46
Symphathetic Skin Response Oleh: Lia Angelin Adriana Moderator: dr. Dani Rahmawati, SpS(K) Referat Neurofisi ologi

SSR

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sympathetic Skin Response. This ppt will help you to understand about principle and technique of SSR examination.

Citation preview

Page 1: SSR

Symphathetic Skin Response

Oleh: Lia Angelin AdrianaModerator: dr. Dani Rahmawati,

SpS(K)

Referat Neurofisi

ologi

Page 2: SSR

Susunan Saraf

SS Pusat

SS Tepi

OTAKMEDULL

A SPINALI

S

SARAF KRANIA

L

SARAF SPINAL

Susunan Saraf - SSR

Page 3: SSR

Saraf Tepi / Peripheral Nerves

Large fibers

•Diameter aksonal 6-12 m•Bermielin•Konduksi cepat•Tekan, vibrasi, dan raba

Small fibers •Bermielin dan tak bermielin•Bermyelin menghantarkan eferen

otonom preganglionik (serabut B) dan somatik aferen (serabut A delta)

•Tidak bermielin menghantarkan eferen otonom postganglionik

•Nyeri, suhu dan fungsi otonom vasomotor, sudomotor

Page 4: SSR

Klasifikasi serabut saraf (Erlanger&Gasser)

Page 5: SSR

Mekanisme Dasar Produksi Keringat

• Efektor: kelenjar keringat dan inervasinya• Kelenjar keringat: apokrin dan ekrin

Ekrin: distribusi hampir diseluruh bagian tubuh

Apokrin: sebagian besar di aksila, sekitar puting susu dan

area pubis

Page 6: SSR

Termoregulatory

sweating

Terjadi di seluruh tubuh

Respon terhadap

perubahan lingkungan

Emotional sweating

Terbatas pada telapak tangan,

aksila dan telapak kaki

Respon terhadap

perubahan emosi

Page 7: SSR

Ekrin

Organ termoregulasi

Mempertahankan homeostatis

Berhubungan dengan daerah preoptic

hipotalamus

Page 8: SSR

Termoregulatory sweatingInput sensorik:

Thermoreceptor seluruh tubuh

area preoptic

Pengolahan langkah pertama

- Integrasi informasi

termal perifer- Organisir

output Variasi aliran darah kulit, menggigil,

sekresi keringat,

piloereksi, terengah-

engah, respon mencari

perlindungan, penggunaan

pakaian

Page 9: SSR

Emotional sweating/Mental sweating

Ditimbulkan oleh reaksi emosional atau reaksi jiwa

Terutama pada palmar dan plantar

Independen dari termoregulatory sweating

Kontrol terintegrasi dengan emosi, kognitif dan fungsi

neuroendokrin.

Page 10: SSR

Anterior Cingulate Cortex

Pada tingkat kortikal, Anterior Cingulate Cortex (ACC) berperan pada pengendalian berkeringat emosional

ACC mengintegrasikan respon viseral dan somatik pengalaman emosional dan atensi

Emotional sweating dan SSR merupakan komponen otonom penting dari respon berorientasi, terjadi setiap saat apabila terdapat stimulus yang signifikan

Page 11: SSR

• Pengendali tingkat kewaspadaan

• Stimulus yang signifikan dan habituasi penting dalam pengendalian respon berkeringat akibat emosi (mental)

• Kondisi fisiologis pasien harus selalu dipertimbangkan secara matang setiap kali SSR diperiksa.

ACC

thalamus

Sirkuit thalamo-

limbik

Page 12: SSR

Sympathetic Skin Response (SSR)

Tarchanoff (1890)

Perubahan potensial kulit yang mengikuti

suatu stimulasiRefleks polisinaptik yang diaktivasi oleh input aferen yang bervariasi

Jaras eferen final meliputi serabut

sudomotor pre dan post ganglionik yang

mengaktivasi kelenjar keringat dengan simpatik outflow

Diatur di thalamus posterior, retikular sistem batang otak bagian superior dan medulla spinalis

Page 13: SSR

Sampai saat ini, Tes neurofisiologi terbaik untuk fungsi simpatis kelenjar keringat

adalah Sympathetic Skin Response (SSR)

Electrodermal activity /Electrodermal response /

Psychogalvanic reflex /Galvanic skin response /

Peripheral autonomic surface potential

Page 14: SSR

Prinsip Perekaman SSR

Deteksi dengan perubahan konduktivitas permukaan

Sekresi keringat dari kelenjar kulit

Aktivitas serabut saraf simpatis kelenjar keringat

Page 15: SSR

Latar Belakang Fisiologis

SSR dibangkitkan di lapisan kulit bagian dalam dengan aktivasi dari

kelenjar keringat oleh serabut eferen simpatis sudomotor. SSR menilai interaksi antara kelenjar

keringat dan jaringan epidermis sekitarnya.

SSR adalah multisinaptik

• latensi, amplitudo, bentuk gelombang dan kecenderungannya untuk habituasi sangat

bervariasi

Page 16: SSR

Latar Belakang Fisiologis …Eferen : serabut yang berasal dari hipotalamus dan turun tanpa menyilang sepanjang kolumna lateralis medulla spinalis membentuk serabut

kecil di antara traktus piramidalis anterior-lateral.

Traktus ini berakhir pada saraf simpatis pre ganglion pada kolumna sel intermediolateral.

Serabut saraf simpatis untuk ekstremitas atas meninggalkan medulla spinalis pada level segmen T5-7, sedangkan untuk ekstremitas bawah pada

level segmen T10-L2. Serabut-serabut saraf ini menuju ganglion simpatis dimana serabut perifer simpatis

sudomotor berasal (serabut C).

Page 17: SSR

Teknik Pemeriksaan SSR

Mudah

Tidak memerlukan instrument

spesial

1984-Shahani et al

pemeriksaan SSR dgn mesin

EMG.

Page 18: SSR

Posisi Subyek• Subyek relaks, Lampu kamar redup

Setting Mesin EMG• Filter: 0,3Hz – 3kHz• Sweep velocity: 500 msec

Page 19: SSR

Perekaman• Elektrode aktif dan reference diletakkan

pada:• (a) telapak tangan dan punggung

tangan• (b) telapak kaki dan punggung kaki• (c) permukaan anterior dan posterior

lengan atas• (d) patella dan fossa poplitea

Page 20: SSR

Respon diukur pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.

Perekaman proksimal dan distal dilakukan secara simultan pada tungkai yang sama dengan jarak

sekitar 70 cm pada tungkai dan 50 cm pada lengan.

Shahani et al - dua elektrode permukaan dengan jarak 4 cm pada sela iga ke delapan, dengan

elektrode anterior pada linea aksilaris anterior untuk merekam EMG diafragma selama inspirasi dalam.

Page 21: SSR

Elektroda Aktif-daerah kulit yang tidak berambut Referens-kulit yang berambut

Aktif: Telapak tanganReferens: lengan bawah bagian volar / dorsum

manus

Aktif: Telapak kakiReferens: tibia / dorsum pedis

Ground proksimal dari elektroda perekam.

Page 22: SSR

Perekaman bilateral simultan ektremitas atas dan ekstremitas bawah.

Lama perekaman 5-10 detik.

Batas bawah frekuensi 0,1–2 Hz (lebih baik <1 Hz)

Batas atas 100-2000 Hz.

Amplifikasi harus 0,05-3 mV/divisi.

Page 23: SSR

STIMULASI• Stimulus tunggal• Durasi 0.1 msec• Intensitas 10–30

mA (supramaksimal) minimal 3x ambang sensorik

• Diberikan ireguler pada n. medianus,n. tibialis posterior, n. supra orbita

• Frekuensi 1x/mnt

Elektrik

• Stimulus tunggal (95dB) diberikan melalui headphone.

• Stimulus elektrik dan auditorik diberikan pada interval ireguler dengan jarak lebih dari 30 detik.

Auditorik

• Shahani et al menggunakan inspirasi dalam, untuk menggantikan stimulus auditorik maupun elektrik untuk mengamati respon.

Inspirasi Dalam

Page 24: SSR

Bila stimulasi elektrik pada satu

sisi tidak dapat membangkitkan

SSR, maka stimulasi pada sisi

sebelahnya harus dicoba.

Bila tidak didapatkan respon

pada rangsang elektrik, maka

respon terhadap suara maupun

respon terhadap inspirasi harus

dicoba (Shahani et al.

1984).

Perekaman harus diulang beberapa kali sampai benar-benar dinyatakan tidak ada respon.

Page 25: SSR

PENGUKURAN

Latensi • Artefak stimulus

(stimulus elektrik) atau aktivitas EMG diafragmatik sampai defleksi pertama dari respon, yang diukur dari baseline.

Amplitudo • Dari baseline ke

puncak.

Page 26: SSR

TEMPERATURSuhu ruangan : 200 – 300C. Temperatur kulit : 340 - 360C

Pengukuran Telapak tanganMean + SD

Telapak kakiMean + SD

Latensi (msec)MedianPosterior tibialSupraorbitalAuditory Amplitudo (μV)Stimulasi elektrikInspirasi (n=30)a

Kecepatan hantar akson tak bermielin (m/sec) (n=5)

1.5+0.21.5+0.21.5+0.21.5+0.2

985+3001.193+522

1.6+0.1

2.0+0.32.1+0.31.9+0.31.9+0.3

615+236822+4211.0+0.1

a Nilai dari Shahani BT, Halperin JJ, Boulu P, et al. Sympethetic skin response: a method of assessing unmyelinated axon dysfunction in peripheral neuropathies. J Neurosurg Psychiatry 1984:47:536-542, dengan ijin; n menunjukkan jumlah subyek.

Page 27: SSR

INTERPRETASI• Amplitudo

Besar variasi antar subyek maupun intra satu subyek sendiri

Bukan pengukuran yang reliable untuk SSR.

Hanya Ketiadaan Respon Yang Dianggap Abnormal

Page 28: SSR

Morfologi • mono-, bi-, atau trifasik. • SSR dapat menggambarkan secara

sederhana kelainan simpatis sudomotor baik perifer maupun sentral.

Page 29: SSR

Latensi• Latensi normal adalah 1,3-1,5 detik

ketika direkam di telapak tangan dan 1,9-2 detik ketika direkam di telapak kaki.

Page 30: SSR

Amplitudo• Menggambarkan jumlah kelenjar

keringat yang teraktivasi. • Dipengaruhi oleh temperatur

kulit dan habituasi

(Shahani et al. 1984)

Page 31: SSR

• Minoru Toyokura (2006) variabilitas perubahan amplitudo berdasarkan pemberian stimulus dan habituasi.

Gambar 7. Menunjukkan contoh tipikal dari bangkitan SSR yang diinduksi oleh stimulus elektrik pada 5, 15 dan 30 mV selama lebih dari 4 sesi, dan SSR yang diinduksi oleh stimulasi magnetic. SSR disusun secara kronologis dari atas ke bawah. Kedua subyek, A(wanita, 28 th) dan B (laki-laki, 24 th) menunjukkan peningkatan gradual peak-to-peak amplitudo seiring dengan meningkatnya stimulus.

Page 32: SSR

Faktor-faktor yang mempengaruhi SSR

Habituasi • Terdapat penurunan amplitudo SSR setelah

dilakukan stimulasi berulang.

Usia dan Tinggi badan• Lansia: Penurunan amplitudo yang signifikan,

tetapi tidak berpengaruh terhadap latensi. (Drory et al.)

• Beberapa peneliti melaporkan hubungan antara latensi SSR dengan tinggi badan, namun beberapa peneliti lain tidak melaporkan hal tersebut.

Page 33: SSR

Modalitas stimulasi yang digunakan

• Ellie et al: tidak ada perbedaan yang berarti pada latensi menggunakan stimulasi akustik maupun stimulasi elektrik

• Denislic & Meh: tidak ada perbedaan signifikan latensi & amplitudo dengan stimulasi elektrik maupun mekanik

• Shahani et al: perbedaan amplitudo SSR secara signifikan pada stimulasi menggunakan inspirasi dalam dibandingkan stimulasi elektrik.

• Kira et al : peningkatan amplitudo setelah forced expiration dibandingkan dengan inspirasi dan stimulasi elektrik.

Page 34: SSR

Temperatur tubuh

• Latensi dan amplitudo berkorelasi secara linier dengan temperatur kulit. Pada temperatur kulit yang rendah, latensi memanjang dan ampitudo menurun.

Page 35: SSR

Sumber kesalahan:

Batas bawah frekuensi di atas 2 Hz (respon atenuasi)

Waktu sweep tidak cukup panjang

Habituasi dari stimulus

Pasien kedinginan, berkeringat, tidak dalam keadaan relaks

Lokasi stimulasi, lesi nervus perifer

Stimulus terlalu lemah, tidak ada efek bangkitan

Page 36: SSR

Aplikasi diagnosis

Tes kardiovagal

Adrenergik

Sudomotor: QSART, TST, SSR, silastic

sweat imprint

Tes kelainan otonom (American Academy of Neurology)

Page 37: SSR

Polineuropati

39 pasien polineuropati (usia 59 + 18 tahun)

• 51% SSR yang abnormal pada satu atau kedua kaki.

Tidak ada korelasi antara SSR dengan etiologi maupun dengan tipe lesi (polineuropati aksonal atau demyelinasi), ataupun dengan gejala klinis

(Dettmers et al. 1993).

SSR sangat menurun atau bahkan menghilang pada pasien dengan neuropati otonom yang berat dan

hipotensi ortostatik.

Page 38: SSR

Neuropati diabetika

SSR negatif: 66% - 83% kasus

Abnormalitas meningkat seiring progresifitas

Amplitudo menurun secara signifikan pada

pasien diabetes

Page 39: SSR

Sindroma Gullain-Barre (SGB)

2/3 kasus SGB disfungsi otonom

Manifestasi:hipertensi, takikardi, hipotensi ortostatik, aritmia, gejala gastrointestinal, hiperhidrosis palmar

Kegagalan sistem simpatis & parasimpatis maupun aktivitas berlebihan dapat muncul.

Page 40: SSR

SSR negatif pada 9 dari 24 pasien.

Penurunan amplitudo SSR signifikan pada 13 dari 14 pasien yang diperiksa

Pemanjangan latensi bila dibandingkan dengan kontrol, namun perbedaan latensi tidak signifikan.

Abnormalitas SSR sangat sering dijumpai pada SGB dan dapat merupakan tes pelengkap untuk

disfungsi otonom.

Page 41: SSR

Impotensi

Ertekin et al:“Respon SSR dapat berbeda antara

penyebab organik dan penyebab lain”

Park et al:“Ketiadaan SSR pada tungkai setelah

stimulasi pada nervus dorsalis penis dapat menunjang diagnosis disfungsi ejakulasi.”

Page 42: SSR

Distrofi Refleks Simpatis

• Amplitudo rata-rata SSR lebih tinggi pada tungkai yang terkena bila

dibandingkan dengan tungkai sehat

• Onset latensi pada tungkai yang sakit lebih pendek dibandingkan

pada tungkai yang sehat.

Page 43: SSR

Kelainan sistem saraf pusat

• SSR abnormal pada >50% pasien multipel sklerosis menandakan lesi sentral

simpatetik.

• Pemanjangan latensi dan penurunan amplitudo juga ditemukan pada pasien

Parkinson.

• Abnormalitas SSR juga terlihat pada pasien dengan myelopati servikal,

siringomyelia, Wilson’s disease, Huntington’s disease, Duchenne’s muscular dystrophy, dan stroke.

Page 44: SSR

Lain-lain

SSR dapat digunakan untuk diagnosis dini dari disfungsi otonom pada polineuropati lainnnya termasuk polineuropati amyloid.

Neuropati jebakan, alkoholism, skleroderma, Sjogren’s disease dan kondisi klinis lain dimana terdapat gangguan sistem saraf

otonom perifer dapat menyebabkan abnormalitas SSR.

Page 45: SSR
Page 46: SSR

Terimakasih