Upload
hari-hardiansah
View
261
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Sejarah perubahan bangsa Indonesia ketika proklamasi didengungkan keseluruh
dunia, ini ditandai bahwa bangsa Indonesia terlepas dari belenggu penjajahan
termasuk juga di dalam segi peraturan-peraturannya, namun semua itu bukan berarti
segala peraturan kolonial musnah. Di dalam perkembangannya, peraturan perundang-
undangan saat ini masih merupakan produk peraturan peninggalan kolonial, ini
terlihat dari bebarapa peraturaan perundangan-undangan yang masih merupakan
produk peraturan kolonial seperti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dan banyak lainnya yang keberlakuannya
berdasarkan asas konkordansi.
Pancasila sebagai landasan filosofis dan Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia 1945 sebagai landasan idiil merupakan pondasi yang
fundamental untuk mencapai tujuan nasional, inipun terbukti dengan berbagai
peraturan perundang-undangan yang dibuat telah mampu mengayomi kebutuhan
primer masyarakat. Keberadaan peraturan-peraturan tersebut tidak serta merta terus
mampu mengatur kebutuhan masyarakat yang semakin lama semakin kompleks,
untuk itu diperlukan perubahan guna mengayomi kebutuhan masyarakat .
Seperti yang diketahui bahwa, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
pluralistik, keberagaman ini meliputi berbagai aspek, seperti agama, budaya, adat
1
istiadat dan sebagainya. Oleh karena itu, kondisi masyarakat yang heterogen
memberikan paradigma yang berbeda, disela variatif kehidupan masyarakat masih
tersimpan sebuah stimulan untuk berpikir lebih produktif, pemikiran yang semacam
ini mendorong pada perubahan sistem perekonomian yang bersendi yuridis, ini dapat
dilihat dari berbagai macam karya intelektual manusia yang berbau ekonomi
mendapatkan perlindungan secara hukumnya (Intellectual Property Rights), ini
membuktikan bahwa perubahan mampu melahirkan sebuah inovasi baru yang
berguna dan bermanfaat.
Di dalam hak kekayaan intelektual terdapat nilai komersil yang dapat
memberikan keuntungan kepada para pemilik hak.
Hak atas Kekayaan Intelektual atau Intellectual Property Rights (IPR) muncul
akibat dari pembentukan organisasi perdagangan dunia (WTO). Dimana USA sebagai
salah satu pelopor WTO, mengaitkan perdagangan dunia ini dengan Hak atas
Kekayaan Intelektual.1
Di dalam perjanjian Internasional tentang Aspek Perdagangan dari HaKI (the
TRIPs) tidak memberikan difinisi tentang HaKI, tetapi pasal 1.2 menyatakan bahwa
HaKI terdiri dari :2
1. Hak Cipta dan hak terkait;2. Merek Dagang;3. Indikasi Geografis;4. Disain Industri;5. Paten;
1 Kurniawan, Hak Kekayaan Intelektual, (Makalah disampaikan dalam Diskusi Bagian Bisnis, Mataram 2007), hal. 3
2 Tim Lindsey, et. all. ed, , Hak Kekayaan Intelektual (Suatu Pengantar), Cetakan ke-5 (Bandung : PT. Alumni, 2006), hal. 3
2
6. Tata Letak Sirkut Terpadu;7. Perlindungan informasi Rahasia;8. Kontrol Terhadap Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam
Perjanjian Lisensi.
Jadi, HaKI pada umumnya berhubungan dengan perlindungan penerapan ide
dan informasi yang memiliki nilai komersil. HaKI adalah kekayaan pribadi yang
dapat dimiliki dan diperlakukan sama dengan bentuk-bentuk kekayaan lainnya.
Bagi Negara Indonesia perlindungan terhadap Indikasi Geografis sudah sangat
diperlukan, mengingat Indonesia adalah Negara yang memiliki alam dan sumber daya
manusia yang mampu menghasilkan produk-produk bernilai seni dan memiliki ciri
khas dari daerah dimana produk itu dibuat atau dihasilkan (sebagai contoh: ukiran
Jepara, keramik Plered, ukiran Bali, batik Solo, markisa Medan dan masih banyak
lagi yang mungkin tidak dimiliki Negara lain). Dengan pemakaian Indikasi Geografis
bagi produk-produk berciri khas kedaerahan tersebut, diharapkan dunia Internasional
mengenal lebih jauh tentang produk-produk berbagai daerah di Indonesia dan
mendorong para produsen produk yang bersangkutan untuk lebih meningkatkan
kualitas produksinya agar reputasinya diakui oleh dunia Internasional.3
Suatu tanda akan berfungsi secara maksimal sebagai Indikasi Geografis akan
sangat tergantung kepada hukum nasional dan persepsi konsumen. Suatu hal yang
harus diingat bahwa nama daerah yang diberikan pada suatu produk terkadang ada
yang tidak terkait dengan asal produk itu walaupun tidak selalu demikian.
3 RR. Aline Gratika Nugrahani, “Aspek Hukum Penggunaan Indikasi Geografis berdasarkan Undang-Undang Merek” (Tesis Magister Ilmu Hukum Universitas Tarumanagara [sic!], 2000), Diakses dari www.Badan Pembinaan Hukum Nasional.com., Tanggal 25 Maret 2008
3
Dari pemaparan di atas, penulis berinisiatif untuk meneliti tentang Indikasi
Geografis khususnya pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang
Indikasi Geografis yang pengaturannya meliputi pendaftaran, pelindungan,
pemakaian dan sebagainya, dimana pelaksanan Peraturan Pemerintah ini akan sangat
mempengaruhi pemakaian Indikasi Geografis. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik
untuk meneliti secara mendetail tentang “Studi Terhadap Indikasi Geografis di Nusa
Tenggara Barat Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka untuk mencapai target dan
hasil yang optimal dalam penulisan skripsi ini penulis merumuskan beberapa
permasalahan mendasar yang menjadi substansi pembahasan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hak Paten dengan indikasi geografis
berdasarkan PP No 51 Tahun 2007?
2. Bagaimanakah perlindungan Indikasi Geografis di Nusa Tenggara Barat
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi
Geografis?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui perlindungan Indikasi Geografis di daerah Nusa
Tenggara Barat.
4
b. Untuk mengetahui syarat pengajuan permohonan pendaftaran yang
sesuai menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang
Indikasi Geografis
c. Untuk mengetahui Prosedur atau mekanisme pendaftaran Indikasi
Geografis.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Program Studi
Ilmu Hukum.
b. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam
menambah spektrum pemikiran bagi perkembangan pengetahuan secara
umum dan kotributif bagi kemajuan ilmu hukum yang terkait secara khusus,
menyangkut Indikasi Geografis dalam Merek.
c. Manfaat Praktis
1). Diharapkan memberi kontribusi yang berarti bagi pemerintah
khususnya pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan, menjaga
dan mengembangkan potensi sumber daya alam yang digunakan
sebagai Indikasi Geografis.
2). Diharapkan berguna bagi masyarakat luas dalam membentuk
paradigma dan menambah cakrawala berpikir bagi masyarakat sebagai
5
bagian dari peningkatan ilmu pengetahuan khusus menyangkut
pemberian etiket atau pelabelan yang terkait dengan Indikasi
Geografis.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari pembiasan atau meluasnya pembahasan maka, peneliti
membatasi objek pembahasan penelitian yaitu mengenai Prosedur atau mekanisme
dan Syarat pengajukan pemohonan Pendaftaran Indikasi Geografis, dan perlindungan
Indikasi Geografis di Nusa Tenggara Barat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauna Umum Tentang Hak Kekayaan Intelektual
Intellectual Property Right sebagai terminologi hukum di Indonesia
diterjemahkan menjadi beberapa istilah Hak Kekayaan Intelektual, Hak Atas
Kepemilikan Intelektual, Hak Milik Intelektual, kemudian diartikan sebagai Hak
6
Kekayaan Intelektual. Akan tetapi pasca reformasi perudang-undangan dibidang
Intellectual Property Right tahun 2000, dalam literatur hukum Indonesia Intellectual
Property Right lebih sering ditemukan dan diterjemahkan sebagai Hak Kekayaan
Intelektual, meskipun masih ada juga akademis yang mempergunakan Hak Atas
Kepemilikan Intelektual (“HAKI”) sebagai terjemahan dari Intelektual Property
Rights.
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan terjemahan atas istilah ''Intellectual
Property Right'' (IPR). Istilah tersebut terdiri dari tiga kata kunci yaitu: ''Hak'',
''Kekayaan'' dan ''Intelektual''. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat: dimiliki,
dialihkan, dibeli, maupun dijual. Sedangkan ''Kekayaan Intelektual'' merupakan
kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi,
pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan seterusnya.
Terakhir, ''Hak Kekayaan Intelektual'' (HKI) merupakan hak-hak
(wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas Kekayaan Intelektual tersebut,
yang diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku.
Seperti kita ketahui bahwa Hak Kekayaan Intelektual meliputi berbagai aspek,
tidak hanya terhadap Hak Cipta tetapi juga Hak Milik Property yang terdiri dari
berbagai bidang Hak Kekayaan Intelektual. Banyaknya para pakar yang memiliki
berbagai pengertian dan pembagian terhadap jenis-jenis Hak Kekayaan Intelektual
yang berbeda perlu untuk kita telaah secara seksama sebab pada dasarnya Hak
7
Kekayaan Intelektual sangat sulit untuk didefinisikan, tetapi sebuah definisi
mempunyai arti penting untuk membatasi ruang lingkup dari apa yang didefinisikan.
”Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang berasal dari kegiatan kreatif, daya
pikir manusia yang dideskripsikan kepada khalayak umum dalam berbagai
bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan
manusia, juga mempunyai nilai ekonomi.”4
World Intelectual Property Organization (WIPO) merumuskan intellectual
property sebagai ”The legal rights which results from intellectual activity in
industrial, scientific, literary or artistic fields”5
Pengertian mengenai hak kekayaan Intelektual mengandung segudang
pegertian, seperti beberapa pendapat para sarjana yang memberikan definisi tentang
hak kekayaan intelekual, antara lain :
1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual, menurut Muhamad Djumhana dan R.
Djubaedillah,
Merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia dalam bidang teknologi, ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomi.6
2. Bouwman-Noor Mout. Mendifinisikan, yaitu :
”Merupakan hasil kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke
dunia luar dalam suatu bentuk, baik materiil maupun immaterial. Bukan bentuk 4 Diambil dari Kuliah Hak Kekayaan Intelektual oleh Budi Sutrisno, Tahun 20075 Ridwan Khirandy, Pengantar Hukum Dagang, (Bandung : PT. Alumni, 2001), hal 2266www.hukumonline.com, Sejarah Perkembangan Hak Kekayaan Intelektual:2006. Diakses
Tanggal 2 April 2008
8
penjelmaannya yang dilindungi akan tetapi daya cipta itu sendiri. Daya cipta itu
dapat berwujud dalam bidang seni, industri dan ilmu pengetahuan.”7
3. Menurut Agus Sardjono, adalah :
“Hak yang timbul dari aktivitas intelektual manusia dalam bidang industri, ilmu
pengetahuan, sastra, dan seni.”8
4. Pengertian HKI, menurut Ahmad M. Ramli,
“Merupakan suatu hak yang timbul akibat adanya tindakan kreatif manusia yang
menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan
manusia. Hak Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan kepada
seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya.”9
Dari berbagai rumusan atas pengertian Hak Kekayaan Intelektual, dapat diambil
beberapa unsur dari Hak Kekayaan Intelektual, yaitu :
a. Merupakan hasil kegiatan intelektual manusia;
b. Diungkapkan dalam suatu bentuk tertentu;
c. Dapat dilihat oleh masyarakat umum;
d. Dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia;
e. Mempunyai nilai ekonomi.
Lebih lanjut, pengelompokan atas Hak Kekayaan Intelektual dapat dibagi dalam
2 (dua) sistem yang berbeda yaitu : 10
7 OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Cetakan ke-4, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2004), hal :10
8 Ibid., hal. 19 Ibid. 10 Ibid., hal. 2
9
a. Hak Cipta (Copyrights), hak cipta dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu Hak Cipta itu sendiri dan Hak yang berkaitan (bersempadan) dengan hak cipta (Neighbouring rights). Neighbouring rights diartikan sebagai hak yang bersempadan dengan Hak Cipta oleh karena kedua hak itu (copyrights maupun neighbouring rights) adalah dua hak yang saling melekat berdampingan tetapi dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
b. Hak Kekayaan Perindustrian (Industrial Property Rights), dapat dilasifikasikan menjadi : Patent (Paten), Utility Models (Model dan Rancang Bangun) atau dalam hukum Indonesia, dikenal dengan istilah paten sederhana (simple patent). Industrial Design (Desain Industri), Trade Marks (Merek Dagang), Trade Names (Nama Niaga atau Nama Dagang) dan Indication of Source or Appelation of Origin (Sumber tanda atau sebutan asal).
Dalam beberapa literature khususnya literature yang ditulis oleh para pakar
yang menganut sistem hukum Anglo Saxon, bidang Hak Kekayaan Perindustrian di
atas, masih ditambah lagi beberapa bidang lain. Sehingga, apabila diklasifikasikan
sebagai berikut : 11
a. Patentb. Utility Modelsc. Industrial Designd. Trade Secretse. Trade Marksf. Service Marksg. Trade Name or Commercial Namesh. Appelation of origini. Indication of Originj. Unfair Competition Protection
Ada tujuh cabang hukum yang dianggap sebagai bagian dari Hak Kekayaan
Intelektual dalam Perjanjian TRIP’s (Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights), yang telah diratifikasi oleh Indonesia dalam berbagai bentuk peraturan
perundang-undangan mengenai Hak Kekayaan Intelektual, yaitu :12
11 Ibid., hal. 15 12 Tim Lindsey, Op.cit., hal. 77
10
a. Hak Cipta (Copyrights);b. Merek (Trademark);c. Paten (Patent);d. Desain Industri (Industrial Design);e. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design of Inregrated Circuits);f. Rahasia Dagang (Undisclosed Information);g. Varietas Tanaman (Plant Varieties).
B. Sejarah Perkembangan Merek dan Indikasi Geografis
“Asal mula Merek berpangkal disekitar abad pertengahan di eropa, pada saat
perdagangan dengan dunia luar mulai berkembang. Fungsi semula untuk menunjukan
asal produk bersangkutan. Baru setelah dikenal metode produksi massal dan dengan
jaringan distribusi dan pasar yang lebih luas dan kian rumit, fungsi Merek dikenal
seperti yang di kenal sekarang ini.”13
Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan perdagangan barang dan jasa
antarnegara, diperlukan pengaturan yang besifat Internasional yang memberikan
jaminan perlindungan dan kepastian hukum dibidang Merek dan Indikasi Geografis.
Sebagaimana di ketahui Sebelum tahun 1961, Undang-Undang Merek kolonial
tahun 1912 tetap berlaku sebagai akibat penerapan pasal-pasal peralihan dalam UUD
1945 dan dalam RIS 1949 serta Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Undang-
Undang Merek 1961 kemudian menggantikan Undang-Undang Merek kolonial.
Namun, Undang-Undang 1961 tersebut sebenarnya hanya ulangan dari Undang-
Undang sebelumnya. Pada Undang-Undang ini juga masih belum mengatur perihal
tentang Indikasi Geografis.
13 Rahmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Itelektual (Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia), Cetakan ke-1, Edisi Pertama, (Bandung: PT. Alumni, 2003) hal. 305
11
Tahun 1992 Undang-Undang Merek baru diundangkan dan berlaku mulai
tanggal 1 april 1993, menggantikan Undang-Undang Merek tahun 1961. Adapun
alasan Undang-Undang Merek tahun 1961 itu adalah karena Undang –Undang Merek
No. 21 tahun 1961 dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan
kebutuhan masyarakat dewasa ini. Jika dilihat Undang-Undang Merek tahun 1992 ini
memang banyak mengalami perubahan-perubahan yang sangat berarti jika
dibandingkan dengan Undang-Undang Merek No. 21 tahun 1961. Antara lain adalah
mengenai sistem pendaftaran, lisensi, Merek kolektif, dan sebagainya.14
Dengan adanya Undang-Undang baru tersebut, surat administrasi yang
terkaitan dengan prosedur pendaftaran Merekpun dibuat. Berkaitan dengan
kepentingan reformasi Undang-Undang Merek, Indonesia turut serta meratifikasi
Perjanjian Internasional Merek WIPO15
Meskipun Undang-Undang tahun 1992 merupakan hasil dari ratifikasi WIPO
namun masih juga belum mengatur tentang Indikasi Geografis. Tahun 1997, Undang-
Undang Merek tahun 1992 diubah dengan mempertimbangkan pasal-pasal dari
perjanjian Internasional tentang aspek-aspek yang dikaitkan dengan perdagangan
dari hak kekayaan intelektual (TRIPs)- GATT. Pasal-pasal tersebut juga memuat
perlindungan atas indikasi asal dan geografis. Undang-Undang tersebut mengubah
ketentuan dalam Undang-Undang sebelumnya dimana pengguna Merek pertama di
Indonesia berhak untuk mendaftarkan Merek tersebut sebagai Merek.16
14 OK. Saidin, Op.cit., hal. 33215 Tim Lindsey, Loc. cit.16 Ibid.
12
Pada tahun 2001, Undang-Undang Merek baru berhasil diundangkan oleh
pemerintah. Undang-Undang tersebut berisi tentang berbagai hal yang sebagian besar
sudah diatur dalam Undang-Undang terdahulu. Beberapa perubahan penting yang
tercantum dalam Undang-Undang No. 15 tahun 2001 adalah penetapan sementara
pegadilan, perubahan delik biasa menjadi delik aduan, peran pengadilan niaga dalam
memutuskan sengketa Merek, kemungkinan menggunakan arternatif penyelesaian
sengketa dan ketentuan pidana terberat.17
Dalam Undang-Undang ini juga mengatur tentang Indikasi Geografis tepatnya
dipasal 56 s/d 58. Kemudian pada bulan September tahun 2007 pemerintah
mengeluarkan produk Peraturan Pemerintah tentang Indikasi Geografis. Peraturan
Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis Lembaran Negara Nomor
115 tahun 2007 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4763 mengatur tentang
ketentuan umumnya, lingkup Indikasi Geografis, syarat dan tata cara permohonan,
tata cara pemeriksaan, pemakaian dan pengawasan Indikasi Geografis, Indikasi
Geografis dari luar negeri, perubahan dan berakhirnya, banding Indikasi Geografis,
pelanggaran dan gugatan, Pemakaian terdahulu Indikasi Geografis, dan ketentuan
penutup.
C. Pengertian Merek
Dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Merek 2001 diberikan suatu difinisi
tentang Merek yaitu tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
17 Ibid.
13
susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Selain menurut bahasa yuridis beberapa sarjana memberikan pendapat tentang
Merek, yaitu :
1. Rachmadi Usman, Merumuskan Bahwa,
“Merek merupakan suatu tanda pengenal dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa yang sejenis dan sekaligus merupakan jaminan mutunya bila
dibandingkan dengan produk barang atau jasa yang sejenis yang dibuat pihak
lain”18
2. H. OK. Saidin, Memberikan rumusan bahwa,
Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.19
3. Tim Lindsey, et. all, ed., memberikan rumusan bahwa,
“Merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk
mengidenfikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran.”20
4. H.M.N. Purwo Sutjipto, memberikan rumusan bahwa,
“Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan,
sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”.21
18 Rachmadi Usman, Op.cit., hal. 32119 OK. Saidin, Op.cit., hal. 34520 Tim Lindsey, Op.cit., hal. 131 21 OK. Saidin,.Op.cit., hal. 343
14
5. Iur Soeryatin, mengemukan rumusannya dengan meninjau Merek dari aspek
fungsinya, yaitu ;
“suatu Merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan
dari barang yang sejenis lainya oleh karena itu, barang yang bersangkutan
dengan diberi Merek tadi mempunyai : tanda asal, nama, jaminan terhadap
mutu.”22
6. R. Soekardono, memberikan rumusan bahwa,
“Merek adalah sebuah tanda dengan mana dipribadikan sebuah barang
tertentu, dimana juga perlu dipribadikan asal barang atau menjamin
kualitetnya barang dalam perbandingannya dengan barang-barang sejenis
yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan
perusahaan lain.”23
7. Mr. Tirtaamidjaya yang mensitie pendapat Vollmar, memberikan rumusan
bahwa,
“Suatu Merek pabrik atau Merek perniagaan adalah suatu tanda yang
dibubuhkan di atas barang atau bungkusnya, guna membedakan barang itu
dengan barang-barang yang sejenis lainya.”24
8. Harson Adisumarto, Merumuskan Bahwa,
Merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikkan ternak dengan memberikan tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan di tempat pengembalaan bersama yang luas. Cap seperti itu merupakan tanda pengenal untuk
22 Ibid., hal. 34423 Ibid. 24 Ibid.
15
menunjukan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu. Biasanya, Untuk membedakan tanda atau Merek digunakan inisial dari nama pemilik sendiri sebagai tanda pembeda.25
Dari definisi di atas Merek pada asasinya adalah sesuatu tanda, dimana tanda
tersebut harus memiliki daya pembeda agar dapat diterima sebagai Merek. Yang
dimaksud dengan memiliki daya pembeda itu adalah kemampuan untuk membedakan
hasil perusahan (barang atau jasa) yang satu dengan yang lainnya.
Sementara itu, yang dimaksud hak atas Merek adalah hak ekslusif yang
diberikan Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek
untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau
memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Pengertian Hak Atas Merek di atas, menunjukkan pengaruh pendekatan
Kebijakan Negara (State policy) dari para penganut Natural right theory dalam
memahami hak Merek. Di dalam Natural right theory, terdapat dua pendekatan:26
1. Pendekatan pertama memandang hak didasarkan pada hasil usaha (labor –dipengaruhi oleh para pengikut John Locke/Lockean) dan kepribadian (personality –dipengaruhi oleh pengikut gagasan Hegel tentang hak/Hegelian). Bisa disebut sebagai pendekatan usaha dan kepribadian. Pendekatan ini tidak diterapkan dalam hak Merek.
2. Pendekatan kedua adalah state policy, yaitu hak sebagai suatu kebijakan negara untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan (seperti peningkatan kreativitas, perkembangan seni yang berguna, membangun pasar yang tertata bagi buah pikir manusia, dll).
Bentuk pemakaian atau penggunaan dari Merek tersebut di atas dapat
memberikan fungsi yang secara generalnya berupa komersil dan reputasi. Fungsi
25 Ibid., hal. 34526 Materi Kuliah Modul 4, Pengantar Merek, (Jakarta : 2007 ), Diakses dari www.HaKI.com,
Tanggal 27 April 2008
16
Merek tersebut dapat dilihat dari sudut produsen, pedagang dan konsumen. Dari sudut
produsen, Merek digunakan untuk menjamin nilai hasil produksinya, khususnya
mengenai kualitas dan pemakaiannya. Dari pihak pedagang, Merek digunakan untuk
promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan memperluas pasar. Dari pihak
konsumen, Merek digunakan untuk melakukan pemilihan barang yang akan dibeli.
Secara tidak langsung Merek memberikan jaminan berupa nilai atau kualitas dari
barang atau jasa, disamping itu, Merek menciptakan hubungan dialogis antara pihak
yang memproduksi dengan pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa tersebut
sehingga terjalin hubungan simbiosis mutualisme.
Dengan kata lain dan secara umumnya, pemakaian Merek dapat berfungsi
sebagai:27
1. Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.
2. Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebutkan Mereknya.
3. Sebagai jaminan atas mutu barangnya.
Di dalam pendaftaran Merek terdapat pihak-pihak (Pemohon) yang bisa
mendaftarkan Merek tersebut, adapun yang dapat mendaftarkan Merek tersebut
adalah :
1. Orang (Persoon)
2. Beberapa orang (Pemilikan Bersama)
3. Badan hukum (Recht Person)
27 Departemen Kehakiman RI Direktorat Jendral Hak atas Kekayaan Intelektual (Berkerjasama dengan JICA), Buku Panduan Tentang Hak atas Kekayaan Intelektual (Pertanyaan dan Jawaban), Maret, 1999
17
Pihak atau pemohon yang melakukan pendaftaran Merek harus beriktikad baik,
maksud beriktikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan Mereknya secara layak
dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran
Merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain
itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan
konsumen. Contohnya Merek dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum
sejak bertahun-tahun ditiru sedemikian rupa sehingga memiliki persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek dagang A tersebut. Dalam contoh itu
sudah terjadi iktikad tidak baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui
unsur kesengajaannya dalam meniru Merek Dagang yang sudah dikenal tersebut.
Tidak semua Merek dapat didaftarkan, Merek tidak dapat didaftar apabila
Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini :
1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas
agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, apabila penggunaan tanda tersebut
dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketentraman atau keagamaan dari
khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu.
2. Tidak memiliki daya pembeda, apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti
satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak
jelas.
3. Telah menjadi milik umum, Salah satu contoh Merek seperti ini adalah tanda
tengkorak di atas dua tulang yang bersilang, yang secara umum telah
diketahui sebagai tanda bahaya . Tanda seperti itu adalah tanda yang bersifat
18
umum dan telah menjadi milik umum. Oleh karena itu tanda itu tidak dapat
digunakan sebagai Merek.
4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya, Merek tersebut berkaitan atau hanya
menyebutkan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, contohnya
Merek Kopi atau gambar kopi untuk jenis barang kopi atau untuk jenis produk
kopi.
Dalam Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek terdapat tiga jenis
Merek, Yaitu :
1. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
2. Merek Jasa adalah Merek yang diguanakan pada jasa yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3. Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa
dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang
atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang
dan/atau jasa yang sejenis.
D. Pengertian Indikasi Geografis
19
Untuk dapat memahami hubungan antara Hak Kekayaan Intelektual dan
Indikasi Geografis dapat ditelusuri dari pemahaman terhadap Indikasi Geografis
sendiri. Indikasi Geografis dapat diartikan sebagai:28
A geographical indication is a sign used on goods that have a specific geographical origin and possess qualities or a reputation that are due to that place of origin. Most commonly, a geographical indication consists of the name of the place of origin of the goods. Agricultural products typically have qualities that derive from their place of production and are influenced by specific local factors, such as climate and soil. Whether a sign functions as a geographical indication is a matter of national law and consumer perception.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat diambil suatu batasan bahwa
sesungguhnya :29
Indikasi Geografis adalah suatu tanda (a sign) pada barang yang mempunyai asal geografis yang spesifik dan mempunyai kualitas atau suatu reputasi yang teruji dari asal tempatnya. Secara garis besar, suatu Indikasi Geografis meliputi nama asal tempat dan asal barang. Secara tipikal, produk-produk pertanian mempunyai kualitas yang mengarah dari produksi tempat mereka dan dipengaruhi secara spesifik oleh faktor lokal, seperti iklim dan soil. Adapun suatu tanda berfungsi sebagai suatu Indikasi Geografis merupakan suatu materi hukum nasional dan persepsi konsumen.
WTO memberikan batasan indikasi geografis adalah :
Place names (in some countries also words associated with a place) used to identify the origin and quality, reputation or other characteristics of products (for example, “Champagne”, “Tequila” or “Roquefort”).30 Artinya : (Nama-nama tempat (di beberapa Negara juga kata-kata yang diasosiasikan dengan suatu tempat) digunakan untuk mengidentifikasi asal dan kualitas, reputasi atau
28 Dalam Makalah Budi Agus Riswandi, Masalah Pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia, (Makalah disampaikan dalam acara Seminar Nasional yang bertema Mencari Bentuk dan Substansi Pengaturan Indikasi Geografis yang diselenggakaran atas kerjasama Sekretariat Wakil Presiden RI, IIPS Komda DIY, dan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sabtu 9 September 2006 di Ruang Auditorium UII Jl Cik Ditiro No. 1 Yogyakarta.) hal. 2 Diakses dari www.hukumham.com. Pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia, Tanggal 27 Maret 2008
29 Ibid.30 Ibid., hal. 2-3
20
karakteristik lainnya dari suatu produk, untuk contoh; “Champagne”, “Tequila” atau “Roquefort”).
Pengertian Indikasi Geografis juga dapat ditemukan dalam Article 1 (2) the
Paris Convention for the Protection of Industrial Property of 1883 yang
menyatakan:31
“The Protection of Industrial Property has its object Patents, Utility Models,
Industrial Designs, Trademarks, Servicesmarks, Tradenames, Indication of
Source of Appelation of Origin, and the repression of Unfair Competition.”
Indikasi Geografis menurut ketentuan Konvensi Paris ini hanya merupakan
bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Selanjutnya, pengertian lainnya dapat
ditemukan pada ketentuan Article 2 (1) the Lisbon Agreement for the Protection of
Appellations of Origin yang menyatakan sebagai berikut:32
“The geographical name of country, region or locality, which serves to
designate a product originating therein the characteristic qualities of which are
due exclusively or essentially to geographical environment, including natural
and human factor.”
Mengacu pada pengertian dari Article 2 (1) Lisbon Agreeement, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan, yakni:33
1. Penamaan atas barang/produk harus dengan nama geografis sebuah Negara, wilayah atau daerah;
2. Penamaan tempat asal harus menunjukkan bahwa barang atau produk tersebut berasal dari Negara, wilayah atau daerah.
31 Ibid., hal. 332 Ibid.33 Ibid., hal. 3-4
21
3. Harus ada kualitas dan karakteristik pada barang atau produk yang berasal dari daerah geografis tersebut. Kedua hal tersebut merupakan hal yang sangat mendasar dalam menentukan suatu penamaan tempat asal. Kualitas dan karakteristik tersebut ditentukan oleh faktor alam dan manusia.
Indikasi geografis atau Geographical Indications yang biasa di singkat dengan
GI di dalam Persetujuhan TRIPs article 22 (1) dikemukakan bahwa : “Geographical
indications are, for the purposes of this agreement, indications which identify a good
as originating in the territory of a member, or a region or locality in that territory,
where a given quality, eputation or other characteristic of the good is essentially
attributable to its geographical origin”.34
Yang dimaksud dengan Indikasi Geografis berdasarkan persetujuan ini adalah :
“Tanda yang mengidenfikasikan suatu wilayah Negara anggota atau kawasan
atau daerah dalam wilayah tersebut sebagai asal barang, dimana reputasi,
kualitas dan karakteristik barang yang bersangkutan sangat ditentukan oleh
faktor geografis tersebut.”35
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dimengerti bahwa; asal suatu barang
(tentu saja sebenarnya termasuk jasa) yang melekat dengan reputasi, karakteristik dan
kualitas suatu barang yang dikaitkan dengan wilayah tertentu dilindungi secara
yuridis.
Dalam perkembangannya, Bangsa Indonesia meratifikasi perjanjian
internasional (TRIPs), yang kemudian di tuangkan dalam bentuk Undang-Undang
No. 19 tahun 1999 tentang Merek, dalam redaksinya belum membahas tentang
34 OK. Saidin, Op. cit., hal. 38635 Ibid.
22
masalah Indikasi Geografis. Dalam perkembangannya, Undang-Undang No. 19 tahun
1992 memiliki banyak kekurangan sehingga Undang-Undang Merek ini diubah
dengan Undang-Undang No. 14 tahun 1997. Undang-Undang No. 14 tahun 1997 pun
sama dengan Undang-Undang sebelumnya, meskipun dalam redaksinya sudah
mengatur mengenai Indikasi Geografis. Pemerintah kemudian mengeluarkan
Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek, yang redaksi pembahasan tentang
Indikasi Geografisnya terdapat dalam pasal 56 s/d 58 yang kemudian dijabarkan
dalam bentuk Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis.
Dalam pasal 56 (1) Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek,
menjelaskan tentang pengertian Indikasi Geografis. Indikasi Geografis adalah suatu
tanda yang menujukan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan
geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor
tersebut, yang memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis yang
merupakan penjabaran dari Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek, yang
juga memberikan difinisi yang sama, seperti yang tertuang dalam pasal 1 butir 1,
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menujukan daerah asal suatu barang yang
karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut, yang memberikan ciri dan kualitas tertentu pada
barang yang dihasilkan.
Sementara itu, dari beberapa sarjana coba memberikan definisi tentang Indikasi
Geografis, antara lain :
23
1. Suyud Margono dan Amir Angkasa, mengeluarkan pemikiran tentang
Indikasi Geografis bahwa,
Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang dikenal di Negara asal atau barang yang mengidenfikasikan bahwa barang tersebut berasal dari Negara atau wilayah atau lokasi dari Negara tersebut dan mempunyai kualitas, reputasi atau karakteristik lainnya yang disebabkan oleh asal geografis tersebut.36
2. Achmad Zen Umar Purba, berpendapat ;
“Indikasi Geografis adalah salah satu bidang hak kekayaan intelektual yang
memberikan perlindungan produk yang kualitas, reputasi atau ciri khas
lainnya yang dipengaruhi oleh kondisi geografis setempat.”37
3. Rachmadi Usman, memberikan pendapat tentang Indikasi Geografis, Yaitu :
Indikasi Geografis adalah suatu indikasi atau identitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah atau wilayah tertentu yang menunjukan adanya kualitas, reputasi dan karakteristik termasuk faktor alam dan faktor manusia yang dijadikan sebagai atribut dari barang tersebut.38
4. Tim Lindsey mendifinisikan bahwa,
“Indikasi Geografis yaitu suatu tanda yang menunjukan daerah asal barang
yang dikaitkan dengan kualitas, reputasi atau karakteristik lain yang sesuai
dengan asal geografis barang tersebut.”39
5. Ahmadi Miru berpendapat bahwa,
36 Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual (Aspek Hukum Bisnis) (Jakarta : PT. Grasindo, 2002), hal. 45
37 Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Edisi Pertama, Cet ke-1, (Bandung : Alumni, 2005), hal 76
38 Rachman Usman,Op.cit., hal. 35739 Tim Lindsey , et., all,ed.,Op.cit., hal 139-140
24
“Indikasi Geografis adalah suatu indikasi atau identitas dari suatu barang
yang berasal dari suatu tempat, daerah atau wilayah tertentu yang
menunjukan adanya kualitas, reputasi, dan karakteristik termasuk faktor
alam dan faktor manusia yang dijadikan atribut dari barang tersebut.”40
Jadi, Indikasi Geografis adalah tanda yang digunakan untuk produk yang
mempunyai asal geografis spesifik dan mempunyai kualitas atau reputasi yang
berkaitan dengan asalnya. Pada umumnya Indikasi Geografis terdiri dari nama produk
yang diikuti dengan nama daerah atau tempat asal produk.
Tanda yang digunakan sebagai Indikasi Geografis dapat berupa etiket atau label
yang diletakan pada barang yang dihasilkan.
Dalam Indikasi Geografis yang dimaksud dengan tanda adalah :
1. Rachmadi Usman Menjelaskan,
“Tanda yang dimaksud dapat berupa nama tempat, nama daerah atau
wilayah, kata, gambar huruf atau kombinasi dari unsur-unsur nama tempat,
daerah, atau wilayah, kata, gambar atau huruf”41.
2. RR. Aline Gratika Nugrahani,
“Tanda yang dimaksud dapat berupa nama tempat atau daerah maupun
tanda tertentu lainnya yang menunjukkan asal tempat dihasilkannya barang
yang dilindungi oleh Indikasi Geografis.”42
40 Ahmadi Miru. Hukum Merek (Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 73
41 Rachman Usman, Loc.cit.42www. Hukumham.com, Indikasi Geografis Bukan Hak Personal, Diakses Tanggal 27 Maret
2008
25
Pengertian nama tempat dapat berasal dari nama yang tertera dalam peta
geografis atau nama yang karena pemakaian secara terus menerus sehingga dikenal
sebagai nama tempat asal barang yang bersangkutan.
Pengertian produk Indikasi Geografis tersebut, yakni istilah geografis yang
digunakan dalam hubungannya dengan produk barang seperti, tempat dan daerah
barang itu berasal, kualitas dan karakteristiknya. Sebagai contoh adalah produk yang
memiliki potensi di tanah air seperti, kopi Kintamani, batik, lada Bangka, Tembakau
Deli, coklat Bone, kacang Ternate, beras Cianjur, kayu manis Bukit Tinggi, markisa
Medan, salak Pondok, kayu putih Ambon, sarung Ternate, pempek Palembang,
mangga Indramayu, kopi Toraja dan ukiran kayu Asmat.43
Menurut Frederick Abbott, et. al. isu Indikasi Geografis memiliki dua fungsi.
Pertama, fungsi promo produk yang mempunyai karakter tertentu yang membawa
mamfaat ke wilayah tempat produk tersebut dibuat (manufactured) atau dipasarkan.
Indikasi Geografis dengan demikian melindungi produsen di wilayah tersebut
terhadap pengguna yang tidak sah (unauthorized) dari goodwill yang diciptakan oleh
kualitas produk itu oleh pesaingnya. Kedua, Indikasi Geografis adalah sumber
informasi penting untuk konsumen pada pasar yang sangat beragam dalam kaitan
dengan asal, kualitas serta reputasi produk yang bersangkutan.44
43 Ibid.44 Achmad Zen Umar Purba, Op. cit., hal. 76-77
26
E. Ruang Lingkup Perlindungan Indikasi Geografis
Mengenai perlindungan Indikasi Geografis, pasal 56 ayat (1) UUM 2001
menyatakan Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukan
daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis, termasuk faktor
alam, manusia atau kombinasi dari kedua tersebut, memberikan ciri dan kualitas
tertentu pada barang yang dihasilkan. Perlindungan Indikasi Geografis disini meliput
barang yang dihasilkan oleh alam, barang hasil pertanian, atau hasil industri tertentu
lainnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dimengerti bahwa; asal suatu barang
(tentu saja sebenarnya termasuk jasa) yang melekat dengan reputasi karakteritik dan
kualitas suatu barang yang dikaitkan dengan wilayah tertentu dilindungi secara
yuridis. Suatu contoh misalnya, kualitas buah apel Malang, melekat kawasan daerah
atau wilayah geografis yaitu Malang Jawa Timur (suatu wilayah geografis yang sejak
dan cukup baik untuk jenis tanaman apel).45
Terdapat dua kewenangan yang diberikan TRIPs kepada Negara anggotanya
untuk mencegah pihak lain melanggar hak berdasarkan Indikasi Geografis, yaitu :46
1.Penggunaan setiap cara petunjuk barang tersebut berasal dari daerah geografis, selain dari tempat asal yang sebenarnya sehingga menyesatkan publik mengenai asal geografis dari barang tersebut;dan
2.Setiap penggunaan yang menunjukan adanya perubahan persaingan curang, menurut pasal 10 bis Paris Convention (1967).
45 Ok. Saidin, Loc. cit.46 Achmad Zen Umar Purba, Loc. cit
27
Oleh karena itu, dalam persetujuan TRIPs, dilarang kepada produsen untuk
memakai lebel atau tanda (atau juga Merek) tehadap barang yang di produksinya,
yang tidak sesuai dengan Indikasi Geografis. Misalnya mencantumkan lebel “Kopi
Toraja” atau “Kopi Sidikalang” untuk kopi yang tidak diproduksi di Toraja atau di
Sidikalang, menempelkan Merek : appel Washington” untuk appel yang dihasilkan
dari daerah Brastagi. Larangan juga berlaku terhadap pemakaian Merek “Dodol
Garut” untuk dodol yang di produksi di Tanjung Pura.47
Larangan ini dipertegas dalam Article 22 (2) persetujuan TRIPs yang
mengatakan; “In respect of geographical indications, members shall provide the legal
means for interested parties to prevent: the use of any means in the designation or
presentation of a good that indicates or suggests that the good in question originates
in a geographical area other than the true place of origin in a manner which
misleads the public as to the geographical origin of the good”48
Negara anggota wajib menyediakan sarana hukum bagi pihak yang
berkepentingan untuk melarang: digunakan cara apapun dalam memberikan tanda
terhadap barang yang memberikan petunjuk atau kesan yang menyesatkan
masyarakat bahwa barang yang bersangkutan berasal dari wilayah lain selain dari
wilayah asal yang sebenarnya dari barang tersebut.49
47 Ibid.48 Achmad Zen Umar Purba, Loc. cit.49 Ibid.
28
Ketentuan tersebut di atas dimaksudkan untuk mencegah tindakan-tindakan
yang dapat menyesatkan konsumen yang berakibat lebih lanjut yaitu timbulnya
persaingan curang (unfair competition),
Sebagaimana halnya dengan Merek, Indikasi Geografis baru dapat perlindungan
setelah terdaftar di Direktorat Jendral HKI atas permohonan yang diajukan oleh
lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang adalah
lembaga yang diberi kewenangan untuk mendaftarkan Indikasi Geografis dan
lembaga itu merupakan lembaga pemerintah atau lembaga resmi lainnya seperti
koperasi, assosiasi atau lainnya.50
Kongkritnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi
Geografis menyatakan bahwa, pihak-pihak yang dapat melakukan pendaftaran adalah
:
1. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang
yang bersangkutan, terdiri atas :
a Pihak yang mengusahan barang hasil alam atau kekayaan alam
b Produsen barang hasil pertanian
c Pembuat barang hasil kerajinan tangan atau barang hasil industri
d Pedagang yang menjual barang tersebut
2. Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu.
3. Kelompok konsumen Barang tersebut.
50 Ahmadi Miru, Op. cit., hal. 74
29
Setelah Indikasi Geografis didaftarkan maka Indikasi Geografis tersebut tidak
dapat berubah menjadi milik umum, artinya bahwa tidak serta merta semua orang
atau masyarakat secara umumnya dapat dengan leluasa menggunakan tanda Indikasi
Geografis tersebut.
Dalam perkembangannya tidak semua Indikasi Geografis dapat didaftarkan,
Indikasi Geografis tidak dapat didaftarkan apabila tanda yang dimohonkan
pendaftarannya :
1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama,
kesusilaan atau ketertiban umum;
2. Menyesatkan atau memperdaya masyarakat mengenai :ciri, sifat, kualitas,
asal, sumber, proses pembuatan barang, dan/atau kegunaannya;
3. Merupakan nama geografis setempat yang telah digunkan sebgai nama
varietas tanaman dan digunakan bagi varietas tanaman yang sejenis.
Apabila suatu Indikasi Geografis digunakan sebagai nama varietas tanaman
tertentu, nama indikasi tersebut hanya dapat digunakan untuk varietas
tanaman bersangkutan saja, contoh: nama/kata “Cianjur” telah dikenal
sebagai salah satu varietas tanaman padi. Oleh karena itu, kata Cianjur tidak
diperkenankan untuk digunakan sebagai Indikasi Geografis bagi varietas
tanaman padi lainnya sekalipun pembudidayaannya di daerah Cianjur. Hal
ini untuk menghindari timbulnya kemungkinan yang menyesatkan,.
30
Walaupun demikian kata Cianjur dapat digunakan sebagai Indikasi
Geografis bagi varietas tanaman lain ataupun barang lain.
4. Telah menjadi generik. Maksudnya, indikasi tentang suatu barang yang
telah menjadi milik umum karena sering digunakan dalam bahasa sehari-
hari dan karenanya tidak dilindungi.
Dari sisi lain, pendaftaran itu dapat berfungsi sebagai alat bukti bagi pihak-
pihak yang memiliki hak atas Indikasi Geografis tersebut. Pertama, sebagai dasar
penolakan terhadap Indikasi Geografis yang dimohonkan pendaftar oleh orang-orang
untuk barang sejenis. Kedua, sebagai dasar untuk mencegah orang lain untuk
memakai Indikasi Geografis yang sama pada pokoknya dalam peredarannya untuk
barang sejenis.
Dalam hal adanya pemakaian suatu tanda sebelum atau pada saat dimohonkan
pendaftaran sebagai Indikasi Geografis atas barang yang sejenis atau yang sama suatu
tanda yang sudah dipakai dengan iktikad baik oleh pihak lain yang tidak berhak
menggunakannya Indikasi Geografis, maka pihak lain tersebut dapat menggunakan
tanda yang dimaksud untuk jangka waktu 2 tahun sejak tanda yang dimaksud
terdaftar sebagai Indikasi Geografis dengan syarat pihak lain tersebut menyatakan
kebenaran mengenai tempat asal barang dan jaminan bahwa pemakaian tanda
dimaksud tidak menyesatkan Indikasi Geografis terdaftar.
Dalam hal suatu tanda telah terdaftar atau dipakai sebagai Merek sebelum atau
pada saat permohonan suatu Indikasi Geografis atas barang yang sejenis atau yang
31
sama dan tanda tersebut kemudian dinyatakan terdaftar sebagai Indikasi Geografis,
maka pemakaian tanda sebagai Merek dengan iktikad baik oleh pihak lain yang tidak
berhak menggunakan Indikasi Geografis tetap dimungkinkan dengan syarat pemakain
Merek tersebut menyatakan kebenaran mengenai tempat asal barang dan jaminan
bahwa pemakaian Merek dimaksud tidak akan menyesatkan Indikasi Geografis
terdaftar.
Daluarsa perlindungan Indikasi Geografis berlaku selama karakteristik khas dan
kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas Indikasi Geografis
tersebut masih ada.
Hilangnya karakteristik khas dan kualitas suatu indikasi tersebut biasanya
disebabkan oleh karena faktor alam atau keadaan alam itu sendiri dimana, orang atau
pihak terkait yang memiliki kewenangan terhadap Indikasi Geografis tersebut tidak
mampu berbuat sesuatu untuk mencegahnya.
Perlindungan Indikasi Geografis dapat menyebabkan nilai produk menjadi
lebih tinggi, sehingga Indikasi Geografis dapat menggerakkan perekonomian suatu
daerah asal produk Indikasi Geografis dan perlu diketahui bahwa Indikasi Geografis
ditujukan pada produsennya bukan pada petaninya.
Konsep Indikasi Geografis adalah perlindungan komunal. Oleh karena itu,
dalam proses perlindungan Indikasi Geografis pelaksanaannya dapat dilakukan
dengan memberdayakan dari kalangan LSM, dari dinas-dinas pemerintah, warga
32
sekitar untuk membuat uraian/deskripsi atas produknya yang didaftarkan sebagai
Indikasi Geografis.
F. Perbedaan Merek dengan Indikasi Geografis
Meskipun Indikasi Geografis dan Merek bersumber dari dasar hukum yang
sama yaitu Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek tidak menutup
kemungkinan bahwa Indikasi Geografis dengan Merek memliki perbedaan.
Sama halnya Indikasi Geografis dengan Indikasi Asal, dimana keduanya
menitik tekankan pada aspek keadaan geografis yang di gunakan sebagai etiket dalam
sebuah produk atau barang. Perbedaan secara umumnya, terlihat dari segi lingkup
keduanya, dimana Indikasi Geografis penekanannya secara general yang terkait
dengan, asal suatu barang, ciri, reputasi dan karakteristiknya, sedangkan pada
Indikasi Asal hanya menekankan pada persoalan asal barang saja. Di samping itu,
perbedaan yang paling mencolok adalah Indikasi Geografis harus didaftarkan baru
mendapatkan perlindungan sedangkan Indikasi Asal tidak perlu didaftarkan.
Pengertian antara Merek dan Indikasi Geografis memang masih sangat sulit dan
hampir sama atau istilahnya grey area tetapi Indikasi Geografis dapat dibedakan
dengan mendefinisikan sebagai barang sejenis atau yang sama dengan suatu tanda
yang telah dipakai oleh pihak lain dengan menggunakan tanda dimaksud untuk
jangka waktu 2 tahun yang memiliki karakteristik pada tempat/daerah itu berasal.
33
Sedangkan Merek adalah tanda untuk barang sejenis dan sejajar berupa warna, huruf,
gambar yang membedakan barang satu dengan lainnya.51
Merek adalah tanda yang digunakan oleh produsen untuk membedakan produk
dan jasa yang disediakannya dengan produk dari produsen lain. Merek memberikan
hak kepada pemiliknya untuk mengecualikan produsen lain dalam penggunaan merek
yang sama. Indikasi Geografis suatu produk menunjukkan kepada konsumen bahwa
produk tersebut diproduksi di suatu tempat tertentu dan mempunyai ciri khas yang
disebabkan atau berasal dari tempat produksi tersebut. Indikasi Geografis dapat
digunakan oleh semua produsen yang mmbuat produknya di tempat yang disebutkan
oleh indikator geografisnya dan yang produknya mempunyai kualitas yang khusus.
Masa perlindungan Merek dan Indikasi Geografis pun berbeda, perlindungan
Merek selama 10 tahun setelah didaftarkan, sedangkan perlindungan Indikasi
Geografis berlaku selama karakteristik khas dan kualitas produk/barang yang menjadi
dasar masih ada, sehingga Indikasi Geografis dapat hilang dengan sendirinya. Faktor
yang dapat menghilangkan karakteristik khas Indikasi Geografis misalnya bencana
alam.
Dari suduk pihak yang dapat mendaftarkannya, pihak dalam Merek yang dapat
melakukan pendaftaran adalah orang (Persoon), Beberapa orang (Pemilikan
bersama) dan Badan hukum (Recht person), sedangkan dalam Indikasi Geografis
yang dapat melakukan pendaftaran yaitu lembaga yang mewakili masyarakat di
daerah yang memproduksi barang adalah lembaga yang diberi kewenangan untuk
51 www.dgip.gi.id. Sosialisasi Indikasi Geografis, Diakses Tanggal 27 Maret 2008
34
mendaftarkan Indikasi Geografis dan lembaga itu merupakan lembaga pemerintah
atau lembaga resmi lainnya seperti koperasi, assosiasi atau lainnya. Lembaga yang
diberi kewenangan, dalam hal ini instansi pemerintah dan kelompok konsumen
barang tersebut.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Dalam penulisan skripsi ini agar memenuhi kriteria ilmiah dan dapat mendekati
kebenaran, maka metode pendekatan yang digunakan adalah:
1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), yaitu Pendekatan
dengan menggunakan legislasi dan regulasi52 yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani
2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), yaitu yang beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu
hukum.53
3. Pendekatan Sosiologis/Empirik, yaitu Mengkaji pengaplikasian/pelaksanaan54
PP No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis di NTB
B. Sumber dan Jenis Data
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari lapangan atau data yang diperoleh langsung dari
responden yang langsung menangani masalah tersebut.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan berupa :
52 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan ke-2,(Jakarta : Prenada Media Grup, 2006) hal. 97
53 Ibid, hal. 9554 Shandra Dwi Sukma, Kajian Sosiologis Tentang Outsourcing Berdasarkan Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus PT. Newmont Nusa Tenggara dengan PT. Nawakara Perkasa Indonesia SS-911), (Sekripsi S-1 Hukum Universitas Mataram,2007), hal. 21
36
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
pada bahan hukum sekunder yang terdiri dari peraturan perundang-
undangan seperti Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek dan
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis .
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang meliputi buku-buku,
referensi, makalah, majalah hasil penelitian dan lain-lain, yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu Merupakan bahan hukum yang bersumber
dari kamus dan ensiklopedia.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Studi dokumen, dimana dokumen ini merupakan data kepustakaan yang
dikumpulkan dengan cara mengumpulkan peraturan perundang-undangan,
literatur dan karya tulis.
2. Wawancara atau interview terstruktur yaitu menggunakan pertanyaan yang
telah di siapkan sebagai pedoman sepanjang ada hubungannya dengan
pokok permasalahan dalam mendapatkan kejelasan atau pemahaman
sehubungan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
D. Analisis Data
Data yang berhasil dihimpun dan diolah dengan mengklasifikasikan terlebih
dahulu yang satu dengan yang lain. Secara sistematika, logis dan yuridis, selanjutnya
dilakukan analisis dengan metode deduktif dan kualitatif. Deduktif, yaitu dari
penjelasan yang sifatnya umum kepenjelasan yang bersifat khusus, dan kualitatif,
37
yaitu data yang disusun dan disajikan berupa rangkaian kalimat-kalimat yang
menggambarkan hasil penelitian yang didasarkan pada masalah yang diteliti.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Prosedur atau Tata Cara Melakukan Permohonan Pendaftaran Indikasi
Geografis
Pendaftaran Indikasi Geografis dapat dilakukan/diajukan di Kantor Wilayah
Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia atau dengan
langsung mendatangi kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di Jakarta dengan
memenuhi persyaratan mekanisme atau prosedur, antara lain :
1. Harus memenuhi persyaratan pengajuan permohonan pendaftaran yang
sebagaimana yang diatur dalam pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah
No. 51 tahun 2007.
Langkah awal yang perlu diketahui dalam proses pendaftaran Indikasi
Geografis, yakni : suatu permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan mengisi formulir dalam rangkap 3 (tiga), bentuk dan isi formulir
permohonan ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Kemudian apabila mengunakan kuasa maka harus melampirkan surat kuasanya serta
melampirkan bukti biaya pembayaran.
Di sisi lain, hal yang mutlak yang terdapat dalam pasal 5 dan 6 Peraturan
Pemerintah tentang Indikasi Geografis, yaitu menyangkut pihak yang berhak
39
melakukan pendaftaran, mencantumkan syarat administrasi dan memenuhi
persyaratan dalam buku persyaratan.
a. Pihak-pihak yang berhak melakukan pendaftaran dalam Indikasi Geografis
antara lain :
1). Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi
barang yang bersangkutan, terdiri atas :
a. Pihak yang mengusahakan barang hasil alam atau kekayaan
alam.
b. Produsen barang hasil pertanian.
c. Pembuat barang hasil kerajinan tangan atau barang hasil
industri.
d. Pedagang yang menjual barang tersebut.
2). Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu.
3). Kelompok konsumen barang tersebut.
b. Mencantumkan syarat administrasi.
Syarat administrasi meliputi :
1). Tanggal, bulan, dan tahun.
2). Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon.
3). Nama lengkap dan alamat kuasa, apabila permohonan diajukan melalui
kuasa.
40
c. Melengkapi buku persyaratan.
“Buku persyaratan”55 merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi bagi tiap-
tiap pihak yang akan mendaftarkan produk Indikasi Geografis. Dimana, buku
persyaratan sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat 3 Peraturan Pemerintah
No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis harus memuat :
1. Nama Indikasi Geografis yang dimohonkan pendaftarannya.
2. Nama barang yang dilindunginya oleh Indikasi Geografis.
3. Uraian mengenai karakteristik dan kualitas yang membedakan barang
tertentu dengan barang yang lain yang memiliki kategori sama, dan
menjelaskan tentang hubungannya dengan daerah tempat barang tersebut
dihasilkan.
4. Uraian mengenai lingkungan geografis serta faktor alam dan faktor
manusia yang merupakan satu kesatuan dalam memberikan pengaruh
terhadap kualitas atau karakteristik dari barang yang dihasilkan.
5. Uraian tentang batas-batas daerah dan/atau peta wilayah yang dicakup
oleh Indikasi Geografis.
6. Uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian
Indikasi Geografis untuk menandai barang yang dihasilkan di daerah
55 Buku Persyaratan adalah buku yang mengambarkan secara detail tentang produk Indikasi Geografis yang akan didaftarkan. Oleh Subdit Indikasi Geografis Direktorat Jenderal HKI Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia.
41
tersebut, termasuk pengakuan dari masyarakat mengenai Indikasi
Geografis tersebut.
7. Uraian yang menjelaskan tentang proses produksi, proses pengolahan dan
proses pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap
produsen di daerah tersebut untuk memproduksi, mengolah, atau
membuat barang terkait.
8. Uraian mengenai metode yang digunakan untuk menguji kualitas barang
yang dihasilkan.
9. Label yang digunakan pada barang dan memuat Indikasi Geografis.
Dari uraian di atas, oleh Subdit Indikasi Geografis Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia memberikan penjelasan tentang uraian yang terdapat dalam buku
persyaratan Indikasi Geografis, yaitu :56
1). Nama Indikasi GeografisNama Indikasi Geografis dapat berupa nama tempat, nama daerah atau wilayah, kata, gambar, huruf atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Pengertian nama tempat, nama daerah, atau wilayah dapat berasal dari nama yang tertera dalam peta geografis atau nama tertentu lainnya yang pemakaian secara terus menerus menjadi terkenal sebagai nama tempat asal barang yang bersangkutan. Contoh, kopi Toraja, tembakau Deli, kopi Bali, lada putih Muntok.
2). Nama BarangNama dari barang/produk Indikasi Geografis yang akan dimintai perlindungannya. Contoh, Kopi, Lada Putih, Kayu Manis, dll.
3). Uraian Karakteristik
56 Subdit Indikasi Geografis Direktorat Jenderal HKI Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia.
42
Adalah uraian yang menerangkan mengenai ciri dan kualitas serta keunggulan barang/produk Indikasi Geografis dibandingkan dengan barang/produk sejenis yang dihasilkan dari tempat/daerah lain
4). Uraian Pengaruh Lingkungan Geografis, Alam dan ManusiaAdalah uraian yang menjelaskan faktor-faktor alam yang berpengaruh terhadap barang/produk Indikasi Geografis yaitu uraian mengenai keadaan geografis setempat dapat berupa uraian tentang suhu rata-rata, tingkat curah hujan, kelembapan udara, sinar matahari, ketinggian atau jenis/kondisi tanah.
5). Uraian Tentang Batas wilayahAdalah uraian yang menjelaskan batas-batas daerah penghasil barang/produk Indikasi Geografis dengan daerah sekitarnya serta dilengkapi dengan gambar peta daerah setempat. Uraian tentang batas-batas daerah dan/atau peta wilayah yang mencangkup oleh Indikasi Geografis harus mendapatkan rekomendasi dari instansi yang berwenang.
6). Uraian Tentang SejarahAdalah uraian yang menjelaskan tentang latar belakang sejarah keberadaan barang/produk Indikasi Geografis yaitu sejarah produksi, pengembangan serta pemakaian barang/produk tersebut oleh masyarakat.
7). Uraian Tentang ProsesAdalah uraian yang menerangkan tentang tahap-tahap proses pembuatan/pengolahan barang/produk Indikasi Geografis yang dipakai sehinggga memungkinkan terciptanya standar proses pengolahan/pembuatan.
8). Uraian Tentang Metode PengujianAdalah uraian yang menjelaskan tentang metode yang dipergunakan untuk menguji kualitas barang/produk Indikasi Geografis
9). LabelAdalah label yang digunakan pada barang/produk Indikasi Geografis sebanyak 10 (Sepuluh) lembar dengan ukuran max. 9X9 cm dan Min. 2X2 cm.
2. Pemeriksaan Administrasi
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual melakukan pemeriksaan
administrasi dalam waktu paling lama 14 hari. Setelah memenuhi persyaratan maka
Direktorat Jenderal memberikan tanggal penerimaan. Namun, apabila terdapat
kekuranglengkapan persyaratan maka Direktorat Jenderal memberitahukan secara
43
tertulis kepada pemohon atau kuasanya agar kelengkapan persyaratan dipenuhi dalam
waktu paling lama 3 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan surat pemberitahuan.
Apabila kelengkapan persyaratan tidak dipenuhi dalam jangka waktu 3 bulan,
maka Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau
melalui kuasanya bahwa permohonan dianggap ditarik kembali dan
mengumumkannya dalam Berita Resmi Indikasi Geografis.
Dalam hal permohonan dianggap ditarik kembali, biaya yang telah dibayar
kepada Direktorat Jenderal tidak dapat kembali.
3. Pemeriksaan Substantif
Dalam waktu paling lama 1 bulan terhitung sejak tanggal dipenuhinya
kelengkapan persyaratan, Direktorat Jenderal akan meneruskan permohonan kepada
tim ahli Indikasi Geografis.
Tim ahli Indikasi Geografis merupakan lembaga nonstruktur yang melakukan
penelitian mengenai buku persyaratan dan memberikan pertimbangan/ rekomendasi
kepada Direktorat Jenderal sehubungan dengan pendaftaran, perubahan, pembatalan,
dan/ atau pengawasan Indikasi Geografis nasional.
Anggota tim ahli Indikasi Geografis diangkat dan diberhentikan oleh menteri
untuk masa jabatan 5 (lima) tahun. Dalam pelaksanaan tugasnya tim ahli Indikasi
Geografis dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota tim
ahli Indikasi Geografis. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, tim ahli dibantu
oleh tim teknis penilaian yang keanggotannya didasarkan pada keahlian yang
dibentuk oleh Direktorat Jenderal dan atas rekomendasi tim ahli Indikasi Geografis.
44
Adapun tugas dan fungsi tim ahli Indikasi Geografis adalah
a. Melakukan penelitian mengenai buku persyaratan.
b. Memberikan pertimbangan/rekomendasi kepada Direktorat Jenderal
sehubungan dengan pendaftaran, perubahan dan pembatalan.
c. Pengawasan Indikasi Geografis nasional. Maksud Indikasi Geografis
nasional adalah Indikasi Geografis yang terdapat di dalam negeri.
Anggota tim Ahli Indikasi Geografis terdiri atas para ahli yang memiliki
kecakapan dibidang Indikasi Geografis yang berasal dari :
a.Perwakilan dari Direktorat Jenderal.
b. Perwakilan dari Departemen yang membidangi masalah pertanian,
perindustrian, perdagangan dan/atau Departemen terkait lainnya.
c.Perwakilan instansi atau lembaga yang berwenang untuk melakukan
pengawasan dan / atau pengujian terhadap kualitas barang.
d. Ahli lain yang berkompeten.
Tim ahli Indikasi Geografis melakukan pemeriksaan terhadap permohonan
dalam jangka waktu paling lama 2 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan
permohonan.
Dalam hal tim Indikasi Geografis mempertimbangkan bahwa telah memenuhi
ketentuan pendaftaran. Maka tim ahli menyampaikan usulan kepada Direktorat
Jenderal agar Indikasi Geografis didaftarkan di Daftar Umum Indikasi Geografis.
Pemeriksaan substantif dikenakan biaya yang kemudian harus dibayar sebelum
berakhirnya jangka waktu pengumuman permohonan. Namun, apabila biaya
45
pemeriksaan substantif tidak dibayar dalam jangka waktu tersebut maka permohonan
dianggap ditarik kembali.
4. Pengumuman.
Dalam jangka waktu paling lama 10 hari sejak tanggal disetujuinya Indikasi
Geografis untuk didaftarkan atau ditolak, Direktorat Jenderal mengumumkan
keputusan tersebut dalam Berita Resmi Indikasi Geografis.
Dalam hal Indikasi Geografis disetujui untuk didaftar, pengumuman dalam
Berita Resmi Indikasi Geografis memuat nomer permohonan, nama lengkap dan
alamat pemohon, nama lengkap dan alamat kuasa, tanggal penerimaan Indikasi
Geografis dan abstrak dari buku persyaratan. Pengumumannya dilakukan selama 3
bulan.
Dalam hal Indikasi Geografis ditolak, pengumuman dalam Berita Resmi
Indikasi Geografis memuat nomor permohonan, nama lenkap dan alamat pemohon,
nama dan alamat kuasanya, dan nama Indikasi Geografis dimohonkan pendaftaranya.
Apabila terdapat suatu sanggahan atau keberatan dalam hal Indikasi Geografis
disetujui maka Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan substantif ulang.
Dari Penjelasan di atas terdapat beberapa persoalan yang disebabkan oleh pihak
yang mengajukan pendaftaran sehingga mengakibatkan permohonan dianggap ditarik
kembali dan ditolak. Adapun penyebab/faktor-faktor permohonan dianggap ditarik
kembali dan ditolak, yaitu :
a. Faktor-faktor yang menyebabkan permohonan dianggap ditarik kembali,
antara lain :
46
1). Apabila kelengkapan persyaratan tidak dipenuhi dalam jangka waktu 3
bulan setelah Direktorat Jenderal memberitahukannya secara tertulis
kepada pemohon atau melalui kuasanya.
2). Apabila biaya pemeriksaan substantif tidak dibayar sebelum
berakhirnya jangka waktu pengumuman permohonan.
b. Faktor-faktor yang menyebabkan Indikasi Geografis ditolak, antara lain :
1). Apabila dalam hal tim ahli melakukan penilaian mengenai buku
persyaratan menemui kejanggalan atau ketidak singkronan apa yang
diulas dalam buku persyaratan yang diajukan oleh pemohon dengan
keadaan di lapangan setelah dilakukan pemeriksaan di lapangan.
2). Apabila terjadi sanggahan dan keberatan dari pihak lain (bukan dari
pemohon atau kuasanya) yang kemudian dilakukan pemeriksaan
substantif ulang, dalam hal pemeriksaan substantif ulang menyatakan
bahwa keberatan dapat diterima.
B. Perlindungan terhadap Indikasi Geografis di Nusa Tenggara Barat
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007
Sejak ditetapkannya Undang-Undang No. 7 tahun 1994 tentang pengesahan
persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia, maka secara otomatis
Undang-Undang tersebut mengesahkan ketentuan yang diatur dalam persetujuan
TRIPs sehingga ketentuan Undang-Undang dibidang kekayaan intelektual harus
disesuaikan dengan ketentuan yang diatur dalam persetujuan TRIPs. Hal-hal yang
baru diatur dalam persetujuan TRIPs harus dimasukan dalam ketentuan peraturan
47
perundang-undangan dibidang hak kekayaan intelektual, salah satunya yang
menyangkut masalah perlindungan Indikasi Geografis. Sebelum terbentuknya
Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek, ketentuan mengenai Indikasi
Geografis diatur dalam Undang-Undang Merek No. 14 tahun 1997 yang merupakan
hasil revisi dari Undang-Undang No. 19 tahun 1992.
Dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1997, masalah Indikasi Geografis diatur
dalam pasal 79 A sampai dengan pasal 79 D. Pada pasal tersebut selain mengatur
masalah Indikasi Geografis juga mengatur masalah indikasi asal. Indikasi Geografis
didifinisikan dalam pasal 79 A dengan rumusan sebagai berikut ; “ Indikasi Geografis
dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukan daerah asal suatu barang yang
karena faktor lingkungan secara geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada
barang yang dihasilkan”.
Dari segi rumusan, definisi Indikasi Geografis sebagaimana diatur dalam pasal
79A Undang-Undang No. 14 tahun 1997 tentang Merek tersebut mempunyai
pengertian yang sama dengan ketentuan Indikasi Geografis dalam persetujuan
TRIPs, yaitu terdiri dari dua hal pokok :
1. Tanda yang menunjukan suatu daerah asal atau barang yang dipengaruhi oleh
faktor alam dan manusia.
2. Produk dari barang yang dihasilkan tersebut mempunyai ciri dan kualitas
48
Dalam Undang-Undang No 14 tahun 1997, yang dilindungi dari Masalah
Indikasi Geografis itu adalah :
a. Barang-barang yang dihasilkan oleh alam
b. Barang-barang hasil pertanian
c. Hasil kerajinan tangan
d. Hasil industri tertentu
Undang-Undang No. 14 tahun 1997 tentang Merek, memberikan panjelasan
tentang pihak-pihak yang berhak mengajukan permohonan pendaftaran Indikasi
Geografis, yaitu :
1. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah produsen yang
bersangkutan. Lembaga ini terdiri dari :
a. Pihak yang mengusahakan barang-barang yang merupakan hasil
alam atau kekayaan alam.
b. Produsen barang-barang hasil pertanian.
c. Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri.
d. Pedagang atau yang menjual barang-barang tersebut.
2. Lembaga yang diberi kewenangan itu.
3. Kelompok konsumen dari barang-barang tersebut.
Perlindungan atas Indikasi Geografis diberikan secara perdata maupun pidana.
Secara perdata, sebagaimana dimaksud dalam pasal 79 D Undang-Undang No. 14
tahun 1997 yaitu pihak yang berhak atas Indikasi Geografis dapat melakukan tuntutan
ganti rugi dan penghentian penggunaan terhadap pihak-pihak yang telah
49
menggunakan Indikasi Geografis tanpa hak. Sedangkan ketentuan pidana diatur
dalam pasal 82 A yaitu siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang
secara keseluruhannya dengan Indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang yang
sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana selama 7 (tujuh) tahun dan
denda maksimal Rp. 100 juta. Jika persamaan ini hanya pada pokoknya dengan
Indikasi Geografis milik pihak lain yang terdaftar maka pidana penjaranya ditentukan
maksimal 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya 50 juta.
Pada tanggal 1 Agustus 2001, Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tentang
Merek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Undang-Undang tersebut
selanjutnya diganti dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Secara prinsip ketentuan mengenai substansi Indikasi Geografis tidak mengalami
perubahan, perubahan hanya terjadi pada pasal-pasalnya saja, yaitu :
1. Pasal 56 ayat 1, yang menjelaskan tentang pengertian Indikasi Geografis
2. Pasal 56 ayat 2, menjelaskan tentang pihak-pihak yang dapat mengajukan
pendaftaran Indikasi Geografis.
3. Pasal 56 ayat 3, tentang pengumuman Indikasi Geografis yang prosesnya sama
dengan pengumuman Merek terdaftar.
4. Pasal 56 ayat 4, tentang penolakan pendaftaran Indikasi Geografis.
5. Pasal 56 ayat 5 dan ayat 6, yang menambahkan ketentuan tentang keberatan atas
penolakan pendaftaran Indikasi Geografis yang dapat diajukan kepada komisi
banding Merek.
50
6. Pasal 56 ayat 7, menyatakan bahwa Indikasi Geografis diberikan perlindungan
hukum selama ciri atau kualitas produk yang bersangkutan masih ada.
7. Perlindungan hukum secara perdata atas Indikasi Geografis diatur pada pasal 57,
yang intinya menegaskan bahwa pemegang hak Indikasi Geografis dapat
mengajukan tuntutan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan
etiket Indikasi Geografis yang digunakan secara tanpa hak.
8. Perlindungan pidana atas Indikasi Geografis diatur dalam pasal 92, yang
menyatakan bahwa : barang siapa yang dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan tanda yang sama secara keseluruhannya dengan Indikasi
Geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang
yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda maksimal Rp. 1.000.000.000,- (satu miliyar rupiah). Jika persamaan ini
hanya persamaan pada pokoknya dengan Indikasi Geografis milik pihak lain
yang terdaftar maka ancaman pidana penjaranya ditetapkan maksimal 4 (empat)
tahun dan denda paling banyak Rp. 800 juta.
Dalam kurun waktu 6 (enam) tahun tepatnya bulan September 2007, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut menjelaskan mengenai tata cara pendaftaran
Indikasi Geografis yang tidak lain merupakan langkah awal untuk memperoleh
perlindungan Indikasi Geografis. Setelah ada peraturan yang mengatur masalah
Indikasi Geografis secara tersendiri maka langkah selanjutnya adalah mengenai
penerapan atau pelaksanaan dari aturan tersebut.
51
1. Upaya Pemerintah Daerah Dalam Melindungi Indikasi Geogarfis
Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2007 di Nusa Tenggara Barat.
Setiap Negara mempunyai produk-produk Indikasi Geografis unggulan yang
dapat dijadikan daya tarik bagi pembagunan ekonomi di suatu wilayah, dimana
produk-produk Indikasi Geografis itu berada. Oleh karena itu, berbagai upaya telah
dilakukan oleh setiap Negara dalam rangka untuk melindungi Indikasi Geografis
tesebut. Diantaranya, diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai persoalan Indikasi Geografis, dimana peraturan tersebut dapat
memberikan perlindungan dalam skala Internasional.
Terdapat banyaknya kasus yang berkaitan dengan produk-produk Indikasi
Geografis semakin mendorong banyak Negara untuk mengupayakan perlindungan.
Kasus-kasus yang terkenal diantaranya adalah kasus-kasus yang berkaitan dengan
produk-produk ”champagne”, Darjeling tea dan Basmati Rice di India, serta di
Indonesia misalnya kasus ”kopi toraja”.
Untuk lebih jelasnya dikemukan penjelasan dari kasus-kasus tersebut di atas
sebagai berikut :
1. Kasus Champagne57
Kasus yang berkait dengan Champagne adalah penggunaan tersebut untuk
Merek bagi jenis barang selain minuman anggur. Pada tahun 1984, kata Champagne
dipergunakan oleh perusahaan Prancis SEITA untuk jenis barang tembakau dan juga
57 www.Hukumham.com. Geographical Indication, Diakses Tanggal 25 Maret 2008
52
pada tahun 1993 kata Champagne digunakan untuk parfume, kedua kasus tersebut
dibawa ke proses pengadilan. Patut dicatat bahwa penggunaan nama geografis yang
sudah mempunyai reputasi untuk produk lainnya akan mengakibatkan hal-hal yang
diindikasikan oleh Werger sebagai berikut :58
a. Membuat penekanan atas nama yang bergengsi atau nama yang mempunyai reputasi berakibat kehilangan daya tariknya, hal ini akan membahayakan kesan dimasyarakat dan kehilangan reputasi.
b. Menyuburkan tindakan haram, dimana penggunaan nama yang tidak berhak tersebut akan menikmati kesan atau reputasi dari barang yang sudah mempunyai reputasi.
c. Produk dengan menggunakan nama yang sudah mempunyai reputasi akan mendapat pengakuan dari seluruh dunia serta mendapat kesan positif dari pembeli dan juga membawa dampak tidak meragukan konsumen apabila menjual produk tersebut dengan harga tinggi.
Fakta dan alasan tersebut di atas selain menunjukkan bahwa penggunaan
suatu nama geografis untuk produk lain selain produk geografis tersebut akan
menjatuhkan reputasi dan menyesatkan mayarakat. Prancis sudah mengatur hal
tersebut sehingga perlindungan terhadap produk-produk geografis terlindungi baik
secara nasional maupun Internasional.
2. Kasus Daarjeling Tea dan Basmati Rice59
Daarjeling Tea salah satu produk Indikasi Geografis di India yang cukup
terkenal karena kekhasannya hanya tumbuh di daerah pegunungan Sadar, Kalimpong
dan Kursseong dari distrik Daarjeling, West Bengal, India. Pemerintah India
berupaya keras untuk melindungi komoditas ini dari kemungkinan penyalahgunaan
yang dapat menurunkan reputasi atau penggunaan secara tanpa hak. Bentuk upaya
58 Ibid.59 Ibid.
53
yang dilakukan oleh Pemerintah India yaitu dengan membuat Tea Board of India,
lembaga ini sebagai pemegang hak atas Daarjeling Tea.
Dengan adanya lembaga tersebut maka, perlindungan atas produk Indikasi
Geografis Daarjeling tea dapat terjamin keberadaanya. Sebagaimana halnya
pendaftaran Merek Daarjeling Tea berikut logo didaftarakan oleh Tea Board of India
Corportation di bawah pendaftaran oleh Tea Board of India Corporation di bawah
pendaftaran nomor 1632726 tanggal 2 Januari 1991. Selain pendaftaran tersebut juga
terdapat pendaftaran lain atas kata Daarjeling yaitu Daarjeling gardens daftar nomor
1490383 tanggal 31 Mei 1988 atas nama Kraft Inc Corporation Delaware Kraft
Court Glenview Illinois melindungi jenis barang teh, kemudian tanggal 5 Desember
1994, pendaftaran tersebut dibatalkan berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Merek
Amerika yaitu karena terdapat persamaan dengan pendaftaran Merek milik
orang/lembaga lain. Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
perlindungan Indikasi Geografis dari negara bersangkutan akan memberikan jaminan
perlindungan sampai dengan dunia Internasional maka hal tersebut akan memberikan
jaminan kepastian hukum atas produk Indikasi Geografis bersangkutan.
Kasus Indikasi Geografis lainnya yang muncul dari India yaitu kasus Basmati
Rice (beras Basmati), Basmati berarti the queen of fragrance or the parfumed one.
Tipe beras ini tumbuh di kaki bukit Himalaya sejak ribuan tahun. Beras ini
mempunyai aroma sangat khas yang berasal dari biji padi yang panjang. Pada tahun
1997 sebuah perusahaan Amerika Ric Tec Inc telah melakukan suatu penemuan dan
mendaftarkan sebagai Paten yang diberi nama the aromatic rice grown outside India
54
”Basmati”, penemuan tersebut merupakan metode untuk merngembangkan Basmati
Rice di luar India dengan cita rasa dan aroma yang sama dengan Basmati berasal dari
India. Rice tec Inc mencoba untuk memasuki pasar Internasional Basmati dengan
menggunakan merek Kasmati dan Texmati. Rice tec Inc tidak hanya menyebutkan
aroma Basmati dalam produk tersebut namun juga memberikan label Basmati untuk
diexport. Beras adalah aspek yang utama bagi India dalam menumbuhkan
pertumbuhan ekonomi, beras Basmati telah diexport kurang lebih setengah juta ton ke
teluk, Saudi Arabia, Eropa dan Amerika. Dengan adanaya rekayasa pertanian atas
beras basmati tersebut di atas, maka Pemerintah India telah melakukan upaya-upaya
hukum Internasional yaitu dengan membawa kasus ini ke WTO, apabila dikaitkan
dengan ketentuan TRIPs yang mengatur tentang Indikasi Geografis maka penggunaan
Basmati adalah hal yang eksklusif yang berasal dari India dan Pakistan sebagaimana
halnya Champagne berasal dari Prancis dan Scoth Whiskey berasal dari Scotland,
sehingga tidak dapat dipergunakan kepada suatu produk yang bukan berasal dari
wilayah yang bersangkutan. Hingga saat ini permasalahan Basmati Rice masih dalam
pembahasan di WTO dan dunia Internasional, perjuangan pemerintah India atas kasus
ini masih terus berlangsung. Kasus ini oleh sebagian pengamat menyebutnya bio-
piracy.
Dari kedua kasus Indikasi Geografis di India, menunjukkan bahwa pengaturan
Indikasi Geografis di suatu negara akan membawa dampak positif yaitu memberikan
perlindungan dan kepastian hukum atas produk Indikasi Geografis di Negara yang
bersangkutan maupun dunia Internasional.
55
3. Kasus Kopi Toraja60
Sejauh ini masyarakat mengakui bahwa reputasi Kopi Toraja sudah
sedemikian tinggi hingga terkenal luas di dalam dan di luar negeri. Sebagai bagian
dari fenomena bisnis dan perdagangan, suatu produk yang mempunyai reputasi
Internasional akan diikuti oleh praktek peniruan, termasuk dalam bentuk dan cara-
cara penggunaan nama produk yang sudah terkenal tersebut. Begitu pula dengan Kopi
Toraja yang sudah terkenal mempunyai reputasi di luar negeri. Nama Kopi Toraja
telah digunakan di luar negeri dan didaftarkan sebagai Merek. Contohnya, di Amerika
Serikat terdapat tiga pendaftaran Merek yang menggunakan nama TORAJA. Data
selengkapnya adalah sebagai berikut :61
a. Merek Toarco Toraja Nomor pendaftaran 75882722 milik Key Cofee, Inc Corporation Japan, menggunakan gambar rumah Torja.
b. Merek Sulotco Kalosi Toraja Coffee Nomor pendaftaran 74547036, milik IFES Inc. Corporation California.
c. Merek Sulotco Kalosi Toraja Coffee dengan gambar rumah Toraja Nomor Pendaftaran 74547000, milik IFES Inc. Corporation California.
Patut dicatat bahwa pendaftaran Indikasi Geografis Toraja Cofee di Amerika
Serikat tersebut tidak menyatakan kata Toraja sebagai beserta gambar rumah Toraja
yang merupakan simbol daerah Toraja sebagai hak eksklusif pendaftaran. Ini berarti
kata Toraja Cofee tidak diklim sebagai Indikasi Geografis dari Indonesia. Hal itu
merupakan konsekuensi logis dari belum berlakunya perlindungan atas Indikasi
Geografis di Indonesia miskipun sudah dalam Undang-Undang Merek. Dengan kata
lain, Amerika tidak mengetahui produk-produk mana yang termasuk dalam Indikasi
60 Ibid.61 Ibid.
56
Geografis dari Indonesia. Oleh karena itu, penggunaan secara tanpa hak nama-nama
produk-produk geografis Indonesia tidak dapat diselesaikan melalui jalur hukum.
Mengingat fakta-fakta yang terjadi atas pemerintah daerah dapat memainkan
peranan yang sangat penting dan strategi dalam penyelenggaraan pelaksanaan
Indikasi Geografis terutama pada sektor hukum, hal itu untuk menjamin adanya
keteraturan dan kepastian hukum terutama dalam penyelenggaraan otonomi daerah
Di provinsi Nusa Tenggara Barat yang terdiri dari 7 kabupaten dan 2 kota
yang masing-masing memiliki wilayah teritorial yang sangat luas yang disertai
dengan kondisi geografis dan sosial budaya antara kawasan yang sangat beragam.
Kondisi ini barang tentu akan berdampak pada beragamnya bentuk yang dihasilkan
yang dapat berupa produk-produk. Produk-produk tersebut antara lain adalah sektor
pertanian, kehutanan, kelautan, industri kecil dan seni budaya. Produk-produk yang
dimiliki tersebut dan menjadi komoditi utama oleh pemerintah perlu segera
memberikan perlindungan Indikasi Geografis dengan memenuhi syarat sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis yang merupakan
penjabaran dari pasal 56 sampai 58 Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang
Merek yang membahas tentang Indikasi Geografis.
Perlindungan Indikasi Geografis dapat digunakan sebagai sarana
pengembangan wilayah, khususnya di daerah. Dengan pengembangan produk
Indikasi Geografis berarti akan terjadi proses produksi yang bernuansa kawasan
geografis daerah yang bersangkutan yang memiliki kekhasan lokal yang akan
57
memberikan nilai tambah (ekonomis) pada suatu produk karena adanaya praktik-
praktik tradisional.
Berlandaskan pada perlindungan Indikasi Geografis serta kondisi wilayah
yang ada maka bagi Pemerintah Daerah di provinsi Nusa Tenggara Barat untuk
berperan aktif sebagai otoritas yang berkewajiban untuk melindungi produk hasil
wilayahnya agar terhindar dari segala bentuk pendomplengan produk hasil daerah
yang akan merugikan daerah bahkan bangsa Indonesia. Beberapa alternative yang
dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat berkenaan dengan
perlindungan Indikasi Geografis yang mana dapat diberikan hak-hak kepada
masyarakat lokal di wilayahnya serta pemanfaatan kepada warganya atas akses dan
penggunaan sumber daya untuk merangsang tumbuh kembangnya partisipasi
masyarakat dalam rangka ikut serta mengupayakan peningkatan pemanfaatan Indikasi
Geografis.
Upaya Pemerintah Daerah terhadap Indikasi Geografis, merupakan sarana
informasi sebagai tanda pengenal bagi produk dan daerah tempat produk dihasilkan.
Indikasi geografis menyampaikan pada calon pembeli bahwa suatu produk dihasilkan
ditempat tertentu dan memiliki karakteristik tertentu yang diinginkan dan hanya
ditemukan pada daerah tersebut.
Nilai keistimewaan suatu daerah dapat ditingkatkan dimata para pelanggan
ketika suatu kelompok daerah dan anggotanya memiliki hak eksklusif untuk
menggunakan suatu Indikasi Geografis tertentu. Seperti Merek dagang, Indikasi
Geografis dapat menambah kekuatan pemasaran produk yang dinamis, dan arena
58
Indikasi Geografis dimiliki secara bersama, maka mereka dapat menjadi alat yang
sangat bagus bagi daerahnya atau bagi pembangunan ekonomi yang berbasis
komunitas.
Salah satu sumber lapangan kerja yang cukup potensi karena keberadannya
sebagai warisan budaya bagi setiap suku bangsa di Indonesia adalah kerajinan
tradisional yang pengusaha-pengusahanya sebagaian besar terdiri atas keluarga-
keluarga.
”Kerajinan tradisional”62 adalah proses pembuatan berbagai macam barang
dengan mengandalkan tangan serta alat sederhana dalam lingkup rumah tangga/
kerajinan rumah tangga dan sifat utamanya tidak menggunakan tenaga buruh yang
diupah /digaji.
Keterampilan yang diperlukan diturunkan dari generasi kegenerasi secara
informal, bukan melalui pendidikan formal. Bahan baku yang digunakan antara lain
tanah liat, tulang atau kulit hewan, tumbuhan-tumbuhan, logam dan batu-batuan.
Umumnya bahan baku tersebut tersedia di lingkungan setempat dan dibeli secara
tunai dengan modal sendiri. Biasanya hasil produksi selain dijual di tempat produsen
juga dijual kepasar-pasar bahkan keluar daerah sehingga memerlukan pengangkutan
dan tenaga.
Kerajinan nasional di Nusa Tenggara Barat cukup banyak jenis dan bentuknya
yang dapat dibina dan dikembangkan sebagai barang/komoditi ekspor. Kerajinan
62 Wawancra dengan Maria Alfons Kepala Divisi Pelawanan Hukum dan HAM Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM NTB, Tanggal 10 dan 12 April 2008 di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM.
59
tradisional adalah warisan budaya yang perlu dilestarikan baik oleh Pemerintah
Daerah maupun oleh para pengusaha dan pekerjanya. Saat ini kerajinan tradisional
sudah banyak mengalami perubahan karena adanya inovasi dalam peningkatan mutu
benda-benda kerajinan yang menyangkut proses pembuatan, bentuk atau ragam hias
yang digunakan.
Banyak diantara kerajinan tradisional yang mengadung nilai artistik yang
khas dan sebagaian telah memasuki pasaran di luar daerah dan di luar negeri. Dengan
demikian barang kerajinan tradisional yang artistik itu tidak lagi sekedar berfungsi
dalam kegiatan budaya masyarakat setempat yang menghasilkannya, tetapi sudah
menjadi milik bangsa Indonesia.
Bentuk organisasinya adalah kerajinan rumah tangga yang tradisional, dengan
sifat utama tidak menggunakan tenaga buruh yang diupah/digaji. Mereka tidak
memproduksi secara besar-besaran karena kekurangan biaya, disamping pemasaran
yang belum meluas. Begitu juga dengan penggunaan tegnologi yang masih tradisional
hanya menggunakan tangan dan alat yang sederhana. Peningkatan jumlah produksi
dan perbaikan tegnologi perlu ditingkatkan mengingat saat ini di Nusa Tenggara
Barat telah dinyatakan sebagai daerah tujuan wisata. Setiap tahun daerah ini banyak
di kunjungi oleh wisatawan mancan negara maupun nusantara.
Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat belum ada upaya, meskipun
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Indikasi Geografis sudah ada.
Sebenarnya pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat harus bisa bergerak secepat
mungkin untuk melindungi potensi yang ada di daerahnya.
60
Keberadan Peraturan Pemerintah ini masih baru, jadi perlu dilakukan upaya
publikasi mengingat masih banyak masyarakat di daerah Nusa Tenggara Barat
bahkan di seluruh Indonesia belum mengetahui tentang penggunaan nama Indikasi
Geografi. Upaya publikasi dan perlindungan Indikasi Geografis pemerintah daerah
Nusa Tenggra Barat bisa saja disiasati dengan mengadakan beberapa upaya, antara
lain :63
a. Sosialisasi tentang Indikasi Geografis ke kabupaten dan kota yang memiliki produk Indikasi Geografis.
b. Menginventarisasi produk-produk yang mempunyai nilai Indikasi Geografis yang bekerja sama dengan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Nusa Tenggara Barat serta instansi terkait.
Sosialisasi yang terkait dengan Indikasi Geografis memang harus semestinya
dilakukan karena agar setiap pihak yang akan melakukan pendaftaran terhadap
Indikasi Geografis tahu bagaimana mekanismenya serta hal-hal yang harus dipenuhi
agar memenuhi ketentuan pendaftaran. Seperti upaya yang dilakukan oleh pihak
Subdit Indikasi Geografis Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di daerah Bogor Jawa Barat yaitu
sosialisai mengenai Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2007 tentang Indikasi
Geografis.
Selanjutnya, langakah atau upaya yang harus dilakukan guna melindungi
Indikasi Geografis yaitu dengan menginventarisasi. Di daerah Nusa Tenggara Barat
penginventarisasian sudah dilakukan, dalam hal ini dilakukan oleh Kantor Wilayah
63 Wawancra dengan Maria Alfons Kepala Divisi Pelawanan Hukum dan HAM Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM NTB, Tanggal 10 dan 12 April 2008 di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM.
61
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Barat. Terdapat
beberapa produk Nusa Tenggara Barat yang sudah diinventarisasikan oleh Kantor
Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Barat yang
kemudian di klasifikasikan dalam beberapa hasil bidang tertentu, antara lain :
1. Hasil pertanian
a. Rambutan Narmada
b. Durian Presak
c. Durian Varietas Sukayah
d. Durian Tong Medaya
e. Nangka Prabu
f. Sawo Varietas Plampang
g. Groso Mbojo
h. Mangga Bayan
i. Pisang Jepun Varietas Gunung Sari
j. Bawang Putih Sangga Sembalun
k. Bawang Merah Ampenan
l. Bawang Merah Bima (Ketamoca)
m. Kangkung Varietas Gomong
n. Kangkung Varietas Aini
o. Kacang Tanah Bima
p. Kacang Hijau Asmpoeng
q. Jagung Kentang Bima
62
r. Kedelai Kepet Varietas Rinjani
s. Padi Beaq Ganggas
2. Hasil Perkebunan Dan Kehutanan
a. Biji Jarak Sanggar Bima
b. Tembakau Virginia Lombok
c. Kopi Rabusta Sumbawa
d. Tembakau Ampenan
e. Madu Sumbawa
f. Gula Merah Kekait Lombok Barat
g. Vanili Timbanuh
h. The Pala Lombok Timur
i. Minyak Sumbawa
3. Hasil Kerajinan
a. Gerabah Lombok
b. Kotak Antik Lombok
c. Kerajinan Cukli Sesela Lombok Barat
d. Topeng Labuapi Lombok Barat
4. Hasil Perikanan
a. Cumi-Cumi Belah Tanjung Luar
b. Kerupuk Hiu Tanjung Luar
c. Mutiara Lombok
d. Terasi Empang Sumbawa
63
5. Hasil Pertambangan
Batu Apung Lombok Timur
6. Makanan Khas
a. Ares Lombok
b. Temorodok Lombok Timur
c. Cerorot Lombok Barat
d. Kue Ore Lombok Tengah
e. Kerupuk Kulit Lombok
7. Hasil Perternakan.
a. Susu Kuda Liar Sumbawa
b. Telur Asin Lombok.
Dapat dicontohkan, bahwasanya katagori produk-produk yang berasal dari Nusa
Tenggara Barat dapat didaftarkan, seperti :
Tabel. 1. Kangkung Varietas Gomong
Nama Produk Kangkung varietas Gomong
Jenis produk Pertanian
Latar Belakang Kangkung varietas Gomong tergolong istimewa, bukan
hanya rasa yang khas tetapi keunggulan yang ditanam di
daerah Lombok Barat dan kota Mataram sehingga disebut
kangkung Gomong. Budidaya sudah dilakukan sejak
puluhan tahun yang lalu dan dengan menggunakan lahan
64
sawah yang berpengairan teknis (tersedia air sepanjang
tahun). Untuk produktifitasnya di Lombok Barat dan kota
Mataram sangat tinggi antara 4.2 ton/ha sampai 4.7 ton/ha.
Produksi kangkung ini di Lombok Barat mencapai 1.570 ton
dengan area 357 hektar kota Mataram produksinya 1.207
hektar dengan luas area 247 hektar.
Uraian Produk dan
Proses
Kangkung varietas Gomong adalah produk pertanian yang
berupa tanaman sayuran yang berjenis jalar lokal dengan
sistem pengembangan stek.
Proses budidaya :
1. Bibit kangkung dipotong kurang lebih 42 cm ditanam
dilahan yang berbentuk telaga dengan kedalaman air
kurang lebih 30cm-50cm.
2. Penanaman dilakukan dengan cara menekan ujung stek
dengan berpengang pada lapisan tanah/lumpur.
3. Lahan tersebut didukung oleh air yang memadai dan
tidak statis/ mengalir terus menerus
4. Apabila bibit stek sudah berakar maka terjadi proses
pengembangan dan tumbuh cabang-cabnag baru yang
begitu cepat sehingga dalam tempo 2 bulan sudah bisa
di panen yang dimulai dengan panen perdana.
65
5. Panen dilakukan setiap 10 setelah panen perdana
kemudian menunggu panen berikutnya dari cabang-
cabang yang baru sampai dengan bibit awal tadi
terlihat sebagai kangkung yang tua.
Ciri Khas Memiliki ras yang khas dan dapat dibuat sayuran yang
berupa pelecing kangkung dan sangat disukai oleh
masyarakat Lombok umumnya
Batas Geografis Lombok Barat dan kota Mataram
Sumber : Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM NTB
Tabel. 2. Cerorot
Nama Produk Cerorot
Jenis produk Makanan olahan
Latar Belekang Cerorot adalah makanan tradisional yang ada di pulau
Lombok yang kemudian mengalami perkembangan sehingga
di pasarkan.
Uraian Produk dan
Proses
Cerorot merupakan makanan olahan yang lentur dan kenyal
berwarna coklat muda atau tua yang terbuat dari beras,
santan, gula merah, garam. Proses pembuatan cerorot terdiri
dari :
1. Beras ditumbuk sampai jadi tepung
66
2. Dicampur santan kelapa
3. Gula merah secukupnya
4. Adonkan tepung beras, santan, gula merah, dan
kemudian didiamkan dalam beberapa menit.
5. Adonan dimasukkan dalam daun kelapa yang telah
dibentuk cerorot.
6. Adonan dikukus hingga mateng, kemudian didiamkan
hingga dingin.
Ciri Khas Rasa legit dan pembukusnya dari daun ketupat/ kelapa
Batas Geografis Pada umumnya di daerah Lombok
Sumber : Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM NTB
Tabel. 3. Gerabah Banyumulek
Nama Produk Gerabah Banyumulek
Jenis produk Kerajinan
Latar Belekang Sejarah gerabah awalnya bernama sendor terbuat dari tanah
liat yang fungsinya sebagai tempat air minum, air mandi, air
wudhu, sendor untuk tempat mandi dan air wudhu disebut
bong sedangkan tempat air minum disebut selaw yang
kemudian dinamakan kendi. Selain itu fungsi gerabah untuk
keperluan rumah tangga seperti membuat tungku, wajan,
tempat hias dll. Kampung Banyumulek memang sudah ada
67
gerabah sejak adanya nenek moyang mereka dan uniknya
kegiatan gerabah sudah menjadi turun temurun dan kerajinan
ini sudah mengalami kemajuan yang cukup pesat
dikarenakan pengerajin ikut mendisainya dengan motif
modern sehingga mempunyai nilai seni dan sentuhan yang
cukup tinggi. Disitulah desa Banyumulek dikenal dengan
sentra gerabah dan telah menjadi salah satu ciri khas daerah
yang menghasilkan komoditi unggulan kegiatan industri.
Uraian Produk dan
Proses
Banyumulek memang terkenal dengan gudang keramik dari
tanah liat. Bahan baku untuk membuat gerabah adalah :
tanah liat yang diambil dari desa Lendang Andus kemudian
dikeringkan selama 1 hari, setelah itu dibasahi langsung,
diayak diambil yang halus kemudian diambil pasir kali yang
sudah dibasahi juga lalu diayak kemudian kedua adonan itu
dicampur menjadi satu diolah dalam bentuk gerabah setelah
itu gerabah dibakar dan didiamkan selama satu hari
selanjutnya gerabah tersebut dapat dibuat desain sesuai
bentuk.
Ciri Khas Produk gerabah dengan tekstur yang halus dan lembut serta
kuat
Batas Geografis Desa Banyumulek.
Sumber : Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM NTB
68
Inventarisasi yang berkaitan dengan produk geografis yang dikemukakan di
atas adalah upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat pada saat
ini meskipun Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah Indikasi Geografis sudah
ada. Keterbatasan upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat
disebabkan efektifitas waktu terkait dengan Peraturan Pemerintah yang baru
dikeluarkan, sehingga belum ada upaya lain yang dapat dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Nusa Tenggara Barat.
2. Faktor Yang Menghambat Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat Dalam
Melindungi Indikasi Geografis.
Pembentukan sebuah peraturan yang mengatur tentang Indikasi Geografis
secara mandiri sudah terealisasikan, namun peraturan tersebut belum dapat
dilaksanakan secara optimal, ini yang terlihat pada Peraturan Pemerintah No. 51
tahun 2007 tentang Indikasi Geografis yang pada bulan september 2007 telah
ditetapkan, namun sampai saat ini masih belum dapat dilaksanakan.
Dalam suasana baru dan dalam aturan baru seharusnya dijadikan tolak ukur
untuk menjaga aset kekayaan nasional yang berpotensi ekonomi khususnya di daerah
provinsi Nusa Tenggara Barat. Dari pemaparan di atas telah disinggung bahwa
bangsa Indonesia telah beberapa kali kecolongan dalam hal penggunaan nama
Indikasi Geografis yang seharusnya menjadi hak eksklusif bangsa Indonesia yang
karena faktor alam, manusia dan kombinasi dari keduanya, telah diambil oleh negara
69
lain, yang disebabkan karena tidak ada hukum yang dapat membenarkan kepemiliki
nama Indikasi Geografis tersebut.
Hukum merupakan alasan yang paling fundamental untuk mendapatkan
pengakuan terhadap apa yang dimiliki bangsa Indonesia. Oleh karena itu, patutlah
pemeritah secara cermat memahami keadaan yang di butuhkan dalam pengaturan
perlindungan Indikasi Geografis tersebut.
Kecermatan pemerintah itu tebukti dengan di keluarkannya suatu peraturan
yang mengatur tentang Indikasi Geografis. Kondisi yang seperti ini akan
memudahkan para pihak dalam melakukan pendaftaran Indikasi Geografis, hal ini
disebabkan karena ketentuan persyaratan, prosedur atau mekanisme pendaftaran
sudah diatur dengan jelas. Selain mengatur prihal mengenai pendaftaran Indikasi
Geografis juga tidak kalah pentingnya yaitu mengenai pelindungan hukumnya dan
masih banyak lainnya.
Segala yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut tidak serta merta
berdiri dengan kokohnya, artinya suatu aturan belumlah dapat berfungsi sebagaimana
mestinya tanpa ditunjang dengan aparat penegak hukum dan masyarakat. Keberadaan
Peraturan Pemerintah ini dengan secara tidak langsung memiliki kendala atau
hambatan baik yang dikarenakan hal-hal yang terdapat di dalam aturan tersebut atau
aplikasinya di dalam masyarakat. Oleh karena itu, hambatan-hambatan yang dapat
mempengaruhi penerapan/pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, antara lain :
70
a. Belum di Bentuknya Tim Ahli (dalam proses pendaftaran).
Sungguh ironis ketika permasalahan yang paling urgen sudah dapat dipecahkan
yakni dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang
Indikasi Geografis, timbul lagi suatu permasalahan yang memperhambat dalam
peroses pendaftaran. Kekurang siapan pemeritah dalam memperjuangkan dan
mempertahankan kekayaan yang dimilik oleh bangsa ini.
Kekurang siapan pemerintah dalam mempersiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan dalam proses pendaftaran ini sudah terbukti. Terdapat beberapa
produk yang sudah memenuhi persyaratan dan siap untuk didaftarkan sebagai
Indikasi Geografis namun dengan kendala belum terbentuknya tim ahli, maka
beberapa produk ini harus menunda untuk mendapatkan perlindungan
hukum/kepastian hukum.
Permasalahan penundaan bukanlah permasalahan yang sepele, perlu dicermati
jangan sampai keberadan suatu produk geografis yang sudah didepan mata akan
di daftarkan sebagai Indikasi Geografis dicuri oleh Negara lain.
b. Penggunaan Nama Indikasi Geografis dan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun
2007 tentang Indikasi Geografis Belum Banyak Diketahui
Sulit untuk dimengerti, potensi yang begitu besar untuk meningkatkan nilai
ekonomis dan reputasi suatu daerah masih belum diketahui oleh masyarakat
banyak. Penyebab ketidak tahuan dari masyarakat tidak lain dan tidak bukan
disebabkan oleh kurang aktifnya pemerintah dalam memperkenalkan atau
71
melakukan sosialisasi. Jadi, titik permasalahan ini terletak pada kurangnya
sosialisasi mengenai masalah Indikasi Geografis di kalangan masyarakat.
Apa lagi kalau dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah yang masih baru ini,
berarti peraturan ini juga belum diketahui oleh masyarakat banyak. Oleh karena
itu, pemerintah harus secepat mungkin mempublikasikan agar pengunaan nama
Indikasi Geografis terhadap produk geografis dan Peraturan Pemerintah ini dapat
diketahui oleh mayarakat.
c. Pemerintah Daerah Tidak Mengeluarkan Peraturan Daerah Terkait Dengan
Indiksi Geografis.64
Seharusnya Pemerintah Daerah membukakan pintu yang sebesar-besarnya guna
masyarakat luas mengetahui keberadaan Peraturan Pemerintah tersebut, hal ini
harus diwujudkan dengan cara membuat peraturan daerah, yang tak lain berfungsi
untuk mempertegas keberadaan Peraturan Pemerintah tentang Indikasi Geografis
tersebut.
Pembuatan Peraturan Daerah ini harus betul-betul dapat membantu dalam
menerapkan Peraturan Pemerintah tersebut, Sehingga dalam pelaksanaanya tidak
lagi menemui hambatan yang cukup berarti.
Di dalam pembuatan Peraturan Daerah tersebut harus mengacu pada ketentuan
yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah tersebut, oleh karena itu perlunya kerja
sama antara Pemerintah Daerah dengan pihak tekait.64 Wawancra dengan Maria Alfons Kepala Divisi Pelawanan Hukum dan HAM Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan HAM NTB, Tanggal 10 dan 12 April 2008 di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM.
72
BAB V
PENUTUP
73
A. Simpulan
Dari apa yang telah diuraikan di atas, ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan sesuai dengan pokok permasalahan yang diangkat, sebagai berikut :
1. Pada dasarnya prosedur atau mekanisme dan persyaratan pendaftaran
diajukan ke Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM di seluruh
Indonesia atau langsung mendatangi Direktorat Jenderal HKI Departemen
Hukum dan HAM Republik Indonesia, kemudian dilakukan pemeriksaan
administrasi. Setelah memenuhi persyaratan administrasi, maka Direktorat
Jenderal memberikan tanggal penerimaan. Namun, apabila terdapat
kekuranglengkapan persyaratan, maka Direktorat Jenderal memberitahu
kepada pemohon/kuasa dalam waktu 3 bulan. Jika dalam waktu 3 bulan
tidak melengkapi persyaratannya, maka permohonan dianggap ditarik
kembali. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan substantif, terkait dengan
kebenaran buku persyaratan. Apabila dalam pemeriksaan substantif telah
memenuhi ketentuan dalam pendaftaran, maka tim ahli mengusulkan agar di
didaftarkan di Daftar Umum Indikasi Geografis dan pemeriksaan substantif
dikenakan biaya. Namun, apabila tidak dibayar, maka dianggap ditarik
kembali. Disetujuinya Indikasi Geografis untuk didaftar maupun ditolak,
Direktorat Jenderal Mengumumkan keputusannya tersebut dalam Berita
Resmi Indikasi Geografis. Selanjutnya, apabila terdapat keberatan dari pihak
lain terhadap Indikasi Geografis yang disetujui dan diumumkan dalam Berita
74
Resmi Indikasi Geografis, maka akan dilakukan pemeriksaan substantif
ulang.
2. a. Upaya Pemerintah dalam melindungi Indikasi Geografis adalah dengan
menginventarisasikan produk-produk geograsi yang berpotensi di setiap
kabupaten dan kota di provinsi Nusa Tenggara Barat. Sedangkan untuk
melaksanakan peraturan tersebut, pemerintah daerah belum dapat
melaksanakannya.
b. Beberapa hambatan yang dialami pemerintah daerah dalam melaksanakan
peraturan tersebut, antara lain :
1). Belum terbentuknya tim ahli sampai saat ini sehingga
memperhambat upaya pemerintah daerah dalam mendaftarkan
produk geografisnya.
2). Pengunaan nama Indikasi Geografis dan Peraturan pemerintah
tentang Indikasi Geografis belum diketahui
3). Pemerintah belum mengeluarkan Peraturan Daerah tentang
Indikasi geografis terkait dengan Peraturan Pemerintah tersebut
B. Saran
Adapun saran-saran yang penulis dapat berikan adalah antara lain :
1. Hendaknya Pemerintah Pusat dengan segera membentuk tim ahli.
2. Hendaknya Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat mengeluarkan
Peraturan Daerah tentang Indikasi Geografis.
75
3. Hendaknya Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat bekerja sama dengan
Kantor Wilayah Departemen. Hukum dan HAM Nusa Tenggara Barat
untuk melakukan sosialisasi Peraturan Pemerintah ini.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku, Makalah dan Artikel
76
Dwi Sukma, Sandra. 2007. Kajian Yuridis tentang Outsourcing Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus PT. Newmont Nusa tenggara dengan PT. Nawakara Perkasa Indonesia SS-911), Skripsi S-1 Hukum Universitas Mataram.
Khirandy, Ridwan. 2001, Pengantar Hukum Dagang. Cetakan Pertama Bandung : PT. Alumni.
Margono, suyud dan Angkasa, Amir 2002. Komersialisasi Aset Intelektual (Aspek Hukum Bisnis). Jakarta : Gramedia.
Miru, Ahmadi. 2005. Hukum Merek : Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek. Edisi Pertam, Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Raja Grafindi Persada.
OK. Saidin. 2004. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual : Intellectual Property Rights. Cetakan Keempat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Peter Marzuki, Mahmud. 2006. Penelitian Hukum. Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Jakarta : Prenada Media Grup.
Tim Lindsey, et.all, ed. 2006. Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar. Cetakan Kelima. Bandung : PT. Alumni.
Usman Rachmadi. 2003. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual : Perlindungan dan Dimensi Hukum di indonesia. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Bandung : PT. Alumni.
Zen Umar Purba, Ahmad. 2005. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Bandung : PT. Alumni.
www.pembinaanhukumnasional.com. Aspek Hukum Penggunaan Indikasi Geografis berdasarkan Undang-Undang Merek. Diakses Tanggal 25 Maret 2008
www.dgip.go.id. Sosialisasi Indikasi Geografis. Diakses Tanggal 27 Maret 2008
www.hukumham.com. Geografis Bukan Hak Personal. Diakses Tanggal 27 Maret 2008
--------------------------. Geographical Indication. Diakses Tanggal 25 Maret 2008
--------------------------. Pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia, Diakses Tanggal 27 Maret 2008
77
www.kopigayo.blogspot.com. Pengembangan Indikasi Geografis. Diakses Tanggal 27 Maret 2008
www.HaKI.com. Materi Kuliah Modul 4, Pengantar Merek, Diakses Tanggal 27 April 2008
www.hukumonline.com.Sejarah Perkembangan Hak Kekayaan Intelektual. Diakses Tanggal 2 April 2008
B. Peraturan-Peraturan.
Indonesia. Undang-Undang Tentang Merek. UU No. 19 Tahun 1992
Indonesia. Undang-Undang Tentang Merek. UU No. 14 Tahun 1997. LN No. 31 Tahun 1997 TLN No. 3681
Indonesia. Undang-Undang Tentang Merek. UU No. 15 Tahun 2001. LN No. 110 Tahun 2001 TLN No. 4131
Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Indikasi Geografis. PP No. 51 Tahun 2007 LN No. 115 Tahun 2007 TLN No. 4763
78