View
97
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ini merupakan salah satu ringkasan mengenai strategic human resources management
Citation preview
STRATEGIC HUMAN RESOURCESS MANAGEMENT
TUGAS KULIAH SEMESTER I
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Disusun oleh :
KELOMPOK 1
Ammaisarah Disrinama,dr
Farida Rahayu,drg
MINAT STUDI MAGISTER MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2012
Bagian I
KONSEP SUMBER DAYA MANUSIA
Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia
Sebuah strategi dan pendekatan komprehensif manajemen dari asset paling
bernilai dari sebuah organisasi ,karyawan ,yang secara individu dan kelompok
ingin mencapai tujuan yang sama
Menurut John Storey : (1) kesepakatan tertentu dari keyakinan dan asumsi (2)
sebuah strategi yg menginformasikan keputusan tentang mengatur orang-orang
3) peran utama dari manager lini pertama, dan 4) ketergantungan
pada serangkaian 'pengungkit' untuk membentuk hubungan kerja yg baik
Siklus Sumber Daya Manusia
Siklus sumber daya manusia (adaptasi dari yang diilustrasikan pada Gambar
dibawah ini), yang terdiri dari empat proses generik atau fungsi yang dilakukan
pada semua organisasi, yaitu :
o Seleksi : Menempatkan SDM yg tersedia sesuai jobdiscnya masing-masing
o Penilaian : Manajemen kinerja
o Penghargaan : Merupakan salah satu yang paling kurang dimanfaatkan
padahal merupakan alat untuk membuat kinerja organisasi semakin baik.
Pemberian penghargaan jangka panjang dan pendek. Mengingat bisnis harus
tampil di masa sekarang dan untuk sukses di masa depan
o Pengembangan : Bagi karyawan yang memiliki kualitas tinggi
Sistem Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia beroperasi melalui sistem sumber daya
manusia sebagaimana diilustrasikan pada Gambar berikut :
Sistem SDM :
o Filsafat HR - menggambarkan nilai-nilai yang menyeluruh dan prinsip
panduan diadopsi dalam mengelola orang
o Strategi HR, menentukan arah di mana HRM bermaksud untuk pergi
o Kebijakan HR, yang merupakan pedoman mendefinisikan bagaimana nilai-
nilai, prinsip-prinsip dan strategi harus diterapkan dan dilaksanakan di
daerah tertentu HRM
o Proses HR, yang terdiri dari prosedur formal dan metode yang digunakan
untuk menempatkan HR rencana strategis dan kebijakan berlaku
o Praktek HR, yang terdiri dari pendekatan informal yang digunakan dalam
mengelola orang
o Program HR, yang memungkinkan strategi SDM, kebijakan dan praktek
untuk
dilaksanakan sesuai dengan rencana.
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
12 tujuan dari manajemen sumber daya manusia menurut Caldwell (2004)
sebagai berikut :
1. Mengelola orang sebagai aset yang fundamental bagi keunggulan
kompetitif dari perusahaan;
2. Menyelaraskan kebijakan HRM dengan kebijakan bisnis dan strategi
perusahaan;
3. Mengembangkan kebijakan SDM, prosedur dan sistem yang sesuai antara
satu sama lainnya;
4. Menciptakan sebuah organisasi datar dan lebih fleksibel yang mampu
merespon lebih cepat kondisi perubahan;
5. Mendorong kerja tim dan kerjasama melintasi batas-batas organisasi
internal;
6. Membuat pelanggan memiliki loyalitas tinggi
7. Memberdayakan karyawan untuk mengelola sendiri dlm pengembangan
diri dan pembelajaran;
8. Mengembangkan strategi reward yang dirancang untuk mendukung
budaya kinerja;
9. Meningkatkan keterlibatan karyawan melalui komunikasi internal yang
lebih baik;
10. Membangun komitmen karyawan lebih besar untuk organisasi;
11. Meningkatkan tanggung jawab manajemen lini untuk kebijakan SDM;
12. Mengembangkan peran manajer sebagai orang yang memampukan
Karakteristik Manajemen Sumber Daya Manusia
Karakteristik dari manajemen sumber daya manusia adalah :
Beragam;
Pengembangan strategi dengan penekanan pada integrasi
Komitmen-berorientasi;
Didasarkan pada keyakinan bahwa orang harus diperlakukan sebagai aset
(modal manusia);
Unitarist bukan pluralis, individualistis ketimbang kolektif, dalam
pendekatan terhadap hubungan karyawan;
Kegiatan yang berbasis manajemen - pengiriman HRM merupakan
tanggung jawab manajemen lini;
Berfokus pada nilai-nilai bisnis, meskipun penekanan ini sedang
dimodifikasi di beberapa tempat dan pengakuan lebih diberikan kepada
pentingnya nilai-nilai moral dan sosial
Bagian II
KONSEP STRATEGI
Definisi Strategi
Strategi memiliki dua makna mendasar, ‘melihat ke depan’ dan ‘disampaikan
dengan konsep strategis yang sesuai’.
Beberapa definisi tentang strategis antara lain :
Strategi adalah seperangkat pilihan fundamental atau kritis tentang
tujuan dan sarana bisnis (Chandler, 1962)
Strategi bisnis berkaitan dengan ‘pertandingan’ antara kemampuan
internal perusahaan dan lingkungan eksternal (Kay, 1999)
Konsep Strategi
Konsep strategi didasarkan pada sejumlah konsep terkait: keuntungan
kompetitif, strategi berbasis sumber daya, kemampuan yang khas, strategi niat
kemampuan, kapasitas/kemampuan strategis, manajemen strategis, tujuan
strategis dan rencana strategis
Perumusan Strategi
Whittington (1993) telah mengidentifikasi empat pendekatan untuk perumusan
strategi:
1. Klasik - Proses perumusan strategi dipandang terpisah dari proses
pelaksanaan
2. Evolusi - Perumusan strategi sebagai proses evolusi.
3. Prosesual - perumusan strategi sebagai proses tambahan.
4. Sistemik - Strategi dibentuk oleh sistem sosial di mana ia tertanam
Bagian III
KONSEP STRATEGI
Baird dan Meshoulam (1988) mengatakan “tujuan-tujuan bisnis akan tercapai
ketika praktek-praktek SDM, prosedur, dan sistem SDM dikembangkan serta
diimplementasikan sesuai kebutuhan organisasi, ketika itulah sebuah pandangan
strategis mengenai manajemen SDM mulai diadopsi.”
Definisi Manajemen Strategis SDM
Definisi-definisi lain dari manajemen strategis SDM meliputi:
Manajemen strategis SDM fokus pada ‘melihat orang dalam sebuah
organisasi sebagai sebuah sumberdaya strategis untuk mendapatkan
keuntungan kompetitif” (Hendry dan Pettigrew, 1986).
‘Sebuah perangkat proses dan aktivitas yang dibagi bersama oleh SDM
dan manajer-manajer untuk menyelesaikan masalah bisnis yang berkaitan
dengan orang’ (Schuler dan Walker, 1990).
‘Pola penyebaran SDM yang direncanakan dan aktivitas yang akan
dilakukan untuk memungkinkan organisasi mencapai tujuan-tujuannya’
(Wright dan MbMahan, 1992).
‘Manajemen strategis SDM fokus pada aksi-aksi yang membedakan
perusahaan dari kompetitornya’ (Purcell, 1999).
‘Dasar pemikiran dari teori manajemen strategis SDM adalah bahwa
kinerja organisasi yang sukses tergantung pada hubungan yang sangat
dekat antara bisnis dan strategi SDM’ (Batt, 2007).
Dasar Manajemen Strategis SDM
Manajemen strategis SDM berdasar pada 3 hal:
1. Sumber daya manusia atau modal manusia dari sebuah organisasi
memainkan peran strategis dalam kesuksesan organisasi tersebut dan
merupakan sumber utama dari keunggulan kompetitif.
2. Strategi-strategsi SDM seharusnya diintegrasikan dengan rencana-
rencana bisnis (integrasi vertikal). Seperti Allen dan White (2007)
menyebutkan bahwa ‘dasar pemikiran dari teori manajemen strategis
SDM adalah bahwa kinerja organisasi yang sukses tergantung pada
hubungan yang sangat dekat antara bisnis dan strategi SDM.’ Boxall et al
(2007) juga meyakini bahwa ‘fokus utama dari manajemen strategis SDM
seharusnya adalah menyatukan SDM dengan strategi-strategi SDM.’
3. Strategi-strategi individu SDM seharusnya bersatu dengan
menggabungkan satu sama lain strategi tersebut untuk mendapatkan
dukungan timbal balik (integrasi horisontal).
Prinsip-prinsip Manajemen Strategis SDM
Manajemen strategis SDM difasilitasi untuk mengembangkan strategi-strategi
SDM yang terintegrasi dalam hal 7 prinsip di bawah ini (Ondrack da Nininger,
1984):
1. Terdapat sebuah tujuan menyeluruh dan dimensi SDM dari tujuan
tersebut adalah jelas.
2. Sebuah proses pengembangan strategi ada di dalam organisasi dan
dipahami, serta terdapat pertimbangan secara eksplisit mengenai
dimensi-dimensi SDM.
3. Keterkaitan-keterkaitan yang efektif ada sebagai dasar dalam memastikan
adanya integrasi antara pertimbangan-pertimbangan SDM dengan proses
pengambilan keputusan di organisasi.
4. Tugas seorang kepala eksekutif adalah termasuk tantangan dalam
mengintegrasikan pertimbangan-pertimbangan SDM untuk mendapatkan
apa yang dibutuhkan oleh bisnis.
5. Organisasi di semua level menciptakan tanggung jawab dan akuntabilitas
untuk manajemen SDM.
6. Inisiatif-inisiatif dalam manajemen SDM bersangkutan dengan kebutuhan
bisnis.
7. Manajemen strategis SDM termasuk tanggung jawab dalam
mengidentifikasi dan berinteraksi sosial, politik, teknologi, dan lingkungan
ekonomi dimana organisasi bernaung dan akan melakukan bisnis.
Tujuan-tujuan Manajemen Strategis SDM
Schuler (1992) menekankan bahwa:
Manajemen strategis SDM adalah sebagian besar mengenai integrasi dan
adaptasi. Perhatiannya menekankan pada: 1) manajemen SDM
terintegrasi secara penuh dengan strategi dan kebutuhan strategis
perusahaan; 2) kebijakan-kebijakan SDM bersatu dengan lintas kebijakan
di daerahnya dan lintas hirarki; 3) praktek-praktek SDM disesuaikan,
diterima, dan digunakan oleh manajer dan pekerja sebagai bagian dari
pekerjaan sehari-hari mereka.
Menurut Storey (1989) istilah ‘manajemen strategis SDM lunak (soft strategic
HRM)’ menekankan pada aspek hubungan manusia dari manajemen orang,
penekanan, pengembangan secara menerus, komunikasi, keterlibatan,
keamanan pekerjaan, kualitas pekerjaan, dan keseimbangan antara pekerjaan-
kehidupan.
Sedangkan ‘manajemen strategis SDM keras (hard strategic HRM)’ menekankan
pada hasil yang akan didapat dengan menginvestasikan SDM dalam kepentingan
bisnis. Manajemen strategis SDM harus dapat menyeimbangkan antara elemen-
elemen lunak dan keras. Semua organisasi ada untuk mendapatkan sebuah
tujuan, dan mereka harus meyakini bahwa mereka memiliki sumberdaya yang
dibutuhkan untuk mencapainya dan dapat mereka gunakan secara efektif.
Namun mereka juga harus mempertimbangkan faktor manusia dalam konsep
manajemen strategis SDM. Quinn Mills (1983) menyatakan bahwa mereka harus
merencanakan dengan selalu mengikutsertakan faktor orang di dalam pikiran
mereka, memperhitungkan kebutuhan dan aspirasi dari anggota organisasi.
Masalahnya adalah bahwa penggunaan manajemen strategis SDM keras akan
selalu muncul pertama kali dalam banyak bisnis, sehingga meninggalkan
manajemen strategis SDM lunak.
Konsep-konsep Manajemen Strategis SDM
Terdapat 3 hal yang mendukung manajemen strategis SDM:
(1)Sebuah Pandangan Berbasis Sumberdaya
Filosofi dari manajemen strategis SDM adalah berdasar pada sumberdaya.
Pandangan ini mengatakan bahwa manajemen strategis SDM adalah sejumlah
sumberdaya di dalam sebuah organisasi, termasuk SDM, yang memproduksi
karakter-karakter unik dan menciptakan keunggulan kompetitif (Hamel dan
Prahalad, 1989). Pandangan berbasis sumberdaya ini dikembangkan oleh
Penroses (1959) dan diperluas oleh Wernefelt (1984) sebagai ‘dasar yang tahan
lama untuk strategi’ (Grant, 1991) dan ‘terus membangun dan memproduksi
kesatuan kerangka untuk manajemen strategis SDM’ (Kamoche, 1996).
Jay Barney (1991, 1995) mengatakan bahwa keunggulan kompetitif muncul
pertama kali ketika perusahan-perusahan di dalam sebuah industri bersifat
heterogen dengan perhatian terhadap sumberdaya yang mereka kontrol dan,
kedua kali, ketika sumberdaya-sumberdaya ini tidak dapat bergerak secara lintas
perusahaan dan heterogenitas dapat bertahan lama. Oleh karena itu
menciptakan keunggulan kompetitif yang bekelanjutan tergantung pada
keunikan sumberdaya dan kapabilitas yang dibawa perusahaan untuk
berkompetisi di dalam lingkungannya. Sumberdaya-sumberdaya ini termasuk
seluruh pengalaman, pengetahuan, penilaian, kecenderungan pengambilan
resiko, dan kearifan yang dimiliki individu dalam suatu perusahaan. Untuk
perusahaan, harus memiliki 4 atribut sumberdaya untuk dapat menciptakan
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan: 1) bernilai; 2) langka; 3) sulit ditiru;
dan 4) tidak dapat tergantikan. Untuk menemukan sumberdaya-sumberdaya dan
kapabilitas seperti ini, manajer harus mencari kedalam perusahaannya, dan
mengeksploitasi sumberdaya tersebut untuk organisasinya.
Wright dan McMahan (1992) juga berargumen bahwa keunggulan kompetitif
melalui SDM muncul karena: 1) terdapat heterogenitas dalam ketersediannya
dalam artian terdapat perbedaan yang muncul secara lintas perusahaan di dalam
sebuah industri dan 2) mereka tidak dapat berpindah-pindah dalam arti
kompetitor tidak dapat merekrut mereka.
Wright dan McMahan (1992) mengikuti Barney (1991) dalam membuat daftar 4
kriteria yang mengendalikan kemampuan sumberdaya dalam memberikan
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, yaitu: 1) sumberdaya harus memberi
nilai positif bagi perusahaan; 2) sumberdaya harus unik dan langka diantara para
pesaing yang potensial; 3) sumberdaya harus tidak dapat ditiru secara sempurna
oleh kompetitor; dan 4) sumberdaya tidak dapat digantikan dengan sumberdaya
lain yang dimiliki oleh kompetitor.
Manajemen strategis SDM berbasis sumberdaya ini dapat menghasilkan apa
yang Boxall dan Purcell (2003) sebut sebagai keunggulan SDM. Tujuannya adalah
untuk mengembangkan kapabilitas strategis. Hal ini berarti strategis sesuai
dengan sumberdaya dan peluang, dan mendapatkan nilai tambahan dari
penyebaran sumberdaya yang efektif, dan mengembangkan orang yang dapat
berpikir dan merencakan secara strategis dalam arti mereka mengerti isu-isu
strategis dan memastikan bahwa apa yang mereka kerjakan akan mendukung
pencapain tujuan strategis bisnis mereka.
Siginifikansi dari pandangan berdasar sumberdaya ini untuk perusahaan adalah
bahwa pandangan ini menyoroti pentingnya pendekatan manajemen modal
manusia untuk manajemen SDM dan menyuguhkan justifikasi untuk
menginvestasikan orang melalui sumberdaya mereka, manajemen talenta dan
program pembelajaran dan pengembangan dalam arti sebagai proses
mendorong keunggulan kompetitif.
(2) Kesesuaian Strategis
Seperti yang dijelaskan oleh Wright dan McMahan (1992) bahwa kesesuaian
strategis mengarah pada 2 dimensi yang membedakan manajemen strategis
SDM: ‘pertama, secara vertikal, kesesuaian strategis memerlukan adanya
hubungan antara praktek manajemen SDM dengan proses manajemen strategis
di dalam organisasi. Kedua, secara horizontal, kesesuaian strategis menekankan
pada koordinasi antara berbagai praktek-praktek manajemen SDM.
(3) Fleksibilitas Strategis
Fleksibilitas strategis didefinisikan sebagai kemampuan untuk merespon dan
beradaptasi dengan perubahan di dalam lingkungan kompetitif. Perbedaan-
perbedaan lingkungan akan berdampak pada strategi fleksibilitas. Seperti yang
diindikasikan oleh Wright dan Snell (1998) bahwa di dalam sebuah lingkungan
yang stabil dan dapat diprediksi, strateginya adalah dengan mengembangkan
orang dengan skill yang sempit (atau tidak untuk mengembangakan orang multi
skill) dan untuk memperoleh perilaku yang sempit pula. Di sisi lain, di lingkungan
yang dinamis dan tidak dapat diprediksi, organisasi dapat mengembangkan
sistem SDM yang memproduksi modal manusia dengan berbagai skill yang dapat
turut serta dalam berbagai perilaku organisasi. Kebutuhannya adalah untuk
mendapatkan sumberdaya yang fleksibel dengan mengembangkan berbagai
rencana perilaku dan mendorong pekerja untuk mengaplikasikannya dalam
berbagai situasi.
Argumen muncul karena konsep fleksibilitas strategi dan kesesuaian saling
bertentangan: “kesesuaian” meminta hubungan yang jelas antara strategi SDM
dan strategi bisnis, namun akhirnya harus fleksibel, sehingga bagaimana bisa
kesesuaian yang baik dapat diperoleh? Namun Wright dan Snell menyarankan
bahwa konsep ‘kesesuaian’ dan ‘fleksibilitas’ harus dapat saling mendukung –
‘kesesuaian’ muncul dalam satu waktu tertentu, sedangkan ‘fleksibilitas’ harus
muncul dalam periode yang lama.
Pandangan Manajemen Strategis SDM
Dengan mempertimbangkan konsep ‘pandangan berbasis sumberdaya’ dan
‘kesesuaian strategis’, Delery dan Doty (1996) menyatakan bahwa ‘organisasi
yang mengadopsi strategis tertentu membutuhkan praktek-praktek SDM yang
berbeda dengan yang dibutuhkan oleh organisasi yang mengadopsi strategi lain’
dan organisasi dengan ‘kesesuaian yang lebih besar antara strategi-strategi SDM
dan strategi (bisnis) mereka seharusnya menikmati kinerja superior.’ Mereka
mengidentifikasi 3 pandangan manajemen SDM:
1. Pandangan universal – beberapa praktek SDM lebih baik daripada praktek
yang lain dan semua organisasi seharusnya mengodepsi praktek ini.
Terdapat hubungan universal antara praktek individu ‘terbaik’ dengan
kinerja perusahaan.
2. Pandangan ketidaktentuan – agar efektif, kebijakan-kebijakan SDM
sebuah perusahaan harus konsisten dengan aspek lain di dalam
organisasi. Faktor ketidaktentuan utama adalah strategi organisasi. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai ‘kesesuaian vertikal’.
3. Pandangan konfigurasional – ini merupakan pendekatan menyeluruh
yang menekanakan pentingnya pola dari praktek-praktek SDM dan fokus
pada bagaimana pola variabel independen terhubung dengan variabel
dependen dari kinerja organisasi. Konfigurasi organisasi telah
didefinisikan oleh Meyer et al (1993) sebagai ‘kumpulan berbagai
karakteristik multidimensi yang biasanya muncul bersamaan...(yang)
mungkin diwakili dalam tipologi’. Delery dan Doty (1996) mendefinisikan
3 tipe organisasi – penyelidik, analis, dan pembela – sebagai sebuah
konsep konfigurasional. Konfigurasi dideskripsikan sebagai: 1) tingkatan
antara sistem SDM total dan tipe organisasi; 2) praktek SDM yang
terhubung bersama kedalam sistem total.
Richardson dan Thompson (1999) membuat suatu istilah ‘praktek terbaik (best
practice)’ dan ‘paling sesuai (best fit)’ untuk pandangan universal dan
ketidaktentuan, serta ‘bundling’ sebagai pendekatan ketiga.
Pendekatan Best Practice
Pendekatan ini berdasar pada asumsi bahwa ada serangkaian praktek
manajemen SDM dan bahwa mengadopsi praktek-praktek tersebut pasti akan
mengarah pada kinerja organisasi superior. Praktek-praktek ini universal dalam
arti praktek tersebut paling baik dilakukan di berbagai situasi.
(1) Daftar Best Practices
Pfeffer (1994) memperkenalkan daftar best practice yang paling dikenal:
1. Keamanan pekerjaan
2. Mempekerjakan orang secara selektif
3. Tim-tim yang dapat mengatur dirinya sendiri
4. Ketidakpastian kompensasi tinggi pada kinerja
5. Training untuk memberikan lingkungan kerja yang penuh motivasi dan
terampil
6. Pengurangan perbedaan status
7. Tukar informasi
Daftar di bawah ini dibuat oleh Guest (1999):
1. Seleksi dan penggunaan secara hati-hati terhadap tes seleksi untuk
mengidentifikasi mereka yang berpotensi untuk memberikan kontribusi
2. Training, dan pengakuan bahwa training merupakan aktivitas kontinyu
3. Desain pekerjaan untuk memastikan fleksibilitas, komitmen, dan
motivasi, termasuk langkah-langkah untuk memastikan bahwa pekerja
memiliki tanggung jawan dan autonomi sepenuhnya untuk menggunakan
pengetahuan dan skill mereka.
4. Komunikasi untuk memastikan bahwa proses dua arah akan membuat
setiap orang tetap mendapat informasi sepenuhnya.
5. Pekerja membagi program-program kepemilikan untuk meningkatakan
kesadaran pekerja akan dampak aksi mereka terhadap kinerja finansial
perusahaan.
Delery dan Doty (1996) mengidentifikasi ada 7 praktek strategis SDM, salah
satunya yang berkaitan dengan kinerja organisasi secara keseluruhan:
penggunaan jenjang karir internal, sistem training formal, penilaian yang
berorientasi pada hasil, kompensasi yang berdasar pada kinerja, keamanan
sosial, suara pekerja dan pekerjaan tetap yang luas.
(2) Masalah-Masalah Yang Berkaitan Dengan Model Best Practice
Cappelli dan Crocker-Hefter (1996) berkomentar bahwa gagasan dari sebuah
rangkaian best practices telah dilebih-lebihkan: ‘terdapat beberapa contoh di
setiap industri bahwa perusahaan memiliki praktek-praktek manajemen yang
unik... praktek-praktek SDM yang berbeda akan membentuk kompetensi inti
sehingga dapat menentuka bagaimana perusahan berkompetisi.’
Pucell (1999) juga mengkritisi best practice atau pendekatan universalis dengan
menunjukkan inkonsistensi antara sebuah kepercayaan dalam best practice dan
pandangan berdasarkan sumberdaya, dimana inkonsistensi tersebut fokus pada
aset-aset yang tidak terlihat, termasuk SDM, yang memperbolehkan perusahaan
untuk bekerja lebih baik lagi daripada kompetitornya. Beliau mempertanyakan
bagaimana bisa ‘universalisme dari best practice disamakan dengan pandangan
bahwa hanya beberapa sumberdaya dan rutinitas yang penting dan bernilai saja
yang menjadi langka dan tidak dapat ditiru?’
Selaras dengan teori ketidaksesuaian, yang menekankan pentingnya interaksi
antara organisasi dan lingkungannya sehingga apa yang dilakukan organisasi
tersebut tergantung pada konteks operasi yang mereka lakukan, sangat sulit
untuk menerima kalau ada yang namanya universal best practice. Apa yang baik
di satu organisasi belum tentu menjadi baik juga di organisasi yang lain karena
mungkin tidak sesuai dengan strateginya, budaya, gaya manajemen, teknologi
atau praktek bekerja organisasi lainnya. Seperti Becker et al (1997) menyatakan:
‘sistem bekerja organisasi yang memiliki kinerja tinggi biasanya istimewa dan
harus di sesuaikan secara hati-hati untuk situasi tiap individu di perusahaan
untuk mendapatkan hasil maksimal’.
Namun, sebuah pengetahuan yang diasumsikan sebagai best practice dapat
digunakan untuk menginformasikan keputusan pada praktek-praktek yang
cenderung sesuai dengan kebutuhan organisasi, selama dipahami mengapa
praktek tertentu seharusnya dilihat sebagai sebuah best practice dan apa yang
butuh untuk dilakukan untuk memastikan kalau akan berhasil di dalam organisasi
tersebut.
Pendekatan Best Fit
Pendekatan best fit menekankan bahwa strategi-strategi SDM seharusnya
tergantung pada konteks, keadaan organisasi, dan tipenya. Best fit dapat
diterima sebagai suatu istilah integrasi vertikal antara bisnis organisasi dan
strategis SDM. Model-model best fit adalah:
(1) Model Siklus Kehidupan
Model siklus kehidupan berdasar pada teori dimana pengembangan sebuah
perusahaan memiliki 4 fase: awal, pertumbuhan, pendewasaan, dan penurunan.
Hal ini sama dengan teori siklus kehidupan produk.
Dasar dari model ini disebutkan oleh Baird dan Meshoulam (1988) sebagai
berikut: ‘efektivitas manajemen SDM tergantung pada kesesuaiannya dengan
perkembangan fase organisasi. Bersamaan dengan organisasi tumbuh dan
berkembang, program-program, praktek-praktek, dan prosedur manajemen SDM
harus berubah untuk mengikuti kebutuhan organisasi. Seperti halnya model
pertumbuhan dan perkembangan, dapat dikatakan bahwa manajemen SDM
berkembang melalui sebuah tahap fase seiring dengan semakin rumitnya
organisasi berkembang.
Buller dan Napier (1993) menjelaskan, pada fase awal, manajemen fungsi SDM
mungkin tidak formal; mungkin juga masih dijalankan oleh pemilik. Ketika
organisasi berkembang pesat dalam hal penjualan, produksi dan pasar,
kebutuhan akan pekerja baru meningkat. Kebutuhan ini diluar kapasitas
penanganan pemilik dan manajer. Organisasi ini biasanya merespon tekanan ini
dengan menambah struktur formal dan fungsional, termasuk SDM. Peran SDM
dalam fase pertumbuhan tinggi ini adalh untuk menarik orang yang tepat dan
jumlah yang sesuai, tetapi juga inilah saatnya untuk inovasi dan pengembangan
manajemen talenta, manajemen kinerja, pembelajaran dan pengembangan dan
kebijakan penghargaan dan praktek-praktek. Ketika organisasi ini menjadi
dewasa, SDM menjadi kurang inovatif dan cenderung mengembangkan praktek-
praktek yang sudah ada daripada menciptakan praktek baru. Pada fase
penurunan, SDM mungkin tidak terlibat secara antusias seperti pada fase
sebelumnya. SDM mungkin terlibat dalam hal keputusan sulit yang akhirnya
berdampak pada pemberhentian kerja dan pengambil alihan pekerjaan.
Hal di atas merupakan contoh yang masuk akal yang mungkin terjadi, dan
didukung oleh beberapa fakta, seperti Schuler dan Jackson (1987) yang
menemukan bukti bahwa perusahan dengan produk pada fase pertumbuhan
menekankan prioritasnya pada manajemen SDM, inovasi dan perncanaan
dibanding perusahaan yang berada pada fase dewasa.
(2) Best Fit dan Strategi Kompetitif
3 strategi yang bertujuan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif merupakan
ide dari Porter (1985):
1. Inovasi: menjadi produser yang unik
2. Kualitas: memberikan barang dan jasa dengan kualitas yang tinggi pada
konsumen
3. Kepemimpinan berdasarkan biaya: hasil kebijakan yang sudah
direncanakan bertujuan pada pengeluaran pribadi, sehingga
“mengarahkan diri” menjadi produsen yang low-cost dalam industri untuk
setiap level kualitas
Schuler dan Jackson (1987) mengatakan bahwa dasar penelitian mereka adalah
‘efektifitas dapat ditingkatkan dengan menyatukan secara sistematik praktek-
praktek SDM dengan strategis kompetitif yang dipilih.’ Mereka menjelaskan
karaketristik SDM dalam perusahaan akan saling mengejar satu sama lain dalam
3 strategi di atas:
(3) Konfigurasi Strategis
Pendekatan best fit yang lain adalah rencana dimana organisasi akan lebih efektif
jika mereka mengadopsi kebijakan konfigurasi strategis (Delery dan Doty, 1996)
dengan menyesuaikan strategi mereka dengan tipe-tipe teori yang ideal seperti
teori Mintzberg (1979) dan Miles dan Snow (1978). Peningkatan efektifitas ini
dihubungkan dengan konsistensi internal atau kesesuaian antara pola
kontekstual, strtuktural, dan faktor strategi.
Menyesuaikan karaketistik SDM ke dalam strategi kompetitif
Strategi inovasi Strategi kualitas Strategi Kepemimpinan
berdasarkan Biaya
Pekerjaan yang
mengharuskan adanya
interaksi sangat dekat dan
koordinasi antara kelompok
individu
Secara relatif
dekripsi pekerjaan
tetap dan jelas
Secara relatif dekripsi
pekerjaan tetap dan jelas
Penilaian kinerja yang
cenderung merefleksikan
pencapaian jangka panjang
dan berbasis kelompok
Tingkat partisipasi
pekerja tinggi
Secara sempit pekerjaan
dan jejak karir didesain
yang mendorong
spesialisasi.
Penilaian jangka pendek
dan berorientasi pada
hasil
Pekerjaan yang
memperbolehkan pekerja
untuk mengembangkan skill
Sebuah kelompok
campuran dan
kriteria individu
Monitoring secara dekat
pembayaran pasar untuk
digunakan dalam
sehingga dapat digunakan
pada posisi lain di dalam
perusahaan
untuk penilaian yang
kebanyakan jangka
pendek dan
berorientasi pada
hasil
membuat keputusan
kompensasi
Sistem kompensasi yang
menekankan pada
persamaan internal,
daripada eksternal atau
persamaan berbasis pasar
Perlakuan egaliter
pada pekerja dan
kepastian akan
keamanan pekerja
Level yang minimal pada
training dan
pengembangan pekerja
Tingkat pembayaran yang
cenderung rendah namun
memperbolehkan pekerja
untuk menjadi stockholder
dan mendapat kebebasan
lebih untuk memilik
campuran komponen
Training dan
pengembangan
pekerja yang luas
dan kontinyu
Praktek-praktek yang
memaksimalkan efisiensi
dengan cara memberikan
sarana untuk manajemen
untuk memonitor dan
mengontol secara dekat
aktivitas pekerja
Jejak karir yang luas untuk
mendorong berbagai
pengembangan kemampuan
Sumber: Schuler dan Jackson (1987)
Tipologi organisasi yang dibuat oleh Mintzberg (1979) diklasifikasikan kedalam 5
tipe ideal: struktur sederhana, birokrasi mesin, birokrasi profesional, bentuk
divisi, dan adhocracy.
Miles dan Snow (1978) mengidentifikasi 4 tipe organisasi, yang menyebutkan 3
tipe pertama sebagai tipe organisasi ‘ideal’:
1. Penyelidik, yang beroperasi di lingkungan yang memiliki karakteristik
perubahan cepat dan tidak dapat diprediksi. Mereka bereaksi pada
lingkungan ini dengan cara fokus pada pengembangan produk-produk
baru, pasar, dan teknologi. Mereka mencciptakan perubahan pada pasar
mereka sehingga kompetitor mereka akan merespon. Penyelidik memiliki
level fomalitas dan spesialisasi yang rendah dan level desentralisasi yang
tinggi. Mereka memiliki sedikit level hirarki.
2. Pembela, yang beroperasi pada lingkungan yang lebih stabil dan dapat
ditebak daripada lingkungan penyelidik dan ikut serta dalam perencanaan
jangka panjang. Penekanan mereka adalah pada membela pasar mereka,
dan mereka melakukan sedikit peneilitian dan pengembangan. Pembela
fokus pada efisiensi dengan cara mengandalkan teknologi dan skala
ekonomi rutin. Mereka memiliki lebih banyak mekanik dan struktur
birokrasi dibanding penyelidik dan berkoordinasi melalui formalisasi,
sentralisasi, spesialisasi, dan pembeda vertikal.
3. Analis, adalah kombinasi antara penyelidik dan pembela, mereka
beroperasi di lingkungan yang stabil seperti pembela dan juga di pasar
dimana produk-produk baru diciptakan secara kontinyu seperti tipe
penyelidik. Mereka biasanya bukanlah tipe yang suka mengawali
perubahan seperti tipe penyelidik, namun mereka mengikuti perubahan
yang cepat seperti tipe pembela. Analis mencari efektifitas melalui
efisiensi dan produk baru di pasar. Fokus ganda ini memberi hasil berupa
ukurannya yang besar karena analis harus ikut dalam produksi serta
penelitian dan pengembangan yang besar. Mereka biasanya memiliki
level saling tergantung yang tinggi dibanding tipe pembela dan
penyelidik.
4. Reaktor, adalah organisasi yang tidak stabil yang ada pada lingkungan
yang mereka yakini sebagai lingkungan yang tidak dapat diprediksi.
Mereka kurang konsisten, strateginya baik, dan tidak memiliki rencana
jangka panjang.
Pada sistem tipe pasar, mempekerjakan orang adalah biasanya yang berasal dari
luar organisasi, sedikit yang berasal dari kenaikan jabatan internal, tidak ada
training formal, penilaian kinarja berorientasi pada hasil, tidak ada banyak
keamanan, dan pekerjaan tidak terlalu dijelaskan. Pada sistem internal, lebih
banyak mempekerjakan orang dari internal, penggunaan besar-besaran pada
peningkatan karir, banyak training yang dilakukan, keamanan dipertimbangkan,
penilaian berorintasi pada perilaku, dan pekerjaan benar-benar dijelaskan.
Strategi penyelidik membutuhkan sistem pasar, sedangkan sistem internal cocok
untuk tipe strategi pembela. Delery dan Doty (1996) tidak memberi contoh yang
sesuai untuk tipe analis, namun sepertinya yang sesuai adalah sistem pasar
hybrid/internal SDM
(4) Komentar untuk Konsep Best Fit
Model best fit sepertiya lebih realistik dibandingkan model best practice. Seperti
yang dikatakan oleh Dyer dan Holder (1988) bahwa ‘kesimpulannya adalah apa
yang paling baik tentu tergantung.’ Hal ini dapat dikatakan bahwa best fit lebih
penting daripada best practice. Namun ada kekurangan dalam konsep best fit.
Paauwe (2004) menjelaskan bahwa ‘penting untuk tidak jatuh kedalam
‘‘determinisme ketidakpastian’’ (misalnya mengatakan bahwa konteks
menentukan strategi). Oleh karena itu, seharusnya, harus ada ruang untuk
membuat pilihan-pilihan strategi.’
Model-model best fit cenderung untuk statis dan tidak memperhitungkan proses
perubahan. Mereka menolak fakta bahwa kekuatan institusional membentuk
manajemen SDM – tidak bisa diasumsikan bahwa bos adalah agen yang bebas
yang dapat membuat keputusan independen.
Bundling
Richardson dan Thompson (1999) berkomentar bahwa ‘kesuksesan strategi
dihidupkan dari kombinasi “vertikal” atau kesesuaian eksternal dan “horizontal”
atau kesesuaian internal.’ Mereka menyimpulkan bahwa sebuah perusahaan
dengan gabungan (bundles) praktek-praktek SDM seharusnya medapatkan level
kinerja yang tinggi, serta level kecocokan yang tinggi dengan strategi kompetitif.
Bundling adalah pengembangan dan implementasi dari beberapa prkatek secara
bersamaan sehingga semuanya saling berkaitan dan mendukung serta
mendorong satu sama lain. Ini adalah proses integrasi secara horizontal, yang
juga disebut sebagai “komplementer”.
Tujuan dari bundling adalah untuk mendapatkan kinerja yang tinggi melalui
perpaduan, yang merupakan satu dari 4 arti dari manajemen strategi SDM
menurut Hendry dan Pettigrew (1986). Perpaduan akan muncul ketika
serangkaian kebijakan dan praktek SDM yang saling mendukung dikembangkan
dan berkontribusi secara bersamaan untuk pencapaian strategi perusahaan yang
sesuai dengan kebutuhan organisasi, memperbaiki kinerja dan kualitas, dan
memperoleh keunggulan kompetitif.
Proses bundling strategi-strategi SDM adalah aspek yang sangat penting bagi
konsep manajemen strategi SDM. Manajemen strategi SDM sangat menyeluruh,
yang fokus pada organisasi sebagai sebuah sistem total dan menentukan apa
yang butuh untuk dilakukan oleh organisasi tersebut.
Dyer and Reeves (1995) menyebutkan bahwa ‘logika bundling adalah langsung...
karena kinerja pekerja adalah sebuah fungsi dari kemampuan dan motivasi, maka
masuk akal jika memiliki praktek yang bertujuan pada peningkatan kemampuan
dan motivasi.’ Oleh karena itulah terdapat beberapa cara yang mana pekerja
dapat memperoleh skill yang dibutuhkan (seperti seleksi yang teliti serta training)
dan beberapa insentif untuk meningkatkan motivasi (bentuk yang berbeda dari
penghargaan finansial dan non finansial).
Pada penelitiannya di perusahaan pengilangan di Amerika Serikat, MacDuffie
(1995) mengatakan bahwa produksi yang fleksible memberikan pekerja banyak
peran penting pada sistem produksi. Mereka harus memecahkan masalah yang
muncul saat itu, dan ini berarti mereka harus melakukan pemahaman
menyeluruh mengenai proses produksi dan memiliki skill analisa untuk
mengidentifikasi akar permasalahan. Namun kedua hal ini tidak berarti apa-apa
jika mereka tidak termotivasi untuk berkontribusi secara mental dan fisik. Usaha-
usaha seperti ini dalam mengatasi masalah hanya akan tercapai jika pekerja
‘percaya bahwa kepentingan individu mereka harus bersatu dengan perusahaan,
dan bahwa perusahaan akan membuat investasi timbal balik untuk mereka atas
usaha mereka.’ Ini berarti teknik produksi yang fleksibel harus didukung oleh
bundles berupa komitmen praktek SDM yang tinggi seperti keamanan pekerjaan,
dan tidak adanya penghalang antara manajer dan pekerja. Penelitian ini
mengindikasikan bahwa pengilangan mengunakan sistem produksi yang fleksible,
yaitu gabungan antara praktek SDM dengan strategi bisnis terintegrasi akan
mengalahkan pengilangan yang menggunakan sistem produksi masal.
Salah satu cara melihat konsep ini adalah dengan mengatakan bahwa perpaduan
akan didapatkan jika ada strategi yang harus dipatuhi atau kekuatan pendorong,
misalnya kinerja tinggi, kualitas, manajemen talenta atau kebutuhan untuk
mengembangkan skill, yang memulai beberapa proses dan kebijakan untuk
bersatu dan beroperasi untuk menghasilkan hasil yang diharpkan.
Realita Manajemen Strategi SDM
Manajemen Strategi SDM seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah dasar
untuk mengembangkan dan mengimplementasikan pendekatan-pendekatan
kepada menejemen manusia yang mempertimbangkan konteks perubahan
dimana perusahan beroperasi. Manajemen Strategi SDM adalah sebuah
pandangan/mindset, yang hanya dapat berubah menjadi nyata ketika ia
memproduksi aksi dan reaksi yang dapat dilihat sebagai strategi, baik dalam
bentuk strategi SDM keseluruhan atau spesifik atau perilaku strategis yang mana
para profesional SDM bekerja bersama manajernya.
Implikasi Praktis dari Teori Manajemen Strategi SDM
Teori Manajemen Strategi SDM seperti halnya teori yang lainnya, pasti sangat
bersifat praktis dan kemungkinan masih dibutuhkan adanya penelitian lebih
lanjut. Manajemen Strategi SDM sudah melewati banyak penelitian dan tes.
Teori ini ditujukan kepada isu-isu kebanyakan orang yang mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh rencana strategis dari organisasi, memberikan sebuah rasional
untuk setuju akan dasar untuk mengembangkan dan mengimplementasikan
pendekatan-pendekatan kepada menejemen manusia yang mempertimbangkan
konteks perubahan dimana perusahan beroperasi dan memastikan bahwa bisnis
dan strategis SDM dan strategi fungsional SDM saling bersekutu. Diperlihatkan
dengan :
1. Menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan tergantung pada
keunikan sumber daya dan kemampuan yang membawa perusahaan ke
persaingan di lingkungannya (Baron, 2001);
2. Keunggulan kompetitif dicapai dengan memastikan bahwa perusahaan
memiliki SDM yang berkualitas unggul dibandingkan pesaingnya (Purcell et al,
2003);
3. Keunggulan kompetitif berdasarkan pada manajemen yang efektif dari orang
sulit untuk ditiru (Barney, 1991);
4. Tantangan untuk organisasi adalah untuk memastikan bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk menemukan, mengasimilasi, kompensasi dan
mempertahankan individu-individu berbakat yang mereka
perlukan (Ulrich, 1998);
5. Adalah tidak bijaksana untuk mengejar apa yang disebut 'best practice'
('universalistic' perspektif Delery dan Doty, 1996) tanpa yakin bahwa apa
yang terjadi di tempat lain akan bekerja dalam konteks organisasi;
6. Best fit ('kontingensi' perspektif Delery dan Doty, 1996) lebih memilih
'praktek terbaik' sepanjang organisasi menghindari jatuh ke
perangkap 'determinisme kontingen' dengan membiarkan konteks untuk
menentukan strategi (Paauwe, 2004);
7. Pencarian untuk ‘paling cocok/best fit’ dibatasi oleh ketidakmungkinan
pemodelan semua Kontingen variabel, kesulitan menunjukkan interkoneksi
mereka, dan cara di mana perubahan dalam satu variabel berdampak pada
orang lain (Purcell, 1999);
8. Best fit dapat dikejar dalam beberapa cara, yaitu dengan menempatkan
startegi HR untuk posisinya dalam siklus hidupnya start-up, jatuh tempo
pertumbuhan, atau Penurunan (Baird dan Meshoulam, 1988), atau strategi
bersaing inovasi, kualitas atau kepemimpinan biaya (Porter, 1985), atau
organisasi 'Konfigurasi strategis' (Delery dan Doty, 1996), misalnya tipologi
organisasi sebagai prospectors, pembela dan analisis didefinisikan oleh Miles
dan Snow (1978);
9. Peningkatan kinerja dapat dicapai dengan 'bundling', yaitu pengembangan
dan implementasi HR beberapa praktek bersama sehingga mereka
saling terkait dan selanjutnya saling melengkapi dan memperkuat
(MacDuffie, 1995).