Upload
hawinnarindra32
View
141
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
skripsi
Citation preview
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI KOTA MALANG
(STUDI DI MALANG CORRUPTION WATCH)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh
Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum
Oleh:
ANGGA ARIO PRASETYO
1050100111112
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Semakin berkembangnya peradaban dunia menuju ke era modernisasi
membawa dampak besar terhadap kehidupan masyarakat. Begitupun dengan bentuk–
bentuk kejahatan yang senantiasa mengikuti alur perkembangan zaman.Korupsi
adalah salah satu jenis kejahatan yang berkembang dalam masyarakat yang sama
dengan jenis kejahatan lain, yang menjadi permasalahan utama adalah meningkatnya
korupsi seiring dengan kemajuan, kemakmuran, teknologi dan budaya masyarakat1
hal tersebut sudah menjadi permasalahan berbagai bangsa di dunia.
Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai disetiap bidang
kehidupan masyarakat baik dibidang ekonomi, hukum, sosial budaya maupun politik.
Fakta adanya sejarah membuktikan bahwa hampir setiap negara dihadapkan pada
masalah korupsi 2. Masalah korupsi sebenarnya bukanlah masalah baru di indonesia,
karena sudah ada sejak era tahun 1950-an. Bahkan berbagai kalangan menilai bahwa
korupsi telah menjadi bagian dari kehidupan, menjadi suatu sistem dan menyatu
dengan penyelenggaraan pemerintahan negara3.
1 Arifin Rada, Kecurangan Dalam Birokrasi Pemerintahan Pemicu Terjadinya Tindak Pidana Korupsi, Bayumedia, Malang, 2009. hlm 5.2 Evi hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Gravika, Jakarta, 2005, hlm 24.3 Chaerudin, syaiful ahmad dinar, syarif fadillah, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm 1.
1
2
Permasalahan korupsi di indonesia sudah semakin banyak terjadi sehingga hal
ini dapat ditemui pada segala sektor pemerintahan mulai dari lembaga-lembaga tinggi
Negara baik legislatif, ekskutif maupun yudikatif hingga ke BUMN. Dan mulai dari
pejabat kecil hingga pejabat tinggi tersandung kasus korupsi.
Dari hasil survei yang dilakukan The Political and Economic Risk
Consultancy Ltd (PERC), Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara
terkorup se-Asia4. Hal ini mengindikasikan tidak optimalnya peraturan hukum yang
telah dibuat oleh pemerintah mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi,
beberapa peraturan yang telah dibuat, yakni :
1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas
Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pemerintah dalam memaksimalkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagai upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi diwujudkan dalam bentuk menjalankan isi
4 Indonesia Coruption Watch, Indonesia Negara Paling Korup di Asia, http://www.antikorupsi.org/id/content/perc-indonesia-negara-paling-korup-di-asia (online) diakses 25 November 2013
3
peraturan Undang-undang tersebut sebagai bentuk kontrol agar angka tindak pidana
korupsi dapat ditekan seminimal mungkin sehingga dapat mewujudkan negara yang
bersih dan bebas korupsi.
Dalam kaitanya dengan penegakan hukum terdapat tiga unsur elemen yang
tidak dapat dipisahkan dari penegakan hukum itu sendiri karena berkaitan erat dengan
adanya suatu sistem yang tidak dapat saling dipisahkan, diataranya adalah struktur,
substansi dan budaya. Di dalam penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi
tentunya tidak dapat dilepaskan dati tiga hal tersebut.Salah satuelemen yang tidak
boleh dikesampingkan oleh pemerintah adalah budaya atau cultureyang dalam hal ini
adalah peran serta masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam usaha
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, masyarakat mempunyai hak
dan tanggung jawab untuk berperan serta dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi5,
Sebagaimana dalam pasal 41 ayat (3) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999
jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi, yang menyatakan bahwa : “Masyarakat dapat berperan serta mempunyai
hak dan tanggung jawab dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi”. Hal ini
terwujud melalui adanya peran serta masyarakat melalu Lembaga Swadaya
Masyarakat yang dibentuk oleh beberapa elemen masyarakat sebagaimana yang telah
diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.
5 Nyoman Serikat Putra Jaya, Tindak Pidana Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme Di Indonesia, Badan Penerbit Undip, Semarang, Hlm. 61.
4
Adapun mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan lembaga
swadaya masyarakat dalam bentuk pelaporan dalam mencegah dan pemberantasan
tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian
Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
menyatakan bahwa “setiap orang, organisasi masyarakat atau lembaga swadaya
masyarakat berhak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan
telah terjadi tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran serta pendapat kepada
penegak hukum dan atau komisi mengenai tindak pidana korupsi”. Berkaitan dengan
hal tersebut masyarakat ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat dapat memberikan
perananya terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai
dengan amanat peraturan tersebut.
Di Kota Malang tindak pidana korupsi merupakan suatu hal yang menjadi
perhatian utama baik dari masyarakat maupun lembaga swadaya masyarakat di Kota
Malang. Korupsi yang terjadi di kota malang sudah mencapai tahap yang sangat
mekhawatirkan sehingga perlu adanya kontrol baik dari masyarakat maupun lembaga
swadaya masyarakat sebagai salah satu unsur dalam penegakan hukum.Sebagai
perwujudan masyarakat yang demokrasi dalam kaitanya mewujudkan pemerintahan
yang bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme di Kota Malang, masyarakat telah
membentuk berbagai macam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dimana
Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai lembaga sosial yang independent yang juga
mempunyai peran dalam pemberantasan dan penanggulangan masalah korupsi.
5
Namun dari sekian banyak Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Kota
Malang, hanya sedikit yang memfokuskan dalam pengawasan dan pemantauan kasus
korupsi di Kota Malang. Salah satu kembaga swadaya masyarakat penggiat anti
korupsi di Kota Malang yang bergerak secara sistematis dan terorganisir adalah
Malang Corruption Watch (MCW)6 yang memang bergerak dalam pengawasan
tentang korupsi yang terjadi di Kota Malang dengan melakukan berbagai kegiatan
terkait masalah pengawasan, pemberantasan dan penanggulangan tindak pidana
korupsi.
Malang Corruption Watch yang digagas sebagai lembaga publik yang
independen dalam peranannya telah berpartisipasi dalam pengungkapan beberapa
kasus yang diantaranya adalah pengungkapan kasus DPRD Kota Malang periode
1999-2004 yang dilakukan oleh Dra Sri Rahayu senilai Rp 21 M di DPRD Kota
Malang. selain itu untuk saat ini Malang Corruption Watch juga sedang melakukan
analisa secara mendalam terhadap beberapa instansi yang diduga melakukan tindak
pidana korupsi, diantaranya adalah Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan
Pengawasan Bangunan (DPUPPB) yang bertanggung jawab atas mangkraknya
pembangunan jembatan Kedungkandang, dinas perhubungan (DISHUB) yang
tersangkut dugaan mark-up pengadaan paku jalan, dinas kesehatan yang diduga
6 Malang corruption watch adalah salah satu lembaga penggiat anti korupsi di kota Malang yang bergerak dalam masalah pengawasan, pemberantasan dan penanggulangn tindak pidana korupsi di wilayah Malang raya. Untuk selanjutnya penyebutan Malang Corruption Watch disebutkan penulis menjadi “MCW”
6
melakukan praktek curang dengan tim apprasial untuk memark-up pengadaan lahan
RSUD serta Dinas Pendidikan yang menjual buku panduan kurikulum 20137.
Jika merujuk pada pandangan Karklins dimana “Anti-corruption work among
public administrator and high level official can help, but in the long run, the
mobilization of democratic forces from below and the forging of civil society is the
decisive way to contain corruption in democratic society8”, yang diterjemahkan
berarti Karya Anti-korupsi di kalangan administrator publik dan pejabat tingkat tinggi dapat
membantu, tetapi dalam jangka panjang, mobilisasi kekuatan demokrasi dari bawah dan
tempaan masyarakat sipil adalah cara menentukan mengandung korupsi dalam masyarakat
demokratis. Maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pengalama menguatnya
partisipasi publik akan berdampak pada terjadinya transparansi dan akuntabilitas
pemerintahan.
Bentuk penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh Malang Corruption Watch telah dilakukan dengan berbagai macam
cara terkait masalah korupsi baik secara langsung maupun secara tidak langsung juga
dengan upaya preventif maupun represif yang telah dilakukan terdapat berbagai
macam hambatan dan kendala yang dihadapi malang curruption watch dalam
penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut
7 Berdasarkan hasil pra-survey yang diperoleh penulis melalui wawancara dengan Akmal Adi Cahya, Ketua sekertariat Malang Coruption Watch (11 Maret 2014)8 Karklins, Rasma,Anti-Corruption Incentives and Constituencies in the Post-Communist Region, Paper for Workshop 1 : Creating a Trustworthy State, Collegium Budapest, Draft, September 2002, p.1
7
Penaggulangan dan pemberantsan tindak pidana korupsi yang dilakukan
Malang Corruption Watch tentunya mengalami berbagai macam kendala dan
hambatan yang dialami akan tetapi malang corruption watch juga melakukan upaya
dan pengembangan terkait dengan masalah dan kendala yang dihadapi guna
memaksimalkan perananya sebagai salah satu elemen bagian dari penegakan hukum
terkait masalah penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi khususnya
yang ada di kota Malang.
Berdasarkan dari hal tersebut menurut penulis merasa perlu menganggkat dan
tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam peranan Lembaga Swadaya
Masyarakat terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Malang Corruption
Watch melalui sebuah penelitian lebih lanjut berjudul “PERAN LEMBAGA
SWADAYA MASYARAKAT DALAM UPAYA PENAGGULANGAN TINDAK
PIDANA KORUPSI DIKOTA MALANG (Studi di Malang Corruption
Watch)”. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sebelumya yang berada di
dalam tabel orisinalitas sebagai berikut ini
8
Table 1.1.
Orisinalitas Penelitian
NoTahun
PenelitianNama Peneliti
dan asal instansiJudul Penelitian Rumusan Masalah Ket
1 2007 Riris Dwi Handayani, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Realita Penerapan Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-undang No 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang No 20 Tahun 2001 Mengenai Peran Serta Masyarakat dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi (Studi di LSM “SOMASI” Blitar)
1. Bagaimana penerapan pasal 41 dan 42 Undang-undang No. 31 Jo Undang-undang No 20 Tahun 2001 oleh lembaga swadaya masyarakat SOMASI dalam melakukan peran sertanya memberantas tindak pidana korupsi?
2. Apa kendala-kendala yang dihadapi lembaga swadaya masyarakat SOMASI dalam peran setanya memberantas tindak pidana korupsi?
3. Bagaimana upaya penaggulangan yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat SOMASI dalam peran sertanya memberantas tindak pidana korupsi?
2 2008 Norman Rahmadani, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Optimalisasi Kinerja Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) dalam Mencegah dan Menanggulangi Tindak Pidana Korupsi ( Studi di Kantor Bawasda Kabupaten Pasuruan)
1. Bagaimana upaya badan pengawas daerah dalam mengoptimalkan perananya mencegah dan menaggulangi tindak pidana korupsi di Kabupaten Pasuruan?
2. Bagaimana pelaksaan BAWASDA dalam mengoptimalkan perananya untuk mencegah dana
9
menanggulangi tindak pidana korupsi?
3. Apa kendala yang dihadapi oleh pihak Badan Pengawas Daerah Kabupaten Pasuruan dalam menangani korupsi?
3 2014 Angga Ario P, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Peran Serta Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Penaggulangan Tindak Pidana Korupsi di Kota Malang (Studi di Malang Corruption Watch)
1. Bagaimana peran serta lembaga swadaya masyarakat “ Malang Corruption Watch” terhadap upaya pencegahan korupsi di Kota Malang?
2. Apa kendala lembaga swadaya masyarakat “Malang Corruption Watch” terhadap upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Kota Malang ?
3. Bagaimana upaya lembaga swadaya masyarakat “Malang Corruption Watch” dalam mengatasi kendala pencegahan tindak pidana korupsi di Kota Malang ?
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran serta lembaga swadaya masyarakat “ Malang Corruption
Watch” terhadap upaya pencegahan korupsi di Kota Malang?
10
2. Apa kendala lembaga swadaya masyarakat “Malang Corruption Watch”
terhadap upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Kota Malang ?
3. Bagaimana upaya lembaga swadaya masyarakat “Malang Corruption Watch”
dalam mengatasi kendala pencegahan tindak pidana korupsi di Kota Malang ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui peran serta lembaga swadaya masyarakat “ Malang
coruption watch” terdahadap upaya penanggulangantindak pidana korupsi di
Kota Malang.
2. Untuk mengetahui dan memahami kendala lembaga swadaya masyarakat
“malang coruption watch” terhadap upaya penanggulangan tindak pidana
korupsi di Kota Malang.
3. Untuk mengetahui upaya lembaga swadaya masyarakat “malang coruption
watch” dalam mengatasi kendala penaggulangan tindak pidana korupsi di
Kota Malang.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini baik secara teoritis maupun secara
praktis adalah:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis penulisan skripsi ini dapat memberikan gambaran dan
wacana bagi perkembangan ilmu hukum yang berkaitan dengan peran
11
lembaga swadaya masyarakat dalam penaggulangan tindak pidana korupsi
yang berada di Kota Malang.
2. Secara Praktis
Secara praktis manfaat penulisan karya ilmiah ini meliputi :
a. Bagi Pemerintah
Sebagai tambahan informasi dan saran, bahan rujukan baik
oleh pihak pemerintah daerah maupun pemerintah pusat serta aparat
penegakan hukum tentang pelaksanaan pengawasan penanggulangan
tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh lembaga swadaya
masyarakat sebagai bagian dari elemen-elemen penegakan hukum.
b. Bagi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Sebagai bahan informasi dan wacana LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dan rujukan
dalam melakukan upaya penanggulangan tindak pidana korupsi di
wilayah Kota Malang
c. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh,
mengumpulkan data dan memberikan tambahan pengetahuan,
informasi, wacana dan kajian mengenai peran lembaga swadaya
masyarakat dalam penaggulangan tindak pidana korupsidi Kota
Malang
d. Bagi Masyarakat
12
Sebagai tambahan infromasi, wacana dan pengetahuan bagi
msyarakat tentang peranan masyarakat dalam penanggulangan tindak
pidana korupsi melalui Lembaga Swadaya Masyarakat dalam
penanggulangan tindak pidana korupsi yang berada di Kota Malang.
.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mempermudah memperoleh gambaran mengenai isi skripsi yang akan
ditulis, maka penulis akan mebagi secara sistematis dalam lima bab dengan perincian
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan secara keseluruhan penulisan skripsi
yang terdiri dari latar belakang permasalahan yang diangkat, rumusan masalah
yang akan diangkat, tujuan penelitiandan manfaat penelitian.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai teori yang akan dijadikan pisau
analisis dan membahas hasil penelitian yang akan memberikan penjelasan
informatif memuat paparan tentang pengertian dari tindak pidana korupsi,
peran serta masyarakat, peran serta lembaga swadaya masyarakat,
penaggulangan korupsi.
BAB III : METODE PENELITIAN
13
Dalam bab ini akan diuraikan tentang pendekatan, lokasi penelitian, jenis dan
sumber data, teknik pengumpulan data yang digunakan, populasi dan sampel,
teknik analisa data serta definisi oprasional.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum tentang hasil
penelitian mengenai peran serta, kendala serta upaya mengatasi kendala dari
lembaga swadaya masyarakat malang corruption watch dalam penaggulangan
tindak pidana korupsi di Kota Malang.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab V ini merupakan bab penutup, yang berisikan kesimpulan dari
hasil pembahasan bab sebelumya dan saran-saran yang dapat diberikan dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Umum Tentang Tindak Pidana Korupsi
1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam buku
pidana belanda yaitu strafbaar feit walaupun istilah ini terdapat dalam
WvS Belanda,dengan demikian juga terdapat dalam WvS Hindia Belanda
(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) akan tetapi tidak ada penjelasan
resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. 9 Pada
dasarnya terdapat dua unsur pembentuk kata dalam strafbaar feit dalam
tata bahasa belanda yaitu strafbaar dan feit, unsur kata feit dapat diartikan
sebagai sebagaian dari kenyataan sedangkan dalam kata strafbaar berarti
dapat dihukum secarah harfian perkataan strafbaar feit dapat diartikan
sebagai sebagaian dari kenyataan yang dapat dihukum.10
Strafbaar feit tidak hanya diistilahkan sebagai tindak pidana atau
sebagaian kenyataan yang dapat dihukum tetapi terdapat banyak
perumusan instilah dan penegertia lainya mengenai kata ini yang
diungkapkan oleh beberapa ahli hukum. Menurut Wiryono prodjodikoro
memberikan pengertian tindak pidana sebagai “pelanggaran norma –
norma dalam tiga bidang hukum lain, yaitu hukum perdata, hukum
9 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta, Raja Gravindo Persada, 2005, hlm.6710 Evi Hartati, Op.cit. hlm.5
15
ketatanegaraan dan hukum tata usaha pemerintah, yang oleh pembentuk
undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana.11 Bahwa sifat-
sifat yang ada dalam setiap tindak pidana adalah sifat melanggar hukum
sehingga dimungkinkan tiada pidana tanpa sifat melanggar hukum.
Secara umum untuk dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan atau
tindakan pidana itu harus memenuhi beberapa unsur. Ada dua syarat yang
harus dipenuhi agar suatu perbuatan atau tindakan pidana yaitu syarat
formil dan syarat materiil. Syarat formil menyatakan bahwa suatu
tindakan atau pernuatan tersebut telah memenuhi rumusan undang-
undang. Syarat materiil menyatakan bahwa suatu tindakan atau perbuatan
itu harus melawan hukum.12 Dan beberapa pendapat ahli mengenai unsur-
unsur tindak pidana ini berbeda-beda namun pada hakikatnya terdapat
persamaan yakni tidak memisahkan antara unsur-unsur perbuatanya
dengan unsur mengenai dirinya.13
2. Pengertian Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corrupti atau corruptus yang
secara harfiah berarti kebususkan, kebejatan, tidak jujur, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata yang menghina
11 Wirjono Pradjodikoro, Tindak Pidana Tertentu diIndonesia, Bandung, Refika Aditama, 2003. hlm.112 Masruchin Ruba’i, Asas-Asas Hukum Pidana, UM Pres, Malang, 2001, Hlm 2113 Ibid,, Hlm 81
16
atau memfitnah sebagaimana dapat dibaca dalam The Lexion Webster
Dictionary.14
Selanjutnya disebutkan bahwa coruptio itu berasal dari kata asal
corrumpere, suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. dari bahasa latin
itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris: Corruptio, Corrupt;
Perancis: Coruption; dan Belanda: Corruptie (Koruptie). Dapat dikatakan
bahwa dari bahasa belanda inilah turun ke bahsa Indonesia: Korupsi.15
Ditinjau dari sudut bahasa kata Korupsi berarti kemerosotan dari yang
semua baik, sehat dan benar menjadi penyelewengan, busuk. Kemudian
ati kata korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa
Indoensia itu, disimpulkan oleh Poerwodarminto dalam kamus bahasa
Indonesia bahwa kata korupsi untuk perbuatan yang busuk, seperti
penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya.16
Di Malaysia terdapat juga peraturan anti korupsi akan tetapi di
Malaysia tidak digunakan kata “Korupsi” melainkan dipakai kata “resuah”
yang tentunya berasal dari bahasa Arab “Riswah” yang menurut kamus
Arab – Indonesia artinya sama dengan Korupsi17
14 Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahanya, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama 1984, hlm. 715 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2006, hlm. 416 W.J.S Poerwodiminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 197617 Andi Hamzah, Op.cit, hlm. 6
17
Dari beberapa pakar pengertian Korupsi dapat diartikan sebagai
berikut:18
Pengertian korupsi menurut Gunar Myrdal adalah:
“ To include not only all forms of improper of selfish exercise of
power and influence attached to a public office or the special
position one occupies in the public life but also the activity of the
bribers”
“ korupsi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak patut yang
berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas-aktivitas pemerintahan atau
usaha –usaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak
patut serta kegiatan lainya seperti penyogokan”
Gurnar Myrdal tampaknya menggunakan istilah korupsi dalam
arti luas yang meliputi juga kolusi dan nepotisme, maka Helbert
Edelherz lebih suka menggunakan istilah white collat crime untuk
perbuatan pidana korupsi. Di dalam buku Helbert Edelherz berjudul
The Insvestigation of White Collar Crime, A Manual for Law
Enforcement Agecies, perbuatan pidana korupsi disebutkan sebagai
berikut:
18 Ermansjah Djaja, Mendisain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi “Implikasi Putusan Mahkama Konstitusi Nomor 012-016-019/PPU-IV/2006, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm. 21-22
18
“ White collar crime: an illegal act or service of illegal acts
commited by nonpysical means and by cocealment or guide, to
obtain obtain business or personal advantage”
“ kejahatan kerah putih: suatu perbuatan atau serentetan perbuatan
yang bersifat ilegal yang dilakukan secara fisik, tetapi dengan akal
bulus/terselubung untuk mendapatkan uang atau kekayaan serta
menghindari pembayaran/pengeluaran uang atau kekayaan atau
untuk mendapatkan bisnis/keuntungan pribadi”
Istilah korupsi dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia baru dikenal kali pertama dalam Peraturan Penguasa Perang
Kepala Staf Angkatan Darat tanggal 16 April 1958 No.
Prt/Peperpu/013/1958 (BN No.40 Tahun 1958) yang diberlakukan
pula bagi penduduk dalam wilayah kekuasaan angkatan laut. 19
Kemudian dimasukan juga dalam Undang-undang Nomor 24/prp/1960
tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak pidana
Korupsi, yang kemudian dicabut dan digantikan oleh Undang-undang
No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi,
yang kemudian digantikan dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 dan selanjutnya diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001.
19 Adami Chazawi, Hukum pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Banyumedia, 2005, hlm. 3
19
3. Jenis dan Macam Tindak Pidana Korupsi
Di dalam bukunya Ermansjah Djaja membagi tipe-tipe tindak
pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaiamana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 terbagi menjadi 7 (tujuh) jenis tipe atau kelompok20 :
(a) Tipe Tindak Pidana Korupsi “Murni Merugikan Keuangan
Negara”
Tindak pidana korupsi “murni merugikan keuangan
negara” adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang,
pegawai negeri sipil, dan penyelenggara negara yang secara
melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
dengan melakukan perbuatan mmemperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
(b) Tipe Tindak Pidana Korupsi “Suap”
Tindak pidana korupsi “suap” pada prinsipnya tidak
berakibat langsung pada kerugian keuangan negra ataupun
perekonomian negara, karena sejumlah uang ataupun benda
berharga yang diterima oleh pegawai negeri sipil atau
penyelenggara negara sebagai hasil dari perbuatan melawan
20 Ermansjah Djaja, Op.cit, hlm. 59
20
hukum untuk memperkaya diri sendiri bukan berasal dari uang
ataupun aset negara tetapi melainkan dari uang atau aset orang
yang melakukan penyuapan dengan kesepakatan kedua belah
pihak .
(c) Tipe Tindak Pidana Korupsi “Pemerasan”
Berbeda dengan tipe tindak pidana korupsi lainya
dalam tindak pidana korupsi “pemerasan” yang berperan aktif
adalah pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara yang
meminta bahkan cenderung melakukan pemerasan kepada
msyarakat yang memerlukan layanan maupun bantuan pegawai
negeri sipil atau penyelenggara negara tersebut, disebabkan
ketidak mampuan secara materiil masyarakat yang
memerlukan layanan atau bantuan pegawai negeri sipil atau
penyelenggara negara sehingga terjadi tindak pidana
“pemerasan”.
(d) Tipe Tindak Pidana Korupsi “Gratifikasi”
Berbeda dengan tipe tindak pidana korupsi lainya
dalam tindak pidana korupsi “gratifikasi” tidak terjadi
kesepakatan atau “deal” berapa besar nilai uang atau benda
berharga dan dimana uang atau benda berharga tersebut
dilakukan penyerahan serta siapa dan kapan uang atau benda
berharga tersebut diserahkana antara pemberi gratifikasi
dengan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
21
menerima gratifikasi. Karena sifatnya gratifikasi adalah
pemberian dalam arti luas, dimana pegawai negeri sipil atau
penyelenggara negara bersifat pasif dan yang lebih aktif adalah
pemberi gratifikasi.
(e) Tipe Tindak Pidana Korupsi “Penyerobotan”
Dalam tindak pidana korupsi “penyerobotan” yang
berperan aktif adalah pegawai negeri sipil atau penyelenggara
negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah
menggunakan tanah negara yang diatasnya terdaat hak pakai,
seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya
bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
(f) Tipe Tindak Pidana Korupsi “Percobaan, Pembantuan dan
Permufakatan”
Tindak pidana korupsi “percobaan, pembantuan dan
permufakatan” dilakukan masih atau hanaya dalam tahap
percobaaan , pembantuan dan permufakatan untuk
melakukan tindak pidana korupsi, sehingga sangsi hukum
terhadap tindak pidana ini umumnya dikurangi 1/3 (satu
pertiga) dari ancaman pidananya, seperti dijelaskan dalam
penjelasan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
22
1999 juncto Undang-Undang 20 Tahun 2000 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(g) Tipe Tindak Pidana Korupsi “Lainnya”
Tindak pidana korupsi “lainnya” adalah peristiwa atau
perbuatan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi,
yaitu perbuatan yang dengan sengaja mencegah,
merintangi, atau menggagalkan secara tidak langsung
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun saksi
dalam perkara pidana.
B. Kajian Umum Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Upaya
Pencegahan Tindak Pidana Korupsi
1. Pengertian Masyarakat
Definisi menganai masyarakat ini ada bermacam-macam tergantung
kepada sudut pandang masing masing sarjana sosial di dalam buku
Miriam Budiarjo disebutkan beberapa, antara lain:
1. Menurut Robert Maciver masyarakat adalah suatu sistem
hubungan-hubungan yag ditertibakan
2. Menurut Harold J.Laski masyarakat adalah sekelompok manusia
yang hidup dan berkerjasama untuk mencapai terkabulnya
keinginan-keinginan mreka bersama. Dari pendefinisian tersebut
23
dapat disimpulkan bahwa masyarakat mecakup semua hubugan
dan kelompok dalam suatu wilayah21
2. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat
Lembaga swadaya masyarakat adalah sebuah organisasi yang
didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang yang secara suka
rela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan
memperoleh keuntungan dari kegiatanya. LSM yang dikenal saat ini,
sesungguhnya merupakan metamorfosis dari beberapa istilah yang
dikenal sebelumnya. Polpularitas penyebutan LSM bergantung pada
tekanan pemberian arti pada komunitas ini yang dikaitkan dengan
paradigma politik aktual. 22
Pengertian LSM (Lmbaga Swadaya Masyarakat) menurut
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 pasal 2 ayat 1 adalah suatu
organisasi masyarakat yang berhak untuk memperoleh, mecari dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana
korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak
hukum atau komisi mengenai perkara tindak pidana korupsi.
Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) dikenal pula dengan
sebutan organisasi Non-Pemerintah ( Non-Governmental Organization
). LSM merupakan organisasi yang dibentuk oleh kalangan masyarakat
21 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 201122 Wismulyani Endah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Saka Mitra Kompetisi, Klaten, 2011, hlm. 10
24
yang bersifat mandiri. Organisasi seperti ini tidak menggantungkan
diri pada pemerintah atau negara, terutama dalam dukungan dana dan
sarana prasarana, meskipun tidak dimungkinkan pemerintah tidak
jarang memberikan fasilitas penunjang dan penopang.
3. Peran Serta Masyarakat Dalam Pencegahan Tindak Pidana
Korupsi
Pengertian tentang peran serta masyarakat adalaha keikut
sertaan masyarakat dengan sadar dlaam suatu program atau kegiatan
pembangunan. Peran serta masyarakat dianggap sebagai tolak ukur
dalam menialai suatu kegiatan atau program dilaksanakan merupakan
upaya pemberdayaan masyarakat atau bukan. Jika masyarakat tidak
diberikann kesempatan untuk berperan serta atau berpartisipasi dalam
kegiatan pembagunan, maka kegiatan tersebut esensinya tidak
merupakan suatu upaya pemberdayaan masyarakat.23
Peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam pemberantasantindak pidana korupsi
berdasarkan ketentuan dalam Pasal 41 dan 42 Bab V tentang Peran
Serta Masyarakat dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 :24
Pasal 41:
23 Komsis Pemberantasan Korupsi, Mengenali dan Memberantas Korupsi, KPK, Jakarta, 2006, hlm 31
24 Ermansjah Djaja, Loc.cit.
25
“(1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:
a. Hak mencari memperoleh dan memberikan
informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana
korupsi;
b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari,
memperoleh, dan memberikan informasi adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada
penegak hukum yang menangani perkara tindak
pidana korupsi;
c. Hak menampilkan saran dan pendapat secara
bertanggung jawab kepada penegak hukum yang
menangani perkara tindak pidana korupsi;
d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan
tentang laporannya yang diberikan kepada penegak
hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari;
e. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam
hal;
26
1) melaksanakan haknya sebgaimana dimaksud
dalam huruf a, b, dan c;
2) diminta hadir dalam proses penyelidikan,
penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai
saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya
mecegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
(4) Hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dan (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh
pada asas-asas atau ketentuan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dengan menaati norma agama dan norma sosial lainya.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta
masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam
pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah”.
Pasal 41:
27
“(1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota
masyarakat yang telah berjasa memebantu upaya
pencegahan, pemberantasan atau pengunggkapan tindak
pidana korupsi.
(2) Ketentuan mengenai penghargaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah”.
Di dalam aspek pokok rancangan undang-undang
perencanaan penganggaran ada salah satu aspek penting dalam
melibatkan peran serta masyarakat ataupun lembaga swadaya
masyaakat dalam proses perancanaan penganggaran negara
yaitu :
1. Masyarakat memberikan koreksi,penialian dan analisis
berdasarkan pada kondisi aktual permasalahan, dan
selanjutnya memberikan masukan efektif sesuai dengan
konteks dan kisaran pembiayaaan yang efesien dalam
pelaksanaan suatu kegiatan.
2. Keterlibatan masyarakat setidaknya juga akan mengurangi
peluang dan mempersempit ruang konspirasi antara aparat
birokrasi pemerintah dengan kalangan anggota legislatif
dalam perumusan penetapan anggaran.
28
3. Keterlibatan tersebut merupakan bentuk pengawalan
terhadap berbagai hasil kesepakatan yang dicapai dalam
proses musrembang dengan arah dan kebijakan sesuai
dengan pembiayaan,anggaran dan program.25
4. Peran Serta Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Pencegahan
Tindak Pidana Korupsi
Fungsi dan tugas wewenang LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 tetang
peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
disebutkan bahwa salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam
membantu memberantas tidak pidana korupsi yaitu dengan
membentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Yang mempunyai
fungsi antara lain:
1. Melaksanakan kontrol sosial kepada aparat penegak hukum
dalam kinerjanya untuk memberantas tindak pidana
korupsi.
2. Sebagai tempat penampung aspirasi dari masyarakat.
3. Mencari informasi adanya dugaan telah terjadinya tindak
pidnaa korupsi.
4. Memberikan dan menginformasikan adanya dugaan teah
terjadi tindak pidana korupsi kepada aparat penegak
25 Surahmi dan Suhandi, Strategi dan Teknik Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm.126
29
hukum.
5. Menyampaikan saran atau pendapat, serta tanggung jawab
kepada penegak hukum.
Tugas dan wewenang LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
terdapat dua kategori yaitu secara umum dan khusus. Yang secra
umum adalah:
1. Bahwa LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat )
mempunyai tugas dan wewenang sebagai kontrol sosial
atau mengawasi terhaap kinerja aparat penegak hukum
dlam memberantas tinda pidna korupsi.
2. Mencari informasi adanya dugaan telah terjadinya tinda
pidana korupsi.
3. Memberikan informasi adnaya dugaan telah terjadinya
tindak pidna korupsi.
4. Menyampaikan saran dan pendapat kepada aparat
penegak hukum
5. Harus bertanggung jawab dalam mengumpulkan fakta
dan kejadian yang sebenarnya dengan menaati dan
menghormati aturan-aturan moral yang diakui umu
serta hukum dan peratura-perundang-undangan yang
berlaku.
30
Sedangkan tugas dan wewenang LSM (Lembaga Swadya
Masyarakat) secara umum adalah:
1. Dengan mengadakan koordinasi serius dengan aparat
penegak hukum.
2. Dapat mengadakan ujuk rasa terhadap aparat penegak
hukum yang kurang tegas dalam kinerjanya
memberantas tindak pidana korupsi.
3. Melaporkan kendala-kendala kepada aparat penegak
hukum yang lebih tinggi dalam hierarkinya.
C. Kajian Umum Tentang Penaggulangan
1. Penaggulangan kejahatan
Penagulangan kejahatan adlaah mencakup kegiatan mencegah
sebelum terjadi dan memperbaiki pelaku yang dinyatakan bersalah dan
dihukum di penjara atau lembaga permasyarakatan.26 Akan tetapi menurut
pendapat pery bahwa efektifitas kejahatan hanya mungkin dapat dicapai
dengan adanya keikut sertaan msyarakat secara meluas meliputi
kesadaran dan ketertiban yang nyata.27
Dalam penaggulangan kejahatan ini, ada upaya yang dapat di
tempuh untuk menyelesaikannya, antara lain dengan menggunakan
motode preventif (pencegahan) ataupun metode represif ( penaggulangan
26 Soejono dirjosisworo, Ruang Lingkup Kriminilogi, Remaja Karya, Bandung, 1984, hlm 1927 Mohammad kemal dewmawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1994, hlm 102
31
atau ketika sudah terjadi), adapun penjelasan mengenai metode pereventif
dan represiv adalah :
1. Upaya preventif ( non penal)
Yaitu mencegah terjadinya kejahatan untuk pertama kalinya.
Upaya pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi kejhatan di bagi
menjadi dua yaitu adalah:28
a. Moralistik
Dilakukan dengan cara membina mental spiritual yang bisa dilakukan
oleh para ulama dan lain-lain.
b. Abolisionalistik
Adalah dengan cara penaggulangan bersifat konsepsional yang harus
direncanakan dengan dasar peelitian kriminologi dan menggali sebab
musababnya dari berbagai faktor yang berhubungan.
2. Upara represif (penal)
Adalah suatau upaya atau cara penaggulangan berupa
penangganan kejahatan yang sudah terjadi. Penaganan dilakukan oleh
aparat penegak hukum yakni kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
Dalam rangka bekerjanya sistem peradilan pidana untuk menaggulangi
kejahatan, kepenjaraan ataupun lembaga permasyarakatan adalah sebagai
lembaga korreksi dalam penaggualangan kriminalitas.
28 Soejono dirjosisworo, Ruang Lingkup Kriminilogi, lo.cit, hlm 19-20.
32
Selain dari upaya penaggulangan kejahatan yang sudah dibahas
diatas, terdapat penaggulangan kejahatan lainya yang sifatnya langsung
dan tak langsung, perbaikan lingkungan dan perilaku :29
a. Pencegahan yang bersifat langsung
adalah kegaiatan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya
kejahatan dan dapat dirasakan dan diamati oleh yang bersangkutan, antara
lain :
1) Perbaikan lingkungan yang merupkan perbaikan stuktur sosial yang
mempengaruhi terjadinya kriminalitas;
2) Pencegahan hubugan-hubungan yang menyebabkan kriminalitas;
3) Penghapusan peraturan yang melarang suatu perbuatan
berbadasarkan beberapa bertimbangan.
b. Pencegahan yang bersifat tidak langsung
Adalah kegiatan pencegahan yang belum dan atau sesudah adanya
kriminalitas anatara lain meliputi:
1) Pembutan peraturan yang melarng dilakukanya suatau kriminalitas
yang didalamnya menggandung ancaman hukum;
2) Pendidikan dan pelatihan untuk memberikan kemampuan pada
seseorang untuk memenuhi kebutuan fisik, mental dan sosialnya;
3) Penimbulan kesan adanya pengawasan.
c. Pencegahan memalaui perbaikan lingkungan
29 Ninik Widiyanti, Yulius Waskita, Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahanya, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm 156-157
33
1) Perbaikan sistem pengawasan
2) Penghapusan kesempatan melakukan tindakan kriminal, misalnya
dengan pemberian kesempatan mencari penghasilan dan nafkah
secara wajar untuk dapat memenuhu kebutuhan hidup.
d. Pencegahan melalui perbaikan prilaku
1) Penghapusan imbalan yang menguntungkan dari prilaku kriminal
2) Pengikut sertaan penduduk atau masyarakat dalam pencegahan
kriminalitas.
Penggulangan kejahatan yang telah dijelaskan sebelumya diatas
telah menyebutkan bahwa kejahatan merupakan bagian dari masalah
sosial dari waktu ke waktu yang membutuhkan perhatian dan penaganan
secara serius. Penaggulangan kejahatan kejatahan konvesional
memnbutuhkan upaya yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan
kejahatan yang bersifat non konvensional, transnasioanl atau pun yang
sifatnya sistematis seperti white colar crimeyang memerupakan kejahatan
yang bersifat komplek. Adapun beberapa cara penaggulangan kejahatan
tersebut adalah:
a. Pemantapan aparatur
Pemantapan aparatur atau penyemopurnaan aparatur penegak hukum
seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan serta aparatur lainya meliputi
pembenahaan organisasi yang selaras dengan perkembangan sosial,
pembinaan personil dan anggota ke arah yang lebih profesional,
34
penyempurnaaan peralatan yang dibutuhkan dlaam penaggulangan
kejahatan sesuai dengan kemajuan zaman dan teknologi.
b. Pemantapan hukum dan perundang-undangan
Pemantapan ataupun penyempurnaaan peraturan perundang undangan
yang melandasi adanya suatu tindak pidana dan saat ini pembentukan
KHUP Nasiolan khususnmya dalam prtauran kejahatan non konvesional
termasuk didalamanya kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme.
c. Pemantapan mekanisme sistem peradilan pidana
Pemantapan dalam mekanisme peradilan dengan cara lebih efektif dan
efesien dalam penanganan suatu tindak pidanan terutama tindak pidanan
non konvesional serta mengembangkan profesionalitas yang tidak
menghilangkan asas kebenaran, rasa keadilan dan kepastian hukum.
d. Pemantapan mekanisme kordinatif
Kordinasi antara aparatur penegak hukum baik kejaksaan, kepolisian dan
pengadilan guna saling bekerja sama dalam penaggulangan kejahatan
terutama dama klejahatan non konvensional yang membutuhkan
perhatian dan penangganan yang lebih.
e. Partisipasi sosial masyarakat
Partisipasi masyarakat sangat diperlukan sebagai salah satu elemen
penaggulangan kejahatan yang tidak hanya menjadi tugas aparat penegak
hukum saja. Oleh karenanya partisipasi masyarakat dijamin olah undang-
undang.
35
BAB III
METODE PENULISAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang di dasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
36
mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu.30 Adapun jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Empiris, yaitu
mengidentifikasi dan menganalisis peran lembaga swadaya masyarakat malang
corruption watch dalam penaggulangan tindak pidana korupsi yang berada di
Kota Malang.
B. Pendekatan Penelitian
Sedangkan untuk pendekatan penelitian menggunakan pendekatan Yuridis
kriminologis, yang mempunyai tujuan untuk mengambil permasalahan apa
mengenai upaya peran serta, kendala dan upaya mengatasi kendala mengenai
peran serta Lembaga Swadaya Masyarakat terhadap upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi di Kota Malang.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah LSM (Lemnbaga Swadaya Masyarakat) Malang
Coruption Watch yang berada di jalan Joyosukmo Metro 42 A Merjosari, Kota
Malang, Jawa Timur. Hal ini dikarenakan Malang Corruption Watch merupakan
lembaga swadaya masyarakat yang memfokuskan kegiatanya terkait masalah
korupsi di Kota Malang, karena banyaknya peran serta yang dilakukan Malang
Corruption Watch dalam membantu pengungkapan dan pengawasan tindak
pidana korupsi di Kota Malang, hal ini dapat membantu penulis dalam
pengumpulan data sehingga dirasa dapat membantu terselesaikannya penelitian
30 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2012, hlm 43.
37
ini. Serta dikarenakan lembaga swadaya masyrakat Malang Corruption Wach
merupakan lembaga swadaya masyarakat yang telah melakukan investigasi dan
monitoring terhadap 14 kasus tindak pidana korupsi maupun dugaan tindak
pidana korupsi, mulai tahun 2000 sampai tahun 2014 serta masih berjalan sampai
sekarang yang ada di Kota Malang. Diantaranya adalah dugaan tindak pidana
korupsi mark up pembangunan Universitas Islam Negeri yang sudah dilimpahkan
ke Kejaksaan Negeri Malang, kasus korupsi pengadaan buku yang diadakan oleh
dinas Pendidikan, serta penerimaan aduan dari masyarakat terkait pungutan liar
penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2014 di Kota Malang.
D. Lokasi Penelitian
Dalam penulisan ini, jenis dan sumber data yang digunakan adalah:
1. Data primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil
wawancara dengan pihak LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Malang Corruption Watch yang berperan serta dalam penanggulangan
tindak pidana korupsi di Kota Malang. Data primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari
responden melalui wawancara yakni pihak-pihak terkait dengan
kendala Malang Corruption Watchdalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi. Adapun sumber data primer
penelitian ini mengacu pada hasil penelitian lapangan berupa
wawancara dengan narasumber.
38
2. Data sekunder
Merupakan data yang dihimpun dan dikaji oleh penulis dalam
bentuk peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi serta PP No. 71 Tahun 2000
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan
Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, bahan kepustakaan berupa buku dan literatur
yang berkaitan dengan upaya dan kendala yang dialami malang
corruption watch dalam menaggulangi tindak pidana korupsi dan
segala sesuatu yang dapat membatu terselesaikannya karya ilmiah ini.
E. Populasi dan Sampel
a. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota lembaga swdaya
masyarakat malang corruption watch dalam perananya terhadap upaya
penaggulanagan tindak pidana korupsi di Kota Malang.
b. Sample dalam penelitian ini berdasarkan cara pengambilan responden
dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu dengan cara
pengambilan subyek yang didasarkan pada tujuan tertentu.
Dinataranya responden yang diperoleh dari Lembaga Swadaya
Masyarakat malang corruption watch adalah saudara Akmal Adi
Cahya selaku ketuan divisi kesekertariatan, Buyung Jaya Sutisna, Al
39
Machi Akhmad selakua kepala divisi pengaduan dan pelayanan publik
dan Fatin anggota divisi pendidikanpublik dan kampaye MCW.
F. Teknik Perolehan Data
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data skunder,
pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Teknik Pengumpulan Data Primer
Diperoleh dengan cara wawancara. Wawancara merupakan
proses tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih
berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan
mendengarkan dengan telinga sendiri suaranya. Dalam penelitian ini
digunakan wawancara yang dilakukan dengan cara mngajukan
pertanyaan-pertanyaan serta meminta keterangan-keterangan dan
penjelasan –penjelasan yang disertai dengan contoh-contoh yang nyata
secara lisan sehingga mendapatkan keterangan langsung dari
responden.
Wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu dalam suatu daftar
sehingga dapat membantu kelancaran dalam memperoleh data bagi
penulis dalam penelitian ini mewawancarai langsung kepada pengurus
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
b. Teknik Pengumpulan Data Skunder
Dalam pengumpulan data sekunder ini penulis menggunakan
penelusuran yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan bahan-
40
bahan literatur yaitu Undang-undang dan Peraturan-peraturan, serta
menggunakan data-data lain yang sesuai dengan permasalahan yang
dikaji.
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dan disususn secara sistematis untuk
mendapatkan gambaran umum yang jelas mengenai objek penelitian, disini
penulis menggunakan teknik diskriptif, dimana penulis memaparkan segala
inffromasi dan data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder
dan meberikan gambaran secara jelas dan sistematis mengenai upaya dan
kendala LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Malang Corruption Watch
dalam penanggulangan tindak pidana korupsi.
H. DEFINISI OPRASIONAL
1. Peran Serta adalah Upaya berperan aktif dalam suatu kegiatan.
2. Kendala adalah suatu halangan, rintangan, faktor atau keadaan yang
menghambat, membatasi, mencegah tercapainya suatu tujuan.
3. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama serta
mempunyai tujuan dan cita-cita yang sama dan bekerjasama untuk
tercapainya keinginan, tujuan dan cita-cita mereka secara bersama-sama
yang mencakup hubungan dan kelompok dalam suatu wilayah.
4. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) menurut PP No 71 Tahun 2000
pasal 2 ayat 1 adalah suatu organisasi masyarakat yang berhak untuk
memperoleh, mecari dan memberikan informasi adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat
41
kepada penegak hukum atau komisi mengenai perkara tindak pidana
korupsi.
5. Korupsi adalah ketidak jujuran, kebohongan, keburukan yang dilakukan
oleh seseorang guna memperkaya atau mengutamakan kepentingan
dirinya sendiri atau kelompoknya dengan cara merugikan negara.
6. Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan atau
upaya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui
berbagai macam upaya koordinasi, monitoring, penyidikan, penuntutan
dan pemeriksaaan dalam sidang pengadilan dengan meibatkan seluruh
elemen termasuk peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Peran Serta LSM Malang Corruption Watch dalam Penaggulangan
Korupsi di Kota Malang
1. Sejarah dan Gambaran Umum Mengenai LSM Malang Corruption
42
Watch
Malang Coruuption Watch adalah salah satu organisasi non-
pemerintah atau non-government organization (NGO) yang bekerja di
dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.Gagasan mendirikan
Malang Corruption Watch (MCW), yang berawal dari komunitas diskusi
para aktifis yaitu aktivis mahasiswa, mantan aktivis mahasiswa dan
beberapa dosen yang concernpada pemantauan kebijakan publik,
pemantauan dan pemberantasan korupsi di Kota Malang.
Munculnya lembaga swadaya masyarakat ini diinspirasi oleh
keberadaan Indonesia Corruption Watch (ICW). Yang kemudian secara
formal MCW di deklarsikan pada tanggal 31 Mei 2000, setelah
mengalami proses diskusi iternal maupun eksternal hampir selama 7
bulan sejak November 1999. MCW didasari oleh suatu kenyataan
terjadinya praktik;praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme di Kota Malang
yang seiirng dengan adanya otonomi daerah.
Sedangkan agenda-agenda yang dilakukan oleh MCW adalah
kegiatan monitoring korupsi di Kota Malang yang diarahkan menjadi
gerakan moral dan gerakan sosial, bahkan dikemudian hari gerakan –
gerakan ini harus dilembagakan sebagai bagian dari bagian dari proses
demokratisasi sistem politik dan sistem ekonomi, sehingga nantinya
diharapkan lembaga MCW bisa mendorong terbentuknya sebuah
perangkat nilai dan norma sosial yan adil, beradab dan berdaulat.
MCW yang digagas sebagai lembaga publik yang bersekertariat di
43
Wisma Kali Metro, JL. Joyosuko Metro 42 A Merjosari, Malang, Jawa
Timur. Semua aktifitass MCW dilakukan di tempat yang dinamakan
wisma kali metro terletak di bagian barat kota Malang.Dahulu
merupakan persawahan di daerah merjosari yang didirikan bangunan
seluas satu hektar yang merupakan tanah milik Lutfi J Kurniawan yang
seaatap dengan rumah pribadinya.
Siapapun boleh menjadi aktivis MCW selama mempunyai
kesamaan visi dan misi dalam anggota pemberantasan korupsi. Selain
itu, MCW adalah lembaga sosial yang independent non patisan dan
terbuka yang memfokuskan pada pemantauan atau pengawasan korupsi,
advokasi dan pemberdayaan serta melakukan pendidikan publik. Adapun
visi dan misi MCW yaitu :
Visi:
Terciptanya masyarakat madani yang humanis, beradab,
bermartabat dan berdaulat dengan mengupayakan terciptanya tatanan
birokrasi, politik ekonomi dan hukum yang bebas dari korupsi kolusi
dan nepotisme.
Misi:
Melakukan monitoring, investigasi dan advokasi kasus korupsi
serta melakukan pendidikan publik untuk membangun gerakan sosial
anti korupsi melalui pembentukan zona-zona anti korupsi.
Visi ini kemudian direalisasikan dalam program strategis tiga
tahunan yaitu (1) melakukan montoring, insvestigasi dan advokasi
44
kasus-kasus korupsi di sektor pelayanan publik, hukum peradilandan
juga politik (2) melakukan pencegahan korupsi melalui pendidikan
publik dan penguatan jaringan untuk membentuk zon-zona anti-
korupsi di sektor pelayanan publik, hukum-peradilan dan politik (3)
membangun kemandirian lembaga dan menggalang dukungan
masyarakat melalui public fund raising.
Nilai Keja MCW
1. Menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan;
2. Tidak boleh menerima sumbangan berbentuk apapun dan
kerjasam program dengan banyak obyek pantau;
3. Dalam melakukan tugas pemantauan harus minimal dilakukan
dengan dua orang atau lebih;
4. Menganut prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipatif,
independent dan nonpartisan;
Program Kerja MCW
1. Melakukan monitoring, insvestigasi dan advokasi di bidang
pelayanan publik dasar, parlemen daerah dan monitoring
kinerja kejaksaan;
2. Melakukan penguatan jaringan untuk mebentuk zona-zona
antikorupsi dan pos pengaduan;
3. Melakukan pendidikan publik untuk membangun kesadaran
kritis rakyat guna melawan koruptor;
4. Melakukan public fund raising untuk membangun
45
kemandirian lembaga.
Bagan I
STRUKTUR ORGANISASI MALANG CORRUPTION WATCH
Sumber: Data Hukum primer, diolah tahun 2014
Sesuai dengan program strateginsya, srtuktur badan pekerja
MCW dibagi ke dalam beberapa divisi guna memaksimalkan dan
mendukung terwujudnya program yang telah disusun untuk
pencegahan dan pemberantasan korupsi, berikut adalah divisi yang
ada dalam badan pekerja MCW yang dimana masing-masing divisi
46
dikepalai oleh satu orang yang membawahi kelompok kerja relawan :
1. Korrdinator, yang mempunyai rencana kegiatan untuk
melakukan pengsolidasian dari kerjasama dengan OAK
Jatim yang dilakukan setiap enam bulan sekali serta
mempunyai bebrapa tugas yaitu;
a. Melakukan seluruh agrnda keputusan rapat badan
pekerja
b. Menyusun rencana strategis organisasi
c. Mengkoordininasikan agrnda kerja organisasi
d. Melakukan kerjasama dengan ornop/NGO
e. Menyusun langkah-langkah oprasiaonal organisasi
f. Bertanggungjawab secara internal dan eksternal
2. Wakil coordinator/kepala bidang advokasi
a. Membantu coordinator dalam melaksanakan
agenda kerja organisasi
b. Bertanggungjawab terhadap kerj-kerja advokasi
MCW yang ada di wilayah kerja MCW
c. Bertanggungjawab atas pengelolaan jaringan
d. Bertanggungjawab atas pelaksanaan program kerja
yang telah di tetapkan
e. Menyusun laporan triwulan (tiga bulan sekali)
f. Menyusun laporan akhir tahun
3. Wakil koordinator / kepala program
47
a. Membantu coordinator melaksanakan kerja
organisasi
b. Secara khusus sebagai penanggung jawab jika ada
peneliti, peserta magang di MCW
c. Bertanggungjawab atas kerja divisi yang berada
dalam koordinasinya
d. Bertanggungjawab secara umum atas internal
lembaga
e. Secara khusus melakukan penjadwalan seluruh
program-program dan aktivitas rutin MCW
f. Memonitoring pengalokasian dana BOS, BPJS
(anggaran dan aspek pelayanan publik)
g. Menyusun laporan triwulan (setiap tiga bulan)
h. Meyusun laoran akhir tahun
4. Divisi monitoring korupsi politik
a. Melakukan pemantauan, investigasi dan advokasi
korupsi birokrasi dan penyelewengan kekuasaan
b. Melakukan pengawasan terhadap institusi-institusi
publik yang rawan korupsi ( kinerja eksekutif,
perlemen dan partai politik)
c. Melakukan maping politik dan modus-modusnya
d. Melakukan kampanye dan riset di sector korupsi
politik
48
e. Menyusun laporan triwulan ( setiap tiga bulan)
f. Menyusun laporan akhir tahun
5. Divisi monitoring hukum dan peradilan
Divisi hukum dan peradilan yang melakukan
pengawasan terhadap kinerja lembaga penegak hukum
dalam mengusut kasus korupsi ( pengadilan, kejaksaan
dan kepolisisan) yang mempunyai rencana kegiatan untuk
menyusun modul serta tools untuk monitoring lembaga
peradilan, serta mempunyai beberapa tugas dan fungsi
yakni;
a. Melakukan pemantauan, investigasi dan advokasi
kasus korupsi di sektor kejaksaan dan peradilan.
b. Melakukan eksaminasi putusan-putusan lembaga
peradilan.
c. Melakukan Kampanye dan riset sektor hukum dan
peradilan
d. Menyusun laporan triwulanan terhadap
pelaksanaan Program
e. Menyusun laporan akhir tahun
6. Divisi pendidikan publik
Di dalam divisi ini mempunyai peranan untuk
memaksimalisasi pengelolaan dan pengawalan pengaduan
kasusu serta membangun sistem sms gateway anti korupsi
49
dimana yang enjadi sasaranya adalah masyarakat secara
luas dan menyeluruh serta melakukan publikasi dan
membuat sekolah rakyat. Adapun tugas yang dilakukan di
dalam divisi ini adalah;
a. Mengelola kelompok warga dan Jaringan
b. Melakukan kerja-kerja pemberdayaan pada
kelompok warga
c. Melakukan kampanye terkait isu-isu anti korupsi
d. Media gathering (kegiatan ngopi bareng dengan
wartawan atau reporter/ media)
e. Mendirikan stand secara rutin di car free day atau
pasar minggu
f. Maksimalisasi pendistribusian dan pemanfaatan
alat-alat kampanye misal: papan madding dll
g. Mengadakan talkshow secara periodic
h. Membuat radio komunitas
i. Membangun dan menjalin kerja sama dengan
mahasiswa untuk melakukan kampanye
j. Menyusun Laporan triwulan
k. Menyusun Laporan Akhir tahun
7. Divisi pengaduan kasus
a. Mengelola (Menerima, Menganalisa, dan
Mendistribusikan) pengaduan dan laporan kasus
50
yang ditujukan kepada MCW
b. Mendokumenasi dan mentabulasikan data
pengaduan dan laporan yang diterima MCW
c. Menyusun laporan triwulan
d. Menyusun Laporan akhir tahun
8. Divisi pengembangan relawan
a. Mengelola Training anti korupsi (per-semester)
b. Menyelenggaraan trining kelompok kerja
diklasifikasikan. Training dilakukan sesuai dengan
tema “kebutuhan MCW” (4 training dalam
setahun) sehingga melahirkan kelompok kerja
c. Melakukan pelatihan (sesuai minat, keahlian,
kebutuhan MCW dll.)
d. Pendelegasian SDM (pada berbagai
kegiatan/program diluar MCW)
e. Melakukan pertemuan secara periodic dengan para
dewan pengurus
f. Bertanggung jawab atas pengelolaan relawan
MCW (alumni training, badan pekerja)
g. Menyusun Laporan triwulan
h. Menyusun Laporan akhir tahun
9. Divisi informasi dan publikasi
a. Mengelola (mendokumentasikan, mengarsip,
51
mempublikasikan) data dan informasi Lembaga
yang tidak terkecualikan
b. Mengelola media informasi lembaga
c. Mendokumentasikan segala bentuk kegiatan dan
aktifitas MCW
d. Menjalankan Fungsi PPID MCW
e. Menyusun Laporan Triwulan
f. Menyusun Laporan akhir tahun
10. Divisi riset
a. Melakukan riset-riset untuk mendukung kerja
MCW (riset korupsi, riset kerjasama--triwulanan)
b. Melakukan Media review
c. Melakukan pengkajian APBD (langsung maupun
tidak langsung)
d. Melakukan pengkajian terhadap hasil audit BPK
e. Masksimalisasi riset dan kajian tentang korupsi di
daerah
f. Melakukan kerja sama riset dengan beberapa pihak
(jaringan, akdemisi, LSM lain)
g. Membengun jaringan dengan para akademisi
sebagai tim ahli
h. Mempublikasikan hasil riset dan kajian
i. Mempublikasikan hasil riset triwulanan dan
52
tahunan
j. Menyusun Laporan triwulan
k. Menyusun laporan akhir tahun
11. Sekertariat
Kesekertariatan berfungsi mengurus kepastian hukum di
dalam MCW ( menjadi lembaga berbadan hukum) dan
membuat perpuastakaan anti korupsi dengan komponen
reverensi serta mempunyai tugas untuk;
a. Mengelola sirkulasi surat masuk dan keluar
lembaga MCW
b. Mengelola Perpustakaan, arsip, dan peralatan
c. Mengelola administrasi Lembaga
d. Mengatur jadwal kegiatan bagi personalia badan
pekerja MCW, setelah ada disposisi dari
korodinator atau wakil coordinator melalui
koordinasi
e. Melakukan supervisi pengelolaan alumni pelatihan
f. Menyusun laporan triwulanan
g. Melakukan Laporan akhir tahun
12. Keuangan
a. Penanggungjawab seluruh keuangan MCW
b. Menyusun anggaran dana untuk keperluan agenda
kerja MCW
53
c. Menyusun laporan triwulanan terhadap
pelaksanaan Program
d. Menyusun laporan akhir tahun
Untuk korninasi di tingkat top management, MCW dipimpin oleh
seorang kordinatir yang dibantu dua wakil kordinator bagian internal
yang bertanggungjawab untuk mendesain program bersama kepala
divisi dan memastikan lengkapnya laporan setiap kegiatan yang telah
dilaksanakan sesuai dengan program dan kinerja yang telah disusun
sebelumnya serta bertanggung jawab dalam perekruitmenan anggota
relawan dan melakukan kerjasama dengan pihak luar sedangkam
wakil kordinator eksternal bertanggung jawab untuk memastikan
semua program berjalan di lapangan dan bertanggun jawab
mengkoordiir setiap kegiatan advokasi.
Selain itu di dalam lembaga swadaya msyarakat MCW terdapat
beberapa strukural didalamnya yaitu:
1. Dewan etik/Pembina sebagai lembaga yang memberikn
penilaian kinerja pengurus;
2. Dewan pengurus yayasan sebagai penanggung jawab
oprasionalisasi MCW;
3. Dewan pengawas yang bertugas melakukan pemantauan
kinerja terhadap dewa pengurus dan badan pekerja ;
4. Badan pekerja sebagai program yayasan MCW
54
MCW adalah lembaga sosial yang mefokuskan pada pemantauan
dan pengawasan korupsi, advokasi dan pemberdayaan serta
melakukan pendidikan publik mempunyai susunan program yang
dikerjakan yaitu:
1. Kampanye dan pedidikan publik;
a. Pendidikan kesadaran hak warga negara
b. Kampanye publik
c. Membangun forum-forum dialog
d. Pelatihan dan rekruitmen relawan pemantau korupsi
e. Mendorong adanya kelompok-kelompok penagih janji
f. Mendorong terbentuknya zona-zona anti korupsi di
dalam masyarakat
2. Advokasi;
a. Pendirian pos-pos pengaduan korupsi
b. Melakukan investigasi, monitoring dan laporan kasus
korupsi
c. Pengembangan jaringan kerja di kelompok nasyarakat
d. Pendampingan masyarakat korban kebijakan
3. Informasi, Dokumentasi dan Publikasi;
a. Pengkajian dan perumusan kerangka gerakan anti
korupsi
b. Melakukan riset pemetaan wilayah dan cakupan
pemantauan serta titik raawan KKN
55
c. Pengkajian terhadap korupsi dan upaya mencari
solusinya
d. Publikasi hasil-hasil kinerja MCW
4. Fund raisin;
a. Pengalangan dana internal dan usaha-usaha mandiri
b. Peggalangan dana dari publik
c. Kerjasama dengan lembaga-lembaga yang mempunyai
visi dan misi yang sesuai dengan MCW
2. Realita Kasus tindak pidana Korupsi di Kota Malang
Permasalah tindak pidana korupsi di Indonesia bukanlah hal yang
baru saja terjadi, hal tersebut sudah banyak terjadi saat ini dan tentunya
sangat menghawatirkan dimana korupsi telah dapat ditemui di dalam
semua segi kehidupan masyarakat maupun pemerintahan baik itu di
dalam lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Kota Malang
sebagai kota yang dapat dikatakan sebagai kota yang mempunyai
perkembangan dan pembangunan yang sangat cepat seiring dengan
adanya pelaksanaan otonimi daerah. Praktek KKN secara menyeluruh
terjadi di segala sektor penyelenggaraan negara di daerah, parlemen
(DPRD) maupun lembaga judisial, yang dibarengi dengan tidak adanya
kemauan politik untuk memberantas KKN secara menyeluruh, yang
pada akhirnya proses pembangunan ekonomi sosial dan politik tidak
dapat dinikmati oleh rakyat secara adil khusunya bagi masyarakat di
Kota Malang.
56
Malang Corruption Watch sebagai lembaga swadaya masyarakat
yang mempunyai peranan dalam penaggulangan dan pemberantassan
tindak pidana korupsi di Kota Malang tentunya mempunyai peranan di
dalamnya, salah satu upaya dan peranan yang dilakukan MCW adalah
monitoring, insvestigasi, pengawasan dan pemantauan terhadap praktek
korupsi maupun yang diduga melakukan praktek korupsi di segala sektor
yang melibatkan penjabat pemerintahan maupun pihak swasta. Berikut
adalah beberapa kasus praktek tindak pidana korupsi yang merupakan
hasil dari proses investigasi dan monitoring yang dilakukan oleh MCW:
Tabel 1
Tindak Pidana Korupsi yang Ditangani MCW dalam Kurun
Waktu Tiga Tahun Terakhir (2012-2014) di Wilayah Kota Malang:
No Aduan
Tgl penerimaan aduan
Jenis aduan
Pengadu
Perkembangan Kasus
keterangan
001/UPA/MCW/XII/2012
24 Desember 2011
Kasus Lingkungan, Penggunaan Hak atas air
Warga Bumiaji
Proses Litigasi di PN Kota Malang
Proses pendampingan oleh tim ADVOKAT
002/UPA/MCW/X/2012
2012 DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI Mark Up
HMI UIN
Sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kota Malang
Proses Monitoring
003/UPA/MCW/V/2013
2013 DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI Penggandaan Buku
Pak Joko VEDC
Pengumpulan alat bukti
Proses Investigasi
57
004/UPA/MCW/IV/2014
26 April 2014
Dugaan Tindak Pidana Korupsi pengadaan alat-alat kesehatan RSJ
Anton Herwant
Kajian ________
005/UPA/MCW/IV/2014
April 2014
Sengketa Tanah Wakaf Kedungkandang Kota Malang
Pak Hendy
Proses Advokasi
Proses Advokasi
006/UPA/MCW/IV/2014
April 2014
Kasus Pembangunan RUSUNAWA Universitas Brawijaya
Lethisa & Bambang
Proses Advokasi
Perkara privat sudah ada putusan pengadilan negeri & Akan diadakan pembahasan ulang perihal gugatan class action
007/UPA/MCW/V/2014
31 Mei 2014
Sengketa Tanah Bengkok di Bumiaji Kota Batu
Darmadji
DITOLAK DITOLAK
008/UPA/MCW/V/2014
Mei 2014
Penyalahgunaan wewenang Perizinan tambang pasir besi
Mantan Perhutani Kab. Malang
Pengumpulan alat bukti
Proses Investigasi
009/UPA/
Mei 2014
Dugaan Tindak
Inisiatif Pengumpulan alat bukti
Proses Invesitga
58
MCW/V/2014
pidana Korupsi Pembangunan Stadion
si
010/UPA/MCW/V/2014
17 Mei 2014
Kasus Buruh
Buruh Kota Batu
Tidak ada tindak lanjut
Tidak ada tindak lanjut
011/UPA/MCW/VI/2014
16 Juni 2014
Penipuan Koperasi unit simpan pinjam
Warga Sukun
Proses Advokasi
Proses Pengorganisasian
012/UPA/MCW/VIII/2014
14 Juni 2014
Kasus Korupsi SLG Kediri
Warga Kediri
____ ______
013/UPA/MCW/VIII/2014
14 Juni 2014
Kasus Korupsi Pengadaan lahan MAN 1 Gondang Legi
warga ________ _________
014/UPA/MCW/VIII/2014
14 Juni 2014
Kasus PHK Pekerja Pabrik Rokok
Pekerja Pabrik Rokok
________ _________
Sumber: Data skunder, diolah 2014
Di dalam tabel daftar kasus yang ditangani oleh LSM MCW diatas
terdapat 14 kasus yag ditangani selama tahun 2012 sampai dengan tahun
2014. Kasus-kasus yang telah masuk dalam MCW tentunya memerlukan
penanganan yang berbeda antara satu kasus dengan kasus lainya dan juga
mengalami perkembangan berbeda di tiap kasus.
Dalam kasus yang pertama mengenai kasus lingkungan dan
penggunaan hak atas air 001/UPA/MCW/XII/2011 (kasus Gemulo)
59
yang ditangani oleh MCW dilakukan melalui jalur litigasi dan untuk saat
ini sedang menunggu putusan Pengadilan Negeri Kota Malang, dan
langkah selanjutnya yang dilakukan terhadap kasus yang ditanggani
Pengadilan Negerri Malang ini adalah dengan melakukan koordinasi
dengan tim hukum untuk merumuskan memori banding yang didampingi
oleh tim advokad dari MCW dan divisi montoring hukum dan peradilan.
Dalam kasus yang kedua mengenai kasus dugaan mark up lahan
perluasan UIN Malang 002/UPA/MCW/XII/2012 telah dilimpahkan ke
pihak Kejaksaan Negeri Malang. MCW juga melakukan proses
monitoring terhadap kasus ini yang dilakukan di lembaga peradilan
TIPIKOR Surabaya. Serta melakukan langkah-langkah monitoring
lainnya dengan cara mendorong pihak pelapor untuk melakukan audiensi
terkait status tersangka dan mengkaji kembali SOP permohonan berita
acara sidang di Pengadilan TIPIKOR. Kajian mengenai penggunaan
dana Islamic Development Bank (IDB) dilakukan oleh divisi korupsi
politik dan divisi riset LSM CW.
Dalam kasus yang ketiga mengenai kasus pengadaan buku
003/UPA/MCW/V/2013 untuk saat ini telah masuk dalam
proses insvestigasi dan pengumpulan alat bukti. Hasil
investigasi menemukan bahwa pengadaan buku yang
dilakukan haruslah sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan oleh KEMENDIKNAS akan tetapi dalam
60
praktenya ditemukan beberapa buku yang tidak sesuai
dengan spesifikasi tersebut tetapi buku-buku itu
merupakan hasil penggadaan yang tidak sesuai dengan
kontrak kerjasama yang sebelumya telah disepakati.
Beberapa kasus yang ditangani oleh MCW tidak
semuanya mengalami kemudahan dalam penggumpulan
alat bukti dan juga saksi-saksi, pada kasus pengadaan
alat kesehatan 004/UPA/MCW/IV/2014 sebelum
melimpahkan kasus kepada aparat penegak hukum MCW
masih akan melakukan kajian kembali terkait data awal
yang telah dimiliki serta meminta informasi tambahan
dari pelapor dan pemohonan informasi pada KEMENKES
terkait penggadaan alat kesehatan RSJ.
MCW juga menangani beberapa aduan terkait
permasalahan dugaan pungli di dalam sektor pendidikan.
Berdasarkan riset MCW tahun 2011 tentang study
pemetaan modus, aktor dan potensi kerugian di Kota
Malang ditemukan praktek korupsi marak dilakukan di
sektor pendidikan. Di tahun 2010 korupsi terjadi
setidaknya 6 kasus korupsi akan tetapi pada tahun 2011
menjadi 31 kasus korupsi.31
31 Umarul faruk, DKK, Merebut Hak yang Terampas, Malang Corruption Watc, Malang, 2013, hlm. vii
61
Berikut adalah kasus terbaru yang ditangani oleh MCW
mengenai hasil rekapitulasi data aduan penerimaan siswa
baru yan dilakukan oleh pihak sekolah kepada orang tua
siswa;
Tabel 2
Rekapitulasi Data Aduan Masyarakat Mengenai PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) Tahun Ajaran 2014
No. Aduan
Tgl Aduan
JENIS ADUAN
Pengadu / Pelapor
Modus Pungli
012/UPA/MCW/VII/2014
1 Juli 2014
Pungli biaya
Pendidikan
Rendra Kurniawan Sulistyo
Pungutan Infaq Pendidikan setiap bulan di SMP Ma’arif Janti
013/UPA/MCW/
VII/2014
1 Juli 2014
Pungli PPDB
Saniah Pungutan Sebesar 3,5 Juta untuk SPP dan Seragam di SMK 1 Kota Malang
014/UPA/MCW/
VII/2014
2 Juli 2014
Pungli biaya Pendidikan
Bu Piani (Kab. Malang)
Pungutan Sebesar Rp.255.000,- untuk Daftar Ulang dari kelas VIII ke kelas IX & Rp.165.000,- untuk daftar ulang bagi siswa kelas VII ke kelas VIII
015/UPA/MCW/VII/2014
2 Juli 2014
Pungli PPDB
Bu MuinahKab. Malang
Pungutan untuk Biaya Uang gedung di SD Kucur Dau Kab. Malang
016/UPA/MCW/VII/2014
2 Juli 2014
Pungli biaya Pendidikan
Suprati (Kab. Malang)
Pungutan sebesar Rp.165.000,- untuk Daftar Ulang di SMP NU Ngadi Langkung Kab. Malang
017/UPA/MCW/
2 Juli 2014
Pungli PPDB
ListriningsihPanggung Rejo Kab.
Pungutan untuk uang gedung & tarikan untuk
62
VII/2014 Malang Pengambilan Raport siswa di SDN 3 Panggung Rejo Kab. Malang
018/UPA/MCW/VII/2014
2 Juli 2014
Pungli PPDB
__________ Pungutan di SDN Mojosari untuk Pembayaran Peralatan/Perlengkapan sekolah, Tabungan wajib untuk Sekolah sebesar Rp. 20.000,-
019/UPA/MCW/VII/2014
3 Juli 2014
Pungli PPDB
Ngatinah Pihak sekolah SMPN 2 Sukodadi menawarkan kursi bagi siswa yang mau membayar biaya uang gedung Rp.900.000,-, SPP Rp.40.000,-, & uang bangku min. Rp. 300.000,-. bagi siswa yang rendah nilainya
020/UPA/MCW/VII/2014
3 Juli 2014
Pungli PPDB
____________ SMPN 2 Wagir melakukan pungutan kepada siswanya berupa biaya SPP/infaq sebesar Rp.35.000,-. Bimbel Rp.40.000,- & Uang Gedung Rp. 800.000,-
021/UPA/MCW/VII/2014
5 Juli 2014
Pungli PPDB
Ibu Puji MTSN 2 kurangnya sosialisasi terkait ketentuan herregistrasi yang dilakukan sekolah
022/UPA/MCW/VII/2014
10 Juli 2014
Pungli biaya Pendidikan
Muklis Irawan
Pengambilan SKHU ditahan karena tunggakan uang sumbangan Rp.
63
900.000,- minta foto copy SKHU tidak diberikan oleh pihak SMPN 2 Kepanjen
023/UPA/MCW/VII/2014
10 Juli 2014
Pungli Biaya Pendidikan
Ria Wahyu Indriyanti
Adanya pungutan berupa pembayaran untuk sumbangan Komite Rp. 400.000,-, Pembangunan Kamar Mandi Rp.1.000.000,-
024/UPA/MCW/VII/2014
10 Juli 2014
Pungli PPDB
Nur Kumalasari
SMKN 1 Pujon pada proses PPDB ada pungutan untuk uang seragam Rp.900.000,-& pungutan sebesar Rp.3jt lebih juga daftar ulang Rp120.000,- yang dilakukan oleh Kepala Sekolah (Pak Hari).
025/UPA/MCW/VII/2014
10 Juli 2014
Penyalahgunaan wewenang di sector Pendidikan Dasar
SDN 1 Tumpang melakukan kesewenang-wenangan dalam melakukan penerimaan PPDB, dengan menolak siswa yang mendaftar
026/UPA/MCW/VII/2014
10 Juli 2014
Pungli Pendidikan
Keluarga Bu Nunun
SMPN 2 Turen Memungut biaya daftar ulang sebesar Rp. 350.000,-
027/UPA/MCW/VII/2014
10 Juli 2014
Pungli PPDB
Warga Kota Batu
Pungutan PPDB di MAN Kota Batu
028/UPA/
10 Juli 2014
Pungli PPDB
Warga Kota Batu
Pungutan PPDB di SD senilai
64
MCW/VII/2014
Rp.300.000,- untuk perlengkapan sekolah dan Seragam
Sumber: Data Hukum Skunder, diolah 2014
3. Peran Serta LSM Malang Corruption Watch dalam penaggulangan
dan Pemberantasan tindak pidana Korupsi
Sebagai lembaga swadaya masyarakat tentunya MCW mempunyai
peranan serta fungsi sebagai salah satu elemen penting di dalam
penegakan hukum serta pemeberantasan tindak pidana korupsi untuk
mencari dan memperoleh bukti yang mengarah pada praktek tindak
pidana korupsi juga menerima saran serta pendapat dari masyarakat yang
kemudian akan dilimpahkan kepada aparat penegak hukum baik olek
kepolisian maupun kejaksaan.
Peranan yang dilakukan oleh MCW sebagai lembaga swadaya
masyarakat Tidak hanya melakukan monitoring, insvestigasi dan
pengawasan terhadap praktek tindak pidana korupsi saja akan tetapi
sebagai lembaga swadaya masyarakat MCW melakukan beberapa
kegiatan yang berkaitan erat dengan penanggulangan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi diantaranya adalah :32
a. Kampanye dan Pendidikan Publik bagi Masyarakat
Di dialam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi tentunya lembaga swadaya masyarakat MCW
32 Wawancara dengan Fatin, Anggota divisi pendidikan publik dan kampanye, diolah 2014
65
melakukan berbagai macam upaya, salah satu upaya yang
dilakukan oleh MCW adalah dengan melakukan kampanye anti
korupsi kepada masyarakat guna menekan angka tindak pidana
korupsi. Selain itu pendidikan publik bagi masyarakat memberikn
pengetahuan, wawasan akan bahaya, dampak tindak pidana
korupsi yang akhirnya menciptakan masyarakat yang beradab,
berartabat dan berdaulat dengan mengupayaka terciptanya
masyarakat yang terbebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Bentuk peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi ada dalam pasal 41 ayat (1) dan (2). Dimana
masyarakat dapat berperan serta dalam upaya pencegahan dan
penaggulangan tindak pidana korupsi, dalam pasal ini pun
mengatur tentang ketentuan umum yang melegalkan atau
membolehkan masyarakat secara umum baik secara individu atau
perseorangan, LSM maupun organisasi masyarakat untuk
berperan aktif dalam pemberantsan korupsi.
b. Pencarian kasus melalui Pengkajian dan Penerimaan Aduan
Kasus Korupsi
Dalam penanggulangan dan pemberantasan korupsi selain
upaya preventif tentunya MCW juga melakukan berbagai macam
upaya guna menekan angka korupsi khususnya korupsi di Kota
Malang sendiri. selain Melakukan investigasi kepada kasus tindak
pidana korupsi yang telah masuk dalam daftar kasus yang
66
ditangani, MCW juga melakukan berbagai macam upaya dalam
menemukan dugaan adanya praktek tindak pidana korupsi yaitu
dengan inisiatif melakukan kajian-kajian terhadap APBD
(anggaran pendapatan daerah) yaitu melakukan kajian terhadap
rekening pemerintah daerah yang terdapat kejanggalan, audit BPK
( badan pemeriksa keuangan) serta rencana kerja pemerintah
daerah.33
MCW selain melakukan upaya inisiatif kajian guna
menemukan adanya dugaan kasus tindak pidana korupsi juga
menerima pengaduan dari masyarakat.ini dimaksudkan agar
timbulnya peran serta masyarakat dalam penanggulangan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi, serta MCW juga merasa
sangat terbatu dalam penemuan dugaan kasus tindak pidana
korupsi dalam wilayah Kota Malang yang wilayahnya dirasa
cukup luas sehingga tidak dimungkinkan untuk mendapatkan
pengawasan secara menyeluruh oleh anggota MCW. Setelah
menerima pelaporan dugaan tindak pidana korupsi MCW juga
melakukan kajian terhadap laporan dari masyarakat, serta
beberapa langkah dan tahapan dalam menerima pelaporan yaitu:
33 Hasil wawancara dengan AL machi akhmad, Anggota divisi monitoring pelayanan publik dan pengaduan publik MCW, diolah 2014
67
Bagan 2
Alur Penanganan Aduan MCW
ADUAN DIVISI PENGADUANKONSULTASI/ KAJIAN AWAL DIVISI PENGADUAN & WAKIL KOORDINATOR EKSTERNAL
ADANYA INDIKASI PMH
TIDAK ADA INDIKASI PMH
DIVISI PENDIDIKAN PUBLIK Memberikan Informasi Terkait Aduan Berdasarkan Hasil Konsultasi dan mengajak pelapor untuk turut berpartisipasi
DISTRIBUSI KASUS BERDASARKAN TUPOKSI TIAP DIVISI
KASUS PENYALAHGUNAAN WEWENANG
KASUS PUBLIK
KASUS KORUPSI
DIVISI PELAYANAN PUBLIK
INVESTIGASI
DIVISI MONITORING HUKUM &PERADILANANALISIS/KAJIAN
JALUR NON LITIGASI
JALUR LITIGASI
KONSULTASI DENGAN JARINGAN ADVOKAT
MELALUI MEKANISME ALTERNATIVE DISPUTE
RESOLUSION
DIVISI KORUPSI POLITIK
KAJIAN/INVESTIGASI
KAJIAN MULTI DIVISI
PELAPORAN KE PENEGAK HUKUM
MONITORING
ALUR PENANGANAN ADUAN
68
Sumber: data Sekunder, diolah 2014
Pengaduan yang telah diterima oleh MCW
selanjutnya ditangani oleh divisi pengaduan yang
betugas menerima segala macam aduan dari
warga terhadap dugaan kasus korupsi, dan
melakukan konsultasi kepada wakil koordinator
bidang eksternal juga turut serta mengkaji
dengan tenggang waktu 3(tiga) hari masa kerja.
Selanjutnya divisi pendidikan publik memberikan
informasi kepada pengadu atau pelapor hasil
kajian terhadap hasil laporan atau aduannya,
apakah kasus tersebut tidak ada indikasi tindak pidana
korupsi dan atau perbuatan melawan hukum atau
ditemukannya indikasi tindak pidana korupsi dan atau
perbuatan melawan hukum dan selanjutnya akan
didistribusikan berdasarkan jenis kasus hasil laporan atau
aduan. Setelah pendistribusian selanjutkan akan
dilakukan proses investigasi dan kajian lebih
lanjut untuk dilakukan pelaporan kasus kepada
aparat penegak hukum serta melakukan
monitoring kasus sampai selesainya kasus
tersebut.
c. Kerjasama MCW dengan Berbagai Instansi Terkait
Dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana
69
korupsi tentunya MCW melakukan koordinasi dan kerjasama
dengan berbagai instansi dan pihak terkait sehingga
terciptanya keselarasan serta kemudahan dalam
penaggulangan dan pencegahan tidak pidana korupsi.Hal ini
dikarenakan korupsi merupakan suatu kejahatan yang bersifat
terorganisir dan sistematis, sehingga diperlukan kerjasama
berbagai macam pihak baik dari penegak hukum maupun
masyarakat yang saling bekerjasama untuk saling
berkoordinasi sehingga lebih mudah dalam penanggulangan
dan pemberantsan korupsi.
Adapun kerjasama yang dilakukan oleh MCW dalam
penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
oleh berbagai instansi dan berbagai macam pihak yaitu :
1. Kerjasama MCW dengan Kepolisian
2. Kerjasama MCW dengan Kejaksaan
3. Kerjasama MCW dengan Mahkama Agung
4. Kerjasama MCW dengan KPK
5. Kerjasama MCW dengan LSM lainnya
6. Kerjasama MCW dengan Masyarakat
7. Kerjasama MCW dengan pers dan media masa
d. Advokasi
Salah satu peranan lembaga swadaya masyarakat MCW
dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi adalah dengan melakukan pendampingan dan
70
pembelaan kepada setiap masyarakat yang membutuhkan hal
tersebut.Kegiatan advokasi ini adalah bersifat stategis yang
diharapkan dapat mempengaruhi keputusan-keputusan
kebijakan yang dilahirkan oleh institusi publik (pemerintah)
maupun oleh pihak swasta.Kegiatan advokasi dapat
berlangsung sebagai kegiatan kapanye yang terencana
pelaksanaanya dalam waktu yang tidak terbatas.34
Kegiatan advokasi yang dilakukan oleh MCW merupakan
kegitan utama yang menjadi prioritas MCW selain kegiatan
lainya dalam menanggulangi dan memberantas tindak pidana
korupsi. Hal ini beerkaitan dengan pelayanan yang diberikan
oleh pihak MCW untuk menawarkan bantuan advokasi bagi
masyarakat ataupun pihak yang merasa dirugikan atas haknya.
Bagan 3
Komponen Dalam Advokasi yang Dilakukan oleh MCW
34 Lutfiana dwi mayasari, dkk., Panduan Advokasi Pelayanan Publik, Malang Corruption Wath, Malang, 2013, hlm 70
Komponen penting dalam proses advokasi
MENENTUKAN TUJUAN BERSAMA
STRATEGI :
- Rumusan masalah yang akan di advoksi- Rumusan rencana kerja yang jelas- Menentukan sasaran advokasi- Pengkonsolidasian secara rutin - Menentukan cara organisasi dan kepemimpinanya
MOBILISASI AKSI
-Menggerakan sessama korban kebijakan
-Melakukan kampanye kepada semua pihak yang terlibat
KOMUNIKASI DAN PENDIDIKAN
-Penyampaian dan pendekatan masalah publik
-Latiahan dan keterampilan serta membangun kekuatan bersama
71
Sumber: Data Premier, diolah 2014
Langkah-langkah yang dilakukan oleh pihak MCW dalam
melakukan advokasi tentunya juga mempunyai prosedur dan
tata cara yang harus diambil dalam menyikapi suatu
permasalahan. Langkah yang dilakukan oleh pihak MCW
dalam melakukan advokasi adalah35 :
1. Merumuskan isu ataupun masalah yang menimbulkan
keetidakadilan
2. Merumuskan tujuan jangka panjang dan tujuan stategis;
yaitu membuat konsep yang ini dicapai dan menentukan
tujuan yang bersifat spesifik, relistis terukur dan terikat
oleh waktu
3. Menentukan sasaran advokasi;menentukan siapa saja yang
akan dipengaruhi, misalnya eksekutif (kepala dinas dan
walikota) atau DPRD (bisa fraksi-komisi) atau pimpinan
partai
4. Mengumpulkan data dan penelitian; mengumpulkan data
dan informasi, menganalisi data, atau melakukan
penetilitan lebih lanjut
35 Ibid hlm 71-73
KOMUNIKASI DAN PENDIDIKAN
-Penyampaian dan pendekatan masalah publik
-Latiahan dan keterampilan serta membangun kekuatan bersama
72
5. Membangun dukungan; menjalin kerjasama bisa aliansi
atau koalisi atau forum bersama dengan kelompok
organisasi atau indivisdu untuk mendukung isu yang sama
6. Mengembangkan pesan; lebih kepada kegiatan kampanye
jadi pesan yang dimuat adalah pernyataan khusus yang
ditujukan pada sasaran advokasi tentang maksud dan
tujuan dan deskripsi masalah untuk diambil tindakan
7. Memilih saluran perjuangan; ini lebih pada pilihan untuk
menyampaikan pesan atau kampanye melalui media masa
ataukah pada forum-forum masyarakat
8. Menggalang dana ; meminta bantuan kepada siapapun
yang mempunyai tujuan sama. Akan tetapi proses
penggalangan danan ini dilakukan secara selektif, bantuan
dapat berupa materil maupun secara inmateril yang berupa
tenaga relawan, memberikan pinjaman tempat sampai
menyediakan cetak selembaran ataupun menyediakan
konsumsi.
9. Implementasi; implementasi ini lebih masuk pada agenda
advokasi teknis aksi.bagaimana menyusun agenda-agenda
advokasi sebagai pemberdayaan masyarakat, kegiatan ini
bisa dilihat sebagai proses transformasi pengetahuan
kepada publik untuk membangun partisipasi publik
10. Monitoring dan elvaluasi; kegiatan ini adalah untuk
mengukur sampai dimana kemajuan yang diperoleh yang
73
mengarah pada tujuan strategis serta melakukan penilaian
sudah sampai dimana apakah tujuan strategisnya sudah
terrcapai.
B. Kendala yang dihadapi Malang Corruption Watch dalam
Penanggulangan Korupsi di Kota Malang
Praktek tindak pidana korupsi di Kota Malang merupakan
permasalahan yang mejadi pekerjaan rumah bagi aparat penegak hukum juga
pihak terkait termasuk didalamnya adalah masyarakat yang terwujud dalam
lembaga swadaya masyarakat sesuai dengan amanat pasal 41 dan 42 Undan-
undang No 31 tahun 1999 Jo Undang-undang No 20 tahun 2001 mengenai
peran serta masyarakat dalam memberantasan dan pencegahan tindak pidana
korupsi.
Korupsi merupakan kejahatan yang bersifat luas dan sistematis,
pencegahan dan pemberantasanya haruslah dilakukan secara bersama-sama
oleh organ anti korupsi secara intensif dan semaksimal mungkin. di dalam
upaya penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat MCW tentunya banyak
menghadapi kendala dan hambatan yang di peroleh baik kendala internal
maupun kendala eksternal diantaranya adalah;
1. Kurangnya responsitas dari pihak terkait
Dalam menangani suatu kasus tindak pidana korupsi tentunya MCW
berkerjasama dengan berbagai instansi terkait dan juga lembaga
penegakan hukum yang ada di Kota Malang. akan tetapi instansi-
74
instansi yang terkait masalah tindak pidana korupsi dan juga lembaga
serta aparatur penegak hukum dinilai lamban dalam penanganan kasus
tindak pidana korupsi.
Menurut penuturan dari divisi monitoring hukum dan peradilan LSM
MCW aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan apabila
telah menerima dan menangani suatu kasus tindak pidana korupsi tidak
secara langsung dan inisiatif melakukan penyikan dan penyelidikan
terhadap kasus yang talah dilimpahkan MCW kepada kejaksaan maupun
kepolisian untuk mengumpulkan bukti-bukti pendukung suatu kasus
tindak pidana korupsi.Aparat penegak hukum lebih banyak menangani
kasus yang telah disertai alat bukti dan saksi yang mendukung saja tanpa
mengkaji ulang apakah suatu kasus dugaan korupsi tersebut dapat di
proses lebih lanjut36
MCW sebagai lembaga swadaya masyarakat tentunya mempunyai
keterbatasan-keterbatasan dalam penanganan kasus tindak pidana
korupsi dikarenakan LSM sendiri tidak mempuyai kewenangan
penidikan dan penyelidikan seperti yang dimiliki oleh kepolisian dan
kejaksaan.Akan tetapi seringkali aparat penegak hukum baik kejaksaan
dan kepolisian dalam penerimaan atau pelimpahan suatu kasus menuntut
untuk adanya bukti-bukti yang dapat mengguatkan suatu kasus tersebut,
sehingga hal ini sangat menyulitkan pihak MCW dalam menyelesaikan
suatu kasus.
Dalam kasus pengembangan lahan RSUD Kota Malang misalnya,
36 Hasil wawancara dengan Al Machi Akhmad, Anggota divisi monitoring pelayanan publik dan pengaduan publik MCW, diolah 2014
75
pelimpahan kasus hasil dari hasil investigasi yang dilakukan oleh MCW
tidak dilimpahkan kepada aparat penegak hukum yang ada di wilayah
kerja MCW akan tetapi kasus ini dilimpahkan langsung ke KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi). Alasan MCW langsung melimpahkan
kasus ini kepada KPK adalah adanya dugaan bahwa pihak terlapor di
duga bisa mengkondisikan atau melakukan permainan dengan aparat
penegak hukum sehingga kasus isi langsunh dilimpahkan kepada KPK.
Akan tetapi di KPK kasus ini tidak menjadi fokus utama dalam KPK
karena pada saaat ini yang menjadi fokus utama KPK adalah kasus-
kasus yang melibatakan pejabat publik, sedangkan kasus RSUD ini
belum menunjukan indikasi adanya keterlibatan pejabat publik.
Anggota DPRD kota malang sebagai pejabat publik juga tidak
mempuyai iktikat baik dalam pemberantasan tindak korupsi, kasus
korupsi macam jembatan kedungkandang, paku jalan dan RSUD Kota
Malang. Mereka tidak menunjukan funngsi pengawasanya dengan
membatu Kejari dan Kepolisian dalam mengusut tuntas kasus-kasus
tersebut. Fungsi pengawasan yang diamanatkan undang-undang pada
DPRD tidak berjalan dengan semestinya tidak ada inisiatif yang
dilakukan oleh pihak DPRD terkait masalah pemberantasan tindak
pidana korupsi di Kota Malang. Beberapa hal diatas yang saat ini mejadi
permasalahan dalam penaggulangan dan pemberantasan korupsi yang
dilakukan oleh MCW.
2. Pendanaan Lembaga Swadaya Masyarakat yang masih swadaya
MCW yang merupakan suatu lembaga penggiat anti korupsi yang
76
bebentuk lembaga swadaya masyarakat, oleh karena bentuk
kelembagaanya yang swadaya tentunya di dalam pendanaan untuk
kegiatanya dalam penanggulangan dan pemberantasan juga masih
bersifat swadaya dan mandiri dimana tidak ada campur tangan ataupun
subsidi dari pemerintah untuk pelaksanaan program kerja dari MCW.
Dana yang diperoleh MCW berasal dari pendanaan yang berasal dari
dalam MCW sendiri yang telah mempunyai sebuah percetakan buku
yang cukup besar sehingga dirasa cukup untuk membiayai pelaksanaan
program-program kerja MCW. 37
Selain usaha yang dimiliki oleh MCW tersebut juga melakukan
penggalangan dana internal dan usaha mandiri, penggalangan dana dari
publik dan melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang
mempunyai visi dan misi yang sesuai dengan MCW. Tidak semua
program kerja yang dilakukan oleh MCW membutukan dana yang besar
akan tetapi untuk pencapaian kerja secara maksimal dalam pengusutan
dan pengawasan kasus korupsi dirasa memerlukan dana yang sangat
memadai, mengingat keterbatasan ini dapat dinilai sebagai salah satu
penghambat dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi di Kota Malang.
3. Tertutupnya akses informasi dan publikasi lembaga publik
Keterbukaan informasi publik merupakan bagian dari sistem
pemerintahan yang baik guna melakukan pengawasan terkait
transparansi birokrasi dan informasi dari instansi pemerintahan sesuai
dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik sehingga terciptanya
37 Hasil wawancara dengan Buyung JS, Kepala sekertariat MCW, diolah 2014
77
masyarakat yang terbebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.Selain itu
masyarakat juga mempuyai hak untuk mengakses informasi dari
pemerintahan sesuai dengan amanat Undang-undang No 14 tahun 2008
tentang keterbukaan informasi publik.
Akses terhadap dokumen dan informasi publik yang baik itu disusun
oleh legeslatif mupun eksekutif secara bersama-sama merupakan
dokumen publik yang seharusnya secara mudah dapat diakses oleh
masyarakat umum, namun pada prakteknya pejabat ataupun aparatur
negara seringkali mempersulit bahkan menyembunyikan data-data
ataupun informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik yang
seharusnya bisa dengan mudah diakses oleh masyarakat.
Selain hambatan dalam mengakses informasi dan dokumen publik
adanya manipulasi sejumlah data dalam dokumen publik yang
didalamnya merupakan data fiktif dan telah direkayasa seolah-oleh
benar dan valid juga sangat menghambat proses investigasi, penemuan
fakta-fakta juga pengumpulan bukti-bukti terkait dengan adanya dugaan
kasus tindak pidana korupsi di dalam suatu instansi pemerintahan yang
dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat MCW.
4. Ancaman dan Intimidasi dari Berbagai Macam Pihak yang Terlibat
dalam Kasus Korupsi
kegiatan penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh MCW tentuya melibatkan berbagai macam pihak
didalamnya, serta membutuhkan suatu perjuangan yang tidak mudah
karena banyaknya oknum-oknum dari pihak yang diduga terlibat kasus
78
tindak pidana korupsi yang sedang diinvestigasi oleh MCW melakukan
ancamanan, teror dan intimidasi akan melakukan kekerasan baik secara
fisik maupun secara psikis apabila tidak mau menghentikan proses
ivestigasi terhadap kasus tersebut.
Dalam kasus dugaan korupsi tambang pasir besi yang sedang dalam
proses investigasi MCW yang melibatkan tangan kanan pengusaha
nasional TW, putra pejabat, juga pengusaha-pengusaha skala nasional,
MCW tidak berani untuk mempublikasi dan memblow up kasus dugaan
korupsi tambang pasir besi ini kepada publik. Hal ini karena
dikhawatirkan akan menimbulkan resiko yang besar yang berdampak
kepada MCW sehingga penanganan kasus ini langsung dilimpahkan
kepada Kejaksaan. Berbeda dengan kasus yang dirasa beresiko kecil
maka akan dilakukan publikasi guna membantu proses investigasi yang
dilakukan MCW.
Tindakan persuasif juga sering dilakukan oleh pihak pihak yang
merasa terancam kedudukanya apabila MCW melakukan proses
investigasi yang berkaitan dengan jabatan dan instansi pemerintahan
diduga didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai tindak pidana korupsi.
Oleh karenanya tidak jarang pihak-pihak tersebut menjanjikan bahkan
memberikan uang kepada beberapa anggota MCW untuk menghentikan
proses investigasi dan pelaporan kepada aparat penegak hukum karena
berkaitan dengan jabatan orang-orang tertentu di dalam pemerintahan
yang merasa terancan apabila menemukan dugaan kasus tindak pidana
korupsi terhadap pejabat atau instansi tersebut.
79
Salah satu anggota MCW pernah menggalami hal ini dimana modus
yang digunakan adalah beberapa oknum menjajikan untuk memberikan
supalai bukti-bukti data tambahan terkait dugaan kasus tindak pidana
korupsi yang sedang dalam proses investigasi yang dilakukan MCW ,
akan tetapi disaat sudah melakukan pertemua ternyata oknum tersebut
memberikan uang senilai 2 Milyar kepada salah satu anggota MCW
untuk tidak melakukan proses investigasi dan pelaporan kepda aparat
penegak hukum.
5. Keterbatasan kualitas dan kuantitas anggota MCW
MCW yang beranggotakan kaum intelektual yang berlatar belakang
dari dunia pendidikan baik dari kalangan mahasiswa, aktivis mahasiswa,
dosen, beberapa advokat dan mantan aktivis mahasiswa tentunya
memiliki kemampuan jika ditinjau dari segi intelektual. Namun dari
banyaknya anggota yang ada hanya sedikit yang memiliki kemampuan
dalam prakteknya secara professional dalam pencegahan dan
pemberantasan korupsi, misalnya dalam legal opinion, pengorganisasian
dan advokasi.
Jumlah anggota MCW apabila dilihat dari segi kuantitas dinilai sudah
cukup memadai dengan adanya banyak anggota dalam suatu divisi,
namun demikian tugas yang begitu banyak dan pemantauan,
pengawasan lembaga pemerintahan masih terbatas mengiggat
banyaknya lembaga publik yang terindikasi korupsi sangatlah
banyak.Selain itu pula wilayah kerja MCW yang mencakup seluruh
Malang Raya dirasa sangatlah luas dibandingkan dengan jumlah anggota
80
dari MC. Oleh karenanya dirasa perlu peningkatan dari segi kualitas dan
kuantitas anggota MCW.
C. Upaya Malang Corruption Watch dalam Menghadapi Kendala Dalam
Pengangulangan Korupsi di Kota Malang
MCW sebagai lembaga swadaya masyarakat penggiat anti korupsi
yang bertujuan untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi, dalam
menjalankan program-program kerjanya tentunya memiliki hambatan dan
kendala baik yang berupa kendala internal maupun kendala eksternal.
Namun demikian tentunya MCW sebagai lembaga yang mandiri,
semaksimal mungkin berupaya untuk mengatasi permasalahan atau
hambatan dengan berbagai macam upaya dan program kerja yang telah
disusun guna memaksimalkan fungsi MCW di dalam penanggualangan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi. Upaya yang dilakukan oleh MCW
adalah dengan melakukan upaya prefentif dan represif. adapun beberapa
upaya yang dilakukan MCW adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Masyarakat Anti Korupsi
a. Penyuluhan masyarakat anti korupsi
Pendidikan masyarakat anti korupsi dimaksukan agar
pencegahan secara prefentif, serta memberikan kesadaran,
pengetahuan dan juga peningkatan kemampuan baik secara
teoritis dan prakteknya dalam menangani permasalahan
korupsi yang ada di sekitar lingkungannya.38 Banyak
masyarakat yang takut dan merasa bingung harus dilaporkan
38 Wawancara dengan Fatin, Anggota divisi pendidikan publik dan kampaye, diolah 2014
81
kemana dan prosedurnya seperti apa jika menemukan dugaan
kasus tindak pidana korupsi, oleh karena itu MCW merangkul
masyarakat dengan membuka posko pengaduan, diskusi grup
masyarakat, serta pembetukan kelompok penguatan jaringan
sehingga masyarakat sebagai bagian dari pengawasan publik
dapat menjalankan hak yang telah diberikan undang-undang
dalam perananya memberantas korupsi.
b. Kampanye media
Pendidikan anti korupsi yang dijalankan oleh MCW selain
memalui pertemuan-pertemuan yang selalu menjadi angenda
MCW juga melalui kampaye dengan media cetak maupun
media elektronik, pembagian buku-buku, pembuatan website
dan penyebaran poster serta pamflet yang memberikan
gambaran pengetahuan tentang korupsi dan penangananya
terutama di Kota Malang sehingga diharapkan masyarakat
ikut berperan aktif dalam penaggulangan tindak pidana
korupsi. Untuk pemberian informasi melalui buku-buku selain
untuk memberikan pengetahuan dana hasil penjualan buku
dari hasil percetakan milik MCW juga digunakan sebagai
dana untuk menjalankan semua program kerja MCW dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Meningkatkan Kualitas dan Keterampilan Anggota MCW
a. Mengadakan kapasity building
Untuk meningkatkan kemampuan serta pengalaman dari
82
anggota internal badan pekerja, MCW juga melakukan
pelatihan terkait kajian, analisis, legal opinion,
pengorganisasian serta proses pendampingan atau yang biasa
dikenal dengan istilah advokasi. 39 setiap anggota MCW
dituntut untuk meningkatkan kemampuan dan udahanya
dalam insvestigasi dan melaporkan kasus dugaan tindak
pidana korupsi kepada aparat penegak hukum.
b. Melakukan pelatihan kerjasama
Pelatiah yang dilakuakan MCW dalam peranaanya
memberantas korupsi juga melibatkan beberapa kerjasama
dengan berbagai macam pihak, MCW juga sering melakukan
latihan bersama dengan ICW (Indonesia Corruption Watch)
dan lembaga bantuan hukum lainya untuk meningkatkan
kapasitas dan networking, hal ini dimaksudkan agar
terciptanya keselarasan dan peningkatan kerjasama untuk
melakukan pemantauan dan pengawasan sehingga akan
menimbulkan tekanan kepada aparatur penegak hukum dalam
pemberantsan tindak pidana korupsi.
3. Merangkul Media Masa sebagai media guna Membangun
Opini publik
Media masa sebagai bagian dari pada alat dan partner
39 Wawancara dengan Akmal Adi Cahya, Ketua divisi Monitoring Hukum dan Peradilan, diolah 2014
83
untuk mengkampayekan kegiatan anti korupsi yang diusung oleh
MCW sangatlah berperan penting dalam penangulangan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain berperan dalam
pendidikan dan pengetauan kepada masyarakat media juga
membantu dalam menyoroti kinerja aparatur penegak hukum
dalam menagani suatu kasus yang telah dilimpahkan oleh MCW.
Media juga berperan dalam penyebaran informasi
perkembangan kasus korupsi yang telah ditangani oleh MCW
sehingga masyarakat mampu memberikan pendapat dan opini
guna mengawal dan memonitoring penanganan kasus terseburt
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sehingga dalam
penangananya aparat penegak hukum lebih teliti dan
meningkatkan kinerjanya dalam menangani suatu kasus tindak
pidana korupsi.
4. Membagun Kerjasama dan dengan Aparatur Penegak
Hukum
Aparatur penegak hukum sebagai pelaksana penegakan
hukum yang telah diamanatkan undang – undang, juga sebagai
mitra dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas
dari korupsi. Membangun kerjasama dengan aparat penegak
hukum juga terkait dengan kemudahan koordinasi dalam
memperoleh informasi terhadap proses hukum yang sedang
berlangsung sehingga dapat mempermudah pematauan kinerja
aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu
84
pula MCW akan merasa mendapatkan partner dan perlindungan
dalam pemberantasan tindak pidana koruspi yang bnayk
melibatkan pejabat yang mempunyai kekuasaan. Beberapa
kerjasama yang dilakukan MCW dengan aparat penegak hukum
adalah :40
a. Kerjasama MCW dengan Kepolisian
Kerjasama yang dilakukan MCW dengan kepolisian
adalah kerjasama di bidang penyidikan khususnya yang
berada di wilayah Kota Malang, MCW memberikan
informasi kepada kepolisian terkait informasi atas dugaaan
kasus korupsi dan selanjutnya kepolisian akan
mengadakan penyidikan dan penyelidikan terkait laoran
tersebut.
b. Kerjasama MCW dengan Kejaksaan
Kerjasama yang dilakukan MCW dengan Kejasaan Negeri
Malang, Kepanjen dan Kota Batu, kerjasama di bidang
kewenangan penyidikan dan penututan khususnya di
kejaksaan atas informasi dan pelaporan kasus yang
dilaporkan oleh MCW.
c. Kerjasama MCW dengan KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi)
Kejasama yang dilakukan MCW tidak telepas dari KPK
adalah lembaga pemberantasan korupsi pusat yang
40 Wawancara dengan fatin, Anggota divisi pendidikan publik dan kampaye MCW, diolah 2014
85
mempunyai kewenangan pemberantasan korupsi di seluruh
wilayah kedaulatan Indonesia sehingga MCW merupakan
LSM yang beroprasi didaerah Malang memberikan
informasi atas dugaan kasus korupsi yang terjadi di
wilayah kerja MCW.
5. Membangun Kerjasama dengan Jaringan Penggiat Anti
Korupsi Lainya
Korupsi yang merupakan kejahatan yang bersifat
sistematis tentunya membutuhkan penanganan dan perhatian yang
khusus. MCW sebagai lembaga pengiat anti korupsi tentunya juga
mengalami kendala-kendala dalam penanganan terhadap kasus
korupsi baik dalam upayanya melakukan investigasi ataupun
kajian-kajian terhadap kasus korupsi tersebut, umtuk itu MCW
tidak hanya sebatas mengandalkan kemapuan anggotanya saja
tetapai melakukan kerjsama dengan pihalk-pihak yang memiliki
visi dan misi yang sama dengan MCW dalam penangguklangan
dan pemberantasan korupsi.
Terdapat beberapa lembaga atau jaringan yang
bekerjasama dengan MCW guna meningkatkan kemampuan dan
daya dalam penanggulangan dan pemberantasan korupsi yaitu
dengan melakukan kerjasama dengan fakultas hukum seluruh
Jawa Timur, lembaga bantuan hukum, Praktisi hukum serta
akademisi untuk melakukan kajian dan analisis terkait kasus yang
dirasa kurang mampu untuk ditangani sendiri. Selain itu MCW
86
juga melakukan kerjasama dengan ICW (Indonesia Corruption
Watch) untuk melakukan proses analisa lanjutan terhadap hasil
analisa awal yang telah dilakukan oleh MCW.41
6. Pengumpulan Informasi dan Dokumentasi Publik
Pengumpulan informasi dan dokumentasi publik yang
dilakukan oleh MCW digunakan untuk mecari bukti-bukti yang
berkaitan dengan dugaan kasus tindak pidana korupsi guna
membatu aparat penegak hukum dalam penaggulangan tindak
pidana korupsi, beberapa yang menjadi bagian dari pengumpulan
informasi dan dokumentasi publik guna mencari bukti yang
berkaitan dan dapat mendukung hal ini adalah:
a. Melakukan riset secara menyeluruh
Riset yang dilakukan oleh MCW adalah suatu kegiatan
mengamati dan mencari fakta-fakta yang terjadi di lapangan
untuk dilakukan pendokumentasian dan penganalisisan
terhadap suatu masalah atau kasus yang berkaitan dengan
pelayanan publik dan korupsi kolusi serta nepotisme.
Di dalam kegiatan riset yang dilakukan oleh MCW
kegiatanya meliputi beberapa bagian yang meliputi menginput
data yaitu mengisi tabel data kasus tindak pidana korupsi
ataupun daftar dugaan kasus tindak pidana korupsi baik itu
dari laporan masyrakat maupun pencarian melalui berita atau
isu di dalam internet.Selanjutnya data yang telah diperoleh
41 Wawancara Buyung Js, ketua Sekertariat MCW, diolah 2014
87
dilakukan verifikasi dan pengecekan silang untuk memastikan
kebenaran dan ketepatan data yang telah diperoleh.
Setelah melakukan pengecekan terhadap data yang
diperoleh selanjutnya data akan dilakukan validasi untuk
memberikan tambahan dan mengkoreksi data yang telah
diperoleh dan pada tahapan akhir akan dilakukan publikasi
kepada publik melalui berbagai media terhadap hasil riset
yang telah di dapatkan.
Beberapa hasil riset yang dilakukan MCW diantaranya
adalah pada tahun 2011 tentang study pemetaan modus, aktor
dan potensi kerugian di Kota Malang, ditemukan praktek
korupsi marak terjadi di dalam sektor pendidikan. Di tahun
2010 kasus korupsi di sektor pendidikan terjadi setidaknya 6
kasus korupsi yang meningkat menjadi 31 kasus pada tahun
2011.
b. Kelompok kegiatan penguatan jaringan (Focus grup
discussion)
Kelompok kegiatan penguatan jaringan atau focus
grup discussion yang biasa disingkat FGD adalah sebuah
forum yang melakukan kegiatan diskusi. Di dalam kelompok
atau forum ini mempunyai tujuan untuk menggali data dari
peserta diskusi yang dianggap sebagai sumber data dan
merupakan salah satu sumber data dalam metode penelitian
kualitatif.Di dalam forum ini juga digunakan oleh MCW
88
untuk membahas tema- tema dugaan kasus korupsi serta untuk
meminta saran dan pendapat kepada peserta forum diskusi ini
atas data yang telah diperoleh oleh MCW.
c. Membentuk kelompok kampanye publik
Di dalam kegiatan ini memberikan keleluasaan kepada
masyarakat untuk berani mengadukan permasalahan terkait
persoalan yang berkaitan dengan pelayanan publik42 maupun
yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan
sehingga memberikan masukan data dan informasi kepada
MCW guna melakukan penkajian dan penanganan terhadap
permsalahan yang ada.
42 Pelayanan publik adalah semua kegiatan yang diselenggarakan oleh negara (pemerintah sebagai pemberi layanan) kepada masyarakat (yang dilayani) sebagai bentuk pemenuhan hak constitutional warga negara.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang ditulis pada bab sebelumnya, maka
dapat diambil kesimpulan dianataranya adalah :
1. Peran serta yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat
MCW adalah dengan penanganan 14 kasus selama kurun waktu
tiga tahun terakhir, penerimaan aduan dari masyarakat, melakukan
kampanye dan pendidikan publik bagi masyarakat, serta pencarian
kasus tindak pidana korupsi baik melalui inisiatif pengkajian dan
pelaporan yang diterima masyarakat.
2. Kendala internal yang dihadapi oleh lembaga sswadaya masyarakat
MCW adalah pendanaan lembaga swadaya masyarakat MCW yang
masih bersifat swadaya karena MCW merupakan lembaga yang
independent yang terlepas dari campur tangan pemerintah, serta
kerterbatasan kualitas dan kuantitas anggota MCW yang tidak
sebanding dengan besaranya wilayah yang ditangani. Kendala
eksternal yang di dadapi oleh MCW adalah kurangnya responsitas
pihak terkait penaggulangan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi sehingga sering kali menghambat penanganan kasus,
tertutupnya akses informasi dan publikasi lembaga publik yang
menyulitkan MCW untuk proses infestigasi, dan juga adanya
90
ancaman dan intimidasi dari berbagai macam pihak yang terlibat
dalam korupsi.
3. Upaya prefentif yang dilakukan MCW dalam penanggulangan
tindak pidana korpusi adalah dengan melakukan pendidikan anti
korupsi kepada masyarakat, meningkatkan kualitas dan
keterampilan anggota MCW, membangun kerjasama dengan
jaringan penggita anti korupsi lainya serta melakukan
pengumpulan infromasi dan dokumentasi publik. Upaya represif
yang dilakukan oleh MCW dalam penaggulangan tindak pidana
korupsi adalah denga melakukan investigasi kasus dugaan korupsi
serta membangun kerjasama dengan apatrat penegak hukum dan
merangkul media masa sebagai media untuk membagun opini
publik dalam penanganan suatu kasus.
B. Saran
1. Perlu banyak diadakan penyuluhan dan pendidikan publik bagi
masyarakat akan penanganan kasus tidak pidana korupsi serta
dibutuhkan sosialisasi Undang-undang No. 20 Tahun 2001 jo
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemeberantasan
tindak pidana korupsi, serta sosialisai Peraturan Pemerintah No. 71
Tahun 2000 tentang Tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat
dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
91
2. Perlunya dukungan sarana prasarana yang mendukung MCW
dalam penaggulangan tindak pidana korupsi serta penambahan
anggota baik secara kualitas dan kuantitasnya
3. Perlu adanya kerjasama dan koordinassi antara lembaga swadaya
masyarakat dan aparatur penegakan hukum dalam penaggulangan
dan pencegahan tindak pidana korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
92
Buku:
Adami Chazawi, Hukum pidana Materiil dan Formil Korupsi di
Indonesia, Banyumedia, 2005
_____________, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta, Raja Gravindo
Persada, 2005
Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahanya,
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama 1984
____________, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana
Nasional dan Internasional, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2006
Arifin Rada, Kecurangan Dalam Birokrasi Pemerintahan Pemicu
Terjadinya TINDAK PIDANA KORUPSI, Bayumedia, Malang,
2009
Chaerudin, dkk,Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak
Pidana Korupsi, Refika Aditama, Bandung, 2008
Ermansjah Djaja, Mendisain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
“Implikasi Putusan Mahkama Konstitusi Nomor 012-016-
019/PPU-IV/2006, Jakarta, Sinar Grafika, 2010
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Gravika, Jakarta, 2005
Komsis Pemberantasan Korupsi, Mengenali dan Memberantas Korupsi,
KPK, Jakarta, 2006,
Masruchin Ruba’i, Asas-Asas Hukum Pidana, UM Pres, Malang, 2001
Ninik Widiyanti, Yulius Waskita, Kejahatan Dalam Masyarakat dan
Pencegahanya, Bina Aksara, Jakarta, 1987
93
Nyoman Serikat Putra Jaya, Tindak Pidana Korupsi, Kolusi Dan
Nepotisme Di Indonesia, Badan Penerbit Undip, Semarang
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjuan Sosiologis, Genta
Publishing, Yogyakarta, 2001
Surahmi dan Suhandi, Strategi dan Teknik Korupsi, Sinar Grafika,
Jakarta, 2011
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta, 2012
Soejono Dirjosisworo, Ruang Lingkup Kriminilogi, Remaja Karya,
Bandung, 1984
W.J.S Poerwodiminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 1976
Wirjono Pradjodikoro, Tindak Pidana Tertentu diIndonesia, Bandung,
Refika Aditama
Wismulyani Endah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Saka Mitra
Kompetisi, Klaten, 201
Udang-undang dan Peraturan lainya :
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999
Undang-undangNomor 20 Tahun 2001
tentangPerubahanAtasUndang-undangNomor 31 Tahun 1999
94
TentangPemberantasanTindakPidanaKorupsi,
TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian
Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantsan Tindak
Pidana Korupsi, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia
Artikel:
Karklins, Rasma,Anti-Corruption Incentives and Constituencies in the
Post-Communist Region, Paper for Workshop 1 : Creating a
Trustworthy State, Collegium Budapest, Draft, September 2002
B. Semedi, Penegakan Hukum Yang Menjamin Kepastian Hukum
Abstrak, Pusdiklat Bea dan Cukai, (Tanpa Kota), Edisi
Desember 2013
TESIS :
Yadyn, Problematika Penegakan Hukum di Indonesia Menuju
Hukum Yang Responsif Berlandaskan Nilai-Nilai Pancasila,
Tesis Tidak Terbitkan, Makassar, Univeristas Hassanudin
Fakultas Hukum, (Tanpa Tahun)
Internet:
95
Jimly Asshiddiqie, Penegakan Hukum, (Online)
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.p
df diakses pada 2 Maret 2014.
Indonesia Coruption Watch, Indonesia Negara Paling Korup di Asia,
http://www.antikorupsi.org/id/content/perc-indonesia-negara-
paling-korup-di-asia (online) dikases 25 November 2013