Upload
albertina-widiana-sentyaji
View
95
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pasar modal
Citation preview
EVALUASI PENGUKURAN KINERJA REKSA DANA SAHAM
DENGAN MENGGUNAKAN INDEKS SHARPE,
TREYNOR, DAN JENSEN
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
NICO NUGRAHA HADINATA
NIM: 121110040
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MA CHUNG
MALANG
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar modal merupakan suatu alternatif bagi para pemodal untuk berinvestasi.
Pasar modal ini memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian suatu
negara karena pasar modal menjalankan fungsi ekonomi sekaligus fungsi
keuangan (Husnan, 2009). Dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal
menyediakan fasilitas dalam memindahkan dana dari pihak yang memiliki
kelebihan dana ke pihak yang memerlukan dana. Dana masyarakat yang diperoleh
dari pasar modal digunakan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan.
Fungsi ini sebenarnya juga telah dilakukan oleh intermediasi lain, misalnya pasar
uang.
Perbedaan mendasar antara pasar modal dan pasar uang adalah pasar modal
memperdagangkan saham, obligasi, dan reksa dana yang bersifat jangka panjang.
Sementara itu, pasar uang memperdagangkan surat berharga Bank Indonesia dan
surat berharga pasar uang. Menurut Darmadji & Fakhrudin (2012), pasar modal
memiliki fungsi keuangan karena pasar modal memberikan kemungkinan dan
kesempatan untuk memperoleh return bagi investor, sesuai dengan investasi yang
dipilih.
Investasi merupakan kegiatan menempatkan uang dengan harapan untuk
memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang tersebut (Ahmad, 2004).
Harapan untuk mendapatkan return tersebut dipengaruhi oleh jumlah informasi
yang beredar yang diserap oleh investor. Harga saham yang diperdagangkan telah
mencerminkan semua informasi yang tersedia menunjukkan kondisi pasar yang
2
efisien (Tandelilin, 2010). Konsep pasar efisien ini menyatakan adanya proses
penyesuaian harga saham menuju harga keseimbangan yang baru, atas respon
munculnya informasi yang masuk ke pasar. Selain itu, konsep pasar efisien juga
dapat dilihat dari kecanggihan pelaku pasar dalam mengolah informasi dan
mengambil keputusan yang tepat dari semua informasi yang tersedia (Jogiyanto,
2013). Semakin banyak informasi yang berhasil didapatkan dan semakin canggih
investor untuk menggunakan informasi yang relevan untuk pengambilan
keputusan investasi, maka return investasi yang didapatkan akan semakin besar.
Di era globalisasi ini, banyak sekali investor yang tidak memiliki banyak
waktu untuk mengelola dananya dan keterbatasan keahlian untuk menghitung
risiko atas investasi yang dilakukan (Barus, 2013). Hal ini menyebabkan para
investor terlambat atau bahkan tidak memperoleh informasi yang relevan sehingga
tidak dapat mengambil keputusan yang tepat dari informasi yang tersedia. Namun,
saat ini bukan menjadi masalah yang besar untuk melakukan investasi karena
calon investor dapat memberikan kepercayaannya kepada manajer investasi untuk
mengelola dana yang dimiliki.
Sarana investasi yang didiversifikasi dan dikelola manajer investasi adalah
reksa dana. Reksa dana menurut Undang-Undang No. 8 tahun 1995 pasal 1 ayat
27 didefinisikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari
masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh
manajer investasi. Reksa dana adalah salah satu alternatif investasi untuk
memperoleh arus pendapatan yang kompetitif, meskipun pemodal tidak memiliki
kemampuan mengelola portofolio dengan baik. Pengungkapan informasi
3
mengenai perkembangan investasi reksa dana disampaikan setiap hari bursa dalam
bentuk nilai aset bersih (NAB) reksa dana.
Tabel di bawah memperlihatkan perkembangan reksa dana bukan syariah dari
tahun 2010 sampai dengan bulan Januari 2015. Jumlah produk reksa dana bukan
syariah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang diikuti dengan
pertumbuhan jumlah unit penyertaan yang cukup tinggi. Reksa dana mengalami
pertumbuhan yang cukup pesat pada tahun 2014, yakni dengan pertumbuhan nilai
aset bersih sebesar 25.4% dan jumlah unit penyertaan yang naik sebesar 18%
dibandingkan tahun sebelumnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa nilai aset
bersih akan mengalami penurunan jika jumlah redemption reksa dana lebih besar
daripada jumlah subscription.
Tabel 1.
Perkembangan Reksa Dana
Tahun Jumlah Reksa
Dana
Jumlah Unit
Penyertaan
(Miliar)
Nilai Aset Bersih
(Rp Triliun)
2010 616 82.08 144.69
2011 671 98.98 167.23
2012 754 113.71 187.59
2013 794 120.89 192.54
2014 894 142.73 241.57
2015 (Januari) 894 143.78 242.25
Sumber : e-monitoring Otoritas Jasa Keuangan, 2015
Sebelum menjatuhkan pilihan pada reksa dana yang ingin diinvestasikan,
investor perlu untuk mengetahui profil dari reksa dana yang terdapat pada
prospektus reksa dana. Menurut Infovesta (2014), prospektus reksa dana
merupakan bacaan wajib yang perlu dipahami dan dijadikan acuan sebelum
investor melakukan investasi di reksa dana. Prospektus diterbitkan setiap perioda
oleh perusahaan pengelola reksa dana dan menjadi bahan pertimbangan investor
4
dalam berinvestasi. Prospektus reksa dana terdiri atas keterangan reksa dana yang
ditawarkan, tujuan dan kebijakan investasi, perpajakan, metoda penghitungan nilai
pasar wajar, dan faktor-faktor risiko.
Tabel 2
Nilai Aset Bersih Reksa Dana per Jenis Tahun 2014
Jenis Reksa Dana Jumlah Reksa
Dana
Nilai Aset Bersih
(Rp Triliun)
Saham 142 105.45
Terproteksi 344 42.24
Pendapatan Tetap 147 35.97
Pasar Uang 62 23.06
Campuran 112 20.39
Syariah-Saham 23 6.37
ETF-Pendapatan Tetap 1 2.02
Syariah-Campuran 18 1.67
Syariah-Terproteksi 17 1.46
Syariah-Pasar Uang 6 0.73
ETF-Indeks 3 0.63
Indeks 6 0.45
ETF-Saham 4 0.50
Syariah-Pendapatan Tetap 8 0.38
Syariah-Indeks 1 0.15
Sumber: e-monitoring Otoritas Jasa Keuangan, 2015
Saat ini, reksa dana terdiri dari beberapa jenis, yakni reksa dana pasar uang,
reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, reksa dana saham, reksa dana
terproteksi, reksa dana syariah, reksa dana ETF, dan reksa dana indeks. Reksa
dana dengan nilai aset bersih terbanyak adalah reksa dana saham. Lebih dari 40%
dana masyarakat yang dikumpulkan melalui reksa dana diinvestasikan pada efek
bersifat ekuitas yang tersebar di 142 produk reksa dana saham.
Dengan banyaknya produk reksa dana saham yang bermunculan dan dikelola
oleh manajer investasi yang berbeda, investor perlu melakukan seleksi terhadap
reksa dana saham yang akan dipilihnya (Barus, 2013). Ketika memutuskan untuk
berinvestasi, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengukur kinerja.
Investor hanya dapat memperkirakan berapa keuntungan yang diharapkan dari
5
investasi dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya akan
menyimpang dari hasil yang diharapkan (Husnan, 2009).
Teori keuangan menjelaskan bahwa semakin besar risiko investasi, maka
tingkat keuntungan yang disyaratkan investor semakin besar (Jogiyanto, 2013).
Pengukuran kinerja reksa dana saham tidak bisa hanya dilihat dari return saja,
tetapi juga harus memperhitungkan risiko yang ditanggung. Akan tetapi, investor
sering mengalami masalah untuk menaksir risiko yang dihadapi (Irene, 2013).
Perhitungan risiko yang ditanggung investor harus dilakukan dengan
menggunakan alat ukur.
Terdapat tiga indeks pengukuran evaluasi kinerja reksa dana saham yang
paling umum digunakan, yakni indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen. Indeks
Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe, Treynor dikenalkan oleh Jack
Treynor, dan Jensen dipopulerkan oleh Michael Jensen. Indeks ini
mengasumsikan adanya hubungan searah antara return portofolio dengan return
dari beberapa indeks pasar. Indeks-indeks ini mendasarkan analisisnya pada
return masa lalu untuk memprediksikan return dan risiko di masa depan (Samsul,
2006).
Analisis kinerja reksa dana saham menggunakan indeks Sharpe, Treynor, dan
Jensen perlu dilakukan kajian karena pengelolaan reksa dana saham oleh manajer
investasi dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan yang paling penting adalah
melakukan evaluasi terhadap kinerja reksa dana yang diinvestasikan. Indeks
Sharpe menekankan pada risiko total, Treynor mengasumsikan fluktuasi pasar
yang paling memengaruhi risiko sistematis, sedangkan Jensen menekankan pada
alpha. Ketiga indeks memiliki karateristik tersendiri.
6
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang pengukuran risk-
adjusted performance, akan tetapi mayoritas penelitian terdahulu melakukan
penelitian evaluasi pengukuran kinerja ini pada portofolio saham. Pengujian
mengenai konsistensi pengukuran dan signifikansi perbedaan pengujian yang
dilakukan dalam penelitian ini juga sebagian besar dilakukan pada saham-saham
yang terdapat di Bursa Efek Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Natarajan
& Dharani (2008) menyatakan bahwa indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen
menunjukkan hasil yang sama atau ada konsistensi terhadap ketiga indeks.
Wiksuana & Purnawati (2008) menguji konsistensi parsial dengan hasil Sharpe
dan Treynor konsisten, Treynor dan Jensen konsisten, sedangkan Sharpe dan
Jensen tidak konsisten. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Wiksuana &
Purnawati (2008), Laksmana (2012), dan Sulistyorini (2009) menunjukkan bahwa
Sharpe, Treynor, dan Jensen dalam mengukur portofolio saham menunjukkan
tidak adanya konsistensi pengukuran.
Dalam uji beda, penelitian Laksmana (2012) menunjukkan bahwa pengukuran
Sharpe, Treynor, Jensen, dan M2 berbeda signifikan. Hal ini ditunjang dengan
pernyataan Irene (2013) yang menyatakan Sharpe, Treynor, dan Jensen signifikan
dalam mengukur portofolio. Sementara itu, Sulistyorini (2009) menunjukkan
bahwa Sharpe, Treynor, dan Jensen tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan.
Penelitian evaluasi kinerja yang dilakukan mengenai berbagai jenis reksa dana
juga telah dilakukan oleh Susiana & Kaudin (2009), Santosa & Sjam (2012),
Rahardi (2013), dan Barus (2013). Penelitian yang dilakukan hanya sebatas
7
mengetahui peringkat kinerja reksa dana tanpa menguji konsistensi dan perbedaan
pengujian untuk setiap indeks evaluasi reksa dana yang dipilih.
Penelitian ini melihat perbandingan kinerja reksa dana saham menggunakan
indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen yang dikomparasikan dengan return acuan
yakni IHSG. Berdasarkan peringkat kinerja reksa dana yang dibentuk oleh setiap
indeks, dapat diketahui apakah terdapat konsistensi pengukuran antara ketiga
indeks dan apakah terdapat perbedaan antara indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah para investor dan calon investor
mampu mengetahui reksa dana yang dikeluarkan manajer investasi yang layak
untuk diinvestasikan dan mengetahui indeks pengukuran kinerja reksa dana yang
paling konsisten dilakukan.
Peneliti melakukan penelitian pada reksa dana saham karena saat ini reksa
dana saham merupakan jenis reksa dana yang paling diminati oleh investor
dengan indikator nilai aset bersih tertinggi (Infovesta, 2014). Selain itu,
pertumbuhan reksa dana yang mantap yang ditandai dengan pertumbuhan nilai
aset bersih dari tahun ke tahun juga menjadi salah satu alasan lain pemilihan
penelitian ini.
Perioda penelitian dilakukan selama tiga tahun, yakni mulai bulan Maret 2012
sampai Februari 2015. Hal ini dilakukan karena reksa dana saham merupakan
bentuk investasi jangka panjang dengan jangka waktu sekurang-kurangnya tiga
tahun (Jogiyanto, 2013). Selain itu, dalam perioda penelitian sempat terjadi
pelemahan ekonomi global yang menyebabkan kondisi perekonomian yang
menurun, termasuk pasar saham dan obligasi yang mengalami tekanan (Otoritas
Jasa Keuangan, 2013). Walaupun kondisi perekonomian global melambat, akan
8
tetapi pertumbuhan reksa dana di Indonesia relatif tidak berpengaruh. Hal ini
ditunjukkan dengan minat investor atas produk reksa dana masih cukup bagus
yang diukur dari selisih nilai beli reksa dana (subscription) yang lebih besar
dibandingkan nilai penjualan kembali (redemption) setiap bulannya. Selain itu,
peneliti ingin mengevaluasi kinerja reksa dana saham agar memudahkan
masyarakat yang tertarik dengan alternatif investasi selain saham dan deposito
untuk bisa menentukan produk reksa dana saham terbaik. Oleh sebab itu, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Pengukuran
Kinerja Reksa Dana Saham dengan Menggunakan Indeks Sharpe, Treynor,
dan Jensen.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen konsisten sebagai pengukur
kinerja reksa dana saham perioda Maret 2012Februari 2015?
2. Apakah indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen memiliki perbedaan hasil
yang signifikan dalam mengukur kinerja reksa dana saham perioda Maret
2012Februari 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian, maka penelitian
ini memiliki tujuan sebagai berikut.
9
1. Menguji konsistensi indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen sebagai pengukur
kinerja reksa dana saham perioda Maret 2012Februari 2015.
2. Menguji ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara indeks Sharpe,
Treynor, dan Jensen dalam mengukur kinerja reksa dana saham perioda
Maret 2012Februari 2015.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dibagi menjadi manfaat teoretis dan manfaat praktis
sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bahan referensi
mengenai reksa dana sebagai salah satu bentuk pengujian pasar efisien bentuk
kuat. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai
analisis pengukuran kinerja reksa dana saham di Indonesia, khususnya indeks
Sharpe, Treynor, dan Jensen, serta pengukuran konsistensi dan perbedaan indeks
pada portofolio yang dibentuk langsung oleh manajer investasi yang belum pernah
ditemukan peneliti pada penelitian sebelumnya.
2. Manfaat Praktis
Bagi calon investor dan investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
salah satu pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam memilih manajer
investasi yang mampu mengelola dana dengan baik dan memilih reksa dana
terbaik sesuai dengan preferensi. Sedangkan bagi masyarakat umum, penelitian ini
diharapkan bermanfaat untuk memperkenalkan reksa dana, termasuk manfaat dan
10
risikonya, dan memberikan gambaran mengenai kinerja reksa dana saham di
Indonesia.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hipotesis Pasar Efisien (Efficient Market Hypothesis)
Konsep hipotesis pasar efisien dikemukakan dan dipopulerkan pertama kali
oleh Fama (1970). Dalam konteksnya, yang dimaksud dengan pasar adalah pasar
modal dan pasar uang. Suatu pasar akan dikatakan efisien jika tidak seorangpun,
baik investor individu atau investor institusi, akan mampu memperoleh abnormal
return setelah disesuaikan dengan risiko dengan menggunakan strategi
perdagangan yang ada. Hal ini menyebabkan harga yang terbentuk di pasar
merupakan cerminan dari informasi yang ada.
Suatu pasar efisien akan mungkin terjadi apabila beberapa kondisi berikut ini
terpenuhi secara ideal, yakni sebagai berikut (Fama, 1970).
1. Banyak terdapat investor rasional dan berorientasi pada maksimisasi
keuntungan yang secara aktif berpartisipasi di pasar dengan menganalisis,
menilai, dan berdagang saham.
2. Tidak diperlukan biaya untuk mendapatkan informasi dan informasi tersedia
bebas bagi pelaku pasar pada waktu yang tidak jauh berbeda.
3. Informasi diperoleh dalam bentuk acak, dalam arti setiap pengumuman yang
ada di pasar adalah bebas atau tidak terpengaruh dari pengumuman yang lain.
4. Investor bereaksi dengan cepat dan sepenuhnya terhadap informasi baru yang
masuk di pasar, yang menyebabkan harga saham segera melakukan
penyesuaian.
12
Menurut Fama (1970), pasar dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yang
dikenal dengan istilah hipotesis pasar efisien (efficient market hypothesis). Ketiga
bentuk pasar yang efisien tersebut adalah sebagai berikut.
1. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Lemah (Weak Form)
Hipotesis ini mengasumsikan bahwa harga saham mencerminkan semua
informasi yang terkandung dalam sejarah masa lalu harga sekuritas yang
bersangkutan. Informasi masa lalu, misalnya harga dan voluma perdagangan,
akan tercermin dalam harga yang terbentuk sekarang, sehingga informasi
tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk memprediksi perubahan harga di
masa mendatang. Hal ini menyebabkan investor tidak akan bisa memprediksi
nilai pasar saham di masa datang dengan menggunakan data historis, seperti
yang dilakukan investor saat melakukan analisis teknikal.
2. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Semi Kuat (Semi Strong Form)
Hipotesis ini mengasumsikan bahwa harga-harga sekuritas secara penuh
mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan, baik informasi umum
yang tersedia di publik dan informasi di dalam laporan keuangan perusahaan,
misalnya pengumuman laba, pembagian dividen, pengembangan produk baru,
regulasi terbaru, dan juga peraturan akuntansi. Fama (1991) menyebut
hipotesis pasar efisien bentuk semi kuat sebagai studi peristiwa karena harga
mencerminkan semua informasi publik yang relevan. Hal ini menyebabkan
investor tidak akan mungkin memperoleh abnormal return dengan
menggunakan strategi yang dibuat berdasarkan informasi yang tersedia di
publik.
13
3. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Kuat (Strong Form)
Hipotesis ini mengasumsikan bahwa harga-harga sekuritas secara penuh
mencerminkan semua informasi yang tersedia termasuk informasi yang tidak
dipublikasikan. Pasar efisien bentuk kuat ini merupakan bentuk pasar efisien
yang paling ketat karena tidak seorangpun baik investor individu maupun
institusi dapat memperoleh abnormal return dengan menggunakan informasi
yang tersedia di publik dalam konteks kelebihan informasi, termasuk di
dalamnya informasi yang hanya dapat diakses oleh orang-orang tertentu,
misalnya manajemen perusahaan, dewan direksi, dan kreditor.
Berbeda dengan Fama (1970), Jogiyanto (2013) menyebutkan bahwa pasar
efisien terdiri dari tiga jenis, yaitu pasar efisien secara informasi (informationally
efficient market) yang dikembangkan oleh Fama (1970), pasar efisien secara
operasional (operationally efficient market), dan pasar efisien secara keputusan
(decisionally efficient market). Pasar efisien secara informasi terkait dengan pasar
yang bereaksi terhadap suatu informasi untuk mencapai harga keseimbangan yang
baru yang sepenuhnya mencerminkan informasi yang tersedia. Hal terpenting
dalam pengukuran pasar efisien secara informasi adalah hubungan antara
informasi dan harga sekuritas itu sendiri. Efisiensi pasar secara operasional
(operationally efficient market) akan terjadi jika operasi pasar dilakukan dengan
cepat dan tidak mengeluarkan biaya yang mahal. Jenis pasar efisien secara
operasional juga menunjukkan kemampuan pasar yang beroperasi secara likuid
(Jogiyanto, 2013).
Ketersediaan informasi tidak cukup untuk membuat pasar efisien (Jogiyanto,
2013). Pasar yang efisien membutuhkan variabel lain, yakni kecanggihan pasar.
14
Ketersediaan informasi dan kecanggihan pelaku pasar dalam mengambil
keputusan dari informasi yang tersedia akan menciptakan efisiensi pasar. Hal ini
disebut dengan efisiensi pasar secara keputusan (decisionally efficient market).
Pasar efisien secara informasi belum tentu efisien secara keputusan karena tidak
semua informasi yang beredar di pasar tergambar secara penuh pada harga
keseimbangan yang terbentuk sehingga diperlukan analisis yang lebih mendalam.
Penelitian ini melakukan uji pada reksa dana sebagai bentuk pengujian pasar
efisien bentuk kuat. Pengujian pasar efisien bentuk kuat merupakan pengujian
informasi yang tidak dipublikasikan. Permasalahannya adalah informasi yang
tidak dipublikasikan (privat) ini merupakan informasi yang tidak dapat
diobservasi secara langsung sehingga harus menggunakan proksi. Hanya ada dua
proksi yang dapat digunakan untuk mengetahui hal ini, yaitu return corporate
insider dan return reksa dana. Dua proksi ini dianggap memiliki informasi yang
tidak dipublikasikan di dalam perdagangan sekuritas (Jogiyanto, 2013)
2.2 Investasi
2.2.1 Definisi Investasi
Menurut Tandelilin (2010), investasi adalah komitmen untuk menanamkan
sejumlah dana pada saat ini dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di masa
mendatang. Investasi merupakan komitmen mengorbankan konsumsi sekarang
(sacrifice current consumptions) untuk memperbesar konsumsi di masa
mendatang. Menurut Jogiyanto (2013), investasi didefinisikan sebagai penundaan
konsumsi sekarang untuk dimasukkan ke aset produktif selama perioda waktu
tertentu.
15
Investasi juga dapat diartikan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk
dimasukkan ke dalam aset produktif selama perioda waktu tertentu (Jogiyanto,
2013). Sedangkan menurut Alexander & Sharpe (1997), investasi adalah
pengorbanan nilai tertentu yang berlaku saat ini untuk mendapatkan nilai di masa
datang yang belum dapat dipastikan besarnya.
Berdasarkan definisi-definisi investasi di atas, dapat disimpulkan bahwa
investasi merupakan suatu bentuk pengorbanan sejumlah kekayaan di masa
sekarang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar di masa mendatang
dengan tingkat risiko tertentu. Investasi terkait dengan tiga unsur utama, yaitu
pengorbanan sesuatu pada saat sekarang yang bersifat pasti, ketidakpastian
mengenai hasil, dan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
2.2.2 Tujuan Investasi
Tandelilin (2010) memaparkan bahwa tujuan investasi dalam arti luas adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan investor sedangkan tujuan investasi dalam arti
sempit adalah menghasilkan sejumlah uang. Sementara itu, Tandelilin (2010)
mengungkapkan bahwa ada beberapa motif orang melakukan investasi, yaitu.
1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang.
2. Mengurangi tekanan inflasi.
3. Usaha untuk menghemat pajak.
Pada umumnya, investor melakukan investasi dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan. Investasi juga dapat menghindarkan diri dari risiko
penurunan nilai kekayaan akibat inflasi dan memperoleh penghematan pajak dari
pemberian fasilitas pada investor yang berinvestasi pada bidang tertentu.
16
2.2.3 Jenis Investasi
Tandelilin (2010) menyatakan bahwa investasi dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu sebagai berikut.
1. Investasi pada sektor riil (Real asset)
Investasi pada sektor riil merupakan investasi pada aset berwujud,
misalnya tanah, perak, intan, barang seni, mesin, dan bangunan.
2. Investasi pada sektor finansial (Financial asset)
Investasi pada sektor finansial merupakan investasi pada produk pasar
keuangan dan turunannya yang tidak terlihat secara fisik, misalnya pasar
modal dan pasar uang. Sekuritas yang diperjualbelikan di pasar uang
adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI), commercial paper, promissory
notes, dan call money. Sedangkan sekuritas yang diperdagangkan di pasar
modal, misalnya obligasi, saham, dan reksa dana.
2.2.4 Tipe Investasi pada Sektor Finansial
Menurut Jogiyanto (2013), investasi ke dalam sektor finansial dapat berupa
dua hal, yaitu.
1. Investasi langsung
Investasi langsung dapat dilakukan dengan membeli langsung aset keuangan
dari suatu perusahaan baik melalui perantara atau dengan cara yang lain.
Investasi langsung dapat dilakukan di pasar uang, pasar modal, atau pasar
turunan. Investasi langsung juga dapat dilakukan dengan membeli aset
keuangan yang tidak dapat diperjualbelikan, yakni tabungan atau sertifikat
deposito yang diperoleh melalui bank komersial.
17
2. Investasi tidak langsung
Investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli saham dari perusahaan
investasi yang memiliki portofolio aset-aset keuangan dari perusahan-
perusahaan lain (Jogiyanto, 2013). Perusahaan investasi adalah perusahaan
yang menyediakan jasa keuangan dengan cara menjual saham ke publik dan
menggunakan dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke dalam
portofolionya.
Skema mengenai investasi langsung dan tidak langsung dapat ditampilkan
pada gambar berikut ini.
Gambar 1. Skema Investasi
Sumber: Jogiyanto, 2013
2.2.5 Dasar Keputusan Investasi
Menurut Tandelilin (2010), ada tiga hal penting yang harus diperhatikan
sebagai dasar keputusan investasi, yaitu.
1. Return
Dalam konteks manajemen investasi, alasan utama seseorang berinvestasi
adalah memperoleh keuntungan yang disebut dengan return. Tujuan utama
investor berinvestasi adalah dengan memaksimalkan return.
2. Risiko
Risiko dalam suatu investasi adalah saat tingkat pengembalian (return)
yang diperoleh tidak sesuai dengan return yang diharapkan. Umumnya,
18
semakin besar risiko, maka semakin besar pula return yang diharapkan
akan didapat.
3. Hubungan risiko dengan return yang diharapkan
Hubungan antara risiko dengan return yang diharapkan adalah hubungan
yang linier dan searah. Artinya, semakin tinggi risiko suatu aset, maka
semakin tinggi pula tingkat return yang diharapkan dari aset tersebut
(Tandelilin, 2010).
Gambar 2. Hubungan Risiko dan Return
Sumber: Tandelilin, 2010
Gambar di atas menunjukkan besarnya tingkat return yang diharapkan dari
masing-masing jenis aset, dengan masing-masing risiko yang akan ditanggung
investor. Terlihat bahwa obligasi pemerintah mempunyai risiko yang cenderung
rendah dan tingkat return yang diharapkan juga tidak terlalu tinggi. Sementara itu,
kontrak berjangka memiliki risiko yang tergolong tinggi dengan tingkat return
harapan yang tinggi juga.
19
2.3 Tingkat Pengembalian (Return) dan Risiko (Risk)
2.3.1 Tingkat Pengembalian (Return)
Return adalah tingkat keuntungan investasi tertentu sebagai imbalan atas
sejumlah dana yang telah diinvestasikan (Tandelilin, 2010). Return ini terdiri atas
dua jenis, yaitu return aktual (actual return) dan return harapan (expected return).
Return aktual adalah tingkat return yang telah diperoleh investor, sedangkan
return harapan adalah tingkat return yang diantisipasi investor di masa mendatang
(Tandelilin, 2010).
Tandelilin (2010) menambahkan bahwa perbedaan antara return harapan
dengan return aktual merupakan risiko yang harus selalu dipertimbangkan dalam
investasi. Di tempat investor berinvestasi, saham bisa jadi mengalami peningkatan
nilai sehingga investor tersebut dapat dikatakan memperoleh capital gain atau
bisa sebaliknya yang disebut capital loss. Tandelilin (2010) membagi komponen
return menjadi dua, yaitu.
1. Yield
Yield adalah komponen return yang mencerminkan aliran kas atau
pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi. Sebagai
contoh, jika investor berinvestasi pada saham, maka besarnya yield
ditunjukkan dari besarnya dividen yang diperoleh. Jika investor
berinvestasi pada obligasi, maka besarnya yield ditunjukkan dari bunga
obligasi yang dibayarkan.
2. Capital gain (loss) merupakan keuntungan (kerugian) bagi investor yang
diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) di atas harga beli (harga
jual) yang terjadi di pasar sekunder.
20
Dari kedua komponen return tersebut, perhitungan total return adalah sebagai
berikut (Tandelilin, 2010).
( ) ...........(1)
................................................(2)
( ) ( )
.....................................(3)
Keterangan:
Dt : dividen selama tahun t
Pt : harga saham per lembar pada akhir tahun t
Pt-1 : harga saham per lembar pada awal tahun t
Sehingga rate of return saham adalah sebagai berikut (Tandelilin, 2010).
.......(4)
Dalam perhitungan estimasi return sekuritas sebagai aset tunggal, investor
juga harus memperhitungkan setiap probabilitas kejadiannya. Estimasi return
suatu sekuritas dilakukan dengan cara menghitung return harapan (expected
return) atas sekuritas tersebut. Rumus yang digunakan untuk menghitung return
harapan (expected return) dari suatu sekuritas adalah sebagai berikut (Tandelilin,
2010).
( ) ...................................................(5)
Keterangan:
E(R) : return harapan dari suatu sekuritas
: return ke i yang mungkin terjadi : probabilitas kejadian return ke i n : banyaknya return yang mungkin terjadi
Return harapan (expected return) dari suatu portofolio dapat diestimasi
dengan menghitung rata-rata return harapan dari setiap aset individual yang ada
dalam portofolio. Rumus yang digunakan untuk menghitung return harapan
(expected return) dari portofolio adalah sebagai berikut (Tandelilin, 2010).
21
( ) ( ) ............................................(6)
Keterangan:
E(Rp) :return harapan dari portofolio
Wi : bobot portofolio sekuritas ke-i
Wi : jumlah total bobot portofolio (=1.0) E(R)i : harapan dari sekuritas ke-i
n : jumlah sekuritas yang ada dalam portofolio
2.3.2 Risiko (Risk)
Menurut Tandelilin (2010), risiko investasi adalah kemungkinan terjadinya
perbedaan antara return aktual dengan return yang diharapkan. Dalam konteks
manajemen investasi, risiko merupakan besarnya penyimpangan antara return
yang diharapkan (expected return) dengan return yang dicapai secara nyata
(actual return). Semakin besar penyimpangannya berarti semakin besar pula
tingkat risikonya.
Risiko sering diasosiasikan dengan variabilitas atau dispersi. Jika return suatu
aset tidak mempunyai variabilitas, maka aset tersebut dikatakan tidak memiliki
risiko. Pengukuran variabilitas return yang paling umum digunakan adalah
varians (variance) dan deviasi standar (standard deviation). Keduanya mengukur
seberapa jauh return aktual berbeda dengan rata-rata return. Varian ( ) dihitung
dengan rumus sebagai berikut (Tandelilin, 2010).
( )
.....................................................(7)
Keterangan:
Rjt : return aktual
Rj : rata-rata return
n : jumlah tahun
Risiko portofolio tidak bisa dihitung hanya dengan menjumlahkan risiko
masing-masing sekuritas yang ada dalam portofolio. Ada perbedaan penghitungan
22
untuk portofolio yang terdiri atas dua atau lebih dari dua sekuritas. Perhitungan
risiko portofolio untuk kasus 2 sekuritas adalah sebagai berikut (Tandelilin, 2010).
( )( )( ) .(8)
Keterangan:
: deviasi standar portofolio WA : bobot portofolio pada aset A : koefisien korelasi aset A dan B
Rumus yang digunakan untuk menghitung deviasi standar dua sekuritas dapat
digunakan pula untuk menghitung risiko portofolio yang terdiri atas n sekuritas.
Perhitungan risiko portofolio untuk kasus n-sekuritas adalah sebagai berikut
(Tandelilin, 2010).
.................................(9)
Keterangan:
2p : varians return portofolio 2i : varians return sekuritas i ij : kovarians antara return sekuritas i dan j wi : bobot atau porsi dana yang diinvestasikan pada sekuritas i
2.3.2.1 Jenis-Jenis Risiko
Tandelilin (2010) membagi risiko menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Risiko sistematis (Systematic risk)
Risiko sistematis atau yang dikenal dengan risiko pasar/ risiko umum
(general risk) berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara
keseluruhan. Risiko sistematis disebabkan oleh faktor-faktor
makroekonomi yang memengaruhi sekuritas atau saham sehingga tidak
dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Sebagai contoh, perubahan tingkat
suku bunga, kurs valas, dan kebijakan pemerintah.
23
2. Risiko tidak sistematis (Unsystematic risk)
Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya terdapat pada perusahan
tertentu. Setiap saham memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda-beda
dalam menanggapi perubahan pasar. Misalnya struktur aset, tingkat
likuiditas, struktur modal, dan tingkat keuntungan.
2.3.2.2 Preferensi Investor terhadap Risiko
Apabila risiko suatu investasi dikaitkan dengan preferensi investor, maka
investor dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu (Halim, 2005).
1. Investor yang suka terhadap risiko (risk seeker)
Investor yang suka terhadap risiko merupakan investor yang akan memilih
investasi dengan risiko yang lebih besar jika dihadapkan pada dua atau
lebih pilihan investasi yang memberikan return yang sama. Investor jenis
ini cenderung bersikap agresif dan spekulatif dalam mengambil keputusan.
2. Investor yang netral terhadap risiko (risk neutrality)
Investor yang netral terhadap risiko menilai sebuah investasi hanya dari
imbal hasil yang diharapkannya. Investor jenis ini tidak menuntut imbalan
atas risiko sehingga tingkat risiko dianggap tidak relevan.
3. Investor yang tidak suka terhadap risiko (risk averter)
Investor yang tidak suka terhadap risiko merupakan investor yang akan
memilih investasi dengan risiko yang lebih kecil jika dihadapkan pada dua
atau lebih pilihan investasi dengan return yang sama. Umumnya, investor
yang tidak suka terhadap risiko cenderung mempertimbangkan secara detil
atas keputusan investasi.
24
2.4 Diversifikasi
Unsur ketidakpastian dalam berinvestasi menjadikan seorang investor harus
melakukan diversifikasi atas aset-aset sekuritas yang dimiliki sehingga bisa
diperoleh return yang optimal dan risiko yang minimal. Diversifikasi adalah
pembentukan portofolio melalui pemilihan kombinasi sejumlah aset sehingga
risiko dapat diminimalkan (Tandelilin, 2010). Bentuk-bentuk diversifikasi yang
dapat dilakukan oleh investor adalah sebagai berikut.
2.4.1 Diversifikasi dengan Banyak Aset
Semakin besar ukuran sampel, semakin dekat nilai rata-rata sampel dengan
nilai ekspektasian dari populasi. Asumsi yang digunakan adalah bahwa tingkat
hasil (rate of return) untuk masing-masing sekuritas secara statistik adalah
independen, artinya rate of return tiap-tiap sekuritas tidak akan saling
memengaruhi.
2.4.2 Diversifikasi Random
Diversifikasi secara random merupakan pembentukan portofolio dengan terus
menerus, maka pada tingkat tertentu penurunan risiko marjinal akan semakin
berkurang.
2.4.3 Diversifikasi Markowitz
Pada tahun 1959, model Henry Markowitz muncul dan selanjutnya dikenal
dengan istilah diversifikasi Markowitz. Perumpamaan Markowitz yang sangat
penting dalam diversifikasi portofolio adalah janganlah menaruh semua telur ke
dalam satu keranjang. Perumpamaan ini mengindikasikan untuk tidak
menginvestasikan semua dana yang dimiliki hanya pada satu aset. Hal ini
25
dikarenakan jika aset gagal memberikan pengembalian, maka semua dana yang
diinvestasikan akan lenyap .
Kontribusi penting dari ajaran Markowitz (1959) adalah hasil temuannya yang
menunjukkan bahwa pengembalian aset berkorelasi antara satu dengan lainnya.
Oleh karena itu, risiko portofolio tidak boleh dihitung dengan penjumlahan semua
risiko aset yang ada dalam portofolio, tetapi juga harus mempertimbangkan efek
keterkaitan antar pengembalian aset tersebut dalam pengestimasian portofolio.
Kovarian adalah suatu ukuran absolut yang menunjukkan sejauh mana
pengembalian dari dua efek dalam portofolio cenderung untuk bergerak secara
bersama-sama. Koefisien korelasi adalah suatu ukuran statistik yang menunjukkan
pergerakan bersamaan relatif antar dua variabel. Ukuran tersebut biasanya
dilambangkan dengan dan berkorelasi antara +1.0 hingga -1.0. Jika adalah
+1.0, berarti korelasi positif sempurna, jika adalah -1.0, berarti korelasi negatif
sempurna, dan jika adalah 0, berarti tidak ada korelasi (Tandelilin, 2010).
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan penggunaan ukuran koefisien
korelasi dalam konsep diversifikasi, yaitu sebagai berikut (Tandelilin, 2010).
1. Penggabungan dua sekuritas yang berkorelasi positif sempurna (+1.0)
tidak akan memberikan manfaat pengurangan risiko.
2. Penggabungan dua sekuritas yang berkorelasi nol akan mengurangi risiko
portofolio secara signifikan. Semakin banyak jumlah saham yang
berkorelasi nol, maka semakin besar manfaat pengurangan risiko yang
diperoleh.
3. Penggabungan dua sekuritas yang berkorelasi negatif sempurna (-1.0) akan
menghilangkan risiko kedua sekuritas tersebut.
26
4. Dalam dunia nyata, ketiga jenis korelasi sempurna tersebut (+1.0, -1.0, 0)
sangat jarang terjadi. Sekuritas biasanya akan memunyai korelasi positif
terhadap sekuritas lainnya, meskipun tidak sempurna (+1.0). Oleh karena
itu, investor tidak akan bisa menghilangkan sama sekali risiko
portofolionya. Hal yang bisa dilakukan adalah mengurangi risiko
portofolio.
2.5 Jenis Portofolio
Tandelilin (2010) membedakan portofolio menjadi dua jenis, yaitu.
1. Portofolio efisien
Karakteristik portofolio efisien terlihat dari perilaku investor yang selalu
ingin memaksimalkan return harapan dengan tingkat risiko tertentu yang
bersedia ditanggungnya, atau mencari portofolio yang menawarkan risiko
terendah dengan tingkat return tertentu.
2. Portofolio optimal
Portofolio optimal merupakan portofolio yang dipilih seorang investor dari
sekian banyak pilihan yang ada pada kumpulan portofolio efisien.
Portofolio yang dipilih investor adalah portofolio yang sesuai dengan
preferensi investor bersangkutan terhadap return maupun terhadap risiko
yang bersedia ditanggungnya.
27
2.6 Reksa Dana
2.6.1 Definisi Reksa Dana
Ditinjau dari sudut asal kata (etimologi), reksa dana berasal dari kata reksa
dan dana. Reksa berarti jaga atau pelihara, sedangkan dana berarti uang. Secara
sederhana, reksa dana berarti kumpulan uang yang dipelihara untuk suatu
kepentingan (Darmadji & Fakhruddin, 2012). Menurut Rahardjo (2005), reksa
dana secara umum adalah suatu kumpulan dana dari masyarakat, pihak pemodal
atau pihak investor untuk kemudian dikelola oleh manajer investasi dan
diinvestasikan pada berbagai jenis portofolio investasi efek atau produk keuangan
lainnya.
Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasal 1 ayat 27,
reksa dana merupakan wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari
masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh
manajer investasi. Sedangkan menurut Yuliarti (2013), reksa dana terkait dengan
tiga hal, yakni adanya kumpulan dana masyarakat, investasi bersama dalam
portofolio efek yang telah terdiversifikasi, dan manajer investasi dipercaya
sebagai pengelola dana.
Berdasarkan definisi-definisi reksa dana di atas, dapat disimpulkan bahwa
reksa dana merupakan sebuah sarana investor untuk orang yang berkeinginan
untuk berinvestasi tetapi memiliki waktu yang terbatas. Keterbatasan ini
menyebabkan investor tersebut mempercayakan manajer investasi untuk
mengumpulkan dana dan mengelola portofolio saham yang telah terdiversifikasi.
28
2.6.2 Pihak yang Terkait Langsung dengan Pengelolaan Reksa Dana
Menurut Pratomo & Nugraha (2009), ada dua pihak yang terlibat langsung
dalam pengelolaan reksa dana, yaitu manajer investasi dan bank kustodian.
2.6.2.1 Manajer Investasi
Manajer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio
efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk
sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang
melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Undang-undang Pasar Modal pasal 1 ayat 11).
Menurut Bapepam (2004), kewajiban yang harus dilaksanakan oleh manajer
investasi adalah sebagai berikut.
1. Mengelola portofolio menurut kebijakan investasi yang dicantumkan dalam
kontrak dan prospektus serta memenuhi kebijakan investasinya.
2. Menyusun tata cara dan memastikan bahwa semua uang para calon
pemegang unit penyertaan disampaikan kepada bank kustodian selambat-
lambatnya pada akhir hari kerja berikutnya.
3. Melakukan pembelian kembali (pelunasan) unit penyertaan.
4. Memelihara semua catatan penting yang berkaitan dengan laporan keuangan
dan pengelolaan reksa dana yang ditetapkan oleh Bapepam
Selain melaksanakan kewajiban, Bapepam juga menyatakan beberapa
larangan yang dilarang dilakukan oleh manajer investasi, antara lain.
1. Memiliki saham per unit penyertaan untuk kepentingan dan atas nama pihak
lain.
29
2. Memungut komisi atau biaya dari reksa dana yang lebih tinggi dari
perantara perdagangan efek yang tidak terealisasi, dalam hal manajer
investasi atau afiliasinya bertindak sebagai pengantara perdagangan efek.
3. Menerima imbalan dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak
langsung, yang dapat mempengaruhi manajer investasi yang bersangkutan
atau pihak afiliasi untuk membeli atau menjual efek untuk reksa dana.
Apabila melanggar diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun
dan denda paling banyak Rp 1 Miliar.
4. Membeli efek yang tidak melalui penawaran umum (IPO), kecuali untuk
efek pasar uang.
5. Membeli efek yang sedang ditawarkan dalam penawaran umum pada saat
manajer investasi bertindak sebagai emisinya.
2.6.2.2 Bank Kustodian
Bank kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta
lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga,
dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening
yang menjadi nasabahnya (Undang-Undang Pasar Modal pasal 1 ayat 8). Undang-
undang Pasar Modal No 8 tahun 1995 menyatakan bahwa bank kustodian tidak
boleh memiliki hubungan istimewa dengan manajer investasi.
Menurut Bapepam (2004), beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh
bank kustodian adalah sebagai berikut.
1. Memberikan jasa penitipan kolektif dan kustodian sehubungan dengan
kekayaan reksa dana.
2. Menghitung nilai aset bersih reksa dana setiap hari bursa.
30
3. Membayar biaya-biaya yang berkaitan dengan reksa dana atas perintah
manajer investasi.
4. Menyimpan catatan terpisah yang menunjukkan semua perubahan dalam
jumlah unit penyertaan, jumlah unit penyertaan yang dimiliki setiap
pemegang unit penyertaan, dan identitas pemegang unit penyertaan.
5. Memastikan bahwa unit penyertaan diterbitkan hanya atas penerimaan dana
dari calon pemegang unit penyertaan.
6. Menolak instruksi manajer investasi secara tertulis dengan tembusan kepada
Bapepam apabila instruksi tersebut pada saat diterima oleh Bank Kustodian
secara jelas melanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal dan atau kontrak investasi kolektif.
2.6.3 Jenis-Jenis Reksa Dana
Kegiatan investasi akan lebih baik jika mengetahui dan memahami jenis reksa
dana yang sesuai dengan kebutuhan investasi yang dikehendaki. Reksa dana dapat
dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain.
1. Menurut bentuknya
Menurut Sunariyah (2004), reksa dana dapat dapat dibagi atas dua bentuk
berdasarkan bentuk hukumnya di Indonesia, yaitu.
a. Reksa dana berbentuk Perseroan
Reksa dana berbentuk perseroan menghimpun dana dan menjual saham,
kemudian dana penjualan saham diinvestasikan pada berbagai jenis efek
yang diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang. Reksa dana
berbentuk perseroan dibagi menjadi dua jenis, yaitu reksa dana perseroan
31
tertutup dan reksa dana perseroan terbuka. Reksa dana perseroan memiliki
ciri-ciri sebagai berikut.
a) Bentuk hukumnya adalah perseroan terbatas (PT).
b) Pengelolaan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara
direksi perusahaan dengan manajer investasi yang ditunjuk.
c) Penyimpanan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara
manajer investasi dengan bank kustodian.
b. Reksa Dana Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
Reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK) merupakan kontrak
antara manajer investasi dengan bank kustodian yang mengikat pemegang
unit penyertaan yang disebut kontrak investasi kolektif. Manajer investasi
berwenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif, sedangkan bank
kustodian berwenang untuk penyimpanan kolektif. Reksa dana Kontrak
Investasi Kolektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a) Bentuk hukumnya dalah Kontrak Investasi Kolektif (KIK).
b) Pengelolaan reksa dana dilakukan manajer investasi berdasarkan
kontrak yang telah disepakati.
c) Penyimpanan kekayaan investasi kolektif dilakukan oleh bank
kustodian berdasarkan kontrak.
Adapun bentuk reksa dana persero berdasarkan sifatnya dibagi atas dua
bentuk, yaitu.
a. Reksa Dana Terbuka (open-end investment company)
Reksa dana terbuka adalah reksa dana yang pemodalnya dapat bebas
menawarkan dan membeli kembali saham-sahamnya sampai dengan
32
sejumlah yang dikeluarkan. Melalui bank kustodian, manajer investasi
wajib membelinya sesuai dengan nilai aset bersih per unit pada saat
tersebut. Harga unit penyertaan ditentukan oleh harga penutupan
perdagangan pada hari tersebut.
b Reksa Dana Tertutup (close-end investment company)
Reksa dana tertutup adalah reksa dana yang dapat menawarkan saham-
saham kepada masyarakat pemodal tetapi tidak dapat membeli kembali
saham-saham tersebut. Jika seseorang ingin menjual sahamnya yang telah
dibeli dari reksa dana, saham itu tidak dapat dijual kembali kepada
manajer investasi, tetapi harus dijual melalui Bursa Efek tempat
pendaftaran reksa dana tersebut. Umumnya, harga saham di reksa dana
tertutup selalu lebih rendah dibandingkan dengan nilai aset bersihnya
(NAB). Hal ini dikarenakan adanya biaya transaksi dan jumlah saham
yang tidak pernah berubah kecuali adanya tindakan dari perusahaan. Di
Indonesia, reksa dana jenis ini sudah tidak ada, karena satu-satunya reksa
dana tertutup di Indonesia, yakni Reksa Dana BDNI telah ditutup.
2. Menurut Jenisnya
Menurut Bapepam (2014), Bapepam menyatakan bahwa reksa dana di
Indonesia dibagi menjadi delapan jenis, yaitu.
a. Reksa Dana Pasar Uang (Money Market Funds)
Reksa dana pasar uang adalah reksa dana yang melakukan investasi 100%
di efek pasar uang. Efek pasar uang merupakan efek dari utang yang
berjangka pendek. Reksa dana jenis ini memiliki risiko yang paling rendah
dibandingkan dengan reksa dana jenis lain. Reksa dana pasar uang
33
mengutamakan perlindungan kapital, pemeliharaan modal, dan likuiditas
yang tinggi sehingga risiko penurunan nilai investasinya sangat rendah.
Instrumen yang digunakan dalam reksa dana pasar uang adalah SBI,
deposito, obligasi, dan efek utang lainnya dengan jangka waktu kurang
dari satu tahun.
b. Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds)
Reksa dana pendapatan tetap (RDPT) adalah reksa dana yang
diinvestasikan sekurangkurangnya 80% dari portofolio yang dikelola ke
dalam efek bersifat utang. Reksa dana jenis ini memiliki risiko menengah,
karena risiko yang dimiliki reksa dana pendapatan tetap lebih besar
dibandingkan dengan risiko reksa dana pasar uang. Reksa dana pendapatan
tetap bertujuan untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.
Pembagian keuntungan dalam reksa dana pendapatan tetap berupa uang
tunai, bunga, atau dividen yang dibayarkan secara teratur, misalnya
bulanan, tiga bulanan, atau tahunan.
c. Reksa Dana Saham (Equity Funds)
Reksa dana saham merupakan reksa dana yang melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80% dari portofolio yang dikelola dalam bentuk
ekuitas (saham). Reksa dana saham bertujuan untuk membebaskan diri
dari kerumitan investasi di saham, yaitu mengelola saham, memilih saham
yang tepat, keterbatasan waktu untuk mengontrol saham, ingin mendapat
dividen, dan ingin mendapatkan capital gain atas kenaikan saham. Risiko
reksa dana jenis ini relatif tinggi dibandingkan reksa dana jenis lain.
Risiko dapat terjadi saat terjadi capital loss (penurunan harga saham).
34
d. Reksa Dana Campuran (Discretionary Funds)
Reksa dana campuran adalah reksa dana yang melakukan investasi pada
efek ekuitas dan efek utang yang alokasinya tidak termasuk dalam reksa
dana pasar uang dan reksa dana saham. Reksa dana campuran merupakan
alternatif pilihan bagi investor yang menginginkan investasi yang terdiri
atas efek ekuitas dan utang. Return dan risiko reksa dana campuran lebih
rendah dibandingkan dengan reksa dana saham.
Manajer investasi bebas memilih komposisi investasi reksa dana
campuran dengan syarat proporsi efeknya tidak termasuk dalam kategori
reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, dan reksa dana saham.
Oleh sebab itu, keberhasilan reksa dana campuran tergantung dari
kemampuan manajer investasi melakukan market timing dalam
menentukan portofolionya.
e. Reksa Dana Terproteksi (Protected Fund)
Reksa dana terproteksi adalah reksa dana memberikan potensi return
tertentu dan memberikan proteksi investasi pada saat jatuh tempo melalui
mekanisma investasi dalam reksa dana tersebut. Dalam rangka pemberian
proteksi investasi awal, manajer investasi akan menginvestasikan sebagian
dana yang dikelola pada efek bersifat utang yang masuk ke dalam kategori
layak investasi (investment grade), sehingga nilai efek bersifat utang pada
jatuh tempo akan menutupi jumlah nilai yang diproteksi. Walaupun reksa
dana ini terkesan terlindungi, manajer investasi yang menginvestasikan
dananya pada obligasi yang gagal bayar akan dapat menghilangkan dana
35
seluruhnya, karena perjanjian menyatakan reksa dana yang diinvestasikan
tidak boleh diambil sebelum jangka waktunya.
f. Reksa Dana Indeks
Reksa dana indeks adalah reksa dana yang berkaitan dengan saham. Indeks
adalah gambaran kondisi pasar saham di sebuah bursa. Sebuah reksa dana
harus memenuhi beberapa syarat agar dapat disebut sebagai reksa dana
indeks. Reksa dana indeks harus menginvestasikan dananya minimal 80%
dari keseluruhan saham pada suatu efek yang terdaftar dalam indeks.
Berbeda dengan reksa dana saham, reksa dana indeks tidak melakukan jual
beli melalui agen penjual tetapi melalui bursa saham, sehingga manajer
investasi akan membeli dan menjual saham berdasarkan perkembangan
harga saham di bursa efek.
g. Reksa Dana Syariah
Reksa dana syariah adalah reksa dana yang pengelolaan dan kebijakan
investasinya mengacu pada syariah Islam. Dana yang diperoleh dari
investor dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam
portofolio syariah serta menggunakan prinsip-prinsip syariah dalam
kegiatan investasinya. Perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam bursa
efek yang sesuai dengan syariah Islam ditentukan oleh Dewan Syariah
Nasional (DSN) dibawah Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan tercatat
pada Jakarta Islamic Index (JII) maupun dalam Daftar Efek Syariah (DES).
h. Reksa Dana Exchange Traded Fund (ETF)
ETF adalah reksa dana terbuka yang terdaftar dan dapat diperjualbelikan
setiap hari di lantai bursa, karena itu diperlukan dealer pasar sebagai
36
market maker guna menjamin likuiditas reksa dana ETF di pasar.
Umumnya, dealer partisipan ETF adalah sekuritas yang memberikan suatu
kepastian kepada publik bahwa ETF yang diperjualbelikan akan selalu
likuid dan aliran pembelian maupun penjualan unit penyertaan reksa dana
ETF akan dijamin.
Berdasarkan tujuan investasinya, reksa dana terdiri atas beberapa jenis, yaitu.
1. Growth Fund
Reksa dana dengan tujuan growth fund merupakan reksa dana dengan
tujuan untuk mengejar pertumbuhan nilai dana. Reksa dana ini biasanya
berupa saham dalam pengalokasian dananya.
2. Income Fund
Reksa dana dengan tujuan income fund merupakan reksa dana dengan
tujuan mendapatkan pendapatan yang konstan. Untuk mencapai tujuan ini,
reksa dana mengalokasikan dananya pada surat utang atau obligasi.
3. Safety Fund
Reksa dana dengan tujuan safety fund ini bertujuan mengutamakan
keamanan daripada pertumbuhan. Alokasi dana biasanya diperuntukkan
untuk pengelolaan instrumen di pasar uang, misalnya sertifikat deposito,
deposito berjangka, dan surat jangka pendek.
2.6.4 Mekanisma Kerja Reksa Dana
Pengelolaan reksa dana dilakukan oleh dua pihak yaitu manajer investasi dan
bank kustodian (Pratomo & Nugraha, 2009). Bank kustodian memiliki wewenang
dan tanggung jawab dalam hal menyimpan, menjaga, dan mengadministrasikan
37
kekayaan, baik dalam pencatatan maupun penjualan kembali suatu reksa dana
sesuai dengan kontrak yang telah ditetapkan bersama manajer investasi.
Undang-undang Pasar Modal menyebutkan bahwa manajer investasi tidak
boleh memegang langsung kekayaan reksa dana. Kekayaan reksa dana tersebut
wajib disimpan pada bank kustodian yang tidak memiliki afiliasi dengan manajer
investasi untuk menghindari adanya benturan kepentingan (conflict of interest)
dalam pengelolaan kekayaan tersebut. Manajer investasi sebagai pengelola reksa
dana dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan izin dari Bapepam.
Menurut Pratomo & Nugraha (2009), mekanisma kerja yang terjadi dalam
reksa dana tidak hanya melibatkan manajer investasi dan bank kustodian, tetapi
juga melibatkan perantara di pasar modal dan pasar uang dan pengawasan yang
dilakukan BAPEPAM & LK. Berikut ini disajikan gambar mekanisma kerja reksa
dana.
Gambar 3. Mekanisma Kerja Reksa Dana
Sumber: Pratomo & Nugraha, 2009
Keterangan:
1. Permohonan pembelian (investasi) atau penjualan kembali (pencairan) unit penyertaan.
2. Penyetoran dana pembelian unit penyertaan atau pembayaran hasil penjualan kembali.
3. Perintah transaksi investasi. 4. Eksekusi transaksi investasi 5. Konfirmasi transaksi.
38
6. Perintah penyelesaian transaksi. 7. Penyelesaian transaksi dan penyimpanan harta. 8. Informasi nilai aset bersih per unit secara harian melalui media massa. 9. Laporan evaluasi harian dan bulanan. 10. Laporan bulanan kepada Bapepam & LK.
2.6.5 Keuntungan Reksa Dana
Menurut Raharjo (2004), manfaat-manfaat yang dapat diperoleh pemodal
pada saat menanamkan modalnya dalam bentuk reksa dana, antara lain.
1. Efisiensi waktu
Reksa dana dikelola oleh manajer investasi yang berpengalaman di pasar
modal sehingga pemodal tidak perlu repot memantau kinerja investasi.
Latar belakang dan pengalaman pendidikan manajer investasi yang
kompeten akan mendukung pola kerja untuk memberikan hasil investasi
yang maksimal dan aman. Hal ini dapat dilakukan melalui analisis yang
mendalam atas pemilihan aset yang sesuai, keadaan pasar, dan pemilihan
strategi investasi.
2. Praktis dan fleksibel
Pemodal cukup menyetorkan dana dan mengalihkan tugasnya kepada
manajer investasi. Pemodal tidak cukup pengetahuan mengenai saham-
saham yang baik untuk dibeli sehingga cukup melakukan monitor hasil
investasi melalui nilai aset bersih per unit penyertaan yang diterbitkan
setiap hari.
3. Portofolio sudah terdiversifikasi
Apabila satu jenis investasi yang dibeli mengalami kerugian, ada
kemungkinan jenis investasi lainnya tidak rugi atau bahkan mendapatkan
39
keuntungan. Konsep diversifikasi ini yang akan memberikan keamanan
bagi pemodal.
4. Investasi yang terjangkau
Pemodal dengan dana terbatas dimungkinkan untuk berinvestasi di reksa
dana. Pemodal cukup menyesuaikan dengan nilai setiap unit penyertaan
reksa dana yang akan dibeli. Besarnya nilai pembelian, ada juga unit
penyertaan reksa dana yang nilai harganya mulai dari Rp250.000
5. Risiko yang lebih kecil
Pemodal yang memiliki dana terbatas dapat mempunyai portofolio
obligasi. Dengan ikut reksa dana, dana akan terkumpul dalam jumlah yang
besar sehingga memudahkan diversifikasi. Pemodal dapat melakukan
diversifikasi dalam efek, yaitu pasar uang dan pasar modal sehingga
memperkecil risiko kerugian.
6. Likuiditas terjaga
Salah satu alasan investor membeli reksa dana adalah untuk mendapatkan
jaminan likuiditas yang cukup bagi pengelolaan investasinya. Investasi
pemodal dapat dicairkan pada setiap hari bursa. Hal ini mempermudah
menjaga likuiditas keuangan dengan lebih leluasa.
7. Transparan
Dengan adanya informasi yang lengkap dan detail, investor akan dengan
mudah memantau kinerja dari pengelolaan dana secara maksimal. Manajer
investasi wajib memberitahukan risiko dan biaya investasi. Selain itu,
manajer investasi harus memublikasikan dana pemodal yang
diinvestasikan menjadi aset apa saja.
40
2.6.6 Risiko Reksa Dana
Selain menghasilkan keuntungan, reksa dana juga memiliki risiko yang harus
dipertimbangkan. Setiap jenis reksa dana selalu mengandung risiko investasi
walaupun besarnya berbeda-beda. Semakin tinggi return yang diharapkan maka
semakin tinggi pula risikonya. Berdasarkan sumber yang diperoleh dari www.
danareksaonline.com, risiko reksa dana terdiri atas.
1. Berkurangnya jumlah unit penyertaan
Berkurangnya jumlah unit penyertaan terjadi karena adanya fluktuasi dari
harga efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) pada reksa dana
tersebut. Khusus reksa dana saham, fluktuasi harga terjadi sesuai dengan
mekanisma pasar di bursa efek. Harga efek utang berbanding terbalik
dengan tingkat bunganya, sedangkan fluktuasi instrumen pasar uang
berpatokan pada tingkat suku bunga. Kondisi non-finansial juga dapat
menyebabkan naik atau turunnya unit penyertaan, yaitu kebijakan politik
dan hukum yang berkaitan dengan usaha.
2. Risiko kredit
Risiko kredit adalah risiko yang terjadi karena penerbit utang tidak mampu
untuk memenuhi kewajiban dalam membayar utangnya, atau yang disebut
dengan wanprestasi. Dalam kata lain, perusahaan membayar lebih rendah
dari nilai pertanggungan atau tidak segera membayar ganti rugi.
3. Risiko likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko yang terjadi saat manajer investasi kesulitan
menyediakan uang karena ada tindakan penjualan kembali reksa dana yang
41
dipegang. Akan tetapi, hal ini diminimalisir Bapepam dengan peraturan
maksimal 7 hari dari transaksi untuk melunasi transaksi redemption.
2.6.7 Nilai Aset Bersih (NAB)
Nilai Aset Bersih (NAB) atau Net Asset Value (NAV) merupakan sebuah
tolok ukur dalam memantau hasil kinerja portofolio investasi reksa dana. Nilai
aset bersih dapat diketahui secara umum karena dipublikasikan di website atau
surat kabar setiap hari kerja. Menurut Husnan (2009), rumus untuk menghitung
NAB reksa dana adalah sebagai berikut.
..............................................(10)
Keterangan:
NAB : nilai aset bersih
NABn-1 : nilai aset bersih pada hari sebelumnya
NCIN : Net Change in NAV
Berdasarkan informasi yang transparan kepada masyarakat umum, setiap
orang dapat menghitung tingkat pengembalian reksa dana selama satu perioda
pengamatan. Tingkat pengembalian reksa dana didapat dengan menjumlahkan
pendapatan dari perubahan nilai aset bersih ditambah dengan pendapatan bunga
atau dividen tunai dan ditambah dengan penghasilan dari capital gain yang
kemudian dibagi dengan total aset bersih pada awal perioda.
2.6.8 Kinerja Pasar (Benchmark)
Penentuan tolok ukur kinerja reksa dana didasarkan pada aset alokasi
investasi yang direncanakan. Pada reksa dana di Indonesia, manajer investasi
dapat menentukan tolok ukur kinerja pasar yang dikemukakan di dalam
prospektus sebagai pedoman investor untuk menilai kinerja manajer investasi.
Untuk dapat membandingkan kinerja satu reksa dana dengan reksa dana yang lain,
dibutuhkan suatu tolok ukur yang dianggap mewakili satu kelompok reksa dana.
42
Menurut Mahdi & Meijerink (1997), pembanding reksa dana di pasar modal
Indonesia adalah sebagai berikut.
Tabel 3
Benchmark Reksa Dana
No Jenis Reksa Dana Pembanding
1 Pasar Uang Rata-rata bunga deposito tiga bank pemerintah
dan tiga bank swasta untuk periods tiga bulan
setelah pajak
2 Pendapatan Tetap Rata-rata bunga deposito tiga bank pemerintah
dan tiga bank swasta perioda 12 bulan
3 Saham Indeks Harga Saham Gabungan
4 Campuran Menggunakan tiga pembanding sebelumnya
(IHSG, deposito 12 bulan, dan deposito 3 bulan)
dengan bobot rata-rata sebesar masing-masing
satu pertiga
Sumber: Mahdi & Meijerink, 1997
Kinerja pasar digunakan sebagai tolok ukur kinerja reksa dana berdasarkan
metoda pengukuran yang digunakan dimasukkan pada variabel kinerja pasar
sebagai pembanding sesuai dengan jenis reksa dana. Kinerja reksa dana saham
umumnya akan merefleksikan kinerja pasar saham secara keseluruhan. IHSG
dikeluarkan BEI sudah banyak menjadi pembanding kinerja reksa dana oleh
manajer investasi.
2.7 Evaluasi Kinerja Portofolio
Untuk melihat kinerja sebuah portofolio, kita tidak bisa hanya melihat tingkat
return yang dihasilkan portofolio tersebut, tetapi kita juga harus memperhatikan
faktor-faktor lain seperti tingkat risiko portofolio tersebut (Jogiyanto, 2013). Ada
beberapa model pengukuran kinerja reksa dana yang umum digunakan yaitu
seabagai berikut.
43
2.7.1 Indeks Sharpe
Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe pada tahun 1966 dan
sering juga disebut dengan reward-to-variability ratio (Tandelilin, 2010). Indeks
Sharpe mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital
market line) sebagai patok duga, yaitu dengan cara membagi premi risiko
portofolio dengan standar deviasinya. Dengan demikian, indeks Sharpe akan bisa
dipakai untuk mengukur premi risiko untuk setiap unit risiko pada portofolio
tersebut.
Indeks Sharpe merupakan rasio kompensasi terhadap total risiko. Semakin
tinggi indeks Sharpe suatu portofolio berdasarkan kinerjanya, maka semakin baik
kinerja portofolio tersebut. Rp-Rf, yakni premi risiko portofolio merupakan
kompensasi untuk memikul risiko sedangkan deviasi standar return portofolio
adalah pengukur risikonya.
2.7.2 Indeks Treynor
Indeks Treynor merupakan kinerja portofolio yang dikembangkan oleh Jack
Treynor pada tahun 1965. Indeks ini sering disebut juga dengan reward-to-
volatility ratio (Tandelilin, 2010). Sama dengan indeks Sharpe, kinerja portofolio
pada indeks Treynor dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio
dengan besarnya risiko dari penggunaan garis pasar sekuritas (security market line)
sebagai patok duga, dan bukan garis pasar modal seperti pada indeks Sharpe.
Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah portofolio yang sudah
terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap relevan adalah risiko
sistematis.
44
2.7.3 Indeks Jensen
Indeks Jensen merupakan metoda pengukuran kinerja portofolio yang
dikembangkan oleh Jensen pada tahun 1968. Menurut Tandelilin (2010), indeks
Jensen merupakan indeks yang menunjukkan perbedaan antara tingkat return
aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return harapan jika portofolio
tersebut berada di garis pasar sekuritas.
Indeks Jensen menunjukkan kelebihan return di atas atau di bawah garis pasar
sekuritas (security market line). Indeks Jensen dapat diinterpretasikan sebagai
pengukur berapa banyak portofolio yang mengalahkan pasar. Indeks yang
bernilai positif berarti portofolio memberikan return lebih besar daripada return
harapannya (berada di atas garis pasar sekuritas) sehingga merupakan hal yang
bagus karena portofolio memiliki return yang relatif tinggi untuk tingkat risiko
sistematisnya.
2.8 Perhitungan Beta
Beta merupakan suatu pengukur volatilitas return sekuritas atau return
portofolio terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-i mengukur volatilitas return
sekuritas ke-i dengan return pasar. Beta portofolio mengukur volatilitas return
portofolio dengan return pasar. Dengan demikian, beta merupakan pengukur
risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap pasar.
Volatilitas dapat didefinisikan sebagai fluktuasi dari return-return suatu sekuritas
atau portofolio dalam suatu perioda waktu tertentu (Jogiyanto, 2013).
45
2.8.1 Beta Pasar
Beta dapat dihitung dengan menggunakan teknik regresi (Jogiyanto, 2013).
Teknik regresi untuk mengestimasi beta suatu sekuritas dapat dilakukan dengan
menggunakan return-return sekuritas sebagai variabel dependen dan return-return
pasar sebagai variabel independen.
2.8.2 Beta Akuntansi
Beta akuntansi digunakan pertama di studi Brown & Ball pada tahun 1969
(Jogiyanto, 2013) yang menggunakan persamaan regresi untuk mengestimasinya.
Brown & Ball menggunakan perubahan laba akuntansi, bukan tingkat laba
akuntansi untuk menghitung beta akuntansi. Persamaan regresi untuk
mengestimasi beta akuntansi adalah sebagai berikut.
..................................(11)
Keterangan:
EI,t : perubahan laba akuntansi perusahaan ke-i untuk perioda ke-t Gi : intercept
Hi : parameter regresi estimasi untuk beta akuntansi perusahaan ke-i
EMt : perubahan indeks laba pasar untuk perioda ke-t Wi,t : kesalahan residual
2.8.3 Beta Fundamental
Beaver, Kettler, & Scholes (1970) mengembangkan penelitian beta akuntansi
dengan menyajikan perhitungan beta menggunakan beberapa variabel
fundamental. Variabel-variabel yang dipilih merupakan variabel-variabel yang
dianggap berhubungan dengan risiko karena beta merupakan pengukur risiko.
Variabel-variabel tersebut adalah dividend payout, asset growth, leverage,
liquidity, asset size, earnings variability, dan accounting beta. Beta portofolio
46
dapat dihitung dengan cara rata-rata tertimbang dari masing-masing individual
sekuritas yang membentuk portofolio.
2.9 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2012), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Karena itu, rumusan masalah penelitian biasanya
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Menurut Tandelilin (2010), indeks Sharpe dan indeks Treynor tidak akan
memiliki kesamaan karena perbedaan penggunaan garis pasar sebagai dasar untuk
membuat persamaan. Indeks Sharpe mendasarkan garis pasar modal sebagai dasar,
sedangkan indeks Treynor mendasarkan garis pasar sekuritas sebagai acuannya.
Selain itu, pengukuran risiko pada indeks Treynor tidak diukur dengan total risiko
seperti pada indeks Sharpe melainkan hanya risiko sistematisnya.
Laksmana (2012) meneliti konsistensi antara Indeks Sharpe, Treynor, Jensen,
dan M2 pada portofolio saham di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uji Pearson
Product Moment, tidak ada konsistensi penggunaan Indeks Sharpe dan Treynor.
Hal ini dikarenakan perbedaan penggunaan garis pasar sebagai patok duga. Hal ini
didukung dengan penelitian Irene (2013) yang menyatakan tidak ada konsistensi
dalam mengukur kinerja dengan dua metoda ini. Tetapi penelitian Wiksuana &
Purnawati (2008) menyatakan bahwa indeks Sharpe dan Treynor konsisten dalam
mengukur kinerja portofolio saham perioda tiga bulan. Restikomah (2009)
menyatakan bahwa dua indeks ini konsisten signifikan dalam mengukur
47
portofolio growth stocks di JII. Pendapat ini juga didukung oleh Natarajan &
Dharani (2008) yang menyebutkan bahwa indeks Sharpe dan Treynor konsisten
signifikan dalam pengukuran portofolio saham syariah dan bukan syariah di India.
H1.1 : Terdapat konsistensi penggunaan Indeks Sharpe dengan
Treynor dalam pengukuran kinerja reksa dana saham
pada perioda Maret 2012Februari 2015.
Menurut Tandelilin (2010), indeks Treynor dan indeks Jensen memiliki
persamaan, yakni kedua indeks ukuran kinerja portofolio tersebut menggunakan
garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk membuat persamaan. Menurut Laksmana
(2012), pengukuran kinerja portofolio saham di Bursa Efek Indonesia dengan
menggunakan indeks Treynor dan Jensen menunjukkan konsistensi yang
signifikan. Pernyataan tersebut mendukung penelitian Restikomah (2009),
Wiksuana & Purnawati (2008), dan Natarajan & Dharani (2008). Pendapat ini
ditolak oleh Irene (2013) yang menyatakan bahwa tidak terdapat konsistensi
penggunaan indeks Treynor dan Jensen yang diujikan pada portofolio optimal
hasil dari Single Index Model dari LQ45, JII, dan Kompas100.
H1.2 : Terdapat konsistensi penggunaan indeks Treynor dengan
Jensen dalam pengukuran kinerja reksa dana saham pada
perioda Maret 2012Februari 2015.
Menurut Tandelilin (2010), kedua indeks ini jelas berbeda karena penggunaan
garis pasar yang berbeda. Indeks Sharpe menggunakan garis pasar modal
sedangkan indeks Jensen menggunakan garis pasar sekuritas. Dalam penelitian
Laksmana (2012), pengujian antara Sharpe dan Jensen menunjukkan tidak ada
konsistensi yang signifikan. Sharpe menggunakan garis pasar modal sedangkan
Jensen menggunakan garis pasar sekuritas sebagai patok duga. Pernyataan ini
didukung oleh Irene (2013) yang menyatakan tidak ada konsistensi antara Sharpe
48
dan Jensen dalam mengukur kinerja portofolio saham, baik dari portofolio optimal
dari LQ45, JII, atau Kompas100. Wiksuana & Purnawati (2008) menyatakan
bahwa indeks Sharpe dan Jensen tidak konsisten dalam mengukur kinerja
portofolio saham perioda tiga bulan. Hal ini dibantah oleh penelitian Restikomah
(2009) dan Natarajan & Dharani (2008) yang menyebutkan bahwa penggunaan
indeks Sharpe dan Jensen konsisten signifikan dalam pengukuran portofolio
saham.
H1.3 : Terdapat konsistensi penggunaan indeks Sharpe dengan
Jensen dalam pengukuran kinerja reksa dana saham pada
perioda Maret 2012Februari 2015.
Uji beda antar tiga indeks bertujuan untuk menguji apakah setiap indeks
menghasilkan pemeringkatan kinerja yang berbeda atau tidak berbeda secara
signifikan. Penggunaan garis patok duga yang berbeda memungkinkan
menghasilkan hasil pengujian yang berbeda signifikan. Pengukuran kinerja
dengan ketiga indeks merupakan pelengkap satu sama lain karena memberikan
informasi yang berbeda.
Penelitian Suryawan (2003) menunjukkan bahwa pengukuran kinerja dengan
Sharpe, Treynor, dan Jensen tidak ada perbedaan yang bermakna. Penelitian
Natarajan & Dharani (2008) menunjukkan bahwa Sharpe, Treynor, dan Jensen
juga menyatakan tidak adanya perbedaan secara signifikan. Pendapat ini didukung
oleh Sulistyorini (2009) yang menguji perbedaan pengukuran kinerja portofolio
menggunakan Sharpe, Treynor, dan Jensen tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan.
Akan tetapi, penelitian Laksmana (2012) dengan Sharpe, Treynor, Jensen, dan
M2 pada portofolio saham menunjukkan bahwa pengukuran kinerja berbeda
49
signifikan. Irene (2013) menyatakan bahwa Sharpe, Treynor, dan Jensen berbeda
signifikan dalam mengukur kinerja portofolio. Hasil uji beda menunjukkan bahwa
signifikansi perbedaan disebabkan oleh perbedaan dasar penghitungan.
H2 : Terdapat perbedaan yang signfikan di antara indeks
evaluasi kinerja reksa dana saham yang meliputi indeks
Sharpe, Treynor, dan Jensen dalam mengukur kinerja reksa
dana saham pada perioda Maret 2012Februari 2015.
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini terdapat perbedaan dari penelitian terdahulu, yaitu pengukuran
kinerja reksa dana saham dengan menggunakan indeks Sharpe, Treynor, dan
Jensen pada perioda Februari 2012Maret 2015 yang dilakukan dengan
mentransformasi nilai indeks menjadi z-score (standardized) dan mengujinya
dengan uji Pearson Product Moment, uji Kruskal Wallis, dan Mean Rank.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu
penelitian ini melakukan pengujian konsistensi antar indeks dan uji beda pada alat
pengukur evaluasi reksa dana saham, yakni indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen
yang belum pernah peneliti temukan pada penelitian sebelumnya. Penelitian-
penelitian sebelumnya hanya melakukan pengujian ini pada portofolio saham
yang dibentuk sendiri melalui single index model, bukan pada portofolio saham
yang telah dibentuk oleh manajer investasi. Selain itu, perbedaan penelitian ini
adalah pengukuran kinerja reksa dana yang dibandingkan dengan acuan dalam
bentuk peringkat. Secara ringkas, penelitian yang pernah dilakukan dengan
melibatkan pengukuran kinerja dengan indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.
Penelitian Terdahulu
No. Nama Judul Metoda
Pengukuran
Metoda
Analisis Hasil
1 Barus
(2013)
Analisis Pengukuran
Kinerja Reksa Dana
dengan Metode Sharpe
dan Metode Treynor
(Studi pada Reksa Dana
Saham Periode Tahun
20112012)
Sharpe dan
Treynor
Deskripsi
peringkat
Dengan menggunakan metoda Sharpe, lima reksa
dana dianggap mempunyai kinerja baik. Dengan
menggunakan metoda Treynor, sembilan reksa dana
saham dianggap mempunyai kinerja baik. Lima dari
sepuluh reksa dana saham tidak mengalami
perubahan peringkat hasil penelitian dengan
menggunakan Sharpe dan Treynor.
2 Hendrawan
(2013)
Portfolio Performance
Evaluation pada
Reksadana Saham
Sharpe,
Treynor,
Jensen, dan
Appraisal
Ratio
Deskripsi
Peringkat
Berdasarkan hasil perbandingan kinerja reksadana
dengan empat metoda, Reksadana Mandiri Investa
Aktif menjadi reksa dana berkinerja terbaik dari
tiga sampel.
3 Irene (2013) Analisis Perbandingan
Kinerja Portofolio pada
Indeks Saham LQ45, JII,
dan Kompas 100 di
Bursa Efek Indonesia
Sharpe,
Treynor, dan
Jensen
Single Index
Model, Pearson
Product Moment,
dan Kruskal
Wallis dengan
Standardized Z-
Score
Urutan kinerja portofolio terbaik adalah saham yang
terdaftar di Kompas 100, kemudian LQ45, dan
terakhir JII. Pengujian konsistensi dinyatakan tidak
ada konsistensi antara Sharpe, Treynor, dan Jensen.
Dalam uji beda, terdapat perbedaan antara tiga
metoda dalam mengukur kinerja portofolio saham.
(dilanjutkan.)
50
No. Nama Judul Metoda
Pengukuran
Metoda
Analisis Hasil
4 Santosa &
Sjam (2012)
Penilaian Kinerja Produk
Reksadana dengan
Menggunakan Metode
Perhitugan Jensen Alpha,
Sharpe Ratio, Treynor
Ratio, M2, dan
Information Ratio
Jensen,
Sharpe,
Treynor, M2,
dan
Information
Ratio
Deskripsi
peringkat
Dari sampel produk reksa dana dari PT NISP Asset
Management, indeks Saham Progresif dianggap
paling baik kinerjanya menurut lima metoda. Selain
itu, penelitian juga mencari jenis reksa dana NISP
yang memiliki return di atas pasar.
5 Laksmana
(2012)
Konsistensi Risk
Adjusted Performance
sebagai Pengukur
Kinerja Portofolio Saham
di Bursa Efek Indonesia
Sharpe,
Treynor,
Jensen, M2
Single Index
Model, Pearson
Product Moment,
dan Kruskal
Wallis dengan
transformasi Z-
Score
Keempat indeks tidak konsisten sebagai pengukur
kinerja portofolio saham. Hasil uji beda
menunjukkan keempat indeks berbeda secara
signifikan.
6 Noviastuty
(2011)
Evaluasi Kinerja
Portofolio antara Saham
Syariah dengan Saham
Konvensional
Sharpe,
Treynor, dan
Jensen
Deskripsi
peringkat, Single
Index Model
Berdasarkan penghitungan ketiga metoda,
portofolio saham Kompas100 yang dibentuk dari
Single Index Model berkinerja lebih baik
dibandingkan dengan LQ45 dan JII
7 Restikomah
(2009)
Analisis Perbandingan
Konsistensi Risk-
Adjusted Performance
Portofolio Growth Stocks
dan Value Stocks pada
Saham JII Periode
Januari 2005Desember 2007
Sharpe,
Treynor, dan
Jensen
Pearson Product
Moment
Risk-adjusted performance konsisten sebagai
pengukur kinerja portofolio growth stocks akan
tetapi tidak konsisten sebagai pengukur portofolio
value stocks
(lanjutan)
(dilanjutkan.) 51
No. Nama Judul Metoda
Pengukuran
Metoda
Analisis Hasil
8 Susiana &
Kaudin
(2009)
Evaluasi Kinerja Reksa
Dana Saham di Indonesia
Tahun 2006
Sharpe,
Treynor,
Jensen, dan
Henriksson
dan Merton.
Deskripsi
peringkat
Pengukuran dengan metoda berbeda akan
memberikan hasil peringkat yang berbeda. Reksa
dana yang secara konsisten baik pada berbagai alat
ukur adalah reksa dana yang memberikan
pengembalian risk-adjusted terbaik.
9 Sulistyorini
(2009)
Analisis Kinerja
Portofolio Saham dengan
Metode Sharpe, Treynor,
dan Jensen
Sharpe,
Treynor,
Jensen
Standardized Z-
Score pada
Kruskal Wallis
dan Mean Rank
Dengan uji Kruskal Wallis, diketahui bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan antara Metoda
Sharpe, Treynor, dan Jensen. Tidak ada perbedaan
yang signifikan antara setiap metoda yang
dilakukan. Dari segi konsistensi, Treynor adalah
metoda yang paling
menunjukkan konsistensi terhadap ketidakbedaan.
Pengujian dengan transformasi nilai indeks menjadi
Z-Score (standardized)
10 Wiksuana
&
Purnawati
(2008)
Konsistensi Risk-
Adjusted Performance
sebagai Pengukur
Kinerja Portofolio Saham
di Pasar Modal Indonesia
Sharpe,
Treynor,
Jensen
Pearson Product
Moment
Correlation
indeks Sharpe dan Treynor konsisten, indeks
Treynor dan Jensen konsisten, tetapi indeks Sharpe
dan Jensen tidak konsisten mengukur kinerja
portofolio saham perioda tiga bulan. Treynor
memiliki konsistensi yang paling baik untuk semua
jenis portofolio.
11 Suryawan
(2003)
Evaluasi Kinerja
Portofolio Saham di BEJ
(Studi Empiris Saham-
Saham LQ45)
Sharpe,
Treynor, dan
Jensen
Kruskal Wallis
dengan
transformasi Z-
Score, Mean Rank
Pengukuran kinerja portofolio akan memiliki
karakteristik angka yang berbeda sehingga
diperlukan standarisasi. Pengukuran kinerja tidak
menunjukkan adanya perbedaan signifikan, uji
mean rank menunjukkan Treynor paling konsisten.
Sumber: Data diolah, 2015
(lanjutan)
52
53
2.11 Rerangka Pikir
Rerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
54
BAB III
METODA PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif dengan pendekatan
hypothesis testing. Arikunto (2006) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif
merupakan penelitian yang dalam prosesnya menggunakan angka-angka mulai
dari pengumpulan data, penafsiran data, serta penampilan hasilnya. Sekaran (2006)
menyatakan bahwa pengujian hipotesis adalah suatu penelitian yang biasanya
menjelaskan sifat hubungan tertentu atau menentukan perbedaan antar kelompok/
kebebasan dua atau lebih faktor dalam satu situasi.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi menurut Sugiyarbini (2012) adalah wilayah generalisasi yang terdiri
dari obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang
diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Menurut Arikunto (2006), sampel adalah bagian dari populasi yang diambil
sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Populasi dari penelitian
ini adalah seluruh reksa dana saham yang terdaftar di Bapepam dan aktif selama
perioda penelitian yaitu Maret 2012Februari 2015.
Dari penjelasan di atas, tidak semua populasi dijadikan sampel dalam
penelitian ini. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metoda purposive sampling atau pemilihan sampel secara tidak
acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu
55
yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Kriteria yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Reksa dana bukan syariah yang aktif dan tercatat di Bapepam LK sejak
tanggal 1 Maret 2012 sampai 28 Februari 2015.
2. Reksa dana yang berdenominasi mata uang Rupiah.
3. Reksa dana yang memiliki jumlah dana kelola atau nilai aset bersih (NAB)
lebih dari Rp1.000.000.000.000 (satu triliun rupiah) per tanggal 28
Februari 2015.
4. Data mingguan nilai aset bersih reksa dana saham dapat diperoleh secara
lengkap pada perioda Maret 2012Februari 2015.
Penentuan kriteria sampel di atas didasarkan atas alasan-alasan tertentu.
Penelitian ini tidak memasukkan reksa dana saham yang berjenis syariah karena
menggunakan acuan yang berbeda yaitu Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)
dan Jakarta Islamic Index (JII). Peneliti juga memutuskan untuk tidak
menggunakan reksa dana yang berdenominasi selain rupiah karena tidak
menggunakan 100% IHSG sebagai acuan, tetapi juga memberikan sebagian porsi
acuannya pada indeks di luar negeri. Selain itu, penentuan jumlah NAB digunakan
untuk mengetahui kinerja reksa dana yang paling banyak diminati oleh
masyarakat. Jika kriteria tersebut tetap digunakan akan menyebabkan bias dan
hasil yang kurang valid sehingga tidak digunakan dalam penelitian.
Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, maka tercatat 21 reksa dana saham yang
layak dipergunakan sebagai sampel penelitian. Daftar sampel yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
56
Tabel 5.
Sampel Penelitian
No Nama Manajer Investasi Nama Reksa Dana
1 Batavia Prosperindo Aset Manajemen Batavia Dana Saham
2 Batavia Prosperindo Aset Manajemen Batavia Dana Saham Optimal
3 BNP Paribas Investment Partners BNP Paribas Ekuitas
4 BNP Paribas Investment Partners BNP Paribas Infrastruktur Plus
5 BNP Paribas Investment Partners BNP Paribas Pesona
6 BNP Paribas Investment Partners BNP Paribas Solaris
7 Bahana TCW Investment Management Dana Ekuitas Andalan
8 Danareksa Investment Management Danareksa Mawar Konsumer 10
9 First State Investment Indonesia First State Indoequity Sectoral Fund
10 Mandiri Manajemen Investasi Mandiri Saham Atraktif
11 Manulife Asset Management Indonesia Manulife Dana Saham
12 Manulife Asset Management Indonesi