Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
AKUNTABILITAS PROSES PELAYANAN SURAT IZIN USAHA
PERDAGANGAN DI KABUPATEN BULUKUMBA
Oleh:
HAJRAH
Nomor Induk Mahasiswa : 10561 04902 14
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
i
SKRIPSI
AKUNTABILITAS PROSES PELAYANAN SURAT IZIN USAHA
PERDAGANGAN DI KABUPATEN BULUKUMBA
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara (S.Sos)
Disusun dan Diajukan Oleh:
HAJRAH
Nomor Stambuk: 10561 04902 14
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Hajrah. Akuntabilitas Proses Pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan Di
Kabupaten Bulukumba.(Dibimbing oleh Alyas dan Kadir)
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh suatu masalah terkait pelayanan
penerbitan izin usaha perdagangan di Kabupaten Bulukumba. Menurut beberapa
laporan bahwa pelayanan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu masih sangat lalai karena sampai saat ini masih terdapat pungli, sehingga
dengan adanya itu sistem yang berjalan tidak mengalami perkembangan. Adanya
permasalahan tersebut salah satunya dilatarbelakangi oleh masih ada beberapa
oknum yang menyalah gunakan aturan dengan menerima biaya tambahan untuk
mempersingkat pengurusan perizinan. Hal ini yang kemudian memunculkan
ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas
pelayanan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Akuntabilitas Proses Pelayanan
Surat Izin Usaha Perdagangan Di Kabupaten Bulukumba. Dengan melihat
akuntabilitas dari aspek akuntabilitas proses dari Sheila Elwood. Akuntabilitas
pada proses pelayanan yang diselenggarakan oleh DPMPTSP Kabupaten
Bulukumba dapat dilihat dari aspek prosedur, biaya, jangka waktu, serta responsif.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, teknik pengumpulan data menggunakan observasi serta wawancara.
Proses analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan semua data dan
informasi yang tersedia dari berbagai sumber sehingga mencapai kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akuntabilitas proses pelayanan
surat izin usaha perdagangan di kabupaten Bulukumba belum akuntabel
sepenuhnya, hal ini dilihat dari jangka waktu, prosedur serta biaya. Pelaksanaan
prosedur pelayanaan belum akuntabel yaitu pada system pembayaran retribusi
izin. Begitupun dengan jangka waktu pelayanan, penyelesaian izin belum
terlaksana tepat waktu. Serta masih kurangnya koordinasi dengan pihak terkait
dalam penyelesaian izin.
Kata kunci : Akuntabilitas, pelayanan, SIUP
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis tak henti-hentinya panjatkan puja dan puji syukur
atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat kesehatan dan
kesempatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Akuntabilitas Proses Pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan di
Kabupaten Bulukumba”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Ayahanda Prof. Dr. Alyas M.S selaku Pembimbing I dan Ayahanda Abdul
Kadir Adys, S.H, M.M selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan
waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Ibunda Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ayahanda Dr. Burhanuddin, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
4. Kakanda Nasrul Haq, S.Sos, M.PA selaku Ketua Jurusan Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar.s
5. Kakanda Nurbiah Tahir, S.Sos, M.Ap selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Administrasi Negara.
6. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Ilmu Administrasi Negara atas limpahan
ilmu yang diberikan kepada penulis sebagai bekal di masa yang akan
datang.
7. Bapak dan Ibu Staff Tata Usaha di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
8. Ucapan yang istimewa untuk orang terkasih terimah kasih yang sedalam-
dalamnya kepada Kedua Orang Tua, Ayah Abd Majid (Alm.) dan Ibu
Muna yang seorang diri dengan penuh kesabaran dan kasih sayang yang
berlimpah mengasuh, membesarkan, mendidik penulis dengan perjuangan
dan pengorbanan yang tulus, disertai doa restu yang senantiasa mengiringi
penulis dalam setiap langkah.
9. Ucapan terima kasih untuk orang terkasih Dino Pelu yang sudah banyak
memberi dukungan materil kepada penulis, selalu memberi dorongan dan
motivasi ketika hari-hari semakin sulit untuk dijalani, sehingga penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini
10. Saudaraku Siti Nurbaya, Darman, Marwah, Ahmad Shafa, dan Nur Aftitah
yang telah mensupport materil dan senantiasa memberikan semangat
selama menempuh studi dikampus Universitas Muhammadiyah Makassar.
viii
11. Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba khususnya Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu beserta staff yang telah
menerima penulis dengan hangat untuk meneliti di Kabupaten Bulukumba.
12. Teman-teman seperjuangan Fisipol angkatan 2014 khususnya Ilmu
Administrasi Negara
13. Teman-teman khususnya kelas B Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang
sudah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
14. Maha guru Ayahanda Ust Ahmad Syawqi yang sudah banyak memberi
pengarahan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, selalu mendukung dan
memotivasi untuk tidak menyerah.
15. Teman-teman LDSI Al-Muntazhar yang sudah banyak memberi
pengajaran hidup, yang selalu menjadi tempat paling hangat untuk pulang.
16. Teman-teman komunitas Pojok Bunker
17. Teman-teman seperjuangan di kelas PG.
18. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak sempat
disebutkan satu persatu semoga menjadi ibadah dan mendapat imbalan
dari-Nya.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .............................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian............................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 9
A. Konsep Pelayanan Publik .................................................................................. 9
B. Konsep Akuntabilitas ...................................................................................... 14
C. Jenis-Jenis Akuntabilitas ................................................................................. 18
D. Indikator Akuntabilitas .................................................................................... 20
E. Pelayanan Perizinan ........................................................................................ 23
F. Akuntabilitas Pelayanan Publik ...................................................................... 26
G. Kerangka Pikir ................................................................................................ 31
H. Fokus Penelitian .............................................................................................. 32
I. Deskripsi Fokus Penelitian .............................................................................. 33
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 34
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................... 34
B. Jenis dan Tipe Penelitian ................................................................................. 34
C. Sumber Data .................................................................................................... 35
x
D. Informasi Penelitian ........................................................................................ 35
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 36
F. Teknik Analisis Data ....................................................................................... 36
G. Pengabsahan Data ........................................................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 39
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................... 39
B. Hasil Penelitian ............................................................................................... 56
C. Pembahasan ..................................................................................................... 91
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 102
A. Kesimpulan ................................................................................................... 102
B. Saran .............................................................................................................. 103
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 105
LAMPIRAN ....................................................................................................... 107
xi
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Presentase Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan ........................ 52
Tabel IV.2 Klasifikasi Tingkat Pangkat/Golongan Pegawai DPMPTSP ............. 53
Table IV.3 Waktu Dan Biaya Perizinan DPMPTSP Kabupaten Bulukumba ....... 54
Table IV.4 Rekapitulasi Izin ................................................................................ 60
Tabel IV.5 Izin Usaha Perdagangan 2019 ............................................................ 63
Tabel IV.6 Biaya Pengurusan Izin Usaha ............................................................. 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Good governance atau lebih dikenal dengan tata pemerintahan yang
baik merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menciptakan
pemerintahan yang teratur dan berkesinambungan dalam sistem. Konsep good
governance ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan
kualitas di beberapa aspek pemerintahan. Dari bad governance menjadi good
governance seperti yang dikemukakan oleh Dwiyanto (dalam Sukmawati
2016), bahwa sistem pengelolaan pemerintahan dibeberapa negara mengalami
inefesiensi yang diakibatkan oleh adanya praktek bad governance seperti
pelayanan yang tidak transparan, rendahnya partisipasi warga, rendahnya
kepedulian birokrasi, serta diskriminasi, oleh karena itu sangat penting menata
kembali sistem pemerintahan melalui pelaksanaan konsep good governance.
Namun keadaan saat ini menunjukkan bahwa pemerintahan yang baik
masih sangat jauh dari harapan, ini disebabkan karena adanya kepentingan
politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja di luar kewenangan, dan
kurangnya integritas dan transparansi. Untuk bisa mencapai good governance
dalam tata pemerintahan maka prinsip-prinsip good governance harusnya
ditegakkan dalam semua institusi pemerintahan.
Terselenggaranya good governance merupakan tugas pemerintah
dalam mewujudkan aspirasi serta mencapai tujuan dan cita-cita bangsa. Dalam
hal ini diperlukan diperlukan pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur,
2
dan absah sehingga penyelenggaraan pemerintah dapat berjalan secara daya
dan berhasil, bersih dan bertanggungjawab. Perbaikan dalam sistem
pemerintahan dilakukan dengan perbaikan beberapa aspek penting yang ada di
dalamnya, di antaranya yaitu perbaikan pelayanan publik, untuk meciptakan
tatanan kepemerintahan yang baik.
Pelayanan publik pada dasarnya merupakan pemberian pelayanan
kepada masyarakat terkait dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai
warga negara. Seperti yang dikemukakan Sampara (2012), bahwa pelayanan
publik juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi
langsung antara satu dengan yang lain yang menyediakan kepuasan
pelanggan. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk
memenuhi kebutuhan dasar serta hak-hak sipil setiap warga negara atas
barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
Pelayanan publik merupakan pemberian pelayanan kepada masyarakat
sebagai perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
Pemerintah adalah lembaga penyedia pelayanan masyarakat harusnya
mengoptimalkan penyelenggaraan pelayanan publik serta memperhatikan
asas-asas penyelenggaraan pelayanan. Dalam Undang-Undang nomor 25
tahun 2009 tentang pelayanan publik menyebutkan bahwa pelayanan publik
merupakan rangkaian kegiatan pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara atas barang,
jasa dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
3
pelayanan publik. Dalam undang-undang yang sama pasal 1 ayat 2 disebutkan
bahwa penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut
penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi,
lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk
kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata
untuk kegiatan pelayanan publik.
Ini berarti bahwa pemerintah dalam hal ini berupa badan atau lembaga
penyelenggara negara yang berhak memberikan pelayanan kepada setiap
masyarakat atas kebutuhannya, dijalankan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada. Hingga saat ini, pelayanan publik masih menjadi
persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan segera dicari solusi
penyelesaiannya. Semakin mahalnya harga pelayanan publik di Indonesia
menandakan perbaikan pelayanan publik cenderung “berjalan di tempat”.
Meski beberapa kesempatan, pejabat publik menyerukan perlunya
peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan publik, namun dalam
realitasnya, seruan tersebut masih sekedar jargon.
Akuntabilitasdalam pelayanan publik, merujuk pada
pertanggungjawaban pemerintah dalam mengambil tindakan yang dilakukan
baik dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kebijakan-kebijakan
dalam masyarakat, tanggungjawab pemerintah dapat dilihat dalam bentuk
pelayanan publik. Pelayanan yang akuntabel merupakan ukuran yang
menunjuk seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan
4
dengan ukuran nilai-nilai atau normal eksternal dalam masyarakat atau
stakeholder.
Tolak ukur akuntabilitas pelayanan publik adalah masyarakat itu
sendiri yaitu arti nilai dan norma yang diakui berlaku dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat. Nilai dan norma tersebut di antaranya transparannya
pelayanan, prinsip-prinsip keadilan, jaminan penegakan hukum, hak asasi
manusia, orintasi pelayanan yang dikembangkan terhadap masyarakat
pengguna jasa. Tingkat akuntabilitas dapat diukur melalui
penyelenggaraannya.
Akuntabilitas sebagai proses pelayanan menurut Sheila Elwood
(Manggaukang 2006) dapat diukur dari sejauh mana prosedur pelayanan
dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya pelayanan yang
responsif, cepat dan murah biaya. Pelayanan publik tidak hanya dilihat dari
segi jangka waktu penyelesaian saja akan tetapi mempertimbangkan estimasi
waktu yang seharusnya digunakan untuk suatu pelayanan, yaitu dari aspek
murah biaya. Selain itu hal yang perlu dipertimbangkan yakni pelayanan yang
tepat biaya.
Pelaksanaan akuntabilitas pelayanan publik berpedoman pada
keputusan Menteri PAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum
Penyeleggaraan Pelayanan Publik yang kemudian dijelaskan melalui petunjuk
yang lebih teknis transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Memuat pentingnya penyelenggaraan publik yang harus
5
dipertanggungjawabkan, tanggungjawab tersebut meliputi akuntabilitas
kinerja, akuntabel biaya, dan akuntabilitas hasil pelayanan publik.
Pelayanan publik yang menjadi sorotan dari pemerintah daerah saat ini
adalah perizinan. Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam
pelayanan publik, dan merupakan salah satu bentuk pelayanan saat ini banyak
digunakan di Kabupaten Bulukumba. Pelayanan perizinan di kabupaten
Bulukumba dilakukan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DPMPTSP).
Surat izin usaha perdagangan yang selanjutnya disebut SIUP adalah
surat yang wajib dimiliki seseorang untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha
perdagangan. Surat izin usaha perdagangan merupakan surat izin yang
diberikan oleh mentri atau pejabat yang ditunjuk kepada pengusaha untuk
melaksanakan kegiatan usaha dibidang perdagangan dan jasa. Surat izin usaha
perdagangan (SIUP) diberikan kepada pengusaha, baik perseorangan, firma,
CV, PT, koperasi maupun BUMN. Surat izin ini adalah surat yang diresmikan
oleh instansi pemerintah. Surat ini wajib dimiliki sebagai bukti pengesahan
dari bisnis atau usaha yang dijalankan.
Di Kabupaten Bulukumba, pelayanan perizinan merupakan salah satu
jenis pelayanan yang dikenal sulit dilakukan, pengurusannya berbeli-belit,
menggunakan jangka waktu yang lama, serta tidak jarang memunculkan
beberapa pungutan biaya di luar prosedur umum (pungutan liar). Belum
optimalnya pelayanan perizinan dapat menimbulkan ketidakpuasan. Dampak
besar jika pelayanan perizinan berjalan efektif dan ifisien salah satunya yaitu
6
dapat meningkatkan pendapatan daerah (PAD) dan juga meningkatkan
kesejahteraan masyarakat utamanya bagi masyarakat yang baru mulai
melakukan usaha di bidang perdagangan.
Tugas Dinas Penanaman modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) merumuskan kebijakan teknis pelayanan terpadu di bidang
perizinan, nonperizinan dan penanaman modal, baik untuk semua masyarakat
serta pegawai pemerintah yang berbasis pada potensi daerah. Sistem perizinan
di kabupaten Bulukumba telah meninggalkan pola pelayanan yang lama yaitu
satu atap dan menggunakan satu pintu. Pelayanan atas permohonan perizinan
satu pintu yang disusun berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) No.24 Tahun 2006 mengenai pedoman pelayanan terpadu satu
pintu. Dalam peraturan ini pelayanan permohonan perizinan dan non-perizinan
dilakukan oleh perangkat daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu
Pintu. Kemudian Peraturan Bupati Bulukumba Nomor 49 Tahun 2017,
perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 88 Tahun 2015 tentang
penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan Terpadu Satu Pintu Pemerintah
Kabupaten Bulukumba
Dengan terbentuknya DPMPTSP kabupaten Bulukumba tidak serta
merta menunjukkan hasil yang memuaskan terlihat dari beberapa infomasi
bahwa, Pelaksanaan akuntabilitas pelayanan publik di kabupaten Bulukumba
masih jauh dari harapan, dilihat dari beberapa kasus yang pernah terjadi,
anggota DPRD kabupaten Bulukumba menemukan banyak Surat Izin Tempat
Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Palsu yang terbit
7
sebagai legalitas operasional sejumlah usaha di daerah itu. Dokumen SITU
dan SIUP diduga terjadi pemalsuan tanda tangan pejabat berwenang dan
stempel palsu, ini disebabkan oleh adanya oknum-oknum yang tidak
bertanggungjawab melakukan pemindaian tanda tangan dan stempel ,
begitupun dengan nomor proporsi SITU dan SIUP tidak sesuai dengan yang
dikeluarkan kantor berwenang.
Berangkat dari masalah di atas maka dari itu fokus penelitian ini
adalah pelayanan publik yang berjudul “Akuntabilitas Proses Pelayanan
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) di Kabupaten Bulukumba”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan penjelasan pada latar belakang di atas maka
penulis mengganggap penting memberikan batasan masalah yang menjadi
bahan dalam penelitian maka penulis merangkum dalam pertanyaan berikut :
Bagaimana akuntabilitas proses pelayanan surat izin usaha perdagangan
(SIUP) di Kabupaten Bulukumba diukur dari aspek prosedur, biaya, jangka
waktu serta pelayanan yang responsif?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
dan menjelaskan akuntabilitas proses pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) di Kabupaten Bulukumba dilihat dari beberapa aspek prosedur, biaya,
jangka waktu serta pelayanan yang responsif.
8
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang akan dicapai nanti pada penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat yakni sebagai berikut :
1. Manfaat Akademis :
a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat dalam
memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu administrasi
publik khususnya mengenai gambaran pelayanan surat izin usaha
perdagangan (SIUP).
b. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya untuk
memperdalam penelitian mengenaiyang terjadi pada pelayanan publik
khususnya pelayanan penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan.
c. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, serta menjadi
bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai
gambaran pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
d. Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian mengenai
akuntabilitas pelayanan birokrasi selanjutnya.
2. Manfaat Praktis :
a. Dapat dijadikan bahan acuan pemerintah dalam memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pelayanan birokrasi,
khususnya pada pembuatan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai melayani keperluan orang
atau masyarakat yang mempunyai kepentingan sesuai dengan aturan pokok
dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana yang telah dikemukakan
dahulu bahwa pemerintah pada hakekatnya adalah pelayan bagi masyarakat,
karenanya birokrasi publik berkewajiban untuk memberi pelayanan yang baik
(Irsan, 2012).
Pelayanan publik menurut Sinambela adalah setiap kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
menawarkan kepuasan. (Harbani Pasolong, 2013). Disisi lain, Menurut Thoha
(dalam Sedarmayanti 2010) pelayanan adalah usaha yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberi bantuan dan
kemudahan kepada masyarakat dalam mencapai tujuan.
Pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.
25 Tahun 2009 merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan pelayanan administratif oleh penyelenggara pelayanan
publik. Dari pengertian tersebut dapat ditarik 3 konsep dasar tentang
pelayanan publik yaitu:
10
a. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh pemerintah dan aparatur negara serta swasta (atas nama pemerintah)
b. Masyarakat merupakan objek dari pelayanan publik
c. Bentuk pelayanan tersebut berupa barang atau jasa yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Moenir (2001) pelayanan publik adalah kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor
material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi
kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Tujuan pelayanan publik adalah
mempersiapkan pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh publik (Winda
Sari, 2017).
Selanjutnya menurut Moenir (2001), pelayanan publik harus
mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut:
a. Hak dan kewajiban bagi pemberi dan penerima pelayanan umum harus
jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.
b. Pengaturan setiap bentuk pelayanan harus disesuaikan dengan kondisi
kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku dan tetap berpegang teguh pada
efisiensi dan efektivitas.
c. Kualitas, proses dan hasil pelayanan harus diupayakan agar dapat
memberi keamanan,kenyamanan, kepastian hukum, yang dapat
dipertanggungjawabkan (Winda Sari, 2017).
11
Pada hakekatnya, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima
kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur
pemerintah sebagai abdi masyarakat. Oleh karena itu pemberian layanan
kepada masyarakat harus dilakukan secara maksimal dan berlandaskan pada
asas pelayanan publik. Asas-asas pelayanan publik menurut terdiri dari:
a. Transparansi, berarti keterbukaan atau bersifat terbuka, mudah dan dapat
diakses serta digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan dan
disediakan secara memadai serta mudah dimengerti
b. Akuntabilitas, artinya pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara
pelayanan publik dalam hal ini adalah pemerintah harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
c. Kondisional, pelayanan publik harus sesuai dengan kondisi kemampuan
pemberi dan penerima pelayanan dan tetap berpegang teguh pada prinsip
efisiensi dan efektifitas
d. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan
masyarakat.
e. Kesamaan hak, pemberian pelayanan publik tidak diskriminatif dalam arti
tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.
f. Keseimbangan hak dan kewajiban, dalam proses pemberian pelayanan
publik, pemberi dan penerima pelayanan harus memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
12
Menurut Thoha Pelayanan publik yang profesional adalah pelayanan
yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi
layanan dengan cirri sebagai berikut :
a. Efektif lebih mengutamakan pencapaian tujuan.
b. Sederhana, prosedur tata cara pelaksanaan diselenggarakan secara mudah,
cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan
oleh masyarakat yang minta layanan.
c. Kejelasan dan kepastian, tata cara pelayanan dan prosedur, persyaratan
pelayanan baik secara teknis maupun persyaratan administratif, rincian
kerja, tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya, jadwal waktu
penyelesaian pelayanan.
d. Keterbukaan prosedur pemberi pelayanan wajib diinformasikan secara
terbuka kepada masyarakat agar mudah dipahami masyarakat baik diminta
maupun tidak diminta.
e. Efisien, yaitu persyaratan pelayanan hanya dibatasi dengan hal-hal yang
berkaitan langsung dengan pencapaian tujuan. (Irsan, 2012).
Tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah bagaimana
mempersiapkan pelayanan publik yang dikehendaki dan dibutuhkan oleh
publik dan bagaimana menyatakan dengan tepat kepada publik mengenai
pilihan dan cara mengaksesnya. Lebih lanjut Zeithahaml mengatakan, tujuan
pelayanan publik adalah sebagai berikut :
a. Menetukan pelayanan yang disediakan.
b. Memperlakukan pengguna layanan, sebagai costumer.
13
c. Berusaha memuaskan pengguna layanan, sesuai dengan yang diinginkan
mereka.
d. Mencari cara penyampaian layanan yang paling baik dan berkualitas.
e. Menyediakan cara-cara bila pengguna layanan tidak ada pilihan
(Irsan,2012).
Menurut Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 63,
Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
standar pelayanan haruslah meliputi :
a. Prosedur pelayanan yang dilakukan dalam hal ini antara lain
kesederhanaan yaitu kemudahan dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat serta kemudahan dalam memenuhi persyaratan pelayanan.
b. Waktu penyelesaian, waktu yang ditetapkan sejak saat pengajuan
permohonan sama dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan
haruslah berkaitan dengan kepastian waktu dalam memberikan pelayanan
sesuai dengan ketetapan lamanya waktu pelayanan masing-masing.
c. Biaya pelayanan, tarif pelayanan termasuk rincian yang ditetapkan dalam
proses pemberian pelayanan, haruslah berkaitan dengan penenanaan biaya
yang secara wajar dan terperinci serta tidak melanggar ketentuan yang ada
d. Produk pelayanan, hasil pelayanan yang diterima sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan. Hal ini berkaitan dengan kenyataan dalam
pemberian pelayanan yaitu hasil pelayanan harus sesuai dengan yang telah
ditentukan serta terbebas dari kesalahan-kesalahan teknis, baik dalam hal
penulisan permohonan yang telah diajukan sebelumnya.
14
e. Sarana dan prasarana, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai
oleh penyelenggara pelayanan publik. Hal ini berkaitan dengan
ketersediaan perangkat penunjang pelayanan yang memadai seperti meja,
kursi, mesin tik, serta adanya kenyamanan dan kemudahan dalam
memperoleh suatu pelayanan (Irsan, 2012).
B. Konsep Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan salah satu syarat terlaksananya pemerintahan
yang baik (good governance). Akuntabilitas merupakan prinsip utama
terselenggaranya pemerintahan yang baik, menjadi salah satu dorongan bagi
pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Akuntabilitas pada
umumnya dikaitkan pada proses pertanggungjawaban untuk segala pelayanan
yang telah diberikan. Akuntabilitas merujuk pada pertanggungjawaban satu
pihak ke pihak yang memiliki hak.
Menurut Sedarmayanti (2003) bahwa akuntabilitas dapat dinyatakan
sebagai kewajiban untuk memberi pertanggungjawaban atau menjawab dan
menerangkan kinerja dan tindakan seseorang atau suatu organisasi kepada
pihak yang memiliki hak atau yang berkewenangan untuk meminta keterangan
atau pertanggungjawaban. Adapun pertanggungjawaban ini merupakan
transparannya kegiatan yang dilakukan dan segala kebijakan yang
dilaksanakan. Akuntabilitas bukan hanya pertanggungjawaban secara tertulis
namun membutuhkan pelaksanaan secara nyata (Sukmawati, 2016).
Dalam pasal 3 UU No 28 tahun 1999 menjelaskan bahwa akuntabilitas
merupakan salah satu bagian dari asas umum penyelenggaraan Negara. Asas
15
dalam undang-undang bermakna bahwa akuntabilitas merupakan asas yang
menentukan bahwa setiap hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan pelayanan
harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Akuntabilitas merupakan kegiatan pemerintah sebagai bentuk
pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat, dapat dilihat dari
sejauh mana transparansi penyelenggaraan pelayanan publik. Pemerintah
dalam hal ini berperan penting dari terlaksananya pelayanan yang
akuntabel, karena akuntabilitas terkait dengan segala aktivitas yang
dilakukan pemerintah seperti yang dikemukakan Mulgar dan Uhnr
(Sukmawati, 2016) yaitu akuntabilitas merupakan konsep yang terkait
dengan aktifitas governance yaitu, berbagai upaya untuk membentuk serta
mempertahankan bentuk tatanan pemerintahan dalam konteks sosial.
Akuntabilitas juga dapat diartikan sebagai pemberian informasi dan
pengungkapan kegiatan dan kinerja finansial pemerintah pada berbagai
pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah harus bisa
menjadi tokoh pemberi informasi dalam hal pemenuhan hak-hak publik.
Tuntutan akuntabilitas publik memaksa dan mengharuskan lembaga-
lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban
horizontal bukan hanya pertanggungjawaban vertikal.
Akuntabilitas administrasi publik dalam pengertian yang luas
melibatkan lembaga-lembaga publik (agencies) dan birokrat (their wokes)
16
untuk mengendalikan bermacam-macam harapan yang berasal dari dalam
dan luar organisasinya. Dengan begitu akuntabilitas administrasi publik
sebenarnya terkait dengan bagaimana birokrasi publik (agencies)
mewujudkan harapan-harapan publik.
Akuntabilitas sebagai bentuk pertanggungjawaban atas segala tindakan
yang dilakukan pemerintah, bukan hanya sebatas menyiapkan laporan kinerja
secara transparansi, namun perlu mempertimbangkan aspek-aspek nilai dalam
masyarakat seperti yang dijelaskan oleh Wahyudi Kumorotomo (2013) bahwa
akuntabilitas merupakan ukuran apakah aktifitas pemerintah atau pelayanan
yang dilakukan telah sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dianut
oleh masyarakat dan apakah pelayanan publik yang diselenggarakan mampu
mengakomodasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya.
Sementara itu Nisjar (Rakhmar, 2009) mengemukakan bahwa
akuntabilitas merupakan kewajiban Negara, kewajiban bagi aparatur
pemerintah untuk bertindak selaku penanggungjawab dan penanggung gugat
atas segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkan. Pertanggungjawaban yang
dimaksud dalam hal ini dilakukan secara terbuka kepada seluruh elemen-
elemen yang terkait di dalamnya, utamanya kepada masyarakat atau rakyat.
Akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban aparatur untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi dan
tujuan organisasi dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, melalui
pertanggungjawaban secara periodik. Menurut Sedarmayanti (Sukmawati 2017)
17
dalam pelaksanaannya akuntabilitas dalam pemerintahan perlu memperhatikan
prinsip-prinsip berikut :
a. Komitmen pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan
pengelolaan misi agar akuntan
b. Beberapa sistem yang dapat menjamin penggunaan sumberdaya secara
konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang ditetapkan.
d. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi beserta hasil dan manfaat yang
diperoleh.
e. Jujur, obyektif, transparansi, dan inovatif sebagai katalisator perubahan
manajemen instansi pemerintahan.
Beberapa konsep akuntabilitas yang telah dijelaskan di atas
memberikanpengertian bahwa akuntabilitas merupakan aspek penting yang
dilaksanakan guna mewujudkan Good governance. Akuntabilitas merupakan
wujud dari pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk melaporkan segala
kegiatan. Ini menandakan bahwa akuntabilitas lebih luas cakupannya dari
lingkup tanggungjawab pemerintah saja. Akuntabilitas merangkap kewajiban
member laporan tentang keberhasilan maupun kegagalan pencapaian tujuan
dan misi organisasi serta pengelolaan sumber daya, ini berarti bahwa segala
tindakan dan kegiatan pemerintah harus mendapatkan pengawasan dari
masyarakat.
18
C. Jenis-Jenis Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah wujud atau bentuk perbaikan tatanan
pemerintahan yang mengarah pada konsep good governance oleh karena itu
pentingnya akuntabilitas yang kemudian menciptakan berbagai pandangan
yang memunculkan berbagai kategori akuntabilitas.
Berdasarkan ahli Mardiasmo (2017) akuntabilitas dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu :
a. Akuntabilitas vertikal yaitu, akuntabilitas yang berbentuk
pertanggungjawaban oleh bawahan kepada atasan.
b. Akuntabilitas horizontal yaitu akuntabilitas berbentuk
pertanggungjawaban yang dilaksanakan kepada orang atau lembaga yang
setara.
Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) ada tiga macam
akuntabilitas yaitu :
a. Akuntabilitas keuangan, akuntabilitas keuangan merupakan
pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan dan
ketaatan terhadap peraturan.
b. Akuntabilitas manfaat, pada dasarnya memberikan perhatian kepada hasil
yang dicapai dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan.
c. Akuntabilitas procedural, merupakan pertanggungjawaban mengenai
prosedur, apakah pelaksanaan prosedur suatu kebijakan sudah
mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan
19
ketaatan kepada keputusan politis untuk mendukung pencapaian misi yang
telah ditetapkan.
Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor
publik terdiri atas beberapa aspek. Dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi
oleh lembaga-lembaga publik tersebut antara lain yang dikemukakan oleh
Mahmudi (2010) yang mengutip dari Hopwood dan Tomkins, 1984 dan Sheila
Elwood, 1993. Yaitu :
a. Akuntabilitas hukum dan kejujuran terkait dengan menghindari
penyalahgunaan jabatan dan member jaminan adanya kepatuhan hukum.
Pertanggungjawaban lembaga publik untuk berperilaku jujur dan menaati
ketentuan hukum yang berlaku.
b. Akuntabilitas manajerial yaitu pertanggungjawaban lembaga publik
untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien, juga
dapat diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance
accountability), juga berhubungan dengan akuntabilitas proses (process
accountability).
c. Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah misi dan
tujuan yang telah ditetapkan dapat mencapai sasaran atau tidak, dan
organisasi harus mempertimbangkan alternatif program yang
memberikan hasil yang memuaskan dengan biaya yang minim.
d. Akuntabilitas kebijakan, pertanggungjawaban lembaga publik atas
kebijakan-kebijakan yang diambil, dengan mempertimbangkan dampak
20
untuk masa depan. Pembuat kebijakan harus mempertimbangkan tujuan
dan sasaran kebijakan.
e. Akuntabilitas finansial, pertanggungjawaban lembaga publik untuk
menggunakan uang publik (public money) secara ekonomi, efisien, dan
efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi
Dari beberapa jenis akuntabilitas yang telah ditetapkan maka
akuntabilitas pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) termasuk
dalam kategori akuntabilitas proses dari konsep akuntabilitas Sheila
Elwood. Yang menjelaskan akuntabilitas berdasarkan prosedur yang
digunakan apakah sudah cukup baik. Serta dapat diwujudkan melalui
penyelenggaraan pelayanan yang cepat, responsif dan memiliki biaya yang
lebih murah.
D. Indikator Akuntabilitas
Terwujudnya suatu akuntabilitas baik dalam lembaga pemerintahan
maupun dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat terlaksana apabila
proses tersebut telah memenuhi syarat tercapainya akuntabilitas, terdapat
beberapa tingkatan untuk mengukur tingkat akuntabel suatu pelayanan.
Akuntabilitas dapat diukur dari beberapa prinsip yang menjadi dasar dalam
Inpres Nomor 7 Tahun 1999 pelaksanaan akuntabilitas dalam ruang lingkup
instansi pemerintah terdapat beberapa prinsip yang menjadi dasarnya
(Rakhmat 2009), yaitu :
a. Harus ada komitmen yang tinggi dari seluruh pimpinan dan staf intansi
pemerintah yang terkait.
21
b. Harus merupakan suatu sistem yang menjamin penggunaan sumberdaya
secara konsisten dengan peraturan perundangan yang berlaku.
c. Harus bisa menunjukkan tingkat pencapaian keberhasilan tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.
d. Harus berorientasi pada pencapaian misi dan tujuan serta hasil dan
manfaat yang diperoleh.
e. Harus obyektif dan transparansi serta berinovatif sebagai media katalisator
perubahan manajemen instansi pemerintah.
David Hulme dan Mark Turner (Sukmawati 2017) mengemukakan
bahwa akuntabilitas merupakan suatu konsep yang kompleks dan mempunyai
beberapa intrumen untuk diukur yaitu : (1) legitimasi untuk para pembuat
kebijakan; (2) adanya kualitas moral yang memadai; (3) peka terhadap
sesuatu; (4) bersifat terbuka; (5) pemanfaatan sumber daya secara maksimal
dan optimal; (6) upaya meningkatkan efisiensi waktu dan efektifitas kinerja.
Jadi menurut Hulme dan Turner, akuntabilitas terkait dengan beberapa
pertanyaan sebagai berikut :
a. Apakah para elit berkuasa telah dipilih melalui suatu bentuk pemilihan
yang jujur, adil dan melibatkan partisipasi publik secara optimal?
b. Apakah kualitas moral dan tingkah laku penguasa sudah cukup memadai?
c. Apakah birokrat yang berkuasa memiliki kepekaan yang tinggi atas
aspirasi partisipasinya yang berkembang dimasyarakat luas.
d. Apakah para birokrat yang berkuasa memiliki sikap terbuka yang lebih
memadai?
22
e. Apakah sumber daya yang ada sudah dimanfaatkan secara maksimal?
f. Apakah dalam merumuskan maupun mengimplementasikan kebijakan
sudah dilaksanakan secara efektif dan efisien?
Sedangkan menurut Dwiyanto (2012) untuk mengukur akuntabilitas
penyelenggaraan pelayanan publik dalam beberapa penelitian dapat dilihat
melalui indikator-indikator kinerja yang meliputi sebagai berikut :
a. Acuan pelayanan yang digunakan para aparat birokrasi dalam
melaksanakan pelayanan publik indikator tersebut mencerminkan prinsip
orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi terhadap
masyarakat pengguna jasa.
b. Tindakan yang diambil oleh aparat birokrasi jika terdapat masyarakat
pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
c. Dalam menjalankan tugas penyelenggaraan pelayanan, seberapa besar
kepentingan pengguna jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrasi.
Dari berbagai konsep akuntabilitas yang sudah dijelaskan sebelumnya
yang berasal dari Sheila Elwood, untuk mengukur akuntabilitas proses
penyelenggaraan pelayanan publik dalam penelitian ini dapat dilihat melalui
indikator sebagai berikut :
a. Prosedur
b. Biaya
c. Jangka waktu
d. Responsif
23
E. Pelayanan Perizinan
Konsep pelayanan pemberian izin dijelaskan oleh Ratminto (2015),
yakni pelayanan perizinan merupakan semua bentuk tindakan yang
dilaksanakan oleh pemerintah kepada masyarakat yang bersifat formal dan
legalitas atau yang melegalkan kepemilikan, hak, keberadaan dan kegiatan
individu ataupun kegiatan organisasi.
Terdapat tiga prinsip dasar dalam pelayanan perizinan (Ratminto
2015), yaitu :
a. Prinsip dasar penghapusan, bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, maka harus menghapus terhadap izin-izin yang
bersifat tidak prinsipil dan tidak diperlukan.
b. Prinsip dasar penggabungan yaitu, apabila menghapus izin tidak bisa
dilakukan maka dapat meminimalisasi atau menggabungkan izin. Dengan
begitu dapat diciptakan izin yang bersifat komposit (satu izin untuk
berbagai keperluan).
c. Prinsip desentralisasi dalam prinsip ini harus diusahakan sejauh mungkin
wewenang pemberian izin diberikan kepada instansi pemerintah yang
paling bawah.
Menurut Ratminto (2015) Pelayanan perizinan yang ada di Indonesia
dikenal merupakan salah satu pelayanan yang belum terlaksana secara
maksimal dan optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang menjadi
pusat kelemahan dari praktek-praktek manajemen pelayanan di Indonesia.
Beberapa kelemahan tersebut diungkapkan oleh Ratminto yaitu :
24
a. Sistem yang ada dan berlaku tidak mengaitkan secara langsung prestasi
kerja aparat dengan perkembangan karirnya. Dengan kelemahan ini
seorang pegawai yang memiliki prestasi kerja yang tidak bagus akan tetap
dinaikkan pangkatnya, dan justru sebaliknya pegawai yang berprestasi dan
kerjanya bagus serta member pelayanan yang baik justru memiliki karir
yang tersendat.
b. Sistem sudah dapat mengatasi hal-hal yang bersifat teknis manajerial,
tetapi masih belum membenahi hal-hal yang bersifat lebih strategis
kebijakan. Misalnya untuk mengurus lebih dari satu pelayanan perizinan,
masyarakat diminta cukup datang ke unit pelayanan terpadu satu pintu
akan tetapi prosedur, kelengkapan persyaratan dan biaya yang harus
dikeluarkan tetap belum berubah.
c. Sistem manajemen juga belum disosialisasikan kepada publik sehingga
masih sangat banyak masyarakat yang belum mengetahui sistem dan
prosedur pelayanan yang berlaku jika masyarakat mengurus izin. Sehingga
partisipasi aktif masyarakat masih sangat rendah.
Ratminto (2015), faktor utama dalam pelayanan perizinan yakni
sumberdaya manusia atau birokrat yang memberi pelayanan dalam hal ini
yakni pemerintah, menunjukkan bahwa peran pemerintah dalam
menyelenggarakan pelayanan perizinan merupakan aspek yang lebih penting.
Oleh karena itu pemerintah perlu memberi pelayanan secara optimal kepada
masyarakat dengan akuntabilitas dan lebih transparan utamanya dalam
melaksanakan pelayanan perizinan.
25
Pelayanan perizinan secara spesifik perlu dilaksanakan dengan
memperhatikan beberapa asas penting dalam pelaksanaannya Ratminto
(2015) asas tersebut meliputi :
a. Empati terhadap customer, pegawai yang melayani urusan perizinan dari
instansi penyelenggara jasa perizinan harus peduli dengan keadaan
masyarakat yang pengguna jasa pelayanan.
b. Pembatasan prosedur, prosedur harus dirancang sependek dan semudah
mungkin dengan begitu konsep one stop shop benar-benar bisa
diaktulisasikan.
c. Kejelasan tatacara pelayanan, aturan dan tatacara pelaksanaan pelayanan
harus dikemas sesederhana mungkin dan disosialisasikan kepada
masyarakat pengguna jasa pelayanan.
d. Meminimalisasi persyaratan pelayanan, persyaratan untuk mengurus
pelayanan harus di batasi sesedikit mungkin dan hanya meminta yang
benar-benar diperlukan.
e. Kejelasan wewenang pegawai yang melayani masyarakat pengguna jasa
pelayanan harus dirumuskan lebih jelas dengan membuat struktur tugas
dan distribusi kewenangan.
f. Transparansi biaya pelayanan harus ditaksir seminimal mungkin dan
setransparan mungkin
g. Kepastian jadwal dan durasi pelayanan harus pasti, sehingga masyarakat
memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.
26
h. Minimalisasi formulir. Formulir harus dirancang secara efisien, sehingga
menghasilkan formulir komposit (satu formulir yang bisa dipakai untuk
berbagai keperluan).
i. Maksimal masa berlakunya izin , untuk menghindari terlalu seringnya
masyarakat mengurus izin, maka harus ditetapkan masa berlakunya izin.
j. Kejelasan hak dan kewajiban provider dan customer hak-hak dan
kewajiban bagi provider maupun customer harus dirumuskan secara jelas
dan dilengkapi dengan sanksi serta ketentuan ganti rugi.
k. Efektifitas penanganan keluhan, pelayanan yang baik sebisa mungkin
harus menghindari terjadinya keluhan.
F. Akuntabilitas Pelayanan Publik
Secara umum pelayanan publik memiliki tiga aspek yang utama yaitu
pelayanan berupa barang, jasa dan pelayanan yang bersifat administratif. Salah
satu bentuk pelayanan administrasi yang dilakukan birokrat pemerintah yaitu
pelayanan perizinan seperti misalnya pembuatan dokumen perizinan, serta
pembuatan surat izin usaha perdagangan (SIUP).
Mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang akuntabilitas
merupakan wujud dari hakekat dasar pelayanan publik. Menyediakan
pelayanan yang akuntabel dan transparan merupakan bentuk perhatian
pemerintah untuk mengoptimalkan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat. Akuntabilitas dalam semua penyelenggaraan pelayanan oleh
pemerintah dibutuhkan di semua tahap mulai dari menyusun program kegiatan
dalam rangka pelayanan publik, pembiayaan, pelaksanaan hingga pada tahap
27
akhir dan evaluasi. Akuntabilitas dilakukan oleh pihak yang memberikan
kewenangan pelayanan (internal) dan pihak yang menerima ataupun yang
dikenai dampak penyelenggaraan pemerintah (eksternal).
Terlaksananya pelayanan yang akuntabel dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan kualitas pelayanan. Pelayanan yang berkualitas dapat dilihat
dari beberapa prinsip yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan pada
sektor publik Rakhmat (Sukmawati 2016), yaitu :
a. Menetapkan standar pelayanan, yaitu standar prosedur pelayanan yang
berkaitan dengan pemberian pelayanan yang berkualitas.
b. Terbuka terhadap segala kritik, saran, maupun keluhan, dan menyediakan
segala informasi yang diperlukan dalam pelayanan publik.
c. Memperlakukan dengan adil semua masyarakat dan diberikan pilihan
secara transparan.
d. Mempermudah akses ke seluruh masyarakat atau pelanggan.
e. Menggunakan sumber-sumber yang digunakan untuk melayani masyarakat
secara efisien dan efektif.
f. Selalu mencari pembaharuan dan mengusahakan peningkatan kualitas
pelayanan publik.
MenururtDwiyanto (2008), secara internal pertanggungjawaban dapat
berupa hasil kerja atas pelaksanaan tugas dan fungsi kepada instansi atau
pihak yang memberikan kewenangan. Hasil kerja tersebut diberikan dalam
bentuk laporan secara periodik yang kemudian akan diukur sejauh mana
pencapaiannya sesuai dengan standar-standar serta visi misi organisasi. Dalam
28
konsep good governance, pelayanan yang akuntabel terwujud melalui
kesadaran di antara pegawai pemerintah mengenai pentingnya memperbaiki
citra pelayanan publik. Akuntabilitas pelayanan publik merupakan suatu
derajat yang menunjukkan besarnya tanggungjawab aparat atas kebijakan
maupun proses pelayanan publik yang dilaksanakan (Sukmawati 2016).
Berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 Tanggan 24 Februari 2004 tentang Teknik
Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pelayanan Publik,
penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik
kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan instansi
pemerintahan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban pelayanan publik di antaranya :
1. Akuntabilitas kinerja pelayanan
a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan
proses yang meliputi; tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas
petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan
(termasuk kejelasan kebijakan dan peraturan undang-undang).
b. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar
atau akta pelayanan yang telah ditetapkan.
c. Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka, baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit
pelayanan instansi pemerintahan. Apabila terjadi kesalahan dalam hal
pencapaian standar maka harus dilakukan upaya perbaikan.
29
d. Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan
publik harus diberikan kompensasi kepada penerima pelayanan.
e. Masyarakat dapat melakukan penelitian terhadap kinerja pelayanan
secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku.
f. Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian
dalam pelayanan publik, ataupun jika pengaduan masyarakat tidak
mendapat tanggapan sesuai dengan waktu yang telah disepakati.
2. Akuntabilitas biaya pelayanan publik
a. Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan.
b. Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya
pelayanan publik, harus ditangan oleh petugas atau pejabat yang
ditunjuk berdasarkan surat keputusan atau surat penugasan dari pejabat
yang berwenang.
3. Akuntabilitas produk pelayanan publik
a. Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk
pelayanan
b. Prosedur dan mekanisme kerja yang harus sederhana dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
c. Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat dan sah.
Akuntabilitas menjadi aspek penting terlaksananya pelayanan publik
secara prima. Pentingnya akuntabilitas dalam pelayanan dikemukakan oleh
30
Willian dan Steve J. (Sukmawati, 2016) bahwa manajemen di sektor publik
memandang pelayanan prima kepada masyarakat menjadi bagian penting dari
akuntabilitas. Lebih lanjut dikemukakan oleh Mustofadidjaja (Sukmawati,
2016) bahwa untuk mewujudkan pelayanan publik yang prima dibutuhkan
revitalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi public dalam pemberian
pelayanan publik yang menutut pemberi pelayanan yang efektif dan efisien,
transparan dan akuntabel.
Menurut Dwiyanto (2012) untuk mengukur akuntabilitas
penyelenggaraan pelayanan publik dalam penelitian dilihat melalui indikator-
indikator kinerja yang meliputi :
a. Acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam proses
penyelenggaraan pelayanan publik. Indikator tersebut mencerminkan
prinsip orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi terhadap
masyarakat pengguna jasa.
b. Tindakan yang dilakukan oleh aparat birokrasi apabila terhadap
masyarakat pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan.
c. Dalam menjalankan tugas pelayanan, seberapa jauh kepentingan pengguna
jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrat.
Sedangkan Sheila Elwood (Sukmawati, 2016) mengemukakan bahwa
dalam mengukur tingkat akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik,
dapat dilihat dari proses penyelenggaraan pelayanan publik. Akuntabel
tidaknya suatu pelayanan publik tergambar proses pelayanan yang sesuai
31
prosedur, murah biaya, cepat dan responsif. Konsep tersebut terdiri dari
beberapa indikator, yang meliputi:
a. Prosedur
b. Biaya
c. Jangka waktu
d. Responsif
G. Kerangka Pikir
Penyelenggaraan pelayanan surat izin usaha perdagangan (SIUP)
termasuk dalam konsep akuntabilitas yang dikemukakan oleh Sheila Elwood
yaitu akuntabilitas proses. Fokus utamanya adalah mempertanggungjawabkan
dalam melaksanakan pelayanan sesuai strandar prosedur yang berlaku. Dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, akuntabilitas atau tidaknya pelayanan
yang diberikan sesuai dengan sejauh mana akuntabilitas tersebut dilaksanakan
sesuai standar atau prosedur yang ada yakni pelayanan yang cepat, tepat,
responsif, dan murah biaya. Dijabarkan seperti indikator berikut :
a. Prosedur
b. Biaya
c. Jangka waktu
d. Responsif
Secara singkat, kerangka pikir dari penelitian yang akan dilakukan
dapat dilihat dari gambar berikut :
32
Gambar 2.1
Kerangka Pikir
Akuntabilitas
Pelayanan Surat Izin
Usaha Perdagangan
(SIUP)
H. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dilihat berdasarkan latar belakang yang telah
dirumuskan dalam rumusan masalah yang kemudian dikaji dan dijelaskan
dalam teori tinjauan pustaka, maka fokus penelitian ini mengenai
Akuntabilitas Proses Pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan Di Kabupaten
Bulukumba. Yaitu, Prosedur dalam pelayanan publik, merupakan serangkaian
tahapan yang harus dilaksanakan dalam pelayanan publik kepada masyarakat
berupa suatu produk pelayanan. Prosedur Biaya, Jangka waktu, Responsif,
respon aparat birokrasi kepada masyarakat dalam proses penyelenggaraan
pelayanan.
Akuntabilitas Proses (Sheila Elwood):
a. Prosedur
b. Biaya
c. jangka waktu
d. Responsive
Proses Pelayanan Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) yang Akuntabel
33
I. Deskripsi Fokus Penelitian
Berdasarkan pada bagan kerangka pikir tersebut di atas maka dapat
dikemukakan deskripsi fokus dalam penelitian ini menganalisis akuntabilitas
pelayanan perizinan, dengan memfokuskan melihat akuntabilitas dari segi
prosesnya. Menurut Sheila Elwood, akuntabilitas proses merupakan
akuntabilitas yang terkait dengan prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan tugas, apakah penyelenggaraan pelayanan sudah sangat baik.
Hal ini bisa diwujudkan dengan proses pelayanan yang cepat, responsif, dan
murah biaya. Akuntabilitas proses pelayanan dapat diukur melalui indikator
prosedur, biaya, jangka waktu serta responsif penyelenggara.
a. Prosedur dalam pelayanan publik, merupakan serangkaian tahapan
yang harus dilaksanakan dalam pelayanan publik kepada masyarakat
berupa suatu produk pelayanan.
b. Biaya, dalam pelayanan harus ada rincian biaya yang jelas.
c. Jangka waktu, dalam pelayanan harus ada informasi jangka waktu
penyelesaian pelayanan.
d. Responsif, tanggapan aparat birokrasi kepada masyarakat dalam proses
penyelenggaraan pelayanan.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yang berlangsung
pada 30 november 2019 s/d 30 januari 2020, lokasi penelitian dilaksanakan di
kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) Kabupaten Bulukumba, mengingat kantor ini merupakan salah
satu perangkat pemerintah daerah di Kabupaten Bulukumba, yang secara
khusus memberikan berbagai bentuk pelayanan perizinan yang bersinggungan
langsung dengan masyarakat.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian, Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif dengan menggunakan pengumpulan data melalui
perbandingan terhadap penelitian terdahulu, observasi, wawancara dan
dokumentasi sebagai data pendukung. Penelitian dilaksanakan di Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba (DPMPTSP) dengan maksud agar penulis dapat
mengumpulkan data langsung dari lokasi.
2. Tipe Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif
untuk memberi gambaran kenyataan dari kejadian yang diteliti, dilakukan
terhadap variabel tunggal tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan dengan variabel lain. Penelitian deskriptif kualitatif ini
35
berfokus pada pelayanan publik yaitu Akuntabilitas Proses Pelayanan
penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan di Kabupaten Bulukumba.
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menurut Sugiyono,
(2012) ialah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari hasil :
a. Teknik interview atau wawancara yaitu melakukan wawancara baik
secara mendalam maupun secara bebas kepada subjek penelitian
dengan menggunakan daftar pertanyaan serta dibantu dengan
recorder.
b. Teknik Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung untuk
mengumpulkan data tentang kualitas pelayanan yang terjadi.
2. Data sekunder
Data diperolah melalui studi pustaka (Library Search) yaitu
mengambil data dari sejumlah buku, data dari penelitian terdahulu,
literatur, internet, tulisan-tulisan karya ilmiah, maupun perundang-
undangan yang dapat mendukung kelengkapan data sekunder.
D. Informan Penelitian
Informan merupakan orang-orang yang berpotensi dan benar-benar
mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu dan bisa memberikan
informasi yang jelas. Informan adalah orang-orang yang dapat memberikan
36
informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya baik berupa pernyataan,
keterangan atau data-data. Informan merupakan orang yang paham terhadap
permasalahan yang telah dikaji, adapun informan dalam penelitian ini ialah :
1. Kepala Bidang Pelayanan Perizinan
2. Kepala Bidang Data dan Pengendalian
3. Staf Bidang Pelayanan Perizinan
4. Masyarakat Pengguna Jasa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data penting dan relevan maka teknik
pengumpulan data menurut MudjihaRaharjo, (2011) Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan :
1. Wawancara yaitu proses komunikasi dan interaksi yang dilakukan peneliti
dengan cara Tanya jawab dengan informan yang dianggap berpotensi
memberikan informasi yang jelas, akurat dan terpercaya.
2. Observasi yaitu pengumpulan dengan pengamatan langsung di lokasi
penelitian menggunakan panca indra terhadap fenomena yang terjadi
terkait penelitian.
3. Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada di
lokasi penelitian serta sumber-sumber relevan dengan obyek penelitian.
4. Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan
mengumpulkan berbagai bahan pustaka seperti catatan harian, arsip foto,
hasil rapat, jurnal dan dokumen penting lainnya.
37
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitiann ini ialah
analisis deskriptif kualitatif dengan menggunakan model Miles dan
Huberman (Sugiono, 2012) bahwa terdapat beberapa komponen tersebut
sebagaimana yang diuraikan di bawah ini :
1. Reduksi data yaitu menganalisa data yang terkumpul dari lokasi penelitian
kemudian dirangkum dan memilih hal-hal yang pokok dianggap relevan
melalui reduksi data. Data yang telah direduksi kemudian memberikan
gambaran yang jelas.
2. Penyajian data yaitu dengan membuat susunan informasi yang sehingga
dapat ditarik suatu kesimpulan riset penelitian. Penyajian data dalam
bentuk gambar yang jelas sehingga mendapatkan kesimpulan penelitian
3. Kesimpulan kemudian diverifikasi. Hasil akhir dari reduksi data dan
penyajian data sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya.
G. Pengabsahan Data
Setelah menganalisis data, peneliti harus memastikan apakah informasi
dan temuan penelitian akurat. Keabsahan data seperti yang dikemukakan oleh
Moleong, (2006) adalah perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan,
analisa kasus negatif, dan kecukupan referensial. Keabsahan data dari semua
sumber dapat di peroleh melalui cara yaitu, sebagai berikut :
1. Tringulasi Sumber membandingkan data yang diperoleh melalui pengamatan
dengan data dari hasil wawancara, serta membandingkan hasil wawancara
dengan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
38
2. Tringulasi metode menguji data yang didapatkan dari informan kemudian
memeriksa kembali dan mencocokkan dengan fenomena yang ada.
3. Reviu informan mengkomunikasikan hasil analisis dengan informan utama
peneliti serta membandingkan pendapat infoman.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak dan Kondisi Geografis
Kabupaten Bulukumba adalah salah satu daerah tingkat II di provinsi
Sulawesi Selatan. Kabupaten Bulukumba memiliki luas wilayah 1.154,67 km
dan berpenduduk sebanyak 413.229 jiwa, kabupaten Bulukumba mempunyai
10 kecamatan, 27 kelurahan, serta 109 desa. Secara wilayah, kabupaten
Bulukumba berada pada kondisi 4 dimensi, yakni dataran tinggi pada kaki
gunung Bawakaraeng Lompobattang, dataran rendah, pantai dan laut lepas.
Kabupaten Bulukumba terletak di ujung bagian selatan ibu kota
provinsi Sulawesi Selatan, terkenal dengan industri perahu Phinisi. Jarak
tempuh dari kota Makassar sekitar 153 km. secara geografis kabupaten
Bulukumba terletak pada koordinat antara 5o20” sampai 5
o40” Lintang Selatan
dan 119o50” sampai 120
o28” Bujur Timur. Batas-batas wilayah kabupaten
Bulukumba adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kabupaten Sinjai
b. Sebelah Selatan : Laut Flores
c. Sebelah Timur : Teluk Bone
d. Sebelah Barat : Kabupaten Bantaeng
Kabupaten Bulukumba terdiri dari 10 kecamatan, 27 kelurahan dan
109 desa. Dataran rendah dengan ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut
meliputi tujuh kecamatan pesisir yaitu, Gantarang, Ujungbulu, Ujung Loe,
40
Bontobahari, Bontotiro, Kajang dan Herlang. Daerah bergelombang dengan
ketinggian anatar 25-100 meter di atas permukaan laut meliputi bagian dari
kecamatan Gantarang, Kindang, Rilau Ale. Daerah perbukitan di kabupaten
Bulukumba terbentang mulai dari Barat ke Utara dengan ketinggian 100-500
meter dari permukaan laut. Wilayah kabupaten Bulukumba didominasi dengan
topografi dataran rendah bergelombang dan dataran tinggi berimbang, dataran
rendah bergelombang mencapai 50,28% dan dataran tinggi mencapai 49,72%.
Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82oC-
27,68oC.
a. Kecamatan Ujungbulu
b. Kecamatan Gantarang
c. Kecamatan Kindang
d. Kecamatan Rilau Ale
e. Kecamatan Bulukumpa
f. Kecamatan Ujung Loe
g. Kecamatan Bontobahari
h. Kecamatan Bontotiro
i. Kecamatan Kajang
j. Kecamatan Herlang
2. Gambaran Umum DPMPTSP Kabupaten Bulukumba
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba merupakan salah satu instansi yang dibentuk
pemerintah dengan harapan dapat mempercepat upaya mensejahterahkan
41
masyarakat kabupaten Bulukumba melalui perluasan kesempatan di bidang
usaha dengan mempermudah pelayanan kepada masyarakat, yang dilaksanakan
dengan upaya meningkatkan profesionalisme pegawai dan masyarakat untuk
mampu bekerja sebagai wirausaha yang mandiri.
DPMPTSP ini dibentuk guna mempermudah masyarakat dalam hal
pengurusan izin baik itu izin usaha maupun non usaha. Dengan harapan
masyarakat akan lebih mudah memperoleh izin serta menumbuhkan kesadaran
masyarakat bahwa merupakan hal penting mengurus dan memiliki surat izin
usaha sebelum memulai usaha, baik itu usaha dalam skala kecil maupun skala
besar.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dibentuk
berdasarkan peraturan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
pemerintah daerah dan dengan dibentuknya Dinas Penanaman Modal Dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor 14 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan
Perizinan dan Nonperizinan Terpadu Satu Pintu pemerintah kabupaten
Bulukumba.
Sebagai lembaga teknis daerah yang bertanggungjawab dalam
menyelenggaraan pemerintahan di bidang penanaman modal dan perizinan
terpadu Satu pintu memiliki tugas dan fungsi sebagai beriku :
a. Tugas Pokok
Bahwa dalam rangka efisien dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di kabupaten
42
Bulukumba dan untuk menjabarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba
Nomor 14 Tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah.
b. Fungsi
a. Penyusunan rumusan kebijakan teknis penyelenggaraan pelayanan
penanaman modal dan pelayanan perizinan
b. Penyusunan, perumusan, dan penetapan program serta kebijakan di
dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu
c. Penyelenggaraan pelayanan di bidang penanaman modal dan
pelayanan terpadu satu pintu
d. Pembinaan, pengawasan, pengendalian, dan pelayanan perizinan
dan nonperizinan di bidang penanaman modal
e. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di
bidang perizinan dan nonperizinan
f. Pembinaan dan pelaksanaan pelayanan informasi, pemrosesan, atau
pengolahan dan pelaporan penyelenggaraan perizinan dan
nonperizinan
g. Pelaksanaan pelayanan pengaduan dan melakukan penyelesaian
atas pengaduan
h. Penandatanganan perizinan dan nonperizinan yang menjadi
kewenangan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu
43
i. Pelaksanaan koordinasi dalam penyelenggaraan pelayanan
perizinan dan nonperizinan, termasuk koordinasi pengkajian teknis
perizinan melalui tim teknis
j. Perumusan, pengembangan dan pengendalian penyelenggaraan
pelayanan perizinan sesuai dengan kewenangannya
k. Pelaksanaan perencanaan dan pengendalian teknis operasional
pengelolaan keuangan, kepegawaian dan pengurusan barang milik
daerah yang berada dalam penguasaannya
l. Pelaksanaan kesekretariatan
m. Pembinaan unit pelaksana teknis dan tenaga fungsional
3. Visi dan Misi DPMPTSP Kabupaten Bulukumba
Adapun visi dan misi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu yakni, Visi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba yaitu, “Mewujudkan pelayanan
prima dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah” dalam
rangka mencapai tujuan dalam visi tersebut, maka disusunlah beberapa misi
yaitu :
a. Meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan
b. Meningkatkan kualitas SDM aparat pelayanan
c. Meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan
d. Meningkatkan koordinasi antar sector dalam mendukung
kelancaran pelayanan
44
4. Janji dan Maklumat Pelayanan DPMPTSP Kabupaten Bulukumba
Janji pelayanan merupakan pernyataan yang berisi tindakan yang
akan dilakukan sehubungan dengan penyelenggaraan pelayanan dalam
rangka peningkatan mutu suatu pelayanan. Peningkatan kualitas pelayanan
serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat akan kinerja organisasi dalam
melaksanakan pelayanan, Dinas penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Bulukumba mengeluarkan janji berupa :
a. Melaksanakan pelayanan perizinan dengan sepenuh hati guna
mencapai pelayanan yang berkualitas.
b. Melaksanakan pelayanan perizinan dengan mengutamakan
kepuasan pelanggan.
c. Melaksanakan pelayanan perizinan dengan menjunjung tinggi
kehormatan dan kejujuran.
Maklumat pelayanan DPMPTSP kabupaten Bulukumba merupakan
suatu penyampaian berupa pernyataan secara tertulis yang berisi
kesanggupan atau kesediaan untuk memenuhi janji-janji pelayanan untuk
menjamin bahwa pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan.
Adapun maklumat DPMPTSP kabupaten Bulukumba yaitu ;
a. Sanggup memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
b. Siap melayani dengan cepat, tepat, ramah, pasti dan akuntabel serta
tidak meminta ataupun menerima imbalan dalam bentuk apapun
selain yang di tetapkan.
45
c. Jika aparatur dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu
pintu tidak menepati pernyataan tersebut siap menerima sanksi
sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Struktur Organisasi DPMPTSP Kabupaten Bulukumba
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) merupakan suatu badan pelaksanaan teknis perizinan di
Kabupaten Bulukumba. Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya,
tentunya diperlukan koordinasi antara setiap bagian terkait. Untuk itu, perlu
adanya pembagian yang jelas mengenai tugas pokok, fungsi serta tugas
masing-masing bagian. Oleh karena itu dibentuklah suatu struktur organisasi
yang menggambarkan dengan jelas fungsi bagian masing-masing. Adapun
tugas pokok, fungsi dan uraian tugas unsur-unsur organisasi Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kabupaten Bulukumba.
a. Kepala Dinas
Kepala dinas mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas
pokok sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah daerah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, merumuskan kebijaksanaan,
mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan tugas-tugas badan. Dalam
melaksanakan tugasnya, kepala dinas mempunyai fungsi :
a) Merumuskan kebijakan teknis di bidang penanaman modal dan pelayanan
perizinan terpadu satu pintu.
b) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang
penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu.
46
c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang penanaman modal dan
pelayanan perizinan terpadu satu pintu.
d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
b. Sekretaris
Sekretaris mempunyai tugas merencanakan operasional, mengelola,
megkoordinasikan, mengendalikan, mengevaluasi dan melaporkan urusan
administrasi, umum dan kepegawaian, keuangan, perencanaan, evaluasi dan
pelaporan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
c. Subbagian Umum dan Kepegawaian
Subbagian umum dan kepegawaian mempunyai tugas merencanakan
kegiatan, melaksanakan, membagi tugas dan mengontrol urusan administrasi
keuangan, tata usaha, kepegawaian, kehumasan dan dokumentasi,
perlengkapan, perbekalan, dan keperluan alat tulis serta ruang perkantoran
pada Dinas Penanaman Modal dan pelayanan terpadu Satu Pintu.
d. Subbagian Keuangan
Subbagian keuangan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
perencanaan, evaluasi, pelaporan dan penatausahaan keuangan,
melaksanakan penyusunan dokumen perjalanana dinas, melaksanakan
monitoring dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas urusan perencanaan
keuangan. Serta pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi.
47
e. Subbagian Program
Subbagian program mempunyai tugas membantu kepala bagian
dalam melaksanakan kegiatan penyusunan rencana program, evaluasi
program kerja dan pelaksanaannya. Subbagian program memiliki fungsi
yaitu:
a) Perencanaan penyusunan program dan kegiatan sub bagian
program;
b) Pengkoordinasian penyusunan rencana program dan kegiatan
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;
c) Pengkoordinasian penyusunan laporan kinerja dinas.
d) Pelaksanaan kegiatan sub bagian program sesuai tugas dan
fungsinya.
f. Bidang Perencanaan Pengembangan Iklim Penanaman Modal
Bidang perencanaan dan pengembangan iklim penanaman modal
melaksanakan tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang
perencanaan dan pengembangan iklim penanaman modal. Bidang
perencanaan pengembangan iklim penanaman modal menyelenggarakan
fungsi :
a) Pengkajian dan pengusulan perencanaan penanaman modal daerah;
b) Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan dan
pengembangan penanaman modal;
c) Pengkajian dan pengusulan kebijakan di bidang perencanaan dan
pengembangan modal;
48
d) Penetapan norma, standar dan prosedur pelaksanaan kegiatan di
bidang perencanaan dan pengembangan di bidang penanaman
modal;
e) Pembuatan peta penanaman modal;
f) Pengembangan potensi dan peluang penanaman modal dengan
memberdayakan usaha melalui pembinaan penanaman modal
antara lain meningkatkan kemitraan serta menyebarkan informasi
seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal;
g) Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan perencanaan dan
pengembangan iklim penanaman modal;
h) Pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh
kepala dinas.
g. Bidang Promosi Penanaman Modal
Subbidang promosi mempunyai tugas menyelenggarakan promosi,
kerjasama, pengendalian, pengawasan, dan pengembangan penanaman modal
di bidang promosi. Bidang promosi menyelenggarakan fungsi,
penyelenggaraan penyusunan program kegiatan lingkup bidang penanaman
modal.
h. Bidang Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan
Bidang pelayanan perizinan dan nonperizinan memiliki tugas
menyelenggarakan pelayanana penanaman modal, perizinan dan
nonperizinan, bidang pelayanan perizinan dan nonperizinan melaksanakan
fungsi sebagai beriku :
49
a) Penyelenggaraan penyusunan program kegiatan pada lingkup
bidang pelayanan perizinan dan nonperizinan;
b) Menyiapkan bahan penyusunan standar operasional prosedur
(SOP) sesuai bidang tugas dan fungsinya;
c) Penyelenggaraan pelayanan penerimaan berkas permohonan
perizinan dan nonperizinan umum serta perizinan penanaman
modal;
d) Penyelenggaraan pelayanan informasi dan pengaduan;
e) Penyelenggaraan verifikasi dan kajian hukum terhadap berkas
permohonan perizinan dan nonperizinan umum serta perizinan
penanaman modal;
f) Pemrosesan permohonan perizinan dan nonperizinan umum serta
perizinan penanaman modal;
g) Penyelenggaraan koordinasi dengan tim teknis dalam rangka
penelitian lapangan dan pengolahan berkas permohonan perizinan
secara dministratif dan teknis;
h) Penyelenggaraan koordinasi dengan tim teknis dalam rangka
penyelesaian masalah perizinan dan nonperizinan;
i) Penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan terhadap tim teknis
perizinan dan nonperizinan;
j) Penetapan retribusi perizinan tertentu;
k) Penyelenggaraan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
tugas pada lingku bidang pelayanan perizinan dan non perizinan
50
l) Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas,
sesuai dengan bidang dan fungsinya.
i. Bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal
Bidang pengendalian dan pelaksanaan penanaman modal
menyelenggarakan kerjasama pengendalian dan pengembangan penanaman
modal, menyelenggarakan fasilitas kerjasama di bidang penanaman modal,
menyelenggarakan penyusunan program kegiatan pengawasan dan
pengendalian kegiatan penanaman modal, penyelenggaraan perumusan dan
penyusunan kebijakan teknis pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
penanaman modal, penyelenggaraan lingkup kajian peluang potensi
penanaman modal.
51
Gambar IV.1 Struktur organisasi Dinas Penanaman Modal dan
PTSP kabupaten Bulukumba.
6. Sumber Daya Manusia DPMPTSP Kabupaten Bulukumba
Keadaan sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting
dalam menunjang terlaksananya tugas pokok dan fungsi tersebut, Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kabupaten Bulukumba
dibantu oleh beberapa pegawai hingga tahun 2019 total pegawai yang
KEPALA DINAS
SEKRETARIS
SUB BAGIAN
PROGRAM
SUB BAGIAN
UMUM &
KEPEGAWAIA
N
SUB BAGIAN
KEUANGAN
SEKSI PEMANTAUAN
DAN PENGAWASAN
PENANAMAN MODAL
SEKSI PEMBINAAN
PENANAMAN MODAL
SEKSI PENGADUAN,
KEBIJAKAN DAN
PELAPORAN
SEKSI PELAYANAN
ADMINISTRASI PERIZINAN
DAN NON PERIZINAN
SEKSI SARANA &
PRASARANA PELAKSANAAN
PROMOSI
SEKSI PENGEMBANGAN
PROMOSI PENANAMAN
MODAL
SEKSI DEREGULASI
PENANAMAN MODAL DAN
PEMBERDAYAAN UMUM
SEKSI SISTEM
INFORMASI, ANALISA
DAN EVALUASI DATA
BIDANG PENGENDALIAN
PELAKSANAAN
PENANAMAN MODAL
BIDANG PELAYANAN
PERIZINAN DAN NON
PERIZINAN
BIDANG PROMOSI
PENANAMAN MODAL
BIDANG PERENCANAAN
IKLIM PENGEMBANGAN
MODAL
52
dipekerjakan sebanyak 42 orang jumlah tersebut terdiri dari 9 orang pegawai
kontrak dan 33 pegawai negeri sipil. Adapun rincian pegawai di Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kabupaten Bulukumba
dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan dan berdasarkan golongan
yakni sebagai berikut.
1. Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Guna menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kabupaten Bulukumba
membutuhkan pegawai tidak hanya dari segi kuantitas namun juga dari segi
kualitas. Oleh karena itu pegawai tentunya perlu memiliki kemampuan,
kompeten di bidangnya, serta berpendidikan. Adapun tingkat pendidikan
yang dimiliki oleh pegawai Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Bulukumba dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel IV.1
Presentase Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Jenis Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 S2 2 1 3
2 S1 12 18 30
3 D3 5 3 8
4 SLTA 1 - 1
JUMLAH 20 22 42
Sumber : DPMPTSP Kabupaten Bulukumba 2019
Tabel di atas menunjukkan bahwa, pegawai Dinas Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba terbanyak memiliki
pegawai dengan tingkat pendidikan S1 yang berjumlah 30 orang, kemudian
pegawai dengan tingkat D3 yang berjumlah 8 orang, tingkat pendidikan S2
53
berjumlah 3 orang, serta pegawai dengan tingkat pendidikan SLTA yang
berjumlah paling sedikit yaitu 1 orang.
2. Pegawai Berdasarkan Golongan
Pegawai Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba selanjutnya dikelompokkan berdasarkan golongannya.
Adapun pengelompokan tersebut terdiri dari beberapa golongan yaitu
golongan II, III, dan golongan IV secara rinci dijabarkan pada table berikut :
Tabel IV.2
Klasifikasi Tingkat Pangkat/Golongan Pegawai Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
No. Golongan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 IV/c - 1 1
2 IV/b - 1 1
3 IV/a - 2 2
4 III/d 3 3 6
5 III/c 5 5 10
6 III/b 3 2 5
7 III/a - 3 3
8 II/c 1 2 3
9 II/b - 1 1
10 I/c - 1 1
12 Tenaga kontrak 6 3 9
Jumlah 18 24 42
Sumber : DPMPTSP Kabupaten Bulukumba 2019
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pegawai Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba
yang berpangkat/golongan IV berjumlah 4 orang, dan pegawai
berpangkat/golongan III berjumlah 24 orang, pegawai berpangkat/golongan II
berjumlah 4 orang dan tenaga kontrak berjumlah 9 orang.
7. Jenis-jenis Perizinan di DPMPTSP Kabupaten Bulukumba
54
Berdasarkan peraturan Bupati Nomor 49 Tahun 2017 tentang standar
operasional prosedur (SOP) izin dan standar pelayanan pada Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kabupaten Bulukumba,
disusun beberapa aturan teknis perizinan dari tahap penerimaan hingga
penyelesaian perizinan. Dalam aturan tersebut Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba melaksanakan
pelayanan perizinan dan nonperizinan sebanyak 23 jenis pelayanan yang
dikelola oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
kabupaten Bulukumba, yakni :
1. Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
2. Izin tempat usaha (SITU/HO);
3. Tanda Daftar Industri (TDI);
4. Izin Usaha Industri (IUI);
5. Izin Trayek (IT);
6. Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
7. Izin Usaha Perikanan;
8. Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK);
9. Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP);
10. Izin Mendirikan (IMB);
11. Izin Lingkungan (IL);
12. Izin Usaha Toko Modern
13. Izin Usaha Pengelolaan Pusat Pertokoan (IUPP);
14. Izin Usaha Pasar Tradisional (IUPT);
55
15. Tanda Daftar Gudang;
16. Izin Pemanfaatan Ruang;
17. Izin Kesehatan;
18. Izin Reklame;
19. Izin Prinsip;
20. Izin Lokasi;
21. Izin Penelitian;
22. Izin Penggunaan Mobile Circular Saw;
23. Rekomendasi.
8. Waktu dan Biaya Pelayanan Perizinan di DPMPTSP Kabupaten Bulukumba
Berkenaan dengan waktu dan biaya yang digunakan dalam
penyelenggaraan pelayanan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Bulukumba yang diatur dalam Perbup No. 49 tahun
2017 tentang Standar Operasional Prosedur izin pada Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba. Adapun
jangka waktu dan biaya pelayanan pada Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba dijabarkan pada table
berikut :
Table IV.3
Waktu dan biaya pelayanan perizinan di DPMPTSP kabupaten
Bulukumba
No. Jenis Izin Waktu Biaya
1 Izin Usaha Perdagangan 5 hari kerja Gratis
2 Izin tempat usaha (SITU/HO) 5 hari kerja Gratis
3 Tanda Daftar Industri (TDI) 5 hari kerja Gratis
56
4 Izin Usaha Industri (IUI) 5 hari kerja Gratis
5 Izin Trayek (IT) 5 hari kerja Rp.100.000
6 Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 5 hari kerja Gratis
7 Izin Usaha Perikanan 5 hari kerja Gratis
8 Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) 5 hari kerja Gratis
9 Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) 5 hari kerja Gratis
10 Izin Mendirikan (IMB) 7 hari kerja Gratis
11 Izin Lingkungan (IL) 7 hari kerja Gratis
12 Izin Usaha Toko Modern 7 hari kerja Gratis
13 Izin Usaha Pengelolaan Pusat Pertokoan 7 hari kerja Gratis
14 Izin Usaha Pasar Tradisional 7 hari kerja Gratis
15 Tanda Daftar Gudang 5 hari kerja Gratis
16 Izin Pemanfaatan Ruang 5 hari kerja Gratis
17 Izin Kesehatan 5 hari kerja Gratis
18 Izin Reklame 5 hari kerja Gratis
19 Izin Prinsip 5 hari kerja Gratis
20 Izin Lokasi 5 hari kerja Gratis
21 Izin Penelitian 5 hari kerja Gratis
22 Izin Penggunaan Mobile Circular Saw 5 hari kerja Gratis
23 Rekomendasi 3 hari kerja Gratis
Sumber : DPMPTSP Kabupaten Bulukumba 2019
B. Hasil Penelitian
1. Akuntabilitas Pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan di
DPMPTSP Kabupaten Bulukumba
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik merupakan
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian penyelenggaraan
pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di
masyarakat atau yang dimiliki oleh para stakeholder nilai dan norma yang
berkembang di masyarakat tersebut, di antaranya meliputi transparansi
pelayanan, prinsip keadilan, jaminan penegakan hukum, hak asasi
manusia, dan orientasi pelayanan yang dikembangkan terhadap
masyarakat pengguna jasa. Hal ini menunjukkan bahwa akuntabilitas
menjadi ukuran kesesuaian antara pelayanan yang dilaksanakan aparat
birokrasi dengan pelayanan yang harusnya diterima masyarakat
57
berdasarkan orientasi pelayanan, yaitu kepuasan masyarakat. (Dwiyanto,
2012).
Akuntabilitas secara eksternal dapat diartikan suatu keharusan
untuk mempertanggungjawabkan pengaturan sumber daya dan otoritas.
Hal ini berarti bahwa organisasi publik memiliki suatu kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan terkait dengan sumber
daya dan organisasinya serta bentuk pertanggungjawaban dari pelaksanaan
wewenang yang diberikan (Sukmawati, 2015)
Akuntabilitas harus mampu menjadi tolak ukur bagi pemerintah
untuk menganalisis kebutuhan pelayanan masyarakat. Dengan demikian
pelayanan tidak hanya mengacu pada keputusan pemerintah semata,
namun melihat kebutuhan serta keinginan masyarakat. Karena pada
dasarnya, pola pelayanan yang akuntabel merupakan pola pelayanan yang
mengacu pada kepuasan public sebagai pengguna jasa.
Terkait dengan akuntabilitas Sheila Elwood mengelompokkan
akuntabilitas menjadi 4 jenis, yaitu akuntabilitas hukum dan peraturan,
akuntabilitas proses, akuntabilitas program serta akuntabilitas kebijakan.
Dalam pelayanan publik khususnya pelayanan surat izin usaha
perdagangan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Kabupaten Bulukumba, akuntabilitas diukur dari proses
pelayanannya. Di mana akuntabilitas proses melihat pertanggungjawaban
aparat birokrasi dari aspek prosedur apakah telah dilaksanakan dengan
58
baik. Hal ini tercermin dari adanya pelayanan yang cepat, responsif, dan
murah biaya.
Mewujudkan pelayanan yang cepat, responsive dan sesuai dari segi
biaya bukan merupakan hal mudah. Oleh karena itu, berbagai upaya dalam
rangka memaksimalkan pelayanan dilakukan oleh pemerintah salah
satunya dengan memberikan kewenangan tersendiri bagi setiap daerah
untuk mengelola pelayanan public. Hal ini bertujuan agar masing-masing
daerah dapat memfokuskan diri untuk menciptakan pelayanan yang
maksimal. Upaya perbaikan tersebut juga dilakukan oleh pemerintah
kabupaten Bulukumba dengan mempersingkat waktu pelayanan. Dengan
pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang mengambil peran
pelayanan perizinan dan non perizinan di kabupaten Bulukumba yaitu
kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sejak
tahun 2015 sampai sekarang.
Perbaikan pelayanan dilakukan guna untuk memudahkan
masyarakat memperoleh pelayanan dengan sistem pelayanan terpadu satu
pintu (PTSP). Di mana pelayanan perizinan yang dilakukan oleh
masyarakat diselenggarakan pada satu tempat dari proses pendaftaran
hingga proses izin tersebut selesai dan diterbitkan.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) Kabupaten Bulukumba merupakan dinas yang dibentuk oleh
pemerintah daerah yang bertanggungjawab atas pelayanan perizinan di
kabupaten Bulukumba, berdasarkan peraturan Bupati Bulukumba Nomor
59
49 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan perizinan dan non perizinan
terpadu satu pintu. Perubahan atas peraturan Bupati Bulukumba No 88
Tahun 2015. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba sebagai suatu dinas pemegang peran dalam
pelaksanaan pelayanan perizinan dari segi administrative.
Pelayanan prizinan adalah kegiatan pemerintah daerah dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan hukum untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas pemanfaatan
ruang, usaha kegiatan, penggunaan sumberdaya alam, barang, prasarana,
sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Dinas Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bulukumba
berpedoman pada aturan yang mengatur segala kegiatan perizinan dan non
perizinan. Aturan tersebut berdasarkan amanat dari Bupati Bulukumba
Nomor 88 Tahun 2015 tentang tata cara pemberian izin usaha di
Kabupaten Bulukumba. Serta peraturan Bupati Bulukumba Nomor 49
Tahun 2017 tentang standar operasional prosedur (SOP) pelayanan pada
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba melaksanakan tugas pelayanan perizinan
berkoordinasi dengan beberapa instansi lain seperti Dinas Perdagangan di
60
kabupaten Bulukumba. Jenis pelayanan perizinan yang dikelola di
DPMPTSP Kabupaten Bulukumba yakni 23 jenis perizinan yang terdiri
dari perizinan usaha dan non usaha. Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba sebagai pelaksana
pelayanan perizinan di Kabupaten Bulukumba dituntut untuk terus
meningkatkan pelayananannya. Karena perizinan merupakan salah satu
jenis pelayanan yang penting dan mendasar bagi masyarakat. Utamanya
masyarakat yang melakukan izin usaha.
Gambar IV.4
Rekapitulasi Izin Periode tahun 2015 s/d 2019 pada Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Jenis Izin Tahun
2015 2016 2017 2018 2019
1 Izin Usaha Perdagangan 1.235 980 1.340 1.222 1.998
2 Izin tempat usaha 2.500 2.100 1.900 2.500 2.756
3 Tanda Daftar Industri 25 32 44 20 18
4 Izin Usaha Industri - 2 5 3 3
5 Izin Trayek 34 30 44 32 22
6 Tanda Daftar Perusahaan 440 455 560 541 500
7 Izin Usaha Perikanan - - - - 15
8 Izin Jasa Konstruksi
9 Tanda Daftar Usaha
Pariwisata
- - 32 47 26
10 Izin Mendirikan 1.200 2.000 2.100 1.900 900
11 Izin Lingkungan
12 Izin Usaha Toko Modern 1.020 1.200 1.000 1.703 1.043
13 Izin Usaha Pengelolaan
Pusat Pertokoan
- - - - 76
14 Izin usaha pasar
tradisional
- - - - 167
15 Tanda Daftar Gudang - - - - 4
16 Izin Pemanfaatan Ruang
17 Izin Kesehatan - - - - 15
18 Izin Reklame - - - - 320
61
19 Izin Prinsip - - - - 23
20 Izin Lokasi 320 405 490 441 314
21 Izin Penelitian 105 98 201 197 245
22 izin Penggunaan Mobile
Circular Saw
- - - - 19
23 Rekomendasi - - - 34 25
Jumlah total izin 6.875 7.302 7.716 8.443 8.489
Data dari tabel di atas menunjukkan bahwa setiap tahunnya jumlah
izin yang dikelola DPMPTSP Kabupaten Bulukumba berada dalam jumlah
yang cukup besar. Dimana jumlah izin pada tahun 2019 mencapai angka
tertinggi penerbitan izin dengan jumlah total izin yakni sebanyak 8.489
izin. Jenis perizinan yang terbilang banyak dikeluarkan oleh DPMPTSP
Kabupaten Bulukumba sepanjang tahun 2015 s/d 2019 yakni Izin
Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) serta
izin tempat usaha (SITU).
Salah satu produk pelayanan yang dihasilkan DPMPTSP
Kabupaten Bulukumba yakni Surat izin usaha perdagangan (SIUP).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri RI (PERMENDAGRI) 36 tahun
2007 tentang penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, Surat Izin Usaha
Perdagangan yang selanjutnya disingkat SIUP merupakan surat izin untuk
dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Surat izin usaha
perdagangan merupakan surat izin yang wajib dimiliki bagi setiap badan
usaha atau perseorangan yang akan melakukan usaha perdagangan. SIUP
berfungsi sebagai alat atau bukti pengesahan dari usaha perdagangan yang
dijalankan.
62
Kewajiban bagi usaha perdagangan untuk memiliki SIUP
tercantum dalam undang-undang yang sama pasal 2 bahwa setiap
perusahaan yang melakukan usaha perdagangan wajib memiliki SIUP.
Surat Izin usaha Perdagangan, pada umumnya dibagi menjadi 3 jenis
berdasarkan jumlah kekayaan kekayaan bersih setiap perusahaan
perdagangan, yakni:
1. SIUP Kecil wajib dimiliki oleh perusahaan perdagangan yang
kekayaan bersihnya lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. SIUP Menengah wajib dimiliki oleh perusahaan perdagangan yang
kekayaan bersihnya lebih dari Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,-
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha.
3. SIUP Besar wajib dimiliki oleh perusahaan perdagangan yang
kekayaan bersihnya lebih dari Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Dengan adanya kepemilikan SIUP, masyarakat memperoleh
kemudahan karena SIUP merupakan alat pengesahan yang di berikan oleh
pemerintah, sehingga dalam kegiatan usaha tidak terjadi masalah dalam
hal perizinan, selain itu dengan memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan
dapat memperlancar perdagangan ekspor dan impor. SIUP juga dapat
63
membantu masyarakat dalam hal memperoleh pinjaman untuk tambahan
modal usaha karena merupakan surat izin yang sah dari pemerintah.
Pentingnya kepemilikan Surat izin usaha perdagangan tersebut
memberikan dampak yang signifikan terhadap jumlah izin usaha
perdagangan yang diterbitkan tiap tahunnya terutama pada tahun 2015.
Adapun rekapitulasi penerbitan surat izin usaha perdagangan tahun 2015
di gambarkan pada tabel berikut ini:
Table IV.5 Izin Usaha Perdagangan 2019
Izin Usaha Perdagangan 2019
Bulan
Jan feb Mar Apr Mei jun jul agst sep okt nov Des
160 166 157 190 133 207 198 145 168 122 178 167
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa jumlah izin usaha
perdagangan sepanjang tahun 2019 secara kuantitas, tiap bulannya cukup
banyak. Dimana angka terbesar penerbitan izin usaha perdagangan pada
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DPMPTSP
Kabupaten Bulukumba sepanjang tahun 2019 yakni sebanyak 198 izin
tercatat pada Juli 2019. Besarnya jumlah penerbitan izin usaha
perdagangan tersebut menunjukkan bahwa di Kabupaten Bulukumba
sekarang ini, minat masyarakat memang cukup tinggi dalam hal usaha
perdagangan. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Kabupaten
Bulukumba tidak hanya terfokus pada usaha mencari pekerjaan, akan
tetapi lebih kepada membuka lapangan pekerjaan dengan membuka usaha
sendiri. Oleh karena itu, adanya kemudahan dalam hal penyelesaian izin
64
sangan bermanfaat bagi masyarakat terutama bagi mereka yang baru
memulai usahanya.
Dalam penyelenggaraan pelayanan utamanya pelayanan perizinan,
untuk semua jenis perizinan yang dikelola perlu adanya ketentuan yang
ditetapkan dalam penyelenggaraan perizinan hingga proses perizinan
tersebut selesai, baik itu berupa standar prosedur yang dilaksanakan
hingga persyaratan yang harus dipenuhi masyarakat untuk dapat
memperoleh suatu izin usaha. Di DPMPTSP Kabupateb Bulukumba
terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi serta prosedur yang
harus dilewati hingga suatu proses perizinan selesai. Dengan adanya
persyaratan dan prosedur tersebut, diharapkan mampu menjadi pedoman
dalam pelaksanaan pelayanan. Serta dapat dipatuhi baik oleh masyarakat
maupun oleh aparat pelaksana pelayanan tersebut.
2. Persyaratan Izin Usaha Perdagangan
Dalam proses pengurusan surat izin usaha perdagangan, Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba
menerapkan standar pelayanan izin usaha. Standar pelayanan tersebut
terdiri dari standar waktu, biaya, proses serta persyaratan izin usaha.
Setiap jenis izin usaha memiliki persyaratannya masing – masing.
Persyaratan pelayanan tersebut merupakan sejumlah berkas yang harus
dilengkapi pemohon untuk dapat memperoleh izin usaha. Adapun
persyaratan pengurusan surat izin usaha perdagangan (SIUP) di Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yakni:
65
1. Foto copy KTP
2. Foto copy NPWP
3. Foto copy PBB terbaru
4. Foto copy IMB
5. Sertifikat tanah/akta jual beli tanah atau dalam bentuk
lainnya.
6. Foto copy dokumen lingkungan (SPPL/UKL-
UPL/AMDAL/DPLH)
7. Akta notaries (CV, UD, KOPERASI, PT) kemenkum HAM
8. Foto copy BPJS ketenagakerjaan
9. Materai 6000
10. Map kertas
Dalam setiap kegiatan pelayanan perizinan, persyaratan merupakan
hal mutlak yang harus dilengkapi pemohon untuk dapat memperoleh izin
usaha. Pentingnya syarat pelayanan tersebut mengharuskan masyarakat
untuk dapat taat serta melengkapi persyaratan yang ada.
Untuk itu, DPMPTSP sebagai badan yang bertanggung jawab atas
pelayanan perizinan terkhusus pelayanan izin usaha di Kabupaten
Bulukumba, perlu menyediakan pelayanan yang sesuai dengan standar
pelayanan yang ada. Selain itu, DPMPTSP Kabupaten Bulukumba perlu
menyediakan persyaratan pelayanan yang tidak memberatkan masyarakat.
Dengan begitu, masyarakat dimudahkan dari segi pengurusan surat izin.
Adapun persyaratan setiap izin usaha harus dapat disampaikan dengan
66
baik dan terbuka kepada masyarakat. Sehingga masyarakat dengan mudah
mengakses informasi tersebut.
Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Kr.S selaku Kepala Bidang Pelayanan
Perizinan:
“...Terkait persyaratan izin usaha, sudah seharusnya memang
penyampaian informasi kepada masyarakat dilakukan secara
terbuka agar masyarakat dengan mudah mengakses informasi
tentang prosedur maupun persyaratannya. Seperti yang kami
lakukan, kami menempelkan informasi tentang persyaratan semua
jenis izin usaha pada dinding dalam kantor, tepat di samping kursi
tunggu masyarakat. selain itu, kami juga menyediakan beberapa
sarana informasi berupa televisi yang diletakkan di dekat loket, nah
televisi inilah yang nantinya akan memunculkan slide – slide
berupa persyaratan semua jenis izin usaha yang ada di kantor
kami…” (Hasil wawancara tanggal 09 Desember 2019)
Keterbukaan informasi pelayanan seperti yang dikemukakan pada
petikan wawancara di atas, dilakukan dengan memanfaatkan sarana dan
prasarana kantor yang dimiliki. Contohnya pemanfaatan televisi dengan
menampilkan slide-slide berupa penjelasan mengenai persyaratan seluruh
jenis izin. Dengan demikian, masyarakat dapat dengan mudah mengetahui
persyaratan yang harus dilengkapi guna memperoleh izin yang diinginkan.
Berkatian dengan keterbukaan informasi persyaratan tersebut, staf
Sub Bidang Pelayanan Perizinan dan Non perizinan Bapak WA
mengemukakan:
“...Kalau terkait dengan kejelasan informasi tentang persyaratan
pelayanan itu, kami menempelkan informasi di dinding kantor, di
samping kursi tunggu, jadi kalau ada warga yang datang mengurus
kan bisa dibaca langsung.” (Hasil wawancara tanggal 11 Desember
2019).
67
Selain adanya penyampaian melalui sarana dan prasarana kantor,
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba juga menyampaikan informasi terkait persyaratan izin usaha
secara meluas. Salah satunya melalui social media seperti di google. Selain
itu, penyampaian dilakukan kepada masyarakat umum secara langsung
bersosialisasi langsung. Diharapkan dengan adanya penyampaian secara
meluas tersebut, masyarakat tidak kebingungan ketika akan memulai
mengurus izin usaha.
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis melakukan wawancara
dengan beberapa masyarakat pengguna jasa terkait persyaratan izin usaha:
“...syarat-syaratnya sudah jelas, saya datang dan waktu minta
formulir di loket langsung di kasi tau beberapa syarat yang harus
saya lengkapi dulu.” (Hasil wawancara dengan Bapak MI tanggal
14 Desember 2019)
“...Kalau persyaratannya jelas karena saya di kasi tau di bagian
tempat ambil formulirnya apa-apa saja persyaratannya. Saya liat
juga di kantornya sudah ada persyaratan tertempel” (Hasil
wawancara dengan Bapak TS tanggal 14 desember 2019).
“...kalau saya rasa persyaratannya tidak memberatkan, karena
syarat yang diminta sesuai ji dengan yang tertulis di formulirnya.
(Hasil wawancara dengan Bapak AS tanggal 16 Desember 2019)
Dari beberapa petikan wawancara di atas dapat terlihat bahwa dari
segi persyaratan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Kabupaten Bulukumba telah mengusahakan agar persyaratan
pelayanan perizinan mudah bagi masyarakat. Namun kemudahan tersebut
tidak terlepas dari persyaratan izin usaha yang telah ditetapkan. Sementara
itu, dari segi penyampaian informasi, dilakukan dengan jelas dan terbuka.
68
Salah Satunya dengan pemasangan spanduk tentang persyaratan perizinan
di dalam kantor serta penggunaan sarana prasarana kantor dengan baik
seperti televisi yang menampilan slide berisi informasi tentang persyaratan
izin usaha.
Dari petikan wawancara tersebut, juga terlihat bahwa masyarakat
merasakan dampak keterbukaan informasi terkait persyaratan pelayanan
tersebut. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi khususnya
persyaratan izin usaha. Kemudahan itu tidak terlepas dari peran DPMPTSP
sendiri yang memberikan persyaratan pelayanan yang sesuai. Tidak hanya
itu, peran serta pegawai DPMPTSP juga sangat penting dalam hal
penyampaian informasi secara langsung kepada masyarakat.
3. Prosedur pengurusan izin usaha
Di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba, prosedur pelayanan utamanya pelayanan perizinan
umumnya sama untuk setiap jenis perizinan. Sudah menjadi tanggung
jawab bagi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba untuk taat dan melaksanakan pelayanan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Baik itu standar prosedur, waktu
maupun biaya yang dikenakan atas suatu jenis izin.
Dalam melaksanakan fungsi pelayanannya, Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba
berpedoman pada beberapa aturan yakni Peraturan Bupati Bulukumba
Nomor 49 Tahun 2017 tentang Persyaratan pemberian izin pada
69
DPMPTSP Kabupaten Bulukumba serta standar operasional prosedur
(SOP) yang telah ditetapkan. Standar operasional prosedur tersebut
tercantum dalam peraturan Bupati Bulukumnba No. 88 tahun 2015. SOP
tersebut yang menjadi acuan pelaksanaan teknis pelayanan. Standar
pelayanan tersebut sudah mencakup beberapa hal teknis pelayanan salah
satunya terkait prosedur pelayanan.
Prosedur pelayanan izin usaha merupakan alur pelayanan yang
terjadi mulai dari saat pemohon mengajukan permohonan izin hingga izin
usaha tersebut diterbitkan. Prosedur pengurusan izin usaha pada dasarnya
sama untuk setiap jenis usaha karena alur prosedur tersebut berlaku secara
umum untuk semua jenis izin.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba menerapkan standar tentang mekanisme
penyelenggaraan perizinan. Adapun prosedur penyelenggaraan pelayanan
perizinan tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1. Pemohon mendatangi bagian informasi untuk memperoleh informasi
seputar izin yang akan di butuhkan beserta syarat-syaratnya;
2. Bagian informasi memberikan formulir pendaftaran untuk diisi oleh
pemohon;
3. Pemohon mengajukan formulir pendaftaran dan berkas permohonan di
loket pendaftaran;
70
4. Pegawai di loket pendaftaran menerima dan memeriksa kelengkapan
berkas permohonan, berkas yang lengkap akan diregistrasi dan selanjutnya
pemberian nomor register dan tanda terima sedangkan berkas yang tidak
lengkap akan dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi.
5. Loket Pelayanan (Bidang Pengolahan Perizinan) akan mengadakan
validasi dokumen berkas, jika dinyatakan valid maka dijadwalkan untuk
mengadakan rapat dan peninjauan lapangan Tim Teknis.
6. Tim Teknis mengadakan peninjauan lokasi dengan membuat Berita Acara
Pemeriksaan Lapangan (BAPL) dan mengadakan Rapat Tim Teknis,
apabila: Dinyatakan layak, maka diproses lebih lanjut yang dituangkan
dalam rekomendasi Tim Teknis. Apabila dinyatakan tidak layak, maka
berkas permohonan dikembalikan disertai surat alasan yang diketahui oleh
Tim Teknis.
7. Tim teknis menyerahkan Rekomendasi beserta lampirannya berupa BAPL
SKRD dan SSRD di Loket Pelayanan untuk diproses lebih lanjut serta
menghubungi pemohon untuk melakukan pembayaran Retribusi di Loket
Bank Sulsel berdasarkan surat ketetapan retribusi daerah dari tim teknis.
8. Selanjutnya Loket Pelayanan melakukan input data dan pencetakan naskah
surat izin.
9. Bidang Pelayanan Perizinan melakukan koreksi dan paraf Surat Izin
71
10. Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal
melakukan penandatanganan surat izin.
11. Pemohon menerima Surat Izin di Loket Penyerahan Izin
Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa pelayanan perizinan dilakukan
sendiri oleh pemohon dengan mendaftakan berkas izin usahanya. Pelayanan yang
diberikan juga telah menerapkan sistem pelayanan satu pintu (PTSP). Dimana
pemohon dilayani dalam satu tempat hingga proses pelayanan selesai. Adapun
pembagian tugas dari masing-masing bagian saling terkait dan dilaksanakan di
satu tempat.
Fenomena pelayanan khususnya dari aspek prosedur pelayanan saat ini
umumnya dikenal masyarakat memiliki alur yang rumit dan berbelit-belit.
Berkaitan dengan ketidakjelasan alur pelayanan tersebut tentunya perlu dilakukan
perbaikan, sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang mudah. Perbaikan
pelayanan dari segi prosedur tentunya akan berdampak signifikan terhadap
perbaikan pelayanan secara keseluruhan. Prosedur pelayanan yang tepat akan
menciptakan layanan cepat dan tentunya lebih mengefisienkan waktu pelayanan
yang digunakan untuk satu proses pelayanan.
Berdasarkan observasi dan beberapa wawancara yang dilakukan, temuan
penulis bahwa saat ini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Kabupaten Bulukumba telah melakukan upaya peningkatan pelayanan
khususnya dari segi pelaksaan prosedur pelayanan. Seperti yang dikemukakan
oleh Bapak J selaku Kepala Bidang Data :
72
“...Dalam melaksanakan pelayanan, kami mengacu pada Standar
operasional prosedur (SOP). Nah pada saat pelaksanaannya, dari segi
penyelesaian izin usaha, kami memang agak kewalahan untuk selesaikan
perizinan sesuai prosedur karena ada yang namanya instansi tehnis. kami
harus berkoordinasi terlebih dahulu. Masalah tersebut contohnya, ketika
ingin mengajukan suatu izin pemohon harus mendapat rekomendasi dari
dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten Bulukumba. Kalau dari
segi kejelasan informasi terkait prosedur pelayanan kami biasanya lakukan
sosialisasi melalui media seperti Koran. Kami biasa diundang untuk
memberikan penjelasan sampai sejauh mana pelayanan perizinan ini
terhadap permohonan izin yang diajukan oleh masyarakat. Jadi biasanya
pada saat sosialisasi itu kami jelaskan mengenai prosedur pelayanannya
yang menurut kami sudah sesuai dengan SOP” (Hasil wawancara tanggal
19 desember 2019)
Dari petikan wawancara di atas, dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan
prosedur pelayanan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang
telah dijelaskan sebelumnya. Namun adanya beberapa kendala yang sering
dihadapi salah satunya yakni koordinasi dengan instansi teknis dalam hal ini dinas
perindustrian dan perdagangan Kabupaten Bulukumba. Bentuk koordinasi
tersebut terkait penyelesaian izin usaha. Dimana Instansi teknis mengambil peran
dalam hal penindaklanjutan izin usaha apakah dinyatakan layak atau tidak layak
untuk diterbitkan. Selain itu dalam hal penginformasian prosedur izin usaha.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba melakukan kerja sama dengan beberapa media. Kerja sama tersebut
dalam bentuk sosialiasi secara kepada masyarakat luas terkait prosedur izin usaha.
Senada dengan dengan hal tersebut, Bapak WH selaku Kepala Bidang
Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan mengemukakan:
“...Terkait prosedur pelayanan, kami mengacu pada Standar pelayanan
yang ada. Kami mengikuti alur atau prosedur pelayanan yang ada. Hanya
saja kadang ada masyarakat yang mau urus sendiri berkasnya ke instansi
73
teknisnya. Nah tentunya kalau itu terjadi, prosedur pelayanan bukan satu
pintu lagi. Kan prosedurnya harusnya masyarakat pemohon ajukan berkas
ke kantor kami, nanti kami yang berikan berkasnya kepada tim teknisnya”
(Hasil wawancara tanggal 23 desember 2019)
Dari petikan wawancara di atas, seperti pernyataan Kepala Bidang Data
dan Pengendalian bahwa dalam hal pelaksanaan prosedur, pelayanan izin usaha di
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba dilaksanakan sesuai standar pelayanan yang ada. Hanya saja saat
pelaksanaanya terdapat beberapa kendala. Kendala lain yang dijelaskan tersebut
yakni adanya beberapa masyarakat yang terkadang tidak mematuhi aturan
prosedur pelayanan yang ada dengan mengantarkan sendiri berkas izinnya ke
instansi teknis, dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Bulukumba.
Terkait prosedur pelayanan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba telah berusaha memaksimalkan
kinerjanya agar pelayanan yang sampai kepada masyarakat juga dapat terlaksana
dengan baik. Seperti yang dikemukan masyarakat pengguna jasa izin usaha
perdagangan di DPMPTSP Kabupaten Bulukumba bahwa:
“...prosedurnya sudah bagus, kita tinggal datang ke kantornya, ambil
formulir sudah itu di suruh lengkapi dulu berkasnya baru datang lagi.
Sudah itu nanti kita di kasi semacam kwitansi yang isinya itu berapa biaya
yang harus kita bayar” (Hasil wawancara dengan Bapak B tanggal 6
januari 2020)
“...waktu saya urus SIUP prosedurnya jelas, mudah kita lakukan karena
pegawai di loket juga jelaskan bagaimana alur–alurnya. Jadi kita tinggal
lengkapi berkas, baru itu datang lagi untuk diperiksa berkasnya” (Hasil
wawancara dengan Bapak AA tanggal 6 januari 2020)
74
“waktu saya urus SIUP dari prosedurnya sudah bagus, kita tidak dipersulit.
Prosedurnya itu kalau saya rasa sudah sesuai” (Hasil wawancara dengan
bapak SA tanggal 07 Januari 2020)
Dari beberapa petikan wawancara di atas, dapat terlihat bahwa dari segi
prosedur dirasakan oleh beberapa masyarakat telah sesuai dan dijabarkan secara
jelas. Oleh karenanya, masyarakat mampu merasakan dampak dari pelayanan
yang diberikan. Dengan adanya pelayanan yang sesuai dengan prosedur
masyarakat menjadi lebih mudah dalam mengurus izin usaha. Dampak tersebut
dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai pengguna pelayanan.
Adanya kemudahan penyelasaian izin usaha tersebut tidak hanya
berdampak pada masyarakat, akan tetapi juga terhadap pegawai DPMPTSP
sendiri sebagai penyelenggara pelayanan publik. Pegawai DPMPTSP dimudahkan
dari segi pengakomodasian izin usaha. Jadi jumlah perizinan yang masuk dapat
dikelola dengan baik sehingga penyelesaian izinnya pun jadi lebih mudah dan
cepat.
Namun ada beberapa masyarakat yang justru memperoleh pelayanan tidak
sesuai prosedur. Seperti dijabarkan pada gambar prosedur pelayanan sebelumnya,
bahwa berkas surat izin usaha yang telah ditindaklajuti dan dinyatakan layak akan
diberikan jumlah besaran biaya retribusi atas tempat usaha yang harus dibayarkan.
Pembayaran tersebut dilakukan oleh pemohon sendiri di bank. Akan tetapi
beberapa masyarakat justru disarankan untuk membayar di kantor, dan biaya
tersebut diberikan langsung kepada pegawai. Hal ini menunjukkan bahwa ada saja
beberapa pegawai yang melaksanakan hal-hal di luar prosedur. Tindakan inipun
dibenarkan oleh beberapa masyarakat pada wawancara berikut:
75
“...waktu saya buat SIUP, saya bayar langsung saja sama pegawainya.
Saya juga kurang tau mungkin sistem pembayarannya masih manual.”
(Hasil wawancara dengan ibu DS tanggal 06 januari 2020).
“...kalau masalah pembayarannya itu, saya di suruh kasi saja sama
pegawainya. Baru katanya nanti dia yang bayarkan.” (Hasil wawancara
dengan Bapak J tanggal 9 Desember 2019).
“...saya tidak tau jelas bagaimana prosedurnya, saya cuma ikuti yang
dibilang sama pegawainya. Saya disuruh bayar di pagawainya, jadi saya
bayar disitu saja. Karena dia juga bilang katanya dia yang mau bayarkan.
(Hasil Wawancara dengan bapak A tanggal 9 desember 2019)
“...bayarnya yah saya langsung saja kasi sama pegawainya, karena
disuruhnya begitu. Pegawainya yang bilang langsung sama saya.” (Hasil
wawancara dengan Bapak MM tanggal 12 desember 2019)
“... ada teman saya kerja di sana, jadi saya kasi dia, karena katanya dia
yang uruskan, dia juga yang mau bayarkan.” (Hasil wawancara dengan
bapak AS tanggal 10 februari 2016)
Dari petikan wawancara di atas, dapat terlihat bahwa masih terdapat
beberapa masyarakat yang tidak mengetahui dengan jelas prosedur pelayanan
yang ada. Dari 8 (delapan) jumlah masyarakat pengguna jasa Surat Izin Usaha
Perdagangan, 5 (lima) dari masyarakat menyatakan ketidaksesuaian prosedur yang
diterima. Adanya beberapa masyarakat yang justru di sarankan untuk melakukan
sistem pembayaran tidak sesuai prosedur, akhirnya memunculkan anggapan
bahwa pelayanan yang diberikan masih dilakukan secara manual. Artinya
pembayaran langsung disetor di tempat dan bukan pada unit yang bertugas untuk
mengelola keuangan/ bank.
Dari segi pelaksanaan prosedur, dapat terlihat bahwa pelayanan yang
diberikan belum mampu dilaksanakan sesuai prosedur yang ada. Hal ini
diakibatkan masih adanya beberapa pegawai yang tidak mentaati aturan prosedur
pelayanan tersebut. Padahal sudah sangat jelas tertera pada sarana kantor bahwa
76
DPMPTSP Kabupaten Bulukumba sama sekali tidak menerima pembayaran
dalam bentuk apapun. Adapun segala jenis pembayaran dilakukan oleh
masyarakat sendiri di bank.
4. Biaya pengurusan Izin usaha
Ukuran akuntabilitas pelayanan publik yang dilihat dari sudut pandang
akuntabilitas proses memiliki beberapa indikator penilaian, salah satunya aspek
biaya. Dalam Keputusan MENPAN Nomor 26 tahun 2004 tentang Petunjuk
Teknis Tranparansi Dan Akuntabillitas Pelayanan Publik dijelaskan bahwa biaya
pelayanan merupakan segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan
apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata
cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Biaya merupakan salah satu ukuran penting yang menunjukkan akuntabel
tidaknya suatu pelayanan publik. Biaya umumnya dikaitkan dengan tingkat
akuntabilitas pelayanan karena transparansi biaya dalam pelayanan merupakan hal
yang rentan dimanipulasi. Manipulasi biaya tersebut salah satunya dapat
dilakukan dengan pemberian biaya tambahan diluar biaya yang seharusnya
dibebankan atas suatu pelayanan atau biasa disebut dengan pungutan liar (pungli).
Ukuran biaya pelayanan merupakan ukuran yang menunjukkan besaran biaya
yang dikenakan untuk suatu jenis pelayanan. Biaya yang dimaksud merupakan
besaran biaya yang dikenakan atas suatu pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dalam hal ini terkait penerbitan SIUP. Adapun rincian biaya tersebut
dijabarkan sebagai berikut:
77
Gambar IV.6 biaya pengurusan izin usaha
No. Janis Izin Waktu Biaya
1 Izin Usaha Perdagangan 5 hari kerja Gratis
2 Izin tempat usaha (SITU/HO) 5 hari kerja Gratis
3 Tanda Daftar Industri (TDI) 5 hari kerja Gratis
4 Izin Usaha Industri (IUI) 5 hari kerja Gratis
5 Izin Trayek (IT) 5 hari kerja Rp.100.000
6 Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 5 hari kerja Gratis
7 Izin Usaha Perikanan 5 hari kerja Gratis
8 Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) 5 hari kerja Gratis
9 Tanda Daftar Usaha Pariwisata
(TDUP)
5 hari kerja Gratis
10 Izin Mendirikan (IMB) 7 hari kerja Gratis
11 Izin Lingkungan (IL) 7 hari kerja Gratis
12 Izin Usaha Toko Modern 7 hari kerja Gratis
13 Izin Usaha Pengelolaan Pusat
Pertokoan
7 hari kerja Gratis
14 Izin Usaha Pasar Tradisional 7 hari kerja Gratis
15 Tanda Daftar Gudang 5 hari kerja Gratis
16 Izin Pemanfaatan Ruang 5 hari kerja Gratis
17 Izin Kesehatan 5 hari kerja Gratis
18 Izin Reklame 5 hari kerja Gratis
19 Izin Prinsip 5 hari kerja Gratis
20 Izin Lokasi 5 hari kerja Gratis
21 Izin Penelitian 5 hari kerja Gratis
22 Izin Penggunaan Mobile Circular Saw 5 hari kerja Gratis
23 Rekomendasi 3 hari kerja Gratis
Sumber: DPMPTSP Kabupaten Bulukumba
Dari penjabaran rincian biaya di atas, dapat terlihat bahwa secara
administratif, pelayanan perizinan khususnya izin usaha perdagangan tidak
dikenakan biaya retribusi apapun (gratis). Masyarakat hanya dikenakan biaya
retribusi atas tempat usaha berdasarkan perhitungan biaya dari instansi teknis
semata.
Pengenaan retribusi tempat usaha tersebut dalam hal ini merupakan
tanggung jawab dari Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten
Bulukumba sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan yang isinya terdiri dari
78
rumusan perhitungan biaya yang dikeluarkan berdasarkan lokasi usahanya.
Rumusan perhitungan biaya tersebut tercantum dalam Peraturan Bupati Nomor
88 Tahun 2015 tentang Restribusi Tertentu. Berdasarkan pada indeks perhitungan,
tim tehnis menetapkan besaran biaya resribusi yang dikenakan untuk suatu jenis
usaha. Seperti yang dijabarkan di atas bahwa besaran biaya yang dikenakan
berdasarkan atas besarnya gangguan yang akan ditimbulkan serta lokasi suatu
usaha yang dimaksud.
Seperti alur pelayanan perizinan yang telah dijelaskan sebelumnya, berkas
pemohon yang telah lulus verifikasi kelengkapan berkas serta telah diuji
kevalidannya oleh bidang pengolahan perizinan kemudian diserahkan kepada tim
teknis. Tim teknis yang kemudian mengadakan peninjauan lapangan ke tempat
usaha. Apabila telah dilakukan peninjauan lapangan, maka tim tehnis menyatakan
layak atau tidak layak. Ketika dinyatakan layak, tim tehnis akan mengeluarkan
rekomendasi beserta lampiran besaran biaya yang dikenakan untuk usaha yang
dimaksud. Biaya retribusi yang dikenakan untuk setiap jenis izin usaha
perdagangan berbeda – beda, sesuai dengan indeks perhitungan yang dijabarkan
pada Standar Pelayanan
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba sendiri tidak menerima pembayaran dalam bentuk apapun.
Pembayaran jumlah retribusi yang dimaksud dilakukan di bank sulsel sendiri oleh
pemohon izin sesuai besaran biaya yang dikenakan oleh instansi tehnis. Seperti
yang tertera pada sarana di kantor DPMPTSP. Seperti yang dikemukan oleh
79
Bapak WH selaku staf bidang pelayanan perizinan yang bertugas pada bagian
loket pendaftaran izin usaha:
“…kalau SIUP tidak ada biaya yang dikenakan, sama seperti TDP yang
sifatnya non retribusi. Yang dikenakan biaya itu cuma izin trayek. Tapi
kita tidak kenakan biaya sendiri. Instansi tehnis yang keluarkan besaran
biayanya. Itupun dibayar kalau sudah keluar STS (surat tanda setoran) dari
perindag yang isinya besaran biaya yang harus dibayarkan.
Pembayarannya juga langsung dilakukan di bank. Jadi kita tidak terima
pembayaran apapun di loketnya” (Hasil wawancara tanggal 09 Desember
2019).
Dari petikan wawancara di atas, dari aspek biaya, Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba tidak memungut
biaya dalam bentuk apapun. Adapun biaya yang dikenakan atas tempat usaha
merupakan tanggungjawab instansi tehnis yakni Dinas Perindustrian dan
Perdagangan (DISPERINDAG) Kabupaten Bulukumba. Dimana besaran biaya
tersebut berdasarkan indeks perhitungan dengan pertimbangan luas dan lokasi
usaha serta proses pembayarannya dilakukan oleh pemohon secara langsung di
bank.
Hal senada juga dikemukakan oleh bapak J selaku Kepala Bidang Data
Dan Pengenalian:
“...Dari segi biaya, ada izin yang sifatnya retribusi dan ada izin yang non
retribusi. Izin yang retribusinya ada itu seperti izin trayek seperti pete-pete,
izin kesehatan, izin mendirikan bangunan, izin usaha industri. Semua itu
ada. Kalau yang non retribusi itu seperti SIUP dan TDP, izin pergudangan.
Kita tidak memungut biaya seperti itu. Saya tidak tau kalau tim tehnisnya
yah. Tapi dalam aturan kita tidak dipungut seperti itu. Setiap perizinan
memang beda-beda, jadi kita itu ada perhitungannya sendiri yang
dilakukan oleh tim tehnisnya. Perbedaan besaran biaya itu sesuai dengan
lokasi dan luas tempat usaha. Jadi ada indeks perhitungannya sendiri-
sendiri. Nah indeksnya itu juga dilihat dari lokasinya apakah strategis atau
berada di daerah perkotaan atau seperti di lorong-lorong saja. (wawancara
18 Desember 2019).
80
Seperti dalam petikan wawancara di atas, besaran biaya yang dikenakan
kepada masyarakat memang berbeda-beda. Perbedaan besaran biaya tersebut telah
memiliki perhitungan masing-masing. Sistem perhitungan tersebut bukan
merupakan tanggung jawab DPMPTSP Kabupaten Bulukumba melainkan telah
diatur dalam Peraturan daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 8 Tahun 2015
tentang Retribusi perizinan Tertentu. Aturan inilah yang menjadi acuan bagi Tim
tehnis untuk melakukan perhitungan berdasarkan indeks yang telah ditetapkan.
Indeks tersebut dipertimbangkan berdasarkan lokasi tempat usaha. Apabila tempat
usaha termasuk dalam lokasi yang strategis, indeks perhitungannya dapat lebih
tinggi dari pada tempat usaha dengan lokasi yang kurang strategis.
Dari beberapa petikan wawancara di atas dapat terlihat bahwa sistem dan
aturan telah dilaksanakan dengan baik, salah satunya dengan aturan dan sistem
pembayaran. Adanya kepastian jumlah biaya yang harus dibayar oleh pemohon
berdasarkan atas perhitungan yang jelas membuat masyarakat tidak khawatir lagi
dikenakan biaya berlebih pada saat mengurus izin usaha khususnya izin usaha
perdagangan.
Terkait besaran biaya pelayanan, penulis melakukan wawancara dengan
beberapa masyarakat pengguna jasa SIUP.
“...kalau masalah biaya, saya bayar sesuai biaya yang dikasi memang.
Katanya biayanya langsung dari dinasnya, disperindag. Jadi saya dikasikan
itu berapa biaya yang harus dibayar, baru saya langsung bayar di bank.”
(Hasil wawancara dengan bapak B tanggal 6 Januari 2020)
“...biayanya itu saya lupa kemarin dulu berapa saya bayar, tapi saya di kasi
tau langsung sama ibunya di loket berapa harus dibayar, baru saya disuruh
bayar saja langsung di bank.” (Hasil wawancara dengan bapak AA tanggal
06 januari 2020).
81
Dari petikan wawancara di atas dilihat segi kejelasan biaya, beberapa
masyarakat yang mengurus surat izin usaha perdagangan memperoleh biaya
pelayanan yang sesuai dengan standar perhitungan biaya dari instansi tehnis. Serta
terlihat dari kejelasan informasi mengenai besaran biaya yang harus dibayarkan
untuk memperoleh izin tersebut yang dijelaskan secara langsung oleh pegawai
DPMPTSP pada bagian loket. Masyarakat juga melakukan pembayaran secara
langsung ke bank sehingga di loket pendaftaran interaksi yang terjadi antara
pemberi dan penerima pelayanan sebatas verifikasi kelengkapan berkas semata.
Namun, beberapa masyarakat pengguna jasa lainnya menyatakan bahwa
dari segi biaya yang dikenakan atas izin usaha perdagangan yang mereka urus
tidak sesuai dengan standar yang tertulis. Seperti beberapa petikan wawancara
berikut:
“...waktu saya urus SIUP, biaya yang saya bayar dengan yang tertera
berbeda. Biaya yang tertera 800.000. Tapi saya disuruh bayar 1.600.000.
katanya uang capeknya. Waktu saya urus itu, saya tidak bayar di loket.
Saya kasikan sama orang dalamnya (pegawainya). Karena katanya itu
orang dia yang mau bayarkan.” (Hasil wawancara dengan bapak J tanggal
10 januari 2020)
“...kalau biayanya, waktu itu saya baru mau buat SIUP biayanya yang saya
bayar tidak sesuai dengan standar. Biaya yang seharusnya itu sekitar 800
ribuan, tapi saya kasi sekitar 1 juta lebihlah. Saya tidak kasi sama
loketnya. Tapi saya kasi masuk diamplop uang sejumlah begitu baru dikasi
masuk di map berkasnya baru nanti orang dalamnya terima. Karena
katanya dia yang langsung bayarkan. Saya bayar sejumlah begitu supaya
cepat diuruskan. Kan kalau perizinan begitu biasanya lama. Belum lagi tim
tehnisnya lama datang meninjau.” (Hasil wawancara dengan bapak A
tanggal 12 januari 2020)
“...waktu saya urus SIUP itu, saya sudah lupa berapa jumlah yang saya
bayar, tapi saya bayar lebih waktu itu, yah tujuannya supaya cepat
diuruskan berkasnya sama orang dalamnya. Karena kita juga tau kalau
urus begitu pasti lama baru selesai. (Hasil wawancara dengan bapak MM
tanggal 13 januari 2020)
82
Dari beberapa petikan wawancara di atas, terlihat bahwa beberapa
masyarakat tidak memperoleh pelayanan yang sesuai dengan standar biaya yang
seharusnya. Beberapa masyarakat justru merasa perlu untuk memberi biaya
tambahan guna mempercepat jangka waktu penyelesaian izin usahanya. Namun
seharusnya, aparat birokrasi harus mampu melaksanakan pelayanan sesuai standar
jangka waktu yang ada serta melaksanakan pelayanan secara adil kepada setiap
masyarakat. Artinya bahwa tidak ada masyarakat yang dipermudah pengurusan
surat izinnya jika membayar lebih.
Dalam proses pelayanan perizinan yakni surat izin usaha perdagangan,
pada dasarnya masyarakat memang perlu memenuhi kelengkapan berkas turunan
dari SIUP tersebut. seperti izin atas tempat usahah atau yang sering disebut izin
gangguan (HO). Pengenaan biaya atas surat izin gangguan sebenarnya sudah
ditetapkan sesuai perhitungan biaya yang jelas seperti yang tercantum pada Perda
Kabupaten Bulukumba Nomor 16 Tahun 2012 tentang Retribusi Perizinan
Tertentu.
Biaya yang dikenakan memang sudah ditentukan sesuai standar, namun
ada saja oknum yang tetap melakukan pemungutan biaya yang tidak sesuai. Tidak
hanya pihak-pihak dari penyelenggara pelayanan. Masyarakat juga terkadang
melakukan hal-hal di luar aturan guna memperoleh izin secara instan. Oleh karena
itu baik pihak pemberi maupun penerima layanan hendaknya mengetahui aturan
jelas mengenai penyelenggaraan pelayanan. Pihak penyedia pelayanan dalam hal
ini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba perlu memperbaiki sistem pelayanan yang ada guna menciptakan
83
pelayanan yang mudah bagi masyarakat sehingga masyarakat sendiri tidak
melenceng dari aturan, hanya untuk memperoleh kemudahan dalam pelayanan.
Adanya istilah “uang capek” bagi masyarakat maupun pegawai pelayanan
merupakan hal lumrah. Masyarakat beranggapan bahwa pegawai dalam
menjalankan tugas, utamanya saat mengurus surat izin mereka perlu menerima
semacam “ucapan terima kasih” berupa biaya tertentu. Padahal penyedia
pelayanan telah digaji sesuai dengan aturan untuk pekerjaan yang mereka lakukan.
Seperti wawancara penulis dengan pengguna jasa berikut:
“...kalau dari segi biayanya, yang saya bayar memang sudah dikasi tau
dengan jelas, cuma saya kasi saja uang capek seperti uang rokok
misalnya.(Hasil wawancara dengan bapak AS tanggal 8 januari 2020)
Hal ini menggambarkan bahwa perlu adanya ketegasan dari penyedia
pelayanan yakni DPMPTSP Kabupaten Bulukumba untuk dapat bertindak tegas
kepada masyarakat untuk tidak memberikan biaya tambahan apapun kepada
pegawainya. Karena besaran biaya yang dikenakan sudah ditetapkan sesuai
standar biaya yang seharusnya. Selain itu pihak DPMPTSP juga perlu melakukan
pengawasan terhadap beberapa pegawai yang menerima biaya seperti itu dan
perlu ditindak secara tegas agar yang bersangkutan tidak menerima atau menolak
setiap upaya pemberian dari masyarakat.
Dari beberapa wawancara yang telah penulis lakukan, dapat dilihat bahwa
informasi tentang biaya pelayanan telah disampaikan dengan jelas oleh bagian
loket tempat pendaftaran berkas pemohon. Penyampaian informasi tersebut
dilakukan oleh pegawai yang berada pada bagian front office dengan
menyampaikan langsung besaran biaya yang tertera pada STS (surat tanda
84
setoran) yang telah diterima dari instansi tehnis dalam hal ini Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Kabupaten Bulukumba.
Dari segi kesesuaian biaya pelayanan yang diterima masyarakat dengan
standar biaya yang ditetapkan belum terlaksana. Terlihat dari beberapa pegawai
yang juga ikut serta dalam hal penyelesaian izin usaha menerima ataupun dalam
hal ini memungut beberapa biaya tambahan yang tidak sesuai standar biaya yang
seharusnya. Ini berarti terjadi ketidaksesuaian biaya pelayanan. Artinya bahwa
standar biaya yang telah ditetapkan tidak sesuai dengan besaran biaya yang
diterima masyarakat.
Standar biaya memang berbeda-beda untuk setiap izin usaha yang
dikeluarkan. Seperti yang telah dijelaskan oleh pihak BPTPM bahwa terdapat
perhitungan sendiri untuk menentukan besaran biayanya. Penentuan tersebut
dilihat dari lokasi dan luas wilayah usaha. Standar perhitungan tersebut memang
telah diterapkan terhadap penentuan biaya yang harus dikeluarkan masyarakat.
Namun kembali lagi bahwa dari segi pembayaran yang dilakukan masyarakat
justru tidak sesuai dengan standar biaya yang sudah ditetapkan tersebut.
Penentuan biaya yang dimaksud telah dijabarkan jelas dalam standar operasional
prosedur (SOP) dan seharusnya dilaksanakan sesuai dengan biaya yang telah
diperhitungkan pada SOP tersebut.
J. Jangka waktu pengurusan izin usaha
Waktu pelayanan yang dimaksud dalam hal ini merupakan jangka waktu
yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan hingga proses
pelayanan selesai. Standar waktu yang digunakan oleh Dinas Penanaman Modal
85
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba yakni mengikuti
standar waktu yang merupakan standar turunan dari SOP pelayanan. Jangka
waktu pelayanan tersebut terhitung sejak masuknya berkas pemohon hingga
penerbitan izin usaha. Adapun standar waktu yang digunakan dirincikan sebagai
berikut:
Dari perincian waktu pelayanan di atas dapat dilihat bahwa jangka waktu
pelayanan untuk setiap jenis izin dapat dikatakan cepat. Hal ini terlihat dari jangka
waktu pelayanan yang dominan diselesaikan dalam waktu 5 hari kerja. Salah
satunya penyelesaian Surat izin usaha perdagangan yang memiliki standar waktu
5 hari kerja. Hal ini tentunya merupakan standar waktu yang telah diatur dalam
SOP pelayanan di DPMPTSP Kabupaten Bulukumba dan harus dipatuhi bagi
pelaksana pelayanan maupun masyarakat.
Penentuan standar waktu diatas merupakan salah satu bentuk usaha
DPMPTSP Kabupaten Bulukumba guna memaksimalkan pelayanan yang ada.
Selain itu juga mampu menghemat waktu bagi masyarakat sehingga masyarakat
dengan mudah menyelesaikan izin usahanya. Penentuan standar waktu tersebut
berdasarkan kepada standar yang telah ditetapkan di DPMPTSP, seperti yang
dikemukakan oleh Bapak J selaku Kepala Bidang Data Dan Pengendalian:
“...Penentuan standar pelayanan kami disini berdasarkan pada SOP, jadi
terkait masalah waktu itu, dalam standar SOP kami SIUP itu standar
waktunya 5 hari kerja. Nah persoalannnya memang terkadang jarak
tempuh antara satu tempat usaha dengan tempat usaha lainnya itu yang
menjadi kendala kami. Saya juga sering Tanya kepada tim tehnisnya kalau
ada komplain pemohon soal keterlembatan datangnya untuk meninjau.
Tapi kita tetap usahakan sesuai dengan standar yah SOPnya itu.” (Hasil
wawancara tanggal 9 Desember 2019).
86
Dari petikan wawancara tersebut, dapat tergambar bahwa pada dasarnya
pemerintah menenetapkan standar waktu pelayanan yang dapat dikatakan cepat
yakni 5 hari kerja. Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat beberapa
kendala yang menyebabkan jangka waktu standar dengan yang diterima
masyarakat tidak sesuai. Salah satunya yakni jarak tempuh antara beberapa tempat
usaha yang akan ditinjau selain itu tim tehnis memiliki SOP 2 hari kerja dalam
meninjau lokasi tempat usaha jadi keseluruhan bisa sampai 7 hari kerja. Hal inilah
yang kemudian menyebabkan jangka waktu penyelesaian izin usaha sedikit lebih
lama.
Dalam pelaksanaannya, tak dapat dipungkiri bahwa pelayanan izin usaha
belum dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena dalam penyelesaian
izin usaha Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba perlu berkoordinasi dengan instansi tehnis dalam hal ini Dinas
perindustrian dan Perdagangan. Jangka waktu penyelesaian izin juga bergantung
pada cepat tidaknya tim tehnis memberikan rekomendasi atas suatu izin usaha.
Seperti yang dikemukakan oleh Bapak WH selaku Kepala Bidang Pelayanan
Perizinan:
“...standar waktu penyelesaian izin pada SOP sebenarnya 5 hari kerja.
Namun terkadang tidak selesai tepat waktu karena tim tehnis belum
lakukan tinjauan lapangan, jadi belum keluar rekomendasinya. 5 hari kerja
itu memang kita juga sudah usahakan. Nah kalau sudah keluar
rekomendasi dari Disperindag itu bisa cepat juga selesai. Mendaftarnya 1
hari kalau sudah dapat rekomendasi dari disperindag, masalah
penerbitannya itu paling lama 2 hari.(Hasil wawancara tanggal 10
desember 2019).
Dari petikan wawancara di atas dapat dilihat bahwa standar waktu yang
digunakan dalam hal penerbitan izin usaha khususnya izin usaha perdagangan
87
yakni 5 hari kerja. Hal ini sesuai dengan standar pelayanan yang telah dijelaskan
sebelumnya. Adapun ketidaksesuaian yang terjadi dalam pelaksanaannya
terkendala oleh rekomendasi izin usaha yang diberikan oleh tim tehnis pelayanan
yang sesuai dengan standar waktu ada memang harus menjadi modal utama, salah
satunya guna meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap janji pelayanan
yang diberikan. Penulis melakukan beberapa wawancara kepada masyarakat
terkait jangka waktu pengurusan izin usaha :
“...saya urus SIUP itu, berkasnya saya kasi masuk sudah beberapa hari
yang lalu, seminggu lebih baru bisa saya ambil SIUPnya. kalau masalah
waktu saya sudah dikasi tau 5 hari baru jadi, tapi saya disuruh tunggu
konfirmasi dari orang kantor nanti orang kantor yang telpon langsung
kalau SIUPnya sudah di terbitkan, tapi saya tunggu beberapa hari tidak ada
kabar dari orang kantor baru saya sudah menunggu seminggu lebih” (Hasil
wawancara dengan ibu HJ tanggal 10 desember 2019).
“...saya urus SIUP ini dijanjinya katanya 5 hari sudah terbit itu izin. Tapi
saya sudah seminggu lebih ini baru saya bisa ambil SIUP saya.” (Hasil
wawancara dengan bapak BJ tanggal 12 desember 2019).
“...saya urus SIUP itu, tidak sampai 10 hari kerja sudah selesai, karena
saya punya teman yang kerja di DPMPTSP jadi saya minta tolong sama
dia supaya dipercepat mengurus SIUPnya.(Hasil wawancara dengan Ibu
DS tanggal 3 januari 2020).
“...waktu saya urus SIUP itu lama selesainya, sekitar 2 mingguan lebih.
Sebenarnya itu tergantung peninjau lapangannya kalau mereka cepat
datang tinjau yah cepat juga selesai. (Hasil wawancara dengan Bapak MM
tanggal 15 desember 2019).
“...saya tidak tau berapa lama standar waktunya. Tapi waktu saya urus
SIUP seminggu sudah selesai. Dan teman saya yang kerja di sana yang
ambilkan. Mungkin karena itu jadi cepat selesai karena ada teman yang
bantu di sana. (Hasil wawancara dengan bapak AS tanggal 10 desember
2019).
Dari beberapa petikan wawancara di atas, terlihat bahwa dari segi
kepastian waktu, pelayanan yang diterima masyarakat berbeda-beda. Tidak
88
adanya kepastian waktu pelayanan yang jelas membuat masyarakat kadang
bingung kapan surat izin yang mereka buat akan selesai. Kesan pelayanan publik
yang terbilang menggunakan waktu lama memang dirasakan oleh beberapa
masyarakat. Adanya kesan tersebut yang akhirnya membuat beberapa masyarakat
memilih untuk meminta bantuan teman yang bekerja di Badan perizinan terpadu
dan penanaman modal kota Makassar untuk mempersingkat waktu penyelesaian
izin usahanya.
Dari segi kejelasan informasi waktu pelayanan, terlihat bahwa masyarakat
juga tidak menerima informasi yang jelas mengenai waktu pelayanan yang
diberikan. Beberapa masyarakat umumnya datang kembali mengecek ataupun
mengambil SIUP mereka karena adanya informasi yang disampaikan lewat
telepon. Hal ini menggambarkan bahwa informasi waktu pelayanan tidak
tersampaikan dengan baik sehingga waktu penyelesaian izin juga bermama-
macam.
Tentunya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba perlu melakukan penyampaian secara langsung kepada
masyarakat maupun dengan penyampaian informasi melalui media sarana
prasarana kantor, dapat berupa poster dan semacamnya terkait jangka waktu
penyelesaian izin usaha
5. Respon pelayanan
Adanya pelayanan publik yang responsif dapat dillihat dari respon
pemberi layanan kepada masyarakat, salah satunya yakni keramahan serta daya
tanggap ketika masyarakat pengguna pelayanan mengalami kesulitan dalam
89
pelayanan. Selain itu aparat birokrasi yang hakekatnya harus memberikan
pelayanan terbaik kepada masyarakat harus mampu memberikan penjelasan atau
gambaran mengenai pelayanan secara jelas kepada masyarakat. Hal ini guna
memudahkan masyarakat mengetahui syarat maupun prosedur pelayanan yang
harus dilalui dalam proses pelayanan.
Di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba, respon pegawai yang berada pada posisi front office atau loket
pendaftaran dikatakan sudah sesuai dan terlaksana dengan baik. Bagian tersebut
memang merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan masyarakat
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan perizinan. Oleh karena itu guna
memaksimalkan pelayanan pegawai dari segi respon atau daya tanggapnya,
pegawai sudah dibekali dengan pengetahuan tertentu. Seperti yang dikemukakan
oleh bapak J selaku Kepala Bidang Data dan Pengendalian:
“...terkait dengan respon pegawai saya yang berada pada front office. Pada
dasarnya kami selalu melakukan program kerja dimana ada program kerja
yang namanya kegiatan disiplin dan bentuk bagaimana memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat. jadi mereka itu saya sudah latih
dari kepribadian, kedisiplinan supaya mereka itu kalau ada pemohon itu
senyum, mereka tidak marah-marah, dan sebagainya. supaya orang juga
bilang wah ini kita mendekatilah seperti keramahan pelayanan di
perbankan. Jadi orang juga bisa menilai bahwa di pelayanan perizinan kita
juga ramah seperti itu. Selain kita bekali dengan pengetahuan bagaiman
cara melayani dengan baik, kita juga bekali mereka dengan keterampilan
seperti keterampilan IT” (Hasil wawancara tanggal 9 desember 2019).
Dari petikan wawancara di atas dapat dilihat bahwa pegawai yang berada
pada posisi Front office atau pegawai yang melakukan interaksi langsung dengan
masyarakat, telah dibekali dengan beberapa pengetahuan salah satunya yakni
tentang cara melayani masyarakat dengan baik dan ramah. Hal ini tentunya
90
menjadi nilai tambah di masyarakat bahwa pelayanan yang baik dan ramah tidak
hanya diterapkan pada organisasi swasta seperti perbankan, namun juga mampu
diterapkan pada organisasi publik seperti Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba.
Hal senada juga disampaikan ibu SK selaku sub bagian umum dan
kepegawaian :
“...Pada dasarnya, teman-teman yang di front office ini sudah dibekali,
yaitu diberi pengetahuan-pengetahuan dan bagaimana cara melayani
masyarakat dengan benar. Jadi apabila ada keluhan-keluhan dari
masyarakat atau juga ada syarat-syarat yang tidak dilampirkan, itu kita
sampaikan secara langsung kepada masyarakatnya.Contoh misalnya dalam
perizinan SIUP atau IMB misalnya ada yang tidak ada keterangan
lurah/camatnya kita arahkan dia ke kantor kelurahan atau kantor
kecamatan bahwasanya harus ada dilampirkan keterangan lurah/camatnya.
Jadi intinya begitu, pegawai pada bagian front office memang sudah
dibekali jadi harus ada kecakapan ilmu tentang bagaimana cara melayani
masyarakat. (Hasil wawancara tanggal 9 Desember 2019).
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, seperti petikan wawancara di atas
pegawai pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba memang telah dibekali dengan keterampilan utamanya
pegawai yang berada di front office yang secara langsung menangani masyarakat
yang akan mengurus izin usaha. Keterampilan tersebut berupa cara-cara
memberikan pelayanan kepada masyarakat, memperlihatkan sikap ramah dan
sopan dalam pelayanan. Oleh karena itu, pegawai harus mampu memberikan
pelayanan yang responsif terhadap kebutuhan pelayanan masyarakat.
Penulis juga melakukan beberapa wawancara dengan masyarakat
pengguna pelayanan khususnya izin usaha perdagangan terkait respon yang
mereka terima:
91
“...kalau responnya pegawai itu saya rasa sudah bagus, waktu saya ada
kurang berkasnya disuruh langsung lengkapi baru datang lagi kesini (Hasil
wawancara dengan bapak B tanggal 5 Januari 2020).
“...waktu saya urus izin usaha perdagangan, responnya mereka bagus ji
saya rasa. waktu mendaftar saya di tanya sama bagian pengambilan
formulirnya kita mau urus izin apa baru di langsung formulirnya untuk
dilengkapi. (Hasil wawancara dengan bapak J tanggal 10 januari 2020).
“...waktu saya mengurus izin itu, yang saya urus kan itu siup. Responnya
pegawainya sudah baik. waktu itu saya datang ke sana pegawainya
kasikan formulir terus saya di tanya di bagian loket pendaftarannya apa
yang harus saya bawa. Baru saya pulang lengkapi terus besoknya saya
datang lagi. Sudah bagus juga caranya tanggapi, ramah ji waktu saya mau
kasi masuk berkasnya ( Hasil wawancara dengan bapak AS tanggal 10
Januari 2020).
Dari beberapa petikan wawancara dengan masyarakat tersebut dapat
tergambarkan bahwa masyarakat menerima respon yang cukup baik dalam
pelayanan. Hal ini terlihat dari tanggapan masyarakat kebanyakan yang
menanggapi bahwa respon yang mereka terima saat pengurusan izin sudah bagus
dan ramah. Dilihat dari sikap pegawai dalam memberikan pelayanan dengan
ramah serta daya tanggap pegawai saat melayani masyarakat yang berkas
persyaratannya kurang. Yang dilakukan dengan memberikan arahan langsung
kepada masyarakat untuk melengkapi berkas yang dimaksud.
C. Pembahasan
Pelayanan yang akuntabel merupakan pola pelayanan yang mengacu pada
kepuasan publik sebagai pengguna jasa. Dalam pelayanan publik, akuntabilitas
menjadi salah satu aspek utama yang harus terpenuhi. Hal ini berdasarkan asas
pelayanan publik yang diatur dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003
tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan. Dimana untuk dapat memberikan
92
pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, aparat birokrasi harus mampu
melaksanakan pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan masalah awal yang penulis temukan, bahwa pelayanan publik
khususnya pelayanan perizinan yakni izin usaha perdagangan di Kabupaten
Bulukumba belum akuntabel. Hal tersebut berdasarkan data awal dari
Ombudsman Kabupaten Bulukumba yang menerima beberapa pengaduan
masyarakat mengenai pelayanan perizinan yang rumit/berbelit-belit,
ketidaksesuaian terhadap standar waktu yang dijanjikan, serta seringkali
memunculkan pungutan liar (pungli).
Adapun dalam penelitian ini, guna menganalisis akuntabilitas pelayanan
perizinan yakni pelayanan Surat izin usaha perdagangan (SIUP) pada Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba,
penulis memfokuskan penelitian dengan melihat akuntabilitas dari segi prosesnya.
Menurut Sheila elwood, akuntabilitas proses merupakan akuntabilitas yang terkait
dengan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas apakah sudah cukup
baik. Hal ini diwujudkan melalui proses pelayanan yang cepat, responsif, dan
murah biaya. Akuntabilitas proses pelayanan diukur melalui indikator Prosedur,
Biaya, Jangka Waktu, Serta Responsif.
a. Prosedur
Prosedur dalam pelayanan publik merupakan serangkaian tahapan yang
dilaksanakan dalam pelayanan publik kepada masyarakat dengan hasil akhir
berupa suatu produk pelayanan. Prosedur pelayanan perizinanan di Dinas
93
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba
seperti yang dijelaskan sebelumnya, umumnya sama dilakukan untuk semua jenis
izin tak terkecuali Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Pelaksanaan pelayanan
publik secara teknis yakni salah satunya terkait prosedur pelayanan, DPMPTSP
mengacu kepada Perbup Nomor 49 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Izin
pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba serta Perda Nomor 12 tahun 2014 tentang Standar Operasional
Prosedur (SOP) Izin Dan Standar Pelayanan Pada Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba. Pada aturan tersebut
dijelaskan mengenai prosedur berupa alur pelayanan perizinan seperti yang
dijelaskan sebelumnya.
Prosedur pelayanan tersebut merupakan serangkaian aktivitas pelayanan
yang dilakukan mulai dari pemohon menerima formulir pendaftaran izin hingga
penerbitan izin. Yang semua proses perizinan tersebut dilaksanakan pada satu
tempat yakni di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba.
Akuntabilitas pelayanan dari segi prosedur pada proses pelayanan Surat
Izin Usaha Perdagangan di DPMPTSP Kabupaten Bulukumba diukur melalui
adanya kesesuaian antara prosedur yang menjadi standar pelayanan dengan
prosedur yang dilaksanakan, serta kejelasan informasi tentang prosedur.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, berupa observasi lapangan
dan wawancara, dapat ditarik kesimpulan bahwa dari segi prosedur pelayanan
menunjukkan bahwa pelaksaaan prosedur pelayanan khususnya pelayanan Surat
94
izin usaha perdagangan (SIUP) di DPMPTSP Kabupaten Bulukumba belum
sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dari aspek kejelasan informasi
pelayanan. Informasi terkait prosedur pelayanan telah diusahakan agar dapat
sampai ke masyarakat dengan baik. Salah satu upaya yang dilakukan dengan
menginformasikan kepada masyarakat luas melalui beberapa media. Beberapa
masyarakat menerima penjelasan terkait prosedur pelayanan dari bagian loket
pendaftaran bahwa sistem pembayaran dilakukan di bank oleh masyarakat sendiri,
Namun, beberapa masyarakat lainnya justru menerima informasi berbeda. Salah
satunya terdapat pegawai yang mengarahkan masyarakat untuk melakukan
pembayaran secara langsung di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba dan bukan pada Bank.
Ketidakjelasan informasi tersebut terjadi diakibatkan masih adanya
oknum-oknum aparat birokrasi yang melakukan pelayanan diluar prosedur. Oleh
karena itu, pelaksanaan prosedur pelayanan pada SOP dengan yang diterima
masyarakat menjadi tidak sesuai. Aturan dalam SOP terkait prosedur pelayanan
mengamanatkan baik kepada pemberi layanan maupun masyarakat untuk
melakukan pembayaran langsung di bank. Hal ini dilakukan guna mencegah
timbulnya praktek KKN (korupsi, kolusi, dan Nepotisme)
Menciptakan pelayanan yang baik memang bukan merupakan hal mudah,
Hal ini seperti dikemukakan sebelumnya. Bahwa dalam pelaksanaannya,
DPMPTSP sendiri terkadang mengalami beberapa kendala lain yakni sulitnya
pengambilan keputusan dikarenakan dalam proses penyelesaian izin usaha perlu
adanya koordinasi dengan instansi tehnis yaitu DISPERINDAG Kabupaten
95
Bulukumba. Selain itu, kendala yang sering dihadapi yakni adanya beberapa
masyarakat yang kemudian tidak mematuhi prosedur yang ada seperti membawa
sendiri berkas izin usahanya langsung ke instansi tehnis. Untuk itu, perlu adanya
tindak tegas dari DPMPTSP guna pelaksanaan pelayanan yang lebih baik
kedepannya serta perlu adanya peran serta masyarakat untuk ikut mematuhi
standar prosedur yang ada dengan mengikuti alur pelayanan yang telah
ditetapkan.
Adanya tindak tegas dari pihak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba juga dapat dilakukan guna
meminimalkan tindakan penyimpangan yang dilakukan pelaksana pelayanan.
Karena dengan adanya kejelasan prosedur pelayanan, masyarakat akan lebih
dimudahkan. Mengingat bahwa sistem pelayanan terpaadu satu pintu pada
hakekatnya dibentuk guna mempermudah alur prosedur pelayanan yang diperoleh
masyarakat.
b. Biaya
Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
(KEPMENPAN) Nomor 63 tahun 2003 telah diamanatkan agar penetapan besaran
biaya pelayanan publik perlu memperhatikan salah satunya yakni perincian biaya
pelayanan. Dimana rincian biaya pelayanan harus jelas untuk jenis pelayanan
publik. Hal ini berarti bahwa kejelasan atas rincian biaya merupakan hal yang
wajib dilaksanakan dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.
Akuntabilitas pelayanan publik dari aspek biaya, diukur dengan melihat dasar
96
penentuan besaran biaya pelayanan, kesesuaian antara besaran standar biaya
dengan biaya yang diterima masyarakat serta kejelasan informasi biaya pelayanan.
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pelayanan publik yakni
pelayanan surat izin usaha perdagangan di DPMPTSP Kabupaten Bulukumba
dilihat dari segi biaya yakni penentuan besaran biaya berdasarkan kepada SP izin
usaha perdagangan yang merupakan surat turunan dari SOP pelayanan perizinan.
Dimana besaran biaya penerbitan izin usaha perdagangan tersebut tidak dikenakan
biaya (gratis). Adapun biaya yang dikenakan merupakan biaya retribusi tempat
usaha yang besaran biayanya telah ditentukan menggunakan indeks perhitungan
yang dihitung langsung dan ditetapkan oleh instansi tehins dalam hal ini dinas
perindustrian dan perdagangan (DISPERINDAG) Kabupaten Bulukumba.
Terkait penyampaian informasi biaya pelayanan, dilaksanakan dengan cara
penyampaian langsung oleh pihak DPMPTSP melalui loket pendaftaran perizinan
kepada masyarakat dan pembayaran dilakukan langsung oleh pemohon melalui
bank. Sedangkan besaran biaya yang diterima masyarakat dengan besaran biaya
yang menjadi standar berbeda-beda.
Dari observasi serta beberapa wawancara yang dilakukan penulis, dapat
ditarik kesimpulan bahwa dari aspek biaya, pelayanan yang dilaksanakan belum
sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal ini terbukti dari adanya ketidaksesuaian
biaya pelayanan yang diterima oleh beberapa masyarakat. Beberapa masyarakat
tersebut menerima biaya pelayanan yang tidak sesuai dengan standar biaya
pelayanan yang ada. Adanya biaya tambahan yang dikenakan kepada masyarakat
merupakan tindakan diluar aturan yang secara nyata terjadi di lokasi. Dari segi
97
kejelasan informasi biaya pelayanan, BPTPM memang memberikan penjelasan
secara baik dan jelas. Namun dari segi pelaksanaan tetap saja ada oknum yang
melakukan tindakan menyimpang dari aturan.
Sejumlah aturan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten
Bulukumba terkait biaya pelayanan memang diatur sedemikian rupa agar
meminimalkan interaksi langsung pemberi pelayanan dan pengguna pelayanan
dalam kaitannya dengan pembayaran retribusi izin. Seperti adanya aturan bahwa
segala pembiayaan tidak dilakukan secara langsung. Hal ini tercantum dalam
Keputusan MENPAN Nomor 29 tahun 2004 tentang petunjuk teknis transparansi
dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dimana tranparansi
mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan
secara personal antara pemohon/ penerima pelayanan dengan pemberi pelayanan.
Unit pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung
dari penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas
mengelola keuangan/bank yang ditunjuk oleh pemerintah/unit pelayanan.
Disamping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan
tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan. Hal ini dilakukan guna
mencegah timbulnya penyimpangan pada aparat birokrasi seperti KKN (korupsi,
Kolusi dan neprotisme).
Besaran biaya dalam pelayanan telah diatur dalam Peraturan Daerah
kabupaten Bulukumba Nomor 6 tahun 2012 tentang retribusi izin tertentu, dimana
besaran retribusi dikenakan berdasarkan indeks perhitungan yang dilihat dari luas
dan lokasi tempat usaha. Indeks atas usaha dengan lokasi yang lebih strategis
98
tentunya akan memiliki indeks lebih tinggi dibanding tempat usaha dengan lokasi
yang kurang strategis.
Namun, adanya aturan yang mengikat baik aparat birokrasi maupun
masyarakat untuk tidak menerima atau tidak memberikan biaya langsung tidak
serta merta mengurangi tindakan oknum tersebut untuk melakukan pemungutan
biaya diluar prosedur. Padahal sudah tertera dengan jelas pada sarana informasi
yang ada di kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba bahwa Loket pendaftaran tidak menerima biaya apapun,
dalam hal tersebut pembayaran dilakukan sendiri oleh masyarakat di Bank.
Untuk itu perlu adanya tindakan tegas dari pihak penyedia pelayanan
dalam hal ini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba untuk tidak memungut atau menerima biaya apapun dari
masyarakat guna perbaikan pelayanan kedepannya. Selain itu perlu adanya
kesadaran masyarakat untuk patuh terhadap aturan dengan tidak memberikan
biaya tambahan karena standar biaya tersebut sudah diatur sebelumnya, Dengan
begitu pelayanan dapat terlaksana sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP)
pelayanan.
c. Jangka waktu
Akuntabilitas dari aspek jangka waktu, dalam pelayanan khususnya
Pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan di Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba diukur dari kesesuaian
standar waktu dengan jangka waktu penyelesaian izin yang diterima masyarakat
serta kejelasan informasi mengenai waktu pelayanan
99
Di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba sendiri, standar waktu yang diterapkan dalam pelayanan berdasarkan
pada SP Turunan dari SOP pelayanan izin usaha. Dalam SP tersebut, waktu
pelayanan Surat izin usaha perdagangan yakni 5 hari kerja. Terhitung sejak
masuknya berkas pemohon hingga penerbitan izin usaha. Hal ini membuktikan
bahwa pemerintah kabupaten Bulukumba menyusun sebaik mungkin standar
waktu tersebut guna mengefisienkan waktu pelayanan sehingga proses
penyelenggaraan pelayanan perizinan dapat terlaksana dengan cepat.
Dari wawancara dan observasi yang telah penulis lakukan seperti beberapa
petikan wawancara yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan
bahwa dari aspek jangka waktu, pelayanan di Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba belum sepenuhnya
terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dari belum adanya penyampaian informasi
yang jelas kepada beberapa masyarakat mengenai waktu selesainya izin usaha
mereka. Sehingga beberapa masyarakat bahkan tidak mengetahui mengenai
standar waktu pelayanan yang ada. Belum adanya kepastian jangka waktu tersebut
mengakibatkan masyarakat hanya menunggu panggilan untuk mengambil surat
izin usaha yang telah jadi.
Selain itu, jangka waktu pelayanan izin usaha yang masyarakat terimapun
berbeda-beda. Hal ini salah satunya diakibatkan oleh koordinasi dengan instansi
tehnis yang belum terlaksana dengan baik. Sehingga tinjauan langsung ke lokasi
atau tempat usaha oleh tim tehnis tidak dilakukan tepat waktu. Oleh karena itu,
beberapa masyarakat justru mempercayakan pengurusan surat izinnya kepada
100
teman yang bekerja pada DPMPTSP Kabupaten Bulukumba guna mempersingkat
waktu penyelesaian izin usahanya.
Ketidakpastian waktu penyelesaian izin sebenarnya bukan hanya tanggung
jawab dari DPMPTSP sendiri, karena DPMPTSP sebagai penyelenggara
pelayanan langsung kepada masyarakat juga dalam menyelesaikan izin usaha
bekerja sama dengan dinas-dinas terkait. Salah satunya yakni dinas perindustrian
dan perdagangan dalam hal penyelesaian surat izin usaha perdagangan (SIUP).
Ketepatan waktu peninjauan lapangan dari instansi tehnis juga mengambil peran
penting dalam hal penyelesaian izin usaha karena apabila peninjauan terlambat
dilakukan maka tentunya jangka waktu selesainya izin juga tertunda. Oleh karena
itu perlu adanya koordinasi yang baik antara DPMPTSP dengan instansi tersebut
guna penyelesaian pelayanan izin usaha sesuai dengan standar waktu yang telah
ditetapkan.
d. Responsif
Pelayanan publik yang responsif diukur dari daya tanggap aparat birokrasi
kepada masyarakat dalam proses penyelenggaraan pelayanan. Yakni daya tanggap
pegawai ketika masyarakat mengalami kendala dalam pelayanan serta sikap
pegawai dalam memberikan pelayanan.
Dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 tahun 2004 tentang Pedoman
umum Penyelenggaraan pelayanan publik, diamanatkan bahwa pelayanan publik
dalam pelaksanaannya harus dapat memenuhi beberapa prinsip pelayanan. Salah
satunya prinsip kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan. Prinsip tersebut
mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemberi
101
pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan
pelayanan dengan ikhlas.
Di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Bulukumba, dalam melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing bagian
berdasarkan pada Standar operasional prosedur (SOP). Selain itu pegawai pada
bagian Front office yang menangani langsung masyarakat dibekali dengan
pelatihan maupun pendidikan tentang cara melayani dan merespon masyarakat
dalam pelaksanaan pelayanan. Sehingga pegawai memiliki kecakapan serta
kemampuan yang cukup untuk melayani masyarakat.
Dari observasi langung serta beberapa wawancara yang dilakukan baik
dari pihak DPMPTSP sendiri maupun dari masyarakat yang telah dijabarkan
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa dari segi respon pelayanan sudah
terlaksana dengan cukup baik dan responsif. Hal ini terlihat dari pelayanan yang
diterima masyarakat, kebanyakan masyarakat menerima respon yang baik dari
pegawai saat pengurusan izin usaha salah satunya pada saat mereka terkendala di
pengurusan berkas.
Hal ini juga terlihat dari sikap pegawai dalam memberikan pelayanan,
dilakukan dengan ramah dan sopan. Hal ini dibenarkan oleh masyarakat yang
menerima pelayanan langsung. Ini merupakan salah satu dampak dari upaya
perbaikan kualitas pegawai yang telah dijelaskan sebelumnya yakni dengan
pendidikan dan pelatihan. Adanya pendidikan dan pelatihan yang diberikan
tentunya menjadi modal utama perbaikan pelayanan kedepannya.
102
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis jabarkan pada bab pembahasan,
dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan proses pelayanan perizinan khususnya
pelayanan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) di Kabupaten Bulukumba belum
akuntabel. Diukur dari aspek proses penyelenggaraan pelayanan yang dimana
terdapat beberapa indikator yakni prosedur, biaya, jangka waktu serta respontif.
1. Prosedur, biaya, serta jangka pelayanan belum terlaksana dengan baik. Hal ini
terlihat dari belum adanya kesesuaian prosedur, biaya, serta waktu yang
ditetapkan pada standar pelayanan dengan yang diterima masyarakat. Serta
belum adanya kejelasan informasi pelayanan. Ketidaksesuaian prosedur
pelayanan yakni pada sistem pembayaran. Di mana masyarakat diarahkan
untuk membayar pada pegawai dan bukan pada bank
2. Aspek biaya, besaran biaya yang diterima masyarakat tidak sesuai yakni
melebihi jumlah biaya yang seharusnya atau yang tergambar pada SOP.
3. Waktu, pelayanan SIUP di DPMPTSP Kabupaten Bulukumba belum
terlaksana dengan tepat waktu. Hal ini terlihat dari penyelesaian izin usaha
yang melebihi standar waktu.
4. Dari aspek responsif, pelayanan SIUP di Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba, menunjukkan bahwa
pegawai cukup responsif. Hal ini terlihat dari daya tanggap pegawai kepada
masyarakat serta sikap yang ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan.
103
B. Saran
Dari hasil penelitian dan observasi yang penulis lakukan, beberapa saran
yang direkomendasikan diharapkan untuk penyempurnaan pelayanan di Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba.
1. Penyampaian informasi pelayanan perlu dilaksanakan secara jelas kepada
masyarakat khususnya informasi terkait prosedur, biaya, serta jangka
waktu pelayanan. Sehingga masyarakat dapat mengetahui dengan jelas
seluruh rangkaian pelayanan yang akan diterimanya. Utamanya jangka
waktu pelayanan. Perlu adanya papan informasi yang memuat gambaran
umum standar jangka waktu pelayanan sehingga masyarakat mampu
mengestimasikan jangka waktu selesainya izin usaha mereka.
2. Pihak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Bulukumba harus mampu mentaati aturan pelayanan terkait
pelaksanaan prosedur pelayanan, serta perlu dilakukan tindak tegas bagi
aparat birokrasi yang melaksanakan pelayanan diluar prosedur yang telah
ditetapkan.
3. Perlu adanya koordinasi yang jelas antara DPMPTSP Kabupaten
Bulukumba dengan instansi-instansi terkait penyelesaian izin usaha.
Adanya koordinasi ini bertujuan agar penyelesaian izin usaha dapat
berjalan dengan baik dan tepat waktu.
4. Perlu adanya ketegasan dari pihak DPMPTSP sendiri untuk tidak
memungut atau menerima biaya apapun yang tidak sesuai dengan standar.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat akan
kinerja organisasi publik.
104
DAFTAR PUSTAKA
Batinggi A, Badu Ahmad. 2013. Manajemen Pelayanan Publik. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Dwiyanto, A. Partini, Raminto,W. 2012. Reformasi Birokrasi publik di
Indonesia. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Yogyakarta
Dwiyanto, Agus. 2012. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. (Online) http://www.banyumaskab.go.id. Diakses Pada Tanggal
24 Oktober 2019. Pukul 06.19 WIB.
Effendi, Sofian. 2005. Membangun Budaya Birokrasi Untuk Good Governance.
Makalah Seminar Reformasi Birokrasi Kantor Menteri Negara PAN
2005
Kumorotomo, Wahyudi. 2013. Akuntabilitas Birokrasi Publik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Mardoto. 2009. Mengkritisi Clean And Good Governance Di Indonesia. (Online)
https://Mardoto.com. Diakses Pada Tanggal 24 Oktober 2019. Pukul
06.29 WIB.
Nisjar, S. Karhi. 1997. Beberapa Catatan Tentang Good Governance, Jurnal
Administrasi dan Pembangunan. Himpunan Sarjana Administrasi
Indonesia.
Peraturan Bupati Bulukumba Nomor 49 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Perizinan dan Nonperizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bulukumba.
Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 14 Tahun 2016 Tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah.
Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/M-DAG/PER/2/2017 Tentang
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan.
Prasetijo. 2009. Good Governance Dan Pembangunan Berkelanjutan.
(Online)https://prasetijo.wordpress.com. Diakses Pada Tanggal 24
Oktober 2019. Pukul 06.33 WIB
Rakhmat. 2007. Membangun Birokrasi Pemerintah Daerah Yang Bercirikan
Akuntabilitas Publik. Jurnal Studi Ilmu Administrasi Negara, September
2007
105
Raba, M. 2006. Akuntabilitas, Konsep dan Implementasi. Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Rakhmat. 2009. Teori Administrasi dan Manajemen Publik. Jakarta
Ratminto. 2015. Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual,
Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rosjidi. 2015. Akuntansi Sektor Publik Pemerintah: Kerangka, Standar dan
Metode. Surabaya: Aksara Satu
SANKRI,2004. Landasan dan Pedoman Pokok Penyelenggaraan dan
Pengembangan System Administrasi Negara. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara
Sinambela. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
106
L
A
M
P
I
R
A
N
107
DOKUMENTASI PENELITIAN
108
109
110
RIWAYAT HIDUP
Hajrah, lahir pada tanggal 20 juli 1994 di Tonrong, Desa
Anrang, Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba,
Sulawesi Selatan. Anak kelima dari enam bersaudara, buah
cinta dari pasangan bapak Abd. Majid dan ibu Muna.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN
276 Campulea pada tahun 2008. Pada tahun itu juga penulis melanjutkan
pendidikan di SMP Terpadu Syekh Muhammad Ja’far Banyorang dan tamat pada
tahun 2011. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di MA As’adiyah Pattiro
dan tamat pada tahun 2014. Pada jenjang perguruan tinggi penulis tercatat sebagai
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Fisipol Unismuh Makassar pada tahun
2014.
Dengan ketekunan serta motivasi yang tinggi untuk terus belajar dan berusaha.
Penulis telah berhasil menyelesaikan pengerjaan tugas akhir skripsi ini. Semoga
dengan penulisan tugas akhir skripsi ini mampu memberikan kontribusi positif
bagi dunia pendidikan.
Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya atas
terselesaikannya skripsi yang berjudul ”Akuntabilitas Proses Pelayanan Surat
Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Di Kabupaten Bulukumba”