Upload
truonghanh
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
DAMPAK REFORMASI TERHADAP REGULASI DAN POLA SIARAN RADIO REPUBLIK INDONESIA (RRI) WILAYAH SEMARANGTAHUN
1998-2016
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial
Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh:
Nuriyanti
3111413022
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skipsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian
Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada:
Hari : Jumat
Tanggal : 4 Agustus 2017
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Jumat
Tanggal : 18 Agustus 2017
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan dari orang lain yang terdapat dari skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Agustus 2017
Nuriyanti
NIM.3111413022
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto An athlete can not run with money in his pocket. He must run with hopes in his
heart and dreams in his head (Emil Zapotek).
Persembahan 1. Orang tua kebanggaanku dan anugerah tuhan dalam hidupku, Ibu
Hadijah dan Bapak Supena terima kasih atas doa dan dukungan
kalian.
2. Keluarga besar Emak Sar’ah yang amat kusayangi, terima kasih
atas dukungan moral dan materi untuk menyelesaikan studi di
Perguruan Tinggi.
3. Dr.Rostaman,M.Si dan Ibu Anna Taviana terima kasih atas
dukungannya sehingga saya bisa merasakan bangku kuliah.
4. Guru-guru hebat yang mendukung terselesaikannya skripsi ini
Prof.Dr.Wasino.M.Hum dan Bapak Andy Suryadi S.Pd,M.Pd.
5. Guru-Guru hebat yang mendukung untuk terus mengembangkan
diri selama masa studi, Drs.Ngabiyanto M.Si, Ibu Antari Ayuning
Arsy M.Si, Drs.Solehatul Mustofa MA, serta orang tua keduaku
Ibu Siti Maryam S.Pd.
6. Sahabat-sahabatku, Salim Zahid dan Elis Rosidah Mardiah S.Sos
terima kasih atas dukungan kalian selama menjadi mahasiswa, ada
dalam suka maupun duka.
7. Adik-adikku dan Kakak-kakakku pengurus ERC dan UKM
Penelitian terima kasih telah menjadi sahabat dan pendukungku
untuk menyelesaikan studi.
8. Rekan-rekan seperjuangan Ilmu Sejarah 2013 SOHU teman
berbagi suka dan duka serta penebar kekonyolan yang mengundang
tawa yang juga telah mewarnai masa-masa selama menjadi
mahasiswa.
9. Kucing-kucingku yang semakin menua, saksi hidup dalam masa
menempuh pendidikan, saksi saat aku menangis memaksa ingin
kuliah.
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia serta ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Dampak Reformasi Terhadap Regulasi dan Pola Siaran Radio
Republik Indonesia (RRI) Wilayah Semarang Tahun 1998-2016”
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan tenaga, pikiran, dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ungkapan
rasa terima kasih yang tulus kepada:
1. Prof.Dr.Wasino,M.Hum selaku Pembimbing 1 Skripsi, yang telah sabar
membimbing dengan tulus hingga skripsi ini selesai tepat pada
waktunya.
2. Andy Suryadi,M.Pd selaku Pembimbing 2 Skripsi, yang selalu sabar
mengoreksi kekeliruan dalam penulisan sehingga skripsi ini tersusun
lebih rapi dri sebelumnya.
3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) yang telah memberikan
Beasiswa Bidikmisi hingga akhir studi.
4. Rektor Universitas Negeri Semarang, Prof.Dr.Faturakhman M.Hum
yang telah memberikan kesempatan kuliah di Universitas Negeri
Semarang.
5. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Drs.Moh Solehatul Mustofa MA yang selalu
memberikan dukungan selama masa studi.
6. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Drs Ngabiyanto M.Si, yang
memberikan semangat serta dukungan untuk belajar dan berkompetisi.
7. Ketua Jurusan Sejarah Dr.Hamdan Tri Atmaja, S.Pd,M.Pd yang telah
memudahkan administrasi dan mendukung menyelesaikan studi.
8. Kaprodi Ilmu Sejarah yang sedang menyelesaikan studi doktoral di
Universiti Teknologi Malaysia, Moh.Sokheh,SPd,MA, yang selalu
mendukung mahasiswanya untuk lulus tepat waktu.
vii
9. Rekan-rekan UKM Penelitian Unnes dan ERC Fakultas Ilmu Sosial
yang membantu secara moril serta tulus menjadi sahabat.
10. Siti Maryam,S.Pd beserta Staff Pegawai Mawa Unnes yang telah
banyak membantu dalam pendanaan kompetisi selama masa studi.
11. Kakak-kakak dan sahabatku tercinta, Salim Zahid, Imada Septyaningsih,
Billy Cahya, dan Elis Rosidah Mardiah yang selalu mendukung, ada
disaat suka dan duka.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini
memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya, jurusan sejarah, akademisi dan
para pembaca pada umumnya.
Semarang, Agustus 2017
Penulis
viii
SARI
Nuriyanti. 2017. Dampak Reformasi Terhadap Regulasi dan Pola Siaran RRI
Wilayah Semarang Tahun 1998-2016. Jurusan Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial.
Universitas Negeri Semarang.Pembimbing Prof.Dr.Wasino M.Hum. Andy
Suryadi S.Pd,M.Pd.125 Halaman.
Kata Kunci: Radio, Reformasi, Siaran.
Gerakan Reformasi diakibatkan ketidakpuasan terhadap Rezim Soeharto
karena dianggap terjadi berbagai penyelewengan kekuasaan (abuse of power), sehingga menimbulkan tuntutan masyarakat pro Reformasi untuk mengubah
struktural Pemerintahan. Radio Republik Indonesia Wilayah Semarang memiliki
citera corong pemerintah Orde Baru adalah stasiun radio yang dijadikan tujuan
demonstran untuk menyampaikan aspirasinya pada era Gerakan Reformasi Mei
1998 di Kota Semarang.
Tuntutan Reformasi menjadikan RRI Semarang mengubah orientasi dan
fungsi,mengingat RRI sebelumnya merupakan radio pemerintah yang
menggunakan manajemen versi pemerintah harus berubah menjadi radio publik
yang independen, netral dan mandiri.
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan tujuan diantaranya: (1)
Menganalisis regulasi dan pola siaran RRI pada masa Orde Baru, (2) menganalisis
perubahan regulasi pada masa awal reformasi (3) menganalisis dampak
implementasi regulasi terhadap fungsi dan pola siaran. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian sejarah meliputi empat tahap diantaranya: (1)
Heuristik yakni tahap pencarian sumber primer berupa wawancara narasumber
sezaman dan ahli teknis, selain itu data sekunder berupa pencarian arsip
Perundang-Undangan, Peraturan Pemerintah, maupun Surat Edaran (2) kritik
sumber primer maupun sekunder, berupa pemilahan dan uji kesesuaian serta
kredibilitas sumber (3) interpretasi data, dan (4) historiografi atau langkah akhir
berupa penyusunan tulisan.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) Reformasi berdampak pada perubahan
struktural teknis, non teknis, dan status RRI Wilayah Semarang dari Unit
Pelaksana Teknis (UPT), Perusahaan Jawatan (Perjan), dan LPP sebagai imbas
dari perubahan regulasi atas perubahan rezim. (2) Pola Siaran yang menjadi dasar
acuan acara RRI tidak banyak berubah persentasenya, hanya saja konten pada
acara RRI banyak berubah, adanya penambahan jam siaran iklan termasuk
penggunaan bahasa asing, sudah mulai digunakan yang semula dilarang pada
masa Orde Baru. (3) RRI Wilayah Semarang memiliki pemancar yang kuat dan
memiliki teknologi paling canggih diantara radio-radio lainnya di Semarang
dengan pembiayaan penuh dari pemerintah. Namun, siaran masih dikontrol oleh
pusat sehingga tidak bisa bersaing ketat dengan radio-radio swasta di kota
Semarang.
ix
DAFTAR ISI
Hal COVER ............................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................ iii
PERNYATAAN ................................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
SARI ................................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xii
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 7
1.6 . Kajian Pustaka .......................................................................................... 8
1.7 Metodologi Penelitian ................................................................................ 8
1.8 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 16
1.9 Sitematika Penulisan ................................................................................ 16
BAB 2 REGULASI DAN POLA SIARAN RADIO REPUBLIK INDONESIA WILAYAH SEMARANG PADA MASA ORDE BARU
2.1 Regulasi Masa Orde Baru RRI Wilayah Semarang ... Error! Bookmark not defined.
2.1.2 Regulasi Siaran Radio Pada Masa Orde Baru .......................................... 2
2.2 Pola Siaran Pada Masa Orde Baru ............................................................ 24
x
2.2.1 Substansi Siaran RRI Wilayah Semarang .......................................... 25
2.2.2 Pola Prosentase Siaran RRI Wilayah Semarang ................................. 27
BAB III RRI WILAYAH SEMARANG MASA PERALIHAN DAN PERUBAHAN REGULASI SIARAN RADIO MASA REDORMASI 1998-2016
3.1 RRI Wilayah Semarang Pada Masa Peralihan Orde Baru ke Reformasi .... 35
3.2 Regulasi Pasca Orde Baru sebagai Tuntutan Reformasi ............................ 38
3.3 Kedudukan dan Status Hukum RRI Masa Awal Reformasi ....................... 42
3.4 Standar Operasional dan Jangkauan Siar .................................................. 38
BAB IV DAMPAK IMPLEMENTASI REGULASI MASA REFORMASI TERHADAP POLA SIARAN RRI WILAYAH SEMARANG 1998-2016
4.1 Dana Siaran Iklan dan Perubahan Struktur Organisasi masa LPP .............. 57
4.2 Prosentase Siaran dan jam siar RRI Wilayah Semarang pada masa LPP.... 64
4.3 Substansi dan Orientasi Siaran RRI Wilayah Semarang pasca Regulasi LPP
....................................................................................................................... 69
4.4 RUU RTRI, Orientasi Pasar dan Revisi UU No 32 Tahun 2002 ............... 73
BAB V PENUTUP
4.1 Simpulan ................................................................................................. 74
4.2 Saran ........................................................................................................ 76
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 58
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Pedoman Pengambilan data ……………………………………….. 81
Daftar Pertanyaan Wawancara …………………………………….. 82
Data Umum Informan ……………………………………………… 85
Transkrip Wawancara ………………………………………………. 86
Surat Pengantar Ijin Penelitian dari Dekan FIS …………………….. 98
RAS RRI Wilayah Semarang ……………………………………… 99
Salinan Arsip Undang-Undang No 11 Tahun 1966 ………………… 102
Salinan Arsip Undang-Undang No 24 Tahun 1997 ………………… 104
Surat Keputusan Menpen RI No 132 Tahun 1998 ………………….. 105
Surat Keputusan Menpen RI No. 134 Tahun 1998 …………………. 108
Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2000 …………………………. 111
Arsip Undang-Undang No 32 Tahun 2002 …………………………. 113
Arsip Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2005 ……………………. 116
Salinan Arsip Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2005 ………….. . 119
Daftar Nama Kepala RRI Semarang ………………………………. . 122
Arsip Koran ………………………………………………………… 123
Dokumentasi Penelitian ……………………………………………. 126
xii
DAFTAR SINGKATAN
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
GBHN : Garis Besar Haluan Negara
LPP : Lembaga Penyiaran Publik
KPI : Komisi Penyiaran Indonesia
Kepres : Ketentuan Presiden
Menpen : Menteri Penerangan
Perjan : Perusahaan Jawatan
Permen : Peraturan Pemerintah
PROLEGNAS : Program Legislasi Nasional
RAS : Rancangan Acara Siaran
RUU : Rancangan Undang-Undang
RRI : Radio Republik Indonesia
RTRI : Radio Televisi Republik Orde Baru
UPT : Unit Pelaksana Teknis
SK : Surat Keputusan
xiii
DAFTAR ISTILAH
Corong Orde Baru : Media pembentuk opini masyarakat terhadap
rezim Orde Baru
Konten : Substansi
Likuidasi : Pembubaran
Narrow Casting : Siaran yang ditujukan pada khalayak tertentu
Lembaga Penyiaran : penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran
publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga
penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran
berlangganan yang dalam melaksanakan tugas,
fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pers : Badan yang memuat penerbitan media massa
secara berkala
Penyiaran : kegiatan pemancarluasan siaran melalui
sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di
darat, di laut atau di antariksa dengan
menggunakan spektrum frekuensi radio melalui
udara,kabel,dan/atau media lainnya untuk dapat diterima
secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan
perangkat penerima siaran.
Reformasi : Peruahan suau sistem yang telah ada dalam suatu
pemerintahan
Regulasi : Peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah yang
mempengaruhi badan-badan lain
Rezim : Serangkaian peraturan yang mengatur pelaksanaan
pemerintahan dan interaksinya dengan masyarakat.
On Air : Penayangan lewat media radio
Off Air : Penayangan langsung di tempat kejadian
Pola : Susunan
Relay : Menggerakan kembali/disiarkan kembali dengan
menggunakan piranti agar lebih diketahui bnyak
orang
xiv
Siaran : Pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk
suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang
berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat
interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui
perangkat penerima siaran.
Frekuensi Radio : Gelombang elektromagnetik yang dipergunakan
untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang
angkasa tanpa sarana penghantar buatan,
merupakan ranah publik dan sumber daya alam
terbatas.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radio merupakan media infomasi yang menggunakan frekuensi dalam
menyampaikan pesan yang diterima secara auditif oleh publik. Radio Republik
Indonesia (RRI) adalah radio resmi milik pemeritah Republik Indonesia yang
menjadi saksi bisu perjalanan bangsa Indonesia dari masa Orde Lama hingga
Reformasi.
RRI Semarang merupakan salah satu stasiun radio yang dikelola
pemerintah dan berpusat di Jakarta. RRI Wilayah Semarang berstatus RRI
Madya atau tipe kelas B didirikan di Pusat Kota Semarang sebagai Ibu Kota Jawa
Tengah. RRI Cabang Madya Semarang berlokasi di Jalan Ahmad Yani 144 - 146
Semarang dengan luas area 10.532 m2, terdiri atas tiga bangunan utama yaitu
auditorium, perkantoran dan studio. Sejak tahun 2005, jumlah karyawan sebanyak
241 orang.
RRI Semarang lahir pada tahun 1930-an dengan sebuah studio kecil
berkekuatan 150 watt bertempat di arena pasar malam Jalan Veteran dengan
dilengkapi alat-alat yang dirakit sendiri oleh teknisi-teknisi pribumi. Sebelum
menjadi RRI awalnya bernama Radio Semarang dan didirikan oleh orang-orang
yang mencintai seni, beranggotakan 1000 orang dan setiap anggota dikenai iuran
setengah rupiah ( S. Satmoko dan Gayatri, M. Handayani,2007:12).
2
Pendirian RRI berlandaskan pada semangat Proklamasi 17 Agustus 1945, dengan
tujuan: (1) menjadikan radio sebagai alat perjuangan bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) untuk membela dan menegakkan kedaulatan dan
kemerdekaan negara pada khususya menggalang persatuan dan kesatuan nasional
serta membangun cita-cita kemerdekaan pada umumnya, (2) menjadikan radio
sebagai alat komunikasi antara pemerintah dengan rakyat dan antara rakyat
dengan rakyat, dan (3) pembinaan jiwa dan semangat Proklamasi 17 Agustus
1945. Adapun norma dan moral siaran yang ditetapkan, yaitu bahwa tiap pegawai
RRI harus yakin dan setia kepada perjuangan RRI, dan mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, golongan, dan aliran
dalam membina penyiaran radio. Sedangkan semboyannya, dalam keadaan apa
pun siaran RRI tidak boleh lenyap dari udara (Abidin, 1985 dalam
Cahyono,28:2012).
Demikian pula RRI Wilayah Semarang sebagai cabang dari pusat RRI
Jakarta, memegang prinsip tersebut pada masa awal kemerdekaan karena secara
aspek struktural dan organisasi, studio-studio di daerah sebagai cabang-cabangnya
yang bertanggung jawab penuh atas segala penyiaran di masing-masing lokasi
merujuk pada sistem jaringan dalam status kelembagaan. RRI merupakan satu
unit yang tidak bisa dipisahkan dengan pusatnya dari sejak Orde Lama hingga
sekarang.
Sejak Orde Lama hingga Orde Baru RRI sama-sama dikendalikan, hanya
saja orientasinya yang berbeda. Pada masa Orde Lama diarahkan untuk
3
menyuarakan semboyan-semboyan perjuangan sementara pada masa Orde Baru
siaran diarahkan untuk mendukung kebijakan pembangunan.
Kebijakan pada masa Orde Baru, tentunya berpengaruh pula terhadap
kebijakan pers pada waktu itu. Pers disubordinasikan ke dalam sistem politik dan
pemerintahan sehingga setiap lembaga komunikasi termasuk media massa
cenderung diarahkan sejalan dengan kebijakan politik yang sedang berlangsung.
Sementara itu, RRI sebagai lembaga pers penyiaran pemerintah hanya
menyampaikan pesan-pesan informasi yang baik-baik saja, yang sejalan dengan
program pembangunan seperti tercantum dalam Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) (Martono,2014:12). Hal ini berarti RRI tidak memiliki kebebasan dalam
siarannya pada suatu rezim yang sedang berkuasa.
Kedudukan RRI pada masa Orde Baru diatur berdasarkan Keputusan
Presiden (Kepres) No. 44 dan 45 tahun 1974 dan Surat Keputusan Menteri
Penerangan (SK Menpen) Nomor 55B tahun 1975 tentang Susunan Organisasi
Departemen Penerangan dan memposisikan RRI Seluruh Indonesia sebagai Unit
Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Radio, Televisi dan Film.
Hal ini menempatkan RRI di seluruh Indonesia tidak lebih hanya menjadi corong
pemerintah, alat propaganda, dan instrument kekuasaan dalam memanipulasi
kesadaran publik, siapa pun yang memimpin RRI harus tunduk pada kekuasaan
Orde Baru yang otoriter. Sementara itu siarannya bersifat Top Down
(Cahyono.2012,2012:39).
Ketidakpuasan terhadap rezim Soeharto yang dianggap otoriter sehingga
terjadi berbagai penyelewengan kekuasaan (abuse of power) disertai krisis
4
berkepanjangan menimbulkan tuntutan masyarakat pro Reformasi untuk
mengubah sistem struktural pemerintahan melalui gerakan Reformasi yang
memuncak pada Mei 1998.
Reformasi membawa slogan pro-rakyat akibat adanya anggapan
otoriterisme rezim Orde Baru sehingga memberi hembusan pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja parlemen untuk membuat undang-undang (UU) yang
sejalan dengan kepentingan publik pro reformasi, tidak terkecuali sistem
penyiaran yang dinilai otoritarian mulai direvisi menuju sistem penyiaran yang
demokratis pro-publik, dan menanggalkan segala produk rezim Orde Baru.
Maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 2000, tentang Pendirian Perusahaan Jawatan (Perjan) menjadikan status
RRI sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkarakteristik tidak
mencari keuntungan, memberikan pelayanan kepada publik, bagian dari suatu
departemen pemerintah, dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab
langsung kepada Menteri atau Direktur Jenderal Departemen yang bersangkutan
dan status karyawannya adalah pegawai negeri (PP/37/2000). Sedangkan maksud
dan tujuan Perjan adalah menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa barang
dan jasa yang bermutu dan menandai bagi pemenuhan hajat orang banyak.
(Rencana Induk LPP RRI 2011-2016).
Status RRI mengacu pada UU No 37 Tahun 2000. Namun, siaran masih
mengacu pada UU No 24 Tahun 1997 yang dianggap produk hukum rezim Orde
Baru. Maka dari itu, melalui proses yang panjang, maka UU No 24 Tahun 1997
dicabut dan diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
5
Penyiaran yang menetapkan RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP)
hingga saat ini. Pasal 14 Undang Undang Nomor 32/2002 menegaskan bahwa
RRI adalah LPP yang bersifat independen, netral, tidak komersil dan berfungsi
melayani kebutuhan masyarakat. Perubahan ini menyebabkan pergeseran peran
RRI, dari yang semula sebagai lembaga milik negara (state owned oriented)
menjadi lembaga milik publik (publik oriented) (ps 4/UU No 32/2002). RRI
sebagai LPP juga dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 dan 12
Tahun 2005 penjabaran lebih lanjut dari Undang Undang Nomor 32/2002 tentang
perubahan RRI menjadi LPP RRI.
Perjalanannya perubahan RRI dalam status maupun peran sudah beberapa
kali berubah, tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini terjadi karena imbas dari
perubahan sistem pemerintahan yang terjadi di Negara Indonesia. Pada awal
kemerdekaan hingga zaman Presiden Soeharto, RRI adalah radio yang dipakai
sebagai alat pemerintah yang menyiarkan hal-hal positif dari pemerintah.
Perubahan status kedudukan berpengaruh terhadap siaran Radio Republik
Indonesia inilah yang merupakan fenomena menarik diteliti mengingat RRI yang
sebelumnya merupakan radio pemerintah yang menggunakan manajemen pola
siaran versi pemerintah harus berubah menjadi radio publik yang independen,
netral dan mandiri. Untuk mengetahui proses perubahan yang dilakukan RRI
dalam menyesuaikan diri dengan statusnya sebagai LPP, maka peneliti
menganalisis terkait regulasi dan pola siaran yang merupakan dampak dari
reformasi. Maka dai itu, peneliti mengangkat judul Dampak Reformasi
6
Terhadap Regulasi Dan Pola Siaran Radio Republik Indonesia (RRI)
Wilayah Semarang Tahun 1998-2016.
1.2.Berdasarkan Latar Belakang tersebut maka diketahui beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana regulasi dan pola siaran Radio Republik Indonesia (RRI) masa
Orde Baru ?
2. Bagaimana regulasi dan pola siaran Radio Republik Indonesia (RRI) masa
Reformasi ?
3. Bagaimana dampak Reformasi terhadap regulasi dan pola siaran RRI
Wilayah Semarang 1998-2016?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan Permasalahan diatas maka yang hendak dicapai dalam penelitian
ini adalah:
1. Menjelaskan dan menganalisis regulasi dan pola siaran Radio Republik
Indonesia (RRI) pada masa Orde Baru .
2. Menjelaskan dan menganalisis perubahan Regulasi dan Pola siaran Radio
Republik Indonesia (RRI) masa Reformasi
3. Menjelaskan dan menganalisis dampak Reformasi terhadap regulasi dan
pola siaran RRI Wilayah Semarang 1998-2016
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
7
Manfaat Teoritis Yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah memberikan
sumbanga penelitian sejarah khususnya sejarah Lokal.
2. Manfaat Praktis
Manfaat Praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Menambah pengetahuan terkait dampak Reformasi terhadap regulasi
dan pola siaran Radio Republik Indonesia (RRI) Semarang Tahun
1998-2016.
b. Sebagai Kajian sejarah untuk penelitian selanjutnya mengenai media
informasi dari masa ke masa Radio Republik Indonesia Semarang.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Skripsi ini perlu adanya pembatasan ruang lingkup spasial dan ruang
lingkup temporal agar tidak terjadi perluasan dan pembahasan masalah. Ruang
lingkup spasial adalah batasan tempat terjadinya suatu peristiwa sejarah. Ruang
lingkup spasial dalam penulisan skripsi ini adalah Kota Semarang yang
merupakan Ibu Kota Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai tempat dimana Radio
Republik Indonesia cabang Semarang berdiri. Berdasarkan pandangan subjektif
penulis, Semarang merupakan salah satu pusat perpolitikan Jaa Tengah dan secara
kuantitas memiliki jumlah pendengar radio yang paling banyak di tingkat
nasional.
Ruang Lingkup temporal adalah batasan waktu yang dijadikan dalam
penulisan sejarah. Ruang Lingkup temporal dalam penulisan skripsi ini yaitu yang
pada tahun 1998 yang merupakan puncak gerakan Reformasi yang merupakan
8
dasar untuk mengubah segala kebijakan pemerintah serta menjadi tonggak awal
kebebasan pers cetak maupun penyiaran, khususnya pers penyiaran pemerintah
Radio Republik Indonesia. Sementara kurun waktu tahun 2016 terkini
(kontemporer) yang djadikan acuan penulis sebagai dampak perkembangan Radio
Republik Indonesia sebagai corong pemerintah hingga menjadi Lembaga
Penyiaran Publik (LPP) yang mengubah orientasi siarannya.
1.6 . Kajian Pustaka
Salah satu penunjang dalam penelitian ini, digunakan beberapa buku yang
dijadikan acuan sebagai dasar keilmiahan suatu kajian.
Dalam buku yang berjudul Komunkasi dan Regulasi Penyiaran (2005)
Muhamad Mufid, menjelaskan tentang landasan seputar teoritisasi ilmu
komunikasi terkait penyiaran. Sementara itu, penulis buku ini memaparkan
perkembangan dan sejarah komunikasi dan penyiaran di Indonesia .
Penulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan interkontekstual faktor-
faktor yang mempengaruhi masa transisi regulasi penyiaran media dari ‘state
oriented regulation’ menuju market dominated regulation. Dalam buku ini juga
dijelaskan hubangan antara stuktur variasi market dan state dan agensi kelompok
civil society seperti organisasi jurnalis dan kelompok kepentingan lain dalam hal
ini berhubungan dengan perspektif ekonomi-politik media masa yang
kontruktivisme.
9
Buku ini memuat regulsi yang dijadikan acuan penyiaran radio sejak masa
Orde Baru dan kebijkan-kebikana yang menuai pro kontra, yaitu UUU No 24
tahun 1997 hingga UU No 32 Tahun 2002
David T. Hill dalam bukunya berjudul Pers Masa Orde Baru (2011)
memberi warna tersendiri dalam pemikirannya mengenai perkembangan media. Ia
berpendidikan sarjana mengenai Asian Studies di Australian National University
di Canberra . Buku yang ditinjau dalam skripsi ini ditulis pada tahun 1995 dan
baru diterjemahkan pada tahun 2011. Sebelumnya buku ini ditulis dalam bahasa
Inggris dan telah beredar luas di kampus-kampus luar negeri. Buku ini mengkaji
peran media di masa Orde Baru yang digunakan sebagai sarana propaganda
pemerintah untuk menggerakan pembangunan nasional dan menjadi alat yang
penting dalam memelihara serta membantu beranak pinaknya legitimasi Orde
Baru.
Buku ini menggarisbawahi perkembangan pers sepanjang Orde Baru
dengan mencatat secara khusus periode-periode dimana pemerintah melancarkan
aksi-aksi anti pers dan liberalisasi serta ekspansi ekonomi yang berlangsung,
mengkaji lebih jauh apa, mengapa, bagaimana media yang berkembang pada
masa Orde Baru untuk kepentingan intelektual dan implementasi pada masa
reformasi dewasa ini kedepan. Sehingga penulis memahami poin-poin penting
akar permasalahan dominasi penguasa terhadap pers khususnya pers penyiran RRI
yang diklaim sebagai milik pemerintah pada masa Orde Baru, yang mana
siarannya dimaksudkan untuk menyiarkan program-program pemerintah pada
masa Orde Baru.
10
Buku ini mendukung dalam penyusunan skripsi yang ditulis secara
tematik dan kronologis oleh penulis, dimana penulis memahami regulasi pers pada
masa Orde Baru hingga pengguliran UU No 24 Tahun 1997.
Selanjutnya buku laporan berseri yang berjudul Memetakan Kebijakan
Media di Indonesia (2012) yang ditulis oleh Yanuar Nugroho, Muhammad Fajri
Siregar, dan Shinta Laksmi. Buku ini merupakan hasil penelitian kerjasama antara
Center for Innovation Policy Governance (CIPG), Hivos, dan University of
Manchester Business School yang didukung oleh Ford Fondation.
Penelitian ini mengkaji dinamika kebijakan media di Indonesia. Penelitian
ini bermanfaat dalam setidaknya dua aspek, pertama, penelitian ini membuka dan
mencermati karakter publik media terutama yang terkait dengan keberpihakan
media terhadap publik yang sampai sekarang hanya merupakan asumsi atau
disepelekan, kedua, riset ini mengkonfirmasi aspek, bagaimana permasalahan dan
kontradiksi media memberi ruang terhadap agenda politis yang berujung pada
kemerosotan fungsi sosial media massa itu sendiri.
Salah satu temuan dalam penelitian ini adalah Reformasi 1998 merupakan
titik balik dan dianggap sebagai landasan utama dalam upaya memastikan hak-hak
warga negara atas media. Setelah itu, muncul amandemen UUD 1945 dan UU
Hak Asasi Manusia. Kajian ini mengulas dua kebijakan pasca-reformasi menjadi
kerangka hukum dan peraturan media, yaitu UU Pers No. 40/1999 dan UU
Penyiaran No. 32/2002 yang berdampak terhadap orientasi siaran pemerintah
maupun swasta.
11
1.7 Metodologi Penelitian
Dalam sebuah Penelitian dibutuhkan suatu metode ilmiah yang
menyangkut masalah cara kerja untuk obyek yang mendasari sebuah kajian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah
yang menguji dan menganalisa secara kritis rekaman masa lampau. Penelitian ini
difokuskan pada regulasi dan pola siaran Radio Republik Indonesia Wilayah
Semarang pada masa Orde Baru awal reformasi hingga 2016. Adapun langkah-
langkah yang digunakan dalam proses penelitian ini menurut Kuntowijoyo
(1995:9) adalah:
1. Pengumpulan data (Heuristik )
Heuristik adalah kegiatan dalam mengumpulkan dan mencari sumber
yang berhubungan dengan penelitian. bahwa heuristik adalah sebuah kegiatan
mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau materi sejarah atau
evidensi sejarah.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh penulis dalam mengumpulkan sumber
ini yakni dengan mencari sumber lisan maupun tulisan, arsip, jurnal, buku, dan
surat kabar, dan sumber tertulis lainnya yang relevan untuk pengkajian
permasalahan yang akan dikaji.
Sumber primer harus ditemukan, karena sumber sekunder tidak cukup
untuk digunakan sebagai kajian analisis sejarah. Sumber primer yang penulis
gunakan yaitu dokumen-dokumen yang berasal dari Depkominfo maupun
langsung dari kantor RRI Semarang, yang dicocokan melalui metode wawancara
Adapun teknik pengumpulan data dalam langkah ini yaitu:
12
a. Studi Pustaka, studi pustaka merupakan kegiatan untuk memperoleh data
berupa buku, majalah serta koran yang relevan dengan permasalahan yang
dikaji. Dalam langkah ini peneliti melakukan pencarian sumber tertulis di
Perpustakaan Jurusan Sejarah, Perpustakaan Pusat Universitas Negeri
Semarang, Perpustakaan Wilayah Jawa Tengah, dan Perpustakaan Kota
Semarang.
b. Studi dokumen, studi dokumen merupakan kegiatan mencari data
mengenai hal hal yang berkaitan dengan penelitian berupa arsip,
menitikberatkan pada analisis atau interpretasi bahan tertulis berdasarkan
konteksnya . Bahan tersebut dapat berupa tulisan yang terpublikasi, buku,
surat kabar, majalah, artikel ilmiah, dan sejenisnya. Penulis mencari
sumber dokumen, diantaranya di Dinas Komunikasi dan Informatika Kota
Semarang dan Kantor RRI Wilayah Semarang.
c. Wawancara (interview) merupakan salah satu metode pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dengan jumlah
responden yang sedikit. Seorang peneliti dalam melakukan wawancara
perlu memperhatikan beberapa faktor yaitu informan (responden), topik,
situasi, kemampuan pewawancara menggunakan teknik wawancara, dan
faktor sosial budaya yang mempengaruhi interaksi antara pewawancara
dengan informan. Peneliti harus menyiapkan instrumen berupa pertanyaan
dalam proses wawancara sebagai pedoman penelitian, peneliti juga
13
menggunakan alat bantu seperti tape recorder, dan material lain yang
dapat membantu pelaksanaan wawacara.
Sementara itu, Narasumber wawancara dalam skripsi ini diantaranya:
a. Kepala Bidang Programa Siaran LPP RRI Wilayah Semarang,
Dwi Okto Gunarso S.Sos
b. Kepala Perencana dan Evaluasi Program Siaran, Titik Hendriyana
S.S. MM
c. Kepala Bidang Tata Usaha LPP RRI Wiayah Semarang, Adi
Suyono,S.Ip,MM.
2. Kritik Sumber (Verifikasi)
Untuk mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sumber, peneliti mencoba
melakukan kritik sumber. kritik adalah kerja intelektual dan rasional yang
mengikuti metodologi sejarah guna mendapatkan objektivitas suatu kejadian.
Dalam metodologi sejarah kritik sumber meliputi dua tahapan, yaitu kritik
eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal adalah usaha mendapatkan otentisitas
sumber dengan melakukan penelitian fisik terhadap suatu sumber. Kritik eksternal
selalu dilakukan sesuai dengan anak zaman, terkait dengan sumber-sumber yang
didapat, peneliti melakukan kritik eksternal dengan melihat karya-karya dari
aspek pengarang, penerbit dan tahun terbit. Kritik sumber adalah sebuah proses
untuk mengevaluasi validitas dan otensitas sumber sejarah. Kritik sumber
menghubungkan antar sumber yang membutuhkan proses interpretasi dan
penjelasan dalam hubungan fakta. (Wasino,2006 dalam Wasino &Endah,2017).
Otensitas Sumber, peneliti melakukan pengujian atas asli tidaknya sumber,
14
berarti ia menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Pada dokumen
tertulis perundang-undangan dsar penyusunan regulasi yang berkaitan dengan
Penyiaran, peneliti melihat gaya tulis arsip dan tinta yang digunakan selain itu
mengecek kembali asal arsip apabila berasal dari situs online, peneliti melihat
situs tersebut resmi atau tidak.
a. Otensitas Sumber, peneliti melakukan pengujian atas asli tidaknya
sumber, berarti ia menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan.
Pada dokumen tertulis perundang-undangan dsar penyusunan regulasi
yang berkaitan dengan Penyiaran, peneliti melihat gaya tulis arsip dan
tinta yang digunakan selain itu mengecek kembali asal arsip apabila
berasal dari situs online, peneliti melihat situs tersebut resmi atau tidak.
b. Kesahihan sumber (kredibilitas). Sebagaimana telah dikemukakan dalam
uraian terdahulu, bahwa kesaksian dalam sejarah merupakan faktor paling
menentukan sahih dan tidaknya bukti atau fakta sejarah itu sendiri, Penulia
mmpertimbangkan betul sumber informan sebelum mewawancarai lebih
lanjut dan mengecek status kepegawaiannya, keahliannya, dan lama
bekerja di RRI Wilayah Semarang. Sementara itu, penulis melakukan
pengendalian atau pengecekan proses-proses itu serta untuk mendeteksi
adanya kekeliruan dalam pengambilan data yang mungkin terjadi.
3. Interpretasi,
Interpretasi yaitu memaknai atau memberikan penafsiran terhadap fakta-
fakta yang diperoleh dengan cara menghubungkan satu sama lainnya. Pada tahap
15
ini penulis mencoba untuk menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh selama
penelitian.
Penafsiran atas fakta harus dilandasi sikap obyektif . Kalaupun subyektif
harus rasional bukan mengedepankan emosional. Rekonstruksi sejarah harus
menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran. (Wasino,2007:73).
Maka dari itu, tahapan interpretasi atau penafsiran peneliti mencoba
melakukan tafsiran se-rasional mungkin serta selalu mencantumkan sumber yang
digunakan. Dalam tahapan interpretasi ini, peneliti melakukan dua hal, yaitu
dengan analisis dan sintesis. Pada tahapan analisis, peneliti menguraikan bahasan
yang akan dikaji . Kemudian tahap sintesis peneliti mencoba menyatukan dan
mengambil kesimpulan.
4. Historiografi
Langkah terakhir metode sejarah ialah historiografi, yakni merupakan cara
penulisan, pemaparan atau penulisan laporan hasil penelitian sejarah yang telah
dilakukan. Penulis berusaha memberikan gambaran yang jelas mengenai proses
penelitian dari fase awal hingga akhir (penarikan kesimpulan).
Fakta dan maknanya harus dirangkai secara kronologis/diakronis dan
sistematis, menjadi tulisan sejrah sebagai kisah. Kedua sifat uraian itu harus
benar-benar tampak , karena kedua hal itu merupakan bagian ciri karya sejarah
ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu. Selain kedua hal tersebut, penulisan
sejarah khususnya sejarah yang bersifat ilmiah juga harus memerhatikan kaidah-
kaidah penulisan karya ilmiah pada umumnya (Wasino,2007:83).
16
1.8 Kerangka Pemikiran
Penulisan sebuah skripsi memerlukan rangkaian fakta yang disusun secara
kronologis dan analitis. Analisa sebuah peristiwa akan memerlukan teori yang
relevan dengan masalah yang akan dikupas.
Landasan teoretis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
strukturasi, teori ini diperkenalkan sosiolog Anthony Giddens tahun 1979,
dalam penelitiannya Giddens mendiskripsikan tentang institusi sosial
kelompok dan organisasi diproduksi, direproduksi, dan ditransformasi melalui
penggunaan aturan-aturan sosial. Aturan-aturan yang dibuat kelompok berfungsi
bagi perilaku para anggotanya. Giddens memandang struktur sosial sebagai
pedang bermata dua, struktur dan aturan yang diciptakan membatasi perilaku
anggota organisasi dan kelompok, akan tetapi aturan yang sama membuat
anggota mampu memahami dan berinteraksi dengan orang lain (West dan Turner,
2008).
Terhadap gambaran konseptual ini penulis melihat bahwa sebagai bagian
dari sistem kenegaraan, maka kepentingan nasional, negara dan bangsa yang
dirumuskan oleh kalangan pembuat kebijakan akan menentukan mekanisme
operasional media massa dalam menjalankan fungsi dan tujuannya. Sehingga
perubahan rezim mengubah fungsi media massa maupun orientasi siarannya.
Sehingga penulis melakukan pendekatan ilmu politik dalam mengatur
kekuasaan suatu rezim yang sedang berlangsung dalam mempengaruhi opini
public secara Top Down maupun Bottom Up.
17
1.9 Sitematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan pembaca dalam memahami isi pembahasan ini,
terlebih dahulu penulis menguraikan sistematika penulisan. Sistematika Penelitian
ini terdiri dari lima bab. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut :
Bab I, Merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan istilah, ruang lingkup, kejian
pustaka, metode penelitian, dan kerangka teori.
Bab II, merupakan tulisan tematik terkait regulasi dan pola siaran RRI
Wilayah Semarang pada masa Orde Baru menjelang masa awal reformasi.
Bab III, merupakan ulasan terkait regulasi dan pola siaran yang diterapkan
pada masa awal jatuhnya Orde Baru hingga reformasi
Bab IV, menjelaskan dampak implementasi dan regulasi yang diterapkan
oleh pemerintah terhadap pola siaran dan struktural RRI Wilayah
Semarang
BAB V, bab ini merupakan bab terakhir yang mengungkapkan simpulan
dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dan merupakan jawaban atas
pertanyaan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian.
2
BAB II
REGULASI DAN POLA SIARAN RADIO REPUBLIK INDONESIA
WILAYAH SEMARANG PADA MASA ORDE BARU
2.1.2 Regulasi Siaran Radio Pada Masa Orde Baru
Radio Republik Indonesia merupakan media informasi siaran publik resmi
milik pemerintah dan menjadi saksi perjalanan sejarah Republik Indonesia. Radio
ini memiliki slogan “sekali mengudara, tetap mengudara” slogan dari radio ini
dapat terwujud hingga saat ini, dimana sekarang RRI masih tetap mengudara. RRI
merupakan radio yang mempunyai posisi yang strategis, sebab realitasnya RRI
masih merupakan satu-satunya radio berjaringan nasional dan mampu
menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia (Pusdati RRI 2016).
Radio Republik Indonesia Semarang merupakan radio cabang madya
yang siarannya dikendalikan pusat. RRI harus patuh terhadap regulasi pers yang
sewaktu-waktu selalu berubah mempengaruhi fungsi dan siaran. Berdasarkan
analisa penulis, setiap kebijakan diterapkan sesuai otoritas penguasa yang sedang
menjalankan kekuasaan di Indonesia sehingga setiap rezim yang berkuasa
memengaruhi siaran dan memiliki otoritas untuk mengalihkan fungsi RRI
sehingga RRI tidak sepenuhnya memegang prinsip pers. RRI sebagai media pers
penyiaran tentu memiliki fungsi sama halnya dengan pers cetak sebagai alat
perjuangan pada masa revolusi hingga peralihan.
Pada hari-hari awal kemerdekaan istilah pers perjuangan menyimbolkan
peran media sebagai pendamping perjuangan nasional. Presiden Soekarno pernah
sengaja menggunakan media sebagai alat revolusi dan difungsikan untuk
3
mengontrol agenda politik dan pembangunannya (Yanuar,2012:35). Meski begitu,
Indonesia baru memiliki kebijakan formal yang mengatur media dan pers pertama
kali pada 1966, atau sekitar 21 tahun setelah Kemerdekaan. Undang-Undang
Pers (UU 11/1966) yang meregulasi media cetak dan prinsip-prinsip pers
nasional jelas mengatur penggunaan media sebagai alat ideologis, dengan secara
harfiah menyatakan pers nasional berkewajiban membina persatuan dan
kekuatan-kekuatan progresif revolusioner dalam perjuangan menentang
imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, feodalisme, liberalisme,
komunisme, dan fasisme/diktatur (UU Pers No. 11/1966 Pasal 2). Hal-hal yang
tidak mendukung kebijakan pemerintahan saat itu bisa dikenakan sanksi
pemberangusan. KUHP menjadi landasan hukum di zaman “Demokrasi
Terpimpin”. Persbreidel Ordonanntie dan Haatzaai Artikelen masih sering
menjadi “senjata” dan diberlakukan untuk membungkam pers, walaupun produk
hukum itu sesungguhnya merupakan produk kolonial. (Martono,2014:11).
Pada masa Orde Baru, Indonesia memasuki peralihan zaman,
penyelenggaraan pemerintahan yang lebih fokus dengan pembangunan ekonomi
mempengaruhi kebijakan pers pada waktu itu. Pers disubordinasikan ke dalam
sistem politik dan pemerintahan sehingga setiap lembaga komunikasi termasuk
media massa cenderung diarahkan sejalan dengan kebijakan politik yang sedang
berlangsung. Pada masa tersebut, regulasi di bidang pers ditemui dengan
perubahan perundangan yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 21
4
Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966
Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Di bawah payung perundangan yang
berlaku pada masa Orde Baru berkuasa, siaran pers penyiaran dikontrol dibawah
pengawasan pemerintah (Martono,2014:12). Pers berdampak pada siaran RRI
sebagai radio resmi milik pemerintah yang dikenal sebagai corong penguasa
untuk menyampaikan program-program pemerintah dan pro terhadap seluruh
kebijakan rezim Orde Baru.
Kedudukan RRI pada masa Orde Baru diatur berdasarkan Keputusan
Presiden (Kepres) No. 44 dan 45 tahun 1974 dan Surat Keputusan Menteri
Penerangan (SK Menpen) Nomor 55B tahun 1975 tentang Susunan Organisasi
Departemen Penerangan; keberadaan tipe B termasuk RRI Wilayah Semarang
sebagai Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Radio, Televisi
dan Film yang berkedudukan di ibukota Provinsi Dengan kedudukan sebagai
UPT, posisi RRI di seluruh Indonesia tidak lebih hanya menjadi corong
pemerintah, alat propaganda, dan instrument kekuasaan dalam memanipulasi
kesadaran publik. Siapa pun yang memimpin RRI harus tunduk pada kekuasaan
Orde Baru yang otoriter. Akibatnya, RRI menjadi kurang disukai oleh banyak
kalangan terutama masyarakat yang terdidik dan kelompok kritis karena
program-program siaran RRI cenderung monoton, menggurui, dan top down.
Makin hari, munculnya perasaan tidak senang terhadap RRI bertambah besar,
apalagi setelah pilihan media makin beragam. Perasaan tidak suka terhadap RRI
terutama terjadi pada kelompok anak-anak, remaja, dan kalangan pemuda.
(Cahyono.2012,2012:39).
5
Berikut hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan salah satu
narasumber :
“Pada saat Orde Baru dulu kami ini populernya disebut corong pemerintah.
Karena sebagai media kami ini meneruskan apa yang sudah menjadi instruksi
dari pemerintah artinya apa,instruksi itu terkait bahwa sebagai radio RRI
meneruskan kebijakan-kebijakan regulasi dari semua kementrian, istilah yang
dikenal adalah top-down. Instruksi dari pusat, dari kementrian, dari Presiden
turun ke kementrian, kementrian diteruskan pada dinas-dinas terkait. Fungsi
kami hanya menyampaikan informasi berdasarkan intruksi dari pusat”
(Titiek Hendriama, Wawancara Pada 5 Mei 2017)
Media RRI bersifat instruktif karena peraturan Orde Baru memang hanya
memposisikannya sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT). RRI tidak bisa bergerak
secara leluasa. Siaran pun diatur berdasarkan orientasi pembangunan pada masa
Orde Baru dan engacu pada Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Hasil wawancara tersebut sesuai dengan data dari pusat informasi RRI,
bahwasannya pada masa Orde Baru segala aturan yang dilaksanakan oleh RRI
wilayah Semarang bersumber dari pusat dibawah naungan Departemen
Penerangan mengacu fungsinya, RRI berfungsi sebagai media edukasi sebagai
media penyeimbang siaran-siaran radio swasta (Pusdatin RRI,20016).
Jika diamati pada masa Orde Baru banyak kebijakan neoliberal
diimplementasikan di Indonesia diantaranya keputusan menambahkan investasi
asing yang mulai dilakukan pada tahun 1974 dan kepemilikan saham asing
meningkat hingga 100 % pada tahun 1994 (Erik,2017:28). Hal ini juga
mempengaruhi industri pers yang sebagian besar dikuasai oleh pribumi, sehingga
memudahkan untuk mendapatkan izin pendirian pers swasta lokal maupun
nasional. Kesempatan selebar-lebarnya dalam membuka kesempatan investasi
20
untuk investor asing yang sebenarnya bertentangan dengan paham pendiri bangsa
Indonesia.
Terkait siaran yang berhubungan dengan radio pada masa berlangsungnya
Orde Baru, seringkali mengalami perubahan. Berikut perubahan regulasi pada
masa Orde Baru dalam buku Laporan Memoir Masa Bhakti 1998-1999 yang
diterbitkan oleh Departemen Penerangan RI, diantaranya:
Surat Keputusan Menteri penerangan Nomor 226 Tahun 1984 tentang
wajib relai RRI sudah diperbaharui dengan surat keputusan Menteri Penerangan
Nomor 134 Tahun 1998. Dalam SK tersebut Radio Siaran non RRI hanya
mewajibkan relai siaran berita sentral sebanyak 3 kali pukul 06.00, 13.00, dan
19.00 WIB setiap hari, yang sebelumnya 18 kali (Menpen ps 1/134/1998) (2)
Surat Keputusan Menteri Penerangan No 242 Tahun 1977 Juncto No
245b/kep/MNRPRN/1985 tentang pengukuhan PRSSNI Sebagai pengganti telah
diterbitkan Surat Keputusan (3) Menteri Penerangan No 18A/SK/MENPEN/1998
mengenai organisasi radio siaran swasta nasional di Indonesia. Dengan terbitnya
SK Menpen tersebut, maka membuka kesempatan untuk mendirikan organisasi
radio siaran swasta nasional selain PRSSNI.
Aturan selanjutnya, (4) Surat edaran Direktur Jenderal Radio, Nomor
1351/1993 tentang ketentuan penyelenggaraan dan mekanisme perizinan radio
swasta, diperbaharui dengan surat edaran direktur Jenderal Radio No
1/SE/RTF/K-IV/IX/1998 tentang ketentuan persyaratan dan tatacara memperoleh
rekomendasi penyelenggaraan Siaran Radio Swasta dengan diterbitkanya surat
keputusan menteri penerangan nomor 183A/SK/MENPEN/1998 dan Surat Edaran
21
Direktur Jendral Radio, Televisi dan Film Nomor 01/SERTF/K-IV/IX/1998, telah
membuka kesempatan bagi masyarakat luas untuk mendirikan organisasi radio
siaran swasta/nasional diluar PRSSNI. bagi masyarakat penguasaha yang ingin
mendirikan stasiun penyiaran radio siaran swasta hanya cukup dengan
rekomendasi Kepala Kantor Wilayah Departemen Penerangan dan Gubernur
setempat. (5) UU nomor 24 tahun 1997 tentang penyiaran telah ditinjau kembali
oleh tim yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penerangan RI No.
141/SK/MENPEN/1998 Tentang Tim penyusunan RUU tentang Ketentuan-
ketentuan Media Massa RUU tentang media massa tersebut telah disampaikan ke
sekretariat kabinet untuk selanjutnya diteruskan ke DPR RI. (Departemen
Penerangan,1999:468).
Perubahan regulasi pada masa Orde Baru tersebut tidak mengubah status
RRI Wilayah Semarang. Berdasarkan kebijakan pada masa pendiriannya hingga
masa Orde Baru, RRI Wilayah Semarang berstatus sebagai Unit Pelaksana
Teknis (UPT) (1945-1998). Status tersebut diterapkan oleh RRI seluruh
Indonesia.
22
Berikut Struktur Organisasi RRI Semarang saat berstatus Unit Pelaksana Teknis
Bagan 2: Struktur Organisasi RRI Semarang Periode Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Tahun 1945-1998.
Sumber: Ruang SDM Kantor RRI Wilayah Semarang Tahun 2017
Sebagaimana telah disepakati, RRI Wilayah Semarang sebagai media
siaran pemerintah tipe B (cabang madya), memiliki struktur seperti diatas.
Struktur organisasi pada masa UPT ini lebih sederhana. Berdasarkan struktur
organisasi RRI tipe B tersebut, pembagiannya adalah sebagai berikut:
1. Kepala Stasiun bertugas mengkoordinasi seluruh kegiatan
dilingkungan staff RRI.
2. Bagian Tata Usaha: Bertanggungjawab terhadap semua kegiatan
dilingkungan Sub Bag TU, melakukan koordinasi, dan konsultasi
dengan seksi-seksi lain, menyusun rencana kegiatan Sub Bag TU
sebagai pedoman kerja, serta mendistribusikan tugas kepada staf di
KEPALA STASIUN RRI REGIONAL 1 SEMARANG
KASI
SIARAN
KASI PEMBERITAAN KASI TEKNIK
KASUBSI
REPORT
ASE
KASUBSI
BRAULK
OM
KASUBSI
DOKUME
NTASI
KASUBSI
PROGAM
A
KASUB
SI
PERIKL
KASUBSI
SIARAN
KATA
KASUB
SI
PRODU
KASUB
SI
SARAN
KASUBSI
PEMANCA
R
KEPALA BAGIAN TATA
USAHA
KAUR
UMUM
KAUR
KEUANGAN
KAUR
PERLENGKAPAN
23
lingkungan Sub Bagian TU sesuai dengan prosedur kerja.
Mengevaluasi dan membina staf di lingkungan Tata Usaha (TU),
memeriksa konsep laporan seperti surat-surat dinas atau konsep surat-
surat tentang kepegawaian serta memberikan catatan perbaikan,
memeriksa konsep DUK, Daftar Gaji,SPK, Kontrak, dan bukti
penagihan berdasarkan data dan ketentuan yang berlaku serta memaraf
untuk ditandatangani oleh Kepala Stasiun Kepala RRI Semarang
sebagai tanda persetujuan, melaksanakan tugas lain sesuai dengan
intruksi Kepala Stasiun RRI Wilayah Semarang.
3. Kasi Siaran, Bertugas melaksanakan perencanaan dan evaluasi
program, pertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di lingkungan
seksi siaran, menyusun langkah kegiatan siaran sebagai pedoman
kerja, Kepala bagian Progama bertugas memberikan petunjuk dan
pengarahan kepada staf di lingkungan siaran, serta engusulkan
Rencana Anggaran Biaya Siaran (RABS).
4. Kasi Pemberitaan bertugas melaksanakan produksi berita ulasan dan
dokumentasi, liputan, dan olahraga, bertanggungjawab terhadap
seluruh kegiatan yang ada di lingkungan seksi pemberitaan. Selain itu
juga menyusun jadwal redaksi dan membuat laporan redaksi.
5. Kasi Teknis, bertugas menyusun sumberdaya tugas teknologi
berdasarkan spesialisasi kerja yakni diantaranya melakanakan tugas di
bidang teknik studio, multimedia, transmisi, sarana dan prasarana
(Tupoksi, Kantor RRI Wilayah Semarang Tahun 2017).
24
2.2 Pola Siaran Pada Masa Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru merupakan pemerintahan yang melakukan
kontrol terhadap pers agar difungsikan untuk mendukung program-program
pemerintah. Salah satunya Radio milik pemerintah beserta teknologi penyiarannya
dikuasai oleh pemerintah. Indonesia, tidak seperti kebanyakan negara maju dan
berkembang lainnya, kemajuan teknologi di Indonesia dikuasai negara. Sebanyak
80 persen pendanaan R&D berasal dari pemerintah. Hal yang sama yang sama
juga terlihat dari besarnya anggaran yang disalurkan ke industri strategis yang
menunjukan komitmen pemerintah untuk membuat industri milik negara menjadi
tulang punggung. Dalam hal ini pemerintah ingin memperlihatkan diri sebagai
promotor utama perkembangan teknologi Indonesia (Ray dalam Prisma,1995:92).
Teknologi dalam rujukan tersebut adalah seluruh teknologi yang berkaitan
dengan hajat hidup orang banyak, salah satunya adalah teknologi penyiaran dan
kontrol satelit yang diluncurkan pada masa tersebut menyebabkan permerintah
terkesan mengekang (over protected ). Namun pada masa tersebut tidak menutup
kemungkinan terjadi liberalisasi media sebagai bentuk lain pemasukan negara
karena longgarnya peraturan dalam mengatur media swasta.
Selain itu, dampak kemudahan mendapatkan SIUPP Radio Swasta dengan
dikeluarkannya regulasi Menteri Penerangan No 18A/SK/MENPEN/1998
mendukung berdirinya media-media siaran maupun cetak swasta. Kebijakan
tersebut memengaruhi pola substansi siaran RRI Wiayah Semarang agar mampu
bersaing dengan swasta dengan pola siar dilakukan kontrol dari pusat.
25
2.2.1 Substansi Siaran RRI Wilayah Semarang
Pada masa pemerintahan Orde Baru, RRI orientasinya lebih cenderung
kepada siaran pembangunan, karena siarannya lebih banyak bermuatan pesan
pembangunan. Bahkan dalam menggali materi siaran lebih banyak bersifat
instruktif dan bukan hasil keinginan serta kebutuhan pendengar. Siaran RRI
Wilayah Semarang bersifat top-down berdasarkan instruksi dari pusat saat
berstatus UPT.( Titiek Hendriama, wawancara pada 5 Mei 2017).
Telah dijelaskan sebelumnya, Unit Pelaksana Teknis (UPT) diberlakukan
sejak awal berdirinya RRI Semarang dari tahun 1945-1998 dan masih berada
dalam naungan Departemen Penerangan. Teknologi penyiaran dan jam siar pun
diatur dari pusat. Substansi siaran pun disesuaikan dengan agenda politik dan
program-program pemerintah.
Pada awal berdirinya program siaran RRI Semarang hanya terdapat satu
programa saja yaitu programa Berita Nasional yang merupakan siaran dari pusat
(sekarang Programa III). Periode UPT didominasi oleh informasi-informasi
politik, karena pada masa orde lama sampai reformasi RRI difungsikan sebagai
corong pemerintah. Kemudian pada tahun 1992 diberlakukan Programa II dimana
segmentasi pasarnya adalah anak muda. Sedangkan program siaran hiburan RRI
periode UPT yaitu pertunjukan wayang kulit. (Titiek Hendriama, wawancara pada
5 Mei 2017).
Hasil wawancara tersebut mendukung peernyataan bahwa RRI memiliki
media strategis yang bermuatan politis. Mengacu pada beberapa sumber, saat itu
pemerintah Presiden Soeharto menggunakan RRI untuk membentuk
26
Kelompencapir. Kelompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa)
yang merupakan kegiatan pertemuan untuk petani dan nelayan di Indonesia.
Merujuk kumpulan artikel yang dibukukan oleh Cahyono, Profesor
Sejarah Universitas Gadjah Mada, Djoko Suryo menceritakan, lewat RRI lah
petani-petani berprestasi dari berbagai daerah dijaring. Waktu itu pula, ketika
acara Kelompencapir berlangsung, seluruh masyarakat bisa mendengarkan petani
beradu kepintaran tentang pengetahuannya di seputar pertanian seperti cara
bertanam, memilih bibit, masalah pupuk,dan sebagainya. Berkat media RRI-pula,
program Kelompencapir ini berhasil mendapatkan penghargaan dari FAO dimana
pada tahun 1984 Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan. (Cahyono
(ed),2012:53).
Pemegang otoritas untuk semua urusan pers termasuk pers penyiaran
sejenis RRI adalah Menteri Penerangan yang duduk di institusi kuat Departemen
Penerangan. Selain itu ada pula wewenang di tangan Direktorat Jederal
Pembinaan Pers dan Grafika yang memantau organisasi-organisasi pers. Tugasnya
memastikan bahwa organisasi pers tunduk pada pemerintah. Bukan hanya RRI
tetapi juga radio-radio swasta dan media cetak yang telah berdiri (T Hill,2011:71).
Berdasarkan UU no. 5/TH.1964 dalam rangka usaha penertiban dan
pengarahan kepada hal-hal yang positif, maka pada tahun 1970, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 1970 tentang radio siaran non
pemerintah yang mengatakan bahwa radio non pemerintah berfungsi sosial
sebagai alat pendidik, alat penerangan dan alat hiburan, dan bukan untuk kegiatan
politik. Dalam peraturan itu ditentukan bahwa radio siaran non pemerintah harus
27
berfungsi sosial sebagai alat pendidik, alat penerangan, dan alat hiburan, bukan
alat untuk kegiatan politik (pp 55/1970).
2.2.2 Pola Prosentase Siaran RRI Wilayah Semarang
RRI menempatkan banyak sumberdaya untuk menjangkau lebih banyak
pendengar nasional. Ekspansi jangkauan siaran RRI dilakukan melalui
pengembangan stasiun-stasiun siaran dan fasilitas relai, yang semakin meningkat
setelah peluncuran satelit palapa pada 1976 dan palapa generasi B. Hingga decade
90’an RRI berusaha mengembangkan jaringan nasional kedua, Sementara itu Pro
2, yang dioperasikan sebagai jaringan komersial, berkolaborasi dengan
konglomerasi bisnis swasta besar. Jaringan ini tidak tidak terikat oleh konvensi-
konvensi RRI yang lama mengenai penempatan iklan hanya disela-sela program
dan berusaha menanamkan citra muda yang lebih fashionable. (Mufid,2005:44).
Maka dari itu tahun 1992 PRO 2 pun dioperasikan di Semarang yang
bernama Metro Atlas sampai dengan tahun 1995. Dengan bergantinya manajemen
baru maka berubah pula namanya menjadi Citra Atlas yang saat itu memiliki visi
dunia musik dan informasi. Walaupun acara tersebut ditujukan untuk kawula
muda tetapi program acaranya setiap jam akan di putar siaran berita, jumlah siaran
untuk berita dengan musik lebih banyak beritanya. (Wawancara dengan Titiek
Hendriama, 5 Mei 2017).
Melihat fenomena tersebut, RRI nampaknya bersaing dengan radio-radio
swasta yang dianggap memenuhi permintaan pendengar dan lebih berorientasi
pasar sehingga, persaingan antar radio swasta dan pemerintah pun dimulai.
Didirikannya Pro 2 di RRI Wilayah Semarang sebagaimana intruksi dari pusat
28
merupakan bentuk penyesuaian radio pemerintah agar bisa diterima oleh semua
kalangan, khususnya kawula muda.
Gelombang Siaran yang dimiliki oleh RRI Wiayah Semarang pada tahun
1945-1991 diantaranya siaran daerah sebagai siaran pusat pemberdayaan
masyarakat yang melayani segmen masyarakat daerah dan berita Jaringan
nasional dengan porsi iklan layanan masyarakat tidak boleh lebih dari 10%. Tapi
Pada masa Menteri Harmoko, iklan dilarang (Dwi Okto Gunarso, wawancara pada
23 April 2017).
Berdasarkan data yang dikumpulkan saat wawancara, RRI Semarang
sebagai lembaga siaran milik pemerintah pun hanya memiliki porsi iklan 10%
non niaga sama halnya seperti TVRI pada masa Orde Baru. Namun, jika melihat
kondisi sebelumnya RRI tidak boleh menerima iklan
Berdasarkan literature yang ditulis David T Hill, pada bulan desember
1972 Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPP) menjadi satu-satunya
organisasi induk bidang periklanan yang mendapat pengakuan dari pemerintah.
Namun, perannya tidak terlalu banyak. Bahkan, pada pidato Presiden tentang
Anggaran Nasional di depan DPR pada 1981 mengumumkan larangan terhadap
pemasangan iklan di saluran televisi nasional (TVRI) dengan tujuan pemerataan
pada pers-pers yang lemah (T Hill,2011 87-88).
Siaran yang dimiliki oleh RRI Wilayah Semarang pada Tahun 1992-2001
diantarnya: Pro 1: sebagai siaran Pusat Pemberdayaan Masyarakat yang
melayani segmen masyarakat yang luas sampai pedesaan. Program Daerah terdiri
dari informasi 25%, pendidikan 10 %, budaya 10%,hiburan 45%, dan iklan 10%.
29
Disiarkan di FM 89,0 Mhz. Segmen pedengar dewasa. Pada tahun 1994 didirikan
Pro II : Sebagai siaran Pusat Kreativitas Anak Muda yang melayani masyarakat
muda di perkotaan. Informasi 30 %, Pendidikan 5%, hiburan 40%, iklan 25%.
Disiarkan di Fm 95,3Mhz dengan segmen pendengar para remaja dan pemuda.
Pro III : Jaringan berita Nasional Siaran berita 60%, hiburan 25%, dan iklan
15%. Sementara itu, siaran wajib yaitu Forum Nasional Pancasila (FNP) yang
wajib direlai oleh radio-radio swasta. Disiarkan di FM 90,6. Pengelolaan dan
muatan siaran diserahkan kepada RRI Semarang berdasarkan standar pola siaran
dari pusat. Sementara yang paling pokok selain dari Pro 1 adalah relay berita
Nasional dari Pusat. Sementara itu siaran wajib pada Pro III Forum Nasional
Pancasila (FNP) harus direlay oleh RRI Cabang Madya dan Kota pada masa
Orde Baru. Siaran ini kemudian dihapuskan pada masa Reformasi karena
dianggap tidak sesuai dan merupakan doktrin oleh masyarakat pro reformasi
(Programa dan Evaluasi Siaran Kantor RRI Semarang Tahun 2017).
RRI Semarang menggunakan pola prosentase siaran sepenuhnya dari pusat
pada Pro 1 dan Pro 3, tetapi berhak mengisi acara siaran hiburan disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat Jawa Tengah pada Pro 2 berupa kebudayaan
siaran wayang kulit dan menyisipkan lagu-lagu Jawa (Titiek Hendriama,
Wawancara pada 5 Mei 2017).
Berdasarkan data yang dihimpun oleh penulis bahwa pola persentase tidak
banyak begitu berubah, hanya saja substansi dari siaran pasca reformasi banyak
yang berubah. RRI Wiayah Semarang memiliki anggung jawab menyiarkan
kearifan lokal budaya Jawa Tengah dan mendpatkan segemen pendengar lebih
30
banyak. Namun dilain hal, RRI Wilayah Semarang harus bersaing ketat dengan
radio-radio swasta bahkan televisi yang dianggap lebih terkini.
74
BAB V
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan uraian skripsi diatas, dapat disimpulkan diantaranya:
pertama, pada masa Orde Baru, kedudukan RRI diatur berdasarkan Keputusan
Presiden (Kepres) No. 44 dan 45 tahun 1974 dan Surat Keputusan Menteri
Penerangan (SK Menpen) Nomor 55B tahun 1975 tentang Susunan Organisasi
Departemen Penerangan; Teberadaan tipe B (Cabang Madya), termasuk RRI
Wilayah Semarang difungsikan sebagai Unit Pelaksana Teknis di lingkungan
Direktorat Jenderal Radio, Televisi dan Film yang berkedudukan di ibu kota
Provinsi. Auran umum tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun
1982 tentang ketentuan pokok pers harus dikontrol dibawah pengawasan
pemerintah. Sementara itu porsi siaran dengan pola 75% berita telah ditetapkan
oleh pemerintah pusat. Terkait siaran, RRI yang difungsikan sebagai lembaga
pers penyiaran pemerintah hanya menyampaikan pesan-pesan informasi yang
baik-baik saja, yang sejalan dengan program pembangunan seperti tercantum
dalam GBHN. Pada Programa 1 (Pro 1) seluruh RRI termasuk RRI Wilayah
Semarang wajib me relay program Kelompencapir merupakan singkatan dari
Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa yang merupakan kegiatan
pertemuan untuk petani dan nelayan berprestasi di Indonesia yang bertujuan
untuk memberdayakan masyarakat.
75
Kedua, Reformasi menuntut perubahan berbagai aspek termasuk
perubahan struktural sistem pemerintahan. Sebagai dampak dari tuntutan
reformasi, pada bulan Oktober Tahun 1999 era kepemimpinan Abdurrahman
Wahid. Departemen Penerangan yang menaungi RRI dihapuskan RRI yang
awalnya berstatus Unit Pelaksana Teknis (UPT) berubah menjadi Perusahaan
Jawatan (Perjan) . Pada masa awal reformasi Undang-undang No 24 Tahun 1997
Tentang Penyiaran menuai pro dan kontra karena dianggap sebagai produk Orde
Baru. Kemudian pada tahun 2002 diterbitkan UU No 32 Tahun 2002 sebagai
jawaban dari tuntutan reformasi. Maka dari itu, diterbitkanlah UU No 32 tahun
2002 Tentang Penyiaran bahwa RRI mendeklarasikan diri sebagai radio publik
sebagaimana tuntutan reformasi, dengan prosentase siaran terpusat pada radio
induknya di Jakarta. Sementara isi siaran tetap bertujuan untuk mendidik
masyarakat selain itu RRI difungsikan sebagai media persatuan dan berstatus
Lembaga Peniaran Publik.
Ketiga, dampak dari Gerakan Reformasi Terhadap RRI Wilayah
Semarang diantaranya: pertama Reformasi berdampak pada perubahan
struktural teknis, non teknis, dan status RRI Wilayah Semarang dari masa Unit
Pelaksana Teknis (UPT), Perusahaan Jawatan (Perjan), dan LPP sebagai imbas
dari perubahan regulasi atas perubahan rezim. Kedua, pola siaran RRI Semarang
tidak banyak berubah, hanya saja konten pada acara RRI banyak berubah, selain
itu adanya penambahan jam siaran iklan termasuk penggunaan bahasa asing, yang
semula dilarang pada masa Orde Baru, kini pada pasca terbitnya UU No 32
Tahun 2002 tentang Penyiaran menjadi diperbolehkan. Ketiga, pasca Reformasi
dan terlepas dari Departemen Penerangan, RRI meningkatkan teknologinya
bahkan merambah ke mobile. Dampaknya, RRI Wilayah Semarang memiliki
pemancar yang kuat dan teknologi paling canggih diantara radio-radio lainnya di
76
Semarang dengan pembiayaan penuh dari pemerintah. Namun, siaran masih
dikontrol oleh pusat sehingga tidak bisa bersaing ketat dengan radio-radio swasta
di kota Semarang.
4.2 Saran
Jangkauan siaran RRI Wilayah Semarang cukup luas untuk menjangkau
daerah-daerah di Jawa Tengah, siaran budaya lokal dan tradisional pun pernah di
relay radio swasta Swedia. Namun sayangnya dalam lingkup lokal RRI Semarang
masih kalah saing dengan program-program siaran radio swasta.
Penulis berharap RRI Semarang dapat berinovasi melalui pendekatan off
air untuk menjaring lebih banyak pendengar ketika program disiarkan on .
58
DAFTAR PUSTAKA Arsip
Salinan Arsip Undang-Undang No 11 Tahun 1966 Tentang Pers
Salinan Arsip Undang-Undang No 24 Tahun 1997 Tentang Penyiaran.
Salinan Arsip Surat Keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia No 132
Tahun 1998 Tentang Ketentuan Untuk Menapatkan Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers.
Salinan Arsip Surat Keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia No 134
Tahun 1998 Tentang Perubahan Wajib Relai Siara RRI, Penggunaan
Bahasa Siaran, Bahan Siaran, dan Penyelenggaran Berita Oleh Radio
Siaran Non RRI.
Salinan Arsip Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2005 Tentang Lembaga
Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia.
Salinan Arsip Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2000
Tentang Pendirian Perusahaan Jawatan Radio Republik Indonesia.
Salinan Arsip UU No 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
Jurnal
Dault Gultom, Amry. “Kajian implementasi radio siaran digital di Indonesia”.
Jurnal Komunikasi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Vol. 13 No.2.(133-150). 2015.
Eka Martiana. “Permasalahan Rancangan Undang-Undang RTRI”. Jurnal RechtsVinding .Jakarta. Volume 12 No 3 Tahun 2014.
Effendy, Rochmad. “Mengurangi Potensi Ruang Publik Lembaga Penyiaran.
Publik Dalam Upaya Demokratisasi”. Jurnal Komunikasi.Universitas
Merdeka Malang Vol 4 No 2 Januari 2014.
Erik Aditya Ismail (dkk). “Defend Against Pressure (Study Government Policy on
The Cigarette Industry)”. International Journal of Applied Business and Economic Research. Vo 7 No 15 Diakses 24 Juli 2017 Pada laman
www.serialjournal.com.
Martono,Joko. “Kebebsan Pers di Indonesia Pada Era Reformasi Dan Ekonomi
Politik Media”. Jurnal Insani. Vol 1. No 1 11-20 Desember 2014.
59
Masduki. “UU Khusus LPP: Solusi Transformasi RRI-TVRI”.Jurnal Komunikasi,ISSN. Vol 7 No 2. April 2013.
O’Mahen, “Patrick, A Big Bird effect? The interaction among public
broadcasting, publik subsidies, and political knowledge”. University of Michigan: Journal European Political Science Review, (8:2,311-322), 25
Februari 2015.
Rachmiatie,Atie. Kosistensi Penyelenggaraan RRI dan TVRI sebagai Lembaga
Penyiaran Publik. Jurnal Mediator. Dikti Vol 7 No 2 Desember 2016.
Rosalia, Naiza.”Faktor-faktor Penting Daya Tarik Stasiun Radio Bagi Pendengar
Radio Di Kota Semarang”. Jurnal Interaksi. Universitas Diponegoro:
Vol 1 No 1, 2012.
S. Satmoko, S. Gayatri, M. Handayani. “Format majalah udara pada siaran
pedesaan di RRI (Radio Republik Indonesia) Semarang” . Jurnal Sosial Ekonomi Peternakan : Vol 3 No 1 January, 2007.
Wasino & Endah Tutik. “Peasant Economy Under The Plantation Capitalism”. Journal Eknomi dan Bisnis Terindeks Scopus.97(5): 253-271. 2017
Buku
Cahyono,M.Faried (Ed).2012.Radio Melintasi Zaman. Banjarnegara: Aliansi
Jurnalis Independen Yogyakarta & Radio Republik Indonesia dan PT
Sukses Mandiri Press.
Hidajanto Djamal & Andi Fachruddin. 2011. Dasar-Dasar Peniaran : Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi. Jakarta: Prenada Media Grup.
J,A Denny.2006. Jatunya Soeharto dan Transisi Demokrasi Indonesia.
Yogyakarta: LKIS.
Kuntowijoyo.1995.Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang.
Masduki. 2005. Regulasi Penyiaran: Dari Otoriter Ke Liberal. Yogyakarta:
LKIS.
Masduki.2003.Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Yogyakarta: UII
Press.
Mendel,Toby. Publik Boadcasting: A Comparative Legal Survey. Paris: United
Nations Educational Scientific And Cultural Organization (UNESCO).
60
Mufid, Muhamad.2005. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Prenada
Media .
Nugroho, Y., Siregar, MF., Laksmi, S. 2012. Memetakan Kebijakan Media di Indonesia (Edisi Bahasa Indonesia). Laporan. Bermedia, Memberdayakan Masyarakat: Memahami kebijakan dan tatakelola media di Indonesia melalui kacamata hak warga negara. Kerjasama riset antara Centre for Innovation Policy and Governance dan HIVOS Kantor Regional Asia
Tenggara, didanai oleh Ford Foundation. Jakarta: CIPG dan HIVOS.
Standar Operasi Prosedur (SOP) Peralatan RRI 2010 Direktorat Sumberdaya
Teknologi Tahun 2010.
Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: Balai
Pustaka.
T Hill,David.2007.Pers Di Masa Orde Baru.Terjemahan. Jakarta: Pustaka
Yayasan Obor Indonesia.
Tim Penyusun.2009. Tupoksi RRI Wilayah Semarang.Semarang: RRI Madya
Semarang.
Rencana Acara Siaran RRI Wilayah Semarang 2016.Semarang: RRI Cabang
Madya Semarang.
Rencana Induk LPP RRI 2011-2016. Jakarta: Radio Republik Indonesia Pusat
Surokim.2012. Ekonomi Politik Media Penyiaran Lokal. Johor Bahru: Universiti
Teknologi Malaysia.
Tim Penulis.1999. Memoir Bhakti Departemen Penerangan: Laporan Kemajuan Departemen Penerangan RI Tahun 1999.Jakarta: Departemen
Penerangan.
Wasino. 2007. Dari Riset Hingga Tulisan Sejarah. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Wiryawan, Hari.2007. Dasar – Dasar Hukum Media. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Skripsi
Aryono.2009.Jalan Mendaki Menuju Reformasi: Gerakan Mahasiswa di Semarang Tahun 1990-1998. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri
Diponegoro.
61
Internet
Mars News Letter.2010.Persentase Pendengar Setia Radio di Indonesia di laman
https://marsnewsletter.wordpress.com/2010/01/13/pen)den ar-setia-radio
capai-37/ . Diakses pada 31 April 2017
Suryadi,Petrus.2001.RRI Milik Publik Setelah 65 Tahun. Pada situs
http://travel.kompas.com/read/2010/09/13/05483238/RRI.Milik.Publik.Se
Telah.65.Tahun). Diakses Pada 2 Mei 2017
Majalah
Ray David. Kemampuan Teknologi dan Ekonomi Indonesia. Majalah Prisma, No
XXIV Setember 1995
Koran
Suara Merdeka. 1998. Rebut RRI Minta Tuntutan Disiarkan Tiga Kali.
05.15.Mei. Hal 2.
Suara Merdeka. 1998. Mahasiswa Duduki Gubernuran Copot Baliho Presiden
dan Wapres.05.15.Mei. Hal 2.
Rochman Zulianto.2002. Radio Reformasi Harapan Untuk RRI.Wacana dalam
Suara Merdeka.09.11.Hal 12
Wawancara Lisan Wawancara Adi Suyono,8 Mei 2017
Wawancara Dwi Okto Gunarso, 28 April 2017
Wawancara Titiek Hendriama, 5 Mei 2017