Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN SIKAP DAN TINDAKAN SUAMI DALAMMENGHADAPI ISTRI DENGAN HIPEREMISISGRAVIDARUM DI KECAMATAN SAMATIGA
KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
OLEH :
VERA ROSALYN NASUTIONNIM : 06C10104103
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH - ACEH BARAT
TAHUN 2013
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Deteksi dini dari gejala dan tanda bahaya selama kehamilan merupakan
upaya terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kehamilan maupun
keselamatan ibu hamil. Faktor predisposisi dan adanya penyakit penyerta
sebaiknya juga dikenali sejak awal sehingga dapat dilakukan berbagai upaya
maksimal untuk mencegah gangguan yang berat terhadap kehamilan dan
keselamatan ibu maupun bayi yang dikandungnya salah satunya seperti
hiperemesis gravidarum.
Hiperemisis gravidarum merupakan kejadian mual dan muntah yang
berlebihan sehingga mengganggu aktivitas ibu hamil, hal ini sering terjadi pada
awal kehamilan antara umur 8 sampai 12 minggu. Hiperemisis gravidarum
apabila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi bahkan
kematian ibu dan janin. Prevalensi hiperemisis gravidarum antara 1 sampai 3%
atau 5 sampai 20 kasus per 1000 kehamilan (Simpson, 2013).
Perasaan mual disebabkan oleh meningkatnya kadar hormon estrogen.
Sedangkan akibat kekurangan cairan karena muntah akan memicu terjadinya
dehidrasi yang akan menimbulkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke
jaringan berkurang dan membuat frekuensi muntah semakin berlebihan
(Prawirohardjo, 2013).
Pada saat ibu hamil mengalami muntah-muntah secara berlebihan
diperlukan adanya suatu dukungan keluarga. Dukungan keluarga yang diberikan
untuk ibu hamil pada umumnya dapat diwujudkan dengan adanya tingkat
2
toleransi yang tinggi dari lingkungan sosial di sekitar ibu hamil, sehingga akan
membantu seorang ibu hamil untuk belajar menyesuaikan diri selama kehamilan
yang dapat diwujudkan dengan kemampuan mengurangi tekanan dan frustasi serta
mampu mengembangkan mekanisme psikologi yang sesuai serta mengembangkan
prilaku yang bermanfaat selama kehamilan berlangsung.
Dukungan dan peran serta suami selama kehamilan dapat meningkatkan
kesiapan ibu hamil dalam menghadapi kehamilan dan persalinan bahkan dapat
memicu produksi ASI. Tugas suami yaitu memberikan perhatian dan membina
hubungan baik dengan istri, sehingga istri mengkonsultasikan setiap masalah yang
dialaminya selama kehamilan, keberhasilan seorang istri dalam mencukupi
kebutuhan ASI untuk bayinya kelak sangat ditentukan oleh seberapa besar peran
dan keterlibatan suami dalam masa kehamilan (Allina, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ridwan dalam
Wiknjosastro (2011) umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20
sampai dengan 35 tahun. kehamilan di usia kurang 20 tahun dan diatas 35 tahun
dapat menyebabkan hiperemisis gravidarum. Kejadian hiperemisis gravidarum
lebih sering dialami oleh primigravida daripada multigravida, hal ini berhubungan
dengan tingkat kestresan dan usia si ibu saat mengalami kehamilan pertama, Ibu
primigravida belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan khorionik
gonadotropin. Peningkatan hormon ini membuat kadar asam lambung meningkat,
sehingga muncullah keluhan seperti rasa mual.
Kira-kira 0,3 sampai dengan 2,0% dari total populasi ibu hamil di
Indonesia mengalami hiperemisis gravidarum, yang disertai dehidrasi dan
malnutrisi dan ini berdampak pada hampir 50.000 pasien hamil yang menjalani
3
perawatan di RS setiap tahunnya. Walaupun gejala yang paling sering biasanya
dirasakan pada trimester pertama, gejala bisa berlanjut dan menetap hampir
diseluruh usia kehamilan. Itulah mengapa diagnosa yang cepat dan tatalaksana
yang adekuat sangat diperlukan untuk mencegah risiko yang terjadi baik pada ibu
maupun janin di dalam kandungan (Santoso, 2010).
Demikian pula halnya dengan Provinsi Aceh, prevalensi hiperemisis
gravidarum adalah 0,2% dari seluruh ibu hamil (Riskesdas, 2007). Sementara itu
menurut Profil Dinas Kesehatan Aceh Barat tahun 2011, jumlah ibu hamil dengan
risiko tinggi termasuk hiperemisis gravidarum berjumlah 772 orang dari 3861 ibu
hamil atau sekitar 19,9% dan dari jumlah tersebut yang ditangani sebanyak 105
ibu hamil atau sekitar 13,6%.
Puskesmas Cot Seumereung adalah salah satu Puskesmas yang terletak
di Kecamatan Samatiga yang terdiri dari 32 Desa. Dimana Puskesmas ini
memberikan perawatan jalan bagi pasiennya. Kemudian data yang diperoleh dari
Puskesmas Cot Seumeureng dengan jumlah ibu hamil terhitung dari bulan januari
sampai dengan bulan desember pada tahun 2012 berjumlah 283 orang yang
mengalami Hiperemisis sebanyak 50 orang. Kemudian jumlah ibu hamil di
Puskesmas Cot Seumereng terhitung dari bulan januari sampai dengan bulan juli
pada tahun 2013 adalah 115 orang dan yang mengalami hiperemesis sebanyak 30
orang.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan 10 orang
ibu hamil selama 3 hari terhitung dari tanggal 25 mei tahun 2013 diperoleh
informasi bahwa suami mereka masih kurang perduli dengan masalah hiperemisis
gravidarum yang dihadapinya, bahkan suami mereka tidak ikut serta
4
mendampingi istrinya memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas hal itu
disebabkan karena jarak tempuh tempat suami bekerja jauh, sibuk dengan
pekerjaan dan suami menganggap hal itu hanya menjadi tanggung jawab istri.
Dari latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Gambaran Sikap Dan Tindakan Suami Dalam Menghadapi Istri Dengan
Hiperemisis Gravidarum Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang di atas maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Bagaimana Gambaran Sikap Dan Tindakan Suami
Dalam Menghadapi Istri Dengan Hiperemisis Gravidarum Di Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Gambaran Sikap Dan Tindakan Suami Dalam Menghadapi Istri Dengan
Hiperemisis Gravidarum Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran tentang sikap suami dalam menghadapi
istri dengan hiperemisis gravidarum.
2. Untuk mengetahui gambaran tentang tindakan suami dalam
menghadapi istri dengan hiperemisis gravidarum.
5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah sumber literatur dan kepustakaan
kepada pembaca serta memberkan informasi yang nyata tentang perilaku suami
dalam menghadapi isteri yang mengalami hiperemisis gravidarum.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai sumber informasi dan bahan masukan bagi mahasiswa agar
lebih memahami tentang mual muntah di masa kehamilan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian yang sejenis
dan lebih mendalam lagi.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai masukan bagi masyarakat di Kecamatan Samatiga
khususnya pada suami yang memiliki istri yang mual muntah diharapkan
agar lebih memahami kondisi istrinya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kehamilan
2.1.1 Pengertian
Kehamilan (pregnancy) adalah suatu masa yang dimulai dari konsepsi
sampai lahirnya janin. Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional,
kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan ovum
dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi
hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40
minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender Internasional.
Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam
12 minggu, trimester kedua dalam 15 minggu (minggu ke-13 sampai minggu ke-
27), dan trimester ketiga dalam 13 minggu (minggu ke-28 sampai minggu ke-40),
(Prawirohardjo, 2009).
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari
pertama haid terakhir. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 38 sampai
dengan 42 minggu dan ini merupakan periode dimana terjadi persalinan normal.
Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur. Kehamilan
yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu disebut sebagai post term atau
kehamilan lewat waktu (Wikojosastro, 2011).
Proses kehamilan merupakan mata rantai yang saling
berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan ovum, terjadi migrasi
spermatozoa dan ovum, terjadi konsepsi dan partumbuhan zigot, terjadi nidasi
(implementasi) pada uterus, pembentukan plasenta dan tumbuh kembang hasil
7
konsepsi sampai aterm. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9
bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama haid terakhir (Sarwono, 2006).
2.1.2 Tanda dan Gejala Kehamilan
Menurut Wibisono dan Dewi (2009) ada dua jenis tanda-tanda
kehamilan sebagai berikut:
1. Tanda-tanda mengarah ke kehamilan, tetapi tidak pasti hamil.
a. Tes kemih menggunakan alat celup menunjukkan hasil positif.
b. Terlambat menstruasi.
c. Terasa mual dan muntah.
d. Perut terasa membesar.
e. Payudara terasa membesar dan kencang.
2. Tanda-tanda kehamilan yang pasti.
a. Terlihat buah kehamilan dengan USG (ultra sonografi).
b. Terlihat melalui foto sinar X. Namun perlu diperhatikan, alat ini tidak
boleh dipakai selama kehamilan.
c. Terasa ada gerakan anak oleh pemeriksa.
2.1.3 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Oleh Ibu Hamil
Menurut BKKBN (2008) ada dua hal yang harus diperhatikan oleh ibu
hamil ketika akan hamil dan selama masa kehamilannya yaitu :
1. Mengatur jarak kehamilan sesuai dengan kurun reproduksi sehat.
2. Memperhatikan hal-hal penting selama kehamilan meliputi : tanda-tanda awal
kehamilan, pemeriksaan kehamilan, keadaan yang perlu diwaspadai dalam
8
kehamilan, tanda-tanda bahaya kehamilan, serta pemeliharaan dan perawatan
kehamilan.
2.1.4 Pemeriksaan Kehamilan
Untuk mengetahui kondisi ibu hamil dan janin yang sedang
dikandungnya perlu dilakukan pemeriksaan kehamilan meliputi frekuensi dan
manfaatnya yaitu (BKKBN, 2008) :
1. Frekuensi untuk memeriksaan kehamilan sekurang-kurangnya empat kali
dalam masa kehamilan, dengan awal pemeriksaan segera, kesulitan dalam
kehamilan dan keterlambat datang haid.
2. Manfaat memeriksakan kehamilan secara teratur adalah untuk
mempertahankan ibu hamil tetap sehat, deteksi dini kelainan, mendapatkan
tablet tambah darah dan imunisasi TT 2 kali selama kehamilan, serta konseling
oleh tenaga kesehatan.
2.2 Hiperemisis Gravidarum
2.2.1 Pengertian
Menurut Manuaba (2008) hiperemisis gravidarum adalah mual atau
muntah yang berlebihan sehingga menimbulkan gangguan aktifitas sehari-hari
bahkan dapat membahayakan hidup ibu hamil. Hiperemisis gravidarum adalah
gejala klinis yang memerlukan perawatan, seperti muntah yang berlebihan yang
dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi dan berat badan menurun.
Hiperemisis gravidarum adalah perasaan mual dan muntah yang
berlebihan yang disebabkan karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan
HCG dan sering terjadi pada kehamilan trimester I.
9
2.2.2 Etiologi Hiperemisis Gravidarum
Penyebab hiperemisis grafidarum belum diketahui secara pasti,
perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf
disebabkan kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat inanisi. Menurut
Manuaba (2008) faktor-faktor penyebab hiperimisis gravidarium yang ditemukan
antara lain :
1. Faktor predisposisi, sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa,
diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG. Frekuensi yang
tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa
faktor hormon memegang peranan karena kedua keadaan tersebut hormon
khorionik gonadrotopin dibentuk berlebihan.
2. Faktor organik, masuknya vili khorialis dalam siklus marternal dan perubahan
metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari ibu.
3. Faktor alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan.
4. Faktor psikologis, faktor ini memegang peranan penting pada hiperemisis
gravidarum walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemisis gravidarum
belum diketahui secara pasti.
2.2.3 Patofisiologi Hiperemisis Gravidarum
Patofisologi hiperemisis gravidarum menurut Manuaba (2008) diawali
dengan muntah yang berleebihan sehingga dapat menimbulkan dehidrasi, tekanan
darah turun dan diuresis menurun. Hal ini menimbulkan perfusi kejaringan,
menutup untuk memberikan nutrisi dan mengkonsumsi O2. Oleh karena itu dapat
terjadi perubahan metabolisme menuju kearah anaerobik yang menimbulkan
benda keton dan asam laktat. Muntah yang berlebih dapat mennimbulkan
10
perubahan elektrolit sehingga PH darah menjadi lebih tinggi. Dampak dari semua
masalah tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi alat vital sebagai berikut :
1. Hepar, dehidrasi yang menimbulkan konsumsi O2 menurun, gangguan fungsi
liver dan terjadi ikterus, terjadi pendarahan pada liver sehingga menyebabkan
gangguan fungsi umum.
2. Ginjal, dehidrasi penurunan diuresis sehingga sisa metabolisme tertimbun,
terjadi pendarahan dan nekrosis sel ginjal, sistem saraf pusat (terjadi nikrosis
dan pendarahan otak diantaranya pendarahan ventrikel).
2.2.4 Gejala dan Tingkat Hiperemisis Gravidarum
Menurut Manuaba (2008) gejala dan tingkat hiperemisis gravidarum
secara klinis dapat dibagi menjadi 3 tingkat :
1. Hiperemisis gravidarum grade I dengan gejala mual dan muntah terus
menerus, dehidrasi, turgor kulit berkurang, lidah kering, tekanan darah turun
dan suhu tubuh naik.
2. Hiperemisis gravidarum grade II dengan gejala dehidrasi semakin berat,
turgor kulit semakin berkurang, lidah kering dan kotor, mata cekung, tekanan
darah turun dan nadi meningkat, urine berkurang.
3. Hiperemisis gravidarum grade III dengan gejala dehidrasi semakin berat, mual
dan muntah berhenti, terjadi pendarahan dari esafagus, lambung dan retina,
gangguan fungsi hati bertambah dan gangguan kesadaran (somnolen sampai
koma).
11
2.2.5 Dampak Hiperemisis Gravidarum
Dampak hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat
menyebabkan kekurangan makanan dan cairan dalam tubuh ibu hamil, hal
tersebut dapat mempengaruhi perkembangan janin, dan juga biasanya
menyebabkan dehidrasi pada ibu hamil sehingga pengobatan perlu segera
diberikan (Prawirohardjo, 2009).
2.2.6 Pencegahan Hiperemisis Gravidarum
Prinsip pencegahan menurut Mansjoer (2010) adalah dengan
memberikan informasi dan edukasi bahwa kehamilan dan persalinan merupakan
proses fisiologis, juga tentang diet ibu hamil yaitu makan sedikit-sedikit tetapi
sering, memberikan makanan selingan seperti biskuit, roti kering dengan teh
hangat saat bangun pagi dan sebelum tidur. Menghindari makanan yang
berminyak dan berbau dan makanan sebaiknya dalam keadaan panas atau sangat
dingin, defekasi hendaknya diusahakan teratur.
2.2.7 Penatalaksanaan Hiperemisis Gravidarum
a. Obat-obatan sedative Phenobarbital
Vitamin yang dianjurkan B1 dan B6, Antihistamin seperti dramin,
avion, Antiemetika seperti disklomin hidrokloride / khlor promazin.
b. Isolasi
Penderita disendirikan di dalam kamar tenang tetapi cerah dan
peredaran udara yang baik, catat cairan yang keluar dan masuk, hanya dokter dan
perawat yang boleh masuk ke dalam ruangan, sampai muntah berhenti dan
12
penderita mau makan. Tidak diberikan makanan atau minuman dan selama 24
jam, kadang isolasi gejala-gejala berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
c. Terapi
Perlu di yakinkan kepada penderita bahwa penyakit ini dapat
disembuhkan.
d. Cairan parenteral
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan
protein dan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2–3 liter bila
perlu ditambah kalium dan vit C dan bila ada kekurangan protein dapat diberikan
asam amino secara IV (Manuaba, 2008).
2.3 Sikap
2.3.1 Definisi Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek sikap secara
nyata menunjukkan kondisi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadapa stimulus sosial.
Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara
merasakan, jalan pikiran dan perilaku. Sikap adalah kondisi mental yang kompleks
yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan
cara tertentu (Notoatmodjo, 2007).
13
2.3.2 Komponen Sikap
Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang :
a. Komponen kognitif, merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu
pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan yang dimiliki individu
mengenai sesuatu.
b. Komponen afektif, merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.
Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen
sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh
yang mungkin mengubah sikap seseorang.
c. Komponen konatif, merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu
sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau
kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu dengan cara tertentu (Wawan,
2010).
2.3.3. Tingkatan Sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan
(Notoatmodjo, 2007) :
a. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding) memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti
bahwa orang menerima ide tersebut.
14
c. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan dan
mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi dari sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
2.3.4 Sifat Sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif yaitu
Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sikap negatif, terdapat kecenderungan
untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu (Wawan,
2010).
2.3.5 Ciri-ciri Sikap
Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut yaitu sikap bukan dibawa sejak
lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan individu dalam
hubungan dengan objek sikap, sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat
dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan dan
syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang lain, sikap tidak
berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu
objek, objek sikap merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut., sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi
perasaan, yaitu sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan
atau pengetahuan yang dimiliki seseorang ((Notoadmojo, 2007).
15
2.3.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap
Menurut wawan (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap
yaitu Pengalaman pribadi, merupakan apa yang telah dan sedang kita alami akan
ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial
dan tanggapan akan menjadi salah-satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat
mempunyai tanggapan dan penghayatan seseorang harus mempunyai pengalaman
yang berkaitan dengan objek psikologis, apakah penghayatan itu kemudian akan
membentuk sikap positif ataukah negative.
Pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan salah-satu
diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap, seseorang yang
diharapkan akan menjadi persetujuan pada setiap gerak dan tingkah laku serta
akan memberikan pendapat pada kita adalah seseorang yang berarti khusus bagi
kita.
Pengaruh kebudayaan dimana kita hidup dan di besarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam
budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan, sangat mungkin kita
akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan.
Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan
berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap
kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan.
Media masa sebagai sarana komunikasi terhadap berbagai bentuk media
masa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah mempunyai pengaruh besar
dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Walaupun pengaruh media
masa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individu secara langsung, namun dalam
16
pembentukan sikap, peran media masa tidak kecil artinya. Karena itu salah-satu
bentuk informasi sugestif dalam media masa.
Lembaga pendidikan dan lembaga agama, merupakan suatu sistem yang
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya
meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pahaman
akan baik dan buruk garis pemisah antara sesuatu yang boleh dilakukan dan yang
tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta
ajaran-ajarannya.
Pengaruh faktor emosi, tidak semua sikap ditentukan oleh situasi
lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, Kadang-kadang suatu bentuk
sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Sikap demikan dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu
frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih konsisten
dan bertahan lama. Suatu contoh sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah
prasangka, Prasangka seringkali merupakan bentuk sikap negatif yang didasari
oleh kelainan kepribadian pada orang-orang yang frustasi (Wawan 2010).
2.3.7 Cara Mengukur Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-
pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner
(Notoatmodjo, 2007).
17
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap
seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang menyatakan sesuatu
mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi
atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu kalimatnya
bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap, pernyataan ini disebut
dengan pernyataan favorable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi
hal-hal negatif mengenai objek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun
kontra terhadap objek sikap, pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan
unfavorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas
pernyataan favorable dan unvaforable dalam jumlah yang seimbang.
2.3.8 Skala Pengukuran Sikap
Skala Thrustone merupakan metode ini mencoba menempatkan sikap
seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorable sehingga sangat
favorable terhadap suatu objek sikap. Caranya dengan memberikan orang tersebut
sejumlah aitem sikap yang telah ditentukan derajat favorabilitasnya (Wawan,
2010).
Untuk menghitung nilai skala dengan memilih pertanyaan sikap,
pembuat skala perlu membuat sampel pertanyaan sikap sekitar 100 buah atau
lebih. Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian diberikan kepada seorang penilai.
Penilai ini bertugas untuk menentukan derajat favorabilitasnya masing-masing
pertanyaan. Favorabilitas penilai itu diekspresikan melalui titik skala yang
memiliki rentang 1 sampai dengan 11. Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 sangat setuju.
18
Skala Likert mengajukan metodenya sebagai alternatif yang lebih
sederhana dibandingkan dengan skala Thrustone. Dalam metode Likert, masing-
masing responden diminta menandai (agreement) untuk masing-masing aitem
dalam skala yang terdiri dari 5 point (Sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak
setuju, sangat tidak setuju). Untuk pernyataan yang favorable nilai skala diubah
menjadi angka yaitu sangat setuju nilainya 5, setuju 4, ragu-ragu 3, tidak setuju 2
dan sangat tidak setuju 1. Sebaliknya untuk pernyataan tidak favorable sangat
setuju nilainya 1, setuju nilainya 2, ragu-ragu 3, tidak setuju 4 dan sangat tidak
setuju 5 (Wawan, 2010).
2.4 Sikap Suami Terhadap Istri Dengan Hiperemisis Gravidarum
Sikap suami adalah harapan atau standar perilaku yang telah diterima
oleh keluarga, komunitas dan kultur. Perilaku didasarkan pada pola yang
ditetapkan melalui sosialisasi dimulai tepat setelah lahir. Peran diri adalah pola
sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di
masyarakat (Kurniawan, 2008).
Menurut Kurniawan 2008 sikap suami terhadap istri yang mengalami
hiperemisis adalah suami harus menunjukkan sikap positif seperti sikap-sikap
penuh pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerja sama yang positif, ikut
membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus anak-
anak serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karir atau
pekerjaan istrinya. Serta suami harus bisa berperan seperti suami siaga. Sikap
suami terhadap istri yang hiperemisis gravidarum adalah sebagai berikut :
19
a. Menyimak Informasi tentang kehamilan
Menyimak informasi tentang kehamilan dapat membantu suami dalam
mengontrol perubahan fisik dan psikologis ibu selama hamil. Jika suami
menginginkan jenis perawatan yang diinginkan selama hamil, suami perlu
mencari informasi dan mendiskusikan kehamilan dengan tenaga kesehatan.
Berbagai informasi mengenai kehamilan bisa didapat dari buku, majalah, koran,
tabloid, tenaga kesehatan, atau situs kehamilan di internet. Dengan mengetahui
akar masalah yang terjadi maka ibu bisa lebih tenang dalam menjalani kehamilan
yang sehat. Ibu jadi tahu mana yang sesuai dengan kondisinya atau tidak.
Sebaliknya, jika tidak berusaha mencari tahu tentang kehamilan, tidak mustahil
akan timbul berbagai perasaan yang mungkin saja sangat mengganggu kondisi
psikis (Nolan, 2008).
b. Kontrol
Kontrol bisa dilakukan pada dokter atau bidan. Saat konsultasi, ibu bisa
menanyakan tentang kondisi dirinya dan bayi dalam kandungan. Biasanya, bila
ibu perlu penanganan lebih serius, dokter atau bidan akan menganjurkan ibu untuk
menemui psikolog atau psikiater yang dapat membantu kestabilan emosi.
Mengantar ibu kontrol ke dokter, ini penting karena suami harus tahu apa yang
terjadi pada istri. Kalau ada keluhan-keluhan dan informasi-informasi penting
seputar kehamilan suami juga harus tahu, agar lebih memahami apa yang
dirasakan oleh sang istri. Antenatal care merupakan salah satu tindakan screening
pada ibu hamil untuk mencegah komplikasi selama kehamilan dan persalinan
nanti (Yohana, 2008).
20
c. Perhatian Suami
Perhatian yang diberikan oleh suami bisa membangun kestabilan emosi
ibu. Misalnya, ibu bisa saja meminta suami untuk menemaninya berkonsultasi ke
dokter atau bidan agar merasa lebih nyaman karena ada perhatian dari pasangan.
Suami dapat memberikan perhatian terhadap keluhan-keluhan yang dirasakan oleh
ibu hamil. Perhatian suami dapat dilihat dari membantu ibu dalam menyelesaikan
pekerjaan rumah tangga, mengelus dan memijat punggung ibu. Mengelus perut
yang menunjukkan perhatian pada ibu dan bayi yang dapat membangun
kestabilan emosi (Yohana, 2008).
d. Menjalin Komunikasi
Komunikasi sangat dibutuhkan untuk membantu hubungan dengan ibu
hamil. Komunikasi yang baik yaitu dengan dua arah dimana suami tidak
mendominan semua pembicaraan. Setiap ada masalah suami meminta pendapat
ibu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jangan pernah menutupi perubahan
dan keluhan yang terjadi pada saat kehamilan, tetapi komunikasikan dengan
suami. Dengan begitu diharapkan suami bisa berempati dan mampu memberi
dukungan psikologis yang dibutuhkan. Dukungan dari lingkungan, terutama
suami, sangat berpengaruh terhadap kekhawatiran ibu dalam menjalani
kehamilan. Sebaliknya, perasaan ibu yang dipendam sendiri tidak akan membawa
perubahan. Suami tetap tidak acuh dan masalah ibu jadi berkepanjangan (Nolan,
2008).
e. Perhatikan Kesehatan
Tubuh yang sehat akan lebih kuat menghadapi berbagai perubahan,
termasuk perubahan psikis. Kondisi ini bisa terwujud dengan berolahraga ringan
21
dan memperhatikan asupan gizi. Suami siaga harus siap ketika sewaktu-waktu
istri mengalami keluhan sehubungan dengan kehamilannya. Suami yang tenang
bisa membuat istri jadi ikut tenang. Suami siaga harus lebih perhatian
mengingatkan dan membantu istrinya untuk kontrol teratur, mengingatkan waktu
untuk kunjungan ulang (Yohana, 2008).
2.5 Tindakan
2.5.1 Pengertian
Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan adalah mekanisme dari suatu
pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk
mewujudkan suatu tindakan. Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah diketahui untuk
dilaksanakan atau dipraktekkan. Agar terwujud sikap menjadi suatu perbuatan
nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain.
Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :
1. Presepsi
Mekanisme mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil.
2. Respon Terpimpin
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh.
3. Mekanisme
Dapat melakukan sesuatu secara otomatis tanpa menunggu perintah
atau ajakan orang lain.
22
4. Adopsi
Suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan
itu telah dimodifikasikan tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut.
2.6 Landasan Teoritis
Kerangka teori disusun berdasarkan landasan teori yang telah
dikemukakan Bloom dalam Notoatmodjo (2007) perilaku manusia dapat dibagi
menjadi tiga domain yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (affective), tindakan
(psychomotor).
Gambar 2.1 Landasan Teoritis
Perilaku Sikap
Pengetahuan
Tindakan
23
2.7 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu pada landasan teori di
atas yaitu :
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Sikap Suami
Tindakan Suami
Hiperemisis Gravidarum
23
243
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, penelitian deskriptif
adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk
mengetahui gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif
(Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui Gambaran Sikap Dan Tindakan Suami Dalam Menghadapi Istri
Dengan Hiperemisis Gravidarum Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat pada tanggal 11 Oktober sampai dengan 17 Oktober tahun 2013.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Arikunto, 2006).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua suami dari ibu hamil yang mengalami
hiperemisis gravidarum di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat, terhitung
mulai bulan januari sampai dengan maret yang berjumlah 30 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan perwakilan dari populasi yang akan diteliti. Jumlah
sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumusan (Arikunto, 2006) yang
menjelaskan bahwa apabila pengambilan sampel pada subjek penelitian kurang
dari 100, maka dapat diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian
25
25
populasi, Berdasarkan hal tersebut maka peneliti mengambil seluruh populasi
menjadi sampel penelitian yaitu sebanyak 30 orang atau lebih dikenal dengan
metode totaly population.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang langsung diperoleh dari responden
melalui pengisian kuesioner. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
yang berisikan pernyataan yang berbentuk pernyataan dan esayy mengenai
Gambaran Sikap Dan Tindakan Suami Dalam Menghadapi Istri Dengan
Hiperemisis Gravidarum Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat dengan
jumlah pertanyaan pada masing-masing variabel sebanyak 10 pertanyaan.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang berasal dari selain responden yaitu
data-data yang ada di UPTD Puskesmas Cot seumereng, Dinas Kesehatan Aceh
Barat dan literatur-literatur lainnya.
26
26
3.5. Defenisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No Variabel Keterangan1 Sikap Suami Defenisi
Cara ukurAlat ukurHasil ukur
Skala ukur
Respon yang konsisten dari suamidalam menghadapi istri denganhiperemisis gravidarumWawancaraKuesioner1. Positif2. NegatifOrdinal
2 Tindakan Suami Defenisi
Cara ukurAlat ukurHasil ukur
Skala ukur
Tindakan yang konsisten dari suamidalam menghadapi istri denganhiperemisis gravidarumWawancaraKuesioner1. Baik2. KurangOrdinal
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
Sikap suami dapat di ukur dengan menggunakan skala Likert, yaitu
setiap pernyataan terdiri dari 4 pilihan jawaban yaitu :
- Sangat setuju (SS) skornya : 4
- Setuju (S) skornya : 3
- Tidak setuju (TS) skornya : 2
- Sangat tidak setuju (STS) skornya : 1
Untuk menentukan rentang antar kategori digunakan rumus :
(Notoatmodjo, 2007).
H - LI =
K
27
27
Keterangan :
I : Interval
H : Tinggi
L : Rendah
K : Katagori
Sehingga didapatkan :
a. Kategori positif apabila skor yang diperoleh 26 - 34
b. Kategori negatif apabila skor yang diperoleh 16 - 25
Variabel Tindakan
Sehingga didapatkan :
Kategori baik : apabila nilai yang diperoleh antara > 5
Kategori kurang : apabila nilai yang diperoleh antara ≤ 5
3.7 Metode Analisa Data
Metode statistik untuk analisis data yang digunakan adalah analisis
univariat yaitu bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karateristik
setiap variabel penelitian. Dalam analisis univariat hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2007).
10 - 0I =
2
I = 5
34 - 16I =
2
I = 25
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
UPTD Puskesmas Cot Seumeureung Kecamatan Samatiga terletak di
Kabupaten Aceh Barat dengan luas wilayah Kecamatan 14 Km x 8 Km
(112Km2). Wilayah Samatiga merupakan Daerah dataran rendah yang meliputi
area pemukiman, pertanian dan perkebunan.UPTD Puskesmas Cot Seumeureung
merupakan Puskesmas perawatan yang terletak di Desa Cot Seumeureung, dengan
wilayah kerja 32 desa. Dengan jumlah penduduk sekitar 14.798 jiwa, terdiri dari
4006 KK, 7560 laki-laki, dan 7238 perempuan.
Adapun batas-batas Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureung,
disebelah utara berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Bubon, Sebelah
Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, Sebelah Timur berbatasan dengan
Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Sebelah Barat berbatasan dengan
Wilayah Kerja Puskesmas Arongan Lambalek.
4.1.2 Hasil Analisa Univariat
4.1.2.1 Sikap
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Di Kecamatan SamatigaKabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Sikap f %1. Positif 24 802. Negatif 6 20
Total 30 100Sumber : Data primer diolah tahun 2013
29
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas diketahui mayoritas sikap responden
berada pada kategori positif sebanyak 24 orang (80%).
4.1.2.2. Tindakan
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Di KecamatanSamatiga Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Tindakan F %1. Baik 19 632. Kurang 11 37
Total 30 100Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas diketahui mayoritas tindakan responden
berada pada kategori baik sebanyak 19 orang (63%).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Sikap
Berdasarkan hasil penelitian diketahui 80% responden bersikap positif
pada istri yang hiperemisis gravidarum, hal ini menunjukkan bahwa sikap
memiliki peran penting dalam menghadapi istri dengan hiperemisis gravidarum.
Sikap suami adalah harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh
keluarga, komunitas dan kultur. Perilaku didasarkan pada pola yang ditetapkan
melalui sosialisasi dimulai tepat setelah lahir. Peran diri adalah pola sikap,
perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di
masyarakat (Kurniawan, 2008).
Hal ini sejalan dengan teori Notoatmodjo (2007) bahwa sikap
merupakan cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan
pikiran dan perilaku. Sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang
30
melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara
tertentu.
Menurut kurniawan (2008) sikap suami terhadap istri yang mengalami
hiperemisis adalah suami harus menunjukkan sikap positif seperti sikap-sikap
penuh pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerja sama yang positif, ikut
membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus anak-
anak serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karir atau
pekerjaan istrinya serta suami harus bisa berperan sebagai suami siaga.
4.2.2 Tindakan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tindakan suami pada istri
dengan hiperemisis gravidarum berada pada kategori baik hal ini dapat dilihat
dari tingginya nilai frekuensi yaitu sebanyak 63%. Seorang Suami harus selalu
mendampingi istri ketika sedang hamil, jangan pernah meremehkan tugas istri
dalam mengandung bayi karena banyak tekanan yang akan timbul dan terkadang
ini akan membuat istri stress dan tentunya akan berdampak pada janin yang
sedang dikandung. Sebisa mungkin seorang suami harus mengetahui apa yang
harus dilakukan ketika istri berada dalam masa kehamilan, hal Ini akan
mengurangi tingkat stress pada istri.
Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) dimana tindakan
merupakan mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi
sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Setelah seseorang
mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa
yang telah diketahui untuk dilaksanakan atau dipraktekkan.
31
Selama kehamilan, tentu seorang istri membutuhkan pendamping untuk
merawat kehamilannya, baik itu dari suami ataupun orangtua. Dengan
mengurangi sedikit beban pekerjaan di kantor dan memberikan perhatian yang
penuh kepada istri. Dampingi istri saat memeriksakan kandungan ke dokter
menjelang melahirkan, ini merupakan salah satu bentuk kepedulian suami
terhadap istri dan janin yang berkembang dalam rahim, melayani istri dengan
baik, dan menyiapkan kebutuhan bayi. Karena akan banyak tekanan yang muncul
selama kehamilan dan dapat membuat stress serta berpengaruh pada janin. Jadi
sangat penting suami ikut andil dalam kehamilan yang dijalani istri. Adapun
beberapa tindakan yang dapat dilakukan suami selama istri dalam masa kehamilan
adalah memberikan perhatian penuh, tetap siaga dalam arti kata siap antar jaga
istri selama bisa melakukannya (Melinda, 2012).
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian dapat diketahui 80% responden bersikap positif dalam
menghadapi istri dengan hiperemisis gravidarum.
2. Dari hasil penelitian dapat diketahui 63% responden menyatakan telah
melakukan tindakan yang baik dalam menghadapi istri dengan hiperemisis
gravidarum.
5.2 Saran
1. Diharapkan kepada masyarakat di Kecamatan Samatiga khususnya pada suami
dalam menghadapi istri pada saat hiperemisis gravidarum agar lebih
memahami kondisi istrinya, karena hal ini dapat mempengaruhi kesehatan ibu
dan janin yang ada didalam kandungan.
2. Bagi petugas kesehatan dan instansi terkait dianjurkan untuk memberikan
konseling mengenai pentingnya peran suami dalam menghadapi istri pada saat
hiperemisis gravidarum.
24
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.Edisi Revisi V. Jakarta.
Allina. 2011. Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka. Pelajar. Yogyakarta.
BKKBN. 2008. Hiperemisis Gravidarum. EGC. Jakarta.
Dinkes Aceh Barat. 2011. Data Ibu Hamil Dengan Hiperemisis Gravidarum.
Kurniawan. 2008. Peran Suami Selama Kehamilan. EGC. Jakarta.
Manuaba. 2008. Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Dengan HiperemisisGravidarum. Salemba Medika. Jakarta.
Mansjoer. 2008. Kapital Selektal Kedokteran. Media Acepelius. FKUI.
Melinda. 2012. Peran Suami Dalam Kehamilan Istri. Salemba Medika. Jakarta.
Nolan. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. EGC. Jakarta.
Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.
Prawirohardjo. 2009. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo. Jakarta.
Prawirohardjo. 2013. Kesehatan Pada Ibu Hamil. Yayasan Bina PustakaSarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Puskesmas Cot Seumereng. 2012. Data Pasien Hiperemisis Gravidarum 2012.
Puskesmas Cot Seumereng. 2013 Data Pasien Hiperemisis Gravidarum 2013.
Santoso. 2010. Hiperemisis Gravidarum Indonesia. Pustaka. Pelajar. Yogyakarta
Sarwono. 2006. Proses Kehamilan. Bina Rupa. Jakarta.
Simpson. 2013. Sistem Kesehatan. Rajawali Persada. Jakarta.
Wawan. 2010. Pengukuran Pengetahuan Sikap Dan Prilaku Manusia. NuhaMedika Yokyakarta.
Wibisono dan Dewi. 2009. Solusi Sehat Seputar Kehamilan. Jakarta; AgroMedia Pustaka.
Wikojosastro. 2011. Konsep Kesehatan Bumil. Balai Pustaka. Jakarta.
Yohana. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. EGC. Jakarta.
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPUASAN PASIEN PESERTA ASKES SOSIAL DI RUANG RAWAT INAP KELAS UTAMA DAN VIP RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH CUT NYAK DHIEN MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
YUYUN SYAHPUTRA
NIM : 06C10104243
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH
ALUE PENYARENG - ACEH BARAT 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan
kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan dengan mendasarkan
kepada Sistem Kesehatan Nasional (SKN). SKN adalah suatu tatanan yang
menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung, guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai
perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945.
Peranan pemerintah dalam pembangunan salah satunya adalah menyediakan
bentuk pelayanan-pelayanan umum untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
untuk hal ini diperlukan suatu kondisi yang membawa kepada perubahan
struktural, ini merupakan salah satu langkah untuk keberhasilan pembangunan
yang meliputi sumber daya, penguasaan teknologi serta pemberdayaan manusia
yang tidak terlepas dari faktor kesehatan.
Terwujudnya hidup sehat merupakan kehendak dari semua pihak, tidak hanya
kehendak dari perorangan, keluarga ataupun kelompok, akan tetapi kehendak
masyarakat secara keseluruhan, untuk terwujudnya keadaan tersebut banyak
upaya yang dilakukan salah satunya adalah upaya yang mempunyai peranan yang
cukup penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
2
Asuransi Kesehatan (Askes sosial) mulai dilaksanakan pada tanggal 1 April
1969 bagi pegawai negeri beserta anggota keluarganya. Penyelenggaraan Askes
sosial merupakan suatu usaha jasa pelayanan kesehatan yang menguntungkan
karena dapat menjangkau masyarakat luas dengan menggunakan sumber daya
yang berkualitas serta biaya operasional yang terkendali sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Asuransi Kesehatan Indonesia mempunyai tujuan untuk melindungi peserta
dari resiko ekonomi bagi yang sakit. Kewajiban dari setiap peserta Askes Sosial
adalah membayar iuran wajib sebesar 2% dari gaji pokok atau pensiun setiap
bulan yang dipotong langsung oleh bendahara gaji, lalu peserta Askes yang telah
memiliki kartu Askes untuk mendaftarkan ke Puskesmas atau tempat pelayanan
kesehatan yang telah ditunjuk oleh PT. Askes. (Rosnifah, 2001).
Upaya pemerintah untuk mengwujudkan kesejahteraan pemegang kartu
AskesSosial terus dilakukan. Akan tetapai masih banyak masalah yang kita dapati
ketika pasien pemegang kartu Askes Sosial yang masih saja mengeluh tentang
pelayanan di rumah sakit, terutama rumah sakit umum daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh.Oleh karena sebab itu bisa kita nilai bahwa ada beberapa pasien
pemegang Askes Sosial ( PNS ) yang masih merasa kurang puas atas pelayanan
rumah sakit tersebut.
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Aceh Barat,
memiliki 11 ruangan rawat inap yang dapat melayani pasien peserta Askes Sosial
dan peneliti megfokuskan pada ruang kelas utama dan Vip juga dapat memeriksa
kesehatannya, yaitu :
3
No Nama Ruang Jumlah
kamar
Jumlah pasien
Laki-laki perempuan
Jumlah %
1 R.K.Utama 11 24 32 56 30,85
2 R.Vip 8 27 29 56 30,85
3 R.Bedah 10 / sal 0 1 1 0,53
4 R.Kebidanan 4 / sal 0 24 24 12,76
5 R.anak 3 / sal 3 6 9 4,78
6 R.ICU 1 4 0 4 2,12
7 R.Nicu 1/ sal 19 5 24 12,76
8 R.KB.tindakan 3 0 3 3 1,59
9 R.P.dalam 3 / sal 2 1 3 1,59
10 R.syaraf 4 / sal 4 0 4 2,12
11 R.mata 2 / sal 0 0 0 0
Jumlah 87 101 184 100
( Sumber Rekam medik RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Aceh Barat )
Jumlah kunjungan pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien pada bulan November 2012, jumlah pasien laki – laki 87 ( 46,27 %)
orang, jumlah pasien perempuan 101 (53,73%) orang, jadi jumlah pasien yang
rawat inap peserta Askes Sosial ruang kelas utama 56 (30,85) orang, ruang Vip 56
(30,85%) orang, ruang bedah 1 (0,53%) orang, runag kebidanan 24 ( 12,76%)
orang, ruang anak 9 ( 4,78%) orang, ruang ICU 4 (2,12%) orang, ruang NICU 24 (
12,76%) orang, ruang KB tindakan 3 (1,59%) orang, ruang penyakit dalam 3
(1,59%) orang, ruang saraf 4 ( 2,12%) dan ruang mata 0 ( 0%).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat merumuskan masalah yang
bahwasanya masih terdapat pelayanan yang tidak baik dengan terjadinya komplin
pasien terhadap pelayanan yang diberikan, seperti kunjungan dokter yang tidak
tepat waktu, sikap petugas yang kurang baik, penyediaan obat yang masih tidak
lengkap maupun prosedur pelayanan.
4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Kepuasan
Pasien Rawat Inap di ruang kelas utama dan ruang Vip peserta Askes sosial
di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan prosedur pelayanan petugas dengan
kepuasan pasien rawat inap kelas Utama dan Vip peserta askes sosial di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat.
2. Untuk mengetahui hubungan kunjungan dokter ( Visite dokter ) dengan
kepuasan pasien rawat inap Kelas Utama dan Vip peserta askes sosialdi
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat.
3. Untuk mengetahui hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien
rawat inap Kelas Utama dan Vip peserta askes sosialdi Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
4. Untuk mengetahui hubungan ketersidiaan obat dengan kepuasan pasien
rawat inap Kelas Utama dan Vip peserta askes sosialdi Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis :
1) Bagi Institusi Pendidikan :
Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
meulaboh, dapat dijadikan sebagai Referensi dan bahan bagi peneliti-
peneliti berikutnya tentang kepuasan pasien rawat inap pemegang kartu
Askes Sosial.
2) Bagi Peneliti :
Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti terhadap
kepuasan pasien rawat inap peserta Askes Sosial yang berobat di Rumah
Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
1.4.2 Manfaat Aplikatif
1) Bagi Rumah Sakit Cut Nyak Dhien Meulaboh :
Sebagai bahan masukan dalam upaya memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien
2) Bagi Pasien Askes Sosial :
Sebagai bahan pengetahuan terhadap sikap petugas kesehatan baik
dalam prosedur pelayanan, kunjungan dokter, sikap perawat maupun
ketersediaan obat-obatan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepuasan Pasien
Kotler (1999), memberikan defenisi mengenai kepuasan konsumen/
pelanggan, sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
(hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya.
Kepuasan pasien adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan yang diinginkan (Oliver, 1980),
sikap terhadap Pelayanan Medis yang terpercaya dan variabel yang berpengaruh
dalam penggunaan ukuran kepuasan dengan kualitas yang diterima. Mereka
mengusulkan kepuasan konsumen, menilai yang paling tepat dalam kontek pasti,
dan bagian yang terkenal dengan perlindungan dan perawatan medis relevan
untuk mempertimbangkan adanya persepsi yang subjektif dari kepuasan dan
pelayanan yang dapat menyenangkan konsumen atau sering juga yang disebut
dengan pasien yang membutuhkan dan menerima pelayanan kesehatan. Semua
koordinasi dana dan tata krama menunjukkan pada persediaan yang ada dan
informasi mengenai keadaan penyakit yang diderita oleh pasien tersebut,
(Supranto, 1997)
George (1995) mengemukakan kepuasan pasien merupakan sebuah petunjuk
hasil dalam teoritis model dari jalan keluar yang mana menunjukkan faedah
pelayanan.
Menurut Salim (1997), kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang
yang telah terpenuhi. kepuasan pasien adalah dasar ukuran kualitas atau mutu
pelayanan keperawatan serta alat yang dapat dipercaya.
7
Kepuasan pasien merupakan hasil dari proses pelayanan yang dirasakan oleh
pasien, kepuasan secara keseluruhan muncul dari evaluasi pasien terhadap
pengalaman atau sebagai interaksi antara lain yaitu tersedianya pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh petugas (tenaga kesehatan), sehingga kepuasan
pasien dapat digunakan untuk menilai kualitas layanan yang diterima oleh pasien.(
Sitanggang, 2003).
Didalam masyarakat terdapat bermacam-macam kelompok yang mempunyai
perbedaan yang mempengaruhi persepsi dan harapan pasien. Perbedaan tersebut
mengambarkan nilai-nilai dalam kelompok untuk dapat memenuhi kebutuhannya
termasuk kebutuhan dalam bidang kesehatan. (Notoatmojo, 1996).
2.2. Faktor- faktor yang berhubungan dengan kepuasan pasien dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan
1. Prosedur pelayanan
Prosedur adalah serangkaian aksi yang spesifik, tindkan atau
operasi yang harus di jalankan dengan cara yang sama agar selalu
memperoleh hasil yang sama dan keadaan yang sama contohnya prosedur
kesehatan kerja dan keselamatan kerja. Kata ini bisa mengindikasi kan
rangkaian aktifitas, tugas- tugas, langkah- langkah, keputasan –
keputusan dan proses. Yang dijalankan melalui serangkaian pekerjaan
yang menghasilkan suatu tujuan yang di inginkan,suatu produk atau
sebuah akibat, sebuah prosedur mengakibat kan suatu perubahan (
Depkes RI, 2006 )
8
Prosedur adalah peraturan yang telah dibuat di satu innstansi dan
dilaksanakan sebagai suatu ketetapan yang berlak, dimana jika menjadi
penyimpangan pada peraturan yang telah ditentukan maka akan
dikenakan suatu sanksi karena dianggap suatu pelanggaran, atau
penyimpangan dari suatu prosedurakan menimbulkan penilaian negatif
terhadap intansi tersebut. Dalam pelayanan kesehatan prosedur harus
dilakukan dengan benar karena jika terjadi penyimpangan akan
menimbulkan masalah kesehatan pada pasien ( Ratminto, 2005 )
2. Kunjungan Dokter
Visite dokter adalah kunjungan dokter ke ruang tempat pasien
dirawat dirumah sakit atau pukesmas. Cakupan kunjungan kesehatan
adalah cakupan pasien yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai
standar oleh dokter, bidan, perawat yang memiliki kopetensi kesehatan,
paling sedikit 2 kali disatu wilayah kerja tertentu ( departemen Kesehatah
RI, 2005 ).
Kunjungan atau visite dokter adalah kontak pasien dengan tenaga
kesehatan (dokter) untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan
kesehatannya. Baik didalam maupun diluar gedung rumah sakit atau
pukesmas (Departemen Kesehatan RI, 2004).
Menurut devinisi operasional standar pelayanan minimal bidang
pelayanan kabupaten, kunjungan atau visite dokter adalah kontak dengan
petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan minimal 1
kali dalam sehari baik didalam maupun diluar instisusi kesehatan.
9
Dalam kunjungan dokter, pasien berhak bertanya kepada dokter
tentang keluhan yang di rasakannya, dan dokter harus menerangkan,
karena pasien dengan dokter harus ada kerja sama. Sehingga kunjungan
dokter terhadap pasien menghasilkan perubahan pada kondisi kesehatan
si pasien.
Kunjungan atau visite dokter hendaknya memberikan dampak positif
bagi kesehatan si pasien, karena kunjungan atau visite dokter merupakan
salah satu solusi agar kesehatan pasien selalu dalam pengawasan petugas.
Kunjungan dokter menghasilkan diaknosa keadaan pasien dimana dokter
menganjurkan atau memberikan solusi bagi pasien agar kesehatannya
kembali normal.
3. Sikap Petugas Kesehatan
Sikap petugas menentukan seseorang untuk bertindak, apabila
seseorang telah beranggapan bahwa sesuatu baik maka orang akan
melakukan hal tersebut. Sikap petugas merupakan salah satu ukuran
penilaian kepuasan pasien adalah kenyamanan pelayanan, tidak hanya
menyangkut fasilitas yang tersedia tetapi juga yang terpenting adalah
sikap serta tindakan para pelayanan kesehatan, ukuran kepuasan pasien
harus terus menerus diupayakan oleh karena pasien akan memberi nilai
buruk dan merasa tidak puas terhadap pelayanan yang lambat dan
bertele-tele serta terlalu birokrasi (Azwar, 1996).
4. Ketersediaan Obat
Salah satu ukuran penilaian tingkat kepuasan pasien adalah
ketersedian dan kesinambungan pelayanan, yang dalam hal ini dikaitkan
10
dengan kesinambungan pelayanan obat yang diterima pasien yaitu selalu
tersedianya obat pada saat pasien membutuhkan (Azwar, 1996).
Menurut Dapartemen Kesehatan RI (1996) persediaan obat-obatan
adalah proses untuk memperoleh obat yang dibutuhkan pasien, maksud
dan tujuan pengadaan obat terdiri dari:
1. Memperoleh obat dengan jenis dan jumlah yang dapat sebagai
kebutuhan.
2. Mendapat obat dengan mutu yang baik.
3. Menjamin penyampaian yang cepat dan tepat waktu.
4. Optimasi pengelolaan persediaan obat melalu prosedur
pengadaan atau permintaan yang baik.
Menurut Bruce (1989), suatu pelayanan dianggap mempunyai
kualitas jika, adanya kesempatan untuk memilih obat yang digunakan,
memberi informasi yang diberikan untuk pasien tentang obat secara jelas
keuntungan dan kerugian serta resiko yang dapat terjadi akibat
pemakaian obat.
Obat-obatan yang diserahkan harus benar-benar sesuai dengan
kebutuhan pasien berdasarkan resep yang diberikan oleh seorang dokter,
pda waktu penyerahan obat kepada pasien petugas berkewajiban
mengadakan pengecekan terhadap obat yang diserahkan, jika terdapat
kekurangan maka penerimaan obat-obatan wajib menulis jenis obat yang
kurang. Iskandar (1998).
11
2.3. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan suatu upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat. (Levey dan Loomba, 1973)
dikutip dalam Azwar, 1996.
Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan dapat dibedakan atas 2 (dua) macam
(Hod Getts dan Cascio, 1983) dikutip dalam Azwar (1996), yaitu:
1. Pelayanan Kedokteran (Medical Service)
Merupakan pelayanan suatu cara pengorganisasian yang dapat bersifat
sendiri atau secara bersama-sama dalam satu organisasi, tujuan
utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan,
sasarannya terutama untuk perorangan atau kelompok.
2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Public Health service)
Merupakan suatu pengorganisasian yang umumnya secara bersama-
sama dalam satu organisasi yang tujuan utamanya untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, sasarannya
terutama untuk kelompok dan masyarakat.
Sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan kesehatan masyarakat,
namun untuk dapat disebut suatu pelayanan kesehatan yang baik, keduanya harus
memiliki berbagai persyaratan, yaitu:
1. Tersedia dan berkesinambungan.
2. Dapat diterima dan wajar.
3. Mudah dicapai.
12
4. Mudah dijangkau.
5. Bermutu.
2.4. Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu atau kualitas pelayanan kesehatan ternyata banyak sekali, karena
maknanya akan berlainan bagi setiap orang dan tergantung pada konteknya.
Pengertian yang sederhana dan dianggap cukup penting menurut Azwar (1996)
adalah:
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang
sedang dinimati.
2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.
3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa,
yang di dalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau
pemenuhan kebutuhan para pengguna.
4. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Roberts dan Prevost (1987) telah berhasil
membuktikan adanya perbedaan penilaian mutu antara pemakai jasa pelayanan
penyelenggara : (Azwar, 1996)
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan
petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas
dengan pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam
melayani pasien, dan atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita
oleh pasien.
2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan.
13
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian
pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu teknologi
mutakhir dan atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian
pelayanan sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau
kemampuan pelayanan kesehatan mengurangi kerugian penyandang
dana pelayanan kesehatan.
Sedangkan Smith Metzner (1970) dikutip dalam Azwar (1996)
mengemukakan mutu dari pelayanan kesehatan itu sendiri dapat menunjukkan
pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam rasa puas pada diri setiap
pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut makin baik pula mutu pelayanan
kesehatan.
Untuk mengatasi masalah kepuasan pasien yang didapati oleh pasien
dengan mutu pelayanan kesehatan yang diterima ada 2 hal pembatasan yang dapat
dilakukan, yaitu:
1. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien.
Mutu pelayanan kesehatan dinilai baik, apabila pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan tersebut dapat menimbulkan rasa puas pada diri
setiap pasien yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk
yang menjadi sasaran utama pelayanan kesehatan tersebut.
14
2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan.
Mutu pelayanan dinilai baik apabila tata cara penyelenggaranya sesuai
dengan standar serta kode etik yang ditetapkan.
2.5. Pelayanan Kesehatan Menyeluruh dan Terpadu
Pelayanan kesehatan menyeluruh dan terpadu ada 2 macam yang
dikemukakan oleh (Somen dan Somers, 1974) dikutip dalam Azwar, 1996, yaitu:
1. Pelayanan kesehatan yang berhasil memadukan berbagai upaya
kesehatan yang ada di masyarakat yakni pelayanan peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta
pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan
yang menyeluruh dan terpadu apabila kelima jenis pelayanan ini
diselenggarakan secara bersama.
2. Pelayanan kesehatan yang merupakan pendekatan yang menyeluruh,
jadi tidak hanya memperhatikan keluhan penderita saja, tetapi juga
berbagai latar belakang sosial ekonomi, sosial budaya, sosial psikologi
dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu apabila
pendekatan yang dipergunakan memperhatikan berbagai aspek
kehidupan dari para pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidak sama,
namun secara umum strata ini dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) starata,
yaitu:
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (Primary Health Service)
15
Merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat pokok yang mempunyai
nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
umumnya pelayanan rawat jalan.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (Secondary Health Service)
Merupakan pelayanan kesehatan lebih lanjut yang bersifat rawat inap,
untuk menyelenggakannya, dibutuhkan tenaga-tenaga spesialis.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (Tertiary Helth Service)
Merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat lebih komplek dan
umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesialis.
2.6. Asuransi Kesehatan ( Askes )
Pengertian Asuransi (insurance) banyak macamnya. Beberapa diantaranya
yang terpenting adalah : (Azwar, 2005) :
1. Asuransi adalah suatu upaya untuk memberikan perlindungan terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang dapat mengakibatkan kerugian
ekonomi (Breider dan Breadles, 1972)
2. Asuransi adalah suatu perjanjian dimana sipenanggung dengan
menerima suatu premi mengikatkan dirinya untuk memberi ganti rugi
kepada tertanggung yang mungkin diderita karena terjadinya sesuatu
peristiwa yang mengandung ketidakpastian dan yang akan
mengakibatkan kehilangan, kerugian atau kehilangan suatu keuntungan
(Kitab UU Hukum Dagang, 1987).
Asuransi kesehatan merupakan jenis usaha jasa keuangan yang sangat
kompleks yang melibatkan tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan yaitu peserta
16
(enrollee/insured), pemberi pelayanan (provider) dan badan asuransi (insurer)
(Ginting, 2006).
PT. Askes (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang
ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan
TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan
Usaha lainnya yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
1992 (PT. Askes, 2006).
Sejarah singkat penyelenggaraan program Asuransi Kesehatan sebagai berikut :
(PT. Askes, 2006) :
1968; Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas
mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun
(PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di
lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana
Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada
waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai embrio Asuransi
Kesehatan Nasional.
1984; Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan
kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan
Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat
Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23
17
Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum
Husada Bhakti.
1991; Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991,
kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum
Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta
anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan
kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.
1992; Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status
Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan
fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat
dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih
mandiri.
Asuransi kesehatan merupakan cara untuk mengatasi resiko dan ketidak
pastian peristiwa sakit serta implikasi biaya-biaya yang diakibatkannya. Asuransi
kesehatan mengubah peristiwa tak pasti dan sulit diramalkan menjadi peristiwa
yang pasti dan terencana. Asuransi membantu mengurangi resiko perorangan ke
resiko sekelompok orang dengan cara perangkuman resiko (risk pooling). Untuk
mengubah peristiwa yang tak dapat diperediksi menjadi terprediksi, anggota
membayar sejumlah uang yang relatif namun teratur (premi) kepada lembaga
Asuransi (Murti, 2000).
Sistem pelayanan kesehatan dengan Asuransi mencakup empat komponen,
yaitu : (Murti, 2000) :
a. Perorangan, keluarga dan masyarakat
b. Perusahaan/badan penyelenggara Asuransi
18
c. Pemberi pelayanan kesehatan
d. Pemerintah
PT. Askes yang merupakan kelanjutan dari Badan Penyelenggara Dana
Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) dan Perum Husada Bhakti, telah
berpengalaman selama 37 tahun dibidang penyelenggaraan Jaminan pemelihraan
Kesehatan Peserta Wajib, yaitu Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Perintis
Kemerdekaan, Veteran beserta keluarganya (PT. Askes, 2005).
Didalam penyelenggaraan program, PT ASKES sebagai BUMN
mengemban misi pemerintah yaitu menyelenggarakan asuransi kesehatan sosial
dan komersial untuk kemanfaatan yang optimal bagi semua stakeholder. Dalam
pelaksanaan misi ini pada tahun 2002 PT ASKES telah menyatakan Visinya yaitu
menjadi spesialis Asuransi Kesehatan artinya mengkhususkan diri pada usaha
asuransi kesehatan yang dilaksanakan secara professional (Ginting, 2006).
2.6.1. Prinsip Pengelolaan Dana Askes
Prinsip pengelolaan dana Askes adalah gotong royong artinya yang sehat
membantu yang sakit, yang penghasilan lebih tinggi membantu yang
penghasilannya lebih rendah, dan apabila dalam pengelolaan terdapat sisa dana
maka akan dikembalikan dalam bentuk peningkatan pelayanan seperti bantuan
Ambulans kerumah sakit, bantuan alat kesehatan dan lain-lain.
2.6.2. Prosedur Pelayanan Kesehatan PT. Askes.
Setiap peserta Askes dalam rujukan harus melalui Puskesmas atas indikasi
medis, peserta akan dirujuk kedokter Ahli di poliklinik Rumah Sakit yang menjadi
PPK (Pemberi Pelayanan Kesehatan) tingkat lanjutan dengan memberi surat
rujukan. Dokter memeriksa dan membuat resep untuk mengambil obat di Apotik
19
yang telah ditunjuk oleh PT. Askes, surat rujukan hanya berlaku untuk satu kali
kasus rujukan dan apabila pemeriksaan atau pengobatan Dokter ahli selesai
peserta akan dikembalikan ke Puskesmas dengan rujukan balik, dan apabila
peserta mengalami keadaan gawat darurat bisa langsung mendatangi Rumah Sakit
tanpa harus ada surat rujukan dari Puskesmas.
Prosedur Pelayanan Kesehatan Peserta
PT. Askes dan Anggota keluarganya
Gambar 2.6.2 : Pedoman bagi peserta Askes Sosial
2.6.3. Manfaat Askes sosial
Manfaat yang diperoleh anggota adalah ketika mengalami kecelakaan atau
sakit, ia akan mendapatkan kompensasi yang dibutuhkan untuk mengatasi
kerugian finansial, berupa pengurangan harga keseluruhan atau sebagian
pelayanan kesehatan pada saat peristiwa sakit terjadi. Pada saat membeli
pelayanan kesehatan pada pemberi pelayanan yang ditunjukkan oleh perusahaan
Peserta Rumah Sakit Puskesmas
Apotik Gawat Darurat
20
Asuransi, anggota tidak perlu membayar sama sekali atau hanya membayar
sebagian (Murti, 2000).
Manfaat Askes dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu membebaskan
peserta dari kesulitan menyediakan dana tunai. Biaya kesehatan dijamin oleh
Asuransi kesehatan (Askes), maka para peserta tidak perlu menyediakan dana
pada setiap kali berobat.
1. Biaya kesehatan dapat diawasi.
Asuransi kesehatan jika dikelola oleh pemerintah akan dapat mengawasi
biaya pelayanan kesehatan. Biaya pengawasan yang dimaksud berupa
diberlakukannya berbagai peraturan yang membatasi jenis pelayanan kesehatan
yang dapat dibagikan oleh penyedia pelayanan dan atau yang dapat dimanfaatkan
oleh peserta. Dengan adanya pembatasan ini, penggunaan yang berlebihan akan
dapat dicegah yang apabila berhasil dilaksanakan akan mampu mengawasi biaya
kesehatan.
2. Mutu pelayanan dapat diawasi.
Keuntungan lain Asuransi kesehatan (Askes) adalah dapat diawasinya
mutu pelayanan. Pengawasan yang dimaksud adalah mulai penilaian berkala
terhadap terpenuhi atau tidaknya standar minimal pelayanan. Dilakukannya
penilaian berkala ini yang lazimnya dilaksanakan suatu badan khusus seperti di
Amerika Serikat oleh Proffestandard Review Organization (PSRO) akan dapat
dihindari pelayanan dengan mutu yang rendah.
3. Tersedianya data kesehatan.
Asuransi kesehatan (Askes) membutuhkan tersedianya data kesehatan
yang lengkap yang diperlukan untuk merencanakan dan ataupun menilai kegiatan
21
yanag dilakukan. Data ini dapat pula dimanfaatkan untuk pekerjaan perencanaan
ataupun penilaian berbagai program kesehatan lainnya.
2.6.4. Kepesertaan.
1. Peserta wajib.
a. Pegawai Negeri Sipil (PNS).
b. Pejabat Negara.
c. Penerima Pensiunan Pegawai Negeri Sipil.
d. Penerima Pensiunan ABRI.
e. Perintis Kemerdekaan.
f. Veteran.
2. Keluarga.
a. Suami, Isteri yang sah dari peserta.
b. Duda, Janda atau anak yatim piatu dari peserta.
c. Anak yang sah atau anak angkat sesuai Depkes No. 16 tahun 1994 Bab II
pasal 53 dengan ketentuan :
a) Jumlah anak minimal 2 orang bagi peserta yang telah mempunyai
anak 3 orang. Sebelum 1 April 1994 jumlah anak yang ditanggung
maksimal 3 orang.
b) Belum mencapai umur 21 tahun dan atau umur 25 tahun yang masih
sekolah, belum menikah, tidak berpenghasilan sendiri dan nyata
masih tanggungan peserta.
3. Hak kelas ruang perawatan di RSU Pemerintah.
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS).
a) golongan I/II dan keluarga dikelas III.
22
b) golongan III dan keluarga dikelas II.
c) golongan IV dan keluarga dikelas I.
2. Pejabat Negara/Pensiun Pejabat Negara beserta keluarga dikelas I.
3. Perintis Kemerdekaan dan keluarga dikelas I.
4. Veteran dan keluarga dikelas II.
5. Para Pensiun Sipil berhak dirawat dikelas yang sesuai dengan pangkat
dan golongan terakhir yang diterimanya.
2.6.5. Tempat pelayanan kesehatan PT. Askes..
1. Fasilitas yang melayani peserta PT. Askes.
1. Puskesmas dan fasilitas tingkat pertama.
2. Rumah Sakit Pemerintah.
3. Rumah Sakit TNI/POLRI/Swasta.
4. Apotik.
5. Optical.
2. Pelayanan kesehatan yang dijamin PT. Askes.
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Rawat jalan tingkat pertama dan rawat inap.
2. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan.
Rawat jalan tingkat lanjutan dan gawat darurat.
3. Rawat Inap.
4. Persalinan.
5. Bayi baru lahir.
6. Pelayanan obat sesuai Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) PT. Askes.
7. Alat kesehatan, meliputi:
23
a) Kaca mata.
b) Gigi tiruan.
c) Alat bantu dengar.
d) Lengan, tangan, tungkai dan kaki tiruan.
8. Operasi termasuk operasi jantung dan paru.
9. Cuci darah (haemadialisa).
10. Cangkok ginjal.
2.6.6. Hak peserta Askes.
1. Memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas yang ditunjuk sesuai
dengan kebutuhan yang berlaku.
2. Memperoleh penjelasan atau informasi tentang hak dan kewajiban serta
tata cara pelayanan kesehatan bagi dirinya dan anggota keluarganya.
3. Menyampaikan keluhan baik secara lisan (telpon, datang langsung)
atau secara tertulis kekantor PT. Askes.
2.7. Rumah Sakit
Batasan Rumah Sakit banyak macamnya. Beberapa diantaranya yang
dipandang penting adalah : (Azwar, 2001) :
1. Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis
profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita
oleh pasien (American Hospital Association, 1974)
24
2. Rumah Sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima
pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk
mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan
lainnya diselenggarakan (Wolper dan Pena, 1987)
3. Rumah Sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat,
pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan (Association of
Hospital Care, 1947)
Sesungguhnya Rumah Sakit pada saat ini tidak sama dengan masa lalu.
Sesuai dengan perkembangan jaman, maka pada saat ini Rumah sakit mangalami
berbagai perkembangan pula. Perkembangan yang dimaksud paling tidak dapat
dibedakan atas 4 (empat) macam yakni : (Azwar, 1996) :
1. Perkembangan pada fungsi yang dimilikinya.
Jika dahulu fungsi Rumah Sakit hanya untuk menyembuhkan orang
sakit (nasocomium/hospital), maka pada saat ini telah berkembang
manjadi suatu pusat kesehatan (health center).
2. Perkembangan pada ruang lingkup kegiatan yang dilakukannya.
Jika dahulu ruang lingkup kegiatannya hanya merupakan tempat
beristirahat para musafir (xenodochium), tempat mengasuh anak yatim
(phanotrophium) serta tempat tinggal orang jompo (gerontoconium),
maka pada saat ini telah berkembang menjadi suatu institusi kesehatan
(helth institution).
3. Perkembangan pada masing-masing fungsi yang dimiliki oleh Rumah
Sakit.
25
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, maka fungsi
pelayanan, pendidikan dan penelitian yang diselenggarakan oleh Rumah
Sakit tidak lagi pada hal-hal yang sederhana saja, tetapi telah mencakup
pula hal-hal yang spesialistik dan bahkan subspesialistik.
4. Perkembangan pada pemilikan Rumah Sakit.
Jika dahulu Rumah Sakit hanya didirikan oleh badan-badan keagamaan,
badan-badan sosial (charitabel hospital) dan ataupun oleh pemerintah
(public hospital), maka pada saat ini telah didirikan pula oleh berbagai
badan-badan swasta (private hospital).
Menurut Foster dan Anderson, dalam Azwar (1996) mengemukakan bahwa
Rumah Sakit pada dasarnya adalah suatu masyarakat kecil yang memiliki
kebudayaan tersendiri.
Di Indonesia dikenal 3 (tiga) jenis Rumah Sakit sesuai dengan kepemilikan,
jenis pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan 3 (tiga)
macam yaitu jenis RS yang pertama adalah RS Pemerintah (RS Pusat, RS
Propinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI, dan RS Swasta yang menggunakan
dan investasi dari sumber dalam negeri (PMDN) dan sumber luar negeri (PMA).
Jenis RS yang kedua adalah RS umum, RS jiwa, RS khusus (mata, paru, kusta,
rehabilitasi, jantung, kanker dan sebagainya). Janis RS yang ketiga adalah RS
kelas A, kelas B (pendidikan dan non pendidikan), RS kelas C, dan RS kelas D
(Kepmenkes No. 51/Menkes/SK/II/1979). (Moninjaya, 1999).
Pada akhir PELITA VII, pemerintah akan meningkatkan status semua RS
Kabupaten dari kelas D menjadi kelas C. Kelas RS juga dibedakan berdasarkan
jenis pelayanan yang tersedia. Untuk RS kelas A tersedia pelayanan spesialistik
26
yang luas dan sub-spesialistik. RS kelas B mempunyai pelayanan minimal 11
spesialistik dan subspesialistik terdaftar, RS kelas C mempunyai minimal 4
spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan dan anak). Di RS kelas D
terdapat pelayanan medis dasar.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 134/Menkes/SK/IV/78 tahun
1978 tentang susunan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit umum di Indonesia
antara lain disebutkan : (Moninjaya, 1999) :
Pasal 1 : Rumah Sakit umum adalah organisasi di lngkungan Dapartemen
Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Dirjen Yan Medik.
Pasal 2 : Rumah Sakit umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan
kesehatan (caring) dan penyembuhan (curing) penderita serta
pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa (rehabilitation).
Pasal 3 : Untuk menyelenggarakan tugas tersebut rumah sakit mempunyai fungsi:
a) melaksanakan usaha pelayanan medik.
b) melaksanakan usaha rehabilitasi medik.
c) usaha pencegahan komplikasi penyakit dan meningkatkan
pemulihan kesehatan.
d) melaksanakan usaha keperawatan.
e) melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan para
medis.
f) melaksanakan sistem rujukan.
g) sebagai tempat penelitian.
27
Pasal 4 :
a) Rumah Sakit Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah
RS. Kelas A, kelas B,kelas C.Rumah Sakit Umum kelas A adala
RSU yang dilaksanakan pelayanankesehatan yang spesialistik dan
sub spesialistik yang luas.
b) Rumah Sakit Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan
pelayanan kesehatanspesialistik yang luas.
c) Rumah Sakit Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan
pelayanan kesehatan spesialistik paling sedikit 4 spesialis dasar
yaitu penyakit dalam, penyakit bedah, penyakit
kebidanan/kandungan dan kesehatan anak.
28
Notoatmodjo,
1996
- Pendapatan - Jenis kelamin - Agama - Suku bangsa
Depkes RI 2006,
Ratminto 2005
- Prosedur pelayanan
Depkes RI 2004
- Kunjungan Dokter ( Visite Dokter )
2.8. Kerangka Teoritis
Gambar 2.8 Kerangka Tioritis
Azwar, 1996
- Hubungan dokter pasien - Kenyamanan pelayanan - Sikap petugas - Efektifitas pelayanan - Ketersediaan obat - Kewajaran - Kesinambungan - Penambahan biaya - Mutu pelayanan
Kepuasan pasien rawat inap peserta
askes sosial
29
2.9. Kerangka konsep Penelitian
Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dihubungkan dengan kepuasan
pasien peserta Askes di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh kabupaten Aceh Barat
berdasarkan teori Notoatmodjo (1996) dan Azwar (1996) namun telah dibatasi
oleh peneliti sebagai berikut :
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 2.9 Kerangka Konsep Penelitian
3.1. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh antara prosedur pelayanan terhadap kepuasan pasien peserta
Askes Sosial di Unit rawat inap ruang Kelas Utama dan ruang Vip
2. Ada pengaruh antara kunjungan Dokter terhadap kepuasan pasien peserta
Askes Sosial di Unit rawat inap ruang Kelas Utama dan ruang Vip
3. Ada pengaruh antara Sikap Petugas terhadap kepuasan pasien peserta
Askes Sosial di Unit rawat inap ruang Kelas Utama dan ruang Vip
Sikap Petugas
Kepuasan pasien peserta Askes
sosial di Unit rawat inap
Kunjungan dokter
Prosedur pelayanan
Ketersediaan Obat
30
4. Ada pengaruh antara ketersediaan obat terhadap kepuasan pasien peserta
Askes Sosial di Unit rawat inap ruang Kelas Utama dan ruang Vip
31
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat Analitik dengan desain cross-sectional
yaitupengumpulan dimana variabel independen dan dependen diteliti secara
bersamaan ketika penelitian dilakukan yang bertujuan untuk mengetahui faktor–
faktor yang mempengaruhi kepuasan rawat inap kelas utama dan vip peserta
Askes social di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian .
Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Rawat inap Kelas Utama ( KU ),
R.VIP di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten
Aceh Baratkususnya peserta askes sosial.
3.2.2 Waktu Penelitian.
Waktu penelitian akan direncanakan pada bulan April tahun 2013 di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.
32
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi.
Populasi dalam penelitian ini mencakup semua pasienpeserta Askes sosia
lyang sedang dirawat di Ruang Rawat Inap Kelas Utama dan Vip di Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh kabupaten Aceh Barat, yang rata – rata
kunjungan pasien perserta Askes sosial yang setiap bulannya di rawat inap
sebanyak 112 orang.
3.3.2 Sampel.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang sedang rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
terkecuali ruang rawat zaitun. Jadi jumlah sampel sebanyak 51 orang. Jumlah
sampel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus formula sederhana
(Notoatmodjo.S, 2005)
n = )2(1 dN
N
Keterangan :
N = Populasi
n = Sampel
d = Tingkat kepercayaan ( 0,1 )
N n = 1 + N (d2) 112 n = 1 + 116 (0,12)
33
112
n = 1 + 116 (0,01)
112
n = 1 + 1,16
112 n =
2,16
n = 51 sampel
Jadi sampel yang dibutuhkan untuk menilai faktor-faktor yang
mempengaruhi etika perawat dalam penelitian sebanyak 51 sampel. Cara
pengambilan sampel berdasarkan Quota sampling yaitu dengan cara menetapkan
sejumlah anggota sampel secara quotum atau jatah.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperoleh melaluiwawancara dengan menggunakan
kuesioner kepada responden untuk mendapatkan data mengenai faktor–faktor
yang mempengaruhi kepuasan pasien rawat inap Kelas Utama dan Vip peserta
Askes sosial di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
3.5 Jenis Data
3.5.1 Data Primer.
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian
dengan cara melakukan angket, wawancara dengan menggunakan kuisioner
terhadap responden.
34
3.5.2 Data Skunder.
Data skunder merupakan data yang diperoleh dari pihak/ intansi terkait.
Untuk memenuhi data skunder maka diambil dari sumber :
1. PT. Askes.
2. Laporan Tahunan Rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak
Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
3. Perpustakaan Aceh Barat.
4. Departemen Kesehatan Kabupaten Aceh Barat.
3.6 Pengolahan Data
Pengolahan data penulis melakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Editing.
Editing yaitu memeriksa kebenaran dan kekurangan kuesioner yang
telah diisi.
2. Coding.
Coding yaitu pemberian pengkodean pada setiap jawaban yang
diberikan oleh responden pada setiap pertanyaan yang diajukan.
3. Tabulating.
Tabulating yaitu data yang telah dikumpulkan ditabulasi dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi.
35
3.7 Definisi Operasional
Tabel. 2 Defenisi Operasional
No Variabel
1 Independen Prosedur Pelayanan
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Tahapan pelayanan yang di alami oleh
pasien dalam mendapatkan pelayanan di
ruangan
Wawancara
Quisioner
Baik
Tidak Baik
Ordinal
2 Kunjungan Dokter
Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Jadwal kunjungan dokter keruangan pasien, yang dilakukan minimal sekali dalam sehari Wawancara Quesioner Baik Tidak Baik Ordinal
3 Sikap Petugas
Defenisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
perlakuan petugas kesehatan yang dapat
dilihat dari keramahan dan perhatian
petugas terhadap pasien
Wawancara
Quesioner
Baik
Tidak Baik
Ordinal
4 Variabel Ketersediaan Obat
Defenisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Kelengkapan obat baik jenis maupun
jumlah pada saat menukar resep dari
Apotik Rumah Sakit
Wawancara
Quesioner
36
Hasil Ukur
Skala Ukur
Lengkap
Tidak Lengkap
Ordinal
5 Variabel Kepuasan Perawat
Devinisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Kepuasan Kerja adalah apa yang
diharapkan dan apa yang diterima
Angket
Kuesioner
Puas
Tidak Puas
Ordinal
3.8. Aspek Pengukuran Variabel
1. Prosedur pelayanan.
Baik : jika nilai skor >50%
Tidak Baik : jika nilai skor ≤50%
2. Kunjungan dokter.
Baik : jika nilai skor >50%
Tidak Baik : jika nilai skor ≤50%
3. Sikap Petugas.
Baik : jika nilai skor >50%
Tidak Baik : jika nilai skor ≤50%
4. Ketersediaan Obat.
Lengkap : jika nilai skor >50%
Tidak Lengkap : jika nilai skor ≤50%
37
5. Kepuasan Pasien Peserta Askes.
Puas : jika nilai skor >50%
Tidak Puas : jika nilai skor ≤50%
3.9 Analisis Data
Penelitian ini bersifat Analitik, maka dalam analisisnya menggunakan
perhitungan-perhitungan statistik.
4.9.1 Analisis Univariat.
Analisis Univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mengambarkan
karakteristik masing-masing Variabel yang diteliti dalam bentuk distribusi
frekuensi dari setiap variabel penelitian. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa
besar proporsi variabel yang diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
4.9.2 Analisis Bivariat.
Analisis bivariat dilakukan untuk menglihat hubungan satu variabel
independen dengan variabel dependen dengan tampa mempertimbangkan variabel
independen atau faktor-faktor lainnya. Analisis bivariat menggunakan uji kai
kuadrar (Chi square), karena semua data yang diukur dalam sekala katagorik
dikotomi (melihat hubungan antara variabel katagorik dengan variabel katagorik).
Jika ada sel yang mempunyai harapan lebih kecil dari (kurang dari 5) lebih dari 20
% jumlah keseluruhan sel , maka uji digunakan “ Fisher’s Ecact test “ ( Hastono
SP, 2007 )
38
Prinsip dasar uji kai kuadrat adalah membandingkan frekuensi yang terjadi
dengan frekuensi harapan. Uji ststistik Chi-square juga untuk melihat suatu
hubungan (jika ada) antara dua variabel hingga diperoleh nilai �� dan kemaknaan
statistik ( niali p value)
�� = ∑ +(0 − �)�
�
df = ( k-1) (b-1)
α = 0,05
ket : O = Observasi
E = Frekuensi Expected
df = derajat kebebasan
k = kolom
b = baris
Uji ini dipergunakan untuk membandingkan hasil perhitungan statistik ��
yang didapat dengan “ cristial value “ yang ditemukan pada tabel chi-square.
Cristical value tersebut tergantung pada yang dipilih (dalam penelitian ini α=
0,05) dan df nilai �� yang diperoleh dari hasil perhitungan melebihi nilai cristical
value dan nilai p yang diperoleh lebih kecil dari 0,05
= total baris x total kolom
Grand Total
39
Adapun ketentuan yang dipakai pada uji statistik ini adalah :
1. Ho diotolak apabila �� Hitung >�� tabel, artinya ada hubungan antara
variabel-variabel yang diteliti dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di
ruang kelas utama dan Vip peserta Askes Sosial di Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
2. Ha diterima apabila �� Hitung <�� tabel, artinya tidak ada hubungan
antara variabel-variabel yang diteliti dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap
di ruang kelas utama dan Vip peserta Askes Sosial di Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gamabaran Umum Tempat Penelitian
4.1.1 Sejarah Dan Keadaan Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Sejarah berdirinya Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
milik Pemerintah Kabupaten Aceh Barat cukuplah panjang. pada zaman Belanda,
Rumah Sakit ini telah melakukan aktifitasnya yaitu memberikan pelayanan
kepada masyarakat, berlokasi di Desa langkak kecamatan kuala. Pada zaman
Jepang aktifitas pelayanan kesehatan Rumah Sakit berpindah ke Ujung Karang
Desa Suak Indrapuri Kecamatan Johan Pahlawan. Pada masa awal kemerdekaan
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien di pindah lagi ke Desa Pasar Aceh
dan akhirnya di Pindah lagi ke Desa Ujung Baroh kecamatan Johan Pahlawan.
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh yang sekarang ini
berada di Desa Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan, awalnya dibangun
pada Tahun 1968 di atas tanah seluas 2,8 Ha dan melakukan aktifitasnya sebagai
Rumah Sakit Daerah Tipe D pada Tahun 1971. Pada Tahun 1983, pemerintah
Daerah beserta penegalola Rumah Sakit mengajukan usulan untuk peningkatan
status menjadi Rumah Sakit Daerah Tipe C.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 233/SK/MENKES/VI/1985, tanggal 11 Juni 1985 maka
berubahlah status Rumah Sakit Cut Nyak Dhien Meulaboh menjadi Rumah Sakit
Tipe C. Status ini diperkuat dengan peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1985, oleh
karenanya sejak saat itu Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Barat ini
juga menjadi Rumah Sakit Rujukan untuk Daerah Pantai Barat Selatan Aceh.
41
Pada Tahun 2002 berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17, secara
institusi Rumah Sakit Umum Daerah cut Nyak Dhien Meulaboh ditetapkan
menjadi Badan Pengelola RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Namun pada Tahun
2008 melaui Qanun Nomor 4 Tahun 2008 dirubah lagi menjadi Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien dengan Eselonering setingkat kantor ( Eselon III)
dan merupakan Lembaga Teknis Daerah yang memeberikan Pelayanan Kesehatan
kepada masyarakat, Pusat Rujukan dan Pendidikan Medis. Dan pada Tahun 2009,
Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Keputusan
Nomor : HK.07.06/III/2043/09 tentang pemberian izin penyelenggaraan Rumah
Sakit Umum Daerah dengan nama “ Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh “ Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggro Aceh
Darussalam.
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh yang
terletak persis di tengah Kota Meulaboh mempunyai prospek yang sangat cukup
baik dalam pelayanan kesehatan yang berorientasi sosisal dan bisnis. Apalagi ada
wacana untuk peningkatan status menjadi Tipe B dan merupakan Rumah Sakit
Rujukan untuk Daerah pantai Barat-Selatan Provinsi Aceh. Usaha untuk
peningkatan kualitas pelayanan dan status Rumah Sakit terus diupayakan tetapi
masih berjalan lambat di tengah persaingan dimana Kabupaten lain juga
melakukan hal yang sama yaitu melakukan perubahan sistem pengolaan Rumah
Sakit menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
42
4.1.2 Stuktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
a. Direktur
b. Kepala Bagian Tata Usaha, dengan dibantu oleh 3 Kepala Sub Bagian
yaitu Sub bagian Umum, Sub bagian Kepegawaian dan Tata Laksana
dan Sub bagian Keuangan.
c. Kepala Bidang Pelayanan Medis , dengan dibantu oleh 2 Kepala Seksi
yaitu Seksi Rawat Inap dan Rawat jalan dan Seksi Rawat Darurat,
Intensif dan Bedah Sentral.
d. Kepala Bidang Keperawatan, dengan dibantu oleh 2 Kepala Seksi
yaitu Seksi Asuhan Keperawatan dan Seksi Etika Profesi dan Logistik
Keperawatan.
e. Kepala Bidang Penunjang Medis, dengan di Bantu oleh 2 Kepala
Seksi yaitu kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan , dan Seksi
Informasi Permasalahan Sosial dan Upaya Rujukan.
f. Kelompok Jabatan Fungsional
4.1.3 Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia Kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh pada Tahun 2013 secara keseluruhan berjumlah 619 orang
yang terdiri atas 196 laki-laki dan 423 perempuan, dengan status sebagai berikut :
a. Pegawai Negeri Sipil (PNS) : 368 orang
b. Pegawai kontrak/Honor : 34 orang
c. Tenaga Suka Rela/Bakti : 205 orang
d. Tenaga Harian lepas (THL) : 12 orang
( Data Kepegawaian RSU Cut Nyak Dhien 2013 )
43
4.1.4 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat
1. Visi
` Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh merupakan
Intitusi Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, dimana
dalam melaksanakan kegitannya wajib mengemban visi dan misi Pembangunan
Kesehatan Nasional dan Pemerintah Daerah baik provinsi maupun Kabupaten.
Sebagai suatu Intitusi yang melaksanakan kegiatan Upaya Kesehatan Perorangan
(UKP) maka Visi Rumah Sakit harus dapat mengakomodir upaya-upaya
Kesehatan yaang termasuk kedalam UKP.
Dengan tetap memperhatikan visi-visi Skala Nasional, Provinsi, maupun
Kabupaten maka ditetapkanlah Visi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat sebagi berikut:
“ Menjadi rumah Sakit yang modern, bernuansa Islami dan berbudaya Aceh
sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan di Pantai Barat Selatan Aceh”
2. Misi
Agar upaya pencapaian visi tersebut dapat terlaksana, maka ditetapkan misi
yang merupakan serangkaian kewajiban dan harus dipedomani dalam pelaksanaan
kegiatan-kegiatan. Misi yang telah dirumuskan dari Visi Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Melaboh Kabupaten Aceh Barat adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan mutu Pelayanan dan Profesionalisme Rumah Sakit dalam
memberikan Pelayanan kepada Masyarakat
44
b. Meningkatkan tata kelola Rumah Sakit yang baik Berorientasi dengan
Norma agama dan Budaya Aceh
c. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana, sumberdaya
manusia serta kesejahteraan Pegawai secara berkesinambungan
3. Motto
“ KAMI PEDULI DAN PROFESIONAL”
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Univariat
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dari tanggal 12 Mei
samapai 04 Juni 2013, mengenai faktor – faktor yang berhubungan dengan
kepuasan pasien peserta Askes sosial di ruang rawat inap kelas utama dan vip
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
tahun 2013, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :
Tabel 4.1 : Data Distribusi Prosedur Pelayanan yang Berhubungan dengan
kepuasan pasien peserta Askes Sosial di ruang rawat inap kelas
utama dan Vip Rumah sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Prosedur Pelayanan Frekuensi %
1 Baik 33 64,7
2 Tidak Baik 20 37,3
53 100 Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 53 peserta Askes Sosial yang
dirawat di ruang kelas Utama dan ruang Vip Rumah Sakit Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 2013, maka pasien yang menyatakan prosedur
pelayanan yang baik adalah 33 ( 64,7% ) dan yang menyatakan prosedur
pelayanan yang Tidak baik adalah 20 (37,3% ).
45
Tabel 4.2 : Data Distribusi Kunjungan Dokter yang Berhubungan dengan
kepuasan pasien peserta Askes Sosial di ruang rawat inap kelas
utama dan Vip Rumah sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Kunjungan Dokter Frekuensi %
1 Teratur 44 86,3
2 Tidak Teratur 9 16,9
53 100 Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 53 peserta Askes Sosial yang
dirawat di ruang kelas Utama dan ruang VipRumah Sakit Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 2013, maka pasien yang menyatakan kunjungan
Dokter yang Teratur adalah 44 (86,3%) dan yang menyatakan kunjungan Dokter
yang Tidak Teratur adalah 9 (16,9%).
Tabel 4.3 :Data Distribusi Sikap Perawat yang Berhubungan dengan
kepuasan pasien peserta Askes Sosial di ruang rawat inap kelas
utama dan Vip Rumah sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Sikap Perawat Frekuensi %
1 Baik 17 33,3
2 Tidak Baik 36 67,9
53 100 Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 53 peserta Askes Sosial yang
dirawat di ruang kelas Utama dan ruang Vip Rumah Sakit Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 2013, maka pasien yang menyatakan sikap
perawat yang baik adalah 17 (33,3%) dan yang menyatakan sikap perawat yang
tidak baik adalah 36 (67,9%).
46
Tabel 4.4 : Data Distribusi Ketersediaan Obat yang Berhubungan dengan
kepuasan pasien peserta Askes Sosial di ruang rawat inap kelas
utama dan Vip Rumah sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Ketersediaan Obat Frekuensi %
1 Lengkap 43 84,3
2 Tidak Lengkap 10 18,8
53 100 Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 53 peserta Askes Sosial yang
dirawat di ruang kelas Utama dan ruang VipRumah Sakit Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 2013, maka pasien yang menyatakan
ketersediaan obat lengkap 43 (83,3%) dan yang menyatakan ketersediaan obat
tidak lengkap adalah 10 ( 18,8%).
Tabel 4.5 : Data Distribusi yang Berhubungan dengan kepuasan pasien
peserta Askes Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan Vip
Rumah sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Kepuasan Pasien Askes Sosial Frekuensi %
1 Puas 28 54,9
2 Tidak Puas 25 47,1
53 100 Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 53 peserta Askes Sosial yang
dirawat di ruang kelas Utama dan ruang VipRumah Sakit Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 2013, maka pasien yang menyatakan puas
adalah 28 ( 54,9 %) dan yang menyatakan Tidak puas adalah 25 ( 47,1%).
47
4.2.2 Analisa Bivariat
Tabel 4.6 : Hubungan Prosedur Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien Askes
Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan vip Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat tahun 2013.
No Prosedur Kepuasan Pasien Askes Total
P OR Pelayanan Tidak Puas Puas Value
N % N % N %
1 Baik 11 20,8 22 41,5 33 62,3 0,046 4,000
2 Tidak Baik 14 26,4 6 11,3 20 37,7
Total 25 47,2 28 52,8 53 100
Sumber : Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
Dari tabel 4.6 dapat kita simpulkan bahwa prosedur pelayanan yang baik
terdapat 22 (41,5%) responden puas dan 11 (20,8%) responden tidak puas. Dan
prosedur pelayanan tidak baik 6 (11,3%) responden Puas dan 14 (26,4%)
responden tidak puas.
Hasil analisi statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara prosedur pelayanan dengan kepuasan pasien
peserta Askes Sosial menunjukkan nilai p value = 0,046 atau p = < 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara prosedur pelayanan dengan
kepuasan pasien peserta Askes Sosial di Ruang Rawat Inap kelas utama dan ruang
Vip di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2013.
Dilihat dari nilai OR 4,000 maka dapat diartikan bahwa prosedur pelayanan
yang baik memiliki peluang 4 kali lipat dalam meningkatkan kepuasan pasien
peserta Askes Sosial dibandingkan dari pada pelayanan yang tidak baik.
48
Tabel 4.7 : Hubungan Kunjungan Dokter` Dengan Kepuasan Pasien Askes
Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan vip Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat tahun 2013.
No Kunjungan Kepuasan Pasien Askes Total
P OR Dokter Tidak Puas Puas Value
N % N % N %
1 Teratur 19 35,8 25 47,2 44 83,0 0,687 1,744
2 T.teratur 6 11,3 3 5,7 9 17,0
Total 25 47,2 28 52,8 53 100
Sumber : Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
Dari tabel 4.7 dapat kita simpulkan bahwa kunjungan Dokter yang teratur
terdapat 25 (47,2%) responden puas dan 19 (35,8%) responden tidak puas. Dan
Kunjungan Dokter yang tidak teratur 3 (5,7%) responden Puas dan 6 (11,3%)
responden tidak puas.
Hasil analisi statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara prosedur pelayanan dengan kepuasan pasien
peserta Askes Sosial menunjukkan nilai p value = 0,687 atau p = > 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kunjungan dokter dengan
kepuasan pasien peserta Askes Sosial di Ruang Rawat Inap kelas utama dan ruang
Vip di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2013.
Dilihat dari nilai OR 1,744 maka dapat diartikan bahwa kunjungan dokter
yang baik memiliki peluang 1 kali lipat dalam meningkatkan kepuasan pasien
peserta Askes Sosial dibandingkan dari pada pelayanan yang tidak baik.
49
Tabel 4.8 : Hubungan Sikap Petugas Dengan Kepuasan Pasien Askes Sosial
di ruang rawat inap kelas utama dan vip Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
tahun 2013.
No Pengaruh Kepuasan Pasien Askes Total
P OR Sikap petugas Tidak Puas Puas Value
N % N % N %
1 Baik 2 3,8 15 28,3 17 32,1 0,002 12,115
2 T.baik 23 43,4 13 24,5 36 67,9
Total 25 47,2 28 52,8 53 100
Sumber : Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
Dari tabel 4.8 dapat kita simpulkan sikap petugas yang baik terdapat 15
(28,3%) responden puas dan 2 (3,8%) responden tidak puas. Dan sikap petugas
yang tidak baik 13 (24,5%) responden Puas dan 23 (43,4%) responden tidak puas.
Hasil analisi statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara prosedur pelayanan dengan kepuasan pasien
peserta Askes Sosial menunjukkan nilai p value = 0,002 atau p = < 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Sikap petugas dengan kepuasan
pasien peserta Askes Sosial di Ruang Rawat Inap kelas utama dan ruang Vip di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2013.
Dilihat dari nilai OR 12,115 maka dapat diartikan bahwa sikap petugas yang
baik memiliki peluang 12 kali lipat dalam meningkatkan kepuasan pasien peserta
Askes Sosial dibandingkan dari pada pelayanan yang tidak baik.
50
Tabel 4.9 : Hubungan Ketersediaan Obat Dengan Kepuasan Pasien Askes
Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan vip Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat tahun 2013.
No ketersediaan Kepuasan Pasien Askes Total
P OR Obat Tidak Puas Puas Value
N % N % N %
1 Lengkap 18 34,0 25 47,2 43 81,1 0,442 2,315
2 T.lengkap 7 13,2 3 5,7 10 18,9
Total 25 47,2 28 52,8 53 100
Sumber : Data Primer ( Diolah tahun 2013 )
Dari tabel 4.9 dapat kita simpulkan ketersediaan obat yang lengkap terdapat
25 (47,2%) responden puas dan 18 (34,0%)responden tidak puas.Dan ketersediaan
obat yang tidak lengkap 3(5,7%) responden Puas dan 7 (13,2%) responden tidak
puas.
Hasil analisi statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara prosedur pelayanan dengan kepuasan pasien
peserta Askes Sosial menunjukkan nilai p value = 0,442 atau p = > 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan obat dengan
kepuasan pasien peserta Askes Sosial di Ruang Rawat Inap kelas utama dan ruang
Vip di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2013.
Dilihat dari nilai OR 2,315 maka dapat diartikan bahwa ketersedian obat
yang baik memiliki peluang 2 kali lipat dalam meningkatkan kepuasan pasien
peserta Askes Sosial dibandingkan dari pada pelayanan yang tidak baik.
51
4.3 Pembahasan
4.3.1 Hubungan Prosedur Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien Askes Sosial
di ruang rawat inap kelas utama dan vip Rumah Sakit Umum Daerah
Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.
Hubungan prosedur adalah peraturan yang telah dibuat di satu instansi dan
dilaksanakan sebagai suatu ketetapan yang berlaku, dimana jika menjadi
penyimpangan pada peraturan yang telah ditentukan maka akan dikenakan suatu
sanksi karena dianggap suatu pelanggaran, atau penyimpangan dari suatu
prosedurakan menimbulkan penilaian negatif terhadap intansi tersebut. Dalam
pelayanan kesehatan prosedur harus dilakukan dengan benar karena jika terjadi
penyimpangan akan menimbulkan masalah kesehatan pada pasien ( Ratminto,
2005 )
Dari 53 peserta Askes Sosial yang dirawat di ruang kelas Utama dan ruang
VipRumah Sakit Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 2013,
maka pasien yang menyatakan prosedur pelayanan yang tidak baik adalah 20
(37,7%) dan yang menyatakan prosedur pelayanan yang baik adalah 33 (62,3%).
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat menggunakan uji shi-
squre di dapatkan p = 0,046 nilai ini lebih kecil dari α = 0,05 yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara Prosedur pelayanan terhadap kepuasan pasien Askes
Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan Vip Rumah Sakit Umum Cut Nyak
Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun2013.
52
4.3.2 Hubungan Kunjungan Dokter Dengan Kepuasan Pasien Askes Sosial
di ruang rawat inap kelas utama dan vip Rumah Sakit Umum Daerah
Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.
Visite dokter adalah kunjungan dokter ke ruang tempat pasien dirawat
dirumah sakit atau pukesmas. Cakupan kunjungan kesehatan adalah cakupan
pasien yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar oleh dokter, bidan,
perawat yang memiliki kopetensi kesehatan, paling sedikit 2 kali disatu wilayah
kerja tertentu ( departemen Kesehatah RI, 2005 ).
Dari 53 peserta Askes Sosial yang dirawat di ruang kelas Utama dan ruang
Vip Rumah Sakit Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 2013,
maka pasien yang menyatakan kunjungan Dokter yang tidak baik adalah 9
(17,0%) dan yang menyatakan kunjungan Dokter yang baik adalah 44 (83,0%).
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat menggunakan uji shi-
squre di dapatkan p = 0,687 nilai ini lebih besar dari α = 0,05 yang menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara kunjungan Dokter dengan kepuasan pasien
Askes Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan Vip Rumah Sakit Umum Cut
Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun2013.
4.3.3 Hubungan Sikap Petugas Dengan Kepuasan Pasien Askes Sosial di
ruang rawat inap kelas utama dan vip Rumah Sakit Umum Daerah
Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.
Sikap petugas menentukan seseorang untuk bertindak, apabila seseorang
telah beranggapan bahwa sesuatu baik maka orang akan melakukan hal tersebut.
Sikap petugas merupakan salah satu ukuran penilaian kepuasan pasien adalah
53
kenyamanan pelayanan, tidak hanya menyangkut fasilitas yang tersedia tetapi juga
yang terpenting adalah sikap serta tindakan para pelayanan kesehatan, ukuran
kepuasan pasien harus terus menerus diupayakan oleh karena pasien akan
memberi nilai buruk dan merasa tidak puas terhadap pelayanan yang lambat dan
bertele-tele serta terlalu birokrasi (Azwar, 1996).
Dari 53 peserta Askes Sosial yang dirawat di ruang kelas Utama dan ruang
Vip Rumah Sakit Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 2013,
maka pasien yang menyatakan sikap petugas yang tidak baik adalah 36 (67,9%)
dan yang menyatakan sikap perawat yang baik adalah 17 (32,3%).
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat menggunakan uji shi-
squre di dapatkan p = 0,002 nilai ini lebih kecil dari α = 0,05 yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara kunjungan Dokter dengan kepuasan pasien Askes
Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan Vip Rumah Sakit Umum Cut Nyak
Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
4.3.4 Hubungan Ketersediaan Obat Dengan Kepuasan Pasien Askes Sosial
di ruang rawat inap kelas utama dan vip Rumah Sakit Umum Daerah
Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.
Salah satu ukuran penilaian tingkat kepuasan pasien adalah ketersedian
dan kesinambungan pelayanan, yang dalam hal ini dikaitkan dengan
kesinambungan pelayanan obat yang diterima pasien yaitu selalu tersedianya obat
pada saat pasien membutuhkan (Azwar, 1996).
Dari 53 peserta Askes Sosial yang dirawat di ruang kelas Utama dan ruang
Vip Rumah Sakit Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat 2013,
54
maka pasien yang menyatakan ketersediaan obat tidak lengkap adalah 10 (18,9%)
dan yang menyatakan ketersediaan obat lengkap adalah 43 (81,1%).
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat menggunakan uji shi-
squre di dapatkan p = 0,442 nilai ini lebih besar dari α = 0,05 yang menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara kunjungan Dokter dengan kepuasan pasien
Askes Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan Vip Rumah Sakit Umum Cut
Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
55
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimplan
1. Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat menggunakan uji shi-
squre Prosedur Pelayanan didapatkan p = 0,046 OR (4,000) nilai ini lebih
kecil dari α = 0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara
Prosedur pelayanan dan Sikap Petugas dengan kepuasan pasien Askes
Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan Vip Rumah Sakit Umum Cut
Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
2. Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat menggunakan uji shi-
squre Sikap Petugas didapat nilai p = 0,002 OR (12,115) nilai ini lebih
kecil dari α = 0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara
Prosedur pelayanan dan Sikap Petugas dengan kepuasan pasien Askes
Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan Vip Rumah Sakit Umum Cut
Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
3. Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat menggunakan uji shi-
squre Kunjungan Dokterdi dapatkan p = 0,687 OR (1,754) nilai ini lebih
besar dari α = 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
Kunjungan Dokter dan Ketersediaan Obat dengan kepuasan pasien Askes
Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan Vip Rumah Sakit Umum Cut
Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
4. Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat menggunakan uji shi-
squre Ketersediaan Obat didapat nilai p = 0,442 OR (2,315) nilai ini lebih
besar dari α = 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
55
56
Kunjungan Dokter dan Ketersediaan Obat dengan kepuasan pasien Askes
Sosial di ruang rawat inap kelas utama dan Vip Rumah Sakit Umum Cut
Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
5.2 Saran
1. Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit agar terus berbenah terhadap
prosedur pelayanan kepada pasien agar kedepan prosedur pelayanan
Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Kabupaten Aceh Barat akan baik,
sesuai dengan keinginan pasien.
2. Diharapkan kepada perawat yang memberikan pelayanan kepada pasien
agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi, serta bersikap
ramah kepada pasien, karena perawat merupan tumpuan dari semua
kegiatan di Rumah Sakit.
57
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Azwar, Azrul, Pengantar Administrasi Kesehatan, Jakarta : Bina Rupa Aksara, 1996.
____________, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta : Bina
Rupa Aksara, 1996. Bruce, Medical Genetics at a Glance, 1989. Budiarto, Eko, Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan
Masyarakat, Jakarta : EGC, 2001. Budiono, Konsep Pelayanan Prima, Jakarta : PT. Gramedia Widia
Sarana Ind, 1998. Carr, H, The Measurement of Patien Statisfaction Survey, London :
Jurnal Public Health, 1992. Depdiknas RI, Undang-Undang Pendidikan Nasional, Jakarta :
Depdiknas, 2003. Depkes RI, Undang-Undang Kesehatan, Jakarta : Depkes, 1992.
George, B. J, Nursing Theories The Base for frofesional Nursing
Practice, California State University, fullerion, California, 1995.
Ginting, Rosa Christiana, Pelayanan Prima Kepada Pelanggan PT.
Askes, http://w3.whosea.org, diakses pada tanggal 11 Juni 2006.
Green, L.W, Ilmu Prilaku Kesehatan, Jakarta : Rhineka Cipta, 2000. Iskandar, Dalmy. H, Rumah Sakit Tenaga Kesehatan dan Pasien,
Jakarta : Sinar Grafika, 1998. Kotler, P, Dasar-dasar Pemasaran, Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi, 1999. Kuswadi, Sudjono, Asuransi Kesehatan dalam Rumah Sakit,
http://pdpersi.co.id, diakses pada tanggal 11 Agustus 2012. Lumenta, Benyamin, Hospital, Citra Pasien dan Fungsi, Yogyakarta,
Kanisius, 1989. Moninjaya, A.A. Gde, Manajemen Kesehatan, Jakarta : EGC, 1999.
58
Murti, Bhisma, Dasar-dasar Asuransi Kesehatan, Yogyakarta : Konisius, 2000.
Notoatmodjo, Soekidjo, Pengantar Ilmu Perilaku Pendidikan
Kesehatan dan Ilmu Prilaku, Jakarta : Rhineka Cipta, 1996.
___________, Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rhineka Cipta,
2002. Nugroho, W, Keperawatan Gerentik, Jakarta : EGC, 2000. PT. Askes, Laporan Tahunan PT. Askes Cabang Aceh Barat, 2012. ___________, Profil Perusahaan PT. Askes, http://members.bumn-
ri.com, diakses pada tanggal 12September 2012. ___________, Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi
Peserta Askes Komersil, 2005. RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh, Laporan Tahunan BP RSUD Cut
Nyak Dhien Meulaboh, 2012. Saain, Syaiful, SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT
TERPADU DEPKES RI, http://www.angelfire.com, diakses pada tanggal 11 Juni 2006.
Supranto, J, PENGUKURAN TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN Untuk Menaikan Pangsa Pasar, Jakarta : Rhineka cipta, 1997.
Tijptoherijanto P, Ekonomi Kesehatan, Jakarta : Rhineka Cipta, 1994.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009. Aminah MS, Baby’s Corner. Jaakarta : Luxim, 2009. Azrul azwar, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta : Bina Rupa,2006
Adisasmito , Sistem Kesehatan. Jakarta: Rajawali Persada, 2007
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa, Jakarta : Bakti
2006.
Hariyadi, Sikap manusia dan Pengukurannya. Jakarta : Rineka Cipta, 2006. Hasanbasri dan Ernoviana, Manajemen Kegiatan KIA. Jakarta: Rineka
Cipta, 2006.
Hadi, Hamam, Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional : Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 5 Februari 2006.
______________, Evitalisasi posyandu di Indonesia.28 Mei 2011
Mohibbin, Psikologi Perkembangan Remaja.Jakarta: EGC, 2008.
Munib, dkk, Pengantar Ilmu Pendidikan, Semarang: UPT NNESPRESS,
2006.
Mubarok, Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007.
Notoatmojo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2007.
Proverawati Atikah, dkk, Imunisasi dan Vaksinasi. Jogyakarta : Nuha
offset, 2010.