50
STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK KASUS PEMBUNUHAN DI WILAYAH HUKUM POLRES SALATIGA OLEH MAXIMIANUS AMBROSIUS NGGAI 802014146 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2019

STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK

KASUS PEMBUNUHAN DI WILAYAH HUKUM

POLRES SALATIGA

OLEH

MAXIMIANUS AMBROSIUS NGGAI

802014146

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2019

Page 2: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres
Page 3: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres
Page 4: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres
Page 5: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres
Page 6: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres
Page 7: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK

KASUS PEMBUNUHAN DI WILAYAH HUKUM

POLRES SALATIGA

Maximianus Ambrosius Nggai

Wahyuni Kristinawati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2019

Page 8: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

i

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota

penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres Salatiga. Partisipan penelitian

tiga orang anggota penyidik kasus pembunuhan reskrim Polres Salatiga, berjenis

kelamin pria, masing-masing berusia 40 tahun, 38 tahun dan 31 tahun. Pengumpulan

data menggunakan metode kualitatif dengan wawancara dan observasi. Pedoman

wawancara dan indikator regulasi emosi disusun berdasarkan teori strategi regulasi

emosi yang dikemukakan oleh Gross dan Thompson (2013) serta derajat stres kerja

polisi yang dicatat oleh Jayanegara (2007) dan Kusuma (2005). Ketiga subjek

mengembangkan strategi regulasi emosi cognitive reappraisal. Ketiganya juga

melakukan expressive suppression yang disesuaikan dengan kondisi stressful yang

dihadapi oleh tugas kepolisian khususnya fungsi reskrim dan rutinitas harian. Mengenali

emosi dan mengembangkan strategi regulasi emosi merupakan keterampilan yang

penting untuk dimiliki dan dapat dikembangkan anggota kepolisian dapat memberikan

performa terbaik dalam menyelesaikan tugas dan mengatasi situasi stressful.

Kata kunci : strategi regulasi emosi, polisi, reserse, pembunuhan.

Page 9: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

ii

Abstract

This study aims to determine the emotional regulation strategies of members of

investigators of murder cases in the jurisdiction of the Salatiga Police Station (Polres

Salatiga). The participants of the study were three members of the Salatiga Regional

Police Criminal Investigation Investigator (Satreskrim Polres Salatiga), male, 40 years

old, 38 years old and 31 years old respectively. Data collection uses qualitative

methods with interviews and observations. Interview guidelines and emotion regulation

indicators are compiled based on the emotion regulation strategy theory proposed by

Gross and Thompson (2013) and the stress levels of police work noted by Jayanegara

(2007) and Kusuma (2005). The three subjects developed a cognitive emotion

regulation strategy reappraisal. The three also expressive suppressing adapted to the

stressful conditions faced by police duties, especially the Criminal Investigation

Investigator’s function and daily routine function. Recognizing emotions and

developing emotional regulation strategies are skills that are important to have and can

be developed by police members to provide the best performance in completing tasks

and dealing with stressful situations.

Keywords: emotion regulation strategy, police, detective, murder.

Page 10: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kasus pembunuhan adalah tindakan kriminal yang tergolong dalam kategori

berat. Menurut data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistika (BPS), kasus kriminal

tindak pidana pembunuhan pada tahun 2016 di Indonesia tercatat sebanyak 1.292 kasus.

Sedangkan, di tingkat provinsi Jawa Tengah, kasus pembunuhan berjumlah 33 kasus di

tahun 2016. Hal ini menjadikan Jawa Tengah berada di posisi 13 dari total 32 wilayah

Polda yang tersebar di seluruh Indonesia dalam tingkat kriminalitas (Badan Pusat

Statistika, 2017). Salatiga sebagai salah satu kota yang cukup berkembang di provinsi

Jawa Tengah tidak terlepas dari persoalan ini. Dalam rentang waktu 5 tahun yaitu sejak

tahun 2013 hingga 2018, telah tercatat 8 kasus pembunuhan di kota Salatiga, sedangkan

untuk jumlah penyidik 1 unit yang menangani kasus tersebut hanya 5 orang.

Dari beberapa kasus tersebut, salah satunya adalah kasus pembunuhan pemilik

studio di Cungkup, Salatiga pada tanggal 18 Juli 2016 pukul 22.00 WIB. Pelaku

menusuk bagian punggung korban dengan belati kemudian kabur dengan mengendarai

sepeda motor. Dalam waktu 1x24 jam pihak Polres Salatiga menangkap dua orang

pelaku pembunuhan pemilik studio musik. Setelah dilakukan penyidikan diketahui

bahwa motif tersangka melakukan pembunuhan tersebut adalah balas dendam.Dalam

bulan yang sama, kasus serupa kembali terjadi pada 28 Juli 2016 di salah satu karaoke

yang beralamat di jalan Diponegoro Salatiga. Pelaku yang berada dibawah pengaruh

alkohol melakukan penganiayaan hingga korban meninggal. Dari hasil penyidikan dan

hasil visum, pihak Polres Salatiga akhirnya meringkus kedua pelaku dan pelaku dijerat

pasal berlapis dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara. Keberhasilan Satuan

Page 11: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

2

Reserse Kriminal Polres Salatiga dalam mengungkapkan kasus-kasus tersebut

merupakan bukti kerja keras dan kerja sama yang baik antar anggota Sat Reskrim.

Satuan Reserse Kriminal adalah salah satu unit dalam lima fungsi Polri yang

menangani tindakan kriminal. Sutanto (2003) mengemukakan bahwa tugas Polisi

Republik Indonesia (Polri) dibagi dalam lima fungsi teknis operasional yaitu fungsi

teknis sabhara, fungsi teknis lalu lintas, fungsi teknis reserse, fungsi teknis intelijen

keamanan serta fungsi teknis bimbingan masyarakat. Selanjutnya Wasono (2004)

mengemukakan bahwa fungsi reserse lebih cenderung kepada tindakan represif yaitu

tindakan pemberantasan kejahatan.

Dilansir dari situs Polres Cimahi, Sat Reskrim bertugas membina fungsi dan

menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana,

termasuk fungsi identifikasi dalam rangka penegakan hukum, koordinasi dan

pengawasan operasional dan administrasi penyidikan PPNS sesuai ketentuan hukum

dan peraturan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya Kasat Reskrim

dibantu oleh Kanit dan Kasubnit. Kasat Reskrim Polres bertanggung jawab atas

pelaksanaan tugasnya kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di

bawah kendali Wakapolres. Salah satu tugas penyidik adalah menangani kasus

pembunuhan. Anggota penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan (Sanudin, 2004). Adapun

tugas dan tanggung jawab sebagai penyidik dalam mengatasi tindak pidana diantaranya

adalah pencurian, penganiayaan hingga pembunuhan. Dalam menjalankan tugas

penyidikan tersebut, seorang anggota penyidik dihadapkan kepada hal yang tentunya

tidak mudah. Maka dari itu, diperlukan ketahanan kerja yang prima dari seorang

anggota penyidik.

Page 12: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

3

Penulis melakukan wawancara untuk memetakan fenomena mengenai dinamika

psikologi yang dialami oleh anggota Sat Reskrim. Berdasarkan hasil wawancara pada

tanggal 18 Oktober 2017 terhadap dua orang narasumber anggota Reskrim Polres

Salatiga (AP, 31 tahun dan ZR, 38 tahun) diketahui bahwa para anggota penyidik Polres

tersebut mengalami kelelahan secara fisik dan emosional. Salah satu kasus yang

dianggap cukup rumit dan berat adalah dalam menangani kasus pembunuhan karena

cukup menyita waktu dan tenaga yang lebih. Seorang partisipan mengungkapkan

perasaan cemas dan takut ketika akan menghadapi penyidikan kasus yang berkaitan

dengan pembunuhan. Narasumber menyampaikan bahwa baik di kantor maupun di

rumah ia kerap merasa pusing, mudah lelah, jenuh, sebagai rasa stres yang muncul

karena tekanan dari tuntutan pekerjaan.Tuntutan pekerjaan yang mereka rasakan adalah

harus menyelesaikan kasus-kasus dalam waktu secepat mungkin. Hal ini dirasa cukup

memberikan tekanan yang berat bagi para anggota, ditambah dengan aduan tindak

kriminal dari masyarakat yang semakin menumpuk namun tidak sebanding dengan

jumlah petugas yang ada. Selain tuntutan pekerjaan, petugas penyidik memiliki masalah

pribadi sehingga secara tidak langsung menambah beban psikis mereka. Kesulitan-

kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh anggota Sat Reskrim membuat

peningkatan stres dan emosi negatif seperti marah, sedih, takut, yang ternyata

mempengaruhi kinerja mereka.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jayanegara (2007), menghasilkan temuan

bahwa derajat stres kerja polisi secara keseluruhan berada pada tingkat tinggi. Hal

serupa juga dipaparkan dalam hasil riset dari Mabes Polri (2015) Bahkan dalam kasus

tertentu, polisi dapat melakukan hal yang tidak senonoh dan membunuh orang lain

(Kusuma, 2015). Karena itu anggota Sat Reskrim perlu memiliki kemampuan untuk

Page 13: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

4

mengelola emosi dengan baik. Beberapa penelitian mengungkap bahwa kesehatan fisik

dan emosi saling berkaitan satu sama lain. Individu yang memiliki perasaan marah,

sedih, atau takut berlebihan akan menghambat individu tersebut untuk melihat

permasalahan dengan jelas, sehingga tidak mampu mengambil keputusan dengan tepat

(Leahy, et al., 2011).

Kemampuan individu untuk dapat mengelola emosi dengan baik disebut dengan

regulasi emosi (Gross, 2013). Regulasi emosi merupakan serangkaian strategi untuk

mengendalikan atau mempengaruhi emosi yang dialami individu dan kapan terjadinya

emosi tersebut (Gross dalam Gross & John, 2003), memulai atau memunculkan,

mempertahankan, memodifikasi atau menampilkan emosi, baik secara otomatis atau

terkontrol, sadar (conscious) atau tidak sadar (unconscious), serta dapat menimbulkan

dampak pada proses pembentukan emosi (Gross & Thompson, 2007, dalam Lane, et al.

(2012). Thompson (1994) melengkapi dengan pendapat bahwa regulasi emosi

merupakan proses ekstrinsik maupun intrinsik yang bertanggung jawab untuk

memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional khususnya pada bagian

intensitas emosi agar tujuan individu tercapai.

Menurut Dantzer (dalam Schaible & Six, 2016), karena pengorganisasian dan

tuntutan pekerjaan polisi yang unik, profesi polisi dianggap berada dalam deretan

pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi. Akibat dari stres yang muncul pada anggota

Kepolisian ini rupanya berdampak buruk. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka

pembunuhan, perceraian, penyalahgunaan zat-zat terlarang hingga terjadinya kekerasan

di antara polisi-polisi tersebut (Burke dalam Schaible & Six, 2016). Hasil penelitian uji

korelasi oleh Mayangsari dan Ranakusuma (2014), memperlihatkan korelasi negatif

yang signifikan antara reappraisal dan state anxiety. Reappraisal adalah bagaimana

Page 14: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

5

individu membuat suatu aspek penilaian kembali dari sebuah peristiwa yang

menjelaskan bagaimana pengaruh atribusi yang berdampak pada emosi (Gross, 2007).

Sedangkan state anxiety menurut Spielberger (2004), didefinisikan emosi tidak

menyenangkan dihadapkan dengan sesuatu yang mengancam atau membahayakan.

Dalam penelitian Lutfiyah (2011) disebutkan bahwa polisi mengalami stres kerja

yang cukup tinggi mayoritas disebabkan oleh variabel beban kerja yang cukup tinggi

selain variabel lain yaitu konflik peran, pengembangan karir dan iklim organisasi. Hal

tersebut tentu saja bisa mengganggu polisi dalam menjalankan tugas. Selain beberapa

temuan dan berita yang menunjukkan bahwa kondisi stressful dalam pekerjaan polisi

mempengaruhi kehidupan sehari-hari anggotanya, Lane et al.(2012) menambahkan

bahwa cara anggota polisi menghadapi situasi stressful dalam kehidupan sehari-hari

menjadi suatu prediktor kemampuannya meregulasi emosi dalam menjalankan tugas

mereka. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan suatu strategi regulasi emosi baik

dalam lingkup penugasan penyelidikan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil penelitian Yunis dan Rahardjo (2011) menunjukkan bahwa ada korelasi

yang sangat signifikan antara regulasi emosi dengan sikap terhadap efektivitas kerja

dimana semakin tinggi regulasi emosi semakin baik pula sikap terhadap efektivitas

kerjanya. Dan sebaliknya semakin rendah regulasi emosi semakin buruk pula sikap

terhadap efektivitas kerja. Menurut Pusvitasari, et al., (2016), hasil analisis data

menunjukkan bahwa pelatihan regulasi emosi efektif dalam menurunkan stres kerja

pada anggota reskrim. Sejauh ini, peneliti belum menemukan penelitian yang secara

spesifik dan mendalam menggali tentang regulasi emosi pada petugas penyidik yang

menangani kasus pembunuhan. Dari fenomena yang dipaparkan di atas, dapat diketahui

kemampuan mengelola emosi pada penyidik adalah penting.

Page 15: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

6

Berdasarkan latar belakang mengenai regulasi emosi yang telah diuraikan diatas,

peneliti hendak melaksanakan penelitian dengan judul “Strategi Regulasi Emosi

Anggota Penyidik Kasus Pembunuhan di Wilayah Hukum Polres Salatiga”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “bagaimana strategi regulasi emosi pada anggota penyidik

reskrim dalam menangani kasus pembunuhan?”

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi regulasi emosi pada anggota

penyidik reskrim dalam menangani kasus pembunuhan.

Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian yang

terkait dengan strategi regulasi emosi khususnya pada anggota penyidik

Reskrim.

2. Aspek Praktis

a. Anggota Reskrim

Penelitian ini diharapkan berguna bagi anggota Polri khususnya satuan

Reserse yang tugasnya bersinggungan dengan dunia kriminal, yaitu dalam

hal penanganan kasus pembunuhan.

Page 16: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

7

b. Pengembangan Program di Polri

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai

regulasi emosi anggota Penyidik Reskrim, sehingga dapat menjadi

pertimbangan dalam mengembangkan strategi untuk menurunkan tingkat

stres petugas Penyidik Reskrim di lingkungan Polres.

LANDASAN TEORI

A. Regulasi Emosi

Pengertian Regulasi Emosi

Emosi adalah proses yang melibatkan banyak komponen yang bekerja

terus-menerus sepanjang waktu. Gross dan Thompson (dalam Kusumaningrum,

2012) mengemukakan regulasi emosi adalah sekumpulan berbagai proses tempat

emosi diatur. Proses regulasi emosi dapat otomatis atau dikontrol, disadari atau

tidak disadari dan dapat memiliki efek pada satu atau lebih proses yang

membangkitkan emosi. Regulasi emosi melibatkan perubahan dalam dinamika

emosi, atau waktu munculnya, besarnya, lamanya dan mengimbangi respon

perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi dapat mengurangi,

memperkuat atau memelihara emosi tergantung pada tujuan individu. Menurut

Cole (2014) ada dua jenis pengaturan emosi, yaitu sebagai pengatur dan emosi

yang diatur. Emosi sebagai pengatur menunjukkan adanya perubahan yang

tampak sebagai hasil emosi yang aktif, sedangkan emosi yang diatur berhubungan

dengan perubahan jenis emosi aktif, termasuk perubahan dalam pengaturan emosi

itu sendiri, intensitas serta durasi emosi yang terjadi dalam individu, seperti

mengurangi stres dengan menenangkan diri.

Page 17: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

8

Regulasi dapat mempengaruhi perilaku dan pengalaman seseorang. Hasil

dari regulasi dapat berupa perilaku yang ditingkatkan, dikurangi atau dihambat

dalam ekspresinya. Ketika seseorang dapat mengenali emosinya dan dapat

mengelola emosinya tersebut, menurut penelitian Ghom (dalam Kusumaningrum,

2012) akan dapat menghindarkan individu dalam keadaan distress psikologis.

Sedangkan state anxiety menurut Spielberger (2004), didefinisikan emosi

tidak menyenangkan dihadapkan dengan sesuatu yang mengancam atau

membahayakan. Dalam bentuk supresi regulasi emosi lebih banyak dilakukan

oleh Penyidik Polri dan lebih banyak dilakukan oleh Penyidik yang sudah

menikah.

Aspek – Aspek Regulasi Emosi

Aspek-aspek regulasi emosi menurut Gross & Thompson (2007) adalah

sebagai berikut :

a. Mampu mengatur emosi dengan baik yaitu dengan emosi baik maupun

emosi negatif. Emosi negatif yang dimaksud adalah seperti marah, sedih,

cemas, takut, khawatir. Sedangkan emosi positif adalah perasaan seperti

bahagia, senang, bersyukur, tersenyum.

b. Mampu mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis. Ketika

menyadari perasaan yang dialaminya, secara mudah dan otomatis akan

langsung melakukan regulasi emosi dengan tepat.

c. Mampu menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang

sedang dihadapi.

Page 18: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

9

Indikator – Indikator Regulasi Emosi

Indikator-indikator regulasi emosi yang dikemukakan oleh Greenberg

(2002) yang terdiri atas :

a. Keterampilan mengenal emosi yang merupakan suatu kemampuan untuk

mengidentifikasi, menjelaskan, dan memberikan label dari emosi yang

dialami, tidak hanya sebatas mengenali adanya perasaan positif maupun

negatif saja.

b. Keterampilan mengekspresikan emosi merupakan kemampuan individu

untuk mengungkapkan perasaan atau emosinya, baik positif maupun negatif

kepada orang lain.

c. Keterampilan mengubah emosi negatif menjadi emosi positif adalah

kemampuan individu untuk menilai dan bertanggung jawab terhadap emosi-

emosi yang dirasakan sehingga individu tersebut dapat membuat keputusan

yang tepat dalam kehidupannya sehari-hari.

Strategi Regulasi Emosi

Strategi regulasi emosi menurut Gross dan Thompson (2013) dibagi

menjadi dua :

a. Cognitive Reappraisal (Accidental-Focused)

Reappraisal adalah bagaimana individu membuat suatu penilaian

kembali dari sebuah peristiwa yang menjelaskan bagaimana pengaruh

atribusi yang berdampak pada emosi (Gross, 2007). Regulasi emosi yang

berfokus pada antecedent menyangkut hal-hal individu atau orang lain

lakukan sebelum emosi tersebut diekspresikan. Strategi ini adalah suatu

bentuk perubahan kognitif yang meliputi penguraian satu situasi yang

Page 19: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

10

secara potensial mendatangkan emosi dengan cara mengubah akibat

emosional. Penjelasannya adalah sebagai berikut: hal ini terjadi di awal,

dan menghalangi sebelum kecenderungan respon emosi muncul semuanya.

Lazarus dan Alfert (1964) dalam Gross (2003) menguraikan bahwa

cognitive reappraisal adalah suatu strategi perubahan kognitif yang

melibatkan tindakan menguraikan atau mengevaluasi situasi yang

berpotensi memicu munculnya emosi dengan suatu cara yang dapat

mengubah dampak emosional.

Gross dan John (2003) menambahkan, strategi cognitive reappraisal

merupakan strategi regulasi emosi yang efektif untuk mengurangi

pengalaman dan perilaku emosi negatif.

b. Expressive Suppression (Response-Focused)

Expressive Suppressionmerupakan suatu bentuk modulasi respon

yang melibatkan hambatan perilaku ekspresif emosi terus menerus.

Suppression adalah strategi yang berfokus pada respon, munculnya relatif

belakangan pada proses yang membangkitkan emosi. Strategi ini efektif

untuk mengurangi ekspresi emosi negatif. Expressive suppression

berpotensi menimbulkan berbagai dampak secara afektif, sosial, dan

mempengaruhi psychological well-being individu. Strategi expressive

suppression efektif untuk mengurangi perilaku ekspresi negatif namun

memiliki efek samping mengurangi kemampuan individu

mengekspresikan emosi positif dan berpotensi menimbulkan akumulasi

kondisi emosi negatif (Gross & John, 2003).

Page 20: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

11

Proses Regulasi Emosi

Gambar 1. Proses Regulasi Emosi oleh Gross dan Thompson (2013)

Tahapan situasi yang stressful dan potensial menimbulkan emosi, individu

melakukan strategi regulasi emosi yang melibatkan serangkaian tindakan

intervensi terhadap situasi yang dialami, yaitu situation selection (seleksi situasi)

dan situation modification (modifikasi situasi) (Gross & Thompson, 2013).

Proses regulasi emosi lima menurut Gross (2013) :

a. Pemilihan situasi yaitu individu mendekati atau menghindari orang, tempat,

atau objek.

b. Perubahan situasi yang bertujuan untuk mengubah situasi sehingga mengubah

dampak emosionalnya, sama dengan problem-focused coping.

c. Penyebaran perhatian yang mencakup strategi seperti gangguan/bingung dan

penurunan konsentrasi.

d. Perubahan kognitif, yaitu perubahan penilaian termasuk disini pertahanan

psikologis dan pembuatan perbandingan sosial, pada umumnya merupakan

transformasi kognisi untuk mengubah pengaruh juat emosi dan situasi.

Perubahan respon, bertujuan untuk mempengaruhi fisiologis, pengalaman,

atau perilaku aspek dari respon emosional.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regulasi Emosi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kusumaningrum (2012) mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan regulasi emosi.

Page 21: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

12

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan regulasi emosi antara lain

stressor, faktor fisiologis, faktor usia, kognitif, aspek sosial dan budaya.

a. Stressor

Sumber stres disebut dengan sebutan “stressor”. Sebenarnya stressor

hanya memberikan rangsangan dan mendorong sehingga terjadi stres pada

seseorang. Stressor berperan sebagai pemicu stres pada individu. Menurut

Thoits (1995), sumber stres (stressor) dapat dikategorikan menjadi 3 jenis

yaitu : (1) peristiwa-peristiwa kehidupan (life events), (2) ketegangan kronis

(chronic strain), dan (3) permasalahan-permasalahan sehari-hari (daily

hassless).

Peristiwa-peristiwa kehidupan (life events) berfokus pada peranan

perubahan-perubahan kehidupan yang begitu banyak terjadi dalam waktu

yang singkat sehingga meningkatkan kerentanan pada penyakit (Lyon, 2012).

Suatu peristiwa kehidupan bisa terjadi sumber stres terhadap seseorang.

Apabila kejadian tersebut membutuhkan penyelesaian perilaku dalam waktu

yang sangat singkat (Thoits, 1995). Ketegangan kronis (chronic strain)

merupakan kesulitan-kesulitan yang konsisten atau berulang-ulang terjadi

dalam kehidupan sehari-hari. Ketegangan kronis bisa mempengaruhi terhadap

kesehatan manusia termasuk fisik dan psikologi (Thoits, 1995). Hal tersebut

dikarenakan ketegangan kronis yang terus berlanjut dan menjadi ancaman

terhadap seseorang (Serido, Almeida & Wethington, 2004).

Permasalahan-permasalahan sehari-hari (daily hassless) adalah

peristiwa-peristiwa kecil yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang

memerlukan tindakan penyesuaian dalam sehari saja (Thoits, 1995).

Page 22: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

13

Misalnya, seseorang mengalami kesulitan-kesulitan, dan kesulitan tersebut

tidak berlanjut terus menerus. Kesulitan yang dihadapi itu pun bisa

terselesaikan dalam kurun waktu yang singkat.

b. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi fisik

seseorang. Kondisi fisik yang baik dan sehat akan mempengaruhi emosi dari

individu tersebut.

c. Faktor Usia

Faktor usia turut berpengaruh dalam kemampuan regulasi emosi.

Menurut Beer dan Lombardo (Gross, 2007) faktor usia berkaitan dengan

kemampuan organ dimana regulasi emosi seseorang melibatkan peran dari

proses kerja lobus frontal di otak, cingulate anterior, lobus temporal, dan

kemungkinan amygdala. Calkins (Gross, 2007) menyatakan bahwa lobus

stimulus yang menimbulkan emosi. Kemampuan ini semakin berkembang

seiring usia, dari kemampuan instrumental hingga bersifat afektif dan

kognitif. Implikasi lain dari faktor biologis ini adalah bahwa kemampuan

regulasi emosi pada seseorang saat awal-awal usia kehidupan lebih dilakukan

secara ekstrinsik dalam arti dalam arti lebih diregulasi oleh pihak eksternal

dirinya. Seiring meningkatnya usia bentuk regulasi emosi dari bersifat

interpersonal (lebih dipengaruhi faktor eksternal) menjadi lebih bersifat

interpersonal (bersifat internal, dilakukan secara mandiri baik instrumental

maupun kognitif).

Page 23: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

14

d. Kognitif

Zelazo (Gross, 2007) menyatakan bahwa regulasi emosi berhubungan

langsung dengan executive function (EF). EF merupakan pemahaman tentang

kontrol kesadaran akan pemikiran dan aksi.

e. Aspek Sosial

Keluarga dan teman sebaya dianggap dapat menjadi komponen dalam

konstruksi sosial pada berbagai keadaan individu. Begitu pula regulasi emosi

dibentuk oleh berbagai pengaruh ekstrinsik yang berinteraksi dengan

pengaruh intrinsik, dan dari sudut perkembangan, Thompson dan Meyer

(Gross, 2007) menyatakan bahwa regulasi emosi dipengaruhi oleh keluarga

dan teman sebaya.

f. Budaya

Cultural models theory menekankan bahwa proses sosial dan psikologis

bermakna secara bervariasi di berbagai budaya. Mesquita (Gross, 2007) dan

menurutnya begitu pun dalam hal regulasi emosi. Regulasi emosi tidak hanya

berkaitan dengan proses interpersonal, akan tetapi emosi diregulasi sesuai

dengan cara individu menjalani kehidupan. Regulasi emosi terjadi pada

tataran budaya praktis melalui penstrukturan situasi sosial dan dinamika

interaksi sosial, usaha orang terdekat untuk memodifikasi situasi individu

yang bersangkutan, fokus perhatian seseorang atau makna yang diambil

dalam berbagai situasi, dan kesempatan yang tersedia dalam perilaku

emosional dalam hal ini regulasi emosi. Kemudian dalam tataran

kecenderungan psikologis individu menunjukkan perbedaan budaya melalui

orientasi yang berbeda seperti menghindari atau menghadapi suatu situasi

Page 24: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

15

tertentu, perspektif umum tentang situasi dan makna yang menonjol di

dalamnya, dan kecenderungan perilaku yang berkaitan dengan emosi yang

ada. Aspek budaya ini menjadi berhubungan dengan motivasi, regulasi emosi

dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjaga hubungan baik dengan orang.

Penyidikan Kasus Pembunuhan

Penyidikan menurut Hartono (2010) adalah suatu upaya yang dilakukan

oleh polisi sebagai penyidik untuk mencari dan mengungkap keterangan atau

informasi tentang peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana atau peristiwa

kejahatan tindak pidana yang diduga dilakukan oleh seseorang yang belum

diketahui identitas pelakunya. Dalam penyidikan penyidik mengumpulkan data-

data atau informasi yang harus mampu membongkar pelaku pelanggar hukum

yang sebenarnya.Menurut Hamzah (2014), mengenai penyidikan untuk

membuktikan alat-alat bukti dari tersangka yaitu berupaya dari penyidik untuk

mencari informasi dan sebagai bukti-bukti pelaku tindak pidana yang harus sesuai

dengan peraturan Perundang-Undangan, Bagian-bagian hukum acara pidana yang

menyangkut tentang penyidikan yaitu sebagai berikut:

(a). Ketentuan tentang alat-alat penyidik,

(b). Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik,

(c). Pemeriksaan di tempat kejadian,

(d). Pemanggilan tersangka atau terdakwa

(e). Penahanan sementara

(f). Pemeriksaan atau interogasi

(g). Berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat),

(h). Penyitaan,

Page 25: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

16

(i). Penyampingan perkara,

(j). Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembalian kepada

penyidik untuk disempurnakan.

Dalam hal melakukan penyidikan sebagai penyidik haruslah mengetahui

tentang aturan-aturan penyidikan, aturan-aturan dalam penyidikan adalah sebagai

berikut:

a. Penyidikan dilakukan segera setelah adanya laporan atau pengaduan

terjadinya tindak pidana atau mengetahui terjadinya perbuatan pidana.

b. Penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil diberi petunjuk oleh penyidik

Kepolisian Republik Indonesia (Makarao & Suhasril, 2002).

Strategi Regulasi Emosi Anggota Penyidik Kasus Pembunuhan

Penyidik memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak sedikit seperti

menerima laporan dari masyarakat, “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa”

yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana sebagaimana telah dijelaskan

dalam KUHAP membuat penyidik banyak dihadapkan pada berbagai persoalan

seperti kesulitan menghadapi pelaku tindak pidana, menemukan barang bukti,

bahkan sampai melakukan pembuktian di persidangan. Apalagi ditambah dengan

beberapa persoalan beban kerja yang tidak seimbang antara jumlah penyidik

dengan kasus yang ditangani (Marbun, 2011). Hal ini rentan sekali menimbulkan

situasi yang menekan pada diri penyidik yang bisa jadi berupa emosi negatif yang

berwujud rasa cemas, sedih, marah, takut, dan khawatir.

Kemampuan dalam meregulasi rasa cemas sebagai suatu bentuk emosi sangat

dibutuhkan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaan dan lingkungan

kerja itu sendiri. Pekerjaan sehari-hari seorang penyidik tidak jarang

Page 26: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

17

menimbulkan situasi yang menekan dan tidak menyenangkan, sehingga

membutuhkan regulasi emosi yang baik. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas,

penulis tertarik untuk melakukan studi yang melihat strategi regulasi emosi

anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres Salatiga.

Diharapkan penyidik memiliki regulasi emosi yang tepat dalam mengelola emosi

negatif yang dialaminya di tempat kerja.

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif,

yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

alamiah, dan peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian tersebut (Sugiono,

2010).

Bentuk studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini yakni studi kasus

deskriptif (descriptive case-study). Studi kasus deskriptif dilakukan ketika penelitian

mengangkat sebuah teori yang melandasi riset yang dilakukan untuk mengacu kepada

pendekatan teori tersebut. Teori tersebut digunakan sebagai landasan berpikir dan

landasan bertindak bagi peneliti untuk merumuskan pernyataan penelitian yang

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan analisis.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengangkat tema strategi regulasi emosi anggota penyidik Sat

Reskrim dalam menangani kasus pembunuhan, maka lokasi penelitian akan dilakukan

di Polres Salatiga. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain lokasi

yang strategis untuk dijangkau oleh peneliti serta keberadaan satuan fungsi tugas Polri

Page 27: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

18

yang memudahkan peneliti untuk mengambil data atau melakukan penelitian di tempat

tersebut.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anggota penyidik yang pernah menangani kasus

pembunuhan selama bertugas di wilayah hukum Polres Salatiga. Subjek sejumlah tiga

orang seluruhnya berjenis kelamin pria dengan batasan usia dewasa awal menurut

Hurlock (1990), yaitu 18-40 tahun, memiliki pengalaman kerja selama minimal 3

hingga 6 tahun sebagai anggota penyidik kepolisian

Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan

observasi sesuai dengan rujukan Rahmat (2009) :

a. Wawancara

Wawancara melibatkan komunikasi dua arah antara kedua kubu dan

adanya tujuan yang akan dicapai melalui komunikasi tersebut. Dalam

penelitian ini, peneliti membangun rapport dengan subjek agar subjek merasa

nyaman selama proses wawancara. Jenis wawancara yang digunakan yaitu

autoanamnesa (wawancara dilakukan dengan subjek atau responden).

Penelitian ini menggunakan wawancara semi-terstruktur. Willig (2013)

menyatakan bahwa wawancara semi-terstruktur merupakan metode yang

berada diantara metode terstruktur dan metode tidak terstruktur. Dengan semi-

terstruktur, maka secara teoritis masih terikat dengan konsep teori yang

digunakan. Kemudian dalam proses penyusunan pertanyaan, peneliti juga

dibebaskan dalam melakukan eksplorasi dengan tetap berkaitan dengan

kerangka atau dimensi teori atau konstruk yang diteliti.

Page 28: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

19

b. Observasi

Peneliti melakukan observasi untuk mengamati secara langsung selama

wawancara berlangsung. Berkaitan keterlibatan observer penelitian ini

menggunakan jenis observasi semi partisipan, yakni peneliti melakukan

pengamatan dari dua sisi yang berbeda, satu waktu ia ikut larut dalam aktivitas

subjek penelitian, tetapi di waktu lainnya ia melakukan pengamatan dari luar

atau tidak ikut terlibat aktif bersama subjek. Seluruh prosedur pengumpulan

data dilakukan oleh peneliti di Polres Salatiga sejak tanggal 18 April 2018

sampai dengan 20 Oktober 2018.

Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan (dalam Sugiyono, 2013), analisis data adalah proses mencari dan

menyusun data secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

dan dokumentasi. Dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan

ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan, sehingga mudah dipahami

oleh diri sendiri maupun orang lain.

Menurut Milles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2013), dalam melakukan

analisis data, terdapat tiga langkah, yaitu: (1) reduksi data, (2) display data, (3)

verifikasi data.

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

Page 29: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

20

2. Display Data atau Penyajian Data

Display data atau penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun

yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan.

3. Verifikasi atau Menarik Kesimpulan

Verifikasi atau menarik kesimpulan merupakan permulaan dari

pengumpulan data, kemudian data tersebut mulai dianalisis dan mulai mencari

arti benda-benda, mencatat keteraturan, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi

yang mungkin, alur sebab-akibat, dan proposisi. Dalam melakukan analisis

data, peneliti menggunakan langkah-langkah tersebut. Setelah peneliti

melakukan wawancara dan observasi, peneliti akan melakukan pemadatan data,

dan memfokuskan sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian data yang ada

akan dibentuk menjadi kategori-kategori atau melakukan proses koding, agar

mempermudah dalam menarik kesimpulan.

Kredibilitas Data

Moleong (2006), menyatakan bahwa credibility atau derajat kepercayaan dapat

dicapai dengan salah satu cara, yaitu triangulasi atau pengecekan data dengan berbagai

sumber sebagai pembanding terhadap data tersebut. Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan data atau uji keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain

diluar data itu sendiri untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data itu. Triangulasi sumber yang digunakan adalah membandingkan atau mengecek

ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda,

yaitu membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara, membandingkan dengan

apa yang dilakukan dengan apa yang dikatakan secara pribadi, membandingkan hasil

Page 30: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

21

wawancara dengan dokumen yang ada.Dalam penelitian ini, triangulasi dilakukan

dengan mewawancarai dua orang rekan satu unit dari ketiga subjek dengan inisial Aipda

A dan Brigadir H.

Teknik yang digunakan untuk mendukung hasil wawancara pada penelitian ini

adalah dengan observasi, yang dilakukan pada masing-masing partisipan memiliki

waktu yang berbeda-beda. Observasi dilakukan pada saat wawancara dan satu hari

setelah wawancara. Hal ini dilakukan untuk melihat kesesuaian pernyataan partisipan

selama wawancara dengan perilaku mereka sehari-hari. Peneliti melakukan observasi

dengan mengikuti kegiatan para partisipan dari pagi sekitar pukul 09.00 sampai dengan

pukul 14.00 WIB. Dari hasil observasi yang dilakukan para partisipan, didapati bahwa

masing-masing partisipan sudah mampu meregulasi emosi mereka sendiri, hal ini

terlihat dari perilaku para partisipan selama melakukan penyidikan terhadap tersangka

dengan kasus yang berbeda pada saat interogasi berlangsung, terlihat mampu berpikir

positif serta menyadari akan tugas dan tanggungjawab mereka untuk melayani dan

mengayomi masyarakat dengan baik. Partisipan juga mampu mempengaruhi diri sendiri

dalam memunculkan sugesti positif ketika interogasi berlangsung, hal ini terlihat ketika

tersangka tidak kooperatif saat dimintai keterangan sehingga penyidik sedikit

mengeluarkan suara yang keras serta memukul meja, hal serupa dilakukan karena

tuntutan tugas tetapi tetap sesuai dengan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang

ada. Dalam relasi sosial para partisipan juga terlihat bahwa mereka menjalin komunikasi

yang baik dengan atasan maupun rekan kerja dalam satu unit, hal ini ditunjukkan

dengan para partisipan mengobrol, berkoordinasi dengan pimpinan, makan bersama

ketika sedang piket dan bercanda bersama rekan kerja mereka. Dapat dikatakan bahwa

hasil wawancara sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di lapangan.

Page 31: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

22

HASIL PENELITIAN

Partisipan P1 bergabung dengan kepolisian sejak 1997 dan masih bertugas aktif di

unit 2 Sat Reskrim bertanggung jawab sebagai Kepala Unit (Kanit). P1 selalu terlibat

dalam penanganan kasus-kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres Salatiga sejak

bergabung dengan unit Reserse. Pengalaman penyidikan kasus pembunuhan sadis yang

cukup membekas pada P1 adalah kasus pembunuhan di salah satu lokasi karaoke,

kemudian di sebuah perumahan di kota Salatiga dan di sebuah salon kecantikan di

Salatiga.

Kemudian P2 adalah seorang anggota Polri yang bergabung pada 1999, saat ini

masih bertugas aktif dengan jabatan Bintara Unit (Banit) Sat Reskrim Polres Salatiga.

Selama bertugas di Reserse, P2 sering terlibat dalam kasus besar yang tergolong

kategori kasus berat seperti pembunuhan dan tindak pidana korupsi (tipikor). Dalam

pengalaman penyidikan, P2 memiliki pengalaman yang berkesan hingga saat ini masih

terus ia ingat, antara lain: kasus pembunuhan pemilik salon, kasus pembunuhan pemilik

studio musik, kasus penikaman salah satu mahasiswa perguruan tinggi swasta di

Salatiga, dan kasus pembunuhan seorang guru di salah satu perumahan di Salatiga.

Partisipan terakhir atau P3, seorang anggota Polri yang bergabung sejak tahun

2007. Sekarang masih menjadi anggota aktif di unit Reskrim dengan tugas sebagai

Penyidik Pembantu. Pengalaman penugasan penyidikan kasus pembunuhan yang telah

diikuti oleh P3 antara lain kasus penikaman mahasiswa di salah satu lokasi karaoke,

kemudian kasus pembunuhan pemilik studio musik. Dalam menghadapi kasus yang

mereka tangani ketiga partisipan menerapkan strategi kognitif reapraisal dan ekspresif

supresif dengan caranya masing-masing.

Page 32: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

23

Tabel 2. Deskripsi Strategi Regulasi Emosi Partisipan

PARTISIPAN PERILAKU

P1

Cognitive Reappraisal

● selalu berusaha untuk profesional dalam menjalankan tugas ● tetap berpikir positif dalam keadaan tertekan yang berpotensi

memunculkan emosi

Expressive Suppression

● ekspresi emosi dikendalikan karena ada SOP penyidik ● merasa tidak nyaman ketika ada hambatan dalam penyidikan ● mengapresiasi anggotanya jika berhasil dalam tugas

P2

Cognitive Reappraisal

● lebih hati-hati dalam mengambil tindakan supaya tidak terjadi gesekan

● berpola pikir bahwa ia adalah orang yang terlatih, sehingga siap

dalam menangani tugas apapun

Expressive Suppression

● ketika sudah menyelesaikan satu kasus, biasanya mencari tempat yang lebih santai untuk membahas kasus lainnya, seperti nongkrong di kafe, dan saat karaoke

● merasa gelisah bila ada kasus yang belum selesai atau pelaku

belum tertangkap

P3

Cognitive Reappraisal

● berpikir bahwa beban kerja serta pelayanan merupakan tanggung

jawabnya kepada atasan dan sang pencipta, jika ada masalah ia

selalu berdoa untuk menenangkan dirinya

Expressive Suppression

● berusaha untuk menutupi

● tidak sembarangan menceritakan permasalahan kepada orang

lain termasuk emosi atau situasi yang sedang dia rasakan

● ketika banyak tugas lebih memilih untuk membahasnya diluar

kantor seperti di kafe dan rumah makan agar lebih santai

Dalam kesehariannya, P1 cenderung dapat berlaku profesional dalam

menjalankan tugas dan tetap berusaha untuk berpikir positif meskipun P1 berada dalam

situasi yang memungkinkan untuk munculnya tekanan atau emosi negatif yang lain.

Selain hal itu, P1 sangat memperhatikan standar operasional penyidikan yang berlaku

Page 33: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

24

sehingga P1 mampu untuk mengendalikan ekspresi emosi yang dimilikinya. P1 tetap

merasa kurang nyaman apabila ia mendapati kesulitan atau hambatan dalam proses

penyidikan, seperti misalnya tersangka yang terlalu bertele-tele. Meskipun demikian, P1

merupakan sosok yang mampu mengapresiasi anggotanya secara langsung apabila

berhasil menjalankan tugas, P1 menuturkan bahwa:

“Bahkan ketika kasus-kasus seperti di TKP Tegalrejo kami dari tim pada saat

olah TKP ada anggota sempat bilang kow tega-teganya sampai nekat seperti ini, ya rasa prihatin itu muncul karena kita tidak bisa pungkiri kedepannya hal serupa mungkin menimpah keluarga kita, makanya dalam beberapa penanganan

kasus dan olah TKP pun kita laksanakan sesuai dengan SOP kita dan secara profesional, yang jelas kita bekerja secara maksimal mungkin supaya perkarja

tersebut bisa terungkap serta ada titik terangnya kepada masyarakat khususnya dari keluarga korban”

P2 merupakan anggota Polri yang cenderung lebih berhati-hati dalam bertindak

guna mengurangi kemungkinan terjadinya situasi yang kurang menguntungkan. P2 juga

mampu membangun pola pikir dimana P2 adalah anggota yang terlatih sehingga ia

merasa siap untuk menangani dan menjalankan tugas yang diberikan. P2 merupakan

orang yang tabah dalam menjalankan tugas, namun apabila ia telah menyelesaikan

sebuah kasus, ia akan tetap mencari tempat yang lebih santai seperti kafe dan saat

karaoke bersama untuk menenangkan diri atau guna membahas tugas selanjutnya. P2

akan merasakan gelisah apabila ada kasus yang belum selesai atau tersangka belum

dapat ditangkap. P2 mengatakan: “karena kita suda terlatih, kita sudah dididik untuk

menjadi seorang Reserse dan kita dididik dari bintara remaja sampai dengan sekarang

bintara tinggi memang kita berkecimpung dunia reserse jadi kita tidak terlalu

terbebani”.

Hal yang berbeda dengan P1 dan P2, partisipan P3 cenderung menggunakan

expressive suppression dimana P3 jauh lebih tertutup kepada lingkungan sekitarnya. P3

juga lebih berhati-hati dalam menyampaikan permasalahan yang sedang dia hadapi

Page 34: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

25

kepada orang lain, termasuk perihal emosi atau situasi yang sedang P3 rasakan atau

alami. Dalam menjalankan tugas, P3 cenderung terus mengikuti Standard of Procedure

(SOP) penyelidikan yang berlaku dan tidak memaksakan suatu hal tertentu atau

mengintervensi tersangka. Ketika partisipan P3 merasakan kepenatan dan sedang

banyak tugas menumpuk, maka dia memilih untuk menyelesaikan atau membahas

tugasnya di luar kantor seperti kafe atau rumah makan guna menciptakan suasana

nyaman dan santai bagi P3. Meskipun demikian, P3 tetap mampu membangun pola

pikir bahwa beban kerja serta pelayanan merupakan bagian dari tanggung jawabnya

selaku anggota Polri, baik kepada atasan, masyarakat serta Sang Pencipta. P3 lebih

memilih memanjatkan doa apabila sedang memiliki masalah dan mengadu kepada

Tuhan. P3 juga memaparkan bahwa: “ya namanya juga manusia pasti banyak

kekurangan kalau saya banyak berdoa ya. Karena tuhan kan yang sudah memberi

rejeki sampai saat ini. bersyukur, kemudian minta perlindungan dan pertolongan dalam

segala urusan. Kira-kira demikian mas”

Regulasi emosi juga merujuk pada ruminasi, dimana perilaku dan pikiran dari satu

gejala depresi. Nolen-Hoeksema memaparkan dalam Gross (2013) pada contoh yang

termasuk dengan permasalahan-permasalahan di tempat kerja, fokus pada perasaan lelah

atau sakit fisik dan kecemasan mengenai kualitas tidur. Hal ini tidak terjadi pada seluruh

partisipan, namun partisipan tetap saja terkadang merasa kelelahan. Represi tidak

ditemukan secara mencolok pada ketiga partisipan karena partisipan adalah orang yang

terlatih dan sudah berpengalaman di bidangnya. Menurut Bonano dan Singer (1990)

dalam Gross (2013) represi muncul menjadi perasaan perlindungan secara defensif

melawan stimuli yang tidak mengenakkan. Formasi defensif yang dilakukan ketiga

partisipan adalah bentuk kewaspadaan tetapi tidak sampai mencurigai sembarang orang.

Page 35: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

26

Ketiga subjek menjelaskan bahwa ketiganya mampu berusaha untuk berpikir

positif dalam setiap kesempatan penugasan, khususnya penyidikan kasus pembunuhan.

Namun, ketiga subjek memiliki pandangan dan cara berpikir berbeda-beda dalam

membangun pikiran positifnya masing-masing ketika dihadapkan dalam situasi tertentu.

P1 dapat berpikir positif dalam keadaan tertentu sekalipun ada tuntutan dari masyarakat

maupun dari pimpinan yang bersifat mendesak untuk mempercepat penyidikan kasus.

P1 berusaha untuk selalu profesional dalam melayani masyarakat. P2 berpola pikir

bahwa ia adalah orang yang terlatih dan terdidik dalam menghadapi kasus. Ia bisa

berpikir positif dan menguasai keadaan, namun bagi P2 apabila pelaku sebuah kasus

sudah ditangkap, maka ia dapat bersikap santai dan pikirannya menjadi jauh lebih

tenang. P3 hampir serupa dengan P2, dimana pola pikir sebagai anggota Polri yang

terdidik dan terlatih mampu membangun pola pikir positif. P3 juga berkeyakinan bahwa

setiap masalah memiliki titik terang atau penyelesaiannya, termasuk setiap kasus yang

ia tangani.

“Kalau selama ini ya.. to.. jujur pernah merasa sedikit tertekan, karena kita

sudah terlatih sehingga sedikit biasa, dan kita sudah dididik untuk menjadi seorang Reserse, memang kita berkecimpung dunia reserse jadi kita tidak terbebani, ya memang kita punya masalah… masalah keluarga, apa lagi begini..

yah... kita ini sebenarnya tidak ada masalah kasarnya begitu, tapi ketika kita punya tanggungan perkara, akhirnya masalah orang lain pun akhirnya ya kita

lagi yang mikir gitu lho. Hahaa..... Ya memang sih, reserse ini adalah gudang masalah. Gitu lo, karena apa? Karena seluruh masalah di kepolisian yaa semua yang nangani ya reserse. Hlaa kalo resersenya aja nggak siap, njuk piye

masyarakate? Kan ngono… hla wong polisine mutungan. Kalau mutungan tu apa ya Bahasa indonesianya? Ngambekan gitu ya? Hlawong pak polisine ngambekan

kok, gini-gini aja nggak mau terus gimana?” (P2)

Dalam proses membangun pola pikir positif, partisipan selalu mengalami titik

kejenuhan. P1 merasa jenuh ketika tugas bertumpuk. Namun ia menyalurkannya lewat

kegiatan yang bersifat santai dan rekreasi seperti karaoke bersama keluarga atau sekadar

bersosialisasi dengan rekan kerja di kafe. Hal ini ia lakukan untuk mengurangi rasa

Page 36: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

27

jenuh terhadap pekerjaan. P1 menjelaskan kepada pihak korban bahwa hal ini adalah

cobaan dan sudah semestinya untuk tetap dan tabah menghadapi cobaan ini. Meski P1

tidak terikat hubungan keluarga namun P1 tetap berusaha menyampaikan sugesti positif

terhadap orang lain. P2 mampu memunculkan sugesti-sugesti positif dari dirinya sendiri

dan mengarahkan diri dalam pengaruh emosi positif ketika dihadapkan dengan

tersangka yang dikenal sebelumnya. P2 bisa memposisikan dirinya dan memberi

pemahaman tentang tugas dan fungsi penegak hukum. P2 selalu mengedepankan

pelayanan, memberi wejangan kepada tersangka agar menyadari perbuatannya,

membangkitkan rasa empati pada keluarga korban. Lewat cara ini, P2 mampu memberi

sugesti positif kepada keluarga korban. Ketika P2 merasakan kejenuhan, maka ia

melakukan kegiatan rekreasi bersama keluarga khususnya bersama kedua putrinya di

saat ia tidak bertugas. P3 dapat mempengaruhi diri sendiri ketika dihadapkan dengan

tuntutan tugas yang menumpuk. Ia selalu mengambil istirahat sejenak di sela-sela

pekerjaan dan sama dengan P1-P2 saat sedang jenuh maka P3 juga melakukan kegiatan

rekreasi berupa jalan-jalan atau bermain game bersama teman-temannya. Ketika P3

dihadapkan dengan tersangka yang ia kenal sebelumnya, P3 lebih memberi pemahaman

tentang posisi terkait tugas pokok dan fungsinya sebagai seorang anggota Polri yang

tidak pandang bulu dalam menyelesaikan kasus.

“... Ketika kita dituntut untuk menyelesaikan kasus yang banyak, contoh : misale

mas, iki ki ono laporan siji mlebu, terus laporan liyane (lainnya) masuk lagi mas. posisi kita lagi piket. Jadi ya kita juga yang nangani gitu lho. Hahaha. Ya kadang

jenuh ya, satu kasus belum kelar, satunya sudah datang lagi. Yang berat misalnya ya seperti pembunuhan, yang berkaitan dengan BB (barang bukti), kemudian ada muncul laporan kasus lain lagi. Kadang ya merasa, kita malah seperti tidak

mengurusi keluarga. Menyalurkan ya kita kadang karaoke bareng keluarga, main dengan anak. Kalau dengan rekan rekan ya kita cari tempat yang enak ya, untuk

sekadar sharing-sharing, sambil rokok bareng, ya sambil bahas kasus atau pekerjaan yang sambil santai-santai lah. Jadi ya kita rasa jenuh iya, manusiawi. Tapi ada cara lain untuk mengatasinya lah Mas.” (P1)

Page 37: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

28

Ketiga partisipan dapat mengubah cara berpikir mereka untuk menilai situasi yang

dihadapi. Ketika menghadapi permasalahan, P1 sering bertukar cerita dengan rekan

kerjanya terkait permasalahan tersebut baik itu perkara kecil maupun perkara besar

seperti kasus pembunuhan. P1 tidak mencampuradukkan urusan dinas dengan masalah

keluarga. Jika tugas dan tanggung jawab pekerjaan belum selesai secara tuntas

penanganannya, P1 tetap pulang ke rumah dengan keadaan seolah tidak sedang

menanggung beban berat. Untuk P2 sendiri ketika menghadapi situasi lebih sering

bercerita atau sharing ke teman kerja mengenai urusan dinas, sedangkan untuk urusan

keluarga jika ada masalah P2 membicarakannya dengan istri secara terbuka tanpa

melibatkan anak. Dalam mencapai ketenangan batin, P2 melaksanakan ibadah shalat

agar setiap kegiatan ia selalu dilindungi dan berkeyakinan bahwa setiap masalah

memiliki jalan keluar serta keputusan-keputusan yang tepat. P3 cenderung sama dengan

P2 namun ia lebih tertutup dibanding P2. P3 juga tidak melibatkan keluarga dalam

urusan dinas dan sebaliknya, karena ia tidak ingin membebani orang lain. P3 memilih

untuk lebih mencurahkan permasalahannya dalam doa yang ia panjatkan kepada Tuhan.

Ketiga subyek dapat mengekspresikan emosi mereka dengan baik. P1 selalu

berusaha lebih santai dalam membawa diri ketika tersangka yang ditanganinya tidak

kooperatif, maka ekspresi yang dilontarkan adalah dengan membentak terkadang

sampai memukul meja untuk menggertak mental tersangka guna mempermudah

penggalian alibi dari tersangka. P2 cenderung tetap tenang dalam menghadapi

permasalahan dan apabila tersangka tidak mengaku, maka ia menggunakan teknik

interogasi tertentu milik Polri guna menguji kejujuran tersangka. P2 tidak pernah

meninggikan suara karena apapun yang diungkapkan tersangka akan menentukan

posisinya di persidangan. P3 tidak terlalu menampakkan ekspresi emosinya pada orang

Page 38: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

29

lain dan dalam menangani tersangka, P3 lebih cenderung membujuk dibanding

membentak karena P3 mengingatkan kepada tersangka bahwa segala bentuk keterangan

akan menentukan posisi tersangka di peradilan, sama dengan P2. P3 memiliki cara

tersendiri dalam metode penyidikan untuk mengungkap alibi dari tersangka.

Ketiga partisipan cenderung bersikap tertutup mengenai bentuk emosi yang

sedang mereka rasakan. P1 terkadang jujur kepada lingkungan, terkadang tidak. P1

lebih mempertimbangkan situasi dan kondisi agar ia dapat mengekspresikan emosinya

disaat yang tepat. P2 dan P3 cenderung tidak jujur terhadap lingkungan kerja karena

prinsipnya yang bangga akan statusnya sebagai anggota Polri. P2 berpendapat bahwa

menjadi polisi adalah sebuah tanggung jawab dan apabila ia hanya mengeluh tidak akan

memberi kepuasan terhadap dirinya.

Ketiga partisipan tidak pernah berburuk sangka pada orang lain, namun sebagai

anggota Polri ketiganya memiliki naluri untuk terus waspada pada segala kemungkinan

bahaya yang terjadi di lapangan. Ketiganya memaparkan bahwa:

“ ... sebagai polisi, apalagi reskrim harus lebih jeli terhadap situasi sekitar, artinya was-was lah dengan keadaan apapun. Misalnya dalam penanganan

kasus-kasus besar seperti kasus-kasus besar seperti pencurian dengan pemberatan..” (P1)

“ndak pernah..saya sama sekali ndak pernah. Makanya tingkat kewaspadaan kita ini tinggi tapi kita ndak sampai menaruh curiga.” (P2)

“Tidak mas.. kalau maksudnya terancam dari tersangka yang mungkin

dendam itu tidak ya haha karena saya usaha pokoknya sebaik mungkin

memperlakukan mereka. ...” (P3)

Page 39: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

30

PEMBAHASAN

Ketiga partisipan dalam penelitian ini kemudian disebut dengan (P1); (P2) dan

(P3) dengan pangkat Iptu, Aipda dan Brigadir Polisi menunjukkan tentang strategi

regulasi emosi dalam penyidikan kasus pembunuhan. Gross dan Thompson (dalam

Kusumaningrum, 2012) menjelaskan bahwa regulasi emosi adalah sekumpulan berbagai

proses tempat emosi diatur secara otomatis atau dikontrol, disadari, atau tidak disadari

dan dapat memiliki efek pada satu atau lebih proses yang membangkitkan emosi. Dalam

dunia kerja kepolisian, terdapat banyak sekali faktor pemicu stress atau yang disebut

dengan stressor. Seperti yang dipaparkan oleh Lane dkk (2012) bahwasanya cara

menghadapi suasana stressful dalam kehidupannya dapat dikatakan sebagai prediktor

kemampuannya meregulasi emosi dalam menjalankan tugas-tugas mereka.

Berdasarkan hasil penelitian, dalam meregulasi emosi, setiap partisipan dapat

dilihat aspek-aspek regulasi emosi yang telah diterapkan. Gross dan Thompson (2007)

menyatakan aspek pertama adalah mampu mengatur emosi positif maupun negatif. P1

adalah tipe orang yang kurang dapat mengendalikan emosi dengan baik saat

menghadapi pelaku seperti lebih mudah marah saat menghadapi pelaku yang kurang

kooperatif. Saat P1 sedang mendapat tekanan dari luar dan cenderung ekspresif. Tidak

seperti P2 dan P3 cenderung lebih dapat mengontrol emosi positif maupun negatif yang

sedang dia rasakan karena bagi P2 dan P3, stressor berupa tingkah laku tersangka yang

mungkin tidak kooperatif tidak merugikan mereka karena P2 dan P3 hanya sebagai

orang yang memproses hukum hal tersebut. Hal kedua yang dipaparkan Gross dan

Thompson (2007) dari aspek regulasi emosi adalah kemampuan untuk mengendalikan

emosi sadar,mudah dan otomatis. P1 dan P2 lebih cenderung menggunakan cognitive

reappraisal, dimana kedua partisipan sesuai dengan paparan Gross (2007) yaitu

Page 40: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

31

mengubah cara berpikir tentang kejadian yang berpotensi memunculkan emosi serta

mengubah dampak emosional. P3 adalah tipe orang yang cenderung menggunakan

strategi regulasi emosi expressive suppression, dimana P3 lebih mampu untuk

mengubah respon atau perilaku terhadap kejadian yang memunculkan emosi. Menurut

Gross (2007), supresi berfokus terhadap respon dan munculnya belakangan pada proses

yang membangkitkan emosi. Strategi ini berpeluang untuk menekan perilaku ekspresi

negatif.

Kelebihan P1 dalam menghadapi situasi adalah ia lebih sadar akan keadaan

sekitar sehingga P1 lebih mudah mengekspresikan emosinya secara tepat sehingga ia

dapat mengatur perasaannya. P2 dan P3 juga memenuhi aspek ini, namun P2 lebih

cenderung mengendalikan emosi negatifnya daripada emosi positifnya. Sebagai contoh,

P2 banyak tertawa dan bersemangat ketika ia sedang merasakan emosi positif. Akan

tetapi, apabila P2 sedang dalam emosi negatif maka ia akan lebih banyak bersabar dan

mengendalikan dirinya. P3 cenderung lebih tertutup dan tidak sesering P1 dan P2 dalam

mengekspresikan emosinya namun ia tetap mengendalikan perasaan dan apa yang ia

pikirkan. Aspek ketiga yang dipaparkan oleh Gross dan Thompson (2007) adalah

mampu menguasai situasi stress yang menekan dari masalah yang sedang dihadapi.

Ketiga partisipan sendiri sudah dapat menguasai stres yang terjadi di kehidupannya

masing-masing. Untuk P1 dan P2 adalah orang yang sudah berkeluarga, sehingga

kemungkinan masalahnya tentu lebih banyak dibanding P3. Urusan rumah tangga

adalah salah satu sumber tekanan selain dari urusan pekerjaan. Hal ini dialami oleh

ketiga partisipan. Dalam hal ini, P1 dan P2 dapat menguasai emosi dan stres sehingga

tetap dapat bekerja dengan profesional. Begitu pula dengan P3 yang tidak

mencampurkan urusan pekerjaan dengan urusan lain. Keterangan yang dihimpun dari

Page 41: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

32

Aipda A dan Brigadir H menyatakan pula bahwa seluruh subjek lebih mampu

menguasai emosi dan stres sehingga lebih profesional dan tidak mencampurkan urusan

pribadi dengan permasalahan pekerjaan.

Menurut paparan Greenberg (2002), terdapat tiga indikator regulasi emosi.

Indikator yang pertama adalah keterampilan mengenal emosi. P1 dan P2 mampu

mengidentifikasi perasaan positif dan negatif dan menjelaskan alasan mengapa mereka

dapat bersikap demikian, serta memberi arahan-arahan terhadap tersangka yang P1 dan

P2 hadapi selama proses penyidikan berlangsung. Sementara itu, P3 lebih

berkemampuan dalam mengidentifikasi dan menjelaskan apa yang ia alami. Indikator

yang kedua adalah keterampilan mengekspresikan emosi. Ketiga partisipan mampu

mengungkapkan perasaan atau emosinya kepada orang lain baik emosi positif maupun

negatif dengan mengobrol atau bercerita dengan rekan yang bisa mereka percaya.

Dalam mengapresiasi kinerja anggota, P1 memberikan reward kepada anggota yang

berprestasi. P2 dan P3 merasa lega jika telah berhasil mengamankan atau sudah berhasil

menangkap tersangka. Indikator yang ketiga adalah keterampilan mengubah emosi

negatif menjadi emosi positif. Ketiga partisipan mampu menilai dan bertanggungjawab

terhadap ekspresi emosi yang mereka rasakan. P2 dalam olah TKP di salah satu salon

meluapkan ekspresi emosinya berupa teguran terhadap masyarakat yang menghambat

proses rekonstruksi. Pada saat yang bersamaan juga, P2 menyampaikan atau

menjelaskan bahwa TKP sudah terpasang garis polisi sehingga warga tidak boleh

melewati garis tersebut. P1 dan P3 dalam proses penyidikan kerap kali ketika

dihadapkan dengan tersangka yang susah dimintai keterangan atau tidak jujur dengan

penyidik, P1 dan P3 memperingatkan bahwa tersangka harus terbuka dan sejujur-

jujurnya karena dengan barang bukti yang ada, lambat laun akan terungkap dan

Page 42: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

33

tindakan yang dilakukan apabila tersangka tidak kooperatif adalah dengan membentak

dan mmukul meja. Hal serupa dilakukan hanya semata-mata dilakukan untuk menggali

alibi tersangka. Selebihnya, sudah sesuai dengan Standar Operasional dan Prosedur

(SOP) yang ada, dalam arti ketiga partisipan dapat bertanggung jawab terhadap reaksi

emosi yang mereka rasakan.

Dalam strategi regulasi emosi, dikenal dua macam strategi regulasi emosi yang

dipaparkan oleh Gross dan Thompson (2013). Tipe pertama adalah cognitive

reappraisal (accidental-focused). Reappraisal adalah bagaimana individu membuat

suatu aspek penilaian kembali dari sebuah peristiwa yang menjelaskan bagaimana

pengaruh atribusi yang berdampak pada emosi (Gross, 2007). Regulasi emosi yang

berfokus pada antecedent menyangkut hal-hal individu atau orang lain lakukan sebelum

emosi tersebut diekspresikan. Strategi ini adalah suatu bentuk perubahan kognitif yang

meliputi penguraian satu situasi yang secara potensial mendatangkan emosi dengan cara

mengubah akibat emosional. Dalam penelitian ini, partisipan merupakan anggota

penyidik reserse kriminal yang setiap harinya berhadapan langsung dengan tugas-tugas

kriminal, sehingga diharapkan masing-masing individu menunjukan perilaku strategi

regulasi emosi yang positif. Ketika dihadapi dengan situasi dalam penanganan kasus

pembunuhan yang dimana dalam melakukan pengolahan TKP, mereka bersentuhan

langsung dengan mayat bahkan mendapatkan tekanan dari masyarakat yang prihatin

dengan kejadian tersebut sehingga penyidik melakukan pendekatan terhadap keluarga

korban yang mengalami musibah. Ketiga partisipan melakukan serangkaian strategi

regulasi emosi dan mencapai tujuan mereka masing-masing, dalam indikator berpikir

positif P1 berusaha untuk selalu profesional dalam melayani masyarakat, sedangkan P2

dan P3 berpola pikir bahwa ia adalah orang yang terlatih dalam menghadapi kasus,

Page 43: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

34

sehingga mereka meyakini bahwa setiap masalah memiliki titik terang atau

penyelesaiannya. Lazarus dan Alfert (1964) dalam Gross (2003) menguraikan bahwa

cognitive reappraisal adalah suatu strategi perubahan kognitif yang melibatkan tindakan

menguraikan atau mengevaluasi situasi yang berpotensi memicu munculnya emosi

dengan suatu cara yang dapat mengubah dampak emosional. Ketiga partisipan pernah

mengalami titik kejenuhan. P1 merasa jenuh ketika tugas bertumpuk, namun ia

menyalurkan lewat kegiatan yang bersifat santai. Hal serupa dilakukan juga oleh P3 dan

P2 ketika sudah jenuh, mereka melakukan rekreasi berupa jalan-jalan atau bermain

game bersama rekan kerja lainnya. Gross dan John (2003) menambahkan, strategi

cognitive reappraisal merupakan strategi regulasi emosi yang efektif untuk mengurangi

pengalaman dan perilaku emosi negatif, ketiga partisipan dapat mengubah cara berpikir

untuk mengurang pengalaman dan perilaku emosi negatif yang dihadapi, dalam

indikator mengubah cara berpikir masing individu tidak mencampurkan urusan dinas

dengan urusan keluarga. Dimana P1 ketika diberikan tugas dari atasan seberat apapun

pasti bisa diselesaikan dengan baik, jika belum bisa diselesaikan P1 pulang ke rumah

dengan keadaan seolah tidak sedang menanggung beban berat. P2 jika menghadapi hal

serupa lebih kepada sharing ke teman-teman kerja terkait urusan dinasnya, berbeda

halnya dengan P3 ketika dihadapkan dengan banyak pekerjaan yang beresiko

berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya P3 memilih untuk mencurahkan

permasalahan dalam setiap doa yang ia panjatkan kepada Tuhan.

Strategi regulasi emosi menurut Gross dan Thompson (2013). Tipe kedua adalah

Expressive Suppression (Response-Focused). Expressive Suppression merupakan suatu

bentuk modulasi respon yang melibatkan hambatan perilaku ekspresif emosi terus

menerus. Suppression adalah strategi yang berfokus pada respon, munculnya relatif

Page 44: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

35

belakangan pada proses yang membangkitkan emosi. Strategi ini efektif untuk

mengurangi ekspresi emosi negatif. Ketiga subjek dapat mengekspresikan emosi mereka

dengan baik, P1 berusaha untuk lebih santai dalam membawa diri, dan selalu berpikir

positif dalam melakukan tugas-tugasnya, jika tersangka tidak kooperatif maka ekspresi

yang dilontarkan adalah memukul meja bahkan membentak dengan tujuan untuk

menegangkan suasana dan dapat menggali lebih dalam terkait informasi dari tersangka.

P2 malah sebaliknya dari P1 dimana tidak pernah suara meninggi, cenderung tetap

tenang serta melakukan metode-metode penyelidikan yang lebih humanis. P3 tidak

terlalu menampakkan ekspresi emosinya, ia cenderung membujuk tersangka untuk

kooperatif dengan petugas yang sedang memintai keterangan, P2 dan P3 memilih

strategi khusus dalam metode penyelidikan agar tidak menghambat berlangsungnya

interogasi atau menggali informasi dari tersangka.

Strategi ini efektif untuk mengurangi ekspresi emosi negatif. Expressive

suppression berpotensi menimbulkan berbagai dampak secara afektif, sosial, dan

mempengaruhi psychological well-being individu, dalam indikator tingkat kejujuran

ketiga partisipan cenderung tidak terlalu jujur kepada lingkungan terkait bentuk emosi

yang sedang mereka rasakan. P1 lebih melihat situasi dan kondisi untuk

mengekspresikan emosinya, sedangkan P2 dan P3 cenderung tidak jujur terhadap

lingkungan kerja, mereka memiliki prinsip bahwa menjadi polisi adalah sebuah

tanggung jawab dan apabila mereka hanya mengeluh tidak akan memberi kepuasan.

Dalam indikator terakhir yaitu perasaan negatif, dari ketiga partisipan masing-masing

pernah berburuk sangka pada orang lain disekitar mereka berada, namun sebagai

anggota reserse yang sudah terlatih harus memiliki naluri dan insting untuk terus

waspada, strategi expressive suppression efektif untuk mengurangi perilaku ekspresi

Page 45: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

36

negatif namun memiliki efek samping mengurangi kemampuan individu

mengekspresikan emosi positif dan berpotensi menimbulkan akumulasi kondisi emosi

negatif (Gross & John, 2003).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ketiga partisipan pada dasarnya

memiliki cara regulasi emosi yang baik, namun disampaikan dengan cara dan gaya

penyampaian masing-masing partisipan. Seluruh partisipan pada dasarnya memiliki cara

yang sama dalam meregulasi emosi mereka, yaitu mereka mampu menekan stressor

yang ada dengan baik. Ketiganya mampu untuk membentuk persepsi-persepsi positif,

serta mampu mensugesti dan mengubah cara berpikir diri sendiri secara positif untuk

dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Ketiga partisipan memang cenderung

berbeda-beda. Meskipun demikian, ketiga partisipan adalah orang-orang yang terlatih

dan terdidik secara kepolisian, dimana ketiganya tidak pernah berprasangka buruk pada

orang lain, namun tetap waspada di setiap kesempatan.

Strategi regulasi emosi yang dikembangkan oleh partisipan dan bentuk perilaku

yang dilakukan dipengaruhi oleh konteks situasi yang dialami dan ketersediaan

alternatif situasi yang diharapkan dapat menciptakan kondisi emosi yang diinginkan

atau tidak diinginkan dan para partisipan meregulasi baik emosi positif dan negatif. Dari

kedua strategi regulasi emosi yang digunakan oleh partisipan, cognitive reappraisal

adalah strategi regulasi emosi yang dirasa paling efektif dikarenakan dinilai lebih

berdampak positif apabila para penyidik mengembangkan strategi kognitif dan

melakukan banyak pertimbangan (reappraisal dan evaluasi situasi). Kemampuan

Page 46: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

37

intelektual dan fleksibilitas dalam pengambilan keputusan dengan segera sangat

berpengaruh dalam hal ini.

Dalam dunia kepolisian, permasalahan pekerjaan seorang polisi sangat beresiko

dan penuh stressor, oleh karenanya dibutuhkan pemahaman mengenai regulasi emosi

yang baik. Hal ini tidak hanya berimbas bagi dunia pekerjaannya, namun juga berimbas

pada kehidupan sosial dari anggota Polri, baik dengan interaksi lingkungan maupun

dengan keluarga serta kondisi kejiwaannya.

SARAN

1. Bagi Partisipan

Partisipan dapat memahami emosi-emosi yang dialami dan mempelajari strategi

emosi yang sesuai sehingga dapat meningkatkan keberhasilan dalam menyelesaikan

tugas-tugas sebagai anggota kepolisian khususnya fungsi reserse.

2. Bagi Keluarga Partisipan

Anggota keluarga perlu memberikan respon berupa dukungan dan simpatis

ketika anggota kepolisian sedang menghadapi situasi stressful serta mempunyai

interpersonal yang positif dan meminimalisir stress dalam aktivitas keluarga.

3. Bagi Instansi Kepolisian

Bagi instansi Kepolisian khususnya Polres Salatiga, instansi perlu memfasilitasi

pelatihan untuk meningkatkan keterampilan para anggota polisi khususnya reserse

dalam mengendalikan emosi dan mengembangkan strategi regulasi emosi dalam

situasi stressful. Dalam hal ini, salah satu saran kegiatan selain olahraga bersama,

dapat diadakan forum khusus yang membahas mengenai regulasi emosi. Hal ini

Page 47: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

38

dapat meningkatkan fleksibilitas koping terhadap stres dan self-efficacy para

anggota fungsi reserse dalam menangani kasus-kasus berat.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti merekomendasikan penelitian selanjutnya mengeksplorasikan faktor-

faktor yang mempengaruhi anggota kepolisian khususnya reserse dalam

mengembangkan strategi regulasi emosi. Salah satu variabel yang

direkomendasikan adalah tentang self-efficacy anggota kepolisian.

Page 48: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

39

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2018). Profil Sat Reskrim. http://cimahi.jabar.polri.go.id/sat-fungsi/sat-

reskrim. Diakses pada 21 Februari 2018.

Arikunto. (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Aksara.

Arisona, A. A., (2015). Perbedaan tingkat stres kerja antara anggota Polri fungsi

reserse dengan satlantas di Salatiga. Tugas Akhir. Salatiga: Fakultas Psikologi

UKSW.

Badan Pusat Statistik. (2017). Statistika Kriminal 2017. Jakarta: Badan Pusat

Statistik.

Berking, M., Caroline M. & Peggilee W. (2010). Enhancing emotion regulation skills in

police officers : result of a pilot controlled study. Behavior Therapy, 41(3) : 329

– 339.

Cole, P.M., Martin, S.E. & Dennis, T.A., (2004). Emotion regulation as a scientific

construct: methodological challenges and directions for child development

research. Child Development, 75 (2) : 317 – 333.

Creswell, J. W., (1998). Qualitative Inquiry and Research Design. London: Sage

Publication.

Greenberg, L. S. (2002). Emotion-Focused Therapy: Coaching Clients to Work Through

Their Feelings. Washington DC : American Psychological Association.

Gross, J. J. (2013). Emotion regulation: taking stock and moving forward. Emotion, 13

(3) : 359 – 365.

Gross, J. J., (2007). Handbook of Emotion Regulation. New York: Guilford Press.

Gross, J. J. & John, O. P. (2003). Individual differences in two emotion regulation

process : implication for effect, relationship, and well-being. Journal of

Personality and Social Psychology, 85: 348 – 362.

Gross, J. J. & Thompson, R. A. (2007). Emotion regulation conceptual foundation. In J.

J. Gross (Ed.). Handbook of Emotion Regulation (pp.3- 24).New York: Guilford

Press.

Hamzah, A. (2014). Hukum Acara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Page 49: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

40

Hartono. (2010). Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan

Hukum Progresif. Jakarta: Sinar Grafika.

Hurlock, E. B. (1990). Psikologi Perkembangan, ed. ke-5. Terjemahan: Istiwidayanti,

Ridwan M. Sijabat, Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Jayanegara. (2007). Stres kerja dan coping pada polisi Indonesia Thesis. Jakarta :

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Kwak, H., McNeeley, S. & Kim, S. H., (2018). Emotional labor, role

characteristics, and police officer burnout in South Korea: The Mediating Effect

of Emotional Dissonance. Police Quarterly, 21(2): 1-27.

Lane, A. M., Bucknall, G., Davis, P. A., & Beedie, C. J. (2012). Emotion and

emotion regulation among novice military parachutists. Military Psychology, 24,

331-345.

Leahy, R. L., Denis, T., Lisa, A.N. (2011). Emotion Regulation in Psychotherapy. New

York, London: The Guilford Press.

Lyon, B. L. (2012). Stress, coping, and health. In Rice, H. V. (Eds.) Handbook of stress,

coping and health: Implications for nursing research, theory,and practice (pp.3-

23). USA: Sage Publication, Inc.

Lutfiyah. (2011). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja pada Polisi Lalu

Lintas Skripsi. Jakarta. Universitas Islam Syarif Hidayatullah.

Makarao, M. T & Suhasril. (2002). Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mayangsari, E. D. & Ranakusuma, O. I. (2014). Hubungan regulasi emosi dan

kecemasan pada penyidik Polri dan penyidik PNS. Jurnal Psikogenesis, 3(1) :

13 – 27.

Moleong, L. J., (2006). Metodologi Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Pusvitasari, P., Wahyuningsih, H. & Astuti, Y. U., (2016). Efektivitas pelatihan

regulasi emosi untuk menurunkan stres kerja pada anggota Reskrim.

Jurnal Intervensi Psikologi, 6(1) : 127 – 145.

Rahmat, P. F. (2009). Penelitian kualitatif. Equilibrium, 5(9) : 1 – 9.

Page 50: STRATEGI REGULASI EMOSI ANGGOTA PENYIDIK ......i Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi regulasi emosi anggota penyidik kasus pembunuhan di wilayah hukum Polres

41

Sanudin. (2004). Bahan ajaran kapita selekta khusus di bidang penyidikan.

Megamendung Lembaga pendidikan dan pelatihan Polri, Pusdik Reserse dan

Kriminal.

Serido, J., Almeida, D. M., & Wethington, E., (2004). Chronic stressor and daily

hassles: unique and interactive relationships with psychological distress.

Journal Health Social Behavior, 45(1) : 17 – 33.

Spielberger, C. D., & Reheiser, E. C. (2004). Measuring anxiety, anger, depression, and

curiosity as emotional states & personality traits with the STAI, STAXI, and

STPI in M. J. Hilsenroth & D. L. Seagal (Eds). Comprehensive Handbook of

Psychological Assessment Vol. 2 Personality Assessment (pp. 70 – 86). Hoboken

: John Wiley

Sugiyono. (2006). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif,

dan R&D).Bandung : Alfabeta.

Sutanto. (2003). Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Bintara POLRI di Lapangan.

Jakarta : Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Thoits, P. A., (1995). Stress, coping, and social support process : where are we? what

next?. Journal of Health and Social Behavior, 35, 53 – 79

Thompson, R. A. (1994). Emotion regulation: A theme in search of definition.

Monographs of the Society for Research in Child Development , 59, 2(3), 25-52.

Wasono, A. (2004). Perbandingan Rating Peristiwa yang Menimbulkan Stres Antara

Anggota POLRI Fungsi Reserse dan Sabhara di Jakarta. Jurnal Psikologi Sosial,

11(01).

William, J. D. & Johnson, F. P., (1995). Joining Together, Group Theory and Group

Skill. New Jersey: Englewood Cliffs Prentice Hall.

Willig, C. (2013). Introducing Qualitative Research in Psychology. United Kingdom :

McGraw-Hill Education.

Yunis, A. N. & Rahardjo, P., (2011). Hubungan antara regulasi emosi dengan sikap

anggota Polisi Sektor Polres Purbalingga terhadap efektivitas kerja. Psycho

Idea, 9(2) : 30 – 36.