Upload
mazz-odinkz-prayogo
View
588
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut Peraturan Pemerintah No.19/2005 pasal 19, Proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik.
Pada kenyataannya sampai saat ini pendidikan di Indonesia masih didominasi
oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan (teacher
center), sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi
belajar. Oleh sebab itu, sering kali guru mengabaikan pengetahuan awal siswa.
Untuk itu diperlukan suatu metode belajar yang memberdayakan siswa. Metode
pengajaran saat ini sudah bermacam-macam, diantaranya metode pengajaran
klasik dan metode pengajaran modern. Namun banyak juga yang menggabungkan
antara metode pengajaran klasik dan metode pengajaran modern. Akan tetapi
metode pengajaran yang dapat memberdayakan siswa yang diterapkan oleh
pemerintah saat ini adalah CTL (Contextual Teaching and Learning). Metode
CTL yang diterapkan pemerintah saat ini mungkin juga memberi pengaruh
terhadap hasil belajar siswa. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa mulai dari motivasi belajar siswa juga hingga faktor eksternal siswa
2
pribadi, dalam penelitian yang dilakuan lebih mengerucut pada metode pengajaran
yang dilakukan dan motivasi belajar siswa dalam mencapai hasil belajar siswa.
CTL dikembangkan oleh The Washington State, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas. Metode Contextual Teaching and Learning yang diadopsi pemerintah dari Amerika Serikat, sudah diakui sangat mampu menunjang hasil belajar siswa di negara itu dan saat ini sudah mulai diterapkan dalam pengajaran di Indonesia. (http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-ctl.php).
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam
perjalanannya tentu saja mendapatkan berbagai respon, baik yang positif
maupun negatif dari kalangan pendidik maupun peserta didik.
Pendekatan kontekstual (CTL) juga melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat
belajar, pemodelan dan penilaian yang sebenarnya. Sehingga, melalui
pendekatan kontekstual (CTL) ini, diharapkan siswa memiliki minat belajar
yang tinggi terhadap Sains (IPA) agar memperoleh hasil belajar yang optimal.
Ke tujuh komponen itulah yang membedakan Metode Pembelajaran CTL
dengan metode pembelajaran konvesional yang menjadikan Guru sebagai
Pendidik bukan fasilitator.
3
Selain metode pembelajaran, faktor lain yang turut mempengruhi hasil belajar adalah motivasi belajar siswa. Motivasi dipandang sebagai dorogan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar (Koeswara, 1989).
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Motivasi merupakan bagian
penting dalam pembelajaran dan pencapaian hasil belajar. Karena minat belajar
yang tinggi akan menjadikan siswa senang dan suka pada mata pelajaran dan
hasil yang dicapai adalah hasil belajar siswa akan maksimal. (jelaskan lebih
rinci tentang motivasi).
Metode Contextual Teaching and Learning akan dapat ditinjau pengaruhnya
terhadap hasil belajar siswa jika kita tinjau dari motivasi belajar siswa. CTL
akan berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa apabila menumbuhkan
Motivasi Belajar tinggi pada siswa dan sebaliknya. Motivasi belajar yang tinggi
pada siswa akan menumbuhkan semangat belajar dan menjadikan mata
pelajaran fisika disukai, karena metode pengajaran guru yang membuat siswa
nyaman dengan metode pengajaran yang dilakukan oleh guru. Oleh karena itu
kita gunakan metode pengajaran yang mampu meningkatkan mtivasi belajar
siswa agar hasil belajar yang dicapai siswa dapat maksimal.
Untuk membuktikan paradigma tentang metode CTL yang digunakan oleh
Pemerintah saat ini saya melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Metode
Contextual Teaching and Learning terhadap hasil belajar IPA SMP ditinjau dari
Motivasi Belajar Siswa” yang saya harap mampu menjawab berbagai
pertanyaan tentang metode CTL yang diadopsi dari Amerika Serikat itu.
4
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah
tentang pendidikan sebagai berikut:
1. Mengapa hasil belajar IPA disekolah tingkat pertama pada umumnya rendah ?
2. Apakah rendahnya hasil belajar IPA Fisika disekolah disebabkan oleh metode
pengajaran CTL dan konvensional ?
3. Sejauh mana peningkatan hasil belajar IPA Fisika siswa setelah belajar dengan
menggunakan pembelajaran CTL dan pembelajaran konvensional ?
4. Sejauh mana peningkatan hasil belajar IPA Fisika siswa setelah belajar dengan
mendapat motivasi pembelajaran ?
5. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran CTL dan sikap siswa terhadap
motivasi belajar ?
6. Apakah metode pembelajaran masih dianggap sebagai hal yang penting dalam
meningkatkan hasil belajar IPA Fisika ?
7. Bagaimanakah hubungan antara motivasi belajar dengan hasil belajar siswa?
8. Apakah penggunaan metode pembelajaran CTL dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa ?
9. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPA Fisika antara siswa yang diajar dengan
menggunakan metode CTL dan siswa yang diajar dengan menggunakan metode
konvensional?
10. Apakah ada interaksi antara metode pembelajaran CTL dengan motivasi belajar
dalam mempengaruhi hasil belajar IPA Fisika?
5
11. Pada siswa yang bermotivasi tinggi, manakah yang lebih baik hasil belajarnya
antara yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran CTL dan dengan
menggunakan metode pembelajaran konvensional?
12. Pada siswa yang bermotivasi rendah, apakah hasil belajarnya lebih baik jika
belajar dengan metode pembelajaran kovensional daripada pembelajaran CTL?
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini menjadi lebih terarah, maka penulis akan membatasi
penelitian ini hanya pada masalah ada atau tidaknya pengaruh pembelajaran
CTL dan motivasi siswa terhadap hasil belajar IPA Fisika. Agar tidak timbul
penafsiran yang berbeda maka permasalahan dibatasi lagi pada :
1. Motivasi belajar adalah dorongan yang berasal dari dalam diri dan mengarah
pada motivasi belajar siswa untuk tercapai suatu tujuan.
2. Motivasi siswa dibagi atas motivasi tinggi dan motivasi rendah.
3. Metode pembelajaran dibatasi pada metode pembelajaran CTL dan
konvensional.
4. Hasil belajar fisika dibatasi pada pokok bahasan ..... kelas .... semseter... tahun
ajaran.....
6
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut diatas maka penulisan
dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Adakah perbedaan hasil belajar IPA Fisika siswa yang menggunakan metode
pembelajaran CTL dengan metode konvensional?
2. Adakah pengaruh interaksi metode belajar dan motivasi belajar terhadap hasil
belajar IPA Fisika?
3. Apakah hasil belajar IPA Fisika siswa yang menggunakan metode pembelajaran
CTL lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan menggunakan metode
pembelajaran konvensional pada kelompok siswa yang bermotivasi tinggi?
4. Apakah hasil belajar IPA Fisika siswa yang menggunakan metode pembelajaran
CTL lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan metode pembelajaran
konvensional pada kelompok siswa yang bermotivasi rendah?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakannya peneltian ini agar dapat mengetahui hubungan
antara tingkat motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa jika menggunakan
metode pengajaran CTL dan konvensional dalam mata pelajaran IPA Fisika.
7
1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil hasil belajar IPA Fisika
siswa yang menggunakan metode pembelajaran CTL dengan metode
konvensional.
2. Utnuk mengetahui ada tidaknya pengaruh interaksi metode belajar dan
motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA Fisika.
3. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA Fisika siswa yang
menggunakan metode pembelajaran CTL lebih tinggi daripada siswa yang
diajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional pada kelompok
siswa yang bermotivasi tinggi.
4. Untuk membuktikan hasil belajar IPA Fisika siswa yang menggunakan
metode pembelajaran CTL lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan
metode pembelajaran konvensional pada kelompok siswa yang bermotivasi
rendah.
F. Manfaat penelitian
1. Bagi Peneliti, berguna untuk memperoleh pengetahuan baru tentang
strategi pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual (CTL).
2. Bagi siswa, diharapkan mendapatkan srtategi pembelajaran yang sesuai
dengan pokok bahasan yang disampaikan Guru di sekolah.
3. Bagi Guru, diharapkan mampu menerapkan strategi pembelajaran yang
sesuai dengan pokok bahasan materi yang diberikan kepada siswa.
4. Bagi Sekolah, diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan mutu
pendidikan.
8
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini penulis sajikan dalam lima bab, dengan sistematika
sebagai berikut :
Bab I :Pendahuluan. Pada bab ini akan di bahas tentang latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah perumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II :Landasan Teori, Kerangka Berpikir dan Telaah Kepustakaan.Pada
bab ini akan diuraikan tentang landasan teori kerangka berpikir dan
hipotesis penelitian.
Bab III : Metodologi Penelitian. Pada bab ini akan dibahas tentang
waktu dan tempat penelitian, metode penelitian, populasi dan sample,
teknik pengumpulan data, instrument penelitian dan teknik analisis data.
Bab IV :Hasil Analisis dan Pembahasan. Pada bab ini akan
Diuraikan tentang karakteristik responden, deskripsi data, Analisis
persyaratan data, pengujian hipotesis penelitian dan interprestasi hasil
penelitian.
Bab V : Kesimpulan dan Saran.
9
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
A. Landasan Teori
1. Hasil Belajar IPA Fisika
a. Tinjauan Tentang Belajar
Belajar merupakan kegiatan manusia yang berakal. Pengetahuan,
sikap dan keterampilan akan terbentuk, termodifikasi serta berkembang
melalui proses belajar. Belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri
individu sebagai akibat dari pengalaman. Oleh karena itu seseorang
dikatakan belajar bila didalam dirinya terjadi suatu proses kegiatan yang
mengakibatkan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku ini
disertai usaha, karena tanpa usaha tidak dapat dikatakan belajar. Dengan
demikian belajar menyangkut proses dan hasil belajar.
Muhibbin Syah (2008:92) menyatakan bahwa, ”belajar daat
dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.
Sementara itu, Darwyan Syah (2009:36) mengatakan bahwa:
”Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan rutin pada seseorang sehingga akan mengalami perubahan tingkah laku secara keseluruhan, maksudnya individu tersebut akan berubah atau bertambah baik keterampilan, kemampuan maupun sikap sebagai hasil pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan”.
10
Dari pengertian-pengertian tersebut ada beberapa hal yang patut
kita cermati dari definisi tentang belajar yaitu perubahan tingkah laku,
sadar, dan diperoleh dari hasil pengalaman. Artinya di sini, belajar
merupakan aktivitas yang dilakukan oleh individu secara sadar dalam
rengka mencapai perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalamannya
dalam berinteraksi dalam lingkungan. Dengan demikian, belajar
merupakan aktivitas yang sangat luas, bukan hanya terjadi di sekolah.
Akan tetapi melibatkan seluruh aktivitas manusia dalam mengubah
tingkah lakunya.
Berdasarkan luasnya arti belajar, maka ada pembatasan tersendiri
seorang individu dikatakan masuk ke dalam kategori belajar. Muhibbin
Syah (2008:92) mengatakan, ”perubahan tingkah laku yang timbul akibat
proses kematangan, keadaan gila, mabuk, lelah, dan jenuh tidak
dipandang sebagai proses belajar”. Slameto (2003:3-4) mengatakan, ciri
perubahan tingakh laku dalam belajar adalah perubahan itu terjadi secara
sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat aktif dan positif, bukan
bersifat sementara, bertujuan atau terarah dan perubahan yang terjadi
mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan di atas tentunya belajar
sebagai aktivitas perubahan tingkah laku mengalami pembatasan dalam
pengertian yang sesungguhnya. Ada beberapa criteria perubahan tingkah
laku yang dialami seseorang dikatakan sebagai hasil belajar. Dengan kata
11
lain, perubahan tingkah laku yang dialami seseorang tidak serta merta
merupakan dapat dikatakan sebagai hasil belajar.
Dari beberapa teori dan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses aktifitas yang dilakukan secara sadar oleh manusia
dengan memberdayakan pancaindera yang dimilikinya untuk
mendapatkan perubahan tingkah laku, kemampuan, keterampilan maupun
sifat-sifat yang ada dalam dirinya kearah yang lebih baik sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.
b. Tinjauan Tentang Hasil Belajar
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa belajar merupakan
proses aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh manusia dengan
memberdayakan panca indera yang dimiliki untuk mendapatkan
perubahan tingkah laku, kemampuan, keteramilan sebagai hasil
pengalaman. Definisi belajar tersebut akan merujuk pada pengertian hasil
belajar. Yang berarti bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
dari pengalaman seseorang tadi. Namun demikian, ada beberapa pendapat
yang mengemukakan pengertian belajar dengan lebih implisit yang akan
dibahas berikut ini.
Darwyan Syah (2009:43) berpendapat bahwa:
“Hasil belajar atau prestasi belajar adalah tahap pencapaian actual yang ditampilkan dalam bentuk perilaku yang meliputi aspek kognitif, afektif, maupun psikokomotor dan dapat dilihat dalam bentuk kebiasaan, sikap, penghargaan sesuai tujuan yang telah ditetapkan”.
12
Pengertian yang dikemukakan Darwyan Syah bertumpu pada apa
yang dikemukakan Bloom dalam Sudjana (2009:22) yang menjadikan
hasil belajar digolongkan ke dalam 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah
psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak.
Sudjana sendiri mendifinisikan hasil belajar sebagai kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya (2009:22). Pendapat lain mengenai hasil belajar dikemukakan
Nasution (1998:39) yang mengatakan bahwa, “ hasil belajar sebagai suatu
perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan saja
pengetahuan tetapi kecakapan, sikap dan prilaku.
Menurut Saiful Bahri Djamarah hasil adalah buah positif atau
negatif dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara
individu maupun kelompok.. hasil tidak akan pernah tercipta selama orang
tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan
perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan,
sungguh-sunguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang
mampu untuk mencapainya.
13
WJS. Poerwadarminta berpendapat, bahwa prestasi adalah hasil
yang dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan menurut
Mas’ud Khasan Abdul Qohar, prestasi adalah apa yang telah diciptakan,
hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan
jalan keuletan kerja. Sementara Nasrun Harahap dan kawan-kawan,
memberi batasan, bahwa hasil adalah penilaian pendidikan tentang
perkembangan dan kemajuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan
bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta niali-nilai yang
terdapat dalam kurikulum. Dari beberapa pendapat di atas jelaslah bahwa
seseorang yang sudah belajar tidak sama keadaanya dengan saat ketika
belum belajar.
Dari beberapa pengertian hasil yang dikemukakan oleh para ahli
diatas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan,
namun intinya sama yakni hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Jadi hasil
adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan yang
menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja baik secara
individu maupun kelompok.
Sedangkan ‘belajar’ diartikan sebagai proses perubahan tingkah
laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan
individu dengan lingkungan. Dalam pengertian ini terdapat kata
“perubahan” yang berarti bahwa seseorang setelah mengalami proses
belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik secara aspek
pengetahuan, keterampilannya maupun aspek sikap. Misalnya dari tidak
14
tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari ragu-ragu menjadi
yakin. Kriteria keberhasilan dalam belajar diantaranya ditandai dengan
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar.
Sejalan dengan pendapat diatas, Hilgard dan Bower
mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah
laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan
tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon
pembawaan, kematangan atau keadaan sesaat seeorang.
Wittig dalam bukunya psychology of learning and memory
mendefinisikan belajar sebagai : any relatively permanent change in an
organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience.
Yang artinya, belajar adalah perubahan yang relative menetap yang
terjadi dalam segala macam/keseluruh tingkah laku suatu organisme
sebagi suatu hasil pengalaman.
Definisi belajar menurut Wittig tidak menekankan perubahan
yang disebut behavioral change tetapi behavioral repertoire change,
yakni perubahan yang menyangkut seluruh aspek psiko-fisik organisme.
Penekanan yang berbeda ini didasarkan pada kepercayan bahwa tingkah
laku lahiriah organisme itu sendiri bukan indikator adanya peristiwa
belajar, karena proses itu tidak dapat diobservasikan secara langsung.
Setelah menelusuri uraian diatas tentang pengertian “hasil” dan
“belajar”, dapat dipahami bahwa hasil pada dasarnya adalah pola-pola
15
perubahan tingkah laku seseorang yang meliputi aspek kognitif, afektif
dan/atau psikomotorik setelah menempuh kegiatan belajar tertentu yang
tingkat kualitas perubahannya sangat ditentukan oleh factor-faktor yang
ada dalam diri siswa dan lingkungan social yang mempengaruhinya.
c. Metode Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Dalam proses belajar mengajar dibutuhkan strategi pembelajaran
yang diterapkan guru agar siswa memilika semangat beajar yang tinggi
terhadap mata pelajaran yang diajarkan khususnya mata pelajaran IPA
Fisika. Dengan tingginya minat belajar siswa diharapkan mampu
meningkatkan hasil belajar siswa.
Strategi pembelajaran yang dimagsud adalah pembelajaran
kontekstual atau Contextual Teaching and Learning(CTL). CTL adalah
metode pembelajaran yang menghubungkan antara materi pembahasan
dengan situasi nyata siswa sehingga siswa terdorong untuk mengaitkan
materi pokok bahasan dengan kegiatan sehari-hari siswa. CTL memiliki 7
komponen utama dalam penerapannya yaitu:
1. Kontruktivisme
Kontruktivisme merupakan dasar dari CTL, yang menekankan
bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat
pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar
dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun
pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang
dimilikinya.
16
2. CTL (menemukan)
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan
menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari
observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan
dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering),
penyimpulan (conclusion).
3. Bertanya (Quitioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya.
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis
kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali
informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan
respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan
siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6)
memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7)
membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk
menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Comuniti)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran
diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar
diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar
17
yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada
komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam
komunikasi pembelajaran saling belajar.
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,
mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk
belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya
melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-
satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan
juga mendatangkan dari luar.
6. Refleksi (Reflektion)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang
baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah
dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru
menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang
berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian yang Sebenarnya (authentic assessment)
Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam
pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar
siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa
mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada
18
penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian
dilakukan terhadap proses maupun hasil.
d. Metode Konvensional
Pembelajaran IPA Fisika realistik mengemukakan bahwa dalam
pengajaran IPA Fisika penyampaian guru cenderung monoton, hampir
tanpa variasi kreatif, kalau saja siswa ditanya ada saja alasan yang mereka
kemukakan seperti IPA Fisika sulit, tidak mampu menjawab, takut
disuruh guru kedepan dan sebagainya.
Kondisi tersebut merupakan gambaran dalam proses pembelajaran
konvensional yang artinya bahwa guru lebih banyak mengajar IPA Fisika
dengan metode konvensional. Pada proses pembelajaran konvensional
pertemuan antar pengajar dan peserta didik dilakukan secara langsung
dalam kelas yang menciptakan berbagai efek baik sosial, moril maupun
psikologis bagi peserta didik tersebut. Dalam gambaran proses
pembelajaran seperti ini siswa diibaratkan mesin untuk melakukan proses
kegiatan yang berulang-ulang. Proses pembelajaran semacam ini masih
banyak kita jumpai setiap sekolah. Metode konvensional semacam ini
kurang efektif dalam pelajaran IPA Fisika.
Metode ceramah bukanlah metode yang jelek dalam
penggunaannya. Metode ini disebut konvensional karena memang
muncul pertama kali keberadaannya. Darwyan Syah dkk (2009:140)
berpendapat, ”ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan”.
19
Darwyan Syah menambahkan metode ini tidak senantiasa jelek bila
pengguaannya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung dengan alat
dan media, serta memperhatikan batas-batas kemungkinan
penggunaannya.
Sementara itu Syaiful Bahri Djamarah (2006:97) mengatakan,
”metode ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru
dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa”.
Syaiful Bahri menambahkan, metode ceramah adalah metode yang boleh
dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak
didik dalam proses belajar mengajar. Cara mengajar dengan ceramah
dikatakan juga sebagai teknik kuliah, merupakan suatu cara mengajar
yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi atau
uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan.
Pendapat lain dikemukakan Soegeng Santoso (2000:81)
mengatakan; “Metode ceramah adalah metode yang dilaksanakan oleh
guru/dosen dengan memberikan sejumlah informasi kepada sejumlah
siswa/mahasiswa, di dalam atau di luar ruangan”. Metode ceramah biasa
dipakai bila materi yang akan disampaikan terlalu berat dan peserta terlalu
banyak. Terlebih jika waktu yang disediakan untuk menyelesaikan materi
sangat singkat, sehingga guru mengajar dengan kecepatan yang dapat
diatur atas kemampuannya sendiri sehingga pokok bahasan dapat
diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Guru tidak perlu menyesuaikan
20
kecepatan mengajarnya dengan kecepatan siswa. Hal ini menyebabkan
siswa yang lemah daya tangkapnya, akan semakin ketinggalan.
Cara mengajar dengan ceramah, dapat dikatakan juga sebagai
teknik kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk
menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang satu pokok
persoalan serta masalah serta lisan. Beberapa kelemahan mengajar
dengan menggunakan metode ceramah adalah:
1. Siswa mungkin tidak memberi perhatian selama pelajaran.
Kecenderungan dari siswa biasanya adalah cepat bosan jika hanya
mendengarkan ceramah saja. Tingkah laku yang dilakuka kemudian
adalah dengan mengalihkan perhatiannya kepaa hal-hal yang ia
senangi. Apalagi jika ditambah dengan pendidik yang baginya tidak
enak ketika mengajar. Contohnya misalnya adalah dengan mengobrol
dengan temannya. Atau dengan menggambar atau sekedar corat-coret
dibuku tanpa memperhatikan apa yang sedang dijelaskan pendidik.
2. Terdapat penyampaian ide-ide yang cepat sekali.
Telah dijelasakn di atas bahwa metode ceramah ini biasanya dilakukan
karena waktu yang diperlukan untuk proses belajar mengajar tidak
mencukupi untuk menyampaikan materi yang ada. Utuk itu, biasanya
guru hanya menyampaikan hal-hal yang sekiranya penting-penting
saja. Dampak yang terjadi kemudian adalah ide-ide yang baru yang
bisa lebih memperkaya ilmu pengetahuan siswa tidak tersampaikan
dengan baik. Kalaupun tersampaikan hanya ala kadarnya saja.
21
3. Ceramah seolah-olah mengalir dari atas.
Jika diibaratkan, ceramah seolah-olah mengalir dari atas. Kurang ada
interaksi yang positif antara guru dengan siswanya.
4. Komunikasi hanya satu arah.
Ceramah merupakan metode yang terjadi secara satu arah. Guru yang
berbicara, menjelaskan sedangkan siswa mendengarkan kemudian
mencatat. Hal ini juga menyebabkan siswa kurang aktif terhadap
pelajaran yang sedang disampaikan.
5. Jika murid gagal menangkap hal-hal yang penting dari suatu ceramah,
maka dia tidak akan mampu memahami ceramah berikutnya karena
bertautan.
6. Pekerjaan rumah yang menggunakan pengajar mungkin akan susah
untuk dipecahkan peserta didik.
Kesulitan itu tidak semata-mata muncul terhadap peserta didik
saja, akan tetapi juga terjadi pada guru. Dampak yang timbul adalah guru
tidak mengetahui kemampuan setiap siswa yang berakibat kesulitan siswa
untuk dapat menangkap apa yang telah dijelaskan. Hal tersebut akan
tergambar pada setiap tugas-tugas berupa pekerjaan rumah misalnya yang
sulit untuk dipecahkan siswa. Akhirnya siswa mengambil jalan pintas
dengan mencontek temannya misalnya. Hal ini juga menjegal
kekreativitasan siswa. Dengan metode ini juga terjadi kemonotonan
dalam proses belajar mengajar, siswa kurang berperan aktif, yang pada
22
akhirnya guru juga menjadi tidak bersemangat dalam menyampaikan
materi-materinya.
Dalam metode pembelajaran konvensional, langkah-langkah yang
dilakukan adalah dengan memberikan apersepsi dan motivasi saat
pelajaran akan dimulai. Guru memberi sedikit penjelasan dengan
membawa kerangka kubus atau balok mengenai rusuk, titik sudut dan
rusuk untuk mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang. Kemudian,
melakukan diskusi kelompok dengan arahan guru untuk menentukan
sifat-sifat bangun ruang tabung, prisma, kerucut, lima melakukan diskusi
kelompok dengan arahan guru untuk menentukan sifat-sifat bangun ruang
tabung, prisma, kerucut, limas. Dan terakhir menguji pemahaman,
kemampuan dan keterampilan siswa dalam soal-soal latihan.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa metode
ceramah merupakan metode yang dilakukan oleh guru dengan cara
penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.
Walaupun belajar dengan metode ceramah banyak kekurangannya,
metode ini paling favorit digunakan karena waktu dapat dikompromikan,
tidak mengeluarkan banyak biaya untuk membeli peralatan misalnya dan
terget pelajaran yang telah disusun dapat tercapai.
23
2. Hakikat Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Motivasi banyak sekali dibicarakan para ahli, hal ini dapat kita
jumpai dalam buku-buku yang erat hubungannya dengan psikologi
pendidikan dan buku-buku pendidikan. Buku-buku tersebut
memperhatikan dan membahas masalah motivasi dalam kaitannya dengan
usaha di bidang pendidikan agar memperoleh keberhasilan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1990:593), motivasi adalah
sebab-sebab yang menjadi dorongan dalam tindakan seseorang.
Motivasi adalah daya dorong yang menyebabkan seseorang
berbuat sesuatu, seperti yang diungkapkan oleh Bigge dan Hunt
(1990:593) bahwa motivasi adalah dorongan rasa ingin tahu yang
menyebabkan seseorang berusaha memenuhi atau mencapai keinginannya
tersebut.
Jelas kiranya bahwa apa yang dilakukan seseorang tidak terlepas
dari motivasi yang ada pada dirinya. Yang membedakan adalah tingkat
dorongan yang dilakukan oleh seseorang tersebut dalam melakukan
aktivitasnya. Dimyati dan Mudjiono (2006:80) menyatakan bahwa,
”motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan
mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar”. Motivasi
adalah tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia yang
menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya.
Sedangkan kata motif adalah suatu alasan atau dorongan yang
24
menyebabkan seseorang berbuat sesuatu atau melakukan sesuatu atau
sikap tertentu.
Slameto (2003:171) mengatakan:
”Jumlah motivator yang mempengaruhi siswa pada suatu saat yang sama dapat banyak sekali, dan motif-motif (yaitu faktor yang membangkitkan dan mengarahkan tingkah laku) yang dibangkitkan oleh motivator-motivator tersebut mengakibatkan terjadinya sejumlah tingkah laku yang dimungkinkan untuk ditampilkan oleh seorang siswa”.
Jelas kiranya bahwa motivasi dipandang sebagai dorongan mental
yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk
perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang
mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan
perilaku individu belajar.
Dimyati dan Mudjiono (2006:80) menyatakan, ”ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu kebutuhan, dorongan dna tujuan”. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti motivasi. Dan tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Belajar adalah proses yang butuh dorongan dan bimbingan. Jadi dalam belajar, motivasi memiliki peran yang sangat penting.
Dengan demikian keterkaitan ketiga unsur di atas adalah motivasi
yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri
manusia, sehingga akan berhubungan dengan persoalan kejiwaan,
perasaan dan juga energi untuk melakukan sesuatu. Semua ini dilakukan
karena didorong adanya tujuan, kebutuhan dan keinginan.
Sering ditemui, beberapa kesukaran yang dialami seorang guru SD
untuk memotivasi peserta didiknya atau siswanya :
1) Realitas bahwa guru belum memahami sepenuhnya akan motif.
25
2) Motif itu sendiri bersifat perseorangan. Kenyataan menunjukkan
bahwa dua orang atau lebih melakukan kegiatan yang sama dengan
motif yang berbeda, bahkan bertentangan bila ditinjau dari segi
nilainya.
3) Tidak ada alat, metode atau teknik tertentu yang dapat memotivasi
siswa dengan cara yang sama dengan hasil yang sama.
Guru menyadari fungsi motifasi itu sebagai proses, yang memiliki
fungsi : (1) memberi semangat dan mengaktifkan siswa supaya tetap
bermotivasi dan siaga; (2) memusatkan siswa pada tugas-tugas tertentu
yang berhubungan dengan pencapaian tujuan belajar; (3) membantu
memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang.
Untuk menumbuhkan motivasi adalah melalui cara mengajar yang
bervariasi, CTL, mengadakan pengulangan informasi, memberikan
stimulus baru misalnya melalui petanyaan-pertanyaan kepada siswa,
memberi kesempatan siswa untuk menyalurkan keinginan belajarnya,
menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian peserta didik,
seperti gambar yang berkaitan dengan IPA Fisika, diagram dan
sebagainya.
Clifford T. Mergan memandang bahwa akan (individu) memiliki kebutuhan : (1) untuk berbuat sesuatu demi kegiatan itu sendiri; (2) untuk menyenangkan hati orang lain; (3) untuk berprestasi atau mencapai hasil; (4) untuk mengtasi kesulitan, sikap siswa terhadap kesulitan banyak bergantung pada sikap lingkungannya. Ada dua kemungkinan bagi siswa yang memotivasi keterlibatannya dalam aktivitas pengajaran atau belajar yaitu : (1) karena motivasi yang timbul dari dirinya sendiri; (2) karena motivasi yang timbul dari luar dirinya.
26
Kebutuhan keterlibatan dalam pengajaran / belajar mendorong
timbulnya motivasi dari dalam dirinya (motivasi intrinsik atau endogen),
sedangkan stimulasi dari guru atau lingkungan belajar mendorong
timbulnya motivasi dari luar (motivasi ekstrinsik atau eksogen). Pada
motivasi instrinsik , siswa belajar, karena belajar itu sendiri dipandang
bermakna (dapat bermanfaat) bagi dirinya. Tujuan yang ingin di capai
terletak dalam perbuatan belajar sendiri (menambah pengetahuan,
keterampilan, dsb). Pada motivasi ekstrinsik siswa belajar bukan karena
dapat memberikan makna baginya, hadiah penghargaan, atau
menghindari hukuman.
Prof. S. Nasution mengatakan bahwa motif atau penyebab siswa
belajar ada dua hal yaitu : (1) siswa belajar karena didorong oleh
keinginan untuk mengetahuinya; (2) siswa belajar supaya mendapat nilai
yang baik, naik kelas, mendapat ijazah dan sebagainya.
Berkaitan dengan upaya guru memotivasi siswa sebenarnya tidak
ada langkah-langkah atau prosedur yang standar. Prosedur yang berlaku
mendapat perhatian agar tercapai perbaikan-perbaikan dalam memotivasi
IPA Fisika : (1) siswa bermotivasi terhadap IPA Fisika. Ini berarti bahwa
hasil belajar akan lebih baik jika siswa dibangkitkan motivasinya; (2)
tetapkanlah tujuan-tujuan yang terbatas dan pantas serta tugas-tugas yang
terbatas, jelas dan wajar; (3) usahakanlah agar siswa mendapatkan
informasi tentang kemajuan dengan hasil-hasil yang dicapainya,
janganlah menganggap kenaikan kelas sebagai alat motivasi yang utama.
27
Pengetahuan mengenai kemajuan dan hasil belajar itu akan memperbesar
kegiatan belajar dan memperbesar motivasi; (4) hadiah biasanya
menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada hukuman; (5) manfaatkan
cita-cita, sikap-sikap dan rasa ingin tahu siswa; (6) setiap siswa ingin
sukses berprestasi dalam usahanya; (7) suasana yang mengembirakan dan
kelas yang menyenangkan akan mendorong partisipasi siswa, sehingga
proses pengajaran berlangsung dengan baik, siswa akan menyenangi
sekolah, hasil belajar akan meningkat. Sekolah yang menyenangkan
adalah banyak pengajaran yang konstekstual dan memotivasi siwa; (8)
Motivasi adalah alat pengajaran, bukan tujuan, dan untuk
kesempurnaannya memerlukan perhatian terhadap setiap siswa.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan, motivasi adalah suatu
usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga
tingkah laku seseorang agar terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu
sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Dengan motivasi belajar
yang kuat siswa akan terdorong untuk berusaha menguasai pelajaran yang
disukainya tersebut.
b. Motivasi Belajar Tinggi
Siswa yang memiliki motivasi belajar kuat atau tinggi mempunyai
harapan untuk berprestasi atau berhasil, memiliki sikap positif terhadap
pencapaian suatu tujuan dan tidak terlalu memikirkan kemungkinan-
kemungkinan untuk gagal. Siswa yang memilliki motivasi tinggi akan
mengikuti kegiatan belajar dengan penuh keyakinan untuk berhasil,
28
karena motivasi belajar akan mendukung faktor-faktor lain dalam
pencapaian tugas-tugas belajarnya. Seringkali peserta didik yang cerdas,
akan tampak kelihatan bodoh karena tidak memiliki motivasi belajar.
Menurut Prayitno, “Betapapun baiknya potensi belajar siswa dan
lengkapnya sarana belajar, jika tidak disertai dengan motivasi belajar,
maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan optimal”.
c. Motivasi Belajar Rendah
Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah menampakkan
kemalasan yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Siswa yang
bermotivasi rendah cenderung pasif dalam pelajaran, cepat bosan dengan
pelajaran, dan proses pembelajaran diikutinya hanya sekedar memenuhi
kewajiban dan melakukannya sangat terpaksa karena ada guru di kelas.
Fenomena ini banyak terjadi di sekolah-sekolah dengan input siswa yang
relatif rendah, sehingga perlu adanya suatu motivasi eksternal dari
seorang guru agar tercipta suasana kegiatan pembelajaran yang
menggairahkan dan menyenangkan.
B. Kerangka Berpikir
1. Perbedaan Hasil Belajar IPA Fisika antara Siswa Yang Diajar Dengan
Menggunakan Metode Contextual Teaching and Learning dibanding
dengan Siswa yang Diajar Dengan Metode Konvensional.
Setiap manusia hidup mengalami pertumbuhan dan perkembangan,
dalam hidupnya ia mengalami berbagai masalah dan tantangan. Untuk
29
menghadapi masalah dan tantangan yang ditemui diperlukan adanya
penyesuaian-penyesuaian dalam dirinya dengan mengadakan perubahaan-
perubahan. Hal itu dikatakan dengan belajar
Hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan pernah
dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan
sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar.
Hanya dengan keuletan, sungguh-sunguh, kemauan yang tinggi dan rasa
optimisme dirilah yang mampu untuk mencapainya. Agar hasil belajar ingin
berhasil maka diperlukan metode pembelajaran yang cocok dan mendukung.
Metode pembelajaran berkonotasi sebagai suatu patron atau pola
yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Isi suatu metode pembelajaran
tidak lepas dari berbagai teori yang digunakan dalam melaksanakan
pembelajaran, khususnya sebagai suatu teori yang berkenaan dengan metode
pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran dan pendekatan
pembelajaran. Metode pembelajaran CTL merupakan salah satu metode
pembelajaran yang cocok untuk dikembangkan dalam belajar IPA Fisika.
Pembelajaran berdasarkan kehidupan nyata dan kejadian yang sedang
terjadi.
Cari keunggulan* CTL menurut pakar pendidikan.
Sementara itu, yang dimaksud metode pembelajaran dalam
penelitian ini adalah metode ceramah. Bila metode caramah yang digunakan
dalam pengajaran IPA Fisika, maka proses belajar mengajar sangat
30
tergantung pada kemampuan verbal baru. Dalam hal ini guru harus dapat
mengantar persepsi siswa, dari hal yang abstrak ke arah nyata secara verbal
sehingga siswa mampu membayangkan, untuk kemudian memahami
konsep-konsep dan hubungan antar konsep. Pada prakteknya, penjelasan
secara verbal banyak mengalami menghadapai kesulitan. Hal ini terutama
disebabkan oleh sulitnya siswa membayangkan dan mengasosiasikan
konsep-konsep tersebut dengan hal-hal yang konkrit. Jawaban-jawaban
siswa atas pertanyaan guru sering tidak dapat atau sulit untuk berkembang
karena perbedaan tingkat pengetahuan dan tingkat kematangan berpikir
antara guru dan siswa yang melakukan komunikasi verbal tersebut.
Dengan demikian dapat diduga bahwa siswa yang diajar dengan
menggunakan metode CTL akan dapat memperoleh hasil belajar yang lebih
baik dibanding dengan yang diajar dengan menggunakan metode
konvensional.
2. Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar IPA Fisika
Tingkah laku bawahan dalam kehidupan organisasi pada dasarnya
berorientasi pada tugas. Artinya, bahwa tingkah laku bawahan biasanya
didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan harus selalu diamati,
diawasi, dan diarahkan dalam kerangka pelaksanaan tugas dalam mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Perilaku para bawahan dalam
kehidupan organisasi, tidak boleh bertentangan dengan norma, atau sistem
nilai, dan segala ketentuan yang ada dalam kehidupan organisasi, tidak
boleh bertentangan dengan norma, atau sistem nilai, dan segala ketentuan
31
yang ada dalam kehidupan organisasi. Dan serangkaian tingkah laku
seseorang pada hakekatnya disebut aktivitas. Aktivitas perlu adanya
dorongan dari dalam diri secara utuh yang biasa disebut dengan motivasi.
Motivasi (motivation) memiliki kata dasar motif yang berarti dorongan
sebab atau dasar seseorang untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian
motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab
seseorang melakukan suatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara
sadar.
Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan,
mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar terdorong untuk
bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Dengan motivasi belajar yang kuat siswa akan terdorong untuk berusaha
menguasai pelajaran yang disukainya tersebut. Manusia yang memiliki
motivasi tinggi akan berusaha memperoleh yang terbaik dari usaha yang
telah dilakukannya. Motivasi merupakan tenaga yang dapat membangkitkan
keinginan dan tujuan dari apa yang ingin dicapai. Demikian pula halnya
dalam belajar, motivasi merupakan dorongan yang ada dalam diri siswa
untuk memperoleh nilai dan tujuan belajar yang tinggi. Siswa yang memiliki
motivasi belajar yang tinggi akan berusaha dengan keras untuk mendapatkan
nilai yang baik.
Kegiatan belajar yang dilakukan oleh para siswa perlu adanya sebuah
motivasi yang sangat besar terutama dari dalam diri sendiri. Agar hasil
belajar yang diinginkan tercapai maka motivasi dalam harus segera
32
dikembangkan sejak dini. Siswa yang memiliki motivasi yang tinggi dalam
belajar IPA Fisika tentu saja memiliki hasil belajar IPA Fisika yang baik,
sebaliknya siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar IPA Fisika
maka akan memperoleh hasil belajar IPA Fisika yang rendah pula.untuk itu
perlu dukungan dari tenaga pendidik (guru) untuk memberikan motivasi
kepada peserta didiknya agar dapat menghasilkan hasil belajar IPA Fisika
yang maksimal.
Dengan demikian maka diduga ada pengaruh antara motivasi belajar
terhadap hasil belajar IPA Fisika siswa.
1. Perbedaan Hasil Belajar IPA Fisika Pada Siswa yang Memiliki
Motivasi Tinggi antara yang Diberi Metode CTL Dibanding Dengan
yang Diberi Metode Konvensional
Setiap pendidik tentu saja menginginkan hasil belajar tiap peserta
didiknya mencapai hasil yang baik. Namun untuk prestasi tersebut tentu
saja tidaklah mudah, untuk itu diperlukan bebrapa faktor pendukung. Salah
satu faktor yang dapat dijadikan pertimbangan adalah metode
pembelajaran. Metode pembelajaran mengatur semua metode belajar yang
akan disampaikan pendidik kepada peserta didik. Metode pembelajaran
merupakan penyusunan metode dan teknik pembelajaran yang efektif
khususnya dalam belajar IPA Fisika.
Selain itu terdapat faktor pendukung lainnya, yaitu motivasi belajar.
Telah disebutkan diatas tadi bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar
yang tinggi maka akan memperoleh hasil belajar yang baik atau sebaiknya.
33
Motivasi memberikan spirit dan semangat kepada siswa dalam upaya untuk
mencapai hasil sesuai apa yang dicita-citakannya.
Hasil belajar IPA Fisika sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
dan kemungkinan. Faktor yang paling besar adalah keinginan siswa untuk
memperoleh hasil yang maksimal dalam belajar yang disebut motivasi dan
pengelolaan dan persiapan belajar yang paten. Persiapan dalam
memberikan pengajaran sangat diperlukan oleh pendidik dalam
menyampaikan setiap materi pelajaran. Untuk itu diperlukan metode
pembelajaran yang baik.
Dengan demikian diduga, pada siswa yang memiliki motivasi
belajar tinggi, metode CTL akan memberikan pengaruh yang lebih baik
terhadap hasil belajar IPA Fisika dibanding dengan metode ceramah atau
konvensional.
2. Perbedaaan Hasil Belajar IPA Fisika Pada Siswa yang Memiliki
Motivasi Rendah, antara yang Diberi Metode CTL Dibanding Dengan
Yang Diberi Metode Konvensional
Bagi siswa yang memiliki tingkat motivasi rendah, diduga metode
CTL kurang tepat digunakan, sebab untuk dapat menemukan sendiri
konsep-konsep dari materi yang diajarkan mengenai ”materi apa yang
diajarkan” dibutuhkan motivasi yang tinggi dalam belajar. Pada metode
konvensional tampaknya lebih menguntungkan bilamana metode ini
digunakan untuk mengajar siswa yang memiliki motivasi rendah. Sebab
34
pada metode ini, secara verbal, melalui pertanyaan dari guru, perhatian
siswa dapat terarah pada konsep-konsep yang penting untuk diketahui.
Dengan demikian diduga, pada siswa yang memiliki motivasi
belajar rendah, metode konvensional akan memberikan pengaruh yang
lebih baik terhadap hasil belajar IPA Fisika dibanding dengan metode CTL.
C. Hipotesis Penelitian
Dari kajian teori dan kerangka berpikir diatas penulis dapat menurunkan
hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode inquiry
lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan menggunakan metode
konvensional.
2. Terdapat pengaruh interaksi antara metode CTL maupun metode
konvensional dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA Fisika.
3. Pada kelompok siswa bermotivasi tinggi, hasil belajar IPA Fisika
siswa yang diajar dengan menggunakan metode CTL lebih rendah dari
yang diajar dengan menggunakan metode konvensional.
4. Pada kelompok siswa bermotivasi rendah, hasil belajar IPA Fisika
yang diajar dengan menggunakan metode CTL lebih tinggi daripada siswa
yang diajar dengan menggunakan metode ceramah.
35
BAB III
METODE PENELITTAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian diaksanakan di Sekolah Dasar Negeri SDSN Tebet Timur 15
Pagi Jakarta. Alasan dipilihnya sekolah tersebut sebagai tempat penelitian
karena fasilitas dan prestasi sekolah tersebut sangat baik dan penulis juga
merupakan karyawan disana.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2009-2010
tepatnya pada bulan Maret – Juli 2009.
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
36
B. Metode Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yaitu dengan
memberikan jenis perlakuan yang berbeda pada dua kelompok belajar siswa.
Satu kelompok dijadikan sebagai kelompok eksperimen, yaitu diberikan
perlakuan pembelajaran IPA Fisika dengan metode CTL, sedangkan kelompok
yang satu lagi sebagai kelompok kontrol dengan perlakuan pembelajaran
dengan metode konvesional. Dari masing-masing kelompok kemudian dibagi
kedalam siswa memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa memiliki motivasi
belajar rendah. Penelitian ini mengandung 2 validitas, yaitu validitas internal
dan validitas eksternal. Validitas internal terkait dengan tingkat pengaruh
perlakuan (treatment) atribut yang ada terhadap hasil belajar IPA Fisika siswa,
yang didasarkan atas ketepatan prosedur dan data yang dikumpulkan serta
penarikan kesimpulan. Sedangkan validitas eksternal terkait dengan dapat
tidaknya hasil penelitian ini untuk digeneralisasikan pada subjek lain yang
tidak memiliki kondisi dan karakteristik sama. Agar tujuan tersebut tercapai,
maka dalam penelitian ini dilakukan pengontrolan pengaruh variable-variabel
ekstra sebagai berikut :
1. Pengaruh variable sejarah, dikontrol dengan pemberian materi pelajaran
yang sama, dalam jangka waktu yang sama dan oleh guru yang sama.
2. Pengaruh variable kematangan, dikontrol dengan cara proses treatment
dalam variable internal waktu yang tidak terlalu lama. Dengan demikian
diharapkan mereka memiliki kesempatan perubahan mental maupun fisik
yang sama pula.
37
3. Pengaruh variable pretesting, dikontrol dengan jalan tidak memberikan
pretest pada kedua kelompok sample. Hal ini dilakukan agar pengalaman
pretest tersebut tidak mempengaruhi penampilan subjek selama proses
perlakuan.
4. Pengaruh varisbel instrument, dikontrol dengan pemberian test yang sama
pada kelompok eksperimen dan kontrol.
5. Pengaruh variable mortalitas, dikontrol dengan pemberian perlakuan yang
sama pada siswa lain yang tidak menjadi anggota sample, sehingga jika
terjadi mortalitas dapat secepatnya diganti dengan siswa lain yang setara.
6. Pengaruh interaksi antar subjek, dikontrol dengan tidak memberitahukan,
bahwa sedang dilakukan proses penelitian dan memberikan kegiatan proses
pembelajaran yang berbeda.
Sebagai usaha mengontrol validitas eksternal dilakukan sebagai berikut :
1. Interaksi pembelajaran dengan metode inquiru dan konvesional serta
motivasi belajar, dikontrol dengan pengambilan kelas eksperimen dan
kontrol seimbang. Hal ini dilakukan agar kondisi awal pada kedua kelas
diasumsikan sama. Kemudian kedua kelas percobaan diberi perlakuan yang
berbeda.
2. Pengaturan penelitian reaktif, dikontrol dengan :
a. Suasana perlakuan tidak artificial sehingga tidak merasa sedang diteliti
b. Subjek tidak diberikan informasi bahwa sedang diteliti
c. Perlakuan untuk semua siswa dalam satu kelas belajar sama baik yang
dijadikan sample maupun yang tidak dijadikan sample
38
d. Guru diusahakan hanya satu orang untuk kedua kelas eksperimen.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan disain factorial 2 x
2 sebagai berikut :
Tabel 2. Disain Penelitian
Motivasi Metode PembelajaranBelajar CTL Konvensional Siswa A1 A2
TinggiA1B1 A2B1
B1
Rendah A1B2 A2B2
B2
A1B1 : Motivasi belajar tinggi dengan metode pembelajaran CTL
A2B1 : Motivasi belajar tinggi dengan metode pembelajaran
konvensional
A1B2 : Motivasi belajar rendah dengan metode pembelajaran CTL
A2B2 : Motivasi belajar rendah dengan metode pembelajaran
konvensional
C. Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V
SDSN Tebet Timur 15 Pagi Jakarta Selatan yang berjumlah 60 orang siswa
yang terdiri dari 2 kelas.
2. Populasi Terjangkau
39
Sesuai masalah yang diteliti populasi terjangkau dalam penelitian ini
adalah siswa kelas V SDSN Tebet Timur 15 Pagi Jakarta pada tahun
pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 60 orang siswa yang terdapat dalam
dua kelas paralel dengan masing-masing 30 orang siswa.
3. Sampel
Menurut Nana Sudjana (1992:6) “sampel adalah sebagian dari yang
diambil populasi ”. Dalam penelitian ini sampel diambil sebanyak 40 orang
siswa yang terbagi atas dua kelompok yaitu 20 orang siswa sebagai
kelompok eksperimen dan 20 orang siswa sebagai kelompok kontrol.
Kelompok eksperimen ditetapkan kelas V-A dan kelompok kontrol
ditetapkan kelas V-B di SDSN Tebet Timur 15 Pagi Jakarta. Dalam
penelitian ini terdapat empat kelompok dengan tingkat dan jenis metode
belajar yang berbeda. Pembagian kelompoknya adalah sebagai berikut:
Table 3. Pengelompokan Sampel
Kelompok Karakter Subyek dan Jenis Perlakuan Jumlah
I Kelompok motivasi tinggi yang diberi metode
CTL
10
II Kelompok motivasi tinggi yang diberi metode
konvensional
10
III Kelompok motivasi rendah yang diberi metode
CTL
10
IV Kelompok motivasi rendah yang diberi metode
konvensional
10
4. Teknik Sampling
40
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah intact class berdasarkan
Factorial Group Design, dengan langkah sebagai berikut : (1) memilih
sekolah tempat penlitian. (2) memilih kelas sebagai tempat penelitian. (3)
memilih sampel dengan melakukan teknik penggolongan berdasarkan
tingkat motivasi belajar siswa, yaitu dengan mengambil 33% untuk motivasi
belajar tinggi dan 33% untuk motivasi belajar rendah (4) mendata anggota
sampel kemudian diberikan instrumen penelitian. Sejalan dengan pendapat
tersebut, penentuan sampel dalam penelitian ini pun dilakukan melalui dua
tahap, yaitu:
a. Tahap Pertama, pengambilan kelas untuk kelas eksperimen dan kontrol.
Karena hanya terdiri dari 2 kelas paralel maka ditentukan satu kelas
untuk kelompok eksperimen dan satu kelas untuk kelas kontrol, dengan
ketentuan kelas V-A dijadikan kelompok eksperimen dan kelas V-B
dijadikan kelompok kontrol.
b. Tahap kedua, pengambilan sampel subjek dilakukan dengan teknik
sampling sistematis, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan
urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Dalam
penelitian ini, sampel subyek diambil berdasarkan urutan tingkat
motivasi belajarnya, penulis mengambil 33% siswa yang urutan motivasi
belajarnya tertinggi dan terendah pada kelas eksperimen serta 33% siswa
urutan motivasi belajar tertinggi dan terendah pada kelas control. Proses
ini dilakukan dengan cara terlebih dahulu menyebarkan angket motivasi
belajar pada siswa yang ada di kelas eksperimen dan kelas control.
41
Selanjutnya hasil angket pada masing-masing kelas diskor dan diurutkan
dari nomor1 sampai dengan 30. Nomor 1 sampai dengan 10 (33%
kelompok atas) dan 20 sampai dengan 30 (33% kelompok bawah) pada
kelas eksperimen dan control diambil sebagai sampel subjek. Siswa
lainnya tidak dijadikan sebagai sampel penelitian tetapi tetap disertakan
dalam proses perlakuan agar suasana proses belajar berlangsung alamiah
dan siswa tidak merasa sedang diteliti. Dengan demikian diperoleh 4
kelompok sampel penelitian yaitu 10 siswa bermotivasi belajar tinggi
diajar dengan metode CTL, 10 siswa bermotivasi rendah diajar dengan
metode CTL, 10 siswa bermotivasi tinggi diajar dengan metode
konvensional dan 10 siswa bermotivasi rendah diajar dengan metode
konvensional.
A. Teknik Pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
Variable dalam penelitian ini adalah:
Variabel bebas 1, dalam hal ini merupakan variable treatment (X1) yaitu
metode pembelajaran CTL dan metode konvensional.
Variabel bebas 2, dalam hal ini sebagai variable atribut (X2), yaitu
motivasi belajar siswa, dibedakan atas motivasi belajar tinggi dan motivasi
belajar rendah.
42
Variabel terikat, dalam hal ini sebagai variable kriterium (Y), yaitu hasil
belajar IPA Fisika siswa untuk kompetensi dasar sifat-sifat bangun ruang
sederhana kelas V Sekolah Dasar.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data diperoleh dari siswa. Untuk lebih jelas
dapat dilihat dalam table berikut ini:
Tabel 4. Sumber Data
Variabel Penelitian Sumber Data
Metode pembelajaran CTL dan konvensional Siswa
Motivasi Belajar Siswa Siswa
Hasil Belajar IPA Fisika Siswa
3. Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara:
Tabel 5. Metode Pengumpulan Data
Variabel Penelitian Teknik Pengumpulan Data Tipe Data
Metode pembelajaran CTL
dan konvensional
Tes Interval
Motivasi belajar siswa Angket Interval
Hasil belajar IPA Fisika Tes Interval
B. Instrumen Penelitian
1. Data Motivasi Belajar Siswa
43
a. Definisi Konseptual
Motivasi belajar adalah suatu usaha yang disadari untuk
menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar
terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau
tujuan tertentu. Dengan motivasi belajar yang kuat siswa akan terdorong
untuk berusaha menguasai pelajaran yang disukainya tersebut.
b. Definisi Operasional
Motivasi belajar adalah skor suatu usaha yang disadari untuk
menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar
terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil
atau tujuan tertentu yang diperoleh melalui angket soal penelitian
sebanyak 20 soal dengan 3 alternatif jawaban meliputi : Memiliki inisiatif
untuk belajar, belajar dengan sungguh-sungguh, berusaha melengkapi alat
pelajaran, mengerjakan tugas tepat waktu, bertanya bila pelajaran kurang
jelas, dan disiplin dalam melaksanakan tugas
c. Kisi-kisi
Kisi-kisi adalah tabel yang menunjukan hubungan antara hal-hal
yang disebutkan dalam baris dengan hal-hal yang disebutkan dalam
kolom. Kisi-kisi penyusunan instrument menunjukan kaitan antara
variable yang diteliti dengan sumber data darimana data diambil dan
44
metode yang digunakan (Suharsimi Arikunto, 2002:138). Adapun kisi-
kisi instrument motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Kisi-kisi Instrument Motivasi Belajar Siswa
No IndikatorButir soal Jumlah
soalPositif Negatif
1Memiliki kemauan yang keras dalam belajar IPA Fisika
1, 2 2
2 Belajar dengan penuh perhatian 3 4 2
3Memiliki semua perlengkapan dalam belajar IPA Fisika
5,6 2
4Mengerjakan tugas belajar tepat waktu
7 8 2
5Mau untuk mengajukan pertanyaan jika mengalami kesulitan dalam belajar
9 10 2
6Berusaha untuk mengerjakan semua latihan soal sendiri
11,12 2
7Selalu berusaha untuk tetap masuk sekolah (rajin)
13 14 2
8 Memiliki target nilai IPA Fisika 15,16 2
9 Memiliki jadwal belajar 17 18 2
10Disiplin dalam melaksanakan tugas pelajaran
19 20 2
Jumlah 14 6 20
1) Pengujian Validitas (Kesahihan)
Kesahihan atau Validitas butir pertanyaan skala sikap dengan
menggunakan tehnik korelasi product moment dari Pearson dalam Safari,
M.A. (2004: 71) dengan rumus :
dimana :rxy = koefisien korelasi data x terhadap data y
45
x = skor butir pertanyaan tertentu untuk setiap siswa.
y = skor total (semua pertanyaan) untuk setup siswa
n = Jumlah sampel uji coba.
Untuk menentukan kesahihan butir digunakan taraf signifikan 5 %
pada uji situ pihak dan df (derajat kepercayaan) = n - 2. Pada penelitian
ini n = 20 sehingga nilai rtabel = 0.39 (Safari, M.A.; 2005: 108).
Selanjutnya nilai rxy yang diperoleh dibandingkan dengan rtabel.
Kriterianya adalah jika r atau sama dengan angka korelasi rtabel maka
butir pertanyaan tersebut valid.
Tabel 7. Uji Validitas Motivasi BelajarButir Soal
rbis r table Keterangan
1 0,51 0,42 Valid
2 0,42 0,42 Valid
3 0,58 0,42 Valid
4 0,42 0,42 Valid
5 0,46 0,42 Valid
6 0,55 0,42 Valid
7 0,51 0,42 Valid
8 0,49 0,42 Valid
9 0,51 0,42 Valid
10 0,53 0,42 Valid
11 0,47 0,42 Valid
12 0,64 0,42 Valid
13 0,48 0,42 Valid
14 0,44 0,42 Valid
15 0,61 0,42 Valid
16 0,42 0,42 Valid
17 0,52 0,42 Valid
18 0,39 0,42 Valid
19 0,42 0,42 Valid
20 0,54 0,42 Valid
46
2) Teknik Pengujian Reliabilitas (Keterhandalan) Perangkat Pertanyaan
Pengujian keterhandalan (reliabilitas) instrumen yang berupa
seperangkat pertanyaan skala sikap. digunakan Koefisien Korelasi Alfa
Cronbach (rAC) (Safari, 2004:35), rumusnya adalah :
dimana :
rAC = koefisien reliabilitas tes
K = Banyaknya butir valid
Si2 = Varians Skor i
St2 = Varians Skor total
Angka reliabilitas yang diperoleh dari perhitungan, selanjutnya
dikonsultasikan dengan r tabel product moment, Pada penelitian ini
pengujian reliabilitas ini dilakukan pada 20 pertanyaan yang valid, maka
nilai r tabel pada taraf signifikansi α = 0,05 df = k – 2 (dimana k =
banyaknya pertanyaan yang valid).
Anas Sudjono membuat ketentuan tentang koefisien reliabilitas
dalam bukunya “Pengantar Evaluasi Pendidikan” ( 2001; 209) sebagai
berikut; Dalam pemberian interpretasi terhadap koefesien reliabilitas tes
(r11) pada umumnya digunakan patokan sebagai berikut :
1. Apabila r11 sama dengan atau lebih besar daripada 0,70 berarti tes
hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan telah
memiliki reliabilitas tinggi.
47
2. Apabila r11 lebih kecil daripada 0,70 berarti bahwa tes hasil belajar
yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan belum memiliki
reliabilitas yang tinggi ( unreliable).
Hasil pengujiannya diperoleh sebagai berikut :
Karena r11 sama dengan atau lebih besar daripada 0,70 berarti skala
sikap di atas yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan telah memiliki
reliabilitas tinggi.
2. Data Hasil Belajar IPA Fisika
a. Definisi Konseptual
Hasil belajar IPA Fisika adalah perubahan-perubahan tingkah laku
siswa sebagai indicator tingkat ketercapaian tujuan belajar IPA Fisika
dalam penguasaan struktur kognitif berupa fakta-fakta, konsep-konsep
dan generalisasi setelah mendapatkan pengalaman belajar dibidang IPA
Fisika.
b. Definisi Operasional
Hasil belajar IPA Fisika adalah skor tentang perubahan-perubahan
tingkah laku siswa sebagai indicator tingkat ketercapaian tujuan belajar
IPA Fisika dalam penguasaan struktur kognitif berupa fakta-fakta,
konsep-konsep dan generalisasi setelah mendapatkan pengalaman belajar
dibidang IPA Fisika yang diperoleh melalui tes pilihan ganda sebanyak
48
20 soal dengan 4 alternatif pilihan jawaban dengan meliputi pokok
bahasan pecahan
c. Kisi-kisi soal
Tabel 8. Kisi-kisi tes hasil belajar IPA Fisika
Variabel Penelitian
Kompetensi Dasar IndikatorNo.
Pertanyaan
Hasil Belajar IPA Fisika
Mengidentifikasikan sifat-sifat bangun ruang
Menyelesaikan masalah yang dikaitkan dengan bangun ruang sederhana
Simetri dan kesebangunan
a. Identifikasi sifat-sifat prisma segitiga dan prisma segi empat
b. Identifikasi sifat-sifat limas
c. Menentukan jaring-jaring prisma dan limas
d. Mengetahui hubungan bangun datar dan bangun ruang
e. Menunjukkan sifat kesebangunan pada bangun datar dan bangun ruang
f. Menunjukkan dan menggambar garis-garis simetri pada bangun
g. Menggunakan bentuk cermin dari sebuah bangun datar berdasarkan garis simetrinya.
1,2,3
4,5,6
7,8,9
10,11,12
13,14,15
16,17,18
19,20
d. Validasi / Uji Coba Instrumen
1) Pengujian Taraf Kesukaran Butir Soal
Untuk mengetahui soal-soal yang yang mudah, sedang dan sukar
dilakukan uji taraf kesukaran.untuk menghitung indeks kesukaran ini
digunakan rumus :
49
P =
Keterangan :
P = Indeks kesukaran
B = Jumlah siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = Jumlah total seluruh siswa peserta tes
Dimana :
P = 0,00 – 0,30 : Sukar
P = 0,30 – 0,70 : Sedang
P = 0,70 – 1,00 : Mudah
Tabel 9. Pengujian Taraf Kesukaran Butir Soal
Butir Soal B JS P Keterangan
1 17 20 0.85 Mudah2 15 20 0.75 Mudah3 15 20 0.75 Sedang4 14 20 0.7 Sedang5 14 20 0.7 Sedang6 14 20 0.7 Mudah7 10 20 0.5 Sedang8 18 20 0.9 Mudah9 13 20 0.65 Sedang10 10 20 0.5 Sedang11 13 20 0.65 Mudah12 9 20 0.45 Sedang13 10 20 0.5 Sedang14 8 20 0.4 Sedang15 13 20 0.65 Sedang16 15 20 0.75 Sedang17 15 20 0.75 Sedang18 13 20 0.65 Sedang19 14 20 0.7 Sedang
50
20 18 20 0.9 Mudah
Dari tabel diatas rata-rata taraf kesukaran butir soal adalah 0,665 yang
artinya bahwa kategori soal adalah sedang.
2) Pengujian Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai dengan yang bodoh. Untuk
menghitung data pembeda soal digunakan rumus :
D = PA – PB, Dengan PA= dan PB=
Keterangan :
D = Indeks daya pembeda soal
JA = Jumlah peserta tes kelompok atas
JB = Jumlah peserta kelompok bawah
BA = Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Menurut Ngalim Purwanto (2004:144) dalam bukunya prinsip-prinsip dan
teknik evaluasi pengajaran memberikan penafsiran terhadap daya pembeda
Item sebagai berikut:
D : 0,00 – 0,20 : Jelek
D : 0,20 – 0,40 : Sedang
D : 0,40 – 0,70 : baik
51
D : 0,70 – 1,00 : baik sekali
Hasil tes tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa
yang tinggi (pandai ) dengan yang berkemampuan rendah (bodoh).
Tabel 10. Pengujian Daya Beda Soal
No Item
BA BB PA PB Daya Beda Keterangan
1 10 7 1 0,7 0.3 Sedang2 9 6 0.9 0.6 0.3 Sedang3 9 6 0.9 0.6 0.3 Sedang4 10 4 1 0.4 0.6 Baik5 9 4 0.9 0.4 0.5 Baik6 10 5 1 0.5 0.5 Baik7 6 4 0.6 0.4 0.2 Sedang8 10 6 1 0.6 0.4 Baik9 9 4 0.9 0.4 0.5 Baik10 8 2 0.8 0.2 0.6 Baik11 9 6 0.9 0.6 0.3 Sedang12 6 3 0.6 0.3 0.3 Sedang13 6 4 0.6 0.4 0.2 Sedang14 7 1 0.7 0.1 0.6 Baik15 8 5 0.8 0.5 0.3 Sedang16 9 5 0.9 0.5 0.4 Baik17 9 4 0.9 0.4 0.5 Baik18 9 4 0.9 0.4 0.5 Baik19 9 5 0.9 0.5 0.4 Baik20 10 8 1 0.8 0.2 Sedang
3) Pengujian Validitas Soal
Menurut Suharsimi Arikunto (2001 :75) rumus validitas yang
digunakan adalah korelasi point biserial (rpb) :
Keterangan :
rpb : Koefisien korelasi point biserial
Xi : rata-rata skor total responden yang menjawab benar
52
Xt : rata-rata skor total seluruh responden
pi : proporsi jawaban benar butir i
qi : proporsi jawaban salah butir i
St : Standar deviasi skor total
Dalam pemberian interhasil terhadap rpb digunakan db sebesar (N-nr)
dengan N = Jumlah siswa dan nr = 2, kemudian rpb dikonsultasikan kepada
tabel nilai r product moment pada taraf signifikan 5%. Setelah dilakukan
perhitungan validitas, butir soal dikatakan valid jika nilai rhitung lebih besar
dari nilai rtabel (rhitung > rtabel) untuk taraf signifikan α = 5% dan n = jumlah
anggota sampel.
Tabel 11. Hasil Perhitungan Validitas
Butir Soal rbis r table Keterangan
1 0,53 0.42 Valid2 0,42 0.42 Valid3 0,45 0.42 Valid4 0,48 0.42 Valid5 0,53 0.42 Valid6 0,83 0.42 Valid7 0,50 0.42 Valid8 0,48 0.42 Valid9 0,77 0.42 Valid10 0,57 0.42 Valid11 0,71 0.42 Valid12 0,80 0.42 Valid13 0,47 0.42 Valid14 0,53 0.42 Valid15 0,83 0.42 Valid16 0,50 0.42 Valid17 0,53 0.42 Valid18 0,73 0.42 Valid
53
19 0,45 0.42 Valid20 0,83 0.42 Valid
4) Pengujian Reliabilitas (Keterhandalan)
Keterhandalan (reliabilitas) instrumen untuk soal pilihan ganda diuji dengan
menggunakan Kuder Richardson 20 (Drs. Safari, M.A.; 2004: 54), dengan
rumus :
dimana :
r11 = Koefisien reliabilitas tes
k = Banyaknya butir soal
St2 = Varians skor total
pi = Proporsi jawaban benar untuk butir i.
qi = Proporsi jawaban salah untuk butir i.
Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
Untuk menentukan reliabilitas perangkat soal tersebut digunakan taraf
signifikan 5 % pada uji satu pihak dan df (derajat kepercayaan) = n – 2.
Perangkat soal dikatakan reliable jika rhitung > rtabel , α = 5%, n = jumlah
anggota sample.
54
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Dalam analisis deskriptif akan dilakukan teknik penyajian data dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi, grafik poligon dan histogram untuk
masing-masing variabel penelitian. Selain itu juga masing-masing kelompok
data akan diolah dan dianalisis ukuran pemusatan dan letak seperti mean,
modus, dan median serta ukuran simpangan seperti jangkauan, variansi,
simpangan baku, kemencengan dan kurtosis. Untuk perhitungan analisis
deskriptif digunakan program komputer statistik SPSS.15.0.
2. Uji Persyaratan Analisis Data
Uji persyaratan analisis data digunakan dengan tujuan untuk
mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan layak untuk dianalisis lebih
lanjut atau tidak dengan menggunakan alat-alat statistik. Pengujian yang
dilakukan adalah pengujian normalitas data dan pengujian homogenitas.
Dalam penelitian ini keseluruhan analisis yang dilakukan dibantu dengan
program komputer SPSS 15.0.
3. Uji Hipotesis
55
Setelah keseluruhan uji persyaratan analisis data sipenuhi dan
diketahui data layak untuk diolah lebih lanjut, maka langkah berikutnya
adalah menguji masing-masing hipotesis yang telah diajukan. Pengujian
hipotesis menggunakan teknik analisis ANOVA 2 arah. Penghitungan uji
hipotesis juga dilakukan dengan menggunakan program statistik komputer
SPSS 15.0, Microsoft Excel 2007 dan secara manual.
C. Kriteria Pengujian dan Hipotesis Statistik
1. Kriteria Pengujian Hipotesis Penelitian
a. Untuk varians antar kolom(Ak) atau hipotesis 1
Kriteria pengujian hipotesis :
- Tolak H0 dan Terima H1 : jika Fh > Ft
- Terima H0 dan Tolak H1 : jika Fh < Ft
b. Untuk varians interaksi kolom dan baris (I) atau hipotesis 2
Kriteria pengujian hipotesis :
- Tolak H0 dan Terima H1 : jika Fh > F1
- Terima H0 dan Tolak H1 : jika Fh < F1
c. Untuk hipotesis 3, perbedaa hasil belajar IPA Fisika pada kelompok
motivasi belajar tinggi. Kriteria pengujian hipotesis :
- Tolak H0 dan terima H1 jika th > tt
- Terima H0 dan tolak H1 jika th < tt
d. Untuk hipotesis 4, perbedaan hasil belajar IPA Fisika pada kelompok
motivasi belajar rendah. Kriteria pengujian hipotesis :
56
- Tolak H0 dan Terima H1 jika th > tt
- Terima H0 dan Tolak H1 jika th < tt
2. Hipotesis Satistik
a. Hipotesis 1
H0 : μ01 μ02
H1 : μ01 > μ02
b. Hipotesis 2
H0 : Int.AxB = 0
H :Int. AxB ≠ 0
a. Hipotesis 3
H0 : µ11 µ12
H1: µ11 > µ12
d. Hipotesis 4 :
H0 : µ21 µ22
H1: µ21 > µ22
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
57
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, berikut disajikan
rangkuman data hasil penelitian :
Tabel 12
Deskripsi Data Hasil Penelitian
Metode Pembelajaran Metode Pembelajaran (A)Total
Motivasi Belajar
CTL(A1)
Konvensional(A2)
Motivasi Belajar Tinggi (B1)
n = 10 n = 10 n = 20
= 15.7 = 11.2 = 26.9
s = 1.78 s = 1.28 s = 3.06
Motivasi Belajar Rendah(B2)
n = 10 n = 10 n = 20
= 13.6 = 9.8 = 23.4
s = 1.60 s = 1.51 s = 3.11
Total
n = 20 n = 20 n = 40
= 29,3 = 21 = 50.3
s = 3.38 s = 2.79 s = 6.17
KET :
A1B1 : Metode CTL dan motivasi belajar tinggi
A1B2 : Metode CTL dan motivasi belajar rendah
A2B1 : Metode konvensional dan motivasi belajar tinggi
A2B2 : Metode konvensional dan motivasi belajar rendah
1. Skor Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang Belajar dengan Metode
CTL
Pengukuran data hasil belajar IPA Fisika menggunakan instrumen tes
obyektif bentuk pilihan ganda dengan 4 opsi jawaban, sebanyak 20 butir soal.
Masing-masing butir soal jika jawaban benar diberi skor 1 dan jika salah
58
diberi skor 0, sehingga rentang perolehan skor responden adalah 0 sampai
dengan 20. Responden kelompok eksperimen sebanyak 20 siswa, yang
diajarkan dengan metode CTL. Skor empiris tertinggi 18 dan terendah 12.
Dari perhitungan statistic diperoleh nilai rata-rata 14,65 median 14,5 modus
14, standar deviasi 1,66 dan varians 2,76. Hasil perhitungan secara lebih
lengkap dapat dilihat pada table 13.
Tabel 13. Analisis Deskriptif Hasil Belajar IPA Fisika Siswa
Yang Belajar Dengan Metode CTL
Statistics
HBM Metode Inquiri20
0
14.6500
.37187
14.5000
14.00
1.66307
2.766
6.00
12.00
18.00
293.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
Nilai rata-rata 14,65 menyatakan bahwa rata-rata siswa memperoleh
nilai yang cukup baik. Standar deviasi 1,66 menyatakan bahwa jawaban siswa
mengenai tes yang diberikan pada siswa yang diajar dengan menggunakan
metode CTL tidak banyak beragam. Untuk memperjelas hasil tersebut dapat
dilihat melalui histogram dan polygon sebagai berikut:
59
HBM Metode Inquiri20.0018.0016.0014.0012.0010.00
Fre
quen
cy
5
4
3
2
1
0
Histogram
Mean =14.65Std. Dev. =1.663
N =20
Gambar 1.
Histogram dan Poligon Frekuensi Hasil Belajar IPA Fisika
Siswa Yang Belajar dengan Metode CTL
2. Skor Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang Belajar dengan Metode
Konvensional
Pengukuran data hasil belajar IPA Fisika menggunakan instrumen tes
obyektif bentuk pilihan ganda dengan 4 opsi jawaban, sebanyak 20 butir soal.
Masing-masing butir soal jika jawaban benar diberi skor 1 dan jika salah
diberi skor 0, sehingga rentang perolehan skor responden adalah 0 sampai
dengan 20. Responden kelompok eksperimen sebanyak 20 siswa, yang
diajarkan dengan metode konvensional. Skor empiris tertinggi 13 dan terendah
60
8. Dari perhitungan statistic diperoleh nilai rata-rata 10,15 median 10,50
modus 11, standar deviasi 1,35 dan varians 1,84. Hasil perhitungan secara
lebih lengkap dapat dilihat pada table 14.
Tabel 14. Analisis Deskriptif Hasil Belajar IPA Fisika Siswa
Yang Belajar dengan Metode Konvensional
Statistics
HBM Metode Konvensional20
0
10.5000
.30349
10.5000
11.00
1.35724
1.842
5.00
8.00
13.00
210.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
Nilai rata-rata 10,5 menyatakan bahwa rata-rata siswa
memperoleh nilai yang kurang baik. Standar deviasi 1,35 menyatakan bahwa
jawaban siswa mengenai tes yang diberikan pada siswa yang diajar dengan
menggunakan metode konvensional tidak banyak beragam. Untuk
memperjelas hasil tersebut dapat dilihat melalui histogram dan polygon
sebagai berikut:
61
HBM Metode Konvensional14.0012.0010.008.00
Fre
quen
cy
6
5
4
3
2
1
0
Histogram
Mean =10.50Std. Dev. =1.357
N =20
Gambar 2
Histogram dan Poligon Frekuensi Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang
Belajar dengan Metode Konvensional
3. Skor Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang Belajar Dengan Metode
CTL dan Motivasi Belajar Tinggi
Pengukuran data hasil belajar IPA Fisika menggunakan instrumen tes
obyektif bentuk pilihan ganda dengan 4 opsi jawaban, sebanyak 20 butir soal.
Masing-masing butir soal jika jawaban benar diberi skor 1 dan jika salah
diberi skor 0, sehingga rentang perolehan skor responden adalah 0 sampai
dengan 20. Responden kelompok eksperimen sebanyak 10 siswa, yang
diajarkan dengan metode CTL dan motivasi belajar tinggi Skor empiris
tertinggi 18 dan terendah 14. Dari perhitungan statistic diperoleh nilai rata-rata
62
15,7 median 15,5 modus 15, standar deviasi 1,33 dan varians 1,78 berikut
perhitungannya :
Tabel 15. Analisis Deskriptif Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang
Belajar dengan Metode CTL dan Motivasi Belajar Tinggi
Statistics
MTD. INQUIRI MTVSI TINGGI10
0
15.7000
.42295
15.5000
15.00
1.33749
1.789
4.00
14.00
18.00
157.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
Nilai rata-rata 15,7 menyatakan bahwa rata-rata siswa memperoleh nilai
yang baik. Standar deviasi 1,33 menyatakan bahwa jawaban siswa mengenai
tes yang diberikan pada siswa yang diajar dengan menggunakan metode CTL
dengan motivasi belajar tinggi tidak banyak beragam. Untuk memperjelas hasil
tersebut dapat dilihat melalui histogram dan polygon sebagai berikut:
63
MTD. INQUIRI MTVSI TINGGI19.0018.0017.0016.0015.0014.0013.00
Fre
quen
cy3
2
1
0
Histogram
Mean =15.70Std. Dev. =1.337
N =10
Gambar 3. Histogram Siswa Yang Belajar dengan Metode CTL dan Motivasi
Belajar Tinggi
4. Skor Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang Belajar Dengan Metode
CTL dan Motivasi Belajar Rendah
Pengukuran data hasil belajar IPA Fisika menggunakan instrumen tes
obyektif bentuk pilihan ganda dengan 4 opsi jawaban, sebanyak 20 butir soal.
Masing-masing butir soal jika jawaban benar diberi skor 1 dan jika salah
diberi skor 0, sehingga rentang perolehan skor responden adalah 0 sampai
dengan 20. Responden kelompok eksperimen sebanyak 10 siswa, yang
diajarkan dengan metode CTL dan motivasi belajar rendah Skor empiris
tertinggi 16 dan terendah 12. Dari perhitungan statistic diperoleh nilai rata-rata
13,6 median 13,5 modus 13 standar deviasi 1,26 dan varians 1,6. Berikut
perhitungannya :
Tabel 16. Analisis Deskriptif Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang
Belajar dengan Metode CTL dan Motivasi Belajar Rendah
64
Statistics
MTD.INQUIRI MTVSI RENDAH10
0
13.6000
.40000
13.5000
13.00a
1.26491
1.600
4.00
12.00
16.00
136.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
Multiple modes exist. The smallest value is showna.
Nilai rata-rata 13,6 menyatakan bahwa rata-rata siswa memperoleh
nilai yang cukup baik. Standar deviasi 1,26 menyatakan bahwa jawaban siswa
mengenai tes yang diberikan pada siswa yang diajar dengan menggunakan
metode CTL dengan motivasi belajar rendah tidak banyak beragam. Untuk
memperjelas hasil tersebut dapat dilihat melalui histogram dan polygon
sebagai berikut:
65
MTD.INQUIRI MTVSI RENDAH17.0016.0015.0014.0013.0012.0011.00
Freq
uenc
y4
3
2
1
0
Histogram
Mean =13.60Std. Dev. =1.265
N =10
Gambar 4. Histogram dan Poligon Frekuensi Hasil Belajar IPA Fisika Siswa
Yang Belajar dengan Metode CTL dan Motivasi Belajar Rendah
5. Skor Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang Belajar Dengan Metode
Konvensional dan Motivasi Belajar Tinggi
Pengukuran data hasil belajar IPA Fisika menggunakan instrumen tes
obyektif bentuk pilihan ganda dengan 4 opsi jawaban, sebanyak 20 butir soal.
Masing-masing butir soal jika jawaban benar diberi skor 1 dan jika salah
diberi skor 0, sehingga rentang perolehan skor responden adalah 0 sampai
dengan 20. Responden kelompok eksperimen sebanyak 10 siswa, yang
diajarkan dengan metode konvensional dan motivasi belajar tinggi Skor
empiris tertinggi 13 dan terendah 10. Dari perhitungan statistic diperoleh nilai
66
rata-rata 11,2 median 11 modus 11, standar deviasi 1,13 dan varians 1,28
berikut perhitungannya :
Tabel 17. Analisis Deskriptif Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang
Belajar dengan Metode Konvensional dan Motivasi Belajar Tinggi
Statistics
MTD. KONVENSIONAL MTVSI TINGGI10
0
11.2000
.35901
11.0000
11.00
1.13529
1.289
3.00
10.00
13.00
112.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
Nilai rata-rata 11,2 menyatakan bahwa rata-rata siswa memperoleh
nilai yang tidak begitu baik. Standar deviasi 1,13 menyatakan bahwa jawaban
siswa mengenai tes yang diberikan pada siswa yang diajar dengan
menggunakan metode konvensional dengan motivasi belajar tinggi tidak banyak
beragam. Untuk memperjelas hasil tersebut dapat dilihat melalui histogram dan
polygon sebagai berikut:
67
MTD. KONVENSIONAL MTVSI TINGGI14.0013.0012.0011.0010.009.00
Freq
uenc
y4
3
2
1
0
Histogram
Mean =11.20Std. Dev. =1.135
N =10
Gambar 5. Histogram dan Poligon Frekuensi Hasil Belajar
IPA Fisika Siswa Yang Belajar dengan Metode Konvensional dan
Motivasi Belajar Tinggi
6. Skor Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang Belajar Dengan Metode
Konvensional dan Motivasi Belajar Rendah
Pengukuran data hasil belajar IPA Fisika menggunakan instrumen tes
obyektif bentuk pilihan ganda dengan 4 opsi jawaban, sebanyak 20 butir soal.
Masing-masing butir soal jika jawaban benar diberi skor 1 dan jika salah
diberi skor 0, sehingga rentang perolehan skor responden adalah 0 sampai
dengan 20. Responden kelompok eksperimen sebanyak 10 siswa, yang diajarkan
dengan metode konvensional dan motivasi belajar tinggi Skor empiris
tertinggi 12 dan terendah 8. Dari perhitungan statistic diperoleh nilai rata-rata
68
9,8 median 9,5 modus 9, standar deviasi 1,22 dan varians 1,51 berikut
perhitungannya :
Tabel 18. Analisis Deskriptif Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang
Belajar dengan Metode Konvensional dan Motivasi Belajar Rendah
Statistics
MTD. KONVENSIONAL MTVSI RENDAH10
0
9.8000
.38873
9.5000
9.00
1.22927
1.511
4.00
8.00
12.00
98.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
Nilai rata-rata 9,8 menyatakan bahwa rata-rata siswa memperoleh nilai
yang tidak jelek. Standar deviasi 1,22 menyatakan bahwa jawaban siswa
mengenai tes yang diberikan pada siswa yang diajar dengan menggunakan
metode konvensional dengan motivasi belajar rendah tidak banyak beragam.
Untuk memperjelas hasil tersebut dapat dilihat melalui histogram dan polygon
sebagai berikut:
69
MTD. KONVENSIONAL MTVSI RENDAH13.0012.0011.0010.009.008.007.00
Fre
quen
cy
4
3
2
1
0
Histogram
Mean =9.80Std. Dev. =1.229
N =10
Gambar 6
Histogram dan Poligon Frekuensi Hasil Belajar IPA Fisika Siswa Yang
Belajar dengan Metode Konvensional dan Motivasi Belajar Rendah
B. Uji Persyaratan Analisis Data
1. Uji Normalitas
Untuk menentukan apakah variable normal atau tidak maka
dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji kolmogorof-Smirnof
dengan SPSS 15.0 Distribusi dikatakan normal jika nilai signifikansi >
0,05. Data hasil perhitungan uji normalitas data adalah sebagai berikut:
70
Tabel 19. Uji Normalitas Data A1 dan A2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
20 20
14.6500 10.5000
1.66307 1.35724
.152 .156
.152 .156
-.098 -.144
.680 .699
.744 .713
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
HBM MetodeInquiri
HBM MetodeKonvensional
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Tabel 20. Uji Normalitas Data A1B1, A2B1, A1B2, A2B2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
10 10 10 10
15.7000 13.6000 11.2000 9.8000
1.33749 1.26491 1.13529 1.22927
.200 .182 .270 .242
.200 .182 .270 .242
-.134 -.124 -.145 -.158
.631 .577 .854 .767
.820 .894 .460 .599
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
MTD. INQUIRIMTVSI TINGGI
MTD.INQUIRIMTVSI
RENDAH
MTD.KONVENSIONAL MTVSI
TINGGI
MTD.KONVENSIONAL MTVSI
RENDAH
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Untuk menentukan apakah variable tersebut normal atau tidak, ditentukan
berdasarkan kriteria berikut:
Jika nilai sig > 0,05; maka data berdistribusi normal
Jika nilai sig < 0,05; maka data tidak beridistribusi normal.
Dari data tersebut dapat dirangkum dalam table 21 berikut ini:
71
Tabel 21. Rangkuman Uji Normalitas
No Kelompok Nilai sigTaraf
signifikansiKesimpulan
1 A1 0.744 0.05 berdistribusi normal2 A2 0.713 0.05 berdistribusi normal3 A1B1 0.820 0.05 berdistribusi normal4 A1B2 0.894 0.05 berdistribusi normal5 A2B1 0.460 0.05 berdistribusi normal6 A2B2 0.599 0.05 berdistribusi normal
Dari rangkuman data tersebut terlihat bahwa semua nilai sig > dari 0,05.
Dengan demikian dapat disimpulkan data berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Persyaratan berikut adalah homogenitas data. Pengujian
homogenitas data hasil penelitian dilakukan melalui uji Bartlet dari data
kelompok hasil belajar yaitu hasil belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan metode CTL dan yang diajar dengan metode konvensional
serta hasil belajar siswa yang memiliki motiasi tinggi dan motivasi rendah.
a. Membuat table
Table 22. Data Masing-masing Kelompok Sampel
No ResData Kelompok Sampel
A1B1 A1B2 A2B1 A2B21 18 16 13 122 14 12 10 83 15 12 10 94 16 13 10 95 17 14 11 96 14 15 12 117 15 13 13 108 15 13 11 119 16 14 11 9
10 17 14 11 10
72
Setelah data masing-masing kelompok sampel dikelompokkan,
kemudian dicari varians masing-masing kelompok sampel dan hasilnya
sebagai berikut:
=3,17 =2,56 =1,64 =2,28
b. Membuat table harga-harga yang perlu untuk Diuji Bartlet
Tabel 23. Harga-harga yang Diperlukan Uji Bartlet
Sampel dk 1/(dk) Log (dk) Log
1 9 0.111 3.17 0.501 4.5102 9 0.111 2.56 0.408 3.6743 9 0.111 1.64 0.215 1.9344 9 0.111 2.28 0.358 3.221
Jumlah 36 0.444 - - 13.339c. Varians gabungan dari empat sampel itu adalah:
= 2,41
Sehingga Log =Log 2,41 = 0,38
d. Harga satuan B = (Log ∑(ni – 1)
= (log 2,41) (36)
= (0,38)(36)
= 13,68
e. Nilai Chi Kuadrat (X2 hitung)
X2 hitung = (ln 10) (B - ∑(ni – 1) Log )
73
= (2,3)(13,68 – 13,339)
= (2,3)(0,341) = 0,78
Jika α=0,05 dari daftar distribusi chi kuadrat dengan dk = 3 didapat
X20,95=7,81 dan nilai X2
hitung =0,78 maka jelaslah bahwa X2 =0,78 <7,81
sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan homogeny dalam
taraf nyata 0,05.
C. Uji Hipotesis Penelitian
Analisis data untuk menguji hipotesis pada penelitian ini melalui
teknik analisis of varians (ANOVA) dua jalur yang dilakukan secara
komputerisasi melalui program Microsift Excel 2007 yang rangkumannya
terlihat dalam table berikut:
Tabel 24. Statistik Deskriptif untuk ANOVA 2 Arah
Metode Pembelajaran IPA Fisika ∑B
CTL Konvensional
Motivasi
Tinggi
n = 10
= 15,7
∑Y = 157
∑Y2 = 2481
n = 10
= 11,2
∑Y = 112
∑Y2 = 1266
n = 20
= 13,45
∑Y = 269
∑Y2 = 3747
Rendah
n = 10
= 13,6
∑Y = 136
∑Y2 = 1864
n = 10
= 9,8
∑Y = 98
∑Y2 = 974
n = 20
= 11,7
∑Y = 234
∑Y2 = 2838
∑K
n = 20
= 14,65
n = 20
= 10,5
n = 40
= 12,575
74
∑Y = 293
∑Y2 = 4345
∑Y = 210
∑Y2 = 2240
∑Y = 503
∑Y2 = 6585
Dari data tersebut selanjutnya diolah untuk mendapatkan table
rangkuman untuk pengujian hipotesis dengan menggunakan analysis of
varians (ANOVA) dua jalur sebagai berikut:
Tabel 25. Pengujian Hipotesis
Sumber Varians Db JK RJK Fh Ft0,05
Antar Kolom (Ak)Antar Baris (Ab)Interaksi (I)
111
172,22530,625 1,225
172,22530,625 1,225
111,32819,7960.79
4,114,114,11
Antar Kelompok (A)
3 204,075 68,025 43,97 -
Dalam Kelompok (D)
36 55,7 1,547 - -
Total di Reduksi (TR)Rerata/Koreksi (R)
391
259,7756325,225
--
--
--
Total (T) 40 6585 - - -
Karena tidak terdapat interaksi maka tidak dilakukan uji lanjut. Dari
data di atas dapat dijabarkan pengujian hipotesis sebagai berikut:
1. Pengujian Hipotesis 1
H0 : μ01 μ02 ( tidak ada perbedaan hasil belajar IPA Fisika siswa yang
diajar dengan menggunakan metode CTL dan metode
konvensional)
75
H1 : μ01 > μ02 (hasil belajar IPA Fisika siswa yang diajar dengan
menggunakan metode CTL lebih tinggi daripada metode
ceramah)
Dari table 21 (rangkuman hasil perhitungan teknik ANOVA dua
jalur) di atas, diperoleh hasil analisis data pada kelompok hasil belajar IPA
Fisika antara metode CTL dengan (antara factor) diperoleh harga Fhitung =
111,328 lebih besar dari harga Ftabel = 4,11 pada tingkat signifikansi 5%. Ini
berarti dalam pengujian hipotesis pertama menolak H0 dan menerima H1,
dengan demikian hipotesis pertama teruji kebenarannya secara signifikan
dan dapat diterima. Dengan demikian terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikan metode belajar CTL dan metode konvensional terhadap hasil
belajar IPA Fisika siswa. Rata-rata hasil belajar IPA Fisika yang belajar
dengan menggunakan metode CTL lebih tinggi secara signifikan daripada
yang belajar dengan metode belajar konvensional.
Hal tersebut, ditunjukkan dari hasil analisis deskriptif yang diasajikan
dalam table 20 (table rangkuman data deskriptif) di atas, bahwa hasil
belajar IPA Fisika yang belajar dengan menggunakan metode CTL
diperoleh hasil: mean 14,15; median 14; modus 15 dengan standar deviasi
1,78 dan varian 3,18 serta skor tertinggi 18 dan terendah 12. Sedangkan
pada kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan metode ceramah
konvensional diperoleh hasil belajar IPA Fisika: mean 10,15, median 10,15,
modus 10 dengan standar deviasi 1,08 dan varians 1,16 serta nilai tertinggi
dan terendah masing-masing 13 dan 8.
76
Dari data ini terlihat bahwa selain teruji hasil belajar IPA Fisika siswa
yang belajar dengan menggunakan metode CTL lebih tinggi secara
signifikan daripada hasil belajar IPA Fisika siswa yang diajar dengan
menggunakan metode ceramah konvensional. Hal ini juga terlihat dalam
variasi perolehan skor antar siswa pada kelompok yang belajar dengan
metode CTL lebih uniform (homogen) dari pada yang belajar dengan
metode konvensional. Hal ini karena simpangan baku skor hasil belajar IPA
Fisika siswa yang belajar dengan metode CTL sebesar 1,78 sedangkan pada
siswa yang diajar dengan menggunakan metode ceramah konvensional
1,08. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA Fisika
siswa yang diajar dengan menggunakan metode CTL lebih tinggi daripada
metode ceramah dan hipotesis diterima.
2. Pengujian Hipotesis 2
Hipotesis yang akan diuji dalam hipotesis kedua yaitu dinyatakan
dalam hipotesis statistic sebagai berikut:
H0 : Int.AxB = 0 (tidak terdapat interaksi pengaruh antara metode
pembelajaran CTL dan motivasi belajar terhadap hasil
belajar IPA Fisika)
H :Int. AxB ≠ 0 (terdapat interaksi pengaruh antara metode pembelajaran
CTL dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA
Fisika)
Dari table rangkuman ANOVA di atas diperoleh Fhitung (I) = 0,79 lebih
kecil dibandingkan dengan Ftabel = 4,11 dengan signifikansi 0,05. Ini berarti
77
pada pengujian hipotesis kedua menerima H0 dan menolak H1, yaitu tidak
terdapat interaksi pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dan
motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA Fisika. Hal tersebut juga dapat
dilihat dari hasil analisis deskriptif dimana kelompok siswa yang
bermotivasi tinggi dan belajar dengan menggunakan metode CTL diperoleh
mean = 15,7 sedangkan kelompok siswa yang bermotivasi rendah dan
menggunakan metode CTL diperoleh mean yang cukup jauh berbeda
dengan kelompok yang bermotivasi rendah yaitu 13,6. Sedangkan
kelompok siswa yang bermotivasi tinggi dan belajar menggunakan metode
konvensional diperoleh mean = 11,2 lebih tinggi dibandingkan kelompok
siswa bermotivasi rendah dan belajar menggunakan metode konvensional
yaitu 9,8. Dari hasil tersebut menunjukkan tidak adanya pengaruh interaksi
antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA
Fisika siswa. Dengan demikian disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh
interaksi antara model pembelajaran mateatika dan motivasi belajar
terhadap hasil belajar IPA Fisika dan hipotesis ditolak.
3. Pengujian Hipotesis 3
Hipotesis yang akan diuji dalam hipotesis ketiga yaitu dinyatakan dalam
hipotesis statistic berikut:
H0 : µ11 µ12 (Hasil belajar IPA Fisika siswa yang diajar dengan
menggunakan metode CTL lebih rendah atau sama
dengan yang belajar dengan model konvensional pada
kelompok siswa yang bermotivasi tinggi)
78
H1: µ11 > µ12 (Hasil belajar IPA Fisika siswa yang diajar dengan
menggunakan metode CTL lebih tinggi yang belajar
dengan model konvensional pada kelompok siswa yang
bermotivasi tinggi).
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan uji-t. dari
perhitungan diperoleh thitung = 8,18 dan untuk taraf signiifikansi 0,05
diperoleh ttabel = t(0,05;10+10-2) = 2,101. Karena thitung > ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima, yaitu hasil belajar IPA Fisika siswa yang belajar dengan
menggunakan metode CTL lebih tinggi secara signifikan daripada hasil
belajar IPA Fisika siswa dengan metode konvensional pada siswa yang
bermotivasi tinggi. Hal tersebut juga dapat dilihat dari hasil analisis
deskriptif dimana kelompok siswa yang bermotivasi tinggi dan belajar
menggunakan metode CTL diperoleh mean 15,7 sedangkan kelompok
siswa yang bermotivasi tinggi dan belajar menggunakan metode
konvensional diperoleh mean = 11,2. Dengan demikian disimpulkan
bahwa hasil belajar IPA Fisika siswa yang belajar menggunakan metode
CTL lebih tinggi daripada yang belajar dengan menggunakan metode
konvensional pada siswa yang bermotivasi tinggi dan hipotesis dapat
diterima.
4. Pengujian Hipotesis 4
Hipotesis yang akan diuji dalam hipotesis ketiga yaitu dinyatakan dalam
hipotesis statistic berikut:
79
H0 : µ21 µ22 (Hasil belajar IPA Fisika siswa yang diajar dengan
menggunakan metode CTL lebih rendah atau sama
dengan yang belajar dengan model konvensional pada
kelompok siswa yang bermotivasi rendah)
H1: µ21 > µ22 (Hasil belajar IPA Fisika siswa yang diajar dengan
menggunakan metode CTL lebih tinggi yang belajar
dengan model konvensional pada kelompok siswa yang
bermotivasi rendah)
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan uji-t. dari
perhitungan diperoleh thitung = 6,54 dan untuk taraf signiifikansi 0,05
diperoleh ttabel = t(0,05;10+10-2) = 2,101. Karena thitung > ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima, yaitu hasil belajar IPA Fisika siswa yang belajar dengan
menggunakan metode CTL lebih tinggi secara signifikan daripada hasil
belajar IPA Fisika siswa dengan metode konvensional pada siswa yang
bermotivasi rendah. Hal tersebut juga dapat dilihat dari hasil analisis
deskriptif dimana kelompok siswa yang bermotivasi rendah dan belajar
menggunakan metode CTL diperoleh mean 13,6 sedangkan kelompok
siswa yang bermotivasi rendah dan belajar menggunakan metode
konvensional diperoleh mean = 9,8. Dengan demikian disimpulkan bahwa
hasil belajar IPA Fisika siswa yang belajar menggunakan metode CTL
lebih tinggi daripada yang belajar dengan menggunakan metode
konvensional pada siswa yang bermotivasi rendah dan hipotesis dapat
diterima.
80
D. PEBAHASAN HASIL PENELITIAN
1. Pengaruh Metode Belajar CTL Terhadap Hasil Belajar IPA Fisika
Hasil pengujian hipotesis pertama diperoleh hasil harga Fhitung =
111,328 yang berarti lebih besar dari harga F tabel = 4,11 pada tingkat
signifikansi 5%. Ini berarti dalam pengujian hipotesis pertama menolak H0
dan menerima H1, dengan demikian hipotesis pertama teruji kebenarannya
secara signifikan dan dapat diterima. Dengan demikian terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan metode belajar CTL dan metode konvensional
terhadap hasil belajar IPA Fisika siswa. Rata-rata hasil belajar IPA Fisika
yang belajar dengan menggunakan metode CTL lebih tinggi secara
signifikan daripada yang belajar dengan metode belajar konvensional.
Hal tersebut, ditunjukkan dari hasil analisis deskriptif yang diasajikan
dalam table 20 (table rangkuman data deskriptif) di atas, bahwa hasil
belajar IPA Fisika yang belajar dengan menggunakan metode CTL
diperoleh hasil: mean 14,15; median 14; modus 15 dengan standar deviasi
1,78 dan varian 3,18 serta skor tertinggi 18 dan terendah 12. Sedangkan
pada kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan metode ceramah
konvensional diperoleh hasil belajar IPA Fisika: mean 10,15, median 10,15,
modus 10 dengan standar deviasi 1,08 dan varians 1,16 serta nilai tertinggi
dan terendah masing-masing 13 dan 8.
Dari hasil tersebut, siswa yang diajar dengan menggunakan metode
CTL mempunyai pemahaman yang lebih baik dibandingkan dengan siswa
81
yang diajar dengan menggunakan metode konvensional. Hal ini berarti,
proses pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan pengetahuan
dengan cara siswa melakukan pencarian akan lebih membekas dalam otak
anak. Metode CTL telah mampu membantu siswa mengembangkan atau
memperbanyak persediaan dan penguasaan ketrampilan dan proses kognitif
siswa. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk
menemukan, jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu.
Dengan menggunakan metode CTL pengetahuan diperoleh dari
strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu
pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian
retensi dan transfer. Selain itu, strategi penemuan membangkitkan gairah
pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya,
menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan. Metode ini juga
memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan
kemampuannya sendiri.
2. Pengaruh Interaksi Metode Belajar dan Motivasi Belajar Terhadap
Hasil Belajar IPA Fisika
Hasil pengujian hipotesis kedua diperoleh Fhitung (I) = 0,79 lebih kecil
dibandingkan dengan Ftabel = 4,11 dengan signifikansi 0,05. Ini berarti pada
pengujian hipotesis kedua menerima H0 dan menolak H1, yaitu tidak
terdapat interaksi pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dan
motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA Fisika. Hal tersebut juga dapat
dilihat dari hasil analisis deskriptif dimana kelompok siswa yang
82
bermotivasi tinggi dan belajar dengan menggunakan metode CTL diperoleh
mean = 15,7 sedangkan kelompok siswa yang bermotivasi rendah dan
menggunakan metode CTL diperoleh mean yang cukup jauh berbeda
dengan kelompok yang bermotivasi rendah yaitu 13,6. Sedangkan kelompok
siswa yang bermotivasi tinggi dan belajar menggunakan metode konvensional
diperoleh mean = 11,2 lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa bermotivasi
rendah dan belajar menggunakan metode konvensional yaitu 9,8. Dari hasil
tersebut menunjukkan tidak adanya pengaruh interaksi antara model
pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA Fisika siswa.
Hasil analisis mengenai interaksi ini memberikan pemahaman pada
kita bahwa ternyata dalam kelompok sampel yang dijadikan penelitian,
model pembelajaran baik CTL maupun konvensional dan motivasi belajar
tidak berpengaruh terhadap hasil belajar IPA Fisikanya. Dengan demikian maka
tidak terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran IPA Fisika dan
motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA Fisika dan hipotesis ditolak.
3. Pengaruh Metode Belajar Terhadap Hasil Belajar IPA Fisika Pada
Siswa Yang Bermotivasi Tinggi
Hasil pengujian hipotesis ketiga diperoleh thitung = 8,18 dan untuk
taraf signiifikansi 0,05 diperoleh ttabel = t(0,05;10+10-2) = 2,101. Karena thitung >
ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, yaitu hasil belajar IPA Fisika siswa
yang belajar dengan menggunakan metode CTL lebih tinggi secara
signifikan daripada hasil belajar IPA Fisika siswa dengan metode konvensional
pada siswa yang bermotivasi tinggi. Hal tersebut juga dapat dilihat dari
83
hasil analisis deskriptif dimana kelompok siswa yang bermotivasi tinggi
dan belajar menggunakan metode CTL diperoleh mean 15,7 sedangkan
kelompok siswa yang bermotivasi tinggi dan belajar menggunakan metode
konvensional diperoleh mean = 11,2.
Dari hasil tersebut, siswa yang memiliki motivasi tinggi yang
diajar dengan menggunakan metode CTL lebih tinggi hasil belajarnya
dibandingkan dengan siswa yang bermotivasi tinggi yang diajar dengan
menggunakan metode konvensional. Hal ini berarti pula bahwa metode
CTL telah mampu memberikan kontribusi yang baik terhadap hasil belajar
IPA Fisika siswa.
4. Pengaruh Metode Belajar Terhadap Hasil Belajar IPA Fisika Pada
Siswa Bermotivasi Rendah
Hasil pengujian hipotesis keempat diperoleh thitung = 6,54 dan untuk
taraf signiifikansi 0,05 diperoleh ttabel = t(0,05;10+10-2) = 2,101. Karena thitung >
ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, yaitu hasil belajar IPA Fisika siswa
yang belajar dengan menggunakan metode CTL lebih tinggi secara
signifikan daripada hasil belajar IPA Fisika siswa dengan metode
konvensional pada siswa yang bermotivasi rendah. Hal tersebut juga dapat
dilihat dari hasil analisis deskriptif dimana kelompok siswa yang
bermotivasi rendah dan belajar menggunakan metode CTL diperoleh mean
84
13,6 sedangkan kelompok siswa yang bermotivasi rendah dan belajar
menggunakan metode konvensional diperoleh mean = 9,8.
Dari hasil tersebut, siswa yang memiliki motivasi rendah yang
diajar dengan menggunakan metode CTL lebih tinggi hasil belajarnya
dibandingkan dengan siswa yang bermotivasi rendah yang diajar dengan
menggunakan metode konvensional. Hal ini berarti pula bahwa metode
CTL telah mampu memberikan kontribusi yang baik terhadap hasil belajar
IPA Fisika siswa.
85
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengujian hipotesis penelitian dan analisis
pengolahan data pada bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil belajar IPA Fisika siswa yang belajar dengan metode belajar
CTL lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan metode belajar
konvensional, atau dengan kata lain terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikan antara metode belajar CTL dengan metode belajar konvensional
terhadap hasil belajar IPA Fisika siswa. Hal ini diperoleh hasil harga Fhitung
= 111,328 yang berarti lebih besar dari harga F tabel = 4,11 pada tingkat
signifikansi 5%. Ini berarti dalam pengujian hipotesis pertama menolak H0
dan menerima H1, dengan demikian hipotesis pertama teruji kebenarannya
secara signifikan dan dapat diterima. Selain itu, juga didukung oleh
perolehan rerata skor hasil IPA Fisika siswa yang diajar dengan metode
CTL lebih besar daripada hasil belajar IPA Fisika yang diajar dengan
metode konvensional (14,65 > 10,5).
2. Tidak terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara model
pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA Fisika siswa.
Hal ini diperoleh dari Fhitung (I) = 0,79 lebih kecil dibandingkan dengan Ftabel
= 4,11 dengan signifikansi 0,05. Ini berarti pada pengujian hipotesis kedua
menerima H0 dan menolak H1, yaitu tidak terdapat interaksi pengaruh
86
yang signifikan antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap
hasil belajar IPA Fisika.
3. Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode CTL
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan metode
konvensional pada siswa yang memiliki motivasi tinggi. Hal ini diperoleh
dari thitung = 8,18 dan untuk taraf signiifikansi 0,05 diperoleh ttabel = t(0,05;10+10-
2) = 2,101. Karena thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, yaitu hasil
belajar IPA Fisika siswa yang belajar dengan menggunakan metode CTL
lebih tinggi secara signifikan daripada hasil belajar IPA Fisika siswa
dengan metode konvensional pada siswa yang bermotivasi tinggi.
4. Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan metode CTL
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan menggunakan
metode konvensional pada siswa bermotivasi rendah. Hal ini dibuktikan
dengan diperolehnya thitung = 6,54 dan untuk taraf signiifikansi 0,05
diperoleh ttabel = t(0,05;10+10-2) = 2,101. Karena thitung > ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima, yaitu hasil belajar IPA Fisika siswa yang belajar dengan
menggunakan metode CTL lebih tinggi secara signifikan daripada hasil
belajar IPA Fisika siswa dengan metode konvensional pada siswa yang
bermotivasi rendah.
87
B. Implikasi
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa secara signifikan terdapat
interaksi pengaruh metode belajar IPA Fisika dan tingkat motivasi belajar
terhadap hasil belajar IPA Fisika. Secara keseluruhan ditemukan bahwa hasil
belajar IPA Fisika siswa yang diajar dengan metode belajar CTL lebih tinggi
daripada metode belajar konvensional. Hal ini karena dalam proses belajar
IPA Fisika yang menggunakan metode CTL, siswa diajar belajar melalui
konsep atau alam pemikiran yang sudah dipahami oleh siswa sebelumnya.
Dalam konsep metode belajar CTL dituntut kemampuan guru untuk dapat
menyajikan materi secara umum kemudian memerinci secara khusus sehingga
semua materi saling terkait.
Secara spesifik ditemukan bahwa pada kelompok siswa yang memiliki
motivasi belajar tinggi, hasil belajar IPA Fisika jauh lebih tinggi
menggunakan metode belajar CTL daripada metode konvensional; sedangkan
untuk yang bermotivasi belajar rendah diperoleh hasil belajar IPA Fisika yang
hampir sama antara metode belajar CTL dengan metode belajar konvensional.
Fenomena ini menunjukkan adanya interaksi pengaruh yang signifikan antara
metode belajar IPA Fisika dengan tingkat motivasi belajar terhadap hasil
belajar IPA Fisika siswa. Oleh karena itu dalam memilih metode belajar IPA
Fisika yang tepat bagi guru juga harus memperhatikan tingkat motivasi belajar
peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan hasil
belajar IPA Fisika meningkat.
88
Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, maka dalam
kapsitasnya sebagai seorang pendidik atau guru IPA Fisika harus mampu
memahami tingkat motivasi belajar dari masing-masing peserta didik atau
siswa agar dapat dilakukan pemilahan dan perlakuan yang tepat dalam
kegiatan pembelajaran. Sementara dalam kapasitasnya sebagai pengajar,
maka guru IPA Fisika harus mampu mendisain rancangan kegiatan
pembelajaran dengan memilih strategi belajar yang sesuai dengan tingkat
motivasi belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum
penggunaan metode belajar CTL memberikan kontribusi perolehan hasil
belajar IPA Fisika pada kompetensi dasar pecahan yang lebih baik daripada
strategi belajar konvensional. Dengan demikian maka dalam implikasi dalam
upaya peningkatan hasil belajar IPA Fisika, hendaknya para guru perlu
menerapkan metode belajar CTL dalam proses kegiatan belajar IPA Fisika.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, maka beberapa
saran terkait yang dapat penulis sampaikan pada penelitian ini adalah :
1. Hasil belajar IPA Fisika siswa yang belajar dengan metode belajar CTL
lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan metode belajar konvensional.
Dengan demikian, metode belajar CTL disarankan dapat diterapkan dalam
pembelajaran di sekolah, karena itu guru IPA Fisika hendaknya
memperbanyak pengetahuan teori dari strategi metode CTL dan berlatih
89
untuk dapat membiasakan diri menggunakan metode CTL secara
menyenangkan dan variatif
2. Hasil belajar IPA Fisika siswa yang belajar dengan metode belajar CTL
lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan metode belajar konvensional.
Oleh karena itu, diperlukan pelatihan guru IPA Fisika dalam
mengoptimalkan kemampuan mengajar IPA Fisika dengan metode CTL.
3. Pembekalan teori-teori, konsep-konsep dan aspek-aspek yang dimilki guru
yang berhubungan dengan mata pelajaran IPA Fisika, hendaknya
dikembangkan dan ditingkatkan.
4. Guru hendaknya mengetahui tingkat motivasi belajar siswa, dan dapat
mengajak siswa untuk dapat menyenangi mata pelajaran yang diajarkan
sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
90
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hakim Nasution, 1982, Landasan IPA Fisika, Bhrata Karya Aksara, Jakarta.
Arikunto Suharsimi,1992, Dasar-dasar Evaluasi Pendidkan, Bumi Aksara, Jakarta.
,1993, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
Buchori Kifli dan Mustofa Usman,1985, Prinsip-prinsip IPA Fisika, Sinar Baru, Bandung.
Daiman,1994, IPA Fisika 1, Ganeca Exact, Bandung.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1994, Sistem Pendidikan Nasional , Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
,1994, Kurikulum Pendidikan Dasar, GBPP Mata Pelajaran IPA Fisika, Jakarta.
Herman Hudoyo, 1990, Strategi Mengajar IPA Fisika, IKIP Malang, Malang.
Jujun Suriasumantri,1993, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Sinar Harapan, Jakarta.
Mudjiono dan Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Mohammad Nazir,1988, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Purwanto M. Ngalim,1988, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung.
,1990, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Russefendi,1980, Pengantar IPA Fisika, Tarsito, Bandung.
Rusyan Tabrani,1993, Proses Belajar Mengajar Yang Efektif, PT. Bina Budhaya, Jakarta.
91
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Edisi Revisi. PT. Raneka Cipta, Jakarta.
Sunarto dkk. 2006. Perkembangan Peserta Didik Edisi Revisi. Jakarta: rineka Cipta.
Sudjana Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar Edisi Revisi. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
,1992, Teknik Analisis Regresi dan Korelasi, Tarsito, Bandung.
,1991, Teori-teori Belajar untuk Pengajaran, Lembaga Penerbit, FEUI, Jakarta.
Suparman, Atwi 2005. Disain Instrumentional, Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas, Jakarta.
Soemanto Wasty,1988, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Syah, Darwyan dkk. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Diadit Media.
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru Edisi Revisi. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Uno, Hamzah, 1991. Model Pembelajaran, Bumi Aksara. Jakarta.
W. S. Winkel,1987, Psikologi Pengajaran, PT. Gramedia, Jakarta.
Yamin, Martinus, 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Gaung Persada Press, Jakarta.
Zulkifli,1988, Teori Belajar, STKIP Wijaya Bakti, Jakarta.
92
Instrumen Penelitian
Pilihlah Salah satu jawaban a,b,c atau d yang dianggap benar dengan memberikan
tanda silang (x) pada jawaban.
1. Jumlah titik sudut pada persegi adalah…
a. 4 c. 6
b. 5 d. 8
2. Jumlah rusuk pada kubus adalah…
a. 10 c. 12
b.11 d. 13
3. Aku terdiri atas sisi alas dan sisi tegak. Aku mempunyai titik puncak. Sisi
alasku berbentuk segitiga, segi empat atau lainnya. Aku adalah…
a. tabung c. prisma
b. balok d. limas
4. Bangun yang memiliki 6 sisi dan 12 rusuk adalah bangun….
a. limas c. balok
b. prisma segi tiga d. tabung
5. Bangun yang memiliki 5 sisi dan 10 rusuk adalah bangun….
a. limas c. balok
b. prisma segi tiga d. prisma segi empat
6. segitiga sama sisi memiliki simetri putar sebanyak…
a. 1 c. 3
b. 2 d. 4
7. Banyaknya sumbu simetri pada bangun disamping adalah….
a. 1 c. 6
b. 2 d. 12
8. limas segi empat memiliki simetri putar sebanyak…
a. 1 c. 3
b. 2 d. 4
93
9. gambar dibawah ini merupakan bentuk jaring-jaring…
a. Prisma tegak segitiga c. prisma tegak segilima
b. limas d. kubus
10. Aku terdiri atas sisi alas, sisi atas dan sisi tegak. Bentuk sisi alas sama dengan
sisi atas. Sisi tegakku berbentuk persegi atau persegi panjang. Aku adalah…
a. Prisma c. tabung
b. limas d. kubus
11. gambar disamping bentuk jaring-jaring
a. tabung c. prisma
b. limas d. kubus
12. banyaknya simetri lipat pada bangun disamping adalah..
a. 1 c. 3
b. 2 d. 4
13. Jumlah simetri lipat pada bangun disamping adalah…
a. 1 c. 3
b. 2 d. 4
14. Bangun datar segitiga memiliki … sisi
a. 5 c. 3
94
b. 2 d. 4
15. Bangun yang tidak memiliki simetri lipat adalah….
a. b. c. d.
16. Limas segitiga memiliki….
a. 2 sisi dan 2 titik sudut c. 4 sisi dan 4 titik sudut
b. 3 sisi dan 3 titik sudut d. 5 sisi dan 5 titik sudut
17. Pada prisma segitiga bentuk sisi tegaknya adalah…
a. segitiga c. trapesium
b. belah ketupat d. persegi panjang
18. segitiga pada gambar disamping disebut…
a. simetris c. tidak simetris
b. sebidang d. tidak sebangun
19. kubus memiliki….titik sudut
a. 5 c. 6
b. 12 d. 8
20. Yang bukan sifat prisma tegak segitiga adalah…
a. titik sudut ada 6 c. bentuk sisi persegi
b. sisi sebanyak 5 d. Rusuk ada 9
95
Instrumen Motivasi Belajar Siswa
Berilah tanda cek list (√) pada jawaban disamping menurut pribadi kamu.
No Pernyataan SetujuKurangSetuju
Tidak setuju
1 Belajar IPA Fisika harus dengan niat sendiri
2Belajar IPA Fisika tanpa disuruh oleh guru dan orang tua sangat menyenangkan
3Belajar IPA Fisika tanpa bantuan orang lain sangat sulit
4Saya berharap bahwa mata pelajaran IPA Fisika tidak diujikan secara Nasional
5Kemauan yang keras dalam belajar cermin pribadi siswa
6 Saya belajar jika ada dorongan dari orang lain
7Bagi saya belajar akan lebih menarik jika semua kebutuhan akan belajar terpenuhi
8 Saya mau belajar oleh guru tertentu saja9 Semangat belajar perlu ditanamkan sejak dini
10Belajar merupakan kebutuhan yang kurang penting untuk saat sekarang ini
11IPA Fisika menjadi penting artinya jika sesuai dengan cita-cita saya
12Tanpa belajar teknologi di dunia ini juga akan berkembangseperti saat ini
13Orang tua dan guru merupakan factor penting dalam proses belajar
14 Anak yang unggul adalah anak yang rajin belajar 15 Kesempatan belajar setiap anak tidak sama
16Dalam proses belajar tidak dibutuhkan ketelitian hanya kemauan yang keras saja
17Dalam proses belajar setiap siswa harus mendapat perhatian yang sama dari guru
18Belajar merupakan dasar perkembangan ilmu pengetahuan
19Saya senang belajar jika saya mengerti apa yang saya pelajari
96
20Jika saya ingin menjadi bintang kelas maka saya harus rajin belajar
Data Penelitian
No A1B1 A1B2 A2B1 A2B2
1 18.0 16.0 13.0 12.0
2 14.0 12.0 10.0 8.0
3 15.0 12.0 10.0 9.0
4 16.0 13.0 10.0 9.0
5 17.0 14.0 11.0 9.0
6 14.0 15.0 12.0 11.0
7 15.0 13.0 13.0 10.0
8 15.0 13.0 11.0 11.0
9 16.0 14.0 11.0 9.0
10 17.0 14.0 11.0 10.0
KET :
A1B1 : Metode CTL dan motivasi belajar tinggi
A1B2 : Metode CTL dan motivasi belajar rendah
A2B1 : Metode konvensional dan motivasi belajar tinggi
A2B2 : Metode konvensional dan motivasi belajar rendah
97
OUTPUT DATA SPSS
Statistics
HBM Metode Inquiri20
0
14.6500
.37187
14.5000
14.00
1.66307
2.766
6.00
12.00
18.00
293.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
HBM Metode Inquiri
2 10.0 10.0 10.0
3 15.0 15.0 25.0
5 25.0 25.0 50.0
4 20.0 20.0 70.0
3 15.0 15.0 85.0
2 10.0 10.0 95.0
1 5.0 5.0 100.0
20 100.0 100.0
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
98
HBM Metode Inquiri20.0018.0016.0014.0012.0010.00
Fre
quen
cy
5
4
3
2
1
0
Histogram
Mean =14.65Std. Dev. =1.663
N =20
Statistics
HBM Metode Konvensional20
0
10.5000
.30349
10.5000
11.00
1.35724
1.842
5.00
8.00
13.00
210.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
99
HBM Metode Konvensional
1 5.0 5.0 5.0
4 20.0 20.0 25.0
5 25.0 25.0 50.0
6 30.0 30.0 80.0
2 10.0 10.0 90.0
2 10.0 10.0 100.0
20 100.0 100.0
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
HBM Metode Konvensional14.0012.0010.008.00
Fre
quen
cy
6
5
4
3
2
1
0
Histogram
Mean =10.50Std. Dev. =1.357
N =20
100
Statistics
MTD. INQUIRI MTVSI TINGGI10
0
15.7000
.42295
15.5000
15.00
1.33749
1.789
4.00
14.00
18.00
157.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
MTD. INQUIRI MTVSI TINGGI
2 20.0 20.0 20.0
3 30.0 30.0 50.0
2 20.0 20.0 70.0
2 20.0 20.0 90.0
1 10.0 10.0 100.0
10 100.0 100.0
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
MTD. INQUIRI MTVSI TINGGI19.0018.0017.0016.0015.0014.0013.00
Fre
quen
cy
3
2
1
0
Histogram
Mean =15.70Std. Dev. =1.337
N =10
101
Statistics
MTD.INQUIRI MTVSI RENDAH10
0
13.6000
.40000
13.5000
13.00a
1.26491
1.600
4.00
12.00
16.00
136.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
Multiple modes exist. The smallest value is showna.
MTD.INQUIRI MTVSI RENDAH
2 20.0 20.0 20.0
3 30.0 30.0 50.0
3 30.0 30.0 80.0
1 10.0 10.0 90.0
1 10.0 10.0 100.0
10 100.0 100.0
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
MTD.INQUIRI MTVSI RENDAH17.0016.0015.0014.0013.0012.0011.00
Fre
quen
cy
4
3
2
1
0
Histogram
Mean =13.60Std. Dev. =1.265
N =10
102
Statistics
MTD. KONVENSIONAL MTVSI TINGGI10
0
11.2000
.35901
11.0000
11.00
1.13529
1.289
3.00
10.00
13.00
112.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
MTD. KONVENSIONAL MTVSI TINGGI
3 30.0 30.0 30.0
4 40.0 40.0 70.0
1 10.0 10.0 80.0
2 20.0 20.0 100.0
10 100.0 100.0
10.00
11.00
12.00
13.00
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
103
MTD. KONVENSIONAL MTVSI TINGGI14.0013.0012.0011.0010.009.00
Fre
quen
cy
4
3
2
1
0
Histogram
Mean =11.20Std. Dev. =1.135
N =10
Statistics
MTD. KONVENSIONAL MTVSI RENDAH10
0
9.8000
.38873
9.5000
9.00
1.22927
1.511
4.00
8.00
12.00
98.00
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
MTD. KONVENSIONAL MTVSI RENDAH
1 10.0 10.0 10.0
4 40.0 40.0 50.0
2 20.0 20.0 70.0
2 20.0 20.0 90.0
1 10.0 10.0 100.0
10 100.0 100.0
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
104
MTD. KONVENSIONAL MTVSI RENDAH13.0012.0011.0010.009.008.007.00
Fre
quen
cy
4
3
2
1
0
Histogram
Mean =9.80Std. Dev. =1.229
N =10
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
10 10 10 10
15.7000 13.6000 11.2000 9.8000
1.33749 1.26491 1.13529 1.22927
.200 .182 .270 .242
.200 .182 .270 .242
-.134 -.124 -.145 -.158
.631 .577 .854 .767
.820 .894 .460 .599
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
MTD. INQUIRIMTVSI TINGGI
MTD.INQUIRIMTVSI
RENDAH
MTD.KONVENSIONAL MTVSI
TINGGI
MTD.KONVENSIONAL MTVSI
RENDAH
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
105
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
20 20
14.6500 10.5000
1.66307 1.35724
.152 .156
.152 .156
-.098 -.144
.680 .699
.744 .713
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
HBM MetodeInquiri
HBM MetodeKonvensional
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
106
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Metode CTL
Mata Pelajaran : IPA FisikaKelas/Semester : V/2Pertemuan Ke : 1Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit
I. Standar Kompetensi : Menentukan sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
II. Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang sederhana
III. Indikator : Menyebutkan sifat-sifat bangun ruang tabung, prisma, kerucut, limas. IV. Tujuan Pembelajaran : Mengetahui sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang
V. Materi Ajar : Sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang, kesebangunan dan simetri
VI. Metode Pembelajaran : CTL
VII. Langkah-langkah Pembelajaran : Kegiatan awal Apresepsi/Motivasi Siswa diberikan contoh dalam bentuk gambar dan alat peraga contoh-contoh bangun datar
dan bangun ruang. Kemudian diberikan pertanyaan mana yang termasuk bangun dtar dan mana yang termasuk bangun ruang. Setelah itu, guru memberikan arahan-arahan sehingga siswa dapat membedakan mana yang disebut bangun datar dan bangun ruang.
Kegiatan Inti
Siswa diberikan kerangka kubus dan balok. Selanjutnya diberikan tugas untuk menentukan mana yang disebut rusuk, titik sudut dan banyak rusuk serta titik sudut.
Beberapa orang siswa maju ke depan untuk menyebutkan rusuk dan titik sudut serta banyaknya.
Guru memeberikan penjelasan mengenai rusuk, titik sudut, bidang dan sifat-sifat kubus dan balok.
Siswa dibagi menjadi 6 kelompok untuk melakukan diskusi. Siswa diberikan tugas untuk menentukan banyaknya rusuk, titik sudut dan bidang serta
sifat-sifat bangun ruang yang lain seperti tabung, prisma, kerucut dengan memberikan alat peraga secara bergiliran
Perwakilan siswa tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Guru memberikan penjelasan yang benar mengenai sifat-sifat bangun ruang kepada
siswa. Menguji pemahaman, kemampuan dan keterampilan siswa dalam soal-soal latihan.
Kegiatan akhir Guru mengulang kembali mengenai sifat-sifat bangun ruang, memberikan pekerjaan rumah
dan mengiformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
VIII. Alat/bahan dan Sumber Belajar : Buku pelajaran IPA Fisika untuk Sekolah dasar kelas 5 M.Khafid,Sutati Erlangga IPA Fisika SD untuk kelas V Zaini.M.Sani dan Siti.M.amin 5 B Esis
107
IPA Fisika Progresif teks utama SD kelas 5 Munawati Fitriyah Widya Utama Macam-macam bentuk bangun datar.
IX. Penilaian : Teknik Tes dan non tes Bentuk Pilihan ganda Instrumen
Lembar Kerja Siswa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Metode CTL
Mata Pelajaran : IPA FisikaKelas/Semester : V/2Pertemuan Ke : 2Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit
I. Standar Kompetensi : Menentukan sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
II. Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang sederhana
III. Indikator : Menggambar bangun ruang dari sifat-sifat bangun yang diberikan
IV. Tujuan Pembelajaran : Mengetahui sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang
V. Materi Ajar : Sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang, kesebangunan dan simetri
VI. Metode Pembelajaran : CTL
VII. Langkah-langkah Pembelajaran : Kegiatan awal Apresepsi/Motivasi Mengulang kembali sekilas mengenai sifat-sifat bangun ruang juga bentuk-bentuk macam-
macam bangun ruang. Kegiatan Inti
Siswa menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk membuat bangun ruang. Siswa diminta untuk membuat bangun ruang menurut bayangan mereka. Guru mengambil hasil karya siswa yang sduah benar dan yang belum. Guru memberikan langkah-langkah membuat bangun ruang, memberikan beberapa
contoh membuat kubus, prisma, limas, tabung dan kerucut. Siswa mengikuti langkah-langkah yang diinstruksikan guru. Siswa melakukan praktek menggambar bangun ruang dan membuat bangun ruang dari
kertas. Menguji pemahaman, kemampuan dan keterampilan siswa dalam soal-soal latihan.
Kegiatan akhir Guru mengulang kembali mengenai sifat-sifat bangun ruang, memberikan pekerjaan rumah
dan mengiformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
108
VIII. Alat/bahan dan Sumber Belajar : Buku pelajaran IPA Fisika untuk Sekolah dasar kelas 5 M.Khafid,Sutati Erlangga IPA Fisika SD untuk kelas V Zaini.M.Sani dan Siti.M.amin 5 B Esis IPA Fisika Progresif teks utama SD kelas 5 Munawati Fitriyah Widya Utama Alat Peraga Bangun ruang
IX. Penilaian : Teknik Tes dan non tes Bentuk Uraian Instrumen
1. Gambarlah sebuah kubus yang panjang sisinya 4 cm!2. Gambarlah sebuah balok dengan panjang 6 cm, tinggi 4 cm dan lebar 3 cm!3. Gambarlah sebuah prisma tegak segi tiga! Ukuran bebas4. Gambarlah sebuah limas segi tiga! Ukuran bebas
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Metode CTL
Mata Pelajaran : IPA FisikaKelas/Semester : V/2Pertemuan Ke : 3Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit
I. Standar Kompetensi : Menentukan sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
II. Kompetensi Dasar : Menentukan jarring-jaring berbagai bangun ruang sederhana
III. Indikator : Menggambar berbagai jarring-jaring kubus dan balok.
IV. Tujuan Pembelajaran : Mengetahui sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang
V. Materi Ajar : Sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang, kesebangunan dan simetri
VI. Metode Pembelajaran : CTL
VII. Langkah-langkah Pembelajaran :Kegiatan awal
Apresepsi/Motivasi Mengulang kembali sekilas mengenai sifat-sifat bangun ruang.
Kegiatan IntiSetiap siswa ditugaskan membawa kotak bekas (tisu, sabun, dll). Melakukan praktek membongkar kotak tersebut sehingga kotak berbentuk jaring-jaring, setelah itu siswa membuat sendiri jarring-jaring kubus dan balok sesuai dengan kreasinya yang berbeda dari jaring-jaring kubus dan balok yang telah ada.
Kegiatan akhir Guru mengulang kembali cara menggambar macam-macam jarring-jaring bangun ruang,
memberikan pekerjaan rumah dan menginformasiokan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
VIII. Alat/bahan dan Sumber Belajar :
109
Buku pelajaran IPA Fisika untuk Sekolah dasar kelas 5 M.Khafid,Sutati Erlangga IPA Fisika SD untuk kelas V Zaini.M.Sani dan Siti.M.amin 5 B Esis IPA Fisika Progresif teks utama SD kelas 5 Munawati Fitriyah Widya Utama Alat Peraga Bangun ruang
IX. Penilaian : Teknik Tes dan non tes Bentuk Praktek Instrumen
Lembar kerja siswa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Metode CTL
Mata Pelajaran : IPA FisikaKelas/Semester : V/2Pertemuan Ke : 4Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit
I. Standar Kompetensi : Menentukan sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
II. Kompetensi Dasar : Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri
III. Indikator : Menentukan kesebangunan antar bangun-bangun datar
IV. Tujuan Pembelajaran : Mengetahui sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang
V. Materi Ajar : Sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang, kesebangunan dan simetri
VI. Metode Pembelajaran : CTL
VII. Langkah-langkah Pembelajaran :Kegiatan awal
Apresepsi/Motivasi Mengulang kembali sekilas mengenai sifat-sifat bangun datar
Kegiatan Inti Siswa diberikan tugas untuk menghitung volume bangun ruang. Guru memberikan rumus untuk menghitung volume bangun ruang, Bersama-sama mendiskusikan masalah kesebangunan dengan bantuan arahan guru
mencari syarat-syarat kesebangunan. Mengadakan tanya-jawab pada siswa mengenai kesebangunan bangun datar. Mendiskusikan suatu permasalahan mengenai kesebangunan Menguji kemampuan dan pemahaman siswa dalam soal latihan.
Kegiatan akhir Guru mengulang kembali mengenai syarat-syarat kesebangunan pada bangun datar,
memberikan pekerjaan rumah dan mengiformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
110
VIII. Alat/bahan dan Sumber Belajar : Buku pelajaran IPA Fisika untuk Sekolah dasar kelas 5 M.Khafid,Sutati Erlangga IPA Fisika SD untuk kelas V Zaini.M.Sani dan Siti.M.amin 5 B Esis IPA Fisika Progresif teks utama SD kelas 5 Munawati Fitriyah Widya Utama Alat Peraga Bangun datar
IX. Penilaian : Teknik Tes dan non tes Bentuk Uraian Instrumen
Lembar kerja siswa
111
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Metode Konvensional
Mata Pelajaran : IPA FisikaKelas/Semester : V/2Pertemuan Ke : 1Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit
I. Standar Kompetensi : Menentukan sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
II. Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang sederhana
III. Indikator : Menyebutkan sifat-sifat bangun ruang tabung, prisma, kerucut, limas. IV. Tujuan Pembelajaran : Mengetahui sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang
V. Materi Ajar : Sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang, kesebangunan dan simetri
VI. Metode Pembelajaran : Tanya jawab, deduktif,latihan, ekspositor,demontrasi
VII. Langkah-langkah Pembelajaran : Kegiatan awal Apresepsi/Motivasi Memberikan arahan-arahan atau contoh-contoh bangun datar dan bangun ruang sehingga
siswa dapat membedakan mana yang disebut bangun datar dan bangun ruang. Kegiatan Inti
Guru memberi sedikit penjelasan dengan membawa kerangka kubus atau balok mengenai rusuk, titik sudut dan rusuk untuk mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang.
Melakukan diskusi kelompok dengan arahan guru untuk menentukan sifat-sifat bangun ruang tabung, prisma, kerucut, lima melakukan diskusi kelompok dengan arahan guru untuk menentukan sifat-sifat bangun ruang tabung, prisma, kerucut, lima.
Menguji pemahaman, kemampuan dan keterampilan siswa dalam soal-soal latihan.
Kegiatan akhir Guru mengulang kembali mengenai sifat-sifat bangun ruang, memberikan pekerjaan rumah
dan mengiformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
VIII. Alat/bahan dan Sumber Belajar : Buku pelajaran IPA Fisika untuk Sekolah dasar kelas 5 M.Khafid,Sutati Erlangga IPA Fisika SD untuk kelas V Zaini.M.Sani dan Siti.M.amin 5 B Esis IPA Fisika Progresif teks utama SD kelas 5 Munawati Fitriyah Widya Utama Macam-macam bentuk bangun datar.
IX. Penilaian : Teknik Tes dan non tes Bentuk Pilihan ganda Instrumen
Lembar Kerja Siswa
112
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Metode Konvensional
Mata Pelajaran : IPA FisikaKelas/Semester : V/2Pertemuan Ke : 2Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit
I. Standar Kompetensi : Menentukan sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
II. Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang sederhana
III. Indikator : Menggambar bangun ruang dari sifat-sifat bangun yang diberikan
IV. Tujuan Pembelajaran : Mengetahui sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang
V. Materi Ajar : Sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang, kesebangunan dan simetri
VI. Metode Pembelajaran : Tanya jawab, deduktif,latihan, ekspositor,demontrasi
VII. Langkah-langkah Pembelajaran : Kegiatan awal Apresepsi/Motivasi Mengulang kembali sekilas mengenai sifat-sifat bangun ruang juga bentuk-bentuk macam-
macam bangun ruang. Kegiatan Inti
Guru memberikan langkah-langkah membuat bangun ruang, memberikan beberapa contoh membuat kubus, prisma, limas, tabung dan kerucut.
Siswa melakukan praktek menggambar bangun ruang dan membuat bangun ruang dari kertas.
Menguji pemahaman, kemampuan dan keterampilan siswa dalam soal-soal latihan.
Kegiatan akhir Guru mengulang kembali mengenai sifat-sifat bangun ruang, memberikan pekerjaan rumah
dan mengiformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
VIII. Alat/bahan dan Sumber Belajar : Buku pelajaran IPA Fisika untuk Sekolah dasar kelas 5 M.Khafid,Sutati Erlangga IPA Fisika SD untuk kelas V Zaini.M.Sani dan Siti.M.amin 5 B Esis IPA Fisika Progresif teks utama SD kelas 5 Munawati Fitriyah Widya Utama Alat Peraga Bangun ruang
IX. Penilaian : Teknik Tes dan non tes Bentuk Uraian Instrumen
5. Gambarlah sebuah kubus yang panjang sisinya 4 cm!6. Gambarlah sebuah balok dengan panjang 6 cm, tinggi 4 cm dan lebar 3 cm!
113
7. Gambarlah sebuah prisma tegak segi tiga! Ukuran bebas8. Gambarlah sebuah limas segi tiga! Ukuran bebas
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Metode Konvensional
Mata Pelajaran : IPA FisikaKelas/Semester : V/2Pertemuan Ke : 3Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit
I. Standar Kompetensi : Menentukan sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
II. Kompetensi Dasar : Menentukan jarring-jaring berbagai bangun ruang sederhana
III. Indikator : Menggambar berbagai jarring-jaring kubus dan balok.
IV. Tujuan Pembelajaran : Mengetahui sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang
V. Materi Ajar : Sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang, kesebangunan dan simetri
VI. Metode Pembelajaran : Tanya jawab, deduktif, latihan, ekspositor,demontrasi
VII. Langkah-langkah Pembelajaran :Kegiatan awal
Apresepsi/Motivasi Mengulang kembali sekilas mengenai sifat-sifat bangun ruang.
Kegiatan IntiSetiap siswa ditugaskan membawa kotak bekas (tisu, sabun, dll). Melakukan praktek membongkar kotak tersebut sehingga kotak berbentuk jarring-jaring, setelah itu siswa membuat sendiri jarring-jaring kubus dan balok sesuai dengan kreasinya yang berbeda dari jaring-jaring kubus dan balok yang telah ada.
Kegiatan akhir Guru mengulang kembali cara menggambar macam-macam jarring-jaring bangun ruang,
memberikan pekerjaan rumah dan menginformasiokan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
VIII. Alat/bahan dan Sumber Belajar : Buku pelajaran IPA Fisika untuk Sekolah dasar kelas 5 M.Khafid,Sutati Erlangga IPA Fisika SD untuk kelas V Zaini.M.Sani dan Siti.M.amin 5 B Esis IPA Fisika Progresif teks utama SD kelas 5 Munawati Fitriyah Widya Utama Alat Peraga Bangun ruang
IX. Penilaian : Teknik Tes dan non tes Bentuk Praktek Instrumen
Lembar kerja siswa
114
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Metode Konvensional
Mata Pelajaran : IPA FisikaKelas/Semester : V/2Pertemuan Ke : 4Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit
I. Standar Kompetensi : Menentukan sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun
II. Kompetensi Dasar : Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri
III. Indikator : Menentukan kesebangunan antar bangun-bangun datar
IV. Tujuan Pembelajaran : Mengetahui sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang
V. Materi Ajar : Sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang, kesebangunan dan simetri
VI. Metode Pembelajaran : Tanya jawab, deduktif,latihan, ekspositor,demontrasi
VII. Langkah-langkah Pembelajaran :Kegiatan awal
Apresepsi/Motivasi Mengulang kembali sekilas mengenai sifat-sifat bangun datar
Kegiatan Inti Bersama-sama mendiskusikan masalah kesebangunan dengan bantuan arahan guru
mencari syarat-syarat kesebangunan. Mengadakan tanya-jawab pada siswa mengenai kesebangunan bangun datar. Mendiskusikan suatu permasalahan mengenai kesebangunan Menguji kemampuan dan pemahaman siswa dalam soal latihan.
Kegiatan akhir Guru mengulang kembali mengenai syarat-syarat kesebangunan pada bangun datar,
memberikan pekerjaan rumah dan mengiformasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
VIII. Alat/bahan dan Sumber Belajar : Buku pelajaran IPA Fisika untuk Sekolah dasar kelas 5 M.Khafid,Sutati Erlangga IPA Fisika SD untuk kelas V Zaini.M.Sani dan Siti.M.amin 5 B Esis IPA Fisika Progresif teks utama SD kelas 5 Munawati Fitriyah Widya Utama Alat Peraga Bangun datar
IX. Penilaian : Teknik Tes dan non tes Bentuk Uraian Instrumen
Lembar kerja siswa
115