10
1 JUDUL “STRATEGI OPTIMALISASI PERAN BMT SEBAGAI PENGGERAK SEKTOR USAHA MIKRO  Oleh : Prof.Dr.H.Hendi Suhendi, M.Si (Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN SGD Bandung) A. Preface Fenomena penerapan prinsip syariah dalam lembaga keuangan semakin berkembang  pesat, tidak hanya di perbankan tetapi juga lembaga keuangan bukan bank (LKBB). Di sektor lembaga keuangan bank dikenal dengan perbankan syariah, sedangkan pada lembaga keuangan bukan bank dengan mengacu pada Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang- undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, terdiri dari lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga  berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah. Adapun mengenai  Baitul Maal wat Tamwil  (BMT) tercangkup dalam istilah lembaga keuangan mikro syariah. Keberadaaan BMT ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam pengembagan sektor ekonomi riil, terlebih bagi kegiatan usaha yang  belum memenuhi segala persyaratan untuk mendapatkan pembiayaan dari lembaga  perbankan syariah. BMT merupakan bentuk lembaga keuangan dan bisnis yang serupa dengan koperasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).  Baitul tamwil  merupakan cikal bakal lahirnya  bank syariah pada tahun 1992. Segmen masyarakat yang biasanya dilayani BMT adalah masyarakat kecil yang kesulitan berhubungan dengan bank. Perkembangan BMT semakin marak setelah mendapat dukungan dari Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK) yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Apa peranan BMT dalam rangka pemberdayaan sektor ekonomi riil; Bagaimana optimalisasi peran itu dalam realitas kehidupan masyarakat; Apa yang menjadi kendala dalam upaya dimaksud; Dan alternatif solusi yang dapat ditempuh untuk menghilangkan atau paling tidak meminimalisir adanya kendala dimaksud, akan menjadi bahasan dalam artikel ini.

Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro

5/17/2018 Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro 1/10

 

1

JUDUL

“STRATEGI OPTIMALISASI PERAN BMT

SEBAGAI PENGGERAK SEKTOR USAHA MIKRO” 

Oleh : Prof.Dr.H.Hendi Suhendi, M.Si

(Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN SGD Bandung) 

A.  Preface

Fenomena penerapan prinsip syariah dalam lembaga keuangan semakin berkembang

pesat, tidak hanya di perbankan tetapi juga lembaga keuangan bukan bank (LKBB). Di

sektor lembaga keuangan bank dikenal dengan perbankan syariah, sedangkan pada

lembaga keuangan bukan bank dengan mengacu pada Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-

undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama, terdiri dari lembaga keuangan mikro syariah, asuransi

syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga

berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah,

dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.

Adapun mengenai Baitul Maal wat Tamwil (BMT) tercangkup dalam istilah lembaga

keuangan mikro syariah. Keberadaaan BMT ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

yang nyata dalam pengembagan sektor ekonomi riil, terlebih bagi kegiatan usaha yang

belum memenuhi segala persyaratan untuk mendapatkan pembiayaan dari lembaga

perbankan syariah.

BMT merupakan bentuk lembaga keuangan dan bisnis yang serupa dengan koperasi

atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Baitul tamwil merupakan cikal bakal lahirnya

bank syariah pada tahun 1992. Segmen masyarakat yang biasanya dilayani BMT adalah

masyarakat kecil yang kesulitan berhubungan dengan bank. Perkembangan BMT semakin

marak setelah mendapat dukungan dari Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK)

yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Apa peranan BMT dalam rangka pemberdayaan sektor ekonomi riil; Bagaimana

optimalisasi peran itu dalam realitas kehidupan masyarakat; Apa yang menjadi kendala

dalam upaya dimaksud; Dan alternatif solusi yang dapat ditempuh untuk menghilangkan

atau paling tidak meminimalisir adanya kendala dimaksud, akan menjadi bahasan dalam

artikel ini.

Page 2: Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro

5/17/2018 Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro 2/10

 

2

B.  Peranan BMT dalam Rangka Pemberdayaan Sektor Usaha Mikro

Krisis moneter yang melanda bangsa Indonesia pada 2008-2009 awal yang lalu

menyebabkan sektor riil di kaum akar rumput hampir lumpuh dengan banyaknya

 pengusaha yang ‘gulung tikar’ alias mengalami kebangkrutan.

Dalam realitasnya, operasional bank syariah belum dapat secara optimal menjangkau

sektor usaha mikro di tingkat akar rumput (grass root ). Hal demikian karena ternyata bank 

syariah sebagai lembaga intermediasi keuangan dalam menjalankan fungsinya

menyalurkan dana kepada masyarakat berupa memberikan pembiayaan masih

mensyaratkan adanya jaminan yang itu tidak mudah bisa dipenuhi oleh nasabah,

khususnya nasabah kecil. Di sisi yang lain fakta menunjukkan bahwa operasional bank 

syariah juga terbatas di kota-kota, sedangkan pelaku sektor ekonomi riil juga sebagian

berada di desa-desa. Dengan demikian layanan yang diberikan oleh bank syariah belum

dapat menjangkau sektor ekonomi riil secara optimal.

Kondisi tersebut menjadi latar belakang munculnya lembaga-lembaga keuangan

mikro yang sudah menjangkau hingga ke pedesaan-pedesaan atau yang dikenal dengan

sebutan BMT. BMT dalam operasional usahanya pada dasarnya hampir mirip dengan

perbankan yaitu melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk 

simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk 

pembiayaan, serta memberikan jasa-jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Secara umum produk BMT dalam rangka melaksanakan fungsinya tersebut dapat

diklasifikasikan menjadi empat hal yaitu:

a. Produk penghimpunan dana ( funding)

b. Produk penyaluran dana (lending)

c. Produk jasa

d. Produk tabarru’: ZISWAH (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, dan Hibah) 

Dengan demikian sebagaimana namanya BMT menjalankan dua misi, yaitu misi

sosial (tabarru’ ) dan misi untuk mendapatkan keuntungan (tamwil). Keduanya hendaknya

mampu dilaksanakan oleh BMT secara proporsional.

Penjelasan mengenai produk BMT dengan mengacu pada Fatwa Dewan Syariah

Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dapat dikemukakan sebagai berikut:

 Pertama, produk penghimpunan dana yang ada di BMT pada umumnya berupa

simpanan atau tabungan yang didasarkan pada akad wadiah dan akan mudharabah. Untuk 

Page 3: Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro

5/17/2018 Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro 3/10

 

3

itu dalam BMT dikenal adanya dua jenis simpanan yaitu simpanan wadiah dan simpanan

mudharabah.

Secara fikih akad wadiah ditinjau dari boleh tidaknya penerima titipan untuk 

memanfaatkan barang titipan tersebut dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Wadiah al-Amanah, yaitu akad wadiah yang mana pihak yang menerima titipan

tidak boleh memanfaatkan barang yang dititipkan.

b.  Wadiah ad Dhamanah, yaitu akad wadiah yang mana pihak yang menerima

titipan diperbolehkan untuk memanfaatkan uang/barang yang dititipkan, dengan

ketentuan bahwa sewaktu-waktu pemilik barang membutuhkan uang/barang

yang bersangkutan masih utuh.

BMT akan menggunakan akad Wadiah ad Dhamanah dalam produk simpanannya,

sehingga ia dapat menggunakan dana yang disimpan oleh nasabah untuk kegiatan

produktif. Hal demikian juga mendatangkan keuntungan bagi nasabah, yakni bahwa

nasabah dimungkinkan mendapatkan bonus yang besarnya tergantung pada kebijaan BMT

dan tidak boleh diperjanjikan di muka. Melalui simpanan wadiah nasabah BMT terhindar

dari risiko kerugian, akan tetapi potensi penghasilan atau keuntungan yang akan diperoleh

 juga kecil karena sangat tergantung pada kebijakan dari BMT yang bersangkutan.

Dalam hal nasabah BMT menghendaki uang yang di simpan juga memberikan

tambahan pendapatan atau memang ditujukan sebagai sarana investasi maka BMT

biasanya juga menyediakan produk simpanan yang di dasarkan pada akad mudharabah.

Melalui simpanan mudharabah nasabah berpeluang mendapatkan penghasilan yang

besarnya sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah diperjanjikan di awal akad. Namun

demikian nasabah yang memakai skema simpanan mudharabah juga menanggung risiko

kerugian atas uang yang ia simpan.

 Kedua, produk penghimpunan dana yang di sediakan oleh BMT bisa mendasarkan

pada akad-akad tradisional Islam, yakni akad jual beli, akad sewa-menyewa, akad bagi

hasil, dan akad pinjam meminjam.

1.   Jual Beli 

Jual beli intinya adalah akad antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi

 jual beli, dimana obyeknya adalah barang dan harga. Adapun penerapan dari akad jual beli

ini dalam transaksi BMT tampak dalam produk pembiayaan murabahah, salam, dan

istishna. Dengan demikian akad jual beli hanya dapat diterapkan pada produk perbankan

Page 4: Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro

5/17/2018 Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro 4/10

 

4

berupa penyaluran dana. Adapun pengertian dari masing-masing jenis pembiayaan

dimaksud adalah sebagai berikut:

a.  Murabahah, adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan

margin keuntungan yang disepakati.

b.  Salam, adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat

tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.

c.  Istishna, adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang

dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran

sesuai dengan kesepakatan.

Implementasi akad murabahah, salam, dan istishna, khususnya dalam praktik BMT

secara teknis dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Murabahah, Fatwa DSN MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, dan

Fatwa DSN MUI No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna.

 2.   Bagi Hasil  

Penerapan akad bagi hasil dalam transaksi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) inilah

yang lebih dikenal di masyarakat karena memang fungsinya sebagai pengganti bunga.

Akad ini unik, karena dalam praktik BMT bisa diterapkan dalam dua sisi sekaligus, yaitu

sisi penghimpunan dana ( funding) dan sisi penyaluran dana (lending).

Implementasi akad bagi hasil dalam produk BMT di bidang penghimpunan dana

sebagaimana disebut di atas dalam bentuk simpanan, sedangkan implementasinya dalam

produk penyaluran dana adalah pada produk Pembiayaan  Mudharabah dan Pembiayaan

 Musyarakah. Secara teknis mengenai penerapan akad mudharabah dalam bentuk 

pembiayaan dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) dan untuk penerapan akad musyarakah dalam produk 

pembiayaan dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Pembiayaan Musyarakah.

 3.  Sewa-Menyewa 

Sewa-menyewa merupakan perjanjian yang obyeknya adalah manfaat atas suatu

barang atau pelayanan, sehingga bagi pihak yang menerima manfaat berkewajiban untuk 

membayar uang sewa/upah (ujrah). Dalam praktik BMT akad sewa-menyewa ini

diterapkan dalam produk penyaluran dana berupa pembiayaan ijarah dan pembiayaan

ijarah muntahia bit tamlik (IMBT), yang penjelasannya adalah sebagai berikut:

Page 5: Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro

5/17/2018 Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro 5/10

 

5

a.  Ijarah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah

atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.

Secara teknis mengenai penerapan akad ijarah di BMT dapat mengacu pada

Fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.

b.   Ijarah Muntahia Bit Tamlik  (IMBT), adalah transaksi sewa-menyewa yang

memberikan hak opsi di akhir masa sewa bagi pihak penyewa untuk memiliki

barang yang menjadi obyek sewa melaluai mekanisme hibah ataupun melalui

mekanisme beli. Secara teknis mengenai implementasi IMBT ini dapat dibaca

dalam ketentuan Fatwa DSN MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah

Al-Mutahiyah bi Al-Tamlik.

 4. Pinjam-meminjam yang Bersifat Sosial 

Dalam sistem konvensional produk penyaluran dana berupa kredit merupakan

perjanjian pinjam-meminjam dengan ketentuan bahwa nasabah debitur wajib membayar

bunga berdasarkan presentase tertentu terhadap pokok pinjaman. Ini merupakan riba, yang

 jelas-jelas dilarang dalam Islam. Dalam Islam akad pinjam-meminjam juga disediakan

tetapi hanya pada keadaan emergency, artinya bahwa pinjaman akan diberikan hanya

kepada nasabah yang benar-benar membutuhkan uang. Pihak BMT selaku pemberi

pinjaman dilarang meminta imbalan betapapun kecilnya, karena itu termasuk riba.

Dalam operasional BMT transaksi pinjam-meminjam ini dikenal dengan nama

pembiayaan qardh, yaitu pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak 

peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka

waktu tertentu. Ada juga qardh al-hasan (pinjaman kebajikan), yang pada dasarnya dalam

hal nasabah tidak mampu mengembalikan, maka seyogyanya pihak pemberi pinjaman bisa

mengikhlaskannya. Secara teknis mengenai pembiayaan qardh ini mengacu pada Fatwa

DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IX/2000 tentang al Qardh.

 Ketiga, produk jasa merupakan produk yang saat ini banyak dikembangkan oleh

LKS termasuk BMT, karena melalui produk ini bank akan mendapatkan pendapatan

berupa  fee. Dengan semakin banyaknya jenis produk jasa yang diberikan oleh BMT

kepada nasabahnya, maka semakin besar pula pendapatan BMT yang bersangkutan dari

sektor ini. Adapun mengenai produk jasa misalnya di dasarkan pada akad wakalah. BMT

berdasarkan akad wakalah ini dapat memberikan jasa, misalnya dalam perpanjangan

STNK, SIM, KTP, dan sebagainya.

Page 6: Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro

5/17/2018 Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro 6/10

 

6

Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa BMT sebagai

lembaga keuangan mikro syariah berperan sebagai lembaga yang menghimpun dana dari

masyarakat yang mempunyai dana lebih (surplus unit ) dan menyalurkannya kepada

masyarakat yang membutuhkan dana (deficit unit ). Dalam rangka optimalisasi peranan

BMT untuk pengembangan sektor ekonomi riil, maka fungsi BMT di bidang penyaluran

dana khususnya dalam bentuk pembiayaan produktif perlu lebih ditingkatkan.

C.  Optimalisasi Peranan BMT dalam Realitas Kehidupan Masyarakat

Peranan BMT di bidang penyaluran dana kepada masyarakat dunia usaha yang

bergerak di sektor ekonomi riil perlu dioptimalkan. Adapun salah satu caranya selain

peningkatan kapabilitas dan profesionalitas para pengelolanya, juga diperlukan

pemahaman terhadap kondisi setempat dimana sebuah BMT berada. BMT yang berada di

sekitar masyarakat petani, tentu berbeda dengan BMT yang ada di sekitar masyarakat

pedagang.

Optimalisasi peran BMT dalam pengembangan sektor riil secara prinsip dapat

dilakukan dengan mengenal motivasi dari nasabah atau calon nasabah ketika mereka

mengajukan permohonan ke BMT. Adapun beberapa motivasi nasabah atau calon nasabah

berikut jenis pembiayaan yang sesuai dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1.  Nasabah atau calon nasabah yang menginginkan barang modal atau barang

konsumtif dengan maksud untuk dimiliki, maka dengan melihat karakteristik 

pembiayaan sebagaimana tersebut di atas dan setelah melalui studi kelayakan

( feasibility study), ia dapat diberikan pembiayaan murabahah.

2.  Nasabah atau calon nasabah yang menginginkan modal kerja atau tambahan

modal kerja, maka dengan melihat karakteristik pembiayaan sebagaimana

tersebut di atas dan setelah melalui studi kelayakan ( feasibility study), ia dapat

diberikan pembiayaan mudharabah/pembiayaan  musyarakah.

3.  Nasabah atau calon nasabah yang menginginkan manfaat atas suatu barang,

maka dengan melihat karakteristik pembiayaan sebagaimana tersebut di atas dan

setelah melalui studi kelayakan ( feasibility study), ia dapat diberikan pembiayaan

ijarah. Dan apabila nasabah atau calon nasabah menghendaki kepemilikan atas

barang di akhir masa sewa maka tepat jika ia diberi pembiayaan IMBT.

4.  Nasabah atau calon nasabah yang membutuhkan uang tunai karena adanya

kebutuhan yang mendesak (emergency), maka dengan melihat karakteristik pembiayaan sebagaimana tersebut di atas dan setelah melalui studi kelayakan

Page 7: Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro

5/17/2018 Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro 7/10

 

7

( feasibility study) ia dapat diberi produk berupa pembiayaan qardh/qardh  al 

hasan.

Melalui peningkatan kapabilitas dan profesionalitas para pengelola BMT, serta

kepekaan melakukan analisis pembiayaan sehingga dapat memberikan pembiayaan yang

tepat bagi nasabah atau calon nasabah maka optimalisasi peranan BMT di sektor ekonomi

riil dapat dilaksanakan dengan semestinya. BMT yang berperan secara optimal dapat

memberikan andil dalam pembangunan nasional, sehingga diharapkan kesejahteraan

masyarakat dapat terwujud secara adil dan merata.

D.  Kendala dalam Pengelolaan BMT dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro

Banyak kendala-kendala yang menjadi hambatan pengelolaan BMT dalam

pemberdayaan sektor riil. Kendala-kendala tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu kendala internal dan kendala eksternal.

Kendala internal adalah kendala yang disebabkan karena faktor dari dalam BMT itu

sendiri. Hal ini nampak pada adanya fakta bahwa banyak dijumpai pengurus atau

pengelola BMT belum memahami tentang prinsip-prinsip syariah dan juga prinsip

pengelolaan usaha yang baik dan benar. Atau dengan kata lain belum terpenuhinya sumber

daya insani yang mumpuni di bidang ekonomi syariah, sehingga dalam praktiknya BMT

seringkali menjadi sama dengan lembaga keuangan konvensional yang jauh dari nilai-nilai

Islami.

Adapun kendala eksternal adalah kendala yang disebabkan oleh faktor dari luar

BMT, seperti masih adanya budaya masyarakat yang belum sepenuhnya menerima

eksistensi lembaga keuangan syariah karena di anggap njlimet  dan tidak terprediksi.

Kendala pada aspek hukum juga masih dijumpai, yakni terkait dengan status hukum BMT

yang pada umumnya adalah koperasi. Menurut ketentuan hukum koperasi memerlukan

aspek legal lain jika ingin melakukan kegiatan penghimpunan dana. Fungsi BMT yang

hampir mirip-mirip dengan bank, yakni sebagai lembaga intermediasi keuangan belum

mendapatkan pijakan hukumnya yang kokoh.

Adanya kendala dimaksud perlu segera dicarikan jalan keluarnya, agar BMT sebagai

lembaga dengan target market  sektor riil berupa usaha-usaha kecil dapat menjalankan

perannya dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Page 8: Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro

5/17/2018 Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro 8/10

 

8

E.  Alternatif Solusi untuk Mengatasi/Mengurangi Kendala-Kendala Menuju

Kinerja BMT yang Optimum

Kendala berupa masih rendahnya sumber daya insani yang memahami pengelolaan

lembaga keuangan berdasarkan prinsip syariah, khususnya bagi BMT yang baru berdiri

dapat diatasi dengan proses magang pada BMT lain yang sudah memiliki kredibilitas

dalam operasionalnya. Di samping itu juga dapat melalui partisipasi dalam program

pelatihan ekonomi syariah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga terkait.

Dalam mengatasi kendala-kendala yang terjadi, sektor hukum juga mempunyai peran

penting di dalamnya. Adapun untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan

pembiayaan kepada masyarakat, BMT dapat menerapkan prinsip-prinsip berikut:

1.  Prinsip kehati-hatian ( prudential principle) dalam melaksanakan kegiatannya,

terutama dalam pemberian pembiayaan kepada masyarakat.

2.  Prinsip mengenal nasabah (know your customer principle), hal ini lebih

menekankan aspek karakter nasabah.

3.  Secara internal perlu menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance,

yang meliputi transparancy, accountability, responsibility, independency, and 

 fairness.

Kemudian dalam rangka pemasaran produk-produk BMT kepada masyarakat, ada

beberapa strategi yang dapat ditempuh oleh pengelola BMT yang bersangkutan antara lain

yaitu:

1.  Meluruskan niat, bahwa niat pengelola yang utama adalah berupa niat untuk 

beribadah kepada Allah SWT. Dengan diniatkan ibadah, maka seorang pengelola

akan mendapatkan dua macam keutamaan yakni berupa pahala dan keberhasilan

dalam pengelolaan BMT.

2.  Memperhatikan ulama. Ulama adalah tokoh yang berpengaruh dalam kehidupan

masyarakat sehingga pengurus BMT dapat menjalin kerjasama saling

menguntungkan dengannya untuk kepentingan sosialisasi mengenai lembaga

keuangan yang dikelola berdasarkan prinsip syariah dimaksud.

3.  Memperluas jaringan kerjasama. BMT dapat menjalin kerjasama dengan BMT

lain, Bank Syariah, Pemerintah, dan siapa saja yang memiliki minat dalam

rangka mengembangkan sistem ekonomi Islam dalam kehidupan bermasyarakat.

Page 9: Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro

5/17/2018 Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro 9/10

 

9

4.  Metode jemput bola. Metode ini perlu ditempuh untuk mengakselerasi

perkembangan BMT, misalnya dengan pembentukan unit khusus yang

menawarkan produk BMT dari rumah ke rumah.

Strategi pemasaran tersebut sama-sama penting dan saling menguatkan dalam rangka

optimalisasi peran BMT.

Setelah keempat pendekatan di atas dilalui, selanjutnya perlu dikembangkan

langkah-langkah sebagai berikut:

1.  Pengelola BMT harus mampu bertindak jujur, amanah, serta profesional di

bidangnya, yang diwujudkan dengan mengedepankan transparansi manajemen,

keikhlasan menerima kritik dan saran, bijaksana dalam mengambil keputusan

penting, memberikan pelayanan terbaik.

2.  Memilih produk-produk yang tepat: sederhana, tidak terlalu berisiko, dan

memiliki nilai jual yang tinggi.

F.  Penutup

Demikian sekilas pembahasan mengenai optimalisasi peranan BMT sebagai

penggerak sektor ekonomi riil. Perkembangan sektor ekonomi riil akan dapat berlangsung

dengan cepat ketika didukung oleh tersedianya sumber dana yang memadahi dan sesuai

dengan nilai-nilai keadilan. BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah sudah saatnya

berbenah diri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan dana bagi pengembangan

kegiatan usaha. Adanya merupakan salah satu kontribusi bagi suksesnya proses

pembangunan, sehingga pelan tapi pasti dapat mengikis atau mengurangi jumlah

penduduk miskin di Indonesia.

Page 10: Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro

5/17/2018 Strategi Optimalisasi Peran Bmt Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-sektor-usaha-mikro 10/10

 

10

DAFTAR PUSTAKA 

Chapra, Umar, 2000,  Islam dan Pembangunan Ekonomi, pent. Ikhwan Abidin Gema

Insani Press.

Khan, 1997, Muhammad Akram ‘The Role of Government in the Economy,” The

American Journal of Islamic Social Sciences, Vol. 14, No. 2.

Muhamad, 2006, Perkembangan Bisnis dan Keuangan Syariah di Indonesia dalam Bank 

Syariah, Analisis Kekuatan, Kelemahan, dan Ancaman, Yogyakarta: Ekonisia.

Rizky, Awalil, 2007,  BMT: Fakta dan Prospek Baitul Maal wat Tamwil, Yogyakarta:

UCY Press.

SM, Makhalul Ilmi, 2002, Teori dan Praktik Lembaga Keuangan Mikro Syariah,

Yogyakarta: UII Press.

Suhendi, Hendi, 1997, Asas-asas Fiqh Muamalah, Bandung : SGD Press.

Suhendi, Hendi, 2000. Fiqh Muamalah, Bandung : Rosdakarya.

Suhendi, Hendi, 2004, BMT dan Bank Islam, Bandung.

Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) 

Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah

Fatwa DSN MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam

Fatwa DSN MUI No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna

Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)

Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah

Fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah

Fatwa DSN MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Mutahiyah bi Al-

Tamlik 

Fatwa DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IX/2000 tentang al Qardh