Upload
nguyenkhanh
View
238
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI DAKWAH MUSLIMAT NU, FATIMIYAH, DAN
AISYIYAH DALAM MENGEMBANGKAN UKHUWAH
ISLAMIYAH DI DESA BANGSRI KECAMATAN BANGSRI
KABUPATEN JEPARA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
Ayu Isnaini
081211048
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp. : 5 (lima) ekslampar
Hal : Persetujuan Naskah Skripsi
Kepada
Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang
di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana
mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari:
Nama : Ayu Isnaini
NIM : 081211048
Fak. / Jur. : Dakwah / KPI
Judul Skripsi : STRATEGI DAKWAH MUSLIMAT NU,
FATIMIYAH, DAN AISYIYAH DALAM
MENGEMBANGKAN UKHUWAH ISLAMIYAH
DI DESA BANGSRI KECAMATAN BANGSRI
KABUPATEN JEPARA
Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan.
Demikian, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, 25 Juni 2012
Pembimbing,
Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Dr. H. M. Nafis, M. A Drs. H. Najahan Musyafak, M. A
NIP.1960 1106 198703 1 002 NIP. 1970 1020 199503 1 001
iii
PENGESAHAN
SKRIPSI
STRATEGI DAKWAH MUSLIMAT NU, FATIMIYAH DAN
AISYIYAH DALAM MENGEMBANGKAN UKHUWAH
ISLAMIYAH DI DESA BANGSRI KECAMATAN BANGSRI
KABUPATEN JEPARA
Disusun oleh
Ayu Isnaini
081211048
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 29 Juni 2012
Dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji/
Dekan/ Pembantu Dekan Sekretaris Dewan Penguji
Drs. H. Nurbini, M. S. I Drs. H. Fahrur Rozi, M.Ag NIP. 19680918 199303 1 004 NIP. 19690501 199403 1 001
Penguji I Penguji II
Dra. Hj. Amelia Rahmi, M.Pd H. M. Alfandi, M. Ag
NIP. 19660209 199303 2 003 NIP. 19710830 199703 1 003
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. M. Nafis, M.A Drs. H. Najahan Musyafak, M. A
NIP.1960 1106 198703 1 002 NIP. 1970 1020 199503 1 001
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga
pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun
yang belum / tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan
daftar pustaka.
Semarang, 29 Juni 2012
Ayu Isnaini
NIM: 08211048
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat serta hidayah yang
diberikan kepada setiap makhluk-Nya. Sholawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, inspirator umat yang tiada pernah
kering untuk digali ilmunya.
Keberhasilan dalam penyusunan skripsi dengan judul “Strategi
Dakwah Muslimat NU, Fatimiyah, Dan Aisyiyah Dalam Mengembangkan
Ukhuwah Islamiyah Di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara”
tidak terlepas dari bantuan, semangat, dan dorongan baik material maupun
spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan ketulusan dan
kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.A selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.
2. Dr. M. Sulthon, M. Ag selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo
Semarang.
3. Dr. H. M. Nafis, M.A dan. Drs. H. Najahan Musyafak, M.A. selaku
Pembimbing I dan Pembimbing II atas kesabarannya dalam
membimbing dan memberikan arahan kepada penulis hingga
terselesaikannya skripsi ini.
4. H. M. Alfandi, M.Ag. dan Ahmad Faqih, S.Ag., M.Si selaku Ketua dan
Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
5. Para dosen dan staf karyawan di lingkungan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang atas arahan, pengetahuan, dan bantuan yang
diberikan.
6. Ayah dan ibu tercinta yang telah bersusah payah demi membahagiakan
ingin keilmuanku.
7. Kakak-kakakku dan seluruh kerabat yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu yang telah memberi warna dalam hidup penulis.
8. Sedulur-sedulur KSK Wadas yang selalu memberi motivasi saat penulis
sedang bersedih hati.
vi
9. Kawan-kawan senasib seperjuangan atas semangat dan canda tawa yang
kalian diberikan.
Kepada mereka semua penulis tidak bisa memberikan balasan apapun
hanya untaian ucapan “Jazakumullahu Khoirul Jaza`” terimakasih, dan
permohonan maaf, semoga budi baik serta amal shaleh mereka diterima serta
mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
skripsi ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis menantikan kritik
dan saran yang sifatnya membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya peneliti berharap semoga Allah SWT selalu memberi petunjuk dan
kita semua selalu dalam lindungan-Nya. Amiin.
Semarang, Juni 2012
Penulis
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah wa syukurillah.....
Dengan rendah hati karya sederhana hasil pergulatan-pergulatan pikiran yang
berjalan bersama dengan kesabaran dan do’a, kupersembahkan kepada:
o Ayah dan ibuku tercinta, kiranya karya ini tiada akan pernah ada tanpa kasih
sayang engkau berdua. Keringat, doa dan airmata yang tertumpah untukku
telah menjelma ke dalam setiap huruf yang tersusun dalam karya ini.
o Untuk Kakak-kakakku, semoga karya ini mampu menjadi sampan yang
menyatukan kerinduan yang telah lama terpenggal oleh ego dan inginku hingga
peranku padamu tak terasa seperti layaknya.
o Segenap keluarga besar KSK WADAS yang telah memberikan pengajaran
hidup dalam setiap pengalaman
viii
MOTTO
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
(Q.S. Ali Imran ayat 103)
ix
ABSTRAKSI
Penelitian yang berjudul Strategi Dakwah Muslimat NU, Fatimiyah, Dan
Aisyiyah Dalam Mengembangkan Ukhuwah Islamiyah Di Desa Bangsri
Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara dilatarbelakangi oleh adanya pluralitas
umat Islam yang terjadi di Desa Bangsri. Perbedaan sudut pandang tentang ajaran
Islam tidak jarang menimbulkan konflik antar organisasi Islam yang ada di
masyarakat. Namun, hal tersebut tidak berlaku di Desa Bangsri Kecamatan
Bangsri Kabupaten Jepara. Keberadaan organisasi NU, Syiah dan Muhammadiyah
di desa tersebut ternyata urung menimbulkan konflik. Hal ini akan lebih
mengejutkan manakala pada lingkungan organisasi wanitanya yakni Muslimat
NU, Fatimiyah dan Aisyiyah malah tercipta hubungan persaudaraan yang kuat
antar anggota organisasi dengan organisasi lainnya. Keberhasilan mewujudkan
ukhuwah Islamiyah tersebut tentunya tidak terjadi begitu saja melainkan
membutuhkan strategi dakwah. Oleh sebab itulah penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian terkait dengan strategi dakwah ketiga organisasi wanita
Islam di Desa Bangsri dalam upaya mengembangkan ukhuwah Islamiyah.
Harapan dari penelitian ini adalah adanya masukan yang berarti untuk dapat
dijadikan percontohan bagi wilayah yang masih rawan konflik, khususnya konflik
internal Islam.
Untuk itu diajukan rumusan masalah bagaimana strategi dakwah Muslimat
NU, Fatimiyah dan Aisyiyah dalam mengembangkan Ukhuwah Islamiyah di Desa
Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Rumusan masalah tersebut akan
memusatkan pada aspek strategi ketiga organisasi serta penilaian komunikasi
dakwah terhadap strategi yang diterapkan oleh ketiga organisasi dalam
mengembangkan ukhuwah Islamiyah.
Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara,
dokumentasi dan observasi. Sedangkan analisis penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa taktik atau strategi dakwah yang
dilaksanakan oleh ketiga organisasi wanita Islam di Desa Bangsri memiliki
kesamaan antara satu dengan yang lainnya yakni dengan menggunakan strategi
dakwah internal dan eksternal. Meskipun terkesan terdapat dua lingkup strategi,
namun pada dasarnya relevansi strategi dakwah organisasi wanita Islam di Desa
Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara dalam upaya pengembangan
ukhuwah Islamiyah internal umat Islam tidak dapat dilepaskan dari strategi yang
berorientasi pada pembangunan pemahaman yang terpadu sehingga menciptakan
perasaan se-Islam dan berakhir dengan perilaku (psikomotorik) ukhuwah
Islamiyah dalam perbedaan sudut pandang mengenai Islam yang positif.
Keberhasilan tersebut tidak lepas dari keteladanan dai yang menjadi kunci
efektifitas komunikasi dakwah sehingga mampu mewujudkan tujuan esensi
dakwah dengan terciptanya feedback berupa perilaku ukhuwah Islamiyah dalam
perbedaan di lingkungan organisasi keislaman wanita di Desa Bangsri Kecamatan
Bangsri Kabupaten Jepara.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. vii
HALAMAN MOTTO ............................................................................................. viii
ABSTRAKSI........... ................................................................................................ ix
DAFTAR ISI........... ................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1.Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ....................................................................... 6
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7
1.4.Tinjauan Pustaka ......................................................................... 8
1.5.Metode Penelitian ........................................................................ 11
1.6.Sistematika Penulisan ................................................................. 18
BAB II STRATEGI DAKWAH DAN UKHUWAH ISLAMIYAH
2.1.Tinjauan Umum tentang Dakwah ................................................ 19
2.1.1. Pengertian Dakwah dan Dasar Hukumnya ........................ 19
2.1.2. Unsur-Unsur Dakwah......................................................... 26
2.1.3. Strategi Dakwah ................................................................. 30
2.2.Ukhuwah Islamiyah ..................................................................... 34
BAB III ORGANISASI MUSLIMAT NU, FATIMIYAH, DAN
AISYIYAH DAN STRATEGI DAKWAHNYA
3.1.Profil Desa Bangsri ...................................................................... 38
3.2. Deskripsi Ukhuwah Islamiyah di Desa Bangsri Kecamatan
Bangsri Kabupaten Jepara ........................................................... 44
xi
3.3. Strategi Dakwah Muslimat NU, Fatimiyah, Dan Aisyiyah ......... 50
BAB IV ANALISIS TERHADAP STRATEGI DAKWAH MUSLIMAT
NU, FATIMIYAH, DAN AISYIYAH DALAM
MENGEMBANGKAN UKHUWAH ISLAMIYAH DI DESA
BANGSRI KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA ..... 69
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 86
5.1.Kesimpulan ................................................................................. 87
5.2.Saran ............................................................................................ 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pluralitas adalah salah satu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah
(sunnatullah). Indikator sederhana dari ketetapan Allah mengenai pluralitas
dalam kehidupan dunia terlihat dari pluralitas penciptaan manusia (Thoha,
2005: 206). Hal tersebut sesuai dengan ayat al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat
13:
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Duta Ilmu, 2002: 847).
Ayat di atas selain menegaskan tentang adanya perbedaan yang
menjadi ketetapan Allah, juga terkandung esensi tujuan dijadikannya
perbedaan dalam kehidupan manusia, yakni tujuan untuk saling mengenal satu
sama lain. Aspek pengenalan terhadap pluralitas dalam kehidupan yang
dialami manusia merupakan dasar utama untuk melahirkan sikap-sikap toleran
antar manusia. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya saling mengenal
sehingga memunculkan sikap saling memahami dalam rangka meminimalisir
2
potensi perselisihan. Umat manusia diperintahkan agar tidak bercerai berai
sebagaimana firman-Nya dalam Q.S.Ali Imron ayat 103
…
Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, …(Duta Ilmu, 2002: 79)
Meskipun demikian umat manusia tidak semuanya dapat memahami
perbedaan sebagai anugerah untuk saling memahami. Tidak sedikit konflik
antar golongan, suku dan agama terjadi yang disebabkan oleh perbedaan
dalam kehidupan yang plural. Di antara contoh konflik yang terjadi di
masyarakat adalah pada tahun 1999 di Desa Dongos Kecamatan Pecangaan
Kabupaten Jepara, atau juga perselisihan antar kelompok ormas keagamaan
yang terjadi akibat adanya beberapa perbedaan penerimaan dan pemahaman
tentang ajaran Islam yang diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW yang
berujung pada tuduhan bid’ah.
Tidak selamanya konsep pluralitas dapat menimbulkan konflik dalam
kehidupan sosial. Hal tersebut dapat terlihat dalam kehidupan beragama di
Kelurahan Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara, di mana
masyarakatnya terdiri oleh umat Islam dengan pandangan yang berbeda-beda.
Ada tiga kelompok organisasi keagamaan dominan, yakni Muslimat dari
Nahdlatul Ulama (NU), Fatimiyah dari Syiah dan Aisyiyah dari
Muhammadiyah. Meskipun memiliki perbedaan pandangan mazhab, latar
belakang budaya dan pemahaman nilai-nilai keagamaan, namun hal itu tidak
menimbulkan permasalahan bagi kehidupan sosial keagamaan mereka, bahkan
3
dalam kehidupan keseharian telah tercipta kebersamaan. Kebersamaan
tersebut diwujudkan melalui saling menghormati dan mengikuti aktivitas
keagamaan organisasi lainnya serta memberikan bantuan kepada salah satu
kelompok organisasi keagamaan ketika membutuhkan.
Salah satu contoh dari kebersamaan tersebut, menurut Ibu Muzaro’ah
(2012) salah satu pengurus Aisiyah, adalah dukungan yang diberikan oleh
Muslimat NU dan Fatimiah Syiah kepada Aisiyah Muhammadiyah ketika
terjadi penyusupan yang berpotensi menimbulkan perpecahan di Aisiyah pada
tahun 2009. Penyusupan yang dialami oleh Muhammadiyah dilakukan oleh
beberapa orang yang datang dari luar Bangsri dengan tujuan untuk memecah
belah Muhammadiyah. Dukungan tersebut diwujudkan dengan ikut terlibat
aktif dalam proses pembersihan Aisiyah dari penyusup yang mencoba untuk
memecah belah Muhammadiyah. Penyusup yang masuk melalui lembaga
pendidikan Muhammadiyah yang menyebar fitnah tersebut berhasil
“diamankan” oleh Muhammadiyah dengan dibantu oleh warga NU dan Syiah.
Selain itu, wujud kebersamaan antar organisasi keislaman wanita tersebut
terlihat dari kegiatan PKK dan tahlil yang dilakukan oleh anggota ketiga
organisasi tersebut. Meskipun berbeda pandangan tentang tahlil, namun
organisasi Aisiyah dan Fatimiah tidak melarang anggotanya untuk mengikuti
kegiatan PKK.
Fenomena yang terjadi di Kelurahan Bangsri merupakan wujud dari
pemahaman terhadap nilai-nilai Islam yang diajarkan dan diperintahkan oleh
Allah dalam kehidupan yang plural sebagaimana tersebut dalam Q.S. al-
4
Hujurat ayat 13. Selain firman Allah, sikap positif untuk saling memahami
dan menghormati perbedaan yang dilakukan oleh kelompok organisasi
keagamaan di Kelurahan Bangsri juga sama dengan keteladanan Nabi
Muhammad SAW saat melaksanakan dakwah di Madinah. Melalui deklarasi
Piagam Madinah, Nabi Muhammad SAW menyatukan perbedaan yang terjadi
di antara penduduk dalam satu kesatuan Madinah. Hasilnya adalah terciptanya
kesatuan, persaudaraan dan pemahaman penduduk yang berbeda agama dan
suku bangsa dalam pemerintahan Madinah. Implikasi dari kesatuan ini adalah
adanya sikap saling menghormati serta saling memberi bantuan manakala
salah satu kelompok suku atau agama membutuhkan bantuan, termasuk umat
Islam manakala mendapat serangan dari suku Quraisy (Muhyidin dan Safei,
2002: 107).
Keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan
pemerintahan Madinah idealnya menjadi contoh bagi umat Islam dalam
merespons perbedaan yang dialami dalam kehidupan yang plural. Sebagai
agama penyempurna dan pemersatu, bukan berarti Islam tidak memiliki
perbedaan. Dalam salah satu haditsnya, Nabi telah menjelaskan bahwa umat
Islam terpecah ke dalam 73 golongan dan yang akan selamat adalah umat
Islam yang menjadi ahli sunnah dan menjaga persatuan. Ironisnya, tidak
sedikit umat Islam yang terjebak dalam perbedaan dan bahkan harus terlibat
dalam perselisihan atau pertengkaran antar kelompok akibat adanya perbedaan
tersebut.
5
Potensi perselisihan yang mengancam umat Islam di Indonesia
cenderung besar dikarenakan adanya latar belakang yang berbeda-beda berupa
suku bangsa, politik maupun status sosial (Khadziq, 2009: 117). Kebersamaan
yang terwujud dalam kehidupan plural umat Islam di Kelurahan Bangsri
sebuah fenomena kehidupan masyarakat umat Islam Indonesia dalam
menyikapi perbedaan Islam. Perbedaan yang dimiliki oleh umat Islam apabila
tidak dipahami dan disikapi secara bijak dapat mengancam persatuan umat
Islam bahkan dapat mengganggu stabilitas kenegaraan.
Realitas kehidupan umat Islam di Desa Bangsri tersebut dapat
terwujud. Tentu ada strategi-strategi yang dilaksanakan oleh ketiga organisasi
wanita tersebut dalam upaya menjaga dan mengembangkan ukhuwah
Islamiyah di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Figur peran
wanita tidak dapat dilepaskan dari perjalanan sejarah Kota Ukir (nama lain
Jepara). Sejarah telah mencatat paling tidak dua tokoh wanita yang telah
mampu menunjukkan kemampuan mereka dalam melakukan suatu perubahan,
yakni Ratu Kalinyamat dan R.A. Kartini. Nama yang disebut terakhir sangat
fenomenal karena mampu memberikan perubahan tentang paradigma
pendidikan bagi warga pribumi, khususnya kaum wanita. Hal ini seolah
mengindikasikan adanya peluang peranan wanita dalam memberikan
perubahan dalam kehidupan masyarakat di Kabupaten Jepara.
Peranan wanita dalam berkehidupan social di Jepara salah satunya
dapat terlihat di Desa Bangsri sebagaimana telah dijelaskan di atas. Meskipun
pada organisasi NU, Syiah dan Muhammadiyah terdapat organisasi-organisasi
6
dari remaja namun pada kenyataannya kehidupan ukhuwah Islamiyah lebih
hidup di kalangan organisasi wanitanya. Jika di tingkatan remaja atau pemuda
dari ketiga organisasi keagamaan yang ada di Desa Bangsri tidak ada ikatan
yang terlihat formal dalam rangka menjalin ukhuwah Islamiyah, maka tidak
demikian dengan organisasi wanita. Berbagai kegiatan social telah menjelma
menjadi perwujudan ukhuwah Islamiyah di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri
Kabupaten Jepara.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih
jauh dengan melakukan penelitian terkait dengan persaudaraan Islam yang
dipraktekkan secara baik oleh organisasi keagamaan yang ada di Desa Bangsri
Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara dengan judul “Strategi Dakwah
Muslimat NU, Fatimiyah, Dan Aisyiyah Dalam Mengembangkan Ukhuwah
Islamiyah Di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara“
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi
dakwah Muslimat NU, Fatimiyah dan Aisyiyah Dalam Mengembangkan
Ukhuwah Islamiyah di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi dakwah
organisasi Muslimat NU, Fatimiyah dan Aisyiyah dalam mengembangkan
Ukhuwah Islamiyah di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
7
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan untuk pengembangan
ukhuwah Islamiyah dalam masyarakat plural.
b. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi media pembanding dalam
khazanah keilmuan di bidang komunikasi dan penyiaran Islam,
khususnya berkaitan dengan komunikasi dakwah antar organisasi
keagamaan dalam rangka menciptakan dan menjaga ukhuwah
Islamiyah.
2. Manfaat praktis
a. Penelitian ini dapat menjadi sarana penulis dalam mempraktekkan
ilmu-ilmu pengetahuan.
b. Hasil peneliitian ini diharapkan menjadi acuan dalam upaya
menciptakan ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan plural di Jawa
Tengah bahkan Indonesia.
1.4 Kajian Pustaka
Untuk menghindari plagiasi dalam penelitian ini, maka berikut ini
disajikan beberapa hasil penelitian yang memiliki kesamaan dengan obyek
penelitian.
Pertama, hasil penelitian yang dilakukan oleh Subekan (2005),
mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Walisongo dengan judul penelitian Peran
Forum Komunikasi Antar Umat Beragama Dalam Mentablighkan Kerukunan
Hidup Antar Umat Beragama Di Kabupaten Boyolali. Penelitian yang
memusatkan pada forum komunikasi antar umat beragama ini menitikberatkan
pada bagaimana peran forum komunikasi antar umat beragama dalam
8
menciptakan dan menjaga kerukunan umat beragama. Penelitian ini
menggunakan metode wawancara, dokumentasi dan observasi dalam
mengumpulkan data dan analisanya menggunakan analisa kualitatif. Hasil dari
penelitian ini menjelaskan bahwa forum komunikasi umat beragama sangat
memiliki peran dalam menjaga kerukunan umat beragama. Peran tersebut
lebih terlihat manakala terdapat umat beragama minoritas dalam suatu wilayah
di Boyolali. Melalui keberadaan forum komunikasi antar umat beragama,
berbagai persoalan yang berkaitan dengan perbedaan ajaran agama yang tidak
jarang berdampak pada sosialisasi masyarakat dapat diselesaikan dengan baik.
Selain itu, forum komunikasi antar umat beragama juga berperan sebagai
organisasi yang mensosialisasikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan
perbedaan agama.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ghufroni (1994) dengan judul
Metode dan Strategi Perkembangan Agama Islam Pada Lembaga Di
Kotamadia Semarang. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif
ini menggunakan metode wawancara, dokumentasi dan observasi ini
memusatkan permasalahan pada penerapan metode sebagai media
mengembangkan Islam. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa metode
yang digunakan oleh Lembaga Dakwah di Kotamadia Semarang
menggunakan metode diskusi antar kelompok lembaga dakwah. Melalui
diskusi ini segala persoalan, khususnya yang berhubungan dengan perbedaan
pandangan kelompok umat Islam, dapat diselesaikan dengan solusi yang baik.
9
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Solihah (2002) dengan judul
Kebijakan Dakwah Islam dalam Membina Kerukunan Hidup Antar Umat
Beragama di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
memusatkan pada permasalahan metode yang digunakan dalam membina
kerukunan umat beragama. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa dalam
menciptakan kerukunan di masyarakat yang beragam bisa terwujud dengan
menggunakan metode dialog antar umat beragama. Dengan adanya metode
dialog tersebut, segala macam permasalahan dapat dibicarakan untuk dicari
solusinya.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Mujahidin (1991) yang
berjudul Studi tentang Strategi Dakwah Kodama (Korp Dakwah Mahasiswa
Islam) Di Yogyakarta. Penelitian yang memfokuskan pada analisis strategi
dakwah ini dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian ini menyebutkan
bahwa strategi dakwah yang dilakukan oleh Kodama lebih terpusat pada
penyusunan program kerja yang dapat menunjang pelaksanaan dakwah dalam
masyarakat yang plural.
Kelima, penelitian yang dilakukan Faisal (2010) dengan judul Strategi
Dakwah K.H. Maemoen Zubair dalam Mengembangkan Akhlaq Masyarakat
Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang. Hasil penelitian yang dilakukan
secara kualitatif ini adalah bahwa penggunaan strategi dakwah yang dilakukan
oleh K.H.Maemoen Zubair memiliki kesesuaian dengan budaya mad’u.
Penggunaan bahasa Jawa Ngoko dalam ceramah dapat dengan mudah
dipahami oleh masyarakat yang sangat kental dengan tradisi dakwah klasik
10
(ceramah). Meskipun beragam karakter, masyarakat dapat menyatu dalam
kharismatik K.H. Maemoen Zubair.
Kelima penelitian di atas memiliki kesamaan dengan penelitian ini,
yakni dakwah Islam dalam masyarakat plural sebagai tema penelitian. Di sisi
lain, kelima penelitian terdahulu berbeda dengan penelitian yang penulis
laksanakan. Perbedaan tersebut terletak pada aspek lokasi dan pusat kajian.
Dari kelima penelitian yang telah dilaksanakan, tidak ada satupun yang
mengkaji dakwah sebagai upaya penjaga perdamaian dalam peluang konflik.
1.5 Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
menyangkut cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran
penelitian. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam skripsi ini
adalah:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan
yang bersifat kualitatif yaitu penelitian yang datanya diperoleh dari
lapangan, baik berupa data lisan maupun data tertulis (dokumen).
Sedangkan maksud dari kualitatif adalah penelitian bersifat
mengembangkan teori, untuk menemukan teori baru dan tidak dilakukan
dengan menggunakan kaidah statistik (Moleong, 2002: 75). Dalam hal ini,
penelitian diarahkan pada pengamatan secara langsung di lapangan
terhadap fakta sosial tentang pengembangan ukhuwah Islamiyah antara
11
organisasi keagamaan yang berbeda yang terjadi di Desa Bangsri
Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.
2. Definisi Konseptual
a. Strategi
Strategi secara bahasa berasal bahasa Yunani yakni dari kata
strategia yang memiliki kesamaan dengan kalimat the art of general
yang artinya seni seorang panglima. Secara umum, strategi memiliki
makna cara untuk mencapai tujuan dengan menggunakan kekuatan dan
sumber daya yang ada (Sumarsono, 2001: 139). Sedangkan menurut
Syahidin (2003: 168) memberikan arti strategi sebagai usaha untuk
merumuskan dan menetapkan berbagai pilihan kebijakan, aksi dan
solusi yang paling tepat dan relevan.
Dalam aspek komunikasi, pemilihan strategi komunikasi harus
memperhatikan hal-hal: (1) alternatif pilihan strategi, (2) kondisi
prioritas dan penunjang komunikasi pembangunan, (3) sasaran
komunikasi, (4) konsekuensi dari filosofi kegiatan. dan (5) upaya
meningkatkan dampak ganda dari kegiatan yang dilakukan. Untuk
melakukan hal itu, Van De Ban dan Hawkins (1998) menawarkan
adanya tiga strategi yang dapat dipilih, yaitu rekayasa sosial,
pemasaran sosial dan partisipasi sosial.
Sedangkan dalam aspek organisasi sebagai pelaksana
komunikasi strategi organisasi, sebagaimana dikutip dalam Media
Trust, strategi tersebut harus memperhatikan beberapa hal berikut ini:
12
1) Tujuan
2) Sasaran
3) Pesan Instrumen dan kegiatan Sumber daya
4) Skala waktu Evaluasi dan perbaikan
(http://www.mediatrust.org/training-events/training-resources/online-
guide)
b. Ukhuwah Islamiyah
Menurut Nata (2001: 236) secara umum ukhuwah Islamiyah
memiliki arti persaudaraan orang-orang Islam. Pengertian ini sama
dengan yang dinyatakan oleh Wahyudin dkk (2009: 92-93) yang
mengartikan ukhuwah Islamiyah sebagai ukhuwah yang bersifat Islami
atau yang diajarkan oleh Islam. Ukhuwah Islamiyah merupakan salah
satu dari empat jenis ukhuwah, yaitu:
1) Ukhuwah ‘ubudiyah atau saudara kesemahlukan dan kesetundukan
kepada Allah.
2) Ukhuwah Insaniyah (basyariyah) dalam arti seluruh umat manusia
adalah bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah
dan ibu.
3) Ukhuwah wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam
keturunan dan kebangsaan.
4) Ukhuwah fi din Al-Islam, persaudaraan antar sesama Muslim.
13
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ukhuwah
Islamiyah secara garis besar dapat dilakukan dengan dasar sesama
muslim dan sesama makhluk Allah.
3. Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini terbagi
menjadi 2 macam:
a. Sumber data primer
Data primer adalah data utama yang berkaitan dengan pokok
masalah penelitian yang mana data tersebut diambil dari sumber data
utama (Azwar, 1998: 91). Dalam penelitian ini yang menjadi data
primer adalah data yang berhubungan dengan ukhuwah Islamiyah
antar organisasi keagamaan wanita di Desa Bangsri Kecamatan
Bangsri Kabupaten Jepara. Sumber data primer dalam penelitian ini
adalah program kerja strategi dakwah ketiga organisasi dan hasil
wawancara dengan pengurus ketiga organisasi keagamaan wanita yang
menjadi obyek penelitian, yakni Muslimat, Fatimiyah dan Aisyiyah di
Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.
b. Sumber data sekunder
Data sekunder adalah jenis data yang diperoleh dari buku-buku,
dokumen-dokumen atau literatur-literatur yang mempunyai relevansi
terhadap pembahasan skripsi ini. Dalam penelitian ini data sekunder
diperoleh dari beberapa buku, kitab, hadits dan lainnya yang berkaitan
dengan tema penelitian.
14
4. Metode Pengumpulan Data
Salah satu tahap yang penting dalam proses penelitian ini adalah
tahap pengumpulan data. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data
yang penulis gunakan adalah:
a. Metode Interview
Interview adalah suatu metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan menggunakan percakapan dengan sumber informasi
secara langsung (tatap muka) untuk memperoleh keterangan yang
relevan dengan penelitian ini (Koentjaraningrat, 1981: 162). Metode
ini penulis gunakan untuk mencari data sebagai berikut:
1) Konsep ukhuwah Islamiyah dalam organisasi keagamaan wanita
yakni Muslimat, Fatimiyah dan Aisyiyah.
2) Strategi Dakwah Muslimat NU, Fatimiyah, dan Aisyiyah dalam
mengembangkan Ukhuwah Islamiyah Di Desa Bangsri Kecamatan
Bangsri Kabupaten Jepara.
Informan yang diwawancarai dalam penelitian ini sebanyak 11
orang dengan perincian sebagai berikut:
1) Pengurus Muslimat NU Anak Cabang Bangsri yang terdiri dari 4
informan
2) Pengurus Pimpinan Cabang Aisyiyah Bangsri yang terdiri dari 3
informan.
3) Pengurus Fatimiyah Bangsri yang terdiri dari 6 informan.
15
b. Metode Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data berupa
sumber data tertulis (yang berbentuk tulisan). Sumber data tertulis
dapat dibedakan menjadi: dokumen resmi, buku, majalah, arsip,
ataupun dokumen pribadi dan juga foto (Sudarto, 2002: 71).
Dokumen-dokumen yang dijadikan arsip dalam penelitian ini meliputi:
1) Profil Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.
2) Profil organisasi Muslimat NU, Aisyiyah dan Fathimiah.
3) Dokumentasi kegiatan dakwah dalam mengembangkan ukhuwah
Islamiyah antar organisasi keagamaan Muslimat NU, Aisyiyah dan
Fatimiyah.
c. Observasi
Observasi adalah proses pengumpulan data dengan cara
mengamati kegiatan. Hasil pengamatan kemudian dibuat catatan
sebagai data dalam penelitian. Obyek observasi dalam penelitian ini
meliputi:
1) Kegiatan keagamaan masing-masing organisasi
2) Kegiatan keagamaan masyarakat
5. Metode Analisis Data
Menurut Daymon dan Holloway (2008, 369)Analisis data kualitatif
secara umum dapat dilakukan sebagai berikut:
16
a. Proses reduksi
Proses reduksi adalah proses mengolah data dari data yang
tidak atau belum tertata menjadi data yang tertata. Dalam proses
reduksi ini terkandung aspek pengeditan, pemberian kode dan
pengelompokan data sesuai dengan kategorisasi data.
Proses reduksi bertujuan untuk mengolah data yang diperoleh
melalui pengumpulan data agar menjadi data yang dapat dipahami dan
tersusun secara sistematis. Hasil dari proses reduksi adalah data yang
tersusun dalam Bab II dan Bab III.
b. Proses interpretasi (penafsiran)
Setelah data selesai disusun secara sistematis, tahap berikutnya
yang ditempuh adalah tahap analisa. Pada tahap ini data yang berkaitan
dengan permasalahan yang diajukan ditafsirkan sedemikian rupa
sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat
dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam
penelitian.
Adapun metode analisis data yang penulis gunakan adalah
deskriptif kualitatif, yaitu proses analisis yang didasarkan pada kaidah
deskriptif dan kualitatif. Kaidah deskriptif merupakan proses analisis
terhadap seluruh data yang telah didapatkan dan diolah, kemudian
hasil analisa tersebut disajikan secara keseluruhan. Sedangkan kaidah
kualitatif adalah proses analisis yang ditujukan untuk mengembangkan
teori bandingan dengan tujuan untuk menemukan teori baru, berupa
17
penguatan terhadap teori lama, maupun melemahkan teori yang telah
ada tanpa menggunakan rumus statistik (Danim, 2002: 41). Analisa
deskriptif kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bersifat
perbandingan (komparasi), yaitu data-data lapangan yang diperoleh
dianalisa dengan membuat perbandingan antar data organisasi dan juga
perbandingan antara data lapangan dengan konsep ukhuwah Islamiyah.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan hasil laporan penelitian ini akan disajikan dalam tiga bagian,
yakni bagian awal, bagian isi dan bagian akhir. Penjelasan mengenai ketiga
bagian tersebut adalah sebagai berikut:
Bagian awal isinya meliputi halaman cover, halaman persetujuan
pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan,
halaman pernyataan, halaman abstrak, kata pengantar dan daftar isi.
Bagian isi yang merupakan bagian utama dari laporan penelitian.
Bagian ini terdiri dari lima bab dengan penjelasan sebagai berikut:
Bab I adalah Pendahuluan yang isinya adalah latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II adalah kajian teori mengenai Dakwah dan Ukhuwah Islamiyah.
Bab ini terdiri dari dua sub bab yakni Strategi Dakwah dan Ukhuwah
Islamiyah.
Bab III adalah bab yang berisikan Deskripsi Muslimat NU, Fatimiyah,
Dan Aisyiyah dan Strategi Dakwahnya. Bab ini terdiri dari tiga sub bab yakni
18
Profil Desa Bangsri, Deskripsi Ukhuwah Islamiyah Di Desa Bangsri dan
Strategi Dakwah Muslimat NU, Fatimiyah, Dan Aisyiyah Dalam
Mengembangkan Ukhuwah Islamiyah.
Bab IV yakni Analisis terhadap Strategi Dakwah Muslimat NU,
Fatimiyah, Dan Aisyiyah Dalam Mengembangkan Ukhuwah Islamiyah Di
Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Dalam bab ini dibahas
analisa penulis tentang relevansi strategi dakwah Muslimat NU, Fatimiyah dan
Aisyiyah di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara dalam
mengembangkan ukhuwah islamiyah di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri
Kabupaten Jepara.
Bab V adalah penutup yang isinya meliputi kesimpulan, saran dan
penutup.
Sedangkan bagian akhir dari penulisan hasil penelitian ini isinya
meliputi daftar pustaka, lampiran, dan daftar riwayat hidup.
19
19
BAB II
STRATEGI DAKWAH DAN UKHUWAH ISLAMIYAH
2.1. Tinjauan Umum tentang Dakwah
2.1.1 Pengertian Dakwah dan Dasar Hukumnya
Kata “dakwah” merupakan kata saduran dari kata دعا, يدعو, دعوة
(bahasa Arab) yang mempunyai makna seruan, ajakan, panggilan,
propaganda, bahkan berarti permohonan dengan penuh harap atau dalam
bahasa Indonesia biasa disebut berdo’a (Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990). Ahmad Syafi’i Ma’arif
(1994: 101) menyimpulkan makna dakwah di dalam al-Qur'an tidak hanya
sebagai menyeru, akan tetapi ucapan yang baik, tingkah laku yang terpuji
dan mengajak orang lain ke jalan yang benar ,itu sama halnya dengan
kegiatan dakwah.
Menurut A. Wahab Suneth dan Safrudin Djosan (2000: 8), dakwah
merupakan kegiatan yang dilaksanakan jama’ah muslim atau lembaga
dakwah untuk mengajak manusia masuk ke dalam jalan Allah (kepada
sistem Islam) sehingga Islam terwujud dalam kehidupan fardliyah, usrah,
jama’ah, dan ummah, sampai terwujudnya tatanan khoiru ummah. Hal ini
sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah dalam surat ali-Imran ayat 110,
20
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar…. (Q.S. Ali Imran : 110)
Berdasarkan firman tersebut, sifat utama dakwah Islami adalah
menyuruh yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, hal ini dilakukan
seorang da’i dalam upaya mengaktualisasikan ajaran Islam. Kedua sifat ini
mempunyai hubungan yang satu dengan yang lainnya yaitu merupakan satu
kesatuan yang tidak boleh dipisahkan, seorang da’i tidak akan mencapai
hasil da’wahnya dengan baik kalau hanya menegakkan yang ma’ruf tanpa
menghancurkan yang munkar.
Secara terminologi, kata dakwah berbentuk sebagai “isim
masdhar” (Syukir, 1983 : 1), yang berasal dari bahasa Arab da'â ( دعاا )
yad'û (ياادعو ) da'watan (دعااوة), yang artinya seruan, ajakan, panggilan.
Kemudian kata da’watan yang artinya panggilan atau undangan atau ajakan
(Tasmara, 1997 : 31). Dengan kata lain dakwah memiliki makna persuasif
yaitu ajakan atau himbauan.
Secara konseptual, banyak pendapat tentang definisi dakwah,
antara lain: menurut Ya'qub (1973: 9), dakwah adalah mengajak umat
manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan
RasulNya. Menurut Anshari (1993: 11) dakwah adalah semua aktifitas
manusia muslim di dalam usaha merubah situasi dari yang buruk pada
situasi yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan disertai kesadaran
dan tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan terhadap
Allah SWT. Menurut Umar (1985: 1) dakwah adalah mengajak manusia
21
dengan cara bijaksana menuju pada jalan yang benar sesuai dengan perintah
Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.
Definisi lainnya dikemukakan Umary (1980: 52) dakwah adalah
mengajak orang kepada kebenaran, mengerjakan perintah, menjauhi
larangan agar memperoleh kebahagiaan di masa sekarang dan yang akan
datang. Menurut Sanusi (tth: 11) dakwah adalah usaha-usaha perbaikan dan
pembangunan masyarakat, memperbaiki kerusakan-kerusakan, melenyapkan
kebatilan, kemaksiatan dan ketidak wajaran dalam masyarakat. Dengan
demikian, dakwah berarti memperjuangkan yang ma'ruf atas yang munkar,
memenangkan yang hak atas yang batil. Esensi dakwah adalah terletak pada
ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan serta bimbingan terhadap orang
lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran untuk
keuntungan pribadinya sendiri, bukan kepentingan juru dakwah/juru
penerang (Arifin, 2000: 6).
Dalam pengertian yang integralistik, dakwah merupakan suatu
proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban
dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan
Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami (Hafidhuddin,
2000: 77). Dakwah adalah setiap usaha rekonstruksi masyarakat yang masih
mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi masyarakat yang Islami (Rais,
1999: 25). Oleh karena itu Zahrah (1994: 32) menegaskan bahwa dakwah
Islamiah itu diawali dengan amar ma'ruf dan nahi munkar, maka tidak ada
penafsiran logis lain lagi mengenai makna amar ma'ruf kecuali mengesakan
22
Allah secara sempurna, yakni mengesakan pada zat sifat-Nya. Lebih jauh
dari itu, pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani
(teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia
beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur
untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap dan bertindak manusia
pada dataran kenyataan individual dan sosio kultural dalam rangka
mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan
dengan menggunakan cara tertentu (Achmad, 1983: 2).
Amar ma’ruf nahi munkar tidak dapat dipisahkan, karena dengan
amar ma’ruf saja tanpa nahi munkar akan kurang bermanfaat, bahkan akan
menyulitkan amar ma’ruf yang pada gilirannya akan menjadi tidak
berfungsi lagi apabila tidak diikuti dengan nahi munkar. Demikian juga
sebaliknya nahi munkar tanpa didahului dan disertai amar ma’ruf maka
akan tipis bahkan mustahil dapat berhasil (Sanwar, 1985 : 4 )
Berdasarkan pendapat-pendapat para tokoh tersebut dapat
disimpulkan bahwa dakwah pada dasarnya adalah usaha dan aktifitas yang
dilakukan secara sadar dalam rangka menyampaikan nilai-nilai ajaran Islam
baik dilakukan secara lisan, tertulis maupun perbuatan sebagai realisasi
amar ma’ruf nahi munkar guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pelaksanaan dakwah merupakan perintah Allah dan memiliki dasar
hukum yang dijelaskan dalam firman Allah surat Ali Imran ayat 104
23
Artinya: “Dan jadilah kamu segolongan umat yang mengajak kepada
kebaikan, menyuruh kepada berbuat baik dan mencegah atau
melarang orang berbuat tidak baik dan mereka itulah orang-orang
yang beruntung”
Surat Ali Imran ayat 104 tersebut secara implisit menerangkan
bahwasanya harus ada sebagian dari umat Islam yang mampu dan mau
menjadi pengajak umat lain, baik umat Islam maupun non Islam, kepada
kebaikan dan mencegah berbuat yang tidak baik. Adapun di kalangan para
ulama, terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum dakwah.
Sebagian ulama berpendapat bahwasanya hukum dakwah adalah
fardlu ain yang merupakan kewajiban bagi setiap orang Islam tanpa
terkecuali di mana apabila seseorang tidak melaksanakannya, maka ia akan
mendapat sanksi berupa dosa individu. Pendapat ini dikuatkan dengan
argumentasi sebagai berikut:
a. Kata dalam surat an-Nahl adalah bentuk amar (perintah) dari kata أدع
dasar Oleh karena berbentuk amar maka sudah selayaknya dan . دعا
secara otomatis setiap orang terkenai hukum fardlu (wajib). Sehingga
pada akhirnya wajib pulalah perintah dakwah bagi seluruh umat Islam.
b. Bahwasannya kata dalam surat al-Imran merupakan bayaniyah منكم
(penegasan) atau littaukid (menguatkan) terhadap kata “waltakun”.
Sehingga nantinya arti surat itu adalah “Hendaklah kamu menjadi satu
umat yang menyeru …..”. Makna ini menegaskan bahwa umat Islam
adalah umat yang satu dalam berdakwah, sehingga tidak ada sistem
24
perwakilan di mana setiap orang harus mampu menjadi pendukung
pelaksanaan dan terlaksananya dakwah Islam.
c. Berdakwah tidak hanya terbatas pada perbuatan-perbuatan tertentu
seperti ceramah, khutbah, dan pengajian saja yang memerlukan
keahlian khusus dan hanya dapat dilakukan oleh beberapa orang saja,
tetapi meliputi segala kegiatan yang dapat memberikan dorongan
kepada orang lain untuk berbuat kebajikan dan memperlihatkan syi’ar
Islam. Oleh karenanya fardlu (wajib) bagi seluruh umat Islam untuk
menyampaikan dan menyebarkan syi’ar Islam sebatas pada
kemampuannya (Ma'ruf, 1981; 7-8).
Sedangkan sebagian lain berpendapat bahwa hukum dakwah
merupakan fardlu kifayah di mana apabila telah ada kelompok atau
golongan yang telah mewakili dalam berdakwah, maka yang lain tidak
diwajibkan berdakwah. Namun apabila tidak ada wakil dari suatu umat
untuk melakukan dakwah, maka seluruh umat tersebut akan dikenakan
sanksi hukuman. Pendapat ini didasarkan pada alasan-alasan sebagai
berikut:
a. Kata “minkum” dalam surat al-Imran berfungsi sebagai littab’idh
(menerangkan tentang yang sebagian atau segolongan) yang memiliki
kesamaan dengan kata “ba’dhukum”. Sehingga mereka menganggap,
berdasar dalil surat al-Imran : 104, bahwa kegiatan dakwah merupakan
kewajiban bagi sebagian dari umat Islam saja. Sehingga jika telah ada
25
perwakilan yang melaksanakan dakwah, maka tidak wajib bagi
sebagian lain untuk melaksanakannya.
b. Kegiatan dakwah bukanlah kegiatan yang bersifat sembarangan yang
dapat dilakukan oleh sembarang orang pula. Apabila dakwah yang
merupakan tugas suci dilakukan oleh sembarang orang maka
dikhawatirkan nantinya akan terjadi penyimpangan-penyimpangan
yang dapat menimbulkan berbagai kerusakan bagi umat Islam (Ma'ruf,
1981; 7).
Perbedaan dalam dua pendapat para ulama tersebut, sebenarnya
dapat diambil titik temu yang lebih bijak di mana dakwah akan memiliki
sifat wajib bagi setiap orang manakala seseorang tersebut memiliki
pengetahuan, wawasan, dan kemampuan berkaitan dengan nilai ajaran Islam
dan lingkungan di sekitarnya memerlukan “pencerahan” dakwah Islam.
Selain itu, nilai wajib dakwah Islam bagi setiap individu juga didasarkan
pada kenyataan bahwa dakwah Islam juga harus dilaksanakan oleh individu
kepada dirinya sendiri (introspeksi diri). Sedangkan dakwah dipandang
memiliki nilai fardlu kifayah (kewajiban perwakilan) manakala ada
sekelompok atau beberapa orang yang memiliki pengetahuan, wawasan, dan
kemampuan yang lebih dibandingkan dengan beberapa atau kelompok orang
yang lain.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan,
dakwah adalah suatu usaha atau proses untuk mengajak umat manusia ke
26
jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik dalam rangka mencapai
tujuan tertentu, yakni hidup bahagia sejahtera di dunia maupun di akhirat.
2.1.2 Unsur-unsur Dakwah
Konsep dakwah itu sendiri memiliki unsur-unsur yang tidak dapat
ditinggalkan. Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu
ada dalam setiap kegiatan dakwah, yang tiap-tiap unsur saling
mempengaruhi antar satu dengan yang lain. Dengan kata lain unsur-unsur
dakwah merupakan sinergitas yang saling terkait untuk mewujudkan tujuan
dakwah tersebut.
Unsur-unsur tersebut adalah :
1. Dai (subyek dakwah)
Yang dimaksud dai adalah orang yang melaksanakan dakwah
baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu,
kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga (Aziz, 2004 : 76).
Oleh karena itu terdapat syarat-syarat psikologis yang sangat kompleks
bagi pelaksana yang sekaligus menjadi penentu dan pengendali sasaran
dakwah. Salah satu syarat yang paling penting bagi seorang dai adalah
masalah moral atau akhlak, budi pekerti (Aziz, 2004 : 77).
2. Mad’u (obyek dakwah)
Unsur dakwah yang kedua adalah mad’u yaitu manusia yang
menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara
individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam
maupun tidak atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan.
27
Ada beberapa bentuk sasaran dakwah ditinjau dari segi
psikologisnya, yaitu :
a. Sasaran dakwah yang menyangkut kelompok masyarakat di lihat dari
segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan,
kota kecil, serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.
b. Sasaran dakwah di lihat dari struktur kelembagaan, ada golongan
priyayi abangan dan santri, terutama pada masyarakat jawa.
c. Sasaran dakwah di lihat dari tingkatan usia, ada golongan anak-anak,
remaja dan golongan orang tua.
d. Sasaran dakwah di lihat dari segi profesi, ada golongan petani,
pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri.
e. Sasaran dakwah di lihat dari segi tingkatan sosial ekonomis, ada
golongan kaya, menengah dan miskin.
f. Sasaran dakwah di lihat dari segi jenis kelamin, ada golongan pria
dan wanita.
g. Sasaran dakwah di lihat dari segi khusus ada masyarakat tunasusila,
tunawisma, tunakarya, narapidana dan sebagainya (Aziz, 2004 : 91)
3. Materi Dakwah
Unsur lain selalu ada dalam proses dakwah adalah materi
dakwah: materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang
disampaikan da'i pada mad’u. materi-materi yang disampaikan dalam
dakwah tentu saja tidak leas dari dua unsur utama ajaran Islam, al-Qur'an
dan sunnah Rasul SAW atau hadits Nabi. Tekanan utama materi dakwah
28
tidak lepas dari aqidah, syari’ah dan akhlak. Dari bidang akidah meliputi
keimanan atau kepercayaan kepada Allah, tauhid. Dari bidang syari’ah
meliputi ibadah, muamalah, hukum perdata, hukum pidana. Dan dari
bidang akhlak meliputi akhlak terhadap khalik, akhlak terhadap makhluk
(Aziz, 2004 : 94-95 ).
4. Metode Dakwah
Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah
untuk menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Dalam
menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangatlah penting
peranannya, suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat
metode yang tidak benar, pesan bisa saja ditolak oleh si penerima pesan.
Pedoman dasar atau prinsip penggunaan metode dakwah Islam
sudah termaktub dalam al-Qur'an .Prinsip-prinsip dakwah ini disebutkan
dalam surat an-Nahl ayat 125 sebagai berikut:
(٥٢١)
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu: bil hikmah,
mau’izatul hasanah dan mujadalah billati hiya ahsan (Aziz, 2004 : 123)
29
5. Media Dakwah
Media dakwah yaitu peralatan yang dipergunakan untuk
menyampaikan materi dakwah kepada mad’u (Bachtiar, 1997 : 35) . Di
era sekarang dakwah akan lebih efektif jika menggunakan media yang
berkembang selama ini, khususnya dalam bidang komunikasi. Dakwah
seperti ini bisa melalui televisi, radio, surat kabar dan berbagai macam
media yang lain. Kelebihan dari pemakaian media ini adalah mudahnya
menjangkau khalayak di berbagai tempat, sehingga lebih efektif. Para
mubaligh, aktivis dan umat Islam pada umumnya selain tetap harus
melakukan dakwah bil lisan (ceramah, tabligh dan khotbah) dapat pula
harus mampu memanfaatkan media massa untuk melakukan dakwah bil
qalam (melalui pena atau tulisan) di media cetak, melalui rubrik kolom,
opini yang umumnya terdapat di surat kabar harian, mingguan, tabloid,
majalah-majalah atau buletin internal masjid .
Pada dasarnya dakwah tidak hanya melalui lisan, tulisan ataupun
sejenisnya. Dakwah pada era sekarang telah tersusun rapi dalam sbuah
institusi dan jam’iyyah. Metode dan media dakwah ini dirasa memiliki
efisiensi dan efektifitas yang relatif bagus. Berbagai lembaga dakwah
dan organisasi kemasyarakatan Islam yang memiliki tujuan mengajak
manusia ke arah yang lebih baik bisa dikategorikan sebagai media
dakwah.
30
2.1.3 Strategi Dakwah
Seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya strategi
merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan “taktik” yang secara
bahasa dapat diartikan sebagai respon dari sebuah organisasi terhadap
tantangan yang ada. Sementara itu, secara konseptual strategi dapat
dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai
sasaran yang telah ditentukan. Strategi juga dapat dipahami sebagai segala
cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu
agar memperoleh hasil yang di harapkan secara maksimal. Dengan
demikian, strategi dakwah dapat diartikan sebagai proses menentukan cara
dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah dalam situasi dan
kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara optimal. (Pimay,
2005: 50). Dengan kata lain strategi dakwah adalah siasat, taktik atau
manuver yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dakwah.
Strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih memberikan
tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik pemberdayaan
ekonomi, politik, budaya maupun pendidikan. Karena itu menurut Syukir
strategi dakwah yang baik harus memperhatikan beberapa azas sebagai
berikut :
1. Azas filosofis: azas ini terutama membicarakan masalah yang erat
hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses
atau dalam aktifitas dakwah.
2. Azas kemampuan dan keahlian Da`i (achievement and professional).
31
3. Azas sosiologis: azas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan
dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik
pemerintahan setempat, mayoritas agama di daerah setempat, filosofis
sasaran dakwah. Sosiokultural sasaran dakwah dan sebagainya.
4. Azas psychologis: azas ini membahas masalah-masalah yang erat
kaitannya dengan hubungannya dengan kejiwaan manusia. Seorang Da`i
adalah manusia, begitupun sasaran dakwahnya yang memiliki karakter
(kejiwaan) yang unik yakni berbeda satu sama lainnya. Apalagi masalah
agama, yang merupakan masalah idiologi atau kepercayaan tak luput
dari masalah-masalah psychologis sebagai azas (dasar) dakwahnya.
5. Azas efektifitas dan Efisiensi: azas ini maksudnya adalah di dalam
aktifitas dakwah harus berusaha menseimbangkan antara biaya, tenaga
dan waktu maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian
hasilnya, bahkan kalau bisa waktu, biaya dan tenaga sedikit dapat
memperoleh hasil yang semaksimal mungkin. Dengan kata lain
ekonomis biaya, tenaga dan waktu tapi dapat mencapai hasil yang
semaksimal mungkin atau setidak-tidaknya seimbang antara keduanya.
(Syukir, 1983 : 32-33)
Menurut Miftah Faridh (2001: 48) strategi dakwah yang sesuai
dengan perkembangan zaman adalah sebagai berikut:
1. Strategi Yatluu Alaihim Aayaatih (strategi komunikasi) adalah strategi
penyampaian pesan-pesan (al-Qur’an) kepada umat memiliki
konsekuensinya. Terpeliharanya hubungan insani secara sehat dan
32
bersahaja, sehingga dakwah tetap memberikan fungsi maksimal bagi
kepentingan hidup dan kehidupan. Disinilah proses dakwah perlu
mempertimbangkan dimensi-dimensi sosiologi. Agar komunikasi yang
didahuluinya dapat berimplikasi pada peningkatan kesadaran iman.
2. Strategi Yuzakkihim (strategi pembersih sikap dan perilaku) adalah
strategi pembersihan dimaksudkan agar terjadi perubahani individu
masyarakat sesuai dengan watak Islam sebagai agama manusia karena
itu dakwah salah satunya adalah mengemban misi memanusiakan
manusia sekaligus memelihara keutuhan Islam sebagai agama Rahmatan
Lilalamin.
3. Strategi Yu’alimu Humul Kitaaba Wa Hikmah (strategi pendidikan).
Adalah strategi pembebasan manusia dari berbagai penjara kebodohan
yang seringkali melihat kemerdekaan dan kreatifitas. Karena pendidikan
adalah proses pencerahan untuk menghindari keterjebakan hidup dalam
pola jahiliyah yang sangat tidak menguntungkan, khususnya bagi masa
depan umat.
Berkaitan dengan perubahan masyarakat di era globalisasi, maka
perlu dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai berikut. Pertama,
meletakkan pardigma tauhid dalam dakwah. Pada dasarnya dakwah
merupakan usaha menyampaikan risalah tauhid yang memperjuangkan
nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter, keadilan, dan
kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan
manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal dari Allah dan
33
akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan
kehanifan manusia, maka dakwah tidak lain merupakan suatu proses
memanusiakan manusia dalam proses transformasi sosio-kultural yang
membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu, tauhid merupakan kekuatan
paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah.
(Pimay, 205 : 52)
Kedua, perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan
paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi
sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan
seolah-olah sudah merupakaan standar keagamaan yang final sebagaimana
agama Allah. Pemahaman agama yang terlalu eksetoris dalam memahami
gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang
dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan
pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman agama
dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang
terbuka.
Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam
berorientasi pada upaya amar ma`ruf dan nahi munkar. Dakwah tidak
dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan pengajian
umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih dari itu esensi
dakwah adalah segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur amar
ma`ruf dan nahi munkar. (Pimay, 205 : 52)
34
2.2. Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah Islamiyah dapat juga dimaknai sebagai kerukunan intern
umat Islam yang juga disebut dengan ukhuwah Islamiyah. Istilah ukhuwah
islamiyah terdiri dari dua kata yakni ukhuwah dan Islamiyah. Ukhuwah
secara bahasa berarti persaudaraan. Sedangkan Islamiyah adalah kelompok
orang-orang Islam. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa ukhuwah
Islamiyah berarti persaudaraan yang terjadi di lingkungan orang-orang
Islam. Menurut Nata (2001: 236) secara umum ukhuwah Islamiyah
memiliki arti persaudaraan orang-orang Islam. Pengertian ini sama dengan
yang dinyatakan oleh Wahyudin dkk (2009: 92-93) yang mengartikan
ukhuwah Islamiyah sebagai ukhuwah yang bersifat Islami atau yang
diajarkan oleh Islam.
Ukhuwah Islamiyah dapat disebut juga dengan kerukunan umat
seagama. Kerukunan umat seagama dalam konteks Indonesia di era sekarang
semakin menjadi perhatian yang serius para elit pemerintah maupun para elit
agama. Kerusuhan yang sering terjadi antara umat seagama muncul biasanya
diakibatkan faktor ekonomi, politik dan lainnya. misalnya konflik di
Kalimantan antara masyarakat Madura dengan penduduk setempat yang
menelan banyak nyawa. Kerusuhan umat seagama ini menjadi pekerjaan elit
agama masing-masing guna mencapai kalimatun sawa, yang menjadi
pijakan manusia beragama dalam melakukan dialog. Dialog agama mencari
persamaan untuk ditindaklanjuti menuju kerjasama yang lebih positif untuk
kemajuan bangsa.
35
Kerukunan umat seagama menjadi hal yang tidak mudah untuk
direalisasikan, bagaimana tidak sejak sejarahnya Islam sendiri mengalami
beberapa kali perpecahan yang kebanyakan didasari tendensi politik.
Berawal dari meninggalnya Rasulullah siapa penggantinya yang kemudian
menimbulkan fitnatu al-kubr dan yang menjadi isu “abadi” antara Sunni dan
Syi’ah (Nasution, 1998: 1-10). Yang masih menjadi perdebatan ideologis
mana yang paling Islam dan pada akhirnya mana yang awal masuk
surga/selamat (Muthahhari, 1992: 278). Demikian pula di Indonesia
perseteruan antara ormas-ormas Islam yang berbeda dan tentunya ada
prinsip-prinsip yang dianggap beda penafsirannya yang berakhir pada klaim
kebenaran masih saja terjadi.
Ukhuwah Islamiyah dapat dilaksanakan dengan empat tahapan awal
yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Ta’aruf (pengenalan)
Tahap pengenalan merupakan tahap pertama yang dapat membuka
peluang terciptanya suatu hubungan persaudaraan (ukhuwah). Pada tahap
ini, masing-masing pihak akan memperkenalkan diri dengan segala
karakter yang melekat dalam dirinya. Tujuan dari perkenalan adalah agar
orang atau pihak lain mengetahui atribut yang dimiliki oleh seseorang
atau satu pihak sehingga akan dapat melahirkan upaya untuk saling
memahami.
36
2. Tafahum (saling memahami)
Setelah saling mengenal, maka pihak-pihak atau orang-orang akan
berupaya untuk saling memahami. Proses saling memahami menjadi
bagian penting untuk mewujudkan persaudaraan. Perkenalan tanpa
ditindaklanjuti dengan upaya pemahaman akan dapat merusak hubungan
yang telah ada. Ketidakmampuan memahami orang atau pihak lain akan
dapat memicu konflik menjadi pertentangan yang besar hingga nantinya
akan menimbulkan pertikaian atau bahkan perpecahan.
3. Ta’awun (saling menolong)
Dalam persaudaraan, aspek saling menolong juga dapat membuat
semakin eratnya persaudaraan. Dengan adanya sikap saling menolong
akan semakin memperbesar rasa persaudaraan yang telah terjalin.
4. Takaful (saling menanggung)
Apabila seseorang telah terikat dalam persaudaraan, rasa saling
menanggung akan dapat memperkuat persaudaraan yang telah ada.
Perasaan senasib sepenanggungan mungkin dapat menjadi landasan
dalam aspek ini. Sejarah juga telah membuktikan bahwa kuatnya aspek
sepenanggungan akan memperkuat rasa persaudaraan sehingga akan
semakin mengokohkan kekuatan suatu kelompok persaudaraan
sebagaimana telah terbukti dalam pergerakan perubahan, baik dalam
sejarah syiar Islam maupun dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
37
5. Tasamuh (toleransi)
Tahap kelima ini merupakan hasil akhir dari keempat tahap sebelumnya.
Artinya, apabila umat Islam yang hidup dalam kemajemukan dapat
menjalankan dan melewati keempat tahapan sebelumnya dengan baik
dan sukses akan tercipta suatu budaya toleransi antar mereka. Hal ini
tidak berlebihan karena dalam toleransi sangat diperlukan pemahaman
antar kelompok majemuk (plural).
38
38
BAB III
DESKRIPSI MUSLIMAT NU, FATIMIYAH DAN AISYIYAH SERTA
STRATEGI DAKWAHNYA
3.1.Profil Desa Bangsri
3.1.1. Letak Geografis
Desa Bangsri merupakan salah satu wilayah dari beberapa
desa ada di wilayah administrasi Kecamatan Bangsri Kabupaten
Jepara. Luas wilayah Desa Bangsri adalah 748.978 ha. Sedangkan
batas-batas wilayahnya adalah: sebelah utara dengan Kedungleper,
selatan dengan Tengguli/Jambu, sebelah barat dengan Jeruk Wangi,
serta sebelah timur dengan Banjaran. Jarak desa ini dari pusat
pemerintahan kecamatan adalah 0,5 Km, dengan Kabupaten Jepara
17 Km, dengan Propinsi Jawa Tengah 87 Km, dengan Ibu Kota
Negara 600 Km (Data Monografi Desa Bangsri, 2011)
Jumlah pemerintahan adminstrasi di bawah desa: RT 72,
RW 18. Jumlah pegawai pelayanan masyarakat: pelayanan umum 10
orang, kependudukan 1 orang, legalisasi 1 orang. Jumlah wajib pajak
desa Bangsri: 5215 orang. Jumlah anggota Lembaga Musyawarah
Desa 15 orang.
39
3.1.2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk desa Bangsri adalah 16.428 jiwa dengan
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 8035 jiwa dan penduduk
perempuan sejumlah 8393. Sedangkan jumlah kepala keluarga
adalah 3586 orang. Untuk status kewarganegaraannya, seratus persen
WNI atau 16428 orang WNI dan 0 orang untuk WNA.
Berikut ini adalah pembagian penduduk berdasarkan
beberapa klasifikasi.
a. Jumlah Penduduk Menurut Usia
Jumlah penduduk berdasarkan usia dapat dijelaskan
pada tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Desa Bangsri Kabupaten Jepara Menurut Usia
Keterangan Data Prosentase
00 – 06 tahun 1103 6.7
07 – 12 tahun 2023 12.3
13 – 18 tahun 1993 12.2
19 – 24 tahun 2229 13.6
25 – 55 tahun 8213 49.9
56 tahun ke atas 867 5.3
Jumlah 16428 100
Sumber: Monografi Desa Bangsri Kabupaten Jepara Tahun 2011
Dari tabel 3.1 tersebut dapat diketahui jumlah penduduk
di Desa Bangsri Kabupaten Jepara yang paling banyak adalah
penduduk dengan usia 25 sampai dengan 55 tahun yaitu
berjumlah 8213 orang dari jumlah keseluruhan penduduk 16.428
40
orang, dengan prosentase sebesar 49,9 %. Sedangkan jumlah
penduduk tersedikit adalah kelompok usia 56 tahun ke atas yang
hanya berjumlah 867 atau sekitar 5,3%. Data di atas
menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa Bangsri adalah
penduduk yang berada pada fase usia produktif.
b. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Jumlah penduduk Desa Bangsri Kabupaten Jepara
berdasarkan usia kerja yakni usia 17 tahun sampai 60 tahun adalah
sebanyak 25.141 jiwa dengan berbagai jenis mata pencahariannya.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai jumlah penduduk Desa
Bangsri Kabupaten Jepara (usia kerja) berdasarkan mata pencarian
dapat dijelaskan berdasarkan tabel berikut:
Tabel 3.2
Jumlah Penduduk Desa Bangsri Kabupaten Jepara (Usia Kerja)
Berdasarkan Mata Pencaharian
Sektor Data Prosentase
Karyawan 964 31.7
Wiraswasta 693 22.8
Tani 141 4.6
Tukang 619 20.4
Buruh Tani 369 12.1
Pensiunan 93 3.1
Nelayan 4 0.1
Pemulung 3 0.1
Jasa 153 5.1
Jumlah 3039 100
Sumber: Monografi Desa Bangsri Kabupaten Jepara Tahun 2011
41
Berdasarkan data table di atas, mata pencaharian
mayoritas penduduk Desa Bangsri adalah karyawan dengan
jumlah sebesar 31,7% atau 964 orang. Mata pencaharian terbesar
kedua adalah wiraswasta dengan jumlah 693 orang atau 22,8%.
Sebagai wilayah pedesaan mata pencaharian dari lahan pertanian
di Desa bangsri juga tidak dapat diremehkan. Dengan jumlah
sebanyak 510 atau 16,7% menempati posisi keempat sebagai
mata pencaharian di bawah mata pencaharian tukang
(pertukangan) yang ditekuni oleh 619 orang (20,4%) penduduk
Bangsri.
Tempat kelima diduduki oleh mata pencaharian jasa
dengan jumlah 153 orang (5,1%) yang kemudian disusul dengan
pensiunan sebanyak 93 orang (3,1%). Meskipun berada agak
jauh dari garis pantai, penduduk Desa Bangsri ada yang
menggantungkan pendapatannya dari laut dengan menjadi
nelayan. Sebanyak 4 orang (0,1%) bermatapencaharian nelayan.
Jumlah tersebut terpaut 1 orang lebih banyak dari jumlah mata
pencaharian pemulung. Sebanyak 3 orang penduduk Desa
Bangsri (0,1%) memilih untuk menjadi pemulung.
3.1.3. Pola Keberagamaan Penduduk
Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara
termasuk kelompok desa dengan agama yang plural. Komposisi
pemeluk agama di sana adalah: jumlah penganut Islam 16.402 orang,
42
Kristen 11 orang, Katolik 15 orang yang dapat ditabulasikan sebagai
berikut:
Tabel 3.3
Jumlah Penduduk Desa Bangsri Menurut Agama
Keterangan Data Prosentase
Islam 16.402 99.8
Kristen 11 0. 1
Katholik 15 0.1
Jumlah 16.428 100
Sumber: Monografi Desa Bangsri Kabupaten Jepara Tahun 2011
Berdasarkan table 3.3 di atas, agama Islam merupakan
agama mayoritas penduduk Desa Bangsri dan dipeluk hampir
seluruh masyarakat. Dari prosentase 100%, penduduk yang tidak
beragama Islam hanya 0,2% atau sejumlah 36 orang. Sedangkan
sebanyak 16.402 orang (99,8%) adalah muslim. Untuk memenuhi
kebutuhan peribadatan, di Desa Bangsri terdapat sarana peribadatan
yang meliputi masjid sebanyak 15 buah, mushola 33 buah, gereja 3
buah.
Meskipun Desa Bangsri merupakan daerah yang majemuk,
penduduk di wilayah Desa Bangsri Kabupaten Jepara yang
mayoritas beragama Islam dapat hidup dengan harmonis dan
menjaga kerukunan antar umat beragama di Desa Bangsri Kabupaten
Jepara. Selain kemajemukan dalam hal agama yang berbeda, di
lingkungan internal umat Islam juga terjadi kemajemukan. Hal ini
43
dibuktikan dengan keberadaan tiga organisasi keagamaan yang
berbeda yang ada di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten
Jepara. Ketiga organisasi tersebut adalah Nahdlatul Ulama (NU),
Syiah dan Muhammadiyah. NU menjadi organisasi dengan jumlah
anggota terbanyak yang mencapai 50% dari jumlah masyarakat Desa
Bangsri. Muhammadiyah berada di urutan kedua dengan jumlah
30% sedangkan sisanya sebanyak 20% adalah anggota Syiah.
Meskipun memiliki perbedaan sudut pandang dalam pelaksanaan
ajaran Islam, namun ketiga anggota organisasi keagamaan tersebut
dapat hidup rukun dan berdampingan dalam figura ukhuwah
Islamiyah.
Kerukunan internal umat Islam tersebut ditandai dengan
tidak adanya pertikaian akibat adanya konflik. Bahkan sebaliknya,
perbedaan sebagai dasar konflik mampu diolah menjadi landasan
motivasi dalam menggalang persaudaraan. Meskipun pada awal
perkembangan organisasi keislaman tersebut sempat terjadi sedikit
gesekan, namun pada akhirnya gesekan tersebut dapat dihilangkan
tanpa adanya pertikaian atau bahkan perpecahan. Gesekan tersebut
timbul antara warga Muhammadiyah dengan warga NU pada saat
awal syiar Muhammadiyah di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri
Kabupaten Jepara.
44
3.2.Deskripsi Ukhuwah Islamiyah Desa Bangsri
Desa Bangsri merupakan pusat pemerintahan dari Kecamatan
Bangsri. Sebagai pusat pemerintahan, Desa Bangsri tidak hanya dimanfaatkan
oleh pemerintahan kecamatan untuk aktifitas pemerintahan melainkan juga
dimanfaatkan oleh organisasi non pemerintahan. Hal ini seperti dilakukan oleh
organisasi NU, Muhammadiyah dan Syi’ah. Ketiga organisasi tersebut
seringkali memusatkan kegiatan keagamaan di Desa Bangsri. Kegiatan
peringatan ulang tahun ketiga organisasi senantiasa mengambil lokasi di Desa
Bangsri.
Meskipun berbeda latar belakang dan sudut pandang tentang ajaran
Islam, ketiga organisasi tidak saling menyerang atau menjatuhkan melainkan
malah saling memelihara ukhuwah Islamiyah di antara mereka. Beberapa
kegiatan yang dapat menjadi simbol (tanda) adanya ukhuwah Islamiyah yang
terjalin dalam perbedaan yang terjadi di Desa Bangsri dapat dipaparkan
dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) masing-masing organisasi
Peringatan ulang tahun atau milad yang diperingati oleh masing-
masing organisasi satu kali setiap tahun tidak pernah diperingati secara
internal. Meskipun dilaksanakan di tempat masing-masing organisasi
namun perayaan tersebut tidak bersifat internal. Acara yang disusun dan
dilaksanakan juga tidak seluruhnya bersifat internal organisasi melainkan
ada beberapa acara yang dibuat dan dilaksanakan untuk masyarakat luas
dengan tidak memandang perbedaan organisasi keagamaan. Berikut ini
45
gambaran kegiatan milad yang dilaksanakan oleh NU, Syiah dan
Muhammadiyah:
a) Milad NU
Milad NU dipusatkan di MTs Hasyim Asy’ari Bangsri dan juga di
Gedung Serbaguna NU Bangsri. Kegiatan internal dalam peringatan
milad diwujudkan dengan mengadakan perlombaan antar pengurus
ranting dan anak cabang. Sedangkan acara yang bersifat umum
diwujudkan dalam bentuk pengajian umum dan juga pelayanan
kesehatan. Acara pengajian umum terbuka untuk seluruh masyarakat
dan juga turut mengundang para pengurus Syiah dan Muhammadiyah.
Begitupula acara pelayanan kesehatan murah juga diperuntukkan bagi
masyarakat luas dan bukan hanya dari kalangan NU. Sosialisasi
pelayanan kesehatan murah juga disosialisasikan kepada Syiah dan
Muhammadiyah.
b) Milad Syiah
Milad Syiah dipusatkan di masjid Syiah, tepatnya di RW 9 Desa
Bangsri. Acara milad ini diawali dengan acara yang bersifat internal
bagi kalangan Syiah. Setelah itu kemudian diselenggarakan pengajian
umum bagi masyarakat yang juga mengundang tokoh-tokoh dari NU
dan Muhammadiyah. Acara kemudian berlanjut dengan donor darah
dan pembagian santunan bagi anak yatim di Desa Bangsri, baik dari
kalangan NU maupun di luar NU.
46
c) Milad Muhammadiyah
Milad Muhammadiyah dilaksanakan bertempat di SMP
Muhammadiyah Desa Bangsri. Pada perayaan tahun ini, perayaan
dilaksanakan dengan mengadakan perlombaan baca puisi antar SMP
Muhammadiyah. Selain lomba baca puisi, dalam perayaan milad juga
diberikan bantuan santunan kepada kaum dhuafa di Desa Bangsri yang
bukan hanya dari kalangan Muhammadiyah semata.
2. Perayaan Idul Fitri
Perbedaan dalam penentuan hari raya tidak jarang terjadi antara
NU dan Muhammadiyah tidak menjadikan sumber permasalahan.
Sedangkan hari raya Idul Fitri bagi Syiah sama dengan NU.
Muhammadiyah yang lebih dahulu merayakan Idul Fitri melaksanakan
takbiran secara lirih dan berpusat di SMU Muhammadiyah. Pihak NU dan
Syiah tidak mempermasalahkan. Meski telah mendahului dalam
merayakan Idul Fitri, silaturrahmi Muhammadiyah dilaksanakan
menunggu perayaan Idul Fitri NU dan Syiah sehingga dapat dilakukan
bersama-sama.
Anggota Muhammadiyah dan Syiah juga diberikan kebebasan
untuk melaksanakan shalat Idul Fitri bersama dengan NU. Jadi meskipun
masing-masing organisasi telah memiliki tempat untuk pelaksanaan shalat
Idul Fitri, para anggota tidak dilarang untuk mengikuti shalat Idul Fitri
dengan organisasi lainnya.
47
3. Pembagian Zakat
Zakat pada esensinya adalah untuk para mustahik yang berasal dari
umat Islam maupun umat non Islam. Dasar inilah yang dijadikan landasan
NU, Syiah dan Muhammadiyah dalam melaksanakan pembagian zakat.
Zakat yang diterima oleh ketiga organisasi keagamaan tersebut dibagikan
ke masyarakat tanpa adanya pembedaan kelompok organisasi. Meski
demikian, prosentase pembagian masih berpihak pada kelompok satu
organisasi. Maksudnya, pembagian terbesar masih untuk kelompok sendiri
dan sebagian lainnya untuk kelompok organisasi lain.
4. Pembagian hewan kurban
Sama halnya dengan zakat, dalam pembagian hewan kurban juga
dilaksanakan dengan pembagian untuk kalangan sendiri dan juga anggota
organisasi lain. Pembagian ke pihak eksternal disamakan ukurannya
dengan kalangan internal. Jadi, tidak ada pembedaan bagian pembagian
hewan kurban antara kalangan internal dengan eksternal sebuah organisasi.
5. Solidaritas kenyamanan dan keamanan
Hal ini terjadi pada tahun 2009 saat lembaga pendidikan
Muhammadiyah yang dikelola oleh Aisyiyah dimasuki penyusup yang
mencoba untuk memecah belah Muhammadiyah. Pihak NU (termasuk di
dalamnya Muslimat NU) dan pihak Syiah (termasuk di dalamnya
Fatimiyah) memberikan respon bantuan kepada pihak Muhammadiyah
dalam menangani permasalahan yang dialami Muhammadiyah. Penyusup
48
tersebut kemudian secara missal diusir dari Desa Bangsri sehingga
Muhammadiyah kembali nyaman dan aman.
6. Tahlil Kematian
Pada saat ada kematian, pembacaan tahlil dan surat Yasin adalah
suatu tradisi yang tidak dapat dihilangkan di masyarakat Desa Bangsri.
Tradisi yang lebih cenderung pada organisasi NU tersebut ternyata tidak
hanya diikuti oleh warga nadliyin saja tetapi juga diikuti oleh warga Syiah
dan Muhammadiyah. Bahkan dalam tahlil tidak jarang pula orang yang
menjadi imam tahlil berasal dari Muhammadiyah dan Syiah. Dari
kalangan Muhammadiyah yang biasa memimpin tahlil adalah Bapak
Marsito (alm), dari Syiah biasanya Bib Ali dan Bib Husein sedangkan dari
NU adalah H. Multazam.
Ukhuwah Islamiyah yang tercipta di Desa Bangsri tidak hanya
terlaksana di lingkungan kepengurusan pusat. Di kalangan organisasi yang
menjadi bagian dari NU, Syiah dan Muhammadiyah juga terjalin ukhuwah
Islamiyah yang direalisasikan oleh para wanita yang tergabung dalam
organisasi wanita dari Muslimat (NU), Fatimiyah (Syiah) dan Aisyiyah
(Muhammadiyah). Wujud ukhuwah Islamiyah tersebut terlacak dalam
beberapa kegiatan sebagai berikut:
1. Kegiatan PKK
Kegiatan PKK yang diselenggarakan di Desa Bangsri dilaksanakan sesuai
dengan pihak yang menjadi tuan rumah. Jika pihak yang menjadi tuan
rumah adalah anggota Muslimat NU, maka dalam acara PKK disertakan
49
pembacaan tahlil. Hal ini tidak ditolak oleh anggota lain yang berasal dari
Fatimiyah maupun Aisyiyah. Bahkan mereka juga ikut serta melantunkan
bacaan tahlil tersebut. Sebaliknya, jika acara PKK bertempat di rumah
anggota Fatimiyah maupun Aisyiyah yang tidak menyertakan tahlil, maka
anggota PKK yang dari Muslimat NU juga tidak melakukan protes dan
bisa menerima keadaan tersebut.
2. Pengajian Kemisan (Malam Jum’at)
Pengajian yang dilakukan setiap Kamis malam Jum’at selepas maghrib
diikuti oleh warga dari ketiga organisasi wanita Islam di Bangsri.
Pelaksanaan pengajian juga menerapkan system rotasi. Maksudnya adalah
orang yang ditunjuk sebagai pemimpin pengajian dan pemberi materi
ceramah tidak hanya dari Muslimat NU tetapi juga dari pihak Fatimiyah
dan Aisyiyah.
3. Pembagian Bantuan Sosial
Pembagian bantuan social dilakukan pada saat perayaan ulang tahun
organisasi. Pada acara ini sama halnya dengan ulang tahun NU, Syiah dan
Muhammadiyah pada umumnya yakni diisi dengan manual acara yang
bersifat internal dan eksternal. Kegiatan yang bersifat eksternal terbuka
dan diperuntukkan bagi masyarakat umum berupa pemberian bantuan
social.
Selain pada acara ulang tahun, pemberian bantuan social juga dilakukan
pada saat ada anggota masyarakat yang terkena musibah. Dalam hal ini
50
masyarakat akan memberikan bantuan dengan tanpa membedakan
organisasi yang diikuti oleh warga yang terkena musibah tersebut.
Keberhasilan terwujudnya kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
dalam koridor ukhwah dalam pluralitas tidak terlepas dari kebebasan yang
diberikan oleh organisasi kepada anggotanya dalam melakukan interaksi
social.
3.3.Strategi Dakwah Muslimat NU, Aisyiyah dan Fatimiyah
3.2.1. Strategi Dakwah Muslimat NU dalam Mengembangkan Ukhuwah
Islamiyah
a. Profil Muslimat Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten
Jepara
Muslimat NU merupakan wadah keorganisasian yang ada
di lingkungan NU yang keberadaannya diperuntukkan bagi
kader-kader wanita (muslimat). Oleh sebab itulah nama
organisasi ini kemudian menggunakan nama “muslimat” yang
tidak lain bermakna kaum muslim wanita.
Organisasi Muslimat NU adalah organisasi keagamaan
sosial yang mana gerak organisasinya merupakan perwujudan
peran aktifitas dan partisipasi dari kaum perempuan NU dalam
bidang sosial. Realisasi kinerja Muslimat NU berada di tangan
pengurus yang dipilih setiap lima tahun sekali. Periode terbaru
kepengurusan adalah periode 2009 hingga 2014 dengan
kepengurusan sebagai berikut:
51
Pelindung dan Penasehat : Ibu Hj. Aizzah Amin Sholeh
Ibu Hj. Shufiyati
Ketua I : Ibu N. Zahroh
Ketua II : Ibu Dra. Hj. Sujiningsih
Sekretaris I : Ibu Sri Rahayu Ekoningsih
Sekretaris II : Ibu Endang Kesi
Bendahara I : Ibu Hj. Siti Sa’adah
Bendahara II : Ibu Hj. Mu’awanah
Bidang-Bidang
1. Bid. Pendidikan dan
Kaderisasi : Ibu Shofi Afifah
Ibu Sri Alimah
2. Bid. Organisasi dan
Keanggotaan : Ibu Alimi
Ibu Hety Sulistiyani
3. Bid. Kesehatan : Ibu Kustinah
Ibu Suyati
4. Bid. Dakwah dan
Penerangan : Ibu Siti Khodijah
Ibu Hj. Zulfah
5. Bid. Sosial dan Humas : Ibu Kastani
Ibu Sonah
Ibu Muslimah
Ibu Umayzah
Gerakan sosial yang dilakukan bukan sekedar terpusat
pada salah satu aspek kehidupan sosial saja namun mencakup
aspek-aspek kehidupan yang lain. Meskipun terdiri dari lima
bidang, namun ruang lingkup gerakan kerja Muslimat NU
meliputi 6 (enam) bidang yakni bidang keanggotaan, bidang
pendidikan dan kaderisasi, bidang sosial kependudukan dan
lingkungan hidup, bidang kesehatan, bidang ekonomi dan
52
koperasi serta bidang dakwah. Berikut ini pemaparan keenam
bidang tersebut secara lebih jelas:
1) Bidang Organisasi dan Keanggotaan
Bidang ini bertanggung jawab dalam ruang lingkup kerja
yang berhubungan dengan ideologisasi, konsolidasi dan
komunikasi antar anggota organisasi. Program kerja bidang
organisasi dan keanggotaan meliputi:
a) Pengkaderan
b) Melengkapi sarana dan prasarana organisasi
c) Membangun system komunikasi internal
d) Memperluas jaringan komunikasi dengan pemerintah
2) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi
Bidang ini bertanggung jawab atas kaderisasi melalui proses
pendidikan. Obyek kerja bidang ini identik dengan lembaga
pendidikan yang dimiliki oleh Muslimat NU, yakni TK dan
TPQ. Program kerja bidang pendidikan dan kaderisasi
meliputi:
a) Peningkatan kualitas guru TK dan TPQ melalui
pemantauan dan pembinaan
b) Inventarisasi TK dan TPQ
c) Konsolidasi lembaga pendidikan melalui perlombaan
setiap Hari Ulang Tahun (HUT) Muslimat NU.
53
3) Bidang Sosial, Kependidikan dan Lingkungan Hidup
Jalinan hubungan sosial merupakan obyek vital dari bidang
sosial, kependudukan dan lingkungan hidup. Hubungan
sosial yang dimaksud dapat dibedakan menjadi dua jenis
hubungan, yakni:
a) Hubungan sosial internal, yakni hubungan yang dijalin
antar anggota Muslimat NU. Upaya yang ditempuh oleh
bidang sosial, kependudukan dan lingkungan hidup untuk
merekatkan hubungan internal adalah dengan
memberikan penggantian transport bagi ranting saat
pembinaan di Anak Cabang dan silaturrahmi ke ranting
yang terkena musibah.
b) Hubungan sosial eksternal, yakni hubungan antara
anggota Muslimat NU dengan masyarakat tempat
tinggalnya yang berbeda organisasi. Program kerja
tersebut direalisasikan dengan memberikan santunan
kepada yatim dan dhuafa serta mengupayakan
pemahaman dan kesadaran kepada anggota Muslimat NU
akan pentingnya pemeliharaan dan perlindungan terhadap
lingkungan hidup melalui kegiatan-kegiatan pengajian
maupun dalam lingkup pendidikan.
54
4) Bidang Kesehatan
Bidang kesehatan di Muslimat NU Desa Bangsri hanya
memiliki program kerja sekali dalam setahun, yakni
mengupayakan pelayanan kesehatan murah saat HUT
Muslimat NU.
5) Bidang Ekonomi dan Koperasi
Program kerja bidang ekonomi dan koperasi mengedepankan
upaya partisipasi anggota Muslimat NU dalam keanggotaan
Koperasi Muslimat NU “Annisa” dan juga membuat jaringan
kerja dengan KSU NU MWC Bangsri.
6) Bidang Dakwah
Program kerja bidang dakwah meliputi penyebaran informasi
yang berhubungan dengan kegiatan dakwah Muslimat NU
dan juga mengadakan pengajian umum setiap Jum’at Pon.
Program kerja tiga bidang yang berhubungan dengan
masyarakat umum yakni bidang sosial, bidang pendidikan dan
bidang dakwah telah terealisasikan di lingkungan Desa Bangsri
dalam bentuk kegiatan-kegiatan maupun pendirian lembaga-
lembaga yang mendukung program tersebut. Dalam bidang
pendidikan, Muslimat NU mendirikan TK dan TPQ yang
bertujuan untuk mewujudkan pencerdasan generasi bangsa yang
beriman dan berke-Tuhanan yang Maha Esa.
55
Pada bidang sosial, Muslimat NU mewujudkan
kegiatannya melalui program santunan anak yatim piatu yang
diselenggarakan setiap bulan Muharom serta santunan warga
masyarakat yang terkena musibah, baik dari anggota Muslimat
maupun bukan. Sedangkan kegiatan dakwah diwujudkan dengan
kegiatan-kegiatan pengajian dan juga pengumpulan shadaqah
jariyah yang dilakukan di sela-sela pengajian dan di luar
pengajian (N. Zahroh, wawancara, 15 Mei 2012).
b. Strategi Dakwah Muslimat NU dalam Mengembangkan
Ukhuwah Islamiyah
Pluralitas yang terjadi di lingkungan masyarakat Islam
sangat diakui oleh Muslimat NU. Hal ini sebagaimana
disampaikan oleh Ibu Siti Khodijah (16 Mei 2012) berikut ini:
Keberadaan organisasi keislaman wanita di Desa Bangsri
merupakan sunnatullah yang tidak dapat dihindari oleh
siapapun. Meskipun demikian, Islam tetaplah Islam yang
memang telah disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW
akan terpecah ke dalam 73 golongan. Oleh sebab itu
sangat tidak masuk akal jika orang Islam tidak menyadari
perbedaan dalam Islam sebagai rahmat dari Allah.
Masih menurut beliau, hal itu pasti akan berpeluang
menimbulkan konflik di antara anggota organisasi jika tidak ada
penyadaran dan kesadaran akan pentingnya ukhuwah. Ini tidak
berlebihan karena pada awal mula kehadiran Muhammadiyah
pernah terjadi tidak adanya pemahaman akan perbedaan dalam
Islam. Dampaknya ada beberapa orang NU yang menganggap
56
Muhammadiyah sebagai organisasi yang tidak Islami. Namun hal
itu kemudian dapat diselesaikan dengan memberikan
pemahaman kepada orang-orang tersebut.
Untuk mengantisipasi terjadinya peristiwa serupa, maka
Muslimat NU berinisiatif menjadikan ukhuwah Islamiyah
sebagai ruh sekaligus tujuan dari dakwah. Untuk mencapai
tujuan tersebut, Muslimat NU melakukan hal-hal sebagai berikut
(S. Khodijah dan Zulfah, 16 Mei 2012):
1) Menjadikan materi ukhuwah Islamiyah sebagai bahan kajian
dan semangat dalam pengajian-pengajian yang dilaksanakan
dan diselenggarakan oleh Muslimat NU.
Hal ini tidak berarti bahwa setiap pengajian materinya selalu
tentang ukhuwah. Maksud dari ukhuwah sebagai semangat
pengajian adalah dalam setiap pengajian, meskipun
materinya bukan tentang ukhuwah Islamiyah, para
mubalighat maupun mubaligh tetap diarahkan untuk
menyemangati umat Muslimat tentang pentingnya ukhuwah
Islamiyah.
2) Memberikan pemahaman dan kebebasan kepada anggota
Muslimat NU untuk bergaul dengan siapa saja tanpa adanya
asumsi negative terhadap organisasi selain Muslimat maupun
NU.
57
Status anggota Muslimat NU sebagai bagian dari masyarakat
yang plural menjadi landasan dalam memberikan kebebasan
warga Muslimat NU untuk bergaul. Hal ini juga dilandaskan
pada ajaran Islam yang menegaskan bahwa kehidupan
manusia sudah ditakdirkan oleh Allah berbeda-beda dengan
tujuan untuk saling mengenal. Dengan adanya kebebasan
tersebut maka anggota Muslimat NU akan lebih dapat
mengenal anggota masyarakat lainnya yang mungkin saja
bukan hanya berasal dari jamaah Muslimat.
3) Menjalin kerjasama dan koordinasi dengan organisasi
keislaman wanita lain dalam acara-acara keagamaan dan
sosial
Jalinan kerjasama dan koordinasi dengan organisasi
keislaman wanita lain di Desa Bangsri terwujud ketika
sedang ada hajatan Islam umum seperti Isra’ Mi’raj, Nuzulul
Qur’an dan yang lainnya serta dalam acara-acara khusus
seperti haul Fatimah yang diselenggarakan oleh Fatimiyah
maupun kegiatan kelembagaan Muhammadiyah seperti acara
ulang tahun Muhammadiyah. Dalam kerjasama ini tidak ada
pembedaan perilaku antar organisasi. “Siapapun yang
membutuhkan bantuan dan kerjasama, maka Muslimat NU
siap untuk menjadi pihak yang diajak untuk bekerjasama”
jelas Ibu Zaulfah (Wawancara, 16 Mei 2012).
58
4) Pemberian santunan kepada pihak yang membutuhkan
Pemberian santunan ini dilakukan kepada siapa saja yang
membutuhkan bantuan. Tidak ada pembedaan dalam
pemberian santunan.
“Santunan diberikan sesuai dengan kebutuhan pihak
yang berhak menerimanya. Tidak lantas karena dia
warga Muslimat NU maka dia dapat lebih atau harus
didahulukan melainkan diperlakukan sesuai dengan
kebutuhan dan prioritas.” (S. Khodijah, 12 Mei 2012).
Pemberian santunan tersebut juga melibatkan anggota-
anggota Muslimat NU. Dengan demikian mereka akan lebih
dapat berperan aktif dalam upaya perwujudan ukhuwah
Islamiyah karena mereka akan merasa menjadi bagian dalam
upaya tersebut.
3.2.2. Strategi Dakwah Fatimiyah dalam Mengembangkan Ukhuwah
Islamiyah
a. Profil Fatimiyah Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten
Jepara
Syiah merupakan organisasi yang cukup disegani di Desa
Bangsri. Namun pada awal perkembangan syiarnya tidak
menggunakan nama ataupun istilah Syiah. Ulama yang berperan
dalam syiar Syiah adalah ustadz Abdul Kadir Bafaqih yang sejak
tahun 1979 mensyiarkan nilai-nilai ajaran ahl al-bait, sebutan
untuk kelompok Syiah. Penyampaian ajaran Syiah dilakukan
beliau di Pondok Pesantren yang telah didirikannya semenjak
59
tahun 1949. Kharisma beliau telah memberikan kemudahan bagi
syiar ajaran Syiah (Itrah, 2012: 48).
Meski telah disyiarkan pada tahun 1979, organisasi
wanita Syiah baru terbentuk pada tahun 1995 dengan nama
Fatimiyah. Nama ini sekaligus sebagai bentuk penghormatan
kepada Fatimah sebagai tokoh wanita yang menjadi figur Syiah.
Pada mulanya organisasi ini didirikan sebagai media untuk
menyambung tali silaturrahmi dengan sesama wanita Syiah.
Namun pada perkembangannya, organisasi ini juga menjadi
media dalam mengatasi peluang permasalahan yang timbul
dalam kehidupan sosial sekaligus sebagai media dakwah untuk
menciptakan persatuan Islam (Khodijah, 2012).
Kepengurusan Fatimiyah yang memiliki tanggung jawab
untuk merealisasikan kegiatan-kegiatan organisasi memiliki
perbedaan dalam ruang lingkup wilayah dengan kepengurusan
Muslimat NU. Kepengurusan Fatimiyah tidak sampai pada
tingkat desa melainkan hanya sampai pada tingkat kecamatan.
Meski demikian, Desa Bangsri menjadi pusat kegiatan dan
beberapa sesepuh dari Fatimiyah maupun Syiah seperti Khodijah
Alatas (Fatimiyah) serta Ust. Miqdad dan Ust. Abdullah (Syiah).
Sedangkan susunan kepengurusan Fatimiyah adalah sebagai
berikut:
Pembina : K. Muznah
K. Ema
60
K. Ijah
Ketua : Ust. Khodijah Firdaus
Wakil : Ummu Hanik
Bendahara : Nurul
Sekretaris : Ummi Salamah
Seksi Pendidikan : dr. Eny Dyah Kurniawati
Zaenab
Fathimah
Seksi Acara : Zahro’
Nafisah
Ummi Kulsum
Mien
Seksi Humas : Sri Hartatik
Rofik
Zahro’
Tatik
Seksi Sosial : Rohmah
Erli
Hj. Fathimah
Hj. Tutik
Kegiatan Fatimiyah meliputi dua ruang lingkup, yakni
kegiatan internal dan kegiatan eksternal yang berlandaskan aspek
sosial keagamaan. Kegiatan internal berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk para anggota Fatimiyah
Syiah seperti kegiatan pendidikan dan kegiatan-kegiatan acara
Syiah. Sedangkan kegiatan eksternal lebih ditujukan untuk
membangun persatuan Islam dengan mengoptimalkan kegiatan-
kegiatan sosial dan hubungan kemasyarakatan (humas)
(Khodijah, 2012).
61
b. Strategi Dakwah Fatimiyah dalam Mengembangkan Ukhuwah
Islamiyah
Strategi dakwah yang dilakukan oleh Fatimiyah dalam
upaya mengembangkan Ukhuwah Islamiyah adalah sebagai
berikut:
1) Pemberian bantuan sosial
Pemberian bantuan sosial ini dilakukan oleh Fatimiyah Syiah
melalui kelembagaan maupun perorangan.
“Kami tidak pernah melakukan pelarangan kepada para
anggota Fatimiyah yang ingin melakukan shadaqah sosial
kepada siapa saja. Bahkan hal itu sangat kami anjurkan
karena keluarga Nabi juga melakukan hal itu. Secara
kelembagaan sendiri kami melakukannya pada saat-saat
tertentu serta pada saat terjadi musibah yang menimpa warga
masyarakat Desa Bangsri” (H. Fathimah, 18 Mei 2012).
Informasi yang diberikan oleh H. Fathimah dibenarkan oleh
para anggota Fatimiyah. Bahkan kebiasaan itu dilakukan oleh
para “petinggi” Syiah seperti yang dilakukan oleh K.
Muznah, K. Ijah serta H. Fathimah sendiri (Erly, 17 Mei
2012).
2) Pemberian materi tentang ukhuwah Islamiyah
Pada acara-acara silaturrahmi yang diselenggarakan oleh
Fatimiyah untuk lingkungan internal seringkali anggota
ditekankan untuk memahami perbedaan yang ada di
masyarakat. Perbedaan tersebut tidak lantas dijadikan sebagai
sebab tidak bersatunya masyarakat Islam. Dalam upaya ini,
62
pihak Fatimiyah senantiasa mengajak anggota-anggotanya
untuk melaporkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh
masyarakat sekitar mereka sehingga dapat dibantu oleh
Fatimiyah.
“Acara silaturrahmi anggota Fatimiyah selain untuk
memperdalam pengetahuan dan ideologi anggota tentang
Fatimiyah juga digunakan untuk tukar informasi terkait
permasalahan yang terjadi di masyarakat, khususnya
permasalahan yang memerlukan bantuan” (H. Fathimah, 18
Mei 2012).
Bantuan yang diberikan tidak hanya terpusat pada musibah
semata namun juga mencakup bidang pendidikan seperti
penanggungan biaya sekolah bagi keluarga yang kurang atau
tidak mampu.
3) Pelaksanaan kegiatan dengan melibatkan organisasi lain
Pada saat Fatimiyah melangsungkan acara-acara besar seperti
Milad Fatimiyah, organisasi lain yang ada di Bangsri
dilibatkan dalam acara tersebut. Hal ini juga mendapat
tanggapan positif dari organisasi lain dengan ikut
berpartisipasi dalam acara tersebut. Bahkan dalam
penyusunan kepanitiaan dilakukan secara heterogen dengan
menjadikan anggota organisasi lain maupun warga
masyarakat sebagai panitia.
4) Menghadiri kegiatan yang diselenggarakan organisasi lain
serta mengundang organisasi lain untuk berpartisipasi dalam
kegiatan Fatimiyah
63
Selain mengundang dan melibatkan organisasi lain dalam
kegiatan Fatimiyah, organisasi Fatimiyah juga mendatangi
acara-acara yang diselenggarakan organisasi lain. Hal ini
dilakukan untuk semakin menguatkan hubungan antar
organisasi Islam. Dalam mendatangi acara-acara tersebut,
Fatimiyah tidak hanya diwakili oleh para pengurusnya saja
melainkan juga mengikutsertakan anggota-anggota yang lain
(Zaenab dan Hj. Tutik, 18 Mei 2012).
3.2.3. Strategi Dakwah Aisyiyah dalam Mengembangkan Ukhuwah
Islamiyah
a. Profil Aisyiyah Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten
Jepara
Organisasi Aisyiyah didirikan pada tahun 1962 seiring
dengan masuknya Muhammadiyah di Desa Bangsri. Meskipun
sempat mengalami tekanan dari beberapa warga masyarakat yang
kurang bisa menerima kehadiran Muhammadiyah, kegiatan yang
dapat mendukung program Muhammadiyah untuk Aisyiyah tetap
dijalankan dengan mendirikan lembaga pendidikan TK pada
tahun 1964 (Nafisah, 2012).
Sama halnya dengan Fatimiyah, kepengurusan terendah
Aisyiyah juga terhenti di wilayah Kecamatan. Dalam menyusun
kepengurusannya, Aisyiyah membagi rata kepengurusan
berdasarkan desa yang ada di Kecamatan Bangsri. Seperti halnya
64
Fatimiyah, Aisyiyah juga memusatkan kegiatan di Desa Bangsri.
Kepengurusan Aisyiyah adalah sebagai berikut:
Ketua I : Muzaro’ah, A.Ma
Ketua II : Muntamah
Ketua III : Hj. Ma’murotun
Sekretaris : Hj. Muzdalifah
Sekretaris II : Hj. Sofiatun, BA
Bendahara : Masrifah, S.Pd
Bendahara II : Hj. Nafisah, S.Ag
Majelis-Majelis dan Koordinator:
Tabligh : Zaenah
Dikdasmen : Hj. Umi Kulsum, S.Pd
Kesehatan dan LH : Zairina, S.E
Kesejahteraan Sosial : Farisatin
Ekonomi dan Ketenaga -
kerjaan : Hj. Rumisih
Pembina Kader : Hj. Adi Rahayu, S.Pd
LHOHA : Sri Jumiyati
Program kerja Aisyiyah lebih mengedepankan aspek
pendidikan dan pembangunan perekonomian anggota dan
masyarakat luas. Hal ini diindikasikan dengan adanya prioritas
program kerja yang berorientasi pada pengembangan gedung TK
ABA dan juga Koperasi Serba Usaha (KSU) Aisyiyah.
Meskipun prioritas kegiatan pada aspek pendidikan dan
perekonomian, bukan berarti Aisyiyah tidak memiliki program
kerja atau kegiatan-kegiatan di luar dua hal di atas. Kegiatan-
kegiatan Aisyiyah selain di bidang pendidikan dan ekonomi
65
mencakup kegiatan sosial keagamaan. Kegiatan-kegiatan
keagamaan yang dilaksanakan mencakup kegiatan yang
berkaitan dengan Aisyiyah maupun kegiatan untuk masyarakat di
luar anggota Aisyiyah. Hal ini didasarkan pada visi Aisyiyah
untuk mewujudkan masyarakat utama yang berkeadilan dengan
jalan menegakkan syari’at Islam secara istiqomah dan bersikap
aktif melalui dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
b. Strategi Dakwah Aisyiyah dalam Mengembangkan Ukhuwah
Islamiyah
Strategi dakwah Aisyiyah dilaksanakan dalam ruang
lingkup, yakni strategi dakwah untuk anggota internal dan
strategi dakwah eksternal. Penjelasan mengenai strategi dakwah
Aisyiyah dapat dipaparkan sebagai berikut (Farisatin, 19 Mei
2012):
1) Strategi dakwah internal
Strategi dakwah internal ditujukan untuk anggota Aisyiyah.
Strategi dakwah ini diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a) Memaksimalkan pencerahan kepada para anggota
Aisyiyah tentang ideology Muhammadiyah dan tujuan
pendirian Muhammadiyah
66
b) Memberikan pemahaman kepada anggota Aisyiyah
tentang toleransi dan penghormatan kepada organisasi
lain sebagaimana diteladankan oleh H. Ahmad Dahlan.
Dengan memberikan materi dan kegiatan di atas, diharapkan
warga Aisyiyah lebih dapat memahami ideology Aisyiyah
dan Muhammadiyah sekaligus dapat berperan serta dalam
kegiatan sosial.
2) Strategi dakwah eksternal
Strategi dakwah eksternal diwujudkan dalam kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
a) Menghadiri kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh
organisasi lain
Sebagai konsekuensi keberadaan organisasi lain di Desa
Bangsri, Aisyiyah perlu melakukan silaturrahmi dengan
organisasi lain melalui kehadirannya dalam kegiatan-
kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi lain. Hal
ini juga sebagai wujud keinginan serta implementasi dari
Aisyiyah terhadap toleransi sebagaimana diajarkan oleh
Islam yang dinyatakan juga oleh H. Ahmad Dahlan.
b) Menjalin kerjasama dengan organisasi lain dalam
kegiatan sosial
Wujud toleransi berikutnya adalah menjalin kerjasama
sosial dengan organisasi lain dalam kegiatan-kegiatan
67
sosial Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh
Aisyiyah seperti dalam Milad Aisyiyah yang juga
melibatkan Fatimiyah dan Muslimat. Selain itu, ketika
terjadi musibah yang menimpa warga masyarakat,
Aisyiyah juga melakukan koordinasi dengan organisasi
Fatimiyah dan Muslimat untuk menyalurkan bantuan
sosial.
c) Memberikan bantuan sosial kepada masyarakat
Pemberian bantuan sosial ini tidak hanya untuk warga
Aisyiyah ataupun Muhammadiyah saja melainkan juga
untuk masyarakat Islam di luar Aisyiyah atau
Muhammadiyah. Pemberian bantuan sosial ini dilakukan
dengan beberapa jalan seperti pembagian zakat serta
penyaluran infaq dan shadaqah.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa strategi dakwah
yang dilakukan oleh ketiga organisasi wanita Islam di Desa Bangsri
Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara memiliki kharakteristik sebagai
berikut:
1. Strategi sosial yang berhubungan dengan penggunaan metode hal (harta
benda) dengan jalan pemberian bantuan sosial
2. Strategi sosial yang berhubungan dengan penggunaan metode silaturrahmi
dengan jalan memberikan kebebasan kepada anggota masing-masing
68
organisasi untuk bermasyarakat serta turut serta dalam kegiatan-kegiatan
organisasi lainnya.
3. Strategi pemahaman materi Islam yang berlandaskan pada nilai-nilai
ukhuwah Islamiyah yang diberikan kepada anggota melalui kegiatan-
kegiatan internal organisasi.
69
BAB IV
ANALISIS TERHADAP STRATEGI DAKWAH MUSLIMAT NU,
FATIMIYAH, DAN AISYIYAH DALAM MENGEMBANGKAN
UKHUWAH ISLAMIYAH DI DESA BANGSRI KECAMATAN BANGSRI
KABUPATEN JEPARA
Strategi merupakan suatu keniscayaan yang harus ada dalam suatu
perencanaan untuk pencapaian suatu tujuan. Menurut Pimay (2005: 30-31)
strategi merupakan istilah yang sering diidentikan dengan “taktik” yang secara
bahasa sering diartikan sebagai “corcerning the movement of organisms in
respons to external stimulus”. Sementara itu, secara konseptual strategi dapat
dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai
sasaran yang telah ditentukan. Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan
daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh
hasil yang diharapkan secara maksimal. Jadi suatu proses untuk mencapai suatu
tujuan tidak akan mungkin terlaksana tanpa adanya sebuah strategi.
Dakwah sebagai suatu proses penyampaian risalah kebenaran menuju
kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat yang berdasarkan jalan Allah
(Islam) juga merupakan suatu hal yang pelaksanaannya sangat bergantung dengan
strategi. Menurut Asmuni Syukir strategi dakwah adalah merupakan cara atau
siasat yang dipergunakan di dalam usaha dakwah untuk mencapai tujuan dakwah.
Tujuan utama dan tertinggi dari usaha dakwah hanya semata-mata mengharap dan
mencari ridla Allah swt. Sedangkan secara materiil arah tujuan usaha dakwah
70
antara lain menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya dan
mengeluarkan manusia dari kegelapan/kesesatan menuju ke alam yang terang
benderang di bawah sinar petunjuk Ilahi. (Anshari, 1993: 142).
Strategi dakwah tidak hanya diperuntukkan bagi para da’i perorangan yang
mentablighkan ajaran Islam melainkan juga diperlukan oleh organisasi atau
lembaga ke-Islam-an dalam upaya menjadikan dirinya (organisasi/lembaga)
sebagai alat dakwah yang efektif dan efisien. Strategi dakwah yang baik adalah
strategi dakwah yang mampu mengikuti perkembangan zaman sekaligus juga
mampu menjadi solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi.
Organisasi atau lembaga keislaman dituntut untuk memiliki strategi
dakwah yang tepat dalam pelaksanaan dakwahnya dengan tidak melupakan aspek
ukhuwah Islamiyah. Hal ini penting karena dengan adanya ketepatan strategi
dakwah yang berlandaskan ukhuwag Islamiyah, suatu organisasi keislaman tidak
hanya dapat mencapai tujuan dakwah secara organisatoris saja tetapi juga akan
dapat menciptakan serta menjaga kerukunan antar umat Islam. Keharusan ini tidak
hanya berlaku bagi organisasi Islam di Indonesia semata tetapi juga berlaku bagi
organisasi Islam di dunia internasional. Sebab tanpa adanya azas ukhuwah
Islamiyah dikhawatirkan akan dapat menimbulkan perpecahan di kalangan umat
Islam yang secara kenyataannya memang terdapat perbedaan di lingkup internal
Islam.
Berkenaan dengan strategi dakwah yang berazaskan ukhuwah Islamiyah,
tiga organisasi wanita Islam di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten
Jepara telah dapat membuktikan keefektifannya. Pelaksanaan dakwah dengan
71
berdasarkan strategi dakwah berazas ukhuwah Islamiyah telah mampu
menjadikan ketiga organisasi ini sebagai saudara yang hidup berdampingan dalam
perbedaan pandangan dan budaya Islam mereka. Ketiga organisasi tersebut adalah
Muslimat Nu, Fatimiyah dan Aisyiyah.
Taktik atau strategi dakwah yang dilaksanakan oleh ketiga organisasi
keislaman di Desa Bangsri, sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, memiliki
kesamaan antara satu dengan yang lainnya. Strategi dakwah ketiga organisasi
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Strategi dakwah internal organisasi
Strategi dakwah internal organisasi adalah strategi dakwah yang
dikhususkan bagi anggota masing-masing organisasi. Dalam hal ini, strategi
internal organisasi cenderung dilaksanakan dengan memberikan pengarahan
kepada anggota organisasi akan hakekat Islam. Ketiga organisasi keislaman di
Desa Bangsri pada umumnya melandaskan pemahaman anggota-anggota
mereka dengan sunnatullah terkait dengan perbedaan yang ada dan dialami
oleh umat Islam.
Pemahaman yang diberikan kepada para anggota tersebut tidak hanya
terbatas pada aspek teoritis saja namun juga diwujudkan dalam tindakan nyata.
Para anggota masing-masing organisasi tidak dilarang untuk mengikuti
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang tidak jarang di dalamnya terdapat
pelaksanaan ”ritual ibadah” suatu organisasi. Misalkan saja anggota Fatimiyah
dan Aisyiyah ikut serta dalam acara tahlil yang dilakukan di kediaman anggota
72
Muslimat NU maupun anggota Muslimat NU ikut dalam kegiatan-kegiatan
Aisyiyah maupun Fatimiyah.
Pemahaman yang diberikan oleh organisasi keislaman juga
menyangkut sikap mengalah. Hal ini ditunjukkan oleh organisasi
Muhammadiyah yang mana pada awal kemunculannya di Desa Bangsri
Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara sempat mendapatkan ”pengasingan”
dari kelompok NU. Perlakuan yang diberikan oleh organisasi NU tersebut
diterima dengan lapang dada dan disertai dengan usaha pendekatan sosial
secara terus menerus. Para anggota Muhammadiyah diberikan pemahaman
akan pentingnya kesabaran dalam upaya membangun ukhuwah Islamiyah di
dalam perbedaan. Usaha ini akhirnya berhasil dengan adanya penerimaan
warga NU terhadap keberadaan Muhammadiyah.
Selain kedua lingkup di atas, penanaman pemahaman juga dilakukan
dengan jalan memberikan perhatian kepada para anggota organisasi yang
sedang mengalami kesulitan serta menjalin silaturrahmi antar anggota.
Penanaman pemahaman ini sangat memiliki nilai penting dalam upaya
pelaksanaan strategi dakwah. Disebut memiliki nilai penting karena dengan
adanya pemahaman yang tidak hanya berbentuk ”paksaan” tetapi juga disertai
dengan pemberian perhatian, maka seorang anggota akan lebih merasa bukan
hanya sebagai subyek kegiatan organisasi semata namun juga akan merasa
sebagai bagian dari keluarga organisasi.
73
2. Strategi dakwah eksternal
Strategi dakwah eksternal dilaksanakan oleh ketiga organisasi
keislaman di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri dengan cara menjalin
silaturrahmi antar anggota organisasi. Silaturrahmi yang dijalin tidak hanya
dilaksanakan dalam rangkaian acara keagamaan melainkan juga dalam
kegiatan-kegiatan sosial. Bahkan kegiatan-kegiatan sosial telah mampu
menjadikan ikatan persaudaraan antara anggota ketiga organisasi keislaman
tersebut. Kegiatan-kegiatan sosial tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Kegiatan sosial perorangan
Kegiatan sosial perorangan yang membantu dalam mewujudkan upaya
ukhuwah Islamiyah adalah kegiatan-kegiatan hajatan perorangan. Melalui
undangan yang disebar tanpa membedakan antar organisasi telah mampu
menumbuhkan rasa persaudaraan. Hajatan yang diselenggarakan tidak
hanya berkaitan dengan acara-acara penting dalam kehidupan namun juga
menyangkut hajat-hajat lainnya seperti pembangunan rumah maupun ikut
membantu dalam pindah rumah dan lain sebagainya.
b. Kegiatan sosial kelembagaan
Sama halnya dengan kegiatan sosial perorangan, kegiatan sosial
kelembagaan juga dilakukan dalam berbagai bentuk. Bentuk-bentuk
kegiatan sosial kelembagaan yang telah dapat menunjang strategi dakwah
menuju terciptanya ukhuwah Islamiyah dalam perbedaan di Desa Bangsri
adalah sebagai berikut:
74
1) Kegiatan sosial dalam bidang ekonomi
Kegiatan sosial di bidang ekonomi ini dilaksanakan dalam waktu-
waktu tertentu dan juga dalam waktu yang tidak tertentu. Kegiatan
ekonomi yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu adalah
pembagian zakat yang dilaksanakan oleh organisasi keislaman di Desa
Bangsri dengan tidak membeda-bedakan golongan atau kelompok
organisasi maupun pemberian hadiah (makanan atau uang) kepada
anak-anak kecil pada saat lebaran dengan tidak membedakan
kelompok atau golongan. Selain itu, kegiatan sosial juga diwujudkan
dengan jalan memberikan bantuan ekonomi kepada masyarakat yang
membutuhkan tanpa memandang perbedaan.
2) Kegiatan sosial dalam bidang pendidikan
Kegiatan sosial dalam bidang pendidikan adalah dengan memberikan
sumbangan-sumbangan yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan
maupun pemberian beasiswa hingga keterbukaan sekolah-sekolah yang
dikelola oleh salah satu organisasi keislaman bagi anak-anak dari
organisasi keislaman lainnya. Bukan suatu pemandangan yang aneh
manakala ada bantuan yang diberikan oleh salah satu anggota
organisasi keislaman kepada lembaga pendidikan yang dikelola oleh
organisasi keislaman yang tidak sama dengan pihak pemberi bantuan.
3) Kegiatan sosial dalam bidang keamanan dan kenyamanan
Kegiatan sosial dalam bidang ini diwujudkan dengan adanya
pernyataan bersama untuk saling memberikan bantuan manakala salah
75
satu organisasi mengalami ancaman dari pihak luar. Hal ini pernah
dibuktikan manakala pihak Muhammadiyah mengalami gangguan dari
pihak Islam ”luar” maka pihak NU dan Syiah bahu membahu
membantu Muhammadiyah dan memaksa orang yang mengganggu
lembaga pendidikan Muhammadiyah untuk angkat kaki dari Desa
Bangsri.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa strategi dakwah
yang dilakukan oleh ketiga organisasi keislaman di Desa Bangsri Kecamatan
Bangsri Kabupaten Jepara pada dasarnya mengacu pada tiga wilayah yang sangat
berhubungan dengan pembentukan perilaku manusia, yakni wilayah penanaman
pemahaman (kognitif), pembangunan dan pembentukan perasaan (afektif) serta
perbuatan (psikomotorik). Ketiga wilayah ini memiliki hubungan keterkaitan yang
mana apabila salah satu tidak ada, maka akan dapat menimbulkan perilaku atau
perbuatan yang tidak menyenangkan dalam menghadapi perbedaan yang terjadi
secara internal pada umat Islam.
Dalam istilah lain, ketiga aspek di atas dapat dianalogikan dengan strategi
dakwah yang sesuai dengan perkembangan zaman yang menurut Faridh (2001:
48) adalah sebagai berikut:
1. Strategi Yatluu Alaihim Aayaatih (strategi komunikasi) adalah strategi
penyampaian pesan-pesan (al-Qur’an) kepada umat memiliki konsekuensinya.
Terpeliharanya hubungan insani secara sehat dan bersahaja, sehingga dakwah
tetap memberikan fungsi maksimal bagi kepentingan hidup dan kehidupan.
Disinilah proses dakwah perlu mempertimbangkan dimensi-dimensi sosiologi.
76
Agar komunikasi yang didahuluinya dapat berimplikasi pada peningkatan
kesadaran iman.
2. Strategi Yuzakkihim (strategi pembersih sikap dan perilaku) adalah strategi
pembersihan dimaksudkan agar terjadi perubahani individu masyarakat sesuai
dengan watak Islam sebagai agama manusia karena itu dakwah salah satunya
adalah mengemban misi memanusiakan manusia sekaligus memelihara
keutuhan Islam sebagai agama Rahmatan Lilalamin.
3. Strategi Yu’alimu Humul Kitaaba Wa Hikmah (strategi pendidikan). Adalah
strategi pembebasan manusia dari berbagai penjara kebodohan yang seringkali
melihat kemerdekaan dan kreatifitas. Karena pendidikan adalah proses
pencerahan untuk menghindari keterjebakan hidup dalam pola jahiliyah yang
sangat tidak menguntungkan, khususnya bagi masa depan umat.
Jika disandarkan pada teori yang dinyatakan oleh Faridh di atas aspek
kognitif yang identik dengan pemahaman berhubungan dengan strategi
pendidikan, aspek afektif berhubungan dengan strategi pembersihan sikap dan
perilaku dan aspek psikomotorik berhubungan dengan strategi komunikasi.
Meskipun memiliki keterkaitan, menurut penulis, ketiga wilayah yang
disebutkan di atas (kognitif, afektif, dan psikomotorik) berdasar pada wilayah atau
aspek kognitif (pemahaman). Aspek pemahaman menjadi landasan dasar dan
berperan penting dalam terbentuknya aspek afektif dan terlebih lagi psikomotorik.
Dijadikannya pemahaman sebagai landasan dasar sangatlah rasional. Logika
sederhananya, mana mungkin ada orang yang dapat menyimpulkan perasaan
secara benar serta berperilaku secara baik tanpa adanya pemahaman terlebih
77
dahulu. Jadi setelah adanya proses memahamkan yang hasilnya ditunjukkan
dengan adanya pemahaman, barulah kemudian akan terbentuk aspek afektif
(perubahan sikap) dan psikomotorik (komunikasi perilaku) yang berkesesuaian
dengan pemahaman.
Pemahaman memang merupakan suatu landasan yang sangat penting
dalam kehidupan umat manusia. Bahkan seorang Nabi pun dalam mensyiarkan
risalah Allah juga diawali dengan landasan pemahaman. Hal ini sebagaimana
terlihat dalam wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yakni
Q.S. al-Alaq ayat 1-5 sebagai berikut:
Artinya: 1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Berdasarkan wahyu pertama yang diterima oleh Nabi – sebagaimana
tersebut di atas – terkandung esensi bahwa pengajaran merupakan suatu media
bagi umat manusia untuk dapat mengetahui segala sesuatu. Artinya, dari proses
pengajaran akan didapat pengetahuan atau pemahaman sebagai hasilnya. Secara
tidak langsung firman di atas juga menandakan bahwa melalui wahyu-wahyu
yang diterima, Nabi Muhammad SAW memiliki pemahaman tentang ajaran Islam
yang harus disyiarkan kepada umat manusia.
78
Pemahaman juga menjadi landasan dalam pelaksanaan dakwah. Sebuah
proses perubahan menuju keadaan yang lebih baik dengan berdasar agama Allah
yang menjadi tujuan dakwah akan sangat tidak mungkin tercapai tanpa adanya
suatu pemahaman dari umat manusia. Pemahaman akan tercipta dari adanya
proses pemberian pengetahuan tentang suatu hal yang dapat dilakukan dengan
jalan pengajaran. Akan tetapi tidak selamanya proses pengajaran akan
menghasilkan pemahaman.
Pemahaman yang terbentuk dalam lingkungan anggota organisasi wanita
Islam di Desa Bangsri bukanlah bentuk pemahaman yang biasa saja atau
cenderung pada pemahaman secara teoritis semata. Pemahaman yang dimiliki
oleh para anggota organisasi keislaman merupakan pemahaman yang utuh, yakni
memahami secara teoritis dan memahami secara tindakan. Hal ini tidak lepas dari
upaya penanaman pemahaman yang dilakukan oleh organisasi wanita Islam Desa
Bangsri kepada para anggota.
Upaya penanaman pemahaman dilakukan dengan dua alur yakni
pemberian penjelasan tentang nilai-nilai ajaran Islam tentang ukhuwah Islamiyah
dan juga teladan dalam sikap yang ditunjukkan oleh pengurus organisasi. Dua hal
ini sangat penting dan merupakan satu kesatuan pembentukan pemahaman yang
tidak dapat dipisahkan dalam proses dakwah sebagai upaya pembelajaran umat
(tarbiyah). Materi pembelajaran yang terbaik dalam upaya menciptakan
pembelajaran yang transformative adalah menemukan antara materi yang
berbentuk teori dengan pengalaman-pengalaman yang tertuang dalam tindakan
dan perilaku. Melalui penyatuan teori dan tindakan yang selaras, maka akan lebih
79
memudahkan terwujudnya transformasi (perpindahan) nilai pengajaran teori
menuju praktek karena pada dasarnya sumber pembelajaran yang terbaik adalah
pelibatan pengalaman-pengalaman praktis dari teori-teori yang telah disampaikan
(Rembangy, 2010: 157).
Selain dari sudut pandang dakwah sebagai proses pembelajaran, dalam
konteks dakwah sebagai upaya pembangunan opini publik tentang suatu nilai
ajaran Islam, perpaduan antara penyampaian teori dakwah yang diikuti dengan
realisasi dalam tindakan nyata merupakan aspek yang mampu mewujudkan
pembangunan opini public tersebut. Pemberian penjelasan mengenai teori secara
tidak langsung terkandung harapan-harapan akan nilai-nilai yang berhubungan
dengan teori ajaran Islam yang disampaikan dalam proses dakwah yang mana
dalam hal ini adalah teori tentang ukhuwah Islamiyah. Realisasi harapan yang
diwujudkan dengan perilaku ukhuwah yang dilakukan oleh para pengurus
organisasi wanita Islam di Desa Bangsri menjadi media penguat bagi para
anggota. Dengan adanya realisasi tersebut maka nilai-nilai dalam teori ukhuwah
Islamiyah yang sebelumnya hanya terbatas pada wacana telah berubah menjadi
kenyataan. Bahkan, pelibatan anggota – sebagai obyek dakwah – dalam praktek
ukhuwah Islamiyah dengan tidak membedakan mereka dalam memberikan
bantuan dan silaturrahmi menurut penulis akan semakin memaksimalkan proses
tersebut. Pelibatan anggota, baik sebagai obyek penerima bantuan maupun sebagai
subyek yang dilibatkan dalam memberikan bantuan secara fisik akan semakin
mematangkan pemahaman mereka bahwa ukhuwah Islamiyah dapat diwujudkan
dalam perbedaan yang dialami oleh umat Islam di Desa Bangsri. Kematangan
80
pemahaman inilah yang kemudian dapat disebut sebagai keyakinan atau
kepercayaan public terhadap realisasi materi dakwah.
Kepercayaan dari masyarakat inilah yang kemudian akan berperan dalam
proses pembentukan asosiasi. Pengertian asosiasi dalam aspek komunikasi yang
disandarkan pada ranah psikologi adalah sangkut paut tanggapan-tanggapan yang
saling mereproduksi (Sujanto, 1995: 35). Pernyataan Sujanto tersebut secara tidak
langsung terkandung makna bahwa manakala asosiasi yang terbentuk bersifat
negatif, maka reproduksi yang dihasilkan juga negative. Begitu pula sebaliknya,
manakala asosiasi yang terbentuk adalah positif, maka reproduksi yang dihasilkan
juga akan bernilai positif. Terkait dengan reproduksi dari tanggapan yang terjadi
di organisasi-organisasi wanita Islam di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri
Kabupaten Jepara maka dapat dinyatakan bahwa reproduksi tanggapan yang
dihasilkan dari adanya strategi dakwah tentang ukhuwah Islamiyah adalah bernilai
positif.
Menurut Nimmo (2000:10), harapan-harapan, pemenuhan nilai-nilai dalam
harapan serta terciptanya kepercayaan public akibat adanya realisasi dari harapan
dan pemenuhan nilai tersebut merupakan aspek terpenting dalam penciptaan dan
pembangunan opini public. Apabila opini public telah terbentuk secara positif,
maka esensi tujuan dari strategi dakwah telah terwujud. Dalam hal ini tidak
mengherankan jika kemudian dampak dari terbangunnya opini public adalah
terciptanya perilaku positif oleh para anggota organisasi dalam menanggapi
perbedaan sudut pandang Islam dalam kehidupan guna mengembangkan ukhuwah
Islamiyah di antara mereka.
81
Dukungan realisasi dari teori kepada para anggota memang sangat
diperlukan dan sangat penting. Dengan adanya realisasi sebuah teori, maka teori
bukan hanya sebatas wacana yang harus diberikan kepada umat Islam secara turun
temurun. Tidak jarang terjadi sebuah teori keagamaan yang tidak didukung oleh
adanya realisasi secara tindakan hanya menjadi pengetahuan, sementara dalam
praktek yang terjadi sangat tidak sesuai dengan teori ajaran Islam. Beberapa bukti
dapat ditemukan terkait dengan tidak selarasnya teori nilai ajaran Islam dengan
perilaku maupun tindakan umat Islam akibat kurangnya realisasi seperti nilai yang
terkandung dalam firman Allah Q.S. al-Kafirun ayat 1-6 yang berbunyi sebagai
berikut:
Artinya: 1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah,
5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan
yang aku sembah.
6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Nilai yang terkandung dalam firman di atas jelas sekali menunjukkan
bahwa Islam sangat menghargai dan menghormati keberadaan agama lain dan
memberikan toleransi kepada umat selain Islam. Namun karena kurangnya
realisasi dari substansi nilai ajaran Islam dalam firman di atas, maka tidak
mengherankan jika kemudian terjadi pergesekan antara umat Islam dengan umat
82
non Islam dengan berbagai penyebab awal. Hal ini seperti terlihat pada kerusuhan
Poso maupun Ambon yang sangat sarat dengan “aroma” agama.
Selain terkait dengan hubungan antara umat Islam dengan umat yang lain,
ada juga permasalahan yang berkaitan dengan hubungan antar umat Islam sendiri.
Perselisihan antar kelompok umat Islam yang terjadi di beberapa wilayah di
Indonesia menjadi sedikit bukti rendahnya implementasi nilai-nilai persaudaraan
lingkup internal Islam. Hal itu bisa terjadi karena tidak selarasnya teori nilai
ajaran Islam yang disampaikan dengan realisasi perilaku dari para penyampai nilai
ajaran tersebut.
Dari sudut pandang komunikasi dakwah, strategi yang diterapkan oleh
Muslimat NU, Fatimiyah dan Aisyiyah di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri
Kabupaten Jepara merupakan suatu proses komunikasi dakwah dua arah yang
efektif. Keefektifan tersebut terindikasikan dengan tercapainya tujuan
penyampaian pesan dengan adanya umpan balik (feedback) yang positif dari
mad’u (penerima pesan). Terwujudnya ukhuwah Islamiyah dalam perbedaan
adalah hasil dari proses strategi komunikasi dakwah Muslimat NU, Fatimiyah dan
Aisyiyah di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.
Keberhasilan dalam memunculkan feedback yang berkesesuaian dengan
tujuan pesan dakwah dalam strategi dakwah tidak lepas dari peran para da’i.
Sebagai sumber informasi pesan berupa nilai ajaran Islam, mereka (para da’i)
tidak hanya mengandalkan satu metode melainkan juga mem-back up-nya dengan
metode lain. Metode pengajaran secara lisan (ceramah) yang lazim digunakan
oleh para mubaligh tidak berdiri sendiri dan sebagai metode tunggal dalam
83
strategi dakwah Muslimat NU, Fatimiyah dan Aisyiyah di Desa Bangsri
Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Metode tersebut didukung dengan metode
keteladanan dengan menjadikan diri da’i sebagai contoh dalam praktek keseharian
terkait dengan materi pesan dakwah tentang ukhuwah Islamiyah. Metode
keteladanan merupakan salah satu metode yang sangat Islami dan mendapat
“pengakuan” dari Allah sebagaimana disebutkan dalam Q.S. an-Nahl ayat 125
berikut ini:
(٥٢١)
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Wujud keteladanan dalam ayat di atas terkandung dalam pelajaran yang
baik. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, pembelajaran yang baik adalah adanya
keterpaduan antara teori dengan praktek. Keteladanan pula lah yang juga menjadi
metode Nabi Muhammad SAW dalam mensyiarkan Islam. Nabi tidak pernah
hanya memberikan wacana ajaran Islam secara teoritis semata kepada umatnya
namun juga memberikan contoh bagaimana penerapan teori ajaran Islam dalam
kehidupan keseharian. Hal ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa
sosok keteladanan dai menjadi aspek vital dalam keberhasilan tercapainya tujuan
dakwah.
84
Keteladanan yang telah ditunjukkan oleh para dai secara otomatis akan
semakin menguatkan hegemoni tentang materi pesan dakwah. Penguatan
hegemoni dapat terjadi karena dalam aspek keteladanan ada unsur penjelas
mengenai teori perilaku yang dapat dicontoh oleh mad’u. Maksudnya, dengan
adanya praktek atau keteladanan yang ditunjukkan oleh para dai akan membuat
mad’u semakin yakin bahwasanya ukhuwah Islamiyah bukan hanya semata-mata
sebatas pengetahuan yang hanya perlu untuk diketahui saja melainkan juga
merupakan bentuk pengetahuan yang dapat dilaksanakan. Hal ini dikarenakan
ukhuwah Islamiyah dalam konteks sebagai pesan dakwah merupakan pesan yang
tidak hanya perlu disebarluaskan secara teoritis. Ukhuwah Islamiyah memerlukan
aplikasi yang jelas dan tepat sehingga dengan adanya aplikasi tersebut akan
semakin memperjelas bagaimana mempraktekkan ukhuwah Islamiyah.
Terlebih lagi jika mengacu pada realitas kedudukan dai di lingkungan
masyarakat Indonesia yang begitu kuat dalam alur kehidupan social. Keberadaan
dai atau ulama yang berada di “puncak kasta” social Islam telah menjadikan dai
atau ulama sebagai tokoh yang sangat didengar dan ditunggu fatwanya oleh
masyarakat. Maksudnya, masyarakat akan begitu patuh kepada tokoh ulama –
meski tidak seluruhnya demikian – manakala mereka memberikan suatu stimulus
dalam perilaku social. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya peran ulama dalam
membentuk opini public sangat kuat di lingkungan masyarakat Islam Indonesia.
Beberapa kasus yang melibatkan umat Islam dengan isu agama maupun
perbedaan sudut pandang keislaman tidak dapat dilepaskan dari peran ulama di
belakangnya.
85
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa relevansi strategi
dakwah Muslimat NU, Fatimiyah dan Aisyiyah di Desa Bangsri Kecamatan
Bangsri Kabupaten Jepara dalam upaya pengembangan ukhuwah Islamiyah
internal umat Islam tidak dapat dilepaskan dari strategi yang berorientasi pada
pembangunan pemahaman yang terpadu sehingga menciptakan perasaan se-Islam
dan berakhir dengan perilaku (psikomotorik) ukhuwah Islamiyah dalam
perbedaan sudut pandang mengenai Islam yang positif. Keberhasilan tersebut
tidak lepas dari keteladanan dai yang menjadi kunci efektifitas komunikasi
dakwah sehingga mampu mewujudkan tujuan esensi dakwah dengan terciptanya
feedback berupa perilaku ukhuwah Islamiyah dalam perbedaan di lingkungan
Muslimat NU, Fatimiyah dan Aisyiyah di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri
Kabupaten Jepara.
86
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik
kesimpulan bahwa taktik atau strategi dakwah yang dilaksanakan oleh
ketiga organisasi wanita Islam di Desa Bangsri memiliki kesamaan antara
satu dengan yang lainnya yakni dengan menggunakan strategi dakwah
internal dan eksternal. Meskipun terkesan terdapat dua lingkup strategi,
namun pada dasarnya relevansi strategi dakwah organisasi wanita Islam di
Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara dalam upaya
pengembangan ukhuwah Islamiyah internal umat Islam tidak dapat
dilepaskan dari strategi yang berorientasi pada pembangunan pemahaman
yang terpadu sehingga menciptakan perasaan se-Islam dan berakhir dengan
perilaku (psikomotorik) ukhuwah Islamiyah dalam perbedaan sudut
pandang mengenai Islam yang positif. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari
keteladanan dai yang menjadi kunci efektifitas komunikasi dakwah sehingga
mampu mewujudkan tujuan esensi dakwah dengan terciptanya feedback
berupa perilaku ukhuwah Islamiyah dalam perbedaan di lingkungan
organisasi keislaman wanita di Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten
Jepara.
87
5.2. Saran-saran
Ada beberapa saran yang – dengan penuh kerendahan hati – ingin
penulis sampaikan terkait dengan hasil penelitian ini, yakni:
1. Perlu adanya pertimbangan untuk menjadikan kehidupan berorganisasi
di Desa Bangsri sebagai percontohan dalam melaksanakan dan
mengembangkan ukhuwah Islamiyah sebagai tujuan dan esensi dakwah
Islam.
2. Perlu adanya penelitian lanjutan yang berkaitan dengan ukhuwah
Islamiyah sebagai pembanding hasil penelitian yang telah penulis
laksanakan dengan tujuan untuk semakin memperluas dan menambah
khasanah keilmuan khususnya terkait dengan strategi dakwah dan
ukhuwah Islamiyah.
5.3. Penutup
Demikian skripsi yang dapat penulis susun. Penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan kekurangan sebatas kesempurnaan manusia karena “tak
ada gading yang retak”. Akhirnya, di balik kekurangan dan
ketidasempurnaan, terbersit harapan semoga karya ini mampu menjadi
setitik pengetahuan dalam samudera ilmu. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Amrullah, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta : Prima
Media, 1983.
Azwar, Saifudin, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
Ali, Moh. Aziz, Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Anshari, Hafi, Pemahaman dan Pengamatan Dakwah, Surabaya, Al-Ikhlas, 1993.
Arifin M. H., Psikologi Dakwah, Suatu Pengantar Studi. Jakarta : Bumi Aksara,
2000.
Bachtiar, Wardi, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Wacana Ilmu,
1997.
Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia,
2002.
Daymon, C dan Holloway, Immy, Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public
Relation dan Management Communication, terj. Cahya W, Yogyakarta:
Bentang, 2008.
Departemen Agama RI. 2002. Al-Qur’an dan terjemahannya. Surabaya: CV. Duta
Ilmu
Faisal, M., “Strategi Dakwah K.H. Maemoen Zubair dalam Mengembangkan
Akhlaq Masyarakat Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang”, Skripsi,
Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Dakwah, Tidak Dipublikasikan,
2010.
Faridh, Miftakh, Refleksi Islam, Bandung : Pusdi Press, 2001.
Ghufroni, “Metode dan Strategi Perkembangan Agama Islam Pada Lembaga Di
Kota Semarang,” Skripsi, Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Dakwah,
Tidak Dipublikasikan, 1994
Jamil, M. Mukhsin, Mengelola Konflik dan Membangun Damai: Teori, Strategi
dan Implementasi Resolusi Konflik, Semarang: WMC: Cet.1 2007.
Hafidhuddin, Didin, Dakwah Aktual, Jakarta, Gema Insani, 2000.
Khadziq, Islam dan Budaya Lokal: Belajar Memahami Realitas Agama dalam
Masyarakat, Yogyakarta: Sukses Offset, 2009.
Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1981.
Ma'arif, Syamsul, Pendidikan Pluralisme Di Indonesia, Yogyakarta: Logung
Pustaka, 2005.
Moloeng, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2002.
Muhyidin, Asep dan Safei, Agus Ahmad, Metode Pengembangan Dakwah,
Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Mujahidin, “Studi tentang Strategi Dakwah Kodama (Korp Dakwah Mahasiswa
Islam) Di Yogyakarta”, Skripsi, Semarang: IAIN Walisongo Fakultas
Dakwah, Tidak Dipublikasikan, 1991.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1 dan II, Jakarta:
UI Press, 1985.
Nata, Abuddin, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001.
Pimay, Awaludin, Metodologi Dakwah : Kajian Teoritis dari Khazanah al-
Qur’an. Semarang: RaSAIL, 2005.
Sanusi, Shalahuddin, Pembahasan Sekitar Prinsip-Prinsip Dakwah Islam,
Semarang: CV Ramadhani, t.th.
Sanwar, Aminuddin, Pengantar Studi Da’wah. Semarang: Fakultas Da’wah IAIN
Walisongo Semarang, 1985.
Soemarsono, Pendidikan kewarganegaraan, Jakarta: Gramedia, 2001.
Solihah, Maftuhatus, “Kebijakan Dakwah Islam dalam Membina Kerukunan
Hidup Antar Umat Beragama di Indonesia”, Skripsi, Semarang: IAIN
Walisongo Fakultas Dakwah, Tidak Dipublikasikan, 2002.
Subekan, “Peran Forum Komunikasi Antar Umat Beragama Dalam
Mentablighkan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama Di Kabupaten
Boyolali”, Skripsi, Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Dakwah, Tidak
Dipublikasikan, 2005.
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Suneth, A. Wahab, dan Syaeruddin Djosan, Problematika Dakwah dalam Era
Indonesia Baru, Jakarta: Bina Rena Pariwara, t.th
Syahidin, Pemberdayaan Umat Berbasis Masjid, Bandung: Alfabel Alfabetha,
2003.
Syafi'i, A. Ma'arif, Membumikan Islam, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1995.
Syukir, Asmuni, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.
Thoha, Anis Malik Tren Pluralitas Agama: Tinjauan Kritis, Jakarta: Gema Insani,
2005.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997.
Umar, Thoha Yahya, Islam dan Dakwah. Jakarta: Al Mawardi Prima, 1985.
Umary, Barmawie, Azas-Azas Ilmu Da’wah, Surakarta: Ramadhani, 1984.
Van den Ban A.W. dan H.S. Hawkins, Penyuluhan Pertanian, Yogyakarta:
Kanisius, 1998.
Wahyudin dkk, Pendidikan Agama untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Grasindo,
2009.
Ya'qub, Hamzah, Publisistik Islam Seni dan Teknik Dakwah, Bandung: CV
Diponegoro, 1973.
Zahrah, Abu, Dakwah Islamiah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994.
Wawancara dengan pengurus Muslimat NU:
1. Ibu Zahrah
2. Ibu Siti Khodijah
3. Ibu Zulfah
Wawancara dengan pengurus Aisiyah:
1. Ibu Muzaro’ah
2. Ibu Nafisah
3. Ibu Farisatin
Wawancara dengan pengurus Fatimiyah:
1. Ibu Khotijah Firdaus Alam
2. Ibu Hj. Fatimah
3. Ibu Erli
4. Ibu Zainab
5. Ibu Tutik
http://www.mediatrust.org/training-events/training-resources/online-guide
PEDOMAN WAWANCARA
Judul Penelitian : STRATEGI DAKWAH MUSLIMAT NU, FATIMIYAH, DAN
AISYIYAH DALAM MENGEMBANGKAN UKHUWAH
ISLAMIYAH DI DESA BANGSRI KECAMATAN BANGSRI
KABUPATEN JEPARA
Lokasi Penelitian : Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara
Peneliti : Ayu Isnaini
Status : Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
NIM : 081211048
Jenis Wawancara : Semi Struktural
Responden : Pengurus Muslimat NU Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kab.
Jepara
Pengurus Fatimiyah Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kab. Jepara
Pengurus Aisyiyah Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kab. Jepara
Responden: Pengurus Muslimat NU Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kab. Jepara
Daftar Pertanyaan
1. Apakah organisasi Muslimat NU itu? Dan mengapa menggunakan nama Muslimat?
2. Apa saja kegiatan Muslimat NU?
3. Kegiatan apa saja yang terlaksana dengan baik di lingkungan Muslimat NU?
4. NU dikenal sebagai organisasi yang peduli terhadap pendidikan umat, apa saja yang
dilakukan oleh Muslimat NU terkait dengan bidang pendidikan?
5. Bagaimana pandangan Muslimat NU tentang keberadaan organisasi wanita Islam selain
Muslimat di Desa Bangsri Kec. Bangsri Kab. Jepara yakni Fatimiyah dari Syiah dan
Aisyiyah dari Muhammadiyah?
6. Bagaimana pandangan Muslimat NU tentang kemungkinan konflik akibat adanya
perbedaan sudut pandang Islam dari organisasi-organisasi tersebut?
7. Pernahkah perbedaan antar organisasi menyebabkan pertikaian antar organisasi? Jika
pernah, bagaimana Muslimat NU menanggapinya?
8. Bagaimana pandangan Muslimat NU tentang ukhuwah Islamiyah?
9. Bagaimana cara Muslimat NU menyampaikan nilai-nilai ukhuwah Islamiyah kepada
anggota-anggotanya?
10. Apakah Muslimat NU memberikan larangan kepada para anggotanya dalam melakukan
interaksi sosial dengan anggota organisasi wanita lainnya?
11. Bagaimana strategi dakwah Muslimat NU dalam menanggapi perbedaan organisasi,
khususnya yang berkaitan dengan hubungan Muslimat NU dengan organisasi-organisasi
lainnya?
12. Jika ada anggota masyarakat yang terkena musibah namun bukan dari Muslimat NU,
bagaimana Muslimat NU menanggapi hal tersebut?
Responden: Pengurus Fatimiyah Desa Bangsri Kecamatan Bangsri Kab. Jepara
Daftar Pertanyaan
1. Apakah organisasi Fatimiyah itu?
2. Bagaimana sejarah kemunculan Fatimiyah di Desa Bangsri Kec. Bangsri Kab. Jepara?
3. Apa saja kegiatan Fatimiyah?
4. Bagaimana pandangan Fatimiyah tentang adanya organisasi Islam wanita yang berbeda di
Desa Bangsri?
5. Pernahkah anggota Fatimiyah terlibat konflik hingga bertikai dengan anggota organisasi
lainnya?
6. Bagaimana pandangan Fatimiyah tentang ukhuwah Islamiyah?
7. Bagaimana cara Fatimiyah dalam mensosialisasikan ukhuwah Islamiyah kepada para
anggotanya?
8. Apakah Fatimiyah mengundang organisasi lain ketika ada hajat / acara?
9. Apabila Fatimiyah diundang oleh salah satu organisasi wanita Islam di acaranya, apakah
Fatimiyah menghadiri undangan tersebut?
10. Apakah Fatimiyah juga memiliki program sosial berorientasi pada ukhuwah Islamiyah?
Jika ada, jelaskan seperti apakah kegiatan tersebut?
11. Bagaimana pandangan Fatimiyah tentang peluang konflik hingga pertikaian akibat
perbedaan yang ada di Desa Bangsri?
Responden: Pengurus Aisyiyah Desa Bangsri Kec. Bangsri Kab. Jepara
Daftar Pertanyaan
1. Kapankah Aisyiyah berdiri dan apakah sebenarnya organisasi Aisyiyah itu?
2. Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi yang peduli dengan pendidikan dan ekonomi,
sebagai bagian dari Muhammadiyah, apakah kegiatan-kegiatan Aisyiyah di bidang
pendidikan?
3. Menurut cerita, pada awal kehadiran Muhammadiyah pernah terjadi sambutan yang
kurang menyenangkan dari warga masyarakat, bagaimana Muhammadiyah mengatasi hal
itu?
4. Bagaimana pula pandangan Aisyiyah terhadap peristiwa tersebut terkait dengan adanya
perbedaan di antara organisasi wanita Islam di Desa Bangsri Kec. Bangsri Kab. Bangsri?
5. Bagaimana Aisyiyah memandang tentang ukhuwah Islamiyah?
6. Bagaimana cara Aisyiyah memberikan pemahaman ukhuwah Islamiyah kepada para
anggotanya?
7. Bagaimana Aisyiyah menanggapi undangan dari organisasi lain?
8. Bagaimana sikap Aisyiyah jika ada anggotanya dalam berinteraksi dengan anggota
organisasi lainnya?
9. Bagaimana sikap Aisyiyah dalam merespon undangan dari organisasi lain?
10. Bagaimana sikap Aisyiyah dalam merespon musibah yang menimpa warga yang bukan
anggota Aisyiyah?
BIODATA PENULIS
Nama : Ayu Isnaini
Tempat, Tgl Lahir : Jepara, 27 Pebruari 1989
Alamat : Jl. Seroja RT. 01 RW 09 Bangsri Kecamatan Bangsri
Kabupaten Jepara
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan:
MI Hasyim Asy’ari lulus tahun 2001
MTs Wahid Hasyim lulus tahun 2004
MA Wahid Hasyim lulus tahun 2007
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang lulus tahun 2012