Upload
antony-juniar-elfarishi
View
88
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gg
Citation preview
37
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
3.1.1 Keadaan Fisik Daerah
3.1.1.1 Letak Geografis
Desa Sangiang secara geografis termasuk ke dalam wilayah Kecamatan
Banjaran Kabupaten Majalengka. Jarak antara Desa Sangiang ke ibu kota
Kabupaten Majalengka adalah 30 km, dan ke ibu kota Kecamatan Banjaran adalah
5 km. Keadaan transportasi yang menghubungkan desa penelitian dengan ibu kota
kecamatan terbilang tidak terlalu baik, hal ini dikarenakan kondisi infrastruktur
jalan yang merupakan jalur akses ke desa penelitian dalam keadaan rusak.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sangiang Kecamatan Banjaran
Kabupaten Majalengka. Pengambilan lokasi didasarkan bahwa Desa Sangiang
merupakan salah satu sentra penghasil jagung di Kabupaten Majalengka.
Secara administratif batas-batas wilayah Desa Sangiang dengan desa-desa
disekitarnya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cibunut.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Suniabaru.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kareo dan Desa Girimulya.
Sebelah Timur berbatasan dengan Gunung Garahalang/Kabupaten Kuningan.
Untuk lebih jelasnya mengenai letak dan batas-batas Desa Sangiang dapat
dilihat pada peta wilayah Desa Sangiang pada lampiran 1.
38
3.1.1.2 Keadaan Tanah dan Penggunaannya
Keadaan tanah di Desa Sangiang pada umumnya termasuk jenis tanah
andosol dengan bentang wilayah berbukti karena merupakan lereng gunung
dengan ketinggian tempat 1.200 meter dpl. Luas Desa Sangiang secara
keseluruhan adalah 550 hektar. Data Luas tanah dan penggunaannya di Desa
Sangiang dapat dilihat pada tabel Metode yang dberikut ini.
Tabel 3.1 Luas Tanah dan Penggunaannya di Desa Sangiang
No. Jenis Penggunaan Tanah Luas (ha)
1.2.3.
PemukimanPertanian tanah kering (ladang/tegalan)Hutan lindung
21420109
Jumlah 550Sumber : Data Dasar Profil Desa Sangiang 2013
Data diatas menunjukan bahwa sebagian besar tanah di Desa Sangiang
berupa lahan kering (ladang/tegalan). Hal ini dikarenakan pertanian lahan kering
di Desa Sangiang memegang peranan penting sebagai mata pencaharian pokok
bagi para petani dalam mencukupi kebutuhan hidupnya.
3.1.1.3 Keadaan Iklim
Keadaan iklim di suatu tempat merupakan salah satu faktor penentu
terhadap keberhasilan sektor pertanian, peternakan, perikanan dan lingkungan
alam lainnya. Secara tidak langsung keadaan iklim juga berpengaruh terhadap
lingkungan sosial budaya.
Pertumbuhan suatu tanaman memerlukan keadaan iklim yang spesifik
agar mampu tumbuh dengan baik. Hal ini menyebabkan ikut terpengaruhnya jenis
tanaman yang akan dibudidayakan. Penyinaran matahari merupakan unsur iklim
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.
39
Tanaman jagung memerlukan penyinaran matahari penuh, maka tempat
penanamannya harus terbuka. Di tempat yang terlindungi (ternaungi),
pertumbuhan batang tanaman jagung menjadi kurus dan tongkolnya menjadi
ringan.
Berdasarkan data Profil Desa Sangiang Kecamatan Banjaran Tahun 2013
bahwa daerah penelitian berada pada ketinggian 1.200 meter dpl dengan
temperatur rata-rata harian adalah 24oC dan tipe iklim agak basah. Meskipun
keadaan suhu bukan merupakan masalah yang serius bagi pengembangan
usahatani jagung, akan tetapi panen pada musim kemarau lebih baik daripada
panen pada musim hujan.
Panen pada musim kemarau berpengaruh karena semakin cepatnya
kemasakan biji dan mempermudah proses pengeringan biji dibawah sinar
matahari. Dengan kondisi seperti ini, daerah penelitian merupakan daerah yang
baik untuk proses budidaya dan usahatani jagung.
3.1.1.4 Keadaan Pertanian
Desa Sangiang merupakan sentra produksi pertanian dengan luas lahan
pertanian mencapai 420 hektar dari wilayahnya yaitu 550 hektar. Jenis tanaman
yang diusahakan oleh petani di Desa Sangiang sebagian besar adalah jagung dan
sayuran. Jenis tanaman dan luas tanam komoditas pertanian di Desa Sangiang
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
40
Tabel 3.2 Jenis Tanaman dan Luas Tanam Komoditas Pertanian di Desa Sangiang
No. Jenis Tanaman Luas Tanam (ha)1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.
JagungCabeBawang MerahTomatSawiKentangKubis Buncis Terong Bawang Daun
220301
10010022015050275
Sumber : Data Dasar Profil Desa Sangiang 2013
Dari data diatas, dapat diketahui bahwa komoditas jagung dan sayuran di
Desa Sangiang sangat dominan diusahakan oleh petani. Khusus komoditas jagung
di Desa Sangiang mampu menghasilkan produksi sebanyak 1.320 ton/ha dengan
luas tanam 220 ha pada tahun 2013.
3.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi
3.1.2.1 Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk di setiap daerah bervariasi berdasarkan umur dan jenis
kelamin. Dari data yang bersumber dari data dasar profil Desa Sangiang, diketahui
bahwa jumlah penduduknya adalah 2571 orang, dengan rincian 1281 orang laki-
laki dan 1290 orang perempuan yang seluruhnya terbagi kedalam 839 Kepala
Keluarga. Keadaan penduduk Desa Sangiang berdasarkan kelompok umur dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
41
Tabel 3.3 Keadaan Penduduk Desa Sangiang Berdasarkan Umur
No. Golongan Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.
0-45-9
10-1415-1920-2425-2930-3435-3940-4445-4950-54≥ 55
227199221220238229179201208208209232
8,837,748,598,569,268,916,967,828,098,098,139,02
Jumlah 2571 100,00Sumber : Data Dasar Profil Desa Sangiang 2013
Berdasarkan tabel diatas, jumlah penduduk yang berumur 0-14 tahun
sebanyak 647 orang (25,17 %), penduduk dengan umur produktif 15-54 tahun
sebanyak 1.692 orang (65,81 %), dan penduduk berumur 55 tahun ke atas adalah
sebanyak 232 orang (9,02 %). Dari data ini, dapat dihitung Sex ratio, Man Land
Ratio, Dependency Ratio, Struktur Umur Penduduk, serta Kepadatan Penduduk.
Sex Ratio adalah perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan
perempuan, dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut :
Sex Ratio =
Jumlah Penduduk laki-laki Jumlah Penduduk Perempuan x 100%
=
1. 2811. 290 x 100 %
= 99,30 = 100 %
= 1.281
Artinya jika ada 100 orang penduduk perempuan di Desa Sangiang, maka terdapat
penduduk laki-laki sebanyak 100 orang.
42
Man Land Ratio adalah perbandingan antara jumlah penduduk suatu
daerah dengan luas lahan pertanian produktif di daerah tersebut. Untuk
mengetahuinya, dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Man Land Ratio =
Jumlah Penduduk (orang )Luas lahan pertanian potensial ( ha ) x 100 %
=
2. 571420 x 100 %
= 6,12 = 7 orang/ha
Ini berarti bahwa 1 hektar lahan pertanian produktif di Desa Sangiang digunakan
untuk menghadapi 7 orang penduduknya.
Dependency Ratio / DR (Beban Ketergantungan) yaitu perbandingan
antara jumlah penduduk tidak produktif (usia 0-14 tahun ditambah jumlah
penduduk yang berusia diatas 55 tahun), engan jumlah penduduk produktif usia
14-54 tahun. Angka ketergantungan Desa Sangiang dapat dihitung sebagai
berikut:
DR =
∑ Penduduk umur ( 0 - 14 tahun)
∑ Total Penduduk
=
64725 .16 x 100
= 25,16 %
Struktur Umur Desa Sangiang menunjukan angka sebesar 25,16 %, artinya
penduduk Desa Sangiang mempunyai struktur usia kerja yang produktif.
Kepadatan Penduduk adalah perbandingan luas wilayah yang
ditempatinya (Km2). Kepadatan penduduk Desa Sangiang dapat dihitung dengan
menggunakan perhitungan sebagai berikut :
43
Kepadatan penduduk =
∑ Total Penduduk
Luas Areal (km² )
=
2. 5715,5
= 467,45 468 jiwa/Km2
Berdasarkan perhitungan tersebut, berarti bahwa kepadatan penduduk Desa
Sangiang setiap Km2 adalah 468 jiwa, dan tergolong cukup padat.
3.1.2.2 Mata Pencaharian Penduduk Desa Sangiang
Sebagian besar maka pencaharian penduduk Desa Sangiang adalah petani,
baik sebagai petani pemilik, petani penggarap, maupun buruh tani dan yang
lainnya bekerja pada sektor perdagangan dan jasa. Data lengkap mengenai mata
pencaharian penduduk Desa Sangiang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.4 Mata Pencaharian Penduduk Desa Sangiang
No. Mata Pencaharian Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.15.16.
PetaniBuruh TaniPegawai NegeriTNI/POLRIPedagangGuru SwastaBidanPerawatPenjahitPeternakPengrajinMontirSopirPramuwisataTukang KayuTukang Batu
1.330416251515125536582020
69,9021,861,310,052,680,260,050,110,260,260,160,320,260,421,051,05
Jumlah 1.903 100,0Sumber : Monografi Desa Sangiang 2013
44
Berdasarkan data di atas dapat kita ketahui bahwa sebagian besar
penduduk Desa Sangiang memiliki mata pencaharian disektor pertanian, hal ini di
karnakan kondisi alam Desa Sangiang yang sangat potensial untuk dilaksanakan
nya kegiatan usahatani sehingga mampu memberikan pendapatan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan usahatani yang dilaksanakan
oleh sebagian besar penduduk Desa Sangiang hingga saat ini telah mampu
meningkatkan kesejahteraan dan tarap hidup masyarakatnya.
3.1.2.3 Pendidikan Penduduk
Keberhasilan pembangunan desa sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan penduduk.Tingkat pendidikan penduduk menggambarkan sumber
daya manusia yang dimilikinya dan sebagai tolak ukur bagi kemajuan suatu
masyarakat. Dengan tingginya pendidikan suatu masyarakat disuatu daerah, maka
akan memiliki kecenderungan yang tinggi pula dalam menerima dan mengadopsi
inovasi baru seperti tekhnologi yang mendukung pembangunan didaerah tersebut.
Tabel 3.5 Keadaan Pendidikan Penduduk Desa Sangiang
No Tingkat PendidikanJumlah(orang)
1.2.3.4.5.6.7.8.
Belum SekolahTidak tamat SDTamat SD/sederajatTamat SLTP/sederajatTamat SLTA/sederajatDiploma 2(D-2)Diploma 3 (D-3)Sarjana (S.1)
26533
1697489593223
Jumlah 2.571Sumber; Data Dasar Profil Desa Sangiang 2013
Berdasarkan tabel diatas, dapat kita ketahui bahwa pada umumnya
Penduduk Desa Sangiang pernah memperoleh pendidikan formal, meskipun
45
sebagian besar nya hanya tamat SD/sederajat. Meskipun demikian jumlah
penduduk yang menempuh pendidikan hingga hingga perguruan tinggi juga cukup
banyak. Hal ini merupakan modal yang turut menunjang pembangunan di Desa
Sangiang, khususnya dibidang pertanian.
3.1.2.4 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan suatu faktor pendukung bagi
kelancaran berbagai aktivitas masyarakat. Salah satunya diantaranya adalah
prasarana perhubungan yang memegang peranan sangat penting terhadap
perekonomian desa, karena dapat menunjang terhadap aktivitas penduduk dan
pengaruhnya terhadap kelancaran kegiatan pertanian yang meliputi kegiatan
tataniaga hasil pertanian.
Keberhasilan pembangunan pedesaan umumnya dan pembangunan
pertanian khususnya tidak terlepas dari faktor-faktor lain yang mendukungnya.
Prasarana ekonomi merupakan salah satu faktor pendukung untuk pembangunan
tersebut.
Sarana ekonomi yang ada di Desa sangiang untuk kehidupan sehari-hari
seperti toko dan warung-warung sudah tersedia. Khusus untuk kebutuhan sarana
produksi pertanian para petani dapat membeli dari kios milik perorangan atau
koperasi tani di Desa Sangiang yang menyediakannya.
Diantara sekian banyak sarana dan prasarana pendukung yang ada di
Desa Sangiang seperti prasarana komunikasi, air bersih, pemerintahan,
peribadatan, olah raga, kesehatan, penerangan dan prasarana pendidikan,
semuanya ada dalam kondisi baik. Hanya saja prasarana perhubungan/transportasi
berupa jalan yang menghubungkan Desa Sangiang dengan desa-desa disekitarnya
pada saat ini berada dalam kondisi rusak.
46
3.2 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan kegiatan
usahatani jagung dengan pola kemitraan 48 orang dan yang tidak melakukan
kemitraan yaitu 20 orang sehingga jumlah responden yang dijadikan sampel
sebanyak 68 orang. Pembahasan mengenal karakteristik responden meliputi umur,
tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani dan
penguasaan lahan.
3.2.1 Keadaan Umur Responden
Keadaan umur dapat mempengaruhi tingkat produktivitas kerja
seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Pada umumnya, petani yang berusia
lebih muda mempunyai kemampuan fisik yang lebih besar daripada petani yang
berusia lebih tua, sedangkan petani yang lebih tua mempunyai kapasitas
pengelolaan usaha yang lebih matang karena memiliki banyak pengalaman.
Keadaan umur petani responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.6 Keadaan Umur Petani Responden
No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah (orang)1.2.3.4.
21-3637-4647-5556-68
9361211
Jumlah 68Sumber; Data Primer Desa Sangiang 2013
Tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar petani responden
berusia produktif yaitu 36 orang. Keadaan ini mengindikasikan bahwa mereka
memiliki motivasi yang tinggi dalam menjalankan kegiatan usahatani serta berani
dalam menghadapi risiko usaha.
47
Golongan usia ini memungkinkan petani mampu bekerja secara
produktif untuk mendapatkan hasil produksi pertanian atau pendapatan yang
diharapkan. Hal ini menjadi modal yang cukup baik dalam proses panjang menuju
berhasilnya pembangunan pertanian.
3.2.2 Tingkat Pendidikan Responden
Pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kecerdasan,
kecakapan dan keterampilan seseorang dalam melakukan kegiatan usaha. Tingkat
pendidikan dapat mempengaruhi keterampilan dalam mengelola usahatani serta
dapat dijadikan alat untuk mengukur kualitas kerja dan penyerapan inovasi
pertanian, dimana dengan pengetahuan yang dimiliki maka petani lebih mampu
memilih berbagai alternatif yang lebih menguntungkan serta mampu mengelola
usahataninya dengan baik. Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan
dapat dilihat tabel berikut ini.
Tabel 3.7 Tingkat Pendidikan Petani Responden
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)
1.2.3.
Tamat SD/sederajatTamat SLTP/sederajatTamat SLTA/sederajat
44816
Jumlah 68
Sumber; Data Primer Desa Sangiang 2013
Dari tabel diatas, diketahui bahwa seluruh responden yang berjumlah
68 orang telah menempuh jenjang pendidikan formal. Meskipun di Desa Sangiang
terdapat sebuah SD dan SLTP, akan tetapi jumlah responden yang menempuh
pendidikan hingga SLTP hanya mencapai 8 orang, dan lulusan SD 44 orang, hal
ini disebabkan karena kelulusan SD dan SLTP umumnya langsung membantu
orang tua melaksanakan kegiatan usahatani.
48
Petani responden yang menempuh pendidikan hingga tingkat SLTA
mencapai 16 orang meskipun bangunan SLTA yang terdekat dari Desa Sangiang
berada di Kecamatan Talaga yang jarak tempuhnya cukup jauh. Hal ini
mengindikasikan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya peran pendidikan
masih cukup tinggi.
3.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden
Banyaknya jumlah anggota keluarga yang di tanggung oleh kepala
keluarga, menunjukan besarnya beban tanggungan keluarga. Anggota keluarga
yang menjadi tanggungan kepala keluarga adalah istri, anak, dan orang lain yang
hidupnya dibiayai oleh petani yang bersangkutan. Semakin banyak jumlah
tanggungan keluarga, maka anggaran belanja rumah tangga yang dibutuhkan akan
semakin tinggi.
Jumlah anggota rumah tangga dapat mempengaruhi waktu kerja yang
dicurahkan. Semakin besar jumlah anggota rumah tangga akan semakin tinggi
curahan kerja terhadap kegiatan usaha yang dilakukan. Keadaan tanggungan
keluarga responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.8 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden
No. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah (orang)1.2.3.
0-12-34-5
34916
Jumlah 68Sumber; Data Primer Desa Sangiang 2013
Banyaknya jumlah anggota keluarga yang di tanggung oleh kepala
keluarga lebih dari 2 orang. Keadaan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak
akan sangat membantu dalam hal ketersediaan tenaga kerja bagi kegiatan
49
usahatani jagung. Khususnya dalam kegiatan panen ataupun pasca panen.
Kegiatan panen dan pasca panen usahatani jagung seperti proses pengeringan di
Desa Sangiang biasanya dilakukan oleh tenaga keluarga, sehingga dengan jumlah
anggota keluarga yang banyak kegiatan pasca panen menjadi lebih ringan.
3.2.4 Pengalaman Berusahatani Responden
Pengalaman usahatani memiliki pengaruh positif terhadap
pengembangan usaha yang dilaksanakan dalam suatu bidang pekerjaan, termasuk
usahatani. Dari pengalaman, akan didapat pengetahuan dan wawasan yang luas
sehingga dapat memperlancar kegiatan usahataninya.
Dalam penelitian ini, pengalaman usahatani diukur berdasarkan
lamanya responden dalam berusahatani jagung. Data mengenai pengalaman
usahatani responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.9 Pengalaman Petani Responden Dalam Berusahatani Jagung
No.Pengalaman
Berusahatani (tahun)Petani
BermitraPersen
(%)
Petani Non Mitra
Persen (%)
1.2.3.4.
3 – 1516 – 2526 – 3536 – 45
624108
14,2919,0538,0928,57
14510
19,35 48,3919,3612,90
Jumlah 48 100,00 20 100,00Sumber; Data Primer Desa Sangiang 2013
Berdasarkan Tabel 3.9 diatas, diketahui bahwa pengalaman petani dalam
berusahatani jagung antara 36 - 45 tahun pada pola kemitraan sebesar 28,57 %
dan pada non mitra antara 16 – 25 tahun sebesar 19,05 %, sehingga petani di Desa
50
Sangiang sudah cukup terampil dalam berusahatani jagung. Hal ini terbukti
dengan besarnya respon petani dalam mengembangkan usahatani jagung.
3.2.5 Penguasaan Lahan Responden
Penguasaan lahan merupakan modal untuk melaksanakan kegiatan usaha
tani yang akan berpengaruh terhadap tingkat pengeluaran dan tingkat pendapatan,
sehingga apabila petani memiliki lahan yang luas maka harus diimbangi dengan
ketersediaan modal yang lebih besar dalam menyediakan sarana produksi dan
tenaga kerja.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa luas lahan yang dikuasi oleh petani
responden di Desa Sangiang berkisar antara 1,055 hektar. Untuk lebih jelasnya
mengenai penguasaan lahan responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.10 Penguasaan Lahan Petani Responden
No.Luas Lahan
(ha)Petani
BermitraPersen
(%)
Petani Non Mitra
Persen (%)
1.2.3.4.
0,8 – 0,160,17 – 0,320,33 – 0,640,65 – 0,80
10309-
23,81 45,16
33,330
31061
32,2642,8619,353,23
Jumlah 49 100,00 20 100,00Sumber; Data Primer Desa Sangiang 2013
Berdasarkan Tabel 3.10 diatas, penggunaan luas lahan usahatani jagung
antara petani mitra dan petani non mitra berbeda dengan jumlah petani yang
memiliki luas dengan pola kemitraan yaitu sebanyak 49 orang dan non mitra yaitu
sebanyak 20 orang, luas lahan petani yang melaksanakan kemitraan yang paling
tinggi mempunyai luas lahan antara 0,17 – 0,32 sebesar 45,16%, sedangkan untuk
51
petani non mitra mempunyai luas lahan paling tinggi antara 0,17 – 0,32 sebesar
42,86%. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar penduduk Desa Sangiang
banyak yang mengusahakan usahatani jagung dengan pola kemitraan. Luas lahan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keseluruhan lahan yang dipakai untuk
kegiatan usahatani jagung dalam satu hamparan di Desa Sangiang.
3.3 Pola Kemitraan Antara Petani Jagung Dengan Perusahaan Mitra
Kegiatan usahatani jagung di Desa Sangiang dilaksanakan dengan
menjalin hubungan kemitraan dengan PT. Tanjung Mulya, sebuah perusahaan
pakan ternak dari Tasikmalaya. Kemitraan ini ditunjukan untuk meningkatkan
pendapatan petani, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya
kelompok tani, peningkatan skala usaha serta meningkatkan kemampuan
kelompok usaha yang tangguh dan mandiri.
Melalui hubungan kemitraan dalam hal pemasaran, petani tidak hanya
mendapatkan jaminan pasar berupa kepastian harga, tetapi petani juga
mendapatkan pembinaan berupa penerapan teknologi baru dalam hal budidaya
dan informasi. Penerapan teknologi dirasakan mampu menghemat biaya produksi
dan akhirnya mampu mendatangkan penerimaan yang tinggi bagi petani.
Peran yang dilakukan oleh PT. Tanjung Mulya sebagai perusahaan
pengolah, yang bermitra dengan petani jagung di Desa sangiang Kecamatan
Banjaran Kabupaten Majalengka diantaranya adalah memberikan pembinaan
dengan mengaadakan konsultasi dan temu usaha secara rutin serta membeli
pasokan hasil produksi jagung dari petani.
Perusahaan mitra dalam hal ini PT. Tanjung Mulya tidak memiliki serta
tidak melakukan usaha budidaya, tetapi perusahaan memiliki unit pengolahan.
52
Oleh karena itu hubungan kemitraan antara petani jagung di Desa sangiang
dengan peruahaan mitra hanya dilaksanakan dalam hal pemasaran hasil produksi.
Jagung pipilan kering dibeli dari petani kemudian diolah oleh
perusahaan sebagai bahan baku dalam pembuatan pakan ternak yang
diproduksinya. Beberapa indikator dalam kemitraan yang dilaksanakan oleh
petani jagung di Desa Sangiang dengan PT. Tanjung Mulya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 3.11 Indikator-indikator Kemitraan Usahatani Antara Petani Jagung di Desa Sangiang Dengan PT. Tanjung Mulya.
No. Jenis Indikator Ya Tidak
1.Adanya pembinaan dan pengembangan oleh perusahaan mitra, berupa : Penyediaan dan penyiapan lahan. √ Pemberian sarana produksi. √ Pemberian bimbingan teknis manajemen usaha
& produksi.√
Pelayanan, penguasaan dan peningkatan teknologi.
√
Pemberian bantuan modal (kredit). √ Peningkatan pengetahuan dan kewirausahaan
kelompok.√
Konsultasi dan temu usaha secara rutin. √2. Perusahaan memiliki usaha budidaya. √
Perusahaan memiliki unit pengolahan. √Perusahaan menampung hasil produksi. √Perusahaan memasarkan hasil produksi. √
3. Adanya jaminan pasar dari perusahaan. √Adanya kesepakatan harga. √
√
Dengan memperhatikan peran-peran yang dilakukan oleh PT. Tanjung
Mulya sebagai perusahaan mitra, maka dapat disimpulkan bahwa pola kemitraan
antara petani jagung di Desa sangiang Kecamatan Banjaran Kabupaten
Majalengka dengan PT. Tanjung Mulya adalah pola dagang umum.
53
Pelaksanaan kemitraan antara petani jagung di Desa Sangiang dengan
PT. Tanjung Mulya hingga saat ini masih berjalan baik, hal ini dikarenakan
masing-masing pihak masih saling percaya dan memegang prinsip untuk saling
menguatkan. Perusahaan yang berkewajiban untuk menghormati dan memenuhi
hak para petani tetap membeli jagung dengan harga yang setara/tidak kurang dari
harga pasar.
Sama halnya dengan petani yang berkewajiban untuk menghormati dan
memenuhi hak perusahaan sebagai mitra dalam usahataninya, petani akan menjual
hasil produksinya kepada PT. Tanjung Mulya sesuai kesepakatan, maka
permasalahan tersebut dipecahkan bersama-sama secara musyawarah sehingga
tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan. Dengan kata lain untuk
memelihara keberlangsungan hubungan kemitraan antara kedua belah pihak maka
dibutuhkan kejujuran, keterbukan, dan rasa saling percaya satu sama lain.
3.4 Biaya Produksi, Penerimaan, Pendapatan dan Keuntungan Usahatani
Jagung Berdasarkan Pola Kemitraan Dan Non Kemitraan
3.4.1 Biaya Produksi
Biaya produksi dalam usahatani adalah besarnya pengorbanan yang harus
dikeluarkan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Pada dasarnya para petani
didalam kegiatannya selalu menghitung besarnya pengorbanan yang dikeluarkan
dan membandingkannya dengan penerimaan yang diperolehnya meskipun tidak
tertulis (Mubyarto,1993). Perhitungan ini merupakan titik tolak bagi keputusan
selanjutnya apakah usahatani tersebut perlu dilanjutkan dan diperluas atau
didistribusikan dengan kegiatan lain.
54
Biaya produksi usahatani jagung pada pola kemitraan dan non kemitraan
adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi selama satu
musim tanam yang diukur dalam rupiah per musim tanam. Biaya produksi ini
terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
1. Biaya tetap
Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh
besarnya produksi. Biaya tetap yang dikeluarkan dalam usahatani jagung
pipilan varietas hibrida pioneer 12 di Desa Sangiang meliputi sewa lahan,
pajak tanah, biaya penyusutan alat dan transportasi. Biaya tetap yang
digunakan petani berdasarkan kemitraan adalah Rp 4.313.083,- sedangkan
biaya tetap yang digunakan petani berdasarkan non kemitraan adalah Rp
1.719.792,-.
2. Biaya variabel
Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang sifatnya berubah-ubah sesuai
dengan besarnya produksi. Biaya variabel yang dikeluarkan dalam usahatani
jagung pipilan varietas pioneer 12 terdiri dari benih, pupuk dan tenaga kerja.
Jumlah keseluruhan nilai biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani mitra di
Desa Sangiang adalah sebesar Rp 384.095.750 sedangkan nilai yang
dikeluarkan oleh petani non mitra adalah sebesar Rp 127.377.641,-.
Biaya usahatani merupakan serangkaian dari seluruh biaya yang
dikeluarkan dari usahatani jagung yang dilakukan. Komponen-komponen biaya
variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan dari seluruh rangkaian kegiatan
usahatani yang dikelola dapat dilihat pada Tabel 3.12.
55
Tabel 3.12 Rata-rata Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Jagung Berdasarkan Pola Kemitraan Dan Non Kemitraan.
No. Uraian Kemitraan Non Kemitraan
Anjuran
1.2.
3.
Benih (Kg)Pupuk Urea (Kg)
SP 36 (Kg)Pestisida (Kg)
Pupuk Organik (Kg)
3029569
0,291285
3131466
0,261291
1520030012
500Sumber; Data Primer Desa Sangiang 2013
Berdasarkan tabel 3.12 diatas, (hasil penelitian) petani menggunakan benih
jagung per hektarnya yaitu antara kilogram 30 sampai 31 kilogram dengan daya
tumbuh benih diatas 75 %. Benih jagung ditanam sebanyak 1 biji/lubang.
Menurut anjuran benih jagung untuk 1 hektar sebanyak 15 kg.
Tanaman jagung dapat ditanam pada lahan sawah bekas tanaman padi
sawah ataupun pada lahan tegalan. Sebaiknya tidak menggunakan lahan bekas
tanaman satu famili untuk menekan atau memutuskan siklus hama dan penyakit.
Waktu pengolahan tanah yang terbaik minimum satu minggu sebelum tanam.
Tanah dibajak atau dicangkul sebanyak 2 kali dengan kedalaman 15 – 20
cm, gulma dan sisa tanaman dibenamkan. Jagung tumbuh dengan baik pada curah
hujan 250 – 500 milimeter selama pertumbuhan air tidak begitu tinggi dibanding
dengan waktu berbunga, yang membutuhkan air banyak, pada masa berbunga ini
waktu hujan yang pendek diselingi dengan sinar matahari jauh lebih baik dari
pada hujan terus menerus.
1. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Jagung
56
Waktu yang paling baik untuk menanaman jagung adalah pada awal
musim hujan yaitu pada Bulan September atau Bulan Oktober. Dapat pula
ditanam pada musim kemarau asalkan keadaan airnya mencukupi. Petani
melakukan penanaman pada pagi hari atau sore hari untuk menghindari
penguapan yang terlalu tinggi. Setiap lubang yang telah ditugal sedalam 5 cm
ditanami 1 biji/lubang benih jagung dengan jarak tanam 70 X 25 cm.
Penyiraman dapat dilakukan sekali dalam 15 hari. Tanaman jagung
membutuhkan banyak air semasa pembungaan dan pembuahan. Penyulaman
dilakukan pada umur tanaman 1 minggu setelah tanam. Penyiangan kesatu segera
dilakukan setelah rumput tumbuh dengan pengerjaan tanah secara dangkal,
penyiangan kedua dilakukan setelah tanaman setinggi lutut atau umur 3 – 4
minggu sekaligus dilakukan pembumbunan barisan tanaman jagung.
Pemupukan yang dilaksanakan oleh petani responden per hektarnya
berdasarkan tabel yang ada di lampiran bervariasi seperti diantaranya penggunaan
pupuk urea antara 295 kg (pola kemitraan) dan 314 kg (pola non kemitraan)
sedangkan dosis anjuran 200 kg. Hal ini dikarenakan petani itu akan puas apabila
melihat tanamannya hijau..
Waktu pemberian pupuk menurut anjuran dilaksanakan 3 kali yaitu
pelaksanaan pupuk dasar dengan rata-rata pemberian adalah Phoska 100 kg/hektar
dan Insektisida G 12 kg/ha, susulan pertama 15 hari setelah tanam Phonska100
kg/ha, Urea 100 kg/ha susulan kedua 35 setelah tanam Phonska 100 kg/hektar dan
Urea 100 kg/hektar. Sumber (PT. Petro Kimia Gresik).
2. Perlindungan Tanaman
57
Perlindungan pada tanaman jagung diutamakan terhadap gangguan hama
dan penyakit. Prinsip perlindungan tanaman dengan menggunakan teknologi PHT
(Pengendalian Hama Terpadu). Pemberantasan gulma dilakukan dari mulai
rumput tersebut mulai tumbuh dilakukan secara mekanis 2 kali yaitu pada umur
tanaman 2 minggu dan 3 minggu.
3. Panen dan Pasca Panen
Dalam keadaan baik jagung dapat dipanen hasilnya pada umur 90-100
hari. Pelaksanaan panen dan pasca panen dilakukan oleh petani sendiri yang
dibantu oleh tenaga kerja luar keluarga.
Tanda-tanda bahwa jagung siap panen adalah kelobotnya berwarna coklat
muda kering serta bijinya mengkilat, ada tanda hitam (black layer) pada pangkal
biji dan bila biji ditekan biji sudah padat. Bila panen dilakukan terlalu awal atau
tongkol belum mencapai matang, akan memberikan hasil panen dengan persentase
butir muda tinggi sehingga kualitas biji dan daya simpannya menjadi rendah.
Satu atau dua minggu sebelum panen biasanya dilakukan pemangkasan
batang atau tanaman. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat kematangan biji
dan matangnya merata. Hal penting yang harus diperhatikan bahwa pemanenan
harus dilakukan dalam keadaan cuaca yang cerah.
Pengeringan tongkol dilakukan dengan cara dijemur dibawah sinar
matahari dan alas penjemuran umumnya menggunakan anyaman bamboo (gribig)
atau terpal. Lama pengeringan memakan waktu 3-5 hari, tergantung keadaan sinar
matahari.
Pemipilan dilakukan apabila tongkol sudah kering betul sehingga
pemipilan dapat lebih mudah dilakukan serta mengurangi resiko kerusakan. Cara
58
menguji kering pipil adalah dengan mendengarkan bunyi ‘kresek’ antar biji
jagung, bunyi ‘kresek’ yang nyaring menandakan tingkat kadar air yang ideal
yaitu 17-18 %.
Pemipilan jagung di Desa Sangiang dilakukan dengan menggunakan
mesin pemipil jagung. Petani yang akan memipil jagung hasil produksinya
biasanya memborongkan dengan ongkos pemipilan Rp. 70,- per kg. setelah
jagung dipipil lalu dimasukan kedalam karung untuk dipasarkan atau disimpan di
gudang.
Sedangkan tanaman jagung telah siap dipanen dengan pola non kemitraan
pada umur 70 – 85 hari setelah tanam dalam bentuk jagung segar untuk di jadikan
jagung rebus atau jagung bakar dan daunnya dijadikan sebagai bahan hijauan
makanan ternak terutama untuk ternak sapi potong yang banyak dimiliki oleh
petani responden.
4. Pemasaran
Sistem pemasaran yang dilakukan petani mitra di Desa Sangiang tidak
sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan petani yang tergabung dalam Koperasi Mitra
Saluyu telah bermitra dengan perusahaan pakan ternak PT. Tanjung Mulya dari
Kabupaten Tasikmalaya yang datang langsung ke lokasi untuk membeli hasil
produksi jagung dari petani.
Sedangkan petani non mitra umumnya menjual hasil tanaman kepada
pedagang pengumpul atau tengkulak yang selalu siap menampung hasil panen
petani. Selama ini petani tidak pernah merasa kesulitan untuk menjual hasil
panennya, begitu pula dengan pedagang pengumpul. Kemudahan-kemudahan
tersebut disebabkan karena tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang
59
memadai, jalan aspal yang cukup baik, dan adanya sarana angkutan yang setiap
saat dapat mengangkut hasil produksi tersebut agar secepatnya sampai ke
konsumen.
3.4.2 Analisis Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Jagung Berdasarkan
Pola Kemitraan Dan Non Kemitraan
Perhitungan biaya pada usahatani tanaman jagung berdasarkan kemitraan
dan non kemitraan dianalisis dalam satu musim tanam 2012, komponen biaya
produksi meliputi biaya variabel, biaya tetap dan biaya total yang merupakan
penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya variabel. Data kegiatan usahatani
jagung seperti tersaji pada tabel yang ada pada lampiran.
Berdasarkan analisis pendapatan petani yang melakukan kemitraan sebesar
Rp. 5.030.300,- dan petani non mitra sebesar Rp. 4.411.151,-. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor, dalam pola kemitraan petani tidak mengeluarkan biaya
pasca panen karena biaya ditanggung oleh perusahaan sedangkan pada petani non
mitra ada biaya panen dan pasca panen sehingga ada perbedaan pendapatan dari
kedua pola kemitraan dan non mitra tersebut.
Biaya usahatani merupakan serangkaian dari seluruh biaya yang
dikeluarkan dari usahatani jagung yang dilakukan. Komponen-komponen biaya
yang dikeluarkan dari seluruh rangkaian kegiatan usahatani yang dikelola dapat
dilihat pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13 Analisis Penerimaan Dan Pendapatan Usahatani Jagung Per Hektar Berdasarkan Pola Kemitraan Dan Non Kemitraan (Rp/ha/musim).
No. Uraian Kemitraan Non Kemitraan
1. Biaya
60
a.
b.
2.
3.
Biaya Tetap PBB Sewa Lahan Penyusutan Alat Iuran Irigasi Jumlah Biaya Tetap Biaya Variabel Benih Pupuk BuatanPupuk OrganikTenaga KerjaJumlah Biaya Variabel Jumlah Biaya TotalPenerimaan Produksi (kg)Harga (Rp/kg)Jumlah Penerimaan Pendapatan
10.9381.997.423
30.47731.250
2.070.087
682.9901.678.866
355.6703.165.5935.883.1198.015.319
9.3181.400
13.045.6195.030.300
13.7572.576.232
36.04839.221
2.665.257
744.7181.580.061
297.1835.756.6028.378.565
11.043.823
6.2482.500
15.454.9744.411.151
Berdasarkan tabel diatas, biaya tetap usahatani jagung meliputi pajak bumi
dan bangunan, pajak dibayar dalam satu tahun sekali itu merupakan pengeluaran
yang harus dibayar oleh petani kepada pemerintah yang nilainya berdasarkan luas
pemilikan lahan. Namun dalam hal ini hanya dimasukan dalam satu periode
musim tanam. Dalam pengelolaan usahatani jagung sewa lahan harus dimasukan
dan diperhitungkan dalam pembiayaan walaupun lahan tersebut milik pribadi.
Sewa lahan berbeda-beda nilainya antara lahan yang subur atau lahan
sawah dengan lahan tegalan, lahan sawah harga sewanya lebih mahal
dibandingkan dengan sewa lahan tegalan. Lahan akan berpengaruh terhadap
produksi yang dihasilkan, lahan sawah lebih subur dibandingkan dengan lahan
tegalan sehingga produksinya lebih unggul apabila jagung yang ditanam di lahan
sawah.
61
Pengelolaan usahatani jagung memerlukan alat pertanian yang terdiri dari
parang dan cangkul yang biasa digunakan oleh petani untuk mengolah lahan
usahatani. Parang digunakan untuk membersihkan rumput atau gulma yang ada
dilahan usahatani untuk memudahkan pengolahan tanah baik sebelum diolah
maupun dalam pemeliharaan, sedangkan cangkul merupakan alat pertanian bagi
petani yang sangat penting dalam mengelola usahatani yang berguna untuk
menggemburkan tanah sebagai media tanaman.
Cangkul dapat digunakan dalam pemeliharaan tanaman seperti pada
pembumbunan, memperbaiki drainase agar air yang ada dalam parit dapat berjalan
dengan lancar sehingga tidak menimbulkan genangan air pada tanaman jagung
tersebut. Parang dan cangkul mengalami penyusutan diperkirakan kekuatan alat
tersebut sekitar lima tahun dalam hal ini diperhitungkan dalam satu musim tanam.
Pengelolaan usahatani jagung tidak terlepas dari penggunaan air untuk
menunjang pertumbuhan tanaman jagung terutama pada musim kemarau karena
pada musim kemarau air sangat kurang dibandingkan dengan musim penghujan,
air sangat diperlukan pada saat pertumbuhan dan pada saat pengisian biji,
sehingga dalam hal ini petani harus mengeluarkan biaya iuran irigasi kepada pihak
terkait atau yang mengelola air tersebut agar lahan usahatani jagung mendapat air
pada saat musim kemarau iuran irigasi di bayar satu tahun sekali.
Pajak bumi dan bangunan, sewa lahan, penyusutan alat dan iuran irigasi
dibayar satu tahun sekali tapi di dalam perhitungan usahatani jagung di
perhitungkan satu kali tanam atau satu musim tanam.
Biaya variabel meliputi kebutuhan benih, pupuk buatan, pupuk organik
dan tenaga kerja. Benih merupakan salah satu faktor penentu dalam meningkatkan
62
produksi, benih yang digunakan oleh petani yang berada di Desa Sangiang yaitu
varietas jagung hibrida pioneer dan yang harganya Rp. 50.000,- perkilogram.
Pupuk buatan yang digunakan oleh petani yaitu pupuk urea dan phonska.
pupuk urea berguna untuk pertumbuhan tanaman terutama menghijaukan daun
dan batang sedangkan pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang
mengandung unsur hara NPKS. Penggunaan pupuk kimia tersebut tidak sesuai
anjuran melebihi dosis yang dianjurkan, yang paling menonjol penggunaan pupuk
terlalu oper yaitu pupuk phonska sehingga dosis yang terlalu banyak juga kurang
baik terhadap tanaman jagung tersebut, jadi petani harus bisa menekan
penggunaan pupuk yang berlebihan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam
usahatani jagung terdiri atas tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita, baik yang
berasal dari dalam maupun luar keluarga. Tenaga kerja yang digunakan baik yang
menerapkan pola kemitraan dan non kemitraan proporsi terbesar yaitu pada
pengolahan tanah dan paling sedikit pada kegiatan tanam. Penggunaan tenaga
kerja pada sektor pertanian terutama pada kegiatan pengolahan lahan
ketersediaannya semakin kurang, hal ini dikarenakan generasi muda sebagai
generasi penerus beralih menjadi tenaga kerja pada sektor industri atau sektor
lainnya di luar sektor pertanian.
Upah tenaga kerja pria sebesar Rp. 50.000,-/hari dan tenaga kerja wanita
sebesar Rp. 30.000,-/hari. Mahalnya upah tenaga kerja ini disebabkan makin
banyaknya angkatan kerja yang bekerja di luar sektor pertanian sehingga tenaga
kerja pertanian semakin berkurang, hal ini dikarenakan usaha di bidang pertanian
63
mempunyai banyak resiko yang tinggi diantaranya produk pertanian mudah rusak
(busuk) atau tidak tahan lama.
Tenaga kerja pada pola kemitraan lebih besar karena ada biaya panen dan
pasca panen biaya tersebut dikeluarkan oleh petani sedangkan biaya tenaga kerja
pada non mitra lebih sedikit dibandingkan dengan pola kemitraan, hal ini
disebabkan untuk kemitraan petani tidak mengeluarkan biaya panen dan pasca
panen karena jagung mereka di borongkan kepada perusahaan PT. Tanjung Mulya
yang berlangsung dalam bentuk kerjasama pemasaran, yaitu dengan
menerima/membeli pasokan jagung pipilan kering dari petani untuk memenuhi
kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Jumlah biaya variabel pada pola kemitraan lebih besar selisihnya sekitar
Rp. 2.495.446,-. Pada pola non kemitraan lebih sedikit dibandingkan dengan
kemitraan karena dilihat dari penggunaan benih, penggunaan pupuk buatan,
penggunaan pupuk organik dan penggunaan tenaga kerja yang berbeda terutama
yang paling menonjol perbedaannya yaitu pada penggunaan tenaga kerja.
Produksi jagung pada pola kemitraan perhektarnya sebesar 9.318 kilogram
sedangkan non kemitraan sebesar 6.248 kilogram, dilihat dari produksi pola
kemitraan lebih tinggi dibandingkan dengan non kemitraan. Produksi jagung yang
diperoleh petani tergantung pada tujuan dari usahatani apakah untuk di produksi
berupa jagung segar atau dalam bentuk pipilan kering. Produksi jagung hibrida
setiap habis panen, petani yang bermitra dapat menjualnya kepada perusahaan
sedangkan petani non mitra dapat menjualnya langsung kepada pedagang
pemborong atau harga pasar. Harga pembelian petani berubah-ubah mengikuti
64
perkembangan harga di pasar yang dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dan
penawaran.
Penerimaan usahatani yang dimaksudkan disini adalah total produksi yang
dihasilkan dikalikan dengan harga barang tersebut. Total produksi dan harga
disini sangat memegang peranan, bila barang itu dinilai dengan uang, maka
peranan harga dalam hal ini memegang peranan yang penting, karena semakin
tinggi harganya semakin besar penerimaan yang diperoleh petani sebaliknya.
Pendapatan usahatani jagung dapat diperhitungkan dengan mengurangi
penerimaan dengan biaya total. Pendapatan merupakan hasil akhir dari kegiatan
usahatani tanaman jagung yang selalu diharapkan oleh para petani di pedesaan.
Rata-rata besarnya tingkat pendapatan petani dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu jumlah total penerimaan dan harga jual dari produk yang
dihasilkan pada komoditas tanaman jagung. Berdasarkan tabel di atas penerapan
pola kemitraan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 5.030.300,- dan non
kemitraan sebesar Rp. 4.411.151,-. Jadi terdapat perbedaan selisih sebesar Rp.
619.149,-/hektar/musim. Penerimaan pada pola kemitraan lebih besar
dibandingkan non kemitraan. Dikarenakan pada pola kemitraan tidak ada biaya
pasca panen.
3.5 Analisis R/C Ratio Pada Usahatani Jagung Dengan Pola Kemitraan Dan
Non Kemitraan
3.5.1 Analisis Biaya Usahatani
Biaya usahatani merupakan hal yang penting dalam kegiatan usahatani,
demikian pula dalam usahatani jagung. Besar kecilnya biaya usahatani tergantung
65
pada kualitas input, harga input dan teknologi yang digunakan. Komponen biaya
usahatani jagung pada penelitian ini meliputi biaya variabel dan biaya tetap.
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk pengadaan
faktor-faktor produksi, yang besar kecilnya dipengaruhi oleh besar kecilnya
volume produksi. Biaya tetap adalah biaya yang pada kapasitas tertentu besar
kecilnya tidak dipengaruhi oleh besarnya skala produksi, dan Biaya total adalah
hasil penjumlahan biaya variabel dengan biaya tetap.
a. Biaya Variabel Benih
Benih yang digunakan oleh petani yang berada di Desa Sangiang yaitu
varietas jagung hibrida pioneer 12 dan pioneer 21 yang bersertifikat, untuk
pola kemitraan petani menggunakan P12 yang harganya Rp. 50.000,-
perkilogram, sedangkan untuk petani non mitra menggunakan P21 dengan
harga Rp. 60.000,- perkilogram.
Dengan demikian rata-rata penggunaan biaya variabel benih pada pola
kemitraan adalah Rp. 682.990,- per hektar sedangkan penggunaan biaya
variabel non kemitraan adalah Rp. 744.718,-.
b. Biaya Variabel Pupuk
Pupuk buatan yang digunakan oleh petani yaitu pupuk urea dan phonska.
pupuk urea berguna untuk pertumbuhan tanaman terutama menghijaukan
daun dan batang sedangkan pupuk phonska merupakan pupuk majemuk
yang mengandung unsur hara NPKS..
Penggunaan pupuk kimia tersebut tidak sesuai anjuran melebihi dosis yang
dianjurkan, yang paling menonjol penggunaan pupuk terlalu oper yaitu
pupuk phonska. Dosis yang terlalu banyak juga kurang baik terhadap
66
tanaman jagung tersebut, jadi petani harus bisa menekan penggunaan pupuk
yang berlebihan.
c. Biaya Variabel Pestisida
Karena kondisi areal pertanaman jagung di Desa Sangiang relatif jarang
diserang oleh hama/penyakit, maka penggunaan pestisida hanya dilakukan
oleh sebagian kecil petani.
d. Biaya Variabel Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan pada usahatani jagung di Desa Sangiang
adalah tenaga kerja pria dewasa dan wanita dewasa yang berasal dari dalam
keluarga dan luar keluarga. Rata-rata penggunaan tenaga kerja adalah 150
HKP per hektar dengan satuan upah berkisar antara Rp. 30.000,- sampai Rp.
35.000,- per HKP. Harga HKW (Hari Kerja Wanita) sebanding dengan 0,8
HKP (Hari Kerja Pria).
3.5.2 Analisis Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani jagung adalah seluruh pendapatan yang diperoleh
dari nilai produk jagung yang dihasilkan dikalikan harga jual per kilogram. Hasil
produksi jagung adalah jagung pipilan kering dihasilkan dalam satu kali proses
produksi. Harga jual adalah harga jual jagung yang berlaku pada saat penjualan,
sesuai dengan hasil kesepakatan antara petani dengan perusahaan mitra sebagai
pembeli.
3.5.3 Analisis Tingkat Keuntungan Usahatani
Tingkat keuntungan usahatani adalah besarnya nilai yang menyatakan
kemampuan satu satuan penerimaan yang dibandingkan dengan satu satuan biaya
total yang diukur dengan besarnya nilai R/C ratio. Nilai R/C ratio usahatani
67
jagung dengan pola kemitraan di Desa Sangiang diperoleh dengan cara membagi
jumlah penerimaan rata-rata per hektar yaitu Rp. 13.045.619,- dengan rata-rata
biaya perhektar yaitu Rp. 8.015.319,-. Sedangkan usahatani jagung dengan pola
non kemitraan diperoleh dengan cara membagi jumlah penerimaan rata-rata per
hektar yaitu 15.454.974,- dengan rata-rata biaya perhektar 11.043.823,-.
Untuk menentukan tingkat keuntungan adalah dengan membandingkan
antara penerimaan total dengan biaya total diukur dengan rupiah/hektar dianalisis
dengan menggunakan rumus :
R/C =
Penerimaan Total (TR )Biaya Total (TC )
Kaidah Keputusannya sebagai berikut :
a). R/C > 1, berarti usahatani tersebut menguntungkan dan dapat diusahakan.
b) R/C = 1, berarti usahatani tersebut dalam keadaan impas yaitu tidak
untung dan tidak rugi.
c). R/C < 1, berarti usahatani tersebut mengalami kerugian.
Berdasarkan rumus diatas tingkat keuntungan usahatani dengan pola
kemitraan adalah :
R/C =
Penerimaan Total (TR )Biaya Total (TC )
R/C =
13 . 045. 6198. 015 .319
=1. 62
68
Dari hasil perhitungan tersebut diatas dengan nilai 1.62 atau R/C > 1,
berarti usahatani jagung dengan sistem kemitraan adalah menguntungkan dan
dapat diusahakan dan dikembangkan/dibudidayakan.
Tingkat keuntungan usahatani dengan sistem non kemitraan adalah
sebagai berikut :
R/C =
Penerimaan Total (TR )Biaya Total (TC )
R/C =
15 . 454 . 97411. 043 .823
=1 .39
Dari hasil perhitungan tersebut diatas dengan nilai 1.39 atau R/C > 1,
berarti usahatani jagung dengan sistem non mitra adalah menguntungkan dan
dapat diusahakan dan dikembangkan/dibudidayakan.
3.6 Peran Pemerintah dan Lembaga Lainnya
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pada tahun 2002 Koperasi
Mitra Saluyu mendapatkan modal dari pemerintah berupa bantuan langsung MAP
(Modal Awal Pandanan) dari Dinas KUKM dengan memberikan dana sebesar
Rp. 250.000.000,- dan sampai sekarang dana tersebut masih bergulir. Selanjutnya
pada tahun 2009 anggota yang tergabung pada Koperasi Mitra Saluyu juga
mendapatkan bantuan langsung PPA (Program Pengelola Agribisnis) dari Dinas
KUKM dengan jumlah dana sebesar Rp. 2.000.000,- dan juga bantuan berupa
barang seperti mesin giling tepung, pengering, lantai jemur yang diberikan satu
paket oleh Dinas KUKM.
69
Kemitraan sebagai kerjasama usaha yang telah dipilih oleh pemerintah
untuk dijadikan pola untuk memberdayakan usaha kecil yang melibatkan beberapa
pihak yaitu pengusaha besar dari PT. Tanjung Mulya yang bersedia menjalin
kemitraan dengan pengusaha kecil termasuk Koperasi Mitra Saluyu sehingga
petani tidak hanya mendapatkan jaminan pasar berupa kepastian harga tetapi
petani juga mendapatkan pembinaan berupa penerapan teknologi baru dalam hal
budidaya dan informasi.
70
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1. Kesimpulan
1. Bentuk pola kemitraan antara PT. Tanjung Mulya sebagai perusahaan mitra
dengan petani jagung di Desa Sangiang adalah pola dagang umum.
Perusahaan mitra berperan sebagai perusahaan pengolah yang
membeli/menerima pasokan hasil produksi dari petani untuk diolah lebih
lanjut menjadi pakan ternak. Perusahaan mitra juga memberikan bimbingan
kepada petani dalam melaksanakan usahataninya mengenai teknik
manajemen usaha dan produksi melalui kegiatan temu usaha yang
dilaksanakan secara rutin.
71
2. Petani yang melakukan kemitraan di Desa Sangiang menyatakan manfaat
utama kemitraan ini adalah pinjaman modal yang diberikan dari perusahaan
mitra dengan bantuan permodalan berupa peminjaman untuk pemenuhan
sarana produksi pertanian sehingga memudahkan petani dalam memperoleh
sarana produksi pertanian lebih dekat dengan harga terjangkau. Sedangkan
petani yang tidak melakukan kemitraan mengakibatkan lemahnya akses
petani terhadap modal (financial, lahan, saprodi), pasar, iptek, informasi dan
dalam proses pengambilan kebijakan.
3. Keuntungan dari pendapatan per hektar petani jagung pola kemitraan adalah
Rp. 5.030.300,- dan non kemitraan adalah Rp. 4.411.151,-. Rata-rata hasil
produksi jagung pada pola kemitraan per hektar adalah 9.318 kg dan non
kemitraan adalah 6.248 kg. Rata-rata penerimaan jagung pola kemitraan per
kg/hektar/musim adalah Rp. 13.045.619,- dan non kemitraan adalah Rp.
15.454.974,-.
4. Peran pemerintah dan lembaga lainnya yaitu sebagai kerjasama usaha yang
telah dipilih oleh pemerintah untuk dijadikan pola untuk memberdayakan
usaha kecil yang melibatkan beberapa pihak diantaranya pemrakarsa dan
mitra usaha.
IV.2. Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterima sebagai sumbangan
pemikiran dan informasi bagi pihak yang berhubungan dan diharapkan pula dapat
bermanfaat bagi:
1. Sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalkan produksi jagung sehingga
mampu meningkatkan penerimaan usahatani, petani disarankan untuk
72
menggunakan sarana produksi secara efesien dalam jumlah/dosis yang sesuai
dengan anjuran yang direkomendasikan.
2. Perlu adanya pengembangan penelitian dan pengkajian lebih lanjut dari
kedua pola panen serta perlu dilaksanakannya kemitraan usaha baik dengan
pengusaha jagung maupun dengan petani pedagang pengumpul, sehingga
pendapatan lebih meningkat lagi.
3. Perlu adanya peningkatan pembinaan dari Dinas/Instansi/Lembaga terkait
secara teratur, terjadwal dan berkesinambungan agar petani lebih paham
dalam berusahatani jagung.
73
74
Lampiran 1. Peta Desa Sangiang Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka