Upload
truongxuyen
View
253
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
1
STRATEGI MANAJEMEN KRISIS HUMASDA
PT KERETA API (PERSERO) DAOP I JAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I
Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor
Agustus 2009)
Oleh:
Imas Ayu Prafitri
D 0206010
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul:
Strategi Manajemen Krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I
Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor
Agustus 2009)
Oleh:
Nama : Imas Ayu Prafitri
NIM : D0206010
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Juli 2010
Pembimbing Utama,
Dra. Hj. Sofiah, M.Si
NIP. 19530726 197903 2 001
3
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
Strategi Manajemen Krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor
Agustus 2009)
Oleh:
Imas Ayu Prafitri
D 0206010
Telah diuji dan disyahkan Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Hari:
Tanggal:….Juli 2010
Panitia Ujian Skripsi:
1 Ketua Panitia Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D NIP. 19540805 198503 1002
2 Sekretaris Tanti Hermawati, S.Sos, M.Si NIP. 19690207 199512 2001
3 Penguji Dra. Hj. Sofiah, M.Si NIP.19530726 197903 2 001
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. H. Supriyadi, SN, S.U.
NIP. 195301281031001
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:
Strategi Manajemen Krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I
Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor
Agustus 2009)
Adalah karya asli saya dan bukan plagiat baik secara utuh atau sebagian serta belum
pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di institusi lain. Saya bersedia
menerima akibat dari dicabutnya gelar sarjana apabila ternyata di kemudian hari terdapat
bukti-bukti yang kuat, bahwa karya saya tersebut ternyata bukan karya saya yang asli atau
sebenarnya.
Surakarta, Mei 2010
Imas Ayu Prafitri
NIM. D 0206010
5
MOTTO
Melakulan hal baik hari ini akan membawamu ke tempat terbaik di
masa mendatang
(Oprah Winfrey)
6
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk:
Allah SWT yang telah memberikan segalanya yang indah pada waktunya;
Mama Papa tersayang yang selalu memberi kasih sayang dan dukungan setiap saat;
Saudara-saudariku, Aa Tedy, Teh Tari, Ruby, Ike dan Ajwa. Terima kasih untuk kasih
sayang dan kepedulian kalian ;
Bebehku, Bayu Ciptadi Ramadhani, yang selalu menemani di saat senang dan sedih; dan
Teman-teman Komunikasi 2006 yang tidak dapat saya sebutkan satu-satu
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga atas kehendak-Nya, skripsi dengan judul Strategi Manajemen
Krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta (Studi Deskriptif Kualitatif
tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan
KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009) dapat
diselesaikan dengan baik dan lancar.
Awal ketertarikan penulis membuat skripsi ini ketika melaksanakan Kuliah Kerja
Komunikasi (KKK) di Humasda PT Kereta Api Daop I Jakarta pada bulan Juli-Agustus
2009. Di sana penulis mengetahui ada kecelakaan kereta yang sempat membuat gempar.
Penulis jadi teringat dengan salah satu kajian mata kuliah Public Relations, yaitu
manajemen krisis. Penulis mulai tertarik dan berniat untuk meneliti permasalahan
tersebut. Keinginan meneliti semakin kuat ketika Dra. Prahastiwi Ph.D, selaku dosen
mata kuliah Kapita Selekta penulis, menyarankan untuk menelitinya karena penelitian
tersebut menarik. Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, maka penulis hendak menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Drs. Supriyadi, SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta.
2. Dra. Prahastiwi Utari, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi yang
mendukung penelitian penulis serta memberikan arahan dan masukan.
3. Dra. Hj. Sofiah, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8
4. Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D selaku pembimbing akademik yang selalu memberi
motivasi selama ini.
5. Semua staf pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNS, atas ilmu yang
telah diberikan selama perkuliahan.
6. Seluruh jajaran Humasda PT KA Daop I Jakarta, Pak Sugeng Priyono, Mas Yos, Pak
Rajab, Teh Lina, Teh Tini, yang bersedia membantu penelitian ini.
7. Bapak Kusdiyono, Ibu Ismawati (Alm) dan Ibu Subadriyah, selaku orang tua penulis,
yang selalu mendoakan dan memberikan segalanya untuk penulis.
8. Aa Tedy, Teh Tari, Ruby, Ike dan Ajwa, selaku saudara-saudari penulis, yang selalu
mendukung dan menyemangati.
9. Bayu Ciptadi Ramadhani, yang selalu menemani penulis dalam segala keadaan, baik
senang maupun sedih.
10. Sahabat-sahabat terbaik penulis : Nunung KW, Pramanti Putri, Suharsiwi, Fany, dan
Lukman, yang selalu membantu dan mendukung penulis selama ini.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas semua
bantuannya.
Penulis menyadari akan kurang sempurnanya skripsi ini, namun penulis berharap
bahwa skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak.
Surakarta, 27 Mei 2010
Penulis
9
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ...................................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ iv
HALAMAN MOTTO .............................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix
DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xv
DAFTAR FOTO ...................................................................................................... xvi
ABSTRAK ................................................................................................................ xvii
ABSTRACT ............................................................................................................. xviii
10
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 7
C. Batasan Masalah .......................................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 9
F. Tinjauan Pustaka
1. Kerangka Teori ......................................................................................... 10
a. Pengertian Public Relations .......................................................... 10
b. Stakeholder ................................................................................... 11
c. Kegiatan Public Relations ............................................................ 14
d. Fungsi Public Relations ................................................................ 16
e. Peran Public Relations .................................................................. 16
f. Manajemen Krisis ......................................................................... 18
1) Teori Manajemen Public Relations ....................................... 18
2) Pengertian Krisis ................................................................... 20
3) Penyebab Krisis ..................................................................... 21
4) Penggolongan Krisis .............................................................. 22
5) Resiko Krisis ......................................................................... 22
6) Anatomi Krisis....................................................................... 23
11
7) Metode Penyelesaian Krisis .................................................. 27
2. Penelitian Lain yang Relevan ................................................................... 44
G. Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 48
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian ......................................................................................... 49
2. Lokasi Penelitian ...................................................................................... 50
3. Teknik Sampling ...................................................................................... 50
4. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 51
5. Jenis Data ................................................................................................. 56
6. Validitas Data ........................................................................................... 57
7. Analisis Data ............................................................................................ 58
BAB II. DESKRIPSI LOKASI
A. Sejarah PT Kereta Api (Persero) ................................................................... 60
B. Profil Organisasi PT Kereta Api (Persero) .................................................... 63
C. Profil PT Kereta Api Daop I Jakarta .............................................................. 67
1. Visi dan Misi PT Kereta Api Daop I Jakarta ......................................... 67
2. Budaya Perusahaan ............................................................................... 68
3. Struktur Organisasi ................................................................................ 68
D. Profil Humasda PT Kereta Api Daop I Jakarta ............................................. 69
12
1. Sejarah Singkat Humasda ...................................................................... 69
2. Visi dan Misi Humasda ......................................................................... 69
3. Tujuan Humasda ................................................................................... 69
4. Peran Humasda ...................................................................................... 69
5. Fungsi Humasda .................................................................................... 72
6. Publik Humasda .................................................................................... 72
7. Kegiatan Internal dan Eksternal ............................................................ 73
8. Struktur Organisasi Humasda ................................................................ 74
9. Tugas Pokok dan Fungsi Kewenangan Humasda ................................. 74
10. Program Kerja Humasda Tahun 2009 ................................................... 79
BAB III. SAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Kronologis Krisis .......................................................................................... 85
B. Strategi Komunikasi Humasda PT KA Daop I Jakarta .................................. 96
C. Manajemen Krisis .......................................................................................... 101
D. Tanggapan Para Korban ................................................................................. 119
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................................... 124
B. Saran ............................................................................................................... 128
13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 129
14
DAFTAR BAGAN
BAGAN HALAMAN
Bagan 1. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 48
Bagan 2. Model Analisis Data Interaktif ................................................................... 59
Bagan 3. Struktur Organisasi PT KA Daop I Jakarta ................................................ 68
Bagan 4. Struktur Organisasi Humasda PT KA Daop I Jakarta ................................ 74
15
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
Tabel 1: Penelitian Lain yang Relevan ...................................................................... 44
16
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
Gambar 1: Logo PT Kereta Api (Persero) ................................................................. 66
17
DAFTAR FOTO
FOTO HALAMAN
Gambar 1. Foto Akbar Felani, korban tewas ............................................................ 86
Gambar 2. Foto Ujas, korban luka parah ................................................................... 87
Gambar 3. Foto Kepala Gerbong KRL Pakuan Ekspres 221 .................................... 90
Gambar 4. Foto Ekor Gerbong KRL Ekonomi 549................................................... 91
Gambar 5. Foto Pengidentifikasian Data Korban oleh Petugas ................................ 114
Gambar 6. Foto Para Teknisi Mengevakuasi KRL Ekonomi 459 ............................. 115
Gambar 7. Foto Para Teknisi Mengevakuasi KRL Pakuan Ekspres 221 .................. 116
Gambar 8. Foto Wawancara wartawan perihal Tragedi Bubulak ............................. 117
Gambar 9. Foto Kunjungan Pejabat PT KA kepada korban ...................................... 119
Gambar 10. Foto Kunjungan Pejabat PT KA kepada Keluarga Korban ................... 119
18
ABSTRAK
Imas Ayu Prafitri, D0206010, Strategi Manajemen Krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009), 131 halaman
PT Kereta Api (Persero) merupakan satu-satunya perusahaan jasa transportasi perkeretaapian di Indonesia. Jumlah penumpang kereta pun semakin tahun semakin meningkat. Namun hal ini tidak diimbangi dengan kualitas pelayanan yang diberikan kepada penumpang. Angka kecelakaan kereta dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dan salah satu kasus kecelakaan yang sempat membuat gempar adalah kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor pada bulan Agustus 2009 lalu.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi manajemen krisis humasda PT KA (Persero) Daop I Jakarta dalam mengelola manajemen krisis kecelakaan tersebut. Karena bagaimanapun keselamatan penumpang adalah tanggung jawab penuh perusahaan, terlebih lagi hal tersebut akan mempengaruhi citra atau reputasi perusahaan itu sendiri. Untuk melengkapi penelitian ini, peneliti membagi menjadi empat sub bahasan. Di antaranya yaitu, kronologis kecelakaan, strategi komunikasi dari humasda, manajemen krisis, dan tanggapan para korban tentang penanganan ketika terjadi krisis.
Metodologi yang penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif dengan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara kepada beberapa narasumber, observasi, dan pencarian data berupa dokumen dari berbagai sumber. Sedangkan pemilihan sampel menggunakan Purposive Sampling.
Teknik analisis data yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan teknik Analisis Interaktif Miles dan Huberman atau biasa disebut dengan Interactive Model. Teknik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga komponen, yaitu : reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Secara umum, kesimpulan penulis adalah strategi manajemen krisis humasda PT KA Daop I Jakarta sesuai dengan tahapan penanggulangan krisis yang diungkapkan oleh Jim Macnamara dalam bukunya Public Relations Handbook for Managers and Executives. Tahapan tersebut terdiri dari 6 langkah manajemen krisis, yaitu : tahap Scenario Development, Preparation, Monitoring, Networking, Focusing, dan Implement A Plan. Dari keseluruhan tahapan tersebut, humasda dibantu oleh unit kerja lainnya di PT KA Daop I Jakarta..
19
ABSTRACT
Imas Ayu Prafitri, D0206010, The Strategy of Crisis Management in the Public Relations of Jakarta I Operational Area of PT. Kereta Api (Persero) (A Descriptive Qualitative Study on the Crisis Management in Jakarta I Operational Area of PT. Kereta Api (Persero) in the accident of KRL Pakuan Express 221 and KRL Ekonomi 549 in Bogor on August 2009), 131 pages.
PT Kereta Api (Persero) is the only rail transportation service company in Indonesia. The number of trains increases over years. However, it is not counterbalanced with the quality of service provided to the passengers. The train accident rate increases over years. In one uproar accident case between KRL Pakuan Express 221 and KRL Ekonomi 549 in Bogor on August 2009.
Generally, this research aims to find out how the strategy of crisis management in the Public Relations of Jakarta I Operational Area of PT. Kereta Api (Persero) in managing the accident crisis, because the passenger’s safety is the company’s fully responsibility, moreover it will affect the company’s own image and reputation. To complete this research, the researcher divides it into four sub section including accident chronology, communication strategy of local public relation, crisis management, and the victim’s response to the management during the crisis.
The methodology employed was descriptive qualitative using data collection techniques of interview with the resources, observation, and data searching in the form of document from various sources. Meanwhile, the sampling technique used was Purposive Sampling.
Technique of analyzing data used was Miles and Huberman’s interactive analysis technique usually called Interactive Model. This technique of analyzing data basically consists of three components: data reduction, display, and conclusion drawing/verification.
Generally, the writer concludes that the strategy of management crisis in the local public relations of Jakarta I Operational Area of PT. Kereta Api (Persero) has been consistent with the crisis management step pointed out by Jim Macnamara in his book Public Relations Handbook for Managers and Executives. The steps include: scenario development, preparation, monitoring, networking, focusing and Implement A Plan. From the whole steps, the local public relations are helped by other work units in Jakarta I Operational Area of PT. Kereta Api (Persero).
20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kereta api merupakan salah satu sarana transportasi massal yang banyak
diminati masyarakat. Angkutan yang satu ini merupakan sistem transportasi yang
berfungsi melayani konsumen pengguna jasa dan berorientasi pasar. Kereta api
berperan penting sebagai alat transportasi bagi penumpang dan barang. Banyak
kelebihan yang dimiliki sarana transportasi ini, diantaranya yaitu hemat lahan,
hemat energi, ramah lingkungan, bebas macet dan lebih aman dibandingkan
transportasi darat lainnya.
Dalam hal ini, PT Kereta Api (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bertugas untuk mengelola perkeretaapian di Indonesia. PT KA
memiliki misi mewujudkan kereta api sebagai pilihan utama jasa transportasi
sesuai keinginan stakeholder dengan meningkatkan keselamatan dan pelayanan
serta penyelenggaraan yang efisien.
Kereta api merupakan sarana transportasi yang cukup diminati masyarakat.
Bahkan jumlah peminatnya meningkat dari tahun ke tahun. Adapun jumlah
peminat kereta api dari tahun 2004 hingga 2008 yaitu : total volume penumpang
tahun 2004 sebanyak 149.999.000 orang, tahun 2005 sebanyak 151.489.000
21
orang, tahun 2006 sebanyak 161.291.000 orang, tahun 2007 sebanyak
168.205.000 orang, dan tahun 2008 sebanyak 197.773.000 orang. 1
Meskipun jumlah peminatnya semakin meningkat dari tahun ke tahun,
namun hampir setiap tahun kecelakaan kereta api terjadi. Faktor-faktor
penyebabnya antara lain karena faktor SDM operator (human error) 35%, faktor
sarana 23%, faktor eksternal 20%, faktor prasarana 18% dan faktor alam hanya
4%. Dari data tersebut disimpulkan bahwa faktor teknis (sarana dan prasarana)
merupakan faktor terbesar penyebab kecelakaan kereta api.2
Beberapa contoh kecelakaan kereta api karena faktor teknis (sarana dan
prasarana) yaitu :
1. Kecelakaan antara KA Barang Rangkaian Panjang (Babaranjang)
dengan KA Fajar Utama di Bandar Lampung yang disebabkan sistem
pengereman otomatis tidak bekerja sempurna karena tidak dirawat.3
2. Kecelakaan kereta pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM) di
Malang yang disebabkan oleh permasalahan perawatan rel dan
bantalan yang sudah aus.4
3. Anjloknya KA 1404 yang mengangkut barang yang disebabkan
bantalan rel yang lapuk bahkan cenderung hancur sehingga tidak
berfungsi dengan baik.5
1 Ditjen Perkeretaapian.Departemen Perhubungan RI @ 2008 2 Ibid 3 http://wavega.wordpress.com/2009/09/05/penyebab-kecelakaan-kereta-api-di-indonesia/ 4 Tempo Interaktif 20 November 2007. Dapat dilihat di http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2007/ 5 www.gatra.com edisi 12 November 2004. Dapat dilihat di http://www.gatra.com/artikel.php?id=49021
22
4. Anjloknya Kereta Api (KA) Bengawan jurusan Jakarta-Solo di
Banyumas Jawa Tengah. Penyebab kcelakaan yaitu roda gerbong
kereta api sudah aus dan penggunaan rel dengan ukuran yang lebih
kecil atau di bawah standar. Rel standar yang seharusnya digunakan
adalah R 54 yaitu rel yang beratnya 54 kilogram sepanjang satu meter,
tetapi R 25 masih dipakai.6
5. Tergulingnya KA Mutiara Timur Malam Jurusan Banyuwangi-
Surabaya di Kedung Bako, Pasuruan, Jawa Timur. Lima gerbong
terguling dan satu gerbong terpelanting ke area sawah. Kecelakaan
tersebut disebabkan patahnya rel perlintasan KA7.
6. Kecelakaan KA kelas ekonomi Penataran jurusan Surabaya-Blitar
yang menabrak mobil pick up N 8546 DC di km 77 Desa Jatiguwi,
Malang. Hal tersebut disebabkan karena PT KA tidak menyediakan
palang pintu perlintasan kereta api.8
Rentetan kecelakaan kereta api di atas merupakan contoh kecelakan karena
faktor teknis (sarana dan prasarana) dan faktanya masih banyak lagi contoh
kecelakaan karena faktor penyebab lainnya. Sejauh ini insiden-insiden tersebut
sudah akrab dengan mayarakat, namun trauma yang ditimbulkan juga tidak mudah
disembuhkan begitu saja. Belum sembuh trauma yang ada, kini sudah terulang
lagi kecelakaan kereta api, bahkan kecelakaan tersebut menyebabkan banyak
korban material dan imaterial.
6 Ibid 7 Surat Kabar Harian Bisnis Indonesia, 12 Agustus 2009 8 www.gatra.com. Loc. Cit.
23
Kecelakaan tersebut terjadi beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 4
Agustus 2009. Terjadi tabrakan antara Kereta Rel Listrik (KRL) Ekonomi 549 dan
Kereta Rel Listrik (KRL) Pakuan Ekspres 221 di kampung Bubulak, Kelurahan
Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat. Kecelakaan
tersebut dikarenakan KRL Pakuan Ekspres melanggar sinyal sehingga menabrak
KRL Ekonomi yang sedang mogok. Sedangkan akibat kecelakaan tersebut, satu
asisten masinis KRL Pakuan, yang bernama Akbar Felani tewas dan puluhan
penumpang terluka. Puluhan korban kecelakaan kereta tersebut di rawat di rumah
sakit di Bogor, yaitu 16 korban dirawat di Rumah Sakit Umum PMI Bogor dan 40
korban lainnya dirawat di Rumah Sakit Salak Bogor9.
Kecelakaan di atas merupakan kecelakaan yang cukup banyak
mengakibatkan korban luka parah, terlebih lagi tewasnya asisten masinis KRL
Pakuan secara tragis. Permasalahan tersebut (kecelakaan kereta api) sudah
seringkali menjadi permasalahan yang mengancam citra positif perusahaan
tunggal yang bergerak dalam bidang jasa transportasi perkeretaapian tersebut.
Masyarakat yang merupakan konsumen atau pengguna jasa kereta api sudah
cukup kecewa terhadap kegagalan PT KA untuk memberikan kenyamanan dan
keamanan dalam menggunakan jasanya tersebut. Seperti yang diungkapkan
beberapa pengamat dan pengguna sarana transportasi KA itu sendiri.
Pakar Kereta Api dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Harun Al Rasyid
berpendapat mengenai kecelakaan kereta di Bogor 4 Agustus 2009 tersebut:
9 Surat Kabar Harian Berita Kota, 6 Agustus 2009
24
“Pemerintah dan operator kereta api harus didesak untuk memperbaiki manajemen angkutan massal itu. Selama ini kecelakaan cenderung ditimpakan kepada kesalahan orang (human error). Namun, tidak ditelusuri lebih lanjut apa penyebabnya. Jangan sampai hanya masinisnya yang disalahkan. Departemen Perhubungan dan operator (kereta api) harus memenuhi janjinya untuk menjalankan road map to zero accident (menihilkan kecelakaan). Khususnya Kereta Api karena hampir tiap minggu kita dengar ada kereta anjlok.”10
Menanggapi kecelakaan kereta api yang sering terjadi, Bob Asep Saefudin,
Koordinator Komite Pemerhati Keselamatan Transportasi (KPKT) berpendapat :
“Jangan pikirkan laba terus, KAI harus memperhatikan keselamtan penumpang. Buktinya banyak kecelakaan yang terjadi. Terakhir, peristiwa tabrakan kereta di Bogor. Dephub jangan diam, benahi KAI. Harusnya armada transportasi pelayan public itu mendapat anggaran khusus untuk perbaikan dan perawatan yang baik. Jangaan cuma mikirin untung. Ini masalah nyawa soalnya.”11
Senada dengan Bob Asep Saefudin, Direktur Eksekutif Indonesian
Railway Watch (IRW) Taufik Hidayat menyatakan :
“Kecelakaan kereta api disebabkan oleh lemahnya manajemen transportasi publik. Beberapa faktor pemicu kecelakaan, antara lain adalah minimnya pemeliharaan sarana dan prasarana. Apabila hal yang sama terjadi berulang tanpa adanya perbaikan, maka yang perlu dibedah dan diperbaiki adalah manajemen tingkat atas terlebih dahulu.12
Opini publik yang berkembang terhadap PT KA merupakan sebuah
ancaman bagi PT KA, karena dapat menyebabkan krisis kepercayaan pada
masyarakat. Opini publik yang berkembang tersebut merupakan dampak dari
krisis yang terjadi, dalam hal ini kecelakaan kereta api yang terjadi di Bogor lalu.
Maka tugas Public Relations (PR) atau (Hubungan Masyarakat) humas menjadi
10 Tempo Interaktif 4 Agustus 2009. Dapat dilihat di http://www.tempointeraktif.com/hg/layanan_publik/2009/08/04/brk,20090804-190666,id.html 11
Surat Kabar Harian Nonstop, 13 Agustus 2009. 12Surat Kabar Harian Kompas, 7 Agustus 2009
25
ekstra berat, yaitu mengelola manajemen krisis sekaligus memulihkan citra positif
perusahaan.
Peran PR dalam mengelola manajemen krisis tidaklah semudah
membalikan telapak tangan. Dalam manajemen krisis diperlukan perencanaan
untuk menyusun strategi dalam menyelesaikan krisis, dan tentunya dalam
melaksanakan strategi tersebut PR juga memerlukan bantuan dari berbagai pihak.
Kemudian setelah krisis tersebut berhasil diatasi, tugas PR berikutnya
yaitu memulihkan citra positif PT KA di mata publik. Permasalahannya, begitu
banyak dan seringnya kecelakaan kereta api yang terjadi. Hal ini menyebabkan
citra yang terbentuk oleh perusahaan akan sulit sekali diperbaiki, oleh karena itu
PR sebagai corong perusahaan harus bekerja keras untuk mengupayakannya.
Dalam hal ini Humasda PT KA (Persero) Daerah Operasi (Daop) I Jakarta yang
berwenang dalam menyelesaikan krisis, karena kejadian tersebut berada di
wilayah kerja Daop I Jakarta
Berangkat dari hal tersebut, penulis ingin mendapatkan gambaran tentang
strategi yang dilakukan oleh Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta
dalam manajemen krisis terhadap krisis kecelakaan kereta yang terjadi pada 4
Agustus 2009 lalu. Karena seperti yang dijelaskan di atas, insiden tersebut telah
menyebabkan banyak korban luka bahkan tewasnya asisten masinis KRL Pakuan
dengan tragis. Kemudian peneliti juga ingin mengetahui pihak mana saja yang
diajak kerjasama PR dalam menangani krisis, serta bagaimana upaya PR dalam
memperbaiki citra perusahaan.
26
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kronologis terjadinya krisis kecelakaan KRL Pakuan Ekspres
221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009?
2. Bagaimana strategi komunikasi yang dijalankan Humasda PT Kereta Api
(Persero) Daop I Jakarta dalam menghadapi krisis?
3. Bagaimana upaya manajemen krisis Humasda PT Kereta Api (Persero)
Daop I Jakarta dalam menanggulangi krisis kecelakaan KRL Pakuan
Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009?
4. Bagaimana tanggapan para korban kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221
dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009 terhadap manajemen
krisis yang telah dilakukan?
C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Kronologis terjadinya krisis
Merupakan analisa terhadap tahapan-tahapan terjadinya krisis kecelakaan
KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus
2009.
2. Strategi komunikasi Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta
27
Merupakan penjabaran dari serangkaian strategi komunikasi yang
dijalankan oleh Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam
menghadapi krisis.
3. Manajemen krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta
Strategi manajemen krisis yang dirumuskan dan dilakukan oleh Humasda
PT KAI Daop I Jakarta dalam upaya menyelesaikan krisis yang terjadi.
4. Tanggapan para korban kecelakaan KRL Pakuan 221 dengan KRL
Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009 terhadap manajemen krisis yang
telah dilakukan.
Tanggapan dari para korban kecelakaan terhadap penanggulangan krisis
yang telah dilakukan, terutama yang berhubungan dengan penanganan
korban.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana kronologis terjadinya
krisis kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di
Bogor Agustus 2009.
2. Untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi yang dijalankan
Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam menghadapi
krisis.
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya manajemen krisis Humasda PT
Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam menanggulangi krisis
28
kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di
Bogor Agustus 2009
4. Untuk mengetahui bagaimana tanggapan para korban kecelakaan KRL
Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009
terhadap manajemen krisis yang telah dilakukan..
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Secara Akademis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pemikiran yang bermanfaat di bidang Ilmu Komunikasi khususnya di
bidang Public Relations.
2. Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
para praktisi Humasda PT Kereta Api Daerah I Jakarta sehingga dapat
menentukan kebijakan bidang Public Relations dalam menangani krisis
yang terjadi di perusahaan. Serta dapat dijadikan rujukan yang bersifat
konstruktif bagi perusahaan pada masa yang akan datang.
29
F. Tinjauan Pustaka
1. Kerangka Teori
a. Pengertian Public Relations
Public Relations pada hakekatnya adalah kegiatan komunikasi,
kendati agak lain dengan kegiatan komunikasi lainnya, karena ciri hakiki dari
komunikasi Public Relations adalah two way communication (komunikasi
dua arah/timbal balik). Arus komunikasi timbal balik ini yang harus
dilakukan dalam kegiatan PR, sehingga terciptanya umpan balik yang
merupakan prinsip pokok dalam PR. Rahmadi menyebutkan PR adalah salah
satu bidang ilmu komunikasi praktis, yaitu penerapan ilmu komunikasi pada
suatu organisasi/perusahaan dalam melaksanakan fungsi manajemen. 13
Fraser P. Seitel mendefinisikan PR hampir sama dengan Rahmadi.
Menurut Seitel :
“PR merupakan fungsi manajemen yang membantu menciptakan dan saling memelihara alur komunikasi, pengertian, dukungan, serta kerjasama suatu organisasi/perusahaan dengan publiknya dan ikut terlibat dalam menangani masalah-masalah atau isu-isu manajemen. PR membantu manajemen dalam penyampaian informasi dan tanggap terhadap opini public. PR secara efektif membantu manajemen memantau berbagai perubahan.” 14
Sedangkan definisi menurut Frank Jefkins, humas adalah sesuatu
yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam
maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam
13 F. Rahmadi dalam Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations, 2005. hlm 11 14 Frasser P. Seitel, Ibid. hlm 13
30
rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling
penegertian. 15
Sedikit berbeda dengan pengertian-pengertian di atas, Pernyataan
Meksiko (The Mexican Statement) dalam Pertemuan asosiasi-asosiasi PR
seluruh dunia di Mexico City, Agustus 1978, menghasilkan pernyataan
menengenai definisi PR sebagai berikut:
“Praktek kehumasan adalah suatu seni sekaligus suatu disiplin ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memperkirakan setiap kemungkinan konsekuensi darinya, memberi masukan dan saran-saran kepada para pemimpin organisasi, serta menciptakan program-program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan atau kepentingan khalayaknya.” 16
b. Stakeholder
Menurut Onong Uchjana, sasaran hubungan masyarakat adalah
sasaran komunikasi manajemen. Dalam usaha mencapai tujuan manajemen
secara efektif, manusia-manusia yang menjadi sasaran hubungan
masyarakat dibagi menjadi dua kelompok besar, disebut khalayak dalam
(internal public) dan khalayak luar (external public).17
Berdasarkan pengelompokan tersebut terdapatlah hubungan-
hubungan yang biasa dinamakan:
a. Hubungan ke dalam pada umumnya adalah hubungan dengan
para karyawan.
15 Frank Jefkins, Public Relations, 1995. hlm 9 16 Pernyataan Meksiko, Ibid. 17 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, 2006. hlm 135
31
b. Hubungan ke luar pada umumnya kepada masyarakat sekitar,
pemerintah dan pers.18
Dan berikut pelaksanaan hubungan dengan internal publik menurut
Onong Uchjana :
1) Hubungan dengan karyawan
Employee Relations merupakan suatu kekuatan yang hidup
dan dinamis yang dibina dan diabadikan dalam hubungan dengan
perorangan sehari-hari di belakang bangku kerja tukang kayu, di
belakang mesin, atau di belakang meja tulis.
Dalam melaksanakan hubungan baik dengan karyawan,
terdapat dua kegiatan komunikasi yang harus dilaksanakan, yaitu :
a) Komunikasi ke bawah (downward communication). Dapat
dilakukan dengan :
- Mengadakan rapat
- Memasang pengumuman
- Menerbitkan majalah intern
b) Komunikasi ke atas (upward communication). Dapat
dilakukan dengan :
- mengadakan pertemaun untuk menampung pendapat.
- mengadakan rubrik khusus dalam majalah intern, semacam
kontak pembaca, tetapi khusus untuk diisi oleh para
karyawan.
18 Ibid
32
- Mengadakan kotak saran untuk menampung saran-saran
bagi kepentingan organisasi dan kpentingan karyawan.19
Adapaun eksternal publik menurut Onong Uchjana adalah :
1) Hubungan dengan masyarakat sekitar (community relations)
Hubungan dengan masyarakat sekitar senantiasa perlu
dipelihara dan dibina karena pada suatu ketika mereka mungkin
diperlukan.
2) Hubungan dengan jawatan pemerintah (government relations)
Sebuah perusahaan pasti terkait dengan instansi-instansi
pemerintah, seperti kotamadya atau kabupaten, kecamatan, kantor
telepon, kantor pajak, bank-bank pemerintah, PLN dan sebagainya.
Pembinaan hubungan dengan jalan memelihara komunikasi akan
banayk membantu lancarnya external public relations. Bila dijumpai
kesulitan-kesulitan, dapat segera dipecahkan karena hubungan baik
telah terpelihara sejak semula.
3) Hubungan dengan pers (press relations)
Yang dimaksud dengan pers di sini, ialah pers dalam arti luas,
yakni semua media massa, jadi selain surat kabar dan majalah, kantor
berita, siaran radio, televisi, film, iklan dan sebagainya.
Media massa tersebut banyak membantu publikasi perusahaan
ke masyarakat luas. Hubungan baik yang terpelihara secara
19 Ibid
33
berkelanjutan akan memperlancar kegiatan publikasi. Pers release
yang dikirimkan kepada mereka untuk disiarkan akan lebih
diprioritaskan jika hubungan baik sudah diciptakan sebelumnya.
Penyiaran iklan akan dibantu oleh mereka agar efektif. Undangan
konferensi pers akan lebih diutamakan dari pada undangan yang sama
dari organisasi lainnya. 20
Melvin Sharpe mengajukan lima prinsip proses harmonis dalam hubungan
jarak panjang antara perusahaan dengan publiknya. Konsep-konsep tersebut terdiri
dari :
1. Komunikasi yang jujur untuk memperoleh kredibilitas 2. Keterbukaan dan konsistensi terhadap tindakan dan kepercayaan 3. Tindakan yang jujur untuk mendapatkan hubungan timbal balilk dan
goodwill (kemauan baik) 4. Komunikasi dua arah dilakukan secara kontinyu untuk mencegah
alienasi (pengucilan) dan membangun hubungan 5. Evaluasi penelitian dan lingkungan untuk menentukan tindakan dan
penyesuaian yang diperlukan bagi hubungan sosial yang harmonis.21
c. Kegiatan Public Relations
Menurut Cutlip, Center dan Broom, proses kegiatan PR melalui empat
tahap, yaitu:
a. Defining Public Relations Problem (indentifikasi masalah)
Langkah pertama menyelidiki dan memantau pengetahuan, pendapat, sikap, dan perilaku
mereka yang peduli dengan dan dipengaruhi oleh tindakan dan kebijakan organisasi. Pada
dasarnya, ini adalah fungsi intelijen organisasi. ia menyediakan dasar untuk semua
20 Ibid, hlm 136 21 Melvin Sharpe, Ibid, hlm 14
34
langkah lain dalam proses pemecahan masalah dengan menentukan "apa yang terjadi
sekarang?"
b. Planning and Programming (perencanaan dan program)
Informasi yang dikumpulkan di langkah pertama digunakan untuk membuat keputusan
tentang program publik, tujuan, aksi dan strategi komunikasi, taktik dan tujuan. Ini
melibatkan temuan dari langkah pertama ke dalam kebijakan dan program organisasi.
Langkah kedua dalam proses jawaban, "berdasarkan apa yang telah kita pelajari tentang
situasi, apa yang harus kita mengubah atau lakukan, dan katakan?"
c. Taking Action and Communicating (mengambil tindakan dan berkomunikasi)
Tahap ketiga yang melibatkan pelaksanaan program tindakan dan komunikasi yang
dirancang untuk mencapai tujuan spesifik untuk masing-masing publik untuk mencapai
tujuan program. Pertanyaan dalam langkah ini adalah, "siapa yang harus melakukan dan
mengatakannya, dan kapan, di mana, dan bagaimana?"
d. Evaluating the Program (evaluasi)
Langkah terakhir dalam proses ini melibatkan menilai persiapan, pelaksanaan, dan
hasil program. Penyesuaian yang dibuat ketika program ini dilaksanakan,
berdasarkan evaluasi umpan balik tentang bagaimana itu atau tidak bekerja.
Program ini dilanjutkan atau dihentikan setelah belajar, "bagaimana yang kita
lakukan, atau bagaimana yang telah kita lakukan?"22
22 Scott M Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, Effective Public Relation, 2000, hlm. 340
35
d. Fungsi Public Relations
Djanalis Djanaid mengemukakan dua fungsi PR, yaitu :
a. Fungsi konstruktif
Fungsi ini mendorong PR membuat aktivitas ataupun kegiatan-
kegiatan terencana, berkesinambungan yang cenderung bersifat
proaktif.
b. Fungsi Korekektif
Jika terjadi masalah-masalah (krisis) dengan publik, maka humas
berperan dalam penyelesaiannya.23
e. Peran Public Relations
Peran humas menurut Cutlip, Center and Broom dalam bukunya Effective
Public Relations, yaitu :
a. Expert Presciber
Seorang praktisi humas yang berpengalaman dan memiliki kemampuan
tinggi dapat membantu mencarikan solusi dalam penyelesaian masalah hubungan
dengan publiknya (public relationship).
Pelaksanaan program kerja humas tentu menuntut humas untuk memiliki
pengetahuan serta pengalaman di bidang kehumasan terutama bagaimana cara
menjalin hubungan baik dengan publiknya atau stakeholder.
Humas harus mampu membaca situasi dan kondisi publik atau stakeholder
dan memiliki kemampuan sabagai problem solver bila terjadi permasalahan yang
23 Djanalis Djanaid dalam Frida Kusumastuti, Dasar-dasar Humas, 2002. hlm 22
36
melibatkan perusahaan dan publiknya, mengingat humas merupakan wakil
perusahaan. Ketika terjadi masalah atau krisis humas harus bisa menghasilkan
suatu keputusan yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, sehingga tidak
ada satupun pihak yang dirugikan.
b. Communication Facilitator
Dalam hal ini, humas bertindak sebagai fasilitator atau mediator untuk
membantu pihak manajemen dalam hal mendengar apa yang diinginkan dan
diharapkan oleh publiknya. Di pihak lain juga humas dituntut untuk menjelaskan
kembali keinginan, kebijakan, dan harapan organisasi kepada pihak publiknya.
Sehingga dengan komunikasi timbal balik dapat tercipta saling pengertian,
mempercayai, menghargai, mendukung dan toleransi yang baik bagi kedua belah
pihak.
Pihak manajemen perusahaan tentu memberikan ruang gerak yang lebar
agar humas dapat mengatur segala langkah tindakan dalam menghadapi publik
atau stakeholdernya. Pada intinya, humas diberikan kebebasan oleh manajemen
perusahaan untuk melaksanakan program internal maupun eksternal sebaik
mungkin dan dengan tanggung jawab. Dalam hal ini, humas menjalankan
perannya sebagai mediator informasi antara perusahaan dan publiknya.
c. Problem Solving Facilitator
Peranan humas dalam proses pemecahan masalah merupakan bagian dari
tim manajemen. Maksudnya untuk membantu pimpinan perusahaan baik sebagai
37
penasehat (advisor) hingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan) dalam
mengatasi persoalan atau krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan
professional. Dalam menghadapi suatu krisis, dibentuk suatu tim yang melibatkan
berbagai unit kerja untuk membantu perusahaan dalam menyelesaikan krisis atau
persoalan, seperti tim manajemen krisis.
d. Technician Communication
Dalam hal ini humas berperan sebagai pelaksana teknis komunikasi.
Humas hanya menyediakan layanan teknis komunikasi, sementara kebijakan dan
keputusan teknik komunikasi mana yang akan digunakan bukan merupakan
keputusan humas, melainkan keputusan manajemen dan humas hanya
melaksanakannya Dalam menjalankan peranannya, humas harus menerapkan
kemnampuan berkomunikasi yang mereka miliki dalam melaksanakan seluruh
rangkaian kegiatan komunikasi persuasif.24
f. Manajemen Krisis
1) Teori Manajemen PR
Management Theory of Public Relations (Teori Manajemen Public Relations)
Frasser P. Seitel dalam bukunya The Practise Public Relations
mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini PR telah mengembangkan
24 Scott M Cutlip, Op Cit, hlm. 37
38
kerangka teorinya menjadi suatu sistem manajemen. Profesor James Grunig dan
Todd Hunt telah mengembangkan lebih jauh kerangka teori PR ini.25
Grunig dan Hunt menyarankan para manajer PR bertindak berdasarkan apa
yang disebut sebagai Teoritis Organisasional suatu Boundary Role (memainkan
peran di perbatasan) :
“They function at the edge of an organization as a liaison between the organization and its external and internal publics. In the other words, Public Relations managers have one foot inside the organization and one outside. Often, this unique position is not only lonely but also precarious.”26 Teori ini menyatakan bahwa fungsi PR berada di tepi suatu
perusahaan/organisasi sebagai penghubung antara perusahaan/organisasi dengan
publik internal dan eksternalnya. Dengan kata lain, para manajer PR harus
meletakkan satu kakinya di dalam perusahaan dan satu kaki lainnya di luar
perusahaan (publik)-nya. Sering posisi ini dianggap unik tetapi di sisi lainnya juga
mengandung bahaya/resiko.
Sebagai boundary managers orang-orang PR mendukung kolega mereka
dengan sokongan komunikasi mereka yang lintas organisasional yaitu ke dalam
dan ke luar organisasi/perusahaan. Dengan cara ini para professional PR juga
menjadi manajer sistem, memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan
transaksi dengan menjalin berbagai hubungan yang bersifat kompleks (rumit) dan
penting dalam organisasi perusahaan, yakni :
1. PR harus memikirkan hubungan organisasi/perusahaan terhadap lingkungannya sendiri. Berkaitan dengan itu unit manajer bisnis dan
25 Fraser P. Seitel, The Practise of Public Relations. 1998. hlm. 145 26 Ibid
39
bagian operasional mendukung staf. Sebagai contoh terjadinya konflik antar bagian di peusahaan itu.
2. PR harus bekerja sesuai dengan aturan organisasi/perusahaan untuk mengembangkan pemecahan yang inovatif terhadap berbagai permasalahan organisasi. Dalam definisi, para manajer PR berhubungan dengan lingkungan yang berbeda dibandingkan dengan rekan sejawat di dalam organisasi/perusahaan mereka. Para manajer PR harus inovatif, tidak hanya menempatkan solusi komunikasi, tetapi juga dalam membuat pengertian dan penerimaan bagi koleganya.
3. PR harus berpikir strategis. Para manajer PR harus memperlihatkan pengetahuannya tentang misi, tujuan dan strategi organisasi/perusahaan. Solusinya harus menjawab kebutuhan nyata organisasi/perusahaan.
4. Para manajer PR harus juga memiliki kemampuan mengukur hasil yang sudah diperoleh. PR harus menyatakan dengan jelas apa yang mereka ingin kerjakan, membuat pekerjaan secara sistematik dan mengukur suatu keberhasilan. Hal ini berarti penggunaan beberapa cara yang diterima dari teknik-teknik sekolah bisnis, seperti Management by Objectives (MBO), Management by Objectives and Result (MOR), and Program Evaluation and Research Technique (PERT).27
2) Pengertian Krisis
Setiap perusahaan harus selalu siap mengantisipasi krisis. Dalam
hal ini sudah tentu manajemen harus mengambil keputusan untuk
mencegah terjadinya korban, mengawasi kerusakan dan menjamin usaha
perusahaan. Dan yang harus dicegah adalah terjadinya desa-desus/isu yang
tampaknya sepele akan tapi dapat memukul perusahaan bahkan
menjatuhkan citra perusahaan di mata publik. Seperti dijelaskan di atas, PR
berperan dalam mengelola manajemen krisis.
Pengertian krisis dikutip dari Buku Diktat Interstudi School of PR,
1993 yaitu:
“Krisis adalah masa gawat atau saat genting, di mana situasi tersebut dapat merupakan masa baik atau sebaliknya.oleh karena
27 Ibid
40
itu masa krisis adalah momen-momen tertentu. Apabila krisis ditangani dengan baik dan tepat waktu, momen mengarah pada situasi membaik, dan sebaliknya apabila tidak segera ditangani, krisis mengarah pada situasi memburuk, bahkan dapat berakibat fatal.” 28
Sedangkan Haywood cenderung menyederhanakan pengertian
krisis sebagai “keadaan darurat (emergency)” yang tentu saja berbahaya
bila tidak dihadapi secara serius. Dengan adanya krisis, sebuah organisasi
sebenarnya dalam keadaan sakit berat atau antara hidup dan mati.29
3) Penyebab Krisis
Menurut Philip Lesly, terdapat beberapa hal yang menyebabkan
krisis diantaranya:
1) Bencana seperti kebakaran, gempa bumi, akan berpengaruh terhadap orang-orang dalam dan luar perusahaan, seperti pelanggan, agen, investor publik, komunitas suatu pabrik/perusahaan.
2) Kondisi darurat yang dating secara tiba-tiba atau suatu perkembangan kondisi darurat ini seperti sabotase produk, perusahaan atau produk yang mengandung racun.
3) Penanaman bom dapat menimbulkan kepanikan dan kerusakan atau suatu pemogokan karyawan perusahaan.
4) Rumor yang jelek tentang perusahaan atau produk. 5) Adanya letupan seperti boikot dari berbagai aktivis (semacam
LSM), permintaan pemerintah menarik produk (seperti penertiban produk obat belum lama ini), penculikan seorang eksekutif perusahaan. 30
28 Buku Diktat Interstudi School of PR 1993 dalam Soleh Soemirat dan Elvinaro, Op Cit., hlm 181 29 Haywood dalam Emeraldy Chatra dan Rulli Nasrullah, Public Relations Strategi Kehumasan dalam Menghadapi Krisis, 2008. hlm 5 30 Philip Lesly, Everything You Wanted To Know About Public Relations, 1993. hlm 25
41
4) Penggolongan Krisis
Menurut Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, krisis dapat terjadi
melalui beberapa peristiwa, sesuai dengan kejadiannya, antara lain :
1) Kecelakaan industri, 2) Masalah lingkungan, 3) Masalah perburuhan, 4) Masalah produk, 5) Masalah dengan investor, desas-desus, isu, 6) Peraturan pemerintah, 7) Terorisme31
Sedikit berbeda dengan di atas, Otto Lerbinger membagi krisi ke
dalam delapan tipe, yaitu:
1) Krisis alam 2) Krisis teknologi 3) Konfrontasi 4) Krisis kedengkian 5) Nilai manajemen yang menyimpang 6) Sikap manajemen yang tidak senonoh 7) Penipuan 8) Krisis bisnis dan ekonomi32
5) Resiko Krisis
Biasanya krisis timbul apabila kesejahteraan terganggu, telah terjadi
kecenderungan perhatian masyarakat dari masalah politik ke arah ekonomi
(kesejahteraan) dan perbaikan kualitas hidup. Masalah-masalah yang
mengganggu kesejahteraan akan menjadi masalah yang sangat sensitive
yang akhirnya timbul ke permukaan menjadi krisis.
31 Soleh Soemirat dan Elvinaro, Op Cit.. hlm 182 32 Otto Lerbinger dalam Morissan, Manajemen Public Relations, 2008. hlm 172
42
Menurut Soleh Soemirat dan Elvinaro, resiko yang timbul sebagi
akibat dari krisis adalah :
1) Intensitas masalah menjadi meningkat, 2) Di bawah sorotan publik, 3) Di bawah tekanan pemerintah dan pers, 4) Operasional normal perusahaan menjadi terganggu, 5) Nama baik, produk dan citra perusahaan terancam.33 Dampak dari krisis adalah kemelut yang juga merupakan
malapetaka atau bencana yang dapat merugikan perusahaan maupun
masyarakat. Lebih jauh kagi dapat meresahkan masyarakat, bahan secara
tidak langsung dapat mengancam citra perusahaan. Terlebih lagi lingkup
penyebaran isu krisis akan dengan cepat meluas karena kemajuan
teknologi komunikasi, dalam hal media massa berperan penting.
6) Anatomi Krisis
Steven Fink, konsultasi krisis terkemuka dari Amerika membagi
tahapan yang dilalui suatu krisis dengan menggunakan terminologi
kedokteran yang biasa dipakai untuk melihat stadium suatu krisis yang
menyerang manusia. Tahap-tahap itu menurut Fink adalah sebagai
berikut:
1) Tahap Prodromal
Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan
masih bisa bergerak dengan lincah. Padahal, pada tahap ini krisis sudah
muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia
33 Soleh Soemirat dan Elvinaro, Op Cit. hlm 183
43
memberi sirene tanda bahaya mengenai gejala-gejala yang harus segera
diatasi.
Mengacu pada definisi krisis, tahap ini juga merupakan bagian dari
turning point. Bila manajer gagal mengartikan atau menangkap sinyal ini,
krisis akan bergeser ke tahap yang lebih serius; tahap akut.
Sering pula eksekutif menyebut tahap prodromal sebagai tahap
sebelum krisis (precrisis). Tetapi sebutan ini hanya dapat dipakai untuk
melihat krisis secara keseluruhan dan disebut demikian setelah krisis
memasuki tahap akut sebagai retrospeksi.
Para ahli krisis umumnya sependapat bahwa sekalipun krisis pada
tahap ini sangat ringan, pemecahan dini secara tuntas sangat penting.
Alasannya adalah karena masih mudah untuk ditangani sebelum ia
memasuki tahap akut, sebelum ia meledak dan sebelum menimbulkan
komplikasi. Namun, sekalipun tidak dapat mengatasi tahap prodromal ini,
perusahaan tetap dapat mengambil manfaat dari perkenalan ini.
Setidaknya perusahaan akan lebih siap menghadapi gejala-gejala pada
tahap akut.
2) Tahap Akut
Inilah tahap ketika orang mengatakan : “tengah terjadi krisis”.
Meski bukan di sini awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis
dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau gejala yang tidak
jelas itu mulai kelihatan jelas.
44
Dalam banyak hal, krisis yang akut sering disebut sebagai the point
of no return. Artinya, sekali sinyal-sinyal yang muncul pada tahap
peringatan (prodromal stage) tidak digubris, ia akan masuk ke tahap akut
dan tidak bisa kemabli lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi
mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun, berapa besar kerugian lain
yang akan muncul amat tergantung dari para aktor yang mengendalikan
krisis.
Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap
akut adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai
pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang
menimpa perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh kompleksnya
permasalahan.
Tahap akut adalah tahap antara, yang paling pendek waktunya bila
dibandingkan dengan tahap-tahap lainnya. Bila ia lewat, maka umumnya
akan segera memasuki tahap kronis.
3) Tahap Kronis
Badai mulai reda, yang tersisa adalah reruntuhan bangunan dan
sejumlah bangkai, korban dari sebuah krisis. Berakhirnya tahap akut
dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan.
Tahap ini sering juga disebut sebagai the clean up phase atau the
post mortem. Sering pula tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self
analysis. Dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan
45
struktural. Mungkin penggantian manajemen, mungkin penggantian
pemilik, mungkin masuk nama-nama baru sebagai pemilik atau mungkin
pula bangkrut dan perusahaan dilikuidasi.
Seorang krisis manajer harus bisa memperpendek tahap ini karena
semua orang sudah merasa letih. Juga pers sudah mulai bosan
memberitakan kasus ini. Namun yang paling penting adalah perusahaan
harus memutuskan mau hidup terus atau tidak. Kalau ingin hidup terus
tentu ia harus sehat dan mempunyai reputasi yang baik.
Tahap kronis adalah tahap yang trenyuh. Kadang-kadang dengan
bantuan krisis manajer uang handal, perusahaan akan memasuki keadaan
yang lebih baik, sehingga pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan
mulai berlangsung.
4) Tahap Resolusi (penyembuhan)
Tahap ini adalah yahap penyembuahn (pulih kembali) dan tahap
terakhir dari empat tahap krisis. Bila ia seorang pasien, kesehatannya
sudah mulai pulih kembali, yang tertinggal adalah sedikit rasa letih, pegal
linu karena harus menahan rasa sakit dan sisa-sisa rasa sakit. Demikian
juga suatu perusahaan.
Meski bencana besar dianggap sudah berlalu, krisis manajer tetap
perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukkan
bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis
umumnya berbentuk siklus yang akan kembali membawa keadaan semula
46
(prodromal stage). Bila pasien yang sedang dalam proses penyembuhan
(tahap resolusi) tidak dapat menahan diri, dan bila penyembuhannya tidak
tuntas benar, ia akan kembali lagi ke tahap prodromal.34
7) Metode Penyelesaian Krisis
Menurut Soleh Soemirat & Elvinaro Ardianto, mereka yang duduk dalam
tim krisis adalah orang-orang yang dapat mewakili kepentingannya antara lain :
1. Hukum, ia harus diwakili karena akan sangat banyak melibatkan
kepentingan umum
2. Pimpinan tertinggi, harus mengambil keputusan secara cepat.
3. Pejabat Public Relations, karena PR harus mampu menggalang dan
mengawasi liputan semasa krisis dan sesudah krisis untuk
mengembalikan citra perusahaan.
4. Personal Industrial Relations, diperlukan karena setiap krisis akan
melibatkan tenaga kerja.
5. Employee Communications, sering dalam krisis tindakan yang diambil
hanya pengamanan siaran kepada masyarakat, siaran kepada karyawan
jangan dilupakan karena dapat menjadi bumerang.
6. Petugas keamanan pabrik, untuk menjaga kepentingan penyelesaian
krisis.
7. Kegiatan teknis, sangat diperlukan jika menyangkut karena adanya
benda-benda beracun dan berbahaya.
34 Steven Fink dalam Rhenald Kasali, Manajemen Public Relations, 1994. hlm 225
47
8. Kesehatan/medis, diperlukan karena mereka harus membantu korban-
korban yang berjatuhan.
9. Juru potret, diperlukan pengambilan gambar/dokumentasi untuk
pelajaran mengahadapi krisis maupun untuk kepentingan hokum dan
pembelaan.
10. Kontak dengan media, penunjukan seorang juru bicara, agar seluruh
keterangan hanya datang dari satu sumber untuk mencegah simpang
siurnya keterangan35.
Andre A. Hardjana dalam Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia,
menyatakan bahwa:
“Krisis manajemen tidak berarti memiliki buku pedoman, melainkan memiliki pemikiran awal untuk menghadapi apa yang tidak terduga dengan respon yang cepat dan efktif. Jadi yang dibutuhkan bukan buku pedoman yang rinci dan kaku untuk mendorong pemikiran dan tindakan birokratis, melainkan petunjuk atau pedoman garis besar (guidelines) seperti siapa yang dapat berhubungan dengan media massa, apa yang membutuhkan izin dan dan persetujuan manajemen puncak, dan siapa yang harus membela perusahaan saat mengahadapi krisis. Semuanya itu membutuhkan sistem komunikasi yang dibangun atas dasar kepercayaan dan pendelegasian sebanyak mungkin dalam proses perencanaan, informasi yang dibutuhkan mendapat perhatian sewajarnya.” 36
Berbeda dengan pendapat Soleh Soemirat dan Elvinaro, langkah-langkah
atau metode PR dalam mengahadapi krisis menurut Emeraldy Chatra & Rulli
Nasrullah yaitu :
35 Soleh Soemirat dan Elvinaro, Op Cit. hlm 183 36 Andre A. Hardjana Manajemen Komunikasi dalam Krisis, Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia : Manajemen Krisis. Oktober 1998. No. 2 , hlm 20
48
1. Identifikasi krisis
Pada umumnya, sebuah krisis tidak muncul secara mendadak. Ia selalu
memberi sinyal-sinyal permulaan. Maka dari itu, seorang praktisi humas harus
bisa melakukan pencatatan secara rinci terhadap fakta-fakta empiris yang
menyertai krisis.
Selama melakukan identifikasi, praktisi kehumasan perlu melakukan
pencatatan dan pengarsipan berbagai informasi yang berkaitan dengan
perkembangan organisasi, mengkliping berita-berita surat kabar, dan terus-
menerus mengikuti perkembangan politik, ekonomi dan social. Pada tahap ini,
kemampuan analitik belum begitu perlu, tetapi setidak-tidaknya praktisi
kehumasan tetap sadar bahwa apa yang terjadi di lingkungan eksternal sangat
berpengaruh kepada kondisi internal organisasi.
2. Penyusunan tim kehumasan krisis
Setelah krisis berhasil diidentifikasi, langkah selanjutnya kelompok kerja
atau tim penanggulangan krisis segera dibentuk. Tim tersebut dipimpin oleh
seorang manajer kehumasan yang memahami kehumasan krisis secara
konseptual maupun teknis-praktis. Manajer tim boleh jadi kepala humas atau
personalia lain yang bertanggung jawab pada kepala humas.
Jumlah anggota tim disesuaikan dengan besaran krisis yang telah
teridentififkasi. Setiap anggota tim kehumasan krisis bertanggung jawab atas satu
tugas khusus, yaitu mempelajari dan menganalisis krisis, mempersiapakan
konsep tindakan dan mempersiapkan kegiatan implementasi.
49
Selain memiliki anggota yang solid, tim kehumasan krisis juga perlu
memiliki rencana kerja yang jelas, lengkap dengan skedul, ruang pertemuan yang
di dalamnya terdapat fasilitas yang memadai.
3. Analisis krisis
Tugas tim kehumasan krisis selanjutnya adalah memahami krisis secara
komprehensif dan menemukan sebab-sebab mengapa terjadi krisis dengan
melakukan analisis terhadap krisis lalu terhadap komplikasi-komplikasinya.
Pada tahap ini tim mensistematisasi dan melakukan analisis terhadap
berbagai informasi yang telah terkumpul pada tahap pertama. Sebab-sebab krisis
mungkin bisa ditemukan dalam kumpulan informasi tersebut. Akan tetapi bila
tidak, tim dapat melakukan pencarian fakta (fact finding) dengan melakukan riset
opini publik, audit komunikasi dan audit kehumasan.
4. Penyusunan alternatif tindakan
Setelah memahami krisis secara komprehensif, tim lebih mengerti apa
yang harus mereka kerjakan. Tahap selanjutnya, tim membuat daftar alternative
tindakan dengan teknik curah pikir (brainstorming). Semua alternative disusun
dalam kerangka tiga pilihan strategi : strategi defensive, akomodatif dan dinamis.
Tim kehumasan krisis tidak memutuskan strategi mana yang akan dilaksanakan,
karena keputusan akhir berada di tangan pemimpin tertinggi organisasi. Dan
sebelum ketiga alternatif diserahkan kepada pengambil keputusan, tim
menyiapkan konsep operasionalisasi setiap alternative yang dipilih.
50
5. Implementasi
Setelah melakukan rapat seluruh anggota organisasi dan pengambilan
keputusan, tim kehumasan krisis kemudian memodifikasi anggaran, memilh teknik
dan media komunikasi, serta memilih personalia pelaksana.
Pada tahap ini tim kehumasan krisis menunjuk seorang juru bicara yang
bertugas memberikan penjelasan kepada publik, baik internal maupun eksternal.
Tidak hanya itu, penanggulangan krisis juga dilaksanakan dengan tindakan konkret
yang berhubungan dengan kinerja perusahaan yang sesuia dengan pilihan strategi.
Dalam tahap ini dilakukan pemilihan saluran komunikasi. Perhatian mula-
mula diarahkan kepada public yang akan menerima informasi atau pesan. Publik
tidak hanya diidentifikasi, tetapi dikenali lebih jauh mengenai informasi apa yang
mereka butuhkan, saluran komunikasi apa yang paling cepat dan efisisen
menjangkau mereka, kapan waktu berkomunikasi paling tepat, dan materi apa yang
membuat merekasemakin bertahan dengan keyakinannya semula.
6. Evaluasi
Langkah-langkah penanggualangan krisis yang diambil tidak dapat
dikatakan pasti berhasil. Dalam kenyataanya, sering timbul masalah yang tidak
terduga sehingga upaya penanggulangan tidak berjalan efektif. Oleh sebab itu, tim
heumasan krisis perlu melakukan evaluasi dengan kembali melakukan audit
51
kehumasan untuk mengukur sejauh mana telah terjadi perubahan kepercayaan
publik.37
Hampir mirip dengan pendapat Emeraldy Chatra dan Rulli, langkah-
langkah yang perlu dilakukan dalam menghadapi krisis menurut Rhenald Kasali,
adalah sebagai berikut :
1) Identifikasi Krisis
Untuk dapat mengidentifikasi suatu krisis, praktisi PR perlu
melakukan penelitian. Bila krisis terjadi dengan cepat, penelitian harus
dilakukan secara informal dan kilat. Hari itu tim diterjunkan dan
mengumpulkan data, hari itu pula kesimpulan ditarik. Hal ini hanya
dimungkinkan bila praktisi PR mempunyai kecakapan dan kepekaan untuk
mengumpulkan data. Biasanya mantan wartawanlah yang piawai
melakukan ini. Mereka biasa bekerja dengan kepekaan dan, deadline dan
kecermatan.
Pekerjaan ini dilakukan persis seperti seorang dokter melakukan
diagnosis, menelitit simpton dan set back untuk memperoleh gambaran
yang utuh. Untuk mngidentifikasi krisis, perusahaan bisa mengubungi
pihak-pihak lain di luar perusahaan, seperti para ilmuwan di universitas,
para akedemisi, futurology atau pengamat dan konsultan.
37 Emeraldy Chatra dan Rulli, Op Cit. hlm 79
52
2) Analsis Krisis
Prkatisi PR bukanlah sekedar petugas penerangan yang melulu
mengandalkan aksi. Sebelum melakukan komunikasi, ia harus melakukan
analisis atas masukan yang diperoleh. Analisis ini adalah “pekerjaan
belakang meja” dengan keahlian membaca permasalahan. Analisis yang
dilakukan mempunyai cakupan yang luas, mulai dari analisis parsial
sampai analisis integral yang kait mengait.
3) Isolasi Krisis
Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekedar
penyakit biasa, ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis
menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan serius
dilakukan
4) Pilihan Strategi
Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi untuk
mengendalikan krisis, perusahaan perlu melakukan penetapan strategi
generic yang akan diambil. Ada 3 strategi generik untuk menangani krisis,
yaitu :
a. Defensive Strategy (Strategi Defensif)
Langkah-langkah yang diambil meliputi hal-hal seperti :
· Mengulur waktu
· Tidak melakukan apa-apa (not in action atau low profile)
53
· Membentengi diri dengan kuat (stone walling)
b. Adaptive Strategy (Strategi Adaptif)
Langakah-langkah yang diambil mencakup hal-hal yang lebih luas,
seperti :
· Mengubah kebijakan
· Modifikasi operasional
· Kompromi
· Meluruskan citra
c. Dynamic Strategy (Startegi Dinamis)
Strategi ini sudah bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan
berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya adalah :
· Merger dan akuisisi
· Investasi baru
· Menjual saham
· Meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama
· Menggandeng kekuasaan
· Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian
5) Program Pengendalian
Program pengendalain adalah langkah penerapan yang dilakukan
menuju strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generic
dapat dirumuskan jauh-jauh hari dari krisis timbul, yakni sebagai
guidance agar para eksekutif bisa mengambil langkah pasti. Berbeda dari
54
strategi generik, program pengendalian biasanya disusun di lapangan
ketika krisis muncul.
Implementasi pengendalian diterapkan pada :
· Perusahaan (beserta cabang)
· Industri (gabungan usaha sejenis)
· Komunitas
· Divisi-divisi perusahaan38
Berbeda dengan Emeraldy dan Rhenald Kasali, Jim Macnamara dalam
bukunya Public Relations Handbook for Managers and Executives,
mengemukakan 6 langkah manajemen krisis:
1. Scenario Development
Pada tahap ini perusahaan perlu untuk mengidentifikasi dan meperkirakan
kemungkinan yang dapat terjadi dan dampak yang mungkin timbul
2. Preparation
Setelah membuat daftar segala kemungkinan yang dapat terjadi, maka
perusahaan perlu mempersiapkan hal-hal berikut :
A. Mepersiapkan petunjuk layanan telepon 24 jam untuk semua pihak
yang berkepentingan
38 Rhenald Kasali, Op Cit. hlm 231
55
B. Memiliki dan melatih beberapa orang untuk menghadapi media
massa sehingga selalu siap untuk memberikan informasi bila
dibutuhkan
C. Mendirikan ruangan tertentu yang digunakan sebagai crisis centre
bagi tim penanggualangan krisis pada saat krisis telah terjadi.
D. Mempersiapkan segala informasi selengkap mungkin berkaitan
dengan krisis
3. Monitoring
Pemantauan yang efektif diperlukan untuk mendapatkan peringatan atau data-
data awal krisis. Termasuk di dalamnya adalah pemantauan terhadap berita-
berita yang muncul di media.
4. Networking
Pada saat krisis terjadi, tidak dapat dipungkiri perusahaan membutuhkan mitra
yang dapat memberikan dukungan, baik organisasi atau perusahaan umum.
Kredibilitas dan operasional perusahaan akan cepat pulih apabila perusaahaan
memiliki dukungan tersebut. Hubungan dengan pihak luar tersebut harus
sudah terjalin dengan baik sebelum terjadi krisis. Sehingga sudah seharusnya
perusahaan memiliki program untuk membangun jalinan hubungan dengan
pihak luar.
5. Focusing
Pada saat krisis, akan ada banyak sekali tekanan yang muncul pada pihak
manajemen perusahaan di samping maraknya isu yang berkembang di
masyarakat. Perusahaan tentunya tidak dapat memberikan perhatian kepada
56
semua pihak yang mencoba untuk menarik perhatian. Sehingga kunci dari
manajemen krisis adalah memusatkan perhatian pada isu utama yang
berkembang saat itu.
6. Implement A Plan
Setelah menerapkan langkah-langkah di atas, maka perusahaan dapat
menerapkan manajemen krisis sesegera mungkin dan secara efektif yang
dibagi menajdi tiga tahapan,:
1) Penanggulangan dan penanganan kerusakan
Pada tahap ini perusahaan memusatkan perhatian kepada tindakan awal
dalam penanganan kerusakan atau meminimalisir kerusakan yang biasanya
muncul.
2) Manajemen yang proaktif
Pihak manajemen perusahaan perlu menunjukkan rencana tindakan
penanganan selanjutnya. Hal ini akan menunjukkan tanggung jawab
perusahaan dan dapat memberikan kesan positif bagi perusahaan.
3) Pemulihan citra
setelah krisis dapat teratasi maka diperlukan program komunikasi pasca
krisis untuk memulihkan citra perusahaan.39
Dalam manajemen krisis, perlu diperhatiakan beberapa hal yang berkaitan
dengan masalah komunikasi saat krisis:
a) containment
39 Jim Macnamara dalam Skripsi Rina Wulandari, Fungsi Humas dan Manajemen Krisis, FISIP UNS, Surakarta, 2002, hlm 10
57
Perusahaan harus segera mungkin membendung dan mengisolasi masalah,
baik secara fisik maupun emosi.
b) openness
Perusahaan terbuka, jujur dan terus terang. Mengatakan apa adanya atas
kejadian yang sebenarnya. Kondisi akan semakin membaik bila perusahaan
terbuka, menceritakan kebenaran, dan menginformasikan hal tersebut kepada
masyarakat sebanyak mungkin.
c) Responsibility
Perusahaan harus menunjukkan tanggung jawab dengan tidak melemparkan
kesalahan dan mengabaikan isu yang berkembang.
d) Compassion (or empathy)
Tunjukkan perhatian dan empati kepada masyarakat yang terkena imbasnya.
e) Action
Perusahaan perlu merespon krisis dengan melakukan tindakan-tindakan yang
jelas dan nyata. Katakan pada publik apa yang akan dilakukan perusahaan
berkaitan dengan krisis tersebut.40
Bagaimana suatu perusahaan melakukan upaya pada masa krisis akan juga
berpengaruh setelah krisis itu terlewati. Sikap yang ditunjukkan perusahaan pada
publik di masa krisis akan selalu diingat dan mungkin bisa dijadikan bumerang
jika perusahaan itu tidak mempertahankan sikap yang sama setelah krisis. Ketika
40 Jim Macnamara, Op. Cit. hlm 13
58
krisis terlewati, perusahaan dihadapkan pada kenyataan untuk membangun
kembali, baik kepercayaan publik maupun reputasinya.41
Sedangkan langkah-langkah mengatasi krisis menurut Bob Spieldnner
dalam Jurnal Public Relations Tactics adalah sebagai berikut:
1. Call for help immediately -You may be in over your head before you know it.
2. Set up a communication center-We call it ajoint Information Center, but the key is to get people working together face-to-face.
3. Decentralize decision-making - Often, senior communications leaders will be tied up in meetings and will not be available to make decisions.
4. Set up a crisis team -You can't operate with a normal structure during a crisis.
5. Take care of your people - Know that everyone has a personal limit; allow people time to recharge. Sometimes, you'll have to force them to take that time, but they will come back better thinkers and workers.
6. You can't handle every media request - Grant the ones that have the most impact and reach your key audiences. Never forget your local media.
7. Only worry about what you can control -You can't solve all the problems; do what you can and move on.
8. Expect the unexpected-Just when you think things can't get worse, they will.
9. Don't forget the power of communication -A single communicator can calm fears, instill confidence and help a community start to heal.
10. Declare an end to the crisis - Sometimes you have to declare an end to a crisis, even to the media, so people will move on to the next phase. 42
Tahapan penyelesaian krisis dapat dilakukan dengan meminta bantuan
pihak lain, membentuk pusat informasi, desentralisasi pengambilan keputusan,
41 Jon White dan Laura Mazur, Manajemen Krisis, Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia : Manajemen Krisis. Oktober 1998. No. 2 , hlm 42 42 Bob Spieldenner, The Virginia Tech tragedy: "My belief in the importance of professional communicators is stronger than ever", Public Relations Tactics. Sep 2007. Edisi 14, hlm 19 dapat dilihat di http://proquest.umi.com/pqdweb/ptn063?did=1380675711&sid=9&Fmt=3&clientId=44698&RQT=309&VName=PQD
59
kepedulian kepada karyawan, prioritaskan media tertentu karena sulit untuk
menangani semua media, lakukan apa yang mampu dikerjakan dan pantang
menyerah, mengharapkan yang tidak terduga, perhatikan kekuatan komunikasi,
pernyatakan mengakhiri krisis, sehingga masyarakat akan berpindah ke fase
berikutnya.
Sedikit berbeda dengan Bob Spieldnner, Matthew Schimmoeller Public
Realtions Quarterly Journal menyatakan beberapa aspek yang harus ditekankan
dalam penyelesaian krisis, yaitu:
“When addressing crisis management there are several key guidelines to be upheld in order to maintain organization on a company's behalf and limit the negative consequences. Obtaining an encompassing knowledge of the surrounding environment in which the crisis takes place is a key element in sustaining control. One spokesperson should be designated for communicating to the public throughout the crisis. If the issue may affect any part of the public outside of the organization, an additional spokesperson should be required to keep elected officials and opinion leaders directly advised. An absolutely instrumental guideline to endorse is the elimination of speculation concerning any and all aspects of the crisis. Provide only information that is known and confirmed, while limiting access to that information to properly monitor the release of the message.” 43 Matthew Schimmoeller menekankan beberapa panduan ketika menangani
krisis manajemen untuk mempertahankan reputasi organisasi dan dampak negatif
akibat krisis. Memperoleh pengetahuan tentang lingkungan sekitar terjadinya
krisis merupakan kunci dalam mempertahankan kendali. Salah satu juru bicara
harus ditunjuk untuk mengkomunikasikan kepada masyarakat di seluruh krisis.
43Matthew Schimmoeller, The Sago Mine Disaster: Can Lightning Strike Twice?, Public Relations Quarterly. Rhinebeck: 2008. Edisi 52. hlm 38 dapat dilihat di http://proquest.umi.com/pqdweb/ptn063?did=1494423331&sid=5&Fmt=3&clientId=44698&RQT=309&VName=PQD
60
Jika masalah dapat mempengaruhi setiap bagian dari publik di luar organisasi,
juru bicara tambahan seharusnya diperlukan untuk menjaga pejabat terpilih dan
pemuka pendapat yang ditunjuk secara langsung. Sebuah pedoman pokok absolut
yang mendukung adalah pengurangan spekulasi dalam menyikapi semua hal
tentang krisis. Sediakan informasi yang hanya sesuai untuk memonitor proses
keluarnya pesan.
Sedangkan Judy Hoffman dalam American Water Works Association
Journal menyatakan bagaimana prinsip-prinsip dasar rencana komunikasi krisis,
yaitu:
1. Preparation. Utilities must have crisis communications plans. 2. Swiftness. Following any incident, the Crisis Communication Plan (CCP)
must be implemented quickly. Timely information should be provided throughout the incident.
3. Accessibility. Utility representatives must be accessible to the public and the media.
4. Factual presentation. The message must be completely honest and factual. There cannot be any speculation.
5. Practice. The CCP should be practiced along with all other aspects of incident preparedness. The CCP should be included in the incident followup analysis. 44
Menurut Judy Hoffman, prinsip-prinsip dasar rencana komunikasi krisis,
yaitu persiapan yang matang, kecepatan, akses kepada publik dan media,
presentasi faktual, dan kesiapsiagaan dalam menghadapi insiden dengan aspek
lain.
44 Judy Hoffman, Jack Moyer, Are You Ready for the TV Cameras? Communicating With the Media and the Public Following Negative Incidents, American Water Works Association. Journal. Denver: May 2007. Edisi 99. hlm 48 dapat dilihat di http://proquest.umi.com/pqdweb/ptn063?did=1281614891&sid=5&Fmt=3&clientId=44698&RQT=309&VN me=PQD
61
Menurut Marsefio S. Luhukay dalam Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, ketika
krisis terjadi ada hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh PR antara lain
mengemas informasi terhadap publik dapat dilakukan dengan cara:
1. Instructing Information
Informasi yang pada dasarnya berisi petunjuk atau pedoman apa yang
harus dilakukan oleh public atau bagaimana public bertindak dalam krisis.
Misalnya pada kasus likuidasi bank. Publik yang disasar bukan hanya publik
eksternal tetapi juga internal, yakni karyawan, keluarga karyawan, direksi,
pemegang saham/investor.
2. Adjusting Information
Informasi yang memungkinkan public untuk mengatasi masalah-masalah
emosional mereka Misalnya pada kasus jatuhnya pesawat terbang, keluarga
penumpang perlu di beri informasi yang jelas dan akurat tentang kondisi terkini
atau perkembangan kecelakaan tersebut. Tetapi tentunya isi pesannya berbeda,
karena dibutuhkan empati yang luar biasa dalam hal ini.
3. Internalizing Information
Informasi yang akan diserap khalayak yang pada akhirnya akan
membentuk penilaian publik terhadap sebuah organisasi dalam jangka panjang. Isi
komunikasi biasanya menyangkut inti krisis yang sedang dihadapi organisasi.
Langkah-langkah yang sedang ditempuh perusahaan, dan sebagainya. Publik perlu
mengetahui hal ini. Karena ini menyangkut trust public pada perusahaan.
Biasanya PR akan menggelar jumpa pers dan mengundang media untuk
menghadiri, kemudian ada tim krisis dari crisis centre perusahaan dan kemudian
62
narasumber utama dari pimpinan perusahaan dan juga keluarga korban (kalau ada)
dan tentunya PR tetap ada untuk memantau dan membuat report atas krisis
tersebut.
Dan satu hal yang tidak bisa dihindari dan masih jarang dilakukan PR di
Indonesia (kecuali PR dari corporate yang besar) adalah HP atau mobile phone
harus selalu aktif 24 (dua puluh empat) jam. Hal ini penting karena media percaya
pada perusahan melalui PR dan dari hubungan mutual understanding ini akan
tercipta mutual benefit yang berguna bagi kelangsungan hidup organisasi sebagai
suatu organisme sosial yang membutuhkan lingkungan internal dan eksternalnya.
Yang diperlukan PR adalah kemampuan untuk melakukan komunikasi
yang jujur dan terbuka yang berlangsung two way symmetrical (dua arah dan
simetris) dengan publiknya. Sehingga aktivitas media relations termasuk
ketrampilan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan pers, harus menjadi
bagian yang terintegrasi dalam lingkup pekerjaan PR, bukan hanya ketika krisis
terjadi, maka wartawan pun dilirik45.
45 Marsefio S. Luhukay, Penerapan Manajemen Krisis di Indonesia : Memotret Krisis dalam Kacamata Public Relations, Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, Edisi. 2, No. 1, Januari 2008: 18 – 28 dapat dilihat di http://puslit.petra.ac.id/journals/communication/
63
2. Penelitian Lain yang Relevan
Judul penelitian dan
nama peneliti
Lokasi dan
tahun
penelitian
Hasil penelitian
Strategi Public
Relations PT KAI
Daop VI Yogyakarta
dalam Menanggulangi
Percaloan Tiket Kereta
Api (Deskriptif
Kualitatif)
Meylia Rachmawati
PT KAI
Daop VI
Yogyakarta
Tahun 2005
Mengupayakan pemberantasan praktik percaloan
menggunakan berbagai media : 1)brosur/leaflet
membuat brosur/leaflet yang berisi program-
program PT KAI dan larangan percaloan yang
diletakan di bagian informasi stasiun agar
masyarakat mengetahui.
2)media massa
setiap kegiatan PT KAI diupayakan adanya
peliputan oleh media massa agar semua informasi
tersebut diketahui masyarakat luas.
3)menggunakan kebudayaan masyarakat
PT KAI harus menyesuaikan diri agar bisa menyatu
dengan kultur budaya setempat agar menunjang
keberadaan perusahaan.
4)kegiatan-kegiatan lainnya
misalnya dengan memberi pengarahan kepada
masyarakat sekitar, peryaan hari besra dna lainnya.
Strategi PR dalam menanggulangi percaloan tiket :
64
1) internal PR dengan pelatihan dan penyuluhan
karyawan, tindakan disiplin dan penerbitan media
internal. 2) eksternal PR dengan publikasi larangan
percaloan, promosi penjualan, pameran dan
interaktif PT KAI dengan masyarakat.
Manajemen Krisis
(Studi Deskriptif
kualitatif tentang
manajemen krisis
dalam menegmbalikan
Citra Radio ABC
pasca krisis pada bulan
Maret-Oktober 2007)
Nur Rochmawati
PT Radio
Angkasa
Bahana
Citra (Radio
ABC) Jl.
Kapt.
Mulyadi
No.117
Surakarta
57113
Tahun 2009
Upaya menangani krisis dalam rangka
mengembalikan citra Radio ABC. 1)
Mengidentifikasi krisis (fact finding), manajemen
Radio ABC mengumpulkan fakta yang menjadi
penyebab timbulnya krisis, 2) Perencanaan program
penanggulangan krisis
Radio ABC melakukan beberapa progranm
penanggulangan, yaitu
bekerjasama dengan Yayasan Al Irsyad Surakarta
dan pencarian dana mandirir/iklan, pembenahan
peralatan siar, perekrutan SDM baru, penggantian
tagline serta program acara baru, merencanakan
jumpa monitor ABC. 3) pelaksanaan program-
program yang direncanakan. 4)evaluasi program
dari beberapa langkah yang dilakukan manajemen
ABC, akhirnya Radio ABC kembali mengudara
pada 1 November 2007. adanya program jumpa
65
monitor dalam upaya pengembalian citra juga
mendapat tanggapan positif. Selain itu manajemen
juga berhasil menjalin kembali kerjasama dengan
pengiklan.
Fungsi Humas dalam
Manajemen Krisis
(Studi deskriptif
manajemen krisis pada
kasus King Fisher
Tahun 2000 yang
dialkuakan Hupmas
Pertamina Unit
Pengolahan IV Cilacap
terhadap Masyarakat
Nelayan)
Rina Wulandari
Pertamina
Unit
Pengolahan
IV Cilacap,
Jl. MT.
Haryono 77
Cilacap.
Tahun 2002
Perencanaan manajemen krisis Hupmas Pertamina
UP IV Cilacap :
1)program Early Warning Prediction (EWP) yang
berusaha untuk mendeteksi segala hal yang terjadi
di masyarakat, termasuk di dalamnya reaksi,
karakterisitik, dan kondisi masyarakat maupun
opini public yang berkembang
2)pelaksanaan Action Plan yang dilaksanakan
berdasarkan analisa dan pertimbangan atas hasil
EWP. Hal tersebut akan menjadi masukan yang
penting saat pengambilan keputusan.
3)pemulihan citra dilakukan dengan terus
melakukan monitoring dan juga pendekatan serta
pembinaan hubngan baik dengan public.
Langkah-langkah yang diambil Hupmas dalam
penanggulangan masalah tersebut :
1)menururnkan kapasitas pengolahan kilang dari
100% menjadi 80%
66
2)pembersihan pantai dengan melibatkan nelayan
3)mengaktifkan tim penanggulangan keadaan
darurat
4)membentuk tim hokum
67
g. Kerangka Pemikiran
Kronologis Krisis
Anatomi tahapan-tahapan
krisis :
-Tahap Podromal
-Tahap Akut
-Tahap Kronis
-Tahap Resolusi
Strategi Komunikasi
-Research
-Planning
-Action
-Evaluation
Implement a plan
-Penanggulangan dan
penanganan kerusakan
-Manajemen yang proaktif
-Pemulihan citra
Manajemen Krisis
-Scenario Development
-Preparation
-Monitoring
-Networking
-Focusing
-Implement a plan
68
h. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Menurut Pawito, metodologi meliputi cara pandang dan prinsip berpikir
mengenai gejala yang diteliti, pendekatan yang digunakan, prosedur ilmiah
(metode) yang ditempuh, termasuk dalam mengumpulkan data, analisis data dan
penarikan kesimpulan.46
Pada penelitian ini penulis menggambarkan suatu realitas yang terjadi
tanpa memberikan penjelasan-penjelasan, mengontrol gejala komunikasi,
mengemukakan prediksi-prediksi, atau menguji teori apapun, maka pendekatan
yang paling tepat adalah jenis kualitatif.
Seperti yang diungkapan Pawito mengenai deskdripsi penelitian kualitatif :
“Penelitian komunikasi kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi, mengemukakan prediksi-prediksi, atau untuk menguji teori apapun, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan atau pemahaman (undertanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.”47 Sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Karena
peneliti hanya akan mengambarkan gejala sosial atau hanya menyingkapkan fakta.
Seperti yang dinyatakan Susanto, penelitian deskriptif yang berusaha
menggambarkan secara terperinci terhadap gejala sosial yang dimaksudkan dalam
permasalahan yang diteliti, sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta.48
Bogdan dan Taylor secara singkat menyatakan bahwa metodologi dalam
penelitian kualitatif pada dasarnya adalah prosedur-prosedur penelitian yang
46 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, 2007. hlm 83 47 Ibid. hlm 35 48 Susanto, Metode Penelitian Sosial, 2006. hlm 16
69
digunakan untuk menghasilkan data deskriptif, yang ditulis atau diucapkan orang
dan perilaku-perilaku yang dapat diamati.49
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta
dengan pusat kajian manajemen krisis di bagian humasda.
3. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Purposive Sampling. Pengertian sengaja (purposive) di sini adalah bahwa peneliti
telah menentukan responden dengan anggapan atau pendapatnya (judgement)
sendirir dalam sampel penelitiannya, peneliti tahu persis siapa yang akan dipilih
sebagai sampel.50
Untuk memperoleh informasi yang lengkap dan dalam, maka peneliti
memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya, yaitu :
a) Pihak Internal
1) Sugeng Priyono selaku Kepala Humasda PT KA Daop I
Jakarta.
2) Asmat Saputra selaku Staf Humasda PT KA Daop I Jakarta.
b) Mitra, yaitu pihak yang diajak bekerjasama oleh Humasda PT KAI
Daop I Jakarta
49 Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, Intrudiction To Qualitative Research Methods dalam Pawito, Loc Cit. 50 Susanto, Op Cit. hlm 121
70
1) Endra Gunawan selaku Staf Asisten Manajer Hiperkes PT KA
Daop I Jakarta
c) Korban kecelakaan KRL Pakuan 221 dengan KRL Ekonomi 549
1) Ujas
2) Dudi Kurniadi
3) Erna Suryani
4) Mariani Br Ginting
4. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Pawito, Teknik pengumpulan data dalam penulisan dapat
dilakukan dalam beberapa cara, yaitu :
1. Data yang diperoleh dari interview.
2. Data yang diperoleh dari observasi.
3. Data yang berupa dokumen, teks atau karya seni yang kemudian
dinarasikan (dikonversi ke dalam bentuk narasi). 51
Dari ketiga teknik pengumpulan data tersebut, peneliti hanya melaksanakan
dua jenis teknik yang ada, yaitu nterview dan dokumen. Berikut prosedur dari
masing-masing teknik pengumpulan data yang telah dilakukan oleh peneliti :
1. Interview
a) Interview Kepala Humasda, Sugeng Priyono, SH
51Pawito, Op Cit. hlm 96
71
- Tempat : Interview ini dilaksanakan di kantor Humasda PT KA Daop I
Jakarta, tepatnya di ruang kerja Kepala Humasda.
- Waktu : Rabu, 17 Februari 2010 Pukul 10.30 - 12-30
- Pertanyaan pokok :
a. Mengenai Humasda PT KA Daop I Jakarta, meliputi bagaimana
sejarah, tujuan, peranan, fungsi, tugas, struktur organisasi, publik
humasda dan kegiatan yang dijalankan.
b. Mengenai humasda dalam kaitannya dengan krisis, meliputi
bagaimana kronologis, apa penyebab krisis, dan bagaimana dampaknya.
c. Mengenai strategi manajemen krisis, meliputi bagaimana humasda
menanggapi krisis, langkah awal apa yang dilaksanakan, dan bagaimana
upaya pengembalian citra positif.
b) Interview Staf Humasda, Asmat Saputra
- Tempat : kantor Humasda PT KA Daop I Jakarta, tepatnya di ruang
tamu.
- Waktu : Jumat, 12 Februari 2010 Pukul 09.00 – 11.00
- Pertanyaan pokok :
a. Mengenai Humasda PT KA Daop I, meliputi tugas humasda, publik
humasda, dan bagaimana upaya menjalin hubungan baik dengan publik
humasda.
b. Mengenai Humasda dalam kaitannya dengan krisis, meliputi
bagaimana kronologis krisis, apa penyebabnya dan apa dampaknya.
72
c. Mengenai manajemen krisis, meliputi bagaimana upaya penanganan,
piha mana saja yang ikut menangani krisis (baik pihak internal maupun
eksternal humasda), bagaimana strategi komunikas, dan bagaimana
upaya pencitraan.
c) Interview Endra Gunawan, Amd
- Tempat : Gedung PT KA Daop I Jakarta, tepanya di ruangan kerja Sie
Hiperkes PT KA Daop I Jakarta.
- Waktu : Senin, 8 Februari 2010 Pukul 13.00 – 14.30
- Pertanyaan pokok :
a. bagaimana kronologis krisis
b. bagaimana penanganan yang dilakukan Sie Hiperkes
c. berapa jumlah korban dan siapa saja (data korban)
d) Interview Ujas
- Tempat : melalui telepon.
- Waktu : Kamis, 8 April 2010 Pukul 12.18 – 12.45
- Pertanyaan pokok :
a. Bagaimana kronologis kejadian
b. Bagaimana penanganan
c. Bagaimana penggantian rugi
e) Interview Dudi Kurniadi
73
- Tempat : melalui telepon.
- Waktu : Kamis, 8 April 2010 Pukul 09.20 – 10.03
- Pertanyaan pokok :
a. Bagaiamana kronologis kejadian
b. Bagaimana penanganan
c. Bagaimana penggantian ruginya
f) Interview Erna Suryani
- Tempat : melalui telepon.
- Waktu : Jumat, 9 April 2010 Pukul 18.29 – 18.47
- Pertanyaan pokok :
a. Bagamana kronologis kejadian
b. Bagaimana penanganan
c. Bagaimana penggantian ruginya
g) Interview Mariani Br Ginting
- Tempat : kantor Humasda PT KA Daop I Jakarta
- Waktu : Kamis, 8 April 2010 Pukul 16.09 – 16.40
- Pertanyaan pokok :
a. Bagaimana kronologis kejadian
b. Bagaiamana penangan
c. Bagaimana penggantian ruginya
74
2. Dokumen
Dalam upaya pengumpulan data yang berupa dokumen, peneliti
mendapatkan 3 macam dokumen, yaitu :
a) Dokumen berupa data korban kecelakaan.
Dokumen tersebut diperoleh dari Asisten Manajer Hiperkes, Endra
Gunawan. Setelah peneliti melaksanakan wawancara, kemudian
peneliti meminta data lengkap seluruh korban kecelakaan KRL
Pakuan dengan KRL Ekonomi. Meskipun pada data tersebut tidak
tertulis seluruh alamat lengkap dari para korban.
b) Dokumen berupa foto-foto kecelakaan KRL Pakuan dan KRL
ekonomi. Dokumen foto tersebut diperoleh peneliti ketika
melaksanakan wawancara kepada staf humasda, Asmat Saputra.
Foto yang didapat meliputi, foto KRL Pakuan dan KRL Ekonomi
yang rusak parah, foto para teknisi melakukan perbaikan kereta dan
rel, foto para korban di rumah sakit, foto ketika diadakan press
conference dengan media massa, dan foto kunjungan para pejabat
PT KA untuk memberi simpati para korban dan keluarga.
c) Dokumen berupa kliping berita media cetak tentang pemberitaan
kecelakaan KRL pakuan dan KRL Ekonomi.
Dokumen tersebut didapat ketika peneliti melakukan wawancara
kepada staf humasda, Asmat Saputra di kantor humasda.
d) Dokumen berupa lembar Media Monitoring Humasda terkait
kecelakaan KRL Pakuan dan KRL Ekonomi.
75
Lembar Media Monitoring Humasda tersebut didapat peneliti dari
internet, dengan alamat www.mediamon.humaska.com atau bisa
juga dengan link website : http://202.59.201.82/web. Link tersebut
diperoleh dari staf internal humasda, Arlina Zaman.
5. Jenis Data
Beragam sumber data dapat dikelompokkan jenis dan posisinya, mulai dari
yang paling terlibat hingga yang paling sekunder :
a) Narasumber (informan)
Dalam memilih informan, peneliti wajib memahami posisi dengan
beragam peran dan keterlibatannya dengan kemungkinan akses informasi
yang dimilikinya sesuai kebutuhan penelitian.
b) Peristiwa atau aktivitas
Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas, atau
perilaku sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran penelitian.
Namun banyak peristiwa yang terjadi hanya satu kali atau hanya berjalan
dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, kajian lewat peristiwanya
secara langsung tidak bisa dilakukan, kecuali lewat cerita narasumber, atau
dokumen rekaman dan gambar bila ada.
c) Tempat atau lokasi
Dari pemahaman lokasi dan lingkungannya, peneliti bisa secara cermat
mencoba mengkaji dan secara kritis menarik kemungkinan simpulan yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian.
76
d) Benda, beragam gambar dan rekaman
Beragam benda yang terlibat dalam suatu peristiwa atau kegiatan yang
berupa benda sederhana sampai peralatan yang paling rumit bisa menjadi
sumber data yang penting dalam penelitian.
e) Dokumen dan arsip
Dalam mengkaji dokumen maupun arsip, peneliti perlu menguji keaslian
dokumen tersebut, bisa melalui kesaksian orang yang tahu atau dengan
mengkaji beragam aspek formalnya.52
6. Validitas Data
Setelah pengumpulan data dilakukan, peneliti harus dapat membuktikan
kebenaran atau keabsahan data yang diperoleh. Validitas (validity) data dalam
penelitian komunikasi kualitatif lebih menunjuk pada tingkat sejauh mana data
yang diperoleh telah secara akurat mewakili realitas atau gejala yang diteliti.
Dalam upaya membuktikan validitas data, maka dapat digunakan teknik
triangulasi.53
Teknik triangulasi dalam penelitian kualitatif bukan terletak pada upaya
menguji data mana yang lebih benar di antara data yang diperoleh ketika data
yang didapat ternyata berbeda atau bahkan mungkin bertolak belakang, melainkan
teknik triangulasi merupakan upaya untuk menunjukkan bukti empirik untuk
meningkatkan pemahaman terhadap realitas atau gejala yang diteliti.54
52 Heribertus. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif, 2002. hlm 50 53 Pawito, Op Cit. hlm 97 54 Ibid
77
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi data atau biasa
disebut triangulasi sumber, yaitu penggunaan beragam sumber data dalam suatu
kajian 55.
7. Analisis Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis interaktif Miles
dan Huberman atau biasa disebut dengan interactive model. Teknik analisis ini
pada dasarnya terdiri dari tiga komponen, yaitu :
1. Reduksi Data
Merupakan proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatn-catatan
tertulis di lapangan.
2. Penyajian Data
Merupakan proses penyususan atau merancang seluruh data secara teratur agar
mudah dianalisis. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses penarikan
kesimpulan.
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Penarikan kesimpulan dari data yang telah disusun dalam penyajian data. 56
Ketiga komponen tersebut merupakan serangkaian proses yang saling
berinteraksi dengan pengumpulan data sebagai pegangan utama. Apabila data
yang dihasilkan belum mencukupi dalam ketiga bagian tersebut, peneliti akan
55 N.K. Denzin dalam Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif. 2006. hlm 99 56 Miles dan Huberman dalam Heribertus Sutopo, Op Cit. hlm 34
78
mengumpulkan data kembali dengan menyusun pertanyaan penggalian data yang
baru, sehingga diperoleh hasil yang mantap.
Gb.2 Skema Model Analisis Data Interaktif
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan
Penyajian Data
79
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
A. Sejarah PT Kereta Api (Persero)
Perusahaan yang melayani jasa angkutan kereta api di Indonesia sudah ada
sebelum perang dunia ke II. Pencangkulan pertama pembuat tubuh jalan rel
sepanjang 26 kilometer antara stasiun Kemijen – Tangerang oleh Gubenur Jendral
Belanda Mr. L.A.J. Baron Sloet Van De Beele pada 17 Juni 1864 sebagai bukti.
Empat Tahun kemudian, pada tanggal 17 Juni 1868 pengoperasian pertama
perjalanan KA diantara stasiun Kemijen-Tanggung diresmikan.
Bertolak dari sukses operasi KA di lintas Kemijen-Tanggung,
pembangunan jalan rel diteruskan ke lintas Semarang-Solo dan selesai pada
Tanggal 18 Febuari 1870. Selanjutnya, pembangunan jaringan KA merambah
sampai ke Sumatra dan Sulawesi. Namun pada masa pendudukan Jepang,
Jaringan Jalan Rel di beberapa lintasan di Jawa dan Sulawesi dibongkar untuk
pembangunan Jaringan Rel di Burma. Tidak hanya rel dan sebagian sarana saja
yang di alihkan ke Burma, termasuk sejumlah pegawai kerta api dipindahkan ke
Burma sebagai romusha.
Dahulu pemerintah Hindia Belanda menjadi kereta api sebagai sarana
logistic politik untuk kepentingan strategi peperangan dan memenuhi kebutuhan
ekomominya, Terutama setelah terjadinya revolosi industri di Eropa yang
mendorong pemerintah Hindari Belanda untuk Mengkspor haril bumi Indonesi.
80
Sesudah proklamasi kemerdekaan RI, para pemuda Kereta Api (AMKA)
melakukan aksi pengambilalihan kekuasaan perkereta apian dari tangan
pendudukan bala tentara Jepang pada tanggal 28 September 1945 di Balai Besar
yang berkedudukan di Jalan Gereta No. 1 (kini menjadi Jalan Perintis
Kemerdekaan No.1) Bandung, Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari
jadi kereta api yang di peringati oleh segenap warga PT kereta api (Persero) setiap
tahun.
Selama perang kemerdekan (1945-1950), kantor pusat PT Kereta Api
pernah berpindah-pindah tempat antara lain di Cisurupan, Gombong, Yogyakarta,
Jakarta dan akhirnya kembali ke Bandung. Meskipun saat itu Djawatan Kereta
Api RI (DKRI) telah terbentuk, pada lintasan tertentu masih ada yang di kuasai
oleh tentara Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia.
Dua hari setelah penggambilanalihan kekuasan perkereta apian , tanggal
30 September 1945 di selenggarakan “Musyawarah pimpinan DKRI” se-jawa dan
Sumatra . Musyawarah yang dipimpin oleh Mr. Soewachjo Seomodilogo tersebut
kemudian memilihnya menjadi kepala DKARI. Pada Tanggal 27 September 1949
pemerintah mengeluarkan pengumuman pemerintah No. 2 pada Januari 1950 yang
menggabungkan DKARI dan SS / VS menjadi satu jawatan dengan Nama
Jawatan Kereta Api (DKA), berikutnya pada 4 September 1951, Surat Keputusan
Mentri perhubungan No. 32312 / Ment, pemerintah menetapkan Ir. Moh Effendy
Saleh sebagai Direktur Djenderal Djawatan Kereta Api (DDKA).
Kemudian melalui peraturan Pemerintah No. 22 / 1963 tanggal 25 Mei
1963 status perkeretaapian berubah dari DKA menjadi PNKA (perusahan Negara
81
Kereta Api pada tanggal 21 Mei 1964., dewan direksi menetapkan Hartono
Wiriodionto, SH sebagai direktur utama, yang kemudian di gantikan oleh Ir, Lian
Thong Tanggal 2 Juli 1966 dan digantikan lagi oleh H . Imam Soebarkah.
Selanjutnya dengan peraturan pemerintah No, 61 / 1971, PNKA berubah
Stasus menjadi PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) . Berdasarkan Kepres No.
44 dan 45 tahun 1974 pasal 23, PJKA merupakan unit Organisasi dalam
lingkungan departemen perhubungan dimana kedudukan, fungsi, tugas dan
susunan organisasinya di atur sendiri, Pada Tahun 1978, Jabatan Direktur Utama
PJKA di serahkan dari Ir. Soemali kepada Ir. Pantiarso dan tahun 1981 digantikan
oleh Ir. Soejono Kramadibrata, Desember 1986 digantikan oleh Ir. Soeharsono
dan tahun 1989 digantikan oleh Ir . Harbani.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 1990
(Lembaran Negara tahun 1990 No. 82), PJKA berubah menjadi Perumka
(Perusahaan Umum Kereta Api) dengan Tujuan meningkatkan hasil guna dan
daya guna penguassan, pada tahun 1991 jabatan Direktur Utama di serahkan dari
Ir. A . Harbani kepada Drs. Anwar Supriadi, yang pada tahun 1995 di gantikan
oleh Ir. Soemitro Eko Saputra dan Tahun 1998 di gantikan oleg Drs. Eddy
Haryoto, Mulai tahun 2002, kedudukan Direktur utama di pegang oleh Ir. Omar
Berto, MBA..
Selanjutnsya berdasarkan PP 19 tahun 1998 pada tanggal 1 juni 1999,
perumka berubah stasus menjadi PT Kereta Api (Persero). Dengan perubahan
stasus ini, ada dua misi yang di emban PT, Kereta Api (Persero) yakni misi social
dan misi profit. Misi sosial yakni melalui angkutan penumpang atau barang secara
82
masal untuk mendukung Sistranas (Sistem transpotasi nasional), sedangkan misi
profit yakni memberi keuntungan sesuai dengan prinsip-prinsip penggolahan
perusahaan.
Dalam perjalananya kemudian, kata “Daearah Operasi” pada daerah
Operasi Jabotabek di ubah menjadi Divisi Angkutan Perkotaan Selanjutnya,
Divisi Saran, Divisi Pelatihan, Divisi Regional menyusul di bentuknya kemudian
secara bertahap dan terahir yang di bentuk adalah Divisi Usaha Pendukung.
B. Profil Organisasi PT Kereta Api (Persero)
PT Kereta Api menyelenggarakan pelayanan jasa angkutan kereta dalam
rangka turut serta melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program
pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional khususnya di bidang
transportasi, yang meliputi usaha :
a. Jasa pengangkutan orang dan barang dengan kereta api
b. Kegiatan perawatan prasarana perkeretaapian
c. Pengusahaan usaha penunjang prasarana dan sarana kereta api
d. Kemanfaatan umum dengan menerapkan prinsip-prinsip persseroan
terbatas
Kantor Pusat :
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 1
Bandung 40117
Jawa Barat
83
Visi & Misi
Semenjak berubah stasus dari Perumka menjadi PT, Kereta Api (Persero),
perusahaan mengemban dua misi yakni misi sosial dan misi profit. Misi sosial
adalah melakukan angkutan penumpang dan atau barang secara massal untuk
mendukung SISTRANAS, sedangkan misi profit yakni memberi keuntungan
sesuai dengan prinsip – prinsip pengeglolah perusaan .
Visi perusahaan adalah terwujutnya KA sebagai pilihan utama jasa
transpotasi yang mengutamakan :
- Seluruh lapisan masyarakat adalah pelanggan
- Terdepan dalam keselamatan dan keandalan
- Pelapor pembangunan berwawasan lingkungan
- Karyawan bangga dan sejatera
- Keuangan perusahan sehat
Misi Perusahaan adalah mewujutkan jasa pelayanan transpotasi mssal
dengan menghasilkan jasa sesuai dengan kebutukan pelanggan dan penugasan
pemerintah, tingkat keselamatan dan pelayanan yang semakin tinggi dan
penyelengaraan semakin efisien.
Untuk mewujudkan visi dan misi PT Kereta Api (Persero), maka dibuatlah
sebuah slogan yang dapat mendukung pelaksanaan visi dan misi tersebut. slogan
PT Kereta Api (Persero) adalah “TOP 21” yang berfungsi sebagai petunjuk arah
menuju peningkatan motivasi yang tinggi agar membentuk koordinasi yang solid
dan komitmen dari seluruh jajaran perkeretaapian.
84
Nilai “TOP”
a. Teknologi, yaitu kemajuan teknologi dimanfaatkan untuk peningkatan
pelayanan, peningkatan kapasitas, keandalan operasi dan nilai lebih
pegawai.
b. Operasi, yaitu keselamatan, ketepatan, kenyamanan yang tinggi dari
operasi kereta api menjadikan kereta api terpercaya sebagai sarana
transportasi utama.
c. Pelayanan prima, yaitu perbaikan yang terus menerus atas pelayanan untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan pada setiap lini produk yang
menjangkau setiap lapisan masyarakat.
Nilai “21”
a. 2 (dua)
Kereta api merupakan alat utama dalam SISTRANAS untuk mendukung
pembangunan nasional (public service).
Keuangan yang sehat menjamin pertumbuhan yang tinggi dan
meningkatkan kemampuan seluruh sumber daya perusahaan (profit).
b. 1 (satu)
Penyediaan jasa kereta api yang andal menjadi bukti nyata kemampuan
perusahaan (reliable).
85
Arti Logo
Logo dengan warna orange berupa gambar mirip angka 2, dengan
kemiringan 70 derajat dan warna dasar putih yang menampakkan bagian depan
kereta api kecepatan tinggi dengan arah yang saling berlawanan, serta di bagian
bawah tertulis “KERETAPI” warna biru.
Gambar lambang menyiratkan sifat: tegas, pasti, tajam, gerak horisontal,
juga bolak-balik. Dua garis lurus dengan ujung lengkung meruncing, dengan arah
berlawanan, selain menggambarkan arah bolak-balik perjalanan kereta api, juga
melambangkan pelayanan (memberi dan menerima).
Gaya Gambar :
Lugas, langsung, tajam, teknis, selaras dengan staf teknis kereta api. Ujung
garis tajam tapi melengkung untuk menyiratkan arah/kecepatan (aerodinamis),
tetapi cenderung agak tumpul melengkung, tidak terlampau tajam, agar memberi
kesan aman (sesuatu bentuk yang terlampau runcing lebih memberi kesan
ancaman, rasa sakit dan agresivitas, asosiatif kepada senjata tajam, duri dan
semacamnya.
Sifat Gambar :
Sifat gambar lebih lugas, obyektif, rasional karena bentuk geometrisnya
yang dominan dan bersifat maskulin. Kesan sangat modern, teknis, terlihat jelas.
86
Logo kereta api ini mulai digunakan pada saat status perusahaan masih Perumka,
hingga saat ini yang sudah berubah menjadi PT Kereta Api (Persero).
C. Profil PT Kereta Api Daerah Operasi I Jakarta
Pemerintah Daerah Provinsi DKI menjadikan Stasiun Jakarta Kota sebagai
bangunan bersejarah. Stasiun yang merupakan bagian dari Kota Tua Jakarta ini
memiliki banyak keistimewaan. Letaknya sangat strategis, memiliki 12 jalur,
merupakan bangunan megah dan bersejarah serta bangunan yang kental dengan
nuansa antik.
Kantor Daerah Operasi I Jakarta terletak di salah satu bagian bangunan ini.
Jakarta Kota merupakan campuran, karena stasiun yang lebih dikenal dengan
nama Beos ini melayani pemberangkatan KA lokal, KA jarak jauh serta KRL
Jabodetabek. Letaknya yang di ujung, membuat seluruh KA yang dilayani
memulai dan mengakhiri perjalanan di sini.
Berbeda dengan keadaan dahulu, kini stasiun besar ini kondisinya lebih
tertata, bersih dan nyaman. Orangpun nyaman naik dan turun di Stasiun Jakarta
Kota. Stasiun yang dibangun oleh Staatsspoorwegen (SS) pada tahun 1870 ini
selalu ramai sepanjang hari. Rata-rata sekitar 10 juta penumpang setiap tahunnya
memadati stasiun besar ini. Total kereta api yang dilayani setiap hari mencapai
300 kereta.
1. Visi dan Misi PT Kereta Api Daerah Operasi I Jakarta
Visi : Terwujudnya kereta api sebagai pilihan utama jasa transportasi
dengan fokus keselamatan dan pelayanan.
87
Misi : Menyelenggarakan jasa transportasi sesuai keinginan stakeholders
dengan meningkatkan keselamatan dan pelayanan serta penyelenggaraan yang
semakin efisien.
2. Budaya Perusahaan
RELA,yang berarti sikap yang tulus ikhlas untuk berbuat, berjuang dan
berkorban demi kepentingan perusahaan. RELA juga merupakan akronim dari
Ramah, Efisien, Lancar dan Aman.
3. Struktur Organisasi
88
D. Profil Humasda PT Kereta Api Daop I Jakarta
1. Sejarah Singkat Humasda
Pada awal tahun 1990-an humas merupakan bagian dari Asisten Manajer
Niaga atau Komersial yang pada waktu itu bernama Bina Pelanggan. Kemudian
pada perkembangannya perusahaan berubahnya status dari Perjan (Perusahaan
Jawatan) ke Perum (Perusahaan Umum) yang diatur dalam PP 57 tahun 1990
terhitung per 1 Januari 1990, lalu dibentuk sebuah unit baru yang diberi nama
Humasda (Hubungan Masyarakat Daerah) karena ada beberapa daerah operasi
hingga sekarang.
2. Visi dan Misi Humasda
Visi dan misi di dalam PT Kereta Api Daop I Jakarta pada dasarnya adalah
membantu pencapaian visi dan misi serta target perusahaan melalui berbagai
kegiatan internal dan eksternal kehumasan dengan maksud memberikan pelayanan
yang memuaskan bagi publik internal maupun eksternal PT Kereta Api (Persero).
3. Tujuan Humasda
Sebagai juru bicara perusahaan dalam rangka memberikan informasi
kepada pemangku kepentingan/stakeholder yaitu pihak internal maupun eksternal.
4. Peran Humasda
Dari hasil penelitian yang ada, maka dapat dikemukakan bahwa peran
humas PT KA Daop I Jakarta sesuai dengan peran humas menurut Cutlip, Center
and Broom dalam bukunya Effective Public Relations57, yaitu :
57 Scott M Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, Effective Public Relation, 1999, hlm. 37
89
a. Expert Presciber
Seorang praktisi humas yang berpengalaman dan memiliki kemampuan
tinggi dapat membantu mencarikan solusi dalam penyelesaian masalah hubungan
dengan publiknya (public relationship).
Pelaksanaan program kerja humas tentu menuntut humasda untuk
memiliki pengetahuan serta pengalaman di bidang kehumasan terutama
bagaimana cara menjalin hubungan baik dengan pubiknya atau stakeholder.
Humasda harus mampu membaca situasi dan kondisi publik atau
stakeholder dan memiliki kemampuan sabagai problem solver bila terjadi
permasalahan yang melibatkan perusahaan dan publiknya, mengingat humasda
merupakan wakil perusahaan. Seperti permasalahan kecelakaan kereta yang telah
terjadi. Humasda juga harus bisa menghasilkan suatu keputusan yang dapat
menguntungkan kedua belah pihak, sehingga tidak ada satupun pihak yang
dirugikan.
b. Communication Facilitator
Dalam hal ini, humasda bertindak sebagai fasilitator atau mediator untuk
membantu pihak manajemen dalam hal mendengar apa yang diinginkan dan
diharapkan oleh publiknya. Di pihak lain juga humasda dituntut untuk
menjelaskan kembali keinginan, kebijakan, dan harapan organisasi kepada pihak
publiknya. Sehingga dengan komunikasi timbal balik dapat tercipta saling
pengertian, mempercayai, menghargai, mendukung dan toleransi yang baik bagi
kedua belah pihak.
90
Pihak manajemen perusahaan tentu memberikan ruang gerak yang lebar
agar humasda dapat mengatur segala langkah tindakan dalam menghadapi publik
atau stakeholdernya. Pada intinya, humasda diberikan kebebasan oleh manajemen
perusahaan untuk melaksanakan program internal maupun eksternal sebaik
mungkin dan dengan tanggung jawab. Dalam hal ini, humasda menjalankan
perannya sebagai mediator informasi antara perusahaan dan publiknya.
c. Problem Solving Facilitator
Peranan humasda dalam proses pemecahan masalah merupakan bagian
dari tim manajemen. Maksudnya untuk membantu pimpinan perusahaan baik
sebagai penasehat (advisor) hingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan)
dalam mengatasi persoalan atau krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan
professional. Dalam menghadapi suatu krisis, dibentuk suatu tim yang melibatkan
berbagai unit kerja untuk membantu perusahaan dalam menyelesaikan krisis atau
persoalan, seperti tim manajemen krisis yang telah dijelaskan di atas.
d. Technician Communication
Dalam hal ini humasda berperan sebagai pelaksana teknis komunikasi.
Humasda hanya menyediakan layanan teknis komunikasi, sementara kebijakan
dan keputusan teknik komunikasi mana yang akan digunakan bukan merupakan
keputusan humasda, melainkan keputusan manajemen dan humasda hanya
melaksanakannya Dalam menjalankan peranannya, humasda harus menerapkan
kemampuan berkomunikasi yang mereka miliki dalam melaksanakan seluruh
rangkaian kegiatan komunikasi persuasif.
91
5. Fungsi Humasda
Kemudian melihat fungsi humasda dari hasil penelitian, sudah sesuai
dengan fungsi humas menurut Djanalis Djanaid dalam bukunya Public Relations :
Teori dan Praktek58, yaitu:
a. Fungsi konstruktif
Fungsi ini mendorong PR membuat aktivitas ataupun kegiatan-kegiatan
terencana, berkesinambungan yang cenderung bersifat proaktif. Humasda
menjalankan kegiatan-kegiatan dalam upaya membangun hubungan baik
dengan publik internal dan eksternal. Adapun kegiatan humasda akan
dijelaskan pada sub bab kegiatan internal dan eksternal humasda.
b. Fungsi Korekektif
Jika terjadi masalah-masalah (krisis) dengan publik, maka humas berperan
dalam penyelesaiannya. Fungsi ini dijalankan humas sebagaimana mestinya,
seperti pada manajemen krisis kecelakaan KRL Pakuan dengan KRL
Ekonomi yang terjadi di Bogor tersebut. Humasda bekerjasama dengan unit
kerja lainnya, dan humasda sendiri bertindak sebagai pelaksanan manjemen
krsisis yang berhubungan dengan media dan pencitraan.
6. Publik Humasda
a. Publik Internal
Meliputi : karyawan, direksi, komisaris/ pemegang saham, yaitu
pemerintah.
58 Djanalis Djanaid dalam Frida Kusumastuti, Dasar-dasar Humas, 2002. hlm. 22
92
b. Publik Eksternal
Meliputi : Media, instansi lintas sektoral atau BUMN lain (POLRI,
TNI), LSM (YLKI), pelanggan, komunitas pecinta kereta, lembaga
penyelenggara negara (DPR), pemerintah daerah, dan masyarakat
sekitar.
7. Kegiatan Internal dan Ekternal
1. Kegiatan publik internal yang dijalankan
1) Sosialisasi regulasi atau kebijakan perusahaan kepada karyawan
2) Sosialisasi produk baru perusahaan
3) Sosialisasi pengembangan perusahaan, contohnya : ketika ada
perjalanan kereta baru dan layanan kereta baru seperti tiketing.
4) Pelatihan, contohnya : pelatihan untuk menambah wawasan
karyawan, serta pelatihan praktek, seperti simulasi kebakaran.
2. Kegiatan publik eksternal yang dijalankan
1) Talkshow yang membahas isu terkini perusahaan, contohnya
angkutan lebaran, serta permasalahan lainnya. Talkshow ini
biasanya diadakan 2 minggu sekali dan dihadiri oleh berbagai
media.
2) Kunjungan ke dapur media
3) Mengadakan presstour, yaitu program humas guna memberikan
edukasi tentang perkeretaapian kepada awak media. Kegiatan
tersebut diadakan minimal sekali dalam satu tahun. awak media
diajak untuk mengunjungi obyek-obyek kereta api.
93
4) Untuk instansi lintas sektoral, biasanya diadakan pertemuan rutin
tiap bulan yang diikuti oleh perwakilan BUMN.
5) Untuk komunitas pecinta kereta, biasanya diadakan temu
pelanggan untuk menyampaikan masukan-masukan dari pecinta
kereta.
6) Dengan Pemerintah Daerah, yaitu upaya mensinkronkan atau
menyesuaikan program yang dijalankan Pemda dengan perusahaan.
8. Struktur Organisasi Humasda
Kahumasda : Sugeng Priyono, SH.
Staf Eksternal : Asmat Saputra
Staf Internal : Arlina Zaman, Tini Hasan, S.Sos.
Staf Dokumentasi : Rajab
9. Tugas Pokok, fungsi dan Kewenangan Humasda
Penjabaran tugas atau uraian tugas yang ada di Humas PT Kereta Api
Daop I Jakarta adalah sebagai berikut :
1. Kepala Humas PT Kereta Api Daop I Jakarta memiliki uraian tugas, yaitu :
a. Menjabarkan tugas-tugas manajemen kepada karyawan/staf.
b. Sebagai jembatan komunikasi antara eksternal dan internal.
94
c. Membantu manajemen memberikan solusi atau informasi agar
masalah dapat diselesaikan (inspirator).
d. Merancang beberapa kegiatan atau berusaha mempelopori
beberapa kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayan dan citra
perusahaan.
e. Mengemas suatu kegiatan agar menarik media massa baik media
cetak maupun media elektronik.
f. Melakukan evaluasi tugas pokok dan program kerja yang dibuat
humas.
g. Melaporkan hasil dari pelaksanaan kegiatan serta berbagai
permasalahan dan kendala yang dihadapi.
2. Staf Internal Humas PT Kereta Api Daop I Jakarta memiliki beberapa
uraian tugas, yaitu :
a. Pembinaan karyawan, bertujuan agar karyawan lebih professional
dalam tugas dan tanggung jawab terutama untuk membangun
teamwork dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
b. Mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang menyangkut
dengan opini publik internal.
c. Mengumpulkan, menyusun, serta merancang paket informasi untuk
membentuk opini public internal.
d. Memberikan layanan informasi kepada public internal yang
membutuhkan.
95
e. Melakukan evaluasi tugas pokok dan program kegiatan komunikasi
internal.
f. Melaporkan pelaksanaan kegiatan komunikasi internal serta
berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi.
3. Staf Eksternal Humas PT Kereta Api Daop I Jakarta memiliki beberapa
uraian tugas, yaitu :
a. Menjalin hubungan baik dengan media massa baik media
elektronik maupun media cetak. Tujuannya adalah untuk menjalin
kerjasama dengan media serta menerima dan melayani wartawan
layaknya tamu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan bagi
wartawan.
b. Community Development (menjalin hubungan baik dengan orang-
orang yang berada di sekitar lingkungan PT Kereta Api (Persero)
dengan cara memberikan penyuluhan dan pembinaan seperti pada
orang-orang yang berada di perlintasan keret api, masyarakat
sebagai pelanggan atau konsumen dan lain-lain).
c. Membuat siaran pers (Pers Release), tujuannya adalah untuk
mepublikasikan informasi atau kebijakan perusahaan melalui
media massa untuk disampaikan kepada public.
d. Mengumpulkan, menyusun, serta merancang paket informasi untuk
membentuk opini public eskternal melalui kegiatan sosialisasi dan
penyuluhan kepada public eksternal.
96
e. Memberikan layanan informasi kepada masyarakat eksternal
termasuk pers yang membutuhkan.
4. Staf dokumentasi Humas PT Kereta Api Daop I Jakarta memiliki
beberapa uraian tugas, yaitu :
a. Mendokumentasikan setiap kegiatan-kegiatan yang ada di PT
Kereta Api (Persero).
b. Mengawasi kegiatan shooting yang ingin menggunakan fasilitas PT
Kereta Api (Persero).
Kualitas pelayanan yang diberikan PT Kereta Api (Persero) kepada
pelanggan tentunya sudah sesuai prosedur. Penyampaian pelayanan kepada
pelanggan kadang menuai beragam masalah. Oleh karena itu dibutuhkan peran
Humas dalam meningkatkan kualitas pelayanan, yaitu :
1. Meningkatkan pelayanan di stasiun.
Memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan di stasiun.
Peningkatan pelayanan yang baik tersebut dapat dilakukan dengan :
a. Pembenahan para pedagang di stasiun. Keluhan yang banyak timbul
adalah para pedagang yang menghalangi ruang gerak para pelanggan yang
sedang menunggu KA, untuk keluhan ini humas berperan langsung dalam
penanganannya. Pembenahan untuk para pedagang yang berada di sekitar
stasiun dilakukan dengan program Bedah Stasiun. Bedah Stasiun ini
adalah konsep pembenahan stasiun dalam waktu yang cepat dan hasil yang
cepat. Para pedagang dipindahkan ke tempat yang sudah disediakan oleh
97
perusahaan dan tentunya ini bisa memberikan kenyamanan para pelanggan
saat berada di stasiun.
b. Menambah loket pada jam sibuk, tujuannya adalah untuk menghindari
antrian para calon penumpang saat membeli tiket.
2. Memberikan kenyamanan di atas rangkaian
Masalah yang harus ditangani untuk memberikan kenyamanan bagi
pelanggan KA khususnya Ekonomi AC, yaitu :
a. Setiap rangkaian KA sampai di stasiun terakhir, rangkaian dibersihkan
terlebih dahulu sebelum berangkat kembali membawa pelanggan. Selain
itu di dalam KA terpasang stiker himbauan utnuk menjaga kebersihan KA.
b. Pengemis yang hilir mudik di atas rangkaian segera diamankan langsung
ke Polsuska.
c. Sarana dan prasarana penunjang KA dirawat dengan baik agar fungsinya
dapat teru berjalan.
3. Merancang berbagai kegiatan
Kegiatan yang dirancang oleh humas berkaitan dengan peningkatan
pelayanan PT Kereta Api (Persero) terhadap pelanggannya. Contoh program yang
dikemas oleh humas adalah program Bedah Stasiun, Bedah Lintas, pembagian
brosur kepada pelanggan, dan lain sebagainya. Hal ini merupakan upaya yang
dilakukan humas untuk meningkatkan pelayanan yang sudah ada saat ini.
Humas selalu berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik bagi para
pelanggannya. Banyak program kerja humas tahun 2009 ini yang dikemas untuk
pembenahan pelayanan yang baik bagi pelanggan agar citra PT Kereta Api
98
(Persero) semakin baik di mata public. Namun pada kenyataanya, masih ada
beberapa hal yang menjadi hambatan.
Menurut Kepala humas Daop I, kriteria pelayanan yang baik untuk
peningkatan citra PT Kereta Api (Persero) yaitu :
1. Memberikan kemudahan kepada pelanggan dalam mendapatkan tiket.
2. Jadwal KA yang tepat waktu, apabila ini dapat terlaksanakan dengan baik
maka tidak akan terjadi kemogokan KA. Dan tentunya hal tersebut bisa
memberikan keyakinan terhadap pelanggan.
3. Penanganan korban kecelakaan dengan cepat.
10. Program Kerja Humasda tahun 2009
1. Program pembinaan hubungan kemitraan dengan media cetak
dan elektronik
Program kegiatan berupa sosialisasi upaya peningkatan
keselamatan dan pelayanan, meliputi :
a. Liputan press pada event-event penting.
b. Ucapan HUT media local Jakarta.
c. Kunjungan kepala daerah operasi ke dapur media terseleksi
(Pos Kota, Warta Kota, Indo Pos, Berita Kota dan Sindo).
2. Program merintis dan mendorong kegiatan internal terpadu.
Program kegiatan : Melanjutkan bakti prasarana Bedah Lintas
Pasar Duri, Jalan Layang, dan lainnya.
3. Program penerbitan media internal dan eksternal
99
Program kegiatan :
a. Sosialisasi upaya peningkatan keselamatan dan pelayanan
melaui penerbitan tabloid internal Daop I dan eksternal
bekerjasama dengan IRPS, IRMC, Majalah KA, dan
lainnya.
b. Pembuatan poster dan leaflet berisi pesan membangun
perusahaan.
4. Program website daerah operasi
Program kegiatan : pembuatan website PT Kereta Api Daop I
(www.ptkadaop1.com)
5. Program publikasi special event Harhubnas dan HUT KA ke 64 tahun
2009.
Sosialisasi upaya peningkatan keselamatan, pelayanan dan pendapat
melalui kegiatan :
a. Liputan media massa dan penyelenggaraan lomba artikel media
eksternal (HU) dan media internal.
b. Dokumentasi foto Harhubnas dan HUT KA ke 64 tahun.
c. Dokumentasi video shooting Harhubnas dan HUT KA ke 64
tahun 2009
6. Program peningkatan profesionalisme karyawan humas.
Meningkatkan kompetisi karyawan bidang humas melalui kegiatan :
Mengikutsertakan karyawan humas pada program diklat, kursus, maupun
seminar secara terus menerus bila ada kegiatan.
100
7. Program publikasi persiapan dan keberhasilan Angkutan Lebaran 2009.
Sosialisasi upaya peningkatan keselamatan, pelayanan dan pendapat
melalui kegiatan :
a. Kerjasama tayangan langsung kegiatan angkutan pra dan purna
lebaran 2009 dengan tv Jakarta.
a. Siaran pers (buka puasa bersama) dengan wartawan media Jakarta.
b. Dokumentasi foto seluruh rangkaian angkutan pra dan purna
lebaran 2009.
8. Program optimalisasi kinerja kehumasan.
Meningkatkan fasilitas pendukung guna menunjang aktivitas kehumasan,
melalui pengadaan :
a. 1 camera foto digital
b. 3 tape recorder mini
c. 1 laptop/note book Toshiba A 25-S.259
d. 1 handycam Sony HDR
9. Program komunikasi internal
Program kegiatan sosialisasi Tus Raker Sm 1/11 dan Kebijakan
Manajemen melalui satu penyuluhan di Daop I :
a. Wilayah Barat
b. Wilayah Tengah
c. Wilayah Timur
10. Program jurnal rutin
Program kegiatan : langganan koran, majalah, jamuan tamu dan lainnya.
101
BAB III
SAJIAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini seluruh data dari hasil penelitian akan dipaparkan secara
langsung. Adapun data-data tersebut penulis peroleh dari hasil observasi,
wawancara dengan sejumlah narasumber dan dokumentasi yang diperoleh dari
berbagai sumber. Kemudian data hasil penelitian tersebut dianalisa berdasarkan
teori yang sudah ada.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab terdahulu bahwa peran
Humasda di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta tidak hanya membina
hubungan baik dengan publik internal maupun publik eksternal saja, melainkan
juga mengelola manajemen krisis yang menimpa perusahaan sekaligus
menjalankan upaya pencitraan. Dalam hal ini krisis kecelakaan KRL Pakuan
Ekspres 221 yang menabrak KRL Ekonomi 549 di Kampung Bubulak, Kelurahan
Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor pada hari Selasa, 4 Agustus
2009.
Pada penelitian ini, penulis ingin memberikan gambaran tentang strategi
humasda dalam mengelola manajemen krisis kecelakaan tersebut. Untuk melihat
bagaimana peran humasda dalam menghadapi masa sulit krisis tersebut, adapun
langkah-langkah analisa data yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut :
102
Pembahasan dibagi menjadi 4 sub bahasan utama, yakni :
a. Kronologis Krisis
b. Strategi Komunikasi Humasda PT KA Daop I Jakarta
c. Manajemen Krisis
d. Tanggapan Para Korban
Adapun di bawah ini data narasumber dalam penelitian :
1. Narasumber 1
Nama : Sugeng Priyono, SH.
Umur : 49 tahun
Jabatan : Kepala Humasda PT KA Daop I Jakarta
2. Narasumber 2
Nama : Asmat Saputra
Umur : 36 tahun
Jabatan : Staf Humasda PT KA Daop I Jakarta
3. Narasumber 3
Nama : Endra Gunawan, Amd
Umur : 34 tahun
Jabatan : Staf Asisten Manajer Hiperkes Daop I
Jakarta
4. Narasumber 4
Nama : Ujas
Umur : 45 tahun
103
Keterangan : Masinis PT KA dan sebagai korban
Alamat : Cibeureum Inpres Rt 2/5 Ds Sukawening,
Bogor
No Telepon : 0251 8422404
5. Narasumber 5
Nama : Dudi Kurniawan.
Umur : 53 tahun
Keterangan : korban
Alamat : Jl. Kebon Pedes n0 3 RT 2/3 Bogor
No Telepon : 0251 8363632
6. Narasumber 6
Nama : Erna Suryani
Umur : 25 tahun
Keterangan : korban
Alamat : Jl Cimanggu Kecil Gg Pasama RT 1/12 no
32 Bogor
No Telepon : 0251 8335760
7. Narasumber 7
Nama : Mariani Br Ginting
Umur : 53 tahun
Keterangan : korban
Alamat : Perum RSCM Cilebut Bogor
No Telepon : 081389629267
104
A. Kronologis Krisis
Dalam sebuah perusahaan, termasuk BUMN (Badan Usaha Milik Negara),
keselamatan merupakan suatu yang harus diutamakan. Terlebih lagi jika
perusahaan tersebut bergerak di bidang jasa transportasi. Jika keselamatan ini
tidak bisa dijamin oleh perusahaan, maka perusahaan tersebut akan mengalami
sebuah krisis yang berhubungan dengan kepercayaan publik atau stakeholder.
PT Kereta Api (Persero) merupakan satu-satunya perusahaan yang
mengoperasikan moda transportasi perkeretaapian di Indonesia. Namun sebagai
perusahaan penyangga keselamatan penumpang, justru kecelakaan kereta malah
sering terjadi. Dalam penelitian ini, akan dibahas salah satu insiden kecelakaan
kereta api yang terjadi beberapa waktu lalu, yaitu tabrakan KRL Pakuan Ekspres
221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor.
Kronologis kejadiannya sebagaimana diberitakan oleh salah satu media
cetak berskala nasional, yaitu Surat Kabar Harian Tempo :
“Kronologis kejadiannya berawal ketika Kereta Kelas Ekonomi Nomor KA-549 berangkat dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Jakarta Kota pada pukul 10.20 WIB. Namun perjalanan kereta yang memiliki 8 gerbong dan 100 orang penumpang tersebut terhambat. Pada pukul 10.25 WIB kereta tersebut mogok di KM 52+59, 400 meter setelah pintu perlintasan Bubulak, Kebon Pedes, Tanah Sereal, Bogor. Dan pada waktu yang bersamaan, Kereta Pakuan Ekspres Nomor KA-221 diberangkatkan dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Jakarta Kota. Kemudian tepat pada pukul 10.30 WIB, tabrakan tidak dapat terhindarkan. Kereta Pakuan tiba-tiba menabrak bagian belakang Kereta Ekonomi.”59
59 Surat Kabar Harian Tempo, 5 Agustus 2009.
105
Insiden tersebut membuat daftar kecelakaan kereta api di Indonesia
semakin panjang saja. Hal ini menyebabkan krisis bagi PT KA, terutama krisis
kepercayaan dari pelanggan. Terlebih lagi tabrakan tersebut mengakibatkan
tewasnya seorang asisten masinis Kereta Pakuan yang bernama Akbar Felani (20
tahun), 14 orang luka berat dan 56 penumpang lainnya luka ringan.
“Kecelakaan Kereta Pakuan yang menabrak Kereta Ekonomi tersebut menyebakan tewasnya seorang asisten masininis Pakuan, yaitu Akbar Felani dan 14 orang luka berat dan 56 lainnya luka ringan.” (Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30)
Gambar 1. Akbar Felani, asisten masinis KRL Pakuan 221 tewas akibat kecelakaan.
106
Gambar 2. Ujas, masinis KRL Pakuan 221 terluka parah akibat kecelakaan tersebut.
Korban kecelakaan tersebut langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat,
yaitu 44 korban (termasuk Akbar Felani) dirawat di RS Salak Bogor, 18 korban
dirawat di RS PMI Bogor, 1 korban di RSCM (Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo), 3 korban dirawat di RS Karya Bhakti, 1 korban dirawat di
Bogor Medical Center, 3 korban dirawat di RS Azzra dan 1 korban dirawat di
Klinik Firdaus.
“44 korban (termasuk Akbar Felani) dirawat di RS Salak Bogor, 18 korban dirawat di RS PMI Bogor, 1 korban di RSCM, 3 korban dirawat di RS Karya Bhakti, 1 korban dirawat di Bogor Medical Center, 3 korban dirawat di RS Azzra dan 1 korban dirawat di Klinik Firdaus.” (Endra Gunawan, wawancara 8 Februari 2010/13.00) Dari uraian mengenai kronologis kasus krisis kecelakaan yang dialami PT
KA tersebut, dapat diidentifikasikan seperti penyakit yang menyerang manusia.
Menurut Steven Fink, konsultan krisis terkemuka di Amerika yang
mengembangkan anatomi krisis tersebut. Krisis terbagi menjadi beberapa tahapan
107
yang biasanya dilalui. Tahapan-tahapan tersebut menggunakan terminologi
kedokteran yang biasa digunakan untuk melihat stadium suatu krisis yang
menyerang manusia. Anatomi tahapan-tahapan krisis menurut Fink adalah sebagai
berikut 60:
1) Tahap Podromal
Tahap ini merupakan tahap yang sering disebut sebagai masa prakrisis
(warning stage). Pada tahap ini krisis sudah mulai muncul, di mana krisis kecil
yang terjadi sebagai gejala awal akan munculnya suatu krisis yang sebenanrnya di
masa yang akan datang. Dalam krisis yang menimpa PT KA tersebut, tahap
podromal ini berlangsung begitu cepat. KRL Ekonomi 549 tiba-tiba mogok,
kemudian seketika datang dari arah belakang, yaitu KRL Pakuan 221 yang
langsung menyeruduk.
Proses terjadinya tabrakan kereta tersebut berlangsung tiba-tiba dan
seketika. Gejala-gejala yang seharusnya bisa menjadi peringatan bagi PT KA
tidak muncul dalam waktu lama, sehingga perusahaan tidak bisa mendeteksi
prakrisis guna mengantisipasi dampak krisis yang akan terjadi ataupun
menghadapi gejala-gejala tahap akut krisis.
2) Tahap Akut
Tahap ini merupakan tahap di mana telah terjadi suatu kejadian yang
menyebabkan perusahaan mengalami kerugian, baik dari sisi materi maupun dari
60 Steven Fink dalam Rhenald Kasali, Manajemen Public Relations, 1994. hlm. 225
108
sisi non-materi. Tahap ini dapat timbul jika prakrisis tidak terdeteksi dan tidak
diambil suatu tindakan yang tepat untuk mengatasinya. Masalah yang timbul akan
semakin besar bahkan bisa sangat fatal, dan dapat menimbulkan situasi paling
krisis bagi perusahaan. Krisis dapat memasuki tahap akut, yang artinya
perusahaan tidak akan bisa kembali kepada masa sebelum krisis. Tahap akut juga
sering disebut the point of return. Kerusakan yang timbul sudah mulai nampak ke
permukaan, reaksi mulai berdatangan dan isu/rumor mulai menyebar luas.
Tahap akut dari krisis kecelakaan kereta di tubuh PT KA mulai nampak
pada saat Kereta Pakuan menabrak Kereta Ekonomi yang sedang mogok di
depannya. Tabrakan tersebut menyebabkan dampak kerugian materi maupun non-
materi bagi PT. KA.
Ketika dikaji dengan seksama, maka dampak krisis kecelakaan yang
terjadi sesuai dengan teori resiko yang timbul sebagi akibat dari krisis Menurut
Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto dalam bukunya Dasar-dasar Public
Relations, adalah sebagai berikut 61:
6) Intensitas masalah menjadi meningkat.
Akibat tabrakan tersebut, banyak korban yang terluka, bahkan satu asisten
masinis meninggal dunia, seperti yang dijelaskan di atas. Permasalahan menjadi
meningkat ketika jumlah korban sangat banyak dan harus ditangani dengan cepat.
61 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations, 2005. hlm183
109
Dampak berikutnya adalah kerugian pra sarana. Seperti yang diungkapkan
Sugeng Priyono :
“Normalisasi atau perbaikan prasarana akibat kecelakaan tersebut membutuhkan biaya yang sangat tinggi, karena ada beberapa jalan kereta api (rel) yang harus diprimakan kembali. Karena kejadian tersebut, kereta api sampai keluar rel sehingga rel harus ditata kembali. Hal ini sangat membutuhkan biaya yang tinggi dan tenaga dalam jumlah besar.” (Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30)
Kemudian dampak lainnya menyebabkan kerugian sarana. Sugeng
menyatakan bahwa dua kereta api tersebut harus masuk depo perbaikan.
Perbaikan tersebut membutuhkan waktu lama, yaitu hingga berbulan-bulan.
Gerbong yang rusak parah merupakan kepala KRL Pakuan 221 dan ekor KRL
Ekonomi 549, di mana dua rangkaian tersebut merupakan kabin masinis di mana
tempat perlatan-peralatan untuk mengoperasikan KRL yang cukup mahal dan
rumit.
Gambar 3. Kepala KRL Pakuan 221 menabrak Ekor KRL Ekonomi 549.
110
Gambar 4. Ekor KRL Ekonomi rusak parah akibat ditabrak KRL Pakuan.
7) Di bawah sorotan publik.
Ketika krisis terjadi, para pemburu berita datang untuk meliput. Banyak
sekali media yang menerbitkan pemberitaan terkait kecelakaan di Bogor tersebut.
Dan rata-rata pemberitaan yang muncul bernada negatif. Di sini resiko krisis
semakin besar, apalagi dengan kecanggihan teknologi seperti sekarang. Media
semaikn mudah diakses untuk masyarakat umum, sehingga kasus tersebut menjadi
sorotan publik.
Di bawah ini salah satu contoh pemberitaan bernada negatif terkait dengan
kecelakaan di Bogor lalu, yang dikutip dari salah satu media cetak ibu kota, yaitu
Surat Kabar Harian Nonstop :
“PT KAI didemo masyarakat. Publik menilai KAI hanya memikirkan laba dan tidak pernah memikirkan keselamatan penumpang. Untuk itu masyarakat meminta pemerintah untuk membenahi lembaga BUMN ini. “Jangan pikirkan laba terus, KAI harus memperhatikan keselamatan penumpang. Buktinya banyak kecelakaan terjadi, terakhir peristiwa tabrakan kereta di Bogor. Dephub jangan tinggal diam, benahi KAI,”
111
tegas Bob Asep, Koordinator Komite Pemerhati Keselamtan Transportasi (KPKT) saat demo di Dephub, Jakarta, kemarin.”62
8) Di bawah tekanan pemerintah dan pers.
Pemerintah sebagai pemberi regulasi sekaligus pemegang saham PT KA
ikut terpengaruh dalam kasus ini. Sebagai penanggungjawab dan regulator,
pemerintah menekan PT KA untuk memberikan pertanggungjawaban dengan
kasus tersebut, begitu pula dengan pers yang mewakili suara masyarakat umum.
Hal ini tertuang dalam pemberitaan di media cetak ibu kota, yaitu Surat
Kabar Harian Pos Kota seperti di bawah ini :
“Dirjen Perkeretaapian Departemen Perhubungan, Tunjung Inderawan, akan memanggil direksi PT KAI Commuter Jabodetabek selaku operator KRL terkait kasus kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dan KRL Ekonomi 549 di Bogor. Menurutnya, sikap tegas akan dilakukan kepada operator PT KAI Commuter Jabodetabek atas insiden serupa yang terjadi kali ketiga dalam tahun ini. Dalam tiga kasus, pelanggaran sinyal yang memicu terjadinya kecelakaan sangat memalukan. “Kami sudah pasti memberikan tindakan yang tegas,” ujar Tunjung.“63
9) Operasional normal perusahaan menjadi terganggu.
Akibat dari kecelakaan tersebut, menyebabkan operasional kereta api
terganggu. Karena yang semestinya dua jalur bisa digunakan menjadi hanya satu
yang berfungsi. Mulai pukul 11.00 hari kecelakaan sampai pukul 08.00 keesokan
harinya satu jalur harus ditutup, sehingga kereta api harus mengantri untuk jalan.
Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan keterlambatan perjalanan kereta
atau keterlambatan yang kumulatif.
62 Surat Kabar Harian Nonstop, 13 Agustus 2009. 63 Surat Kabar Harian Pos Kota, 8 Agustus 2009.
112
Dan sebagai dampak langsung, keterlambatan tersebut menyebabkan
jumlah penumpang menurun, meskipun tidak signifikan. Para penumpang
menggunakan moda transportasi lain, karena terjadi keterlambatan. Hal ini
diperkuat dengan pemberitaan di salah satu media cetak, yaitu Surat Kabar Harian
Pos Kota :
“Meski pada jalur kereta Jakarta-Bogor telah dioperasikan rel ganda, namun tak pelak kecelakaan itu (kecelakaan KRL Pakuan dsn KRL Ekonomi) mengakibatkan perjalanan belasan kereta kemarin dikabarkan tersendat. Sebagaian besar calon penumpang memilih berganti angkutan dari pada terlambat, mengingat PT KA mengumumkan keterlambatan perjalanan mencapai 1,5 jam.”64
Ketika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan keterlambatan KRL seperti
ini, dampaknya lebih tinggi dibanding dengan kereta api jarak jauh. Karena
penumpang KRL merupakan penumpang tetap yang memiliki keterbatasan waktu,
seperti pekerja kantoran, mahasiswa, dan pelajar. Sedangkan penumpang kereta
api jarak jauh tidak dibatasi oleh waktu-waktu tertentu.
10) Nama baik, produk dan citra perusahaan terancam.
Nama baik, produk (dalam hal ini jasa, karena PT KA menyediakan
layanan jasa teransportasi), serta citra perusahaan terkena imbas krisis yang
terjadi. Karena pemberitaan bernada negatif di media yang begitu cepat dan bisa
mempengaruhi publik, hal ini menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat dan
pengguna jasa kereta api. Dan jika dibiarkan tanpa ada upaya manajemen krisis
64 Surat Kabar Harian Pos Kota, 5 Agustus 2009
113
dan pencitraan yang baik, hal ini akan mendatangkan masalah serius bagi
perusahaan.
3) Tahap Kronik
Tahap Kronik merupakan suatu masa yang paling panjang untuk
melakukan recovery dan introspeksi. Badai krisis mulai mereda, yang tersisa
adalah reruntuhan bangunan dan sejumlah korban atau dampak-dampak dari
krisis. Tahap ini merupakan tahap the clean up phase (transisi) dan tahap
pemulihan citra (image recovery). Pada masa ini pula perusahaan berusaha meraih
kembali kepercayaan dari masyarakat dan dari stakeholdernya. Di samping itu
juga merupakan masa bagi perusahaan untuk melakukan introspeksi ke dalam dan
ke luar mengapa peristiwa ini bisa terjadi.
Pada masa ini, PT KA melakukan beberapa tindakan untuk menolong
korban dan membawanya ke rumah sakit terdekat, kemudian pengangkutan
gerbong kereta yang rusak dan mengalihkan para penumpang lain dengan moda
transportasi lain karena mengingat akan ada keterlambatan semua perjalanan
kereta di wilayah tersebut.
“Korban langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, lalu para teknisi melakukan evakuasi gerbong dan rel yang rusak. Kemudian humas menginformasikan kepada para penumpang untuk pindah ke transportasi lainnya karena akan ada keterlambatan perjalanan kereta.” (Asmat Saputra, wawancara 12 Februari 2010/09.00) Perusahaan tidak hanya berupaya menanggulangi krisis, pada tahap ini
juga dilakukan tahap pemulihan citra. Dalam hal ini yang berperan paling efektif
dalam upaya pemulihan citra adalah media. Pada saat kejadian, berbondong-
114
bondong para awak media ini mencari berita. Humasda sebagai corong
perusahaan yang wajib berperan dalam menghadapi media ini.
4) Tahap Resolusi
Tahap ini merupakan suatu masa di mana solusi atas sebuah masalah
ditemukan dan mengatasi krisis dalam suatu perusahaan. Tahap ini merupakan
tahap penyembuhan (pulih kembali), yaitu terdapat tanda-tanda penyelesaian akhir
yang menandakan bahwa krisis masih mungkin akan timbul lagi jika tahap
resolusi ini tidak dibarengi dengan kehati-hatian. Langkah pertama yang
dilakukan oleh perusahaan adalah perbaikan, pemulihan citra, pemulihan sistem
produksi, pelayanan jasa, strukturalisasi manajemen, rekapitulasi dan operasinya.
Baru kemudian memikirkan mengangkat kembali citra perusahaan di mata publik
atau stakeholder.
Pada fase ini, secara operasional, personal dan manajemen perusahaan
akan menjadi lebih matang dan mantap. Humasda akan lebih siap dengan kiat dan
strategi manajemen krisis untuk mengantisipasi hal serupa di kemudian hari.
Pada tahap resolusi ini, krisis kecelakaan Kereta Pakuan 221 dengan
Kereta Ekonomi 549 sudah mulai mereda. Para korban sudah pulih dari sakitnya,
kereta yang rusak dalam masa perbaikan, rel kereta di lokasi kejadian sudah bisa
difungsikan kembali, perjalanan kereta sudah lancar dan artinya penumpang sudah
mulai percaya kembali.
“Para korban sudah pulang dari rawat inap, perjalanan kereta juga sudah lancar kembali, artinya pelanggan sudah mulai percaya Dalam hal ini juga dilakukan evaluasi dari seluruh jajaran manajer, sehingga bisa
115
menjadi masukan untuk mengantisipasi krisis serupa di masa mendatang.” (Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30)
B. Strategi Komunikasi Humasda PT KA Daop I Jakarta
Sebagai unit yang bertugas menjembatani hubungan antara perusahaan
dengan publik atau stakeholder, humasda mempunyai strategi komunikasi kepada
publik/stakeholdernya. Komunikasi penting tidak hanya ketika sebuah perusahaan
mengalami krisis, tetapi juga penting sebelum, selama dan setelah krisis. Bahkan
tanpa adanya krisis, komunikasi harus menjadi bagain penting dalam kehidupan
perusahaan. Oleh karena itu komunikasi merupakan bagian penting dari kegiatan
humas. Maka peran humas akan sangat penting dalam merespon opini publik serta
melakukan tindakan yang cepat dan antisipatif untuk menjaga citra perusahaan di
mata publiknya.
Humasda memiliki strategi komunikasi yang dijalankan dalam
melaksanakan peranannya. Strategi komunikasi tersebut menekankan pada
terwujudnya komunikasi dua arah dalam rangka menumbuhkan pemahaman dan
pengertian antara perusahaan dengan publiknya, baik publik internal maupun
eksternal.
“Humasda menjalankan strategi komunikasi, yaitu sebagai fasilitator yang memberikan dan menerima informasi dari dan kepada publik baik internal maupun eksternal yang bersifat dinamis agar tercipta suasana kondusif, yaitu adanya pengertian dan pemahaman dari masyarakat. Selain itu, humasda juga berfungsi dalam menjembatani berbagai kepentingan yang memerlukan suatu titik temu, dialog, atau audiensi.” (Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30)
116
Strategi komunikasi yang dijalankan oleh humasda PT KA Daop I Jakarta
jika dianalisa dengan seksama mengacu kepada 4 tahap proses kegiatan PR
menurut Cutlip, Center dan Broom, yaitu:
a. Defining Public Relations Problem
Langkah pertama ini merupakan tahap penelitian yang berkaitan dengan
opini, sikap dan reaksi dari stakeholder perusahaan dan mereka yang
berkepentingan dengan aksi dan kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan. Tujuan
dari tahap research ini adalah untuk memperoleh data atau informasi-informasi
sebelum humasda menyusun program-program dan kegiatan-kegiatan komunikasi
dalam perusahaan.
Data atau informasi tersebut masih mentah dan harus diolah terlebih
dahulu. Di sini humasda mengadakan perbandingan, pertimbangan dan penilaian,
sehingga akhirnya dapat diperoleh kesimpulan sampai di mana derajat ketelitian
dan derajat kebenaran dari data yang diperoleh itu. Data yang sudah matang itu
lalu dipisah-pisahkan, diklasifikasikan, dikelompok-kelompokkan dan sebagainya.
Data tersebut disusun sedemikian rupa, sehingga memudahkan nanti dalam
penggunaannya.
Humasda sebagai unit kerja yang menyandang peran sebagai alat
koordinasi dan komunikasi lebih banyak berperan dalam menjalankan fungsi
technician communication. Karena humasda tidak berada di kedudukan paling
puncak, maka peran humasda tidak begitu strategis dalam proses penentuan
kebijakan perusahaan. Namun dalam menangani krisis kecelakaan Kereta Pakuan
dan Kereta Ekonomi tersebut, humasda mempunyai peran yang signifikan dalam
117
pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan masalah tindakan komunikasi
kepada stakeholder.
“Strategi komunikasi yang diambil dalam tahap reseach ini adalah melakukan fact finding tentang persepsi dari berbagai media mengenai kasus kecelakaan tersebut. Hal ini dilakukan karena sejak kecelakaan tersebut terjadi, media tidak henti-hentinya memuat pemberitaan, bahkan ada juga yang menjadikan masalah ini menjadi headline. Dengan gencarnya pemberitaan di media massa, baik media cetak maupun media elektronik, secara otomatis akan terbentuk opini publik.” (Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30) Untuk itulah pihak manajemen perlu untuk mengetahui berbagai opini
publik mengenai kasus kecelakaan tersebut, sehingga pihak manajemen dapat
mengambil tindakan yang cepat dan tepat. Hal tersebut dilakukan untuk
mempertahankan, mengembalikan ataupun meningkatkan citra positif perusahaan
di mata publik.
Research opini publik tersebut dilakukan oleh humasda secara langsung
dan cermat. Bahkan untuk pemberitaan di media cetak, humasda mengemasnya
dalam suatu program yang diberi nama Media Monitoring. Media Monitoring
merupakan sebuah program yang dijalankan humasda di seluruh daerah operasi
untuk menampung semua pemberitaan media cetak tentang PT KA yang
ditempatkan dalam sebuah wadah, yaitu website dengan alamat
www.mediamon.humaska.com atau link pada http://202.59.201.82/web.
“Humasda melakukan research opini publik dengan memonitoring semua pemberitaan media, baik cetak maupun elektronik. Khusus untuk media cetak, semua berita yang ada kami uploud ke dalam sebuah website kami, yang diberi nama Media Monitoring. Website ini bisa diakses seluruh jajaran karyawan perusahaan.” (Asmat Saputra, wawancara 12 Februari 2010/09.00)
118
Media Monitoring tersebut berisi tentang informasi lengkap pemberitaan
PT KA, meliputi judul, ringkasan, narasumber, jurnalis yang menulis berita,
media, kategori/jenis beita, nada artikel (bernada positif, netral atau negatif),
tanggal berita, gambar kliping berita tersebut serta nilai nominal yang didapat jika
pemberitaan tersebut diuangkan.
Namun untuk nominal uang tersebut, hanya bisa diakses oleh pihak
internal PT KA. Nilai nominal tersebut diperoleh dari harga space iklan warna di
surat kabar yang memuat. Cara menghitungya yaitu dengan mengalikan harga
iklan warna dengan lebar kolom yang dihitung (dalam satuan milimeter). Adapun
contoh lembar Media Monitoring peneliti sertakan pada halaman lampiran.
b. Planning and Programming
Setelah dilakukan langkah pertama, yaitu identifikasi masalah, tahap
berikutnya merupakan tahap pembuatan rencana. Dalam tahap ini, humasda
melakukan pengolahan ataupun pengerjaan dari hasil temuan research. Hal ini
dilakukan untuk menyeleksi data dan informasi yang cukup penting sebagai
landasan dan arah program komunikasi yang akan dijalankan.
Setelah proses pengolahan data, kemudian humasda membuat rancangan
perencanaan strategi komunikasi yang akan dijalankan. Perencanaan tersebut
tentunya harus disepakati oleh pihak manajemen. Oleh karenanya humas
menyampaikannya kepada pihak manajemen terlebih dahulu, kemudian jika
disetujui maka rancangan perencanaan tersebut baru dapat dilaksanakan. Pada
tahap ini, humasda membuat perencanaan untuk melakukan program konferensi
119
pers dan talkshow dengan media, yang tujuan utamanya sebagai upaya pencitraan
terkait dengan kasus kecelakaan tersebut.
c. Taking Action and Communicating
Pada tahap ini, perencanaan yang telah disusun oleh humas dan juga
disetujui oleh pihak manajemen mulai dilaksanakan. Humasda melaksanakan
program publikasi media, yaitu dengan konferensi pers dan talkshow.
“Kami melaksanakan program publikasi melalui media, karena media merupakan sarana yang paling handal dan efektif. Kami menyatakan bahwa pelayanan kereta api mengarah kepada 4 Pilar Angkutan, yaitu Keselamatan, Ketepatan waktu, Pelayanan dan Kenyamanan. Kami mengupayakan agar publik/stakeholder tahu bahwa komitmen tersebut memang diutamakan. Selain konferensi pers dan talkshow, mengajak mereka (media) ke Balai Yasa, stasiun, ke depo sebelum kereta berangkat. Menjelaskan bahwa pekerjaan seperti inilah yang dilakukan dalam rangka upaya keselamatan. Pencitraan itu penting, agar ketika terjadi krisis public tidak mengalami trauma, karena itu merupakan accident dan sifatnya tentatif saja. Sekali lagi kita yakinkan kepada masyarakat bahwa keselamatan itu merupakan komitmen dari kita.” (Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30)
d. Evaluating the Program
Langkah terakhir dalam proses ini adalah evaluasi. Hasil pengolahan data
dari evaluasi diharapkan dapat dipergunakan oleh semua pihak. Evaluasi
dilakukan untuk mengetahui kelemahan, kekurangan, kendala dan tingkat
keberhasilan. Sedangkan hasil dari evaluasi dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan penyususunan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, serta
menjadi dasar tindakan antisipasi dan solusi untuk kendala-kendala yang akan
datang. Sehingga dengan adanya evaluasi, gagasan atau program dapat
dilaksanakan dengan lebih efektif dan efisien. Selain itu, evaluasi digunakan
120
untuk menjawab pertanyaan apakah kegiatan yang dilaksankan telah mencapai
tujuan yang ditentukan sebelumnya. Evaluasi ini dilaksanakan dalam forum besar
yang diikuti oleh seluruh jajaran manajer di PT KA Daop I Jakarta.
Setelah korban ditangani dan kerusakan gerbong-gerbong kereta ditangani
oleh para teknisi dan upaya pencitraan telah dilakukan. Kemudian humasda
mengadakan evaluasi terkait krisis yang terjadi. Evaluasi tersebut melibatkan
seluruh jajaran unit di PT KA Daop I Jakarta. Selain membahas tentang krisis
kecelakaan kereta yang terjadi di Bogor tersebut, forum ini juga membahs segala
macam permasalahan yang ada di PT KA Daop I Jakarta. Kegiatan evaluasi ini
diadakan rutin tiap satu bulan sekali.
“Tentu saja ada evaluasi, bahkan evalusi ini secara menyeluruh. Setiap bulan diadakan evaluasi dari segala permasalahan yang ada di PT KA (Persero) Daop I Jakarta, baik mengenai pemberitaan di media, kecelakaan, keterlambatan kereta dan segala pengaduan dan masukan dari masyarakat. Evalusi tersebut dihadiri oleh seluruh jajaran manajer di Daop I Jakarta.” (Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30)
C. Manajemen Krisis
Pengelolaan manajemen krisis sebuah perusahaan mencerminkan
bagaimana tanggung jawab perusahaan kepada stakeholdernya. Krisis yang
disebut sebagai “Tragedi Bubulak” tersebut menuntut peran aktif humas untuk
mengelola manajemen krisis dan mengembalikan citra positif PT KA (Persero)
yang semakin memburuk karena kecelakaan tersebut.
Krisis kecelakaan tersebut perlu mendapat perhatian khusus dari
manajemen, apalagi kasus ini terus-terusan muncul dalam pemberitaan media
121
sehingga semakin memperburuk citra PT KA. Kasus kecelakaan pada bulan
Agustus 2009 tersebut tergolong permasalahan yang cukup besar, karena
menyebabkan banyak korban (meninggal dan luka) serta kerugian yang besar
pula. Oleh karenanya, tanggung jawab penanganan kasus itu bukan hanya
dibebankan pada satu unit kerja saja melainkan melibatkan peran dari unit kerja
yang lain.
“Sebenarnya penanganan krisis bukan tugas humas semata, sudah ada bagian-bagiannya sendiri yang bertugas. Seperti pimpinan yang berhak menentukan kebijakan, bagian rumah sakit dengan bagian UUK (Unit Usaha Kesehatan) dan Hiperkes, bagian pengadilan dengan manajer hukum, urusan pengamanan dengan Seksi Kamtib, Bagian Umum yang mengurus logistik dan juga teknisi, manajer sarana, prasarana, lalu bagian komersial juga, jadi sudah ada bagiannya masing-masing.
(Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30)
Menurut Soleh Soemirat & Elvinaro Ardianto, mereka yang duduk dalam
tim krisis adalah orang-orang yang dapat mewakili kepentingannya antara lain :
1. Hukum, ia harus diwakili karena akan sangat banyak melibatkan
kepentingan umum
2. Pimpinan tertinggi, harus mengambil keputusan secara cepat.
3. Pejabat Public Relations, karena PR harus mampu menggalang dan
mengawasi liputan semasa krisis dan sesudah krisis untuk mengembalikan
citra perusahaan.
4. Personal Industrial Relations, diperlukan karena setiap krisis akan
melibatkan tenaga kerja.
122
5. Employee Communications, sering dalam krisis tindakan yang diambil
hanya pengamanan siaran kepada masyarakat, siaran kepada karyawan
jangan dilupakan karena dapat menjadi bumerang.
6. Petugas keamanan pabrik, untuk menjaga kepentingan penyelesaian krisis
7. Kegiatan teknis, sangat diperlukan jika menyangkut karena adanya benda-
benda beracun dan berbahaya.
8. Kesehatan/medis, diperlukan karena mereka harus membantu korban-
korban yang berjatuhan.
9. Juru potret, diperlukan pengambilan gambar/dokumentasi untuk pelajaran
mengahadapi krisis maupun untuk kepentingan hokum dan pembelaan.
10. Kontak dengan media, penunjukan seorang juru bicara, agar seluruh
keterangan hanya datang dari satu sumber untuk mencegah simpang
siurnya keterangan65.
Menurut hasil penelitian penulis, tim manajemen krsisis di PT KA Daop I
Jakarata hampir sama dengan pendapat Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto,
namun tim tersebut berdiri sesuai dengan bagian kerjanya masing-masing karena
memang demikian jabatan mereka. Berikut tim manajemen krisis yang bertugas
membantu menyelesaikan krisis. Seperti yang diungkapkan Kepala humas PT KA
Daop I Jakarta, Sugeng Priyono, maka rincian pembagian tugas masing-masing
unit kerja kasus kecelakaan tersebut adalah sebagai berikut :
65 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Op Cit. hlm 183
123
1. EVP Daop I Jakarta
Bertindak sebagai penanggungjawab utama atau sebagai koordinator dari tim
manajemen krisis. Pemegang komando utama dalam tim dan juga pengambil
keputusan.
2. Manajer Humasda
Bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan strategi komunikasi baik kapada
pihak internal maupun eksternal terkait penyelesaian krisis. Adapun pembagian
tugas dalam tm humas adalah sebagai berikut :
a) Sugeng Priyono (Kepala Humasda) sebagai pihak yang
menampung informasi dari staf dokumentasi dan eksternal yang
kemudian memberikan output atau statemen ke media. Ketika akan
memberikan pernyataan, tim humas membentuk pusat informasi,
semua wartawan dari berbagai media dikumpulkan kemudian
diadakan sesi wawancara dengan menjalankan strategi komunikasi,
yaitu :
1) Memberikan pernyataan akurat, yang merupakan fakta dan
sesuai kapasitas dan berkualitas, artinya jangan ada
kebohongan sedikitpun.
2) Memberikan informasi hanya dari satu pintu, artinya yang
harus mengeluarkan pernyataan media hanya satu orang,
karena menghindari kesimpangsiuran informasi.
b) Rajab (Staf Dokumentasi) bertugas untuk merangkum semua
kejadian dan mendokumentasikannya dengan foto. Dan juga
124
melancarkan komunikasi dengan instansi terkait misalnya untuk
membantu untuk penarikan kereta, atau sebagai komunikasi ke
dalam perusahaan.
c) Asmat Saputra (Staf Eksternal) bertugas mencari info ke luar,
seperti dari rumah sakit yaitu identifikasi korban untuk diberikan
ke Pak Sugeng.
d) Arlina Zaman dan Tini Hasan (Staf Internal) bertugas
memonitoring berbagai pemberitaan media yang muncul terkait
kasus kecelakaan tersebut.
3. Manajer Hukum
Bertugas dan bertanggung jawab mengenai segala urusan hukum dan pengadilan
terkait dengan kecelakaan KRL tersebut.
4. Manajer SDM dan Umum
Bertugas dan bertanggungjawab untuk menyiarkan kepada karyawan tentang
krisis yang terjadi, agar tidak menjadi bumerang bagi perusahaan.
Di dalam unit kerja SDM dan Umum terdapat bagian-bagian lagi, meliputi :
a) Asisten Manajer SDM
Bertugas dalam menyediakan segala kebutuhan logistik para karyawan ketika
menangani krisis.
b) Asisten Manajer Hiperkes dan Lingkungan
125
Bertugas mengurus dan mengidentifikasi para korban kecelakaan, termasuk
juga mengurus klaim asuransi Jasa Raharja untuk biaya pengobatan atau
santunan para korban.
5. Manajer Sarana
Bertugas dan bertanggung jawab dalam urusan sarana (kereta dan gerbong).
Manajer Sarana sebagai koordinator para teknisi yang bertugas memperbaiki
sarana yang rusak.
6. Manajer Prasarana
Bertugas dan bertanggung jawab dalam urusan prasarana (jalan rel). Manajer
prasarana sebagai coordinator para teknisi yang bertugas memperbaiki prasarana
yang rusak.
7. Manajer Komersial
Bertugas dan bertanggung jawab berkoordinasi dengan satsiun dan pusat
pengendali untuk menganalisa peerjalanan kereta yang akan dibatalkan akibat
kecelakaan. Serta tanggung jawab dalam hal penanganan terhadap pelanggan
secara langsung arena unit kerja ini berhubungan langsung dengan customer care
dan sistem informasi.
8. Manajer Operasi
a) Asisten Manajer Kamtib (Keamanan dan Ketertiban)
Bertugas dan bertanggungjawab pengamanan lokasi saat terjadi krisis, dan
bekerjasama dengan pihak kepolisian yang bertugas.
b) Asisten Operasi Sarana
126
Bertugas dan bertanggungjawab terkait dengan koordinasi pengoperasian
kereta.
Selain tim penyelesian krisis yang berasal dari internal perusahaan, ada
juga berbabagai pihak yang merupakan mitra dari eksternal perusahaan. Meliputi :
pihak kepolisisan yang mengurus pengamanan dan penyelesaian kasus, pihak
rumah sakit yang merawat para korban dan asuransi Jasa Raharja yang
memberikan santunan berupa klaim asuransi kecelakaan dan media sebagai sarana
pemberitaan dan pencitraan.
“Pada saat kejadian, kami juga dibantu oleh pihak kepolisian untuk pengamanan dan mengurus perkara kasus, rumah sakit, asuransi Jasa Raharja untuk santunan para korban dan media untuk sarana pemeberitaan dan pencitraan.”
(Asmat Saputra, wawancara 12 Februari 2010/09.00) Setelah menguraikan tugas masing-masing tim manajemen krisis, kini
akan dipaparkan mengenai tahapan penyelesaian krisis. Dari hasil penelitian,
penulis dapat mengetahui bahwa tahapan yang dilakukan oleh tim manajemen
krisis PT KA Daop I Jakarta sesuai dengan tahapan penanggulangan krisis yang
diungkapkan oleh Jim Macnamara dalam bukunya Public Relations Handbook for
Managers and Executives, mengemukakan 6 langkah manajemen krisis66. Berikut
tahapan-tahapan penyelesaian yang dilakukan tim manajemen krisis PT KA Daop
I Jakarta dalam menangani kasus Tragedi Bubulak :
1. Scenario Development
Hal pertama yang dilakukan oleh perusahaan dalam menghadapi suatu
kasus atau krisis adalah melakukan identifikasi krisis atau biasa disebut dengan
66 Jim Macnamara, 2005, Jim Macnamara's Public Relations Handbook (5th ed. ed.)
127
fact finding. Pada tahap ini, tim melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, Threats). Dari sini diketahui kekuatan yang dimiliki perusahaan
untuk mengatasi krisis kecelakaan yang terjadi, baik dari sisi SDM (Sumber Daya
Manusia) maupun teknisi.
Adapun hasil analisis SWOT dari humas PT KA Daop I Jakarta adalah
sebagai berikut :
a. Strength (Kekuatan)
· Adanya karyawan dan teknisi untuk penanggulangan krisis, sehingga
mempercepat dan mempermudah penanganannya.
· Sudah adanya kerjasama dengan pihak asuransi Jasa Raharja untuk
santunan korban kecelakaan.
· Memiliki hubungan yang baik dengan berbagai pihak, seperti
pemerintah, media, pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya.
b. Weakness (Kelemahan)
· Adanya banyak korban dalam kecelakaan yang terjadi.
· Adanya kerusakan sarana dan prasarana sehingga mengakibatkan
keterlambatan perjalanan kereta berikutnya.
c. Opportunity (Peluang)
· Mempunyai karyawan dan teknisi untuk penanggulangan krisis.
· Memanfaatkan hubungan baik yang sudah terjalin sehingga
mempercepat pemulihan citra.
d. Threats (Hambatan)
128
· Adanya tekanan dari media dengan pemberitaan-pemberitaan bernada
negatif.
Kemudian bagaimana penanganan pada saat awal terjadi krisis. Menurut
kepala humas, penanganan krisis pada saat awal dengan langsung datang ke
obyek, sehingga dapat diketahui bagaimana kondisi lokasi kejadian serta
dampaknya.
“Langkah-langkah mengatasi krisis kecelakaan tersebut, yaitu kami mengidentifikasi ke pusat pengendali, lalu datang langsung ke lokasi kejadian sehingga tahu persis bagaimana kondisi lapangan.” (Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30)
Hampir sama dengan Sugeng Priyono, Asmat Saputra selaku staf
eksternal humas mendeskripsikan bagaimana langkah awal penyelesaian krisis :
“Pada awalnya, humas mendapat informasi melaui telepon berbagai pihak, yaitu dari kantor pusat, OC (Operation Center), wartawan. Radio Elshinta, dan pihak Stasiun Cilebut. Berbagai pihak tersebut mengabarkan bahwa terjadi kecelakaan kereta api di KM 52+59 Kebon Pedes, Bogor. Kemudian salah satu dari kami mengkroscek masukan-masukan itu ke lapangan. Kemudian setelah mendapat informasi yang valid, lalu tim kami datang langsung ke lokasi. yaitu tim humas dan bagian lain.” (Asmat Saputra, wawancara 12 Februari 2010/09.00)
2. Preparation
Melakukan persiapan, dengan melakukan pembagian tugas masing-masing
personal tim humas. Kemudian membuat daftar segala kemungkinan yang dapat
terjadi, maka perusahaan menyiapkan hal-hal sebagai berikut :
A. Mempersiapkan petunjuk layanan telepon 24 jam untuk semua
pihak yang berkepentingan, baik staf humas maupun call centre
129
untuk memberikan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Seperti pelanggan yang akan menggunakan jasa kereta, pihak
media yang meminta waktu wawancara, maupun berbagai pihak
lain.
B. Memiliki dan melatih beberapa orang untuk menghadapi media
massa sehingga selalu siap untuk memberikan informasi bila
dibutuhkan. Dalam hal menghadapi media massa, biasanya kepala
humas selaku pemangku jabatan tertinggi di humas yang bertugas
menghadapi media. Hal ini dilakukan agar informasi keluar dari
satu pintu, sehingga tidak ada kesimpangsiuran informasi.
C. Mendirikan ruangan tertentu yang digunakan sebagai crisis centre
bagi tim penanggualangan krisis pada saat krisis telah terjadi.
Lokasi kejadian diamankan oleh Polsuska dan pihak kepolisisan
untuk pihak penyelidikan dan evakuasi kecelakaan. Lokasi
kejadian ini merupakan crisis centre saat krisis.
D. Mempersiapkan segala informasi selengkap mungkin berkaitan
dengan krisis. Tim humasda yang langsung mendatangi lokasi
kejadian mempunyai tugas masing-masing, di antaranya staf
eksternal sebagai pengidentifikasi korban di rumah sakit dan staf
dokumentasi yang mendokumentasikan segala kejadian serta
mengumpulkan berbagai informasi, kemudian kedua staf tersebut
melaporkan segala informasi yang mereka dapat kepada kepala
humasda. Agar ketika menghadapi awak media, kepala humas
130
selaku juru bicara perusahaan mempunyai informasi yang faktual
dan aktual.
3. Monitoring
Pada tahap ini dilakukan minitoring atau pemantauan yang efektif terhadap
pemberitaan media, tugas ini dilaksanakan oleh staf internal di kantor humasda.
Pemantauan tersebut dilakukan untuk melakukan persiapan bagi humas dalam
mengupayakan penyelesaian krisis di media, karena pemberitaan yang ada tentang
kecelakaan tersebut pastilah bernada negatif dan jika tidak ada klarifikasi dan
publikasi, ini akan menjadi krisis yang lebih akut.
“Tidak hanya ketika terjadi krisis, setiap hari kami selalu memonitoring pemberitaan media yang muncul terkait dengan perusahaan. Dan jika terkait dengan krisis, kami mengupayakan klarifikasi dengan cara konferensi pers atau publikasi lainnya. Karena jika tidak ada kesepahaman, maka krisis tidak akan terselesaikan.” (Asmat Saputra, wawancara 12 Februari 2010/09.00)
4. Networking
Pada saat krisis terjadi, tidak dapat dipungkiri perusahaan membutuhkan
mitra yang dapat memberikan dukungan, baik organisasi atau perusahaan umum.
Kredibilitas dan operasional perusahaan akan cepat pulih apabila perusaahaan
memiliki dukungan tersebut. Hubungan dengan pihak luar tersebut harus sudah
terjalin dengan baik sebelum terjadi krisis. Sehingga sudah seharusnya perusahaan
memiliki program untuk membangun jalinan hubungan dengan pihak luar.
“Sejak awal, humasda sudah menjalankan upaya penjagaan hubungan baik dengan para pemangku kepentingan/stakeholder. Seperti dengan adanya forum Bakohumas, komunikasi yang intensif dengan pelanggan dan pecinta kereta api, terlebih lagi dengan media massa, seperti
131
kinjungan ke redaksi dan press tour, serta penyesuaian program pemda dengan program perusahaan.” (Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30)
Berikut upaya humasda dalam penjagan hubungan baik dengan publik perusahaan
:
1. Membangun hubungan baik dengan publik internal dan eksternal, sehingga
ketika hubungan sudah terjalin dengan baik maka semuanya akan menjadi
lancar.
2. Perkuatan penyelenggaraan koordinasi yang intensif dengan stakeholder.
Seperti mengadakan pertemuan rutin antar perwakilan instansi dan LSM,
yaitu dalam forum Bakohumas.
3. Menjalin komunikasi yang intensif dengan pelanggan kereta api dan
komunitas pecinta kereta api dan masyarakat sekitar perusahaan.
4. Menjalin hubungan baik dengan media, seperti kunjungan ke media dan
mengadakan presstour.
5. Menyesuaikan program pemerintah daerah dengan program perusahaan,
seperti mengadakan pertemuan dan sosialisasi jika ada suatu program baru.
5. Focusing
Perusahaan dituntut untuk fokus terhadap permasalahan atau krisis yang
sedang terjadi ini. Ketika banyak tekanan yang muncul dari berbagai pihak,
komplain dari pelanggan, tuntutan dari kelurga korban, bahkan dari pemegang
saham (pemerintah) itu sendiri. Namun perusahaan harus tetap fokus
132
menyelesaikan permasalahan ini. Dengan dibantu dari berbagai unit kerja,
permasalahan dapat diatasi.
6. Implement A Plan
Setelah menerapkan langkah-langkah di atas, maka perusahaan dapat
menerapkan manajemen krisis sesegera mungkin dan secara efektif yang dibagi
menjadi tiga tahapan :
1) Penanggulangan dan penanganan kerusakan
Sebelumnya sudah dijabarkan mengenai penjabaran tugas dari
masing-masing unit kerja sesuai dengan wewenang dan ranah kerjanya.
Kemudian di sini akan dijabarkan mengenai bagaimana upaya
penanggulangan dan penanganan kerusakan akibat kecelakaan yang
terjadi.
Pada awal terjadi kecelakaan, pihak stasiun terdekat, yaitu Stasiun
Cilebut langsung menghubungi pusat pengendali, dan kemudian informasi
ini langsung disiarkan kepada para karyawan dan teknisi untuk upaya
penanggulangan kerusakan.
Bagian SDM atau Umum langsung bergerak menginformasikan
adanya kecelakaan tersebut, hal dilakukan agar seluruh karyawan
mengatahui dan ikut serta menanggulangi krisis. Seperti menyediakan
logistik untuk para karyawan dan teknisi yang bekerja untuk
meminimalisir kerusakan.
133
Kemudian salah satu sub unit dari Bagian SDM atau Umum, yaitu
bagian Hiperkes dan Lingkungan, langsung mendatangi lokasi untuk
membantu para korban tabrakan tersebut. Lalu membawa para korban ke
rumah sakit terdekat. Ketika berada di rumah sakit tersebut, para staf
Hiperkes dan Lingkungan mengidentifikasi para korban dan mengurus
administrasi kepada pihak rumah sakit. Kemudian salah satu staf Hiperkes
dan Lingkungan, Endra Gunawan menguhubungi pihak asuransi Jasa
Raharja untuk mengurus klaim asuransi, guna memberi santunan untuk
biaya pengobatan dan perawatan para korban.
Gambar 5. Salah satu staf melakukan identifikasi korban untuk arsip perusahan dan klaim asuransi.
“Kami mengidentifikasi para korban dan langsung menghubungi pihak Asuransi Jasa Raharja untuk mengajukan klaim asuransi korban. Kami juga menangani administrasi rumah sakit. Dan untuk beberapa pasien, ada yag membutuhkan biaya melebihi santunan asuransi, maka dari itu perusahaan membantu kekurangannya.” (Endra Gunawan, wawancara 8 Februari 2010/13.00)
134
Sementara itu, untuk kerusakan gerbong kereta (sarana) dan rel
(prasarana), para teknisi baik dari Bagian Sarana maupun Prasarana
langsung melakukan perbaikan. Beberapa gerbong langsung dibawa ke
depo terdekat untuk diperbaiki, dan jika sudah rusak parah terpaksa tidak
bisa digunakan lagi. Seperti yang terlihat di gambar bawah ini, tampak
para teknisi mengevakuasi KRL Pakuan 221 dan KRL Ekonomi 549 yang
rusak akibat tabrakan.
Gambar 6. Para teknisi sedang melakukan perbaikan kerusakan KRL Ekonomi
135
Gambar 7. Para teknisi sedang melakukan perbaikan kerusakan KRL Pakuan
Ketika dilakukan perbaikan, para Polsuska dari Seksi Kamtib
bekerjasama dengan pihak kepolisian mengamankan lokasi, untuk
keperluan penyelidikan maupun perbaikan.
Lalu Manajer Hukum melaksanakan tugasnya, yaitu mengurus
perkara ke pengadilan. Sedangkan manajer komersial melakukan
koordinasi dengan pihak stasiun dan pusat pengendali untuk menganalisa
pembatalan perjalanan kereta akibat kecelakaan yang terjadi, kemudian
staf komersial bertanggungjawab mengurus penanganan terhadap
pelanggan secara langsung arena unit kerja ini berhubungan langsung
dengan customer care dan sistem informasi.
Sementara itu, humasda bertanggung jawab untuk membantu
kelancaran arus informasi saat terjadi krisis maupun setelahnya. Yaitu
melakukan press conference dengan mengumpulkan semua wartawan dari
136
berbagai media, kemudian melaukan sesi wawancara. Hal ini dilakukan
agar arus informasi yang keluar dari satu pintu saja, dan informasi yang
keluar jelas dan apa adanya sesua fakta yang ada.
Gambar 8. Sejumlah wartawan melakukan wawancara tentang Tragedi Bubulak
2) Manajemen yang proaktif
Pihak manajemen perusahaan perlu menunjukkan rencana tindakan
penanganan selanjutnya. Hal ini akan menunjukkan tanggung jawab
perusahaan dan dapat memberikan kesan positif bagi perusahaan. Dalam
hal ini pemegang kekuasaan tertinggi mengambil keputusan untuk
penyelesaian krisis, namun eksekutor atau pelaksananya adalah semua unit
kerja, seperti yang dijelaskan di atas (tahapan penanggulangan dan
penanganan kerusakan).
137
3) Pemulihan citra
Setelah krisis dapat teratasi maka diperlukan program komunikasi pasca
krisis untuk memulihkan citra perusahaan.
Ketika krisis menimpa, berbagai media datang untuk mencari berita.
Dalam hal ini humas tidak dapat menghindar atau bahkan membuat pernyataan
palsu. Pemberitaan media ini justru dapat menjadi upaya pencitraan bagi
perusahaan agar masyarakat tidak memandang buruk terhadap perusahaan.
Adapun upaya yang dilakukan humas PT KA (Persero) Daoop I Jakarta untuk
mengupayakan pencitraan positif dan kepercayaan publik adalah sebagai berikut :
“Kami melaksanakan program pencitraan melalui media, karena media merupakan sarana yang paling handal dan efektif. Yaitu dengan mempublikasikan bahwa pelayanan kereta api mengarah kepada 4 Pilar Angkutan, yaitu Keselamatan, Ketepatan waktu, Pelayanan dan Kenyamanan. Kami mengupayakan agar publik/stakeholder tahu bahwa komitmen tersebut memang diutamakan. Seperti mengajak mereka (media) ke Balai Yasa, stasiun, ke depo sebelum kereta berangkat. Menjelaskan bahwa pekerjaan seperti inilah yang dilakukan dalam rangka upaya keselamatan. Pencitraan itu penting, agar ketika terjadi krisis publik tidak mengalami trauma, karena itu merupakan accident dan sifatnya tentatif saja. Sekali lagi kita yakinkan kepada masyarakat bahwa keselamatan itu merupakan komitmen dari kita.
(Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30) Selain upaya pencitraan melalui media, humas juga mengajak para pejabat
untuk mengunjungi para korban yang dirawat di rumah sakit. Hal ini merupakan
upaya pencitraan kepada korban. Kunjungan pejabat ini dilakukan untuk
memberikan simpati kepada para korban atas kecelakaan yang menimpanya.
Dengan melakukan kunjungan tersebut diharapkan bisa menghibur dan
mengurangi beban para korban.
138
Gambar 9. Direktur PT. KA Commuter Jabodetabek, Bambang Wibianto mengunjungi korban Tragedi Bubulak.
.
Gambar 10. Beberapa pejabat PT KA mengunjungi keluarga korban Tragedi Bubulak
139
D. Tanggapan Para Korban
Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang tanggapan beberapa korban
kecelakaan mengenai manajemen krisis kecelakaan tersebut, terutama yang
berkaitan dengan penanganan para korban.
Dari hasil wawancara para korban, penulis menemukan dua opini yang
berlawanan. Opini tersebut didapat dari empat korban kecelakaan tersebut, yaitu
dari Ujas, Mariani Br Ginting, Dudi Kurniadi dan Erna Suryani. Dari ke empat
narasumber tersebut, dua di antaranya, yaitu Ujas dan Mariani Br Ginting
menyatakan penanganan korban akibat kecelakaan Tragedi Bubulak sudah baik.
Namun berbeda dengan dua narasumber lainnya, yaitu Dudi dan Erna, mereka
merasa penanganan korban akibat kecelakaan tersebut kurang baik.
Ketika diwawancara perihal penanganan korban kecelakaan tersebut, Ujas
menyatakan bahwa PT KA telah bertanggung jawab dengan menanggung biaya
perawatan dan pengobatannya. Bahkan perusahaan masih memberikan gaji untuk
Ujas, selaku masinis di PT KA meskipun dia belum bisa bekerja karena belum
sembuh total. Seperti yang diungkapkan Ujas saat di wawancara :
“…Alhamdulilah segala pengobatannya ditanggung semua, sampai sekarang juga saya dapat tunjangan gaji saya. Sampe sekarang segala biayanya masih lancar, padahal saya belum bisa bekerja karena belum sehat betul…” (Ujas, wawancara 8 April 2010/12.18) Sama halnya dengan pendapat Ujas, Mariani Br Ginting juga menyatakan
penanganan korban sudah baik. Mariani Br Ginting menyatakan setelah
kecelakaan, dia langsung ditangani. Meskipun untuk pengobatan dari UGD harus
140
dibeli dulu, baru diganti. Dia juga menyatakan dirawat selama 4 hari di RS PMI
dan yang menanggung biaya adalah Asuransi Jasa Raharja. Namun karena dia
merupakan karyawan RSCM, dia memilih untuk dirawat pindah ke RSCM dengan
alasan takut repot dan bisa menggunakan asuransi kesehatan, jadi tanpa bayar
juga. Mariani menyimpulkan bahwa PT KA bertanggung jawab atas kecelakaan
yang menimpanya. Seperti yang dikatakannya saat diwawancara :
“…Pertamanya langsung ditangani. Cuma pengobatannya, dari UGD tuh kita beli obat dulu baru diganti. Saya dirawat 4 hari di RS PMI dan yang menanggung biaya Jasa Raharja. Tapi karena saya perawat RSCM, saya dirawat ke RSCM. Memang diharuskan saya balik ke PMI, tapi saya repot ke sananya. Mending saya ke RSCM, dan ngga bayar, jadi kita pake askes. Intinya sih perusahaan bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa saya…” (Mariani Br Ginting, wawancara 8 April 2010/16.09) Namun berbeda dengan tanggapan Ujas dan Mariani Br Ginting, dua
narasumber lain, yaitu Dudi Kurniadi dan Erna Suryani berpendapat bahwa
penanganan korban kecelakaan kurang baik. Dudi mengaku setelah insiden
tabrakan tersebut dia langsung dibawa ke rumah sakit. Namun dia mengeluhkan
penanganan yang lama, bahkan dia harus menunggu hingga sore. Setalah dirawat
inap selama 6 hari, seharusnya dia menjalani rawat jalan beberapa kali. Tapi dia
memilih rawat jalan hanya sekali dengan alasan tidak ada biaya. Meskipun biaya
tersebut akan diganti nantinya. Seperti yang diungkapkan oleh Dudi Kurniadi :
“…Saya langsung dibawa ke rumah sakit, di sana didiamkan dulu. Saya baru ditangani sorenya. Saya dirawat 6 hari, setelahnya saya harus rawat jalan, lalu saya balik lagi satu kali doang, solanya ga ada uang, soalnya pake duit kita dulu, baru diganti sana, padahal saya ga ada uang...” (Dudi Kurniadi, wawancara 9 April 2010/18.23)
141
Selain penangan yang lama, Dudi Kurniadi juga mengeluhkan tentang
sulitnya persyaratan untuk meminta penggantian dana pengobatan kepada asuransi
Jasa Raharja. Dudi mengeluhkan penggantian dana pengobatan lama dan repot.
Dan Dudi mengaharapkan ada dana pengganti diluar pengobatan karena dia juga
telah mengeluarkan dana lain yang tak terduga, seperti untuk yang menjaga di
rumah sakit, ganti rugi pemotongan gaji yang disebabkan dia tidak bisa masuk
kerja akibat kecelakaan tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Dudi Kurniadi :
“…Minta ganti ruginya lama, pake cap pos perangko segala, pake ke kantor pos dulu. Saya bilang ini teh repot amat. Cuman ko gitu amat, ga ada ganti ruginya, yang diganti hanya biaya pengobatan saja. Saya bingung. Ya seharusnya adalah, saya juga mengeluarkan biaya lain-lain, buat yang nungguin saya, ampe abis ratusan juga sih. Malah gara-gara dirawat saya bolos kerja, pake potong gaji segala…” (Dudi Kurniadi, wawancara 9 April 2010/18.23)
Senada dengan yang dinyatakan Dudi Kurniadi, Erna Suryani juga
mengeluhkan tentang penanganan korban kecelakaan tersebut. Erna Suryani
menyatakan ketika dibawa ke rumah sakit, dia tidak langsung mendapat
perawatan, bahkan harus menunggu 2 jam. Dia mengeluhkan penanganan terlalu
lama, padahal dia mengalami benturan keras dan rasa sakit pada kepala. Erna
Suryani juga mengaku ketika dironsen tidak ada masalah, padahal hingga saat
diwawancara dia masih sering merasa pusing. Seperti yang dikatakan oleh Erna
Suryani ketika diwawancara oleh penulis :
“… Saya ditolong warga dan langsung dibawa ambulans, tapi setelah sampai di rumah sakit saya tidak langsung ditangani. Administrasinya lama, saya sampai harus nunggu 2 jam dulu. Penangannya terlalu lama. Padahal saya mengalami benturan keras, dan kepala saya sakit. Lalu abis dironsen, katanya saya tidak apa-apa padahal sampai sekarang masih suka pusing…”
142
(Erna Suryani, wawancara 9 April 2010/18.29)
Hampir sama dengan Dudi Kurniadi, Erna Suryani juga mengeluhkan
tentang penggantian biaya pengobatan. Erna Suryani mengatakan bahwa biaya
pengobatan diganti oleh Asuransi Jasa Raharja, namun pencairan dananya sangat
bertele-tele. Dia mengeluhkan sulitnya pencairan dana, menunggu tanda tangan
kepala asuransinya saja lama. Dia juga menyesalkan penggantian dana yang
semestinya Rp. 3.000.000,00 lebih namun hanya diganti sebesar Rp. 2.700.000,00
saja dan ada resep obat yang tidak diganti. Erna Suryani menyimpulkan
penanganan yang bertele-tele dan tidak memuaskan. Seperti diungkapkan Erna
Suryani ketika diwawancara :
“…Untuk biaya pengobatan diganti ama Jasa Raharja, tapi ngurusnya bertele-tele sekali. Susah, nunggu tanda tangan kepalanya aja lama. Bahkan total pengeluaran saya 3 juta lebih tapi yang diganti cuma 2,7 juta, ada resep obat yang ga diganti. Intinya penangannya bertele-tele deh, dan tidak memuaskan,” (Erna Suryani, wawancara 9 April 2010/18.29)
143
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sebelum memahami betul permasalahan yang terjadi, maka mustahil
sebuah krisis bisa diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, identifikasi krisis
secara rinci dan detail mengenai kronologis kejadian harus dijabarkan dan
dipahami betul sebelum melakukan penanganan selanjutnya. Adapun kronologis
krisis yang terjadi adalah sebagai berikut :
1. Kronologis krisis
Berawal ketika Kereta Kelas Ekonomi Nomor KA-549 berangkat dari
Stasiun Bogor menuju Stasiun Jakarta Kota pada pukul 10.20 WIB. Pada pukul
10.25 WIB Kereta Ekonomi mogok di KM 52+59, 400 meter setelah pintu
perlintasan Bubulak, Kebon Pedes, Tanah Sereal, Bogor. Pada waktu bersamaan,
Kereta Pakuan Ekspres Nomor KA-221 diberangkatkan dari Stasiun Bogor
menuju Stasiun Jakarta Kota. Kemudian tepat pada pukul 10.30 WIB, Kereta
Pakuan tiba-tiba menabrak bagian belakang Kereta Ekonomi. Tabrakan tersebut
menewaskan seorang asisten masinis Kereta Pakuan yang bernama Akbar Felani
(20 tahun), 14 orang luka berat dan 56 penumpang lainnya luka ringan.
2. Strategi komunikasi
Setelah mengidentifikasi krisis, barulah humasda bisa melaksanakan
strategi komunikasi, meskipun strategi ini memang selalu dilaksanakan bahkan
144
ketika krisis tidak muncul. Berikut penjelasan tentang strategi komunikasi yang
dijalankan oleh humasda :
Strategi komunikasi yang dijalankan yaitu dengan melakukan penelitian
(Research) tentang opini, sikap dan reaksi dari stakeholder dan mereka yang
berkepentingan terkait insiden kecelakaan KRL Pakuan dengan KRL Ekonomi
tersebut. Humasda melakukan research opini publik dengan memonitoring semua
pemberitaan media.
Setelah melakukan Research, lalu perencanaan (Planning), yaitu humasda
melakukan pengolahan ataupun pengerjaan hasil temuan research sebagai
landasan dan arah program komunikasi yang akan dijalankan.
Lalu penggiatan (Action) dari perencanaan program yang telah disusun,
dalam hal ini humasda melaksanakan program publikasi media, yaitu dengan
konferensi pers dan talkshow.
Kemudian diakhiri dengan penilaian (Evaluation) dari hasil kegiatan yang
telah dilaksanakan tersebut. Evaluasi tersebut melibatkan seluruh jajaran unit di
PT KA Daop I Jakarta. Selain membahas tentang krisis kecelakaan kereta yang
terjadi di Bogor tersebut, forum ini juga membahs segala macam permasalahan
yang ada di PT KA Daop I Jakarta. Kegiatan evaluasi ini diadakan rutin tiap satu
bulan sekali.
3. Strategi Manajemen Krisis Humasda PT. KA (Persero) Daop I Jakarta
Selain menjalankan strategi komunikasi, humasda juga memerlukan
tahapan manajemen krisis yang harus dilaksanakan, karena pada tahap ini
penyelesaian krisis dilaksanakan lebih detail dan menyeluruh. Menurut peneliti,
145
tidak akan efektif jika hanya melaksankan strategi komunikai saja, karena strategi
komunikasi hanya merupakan pelaksanaan fungsi manajemen pada umumnya.
Akan lebih fokus dan efektif jika dilakukan manajemen krisis secara keseluruhan,
terlebih lagi humasda dibantu unit kerja lainnya. Adapun tahapan manajemen
krisis yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Pertama, Scenario Development, yaitu perusahaan melakukan identifikasi
krisis atau biasa disebut dengan fact finding. Tim melakukan analisis SWOT
(Strength, Weakness, Opportunity, Threats). Dari sini diketahui kekuatan yang
dimiliki perusahaan untuk mengatasi krisis kecelakaan yang terjadi, baik dari sisi
SDM (Sumber Daya Manusia) maupun teknisi.
Kedua, Preparation, yaitu dengan melakukan pembagian tugas masing-
masing personal tim humasda. Kemudian membuat daftar segala kemungkinan
yang dapat terjadi, maka perusahaan menyiapkan hal-hal seperti layanan call
centre, memilih seseorang untuk menghadapi media massa, dan mendirikan crisis
centre serta mempersiapkan segala informasi selengkap mungkin berkaitan
dengan krisis.
Ketiga, Monitoring atau pemantauan yang efektif terhadap pemberitaan
media, tugas ini dilaksanakan oleh staf internal di kantor humasda. Ini dilakukan
untuk melakukan persiapan bagi humas dalam mengupayakan penyelesaian krisis
di media, karena pemberitaan yang ada tentang kecelakaan tersebut pastilah
bernada negatif dan jika tidak ada klarifikasi dan publikasi, ini akan menjadi krisis
yang lebih akut.
146
Keempat, Networking karena tidak dapat dipungkiri perusahaan
membutuhkan mitra yang dapat memberikan dukungan, baik organisasi atau
perusahaan umum. Kredibilitas dan operasional perusahaan akan cepat pulih
apabila perusaahaan memiliki dukungan tersebut.
Kelima, Focusing, perusahaan dituntut untuk fokus terhadap permasalahan
atau krisis yang sedang terjadi ini. Ketika banyak tekanan yang muncul dari
berbagai pihak, komplain dari pelanggan, tuntutan dari kelurga korban, bahkan
dari pemegang saham (pemerintah) itu sendiri. Namun perusahaan harus tetap
fokus menyelesaikan permasalahan ini. Dengan dibantu dari berbagai unit kerja,
permasalahan dapat diatasi.
Keenam, Implement A Plan, setelah menerapkan langkah-langkah di atas,
maka perusahaan dapat menerapkan manajemen krisis sesegera mungkin dan
secara efektif yang dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu penanggulangan dan
penanganan kerusakan, manajemen yang proaktif, dan pemulihan citra.
4. Tanggapan patra korban.
Meskipun sudah dilakukan upaya manajemen krisis secara detail dan
menyeluruh, namun hal tidak selalu berhasil dengan sempurna. Ketika peneliti
mewawancarai korban, terdapat dua pernyataan yang bertolak belakang. Seperti
Dudi Kurniadi dan Erna Suryani (korban) yang mengeluhkan penanganan ketika
krisis terjadi. Namun di lain pihak ada juga yang justru merasa bahwa penanganan
yang diberikan oleh PT KA sudah sangat baik, sehingga manajemen krisis ini bisa
disimpulkan belum sepenuhnya berhasil. Maka dari itu, seharusnya humasda dan
unit kerja lain lebih berintegrasi dalam menyelesaikan krisis.
147
B. Saran
Setelah peneliti melakukan analisa, maka peneliti dapat memberikan saran
bagi perusahaan maupun peneliti selanjutnya. Adapun saran yang dapat peneliti
sumbangkan adalah sebagai berikut :
1. Bagi PT KA (Persero) Daop I Jakarta
Peneliti ingin memberikan saran mengenai penanganan korban
kecelakaan. Sebaiknya perusahaan membantu korban ketika berada di rumah sakit
dan memastikan korban langsung ditangani karena hal ini berhubungan dengan
kesehatan bahkan nyawa. Selain itu, humasda ataupun petugas lainnya membantu
para korban agar mudah dalam proses pencairan dana ganti rugi di asuransi Jasa
Raharja. Karena hal ini terkait dengan pencitraan perusahaan itu sendiri.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan bisa memberikan variasi dalam hal
penggunaan metode penelitian untuk mengkaji tema manajemen krisis. Seperti
penggunaan pendekatan kualitatif dengan metode evaluatif, atau bahkan dengan
metode studi kasus. Sehingga dapat dilihat bagaimana analisa sebuah tema dengan
metode yang berbeda.
148
DAFTAR PUSTAKA
Buku Chatra, Emeraldy dan Rulli Nasrullah, 2008, Public Relations : Strategi
Kehumasan dalam Menghadapi Krisis, Bandung: Maximalis Cutlip, Scott M; Center, Allen H; Broom, Glen M, 2000, Effective Public
Relations, New Jersey: Prentice Hall. Effendy, Onong Uchjana, 2006, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek Cetakan ke
dua puluh, Bandung: Remadja Karya CV Jefkins, Frank,1995, Public Relations, Jakarta: Erlangga Kasali,Rhenald, 1994, Manajemen Public Relations, Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti Kusumasuti, Frida, 2002, Dasar-dasar Humas, Jakarta: Ghalia Indonesia Morissan, 2008, Manajemen Public Relations : Strategi Mnejadi Humas
Profesional, Jakarta: Kencana Prenada Media Group Patton, Michael Quinn, 2006, Metode Evaluasi Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Pawito, 2007, Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta Seitel, Fraser P, 1998, The Practise of Public Relations, New Jersey: Prentice Hall Soemirat, Sholeh dan Ardianto, Elvinaro, 2005, Dasar Dasar Public Relations,
Bandung: Remaja Rosdakarya Susanto, 2006, Metode Penelitian Sosial, Surakarta: LPP UNS dan UNS Press Sutopo, Heribertus, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan
Penerapannya dalam Penelitian, Surakarta: UNS Press
149
Jurnal Ilmiah Bob Spieldenner, The Virginia Tech tragedy: "My belief in the importance of professional communicators is stronger than ever", Public Relations Tactics. Sep 2007. Edisi 14, hlm 19
http://proquest.umi.com/pqdweb/ptn063?did=1380675711&sid=9&Fmt=3&clientId=44698&RQT=309&VName=PQD
Andre A. Hardjana Manajemen Komunikasi dalam Krisis, Jurnal Ikatan Sarjana
Komunikasi Indonesia : Manajemen Krisis. Oktober 1998. No. 2 , hlm 20 Jon White dan Laura Mazur, Manajemen Krisis, Jurnal Ikatan Sarjana
Komunikasi Indonesia : Manajemen Krisis. Oktober 1998. No. 2 , hlm 42, Bandung:Remaja Rosdakarya
Judy Hoffman, Jack Moyer, Are You Ready for the TV Cameras? Communicating With the Media and the Public Following Negative Incidents, American Water Works Association. Journal. Denver: May 2007. Edisi 99. hlm 48
http://proquest.umi.com/pqdweb/ptn063?did=1281614891&sid=5&Fmt=3&clientId=44698&RQT=309&VN me=PQD
Marsefio S. Luhukay, Penerapan Manajemen Krisis di Indonesia : Memotret Krisis dalam Kacamata Public Relations, Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, Edisi 2, No. 1, Januari 2008: 18 – 28
http://puslit.petra.ac.id/journals/communication/ Matthew Schimmoeller, The Sago Mine Disaster: Can Lightning Strike Twice?, Public Relations Quarterly. Rhinebeck: 2008. Edisi 52. hlm 38
http://proquest.umi.com/pqdweb/ptn063?did=1494423331&sid=5&Fmt=3&client Id=44698&RQT=309&VName=PQD
Skripsi Jim Macnamara dalam Skripsi Rina Wulandari, Fungsi Humas dan Manajemen
Krisis, FISIP UNS, Surakarta, 2002, hlm 10 Skripsi Meylia Rachmawati, Strategi Public Relations PT KAI Daop VI
Yogyakarta dalam Menanggulangi Percaloan Tiket Kereta Api, FISIP UNS, Surakarta, 2005
Skripsi Nur Rochmawati, Manajemen Krisis, FISIP UNS, Surakarta, 2009
150
Surat Kabar Surat Kabar Harian Pos Kota, 5 Agustus 2009 Surat Kabar Harian Tempo, 5 Agustus 2009 Surat Kabar Harian Berita Kota, 6 Agustus 2009 Surat Kabar Harian Kompas, 7 Agustus 2009 Surat Kabar Harian Pos Kota, 8 Agustus 2009 Surat Kabar Harian Bisnis Indonesia, 12 Agustus 2009 Surat Kabar Harian Nonstop, 13 Agustus 2009 Situs Internet Ditjen Perkeretaapian.Departemen Perhubungan RI @ 2008 http://wavega.wordpress.com/2009/09/05/penyebab-kecelakaan-kereta-api-di-indonesia/ 05/09/2009/11.00 Tempo Interaktif 4 Agustus 2009. Dapat dilihat di http://www.tempointeraktif.com/hg/layanan_publik/2009/08/04/brk,20090804-190666,id.html 05/09/2009/11.10 Tempo Interaktif 20 November 2007,
http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2007/ 05/09/2009/11.30 www.gatra.com edisi 12 November 2004,
http://www.gatra.com/artikel.php?id=49021 05/09/2009/11.40