98
STATUS PENCE SEBAGAI BIO PADA MUA STATUS OF ANNELIDS AS ON RIVER EMARAN DAN INDEKS EKOLOGI OINDIKATOR PENCEMARAN LING ARA SUNGAI DI KABUPATEN PAN F POLLUTION AND ECOLOGICAL IN ENVIROMENTAL POLLUTION BIOIN RS ESTUARIES AT PANGKEP REGE YULIANA ULFAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011 I ANNELIDA GKUNGAN NGKEP NDEX OF NDICATOR ENCY

STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA

SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN LINGKUNGAN

PADA MUARA SUNGAI DI KABUPATEN PANGKEP

STATUS OF POLLUTION AND ECOLOGICAL INDEX OF

ANNELIDS AS ENVIROMENTAL POLLUTION BIOINDICATOR

ON RIVERS ESTUARIES AT PANGKEP REGENCY

STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA

SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN LINGKUNGAN

PADA MUARA SUNGAI DI KABUPATEN PANGKEP

STATUS OF POLLUTION AND ECOLOGICAL INDEX OF

ANNELIDS AS ENVIROMENTAL POLLUTION BIOINDICATOR

ON RIVERS ESTUARIES AT PANGKEP REGENCY

YULIANA ULFAH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA

SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN LINGKUNGAN

PADA MUARA SUNGAI DI KABUPATEN PANGKEP

STATUS OF POLLUTION AND ECOLOGICAL INDEX OF

ANNELIDS AS ENVIROMENTAL POLLUTION BIOINDICATOR

ON RIVERS ESTUARIES AT PANGKEP REGENCY

Page 2: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA

SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN LINGKUNGAN PADA

MUARA SUNGAI DI KABUPATEN PANGKEP

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Disusun dan diajukan oleh

YULIANA ULFAH

kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

Page 3: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

PRAKATA

Doa dan puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha

Kuasa atas berkat-Nya kepada penulis sehingga tesis ini bisa selesai.

Gagasan yang melatar belakangi tesis ini timbul yaitu dari minimnya kajian

mengenai status pencemaran dan indeks ekologi annelida sebagai

bioindikator pencemaran lingkungan pada muara sungai di

kabupaten pangkep, padahal peranan Annelida baik secara langsung

maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kestabilan ekosistem

perairan. Penelitian ini akan mempelajari mengenai dampak aktivitas

manusia terhadap komunitas annelida sebagai bioindikator pada muara

sungai di kabupaten pangkep.

Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka

penyusunan tesis ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka

tesis ini selesai pada waktunya.

Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Chair Rani, M.Si. sebagai Ketua Komisi Penasihat dan

Prof. Dr. Ir. Budimanawan, DEA sebagai Anggota Komisi Penasihat

atas bantuan dan bimbingannya sejak awal penelitian sampai

penyusunan tesis ini.

2. Dr. Ir. M. Farid Samawi, M.Si., Dr. Ir. Magdalena Litaay, M.Sc. dan

Prod. Dr. Ir. Kahar Mustari, M.Si sebagai Anggota Komisi Penguji

Page 4: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

atas saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan tesis

ini.

3. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Hardin, S.Ag. dan Ibunda

Lisnawati, S.Pd, atas limpahan kasih sayang, do’a, perhatian dan

dukungan baik secara spiritual maupun materil. Saudara-saudaraku

Muh. Anshary, S.Hut, Muh. Asrullah, dan Rini Indriani atas

dukungan dan perhatiannya.

4. Tim penelitian, Fathur Rahman, S.Kel, Nurdani, S.Kel. Muhammad

Akbar AS, S.Kel, Ramli S.Kel, Erianto Pallin, S.Kel. dan Putra Ilham

Rizky, S.Kel. atas bantuannya dalam pengambilan sampel

penelitian.

5. Teman-teman PLH 09 Restu Sirante, Annita Sari, Ade Widyasari,

Nova Monica, Asmidar, Sri Wulandari, dan Rudy Syam atas

kebersamaanya selama menimba ilmu di Pasca Sarjana UNHAS

dan teman-temanku yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu,

terima kasih atas bantuannya.

Makassar, Agustus 2011

Yuliana Ulfah

Page 5: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

ABSTRAK

Yuliana Ulfah. Status pencemaran dan Indeks Ekologi Annelidasebagai Bioindikator Pencemaran Lingkungan pada Muara Sungai diKabupaten Pangkep (dibimbing oleh Chair Rani dan Budimawan)

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis status pencemaranpada beberapa muara sungai di Kabupaten Pangkep berdasarkan kondisifisik dan kimia perairan (2) menganalisis status pencemaran padabeberapa muara sungai di Kabupaten Pangkep berdasarkan kondisibioekologi komunitas Annelida, (3) Menguraikan struktur komunitasAnnelida sebagai bioindikator pencemaran (4) Menganalisis apakah adajenis Annelida yang berpotensi sebagai bioindikator pencemaran padamuara sungai di Kabupaten Pangkep

Penelitian dilakukan pada beberapa muara sungai berdasarkan 1)muara Sungai Bawasalo dengan hutan bakau yang masih alami; 2) muaraSungai Sigeri dengan pemukiman yang padat; 3) muara Sungai Kalukuedengan areal pertambakan yang padat; dan 4) muara Sungai Manjellingdengan kawasan pemukiman dan areal pertambakan yang padat.

Hasil penelitian diperoleh 24 jenis Annelida. Kondisi Fisik dan KimiaMuara Sungai Sigeri, Kalukue dan Manjelling sudah tergolong tercemarringan khususnya terhadap parameter TOC dan BOD; Indeks ekologi dimuara Sungai Bawasalo dan Sigeri dalam kondisi bagus sedangkanmuara Sungai Kalukue dan Manjelling memiliki indeks ekologi yangrendah; Struktur komunitas Annelida muara Sungai Bawasalo dalamkondisi alamiah, sedangkan muara Sungai Sigeri dan Kalukue sudahdalam kondisi tercemar ringan bahkan pada muara Sungai Manjellingdalam kondisi tercemar berat; Jenis annelida yang berpotensi sebagaiindikator positif yaitu jenis Iphitime Loxorhynchi, Arabella iricolor, Questacaudicirra, Oenone fulgida, Orbinia Johnsoni.

Page 6: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

ABSRTRACT

Yuliana Ulfah. Pollution Status and Annelids Ecological Index asPollution Bioindicator of environmental on River Estuaries at PangkepRegency (supervised by Chair Rani and Budimawan).

The research aimed at (1) analyzing pollution status on the riverestuaries at Pangkep Regency based on physical and chemichalcondition, (2) analyzing pollution status on the river estuaries at PangkepRegency based on bioecological condition of Annelids community, (3)describing the structure of annelids community as pollution bioindicator,(4) elaborating whether there was the Annelids types which had thepotentials as the pollution bioindicators on the river estuaries at PangkepRegency.

The research was carried out on several river estuaries based on : (1)estuary of Bawasalo River with its natural mangrove forest; (2) estuary ofSigeri River with dense settlement; (3) estuary of Kalukue River withdense fishpond area and (4) estuary of Manjelling River with the densesettlement and fishpond.

The result of the research reveals that there are 24 types of Annelids.Physical and chemichal condition at the river estuaries of Sigeri, Kalukueand Manjelling which are categorized in the moderately polluted based onTOC and BOD parameters. Ecological index at the river estuaries ofBawasalo and Sigeri is in the good condition, whereas the river estuariesof Kalukue and Manjelling have the low ecological index. Annelidscommunity structure at the estuary of Bawasalo river is in the naturalcondition, while the river estuaries of Sigeri and Kalukue are in themoderately polluted condition, even the estuary of Manjelling river is in theseverally polluted condition. The Annelids types of which have thepotentials as the positive indicators are the types of Iphitime Loxorhynchi,Arabella iricolor, Questa caudicirra, Oenone fulgida, Orbinia Johnsoni.

Page 7: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1B. Rumusan Masalah 4C. Tujuan Penelitian 4D. Kegunaan Penelitian 5E. Lingkup Penelitian 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencemaran 6B. Annelida 9B. Annelida Sebagai Bioindikator Pencemaran 12C. Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Komunitas

Annelida 15D. Indeks Ekologi 23E. Gambaran Umum Lokasi penelitian 25F. Kerangka Pikir 27G. Hipotesis 30

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian 31B. Alat dan Bahan 31C. Prosedur Penelitian 32D. Analisi Data 37E. Bagan Alir Penelitian 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Perairan Berdasarkan Kondisi Fisik Kimia Perairan 44B. Struktur Komunitas Annelida 57C. Kondisi Perairan Berdasarkan Struktur Komunitas Annelida 70D. Jenis Annelida yang berpotensi sebagai Bioindikator

Pencemaran 72

Page 8: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 79B. Saran 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

DAFTAR TABEL

nomor halaman

1. Skala Wenworth untuk mengklasifikasi partikel-partikel

sedimen 22

2. Standar Baku Mutu Perairan untuk Biota Perairan 38

3. Standar Baku TOC untuk Biota Perairan 38

4. Kriteria Tingkat Pencemaran berdasarkan nilai Rating Indeks 39

5. Kategori Indeks Keanekaragaman Jenis 40

6. Kategori Indeks Keseragaman Jenis 40

7. Kategori Indeks Dominansi 41

8. Rating Indeks pada semua stasiun pengamatan 57

9. Sebaran dan Komposisi Jenis Annelida pada setiap

stasiun pengamatan 59

10.Ringkasan interpretasi Canonical CorrespondencesAnalysis 74

Page 10: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian 29

2. Peta Lokasi Penelitian 33

3. Sketsa stasiun pengambilan sampel 34

4. Bentuk Kurva K-Dominance untuk jumlah individu dan biomassaspesies Annelida, yang menunjukkan 3 kondisi perairan yaituperairan yang tidak tercemar, tercemar sedang dantercemar berat 42

5. Bagan Alir Penelitian 43

6. Nilai dan Kondisi TOC di tiap stasiun berdasarkan TheNorwegian Pollution Coontrol Authority (SFT) tahun 2000 45

7. Nilai dan Kondisi BOD di tiap stasiun berdasarkanKEPMENLH tahun 2004 47

8. Nilai dan Kondisi DO di tiap stasiun berdasarkanKEPMENLH tahun 2004 49

9. Nilai dan Kondisi pH Air di tiap stasiun berdasarkanKEPMENLH tahun 2004 50

10. Nilai dan Kondisi pH Tanah di tiap stasiun berdasarkanKEPMENLH tahun 2004 52

11. Nilai dan Kondisi eH di tiap stasiun 53

12. Nilai dan Kondisi Salinitas di tiap stasiun 54

13. Nilai dan Kondisi Suhu di tiap stasiun 55

14. Nilai Sedimen yang diperoleh di tiap stasiun 56

15. Komposisi jenis Annelida di stasiun pengamatan 5816. Jumlah jenis annelida tiap stasiun 6417. Kepadatan annelida tiap stasiun 6518. Nilai Indeks Keanekaragaman tiap stasiun 6719. Nilai Indeks Keseragaman tiap stasiun 6920. Nilai Indeks Dominansi tiap stasiun 7021. Grafik Metode ABC diseluruh stasiun sebagai dasar

dalam penentuan Tingkat Pencemaran 71

Page 11: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

22. Hasil Canonical Correspondences Analysis.Distribusi spasial-temporal hewan annelid danpeubah lingkungan 73

Page 12: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

DAFTAR LAMPIRAN

nomor halaman

1. Parameter Lingkungan di Stasiun Pengmatan 87

2. Klasifikasi jenis Annelida yang ditemukan di StasiunPengmatan 89

3. Komposisi jenis, kepadatan (ind/m2) dan nilai indeksekologi Annelida 90

4. Indeks Ekologi 91

5. Hasil uji Kruskal-Wallis dan Anova Jumlah jenis, KepadatanAnnelida dan Faktor Fisik-Kimia Perairan 93

6. Kepadatan dan Biomas Annelida 108

7. Input analisis multivarian Canonical Correspondence

Analysis (CCA) 110

8. Gambar Jenis Annelida yang ditemukan 111

Page 13: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi suatu wilayah pesisir erat kaitannya dengan sistem sungai yang

bermuara di wilayah itu. Perubahan sifat sungai yang mungkin terjadi baik

yang disebabkan oleh proses alami maupun sebagai akibat dari kegiatan

manusia baik yang terjadi dihulu maupun yang terjadi dihilir telah

menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap kondisi wilayah pesisir

oleh karenanya secara alami wilayah pesisir merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari suatu sistem sungai.

Muara sungai merupakan bagian perairan yang sangat mendukung dan

potensil untuk berbagai kegiatan perikanan, karena sifat khasnya sebagai

wilayah penangkap nutrien dari daratan yang terbawa oleh aliran sungai dan

dari laut oleh aksi pasang surut. Hal ini menyebabkan tingkat kesuburannya

relatif tinggi. Secara fungsional muara sungai menerima tekanan dan beban

limbah, akibat aktivitas manusia dari sepanjang aliran sungai seperti kegiatan

pertanian, perikanan, pemukiman, industri dan kegiatan lainnya, sehingga

wilayah perairan ini dapat mengalami pencemaran sekecil apapun.

Perairan muara sungai di Kabupaten Pangkep merupakan perairan yang

semi terbuka dan mudah mendapat masukan berbagai bahan pencemar

dari limbah rumah tangga, industri dan perikanan (tambak) dan pertanian

intensif yang berada di sepanjang aliran sungai di Kabupaten Pangkep.

Page 14: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Keberadaan berbagai macam limbah tersebut dapat menyebabkan

peningkatan pencemaran dalam kolom air.

Hasil Kajian Basri (2010), menunjukkan tingginya konsentrasi fosfat pada

perairan di sekitar muara sungai di Kabupaten Pangkep yaitu berkisar 0,41-

0,74. Tingginya beban limbah organik yang masuk ke dalam badan sungai

telah mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Menurut Jumiarti

(2009), struktur komunitas makrozoobentos pada muara sungai Pangkajene

di Kabupaten Pangkep tergolong tidak stabil yang diindikasikan oleh nilai

indeks dominansi makrozoobentos yang ditemukan tergolong dalam kategori

tinggi. Adanya spesies yang dominan pada suatu komunitas menandakan

bahwa lingkungan yang ada tidak stabil sehingga hanya organisme oportunis

yang memiliki kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang mampu

bertahan (Odum, 1971).

Dwifungsi ekosistem perairan pantai, sebagai tempat pembuangan

limbah dan penghasil protein hewani, merupakan dua hal yang sangat

bertentangan. Hal ini perlu mendapat perhatian yang cukup, agar selalu

ada keseimbangan sehingga kondisi ekosistem tersebut tetap normal dan

lestari. Dorsey & Synnot (1980) menyatakan bahwa partikel organik hasil

buangan limbah kota merupakan cadangan sekunder nutrisi nitrat dan

fosfat. Senyawa-senyawa ini dapat merangsang produktivitas primer dari

organisme bentik alga uniseluler. Produktivitas primer tersebut dapat

digunakan untuk mengetahui tingginya kepadatan dan kelimpahan dari

hewan-hewan pemakan deposit.

Page 15: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Salah satu cara untuk memantau tingkat pencemaran perairan di muara

sungai di Kabupaten Pangkep adalah dengan melihat struktur komunitas

Annelida. Annelida merupakan jenis organisme yang hidupnya menetap di

dasar perairan dengan pergerakan yang relatif lambat sehingga cocok

dijadikan indikator bilogi (bio-indikator) di muara sungai karena struktur

komunitasnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya (Yokoyama,

1981). Indikator biologi memiliki tingkat konsistensi yang tinggi dan bersifat

praktis (cepat, murah) bila dibandingkan dengan pengukuran fisik dan kimia

lingkungan.

Kelompok Annelida merupakan satu mata rantai makanan yang penting

karena Annelida merupakan makanan utama berbagai jenis ikan demersal.

Kesuburan suatu perairan secara tak langsung dapat diperkirakan dengan

mengukur kepadatan, komposisi jenis dan biomasa dari Annelida tersebut.

Di Jepang, cacing telah digunakan sebagai bioindikator lingkungan

laut (Yokoyama, 1981), terutama di daerah teluk yang relatif tertutup

dan tercemar oleh bahan buangan organik. Sehingga penelitian ini akan

mencoba mempelajari mengenai komunitas Annelida sebagai bioindikator

pencemaran lingkungan pada muara sungai di Kabupaten Pangkep.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana status pencemaran pada beberapa muara sungai di

Kabupaten Pangkep berdasarkan kondisi fisik dan kimia perairan

Page 16: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

2. Bagaimana status pencemaran pada beberapa muara sungai di

Kabupaten Pangkep berdasarkan kondisi bioekologi komunitas

Annelida

3. Bagaimana struktur komunitas Annelida sehingga bisa menjadi

bioindikator pencemaran pada muara sungai di Kabupaten Pangkep

4. Apakah ada jenis Annelida yang berpotensi sebagai bioindikator

pencemaran pada muara sungai di Kabupaten Pangkep

C. Tujuan Penelitan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Menganalisis status pencemaran pada beberapa muara sungai di

Kabupaten Pangkep berdasarkan kondisi fisik dan kimia perairan

2. Menganalisis status pencemaran pada beberapa muara sungai di

Kabupaten Pangkep berdasarkan kondisi bioekologi komunitas

Annelida

3. Menguraikan struktur komunitas Annelida sebagai bioindikator

pencemaran pada muara sungai di Kabupaten Pangkep

4. Menganalisis apakah ada jenis Annelida yang berpotensi sebagai

bioindikator pencemaran pada muara sungai di Kabupaten Pangkep

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitan di atas, penelitian ini diharapkan dapat

memberi manfaat :

Page 17: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

1. Sebagai bahan informasi tentang kondisi struktur komunitas Annelida

pada muara sungai dikabupaten Pangkep

2. Sebagai justifikasi ilmiah dan bahan pertimbangan untuk kepentingan

penggunaan jenis-jenis Annelida sebagai bioindikator pencemaran

perairan.

E. Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini dibatasi pada kajian terhadap struktur Annelida, dalam

hal ini mencakup kepadatan, indeks keanekaragaman, indeks

keseragaman dan dominansi Annelida pada muara sungai di

Kabupaten Pangkep

2. Lokasi penelitian dibatasi pada aktivitas pemukiman dan pertambakan

di Muara Sungai di Kabupaten Pangkep

3. Sedangkan parameter lingkungan sebagai parameter pendukung

antara lain: kecepatan arus, suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO),

derajat keasaman (pH), Biological Oxygen Demand (BOD), Total

Organic Carbon (TOC), Eh Sedimen dan ukuran sedimen.

Page 18: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencemaran

Pencemaran perairan merupakan gejala pengotoran atau penambahan

pada air dengan organisme atau zat-zat lain sehingga dapat mencapai

tingkat yang mengganggu penggunaan atau pemanfaatan dan kelestraian

perairan tersebut. Bahan pencemaran dapat berupa bahan pencemaran

kimia, fisika dan biologi (Sutamiharja, 1982).

Pada dasarnya peristiwa pencemaran mempunyai beberapa

komponen pokok untuk bisa disebut sebagai pencemaran yaitu (1)

Lingkungan yang terkena adalah lingkungan hidup manusia, (2) Yang

terkena akibat negatif adalah manusia, (3) Dalam lingkungan tersebut

terdapat bahan berbahaya yang juga disebabkan oleh aktifitas manusia.

Ketiga komponen pokok di atas memberikan konsep pencemaran yang

berbunyi : pencemaran akan terjadi apabila dalam lingkungan hidup

manusia (baik lingkungan fisik, kimia da biologi) terdapat suatu bahan

dalam konsentrasi besar, yang dihasilkan oleh proses aktivitas manusia,

yang akhirnya merugikan eksistensi manusia sendiri. Bahan yang

menurunkan kualitas lingkungan dikenal sebagai bahan pencemaran

(pollutan) sedangkan pencemarannya sendiri dinamakan sebagai

peristiwa polusi (Amsyari, 1986).

Page 19: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Batasan pencemaran perairan menurut FAO (Wardoyo, 1974) adalah

penambahan atau masuknya suatu bahan pencemaran oleh manusia ke

dalam perairan sehingga merusak atau membahayakan kehidupan di

dalamnya, berbahaya bagi kesehatan manusia, mengganggu aktivitas

diperairan termasuk penangkapan ikan, merusak daya guna perairan dan

mengurangi keindahannya. Pendapat ini sejalan pula dengan GESAMP

(1989) yang menyatakan bahwa pencemaran perairan adalah masuk atau

dimasukkannya suatu energi atau benda oleh manusia langsung atau

tidak langsung ke dalam lingkungan perairan yang menimbulkan akibat-

akibat yang mengganggu suber-sumber kehidupan, berbahaya bagi

kesehatan manusia, menimbulkan gangguan aktivitas perairan, penurunan

kualitas penggunaan air khususnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan

pengurangan fungsi-fungsi lainnya.

Menurut Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang ketentuan-

ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, definisi secara umum

pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk

hidup, zat, energy dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau

berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam,

sehingga kualitas lingkungan tertentu yang menyebabkan lingkungan

menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya.

Sumber pencemaran dapat dibedakan menjadi sumber pencemaran

domestic yaitu dari pemukiman, kota, pasar, jalan, terminal dan rumah

sakit. Sumber non domestik yaitu dari pabrik, industri, pertanian,

Page 20: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

peternakan, perikanan dan transportasi. Sedangkan bentuk pencemaran

dapat dibagi menjadi bentuk cair (semua jenis bahan sisa hasil olahan

industry atau bahan buangan yang dibuang dalam bentuk larutan atau

berupa zat cair), padat (semua bahan sisa hasil olahan industry ataupun

bahan buangan yang tidak berguna dan berbentuk padat yang dapat

berupa kaleng bekas, pembungkus bekas, kertas bekas dan lain

sebagainya) dan gas (berasal dari asap kendaraan bermotor atau beroda

empat dan asap cerobong pembakaran dan sebagainya yang dapa

menimbulkan polusi udara) serta kebisingan (Sastrawijaya, 1991).

Menurut Mahida (1984), limbah cair yang berasal baik dari sisa

buangan hasil produksi industri dan limbah cair yang berasal dari limbah

rumah tangga ataupun limbah organik yang berasal dari budidaya tambak

pada umumnya menimbulkan pencemaran bagi lingkungan apabila limbah

cair tersebut langsung dibuang ke lingkungan tanpa melalui pengelolaan

terlebih dahulu dan limbah cair yang umumnya dibuang ke sungai dapat

menyebabkan pencemaran air sungai dan adanya pencemaran limbah

cair dapat menurunkan kadar oksigen dalam air. Jika pembuangan limbah

terjadi secara terus menerus tanpa terkendali, maka dapat mematikan

semua kehidupan dalam air. Pencemaran yang sangat nyata dari limbah

cair tersebut yaitu bau yang kurang enak, air yang berbau busuk, air

sungai menjadi keruh dan biasanya berwarna kecoklatan.

Page 21: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

B. Annelida

Annelida berasal dari bahasa Latin anneleus berarti cincin kecil dan

oids berarti bentuk. Annelida adalah kelompok cacing dengan tubuh

bersegmen. Annelida merupakan hewan tripoblastik yang sudah memiliki

rongga tubuh sejati (hewan selomata). Namun Annelida merupakan

hewan yang struktur tubuhnya paling sederhana (Suwignyo, 2005)

Annelida memiliki panjang tubuh sekitar 1 mm hingga 3 m. Contoh

annelida yang panjangnya 3 m adalah cacing tanah Australia. Bentuk

tubuhnya simetris bilateral dan bersegmen menyerupai cincin. Annelida

memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen

dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh

darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan

segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh

Annelida berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan

sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri dari otot melingkar

(sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal) (Palungkun, 1999).

Sistem pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring,

esofagus (kerongkongan), usus, dan anus. Cacing ini sudah memiliki

pembuluh darah sehingga memiliki sistem peredaran darah tertutup.

Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah.

Pembuluh darah yang melingkari esofagus berfungsi memompa darah ke

seluruh tubuh. Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali.

Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior. Ekskresi dilakukan

Page 22: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor.

Nefridia (tunggal – nefridium) merupakan organ ekskresi yang terdiri dari

saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor

merupakan pori permukaan tubuh tempat kotoran keluar.Terdapat

sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya (Suwignyo, 2005).

Sebagian besar annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang

parasit dengan menempel pada vertebrata, termasuk manusia. Habitat

annelida umumnya berada di dasar laut dan perairan tawar, dan juga ada

yang sebagian hidup di tanah atau tempat-tempat lembab. Annelida hidup

diberbagai tempat dengan membuat liang sendiri (Suwignyo, 2005).

Annelida umumnya bereproduksi secara seksual dengan pembentukan

gamet. Namun ada juga yang bereproduksi secara fregmentasi, yang

kemudian beregenerasi. Organ seksual annelida ada yang menjadi satu

dengan individu (hermafrodit) dan ada yang terpisah pada individu lain

(gonokoris). Annelida dibagi menjadi tiga kelas, yaitu Polychaeta (cacing

berambut banyak), Oligochaeta (cacing berambut sedikit), dan Hirudinea

(Palungkun, 1999).

Cacing Polychaeta terutama hidup di laut (Fauchald, 1977) meskipun

beberapa jenis nereid mempunyai toleransi terhadap salinitas rendah, dan

telah beradaptasi untuk hidup di air payau dan estuaria. Struktur morfologi

Polychaeta yang dapat diamati untuk mengidentifikasi jenis-jenis

Polychaeta adalah struktur kepala, organ-organ sensoris, struktur tubuh,

parapodia, papilla epidermal, cirri pygidial, stomadeum, struktur membran

Page 23: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

nuchal, sistem pencernaan, sistem sirkulasi, dan setae (Fauchald &

Rouse, 1997a; Fauchald & Rouse, 1997b).

Peranan Annelida secara ekonomi yaitu sebagai sumber protein,

bahan baku obat & industri farmasi, Parasit (cangkang kerang & tiram

mutiara, usus ikan), Budidaya (pakan ikan & komoditi ekspor), Hiasan

akuarium laut. Peranan Annelida secara ekologi yaitu Indikator polusi

organik ekosistem akuatik, Mata rantai dalam ekosistem, Mendaur ulang

nutrien di alam. Anelida ada yang bersifat merugikan dan menguntungkan,

namun sebagian besar Annelida bersifat menguntungkan bahkan ada

yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan di beberapa daerah,

contohnya: cacing wawo (Lysidice oele), dan cacing palolo (Eunice viridis).

Kedua cacing tersebut biasa dikonsumsi oleh manusia di beberapa tempat

di Indonesia. Selain itu, beberapa contoh spesies Annelida yang

menguntungkan antara lain: Lumbricus rubella, cacing tersebut

memproses sampah tanaman dan mengubahnya menjadi permukaan

tanah sehingga kaya nutrisi. Cacing tersebut juga berperan sebagai

dekomposer dan menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif dan enzim-

enzim penghancur benda mati sehingga tidak mengherankan jika cacing

dijadikan bahan pengobatan contohnya untuk typhus dan bahan pembuat

kosmetik. Selain itu ada juga spesies yang biasa digunakan dalam ilmu

kedokteran yaitu Hirudo medicinalis (Kastawi, 2003).

Page 24: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

C. Annelida Sebagai Bioindikator Pencemaran

Masuknya bahan polutan baik organik maupun anorganik ke perairan

sungai akan menyebabkan perubahan kualitas perairan di muara sungai,

karena muara sungai merupakan suatu ekosistem, maka setiap

perubahan komponen abiotik akan direspon oleh komponen biotik.

Komponen biotik (organisme) akan berkembang sebagai respon dari

setiap perubahan faktor abiotik, organisme yang mampu bertahan hidup

dalam kondisi tersebut dikenal dengan istilah organisme indikator

(bioindikator). Bioindikator dapat digunakan dalam monitoring perubahan

kualitas lingkungan (Tugiyono, 2006). Bioindikator dapat dibagi dalam 3

kelompok, yaitu:

1. Indikator secara ekologi yang membuktikan adanya pengaruh

ekosistem yang tergambarkan dalam struktur komunitas atau yang

sederhana ada atau tidak adanya spesies

2. Monitoring organisme yang mengukur kualitas dan kuantitas dari efek

negatif bahan kimia dalam lingkungan dan menduga pengaruhnya.

Organisme indikator baik berada dalam ekosistem (lingkungannya)

(monitoring secara pasif) maupun organisme diujikan dalam pengujian

ekotoksikologi yang baku (monitoring secara aktif).

3. Tes organisme yang menggunakan prosedur laboratorium yang baku,

seperti penelitian ekotoksikologi secara laboratorium.

Bioindikator (indikator biologi) adalah spesies atau mikroorganisme,

yang kehadiran dan responsnya berubah karena kondisi lingkungan.

Page 25: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Setiap spesies merespons perubahan lingkungan sesuai dengan stimulus

yang diterimanya. Respons yang diberikan mengindikasikan perubahan

dan tingkat pencemaran yang terjadi di lingkungannya. Respons yang

diberikan oleh masing-masing spesies terhadap perubahan yang terjadi di

lingkungannya dapat sangat sensitif, sensitif atau resisten (Suana, 2001).

Spesies indikator, dimana kehadiran atau ketidakhadirannya

mengindikasikan terjadi perubahan di lingkungan tersebut. Spesies yang

mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan lingkungan

(stenoecious), sangat tepat digolongkan sebagai spesies indikator. Bila

kehadiran, distribusi serta kelimpahannya tinggi didaerah yang banyak

bahan organik yang dibawa oleh air sungai, terutama pada zona hipertropic

dan zona polusi. seperti konsentrasi oksigen yang rendah dan penurunan

potensi oksidasi dan konsentrasi H2S yang tinggi maka spesies tersebut

merupakan indikator positif (Al-Hakim et al, 2007). Sebaliknya,

ketidakhadiran atau hilangnya suatu spesies karena perubahan

lingkungannya, disebut indikator negatif (Kovacs, 1992).

Dalam penilaian kualitas perairan, pengukuran keanekaragaman

jenis organisme sering lebih baik daripada pengukuran bahan -bahan

organik secara langsung. Annelida sering dipakai untuk menduga ketidak

seimbangan yang terjadi baik pada lingkungan fisik, kimia maupun

terhadap lingkungan biologi perairan.

Banyaknya bahan pencemar dapat memberikan dua pengaruh

terhadap organisme perairan, yaitu dapat membunuh spesies

Page 26: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies

lain. Jika air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari

jumlah yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah

spesies yang sedikit tetapi populasinya tinggi. Oleh karena itu,

penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap

sebagai suatu pencemaran (Sastrawijaya, 1991).

Salah satu jenis Annelida yang sering dijadikan bioindikator

pencemaran lingkungan adalah jenis Paraprionospio pinnata. Ehlers

(1901), adalah pakar pertama penemu Paraprionospio pinnata, yang

diperolehnya di negara-negara lain di dunia sebagai bioindikator

(Yokoyama & Tamai 1981).

Beberapa penelitian yang menggunakan P. pinnata sebagai indikator

pencemaran, antara lain Boesch (1973), Dauer et al. (1981) dan

Yokoyama (1981). Di perairan Jepang, biota ini melimpah pada musiin

terutama di lokasi yang mengandung buangan bahan organik atau di

daerah perairan yang kandungan oksigennya berkurang (Yokoyama 1981).

Cardell et al. (1999), melaporkan bahwa sedimen yang mengalami

eutrofikasi yang khas, yaitu dasar perairannya tercemar dan menyokong

komunitas makrofauna yang dicirikan oleh hadirnya Capitella capitata dan

Malacoceros fuliginosus dengan kelimpahan dan biomas yang tinggi,

keanekaragaman spesies yang rendah dan struktur makanan didominasi

oleh organisme pemakan deposit permukaan maupun di bawah

permukaan.

Page 27: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Phillips (1980) menyatakan bahwa mahluk hidup yang dapat dianggap

sebagai hewan bioindikator harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a) Tidak terbunuh atau mati dengan adanya timbunan zat-zat

pencemar, dan dijumpai pada tingkat-tingkat tertentu pada

lingkungannya

b) Terdapat pada suatu tempat dan mewakili daerah yang diamati

c) Melimpah pada seluruh daerah yang diamati; hidup dalam waktu

yang cukup lama dan dapat diambil sebagai contoh

d) Organisme tersebut mempunyai ukuran yang pantas dan memiliki

struktur jaringan cukup baik untuk diteliti

e) Organisme tersebut mudah digunakan sebagai contoh dan cukup

kuat serta tahan hidup dalam laboratorium. P. pinnata dapat me-

menuhi seluruh kriteria yang diberikan oleh Phillips (1980), sehingga

permanfaatannya sebagai hewan bioindikator memungkinkan.

D. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Annelida

1. Kecepatan arus

Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat

disebabkan oleh tiupan angin, karena perbedaan dalam densitas air laut

atau disebabkan oleh gerakan gelombang (Nontji, 2002). Selanjutnya

dikatakan bahwa pada dasar perairan dangkal, dimana terdapat arus

yang tinggi, hewan yang mampu hidup adalah organisme periphitik

atau benthos.

Page 28: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Pergerakan air yang ditimbulkan oleh gelombang dan arus juga

memiliki pengaruh yang penting terhadap benthos; mempengaruhi

lingkungan sekitar seperti ukuran sedimen, kekeruhan dan banyaknya

fraksi debu juga stress fisik yang dialami organisme-organisme dasar.

Pada daerah sangat tertutup dimana kecepatan arusnya sangat lemah,

yaitu kurang dari 10 cm/det, organisme benthos dapat menetap,

tumbuh dan bergerak bebas tanpa terganggu sedangkan pada perairan

terbuka dengan kecepatan arus sedang yaitu 10-100 cm/det

menguntungkan bagi organisme dasar; terjadi pembaruan antara bahan

organik dan anorganik dan tidak terjadi akumulasi (Wood, 1987).

2. Suhu

Suhu perairan merupakan parameter fisika yang sangat mempengruhi

pola kehidupan biota akuatik seperti penyebaran, kelimpahan

dan mortalitas (Brower et al., 1990). Menurut Sukarno (1981) bahwa

suhu dapat membatasi sebaran. hewan makrobenthos secara geografik

dan suhu yang baik untuk pertumbuhan hewan makrobenthos berkisar

antara 25 - 31 °C.

Salah satu adaptasi tingkah laku pada kelas Polychaeta akan

berlangsung apabila terjadi kenaikan suhu dan salinitas. Adaptasi

tersebut dapat berupa aktivitas membuat lubang dalam lumpur dan

membenamkan diri di bawah permukaan substrat. Beberapa Polychaeta

dapat bertahan dalam kondisi suhu ekstrim, diantaranya Capitella

Page 29: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

capitata ditemukan dengan kelimpahan 905 ind./m2 pada suhu 34 ºC

(Alcantara dan Weiss, 1991).

3. Salinitas

Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang

membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas,

dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang

mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat

stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas

disebut sebagai biota euryhaline (Supriharyono, 2007).

Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik

secara vertikal maupun horizontal. Menurut Barnes (1970) pengaruh

salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan

komposisi dalam suatu ekosistem. Menurut Gross (1972)

menyatakan bahwa hewan benthos umumnya dapat mentoleransi

salinitas berkisar antara 25 – 40 ‰.

Pada kelas Polychaeta termasuk golongan biota yang mampu hidup

pada kisaran salinitas yang luas. Spio dan Nereis mampu hidup pada

kisaran salinitas antara 6 – 24 ppt (Burkovskiy dan Stolyarov, 1996 dalam

Junardi, 2001). Capitella capitata terdapat melimpah dengan nilai

kelimpahan 1296 ind./m2 pada kondisi salinitas air 38 ppt (Alcantara dan

Weiss, 1991).

Page 30: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

4. pH

Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang penting

dalam pemantauan kualitas perairan. Organisme perairan mempunyai

kemampuan berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Kematian lebih

sering diakibatkan karena pH yang rendah daripada pH yang tinggi

(Pescod, 1973).

Effendi (2000) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik

sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.

5. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peranan

yang sangat penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor

pembatas bagi kehidupan biota. Daya larut oksigen dapat berkurang

disebabkan naiknya suhu air dan meningkatnya salinitas. Konsentrasi

oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses respirasi biota air dan proses

dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang

menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah

penambahan zat organik (buangan organik) (Connel dan Miller, 1995).

Pada tingkatan species, masing-masing biota mempunyai respon yang

berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut dan perbedaan kerentanan

biota terhadap tingkat oksigen terlarut yang rendah, misalnya Capitella

sp pada kelas Polychaeta. Dapat hidup dan mengalami peningkatan

biomassa walaupun nilai konsentrasi oksigen terlarut nol (Connel dan

Miller, 1995).

Page 31: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

6. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Menurut Ryadi (1984) BOD adalah sejumlah oksigen dalam sistem air

yang dibutuhkan oleh bakteri aerobik untuk melarutkan bahan-bahan

sampah (organik) dalam air melalui proses oksidasi biologis secara

dekomposisi aerobik.

Sedangkan menurut Fardiaz (1992), BOD menunjukkan jumlah

oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah

atau untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air, nilai BOD

tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya

mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen

tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut,

maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan

oksigen tinggi.

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya

oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan

organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan

bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan

makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Parameter BOD,

secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air

buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran

pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD

merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran

Page 32: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organism

tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan,

pada kondisi yang hampir sama dengan kondisi yang ada di alam.

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran

akibat air buangan penduduk, industri dan untuk mendesain system-

sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian

zat organik adalah peristiwa alamiah, kalau suatu badan air dicemari oleh

zat organik bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air

selama proses oksidasi tersebut yang dapat mematikan organism dalam

air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk

pada air tersebut. Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi zat organic

dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena

adanya bakteri aerobik, sebagai hasil oksidasi akan terbentuk

karbondioksida, amoniak dan air. Reaksi biologis pada uji BOD dilakukan

pada temperature inkubasi 200C dan dilakukan selama 5 hari (Alaerts,

1987).

BOD merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu

perairan. Perairan dengan nilai BOD tinggi mengindikasikan bahwa air

tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan

secara biologic dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi

aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan

kandungan oksigen terlarut diperairan sampai pada tingkat terendah,

sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan

Page 33: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

kematian organism akuatik. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa tingkat

pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD nya.

7. Total Organik Karbon (TOC)

Total Organic Carbon (TOC) adalah jumlah carbon yang

menempel/terkandung didalam senyawa organik dan digunakan sebagai

salah satu indikator kualitas air (air bersih maupun air limbah). TOC dalam

sumber air berasal dari pembusukan bahan organik alami (NOM : natural

organic matter) dan dari sumber sintetis. Humik asam, fulvic asam, amina,

dan urea merupakan jenis NOM. Deterjen, pestisida, pupuk, herbisida,

kimia industri, dan diklorinasi organik adalah contoh sumber sintetis. TOC

memberikan peran penting dalam mengukur jumlah NOM dalam sumber

air dan sedimen (Sharp, 1985).

8. Eh – Sedimen

Redoks potensial (Eh) adalah besarnya aktivitas elektron dalam proses

oksidasi reduksi yang dinyatakan dalam Volt (mV). Redoks potensial

dapat dijadikan sebagai ukuran kandungan oksigen dalam sedimen

(Bengen et al., 2004).

Oksidasi atau redoks potensial diukur dengan ukuran millivolt yang

disebut skala Eh yang kira-kira sama dengan pH, hanya saja Eh

mengukur aktivitas elektron sedangkan pH mengukur aktivitas proton.

Pada wilayah redoks yang terputus, Eh akan menurun dengan cepat dan

menjadi negatif pada wilayah yang sepenuhnya kosong (Odum, 1988).

Page 34: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Menurut Bengen et al. (2004), sedimen dasar suatu perairan dibagi

menjadi 3 zona yang didasarkan pada nilai redoks potensial dan reaksi-

reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. Ketiga zona tersebut adalah zona

oksidasi (nilai Eh > 200 mV), zona transisi (nilai Eh berkisar 0 – 200 mV)

dan zona reduksi (nilai <0 mV).

9. Substrat/Sedimen

Ukuran partikel substrat merupakan salah satu faktor ekologis utama

dalam mempengaruhi struktur komunitas makrobentik seperti kandungan

bahan organik substrat.

Untuk melihat klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran partikel dapat

dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Skala Wenworth untuk mengklasifikasi partikel-partikelsedimen (Holme and McIntyre, 1984)

Keterangan Ukuran (mm)Batu besar (boulder)Bongkahan batu (cobble)Kerakal (pebble)Kerikil (granule)Pasir sangat kasar (very coarse sand)Pasir kasar (coarse sand)Pasir agak kasar (medium sand)Pasir halus (fine sand)Pasir sangat halus (very fine sand)Lanau (silt)Lempung (clay)

>256256-6464-44-22-1

1-0,50,5-0,25

0,25-0,1250,125-0,6250,625-0,0039

< 0,0039

Pada kelas Polychaeta biasanya banyak dijumpai pada substrat

lunak dan berpasir. Aricidae, Armandia dan Kinbergonuphis ditemukan

melimpah pada substrat lunak dan berpasir (Almeida dan Ruta, 1998).

Page 35: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Pada penelitian lain pada substrat lempung liat berpasir, Polychaeta

yang melimpah adalah genus Magelona, Goniadides dan Eunice (Brasil

dan Silvia, 1998). Selain itu, pada kondisi kandungan pasir 64 % dan C-

organik 0,3 %, spesies yang melimpah adalah Spio decoratus sebesar 265

ind./m2 (Junardi 2001).

E. Indeks Ekologi

Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi menurut Odum (1988)

selain menunjukkan kekayaan jenis, juga menunjukkan keseimbangan

dalam pembagian jumlah individu tiap jenis.

1. Indeks Keanekaragaman

Untuk menggambarkan keadaan jumlah spesies atau genera yang

mendominasi dan bervariasi maka digunakan indeks keanekaragaman.

Semakin kecil nilai keanekaragaman maka keseragaman populasi

semakin kecil, artinya penyebaran jumlah individu setiap spesies tidak

merata serta ada kecenderungan suatu spesies untuk mendominasi

populasi tersebut . sebaliknya semakin besar nilai keragaman maka

populasi menunjukkan keseragaman tinggi dimana jumlah individu setiap

spesies atau genera sama atau hampir sama (Odum, 1971)

Keanekaragaman merupakan sifat komunitas yang ditentukan oleh

banyaknya jenis serta kemerataan kelimpahan individu tiap jenis yang

didapatkan (Odum, 1988).

Page 36: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Wardoyo (1974) mengemukakan bahwa keanekaragaman yang

mempunyai nilai tinggi berarti kondisi ekosistem perairan cukup baik.

Indeks keanekaragaman yang rendah cenderung mengindikasikan

kualitas perairan yang buruk, namun pernyataan di atas tidak selamanya

berlaku, sebab pada keadaan tertentu indeks keragaman yang rendah

didapatkan di daerah aliran air yang berkualitas baik, ini dikarenakan

dasar perairan yang keras dan berbatu seperti di wilayah pegunungan,

namun tidak menguntungkan bagi hewan makrobentos.

Keanekaragaman (H’) mempunyai nilai terbesar jika semua individu

berasal dari genus atau spesies yang berbeda-beda. Sedangkan nilai

terkecil didapat jika semua individu berasal dari satu genus atau satu

spesies saja.

Menurut Lee et al. (1978), mengemukakan bahwa untuk memprediksi

atau memperkirakan tingkat pencemaran air laut, dapat dianalisa

berdasarkan indeks keanekaragaman hewan makrozoobenthos maupun

berdasarkan sifat fisika-kimia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan klasifikasi derajat pencemaran yang tertera pada Tabel 4.

2. Indeks Keseragaman

Dahuri (1994) menyatakan bahwa indeks keseragaman (E) digunakan

untuk melihat apakah didalam komunitas jasad akuatik yang diamati,

terdapat pola dominansi oleh suatu atau beberapa kelompok jenis jasad.

Apabila nilai E mendekati 1, maka sebaran individu-individu antar jenis

(Spesies) relatif merata. Tetapi jika nilai E mendekati 0, terdapat

Page 37: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

sekelompok jenis spesies tertentu yang jumlahnya relatif berlimpah

(dominan) dari pada jenis lainnya.

Odum (1988) menyatakan bahwa, indeks keseragaman merupakan

suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya berkisar antara 0 – 1.

Semakin kecil nilai indeks keanekaragaman, semakin kecil pula

keseragaman suatu populasi, berarti penyebaran jumlah individu setiap

spesies mendominir populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai

indeks keseragaman yang berarti bahwa jumlah individu tiap spesies

boleh dikatakan sama atau tidak jauh berbeda dan tidak ada dominansi

spesies.

3. Indeks Dominansi

Dominansi jenis organisme dalam suatu komunitas ekosistem perairan

diketahui dengan cara menghitung indeks dominansi dari organisme

tersebut. Nilai indeks dominansi berkisar antara nol sampai dengan satu.

Dimana semakin mendekati satu maka ada organisme yang mendominasi

ekosistem perairan, sebaliknya jika mendekati nol maka tidak ada jenis

organisme yang dominan (Odum, 1988). Selanjutnya dikatakan bahwa,

hubungan antara keragaman, keseragaman dan dominansi terkait satu

sama lain, dimana apabila organisme beranekaragam berarti organisme

tersebut tidak seragam dan tentu tidak ada yang mendominasi.

Page 38: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

F. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Pangkep (Pangkajene dan Kepulauan) terletak antara 110o

BT dan 4o.40’ LS sampai dengan 8o.00’ LS atau terletak di Pantai barat

Sulawesi Selatan dengan batas batas administrasi sebagai berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan Kab.Barru

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kab.Maros

Sebelah timur berbatasan dengan Kab.Bone

Sebelah barat berbatasan dengan P.Kalimantan, P.Jawa,

P.Madura,P.Nusa Tenggara dan Bali.

Kabupaten Pangkep terdiri dari 12 kecamatan, 9 kecamatan terletak di

daratan dan 3 kecamatan terletak di kepulauan, dengan luas wilayah

1.112,29 Km2 dan berjarak 51 km dari kota Makassar, ibukota Provinsi

Sulawesi Selatan. Kabupaten Pangkep terletak dipesisir pantai barat

Sulawesi Selatan yang terdiri dari dataran rendah dan pegunungan.

Dataran rendah seluas 73.721 Ha, membentang dari garis pantai barat ke

timur terdiri dari persawahan, tambak, rawa-rawa, dan empang.

Muara Sungai di kabupaten Pangkep diapit o l eh a re a l

t a mb ak . Pe nd ud uk memanfaatkan muara sungai di kabupaten

Pangkep sebagai daerah mencari tiram dari jenis Saccostrea cucullata

dan sebagai jalur transportasi menuju pulau-pulau terdekat di Selat

Makassar. Selain mencari tiram, penduduk juga memanfaatkan daerah

ini sebagai tempat mencari ikan. Muara sungai yang dijadikan lokasi

penelitian yaitu Muara sungai Bawasalo (Stasiun Kontrol), Muara

Page 39: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Sungai Segeri, (Stasiun Dominan Pemukiman) Muara Sungai Kalukue

(Stasiun Dominan Tambak) dan Muara Sungai Manjelling (Stasiun

Kombinasi).

Jumlah penduduk Kabupaten Pangkep pada tahun 2008 sebanyak

310.982 jiwa meningkat sebesar 2,68% dibanding tahun 2007 yang

berjumlah 302.874 jiwa, dengan Jumlah penduduk di Kecamatan Mandale

yang merupakan salah satu kecamatan yang dijadikan lokasi penelitian

sebanyak 12.444 jiwa (4,00% dari total penduduk) dan Kecamatan

Marang sebanyak 32.646 jiwa (10,50% dari total penduduk)

G.KERANGKA FIKIR

Muara sungai di Kabupaten Pangkep merupakan salah satu lokasi yang

telah banyak mengkonversi lahan di muara sungai menjadi kawasan

pemukiman dan pertambakan. Aktivitas-aktivitas tersebut di atas, baik

secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap

keseimbangan ekosistem di muara sungai tersebut.

Tekanan lingkungan terhadap perairan ini makin lama semakin

meningkat karena masuknya limbah dari berbagai kegiatan di

kawasan-kawasan muara sungai tersebut. Jenis limbah yang masuk

seperti limbah organik, dan anorganik (sampah) inilah yang

menyebabkan penurunan kualitas lingkungan perairan (Wiryawan et al.,

1999).

Penurunan kualitas lingkungan ini dapat diidentifikasi dari perubahan

Page 40: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

komponen fisik, kimia dan biologi perairan di sekitar pantai. Perubahan

komponen fisik dan kimia tersebut selain menyebabkan menurunnya

kualitas perairan juga menyebabkan bagian dasar perairan (sedimen)

menurun, yang dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan terutama

pada struktur komunitasnya. Salah satu biota laut yang diduga akan

terpengaruh langsung akibat penurunan kualitas perairan dan sedimen di

lingkungan pantai adalah hewan annelida.

Kualitas biologi hewan annelida meliputi keanekaragaman,

keseragaman, kelimpahan, dominansi, biomassa, dan sebagainya akibat

akumulasi limbah dari aktivitas manusia. Akumulasi limbah dari rumah

tangga dan tambak, yang mengendap di dasar perairan akan

mempengaruhi kehidupan hewan annelida. Annelida di suatu perairan

dapat dipakai untuk menduga terjadinya pencemaran disuatu perairan

(American Public Health Association 1989; Agard et al., 1993). Sehingga

bapat ditentukan status perairan di muara sungai pangkep apakah dalam

keadaan baik atau dalam keadaan tercemar untuk keperluan pemanfaatan

pengelolaan pesisir di daerah tersebut.

Page 41: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Aktivitas Pemanfaatan Disekitar Muara SuangaiKabupaten Pangkep

Pemukiman Pertambakan

Pencemaran

Kualitas fisika :Kecepatan ArusTekstur Sedimen

Suhu

Kualitas kimia :TOC, BOD, DO,Salinitas, Ph, Eh

Kualitas biologi :Komunitas Annelida

KepadatanKeanekaragaman

KeseragamanDominansiBiomassa

Baku Mutu

StatusPerairan

Bioindikator

PENGELOLAAN

Page 42: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

H. HIPOTESIS

1. Berbagai aktivitas yang terjadi di sekitar muara sungai akan

menyebabkan perubahan beberapa kondisi fisik dan kimia perairan di

muara sungai Kabupaten Pangkep

2. Adanya berbagai aktivitas yang terjadi di sekitar muara sungai secara

tidak langsung mempengaruhi struktur komunitas Annelida di

beberapa muara sungai di Kabupaten Pangkep

3. Perubahan struktur komunitas Annelida dapat dijadikan bioindikator

pencemaran akibat dampak dari aktivitas manusia di muara sungai di

Kabupaten Pangkep

4. Terdapat beberapa jenis Annelida yang berpotensi untuk dijadikan

indikator positif atau negatif di muara sungai di Kabupaten Pangkep

Page 43: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011, pada muara Sungai di

Kabupaten Pangkep. Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium

Ekologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin,

Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian yaitu

a) Penentuan stasiun :

Perahu motor sebagai transportasi,

GPS (Global Positioning System) sebagai penentu posisi titik

sampling

b) Pengambilan sampel makrozoobentos:

Van Veen Grab 20 x 20 cm2,

Ayakan bentos 0.5, kantong sampel,

Alkohol 70%,

Kertas label secukupnya digunakan untuk sampel Annelida

Lup digunakan untuk identifikasi Annelida

Page 44: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

c) Pengukuran parameter lingkungan:

Pada sedimen: tanur; cawan porselen, oven, timbangan untuk

kandungan BO

Eh-pH meter

Sieve net untuk mengetahui jenis dan ukuran sedimen

Pada air: Pengukuran suhu, salinitas, pH, Oksigen terlarut

(DO) menggunakan alat Water Quality Cheker (WQC)

Layang-layang arus dan kompas untuk menentukan arah dan

kecepatan arus

TOC analyzer untuk menghitung Total Organik Carbon pada

sedimen.

C. Prosedur Penelitian

1. Penentuan Stasiun

Pengambilan sampel dilakukan pada 4 stasiun muara sungai di

Kabupaten Pangkep dengan kriteria pemanfaatan di sekitar stasiun

sebagai berikut :

1. Stasiun I : Muara sungai dengan hutan bakau yang masih alami

atau padat (stasiun kontrol). Stasiun ini berada di

Desa Bawasalo, Kecamatan Mandalle

2. Stasiun II : Muara sungai dengan kawasan pemukiman yang

padat. Stasiun ini berada di Desa Tamangapa ,

Kecamatan Marang

Page 45: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

3. Stasiun III : Muara sungai dengan areal pertambakan. Stasiun ini

berada di Desa Pitusunggu, Kecamatan Marang

4. Stasiun IV : Muara sungai dengan kawasan pemukiman dan areal

pertambakan yang padat (Stasiun Kombinasi).

Stasiun ini berada di Desa Pitusunggu, Kecamatan

Marang

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Page 46: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

5. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel Annelida dilakukan pada masing-masing

stasiun yang telah ditentukan, setiap stasiun dibagi menjadi 3 sub

stasiun dan tiap sub stasiun dibagi menjadi 6 anak substasiun. Sub

stasiun 1 berada disebelah kanan mulut sungai, sub stasiun 2 berada

didepan mulut muara sungai dan sub stasiun 3 berada disebelah kiri

mulut sungai.

Gambar 3. Sketsa stasiun pengambilan sampel

Keterangan :

= jarak antar anak substasiun = 100 meter

Pengambilan sampel Annelida dilakukan dengan menggunakan

Eckman Grabb selanjutnya disaring dengan menggunakan surber net.

Sampel yang didapat disortir dengan menggunakan Hand Sortir

A1

A2

A4

A5

A6

A3

B1

C3

C2

C6

C5

C4

C1

B2 B5B4B3 B6Muara sungai

Page 47: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Method selanjutnya dibersihkan dengan air dan direndam dengan

formalin 4% selama 1 hari, kemudian dicuci dengan akuades dan dikering

anginkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi

alkohol 70% sebagai pengawet lalu diberi label. Kemudian sampel

dibawa ke Laboratorium Ekologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP,

Universitas Hasanuddin, Makassar.

6. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan

Pengukuran beberapa parameter oseanografi dilakukan bersamaan

dengan pengambilan sampel Annelida. Adapun parameter yang diukur

yaitu:

a. Kecepatan arus

Kecepatan arus ditentukan dengan menggunakan kompas,

stopwatch dan layang-layang arus. Secara teknis alat ini dilepaskan

di perairan dan dibiarkan hanyut hingga tali menegang. Kecepatan

arus dihitung dengan membandingkan antara panjang tali dan dan

waktu yang dibutuhkan hingga tali menegang. Selisih waktu pada

saat pelepasan alat dan pada saat tali dilepas dihitung dengan

menggunakan stopwatch.

Untuk menghitung kecepatan arus yang diukur di lapangan

menggunakan persamaan : V = s/t dengan V= kecepatan arus

(m/s), s = panjang tali (m), t = waktu pengamatan (s)

Page 48: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

b. Suhu, Salinitas, pH, Oksigen Terlarut (DO)

Pengukuran suhu, salinitas, pH, Oksigen terlarut (DO)

menggunakan alat Water Quality Cheker (WQC).

c. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Mengambil air sebanyak 1-2 liter dari kedalaman yang

dikehendaki. Air sampe dimasukkan kedalam botol gelap dan

terang sampai penuh. Air yang berada dalam botol terang segera

dianalisis kadar oksigen terlarutnya. Sedangkan botol gelap yang

berisi air sampel diinkubasi dalam BOD inkubator pada suhu 200C.

setelah 5 hari kemudian ditentukan kadar oksigen terlarutnya.

Penentuan kadar oksigen terlarut dilakukan secara titrimetrik.

d. Total Organic Carbon (TOC)

Untuk Mengukur TOC dipakai Alat TOC analyzer dan untuk

menghitung Total Organik Carbon pada sedimen adalah: TOC =

(TC-IC)xfp, dengan TC=Total karbon hasil pengukuran (mg/L);

IC=Karbon Anorganik hasil pengukuran (mg/L); fp=Faktor

pengenceran

e. Potensial Redoks Sedimen (Eh)

Pengukuran potensial redoks dari sampel sedimen

dilaksanakan di laboratorium dengan mengunakan Eh-pH meter

(Hariyadi, 2003).

Page 49: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

f. Jenis dan Ukuran Sedimen

Metode ini digunakan untuk mengklasifikasi substrat pasir dan

lumpur dengan prosedur sebagai berikut:

1. Sampel sedimen yang telah kering ditimbang sebanyak ± 100

gram, lalu diayak menggunakan sieve net bertingkat selama 15

menit dengan gerakan konstan sehingga didapatkan pemisahan

partikel sedimen berdasarkan masing-masing ukuran ayakan (2

mm, 1 mm, 0,5 mm, 0,063 mm dan <0,063 mm)

2. Sampel dipisahkan dari masing-masing ukuran ayakan hingga

bersih lalu ditimbang

Untuk menghitung % berat sedimen pada metode ayakan

kering digunakan rumus sebagai berikut:

% Berat = %100ayakanhasillberat tota

ayakanhasilberatX

D. Analisis Data

1. Kondisi Perairan Berdasarkan Kondisi Fisik Kimia

Kondisi perairan berdasarkan kondisi Fisik Kimia yang diukur di

lapangan yaitu kecepatan arus, suhu, pH, Oksigen terlarut (DO), salinitas

dan kecepatan arus. Sementara kondisi perairan berdasarkan kondisi

Fisik Kimia yang diukur dilaboratorium yaitu Biological Oxygen Demand

(BOD) dan Total Organic Carbon (TOC).

Page 50: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Untuk membandingkan nilai setiap parameter terhadap stasiun

penelitian dilakukan analisis ragam (uji Fisher). Jika data tidak menyebar

normal dan atau tidak homogen maka digunakan uji Kruskal Wallis

Penilaian status pencemaran untuk setiap parameter dilakukan dengan

membandingkan nilai rata-rata dari setiap parameter dengan

menggunakan Standar Baku Mutu Perairan untuk Biota Perairan sesuai

keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tahun 2004 adalah :

Tabel 2. Standar Baku Mutu Perairan untuk Biota Perairan

No. Parameter Satuan Baku mutu

1.2.3.4.6.

SuhupHSalinitasOksigen terlarut (DO)BOD

oC-%omg/ l%

28-307 - 8,533-34>520

Untuk penilaian parameter TOC digunakan standar berdasarkan The

Norwegian Pollution Control Authority (SFT) tahun 2000 seperti disajikan

pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Standar Baku TOC untuk Biota Perairan

No. Level Kualitas LingkunganSedimen Perairan

TOC (mg/g)

1.2.3.4.5.

Sangat BaikBaikKurang BaikTercemar SedangTercemar Berat

>2020-2727-3434-41>41

Penilaian secara umum tingkat pencemaran di setiap stasiun penelitian

dilakukan secara bersamaan terhadap beberapa parameter yang telah di

bakumutukan oleh KLH dengan menghitung Rating Indeks. Perhitungan

Page 51: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Rating Indeks dilakukan berdasarkan standar baku minimal atau standar

baku maksimal. Adapun persamaan yang digunakan, diacu menurut

Brower et al. (1990) sebagai berikut :

Standar baku minimal dari suatu parameter

=100

ݏ

Standar baku maksimal dari suatu parameter

=100 ݏ

Dengan : Ri = Rating Indeks; Xi = Nilai Rata-rata tiap parameter

lingkungan; Xs = Standar Baku Parameter lingkungan.

Untuk menilai tingkat pencemaran suatu lokasi maka rata-rata nilai RI

diklasifikasikan menjadi 4 kategori seperti dengan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Tingkat Pencemaran berdasarkan nilai Rating Indeks

No. Tingkat Pencemaran Rating Indeks1.2.3.4.

Tercemar BeratTercemar Sedang/rendahTercemar RinganTidak Tercemar

0-3534-67

68-100>100

2. Struktur Komunitas

a. Kepadatan

Kepadatan Annelida dihitung berdasarkan Bengen et al. (2004),

sebagai berikut:

Dengan : Y = Kepadatan (ind/m2); a = Jumlah Annelida per jenis (ind); b =

Luas bukaan grab (cm2)

b

aY

10000

Page 52: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

b. Indeks Keanekaragaman dan Indeks

Indeks keanekaragaman

(Brower et al., 1990)

H’ = - ∑Pi log Pi

Dengan : H’ = Indeks keanekaragaman

jenis; N = Jumlah total individu

dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Kategori Indeks Keanekaragaman Jenis

Indeks Keanekaragaman (H’)H’ ≤ 2,0

2,0 < H’H’ ≥ 3,0

Sedangkan indeks keseragaman dapat dihitung dengan menggunakan

rumus Shannon-Wiener (Brower

Dengan : H’ = Indeks keanekaragaman

Jumlah jenis. Kategori indeks keseragaman dapat dilihat pada

(Odum, 1988).

Tabel 6. Kategori Indeks Keseragaman Jenis

Indeks Keseragaman (E)0,00 < E0,50 <E0,75 < E

Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

Indeks keanekaragaman dihitung berdasarkan indeks Shannon

., 1990) :

∑Pi log Pi ;

N

ni

N

niH log'

= Indeks keanekaragaman; ni = Jumlah individu untuk setiap

= Jumlah total individu. Kategori indeks keanekaragaman dapat

5. (Odum, 1988).

. Kategori Indeks Keanekaragaman Jenis

Indeks Keanekaragaman (H’) Kategori≤ 2,0 Rendah

2,0 < H’ ≤ 3,0 Sedang≥ 3,0 Tinggi

Sedangkan indeks keseragaman dapat dihitung dengan menggunakan

Wiener (Brower et al., 1990) :

= Indeks keanekaragaman; J’= Indeks keseragaman

Kategori indeks keseragaman dapat dilihat pada

. Kategori Indeks Keseragaman Jenis

Indeks Keseragaman (E) Kategori0,00 < E ≤ 0,50 Tertekan0,50 <E ≤ 0,75 Tidak Stabil0,75 < E ≤ 1,00 Stabil

Shannon-Wiener

= Jumlah individu untuk setiap

Kategori indeks keanekaragaman dapat

KategoriRendahSedang

Sedangkan indeks keseragaman dapat dihitung dengan menggunakan

Indeks keseragaman; S=

Kategori indeks keseragaman dapat dilihat pada Tabel 6

KategoriTertekan

Tidak Stabil

Page 53: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

1

1

NN

niniD

c. Indeks Dominasi

Indeks dominasi dihitung dengan menggunakan formula menurut

Brower et al. (1990) sebagai berikut :

Dengan : D = Indeks Dominansi; ni = Jumlah Individu setiap jenis; N =

Jumlah individu dari seluruh jenis. Kategori indeks dominansi dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 7. Kategori Indeks Dominansi

Indeks Dominansi (C) Kategori

0,00 C 0,50 Rendah

0,50 < C 0,75 Sedang

0,75 < C 1,00 Tinggi

Komposisi jenis dan kelimpahan Annelida yang telah diidentifikasi

kemudian dihitung lalu dikelompokkan berdasarkan stasiun kemudian

data dianalisis ragam dengan catatan jika data menyebar normal dan atau

tidak homogen maka data dianalisis ragam dengan menggunakan Kruskal

Wallis dan jika data homogen maka data dianalisis ragam dengan

menggunakan metode Fisher.

3. Kondisi Perairan Berdasarkan Struktur Komunitas Annelida

Untuk penentuan tingkat pencemaran perairan digunakan metode

ABC (Abundance-Biomass Comparison) yaitu model kurva K-Dominance

((Warwick 1986). Nilai persentase kumulatif dari biomassa dan jumlah

individu dari setiap spesies dimasukkan sebagai sumbu Y (% Dominansi

Kumulatif) dan dari jumlah individu dan biomassa setiap spesies yang

Page 54: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

telah diurut/dirangking, dimasukkan sebagai sumbu X (Log Rangking

Spesies).

Dari hasil yang diperoleh, apabila kurva K-Dominance untuk biomassa

terletak diatas kurva untuk jumlah invidu spesies, maka perairan dikatakan

tidak tercemar. Bila kurva K-Dominance untuk biomassa dan jumlah

individu spesies saling berhimpitan maka perairan dikatakan tercemar

sedang dan sebaliknya jika kurva K-Dominance untuk jumlah individu

spesies berada diatas kurva biomassa spesies maka perairan diakatakan

tercemar berat. Bentuk kurva K-Dominance dapat terlihat pada gambar

berikut :

Gambar 4. : Bentuk Kurva K-Dominance untuk jumlah individu danbiomassa spesies Annelida, yang menunjukkan 3 kondisiperairan yaitu perairan yang tidak tercemar, tercemarsedang dan tercemar berat (Warwick 1986)

4. Potensi Annelida Sebagai Bioindikator Pencemaran Perairan

Untuk mengetahui potensi Annelida sebagai Bioindikator Pencemaran

Perairan digunakan analisis multivariat dengan teknik Canonical

Correspondence Analysis (CCA).

Analisis CCA merupakan metode statistik deskriptif yang

Page 55: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

dipresentasikan dalam bentuk grafik yang memuat informasi maksimum

dari suatu struktur data (Ter Braak, 1986). Matrik data terdiri dari

komunitas Annelida dan peubah lingkungan sebagai individu statistik

(kolom) dan waktu pengamatan sebagai baris. Adapun proses

penghitungan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Biplot.

E. Bagan Alir Penelitian

Gambar 5. Bagan Alir Penelitian

TABULASI DATA

ANALISIS DATA

PEMBAHASAN

MENARIKKESIMPULAN

MENYUSUNLAPORAN

INTERPRETASI

PENGUMPULANDATA PRIMER

PERSIAPAN

SURVEYPENDAHULUAN

PENGUMPULANDATA SEKUNDER

ANNELIDA PARAMETERLINGKUNGAN

Page 56: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Perairan Berdasarkan Kondisi Fisik Kimia

Beberapa parameter lingkungan yang diamati dalam penelitian seperti

TOC, BOD, DO, pH Air dan pH Tanah akan diuraikan satu persatu.

1. Total Organic Carbon (TOC)

Nilai TOC (Gambar 6) hasil pengukuran pada setiap stasiun berkisar

antara 22.66 - 29.04. Nilai TOC yang tertinggi yaitu berada pada Stasiun IV

diduga ini disebabkan karena pada Stasiun IV mendapatkan beban

pencemaran akibat air limbah buangan penduduk dari pemukiman dan air

buangan yang berasal dari proeses pertambakan. Menurut Sharp (1985)

sumber pecemaran TOC berasal dari pembusukan bahan organik alami

dan dari sumber sintetis, urea merupakan jenis bahan pencemar yang

berasal dari bahan organik sedangkan deterjen, pestisida dan pupuk

berasal dari sumber sintetis. Diduga limbah deterjen yang di hasilkan oleh

penduduk yang memberi pengaruh besar terhadap tingginya kadar TOC di

Stasiun IV. Menurut Supriharyono (2007) bahwa pencemaran laut

pesisir pada umumnya terjadi karena adanya pemusatan

penduduk di daerah pesisir dimana aktivitas-aktivitas tersebut baik

langsung maupun secara tidak langsung (melalui limbah buangannya)

sering mengganggu di perairan laut daerah pesisir.

Page 57: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Nilai TOC yang terendah berada pada Stasiun I yaitu 22.26

disebabkan karena pada stasiun ini masih dalam kondisi relatif alami

karena masih mempunyai kawasan mangrove yang padat dan tidak

mendapat masukan limbah pencemaran dari pemukiman dan

pertambakan.

Gambar 6. Nilai dan kondisi TOC di tiap stasiun pengamatanberdasarkan The Norwegian Pollution Coontrol Authority(SFT) tahun 2000.

Berdasarkan Norwegian Pollution Control Authority (2000) kadar TOC

pada Stasiun I, II dan III tergolong baik karena berada pada kisaran 20-27.

Sedangkan Stasiun IV nilai TOC yang diperoleh 29.04 yaitu masuk dalam

kriteria perairan yang kurang baik karena berada pada kisaran standar

nilai 27-34.

Hasil uji analisis ragam dengan menggunakan Kruskall Wallis terhadap

22.66 25.19 26.20 29.04

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

I II III IV

TOC

(mg/

l)

Stasiun

a

a a

b

Baik

Kurang baik

Tercemar ringan

Tercemar berat

Page 58: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

kadar TOC menunjukkan Stasiun IV berbeda nyata dengan Stasiun I, II

dan III karena nilai TOC di Stasiun IV memiliki kisaran nilai yang berbeda

jauh bila dibandingkan dengan Stasiun I, II dan III (Gambar 6). Hal

tersebut menjelaskan bahwa aktivitas manusia di Stasiun IV yaitu stasiun

kombinasi dengan aktivitas pemukiman dan pertambakan memberikan

pengaruh terhadap kadar TOC yang sangat signifikan. Sedangkan stasiun

yang hanya terdapat aktivitas pemukiman atau pertambakan sj

didalamnya tidak terlalu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar

TOC.

2. Biological Oxygen Demand (BOD)

Nilai BOD (Gambar 7) hasil pengukuran pada setiap stasiun berkisar

antara 21.73 - 34.93. Nilai BOD yang tertinggi yaitu berada pada Stasiun

IV dengan nilai BOD tinggi yang mengindikasikan bahwa air tersebut

tercemar oleh bahan organik. Tingginya nilai BOD pada stasiun ini diikuti

dengan menurunnya kandungan oksigen terlarut, sehingga kondisi

perairan pada stasiun ini menjadi anaerob yang dapat berakibat

kematian organisme annelida. hanya jenis annelida tertentu sj yang bisa

beradaptasi dan yang mampu bertahan, pada saat pengambilan sampel

baik sampel sedimen maupun sampel air menimbulkan bau busuk, ini

mengindikasikan daerah tersebut memang mengalami kondisi anaerob.

Sedangkan Nilai BOD yang terendah berada pada Stasiun I yaitu 21.73.

yang mengindikasikan bahwa air tersebut tidak tercemar oleh bahan

organik.

Page 59: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Nilai BOD hasil pengukuran pada setiap stasiun terlihat (Gambar 7)

bahwa pada Stasiun I berada pada kondisi perairan yang baik karena

sudah sesuai dengan standar baku mutu perairan untuk biota perairan

yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan hidup tahun 2004 yaitu

20 mg/l. Pada Stasiun II, III dan IV mengalami pencemaran bahan organik

karena kisaran nilai BOD yang diperoleh relatif tinggi karena melewati

standar baku yang sudah ditetapkan. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa

tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD

nya.

Gambar 7. Nilai dan kondisi BOD di tiap stasiun pengamatanberdasarkan KEPMENLH tahun 2004

Hasil uji analisis ragam terhadap kadar BOD menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang nyata antara Stasiun I dengan Stasiun III-IV dan

antara stasiun II dengan stasiun III-IV. Di Stasiun III dan IV menunjukkan

kadar BOD yang relatif sama dan memiliki kadar BOD yang tinggi. Nilai

21.73 29.57 31.90 34.93

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

I II III IV

BO

D(m

g/l)

Stasiun

Baika

b

c

c

Page 60: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

BOD pada Stasiun I dengan stasiun III-IV mengalami perbedaan yang

sangat signifikan (Gambar 7). Stasiun IV (Stasiun Kombinasi) yang

memiliki pengaruh aktivitas manusia pemukiman dan pertambakan

memiliki kadar BOD yang tinggi. Diindikasikan aktivitas manusia

memberikan pengaruh terhadap kadar BOD di perairan.

3. Oksigen Terlarut (DO)

Nilai Oksigen Terlarut (Gambar 8) hasil pengukuran pada setiap

stasiun berkisar antara 4.47 – 5.39. Nilai DO yang tertinggi yaitu berada

pada Stasiun I yang masih dalam kondisi alami, sebaliknya pada Stasiun

IV memiliki nilai DO yang rendah yang mengindikasikan stasiun ini sudah

dalam kategori sudah tercemar. Menurut Soepardi (1986) apabila nilai

DO berada pada kisaran 4 ppm berarti daerah tersebut termasuk dalam

kategori tercemar ringan. Rendahnya nilai DO di Stasiun IV disebabkan

karena tingginya nilai BOD yang berada di stasiun ini sehingga membuat

daerah tersebut berada dalam kondisi kekurangan oksigen atau yang

biasa disebut anaerob.

Nilai DO yang diperoleh pada Stasiun I yang memiliki kualitas yang

baik karena sudah sesuai standar baku mutu perairan untuk biota

perairan yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan hidup tahun

2004 yaitu > 5 ppm. Pada Stasiun II, III dan IV kisaran nilai DO relatif

rendah karena melewati standar baku yang ditetapkan. Ini disebabkan

karena muara sungai pada Stasiun II, III dan IV menerima masukkan

suplai bahan organik dari pemukiman dan pertambakan. Connel dan

Page 61: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Miller tahun 1955 menyatakan bahwa salah satu yang menyebabkan

konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat organik

(buangan organik).

Gambar 8. Nilai dan kondisi DO di tiap stasiun pengamatanberdasarkan KEPMENLH tahun 2004

Hasil uji analisis ragam terhadap kadar DO menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan nyata nilai DO antara Stasiun I dengan Stasiun III-IV

dan antara Stasiun II dengan Stasiun III-IV. di Stasiun III dan IV

menunjukkan kadar DO yang relatif sama (Gambar 8). Stasiun IV yaitu

stasiun dengan kawasan pemukiman dan pertambakan disekitarnya

merupakan stasiun yang memiliki kadar DO terendah. Diindikasikan

aktivitas manusia memberikan pengaruh terhadap kadar BOD di perairan.

4. pH Air

Nilai pH air (Gambar 9) hasil pengukuran pada setiap stasiun berkisar

ntara 6.71 – 7.35. Nilai pH air yang tertinggi yaitu berada pada Stasiun II

dan Stasiun III merupakan stasiun yang memiliki nilai pH air yang

5.39 4.97 4.66 4.47

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

I II III IV

DO

(mg/

l)

Stasiun

Baikab

c c

Page 62: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

terendah. Menurut Pescod (1973) kematian organisme lebih sering

diakibatkan karena pH yang rendah dari pada pH yang tinggi.

Nilai pH air hasil pengukuran pada setiap stasiun terlihat (Gambar 9)

bahwa pada Stasiun II berada pada kondisi perairan yang baik sesuai

standar baku mutu perairan untuk biota perairan yang ditetapkan oleh

Menteri Negara Lingkungan hidup tahun 2004 yaitu berkisar 7-8.5. Pada

Stasiun I, III dan IV memiliki kisaran nilai pH air yang relatif rendah karena

melewati standar baku yang ditetapkan. Ini diperkirakan karena pada

stasiun yang tersebut diatas memiliki suhu dan salinitas yang relatif lebih

rendah dengan Stasiun II. Menurut Pescod (1973) pH suatu perairan

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh suhu, salinitas, dan

aktivitas fotosintensis.

Gambar 9. Nilai dan kondisi pH air di tiap stasiun pengamatanberdasarkan KEPMENLH tahun 2004

6.83 7.35 6.71 6.88

6.20

6.40

6.60

6.80

7.00

7.20

7.40

7.60

I II III IV

pHA

ir

Stasiun

Baik

a

b

a

a

Page 63: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Hasil uji analisis ragam dengan menggunakan Kruskall wallis terhadap

kadar pH air menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara Stasiun

II dengan Stasiun I, III dan IV. Di Stasiun I, III dan IV menunjukkan kadar

pH air yang relatif sama (Gambar 9). Stasiun III merupakan stasiun yang

memiliki kadar pH air terendah, diindikasikan aktivitas pertambakan

memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar pH air di perairan.

5. pH Tanah

Nilai pH tanah (Gambar 10) hasil pengukuran pada setiap stasiun

berkisar antara 7.33 – 7.48. Nilai pH tanah yang tertinggi yaitu berada

pada Stasiun II ini mengindikasikan bahwa pH tanah tersebut dalam

keadaan baik. Sebaliknya pada Stasiun I merupakan stasiun yang

memiliki nilai pH tanah terendah. Ini disebabkan karena pada Stasiun I

suhu dan salinitas didaerah tersebut relatif rendah. Menurut Pescod

(1973) pH suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

suhu dan salinitas.

Nilai pH tanah hasil pengukuran pada setiap stasiun terlihat (Gambar

10) bahwa semua stasiun berada pada kondisi perairan yang baik sesuai

standar baku mutu perairan untuk biota perairan yang ditetapkan oleh

Menteri Negara Lingkungan hidup tahun 2004 yaitu berkisar 7-8.5. Hanya

pada Stasiun I, III dan IV memiliki kisaran nilai pH tanah relatif rendah

dibandingkan dengan Stasiun II tetapi masih dalam kategori baik sesuai

standar baku yang telah ditetapkan. Effendi (2000) juga menyatakan

bahwa biota aquatik menyukai nilai pH tanah sekitar 7-8.5 sehingga

Page 64: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

dapat disimpulkan bahwa ke empat lokasi tersebut masih mempunyai

pH yang cukup bagus bagi kehidupan organisme annelida.

Gambar 10. Nilai dan kondisi pH tanah di tiap stasiun pengamatanberdasarkan KEPMENLH tahun 2004

Hasil uji terhadap kadar pH tanah menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan nyata nilai pH tanah antara Stasiun II dengan satsiun I, III dan

IV. Di Stasiun I, III dan IV menunjukkan kadar pH tanah yang relatif sama

(Gambar 10). Stasiun II merupakan stasiun yang memiliki kadar pH tanah

tertinggi yang mengindikasikan bahwa aktivitas pemukiman

mempengaruhi pH tanah yang diperoleh.

6. eH Sedimen

Nilai eH sedimen (Gambar 11) hasil pengukuran pada setiap stasiun

berkisar antara -11.19 – -14.31. Nilai eH sedimen yang diperoleh di

semua stasiun mengindikasikan bahwa lokasi penelitian berada dalam

zona reduksi karena nilai Eh yang diperoleh < 0 mV. Menurut Bengen et

7.33 7.48 7.35 7.37

6.00

6.20

6.40

6.60

6.80

7.00

7.20

7.40

7.60

I II III IV

pH

Tan

ah

Stasiun

a

b

aa

Baik

Page 65: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

al., (1995) membagi 3 zona yaitu zona oksidasi (nilai Eh > 200 mV), zona

transisi (nilai Eh berkisar 0 – 200 mV) dan zona reduksi (nilai <0 mV). Nilai

eH yang diperoleh mengindikasikan rendahnya kandungan oksigen di

sedimen diseluruh stasiun. Sesuai dengan pendapat Bengen et al. (1995),

yang menyatakan bahwa Redoks potensial dapat dijadikan sebagai

ukuran kandungan oksigen dalam sedimen

Gambar 11. Nilai dan kondisi eH di tiap stasiun pengamatan

Hasil uji Kruskal Wallis terhadap kadar eH sedimen menunjukkan

bahwa tidak terdapat perbedaan nyata nilai eH sedimen diseluruh stasiun

pengamatan (Gambar 11).

7. Salinitas

Nilai salinitas (Gambar 12) hasil pengukuran pada setiap stasiun

berkisar antara 21.83 – 22.67. Nilai salinitas yang tertinggi yaitu berada

pada Stasiun II dan yang terendah yaitu berada pada Stasiun III yang

mengindikasikan bahwa salinitas tersebut dalam keadaan rendah. Nilai

-14.31 -11.59 -11.58 -11.18

-18.00

-16.00

-14.00

-12.00

-10.00

-8.00

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

I II III IV

eH

Stasiun

a

aa a

Page 66: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Hal ini menunjukkan bahwa kisaran salinitas yang didapat dari

penelitian ini tidak dalam kisaran nilai toleransi hewan annelida

misalnya Capitella melimpah sebesar 1296 ind./m2 pada salinitas 38 %o

(Alcantara dan Weiss, 1991).

Gambar 12. Nilai dan kondisi salinitas di tiap stasiun pengamatan

Hasil uji Kruskal Wallis (Gambar 12) terhadap kadar salinitas

menunjukkan bahwa nilai salinitas diseluruh stasiun tidak memiliki

perbedaan yang nyata.

8. Suhu

Nilai suhu (Gambar 13) hasil pengukuran pada setiap stasiun berkisar

antara 31.02 – 33.02. Nilai suhu yang diperoleh diseluruh stasiun

tergolong dalam nilai suhu yang tinggi, menurut Sukarno (1981) suhu

yang baik untuk pertumbuhan hewan makrozoobenthos berkisar antara

25 - 31 °C. Tingginya nilai suhu yang diperoleh diduga karena pada saat

pengukuran parameter suhu dilokasi penelitian dilakukan pada siang hari

21.83 22.67 21.50 22.00

19.50

20.00

20.50

21.00

21.50

22.00

22.50

23.00

23.50

I II III IV

Salin

itas

Stasiun

a a

a

a

Page 67: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

sehingga menyebabkan tingginya nilai suhu yang diperoleh.

Gambar 13. Nilai dan kondisi suhu di tiap stasiun pengamatan

Hasil uji terhadap kadar suhu menunjukkan terdapat perbedaan yang

nyata antara Stasiun III (lokasi dengan areal pertambakan yang padat)

dengan stasiun I, II dan IV.

9. Kecepatan Arus

Kecepatan Arus yang diperoleh di seluruh stasiun berada pada

kisaran < dari 10 cm/dtk yang dikategorikan dalam kecepatan arus

yang relatif rendah. Tidak ada perbedaan kecepatan arus yang sangat

menonjol di tiap stasiunnya. Menurut Wood (1987) menyatakan bahwa

pada daerah sangat tertutup dimana kecepatan arusnya sangat lemah,

yaitu kurang dari 10 cm/dtk, organisme benthos dapat menetap,

tumbuh dan bergerak bebas tanpa terganggu sedangkan pada perairan

terbuka dengan kecepatan arus sedang yaitu 10-100 cm/dtk

32.66 33.02 31.02 32.45

29.50

30.00

30.50

31.00

31.50

32.00

32.50

33.00

33.50

I II III IV

Suh

u(0

C)

Stasiun

a

b

aa

Page 68: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

menguntungkan bagi organisme dasar, terjadi pembaruan antara bahan

organik dan anorganik dan tidak terjadi akumulasi Kisaran kecepatan

arus dapat dilihat di Lampiran 1.

10. Substrat/ Sedimen

Jenis sedimen yang diperoleh disemua stasiun yaitu lempung liat

berpasir. Stasiun II merupakan stasiun yang memperoleh kandungan

pasir yang tinggi bila dibandingkan dengan stasiun yang lain (Gambar

14). Pada penelitian lain pada substrat lempung liat berpasir, Polychaeta

yang melimpah adalah genus Magelona, Goniadides dan Eunice (Brasil

dan Silvia, 1998).

Gambar 14. Nilai Sedimen yang diperoleh di tiap stasiun pengamatan

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV

%TE

KST

UR

SED

IMEN

STASIUN

Liat (%)

Debu (%)

Pasir (%)

Page 69: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Kondisi perairan tiap parameter untuk semua stasiun memiliki hasil yang

bervariasi sehingga untuk menarik kesimpulan secara umum digunakan

Rating Indeks yang berdasarkan pada kondisi fisik dan kimia perairan. Nilai

rating indeks yang diperoleh untuk setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rating Indeks pada semua stasiun pengamatan

Dari hasil perhitungan rating indeks kondisi fisik dan kimia diperoleh

bahwa Stasiun I (Stasiun Kontrol) masih tergolong dalam perairan yang tidak

tercemar, sedangkan Stasiun II-IV sudah masuk dalam kategori tercemar

ringan yang diindikasikan dengan tingginya kadar BOD di Stasiun II-IV dan

tingginya kadar TOC di Stasiun IV.

B. Stuktur Komunitas Annelida

1. Sebaran dan Komposisi Jenis

Berdasarkan hasil identifikasi hewan Annelida yang ditemukan di perairan

Muara Sungai di Kabupaten pangkep diperoleh 24 Spesies yang berasal

dari 12 Ordo dan 23 Family. Klasifikasi spesies dan jumlah tiap spesies

annelida tersebut tertera pada Lampiran 2.

I II III IV

TOC 119.167 107.202 103.036 92.982

BOD 92.025 67.631 62.696 57.261

DO 107.767 99.311 93.211 89.356

pH Tanah 95.440 93.555 95.209 94.944

pH Air 102.439 95.202 104.348 101.769

RATA-RATA 103.368 92.580 91.700 87.262

TINGKAT PENCEMARAN TIDAK TERCEMAR TERCEMAR RINGAN TERCEMAR RINGAN TERCEMAR RINGAN

PARAMETER

STASIUN

Page 70: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Gambar 15 . Komposisi jenis Annelida di stasiun pengamatan

Komposisi Jenis Annelida yang ditemukan di stasiun pengamatan yang

paling tinggi komposisinya (Gambar 15) yaitu dari jenis Capitella capitata

(1233.33), Boccardia proboscidea (358.33) dan Magelona sp (316.67).

Komposisi jenis Capitella capitata yang diperoleh di lokasi penelitian

lebih besar dari pada komposisi jenis lainnya. Kondisi yang sama juga

ditemukan oleh Widyasari (2007) di Muara Sungai Pangkajene dan Muara

sungai Boyong yaitu kelas polychaeta dicirikan oleh jenis Capitella

capitata, sedangkan sisanya adalah dari jenis yang lain.

1%

1%

9%

8% 1%

4%

30%

3%

6%

6%

2%

0%

4%

3%

2%1% 2% 1%

4%4%

3%

0%

2%

1%

Stycocapitella subterranea

Ctenodrilus seratus

Boccardia proboscidea

Magelona sp.

Trochochaetus multisetosum

Notusmatus tenuis

Capitella capitata

Arenicola sp.

Diurodrilus ankeli

Sabellonga disjuncta

Mesonerrila sp.

Protodrilus hatscheki

Cossura brunea

fauvelis brevis

Apistobranchus tullbergi

Lumbrineris sp.

Oenone fulgida

Page 71: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Tabel 9. Sebaran & Komposisi Jenis Annelida pada setiapStasiun pengamatan

JENIA ANNELIDAKOMPOSISI JENIS (%)/STASIUN

STASIUNI

STASIUNII

STASIUNIII

STASIUNIV

Stycocapitella subterranean 2.62 0 0 0

Ctenodrilus seratus 0 0 3.85 0

Boccardia proboscidea 8.38 10.48 15.38 0

Magelona sp. 6.28 3.81 13.46 8.79

Trochochaetus multisetosum 3.66 0 0 0

Notusmatus tenuis 7.85 0 0 6.59

Capitella capitata 30.89 24.76 43.27 19.78

Arenicola sp. 4.19 4.76 0 0

Diurodrilus ankeli 7.85 7.62 7.69 0

Sabellonga disjuncta 3.66 17.14 3.85 0

Mesonerrila sp. 3.14 2.86 0 0

Protodrilus hatscheki 0 1.90 0 0

Cossura brunea 8.38 0 4.81 0

fauvelis brevis 5.76 4.76 0 0

Apistobranchus tullbergi 2.09 2.86 2.88 0

Lumbrineris sp. 3.14 0 0 0

Oenone fulgida 0 0 4.81 4.40

Nereis sp. 2.09 0 0 0

Orbinia johnsoni 0 3.81 0 19.78

Questa caudicirra 0 0 0 23.08

Eulalia viridis 0 13.33 0 0

Sthenolepis juponica 0 1.90 0 0

Iphitime loxorhynchi 0 0 0 9.89

Arabella iricolor 0 0 0 7.69

JUMLAH JENIS 15 13 9 8

Jumlah jenis dan sebaran annelida bervariasi di setiap stasiun

pengamatan. Pada Stasiun I yang masih alami lebih banyak jenis

annelida yang ditemukan dibandingkan dengan Stasiun II-IV yang

sudah dalam kondisi tercemar (Tabel 9). Jumlah jenis tertinggi

berada pada Stasiun I yang relatif masih alami. Sedangkan jumlah

Page 72: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

jenis terendah berada pada Stasiun IV yang merupakan muara

sungai yang sangat dekat dari aktivitas manusia seperti pertambakan

dan pemukiman. Dampak dari buangan/limbah dari aktivitas tersebut

berupa buangan organik akan menyebabkan tingginya kadar TOC

dan BOD sehingga mempengaruhi jumlah oksigen terlarut

(Lampiran 1). Tingginya kadar TOC dan BOD diduga menjadi faktor

penyebab miskinnya jumlah jenis annelida. Benton dan Werner

(1976) menyatakan bahwa limbah secara spesifik dapat

menimbulkan bau, perubahan warna dan rasa, juga dapat mereduksi

kadar oksigen terlarut dan meningkatkan kadar TOC dan BOD dalam

air, selain itu limbah dapat meningkatkan sejumlah besar zat organik

dan anorganik yang menghasilkan kekeruhan karena terjadinya

proses dekomposisi (Mahida, 1984).

Jenis yang mempunyai sebaran yang cukup tinggi dan selalu muncul

di seluruh stasiun penelitian yaitu jenis Capitella capitata dan Magelona

sp. Kedua jenis tersebut mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup

pada kondisi baik maupun kondisi yang ekstrim (DO rendah).

Keunggulan lainnya dari Capitella capitata yaitu kemampuannya

bereproduksi baik dengan larva planktonik maupun larva benthik,

memiliki siklus hidup pendek, dan mencapai kedewasaan dari telur

dalam waktu kurang lebih tiga minggu. Oleh karena itu jenis ini secara

terus menerus memenuhi kembali sedimen yang tercemar. Adapun

untuk jenis Magelona sp. bersifat sesil (hidup menempel) pada

Page 73: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

sedimen dan tidak mudah berpindah tempat sehingga menerima

berbagai respon lingkungan dan memiliki umur yang relatif panjang

(Hilbig & Blake, 2000).

Jenis yang selalu muncul di setiap stasiun pengamatan berpotensi

sebagai indikator positif karena kemampuannya bertahan yaitu B.

proboscidea, Magelona sp., D. ankeli, S. disjuncta dan jenis C. capitata.

Jenis B. proboscidea dan Magelona sp. masuk dalam family Spionidae.

Family Spionidae merupakan komponen penting dalam komunitas bentik

pada zona intertidal dan perairan dangkal. Familia ini dapat ditemukan di

laut dalam, laut dangkal maupun muara sungai. Spionidae menempati

berbagai pilihan habitat, cara hidup, makan dan reproduksi dalam

berbagai pola perkembangan. Hal ini menjadikan Spionidae tersebar

secara luas dengan membentuk berbagai jenis baru dengan berbagai

karakter polimorfik berupa modifikasi setiger, spines dan branchia (Glasby

et al., 2000).

Jenis D. ankeli dan S. disjuncta memiliki modifikasi bentuk kepala

sesuai dengan fungsinya sebagai Cilliary feeder, dalam beberapa hal

kepala berfungsi sebagai alat pertukaran gas, jadi semacam insang, hidup

dalam liang atau tabung (Suwignyo, 2005) sehingga dapat beradaptasi

terhadap kondisi perairan yang kurang baik. Untuk jenis C. capitata

memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada kondisi baik maupun

kondisi yang ekstrim dengan DO rendah, tidak menggunakan toleransi

sebagai strategi adaptif tetapi beradaptasi terhadap gangguan terus

Page 74: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

menerus dengan cara bereproduksi sepanjang tahun atau siklus hidup

pendek. Sehingga jenis tersebut diatas ditemukan dilokasi penelitian

dengan sebaran yang luas.

Jenis-jenis Annelida yang sebarannya terbatas atau hanya

ditemukan pada stasiun tertentu sangat berpotensi untuk dijadikan

indikator negatif. Jenis Annelida yang hanya ditemukan di stasiun yang

relatif masih alami (Stasiun I) dan tidak ditemukan pada stasiun lainnya

(tercemar) yaitu jenis S. subterranean, T. multisetosum dan Lumbrineris

sp.. Jenis tersebut tergolong dalam sub kelas erantia yang cara hidupnya

dengan merayap pada celah batu, membuat lubang atau lorong dalam

pasir dan lumpur, Lumbrineris sp. sangat peka terhadap perubahan

lingkungan, hanya dapat hidup jika gangguan fisik hanya terjadi pada

kolom perairan saja dan tidak pada permukaan sedimen (Hilbig & Blake,

2000). Pada lingkungan yang stabil didominasi oleh jenis yang mempunyai

daur hidup yang panjang (equilibrium spesies) dan pada kondisi yang

tertekan, komunitas didominasi oleh jenis oportunistik yaitu jenis yang

mempunyai daur hidup pendek (Dauer, 1993)

Mengingat tubuh annelida yang lunak tanpa pelindung, maka hewan ini

sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar (Al-Hakim et al, 2007),

sehingga pencemaran sekecil apapun akan membawa pengaruh terhadap

komposisi jenis pada suatu lokasi. Jenis S. subterranea, T. multisetosum,

Lumbrineris sp. hanya terdapat di lokasi yang masih alami (Stasiun

I). Jenis P. hatscheki & , E. viridis, S. japonica hanya terdapat di lokasi

Page 75: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

yang dominan pemukiman (Stasiun II). Jenis C. seratus hanya

terdapat di lokasi yang dominan pertambakan (Stasiun III). Dan

jenis Q. caudicirra, I. loxorhynchi, A. iricolor hanya terdapat di lokasi

yang dominan pertambakan dan pemukiman (Stasiun IV).

Komposisi jenis yang pada setiap stasiun penelitian diluar jenis C.

Capitata dan B. proboscidea didominasi oleh jenis-jenis tertentu

bergantung pada lokasi (Tabel 9). Jenis lain yang dominan Stasiun I

yaitu jenis C. brunea, Magelona sp., N. tenuis dan D. ankeli. Stasiun II

yaitu jenis S. disjuncta, E. viridis, Stasiun III komposisi yang tinggi

ditemukan yaitu Magelona sp dan D. ankeli. sedangkan pada stasiun

IV spesies terbanyak yang ditemukan yaitu jenis Q. caudicirra, O.

johnsoni, I. loxorhynchi, A. iricolor dan Magelona sp.

2. Jumlah Jenis dan Kepadatan Annelida

Jumlah jenis dan kepadatan yang diperoleh pada stasiun pengamatan

bervariasi. Jumlah jenis dan kepadatan tertinggi berada di Stasiun I dan

yang terendah berada pada Stasiun IV. Berdasarkan hasil analisis

Kruskal-Wallis terhadap jumlah spesies dan kepadatan annelida,

menunjukkan bahwa jumlah jenis dan kepadatan Annelida pada Stasiun I

(Kondisi yang relatif alami) berbeda nyata dengan Stasiun II-IV yang

sudah dalam keadaan tercemar. Tingginya jumlah jenis dan kepadatan

pada perairan yang alami dan rendahnya jumlah jenis dan kepadatan

pada stasiun yang sudah tercemar menunjukkan adanya dampak dari

aktivitas manusia (bahan organik) yang telah pengaruhi struktur komunitas

Page 76: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Annelida di lokasi penelitian. Jumlah jenis dan kepadatan annelida di

setiap stasiun dapat lihat pada Gambar 16 dan 17.

Gambar 16. Jumlah jenis annelida tiap stasiun

Ada beberapa jenis annelida tertentu di Stasiun II, III dan IV yang

menjadi daerah buangan pemukiman dan pertambakan dan sudah dalam

kategori tercemar ringan, memperlihatkan kepadatan yang tinggi.

sedangkan pada perairan normal kepadatannya rendah. Oleh karena

adanya sifat sebaran tersebut, maka beberapa jenis cacing laut dapat

dipakai sebagai bioindikator pencemaran perairan lingkungan laut (Al-

Hakim & Glasby, 2004).

10.61 5.83 5.78 5.06

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

I II III IV

Jum

lah

Jen

is

Stasiun

b

a

b

b

Page 77: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Gambar 17. Kepadatan annelida tiap stasiun

Kepadatan tertinggi (Lampiran 4) pada Stasiun I, II dan III yaitu ada

pada jenis C. capitata dan kepadatan tertinggi pada Stasiun IV yaitu ada

pada jenis Q. caudicirra. Menurut Gray (1997) C. capitata tidak

menggunakan toleransi sebagai strategi adaptif tetapi beradaptasi

terhadap gangguan terus menerus dengan cara bereproduksi

sepanjang tahun atau siklus hidup pendek dan Q. caudicirra biasanya

bereproduksi dengan fase larva planktonik, tetapi juga dapat mengerami

telur di dalam lubangnya dan ini merupakan strategi daur hidup

beradaptasi secara ideal terhadap gangguan. Selanjutnya dinyatakan

oleh Cognetti dan Maltagliati (2000) bahwa jenis ini memiliki

kemampuan dalam menyerap bahan organik terlarut, mereka selalu

bergerak aktif dan mencari makan di permukaan substrat atau biasa

disebut Ciliary feeder yaitu memakan plankton dan butir-butir sampah

yang melekat pada permukaan substrat, yang melekat pada lendir

3.54 1.94 1.93 1.69

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

I II III IV

Kepa

data

n(in

d/m

2)

Stasiun

b b

a

b

Page 78: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

permukaan palpus atau organ lain dan di bawah ke mulut melalui silia

(Ruppert & Barnes, 1991).

Kepadatan yang terendah (Lampiran 4) pada Stasiun I ada pada jenis

Nereis sp. Kepadatan yang terendah pada Stasiun II ada pada jenis S.

japonica dan P. hatscheki Kepadatan yang terendah pada Stasiun III ada

pada jenis A. tullbergi Kepadatan yang terendah pada Stasiun IV ada

pada jenis O. fulgida. Ini disebabkan karena beberapa jenis yang memiliki

kepadatan terendah berasal dari sub kelas sedentaria misalnya P.

hatscheki, cacing dari subkelas sedentaria yaitu cacing yang hanya

menetap, kebanyakan hanya tinggal dalam selubung permanen, tidak

pernah meninggalkan liang dan hanya kepalanya saja yang keluar masuk

untuk mencari makan (Suwignyo, 2005) sehingga apabila terjadi

pencemaran di daerah tersebut maka jenis cacing ini relatif menurun

kepadatannya karena tidak bisa menghindari pencemaran yang terjadi di

daerah tersebut.

3. Indeks Ekologi

a. Indeks Keanekaragaman (H’)

Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan nilai indeks

keanekaragaman annelida (H’) pada seluruh stasiun pengamatan berada

pada kisaran 2.54 – 3.41. Grafik Indeks Keanekaragaman (H’) dapat

dilihat pada Gambar 18

Page 79: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Gambar 18. Nilai Indeks Keanekaragaman tiap stasiun

Nilai indeks keanekaragaman (Gambar 18) tertinggi ditemukan pada

Stasiun I sedangkan nilai indeks keanekaragaman yang terendah

ditemukan pada Stasiun III. Pada Stasiun I nilai H’>3 berarti nilai

keanekaragaman pada Stasiun I tergolong tinggi, Wardoyo (1974)

mengemukakan bahwa keanekaragaman yang mempunyai nilai tinggi

berarti kondisi ekosistem cukup baik. Keanekaragaman (H’) pada Stasiun I

mempunyai nilai terbesar karena semua individu berasal dari genus atau

spesies yang berbeda-beda.

Selanjutnya nilai keanekaragaman yang terendah berada pada Stasiun

III yaitu pada kisaran nilai H’ 2.0<H’<3.0 yang berarti nilai

keanekaragaman pada Stasiun III tergolong sedang karena individu yang

diperoleh hanya berasal dari beberapa genus atau spesies saja. Spesies

yang ditemukan di Stasiun III relatif sedikit bila dibandingkan dengan

Stasiun I. Kondisi keanekaragaman komunitas yang sedang ini mudah

3.413.23

2.542.79

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

I II III IV

H'

Stasiun

Page 80: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

berubah hanya dengan mengalami pengaruh lingkungan yang relatif kecil

(Pirzan dan Pong-Masak, 2005).

b. Indeks Keseragaman

Nilai indeks keseragaman (Gambar 19) berkisar 0,80–0,87. Nilai

indeks keseragaman tertinggi ditemukan pada Stasiun I dan II yaitu 0,87

sedangkan nilai indeks keseragaman yang terendah terdapat pada

Stasiun III yaitu 0,80. Odum (1988) menyatakan bahwa, indeks

keseragaman merupakan suatu angka yang tidak bersatuan, yang

besarnya berkisar antara 0–1. Semakin kecil nilai indeks

keanekaragaman, semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, berarti

penyebaran jumlah individu setiap spesies mendominir populasi tersebut.

Sebaliknya semakin besar nilai indeks keseragaman yang berarti bahwa

jumlah individu tiap spesies boleh dikatakan sama atau tidak jauh berbeda

dan tidak ada dominansi spesies.

Nilai indeks keseragaman (E) yang diperoleh di semua stasiun

mendekati 1. Sehingga dapat dikatakan kondisi komunitas disemua

stasiun dikatakan baik, sehingga dapat dikatakan sebaran individu antar

spesies relatif merata atau relatif sama (Dahuri, 1994).

Nilai keseragaman yang diperoleh berbanding lurus dengan nilai

keanekaragaman, semakin tinggi keanekaragaman yang diperoleh maka

semakin tinggi keseragaman yang diperoleh. Odum (1988) menyatakan

bahwa semakin besar nilai indeks keanekaragaman, semakin besar pula

keseragaman suatu populasi begitu pula sebaliknya.

Page 81: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Gambar 19. Nilai Indeks Keseragaman tiap stasiun

c. Indeks Dominansi

Nilai indeks dominansi pada stasiun pengamatan berkisar 0,11–0,22

(Gambar 20). Nilai indeks dominansi tertinggi ditemukan pada Stasiun II

dan III, sedangkan nilai indeks dominansi yang terendah terdapat pada

Stasiun I dan II. Rendahnya nilai indeks dominansi di Stasiun I dan II

mengindikasikan bahwa dalam struktur komunitas annelida yang diamati

distasiun tersebut tidak terdapat jenis yang mendominasi sedangkan untuk

Stasiun III dan IV yang nilai dominansinya tinggi mengindikasikan adanya

jenis tertentu yang domina. Menurut Odum (1988) nilai indeks dominansi

(D) mendekati 0 yang berarti tidak ada spesies yang dominan sebaliknya

jika mendekati satu maka ada oganisme yang mendominasi (Odum,

1988).

0.87 0.87

0.80

0.84

0.76

0.78

0.80

0.82

0.84

0.86

0.88

I II III IV

J'

Stasiun

Page 82: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Gambar 20. Nilai Indeks Dominansi tiap stasiun

Beberapa jenis annelida yang mendominasi di Stasiun III dan IV yaitu

jenis C. capitata, Magelona sp. B. proboscidea, Q. caudicirra dan O.

johnsoni.

C. Kondisi Perairan Berdasarkan Struktur Komunitas Annelida

Perbandingan biomassa dan kelimpahan relatif Annelida dapat

menghasilkan informasi yang berguna yang berhubungan dengan

pencemaran lingkungan. Warwick (1986) menjelaskan bahwa kurva k-

dominasi untuk membandingkan dua parameter pada sumbu yang sama

yaitu kelimpahan dan biomassa dari setiap jenis menurut peringkat

kelimpahannya dan disajikan sebagai angka persentase kumulatif. Pola

grafik yang dihasilkan dapat menunjukkan kondisi apakah suatu stasiun

tersebut dalam kondisi tercemar atau tidak. Kondisi atau tingkat

pencemaran perairan di lokasi penelitian berdasarkan metode ABC

0.120.11

0.22

0.15

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

I II III IV

D

Stasiun

Page 83: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

didapatkan tiga kategori seperti disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21. (a) Grafik Metode ABC Stasiun I (b) Grafik Metode ABCStasiun II, (c) Grafik Metode ABC Stasiun III, (d) GrafikMetode ABC Stasiun IV sebagai Dasar dalam PenentuanTingkat Pencemaran pada setiap Stasiun

Pada Stasiun I, kurva kepadatannya berada dibawah kurva biomas

(Gambar 21.a) sehingga dapat dinyatakan bahwa pada stasiun tersebut

tidak tercemar. Di Stasiun II dan III dikategorikan tercemar karena kurva

kepadatannya berhimpitan dan saling berpotongan dengan kurva

biomasnya (Gambar 21.b dan 21.c) sehingga dapat dinyatakan bahwa

stasiun tersebut telah mengalami gangguan sedang atau pencemaran

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

%D

OM

INA

NS

IK

UM

UL

AT

IF

LOG RANGKING SPESIES

% K kepadatan

% K Biomas

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

%D

IMIN

AN

SI

KU

MU

LA

TIF

LOG RANGKING SPESIES

% kepadatan

% biomas

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9

%D

OM

INA

NS

IK

UM

UL

AT

IF

LOG RANGKING SPESIES

% K kepadatan

% K Biomas

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8

%D

OM

INA

NK

UM

UL

AT

IF

LOG RANGKING SPESIES

% Kepadatan

% Biomas

a b

c d

Page 84: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

ringan. Menurut Warwick (1986) apabila kurva kepadatan berhimpitan dan

saling berpotongan dengan kurva biomas maka dapat diindikasikan bahwa

tidak ada ledakan populasi oportunis kecil dan kurva biomassa dan

kelimpahan dapat menyeberang setiap satu kali atau lebih.

Adapun di Stasiun IV sudah berada dalam kategori tercemar berat

karena kurva kepadatannya berada di atas kurva biomas (Gambar 17.d),

Dengan demikian di stasiun ini telah mengalami gangguan yang berat

karena spesies yang ditemukan cenderung memiliki kepadatan yang tinggi

namun tubuhnya kurus. Menurut Warwick (1986), apabila kurva kepadatan

terletak di atas kurva biomassa berarti memiliki beberapa spesies dengan

kelimpahan yang sangat tinggi tetapi mempunyai ukuran tubuh yang kecil

sehingga tidak mendominasi kurva biomassa .

D. Jenis Annelida Yang Berpotensi SebagaiBioindikator Pencemaran

Keterkaitan struktur komunitas annelida dengan lingkungan dikaji

dengan menggunakan analisis multivarian Canonical Correspondence

Analysis (CCA) yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 22.a dan

Gambar 22.b.

Page 85: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Gambar 22.a. Hasil Canonical Correspondences Analysis. Distribusispasial-temporal hewan annelida dan peubah lingkunganpada sumbu 1 dan sumbu 2.

Gambar 22.b. Hasil Canonical Correspondences Analysis. Distribusispasial-temporal hewan annelida dan peubah lingkunganpada sumbu 1 dan sumbu 3.

S subterranea

C. seratus

B. proboscidea

Magelona Sp.

T. multisetosum

N. tenuis

C. capitata

Arenicola Sp.

D. ankeliS. disjuncta

Mesonerrila Sp.

P. hatscheki

C. brunea

f. brevis

A. tullbergi

L. californiensis

O. fulgida

Nereis Sp.

O. Johnsoni

Q. caudicirra

E. viridis

S. juponica

I. LoxorhynchiA. iricolor

pH Tanah

eH

TOC

Liat (%)

Debu (%)

Pasir (%)

Suhu

Salinitas

pH Air

DOBOD

Kec. Arus

1A

1B

1C

2A

2B

2C

3A3B

3C

4A

4B

4C

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

-3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1

Sumbu 1 (38,16%)

Sumbu 2 (20,04%)

S subterranea

C. seratus

B. proboscidea

Magelona Sp.

T. multisetosum

N. tenuis

C. capitata

Arenicola Sp.

D. ankeliS. disjuncta

Mesonerrila Sp.

P. hatscheki

C. brunea

f. brevis

A. tullbergi

L. californiensis

O. fulgida

Nereis Sp.

O. Johnsoni

Q. caudicirra

E. viridis

S. juponica

I. Loxorhynchi

A. iricolor

pH Tanah

eH

TOC

Liat (%)

Debu (%)

Pasir (%)

Suhu

Salinitas

pH Air

DOBOD

Kec. Arus

1A

1B

1C

2A

2B

2C

3A

3B

3C

4A

4B

4C

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

-3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1

Sumbu 1 ( 38,16%)

Sumbu 3 (15,31%)

Page 86: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Berdasarkan interpretasi dari kedua gambar tersebut maka keterkaitan

distribusi spasial Annelida dengan karakter lingkungan yang

mencirikannya masing-masing didapatkan 5 kelompok titik pengamatan,

jenis annelida dan peubah lingkungan yang mencirikannya seperti yang

teringkas pada Tabel 10.

Tabel 10. Ringkasan interpretasi Canonical Correspondences Analysis.

Kelompok Stasiun Annelida Penciri Lingkungan Penciri1 1A

IBIC3A

Cossura bruneaStycocapitella subterraneanTrochochaetus multisetosumLumbrineris sp.Nereis sp.Boccardia proboscideaSabellonga disjunctaDiurodrilus ankeliApistobranchus tullbergiMagelona sp.Capitella capitata

DO tinggiTOC rendah

2 2A2C

Mesonerrila sp.fauvelis brevisArenicola sp.Eulalia viridisSthenolepis juponica

Kandungan Pasir tinggipH Tanah tinggi

pH Air tinggi

3 2B Protodrilus hatscheki Suhu tinggi4 3B

3CCtenodrilus seratus Kandungan Liat tinggi

5 4A4B4C

Iphitime loxorhynchiArabella iricolorQuesta caudicirraOenone fulgidaOrbinia johnsoni

TOC tinggiBOD tinggi

Kandungan Debu tinggi

1. Kelompok I

Kelompok I untuk Muara Sungai Bawasalo dan Muara Sungai Kalukue

dicirikan dengan kandungan DO yang tinggi. jenis C. brunea, S.

subterranean, T. multisetosum, Lumbrineris sp., Nereis sp., B.

Page 87: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

proboscidea, S. disjuncta, D. ankeli, A. tullbergi, Magelona sp. sebagai

penciri utama annelida pada kelompok ini.

Pada tingkatan species, masing-masing biota mempunyai respon yang

berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut dan perbedaan kerentanan

biota terhadap tingkat oksigen terlarut yang rendah, misalnya C. capitata.

Dapat hidup dan mengalami peningkatan biomassa walaupun nilai

konsentrasi oksigen terlarut nol (Connel dan Miller, 1995).

2. Kelompok II

Kelompok II untuk Muara Sungai Segeri dicirikan dengan kandungan

pasir, pH tanah dan pH air yang tinggi. jenis Mesonerrila sp., f. brevis,

Arenicola sp., E. viridis, S. juponica sebagai penciri utama annelida pada

kelompok ini.

Diindikasikan bahwa Hewan penciri pada kelompok 2 yang ditemukan

lebih menyukai tipe sedimen yang berpasir. Terkait dengan kemampuan

sedimen jenis tersebut dalam mengikat lebih banyak bahan organic yang

merupakan makanan bagi organism yang hidup didalamnya. pH air dan

pH tanah meningkat akibat terlarutnya garam-garam dilaut. Muara sungai

ini merupakan daerah yang berhubungan langsung dengan laut sehingga

menyebabkan pH meningkat.

3. Kelompok III

Kelompok III untuk muara sungai Segeri dicirikan dengan kandungan

suhu yang tinggi. jenis P. hatscheki sebagai penciri utama annelida pada

kelompok ini.

Page 88: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Kisaran suhu yang menjadi penciri peubah lingkungan merupakan

kisaran yang layakn untuk mendukung kehidupan annelida khususnya

jenis P. hatscheki. Salah satu adaptasi tingkah laku pada kelas

Polychaeta akan berlangsung apabila terjadi kenaikan suhu. Adaptasi

tersebut dapat berupa aktivitas membuat lubang dalam lumpur dan

membenamkan diri di bawah permukaan substrat.

4. Kelompok IV

Kelompok IV untuk muara sungai Kalukue dicirikan dengan kandungan

liat yang tinggi. jenis C. seratus sebagai penciri utama annelida pada

kelompok ini.

Diindikasikan jenis C. seratus lebih menyukai tipe sedimen dengan

liat yang tinggi. Annelida khususnya Pada kelas Polychaeta biasanya

banyak dijumpai pada substrat lunak (Almeida dan Ruta, 1998).

5. Kelompok V

Kelompok V untuk muara sungai Manjelling dicirikan dengan

kandungan TOC, BOD dan debu yang tinggi. jenis I. Loxorhynchi, A.

iricolor, Q. caudicirra, O. fulgid, O. Johnsoni sebagai penciri utama

annelida pada kelompok ini.

Spesies indikator, dimana kehadiran atau ketidak hadirannya

mengindikasikan terjadi perubahan di lingkungan tersebut. Spesies yang

mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan lingkungan

(stenoecious), sangat tepat digolongkan sebagai spesies indikator. Bila

kehadiran, distribusi serta kelimpahannya tinggi, maka spesies tersebut

Page 89: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

merupakan indikator positif. Sebaliknya, ketidakhadiran atau hilangnya

suatu spesies karena perubahan lingkungannya, disebut indikator negatif

(Kovacs, 1992).

Menurut Gray (1997) kehadiran Q. caudicirra juga dapat dijadikan

indikator pencemaran karena species ini menunjukkan banyak ciri dari

species r~terpilih, tetapi spesies ini secara jelas tidak terlalu

oportunis sebagaimana yang ditunjukkan C. capitata. Q. caudicirra

biasanya bereproduksi dengan fase larva planktonik, tetapi juga dapat

mengerami telur di dalam lubangnya dan ini merupakan strategi daur

hidup untuk beradaptasi secara ideal terhadap gangguan.

Penentuan BOD dan TOC sangat penting untuk menelusuri aliran

pencemaran dari tingkat hulu ke muara. BOD dan TOC merupakan salah

satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan

nilai BOD dan TOC tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar

oleh bahan organik. Pemeriksaan BOD dan TOC diperlukan untuk

menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk dari

pemukiman dan buangan dari proses pertambakan. Diduga jenis penciri

tersebut di atas lebih menyukai tipe sedimen dengan kandungan debu

yang tinggi.

Berdasarkan interpretasi hasil analisis CCA (Tabel 10) yang dikaitkan

dengan sebaran dan komposisi jenis annelida (Tabel 9) maka annelida

yang berpotensi untuk dijadikan indikator positif khususnya untuk

pencemaran organik yaitu jenis I. loxorhynchi, A. iricolor, Q. caudicirra, O.

Page 90: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

fulgida, O. johnsoni. Adapun C. capitata yang biasa dijadikan bioindikator

pencemaran, dalam penelitian ini ternyata menyebar merata termasuk di

stasiun yang masih alami bahkan nilai kepadatannya lebih banyak dari

lokasi yang tercemar ringan. Penelitian Widyasari (2007) di Muara Sungai

Pangkajene dan Muara sungai Boyong, menemukan C. capitata dari

kelas Polychaeta merupakan salah satu jenis penciri pada daerah yang

tercemar oleh bahan organik. Oleh karena itu C. capitata yang selama ini

dijadikan bioindikator pencemaran (dalam penelitian ini ditemukan di

stasiun yang alami) perlu kajian yang lebih mendalam mengenai jenis

sebaran dan kuantitas buangan organik yang bisa memicu pertumbuhan

populasinya.

Adapun yang berpotensi untuk menjadi indikator negatif terhadap

pencemaran (pencemaran organik) yaitu jenis-jenis Annelida yang peka

yaitu hanya ditemukan di stasiun yang masih alami dan tidak ditemukan di

stasiun yang sudah tercemar bahan organik. Jenis-jenis Annelida tersebut

yaitu S. subterranean, T. multisetosum dan Lumbrineris sp.

Page 91: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian, maka dapat di ambil beberapa

kesimpulan, yaitu :

1. Muara Sungai Bawasalo yang relatif masih alami belum mengalami

gangguan terhadap kondisi fisik dan kimia perairan. Sedangkan muara

Sungai Sigeri, muara Sungai Kalukue dan muara Sungai Manjelling

sudah tergolong tercemar ringan khususnya terhadap parameter TOC

dan BOD

2. Jumlah Jenis dan Kepadatan annelida terbesar berada pada muara

Sungai Bawasalo, sedangkan muara Sungai Sigeri, muara Sungai

Kalukue dan muara Sungai Manjelling memiliki jumlah jenis dan

kepadatan yang relatif sama. Adapun nilai indeks ekologi pada muara

sungai Bawasalo dan muara Sungai Sigeri masih dalam kondisi bagus

sedangkan pada muara Sungai Kalukue dan muara Sungai Manjelling

memiliki indeks ekologi yang rendah yaitu dengan keanekaragaman

rendah dan dominansi yang tinggi.

3. Berdasarkan karakteristik struktur komunitas Annelida maka muara

Sungai Bawasalo masih dalam kondisi alamiah (tidak tercemar),

sedangkan pada muara Sungai Sigeri dan muara Sungai Kalukue

Page 92: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

sudah dalam kondisi tercemar ringan bahkan pada muara Sungai

Manjelling dalam berada dalam kondisi tercemar berat.

4. Jenis annelida yang berpotensi sebagai indikator positif yaitu jenis

Iphitime Loxorhynchi, Arabella iricolor, Questa caudicirra, Oenone

fulgida, Orbinia Johnsoni. Adapun jenis annelida yang berpotensi

sebagai indikator negatif yaitu Stycocapitella subterranean,

Trochochaetus multisetosum dan Lumbrineris sp.

B. Saran

Perlu kajian yang lebih mendalam mengenai jenis Capitella capitata

dan kuantitas buangan organik yang bisa memicu pertumbuhan populasi

jenis ini. Karena C. capitata yang selama ini dijadikan bioindikator

pencemaran, dalam penelitian ini ditemukan justru melimpah distasiun

yang relatif alami.

Page 93: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

DAFTAR PUSTAKA

Agard, J.B.R., J. Gobin, and R.M.Warwick, 1993. Analysis ofmarine macro benthic community structure in relation topollution, natural oil seepage and seasonal disturbance in a tropicalenvironment (Trinidad, West Indies). Mar. Ecol. Prog. Ser. Vol 92:233-243

Alcantara, PH., and VS. Weiss, 1991. Ecological aspects of thepolychaeta population associated with the Red MangroveRhizophorz mangle at Laguna De Terminos, Southern Part of theGulf of Maxico, Ophelia 5 (Suppl) : 451 – 462.

Al-Hakim, I.I., A. Aziz, I. Aswandy & H. Cappenberg 2007. Study onPost Tsunami : Spatial distribution of macrobenthic fauna inNangroe Aceh Darussalam and North Sumatera coastal waters.Bjorn serisgstad & M. Muchtar (eds.) Proceedings Seminar andWorkshop on Post Tsunami Expedition. 65-85.

Al-Hakim, I. I. & C. J. Glasby 2004. Polychaeta (Annelida) of theNatuna Islands, South China Sea. In : Ng, P.K.L.; D. Wowor andD.C. Yeo Expedition 2002. The Raffles Bull. Zool. SupplementNo. 11:25-45

Almeida, T. C., and Ruta. 1998. Polychaeta assemblages in softsediment near a subtidal macroalgae bed at arrial Do Cobo, Riode jeneiro, Brazil (Abstract) Brazil: Di dalam 6 th Int. PolychateConference 2-7 Agustus 1998.

Amsyari, F., 1986. Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan.Ghalia Indonesia. Edisi Ketiga

Barnes, R.S.K., 1978. Estuarine Biology. The Institute of Biologi’sStudies in Biology Edward Arnold (Publiser). London.

Basri, H., 2010. Pola Sebaran Secara Horisontal Nitrat dan Fosfat PadaPerairan Sekitar Hutan Mangrove di Kecamatan BungoroKabupaten pangkep. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: FakultasIlmu Kelautan dan Perikanan Unhas.

Bengen, D. G., 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan LautSerta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisirdan Lautan, IPB. Bogor.

Page 94: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Benton and Werner, 1976, Field Biology and Ecology, Edisi Ke 3, TataMcGraw Hill Publ., New Delhi.

Boesch, D.F., 1973. Classification and community structure ofmacrobenthos in the Hampton Roads. Mar. Biol. 21 : 226 — 224.

Brasil, AC dos S, and SGH Silvia da., 1998. Spatial distribution of thepolychaetes in a soft-botton community at soco Do ceu (IlhaGrende, Rio de Janeiro, Brazil). (Abstrac). Brazil : Di dalam: 6th Int.Polychaete Conference. 2 –7 Agustus 1998

Brower, JE., JH Zar, CN. Ende von, 1990. Field and LaboratoryMethods for General Ecology Dubuque. WCB Publishers.

Cardell, M. J., R. Sarda, J. Romero., 1999. Spatial Change in SublittoralSoft-Bottom Polychaeta Assemblages Due to River and SewageDischarges. Acta Oecologica 20(4): 343-35.

Clark, R.B. 1986. Marine Pollution. Claredon Press. Oxford.

Cognetti DW and F Maltagliati. 2000. Biodiversity and adaptivemechanisms in brackish water fauna. Mar Poll Bull 40: 7-14.

Connel, DW., and GJ. Miller, 1995. Kimia dan EkotoksikologiPencemaran. Koestoer Y, Sehati. UI Press. Jakarta.

Dahuri, R., 1994. Analisis Biota Perairan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor

Dauer, D.M., C.A. Maybury and R.M. Ewing, 1981. Feeding Behaviourand general ecology of several Spionid polychaetes from theCheaspeake Bay. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. (54) : 21 — 38.

Dauer D.M. 1993. Biological criteria, environmental health andestuarine macrobenthic community structure. Mar. Poll. Bull. 26(5): 249-257

Dorsey, J.H. and R.N. Synnot. 1980. Marine soft bottom benthiccommunity offshore from Black Rock outfall cone- ware Victoria.Aust. J. Mar. Fresh. Res. 31 : 155 — 162.

Effendi, H., 2000. Telaah Kualitas air. Managemen SumberdayaPerairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. InstitutPertanian Bogor. Bogor. 259 hal.

Elhers, E., 1901. Die Polychaeten des magellanischen and clulenischenStrand- es. Festschr. K. Ges. Wiss Gottingen (Math. Phys.) : 232pp.

Page 95: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius : Jakarta.

Fauchald, K. 1977. The Polychaeta Worms Definitions and Keys To TheOrders, Families, and Genera. Natural History Museum Of LosAngeles County. Sciense series 28: 1-188.

Fauchald, K & G. Rouse. 1997a. Polychaete Systematics: Past andPresent. Zoológica Scripta, Vol. 26, No. 2, pp. 71-138, 1997Elsevier Science Ltd.

Fauchald, K & G. Rouse. 1997b. Cladistics and Polychaete. ZoológicaScripta, Vol. 26, nomor 2, pp. 139-204, 1997. Elsevier Science Ltd.

Glasby, S.J., P.A Hutching, K. Fauchald, H. Paxton. G.W. Rouse, C.W.Russel & R.S. Wilson. 2000. Class Polychaeta and Allies theSouthem Syntesis. Fauna of Australia Volume 4A. Polychaeta,Myzostomida, Pagonophora, Echiura, Sipuncula. Australia biologicalresources study. Canberra. Australia. 1-464.

Gray, J. S. 1997. Marine biodiversity : patterns, threats and conservationneeds. Biodivers. Conserv. 6: 153-175

Gross, M.G., 1972. Oceanography A View of The Earth. Prentice Hall,Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Hariyadi, 2003. Penuntun Limnologi. Pusat Penelitian dan PengembanganOseaanologi (LIPI). Jakarta.

Hilbig, B. & J. A. Blake. 2000. London-Term Analysis of Polychaeta-dominant benthic infaunal communities in Massachusetts Bay,U.S.A. Bull Mar. Sci 67 (1) : 147-164

Jumiarti, 2009. Struktur Komunitas Makrozoobentos pada DaerahPerlindungan Mangrove di Muara Sungai Pangkajene KabupatenPangkep. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Fakultas IlmuKelautan dan Perikanan Unhas.

Junardi, 2001. Keanekaragaman, Pola Penyebaran dan Ciri- ciriSubstrat Polychaeta (Phyllum : Annelida) di Perairan Pantai TimurLampung Selatan. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Kastawi, Yusuf. 2003. Zoologi Avertebrata. Jica: Malang.

Kovacs, M., 1992. Biological Indicators in Enviromental Protection. EllisHorwood Series in Environmental, Science and Technology. pp. 7-11.

Page 96: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Lee, C.D., S.E.Wang and C. L. Kuo. 1978. Benthic macroinvertebratesand fish as biological indicators of water quality, with referenceto community diversity index. International Conference on WaterPollution Control in Developing Countries, Bangkok. Thailand.

Mahida, 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri, CV.Rajawali: Jakarta

Nontji, A., 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta

Odum, E.P., 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. WB.Sanders Company. Philadelphia. USA.

Odum, E, P., 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada. University Press,Washington D.C.

Ruppert, E.E., & R.D. Barnes. 1991. Invertebrate Zoology Sixth Edition.Sounders College publishing. New York Orlando San Antonio.

Palungkun, R., 1999. Sukses Berternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus.Penebar Swadaya. Jakarta.

Pescod, M.B., 1973. Investigation of ration effluent and stream oftropical countries. Bangkok. AIT. 59 hal

Phillips, D.J.H., 1980. Quantitative Aquatic Biological Indicator their use tomonitor trace metal and organochlorine pollution. London AppliedScience.

Pirzan, M. A. dan P. R. Pong-Masak. 2005. Keragaman Makrozoobentosdi Kawasan Pesisir Dolago Parigi-Moutong, Sulawesi Tengah.Torani, 2(16): 94-98.

Ryadi, 1984. Pencemaran Air, Seri Lingkungan Dasar-dasar dan pokok-pokok penanggulangannya. Anda Surabaya, Indonesia.

Sharp, J.H., 1985. Test Methods for Total Organic Carbon in Water,American Society for Testing Materials, Philadelphia.

Sastrawijaya, T.A., (1991). Pencemaran Lingkungan. RienekaCipta. Jakarta

Soepardi, 1986. Sifat dan Ciri Tanah, Modul Pembelajaran ,Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 97: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Suana, W. I., 2001. Laba-laba Sebagai Bioindikator Pada BeberapaKondisi Lingkungan, Makalah Falsafah Sains (PPs 702), ProgramPasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor.

Sukarno, 1981. Terumbu Karang di Indonesia. Permasalahandan Pengelolaannya LON-LIPI. Jakarta.

Supriharyono, 1978. Kondisi Kualitas Air di Saluran-saluran di daerah-daerah persawahan, persawahan-pemukiman dan pemukiman,Delta Upang Sumatera Selatan. Program Pasca Sarjana IPB.Bogor

Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati diWilayah Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sutamiharja, R.T.M., A. Kasri, S.H. Sunusi., 1982. Perairan teluk JakartaDitinjau dari Tingkat Pencemarannya. Fakultas Pasca SarjanaJurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB.Bogor.

Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardianto, M, Krisanti., 2005. Avertebrata Air.Penebar Swadaya. Jakarta.

Tamai, K., 1985. Morphology and ecology of four types of the genusParaprionospio (Polychaeta, Spionidae) in Japan. Bull. Nansei.Reg. Fish. Res. Lab. 18 : 51 — 104.

Ter Braak, CJF. 1986. Canonical Correspondence Analysis: A NewEigenvector Technique for Multivariat Direct Gradient Analysis.Ecology 67: 1167-1179.

Tugiyono, 2006. Struktur Komunitas Plankton Sebagai BioindikatorKualitas Air DAS Way Tulang Bawang Kabupaten Tulang BawangPropinsi Tulang Bawang. Dalam Prosiding Seminar Hasil-hasilPenelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Buku I. November2006. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Wardoyo, S. T. H., 1974. Manajemen Kualitas Air. Fakultas Perikanan.IPB. Bogor.

Warwick, R.M. and K.R. Clarke. 1986. Relearning the ABC : taxonomicchanges and abundance/ biomass relationships in distrubedbenthic communities. Marine Biology 118 : 739-744.

Page 98: STATUS PENCEMARAN DAN INDEKS EKOLOGI ANNELIDA …

Widyasari, A. 2007. Analisis Pencemaran Logam Berat Pb dan CdKaitannya dengan Karakter Ekologi MZB di beberapa Muara Sungai.Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Fakultas Ilmu Kelautan danPerikanan Unhas.

Wiryawan B., B. Marsjen, H. Adi Susanto, A. K. Mahi, M Ahmad,dan H. Poepitasari. 1999. Atlas Sumberdaya Wilayah PesisirLampung. Bandar Lampung: Pemda Tk I Lampung- CRMPLampung.

Wood, M. S. 1987. Subtidal Ecology. Edward Arnold Pty. Limited,Australia.

Yokoyama, H. and K. Tamai. 1981. Four form of the genusParaprionospio (Polychaeta, Spionidae) from Japan. Seto. Mar.Biol. Lab. 26 (4-6) : 303 —