 93-94). Agar sebuah perilaku bisa dianggap sebagai sebuah tindakan, siapa

pun yang melakukannya harus bermaksud melakukan tindakan, jika tidak maka

perilaku tersebut hanya dianggap sebagai respon reaktif semata (Giddens, 2010:

12). Guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah dalam melakukan tindakan mengajar

selalu berproses terus menerus, sehingga pengalaman akan menjadikannya

sebagai pembelajaran untuk mengantarkan dirinya sebagai seorang guru

madrasah.

Elemen atau segmen tindakan teridentifikasi sebagai perbuatan, dimana

tindakan atau agensi digunakan untuk membedakan proses perilaku sehari-hari

yang dijalani. Menurut Giddens (2008: 333), konsep tindakan secara logis terkait

dengan kekuasaan. Tindakan secara intrinsik melibatkan pencapaian alat untuk

mencapai hasil yang diwujudkan melalui intervensi langsung seorang aktor dalam

sebuah rangkaian peristiwa, tindakan sengaja menjadi sub-kelas dari apa yang

dilakukan oleh aktor atau pengulangan atas apa yang dilakukan.

Tindakan dan struktur tidak dapat dianalisis secara terpisah, seperti

struktur diciptakan, dipertahankan, dan diubah melalui tindakan. Sedangkan

tindakan bermakna, diberi bentuk hanya melalui latar belakang struktur, yaitu

garis kausalitas yang berjalan di dua arah sehingga tidak mungkin menentukan

Page 39: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

26

siapa yang mengubah apa. Giddens mendefinisikan struktur terdiri dari aturan

dan sumber daya yang melibatkan tindakan manusia, yaitu aturan yang membatasi

tindakan.

Rasionalisasi tindakan adalah para aktor yang secara rutin

mempertahankan terus menerus tentang landasan aktivitas mereka. Harapan para

agen kompeten adalah mampu menjelaskan sebagian besar tindakan mereka jika

diminta (Giddens, 2010: 8).

Dunia agensi manusia bersifat terbatas, manusia mereproduksi

masyarakat, meskipun mereka melakukannya sebagai aktor yang berada dalam

sejarah dan tidak dibawah kondisi pilihan mereka sendiri (Giddens, 2010: 239).

Yang berarti bahwa reproduksi tindakan aktor juga dipengaruhi oleh dominasi

dari sesuatu diluar kontrol aktor yang berasal dari struktur yang aktor bawa.

Agensi mengacu pada kemampuan dalam melakukan sesuatu, karena itu

agen mengandung kuasa. Menurut Giddens (2010: 14) menjadi seorang agen

harus mampu menggunakan sejumlah kekuasaan kausal, termasuk mempengaruhi

kekuasaan yang dijalankan oleh orang lain. Seorang agen jika tidak mampu

berperan mempengaruhi keadaan atau peristiwa yang telah ada, maka dia

kehilangan kemampuan untuk mempengaruhi salah satu jenis kekuasaan.

Kekuasaan seseorang itu dibatasi oleh sederet keadaan tertentu (Giddens, 2004:

195). Dengan demikian diperlukan suatu penyelidikan untuk menganalisa suatu

agensi agen.

Penyelidikan atas perbuatan agen dilakukan guna menembus alasan dan

motif apa yang dilakukan, dan pastinya melibatkan maksud dari yang agen

Page 40: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

27

lakukan sebelumnya (Giddens, 2010: 104). Seorang agen mampu mengawasi

aktivitas mereka sebagai beragam aliran yang terjadi bersamaan, sebagian

besarnya dibangun dalam ruang dan waktu tertentu, tetapi disadari oleh aktor,

dalam pengertian bahwa dia bisa mengulangi kembali aktivitas itu saat relevan

dengan situasi atau kejadian yang muncul tiba-tiba (Giddens, 2004: 107).

2.3.2 Sistem dan Struktur

Giddens membedakan antara sistem dan struktur. Sistem menampilkan

susunan struktural, tetapi tidak struktur dari mereka sendiri. Sistem diartikan

sebagai kegiatan yang didasarkan pada agen-agen manusia dan berpola hubungan

sosial yang melampaui ruang dan waktu. Proses sistem yang mereproduksi

struktur disebut strukturasi. Struktur dapat bertindak sebagai kendala tindakan,

tetapi juga memungkinkan tindakan dengan menyediakan kerangka makna.

Struktur pada umumnya cukup stabil, tetapi dapat diubah. Struktur dapat diubah

melalui konsekuensi tindakan yang diharapkan, ketika orang mulai mengabaikan

mereka , menggantikan mereka, atau mereproduksi mereka secara berbeda

(Giddens, 2010: 37).

Struktur dalam gagasan Giddens juga bersifat memberdayakan,

maksudnya memungkinkan berlangsungnya praktik sosial. Struktur ada di luar

ruang dan waktu, dan harus diperlakukan untuk tujuan analisis secara khusus yang

bersifat impersonal. Struktur ada sebagai perilaku aktor tersituasi yang

direproduksi dengan kesengajaan dan kepentingan tertentu .

Page 41: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

28

Sistem sosial menunjukkan sifat struktural, struktur selalu mengatasi

ruang dan waktu, struktur ada hanya dalam perwujudan seketika dalam sistem

sosial dan memiliki jejak ingatan bagi orientasi perilaku manusia.

Dengan demikian, aktor menerapkan aturan sosial yang sesuai dengan

budaya mereka yang telah dipelajari melalui jejak ingatan. Aturan bersama

dengan sumber daya digunakan dalam interaksi sosial. Aturan dan sumber daya

yang digunakan tidak deterministik, tetapi diterapkan secara refleks oleh aktor

berpengatahuan. Dengan demikian, hasil dari tindakan tidak sepenuhnya dapat

diperediksi.

2.3.3 Motivasi dan Kesadaran

Berusaha mencari tahu motif seseorang untuk bertindak ketika dia

melakukannya kemungkinan adalah mencari elemen dalam perilakunya yang

tidak disadari sepenuhnya oleh aktor. Motivasi yang mengacu pada keinginan

yang mungkin disadari atau tidak disadari oleh aktor, atau mungkin hanya

disadarinya beberapa saat setelah dia melakukan tindakan yang dihubungkan pada

motif tertentu (Giddens, 2010: 161). Motivasi disini dimaksudkan dengan apa

yang mendorong tindakan mengajar guru madrasah tersebut.

Reproduksi sosial berlangsung lewat keterulangan praktik sosial yang

jarang dipertanyakan. Giddens (2010: 21) membedakan tiga dimensi internal

pelaku, yaitu: motivasi tidak sadar, kesadaran praktis, dan kesadaran diskursif.

Motivasi tidak sadar mencakup keinginan atau kebutuhan yang berpotensi

mengarah pada tindakan. Kesadaran diskursif mengacu pada kapasitas

merefleksikan dan memberi penjelasan eksplisit atas tindakan. Kesadaran praktis

Page 42: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

29

menunjuk pada gugusan pengetahuan praktis yang tidak selalu bisa diurai.

Kesadaran praktis merupakan kunci untuk memahami strukturasi.

Kesadaran praktis adalah sesuatu yang diketahui oleh para aktor tentang

kondisi sosial, terutama meliputi aksi mereka sendiri, namun tidak dapat

dungkapkan secara diskursif, bahkan tidak ada jeruji represi yang bisa melindungi

kesadaran praktis seperti halnya alam tidak sadar (Giddens, 2010: 588).

Kesadaran tentang aturan sosial terungkap dalam kesadaran praktis,

kesadaran praktis adalah jantung dari pengetahuan sebagai sifat seseorang agen.

Sebagai para aktor sosial seluruh manusia sangatlah terdidik dari sisi pengetahuan

yang dimiliki, diterapkan dalam produksi dan reproduksi kehidupan sehari-hari

(Giddens, 2010: 34-35).

Kesadaran diskursif adalah bentuk dari tindakan yang dapat

diekspresikan secara verbal oleh aktor. Kesadaran diskursif adalah perkataan yang

mampu diucapkan oleh para aktor atau memberikan ekspresi verbal tentang

kondisi-kondisi sosial, terutama meliputi kondisi aksi mereka sendiri (Giddens,

2010: 586).

Menurut Giddens perubahan selalu terlibat dalam proses strukturasi.

Perubahan terjadi ketika kapasitas menggejala secara luas sehingga berlangsung

de-rutinisasi. De-rutinisasi mencakup pada proses dimana skemata yang selama

ini menjadi aturan dan sumber daya tidak lagi memadai sebagai prinsip

pengorganisasian berbagai praktik sosial, atau yang sedang diperjuangkan agar

menjadi praktik sosial baru. Sistem sosial merupakan institusionalisasi dan

regulasi praktik sosial (Priyono, 2002: 21).

Page 43: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

30

Istilah kekuasaan harus dibedakan dengan dominasi, dominasi mengacu

pada skemata asimetri hubungan pada tataran struktural, sedang kekuasaan

menyangkut kapasitas yang terlibat dalam hubungan sosial pada praktik sosial

atau interaksi. Bagi giddens, kekuasaan adalah kapasitas yang inheren pada aktor,

karena selalu menyangkut kapasitas transformatif. Penguasaan terjadi lewat

mobilisasi struktur dominasi. Ada dua sumber daya yang membentuk skemata

dominasi, yaitu penguasaan alokatif atas barang dan otoritatif atas orang.

Kekuasaan akan tampak sebagai kekuasaan ketika kekuasaan itu dipakai

dalam struktur. Kekuasaan merupakan sarana untuk mewujudkan segala sesuatu,

dengan fungsi tersebut diterapkan secara langsung dalam perbuatan manusia.

Kontrol adalah kemampuan yang dimiliki oleh beberapa aktor, atau kelompok

aktor dalam mempengaruhi lingkungan atau kondisi aksi orang lain sepenuhnya

(Giddens, 2010: 440).

Sumber daya (resources) merupakan media kekuasaan dilaksanakan dan

sekaligus sebagai media struktur dominasi direproduksikan. Giddens mengatakan

resource merupakan faktor sentral bagi agensi dalam menjelmakan kekuasaannya.

Resource juga menjadi tempat yang vital, karena merupakan elemen dalam

struktur yang mengikat dan memampukan agensi. Sarana atau sumber daya

merupakan kelengkapan yang terstruktur dari sitem sosial, diproduksi dan di

reproduksi oleh para agen cendekia selama terjadinya interaksi.

2.3.4 Ruang dan Waktu

Menurut Giddens waktu dan ruang secara integral membentuk kegiatan

sosial, waktu menurut Giddens adalah mungkin merupakan ciri dari pengalaman

Page 44: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

31

manusia, namun juga ciri nyata dan biasa dari kehidupan manusia hari demi hari.

Dalam konteks ruang dan waktu tindakan manusia dipandang sebagai suatu

proses, dengan kata lain tindakan manusia dilihat sebagai duree, yaitu sebagai

aliran tindakan yang terus menerus, tapi bukan sebagai kumpulan tindakan.

Waktu sebagai konfigurasi peristiwa dan tindakan manusia bukan hanya

mengisi waktu dan ruang, tetapi manusia meruang dan mewaktu. Pengalaman

manusia mewaktu dan meruang adalah sebagai sapaan terhadap waktu dan ruang

(Giddens, 2008: 364). Ruang adalah Madrasah Diniyah Al-Hidayah, dimana relasi

sosial antar agen yang diwujudkan berupa aktivitas belajar terjadi. Dalam aktivitas

belajar tersebut guru menggunakan kuasanya kepada murid, dengan kata lain

madrasah merupakan wadah kuasa yang melahirkan tubuh yang patuh (Giddens,

2010: 209). Sedangkan waktu adalah perulangan praktik mengajar di madrasah

yang berupa pengalaman yang dirupakan dalam bentuk rangkaian peristiwa

aktivitas mengajar guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah .

2.4 Konsep Guru dan Murid dalam Lingkungan Sosial Pendidikan

Peristiwa interaksi belajar siswa dan guru berlangsung dalam proses

kegiatan belajar. Interaksi ini dilandasi filosofi yang melibatkan dimensi

akademis, profesional, dimensi sosial, dan dimensi etika-moralitas. Dalam

pendidikan sekolah interaksi siswa dan guru adalah hubungan duaan (diad)

(Salim, 2008: 198).

Page 45: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

32

Sumber: Salim (2008: 206).

Gambar 1. Intensitas Interaksi Guru dan Siswa

Hubungan yang terjadi dalam lingkungan kelas menjadi basis

keberhasilan siswa dan guru dalam proses pendidikan. Hubungan relasional,

memuat interaksi sosial menengarai adanya proses dialogis antara guru dan siswa.

Proses dialog terjadi dengan “mempertukarkan” nilai akademis guru dengan nilai

etika dan moral dari siswa. Artinya bahwa guru membawa sejumlah pengetahuan

akademis mengajak siswa untuk menekuni proses interaksi dengan kesungguhan

daya kritis, dan nalar inovatif. Semisal sejumlah materi akademis berhasil

dipahami dengan sikap tekun dan perilaku khusus, akan diserap siswa dengan

nilai moral dan etika yang dipahami. Bahkan sejumlah materi akademis harus

disampaikan dengan proses dialog yang kuat untuk membentuk pemahaman

terhadap konsep akademis (Salim, 2008: 211).

Intensitas Interaksi Guru dan Siswa menentukan medan interaksi sosial yang dibangun dari kedekatan jarak dan membuahkan

keintiman aktor-aktor sosial

Guru Siswa

Page 46: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

34

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Menurut Jane Richie (Moleong, 2007: 06), penelitian kualitatif adalah

upaya untuk menyajikan dunia sosial dan prespektifnya dari segi konsep, perilaku,

konsep dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Sesuai dengan fungsinya

yaitu meneliti latar belakang fenomena yang tidak dapat diteliti melalui penelitian

kuantitatif dan digunakan untuk meneliti hal-hal yang berkaitan dengan latar

belakang subyek penelitian.

Dalam pengertian yang lain Kirk dan Miller dalam (Nurastuti, 2007: 90)

mendefinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan

manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut

dalam bahasa dan peristilahannya.

Penelitian kualitatif digunakan karena fenomena yang akan diteliti dalam

penelitian ini adalah praktik mengajar guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah serta

menemukan bagaimana strukturasi mampu menjelaskan praktik sosial tersebut

terbentuk pada guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah. Untuk meneliti praktik sosial

tidak bisa menggunakan jenis penelitian kuantitatif karena data praktik sosial

tersebut lebih berdasar pada latar belakang informan yang lebih bersifat

menyajikan dunia sosial berupa relasi manusia dalam segi konsep manusia yang

terus berkembang bukan pada data statistik informan yang hanya bisa menyajikan

konsep mati. Dengan demikian data kualitatif lebih bersifat dinamis, tidak statis,

dan data yang tersaji bebas dari pengaruh peneliti.

Page 47: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

35

3.2 Tipe Penelitian

Tipe penelitian diskriptif menurut Singarimbun (Moleong, 2007: 20)

adalah penelitian yang berusaha menggambarkan realitas sosial yang lebih

kompleks dengan menerapkan konsep-konsep teori yang dikemukakan oleh

ilmuwan. Data-data berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video

tape, dokumen pribadi, catatan atau memo, atau dokumen resmi lainnya. Pada

penulisan laporan, peneliti akan menganalisis data yang sangat kaya dan sejauh

mungkin dalam bentuk aslinya. Pertanyaan dengan kata mengapa, alasan apa dan

bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti. Dengan

demikian peneliti tidak akan memandang sesuatu itu demikian keadaannya.

Dengan menggunakan tipe tersebut diperoleh laporan data berupa

realitas praktik mengajar guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah yang sangat kaya

dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya yang membantu untuk dideskripsikan

secara strukturasi. Dengan demikian praktik sosial tersebut bisa digali lebih dalam

lagi dan bebas dari pengaruh kepentingan peneliti. Data lebih bersifat alami.

3.3 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi. Prespektif

fenomenologi (phenomenology) beranjak dari filsafat sebagaimana yang

dicetuskan filsuf Jerman Edmund Husserl (1859-1983). Menurut Husserl

fenomenologi berawal dari adanya asumsi- asumsi: sikap alami, penggolongan,

kesadaran, dan kecenderungan (Audifax, 2008: 206).

Fenomenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap

individu- individu yang terlibat dalam situasi tertentu. Peneliti berusaha masuk ke

dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga peneliti

Page 48: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

36

mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang mereka kembangkan di sekitar

peristiwa dalam kehidupan sehari-harinya. Individu memiliki berbagai cara untuk

menginterpretasikan pengalaman melalui interaksi dengan individu lain, dan

pengalaman individulah yang membentuk kenyataan bagi individu tersebut

(Audifax, 2008: 210).

Alfred Schutz berpendapat bahwa pendekatan fenomenologi yaitu cara

peneliti mengonstruksikan makna- makna yang berada di luar arus utama

pengalaman ialah melalui tipifikasi. Hubungan- hubungan makna diorganisir

secara bersama, melalui stock of knowledge. Suatu kumpulan pengetahuan yang

bersifat praktis dari dunia tempat individu tinggal, lebih dari sekedar pengetahuan

tentang dunia (Audifax, 2008: 211).

Sedangkan, pendekatan fenomenologi menurut Peter Berger lebih

menekankan pada interaksi antar-individu dalam kehidupan sehari- hari, upaya

masyarakat mengorganisir pengalamannya, dan secara khusus tentang dunia

sosialnya. Aktivitas manusia harus dipahami sebagai sesuatu yang bermakna bagi

aktor dalam masyarakat. Oleh karena itu, setiap aktivitas harus diinterpretasikan

(Audifax, 2008: 215).

Hal tersebut juga seperti dikatakan Moleong (1988:7-8) bahwa pendekatan

fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap

orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Peneliti fenomenologi juga tidak

berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang

diteliti.

Dari penjelasan tentang pendekatan fenomenologi tersebut maka peneliti

berupaya untuk mendapatkan data atau informasi yang berupa strukturasi dari

Page 49: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

37

praktik mengajar di madrasah tersebut, fenomenologi merupakan pendekatan

yang tepat karena dengan pendekatan fenomenologi maka setiap aktivitas diaggap

sebagai sesuatu yang bebas dari kekangan teori yang ada. Segala aktivitas yang

agen kerjakan dikarenakan aplikasi dari teori yang agen miliki sendiri.

3.4 Lokasi Penelitian

Menurut Moleong (Wahidmurni, 2008: 32) pemilihan lokasi penelitian

dan subyek penelitian didasarkan atas pertimbangan kemenarikan, keunikan, dan

kesesuaian dengan topik yang dipilih.

Penelitian berlokasi di Madrasah Diniyah Al-Hidayah Kecamatan

Lawang Kabupaten Malang. Lokasi ini dipilih karena pertimbangan keunikan

Madrasah Diniyah Al-Hidayah Kecamatan Lawang Kabupaten Malang yang

merupakan salah satu madrasah yang masih bertahan dalam keterbatasan sarana

dan prasarana. diantara sekian madrasah diniyah yang ada di Kecamatan Lawang

3.5 Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2007: 04) penentuan fokus suatu penelitian memiliki

dua tujuan. Pertama, penentuan fokus membatasi studi yang berarti bahwa dengan

adanya fokus, penentuan tempat penelitian menjadi lebih layak. Kedua, penetapan

fokus berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-eksklusi atau kriteria masuk-

keluar (inclusion-exclusion criteria) suatu informasi yang baru diperoleh di

lapangan.

Untuk melacak masalah sekaligus membatasi permasalahan dalam

penelitian ini, maka fokus penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Strukturasi praktik mengajar guru madrasah yang terdapat di

Madrasah Diniyah Al-Hidayah .

Page 50: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

38

3.6 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive, yaitu peneliti

menggunakan pertimbangannya sendiri untuk memilih anggota-anggota sebagai

informan. Dalam pengambilan teknik secara purposive , peneliti berperan penting

dalam menentukan kriteria informan yang akan diambil. Seorang informan

diambil sebagai informan, karena peneliti menganggap bahwa seorang informan

tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Informan

merupakan orang yang memberi informasi mengenai data penelitian yang diambil

oleh peneliti.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka penelitian ini menggunakan

teknik penentuan informan dengan cara purposive yang menentukan informan

dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data strukturasi

praktik mengajar guru madrasah di Madrasah Diniyah Al-Hidayah . Dalam suatu

penelitian kualitatif informan terbagi menjadi dua.

Menurut Arikunto (2006: 16) informan terdiri dari dua kriteria . Dua

kriteria tersebut adalah:

1. Informan Kunci merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki

berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan

kunci dalam penelitian ini adalah ketua pengurus madrasah tersebut.

2. Informan Utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam

interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah

guru madrasah tersebut.

Page 51: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

39

3.7 Sumber dan Jenis Data

Sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh. Dalam penelitian,

data yang digunakan diperoleh dari dua sumber yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang langsung didapat dan dikumpulkan

oleh peneliti dari sumber pertamanya. Sumber pertama dalam data primer

ini berasal dari pihak-pihak yang terkait dengan penelitian, yang data-

datanya langsung didapat dari interview dan observasi.

b. Data Sekunder

Selain data primer, data sekunder juga dibutuhkan dalam penelitian. Data

sekunder tersusun dalam bentuk dokumentasi, misalnya data mengenai

keadaan demografis suatu daerah, data mengenai pendapatan suatu

daerah, dan lain-lain (Suryabrata, 1983: 93).

Dalam penelitian ini, data primer diambil langsung dengan pihak terkait

yaitu guru madrasah tersebut. Data primer ini didapat dengan cara wawancara

atau interview langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan

tersebut. Selain itu, data primer juga didapat dengan cara observasi langsung di

madrasah tersebut.

Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

data-data yang didapat dari dokumen-dokumen historis dan catatan-catatan

penting dari instansi terkait (Pemerintah Kota Malang) yang menunjang penelitian

ini, maupun dokumen yang berbentuk majalah, surat kabar, artikel-artikel dalam

website serta buku yang berkaitan dengan penelitian.

Page 52: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

40

3.8 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah langkah yang sangat penting dalam metode

ilmiah karena data yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk memecahkan

masalah. Dalam penelitian ini proses pengumpulan data terbagi dalam tiga tahap

yakni:

1. Memasuki Lokasi Penelitian (Getting-in)

Dalam proses ini terdapat dua kegiatan yang dilakukan pada awal

memasuki lapangan yaitu: Pertama, peneliti berusaha melakukan

pendekatan kepada sumber data di lapangan dengan maksud

mendapatkan suasana keintiman atau suasana yang kondusif agar

keberadaan peneliti segera dapat menyatu dengan lingkungan

penelitian sekaligus mempermudah peneliti menangkap suasana

dan makna-makna tertentu dari fenomena yang akan diteliti. Lebih

dari itu, peneliti juga secara sederhana melakukan pemetaan sosial

(social mapping) dan analisa sosial (social analysis) untuk

memahami secara lebih utuh kehidupan sosial para pengajar

Madrasah Diniyah Al-Hidayah Lawang dan setting/latar

penelitiannya. Kedua, peneliti merancang strategi untuk mengatur

kehadiran peneliti di situs penelitian. Kesempatan ini dipakai untuk

menetapkan kerangka acuan informan yang akan digunakan yaitu

menentukan siapa yang akan menjadi informan kunci, informan

utama, dan informan pelengkap. Frame ini akan berubah sesuai

dengan kondisi, situasi, dan kebutuhan di lapangan.

Page 53: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

41

2. Ketika Berada di Lapangan (Getting a Long)

Peneliti berusaha menjalin komunikasi dengan guru Madrasah

tersebut, pihak-pihak yang terkait dengan pengajar dan madrasah

tersebut. Hal ini bertujuan untuk menangkap makna dan intisari

dari informan tentang tindakan mengajar guru Madrasah tersebut.

3. Pengumpulan Data (Logging the Data)

Setelah peneliti berada di lapangan prosedur yang berikutnya yang

dilakukan peneliti adalah mengumpulkan data. Berikut beberapa

teknik pengumpulan data yang dilakukan, yaitu antara lain:

a. Pengamatan/Observasi (Observation)

Observasi adalah cara untuk memperoleh data yang

dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung

maupun tidak langsung serta melihat keadaan obyek yang

diteliti secara dekat langsung ke lokasi penelitian.

Observasi dilakukan atas obyek-obyek antara lain: Sikap

dan perilaku yang dilakukan oleh pengajar madrasah

tersebut serta interaksi atau hubungan yang terjalin antara

pengajar dan siswa madrasah tersebut.

b. Wawancara (Interview)

Interview adalah cara memperoleh data di lapangan

melalui tanya jawab secara langsung dengan responden, di

mana peneliti menggunakan alat bantu berupa panduan

wawancara (interview guide) agar wawancara terarah pada

fokus penelitian (Nazir, 1988: 234).

Page 54: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

42

c. Dokumentasi (Documentation)

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara

mencatat kejadian yang ada di lapangan dengan

memanfaatkan data sekunder yang ada. Data yang

diperlukan untuk menunjang pemahaman dan penggalian

data dalam penelitian ini berupa arsip madrasah tersebut.

3.9 Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis data fenomenologi yang terdiri dari :

1. Horizonalizing the data and statement; Mendata secara mendetail

informasi yang diperoleh dari pengamatan objek penelitian (setiap

pernyataan dari objek penelitian) berupa transkrip data.

2. Reduction and elimination; menguji dan mengecek ulang apakah ada

pernyataan yang saling tumpang tindih. Data yang telah diperoleh berupa

data transkrip kemudian di periksa ulang dan data yang mengalami

perulangan dapat dihilangkan, untuk menghilangkan data yang dobel.

3. Thematic Potrayal; mengumpulkan hasil horizon yang telah

ditranskripkan ke dalam tema-tema yang sesuai, dan dapat digunakan

sama ke seluruh subjek penelitian.

4. Individual Textural Description; mentranskrip data penelitian yang masih

polos, merupakan pendapat dan pernyataan dari masing-masing subjek

penelitian.

5. Individual Structural Description; data transkrip asli yang berisi

pernyataan asli objek penelitian dirubah secara structural dengan

Page 55: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

43

menggunakan bahasa peneliti dari tiap subjek penelitian, dikumpulkan per

tiap subjek individu.

6. Composite Textural Description; data berupa transkrip dari keseluruhan

subjek penelitian dikumpulkan jadi satu, digabungkan.

7. Composite Structural Description; data transkrip asli yang berisi

pernyataan asli objek penelitian dirubah secara structural dengan

menggunakan bahasa peneliti, digabungkan menjadi satu

8. Imaginative variation; proses berpikir, menganalisis dengan menggunakan

kerangka teori, apakah hasil penelitian yang didapat sesuai dengan

kerangka teori yang diungkapkan di bab II dan apabila terdapat

ketidaksesuaian dengan teori yang dipakai bisa memunculkan teori baru.

9. Sintesis; kesimpulan dari hasil penelitian secara keseluruhan yang telah

dianalisis menurut kerangka teori yang menggambarkan fenomena yang

diteliti (Moustakas, 1994: 122).

3.10 Keabsahan Data

Menurut Moleong (2006: 320) yang dimaksud dengan keabsahan data

adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi:

1. Mendeskripsikan nilai yang benar,

2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan

3. Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang

konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan

keputusan-keputusannya.

Page 56: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

44

Isu dasar dari hubungan keabsahan data pada dasarnya adalah sederhana.

Bagaimana peneliti membujuk agar pesertanya (termasuk dirinya) bahwa temuan-

temuan penelitian dapat dipercaya, atau dapat di pertimbangkan.

Untuk menetapkan keabsahaan data diperlukan teknik pemeriksaan.

Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas jumlah kriteria tertentu. Ada 4

kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan,

dan kepastian (Moleong, 2006: 324).

Agar tujuan tersebut tercapai, penelitian ini menggunakan teknik

pemeriksaan keabsahan data triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong,

2006: 330). Jadi dengan kata lain bahwa ketika peneliti menggunakan teknik

pemerikasaan keabsahan data trianggulasi, maka peneliti dapat kembali

mencocokkan kembali temuaanya dengan berbagai sumber, metode atau teori.

Moleong(2006: 332) untuk itu maka peneliti dapat melakukan

pengecekan tersebut dengan jalan:

1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan.

2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data.

3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data

dapat dilakukan.

Page 57: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

46

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Madrasah Diniyah Al-Hidayah

Madrasah Diniyah Al-Hidayah termasuk ke dalam jenis madrasah yang

hampir semua pelajaran dari guru kepada siswanya adalah pelajaran Agama Islam,

yang berarti tidak ada pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia, Matematika,

Ilmu Pengetahuan Alam, atau Ilmu Pengetahuan Sosial, dsb.

Jika meninjau kembali apa yang dikatakan oleh Daulay (2001: 61),

Madrasah Diniyah Al-Hidayah termasuk ke dalam jenis madrasah pertama yaitu

jenis madrasah yang kurikulumnya berisi pengetahuan Agama Islam semua.

Dalam perkembangannya Madrasah ini tidak berkembang seperti yang

dikatakan Daulay ( 2001: 63) bahwa perkembangan madrasah di Indonesia di latar

belakangi oleh perkembangan pergerakan organisasi Islam. Madrasah ini sama

sekali tidak ada kaitannya dengan pergerakan organisasi keislaman.

Madrasah Diniyah Al-Hidayah terletak di Kabupaten Malang,

Kecamatan Lawang, Desa Sidodadi, beralamat di Jl. Sumber Waras Timur Rt. 01

Rw. 14 Dusun Pilang. Madrasah ini didirikan oleh Yayasan Pendidikan dan

Pengajaran Agama Islam Al-Hidayah pada tanggal 8 Februari 1994 di atas tanah

wakaf seluas 15 kali 23 meter. Madrasah ini memiliki 6 lokal (kelas) dengan

tambahan 1 kantor dan 1kamar kecil.

Sesuai dengan akta pendirian nomor 13, maksud dan tujuan pendirian

madrasah adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan pendidikan dan kerampilan anak.

Page 58: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

47

2. Membangun akhlak dan mental manusia.

3. Membantu terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat

yang lebih beriman dan bertaqwa.

Untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut, madrasah ini menyusun

kurikulum pelajaran yang semuanya berisi pelajaran pengetahuan agama Islam

seperti: Joro’, Imla’, Pego, Fasholatan, Tahsin, Akhlaq, Tarekh, Hadits, Bahasa

Arab, Al-Qur’an Tajwid,Fiqih Tauhid.

Selain pelajaran tersebut, madrasah ini juga memiliki kegiatan madrasah

yang dilaksanakan oleh santriwan dan santriwati. Adapun kegiatan yang

dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan rutin

Kegiatan ini dilakukan setiap minggu, yaitu pada hari sabtu dan

diikuti oleh santriwati yaitu: Istighosah, Rotibul Hadad, Yasin, Dan

Tahlil. Kegiatan rutin ini bertujuan untuk mempertebal keimanan

santriwati dan juga sebagai sarana untuk membiasakan mengaji.

2. Kegiatan akhir tahun

Kegiatan ini dilaksanakan setiap akhir tahun ajaran, yaitu dua

minggu sebelum memasuki Bulan Suci Ramdhan, karena tahun

ajaran didasarkan pada bulan Syawal hingga Sya’ban.

Kegiatan ini disebut Imtihan dimana betujuan untuk menunjukkan

rasa syukur kepada Allah SWT atas kenaikan kelas serta kelulusan.

Page 59: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

48

4.1.1 Visi Dan Misi Madrasah Diniyah Al-Hidayah

Seperti halnya organisasi pada umumnya yang memiliki visi dan misi,

Madrasah Diniyah Al-Hidayah juga memiliki visi dan misi. Berikut adalah visi

dan misi madrasah tersebut:

Visi madrasah:

1. Unggul dalam prestasi yang berakar pada agama dan budaya

bangsa.

Misi madrasah:

1. Meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki nilai dan muatan

imtaq amal dan ikhlasiyah.

2. Meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat

dan perkembangan IPTEK melalui kegiatan proses pembelajaran dan

bimbingan.

3. Meningkatkan prestasi dalam bidang ekstrakurikuler sesuai dengan

prestasi yang dimiliki.

4. Menciptakan pola hidup lingkungan yang bersih, indah, sehat, dan

menyenangkan.

5. Menyelenggarakan program yang senantiasa berakar pada nilai peduli

terutama pada dhuafa sebagai warga sekolah.

Visi dan misi ini diciptakan sesuai dengan tujuan dari didirikannya

madrasah sesuai dengan akta pendirian.

Page 60: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

49

4.1.2 Kondisi Fisik Madrasah Diniyah Al-Hidayah.

Sebagai pelengkap mengenai informasi gambaran umum madrasah

berikut peneliti berikan photo kondisi fisik madrasah tersebut. Madrasah tersebut

terdiri dari 6 ruangan kelas.

Gambar 3. Madrasah dari depan samping kanan. Gambar 4. Madrasah dari depan samping kiri.

Gambar 5. Kelas 1dari luar. Gambar 6. Kelas 1 dari dalam.

Gambar 7. Kelas 2 dari luar. Gambar 8. Kelas 2 dari dalam samping kanan.

Page 61: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

50

Gambar 9. Kelas 2 dari dalam samping kiri. Gambar 10. Kelas 3 dari luar.

Gambar 11. Kelas 3 dari dalam. Gambar 12. Kelas 4 dari dalam.

Gambar 13. Kelas 5 dari dalam. Gambar 14. Kelas 6 dari dalam.

Jumlah siswa di madrasah tersebut terdiri dari seratus tujuh anak, yang

terbagi menjadi lima puluh tiga anak adalah siswa laki-laki dan sisanya, lima

puluh empat anak adalah siswa perempuan. Siswa kelas satu terdiri dari sembilan

belas anak. Siswa kelas dua terdiri dari tiga puluh anak. Siswa kelas tiga terdiri

dari dua puluh anak. Siswa kelas empat terdiri dari dua belas anak. Siswa kelas

Page 62: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

51

liam terdiri dari empat belas anak. Dan siswa kelas enam terdiri dari dua belas

anak.

4.2 Gambaran Umum Informan Madrasah Diniyah Al-Hidayah

Informan dalam penelitian ini adalah seorang yang memiliki informasi

serta terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti sehingga dapat

diperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah

penelitian. Informan yang akan diteliti adalah pengajar madrasah tersebut sebagai

informan utama, sekretaris madrasah sebagai informan kunci, dan beberapa

pengurus yang lain sebagai informan tambahan. Berikut adalah data informan.

Tabel 3. Data Informan

NO NAMA ALAMAT NO.TELP KEDUDUKAN LAMA

MANJABAT

PENDIDIKAN

TERAKHIR

6 Supriyono Pilang-

Sidodadi-

Lawang

085755520521 Sekretaris 18 tahun SMA

1 Bakdiyah

Pilang-

Sidodadi-

Lawang

085646361261

Kepala

Madrasah

merangkap guru

kelas 4

18 tahun SD

2

Siti Nur

Hidayatul

Chusna

Pilang-

Sidodadi-

Lawang

081805092668 Guru kelas 2 3 bulan SMA

3 Puriyanto

Pilang-

Sidodadi-

Lawang

081555613342 Guru kelas 6 9 tahun SMK

Page 63: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

52

Lanjutan tabel 3.

4 Suliyani

Pilang-

Sidodadi-

Lawang

085791323646 Guru kelas 5 13 tahun SMA

5 Angga Dwi

Oktaviani

Pilang –

Sidodadi-

Lawang

085755891239 Guru kelas 3 9 tahun SMA

Sumber: Observasi 1 Mei 2012

Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa rata-rata lama menjabat

sebagai pengurus ataupun pengajar adalah kurang lebih 18 tahun. Dengan

demikian lama menjabat sama dengan lama berdiri madrasah tersebut. Dan untuk

tingkat pendidikan dari tabel tersebut bisa dikatakan bahwa SMA merupakan rata-

rata tingkat pendidikan terakhir dari pengurus ataupun pengajar madrasah

tersebut.

1. Supriyono

Bapak Supriyono adalah sekretaris madrasah di dalam

kepengurusan Madrsah Diniyah Al-Hidayah. Beliau adalah salah satu

anak dari saah satu perintis berdirinya madrasah tersebut. Sebagai

seorang anak beliau memegang pesan dari orang tuannya untuk

menjaga keberlangsungan pendidikan agama di madrasah tersebut.

Bentuk tanggung jawab beliau terhadap pesan dari orang tua beliau

ditunjukkan dengan keterlibatan penuh beliau dalam mengurusi

segala urusan di madarasah tersebut. Termasuk salah satunya adalah

menerima peneliti di madrasah tersebut serta memberikan informasi

yang peneliti butuhkan.

Page 64: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

53

Dalam penelitian ini Pak Supriyono sebagai informan kunci

mengenai praktik sosial tindakan mengajar di madrasah tersebut.

2. Badikyah

Badikyah adalah kepala sekolah yang merangkap sebagai

guru kelas empat. Hal tersebut dilakukan karena di madrasah

tersebut kekurangan guru. Dengan bekal ilmu agama dari hasil

beliau sekolah di madrasah waktu kecil dan niat mengabdi yang

serius, beliau isi posisi guru yang kosong tersebut.

Beliau adalah guru tertua dan terlama di madrasah tersebut.

Karena hal tersebut, beliau dipilih menjadi kepala sekolah madrasah

tersebut. Dalam penelitian ini beliau sebagai informan utama.

3. Siti Nur Hidayatul Chusna

Siti Nur Hidayatul Chusna adalah guru kelas dua. Siti adalah

guru baru di madrasah tersebut, kurang lebih sekitar tiga bulan.

Dengan bekal ilmu agama dari hasil beliau sekolah agama waktu

kecil di madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah dan pondok

pesantren setelah lulus aliyah serta niat mengabdi yang serius,

beliau memutuskan untuk mengajar di madrasah tersebut..

Perjalanan mengajar beliau penuh dengan masalah, selain

masalah gaji juga ada masalah keluarga. Beliau memiliki suami yang

bekerja sebagai buruh di pabrik dan satu anak. Suami beliau tidak

mau kewajiban sebagai istri untuk merawat anak dan suami

terlupakan atau tidak dapat terpenuhi karena kesibukan beliau

Page 65: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

54

mengajar di madrasah. Namun dengan menuruti saran dari Badikyah

untuk bisa mengatur waktu untuk suami, anak, dan diri sendiri

masalah keluarga tersebut teratasi dan kini Siti tetap mengajar di

madrasah tersebut. Siti dalam penelitian ini sebagai informan utama

yang memberikan data mengenai praktik sosial tindakan mengajar di

madrasah tersebut.

4. Puriyanto

Puriyanto adalah guru kelas enam. Puriyanto adalah guru di

madrasah tersebut, kurang lebih sekitar sembilan tahun. Dengan

bekal ilmu agama dari hasil beliau sekolah agama waktu kecil di

madrasah serta niat mengabdi yang serius, beliau memutuskan

untuk mengajar di madrasah tersebut. Selain itu beliau adalah salah

satu alumnus dari madrasah tersebut, tahun angkatan 2003.

Selain mengajar beliau juga bekerja sebagai buruh pabrik di

dekat madrasah tersebut. Pekerjaan tersebut beliau lakukan untuk bisa

mencukupi biaya pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari. Puriyanto

dalam penelitian ini sebagai informan utama yang memberikan data

mengenai praktik sosial tindakan mengajar di madrasah tersebut.

5. Angga Dwi Oktaviani

Dwi adalah guru kelas tiga. Dwi adalah guru di madrasah

tersebut, kurang lebih sekitar sembilan tahun. Dengan bekal ilmu

agama dari hasil beliau sekolah agama waktu kecil di madrasah serta

niat mengabdi yang serius, beliau memutuskan untuk mengajar di

Page 66: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

55

madrasah tersebut. Selain itu beliau adalah salah satu alumnus dari

madrasah tersebut, tahun angkatan 2003.

Beliau adalah istri Puriyanto. Dwi dalam penelitian ini

sebagai informan utama yang memberikan data mengenai praktik

sosial tindakan mengajar di madrasah tersebut.

6. Suliyani

Suliyani adalah guru kelas lima. Suliyani adalah guru lama

di madrasah tersebut, kurang lebih sekitar tiga belas tahun. Dengan

bekal ilmu agama dari hasil beliau sekolah agama waktu kecil di

madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah dan pondok pesantren

setelah lulus aliyah serta niat mengabdi yang serius, beliau

memutuskan untuk mengajar di madrasah tersebut..

Perjalanan mengajar beliau penuh dengan masalah, selain

masalah gaji juga ada masalah keluarga. Beliau memiliki suami yang

tidak memiliki pekerjaan tetap dan satu anak. Suami Suliyani yang

tidak memiliki pekerjaan tetap tidak bisa menjadi sumber

pembiayaan belanja keluaga yang kurang lebih lima ratus ribu

rupiah. Selain masalah tersebut Suliyani juga memiliki masalah

pendengaran. Suliyani kurang bisa mendengar dengan baik, karena

itu untuk mewawancarai Suliyani, peneliti dibantu Badikyah sebagai

pihak ke tiga yang menjelaskan maksud dari peneliti dan

menjelaskan maksud Suliyani. Suliyani dalam penelitian ini sebagai

Page 67: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

56

informan utama yang memberikan data mengenai praktik sosial

tindakan mengajar di madrasah tersebut.

4.2.1 Gambaran Umum Kesejahteraan Guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah.

Tidak seperti pada umumnya organisasi dimana pengurus mendapatkan

gaji dari hasil kerjanya. Di madrasah tersebut pengurus tidak mendapatkan gaij

dari hasil kerja, meskipun pengurus merupakan orang yang memegang peranan

penting dalam mengembangkan serta mempertahankan madarasah tersebut.

Hanya pengajar yang mendapatkan gaji dari hasil kerja mengajarnya.

Berikut saya sajikan data kesejahteraan pengajar madrasah tersebut yang

saya susun dalam bentuk tabel.

Tabel 4. Data Kesejehateraan Pengajar Madrasah Diniyah Al-Hidayah

NO NAMA GAJI PENGELUARAN BULANAN

1 Badikyah 150.000 750.000

2 Siti Nur Hidayatul C. 100.000 700.000

3 Puriyanto 130.000 850.000

4 Suliyani 110.000 500.000

5 Angga Dwi Ok 110.000 800.000

Sumber: Observasi 1 Mei 2012

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata gaji pengajar

madrasah tersebut adalah 100.000 sedangkan untuk rata-rata pengeluaran adalah

700.000.

Gaji para guru tersebut didapatkan dari pembayaran iuran bulanan para

siswa, namun siswa sendiri sering telat membayar sedangkan gaji tersebut harus

dibayarkan setiap awal bulan, untuk mencukupi kekurangan gaji tersebut

pengurus yang mencukupi dengan mengambil dari kekayaan pribadinya.

Page 68: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

57

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kesadaran Guru Dalam Melakukan Praktik Mengajar Di Madrasah.

Kesadaran adalah keadaan seseorang dimana ia tahu atau mengerti dengan

jelas apa yang ada dalam pikirannya. Sedangkan pikiran bisa diartikan dalam banyak

makna, seperti ingatan, hasil berpikir, akal, gagasan ataupun maksud dan niat. Dalam

menjalankan praktik sosial mengajar seorang agen mengaplikasikan kesadaran dalam

melaksanakan program mengajar di madrasah tersebut.

Penting bagi setiap individu agar memiliki kesadaran, dimana kesadaran

sendiri terbagi atas tiga hal yaitu motivasi tak sadar, kesadaran diskursif, dan kesadaran

praktis (Priyono, 2002: 29).

Agen

Motif tidak sadar

Kesadaran

Diskursif

Kesadaran Praktis

Sumber: Priyono,2002:30

Gambar 17. Tiga Tingkatan Kesadaran Agen

Page 69: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

58

Penyelidikan atas perbuatan agen dilakukan guna menembus alasan dan motif

atas apa yang dilakukan. Beberapa informan menyatakan bahwa motif menjadi seorang

pengajar karena kesadaran Masyarakat akan minat pendidikan agama, lingkungan yang

memaksa sehingga mau tidak mau orang-orang tersebut harus melakukan kegiatan

pendidikan agama, dan sebagai konsekuensi dari tindakan tersebut adalah terpilihnya

beberapa warga untuk menjadi pengajar di lembaga yang menjadi wadah kegiatan

pendidikana agama tersebut. Secara tidak langsung kesadaran pengajar menjadi

pengajar bukanlah karena keinginan pegajar sendiri dalam hal ini melainkan karena

desakan masyarakat yang memiliki kebutuhan beberapa pengajar madrasah.

Menariknya kebutuhan masayarakat akan guru madrasah, tidak sebanding dengan

kebutuhan pengajar sendiri diantaranya , kebutuhan untuk membantu suami, dan

kebutuhan untuk menindak lanjuti amanah dari gurunya yang terdahulu. Berikut adalah

pernyataan Badikyah tentang antusias masyarakat akan kebutuhan pendidikan agama

yang tidak sebanding dengan jumlah guru yang tersedia:

“Awal pendirian madrasah ini belum siap mas, jumlah guru yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah murid yang antusias. Saat itulah saya ditunjuk untuk mengisi posisi guru yang dibutuhkan di madrasah ini, bahkan saat itu saya merangkap posisi dua guru” (wawancara tanggal 12 juni 2012)

Dari hal tersebutlah maka madrasah menunjuk beberapa guru untuk mengisi

posisi yang dibutuhkan. Guru yang dibutuhkan diutamakan yang memiliki wawasan dan

pengalaman mengajar di madrasah. Berikut adalah pernyataan Badikyah:

“Saya ditunjuk karena dari sekian banyak warga di Pilang, yang memiliki pengetahuan dan pengalaman mendidik anak di madrasah adalah saya, meskipun semua Warga Pilang memiliki pengetahuan agama tapi itu hanya bersifat masih dasar saja dari pelajaran agama yang mereka dapatkan waktu mereka sekolah dulu mas, selain itu mereka juga tidak memiliki pengalaman mengajar,

Page 70: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

59

karena itu mas, saya disuruh ngajar di madrasah ini mas”. (wawancara tanggal 12 juni 2012)

Pernyataan Badikyah didukung oleh pernyataan Siti sebagai berikut:

“Selain karena kemauan saya sendiri saya mangajar karena ditunjuk oleh Madrasah untuk mengisi posisi guru yang dibutuhkan. Saya ditunjuk karena memiliki pengetahuan dan pengalaman mendidik anak di madrasah, mungkin saya rasa itulah yang menjadi pertimbangan dalam madrasah memilih saya sebagai guru di madrasah tersebut.” (wawancara tanggal 13 juni 2012)

Hampir sama dengan pernyataan Siti, Suliyani juga menyatakan hal yang

serupa sebagai berikut:

“Selain karena kemauan saya sendiri saya mangajar karena ditunjuk oleh Madrasah untuk mengisi posisi guru yang dibutuhkan. Saya ditunjuk karena memiliki pengetahuan Islam yang luas dan yang mau mengajar di madrasah tersebut.” (wawancara tanggal 14 juni 2012)

Puriyanto dan Angga juga menyatakan hal yang serupa bahwa dirinya ditunjuk

oleh madrasah karena wawasan Islam dan pengalamannya mengajar di madrasah.

Berikut adalah pernyataan Puriyanto yang disusul kemudian pernyataan Angga:

“karena madrasah melihat latar belakang pendidikan saya pernah belajar di madrasah serta wawasan saya tentang dunia Islam luas, saya ditunjuk oleh madrasah, bukan mengajukan diri sebagai guru di madrasah” (wawancara tanggal 15 juni 2012)

“Selain karena kemauan saya sendiri saya mangajar

karena ditunjuk oleh Madrasah untuk mengisi posisi guru yang dibuthkan. Saya ditunjuk karena memiliki pengetahuan dan pengalaman mendidik anak di madrasah, mungkin saya rasa itulah yang menjadi pertimbangan dalam madrasah memilih saya sebagai guru di madrasah tersebut.” (wawancara tanggal 16 juni 2012)

Page 71: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

60

Selanjutnya informan menyatakan bahwa motif lain dari melakukan tindakan

tersebut adalah karena keinginan membantu suami. Berikut adalah pernyataan Angga:

“Saya mengajar karena keinginan saya untuk bisa membantu suami mencari uang untuk bisa memenuhi kebutuhan belanja keperluan rumah tangga saya mas.” (wawancara tanggal 15 juni 2012)

Suliyani dan Siti menyatakan hal yang sama bahwa salah satu motif dari

kemuannya mengajar meski mendapatkan bayaran sedikit adalah suatu upaya

untuk membantu suami mencukupi pendanaan untuk kebutuhan keluarga. Berikut

adalah penyataan Siti yang disusul berikutnya oleh pernyataan Suliyani:

“Saya mengajar karena keinginan saya untuk bisa membantu suami mencari uang untuk bisa memenuhi kebutuhan belanja keperluan rumah tangga saya mas, tidak bisa kalau hanya mengandalkan dari suami yang tidak punya pekerjaan tetap.” (wawancara tanggal 14 juni 2012)

“Saya mengajar karena keinginan saya untuk bisa membantu suami mencari uang untuk bisa memenuhi kebutuhan belanja keperluan rumah tangga saya mas.” (wawancara tanggal 13 juni 2012)

Selanjutnya semua informan utama dalam penelitian ini menyatakan bahwa

motif dari melakukan tindakan tersebut karena menindak lanjuti amanah dari gurunya.

Berikut adalah berturut-turut pernyataan Badikyah, Siti, Suliyani, Puriyanto, dan Angga

Dwi:

“Itu awal saya mengajar mas, kalau ditanya sekarang ya beda lagi, meskipun masyarakat masih membutuhkan pengetahuan tentang agama antusias mereka tidak seperti dulu lagi, belum lagi himpitan ekonomi yang membuat orang tua murid susah untuk lebih antusias lagi ditambah lagi dengan keadaan madrasah yang jauh dibandingkan dengan status sekolah formal. Orang tua murid ebih antusias untuk meyekolahkan anaknya di sekolah formal mas, tapi tekad saya sudah bulat karena ini amanah dari guru saya yang

Page 72: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

61

dulu mas, meskipun sulit tetap saya mengajar, saya niatkan untuk tabungan di akhirat nanti mas.” (wawancara tanggal 12 juni 2012)

,hal yang serupa juga disampaikan oleh Siti. Berikut penuturan Siti:

“Selain itu mas, saya mengajar itu sangat bersyukur karena dengan begini saya bisa meneruskan serta menjaga amanah dari guru-guru saya yang dulu mengajarkan ilmunya ke saya. Itu saja mas saya rasa, gak ada lagi kok” (wawancara tanggal 13 juni 2012)

Suliyani juga menyatakan hal yang serupa dengan Badikyah.

Berikut penuturan Suliyani:

“selain itu mas, saya mengajar itu sangat bersyukur karena dengan begini saya bisa meneruskan serta menjaga amanah dari guru-guru saya yang dulu mengajarkan ilmunya ke saya.” (wawancara tanggal 14 juni 2012)

Hal yang serupa juga disampaikan Puiyanto dalam pernyataannya

sebagai berikut:

“selain itu mas, saya mengajar itu sangat bersyukur karena dengan begini saya bisa meneruskan serta menjaga amanah dari guru-guru saya yang dulu mengajarkan ilmunya ke saya. Itu saja mas saya rasa, selebihnya saya rasa sudah tidak ada lagi.” (wawancara tanggal 15 juni 2012)

Hal yang serupa juga disampaikan Angga dalam pernyataannya sebagai

berikut:

“selain itu mas, saya mengajar itu sangat bersyukur karena dengan begini saya bisa menjaga amanah dari guru-guru saya yang dulu mengajarkan ilmunya ke saya. Itu saja mas saya rasa, gak ada lagi kok” (wawancara tanggal 15 juni 2012)

Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan dengan kata lain agen

memiliki motivasi tak sadar menyangkut keinginan atau kebutuhan yang berpotensi

mengarahkan tindakan, tapi bukan tindakan itu sendiri (Priyono, 2002 : 28).

Page 73: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

62

Secara tidak sengaja motif itu menjadi kesadaran praktis dan diskursif bagi

para pengajar. Kesadaran praktis adalah sesuatu yang diketahui oleh para aktor tentang

kondisi sosial, terutama meliputi aksi mereka sendiri, namun tidak dapat diungkapkan

secara diskursif, bahkan tidak ada jeruji represi yang bisa melindungi kesadaran praktis,

kesadaran praktis adalah jantung dari daya pengetahuan sebagai sifat seorang agen

(Giddens, 2010: 34-35). Kerelaan mengajar dengan gaji yang tidak banyak merupakan

bentuk kesadaran praktis guru madrasah tersebut.

Kesadaran diskursif adalah mengacu pada kita merefleksikan dan memberikan

penjelasan rinci serta eksplisit atas tindakan kita (Priyono,2002: 28). Priyono (2002: 29)

menambahkan kesadaran praktis ini merupakan kunci untuk memahami proses

bagaimana berbagai tindakan dan praktik sosial kita lambat-laun menjadi struktur, dan

bagaimana struktur itu mengekang serta memampukan tindakan/ praktik sosial kita.

Reproduksi sosial berlangsung lewat keterulangan praktik sosial kita. Melalui

fenomenologi dengan wawancara mendalam didapatkan temuan berupa latar belakang

dari tindakan mengajar di madrasah tersebut.

Sebagai para aktor sosial, para pengajar sangatlah terdidik dari sisi

pengetahuan yang dimiliki mengenai pentingnya ilmu pengatahuan terutama agama dan

diterapkanlah ilmu tersebut. Kesadaran praktis para agen diwujudkan dengan pengajar

yang tertarik dengan menjadi pengajar di madrasah tersebut. Dengan pengetahuannya

tentang mengajar dan pentingnya pendidikan ,agen berusaha untuk mengajar sebaik

mungkin, dalam penelitian ini upaya praktis agen ditunjukkan dengan kerelaan untuk

mengajar meskipun dibayar dengan gaji murah

Page 74: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

63

5.2 Dinamika Guru, murid, dan Madrasah Dalam Praktik Sosial Tindakan Mengajar

. Di setiap kegiatan belajar terjadi suatu interaksi antara guru dan murid di dalam

ruang dan waktu. Interaksi yang berjalan di dalam ruang dan waktu tersebut menjadikan

suasana akrab antara keduanya, dan ini menjadikan keduanya saling kenal dan saling

paham, bahkan guru menjadi contoh bagi murid.

Interaksi antara guru dan murid terwujud dalam tindakan mengajar dan belajar

antara guru dan murid. Seperti yang sudah disebutkan di atas tindakan dari guru

menjadi contoh bagi murid, dengan kata lain apa yang dilakukan guru diulangi oleh

murid, yang berarti produksi tindakan mengajar dari guru di reproduksi ulang oleh

murid. Berikut pernyataan Angga Dwi yang menyatakan bahwa berawal dari

ketertarikan dengan profesi ayahnya sebagai guru, Angga mencoba-coba untuk ikut

ayahnya mengajar:

“Kalau masalah pengalaman mengajar saya belajar mengajar ikut orang tua mengajari anak-anak di mushola setelah magriban mas.” (wawancara tanggal 15 juni 2012)

Hampir sama dengan Angga Dwi, Puriyanto, istri Angga Dwi memiliki

ketertarikan yang serupa dikarenakan gurunya. Berikut pernyataan Puriyanto:

“dari situlah mas saya mulai suka mengajar, mulai suka membantu orang lain, dan dari kegiatan ikut-ikut tersebut saya mulai memutuskan untuk mengajar.” (wawancara tanggal 15 juni 2012)

Seperti yang disampaikan oleh Giddens bahwa Praktik Sosial merupakan

keterulangan yang terpola dalam lintas ruang dan waktu (2010: 30). Giddens

menambahkan praktik sosial bisa berupa kebiasaan (2010:30). Dalam penelitian ini

peneliti setuju dengan pernyataan Giddens melihat dari hasil wawancara tersebut.

Page 75: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

64

Praktik sosial tindakan mengajar di Madrasah Diniyah Al-Hidayah merupakan

kebiasaan dari ketika para informan masih belajar di madrasah. Madrasah dimana

mereka belajar menyediakan program belajar bersama. Program ini merupakan suatu

upaya madrasah agar ilmu yang di dapatkan tidak mudah dilupakan begitu saja. Berikut

adalah pernyataan Suliyani tentang kebiasaan mengajari adik kelas:

“Kalau masalah pengalaman mengajar saya belajar mengajar waktu dulu saya masih belajar di madrasah. Saya disuruh untuk ikut kegiatan yang diadakan oleh madrasah. Ya kegiatan belajar bersama setelah salat magrib itu mas. Ustad saya menyarankan agar ilmu yang didapatkan dari beliau tidak mudah lupa, coba untuk mengulangi lagi pada adik kelas”. (wawancara tanggal 12 juni 2012).

Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh dua informan lain yaitu, Badikyah

dan Siti. Badikyah menyatakan tujuan dari program atau kegiatan belajar bersama

adalah sebagai upaya agar ilmu yang didapatkan tidak mudah terlupakan begitu saja.

Berikut adalah pernyataan Badikyah dari hasil wawancara dengan peneliti:

“Ustad saya menyarankan agar ilmu yang didapatkan dari beliau tidak mudah lupa, coba untuk mengulangi lagi pada adik kelas .” (wawancara tanggal 12 juni 2012).

Pernyataan Badikyah juga didukung oleh Siti, bahwa dengan mengikuti kegiatan

yang diadakan oleh madrasah maka ilmu bisa tersalurkan kembali kepada adik kelas.

Berikut adalah pernyataan Siti:

“Ustad saya menyarankan agar ilmu yang didapatkan dari beliau tidak mudah lupa, coba untuk mengulangi lagi pada adik kelas pada kegiatan belajar bersama.” (wawancara tanggal 13 juni 2012)

Giddens menyatakan struktur merupakan wadah sekaligus sarana bagi suatu

tindakan. Dengan demikian struktur merupakan suatu wadah yang sekaligus menjadi

Page 76: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

65

sarana bagi agen untuk mengenalkan suatu agensi. Dari wawancara tersebut didapatkan

bahwa madrasah digunakan oleh guru tersebut mengenalkan tindakannya melalui kuasa

berupa mengajar, dan kegiatan madrasah yang berupa mengajar ketika guru tersebut

diakui oleh struktur, dalam hal ini adalah Madrasah, maka guru pun diresmikan sebagai

guru madrasah. Kemudian di madrasah tersebut mulai terjadi interaksi duaan antara

guru dan murid yang kemuadian menjadikan akrab keduanya, terbukti dengan guru

menjadi contoh bagi murid. Dan sekarang murid tersebut menjadi guru madrasah.

Dengan demikian tindakan mengajar guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah merupakan

tindakan mengajar guru mereka sebelumnya.

Dari hasil wawancara, 2 informan menyatakan madrasah tempat mereka belajar

tidak memiliki program belajar bersama adik kelas namun disarankan untuk mengikuti

gurunya mengajar di tempat lain dalam waktu yang lain. Dengan demikian aturan ini

tidak bersifat mengikat. Berikut adalah pernyataan Puriyanto dan Angga Dwi:

“Kalau masalah pengalaman mengajar saya belajar mengajar ikut orang tua mengajari anak-anak di mushola setelah magriban mas.” (wawancara tanggal 15 juni 2012).

Puriyanto juga menyatakan pernyataan yang serupa. Berikut adalah pernyataan

Puriyanto:

“dari kegiatan ikut-ikut tersebut saya mulai memutuskan untuk mengajar.” (wawancara tanggal 14 juni 2012).

Hal ini serupa dalam pernyataan Giddens dalam Priyono bahwa dimana dalam

waktu yang lain agen membuat praktik sosial sebagai struktur, namun di saat yang

bersamaan struktur membatasi praktik sosial, hal ini disebut oleh Giddens sebagai

dualitas struktur.

Page 77: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

66

Agen Struktur

Sumber: Priyono,2002:35

Gambar 16. Dualitas Struktur

Madrasah sebagai struktur yang menjadi sarana praktik sosial. Tindakan dan

praktik sosial berkomunikasi selalu mengandaikan signifikasi tertentu , misalnya tata

bahasa, penguasaan atas barang (ekonomi) dan orang (politik) melibatkan skemata

dominasi, sebagaimana penerapan sanksi mengandaikan skemata legitimasi. Demikian

pula sebaliknya, struktur sebagai hasil (outcome) dari praktik sosial (Giddens, 2010:

46), Giddens melihat tiga gugus besar struktur, yaitu:

1. Struktur signifikasi (signification) menyangkut skemata simbolik, penyebutan,

dan wacana.

Page 78: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

67

Dalam penelitian ini signifikasi dimaksudkan dari praktik-praktik madrasah

sebagai lembaga pendidikan, madrasah memiliki beberapa program baik

akademis maupun non akademis yang menyangkut kegiatan belajar mengajar

yang bertujuan untuk menciptakan kegiatan menyukai belajar mengajar.

2. Struktur dominasi (domination) yang menyangkut skemata penguasaan atas

orang (politik) dan barang (ekonomi).

Dominasi madrasah terhadap guru dan murid sangat mendominasi sekali,

sehingga sebagai agen, baik guru ataupun murid harus mengikuti sistem yang

digunakan oleh madrasah, meskipun demikian hal ini tidak bersifat kaku.

3. Struktur legitimasi (legitimation) menyangkut skemata peraturan normatif yang

terungkap dalam tata hukum berdasarkan peraturan yang telah disepakati oleh

baik struktur ataupun agen.

Struktur legitimasi dalam peraturan mengenai kegiatan belajar mengajar bagi

murid dan guru madrasah dan juga peraturan dan sanksi yang telah ditetapkan

oleh madrasah.

Page 79: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

68

Madrasah

Signifikasi LegitimasiDominasi

Interpretasi PengaturanPenguasaan

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Otoritas

Peraturan

Sumber: Pengolahan Data Lapangan

Gambar 17..Konsepsi Madrasah Sebagai Sarana Praktik Sosial Tindakan

Mengajar

Pada dasarnya struktur cukup stabil tetapi dapat diubah. Struktur dapat diubah

melalui konsekuensi tindakan yang diharapkan atau mereproduksi mereka secara

berbeda (2010: 33). Dalam penelitian ini struktur madrasah menunjukkan tindakan

mengajar di madrasah dapat dilakukan secara berbeda. Tindakan mengajar di

madrasah dilakukan dengan memberikan kebebasan pada agen tanpa adanya paksaan

untuk memilih ikut mengajar atau tidak. Seperti yang disampaikan oleh Angga dan

Puriyonto. Di madrasah tempat mereka belajar tidak sama dengan di madrasah tempat

tiga informan lain (Badikyah, Siti, dan Suliyani) belajar. Di madrasah Angga dan

Puriyanto untuk mengajarkan kembali ilmu yang didapatkan, guru mereka menyarankan

Page 80: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

69

untuk bebas memilih ikut guru mereka mengajar atau tidak. Berikut adalah pernyataan

Puriyanto dan Angga:

“tidak ada mas kegiatan seperti itu, saya memang menyukai kagiatan mengajari orang lain agar bisa. Selain itu ini jug merupakan upaya saya untuk menindak lanjuti amanah dari guru saya yang dulu-dulu, bahwa agar ilmu yang kita dapat tidak berhenti di kita saja salurkan ke orang lain, katanya mas supaya ilmu kita bisa berguna.” (wawancara tanggal 15 juni 2012).

“Kalau masalah pengalaman mengajar saya belajar mengajar ikut orang tua mengajari anak-anak di mushola setelah magriban mas.” (wawancara tanggal 15 juni 2012).

Menurut Giddens waktu dan ruang membentuk kegiatan sosial, waktu menurut

Giddens adalah mungkin merupakan ciri dari pengalaman manusia namun juga ciri

nyata dari kehidupan manusia hari demi hari. Dalam konteks ruang dan waktu tindakan

manusia dipandang sebagai sesuatu proses, dengan kata lain tindakan manusia dilihat

sebagai duree, yaitu sebagai aliran tindakan yang terus menerus tetapi bukan kumpulan

tindakan.

Tindakan mengajar guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah merupakan suatu aliran

tindakan terus menerus dari tindakan mengajar sebelumnya. Tindakan mengajar guru

madrasah yang sekarang merupakan suatu terusan tindakan mengajar sebelumnya yang

mereka lakukan sejak dari ketika mereka belajar sebagai murid di madrasah.

Page 81: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

70

5.3 Pemahaman Strukturasi Atas Praktik Sosial Pengajar Dalam Melakukan

Tindakan Mengajar Di Madrasah Diniyah Al-Hidayah.

Agen Struktur

Motif tidak

sadar

Kesadaran

Diskursif

Kesadaran

Praktis

Sumber: Priyono,2002:40

Gambar 18. Pemahaman Strukturasi

Praktik sosial pengajar dalam melakukan tindakan mengajar di Madrasah

Diniyah Al-Hidayah merupakan suatu struktur yang dibentuk dan dibentuk ulang oleh

agen. Dari dua sub-bab pembahasan di atas diketahui bahwa tindakan mengajar guru

madrasah tersebut yang terwujud dalam kesadaran praktis berupa kerelaan mengajar

dengan bayaran rendah yang kemudian ditelusuri melalui kesadaran diskursif dengan

metode dan analisa fenomenologi guna menemukan penjelasan yang rasional, yang bisa

Page 82: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

71

menjelaskan mengenai praktik sosial mengajar tesebut, didapatkanlah sejumlah data

yang menjelaskan bahwa praktik sosial tindakan mengajar di Madrasah Diniyah Al-

Hidayah merupakan suatu produksi baru dari hasil praktik sosial sebelumnya. Yang

mana pada praktik sosial sebelumnya para agen (guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah)

telah ditanamkan kecintaan untuk mengajar, mereka mencari sarana untuk menyalurkan

hasrat tersebut, yaitu melalui menjadi pengajar di Madrasah Diniyah Al-Hidayah

tersebut.

Dengan demikian temuan ini menjelaskan kerelaan mengajar dengan bayaran

rendah tidak terdapat pada praktik sosial sebelumnya. Kerelaan mengajar dengan

bayaran rendah merupakan suatu konsekuensi tidak sadar dari tindakan agen yang

didorong oleh struktur yang mengekang agen melalui pengetahuan dan pengalaman

agen yang didapatkan agen dari hasil belajar sebelumya.

Page 83: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

72

BAB VI

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Untuk bisa memahami mengenai strukturasi pada praktik mengajar guru

madrasah di Madrasah Diniyah Al-Hidayah , peneliti mendapatkan kesimpulan sebagai

berikut:

1. Kesadaran guru Madrasah Diniyah Al-Hidayah Dalam Melakukan

Praktik Mengajar Di Madrasah merupakan dominasi dari struktur yang

bersifat mengekang subjektivitas agen namun sekaligus memberdayakan

guru madrasah tersebut untuk melakukan aktivitas sosial. Struktur yang

terbentuk merupakan hasil dari relasi sosial yang terwujud dalam

aktivitas belajar antara guru informan dan informan itu sendiri yang

ditandai tanpa kehadiran subjek atau sebagai jejak ingatan. Struktur

tersebut merupakan usaha monitoring refleksif guru informan kepada

informan yang dirupakan dalam aktivitas belajar. Setiap aktivitas

monitoring refleksif seorang guru kepada murid dalam upayanya

menanamkan struktur , dipengaruhi pula oleh struktur yang sudah

tertanam pada diri guru tersebut. Struktur tersebut bercirikan sebuah

wacana keagamaan. Pembentukan ulang relasi sosial yang dirupakan

dalam praktik mengajar yang merentang melintas ruang-waktu

merupakan hasil sekaligus sarana dari rutinisasi aktivitas mengajar yang

dicirikan oleh suatu aturan dan sumber daya yang bersifat dominasi

Page 84: SKRIPSI Agung Nugroho Wijayanto (0710010045)

73

wacana dalam bentuk peraturan-perturan yang terdapat pada teks

keagamaan.

6.2 Saran

Dari penelitian yang telah peneliti lakukan. Peneliti memiliki beberapa saran

untuk para pengajar dan penelitian selanjutnya guna penyempurnaan penelitian

praktiksosialtindakan mengajar di madrasah . Beberapa saran tersebut adalah:

Saran Akademis:

1. Peneliti menyadari dalam penelitian ini peneliti masih malakukan banyak

kesalahan. Diharapkan adapenyempurnaanpada penelitian berikutnya.

Saran Praktis:

1. Diperlukan suatu wacana selain wacana yang berupa interpretasi dari teks

keagamaan agar aktivitas agen tidak hanya dilandasi oleh wacana

keagamaan tersebut melainkan ada wacana lain, misal wacana spirit

kapitalisme.