Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DOI:10.30818/jpkm.2019.2040207
Jurnal Pekommas, Vol. 4 No. 2, Oktober 2019:165-176
165
Strategi Komunikasi Gerakan Perlawanan Petani (Studi Etnografi Virtual pada Akun Instagram @jogja_darurat_agraria)
Peasant’s Movement Communication Strategies (Virtual Ethnography Study of Instagram Account @jogja_darurat_agraria)
Aprilyanti Pratiwi1), Sarwititi Sarwoprasodjo2), Endriatmo Soetarto3), Nurmala K. Pandjaitan4)
1Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Pancasila 1Jl. Srengseng Sawah, Jakarta Selatan
2,3,4Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor 2,3,4Jl. Kamper, Kampus IPB Dramaga Bogor-Indonesia
[email protected]), [email protected]), [email protected]), [email protected])
Diterima: 7 April 2019 || Revisi: 24 Oktober 2019 || Disetujui: 25 Oktober 2019
Abstrak – Isu perampasan lahan dan turunanya, seperti kekerasan, diskriminasi dan kriminalisasi terhadap
petani seringkali luput dari media mainstream. Untuk itu diperlukan suatu strategi agar masyarakat menjadi
sadar akan adanya isu mengenai perampasan lahan ini. Sejauh ini, strategi yang dilakukan para aktivis,
akademisi dan pihak terkait untuk membela kaum petani yang mendapat kekerasan, terdiskriminasi dan
terkriminalisasi yaitu dengan cara-cara konvensional. Tujuan studi ini adalah untuk menganalisis strategi
komunikasi gerakan perlawanan petani di media sosial. Metode yang digunakan pada studi ini adalah etnografi
virtual dengan teknik observasi partisipasif secara online melalui dua tahapan, yaitu mempelajari dan
melakukan perincian. Penulis melakukan observasi partisipasif secara online terhadap akun Instagram
@jogja_darurat_agraria dengan mengidentifikasi elemen komunikator, komunikan, pesan, media, dan efek.
Hasil studi menunjukkan bahwa akun Instagram @jogja_darurat_agraria telah melakukan strategi komunikasi
dengan baik sehingga pesan ideologi mereka sampai pada komunikannya. Aktivisme online gerakan petani
merupakan langkah awal untuk memobilisasi massa agar bergerak secara nyata.
Kata Kunci: etnografi virtual, gerakan petani, sosial media, strategi komunikasi
Abstract – Issue of land grabbing and its relevation, such as violence, discrimination and criminalization of
peasents, often escapes from the mainstream of the media. For this reason, a strategy is needed to make the
people become aware of the issue of land grabbing. So far the strategy that has been done by activists,
academics and related parties to defend the peasents who have been violence, discriminated and criminalized
with conventionally. The purpose of this study is to analyze the communication strategies of peasant resistance
movements on social media. The method used in this study is virtual etnography with participatory online
observation techniques through two stages; studying and carrying out details the object. The researcher doing
online partisipatif observation to the Instagram accounts @jogja_darurat_agraria by identifying elements of:
communicators, communicants, messages, media, and effects. The results showed that the account already has
carried out a well strategy communication, so that their ideological message well deliver to the communicant.
The online activism of the peasant movement is the first step to mobilize the people to move in real terms.
Keywords: communication strategy, peasant movement, social media, virtual ethnography
PENDAHULUAN
Isu mengenai perampasan lahan dan turunanya,
seperti kekerasan, diskriminasi dan kriminalisasi
terhadap petani seringkali luput dari media
mainstream. Padahal di negara kita, permasalahan
lahan atau agraria merupakan permasalahan yang tak
ada habisnya. Meskipun sudah bertahun-tahun diminati
oleh berbagai kalangan, mulai dari penulis, pemerintah,
LSM, petani dan lain sebagainya, akan tetapi
permasalahan agraria seperti tidak berkesudahan.
Permasalahan agraria datang dan pergi silih berganti.
Banyaknya energi, waktu dan biaya yang sudah
tercurahkan belum sanggup menyumbangkan
perubahan penting dalam menyelesaikan permasalahan
agraria di Indonesia (Sasongko, 2006).
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) memiliki
catatan bahwa jumlah konflik agraria di Indonesia
selama tahun 2017 mengalami peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan data
yang dikeluarkan oleh KPA pada 2017 terjadi 659
konflik agraria di seluruh wilayah Indonesia. Jumlah
tersebut mengalami peningkatan dua kali lipat
dibandingkan tahun 2016 (KPA, 2019). Kondisi ini
dapat dikatakan ironis di era pemerintahan Jokowi-JK
yang menjadikan reforma agraria sebagai poin kelima
dari sembilan prioritas pembangunan. Padahal jumlah
konflik lahan di Indonesia sempat mengalami
Strategi Komunikasi Gerakan Perlawanan … (Aprilyanti Pratiwi, Sarwititi Sarwoprasodjo, Endriatmo Soetarto, Nurmala K. Pandjaitan)
166
penurunan yaitu pada tahun 2015 yang sempat
menyentuh angka 253, separuh dari jumlah konflik di
tahun sebelumnya yang mencapai 472.
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan
bahwa permasalahan lahan merupakan permasalahan
yang vital di Indonesia. Hal ini telah membuat para
aktivis yang berasal dari ornop (organisasi non
pemerintahan), akademisi, dan kalangan lainnya yang
respek dengan nasib petani tergerak untuk membela
hak-hak petani yang dirampas. Diantaranya seperti
kajian yang dilakukan oleh Sarwoprasodjo (2007) yang
menemukan bahwa aktivis petani melakukan
penumbuhan kesadaran yaitu dengan melakukan
pelatihan untuk petani, mengadakan pertemuan diskusi
publik serta beberapa aksi sosial. Tidak jauh berbeda
dengan yang ditemukan oleh Wijanarko (2014) yang
melakukan kajian terhadap Paguyuban Petani Al-
Barakah yang terletak di Desa Ketapang Kecamatan
Susukan Kabupaten Semarang Jawa Tengah.
Paguyuban petani ini melakukan pembangkitan
penyadaran petani sebagai sebuah resistensi terhadap
termarjinalkannya bilik-bilik komunikasi petani di
tingkat lokal yang selama ini didominasi negara.
Bentuk pembelaan yang dilakukan aktivis diantaranya
melalui pengajian atau arisan, seminar dan festival.
Ramdloni (2005) menemukan bahwa aktivisme
petani dilakukan dengan melakukan beberapa macam
aksi, seperti aksi protes, aksi pendudukan dan aksi
demonstrasi. Selain itu dilakukan pula pengajuan ke
pengadilan. Beberapa aksi yang dilakukan tak jarang
diikuti dengan aksi kekerasan.
Selain itu, muncul sejumlah artikel, buku serta
bermacam pembahasan pada beberapa laman buku dan
jurnal yang mana menjadi sumbangan yang sangat
berharga bagi pengetahuan masyarakat mengenai aksi,
perlawanan dan protes yang dilakukan petani
Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh Insist yang
secara rutin melakukan kampanye mengenai isu
gerakan petani melalui penerbitan sejumlah jurnal
ilmiah dan buku. Ornop lainnya yang juga aktif
menyuarakan pentingnya praktik gerakan sosial adalah
Cindelaras yang menerbitkan sejumlah buku mengenai
kajian globalisasi (Suharko, 2006).
Berdasarkan pada beberapa contoh aktivisme petani
yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa
selama ini pembelaan terhadap hak-hak petani yang
dilakukan oleh aktivis, akademisi dan kalangan lainnya
tersebut berada pada ranah offline dan manual.
Tapscott (2013) menjelaskan betapa susahnya
menjalani aktivisme pada era yang masih manual. Hal
yang cukup sulit dilakukan adalah mengumpulkan
massa pada waktu itu. Tapscot dkk harus membeli
mesin cetak untuk membuat selebaran dan membuat
poster untuk ditempel di ruang-ruang publik. Hal sulit
lainnya yang mereka lakukan adalah harus
memobilisasi massa dilakukan dengan cara unjuk rasa
di jalanan. Mereka harus berupaya mempersuasi massa
untuk peduli, ikut dalam aksi yang dirancang dan
mengajak masyarakat lainnya. Kala itu sangat
mengandalkan informasi melalui mulut ke mulut yang
sangat lamban persebarannya.
Di era teknologi informasi dan komunikasi saat ini,
apa yang dialami oleh Tapscott tersebut bisa diatasi.
Internet dan media sosial saat ini telah berhasil
mengubah bentuk aktivitasme secara total. Hadirnya
teknologi komunikasi dan informasi yang menawarkan
banyak kecanggihan dan kemudahan telah sanggup
menuntut manusia pada standar hidup yang lebih tinggi
(Ahmad, 2012).
Media sosial terbukti mampu mewakili sifat
demokratis masyarakat melalui tindakan menekan
pemerintah serta mengubah harapan dan keinginan
masyarakat menjadi agenda politik (Galuh, 2016).
Seperti yang terjadi pada Gerakan Payung (Ruhlig,
2015; Lee et.al, 2015; dan Lin, 2017) yang dimotori
oleh Joshua Wong. Ketika pemerintah pusat menutup
akses internet, Wong berupaya mengorganisir massa
melalui aplikasi FireChat. Aplikasi tersebut merupakan
aplikasi pengiriman pesan dengan bantuan Bluetooth.
Tidak menunggu waktu yang lama, dalam waktu satu
hari saja, 100.000 pendukung tambahan berpartisipasi
dalam gerakan ini. Beberapa akademisi dan pengamat
yang fokus dalam kajian media baru, khususnya sosial
media menggambarkan bahwa Gerakan Payung ini
sebagai gerakan yang paling dahsyat dalam gerakan
sosial di Hongkong (Chan & Lee, 2014).
Kondisi yang kurang lebih sama juga terjadi di
Mesir yang mana media sosial berperan dalam
menggalakkan mobilisasi massa serta membangun
sikap cepat tanggap dari masyarakat. Facebook dan
Twitter sempat diblokir oleh pemerintahan Mesir, hal
ini terjadi karena kedua sosial media inilah yang
memiliki andil dalam menjatuhkan kepemerintahan
Mubarak (Shrinky, 2011 dan Lim, 2014). Di Indonesia
sendiri, media sosial juga memiliki peran yang cukup
besar dalam mengumpulkan massa agar bersama-sama
menyampaikan aspirasi mereka untuk memenjarakan
Ahok. Media sosial yang ikut andil dalam menyatukan
ribuan muslim dari berbagai penjuru di Indonesia ini
Jurnal Pekommas, Vol. 4 No. 2, Oktober 2019:165-176
167
adalah Facebook, Twitter dan WhatsApp
(Prismamudti, 2018).
Menengok apa yang telah terjadi di Mesir serta
Indonesia, khususnya gerakan 212 yang berhasil
memobilisasi massa melalui media sosial untuk
menyampaikan aspirasi masyarakat, apakah strategi
yang sama dapat dilakukan untuk memperjuangkan
hak-hak petani? Effendi (2007) menyatakan bahwa
dibutuhkan strategi komunikasi yang baik agar tujuan
komunikasi yang telah dirancang dapat diterima
dengan baik pula oleh khalayak sasaran. Berdasarkan
latar belakang tersebutlah penulisan ini dilakukan,
yaitu untuk mengetahui bagaimana strategi gerakan
perlawanan petani di media sosial yang dilakukan oleh
@jogja_darurat_agraria.
Makalah yang membahas mengenai akun
@jogja_darurat_agraria sudah ada, yang dilakukan
oleh Prastika (2017). Makalah yang berjudul Gerakan
Sosial Baru di Dunia Siber. Etnografi Online Media
Sosial dalam Akun Twitter dan Halaman Facebook
Gerakan Yogya Darurat Agraria, fokus pada dua hal,
yaitu menggali usaha yang dilakukan oleh akun resmi
Yogya Darurat Agraria dalam memfasilitasi warga
untuk menghadapi konflik agraria di DIY dan
mengetahui respon pengikut sosial media yang
mengakses akun sosial media Yogya Darurat Agraria.
Tentunya terdapat beberapa perbedaan yang dimiliki
penulisan ini yang dilakukan dengan penulisan
terdahulu milik Prastika (2017). Pertama, sosial media
Yogya Darurat Agraria yang dikaji pada penulisan
Prastika (2017) adalah Facebook dan Twitter.
Sedangkan sosial media Yogya Darurat Agraria yang
dikaji pada penulisan ini adalah Instagram dengan akun
@jogja_darurat_agraria. Kedua, perpsektif yang
digunakan pada penulisan Prastika (2017) adalah
sosiologi. Sedangkan perspektif yang digunakan pada
penulisan ini adalah komunikasi yang menekankan
pada lima hal, yaitu komunikator, komunikan, pesan,
media dan efek.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan pada penulisan ini adalah
etnografi virtual. Hine (2000) menjelaskan bahwa
metode ini dipergunakan untuk melakukan penyidikan
terhadap masyarakat yang menggunakan internet. Ia
menambahkan melalui metode antropologi sosial
budaya yang tepat dapat membantu memberikan
pemahaman secara teoriris dan menetapkan lancarnya
hubungan di dunia online. Kozinets (2013)
menjelaskan bahwa metode ini merupakan suatu
metode yang digunakan untuk menjabarkan interaksi
sosial jenis baru pada manusia, yaitu interaksi manusia
yang terjadi pada ruang digital. Etnografi virtual
mempelajari bagaimana manusia memaknai dunia
sosial yang ia miliki seiring perkembangan teknologi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada
penulisan ini sesuai dengan metode etnografi virtual.
Kozinets (2013) menyatakan bahwa salah satu teknik
pengumpulan data yang terdapat dalam metode ini
adalah observasi partisipasif secara online melalui dua
tahapan, yaitu mempelajari dan melakukan perincian.
Pengumpulan data dilakukan sejak sebelum
penulisan dilakukan (pra-penulisan). Etnografer virtual
harus terlebih dahulu mempelajari lingkungan yang
akan diteliti, yaitu dengan melakukan seleksi dan
memilih lingkungan yang akan diteliti untuk menjadi
media observasi. Pada penulisan ini penulis
menentukan sendiri media sosial apa yang akan
dijadikan media observasi, yaitu Instagram. Instagram
dipilih berdasarkan pada data dari Statista.com (2019)
yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara
yang masyarakatnya teraktif ke-4 menggunakan
Instagram di dunia, dibawah AS, India dan Brasil.
Berdasarkan data tersebut diketahui juga bahwa
masyarakat Indonesia merupakan masyarakat teraktif
kedua di Asia yang menggunakam Instagram.
Selanjutnya, penulis melakukan pemetaan terhadap
akun Instagram yang fokus pada aktivisme online
terhadap permasalahan konflik lahan dan kriminalisasi
petani. Pada tahapan ini, penulis melakukan pencarian
terhadap akun-akun Instagram yang benar-benar fokus
pada aktivisme online pada permasalahan konflik lahan
dan kriminalisasi terhadap petani dengan memiliki
kriteria sebagai berikut: memiliki pengikut minimal
1.000; produktif dalam melakukan publikasi
(pembaruan publikasi/posting), aktif berinteraksi
dengan pengikut (followers) dan tentu saja memihak
kepada kaum petani.
Tabel 1 Nama Akun Instagram dan Jumlah Followers
Nama Akun Jumlah
Followers
@jogja_darurat_agraria 38.300
@kendengmelawan_ 12.100
@Classstruggle.id 11.500
@stop.nyia 6.436
@indonesia_darurat_agraria 1.285
Sumber: Instagram, diolah penulis (Februari 2019)
Pemetaan pada penulisan ini langsung dilakukan
terhadap situs sosial media Instagram. Hasil pemetaan
Strategi Komunikasi Gerakan Perlawanan … (Aprilyanti Pratiwi, Sarwititi Sarwoprasodjo, Endriatmo Soetarto, Nurmala K. Pandjaitan)
168
terhadap akun Instagram yang kontennya fokus pada
aktivisme online terhadap permasalahan konflik lahan
dan kriminalisasi petani, ditemukanlah lima akun
Instagram yang tertera pada Tabel 1.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan terhadap
kelima akun Instagram tersebut, penulis memutuskan
untuk memilih akun @jogja_darurat_agraria sebagai
objek penulisan karena sangat sesuai dengan kriteria
yang penulis gunakan. Akun @jogja_darurat_agraria
memiliki jumlah pengikut (followers) terbanyak, yaitu
mencapai angka 38.300 (hingga Februari 2019). Selain
itu, jika dibandingkan dengan keempat akun lainnya,
akun ini sangat produktif dalam mempublikasikan
suatu isu yang berkaitan dengan konflik lahan dan
kriminalisasi terhadap petani. Rata-rata publikasi
dilakukan setiap hari. Jumlah publikasi yang dilakukan
per-hari pun dapat mencapai dua atau tiga publikasi.
Penulis pun melakukan pencarian informasi terkait
JDA sebagai pemilik akun @jogja_darurat_agraria
dengan bantuan mesin pencari di internet.
Selanjutnya dilakukan tahap perincian terhadap
akun @jogja_darurat_agraria sebagai observee. Pada
tahapan ini penulis akan berinteraksi secara langsung
dengan menjadi pengikut (followers) akun
@jogja_darurat_agraria. Selanjutnya penulis
mengamati tiap-tiap publikasi yang dilakukan oleh
akun @jogja_darurat_agraria. Pengamatan fokus pada
strategi komunikasi yang dilakukan oleh akun
@jogja_darurat_agraria dengan mengidentifikasi
beberapa poin, yaitu: komunikator, komunikan, pesan,
media, dan efek. Pengamatan hanya fokus pada
publikasi mengenai kasus NYIA (New Yogyakarta
International Airport).
Teknik analisis data merupakan pengelolaan yang
dilakukan terhadap data yang dianalisis. Pada
penulisan ini, dilakukan teknik analisis data berupa
reduksi data, penyajian data dan kesimpulan serta
verifikasi sesuai Miles et al. (2014).
Reduksi data dilakukan dengan cara memilah data
sesuai kebutuhan penulisan ini. Penulis fokus dan
konsisten pada lima elemen komunikasi yang terdapat
di akun @jogja_darurat_agraria, yaitu komunikator,
komunikan, pesan, media, dan efek. Setelah dilakukan
reduksi data, proses selanjutnya yaitu meringkas data
secara terstruktur. Pada tahapan ini, penulis membuat
tabel elemen komunikasi yang dimiliki akun
@jogja_darurat_agraria. Selanjutnya adalah
kesimpulan dan verifikasi. Pada tahapan ini penulis
memberikan makna terhadap data yang telah disajikan
ke dalam tabel tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Yogya yang bersahaja, kini telah berubah. Memang
perubahan itu belum terlalu kentara saat ini, namun
beberapa tahun ke depan nampaknya kita akan melihat
Yogya dengan wajah berbeda akibat adanya
pembangunan infrastruktur dan modernisasi.
Berdasarkan data dari www.selamatkanbumi.com,
pada 2017 setidaknya terjadi 20 konflik agraria di
Yogja. Terlihat dalam Gambar 1 bahwa konflik agraria
tersebut, antara lain: pembangunan bandara
internasional, pertambangan pasir besi dan
pembangunan pabrik baja di Kulon Progo serta
penggusuran pemukiman warga di Parangkusumo.
Dampak dari beberapa konflik tersebut adalah
penggusuran lahan.
Gambar 1 Peta Konflik Agraria Yogyakarta (Sumber: akun
Instagram @jogja_darurat_agraria)
Seperti pada konflik pembangunan bandara NYIA
(New Yogyakarta International Airport) yang masih
terjadi hingga saat ini akibat adanya perlawanan dari
beberapa pihak, yaitu masyarakat yang tinggal di
sekitar areal tersebut, pengamat dan aktivis
lingkungan. Masyarakat melakukan perlawanan
diakibatkan karena lahan garapan mereka yang
merupakan penghidupan dan profesi mereka telah
dirampas. Namun penggusuran tetap dilakukan karena
pembangunan harus dilaksanakan. Padahal pengamat
lingkungan telah menegaskan bahwa wilayah yang
akan dijadikan bandara adalah daerah yang rawan
bencana gempa dan tsunami. Aktivis juga memberikan
argumentasi bahwa ditemukan sejumlah kejanggalan
secara hukum dalam pembangunan bandara ini.
Idealnya IPL (Izin Penetapan Lokasi) dan pembebasan
lahan dilakukan setelah adanya Amdal (analisis
mengenai dampak ingkungan), namun pada kasus ini
terjadi hal sebaliknya, yaitu Amdal baru dilaksanakan
setelah IPL dan pembebasan lahan dilakukan.
Jurnal Pekommas, Vol. 4 No. 2, Oktober 2019:165-176
169
Berangkat dari banyaknya permasalahan konflik
agraria yang terjadi di Yogyakarta inilah, hadir JDA
(Yogya Darurat Agraria), yang merupakan sebuah
gerakan melalui media sosial yang membuka mata
masyarakat nyata melalui dunia maya mengenai
maraknya konflik lahan yang terjadi di kota pelajar,
Yogyakarta. JDA fokus dan konsisten mengangkat isu
mengenai konflik lahan yang banyak terjadi di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) berkaitan dengan adanya
klaim Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond
(Prastika, 2017).
JDA memanfaatkan kecanggihan teknologi sosial
media dalam melaksanakan aktivismenya, yang kita
kenal dengan istilah “aktivisme online”. Mereka yang
bergerak dalam aktivisme online memanfaatkan sosial
media supaya pesan-pesan ideologi yang mereka
sampaikan dapat diterima oleh khalayak lebih luas
secara lebih cepat (Hamid, 2014). Namun perlu adanya
strategi yang dilakukan agar khalayak dapat
memahami pesan-pesan ideologi yang disampaikan
oleh JDA.
Tabel 2 Elemen Strategi Komunikasi
Elemen Strategi
Komunikasi
Hasil
Komunikator JDA dan melibatkan artis, seniman
dan aktivis. Komunikan 1. Aktivis
2. Non-aktivis, yaitu masyarakat
maya yang memiliki perhatian
terhadap konflik agraria dan
masyarakat maya yang memiliki
keterkaitan erat dengan kota
Yogyakarta.
Pesan Teknik pesan yang menggugah
emosi (emotional appeal) dengan
jenis pesan informatif dan persuasif
dengan perpaduan foto/video dan
caption. Media Media baru: Instagram
Efek 1. “mulai dari tidak tahu menjadi
tahu” (pengetahuan
bertambah),
2. “awalnya tidak setuju menjadi
setuju” (perubahan keyakinan)
3. “bersedia membantu”
(perubahan perilaku).
Pada sebuah strategi, kehidupan ini layaknya
sebuah peperangan. Agar dapat memenangkan sebuah
peperangan maka dibuatlah strategi dengan
mempergunakan sumber daya yang dimiliki (Cangara,
2014). Effendy (2007) menjelaskan bahwa strategi
merupakan gabungan antara sebuah perencanaan dan
manajemen agar suatu tujuan dapat tercapai. Begitu
pula dengan strategi komunikasi yang merupakan
sinergi perencanaan komunikasi dan manajemen
komunikasi agar tujuan yang diinginkan tercapai.
Sebagaimana dikutip dari Cangara (2014), Middleton
menyatakan bahwa strategi komunikasi merupakan
kombinasi kelima elemen komunikasi, yaitu
komunikator, komunikan, pesan, media dan efek yang
dirancang agar tujuan komunikasi yang diinginkan
dapat tercapai.
Berkaitan dengan hal ini, JDA pun tentunya
melakukan strategi komunikasi agar pesan ideologi
mereka dapat sampai dan dipahami oleh khalayaknya
(lihat Tabel 2).
Komunikator
JDA merupakan komunikator yang mengirimkan
pesan kepada khalayaknya agar khalayaknya menerima
pesan dan terpengaruh sikapnya atas pesan yang
dikirimkan. Berangkat dari maraknya konflik agraria
yang terjadi di kota Yogyakarta, membuat sejumlah
pemuda yang memiliki perhatian besar pada hal
tersebut membentuk JDA (Yogya Darurat Agraria).
JDA memiliki tiga akun pada tiga sosial media
ternama, yaitu Facebook, dengan nama akun Yogya
Darurat Agraria; Twitter, dengan nama akun
@JDAgraria, dan Instagram, dengan nama akun
@jogja_darurat_agraria.
Diantara ketiga akun yang dimiliki oleh JDA, akun
Instagram memiliki keunikan tersendiri dibandingkan
kedua sosial media lainnya yaitu Facebook dan
Twitter. Instagram memiliki fokus utama, yaitu
memberikan kemudahan kepada para penggunanya
untuk berbagi foto dan membagikannya melalui sosial
media lainnya seperti Faceboook, Twitter, Tumbler,
dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan
bahwa pengguna Instagram merupakan pengguna aktif
pada sosial media lainnya. Berdasarkan keunggulan
Instagram itulah, JDA tak ketinggalan membuat akun
Instagram dengan nama akun @jogja_darurat_agraria
dengan harapan dapat merambah khalayak yang lebih
luas dan bervariasi lagi.
Kehadiran JDA di ranah sosial media, khususnya
Instagram memang masih terbilang baru, yaitu sekitar
tiga tahun. Data diidentifikasi dari fitur “About This
Account” (Tentang Akun Ini) menuliskan bahwa
tanggal bergabungnya akun ini di Instagram adalah 4
Agustus 2016. Negara pemilik akun ini adalah
Indonesia.
Berdasarkan informasi pada akun ini, hingga 28
Februari 2019, jumlah posting yang dimiliki adalah
2.851. Jumlah pengikut/follower akun ini adalah
Strategi Komunikasi Gerakan Perlawanan … (Aprilyanti Pratiwi, Sarwititi Sarwoprasodjo, Endriatmo Soetarto, Nurmala K. Pandjaitan)
170
38.300. Akun @jogja_darurat_agraria merupakan jenis
akun “gerakan”. Pada laman depan akun ini dituliskan
bahwa akun ini merupakan “Saluran informasi dan
jejaring solidaritas perjuangan ruang hidup warga
Yogya dan Indonesia”. Itu artinya akun ini berupaya
memberikan informasi yang lengkap tentang isu
agraria dan perjuangan warga Yogya dan Indonesia
dalam menghadapi perjuangan terkait konflik yang
dihadapi. Akun ini berupaya menjadi wadah untuk
menjaring solidaritas masyarakat maya atas perjuangan
warga Yogya yang mengalami konflik agraria.
Sebagai komunikator, JDA mengandalkan foto atau
video dengan memberikan caption atau keterangan
gambar sebagai deskripsi dari foto atau video yang
dipublikasikan. JDA juga melibatkan artis dan seniman
yang memiliki kesamaan ideologi. Salah satu artis yang
kini lebih dikenal sebagai seniman sekaligus aktivis
yang terdapat dalam publikasi akun Instagram JDA
adalah Melanie Subono. Melanie memiliki persamaan
ideologi dengan JDA, yaitu menolak pembangunan
NYIA. Hal ini dapat diketahui dari publikasi yang
dilakukan oleh JDA pada tanggal 11 Februari 2018.
Pada publikasi tersebut terdapat video yang
menampilkan ajakan Melanie Subono kepada semua
masyarakat Indonesia untuk memiliki kepedulian
kepada warga Temon, Kulon Progo yang masih
berjuang melawan penindasan dan penggusuran akibat
pembangunan bandara NYIA.
Selain melibatkan artis dan seniman, JDA juga
melibatkan aktivis. Seperti pada publikasi yang
dilakukan JDA pada 30 September 2018, JDA
menampilkan foto wanita dengan mengenakan kaos
bertuliskan “STOP NYIA”. Pada publikasi tersebut
terdapat caption yang berisi tentang dukungan terhadap
petani dan warga Kulon Progo yang menolak
pembangunan NYIA. Pada caption tersebut terdapat
sumber rujukan dari foto dan caption tersebut, yaitu
@purplerebel. Penulis pun menelusuri akun
@purplerebel. Dari akun tersebut diketahui bahwa
pemilik akun adalah Dyta Caturani yang merupakan
seorang aktivis sosial dan pemerhati gender, teknologi,
HAM, keadilan sosial dan feminism.
Keterlibatan artis, seniman dan aktivis pada
beberapa publikasi yang dilakukan oleh JDA pada akun
Instagramnya mengisyaratkan bahwa inilah salah satu
strategi komunikator yang dilakukan agar masyarakat
maya tertarik terhadap informasi yang diberikan.
Cangara (2015) menyatakan bahwa terdapat tiga syarat
yang harus dimiliki jika ingin menjadi komunikator,
yaitu tingkat kepercayaan orang lain terhadap isinya
atau disebut dengan kredibilitas, daya tarik atau
attractive, dan yang ketiga adalah kekuatan atau power.
JDA memanfaatkan daya tarik yang dimiliki
artis/seniman/aktivis sebagai magnet untuk menarik
komunikan atau khalayak.
Strategi komunikator lainnya yang digunakan oleh
JDA pada akun Instagram mereka ini adalah
kredibilitas. Aristoteles menjelaskan bahwa
kredibilitas dapat dimiliki oleh seorang komunikator
jika ia memiliki ethos (memiliki karakter kepribadian),
pathos (memiliki kemampuan untuk mengendalikan
emosi audiens/persuadee-nya), dan logos (memiliki
kemampuan berargumentasi). JDA memiliki
kemampuan dalam beragumentasi. Ketika memperkuat
atau melawan suatu pendapat, JDA memberikan bukti-
bukti atau dalil-dalil yang mendukung pernyataan. Hal
ini dapat dilihat pada publikasi yang dilakukan pada 21
September 2018. Pada tanggal tersebut terdapat poster
mengenai acara diskusi dengan tema “Kriminalisasi
Petani”. JDA memperkuat tema diskusi tersebut
dengan memberikan dalil mengenai Pasal 66 UU No.
32 Thn. 2009 yang menyatakan bahwa setiap orang
yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana
maupun digugat secara perdata.
Komunikan
Komunikan adalah faktor penting dalam sebuah
program komunikasi karena merupakan faktor penentu
keberhasilan program komunikasi (Cangara, 2014).
Pada sosial media Instagram, komunikan disebut
dengan follower (pengikut). Hingga 28 Februari 2019,
jumlah pengikut/follower akun @Yogya-
darurat_agraria adalah 38.300. Komunikan atau
follower pada akun Instagram @jogja_darurat_agraria
ini berasal dari sesama aktivis online yang perduli
dengan konflik agraria, diantaranya
@indonesia_darurat_agraria, @stop.nyia, dan
classtruggle.id. Terdapat pula follower yang
merupakan aktivis dari kalangan mahasiswa, yaitu
@gertaindonesia1. Berdasarkan pantauan yang
dilakukan, komunikan atau follower akun Instagram
@jogja_darurat_agraria didimonasi oleh masyarakat
maya yang memiliki perhatian khusus terhadap
lingkungan dan HAM. Komunikan atau khalayak pada
akun ini juga datang dari kalangan masyarakat maya
yang memiliki ikatan erat dengan Yogyakarta. Penulis
menyebut komunikan/follower jenis ini dengan sebutan
follower non aktivis.
Jurnal Pekommas, Vol. 4 No. 2, Oktober 2019:165-176
171
Kecenderungan yang dilakukan oleh
komunikan/follower sesama aktivis adalah
memberikan like. Sedangkan kecenderungan yang
dilakukan oleh komunikan/follower non aktivis adalah
mengekspresikan apa yang mereka rasakan atas foto
atau video yang dipublikasi oleh JDA pada akun
Instagram @jogja_darurat_agraria. Biasanya mereka
menuliskan keluh kesah, hujatan, protes, bahkan doa.
Contohnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Komentar follower akun @jogja_darurat _agraria
Pada gambar tersebut terdapat tangkapan layar
yang berisi tanggapan follower dengan akun
@haryanto807 yang memberikan doa dalam
komentarnya pada salah satu publikasi
@jogja_darurat_agraria tanggal 27 November 2018.
Pada tanggal tersebut, JDA memublikasi mengenai
peringatan setahun “bencana” penghancuran rumah
dan perampasan lahan yang terjadi pada warga Kulon
Progo terkait pembangunan NYIA. Akun
@haryanto807 mendoakan agar petani dan warga yang
tergusur diberikan ketabahan, kekuatan dan rezeki
yang melimpah. Sedangkan doa yang ia berikan untuk
penggusur adalah tidak memiliki tempat tinggal.
Pesan
Pesan merupakan sesuatu yang diucapkan atau
diungkapkan oleh komunikator, baik secara verbal
maupun non verbal. Pada akun @jogja_darurat_agraria
pesan disampaikan melalui foto dan video. Instagram
sendiri merupakan sosial media yang mengandalkan
foto dan video. Namun foto dan video tentunya perlu
dipertegas maknanya agar khalayak atau follower tidak
salah tafsir atas foto atau video yang dipublikasi. Untuk
itu perlu adanya judul foto atau dalam bahasa
Instagram disebut caption. Caption umumnya
merupakan keterangan dari sebuah gambar. Akun
Instagram @jogja_darurat_agraria mengandalkan
pesan verbal yang diketikkan pada caption.
Gambar 3 Salah satu publikasi akun
@jogja_darurat_agraria yang diambil dari detiknews.com
Pesan (foto/video) yang dipublikasi oleh JDA pada
akun Instagram @jogja_darurat_agraria merupakan
foto/video dokumentasi JDA sendiri atau kiriman dari
kontributor JDA. Selain itu foto dan video yang
dipublikasi oleh JDA pada akun Instagramnya adalah
foto atau tangkapan layar/capture berita dari media
online, surat kabar dan berita televisi dengan
menyantumkan sumber.
Seperti pada Gambar 3 yang merupakan salah satu
publikasi yang dilakukan oleh @jogja_darurat_agraria
pada 8 Juli 2018. Pada publikasi tersebut JDA
menggunakan foto yang merupakan tangkapan gambar
dari salah satu berita detik.com yang berjudul “Warga
Penolak Bandara Kulon Progo Pasang Patok Tanah”.
Pada bagian caption, JDA mengutip narasi berita
tersebut sebanyak dua paragraf. Bagi pembaca yang
ingin membaca berita tersebut secara lengkap, JDA
menuliskan link berita tersebut pada paragraf ketiga.
Gambar 4 Salah satu publikasi akun Instagram
@jogja_darurat_agraria yang merupakan repost atau regrann
dari akun @predator_yk
Strategi Komunikasi Gerakan Perlawanan … (Aprilyanti Pratiwi, Sarwititi Sarwoprasodjo, Endriatmo Soetarto, Nurmala K. Pandjaitan)
172
Selain itu, JDA juga beberapa kali memublikasikan
foto dari akun lain dengan mencantumkan sumber asli.
Melakukan publikasi foto atau video dari sumber lain
dalam Instagram disebut repost atau regram, atau
memublikasi ulang. Salah satu repost atau regram yang
dilakukan oleh JDA pada akun Instagramnya dapat
dilihat pada Gambar 4.
Pada publikasi yang dilakukan pada 15 Mei 2018
tersebut, JDA memublikasi 9 foto yang juga
merupakan publikasi dari akun Instagram
@predator_yk pada tanggal yang sama. Narasi pada
caption yang tertulis pada akun
@jogja_darurat_agraria milik JDA pun sama persis
dengan narasi pada caption milik @predator_yk.
Melakukan repost atau regram konten dalam
Instagram merupakan hal yang wajar selagi tetap
memperhatikan etika, yaitu menyantumkan sumber asli
seperti yang dilakukan JDA pada akun Instagramnya.
Repost atau regram konten ini menjadi salah satu
strategi yang dilakukan oleh JDA untuk selalu
konsisten menyajikan konten mengenai konlik agraria
dan perjuangan petani.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, diketahui
bahwa pesan yang disampaikan oleh JDA melalui akun
Instagram @jogja_darurat_agraria merupakan pesan
yang membangkitkan emosi (emotional appeal), yaitu
metode pesan yang dirancang dengan cara menyentuh
sisi emosi komunikan. Secara umum JDA mengangkat
tema “diskriminasi terhadap petani”. Hal-hal yang
berkaitan dengan “diskriminasi” seperti yang kita
ketahui merupakan salah satu hal yang dapat
membangkitkan emosi seseorang.
Pesan yang disampaikan oleh JDA pada akun
Instagramnya bersifat informatif dan persuasif. JDA
berupaya memberikan informasi kepada khalayaknya
mengenai konflik agraria, khususnya mengenai
pembangunan NYIA. Pada beberapa publikasinya,
JDA menginformasikan bagaimana perjuangan yang
dilakukan oleh petani Kulon Progo atas penggusuran
yang mereka alami akibat pembangunan NYIA.
Informasi yang dipublikasi biasanya berupa foto atau
video yang menampilkan petani Kulon Progo yang
sedang mempertahankan rumah milik mereka agar
tidak dihancurkan oleh Polisi Pamong Praja.
Gambar 5 merupakan salah satu publikasi JDA pada
akun Instagramnya tanggal 24 Juli 2018. Video
tersebut menggambarkan kegigihan warga Temon
dalam mempertahankan lahan, rumah dan aset milik
mereka lainnya. Melalui video tersebut JDA ingin
menyampaikan kepada khalayaknya bahwa walaupun
aset berharga masyarakat Temon sudah hancur luluh
lantak, namun warga tetap semangat untuk berjuang
dan melawan.
Gambar 5 Salah satu video dan caption pada publikasi akun
Instagram @jogja_darurat_agraria
Gambar 6 Salah satu foto dan caption pada publikasi akun
Instagram @jogja_darurat_agraria yang berisi ajakan untuk
berdonasi
Pada Gambar 6 dapat kita lihat salah satu publikasi
yang dilakukan oleh JDA pada akun
@jogja_darurat_agraria tanggal 26 Juli 2018. Foto
pada postingan tersebut merupakan fotongan realita
yang diilustrasikan melalui gambar. Pada gambar
tersebut terdapat seorang ibu yang mengenakan
mukenah berwarna merah muda yang mengangkat
tangan kanannya dengan jari tangan terkepal. Ibu
tersebut dikelilingi oleh beberapa pria yang
mengenakan baju berwarna campuran hijau tua dan
cokelat. Pada postingan tersebut terdapat caption yang
isinya adalah ajakan untuk memberikan bantuan untuk
Jurnal Pekommas, Vol. 4 No. 2, Oktober 2019:165-176
173
warga Temon yang sedang kesusahan akibat
penggusuran yang mereka alami. Pada publikasi
tersebut JDA menggunakan kalimat persuasif atau
ajakan. JDA berupaya mengajak komunikannya untuk
berempati dan memberikan bantuan kepada warga
Temon, Kulon Progo.
Media
JDA memilih menggunakan media baru untuk
mendistribusikan pesan ideologinya. Media baru yang
digunakan adalah media sosial seperti Facebook,
Twitter, Youtube dan Instagram. Penggunaan media
baru memang membawa dampak positif, yaitu salah
satunya fleksibilitas dalam proses produksi.
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa pesan
yang dipublikasi oleh JDA pada akun Instagramnya
adalah foto atau video dokumentasi sendiri/kontributor
dan foto atau video repost/regram dari akun lain
dengan menyantumkan sumber asli. Berkaitan dengan
hal ini, Marshall sebagaimana dikutip dari Arifianto
(2018) menjelaskan bahwa teks pada media baru, dapat
diperbanyak dan direproduksi dengan mudah secara
terus menerus dengan berbagai variasi.
Gambar 7 Kegiatan tatap muka yang dilakukan oleh JDA
Walaupun aktivisme yang dilakukan oleh JDA
adalah aktivisme online, yaitu aktivisme dengan
menggunakan media baru, akan tetapi JDA masih
menggunakan media tatap muka untuk menyampaikan
ideologi dan berdiskusi dengan khalayaknya. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 7 yang merupakan foto pada
saat berlangsungnya diskusi mengenai UU Nomor 2
mengenai dalih perampasan lahan dalam pembangunan
infrastruktur yang diselenggarakan di Ruang Teatrikal
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta. Foto yang dipublikasi pada 27 April 2018
tersebut menampakkan audiens yang memadati
ruangan untuk menyimak diksusi.
Klein sebagaimana dikutip dari Della Porta (2013)
menjelaskan bahwa aktivisme yang dilakukan di sosial
media layaknya jaring laba-laba. Individu-individu
yang memiliki minat dan perhatian yang sama saling
terhubung dan berteman di dunia maya. Sebagaimana
kita ketahui bahwa akun @jogja_darurat_agraria
terkoneksi dengan akun-akun lain yang juga memiliki
minat dan perhatian yang sama. Persebaran informasi
yang terjadi di sosial media pun hanya terjadi pada
jaringan pertemanan maya saja. Dapat dikatakan
bahwa yang menerima pesan adalah orang-orang yang
benar-benar memiliki ketertarikan khusus pada
informasi tersebut. Reproduksi pesan yang dilakukan
oleh orang-orang yang tadi menerima pesan pun
dilakukan hanya kepada jaringan pertemanannya saja.
Jaringan itu pun biasanya berawal dari pertemanan di
dunia nyata.
Efek
Mulyana (2012) menyatakan bahwa efek dalam
komunikasi adalah hasil yang diterima komunikan
setelah mendapatkan pesan dari komunikator. Efek
yang diharapkan tentu saja sesuai keinginan
komunikator. Pesan dikatakan efektif ketika
komunikan menerima pesan sesuai harapan
komunikator. Efek yang dapat diamati pada akun
Instagram @jogja_darurat_agraria adalah “mulai dari
tidak tahu menjadi tahu” (pengetahuan bertambah),
“awalnya tidak setuju menjadi setuju” (perubahan
keyakinan) dan “bersedia membantu” (perubahan
perilaku).
Gambar 8 Efek komunikasi yang terdapat pada akun
Instagram @jogja_darurat_agraria
Efek “mulai dari tidak tahu menjadi tahu”
(pengetahuan bertambah) dan efek “awalnya tidak
setuju menjadi setuju” (perubahan keyakinan) dapat
dilihat pada Gambar 8 (kiri). Gambar 8 (kiri)
merupakan tangkapan layar yang diambil dari salah
Strategi Komunikasi Gerakan Perlawanan … (Aprilyanti Pratiwi, Sarwititi Sarwoprasodjo, Endriatmo Soetarto, Nurmala K. Pandjaitan)
174
satu komentar yang diberikan oleh
komunikan/follower @jogja_darurat_agraria atas
publikasi yang dilakukan pada 30 Juni 2018.
Komunikan/follower dengan akun @bellaxcallista
memberikan tanggapan mengenai video yang dikutip
dari KOMPASTV. Video yang publikasi JDA tersebut
merupakan video mengenai kericuhan yang terjadi
pada saat penggusuran lahan yang terjadi akibat
rencana pembangunan NYIA.
Berdasarkan tanggapan yang diberikan oleh
pemilik akun @bellaxcallista diketahui bahwa pada
awalnya ia mengetahui mengenai penggusuran lahan
akibat pembangunan bandara dari temannya.
Kemudian ia melihat video yang dipublikasi oleh
@jogja_darurat_agraria dan melihat realitas pada
video tersebut. Ia pun merasa simpati atas apa yang
dialami oleh warga Temon yang mengalami
penggusuran paksa yang ia lihat pada video tersebut.
Di sini dapat dilihat adanya perubahan sikap yang
terjadi pada diri pemilik akun @bellaxcallista. Ia yang
tadinya tidak tahu pasti informasi mengenai
penggusuran lahan yang terjadi pada masyarakat
Temon, Kulon Progo menjadi mengetahui dengan pasti
setelah melihat publikasi dari akun
@jogja_darurat_agraria. Ia yang tadinya merasa biasa-
biasa saja sebelum melihat publikasi ini, berubah
menjadi memiliki rasa simpati terhadap warga Temon,
Kulon Progo.
Efek “bersedia membantu” (perubahan perilaku)
dapat dilihat pada Gambar 8 (kanan). Pada gambar
tersebut terdapat feedback atau umpan balik yang
diberikan oleh komunikan/follower atas pesan yang
disampaikan oleh JDA di akun Instagramnya pada
tanggal 26 Juli 2018. Komunikan/follower yang
memiliki akun @wirnasaragih tersebut menanggapi
publikasi dari JDA mengenai ajakan mendonasikan
barang untuk warga Temon, Kulon Progo yang
mengalami penggusuran akibat pembangunan NYIA.
Gerakan perlawanan petani di media sosial,
sebagaimana yang dilakukan akun
@jogja_darurat_agraria, dapat dijadikan sebagai dasar
penilaian bahwa ternyata masyarakat kita masih
memiliki rasa kepedulian yang tinggi atas sebuah
kejadian yang dialami oleh saudara kita. Kalaupun
memang demikian realita yang terjadi, maka hal ini
wajib dihargai. Terlebih jika gerakan yang dilakukan
pada aras online ini memiliki pengaruh yang kuat
seperti misalnya dapat mendorong masyarakat agar
mengumpulkan donasi dan menyumbangkan sebagian
harta mereka untuk petani yang menjadi korban
penggusuran atau bahkan dapat membuat pemerintah
terkait menjadi lebih sadar dan perhatian terhadap
kasus perampasan lahan yang dialami petani.
Hal yang penting lainnya adalah bahwa jika isu
gerakan perlawanan petani tersebut menjadi viral di
kalangan masyarakat maya sehingga melahirkan
solidaritas sesama. Lebih-lebih jika isu gerakan
perlawanan petani yang diinformasikan melalui media
sosial ditayangkan di media massa mainstream seperti
televisi, radio dan koran. Tentunya akan berdampak
hebat.
Saat ini ada semacam kecenderungan yang terjadi
bahwa media konvensional bergantung dengan media
online. Telah banyak acara-acara yang terdapat di
media massa konvensional, utamanya televisi dan
radio, yang menghimpun sumber dari media online.
Seperti acara On The Spot dan Dunia Punya Cerita
yang disiarkan oleh Trans. Kedua acara tersebut
merupakan acara informatif yang gambarnya
bersumber dari Youtube. Umumnya tema yang dibawa
ke media massa konvensional adalah tema-tema yang
bersifat informastif dan menghibur. Masyarakat kita
dibuat terlena dengan keunikan, kekocakan atau
kekonyolan yang ditampilkan di televisi. Padahal untuk
sebagian orang tayangan itu telah ia tonton sebelumnya
di sosial medianya. Masyarakat kita juga dibuat
menjadi masyarakat yang selalu melihat “ke atas”,
selalu dicekoki dengan tayangan artis sosial media
yang memiliki rumah dan mobil mewah. Masyarakat
kita dibuat tidak sadar bahwa di belahan Indonesia lain
terdapat saudara kita yang sedang mengalami
kesusahan akibat konflik yang dialami. Fenomena ini
mematahkan tesis Lim (2014) yang menyatakan bahwa
isu yang beredar di jejaring sosial Indonesia masih
sangat terikat dengan isu yang disiarkan melalui
televisi dan surat kabar.
Tercatat beberapa kegiatan pada sosial media yang
ternyata tidak memiliki dampak untuk terjadinya suatu
perubahan. Contohnya seperti dikutip dari
nasional.kompas.com (DIM, 2017). Pada beberapa
petisi yang digaungkan masyarakat melalui
Change.org Indonesia periode Februari 2016 sampai
dengan Februari 2017 hanya terdapat empat petisi saja
yang mampu memberi dampak pada perubahan.
Padahal total petisi pada periode tersebut adalah 1.521
petisi. Melalui hasil survei Power, Welfare and
Democracy menemukan fakta bahwa media sosial di
Indonesia mampu menggerakkan masyarakat, akan
tetapi belum dapat mewakili atau mencerminkan sikap
demokratis masyarakat (Savirani et.al, 2014). Isu-isu
Jurnal Pekommas, Vol. 4 No. 2, Oktober 2019:165-176
175
yang diangkat di media sosial belum mampu menjadi
tema yang dibahas elit politik. Khususnya untuk isu-isu
yang berkaitan dengan diskriminasi, ketimpangan,
HAM, kriminalisasi dan lain-lain sangat jarang kita
temukan di media massa konvensional, apalagi untuk
dibahas di aras kepemerintahan.
Lim (2014) menyatakan bahwa gerakan atau
aktivisme yang terjadi di ranah online lebih banyak
menjadi wacana publik semata, tanpa adanya tindak
lanjut menjadi aksi nyata. Kritikan yang dituliskan oleh
masyarakat maya di dunia online tak lebih dari sebuah
curahan hati, uneg-uneg, keluh-kesah yang ditujukan
kepada elit yang berkuasa. Pada kenyataannya elit
penguasa yang disentil pun nampak tenang-tenang saja.
Tidak tahu atau bahkan pura-pura tidak tau, masa bodo
alias cuek dengan ocehan masyarakat maya yang
menyentilnya.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab
mengapa aktivitas media online belum mampu menjadi
nyata menurut Lim (2014). Pertama, informasi yang
tersebar di masyarakat maya sangatlah cepat. Saking
banyaknya informasi yang beredar di media online
membuat masyarakat kita cepat lupa dengan isu atau
berita sebelumnya. Kedua, terbatasnya akses teknologi
pada masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan
pengguna media online didominasi oleh masyarakat
kalangan menengah atas atau masyarakat yang tinggal
di perkotaan.
Villanueva (2012) menambahkan bahwa aktivisme
online tak akan pernah menjadi aktivisme nyata. Ia
berpendapat bahwa aktivisme online dikonstruk
dengan fondasi yang lemah. Sedangkan aktivitas atau
gerakan nyata harus dibangun dengan fondasi yang
kuat. Terlebih untuk isu perlawanan yang dilakukan
oleh petani terkait penggusuran dan diskriminasi yang
mereka alami. Isu semacam ini harus dilakukan secara
nyata. Aktivis online kita mungkin dapat mengekor apa
yang telah dilakukan oleh aktivis-aktivis online di
negara lain seperti Hongkong dan Mesir yang
mengerahkan massa melalui media online.
Aktivis online juga dapat melihat ForBALI yang
mampu mengangkat isu publik menjadi agenda politik.
Melalui Gerakan Bali Tolak Reklamasi, ForBALI
mengajak masyarakat maya beraksi nyata. Tercatat
beberapa aksi nyata yang telah dilakukan ForBALI,
salah satunya adalah pernyataan tuntutan pembatalan
Perpres No.51/Thn. 2014. Pada aksi tersebut ForBALI
mengerahkan massa dengan menggunakan perahu,
boat/jukung untuk mengelilingi Teluk Benoa (Galuh,
2016).
Aktivis online juga dapat menyontoh apa yang telah
dilakukan oleh teman-teman di situs
sedekahrombongan.com. Situs ini lahir untuk
mambangkitkan dunia online dan dunia nyata dengan
kegiatan sosial kemanusiaan yang mereka tawarkan.
Ruang virtual pada situs ini dipergunakan sebagai
“jembatan penghubung” antara dunia online dan dunia
nyata dengan fokus pada berbagai macam kegiatan
sosial. Ruang virtual tersebut menjadi wadah yang
mempertemukan relawan, khalayak dan para donatur.
Adanya interaksi yang terjadi dalam ruang virtual
tersebut menjadi penguat bagi para peserta (khususnya
donatur) untuk berbagi (Santoso, 2014).
KESIMPULAN
Adanya gerakan perlawanan petani yang dilakukan
di media online mengindikasikan bahwa masyarakat
Indonesia memiliki kepedulian terhadap nasib petani.
Akan tetapi kepedulian ini hanya sampai di jari saja.
Hanya segelintir masyarakat maya yang bersolidaritas
nyata dengan memberikan bantuan kepada saudara
mereka yang sedang mengalami kesulitan.
Strategi komunikasi adalah kombinasi kelima
elemen komunikasi. Berdasarkan hasil analisis yang
dilakukan, JDA telah melakukan strategi komunikasi
yang baik agar pesan ideologi mereka dapat diterima
oleh masyarakat dan mengajak masyarakat untuk
melakukan perubahan dengan memilik komunikator
yang memiliki kredibilitas. JDA juga merancang pesan
dengan menggunakan teknik pesan yang menggugah
emosi (emotional appeal) dengan jenis pesan
informatif dan persuasif dengan perpaduan foto/video
dan caption. Efek yang terjadi pun beragam, yaitu
komunikan/follower yang mulanya tidak tahu menjadi
tahu (pengetahuan bertambah), awalnya tidak setuju
menjadi setuju (perubahan keyakinan) dan menjadi
bersedia membantu (perubahan perilaku).
Walaupun aktivis gerakan petani online telah
merancang strategi komunikasi dengan sebaik-
baiknya, namun saat ini aktivisme online gerakan
petani masih terkesan jalan di tempat. Masih
dibutuhkan aktivitas nyata agar terjadi perubahan nyata
pula pada petani yang sedang mengalami diskriminasi.
Aktivisme online gerakan petani ini merupakan
langkah awal untuk memobilisasi massa agar dapat
bergerak secara nyata.
Mengingat penulisan ini masih memiliki banyak
kekurangan, dibutuhkan penulisan selanjutnya
utamanya pada aspek nyata yang dilakukan oleh
gerakakan petani dari perspektif komunikasi.
Strategi Komunikasi Gerakan Perlawanan … (Aprilyanti Pratiwi, Sarwititi Sarwoprasodjo, Endriatmo Soetarto, Nurmala K. Pandjaitan)
176
UCAPAN TERIMA KASIH
Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penulisan ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada JDA (Jogja Darurat
Agraria) yang telah memberikan izin kepada penulis
untuk mengakses akun JDA. JDA sangat komunikatif
dan solutif. Ucapan terimakasih pula penulis berikan
kepada LPDP BUDI DN yang telah memberikan
beasiswa kepada penulis selama menempuh studi S3 di
IPB.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. (2012). Perkembangan Teknologi Komunikasi
dan Informasi: Akar Revolusi Dan Berbagai
Standarnya. Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 13, No. 1,
Juni 201, 137-149.
Arifiyanto, S. (2018). Praktik Budaya Media Digital dan
Penganruhnya. Yogyakarta: Aswaja Presindo.
Cangara, H. (2014). Perencanaan & Strategi Komunikasi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Chan, J., & Lee, F. (2014). Preliminary research on the new
organizational forms of occupy movement. MingPao
Daily, edisi 10 November 2014. Hal. A29.
Della Porta, D. (2013). Can democracy be saved?
Participation, deliberation, and social movement.
Cambridge, UK: Polity Press.
DIM. (2017). Advokasi Lewat Petisi Daring Belum Efektif.
https://nasional.kompas.com/read/2017/03/24/17170
001/advokasi.lewat.petisi.daring.belum.efektif.
Diakses pada 28 Januari 2019.
Effendy, Onong U. (2007). Ilmu Komunikasi, Teori dan
Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Galuh, I. (2016). Media Sosial sebagai Strategi Gerakan Bali
Tolak Reklamasi. Jurnal Ilmu Komunikasi, volume
13, nomor 1, Juni 2016, 73-92.
Hamid, U. (2014). Dinamo (Digital Nation Movement).
Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Hine, C. (2000). Virtual Ethnography. London: Sage
Publication Ltd.
Kozinets, R.V. (2013). Netnography Doing Etnographic
Research Online. Washington, DC: Sage Publication
Ltd.
KPA. (2019). Catatan Akhir Tahun 2018 Konsorsium
Pembaruan Agraria: Masa Depan Reforma Agraria
Melampaui Tahun Politik. Jakarta: Konsorsium
Pembaruan Agraria.
Lee, P., et.al. (2015). Social media and Umbrella Movement:
insurgent public sphere in formation. Chinese
Journal of Communication. Vol. 8, 2015, 1-20.
Lim, M. (2014). Seeing Spatially: People, network, and
movements in digital and urban spaces. International
Development Planning Review. Vol. 36 (1), 51-72.
Lin, Z. X. (2017). Contextualized Transmedia Mobilization:
Media Practices and Mobilizing Structures in the
Umbrella Movement. International Journal of
Communication, Vol. 11, 48–71.
Miles, M.B., Huberman, A.M, dan Saldana, J. (2014).
Qualitative data analysis, a methods sourcebook, 3rd
Edition. USA: Sage Publications.
Mulyana, D. (2013). Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar
(Cetakan Kelimabelas). Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Prastika, AC. (2017). Gerakan Sosial Baru di Dunia Siber.
Etnografi Online Media Sosial dalam Akun Twitter
dan Halaman Facebook Gerakan Yogya Darurat
Agraria. [Skripsi]. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Prismamudti, S.U. (2018). Strategi Komunikasi GNPF-MUI
dalam Menggalang Massa Aksi 212. [Skripsi].
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Ruhlig, T. (2015). Hong Kong’s umbrella movement in
search of self-determination. UIpaper. No. 3, 1-22.
Ramdloni, M. (2005). Teologi Petani: Analisis Peran Islam
dalam Radikalisme Gerakan Petani pada Forum
Perjuangan Petani Nelayan Batang Pekalongan
(FP2NB) di Kabupaten Batang dan Pekalongan.
[Tesis]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Santoso, D.H. (2014). Mobilisasi Sosial dalam Ruang
Virtual: Studi Etnografi Virtual pada Situs
www.sedekahrombongan.com. Jurnal Pekommas,
Vol. 17, No. 1.
Sarwoprasodjo S. (2007). Penggunaan Ruang Publik Untuk
Pemecahan Masalah Sosial Di Pedesaan. [Disertasi].
Depok: Universitas Indonesia.
Sasongko, T. H. (2006). Potret Petani: Basis Pembaruan
Agraria. Jakarta: AKATIGA.
Savirani, A., et.al. (2014). Ringkasan eksekutif hasil survei
demokrasi power, welfare and democracy. Penelitian
Power, Welfare, and Democracy. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Shirky, C. (2011). The political power of sosial media:
Technology, the public sphere, and political change.
Foreign Affairs, 90 (1), 28-41.
Statista. (2019). Leading countries based on number of
Instagram users as of January 2019 (in millions).
https://www.statista.com/statistics/578364/countries-
with-most-instagram-users/. Diakses 20 Februari
2019. Suharko. (2006). Gerakan Sosial baru di Indonesia:
Repertoar Gerakan Petani. Jurnal Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, 10(1), 1-34.
Tapscott, D. (2013). Grown Up Digital: Yang Muda Yang
Mengubah Dunia. Penerjemah: Fajarianto. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Villanueva, M. J. (2012). Sosial media for sosial change.
Dalam Simon Winkelmann (ed). The Sosial Media
(R)evolution?: Asian Perspective on New Media
(175-182). Singapore: Konrad-Adenauer-Stiftung.
Wijanarko, et. al. (2014). Komunikasi penyadaran kritis
gerakan petani. Makara Hubs-Asia, 18 (1), 1-14.