Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ii
SKRIPSI
STRATEGI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
DALAM PENGURANGAN RESIKO BENCANA KEBAKARAN LAHAN
DI KECAMATAN PATAMPANUA KABUPATEN PINRANG
DWI HARVIKAYANA
105641112616
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
ii
ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Dwi Harvikayana
Nomor Stambuk : 105641112616
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari penyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik
sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.
Makassar, 20 Februari 2020
Yang Menyatakan,
Dwi Harvikayana
Iv
ABSTRAK
DWI HARVIKAYANA, Strategi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Dalam Pengurangan Resiko Bencana Kebakaran Lahan di Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang( Di bimbing oleh Hj.Sitti Nurmaeta dan Ftriani
Sari).
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Strategi Badan Peananggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Pinrang dalam pengurangan resiko bencana
kebakaran lahan di Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu mengambarkan
masalah terkait peristiwa yang muncul di sekitaran peneliti, dan tipe penelitian
yang digunakan adalah fenomenologi yaitu meneliti suatu jeadian atau peristiwa
yang terjadi di masa sekarang. Adapun sumber data yang digunakan adalah
sumber data primer dan data sekunder dengan informan 7 orang. Teknik
pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik
analis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan beberapa indikator
berupa strategi organisai mempunyai prinsip yang berbeda-beda tergantung
otoritas lembaga pemerintahan yang terkait, strategi program membentuk program
dengan melibatkan beberapa stakeholder serta memperhatikan tiga aspek yaitu
preventif, mitigasi, dan kesiapsiagaan, strategi sumber daya melakukan pelatihan
dan bimtek dalam meningkatkan kemampuan aparatur, faktor pendukung terdapat
dua faktor yaitu faktor pertama penggalangan sumber daya manusia bersatu
membantu pemerintah guna mengurangi resiko bencana kebakaran lahan, kedua
melalui sistem informasi menggunakan perangkat teknologi untuk menentukan
daerah yang rawan kebakaran pada saat musim kemarau. Faktor penghambat
terdapat dua faktor yaitu faktor pertama kondisi iklim sangat panas membuat
resiko kebakaran akan semakin tinggi membuat beberap lahan kering. Perilaku
manusia membuka lahan dengan membakar lahan.
Kata Kunci : Strategi, Bencana, Kebakaran Lahan
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah swt segala
nikmat dan kesehatan yang telah di berikan sehingga kita mampu melewati hari-
hari yang penuh berkah, dan telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Strategi Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Dalam Pengurangan Resiko Bencana Kebakaran Lahan di Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang” Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar ini. Penulis menyadari
bahwa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini dapat terwujud atas bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak yang telah tulus memberikan sumbangan berupa
fikiran, motivasi, dan nasehat. Untuk semua itu dengan kerendahan hati pada
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada :
Kedua orang tua penulis, Almahruma Ibu Hapida dan Bapk Kisman yang
telah membesarkan dan mendidik penulis secara ikhlas serta memberikan
dorongan, motivasi, dan doa-doa yang tiada henti-hentinya. Kepada saudara
sedarah penulis Hariyono dan Rinaldy yang telah menyayangi penulis dan
memberikan semangat untuk terus melanjutkan pendidikan setinggi mungkin.
Terimakasih juga kepada Ibu Hasmawati S.IP sebagai Ibu sambung dari penulis
yang senantiasa memberi dukungan dan membantu penulis dalam penyusunan
skripsi
vi
Selanjutnya pada kesempatan ini, tak lupa juga mengucapkan penghargaan
dan terimakasih sebesar-besarnya kepada pihak yang telah memberikan bantuan
dan dukunganya terutama kepada :
1. Dra. Hj. Sitti Nurmaeta, MM selaku pembimbing I dan Fitriani Sari HR,
S.IP. MA selaku Pembimbing II di tengah kesibukan yang begitu padat
selaku tenaga pengajar dan berbagai kesibukan lainnya, tetapi beliau masih
sempat meluangkan waktunya untuk membimbing penulis secara intensif,
mengoreksi naskah skripsi serta memberikan dorongan agar penulis dapat
menyeselesaikan studi dengan cepat. Penghargaan yang sangat tinggi kepada
beliau atas keteladanan yang diberikan baik sebagai pribadi maupun sebagai
pembimbing.
2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, SE, MM selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
4. Segenap Dosen serta staf Tata Usaha Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberi bekal ilmu
pengetahuan dan pelayanan kepada penulis selama menempuh pendidikan di
Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Pihak Badan Penanggulangan Bencana daerah Kabupaten Pinrang yang telah
membantu saya memberikan informasi terkait penelitian ini.
6. Keluarga penulis yang telah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi
vii
7. Teman-teman dan senior-senior, utamanya kepada Kakanda Fiqi Firdaus S.IP
dan Kakanda Hartina S.IP yang dari awal telah membantu dan membimbing
penulisan dalam penyusunan skripsi.
Akhir kata penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat memberikan
manfaat kepada para pembaca guna menambah Khasanah Ilmu Pengetahuan
terutama yang berkaitan dengan Ilmu Pemerintahan. Teriring doa semoga Allah
SWT menjadikan pengorbanan dan kebaikan itu sebagai cahaya penerang di dunia
maupun di akhirat kelak.
Makassar, 28 Juni 2020
Penulis
Dwi Harvikayana
ii
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan ……………………………………………………………………...... Error! Bookmark not defined.
Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah …………………………………………………...... iii
Abstrak ................................................................................................... iv
Kata Pengantar ...................................................................................... v
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………...... viiiiii
Daftar Tabel ........................................................................................... viiii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ………………………………………………………………….... 1
B.Rumusan Masalah ………………………………………………………………. 3
C.Tujuan Penelitian ………………………………………………………………... 3
D.Manfaat Penelitian ……………………………………………………………... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.Konsep Strategi …………………………………………………………………… 5
B.Konsep Manajemen Bencana ………………………………………………. 8
C.Penelitian Terdahulu …………………………………………………………... 13
D.Kerangka Pikir ……………………………………………………………………... 14
E.Fokus Penelitian …………………………………………………………………... 15
F.Deskripsi Fokus Penelitian ……………………………………………………. 16
BAB III METODE PENELITIAN
A.Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………………………… 17
B.Jenis dan Tipe Penelitian ………………………………………………………. 17
C.Sumber Data ………………………………………………………………………… 18
D.Informan Penelitian ……………………………………………………………… 19
E.Teknik Pengumpulan Data ……………………………………………………. 19
F.Teknik Analisis Data ………………………………………………………………. 20
G.Keabsahan Data …………………………………………………………............. 22
ix
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Deskripsi Objek Penelitian ………………………………………………………. 24
B.Strategi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang
dalapengurangan resiko bencana kebakaran lahan di Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang …………………………………………………………………….. 34
C.Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Strategi Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Pinrang Dalam Pengurangan Resiko Bencana
Kebakaran Lahan Di Kecamatan Patampanua ………………………………………………51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan …………………………………………………………………………… 63
B.Saran ……………………………………………………………………………………. 64
DAFTAR PUSTAKA ……....................................................................... 66
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang rawan dengan bencana. Karena bencana
bisa saja sewaktu-waktu datang oleh karena itu perlu kebijakan pemerintah
dalam penanggulangan bencana ini. Selama ini kebijakan pemerintah dan
kepedulian masyarakat Indonesia tentang manajemen bencana pada tahap
pra/sebelum terjadinya bencana sangatlah kurang. Pengalaman bencana yang
terjadi di Indonesia selama ini selalu menimbulkan kerugian, baik materi
maupun korban jiwa dalam angka yang besar. Kejadian tersebut menunjukkan
kurangnya pengetahuan dan mengaplikasika kedalam kegiatan keseharian
tentang kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Kesadaran akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana telah
dimulai dengan peluncuran buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko
Bencana (RAN PRB) pada 24 Januari 2007 oleh Bappenas dan Bakornas PB
sebagai respon Pemerintah terhadap upaya pengurangan risiko bencana seperti
yang dimandatkan oleh Hyogo Framework for Action. Lebih lanjut pada April
2007, Pemerintah mengeluarkan UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan
Bencana, yang menjadi tonggak sejarah dalam upaya pengurangan resiko
bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan turunannya, yang juga
dibentuknya sebuah Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Demikian pula Pemerintah Kabupaten Pinrang Amanat undang-undang
nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dimana salah satu
1
2
pasalnya mengharuskan pemerintah untuk mengambil langkah pengurangan
resiko bencana terus dilakukan dengan memberi sosialisa terkait kewaspadaan
terhadap bencana. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabipaten Pinrang
Pasal 11 perda Nomor 2/2010 melaksanakan kegiatan pencengahan melalui
pendekatan hukum dan pengawasan pelaksanaan dari peraturan perundang-
undangan tentang keamanan dan kesalamatn yang berlaku dan melakukan segala
upaya kegiatan pelatihan, penyiapan sarana dan prasarana serta dukungan
logistik untuk menghadapi kemungkinan kegiatan bencana.
Pemerintah Kabupaten Pinrang telah mewaspadai perubahan iklim yang
terjadi pada musim kemarau yang sangat panjang membuat Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang juga mewaspadai
kebakaran lahan. Kecamatan Patampanua merupakan salah satu daerah yang di
dominasi oleh lahan dan berpotensi rawan dengan kebakaran lahan di sebabkan
musim kemarau yang berkepanjangan dan kelalaian masyarakat. Kebakaran
lahan dapat menimbulkan asap sehingga meresahkan masyarakat karena dampak
dari asap kebakaran lahan yang dapat menganggu kesehatan masyarakat.
Sedangkan masyarakat Kecamatan Patampanua tidak hanyak di dominasi oleh
beragam jenis umur yang di mulai dari balita, anak-anak, remaja, orang dewasa,
dan langsia. Dimana ketahanan tubuh setiap orang itu berbeda-beda seperti
langsian dan balita yang cepat mengalami sesak napas.
Sebagian masyarakat masih belum memahami akan pentingnya menjanga
kelestarian lahan dan hutan agar tidak terjadi kebakaran. Oleh karena itu
Pemerintah daerah Kabupaten Pinrang melalui Badan Penanggulangan Bencana
3
Daerah mengembangkan program pengurangan resiko kebencanaan yang
berporos kepada masyarakat sebagai aktor dan pelaku penanggulangan bencana
pada musim kemarau. Oleh karena itu peneliti mengangkat judul “Strategi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Pengurangan Resiko Bencana
Kebakaran Lahan di Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah pengurangan risiko bencana
Kabupaten Pinrang maka penulis menentukan rumusan masalah yang akan
diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana Strategi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Pinrang dalam pengurangan resiko bencana kebakaran lahan di Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang?
2. Apa menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat Strategi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang dalam pengurangan
resiko bencana kebakaran lahan di Kecamatan Patampanua?
C. Tujuan Penelitian
Adapaun yang menjadi tujuan dalam penelitian terkait Strategi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang Dalam Pengurangan
Resiko Bencana Kebakaran Lahan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Strategi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Pinrang Dalam Pengurangan Resiko Bencana Kebakaran Lahan
di Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang.
4
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat Strategi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang Dalam Pengurangan
Resiko Bencana Kebakaran Lahan di Kecamatan Patampanua Kabupaten
Pinrang.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Penelitian yang akan dilakukan ini dapat dijadikan suatu bahan studi
perbandingan selanjutnya dan akan menjadi sumbansi pemikiran ilmiah
dalam melengkapi kajian-kajian yang mengarah pada pengembangan ilmu
pengetahuan hususnya pada, Strategi Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Dalam Pengurangan Resiko Bencana Kebakaran Lahan di
Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang.
2. Secara Praktis
Diharapkan menjadi salah satu sumbangan pemikiran dan bahan masukan
pada pemerintah Kecamatan Patampanua dan masyarakat untuk bersinergi
dalam mendukung Strategi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam
Pengurangan Resiko Bencana Kebakaran Lahan di Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang.
5
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Strategi
1. Pengertian Strategi
Strategi adalah proses penetapan tujuan organisani mengenai perubahan
dalam tujuan itu, penetapan kebijakan yang akan menguasai perolehan,
penggunaan dan pengaturan sumber daya (Setiawan, A; 2016). Strategi
merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan
tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya.
Dalam hubungannya dengan perencanaan strategis mempunyai tujuan agar
perusahaan dapat melihat secara objektif kondisi internal dan eksternal, sehingga
perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal (Herlambang;
2018). Hutabarat (2018) dalam Rahmat, KH (2020) Dalam arti lain strategi
adalah suatu arah atau serta cakupan jangka panjang sebuah organisasi agar
diperoleh suatu keunggulan di dalam lingkungan yang memanfaatkan sumber
daya dan kompetensi dengan tujuan memenuhi harapan pemangku kepentingan
(dalam Rahmat, KH; 2020).
Pengertian strategi secara umum adalah strategi yang dilakukan suatu
organisi atau rencana-rencana yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi
tersebut.
2. Tahap –Tahap Strategi
Tahap-tahap dalam merumuskan sebuah strategi merupakan sebuah
langkah yang harus ditempuh agar dapat menuju target capaian yang
6
diinginkan oleh sebuah organisasi. Langkah-langkah dalam menentukan
sebuah strategi menurut Bambang Hariadi (dalam Herlambang; 2018) yaitu:
1. Perumusan strategi
a. Pada tahap pertama menjelaskan faktor yang dapat menganalisis
lingkungan internal dan eksternal yang digunakan dalam menetapkan
visi misi, dan merencanakan arah tujuan sebuah strategi.
b. Dalam merumuskan sebuah strategi adalah proses penyusunan untuk
langkah-langkah yang hendak dicapai kedepan yang nantinya juga
untuk membangun tujuan serta visi misi.
c. Dilakukan identifikasi langsung yang hendak di kerjakan oleh
pimpinan. Membuat suatu visi misi yang hendak dilakukan dan
diharapkan di lokasi tersebut.
d. Melakukan analisis ke lokasi lingkungan internal dan eksternal agar
dapat mengukur langsung kekuatan yang ada disana dan kelemahan
agar dapat mengetahui ancaman yang datang.
e. Menentukan tujuan serta target yang hendak dicapai. Pada tahapan
diatas, kepala atau pemimpin dapat menentukan visi yang akan
dicapai pada masa yang datang pada lokasi lingkungan tertentu dan
misi yang memang harus dilakukan agar tujuan yang dikehendaki
dapat dicapai.
2. Pelaksanaan strategi
Segala tahapan untuk merumuskan sebuah strategi maka akan dilakukan
pelaksanaan dari sebuah strategi yang memang merupakan tahap yang sulit
7
dalam strategi adalah pada saat pelaksanaan sebuah strategi. Pelaksanaan
sebuah strategi merupakan kegiatan yang dimana sebuah strategi dan
pelaksanaan kebijakan akan dilakukan melalui pembangunan, program
terstruktur, budget yang ada dan adanya prosedur yang berlaku. Dalam
melaksanakan sebuah strategi adalah hal yang paling menyulitkan dalam
proses strategi karena di dalamnya akan melibatkan beberapa faktor dan bisa
juga mempengaruhi adanya perubahan dalam pelaksanaan ketika di lapangan
dan dapat merubah apa yang sebelumnya direncanakan.
3. Tipe Strategi
Di setiap organisasi memiliki arah dan tujuan yang dikonsep menjadi
sebuah strategi untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Strategi memiliki jenis yang berbeda, Ada beberapa strategi yang digunakan
organisasi untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut (Salusu 2006) memberikan jenis strategi yang meliputi:
1. Corporate Strategy (Strategi Organisasi) Strategi ini berkaitan dengan
perumusan misi, tujuan, nilai-nilai, dan inisiatif-inisitaif strategi yang
baru, pembatasan-pembatasan diperlukan, yaitu apa yang dilakukan dan
untuk siapa.
2. Program Strategy (Strategi Program) Strategi ini lebih memberi
perhatian pada implikasi-implikasi strategi dari suatu program tertentu.
Apa kira-kira dampaknya apabila suatu program tertentu dilancarkan atau
diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi.
8
3. Resource Support Strategy (Strategi Pendukung Sumber Daya) Strategi
sumberdaya ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan
pemanfaatan sumber-sumber daya esensial yang tersedia guna
meningkatkan kualitas kerja kinerja organisasi. Sumber daya itu dapat
berupa tenaga, keuangan, teknologi, dan sebagainya
4. Institusional Strategy (Strategi Kelembagaan) Fokus dari strategi
institusioal ialah mengembangkan kemampuan organisasi untuk
melaksanakan inisiatif-inisiatif strategi. Dari jenis-jenis strategi menurut
Salusu tersebut akan disesuaikan kebutuhan yang diperlukan dalam
organisasi untuk mencapai tujuannya. Strategi yang digunakan harus
mampu mencakup segala yang dibutuhkan agar mampu menghasilkan
sebuah strategi yang efektif dan efisien. Penggunaan jenis strategi yang
dijelaskan diatas dapat digunakan dua atau lebih strategi dengan bersifat
kondisional sesuai yang dibutuhkan.
B. Konsep Manajemen Bencana
1. Pengertian Manajemen Bencana
Bencana dapat didefinisikan dalam berbagai arti baik secara normatif
maupun pendapat para ahli. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007,
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda dan dampak psikologis. Bencana adalah suatu gangguan serius
9
terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan
baik oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak
yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan
sumber daya. Bencana merupakan sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi
disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya
merupakan imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari
masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan untuk memberikan
antusiasme yang bersifat luas (Wijayanto; 2012).
Manajemen Bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu
untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan
observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana (UU
24/2007). Manajemen bencana menurut Nurjanah (2012:42) sebagai Proses
dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen bencana seperti planning,
organizing, actuating, dan controling. Cara kerjanya meliputi pencegahan,
mitigasi, dan kesiapsiagaan tanggap darurat dan pemulihan.
2. Tujuan Manajemen Bencana
Adapun tujuan manajemen bencana secara umum adalah sebagai berikut
(Sudibyakto; 2011):
a. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta
benda dan lingkungan hidup
b. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban
10
c. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian
ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang
layak huni dan aman
d. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/
transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan
kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana
e. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut
f. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.
Mengingat dampak signifikan bencana alam, penting untuk menentukan
tingkat risiko bencana di suatu negara daerah. Pemahaman mendalam tentang
masalah ini akan membantu pemerintah untuk mengembangkan kerangka kerja
atau kebijakan yang komprehensif meminimalkan dampak negatif dari bencana.
Selain itu, pemahaman akan tingkat risiko juga harus ditindaklanjuti dengan
penilaian tingkat ketahanan untuk mengatasi bencana. Seperti yang disebutkan
oleh Kurniawan (2012) ketahanan bencana adalah kapasitas atau kemampuan
sebuah komunitas untuk mengantisipasi, mempersiapkan, merespons, dan pulih
dengan cepat dari dampak bencana. Selanjutnya ketahanan bencana serta
vitalitas ekonomi, kualitas lingkungan, persamaan sosial dan antar generasi,
kualitas hidup, dan proses partisipatif adalah enam prinsip keberlanjutan
(University of Colorado, 2006).
Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya Bencana antara lain (Nurjanah;
2012):
11
a. Faktor alam (natural disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada
campur tangan manusia.
b. Faktor non-alam (non-natural disaster) yaitu bukan karena fenomena
alam dan juga bukan akibat pembuatan manusia.
c. Fenomena sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat
perbuatan manusia.
3. Tahap-Tahap Manajemen Bencana
Manajemen Bencana adalah upaya sistematis dan komprehensif untuk
menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat, tepat, dan akurat untuk
menekan korban dan kerugian yang ditimbulkan. Adapun tahapan manajemen
bencana adalah sebagai berikut (Ramli; 2010):
a. Pra Bencana, tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum
tejadinya bencana atau pra bencana meliputi kesiapsiagaan, peringatan
dini, dan mitigasi.
1. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
2. Peringatan dini, langkah ini diperlukan untuk memberi peringatan
kepada masyarakat tentang bencana yang akan terjadi sebelum
kejadian seperti banjir, gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, atau
badai. Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua
pihak, khususnya mereka yang potensi terkena bencana yang akan
kemungkinan datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing.
12
3. Mitigasi, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008,
mitigasi bencana adalah serangkain upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
b. Saat terjadi bencana, langkah-langkah yang digunakan dalam keadaan
tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan cepat
dan tepat agar jumlah korban atau kerugian dapat diminimalkan.
1. Tanggap Darurat Bencana (reponse) adalah serangakaian kegiatan
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
2. Penanggulangan Bencana, selama kegiatan tanggap darurat, upaya
yang dilakukan adalah menanggulangi bencana yang terjadi sesuai
dengan sifat dan jenisnya.Penanggulangan bencana memerlukan
keahlian dan pendekatan khusus menurut kondisi dan skala kejadian.
c. Pasca Bencana
Pada dasarnya pengertian manajemen bencana secara umum yaitu suatu
upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak akibat dari bencana
1. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normaliasi atau berjalannya
13
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
pada wilayah pasca bencana.
2. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali prasarana dan sarana,
kelembagaan, pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
C. Penelitian Terdahulu
1. Rizky Setiawan S (2019). Colaborative Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Kota Dumai Dalam Menanggulangi Kebakaran Lahan di Kota
Dumai. Hasil penelitian ini menunjukka bahwa efek dari kebakaran lahan
cukup banyak dan luas, juga memiliki dampak yang signifikan terhadap
lingkungan, ekonomi, struktur sosial daerah pendesaan, dan juga kota
terdekat.
2. Ary Junaidy, Ari Sanddhyavitri, dan Muhamad Yusa (2019). Mitigasi
Bencana Kebakaran Lahan Gabut dengan Menggunakan Metode Alat
Penggali Air Insitu dan Peran Serta Mayarakat di Desa Rimbo Panjang,
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Bertujuan untuk menggali informasi
upaya pencengahan dan penanggulangan kebakaran lahan yang telah
dilkaukan masyakarakat dan kelompok Masyarakat Api di Desa Rimbo
Panjang Kabupaten Kampar Provinsi Riau, mengetahui potensi
ketersediaan air tanah di lahan gambut pada lokasi pembakaran lahan
14
kemudian mengkaji sistem pemadam kebakaran lahan gambut dengan
pembuatan sumur pemadam kebakaran dengan cepat, tepat dan akurat
pada lokasi kebakaran.
3. Siti Sawerah, Pudji Muljono, Prabowo Tjitropranoto (2016). Partisipasi
Masyarakat dalam Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten
Mempawah Provinsi Kalimantan Barat. Tujuannya adalah untuk
menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan
kebakaran lahan gambut dan mengidentifkasi fakto-rfaktor internal dan
eksternal yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam
Pencengahan Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten Mampawah.
D. Kerangka Pikir
Beberapa teori yang digunakan penulis dalam Strategi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Pengurangan Resiko Bencana
Kebakaran Lahan di Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang maka yang
menjadi indikator kerangka pikir sesuai dengan teori Salusu (2006) yaitu;
Strategi Organisasi, Strategi, Program, dan Strategi Pendukung Sumber Daya
untuk mengukur strategi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Pinrang Dalam Pengurangan Resiko Bencana Kebakaran Lahan, yang di
gambarkan seperti berikut.
15
Bagan Kerangka Berpikir
E. Fokus Penelitian
Berdasarkan bagan kerangka pikir terkait dengan penelitian Strategi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Pengurangan Resiko Bencana
Kebakaran Lahan di Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang maka yang
menjadi fokus penelitian yaitu: Strategi Organisasi, Strategi Program, Strategi
Strategi BPBD Dalam Pengurangan Resiko
Bencana Kebakaran Lahan di Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang
Indikator Strategi
Salusu (2006) ;
a. Strategi Organisasi
b. Strategi Program
c. Strategi Pendukung Sumber daya
Daya
Faktor
Pendukung
a. Penggalangan
sumber daya
manusia
b. melalui sistem
informasi
kebakaran
Faktor
Penghambat
a. Kondisi Iklim
b. Perilaku Manusia
Pengurangan Resiko Bencana
Kebakaran Lahan di
Kecamatan Patampanua
Kabupaten Pinrang
16
Pendukung Sumber Daya, Strategi Kelembagaan faktor pendukung dan faktor
penghambat dalam pengurangan resiko bencana kebakaran lahan di Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang.
F. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Strategi Organisasi adalah strategi yang membahas misi, tujuan, nilai-nilai,
dan inisiatif-inisiatif strategi baru yang dilakukan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Pinrang Dalam Pengurangan Resiko Bencana
Kebakaran Lahan.
2. Strategi Program adalah strategi yang memberikan perhatian atau
perencanaan pada implikasi-implikasi strategi dari suatu program Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang Dalam Pengurangan
Resiko Bencana Kebakaran Lahan.
3. Strategi Pendukung Sumber Daya adalah untuk mengukur keberhasilan
pemanfaatan sumber-sumber daya dalam meningkatkan kualitas kerja
kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang
terhadap Pengurangan Resiko Bencana Kebakaran Lahan.
4. Faktor pendukung adalah keseluruhan mekanisme kegiatan dalam
meningkatkan program pengurangan resiko bencana. Adapun Faktor
Pendukung terdapat dua faktor yaitu pertama penggalangan sumber daya
manusia dimana elemen masyarakat di Kabupaten Pinrang bersatu
membantu pemerintah guna mengurangi resiko bencana kebakaran lahan.
Kedua melalui sistem informasi kebakaran dimana pemerintah daerah
17
menggunakan perangkat teknologi untuk menentukan daerah yang rawan
terjadi kebakaran pada saat memasuki musim kemarau.
5. Faktor penghambat adalah proses-proses yang melatarbelakangi
keterhambatan proses pengurangan resiko bencana di Kabupaten Pinrang.
Adapun faktor penghambat kebakraan lahan terdapat dua faktor yaitu
pertama kondisi iklim, dimana suhu ekstrim atau sangat panas pada musim
kemarau membuat resiko kebakaran akan semakin tinggi karena membuat
beberapa lahan menjadi kering dan kekurangan pemasokan air sehingga
apabila tersulut percikan api dapat membuat kebakaran yang besar.
Selanjutnya perilaku manusia dimana masih banyak oknum masyarakat dan
pelaku industry membuka lahan dengan cara pembakaran lahan tersebut
yang dapat meluas dan membuat kebakaran hebat di beberapa wialayah
Kabupaten Pinrang.
6. Pengurangan resiko bencana adalah upaya yang dilakukan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang dalam membuat
program pengelolaan bencana daerah.
17
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan selama 2 bulan mulai pada tanggal 16 Mei
2020 sampai dengan 16Juli 2020 setelah seminar proposal dan lokasi penelitian
bertempat di Kecamatan Patampanua Kabuptaen Pinrang, tentang Strategi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Pengurangan Resiko Bencana
Kebakaran Lahan di Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang. Adapun alasan
memilih lokasi penelitian tersebut adalah karena lokasi tersebut merupakan daerah
yang berpotensi rawan dengan bencana kebakaran lahan pada setiap musim
kemarau di Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Jenis dan tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang Strategi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Pengurangan Resiko Bencana
Kebakaran Lahan di Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang adalah :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, adalah penelitian untuk
menjawab sebuah permasalahan secara mendalam dalam konteks waktu dan
situasi yang bersangkutan, dilakukan secara wajar dan alami sesuai dengan
kondisi objektif dilapangan. Proses penelitian yang dimaksud antara lain
melakukan pengamatan terhadap narasumber, berinteraksi dengan mereka
dan berupaya dalam memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang Strategi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Pengurangan Resiko
18
Bencana Kebakaran Lahan di Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang.
Untuk itu peneliti harus terjun ke lapangan dalam waktu yang cukup lama.
2. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif yaitu mengambarkan
masalah-masalah atau gejala-gejala yang terkait keadaan di sekitara peneliti
atau peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsun dengan masa sekarang.
Tujuan dari penelitian deskriptif ini untuk membuat deskripsi, atau
gambaran secara sistematis serta berhubungan antara fenomena yang di
teliti.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini di jaring dari sumber data primer dan
sekunder sesuai dengan tujuan penelitian ini.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui wawancara,
observasi, dan dokumentasi dengan beberapa pihak atau informan yang
benar-benar berkompeten dan bersedia memberikan data dan informasi yang
dibutuhkan dengan kebutuhan penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bacaan ataupun kajian
pustaka, buku-buku atau literatur yang terkait dengan permasalahan yang
sedang diteliti, internet, dokumen dan laporan yang bersumber dari lembaga
terkait dengan kebutuhan data dalam penelitian.
19
D. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah narasumber atau orang yang dimintai keterangan
berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan. Proses penelitian menggunakan
teknik purposive sampling yaitu sengaja memilih informan yang lebih mengerti
dan mengetahui pokok permasalahan penelitian. Dimana informan ini
diharapkan memberikan data secara obyektif, netral dan dapat
dipertanggungjawabkan. Adapun informan dari penelitian ini berdasarkan
Strategi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Pengurangan Resiko
Bencana Kebakaran Lahan di Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang .
Tabel 3.1 Informan Penelitian
No. Informan Inisial Jabatan Jumlah
1. Jabir, SE JB Seksi Kedaruratan dan
logistik 1
2. H. Mahyuddin,S.Sos MY Seksi Pencengahan dan
Kesiapsiagaan 1
3. Muhadir Muddin, S.Stp,
Mh
MM Kepala Satuan Polisi
Pamong Praja dan
Damkar
1
4. Arief AR Petugas Damkar 1
5. Kiki P Tompo, S.STP
KP Sekretaris Camat 1
6. Herman S. HS Masyarakat 1
7.
.
M. Fadel MF Masyarakat
1
Total Informan 7
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau
20
perilaku obyek sasaran. Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan
langsung yang berkaitan dengan Strategi Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Dalam Pengurangan Resiko Bencana Kebakaran Lahan di
Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang.
2. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara bertanya
langsung (berkomunikasi langsung) dengan informan sesuai dengan jenis
data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Dalam
berwawancara terdapat proses interaksi antara pewawancara dengan
informan.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi ini dipergunakan untuk melengkapi data yang di
peroleh melalui laporan, artikel, dan wawancara sekaligus menambah
keakuratan, kebenaran data atau informasi yang dikumpulkan dari bahan-
bahan dokumentasi yang ada dilapangan serta dapat dijadikan bahan dalam
pengecekan keabsahan data.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi.
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh (Lexy :103).
Teknik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga komponen yaitu: Reduksi data
21
(data reduction), Penyajian data (data display), Penarikan serta pengujian
kesimpulan (drawing and verifying conclusions) (Pawito; 2007).
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Langkah reduksi data melibatkan beberapa tahap. Tahap pertama,
melibatkan langkah-langkah editing, pengelompokan, dan meringkas data.
Pada tahap kedua, peneliti menyususn kode-kode dan catatan-catatan
mengenai berbagai hal, termasuk yang berkenaan dengan aktifitas serta
proses-proses sehingga peneliti dapat menemukan tema-tema, kelompok-
kelompok, dan pola-pola data.
2. Penyajian Data (Data Display)
Komponen kedua yakni penyajian data (data display) melibatkan
langkah-langkah mengorganisasikan data, yakni menjalin (kelompok) data
yang satu dengan (kelompok) data yang lain sehingga seluruh data yang
dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu kesatuan, karena dalam
penelitian kualitatif data biasanya beraneka ragam perspektif dan terasa
bertumpuk, maka penyajian data (data display) pada umumnya sangat
diyakini sangat membantu proses analisis.
3. Penarikan serta Pengujian Kesimpulan (Drawing and Verifying
Conclusions)
Pada komponen terakhir, yakni penarikan dan pengujian kesimpulan
(drawing dan verifying conclusions), peneliti pada dasarnya
mengimplementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola-
22
pola data yang ada dan atau kecenderungan dari penyajian data yang telah
dibuat.
G. Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2014), Triangulansi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dengan demikian triangulansi
sumber, triangulansi teknik pengumpulan data dan triangulansi waktu yakni
sebagai berikut:
1. Triangulasi sumber
Triangulansi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber. `Dalam hal ini penelitian melakukan
pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh melalui hasil
pengamatan, wawancara dan dokumen-dokumen yang ada, kemudian peneliti
membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara dan membandingkan
hasil wawancara dengan dokumen yang ada.
2. Triangulasi teknik
Triangulansi teknik dilakukan dengan cara menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber
yang sama. Dalam hal yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan
observasi dan dokumen. Apabila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data
tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda maka penelitian melakukan
diskusi lebih lanjut kepada informan yang bersangkutan atau yang lain untuk
23
memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin semuanya benar
karena sudut pandangnya berbeda-beda.
3. Triangulansi waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber
masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid
sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kerdibilitas data
dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi
atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji
menghasilkan data yang berbeda maka dilakukan secara berulang-ulang
sehingga sampai ditemukan kepastian datanya. Trigulasi dapat juga dilakukan
dengan cara mengecek hasil hasil penelitian dari tim peneliti lain diberi tugas
melakukan pengumpulan data.
24
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Sebelum penulis masuk pada pembahasan terkait judul penelitian Strategi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Pengurangan Resiko Bencana
Kebakaran Lahan di Kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang terlebih dahulu
penulis akan memaparkan gambaran dari lokasi penelitian sebagai berikut:
1. BPBD Kabupaten Pinrang
a. Landasan Hukum
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah lembaga
pemerintah non-departemen yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana
di daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/ Kota dengan berpedoman pada
kebijakan yang ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
BPBD dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008,
menggantikan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak) di
tingkat Provinsi dan Satuan Pelaksana Penanganan Bencana (Satlak PB) di
tingkat Kabupaten/Kota, yang keduanya dibentuk berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 83 Tahun 2005 dan selanjutnya struktur dan fungsi BPBD
Kabupaten Pinrang diatur dalam peraturan daerah Kabupaten Pinrang Nomor 02
Tahun 2010.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mempunyai tugas pokok
yaitu melaksanakan penyusunan, pelaksanaan kebijakan daerah di bidang
penanggulangan bencana daerah, dan melaksanakan penanggulangan bencana
25
secara terintegrasi yang meliputi prabencana, saat tanggap darurat, dan
pascabencana. Untuk melaksanakan tugas pokok Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) menyelenggarakan fungsi pengkordinasiaan,
Pengkomandoan, dan pelaksa.
b. Visi dan Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
1. Visi merupakan pandangan atau wawasan kedepannya, kemana dan
bagaimana instansi pemerintah harus di bawa agar dapat eksis,
antisipatif, inovasi, serta produktif. Visi tidak lain adalah gambaran
tentang pandangan keadaan di masa depan dengan berisikan cita-cita
dan nilai inti sebuah instansi pemerintah dalam mewujudkan tujuan
yang di inginka. Adapun visi dari Badan Penanggulangan Bencana
Daereah Kabupaten Pinrang “ Meningkatnya kebersamaan yang
bersinergi antara pemerintah dan masyarakat menuju masyarakat
tangguh terhhadap bencana”.
2. Misi merupakan langkah atau cara yang di lakukan oleh instansi
pemerintah agar tujuan instansi pemerintah dapat tercapai dan berhasil
dengan baik. Adapun Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Pinrang “ Meningkatkan Kerjasama antara lembaga dalam
mengkaji, merumuskan kebijakan dan menyelenggarakan
penanggulangan bencana”.
Visi Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang
sudah terimplementasi dengan program-program yang ada. Cara
mengimplementasikan yaitu dengan bekerjasama antara lembaga atau
26
masyarakat dalam melaksanakan kegiatan dari program yang ada dengan
membuat rencana strategi terlebih dahulu.
c. Program Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam
Penanggulangan Bencana
1. Pelayanan Informasi Rawan Bencana Kabupaten/Kota, dengan
melakukan penyusunan kajian risiko bencana, sosialisasi, komunikasi,
informasi dan edukasi rawan bencana Kabupaten (per jenis bencana).
2. Pelayanan Pencengahan dan Kesiapsiagaan Terhdap Bencana, dengan
melakukan pelatihan mitigasi bencana, menyediakan peralatan
perlindungan kesiapsiagaan terhadap bencana, pengendalian operasi
penyediaan sarana prasarana, penguatan kapasitas kawasan untuk
pencengahan bencana, dan pengembangan kapasitas Tim Reaksi Cepat
(TRC).
3. Penataan Sistem Dasar Penanggulangan Bencana, dengan melakukan
penyusunan regulasi, penguatan kelembagaan, kerjasama antar lembaga
dan kemitraan dalam penganggulangan bencana.
Berdasarkan program Badan Penanggulangan Bencana Daeah di atas
dalam pelaksanaannya atau pengimplementasiannya tidak keluar dari visi misi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Dan dalam pelaksanaan program
seperti menyediakan peralatan perlindungan kesiapsiagaan bencana,
pengendalian operasi sarana prasarana serta mengadakan sosialiasi atau
pelatihan mitigasi bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah bekerja
sama dengan Damkar.
27
d. Upaya Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Pinrang dalam Pencegahan Kebakaran
Hutan dan Lahan
1. Mengawasi titik rawan kebakaran hutan dan lahan dengan cara
mengawasi daerah penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar
seperti rumput yang mengering dan juga kayu.
2. Melakukan patrol atau pengawasan yang lebih ketat ditempat yang
memang rawan kebakaran ini diharapkan nantinya dapat mengurangi
kebakaran hutan. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan ketika musim
kemarau panjang telah tiba.
3. Mendeteksi kebakaran hutan sedini mungkin dengan cara mendirikan
menara pengawas dengan jarak pandang jauh dengan sarana deteksi
seperti teropong dan sarana alat komunikasi, membangun pos jaga
disekitar area tanaman dan juga kawasan dikawasan perbatasan dengan
penduduk maupun lahan usaha, memanfaatkan sebaik mungkin dari
informasi data satelit dan juga data cuaca pada area kawasan hutan.
4. Mempersiapkan peralatan pemadaman kebakaran hutan
5. Peralatan penting untuk memadamkan api sebaiknya dipersiapkan sedini
mungkin agar ketika kejadian sudah tidak perlu binggung untuk mencari
perlatan memadamkan kebakaran.
6. Membuat tempat penampungan air d ibeberapa titik yang memang rawan
terjadi kebakaran hutan dan lahan.
28
7. Memasang alarm peringatan bahaya kebakaran ini diharapkan untuk
memberitahukan kepada penduduk untuk segera memadamkan api
sebelum api berkobar dan merambat.
8. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat dalam rangka mencegah
kebakaran hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kepedulian
masyarakat terhadap kebakaran hutan.
9. Tidak sembarangan membakar dengan melakukan peringatan dini atau
penyampain terhadap masyarakat untuk tidak sembarang membakar
sesuatu yang dapat menyebabkan api merambat kemana mana serta tidak
melakukan pembakaran didekat tempat yang memang rawan terjadi
kebakaran.
10. Memastikan bahwa api benar-benar mati setelah membakar sesuatu hal
ini perlu diperhatikan betul karena sebagian besar kebakaran hutan dan
lahan terjadi karena ulah manusia yang lalai untuk tidak memastikan
bahwa api tersebut benar- benar sudah mati .
11. Selalu siap siaga untuk segera memberitahu warga atau instansi yang
terlibat apabila kebakaran hutan lahan telah terjadi. Dan juga selalu
melakukan komunikasi dengan pihak yang melakukan patrol dan
apabila ada sumber titik api segera lapor agar ditangani lebih lanjut.
12. Memeriksa peraturan setempat tentang perijinan dan pembatasan
larangan pembakaran peraturan ini biasanya disusun oleh Departemen
kehutanan dan sumber daya alam . dalam peraturan tersebut mencakup
peraturan tentang jarak kebaran rumput dan bahan-bahan yang bisa
29
terbakar termasuk kegiatan perkemahan dan juga perijinan untuk
menyalakan api unggun serta bagi pekerja yang dilakukan diwilayah
hutan
13. Menetapkan minimal jarak pembakaran terhadap benda-benda yang
mudah terbakar nantinya diharapkan mengurangi resiko kebakaran
minimalnya sekitar 50 kaki dari bangunan dan 500 kaki dari hutan.
14. Melakukan pemetaan daerah rawan kebakaran dengan melakukan
pemetaan di daerah rawan kebakaran diharpkan agar masyarakat lebih
focus dan mengetahui titik mana yang sering terjadi kebakaran tersebut.
15. Menyediakan sistem informasi kebakaran hutan. Informasi yang
dibutuhkan adalah dengan cara menganalisis kondisi ekologis, sosial
dan ekonomi suatu wilayah dan juga pengolahan data hasil pengintaian
petugas.
e. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Pinrang merujuk kepada Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2010 tentang
organisasi dan tata cara BPBD Kabupaten Pinrang.
30
Struktur Organisasi dan Tata Cara Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Pinrang
f. Data Kebaran Di Kabupaten Pinrang
Berdasarkan data yang di terima penulis dari Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pinrang maka daftar rekapitulasi kebakaran
kelurahan/desa selama 5 Tahun terakhir adalah sebagai berikut:
Jabatan Fungsional
Kepala BPBD
Drs. Mattalatta
Unsur Pengarah
Instansi
profesional
Unsur Pelaksana
Andi Nasrul, S.Ip
Seksi Kedaruratan dan
Logistik
Jabir, SE
Seksi Rehabilitasi dan
Kontruksi
Hj. Sappeani, ST, M.Si
Seksi Pencegahan
Dan Kesiapsiagaan
H. Mahyuddin, S.Sos
Sekretariat Unsur
Pelaksana
31
Tabel 4.1 Kasus Kebakaran di Kabupaten Pinrang
No Nama Lokasi Luas
Area
Luas
Pemukim
an
Jumlah Kebakaran Jangkauan kejadian
2016 2017 2018 2019 2020 Diatas
15 menit
Dibawah
15 menit 1.
2.
3.
4.
5.
Kec. Watang Sawitto
Kel. Sawitto
Kel. Maccorawalie
Kel. Jaya
Kel. Salo
Kel. Penrang
Kel. Bentengnge
Kel. Siparappe
Kel. Sipatokkong
Kec. Paleteang
Kel.Temmassarang
e
Kel. Macinnae
Kel. Benteng
Sawitto
Kel. Leleng Bata
Kel. Mamminasae
Kel. Pacongang
Kec. Tiroang
Kel. Marawi
Kel. Mattiro
Deceng
Kel. Fakkie
Kel. Pammase
Kel. Tiroang
Kec. Patampanua
Kel. Benteng
Desa Leppangang
Kel. Miccirinna
Desa Malimpung
Desa Mattiro Ade
Desa Padangloang
Desa Pincara
Desa Sipatuo
Kel. Teppo
Kel. Tonyamang
Kec. Mattiro Sompe
Kel. Langga
Desa Massulowale
Desa Mattiro Tasi
58,97
37,29
77,73
136,85
96,99
41,74 km2
21,5 km2
35,71 km2
81,05 km2
39,53 km2
2
11
3
3
3
2
1
-
3
4
3
1
1
3
-
-
1
-
1
1
-
-
4
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
5
4
1
4
3
1
-
-
1
2
2
-
5
-
1
5
-
-
-
-
-
1
1
-
-
1
1
1
-
-
-
4
9
2
4
5
5
1
-
1
3
7
-
1
5
2
-
-
-
1
-
-
-
1
2
1
1
1
2
-
1
-
-
2
19
2
1
4
4
-
-
2
3
5
2
2
3
-
-
4
1
1
1
-
1
4
1
-
-
2
-
4
-
-
1
6
2
-
2
2
-
-
1
1
1
1
1
-
-
-
-
-
-
6
2
2
2
1
1
1
1
1
(Sumber : BPBD Kabupaten Pinrang)
32
Tabel di atas adalah data kebakaran lima tahun tahun terakir dari tahun
2016-2020. Berdasarkan tabel di atas dapat menunjukkan bahwa Kecamatan
tertinggi yang berpotensi rawan bencana kebakaran lahan yaitu Kecamatan
Watang Sawitto dengan luas wilayah pemukiman 41,74km2, sedangkan
Kecamatan terendah yang berpotensi rawan bencana kebakaran lahan yatitu
Kecamatan Mattiro Sompe dengan luas wilayah pemukiman 39,53km2. Dan
Kecamatan Patampanua termasuk salah satu daerah urutan ketiga tertinggi yang
berpotensi bencana rawa kebakaran lahan yang dapat di tanggulangi dengan luas
wilayah pemukiman 81,0 km2.
2. Kecamatan Patampanua
Kecamatan merupakan line office dari pemerintah daerah yang berhadapan
langsung dengan masyarakat dan mempunyai tugas membina desa/kelurahan.
Kecamatan merupakan sebuah organisasi yang hidup dan melayani kehidupan
masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan kecamatan memerlukan adanya
seorang pemimpin yang selalu mampu untuk menggerakkan bawahannya agar
dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam
kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara berdayaguna
dan berhasil guna. Keberhasilan pembangunan akan terlihat dari tingginya
produktivitas, penduduk makmur dan sejahtera secara merata.
Kecamatan Patampanua merupakan wilayah yang berada di Kabupaten
Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan. Kecamatan Patampanua terdiri dari 7 desa
dan 4 kelurahan. Luas wilayah 136,85km2 dengan jumlah penduduk sebanyak
33.126 jiwa dengan rincian sebagai berikut:
33
Tabel 4.2 Data Penduduk Kecamatan Patampanua
Kelurahan/desa Rumah Tangga Penduduk
(Jiwa)
Luas
(KM2) Kepadatan
1. Mattiro Ade
2. Leppangang
3. Pincara
4. Teppo
5. Tonyamang
6. Maccirinna
7. Padangloang
8. Malimpung
9. Sipatuo
10. Benteng
11. Masolo
952
503
284
778
920
252
452
721
798
1.020
278
4.152
2.216
1.335
3.768
4.565
1.240
2.277
3.306
3.850
4.972
1.445
8,68
5,62
2,88
11,35
20,57
5,01
28,89
5,78
37,29
8,57
2,21
478
394
461
332
222
248
79
572
103
580
654
Total 6.958 33.162 136,85 242
(Sumber: Kecamatan Patampanua)
Tabel di atas merupakan data terkait Kelurahan/Desa di Kecamatan
Patampanua desa yang memiliki kepadatan penduduk adalah Desa Masolo
dengan kepadatan 654 penduduk yang berluas 2,21 km. Sementara penduduk
terkecil adalah Desa Maccirina dengan jumlah penduduk 1,240 jiwa.
Berdasarkan hasil observasi penulis di masyarakat Kecamatan Patampanua
dengan kepadatan 242 penduduk, akibat asap dari kebakaran masyarakat
mengalami gangguan pernapasan terutama dengan lansia dan balita yang batuk-
batuk dan sesak nafas karena asap.
Sementara itu dalam menjalankan roda pemerintahan Kecamatan
Patampanua berdasarkan peraturan bupati Pinrang Nomor 66 Tahun 2016 terkait
struktur kerja yang di pimpin oleh Camat yang mempunyai struktur sebagai
berikut:
34
Struktur Organisasi Kecamatan Patampanua
B. Strategi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang
dalam pengurangan resiko bencana kebakaran lahan di Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang
1. Strategi Organisasi
Strategi organisasi merupakan sebuah strategi untuk menjalankan misi
yang telah di siapkan dalam sebuah organisasi sesuai dengan bidang yang telah
menjadi bagiannya. Strategi ini biasa disebut dengan Grand Strategy karena
Camat
A. Tambero, S.STP, M.Si
Sekretaris
Kiki P Tompo,
S.STP
Kelompok Jabatan
Fungsional
Sub Bagian Program
dan Keuangan
Asty Manangkasi,
SH
Sub Bagian Umum
Kepegawaian dan
hukum
Fitriani,S.AP
Seksi Kesejahteraan
Masyarakat
Hasniah Akib, SH
Seksi
Perekonomian
Idrus Alhabsyi, SE
Seksi
Pemerintahan
Herianto,SE
Seksi Pemberdayaan
Masyarakat
Desa/Kelurahan
Drs. M. Ismail, M
Seksi Ketentraman
dan Ketertiban
Supardi, S.Sos
35
akan berakibat sangat fatal ketika kita salah dalam menjawab misi dari sebuah
organisasi baik dari kata-kata maupun kebijakan yang diterapkan dalam
organisasi.
Pengendalian bencana kebakaran dan dampaknya kepada masyarakat
menuntut badan penanggulangan bencana daerah Kabupaten Pinrang untuk
membentuk suatu program dalam mengatasi husus bencana kebakaran hutan.
Dalam mengambil tindakan tersebut tentu memerlukan sebuah strategi
organisasi yang baik mulai dari perumusan kebijakan sampai kepada tahap
evaluasi. Kepala seksi kedaruratan dan logistik BPBD mengatakan bahwa:
“Strategi berarti kita berbicara tentang manajemen pelaksanaan sebuah
program, tentu jika kita berbicara tentang bencana terlebih dahulu kita
harus memahami bentuk, model sampai cara penanggulangannya. Seperti
halnya bencana kebakaran tentu memerlukan strategi khusus dalam
rangka mencegah kebakaran. Mulai dari melihat penyebab kebakaran
sampai kepada peringatan-periangatan kelalaian yang biasa dilakukan
oleh masyarakat. Sebagai lembaga penanggulangan bencana yang ada di
daerah tentu kita memiliki strategi tersendiri dalam menghadapi
pengurangan resiko akibat bencana kebakaran lahan perkebunan.
Berbicara tentang resiko berarti kita berfokus kepada pengendalian
kebakaran hutan dan lahan yang mengandung makna semua usaha yang
mencakup kegiatan-kegiatan pencegahan, pemadaman dan tindakan-
tindakan yang dilakukan pasca kebakaran.” (Wawancara JB dengan
tanggal 08/06/2020)
Hasil wawancara dapat dilihat bahwa dalam rangka menyusun strategi
pengurangan resiko akibat dampak dari bencana kebakaran lahan perkebunan,
maka strategi yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Pinrang adalah melalui
program pengendalian bencana kebakaran lahan perkebunan dimana di
dalamnya mulai dari pencegahan sampai kepada upaya yang di tempuh dalam
memulihkan pasca kebakaran hutan dan lahan.
36
Strategi merupakan rencana untuk mencapai sasaran dari organisasi.
Strategi organisasi mempunyai dampak yang sangat besar terhadap apa yang
dilakukan oleh organisasi serta bagaimana cara melakukannya. Strategi dalam
sebuah organisasi bisa jangka panjang, menengah dan jangka waktu yang
pendek. Agar efektif strategi harus didesain sesuai dengan sasaran dan tujuan
sebuah organisasi.
Sebagai sebuah organisasi yang bergerak dalam penanggulangan bencana,
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang tentu mempunyai
strategi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Prinsip smart
governance dalam memberikan pelayanan juga menjadi tolak ukur Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang dalam memberikan
pelayanan. Sebagai lembaga publik yang menjamin terselenggaranya
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan
menyeluruh termasuk dalam rangka pengurangan resiko akibat bencana
kebakaran hutan dan lahan. Kepala seksi pencengahan dan kesiapsiagaan BPBD
menyampaikan bahwa:
“BPBD merupakan lembaga publik yang mempunyai fungsi
penanggulangan bencana yang ada di daerah tentu dengan menggunakan
prinsip pemerintahan yang baik, akuntabel, transparan dan melayani
seluruh pelayanan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana.
Berkaitan dengan pengurangan resiko pada saat terjadi bencana
kebakaran di Kabupaten Pinrang tentu BPBD mempunyai strategi
tersendiri dalam menghadapinya. Terlebih dahulu membentuk rencana
penanggulangan secara terpadu, kemudian melakukan koordinasi dengan
lembaga yang juga mempunyai kepentingan didalamnya dan juga
membangun komunikasi dengan masyarakat itu sendiri. Dari
pelaksanaannya tentu akan lahir sebuah program-program yang
melibatkan stakeholder dalam pelaksanaannya yang pasti BPBD harus
hadir dengan program pengurangan resiko bencana kebakaran hutan dan
lahan untuk memastikan perdamaian dalam kehidupan, berbangsa dan
37
bernegara utamanya di Kabupaten Pinrang.” (Wawancara MY dengan
tanggal 08/06/2020)
Berdasarkan Hasil wawancara dapat dilihat bahwa dalam rangka
menyusun strategi organisasi, BPBD Kabupaten Pinrang dalam mengurangi
resiko bencana kebakaran lahan perkebunan terlebih dahulu membentuk
perencanaan kemudian melakukaan koordinasi dan membangun komunikasi
kepada masyarakat hal ini dilakukan sesuai tujuang badan penanggulangan
bencana daerah yaitu menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.
Strategi merupakan tindakan yang incremental (senantiasa meningkat) dan
terus menerus, serta di lakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang di
harapkan oleh publik di masa yang akan datang. Dengan demikian strategi
organisasi hampir selalu di mulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan di mulai
dari apa yang terjadi.
Pengurangan resiko akibat dari bencana kebakaran lahan perkebunan tentu
memerlukan strategi dari lembaga pemerintahan yang mempunyai kepentingan
didalamnya. Seperti Kecamatan Patampanua, merupakan kecamatan yang paling
berisiko mengalami kebakaran Lahan perkebunan, pemerintah Kecamatan
Patampanua di tuntut untuk inovatif untuk memberikan pengetahuan kepada
masyarakat terkait bencana kebakaran. Sekertaris Camat mengatakan sebagai
berikut:
“Terkait langkah-langkah strategis penanggulangan bencana kebakaran
lahan tentu kita senantiasa berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten
Pinrang, damkar dan lembaga terkait penanganan kebakaran hutan.
Sementara langka taktis yang di tempuh oleh pemerintah Kecamatan
sejauh ini yaitu menyediakan sistem informasi kebakaran hutan untuk
38
selanjutnya di lakukan sosialisasi kepada masyarakat. Kemudian
pemerintah Kecamatan juga menginisiasi pembentukan satgas
penanganan kebakaran hutan dan lahan yang biasa mengajak kerjasama
Danramil dan Kapolsek. Strategi seperti ini saya kira dapat
meminimalisir resiko dari bencana kebakaran lahan.” (Wawancara
dengan KP tanggal 10/06/2020)
Berdasrkan Hasil wawancara dapat dilihat bahwa pemerintah Kecamatan
Patampanua sebagai lembaga yang mempunyai otoritas di tingkat kecamatan
membentuk sebuah langkah strategi dalam pengurangan resiko akibat bencana
kebakaran lahan perkebunan dengan menginisiasi pembentukan satgas
penanganan kebakaran dan penyediaan sistem informasi daerah rawan
kebakaran.
Strategi disusun dan diimplementasikan untuk mencapai berbagai tujuan
yang telah ditetapkan, sekaligus mempertahankan dan memperluas aktivitas
organisasi pada bidang-bidang baru dalam rangka merespons lingkungan
misalnya perubahan permintaan, perubahan sumber pasokan, fluktuasi kondisi
ekonomi, perkembangan teknologi baru, dan aktivitas-aktivitas tertentu.
Permasalahan yang semakin kompleks menuntut setiap lembaga mampu
berperan sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Samahalnya dengan
lembaga pemerintahan dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
Terkait penanganan resiko akibat bencana kebakaran lahan perkebunan, turut
melibatkan pemerintah desa yang terdampak kebakaran lahan perkebunan.
Keterlibatan pemerintah desa untuk mengkordinir masyarakat agar
memanfaatkan lahan menjadi produktif. Kepala Satuan Polisi Pamongpraja dan
Damkar mengatakan bahwa:
39
“Sejauh ini langkah-langkah yang di tempuh dengan membentuk seperti
desa mandiri, masyarakat juga di himbau untuk memanfaatkan lahan
yang tidak produktif untuk kegiatan pertanian. Setiap upaya akan terus di
lakukan untuk mengurangi resiko akibat bencana kebakaran lahan.
Terkait strategi pelayanan sesuai dengan visi-misi desa yang tertuang
dalam rancangan kerja jangka panjang dimana memang disana di bahas
untuk pemanfaatan lahan menjadi produktif untuk mengurangi resiko
kebakaran lahan.” (Wawancara dengan MM tanggal 09/06/2020)
Berdasarkan wawancara dapat dilihat bahwa penanganan resiko akibat
bencana kebakaran lahan perkebunan di lakukan oleh pemerintah desa atas
intruksi dari lembaga yang lebih tinggi. Selain itu pemerintah desa mengajukan
sebuah rancangan dimana setiap lahan yang tidak produktif di peruntukkan
untuk di kelola oleh masyarakat sebagai sumber penghidupan.
Setiap lembaga publik mempunyai strategi yang berbeda-beda dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Penerapan strategi pada dasarnya
berdasarkan visi dan misi organisasi tergantung apa yang menjadi tugas dan
funsi pembentukan organisasi publik tersebut. Strategi di bentuk berdasarkan
kondisi masyarakat yang terus mengalami peningkatan sehingga dalam rangka
memberikan pelayanan juga harus sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat itu sendiri.
Setiap masyarakat mempunyai pandangan dan analisis tersendiri terkait
cara pemerintah dalam rangka melakukan pengurangan resiko akibat bencana
kebakaran. Masyarakat menilai strategi yang di tempuh dan diambil lembaga
pemerintahan belum dapat menjawab permasalahan kebakaran lahan
perkebunan, karena pemerintah di anggap lambat dalam mengambil sebuah
keputusan. Hal tersebut disampaikan oleh masyarakat bahwa:
40
“Tentang rancangan penanggulangan bencana kebakaran sampai kepada
pengurangan resiko, saya melihat sudah sangat baik, hanya saja
pelaksanaannya yang biasa kacau dan tidak tepat sasaran. Seperti jika
terjadi kebakaran pemadam kebakaran biasanya tidak cepat tanggap
dalam memadamkan api sehingga meluas. Kemudian mencari pelaku
pembakaran sejauh ini juga belum ada yang kena sanksi bahkan ada
indikasi mereka di lindungi oleh pemerintah. Jadi saya fikir hal-hal yang
seperti itu harus benar-benar terbuka penanganannya agar tidak
memunculkan opini di masyarakat.” (Wawancara HS dengan tanggal
12/06/2020)
Hasil wawancara dapat dilihat strategi organisasi dalam rangka
mengurangi resiko akibat bencana kebakaran lahan menjadi sesuatu yang di
soroti oleh masyarakat karena matang pada wilayah perumusan dan tidak sesuai
dengan aplikasi yang ada di lapangan.
Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan dapat dilihat bahwa
strategi organisasi dalam rangka pengurangan resiko bencana kebakaran lahan
perkebunan di Kabupaten Pinrang mempunyai prinsip yang berbeda-beda
tergantung otoritas lembaga pemerintahan yang terlibat dalam penanganan
bencana kebakaran lahan perkebunan. Keterlibatan beberapa SKPD dalam
rangka penanganan kebakaran lahan perkebunan merupakan bentuk koordinasi
dan strategi tersendiri dari setiap lembaga.
2. Strategi Program
Strategi merupakan sebuah pola atau rencana yang mengintegrasi tujuan
pokok suatu organisasi, kebijakan-kebijakan dan tahapan-tahapan kegiatan ke
dalam suatu keseluruhan yang bersifat kohesif. Penyusunan sebuah strategi
harus menggunakan metode maupun teknik-teknik tertentu sehingga
kebijaksanaan yang dihasilkan akan optimal. Termasuk dalam perumusan
41
sebuah kebijakan atau program dalam sebuah organisasi guna keberlangsungan
sesuai tujuan organisasi.
BPBD Kabupaten Pinrang dalam rangka mengurangi resiko bencana
kebakaran lahan perkebunan maka disusunlah sebuah program untuk mencapai
tujuan tersebut. Sebuah program disusun berdasarkan kebutuhan di lapangan
dengan melibatkan semua unsur-unsur yang berkepentingan kemudian
menetapkan jumlah anggaran dan waktu pelaksanaannya. Kepala Seksi
Pencengahan Dan Kesiapsiagaan mengatakan berikut:
“Dalam mengurangi dampak atau resiko dari bencana kebakaran lahan
perkebunan tentu memerlukan strategi yang tepat dalam penanganannya
melalui program-program yang telah disusun. Program tersebut pada
dasarnya tururnan dari pemerintah pusat atau provinsi tinggal di daerah
melakukan singkronisasi dengan kebutuhan daerah. Di badan
penanggulangan bencana itu sendiri ada tiga kategori dalam perumusan
sebuah kebijakan yaitu langkah preventif, mitigasi dan kesiapsiagaan.
Jadi itu tiga aspek yang selalu menjadi perhatian sebelum kita susun
program yang tepat di setiap aspek tersebut.” (Wawancara dengan MY
tanggal 08/06/2020)
Hasil wawncara dapat dilihat bahwa mengurangi resiko akibat bencana
kebakaran lahan perkebunan BPBD Kabupaten Pinrang membentuk program
berdasarkan tiga aspek yaitu preventif, mitigasi dan kesiapsiagaan. Dimana di
dalam tiga aspek tersebut terdapat sejumlah program untuk mengurangi resiko
dari bencana kebakaran lahan perkebunan.
Program merupakan salah satu komponen dalam suatu kebijakan. Program
merupakan upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan. Para pelaksana harus
mampu menjalankan program sesuai dengan petunjuk teknis dan petunjuk
pelaksana agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Serta dalam pelaksanaan
program perlu adanya pembuatan prosedur kerja yang jelas agar program kerja
42
dapat berjalan sesuai dengan jadwal kegiatan sehingga tidak berbenturan dengan
program lainnya.
Pelaksanaan pengurangan resiko bencana kebakaran lahan perkebunan
yang terjadi di Kabupaten Pinrang melalui program-program yang telah disusun
bersama dengan stakeholder yang memahami penanganan kebakaran lahan
perkebunan dan pengurangan resiko. Kepala Satuan Polisi Pamongpraja dan
damkar mengatakan bahwa:
“Berbicara tentang strategi pengurangan resiko atau dampak dari bencana
kebakaran lahan tentu dilakukan perencanaan dengan melibatkan seperti
kehutanan, aparat keamanan, camat bahkan desa yang terdampak
bencana kebakaran. Program tersebut di susun dengan sebaik-baiknya
kemudian di buatkan dalam bentuk aturan sehingga sebuah program
memliki kekuatan hukum dan dalam pelaksanaannya para pelaku harus
mengikuti petunjuk sesuai dengan aturan yang tertera dalam program.”
(Wawancara dengan MM tanggal 09/06/2020).
Wawancara di atas dapat dilihat bahwa pembentukan program penanganan
resiko bencana kebakaran lahan melibatkan beberapa instansi yang mempunyai
kepentingan dan pengetahuan dalam rangka mengurangi resiko kebakaran lahan
perkebunan. Program yang telah disusun kemudian memiliki badan hukum
sehingga dalam pelaksanaannya sesuai dengan apa yang diharapkan.
Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran
dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang
dikoordinasikan oleh instansi masyarakat. Dalam proses pelaksanaan suatu
program sesunggunya dapat berhasil, kurang berhasil, ataupun gagal sama sekali
apabila ditinjau dari wujud hasil yang dicapai atau outcomes. Karena dalam
43
proses tersebut turut bermain dan terlihat berbagai unsur yang pengaruhnya
bersifat mendukung maupun menghambat pencapaian sasaran suatu program.
Beberapa program terkait penanganan resiko akibat bencana kebakaran
lahan perkebunan telah dilaksanakan. Program tersebut kemudian di harapkan
dapat mengurangi tingkat kebakaran lahan perkebunan di Kabupaten Pinrang
terhusus di Kecamatan Patampanua. Pemerintah kecamatan mengharapkan
adanya dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program-
program terkait penanganan kebakaran lahan perkebunan. Berdasarkan program
yang terkait pengurang resiko bencana Sekertaris Camat mengatakan bahwa:
“Beberapa program telah dilaksanakan untuk mengurangi resiko akibat
bencana yang ditimbulkan oleh kebakaran lahan. Pemerintah Kecamatan
mendukung program-program yang telah dibuat oleh BPBD Kabupaten
Pinrang seperti sosilisasi kepada masyarakat, pemberian sanksi kepada
pelaku yang sengaja melakukan pembakaran hutan. Di tingkat kecamatan
sendiri itu tadi kita membuat satgas penanganan kebakaran. Terlebih saat
memasuki musim kemarau, banyak masyarakat yang membuka lahan
dengan cara membakar sehingga ini yang menyebabkan kebakaran
terjadi, hal demikian senantiasa harus diawasi dan menjadi perhatian kita
semua.” (Wawancara dengan KP tanggal 10/06/2020).
Berdasarkan wawancara dapa dilihat bahwa Pelaksanaan suatu program
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok berbentuk pelaksanaan kegiatan yang didukung kebijaksanaan,
prosedur, dan sumber daya dimaksudkan membawa suatu hasil untuk mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Setiap program harus didukung oleh sumberdaya aparatur yang benar-
benar memahami karakteristik suatu program sehingga program yang telah
ditetapkan dapat berjalan sesuai dengan alasan mengapa program tersebut di
buat guna menyelesaikan sebuah permasalahan. Masyarakat mengatakan bahwa:
44
“Setiap instansi atau lembaga pemerintahan mempunyai wilayah kerja dan
prototapnya masing-masing dalam pelaksanaan sebuah program. Seperti
kami jika mendapat intruksi untuk menjalankan program pengurangan
resiko bencana kebakaran seperti misalnya sosialisasi terhadap
masyarakat, tentu kami meminta pendampingan baik itu dari BPBD atau
orang-orang yang paham tentang pengendalian bencana kebakaran lahan
secara spesifik. Karna pemahaman kami di tingkat desa hanya sebatas
pemahaman umum, sehingga penguatan sumber daya aparatur sangat di
butuhkan dalam pelaksanaan setiap program pemerintah di Kabupaten
Pinrang.” (Wawancara dengan MF tanggal 12/06/2020)
Hasil wawancara dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil evaluasi program
yang diamati oleh pemerintah desa beberapa program cenderung tidak maksimal
dalam pelaksanaannya karena kurangnya sumber daya aparatur yang memahami
prosedural terkait pencegahan dan penanganan bencana kebakaran lahan
perkebunan.
Sebuah program pada dasarnya di bentuk untuk kepentingan masyarakat.
Dalam ruang lingkup pemerintah daerah sebuah program merupakan turunan
dari kebijakan yang pada dasarnya memberikan pelayanan kepada publik.
Sehingga masyarakat dalam rangka pelaksanaan sebuah program harus terlibat
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada aspek monitoring
tentang sejauh mana keberhasilan suatu program di buat.
Strategi pemerintah dalam meminimalisir atau mengurangi resiko dari
bencana kebakaran lahan perkebunan di nilai oleh sebagian masyarakat kurang
maksimal dan tidak transparan. Pemerintah hanya bertindak pasca terjadi
kebakaran dan tidak memberikan efek jera terhadap pelaku yang kebanyakan
dari kalangan pengusaha. Hal tersebut disampaikan oleh masyarakat bahwa:
“Dalam mengurangi resiko akibat bencana kebakran lahan sebagai
masyarakat kita melihat langkah pasti dan gerak cepat yang dilakukan
pemerintah dengan strategi-strategi yang telah disusun sedemikian rupa.
45
Walau pada dasarnya masyarakat hanya di ajak untuk menjaga dan
mengawasi lahan tanpa dilibatkan dalam pembuatan program atau aturan.
Selain itu pemerintah sejauh ini tidak terbuka kepada masyarakat tentang
penyebab kebakaran, pemerintah terkesan tertutup sehingga wajar kami
berasumsi bahwa pemerintah masih belum bisa mengunggkap penyebab
terjadinya kebakaran. Justru yang banyak asumsi keluar dari pemerintah
karena punting rokok, masyarakat yang membakar lahannya dan meluas,
tapi sejauh ini belum ada teguran keras ataupun sanksi yang diberikan.”
(Wawancara dengan HS tanggal 12/06/2020)
Wawancara di atas dapat dilihat bahwa masyarakat menganggap
pemerintah dalam rangka penanganan pengurangan resiko bencana kebakaran
lahan perkebunan cenderung belum maksimal karena pemerintah belum mampu
mengantisipasi penyebab dari kebakaran lahan perkebunan. Masyarakat juga
menganggap bahwa pemerintah kurang tegas dalam menindak pelaku yang
terlibat yang menyebabkan kebakaran lahan perkebunan.
Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan terkait strategi program
dalam rangka pengurangan resiko bencana kebakaran lahan perkebunan BPBD
Kabupaten Pinrang yang menjadi penanggung jawab dalam masalah tersebut
telah membentuk program berdasarkan strategi-strategi dengan melibatkan
beberapa stakeholder serta memperhatikan tiga aspek yaitu preventif, mitigasi
dan kesiapsiagaan. Ketiga aspek tersebut menjadi pedoman penyusunan program
dalam mengurangi resiko akibat bencana kebakaran lahan di Kabupaten Pinrang.
3. Strategi Pendukung Sumber Daya
Sumber daya merupakan seluruh faktor produksi yang menghasilkan
output atau tujuan sesuai dengan visi sebuah organisasi. Sumber daya menjadi
acuan penting bagi intitusi pemerintahan dalam menjalankan pelaksanaan
46
pelayanan publik. Keberhasilan suatu kebijakan tergantung dari bagaimana
sumber daya yang dimiliki oleh institusi.
Dalam pengurangan resiko bencana kebakaran lahan perkebunan di
Kabupaten Pinrang, ketersediaan armada mobil pemadam kebakaran beserta
dengan kru yang ada di dalamnya sangat mendukung dalam pengurangan resiko
bencana kebakaran lahan. Di sampaikan oleh Kepala satuan polisi pamongpraja
dan damkar bahwa
“Mobil pemadam yang selalu siap dengan segala kondisi itu harus selalu di
pastikan. Selain itu kita telah melengkapi personil pemadam dengan
pelatihan-pelatihan tertentu sehingga semua sangat memahami apa yang
harus dilakukan pada saat terjadi kebakaran. Bagi masyarakat sendiri
telah disiapkan nomor darurat jika terjadi bencana kebakaran, hal seperti
ini sebenarnya sudah umum dilakukan. Namun pemerintah Kabupaten
Pinrang selalu berupaya untuk benar-benar serius dalam menghadapi
persoalan kebakaran lahan ini, sehingga di dalam pelaksanaan program-
program terkait dengan pengurangan resiko bencana kebakaran lahan
selalu menjadi prioritas.” (Wawancara dengan MM tanggal 08/06/2020)
Berdasarkan Hasil dapat dilihat bahwa terdapat pelatihan yang intens
terhadap para personil pemadam kebakaran sehingga selalu siaga saat di
butuhkan. Selain itu fasilitas seperti mobil pemadam kebakaran serta layanan
aduan masyarakat merupakan prioritas yang selalu menjadi tinjauan dari
pemerintah Kabupaten Pinrang.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam pengurangan resiko
bencana kebakaran lahan perkebunan berkerjasama dengan Damkar dalam
bentuk melaksanakan sosialisai kepada masyarakata, BPBD mengadakan
pelatihan terhadap tim TRC (Tim Reaksi Cepat) dengan mengundang Damkar
sebagai pemateri terkait penanggulangan bencana kebakaran lahan, pembagian
tanggun jawab pada saat terjadi kebakaran BPBD melakukan bantuan sosial
47
kepada korban sementara Damkar mematikan titik apa yang masih berpotensi
menyala di wilayah kebakaran.
Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu faktor yang sangat penting
bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun
perusahaan. SDM juga merupakan kunci yang menentukan perkembangan
perusahaan. Pada hakikatnya, SDM berupa manusia yang dipekerjakan di sebuah
organisasi sebagai penggerak, pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan
organisasi itu.
Berdasarkan Permendagri Nomor 16 Tahun 2019 tentang Standar
Kualifikasi Aparatur Pemadam Kebakaran di Daerah, maka sudah menjadi
kewajiban daerah dalam melaksanakan Bimtek bagi aparatur pemadam
kebakaran di wilayah masing-masing. Sehingga salah satu strategi guna
mengurangi resiko dari bencana kebakaran lahan perkebunan dengan
meningkatkan kapasitas aparatur. Kepala seksi pencengahan dan kesiapsiagaan
BPBD mengatakan bahwa:
“Peningkatan kapasitas aparatur merupakan salah strategi dalam
mengurangi resiko bencana kebakaran lahan. Aparatur yang profesional
akan lebih mudah menciptakan kondisi aman bagi masyarakat. Melalui
pelatihan ataupun bimbingan tekhnis kita selalu mengarahkan aparatur
agar siap sedia dalam kondisi apapun. Selain itu melalui intansi ini kami
memberikan penyuluhan tertentu kepada masyarakat sehingga dengan
dua hal ini akan mengurangi resiko bencana kebakaran lahan di
Kabupaten Pinrang.” (Wawancara dengan MY tanggal 08/06/2020).
Hasil wawancara dapat dilihat bahwa peningkatan kinerja aparatur
pemadam kebakaran merupakan sebuah langkah untuk mengurangi resiko
bencana kebakaran lahan. Melalui pelatihan ataupun bimbingan teknis
merupakan tahapan untuk menciptakan tenaga aparatur yang professional.
48
Modal termasuk juga sumber daya yang penting. Unsur-unsur modal
antara lain informasi, teknologi, fasilitas fisik dan peralatan. Informasi yang baik
sangat diperlukan dalam menjalin kerja sama dengan negara lain. Teknologi
bertujuan untuk mempermudah aktivitas/pekerjaan manusia, hal ini terkait
dengan penemuan baru, mesin-mesin, dan alat telekomunikasi.
Pelaksanaan program pengurangan resiko bencana kebakaran di
Kabupaten Pinrang, merujuk kepada ketersediaan anggaran yang bersumber dari
APBD Kabupaten Pinrang. Alokasi anggaran harus di manfaatkan dengan serius
untuk pengembangan kapasitas dan kualitas pelayanan baik dari kecakapan
aparatur sampai ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai guna
pelaksanaan pengurangan resiko bencana kebakaran. Kepala seksi kedaruratan
dan logistik BPBD mengatakan bahwa:
“Pengendalian bencana kebakaran akhir-akhir ini menjadi masalah yang
sangat serius dalam agenda pembahasan pemda Kabupaten Pinrang
utamanya pada saat musim kemarau tiba karena rentan terjadi kebakaran
lahan. Terkait strategi yang harus di tempuh bagi pihak yang terlibat
didalamnya adalah ketersediaan anggaran dalam perlaksanaan seluruh
program terkait bencana kebakaran lahan yang telah di agendakan oleh
instansi terkait. Modal atau anggaran merupakan dasar dari pelaksanaan
sebuah kebijakan, karena dengan ketersediaan anggaran maka seluruh
fasilitas yang dibutuhkan seperti kendaraan operasional pemadam
kebakaran, saluran komunikasi, peralatan safety dan lainnya itu
pengadaannya sesuai dengan ketersediaan anggaran. Belum lagi
pelatihan-pelatihan bagi personil pemadam kebakaran, sehingga memang
perlu kajian mendalam dan analisa yang sangat baik dalam membentuk
program agar dapat relevansi dengan ketersediaan anggaran yang
bersumber dari anggaran daerah.” (Wawancara dengan JB tanggal
10/06/2020)
Hasil wawancara dapat dilihat bahwa strategi pengurangan resiko bencana
kebakaran lahan perkebunan di Kabupaten Pinrang dalam penerapan program
yang akan di bentuk harus relevansi dengan ketersediaan anggaran dari APBD
49
Kabupaten Pinrang. Ketersediaan modal merupakan dasar berjalannya sebuah
program begitupun pelaksanaan pengurangan resiko bencana kebakaran lahan.
Ketersediaan sumber daya menjadi landasan sebuah organisasi atau
institusi dapat berjalan dengan baik. Sumber daya baik alam, manusia, teknologi,
modal dan lain-lain walaupun terkadang ada yang mendominasi diantara sumber
daya yang lain tetap saja proses manajemen yang akan menentukan efketif dan
efesien sebuah organisasi atau institusi memnafaatkan sumber daya yang
dimiliki.
Wilayah Kabupaten Pinrang terdiri dari wilayah dataran rendah dan
pegunungan. Keterbatasan bagi aparatur terkait dalam upaya pengurangan resiko
bencana akibat kebakaran lahan perkebunan terutama bagi wilayah yang
mempunyai akses yang sulit untuk di jangkau, sehingga di butuhkan
pembentukan kelompok di setiap desa dan penyuluhan tentang kebakaran di
masyarakat. Hal tersebut disampaikan oleh masyarakat sebagai berikut bahwa:
“Strategi yang sangat efesien dan efektif untuk saat ini adalah dengan
melibatkan aparatur desa dan kelompok masyarakat agar sadar serta
peduli tentang menjaga lingkungan sehingga tidak melakukan
pembakaran atau hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri dan orang
banyak. Melalui penyuluhan dan sosialisasi kita menggandeng karang
taruna yang ada di desa kami agar mengurangi resiko bencana kebakaran
lahan, karena jika kebakaran terjadi tidak semua daerah sama, ada
wilayah yang sangat sulit di akses sehingga membutuhkan waktu yang
sangat lama untuk menjangkaunya.” (Wawancara dengan MF tanggal
12/06/2020).
Hasil wawancara dapat dilihat bahwa peningkatan pengetahuan tentang
mitigasi dan pengurangan resiko bencana akibat kebakaran lahan perkebunan
merupakan langkah taktis dalam membendung maraknya kebakaran lahan di
50
Kabupaten Pinrang. Hal tersebut juga mengantisipasi beberapa wilayah yang
masih kesulitan untuk di jangkau
Manajemen sumber daya manusia erat kaitannya dengan pemberdayaan
masyarakat. Dimana pemerintahan pada hari ini di tuntut untuk menerapkan
good governance dengan melibatkan masyarakat di dalam perumusan kebijakan
publik.
Dalam pengurangan resiko bencana kebakaran lahan perkebunan di
Kabupaten Pinrang masyarakat mengharapkan adanya teknologi seperti alat
pendeteksi kebakaran yang banyak di pakai di daerah lain. Dengan demikian
dapat mengantisipasi kebakaran lahan perkebunan yang marak terjadi di
Kabupaten Pinrang. Mayarakat menyampaikan bahwa:
“Pemerintah Kabupaten Pinrang masih sangat minim teknologi seperti alat
pendeteksi titik api, alat seperti itu sudah di gunakan di Kalimantan. Di
Pinrang juga seharusnya ada alat yang demikian sehingga memudahkan
pemerintah dalam mendeteksi titik api. Selanjutnya yang terpenting
adalah membekali masyarakat dengan pengetahuan dampak dari bencana
kebakaran sehingga masyarakat lebih berhati-hati.” (Wawancara dengan
HS tanggal 12/06/2020)
Hasil wawancara dapat dilihat, adanya tuntutan dari masyarakat agar
pemerintah segera melengkapi sarana dan prasarana dalam upaya
penanggulangan bencana kebakaran lahan di Kabupaten Pinrang sehingga resiko
dari bencana kebakaran dapat di minimalisir.
Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan terkait strategi pendukung
sumber daya dalam rangka pengurangan resiko bencana kebakaran lahan
perkebunan di Kabupaten Pinrang, BPBD telah melakukan strategi seperti
pelatihan dan bimtek dalam meningkatkan kemampuan aparatur pemadam
51
kebakaran, menyediakan armada mobil pemadam kebakaran yang selalu siap
ketika di butuhkan, serta memberikan pelatihan kepada masyarakat sehingga
mampu mengantisipasi dan waspada bila terjadi kebakaran lahan yang bisa saja
menimbulkan resiko berbahaya.
C. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Strategi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pinrang Dalam
Pengurangan Resiko Bencana Kebakaran Lahan Di Kecamatan
Patampanua.
1. Faktor Pendukung
Pada bagian ini penulis akan membahas faktor yang mendukung strategi
badan penanggulangan bencana daerah Kabupaten Pinrang dalam rangka
mengurangi dampak resiko bencana kebakaran lahan perkebunan. Ada dua sub
indikator yang menjadi perhatian yaitu penggalangan sumber daya manusia dan
sistem informasi kebakaran.
a. Penggalangan Sumber Daya Manusia
Kebakaran lahan merupakan sebuah bentuk ancaman yang jika di biarkan
akan merusak ekosistem hutan dan kerugian bagi masyarakat sendiri. Pada
proses pengurangan resiko bencana kebakaran lahan perkebunan bukan hanya
pemerintah yang mempunyai kepentingan di dalamnya namun kelompok
masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam rangka menjaga kelangsungan lahan.
Pengendalian resiko bencana kebakaran lahan perkebunan di Kabupaten
Pinrang cukup terkendali akibat banyaknya kelompok masyarakat dan instansi
terkait yang saling bahu membahu dalam menjaga keberlangsungan ekosistem
52
hutan serta memberi gagasan kepada pemerintah terkait langkah dalam proses
pencegahan kebakaran. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Kepala seksi
kedaruratan dan logistik BPBD bahwa:
“Semakin hari semakin banyak kelompok dari masyarakat baik itu
organisasi kemasayarakatan, organisasi pemuda yang turut membantu
kami dalam pencegahan kebakaran hutan. Mulai dari pemberian
gagasan kepada kami sampai bentuk kegiatan langsung yang dilakukan
dilapangan. Dengan demikian langkah untuk mencegah terjadinya
kebakaran lahan dan hutan akan semakin terkendali.” (Wawancara
dengan JB tanggal 08/06/2020)
Berdasarkan Hasil wawancara dapat dilihat bahwa kelompok organisasi
yang berada dalam masyarakat turut membantu pemerintah dalam rangka
penanggulangan bencana kebakaran lahan perkebunan, melalui masukan serta
gagasan kepada pemerintah atau terjun langsung di lapangan.
Kebakaran lahan perkebunan sangat rawan terjadi pada saat musim
kemarau melanda, luasnya suatu wilayah tentu menjadi sebuah problematika
tersendiri bagi pemerintah untuk mencegah kebakaran lahan perkebunan.
Sehingga sangat membutuhkan sumber daya manusia yang mempuni dalam
mendukung strategi pengurangan resiko bencana kebakaran lahan perkebunan.
Selain memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentu melibatkan
masyarakat dalam rangka mencegah kebakaran lahan perkebunan di Kabupaten
Pinrang merupakan sebuah langkah nyata agar bencana kebakaran yang sering
terjadi dapat berkurang. Sehingga pemerintah senantiasa mendukung elemen-
elemen masyarakat yang mempunyai inisiatif dalam mendukung program
pemerintah terkait pengendalian bencana kabakaran lahan perkebunan. Petugas
Damkar mengatakan bahwa:
53
“Pencegahan kebakaran lahan bukan hanya menjadi tugas dari BPBD
Damkar, kehutanan tapi semua elemen masyarakat harus terlibat. Untuk
mendukung itu tentu tidak cukup hanya dengan sosialisasi tapi perlu
untuk mengajak masyarakat untuk ikut bersama mencegah kebakaran.
Banyak masyarakat yang sudah semakin sadar akan bahaya dari
kebakaran sehingga mengambil inisiatif guna melakukan pencegahan.
Sebagai pemerintah tentu kita harus mensuport masyarakat baik dari segi
bantuan fasilitas ataupun dana yang diperlukan.” (Wawancara dengan
AR tanggal 08/06/2020)
Wawancara di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa masyarakat
Kabupaten Pinrang pada hari ini sudah ikut terlibat dalam rangka pencegahan
kebakaran lahan perkebunan. Inisiatif masyarakat dalam rangka pencegahan
tersebut harus senantiasa mendapat dukungan dari pemerintah selaku pemangku
kebijakan.
Kebakaran lahan perkebunan selain berpotensi menimbulkan korban jiwa
juga dapat memberi pengaruh yang signifikan bagi kesehatan udara bagi
masyarakat, terlebih kerugian yang ditimbulkan. Persoalan tersebut membuat
masyarakat sadar akan bahayanya kebakaran lahan sehingga turut ambil andil
dalam proses pengurangan resiko akibat kebakaran lahan.
Masyarakat Kabupaten Pinrang melalui organisasi relawan bencana
ataupun kemasyarakatan mencoba mendukung dan membantu pemerintah
daerah dalam rangka pengurangan resiko bencana kebakaran lahan perkebunan.
Keterlibatan masyarakat atas dasar prihatin akibat dampak yang ditimbulkan
oleh kebakaran lahan perkebunan. Masyarakat pun mengatakan bahwa:
“Pada saat musim kemarau Kecamatan Patampanua menjadi salah satu
daerah yang rawan terjadi kebakaran lahan. Atas dasar hal itu kami
selaku masyarakat turut berpartisipasi dalam menjaga agar tidak terjadi
kebakaran. Karena sangat banyak kerugian yang ditimbulkan mulai
kerugian ekonomi sampai materi. Untuk itu terlibat langsung dalam
54
pengendalian kebakaran lahan sudah barang tentu menjadi kewajiban
kami selaku masyarakat.” (Wawancara dengan MF tanggal 12/06/2020)
Hasil wawancara dapat dilihat bahwa masyarakat sudah semakin peka
terhadap potensi bahaya yang sewaktu-waktu dapat merugikan mereka.
Keterlibatan masyarakat dalam rangka pengurangan resiko bencana kebakaran
lahan perkebunan merupakan wujud kepedulian masyarakat terhadap daerah
mereka.
b. Sistem Informasi Kebakaran
Di era teknologi seperti sekarang ini banyak penemuan-penemuan yang
memudahkan pemerintah dalam mendukung kegiatan pelayanan publik. Begitu
juga dalam pengendalian bencana kebakaran, penggunaan teknologi sangat
mendukung proses guna mencegah dan meminimalisir resiko yang dapat
ditimbulkan.
Sistem informasi kebakaran di Kabupaten Pinrang lebih kepada
mengontrol kondisi iklim pada saat musim kemarau sehingga dapat
memberitahukan kepada masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan
pembakaran untuk menghindari resiko bencana kebakaran lahan. Kepala polisi
pamongpraja dan damkar mengataka bahwa:
“Kalau untuk Kabupaten Pinrang kita mempunyai alat untuk mengukur
iklim sehingga kita dapat melakukan pemantauan terhadap daerah-
daerah yang rawan terjadi kebakaran pada saat musim kemarau. Pihak
kami langsung melakukan pemetaan dan menghimbau kepada
masyarakat agar menghindari kegiatan pembakaran dan segera
melaporkan kepada pemerintah setempat atau langsung menelpon
nomor darurat yang telah kami sediakan apabila melihat titik api.”
(Wawancara dengan MM tanggal 08/06/2020)
55
Berdasarkan Hasil wawancara dapat dilihat sebagai salah satu upaya yang
dilakukan untuk mengurangi resiko bencana kebakaran lahan perkebunan
dengan penggunaan teknologi untuk mengukur tingkat kekeringan di suatu
wilayah.
Sistem informasi yang cepat dan akurat sangat menunjang dalam proses
pengendalian bencana kebakaran. Dengan ketersediaan alat-alat yang
dibutuhkan para stakeholder yang mempunyai kepentingan dalam pengendalian
bencana kebakaran lahan perkebunan dapat dengan mudah meminimalisir resiko
bencana kebakaran lahan.
Pemerintah Kabupaten Pinrang melalui BPBD dalam rangka pengurangan
resiko bencana kebakaran lahan perkebunan senantiasa membangun komunikasi
dengan pemerintah provinsi atau pemerintah pusat jika di wilayah Kabupaten
Pinrang terdapat titik panas yang terpanatau melalui satelit agar para pemangku
kepentingan segera bergerak dalam meminimalisir resiko. Sekertaris camat
mengemukakan bahwa:
“Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam rangka pengurangan
resiko bencana kebakaran lahan, jika terdapat informasi bahwa di
wilayah Kabupaten Pinrang terdapat titik panas yang bisa saja memicu
kebakaran maka semua intansi yang terlibat segera memberikan
peringatan dini kepada masyarakat dan turun langsung melakukan
pengecekan wilayah tersebut. Dengan adanya informasi seperti itu tentu
sangat memabntu kami dalam rangka meminimalisir dampak dari
kebakaran lahan.” (Wawancara dengan KP tanggal 10/06/2020)
Hasil wawancara dapat dilihat dengan adanya informasi titik panas yang
dapat memicu kebakaran lahan membantu pemerintah Kabupaten Pinrang untuk
memberikan peringatan dini kepada masyarakat serta langsung meninjau lokasi
yang rawan tersebut untuk menghindari kebakaran.
56
Penggunaan teknologi berbasis informasi dalam pencegahan kebakaran di
Indonesia perlu di tingkatkan agar mencakup semua daerah, terlebih pada saat
memasuki musim kemarau. Sistem informasi berbasis teknologi tentu lebih
memudahkan para pemangku kebijakan untuk mengambil langkah dan strategi
guna mencegah terjadinya kebakaran lahan.
Teknologi merupakan sarana dan prasarana pendukung untuk mencegah
terjadinya kebakaran. Kabupaten Pinrang salah satu daerah di provinsi Sulawesi
Selatan yang sangat membutuhkan sebuah akses informasi terkait kebakaran
karena menjadi wilayah yang sangat rawan terjadi kebakaran lahan perkebunan.
Hal tersebut disampaikan juga oleh Petugas Damkar berikut:
“Kehadiran teknologi tentu memudahkan kami untuk mendeteksi daerah-
daerah yang rawan terjadi kebakaran. Selain alat pemadam kebakaran,
mobil pemadam saya fikir memang pemerintah Kabupaten Pinrang perlu
menghadirkan alat-alat teknologi yang dapat mendeteksi titik panas pada
saat musim kemarau yang berpotensi memicu kebakaran. (Wawancara
dengan AR tanggal 08/06/2020)
Hasil wawancara dapat dilihat bahwa pengurangan resiko bencana
kebakaran lahan sangat didukung dengan ketersediaan teknologi informasi. Hal
tersebut sangat membantu pemerintah dalam melakukan pencegahan bencana
kebakaran kebakaran lahan.
Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan terkait faktor pendukung
terkait strategi badan penanggulangan bencana daerah Kabupaten Pinrang dalam
rangka mengurangi resiko dari bencana kebakran lahan perkebunan terdapat dua
faktor yaitu pertama penggalangan sumber daya manusia dimana elemen
masyarakat di Kabupaten Pinrang bersatu padu dalam membantu pemerintah
guna mengurangi resiko bencana kebakaran lahan perkebunan. Kedua melalui
57
sistem informasi kebakaran dimana pemerintah daerah menggunakan perangkat
teknologi untuk menentukan daerah yang rawan terjadi kebakaran pada saat
memasuki musim kemarau.
2. Faktor Penghambat
Dari hasil penelitian penulis dilapangan masih ada bentuk kegiatan yang
menghambat strategi BPBD Kabupaten Pinrang dalam pengendalian bencana
kebakaran lahan di Kabupaten Pinrang yaitu:
a. Kondisi Iklim
Iklim merupakan kondisi cuaca pada suatu wilayah dimana pada saat
musim kemarau intensitas hujan yang rendah membuat beberapa daerah
mengalami tingkat kepanasan yang cukup tinggi. Hal tersebutlah yang kemudian
dapat memicu terjadinya kebakaran lahan dan hutan.
Pada saat musim kemarau Kabupaten Pinrang merupakan daerah yang
sangat panas, hal tersebut di pengaruhi oleh iklim dan di perburuk dengan
kondisi lahan yang rusak serta kering sehingga dapat memicu kebakaran lahan.
Hal tersebut juga dikemukakan oleh Kepala seksi kedaruratan dan logistik
BPBD bahwa:
“Kabupaten Pinrang merupakan daerah pada saat musim kemarau
sangat panas. Belum lagi kita di selimuti hutan dan lahan-lahan kosong
yang dapat memicu terjadinya kebakaran. Kondisi inilah yang
kemudian harus selalu diwaspadai untuk mengurangi resiko bencana
kebakaran lahan.” (Wawancara dengan JB tanggal 08/06/2020)
Hasil wawancara dapat dilihat bahwa Kabupaten Pinrang yang di dominasi
oleh lahan perkebunan akan sangat rawan terjadi kebakaran pada saat musim
58
kemarau. Kondisi iklim inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor
terjadinya kebakaran lahan.
Cuaca atau iklim merupakan faktor yang sangat menentukan kadar air
bahan bakar, terutama peran dari hujan. Pada musim kering kelembaban udara
sangat menentukan kadar air yang dapat dijadikan indkator bahaya kebakaran.
Dalam hal ini, kadar air lebih besar atau sama dengan 30% dari bahan bakar
dianggap aman terhadap bahaya kebakaran, tetapi menurunnya persentase kadar
air akan meningkatkan potensi kebakaran.
Pada dasarnya Kabupaten Pinrang merupakan wilayah yang memiliki
curah hujan yang cukup tinggi dengan curah hujan rata-rata mencapai 174,93
mm/bln. Namun pengaruh musim yang berubah-ubah termasuk pada saat musim
kemarau yang cukup panjang membuat beberapa wilayah menjadi kekeringan
dan terjadi penurunan debit air. Kepala seksi pencengahan dan kesiapsiagaan
juga menyampaikan bahwa:
“Pada dasarnya di Pinrang ini merupakan kawasan yang memiliki curah
hujan cukup tinggi, namun sama seperti yang dirasakan didaerah lain
ketika kemarau terjadi cuaca menjadi sangat panas dan terik itu yang
kemudian membuat beberapa tempat menjadi kekeringan dan lahan
sangat mudah terbakar apalagi jika dipicu dengan pembakaran lahan.
Sehingga pada saat musim kemarau terjadi pemerintah benar-benar siaga
menjaga titik lokasi yang rawan terjadi kebakaran.” (Wawancara dengan
MY tanggal 08/06/2020)
Hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa terjadinya cuaca ekstrim pada
saat musim kemarau merupakan salah satu sebab mudah terjadinya kebakaran
akibat di beberapa wilayah terjadi kekeringan hebat.
Musim kemarau yang panjang menyebabkan berkurangnya kelembaban
vegetasi, sehingga pemasukan panas yang rendah pun dapat menyebabkan
59
kebakaran yang hebat. Dalam hal ini, kadar air lebih besar atau sama dengan
30% dari bahan bakar dianggap aman terhadap bahaya kebakaran, namun seiring
menurunnya presentase kadar air, bahaya kebakaran akan semakin meningkat.
Tingginya suhu panas pada saat musim kemarau membuat beberapa lahan
perkebunan menjadi kering sehingga pasokan airpun berkurang. Pada saat itulah
rawan terjadi kebakaran walau hanya terkena percikan api, sehingga perlu
kewaspadaan saat memasuki musim kemarau. Masyarakat juga mengatakan
bahwa:
“Kebakaran hebat bisa terjadi dan berdampak luas pada saat musim
kemarau karena beberapa tumbuhan menjadi kering termasuk ranting-
ranting pohon dan jika ini tersulut api sedikit saja akan menyebabkan
kebakaran hebat. Perlu kewaspadaan saat memasuki musim kemarau dan
pemerintah tentu harus menyiapkan langkah-langkah tertentu sehingga
dapat mengurangi resiko kebakaran di beberapa wilayah yang ada di
Kabupaten Pinrang.” (Wawancara dengan HS tanggal 12/06/2020)
Hasil wawancara dapat dilihat bahwa pengaruh iklim berdampak kepada
kebakaran karena dapat membuat tumbuhan menjadi kering dengan demikian
tanaman yang kering tersebut menjadi bahan bakar yang bila terbakar sulit untuk
dikendalikan.
b. Perilaku Manusia
Penyebab kebakaran lahan perkebunan berhubungan langsung dengan
perilaku manusia yang menginginkan percepatan penyiapan lahan (land
clearing) untuk persiapan penanaman komoditas perkebunan. Para pihak yang
berkepentingan ingin segera menyiapkan lahan dengan biaya yang serendah-
rendahnya dan sekaligus mengharapkan kenaikan tingkat kemasaman (pH)
tanah.
60
Banyaknya orang yang memanfaatkan musim kemarau untuk membuka
lahan perkebunan atau membuat jalan menuju lahan menjadi salah satu
penyebab tingginya tingkat kebakaran di Kabupaten Pinrang. Sementara
masyarakat tidak memikirkan resiko dan dampak yang terjadi apabila lahan yang
dibakar tersebut menjadi meluas. Kepala satuan polisi pamongpraja dan damkar
mengemukakan bahwa:
“Salah satu penyebab kebakaran lahan adalah faktor manusia itu
sendiri. masih banyak masyarakat kita memanfaatkan musim kemarau
untuk membuka lahan seperti perkebunan. Walau kebanyakan dari
mereka sudah mengantisipasi dengan mematikan api namun tetap
tidak mampu karena masih ada titik api yang menyala kemudian itu
yang membesar dan membuat kebakaran. Tidak mungkin pelaku
pembakaran menunggu 24 jam disana. Pada dasarnya pihak kami tetap
intens memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk
tidak lagi menggunakan cara pembakaran untuk membuka lahan
terlebih pada saat musim kemarau.” (Wawancara dengan MM tanggal
08/06/2020)
Berdasarkan Hasil wawancara dapat dilihat bahwa terjadinya kebakaran
lahan perkebunan karena masyarakat masih menggunakan metode lama dalam
membuka atau membersihkan lahan miliknya dengan melakukan pembakaran.
Dengan kondisi seperti itu dapat menyebabkan keteledoran yang membuat
bencana kebakaran lahan terjadi.
Masyarakat dan beberapa bidang industri seringkali menggunakan api
untuk membuka lahan baru, baik untuk pertanian maupun perkebunan.
Membutuhkan biaya yang tinggi dalam persiapan lahan. Akhirnya metode
pembakaran lahan dilakukan karena murah dari segi biaya dan efektif dari segi
waktu, serta hasil yang dicapai cukup memuaskan untuk pertanian.
61
Pemberian edukasi serta sanksi kepada masyarakat atau pelaku industry
yang melakukan pembakaran untuk kegiatan pertanian merupakan langkah
kongkrit yang diambil oleh pemerintah Kabupaten Pinrang untuk mengurangi
resiko terjadinya kebakaran lahan. Kepala seksi kedaruratan dan logistik BPBD
juga menyampaikan bahwa:
“Pembukaan lahan dengan cara membakar merupakan langkah taktis yang
diambil oknum masyarakat dan para pelaku industry guna dimanfaatkan
dalam bidang pertanian. Cara tersebut dianggap lebih mudah dan tidak
memakan biaya dibanding dengan metode yang lain. Namun, secara tidak
sadar dengan cara tersebut bisa menimbulkan kerugian yang cukup besar
dengan terjadinya kebakaran. Sehingga pemberian edukasi bagi
masyarakat sangatlah penting dan juga sanksi bagi oknum yang tetap
melakukan cara tersebut.” (Wawancara dengan JB tanggal 08/06/2020)
Hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa dengan cara mengedukasi
masyarakat diharapkan kegiatan pembakaran lahan untuk kegiatan perkebunan
merupakan cara agar mengurangi resiko bencana kebakaran lahan. Selain itu
penerapan sanksi juga sangat penting bagi siapa saja yang melakukan
pelanggaran tersebut.
Penyebab kebakaran lahan perkebunan, akibat ketidaksengajaan karena
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya api. Prilaku masyarakat yang
belum mengindahkan resiko terjadinya kebakaran menjadi salah satu penyebab
terjadinya kebakaran itu sendiri.
Kebiasaan masyarakat utamanya bagi yang merokok di lahan kering
menjadi salah satu faktor penyebab kebakaran. Masyarakat menganggap bahwa
mana mungkin rokok bisa menjadi pemicu kebakaran sehingga pengetahuan
masyarakat terkait hal tersebut perlu lebih di tingkatkan. Hal tersebut juga di
katakan oleh petugas damkar bahwa:
62
“Selain pelaku pembakaran lahan untuk kegiatan pertanian saya lebih
condong kepada perilaku masyarakat yang lain seperti merokok saat
masuk hutan, atau membuang sampah berbentuk botol kaca di hutan dan
lahan kering. Jika pada saat musim hujan kebakaran tentu sangat mudah
di minimalisir namun jika hal tersebut terjadi di musim kemarau akan
membuat resiko yang cukup besar. (Wawancara dengan AR tanggal
08/06/2020)
Hasil wawancara dapat di lihat salah satu penyebab kebakaran adanya
kebiasaan masyarakat yang merokok dan membuang sampah berbentuk kaca di
lahan kering. Kegiatan tersebut dapat memicu kebakaran pada saat musim
kemarau. Sehingga sangat penting penanaman pengetahuan bagi masyarakat.
Sebagai hasil observasi dilapangan yang merupakan faktor penghambat
terkait strategi badan penanggulangan bencana daerah Kabupaten Pinrang dalam
rangka mengurangi resiko dari bencana kebakran lahan terdapat dua faktor yaitu
pertama kondisi iklim, dimana suhu ekstrim atau sangat panas pada musim
kemarau membuat resiko kebakaran akan semakin tinggi karena membuat
beberapa lahan menjadi kering dan kekurangan pemasokan air sehingga apabila
tersulut percikan api dapat membuat kebakaran yang besar. Selanjutnya perilaku
manusia dimana masih banyak oknum masyarakat dan pelaku industry membuka
lahan dengan cara pembakaran lahan tersebut yang dapat meluas dan membuat
kebakaran hebat di beberapa wialayah Kabupaten Pinrang.
63
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Sebagai bagian dari hasil penelitian terkait pengurangan resiko bencana
kebakaran lahan oleh BPBD Kabupaten Pinrang maka penulis menjabarkan
simpulan sebagai berikut:
1. Strategi organisasi dalam rangka pengurangan resiko bencana kebakaran
lahan di Kabupaten Pinrang mempunyai prinsip yang berbeda-beda
tergantung otoritas lembaga pemerintahan yang terlibat dalam penanganan
bencana kebakaran lahan. Strategi program dalam rangka pengurangan
resiko bencana kebakaran lahan BPBD Kabupaten Pinrang yang menjadi
penanggung jawab dalam masalah tersebut telah membentuk program
berdasarkan strategi-strategi dengan melibatkan beberapa stakeholder serta
memperhatikan tiga aspek yaitu preventif, mitigasi dan kesiapsiagaan.
Strategi pendukung sumber daya dalam rangka pengurangan resiko bencana
kebakaran lahan di Kabupaten Pinrang, BPBD telah melakukan strategi
seperti pelatihan dan bimtek dalam meningkatkan kemampuan aparatur
pemadam kebakaran, menyediakan armada mobil pemadam kebakaran yang
selalu siap ketika di butuhkan, serta memberikan pelatihan kepada
masyarakat sehingga mampu mengantisipasi dan waspada bila terjadi
kebakaran lahan yang bisa saja menimbulkan resiko berbahaya.
2. Faktor Pendukung terdapat dua faktor yaitu pertama penggalangan sumber
daya manusia dimana elemen masyarakat di Kabupaten Pinrang bersatu
63
64
padu dalam membantu pemerintah guna mengurangi resiko bencana
kebakaran lahan. Kedua melalui sistem informasi kebakaran dimana
pemerintah daerah menggunakan perangkat teknologi untuk menentukan
daerah yang rawan terjadi kebakaran pada saat memasuki musim kemarau.
Faktor Penghambat dalam rangka mengurangi resiko dari bencana kebakran
lahan terdapat dua faktor yaitu pertama kondisi iklim, dimana suhu ekstrim
atau sangat panas pada musim kemarau membuat resiko kebakaran akan
semakin tinggi karena membuat beberapa lahan menjadi kering dan
kekurangan pemasokan air sehingga apabila tersulut percikan api dapat
membuat kebakaran yang besar. Selanjutnya perilaku manusia dimana
masih banyak oknum masyarakat dan pelaku industry membuka lahan
dengan cara pembakaran lahan tersebut yang dapat meluas dan membuat
kebakaran hebat di beberapa wialayah Kabupaten Pinrang.
B. Saran
Adapaun saran penulis terkait pengurangan resiko bencana kebakaran
lahan di Kabupaten Pinrang adalah sebagai berikut:
1. Untuk pihak pemerintah Kabupaten Pinrang yakni pada instansi yang
berwenang khususnya BPBD dan Satuan Polisi Pamong Praja
diperlukannya koordinasi dan tindakan yang nyata serta kongkrit antara
organisasi-organisasi yang bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan
dan atau lahan mulai dari tingkat Provinsi hingga Kelurahan / Desa.
2. Mensosialisaikan Peraturan Daerah Kabupaten Pinrang No. 8 Tahun 2013
Tentang Pencegahan dan Penanggulangan bahaya Kebakaran Hutan dan
65
Lahan, serta juga dalam hal ini masyarakat yang membakar hutan dan atau
lahan dapat ditindak secara tegas.
3. Untuk masyarakat Kabupaten Pinrang terkhusus Kecamatan Patampanua
yang ingin membuka lahan untuk perkebunan dan pertanian janganlah
membuka dengan cara membakar lahan, karna hal ini dapat menimbulkan
kerugian yang sangat besar dibidang sosial, ekonomi, dan kesehatan karena
hal tersebut juga melanggar aturan yang berlaku.
66
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, T. Hani. 2006. Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: Bpefe.
Herlambang, PS. 2018. Strategi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam
Mitigasi Bencana Kekeringan Di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017.
Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang.
Junaidy, dkk. 2019. Mitigasi Bencana Kebakaran Lahan Gambut Dengan
Menggunakan Metode Alat Penggali Air Insitu Dan Peran Serta
Masyarakat di Desa Rimbo panjang Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
Jurnal pemerintahan.
Kurniawan, dkk. 2012. Indeks Rawan Bencana Indonesia. Jakarta: Bnpb.
Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Nurjanah,dkk. 2012. Manajemen Bencana. Bandung. Alfabeta.
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Lkis
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Pinrang Nomor 2 Tahun 2010 tentang
Manajemen Pengelolaan Bencana Kabupaten Pinrang.
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten pinrang No.8 Tahun 2013 tentang
Pencengahan dan Penanggulangan bahaya kenakaran hutan da lahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Mitigasi Bencana
Permendagri Nomor 16 Tahun 2019 tentang Standar Kualifikasi Aparatur
Pemadam Kebakaran di Daerah
Ramli, Soehatman. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire
Management). Jakarta: Dian Rakyat.
Rahmat, KH. 2020. Strategi Komando Resor Militer 043Garuda Hitam Dalam
Penanggulangan Bencana Alam di Provinsi Lampung. Jurnal Program Studi
Magister Manajemen
Sudibyakto. 2011. Manajemen Bencana di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
66
67
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung.
Afabeta.
Setiawan, A. 2016. Strategi Pengelolaan Banjir di Kabupaten Nganjuk. Skripsi
Jurusan Ilmu Pemerintah Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Malang.
Setiawan, R. 2019. Colaborative Badan Penanggulangan Becana Daerah Kota
Dumai Dalam Menanggulangi Kebakaran Lahan di Kota Dumai. Jurnal
Kajian Pemerintahan, Politik dan Birokrasi.
Salusu, J. 2006. Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Non Profit. Jakarta: Grasindo.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Bencana.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Bencana.
Wibowo, AM.2018. Strategi Peningkatan Kerja Badan Penanggulangan Bencana
Daerah(BPBD) Kabupaten Pacitan Dalam Penanggulangan Bencana. Tesis
Wijayanto, Koko. 2012. Recognize : Pencegahan dan Manajemen Bencana.
Jurnal Pemerintahan
68
L
A
M
P
I
R
A
N
69
Nomor : 617/FSP/A.1-VIII/V/41/2020
Lamp. : 1 (satu) Lampiran
H a l : Pengantar Penelitian
Kepada Yth.
Bapak Rektor, Cq. Lembaga Penelitian
dan Pengabdian pada Masyarakat
(LP3M) Unismuh Di –
Makassar
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan rencana penelitian mahasiswa untuk melengkapi data dalam
rangka Penulisan Skripsi, maka diharapkan kepada Bapak/Ibu kiranya dapat
memberikan Pengantar Penelitian kepada :
Nama Mahasiswa : Dwi
Harvikayana S t a m b u k 105641112616
J u r u s a n : Ilmu Pemerintahan Lokasi Penelitian : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Pinrang. Judul Skripsi :Strategi Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Dalam
Pengurangan Resiko Bencana Kebakaran Lahan di Kecamatan
Patampanua Kabupaten Pinrang
Daerah Penelitian : Kabupaten Pinrang.
Demikian Pengantar Penelitian ini disampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya yang
baik, diucapkan banyak terima kasih.
Jazakumullahu
Khaeran Katziraa.
Wassalamu Alaikum
Wr. Wb.
Makassar, 3 Mei 2020
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Jalan Sultan Alauddin No. 259 (Gedung Al-Iqra Lt.5) Makassar 90221
Telp. (0411) – 866972, Faks. (0411) – 865588
70
71
72
Simulasi pencegahan kebakaran
73
Sosialisasi Pencegahan Resiko bencana kebakaran lahan
74
Dokumentasi Bersama Jabir, SE Dengan Jabatan Seksi Kedaruratan dan
Logistik BPBD
Dokumentasi Bersama H.Mahyuddin,S.Sos Dengan Jabatan Sebagai Seksi
Pencengahan dan Kesiapsiagaan BPBD dan Bersama Andi
NasrulmS.ip Dengan Jabatan Sebagai Sekertariat BPBD
75
Dokumentasi Bersama Petugas Damkar Atas Nama Arief
Dokumentasi Bersama Muhadir Muddin, S.Stp, Mh Kepala Satu Polisi
Pamong Praja dan Damkar
76
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DWI HARVIKAYANA, dilahirkan di Kabupaten
Pinrang tepatnya di Kelurahan Marawi Kecamatan
Tiroang pada hari Jumat 06 Februari 1998. Anak
kedua dari tiga bersaudara pasangan Kisman dan
Hapida, Penulis menyelesaikan pendidikan di SD
255 Pinrang Kelurahan Marawi Kecamatan
Tiroang pada tahun 2010. Pada tahun itu juga penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya di SMP Negeri 9 Pinrang Kelurahan
Tiroang Kecamatan Tiroang Kabupaten Pinrang dan tamat pada tahun
2013 kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 6
Pinrang pada tahun 2013 dan selesai pada tahun 2016. Pada tahun 2016
kemudian peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya yaitu di
Perguruan Tinggi Universitas Muhammadiyah Makassar (UNISMUH)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Pemerintahan. Pada
tahun 2020 ini akan mengantarkan penulis meraih gelar Sarjana Strata
Satu (S1) dalam karya ilmiah dengan judul “Strategi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Pengurangan Resiko
Bencana Kebakaran Lahan di Kecamatan Patampanua Kabupaten
Pinrang”.
77