Spinal Cord Injury1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat rehab

Citation preview

Textbook reading

SPINAL CORD INJURY (CERVICAL)

Sunil Sabharwal, MD

Diterjemahkan oleh :

Khusnul Dwinita

04084811416058Jovita Kosasih

04084811416055

M. Komarul Hakim

04084811416064Esmeralda Nurul A.

04084811416095

Pembimbing :

dr. Jalalin Sp.RM

BAGIAN/DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK

FK UNSRI/ RSUP MOH. HOESIN PALEMBANG

2015

Spinal Cord Injury (Cervical)Sunil Sabharwal, MDDEFINISITrauma medula spinalis (TMS) servikalis menyebabkan tetraplegia. Istilah tetraplegia (lebih disukai dibandingkan quadriplegia) menggambarkan kerusakan atau kehilangan fungsi motorik atau sensorik pada medula spinalis bagian servikalis akibat kerusakan elemen saraf di dalam kanalis spinalis. Hal ini mengakibatkan gangguan fungsi pada lengan, trunkus, tungkai, dan organ pelvis. Gangguan sensorik-motorik di luar dari kanalis spinalis seperti lesi pleksus brakialis atau trauma saraf perifer sebaiknya tidak disebut sebagai tetraplegia.Pada kasus TMS total, fungsi motorik atau sensorik pada segmen sakral terbawah S4-5 hilang seluruhnya (contoh: tidak adanya sensasi anus atau kontraksi volunter anal). Jika fungsi sensorik atau motorik hanya terlibat sebagian, maka trauma dikatakan inkomplit. American Spinal Injury Association (ASIA) Impairment Scale digunakan dalam mengelompokkan derajat kerusakan (Tabel 1). Central cord syndrome merupakan sindroma TMS inkomplit yang hampir selalu terjadi pada kondisi TMS servikalis. Keadaan ini ditandai dengan kelemahan yang lebih berat pada tungkai atas dibandingkan tungkai bawah serta adanya adanya fungsi sensorik sakralis.Tabel 1. American Spinal Injury Association (ASIA) Impairment Scale

DerajatKategoriDeskripsi

ATotalTidak ada fungsi sensorik atau motorik yang tersisa pada segmen S4-5

BSensorik inkomplitFungsi sensorik masih ada di bawah level trauma termasuk segmen sakral S4-5, tetapi fungsi motorik tidak ada

CMotorik inkomplitFungsi motorik ada di bawah level trauma, dan kekuatan otot < 3

DMotor inkomplitFungsi motorik ada di bawah level trauma, dan setidaknya separuh dari otot-otot penting tersebut memiliki kekuatan 3

ENormalFungsi sensorik dan motorik normal, pasien dapat memiliki kelainan refleks pada pemeriksaan

*Harus ada fungsi sensorik atau motorik pada segmen S4-5 untuk diklasifikasikan sebagai motor inkomplit.TMS secara umum melibatkan laki-laki usia muda. Meksipun demikian, berdasarkan data National Model Spinal Cord Injury Systems, usia rerata saat terjadinya trauma meningkat dari 28,7 tahun pada tahun 1970 menjadi 38,0 tahun sejak tahun 2000, dan prevalensi TMS pada orang dewasa di atas usia 60 tahun meningkat dari 4,7% menjadi 11,5% pada periode waktu yang sama. Sebanyak 80% penderita TMS adalah laki-laki. Penyebab yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor, diikuti oleh jatuh, kekerasan, dan aktivitas olahraga rekreasi. Proporsi trauma akibat jatuh semakin meningkat. Trauma servikalis terjadi lebih sering dibandingkan trauma torakalis atau lumbalis; trauma servikalis merupakan 56% dari seluruh TMS antara tahun 2000-2003.

GEJALA

Gejala utama dari TMS servikalis berhubungan dengan paralisis otot, gangguan sensorik, serta gangguan motorik (termasuk disfungsi kandung kemih, usus, dan seksual). Gejala dapat kabur dan tidak spesifik. Contohnya, infeksi saluran kemih dapat bermanifestasi tidak hanya sebagai gejala khas seperti urgensi dan disuria tetapi juga dengan peningkatan spastisitas, frekuensi, atau berkemih spontan dan letargi. Pasien dengan pneumonia dapat disertai dengan demam, sesak napas, atau peningkatan ansietas. Nyeri kepala dapat menandakan disrefleksia otonom dan menjadi gejala utama atau satu-satunya dari berbagai proses patologis mulai dari distensi kandung kemih, ISK, konstipasi, hingga infark miokard atau kegawatdaruratan abdomen akut. Manifestasi klinis dapat dilihat pada Tabel 2.Karena gejala dapat merefleksikan berbagai kondisi yang mendasarinya, gejala ini harus dievaluasi secara hati-hati. Sebagai contoh, nyeri pada TMS servikalis dapat terjadi multifaktorial dan perlu diperiksa lebih lanjut dengan sifat nyeri pada anamnesis, yaitu mengenai kualitas, lokasi, onset, waktu, faktor pencetus dan pereda, serta gejala lain yang berhubungan. Ada berbagai klasifikasi nyeri TMS. Pada klasifikasi Bryce-Ragnarsson (Tabel 3), nyeri awalnya terbatas pada tingkat TMS; dapat terjadi di atas lesi, setingkat lesi, atau di bawah lesi. Berikutnya, nyeri diklasifikasikan sebagai nosiseptif atau neuropatik, kemudian dikelompokkan lebih lanjut berdasarkan subtipe dari jenis yeri nosiseptif atau neuropatik regional lokalisata.PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan neurologi dilakukan dengan pemeriksaan sistematis berdasarkan dermatom dan miotom (Tabel 4 dan 5) sesuai dengan International Standards for Neurological and Functinal Classification of Spinal Cord Injury yang dikeluarkan oleh ASIA.

Tergantung dari manifestasi klinisnya, elemen spesifik dari pemeriksaan fisik dari berbagai sistem tubuh yang berkaitan dengan kondisi yang berhubungan dengan TMS antara lain:Tabel 2. Etiologi Gejala Umum pada Trauma Medula Spinalis

GejalaPenyebab yang mungkin

DemamInfeksiLingkungan panas akibat poikilotermia

Trombosis vena dalam

Osifikasi heterotropik

Fraktur tungkai patologis

Drug fever (contoh: akibat antibiotik atau antikonvulsan)

FatigueTidak spesifik, tapi dapat menjadi gejala satu-satunya dari penyakit seriusInfeksi

Gagal napas atau jantung

Efek samping obat

Depresi (tanyakan gejala disfonia yang berhubungan)

Daytime drowsinessEfek samping obat (narkotika atau obat antispastisitas)Nocturnal sleep apnea

Kegagalan ventilasi akibat retensi karbon dioksida

Depresi

Sesak napasPneumoniaDistensi abdomen

Emboli paru

Kerusakan ventilasi

Masalah jantung

DiarePerubahan jadwal bowel managementInfeksi Clostridium difficile

Diare dengan impaksi feses

Efek samping obat (antibiotik, pemberian laksatif atau pelunak feses berlebihan)

Perdarahan rektumHemoroidTrauma akibat bowel care

Kanker kolorektal

HematuriaInfeksi saluran kemihBatu saluran keih

Trauma kateter buli

Kanker buli

Nyeri kepalaDisrefleksia otonomPertimbangkan penyebab lain apabila tidak ada peningkatan tekanan darah

Peningkatan spastisitasInfeksi saluran kemihUlkus dekubitus

Stimulus noxious

Siringomielia

NyeriPenyebab nosiseptif atau neuropatik yang bermacam-macam (Lihat Tabel 3)

Pembengkakan unilateralFraktur osteoporosis pada ekstremitas bawahTrombosis vena dalam

Osifikasi heterotropik

Selulitis

Hematoma

Kanker pelvis invasif

Kelemahan atau mati rasa yang baruSiringomieliaEntrapment neuropathy (n. medianus pada pergelangan tangan; n. ulnaris pada siku)

Tabel 3. Klasifikasi Bryce-Ragnarsson untuk Nyeri setelah Trauma Medula Spinalis

LokasiKategoriTipeSubtipe Etiologi

Di atas levelNosiseptif

Neuropatik1

2

3

4

5Mekanik, muskuloskeletal

Disrefleksia otonom, nyeri kepala

Lainnya

Neuropati kompresif

Lainnya

Pada levelNosiseptif

Neuropatik6

7

8

9

10

11Mekanik, muskuloskeletal

Viseral

Sentral

Radikular

Neuropati kompresif

Kompleks sindroma nyeri regional

Di bawah levelNosiseptif

Neuropatik12

13

14

15Mekanik, muskuloskeletal

Viseral

General

Lainnya

Tabel 4. Titik Sensorik pada Segmen Tulang Belakang Servikal

LevelTitik Sensorik

C2Protuberansia oksipitalis

C3Fossa supraklavikularis

C4Di atas sendi akromioklavikularis

C5Fossa antekubiti bagian lateral

C6Permukaan dorsalis ibu jari, falang proksimal

C7Jari tengah, permukaan dorsalis, falang proksimal

C8Jari kelingking, permukaan dorsalis, falang proksimal

T1Fossa antekubiti bagian medial

Tabel 5. Kelompok Otot berdasarkan Miotom Servikalis*LevelKelompok Otot

C5Fleksor siku (biceps, brachialis)

C6Ekstensor pergelangan tangan (extensor carpi radialis longus dan brevis)

C7Ekstensor siku (triceps)

C8Fleksor jari-jari tangan (flexor digitorum profundus) hingga jari tengah

T1Abduktor jari kelingking (abductor digiti minimi)

*Untuk miotom yang tidak diperiksa secara klinis dengan pemeriksaan otot manual (C1-C4), tingkat motorik dianggap sama dengan tingkat sensorik

Neurologi

Tentukan tingkat dan keseluruhan trauma (Gambar 1). Lakukan pemeriksaan pada posisi supinasi Pemeriksaan sensorik untuk sensasi tajam dan raba halus secara bilateral (lihat Tabel 4)

Pemeriksaan motorik untuk kekuatan otot bilateral (lihat Tabel 5)

Pemeriksaan neurologi rektum (kontraksi volunter anus, sensasi dalam) Tentukan derajat sensorik, motorik, dan neurologi

Tentukan completeness of injury dan tingkat ASIA Impairment Scale (lihat Tabel 1). Apabila ASIA Impairment Scale adalah A, tentukan daerah preservasi parsial Tambahan elemen pemeriksaan neurologi

Sensasi posisi dan tekanan dalam Tonus dan spastisitas otot

Refleks peregangan otot, refleks bulbokavernosus, refleks plantar.Respirasi

Nilai usaha pernapasan, termasuk efek postural (contoh: duduk dan berbaring)

Periksa adanya pernapasan paradoksikal dan ekspansi dinding dada

Auskultasi untuk memeriksa penurunan suara napas, ronki, dan wheezingJantung

Tekanan darah low baseline sering ditemukan pada kasus TMS. Periksa adakah gejala ortostatik atau penurunan tekanan darah yang berlebihan pada posisi duduk. Tekanan darah yang tinggi dapat menandakan disrefleksia otonom (Tabel 6) Pemeriksaan denyut nadi perifer mungkin penting untuk identifikasi penyakit pembuluh darah perifer tanpa adanya gejala klaudikasio dan nyeriAbdomen

Periksa adakah distensi abdomen dan bising usus yang menandakan ileus

Lakukan pemeriksaan anorektal untuk memeriksa hemoroid dan fisura.

Tulang belakang

Identifikasi deformitas dan nyeri tekan tulang belakang

Hati-hati apabila pemeriksaan dilakukan pada keadaan akut atau postoperatif.

Ekstremitas

Periksa range of motion, kontraktur, dan pembengkakan Identifikasi sumber nyeri nosiseptif, palpasi apakah ada nyeri tekan

Bedakan efek TMS (edema kaki, ekstremitas dingin) dari proses patologis lainnya

Kulit

Periksa tonjolan tulang apakah adanya eritema atau kerusakan kulit Gambarkan ulkus dekubitus: lokasi, gambaran klinis, ukuran, derajat, eksudat, bau, nekrosis, dasar, traktus sinus; adanya penyembuhan dalam bentuk granulasi dan epitelisasi; tepi luka dan jaringan sekitar.

Tabel 6. Gejala dan Tanda Disrefleksia OtonomPeningkatan tekanan darah yang signifikan dan mendadak

Nyeri kepala menyentak

Kulit merona di atas level TMS atau dapat di bawah level

Penglihatan kabur, adanya bintik-bintik pada lapang pandang pasien

Hidung tersumbat

Berkeringat berlebihan di atas level TMS, atau dapat di bawah level

Piloereksi di atas level TMS, atau dapat di bawah level

Bradikardia (dapat terjadi perlambatan relatif dan bertahan dalam rentang normal

Aritmia jantung

Perasaan seperti tertahan, ansietas

Gejala minimal atau tidak ada gejala, selain peningkatan tekanan darah yang signifikan

HAMBATAN FUNGSIONAL

Tetraplegia berhubugan dengan beberapa hambatan fungsional tergantung dari tingkat dan keseluruhan trauma. Faktor lainnya seperti usia, kondisi komorbid, nyeri, spastisitas, habitus, serta faktor psikososial dan lingkungan dapat mempengaruhi fungsi setelah TMS servikalis. Sebuah survei pada penderita tetraplegia yang diminta mengurutkan tujuh fungsi yang paling penting terhadap kualitas hidup mereka menunjukkan bahwa prioritas tertinggi kesembuhan pasien adalah penyembuhan fungsi tangan dan lengan (Tabel 7).The Consortium for Spinal Cord Medicine telah mengembangkan panduan praktik klinis mengenai kondisi setelah TMS.

Gambar 1. Klasifikasi standar trauma medula spinalisTabel 7. Prioritas Penyembuhan Fungsional pada Pasien dengan Trauma Medula Spinalis ServikalisDaerah Penyembuhan FungsionalPersentase Urutan Yang Paling Penting

Fungsi tangan dan lengan48,7

Fungsi seksual13,0

Stabilitas trunkus11,5

BAB dan BAK8,9

Berjalan7,8

Sensasi normal6,1

Nyeri kronik4,0

Level C1-4

Pergerakan yang memungkinkan: fleksi, ekstensi, dan rotasi leher (pada level C4 masih dapat mengangkat bahu) Pola kelemahan: paralisis total dari tubuh, ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah

Bergantung pada ventilator (kebanyakan C4 dan beberapa kasus C3 memungkinkan penyapihan ventilator); tidak dapat batuk

Fungsi yang diharapkan: Mandiri dalam menginstruksi orang lain yang merawatnya

Mandiri pada kursi roda listrik dengan kontrol dagu, kepala, atau pernapasan

Mandiri dalam melepaskan tekanan pada kursi roda dengan alat

Butuh bantuan sepenuhnya untuk BAK, BAB, mobilisasi di atas tempat tidur, berpindah, makan, berpakaian, menyisir, mandi, mendorong kursi roda manual, dan transportasi.

Alat yang diperlukan: peralatan ventilator dan suction, mouthstick, lift mekanik atau listrik, kursi roda listrik atau manual dengan sandaran, bantal bebas tekanan, peralatan makan khusus, cermin dengan gagang panjang, tempat tidur rumah sakit, matras pressure-relief.Level C5

Pergerakan yang memungkinkan: fleksi, abduksi, dan ekstensi bahu; fleksi dan supinasi siku

Pola kelemahan: ketidakmampuan ekstensi dan pronasi siku, hilangnya seluruh pergerakan tangan dan pergelangan tangan; paralisis total dari badan dan ekstremitas bawah

Dapat terjadi kontraktur berupa fleksi siku dan supinasi lengan bawah akibat kerja bisep yang tidak dilawan Penurunan daya tahan tubuh dan kapasitas vital yang rendah; membutuhkan bantuan dalam membersihkan sekret.

Kondisi fungsional yang diharapkan:

Mandiri dalam menggerakkan kursi roda listrik; mandiri atau dapat dibantu dalam menggunakan kursi roda manual di dalam ruangan atau paermukaan tidak berkarpet; membutuhkan sedikit hingga bantuan penuh dalam mengoperasikan kursi roda manual di luar ruangan.

Mandiri dalam mengubah posisi dengan menggunakan alat

Membutuhkan bantuan penuh dalam hal BAK, BAB, mandi, dan memakai celana/rok. Beberapa pasien memerlukan bantuan untuk memakai baju atasan, mengubah posisi di atas ranjang; dapat makan secara mandiri setelah pengaturan alat makan. Dapat mandiri untuk berkendara dalam van dengan peralatan spesial Peralatan yang dibutuhkan: kursi roda elektrik dengan sandaran, kursi roda manual cadangan, bantal pressure relief, lift elektrik atau mekanik, peralatan makan, cermin dengan gagang panjang, kursi mandi dengan bantalan, tempat tidur rumah sakit, matras pressure relief.Level C6

Pergerakan yang mungkin: supinasi lengan bawah, ekstensi pergelangan tangan radialis

Pola kelemahan: tidak mampu dalam fleksi pergelangan tangan, ekstensi siku, menggerakkan tangan; paralisis total dari trunkus dan ekstremitas bawah

Hindari overstretch fleksor jari-jari untuk menjaga tenodesis

Kondisi fungsional yang diharapkan:

Mandiri dalam menggerakkan kursi roda listrik; mandiri dalam menggunakan kursi roda manual di dalam ruangan; membutuhkan sedikit bantuan di luar ruangan.

Mandiri dalam mengubah posisi dengan menggunakan alat atau teknik tertentu

Membutuhkan beberapa bantuan hingga bantuan penuh dalam hal BAK dan BAB.

Membutuhkan beberapa bantuan dalam mengubah posisi di atas ranjang

Dapat makan mandiri (kecuali memotong); mandiri dalam mandi dan berpakaian pada tubuh bagian atas, sedangkan butuh bantuan untuk tubuh bagian bawah. Dapat mengendarai van yang dimodifikasi dari kursi roda

Peralatan yang dibutuhkan: kursi roda elektrik, kursi roda manual ringan, papan transfer, lift mekanik, peralatan makan, berpakaian, perawatan diri yang sudah dimodifikasi, cermin dengan gagang panjang, kursi mandi dengan bantalan, tempat tidur rumah sakit, matras pressure relief.Level C7-8

Pergerakan yang mungkin: ekstensi siku, ekstensi pergelangan tangan ulnaris, fleksi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi jari-jari; fleksi, ekstensi, dan abduksi ibu jari.

Pola kelemahan: paralisis trunkus dan ekstremitas bawah; keterbatasan dalam melepaskan genggaman dan keterbatasan keterampilan tangan akibat kelemahan otot intinsik. Kondisi fungsional yang diharapkan:

Mandiri dalam menggerakkan kursi roda manual, butuh bantuan pada permukaan yang tidak rata Mandiri dalam mengatur posisi

Butuh beberapa bantuan hingga bantuan penuh untuk BAB, mandiri hingga butuh beberapa bantuan untuk BAK,; laki-laki dapat melakukan kateterisasi intermiten

Butuh beberapa bantuan dalam mengubah posisi di atas ranjang

Mandiri dalam makan, merawat diri, berpakaian, dan memandikan tubuh bagian atas dan dapat membutuhkan pertolongan untuk tubuh bagian bawah.

Mandiri dalam mempersiapkan makanan kecil dan mengatur rumah; butuh bantuan untuk pekerjaan rumah tangga yang berat

Mandiri dalam menyetir mobil van yang dimodifikasi

Peralatan yang dibutuhkan: kursi roda manual ringan, papan transfer jika dibutuhkan, lift mekanik, peralatan makan, berpakaian, perawatan diri yang sudah dimodifikasi, cermin dengan gagang panjang, kursi mandi dengan bantalan, tempat tidur rumah sakit, matras pressure relief.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pencitraan Tulang Belakang

Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan lokasi patologis. Magnetic resonance imaging (MRI) sangat berguna karena mampu memvisualisasikan jaringan lunak, termasuk struktur ligamentum, diskus intervertebralis, hematoma subdural atau epidural, serta perdarahan atau edema pada medulla spinalis. MRI dengan gadolinium berguna dalam diagnosis syringomyelia post trauma.

Pemeriksaan Elektrodiagnostik

Elektromiografi dan pemeriksaan konduksi saraf dapat membantu dalam membedakan lesi saraf perifer dari pleksus brakialis atau medulla spinalis ketika terjadi perburukan neurologis.

Pemeriksaan Urologi

Pemeriksaan urodinamik digunakan untuk memeriksa neurogenic bladder dan disfungsi sfingter. Pemeriksaan untuk mengevaluasi saluran kemih bagian atas dapat dilakukan secara beerkala, tetapi saat ini belum ada konsensus yang seragam untuk menentukan jenis dan frekuensi pemeriksaan urologi ini. Sistoskopi periodik dapat dilakukan pada pasien dengan pemasangan kateter urin yang lama karena adanya peningkatan risiko kanker buli.

Fungsi Paru

Pasien dengan risiko tinggi terhadap komplikasi paru-paru seperti pasien dengan tetraplegia tinggi atau pasien dengan PPOK, membutuhkan penilaian kapasitas vital paksa yang dilakukan setiap tahun dan pemeriksaan ulangan ketika ada gejala baru. Pemeriksaan foto toraks dapat menunjukkan adanya pneumonia atau atelektasis. Kultur sputum dan pewarnaan Gram dapat mengindentifikasi patogen yang berperan dan dapat membantu dalam menentukan terapi antibiotik.

Pemeriksaan Muskuloskeletal

Pemeriksaan radiografi mungkin dibutuhkan apabila dicurigai adanya fraktur atau untuk evaluasi nyeri. Osifikasi heterotopik dapat diperiksa menggunakan bone scan sebagai tambahan terhadap pemeriksaan foto polos. Jika ulkus dekubitus dicurigai melibatkan tulang, dapat dilakukan pemeriksaan MRI atau bone scan untuk memeriksa adanya osteomielitis.Diagnosis Banding

Stenosis tulang belakang servikalis dengan mielopati

Infeksi tulang belakang, abses

Tumor primer atau metastase

Penyakit batang otak

Lesi pleksus brakialis

Penyakit yang melibatkan banyak saraf (contoh: polineuropati, Sindroma Guillain-Barr)

TERAPI

Awal

Terapi awal adalah imobilisasi dan pencegahan trauma sekunder. Konsultasi dengan psikiater dan intervensi pada keadaan akut harus ditujukan untuk range of motion, posisi, program manajemen BAK dan BAB, pembersihan sekret dari saluran pernapasan, pengaturan ventilator, pertimbangan untuk profilaksis tromboemboli vena, pencegahan ulkus dekubitus, masukan mengenai pilihan tindakan pembedahan dan ortose tulang belakang, serta edukasi terhadap pasien dan keluarganya.

Rehabilitasi

Informasi mengenai kemungkinan perbaikan motorik dapat digunakan untuk menentukan tujuan fungsional dan merencanakan kebutuhan peralatan, mengingat bahwa faktor individual dan kondisi penyerta dapat berpengaruh terhadap hasil akhir yang ingin dicapai. Elemen penting dari rehabilitasi yaitu pendekatan interdisipliner, program rehabilitasi individual dengan pertimbangan halangan dan fasilitator, serta inklusi pasien sebagai partisipan aktif dalam menentukan tujuan.

Sebagai tambahan rehabilitasi post akut yang dilakukan setelah trauma, rehabilitasi seumur hidup seringkali dilakukan untuk merubah status neurologikus, tujuan baru, atau penurunan fungsional yang berhubungan dengan komplikasi dan komorbiditas medis, perubahan situasi kehidupan, serta penuaan. Modifikasi rumah perlu dilakukan untuk akses yang mudah.

MANAJEMEN DAN PERAWATAN KESEHATANTerdapat konsensus umum yang meliputi evaluasi kesehatan preventif untuk pasien dengan TMS, meskipun belum ada persetujuan yang seragam mengenai frekuensi optimal dan elemen spesifik. Karena seluruh sistem tubuh secara potensial dipengaruhi oleh TMS servikalis, perawatan jangka panjang harus menyeluruh seperti dijelaskan di bawah ini.Pernapasan. Identifikasi awal dan terapi infeksi saluran pernapasan penting. Pemeriksaan pneumonia, vaksinasi influenza tahunan dan berhenti merokok berperan penting dalam mengurangi masalah pernapasan. Metode bantuan manual untuk batuk dapat diajarkan kepada pasien dan pengasuh. Penting untuk mengenali perburukan fungsi ventilasi apabila terjadi dengan penuaan atau komplikasi lainnya.Kardiovaskular. Disrefleksia otonom merupakan kasus emergensi yang mengancam jiwa, dan pasien dengan tetraplegia memiliki risiko terjadinya disrefleksia otonom seumur hidupnya. Identifikasi dan tatalaksana segera sangat penting. The Consortium for Spinal Cord Medicine telah mengeluarkan panduan praktik klinis untuk tatalaksana awal disrefleksia otonom. Jika pasien memiliki tanda dan gejala disrefleksia (lihat Tabel 6), tekanan darah meningkat. Apabila pasien sedang berbaring, cepat dudukkan pasien. Longgarkan pakaian atau alat yang ketat. Awasi tekanan darah dan denyut nadi secara berkala. Lakukan survei cepat untuk mencari penyebab, dimulai dari sistem urinarius. Apabila kateter urin belum terpasang, lakukan kateterisasi. Sebelum kateter dimasukkan, masukkan jeli lidokain secdara perlahan ke dalam uretra. Jika kateter uretra terpasang tidak pada tempatnya, periksa sistem untuk memeriksa adanya puntiran, lipatan, konstriksi, atau obstruksi. Hindari melakukan kompresi manual atau mengetuk buli. Jika tidak ada urin yang keluar dari kateter dan tekanan darah teteap tinggi, lepaskan dan ganti kateter. Jika kateter tidak dapat diganti, konsultasikan ke urolog. Jika gejala akut dari disrefleksia otonom masih ada, termasuk tekanan darah yang tetap meningkat, curigai adanya impaksi feses. Jika tekanan darah sistolik berada pada atau lebih dari 150 mmHg, pertimbangkan terapi farmakologis untuk mengurangi tekanan darah sistolik tanpa menyebabkan hipotensi sebelum memeriksa impaksi feses. Gunakan obat antihipertensi dengan onset cepat dan durasi kerja singkat sambil mencari penyebab disrefleksia otonom, serta monitor pasien agar tidak terjadi hipotensi simptomatik. Jika dicurigai adanya impaksi feses, periksa rektum untuk mencari apakah terdapat tinja. Jika faktor pencetus disrefleksia otonom belum dapat ditentukan, periksa kemungkinan penyebab lain yang lebih jarang. Awasi gejala dan tekanan darah pasien setidaknya 2 jam setelah resolusi episode disrefleksia otonom untuk memastikan tidak adanya rekurensi. Jika ada respon yang buruk terhadap pengobatan yang spesifik atau apabila penyebab disrefleksia belum dapat diidentifikasi, pertimbangkan untuk memasukkan pasien ke rumah sakit untuk dimonitor, untuk mengontrol tekanan darah, dan untuk mencari penyebab lain dari disrefleksia. Dokumentasikan episode disrefleksia pada rekam medis pasien. Apabila pasien dengan TMS sudah dalam kondisi stabil, tinjau ulang faktor pencetus dengan pasien dan pengasuh dan berikan edukasi yang diperlukan. Pasien dengan tetraplegia dan pengasuhnya harus dapat mengenali dan mentatalaksana disrefleksia otonom dan diajarkan untuk mencari pertolongan emergensi jika masalah tidak teratasi segera.Pengobatan hipotensi ortostatik simptomatik ditujukan kepada penyebab eksaserbasi (contoh: obat-obatan, dehidrasi, sepsis). Pemeriksaan nonfarmakologis yaitu postural challenges, abdominal binder, compression stockings, dan peningkatan asupan garam. Terapi farmakologi diberikan bila dibutuhkan (contoh: efedrin, fludrokortison, atau midodrin).

Pencegahan primer dan sekunder dari penyakit kardiovaskular yaitu berhenti merokok, kontrol diet dan berat badan, manajemen lemak, skrining dan pengobatan hipertensi serta intoleransi glukosa untuk diabetes, serta program latihan individual. Untuk evaluasi penyakit arteri koroner, modifikasi pada pemeriksaan stres farmakologi seringkali diperlukan, dan apabila program rehabilitasi jantung diperlukan, dapat diadaptasikan untuk penggunaan kursi roda.

Genitourinaria. Tujuan manajemen buli (Tabel 8) adalah untuk memastikan tekanan rendah dan ketuntasan dalam berkemih, untuk meminimalisir komplikasi traktus urinarius, mempertahankan traktus urinarius bagian atas, dan menyesuaikan dengan gaya hidup pasien. Antikolinergik (contoh: oksibutinin, tolterodin) dapat diberikan untuk kasus hiperrefleksia detrusor dan obat penyekat alfa (prazosin, terasozin, tamsulosin) untuk dissinergi detrusor-sfingter. Infeksi saluran kemih harus diidentifikasi dan diobati sedini mungkin, tetapi antibiotik pada umumnya tidak direkomendasikan untuk bakteriuria asimptomatik. Peranan antibiotik profilaksis hanya sedikit, kecuali bila diberikan sebelum tindakan urologi. Konseling dan edukasi berperan penting dalam manajemen disfungsi seksual. Phosphodiesterase type 5 inhibitors (sildenafil, tadalafil, vardenafil) dapat digunakan untuk mengobati disfungsi ereksi, meskipun harus diperhatikan untuk mengindari penggunaan Tabel 8. Pilihan Konservatif untuk Manajemen Neurogenic Bladder pada Trauma Medulla Spinalis

Manajemen BuliIndikasi

Kateterisasi intermitenPilihan pertama yang dapat dikerjakan dengan mudahMemerlukan keterampilan tangan dan kesediaan pengasuh

Harus bersedia dan mampu mengikuti jadwal kateterisasi

Kateterisasi uretra atau suprapubikDipertimbangkan apabila tidak ada yang terampil atau kurangnya bantuan pengasuhAsupan cairan yang banyak

Keberhasilan rendah dengan tindakan invasif

Manajemen sementara untuk refluks vesikouretra

Kateterisasi suprapubik pada kasus dengan epididimo-orkitis, prostatitis

Manuver Crede dan ValsalvaUmumnya dihindari pada kasus TMS servikalis (kecuali apabila pasien sudah dilakukan sfingterotomi)

Refleks berkemihTerdapat orang yang terampil atau pengasuh bersedia untuk memaikaikan kateter kondomVolume residu sedikit, tekanan berkemih rendah

Mampu memelihara kateter kondom

Perlu juga untuk mengurangi dissinergia detrusor-sfingter, jika ada (contoh: dengan injeksi toksin botulinum, injeksi stent, sfingterotomi)

Bukan merupakan pilihan untuk pasien wanita

obat berbahan dasar nitrat yang digunakan untuk mengobati disrefleksia otonom secara bersamaan. Pilihan lain yang tersedia adalah injeksi dan implan intrakavernosa. Kemajuan dalam elektroejakulasi dan perawatan kesuburan meningkatkan tingkat keberhasilan fertilitas pada laki-laki dengan TMS. Kesuburan wanita tidak dipengaruhi begitu wanita tersebut mendapat haid kembali, yang biasanya terjadi 1 tahun setelah trauma. Kehamilan dan persalinan pada wanita dengan TMS memiliki risiko, salah satunya disrefleksia otonom, dan perlu dimonitor dengan ketat.Gastrointestinal. Tujuan manajemen BAB adalah untuk memfasilitasi BAB yang terprediksi dan efektif, serta meminimalisir inkontinensia alvi. Pasien dijadwalkan untuk BAB secara teratur, termasuk manuver stimulasi refleks, laksatif (pelunak feses, stimulan), perubahan pola diet, dan peningkatan asupan serat. Laksatif dan enema harus digunakan seminimal mungkin. Harus diperhtaikan adanya impaksi feses yang muncul sebagai diare palsu dan perhatikan adanya gejala BAB yang baru.

Kulit. Edukasi kepada pasien, latihan gerak, dan resep untuk alas untuk mengurangi tekanan penting untuk mencegah ulkus dekubitus. Kulit sebaiknya diperiksa setiap harinya, khususnya pada tempat yang kurang sensitif, seperti daerah sakrum-koksigis, ischii, trokanter, dan tumit. Asupan nutrisi yang adekuat penting bagi pasien.Neurologis. Apabila spastisitas terasa nyeri atau tetap mengganggu fungsi meskipun program peregangan dan posisi serta pengobatan terhadap faktor eksaserbasi sudah diberikan, pasien perlu diberikan obat-obatan. Pada Tabel 9 dapat dilihat obat-obatan yang sering digunakan, meskipun sebagian besar bukti mengenai efektivitas obat masih belum cukup.Tabel 9. Obat-obatan yang Biasa Digunakan untuk Spastisitas dan Nyeri pada Trauma Medulla Spinalis

MasalahKelasObat

SpastisitasGABA-related

Agonis 2

Benzodiazepin

Inhibitor pelepas kalsium

Injeksi lokal

Agen intratekalBaclofen

Gabapentin

Tizanidin

Kloridin

Diazepam

Klonazepam

Dantrolene

Toksin botulinum

Alkohol fenol

Baklofen

NyeriAnalgesik nonopioidOpioid

Antikonvulsan

Antidepresan trisiklik

Anestesi lokal

Krim neuroblocking

Agen intratekalAsetaminofen

Obat antiinflamasi non steroid, salisilatMorfin sulfas

Oksikodon

Hidrokodon

Fentanil (transdermal)

Gabapentin

Karbamazepin

Lainnya (fenitoin, asam valproat, lamotrigin)

Amitriptilin

Nortriptilin

Patch lidokain

Kapsaisin

Morfin, Klonidin

Muskuloskeletal. Tindakan preservasi ekstremitas atas setelah TMS harus dilakukan sejak awal dan diteruskan. Tindakan ini termasuk optimalisasi peralatan dan kursi roda untuk meminimalisir stres ekstremitas atas, modifikasi aktivitas untuk meminimaisir tekanan repetitif atau tekanan berlebihan pada ekstremitas atas selama aktivitas sehari-hari atau transfer, serta program latihan individu untuk memberikan fleksibilitas dan penguatan otot.Penting untuk mengenali faktor yang berkontribusi terhadap nyeri, yang seringkali bersifat multifaktorial (lihat Tabel 3). Obat-obatan penghilang nyeri (Tabel 9) seringkali tidak memberikan rasa lega atau optimal.

Osifikasi heterotropik diobati dengan natrium etidronat, obat nonsteroid, dan terkadang reseksi pembedahan, terutama apabila sudah mengganggu fungsi atau rasa nyaman. Fraktur patologis harus dikenali dan ditangani dengan bidai berbantal atau bivalved circular cast, pengawasan integritas kulit, dan terkadang hanya diperlukan sedikit tindakan pembedahan. Terapi farmakologi untuk osteoporosis pada TMS masih dikembangkan. Pencegahan jatuh (edukasi, sabuk pengaman pada kursi roda) penting untuk mencegah trauma.Psikososial. Hambatan lingkungan perlu untuk diketahui untuk meningkatkan keefektivitasan dan mengoptimalkan partisipasi dan integrasi komunikasi sebagai respon terhadap perubahan situasi kehidupan dan dukungan sosial, penurunan fungsional, dan penuaan. Depresi harus diidentifikasi dan diterapi secara adekuat, serta harus ditawarkan program pencegahan dan tatalaksana penyalahgunaan obat-obatan.

PROSEDUR

Ulkus Dekubitus

Debridement ulkus dekubitus dapat dilakukan di atas tempat tidur untuk membuang jaringan nekrotik. Tetapi apabila luas, debridement perlu dilakukan di ruang operasi.

Spastisitas

Titik motorik atau nerve block dengan fenol atau alkohol dapat membantu dalam mengobati spastisitas lokal yang berhubungan dengan posisi, mobilitas, atau higienitas. Injeksi intramuskular toksin botulinum merupakan pilihan alternatif.Nyeri

Nyeri bahu akibat bursitis subakromial dapat responsif untuk sementara terhadap injeksi kortikosteroid lokal, seperti rasa tidak nyaman pada carpal tunnel syndrome.

Pembedahan

Operasi Tulang Belakang

Apabila trauma tulang belakang servikalis disertai dengan instabilitas mekanik, nyeri, deformitas, atau kerusakan saraf progresif, dekompresi bedah dan instrumentasi segmental dapat diindikasikan untuk rekonstruksi alignment, stabilitas, serta mobilisasi awal tulang belakang.

Ulkus Dekubitus

Tindakan bedah plastik dapat dilakukan pada kasus ulkus dekubitus dalam. Tindakan ini yaitu eksisi ulkus dan skar di sekitarnya, serta penutupan flap otot dan muskulokutaneus.

Spastisitas

Apabila spastisitas tidak terkontrol dengan dosis maksimum obat oral, atau bila pasien tidak dapat mentoleransi obat, dapat dipertimbangkan untuk memberikan pompa intratekal baklofen.

Fungsi Motorik

Pembedahan rekonstruktif ekstremitas atas dengan transfer tendon dapat meningkatkan fungsi motorik sebanyak satu tingkat, umumnya pasien yang memiliki kerusakan pada tingkat C5, C6, atau C7. Tergantung dari tingkat trauma, kembalinya fungsi ekstensi pergelangan tangan, ekstensi siku, dan kekuatan menggenggam atau perbaikan genggaman aktif dan kontrol tangan dapat menjadi tujuan yang baik.

Stimulasi listrik fungsional telah digunakan pada TMS untuk meningkatkan fungsi motorik, termasuk kontrol tungkai atas, termasuk kontrol tungkai atas, berdiri, berjalan, juga untuk pernapasan elektrofonik untuk bernapas tanpa ventilator.Disfungsi Buli

Terapi pembedahan pada urolitiasis yaitu pembersihan dari batu buli melalui sistoskopi, litotripsi, dan percutaneous nephrolithotomy pada batu ginjal yang besar. Stent endouretral atau sfingteroktomi transuretral dapt dipertimbangkan pada pasien dengan dissinergia detrusor-sfingter. Stimulasi listrik dan rhizotomi sakral posterior dapat dipertimbangkan bagi pasien yang bermasalah dengan kateter, memiliki kontraksi buli yang baik, tidak terdapat fibrosis luas pada buli, dan bersedia kehilangan refleks ereksi. Augmentasi buli dapat dilakukan pada kasus kontraksi buli yang tidak terkontrol disertai inkokntinensia dan pasien yang berisiko mengalami kerusakan saluran kemih bagian atas. Pengalihan urin dapat menjadi pilihan pada kondisi buli yang tidak bisa diperbaiki akibat adanya fistula uretra dan pada pasien dengan kanker buli yang memerlukan sistektomi.Gangguan Usus

Pasien dengan neurogenic bowel yang memiliki kesulitan atau mengalami komplikasi dengan perawatan biasa dapat meningkatkan kualitas hidupnya setelah dilakukan kolostomi.

Nyeri pada Ekstremitas Atas

Tindakan pembedahan terkadang dipertimbangkan pada kasus gejala overuse kronik pada ekstremitas atas yang tidak respon terhadap obat-obatan dan rehabilitasi (contoh: pada sindroma carpal tunnel atau penyakit rotator cuff). Hasil akhirnya seringkali buruk apabila overuse terus berlangsung.

Siringomielia Post TraumaOperasi shunting dapat dilakukan pada kasus siringomielia post trauma yang berhubungan dengan nyeri yang tidak tertahankan atau penurunan neurologi progresif.

KOMPLIKASI PENYAKIT POTENSIALTMS servikalis memiliki berbagai macam komplikasi yang dapat melibatkan berbagai sistem tubuh.

Pernapasan

Masalah sistem pernapasan yang dapat terjadi adalah atelektasis, sumbatan mukosa, dan pneumonia yang terjadi akibat gangguan batuk dan retensi sekresi; kegagalan ventilasi akibat tetraplegia tinggi; dan gangguan bernapas saat tidur.

Kardiovaskular

Pasien dengan TMS servikalis rentan terhadap berbagai macam komplikasi kardiovaskular selama hidupnya. Disrefleksia otonom dapat terjadi pada kasus TMS di atas level T6 dan dapat dicetuskan sebagai respon terhadap stimulus apapun di bawah level trauma. Hipotensi ortostatik simptomatik seringkali membaik setelah beberapa bulan pertama tetapi dapat terjadi secara persisten pada beberapa kasus. Meskipun risiko tromboembolisme vena berkurang setelah beberapa bulan pertama, risiko ini dapat meningkat bahkan pada kasus TMS kronik yang mengalami imobilisasi lama berhubungan dengan penyakit atau pada kondisi post operasi. Kebugaran kardiovaskular berkurang dan faktor risiko kardiovaskular dapat meningkat (contoh penurunan kolesterol HDL, peningkatan lemak tubuh dan resistensi insulin, penurunan aktivitas fisik). Genitourinaria

Neurogenic bladder berhubungan dengan hilangnya kontrol volunter, dissinergi detrusor-sfingter, serta pengosongan buli yang tidak sempurna. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu infeksi saluran kemih, batu ginjal dan buli, refluks vesikouretra serta hidronefrosis dengan kerusakan ginjal. Risiko kanker buli meningkat dengan penggunaan kateter dalam jangka waktu yang lama, khususnya pada perokok. Disfungsi ereksi dan ejakulasi serta kualitas sperma dapat terganggu.Gastrointestinal

Terjadi hilangnya kontrol volunter usus, dissinergia anorektal, dan penurunan kekuatan ekspulsi rektum. Dapat terjadi impaksi feses. Masalah anorektal termasuk hemoroid, fisura, proktitis, dan prolaps. Risiko batu empedu meningkat. Sering ditemukan refluks gastroesofagus.

Kulit

Ulkus dekubitus sering terjadi dan kejadiannya meningkat dengan lamanya durasi trauma. Kejadian ulkus dekubitus sebelumnya merupakan prediktor penting dalam kejadian ulkus dekubitus selanjutnya.

Metabolik dan Endokrin

Hiponatremia dapat menjadi masalah persisten pada beberapa pasien. Metabolisme karbohidrat dan lipid terganggu dan dapat terjadi intoleransi glukosa berhubungan dengan resistensi insulin. Penurunan densitas mineral tulang dan osteoporosis sekunder sering terjadi pada kasus TMS kronik dan melibatkan ekstremitas atas dan bawah pada pasien tetraplegia.

Neurologi

Nyeri neuropatik dapat persisten dan berdampak buruk terhadap kualitas hidup pasien. Neuropati akibat jepitan saraf (saraf medianus di pergelangan tangan, dan saraf ulnaris pada siku) serta siringomelia post trauma dapat menyebabkan perburukan kondisi neurologis.Muskuloskeletal

Overuse syndrome termasuk nyeri bahu dan rotator cuff. Kontraktur dapat terjadi akibat tidak memperhatikan ROM dan posisi. Osifikasi heterotropik, dimana timbul tulang ektopik di dalam jaringan lunak di sekitar sendi perifer, terjadi pada TMS dan paling sering pada daerah di sekitar pinggang, diikuti dengan lutut, siku, dan bahu. Fraktur patologis dapat terjadi akibat osteoporosis yang berat.Psikososial

TMS dapat meningkatkan kemungkinan stres, depresi, dan perasaan terasing. Risiko penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan dapat meningkat.

KOMPLIKASI PENGOBATAN

Nyeri spinal pada lokasi operasi dapat terjadi akibat pelonggaran, infeksi, atau alat yang patah. Instabilitas atau perburukan kondisi neurologis dapat terjadi akibat imobilisasi spinal yang tidak adekuat. Surgical shunt dapat tersumbat atau mengalami infeksi, serta pompa atau kateter intratekal dapat mengalami malfungsi.Komplikasi kateterisasi uretra termasuk trauma, erosi, striktur uretra, infeksi saluran kemih dan epididimitis. Pemasangan kateter dalam jangka waktu yang lama meningkatkan risiko terjadinya batu buli dan karsinoma sel skuamosa pada buli. Komplikasi dapat terjadi akibat prosedur pembedahan seperti pada operasi neurogenic bladder. Contohnya, sfingterektomi transuretra dihubungkan dengan perdarahan intraoperatif dan perioperatif yang signifikan, serta disfungsi ereksi dan ejakulasi. Rizotomi sakrum posterior disertai dengan stimulasi listrik pada buli dapat menyebabkan hilangnya refleks ereksi dan ejakulasi dan penurunan refleks defekasi. Prosedur diversi urin dapat berakibat pada bocornya usus atau saluran kemih, infeksi, striktur ureteroileum, stenosis stoma, serta ileus obstruksi akibat perlengketan.

Tabel 10. Perubahan Farmakokinetik pada Trauma Medulla Spinalis

Perubahan Terkait TMSDampak terhadap Farmakokinetik

Perlambatan pengosongan lambungPercepatan absorpsi obat-obatan bersifat asam

Perlambatan absorpsi obat-obatan bersifat basa

Penurunan motilitas gastrointestinalPeningkatan absorpsi obat yang melewati sirkulasi enterohepatik

Penurunan bioavailabilitas obat yang dihancurkan oleh bakteri usus

Penurunan aliran darah ke kulit dan ototPenurunan absorpsi obat transkutaneus, subkutan dan intramuskular pada area di bawah level trauma

Peningkatan persentase lemak tubuhEfek terhadap distribusi obat larut air dan lemak

Penurunan kadar protein plasmaPeningkatan fraksi obat bebas protein-bound

Gangguan fungsi ginjalPenurunan eliminasi obat oleh ginjal

Karena pasien dengan TMS seringkali diresepkan berbagai macam obat-obatan, sering ditemukan efek samping dan komplikasi akibat obat-obatan. TMS servikalis dapat menyebabkan perubahan farmakokinetik obat dalam berbagai cara (Tabel 10), yang kemudian akan menyebabkan efek samping obat tidak dapat diperkirakan.