Upload
buinhu
View
259
Download
18
Embed Size (px)
Citation preview
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN JEMAAH HAJI
PADA MUSIM HAJI 2016 DI EMBARKASI
JAKARTA PONDOK GEDE
Skripsi
Diajukan Kepada Faultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S. Sos.)
Oleh:
Akhmad Al Habash
NIM: 1112053100041
KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMROH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN JEMAAH HAJI
PADA MUSIM HAJI 2016 DI EMBARKASI
JAKARTA PONDOK GEDE
Skripsi
Diajukan Kepada Faultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S. Sos.)
Oleh :
Akhmad Al Habash
NIM: 1112053100041
Di Bawah Bimbingan :
Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si
KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMROH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini berjudul: “Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji
Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede” telah diujikan
dalam sidang munaqasah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada hari Jumat tanggal 30 September 2016. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos.) pada
jurusan Manajemen Dakwah.
Jakarta, 10 Oktober 2016
Sidang Munaqasah
Ketua Merangkap Anggota,
Drs. Cecep Castrawijaya.MANIP. 19670818 199803 1 002
Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Sugiharto, MANIP. 19660806 199603 1 001
Anggota,Penguji I,
Dra. Hj. Jundah Sulaeman, MANIP. 19620303 199203 2 001
Penguji II,
Amirudin, M. SiNIP. 19820608 201101 1 003
Pembimbing,
Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos.) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari saya terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 September 2016
Akhmad Al Habash
i
ABSTRAK
Akhmad Al Habash, 1112053100041, Manajemen Pelayanan KesehatanJemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede, dibawah bimbingan Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si.
Haji merupakan ibadah yang sangat masyhur bagi umat muslim di seluruhdunia yang mana merupakan salah satu rukun islam yang ke-lima. Dari tahun ketahun minat jemaah untuk melaksanakan ibadah haji begitu meningkat, itu terbuktidengan lamanya Waiting List menunggu jadwal pemberangkatan. Pada musim hajitahun 2016 ini pemerintah mengeluarkan peraturan baru mengenai Istithaahkesehatan jemaah haji yang terdaftar untuk berangkat haji. Kesanggupan (Istithaah)secara fisik menjadi syarat boleh dan tidaknya jemaah untuk berangkat. Sebelumberangkat jemaah harus melaksanakan pemeriksaan kesehatan hingga 3 kali.Pemeriksaan kesehatan akhir dilaksanakan di Asrama Haji Embarkasi JakartaPondok Gede sebagai penentu bisa atau tidaknya jemaah tersebut berangkat.
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahuimanajemen pelayanan kesehatan yang ada di Embarkasi Jakarta Pondok Gede. 2)Apa saja bentuk pelayanan yang diberikan. 3) Mengetahui ketentuan jemaah yangdapat diberangkatkan setelah pemeriksaan akhir. 4) Mengetahui faktor pendukungdan penghambat selama kegiatan ini berlangsung.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yaitu dimulaidengan mengumpulkan informasi-informasi selama musim haji berlangsung baikdengan melakukan pengamatan, wawancara ataupun dokumentasi untukdirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh orang banyak.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwamanajemen pelayanan kesehatan yang diberikan di Asrama Haji sangat besardampaknya bagi jemaah, dengan adanya manajemen yang baik maka akanmelancarkan dan memudahkan proses pemeriksaan kesehatan. Apakah jemaahsudah menjalani suntik meningitis, kemudian jemaah haji risti (resiko tinggi) akandisematkan gelang untuk mengetahui kondisi kesehatan jemaah tersebut, jikajemaah sakit atau belum periksa kesehatan baik hasil pemeriksaan yang tidaklengkap atau BKJH (Buku Kesehatan Jemaah Haji) tidak ada maka akan diarahkanke poliklinik, serta rujukan ke laboratorium dan apabila perlu perawatan maka akandirujuk ke RS Haji Jakarta Pondok Gede.
Tidak semua jemaah yang sudah mendapatkan SPMA (Surat PanggilanMasuk Asrama) bisa diberangkatkan, berdasarkan peraturan baru jemaah yangtidak bisa diberangkatkan adalah jemaah yang menjalani cuci darah, jemaah yanghamil dan belum melakukan suntik meningitis, jemaah yang masih ada bakteriTBC, jemaah yang HB nya dibawah 8,5 juga ditunda sampai HB nya naik karenaini akan mempengaruhi kesehatannya ketika di pesawat. Salah satu faktorpenghambat untuk pelayanan ini adalah jemaah yang datang tidak sesuai waktuundangan di SPMA, dan kegiatan ini berjalan dengan baik karena SDM yangmemadai.
Kata Kunci: Manajemen Pelayanan Kesehatan, Jemaah Haji dan EmbarkasiJakarta Pondok gede.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamduliilahirabbil’alamiin penulis panjatkan kehadirat Allah
Swt, berkat rahmat, pertolongan, kekuatan dan kasih sayang serta Cinta Beliaulah
penulis mampu menyelesaikan sebuah skripsi untuk memenuhi persyaratan
menyelesaikan perkuliahan di jurusan Manajemen Dakwah konsentrasi Manajemen
Haji dan Umrah. Sholawat dan salam Allahumma sholli’ala Muhammad wa ‘ala ali
Muhammad penulis lantunkan buat baginda Rosullah SAW, beliaulah suri teladan
kita umat Islam, beliaulah Uswatun Hasanah yang harus kita ikuti jejak-jejak amal
sholeh beliau dalam menjalani kehidupan ini.
Alhamdulillah dalam waktu kurang lebih 2 bulan, akhirnya penulis mampu
juga menyelesaikan proses penulisan karya ilmiah ini yang berjudul “Manajemen
Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta
Pondok Gede” guna untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos.)
Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari banyaknya kekurangan
dan kelemahan dalam penulisan ini. Namun, dengan keterbatasan dan kekurangan
akhirnya penulisan karya ilmiah ini bisa diselesaikan. Hal ini tidak akan selesai
dengan sendirinya, melainkan karena dukungan dan bantuan banyak pihak, baik
moril maupun materil.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis, Hj. Asih Sinarsih dan H. Abdul Fatah Sarman yang
selalu mendoakan dan mengajari penulis makna dari perjalanan hidup. Tanpa
Mamah dan Papah, gelar sarjana yang penulis raih tak semudah didapatkan
seperti membalikkan tangan. Namun dengan kerja keras dari kedua tangan
iii
mereka lah, hasil nya dapat penulis rasakan. Semoga Allah muliakan derajat
mereka. Aamiin ya Rabbal’alamiin. Serta
2. Kakak, adek, keponakan dan semua keluarga besar penulis yang tak hentinya
memberikan dukungan sehingga skripsi ini mampu diselesaikan.
3. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, MA, beserta jajarannya.
4. Drs. Cecep Castrawijaya, MM. selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah.
5. Drs. Sugiharto, MM. selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah.
6. Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si. selaku dosen pembimbing skripsi. Beliau yang
telah mengajarkan banyak mata kuliah tentang haji dan umrah sejak dari bangku
kuliah dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.
Semoga Allah balas jasa beliau yang telah banyak memberikan pengetahuan
kepada penulis dan teman-teman MHU (Manajemen Haji & Umrah) angakatan
2012. Mudah-mudahan ilmu yang diberikan bermanfaat hingga akhir hayat.
7. Dra. Hj. Jundah Sulaeman, MA. selaku dosen penguji 1 dan Amirudin, M. Si.
selaku dosen penguji 2 dalam sidang munaqasah untuk memberikan masukan
yang sangat membantu penulis dalam menyempurnakan revisi skripsi untuk
kesempurnaan penulisan skripsi.
8. Drs. H. Hasanudin. MA, selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan kepada penulis.
9. Lili Bariadi, MM. M. Si. selaku dosen Manajemen Koperasi yang telah
memberikan suntikan semangat kepada penulis serta tempat dan waktu dalam
mendiskusikan penelitan skripsi sehingga mampu diselesaikan dengan baik.
iv
10. Para Dosen pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya
Jurusan Manajemen Haji dan Umrah yang telah membekali penulis sehingga
bisa mencapai gelar sarjana.
11. Pimpinan dan Staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah serta perpustakaan
Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah mengizinkan penulis untuk
menyelesaikan skripsi di ruangan perpustakaan, serta melayani dalam
peminjaman buku.
12. Rahmat Ohello M. Kes, Dr. Theresia Hermin S.W, Dra. Atik Yuliharti M. Kes,
Yuliandri SKM, M. Kes, Pak Arif dan semua tim kesehatan Embarkasi Jakarta
Pondok Gede yang telah membantu penulis dalam memberikan data, sehingga
skripsi ini bisa diselesaikan sesuai dengan harapan.
13. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi Haji Jakarata Pondok Gede dan
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Soekarno-Hatta yang telah mengizinkan
penulis melakukan penelitian di Embarkasi Jakarta Pondok Gede.
14. Saudari Revi Rahadian sekaligus partner yang sangat membantu penulis selama
proses menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah balas jasa beliau dan
menjadikan beliau wanita sukses dunia maupun akhirat.
15. Teman-teman Asrama Putera, kost dan geng Ukhuy (Budi, Deden, Didin, Faiq,
Iik, Muslim, Rizky, Shandy S.). Telah membantu penulis dalam banyak hal.
Semoga Allah mudahkan mereka dalam menyelesaikan apa yang dicita-citakan.
16. Teman-teman MHU (Manajemen Haji dan Umrah) angkatan 2012 dan teman-
teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) Serabi 2015 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semoga bagi yang belum menyusun skripsi segera menyusul dan dimudahkan
dalam penulisan skripsinya.
v
Serta kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu,
penulis mengucapkan banyak terimaksih dan semoga Allah SWT memudahkan dan
meridhoi semua aktifitas kita. Aamiin.
Sebagai kata terakhir penulis hanya dapat berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis, bagi pembaca semua dan bagi pihak yang
menyelenggarakan biro perjalanan travel khususnya Haji dan Umrah. Sekali lagi
penulis mengucapkan banyak terimaksih kepada semua pihak yang telah membantu
melancarkan penulisan ini. Semoga urusan kita semua Allah mudahkan dan Allah
ridhoi. Aamiin.
Jakarta, 25 September 2016
Akhmad Al Habash
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...........................................................6
1. Pembatasan Masalah ..............................................................................6
2. Perumusan masalah................................................................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................7
1. Tujuan Penelitian ...................................................................................7
2. Manfaat Penelitian .................................................................................7
D. Metodologi Penelitian ..................................................................................8
1. Metode Penelitian...................................................................................8
2. Subjek dan Objek Penelitian ..................................................................9
3. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................9
4. Teknik Pengumpulan Data.....................................................................9
a. Wawancara.......................................................................................9
b. Observasi........................................................................................10
c. Dokumentasi ..................................................................................10
d. Sumber Data...................................................................................11
vii
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................11
F. Sistematika Penulisan ................................................................................12
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG MENAJEMEN PELAYANAN
KESEHATAN DAN JEMAAH HAJI ................................................................14
A. Manajemen Pelayanan Kesehatan..............................................................14
1. Pengertian Manajemen Pelayanan Kesehatan......................................14
2. Fungsi Manajemen Pelayanan Kesehatan............................................19
3. Unsur Manajemen Pelayanan Kesehatan .............................................23
4. Ruang Lingkup Manajemen Pelayanan Kesehatan..............................25
5. Ciri-ciri Pelayanan Kesehatan yang Baik ............................................28
B. Jemaah Haji................................................................................................31
1. Pengertian Jemaah Haji........................................................................31
2. Klasifikasi Jemaah Haji........................................................................33
3. Makna Istithaah Pada Aspek Kesehatan Jemaah Haji .........................34
4. Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji.......................................................38
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PANITIA PENYELENGGARA
IBADAH HAJI (PPIH) BIDANG KESEHATAN EMBARKASI JAKARTA
PONDOK GEDE..................................................................................................41
A. Sejarah Berdirinya PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok
Gede ...........................................................................................................41
B. Struktur Organisasi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok
Gede ...........................................................................................................58
C. Visi dan Misi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede .61
viii
D. Tugas Pokok dan Fungsi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta
Pondok Gede ..............................................................................................62
BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN JEMAAH
HAJI PADA MUSIM HAJI 2016 DI EMBARKASI JAKARTA PONDOK
GEDE ....................................................................................................................66
A. Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan, Pengawasan dan Evaluasi
Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi
Jakarta Pondok Gede..................................................................................66
1. Perencanaan (Planning) .......................................................................66
2. Pengorganisasian (Organizing)............................................................77
3. Penggerakkan (Actuating)....................................................................83
4. Pengawasan (Controling).....................................................................83
5. Evaluasi (Evaluating)...........................................................................87
B. Bentuk Pelayanan Kesehatan Terhadap Jemaah Haji Pada Musim Haji
2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede...................................................90
C. Ketentuan Jemaah Haji yang dapat Diberangkatkan Setelah Melalui Proses
Pemeriksaan Kesehatan Akhir Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi
Jakarta Pondok Gede..................................................................................93
D. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Memberikan Pelayanan
Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta
Pondok Gede ..............................................................................................96
1. Faktor Pendukung Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji ........................96
2. Faktor Penghambat Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji.......................98
BAB V PENUTUP..............................................................................................102
ix
A. Kesimpulan ..............................................................................................102
B. Saran.........................................................................................................105
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................106
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Struktur Organisasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH)
Embarkasi Jakarta Pondok Gede ......................................................59
Struktur Organisasi Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Jakarta
Pondok Gede ....................................................................................60
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pengawasan Kesehatan di Asrama Haji Jakarta Pondok Gede ........86
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Haji merupakan ibadah yang sangat masyhur bagi umat muslim di
seluruh dunia yang mana merupakan salah satu rukun islam yang ke-lima.
Banyak sejarah serta jejak-jejak peninggalan para Nabi dan Rasul yang akan
kita ketahui ketika kita melaksanakan ibadah haji. Setiap tahun yang
menunaikan ibadah haji sangat banyak dari berbagai negara, ras dan jenis
kelamin yang berbeda. Salah satunya yang hadir dari berbagai negara islam
dunia yaitu negeri kita Indonesia.
Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia,
masyarakatnya memiliki antusiasme yang sangat besar untuk pergi berhaji.
Pemerintah Arab Saudi menentukan kuota bagi jemaah haji Indonesia
sebesar 211.000 orang setiap tahunnya. Namun sejak 2013 kuota tersebut
berkurang hingga 20 persen. Jumlah jemaah haji Indonesia dibatasi menjadi
168.000 orang saja. Pengurangan tersebut terjadi akibat proyek perluasan
Masjidil Haram.1
1 INDOPOS, Sejarah Penentuan Kuota Haji, Mengacu KTT OKI pada 1987,http://indopos.co.id/sejarah-penentuan-kuota-haji-mengacu-ktt-oki-pada-1987/, diakses 20September 2016, jam 10.30 WIB.
2
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan kuota haji
untuk tahun 2016, untuk Indonesia dan seluruh negara sama seperti tahun
lalu. Kuota jemaah Indonesia sendiri sebanyak 168.800 jemaah haji dari
berbagai provinsi.2 Untuk provinsi DKI Jakarta jumlah jemaah haji yang
mendapatkan kuota pemberangkatan sebanyak 5.628 orang.3
Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh Kementerian Agama RI,
Abdul Jamil meminta calon haji tahun 2016 mengantisipasi musim panas di
Arab Saudi.4 Musim haji tahun 2016 ini akan dibarengi datangnya suhu
panas ekstrem di Arab Saudi. Kota Mekkah diprediksi panas membara di
siang hari, sehingga para jemaah calon haji diimbau untuk melakukan
langkah-langkah antisipasi agar aman dari serangan stroke akibat paparan
sinar matahari (sunstroke). Sebuah hasil studi dari lembaga riset iklim
internasional dibawah kendali Institut Penjaga Dua Masjid Suci menyatakan
baru-baru ini seperti dikutip laman portal berita terkemuka di Arab Saudi,
musim haji 2016 akan jatuh pada bulan-bulan dengan kondisi cuaca panas
sangat ekstrem, yakni Juni-Juli-Agustus-September. “Cuaca panas pada
musim haji tahun ini adalah yang terpanas dalam 10 tahun kedepan,” ujar
hasil studi itu.5
2 Agung Sasongko, Menag: Kuota Haji 2016 Tetap 168.800,http://republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/16/03/16/o447id313-menag-kuota-haji-2016-tetap-168800, diakses 20 September 2016, jam 10.34 WIB.
3 Erna Martiyanti, 5.628 Jemaah Haji DKI Diberangkatkan Dalam 15 Kloter,http://www.beritajakarta.com/read/34022/5628_Jemaah_Haji_DKI_Diberangkatkan_Dalam_15_Kloter#.V_j0LeV97Mw, diakses 20 September 2016, jam 10.35 WIB.
4 Debby Hariyanti Mano, Kemenag Imbau Calon Haji Antisipasi Musim Panas,http://gorontalo.antaranews.com/berita/25109/kemenag-imbau-calon-haji-antisipasi-musim-panas?utm_source=fly&utm_medium=related&utm_campaign=news, diakses 20 September 2016,jam 10.36 WIB.
5 Go Muslim, Terpanas Dalam 10 Tahun: Suhu Terpanas Iringi Musim Haji 2016,http://www.gomuslim.co.id/read/news/2016/03/18/85/suhu-terpanas-iringi-musim-haji-2016.html,diakses 20 September 2016, jam 10.40 WIB.
3
Mengingat besarnya medan perjalanan ibadah haji sebagaimana
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an, sebagai berikut:
د و م إ ۥءا و ن ءا س ٱ ٱ ع نٱ و إ ٱ
ٱArtinya : “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu)
menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta” (QS. Ali Imran : 97)
Kesanggupan atau kemampuan (Istithaah) merupakan syarat yang
telah ditetapkan bagi mereka yang ingin menunaikan rukun islam ke-lima,
yaitu ibadah haji. Secara singkat, syarat kesanggupan atau kemampuan itu
dapat diuraikan dalam bentuk kemampuan finansial dan kesehatan jasmani,
sehingga seorang dapat menanggung beban berat perjalanan ibadah haji
yang sering dianalogikan sebagai jihad kecil.6
“Mampu” atau “Istithaah” bidang kesehatan adalah mampu
menunaikan ibadah haji ditinjau dari jasmani yang sehat dan kuat agar dapat
melaksanakan perjalanan dan mudah melakukan proses ibadah haji, berakal
6 Departemen Agama R.I. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Jakarta,TA’LIMATUL HAJI : Peraturan Pemerintah Arab Saudi Tentang Penyelenggaraan haji (Jakarta:Direktorat Jenderal Penerangan, Humas dan Penyuluhan Arab Saudi, 2002), h. 4-5
4
sehat dan memiliki kesiapan mental untuk menunaikan ibadah haji, aman
dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi, serta aman
bagi keluarga yang ditinggalkannya.7
Sebagaimana amanat Undang Undang nomor 13 tahun 2008, pasal
3 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji bahwa Penyelenggaraan Ibadah
Haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan
yang sebaik-baiknya bagi jemaah haji sehingga jemaah haji dapat
menunaikan ibadahnya sesuai ketentuan ajaran agama Islam. Sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
442/MENKES/SK/VI/2009 tentang Pedoman Penyelenggaran Kesehatan
Haji, tujuan Penyelenggaraan Kesehatan Haji adalah meningkatkan kondisi
kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan, menjaga agar jemaah haji
dalam kondisi sehat selama menunaikan ibadah, sampai tiba kembali di
Tanah Air dan mencegah terjadinya transmisi penyakit menular yang
mungkin terbawa keluar / masuk oleh jemaah haji.
Pelayanan Kesehatan dimaksud meliputi kegiatan pemeriksaan,
perawatan, dan pemeliharaan kesehatan jemaah haji yang diikuti dengan
bimbingan dan penyuluhan kesehatan, yang diselenggarakan di Puskesmas,
Rumah Sakit dan dalam perjalanan di kelompok terbang dan selama di Arab
Saudi melalui pelayanan kesehatan di BPHI Daker dan BPHI sektor.8
Pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan
kesehatan di daerah (pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan/pra
7 Pedoman Teknis Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: Kementrian Kesehatan RI,2014), h. 1
8Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji (Pusat Kesehatan Haji KementrianKesehatan RI: 2010), h.iii
5
haji dan pada saat kepulangan/pasca haji), pelayanan kesehatan di
embarkasi dan debarkasi, pelayanan kesehatan selama di penerbangan,
pelayanan kesehatan selama di Arab Saudi, dan pelayanan kesehatan di
kelompok terbang. Pelayanan kesehatan tersebut satu dengan lain
merupakan proses pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan
komprehensif. 9
Dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan di embarkasi yang
merupakan salah satu bentuk pemeriksaan tahap ketiga. Pemeriksaan tahap
tiga merupakan pemeriksaan final untuk menentukan apakah calon jemaah
haji laik berangkat atau tidak.
Untuk melakukan upaya persiapan yang tepat kepada calon jemaah
haji, diperlukannya sistem manajemen pelayanan kesehatan jamaah haji.
Persiapan di embarkasi menjelang ke berangakatan dilakukan secara
selektif, mencakup pemeriksaan kelengkapan dokumen, pelayanan
kesehatan dan pemeliharaan kekuatan fisik dan mental agar jemaah haji
dapat melaksanakan ibadah dalam keadaan prima dan mantap. Karena
keadaan lingkungan dan cuaca di Arab Saudi sangat berbeda dengan
keadaan di Indonesia. Maka sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
yang baru nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji,
penetapan status jemaah haji yang tidak memenuhi syarat istithaah maka
tidak laik terbang sebagaimana yang telah disepakati oleh PPIH (Panitia
Penyelenggara Ibadah Haji) Embarkasi Bidang Kesehehatan.
9 Sumber paper, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 422 SK VI tahun2009, tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia (Jakarta: Menteri KesehatanRI, 2009), h. 13
6
Oleh karena itu, penulis mengadakan penelitian terhadap masalah
ini dengan judul “Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada
Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan dalam
permasalahan yang akan penulis angkat, dengan tujuan untuk
menghindari perluasan materi yang akan dibahas. Adapun batasan
masalah yang akan penulis angkat adalah tentang Manajemen Pelayanan
Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta
Pondok Gede.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan dari masalah di atas, maka masalah-
masalah pokok yang akan penulis bahas dalam skripsi ini adalah:
a. Bagaimana manajemen pelayanan kesehatan terhadap jemaah haji
pada musim haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede?
b. Apa saja bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan terhadap
jemaah haji pada musim haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok
Gede?
c. Bagaimana ketentuan jemaah haji yang dapat diberangkatkan?
d. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam memberikan
pelayanan kesehatan jemaah haji pada musim haji 2016 di
Embarkasi Jakarta Pondok Gede?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada di atas, maka ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, diantaranya:
a. Untuk mengetahui sistem manajemen pelayanan kesehatan yang ada
di Embarkasi Jakarta Pondok Gede
b. Untuk mengetahui bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan
terhadap jemaah haji.
c. Untuk mengetahui ketentuan jemaah haji yang dapat diberangkatkan
ke Arab Saudi.
d. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat
pelayanan kesehatan di Embarkasi Jakarta Pondok Gede.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin penulis capai dalam penelitian ini
adalah:
a. Manfaat Akademik
1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa membantu
referensi keilmuan di bidang Manajemen Haji dan Umrah serta
menjadi acuan dalam penulisan karya-karya ilmiah lainnya.
b. Manfaat Praktis.
1. Penelitian dapat digunakan oleh Kementrian Agama dan
perusahaan biro perjalanan haji dan umrah (PIHK:
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) serta KBIH (Kelompok
8
Bimbingan Ibadah Haji) dalam membantu calon jemaahnya
untuk menjaga kesehatan sebelum dan selama musim haji.
2. Menjadi pedoman untuk para calon jemaah haji dalam
mempersiapkan kesehatan sebelum berangkat dan selama di
tanah suci.
3. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji khususnya bidang pelayanan
kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede dapat memberikan
pelayanan terbaik kepada jemaah haji.
4. Bagi penulis, seluruh tahapan penelitian serta hasil penelitian
yang diperoleh mengenai manajemen pelayanan kesehatan yang
ada di Embarkasi Jakarta Pondok Gede dapat memperluas
wawasan dan sekaligus memperoleh pengetahuan empiris
penulis.
D. Metodologi penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, pendekatan kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati.10
Sedangkan menurut Nawawi, pendekatan kualitatif dapat
diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi
10 Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2010) h. 4
9
dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dan dihubungkan
dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis
maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan
informasi-informasi dalam situasi sewajarnya untuk dirumuskan
menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat
manusia.11
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji
(PPIH) bidang kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede 2016.
Sedangkan yang dijadikan objek penelitian ini adalah Manajemen
Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi
Jakarta Pondok Gede.
3. Tempat dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini mengambil lokasi di Asrama Haji Jakarta Pondok
Gede yang beralamat di Jalan Raya Pondok Gede Jakarta Timur Telepon
021 8009421. Waktu penelitian ini, dilakukan sejak bulan Agustus
sampai dengan bulan September 2016.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan
diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan
11 Nawawi Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press, 1992), h. 209
10
terlebih dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain.12 Penulis
menggunakan teknik interview bebas terpimpin, yaitu penulis
menggunakan beberapa pertanyaan kepada responden yang
telah penulis siapkan, lalu dijawab oleh responden dengan bebas
dan terbuka.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung yakni dimana
penyelidik mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala
dan obyek yang diteliti.13 Penulis melakukan penelitian dengan
cara mengamati dan mencatat secara sistematis bahan dan data
terkait dengan pelayanan yang dilakukan oleh Panitia
Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) bidang kesehatan Embarkasi
Jakarta Pondok Gede.
c. Dokumentasi
Dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen.14 Penulis menggunakan data dan
sumber yang ada di lapangan dengan masalah yang akan dibahas
sebagai usaha dalam memamaparkan sebuah objek studi yang
ditulis dan memahami dengan seksama subjek penelitian. Serta
12 Juliansyah Noor, Metode Penelitian Skripsi, Tesis. Disertasi, dan Karya Ilmiah (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 138
13 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1980), h. 10214 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta:PT
Bumi Aksara, 2003), Cet. Ke-4, h. 73
11
memberikan interpretasi yang sesuai dengan gambaran yang
dipikirkan.
d. Sumber Data
1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber
pertama, dari individu seperti hasil wawancara atau hasil
pengisian kuesioner yang dilakukan peneliti, yakni peneliti
melakukan sendiri observasi dilapangan maupun di
laboratorium.15 Pelaksanaannya dapat berupa survey dengan
mewawancarai.
2) Data Sekunder adalah data yang tersusun dalam bentuk
dokumen-dokumen, dalam penelitian ini yang menjadi sumber
data adalah buku-buku, jurnal, makalah, website dan sumber
informasi lainnya.
E. Tinjauan Pustaka
Dari beberapa skripsi yang penulis baca, banyak pendapat yang
harus diperhatikan dan menjadi perbandingan selanjutnya. Adapun setelah
penulis mengadakan suatu kajian kepustakaan, akhirnya penulis
menemukan beberapa skripsi yang membahas tentang ibadah haji, judul-
judul skripsi tersebut adalah :
Isnaini S, “Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haj Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Pada Musim Haji Tahun 2010.” Skripsi
mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah Tahun 2011 ini, membahas
15 Dergibson Siagian dan Sugiarto, Metode Statistik Untuk Bisnis dan Ekonomi, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 16
12
tentang bagaimana sistem manajemen pelayanan kesehatan yang diterapkan
oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang kepada jemaah haji sesuai dengan
fungsi manajemen serta aspek kesehatan yang dilayani.
Putri Debby Iswar, “Evaluasi Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji
Pada Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI Tahun 2014.”
Skripsi mahasiswi Jurusan Manajemen Dakwah Tahun 2015, berisi
pembahasan tentang bagaimana hasil evaluasi pelayanan dalam standar
pelaksanaan kesehatan jemaah haji di Pusat Kesehatan Haji Kementrian
Kesehatan RI serta presentase dari segi kesehatan dan wafat jemaah haji
baik di dalam maupun di luar sarana pelayanan kesehatan Kementrian RI.
Arief Ridwan Budiman, “Respon Jemaah Haji Terhadap Pelayanan
Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2013.”
Skripsi mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah Tahun 2014 ini
memaparkan bahasan tentang bagaimana mengetahui respon jemaah haji
terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Bekasi dan
mengetahui perbedaan kualitas pelayanan kesehatan jemaah haji dengan
variabel tingkat pendidikan dan usia jemaah haji.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini terdiri dari lima bab,
adapun pembahasannya secara rinci adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
13
BAB II : Membahas tentang manajemen pelayanan kesehatan
meliputi pengertian, fungsi, ruang lingkup, dan ciri-ciri pelayanan
kesehatan yang baik dan membahas tentang jemaah haji meliputi
pengertian, klasifikasi, makna istithaah kesehatan, dan pelayanan kesehatan
jemaah haji.
BAB III : Tinjauan umum tentang Panitia Penyelenggara Ibadah
Haji (PPIH) bidang kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede, sejarah
berdirinya, struktur organisasi, visi dan misi, serta tugas pokok dan fungsi
panitia pelayanan kesehatan.
BAB IV : Analisis Manajemen Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji
Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede meliputi
manajemen secara umum tentang pelayanan kesehatan jemaah haji di
Embarkasi Jakarta Pondok Gede, bentuk pelayanan kesehatan, ketentuan
Jemaah haji yang dapat diberangkatkan serta faktor pendukung dan faktor
penghambat pelayanan kesehatan.
BAB V : Penutup memuat tentang kesimpulan dan saran sebagai
sumbangan penulis untuk melengkapi kekurangan serta harapan penulis
terhadap penelitian.
14
BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG
MENAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN DAN JEMAAH HAJI
A. Manajemen Pelayanan Kesehatan
1. Pengertian Manajemen Pelayanan Kesehatan
Pada setiap penyelenggaraan pelayanan kesehatan telah terdapat
kesepakatan perlunya menerapkan ilmu manajemen. Ilmu manajemen
diperlukan oleh hampir semua jenis profesi, baik yang bekerja di swasta,
pemerintah, yayasan, maupun lembaga swadaya masyrakat (LSM). Ilmu
manajemen diperlukan dalam pengelolaan setiap organisasi, baik
organisasi bisnis, organisasi sekolah, organisasi profesi, organisasi
politik maupun organisasi sosial kemasyarakatan.1
Demikian juga kegiatan dan atau pelayanan kesehatan
masyarakat memerlukan pengaturan yang baik, agar tujuan tiap kegiatan
atau program itu tercapai dengan baik. Prosess pengaturan kegiatan
ilmiah ini disebut manajemen, sedangkan proses untuk mengatur
kegiatan-kegiatan atau pelayanan kesehatan masyarakat disebut
“Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat”.2
1 Dian wijayanto, SPi, MM, MSE, Pengantar Manajemen (Jakarta:PT Gramedia PustakaUtama, 2012), h. 1
2 Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Jakarta:RinekaCipta, 2007), h. 82
15
Pentingnya ilmu manajemen dalam menerapkan pelayanan
kesehatan, menyebabkan keharusan bagi setiap petugas terutama bagi
pengelola pelayanan kesehatan untuk memahami apa yang
dimaksudkan dengan manejemen yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan. Beberapa ahli mencoba menjelaskan arti kata manajemen.
Sama seperti bidang studi lainnya, definisi manajemen telah
berkembang sedemikian rupa sehingga akan dijumpai variasi definisi
manajemen.
Ada beberapa definisi manajemen sebagai berikut: dalam kamus
manajemen, arti dari istilah manajemen adalah: kepengurusan,
kepemimpinan, ketatalaksanaan, dan kepengurusan, pengelolaan dan
sebagainya.3
Secara bahasa, manajemen berasal dari bahasa inggris yaitu “to
manage” yang berarti mengatur.4 Demikian pula halnya, dalam
mendefinisikan istilah manajemen secara etimologi mempunyai arti
pimpinan, direksi dalam mengurus dan memerintah, memimpin atau
dapat diartikan juga sebagai pengurusan.5
Sedangkan secara terminologi, menurut Miftah Thoha
manajemen merupakan pengelolaan suatu organisasi yang dibatasi
dengan tertib. Dengan kata lain, manajemen harus menjalankan prinsip-
3 Moekijat, Kamus Manajemen (Bandung: CV. Mandar Maju, 1990), Cet. Ke-4, h. 290-2914 Malayu SP Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah (Jakarta: Gunung
Agung, 1986), h. 25 Abdul Sanie, Manajemen Organisasi (Jakarta: Bina Aksara, 1992), h. 1.
16
prinsip perencanaan, pengaturan, motivasi, dan pengendalian dalam
menjalankan roda organisasi.6
Beberapa definisi manajemen yang dikutip dari beberapa ahli
diantaranya: manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi lainnya agar
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Stoner J.A., R.E.
Freeman dan D.R. Gilbert Jr., 1995). Manajemen adalah seni dalam
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain (Mary Parker Follet dalam
Stoner J.A., R.E. Freeman dan D.R. Gilbert Jr., 1995).7 Drs. H. Malayu
S.P Hasibuan memberikan definisi, manajemen adalah ilmu dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-
sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.8
Dari variasi definisi tersebut dapat disimpulkan secara umum
bahwa, manajemen adalah suatu kegiatan untuk mengatur orang lain
guna mencapai tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Pada dasarnya
manajemen memang dibutuhkan oleh semua organisasi karena tanpa
ilmu manejemen semua usaha ataupun kegiatan untuk mencapai suatu
tujuan akan sia-sia belaka.
6 Miftah Thoha, Kepemimpinan Dalam Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1993), h. 10
7 Dian wijayanto, SPi, MM, MSE, Pengantar Manajemen (Jakarta:PT Gramedia PustakaUtama, 2012), h. 1
8 Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah (Jakarta: BumiAksara, 2011), edisi revisi, h. 2
17
Kemudian untuk pengertian “pelayanan”, yang berarti “usaha
melayani kebutuhan orang lain” atau dari pengertian “melayani” yang
berarti “membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan
seseorang”.9
Sedangkan pengertian kesehatan menurut Undang-undang
nomor 23 tahun 1992, pasal 1 ayat 1 adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang produktif
secara sosial ekonomi. Jadi pengertian kesehatan cakupannya sangat
luas, mencakup sehat fisik maupun non fisik (jiwa, sosial ekonomi).10
Adapun pengertian pelayanan kesehatan menurut Levey dan
Loomba yang dikutip Azwar adalah setiap upaya yang diselenggarakan
secara individu atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok
dan masyarakat.11 Menurut Ascobat Gani bahwa pelayanan kesehatan
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berupa tindakan penyembuhan,
pengobatan, dan pemulihan fungsi organ tubuh seperti sedia kala.12
Dari berbagai pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa
pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang melalui upaya individu
maupun institusi dalam rangka untuk memelihara kesehatan yang ada di
9 Marcia Stahhope dan Jeanette Lancaster, Perawatan Kesehatan Masyarakat (Bandung:UPAD, 1990), h. 28-29
10 Subekti, Kitab Undang-Undang (Jakarta, PT Pradnya Paramita, 1990), Cet Ke-23, h.35111 Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), Cet
Ke-1, h. 3512 Ascobat Gani, Aspek-aspek Pelayanan Kesehatan (Jakarta: Rajawali Press, 1995), Cet
Ke- 1, h. 67
18
masyarakat baik dalam bidang preventif (pencegahan), promotive
(peningkatan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif (pemulihan) agar
setiap warga masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya baik jasmani, rohani maupun sosialnya serta
diharapkan berumur panjang.
Berdasarakan semua rumusan pengertian dan definisi diatas,
dapat di pahami bahwa manajemen pelayanan kesehatan adalah suatu
proses rangkaian kegiatan yang bersifat kontinum (berkesinambungan)
dan komprehensif (menyeluruh) dalam mengatur sumber daya manusia
baik dari petugas kesehatan maupun non-petugas kesehatan dalam
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi serta
mengevaluasi semua kegiatan pelayanan kesehatan melalui program
kesehatan agar tercapainya tujuan umum maupun tujuan khusus dalam
meningkatkan derajat kesehatan seluruh masyarakat. Oleh karena itu,
Manajemen pelayanan kesehatan merupakan kunci utama untuk
meningkatkan kualitas pola hidup sehat dalam bermasyarakat baik
lingkungan ataupun sosial agar tercapainya kesejahteraan individu,
kelompok, maupun seluruh lapisan masyarakat supaya memiliki
semangat dalam bekerja dan beraktifitas tanpa terhalang oleh sebuah
penyakit dan memberikan rasa aman kepada warga negara demi
terciptanya negara yang sehat, maju, sejahtera, berdayang saing, dan
berkarakter.
Mencermati peningkatan penyelenggaraan haji tahun 1437 H /
2016 M. Bidang kesehatan bertujuan memberikan pelayanan kesehatan
19
seoptimal mungkin agar calon jemaah haji dapat berangkat menunaikan
ibadah haji, khususnya untuk memenuhi kriteria istithaah sebelum
melakukan perjalanan haji, selama di Arab Saudi bahkan sampai
kembali ke Tanah Air. Pemeliharaan kesehatan juga merupakan upaya
dalam menciptakan kemandirian dalam melaksanakan ibadah haji,
upaya kesehatan ini bisa diwujudkan dengan persiapan obat-obatan serta
melakukan konsultasi kesehatan selama perjalanan, asupan makanan
dan gizi, himbauan untuk selalu minum air putih untuk mencegah
dehidrasi dan penyediaan kantong peepis sebagai solusi untuk tidak
menunggu antrian di toilet.
Pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan
kesehatan di daerah (pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan/pra
haji dan pada saat kepulangan/pasca haji), pelayanan kesehatan di
embarkasi dan debarkasi, pelayanan kesehatan selama di penerbangan,
pelayanan kesehatan selama di Arab Saudi, dan pelayanan kesehatan di
kelompok terbang. Pelayanan kesehatan tersebut satu dengan lain
merupakan proses pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan
komprehensif. 13
2. Fungsi Manajemen Pelayanan Kesehatan
Keberhasilan suatu kegiatan atau pekerjaan tergantung dari
manajemen yang baik dan teratur. Manajemen itu sendiri merupakan
suatu perangkat dengan melakukan proses tertentu dalam fungsi yang
13 Sumber paper, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 422 SK VI tahun2009, tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia (Jakarta: Menteri KesehatanRI, 2009), h. 13
20
terkait. Maksudnya adalah serangkaian tahap kegiatan mulai awal
melakukan kegiatan atau pekerjaan sampai akhir tercapainya tujuan
kegiatan atau pekerjaan. Proses adalah metode atau cara sistematis
dalam melakukan atau menangani suatu kegiatan.
Proses manajemen dapat dibagi menjadi 3 tahap: perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.14 Menurut Juliansyah Noor (2013:38)
Fungsi manajemen yaitu elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan
melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh
manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.15
Fungsi-fungsi manajemen pelayanan kesehatan sama dengan
fungsi-fungsi manajemen pada umumnya yang diterapkan disetiap
perusahaan, organisasi, lembaga dan instansi.
George R Terry dalam bukunya Principles of Management
sebagaimana dikutip oleh Winardi, mengemukakan bahwa fungsi-
fungsi manajemen terdiri dari Planning, Organizing, Actuating,
Controlling.16
Uraian fungsi manajemen diatas sebagai berikut:
a. Planning (Perencanaan)
Perencanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses
pemikiran dan penentuan secara matang terhadap sesuatu yang
14 Dian wijayanto, SPi, MM, MSE, Pengantar Manajemen (Jakarta:PT Gramedia PustakaUtama, 2012), h. 10
15 Dr. Juliansyah noor, S.E., M.M, Penelitian Ilmu Manajemen: Tinjauan Filosofis danPraktis (Jakarta: Fajar Indrapratama Mandiri, 2013), h.38
16 Winardi, Asas-Asas Manajemen (Bandung: Bandar Maju, 2010), h.113.
21
akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan.17
Dalam buku pengantar ilmu manajemen, bahwa perencanaan
mempunyai empat tujuan penting, yaitu:
1) Mengurangi dan mengimbangi ketidak pastian dan
perubahan perubahan diwaktu yang akan datang.
2) Memusatkan perhatian kepada sasaran.
3) Mendapatkan atau menjamin proses pencapaian tujuan.
4) Memudahkan pengawasan.18
b. Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah keseluruhan proses pengelompokan
orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, serta wewenang dan
tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang
utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan simbolnya.19
Fungsi manajemen pengorganisasian memiliki peran yang
sangat penting dalam sebuah proses kegiatan suatu organisasi.
Karena dalam pendistribusian kerja telah ditetapkan perindividu
dalam setiap ketetapan kerja yang diberikan tanpa menimbulkan
17 Maringan Masry Simbolon, Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen (Jakarta: GhaliaIndonesia, 2004), h. 38
18 AM. Kadarman dan Yusuf Udaya, Pengantar lmu Manajemen: Buku PanduanMahasiswa (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), h.47
19 Sondang P. Siagian, Fungsi-Fungsi Manajerial (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), CetKe-1, h. 60
22
kumulasi pekerjaan dan tentu akan sangat mempermudah dalam
merealisasikan tujuan sebuah organisasi.
c. Actuating (Penggerakan)
Menurut Ahmad Fadli HS, penggerakan adalah keseluruhan
proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan
sedemikian rupa sehingga mau bekerja dengan ikhlas demi
tercapainya tujuan organisasi.
Didalam Actuating atau penggerakkan mengandung kegiatan
memberi motivasi, mempengaruhi, koordinasi, bimbingan dan
mengarahkan para pelaksana atau anggota organisasi untuk
segera melaksanakan rencana atau planning.
d. Controlling (Pengawasan)
Menurut Mc. Farland yang dikutip dalam buku Maringan Masry
Simbolon mendefinisikan pengawasan sebagai barikut,
“Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin
mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan
oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan,
kebijkan yang telah ditentukan” 20
Kegiatan dalam fungsi pengawasan dan pengendalian, yaitu:
1) Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan
target sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
2) Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas
penyimpangan yang mungkin ditemukan.
20 Maringan Masry Simbolon, Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen (Jakarta: GhaliaIndonesia, 2004), h. 61
23
3) Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah
yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target.
3. Unsur Manajemen Pelayanan Kesehatan
Menurut Harrington Emerson dalam Phiffner John F. dan
Presthus Robert V. (1960) manajemen mempunyai lima unsur (5),
yaitu:21
a. Manusia (Men)
b. Uang (Money)
c. Bahan baku (Materials)
d. Mesin (Machines)
e. Metode (Methods)
Dalam penerapannya, unsur manajemen saling berkaitan erat
satu sama lainnya. Masing-masing dari unsur tersebut tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Tanpa adanya salah satu
unsur manajemen tersebut maka penerapan fungsi manajemen tidak
akan bisa berjalan dengan baik dan semestinya.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, unsur tersebut juga
terdapat pada manajemen pelayanan kesehatan. Masing-masing elemen
sangat penting dalam rangka penerapan fungsi manajemen untuk
mencapai hasil yang maksimal dan efisiensi dalam aktifitas pelayanan
kesehatan, diantaranya: 22
21 Yayat M Herujito, Dasar-dasar manajemen (Jakarta: Grasindo, 2001), h.622 Ainul Yannasari, Manajemen Kesehatan, http://www.academia.edu/8755465/MANAJE
MEN_KESEHATAN, diakses 21 September 2016, jam 05.32 WIB.
24
a. Manusia (Men)
Pembangunan organisasi kesehatan seperti rumah sakit, sumber
daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
terlaksanananya manajemen.
b. Uang (Money)
Uang atau anggaran sangat diperlukan sebagai biaya yang harus
dimiliki organisasi untuk melakukan pelayanan kesehatan, mulai
dari perizinan, pembangunan rumah sakit, peralatan, pembayaran
tenaga kerja dan lain sebagainya.
c. Bahan baku (Materials)
Meterial adalah obat-obatan yang digunakan organisasi kesehatan
untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan secara efisien.
d. Mesin (Machines)
Mesin adalah peralatan yang digunakan dalam pelayanan kesehatan
seperti peralatan untuk perawatan gigi, peralatan untuk persalinan,
peralatan radiologi dan sebagainya.
e. Metode (Methods)
Metode adalah cara yang ditempuh untuk melaksanakan sesuatu
yang telah dirancang dengan baik sehingga tujuan akan dapat
dicapai dengan tepat sesuai dengan perencanaan semula. Metode
yang digunakan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dengan
berperdoman pada SOP (Standar Operasional Prosedur).
25
4. Ruang Lingkup Manajemen Pelayanan Kesehatan
Seperti halnya manajemen perusahaan, di bidang kesehatan juga
dikenal berbagai jenis manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan
dan sumber daya yang dikelolanya. Ruang lingkup manajemen kesehatan
secara garis besar mengerjakan kegiatan yang berkaitan dengan:23
a. Manajemen sumber daya manusia (personalia)
b. Manajemen keuangan (mengurusi cashflow keuangan)
c. Manajemen logistik (mengurusi logistik-obat dan peralatan)
d. Manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen
(melayani pelayanan kesehatan masyarakat)
Untuk masing-masing bidang tersebut dikembangkan manajemen
yang lebih spesifik sesuai dengan ruang lingkup dan tugas pokok institusi
kesehatan. Penerapan manajemen pada unit pelaksana teknis
seperti puskesmas dan RS merupakan upaya untuk memanfaatkan dan
mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing unit pelayanan
kesehatan tersebut, dan diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi (unit
kerja dan sebagainya) secara efektif, efisien, produktif, dan bermutu.24
Berkaitan dengan ruang lingkup pelayanan kesehatan haji,
Menteri Kesehatan berkewajiban melakukan pembinaan dan pelayanan
kesehatan ibadah haji, baik pada saat persiapan maupun pelaksanaan
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan kewaspadaan terhadap penularan
23 Susatyo Herlambang, S.E, M.M, Arita Murwani, S, Kep, M.kes, Cara Mudah MemahamiManajemen Kesehatan dan Rumah sakit (Yogyakarta: Gosyen publishing, 2012), h. 26
24 A. A. Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,2004), Cet Ke-1, h. 49
26
penyakit yang terbawa oleh jemaah haji, yang dalam pelaksanaannya
berkoordinasi dengan sektor terkait dan pemerintah daerah.
Pembinaan dan pelayanan kesehatan bagi jemaah haji
dilaksanakan secara menyeluruh yang meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif, dan dalam pelaksanaannya perlu kerjasama
berbagai pihak terkait, sektor dan pemerintah daerah, serta perlu adanya
pedoman yang dapat menjadi acuan penyelenggaraan kesehatan haji di
tanah air, di embarkasi dan debarkasi serta selama perjalanan di Arab
Saudi. Pedoman dimaksud telah disusun dan ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1394/Menkes/SK/2002 tentang
Penyelenggaraan Kesehatan Haji, yang dengan terbitnya Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, perlu
dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian.25
Bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehatan jemaah haji
merupakan rangkaian kegiatan terstruktur dalam upaya meningkatkan
status kesehatan dan kemandirian jemaah haji. Kegiatan bimbingan,
penyuluhan dan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertahap atau
berkesinambungan sejak dari puskesmas, pemeriksaan, bimbingan dan
penyuluhan kesehatan di unit pelayanan di kabupaten/kota, bimbingan,
penyuluhan dan pelayanan kesehatan jemaah haji selama perjalanan dari
daerah asal, di asrama haji embarkasi, selama perjalanan Indonesia - Arab
25 Sumber paper, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 422 SK VI tahun2009, tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia (Jakarta: Menteri KesehatanRI, 2009), h. 4
27
Saudi, selama di Arab Saudi, di asrama haji debarkasi dan sampai dengan
14 hari pertama sekembalinya ke tanah air.26
Bimbingan dan penyuluhan kesehatan jemaah haji merupakan
upaya meningkatkan status kesehatan jemaah dengan cara-cara promotif
dengan menekankan pendekatan manajemen risiko serta kemandirian
jemaah haji. Ruang lingkup kegiatan meliputi peningkatan pemahaman
perjalanan ibadah haji sebagai kondisi matra yang berpengaruh terhadap
kesehatan, manajemen berhaji sehat dan mandiri, persiapan kesehatan
(fisik dan psikis), logistik dan keperluan lain untuk melaksanakan
perjalanan ibadah haji. Bimbingan dan penyuluhan kesehatan juga berarti
memberikan bimbingan kesehatan pada jemaah haji yang mendapatkan
pelayanan kesehatan.
Kegiatan bimbingan dan penyuluhan kesehatan jemaah haji dapat
dilakukan melalui penyuluhan dan bimbingan perorangan, penyuluhan
dan bimbingan berkelompok, kemitraan dalam rangka bimbingan dan
penyuluhan kesehatan jemaah haji serta promosi kesehatan haji.
Bimbingan dan penyuluhan kesehatan dilakukan terus menerus dan
berkesinambungan secara komprehensif sejak jauh hari sebelum
keberangkatan, selama perjalanan ibadah haji dan sekembalinya ke tanah
air.27
26 Ibid, h.1327 Ibid, h.17
28
5. Ciri-Ciri Pelayanan Kesehatan yang Baik
Pengertian pelayanan yang baik adalah kemampuan sebuah
organisasi, lembaga, instansi maupun perusahaan dalam memberikan
kepuasan kepada pelanggan atau jemaah haji khususnya dalam bidang
pelayanan ibadah haji dengan standar yang sudah ditetapkan.
Kemampuan tersebut ditunjukan oleh sumber daya manusia dan sarana
serta prasarana yang dimiliki. Banyak biro perjalanan haji dan umrah
yang ingin dianggap selalu yang terbaik dimata jemaah. Karena jemaah
akan menjadi setia terhadap produk yang ditawarkan. Disamping itu,
biro perjalanan haji dan umrah juga berharap pelayanan yang diberikan
kepada jemaah dapat ditularkan kepada calon jemaah lainnya. Hal ini
merupakan promosi tersendiri bagi biro perjalanan haji dan umrah yang
berjalan terus secara berantai dari mulut kemulut. Dengan kata lain,
pelayanan yang baik akan meningkatkan image biro perjalanan haji dan
umrah tersebut dimata jemaahnya. Image ini harus selalu dibangun agar
citra biro perjalanan haji dan umrah dapat selalu meningkat.
Dalam prakteknya, pelayanan yang baik memiliki ciri-ciri
tersendiri dan hampir semua organisasi, lembaga, instansi maupun
perusahaan menggunakan kriteria yang sama untuk membentuk ciri-ciri
pelayanan yang baik. Terdapat beberapa faktor pendukung yang
mempengaruhi pelayanan yang baik, antara lain:
a. Faktor manusia yang memberikan pelayanan tersebut. Manusia
(karyawan ataupun petugas) yang melayani pelanggan atau jemaah
haji harus berkemampuan dalam melayani secara cepat dan tepat.
29
Disamping itu juga harus berkemampuan dalam berkomunikasi,
sopan santun, ramah dan bertanggung jawab penuh terhadap
pelanggan ataupun jemaahnya.
b. Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung kecepatan dan
ketepatan dan keakuratan pekerjaan. Sarana dan prasarana yang
dimiliki harus dilengkapi oleh kemajuan teknologi terkini dan juga
harus dioperasikan oleh manusia yang berkualitas. Jadi dapat
dikatakan kedua faktor tersebut saling menunjang satu sama
lainnya.28
Berikut ini beberapa ciri pelayanan yang baik yang harus dikuti
oleh karyawan yang bertugas melayani pelanggan atau jemaah haji
antara lain:
1) Tersedianya karyawan atau petugas yang baik
2) Tersedianya sarana dan prasarana yang baik
3) Bertanggung jawab kepada jemaah sejak awal hingga selesai
4) Mampu melayani cepat dan tepat
5) Mampu berkomunikasi
6) Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi
7) Memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik
8) Berusaha memahami kebutuhan jemaah
9) Mampu memberikan kepercayaan kepada jemaah 29
28 Kasmir, Etika Customer Service (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. 3229 Ibid, h. 33
30
Sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari jenis pelayanan
kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan
masyarakat harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang
dimaksud adalah:
a. Tersedianya dan berkesinambungan, yakni syarat yang pertama
pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan
tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat
berkesinambungan.
b. Dapat diterima dan wajar, syarat pokok kedua pelayanan
kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh masyarakat serta
bersifat wajar artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
c. Mudah dicapai, syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan
yang baik adalah mudah dicapai oleh masyarakat (di sudut
lokasi).
d. Mudah dijangkau, syarat pokok ke empat pelayanan kesehatan
yang baik adalah modal di jangkau oleh masyarakat. Pengertian
keterjangkauan yang dimaksud disini termasuk dari sudut biaya.
Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat
diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat.
e. Bermutu, syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah
mutu. Pengertian yang dimaksud disini adalah menunjuk pada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
31
diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para
pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang
telah ditetapkan.30
B. Jemaah Haji
1. Pengertian Jemaah Haji
Secara bahasa (Etimologi), Jemaah diambil dari kata جمع
jama’a, artinya mengumpulkan sesuatu dengan mendekatkan sesuatu
dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian lain. Seperti kalimat
جمعتھ jama’tuhu (saya telah mengumpulkannya); فاجتمع fajtama’a (maka
berkumpullah). Kata tersebut juga berasal dari kata اإلجتماع ijtima’
(perkumpulan). Ia lawan kata dari ق التفر “tafarruq” (perceraian) dan
juga lawan kata dari الفرقة “furqah” (perpecahan). Jemaah adalah
sekolompok orang banyak; dikatakan juga sekolompok manusia yang
berkumpul berdasarkan satu tujuan. Jemaah juga berarti kaum yang
bersepakat dalam suatu masalah.31
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jemaah atau
jemaah yang mana dalam penulisan yang benar atau sesuai Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) adalah jemaah (je·ma·ah) yaitu adalah
kumpulan atau rombongan orang beribadah, orang banyak atau publik.32
30 Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, h. 38-3931 Abdullah bin Abdil Hamid Al-Atsari, Intisari aqidah ahlus sunnah wal jemaah, terj.
Farid bin Muhammad Bathathy (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2006), h. 54.32 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jemaah, http://kbbi.web.id/jemaah, diakses 21
September 2016, jam 15.25 WIB.
32
Demikian pula pengertian jemaah secara istilah (Terminologi),
jemaah mempunyai arti yang berbeda-beda sesuai dengan konteks
kalimat dan kaitannya. Pertama, dikaitkan dengan kata “ahlu sunnah”
sehingga menjadi ahlu sunnah wal jemaah, yang berarti golongan yang
mengikuti sunah dan tradisi Nabi Muhammad SAW serta berada dalam
kumpulan kaum muslim. Kedua, istilah jemaah dikaitkan dengan ijma’
sebagai sumber hukum. Ijma’ merupakan hasil kesepakatan jemaah
dalam suatu masalah yang di dalamnya terdapat silang pendapat. Ketiga,
istilah jemaah dengan imam atau pemimpin, yang berarti komunitas
kaum muslimin (jemaah) yang dipimpin seorang imam.
Istilah jemaah juga berkaitan dengan masalah shalat, terutama
dalam pelaksanaan shalat jum’at yang harus mencukupi jumlah 40
orang. Sehingga jika jumlah ini tidak terpenuhi, maka shalatnya tidak
sah. Mazhab-mazhab lain berpendapat bahwa jika pengertian jemaah
telah terpenuhi – ditinjau dari segi jumlahnya, tiga orang atau lebih,
termasuk imam – maka sholat jum’at sah. Hal ini disebutkan arti dari
istilah jemaah itu sendiri, yaitu jamak, banyak, atau lebih dari tiga
orang.33
Sebagai salah satu dari rukun Islam yang kelima, pengertian haji
diambil dari etimologi bahasa Arab dimana kata haji mempunyai arti
qashad, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara’
33 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam; Jemaah (Jakarta: Ichtiar Baru VanHoeve, 1997), Jilid Ke-2, h. 310-311
33
haji ialah sengaja mengunjungi Ka’bah untuk melaksakan serangkaian
amal ibadah sesuai dengan syarat dan rukun tertentu.34
Sedangkan pengertian jemaah haji adalah Warga Negara
Indonesia beragama Islam yang telah mendaftarkan diri dan melunasi
biaya BPIH pada kantor Kemeng/Kabupaten/Kota berdasarkan kuota
yang tersedia untuk menunaikan ibadah haji sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia.35
2. Klasifikasi Jemaah Haji
Sebagaimana pengertian jemaah haji yang telah disebutkan.
Klasifikasi jemaah haji Indonesia menurut tingkat kondisi kesehatannya
adalah sebagai berikut:
a. Jemaah haji mandiri adalah jemaah haji yang memiliki kemampuan
mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa tergantung kepada bantuan
alat/obat dan orang lain.
b. Jemaah haji observasi adalah jemaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat
atau obat.
c. Jemaah haji pengawasan adalah jemaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat
atau obat dan orang lain.
34 Kementerian Agama RI Ditjen PHU, Dinamika dan Perspektif Haji Indonesia (Jakarta:Ditjen PHU Kemenag RI CV. Duta Peraga, 2010), h. 87
35 Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji (Pusat Kesehatan HajiKementrian Kesehatan RI: 2010), h.3
34
d. Jemaah haji tunda adalah jemaah haji yang kondisi kesehatannya
tidak memenuhi syarat untuk mengikuti perjalanan haji.
e. Jemaah haji resiko tinggi adalah jemaah haji dengan kondisi
kesehatan yang secara epidemiologi beresiko sakit dan atau mati
selama perjalanan ibadah haji, meliputi :
1) Jemaah haji lanjut usia.
2) Jemaah haji penderita penyakit menular tertentu yang tidak
boleh terbawa keluar dari Indonesia berdasarkan peraturan
kesehatan yang berlaku.
3) Jemaah haji wanita hamil.
4) Jemaah haji dengan ketidakmampuan tertentu terkait
penyakit kronis dan atau penyakit tertentu lainnya.36
3. Makna Istithaah Pada Aspek Kesehatan Jemaah Haji
Istithaah adalah kemampuan atau kesanggupan fisisk/badan,
biaya dan keamanan untuk melakukan perjalanan sampai ke Makkah
dalam rangka ibadah haji.37
Menurut etimologi, istithaah berarti kemampuan dan
kesanggupan melakukan sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia istithaah berasal dari akar kata ta’a, yaitu tau’an, berarti taat
patuh dan tunduk. Istithaah berarti keadaan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang diperintahkan syara’ sesuai kondisinya. Semakin besar
36 Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji, (Pusat Kesehatan HajiKementrian Kesehatan RI: 2010), h.3-4
37 Drs. H. Ahmad Kartono, M. Si, Solusi Hukum Manasik Dalam Permasalahan IbadahHaji: Menurut Empat Mazhab (Jakarta:2016), h.13
35
kemampuan seseorang maka semakin besar tuntutan untuk melakukan
suatu perbuatan. Bahasan Istithaah hampir ada disemua furu’ (cabang)
ibadah, misalnya dalam sholat, puasa, kifarat, dan lainnya. Namun lebih
dalamnya kajian istithaah ini di dalam ibadah haji, karena dalam ibadah
haji menghimpun dua kemampuan sekaligus, kemampuan fisik dan
kemampuan materi.38
Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 97 yang artinya:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah”. Dari
ayat di atas para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan mampu
(istithaah) dalam berhaji.
Istithaah menurut madzhab Hanafi terbagi dalam 3 kategori
yaitu (1) istithaah amaliyah (biaya), (2) istithaah badaniyyah
(kesehatan) dan, istithaah amniyah (kemampuan keamaan selama
perjalanan dan sampai ke tanah air). Wajib bagi seseorang yang
memenuhi kategori ini untuk melaksanakan ibadah haji. Kemampuan
pertama kemampuan amaliyah yang mencakup kemampuan dalam
menyiapkan biaya selama melakukan perjalanan, biaya dalam
memenuhi persyaratan sebelum berangkat, biaya selama berada di tanah
suci dan biaya untuk orang yang ditinggalkan (keluarga). Kemampuan
kedua adalah kemampuan badaniyyah yaitu kesehatan badan. Mampu
secara jasmani dan rohani untuk melakukan perjalanan haji, terbebas
dari segala penyakit yang membahayakan bahkan penyakit yang
38 Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary dkk, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru VanHoeve, 2001), Cet. Ke-7, h.259
36
membuat orang lain terbebani, orang yang sakit, buta, lumpuh, cacat dan
yang berusia lanjut yang tidak mungkin mampu berjalan sendiri tanpa
bantuan orang lain tidak wajib melaksanakan ibadah haji. Kemampuan
ketiga adalah amaniyyah yaitu kemampuan yang menjamin keselamatan
dan keamanan selama dalam perjalanan dan menunaikan ibadah haji
bahkan keamanan bagi keluarga yang ditinggalkan di tanah air,
kemampuan yang ketiga ini termasuk di dalamnya dengan adanya
seorang mahram bagi perempuan, mahram yang baligh, berakal, tidak
fasik untuk menemani perempuan selama melakukan perjalanan dan
ibadah haji.
Istithaah menurut mazhab Maliki adalah kemampuan untuk
pergi dan sampai di Mekkah baik berjalan kaki atau dengan menaiki
kendaraan. Tidak termasuk di dalamnya kemampuan untuk kembali lagi
ke Tanah Air kecuali apabila jika ia tinggal di Makkah atau daerah
sekitar Makkah. Menurut Mazhab ini Istithaah terbagi dalam 3 bentuk,
yaitu (1) kesehatan jasmani, (2) kemampuan biaya, (3) kemampuan
fasilitas kendaraan dan jalan untuk sampai ke Makkah.
Sedangkan Mazhab Syafi’i membagi istithaah ke dalam 7
bentu, yaitu: (1) kemampuan kesehatan jasmani yang dapat diukur
dengan kemampuan untuk duduk di atas kendaraan tanpa menimbulkan
kesulitan, (2) kemampuan biaya untuk pergi dan pulang, (3) adanya
kendaraan, (4) adanya bekal selama pelaksanaan haji, (5) adanya
keamaan, baik dalam perjalanan atau di tanah suci, (6) harus ada
mahram bagi perempuan, (7) kemampuan untuk sampai tujuan pada
37
batas waktu yang ditentukan, sejak bulan syawal sampai dengan tanggal
10 Dzulhijjah.
Mazhab Hambali mensyaratkan 2 kemampuan yaitu
kemampuan menyiapkan bekal dan (ongkos) kendaraan. Hal ini
berdasarkan hadis riwayat Daru Gufni dari Jabir, Ibnu Umar, Ibnu Amir,
Anas bin Malik dan Aisyah yang menyatakan bahwa pernah seorang
laki-laki datang kepada Rasullah Saw untuk bertanya tentang sesuatu
yang mewajibkan haji itu ialah bekal dan kendaraan.39
“Mampu” atau “Istithaah” bidang kesehatan adalah mampu
menunaikan ibadah haji ditinjau dari jasmani yang sehat dan kuat agar
dapat melaksanakan perjalanan dan mudah melakukan proses ibadah
haji, berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk menunaikan
ibadah haji, aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji di arab
Saudi, serta aman bagi keluarga yang ditinggalkan.40
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2016 Pasal 1 menjelaskan bahwa Istithaah kesehatan
jemaah haji adalah kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan yang
meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat
dipertanggung jawabkan sehingga jemaah haji dapat menjalankan
ibadahnya sesuai tuntutan agama Islam.41
39 Ibid, h. 259-26040 Pedoman Teknis Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: Kementrian Kesehatan
RI, 2014), h. 141 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016. Tentang
Istithaah kesehatan Jemaah Haji (Jakarta: Pusat Kesehatan Haji Kementrian Kesehatan RI, 2016)
38
4. Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji
Penyelenggaraan kesehatan haji adalah rangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan
dan penyuluhan kesehatan haji. Pelayanan kesehatan, imunisasi,
surveilans, dan respon KLB (Kejadian Luar Biasa), penanggulangan
KLB, dan musibah massal, kesehatan lingkungan dan manajemen
penyelenggaraan kesehatan haji.42
Penyelenggaraan kesehatan haji bertujuan untuk memberikan
pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi
jemaah haji pada bidang kesehatan, sehingga jemaah haji dapat
menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam.
Tujuan tersebut dicapai melalui upaya-upaya peningkatan kondisi
kesehatan sebelum keberangkatan, menjaga kondisi sehat selama
menunaikan ibadah sampai tiba kembali ke Indonesia, serta mencegah
transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh
jemaah haji.43
Kesehatan adalah modal perjalanan ibadah haji, tanpa kondisi
kesehatan yang memadai, niscaya prosesi ritual peribadatan menjadi
tidak maksimal. Oleh karena itu setiap jemaah haji perlu menyiapkan
diri agar memliki status kesehatan optimal dan mempertahankannya.
42 Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji (Departemen Kesehatan RI: 2009), h.543 Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji (Pusat Kesehatan Haji
Kementrian Kesehatan RI: 2010), h.7
39
Untuk itu, upaya pertama yang perlu ditempuh adalah pemeriksaaan
kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan merupakan upaya identifikasi status
kesehatan sebagai landasan karakteristik, prediksi dan pennetuan cara
eliminasi faktor resiko kesehatan. Dengan demikian, prosedur dan jenis-
jenis pemeriksaan mesti ditatalaksana secara holistic.44
Pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah penilaian status
kesehatan bagi jemaah haji yang telah memiliki nomor porsi sebagai
upaya penyiapan kesanggupan ber-haji melalui mekanisme baku pada
sarana pelayanan kesehatan terstandar yang diselenggarakan secara
kontinum (berkesinambungan) dan komprehensif (menyeluruh). Yang
dimaksud kontinum dan komprehensif yaitu: bahwa proses dan hasil
pemeriksaan selaras dan bermanfaat bagi pelayanan kesehatan dalam
rangka perawatan dan pemeliharaan, serta upaya-upaya pembinaan dan
perlindungan jemaah haji.45
Untuk memberikan pelayanan bagi jemaah haji yang
mempunyai kategori resiko tinggi yaitu kondisi/penyakit tertentu yang
terdapat pada jemaah haji yang dapat memperburuk kesehatannya
selama menjalankan ibadah haji maka mulai tahun 1999 dibentuk kloter
khusus bagi jemaah haji resiko tinggi. Kloter risti ini adalah kloter
jemaah haji biasa yang dipersiapkan bagi jemaah haji resiko tinggi
dengan pelayanan khusus di bidang pelayanan umum, ibadah dan
44 Ibid, h.745 Ibid, h.8
40
kesehatan serta fasilitas lainnya untuk menghindarkan lebih beresiko
tinggi dengan mengarah kepada terwujudnya ibadah yang sah, lancar
dan selamat.46
46 Ahmad Nizam dan Alatif Hasan, Manajemen Haji (Jakarta: Zikru Hakim, 2000), h. 2
41
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG
PANITIA PENYELENGGARA IBADAH HAJI (PPIH)
BIDANG KESEHATAN EMBARKASI JAKARTA PONDOK GEDE
A. Sejarah Berdirinya PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta
Pondok Gede
Menengok kembali sejarah berdirinya PPIH bidang kesehatan
Embarkasi Jakarta Pondok Gede, tak lepas dari sejarah karantina jemaah
haji dan sejarah Asrama Haji Embarkasi Jakarta Pondok Gede serta sejarah
pemerintah Indonesia itu sendiri dalam mengatasi permasalahan
pengelolaan ibadah haji yang tidak kunjung selesai.
Pada saat itu Indonesia masih hidup dalam zaman kolonial Belanda.
Bahwasanya perjalanan dari Indonesia yang dahulu disebut Hindia-Belanda
ke Mekkah memerlukan waktu berbulan – bulan dengan kapal. Perjalanan
yang sebelumnya memerlukan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-
tahun dengan kapal layar, kini dapat ditempuh dalam sebulan lebih. Bahkan,
sampai 1970-an mayoritas jemaah menunaikan ibadah haji dengan kapal
laut. Kala itu, masih jarang orang pergi haji dengan pesawat terbang.1
Manakala kondisi kapal yang masih sederhana, tidak terjaga
kebersihannya, serta banyaknya jemaah memudahkan penularan penyakit
infeksi.
1 Alwi Shahab, Haji dan Perlawanan Terhadap Penjajah,http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/haji-tempo-doeloe/15/08/20/nte2u2257-haji-dan-perlawanan-terhadap-penjajah, diakses 22 September 2016, jam 11.30 WIB.
42
Di awal tahun 1900 dari 18.535 jemaah haji, sebanyak 2.634 orang
meninggal karena penyakit infeksi (disentri, kolera, dan pneumonia). Pada
tahun 1911, penyakit pes masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya. Pemerintah Hindia-Belanda membuat kebijakan Quarantine
Ordonanti atau Ordonansi Karantina (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911)
untuk mencegah penularan penyakit. Untuk penanganan kesehatan di
pelabuhan di laksanakan oleh Haven Arts (Dokter Pelabuhan) dibawah
Haven Master (Syahbandar). Adapun isi kebijakan tersebut adalah:2
1. Perbaikan dalam seluruh fasilitas selama pelayaran haji.
2. Tersedianya fasilitas kesehatan di kapal.
3. Tersedianya dokter di kapal.
4. Pembatasan penumpang di setiap kapal.
5. Setiap jemaah haji harus diperiksa kesehatannya dan diberikan suntikan
serum.
6. Setiap kapal harus singgah di pulau karantina terlebih dahulu.
Saat itu di Indonesia hanya ada 2 Haven Arts yaitu di Pulau Rubiah
di Sabang (Aceh) & Pulau Onrust di Teluk (Jakarta).3 Sejak tahun 1911
itulah, dua pulau tersebut ditetapkan sebagai karantina pemeriksaan
kesehatan jemaah haji.
Pada perkembangannya pulau karantina berfungsi sebagai
embarkasi dan debarkasi bagi jemaah haji. Sebagai embarasi, dua pulau
2 Sumber Paper, Power Point KKP Kelas 1 Soekarno-Hatta, Tentang Karantina KesehatanJemaah Haji (Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h 4-6.
3 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta, Sejarah,http://www.kkpsoetta.com/web/profil, diakses 22 September 2016, jam 12.30 WIB.
43
karantina ini dibangun barak untuk tempat tinggal jemaah haji dan beberapa
fasilitas pendukung, seperti barak kesehatan, kantor petugas karantina,
sarana pelabuhan dan gudang makanan. Jemaah haji juga diperiksa
kesehatannya di pulau ini dan harus tinggal selama 5 – 25 hari sebelum
melanjutkan perjalanan ke Mekkah serta pemeriksaan sanitasi kapal yang
singgah harus diperiksa kebersihan dan kesehatannya. Sebagai debarkasi,
jemaah haji yang datang dari Mekkah harus menetap di pulau karantina
selama 5 – 10 hari. Selain itu, pakaian dan barang harus dicuci bersih dan
disemprotkan cairan disinfeksi. Serta petugas karantina juga harus
membersihkan kapal dengan cairan disinfeksi. Dan pada akhirnya pulau
karantina hanya berfungsi hingga 1939.4
Pada era awal kemerdekaan dan Demokrasi terpimpin ini, sekitar
tahun 1949/1950 Pemerintah RI membentuk 5 Pelabuhan Karantina, yaitu
Pelabuhan Karantina Kelas I Tanjung Priok dan Sabang, Pelabuhan
Karantina Kelas II Surabaya dan Semarang serta Pelabuhan Karantina Kelas
III Cilacap.5 Inilah periode peran resmi Pemerintah RI dalam kesehatan
pelabuhan dimulai. Pada tahun 1952, perekonomian negara mulai membaik
sehingga pemerintah menyediakan pilihan bagi jemaah haji untuk berangkat
ke Tanah Suci menggunakan armada pesawat terbang.6
4 Sumber Paper, Power Point KKP Kelas 1 Soekarno-Hatta, Tentang Karantina KesehatanJemaah Haji (Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h 7
5 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta, Sejarah,http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/1, diakses 22 September 2016, jam 12.35 WIB.
6 Sumber Paper, Power Point KKP Kelas 1 Soekarno-Hatta, Tentang Karantina KesehatanJemaah Haji (Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h 15
44
Era Demokrasi Tepimpin di Indonesia ditandai dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden, 5 juli 1959. Dengan adanya dekrit tersebut,
maka pada 10 Juli 1959, Kabinet Kerja Pertama dibentuk, dengan Kolonel
Prof. Dr. Satrio sebagai Menteri Muda Kesehetan.7 Beserta itu juga,
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun
1959 tentang Penyakit Karantina, selanjutnya terlahirlah UU No 1 Tahun
1962 tentang Karantina Laut dan UU nomor 2 tahun 1962 tentang Karantina
Udara.8
Pada tahun 1965, organisasi Departemen Kesehatan mengalami
perubahan mendasar, yaitu dengan dibentuknya beberapa Direktorat Jendral
(Ditjen) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang sebelumnya tidak ada
dalam struktur organisasi Departemen Kesehatan. Untuk itu, Departemen
Kesehatan membentuk Direktorat Jenderal Krida Nirmala, yang artinya
“upaya atau kerja menghilangkan penyakit”, sebagai UPT bidang penyakit
menular. Seiring dengan waktu, Menteri Kesehatan kemudian mengangkat
Dr. R.E.M. Suling menjadi Direktur Jenderal Krida Nirmala, menggantikan
Dr. Marsaid, walau hanya dalam jangka waktu singkat. Setelah itu, Prof. Dr.
J. Sulianti Saroso diangkat untuk menduduki jabatan tersebut. Bersamaan
dengan itu, Direktorat Jenderal Krida Nirmala berganti nama menjadi
7 Direktorat Jenderal PP & PL, Sejarah Pemberantasan Penyakit di Indonesia,http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/16037838, diakses 22 September 2016, jam13.15 WIB (Jakarta: Departemen Kesehatan, 2007), h.15
8 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta, Sejarah,http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/1, diakses 22 September 2016, jam 13.15 WIB.
45
Direktorat Jenderal Pencegahan, Pembasmian dan Pemberantasan Penyakit
Menular (Ditjen P3M).9
Pada 1970 Pemerintah ikut serta bertanggungjawab secara penuh
dalam penyelenggaraan haji, baik dari penentuan biayanya sampai kepada
pelaksanaan serta hubungan antar dua negara. Selain itu juga dalam
pelaksanaan kesehatan haji, terbit SK Menkes No.1025/DD /Menkes,
tentang pembentukan Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) sebanyak
60 DKPL & Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU) sebanyak 12
DKPU. Baik DKPL maupun DKPU non eselon. Kegiatan DKPL dan DKPU
baik teknis maupun administratif meski satu kota, terpisah.10
Dan pada tahun 1979, pemberangkatan jemaah haji menggunakan
kapal laut diberhentikan melalui Keputusan Menhub Nomor: SK-
72/OT.001/Phb79 karena pihak yang ditunjuk pemerintah untuk
menyelenggarakan pengangkutan jemaah haji dengan kapal laut (PT Arafat)
dinyatakan pailit.11
Sejak diselengggarakan pelayanan ibadah haji saat transportasi
masih menggunakan kapal laut, sarana pelayanan jemaah berupa asrama
haji telah diadakan, kita kenal dengan Asrama Haji Jakarta/Persatuan Haji
Indonesia Kwitang, Jalan Kemakmuran, Asrama Haji Semarang, Surabaya,
9 Direktorat Jenderal PP & PL, Sejarah Pemberantasan Penyakit di Indonesia,http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/16037838, diakses 22 September 2016, jam13.15 WIB (Jakarta: Departemen Kesehatan, 2007), h.17
10 Dr. H. Masrip Sarumpaet, M.Kes, Karantina Dari Masa Ke Masa: Sejarah KarantinaKesehatan, http://sejarahkkp.blogspot.co.id/2007/08/karantina-dari-masa-ke-masa.html, diakses 22September 2016, jam 13.36 WIB.
11 Sumber Paper, Power Point Soekarno-Hatta, Tentang Karantina Kesehatan Jemaah Haji(Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h.15
46
Balikpapan dan lainnya. Seiring dengan perkembangan transportasi haji
dengan kapal udara, maka sejak tahun 1970 sesuai ketentuan World Health
Organization (WHO), ketika Indonesia pada waktu itu dinyatakan termasuk
daerah terjangkit penyakit kolera, maka pemerintah Arab Saudi mengambil
tindakan preventif dengan menentukan bahwa seluruh jemaah haji harus
menjalani karantina selama 5 x 24 jam (5 hari) sebelum keberangkatan ke
Arab Saudi dan setibanya kembali ke tanah air.12 Kewajiban karantina
selama lima hari ini berlaku hingga tahun 1972. Pada tahun 1973 masa di
asrama haji menjadi tiga hari sebelum berangkat dan tiga hari setelah tiba di
tanah air.13
Ketika itu, karena pemerintah belum mempunyai asrama haji
sendiri, maka untuk keperluan karantina/asrama haji, dilakukan dengan
sistem sewa pada wisma swasta. Seperti Wisma Pabrik Sepatu Ciliwung,
Asrama ABRI Cilodong, Asrama KKO AL Jalan Kwini, Asrama PHI
Cempaka Putih dan lain-lainnya.
Biaya penyewaan tersebut sangat besar, selain itu wisma yang
disewa memang tidak dipersiapkan untuk jemaah haji. Tidak heran, kalau
tidak dilengkapi sarana yang dibutuhkan untuk jemaah haji.
Pada tahun 1974, Direktur Jenderal Urusan Haji Prof. K.H Farid
Maruf mulai merencanakan pembangunan asrama haji. Rencana itu, baru
12 Kemenag RI Dirjen PHU, Realita Haji Indonesia (Jakarta: Kementrian RI Dirjen PHU,2008), h 46
13 Editor Kompas, Sejarah Asrama Haji, Berawal dari Wabah Kolera,http://nasional.kompas.com/read/2008/11/10/12282647/sejarah.asrama.haji.berawal.dari.wabah.kolera., diakses 22 September 2016, jam 14.05 WIB.
47
bisa direalisasikan pada masa Departemen Agama dijabat Menteri Agama
Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Dirjen Urusan Haji dijabat Burhani
Tjokrohandoko, yang memerintahan pembangunan Asrama Haji Pondok
Gede Jakarta, yang lokasinya dekat dengan Bandara Halim Perdanakusuma,
yang pada waktu itu merupakan bandara Internasional penerbangan dari dan
ke Indonesia.14
Mempertimbangkan hal tersebut, Direktur Jenderal Urusan Haji
Prof. K.H. Farid Ma’ruf memandang perlu adanya suatu asrama karantina
haji Indonesia, dan mengeluarkan Surat Perintah Nomor: SP – 08/1974
tanggal 24 April 1974 tentang pembentukan Tim Perencanaan
Pembangunan Asrama Karantina Haji yang beranggotakan 3 orang pejabat
yaitu:15
1. H. M. Dahlan Effendhy (Pjs (Pejabat Sementara) Direktur
Penyelenggaraan Haji) sebagai Ketua;
2. H. Ibrahim, S.H. (Kepala Bagian Perencanaan dan Pengawasan)
sebagai Sekretaris;
3. H. Satijo Poerbosoesatijo, S.H. (Kepala Administrasi) sebagai Anggota,
dengan tugas supaya merencanakan pembangunan gedung asrama haji
dalam bentuk DUK (Daftar Usulan Kegiatan) berikut rencana biaya
yang terinci dengan syarat:
14 Editor Kompas, Sejarah Asrama Haji, Berawal dari Wabah Kolera,http://nasional.kompas.com/read/2008/11/10/12282647/sejarah.asrama.haji.berawal.dari.wabah.kolera., diakses 22 September 2016, jam 14.07 WIB.
15 Blog Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Latar Belakang Pendiriran Asrama,http://asramahajipondokgedejakarta.blogspot.co.id/2011/06/latar-belakang-pendirian-asrama.html,diakses 22 September 2016, jam 14.15 WIB.
48
letak di pinggir jalan besar;
air cukup;
ada listrik;
memuat kurang lebih 1.500 orang dan berkamar – kamar;
ada mushalla, aula dan ruang makan.
Pada masa H. Alamsjah Ratu Perwiranegara (Letjen Purn. TNI AD)
menjabat Menteri Agama R.I. dan H. A. Burhani Tjokrohandoko (Mayjen
Purn. TNI AD) menjabat Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
dan Urusan Haji, SP 08/1974 tersebut ditindak lanjuti dengan pencarian
tanah untuk asrama haji Jakarta. Sebanyak 103 lokasi tanah masuk dalam
daftar yang harus diteliti, sehingga tinggal 2 pilihan yaitu tanah yang
berlokasi di kawasan Cengkareng dan tanah yang berlokasi di pinggir Jalan
Raya Pondok Gede.
Akhirnya dengan pertimbangan kedekatannya dengan bandara
Halim Perdanakusuma, ditetapkan pembangunan asrama haji dilaksanakan
di atas tanah pinggir Jalan Raya Pondok Gede Kelurahan Pinangranti
Kecamatan Makasar, dengan luas tanah 10 Hektar yang kemudian menjadi
152.844 M2 (15 hektar) dengan sertifikatnya termasuk yang dipakai Rumah
Sakit Haji Jakarta.16
Memasuki periode tahun 1971-1977, pengkarantinaan dihapuskan
namun demikian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
16 Blog Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Latar Belakang Pendiriran Asrama,http://asramahajipondokgedejakarta.blogspot.co.id/2011/06/latar-belakang-pendirian-asrama.html,diakses 22 September 2016, jam 14.15 WIB.
49
berlaku selama jemaah di tampung di asrama tetap dilakukan pengamanan
kesehatan. Upaya pengamanan kesehatan ini meliputi pengawasan sanitasi
asrama, sanitasi makanan, pemeriksaan akhir, pengamatan penyakit,
penyuluhan kesehatan dan pengobatan jemaah yang sakit selama dalam
penampungan/asrama. Untuk menampung kegiatan kekarantinaan maka di
dalam rangka reorganisasi departemen kesehatan, pada tahun 1975 di
Direktorat Jenderal Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular
(Dirjen P3M) dibentuk subdit karantina haji dan pengamanan kesehatan
perpindahan penduduk. Tahun 1977 pengkarantinaan dihapuskan, tahun
1978 dikeluarkan Peraturan Menkes No.321/Menkes/PER/IX/1978 tentang
pengamanan kesehatan jemaah haji. Peraturan ini berisi pernyataan
kesehatan bagi jemaah yang akan berangkat, sekembalinya dari tanah suci
dan persyaratan asrama serta penyediaan makanan bagi jemaah haji selama
di asrama.17
Tahun 1975 diadakan lokakarya peningkatan pelayanan haji. Hasil-
hasil keputusan lokakarya yaitu bahwa pemeriksaan kesehatan terhadap
calon jemaah dilakukan 2 kali. Pemeriksaan I dilakukan sebelum setor ONH
(Ongkos Naik Haji) dan pemeriksaan II dilakukan 1 bulan sebelum jemaah
berangkat ke pelabuhan embarkasi. Istilah rombongan kesehatan haji
Indonesia dirubah menjadi Tim Kesehatan Haji Indonesia. Tiap 1500
jemaah diikuti oleh 1 dokter dan 1 paramedis. Pelayanan kesehatan selama
di Arab Saudi dilaksanakan secara terpusat dengan mendirikan balai-balai
17 Prima Almazini, Jejak Roda Sejarah Pelayanan Kesehatan Haji Indonesia,https://myhealing.wordpress.com/2010/06/01/jejak-roda-sejarah-pelayanan-kesehatan-haji-indonesia/, diakses 22 September 2016, jam 14.40 WIB.
50
pengobatan di tiap daerah kerja (Jeddah, Mekkah, Madinah) sedangkan
untuk tempat rujukan didirikan rumah sakit. Pada periode ini, pelayanan
kesehatan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi mulai diperluas yaitu dengan
melaksanakan upaya pengamatan penyakit (surveilans) dan pengawasan
lingkungan pemukiman jemaah.18
Pada tahun 1979, SK Menkes Nomor 147/Menkes/IV/78 periode
DKPL (Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut) dan DKPU (Dinas Kesehatan
Pelabuhan Udara yang masih bertugas dalam pelayanan kesehatan jemaah
terkait pengkarantinaan dilebur menjadi KKP (Kantor Kesehatan
Pelabuhan) dan pembinaan teknisnya berada dibawah Bidang Desenban
Kantor Wilayah Depkes dimana pimpinan KKP adalah eselon III B. SK
Menkes 630/Menkes/SK/XII/85, menggantikan SK Menkes No.147
(Eselon KKP sama III B).
Pada periode 1981–1990, pemberangkatan jemaah haji diperluas
yaitu dengan membuka pelabuhan Ujung Pandang sebagai pelabuhan
embarkasi/debarkasi haji. Dengan demikian pengamanan kesehatan haji
dilaksanakan di 4 pelabuhan embarkasi/debarkasi. Pelayanan kesehatan
jemaah haji di Arab Saudi mulai diadakan perubahan yaitu dengan
menempatkan tenaga-tenaga kesehatan di kafilah. Tiap kafilah terdiri dari
1500 jemaah dan pelayanan kesehatan ditangani oleh seorang dokter
ditambah 4 paramedis.
18 Prima Almazini, Jejak Roda Sejarah Pelayanan Kesehatan Haji Indonesia,https://myhealing.wordpress.com/2010/06/01/jejak-roda-sejarah-pelayanan-kesehatan-haji-indonesia/, diakses 22 September 2016, jam 14.40 WIB.
51
Tahun 1982 sistem tersebut di atas disempurnakan lagi yaitu dengan
jalan menempatkan seorang tenaga kesehatan di kloter. Sistem ini berlaku
sampai tahun 1983. Bulan Mei 1983 diadakan seminar penanggulangan
sengatan panas. Pada tahun 1984 pelayanan kesehatan di Arab Saudi
diadakan penyempurnaan lagi yaitu kelompok terbang diikuti oleh satu
dokter dan seorang paramedis.
Selain daripada itu mulai tahun 1983 Pemda telah dilibatkan dalam
penyediaan tenaga untuk pelayanan kesehatan di Arab Saudi yaitu dengan
mengirim TKHD. Tahun 1984 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.558/Menkes/SK/1984 tanggal 30 November 1984 di Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman
(Dirjen PPM dan PLP) dibentuk subdit kesehatan haji.
Tahun 1989 dilakukan rapat evaluasi pengamanan kesehatan haji
Indonesia yang antara lain terbit Surat Keputusan Menkes
No.252/Menkes/SK/V/1990 tentang pengamanan kesehatan haji dimana
pemeriksaan kesehatan calon haji dilaksanakan 2 tahap. Tahap 1 di
puskesmas. Tahap 2 di embarkasi. Tahun 1992 keluar SK Menkes
No.1117/SK/VII/1992 tentang pemeriksaan kesehatan calon haji
dilaksanakan menjadi 3 tahap, pemeriksaan di puskesmas, pemeriksaan II
di daerah tingkat II, dan pemeriksaan III di pelabuhan embarkasi.19
19 Prima Almazini, Jejak Roda Sejarah Pelayanan Kesehatan Haji Indonesia,https://myhealing.wordpress.com/2010/06/01/jejak-roda-sejarah-pelayanan-kesehatan-haji-indonesia/, diakses 22 September 2016, jam 14.50 WIB.
52
Setelah 54 tahun penyelenggaraan ibadah haji, baru pada tahun 1999
pertama kali diterbitkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagai pijakan yang kuat dalam
penyelenggaraan haji Indonesia. Sejak keluarnya UU No. 17 tersebut,
penyelenggaraan haji Indonesia bersandar pada ketentuan perundang-
undangan ini. Sedangkan pelaksanaan haji di Arab Saudi disesuaikan
dengan ketentuan yang berlaku di negara tersebut sebagaimana tercantum
dalam ‘Taklimatul Hajj’ yang mengatur berbagai aspek pelaksanaan haji,
seperti pemondokan, transportasi, dan ketentuan teknis pelaksanaan ibadah
seperti jadwal waktu pelemparan jumrah dan transportasi jemaah haji untuk
ArafahMuzdalifah-Mina dengan sistem taraddudi.20
Sejak tanggal 1 Januari 2001, sebagaimana di atur dalam Undang
Undang No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang
No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Pemantauan pelaksanaan otonomi daerah yang lahir dari sebuah
pemikiran lembaga independen Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah terus menerus mencermati keberhasilan demi terwujudnya keadilan
dan kemakmuran rakyat di semua bagian negara berdasarkan potensi dan
keanekaragamannya tanpa meninggalkan prinsip kesatuan Republik
Indonesia.
Berdasarkan kondisi tersebut, kini penyelenggaraan haji tidak hanya
menjadi tanggung jawab Menteri Agama yang dalam pelaksanaan sehari-
20 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, Laporan Akhir,http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/haji.pdf, diakses 22 September 2016, jam 14.57WIB.
53
harinya secara struktural dan teknis fungsional dilaksanakan dua pekerjaan
sekaligus, yaitu sebagai regulator sekaligus bertindak sebagai operator.
Karena hal tersebut bisa berdampak negatif, yang mana pelaksanaan ibadah
haji bisa tumpang tindih.
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
dan Urusan Haji (Ditjen BIUH) dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 6 Tahun 1979 (merupakan penggabungan dari Ditjen
Bimbingan Masyarakat Islam dan Ditjen Urusan Haji), yang memiliki dua
unit teknis yaitu Direktorat Penyelenggaraan Urusan Haji dan Direktorat
Pembinaan Urusan Haji. Ditjen BIUH merupakan pelaksana teknis
penyelenggaraan haji untuk tingkat Pusat, yang mempunyai tugas dan
fungsi menjalankan sebagian tugas pokok Departemen Agama di bidang
bimbingan masyarakat Islam dan urusan haji serta menyelenggarakan
fungsi perumusan, pelaksanaan dan pengendalian kebijaksanaan teknis
bimbingan masyarakat, penerangan dan urusan haji. Dengan kata lain, unit
teknis yang mempunyai fungsi sebagai penanggung jawab (leading sector)
dalam penyelenggaraan haji dan telah mendapat delegasi wewenang dalam
hal fungsi perumusan, pelaksanaan dan pengendalian kebijaksanaan teknis
penyelenggaraan haji diberikan kepada satuan unit kerja Ditgara Haji dan
Ditbina Haji.21
Untuk pelaksanaan koordinasi di daerah dan di Arab Saudi maka
masing-masing daerah tersebut ditetapkan struktur penyelenggaraan haji
21 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, Laporan Akhir,http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/haji.pdf, diakses 22 September 2016, jam 14.57WIB.
54
sebagai berikut: Pertama, koordinator penyelenggaraan ibadah haji Provinsi
adalah gubernur dan pelaksanaan sehari-hari oleh Kepala Kantor Wilayah
(Kakanwil) Depag selaku Kastaf; Kedua, koordinator penyelenggaraan
ibadah haji di kabupaten/kota, adalah bupati/walikota dan pelaksanaan
sehari-hari dijalankan oleh Kakandepag Kabupaten/kota; Ketiga,
koordinator penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi adalah Kepala
Perwakilan RI dibantu oleh Konsul Jenderal RI Jeddah sebagai koordinator
harian. Sedangkan pelaksanaan sehari-hari dijalankan oleh Kepala Bidang
Urusan Haji pada Konsulat Jenderal RI di Jeddah.
Organisasi terkecil dalam penyelenggaraan ibadah haji adalah
kelompok terbang (kloter), yaitu sekelompok jemaah haji yang jumlahnya
sesuai dengan jenis dan kapasitas pesawat yang digunakan. Dalam setiap
kloter ditunjuk petugas operasional yang menyertai jemaah haji sejak di
asrama haji, di Arab Saudi sampai kembali ke tanah air yang terdiri dari
unsur pemandu haji (TPIHI) yang juga berfungsi sebagai ketua kelompok
terbang, pembimbing ibadah (TPIH), kesehatan (TKHI), ketua rombongan
yang membawahi empat regu dan ketua regu yang membawahi sepuluh
orang jemaah haji.
Pada masa operasional haji, meliputi masa pemberangkatan jemaah
haji dari asrama embarkasi ke Arab Saudi sampai dengan pemulangan haji
dari Jeddah dan kedatangannya di embarkasi asal, dibentuk Panitia
Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang berfungsi sebagai pelaksana
operasional yang melibatkan instansi terkait terdiri dari PPIH Pusat, PPIH
embarkasi dan PPIH Arab Saudi. Pengendalian penyelenggaraan haji di
55
tanah air dan di Arab Saudi dilakukan oleh Menteri Agama sedangkan
teknis pengendalian operasional haji dilakukan oleh PPIH di tingkat Pusat,
sedangkan pelaksanaan operasional di daerah disesuaikan dengan ruang
lingkup daerah tugasnya.22
Sehubungan dengan masa operasional haji tersebut, PPIH
Embarkasi merupakan unsur yang terlibat dalam pelaksanaan ibadah haji.
Selain memiliki tanggung jawab dalam mengamban tugas negara yang
mulia, juga menjadi petugas dan organisasi yang professional dan
berkomitmen demi terwujudnya kerjasama dan koordinasi yang kuat
terhadap Pemerintah Indonesia dalam kebijakan, pelaksanaan, dan
pengawasan ibadah haji.
Sesuai dengan professionalisme dan komitmen pelayanan petugas
haji, memiliki payung dasar hukum sebagai berikut 23:
1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
UU Nomor 13 Tahun 2008;
3. Peraturan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler;
22 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, Laporan Akhir,http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/haji.pdf, diakses 22 September 2016, jam 14.57WIB.
23 Pembekalan Petugas Haji yang Menyertai Jemaah Tahun 2016, Profesionalisme danKomitmen Pelayanan Petugas Haji,https://jatim.kemenag.go.id/files/jatim/file/file/Haji2016/fpkx1464521568.pdf, diakses 22September 2016, jam 15.00 WIB.
56
4. Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua PMA Nomor 14 Tahun 2012;
5. Keputusan Dirjen PHU Nomor D/125/2016 Tentang Pedoman
Rekrutmen Petugas Haji
Oleh karena itu Panitia Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi
(Kemenag Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Pemda) yang merupakan Ad Hoc
(tim yang bersifat sementara) dalam sistem pemerintahan juga berfungsi
dalam mengkoordinasikan seluruh kegiatan operasional, menyiapkan
seluruh kebutuhan yang berhubungan dengan persiapan jemaah sebelum
meninggalkan tanah air mulai dari jadwal, surat panggilan masuk asrama,
dokumen jemaah, living cost, pelepasan dan seterusnya.
Maka dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
2407/Per/ XII/ 2011 tentang Pelayanan Kesehatan Haji, PPIH Embarkasi
khususnya dibidang kesehatan menjadi pertimbangan pemerintah dalam
menetapkan pelayanan kesehatan haji terkait di Asrama Haji dari sebelum
keberangkatan dan pasca keberangkatan haji. Sebagaimana Keputusan
Menteri Kesehatan dalam menetapkan masing-masing daftar
Embarkasi/Debarkasi dan Rumah Sakit sebagai Rujukan Haji. Serta KKP
atau Kantor Kesehatan Pelabuhan menjadi bidang dalam pelayanan
kesehatan terkait karantina haji24 dan hanya KKP yang disebut sebagai
PPIH bidang kesehatan.
24 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2407/Menkes/Per/XII/2011,Tentang Pelayanan Kesehatan Haji (Jakarta: Menteri Kesehatan RI, 2011), h.16
57
Dari hal tersebut bahwasanya, asrama haji embarkasi merupakan
tempat pelaksanaan kesehatan ibadah haji yang memiliki fungsi sebagai
tempat processing QIC (Quarantine, Immigration, Customs) yang diantara
urutan fungsi nya adalah pemeriksaaan karantina (jika lolos)
pemeriksaan imigrasi (jika lolos) pemeriksaan Bea Cukai (jika
lolos) diijinkan masuk dan berangkat.25
KKP Soekarno Hatta yang merupakan bagian dari QIC itu sendiri
memiliki wilayah kerja dalam memberikan pelayana kesehatan yaitu :26
1. Pintu gerbang/pintu masuk negara
a. Bandara
b. Pelabuhan
c. Pos lintas batas darat
2. Pintu masuk daerah
a. Penyebaran penyakit tidak mengenal batas
b. Indonesia negara kepulauan
3. Asrama haji
Dengan demikian, itulah rentetan sejarah berdirinya PPIH bidang
kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede mulai dari sejarah
pengkarantinaan jemaah haji, pendirian asrama haji sebagai embarkasi
hingga pembentukkan panitia penyelenggara ibadah haji itu sendiri dalam
membantu pelaksanaan ibadah haji Indonesia.
25 Sumber Paper, Power Point Soekarno-Hatta, Tentang Karantina Kesehatan Jemaah Haji(Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h.21
26 Sumber Paper, Power Point KKP Kelas 1 Soekarno-Hatta, Tentang Karantina KesehatanJemaah Haji (Jakarta: KKP Soekarno-Hatta, 2016), h.21
58
B. Struktur Organisasi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta
Pondok Gede
Struktur organisasi menunjukan bahwa adanya pembagian kerja dan
bagaimana fungsi atau kegiatan-kegiatan berbeda yang dikoordinasikan.
Dan selain itu struktur organisasi juga menunjukkan mengenai spesialisasi-
spesialisasi dari pekerjaan, saluran perintah maupun penyampaian
laporan.27
Dalam rangka pelaksanaan operasional penyelenggaraan ibadah haji
di Embarkasi Jakarta Pondok Gede tahun 1437 H / 2016 M, banyak unit
atau bidang yang membantu dalam proses pelaksanaan operasional
penyelenggaraan ibadah haji. Bidang kesehatan merupakan salah satu unit
yang membantu dalam pelaksanaanya. Oleh karena itu, diperlukan
koordinasi pelaksanaan operasional penyelenggaran ibadah haji dengan
membentuk Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).
Sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah nomor D 215 tahun 2016 tentang Pembentukan Panitia
Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi/Debarkasi Jakarta Pondok
Gede, menetapkan struktur organisasi PPIH sebagai berikut:
27 Sora N, Pengertian Struktur Organisasi Dan Fungsinya Secara Jelas,http://www.pengertianku.net/2015/06/pengertian-struktur-organisasi-dan-fungsinya.html, diakses22 September 2016, jam 15.20 WIB.
59
Gambar 3.1Struktur Organisasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH)
Embarkasi Jakarta Pondok Gede
60
Serta pembentukkan Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Embarkasi Jakarta
Pondok Gede yang ditunjuk langsung oleh Pusat Kesehatan Haji kepada KKP Kelas
I Soekarno-Hatta sebagai pelaksana utama PPIH Bidang Kesehatan. Strukturnya
sebagai berikut :
Gambar 3.2Struktur Organisasi Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Jakarta
Pondok Gede 2016
61
C. Visi dan Misi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok
Gede
1. Visi
Mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan melalui Kantor
Kesehatan Pelabuhan terbaik dalam pelayanan publik dan tangguh dalam
cegah cegah tangkal penyakit menular.
2. Misi
a. Membantu mewujudkan misi Kementerian Kesehatan melalui
pelayanan kesehatan bagi masyarakat sekitar bandara.
b. Mewujudkan lingkungan area bandara yang bebas dari penyebaran
penyakit.
c. Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat di
wilayah kerja bandara.
d. Memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan bandara agar
bandara tidak menjadi tempat penyebaran penyakit menular.
e. Mewujudkan pegawai yang mampu meningkatkan profesionalisme
disiplin dan etos kerja
3. Nilai-nilai Organisasi
T : Transparan
A : Amanah
R : Responsif dan Ramah
I : Ikhlas
62
F : Fair28
D. Tugas Pokok dan Fungsi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta
Pondok Gede
1. Tugas Pokok PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Soekarno-Hatta yang
ditunjuk sebagai PPIH bidang kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok
Gede. Merupakan pelaksana utama dalam unsur Tim Kesehatan
Embarkasi Haji Jakarta Pondok Gede, yang memiliki tugas pokok dalam
rangka kekarantinaan kesehatan, pengemban amanat UU Karantina
No.1 & 2 Tahun 1962, dan pengemban amanat IHR (Internatioanal
Health Regulation) 2005. Serta memiliki tanggung jawab dalam Detect,
Prevent & Response terhadap pemeriksaaan kesehatan akhir jemaah haji
sebelum keberangkatan. Adapun tugas pokok PPIH bidang kesehatan
Embarkasi Jakarta Pondok Gede adalah sebagai berikut:
a. Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan
keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah, surveilance
epidemiologi, kekarantinaan, pengendalian dampak kesehatan
lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan OMKABA (Obat,
Makanan, Kosmetika, Alat Kesehatan dan Bahan Adiktif) serta
pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul
28 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta, Sejarah,http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/2, diakses 22 September 2016, jam 15.25 WIB.
63
kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi
di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
b. Amanat UU No.1 & 2 Tahun 1962
Sesuai dengan UU No.1 & 2 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan
Karantina Udara dalam hal ini memiliki maksud dan tujuan dari UU
No. 6 Tahun 1962 tentang Wabah yaitu bahwasanya PPIH bidang
kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede atau KKP Soekarno-
Hatta juga bertugas untuk mencegah, mengawasi dan mengatasi
meluasnya serta memberantas wabah.29
c. Amanat International Health Regulation (IHR)
Tujuan dari IHR yaitu melaksanakan manajemen “Public Health
"Emergencies of International Concern (PHEIC)”. Dengan
Mencegah, Melindungi, Mengawasi dan memberikan respons
terhadap kejadian yang menyebabkan penyebaran penyakit secara
internasional yang mengancam keselamatan kesehatan masyarakat
internasional serta mengganggu lalu lintas internasional (orang,
barang dan alat angkut).
2. Fungsi PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi Jakarta Pondok Gede
KKP menyelenggarakan 16 fungsi yaitu30:
a. Pelaksanaan kekarantinaan
b. Pelaksanaan pelayanan kesehatan
29 Sumber Paper, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1962, TentangWabah (Jakarta: Presiden Republik Indonesia, 1962), h.1
30 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno-Hatta, Sejarah,http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/2, diakses 22 September 2016, jam 15.30 WIB.
64
c. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan,
dan lintas batas darat negara
d. Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah,
penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali
e. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi,
dan kimia
f. Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai
penyakit yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan
internasional
g. Pelaksanaan, fasilitasi dan advokasi kesiapsiagaan dan
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang
kesehatan, serta kesehatan matra termasuk penyelenggaraan
kesehatan haji dan perpindahan penduduk
h. Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara
i. Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan,
kosmetika dan alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA)
ekspor dan mengawasi persyaratan dokumen kesehatan OMKABA
impor
j. Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya
k. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara
l. Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara
65
m. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara
n. Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan,
dan surveilans kesehatan pelabuhan
o. Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan,
dan lintas batas darat negara
p. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP
66
BAB IV
ANALISIS MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN JEMAAH HAJI
PADA MUSIM HAJI 2016 DI EMBARKASI JAKARTA PONDOK GEDE
A. Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan, Pengawasan dan
Evaluasi Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di
Embarkasi Jakarta Pondok Gede
Manajemen adalah ilmu dan seni, yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap kinerja organisasi
dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan
dan sasaran organisasi.1 Kegiatan tersebut berfungsi dalam melakukan
pelayanan kesehatan jemaah haji di Embarkasi Jakarta Pondok Gede pada
musim haji Tahun 2016 untuk mengetahui bagaimana proses
pelaksanaannya, sebagai berikut:
1. Perencanaan (Planning)
Penyelenggara kesehatan haji adalah kegiatan peningkatan
kesehatan sebelum berangkat, menjaga agar kondisi jemaah tetap sehat
selama menunaikan ibadah dan sampai tiba kembali di Tanah Air,
serta bimbingan manasik kesehatan haji yang diikuti dengan
bimbingan dan penyuluhan kesehatan yang bersifat berkelanjutan dan
menyeluruh dengan melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan,
pengobatan, pemeliharaan kesehatan jemaah haji sesuai standar agar
jemaah haji dapat melaksanakan ibadah haji dengan baik dan
meningkatkan kemandirian jemaah haji.
1 Dian Wijayanto, Pengantar Manajemen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012),h.2
67
Amanat UU no 13 tahun 2008, pasal 3 tentang
penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan pembinaan,
pelayanan dan perlindungan sebaik-baiknya bagi jemaah sehingga
jemaah mampu melaksanakan sesuai ketentuan ajaran Islam. Maka
untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut maka pemerintah
berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan
yang sebaik-baiknya mulai dari segi penyediaan layanan administrasi,
bimbingan manasik haji, akomodasi, transportasi, pelayanan
kesehatan, keamaan dan hal-hal yang mendukung ibadah jemaah haji.2
Pembinaan kesehatan jemaah haji meliputi kegiatan
penyuluhan, bimbingan manasik kesehatan haji, penyebar luasan
informasi kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup sehat yang
diselenggarakan sejak jemaah mendaftar sampai 14 hari setelah
kepulangan dari Arab Saudi, yang diselanggarakan oleh petugas
kesehatan Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, bersama KUA
dan KBIH secara terpadu dan menyeluruh (paripurna). Pembinaan
kesehatan diselenggarakan di daerah asal, embarkasi/debarkasi haji,
selama perjalanan dan di Arab Saudi. Kegiatan pelayanan kesehatan
jemaah haji pada Dinas Kesehatan ditangani oleh bidang Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) khusus haji yang
kegiatannya meliputi bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehatan.
Untuk melakukan semua itu, (P2PL) khusus haji melakukan langkah-
langkah kegiatan.
2 Kemenkes RI Tahun 2014, Pedoman Teknis Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji,Kementrian Kesehatan RI, Jakarta, 2014, h. 1
68
Adapun fungsi perencanaan yang diterapkan dalam pelayanan
kesehatan jemaah Haji di Embarkasi Jakarta (Pondok Gede) melalui
beberapa tahapan, yaitu:
a. Perkiraan dan perhitungan masa selanjutnya
Kemampuan untuk memperkirakan dan memperhitungkan
situasi atau kebolehan kuota untuk musim haji berikutnya sangat
dipertimbangkan dan mutlak diperlukan bagi penyusunan
perencanaan suatu kegiatan yang efektif, karena keputusan dimasa
yang akan datang dipengaruhi oleh keadaan dan ketaatan masa
sekarang.3
Aturan kesehatan haji yang baru akhirnya keluar. Regulasi
itu sudah lama dinantikan, yang kemudian dikenal Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 15 Tahun 2016 tentang
Istithaah Kesehatan Jemaah Haji. Permenkes tersebut keluar pada
23 Maret 2016 yang ditandatangani Menteri Kesehatan Nila Farid
Moeloek, dan diundangkan di Jakarta pada 11 April 2016. Aturan
UU yang baru ini sangat menekankan KeIstitho’ah jaamh sebelum
berangkat dengan beberapa kali pemeriksan yaitu pembinaan
istithaah kesehatan haji sebagai serangkaian kegiatan terpadu,
terencana, terstruktur dan terukur, diawali dengan pemeriksaan
kesehatan pada saat mendaftar menjadi jemaah haji sampai masa
keberangkatan ke Arab Saudi.4
3 Wawancara dengan Bpk. Arif, Selaku UPT Poliklinik Ambulan, tanggal 01-09-20164 Edy Supriatna Sjafei, “Istithaah” kesehatan, aturan berhaji apa lagi?,
http://www.antaranews.com/berita/574541/istithaah-kesehatan-aturan-berhaji-apa-lagi, diakses 22September 2016, jam 20.30 WIB.
69
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi adalah
panitia yang dibentuk oleh Menteri Agama untuk melakukan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan jemaah haji pada saat
pelaksanaan operasional Ibadah Haji di Embarkasi.
b. Penetapan dan perumusan sasaran untuk mencapai tujuan
Dalam perencanaan, pusat kesehatan haji Kemenkes RI
dalam memberikan pelayanan untuk kesehatan jemaah haji, telah
merumuskan tujuan utama dari kegiatan tersebut yaitu untuk
meningkatkan kondisi kesehatan jemaah sebelum berangkat ke
tanah suci, tercapainya identifikasi status kesehatan jemaah yang
berkualitas, kemampuan jemaah secara rohani dan jasmani,
kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik
dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat
dipertanggung jawabkan sehingga jemaah haji dapat menjalankan
ibadah sesuai tuntutan Agama Islam.
Selanjutnya upaya perawatan, pemeliharaan, pembinaan
serta perlindungan jemaah haji, terwujudnya pencatatan data status
kesehatan jemaah baik yang tidak beresiko tinggi dan beresiko
tinggi yang ditandai dengan usia lebih dari 60 tahun atau memiliki
faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan yang potensial
menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji,
pencatatan istithaah kesehatan haji dan istithaah dengan
pendamping kemudian pencatatan jemaah haji yang memiliki
gangguan jiwa berat.
70
Adapun sasaran dari Embarkasi Jakarta adalah seluruh
calon jemaah haji yang terhitung masuk kloter DKI Jakarta dan
Banten. Adapun jemaah haji sehat yang siap berangkat haji adalah
yang telah mendapatkan ICV (Sertifikat Vaksinisasi Internasional),
telah bebas penyakit menular, dan hamil terkelola.
c. Penetapan Kebijakan
Dalam hal kebijakan, Embarkasi Jakarta Pondok Gede
menetapkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, yaitu memilih KKP Kelas 1
Soekarno Hatta sebagai Tim Penyelenggara Kesehatan Haji selama
jemaah haji berada di Embarkasi.
d. Penetapan Metode
Adapun metode yang digunakan dalam pelayanan
kesehatan jemaah haji di Embarkasi Jakarta, yaitu serangkaian
kegiatan yang diawali pengecekan kelengkapan dokumen
kesehatan, legalisasi / vaksinisasi, dan pemeriksaan kesehatan
kepada jemaah haji. Semua rangkaian kegiatan itu dilakukan
ketika jemaah haji sudah memasuki ruangan Gedung SG 2 sebelum
penyerahan surat masuk asrama.
e. Penetapan dan Prosedur Kerja
Dalam melakukan tugasnya sebagai tim kesehatan maka
tim kesehatan Embarkasi memiliki prosedur kerja sebagai berikut:
1) Jemaah Haji tiba di Embarkasi sesuai dengan kloter yang telah
ditetapkan oleh Kementrian Agama.
71
2) PPIH Embarkasi mengarahkan semua jemaah haji untuk
berkumpul di aula dan menempati kursi yang telah disediakan
guna mendapatkan pengarahan.
3) Setelah pengarahan selesai, PPIH Embarkasi bidang kesehatan
meminta jemaah haji untuk menyiapkan Buku Kesehatan
Jemaah Haji (BKJH) masing-masing.
4) PPIH Embarkasi bidang kesehatan melakukan pemanggilan
terhadap jemaah haji untuk dilakukan pemeriksaan dokumen
dan kesehatan.
5) Jemaah haji menyerahkan Buku Kesehatan Jemaah Haji
(BKJH) masing-masing dan tidak boleh diwakilkan.
6) PPIH Embarkasi bidang kesehatan menverifikasi identitas
jemaah haji yang tertera dalam pra-manifest.
7) PPIH embarkasi bidang kesehatan melakukan pemeriksaan
terhadap data dan informasi kesehatan jemaah haji yang tertera
dalam Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH).
8) PPIH embarkasi bidang kesehatan melakukan pemeriksaan
terhadap data dan informasi surat keterangan vaksinisasi pada
Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) yang meliputi:
a) Identitas jemaah
b) Vaksin atau profilaksis dan dosis
c) Tanggal pemberian
d) Tanda tangan dan nama dokter penanggung jawab
e) Pabrikan dan nomor batch vaksin
72
f) Masa berlaku
g) Stempel legalisasi
9) PPIH embarkasi bidang kesehatan mengisi lembar ICV di
BKJH berdasarkan data dan informasi dari surat keterangan
vaksinisasi dengan memberikan stempel legalisasi government
dan ditanda tangani oleh dokter pelabuhan sebagai pemeriksa.
Bila didapati:
a) Tanggal pemberian, jenis dan register vaksin dan tanda
tangan di lembar Surat Keterangan vaksinisasi tidak diisi
maka PPIH embarkasi meminta data pendukung dari
jemaah haji dan Dinas Kesehatan asal jemaah untuk
diisikan dalam International Certificate of Vaccination
(ICV).
b) Pada lembar ICV sudah ditanda tangani oleh dokter dari
Puskesmas/Dinas Kesehatan asal jemaah maka PPIH
embarkasi bidang kesehatan akan mengganti lembar ICV
dan mengisinya berdasarkan data dan informasi dari surat
keterangan vaksinisasi dengan memberikan stempel
legalisasi dan ditanda tangani oleh dokter pelabuhan
sebagai pemeriksa.
c) Apabila dari tanggal vaksinasi diperkirakan kekebalan
belum terbentuk (kurang dari 10 hari), maka jemaah
tersebut ditunda keberangkatannya sampai timbul masa
kekebalannya
73
d) Apabila jemaah haji belum vaksinasi maka PPIH embarkasi
bidang kesehatan mengarahkan jemaah haji ke klinik untuk
dilakukan vaksinasi dan membuat rekomendasi kepada
Ketua PPIH penundaan keberangkatan sesuai dengan masa
kekebalannya.
e) Apabila jemaah belum disuntik vaksinasi karena kontra
indikasi terhadap vaksin maka PPIH bidang kesehatan
memberikan profilaksis kemudian jemaah diberangkatkan.
10) Bila jemaah membawa ICV maka PPIH embarkasi bidang
kesehatan melakukan pemeriksaan meliputi:
a) Tanggal vaksinasi
b) Jenis dan nomor batch vaksin
c) Masa kekebalan vaksin
d) Tanda tangan pejabat berwenanng dan stempel legalisasi.
11) Jika dari hasil pemeriksaan terhadap ICV ternyata ditemukan
palsu maka dilakukan sebagai berikut:
a) Bila jemaah haji sudah disuntik vaksinasi meningitis maka
jemaah diberikan buku baru dan diberangkatkan dengan
catatan sekembali dari tanah suci diproses sesuai hokum
yang berlaku.
b) Bila belum divaksinasi maka PPIH mengarahkan jemaah
Haji ke klinik untuk dilakukan vaksinasi dan membuat.
74
c) Rekomendasi kepada ketua PPIH penundaan keberangkatan
sesuai dengan masa kekebalannya, kemudian sekembali
dari tanah suci diproses sesuai hokum yang berlaku.
12) Jika pada saat pemeriksaan ditemukan kondisi sebagai berikut:
a) Wanita Usia Subur (WUS) yang dicurigai hamil maka
dilakukan pemeriksaan oleh bidan atas dasar anamnesa
dokter. Jika ada tanda-tanda kehamilan maka dirujuk ke
laboratorium untuk ditangani sesuai SOP Operasional
Laboratorium dan/atau ke dokter spesialis obsgin (spesialis
kandungan) di rumah sakit.
b) Jika terindikasi sakit atau hasil pemeriksaan tidak lengkap
atau belum dilakukan pemeriksaan kesehatan atau BKJH
tidak ada maka jemaah haji diarahkan ke poliklinik untuk
dilakukan pemeriksaan ulang dan lakukan penanganan
sesuai SOP Operasional Poliklinik.
13) Terkait obat-obatan pribadi, PPIH embarkasi bidang kesehatan
Melegalisasi dan menandatangani lembar obat oleh dokter
pelabuhan dan menyampaikan bahwa jemaah haji harus
mencatat obat-obat yang akan dibawa ke tanah suci dalam
BKJH dengan bantuan petugas kesehatan kloter.
14) PPIH embarkasi bidang kesehatan memberikan tanda tertentu
(gelang) untuk jemaah haji risti.
75
15) Jika jemaah dinyatakan layak untuk berangkat maka dokter
pelanuhan akan menandatangani lembar pemeriksaan
kesehatan terakhir pada BKJH.
16) Bila ada paket perbekalan kesehatan, maka PPIH Embarkasi
bidang kesehatan menyerahkan pembagian paket perbekalan
kesehatan jemaah.
17) Haji melalui ketua regu jemaah haji atau langsung ke masing-
masing jemaah haji.
18) Jemaah haji dipersilahkan istirahat sesuai dengan pembagian
kamar yang telah ditetapkan.
19) PPIH Embarkasi bidang kesehatan mencatat
kekeliruan/kesalahan dan kelengkapan buku BKJH serta
validitas ICV dari masing-masing kabupaten/kota pada
formulir record pemakaian lembar pengganti ICV,
vaksinasi/ICV palsu/BKJH.
20) PPIH embarkasi bidang kesehatan membuat laporan verifikasi
stempel.
21) PPIH embarkasi bidang kesehatan membuat laporan hasil
pemeriksaan akhir berupa data jumlah jemaah haji sesuai pra
manifest, data risti, dan kelengkapan dokumen serta
menyerahkan kepada unit Surveilans Epidemiologi untuk
ditindaklanjuti.
f. Penentuan lokasi (tempat)
76
Dalam penentuan lokasi, sudah ditentukan tempat yang
paling sesuai dan layak dengan mempertimbangkan faktor kegiatan
yang akan dilaksanakan, sumber tenaga dan fasilitas atau alat
perlengkapan yang diperlukan. Tempat yang digunakan untuk
seluruh rangkaian kegiatan kesehatan selama di Embarkasi adalah:
1) Gedung Serbaguna (SG) 2 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede
Meja dengan membuka 5 meja pelayanan bagi perempuan dan
5 untuk laki-laki.
2) Poliklinik di pintu masuk SG 2
3) Rumah Sakit Haji untuk jemaah yang di rujuk.
4) RSPI Suliyanti Saroso Sunter Permai Jakarta Utara untuk
jemaah yang terkena penyakit menular.
g. Penetapan biaya, fasilitas dan faktor lain yang diperlukan.
Adapun sumber dana untuk pembiayaan kesehatan jemaah
haji di Embarkasi Jakarta Pondok Gede berasal dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sedangkan fasilitas ambulan
berasal dari ambulance poliklinik UPT Asrama Haji Pondok Gede
dan ambulance dari KKP Kelas 1 Soekarno Hatta. Untuk obat
berasal dari Kementrian Kesehatan yang di drop langsung oleh
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen
Binfar dan Alkes). Dan alat-alat medis yang digunakan ketika
pemeriksaan menggunakan alat kesehatan yang tersedia di
Embarkasi Jakarta Pondok Gede. Sedangkan obat khusus bagi
jemaah yang memerlukan telah disediakan oleh tim kesehatan dari
77
KKP Kelas 1 Soekarno Hatta yang menggunakan biaya APBN
yang ada di KKP Kelas 1 Soekarno Hatta.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian pelayanan kesehatan jemaah haji dapat
dirumuskan sebagai rangkaian menyusun suatu kerangka yang menjadi
wadah bagi segenap kegiatan pelayanan kesehatan dengan cara
membagi dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilakukan serta
menempatkan dan menyusun hubungan kerja diantara para petugas.
Menurut Schermerhorn, pengorganisasian meliputi pembagian
pekerjaan, penugasan, pengalokasian sumber daya dan koordinasi
pekerjaan. Pengorganisasian mempunyai arti sangat penting dalam
proses kegiatan manajeman karena adanya pengorganisasian rencana
kegiatan menjadi mudah terlaksana.
Proses pengorganisasian pelayanan kesehatan jemaah haji di
Embarkasi Jakarta Pondok Gede yaitu dengan membentuk susunan
organisasi yang dilengkapi dengan pembagian tugas yaitu menentukan
orang yang bertugas serta pemberian wewenang dan tanggung jawab
kepada masing-masing yang bertugas. Adanya pembentukan
organisasi dari pihak Kesehatan yang bertugas di Embarkasi Jakarta
Pondok Gede yang secara langsung bekerja sama dengan PPIH
Embarkasi Jakarta Pondok Gede untuk melaksanakan pelayanan
kesehatan bagi jemaah haji khususnya dalam pemeriksaan kesehatan
78
jemaah haji. Tim pemeriksa kesehatan di Embarkasi yang ditunjuk
oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.5
Langkah yang diterapkan oleh KKP Kelas 1 Soekarno Hatta
yang bertugas di Embarkasi Jakarta Pondok Gede dalam
pengorganisasian meliputi adanya: perumusan tujuan, adanya garis
kewenangan, memberikan wewenang kepada masing-masing
pelaksana dan adanya pembagian tugas.6
a. Adanya perumusan tujuan yang telah ditetapkan dalam pelayanan
kesehatan jemaah haji karena dengan adanya perumusan tujuan
tersebut maka dapat dijadikan dasar dalam pengorganisasian
sebagai wujud untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
b. Adanya garis kewenangan dari pimpinan kepada bawahan, dengan
adanya struktur organisasi dan pembagian tugas, maka garis
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab organisasi dapat
berjalan dengan baik. Adapun untuk memberikan pelayanan
kesehatan jemaah haji selama di Embarkasi, KKP Kelas 1
Soekarno Hatta membentuk susunan organisasi yang terdiri dari:
Susunan Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Embarkasi Jakarta
Pondok Gede Tahun 2016 M/1437 H adalah sebagai berikut:7
1) Penanggung Jawab
5 Wawancara dengan Bpk. Yuliandri, SKM, M. Kes, selaku Ketua Administrasi danKeuangan. Tanggal 01-01-2016
6 Wawancara dengan Bpk. Yuliandri, SKM, M. Kes, selaku Ketua Administrasi danKeuangan. Tanggal 01-09-2016
7 Wawancara dengan Bpk. Yuliandri, SKM, M. Kes, selaku Ketua Administrasi danKeuangan. Tanggal 01-09-2016
79
Adapun tugasnya adalah: a) memberikan saran, kritik serta ide-
ide kepada tim kesehatan. b) memberikan bantuan baik moril
ataupun materi. c) mencari solusi dan menyelesaikan setiap
permaslahan yang terjadi serta d) bertanggung jawab penuh
atas kegiatan yang dilakukan selama di asrama haji.
2) Ketua
Tugas utama seorang ketua adalah a) sebagai pemimpin yang
merencanaka, mengkoordinasi, mengontrol dan mengevaluasi
setiap pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. b) melakukan
negosiasi untuk kemudahan program yang direncanakan. c)
bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilaksanakan. d)
memimpin dan menyetujui segala keputusan rapat. e)
memberikan teguran kepada tim jika tidak bekerja sesuai
keputusan yang telah disepakati. f) memberikan laporan kepada
atasan. g) memberikan surat perintah kepada bawahan serta h)
memberikan pembagian job atau membagi tugas para bawahan.
3) Wakil Ketua
Tugas dan fungsi wakil ketua adalah sebagai berikut: a)
membantu atau mewakili ketua dalam mengambil keputusan
atau memimpin rapat jika ketua berhalangan hadir atas izin dari
ketua. b) wakil ketua memiliki wewenang atas izin ketua
sebelumnya namun memiliki wewenang jika dalam keadaaan
darurat. c) memberi saran, kritik dan masukan baik lisan
80
maupun tulisan. d) menggantikan ketua jika ketua keluar
daerah berdasarkan mandat dari ketua.
4) Tata Usaha
Adapun tugas dari Tata Usaha adalah melaksanakan
administrasi inventarisasi dan kelengkapan kebutuhan yang
diperlukan selama kegiatan berlangsung. Dalam kepanitian
Kesehatan Embarkasi tata usaha dibagi dalm 2 unit, 1) Unit
Administrasi dan keuangan yang bertugas melakukan
pencatatan dan pengeluaran kebutuhan selama kegiatan
berlangsung dan yang ke 2) unit Siskohat yang bertugas untuk
mendata dan melaporkan jumlah jemaah yang berangkat per
kloter dan mendata jemaah yang tidak jadi berangkat dengan
alasan penundaan, meninggal atau batal karena hal lain dengan
memberikan keterangannya serinci mungkin.8
5) Pelayanan Kesehatan
Bagian pelayanan kesehatan yang terdiri dari:
a) Unit pemeriksaan akhir yang bertugas 1) memeriksa
kesehatan jemaah dan memeriksa Buku Kesehatan Jemaah
Haji dan keterangan telah melakukan suntik vaksinisasi. 2)
memberikan gelang kepada jemaah sesuai dengan kriteria
penyakit mereka. 3) memberikan paket obatan dan masker
sebagai persiapan jemaah selama di Arab Saudi.
8 Wawancara dengan Bpk. Yuliandri, SKM, M. Kes, selaku Ketua Administrasi danKeuangan. Tanggal 01-09-2016
81
b) Unit Polikklinik yang bertugas untuk memberikan
pemeriksaan lanjutan kepada jemaah yang sakit atau yang
tidak memenuhi kriteria sehat ketika di pemeriksaan akhir.
Pemeriksaan dasar ini dilakukan di ruangan poliklinik di
ruangan SG 2 di asrama haji dan apabila penyakit jemaah
parah maka dirujuk ke RS Haji Pondok Gede
6) Karantina dan Survelians Epidermiologi9
Uraian tugasnya adalah:
a) Pelaksanaan kekarantinaan. b) Pelaksanaan pelayanan
kesehatan. c) Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara; d)
Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah,
penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali; e)
Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion,
biologi dan kimia; f) Pelaksanaan jejaring sentra / simpul
jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit yang berkaitan
dengan lalu lintas nasional, regional, dan internasional; g)
Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesiapsiagaan dan
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana
bidang kesehatan, serta kesehatan matra termasuk
penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk; h)
Pelaksanaan, fasilitasi, dan advokasi kesehatan kerja di
lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara; i)
9 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 2 Balikpapan, 11 Tugas Pokok dan Fungsi,http://www.kkpbalikpapan.or.id/index.php/profil/tugas-pokok-dan-fungsi/11-tugas-pokok-dan-fungsi, diakses 22 September 2016, jam 20.50 WIB.
82
Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan,
kosmetika dan alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA)
ekspor dan mengawasi persyaratan dokumen kesehatan
OMKABA impor; j) Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat
angkut dan muatannya; k) Pelaksanaan pemberian pelayanan
kesehatan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas
darat negara; l) Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi
bidang kesehatan bandara, pelabuhan; m) Pelaksanaan kajian
kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan surveilans
kesehatan pelabuhan;
n) Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara,
pelabuhan, dan lintas batas darat negara; o) Pelaksanaan
ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP.
7) Pengendalian Risiko Lingkungan10
a) Melaksanakan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. b)
penyusunan laporan di bidang pengendalian vektor dan dan
binatang penular penyakit, c) pembinaan sanitasi
lingkungan, jejaring kerja, kemitraan, kajian dan
pengembangan teknologi, serta pendidikan dan pelatihan
bidang pengendalian risiko lingkungan di wilayah kerja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
10 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Tanjung Priok, Tugas dan Fungsi BidangPengandalian Risiko Lingkungan, https://kkp1tanjungpriok.wordpress.com/2010/06/04/bidang-prl/, diakses 22 September 2016, jam 21.46 WIB.
83
3. Penggerakan (Actuating)
Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Embarkasi Jakarta Pondok
Gede dan para pengurus dalam menggerakkan kegiatan-kegiatan
pelayanan kesehatan jemaah haji yang sesuai dengan surat keputusan
Menteri Kesehatan yang mengacu kepada buku pedoman
penyelenggara kesehatan haji, dijalankan berdasarkan kewajiban yang
telah diamanatkan. Pedoman penyelenggara kesehatan haji yang
dilaksankan oleh tim panitia kesehatan haji di Embarkasi Jakarta
Pondok Gede tidak lepas dari pembinaan, pelayanan dan perlindungan
jemaah haji pada saat pelaksanaan operasional ibadah haji di
Embarkasi.
4. Pengawasan (Controling)
Pengawasan yang dilakukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji
bidang Kesehatan di Embarkasi Jakarta Pondok Gede dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan yakni dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada jemaah haji baik dari sisi bimbingan, penyuluhan
dan pelayanan kesehatan. Dengan adanya pengawasan maka akan
mengurangi kesalahan atau kekurangan sehingga kesalahan dan
kekurangannya dapat langsung diperbaiki.
Sebagai penunjang kesehatan jemaah haji, PPIH Bidang
Kesehatan Haji melakukan fungsi pengawasan dalam manajemen
sebagai berikut:
84
Pertama, menentukan standar sebagai ukuran pengawasan.
Yaitu standar yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan sebuah
kegiatan adalah ketika kegiatan itu berjalan dengan baik, sesuai dengan
tujuan, sasaran, dan target yang diinginkan tercapai. Sebagai
contohnya dalam hal pelaksanaan pengawasan ketika petugas
kesehatan kloter menghadap panitia pelaksana ibadah haji Embarkasi
bagian pelaporan untuk melaporkan dan menerima arahan serta
mengambil buku yang harus diisi selama melakukan perjalanan untuk
mendata semua keadaan jemaah baik selama di perjalanan, maupun di
tanah suci. Yang bertujuan untuk memberikan arahan agar setiap
petugas selalu mencatat pelaporan keadaan jemaah haji yang tergabung
di dalam kloternya disetiap rangkaian acara dan akan dilaporkan ketika
sudah sampai lagi di tanah air.
Kedua, menentukan pengukuran pelaksanaan secara tepat, agar
kegiatan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan terukur. Contonya
ketika jemaah haji sudah sampai maka diberikan pemeriksaan akhir,
setiap jemaah akan berbeda hasilnya. Setiap jemaah diberi bekal obat,
masker dan semprotan untuk menyemprot wajah dengan air zam-zam.
Jemaah yang memenuhi standar pemeriksaan kesehatan non-risti maka
tidak akan diberi gelang tambahan, untuk jemaah yang sakit maka
akan diberikan gelang sebagai alat deteksi dalam rangka penerapan
pengendalian faktor resiko bagi jemaah Haji. Untuk gelang berwarna
Merah, disematkan pada jemaah dengan usia diatas 60 tahun dan
memiliki penyakit tertentu yang membutuhkan pengawasan. Kuning
85
diberikan kepada jemaah yang berusia kurang dari 60 tahun yang
memiliki penyakit tertentu dan membutuhkan pengawasan. Hijau
disematkan untuk jemaah berusia lebih dari 60 tahun, tanpa penyakit
tertentu dan membutuhkan pengawasan.
Ketiga, himbauan kepada seluruh jemaah untuk selalu menjaga
kesehatan dan menjaga makanan, arahan dan himbauan ini
dilaksanakan di masjid ketika jemaah selesai melaksanakan sholat
berjemaah, disini jemaah diberi gambaran untuk banyak minum karena
keadaan suhu di Arab Saudi yang sangat panas, dan solusi bagaimana
cara mengatasi toilet antri dengan menggunakan Kantong Urine
sebagai pengganti toilet darurat ketika antrian panjang.
Empat membandingkan pelaksanaan dengan standar yang telah
ditetapkan, hal ini dapat dilihat dari hal penunjang kesehatan jemaah
haji, sarana penunjang ini bisa berupa alat medis yang lengkap
sehingga apapun penyakit jemaah bisa segera diobati dan ditangani
dengan alat yang telah tersedia. Kursi roda untuk membantu jemaah
yang sudah tidak bisa berjalan atau yang memang kesehariannya
menggunakan kursi roda, dengan adanya penyediaan yang banyak
memudahkan jemaah untuk tetap ke masjid walaupun dengan kursi
roda karena jika kursi roda banyak maka tidak harus bergantian
menggunakannya. Poliklinik yang tersedia apakah mampu melayani
jemaahnya, serta sarana mobil untuk mengangkut jemaah ke
penginapan dan ambulance untuk mengantarkan jemaah yang sepuh
serta yang perlu dirujuk ke rumah sakit, apakah alat yang tersedia
86
sudah memenuhi kriteria atau standar kesehatan yang telah ditetapkan
dan mencapai apa yang diinginkan.
Lima, melakukan tindakan koreksi jika ada penyimpangan
dalam proses kegiatan, jika ada kekeliruan maka harus segera
diperbaiki.
Tabel. 4.1Pengawasan Kesehatan di Asrama Haji Jakarta Pondok Gede
NOPENGAWASAN KESEHATAN
DI ASRAMA HAJI JAKARTA PONDOK GEDE
1. Jumlah kloter Embarkasi
Jakarta Pondok Gede ada
46 Kloter.
- DKI: 14 kloter.
- LPG: 13 kloter.
- Banten: 17.
- 1 Kloter gabungan antara Jemaah Haji
DKI & Banten: Kloter 45, total Jemaah
Haji 392 orang.
- 1 Kloter gabungan antara Jemaah Haji
DKI + Banten + Lombok + Ujung
pandangan dan Aceh: Kloter 46, total
Jemaah Haji 344 orang.
2. Jumlah Jemaah Haji yang
melalui P3 di Asrama
Haji Jakarta Pondok Gede
ada 12.535 orang.
- Banten: 6736 orang.
- DKI: 5799 orang.
3. Jemaah Haji yang dirujuk
ada 85 orang.
- 82 dirujuk ke RS haji.
- 3 dirujuk ke RSPI.
4. Jemaah Haji yang ditunda
ada 13 orang.
- 4 orang karena baru vaksin Meningitis
Meningkokus
- 9 orang karena sakit
5. Jemaah Haji yang batal
berangkat ada 23 orang.
- CKD on HD stadium V (Lima): 15
orang.
- Psikosis: 1 orang.
87
- TB BTA (+): 1 orang.
- Dementia: 2 orang.
- Anemia: 2 orang.
- 2 orang pendamping Jemaah Haji CKD
on HD.
6. Pemeriksaan sanitasi
pesawat, asrama haji dan
jasa boga.
- Hasil rata-rata baik.
7. Kejadian Luar Biasa di
Asrama Haji Pondok
Gede.
- Tidak ada.
5. Evaluasi (Evaluating)
Evaluasi dalam suatu organisasi sangat penting, dengan adanya
evaluasi kita dapat mengetahui hasil pekerjaan yang telah kita lakukan.
Apakah yang dilakukan sudah berjalan maksimal sudah sesuai harapan
atau belum? Apakah tujuan dan sasaran sudah tercapai atau belum?
Atau apakah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan surat perintah
yang ada atau tidak?
Untuk mengetahui itu semua, maka Panitia bagian kesehatan di
Embarkasi Jakarta Pondok Gede melakukan pertemuan evaluasi
pemeriksaan kesehatan jemaah haji, dilaksanakan setelah rangkaian
seluruh pemberangkatan dari Embarkasi dan Pemulangan dari
Debarkasi selesai. Evaluasi dilaksanakan sehari penuh dengan
melibatkan Kemenag, Kemenkes, dan Dinas yang membahas tentang
kendala-kendala yang dihadapi. Sebagai contoh adanya jemaah yang di
lapangan tidak membawa obat, karena tim kesehatan tidak mungkin
88
menyiapkan semua jenis obat atau obat khusus yang mereka
gunakan.11
Menurut analisis penulis berdasarkan pengamatan yang dilakukan
di Asrama Haji Jakarta Pondok Gede, perencanaan, pengorganisasian,
pengawasan serta evaluasi yang dilakukan tim petugas kesehatan sudah
sangat baik dengan adanya koordinasi dan komunikasi tugas yang jelas
antara tim yang bertugas, baik kesehatan, kanwil, UPT Asrama Haji,
bagian Imigrasi yang mengurus paspor jemaah hingga bank yang bertugas
memberikan uang living cost, semuanya saling mendukung satu sama lain
dalam memberikan pelayanan selama di asrama. Pelayanan administrasi
one stop service yang sangat membantu semua pihak, kemudian adanya
bimbingan manasik untuk terakhir sebelum pemberangkatan sebagai
gambaran keadaaan di Arab Saudi, manasik di Asrama Haji dilakukan di
depan masjid yang ada Ka’bah, Sa’i hingga pelemparan jumroh juga ada
sehingga jemaah sudah ada bayangan, akomodasi yang disiapkan selama
di asrama haji adalah 2 bus dari Kemenag yang akan mengantarkan
jemaah ke gedung penginapan setelah selesai di SG2, 1 ambulance untuk
mengantarkan jemaah rujukan ke RS dan mengantarkan jemaah lansia ke
gedung, 1 mobil ambulance dari KKP Kelas 1 Soekarno Hatta yang
mengiringi jemaah ke bandara Halim Perdana Kusuma yang diantarkan
oleh Damri serta adanya mobil wara-wiri untuk memenuhi kebutuhan
jemaah yang ingin ke masjid.
11 Wawancara dengan dr. Theresia Hermini SW, selaku Kasi Kesehatan Matra dan LintasWilayah KKP Soekarno Hatta. Tanggal 30-08-2016
89
Setelah masuk asrama maka jemaah akan aman baik dari tamu
yang datang maupun dari hal-hal penipuan yang tidak diinginkan, seperti
tahun-tahun kemaren di Asrama haji Lampung banyak jemaah yang ditipu
dalam penukaran living cost dan banyak barang jemaah yang hilang karena
banyaknya orang yang tidak dikenal masuk Asrama Haji maka dari itu
untuk tahun ini penjagaan di pintu Asrama Haji sangat ketat, karena ketika
jemaah masuk atau berangkat maka Asrama Haji menjadi tempat yang
sangat steril untuk dikunjungi, yang boleh masuk hanya petugas dan
panitia serta pedagang yang memiliki kartu pengenal dari Asrama Haji
sendiri, bahkan ketika Magrib sampai sebelum Isya tidak ada satu
orangpun yang boleh masuk dan keluar Asrama Haji ssekalipun itu
petugas.
Untuk makanan jemaah tidak boleh makan dan belanja makanan di
luar Asrama ketika sudah melakukan pemeriksaan sampai berangkat,
jemaah sudah diberikan makan 3x sehari dari katering yang menunya
berbeda-beda tapi sudah mendapatkan izin dari tim kesehatan. Jemaah
juga diberikan makanan pendukung seperti roti, jus, buah-buhan, minuman
kopi dan teh yang disediakan oleh bagian katering yang disetiap ruang
makan gedung sudah ada. Jadi jemaah tidak ada lagi yang harus dibeli di
luar, ini merupakan cara tim panitia mengawasi keadaan jemaah biar tidak
terserang penyakit.
90
B. Bentuk Pelayanan Kesehatan Terhadap Jemaah Haji Pada Musim
Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede.
Rangkaian pemeriksaan kesehatan pada saat kedatangan di
embarkasi haji adalah sebagai berikut:12
1. Pemeriksaan kesehatan semua jemaah haji saat tiba di embarkasi
terdiri dari:
a. Pemeriksaan dokumen kesehatan (Buku Kesehatan Jemaah Haji,
dan Surat Keterangan Imunisasi Meningitis/ICV).
b. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji
c. Rujukan jemaah haji sakit ke Rumah Sakit rujukan embarkasi
d. Rujukan jemaah haji juga ke Rumah Sakit rujukan embarkasi juga
diberlakukan pada jemaah usia lanjut (60 tahun lebih) atau jemaah
hamil yang belum memeriksakan kesehatannya pada Pemeriksaan
Kesehatan Kedua di Rumah Sakit serta jemaah yang belum
mendapat imunisasi meningitis.
2. Poliklinik Embarkasi dan Debarkasi bagi jemaah haji sakit atau
konsultasi kesehatan pada saat tiba di embarkasi/debarkasi
3. Rujukan dan Perawatan di Rumah Sakit bagi jemaah haji sakit yang
dirujuk oleh PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi/Debarkasi
4. Rujukan ke daerah tempat tinggal bagi jemaah haji sakit yang dirujuk
oleh PPIH bidang Kesehatan Embarkasi/Debarkasi.
5. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji saat kepulangan (debarkasi).
12 Sumber paper, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 422 SK VI tahun2009, tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia (Jakarta: Menteri KesehatanRI, 2009), h. 16
91
6. Pemberian alert card K3JH (Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah
Haji) kepada setiap jemaah haji.
Berdasarkan analisis penulis, dapat disimpulkan bahwa bentuk
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada jemaah haji pada musim haji
2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede sudah sangat bagus dan efisien
terhadap waktu. Dengan adanya pelayanan pelayanan satu atap atau One
Stop Service memudahkan semua pihak dalam melakukan administrasi,
baik petugas maupun jemaah haji. Ketika jemaah baru datang maka akan
dipersilahkan masuk ruangan steril (Gedung SG2) untuk mendapatkan
beberapa macam pelayanan baik dari bidang kesehatan maupun bidang
lainnya, disini semua keperluan dan administrasi jemaah serta kebutuhan
jemaah selama di Arab Saudi diberikan.
Pertama jemaah akan disambut oleh panitia bagian penerangan luar
untuk menginformasikan tempat duduk dan antrian jemaah, bagi yang
lansia dan yang sakit (menggunakan kursi roda) maka akan diberikan
tempat duduk antrian pertama dan paling depan oleh panitia supaya lebih
cepat menyelesaikan urusan pemeriksaannya, jamah udzur (lansia) dan
yang menggunakan kursi roda akan dibantu membimbing dan
mendorongnya sampai ke penginapan oleh tim petugas atau mahasiswa
UIN Jakarta yang melakukan Praktikum. Ketika semuanya sudah duduk
maka petugas dari Kanwil (Sesuai asal kloter) akan memberikan arahan
dan himbauan kepada jemaah serta menggambarkan cuaca di Arab dan
menjelaskan apa saja yang harus diselesaikan di ruangan SG2. Setelah itu
jemaah akan menjalani pemeriksaan kesehatan, di meja kesehatan yang
92
terdiri dari 5 meja laki-laki dan 5 meja perempuan akan memeriksa buku
keterangan Imunisasi Meningitis jemaah, jika ada yang belum maka
keberangkatannya akan ditunda, penundaan ini bisa sampai 10 hari
lamanya setelah diberikan suntik di Embarkasi.
Kemudian kesehatan jemaah diperiksa dan diberikan gelang
sebagai tanda pengingat, gelang merah untuk jemaah jemaah lansia di atas
60 tahun dan berpenyakit, gelang kuning untuk jemaah di bawah 60 tahun
dan berpenyakit, sedangkan gelang warna hijau untuk jemaah yang
berumur di atas 60 tahun tetapi masih sehat. Setelah diberikan ggelang,
jemaah yang kondisi kesehatannya maka akan dilanjutkan bagian
berikutnya diantaranya penyerahan SPMA, pengambilan kartu gedung dan
makan, pengambilan gelang besi sebagai pengganti identitas disana,
pngeambilan paspor dan dapih serta pengambilan uang living cost sebesar
1500 riyal. Sedangkan bagi jemaah yang sakit atau belum memenuhi
kriteria istithaah berdasarkan peraturan kesehatan akan dirujuk ke
poliklinik yang berada di depan pintu masuk ruangan SG2, jemaah akan
didampingi oleh petugas kesehatan. Ketika di poliklinik tidak sanggup dan
harus dirujuk ke RS Haji maka petugas ambulance akan mengantarkannya
sampai jemaah itu mendapatkan kamar, setelah sehat maka akan diurus
lagi seat yang kosong untuk memasukkan jemaah yang dirawat yang
sebelumnya diundur pemberangkatannya.
Semua rangkaian ini sangat baik dan mendukung kesehatan jemaah
dan memberikan kemudahan kepada jemaah, hanya saja ada beberapa
faktor yang masih harus diperbaiki. Seperti kurangnya perhatian tim
93
kesehatan KKP Kelas 1 Soekarno Hatta ketika merujuk jemaah ke RS
Asrama Haji Pondok Gede, harusnya petugas ambulance ditemani dalam
menangani jemaah yang dirawat disana, karena banyaknya pertanyaan
jemaah tentang penaykit dan obat yang akan dibawanya membuat petugas
ambulance tidak bisa menjawab karena memang bukan bidang
keilmuwannya, jadi mereka akan menjawab apa adanya sehingga jemaah
kurang puas. Kemudian kurangnya armada ambulance juga mengharuskan
jemaah menunggu lama, karena hanya ada 1 ambulance yang
mengantarkan jemaah rujukan, mengantarkan jemaah ke asrama bagi
jemaah udzur dan sakit, jemaah harus menunggu lama ambulance untuk
mengantarkannya dan petugas ambulance jadi sibuk setiap saat.
C. Ketentuan Jemaah Haji yang dapat Diberangkatkan Setelah Melalui
Proses Pemeriksaan Kesehatan Akhir Pada Musim Haji 2016 di
Embarkasi Jakarta Pondok Gede
Jemaah yang dapat diberangkatkan adalah jemaah yang istithaah
dari segala aspek, walaupun jemaah sudah melakukan pemeriksaan
kesehatan beberapa kali atau bahkan sudah mendapatkan Surat Panggilan
Masuk Asrama (SPMA), namun belum tentu mereka dapat
diberangkatkan. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2016 yang merupakan Undang-Undang baru tentang
kesehatan haji, jemaah yang dapat diberangkatkan adalah:13
13 Wawancara dengan dr. Theresia Hermini SW, selaku Kasi Kesehatan Matra dan LintasWilayah KKP Soekarno Hatta. Tanggal 30-08-2016
94
1. Jemaah haji yang sudah mendapatkan suntik meningitis. Contoh,
Jemaah perempuan yang hamil tidak boleh melakukan suntik
meningitis, otomatis mereka tidak boleh diberangkatkan.
2. Jemaah yang tidak dalam proses cuci darah.
3. Jemaah yang terbebas dari virus TBC.
4. Jemaah yang terbebas dari HB rendah yaitu di bawah 8,5 karena jika
HB rendah maka akan bermasalah di regulasi penerbangan karena di
pesawat tekanan udaranya tinggi bisa mengakibatkan pingsan.
5. Jemaah yang sudah bebas dari HB 7 karena terpaksa harus di transfuse
dulu sampai HBnya naik, rata-rata 9-10 baru boleh diberangkatkan.
6. Jemaah yang terbebas dari gagal ginjal, karena gagal ginjal tidak boleh
lagi untuk tahun ini. Sebagai contoh, 2 bulan yang lalu jemaah haji
tahun lalu yang terkena hitsruk baru bisa dipulangkan, jemaah ini
berasal dari Padang.
Berdasarkan analisis penulis, Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 yang merupakan Undang-Undang baru
tentang kesehatan haji sangat membantu tim petugas yang bertugas
melayani jemaah, baik yang di Tanah suci maupun di tanah Air. Dengan
adanya peraturan kesehatan yang baru, berbeda dari tahun sebelumnya,
ketika jemaah yang cuci darah masih boleh berangkat, tahun ini
pemerintah Arab benar-benar menegaskan lagi agar tidak terlalu
membebani mereka para petugas disana. Ketika jemaah yang sakit, cuci
darah atau jemaah yang tidak tergolong istithaah tetap dipaksa untuk bias
berangkat, yang ada sampai disana mereka bukan beribadah tapi malah
95
masuk rumah sakit, hal ini tentu membuat panitia bahkan pemerintah Arab
sendiri terbebani. Seperti kasus jemaah tahun lalu yang baru dipulangkan 2
bulan belakangan karena sakit, semua biaya pemulangannya di tanggung
Arab Saudi.
Peraturan ini sangat membantu semua pihak, walaupun secara
kasat mata merugikan jemaah yang sudah terpanggil tapi tidak bisa
berangkat gara-gara penyakit yang dideritanya. Semua orang atau jemaah
sebagian besar berkeinginan untuk meninggal disana, makanya
memaksakan diri untuk tetap bisa berangkat. Tapi disisi lain, ketika orang
yang sakit atau yang tidak memenuhi kriteria istithaah tetap
diberangkatkan mereka bukannya meninggal disana akan tetapi malah
merepotkan orang banyak.
Peraturan baru ini kurang sosialisasi kepada jemaah maka mereka
jamah masih belum mengerti. Sebagai contoh, ada seorang jemaah yang
harusnya berangkat dari Embarkasi Jakarta Bekasi, karena beliau hamil
dan belum melakukan suntik meningitis, pihak kesehatan Embarkasi
menolak pemberangkatannya namun karena belum paham dengan aturan
undang-undang dan juga dampak bagi kesehatannya dan orang banyak,
jemaah ini tetap memaksakan untuk berangkat tanpa suntik dan
mengurusnya ke Embarkasi Jakarta Pondok Gede, tapi tetap ditolak karena
semua aturan kesehatan sama.
Dengan adanya kriteria sehat jemaah yang diperbolehkan
berangkat akan sangat mendukung tim petugas, karena di dalam 1 kloter
hanya ada 5-7 orang petugas dan hanya 3 orang petugas yang menangani
96
bidang kesehatan. 3 orang inilah yang akan menangani jemaah walaupun
nanti ada juga petugas Daker dan tim kesehatan yang membantu.
D. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Memberikan
Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di
Embarkasi Jakarta Pondok Gede
Faktor pendukung dan penghambat penulis muat dalam sebuah
analsis SWOT. Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang
digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan
(weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu
proyek atau suatu spekulasi bisnis.14
Faktor pendukung memuat kekuatan (strengths) dan peluang
(opportunities), diantaranya:
1. Faktor Pendukung Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji 15
a. Yang menjadi kekuatan (strengths) dari kegiatan ini adalah:
1) Adanya dukungan penuh dari pemerintah seperti anggaran dana
pembiayaan dan SOP tertulis sehingga tugas yang diberikan
serta kegiatan yang dijalankan jelas dan lancar.
2) Termasuk ke dalam kegiatan yang langsung dibawah
kementrian.
3) SDM yang cukup dan terpenuhi kebutuhan selama kegiatan ini
berlangsung.
14 Wikipedia, Analisis SWOT, https://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT, diakses 22September 2016, jam 22.00 WIB.
15 Wawancara dengan dr. Theresia Hermini SW, selaku Kasi Kesehatan Matra dan LintasWilayah KKP Soekarno Hatta. Tanggal 30-08-2016
97
4) Koordinasi yang baik antara lembaga yang terlibat seperti
kemenag, kemenkes dan UPT asrama Haji.
5) Metode yang dijalankan sudah baik dan mendukung
kemudahan kegiatan. Contohnya dengan membuka 5 meja
untuk menerima jemaah haji dan melakukan pemeriksaan
kesehatan sebelum masuk penginapan sehingga lebih cepat
dalam proses administrasinya.
b. Karena jumlah jemaah dan keinginan umat Islam semakin
meningkat untuk melaksanakan ibadah haji, maka banyak Peluang
(opportunities) yang didapatkan, diantaranya:
1) Haji merupakan keinginan semua umat Islam, hal ini
menjadikan peluang baru bagi pihak yang terlibat untuk
membuka usaha penyediaaan kebutuhan terutama kebutuhan
kesehatan dan sanitasi haji yaitu adanya penyediaan kantong
peepis sebagai bentuk mewujudkan dan mengambil peluang
usaha.
2) Dengan meningkatnya jumlah jemaah maka meningkat pula
pembimbing dan petugas kesehatan yang harus berangkat,
sehingga para petugas yang sesuai kebutuhan (misalnya
petugas kesehatan) tidak harus menunggu lama untuk berhaji,
karena banyak kesempatan untuk menjadi petugas.
Sedangkan faktor penghambat memuat kelemahan (weaknesses)
dan ancaman (threats), diantaranya:
98
2. Faktor Penghambat Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji
a. Kelemahan (weaknesses) dari kegiatan ini yaitu:
1) Kurangnya tenaga medis dari PPIH embarkasi yang
mendampingi jemaah ketika jemaah sakit dan dirujuk ke rumah
sakit sehingga jemaah tidak bisa berkonsultasi banyak tentang
penyakitnya dalam ketentuan laik terbang.
2) Kurangnya fasilitas ambulance untuk mengantarkan dan
memenuhi kebutuhan jemaah sehingga jemaah harus
menunggu ketika harus masuk dan diantarkan ke gedung
penginapan, atau rumah sakit.
3) Belum ada permenkes karantina kesehatan jemaah haji sebagai
payung hukum, permenkes 15 tahun 2016 belum memuat peran
KKP di embarkasi.
b. Adapun ancaman (threats) selama kegiatan ini berlangsung adalah:
1) Banyaknya jemaah haji yang tidak memenuhi aturan sehat dan
memaksakan diri untuk berangkat, sehingga menambah beban
petugas dan mengurangi kepercayaan Arab Saudi terhadap
jemaah Indonesia, karena pemerintah masih meloloskan
padahal dari pemerintah sendiri sudah melarang tapi jemaah
kurang memahami.
2) Kurang patuhnya jemaah terhadap aturan pemerintah, contoh
ketika sudah dilarang makan diluar ketika sudah masuk asrama,
dikhawatirkan akan memicu kesehatan jemaah, tapi mereka
masih melakukan dan tidak menghiraukan ancaman tersebut.
99
3) Ada jemaah yang sakit dadakan contohnya ada yang asmanya
kambuh sehingga harus dirujuk kembali.
4) Seringnya keterlambatan ketika datang dan masuk ke asrama
haji sehingga telat juga melakukan pemeriksaan kesehatannya.
Keterlambatan bisa mempengaruhi kloter berikutnya yang
sudah terjadwal, sehingga sering terjadi penumpukan jemaah.
Sebagai contoh, jemaah yang terhitung dalam kloter DKI
sering datang berkelompok dan terlambat sehingga
menyulitkan tim panitia untuk melayani. Kloter Banten datang
lebih cepat dari waktu yang ditentukan, ada beberapa kloter
yang tabrakan karena kloter DKI yang harusnya masuk jam 3
sore baru datang sebelum magrib, dan kloter Banten yang
harusnya masuk jam 9 malam sudah datang sebelum magrib,
sehingga terjadi penumpukan jemaah dan kloter Banten yang
datang terlalu cepat harus diamankan dulu ke masjid.16
5) Jemaah yang datangnya sedikit-sedikit untuk kloter DKI (tidak
sesuai jadwal), sehingga mempersulit petugas untuk melakukan
pemeriksaan, pelaporan dan istirahat.17
Berdasarkan pengamatan penulis selama penelitian, faktor
pendukung dan faktor penghambat dalam sebuah kegiatan sudah pasti ada.
16 Wawancara dengan Bpk. Yuliandri, SKM, M. Kes, selaku Ketua Administrasi danKeuangan. Tanggal 30-08-2016
17 Wawancara dengan dr. Theresia Hermini SW, selaku Kasi Kesehatan Matra dan LintasWilayah KKP Soekarno Hatta. Tanggal 30-08-2016
100
Apalagi kegiatan yang melibatkan orang banyak, kegiatan melayani tamu
Allah agar mempermudah mereka sampai ke Tanah Haram.
Dalam kegiatan ini banyak faktor yang mendukungnya, karena haji
merupakan program dan kegiatan yang berada di bawah pemerintah dan
haji Indonesia merupakan jemaah terbanyak, serta jadwal menunggu
keberangkatan yang lama. Sehingga banyak pihak yang ikut serta dalam
mensukseskan kegiatan ini. Walaupun banyak pihak yang terlibat, tidak
membuat kegiatan di Asrama Haji ini tergangggu, bahkan sangat
membantu karena semua pihak yang ikut serta dalam kepanitian
melakukan koordinasi yang baik antara yang satu dan yang lainnya.
Pembagian tugas sesuai dengan bidangnya menambah kemudahan
kepada panitia dalam menyelesaikan pelayanannya. SDM yang cukup
menjadi faktor pendukung jalannya kepanitian, dengan adanya SDM maka
kebutuhan jemaah dan kebutuhan tim pelaksana seperti makan dan uang
sakunya terpenuhi. Ketika semua kebutuhan telah terpenuhi maka
semangat kerja akan meningkat.
Metode pembukaan meja yang banyak juga menjadi faktor
pendukung tim kesehatan sehingga pemeriksaannya cepat dan mudah
diselesaikan. Namun, walaupun dari pihak panitia pelaksana dan
pemerintah sudah menyiapkan semaksimal mungkin namun kendalan di
lapangan tetap ada sebagai faktor penghambat jalannya kegiatan dengan
baik. Salah satu faktor yang menghambatnya adalah jemaah yang
datangnya sering terlambat, sedikit-sedikit dan tidak menyeluruh. Ketika
jemaah datang tidak sesuai dengan jadwal, dan sedikit-sedikit maka akan
101
mempersulit tim panitia untuk melakukan pemeriksaan hingga sampai ke
penginapan, karena semua panitia harus bekerja 2 kali. Misalnya, untuk
memberikan arahan sebelum administrasi dilaksanakan, PPIH Embarkasi
Jakart Pondok Gede akan memberikan arahan sebelum dimulai, kalau
jemaah dari Banten yang datang maka yang bertugas Kanwil Banten
begitu juga sebaliknya, ketika jemaah datang sedikit maka presentasi
dilakukan berkali-kali setiap ada rombongan yang datang. Begitu juga
denagn petugas kesehatan yang seharusnya sudah istirahat masih dalam
proses melayani.
102
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan uraian dan pengertian mengenai “Manajemen Pelayanan
Kesehatan Jemaah Haji Pada Musim Haji 2016 di Embarkasi Jakarta Pondok Gede”
yang telah diuraikan sebelumnya dalam beberapa bab yang dikumpulkan melalui
proses penelitian dengan melakukan studi kepustakaan, pengamatan, dan
wawancara. Maka dalam bab ini penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan
dari penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan beberapa kesimpulan
dan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Manajemen Pelayanan Kesehatan Terhadap Jemaah Haji di Embarkasi
Jakarta Pondok Gede 2016 sudah sangat bagus dan menjalankan tugas
berdasarkan fungsi manajemen yang terdiri dari perencaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan sebagai proses
berjalannya kegiatan. Dengan adanya perencanaan yang tersusun,
pengorganisasian yang terstruktur, penggerakan yang berjalan sesuai
rencana serta evaluasi memudahkan kinerja dalam memberikan
pelayanan kepada jemaah dalam meningkatkan status kesehatan dan
kemandirian jemaah dalam melaksanakan ibadah haji.
103
2. Adapun bentuk pelayanan yang diberikan kepada jemaah selama di
Embarkasi adalah sebagai berikut: Pemeriksaan kesehatan semua
jemaah haji saat tiba di embarkasi terdiri dari : a) Pemeriksaan dokumen
kesehatan (Buku Kesehatan Jemaah Haji, dan Surat Keterangan
Imunisasi Meningitis/ICV). b) Pemeriksaan kesehatan jemaah haji. c)
Rujukan jemaah haji sakit ke Rumah Sakit rujukan embarkasi. d)
Rujukan jemaah haji juga ke Rumah Sakit rujukan embarkasi juga
diberlakukan pada jemaah usia lanjut (60 tahun lebih) atau jemaah hamil
yang belum memeriksakan kesehatannya pada Pemeriksaan Kesehatan
Kedua di Rumah Sakit serta jemaah yang belum mendapat imunisasi
meningitis. e) Poliklinik Embarkasi dan Debarkasi bagi jemaah haji
sakit atau konsultasi kesehatan pada saat tiba di embarkasi/debarkasi. f)
Rujukan dan Perawatan di Rumah Sakit bagi jemaah haji sakit yang
dirujuk oleh PPIH Bidang Kesehatan Embarkasi/Debarkasi. g) Rujukan
ke daerah tempat tinggal bagi jemaah haji sakit yang dirujuk oleh PPIH
bidang Kesehatan Embarkasi/Debarkasi. h) Pemeriksaan kesehatan
jemaah haji saat kepulangan (debarkasi). i) Pemberian alert card K3JH
kepada setiap jemaah haji.
3. Tidak semua jemaah yang telah mendapatkan Surat Panggilan Masuk
Asrama (SPMA) dapat berangkat ke tanah suci, karena di Embarkasi
diberikan test kesehatan terakhir untuk mendapatkan izin layak pergi
atau tidak. Di Embarkasi jemaah diberi beberpa gelang yang berbeda
warnanya sebagai penanda kesehatan jemaah. Adapun jemaah yang bisa
diberangkatkan adalah sebagai berikut: a) Jemaah haji yang sudah
104
mendapatkan suntik meningitis. Contoh, jemaah perempuan yang hamil
tidak boleh melakukan suntik meningitis, otomatis mereka tidak boleh
diberangkatkan. b) Jemaah yang tidak dalam proses cuci darah. c)
Jemaah yang terbebas dari virus TBC. d) Jemaah yang terbebas dari HB
rendah yaitu di bawah 8,5 karena jika HB rendah maka akan bermasalah
di regulasi penerbangan karena di pesawat tekanan udaranya tinggi bisa
mengakibatkan pingsan. e) amaah yang sudah bebas dari HB 7 karena
terpaksa harus di transfuse dulu sampai HBnya naik, rata-rata 9-10 baru
boleh diberangkatkan. f) Jemaah yang terbebas dari gagal ginjal, karena
gagal ginjal tidak boleh lagi untuk tahun ini. Sebagai contoh, 2 bulan
yang lalu jemaah haji tahun lalu yang terkena hitsruk baru bisa
dipulangkan, jemaah ini berasal dari Padang.
4. Setiap kegiatan yang dilakukan tidak lepas dari hambatan dan
dukungan. Adapun faktor penghambat tim kesehatan adalah sebagai
berikut: a) sering terjadi keterlambatan jemaah untuk memenuhi
panggilan masuk asrama. b) jemaah yang datang sedikit-sedikit
sehingga mengharuskan panitia memberikan pelayanan berkali-kali. c)
adanya jemaah yang dadakan sakit ketika sudah saatnya berangkat. Dan
faktor pendukung dalam memberikan pelayanan ini adalah: a)
koordinasi yang baik antara pihak yang terlibat. b) SDM yang cukup
baik dari tenaga maupun peralatan medis. c) anggaran yang digunakan
langsung dari pemerintah. d) metode yang dijalankan sangat baik
dengan membuka 5 meja pelayanan sekaligus (5 perempuan dan 5 untuk
laki-laki)
105
B. Saran
1. Diharapkan lebih mempertegaskan peraturan dan undangan bagi jemaah
khusus panggilan masuk asrama agar tidak ada lagi penumpukan jemaah
yang datang.
2. Sosialisasi bagi pengurus provinsi atau petugas kloter agar jemaah yang
datang dan masuk asrama datang secara bersamaan dan menyeluruh,
untuk memudahkan petugas dalam memberikan pemeriksaan dan
pelayanan hingga jemaah bisa cepat sampai ke gedung asrama untuk
beristirahat.
3. Menyediakan sarana pelayanan kesehatan yang sesuai dan berkualitas
baik, untuk menunjang pelayanan dan kemudahan jemaah selama
berada di asrama haji. Sebagai contoh: Memperbanyak kursi roda
sehingga jemaah bisa memakai kursi roda untuk ke masjid bagi yang
membutuhkan.
4. Perlunya pendamping dari KKP Kelas 1 Soekarno Hatta untuk mewakili
rujukan ke rumah sakit sehingga mengetahui secara langsung kondisi
kesehatan jemaah yang bisa diberangkatkan antara petugas KKP Kelas
1 Soekarno Hatta dengan dokter rumah sakit yang dirujuk agar dapat
mengkonfirmasikan kepastian berangkat jemaah haji secara jelas.
106
DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Hasan Muarif., dkk. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001.
Azwar, Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara,
1996.
Departemen Agama R.I. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Jakarta. TA’LIMATUL HAJI: Peraturan Pemerintah Arab Saudi Tentang
Penyelenggaraan haji. Jakarta: Direktorat Jenderal Penerangan, Humas dan
Penyuluhan Arab Saudi, 2002.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam; Jemaah. Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1997.
Ditjen PHU, Kementerian Agama RI. Dinamika dan Perspektif Haji Indonesia.
Jakarta: Ditjen PHU Kemenag RI CV. Duta Peraga, 2010.
Gani, Ascobat. Aspek-aspek Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Rajawali Press, 1995.
Hadari, Nawawi. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1992.
Hasibuan, Malayu SP. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta:
Gunung Agung, 1986.
Herlambang, Susatyo dan Arita Murwani. Cara Mudah Memahami Manajemen
Kesehatan dan Rumah Sakit. Yogyakarta: Gosyen publishing, 2012.
Herujito, Yayat M. Dasar-dasar manajemen. Jakarta: Grasindo, 2001.
Kadarman, AM. dan Yusuf Udaya. Pengantar lmu Manajemen: Buku Panduan
Mahasiswa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994.
107
Kartono, Ahmad. Solusi Hukum Manasik Dalam Permasalahan Ibadah Haji:
Menurut Empat Mazhab. Jakarta:2016.
Kasmir. Etika Customer Service. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005.
Kemenag RI Dirjen PHU. Realita Haji Indonesia. Jakarta: Kementrian RI Dirjen
PHU, 2008.
Kemenkes RI Tahun 2014. Pedoman Teknis Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2014.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 422 SK VI tahun 2009.
tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia. Jakarta:
Menteri Kesehatan RI, 2009.
Madjid, Nurcholish. Perjalanan Religius Umrah dan Haji. Jakarta: Paramadina,
1997.
Moekijat. Kamus Manajemen. Bandung: CV. Mandar Maju, 1990.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010.
Mughniyah, Muhammad Jawab. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Lentera, 2011.
Muninjaya, A. A. Gde. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2004.
Nizam, Ahmad dan Alatif Hasan. Manajemen Haji. Jakarta: Zikru Hakim, 2000.
Noor, Juliansyah. Metode Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Imiah.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
---------------------. Penelitian Ilmu Manajemen: Tinjauan Filosofis dan Praktis.
Jakarta: Fajar Indrapratama Mandiri, 2013.
108
Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta, 2007.
Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji. Departemen Kesehatan RI: 2009.
Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji. Pusat Kesehatan Haji
Kementrian Kesehatan RI: 2010.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.2407/menkes/per/XII/2011.
Tentang Pelayanan Kesehatan Haji. Pusat Kesehatan Haji Kementrian
Kesehatan RI: 2011.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016. Tentang
Istithaah kesehatan Jemaah Haji. Jakarta: Pusat Kesehatan Haji
Kementrian Kesehatan RI, 2016.
Power Point KKP Kelas 1 Soekarno-Hatta. Tentang Karantina Kesehatan Jemaah
Haji 2016. Jakarta: KKP Kelas I Soekarno-Hatta, 2016.
Sanie, Abdul. Manajemen Organisasi. Jakarta: Bina Aksara, 1992.
Siagian, Dergibson dan Sugiarto. Metode Statistik Untuk Bisnis dan Ekonomi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Siagian, Sondang P. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005.
Simbolon, Maringan Masry. Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen. Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2004.
Stahhope, Marcia dan Jeanette Lancaster. Perawatan Kesehatan Masyarakat.
Bandung: UPAD, 1990.
Subekti. Kitab Undang-Undang. Jakarta, PT Pradnya Paramita, 1990.
Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito, 1980.
Syarifuddin, Amir. Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2010.
109
Thoha, Miftah. Kepemimpinan Dalam Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.
Undang Undang Repunlik Indonesia Nomor 6 Tahun 1962. Tentang Wabah.
Jakarta: Presiden Republik Indonesia, 1962.
Usman, Husain dan Setiady Akbar, Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003.
Wijayanto, Dian. Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2012.
Winardi. Asas-Asas Manajemen. Bandung: Bandar Maju, 2010.
Internet
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 20 September 2016 dari
http://indopos.co.id/sejarah-penentuan-kuota-haji-mengacu-ktt-oki-pada-
1987/
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 20 September 2016 dari
http://republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-
haji/16/03/16/o447id313-menag-kuota-haji-2016-tetap-168800
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 20 September 2016 dari
http://www.beritajakarta.com/read/34022/5628_Jemaah_Haji_DKI_Dibera
ngkatkan_Dalam_15_Kloter#.V_j0LeV97Mw
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 20 September 2016 dari
http://gorontalo.antaranews.com/berita/25109/kemenag-imbau-calon-haji-
antisipasi-musim-
panas?utm_source=fly&utm_medium=related&utm_campaign=news
110
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 20 September 2016 dari
http://www.gomuslim.co.id/read/news/2016/03/18/85/suhu-terpanas-
iringi-musim-haji-2016.html
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 21 September 2016 dari
http://www.academia.edu/8755465/MANAJEMEN_KESEHATAN
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 21 September 2016 dari
http://kbbi.web.id/jemaah
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/haji-tempo-
doeloe/15/08/20/nte2u2257-haji-dan-perlawanan-terhadap-penjajah
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
http://www.kkpsoetta.com/web/profil
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/1
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/16037838
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/16037838
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
http://sejarahkkp.blogspot.co.id/2007/08/karantina-dari-masa-ke-
masa.html
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/10/12282647/sejarah.asrama.haj
i.berawal.dari.wabah.kolera.
111
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
http://asramahajipondokgedejakarta.blogspot.co.id/2011/06/latar-
belakang-pendirian-asrama.html
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
https://myhealing.wordpress.com/2010/06/01/jejak-roda-sejarah-
pelayanan-kesehatan-haji-indonesia/
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/haji.pdf
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
https://jatim.kemenag.go.id/files/jatim/file/file/Haji2016/fpkx1464521568.
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
http://www.kkpsoetta.com/web/profil/page/2
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
http://www.kkpbalikpapan.or.id/index.php/profil/tugas-pokok-dan-
fungsi/11-tugas-pokok-dan-fungsi
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
https://kkp1tanjungpriok.wordpress.com/2010/06/04/bidang-prl/
Artikel diakses pada hari selasa tanggal 22 September 2016 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Dokumentasi
PELAYANAN KLINIK
EDUKASI PAKET OBAT HAJI
PEMAKAIAN GELANG RISTI
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI
ANAMNESA CALON JEMAAH HAJI
PEMERIKSAAN CALON JEMAAH HAJICALON JEMAAH HAJI
PROSES PEMERIKSAAN KESEHATAN AKHIR ONE STOP SERVICE
SISKOHAT KESEHATAN SURVEI KEPUASAN PELANGGAN
Lanjutan Lampiran 1. Foto Dokumentasi
LIMA (5) MEJA UNTUK PEMERIKSAANKESEHATAN JEMAAH HAJI
PAKET OBAT HAJI
AMBULANCEUNTUK
RUJUKANKE RUMAH SAKIT HAJI
AMBULANCE DARI KKP SOEKARNO HATTA AMBULANCE DARI UPT ASRAMA HAJI
RUMAH SAKIT HAJI
POLIKLINIK SEKRETARIAT KESEHATAN
WAWANCARA DENGAN IBUDr. Theresia Hermin, S.W
SELAKU KASIE KESEHATANMATRA DAN LINTAS WILAYAHKKP KELAS I SOEKARNO-HATTA
PELAYANAN KESEHATANDI LAKSANAKAN
DI GEDUNG SERBAGUNA 2
Lanjutan Lampiran 1. Foto Dokumentasi
Lampiran 2. Grafik Jemaah HajiEmbarkasi Jakarta Pondok Gede
Lanjutan Lampiran 2. Grafik Jemaah HajiEmbarkasi Jakarta Pondok Gede
HASIL WAWANCARA
Nama : Rachmat Ohello
Jabatan : Pelaksana Operasional Teknis KKP Soekarno Hatta
Tempat : Gedung D I As Shafa, Asrama Haji Jakarta Pondok Gede
Hari/Tanggal : Selasa, 30 Agustus 2016
Waktu : 08.59 WIB
1. Bagaimana Sejarah Berdirinya Kesehatan Haji Embarkasi?
Tanya dibagian Puskes Haji atau minta buku tentang kesehatan ke
Kementrian Kesehatan yang berada di Kuningan.
2. Untuk Visi, Misi Tim Kesehatan di Embarkasi sendiri bagaimana?
Untuk visi dan misinya mengacu kepada visi misi pusat yaitu KKP
Soekarno Hatta dan semua visi misi kesehatan di seluruh Indonesia sama.
3. Apakah tim kesehatan di Embarkasi semuanya orang KKP Soekarno
Hatta?
Iya, tim kesehatan yang bertugas adalah tim dari KKP Soekarno Hatta dan
KKP Halim Perdana Kusuma sebagai Wilayah Kerja dari Pelabuhan
Soekarno Hatta.
4. Bagaimana susunan pelayanan yang diberikan selama di Gedung
Serba Guna 2 (one stop service)?
Ketika jemaah baru datang dan memasuki Gedung Serba Guna 2 maka
diberi arahan, kemudian diperiksa kesehatannya oleh tim kesehatan yang
menyediakan 5 meja pelayanan untuk perempuan dan 5 untuk laki-laki. Jika
jemaah sakit atau tidak memenuhi kriteria sehat maka diperiksa di
poliklinik, hasil tes pemeriksaannya dibawa ke laboratorium, ketika
sakitnya parah atau tidak bisa ditangani di poliklinik maka dirujuk ke rumah
sakit Haji menggunakan Ambulance yang sudah disediakan oleh kesehatan
Unit Pelaksana Teknis Pondok Gede. Jemaah yang memenuhi kriteria sehat
tanpa harus diperiksa ulang maka diantarkan ke gedung untuk istirahat
menggunakan bus yang telah disediakan.
5. Bagaimana bentuk struktur organisasi Kesehatan haji di Embarkasi?
Bentuk organisasinya berada dibawah PPIH Embarkasi, untuk susunannya
sendiri bisa diminta ke panitia bagian kesehatan.
6. Susunan struktur ini dipilih oleh Kemenag atau Kemenkes?
Susunan dan struktur dari kesehatan sendiri dipilih oleh PusKes haji yang
meminta personil data untuk panitia Embarkasi dan Debarkasi. nanti minta
informasinya di PusKes Haji
7. Ada berapa orang jumlah jemaah dari DKI dan Banten?
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dibagian manifest. Atau setiap selesai
penerimaan kloterbisa ditanyakan ke meja pemeriksaan kesehatan.
8. Bagaimana susunan jadwalnya?
Bisa dilihat di manifest, misalnya jemaah kloter 33 datang tanggal 30
Agustus jam 08.00 berangkatnya besoknya tanggal 31 Agustus.
9. Pembiayaan dan Fasilitasnya bagaimana?
Tanya kepada Pak Yuliandri sebagai ketua bagian Administrasi dan
Keuangan karena ini termasuk proyek, sebenarnya di buku sudah ada.
10. Apa kendala dalam pemeriksaan jemaah pak?
Kendalanya jemaah sering datang terlambat tidak sesuai sama jam yang
telah tercantum di Rencana Jadual Pemberangkatan dan Pemulangan
Jemaah Haji Embarkasi Jakarta (GA) Tahun 1437 H / 2016 M dan kadang
jemaah datangnya tidak sekaligus jadi membuat panitia duduk lama
menunggu.
11. Jumlah jemaah per kloter berapa pak?
Untuk tahun ini menggunakan boeing penerbangan yang kecil, jemaahnya
hanya 388 ditambah petugas jadi totalnya 393. Berbeda dari tahun kemaren
yang mampu mengangkut 450 an jemaah.
12. Faktor pendukung sehingga KKP mampu melaksankan sesuai mandat
dan tugas yang diberikan?
Salah satunya adalah dengan membuka meja yang banyak, yaitu 5 untuk
laki-laki dan 5 untuk perempuan sehingga jemaah tidak terlalu lama
menunggu dan cepat terlayani sehingga bisa cepat istirahat. Untuk faktor
selanjutnya, anda bisa lihat sendiri selama anda melakukan penelitian disini.
TTD
Rachmat Ohello
HASIL WAWANCARA
Nama : Dr. Theresia Hermin SW
Jabatan : Kasi Kesehatan Matra dan Lintas Wilayah KKP Kelas 1 Soekarno
Hatta
Tempat : Gedung SG 1 Poliklinik, Asrama Haji Jakarta-Pondok Gede
Hari/Tanggal : Selasa, 30 Agustus 2016
Waktu : 09.44 WIB
1. Bagaimana proses kesehatan di asrama haji dan aspek-aspek
pelayanan yang diberikan selama di asrama haji?
Jawab: sudah tau tentang PerMenKes 15-16 tahun 2016, PerMenKes yang
terbaru. Mari kita ke Poli saja untuk mengetahuinya.
Aspek yang diperiksa:
a. Mereka (jemaah) akan mendapatkan panggilan sekitar 4-6 bulan untuk
melakukan pemeriksaan pertama di Puskesmas.
b. Jika hasil yang pertama sudah keluar akan digolongkan lagi menjadi 4,
yaitu: Isthito’ah (contohnya jemaah yang sehat, bugar tanpa kendala
dibagian kesehatannya), isthito’ah sementara, tidak isthito’ah sama
sekali (misalnya yang terdapat di PerMenKes ini jemaah itu sakit ginjal
greatnya 4, cuci darah, apalagi komplikasi. Tahun ini sudah tidak
diizinkan untuk berangkat karena perkiraan cuaca disana 47-50 derajat,
tanpa cuci darahpun banyak yang kena Histruk, tahun lalu saja banyak
yang meninggal, isthito’ah dengan pendamping misalnya lansia-lansia
yang butuh pendamping.
c. Setelah pemeriksaan pertama mereka dapat panggilan lagi dari
puskesmas untuk pemeriksaan kedua sekalian suntik meningitis, ini
dilakukan di Puskesmas. Kemudian setelah dilakukan suntik meningitis
dilihat lagi keisthito’ahan mereka. Ini akan mendapatkan rekomendasi
dari puskesmas, jika rekomendasinya sehat maka mereka akan
mengambil surat ke KanWil maka setelah itu akan terbit SPMA (Surat
Panggilan Masuk Asrama). Setelah pemeriksaan kedua jaraknya bisa 1
bulan lebih untuk masuk asrama. Selama 1 bulan ini kesehatan mereka
bisa berubah, seperti kemaren ada yang jatu dan ketabrak, maka hasilnya
akan berubah.
d. Baru yang ketiga di asrama, disini dilakukan lagi pemeriksaan layak
terbang dan menyisir kalau dipemiksaan 1 dan 2 yang lolos
dipemeriksaan padahal mereka tidak isthito’ah. Ada yang kelewat
karena saking banyaknya yang diperiksa, misalnya gagal ginjal. Untuk
tahun lalu gagal ginjal diperbolehkan berangkat tapi untuk tahun ini
sudah tidak diperbolehkan lagi karena pemerintah Arab sudah
memberikan peringatan agar kita tidak terlalu membebani mereka
dengan memberangkatkan jemaah yang tidak isthito’ah.
Memang semua orang berniat untuk meninggal disana tapi kan
kenyataannya tidak bisa begitu. Tahun lalu sekitar 20 orang yang
dievakuasi bahkan 2 bulan yang lalu jemaah asal Padang baru
dipulangkan karena kena Histruk dan untuk semua dana pemulangannya
ditanggung oleh Arab Saudi. Yang jadi titik focus sekarang adalah
jemaah yang TBC dan kumannya masih ada maka tidak akan
diberangkatkan dan untuk yang tidak melakukan suntik maka untuk
sementara akan ditunda. Contoh ada kloter pertama yang belum disuntik
kemudian dilakukan suntik ketika sudah masuk asrama haji maka
keberangkatannya ditunda 10 hari.
Selanjutnya yang tidak bisa diberangkatkan lagi adalah yang HB nya
rendah, dibawah 8,5 karena ini untuk regulasi penerbangan karena di
pesawat suhunya tinggi, jemaah bisa pingsan di atasnya, maka kalau
pingsan pesawat harus force Landing dan jemaah yang pingsan
ditinggalkan. Kalau tidak force landing maka ketika pesawat landing
harus dibawa langsung ke rumah sakit.
2. Kenapa orang hamil tidak boleh berangkat, bu?
Jawab: karena mereka belum di vaksin kecuali yang usia kandungannya 14-
26 Minggu dan sudah di vaksin.
3. Apa saja yang di dapat di meja depan tempat pemeriksaan, bu?
Jawab: Pertama cek kesehatan dan diberi gelang. Gelang hijau untuk lansia
di atas umur 60 tahun dan sehat, gelang merah untuk lansia dan berpenyakit,
gelang kuning untuk jemaah di bawah 60 tahun dan berpenyakit, misalnya
Hipetensi. Kemudian mereka dapat obat-obatan, masker dan sprei (botol)
untuk semprotan air zam-zam.
4. Untuk pembiayannya sendiri di fasilitsi dari mana, bu?
Jawab: kita mendapatkan dari APBN dan untuk obat-obatan di drop oleh
BinFar. Obat-obtanya tidak hanya untuk haji regular tapi haji khusus juga.
Nanti ONH Plus akan mengambilnya kesini. Dari KKP Soekarno Hatta juga
menyediakan obat-obat yang tidak di drop oleh BinFar misalnya obat
khusus yang biasanya dibutuhkan jemaah haji berdasarkan tahun
sebelumnya.
5. Apa kendala untuk pemeriksaan kesehatan ini, bu?
Jawab: Jemaahnya datang terlambat dan kalau DKI jemaahnya datang
sedikit-sedikit.
6. Siapa saja yang memegang organisasi bidang kesehatan di Embarkasi
Jakarta Pondok Gede, bu?
Jawab: disini PPIH asrama Haji, kanwilnya dari kemenag sini, kita hanya
petugas kesehatan dari KKP Soekarno Hatta. Biasanya kalau jemaah dari
Banten maka KKP dan DinKes Banten juga akan mendampingi sampai
masuk asrama haji.
7. Bagaimana sistem perencanaanya, bu?
Jawab: untuk perencaan ini biasanya 1 tahun sebelumnya, untuk perencaan
tahun depan sudah diaudit tahun ini bersama Irjen, Biro perencanaan baru
disahkan jadi RKAKL (Rencana Kerja dan Anggaran-Kementrian
Lembaga) per Januari 2017 akan terbit daftar isian anggaran (DIPA) sebagai
acuan untuk kergiatan 2017 dan disana ada uangnya termasuk uang
transport untuk petugas.
8. Apa faktor pendukung kegiatan ini bu?
Jawab: Koordinasi antara semua pihak yang terlibat seperti Kanwil,
Kemenkes dll. SDM, metode yang dijalankan contoh dibuka 5 meja untuk
melayani, anggaran.
9. Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh tim kesehatan
Embarkasi, bu?
Jawab: Berdasarkan Buku Kesehatan yang ada. Kalau untuk yang
mengawasi tim kesehatan ada Irjen, Komisi VIII, dan ada ISO 2015.
10. Apakah ada bimbingan untuk petugas sebelum masuk asrama haji dan
menjalankan tugasnya, bu?
Jawab: Sebelum masuk Embarkasi ada pelatihan PPIH 2 kali, semua
petugas dilatihdan terintegrasi oleh KanWil, KeMeNag, KeMenKes dan
Dinkes. Semuanya dilatih di Embarkasi. Petugas PPIH juga dilatih.
11. Bagaimana dengan evaluasinya, bu?
Jawab: Biasanya diadakan evaluasi dan pertemuan setelah Embar-Debar
(setelah musim haji selesai).
12. Bagaimana dengan pemeriksaan kesehatan mereka setelah pulang, bu?
Jawab: Kita tim kesehatan diberi waktu 2 jam untuk memeriksa mereka
keseluran (1 kloter), setelah itu baru diberikan paspor mereka.
TTD
Dr. Theresia Hermin SW
HASIL WAWANCARA
Nama : Yuliandri, SKM, M.Kes
Jabatan : Ketua Unit Administrasi dan Keuangan
Tempat : Gedung SG 1 Sekretarian KesehatanAsrama Haji Jakarta-Pondok
Gede
Hari/Tanggal : Kamis, 01 September 2016
Waktu : 11.32 WIB
1. Kapan mulai terbentuknya panitia kesehatan haji pak?
Jawab: Berdasarkan permintaan dari Puskes haji yang meminta data panitia
untuk Embarkasi dan Debarkasi. mereka mengeluarkan surat perintah untuk
membentuk personil untuk seluruh Indonesia. Untuk mengetahui awal
terbentuknya tanya di Puskes Haji.
2. Bagaimana dengan struktur PPIH bidang kesehatan Embarkasi
Jakarta Podok Gede nya pak?
Jawab: Untuk strukturnya, sama seperti Embarkasi di seluruh Indonesia.
3. Bagaimana dengan perencananya pak?
Jawab: Sebelum jamah masuk asrama maka semua personil sudah
menyiapkan semua kebutuhannya, bahkan sampai ke ATK sudah disiapkan
seluruhnya. Sebelum hari H diundang semua pihak yang terlibat untuk
menjelaskan kinerjanya.
TTD
Yuliandri, SKM, M.Kes
HASIL WAWANCARA
Nama : Arif
Jabatan : Bagian Kesehatan Ambulance dan UPT Asrama Haji
Tempat : Rumah Sakit Haji Jakarta-Pondok Gede.
Hari/Tanggal : Kamis, 01 September 2016
Waktu : 15.48 WIB
1. Sekarang langsung ngejemput jemaah pak?
Tidak, ini mau mengantarkan jemaah yang sakit dan yang mau dirujuk.
2. Apa hubungan KKP dengan petugas ambulance Pondok Gede pak?
Kita (bagian ambulance AsHaj) membantu KKP untuk merujuk jemaah
yang harus dibawa ke rumah sakit, kemudian setelah selesai di rawat maka
kita antarkan lagi kebagian KKP dan kita uruskan keberangkatannya. Jika
ditunda maka dicarikan seat yang kososng di kloter berikutnya. Selain itu
kita yang dibagian ambulance juga bertugas mengantarkan mereka yang
sakit ke penginapannya setelah diperiksa di ruangan steril (GSG2). Jika
tidak sesuai kondisi jemaah dengan kamarnya maka kita uruskan lagi
perpindahan kamarnya kebagian petugas gedung. Misalnya ada jemaah
yang memakai kursi roda dan ditempatkan di lantai 3 sedangkan tidak ada
lift kecualai gedung D3, maka kita usahakan untuk dipindahkan ke bawah.
3. Apa kendala bapak dalam menangani jemaah?
Dengan adanya peraturan baru tapi masih kurang sosialisasinya, maka
jemaah yang tidak layak terbang memaksakan diri untuk tetap berangkat,
bahkan sudah dirujuk tapi mereka tetap tidak percaya dengan aturan baru
yang kalau penyakit yang mereka derita tidakboleh berangkat tidak seperti
tahun sebelumnya. Dan diharapkan tahun berikutnya ada dari pihak KKP
yang menemani jemaah ketika dirujuk karena kalau dari kita orang KanWil
tidak nyambung dengan keilmuwan kita. Sebaiknya orang kesehatan
langsung biar tau keadaan pasien dan obat-obtanya. Ketika jemaah yang
sakitbertanya kita tidak bisa menjawab makanya diharapkan pihak KKp
juga ikut menemani. Kemudian kekurangan ambulance dan tidak ada
oksigen yang tersedia di dalam ambulance.
4. Berapa ambulance yang tersedia pak?
Untuk yang dirujuk hanya 1 ambulance, jadi kita harus bolak balik dan
jemaah agak lama menunggu. Ambulance yang dari KKP ada, tapi
digunakan untuk merujuk ke RSPI Suryanti Saroso dan untuk mengiringi
jemaah ke bandara Halim Perdanakusuma.
TTD
Arif