Upload
lia-angeline
View
216
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sympathetic Skin Response. This ppt will help you to understand about principle and technique of SSR examination.
Citation preview
Symphathetic Skin Response
Oleh: Lia Angelin AdrianaModerator: dr. Dani Rahmawati,
SpS(K)
Referat Neurofisi
ologi
Susunan Saraf
SS Pusat
SS Tepi
OTAKMEDULL
A SPINALI
S
SARAF KRANIA
L
SARAF SPINAL
Susunan Saraf - SSR
Saraf Tepi / Peripheral Nerves
Large fibers
•Diameter aksonal 6-12 m•Bermielin•Konduksi cepat•Tekan, vibrasi, dan raba
Small fibers •Bermielin dan tak bermielin•Bermyelin menghantarkan eferen
otonom preganglionik (serabut B) dan somatik aferen (serabut A delta)
•Tidak bermielin menghantarkan eferen otonom postganglionik
•Nyeri, suhu dan fungsi otonom vasomotor, sudomotor
Klasifikasi serabut saraf (Erlanger&Gasser)
Mekanisme Dasar Produksi Keringat
• Efektor: kelenjar keringat dan inervasinya• Kelenjar keringat: apokrin dan ekrin
Ekrin: distribusi hampir diseluruh bagian tubuh
Apokrin: sebagian besar di aksila, sekitar puting susu dan
area pubis
Termoregulatory
sweating
Terjadi di seluruh tubuh
Respon terhadap
perubahan lingkungan
Emotional sweating
Terbatas pada telapak tangan,
aksila dan telapak kaki
Respon terhadap
perubahan emosi
Ekrin
Organ termoregulasi
Mempertahankan homeostatis
Berhubungan dengan daerah preoptic
hipotalamus
Termoregulatory sweatingInput sensorik:
Thermoreceptor seluruh tubuh
area preoptic
Pengolahan langkah pertama
- Integrasi informasi
termal perifer- Organisir
output Variasi aliran darah kulit, menggigil,
sekresi keringat,
piloereksi, terengah-
engah, respon mencari
perlindungan, penggunaan
pakaian
Emotional sweating/Mental sweating
Ditimbulkan oleh reaksi emosional atau reaksi jiwa
Terutama pada palmar dan plantar
Independen dari termoregulatory sweating
Kontrol terintegrasi dengan emosi, kognitif dan fungsi
neuroendokrin.
Anterior Cingulate Cortex
Pada tingkat kortikal, Anterior Cingulate Cortex (ACC) berperan pada pengendalian berkeringat emosional
ACC mengintegrasikan respon viseral dan somatik pengalaman emosional dan atensi
Emotional sweating dan SSR merupakan komponen otonom penting dari respon berorientasi, terjadi setiap saat apabila terdapat stimulus yang signifikan
• Pengendali tingkat kewaspadaan
• Stimulus yang signifikan dan habituasi penting dalam pengendalian respon berkeringat akibat emosi (mental)
• Kondisi fisiologis pasien harus selalu dipertimbangkan secara matang setiap kali SSR diperiksa.
ACC
thalamus
Sirkuit thalamo-
limbik
Sympathetic Skin Response (SSR)
Tarchanoff (1890)
Perubahan potensial kulit yang mengikuti
suatu stimulasiRefleks polisinaptik yang diaktivasi oleh input aferen yang bervariasi
Jaras eferen final meliputi serabut
sudomotor pre dan post ganglionik yang
mengaktivasi kelenjar keringat dengan simpatik outflow
Diatur di thalamus posterior, retikular sistem batang otak bagian superior dan medulla spinalis
Sampai saat ini, Tes neurofisiologi terbaik untuk fungsi simpatis kelenjar keringat
adalah Sympathetic Skin Response (SSR)
Electrodermal activity /Electrodermal response /
Psychogalvanic reflex /Galvanic skin response /
Peripheral autonomic surface potential
Prinsip Perekaman SSR
Deteksi dengan perubahan konduktivitas permukaan
Sekresi keringat dari kelenjar kulit
Aktivitas serabut saraf simpatis kelenjar keringat
Latar Belakang Fisiologis
SSR dibangkitkan di lapisan kulit bagian dalam dengan aktivasi dari
kelenjar keringat oleh serabut eferen simpatis sudomotor. SSR menilai interaksi antara kelenjar
keringat dan jaringan epidermis sekitarnya.
SSR adalah multisinaptik
• latensi, amplitudo, bentuk gelombang dan kecenderungannya untuk habituasi sangat
bervariasi
Latar Belakang Fisiologis …Eferen : serabut yang berasal dari hipotalamus dan turun tanpa menyilang sepanjang kolumna lateralis medulla spinalis membentuk serabut
kecil di antara traktus piramidalis anterior-lateral.
Traktus ini berakhir pada saraf simpatis pre ganglion pada kolumna sel intermediolateral.
Serabut saraf simpatis untuk ekstremitas atas meninggalkan medulla spinalis pada level segmen T5-7, sedangkan untuk ekstremitas bawah pada
level segmen T10-L2. Serabut-serabut saraf ini menuju ganglion simpatis dimana serabut perifer simpatis
sudomotor berasal (serabut C).
Teknik Pemeriksaan SSR
Mudah
Tidak memerlukan instrument
spesial
1984-Shahani et al
pemeriksaan SSR dgn mesin
EMG.
Posisi Subyek• Subyek relaks, Lampu kamar redup
Setting Mesin EMG• Filter: 0,3Hz – 3kHz• Sweep velocity: 500 msec
Perekaman• Elektrode aktif dan reference diletakkan
pada:• (a) telapak tangan dan punggung
tangan• (b) telapak kaki dan punggung kaki• (c) permukaan anterior dan posterior
lengan atas• (d) patella dan fossa poplitea
Respon diukur pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.
Perekaman proksimal dan distal dilakukan secara simultan pada tungkai yang sama dengan jarak
sekitar 70 cm pada tungkai dan 50 cm pada lengan.
Shahani et al - dua elektrode permukaan dengan jarak 4 cm pada sela iga ke delapan, dengan
elektrode anterior pada linea aksilaris anterior untuk merekam EMG diafragma selama inspirasi dalam.
Elektroda Aktif-daerah kulit yang tidak berambut Referens-kulit yang berambut
Aktif: Telapak tanganReferens: lengan bawah bagian volar / dorsum
manus
Aktif: Telapak kakiReferens: tibia / dorsum pedis
Ground proksimal dari elektroda perekam.
Perekaman bilateral simultan ektremitas atas dan ekstremitas bawah.
Lama perekaman 5-10 detik.
Batas bawah frekuensi 0,1–2 Hz (lebih baik <1 Hz)
Batas atas 100-2000 Hz.
Amplifikasi harus 0,05-3 mV/divisi.
STIMULASI• Stimulus tunggal• Durasi 0.1 msec• Intensitas 10–30
mA (supramaksimal) minimal 3x ambang sensorik
• Diberikan ireguler pada n. medianus,n. tibialis posterior, n. supra orbita
• Frekuensi 1x/mnt
Elektrik
• Stimulus tunggal (95dB) diberikan melalui headphone.
• Stimulus elektrik dan auditorik diberikan pada interval ireguler dengan jarak lebih dari 30 detik.
Auditorik
• Shahani et al menggunakan inspirasi dalam, untuk menggantikan stimulus auditorik maupun elektrik untuk mengamati respon.
Inspirasi Dalam
Bila stimulasi elektrik pada satu
sisi tidak dapat membangkitkan
SSR, maka stimulasi pada sisi
sebelahnya harus dicoba.
Bila tidak didapatkan respon
pada rangsang elektrik, maka
respon terhadap suara maupun
respon terhadap inspirasi harus
dicoba (Shahani et al.
1984).
Perekaman harus diulang beberapa kali sampai benar-benar dinyatakan tidak ada respon.
PENGUKURAN
Latensi • Artefak stimulus
(stimulus elektrik) atau aktivitas EMG diafragmatik sampai defleksi pertama dari respon, yang diukur dari baseline.
Amplitudo • Dari baseline ke
puncak.
TEMPERATURSuhu ruangan : 200 – 300C. Temperatur kulit : 340 - 360C
Pengukuran Telapak tanganMean + SD
Telapak kakiMean + SD
Latensi (msec)MedianPosterior tibialSupraorbitalAuditory Amplitudo (μV)Stimulasi elektrikInspirasi (n=30)a
Kecepatan hantar akson tak bermielin (m/sec) (n=5)
1.5+0.21.5+0.21.5+0.21.5+0.2
985+3001.193+522
1.6+0.1
2.0+0.32.1+0.31.9+0.31.9+0.3
615+236822+4211.0+0.1
a Nilai dari Shahani BT, Halperin JJ, Boulu P, et al. Sympethetic skin response: a method of assessing unmyelinated axon dysfunction in peripheral neuropathies. J Neurosurg Psychiatry 1984:47:536-542, dengan ijin; n menunjukkan jumlah subyek.
INTERPRETASI• Amplitudo
Besar variasi antar subyek maupun intra satu subyek sendiri
Bukan pengukuran yang reliable untuk SSR.
Hanya Ketiadaan Respon Yang Dianggap Abnormal
Morfologi • mono-, bi-, atau trifasik. • SSR dapat menggambarkan secara
sederhana kelainan simpatis sudomotor baik perifer maupun sentral.
Latensi• Latensi normal adalah 1,3-1,5 detik
ketika direkam di telapak tangan dan 1,9-2 detik ketika direkam di telapak kaki.
Amplitudo• Menggambarkan jumlah kelenjar
keringat yang teraktivasi. • Dipengaruhi oleh temperatur
kulit dan habituasi
(Shahani et al. 1984)
• Minoru Toyokura (2006) variabilitas perubahan amplitudo berdasarkan pemberian stimulus dan habituasi.
Gambar 7. Menunjukkan contoh tipikal dari bangkitan SSR yang diinduksi oleh stimulus elektrik pada 5, 15 dan 30 mV selama lebih dari 4 sesi, dan SSR yang diinduksi oleh stimulasi magnetic. SSR disusun secara kronologis dari atas ke bawah. Kedua subyek, A(wanita, 28 th) dan B (laki-laki, 24 th) menunjukkan peningkatan gradual peak-to-peak amplitudo seiring dengan meningkatnya stimulus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi SSR
Habituasi • Terdapat penurunan amplitudo SSR setelah
dilakukan stimulasi berulang.
Usia dan Tinggi badan• Lansia: Penurunan amplitudo yang signifikan,
tetapi tidak berpengaruh terhadap latensi. (Drory et al.)
• Beberapa peneliti melaporkan hubungan antara latensi SSR dengan tinggi badan, namun beberapa peneliti lain tidak melaporkan hal tersebut.
Modalitas stimulasi yang digunakan
• Ellie et al: tidak ada perbedaan yang berarti pada latensi menggunakan stimulasi akustik maupun stimulasi elektrik
• Denislic & Meh: tidak ada perbedaan signifikan latensi & amplitudo dengan stimulasi elektrik maupun mekanik
• Shahani et al: perbedaan amplitudo SSR secara signifikan pada stimulasi menggunakan inspirasi dalam dibandingkan stimulasi elektrik.
• Kira et al : peningkatan amplitudo setelah forced expiration dibandingkan dengan inspirasi dan stimulasi elektrik.
Temperatur tubuh
• Latensi dan amplitudo berkorelasi secara linier dengan temperatur kulit. Pada temperatur kulit yang rendah, latensi memanjang dan ampitudo menurun.
Sumber kesalahan:
Batas bawah frekuensi di atas 2 Hz (respon atenuasi)
Waktu sweep tidak cukup panjang
Habituasi dari stimulus
Pasien kedinginan, berkeringat, tidak dalam keadaan relaks
Lokasi stimulasi, lesi nervus perifer
Stimulus terlalu lemah, tidak ada efek bangkitan
Aplikasi diagnosis
Tes kardiovagal
Adrenergik
Sudomotor: QSART, TST, SSR, silastic
sweat imprint
Tes kelainan otonom (American Academy of Neurology)
Polineuropati
39 pasien polineuropati (usia 59 + 18 tahun)
• 51% SSR yang abnormal pada satu atau kedua kaki.
Tidak ada korelasi antara SSR dengan etiologi maupun dengan tipe lesi (polineuropati aksonal atau demyelinasi), ataupun dengan gejala klinis
(Dettmers et al. 1993).
SSR sangat menurun atau bahkan menghilang pada pasien dengan neuropati otonom yang berat dan
hipotensi ortostatik.
Neuropati diabetika
SSR negatif: 66% - 83% kasus
Abnormalitas meningkat seiring progresifitas
Amplitudo menurun secara signifikan pada
pasien diabetes
Sindroma Gullain-Barre (SGB)
2/3 kasus SGB disfungsi otonom
Manifestasi:hipertensi, takikardi, hipotensi ortostatik, aritmia, gejala gastrointestinal, hiperhidrosis palmar
Kegagalan sistem simpatis & parasimpatis maupun aktivitas berlebihan dapat muncul.
SSR negatif pada 9 dari 24 pasien.
Penurunan amplitudo SSR signifikan pada 13 dari 14 pasien yang diperiksa
Pemanjangan latensi bila dibandingkan dengan kontrol, namun perbedaan latensi tidak signifikan.
Abnormalitas SSR sangat sering dijumpai pada SGB dan dapat merupakan tes pelengkap untuk
disfungsi otonom.
Impotensi
Ertekin et al:“Respon SSR dapat berbeda antara
penyebab organik dan penyebab lain”
Park et al:“Ketiadaan SSR pada tungkai setelah
stimulasi pada nervus dorsalis penis dapat menunjang diagnosis disfungsi ejakulasi.”
Distrofi Refleks Simpatis
• Amplitudo rata-rata SSR lebih tinggi pada tungkai yang terkena bila
dibandingkan dengan tungkai sehat
• Onset latensi pada tungkai yang sakit lebih pendek dibandingkan
pada tungkai yang sehat.
Kelainan sistem saraf pusat
• SSR abnormal pada >50% pasien multipel sklerosis menandakan lesi sentral
simpatetik.
• Pemanjangan latensi dan penurunan amplitudo juga ditemukan pada pasien
Parkinson.
• Abnormalitas SSR juga terlihat pada pasien dengan myelopati servikal,
siringomyelia, Wilson’s disease, Huntington’s disease, Duchenne’s muscular dystrophy, dan stroke.
Lain-lain
SSR dapat digunakan untuk diagnosis dini dari disfungsi otonom pada polineuropati lainnnya termasuk polineuropati amyloid.
Neuropati jebakan, alkoholism, skleroderma, Sjogren’s disease dan kondisi klinis lain dimana terdapat gangguan sistem saraf
otonom perifer dapat menyebabkan abnormalitas SSR.
Terimakasih