77

skripsi atresia ani.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • !"#!!$$%#& ##&'#

    (

    )**+,-.)/)

    0

    1-*).

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

    rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penulisan karya

    ilmiah akhir ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

    Profesi Keperawatan. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari

    berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya ilmiah

    akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini,

    oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

    1) Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

    Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan

    serta nasehat selama penulis menjalani studi di FIK UI.

    2) Ibu Kuntarti, SKp., M.Biomed selaku Koordinator Mata kuliah Tugas Akhir

    dan Ketua Program Studi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

    yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan karya

    ilmiah akhir ini.

    3) Ibu Siti Chodidjah, SKp,M.N selaku dosen pembimbing yang telah

    menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan

    masukan berharga dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini.

    4) Bapak Ns. Faisal S.kep selaku pembimbing klinik yang telah menyediakan

    waktu dalam memberikan bimbingan yang bermanfaat dalam penyusunan

    karya ilmiah akhir ini.

    5) Teman-teman seperjuangan FIK UI 2010 yang telah memberikan semangat

    dan bantuan kepada saya hingga penyelesaian karya ilmiah akhir ini.

    6) Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir

    ini.

    Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

    kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini

    membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

    Depok, 11 Juli 2013

    Penulis

    v Universitas Indonesia

  • ABSTRAK

    Nama : Ade Kurniah

    Program Studi : Ilmu Keperawatan

    Judul : Analisis Praktek Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat

    Perkotaan pada Klien Atresia Ani di lantai III Utara RSUP

    Fatmawati

    Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan

    keperawatan pada anak dengan atresia ani pre dan postoperasi tutup kolostomi,

    dengan aplikasi terapi musik untuk mengurangi nyeri. Atresia Ani merupakan

    kelainan bawaan (kongenital), dimana tidak adanya lubang anus. Perawatan pre

    dan postoperasi tutup kolostomi menimbulkan nyeri pada anak. Salah satu

    intervensi untuk meminimalkan nyeri tersebut dengan menggunakan terapi musik.

    Terapi musik merupakan salah satu penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis.

    Nyeri post operasi dan tindakan invasif perlu penanganan untuk meminimalkan

    rasa sakit yang dirasakan anak. Hasil dari penerapan intervensi terapi musik yang

    telah dilakukan pada anak atresia ani selama 3 hari untuk mengurangi nyeri

    terbukti efektif menurunkan skala nyeri klien dari skala nyeri 5 menjadi 3

    dengan menggunakan FLACC postoperative pain scale.

    Kata kunci: anak, atresia ani, nyeri, terapi musik.

    vii Universitas Indonesia

  • ABSTRACT

    Name : Ade Kurniah

    Study Program : Nursing Science

    Topic : Analysis of Urban Community Health Nursing Clinical

    Practice on the Atresia Ani Client in the North Third

    Floor of RSUP Fatmawati .

    This final scientific work aims to provide an overview of nursing care to children

    with pre and postoperative atresia ani closed colostomy, with the application of

    music therapy to reduce pain. Atresia ani is a congenital abnormality, where there

    is no anal duct. Operative procedur to treat this congenital abnormality causes the

    children pain. Music therapy can be used to minimize the pain. Music therapy is

    one of the non-pharmacological pain management. Music therapy proved reduce

    the pain effectively to from scale of 5 to 3 with the using of FLACC postoperative

    pain scale.

    Keywords: children, atresia ani, pain, music therapy.

    viii Universitas Indonesia

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... ii

    HALAMAN BEBAS PLAGIAT ................................................................ iii

    LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ................................................................................ v

    LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................ vi

    ABSTRAK ................................................................................................... vii

    ABSTRACT ................................................................................................. viii

    DAFTAR ISI ............................................................................................... ix

    DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi

    BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3 1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 3

    1.3.1 Tujuan Umum .............................................................................. 3 1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................. 3

    1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................. 4 1.4.1 Manfaat Teoritis ........................................................................... 4 1.4.2 Manfaat Aplikatif ......................................................................... 4 1.4.3 Manfaat Metodologis.................................................................... 5

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6

    2.1 Atresia Ani ............................................................................................. 6 2.1.1 Pengertian .......................................................................... . 6 2.1.2 Etiologi ........................................................................................ 7

    2.1.3 Patofisiologi ................................................................................ 7

    2.1.4 Klasifikasi . 8 2.1.5 Manifestasi Klinik. 9 2.1.6 Penetapan Diagnosis 9 2.1.7 Penanganan... 9 2.1.8 Komplikasi 12 2.1.9 Masalah Keperawatan. 13 2.1.10 Intervensi Keperawatan 13 2.2 Nyeri... 14 2.2.1 Pengertian Nyeri 14 2.2.2 Klasifikasi Nyeri. 15 2.2.3 Mekanisme Nyeri 16 2.2.4 Teori Pengontrolan Nyeri 18 2.2.5 Skala Penilaian Nyeri 19 2.2.6 Penatalaksanaan Nyeri 21 2.3 Terapi Musik. 23 2.4 WOC Atresia Ani.. 26

    ix Universitas Indonesia

  • BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ................................ 28

    3.1 Pengkajian ............................................................................................... 28

    3.2 Masalah Keperawatan ............................................................................. 30

    3.3 Intervensi Keperawatan ........................................................................... 30

    3.4 Implementasi Keperawatan... 31 3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................. 32

    BAB 4 ANALISIS SITUASI ........................................................................ 34

    4.1 Profil Lahan Praktik ............................................................................... 34

    4.2 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP Dan Konsep

    Kasus Terkait ......................................................... ............................... 35

    4.3 Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Penelitian Terkait ...... 36

    4.4 Alternatif Pemecahan Yang Dapat Dilakukan ....................................... 38

    BAB 5 PENUTUP ........................................................................................ 39

    5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 39

    5.2 Saran ........................................................................................................ 39

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 41

    LAMPIRAN

    x Universitas Indonesia

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Pengkajian klien dengan atresia ani Lampiran 2 Nursing care plans klien dengan atresia ani Lampiran 3 Catatan perkembangan klien dengan atresia ani

    xi Universitas Indonesia

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Atresia ani atau anus imperporata adalah malformasi congenital dimana rectum

    tidak mempunyai lubang ke luar (Wong,2004). Sebagian besar prognosis atresia

    ani biasanya baik bila didukung perawatan yang tepat dan juga tergantung

    kelainaan letak anatomi saat lahir. Atresia ani bila tidak segera ditangani maka

    dapat terjadi komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi dan inkontinensia

    feses.

    Kehidupan masyarakat perkotaan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk, dan

    polusi udara. Sulitnya mencari pekerjaan untuk kaum urban berpendidikan

    rendah, membuat banyak kaum urban berada pada tingkat ekonomi menengah ke

    bawah. Tinggal di pemukiman padat dan kumuh dengan polusi udara dan pola

    konsumsi nutrisi yang mungkin kurang baik. Rendahnya tingkat pendidikan dan

    tingkat ekonomi sangat memungkinkan terbatasnya keluarga dengan ibu hamil

    terpapar dengan informasi kesehatan tentang nutrisi kehamilan. Nutrisi yang

    dikonsumsi ibu selama kehamilan dipercaya dapat mempengaruhi perkembangan

    janin. Polusi udara dari asap rokok/nikotin dikaitkan dengan retardasi

    pertumbuhan janin dan peningkatan mortalitas dan morbiditas bayi dan perinatal

    (Bobak, 2005). Atresia ani merupakan salah kelainan kongenital yang dapat

    dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan atau keduanya.

    Atresia ani terjadi pada 1 dari setiap 4000-5000 kelainan hidup. Secara umum

    atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula

    rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemuai pada bayi laki-laki,

    diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan jenis atresia ani

    yang paling banyak ditemukan adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular

    dan fistula perineal (Oldham K,2005).

  • 2

    Universitas Indonesia

    Angka kejadian kasus atresia ani di RSUP fatmawati selama kurun waktu 3 bulan

    dari Januari sampai Maret 2013 ada sekitar 14 kasus dari 100 klien yang dirawat

    di gedung Teratai lantai III Utara. Dari 14 kasus atresia ani tersebut sekitar 7

    kasus dirawat untuk tutup kolostomi.

    Atresia ani letak tinggi memerlukan penatalaksanaan operasi bertahap yaitu

    pembuatan kolostomi, pembuatan saluran anus/PSARP (posterior sagital

    anorectoplasty), dan yang terakhir tutup kolostomi. Perawatan pada klien tutup

    kolostomi memerlukan perhatian yang serius terutama pada penatalaksanaan

    cairan intravena dan perawatan luka. Nyeri, puasa lama, dan hari perawatan yang

    lama menimbulkan trauma bagi anak. Perawat memegang peranan penting dalam

    mengurangi efek hospitalisasi pada anak, terutama nyeri.

    Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya bagi anak yang berusia 1- 3 tahun.

    Pertumbuhan dan perkembangan tersebut harus dijaga kelangsungannya dengan

    upaya stimulasi yang dpat dilakukan, sekalipun anak dalam perawatan dirumah

    sakit. Bermain pada anak di rumah sakit sebagai media bagi anak untuk

    mengekspresikan perasaan, relaksasi, dan distraksi perasaan yang tidak nyaman

    (Supartini, 2004). Terapi musik dapat di jadikan alternatif dalam meminimalkan

    nyeri dan ketidaknyamanan pada anak yang mengalami hospitalisasi sebagai

    bagian dari program bermain pada anak.

    Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh

    seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan

    kesehatan mental, fisik, emosional, dan spiritual. Terapi musik disebut juga

    sebagai terapi pelengkap Penggunaan terapi musik bisa diterapkan kepada setiap

    anak dalam berbagai kondisi. Terapi musik bisa dilakukan untuk mengurangi

    ketidaknyamanan anak yang menjalani serangkaian tindakan.prosedur

    keperawatan selama di rawat di rumah sakit.

  • 3

    Universitas Indonesia

    1.2 Perumusan Masalah

    Tindakan invasif seperti pemasangan infus dan perawatan luka merupakan salah

    satu prosedur yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan serta rasa tidak

    nyaman bagi anak akibat nyeri yang dirasakan saat prosedur tersebut

    dilaksanakan. Anak seringkali merasa takut dan menganggap prosedur tindakan

    dapat mengancam integritas tubuhnya. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri

    anak usia toddler akan ditunjukan dengan perilaku menangis, menjerit, menolak

    perawat, dan tidak kooperatif (Wong,2006).

    Berbagai upaya perawat dilakukan untuk meminimalkannya dalam meningkatkan

    rasa nyaman anak baik secara mandiri maupun kolaboratif. Terapi musik

    merupakan salah satu upaya dalam intervensi keperawatan untuk mengatasi atau

    meminimalkan nyeri secara nonfarmakologis yang diketahui efektif menurunkan

    nyeri yang ditimbulkan akibat prosedur invasif, namun pada kenyataannya belum

    banyak dilaksanakan khususnya di Indonesia. Hal ini membuat penulis tertarik

    untuk mengetahui bagaimana pengaruh terapi musik terhadap asuhan

    keperawatan pada anak usia toddler dengan atresia ani pre dan post operasi tutup

    kolostomi yang dirawat di lantai 3 Utara RSUP Fatmawati.

    1.3 Tujuan Penulisan

    1.3.1 Tujuan Umum

    Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik

    dalam menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan pada anak yang dirawat

    dengan atresia ani pre dan postoperasi tutup kolostomi.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1.3.2.1 Melakukan pengkajian yang dibutuhkan terkait dengan asuhan

    keperawatan pada anak dengan atresia ani pre dan psot operasi

    tutup kolostomi.

  • 4

    Universitas Indonesia

    1.3.2.2 Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada anak dengan atresia ani

    pre dan post operasi tutup kolostomi.

    1.3.2.3 Membuat perencanaan asuhan keperawatan yang tepat bagi anak

    dengan atresia ani pre dan post operasi tutup kolostomi.

    1.3.2.4 Mengidentifikasi terapi musik yang tepat dalam menururnkan

    intensitas nyeri dan kecemasan pada anak yang dirawat dengan

    atresia ani pre dan post operasi tutup kolostomi.

    1.3.2.5 Menganalisis pengaruh terapi musik dalam menurunkan intensitas

    nyeri dan ketidaknyamanan pada anak dengan atresia ani pre dan

    psot operasi tutup kolostomi.

    1.4 Manfaat Penulisan

    1.4.1 Manfaat Keilmuan

    Karya ilmiah ini berguna sebagai bahan pengajaran dan pengembangan

    ilmu yang dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan terkait terapi

    musik yang dapat digunakan untuk menrurnkan intensitas nyeri dan

    ketidaknyamanan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak

    dengan atresia ani pre dan post operasi tutup kolostomi.

    1.4.2 Manfaat Aplikatif

    Karya ilmiah ini berguna dalam memberikan berbagai cara alternatif untuk

    mempermudah perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan

    meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan pada anak terutama yang

    dirawat dengan atresia ani pre dan post operasi tutup kolostomi.

  • 5

    Universitas Indonesia

    1.4.3 Manfaat Metodologi

    Hasil karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam area

    keperawatan pediatrik yang berkaitan dengan bermain terapeutik pada anak

    dan untuk selanjutnya untuk meningkatkan keefektifan pemberian asuhan

    keperawatan kepada anak dengan atersia ani. Selain itu, karya ilmiah ini

    juga berguna sebagai bahan referensi dan dapat menjadi ide dalam

    mengembangkan penelitian selanjutnya terkait asuhan keperawatan anak

    denga atresia ani pre dan postoperasi tutup kolostomi dalam meminimalkan

    nyeri dan ketidaknyamanan selama hospitalisasi.

  • 6 Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Atresia Ani

    2.1.1 Pengertian

    Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata anus.

    Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal

    pada anorektal di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau anus

    imperporata adalah malformasi congenital dimana rectum tidak

    mempunyai lubang ke luar (Wong,2004). Atresia ani / Atresia rekti

    adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara kongenital (Dorland,

    1998). Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus

    imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun

    2002). Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak

    adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

    2.1.2 Etiologi

    Penyebab kelainan ini belum diketahui secara pasti. Dalam beberapa

    kasus, atresia ani kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan

    faktor lingkungan (seperti peggunaan obat-obatan dan konsumsi

    alkohol selama masa kehamilan) namun hal ini masih belum jelas

    (Bobak, 2005).

    Kelainan genetik atau bawaan (autosomal) anus disebabkan oleh

    gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan

    embriogenik. Pada minggu kelima sampai ketujuh pada usia kehamilan,

    terjadi gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus

    urogenital, biasanya karena gangguan perkembangan septum urogenital.

  • 7

    Universitas Indonesia

    2.1.3 Patofisiologi

    Pada usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang menjadi saluran

    urinari, genital dan rektum. Usia gestasi minggu ke-6, septum urorektal

    membagi kloaka menjadi sinus urogenital anterior dan intestinal

    posterior. Usia gestasi minggu ke-7, terjadi pemisahan segmen rektal

    dan urinari secara sempurna. Pada usia gestasi minggu ke-9, bagian

    urogenital sudah mempunyai lubang eksterna dan bagian anus tertutup

    oleh membrane. Atresia ani muncul ketika terdapat gangguan pada

    proses tersebut.

    Selama pergerakan usus, mekonium melewati usus besar ke rektum dan

    kemudian menuju anus. Persarafan di anal kanal membantu sensasi

    keinginan untuk buang air besar (BAB) dan juga menstimulasi aktivitas

    otot. Otot tersebut membantu mengontrol pengeluaran feses saat buang

    air. Pada bayi dengan malformasi anorektal (atresia ani) terjadi

    beberapa kondisi abnormal sebagai berikut: lubang anus sempit atau

    salah letak di depan tempat semestinya, terdapat membrane pada saat

    pembukaan anal, rectum tidak terhubung dengan anus, rectum

    terhubung dengan saluran kemih atau sistem reproduksi melalui fistula,

    dan tidak terdapat pembukaan anus.

    2.1.4 Klasifikasi

    2.1.4.1 Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator), ciri-

    cirinya adalah rektum turun sampai ke otot puborektal,

    spingter ani eksternal dan internal berkembang sempurna

    dengan fungsi yang normal, rektum menembus muskulus

    levator ani sehingga jarak kulit dan rektum paling jauh 2 cm.

    Tipe dari kelainan rendah antara lain adalah anal stenosis,

    imperforata membrane anal, dan fistula ( untuk laki-laki fistula

    ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan untuk

    perempuan anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula

    merupakan fistula ke perineal, vestibular atau vaginal).

  • 8

    Universitas Indonesia

    2.1.4.2. Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly), ciri-

    cirinya adalah ujung rektum mencapai tingkat muskulus

    Levator ani tetapi tidak menembusnya, rektum turun melewati

    otot puborektal sampai 1 cm atau tepat di otot puborektal, ada

    lesung anal dan sfingter eksternal. Tipe kelainan intermediet

    antara lain, untuk laki-laki bisa rektobulbar/rektouretral fistula

    yaitu fistula kecil dari kantong rektal ke bulbar), dan anal

    agenesis tanpa fistula. Sedangkan untuk perempuan bisa

    rektovagional fistula, analgenesis tanpa fistula, dan

    rektovestibular fistula.

    2.1.4.3 Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan Supralevator).

    Kelainan tinggi mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-laki

    ada anorektal agenesis, rektouretral fistula yaitu rektum buntu

    tidak ada hubungan dengan saluran urinary, fistula ke prostatic

    uretra. Rektum berakhir diatas muskulus puborektal dan

    muskulus levator ani, tidak ada sfingter internal. Perempuan

    ada anorektal agenesis dengan fistula vaginal tinggi, yaitu

    fistula antara rectum dan vagina posterior. Pada laki dan

    perempuan biasanya rectal atresia.

    Klasifikasi Berdasarkan Wingspread

    Kelompok Kelainan Tindakan

    I Laki-laki :Fistel urin, atresia rektum,

    perineum datar, fistel tidak ada,

    invertogram:udara >1 cm dari kulit

    Perempuan :Kloaka, fistel vagina, fistel

    anovestibular/ rektovestibular, atresia

    rektum, fistel tidak ada,

    invertogram:udara >1 cm dari kulit

    Kolostomi neonatus; operasi

    definitif pada usia 4-6 bulan

    Kolostomi neonatus

    II Laki-laki :Fistel perineum, membran

    anal, stenosis anus, fistel tidak ada,

    invertogram:udara

  • 9

    Universitas Indonesia

    2.1.5 Manifestasi Klinik

    Manifestasi klinik pada klien dengan atresia ani antara lain mekonium

    tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran atau keluar

    melalui saluran urin, vagina atau fistula. Pada bayi baru lahir tidak

    dapat dilakukan pengukuran sehu secara fekal. Distensi abdomen dapat

    terjadi bertahap dalam 8-24 jam pertama. Pemeriksaan fisik ditemukan

    adanya tanda-tanda obstruksi usus dan adanya konstipasi. Muntah pada

    bayi umur 24048 jam atau bila bayi diberi makan juga perlu

    diperhatikan. Pembukaan anal terbatas atau adanya misplaced

    pembukaan anal. Lebih dari 50% klien dengan atresia ani mempunyai

    kelainan congenital lain.

    2.1.6 Penetapan diagnosis

    Penetapan diagnosis untuk atresia ani dapat dilakukan dengan

    pemeriksaan fisik dan diagnostik. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan

    dengan penampilan fisik anus, dan pembukaan anus. Pemeriksaan

    diagnostic yang dilakukan untuk menetapkan diagnosis atresia ani

    antara lain urinalisis, abdominal X-Ray, pyelogram intravena, USG

    abdomen, CT-Scan, MRI, kolonogram distal, aspirasi jarum, dan

    radiografi invertogram.

    2.1.7 Penanganan

    2.7.1 Penatalaksanaan Medis

    1. Kolostomi

    Bayi laki-laki maupun perempuan yang didiagnosa

    mengalami malformasi anorektal (atresia ani) tanpa fistula

    membutuhkan satu atau beberapa kali operasi untuk

    memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk operasi yang

    pertama dan biasa dilakukan. Kolostomi dilakukan untuk

    anomaly jenis kelainan tinggi (High Anomaly),

    rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral

    fistula, atresia rektum, dan jika hasil jarak udara di ujung

  • 10

    Universitas Indonesia

    distal rektum ke tanda timah atau logam di perineum pada

    radiologi invertogram > 1 cm. Tempat yang dianjurkan

    ada 2 : transverso kolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk

    kolostomi yang aman adalah stoma laras ganda.

    Kolostomi merupakan perlindungan sementara (4-8

    minggu) sebelum dilakukan pembedahan. Pemasangan

    kolostomi dilanjutkan 6-8 minggu setelah anoplasty atau

    bedah laparoskopi. Kolostomi ditutup 2-3 bulan setelah

    dilatasi rektal/anal postoperatif anoplasty. Kolostomi

    dilakukan pada periode perinatal dan diperbaiki pada usia

    12-15 bulan

    2. Dilatasi Anal (secara digital atau manual)

    Dilatasi anal dilakukan pertama oleh dokter, kemudian

    dilanjutkan oleh perawat. Setelah itu prosedur ini

    diajarkan kepada orang tua kemudian dilakukan mandiri.

    Klien dengan anal stenosis, dilatasi anal dilakukan 3x

    sehari selama 10-14 hari. Dilatasi anal dilakukan dengan

    posisi lutut fleksi dekat ke dada. Dilator anal dioleskan

    cairan/minyak pelumas dan dimasukkan 3-4 cm ke dalam

    rektal.

    Pada perawatan postoperatif anoplasty, dilatasi anal

    dilakukan beberapa minggu (umumnya 1-2 minggu)

    setelah pembedahan. Dilatasi anal dilakukan dua kali

    sehari selama 30 detik setiap hari dengan menggunakan

    Hegar Dilator. Ukuran dilator harus diganti setiap minggu

    ke ukuran yang lebih besar. Ketika seluruh ukuran dilator

    dapat dicapai, kolostomi dapat ditutup, namun dilatasi

    tetap dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi.

  • 11

    Universitas Indonesia

    Ukuran Hegar Dilator:

    Umur Anak Hegar Dilator

    1-4 bulan 12

    4-12 bulan 13

    8-12 bulan 14

    1-3 tahun 15

    3-12 tahun 16

    >12 tahun 17

    3. Anoplasty

    Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi

    cukup umur dan tanpa kerusakan lain. Operasi ditunda

    paling lama sampai usia 3 bulan jika tidak mengalami

    konstipasi. Anoplasty digunakan untuk kelainan

    rektoperineal fistula, rektovaginal fistula, rektovestibular

    fistula, rektouretral fistula, atresia rektum.

    4. Bedah Laparoskopik/Bedah Terbuka Tradisional

    Pembedahan ini dilakukan dengan menarik rectum ke

    pembukaan anus.

    2.7.2 Penatalaksanaan Non Medis

    1. Toilet Training

    Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan

    strategi yang sama dengan anak normal,misalnya pemilihan

    tempat duduk berlubang untuk eliminasi dan atau

    penggunaan toilet. Tempat duduk berlubang untuk eliminasi

    yang tidak ditopang oleh benda lain memungkinkan anak

    merasa aman. Menjejakkan kaki le lantai juga memfasilitasi

    defekasi (Stark, 1994 dalam Hockenberry,2009).

  • 12

    Universitas Indonesia

    2. Bowel Management

    Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk

    membersihkan kolon.

    3. Diet Konstipasi

    Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan

    terlalu panas/dingin. Sayuran dimasak dengan benar.

    Menghindari buah-buahan dan sayuran mentah.

    Menghindari makanan yang memproduksi

    gas/menyebabkan kram, seperti minuman karbonat, permen

    karet, buncis, kol, makanan pedas, pemakaian sedotan.

    4. Diet Laksatif/Tinggi Serat

    Diet laksatif/tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsi

    makanan seperti ASI, buah-buahan, sayuran, jus apel dan

    apricot, buah kering, makanan tinggi lemak, coklat, dan

    kafein.

    2.1.8 Komplikasi

    Komplikasi jangka pendek yang dapat terjadi pada klien atresia ani

    adalah asidosis hiperkloremi, infeksi saluran kemih yang

    berkepanjangan, dan kerusakan uretra. Komplikasi jangka panjang

    yang dapat terjadi antara lain eversi mukosa anal, stenosis, infaksi dan

    kostipasi, masalah toilet training, prolaps mukosa anorectal, dan

    fistula kambuhan. Komplikasi lainnya antara lain obstruksi intestinal

    dan inkontinensia bowel.

    2.1.9 Masalah Keperawatan

    Masalah keperawatan preoperasi pada klien atresia ani adalah

    gangguan pola eliminasi konstipasi, gangguan rasa nyaman, dan

    gangguan proses keluarga. Masalah keperawatan postoperasi yang

    mungkin muncul adalah gangguan rasa nyaman nyeri, risiko tinggi

  • 13

    Universitas Indonesia

    infeksi, resiko tinggi kekurangan volume cairan, resiko kerusakan

    integritas kulit, dan resiko tinggi cedera.

    2.1.10 Intervensi Keperawatan

    Perawat bertanggung jawab dalam mengidentifkasi adanya kelainan

    anorektal berupa tidak adanya lubang anus, fistula genitourinari, dan

    kelainan tulang belakang. Bayi baru lahir yang tidak mengeluarkan

    feses dalam 24 jam setelah lahir membutuhkan pengkajian lebih lanjut

    dan mekonium yang keluar dari lubang yang salah harus segera

    dilaporkan.

    Asuhan keperawatan preoperatif meliputi evaluasi diagnostik,

    pengurangan tekanan intraabdomen, dan keseimbangan cairan.

    Evaluasi diagnostik yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium

    dan radiologi. Intervensi untuk pengurangan tekanan intraabdomen

    adalah klisma atau washing out (WO). Intervensi untuk keseimbangan

    cairan dengan pemantauan intake dan output, penkes orang tua klien

    untuk memenuhi kebutuhan minum klien sesuai BB klien, dan

    kolaborasi pemberian cairan intravena.

    Asuhan keperawatan post operatif anorektoplasti difokuskan pada

    penyembuhan luka operasi tanpa infeksi dan komplikasi lain, seperti:

    menjaga area anus tetap sebersih mungkin dengan perawatan yang

    sangan teliti, balutan temporer dan drain, perineal cleansing untuk

    mengurangi gesekan, zinc oxide dan hydrocolloids untuk mengurangi

    iritasi kulit, posisi side-lying prone dengan pinggang diangkat, posisi

    supine dengan kaki diangkat dengan sudut 90 terhadap tubuh,

    pemberian makanan secara teratur setelah ada gerakan peristaltik,

    NGT dipasang 48-96 jam post operasi sampai muncul peristaltik usus,

    dan pemberian cairan intra vena untuk menjaga keseimbangan cairan.

  • 14

    Universitas Indonesia

    Perawatan kolostomi yang dilakukan adalah merawat kulit di sekitar

    stoma, menjaga integritas kulit dengan hydrocolloid dressing, zinc

    oxide, atau campuran antara zinc oxide dan stoma, sementara untuk

    menjaga kepatenan kolostomi dari tarikan bayi/anak, maka dapat

    dilakukan dengan mengalihkan perhatian anak ketika mengganti

    kantung stoma dengan cara memberi mainan. Pendidikan Kesehatan

    yang dilakukan anatara lain: perawatan kolostomi, bowel management

    dan toilet training, modifikasi diet, dilatasi anal, dan dukungan kepada

    bayi.

    2.2 Nyeri

    2.2.1 Pengertian Nyeri

    Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri

    yang sama dan respon setiap individu pun berbeda-beda. Nyeri dapat

    merupakan faktor utama yang menghambat kemampuan dan

    keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit (Potter & Perry,

    2006). Karena persepsi nyeri sangat subjektif, individu yang bisa

    mengungkapkan nyerinya hanyalah yang mengalaminya (Strong,

    Unruh, Wright, & Baxter, 2002; Black & Hawks, 2009).

    Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional

    yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang

    bersifat aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-

    kejadian di mana terjadi kerusakan (International Assosiation for

    Study of Pain (IASP), 2007). Menurut Kozier, et al. (2004), nyeri

    adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat individual dan

    tidak dapat diungkapkan kepada orang lain. Nyeri juga didefinisikan

    sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak

    menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan

    potensial (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Black dan Hawks

    (2009) nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan

    disebabkan oleh stimulus spesifik mekanis, kimia, elektrik pada

  • 15

    Universitas Indonesia

    ujung-ujung saraf serta tidak dapat diserahterimakan kepada orang

    lain.

    2.2.2 Klasifikasi Nyeri

    Nyeri merupakan sensasi bagi tubuh ketika mengalami sesuatu. Nyeri

    menimbulkan respon seperti ketidaknyamanan, distress, dan

    penderitaan pada individu yang mengalaminya (Potter & Perry,

    2006; Black & Hawks, 2009; Kozier, Erb, Berman, Snyder, 2010).

    Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik,

    keduanya mempunyai mekanisme fisiologis yang berbeda sehingga

    memerlukan tindakan yang berbeda (Helms & Barone, 2008).

    2.2.2.1 Nyeri Akut

    Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung

    beberapa detik hingga enam bulan (Brunner & Suddarth,

    2002). Nyeri akut memberikan peringatan bahwa penyakit

    atau cedera telah terjadi. Rasa sakit biasanya terbatas pada

    daerah yang terkena. Nyeri akut merangsang sistem saraf

    simpatik sehingga menghasilkan respon gejala yang

    meliputi peningkatan frekuensi jantung dan pernapasan,

    berkeringat, pupil melebar, gelisah, dan khawatir. Jenis

    nyeri akut meliputi somatik, viseral, dan nyeri alih

    (referred). Nyeri somatik adalah nyeri dangkal yang berasal

    dari kulit atau jaringan subkutan. Nyeri viseral berasal dari

    organ internal dan lapisan dari rongga tubuh, sedangkan

    referred pain adalah nyeri yang dirasakan di daerah yang

    jauh dari tempat stimulus (Helms & Barone, 2008).

    2.2.2.2 Nyeri Kronik

    Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang

    berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner &

    Suddarth, 2002). Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang

  • 16

    Universitas Indonesia

    menetap melebihi proses yang terjadi akibat penyakitnya atau

    melebihi waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan,

    biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan

    ditemukannya patologi yang dapat menjelaskan tentang

    adanya nyeri atau tentang mengapa nyeri tersebut masih

    dirasakan setelah proses penyembuhan selesai. Nyeri kronik

    berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya

    berlangsung lebih dari enam bulan (Perry & Potter, 2005).

    Klien yang mengalami nyeri kronik seringkali mengalami

    periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan

    eksaserbasi (keparahan meningkat). Sifat nyeri kronik yang

    tidak dapat diprediksi ini membuat klien frustasi dan

    seringkali mengarah menjadi depresi psikologis (Perry &

    Potter, 2005). Anak-anak yang mengalami nyeri kronik atau

    berulang, sering kali membentuk strategi koping perilaku

    yang efektif, seperti meremas tangan, berbicara, menghitung,

    santai atau berfikir tentang kejadian-kejadian yang

    menyenangkan (Hockenberry & Wilson, 2009).

    2.2.3 Mekanisme Nyeri

    Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

    rangsangan nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor

    nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berseppn hanya

    terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor

    nyeri disebut nosireseptor, secara anatomis reseptor nyeri ada

    yang bermielin dan ada yang tidak dari saraf perifer (Smeltzer &

    Bare, 2002; Rospond, 2008).

    Nosiseptor atau reseptor nyeri merupakan saraf yang berespon

    terhadap stimulus nyeri yang berasal dari stimulus biologis,

    elektrik, thermal, mekanik, dan kimiawi. Nosiseptor ditemukan di

    sepanjang seluruh jaringan kecuali otak. Persepsi nyeri terjadi jika

  • 17

    Universitas Indonesia

    stimulus ini ditransmisikan ke medulla spinalis dan kemudian

    diteruskan ke area pusat otak. Impuls nyeri berjalan ke bagian

    dorsal tulang belakang, dimana impuls tersebut melakukan sinaps

    dengan neuron di area dorsal pada substansi gelatinosa dan

    kemudian naik ke otak. Sensasi dasar nyeri terjadi di thalamus,

    dan berlanjut ke sistem limbik dan korteks serebri, dimana nyeri

    diterima dan diinterpretasikan (Helms & Barone, 2008).

    Ada 2 (dua) tipe serabut saraf yang terlibat dalam transmisi nyeri.

    Serabut delta A yang besar menghasilkan nyeri yang didefinisikan

    dengan tajam, disebut fast pain atau first pain, yang secara

    khusus distimulus oleh luka potong, getaran listrik, atau karena

    pukulan fisik. Transmisi di sepanjang serabut A berlangsung

    sangat cepat dimana reflek tubuh dapatberespon dengan lebih

    cepat dari stimulus nyerinya, menghasilkan reaksi berupa

    penarikan bagian tubuh yang terkena stimulus sebelum seseorang

    merasa nyeri. Setelah nyeri pertama ini, serabut saraf C yang

    lebih kecil mengirimkan luka bakar atau sensasi rasa sakit,

    disebut sebagai second pain. Serabut C mentransmisikan nyeri

    lebih lambat daripada serabut A karena serabut C lebih kecil dan

    tidak memiliki selubung myelin. Serabut C merupakan satu-

    satunya serabut yang menghasilkan nyeri menetap atau konstan

    (Helms & Barone, 2008).

    Berdasarkan teori gate control, stimulasi pada serabut saraf

    mentransmisikan stimulus yang tidak menyakitkan dapat

    memblok impuls nyeri di pintu dorsal. Sebagai contoh, jika

    reseptor sentuhan (A beta fibers) distimulasi, mereka

    mendominasi dan menutup pintu. Kemampuannya untuk

    memblok impuls nyeri merupakan alasan seseorang cenderung

    menarik sesegera mungkin dan mengirimkan pesan ke kaki ketika

    dia menginjak benda tajam. Sentuhan dapat memblok transmisi

  • 18

    Universitas Indonesia

    dan durasi impuls nyeri. Hal ini memiliki implikasi untuk

    penggunaaan sentuhan dan masase untuk pasien yang mengalami

    nyeri (Helms & Barone, 2008).

    2.2.4 Teori Pengontrolan Nyeri

    Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) menyatakan

    bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme

    pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme

    pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di

    dalam kornu dorsalis pada medulla spinalis, thalamus dan sistem

    limbik. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan

    saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah

    pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut

    merupakan dasar teori menghilangkan nyeri (Perry & Potter,

    2005). Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan

    serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan.

    Neuron delta-A dan C melepaskan substansi P untuk

    menghantarkan impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu,

    terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang

    lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat.

    Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka

    akan menutup mekanisme pertahanan. Mekanisme penutupan ini

    dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien

    dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi

    mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari

    serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan

    tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Jika impuls

    nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi

    di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan

    opioid endogen, seperti endorpin dan dinorpin, suatu pembunuh

    nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup

  • 19

    Universitas Indonesia

    mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi

    P. Teknik distraksi, konseling, dan pemberian plasebo merupakan

    upaya untuk melepaskan endorpin (Perry & Potter, 2005).

    2.2.5 Skala Penilaian Nyeri

    Skala (alat) penilaian nyeri merupakan tindakan pelaporan nyeri

    yang bersifat kuantitatif. Untuk mendapatkan penilaian intensitas

    nyeri yang paling valid dan dapat dipercaya maka skala yang

    dipilih disesuaikan dengan usia, kemampuan, dan kesukaan anak

    (Hokenberry & Wilson, 2009). Beberapa skala penilaian nyeri

    untuk anak-anak antara lain:

    2.2.5.1 Skala Analog Visual (Visual Analog Scale/VAS)

    VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili ontensitas

    nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada

    setiap ujungnya. Skala ini member klien kebebasan penuh

    untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat

    merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih

    sensitive karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik

    pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau

    satu angka (Perry & Potter,2005). VAS mengukur

    besarnya nyeri pada garis sepanjang 10 cm. Biasanya

    berbentuk horizontal, tetapi mungkin saja ditampilkan

    secara vertikal. VAS ini dapat digunakan pada anak yang

    mampu memahami perbedaan dan mengindikasikan

    derajat nyeri yang sedang dialaminya (Hockenberry &

    Wilson, 2007).

  • 20

    Universitas Indonesia

    2.2.5.2 Intensitas Nyeri Numerik (Numeric rating scale/NRS)

    Skala penilaian numeric/NRS lebih digunakan sebagai

    pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien

    memnilai nyeri dengan menggunakan skala 0-5 atau 10.

    2.2.5.3 Faces Rating Scale dari Wong Baker

    Wong dan Baker (1988) mengembangkan skala wajah untuk

    mengkaji nyeri pada anak-anak. Skala tersebut terdiri dari

    enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan

    wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri)

    kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah

    bahagia, wajah yang sangat sedih sampai wajah yang

    ketakutan (nyeri yang sangat). Anak-anak pada usia 3 tahun

    dapat menggunakan skala wajah ini (Potter & Perry, 2005).

    Kelebihan dari skala wajah ini anak dapat menunjukan

    sendiri rasa nyeri yang baru dialaminya sesuai dengan

    gambar yang telah ada dan skala wajah ini baik digunakan

    pada anak usia prasekolah.

    2.2.5.4 FALCC Postoperative Pain Scale (Merkel,dkk,1997)

    Salah satu skala nyeri yang mengunakan parameter perilaku

    dan fisiologik untuk mengukur nyeri pada anak-anak kecil

    nonverbal. Petunjuk yang paling umum dikaji dalam

    instrument tersebut adalah ekspresi wajah, tangisan,

    aktivitas, frekuensi jantung, dan atau saturasi oksigen , serta

    gerakan tubuh. Sayangnyan banyak dari petunjuk tersebut

    dapat dipengaruhi oleh kejadian selain nyeri (

    Mis,kecemasan dan ketakutan) dan memungkinkan

    terjadinya kesalahan interpretasi.Skala ini digunakan pada

    anak usia 2 bulan sampai 7 tahun.

  • 21

    Universitas Indonesia

    Skala nyeri FLACC

    0 1 2

    Wajah Tidak ada ekspresi

    atau senyuman

    tertentu

    Seringai atau kerutan

    yang kadang-kadang,

    menarik diri, tidak

    berminat.

    Sering berubah

    menjadi kerutan

    konstan, rahang

    mengatup, dagu

    bergetar.

    Tungkai Posisi normal atau

    rileks

    Tidak tenang,

    gelisah,tegang

    Menendang atau

    tungkai ditarik ke

    atas.

    Aktivitas Berbaring tenang,

    posisi normal,

    bergerak dengan

    mudah.

    Menggeliat, bergerak

    ke depan dan

    kebelakang, tegang.

    Menekuk, kaku,

    atau terkejut.

    Tangisan Tidak menangis

    (terbangun atau

    tertidur)

    Mengeluh atau

    merengek, terkadang

    mengeluh

    Menangis terus-

    menerus, berteriak

    atau tersedu-sedu,

    sering mengeluh.

    Ketenangan Puas, rileks Ditenangkan dengan

    sentuhan, pelukan,

    atau diajak berbicara, dapat distraksi.

    Sulit untuk

    ditenangkan atau

    dinyamankan.

    Rentang skor : 0 = tidak ada nyeri, 10= nyeri yang terburuk.

    2.2.6 Penatalaksanaan Nyeri

    Metode penatalaksanaan nyeri dapat dikelompokkan menjadi dua

    kategori yaitu nonfarmakologi dan farmakologi (Hockenberry &

    Wilson, 2009).

    2.2.6.1 Penatalaksanaan Nonfarmakologi

    Nyeri sering dihubungkan dengan takut, cemas, dan stres.

    Sejumlah teknik nonfarmakologi seperti distraksi,

    relaksasi, guided imagery, dan stimulasi kutaneus

    memberikan strategi koping yang dapat membantu

    mengurangi persepsi nyeri, membuat nyeri lebih dapat

    ditoleransi, menurunkan kecemasan, dan meningkatkan

    efektivitas analgesik (Vessey & Carlson, 1996 dalam

    Hockenberry & Wilson, 2009). Strategi nonfarmakologi

    ini bersifat aman, tidak invasif, dan tidak mahal serta

    sebagian besar merupakan fungsi keperawatan yang

    mandiri. Penelitian dengan beberapa strategi yang sesuai

  • 22

    Universitas Indonesia

    dengan usia anak, intensitas nyeri, minat, dan kemampuan

    anak diperlukan untuk menentukan pendekatan yang

    paling efektif (Hockenberry & Wilson, 2009). Pedoman

    Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR)

    (1992) menjelaskan bahwa penatalaksanaan nyeri akut

    dengan menggunakan intervensi nonfarmakologi sesuai

    untuk klien dengan kriteria sebagai berikut: Klien merasa

    bahwa intervensi tersebut menarik, klien mengekspresikan

    kecemasan atau ketakutan, klien memperoleh manfaat dari

    upaya mengurangi terapi obat, klien memiliki

    kemungkinan untuk mengembangkan koping dengan

    interval nyeri pascaoperasi yang lama, dan untuk klien

    yang masih merasakan nyeri setelah menggunakan terapi

    farmakologi (Perry & Potter, 2005).

    Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan untuk

    mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Teknik distraksi

    yang dapat dilakukan adalah : melakukan hal yang sangat

    disukai seperti membaca buku, melukis atau menggambar.

    Melakukan kompres hangat pada bagian tubuh yang

    dirasakan nyeri, bernapas lembut dan berirama secara

    teratur, menyanyi berirama dan menghitung ketukannya,

    terapi musik, massage/pijatan, guided imagery, dan

    relaksasi.

    2.2.6.2 Penatalaksanaan Farmakologi

    Penggunaan metode farmakologi untuk mengendalikan

    nyeri membutuhkan perhatian terhadap enam benar yaitu

    benar obat, benar dosis, benar jalur, benar waktu, benar

    pasien, dan benar pendokumentasian. Selain itu observasi

    terhadap efek samping obat merupakan tindakan

    keperawatan yang sangat penting (Hockenberry & Wilson,

  • 23

    Universitas Indonesia

    2009). Nonopioid mencakup asetaminofen dan obat

    antiinflamasi nonsteroid sesuai untuk mengatasi nyeri

    ringan sampai sedang. Opioid diperlukan untuk mengatasi

    nyeri sedang sampai berat (Hockenberry & Wilson, 2009).

    2.3. Terapi Musik

    Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh

    seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan

    kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual. Penggunaan terapi musik

    bisa diterapkan kepada setiap orang dalam berbagai kondisi. Terapi musik

    bisa dilakukan untuk mengurangi rasa khawatir klien yang menjalani

    berbagai operasi atau serangkaian proses perawatan penyakit berat di rumah

    sakit. Potter dan Perry (2005) mendefinisikan terapi musik sebagai teknik

    menggunakan bunyi atau irama tertentu.

    2.3.1 Menggunakan Musik Untuk Mengontrol Nyeri

    Dalam pelaksanaan penggunaan musik untuk mengontrol nyeri dan

    meningkatkan kenyamanan, maka perlu diperhatikan beberapa hal

    berikut ini (Potter & Perry, 2005): pilih musik yang sesuai dengan

    selera pasien, pertimbangkan usia dan latar belakang. Pastikan

    tombol-tombol kontrol di pesawat tape mudah di tekan, dimanipulasi,

    dan dibedakan. Apabila nyeri yang klien rasakan akut, kuatkan

    volume musik. Apabila nyeri berkurang, kurangi volume. Apabila

    tersedia musik latar, pilih jenis musik umum yang sesuai dengan

    keinginan klien. Musik harus didengrakan minimal 15 menit supaya

    dapat memberikan efek terapeutik.

    2.3.2. Jenis Musik Yang Digunakan

  • 24

    Universitas Indonesia

    Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan

    dengan keinginan, seperti musik klasik, instrumentalia, slow musik,

    musik modern dan lainnya. Musik lembut dan teratur seperti

    instrumentalia dan musik klasik merupakan musik yang sering

    digunakan untuk terapi musik (Potter & Perry, 2005). Gunakan musik

    sesuai dengan kesukaan klien terutama yang lembut dan teratur.

    Upayakan untuk tidak menggunakan jenis musik rock and roll, disco,

    metal, dan sejenisnya. Karena jenis musik tersebut mempunyai

    karakter berlawanan dengan irama jantung manusia.

    2.3.3. Lama Mendengarkan Terapi Musik

    Tidak ada pedoman waktu yang jelas dalam pelaksanaan terapi musik

    untuk mengalihkan efek yang diinginkan. Pemberian terapi musik

    dengan jenis musik yang tepat dan diberikan pada klien yang tepat

    tidak akan memberikan efek yang membahayakan walaupun diberikan

    dalam waktu yang agak lama. Pada beberapa klien, terapi musik yang

    hanya diberikan dalam waktu singkat dapat memberikan efek positif

    bagi klien (Muci & Muci, 2002). Dalam suatu studi yang mengamati

    pengaruh musik selama proses khitanan disebutkan bahwa musik

    dapat mengurangi rasa sakit dan mencegah peningkatan detak jantung

    bayi ( Media Indonesia, 1 Juni 2009 dalam Ariestia, 2010).

    2.3.4. Panduan Atau Prosedur Terapi Musik

    Panduan intervensi terapi musik sebagi teknik relaksasi adalah

    sebagai berikut: pastikan pendengaran klien baik, pastikan musik

    yang disukai dan tidak disukai klien, kaji kesukaan musik klien dan

    pengalaman sebelumnya dengan musik yang digunakan untuk

    relaksasi, bantu dalam pemilihan lagu, tentukan tujuan intervensi

    musik yang disepakati dengan klien atau orang tuanya, siapkan

    peralatan yang diperlukan, dan yakinkan semuanya dalam kondisi

    baik, bantu klien untuk mendapatkan posisis yang nyaman, bantu

    menggunakan peralatan jika diperlukan, ciptakan lingkungan yang

  • 25

    Universitas Indonesia

    tenang. Setelah terapi musik diberikan, dokumentasikan pencapaian

    tujuan dan revisi intervensi jika dibutuhkan (Synder & Liquist,

    2002).

  • 26 Universitas Indonesia

    WOC Atresia Ani

    Kegagalan penurunan septum anorektal pada embrional

    Terjadi kegagalan dalam anagesis sacral dan

    abnormalitas pada uretrha dan vagina

    Tidak ada kelengkapan migrasi perkembangan struktur kolon

    pada minggu ke 7-10 minggu dalam perkembangan fetal

    ATRESIA ANI

    Low Intermediate

    High

    Laki-Laki :

    Anorektal agenesis :

    - with rectopostatic-urethral fistula

    - without fistula

    Rectal Atresia

    Perempuan :

    Rectovesti bular fistula

    Rectovaginal

    fistula

    Laki-Laki :

    Recto-bulbar-

    urethral

    fistula

    Perempuan :

    Anorektal agenesis :

    - with rectopostatic-

    urethral fistula

    - without fistula

    Rectal Atresia

    Laki-Laki :

    Agenesis without fistula

    Anocutaneous fistula

    Anal stenosis

    Rare malformations

    Perempuan :

    Agenesis without fistula

    Anovestibular fistula

    Anocutaneous fistula

    Anal stenosis

    Cloaca

    Rare malformations

    Faktor resiko :

    Putusnya sal. Cerna dari atas dengan daerah dubur

    Gg. Pertumbuhan fusi&pembentukan anus

    dari tonjolan embrionik

    Kelainan bawaan

    Penyebab : belum diketahui

    secara pasti

    Pemeriksaan Diagnosis:

    1. Pemeriksaan fisik terhadap ada tidaknya

    lubang anal

    2. USG abdomen dan pelvic, IVP, voiding

    cystourethrogram

    3. MRI pelvic, radiografi, pemeriksaan

    fluoroskopi

    4. Jika tidak ada fistel maka diindikasikan

    pemeriksaan invertogram

    Gg pengeluaran feses Menumpuk bahan fekal Obstruksi

    Muntah

    Dx. Resiko

    kekurangan

    volume cairan

    Distensi

    abdomen

    Mual

    Dx. Gg nutrisi

    kurang dari

    kebutuhan tubuh

    Gg.ekspansi

    paru

    Dx. Gg pola

    napas

    Adanya feses dalam urine

    Dx. Resiko infeksi

  • 27

    Universitas Indonesia

    Dilakukan pembedahan sigmoid

    kolostomi dahulu setelah 6-12

    bln,kemudian 3 bulan setelah itu

    tindakan definitive (PSARP)

    setelah 3 bulan dilakukan tutup

    colostomi

    Dx : Kerusakan integritas kulit

    berhubungan dengan terpajan dari

    feses sekunder akibat kolostomi

    Tindakan

    pembedahan

    Dx: Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan dan part

    entry kuman Komplikasi : infeksi saluran kemih

    Dx : Cemas orang tua berhubungan dengan kurang

    pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.

    Perubahan pola eliminasi :BAB

    Trauma jaringan

    Perawatan tidak adekuat

    Dx. Nyeri akut berhubungan dengan

    trauma jaringan

  • 28 Universitas Indonesia

    BAB 3

    LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

    3. 1 Pengkajian

    Klien adalah An. S berusia 1 tahun 4 bulan, merupakan anak pertama keluarga

    bpk T. Selama kehamila ibu S kurang lebih 5 kali memeriksakan kandungannya

    ke bidan puskesmas, dan tidak secara rutin.Vitamin selama kehamilan seperti

    asam folat dan Fe tidak diminum secara rutin. Variasi nutrisi ibu selama

    kehamilan juga terbatas, ibu klien mengatakan jarang menkonsumsi sayuran dan

    susu, lebih sering makan ayam goreng yang dibeli di penjual ayam goreng deket

    rumah klien. Selama hamil ibu S tidak ngidam tapi ibu S suka minum kopi

    minimal 1 gelas sehari, dan bapak T seorang perokok yang suka merokok di

    dalam rumah dekat ibu S yang sedang hamil. Klien lahir spontan di rumah bidan

    dengan usia kehamilan 40 minggu. Berat badan lahir 2,75 kg dan panjang badan

    50 cm.

    Hasil pemeriksaan rectal toucher/colok dubur diketahui klien tidak memiliki

    lubang anus, tapi 12 jam kemudian klien BAB melalui lubang kecil dibawah

    vagina klien. Sampai usia klien 6 bulan BAB lancar 2 hari sekali lewat

    lubang/fistel tersebut. Setelah usia klien lebih dari 6 bulan saat anak mulai makan

    bubur dan biscuit bayi klien jadi jarang BAB nya yaitu kurang lebih 1 minggu

    sekali. Saat usia klien 9 bulan ketika klien makan lebih padat lagi, BAB klien

    menjadi lebih jarang yaitu kurang lebih 20 hari sekali. Maka keluarga mulai

    khawatir dan membawa klien ke RSUP Fatmawati untuk periksa dengan bantuan

    dana dari suatu yayasan sosial.

    Klien didiagnosa medis ATRESIA ANI DENGAN FISTEL

    REKTOVESTIBULAR. Klien pernah dirawat RSUP Fatmawati pada tanggal 3

    desember 2012 untuk operasi kolostomi, kemudian tanggal 2 April 2013 unuk

    operasi PSARP, dank lien masuk perawatan sekarang untuk persiapan operasi

  • 29

    Universitas Indonesia

    tutup kolostomi. Saat dilakukan pengkajian klien baru masuk ruang perawatan

    yaitu tanggal 11 Juni 2013.

    Hasil pemeriksaan fisik secara umum menunujukan bahwa klien tampak sakit

    sedang, kesadaran kompos mentis, suhu 360C, pernapasan 20x/menit, nadi

    100x/menit. BB 9 kg, TB 105 cm. Pemeriksaan fisik didapatkan hasil sebagai

    berikut; mata penglihatan jelas, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,

    hidung penciuman baik tidak ada pilek, mulut mukosanya lembab, tidak ada

    sariawan, telinga tampak bersih tidak ada serumen, tengkuk tidak ada kaku

    kuduk, paru-paru bunyi napas vesikuler, tidak ada ronkhi dsn wheezing, perut

    supel, punggung tidak ada kemerahan, genitalia tidak ada lecet, sete;ah operasi

    tanggal 13 Juni terpasang kateter, ekstremitas tidak ada keluhan, tangan dan kaki

    aktifr bergerak, kulit lembab, warna putih, tampak bersih.

    Pemeriksaan penunjang laboratorium pada tanggal 12 Juni 2013, hasilnya

    didapatkan sebagai berikut: hemoglobin 10 g/dl, hematokrit 31%, lekosit 6,1

    ribu/ul, trombosit 165 ribu/ul, eritrosit 4,30 juta/ul, VER 71,9 fl, HER 23.4 pg,

    KHER 32,5 g/dl, RDW 20,0%, APTT 27,7 detik, PT 13,5 detik, Masa

    perdarahan 1,5 menit, masa pembekuan 4,0 menit, SGOT 38 U/I, SGPT 13 U/I,

    ureum 21 mg/dl, kreatinin 0.2 mg, gula darah sewaktu 105 mg/dl.

    Program pengobatan yang didapat yaitu : tanggal 13 Juni 2013 post operasi tutup

    kolostomi therapynya dalah cefotaxime 2 x 250 mg, dan farmadol 3 x 70 mg;

    tanggal 14 juni 2013 dapat therapy tambahan yaitu : ranitidine 2 x 20 mg.

    Hasil pengkajian tingkat perkembangan didapatkan bahwa kemandirian dan

    bergaul klien masih sangat bergantung kepada kedua orang tuanya.

    Perkembangan motorik halus klien baru bisa bermain boneka kesayangannya,

    perkembangan kognitif dan bahasa klien baru bisa menyebutkan kata-kata

    pendek seperti ayah, ibu, dan mamam. Perkembangan motorik kasar klien belum

    bisa berjalan, baru bisa merangkak dan duduk.

  • 30

    Universitas Indonesia

    3.2 Masalah Keperawatan

    Hasil analisa data menunujukan bahwa pada kasus An. S ditemukan beberapa

    masalah keperawatan yaitu masalah keperawatan pre operasi: kecemasan pada

    orang tua tentang prosedur persiapan operasi berhubungan dengan kurang

    pengetahuan tentang persiapan operasi, dan resiko kekurangan volume cairan

    diangkat berhubungan dengan dilakukannya washing out (WO)/clisma untuk

    membersihkan kolon sebagai persiapan tutup kolostomi. Masalah keperawatan

    postoperasi yang diangkat antara lain nyeri akut terkait adannya luka operasi, dan

    resiko infeksi terkait adanya luka operasi.

    3.3. Intervensi Keperawatan

    Rencana intervensi keperawatan untuk mengatasi kecemasan pada orang tua

    klien adalah dengan pendidikan kesehatan prosedur persiapan operasi pada orang

    tua klien untuk persiapan operasi tutup kolostomi, jelaskan setiap tindakan yang

    akan dilakukan, dengan menggunakan sumber bahan pengajaran seperti leaflet.

    Rencana intervensi ini untuk mencapai kriteria evaluasi mengatasi kecemasan

    pada orang tua klien yaitu setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24

    jam kecemasan orang tua klien berkurang/hilang. Kecemasan orang tua klien

    berkurang ditandai dengan ekspresi wajah orang tua klien tampak lebih santai

    dan rileks, dan orang tua klien mau bekerja sama dengan perawat dalam

    melakukan prosedur persiapan operasi.

    Rencana intervensi keperawatan untuk masalah berikutnya yaitu resiko

    kekurangan volume cairan adalah dengan monitor tanda-tanda dehidrasi, ukur

    dan catat intake dan output, motivasi orang tua klien untuk memberi minum

    kepada klien sesuai kebutuhan klien, dan kolaborasi pemberian cairan parenteral.

    Kriteria evaluasi dari masalah resiko kekurangan volume cairan adalah setelah

    dilakukan tindakan keperawatan dalam 2x24 jam kekurangan volume cairan

    tidak terjadi. Kekurangan volume cairan tidak terjadi ditandai dengan tidak ada

  • 31

    Universitas Indonesia

    tanda-tanda dehidrasi, tanda vital dalam batas normal, dan pengeluaran urine

    stabil.

    Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri akut adalah dengan kaji

    nyeri klien, ukur tanda-tanda vital, kaji penyebab nyeri lain selain luka operasi,

    terapi musik untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan klien sebagai

    penatalaksanaan nyeri nonfarmakologi, dan kolaborasi pemberian analgetik

    intravena sebagai penatalaksanaan nyeri secara farmakologi. Kriteria evaluasi

    dari intervensi keperawatan untuk mengatasi nyeri akut adalah setelah dilakukan

    intervensi keperawatan 3x24 jam nyeri klien berkurang. Nyeri klien berkurang

    ditandai dengan skala nyeri klien berkurang dari skala 5 menjadi 3, dan tanda-

    tanda vital klien dalam batas normal.

    Intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan resiko infeksi adalah dengan

    perawatan luka minimal 2 hari sekali, observasi tanda-tanda infeksi, dan

    kolaborasi pemberian antibiotik. Kriteria evaluasi untuk masalah resiko infeksi

    adalah setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi

    infeksi pada luka operasi. Luka operasi dalam keadaan baik ditandai dengan

    tidak ditemukannnya tanda-tanda infeksi seperti kemarahan, bengkak, sakit pada

    daerah operasi, dan adanya pus, serta tanda-tanda vital klien terutama suhu klien

    dalam batas normal.

    3.4 Implementasi Keperawatan

    Intervensi keperawatan yang dilakukan pada An. S untuk mengatasi kecemasan

    pada orang tua terkait prosedur persiapan operasi adalah melakukan pendidikan

    kesehatan pada orang tua klien tentang prosedur persiapan operasi, dan

    menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan pada klien. Intervensi untuk

    resiko kekurangan volume cairan terkait pelaksanaan washing out dan diet clear

    fluid sebagai persiapan operasi adalah memantau intake dan output klien,

    kolaborasi pemasangan infuse, dan memonitor tanda-tanda dehidrasi.

  • 32

    Universitas Indonesia

    Masalah keperawatan setelah operasi yaitu : nyeri akut, dan resiko infeksi.

    Intervensi untuk nyeri akut dan ketidak nyamanan karena luka operasi adalah

    memantau tanda-tanda vital, mengkaji skala nyeri, melakukan terapi musik untuk

    membantu mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan, dan kolaborasi pemberian

    analgetik farmadol 3 x 70 mg. Intervensi untuk masalah resiko infeksi adalah

    memantau tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan luka

    dengan menerapkan teknik aseptic, menjelaskan pada orang tua untuk selalu cuci

    tangan bila hendak memegang area luka operasi, dan menjelaskan pada orang tua

    untuk menjaga klien untuk tidak menggaruk daerah luka operasi.

    3.5 Evaluasi Keperawatan

    Hasil evaluasi setelah dilakukan intervensi untuk masalah kecemasan orang tua

    pada tanggal 12 Juni 2013 yaitu orang tua mengatakan merasa lebih tenang

    menghadapi prosedur persiapan operasi setelah mendengar penjelasan dari

    perawat tentang prosedur persiapan operasi. Ekspresi wajah orang tau klien

    tampak rileks, dan orang tua klien kooperatif membantu perawat melakukan

    tindakan perawatan untuk persiapan operasi. Maka sesuai kriteria evaluasi

    masalah kecemasan pada orang tua teratasi.

    Evaluasi keperawatan untuk intervensi yang telah dilakukan dalam mengatasi

    masalah resiko kekurangan volume cairan setelah dilakukan intervensi selama 2

    hari didapatkan hasil kekurangan volume cairan tidak terjadi. Hal ini dibuktikan

    dengan orang tua klien mengatakan klien minum sekitar 1 liter/24 jam sementara

    pengukiran output, urine kurang lebih 450 cc/24 jam atau dieresis sekitar 2,1

    cc/kg bb/jam, dan feses sekitar 400 cc, tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi

    yaitu turgor kulit baik, CRT < 3 detik, membrane mukosa lembab, tidak ada

    penurunan berat badan, dan nadi 100x/menit.

    Hasil evaluasi untuk masalah nyeri akut setelah dilakukan intervensi selama 3

    hari menunjukan bahwa nyeri klien berkurang. Nyeri klien berkurang dibuktikan

    dengan orang tua mengatakan klien tampak lebih tenang dan tidak terlalu rewel

  • 33

    Universitas Indonesia

    terutama kalau dibunyikan musik terutama tentang lagu anak-anak, ketika di

    ukur tanda-tanda vital suhu 36,50C. nadi 100 x menit, pernapasan, 24 x menit,

    untuk skala nyeri berkurang dari skala nyeri 5 menjadi 3 berdasarkan

    pengukuran menggunakan FLACC postoperative pain scale.

    Masalah resiko infeksi setelah dilakukan intervensi selama 3 hari, maka hasil

    evaluasi tanggal 16 Juni 2013 infeksi pada klien tidak terjadi. Infeksi tidak terjadi

    dibuktikan dengan orang tua klien mengatakan klien tidak demam,dan tidak ada

    kemerahan sekitar luka operasi, hasil pengukuran tanda-tanda vital terutama

    suhu 360C, dan ketika dilakukan perawatan luka tidak ditemukan tanda-tanda

    infeksi, luka operasi baik, tidak ada pus, dan tidak bengkak. Secara umum semua

    masalah keperawatan sudah dilakukan intervensi dengan baik dan bisa teratasi.

  • 34 Universitas Indonesia

    BAB 4

    ANALISIS SITUASI

    4.1 Profil Lahan Praktek

    Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati terletak diwilayah Jakarta Selatan dengan

    luas bangunan 57.457,50 m2 dan luas tanah 13 hektar (Achmadi, 2008). RSUP

    Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno sebagai RS

    yang mengkhususkan Penderita TBC Anak dan Rehabilitasinya. Pada tanggal 15

    April 1961 penyelenggaraan dan pembiayaan RS Fatmawati diserahkan kepada

    Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi RS

    Fatmawati. Dalam perjalanan RS Fatmawati, tahun 1984 ditetapkan sebagai Pusat

    Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai RSU Kelas B

    Pendidikan. Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri

    Kesehatan No. 1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan

    sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan

    menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).

    Lantai III Utara merupakan salah satu ruang perawatan anak umum dan bedah,

    yang terletak di gedung teratai RSUP Fatmawati. Lantai III Utara terdiri dari 12

    kamar yang terbagi atas : 1 kamar bedah prima, 3 kamar kelas I, 2 kamar kelas II,

    1 kamar khusus isolasi infeksi, 1 kamar khusus luka bakar, dan 4 kamar kelas III

    dengan kapasits tempat tidur sekitar 45 tempat tidur. Jumlah tenaga 23 orang

    perawat, terdiri dari 7 orang S1 keperawatan, 14 orang DIII keperawatan, 2 orang

    SPK, dan 2 orang pekarya SLTA. Ruangan di lantai II Utara dikepalai oleh

    seoang kepala ruangan dibantu wakil kepala ruangan dan dua orang PN. Serta

    perawat pelaksana sebanyak 19 orang. Kasus atresia ani sendiri dalam 3 bulan

    terakhir dari Januari sampai Maret 2013 ada sekitar 14 kasus dari 100 klien yang

    dirawat.

  • 35

    Universitas Indonesia

    Kebersihan dan kenyamanan di lantai III Utara sangat terjaga dengan baik

    sehingga sesuai untuk dijadikan lahan praktik bagi mahasiswa dan sangat

    mendukung terhadap peningkatan kesehatan klien. Selain itu, fasilitas yang

    memadai dan kerja perawat ruangan yang sigap juga sangat membantu dalam

    pemberian asuhan keperawatan sesuai kebutuhan klien. Perbandingan jumlah

    tenaga perawat dan pasien sebanyak 1:10 kadang lebih, menjadi faktor

    penghambat pada perawat dalam pemberian asuhan keperawatan secara holistik.

    Sementara kekurangan fasilitas di ruangan yang sangat nampak adalah tidak

    tersedianya ruang bermain dan fasilitas bermain anak lainnya.

    4.2 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP Dan Konsep

    Kasus Terkait

    Hasil pengkajian didapatkan data bahwa klien menderita Atresia ani dengan

    rencana operasi tutup kolostomi. Atresia ani merupakan kelainan kongenital

    yang secara pasti penyebabnya belum diketahui. Nutrisi ibu selama kehamilan

    merupakan satu dari banyak faktor yang ikut mempengaruhi perkembangan

    janin. Status nutrisi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu : kemiskinan, kurang

    pendidikan, lingkungan yang buruk, kebiasaan makan yang aneh, dan kondisi

    kesehatan yang buruk akan terus berpengaruh pada satus gizi dan pertumbuhan

    serta perkembangan janin (Bobak, 2005).

    Kasus An. S didapatkan data bahwa merupakan keluarga urban yang tinggal di

    Depok, mengontrak rumah petak yang tidak terlalu luas. Pekerjaan bapak T yang

    buruh dengan penghasilan kurang dari 2 juta,membuat ekonomi keluarga bapak

    T cukup sulit. Ibu S yang lulusan SMP mengaku tidak tahu banyak tentang

    kebutuhan nutrisi selama kehamilan, ditambah tidak ada keluarga dekat yang

    tinggal dengan keluarga bapak T membuat ibu T mengkonsumsi makanan

    seadanya ketika hamil, bahkan masih minum kopi. Sementara bapak T juga tidak

    menghentikan kebiasaan merokok walaupun didalam rumah sehingga asap rokok

    sangat mungkin terhirup juga oleh ibu S. Walaupun tidak secara pasti diketahui,

  • 36

    Universitas Indonesia

    tetapi nutrisi ibu selama hamil dan pencemaran lingkungan dianggap turut

    berperan penting dalam perkembangan janin. Masalah gaya hidup dan polusi di

    perkotaan mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan

    anak.

    Masalah keperawatan yang ditemukan adalah nyeri pada anak. Nyeri yang

    dialami anak/klien terkait beberapa prosedur tindakan seperti pemasangan infus

    dan pengambilan darah, tindakan washing out, dan setelah operasi adanya luka

    operasi.

    4.3 Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Dan Penelitian Terkait

    Pelaksanaan askep klien terhadap An. S dilakukan secara komprehensif, baik

    fisik maupun piskologis klien. Terkait masalah utama pada klien yaitu nyeri

    maka salah satu intervensi yang dilakukan penulis terkait aplikasi tesis yaitu

    penggunaaan terapi musik untuk mengurangi nyeri klien. Tesis yang coba

    diaplikasi penulis berjudul Pengaruh terapi musik terhadap tingkat nyeri anak

    usia prasekolah yang dilakukan pemasangan infus di rumah sakit Islam Jakarta.

    Nyeri merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, artinya

    persepsi nyeri seseorang ditentukan oleh pengalamannya dan status

    emosionalnya (tamsuri,2006). Usia anak sangat mempengaruhi toleransi anak

    terhadap nyeri, semakin bertambah usia semakin bertambah toleransinya

    terhadap nyeri. Fokus seseorang terhadap nyeri dapat mempengaruhi persepi

    nyeri, karenanya upaya distraksi dipercaya dapat menurunkan respon nyeri.

    Penatalaksanaan nyeri nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri akibat tindakan

    invasif seperti pemasangan infus atau pengambilan sampel darah, dan perawatan

    luka terkait dengan nyeri dan upaya menghingdari efek samping obat serta tidak

    membutuhkan baiaya yang besar bisa dilaksanakn secara mandiri oleh perawat

    (Jacobson 1999 dalam Movahedi, 2006). Banyak teknik nonfarmakologis seperi

  • 37

    Universitas Indonesia

    distraksi, relaksasi, guided imagery, stimulasi kulit memberikan strategi koping

    yang membantu menurunkan tingkat nyeri, sehingga nyeri dapat ditoleransi,

    cemas menurun, dan efektifitas pereda nyeri meningkat (Wong &Hockenberry,

    2003). Terkait salah satu intervensi yang dilakukan penulis yaitu distraksi dalam

    hal ini yaitu terapi musik untuk mengurangi nyeri.

    Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian klien

    dari nyeri, Terapi musik adalah proses interpersonal yang digunakan untuk

    mempengaruhi keadaan fisik, emosional, mental, dan spiritual untuk membantu

    klien meningkatkan atau mempertahankan kesehatannya. Terapi musik

    digunakan oleh individu dari bermacam rentang usia dan beragam kondisi.

    Terapi ini juga digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, membangun

    rasa percaya diri, mengurangi stress, mendukung latihan fisik dan mamfasilitasi

    berbagai macam aktivitas yang berkaitan dengan kesehatan (Ariestia, 2006).

    Terapi musik bisa dilakukan untuk mengurangi rasa khawatir klien yang

    menjalani berbagai operasi atau serangkaian perawatan penyakit berat di rumah

    sakit.

    Terapi musik yang digunakan penulis untuk mengurangi nyeri dan

    ketidaknyamanan klien adalah menggunakan lagu-lagu anak dan musik

    instrumentalia yang lembut. Pada sekitar 3 kali tindakan pemasangan infus klien

    tampak lebih tenang dan kooperatif dibanding ketika pemasangan infus yang

    pertama kali dan tidak mengunakan terapi musik, dimana klien menangis keras

    dan meronta-ronta, dengan ekspresi wajah tegang. Begitu juga pada sekitar 3

    kali tindakan perawatan luka di lakukan terapi musik hasilnya klien lebih tenang

    dan kooperatif, walaupun kehadiran orang tua menemani klien juga merupakan

    faktor yang juga turut mempengaruhi kenyamanan klien. Musik diputar dari

    mulai persiapan tindakan sampai tindakan selesai dilakukan. Waktu pemutaran

    terapi musik tidak selalu sama, bisa antar 10 sampai 30 menit tergantung

    lamanya prosedur tindakan yang dilakukan.

  • 38

    Universitas Indonesia

    4.4 Alternatif Pemecahan Yang Dapat Dilakukan

    Terapi musik merupakan salah satu penatalaksanaan nyeri secara

    nonfarmakologi. Terapi musik sebenarnya tindakan mandiri perawat yang mudah

    dan murah untuk dilaksanakan, dan terbukti sangat bermanfaat untuk klien.

    Tetapi perlu kesiapan perawat dan pengetahuan perawat tentang terapi musik

    terutama di lahan praktek untuk melaksanakannya.

    Penatalaksanaan nonfarmakologi lain untuk mengatasi nyeri dan

    ketidaknyamanan pada anak yang mengalami hospitalisasi adalah dengan

    melakukan hal-hal yang sangat disukai anak seperti membaca buku, melukis atau

    menggambar. Melakukan kompres hangat pada bagian tubuh yang dirasakan

    nyeri juga dapat digunakan sebagai penatalaksanaan nonfarmakologi intuk

    mengurangi nyeri. Teknik napas dalam dengan bernapas lembut dan berirama

    secara teratur, menyanyi berirama dan menghitung ketukannya juga dapat

    dijadikan alternatif untuk mengurangi nyeri. Alternatif lain yang dapat dilakukan

    perawat secara mandiri adalah melakukan massage/pijatan, dan guided imagery.

  • 39 Universitas Indonesia

    BAB 5

    PENUTUP

    5.1. Kesimpulan

    Atresia ani merupakan kelainan congenital dimana rectum tidak mempunyai

    lubang keluar. Atresia ani kemungkinan disebabkan oleh fakotr genetik dan

    faktor lingkungan walaupun belum pasti. Prinsip penatalaksanaan atresia ani

    tergantung klasifikasinya. Prinsip asuhan keperawatan baik pre maupun

    postoperasi tutup kolostomi adalah mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan.

    Masalah keperawatan pada anak S dengan atresia ani adalah kecemasan,

    kekurangan volume cairan untuk masa preoperasi, dan untuk postoperasi adalah

    nyeri akut, dan resiko infeksi. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan

    adalah observasi tanda-tanda vital, observasi tanda-tanda infeksi, observasi

    tanda-tanda dehidrasi, menghitung intake dan output, penggunaan terapi musik,

    kolaborasi pemberian antibiotik dan analgetik, kolaborasi pemberian cairan

    intravena, dan perawatan luka.

    Evaluasi yang dilakukan dengan menerapkan asuhan keperawatan untuk

    mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan pada anak dengan menggunakan terapi

    musik, dapat memberikan dukungan pada anak untuk mengurangi nyeri dan

    ketidaknyaman yang dialami selama menjalani perawatan di rumah sakit.

    Penggunaan terapi musik 3 hari pelaksanaan intervensi pada anak membuat anak

    tampak lebih tenang, dan kooperatif selama menjalani perawatan.

    5.2 Saran

    5.2.1 Bagi Mahasiswa

    Terdapat penurunan nyeri dan ketidaknyamanan pada klien dengan mengunakan

    terapi musik. Hendaknya mahasiswa bisa menerapkan pemberian asuhan

    keperawatan dengan penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologi dalam

  • 40

    Universitas Indonesia

    praktik keperawatan, Karena merupakan tindakan mandiri perawat. Dimulai

    dengan mengetahui, mempraktekkan hingga mempromosikannya kepada pada

    perawat yang berada di rumah sakit tempat praktik tentang terapi musik.

    5.2.3 Bagi Rumah Sakit

    Rumah sakit hendaknya memperbanyak penerapan implementasi keperawatan

    yang tiap tahunnya berkembang. Hal ini membantu peningkatan terhadap

    pelayanan kesehatan pada klien. Dengan pemberian asuhan keperawatan secara

    holistik diharapkan proses penyembuhan kesehatan klien berlangsung efektif

    dan efisien.

  • 41 Universitas Indonesia

    DAFTAR PUSTAKA

    Ariestia, D.B. (2010). Psikologi musik:terapi kesehatan. Jakarta: Golden Terayon

    press.

    Cealy, B. L., & Sowden, L.A.( 2002). Buku saku keperawatan pediatrik. Edisi ke-

    3. Jakarta : EGC.

    Bobak, I.M., Lowdermik, D.L., & Jensen, M.D. (2005). Buku ajar keperawatan

    maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC

    Doenges, M. E., Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C.( 2000). Rencana asuhan

    keperawatan. Jakarta: EGC

    Dorland. (1998). Kamus saku kedokteran Dorlana. Alih bahasa: Dyah

    Nuswantari Ed. 25. Jakarta: EGC.

    Hoekenberry, M., Winkelstein, M.L., Schwartz, P,,Wilson,D, Wong,D.L. (2003).

    Wongs Nursing Care of Infants and Children. Philadelphia: Mosby, Inc.

    Hockenberry,M., Winkelstein,M.L., Wilson,D., Wong, D.L.(2009). Essentials of

    pediatric nursing. 8th edition. Missouri: Mosby Elsevier.

    (http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/anal+atresia,+atresia+ani)

    diambil pada tanggal 24 Juni 2013.

    Broadwell, J.D., & Saunders, R.B. (1993). Child health nursing: a comprehensive

    approach to the care of children and their families. Philadelphia: J. B.

    Lippincott.

    Marks, M. E. (1998). Broadribbs introductory pediatric nursing. 5th Edition. Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.

    www. Cincinnatichildrens.org. Diakses pada tanggal 24 Juni 2013 pkl. 19.00

    WIB.

    Mucci, K., & Mucci, R. (2002). The healing sound of music: Manfaat music untuk

    kesehatan dan kebahagian anda. Jakarta: Gramedia psutaka utama.

    Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Fundamental of nursing: concept, process,

    and practice. (6th

    ed). St.Louis: Mosby-year book, Inc.

    Purwati,N.H.(2010) Pengaruh terapi musik terhadap tingkat nyeri anak usia

    prasekolah yang dilakukan pemasangan infuse di rumah sakit Islam

    Jakarta. Tesis open. Depok: FIK UI.

  • 42

    Universitas Indonesia

    Speer, M.K. ( 2008). Rencana asuhan keperawatan pediatric dengan clinical

    pathways. Alih bahasa: Ake dan Komalasari. Edisi 3. Jakarta:EGC.

    Wong, Donna L. (2003). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Sri

    Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

  • Lampiran 1

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UI

    ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA

    FORMAT PENGKAJIAN ANAK

    Nama Mahasiswa : Ade kurniah

    Tempat Praktek : RSUP Fatmawati gedung Teratai lantai 3 Utara

    Tanggal Praktek : 7 Mei 22 Juni 2013

    I. IDENTITAS DATA

    Nama : An. S

    Tempat/tgl lahir : Brebes, 18 Januari 2012

    Usia : 1 tahun 4 bulan

    Nama Ayah/Ibu : Tn. T / Ny. S

    Pekerjaan Ayah : wiraswasta

    Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga

    Alamat : Jln. H. Japat Sukmajaya RT 06/01, Sukmajaya, Depok,

    Jawa Barat.

    Agama : Islam

    Suku Bangsa : Sunda

    Pendidikan Ayah : SMA

    Pendidikan Ibu : SMP

  • Lampiran 1

    II. KELUHAN UTAMA :

    Klien masuk ruang perawatan untuk rencana operasi tutup kolostomi hari

    kamis tanggal 13 Juni 2013.

    Riwayat kehamilan dan kelahiran:

    1. Prenatal

    Klien merupakan anak pertama keluarga bpk. T. selama kehamilan ibu S

    kurang lebih 5 kali memeriksakan kandungannya ke bidan puskesmas. Ibu

    klien periksa kehamilan tidak rutin, dan tidak minum vitamin selama

    kehamilan secara rutin seperti asam folat dan tablet Fe. Variasi makanan

    ibu selama hamil terbatas , ibu koien mengatakan jarang mengkonsumsi

    sayuran dan susu, lebih sering makan ayam goreng yang dibeli di penjual

    ayam goreng deket rumah keluarga klien. Selama kehamilan ibu S tidak

    mengalami ngidam