15
No. ID dan Nama Peserta : dr. Dewi Ayu Astari Paramitha Presenter : dr. Dewi Ayu Astari Paramitha No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr. M. Ashari Pemalang Pendamping: dr.Wido Sutarto dr. Sri Widiyanti TOPIK : Sindrom Koroner Akut e.c UAP dd STEMI dd NSTEMI Tanggal (Kasus) : 16 Mei 2015 Nama Pasien : Tn. M No. RM : 298*** Tanggal Presentasi : 28 Mei 2015 Pendamping: dr.Wido Sutarto dr. Sri Widiyanti Tempat Presentasi : RSUD dr. M. Ashari Pemalang OBJEKTIF PRESENTASI Keilmua n Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnos tik Manajemen Masalah Istimewa Neonatu s Bayi Anak Remaja Dewas a Lans ia Bumil Deskripsi : Tn. M, usia 42 Tahun, Nyeri dada, dada terasa panas yang menjalar, sesak nafas, mual, muntah, sindrom koroner akut. Tujuan : Mengobati kegawatan penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit Cara Membahas Diskusi Presenta si dan Diskusi E-mail Pos DATA PASIEN Nama :Tn. M. No. Registrasi : 298*** Nama Klinik : IGD Telp : - Terdaftar sejak : 16 Mei 2015 Data utama untuk bahan diskusi : 1. Diagnosis : Sindrom Koroner Akut e.c UAP dd STEMI dd NSTEMI 1

Stemi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Portofolio Internsip RSUD M Ashari Pemalang

Citation preview

No. ID dan Nama Peserta : dr. Dewi Ayu Astari Paramitha

Presenter : dr. Dewi Ayu Astari Paramitha

No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr. M. Ashari Pemalang

Pendamping: dr.Wido Sutarto

dr. Sri Widiyanti

TOPIK : Sindrom Koroner Akut e.c UAP dd STEMI dd NSTEMI

Tanggal (Kasus) : 16 Mei 2015

Nama Pasien : Tn. M

No. RM : 298***

Tanggal Presentasi : 28 Mei 2015

Pendamping: dr.Wido Sutarto

dr. Sri Widiyanti

Tempat Presentasi : RSUD dr. M. Ashari Pemalang

OBJEKTIF PRESENTASI

Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi :

Tn. M, usia 42 Tahun, Nyeri dada, dada terasa panas yang menjalar, sesak nafas, mual, muntah, sindrom koroner akut.

Tujuan :

Mengobati kegawatan penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut

Bahan Bahasan

Tinjauan Pustaka

Riset

Kasus

Audit

Cara Membahas

Diskusi

Presentasi dan Diskusi

E-mail

Pos

DATA PASIEN

Nama :Tn. M.

No. Registrasi : 298***

Nama Klinik : IGD

Telp : -

Terdaftar sejak : 16 Mei 2015

Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis : Sindrom Koroner Akut e.c UAP dd STEMI dd NSTEMI

2. Gambaran Klinis (Riwayat Penyakit Sekarang) :

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 1 jam yang lalu, nyeri menjalar hingga ke leher, nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak membaik dengan istirahat. Selain nyeri pasien juga merasakan dada yang terasa panas, sesak nafas (+), mual (+), muntah (+) 4 kali isi makanan dan minuman. Pasien juga mengeluhkan tangan dan kaki terasa dingin setelah merasakan nyeri dada.

Kesehariannya pasien sering mengerjakan beberapa perkerjaan rumah seperti membersihkan kandang hewan, mengerjakan pekerjaan rumah dan pergi kesawah. Pasien memiliki kebiasaan merokok 2-3 bungkus perhari rutin.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Keluhan serupa : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluhan Serupa : disangkal

5. Riwayat Sosio-Ekonomi : Pasien pensiunan buruh, pasien menggunakan bpjs

HASIL PEMBELAJARAN :

1. Mengetahui patofisiologi SKA

2. Mengetahui cara menegakkan diagnosis SKA

3. Mengetahui penatalaksanaan SKA

KASUS : STEMI

SUBJECTIVE

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 1 jam yang lalu, nyeri menjalar hingga ke leher, nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak membaik dengan istirahat. Selain nyeri pasien juga merasakan dada yang terasa panas, sesak nafas (+), mual (+), muntah (+) 4 kali isi makanan dan minuman. Pasien juga mengeluhkan tangan dan kaki terasa dingin setelah merasakan nyeri dada.

Kesehariannya pasien sering mengerjakan beberapa perkerjaan rumah seperti membersihkan kandang hewan, mengerjakan pekerjaan rumah dan pergi kesawah. Pasien memiliki kebiasaan merokok 2-3 bungkus perhari rutin.

OBJECTIVE

I PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Mei 2015 :

A. Keadaan Umum : compos mentis, tampak sakit sedang

B. Tanda Vital:

Tensi : 170/100

Nadi : 120 x/menit, cepat-reguler

Respirasi : 28 x / menit

Suhu : 37,0 C (per axiller)

SpO2 : 98 %

C. Kulit : warna sawo matang, ikterik (-), turgor kurang (-)

D. Kepala :bentuk mesocephal dengan caput, rambut hitam, lurus, mudah rontok (-), mudah dicabut (-), moon face (-).

E. Mata : conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), katarak (-/-), perdarahan palpebra (-/-), pupil isokor dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-).

F. Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-).

G. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi pembau baik, foetor ex ore (-).

H. Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah tiphoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-), foetor ex ore (-).

I. Leher : trachea ditengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-).

J. Limfonodi : kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler, servikalis, supraklavikularis, aksilaris dan inguinalis tidak membesar

K. Thorax :bentuk simetris, spider nevi (-), pernafasan abdominotorakal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-).

Jantung :

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi :BJ I-II Intensitas Normal, regular, bising (-)

Pulmo :

Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)

Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

L. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi: timpani (+)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-),hepar dan lien tidak teraba.

M. Ekstremitas : akral dingin (-), oedem (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah

( Hb = 16,4 gr/dl ( ) AL = 11. 103/uL ( ) AT = 311.000/uL (N) AE = 5,63. 106/uL (N) Hct = 49,2% (N) GDS = 107 g/dl (N) Troponin T = >2000 ng/dl ( ) )

Foto EKG

Kesan EKG: STEMI Ekstensif Anterior (lead V1-V6, I dan AVL)

ASSESSMENT

1. STEMI Ekstensif Anterior

PLANNING

I. TERAPI

Penatalaksanaan di IGD :

1. O2 4 l per menit nasal canule

2. Inf. RL 20 tpm

3. Inj. Omeprazole 1 Amp/12 jam

4. CPG 1x3 tab

5. Aspillet 1x4 tab

6. ISDN 3x1 tab SL

7. Bisoprolol 1x2,5 mg

8. Simvastatin 1x40 mg

Konsultasi dokter spesialis penyaki dalam :

1. Rawat ICU

2. Inj. Lovenox 2x0,4 ml

3. Cek PT/APTT, Ur/Cr

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM KORONER AKUT

A. PENDAHULUAN

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu spectrum dalam perjalanan penyakit jantung koroner (PJK) dalam hal ini aterosklerosis koroner. SKA dapat berupa angina pectoris tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard dengan ST elevasi dan atau kematian jantung mendadak.

B. PATOFISIOLOGI

Penyebab terjadinya SKA secara teoritis adalah akibat thrombosis koroner dan robekan plak. Penelitian angiografi dan study post mortem yang dilakukan pada pasien SKA segera setelah timbulnya keluhan menunjukan lebih dari 85% terdapat adanya oklusi thrombus pada arteri penyebab (culprit artery). Trombus yang terbentuk merupakan campuran thrombus putih (white thrombus) dan thrombus merah (red thrombus). Thrombosis koroner umumnya terjadi dihubungkan dengan robekan plak. Perubahan yang tiba-tiba dari angina stabil menjadi menjadi tidak stabil atau infark miokard umumnya berhubungan dengan robekan plak pada titik dimana tekanan shear stress nya tinggi dan seringkali dihubungkan dengan plak aterosklrosis yang ringan (minor). Plak yang mengalami robekan kemudian merangsang agregasi trombosit yang selanjutnya akan membentuk thrombus. Spasme arteri koroner juga berperan penting dalam patofiologi SKA. Perubahan tonus pembuluh darah koroner melalui nitrit oxide (NO) endogen dapat membawa variasi ambang rangsang angina diantara satu pasien dengan yang lain antara satu waktu dengan waktu yang lain. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi tonus arteri, yaitu hipoksia, katekolamin endogen, dan zat vasoaktif (serotonin, adenosine diphosphate (ADP)).

Pasien dengan aterosklerosis koroner bisa mengalami gejala klinis yang bervariasi tergantung dari tingkat sumbatan arteri koroner. Gejala-gejala klinis ini meliputi angina tidak stabil, non-ST segmen elevation miocardial infarction (NSTEMI), dan ST segmen elevation myocardial infarction (STEMI). Beberapa hal yang mendasari patofiologi SKA adalah sebagai berikut:

1. Plak tidak stabil

Penyebab utama terjadinya SKA adalah rupturnya plak yang kaya lipid dengan cangkang yang tipis. Umumnya plak yang mengalami rupture secara hemodinamik tidak signifikan besar lesinya. Adanya komponen sel inflamasi yang berada dibawah subendotel merupakan titik lemah dan merupakan predisposisi rupture plak. Kecepatan aliran darah, turbulensi, dan anatomi pembuluh darah juga memberikan kontribusi terhadap hal tersebut.

2. Ruptur Plak

Setelah plak rupture, sel-sel platelet akan menutupi atau menempel pada plak yang rupture. Rupture akan merangsang dan mengaktifkan agregasi platelet. Fibrinogen akan menyelimuti platelet yang kemudian merangsang pembentukan thrombin.

3. Angina tidak stabil

Sumbatan thrombus yang parsial akan menimbulkan gejala iskemia lebih lama dan dapat terjadi saat istirahat. Pada fase ini trombus kaya akan platelet sehingga terapi aspirin, clopidogrel, dan GP IIB/IIIA inhibitor paling efektif. Pemberian trombolisis pada fase ini tidak efektif dan malah sebaliknya dapat mengakselerasi oklusi dengan melepaskan bekuan yang berikatan dengan thrombin yang dapat mempromosi terjadinya koagulasi. Oklusi thrombus yang bersifat intermitten dapat menyebabkan nekrosis miokard sehingga menimbulkan NSTEMI.

4. Mikroemboli

Mikroemboli dapat berasal dari thrombus distal dan bersarang didalam mikrovaskular koroner yang menyebabkan troponin jantung meningkat (penanda adanya nekrosis di jantung). Kondisi ini merupakan resiko tinggi terjadinya infark miokardium yang lebih luas.

5. Oklusi thrombus

Jika thrombus menyumbat total pembuluh darah koroner dalam jangka waktu yang lama, maka akan menyebabkan STEMI. Bekuan ini kaya akan thrombin oleh karena itu, pemberian fibrinolisis yang cepat dan tepat atau langsung dilakukan PCI dapat membatasi perluasan infark miokardium.

C. DIAGNOSIS SKA

Diagnosis SKA berdasarkan keluhan khas angina umumnya. Terkadang pasien tidak ada keluhan angina namun sesak nafas atau tidak khas seperti nyeri epigastrik atau sinkope yang disebut angina equivalen, hal ini diikuti perubahan elektrokardiogram (EKG) dan atau perubahan enzim jantung. Pada beberapa kasus, keluhan pasien, gambaran awal EKG dan pemeriksaan laboratorium enzim jantung awal tidak bisa menyingkirkan SKA, oleh karena perubahan EKG dan enzim baru dapat terjadi setelah beberapa jam kemudian. Pada kondisi ini diperlukan pengamatan secara serial sebelum menyingkirkan SKA.

1. Gejala

Gejala-gejala umum iskemia dan infark miokardium adalah nyeri dada retrosternal. Pasien seringkali merasa dada ditekan atau dihimpit lebih dominan disbanding rasa nyeri. Yang perlu diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada iskemik SKA adalah:

a. Lokasi nyeri; daerah retrosternal dan pasien sulit melokalisir rasa nyeri

b. Deskripsi nyeri; pasien mengeluh rasa berat seperti dihimpit, ditekan atau diremas, rasa tersebut lebih dominan dibandingkan rasa nyeri. Perlu diwaspadai juga bila pasien mengeluh nyeri epigastrik, sinkope atau sesak nafas (angina equivalen)

c. Penjalaran nyeri; penjalaran mke lengan kiri, bahu, punggung, leher, leher rasa tercekik atau rahang bawah (rasa ngilu) kadang penjalaran ke lengan kanan atau kedua lengan.

d. Lama nyeri; nyeri pada SKA lebih dari 20 menit.

e. Gejala sistemik; disertai keluhan seperti mual, muntah, keringat dingin.

Hal-hal dapat menyerupai nyeri dada iskemia:

Diseksi aorta

Emboli paru akut

Efusi pericardial akut dengan tamponade jantung

Tension pneumothorax

Perikarditis

GERD (Gastro Esophageal Reflux Disease)

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis, meyingkirkan penyebab nyeri dada lainnya dan mengevaluasi adanya komplikasi SKA. Pemeriksaan fisik pada SKA umumnya normal, terkadang pasien terlihat cemas, keringat dingin atau didapat tanda komplikasi berupa takipneu, takikardia-bradikardia, adanya gallop S-3, ronki basah halus di paru, atau terdengar bising jantung (murmur). Bila tidak ada komplikasi ham[ir tidak ditemukan kelainan yang berarti.

3. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG merupakan sebuah penunjang penting dalam pengakkan diagnosis SKA, untuk menentukan tata laksana selanjutnya. Berdasarkan gambaran EKG pasien SKA dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok:

a. Elevasi segmen ST atau LBBB (Left bundle branch block) yang dianggap baru. Dapat didapatkan gambaran elevasi segmen ST minimal di 2 lead yang berhubungan.

b. Depresi segmen ST atau inverse gelombang T yang dinamis pada saat pasien mengeluh nyeri dada.

c. EKG non diagnostic baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal

4. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk menilai adanya tanda nekrosis miokardium seperti, CK-MB, troponin-T dan I, serta mioglobin dipakai untuk menegakkan diagnosis SKA. Troponin lebih dipilih karena lebih sensitive daripada CKMB. Troponin juga berguna untuk diagnosis, stratifikasi resiko, dan menentukan prognosis. Troponin yang meningkat dihubungkan dengan peningkatan resiko kematian. Pada pasien dengan STEMI reperfusi tidak boleh ditunda hanya untuk menunggu enzim jantung.

Mioglobin. Mioglobin merupakan suatu protein yang dilepaskan dari sel miokardium yang mengalami kerusakan, dapat meningkat setelah jam-jam awal terjadinya infark dan mencapai puncak pada jam 1 sampai jam 4 dan tetap tinggi sampai 24 jam

CKMB. CKMB merupakan isoenzim dari kreatinin kinase, yang merupakan konsentrasi terbesar dari moikardium. Dalam jumlah kecil CKMB juga dapat dijumpai dalam otot ranngka, usus kecil, diaphragm. Mulai meningkat 3 jam setelah infark dan mencapai puncak 12-14 jam CKMB akan mulai menghilang dalam darah 4-72 jam setelah infarmk

Troponin. Mengatur kerja aktin dan myosin dalam otot jantung dan lebih spesifik dari CK-MB. Mempunyai 2 bentuk troponin T dan I. Enzim ini mulai meningkat 3 jam sampai dengan 12 jam etelah onset iskemik. Mencapai puncak pada 12-24 jam dan masih tetap tinggi sampai hari ke 8-21 (Troponin T) dan 7-14 (Troponin I). peningkatan enzim ini berhubungan dengan bukti adanya nekrosis miokard dan menunjukan prognosis buruk SKA.

D. PENATALAKSANAAN

Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama baik pra maupun saat dirumah sakit hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI lebih ditekankan untuk segera melakukan reperfusi baik dengan medikamentosa (trombolisis) atau intervensi PCI (Percutaneus Coronary Intervention). Berdasarkan International Consensus On Cardiopulmonary Resucitation and Emergency Cardiovascular Care Science With Treatment Recommendation (AHA/ACC) tahun 2010, sangat ditekankan waktu efektif reperfusi terapi. Bila memungkinkan trombolisis dilakukan saat prehospital untuk menghemat waktu. Penatalaksaan SKA sendiri dibagi atas Pre hospital dan Hospital.

Pre-hospital meliputi:

Monitoring, dan amankan ABC. Persiapkan RJP dan defibrilasi

Berikan aspirin dan pertimbangkan oksigen, nitrogliserin, dan morfin jika diperlukan

Periksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi

Lakukan pemberitahuan ke RS untuk melakukan persiapan penerimaan pasien dengan STEMI

Bila akan diberikan fibrinolitik pre hospital, lakukan cek list fibrinolitik.

Hospital

Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen

Pasang intravena

Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah

Lengkapi cek list fibrinolitik, cek kontraindikasi

Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan darah

Pemeriksaan sinar-X (< 30 menit setelah pasien sampai IGD).

Terapi awal di IGD

Segera berikan oksigen 4 L/menit kanul nasal, terutama jika saturasi < 94%

Berikan aspirin 160-325 mg dikunyah

Nitrogliserin sublingual atau spray

Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin

Terapi inisial pada SKA

1. Oksigen

Oksigen harus diberikan pada pasien dengan sesak nafas, tanda gagal jantung, syok atau saturasi 30 mmHg lebih rendah dari pemeriksaan TD awal (jika dilakukan), bradikardia < 50 x/menit atau takikardia > 100 x/menit tanpa adanya gagal jantung, dan adanya infark ventrikel kanan. Nitrogliserin adalah venodilator dan penggunanya harus berhati-hati pada pasien yang menggunakan penghambat fosfodiestrase (contoh: Viagra) dalam waktu < 24 jam.

4. Analgetik

Analgetik pada SKA yang menjadi pilihan adalah Morfin. Pemberian morfin dilakukan jika nitrogliserin sublingual atau semprot tidak respons. Morfin merupakan pengobatan yang cukup penting pada SKA oleh karena:

Menimbulkan efek analgesic pada SSP yang dapat mengurangi aktivasi neurohormonal dan menyebabkan pelepasan katekolamin

Menghasilkan venodilatasi yang akan mengurangi beban ventrikel kiri dan mengurangi kebutuhan oksigen

Menurukan tahanan vascular sistemik, sehingga mengurangi afterload ventrikel kiri

Membantu redistribusi volume darah pada edema paru akut.

5. Terapi fibrinolitik

Pengobatan fibrinolisis lebih awal (door-drug < 30 menit)dapat membatasi luasnya infark, fungsi ventrikel normal dan mengurangi angka kematian. Beberapa jenis obat fibrinolitik misalnya Alteplasie recombinant (Activase), Reteplase, Tenecplase, dan Streptokinase (Streptase). Di Indonesia umumnya tersedia streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta U dilaruitkan dalam 100 cc NaCl 0,9% atau Dextrose 5%, diberikan secara infuse selama 30-60 menit.

6. Antiaritmia

Tidak diberikan sebagai terapi rutin pada SKA STEMI yang bertujuan untuk profilaksis

7. Penyekat Beta

Pemberian penyekat beta intravena tidak diberikan secara rutin pada pasien SKA, hanya diberikan bila terdapat takikardia dan hipertensi

8. ACE-Inhibitor dan ARB

Kedua obat ini telah terbukti, mengurangi morbiditas dan mortalitas bila diberikan pada SKA STEMI

9. Statin (HMG Co-A Inhibitor)

Pemberian statin intensif diberikan segera setelah onset SKA dalam rangka menstabilkan plak

E. DAFTAR PUSTAKA

Karo, Santoso Karo. Rahajoe, Anna Ulfah. Sulistyo, Sigit. Kosasih, Adrianus. 2013.Buku Panduan Adnvanced Cardiac Life Support (ACLS). Perki. Jakarta: penerbit Perki.

Sudoyo, W Aru. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: 1615-1625

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi AMI dalam Patofisiologi konsep-konsep klinis proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

11