Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
STUDI PERUBAHAN BENTUK DASAR SALURAN TANAH AKIBAT BANGUNAN KRIB BENTUK T TIPE PERMEABEL
(STUDI EXPERIMENTAL)
Oleh :
M. JIHAD DWIYANTO MUH. NUR LIL ALAM 105 81 2450 15 105 81 2345 15
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2019-2020
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga dapat menyusun hasil penelitian
sebagai tugas akhir ini, dan dapat kami selesaikan dengan baik.
Hasil Penelitian ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik
yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan program studi pada
Jurusan Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Makassar. Adapun judul tugas akhir kami adalah “Studi Perubahan Bentuk
Dasar Saluran Tanah Akibat Bangunan Krib Bentuk T Tipe Permeabel”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan hasil
penelitian ini masih terdapat kekurangan – kekurangan, hal ini disebabkan
karena penulis sebagai manusia biasa tidak lepas dari kesalahan dan
kukurangan baik itu ditinjau dari segi teknis penulisan maupun dari
perhitungan – perhitungan. Oleh karena itu, penulis menerima dengan
sangat ikhlas dengan senang hati segala koreksi serta perbaikan guna
penyempurnaan tulisan ini agar kelak dapat bermanfaat.
Hasil penelitian ini sebagai tugas akhir dapat terwujut berkat adanya
bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
v
dengan segala ketulusan dan kerendahan hari, kami mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada:
1. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar – besarnya atas segala limpahan kasih sayang, do’a serta
pengorbanannya terutama dalam bentuk materi untuk menyelesaikan
kuliah kami.
2. Bapak Ir. Hamzah Ali Imran, S.T.,M.T.,IPM sebagai Dekan Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak A. Makbul Syamsul, S.T.,M.T.,IPM sebagai Ketua Prodi T.
Pengairan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak Dr. Eng. Ir. H. Farouk Maricar, M.T selaku Pembimbing I dan
Bapak Amrullah Mansida, S.T.,M.T.,IPM selaku Pembimbing II, yang
banyak meluangkan waktu dalam membimbing kami.
5. Bapak dan Ibu dosen serta para staf pegawai di Fakultas Teknik atas
segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama
mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah
Makassar.
6. Saudara – saudaraku serta rekan – rekan mahasiswa Fakultas Teknik
terkhusus angkatan REAKSI 2015 yang dengan persaudaraannya
banyak membantu dalam menyelesaikan proposal tugas akhir ini.
vi
Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang berlipat
ganda di sisi Allah SWT dan proposal tugas akhir yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi penulis, rekan – rekan, masyarakat serta bangsa dan
Negara. Amin.
“Billahi Fii Sabill Haq Fastabiqul Khaerat”.
Makassar, .....................2019
Penulis
vii
STUDI PERUBAHAN BENTUK DASAR SALURAN TANAH AKIBAT BANGUNAN KRIB BENTUK T TIPE PERMEABEL (STUDI
EXPERIMENTAL)
M. Jihad Dwiyanto(1) dan Muh. Nur Lil Alam(2)
1) Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar, [email protected]
2) Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar, [email protected]
Abstrak
Studi perubahan bentuk dasar saluran tanah akibat bangunan krib bentuk T tipe Permeabel di bimbing oleh Farouk Maricar dan Amrullah Mansida. Sedimentasi terjadi akibat adanya perubahan kecepatan terutama perubahan kecepatan yang terjadi diantara dua bangunan krib dimana terjadi penurunan kecepatan dan adanya pusaran air akibat perubahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik aliran yang terjadi di daerah krib bentuk T tipe permeabel dan menganalisis pengaruh variasi jarak dan kerapatan pada formasi pilar krib bentuk T tipe permeabel terhadap perubahan bentuk dasar saluran. Penelitian ini dilakukan dengan 3 variasi jarak yaitu jarak 0,3 m, 0,5 m dan 0,75 m dan dengan 3 variasi kerapatan yaitu kerapatan 0,005 m, 0,01 m dan 0,015 m. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik aliran yang terjadi berdasarkan bilangan Froude adalah dominan super kritis pada Q1, Q2 dan Q3, namun pada Q3 jarak 0,30 m kondisi alirannya adalah sub-kritis. Sedangkan kondisi aliran berdasarkan bilangan Reynold adalah turbulen baik pada Q1, Q2 maupun Q3 dan bila jarak relatif rapat maka pola gerusan cenderung pada ujung krib sebaliknya jika jarak relatif renggang maka pola gerusannya menjadi divergen atau menyebar. Selanjutnya untuk kerapatan semakin rapat kaki-kaki krib maka down flow menjadi kuat sebaliknya jika kerapatan kaki-kaki krib renggang maka down flow menjadi berkurang. Dengan volume gerusan debit 1 (Vg, Q1) sebesar 0,0089 m3, volume gerusan debit 2 (Vg, Q2) sebesar 0,0153 m3, dan volume gerusan debit 3 (Vg, Q3) sebesar 0,0225 m3.
kata kunci : sungai, permeabel, jenis aliran, krib bentuk T
Abstract
Study the basic shape changes due to land lines T-type shape crib building Permeable guided by Farouk Maricar and Amrullah Mansida. Sedimentasi occur due to changes in speed, especially a change of pace that took place between two buildings crib where a decline in the speed and the whirlpool as a result of these changes. This research aims toanalyze the flow characteristics that occur in the form of T-type permeable crib and analyze the effect of variations in the distance and the density the formation of T-type pillar shape permeable cribto change the basic shape of the channel. This research was conducted with 3 variations within the distance of 0.3 m, 0.5 m and 0.75 m and with three variations density that is a density of 0.005 m, 0.01 m and 0,015 m. The results showed thatflow characteristics that occur based on the Froude number is the dominant super critical in Q1, Q2 and Q3, but at a distance of 0.30 m Q3 flow condition is sub-critical. While the condition of streams based on the Reynolds number is turbulent both in Q1, Q2 and Q3, and when the relative distance meeting then scour patterns tend to be on the end of the crib otherwise if the relative distance tenuous then gerusannya pattern becomes divergent or spread. Furthermore, to the density the closer the legs of the crib then down flow becomes stronger conversely if the density of the legs crib tenuous then down flow is reduced. With the volume of discharge scouring 1 (Vg, Q1) of 0.0089 m3, volume flow scours 2 (Vg, Q2) of 0.0153 m3, and the volume of discharge scour 3 (Vg, Q3) of 0.0225 m3.
keywords : river, permeable, genres, crib form T
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ x
DAFTAR PERSAMAAN .................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ................................................................................ xviii
DAFTAR NOTASI SINGKATAN ..................................................... xx
BAB. I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 5
E. Batasan Masalah ..................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan ............................................................. 7
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 8
A. Sungai ..................................................................................... 8
a. Definisi Sungai ................................................................. 8
b. Morfologi Sungai .............................................................. 9
c. Bentuk-bentuk Sungai ...................................................... 10
B. Hidrolika Sungai ..................................................................... 11
ix
1. Sifat-sifat Aliran ............................................................... 12
2. Regime Aliran .................................................................. 18
3. Kecepatan Aliran .............................................................. 19
4. Debit Aliran ...................................................................... 20
C. Distribusi Ukuran Butir ........................................................... 23
D. Gerusan Sungai ....................................................................... 23
E. Bangunan Krib ........................................................................ 27
1. Definisi Krib ..................................................................... 27
2. Konstruksi Krib ................................................................ 30
3. Tipe-tipe Krib ................................................................... 33
4. Fungsi Krib ....................................................................... 35
5. Perencanaan Krib .............................................................. 36
6. Formasi Krib ..................................................................... 37
7. Dimensi Krib .................................................................... 38
F. Matriks Penelitian Terdahulu .................................................. 42
BAB. III METODE PENELITIAN .................................................... 47
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................. 47
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data ........................................... 47
C. Alat dan Bahan ........................................................................ 48
1. Alat ................................................................................... 48
2. Bahan ................................................................................ 48
D. Variabel Penelitian .................................................................. 49
x
E. Tahapan Penelitian .................................................................. 49
1. Persiapan .......................................................................... 49
2. Perancangan Alat Uji Skala Laboratorium ....................... 49
3. Pembuatan Alat Uji Skala Laboratorium .......................... 52
4. Pelaksanaan Percobaan Pendahuluan (running awal) ....... 52
5. Pengambilan Data ............................................................. 53
F. Bagan Alur Penelitian ............................................................. 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 58
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian .............................................. 58
B. Analisis Data ........................................................................... 59
C. Perhitungan Karakteristik Aliran ............................................ 59
1. Analisis Pengaruh Debit (Q) Terhadap Bilangan Froude (Fr) ....................................................................... 65
2. Analisis Pengaruh Jarak (L) Terhadap Bilangan Froude (Fr) ....................................................................... 66
3. Analisis Pengaruh Kerapatan Pilar (a) Terhadap Bilangan Froude (Fr) ....................................................................... 67
4. Analisis Pengaruh Debit (Q) Terhadap Bilangan Reynold (Re) ..................................................................... 69
5. Analisis Pengaruh Jarak (L) Terhadap Bilangan Reynold (Re) ..................................................................... 70
6. Analisis Pengaruh Kerapatan Pilar (a) Dengan Bilangan Reynold (Re) ..................................................................... 71
7. Analisis Pengaruh Debit (Q) Terhadap Volume Gerusan (Vg) .................................................................... 73
xi
8. Analisis Pengaruh Jarak (L) Terhadap Volume Gerusan (Vg) .................................................................... 74
9. Analisis Pengaruh Kecepatan (V) Terhadap Volume Gerusan (Vg) .................................................................... 75
10. Analisis Pengaruh Kerapatan Pilar (a) Terhadap Volume Gerusan (Vg) .................................................................... 76
11. Analisis Pengaruh Debit (Q) Terhadap Kecepatan Aliran (V) ......................................................................... 77
12. Analisis Pengaruh Jarak (L) Terhadap Kecepatan Aliran (V) ......................................................................... 78
13. Analisis Pengaruh Kerapatan Pilar (a) Terhadap Kecepatan Aliran (V) ........................................................ 79
14. Analisis Pengaruh Debit (Q) Terhadap Tinggi Muka Air (h) ..................................................................... 81
15. Analisis Pengaruh Jarak (L) Terhadap Tinggi Muka Air (h) ..................................................................... 82
16. Analisis Perhitungan Persentase Volume Gerusan ........... 84
17. Pembahasan Hasil Analisis .............................................. 85
D. Kontur Pola Gerusan pada Krib Bentuk T Tipe Permeabel ..... 89
1. Kontur Pola Gerusan pada Debit Pertama (Q1) ................ 89
2. Kesimpulan Pola Gerusan Pada Debit Pertama (Q1) ........ 99
3. Kontur Pola Gerusan pada Debit Kedua (Q2) ................... 100
4. Kesimpulan Pola Gerusan Pada Debit Pertama (Q2) ........ 110
5. Kontur Pola Gerusan pada Debit Ketiga (Q3) .................. 111
6. Kesimpulan Pola Gerusan Pada Debit Pertama (Q3) ........ 121
E. Pembahasan Pola Gerusan Pada Krib ..................................... 122
xii
BAB V PENUTUP ................................................................................ 128
A. Kesimpulan ............................................................................. 128
B. Saran ....................................................................................... 129
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 130
Lampiran 1. Data Debit dan Data Hasil Penelitian Running Kosong Tanpa Krib ........................................................ 134
Lampiran 2. Data Hasil Penelitian Running Dengan Krib Bentuk T Tipe Permeabel Pada Q1 ............................................. 135
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian Running Dengan Krib T Tipe Permeabel Pada Q2 ............................................. 136
Lampiran 4. Data Hasil Penelitian Running Dengan Krib T Tipe Permeabel Pada Q3 ............................................. 137
Lampiran 5. Data Grid ........................................................................ 138
Lampiran 6. Analisa Data ................................................................... 168
Lampiran 7. Analisa Saringan............................................................. 170
Lampiran 8. Grafik Analisa Saringan ................................................. 171
Lampiran 9. Dokumentasi ................................................................... 172
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
Gambar 1. Sistem proses pembentukan dasar sungai/morfologi sungai (Mangelsdorf & Scheurmann, 1980) ......................... 10
Gambar 2. Bentuk – bentuk sungai buatan maupun alamiah
(Bambang Hardianto dkk, 2014) .......................................... 11
Gambar 3. Aliran seragam (Bambang triatmodjo, 2015 dalam buku HIDROLIKA II) .................................................................. 12
Gambar 4. Aliran tak seragam (Bambang triatmodjo, 2015 dalam
buku HIDROLIKA II) ......................................................... 13
Gambar 5. Aliran Laminer (Bambang triatmodjo, 2015 dalam buku HIDROLIKA II) ................................................................... 14
Gambar 6. Aliran Turbulent (Bambang triatmodjo, 2015 dalam
buku HIDROLIKA II) .......................................................... 15
Gambar 7. Pola penjalaran gelombang di saluran terbuka (Bambang Triatmodjo, 1993) ................................................................. 18
Gambar 8. Sekat ukur Thompson atau v-notch (Bambang
Triatmodjo, 2015) ................................................................. 21
Gambar 9. Mekanisme aliran akibat pola aliran air di sekitar pilar (Sumber: Miller, 2003) ......................................................... 25
Gambar 10. Typikal potongan krib permeable di bangladesh (diambil
alam dan Faruque, 1986) ...................................................... 28
Gambar 11. Krib permeable (diambil Jansen et. Al. 1979) ...................... 28
Gambar 12. Perencanaan bentuk tampilan krib (oleh Nadeau et. al, 1971) .................................................................................... 30
xiv
Gambar 13. Krib lurus dengan kepala dermaga (oleh Nadeau et. al, 1971) .................................................................................... 30
Gambar 14. Konstruksi krib tiang pancang (Suyono Sosrodarsono, 2008) .................................................................................... 31
Gambar 15. Konstruksi krib rangka (a) krib rangka pyramid (ukuran
kecil) dan (b) krib rangka besar (Suyono Sosrodarsono, 2008) .................................................................................... 31
Gambar 16. Konstruksi Krib Blok Beton (a) Tampak Samping (b)
Tampak Atas (c) Tampak Samping (Suyono Sosrodarsono, 2008) ............................................................. 32
Gambar 17. Krib permeabel (Sosrodarsono, 173) .................................... 34
Gambar 18. Formasi krib (Jeni Paresa, 2015) .......................................... 37
Gambar 19. Hubungan antara tinggi krib dan kedalaman air sungai
disaat terjadinya banjir (Suyono Sosrodarsono, 2008) .......... 38
Gambar 20. Denah saluran skala 1 : 100 ................................................. 50
Gambar 21. Potongan memanjang saluran skala 1 : 100 .......................... 50
Gambar 22. Potongan melintang saluran skala 1 : 100 ............................. 50
Gambar 23. Variasi jarak krib skala 1 : 100 ............................................. 51
Gambar 24. (a) Diameter 0,012 m kerapatan pilar 0,005 m, (b) Diameter 0,012 m kerapatan pilar 0,01 m, (c) Diameter 0,012 m kerapatan pilar 0,015 m .......................................... 51
Gambar 25. Bentuk bangunan krib skala 1 : 100 ..................................... 51
Gambar 26. Bagan alur penelitian ............................................................ 57
Gambar 27. Pengaruh debit (Q) terhadap bilangan Froude (Fr) ............... 65
Gambar 28. Pengaruh jarak (L) terhadap bilangan Froude (Fr) ............... 66
xv
Gambar 29. Pengaruh kerapatan pilar (a) terhadap bilangan Froude (Fr) pada Q1 ......................................................................... 68
Gambar 30. Pengaruh kerapatan pilar (a) terhadap bilangan Froude
(Fr) pada Q2 ......................................................................... 68
Gambar 31. Pengaruh kerapatan pilar (a) terhadap bilangan Froude (Fr) pada Q3 ......................................................................... 68
Gambar 32. Pengaruh debit (Q) terhadap bilangan Reynold (Re)............. 70
Gambar 33. Pengaruh jarak (L) terhadap bilangan Reynold (Re) ............. 71
Gambar 34. Pengaruh kerapatan pilar (a) terhadap bilangan Reynold
(Re) pada Q1 ........................................................................ 72
Gambar 35. Pengaruh kerapatan pilar (a) terhadap bilangan Reynold (Re) pada Q2 ........................................................................ 72
Gambar 36. Pengaruh kerapatan pilar (a) terhadap bilangan Reynold
(Re) pada Q3 ........................................................................ 73
Gambar 37. Pengaruh debit (Q) terhadap volume gerusan (Vg) .............. 74
Gambar 38. Pengaruh jarak (L) terhadap volume gerusan (Vg) ............... 75
Gambar 39. Pengaruh kecepatan (V) terhadap volume gerusan (Vg) ....... 76
Gambar 40. Pengaruh kerapatan pilar (a) terhadap volume gerusan (Vg) ......................................................................... 77
Gambar 41. Pengaruh debit (Q) terhadap kecepatan aliran (V) ................ 78
Gambar 42. Pengaruh jarak (L) terhadap kecepatan aliran (V) ................ 79
Gambar 43. Pengaruh kerapatan pilar (a) terhadap kecepatan (V)
pada Q1 ................................................................................ 80
Gambar 44. Pengaruh kerapatan pilar (a) terhadap kecepatan (V) pada Q2 ................................................................................ 80
xvi
Gambar 45. Pengaruh kerapatan pilar (a) terhadap kecepatan (V) pada Q3 ................................................................................ 81
Gambar 46. Pengaruh debit (Q) terhadap tinggi muka air (h) .................. 82
Gambar 47. Pengaruh jarak (L) terhadap tinggi muka air (h) ................... 83
Gambar 48. (a). 2D pola gerusan tanpa krib, (b). 3D pola gerusan
tanpa krib, (c). Vector pola gerusan tanpa krib ..................... 89
Gambar 49. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m ........................................................ 90
Gambar 50. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar
0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m .......................................................... 91
Gambar 51. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar
0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m ........................................................ 92
Gambar 52. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar
0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m ........................................................ 93
Gambar 53. (a). 2D pola gerusan debit Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar
0,01 m, (b). 3D pola gerusan debit Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan debit Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m ....................................... 94
Gambar 54. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015
m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m .......................................................... 95
xvii
Gambar 55. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m .......................................................... 96
Gambar 56. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar
0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m .......................................................... 97
Gambar 57. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar
0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m ........................................................ 98
Gambar 58. (a). 2D pola gerusan tanpa krib, (b). 3D pola gerusan
tanpa krib, (c). Vector pola gerusan tanpa krib ..................... 100
Gambar 59. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m ........................................................ 101
Gambar 60. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan 0,01 m,
(b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan 0,01 m ........................................................................................... 102
Gambar 61. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar
0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m ........................................................ 103
Gambar 62. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar
0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m ........................................................ 104
xviii
Gambar 63. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m .......................................................... 105
Gambar 64. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar
0,015 cm, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 cm, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 cm .................................. 106
Gambar 65. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar
0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m ........................................................ 107
Gambar 66. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar
0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m .......................................................... 108
Gambar 67. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar
0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m ........................................................ 109
Gambar 68. (a). 2D pola gerusan tanpa krib, (b). 3D pola gerusan
tanpa krib, (c). Vector pola gerusan tanpa krib ..................... 111
Gambar 69. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,30 cm kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,30 cm kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,30 cm kerapatan pilar 0,005 m .................................. 112
Gambar 70. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar
0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m .......................................................... 113
xix
Gambar 71. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m ........................................................ 114
Gambar 72. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar
0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m ........................................................ 115
Gambar 73. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar
0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m .......................................................... 116
Gambar 74. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar
0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m ........................................................ 117
Gambar 75. (a). 2D pola gerusann Q3 jarak 0,75 m kerapatan 0,005
m, (b). 3D pola gerusann Q3 jarak 0,75 m kerapatan 0,005 m, (c). Vector pola gerusann Q3 jarak 0,75 m kerapatan 0,005 m ................................................................ 118
Gambar 76. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01
m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m............................................................................. 119
Gambar 77. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015
m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m .......................................................... 120
xx
DAFTAR PERSAMAAN
Nomor Persamaan Halaman
Persamaan 1. Menghitung bilangan Reynold (Re) ................................... 16 Persamaan 2. Menghitung Kekentalan Kinetik ........................................ 16
Persamaan 3. Menghitung nilai viskositas ............................................... 17
Persamaan 4. Menghitung bilangan Froude ............................................ 17
Persamaan 5. Menghitung debit .............................................................. 20
Persamaan 6. Menghitung lebar muka air ................................................ 21
Persamaan 7. Menghitung panjang pias ................................................... 21
Persamaan 8. Menghitung luas pias ......................................................... 21
Persamaan 9. Menghitung kecepatan aliran ............................................. 22
Persamaan 10. Menghitung debit aliran di pias ....................................... 22
Persamaan 11. Menghitung koefisien debit persamaan 1 ......................... 22
Persamaan 12. Menghitung koefisien debit persamaan 2 ......................... 22
Persamaan 13. Menghitung koefisien debit persamaan 3 ......................... 22
Persamaan 14. Menghitung koefisien debit persamaan 4 ......................... 22
Persamaan 15. Menghitung koefisien debit persamaan 5 ......................... 22
Persamaan 16. Menghitung Jarak antara masing-masing krib .................. 40
Persamaan 17. Menghitung koefisien Chezy ............................................ 41
xxi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 1. Klasifikasi Ukuran Butir tanah menurut ASTM. ..................... 23 Tabel 2. Tabel Bazin untuk Koefisien yang Tergantung pada
Kekasaran Dinding. ................................................................. 41 Tabel 3. Matriks Penelitian Terdahulu. ................................................... 42 Tabel 4. Matriks Kebutuhan Data Penelitian. ........................................ 54
Tabel 5. Perhitungan debit aliran untuk tinggi bukaan pintu thompson .. 59
Tabel 6. Perhitungan bilangan Froude (Fr) tanpa krib bentuk T tipe
permeabel .................................................................................. 59
Tabel 7. Perhitungan bilangan Froude (Fr) dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q1 ................................................................... 60
Tabel 8. Perhitungan bilangan Froude (Fr) dengan krib bentuk T tipe
permeabel pada Q2 ................................................................... 60
Tabel 9. Perhitungan bilangan Froude (Fr) dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q3 ................................................................... 61
Tabel 10. Perhitungan bilangan Reynold (Re) tanpa krib bentuk T tipe
permeabel .................................................................................. 61
Tabel 11. Perhitungan bilangan Reynold (Re) dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q1 ............................................................ 62
Tabel 12. Perhitungan bilangan Reynold (Re) dengan krib bentuk T
tipe permeabel pada Q2 ............................................................ 62
Tabel 13. Perhitungan bilangan Reynold (Re) dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q3 ............................................................ 63
xxii
Tabel 14. Rekapitulasi perhitungan bilangan Froude dan bilangan Reynold ..................................................................................... 63
Tabel 15. Rekapitulasi debit (Q) dengan bilangan Froude (Fr) ................ 65
Tabel 16. Rekapitulasi jarak (L) dengan bilangan Froude (Fr) ................. 66
Tabel 17. Rekapitulasi kerapatan pilar (a) dengan bilangan Froude (Fr) .. 67
Tabel 18. Rekapitulasi debit (Q) dengan bilangan Reynold (Re) .............. 69
Tabel 19. Rekapitulasi jarak (L) dengan bilangan Reynold (Re) ............... 70
Tabel 20. Rekapitulasi kerapatan pilar (a) dengan bilangan Reynold
(Re) ........................................................................................... 71
Tabel 21. Rekapitulasi debit (Q) dengan volume gerusan (Vg) ................ 73
Tabel 22. Rekapitulasi variasi jarak (L) dengan volume gerusan (Vg) ..... 74
Tabel 23. Rekapitulasi kecepatan (V) dengan volume gerusan (Vg) ........ 75
Tabel 24. Rekapitulasi kerapatan pilar (a) dengan volume gerusan (Vg) .. 76
Tabel 25. Rekapitulasi debit (Q) dengan kecepatan aliran (Vg)................ 77
Tabel 26. Rekapitulasi jarak (L) dengan kecepatan aliran (V) .................. 78
Tabel 27. Rekapitulasi kerapatan pilar (a) dengan kecepatan aliran (V) ... 79
Tabel 28. Rekapitulasi debit (Q) dengan tinggi muka air (h) .................... 81
Tabel 29. Rekapitulasi jarak (L) dengan tinggi muka air (h) .................... 82
Tabel 30. Rekapitulasi perhitungan persentase volume gerusan (Vg) ....... 81
xxiii
DAFTAR NOTASI SINGKATAN
Re = Angka Reynold u = Karakteristik Kecepatan Airan L = Panjang Karakteristik v = Kekentalan Kinematik µ = Kekentalan dinamik = Kerapatan air Fr = Bilangan Froude V = Kecepatan Aliran g = Percepatan Gravitasi y = Kedalaman Aliran Q = Debit Aliran A = Luas Penampang = Sudut V- Notch (Thompson = 90o) Cd = Koefisien Thompson (Cd = 0,6) = Parameter Empiris C = Koefisien Chezy H = Kedalaman air R = Jari-jari Hidrolis = Koefisien yang tergantung pada kekasaran dinding
T = Suhu Air t = Waktu dk = Diameter Krib a = Kerapatan Krib h = Krtinggian Aliran Gd = Gerusan Dasar Vg = Volume Gerusan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki sangat banyak sungai dan anak-anak sungai yang
memiliki potensi untuk menyediakan sumber air yang dapat dimanfaatkan
untuk pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat. Saat ini Indonesia
memiliki sedikitnya 5.950 sungai utama dan 65.017 anak sungai. Dari 5,5
ribu sungai utama panjang totalnya mencapai 94.537 km dengan luas
Daerah Aliran Sungai (DAS) mencapai 1.512.466 km². Selain mempunyai
fungsi hidrologis, sungai juga memiliki peran penting dalam menjaga
keanekaragaman hayati, nilai ekonomi, budaya, transportasi, dan lainnya.
Sungai merupakan suatu unsur alam yang sangat berperan dalam
membentuk corak kehidupan suatu masyarakat. Saat ini sebagian daerah
aliran sungai di Indonesia mengalami kerusakan sebagai akibat dari aliran
yang terjadi pada sungai yang biasanya disertai pula dengan proses
penggerusan/erosi dan endapan/deposisi (Andi Abd. Rahim, 2017).
Gerusan adalah fenomena alam yang terjadi karena erosi terhadap
aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial atau proses menurunnya
atau semakin dalamnya dasar sungai di bawah elevasi permukaan alami
2
(datum) karena interaksi antara aliran dengan material dasar sungai
(Hoffmans and Verheij, 1997).
Penambahan gerusan akan terjadi dimana ada perubahan setempat dari
geometri sungai seperti karakteristik tanah dasar setempat dan adanya
halangan pada aliran sungai berupa bangunan sungai. Adanya halangan
tersebut akan menyebabkan perubahan pola aliran yang mengakibatkan
terjadinya gerusan lokal disekitar bangunan tersebut. Perubahan pola aliran
terjadi karena adanya halangan pada aliran sungai tersebut berupa bangunan
sungai seperti pilar dan abutmen jembatan, krib sungai, pintu air dan
sebagainya. Bangunan semacam ini dipandang dapat merubah geometri alur
dan pola aliran yang selanjutnya diikuti gerusan lokal disekitar bangunan
(Legono, 1990).
Penggunan metode krib dalam pengaturan aliran, mencegah gerusan
tebing dan dapat mengendapkan sedimen di sekitar krib. Krib vegetasi
sangat baik pada ketahanan aliran, kaku dan fleksibel dalam peredam
energi. Krib juga banyak digunakan untuk mempertahankan morfologi
dasar sungai dalam rangka kegiatan-kegiatan persungaian. Alexader N.
Sukhodolov dkk, dalam penelitiannya 2016, dengan kesimpulan utamanya
adalah:
a). Penggunaan krib vegetasi sangat signifikan mengurangi besarnya
kecepatan aliran.
3
b). menyebabkan dinamika lapisan geser pada muka tanah, aliran utama
dan tanah.
c). Dinamika aliran krib bervegetasi dapat dimodelkan dan cukup baik
untuk dikembangkan hubungan analitis pada ukuran yang terbatas.
Bangunan krib ternyata memicu fenomena aliran turbulen, hal ini
terkait dengan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli sebelumnya
bahwa karakter aliran turbulensi telah lama dipelajari oleh para ilmuwan
dan insinyur. Sudah Leonardo da Vinci melihat pusaran air khas karena
turbulensi dalam buku Tennekes dan Lumley (1972). Fenomena aliran
turbulen oleh Wolfgang Rodi, 2017, bahwa aliran gaya turbulen dapat
menyebabkan gerusan pada tebing ataupun dasar sungai. Aliran turbulen
sangat dinamik sehingga diperlukan pemahaman karakteristik aliran
turbulen menjadi focus utama, sehingga dapat menyebabkan terjadi
gesekan. Akibat gesekan ini menjadi penyebab terjadinya pengikisan
saluran. melakukan penyelidikan distribusi kecepatan aliran turbulen
dengan menggunakan karang sebagai struktur aliran turbulen dengan
menggunakan particle image velocity (PIV) dan The large-eddy simulation
(LES) untuk menggambarkan fenomena karakter kecepatan aliran turbulen.
(Amrullah Mansida, 2019)
Metode yang paling umum digunakan untuk mengendalikan atau
mencegah gerusan adalah membuat riprap yakni dengan menempatkan
batuan di dasar sungai di sekitar krib atau menempatkan batuan ke dalam
4
lubang gerusan di sekitar pilar jembatan (Chiew, 1994). Beberapa metode
lain yang diusulkan oleh Graf (1998) diantaranya adalah dengan membuat
pondasi blok pada dasar pilar yang ditempatkan di bawah dasar saluran
yang efektif untuk meniadakan aliran vertikal ke bawah.
Bangunan pengamanan belokan saluran atau sungai, pada umumnya
berupa bangunan krib yang berfungsi untuk mengarahkan arus atau
berfungsi untuk memperbaiki Peningkatan kecepatan aliran pada saat
memasuki daerah belokan sungai dan kemampuan krib dalam mengatur,
mengubah arah aliran serta memperlambat kecepatan aliran pada daerah
yang kegagalan konstruksi krib dapat disebabkan oleh adanya arus air yang
masih cukup kuat di sekitar krib, sehingga menimbulkan gerusan dasar di
sekitar krib (Muh. Syafaat dan Sri Kurniawati Nur, 2019).
Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis melakukan penelitian
yang berjudul “Studi Perubahan Bentuk Dasar Saluran Tanah Akibat
Bangunan Krib Bentuk T Tipe Permeabel”. Dengan adanya penelitian
ini diharapkan mampu mengetahui perubahan pola aliran, begitu pula
dengan perubahan dasar saluran dengan menggunakan krib bentuk T tipe
permeabel.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut :
5
1). Bagaimana karakteristik aliran yang terjadi di daerah krib bentuk T tipe
permeabel ?
2). Bagaimana pengaruh variasi jarak dan kerapatan pada formasi pilar
krib bentuk T tipe permeabel terhadap perubahan bentuk dasar saluran
?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1). Untuk menganalisis karakteristik aliran yang terjadi di daerah krib
bentuk T tipe permeabel.
2). Untuk menganalisis pengaruh variasi jarak dan kerapatan pada formasi
pilar krib bentuk T tipe permeabel terhadap perubahan bentuk dasar
saluran.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya
sebagai berikut :
1). Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu syarat dalam
mencapai gelar Strata 1 (S1) Jurusan Teknik Sipil Pengairan Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
6
2). Dapat menambah pengetahuan mengenai perubahan bentuk dasar
saluran tanah akibat bangunan krib bentuk T tipe permeabel.
3). Dapat menjadi referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti mengenai
perubahan bentuk dasar saluran tanah akibat bangunan krib bentuk T.
E. Batasan Masalah
Berdasarkan pada fasilitas serta keadaan yang ada, maka untuk
mencapai sasaran yang diinginkan penulis cukup membatasi ruang lingkup
penelitian ini pada:
1). Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2). Fluida yang digunakan merupakan air tawar, salinitas dan pengaruh
material lain tidak dikaji.
3). Jenis krib yang digunakan adalah krib permeabel bentuk T.
4). Sedimentasi dan penggerusan tebing tidak dibahas.
5). Faktor kekasaran dinding dan dasar saluran tidak dibahas.
6). Penentuan debit berdasarkan bukaan pintu.
7). Bukaan pintu berdasarkan kapasitas pompa yang digunakan.
8). Pengambilan data dilakukan pada saat aliran dalam keadaan konstan.
9). Untuk mengembalikan kondisi tanah pada saluran, setelah running tanah
yang basah dikeluarkan dan diganti dengan tanah kering.
7
F. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan proposal tugas akhir ini dapat diuraikan
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN merupakan pendahuluan yang berisikan
penjelasan umum mengenai materi pembahasan yakni latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah
dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA dalam bab ini terdapat kajian
literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang dikaji dalam
penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN pada bab ini berisi
pemaparan mengenai lokasi penelitian, pengumpulan data, manfaat
penelitian, prosedur penelitian, dan analisis penelitian
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN yang berisi tentang hasil
penelitian yang menguraikan tentang Studi perubahan bentuk dasar saluran
tanah akibat bangunan krib bentuk T tipe permeabel
BAB V PENUTUP yang berisi tentang kesimpulan dari penelitian
yang telah dilakukan, serta saran untuk pengembangan penelitian
selenjutnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sungai
a. Definisi Sungai
Sungai merupakan salah satu wadah tempat berkumpulnya air dari
suatu kawasan. Air permukaan atau air limpasan mengalir secara grafitasi
menuju tempat yang lebih rendah. Kualitas air sungai disuatu daerah sangat
dipengaruhi oleh aktifitas manusia, khususnya yang berada di sekitar sungai
(Asdak, C.,1995).
Sedangkan menurut (Joerson Loebis, dkk,1993) sungai merupakan
jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah,
mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar dibagian hilir. Air
hujan yang jatuh diatas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian
kecil menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk alur-alur kecil,
kemudian menjadi alur-alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu
alur besar atau utama. Saluran terbuka adalah saluran dimana air mengalir
dengan muka air bebas. Pada semua titik di sepanjang saluran, tekanan di
permukaan air adalah sama, yang biasanya tekanan atmosfir (Bambang
Triatmodjo, 2008:103).
9
Oleh karena aliran melalui saluran terbuka harus memiliki muka air
bebas, maka aliran biasannya berhubungan dengan zat cair dan umumnya
adalah air. Pada saluran terbuka, misalnya sungai (saluran alam), variabel
aliran sangat tidak teratur terhadap ruang maupun waktu. Variabel tersebut
adalah tampang lintang saluran, kekerasan, kemiringan dasar, belokan,
debit aliran, dan sebagainya (Bambang Triatmodjo, 1996:103).
b. Morfologi Sungai
Sungai sebagai saluran terbuka akan sangat leluasa dalam
menyesuaikan bentuk morfologi, sebagai reaksi oleh adanya perubahan
kondisi hidrolik dari aliran. Morfologi sungai adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari tentang geometri, jenis, sifat dan perilaku sungai dengan
segala aspek perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu, dengan
demikian menyangkut sifat dinamik sungai dan lingkungannya yang sering
berkaitan (SNI 2400.1:2016).
Morfologi sungai merupakan hal yang menyangkut kondisi fisik
sungai tentang geometri, jenis, sifat, dan perilaku sungai dengan segala
aspek perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu, dengan demikian
menyangkut sifat dinamik sungai dan lingkungannya yang saling berkaitan
antara satu dengan yang lainnya (Amrullah Mansida, 2017).
Morfologi sungai sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor di
antaranya, kondisi aliran, proses angkutan sedimen, kondisi lingkungan,
10
serta aktivitas manusia di sekitarnya. Proses geomorfologi utama yang
sering terjadi di sungai adalah erosi, longsor tebing, dan sedimentasi. Air
yang mengalir di sungai sebagai fungsi dari gaya gravitasi merupakan
sarana transportasi material yang longsor dan atau tererosi pada daerah hulu
sungai, kemudian tersedimentasi pada daerah yang lebih rendah (Amrullah
Mansida, 2017).
Erosi adalah kombinasi proses pengikisan, pengangkutan, dan
pemindahan materi lapukan batuan, kemudian dibawa ke tempat lain oleh
tenaga pengangkut. Sedimentasi adalah proses pengendapan material yang
berasal dari tempat lain (Dibyosaputro, 1997).
Gambar 1. Sistem proses pembentukan dasar sungai/morfologi sungai
(Mangelsdorf & Scheurmann, 1980)
c. Bentuk-bentuk Sungai
Bentuk – bentuk sungai dalam Bambang Hardianto, dkk. (2014) baik
buatan maupun alamiah, yang dapat kita jumpai di perlihatkan pada gambar
berikut.
11
Gambar 2. Bentuk – bentuk sungai buatan maupun alamiah (Bambang
Hardianto dkk, 2014)
B. Hidrolika Sungai
Menurut asalnya saluran dapat digolongkan menjadi saluran alam
(natural) dan saluran buatan (artificia). Saluran alam meliputi semua alur
air yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari anak selokan kecil di
pegunungan, selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai besar sampai ke
muara sungai. Aliran air di bawah tanah dengan permukaan bebas juga
dianggap sebagai saluran terbuka alamiah (Ven Te Chow, 1992).
Sifat-sifat hidrolik saluran alam biasanya sangat tidak menentu.
Dalam beberapa hal dapat dibuat anggapan pendekatan yang cukup sesuai
dengan pengamatan dan pengalaman sesungguhnya sedemikian rupa,
sehingga persyaratan aliran pada saluran ini dapat diterima untuk
menyelesaikan analisa hidrolika teoritis. Studi selanjutnya tentang perilaku
aliran pada saluran alam memerlukan pengetahuan dalam bidang lain,
seperti hidrologi, geomorfologi, angkutan sedimen dan sebagainya. Hal ini
12
merupakan ilmu tersendiri yang disebut hidrolika sungai. (Bambang
Triatmodjo, 2015).
1. Sifat-sifat Aliran
a. Aliran Seragam (Uniform flow) dan Aliran Tak Seragam (Non Uniform
flow)
Aliran seragam adalah aliran yang bilamana kedalaman aliran
sama pada setiap penampang saluran yang tidak berubah menurut tempat.
Aliran seragam merupakan aliran dimana debit (Q), kedalaman (y), luas
basah (A), dan kecepatan (v), tidak berubah sepanjang saluran tertentu (x).
Pada aliran ini kecepatan aliran di sepanjang saluran adalah tetap, dalam hal
kecepatan aliran tidak bergantung pada tempat atau tidak berubah menurut
tempatnya. Contohnya seperti saluran drainase (Bambang Triatmodjo,
2015).
Gambar 3. Aliran seragam (Bambang triatmodjo, 2015 dalam buku
HIDROLIKA II)
13
Gambar 4. Aliran tak seragam (Bambang triatmodjo, 2015 dalam buku
HIDROLIKA II)
Aliran tak seragam terbagi menjadi dua yaitu aliran berubah lambat
laun/berubah beraturan (gradually varied flow) dan aliran berubah dengan
cepat (rapidly varied flow).
Aliran disebut berubah beraturan apabila perubahan kecepatan terjadi
secara lambat laun dalam jarak yang panjang, sedangkan aliran disebut
berubah dengan cepat apabila perubahan terjadi pada jarak yang pendek.
Aliran berubah beraturan jika parameter hidrolik (kecepatan, tampang
basah) berubah secara progresif dari satu tampang ke tampang yang lain.
Apabila diujung hilir saluran terdapat bendung maka akan terjadi profil
muka air pembendungan dimana kecepatan aliran akan berkurang
(diperlambat), sedangkan apabila terdapat terjunan maka profil aliran akan
menurun dan kecepatan akan bertambah (dipercepat).
14
Sedangkan aliran berubah dengan cepat jika parameter hidrolik
berubahsecara mendadak (saluran transisi), loncat air, terjunan, aliran
melalui bangunan pelimpah dan pintu air (Bambang Triatmodjo, 2015).
b. Aliran Laminer dan Turbulen
Aliran laminer adalah dimana jika air mengalir dengan lambat partikel
akan bergerak ke dalam arah paralel terhadap saluran (Amrullah Mansida,
2017).
Gambar 5. Aliran Laminer (Bambang triatmodjo, 2015 dalam buku
HIDROLIKA II)
Aliran laminer terjadi apabila partikel-partikel zat cair bergerak teratur
dengan membentuk garis lintasan kontinyu dan tidak saling berpotongan.
Aliran laminer terjadi apabila kecepatan aliran rendah, ukuran saluran
sangat kecil dan zat cair mempunyai kekentalan besar (Bambang
Triatmodjo, 2015).
Karekteristik aliran laminer yaitu fluida bergerak mengikuti garis
lurus, kecepatan fluidanya rendah, viskositasnya tinggi dan lintasan gerak
fluida teratur antara satu dengan yang lain. Berbeda dengan aliran laminer,
aliran turbulen tidak mempunyai garis-aris arus yang halus dan sejajar sama
sekali. Pada aliran turbulen, partikel-partikel zat cair bergerak tidak teratur
15
dan garis lintasannya saling berpotongan. Aliran turbulen terjadi apabila
kecepatan aliran besar, saluran besar dan zat cair mempunyai kekentalan
kecil. Aliran disungai, saluran irigasi/drainasi, dan di laut adalah contoh
dari aliran turbulen (Bambang Triatmodjo, 2015).
Gambar 6. Aliran Turbulent (Bambang triatmodjo, 2015 dalam buku HIDROLIKA II)
Karakteristik aliran turbulen jika kecepatan aliran berbeda pada bagian
atas, tengah, bawah, depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat
adanya perubahan friksi, yang mengakibatkan perubahan gradian
kecepatan. Kecepatan maksimum pada aliran turbulen umumnya terjadi
pada kedalaman 1/3 dari permukaan air terhadap kedalaman sungai
(Amrullah Mansida, 2017).
Pada umunya tipe aliran melalui saluran terbuka adalah turbulen,
karena kecepatan aliran dan kekasaran tebing relatif besar. Aliran melalui
saluran terbuka akan turbulen apabila angka Reynold (Re) > 1.000, dan
laminer apabila Re > 500. Dalam hal ini panjang karakteristik yang ada
pada angka Reynold adalah jari-jari hidraulis, yang didefinisikan sebagai
perbandingan antara luas tampang basah dan keliling basah (Bambang
Triatmodjo, 2008:104). Angka Reynold adalah ukuran dari rasio gaya
16
inersia pada suatu elemen fluida terhadap gaya viskositas elemen. Angka ini
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
............................................................................................. ( 1 )
(Sumber : Buku Hidraulika Terapan, Robert J. Kodoatie, 2009)
Dimana :
Re : Angka Reynold
u : Karakteristik kecepatan aliran, biasanya diambil dari kecepatan
rata-rata (m/det)
: Panjang karakteristik (m)
: Kekentalan kinematik (m2/detik) atau (m2/d)
Beberapa penelitian disimpulkan bahwa bilangan Reynold untuk
saluran terbuka adalah:
R< 500 = Aliran laminer
500<R<12,500 = Aliran transisi
R>12,500 = Aliran turbulen
Dimana kekentalan kinematik didefinisikan sebagai :
v =
.................................................................................................... ( 2 )
(Sumber : Buku Hidraulika Terapan, Robert J. Kodoatie, 2009)
Dimana :
µ : Kekentalan dinamik dengan satuan kg/m.d
: Kerapatan air dengan satuan kg/m3
17
Untuk air, perubahan kekentalan kinematik terhadap temperatur dapat
diperkirakan dengan persamaan berikut ini :
v =
= [ 2]10-6 ............. ( 3 )
(Sumber : Buku Hidraulika Terapan, Robert J. Kodoatie, 2009)
c. Aliran kritis, subkritis, dan superkritis
Berdasarkan pengaruh gaya tarik bumi aliran dibedakan menjadi
aliran sub kritis, kritis, dan super kritis. Ketiga aliran ini dapat diketahui
melalui nilai bilangan froude (Fr).
√ ...................................................................................... ( 4 )
(Sumber : Buku Hidraulika Terapan, Robert J. Kodoatie, 2009)
Dimana:
Fr = Bilangan Froude
V = Kecepatan aliran (m/dt)
g = Percepatan gravitasi (m/dt)
y = Kedalaman aliran (m)
1. Aliran Kritis (Critical Flow )
Aliran kritis terjadi bilamana kecepatan aliran sama dengan kecepatan
rambat gelombang. Pada kondisi ini bilangan Froude Fr = 1.
18
2. Aliran Subkritis (Subcritical Flow )
Aliran subkritis dipengaruhi oleh kondisi hilir, dengan kata lain
keadaan di hilir akan mempengaruhi aliran di sebelah hulu. Pada kondisi ini
bilangan Froude Fr < 1.
3. Aliran Superkritis (Supercritical Flow )
Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga gangguan yang terjadi
tidak menjalar ke hulu (semua riak yang ditimbulkan dari suatu gangguan
adalah mengikuti arah arus) maka aliran adalah superkritis. Dalam hal ini
kondisi di hulu akan mempengaruhi aliran di sebelah hilir. Pada kondisi ini
bilangan Froude Fr >1.
Gambar 7. Pola penjalaran gelombang di saluran terbuka (Bambang
Triatmodjo, 1993) 2. Regime Aliran
Regime aliran yang mungkin terjadi pada saluran terbuka (Andi Abd.
Rahim, 2017) adalah sebagai berikut:
19
a). Subkritis-Laminer
Apabila nilai biangan Froude lebih kecil daripada satu dan nilai
bilangan Reynold berada pada rentang laminer.
b). Superkritis-Laminer
Apabila nilai bilangan Froude lebih besar daripada satu dan nilai
bilangan Reynold berada pada rentang laminer.
c). Superkritis-Tubulen
Apabila nilai bilangan Froude lebih besar daripada satu dan nilai
bilangan Reynold berada pada rentang laminer.
d). Subkritis-Turbulen
Apabila nilai bilangan Froude lebih kecil daripada satu dan nilai
bilangan Reynold berada pada rentang turbulen.
3. Kecepatan Aliran
Karakteristik kecepatan aliran di sungai tidak jauh berbeda dengan
karakteristik kecepatan aliran disuatu saluran. Distribusi aliran secara
vertikal adalah parabola pepat, karena aliran di sungai pada umumnya
adalah turbulen seperti halnya di saluran. Kecepatan di dekat permukaan
adalah maksimum dan kecepatan di dasar sungai adalah 0 atau mendekati 0.
Pada sungai yang masih alamiah, distribusi kecepatan arah horizontal tidak
teratur (Amrullah Mansida, 2017).
Kecepatan aliran mempunyai tiga komponen arah menurut koordinat
Kartesius. Namun, komponen arah vertikal dan lateral biasanya kecil dan
20
dapat diabaikan sehingga, hanya kecepatan aliran yang searah dengan arah
aliran yang diperhitungkan (Chow 1959).
Kecepatan maksimum umumnya terjadi pada jarak 0,05 sampai 0,25
dikalikan kedalaman airnya dihitung dari permukaan air. Namun pada
sungai yang sangat lebar dengan kedalaman dangkal (shallow), kecepatan
maksimum terjadi pada permukaan air. Makin sempit saluran kecepatan
maximumnya makin dalam. Kekasaran dasar saluran juga mempengaruhi
distribusi kecepatan (Chow 1959).
4. Debit Aliran
Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai persatuan waktu. Dalam
hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah, tinggi permukaan air sungai
yang terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Dalam sistem satuan SI
besarya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/det) (Chay
Asdak, 2014). Pengukuran debir aliran dilapangan pada dasarnya dapat
dilakukan melalui empat kategori (Gordon et al, 1992):
1) Pengukuran volume air sungai.
2) Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan
menentukan luas penampang melintang sungai dan menggunakan
rumus:
Q = V. A ............................................................................................ ( 5 )
(Sumber : Chow, V.T. 1997:5)
21
Dimana:
Q = Debit aliran (m3/det)
V = Kecepatan aliran (m/det)
A = Luas penampang (m2)
3) Mengukur debit dengan menggunakan bahan kimia (pewarna) yang
dialirkan dalam aliran sungai (substance tracing method).
4) Pengukuran debit dengan dengan membuat bangunan pengukur seperti
weir (aliran air lambat) atau flume (aliran air cepat).
Gambar 8. Sekat ukur thompson atau v-notch (Bambang Triatmodjo, 2015)
Dari gambar tersebut, lebar muka air adalah :
B = 2 H tg
........................................................................................... ( 6 )
Dipandang suatu pias setebal dh pada jarak h dari muka air. Panjang
pias tersebut adalah :
b = 2 (H-h) tg
..................................................................................... ( 7 )
Luas pias :
dA = 2(H-h) tg
dh ............................................................................... ( 8 )
22
Seperti didalam penurunan rumus aliran melalui peluap segitiga,
kecepatan air melalui pias :
V = √ ............................................................................................. ( 9 )
Debit aliran melalui pias :
dQ = Cd 2(H-h) tg
dh √ ............................................................. ( 10 )
Integrasi persamaan tersebut untuk mendapatkan debit aliran melalui
peluap:
Q = 2 Cd tg
√ ∫
h1/2 dh .................................................. ( 11 )
Q = 2 Cd tg
√ ∫
h1/2 – h3/2 dh ................................................... ( 12 )
Q = 2 Cd tg
√ *
+
............................................ ( 13 )
Q = 2 Cd tg
√ (
) ................................................. ( 14 )
√ .................................................................... ( 15 )
Dimana:
Q = Debit aliran (m3/det)
y = Kedalaman air pada bak pengukur debit (m)
= Sudut V- Notch (Thompson = 90o)
Cd = Koefisien Thompson
g = Percepatan gravitasi (9,8 m/det2)
23
C. Distribusi Ukuran Butir
Klasifikasi ukuran butir tanah dibedakan menjadi kolodial (collodial),
lempung (clay), lanau (silt), pasir (sand). Menurut ASTM ( American
Stanadart Testing And Material) klasifikasi berdasar ukuran butir tanah
dapat disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Ukuran Butir tanah menurut ASTM
Klasifikasi Ukuran Butir Tanah Diameter Butir (mm)
Butir
Kolodial < 0,0006
Lempung 0,0006 - 0,0020
Lanau Lanau Halus
Lanau Sedang Lanau Kasar
0,0020 – 0,0060 0,0060 – 0,0200 0,0200 – 0,0600
Pasir Pasir Halus
Pasir Sedang Pasir Kasar
0,0600 – 0,2000 0,2000 – 0,6000 0,6000 – 2,0000
Sumber : Mekanika Tanah E. Sutarman D. Gerusan Sungai
Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air yang
biasanya terjadi pada dasar sungai yang terdiri dari material alluvial namun
terkadang dapat juga terjadi pada dasar sungai yang keras. Pengalaman
menunjukkan bahwa gerusan dapat menyebabkan terkikisnya tanah di
sekitar fondasi dari sebuah bangunan pada aliran air. Gerusan biasanya
24
terjadi sebagai bagian dari perubahan morfologi dari sungai dan perubahan
akibat bangunan buatan manusia (Ariyanto, 2010).
Gerusan merupakan proses alam yang mengakibatkan kerusakan pada
struktur bangunan didaerah aliran air. Penambahan gerusan akan terjadi
dimana ada perubahan setempat dari geometri sungai seperti karakteristik
tanah dasar setempat dan adanya halangan pada alir sungai berupa
bangunan sungai. Adanya halangan tersebut akan menyebabkan perubahan
pola aliran yang mengakibatkan terjadinya gerusan lokal disekitar bangunan
tersebut. Perubahan pola aliran terjadi karena adanya halangan pada aliran
sungai tersebut berupa bangunan sungai seperti pilar dan abutmen
jembatan, krib sungai, pintu air dan sebagainya. Bangunan semacam ini
dipandang dapat merubah geometri alur dan pola aliran yang selanjutnya
diikuti gerusan lokal disekitar bangunan (Legono, 1990).
Menurut Miller (2003), jika struktur ditempatkan pada suatu arus air,
aliran air di sekitar struktur tersebut akan berubah, dan gradient kecepatan
vertikal (vertical velocity gradient) pada ujung permukaan struktur tersebut.
Gradient tekanan (pressure gradient) ini merupakan hasil dari aliran bawah
yang membentur bed. Pada dasar struktur, aliran bawah ini membentuk
pusaran yang pada akhirnya menyapu sekeliling danbagian bawah struktur
menyapu dengan memenuhi seluruh aliran. Hal ini dinamakan pusaran tapal
kuda (horseshoe vortex), karena dilihat dari atas bentuk pusaran ini mirip
tapal kuda.
25
Pada permukaan air, interaksi aliran dan struktur membentuk busur
imbak (bow wave) yang di sebut gulungan permukaan (surface roller). Pada
saat terjadi pemisahan aliran pada struktur bagian dalam mengalami wake
vortices (Miller, 2003).
Gambar 9. Mekanisme aliran akibat pola aliran air di sekitar pilar
(Sumber: Miller, 2003)
Menurut Legono (1990), gerusan dibedakan menjadi:
a. Gerusan umum di alur sungai
Gerusan ini tidak berkaitan sama sekali dengan terdapat atau tidaknya
bangunan sungai. Gerusan ini disebabkan oleh energi dari aliran sungai.
b. Gerusan terlokalisir di alur sungai
Terjadi karena penyempitan alur sungai, sehingga aliran menjadi lebih
terpusat.
c. Gerusan lokal disekitar bangunan
Terjadi karena pola aliran local disekitar bangunan sungai.
26
Proses terjadinya gerusan ditandai dengan berpindahnya sedimen yang
menutupi pilar jembatan serta erosi dasar sungai yang terjadi akan
mengikuti pola aliran. Proses terus berlanjut dan lubang gerusan akan
semakin berkembang, semakin lama semakin besar dengan mencapai
kedalaman tertentu (maksimum) (Legono, 1990).
Menurut Miller (2003) menjelaskan tahap-tahap gerusan yang terjadi
antara lain sebagai berikut :
a. Peningkatan aliran yang terjadi pada saat perubahan garis aliran
di sekeliling pilar.
b. Pemisahan aliran dan peningkatan pusaran tapal kuda yang lebih
intensif sehingga menyebabkan pembesaran lubang gerusan.
c. Longsor/turunnya material disekitar lubang gerusan pada saat lubang
cukup besar setelah terkena pusaran tapal kuda.
Menurut Miller (2003) membedakan gerusan dalam empat tahap :
a. Gerusan di sisi (kanan dan kiri) pilar yang disebabkan kekuatan tarikan
dari arus utama (main flow).
b. Gerusan di depan pilar yang diakibatkan pusaran tapal kuda
(horseshoe vortex).
c. Pembesaran gerusan oleh pusaran stabil yang mengalir melewati pilar.
d. Periode reduksi gerusan selama penurunan kapasitas transpor
di lubanggerusan.
27
Menurut (Breusers dan Raudkivi, 1991), proses gerusan dimulai pada
saat partikel yang terbawa bergerak mengikuti pola aliran dari bagian hulu
kebagian hilir saluran. Pada kecepatan tinggi, partikel yang terbawa akan
semakin banyak dan lubang gerusan akan semakin besar baik ukuran
maupun kedalamanya. Kedalaman gerusan maksimum akan tercapai pada
saat kecepatan aliran mencapai kecepatan kritik.
E. Bangunan Krib
1. Defenisi Krib
Salah satu metode untuk melindungi tebing sungai adalah dengan
menggunakan bangunan krib yang berfungsi untuk mengarahkan aliran dan
menghindarkan kuat arus dari sepanjang tepi sungai, termasuk pada belokan
sungai perlindungan semacam ini merupakan perlindungan tak langsung
(M. Haris, 2013).
Krib diklasifikasikan menurut metode dan bahan konstruksi, yaitu
permeabel atau impermeabel. Istilah permeabel dan impermeabel cukup
jelas dan dibedakan oleh kemampuan bahan konstruksi untuk
mentransmisikan aliran. Krib permeabel saat ini sementara bersifat kedap
(padat) dan krib membelokkan arus. Krib permeable paling sering dibuat
dari tumpukan, bambu atau kayu sementara batu, gravel atau bronjong
digunakan untuk membuat krib untuk impermeabel. Krib permeabel yang
28
paling efektif di sungai alluvial dengan beban arus yang cukup (M. Haris,
2013).
Gambar 10. Typikal potongan krib permeable di bangladesh (diambil alam
dan Faruque, 1986)
Gambar 11. Krib permeable (diambil Jansen et. Al. 1979)
Krib adalah bangunan yang dibuat mulai dari tebing sungai ke arah
tengah guna mengatur arus sungai (Suyono Sosrodarsono,dkk, 2008)
adapun fungsi krib adalah sebagai berikut:
a). Mengatur arah arus sungai.
b). Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing sungai,
mempercepat sedimentasi dan menjamin keamanan tanggul atau tebing
sungai terhadap gerusan.
29
c). Mempertahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai.
d). Mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan.
Krib dapat diklasifikasikan lebih lanjut sesuai dengan penampilannya
untuk perencanaaan. Di antara jenis yang diilustrasikan dalam Gambar 12
dan 13 :
1. Straight Krib diatur pada beberapa sudut α dari tepi dan memiliki hulu
untuk memberikan volume tambahan dan area untuk perlindungan
gerusan di ujung luar.
2. T-head Krib memiliki betis lurus dengan baling-baling panduan persegi
panjang di ujung luar. Sudut α di tampungan biasanya 900 .
3. L-head Krib atau wing atau trail krib memiliki endapan sedimen yang
lebih besar di antara krib, kurang gerusan di hulu, memberikan
perlindungan yang lebih besar ke tebing dan lebih efektif dalam
penyaluran untuk navigasi ketika panjangnya menutup 45 hingga 65 %
dari celah di antara krib.
4. Krib bentuk hocky memiliki lubang gerusan yang lebih luas di area dari
pada krib bentuk-T dan tampaknya tidak memiliki keunggulan
dibandingkan bentuk lainnya ( Richardsor et al., 1975 ).
5. Krib lurus dengan hulu dermaga dirancang dan dieksekusi untuk
menggali dan menstabilkan kolam buatan untuk ikan salmon dan tur
migrasi dan memancing (Nadeau et al., 1971).
30
Gambar 12. Perencanaan bentuk tampilan krib (oleh Nadeau et. al, 1971)
Gambar 13. Krib lurus dengan kepala dermaga (oleh Nadeau et. al, 1971) 2. Konstruksi Krib
a). Krib tiang pancang dapat digunakan baik untuk krib memanjang
maupun krib melintang. Konstruksinya sangat sederhana dan dapat
meningkatkan proses pengendapan serta sangat cocok untuk sungai
tidak berarus deras (Suyono Sosrodarsono, 2008).
31
Gambar 14. Konstruksi krib tiang pancang (Suyono Sosrodarsono, 2008)
b). Krib rangka adalah krib yang cocok untuk sungai-sungai yang dasarnya
terdiri dari lapisan batu atau krikil yang sulit dipancang dan krib rangka
ini mempunyai kemampuan bertahan yang lebih besar terhadap arus
sungai dibandingkan dengan krib tiang pancang (Suyono Sosrodarsono,
2008).
(a) (b)
Gambar 15. Konstruksi krib rangka (a) krib rangka pyramid (ukuran kecil) dan (b) krib rangka besar (Suyono Sosrodarsono, 2008).
32
c). Krib blok beton mempunyai kekuatan yang baik dan awet serta sangat
fleksibel dan umumnya dibangun pada bagian sungai yang arusnya
deras. Bentuk dan denah krib serta berat masing-masing blok beton
sangat bervariasi tergantung dari kondisi setempat antara lain dimensi
serta kemiringan sungai dan penetapannya didasarkan pada contoh-
contoh yang sudah ada atau pengalaman-pengalaman pada krib-krib
sejenis yang pernah dibangun (Suyono Sosrodarsono, 2008).
(a) (b)
(c)
Gambar 16. Konstruksi Krib Blok Beton (a) Tampak Samping (b) Tampak Atas (c) Tampak Samping (Suyono Sosrodarsono, 2008).
33
Krib harus dibuat secara benar karena bangunan air ini secara aktif
mengatur arah arus sungai dan mempunyai efek positif. Sebaliknya, apabila
krib dibangun secara kurang semestinya, maka tebing di seberangnya dan
bagian sungai sebelah hilir akan mengalami kerusakan. Selain itu,
Kegagalan konstruksi krib dapat disebabkan oleh adanya arus air yang
masih cukup kuat disekitar krib, shingga menimbulkan gerusan dasar atau
tebing disekitar krib.
3. Tipe-Tipe Krib
Secara garis besarnya terdapat 3 tipe konstruksi krib yaitu: tipe
permeabel (permeabel type) dimana air sungai dapat mengalir melalui krib
tersebut, tipe impermeable (impermeabel type) dimana air sungai tidak
dapat mengalir melalui krib tersebut dan tipe semi-permeabel (combined of
both the permeabel type and the impermeabel type). Berdasarkan
formasinya, krib dapat diklasifikasikan ke dalam 2 tipe, yaitu tipe silang
(transversal type) dan tipe memanjang (longitudinal type) (suyono
Sosrodarsono, 1985).
a. Krib permeabel
Pada tipe permeabel, air dapat mengalir melalui krib. Bangunan ini
akan melindungi tebing terhadap gerusan arus sungai dengan cara meredam
energy yang terkandung dalam aliran sepanjang tebing sungai dan
bersamaan dengan itu mengendapkan sendimen yang terkandung dalam
aliran. Krib permeabel terbagi dalam beberapa jenis, antara lain jenis tiang
34
pancang, rangka pyramid, dan jenis rangka kotak. Krib permeable disebut
juga dengan krib lolos air. Krib lolos air adalah krib yang diantara bagian-
bagian konstruksinya dapat dilewati aliran, sehingga kecepatannya akan
berkurang karena terjadinya gesekan dengan bagian konstruksi krib tersebut
dan memungkinkan adanya endapan angkutan muatan di tempat ini.
Gambar 17. Krib permeabel (Sosrodarsono, 173)
b. Krib impermeabel
Krib dengan konstruksi tipe impermeable disebut juga krib padat atau
krib tidak lolos air, sebab air sungai tidak dapat mengalir melalui tubuh
krib. Bangunan ini digunakan untuk membelokkan arah arus sungai dan
karenanya sering terjadi gerusan yang cukup dalam di depan ujung krib atau
bagian sungai di sebelah hilirnya. Untuk mencegah gerusan, di
pertimbangkan penempatan pelindung dengan konstruksi fleksibel seperti
matras atau hamparan pelindung batu sebagai pelengkap dari krib padat.
Dari segi konstruksi, terdapat beberapa jenis krib impermeabel misalnya
brojong kawat, matras dan pasangan batu.
35
c. Krib semi-permeabel
Krib semi-permeabel ini berfungsi ganda yaitu sebagai krib permeabel
dan krib padat. Biasanya bagian yang padat terletak disebelah bawah dan
berfungsi pula sebagai pondasi, sedang bagian atasnya merupakan
konstuksi yang permeabel disesuaikan dengan fungsi dan kondisi setempat.
d. Krib-krib silang dan memanjang
Krib yang formasinya tegak lurus atau hampir tegak lurus arah arus
sungai dapat merintangi arus tersebut dan dinamakan krib melintang
(transversal dyke), sedang krib yang formasinya hampir sejajar arah arus
sungai disebut krib memanjang (longitudinal dyke).
4. Fungsi Krib
Krib dibangun untuk merubah arah arus sungai sehingga arah arus
utama akan bergeser menjauhi tepi tikungan luar sungai, dengan demikian
juga akan mengurangi kecepatan aliran pada tebing sungai dan kaki tanggul
dan berguna untuk melindungi bahaya gerusan pada tebing sungai serta
agar terjadi endapan pada tebing sungai tersebut atau dengan kata lain krib
tersebut berfungsi sebagai pengarah arus sungai, mengurai kecepatan aliran
di sepanjang tebing sungai dan mempercepat sedimentasi. Disamping itu
juga berfungsi untuk memperbaiki maupun mengatur lebar palung sungai
dan kedalaman air yang dibutuhkan serta melindungi bangunan
pengambilan yang membutuhkan konsentrasi aliran air (M. Haris,2013).
36
5. Perencanaan Krib
Dalam mempersiapkan perencanaan (planning) Krib, maka denah
bentuk memanjang, debit air sungai, kecepatan arus sungai, bahan-bahan
dasar sungai haruslah disurvei, dipelajari dan ditelaah secara mendalam dan
tipe krib serta metode pembuatannya ditetapkan secara empiris dengan
memperhatikan pengalaman-pengalaman pada krib-krib yang telah
dibangun diwaktu-waktu yang lalu.
Secara umum, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses
perencanaan krib-krib adalah sebagai berikut (Suyono Sosrodarsono,dkk,
2008):
a. Mengingat metode pembuatan krib-krib sangat tergantung dari resim
sungainya perlu diperoleh data mengenai pengalaman pembuatan krib
pada sungai yang sama atau yang hampir sama, kemudahan
pelaksanaanya dan besarnya pembiayaan.
b. Pada sungai-sungai yang terlalu lebar dan untuk mengurangi turbulensi
aliran, maka permukaan air sungai normalnya harus dinaikkan
sedemikian rupa dengan krib yang panjang, akan tetapi panjangnya
harus dibatasi secukupnya, karena krib yang terlalu panjang disamping
biaya pembangunannya lebih tinggi, pemeliharannya akan lebih mahal
dan lebih sulit.
c. Jika krib yang akan dibangun antara lain untuk melindungi tebing
sungai terhadap pukulan air, maka panjang krib sepanjang ini harus
37
dibatasi, karena krib yang terlalu panjang akan menyebabkan timbulnya
pukulan air pada tebing sungai disebelahnya.
d. Krib-krib tidak dapat berfungsi dengan baik pada sungai-sungai yang
kecil atau yang sempit alurnya.
e. Apabila pembuatan krib-krib yang dimaksudkan untuk menaikan
permukaan normal air sungai, maka perlu dipertimbangkan
kapasitasnya disaat terjadinya debit yang lebih besar atau debit banjir
dan juga pertimbangan mengenai trase serta kapasitas alur sungai, guna
mempertahankan stabilitas sungai secara keseluruhan.
6. Formasi Krib
Terdapat 3 macam formasi krib yang umum diterapkan yaitu tegak
lurus arus, condong kearah hulu dan condong ke arah hilir.
Gambar 18. Formasi krib (Jeni Paresa, 2015)
38
7. Dimensi Krib
a. Penetapan Tinggi Krib ( T )
Umumnya akan lebih menguntungkan apabila elevasi mercu krib
dapat dibuat serendah mungkin ditinjau dari stabilitas bangunan terhadap
gaya yang mempengaruhinya sebaiknya elavasi mercu dibuat 0.50 – 1.00
meter diatas elavasi rata-rata permukaan air rendah.Dari hasil pengamatan
tinggi berbagai jenis krib yang telah dibangun dan berfungsi dengan baik,
diperoleh angka perbandingan antara tinggi krib dan kedalaman air banjir
(hg/h) sebesar 0,20 – 0,30 (Suyono Sosrodarsono, 2008).
Gambar 19. Hubungan antara tinggi krib dan kedalaman air sungai disaat
terjadinya banjir (Suyono Sosrodarsono, 2008). b. Panjang Krib (Lb)
Selain menggunakan rumus empiris penentuan panjang krib dapat
ditetapkan secara empiris, hanya dengan perkiraan semata – mata dan
didasarkan pada pengamatan data – data sungai yang bersangkutan.
Umumnya krib yang terlalu panjang akan berakibat kurang baik terhadap
kestabilan sungai.
39
Ditetapkan secara empiris dimana panjang bangunan krib dibuat dari
tebing sungai kearah tengah sungai. Berdasarka hasil survei dan
pengamatan antara panjang krib dan lebar sungai umunya lebih kecil dari
10% yang didasarkan pada pengamatan data sungai yang besangkutan
antara lain situasi sungai, lebar sungai, kemiringan sungai, debit banjir,
kedalamann air, debit normal, transportasi sedimen dan kondisi sekliling
sungai. Krib memanjang adalah krib yang ditempatkan hampir sejajar
dengan arah arus sungai dan biasanya digunakan untuk melindungi tebing
alur sungai dan mengatur arah arus sungai agar alur sungai tidak mudah
berpindah-pindah (Suyono Sosrodarsono, 2008).
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan panjang krib
adalah:
a). Keadaan dan posisi tebing sungai yang ada dan tebing yang
dikehendaki serta lebar sungai dan jarak antar krib yang dikehendaki.
b). Jika L= panjang krib dan B= lebar sungai, maka L/B pada umumnya ±
10%.
c). Panjang krib untuk pengarah arus tentukan sedemikian rupa sehingga
didapatkan pola aliran baru sesuai dengan yang diharapkan; umumnya
krib yang terlalu panjang akan berakibat kurang baik terhadap
kestabilan sungai, sehingga harus ditentukan dengan sangat hati-hati.
40
d). Perbandingan panjang krib dan jarak krib dibuat sedemikian rupa
sehingga kecepatan arus di tepi tebing cukup aman untuk kestabilan
tebing.
e). Untuk krib yang berfungsi memperdalam alur bagi navigasi, panjang
krib ditentukan oleh factor lebar dan kedalaman alur yang diperlukan
untuk navigasi, material sedimen dan sifat aliran sungai.
c. Jarak antar Krib (L)
Jarak antara krib ditetapkan secara empiris yang didasarkan pada
pengamatan data sungai yang bersangkutan antara lain situasi sungai, lebar
sungai, kemiringan sungai, debit banjir, kedalaman air, debit normal,
transportasi sedimen dan kondisi sekeliling sungai. Secara empiris
(Ernawan 2007), penentuan jarak antara masing-masing krib adalah:
................................................................................................ (16)
(Sumber : Ernawan 2007)
Dimana:
L = Jarak antar krib (m)
= Parameter empiris (
C = Koefisien Chezy
H = Kedalaman air rerata (m)
g = Percepatan gravitasi, m/det2 (
41
Untuk menentukan koefisien Chezy dapat menggunakan rumus bazin
dimana koefisien Chezy berdasarkan Bazin (1869), adalah fungsi dari jari-
jari hidraulis (R) dan berat jenis fluida (
√
............................................................................................ ( 17 )
(Sumber : Bazin, 1869)
Dimana :
R = Jari-jari hidrolis
= Koefisien yang tergantung pada kekasaran dinding
Tabel 2. Tabel Bazin untuk Koefisien yang Tergantung pada Kekasaran
Dinding Jenis Dinding
Dinding sangat halus (semen) 0,06
Dinding halus (papan,batu,bata) 0,16
Dinding batu pecah 0,46
Dinding tanah sangat teratur 0,85
Saluran tanah dengan kondisi biasa 1,30
Saluran tanah dengan dasar batu pecah dan tebing rumput
1,75
Sumber : V. Sunghono kh, 1995
42
F. Matriks Penelitian Terdahulu
Tabel 3. Matriks Penelitian Terdahulu
No. Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Ayu Marlina Humairah,
Analisis Hidrolika Bangunan Krib Permeabel pada
Saluran Tanah(Uji Model
Laboratorium), 2014.
Pemodelan sungai di laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika dengan ukuran panjang bak saluran 1200 cm, lebar 300 cm dan tinggi 50 cm, model saluran berbentuk trapesium dengan lebar bawah 10 cm, model saluran mempunyai 1 tikungan sudut 90o, terdapat 5 buah krib permeabel (krib lolos air) pada tikungan, air tidak bersedimen (clear water) dan saluran tidak bercabang. Pengamatan dilakukan sebanyak 9 kali simulasi berdasarkan variasi sudut pemasangan krib permeabel 45O, 90O dan 135o selama 1 jam, 2,5 jam dan 4 jam.
Dari grafik, angka froude yang paling Maksimum terjadi pada sudut pemasangan krib permeable 45˚ ke arah hulu aliran. Sedangakan dari sudut pemasangan krib permeabel krib 90˚ lebih baik karena kedalaman gerusal libih kecil dibandingkan dengan sudut pemasangan krib 45˚ dan 135˚.
Pada penelitian ini memiliki persamaan yang terletak pada penggunaan bangunan krib tipe permeabel.
1. 2.
Dengan perbedaan yaitu : 1. Tidak memiliki sudut dan tikungan. 2. Ukuran saluran 200 cm dan tinggi 40 cm. 3. Bentuk saluran berbentuk persegi. 4. Memiliki variasi jarak dan kerapatan.
2.
A. Abd. Rahman, Pengaruh Jarak
Antar Krib Terhadap
Karakteristik Aliran Pada
Model Saluran, 2017.
Kecepatan aliran diukur pada tiap-tiap penampang, di depan dan di belakang model sejumlah 6 penampang dengan 3 titik peninjauan. Penamaan model adalah M-1 (Model 1 dengan jarak antar krib 20 cm), M-2 (Model 2 dengan jarak antar krib 40 cm), dan M-3 (Model 3 dengan jarak antar krib 80 cm).
Berdasarkan grafik angka froude dapat diketahui bahwa tipe aliran yang terjadi pada penampang sebelum dan setelah pemasangan krib baik model M-1, M-2,maupun M-3 adalah subkritis (Fr<1). Sedangkan pada grafik Reynolds dapat diketahui bahwa tipe aliran
1. Pada penelitian ini memiliki persamaan yang terletak pada variabel bebas yang berfokus pada variasi jarak krib dan membahas tentang karakteristik aliran.
Dengan perbedaan Memiliki variasi jarak yang berbeda pada 2 titik.
43
No. Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
yang terjadi baik sebelum pema sangan model krib maupun model krib M-1, M-2, maupun M-3 adalah turbulen (Re>4000
3. Jeni Paresa, Studi Pengaruh Krib Hulu Tipe Impermeabel
pada Gerusan di Belokan Sungai
(Studi Kasus Panjang Krib
1/10, 1/5 dan 1/3 Lebar Sungai),
2015.
Rangkaian simulasi yang dilakukan dalam penelitian gerusan di belokan sungai diklasifikasikan dalam 2 kelompok parameter yaitu parameter simulasi dan parameter amatan. Parameter simulasi terdiri dari 3 variasi debit (Q), 3 panjang krib (L) yaitu 1/10 lebar sungai, 1/5 lebar sungai dan 1/3 lebar sungai serta 3 waktu pengaliran (t) yaitu 600 detik, 1200 detik dan 1800 detik.. Sedangkan parameter amatan adalah adanya perubahan gerusan yang terjadi.
Dari grafik pengaruh pada waktu pengaliran t = 1800 detik terjadi volume gerusan maksimun pada kondisi tanpa krib (Lo) = 0.0462 m3 dan volume gerusan minimum terjadi pada L2= 0,0306 m3. Pada Q1 = 0,0185 m3/det pada Q2= 0,0161 maksimun pada kondisi tanpa krib (lo)= 0.0586 m3 dan volume grusan minimum terjadih pada L1 =0,0460 m3. Setelah debit menjadi Q3= 0,0185 m3/det didapat volume gerusan maksimun pada kondisi tanpa krib (lo)= 0.0555 m3 dan volume gerusan minimum terjadi pada L1 = 0,0177 m3
Pada penelitian ini memiliki persamaan yaitu membahas tentang gerusan disekitar bangunan krib.
Dengan perbedaan
penelitian ini dilakukan
pada daerah aliran yang
lurus bukan pada belokan
saluran.
Tabel 3. “Lanjutan” Matriks Penelitian Terdahulu
44
No. Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
4. Ahmad Zikri Mudjiato Rinaldi, Model
Laboratorium Pola Aliran Pada Krib Permeabel
Terhadap Variasi Jarak Antar Krib Dan Debit Aliran
Di Sungai Berbelok, 2016.
Tahapan penelitian ini meliputi studi literatur, tahapan persiapan hingga kegiatan laboratorium. Tahapan kegiatan laboratorium yang dilakukan pada penelitian ini yaitu : 1. Pemodelan geometric saluran 2. Pemodelan struktur krib 3. Variasi pengujian 4. Proses pengumpulan data
Variasi jarak antar krib dengan menggunakan nilai debit yang sama maka akan menghasilkan kecepatan aliran yang sama pula. Dari perhitungan diperoleh kecepatan maksimum (Vmaks) sebesar 0.35736 m/detik dengan debit 0.0056 m³/detik pada sisi luar belokan badan sungai dan kecepatan minimum (Vmin) sebesar 0.2248 m/detik dan dengan debit sebesar 0.00134 m³/detik pada ujung krib permeable terakhir. Kecepatan aliran yang terjadi saat mendekati krib perlahan mulai berkurang dan terus terjadi pada krib selanjutnya, sehingga kecepatan aliran minimum pada sungai berada pada krib bagian ujung
Pada penelitian ini memiliki persamaan yang berfokus pada variasi jarak krib.
Dengan perbedaan pada metode penelitian dan pengambilan data.
5. Suharjoko, Methode Aplikasi
Bangunan Krib Sebagai
Pelindung Terhadap Bahaya
Tahap pertama dilakukan running model terhadap berbagai kasus dan dilanjutkan analisa terhadap setiap hasil running model yang dihasilkan yakni melakukan penilaian terhadap besaran parameter yang dihasilkan. Tahap kedua melakukan analisa non-dimensi terhadap parameter penentu
Bahwa dari tiga alternatif model tersebut secara umum dapat dikatakan Model 1 yaitu Krib dengan sudut α = 90o merupakan pilihan yang paling baik dibanding dengan model lain yang telah diajukan. Oleh karena itu
Pada penelitian ini memiliki persamaan yaitu analisa terhadap setiap hasil running model yang dihasilkan yakni melakukan penilaian terhadap besaran parameter yang dihasilkan dan disarankan bangunan krib
Dengan perbedaan penulis tidak membahas mengenai sudut pada saluran atau sungai.
Tabel 3. “Lanjutan” Matriks Penelitian Terdahulu
45
No. Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Erosi Tebing Sungai, 2008.
untuk mendapatkan hubungan antar parameter tersebut. Tahap ketiga menghitung terhadap nilai parameter yang dihasilkan untuk mendapatkan hubungan antar parameter model dan kasus. Tahap keempat melakukan analisa untuk mendapatkan hubungan antar parameter tersebut.
disarankan dipilih bangunan krib tegak lurus dengan arah aliran.
tegak lurus dengan arah aliran.
6. Amrullah Mansida,
Studi Eksperiment
Pengaruh Aliran Turbulen Pada
Saluran Tikungan Akibat
Struktur Vegetasi Krib
Type Permeabel, 2019.
Pengujian dilakukan dengan eksperimen laboratorium pada observasi dibawah kondisi buatan (artificial condition), untuk menyelidiki hubungan antara variabel memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental dengan control pembanding. Material krib permeabel digunakan adalah bamboo dan data yang diperlukan kecepatan aliran dan volume gerusan pada variasi debit pada sudut tikungan saluran 600. Pendekatan digunakan untuk mengetahui aliran turbulen dengan angka bilangan Raynolds (Re) dan bilangan Froude (Fr) dan menggunakan shofware surfer untuk menggambarkan pola kontur gerusan.
Hasil menunjukkan pengujian bahwa peningkatan debit berbanding lurus dengan kecepatan aliran dan aliran turbulen sebagai energi aliran untuk menggerus tebing tikungan saluran relative lebih tinggi. Fungsi krib sebagai pengatur aliran dan pencegahan gerusan digambarkan pada hasil pengamatan tikungan saluran dengan struktur krib dan tanpa krib dapat meningkatkan nilai aliran turbulen jarak antara krib yang lebih jauh 0.35 m sekitar 09.28% s.d 15.59%.
Pada penelitian ini memiliki persamaan yaitu Pengujian dilakukan dengan eksperimen laboratorium pada observasi dibawah kondisi buatan (artificial condition), dan menggunakan shofware surfer untuk menggambarkan pola kontur gerusan.
Dengan perbedaan penulis tidak membahas mengenai sudut pada saluran atau sungai.
Tabel 3. “Lanjutan” Matriks Penelitian Terdahulu
46
No. Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
7. Farouk Maricar, Pengaruh Jarak
Antar Krib Terhadap
Karakteristik Aliran Pada
Model Saluran, 2010.
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen di laboratorium, dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh sipeneliti dengan menggunakan skala model. Parameter yang diteliti adalah kecepatan aliran (v), dan tinggi permukaan air (h). Pada penelitian ini kami hanya menggunakan satu sumber data, yakni data primer. Data primer adalah yaitu, data yang diperoleh langsung dari pengamatan di laboratorium.
Pembacaan kecepatan aliran dilakukan dengan metode menggunakan current meter. Pengukuran dengan menggunakan current meter dilakukan dengan meletakkan pembaca current meter pada aliran air. Selanjutnya akan dibaca pada bacaan current meter untuk mengetahui data kecepatan aliran.
Pada penelitian ini memiliki persamaan yaitu Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen di laboratorium, menggunakan satu sumber data, yakni data primer. Data primer adalah yaitu, data yang diperoleh langsung dari pengamatan di laboratorium.
Perbedaannya iyalah pada variasi jarak krib. Penulis megggunakan jarak 20 cm, 30 cm dan 60 cm.
8. Bambang Sujatmoko, Pengaruh Struktur
Bangunan Krib Terhadap
Sedimentasi dan Erosi di Sekitar Krib di Sungai
Model matematis 2-DH yang di gunakan merupakan produk BOSS International yang dikenal dengan nama Surface water Modeling System (SMS). Penelitian ini ditujukan pada perubahan dasar saluran kearah dua dimensi horizontal.
Hasil simulasi pengaruh pemasangan krib terhadap gerusan menunjukkan bahwa perubahan daerah gerusan untuk krib dibagian hulu pada variasi jarak sama cenderung semakin berkurang seiring dengan bertambahnya permeabilitas krib.
Kesamaannya adalah membahas mengenai pola gerusan dan variasi jarak.
Perbedaannya iyalah tidak meneliti mengenai kerapatan antara kaki-kaki krib.
Tabel 3. “Lanjutan” Matriks Penelitian Terdahulu
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di depan Laboratorium Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar, penelitian dilakukan dalam waktu
bulan November 2019 sampai Desember 2019.
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental laboratorium.
Menurut Moh. Nasir, Ph.D (1988) observasi dibawah kondisi buatan
(artificial condition), dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti
dengan mengacu pada literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian
tersebut, serta adanya kontrol dengan tujuan untuk menyelidiki ada
tidaknya hubungan sebab akibat tersebut dengan memberikan perlakuan-
perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental dan menyelidiki
kontrol untuk pembanding.
Pada penelitian ini akan menggunakan dua sumber data, yaitu :
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari uji simulasi fisik
di laboratorium.
48
2. Data sekunder data yang diperoleh dari literatur dan hasil penelitian
yang sudah ada, baik yang telah dilakukan di laboratorium maupun
dilakukan di tempat yang berkaitan dengan penelitian perubahan bentuk
dasar saluran akibat bangunan krib bentuk T tipe permeabel.
C. Alat dan Bahan
Secara umum, alat dan bahan yang digunakan dalam penunjang
penelitian ini terdiri dari:
1. Alat
a. Model saluran terbuka
b. Bak penampungan air
c. Pompa sentrifugal
d. Meter
e. Mistar
f. Kamera digital untuk pengambilan
dokumentasi
g. Alat tulis dan tabel data
2. Bahan
a. kayu c. Tanah Timbunan
b. Air tawar d. Kawat Pengikat
h. Gergaji
i. Paku
j. Tali
k. Patok
l. Ember
m. Parang
n. Skop
o. Linggis
p. Selang plastik
q. Flow Watch
r. Stopwatch
s. Palu
t. Laptop untuk
mengolah data
u.
49
D. Variabel Penelitian
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain
diantaranya adalah Debit Aliran (Q), Luas Penampang Saluran (A),
Panjang Krib (Lb), dan Jarak Krib (L).
2. Variabel Terikat adalah Variabel yang dipengaruhi variabel lain seperti
Kecepatan Aliran (V), Kedalaman Aliran (Y) dan Volume Gerusan
(Vg).
E. Tahapan Penelitian
1. Persiapan Adapun kegiatan persiapan yang kami lakukan dalam penelitian ini
adalah melakukan kegiatan pembersihan pada area yang akan dibangun
saluran dan mempersiapkan data-data perancangan maupun alat dan bahan
yang dibutuhkan.
2. Perancangan Alat Uji Skala Laboratorium Parameter Pengamatan :
a. Jumlah krib yang digunakan dalam penelitian ini bervariasi yaitu pada
jarak 0,30 m menggunakan 6 krib, pada jarak 0,50 m menggunakan 4
krib dan pada jarak 0,75 m menggunakan 3 krib.
50
b. Ukuran alat uji skala kecil (laboratorium) yang digunakan adalah
berbahan kayu dengan panjang 0,12 m dan lebar 0,10 m adapun
diameter yang digunakan adalah 0,012 m.
c. Kerapatan pilar krib yang digunakan dalam penelitian ini bervariasi
yaitu kerapatan 0,005 m, 0,01 m dan 0,015 m.
Adapun bentuk perancangan alat uji skala kecil (laboratorium) yang
kami lakukan dalam penelitian ini yaitu :
Gambar 20. Denah saluran skala 1 : 100
Gambar 21. Potongan memanjang saluran (B-B) skala 1 : 100
Gambar 22. Potongan melintang saluran (A-A) skala 1 : 100
51
Gambar 23. Variasi jarak krib skala 1:100
Gambar 24. (a) Diameter 0,012 m kerapatan pilar 0,005 m, (b) Diameter
0,012 m kerapatan pilar 0,01 m, (c) Diameter 0,012 m kerapatan pilar 0,015 m
Gambar 25. Bentuk bangunan krib skala 1:100
52
3. Pembuatan Alat Uji Skala Laboratorium
Adapun tahap-tahap pembuatan model yaitu sebagai berikut:
a. Pembuatan model saluran
Pembuatan dimensi saluran dengan bentuk persegi dengan dimensi
saluran yaitu b = 0,30 m dan h = 0,40 m.
b. Pembuatan model krib.
1) Krib menggunakan kayu dengan diameter 0,012 m.
2) Tinggi krib (h) = 0,25 m.
3) Kerapatan pilar krib yang digunakan pada saat penelitian ada tiga jenis
kerapatan pilar yaitu 0,005 m, 0,01 m, dan 0,015 m.
4) Panjang krib (Lb) = 0,12 m.
5) Jarak antar krib dibuat dengan tiga variasi jarak yaitu 0,30 m, 0,50 m,
dan 0,75 m.
4. Pelaksanaan Percobaan Pendahuluan (running awal)
Percobaan pendahuluan ini dilakukan setelah semua komponen model
telah selesai semua dipasang dan dibuat. Selanjutnya percobaan
pendahuluan dilaksanakan mengecek dan memvalidasi peralatan dan bahan
yang akan menjadi variabel penelitian nantinya. Percobaan pendahuluan ini
menjadi dasar untuk memilih variabel bebas tertentu seperti penentuan debit
(Q) dengan rencana menggunakan variasi debit sejumlah tiga yaitu Q1, Q2
dan Q3, sebagai barometer dalam pengambilan data.
53
5. Pengambilan Data
Pengujian pengambilan data dilakukan setelah dilakukan sesuai
dengan kebutuhan data dengan merujuk kepada rumusan penelitian untuk
dapat menjawab tujuan penelitian, sehingga variasi dan data yang
diperlukan antara lain :
a) Debit aliran (Q, cm3/dt )
b) Diameter krib (dk, mm)
c) Jarak krib (L, cm)
d) Waktu (t, detik)
e) Kerapatan krib (a, mm)
f) Kecepatan Aliran (V, cm/dtk)
g) Ketinggian Aliran (h, cm)
h) Gerusan Dasar (gd, cm2)
i) Suhu Air (T, oC)
54
Tabel 4. Matriks Kebutuhan Data Penelitian
55
Tabel 4. “Lanjutan” Matriks Kebutuhan Data Penelitian
56
Tabel 4. “Lanjutan” Matriks Kebutuhan Data Penelitian
57
F. Bagan Alur Penelitian
Gambar 26. Bagan alur penelitian
Analisis Data/Pembahasan: Jarak (L) dan kerapatan krib (a)
Varibel Bebas: 1.Debit Aliran (Q) 2.Bentuk Penampang Saluran (A) 3.Jarak Krib (L) 4.Kerapatan (a) 5.Diameter krib (dk)
Varibel Terikat: 1.Volume Gerusan (Vg) 2. Kecepatan aliran (V) 3. Ketinggian aliran (h)
Pengambilan Data
Pembuatan Model
Studi Literatur
Perancangan Model
Tidak
Y
a
Mulai
Selesai
Validasi Kecukupann Data
58
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa seberapa besar
pengaruh variasi jarak krib bentuk T tipe permeabel terhadap perubahan
bentuk dasar saluran serta menganalisa pengaruh kerapatan pilar pada
formasi krib bentuk T tipe permeabel terhadap perubahan bentuk dasar
saluran, data tersebut di dapatkan dengan cara sebagai berikut:
1. Jarak krib bentuk T tipe permeabel, divariasikan dengan tiga jarak yaitu
0,30 m, 0,50 m dan 0,75 m.
2. Kerapatan pilar krib, divariasikan dengan tiga kerapatan yaitu 0,005 m,
0,01 m dan 0,015 m.
3. Debit pengaliran menggunakan tiga variasi yaitu Q1 (bukaan 6), Q2
(bukaan 9) dan Q3 (bukaan 12) dalam waktu 3 menit (180 detik).
4. Kecepatan aliran (V), didapatkan dengan menggunakan Flow Watch di
hulu (sebelum krib), tengah (daerah krib) dan hilir (sesudah krib).
5. Volume gerusan (Vg), dihitung menggunakan rumus luasan sesuai
dengan bentuk terjadinya gerusan di daerah pemasangan krib.
6. Pola kontur, diambil dari data tofografi menggunakan grid (interval 5
cm).
59
B. Analisis Data
Adapun hasil penelitian debit aliran untuk tinggi bukaan pintu
thompson dari pengamatan di laboratorium adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Perhitungan debit aliran untuk tinggi bukaan pintu Thompson
No. Tinggi Bukaan Pintu (h)
Koesfisien Debit
Debit Thompson (Q)
(m) (Cd) m³/det
1 0,06 3,58 0,0121
2 0,09 1,44 0,0134
3 0,12 0.85 0,0161
C. Perhitungan Karakteristik Aliran
Untuk menentukan Bilangan Froude dan bilangan Reynold dapat
dilihat pada tabel – tabel berikut :
Tabel 6. Perhitungan bilangan Froude (Fr) tanpa krib bentuk T tipe permeabel
Debit Ked.
Rata-rata, h (m)
Lebar Dasar
Saluran, b (m)
Kec. Aliran, V (m/s)
Luas Penampang,
A (m2)
Keliling Basah P (m)
Jari-jari Hidraulik,
R (m)
Bil.
Froude (Fr) Ket.
Q1:
0,0121 0,0410 0,3 2,2 0,0123 0,0246 0,5 3,5215 SUPER KRITIS
Q2:
0,0134 0,0533 0,3 1,6 0,0160 0,0320 0,5 2,2120 SUPER KRITIS
Q3:
0,0161 0,0710 0,3 1,3 0,0213 0,0426 0,5 1,5177 SUPER KRITIS
60
Tabel 7. Perhitungan bilangan Froude (Fr) dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q1
Debit, Q (m3/dtk)
Jarak, L (m)
Kerapatan, a (m)
Ked. Rata-rata,
h (m)
Lebar Dasar Saluran,
b (m)
Kec. Aliran, V (m/s)
Luas Penampang
A (m2)
Kel. Basah P (m)
Jari-jari Hidraulik
R (m)
Bilangan Froude Tanpa Krib
(Fr)
Bilangan Froude Dengan Krib
(Fr)
Selisih Bilangan Froude
(Fr)
Karakteristik Aliran
Q1: 0.0121
0.30
0.005 0.0573 0.3 1.6 0.0172 0.0344 0.5 3.5215 2.1334 1.3880 SUPER KRITIS
0.010 0.0473 0.3 1.9 0.0142 0.0284 0.5 3.5215 2.7394 0.7821 SUPER KRITIS
0.015 0.0490 0.3 1.8 0.0147 0.0294 0.5 3.5215 2.5481 0.9734 SUPER KRITIS
0.50
0.005 0.0523 0.3 1.8 0.0157 0.0314 0.5 3.5215 2.5122 1.0093 SUPER KRITIS
0.010 0.0473 0.3 2.1 0.0142 0.0284 0.5 3.5215 3.1307 0.3908 SUPER KRITIS
0.015 0.0457 0.3 2.0 0.0137 0.0274 0.5 3.5215 2.9383 0.5832 SUPER KRITIS
0.75
0.005 0.0473 0.3 2.0 0.0142 0.0284 0.5 3.5215 2.8861 0.6354 SUPER KRITIS
0.010 0.0440 0.3 2.2 0.0132 0.0264 0.5 3.5215 3.3993 0.1222 SUPER KRITIS
0.015 0.0457 0.3 2.1 0.0137 0.0274 0.5 3.5215 3.1375 0.3840 SUPER KRITIS
Tabel 8. Perhitungan bilangan Froude (Fr) dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q2
Debit, Q (m3/dtk)
Jarak, L (m)
Kerapatan, a (m)
Ked. Rata-rata,
h (m)
Lebar Dasar Saluran,
b (m)
Kec. Aliran, V (m/s)
Luas Penampang
A (m2)
Kel. Basah P (m)
Jari-jari Hidraulik
R (m)
Bilangan Froude Tanpa Krib
(Fr)
Bilangan Froude Dengan Krib
(Fr)
Selisih Bilangan Froude
(Fr)
Karakteristik Aliran
Q2: 0.0134
0.30
0.005 0.0633 0.3 0.9 0.0190 0.038 0.5 2.2120 1.1418 1.0702 SUPER KRITIS
0.010 0.0533 0.3 1.2 0.0160 0.032 0.5 2.2120 1.6590 0.5530 SUPER KRITIS
0.015 0.0550 0.3 1.1 0.0165 0.033 0.5 2.2120 1.4975 0.7145 SUPER KRITIS
0.50
0.005 0.0583 0.3 1.1 0.0175 0.035 0.5 2.2120 1.4982 0.7138 SUPER KRITIS
0.010 0.0533 0.3 1.4 0.0160 0.032 0.5 2.2120 1.8894 0.3226 SUPER KRITIS
0.015 0.0517 0.3 1.2 0.0155 0.031 0.5 2.2120 1.6855 0.5265 SUPER KRITIS
0.75
0.005 0.0533 0.3 1.3 0.0160 0.032 0.5 2.2120 1.7512 0.4608 SUPER KRITIS
0.010 0.0500 0.3 1.5 0.0150 0.03 0.5 2.2120 2.1418 0.0702 SUPER KRITIS
0.015 0.0517 0.3 1.4 0.0155 0.031 0.5 2.2120 1.9197 0.2924 SUPER KRITIS
61
Tabel 9. Perhitungan bilangan Froude (Fr) dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q3
Debit, Q (m3/dtk)
Jarak, L (m)
Kerapatan, a (m)
Ked. Rata-rata,
h (m)
Lebar Dasar Saluran,
b (m)
Kec. Aliran, V (m/s)
Luas Penampang
A (m2)
Kel. Basah P (m)
Jari-jari Hidraulik
R (m)
Bilangan Froude Tanpa Krib
(Fr)
Bilangan Froude Dengan Krib
(Fr)
Selisih Bilangan Froude
(Fr)
Karakteristik Aliran
Q3: 0.0161
0.30
0.005 0.0933 0.3 0.7 0.0280 0.056 0.5 1.5177 0.7316 0.7862 SUB-KRITIS
0.010 0.0833 0.3 0.9 0.0250 0.05 0.5 1.5177 0.9954 0.5223 SUB-KRITIS
0.015 0.0850 0.3 0.8 0.0255 0.051 0.5 1.5177 0.8761 0.6417 SUB-KRITIS
0.50
0.005 0.0883 0.3 0.8 0.0265 0.053 0.5 1.5177 0.8952 0.6225 SUB-KRITIS
0.010 0.0833 0.3 1.1 0.0250 0.05 0.5 1.5177 1.1797 0.3380 SUPER KRITIS
0.015 0.0817 0.3 0.9 0.0245 0.049 0.5 1.5177 1.0055 0.5122 SUPER KRITIS
0.75
0.005 0.0833 0.3 1.0 0.0250 0.05 0.5 1.5177 1.0691 0.4486 SUPER KRITIS
0.010 0.0800 0.3 1.2 0.0240 0.048 0.5 1.5177 1.3546 0.1632 SUPER KRITIS
0.015 0.0817 0.3 1.1 0.0245 0.049 0.5 1.5177 1.1917 0.3260 SUPER KRITIS
Tabel 10. Perhitungan bilangan Reynold (Re) tanpa krib bentuk T tipe permeabel
Debit, Q (m3/dtk)
Kedalaman Rata-rata,
h (m)
Lebar Dasar Saluran,
b (m)
Kecepatan Aliran, V (m/s)
Luas Penampang,
A (m2)
Keliling Basah, P (m)
Jari-jari Hidraulik,
R (m)
Suhu (°C)
Viskositas (m2/s)
Bilangan Reynold
(Re) Pola Aliran
Q1: 0.0121 0.0410 0.3 2.2 0.0123 0.3820 0.0322 29.3 0.000000836 1020324.74 Turbulen
Q2: 0.0134 0.0533 0.3 1.6 0.0160 0.4067 0.0393 30.0 0.000000828 785829.31 Turbulen
Q3: 0.0161 0.0710 0.3 1.3 0.0213 0.4420 0.0482 29.1 0.000000838 668026.26 Turbulen
62
Tabel 11. Perhitungan bilangan Reynold (Re) dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q1
Debit, Q (m3/dtk)
Jarak, L ( m)
Kerapatan, a (m)
Ked. Rata-rata,
h (m)
Lebar Dasar Saluran,
b (m)
Kec. Aliran, V (m/s)
Luas Penampang,
A (m2)
Kel. Basah, P (m)
Jari-jari Hidraulik,
R (m)
Suhu (°C)
Viskositas (m2/s)
Bil. Reynold Tanpa Krib
(Re)
Bil. Reynold Dengan Krib
(Re)
Selisih Bil. Reynold
(Fr)
Pola Aliran
Q1: 0.0121
0.30
0.005 0.0573 0.3 1.6 0.0172 0.4147 0.041 29.0 0.000000839 1020324.74 790893.83 229430.92 Turbulen
0.010 0.0473 0.3 1.9 0.0142 0.3947 0.036 28.4 0.000000847 1020324.74 869657.97 150666.78 Turbulen
0.015 0.0490 0.3 1.8 0.0147 0.3980 0.037 28.4 0.000000847 1020324.74 830438.96 189885.78 Turbulen
0.50
0.005 0.0523 0.3 1.8 0.0157 0.4047 0.039 28.4 0.000000846 1020324.74 860712.42 159612.32 Turbulen
0.010 0.0473 0.3 2.1 0.0142 0.3947 0.036 28.2 0.000000849 1020324.74 991371.97 28952.78 Turbulen
0.015 0.0457 0.3 2.0 0.0137 0.3913 0.035 28.3 0.000000848 1020324.74 908049.29 112275.45 Turbulen
0.75
0.005 0.0473 0.3 2.0 0.0142 0.3947 0.036 28.8 0.000000842 1020324.74 922155.77 98168.97 Turbulen
0.010 0.0440 0.3 2.2 0.0132 0.3880 0.034 28.1 0.000000851 1020324.74 1018738.10 1586.64 Turbulen
0.015 0.0457 0.3 2.1 0.0137 0.3913 0.035 28.4 0.000000847 1020324.74 970590.79 49733.95 Turbulen
Tabel 12. Perhitungan bilangan Reynold (Re) dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q2
Debit, Q (m3/dtk)
Jarak, L ( m)
Kerapatan, a (m)
Ked. Rata-rata,
h (m)
Lebar Dasar Saluran,
b (m)
Kec. Aliran, V (m/s)
Luas Penampang,
A (m2)
Kel. Basah, P (m)
Jari-jari Hidraulik,
R (m)
Suhu (°C)
Viskositas (m2/s)
Bil. Reynold Tanpa Krib
(Re)
Bil. Reynold Dengan Krib
(Re)
Selisih Bil. Reynold
(Fr)
Pola Aliran
Q2: 0.0134
0.30
0.005 0.0633 0.3 0.9 0.0190 0.4267 0.045 29.0 0.000000839 785829.31 457535.03 328294.28 Turbulen
0.010 0.0533 0.3 1.2 0.0160 0.4067 0.039 28.1 0.000000850 785829.31 574012.24 211817.07 Turbulen
0.015 0.0550 0.3 1.1 0.0165 0.4100 0.040 28.6 0.000000844 785829.31 534250.81 251578.50 Turbulen
0.50
0.005 0.0583 0.3 1.1 0.0175 0.4167 0.042 28.8 0.000000842 785829.31 561034.42 224794.89 Turbulen
0.010 0.0533 0.3 1.4 0.0160 0.4067 0.039 28.1 0.000000851 785829.31 653398.98 132430.32 Turbulen
0.015 0.0517 0.3 1.2 0.0155 0.4033 0.038 28.4 0.000000847 785829.31 571630.50 214198.81 Turbulen
0.75
0.005 0.0533 0.3 1.3 0.0160 0.4067 0.039 28.5 0.000000846 785829.31 608984.85 176844.45 Turbulen
0.010 0.0500 0.3 1.5 0.0150 0.4000 0.038 28.4 0.000000846 785829.31 708988.82 76840.49 Turbulen
0.015 0.0517 0.3 1.4 0.0155 0.4033 0.038 28.1 0.000000850 785829.31 648377.67 137451.64 Turbulen
63
Tabel 13. Perhitungan bilangan Reynold (Re) dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q3
Debit, Q (m3/dtk)
Jarak, L ( m)
Kerapatan, a (m)
Ked. Rata-rata,
h (m)
Lebar Dasar Saluran,
b (m)
Kec. Aliran, V (m/s)
Luas Penampang,
A (m2)
Kel. Basah, P (m)
Jari-jari Hidraulik,
R (m)
Suhu (°C)
Viskositas (m2/s)
Bil. Reynold Tanpa Krib
(Re)
Bil. Reynold Dengan Krib
(Re)
Selisih Bil. Reynold
(Fr)
Pola Aliran
Q3: 0.0161
0.30
0.005 0.0933 0.3 0.7 0.0280 0.4867 0.058 28.6 0.000000845 668026.26 403351.36 264674.91 Turbulen
0.010 0.0833 0.3 0.9 0.0250 0.4667 0.054 28.3 0.000000848 668026.26 495542.74 172483.53 Turbulen
0.015 0.0850 0.3 0.8 0.0255 0.4700 0.054 28.2 0.000000849 668026.26 442726.29 225299.98 Turbulen
0.50
0.005 0.0883 0.3 0.8 0.0265 0.4767 0.056 29.2 0.000000837 668026.26 474405.33 193620.93 Turbulen
0.010 0.0833 0.3 1.1 0.0250 0.4667 0.054 28.2 0.000000849 668026.26 586414.97 81611.29 Turbulen
0.015 0.0817 0.3 0.9 0.0245 0.4633 0.053 28.5 0.000000846 668026.26 492993.99 175032.27 Turbulen
0.75
0.005 0.0833 0.3 1.0 0.0250 0.4667 0.054 28.5 0.000000845 668026.26 533853.35 134172.91 Turbulen
0.010 0.0800 0.3 1.2 0.0240 0.4600 0.052 28.1 0.000000851 668026.26 648957.65 19068.62 Turbulen
0.015 0.0817 0.3 1.1 0.0245 0.4633 0.053 28.5 0.000000846 668026.26 584289.18 83737.09 Turbulen
Tabel 14. Rekapitulasi perhitungan bilangan Froude dan bilangan Reynold
Debit, Q (m3/dtk)
Tanpa Krib
Jarak, L (m)
Kerapatan, a (m)
Dengan Krib
Bilangan Froude (Fr) Bilangan Reynold (Re) Bilangan Froude (Fr) Bilangan Reynold (Re)
Daerah Krib
Karakteristik Aliran
Daerah Krib
Pola Aliran Daerah
Krib Karakteristik
Aliran Daerah
Krib Pola Aliran
Q1: 0.0121
3.5215 Super Kritis 1020324.74 Turbulen
0.30
0.005 2.1334 Super Kritis 790893.83 Turbulen
3.5215 Super Kritis 1020324.74 Turbulen 0.010 2.7394 Super Kritis 869657.97 Turbulen
3.5215 Super Kritis 1020324.74 Turbulen 0.015 2.5481 Super Kritis 830438.96 Turbulen
3.5215 Super Kritis 1020324.74 Turbulen
0.50
0.005 2.5122 Super Kritis 860712.42 Turbulen
3.5215 Super Kritis 1020324.74 Turbulen 0.010 3.1307 Super Kritis 991371.97 Turbulen
3.5215 Super Kritis 1020324.74 Turbulen 0.015 2.9383 Super Kritis 908049.29 Turbulen
64
Tabel 14. “Lanjutan” Rekapitulasi perhitungan bilangan Froude dan bilangan Reynold
Debit, Q (m3/dtk)
Tanpa Krib
Jarak, L (m)
Kerapatan, a (m)
Dengan Krib
Bilangan Froude (Fr) Bilangan Reynold (Re) Bilangan Froude (Fr) Bilangan Reynold (Re)
Daerah Krib
Karakteristik Aliran
Daerah Krib
Pola Aliran Daerah
Krib Karakteristik
Aliran Daerah
Krib Pola Aliran
Q1: 0.0121
3.5215 Super Kritis 1020324.74 Turbulen
0.75
0.005 2.8861 Super Kritis 922155.77 Turbulen
3.5215 Super Kritis 1020324.74 Turbulen 0.010 3.3993 Super Kritis 1018738.10 Turbulen
3.5215 Super Kritis 1020324.74 Turbulen 0.015 3.1375 Super Kritis 970590.79 Turbulen
Q2: 0.0134
2.2120 Super Kritis 785829.31 Turbulen
0.30
0.005 1.1418 Super Kritis 457535.03 Turbulen
2.2120 Super Kritis 785829.31 Turbulen 0.010 1.6590 Super Kritis 574012.24 Turbulen
2.2120 Super Kritis 785829.31 Turbulen 0.015 1.4975 Super Kritis 534250.81 Turbulen
2.2120 Super Kritis 785829.31 Turbulen
0.50
0.005 1.4982 Super Kritis 561034.42 Turbulen
2.2120 Super Kritis 785829.31 Turbulen 0.010 1.8894 Super Kritis 653398.98 Turbulen
2.2120 Super Kritis 785829.31 Turbulen 0.015 1.6855 Super Kritis 571630.50 Turbulen
2.2120 Super Kritis 785829.31 Turbulen
0.75
0.005 1.7512 Super Kritis 608984.85 Turbulen
2.2120 Super Kritis 785829.31 Turbulen 0.010 2.1418 Super Kritis 708988.82 Turbulen
2.2120 Super Kritis 785829.31 Turbulen 0.015 1.9197 Super Kritis 648377.67 Turbulen
Q3: 0.0161
1.5177 Super Kritis 668026.26 Turbulen
0.30
0.005 0.7316 Sub-Kritis 403351.36 Turbulen
1.5177 Super Kritis 668026.26 Turbulen 0.010 0.9954 Sub-Kritis 495542.74 Turbulen
1.5177 Super Kritis 668026.26 Turbulen 0.015 0.8761 Sub-Kritis 442726.29 Turbulen
1.5177 Super Kritis 668026.26 Turbulen
0.50
0.005 0.8952 Sub-Kritis 474405.33 Turbulen
1.5177 Super Kritis 668026.26 Turbulen 0.010 1.1797 Super Kritis 586414.97 Turbulen
1.5177 Super Kritis 668026.26 Turbulen 0.015 1.0055 Super Kritis 492993.99 Turbulen
1.5177 Super Kritis 668026.26 Turbulen
0.75
0.005 1.0691 Super Kritis 533853.35 Turbulen
1.5177 Super Kritis 668026.26 Turbulen 0.010 1.3546 Super Kritis 648957.65 Turbulen
1.5177 Super Kritis 668026.26 Turbulen 0.015 1.1917 Super Kritis 584289.18 Turbulen
65
Pada tabel (7, 8 dan 9) untuk pemasangan krib permeabel yang efektif
yaitu dengan jarak 0,30 m pada kerapatan pilar 0,005 m. Penurunan
bilangan Froude (Fr) yang terbesar yaitu pada debit 0,0121 m³/det (Q1)
dengan nilai bilangan Froude (Fr) sebesar 3,3993, sedangkan penurunan
bilangan Froude (Fr) terendah yaitu pada debit 0,0161 m³/det (Q3) dengan
nilai bilangan Froude (Fr) sebesar 0,7316 dengan karakteristik aliran super
kritis pada Q1 dan Q2, sedangkan pada Q3 mengalami aliran sub-kritis.
1. Analisis Pengaruh Debit (Q) Terhadap Bilangan Froude (Fr)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 15. Rekapitulasi debit (Q) dengan bilangan Froude (Fr) Running Tanpa Krib Running Dengan Krib
Bil.Froude (Fr)
Debit, Q (m3/dkt) Bil.Froude (Fr)
Debit, Q (m3/dkt)
0.0121 0.0134 0.0161 0.0121 0.0134 0.0161
Daerah Krib 3.5215 2.2120 1.5177 Daerah Krib 2.8250 1.6871 1.0332
Gambar 27. Pengaruh debit (Q) terhadap bilangan Froude (Fr)
66
Berdasarkan gambar 27, dapat dilihat bahwa dengan adanya krib
bentuk T tipe permeabel dapat menurunkan angka bilangan Froude (Fr)
hingga 1,7059.
2. Analisis Pengaruh Jarak (L) Terhadap Bilangan Froude (Fr)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 16. Rekapitulasi jarak (L) dengan bilangan Froude (Fr)
Bil.Froude (Fr)
Q1 Jarak, L (m) Q2 Jarak, L (m) Q3 Jarak, L (m)
0.30 0.50 0.75 0.30 0.50 0.75 0.30 0.50 0.75
Daerah Krib 2.4736 2.8604 3.1410 1.4328 1.6911 1.9375 0.8677 1.0268 1.2051
Gambar 28. Pengaruh jarak (L) terhadap bilangan Froude (Fr)
Pada gambar 28 dapat di lihat bahwa dengan adanya pemasangan krib
permeabel pada saluran mempengaruhi bilangan Froude yang sebelumnya
besar pada running tanpa krib menjadi lebih kecil. Dimana bilangan Froude
yang terendah terjadi pada aliran dengan pemasangan krib permeabel Q3
67
jarak 0,30 m yaitu 0,8677 < 1 (aliran sub-kritis), dan bilangan tertinggi
terjadi pada aliran dengan pemasangan krib permeabel Q1 jarak 0,75 m
yaitu 3,1410 < 1 (aliran super kritis). Jarak efektif untuk mengurangi angka
bilangan Froude adalah jarak 0,30 m.
3. Analisis Pengaruh Kerapatan (a) Terhadap Bilangan Froude (Fr)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 17. Rekapitulasi kerapatan pilar (a) dengan bilangan Froude (Fr)
Running Dengan Krib Q1
Bil.Froude (Fr)
Kerapatan, a (m) L 0.30 Kerapatan, a (m) L 0.50 Kerapatan, a (m) L 0.75
0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015
Daerah Krib 2.1334 2.7394 2.5481 2.5122 3.1307 2.9383 2.8861 3.3993 3.1375
Running Dengan Krib Q2
Bil.Froude (Fr)
Kerapatan, a (m) L 0.30 Kerapatan, a (m) L 0.50 Kerapatan, a (m) L 0.75
0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015
Daerah Krib 1.1418 1.6590 1.4975 1.4982 1.8894 1.6855 1.7512 2.1418 1.9197
Running Dengan Krib Q3
Bil.Froude (Fr)
Kerapatan, a (m) L 0.30 Kerapatan, a (m) L 0.50 Kerapatan, a (m) L 0.75
0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015
Daerah Krib 0.7316 0.9954 0.8761 0.8952 1.1797 1.0055 1.0691 1.3546 1.1917
68
Gambar 29. Pengaruh kerapatan (a) terhadap bilangan Froude (Fr) pada Q1
Gambar 30. Pengaruh kerapatan (a) terhadap bilangan Froude (Fr) pada Q2
Gambar 31. Pengaruh kerapatan (a) terhadap bilangan Froude (Fr) pada Q3
69
Pada gambar (29, 30 dan 31) dapat di lihat bahwa terjadi penurunan
bilangan Froude. Dimana bilangan Froude yang terendah terjadi pada
aliran dengan pemasangan krib permeabel Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar
0,005 m yaitu 0,7316 < 1 (aliran subkritis), dan bilangan tertinggi terjadi
pada aliran dengan pemasangan krib permeabel Q1 jarak 0,75 m kerapatan
pilar 0,010 m yaitu 3,3993 < 1 (aliran super kritis).
Pada tabel (11, 12 dan 13) untuk pemasangan krib permeabel yang
efektif yaitu dengan jarak 0,30 cm pada kerapatan pilar 0,005 m. Penurunan
bilangan Reynold (Re) yang tertinggi yaitu pada debit 0,0121 m³/det (Q1)
dengan nilai bilangan Reynold (Re) sebesar 1018738.10, sedangkan
penurunan bilangan Reynold (Re) terendah yaitu pada debit 0,0161 m³/det
(Q3) dengan nilai bilangan Reynold (Re) sebesar 403351,36 dengan
karakteristik aliran yang dominan turbulen.
4. Analisis Pengaruh Debit (Q) Terhadap Bilangan Reynold (Re)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 18. Rekapitulasi debit (Q) dengan bilangan Reynold (Re) Running Tanpa Krib Running Dengan Krib
Reynold (Re)
Debit, Q (m3/dkt) Reynold
(Re)
Debit, Q (m3/dkt)
0.0121 0.0134 0.0161 0.0121 0.0134 0.0161
Daerah Krib
1020324.7434
785829.3076
668026.2648
Daerah Krib
906956.5676
590912.5908
518059.4294
70
Gambar 32. Pengaruh debit (Q) terhadap bilangan Reynold (Re)
Pada gambar 32 menunjukan bahwa semakin besar debit yang di
alirkan maka semakin kecil bilangan Reynold (Re). Ini disebabkan karena
semakin besar debit yang dikeluarkan menyebabkan kecepatan aliran
semakin lambat, sebaliknya semakin kecil debit yang dikeluarkan
menyebabkan kecepatan aliran semakin cepat.
5. Analisis Pengaruh Jarak (L) Terhadap Bilangan Reynold (Re)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 19. Rekapitulasi jarak (L) dengan bilangan Reynold (Re)
Reynold
(Re)
Q1 Jarak, L (m) Q2 Jarak, L (m) Q3 Jarak, L (m)
0.30 0.50 0.75 0.30 0.50 0.75 0.30 0.50 0.75
Daerah Krib
830330.2521
920044.5608
970494.8900
521932.6921
595354.6338
655450.4466
447206.7949
517938.1012
589033.3920
71
Gambar 33. Pengaruh jarak (L) terhadap bilangan Reynold (Re)
Pada gambar 33 dapat di lihat bahwa terjadi penurunan bilangan
Reynold yang sebelumnya besar menjadi lebih kecil. Dimana bilangan
Reynold yang terendah terjadi pada Q3 dengan pemasangan krib permeabel
jarak 0,30 m yaitu 447206.7949 > 12.500 (aliran turbulen), dan bilangan
Reynold tertinggi terjadi pada Q1 dengan pemasangan krib permeabel jarak
0,75 m yaitu 970494.8900 > 12.500 (aliran turbulen).
6. Analisis Pengaruh Kerapatan (a) Dengan Bilangan Reynold (Re)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 20. Rekapitulasi kerapatan pilar (a) dengan bilangan Reynold (Re) Running Dengan Krib Q1
Reynold
(Re)
Kerapatan, a (m) L 0.30 Kerapatan, a (m) L 0.50 Kerapatan, a (m) L 0.75
0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015
Daerah Krib
790893.8282
869657.9662
830438.9618
860712.4245
991371.9659
908049.2921
922155.7746
1018738.1034
970590.7919
72
Tabel 20. “Lanjutan” rekapitulasi kerapatan pilar (a) dengan bilangan Reynold (Re)
Running Dengan Krib Q2
Reynold
(Re)
Kerapatan, a (m) L 0.30 Kerapatan, a (m) L 0.50 Kerapatan, a (m) L 0.75
0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015
Daerah Krib
457535.0300
574012.2389
534250.8074
561034.4197
653398.9836
571630.4980
608984.8543
708988.8176
648377.6678
Running Dengan Krib Q3
Reynold
(Re)
Kerapatan, a (m) L 0.30 Kerapatan, a (m) L 0.50 Kerapatan, a (m) L 0.75
0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015 0.005 0.010 0.015
Daerah
Krib
403351.3578
495542.7373
442726.2897
474405.3346
586414.9746
492993.9944
533853.3503
648957.6470
584289.1786
Gambar 34. Pengaruh kerapatan (a) terhadap bilangan Reynold (Re) pada Q1
Gambar 35. Pengaruh kerapatan (a) terhadap bilangan Reynold (Re) pada Q2
73
Gambar 36. Pengaruh kerapatan (a) terhadap bilangan Reynold (Re) pada Q3
Pada gambar (34, 35 dan 36) dapat di lihat bahwa bilangan Reynold
yang terendah terjadi pada aliran dengan pemasangan krib permeabel Q3
jarak 0,30 m kerapatan 0,005 m yaitu 403351.3578 < 12.500 (aliran
turbulen), dan bilangan tertinggi terjadi pada aliran dengan pemasangan
krib permeabel Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,010 m yaitu
1018738.1034 < 12.500 (aliran turbulen). Jarak efektif untuk mengurangi
angka bilangan Reynold adalah jarak 0,30 m.
7. Analisis Pengaruh Debit (Q) Terhadap Volume Gerusan (Vg)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 21. Rekapitulasi debit (Q) dengan volume gerusan (Vg)
Debit Q (m3/dkt) Tanpa Krib Dengan Krib
V.Gerusan (m3) V. Gerusan (m3)
Q1: 0.0121 0.0237 0.0089
Q2 : 0.0134 0.0329 0.0153
Q3: 0.0161 0.0501 0.0225
74
Gambar 37. Pengaruh debit (Q) terhadap volume gerusan (Vg)
Pada gambar 37 menunjukan bahwa semakin tinggi debit aliran yang
terjadi maka akan semakin besar volume gerusan pada dasar saluran. Ini
disebabkan karena semakin tinggi debit aliran yang terjadi sehingga dapat
mempercepat laju gerusan pada dasar saluran.
8. Analisis Pengaruh Jarak (L) Terhadap Volume Gerusan (Vg)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 22. Rekapitulasi variasi jarak (L) dengan volume gerusan (Vg)
Running Dengan Krib
Jarak, L (m)
Volume Gerusan, Vg (m3)
Q1 Q2 Q3
0.30 0.0073 0.0137 0.0209
0.50 0.0085 0.0149 0.0221
0.75 0.0109 0.0173 0.0245
75
Gambar 38. Pengaruh jarak (L) terhadap volume gerusan (Vg)
Pada gambar 38 menunjukan bahwa semakin besar/jauh jarak krib
maka semakin besar volume gerusan pada dasar saluran. Ini disebabkan
karena kurangnya bangunan krib yang menghambat laju gerusan pada dasar
saluran.
9. Analisis Pengaruh Kecepatan (V) Terhadap Volume Gerusan (Vg)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 23. Rekapitulasi kecepatan (V) dengan volume gerusan (Vg)
J a r a k
Running Tanpa Krib Running Dengan Krib
Kec. V (m/s)
V. Gerusan, Vg (m3)
Kecepatan, V (m/s) Vol. Gerusan, Vg (m3)
Q1 Q2 Q3 Q1 Q2 Q3
0.30 2.8000 0.0237 2.5148 1.8259 1.3370 0.0073 0.0137 0.0209
0.50 2.1333 0.0329 2.6778 1.9593 1.4593 0.0149 0.0149 0.0221
0.75 1.6556 0.0501 2.7667 2.0333 1.5333 0.0173 0.0173 0.0245
76
Gambar 39. Pengaruh kecepatan (V) terhadap volume gerusan (Vg)
Pada gambar 39 menunjukan bahwa semakin cepat aliran yang terjadi
maka dapat mempercepat pengikisan yang terjadi pada dasar saluran. Hal
ini disebabkan karena kecepatan dapat mempengaruhi laju gerusan pada
dasar saluran. Kecepatan aliran yang terbesar terjadi pada Q1 sebesar
2,7667 m/s.
10. Analisis Pengaruh Kerapatan (a) Terhadap Volume Gerusan (Vg)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 24. Rekapitulasi kerapatan pilar (a) dengan volume gerusan (Vg) Running Tanpa Krib Running Dengan Krib
Volume Gerusan, Vg (m3)
Kerapatan, a (m)
Vol. Gerusan, Vg (m3)
Q1 Q2 Q3
0.0237 0.005 0.0076 0.0140 0.0212
0.0329 0.01 0.0103 0.0165 0.0239
0.0501 0.015 0.0088 0.0152 0.0224
77
Gambar 40. Pengaruh kerapatan (a) terhadap volume gerusan (Vg)
Pada gambar 40 menunjukan bahwa gerusan terparah terjadi pada
kerapatan 0.01 m. Ini disebabkan karena kecepatan aliran yang terpecah
pada kaki krib menyebapkan efek seperti selang air yang di tekan
(menyembur) sehingga terjadi gerusan di dasar saluran yang berada pada
belakang krib dengan cepat.
11. Analisis Pengaruh Debit (Q) Terhadap Kecepatan Aliran (V)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 25. Rekapitulasi debit (Q) dengan kecepatan aliran (V)
Running Tanpa Krib Running Dengan Krib
Kecepatan, V (m/s)
Debit, Q (m3/dkt) Kecepatan,
V (m/s)
Debit, Q (m3/dkt)
0.0121 0.0134 0.0161 0.0121 0.0134 0.0161
Daerah Krib 2.2 1.6 1.3 Daerah Krib 2.0 1.5 0.9
78
Gambar 41. Pengaruh debit (Q) terhadap kecepatan aliran (V)
Pada gambar 41 menunjukan bahwa semakin besar debit yang terjadi
maka kecepatan alirannya kecil. Ini disebabkan karena semakin besar
bukaan pintu thompson maka tekanan air akan berkurang tetapi debit yang
dikeluarkan besar.
12. Analisis Pengaruh Jarak (L) Terhadap Kecepatan Aliran (V)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 26. Rekapitulasi jarak (L) dengan kecepatan aliran (V)
Running Dengan Krib
Kecepatan, V (m/s)
Q1 Jarak, L (m) Q2 Jarak, L (m) Q3 Jarak, L (m)
0.3 0.5 0.75 0.3 0.5 0.75 0.3 0.5 0.75
Daerah Krib 1.7 2.0 2.1 1.1 1.2 1.4 0.8 0.9 1.1
79
Gambar 42. Pengaruh jarak (L) terhadap kecepatan aliran (V)
Pada gambar 42 menunjukan bahwa semakin rapat jarak antar krib
maka kecepatan alirannya berkurang. Ini disebabkan karena salah satu
fungsi krib adalah sebagai peredam energi.
13. Analisis Pengaruh Kerapatan (a) Terhadap Kecepatan Aliran (V)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 27. Rekapitulasi kerapatan pilar (a) dengan kecepatan aliran (V)
Running Dengan Krib Q1
Kecepatan, V (m/s)
Kerapatan, a (m) L 30 Kerapatan, a (m) L 50 Kerapatan, a (m) L 75
0.005 0.01 0.015 0.005 0.01 0.015 0.005 0.01 0.015
Daerah Krib 1.6 1.9 1.8 1.8 2.1 2.0 2.0 2.2 2.1
Running Dengan Krib Q2
Kecepatan, V (m/s)
Kerapatan, a (m) L 30 Kerapatan, a (m) L 50 Kerapatan, a (m) L 75
0.005 0.01 0.015 0.005 0.01 0.015 0.005 0.01 0.015
Daerah Krib 0.9 1.2 1.1 1.1 1.4 1.2 1.3 1.5 1.4
80
Tabel 27. “Lanjutan” Rekapitulasi kerapatan pilar (a) dengan kecepatan Aliran (V)
Running Dengan Krib Q3
Kecepatan, V (m/s)
Kerapatan, a (m) L 30 Kerapatan, a (m) L 50 Kerapatan, a (m) L 75
0.005 0.01 0.015 0.005 0.01 0.015 0.005 0.01 0.015
Daerah Krib 0.7 0.9 0.8 0.8 1.1 0.9 1.0 1.2 1.1
Gambar 43. Pengaruh kerapatan (a) terhadap kecepatan (V) pada Q1
Gambar 44. Pengaruh kerapatan (a) terhadap kecepatan (V) pada Q2
81
Gambar 45. Pengaruh kerapatan (a) terhadap kecepatan (V) pada Q3
Pada gambar (43, 44 dan 45) menunjukan bahwa aliran tercepat
terjadi pada Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m sebesar 2,2 m/s dan
aliran terlambat terjadi pada Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m
sebesar 0,7 m/s.
14. Analisis Pengaruh Debit (Q) Terhadap Tinggi Muka Air (h)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 28. Rekapitulasi debit (Q) dengan tinggi muka air (h)
Running Tanpa Krib Running Dengan Krib
T.Muka Air, h (cm)
Debit, Q (m3/dkt) T.Muka Air,
h (cm)
Debit, Q (m3/dkt)
0.0121 0.0134 0.0161 0.0121 0.0134 0.0161
Daerah Krib 0.041 0.053 0.071 Daerah Krib 0.048 0.054 0.084
82
Gambar 46. Pengaruh debit (Q) terhadap tinggi muka air (h)
Pada gambar 46 menunjukan bahwa dengan adanya bangunan krib
tinggi muka air menjadi lebih tinggi dari pada saat running kosong tanpa
krib hal ini disebapkan karena dengan adanya bangunan krib menyebapkan
luas penampang basah menjadi berkurang.
15. Analisis Pengaruh Jarak (L) Terhadap Tinggi Muka Air (h)
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
tabel dan grafik sebagai berikut :
Tabel 29. Rekapitulasi jarak (L) dengan tinggi muka air (h)
Running Dengan Krib
T.Muka Air, h (cm)
Q1 Jarak L (cm) Q2 Jarak, L (cm) Q3 Jarak, L (cm)
0.30 0.50 0.75 0.30 0.50 0.75 0.30 0.50 0.75
Daerah Krib 0.051 0.048 0.046 0.057 0.054 0.052 0.087 0.084 0.082
83
Gambar 47. Pengaruh jarak (L) terhadap tinggi muka air (h)
Pada gambar 47 menunjukan bahwa semakin rapat jarak antar krib
maka tinggi muka air akan meningkat/naik. Ini disebabkan karena pada saat
air dialirkan krib yang terpasang pada saluran akan berfungsi sebagai
pengatur aliran juga sebagai normalisasi dasar saluran, karena jaraknya
yang begitu rapat maka pola aliran seakan tertahan sehingga mengalirkan
arus ke daerah yang tidak terdapat krib.
84
16. Analisis Perhitungan Persentase Volume Gerusan
Berdasarka tabel hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dibuat
rekapitulasi perhitungan persentase volume gerusan sebagai berikut:
Tabel 30. Rekapitulasi perhitungan persentase volume gerusan (Vg)
Debit, Q
(m3/dtk)
Jarak, L (m)
Kerapatan, a (m)
Volume Gerusan, Vg (m3)
Selisih Volume Gerusan
Krib, Vg (m3)
Persentase Volume Gerusan
(%)
Rata-Rata Tanpa
Krib Dengan
Krib
Q1: 0.0121
0.3
0.005 0.0237 0.0060 0.0177 75%
69% 0.010 0.0237 0.0087 0.0151 63%
0.015 0.0237 0.0072 0.0165 70%
0.5
0.005 0.0237 0.0072 0.0165 70%
64% 0.010 0.0237 0.0099 0.0139 58%
0.015 0.0237 0.0084 0.0153 65%
0.75
0.005 0.0237 0.0096 0.0141 60%
54% 0.010 0.0237 0.0123 0.0115 48%
0.015 0.0237 0.0108 0.0129 54%
Q2: 0.0134
0.3
0.005 0.0329 0.0124 0.0205 62%
58% 0.010 0.0329 0.0151 0.0179 54%
0.015 0.0329 0.0136 0.0193 59%
0.5
0.005 0.0329 0.0136 0.0193 59%
55% 0.010 0.0329 0.0163 0.0167 51%
0.015 0.0329 0.0148 0.0181 55%
0.75
0.005 0.0329 0.0160 0.0169 51%
48% 0.010 0.0329 0.0187 0.0143 43%
0.015 0.0329 0.0172 0.0157 48%
Q3: 0.0161
0.3
0.005 0.0501 0.0196 0.0305 61%
58% 0.010 0.0501 0.0223 0.0279 56%
0.015 0.0501 0.0208 0.0293 59%
0.5
0.005 0.0501 0.0208 0.0293 59%
56% 0.010 0.0501 0.0235 0.0267 53%
0.015 0.0501 0.0220 0.0281 56%
0.75
0.005 0.0501 0.0232 0.0269 54%
51% 0.010 0.0501 0.0259 0.0243 48%
0.015 0.0501 0.0244 0.0257 51%
85
Berdasarkan tabel 30 disimpulkan bahwa persentase diantara ketiga
variasi jarak krib bentuk T tipe permeabel diperoleh hasil persentase
penanggulangan volume gerusan paling besar dan baik dengan variasi jarak
0,30 m dengan persentase Q1 sebesar 69 %, Q2 sebesar 58 % dan Q3
sebesar 58 %.
17. Pembahasan Hasil Analisis
Proses pengambilan data kecepatan aliran dilakukan pada tiga titik
pengamatan yaitu pada hulu, tengah dan hilir. Kecepatan aliran diukur
dengan menggunakan Flow watch. Flow watch memberikan data kecepatan
secara otomatis terhadap aliran pada saluran untuk titik pengamatan yang
ditentukan. Kecepatan aliran rata-rata yang terjadi disajikan pada lampiran
1 sd. 4.
Kecepatan aliran yang terjadi pada saluran mengalami perubahan pada
sepanjang area penelitian, pada bagian hulu saluran, tengah saluran dan hilir
saluran. Kecepatan aliran sebelum memasuki daerah tengah (transisi)
mengalami peningkatan dan pada saat berada di daerah tengah saluran
(dimana tempat krib dipasang) kecepatan aliran menurun dan selepas
daerah tengah saluran kecepatan alirannya bertambah. Hal ini di akibatkan
karena adanya bangunan krib yang menahan laju aliran dari hulu.
Besar debit aliran yang terjadi dihitung dengan menggunakan
persamaan hubungan antara volume tampungan dan waktu.
86
Dari hasil uji yang dilakukan pada perhitungan bilangan Froude (Fr)
karakteristik aliran yang didapat rata-rata mengalami aliran super kritis
karena memiliki nilai bilangan Froude yang lebih besar dari 1, hal ini di
akibatkan karena masih memiliki kecepatan aliran yang besar. Sedangkan
pada perhitungan bilangan Reynold (Re) pola aliran yang terjadi pada dasar
saluran ialah aliran turbulen karena pada saat arus sungai memasuki daerah
krib, arus aliran masih kuat sehingga membuat bilangan Reynold (Re)
tinggi.
Pada penelitian ini menggunakan tiga variasi debit dimana nilai Q1 =
0,0121 m3/dtk, Q2 = 0,0134 m3/dtk dan Q3 = 0,0161 m3/dtk. Saat running
kosong tanpa krib angka bilangan Froude (Fr) dan Reynold (Re) sangatlah
tinggi, dengan dipasangnya bangunan krib bentuk T tipe permeabel pada
saluran terbukti dapat menurunkan angka bilangan Froude (Fr) dan Reynold
(Re) menjadi lebih kecil, hal ini di sebabkan karena krib bentuk T tipe
permeabel berfungsi sebagai peredam energy sehingga arus dari hulu yang
awalnya deras setelah memasuki daerah krib kecepatannya menjadi
berkurang.
Pada saat dilakukan pengaliran didapatkan kecepatan aliran pada krib
bagian depan sangat tinggi karena merupakan daerah transisi dan
karakteristik alirannya merupakan aliran super kritis dan kecepatan
berangsur melambat saat memasuki krib selanjutnya. Pada saat running
kosong tanpa adanya krib bilangan Froude dan angka Reynold sangat
87
tinggi, setelah running dengan krib bilangan Froude dan angka Reynold
menurun. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan adanya krib dapat mengurai
kecepatan aliran. Menurut (M. Haris, 2013) krib berfungsi untuk
memperbaiki maupun mengatur lebar palung sungai dan kedalaman air
yang dibutuhkan serta melindungi bangunan pengambilan yang
membutuhkan konsentrasi aliran air.
Debit sangat berpengaruh terhadap seberapa besar gerusan yang
terjadi. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa semakin besar debit
aliran maka kedalaman gerusan yang dihasilkan akan semakin besar hal ini
sejalan dengan yang dikatakan oleh Charbert & Engeldiger (1956) dalam
Breusers & Reudkivi (1991). Kecepatan aliran ikut andil dalam hal
tergerusnya dasar saluran karena semakin cepat aliran yang terjadi pada
saluran maka angkutan material dasar saluran atau sedimen akan menjadi
besar sebaliknya apabila kecepatan aliran lambat maka angkutan material
dasar salurannya akan menurun.
Berdasarkan hasil analisa didapatkan hasil bahwa dengan adanya
pemasangan bangunan krib pada dasar saluran dapat meninggikan tinggi
muka air, hal ini disebapkan karena kecepatan aliran yang berada pada
daerah krib menjadi tertahan sehingga tinggi muka air pada daerah krib
tersebut menjadi naik.
Dari hasil uji yang dilakukan dengan menggunakan variasi jarak
dimana variasi jarak yang digunakan yaitu jarak 0,30 m, 0,50 m dan 0,75 m.
88
Karakteristik dan pola aliran pada setiap variasi jarak sangatlah berbeda
dimana pada saat running dengan menggunakan variasi jarak 0,30 m
kecepatan aliran yang terjadi pada daerah krib sangatlah rendah
dibandingkan dengan variasi jarak 0,50 m dan 0,75 m, atau dengan kata lain
apabila jarak antara krib saling berjauhan maka kecepatan aliran makin
kencang/deras karena kurangnya bangunan krib yang mengatur arus aliran
pada saluran. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap volume gerusan pada
dasar saluran dimana pada saat pengaliran terjadi gerusan yang lebih besar
pada jarak yang lebih renggang karena arus yang masih terlalu kuat dan
kurangnya bangunan krib yang mengatur arus.
Hasil dari variasi kerapatan menunjukkan bahwa pada kerapatan pilar
0,005 m perilaku aliran pada saat menabrak krib arus seolah tertahan dan
mengalihkan arus ke daerah yang tidak terdapat krib. Hal yang berbeda
terjadi pada kerapatan pilar 0,01 m, perilaku alirannya seolah menyembur
pada sela-sela krib. Efek seperti ini hampir sama seperti selang air yang
ujungnya ditahan sehingga menimbulkan efek semburan, dari fenomena
inilah yang menyebapkan mengapa volume gerusan (Vg) terbesar terjadi
pada kerapatan tersebut. Sedangkan pada kerapatan pilar 0,015 m perilaku
aliran tidak menimbulkan efek semburan karena jarak antara kaki-kaki krib
sangat renggang sehingga memudahkan air untuk lewat.
89
D. Data Hasil Kontur Pola Gerusan Krib Bentuk T Tipe Permeabel
1). Pola Gerusan Pada Debit Pertama (Q1)
Adapun uraian dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut.
a). Pola gerusan tanpa krib pada Q1
(a)
(b)
(c)
Gambar 48. (a). 2D pola gerusan tanpa krib, (b). 3D pola gerusan tanpa krib, (c). Vector pola gerusan tanpa krib
90
b). Pola gerusan dengan krib jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 49. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m
91
c). Pola gerusan dengan krib jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 50. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m
92
d). Pola gerusan dengan krib jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 51. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m
93
e). Pola gerusan dengan krib jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 52. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m
94
f). Pola gerusan dengan krib jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 53. (a). 2D pola gerusan debit Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m, (b). 3D pola gerusan debit Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan debit Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m
95
g). Pola gerusan dengan krib jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 54. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m
96
h). Pola gerusan dengan krib jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 55. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m
97
i). Pola gerusan dengan krib jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 56. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m
98
j). Pola gerusan dengan krib jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 57. (a). 2D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q1 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m
99
2). Kesimpulan Pola Gerusan Pada Debit Pertama (Q1)
Pada penelitian ini jarak antar krib dibuat bervariasi yaitu jarak 0,3 m,
0,5 m dan 0,75 m dan kerapatan pilar yang digunakan dibuat bervariasi pula
yaitu 0,005 m, 0,01 m dan 0,015 m dengan tiga debit pengaliran.
Berikut diperlihatkan hasil penelitian dalam bentuk gambar pola
gerusan saluran setelah di lakukan pengaliran pada Q1.
Berdasarkan hasil gambar 48, 49, 50 dan 51 dapat dilihat pada krib
pertama dan kedua terjadi gerusan di pilar krib hal ini dikarenakan kedua
pilar tersebut berfungsi sebagai pengatur arus dan pada krib ke tiga, empat,
lima dan enam rata-rata terjadi sedimentasi pada daerah tersebut.
Perbandingan pola gerusan terhadap ketiga variasi kerapatan tersebut yang
paling banyak tergerus adalah pada kerapatan pilar 0,01m.
Berdasarkan hasil gambar 52, 53 dan 54 dapat dilihat rata-rata krib
mengalami gerusan pada pilarnya dan terjadi pengendapan sedimen pada
bagian depan krib. Perbandingan pola gerusan yang efektif untuk mencegah
gerusan adalah kerapatan pilar 0,005 m.
Berdasarkan hasil gambar 55, 56 dan 57 dilihat gerusan terparah
terjadi pada jarak 10-60 cm, karena pada daerah tersebut merupakan daerah
transisi dan terjadi sedimentasi didaerah krib ke dua dan tiga. Perubahan
dasar saluran yang signifikan terjadi pada kerapatan pilar 0,01 m, 0,015 m
dan 0,005 m.
100
3). Pola Gerusan Pada Debit Kedua (Q2)
Adapun uraian dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut.
a). Pola gerusan tanpa krib
(a)
(b)
(c)
Gambar 58. (a). 2D pola gerusan tanpa krib, (b). 3D pola gerusan tanpa krib, (c). Vector pola gerusan tanpa krib
101
b). Pola gerusan dengan krib jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 59. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,005 m
102
c). Pola gerusan dengan krib jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 60. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m
103
d). Pola gerusan dengan krib jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 61. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m
104
e). Pola gerusan dengan krib jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 62. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m
105
f). Pola gerusan dengan krib jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 63. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m
106
g). Pola gerusan dengan krib jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 cm
(a)
(b)
(c)
Gambar 64. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 cm, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 cm, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 cm
107
h). Pola gerusan dengan krib jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 65. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m
108
i). Pola gerusan dengan krib jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 66. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m
109
j). Pola gerusan dengan krib jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 67. (a). 2D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q2 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m
110
4). Kesimpulan Pola Gerusan Pada Debit Kedua (Q2)
Berikut diperlihatkan hasil penelitian dalam bentuk gambar pola
gerusan saluran setelah di lakukan pengaliran pada Q2.
Berdasarkan hasil gambar 58, 59 , 60 dan 61 dapat dilihat pada krib
pertama dan kedua terjadi gerusan pada pilar krib hal ini dikarenakan kedua
pilar tersebut berfungsi sebagai pengatur arus dan pada krib ke tiga, empat,
lima dan enam rata-rata terjadi sedimentasi pada daerah tersebut.
Perbandingan pola gerusan terhadap ketiga variasi kerapatan tersebut yang
paling banyak tergerus adalah pada kerapatan pilar 0,01 m hal ini bisa
dilihat pada tampak atas kontur.
Berdasarkan hasil gambar 62, 63 dan 64 dapat dilihat krib pertama
mengalami gerusan pada pilarnya karena pilar pertama berfungsi sebagai
pengatur arus sehingga mengurangi pengikisan yang terjadi pada dinding
saluran. Perubahan dasar saluran yang signifikan terjadi pada kerapatan
pilar 0,01 m, 0,015 m dan 0,005 m.
Berdasarkan hasil gambar 65, 66 dan 67 dilihat gerusan terparah
terjadi pada jarak 0-80 cm, karena pada daerah tersebut merupakan daerah
transisi dan terjadi sedimentasi didaerah krib ke dua dan tiga. Perubahan
dasar saluran yang signifikan terjadi pada kerapatan pilar 0,01 m, 0,015 m
dan 0,005 m. Perbandingan pola gerusan terhadap ketiga variasi kerapatan
tersebut yang paling banyak mengalami gerusan adalah pada kerapatan 0,01
m.
111
5). Pola Gerusan Pada Debit Ketiga (Q3)
Adapun uraian dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut.
a). Pola gerusan tanpa krib
(a)
(b)
(c)
Gambar 68. (a). 2D pola gerusan tanpa krib, (b). 3D pola gerusan tanpa krib, (c). Vector pola gerusan tanpa krib
112
b). Pola gerusan dengan krib jarak 0,30 cm kerapatan pilar 0,005 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 69. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,30 cm kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,30 cm kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,30 cm kerapatan pilar 0,005 m
113
c). Pola gerusan dengan krib jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 70. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,01 m
114
d). Pola gerusan dengan krib jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015
(a)
(b)
(c)
Gambar 71. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,30 m kerapatan pilar 0,015 m
115
e). Pola gerusan dengan krib jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 72. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,005 m
116
f). Pola gerusan dengan krib jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 73. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,01 m
117
g). Pola gerusan dengan krib jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 74. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,50 m kerapatan pilar 0,015 m
118
h). Pola gerusan dengan krib jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 75. (a). 2D pola gerusann Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m, (b). 3D pola gerusann Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m, (c). Vector pola gerusann Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,005 m
119
i). Pola gerusan dengan krib jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 76. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,01 m
120
j). Pola gerusan dengan krib jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m
(a)
(b)
(c)
Gambar 77. (a). 2D pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m, (b). 3D pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m, (c). Vector pola gerusan Q3 jarak 0,75 m kerapatan pilar 0,015 m
121
6). Kesimpulan Pola Gerusan Pada Debit Ketiga (Q3)
Berikut diperlihatkan hasil penelitian dalam bentuk gambar pola
gerusan saluran setelah di lakukan pengaliran pada Q3.
Berdasarkan hasil gambar 68, 69, 70 dan 71 dapat dilihat terjadi
gerusan pada krib kedua, hal ini diakibatkan karena adanya loncatan air
yang terjadi dan karena arusnya yang deras maka terjadi proses sedimentasi
pada krib 4, 5 dan 6. Perbandingan pola gerusan terhadap ketiga variasi
kerapatan tersebut yang paling banyak tergerus adalah pada kerapatan pilar
0,01 m (seperti pada kontur).
Berdasarkan hasil gambar 72, 73 dan 74 dapat dilihat gerusannya
terjadi pada jarak 10-90 cm hal ini diakibatkan karena adanya loncatan air
pada daerah transisi saluran sehingga daerah yang berada dibelakang krib
pertama menjadi tergerus. Kerapatan pilar yang efektif adalah 0,005 m.
Berdasarkan hasil gambar 74, 75 dan 76 dilihat gerusan terparah
terjadi pada jarak 0-70 cm, karena pada daerah tersebut merupakan daerah
transisi sehingga menyebapkan daerah dibelakang krib pertama menjadi
tergerus dan terjadi sedimentasi didaerah krib ke dua dan tiga. Perubahan
dasar saluran yang signifikan terjadi pada kerapatan pilar 0,01 m, 0,015 m
dan 0,005 m. Perbandingan pola gerusan terhadap ketiga variasi kerapatan
tersebut yang paling banyak mengalami gerusan adalah pada kerapatan pilar
0,01 m seperti yang terlihat pada tampak atas kontur.
122
E. Pembahasan Pola Gerusan Pada Krib
Proses pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini
dilaksanakan dalam 4 tahap yaitu kontur tanpa alat uji, kontur dengan krib
pada jarak 0,3 m, kontur dengan krib pada jarak 0,5 m dan terakhir kontur
dengan krib jarak 0,75 m, pengujian dilakukan selama 180 detik. Dan
kemudian data kontur diambil menggunakan grid dengan interval 0,05 m.
Penggambaran bentuk dasar saluran menggunakan program surfer 15
dengan memasukkan data XYZ.
Pada penelitian ini menggunakan tiga variasi debit dimana nilai Q1 =
0,0121 m3/dtk, Q2 = 0,0134 m3/dtk dan Q3 = 0,0161 m3/dtk. Saat running
kosong tanpa krib angka bilangan Froude (Fr) dan Reynold (Re) sangatlah
tinggi, dengan dipasangnya bangunan krib bentuk T tipe permeabel pada
saluran terbukti dapat menurunkan angka bilangan Froude (Fr) dan Reynold
(Re) menjadi lebih kecil, hal ini di sebabkan karena krib bentuk T tipe
permeabel berfungsi sebagai peredam energy sehingga arus dari hulu yang
awalnya deras setelah memasuki daerah krib kecepatannya menjadi
berkurang.
Karakteristik aliran yang digunakan ditinjau berdasarkan bilangan
Froude dan Reynold yang diperoleh dari hasil analisis. Kemudian dari data
tersebut ditentukan regime aliran yang terjadi. Sebagai contoh, dimana
bilangan Froude pada penampang saluran tanpa pemasangan krib yang
123
didapatkan adalah sebesar 3.5215 (tabel 6), karena bilangan Froude-nya
lebih besar dari 1(Fr>1) maka tipe alirannya adalah super kritis, sedangkan
angka Reynold adalah sebesar 1020324.74 (tabel 10), karena angka Reynold
pada percobaan tanpa alat uji ini adalah lebih dari 4000 (Re>4000), maka
tipe alirannya adalah aliran turbulen. Pada Q3 jarak 0,3 m di dapatkan
karakteristik alirannya adalah Sub-kritis hal ini di sebapkan karena angka
Froude-nya lebih kecil dari 1 (Fr<1).
Selanjutnya hasil perhitungan bilangan Froude dan Reynold pada tiap-
tiap penampang dan alat uji disajikan dalam bentuk tabel. Dan dalam
pembahasan selanjutnya akan disajikan dalam bentuk gambar.
Pada saat running kosong terjadi gerusan yang sangat dalam pada
sebelah kanan saluran yang disebapkan karena adanya faktor kekasaran
dinding dan kemiringan saluran yang condong pada sebelah kanan saluran
dengan kemiringan empat derajat sehingga arus dari hulu cenderung
mengarah pada sebelah kanan saluran.
Perubahan besaran kuantitatif gerusan yang terjadi dianalisa dengan
melakukan analisa parameter tak berdimensi antara besar gerusan max
awal dengan gerusan yang terjadi akibat adanya variasi krib. Pengaruh
variasi pemasangan variasi jarak krib terhadap volume gerusan (Vg)
disajikan dalam gambar 38. Sedangkan pengaruh kerapatan terhadap
volume gerusan (Vg) disajikan dalam gambar 40.
124
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu (Jurnal Bambang Sujadmoko,
2014) mengatakan bahwa pola sedimentasi terjadi akibat adanya perubahan
kecepatan terutama perubahan kecepatan yang terjadi diantara dua
bangunan krib dimana terjadi penurunan kecepatan dan adanya pusaran air
akibat perubahan tersebut. Perubahan kecepatan antara bangunan krib
menyebabkan kecepatan untuk mengangkut material/butiran sedimen
menjadi lebih kecil daripada kecepatan minimum angkutan butiran,
sehingga butiran sedimen tertinggal di lokasi tersebut. Hal tersebut
berbanding lurus dengan hasil penelitian ini dimana pada krib bagian depan
terjadi gerusan pada pilar krib karena merupakan daerah transisi sehingga
arus masih sangat kuat saat menghantam krib, oleh karena itu krib tersebut
berfungsi sebagai pengatur arus. Sedangkan pada krib bagian belakang
terjadi sedimentasi karena kecepatan aliran yang terjadi saat mendekati krib
perlahan mulai berkurang dan terus terjadi pada krib selanjutnya sehingga
menyebabkan kecepatan untuk mengangkut sedimen menjadi berkurang
daripada kecepatan minimum angkutan butiran.
Pada saat running tanpa menggunakan alat uji, pola aliran mengarah
kebagian luar segmen yang dapat mengakibatkan terjadinya gerusan seperti
pada gambar 48. Pada saat penempatan alat uji, terjadi perubahan pola
aliran yang beralih ke bagian tengah segmen yang di akibatkan oleh jenis
krib yang berfungsi untuk mengarahkan aliran ke tengah sehingga tebing
pada luar segmen aman terhadap gerusan baik pada Q1, Q2 dan Q3. Hal ini
125
berbanding lurus dengan penelitian sebelumnya (Jurnal Ahmad Syarif Sukri
dan Riswal K, 2018).
Ranga Raju (1986) menjelaskan suatu saluran terbuka yang
mempunyai sedimen lepas (loose sediment) diatur pada kemiringan tertentu
dimana tertentu dimana aliran seragam terjadi pada debit yang berbeda.
Sebagai akibatnya, pada debit yang rendah ketika kedalaman dan tegangan
geser kecil, partikel sedimen akan berhenti dan aliran itu sama dengan yang
ada batasan kukuh. Apabila debit secara berangsur bertambah, suatu tahap
dicapai apabila sedikit partikel pada dasar yang bergerak secara terputus-
putus. Keadaan ini dapat dinamakan keadaan kritis (criticalcondition)
keadaan gerak awal (incipent motion condition).
Chabert & Engeldinger (1956) dalam Breuser & Reudkivi (1991),
proses gerusan dimulai pada saat partikel yang terbawa bergerak mengikuti
pola aliran dari bagian hulu ke bagian hilir saluran. Pada kecepatan tinggi,
partikael yang terbawa akan semakin banyak dan lubang gerusan akan
semakin besar baik ukuran maupun kedalamannya. Bahkan kedalaman
gerusan maksimum akan tercapai pada saat kecepatan aliran mencapai
kecepatan kritik.
Proses penggerusan memiliki kesamaan antara gerusan tanpa banguan
krib maupun dengan krib yaitu pada menit pertama terjadi gerusan yang
cukup besar disekitar krib bagian depan. Setelah aliran menjadi konstan
maka gerusan yang ada di sekitar krib bagian depan akan semakin kecil dan
126
perlahan mendekati kestabilan. Gambar kontur diatas menunjukkan bahwa
yang dikatakan oleh (Breusers & Reudkivi, 1991) kecepatan gerusan relatif
tetap meskipun terjadi peningkatan kecepatan yang berhubungan dengan
transportasi sedimen, baik yang masuk maupun yang keluar lubang gerusan.
Pola gerusan pada daerah krib terjadi karena adanya arus dari hulu
yang terhalang oleh bangunan krib. Hal ini menyebapkan terjadinya
pusaran yang terjadi akibat bangunan yang membentur bagian depan krib
sehingga menimbulkan gaya tekan pada bagian depan krib. Gaya tersebut
menghasilkan aliran bawah (down flow) yang mengikis dasar saluran, aliran
bawah ini membentuk pusaran sehingga menggerus daerah sekitar krib dan
menyebapkan terjadinya gerusan lokal (local scour).
Meterial dinding saluran yang digunakan yakni pasangan batu yang
memungkinkan pola aliran menjadi menyebar. Pada saat aliran memasuki
area pemasangan krib yang memiliki dasar saluran tanah terjadi gerusan
yang cukup parah pada jarak 0,1 – 0,6 m, hal ini disebapkan karena pada
jarak tersebut merupakan daerah transisi dari hulu saluran ke tengah saluran
sehingga terjadi loncatan air padadaerah tersebut.
Fenomena yang terjadi pada krib dengan kerapatan pilar 0,005 m
perilaku aliran seolah tertahan karena kaki-kaki krib memiliki space yang
sangat sempit sehingga air susah untuk lewat dan mengalihkan aliran ke
daerah yang tidak terdapat krib. Pada kerapatan pilar 0,01 m perilaku aliran
pada saat menabrak krib seolah menyembur dan terjadi gerusan lokal pada
127
kaki krib, hal tersebutlah yang memicu mengapa volume gerusan (Vg)
terbesar terjadi pada kerapatan tersebut. Sedangkan pada kerapatan pilar
0,015 m perilaku aliran leluasa melewati kaki krib karena jaraknya lebih
renggang.
Rata- rata pada setiap variasi jarak, gerusan terjadi pada krib bagian
depan yang merupakan daerah transisi karena arus pada saat memasuki
daerah krib masih sangat deras sehingga krib bagian depan berfungsi
sebagai pengatur aliran, sedangkan krib bagian belakang terjadi sedimentasi
karena kecepatan aliran berkurang.
Semakin besar debit aliran yang ada maka kedalaman gerusan yang
dihasilkan akan semakin besar, keadaan tersebut menandakan bahwa
semakin besarnya kecepatan dan tegangan geser pada dasar saluran.
Menurut Charbert & Engeldiger (1956) dalam Breusers & Reudkivi (1991),
kedalaman gerusan maksimum diperoleh pada kecepatan aliran yang
mendekati kecepatan aliran kritik, sedangkan gerusan dimulai pada saat
kira-kira setengah kecepatan kritis.
Vector pola gerusan yang diperlihatkan pada gambar 48-77 merupakan
suatu proses dimana terbentuknya suatu dasar saluran yang dipengaruhi
oleh suatu arah aliran. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa aliran pada
saat memasuki daerah pemasangan krib terkonsentrasi pada ujung krib yang
mengakibatkan munculnya pusaran air sehingga mengakibatkan gerusan
yang cukup dalam pada daerah tersebut.
128
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang ada pada bab
sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1). Karakteristik aliran yang terjadi berdasarkan bilangan Froude adalah
dominan super kritis pada Q1, Q2 dan Q3, namun pada Q3 jarak 0,30 m
kondisi alirannya adalah sub-kritis. Sedangkan kondisi aliran
berdasarkan bilangan Reynold adalah turbulen baik pada Q1, Q2
maupun Q3.
2). Bila jarak relatif rapat maka pola gerusan cenderung pada ujung krib
sebaliknya jika jarak relatif renggang maka pola gerusannya menjadi
divergen atau menyebar. Selanjutnya untuk kerapatan semakin rapat
kaki-kaki krib maka down flow menjadi kuat sebaliknya jika kerapatan
kaki-kaki krib renggang maka down flow menjadi berkurang. Dengan
volume gerusan debit 1 (Vg, Q1) sebesar 0,0089 m3, volume gerusan
debit 2 (Vg, Q2) sebesar 0,0153 m3, dan volume gerusan debit 3 (Vg,
Q3) sebesar 0,0225 m3.
129
B. Saran
Dari pengamatan di dalam penelitian ini penulis memberikan saran –
saran untuk penelitian lebih lanjut, yaitu :
1). Pada penelitian selanjutnya dilakukan pada bentuk penampang
trapesium dengan bentuk krib yang berbeda.
2). Variasi jarak dan kerapatan pada formasi krib yang digunakan masih
terbatas yaitu (3 variasi).
3). Diharapkan untuk selanjutnya penelitian dilakukan pada bagian kelokan
sungai.
4). Kepadatan material harus dijaga kestabilannya agar didapatkan data
yang lebih akurat.
5). Perlu juga dilanjutkan dengan mengkaji perlindungan gerusan pada area
bangunan krib permeabel.
6). Diharapkan penelitian ini menjadi bahan acuan atau pedoman bagi
penelitian selanjutnya.
130
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society For Testing Material. 2008a. ASTM D 04442-07: Standard Test Methods for Direct Moisture Content Measurement of Wood and Wood-Base Materials. 2008 Annual Book of ASTM Standard. Baltimore, MD. USA.
Ahmad Syarif S. Dan Riswal K, 2018. Pengaruh Bentuk Krib Tipe Tiang
Terhadap Pola Aliran. Universitas Hasanuddin. Makassar Alam dan Faruque, 1986. Typikal Potongan Krib Permeabel di Bangladesh. Ariyanto A., 2010, Analisis Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Potensi
Gerusan Lokal, Jurnal, Jurusan Teknik Sipil, UPP, Riau. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Asdak, Chay. 2014. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Breuser,H.N.C., Raudkivi,A.J.,1991,”Scouring”, IHR Hydraulic Structure
Design Mannual,A.A. Balkema,Rotterdam. Chiew,Y.M.,1994,”Riprap Protection Around A Bridge Piers”, Ninth
Congres of the Asian and Pasific Division of the International Association for Hydraulic Research IAHR, 3- 10.
Chow, Ven Te, 1992, Hidrolika Saluran Terbuka, Jakarta : Erlangga. Gordon, N. D, T. A. McMahon, and B. L. Finlayson, 1992. Dissecting Data
with a Statistical Scope. In: Stream Hydrology: An Introduction for Ecologists. John Wiley & Sons, NewYork.
Graf, W.H., 1998, Fluvial Hydraulics, John Wiley & Sons, New York. Hardianto Bambang, dkk. 2014. Open Channel, Closed Conduit, dan Tipe –
tipe Aliran (Makalah). Universitas Islam Malang. Malang. Haris M. 2013.Studi Pola Aliran pada Krib Impermeabel di Tikungan
Sungai (Skripsi), Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar.
131
Hoffmans, G.J.C.M. and Verheij, 1997, ScourManual, A.A. Balkema,
Rotterdam. Jansen et. Al. 1979. Gambar Krib Permeabel. Kh, V Sunggono. 1995. Buku Teknik Sipil. Bandung: Nova. Kodatie Robert J, 2009. Hidrolika Terapan Aliran pada Saluran Terbuka
dan Pipa. Edisi Revisi, Penerbit Andi. Yogyakarta . Legono, D. ,1990, ”Gerusan pada Bangunan Sungai”, PAU Ilmu-ilmu
Teknik UGM, Yogyakarta. Loebis, Joesron, dkk. 1993. Hidrologi Sungai.Yayasan Badan Penerbit
Pekerjaan Umum. Jakarta. Mangelsdorf, J., dan K. Scheurmann. 1980. Flussmorphologie. Miinchen.:
R. Olden-bourg. Mansida Amrullah, 2017. Buku Bahan Ajar Morfologi Sungai. Universitas
Muhammadiyah Makassar. Makassar. Mansida Amrullah, 2015. Buku Bahan Ajar Teknik Sungai. Universitas
Muhammadiyah Makassar. Makassar. Mansida Amrullah. 2019. Studi Eksperiment Pengaruh Aliran Turbulen
Pada Saluran Tikungan Akibat Struktur Vegetasi Krib Tipe Permeabel (Jurnal). Universitas Muhammadiyah. Makassar.
Maricar Farouk 2010. Pengaruh Jarak Antar Krib Terhadap Karakteristik
Aliran Pada Model Saluran (Jurnal). Universitas Hasanuddin. Makassar.
Marlina H Ayu, 2014. Studi Analisis Hidrolika Bangunan Krib Permeabel
Pada Saluran Tanah (Jurnal),Universitas Sriwijaya. Palembang. Miller, W. 2003. Model For The Time Rate Of Local Sediment Scour At A
Cylb indrical Structure. Disertasi. Florida : PPS Universitas Florida. Nazir, Moh. (1988). Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.
132
Paresa Jeni, 2015. Studi Pengaruh Krib Hulu Tipe Impermeabel pada Gerusan di Belokan Sungai (Studi Kasus Panjang Krib 1/10, 1/5 dan 1/3 Lebar Sungai), Universitas Musamus. Merauke.
Paresa Jeni, 2015. Studi Pngaruh Krib Hulu Tipe Impermeabel pada
Gerusan di Belokan Sungai (Studi Kasus Panjang Krib 1/10, 1/5 dan 1/3 Lebar Sungai (Jurnal). Universitas Musamus. Merauke.
Rahim A. A. 2017. Pengaruh Jarak Antar Krib Terhadap Karakteristik
Aliran Pada Model Saluran. Universitas Hasanuddin. Makassar. Rangga, Raju., KG (1986). Aliran Melalui Saluran Terbuka. Jakarta :
Erlangga. Rinaldi Mudjiato A. Z, 2016. Model Laboratorium Pola Aliran Pada Krib
Permeable Terhadap Variasi Jarak Antar Krib Dan Debit Aliran Di Sungai Berbelok (Jurnal), Universitas Riau. Pekan Baru.
Setyono Ernawan, 2007. Krib Impermeabel sebagai Pelindung pada
Belokan Sungai (Kasus Belokan Sungai Brantas di Depan Lab. Sipil UMM) (Jurnal), Univrsitas Muhammadiyah Malang. Malang.
SNI 2400.1:2016. Tata cara perencanaan krib di sungai. Jakarta: BSNI. Sosrodarsono D, Takeda K. 1983. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT
Pradnya Paramitra. Sosrodarsono Suyono.Masateru Tominang; penerjemah, Ir M. Yusuf Gayo,
dkk, 2008. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta.
Sosrodarsono, S. Dan Tominaga, M. 1985. Perbaikan dan Pengaturan
Sungai. Terjemahan oleh Gayo, M. Y. Jakarta: Pradnya Paramita. Suharjoko, 2008. Metode Aplikasi Bangunan Krib Sebagai Pelindung
terhadap Bahaya Erosi Tebing Sungai (Jurnal). Institut Teknologi Surabaya. Surabaya.
Sujatmoko Bambang, 2014. Pengaruh Struktur Bangunan Krib Terhadap
Sedimentasi dan Erosi Disekitar Krib di Sungai (Jurnal). Universitas Riau
133
Suprapto Dibyosaputro. 1997. Geomorfologi Dasar (Handout). Fakultas Geografi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Sutarman, E. 2013. Konsep & Aplikasi Mekanika Tanah, Andi, Yogyakarta. Syafaat M. Dan Nur S. K. 2019. Pengaruh Krib Kayu Tipe Impermeabel
Terhadap Gerusan Dibelokan Tebing Sungai. Universitas Muhammadiyah Makassar. Makassar.
Te Chow, Ven.1959 .”Open-Channel Hydraulics International Student
Editio”.Tokyo:McGrawHill Kogakusha Book Company, Inc. Tennekes, H. dan J.L. Lumley, 1972. A First Course In Turbulence.
Massachusets: MIT Press. Triatmadjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Yogjakarta. Beta Offise. Triatmodjo Bambang, 2015. Hidrolika I , Penerbit Univrsitas Penerbit
Gadjah Mada. Yogyakarta. Triatmodjo Bambang, 2015. Hidrolika II , Penerbit Univrsitas Penerbit
Gadjah Mada. Yogyakarta. Triatmodjo Bambang, 1996, Hidraulika I, Beta Offset, Yogyakarta. Triatmodjo Bambang, 1996, Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta. Triatmodjo Bambang,1993, Hidraulika I, Beta Ofset, Yogyakarja. Triatmodjo Bambang,1993, Hidraulika II, Beta Ofset, Yogyakarja. Ven Te Chow, Ph.D.,1997, Hidrolika Saluran Terbuka (Open-Channel
Hydrolics), University O Illinois, ahli bahasa Ir.E.V. Nensi Rosalina,M.Eng.Penerbit Erlangga.
134
Lampiran 1
Data Debit variasi bukaan
pintu thompson (cm) Variasi Debit,
Q (m3/dtk) Volume Wadah
(m3) Waktu, t (detik)
Debit pintu Thompson, Q (m3/dtk)
Nilai koefisien thompson (Cd)
6 Q1
0.01 0.82 0.0122 3.6141 0.01 0.88 0.0114 3.3677 0.01 0.79 0.0127 3.7513
∑ 0.01 0.83 0.0121 3.5777
9 Q2
0.01 0.72 0.0139 1.4936 0.01 0.77 0.0130 1.3966 0.01 0.75 0.0133 1.4339
∑ 0.01 0.75 0.0134 1.4414
12 Q3
0.01 0.56 0.0179 0.9355 0.01 0.68 0.0147 0.7704 0.01 0.63 0.0159 0.8315
∑ 0.01 0.62 0.0161 0.8458
Data hasil penelitian running kosong tanpa krib
Jenis Tanah
Waktu, T (dtk)
Bukaan Pintu, (cm)
Debit, Q (m³/det)
Kecepatan, V (m/s) Tinggi Muka Air, h (cm) Suhu °C Volume Gerusan
m³ Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir
Tanah Sungai Maros
180
6 0.0121
3.4 2.2 2.7 3.3 4.2 3.6 29.2 28.9 29 0.0232 3.4 2.3 2.8 3.2 4 3.5 29.4 29 29.5 0.0240 3.5 2.2 2.7 3.4 4.1 3.5 29.1 29.9 29 0.0240
∑ 3.4 2.2 2.7 3.3 4.1 3.5 29.2 29.3 29.2 0.0237
9 0.0134
2.6 1.6 2.1 4.2 5.5 4.6 30.1 30 29.8 0.0328 2.7 1.5 2.1 4.2 5.2 4.4 30.4 30.1 30.2 0.0324 2.6 1.7 2.3 4.4 5.3 4.3 30.2 29.9 30.1 0.0336
∑ 2.6 1.6 2.2 4.3 5.3 4.4 30.2 30 30.0 0.0329
12 0.0161
2.3 1.3 1.5 5.2 7.2 5.5 29.9 29.2 29.5 0.0496 2.2 1.2 1.5 5.2 7 5.1 29.2 29 29.3 0.0500 2.2 1.3 1.4 5.3 7.1 5.3 29.4 29.1 29.4 0.0508
∑ 2.2 1.3 1.5 5.2 7.1 5.3 29.5 29.1 29.4 0.0501
135
Lampiran 2
Data hasil penelitian running dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q1
No.
Jenis Tanah
Diameter dk
(cm)
Bukaan Pintu (cm)
Debit (Q)
m3/dtk
Waktu (t)
detik
Jarak L
(cm)
Kerapatan
a (cm)
Kecepatan (V) m/s Tinggi Muka Air (h)
cm Suhu (°C) Volume Gerusan
Dengan Krib (Vg, m3)
Volume Gerusan
Tanpa Krib (Vg, m3)
Selisih Volume Gerusan
(m3)
Pers, Gerusan
(%) Hulu
Tengah
Hilir
Hulu
Tengah
Hilir
Hulu
Tengah
Hilir
1
Tanah Sungai Maros
1.2 6 0.0121 180
30
0.5 3.6 1.7 2.3 2.3 5.4 3.5 28.3 28.4 28.2 0.0064 0.0232 0.0168 72% 3.4 1.5 2.1 2.8 5.9 3 31.6 30.2 29.2 0.0056 0.0240 0.0184 77% 3.5 1.6 2.3 2.3 5.9 3.5 28.4 28.5 28.5 0.0060 0.0240 0.0180 75%
∑ 3.5 1.6 2.2 2.5 5.7 3.3 29.4 29.0 28.6 0.0060 0.0237 0.0177 75%
1 3.4 1.9 2.4 2.8 4.4 3.5 28.1 28.5 28.5 0.0088 0.0232 0.0144 62% 3.5 1.8 2.3 2.3 5.4 3.5 27.6 28.1 27.9 0.0084 0.0240 0.0156 65% 3.6 1.9 2.4 2.3 4.4 3.5 27.9 28.5 28.5 0.0088 0.0240 0.0152 63%
∑ 3.5 1.9 2.4 2.5 4.7 3.5 27.9 28.4 28.3 0.0087 0.0237 0.0151 63%
1.5 3.5 1.8 2.3 2.8 5.4 3.5 27.8 28.2 28.4 0.0076 0.0232 0.0156 67% 3.5 1.7 2.2 2.3 4.9 3.5 28.9 28.8 28.8 0.0068 0.0240 0.0172 72% 3.5 1.8 2.4 2.8 4.4 2.5 27.6 28.2 28.5 0.0072 0.0240 0.0168 70%
∑ 3.5 1.8 2.3 2.6 4.9 3.2 28.1 28.4 28.6 0.0072 0.0237 0.0165 70%
50
0.5 3.4 1.7 2.3 2.8 5.9 3.5 28.7 28.7 28.7 0.0076 0.0232 0.0156 67% 3.6 1.9 2.6 2.3 4.4 3 28.5 28.5 28.6 0.0068 0.0240 0.0172 72% 3.6 1.8 2.4 2.3 5.4 3.5 28.6 28.1 28.3 0.0072 0.0240 0.0168 70%
∑ 3.5 1.8 2.4 2.5 5.2 3.3 28.6 28.4 28.5 0.0072 0.0237 0.0165 70%
1 3.6 2 2.5 2.3 4.4 3.5 28 28.2 28 0.0100 0.0232 0.0132 57% 3.3 2.1 2.6 2.3 4.9 2.5 27.2 28.3 28.4 0.0096 0.0240 0.0144 60% 3.5 2.3 2.8 2.8 4.9 3 28.1 28.1 28.1 0.0100 0.0240 0.0140 58%
∑ 3.5 2.1 2.6 2.5 4.7 3.0 27.8 28.2 28.2 0.0099 0.0237 0.0139 58%
1.5 3.7 1.9 2.4 2.3 4.4 2.5 28.4 28.4 28.5 0.0088 0.0232 0.0144 62% 3.5 2 2.5 2.8 4.9 3 27.5 28 28.3 0.0080 0.0240 0.0160 67% 3.8 2 2.5 2.3 4.4 2.5 28.5 28.6 28.6 0.0084 0.0240 0.0156 65%
∑ 3.7 2.0 2.5 2.5 4.6 2.7 28.1 28.3 28.5 0.0084 0.0237 0.0153 65%
75
0.5 3.5 2 2.6 2.3 4.4 2.5 28.4 28.5 28.6 0.0100 0.0232 0.0132 57% 3.7 2 2.6 2.3 4.4 2.5 29.4 29 28.9 0.0092 0.0240 0.0148 62% 3.6 1.9 2.5 2.3 5.4 2.5 28.8 28.9 28.8 0.0096 0.0240 0.0144 60%
∑ 3.6 2.0 2.6 2.3 4.7 2.5 28.9 28.8 28.8 0.0096 0.0237 0.0141 60%
1 3.4 2.2 2.9 2.3 3.9 1.5 28 28.2 28.2 0.0124 0.0232 0.0108 47% 3.7 2.3 2.8 2.3 4.4 1.5 27.3 28 28 0.0120 0.0240 0.0120 50% 3.3 2.2 2.7 2.3 4.9 1.5 27.8 28.1 28.2 0.0124 0.0240 0.0116 48%
∑ 3.5 2.2 2.8 2.3 4.4 1.5 27.7 28.1 28.1 0.0123 0.0237 0.0115 48%
1.5 3.7 2.1 2.5 2.3 4.4 2.5 28.3 28.5 28.5 0.0112 0.0232 0.0120 52% 3.7 2.2 2.6 2.3 4.9 1.5 28 28.3 28.4 0.0104 0.0240 0.0136 57% 3.6 2 2.4 2.3 4.4 2.5 28.2 28.4 28.5 0.0108 0.0240 0.0132 55%
∑ 3.7 2.1 2.5 2.3 4.6 2.2 28.2 28.4 28.5 0.0108 0.0237 0.0129 54%
136
Lampiran 3
Data hasil penelitian running dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q2 No.
Jenis Tanah
Diameter
dk (cm)
Bukaan Pintu (cm)
Debit (Q)
m3/dtk
Waktu (t)
detik
Jarak L (cm)
Kerapatan
a (cm)
Kecepatan (V) m/s Tinggi Muka Air (h) cm Suhu (°C) Volume Gerusan Dengan Krib (Vg,
m3)
Volume Gerusan Tanpa krib (Vg,
m3)
Selisih Volume
Gerusan (m3)
Pers, Gerusan
(%) Hulu
Tengah
Hilir
Hulu
Tengah Hili
r Hulu
Tengah
Hilir
2 Tanah Sungai Maros
1.2 9 0.0134 180
30
0.5 2.8 1 1.7 4 6 5 31.6 30.2 29.2 0.0128 0.0328 0.0200 61% 2.6 0.8 1.5 3.5 6.5 4.5 28.7 28.7 28.7 0.0120 0.0324 0.0204 63% 2.7 0.9 1.7 4 6.5 5 28.6 28.1 28.3 0.0124 0.0336 0.0212 63%
∑ 2.7 0.9 1.6 3.8 6.3 4.8 29.6 29.0 28.7 0.0124 0.0329 0.0205 62%
1 2.6 1.2 1.8 3.5 5 5 27.6 28.1 27.9 0.0152 0.0328 0.0176 54% 2.7 1.1 1.7 4 6 5 28 28.2 28 0.0148 0.0324 0.0176 54% 2.8 1.3 1.9 4 5 5 28.1 28.1 28.1 0.0152 0.0336 0.0184 55%
∑ 2.7 1.2 1.8 3.8 5.3 5.0 27.9 28.1 28.0 0.0151 0.0329 0.0179 54%
1.5 2.7 1.1 1.7 3.5 6 5 28.9 28.8 28.8 0.014 0.0328 0.0188 57% 2.7 1 1.6 4 5.5 5 28.4 28.4 28.5 0.0132 0.0324 0.0192 59% 2.7 1.2 1.8 3.5 5 4 28.5 28.6 28.6 0.0136 0.0336 0.0200 60%
∑ 2.7 1.1 1.7 3.7 5.5 4.7 28.6 28.6 28.6 0.0136 0.0329 0.0193 59%
50
0.5 2.6 1 1.7 3.5 6.5 5 29.4 29 28.9 0.0140 0.0328 0.0188 57% 2.8 1.3 2 3 5 4.5 28.8 28.9 28.8 0.0132 0.0324 0.0192 59% 2.8 1.1 1.8 3 6 5 28.4 28.5 28.6 0.0136 0.0336 0.0200 60%
∑ 2.7 1.1 1.8 3.2 5.8 4.8 28.9 28.8 28.8 0.0136 0.0329 0.0193 59%
1 2.8 1.3 1.9 3 5 5 27.3 28 28 0.0164 0.0328 0.0164 50% 2.5 1.4 2 4 5.5 4 27.8 28.1 28.2 0.0160 0.0324 0.0164 51% 2.7 1.4 2 3.5 5.5 4.5 28 28.2 28.2 0.0164 0.0336 0.0172 51%
∑ 2.7 1.4 2.0 3.5 5.3 4.5 27.7 28.1 28.1 0.0163 0.0329 0.0167 51%
1.5 2.9 1.1 1.8 3 5 4 28 28.3 28.4 0.0152 0.0328 0.0176 54% 2.7 1.2 1.9 3.5 5.5 4.5 28.2 28.4 28.5 0.0144 0.0324 0.0180 56% 3 1.3 1.9 4 5 4 28.3 28.5 28.5 0.0148 0.0336 0.0188 56%
∑ 2.9 1.2 1.9 3.5 5.2 4.2 28.2 28.4 28.5 0.0148 0.0329 0.0181 55%
75
0.5 2.7 1.3 1.9 4 5 4 28.5 28.5 28.6 0.0164 0.0328 0.0164 50% 2.9 1.3 1.9 3 5 4 28.4 28.5 28.5 0.0156 0.0324 0.0168 52% 2.8 1.2 1.9 4 6 4 28.3 28.4 28.2 0.0160 0.0336 0.0176 52%
∑ 2.8 1.3 1.9 3.7 5.3 4.0 28.4 28.5 28.4 0.0160 0.0329 0.0169 51%
1 2.6 1.5 2 3 4.5 3 27.2 28.3 28.4 0.0188 0.0328 0.0140 43% 2.9 1.5 2 4 5 3 27.9 28.5 28.5 0.0184 0.0324 0.0140 43% 2.5 1.5 2.1 3 5.5 3 28.1 28.5 28.5 0.0188 0.0336 0.0148 44%
∑ 2.7 1.5 2.0 3.3 5.0 3.0 27.7 28.4 28.5 0.0187 0.0329 0.0143 43%
1.5 2.9 1.4 1.9 3 5 4 27.5 28 28.3 0.0176 0.0328 0.0152 46% 2.9 1.4 2 4 5.5 3 27.6 28.2 28.5 0.0168 0.0324 0.0156 48% 2.8 1.3 1.8 3 5 4 27.8 28.2 28.4 0.0172 0.0336 0.0164 49%
∑ 2.9 1.4 1.9 3.3 5.2 3.7 27.6 28.1 28.4 0.0172 0.0329 0.0157 48%
137
Lampiran 4
Data hasil penelitian running dengan krib bentuk T tipe permeabel pada Q3 No.
Jenis Tanah
Diameter
dk (cm)
Bukaan Pintu (cm)
Debit (Q)
m3/dtk
Waktu (t)
detik
Jarak L
(cm)
Kerapatan
a (cm)
Kecepatan (V) m/s Tinggi Muka Air (h) cm Suhu (°C) Volume Gerusan Dengan Krib (Vg,
m3)
Volume Gerusan Tanpa Krib (Vg,
m3)
Selisih Volume
Gerusan (m3)
Persentase Gerusan
(%) Hulu
Tengah
Hilir
Hulu
Tengah
Hilir
Hulu
Tengah
Hilir
3
Tanah Sungai Maros
1.2 12 0.0161 180
30
0.5 2.2 0.7 1.1 5.2 9 6.5 28.5 28.5 28.6 0.0200 0.0496 0.0296 60% 2 0.6 0.9 4.7 9.5 6 28.7 28.7 28.7 0.0192 0.0500 0.0308 62%
2.1 0.8 1.1 5.2 9.5 6.5 28.4 28.5 28.5 0.0196 0.0508 0.0312 61% ∑ 2.1 0.7 1.0 5.0 9.3 6.3 28.5 28.6 28.6 0.0196 0.0501 0.0305 61%
1 2 0.9 1.2 4.7 8 6.5 27.2 28.3 28.4 0.0224 0.0496 0.0272 55%
2.1 0.8 1.1 5.2 9 6.5 28 28.2 28 0.0220 0.0500 0.0280 56% 2.2 1 1.3 5.2 8 6.5 27.9 28.5 28.5 0.0224 0.0508 0.0284 56%
∑ 2.1 0.9 1.2 5.0 8.3 6.5 27.7 28.3 28.3 0.0223 0.0501 0.0279 56%
1.5 2.1 0.8 1.1 4.7 9 6.5 27.5 28 28.3 0.0212 0.0496 0.0284 57% 2.1 0.7 1 5.2 8.5 6.5 28.4 28.4 28.5 0.0204 0.0500 0.0296 59% 2.1 0.9 1.2 4.7 8 5.5 27.6 28.2 28.5 0.0208 0.0508 0.0300 59%
∑ 2.1 0.8 1.1 4.9 8.5 6.2 27.8 28.2 28.4 0.0208 0.0501 0.0293 59%
50
0.5 2 0.7 1.1 4.7 9.5 6.5 31.6 30.2 29.2 0.0212 0.0496 0.0284 57%
2.2 1 1.4 4.2 8 6 28.3 28.4 28.2 0.0204 0.0500 0.0296 59% 2.2 0.8 1.2 4.2 9 6.5 28.8 28.9 28.8 0.0208 0.0508 0.0300 59%
∑ 2.1 0.8 1.2 4.4 8.8 6.3 29.6 29.2 28.7 0.0208 0.0501 0.0293 59%
1 2.2 1 1.3 4.2 8 6.5 27.6 28.1 27.9 0.0236 0.0496 0.0260 52% 1.9 1.1 1.4 5.2 8.5 5.5 28.1 28.5 28.5 0.0232 0.0500 0.0268 54% 2.1 1.1 1.4 4.7 8.5 6 27.8 28.1 28.2 0.0236 0.0508 0.0272 54%
∑ 2.1 1.1 1.4 4.7 8.3 6.0 27.8 28.2 28.2 0.0235 0.0501 0.0267 53%
1.5 2.3 0.8 1.2 4.2 8 5.5 28.9 28.8 28.8 0.0224 0.0496 0.0272 55% 2.1 0.9 1.3 4.7 8.5 6 27.8 28.2 28.4 0.0216 0.0500 0.0284 57% 2.4 1 1.3 5.2 8 5.5 28.2 28.4 28.5 0.0220 0.0508 0.0288 57%
∑ 2.3 0.9 1.3 4.7 8.2 5.7 28.3 28.5 28.6 0.0220 0.0501 0.0281 56%
75
0.5 2.1 1 1.3 5.2 8 5.5 29.4 29 28.9 0.0236 0.0496 0.0260 52% 2.3 1 1.3 4.2 8 5.5 28.4 28.5 28.6 0.0228 0.0500 0.0272 54% 2.2 0.9 1.3 5.2 9 5.5 28.6 28.1 28.3 0.0232 0.0508 0.0276 54%
∑ 2.2 1.0 1.3 4.9 8.3 5.5 28.8 28.5 28.6 0.0232 0.0501 0.0269 54%
1 2 1.2 1.4 4.2 7.5 4.5 27.3 28 28 0.0260 0.0496 0.0236 48%
2.3 1.2 1.4 5.2 8 4.5 28 28.2 28.2 0.0256 0.0500 0.0244 49% 1.9 1.2 1.5 4.2 8.5 4.5 28.1 28.1 28.1 0.0260 0.0508 0.0248 49%
∑ 2.1 1.2 1.4 4.5 8.0 4.5 27.8 28.1 28.1 0.0259 0.0501 0.0243 48%
1.5 2.3 1.1 1.3 4.2 8 5.5 28 28.3 28.4 0.0248 0.0496 0.0248 50% 2.3 1.1 1.4 5.2 8.5 4.5 28.3 28.5 28.5 0.0240 0.0500 0.0260 52% 2.2 1 1.2 4.2 8 5.5 28.5 28.6 28.6 0.0244 0.0508 0.0264 52%
∑ 2.3 1.1 1.3 4.5 8.2 5.2 28.3 28.5 28.5 0.0244 0.0501 0.0257 51%
138
Lampiran 5 Data Grid
“Tanah Maros” Running kosong bukaan 6 cm
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 33 33 35 35 35 37 37 38,5 37,5 35 33 32,5 32,5 33 33 33 33 34 34 35
5 34 33 35 35 36 40 40 40 37 35 33 33 33 33 33 33 33 34 34 31
10 33 32 36 37 37 38 38 39 39 38 35 34 34 33 33 32,5 32,5 30 31 33
15 34,5 32 36 37 37 38,5 39 39 39 38 35 34 34 33 33 33 33 31 30 30
20 35 37,5 37 39 40 39 40 40 40 38,5 37 32 32 32 32 30 30 31 30 30
25 35 37,5 37 39 39,5 39,5 39 40 40 38,5 36 32,5 32,5 30 30 30 30 31 31 31
30 35 36 36 36,5 36,5 37 37 35 35 34 33 32 32 31 33 32,5 32,5 33 33 33
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
35 33 33 34 34 33 33 33 33 33 33 35 35 33 33 33 33 33 33 32 32
33 32,5 32,5 33 33 33 33 32,5 32,5 32 32 34 34 33 33 33 33 33 33 32 32
31 30 30 30 30 30 30,5 31 31 31 31 32 32 32 32 32 32 32 32 31 31
30 30 30 30 30 30,5 30 30 30 31 31 32 32 32 32 32 32 32 32 31 31
30 30 30 30 30 30 30,5 31 31 31 31 31 31 32 32 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5
31 31 31 30 30 30 31 33 33 32 32 32 32 32,5 32 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5
33 32 32 33 33 34 34 33 33 32,5 32,5 33 33 32,5 32,5 31 31 32 32 32 32
139
“Tanah Maros” Running kosong bukaan 9 cm
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 32 32 34 36 38 39 40 41 41 41 42 42 40 40 37 36,5 35 35 33 31
5 32,5 32 33 36 37 39 40 40,5 42,5 44,5 43 43 42 42 36 36 34,5 34 33 32
10 32,5 33 35 36 38 39 40,5 41 43 44 43 43 42,5 42 37 37 35 34 33 33
15 32,5 34,5 36 37,5 38,5 39 41,5 42 43 44 42,5 41 38,5 38,5 37 36,5 35 36 34 34
20 32 35 36 37 38 39 41,5 42 43 44 42 40 38 38,5 37 37 36 34,5 33,5 34
25 32,5 36 36 35,5 36 39 39 40 40,5 41 40 40 38 39 36 36,5 35,5 35,5 32,5 33
30 36 36 34 35 34 39 39 39 40 40 39 40 38 38 35,5 37 35 35,5 33 32
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
31 31 32,5 32 32,5 32,5 32 32 34 34 34 33,5 33 32,5 32 31,5 32 32 31 31 30
31 31 32 32,5 31,5 31,5 31,5 31,5 32 32 31,5 32,5 32 331,5 31 31 31,5 32 32 31 31
32 32 33 32,5 32 32,5 32 32 32 30,5 31,5 32,5 31 31 31 31,5 31 31,5 31,5 31,5 31
33 33 34 32,5 32,5 32,5 32 32 30,5 30 31,5 31,5 31,5 32 31,5 31,5 32 32 31,5 31,5 31,5
32 33 32 32,5 33 32,5 32,5 32 32 31,5 31,5 31 32 32 32 31,5 31,5 32 31,5 31 31,5
32 33 31,5 32 31,5 31,5 30,5 31,5 31,5 31,5 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 31
31 32 32,5 31 32 31 31,5 32 32,5 32,5 33 31 32 32,5 32,5 33,5 33,5 33 32 32 31
140
“Tanah Maros” Running kosong bukaan 12 cm
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 32 34 35 34 37 39 41,5 41 41 41 41 41 43 44,5 44,5 43,5 42,5 40 40 41
5 33 34 34,5 34 36 41 41 41 41 44 44 44,5 44,5 44 44 43 42 40 40 41
10 34 34 34,5 34,5 36 39 41 39 43 44 45 45 44 43,5 43 42 43 44 44 41
15 34 34 34 34,5 36 39 41 40 43 44 45 45 44,5 43 43,5 41,5 42 44 44 44
20 33 33 33 33 35 36 39 40 41,5 41 41 46 44,5 44 43 42 41,5 41 42 43,5
25 31,5 32 33 33,5 34 36 39 40 41 41 41 44 44 44 43 42,5 42,5 41 42 43
30 31 32 32 33 33,5 36 36 37,5 36 41 41 42 42 43,5 43,5 42 42 41 41,5 39
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
38,5 36 36 34 34 33,5 33,5 33 33 33 33 35 35 34 34 33 33 33,5 34 33,5 33
39 38 38 34,5 34,5 35 35 34 34 33 33,5 35 34 34 34 33 33,5 32 33,5 34 33,5
41 40 40 40 39,5 38 38 37 37 37,5 37 35,5 35 34,5 35 34 34 33,5 33 31 31
44 41,5 41,5 40 40 38 38,5 38 38 37 38,5 36 36 34,5 35 33,5 34 33 33 32 31
43,5 43 43 40 40 40 40 39 39 39 39 36 36 35 35 33 34 34 35 32 30,5
43 41 41 40 40 40 40 39 39 39 39 36 36 35,5 35,5 34 34,5 33,5 33 32,5 31
39 39 39 39 39 40 40 39 39 38,5 38 35 35 35 34,5 33,5 34 33 33 32,5 30,5
141
“Tanah Maros” Bukaan 6 cm jarak 30 kerapatan 0,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 32 30 30 31 30,5 33 33 35 34 34 32 32 31,5 30,5 31 31 31 30 30 31,5
5 30 34 30,5 30,5 31 32 32 32 32 32 31,5 32 31,5 30,5 31 31 30,5 30 30 32
10 30 30 32 30 31 33 32 32,5 32,5 32 32,5 32 31 30 31 30 30 31 31 32
15 32,5 33 33,5 33,5 33 33 32 33 32,5 33 32 31 32 31 31 30,5 30,5 30,5 31 31
20 32 33 33,5 34 31 33,5 33 33 33 33,5 32 32 32 31 31 31 30,5 30,5 30,5 31
25 32 31 33 33 34 33,5 34,5 34 33,5 33,5 32 32 32 31 31 31,5 31,5 31 31 30
30 31,5 31,5 32,5 32,5 33,5 34 35 34 34 33,5 32 32 31 31 31 30 31 30,5 30 30
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
31,5 31,5 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31,5 31,5 31 31 31 31 31 30,5 30 30,5
32 31 31 31,5 31 32 32 30,5 30,5 31 31 -32 32 31,5 31,5 30,5 30,5 30,5 30,5 31 31
32 31,5 31,5 31,5 31,5 31 31 31 31 31 31,5 32,5 32,5 31,5 32 31,5 31 31 31 31 32
31 31 31 32 31,5 32 31,5 30,5 30,5 30,5 31,5 31,5 32 31,5 32 31,5 31 30,5 31 31 30,5
31 31 31,5 31,5 32 32 31 30,5 30,5 30,5 31 31,5 32 32 32,5 31,5 31 30,5 31 31 31,5
30 31 31 32 31,5 32 31 30,5 30,5 30,5 31 32 32 31,5 32 31,5 32 30,5 30,5 31 31,5
30 30 31 31,5 31 30 30,5 30,5 30,5 30 30 30 30 30,5 31 32,5 32 31 30,5 31 32,5
142
“Tanah Maros” Bukaan 6 cm jarak 30 kerapatan 1
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 31,5 33 33,5 34 34 34 34,5 32 31,5 31,5 32 31 31 31 30 30,5 30,5 30 30
5 31 30 34 33 34,5 34,5 34 34,5 33 32 33 32 33 31 31,5 31 30,5 31 31 30
10 31,5 31 34 35 35 35 34,5 35 36 36 34,5 35 33 32 32 32 31 31 31 31
15 31,5 32 34 34 35,5 36,5 35 36,5 35 36 36 36,5 34,5 33 32,5 32,5 32 32 32 33
20 32 32 33 34 36 37 36 38 37,5 36 36 36 33,5 33,5 33 33 32,5 33,5 33 34
25 32 31,5 33,5 34 35,5 36 36 36,5 37,5 37 36 36 33 34 33,5 33,5 33,5 34 33,5 33
30 31,5 31,5 33 34 36 36 35 35 36 35 34 36 33 34 33,5 34 34 34,5 34 34
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
31 30 31 30 30 30 31 31 31 30,5 31 33 33 32 32 31,5 31,5 31,5 33 30,5 -31
32 31 30 30 29,5 30 31 31 31 31 30,5 32 31,5 32 32 31,5 31,5 31,5 33 31 32,5
31 31 31 31 30 30 32,5 33 30 31,5 32,5 33 32 32 32,5 32 32 31 32,5 31,5 32
33 33 32 33 32 32 33 33 32,5 33 32,5 32,5 32,5 33 33 33 32,5 32 33 32 33
33 33 34 33 32,5 32,5 32 32,5 33 32,5 33 32,5 33 31,5 32 32,5 33,5 32 31,5 32 33,5
33 32 33 32 32 33 34 34 34,5 33 33 33 33 32,5 32,5 33 34 33,5 32 32,5 33,5
32 32 32 33 32 32 33 33,5 33 33 33 33 31 32,5 33,5 32 34,5 34 32,5 33 33
143
“Tanah Maros” Bukaan 6 cm jarak 30 kerapatan 1,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 36 36 36 35 34,5 33 33 32,5 31 30 30 30 30 31,5 30 32 30 30 31
5 32 32 35 34,5 34 34 32 33,5 32 31 31 30 30,5 30,5 32 31,5 32 31 29 30
10 32 36 35 35 37 35 35 35 33 33 32 32 30 31 32 31,5 32 32 30 30
15 32 33 35 36 35 36 35,5 37 34 34 34 33,5 33 32 33 31 31 32 31 32,5
20 31 33 35 35 37 38 39 38 35 34,5 33 33 33,5 32 32,5 33 31 31,5 31,5 32,5
25 33 34 35,5 35 35,5 37 38,5 38 35 33 33 32 33 32 33 33 33 32,5 31 32
30 31 31,5 33 33 33 33 33 32 32 31 32 33 33,5 34 34 34 33 32,5 32 32
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200 33 30 30,5 31 30 30,5 30,5 30 30 29,5 29,5 31,5 31,5 31 32,5 31 31 31 31 31 31
32 31 31 30,5 29,5 29,5 29,5 30 30 30 30 31,5 32 30,5 31,5 31,5 31,5 31 31 31,5 31,5
33 31 31 30 30 31 32 31 30,5 31 31,5 32 32,5 32 32,5 32,5 32,5 32,5 32 31,5 31,5
32 32 32 30,5 30 30,5 31 31 30,5 31 31 33 33 32,5 32 31,5 32 31,5 32,5 33 33
32 31 32 30 31 31 31 31 31 31,5 32 33 33 33 32 33 33 32,5 33 32,5 33
33 33 33 31,5 32 31 31 32 32 32 32,5 32,5 32,5 32,5 34 32,5 32,5 33,5 34 32,5 33,5
34 33 33 33 31 30,5 31 31,5 31,5 32,5 32,5 33 33 33,5 33,5 33,5 33 33 33 33,5 33
144
“Tanah Maros” Bukaan 6 cm jarak 50 kerapatan 0,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 30 32 32 31,5 31,5 31 30,5 32,5 31,5 30,5 31 33 32,5 31 31,5 31 31 30,5 31
5 31 31,5 32 33 32 32,5 31 30,5 31 31 31 31,5 32 32 30,5 31,5 31 31,5 31 31
10 32 32 32,5 33,5 33 34,5 32,5 31 32,5 32,5 33 33 34 33,5 32 33 32 32 32 32,5
15 33 32 33 33,5 34,5 34 33 33 33 34,5 34,5 34 35 34 34 34 33 33,5 32,5 32,5
20 30,5 31 32 32 33 35,5 35 34,5 35,5 35 34 34 34 34,5 35 34,5 34 33 33 33
25 30 30 31,5 32 33,5 33 36,5 35,5 34,5 34 33,5 33,5 34 32,5 34 34 32 32 32 32
30 31 31 31 32 33 32,5 33 33 33,5 33,5 33 32 33 32 32 32 32 31,5 32 32
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
32 31,5 32 31 30,5 31 31 30 30 30 30 30 32 31 30 31 31 31 31 31 30,5
32 32 31 31,5 31 32 32 31 31 31 31 30 32 31 31 31 32 31 32 31,5 32
33 33,5 32,5 32 33 33 32,5 32 32 32 32 31 33 32 32 32 33 32,5 33 33 32
33 33 33 33 32 33 33 33 33 32 32,5 33 33 33 33 33 33,5 33 32,5 33 33
33 32,5 32 32,5 32 33 33 33 33 33 33 33 33 34 34 33 33 33 33 32,5 32,5
32,5 32 31,5 31 32,5 33 32 32 33 32,5 32,5 32 33 33 34 33,5 33,5 33,5 33 32 33
33 33 32 32 33 32 32 32 32 32,5 32,5 32 33 32 34 32,5 33 32 32,5 33,5 33
145
“Tanah Maros” Bukaan 6 cm jarak 50 kerapatan 1
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 31 33,5 34 35 35 34 35 33 33 32,5 32 32,5 32 32 32 33 32,5 31 31,5
5 31 30 34 35 36 35 35,5 36 34 33 32 33 33 32 32 32 32 32 32 31
10 32 31 35 36 36 36,5 36 36,5 35,5 35,5 34 34 34 33 33 33 32 32 33 32
15 32,5 32 34 35 36 37 37,5 37 36 36 35 35 35 35 34 33,5 33 33 33 33,5
20 32 32 34 35 37 38,5 38 38 37 36,5 35,5 36 35 34 34 34 34 34 34 32
25 32 32 34 35,5 37,5 38 39 38 37 37 36 34,5 34,5 34,5 34 34 34 35 33,5 32
30 32 32 34 35 37 37 36 36 35 35 33 33,5 34 34 33 34 33 34 31 32
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
31,5 32 32,5 32,5 32 31,5 31 32 32 32 32 32 33 32 32 32 32 30,5 31,5 32 32
31 31 32,5 33 31,5 32 31,5 33 33 32,5 32 32 33,5 32 32 32 32 31 31 32 32
31 32 32,5 32 32 32 32 34 34 33 33 33,5 34 32 32 32 32 32 32 32 32
32,5 33 31,5 32 31,5 32 32,5 34 34 33 34 34,5 33 33 32 33 33 32 32 32,5 33
33 33 32,5 32 32 32 33 34 35 34 32 34 32 33 32 33,5 33,5 31,5 33 32,5 33
32 32 32 32 32 32 33 35 36 34 34 32 32 33 32 34 34 32 33 33 33,5
31,5 32,5 33 32 32 32,5 32 32 32 33 33 32 33 32 33 33 33 32 33 33 33
146
“Tanah Maros” Bukaan 6 cm jarak 50 kerapatan 1,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 31 34,5 33,5 34 34,5 34 34 32 32 32 31,5 31 30 30 30 30 30 30,5 30
5 30,5 32 34 34,5 34 34,5 35 35,5 33 33 33 32,5 31,5 31 30 30 30 30,5 30,5 30,5
10 31 33,5 34 35,5 34,5 35,5 35,5 36 34,5 34 34 33 32 32 30 30 30 31 30 30
15 33 31,5 34,5 35 35 36 36 36,5 35,5 34,5 34,5 34 33 31 31,5 31 30 31,5 30,5 31
20 32 32 34,5 35,5 35,5 37,5 37 37,5 36 36 35 34 32 31 31,5 32 30,5 31 30 31,5
25 32 33,5 35,5 36 36 36 38,5 38,5 37 35,5 34,5 33 32 32,5 31 32 31 31 30,5 32,5
30 33,5 34 34,5 35 36,5 37 35 34 34 36 34,5 33 32 33 36,5 32,5 31 32 31,5 32,5
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
30 30 30,5 30 30 30 30 30 30,5 30 31 31 31 32 31 31 31,5 31,5 31,5 31 31
30 30 31 30,5 30,5 30 30,5 30 30,5 30,5 32 31 32 31,5 32 32 31 31 31,5 31,5 31
30 30 31,5 30,5 30,5 30 30 30,5 31 30,5 32,5 31,5 33 32,5 32,5 33 33 32 32 32 32
30 30,5 32 31 31 30,5 30 31 31 31 32 31 32,5 33 32 32 32 32 33 32,5 33
30,5 31,5 32 31,5 31,5 31 31,5 31,5 31 31 31,5 32 32 33,5 33 33 33 33 34 33 34
31 32 32 32 32 32 32 32,5 32 32 32 33 33 34 33,5 34 34 34 34 34 33,5
31,5 31,5 32 33 33 32 32,5 32,5 32 32 32,5 33 32,5 34 34,5 34 34 32 35 34 33
147
“Tanah Maros” Bukaan 6 cm jarak 75 kerapatan 0,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 30 31 32 31 30 30 31 32 32 30 30 31 31 31 30 31 31 31 31
5 31,5 31,5 32,5 33 31 30,5 31 31 30,5 31 32 32 30,5 30 31 31 32 32 32 31,5
10 32 33 34 35,5 35 34 35 36 34 33 33 33 32 32 31,5 32 33 33 33 31
15 33 33 34 34,5 31,5 37 37 36 35,5 34,5 33,5 34 32,5 33,5 33 32 33 33 30,5 32
20 30,5 31 33 34 35,5 36 37 35 34 32 34 32,5 33 32 31 31,5 32,5 32 33 32
25 30,5 31 32,5 33,5 34,5 33,5 36 34,5 34 33 32 31 31,5 31 32 32 32,5 32 32 32
30 31 31 32 33 32,5 33 31 32 32 32 31 31,5 30 30 31 32 30 31 32 31
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 30 31 32 31 30 30 31 32 32 30 30 31 31 31 30 31 31 31 31
5 31,5 31,5 32,5 33 31 30,5 31 31 30,5 31 32 32 30,5 30 31 31 32 32 32 31,5
10 32 33 34 35,5 35 34 35 36 34 33 33 33 32 32 31,5 32 33 33 33 31
15 33 33 34 34,5 31,5 37 37 36 35,5 34,5 33,5 34 32,5 33,5 33 32 33 33 30,5 32
20 30,5 31 33 34 35,5 36 37 35 34 32 34 32,5 33 32 31 31,5 32,5 32 33 32
25 30,5 31 32,5 33,5 34,5 33,5 36 34,5 34 33 32 31 31,5 31 32 32 32,5 32 32 32
30 31 31 32 33 32,5 33 31 32 32 32 31 31,5 30 30 31 32 30 31 32 31
148
“Tanah Maros” Bukaan 6 cm jarak 75 kerapatan 1
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 31 32 35 35 35,5 35 34 37 34 32,5 32 32,5 31 30 30 31 32 31 32 30
5 31 33 35 36 35,5 38 35 37 37 34 33 33 31,5 32 31,5 31 31 32 31 31,5
10 33,5 34 36 36 39 40 40 39 38 36 34 34 33 33 32 32 33 32 30 31
15 32 33 34 35 38 40 39,5 39 37,5 36 34 35 35 35 34 33 33 33 32 33
20 33 33 35 35 39 40 40 40 39 38 37 35,5 34 34 33 33 31,5 32 32 31,5
25 33,5 34 35 37 39 38 39 40 37,5 36,5 36 36,5 36 34 32,5 32 31 31,5 31 32
30 34 33,5 34 37 37 37 36 37 35 35 34 35 35 32 32 31,5 30 31 31 31
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
30 30,5 31 31 30 31 31 30 32 33 32 34 35 35 31 31 31 31 31,5 30 32
30 30 30 31 30 31 31 31 31 32,5 32 35 34 34 32 32 32 32 31,5 31 31
31 31 32 33 32 32 33 32 32 33 32 34 33 33 32 32 32 32 31,5 30 32
32 32 32 32,5 32 33 33 32 32 33 33 32 32 32 32 32 32 31,5 31,5 31 30
32 32 32 32 33 32,5 33 33 33 34 34 33 32,5 32 32 32 32 32 31 30 30
31,5 31,5 31 32,5 32,5 32,5 33 33 32 34 34 33,5 32,5 32 32 34 34 32 32 30 30
30 32 31,5 32 33 32,5 33 33 33 33 34 34 32,5 33,5 33 34 34 32 32 31 31
149
“Tanah Maros” Bukaan 6 cm jarak 75 kerapatan 1,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 32 34 35 34 34,5 34 34 33 32 31 31 31,5 31,5 30,5 33 32,5 31,5 32,5 31
5 31 31,5 34 35,5 35,5 36,5 35 35 33 33 32,5 32 32 31 31,5 32 31 31 31 31
10 31,5 33 35 35,5 36 37 36 36,5 36 36 35 34 32,5 32 32,5 32 31,5 31,5 31 31
15 33,5 33 36 36 39 40 39 39,5 39 37,5 36 35,5 33 32 33 33 31 32 31 32
20 33 34,5 37 33,5 38 40 39,5 40 39 38 36 35,5 33 33,5 34 33 32 31 32 31
25 34 36 30,5 36 39 39 39,5 39 37,5 37 36,5 36 32,5 31,5 35 32 31 32 32 32,5
30 36 36 36 36 38 37 36,5 35,5 35,5 35 37,5 34 33 32 33,5 32,5 33 33 32,5 31,5
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
30,5 31,5 32 32 32 31,5 32 31 32 32 32 31 31 32,5 33 31 30,5 30,5 -31 31 31
31 32 31 31 31,5 31 31 31 31 31,5 31 31,5 32 32 32 31 31 31,5 31,5 31 31
31 31 32,5 31 31 31 30,5 32,5 31,5 31,5 31 31,5 33 32 32 30,5 30,5 31,5 31 31,5 31,5
31,5 32 31 31,5 32 32 31,5 32 32 32 31,5 31,5 32 32 32 31 30,5 31,5 31 31 31,5
31 33 32 32 31 31,5 31,5 32 31,5 31,5 32 32 32 33 32,5 31 31 31 32 32,5 32,5
32 33,5 31,5 32 31 31 33,5 34,5 33,5 33 33 33 33 33 33 33 32 32 31 33,5 33,5
32 31 31 33 33 33 33 33,5 33 33 34,5 33,5 32,5 34 34 34 34 34,5 31 34,5 33,5
150
“Tanah Maros” Bukaan 9 cm jarak 30 kerapatan 0,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 31 30 30 31 30,5 32 31,5 31 31 31 32 32 31,5 31,5 31,5 31 31 31,5 30,5 30,5
5 30 31,5 30,5 30,5 31 32 32 32 32 32 31,5 32 31,5 31,5 31 31 31 31 30 31
10 30 30 31 31 31 33 32 32,5 32,5 32 32,5 32 31 31 31,5 30,5 31 31 31 31
15 31 31,5 31 32 32 33 32 32 32,5 33 32 31,5 32 31 31 30,5 30,5 30,5 31 31
20 31,5 31,5 32 33 31 33,5 33 33 33 33,5 32 32 32 31 31,5 31 30,5 30,5 30,5 31,5
25 31 31 32 32 32 33,5 33,5 33 33,5 32,5 32 32 32 31 31 31,5 31,5 31 31 31,5
30 31 31,5 32,5 31,5 31,5 32 32 32 32,5 32,5 32 32 31,5 31 31,5 31 31 31 30,5 30,5
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
31,5 31,5 31 31 31 31 31 31 31 31 31 31,5 31,5 31 31 31 31 31 30,5 30 30,5
32 31 31 31,5 31 32 32 30,5 31 31 31 32 32 31,5 31,5 30,5 31,5 31 30,5 31 31
32 31,5 31,5 31,5 31,5 31 31 31 31 31 31,5 32,5 32,5 31,5 32 31,5 31 31 31 31 32
31 31 31 32 31,5 32 31,5 30,5 30,5 30,5 31,5 31,5 32 31,5 32 31,5 31 31 31 31 30,5
31 31 31,5 31,5 32 32 31 30,5 31,5 31,5 31 31,5 32 32 32,5 31,5 31 31 31 31 31,5
30,5 31 31 31 31,5 32 31 30,5 31 30,5 31 32 32 31,5 32 31,5 32 31 30,5 31 31,5
30,5 31,5 31 31 31 31 31 30,5 31 30,5 30,5 31 31 31 31 31 31 31 30,5 31 32,5
151
“Tanah Maros” Bukaan 9 cm jarak 30 kerapatan 1
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 31,5 32 33,5 32,5 33 33 34,5 32 31,5 31,5 32 31 31 31 30 30,5 30,5 30 30
5 31 30 33 33 33 34,5 34 34 33 32 32 32 32 31 31,5 31 30,5 31 31 30
10 31,5 31 33,5 33,5 33 34 34,5 35 34 34 33,5 34 33 32 32 32 31 31 31 31
15 31,5 32 34 33 34 35 34,5 35,5 35 35 35 33 33 33 32,5 32,5 32 32 32 33
20 32 32 33 32 35 35 35 36 36 35,5 34 34,5 34 33,5 33 33 32,5 33,5 33 34
25 32 31,5 33,5 34 35,5 36 36 36,5 36 36 34 35 33 34 33,5 33,5 33,5 34 33,5 33
30 31,5 31,5 33 33 34 33 34 35 33 35 33 33 33 34 33,5 34 34 34,5 34 34
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
31 30 31 30 30 30 31 31 31 30,5 31 33 33 32 32 31,5 31,5 31,5 33 30,5 31
32 31 30 30 29,5 30 31 31 31 31 30,5 32 31,5 32 32 31,5 31,5 31,5 33 31 32,5
31 31 31 31 30 30 32,5 33 30 31,5 32,5 33 32 32 32,5 32 32 31 32,5 31,5 32
33 33 32 33 32 32 33 33 32,5 33 32,5 32,5 32,5 33 33 33 32,5 32 33 32 33
33 33 34 33 32,5 32,5 32 32,5 33 32,5 33 32,5 33 31,5 32 32,5 33,5 32 31,5 32 33,5
33 32 33 32 32 33 34 34 34,5 33 33 33 33 32,5 32,5 33 34 33,5 32 32,5 33,5
32 32 32 33 32 32 33 33,5 33 33 33 33 32 32,5 33,5 32 34,5 34 32,5 33 33
152
“Tanah Maros” Bukaan 9 cm jarak 30 kerapatan 1,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 32 33 33 32 33 33 33 32,5 31 30 30 30 30 31,5 30 32 30 30 31
5 32 32 33 34,5 33 34 32 33,5 32 31 31 30 30,5 30,5 32 31,5 32 31 30,5 30
10 32 32 34 33 34 35 32,5 33 33 33 32 32 30 31 32 31,5 32 32 30 30
15 32 33 35 34 35 36 33,5 34 34 32 32 33,5 31 32 33 31 31,5 32 31 31,5
20 31 33 34,5 35 35,5 36,5 35,5 35 35 33 33 33 32 32 32,5 32 31,5 31,5 31,5 31,5
25 33 33,5 35,5 35 35,5 36 34 35,5 35 33 33 32 33 32 33 33 33 32,5 31 32
30 31 32 33 33,5 33,5 33 33 33 32 31 32 33 33,5 33 34 33,5 33 32,5 32 32
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
33 30 30,5 31 30 30,5 30,5 30 30 30,5 30,5 31,5 31,5 31 32,5 31 31 31 31 31 31
32 31 31 30,5 30 30,5 31 30 30 30 30 31,5 32 30,5 31,5 31,5 31,5 31 31 31,5 31,5
33 31 31 30 30 31 32 31 30,5 31 31,5 32 32,5 32 32,5 32,5 32,5 32,5 32 31,5 31,5
32 32 32 30,5 30 30,5 31 31 30,5 31 31 33 33 32,5 32 31,5 32 31,5 32,5 33 33
32 31 32 30 31 31 31 31 31 31,5 32 33 33 33 33 33 33 32,5 33 32,5 33
33 32 33 31,5 32 31 31 32 32 32 32,5 32,5 32,5 32,5 34 32,5 32,5 33,5 34 32,5 33,5
32 33 33 33 31 30,5 31 31,5 31,5 32,5 32,5 33 33 33,5 33,5 33,5 33 33 33 33,5 33
153
“Tanah Maros” Bukaan 9 cm jarak 50 kerapatan 0,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 31,5 31,5 32,5 32 32 32 32 32 33 32,5 32,5 32,5 32 32,5 33 32 32,5 32,5 32 32,5
5 31,5 32 34 33 33,5 32,5 32 32,5 32,5 32 32,5 32,5 32 33 31,5 32 32 32 31,5 31
10 32 33 33 35 34 33 33 33 33,5 32,5 33,5 33 33 33,5 32 33,5 32 32 32 32,5
15 33 33,5 34 33,5 35 34,5 34,5 33,5 34 33,5 34 33,5 33,5 34 33 34 32,5 33,5 32,5 33,5
20 32,5 33 33 32 36 35 35,5 34,5 35 34,5 33 34 34 34,5 33,5 34 33,5 33 33 33
25 32 32 32 32 33,5 33 36,5 35 34,5 34 33,5 33,5 33 32,5 34 33 32 32 32 32
30 32 31,5 32,5 32 32,5 32,5 32,5 33 33,5 33,5 33 33 33 33 33 32 32 32,5 32 32
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
32 33 32 32,5 32,5 32,5 32 31 32 32 32 32 32,5 32 32,5 32 32 32 32 32 32
33 31,5 32 31 31 32 32,5 32,5 31,5 32 31 32 32 31 32 31,5 31 31 31,5 31 31,5
34,5 32 33 32,5 31,5 32,5 33 32 32 32,5 32 32,5 33 32,5 32,5 33 31,5 31 31 31,5 32
33,5 33 33 33,5 33 33 33,5 35 32,5 32 33 33,5 34,5 33 32,5 32 32,5 32 32 32 33
33 32,5 34 34 32 34 33 34 34,5 33 33 31 33,5 34 33 32,5 33 33 33,5 32 33
32,5 32 31,5 32 32,5 33 32 33 33 34 33,5 32 33 34,5 34 33 34 33 32,5 32,5 32
33 33 32 32,5 33 32,5 32 32 32,5 33 32,5 32 33 33 33 32,5 33 33,5 33 33 33,5
154
“Tanah Maros” Bukaan 9 cm jarak 50 kerapatan 1
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 31 32,5 32 33 33 32 34 33 32 32,5 32 32,5 32 32 32 33 32,5 31 31,5
5 31 30,5 33 33,5 33,5 34 33,5 33 32 33 32 33 33 32 32 32 32 32 32 31
10 32 31 33,5 34 34,5 35,5 34 33 33 34,5 32 34 34 33 33 33 32 32 33 32
15 32,5 32 33 34 35 36 35 34,5 34 35 33 35 35 35 33,5 33,5 33 33 33 33,5
20 32 32 34 35 35 34,5 36,5 35,5 35,5 34 34,5 34 35 34 34 34 34 34 34 32
25 32 32 34 35,5 36 34 35 35 34 33 35 34,5 34,5 34,5 34 34 34 35 33,5 32
30 32 32 34 34 34 33 35 34 33,5 33,5 33,5 33,5 34 33,5 33 34 33 34 31 32
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
31,5 32 32,5 32,5 32 31,5 31 32 32 32 32 32 32,5 32 32 32 32 30,5 31,5 32 32
31 31 32,5 33 31,5 32 31,5 33 33 32,5 32 32 33 32 32 32 32 31 31 32 32
31 32 32,5 32 32 32 32 33 33,5 33 33 33 34 32 32 32 32 32 32 32 32
32,5 33 31,5 32 31,5 32 32,5 34 34 33 34 34 33 33 32 33 33 32 32 32,5 33
33 33 32,5 32 32 32 32 33,5 33,5 34 33 34,5 32 33 32 33,5 33,5 31,5 33 32,5 33
32 32 32 32 32 32 33 34 34 33,5 32,5 33 32 33 32 34 34 32 33 33 33,5
31,5 32,5 33 32 32 32,5 32 32 32 33 33 32 33 32 33 33 33 32 33 33 33
155
“Tanah Maros” Bukaan 9 cm jarak 50 kerapatan 1,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 31 34,5 33 32,5 33 33 34 33,5 32 31 31 31 30 30 30 30 30 30,5 30
5 30,5 32 33 34 33 33 33,5 35 33 33 32 32,5 31,5 31 30 30 30 30,5 30,5 30,5
10 31 33,5 33 34,5 33 34 34 35,5 33 34 33,5 33 32 32 30 30 30 31 30 30
15 31,5 32 34,5 35 34 34,5 34 36 34 35 34,5 34 33 31 31,5 31 30 31,5 30,5 31
20 32 32 35 35,5 35 35 34,5 34,5 34 33,5 35 34 32 31 31,5 32 30,5 31 30 31,5
25 32 33 35 34,5 35,5 33,5 35 35 35 34 34,5 33 32 32,5 31 32 31 31 30,5 32,5
30 33 34,5 34,5 33 34,5 34 35 34 35,5 33 33 33 32 33 36,5 32,5 31 32 31,5 32,5
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
30 30 30,5 30 30 30 30 30 30,5 30 31 31 31 32 31 32 31,5 31,5 31,5 31 31
30 30 31 30,5 30,5 30 30,5 30 30,5 30,5 30 31 32 31,5 32 32 31 31 31,5 31,5 31
30 30 31,5 30,5 30,5 30 30 30,5 31 31 30,5 31,5 32 32,5 32,5 33 31,5 32 32 32 31,5
30 30,5 32 31 31 30,5 30 31 31 31,5 30 31 33 33 32 32 32,5 32 32,5 32,5 32
30,5 31,5 32 31,5 31,5 31 31,5 31,5 31 31 31 32 32,5 32,5 33 32,5 34 33 33 33 32
31 32 32 32 32 32 32 32,5 32 32 32 33 33 32 32 34 33 33,5 33,5 34 33,5
31,5 31,5 32 33 33 32 32,5 32,5 32 32 32,5 33 32,5 33 33 33 33 32 33 33,5 33
156
“Tanah Maros” Bukaan 9 cm jarak 75 kerapatan 0,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 31 32 32 31 30 30 31 32 32 31 30 31 31 31 30 31 31 31 31
5 31,5 31,5 32,5 33 32,5 30,5 31 31 31,5 31 32 32 31,5 31 31 31 32 32 32 31,5
10 32 32 33 33 33 32 33 33 32 32,5 33 33 32 32 31,5 32 33 33 33 31
15 32 33 34 34,5 32 33,5 34 34 33,5 34 33,5 34 32,5 33,5 33 32 33 33 30,5 32
20 31 32 33 34 33 35 34 33,5 34 32 34 32,5 33 32 32,5 31,5 32,5 32 33 32
25 31 32 32,5 33,5 34,5 34 35,5 34,5 34 33 32 32 31,5 32 32 32 32,5 32 32 32
30 31 32 32 33 32,5 33 32 32 32 32 31 31,5 32 32,5 31 32 32,5 32,5 32 31
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
31 31 30 30,5 31 31,5 30 30 30 30 30 31,5 32 31 31,5 30,5 31,5 33 31,5 31,5 32
31,5 31 30 30 31 31 30,5 30,5 30 30 30 32 31 30 30 30,5 30,5 31 30,5 31 31
32 31 30,5 31 31 31 31,5 31 31 30 31,5 33 32 31 31 31 31,5 32 32 31 31
33 32 32 31,5 31,5 31 32 32 31 31 31,5 31,5 32,5 30,5 31,5 30,5 32 33 33 32 32
32 32 31,5 31,5 31,5 31,5 32 32 31 31,5 31,5 32 33 31 32 32 33 32,5 31,5 32 32
31,5 32 32 32 32 31 32 31,5 31,5 32,5 31,5 32 32 32 32,5 32,5 32,5 32 31 32 32,5
31 31,5 32 32 32 32 32 31,5 32 32,5 32 32,5 32 32 32 33 31,5 33 32 32,5 32,5
157
“Tanah Maros” Bukaan 9 cm jarak 75 kerapatan 1
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 31 32 33 33 33 33 33 33 33 32,5 32 32,5 32 32 30 32 32 31 32 30
5 31 32 32 32 32,5 33 33 34 33 33 33 33 32 32 31,5 31 31 32 31 31,5
10 31,5 33 32 34 34 34,5 34 34 34,5 33 34 34 33 33 32 32 32 32 30 31
15 32 32,5 33,5 33,5 33 35 34,5 33,5 34 34 34 35 33,5 35 34 33 33 33 32 33
20 32 33 34 35 34,5 35 35 33 35 35,5 35 35,5 34 34 33 33 31,5 32 32 31,5
25 32,5 34 34 35 35 34 35,5 34 33,5 34 34,5 34,5 35 34 33 32 31 31,5 31 32
30 33 33,5 33 34 34 33 34 35 34 33 34 35 35 32 32,5 31,5 32,5 31 31 32,5
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
30,5 30,5 31 31 31 31 31 30 32 33 32 33 33 32,5 32 31 31 31 31,5 32 32
31 30 31,5 31 31 31 31 31 31 32,5 32 33 34 34 32 32 32 32 31,5 31 31
31 31 32 33 32 32 33 32 32 33 32 34 33 33 32 32 32 32 31,5 32 32
32 32 32 32,5 32 33 33 32 32 33 33 32,5 32 32 32 32 32 31,5 31,5 31 32
32 32 32 32 33 32,5 33 33 33 34 34 33 32,5 32 32 32 32 32 31 32 32,5
31,5 31,5 31 32,5 32,5 32,5 33 33 32 34 34 33,5 32,5 32 32 34 34 32 32 32,5 32,5
32 32 31,5 32 33 32,5 33 33 33 33 34 34 32,5 33,5 33 34 34 32 32 31,5 31
158
“Tanah Maros” Bukaan 9 cm jarak 75 kerapatan 1,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 32 32 33 33 33 32,5 33 33 32 31 31 31,5 31,5 30,5 33 32,5 31,5 32,5 31
5 31 31,5 33 32,5 32,5 32,5 34 32,5 32,5 33 32,5 32 32 31 31,5 32 31 31 31 31
10 31,5 32 32,5 32 33 33 33 33 33 33 33 34 32,5 32 32,5 32 31,5 31,5 31 31
15 32,5 33 33,5 33 33 34,5 33,5 34,5 33 34 33,5 35,5 33 32 33 33 31 32 31 32
20 32 32,5 34 34,5 34 35 34 35 34,5 35 34,5 35 33 33,5 34 33 32 31 32 31
25 33 33 32 34,5 35 34 35 35 35,5 34,5 35 34,5 32,5 31,5 35 32 31 32 32 32,5
30 33,5 34 33,5 35 34,5 33 33,5 34 33,5 35 33,5 34 33 32 33,5 32,5 33 33 32,5 31,5
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
30,5 31,5 32 32 32 31,5 32 31 32 32 32 31 31 32,5 33 31 30,5 30,5 31 31 31
31 32 31 31 31,5 31 31 31 31 31,5 31 31,5 32 32 32 31 31 31,5 31,5 31 31
31 31 32,5 31 31 31 30,5 32,5 31,5 31,5 31 31,5 33 32 32 30,5 30,5 31,5 31 31,5 31,5
31,5 32 31 31,5 32 32 31,5 32 32 32 31,5 31,5 32 32 32 31 30,5 31,5 31 31 31,5
31 33 32 32 31 31,5 31,5 32 31,5 31,5 32 32 32 33 32,5 31 31 31 32 32,5 32,5
32 33,5 31,5 32 31 31 33,5 34,5 33,5 33 33 33 33 33 33 33 32 32 31 33,5 33,5
32 31 31 33 33 33 33 33,5 33 33 34,5 33,5 32,5 34 34 34 34 34,5 31 34,5 33,5
159
“Tanah Maros” Bukaan 12 cm jarak 30 kerapatan 0,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 31,5 31,5 31 31 32 32 31,5 32 31 32 32 32 31,5 31,5 31,5 31 31 31,5 31 31
5 31 31,5 31 31,5 32,5 32 32 33 32 32,5 31,5 32 31,5 31,5 31 31,5 31 32 31,5 31
10 31 31 31,5 31,5 32 33 32,5 33,5 33 33 32,5 32 31,5 32 32 31,5 32 31,5 32 32
15 32 32 32 32 32 33 33 34 34 33 32,5 31,5 32 32 32 32 31,5 31,5 32 31,5
20 32,5 32,5 32 33 33 34 33 33,5 33 34 32 32 32,5 32,5 32 32 31,5 31,5 31,5 31,5
25 32,5 32 32,5 32 32,5 33,5 34 33 33,5 33 33 32 32,5 32,5 32,5 31,5 32 32,5 31 32
30 32 31,5 31,5 32,5 32 32 33,5 32,5 32,5 32,5 32 32 32 31,5 32 32 32,5 32 31 31,5
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
31,5 31,5 31 32 31 31 31 31,5 31 31 31 31,5 31,5 31 31 31 31 31 31,5 31,5 31,1
32 32 31 32 31 32 32 31,5 31 31 31 32 32 31,5 31,5 30,5 31,5 31,5 31,5 31 31
32 31,5 31,5 32,5 31,5 31,5 31,5 32 31,5 32 31,5 32,5 32,5 31,5 32 31,5 31 31,5 32 31 32
32,5 32 32 32 32 32 32 32 32 32 31,5 31,5 32 31,5 32 31,5 31 32 32 31,5 32
32,5 32 32 31,5 32 32,5 32,5 32,5 32 32,5 32 31,5 32 32 32,5 31,5 31 31,5 31 32 31,5
31,5 32,5 32,5 31,5 32,5 32 31,5 31,5 32,5 33 31 32 32 31,5 32 31,5 32 31 31,5 31,5 31,5
31 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5 31,5 31 31 31 31 31 31 31 32 31 32,5
160
“Tanah Maros” Bukaan 12 cm jarak 30 kerapatan 1
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 31,5 32 33,5 32,5 33 33 34,5 33 31,5 31,5 32 31 31 32,5 32 31,5 31 31,5 31
5 31 30 33 33 33 34,5 34 34 34 32 32 33 32 32 33 32 32 31 31,5 31
10 31,5 31 33,5 33,5 33 34 34,5 35 35 35 34 35 33,5 33 33 33 32 32,5 32 32
15 31,5 32 34 33 34 35 34,5 35,5 35,5 36 35,5 34 35 34 33,5 34 33 33,5 33 33
20 32 32 33 32 35 35 35 36 36 35,5 36 34,5 34,5 35 33 33 34 34 33,5 34
25 32 31,5 33,5 34 35,5 36 36 36,5 36 36 34,5 35 33,5 34 33,5 33,5 33,5 34 33,5 33
30 31,5 31,5 33 33 34 33 34 35 34,5 35 33 33 33 34 33,5 34 34 34,5 34 34
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
32 32 31 31,5 31,5 31,5 31 31 31 30,5 31 33 33 32 32 31,5 31,5 31,5 33 30,5 31
32 31,5 31 31 32 31,5 31 31 31 31 30,5 32 31,5 32 32 31,5 31,5 31,5 33 31 32,5
31,5 31 31 32 32 32 32,5 33 30 31,5 32,5 33 32 32 32,5 32 32 31 32,5 31,5 32
33 33 32 33 32 32 33 33 32,5 33 32,5 32,5 32,5 33 33 33 32,5 32 33 32 33
33 33 34 33 33 32,5 32 32,5 33 32,5 33 32,5 33 31,5 32 32,5 33,5 32 31,5 32 33,5
33 32 33 32 32 33 34 34 34,5 33 33 33 33 32,5 32,5 33 34 33,5 32 32,5 33,5
32 32 32 33 32 32 33 33,5 33 33 33 33 32,5 32,5 33,5 32 34,5 34 32,5 33 33
161
“Tanah Maros” Bukaan 12 cm jarak 30 kerapatan 1,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 32 32 33 32 33 33 33 32,5 32,5 33 33 32,5 32 32 33 32 31,5 31 31
5 32 32 32 34,5 33 34 32 33,5 32 33 32 32,5 33 32 32 32,5 32 31 31,5 30,5
10 32 32 32 33 34 35 33 34 33,5 33 33 32 33 32,5 33 32,5 33,5 32 32 30,5
15 32 33 33 34 35 36 33,5 34 34 34 34,5 33,5 34 33,5 33 33 33 33 31 31,5
20 31 33 33 35 35,5 36,5 35,5 35 35 35,5 33 34 32,5 33 33,5 34 32,5 32,5 32,5 32
25 33 33,5 33,5 35 35,5 36 34 35,5 35 33,5 35 35 33 34 33 33,5 33 34 33 33
30 31 32 32 33,5 33,5 33 33 33 32 32,5 33,5 33,5 33,5 33 34 33,5 33 33,5 33 34
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
33 31,5 30,5 31 30 31 31,5 31 30 31 31 32 31,5 31 32,5 31 31 31 31 31 31
32 31 31 30,5 31 31 31 31,5 30,5 32 31 31,5 32 30,5 31,5 31,5 31,5 31 31 31,5 31,5
33 31 31 30 31,5 32 32 31 31 31 31,5 32,5 32,5 32 32,5 32,5 32,5 32,5 32 31,5 31,5
32 32 32 31 32 33,5 32 32 31,5 32 32,5 33 33 32,5 32 31,5 32 31,5 32,5 33 33
33,5 33 33 32,5 33 35 33 33 32 33 34 34 33 33 33 33 33 32,5 33 32,5 33
34 32,5 33 -33 34 34,5 34 32 32 32 33,5 33,5 32,5 32,5 34 32,5 32,5 33,5 34 32,5 33,5
33 33 34 33 33,5 33 33,5 32,5 33,5 33 32,5 32,5 33 33,5 33,5 33,5 33 33 33 33,5 33
162
“Tanah Maros” Bukaan 12 cm jarak 50 kerapatan 0,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 30 32 32 33 33 33 -33 32,5 33 32 31 33 32,5 31 31,5 31 31 30,5 31
5 31 31,5 32 33 33 33 33 33,5 33 32 31,5 31,5 32 32 30,5 31,5 31 31,5 31 31
10 32 32 32,5 33,5 34 34,5 34 33 33,5 32,5 33 32 33,5 33 32 32 32 32 32 32,5
15 33 32 33 33,5 35 35 34 34 34 34,5 33 34 34 34 32 32,5 33 33,5 32,5 32,5
20 30,5 31 32 32 36 36 35 34,5 34 35 34 33 34 33 33,5 33 34 33 33 33
25 30 30 31,5 32 34,5 34,5 36 35 35 34 33,5 33,5 33 32,5 34 34 32 32 32 32
30 31 31 31 32 33,5 33 34,5 33 33,5 33,5 33 32 32,5 32 32 32,5 32 31,5 32 32
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
32 31,5 32 31 30,5 31 31 30 30 30 30 30 32 31 31 31 31 31 31 31 30,5
32 32 31 31,5 31 32 32 31 31 31 31 30 32 31 31 31 32 31 32 31,5 32
33 33,5 32,5 32 33 33 32,5 32 32 32 32 31 33 32 32 32 33 32,5 33 33 32
33 33 33 33 32 33 33 33 33 32 32,5 33 33 33 33 33 33,5 33 32,5 33 33
33 32,5 32 32,5 32 33 33 33 33 33 33 33 33 34 34 33 33 33 33 32,5 32,5
32,5 32 31,5 31 32,5 33 32 32 33 32,5 32,5 32 33 33 33 33,5 33,5 33,5 33 32 33
33 33 32 32 33 32 32 32 32 32,5 32,5 32 33 32 32 32,5 33 32 32,5 33,5 33
163
“Tanah Maros” Bukaan 12 cm jarak 50 kerapatan 1
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 31 32,5 33 33 33 32 34 33 32 32,5 32 32,5 33 32 32 33 32,5 31 31,5
5 31 30,5 33 33,5 33,5 34 33,5 33,5 33,5 33 33 33 33 32,5 33 32 32 32 32 31
10 32 31 33,5 33 34,5 35,5 34 34 34 34,5 33 34 34 33 34 33 32 32 33 32
15 32,5 32 -34 34,5 35 36 35,5 35 34 35 34 35,5 35,5 35 33,5 33,5 33 33 32,5 33
20 32 32 35 35,5 35 35 36,5 35,5 35,5 36 34,5 34,5 35 34 34 34 34 34 34 32
25 32 32 35,5 36 36 34 36 36 36 34,5 35 36 36 34,5 35 34 34 35 33,5 32
30 32 32 34 34,5 34 33 35 36,5 35 33,5 35 35 34,5 35 34,5 34 33 34 31 32
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
31,5 32 32,5 32,5 31,5 31,5 31 32 32 32 32 32 32,5 32 32 32 32 30,5 31,5 32 32
31 31 31,5 33 31,5 32 32 33 33 32,5 32 32 33 31,5 32 32 32 31 31 32 32
31 32 32 32 32 31,5 32 32,5 32,5 31,5 33 33 33,5 32 32 32 32 32 32 32 32
32,5 33 31,5 32 31,5 32 32,5 33 33 32,5 33,5 34 32,5 33 32 33 33 32 32 32,5 33
33 32,5 32,5 32 32 32,5 32 33,5 33,5 33 33 33 31 32,5 32 33,5 33,5 31,5 33 32,5 33
32 32 32 33 32 32 33 32,5 34 33,5 32,5 32,5 32 33 32 34 34 32 33 33 33,5
31,5 32,5 33 32 32 32,5 32 32 32 33 33 33 33 32 33 33 33 32 33 33 33
164
“Tanah Maros” Bukaan 12 cm jarak 50 kerapatan 1,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 31 34,5 33 32,5 33 33 34 33,5 32 31 31 30,5 30 30 30 31 30,5 30,5 31
5 30,5 32 33 34 33 33 33,5 35 33 33 32 32,5 31 31 30,5 30,5 31 31 31 31
10 31 33,5 33 34,5 33 34 34 35,5 33 34 33,5 33 31,5 32 31 31 32 31 31 31,5
15 31,5 32 34,5 35 34 34,5 34 36 34 35 34,5 34 32 31 31,5 31 31,5 31,5 32 32
20 32 32 35 35,5 35 35 34,5 34,5 34 33,5 35 34 32 32 31,5 32 31 32 32,5 32
25 32 33 35 34,5 35,5 33,5 35 35 35 34 34,5 33 32 32,5 31 32 32 32 32 32,5
30 33 34,5 34,5 33 34,5 34 35 34 35,5 33 33 33 32 33 33 32,5 32 32,5 33 32,5
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
30 31 32 32 31 32 31 32 31,5 30 31 31 31 32 31 32 31,5 31,5 31,5 31 31
31 31,5 31 32 31 32 31 32 31,5 30,5 30 31 32 31,5 32 32 31 31 31,5 31,5 31
31 31,5 31 33 31,5 33 31,5 31,5 32 31 30,5 31,5 32 32,5 32,5 33 31,5 32 32 32 31,5
32 32 32 32,5 31 32,5 32 31 32 31,5 30 31 33 33 32 32 32,5 32 32,5 32,5 32
32,5 32 32 32 32 31 31,5 32 33 31 31 32 32,5 32,5 33 32,5 34 33 33 33 32
31 32 32 33 32 32 32 32,5 32 32 32 33 33 32 32 34 33 33,5 33,5 34 33,5
31,5 31,5 32,5 33 33 32 32,5 32,5 32 32 32,5 33 32,5 33 33 33 33 32 33 33,5 33
165
“Tanah Maros” Bukaan 12 cm jarak 75 kerapatan 0,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 31 31 32 32 33 32 33 33 32,5 32 31 31 32,5 32 33 32 31 31 31 31
5 31,5 31,5 33 33 34 33 33,5 32 33 33 32 32 33 32 32 31 32 32 32 31,5
10 32 32 34 34 33 34 33 33,5 33 32,5 33 33 33 33,5 33 32 33 33 33 31
15 32 33 34 34,5 33,5 34,5 35 34 33,5 34 34,5 34,5 32,5 34 34 32 33 33 30,5 32
20 31 32 35 35 35 35 35 35 34,5 34 34 35 35 34 35 33 32,5 32 33 32
25 32 32 34,5 34,5 34,5 34 35,5 36 35 35 35 34 34 35 34 32 32,5 32 32 32
30 31 32 33 35 35 34,5 34 34,5 35,5 36 33,5 33 33 33 33,5 32 32,5 32,5 32 31
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
31 31 30 30,5 31 31,5 30 30 30 30 30 31,5 32 31 31,5 30,5 31,5 33 31,5 31,5 32
31,5 31 30 30 31 31 30,5 30,5 30 30 30 32 31 30 30 30,5 30,5 31 30,5 31 31
32 31 30,5 31 31 31 31,5 31 31 30 31,5 33 32 31 31 31 31,5 32 32 31 31
33 32 32 31,5 31,5 31 32 32 31 31 31,5 31,5 32,5 30,5 31,5 30,5 32 33 33 32 32
32 32 31,5 31,5 31,5 31,5 32 32 31 31,5 31,5 32 33 31 32 32 33 32,5 31,5 32 32
31,5 32 32 32 32 31 32 31,5 31,5 32,5 31,5 32 32 32 32,5 32,5 32,5 32 31 32 32,5
31 31,5 32 32 32 32 32 31,5 32 32,5 32 32,5 32 32 32 33 31,5 33 32 32,5 32,5
166
“Tanah Maros” Bukaan 12 cm jarak 75 kerapatan 1
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 31 32 33 33,5 33 33 33 33 33 32,5 32 32,5 32 31,5 32 32,5 32 31 32 31,5
5 31 33 34,5 33 33 34 32,5 32,5 32 33 33 33 32,5 32 32 32 31 32 31 31,5
10 31,5 33,5 35 32,5 34,5 34,5 33 33 33,5 33,5 34 34 33 33 32,5 32 33 32 31,5 32
15 32 33 34 34 34 35 34 34,5 34 34,5 34 34 33 33 34 -33 33 33 32 33
20 33 33 35 35 35 33,5 33,5 33 35 34 35 35 34 34 33 33 32 32 32 32,5
25 33,5 32,5 33,5 35 33,5 34 35 34 34,5 35 34,5 35,5 35 34 32,5 32 31 32,5 31 32
30 33 33,5 34 35,5 34 34 34 34,5 35 35 34 34 34,5 32 32 33,5 32 33 32,5 31
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
32 31,5 32 32 32 31 32 32 32 33 32 33,5 33 33 31 31 31 31 32 31,5 32
32 31 31 32,5 32,5 31,5 31,5 31 31 32,5 32 32 34 33 32 32 32 32 31,5 31 31
32,5 31 32 33 32 32 33 32 32 33 32 33 32 33,5 32 32 32 32 32 30 32
32 32 32 32,5 32 33 33 32 32 33 33 32 32 32 32 32 32 31,5 31,5 31 32
32 32 32 32 33 32,5 33 33 33 34 33,5 33 32,5 32 32 32 32 32 31 32 32,5
32,5 33 32,5 32,5 32,5 33 33 33 32 34 34 33,5 32,5 32 32 34 34 32 32 32,5 33
33 32 33 32 33 32,5 33 33 33 33 34 34 32,5 33,5 33 33 34 32 32 31 31
167
“Tanah Maros” Bukaan 12 cm jarak 75 kerapatan 1,5
x/y 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
0 30 32 33 33 33 33 32,5 33 33 32 31 31 31,5 31,5 30,5 33 32,5 31,5 32,5 31
5 31 31,5 33 34,5 34,5 32,5 34 32,5 33 33 32,5 32 32 31 31,5 32 31 31 31 31
10 31,5 32 34,5 35,5 34 34,5 34,5 33 34 34 34 34 32,5 32 32,5 32 31,5 31,5 31 31
15 32,5 33 36 35 35 35 35 34,5 35,5 34 33,5 35,5 33 32 33 33 31 32 31 32
20 33 34 35,5 33,5 36 34 36 35 35 35 34,5 35 33 33,5 34 33 32 31 32 31
25 34 35 31,5 34,5 35 33,5 36,5 35 34 34,5 35 34,5 32,5 31,5 35 32 31 32 32 32,5
30 33,5 34 34 35 34,5 35 34,5 34 33,5 35 35 34 33 32 33,5 32,5 33 33 32,5 31,5
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155 160 165 170 175 180 185 190 195 200
30,5 31,5 32 32 32 31,5 32 31 32 32 32 31 31 32,5 33 31 30,5 30,5 31 31 31
31 32 31 31 31,5 31 31 31 31 31,5 31 31,5 32 32 32 31 31 31,5 31,5 31 31
31 31 32,5 31 31 31 30,5 32,5 31,5 31,5 31 31,5 33 32 32 30,5 30,5 31,5 31 31,5 31,5
31,5 32 31 31,5 32 32 31,5 32 32 32 31,5 31,5 32 32 32 31 30,5 31,5 31 31 31,5
31 33 32 32 31 31,5 31,5 32 31,5 31,5 32 32 32 33 32,5 31 31 31 32 32,5 32,5
32 33,5 31,5 32 31 31 33,5 34,5 33,5 33 33 33 33 33 33 33 32 32 31 33,5 33,5
32 31 31 33 33 33 33 33,5 33 33 34,5 33,5 32,5 34 34 34 34 34,5 31 34,5 33,5
168
Lampiran 6
Analisa Data
Adapun data hasil penelitian dari hasil pengamatan di laboratorium
adalah sebagai berikut :
Perhitungan debit aliran (Q) pada bukaan pintu 6 cm:
Dimana : V = 10 liter = 0,01 m3, T = 0,82 Detik
Rumus : Q =
Q =
= 0,0122 m3/dtk
Perhitungan koefisien Thompson (Cd) pada bukaan pintu 6 cm:
Rumus : Cd =
⁄
Cd =
⁄
Cd = 3,6141
Perhitungan luas penampang (A) :
Rumus : A = h x b A = 0,0330 x 0,3 = 0,0099 m2
Perhitungan keliling basah (p) :
Rumus : p = b x (2 x h) p = 0,3 x (2 x 0,0330) = 0,0198 m
Perhitungan jari-jari hidraulik (R) :
Rumus : R = A / p R = 0,0099 / 0,0198 = 0,5 m
Perhitungan bilangan Froude (Fr) :
Rumus : Fr = V / g x h Fr = 3,4 / 9,81 x 0,0330 = 6,0343
169
Perhitungan viskositas :
Rumus : (1,14 – 0,031 x ( C-15) + 0,00068 x ( C-15)2) x 10-6
(1,14–0,031x(29,2-15)+0,00068x(29,2-15)2)x10-6
= 0,000000837 m2/s
Perhitungan bilangan Reynold (Re) :
Rumus : Re = (V x P) / Viskositas
Re = (3,4 x 0,3660) / 0,000000837 = 1502164,27
170
Lampiran 7
Proyek : Praktikum Pengujian Analisa Saringan
Lokasi : Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil
Universitas Muhammadiyah Makassar
Tanggal Percobaan : 30 Desember 2019
Bahan : Tanah Sungai Maros
Nama : Muh. Nur Lil Alam dan M. Jihad Dwianto
Asisten Lab : Muhammad Yusuf Syarif, S.T.
ANALISA SARINGAN
Sampel ( Tanah Sungai Maros )
Saringan No.
Diameter (mm)
Berat Tertahan (gram)
Berat Kumulatif
(gram)
Persen (%)
Tertahan Lolos
4 4,75 38 38 3,8 96,2
8 2,36 60 98 6,0 90,2
16 1,18 87 185 8,7 81,5
40 0,425 108 293 10,8 70,7
50 0,3 208 501 20,8 49,9
100 0,15 378 879 37,8 12,1
200 0,075 52 931 5,2 6,9
pan tertutup 69 1000 6,9 0,0
Jumlah 1000
100
171
Lampiran 8
GRAFIK ANALISA SARINGAN
172
Lampiran 9
Dokumentasi
Pembersihan Lokasi Penelitian
Proses Pembuatan Saluran
173
Proses Penimbangan Sampel Tanah Proses Penyaringan Sampel Tanah
Kerapatan 0,5 cm Kerapatan 1 cm Kerapatan 1,5 cm
Proses Penimbunan Material Tanah Timbunan
174
Proses Pemasangan Krib
Variasi Jarak 30 cm
Variasi Jarak 50 cm
Variasi Jarak 75 cm
175
Proses Pengaliran (Running)
176
Proses Pengambilan Data
177
Kondisi Dasar Saluran Setelah Pengaliran
Proses Penyatatan Kontur