Skripsi Sammy Fix

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Biosurfaktan atau surface active compound merupakan sekelompok molekul molekul heterogen aktif yang diproduksi oleh mikroorganisme yang menempel pada permukaan sel atau diekskresikan secara ekstraseluler di dalam medium pertumbuhan (Tabatabae, 2005). Molekulmolekul ini mengurangi tegangan permukaan atau surface tension (SFT) dan Critical Micelle Concentration (CMC) dalam larutan cair dan campuran hidrokarbon (Banat, 1995). Tegangan permukaan atau surface tension (SFT) merupakan usaha atau energi yang dibutuhkan untuk menciptakan suatu unit area pada batas antara cairan dengan cairan atau cairan dengan udara di atasnya. CMC merupakan titik kritis saat penambahan molekul surfaktan akan mengakibatkan terbentuknya misel-misel (Rosen, 1978). Misel merupakan suatu mikroemulsi yang terbentuk oleh biosurfaktan. Molekul-molekul biosurfaktan akan menghasilkan suatu mikroemulsi sehingga hidrokarbon dapat larut dalam air atau air dapat larut dalam hidrokarbon (Banat, 1995). Surfaktan yang disintesis secara kimiawi telah digunakan dalam industri perminyakan untuk membantu membersihkan tumpahan minyak, dan juga meningkatkan pengambilan minyak dari dalam kilangkilang minyak. Senyawa senyawa ini tidak dapat didegradasi secara biologis dan dapat bersifat toksik terhadap

1

2

lingkungan. Biosurfaktan memiliki keunggulan dibandingkan dengan surfaktan yang disintesis secara kimiawi karena mempunyai kadar toksisitas yang rendah, dapat didegradasi secara biologis, efektif terhadap suhu, pH dan salinitas ekstrim, serta mudah disintesis. Biosurfaktan merupakan calon potensial untuk aplikasi komersial dalam industri obatobatan dan makanan serta dalam industri pengambilan minyak (Banat, 1995). Air formasi merupakan air asin yang berada dalam reservoir yang terdiri dari berbagai macam garam (terutama NaCl). Air formasi memiliki peran dalam menentukan terakumulasinya minyak bumi dalam reservoir. Air injeksi merupakan air yang diinjeksikan ke dalam reservoir untuk kegiatan peningkatan perolehan minyak bumi. Saat diinjeksikan air ini berupa uap (steam) dan berfungsi untuk menurunkan viskositas minyak bumi. Air formasi dan air injeksi akan terakumulasi dalam reservoir, sehingga berhubungan langsung dengan minyak bumi

(Koesoemadinata, 1980). Umumnya pengisolasian bakteri dilakukan langsung dari minyak bumi. Oleh karena itu akan dicoba untuk mengisolasi bakteri dari air formasi dan air injeksi yang berhubungan langsung dengan minyak bumi. Biosurfaktan memiliki kemampuan untuk membentuk suatu emulsi antara dua buah cairan yang tidak dapat bercampur seperti air dengan minyak. Kemampuan emulsifikasi dari suatu biosurfaktan dapat diketahui dengan menghitung indeks emulsifikasi. Uji E24 merupakan suatu uji untuk mengetahui kemampuan emulsifikasi biosurfaktan yang dihasilkan oleh suatu isolat bakteri dalam jangka waktu 24 jam (Cooper, 1987). Menurut Tabatabae (2005), biosurfaktan yang dihasilkan oleh Isolat-Isolat bakteri dengan indeks emulsifikasi (E24) diatas 70%

3

dapat dipilih, diseleksi dan diuji lebih lanjut kemampuan penurunan tegangan permukaannya. Microbial enhanced oil recovery (MEOR) merupakan suatu kegiatan peningkatan perolehan minyak bumi dengan bantuan dari mikroorganisme (Sharma, 1993). Penggunaan mikroorganisme untuk peningkatan perolehan minyak bumi MEOR telah banyak diteliti. Pada penelitian ini akan dilakukan isolasi bakteri penghasil biosurfaktan dari air formasi dan air injeksi yang berpotensi dipergunakan dalam bidang MEOR.

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: 1. Apakah bakteri-bakteri yang diisolasi dari air formasi dan air injeksi berpotensi untuk dipergunakan dalam kegiatan MEOR. 2. Berapakah Indeks emulsifikasi (E24) isolat-isolat tersebut. 3. Apakah ada pengaruh isolat isolat bakteri yang diisolasi dari air formasi dan air injeksi terhadap tegangan permukaan atau surface tension (SFT) dan pH medium pertumbuhan.

1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian adalah untuk mengisolasi dan menyeleksi bakteribakteri penghasil biosurfaktan dari air formasi dan air injeksi. Selain itu juga untuk menguji kemampuan emulsifikasi dan pengaruh aktivitas bakteri-bakteri penghasil

4

biosurfaktan asal air formasi dan air injeksi terhadap tegangan permukaan atau surface tension dan pH medium pertumbuhan. Tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh isolat-isolat bakteri yang memiliki potensi untuk digunakan dalam kegiatan MEOR.

1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi isolat-isolat bakteri penghasil biosurfaktan yang berasal dari air formasi dan injeksi untuk kegiatan peningkatan perolehan minyak bumi (MEOR).

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Di dalam kerak bumi, lapisan reservoir akan selalu terisi oleh air. Hampir tidak pernah ditemukan suatu lapisan reservoir tanpa air. Air merupakan suatu bagian penting dalam reservoir karena memiliki peran dalam hal akumulasi minyak bumi. Air dapat menentukan terakumulasinya minyak bumi dalam suatu reservoir. Tanpa adanya air dalam formasi (air formasi), minyak bumi tidak akan dapat terkumpulkan. Hal ini berarti bahwa keberadaan air formasi selalu berdampingan dengan minyak bumi (Koesoemadinata, 1980). Peningkatan perolehan minyak bumi dapat dilakukan dengan metode Enhanced Oil Recovery (EOR). Salah satu metode EOR yang dikenal adalah dengan penginjeksian uap (steam). Penggunaan uap dapat menurunkan viskositas minyak, sehingga minyak dapat lebih mudah diambil. Air yang dipergunakan untuk dijadikan

5

uap berasal dari sumber air yang berasal dari sekeliling reservoir. Air yang diinjeksikan ke dalam reservoir dikenal dengan air injeksi (Sharma, 1993). Surfaktan merupakan molekul amphifatik dengan gugus hidrofobik dan hidrofilik yang memisah pada daerah pertemuan antara fluida dengan tingkat polaritas dan ikatan hidrogen yang berbeda seperti minyak/air atau udara/air. Kedua gugus inilah yang menyebabkan surfaktan dapat mengurangi tegangan permukaan atau surface tension dan tegangan antar muka serta membentuk mikroemulsi sehingga hidrokarbon dapat larut dalam air atau air dapat larut dalam hidrokarbon (Desai, 1997). Hampir semua surfaktan yang dipergunakan saat ini diperoleh secara kimiawi dari petroleum. Tetapi ketertarikan akan surfaktan dari mikroba telah meningkat beberapa tahun belakangan ini karena beranekaragam, ramah terhadap lingkungan, dapat diproduksi melalui proses fermentasi, dan berpotensi digunakan dalam perlindungan lingkungan, pengambilan minyak bumi, kesehatan dan industri pengolahan makanan (Desai, 1997). Biosurfaktan atau surface active compound merupakan sekelompok molekul molekul heterogen aktif yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat mengurangi tegangan permukaan atau surface tension dan memiliki kemampuan untuk membentuk emulsi (emulsifikasi), sehingga potensial untuk dipergunakan dalam berbagai bidang industri (Tabatabaee, 2005). Pengidentifikasian bakteri penghasil biosurfaktan dapat dipastikan dengan pengukuran tegangan permukaan. Penurunan tegangan permukaan oleh bakteri yang diisolasi mengindikasikan produksi suatu surfaktan (Tabatabae, 2005). Hasil serupa

6

didapatkan oleh Tabatabae (2005) dan Banat et al. (1995), isolat-isolat bakteri yang berhasil disolasi dapat menurunkan tegangan permukaan medium pertumbuhan sampai dibawah 40 mN/m. Isolat-isolat bakteri dapat mengurangi tegangan

permukaan pada berbagai kisaran suhu, tetapi suhu terbaik bagi isolat-isolat yang terpilih adalah antara 30-40oC. Abu-Ruwaida et al. (1991) menemukan bahwa suhu optimum bagi produksi biosurfaktan oleh Rhodococcus sp. adalah pada suhu 37oC. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tabatabae (2005), penurunan tegangan permukaan medium uji terjadi secara cepat dan mencapai nilai terendah (36 mN/m) selama fase eskponensial setelah sekitar 36-48 jam pertumbuhan. Setelah 1436 jam pertumbuhan konsentrasi surfaktan mulai meningkat dan mencapai jumlah tertinggi setelah sekitar 36 jam. Hal ini mengindikasikan bahwa biosintesis biosurfaktan terjadi selama fase eksponensial pertumbuhan bakteri, sehingga diperkirakan bahwa biosurfaktan merupakan metabolit primer yang dihasilkan bersama dengan pembentukan biomassa seluler. Dua cairan murni yang tidak dapat bercampur tidak akan dapat membentuk emulsi. Agar suspensi suatu cairan dalam cairan lain dapat cukup stabil sehingga dapat disebut emulsi diperlukan suatu komponen ketiga yang dapat menstabilkan sistem tersebut. Komponen ketiga ini disebut agen emulsifikasi dan biasanya merupakan suatu surfaktan (surface active agent) (Rosen, 1978). Emulsifikasi merupakan suatu proses saat dua buah cairan yang tidak dapat bercampur distabilkan oleh agen emulsifikasi sehingga terbentuk suatu emulsi. Indeks emulsifikasi adalah suatu indeks yang menyatakan persentase kemampuan pembentukan emulsi oleh suatu isolat bakteri. Perhitungan indeks emulsifikasi dapat

7

dipergunakan (Bicca, 1999).

untuk

menseleksi

isolat-isolat

bakteri

penghasil

biosurfaktan

Beberapa penelitian seperti penelitian oleh Bicca et al. (1999) dan Bodour et al. (2004) menitikberatkan penelitiannya pada kemampuan emulsifikasi yang tinggi. Isolat-Isolat bakteri yang memiliki indeks emulsifikasi (E24) diatas 70% diseleksi dan diuji lebih lanjut kemampuan penurunan tegangan permukaannya

(Tabatabae, 2005). Menurut Banat (1995), uji haemolisis merupakan suatu cara untuk mendeteksi produksi biosurfaktan dan dapat dipergunakan sebagai metode untuk seleksi bakteri penghasil biosurfaktan secara cepat. Karakteristik penting dari surfaktan adalah kemampuannya untuk melisis eritrosit mammalia. Karakteristik ini telah

dipergunakan untuk mendeteksi produksi surfaktan melalui hemolisis pada agar darah (Desai, 1997). Haemolisis merupakan suatu proses saat eritrosit mengalami lisis (pecah, hancur). Lisis disebabkan oleh keberadaan suatu zat yang dihasilkan bakteri yang disebut haemolisin. Haemolisin berfungsi sebagai antibodi terhadap antigen membran eritrosit, yang membuatnya mengalami hemolisis (Yatim, 1999). Sampai 2/3 minyak mentah yang disimpan dalam reservoar minyak bumi tetap tidak terambil sampai akhir produksi primer. Oleh Karena itu dipergunakan metode EOR untuk meningkatkan perolehan minyak bumi (Sharma, 1993). Aktivitas mikroba yang berguna dalam pengambilan minyak dapat dieksploitasi dengan dua cara. Surfaktan, polisakarida, atau produk lain yang dapat memfasilitasi pengambilan minyak mungkin dapat diproduksi dengan teknik fermentasi konvensional dan baru kemudian diinjeksikan ke dalam reservoar. Secara

8

alternatif proses ini dapat dilakukan secara in-situ dengan cara menginjeksikan bakteri dan nutrisi secara bertahap ke dalam reservoar (Sharma, 1993).

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat diambil hipotesis : 1. Isolat isolat bakteri penghasil biosurfaktan yang berasal dari air formasi dan air injeksi berpotensi untuk dipergunakan dalam kegiatan MEOR. 2. Indeks emulsifikasi isolat-isolat bakteri penghasil biosurfaktan memiliki nilai diatas 70%. 3. Isolat isolat bakteri penghasil biosurfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan atau surface tension (SFT) dan dapat mengubah derajat keasaman (pH) medium pertumbuhan.

1.6 Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif di laboratorium. Metode deskriptif dilakukan untuk isolasi, uji hemolisis, uji emulsifikasi, pengukuran suhu pertumbuhan optimum, kurva pertumbuhan, pengukuran kadar nitrogen, serta uji pengaruh aktivitas bakteri penghasil surfaktan terhadap surface tension (SFT) dan derajat keasaman (pH).

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PPPTMGB LEMIGAS Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan pada bulan November 2007 sampai dengan April 2008.

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Keberadaan mikroorganisme di dalam reservoir minyak bumi Reservoir minyak bumi memiliki lingkungan yang bersuhu tinggi. Oleh

karena itu bakteri yang dapat hidup dan melakukan aktivitasnya pada daerah seperti ini harus memiliki toleransi terhadap suhu tersebut. Golongan bakteri yang mampu hidup di dalam kondisi yang bersuhu tinggi (di atas 45oC) disebut golongan bakteri termofilik (Moses, 1982). Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir minyak bumi harus mampu untuk bertahan atau toleran terhadap berbagai kondisi yang sangat ekstrim, seperti suhu dan kadar garam yang tinggi dan juga kondisi kandungan oksigen yang sangat rendah. Bakteri yang diisolasi dari air formasi dapat bertahan hidup terhadap tekanan osmotik yang tinggi serta kadar oksigen yang rendah (Kusnetsov, 1962).

2.2

Air Formasi dan Air Injeksi Air yang terdapat dalam formasi selain dinamakan air formasi sering pula

disebut air konat (connate water). Air ini biasanya mengandung berbagai macam garam, terutama NaCl, sehingga merupakan air asin. Tetapi kadang-kadang air formasi dapat pula bersifat payau, atau asin sekali (sampai 350.000 ppm) (Koesoemadinata, 1980).

10

Zat terlarut yang terdapat dalam air formasi pada umumnya adalah garam dengan kadar berkisar dari 50.000 sampai 350.000 ppm (mg/L), sehingga jauh lebih asin daripada air laut (33.000 ppm) (Koesoemadinata, 1980).

Susunan kimia air formasi berbeda dari lapangan minyak yang satu ke lapangan yang lain dan ada yang membedakannya dari air laut. Menurut Koesoemadinata (1980), jika dibandingkan dengan air laut biasa terdapat perbedaan yang khas : a. Sulfat tidak ditemukan berada dalam air formasi. b. Tidak ada Ca dan Mg dalam air formasi. c. Kadar klorida pada air formasi umumnya jauh lebih tinggi daripada air laut. Air formasi berasal dari air laut yang ikut terendapkan dengan sedimen sekelilingnya, jadi merupakan air laut fosil. Air injeksi adalah air yang diinjeksikan ke dalam suatu reservoar dalam bentuk uap/steam untuk membantu meningkatkan perolehan minyak bumi (kegiatan EOR/Enhanced Oil Recovery). Air injeksi dapat berasal dari lingkungan sekeliling reservoar (danau, sungai dan lain-lain) atau didatangkan dari daerah lain. Untuk kegiatan EOR biasanya dibutuhkan air dalam jumlah besar untuk diinjeksikan ke dalam reservoar (Sharma 1993).

2.3

Kondisi yang dibutuhkan untuk Pertumbuhan Bakteri Setiap species mikroorganisme akan tumbuh dengan baik di dalam

lingkungan

selama

kondisi

menguntungkan

bagi

pertumbuhan

dan

untuk

mempertahankan diri. Begitu terjadi perubahan fisik atau kimiawi, seperti misal

11

nutrisi habis atau terjadinya perubahan radikal dalam hal suhu atau pH, yang membuat kondisi bagi pertumbuhan species lain lebih menguntungkan , maka organisme yang telah teradaptasi dengan baik yang akan dapat bertahan hidup di dalam kondisi yang baru itu. Dengan demikian faktorfaktor lingkungan memiliki pengaruh selektif, artinya, memilih populasi mikrobe (Pelczar, 1986). Menurut Pelczar (1986), pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik lingkungan, yaitu : 1. Suhu Semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan karena laju reaksireaksi ini dipengaruhi oleh suhu, maka pola pertumbuhan bakteri dapat dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme. Keragaman suhu dapat juga mengubah prosesproses metabolik tertentu serta morfologi sel (Pelczar, 1986). 2. Atmosfer Gas Gas gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah oksigen dan karbondioksida. Bakteri memperlihatkan keragaman yang luas dalam hal respons terhadap oksigen bebas. Atas dasar ini maka bakteri terbagi menjadi empat kelompok, yaitu aerobik (membutuhkan oksigen), anaerobik (tumbuh tanpa oksigen molekuler), anaerobik fakultatif (tumbuh pada keadaan aerobik dan anaerobik), dan

mikroaerofilik (tumbuh terbaik bila ada sedikit oksigen atmosferik) (Pelczar, 1986). 3. Keasaman atau Kebasaan (pH) Derajat keasaman atau pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun, beberapa species dapat tumbuh dalam keadaan

12

sangat masam, atau alkalis. Bagi kebanyakan species, nilai pH minimum dan optimum adalah antara 4 dan 9 (Pelczar, 1986). 4. Kondisi kondisi lain Beberapa kelompok bakteri memiliki persyaratan tambahan. Contohnya fotoautotrofik (fotosintetik) harus diberi sumber pencahayaan, karena cahaya adalah sumber energinya. Selain itu ada juga yang dipengaruhi oleh tekanan osmotik dan tekanan hidroststik. Bakteri halofilik hanya dapat hidup pada perairan yang asin (Pelczar, 1986).

2.4

Pertumbuhan dan Kurva Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan jasad hidup dapat ditinjau dari dua segi, yaitu pertumbuhan

secara individu dan pertumbuhan secara kelompok dalam satu populasi. Pertumbuhan individu diartikan sebagai adanya penambahan volume sel serta bagianbagian lainnya dan diartikan pula sebagai penambahan kuantitas isi dan kandungan di dalam selnya (Suriawiria, 2005). Pertumbuhan populasi merupakan akibat adanya pertumbuhan individu, misal satu sel menjadi dua, dari dua jadi empat, dari empat jadi delapan dan seterusnya hingga berjumlah banyak (Suriawiria, 2005). Selang waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri atau populasi menjadi dua kali lipat dikenal sebagai waktu generasi (Pelczar, 1986). Pada mikroba pertumbuhan dapat berubah langsung menjadi pertumbuhan populasi. Hal ini dikarenakan kecepatan pertumbuhan yang tinggi. Sehingga batas

13

antara pertumbuhan sel sebagai individu serta satu kesatuan populasi yang kemudian terjadi sulit diamati dan dibedakan (Suriawiria, 2005). Pada pertumbuhan populasi bakteri misalnya, merupakan penggambaran jumlah atau massa sel yang terjadi pada saat tertentu. Kadang kadang didapatkan bahwa konsentrasi sel sesuai dengan jumlah sel per unit voluma, sedang kerapatan sel adalah jumlah materi per unit voluma (Suriawiria, 2005). Misalnya kecepatan pertumbuhan dan perbanyakan sel bakteri dalam waktu 10 jam saja, dari satu sel dapat berubah menjadi 1.048.576 sel dalam kondisi optimal. Perhitungan jumlah tersebut dilakukan secara logaritmik karena pertambahan jumlah yang sangat besar dalam kurun waktu yang relatif singkat. Ini mengingat bahwa stadia atau fasa lag, yaitu fasa awal saat pertumbuhan belum meningkat sampai fasa selanjutnya dengan penambahan jumlah yang sangat cepat, perhitungan selanjutnya digambarkan secara logaritmik ataupun aritmetik sehingga pertumbuhan dan pertambahan jumlah mikroba pada kurun waktu tertentu umumnya dapat digambarkan dalam bentuk kurva pertumbuhan (Suriawiria, 2005). Andaikan satu bakteri tunggal diinokulasikan pada suatu medium dan memperbanyak diri dengan laju yang konstan. Bila digunakan jumlah teoritis bakteri yang harus ada pada berbagai interval waktu dan kemudian memetakan data tersebut dengan dua cara, yaitu logaritma jumlah bakteri terhadap waktu dan jumlah bakteri terhadap waktu, maka akan diperoleh satu kurva pertumbuhan bakteri

(Pelczar, 1986).

14

Kurva pertumbuhan mikroba merupakan gambaran dari pertumbuhan secara bertahap sejak awal hingga terhenti mengadakan kegiatan. Menurut Suriawiria (2005), kurva ini umumnya terbagi ke dalam beberapa fase, yaitu : 1. Fase lag Selama fase ini pertumbuhan individu tidak secara nyata terlihat. Fase ini dapat juga dinamakan fase adaptasi (penyesuaian). Pada fase ini merupakan suatu fase pengaturan jasad untuk suatu kegiatan dalam lingkungan yang mungkin baru, sehingga bentuk kurva selama fase ini umumnya mendatar (Suriawiria, 2005). 2. Fase eksponensial atau logaritmik Setelah setiap individu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru selama fase lag, perubahan bentuk dan peningkatan jumlah individu akan terjadi sehingga bentuk kurva meningkat dengan tajam (menanjak). Peningkatan ini harus diimbangi dengan banyak faktor lingkungan, antara lain : a. Lingkungan biologis, yaitu bentuk dan sifat jasad, asosiasi kehidupan di antara jasad yang ada kalau jumlah dan jenis lebih dari satu

(Suriawiria, 2005). b. Lingkungan non-biologis, antara lain kandungan nutrien dalam media, temperatur, kadar oksigen, cahaya dan sebagainya (Suriawiria, 2005). Apabila faktor lingkungan di atas optimal, peningkatan kurva akan nampak tajam (Suriawiria, 2005). 3. Fase pengurangan pertumbuhan Merupakan puncak dari fase logaritmik sebelum mencapai fase selanjutnya. Pada fase ini terjadi penambahan jumlah individu mulai berkurang atau menurun. Hal

15

ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain berkurangnya sumber nutrien dalam media, tercapainya kejenuhan pertumbuhan jasad dan sebagainya (Suriawiria, 2005). 4. Fase stasioner Pengurangan sumber nutrien serta faktor-faktor lain yang terkandung di dalam jasadnya sendiri, mencapai puncak pertumbuhan pada titik yang tidak bisa dilampaui lagi, sehingga selama fase ini gambaran kurva akan mendatar. Populasi jasad hidup dalam keadaan secara maksimal stasioner yang konstan disebut dalam konsentrasi M (Suriawiria, 2005). 5. Fase kematian Merupakan fase akhir dari kurva pertumbuhan. Pada fase ini jumlah individu secara tajam akan menurun sehingga kurva tampaknya akan mendekati titik awal kembali (Suriawiria, 2005).

C

B

D

A

p u d il h r e t k a b m u j g o L

W aktu, jam

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Bakteri

16

Keterangan : A B C D : Fase Lamban : Fase Log (logaritma) : Fase statis : Fase kematian

2.5

Sifat dan Karakteristik Surfaktan Surfaktan atau surface active agent merupakan suatu bahan yang bila berada

dalam konsentrasi rendah pada suatu sistem memiliki kemampuan untuk menempel pada permukaan suatu sistem dan mengubah permukaan atau energi bebas pada permukaan tersebut (Rosen, 1978). Surfaktan memiliki struktur molekul yang terdiri dari gugus fungsi yang memiliki affinitas rendah terhadap pelarut yang disebut sebagai kelompok lyofobik (hidrofobik) dan suatu gugus yang memiliki affinitas kuat terhadap pelarut yang disebut kelompok lyofilik (hidrofilik). Struktur seperti ini umum dikenal dengan istilah struktur ampifatik (Rosen, 1978). Saat suatu surfaktan dilarutkan di dalam pelarut, keberadaan gugus hidrofobik dalam pelarut menyebabkan suatu gangguan dalam strukturnya sehingga

meningkatkan energi bebas dalam sistem tersebut. Dalam suatu larutan air yang mengandung surfaktan gangguan ini akan menyebabkan peningkatan energi bebas dalam sistem saat surfaktan terlarut. Hal ini berarti bahwa diperlukan kerja/energi yang lebih sedikit untuk mengangkat molekul surfaktan kepermukaan dibandingkan dengan molekul air, sehingga surfaktan akan terkonsentrasi pada permukaan.

17

Dikarenakan penggunaan kerja yang lebih sedikit untuk mengangkat molekul molekul ke permukaan, keberadaan surfaktan akan menurunkan kerja yang diperlukan untuk menciptakan unit area pada permukaan

(energi bebas permukaan atau tegangan pemukaan) (Rosen, 1978). Keberadaan gugus hidrofilik mencegah surfaktan menjadi terpisah sama sekali dari pelarut sebagai bentuk tersendiri. Untuk hal itu diperlukan pemisahan gugus hidrofilik. Struktur ampifatik surfaktan tidak hanya akan menyebabkan pengkonsentrasian surfaktan pada permukaan dan penurunan tegangan permukaan, tetapi juga pengaturan molekul molekul surfaktan pada permukaan dengan gugus hidrofilik berada pada bagian air dan gugus hidrofobik menjauhinya (Rosen, 1978). Gugus hidrofobik biasanya merupakan suatu hidrokarbon rantai panjang, terhalogenasi atau teroksigenasi atau siloxane dan gugus hidrofilik merupakan suatu gugus yang ionik dan sangat polar.

Menurut Rosen (1978), berdasarkan sifat gugus hidrofilik surfaktan diklasifikasikan menjadi : 1. Anionik Bagian yang aktif pada permukaan memiliki muatan negatif.

Contohnya : sabun (RC -

-

Na+) , alkylbenzene sulfonat

( RC6H4SO3-Na+) (Rosen, 1978). 2. Kationik Bagian yang aktif pada permukaan memiliki muatan positif.

18

Contohnya : garam dengan rantai amina panjang (RNH3+Cl-), quaternary ammonium chloride (RN(CH3)3+Cl-) (Rosen, 1978). 3. Zwitterionik Dapat memiliki muatan positif dan negatif pada bagian yang aktif pada permukaan. Contohnya : Asam amino rantai panjang (RNH2+CH2COO -), sulfobetaine (RN+(CH3)2CH2CH2SO3-) (Rosen, 1978). 4. Nonionik Bagian yang aktif pada permukaan tidak memiliki muatan ionik. Contohnya : Monogliserida dengan rantai asam lemak panjang

(RCOOCH2CHOHCH2OH), alkilfenol terpolyoxyethilenasi (RC6H4(OC2H4)xOH) (Rosen, 1978). Perbedaan dalam sifat sifat gugus hidrofobik biasanya kurang diperhatikan dibandingkan dengan gugus hidrofilik. Umumnya gugus hidrofobik terdiri dari hidrokarbon rantai panjang, tetapi biasanya memiliki struktrur berbeda. Menurut Rosen (1978), contohnya adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Gugus alkil panjang dan rantai lurus (C8 C20) Gugus alkil panjang dan bercabang (C8 C20) Residu alkilbenzene rantai panjang (C8 C15) Residu alkilnaphthalene (C3 dan gugus alkil yang lebih panjang) Turunan Rosin (senyawa yang tersusun dari beberapa asam abietic) Polimer polimer propylene oxida dengan berat molekul tinggi

(turunan turunan polyoxypropylene glycol)

19

7. 8.

Gugus gugus perfluoroalkil rantai panjang. Gugus polysiloxane

Surfaktan merupakan salah satu produk yang penting dalam industri kimia karena dipergunakan dalam berbagai macam produk seperti pada bahan bakar bensin kendaraan bermotor, bahan obat obatan, deterjen, pemboran lumpur dalam industri minyak, dan agen pemurni dalam pemanfaatan bahan tambang (Rosen, 1978).

2.6

Klasifikasi biosurfaktan dan mikrobanya Biosurfaktan dikategorikan oleh komposisinya dan mikroba asalnya. Secara

umum, struktur biosurfaktan terdiri dari gugus hidrofilik yang tersusun dari asam amino atau anion dan kation peptida (mono-, di- atau polisakarida) dan gugus hidrofobik yang terdiri dari asam lemak jenuh atau tak jenuh. Kelompok utama biosurfaktan adalah glikolipid, lipopeptida dan lipoprotein, fofolipid dan asam lemak, surfaktan polimerik dan surfaktan partikulat (Desai, 1997).

2.6.1

Glikolipid Biosurfaktan yang paling dikenal adalah glikolipid. Glikolipid merupakan

karbohidrat yang dikombinasikan dengan rantai panjang asam aliphatic atau asam hydroxyaliphatic. Contoh bakteri penghasil biosurfaktan glikolipid adalah

Pseudomonas sp., Rhodococcus erythropolis, Torulopsis sp. dan lain-lain. Ada 3 glikolipid yang paling dikenal, yaitu rhamnolipid, trehalolipid dan sophorolipid (Desai, 1997).

20

Tabel 1. Klasifikasi Biosurfaktan dan Mikroba asalnya (Desai, 1997) Biosurfaktan Glikolipid: Rhamnolipid Trehalolipid Sophorolipid Organisme Tegangan permukaaan (mN/m) 29 25-30 32-36 30 38 33 30 27 26,5 27-32

Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas sp. Rhodococcus erythropolis Nocardia erythropolis Mycobacterium sp. Torulopsis bombicola Torulopsis apicola Torukposis petrophilum Bacillus licheniformis Pseudomonas fluorescens Bacillus subtilis Bacillus subtilis Bacillus brevis Bacillus polymyxa Candida lepus Nocardia erythrolpolis Thiobacillus thiooxidans Acinobacter calcoaceticus Acinobacter calcoaceticus Candida tropicalis Candida lipolytica Pseudomonas fluorescens Pseudomonas aeruginosa

Lipopeptida dan lipoprotein : Peptida-lipid Viscasin Surfactin Subtilisin Gramicidins Polymyxins Asam lemak, lipid netral, dan fosfolipid : Asam lemak Lipid netral Phospholipid Surfaktan polimerik : Emulsan Biodispersan Mannan-lipid-protein Liposan KarbohidratProtein PA Rhamnolipid

30 32

27

Rhamnolipid terdiri dari dua molekul rhamnose yang terikat dengan satu atau dua molekul asam -hydroxydecanoic. Rhamnolipid merupakan glikolipid yang

21

paling banyak diteliti. Rhamnolipid diketahui dihasilkan oleh dua jenis bakteri yaitu Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas sp. (Desai, 1997).

Trehalolipid Trehalolipid yang dihasilkan oleh organisme yang berbeda memiliki ukuran dan struktur asam myolic, jumlah atom karbon, dan derajat kejenuhan yang berbeda. Asam myolic merupakan asam lemak -hydroxy dengan cabang . Trehalolipid yang dihasilkan oleh spesies Mycobacterium, Nocardia dan Corynebacterium merupakan trehalose disakarida yang terikat pada C-6 dan C-6 dengan asam myolic. Spesies Rhodococcus erythropolis dapat menghasilkan senyawa trehalose dimycolate (Desai, 1997).

Sophorolipid Sophorolipid merupakan biosurfaktan yang merupakan campuran dari setidaknya sembilan sophorosida hidrofobik yang berbeda. Sophorolipid terdiri dari suatu sophorose karbohidrat dimerik yang terikat dengan suatu rantai panjang asam lemak hidroxy. Sophorolipid dihasilkan oleh ragi seperti Toruloposis bombicola, T. Petrophilum dan T. Apicola (Desai, 1997).

22

Gambar 2. Struktur dari Biosurfaktan glikolipid

2.6.2

Lipopeptida Lipopeptida siklik seperti antibiotik decapeptida (gramicidin) dihasilkan oleh

Bacillus brevis. Sedangkan antibiotik lipopeptida (polymyxin) dihasilkan oleh Bacillus polymyxa. Lipopeptida siklik surfactin yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis merupakan salah satu biosurfaktan terbaik karena mampu menurunkan tegangan permukaan dari 72 menjadi 27,9 mN/m dengan konsentrasi serendah 0,005% (Desai, 1997). Bacillus licheniformis dapat memproduksi beberapa biosurfaktan peptida-lipid yang bekerja secara sinergi dan memperlihatkan stabilitas suhu, pH dan salinitas yang baik. Salah satu karakteristik lipopeptida yang penting adalah kemampuannya untuk melisis eritrosit mammalia. Kemampuan ini telah dipergunakan untuk mendeteksi produksi surfactin melalui hemolisis pada agar darah (Desai, 1997).

23

2.6.3

Asam Lemak, Fosfolipid dan Lipida Netral Beberapa bakteri dan ragi memproduksi surfaktan asam lemak dan fosfolipid

dalam jumlah besar selama pertumbuhan pada n-alkana. HLBnya terkait dengan panjangnya rantai hidrokarbon dalam strukturnya. Vesikel asam lemak dihasilkan dalam jumlah banyak oleh Acinetobacter sp. Vesikula yang kaya akan asam lemak ini akan menghasilkan mikroemulsi alkana di dalam air. Produksi fosfolipid telah terlihat pada beberapa Aspergillus spp. dan Thiobacillus thiooxidans. Surfactan lipida diakumulasi 40 sampai 80% saat dikultivasi pada hexadecane dan minyak kelapa sawit (Desai, 1997).

2.6.4

Biosurfactan Polimerik Polimerik biosurfaktan telah diteliti dengan baik adalah emulsan, liposan,

mannoprotein dan kompleks protein polisakarida lain. Acinobacter calcoaceticus dapat mempoduksi suatu bioemulsifier heteropolisakarida ampifatik polianionik yang disebut emulsan. Rantai heteropolisakaridanya mengandung suatu trisakarida berulang yang terdiri dari N-asetil-D-galaktosamine, asam uronic N-

asetilgalaktosamine dan suatu gula N-asetil amino yang belum teridentifikasi. Asam lemaknya secara kovalen terikat dengan polisakaridanya melalui ikatan ester. Emulsan merupakan suatu agen emulsifikasi yang sangat efektif untuk hidrokarbon dalam air bahkan pada konsentrasi serendah 0,001 sampai 0,01 % (Desai, 1997). Biodispersan merupakan suatu dispersan (pelarut) ekstraseluler yang tidak dapat didialisis. Biodispersan dihasilkan oleh Acinobacter calcoaceticus. Senyawa ini merupakan suatu heteropolisakarida yang anionik dengan berat molekul rata rata

24

51.400

dan

mengandung

empat

gula

pereduksi,

yaitu

glukosamine,

6-

methylaminohexose, asam uronic galactosamine dan suatu gula amino yang belum teridentifikasi (Desai, 1997). Liposan merupakan suatu bahan pengemulsi ekstraseluler larut air yang dihasilkan oleh Candida lipolytica. Liposan terdiri dari 83 % karbohidrat dan 17% protein. Bagian karbohidrat merupakan suatu heteropolisakarida yang terdiri dari glukosa, galaktosa, galaktosamine dan asam galakturonik (Desai, 1997). Sejumlah besar mannoprotein dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae. Protein ini menunjukkan kemampuan emulsifikasi yang baik terhadap minyak, alkana dan pelarut organik (Desai, 1997).

2.7

Proses Emulsifikasi Emulsifikasi merupakan proses pembentukan emulsi dari dua fase cair yang

tidak dapat bercampur. Cat, semir, pestisida, margarine, es krim, bahan kosmetik, dan lain lain merupakan contoh emulsi yang dipergunakan dalam kehidupan sehari hari. Suatu emulsi merupakan suatu suspensi stabil yang dibentuk dari suatu partikel cairan dengan ukuran tertentu dengan cairan kedua yang tidak dapat bercampur. Terdapat dua tipe emulsi yaitu makroemulsi dan mikroemulsi. Suatu makroemulsi memiliki ukuran antara 0,2 sampai 50 mikrometer (m) dan dapat diamati dibawah mikroskop. Mikroemulsi memiliki ukuran partikel antara 0,01 sampai 0,20 mikrometer (Rosen, 1978). Ukuran partikel partikel yang terdispersi dalam suatu emulsi menentukan penampakannya terhadap mata telanjang. Apabila diameter partikel partikel yang

25

terdispersi adalah 1 m, maka emulsinya akan berwarna putih susu, 1-0,1 m akan berwarna biru putih, 0,1-0,05 m berwarna abu-abu dan semi transparan,