Upload
javar-sodic
View
15
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
diskusi topik neurologi
Citation preview
1
DISKUSI TOPIK
STROKE ISKEMIK
Pembimbing:
dr. Hastari Soekardi, Sp.S
Disusun oleh:
Abdul Jafar Sidik (1111103000099)
KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Stroke Iskemik. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di stase
Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada :
1. dr. Hastari Soekardi, Sp.S selaku pembimbing dalam presentasi kasus ini.
2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Neurologi Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan makalah ini sangat saya harapkan.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan
kita, terutama dalam bidang neurologi.
Jakarta, 11 November 2014
Penyusun
3
BAB I
STATUS PASIEN
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 59 tahun
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Gotong Royong No.61B, RT 015/RW 005,
Cilandak, Jakarta Selatan.
Suku : Batak
Pekerjaan : Pegawai swasta
Pendidikan : Tamat SLTA
Status Menikah : Menikah
No. RM : 00473914
1.2. ANAMNESIS
Pasien masuk ruang rawat inap pada tanggal 2 November 2014. Dilakukan
autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap isterinya pada tanggal 6 November
2014.
a. Keluhan Utama
Berbicara pelo mendadak sejak 1 hari SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa keluarganya ke IGD RSUP Fatmawati
dengan keluhan berbicara pelo mendadak saat bangun tidur, menurut
isterinya pasien tidak bisa mengucapkan kata-kata dengan fasih. Selain itu
pasien juga mengeluh lengan dan tungkai kanannya sedikit lemah dan
kurang kuat menahan beban dan terasa kebas.
Gangguan penciuman, pandangan mata kabur, pandangan mata
dobel, gangguan naik turun tangga, gangguan merasakan makanan,
4
gangguan menelan atau sering tersedak, dan gangguan pendengaran
disangkal. Sakit kepala, demam, mual, dan muntah disangkal. BAB
normal namun sering BAK sampai 4-6 kali/hari.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku memiliki riwayat darah tinggi sejak kurang lebih
10 tahun yang lalu namun tidak terkontrol karena tidak minum obatnya
setiap hari. Pasien juga memiliki riwayat kencing manis sejak kurang lebih
2 tahun yang lalu namun tidak terkontrol karena jarang minum obatnya.
Riwayat kolesterol tinggi dan asam urat tinggi tidak diketahui, riwayat
trauma kepala, sakit jantung dan alergi disangkal oleh pasien.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.
Riwayat darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, alergi dan stroke
dalam keluarga disangkal.
e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien makan 3 kali sehari, sering konsumsi makanan yang asin,
manis dan berlemak. Pasien jarang minum kopi. Merokok, konsumsi
alkohol dan penggunaan narkoba disangkal. Pasien menaku jarang
berolahraga.
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di ruangan bangsal IRNA Teratai lt.6 RSUP
Fatmawati tanggal 6 November 2014.
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : kanan : 170/90 mmHg, kiri : 170/90 mmHg
5
Nadi : 76x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Napas : 16x/menit, reguler
Suhu : 36,8 oC
Berat badan : 53 kg
Tinggi badan : 150 cm
BMI : 23,56 kg/m2
Mata
- Inspeksi :
Enoftalmus (-)/(-), eksoftalmus(-)/(-), nistagmus (-)/(-), ptosis (-)/(-),
lagoftalmus (-)/(-), edema palpebra (-)/(-), konjungtiva Anemis(-)/(-),
Sklera Ikterik (-)/(-), sekret (-)/(-), pterigium (-)/(-), ulkus kornea (-)/(-),
pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm, RCL (+)/(+), RCTL (+)/(+).
- Palpasi : tekanan bola mata secara manual normal
Telinga, Hidung, Tenggorokan
Hidung :
- Inspeksi : Deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-)/(-), deviasi septum
(-)/(-), edema (-)/(-)
- Palpasi : nyeri tekan pada sinus maksilaris (-)/(-), etmoidalis (-)/(-),
frontalis (-)/(-), sfenoidalis (-)/(-).
Telinga :
- Inspeksi :
Preaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-), scar (-)/(-)
Aurikuler : normotia, hiperemis (-)/(-), cauli flower (-)/(-), pseudokista
(-/(-)
Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-), scar (-)/(-)
Liang telinga : lapang, serumen (-)/(-), Ottorhea (-)/(-)
- Palpasi:
Nyeri tekan preaurikuler (-)/(-), aurikuler (-)/(-), postaurikuler (-)/(-)
Tenggorokan dan Rongga mulut :
- Inspeksi :
6
Bucal : warna normal, ulkus (-)
Lidah : pergerakan simetris, massa (-), ulkus (-), plak (-)
Palatum mole dan uvula simetris pada keadaan diam dan bergerak, arkus
faring simetris, penonjolan (-)
Tonsil : T1/T1, kripta (-)/(-), detritus(-)/(-), membran (-)/(-)
Dinding anterior faring licin, hiperemis (-),
Dinding posterior faring licin, hiperemis (-), Post nasal drip (-)
Karies gigi (+), Kandidisasis oral (-)
Leher
- Inspeksi : bentuk simetris, warna normal, penonjolan vena jugularis (-),
tumor (-), retraksi suprasternal (-), tidak tampak perbesaran KGB
- Palpasi : pulsasi arteri carotis normal, perbesaran thyroid (-), posisi trakea
ditengah, KGB tidak teraba membesar
- Auskultasi : bruit (-),
- Tekanan vena jugularis dalam batas normal
Thoraks Depan
- Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), Retraksi sela iga (-/-),
bentuk dada normal, barrel chest (-), pectus carinatum (-)/(-), pectus
ekskavatum (-)/(-), pelebaran sela iga (-)/(-), tumor (-)/(-), scar (-),
emfisema subkutis (-)/(-), pergerakan kedua paru simetris statis dan
dinamis, pola pernapasan normal.
- Palpasi : massa (-)/(-), emfisema subkutis(-)/(-), ekspansi dada simetris,
vocal fremitus sama di kedua lapang paru, pelebaran sela iga (-)/(-)
- Perkusi :
Sonor di kedua lapang paru
Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga 6, peranjakan hati
sebesar 2 jari
Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga 8
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
7
Thoraks Belakang
- Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), Retraksi sela iga (-/-),
pelebaran sela iga (-)/(-), tumor (-)/(-), emfisema subkutis (-)/(-),
Pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola pernapasan
normal, scar (-), luka operasi (-), massa (-), kelainan tulang belakang (-)
- Palpasi : massa (-)/(-), emfisema subkutis(-)/(-), ekspansi dada simetris,
vocal fremitus sama di kedua lapang paru
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terihat
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba 2 jari lateral dari linea midklavikula
sinistra ICS V, thrill (-), heaving (-), lifting (-)
- Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV 1 jari lateral linea parasternal
dekstra, batas jantung kiri pada ICS V 2 jari lateral linea midklavikula
sinistra. Pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra
- Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : massa (-),striae (-), scar (-), bekas operasi (-), kaput medusa (-)
- Auskultasi : BU (+) normal, borborigmi (-), bruit (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-)
- Hepar dan lien tidak teraba
- Ginjal : Ballotemen (-)/(-)
- Perkusi : timpani, shifting dullnes (-), undulasi (-), nyeri ketok CVA (-)/(-)
Ekstremitas: Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 3 det, edema (-)/(-),
jari tabuh (-), koilonikia (-), hiperemis (-), deformitas (-).
8
1.4 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (-)
Laseque : > 70 > 70
Kernig : > 135 > 135
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
B. Saraf-saraf Kranialis
N. I : Normosmia kanan dan kiri
N.II Kanan Kiri
Acies Visus : Baik Baik
Visus Campus : Baik Baik
Melihat Warna : Baik Baik
Funduskopi : Tidak dilakukan
N. III, IV, VI Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi
Pergerakan Bola Mata
Ke Nasal : Baik Baik
Ke Temporal : Baik Baik
Ke Nasal Atas : Baik Baik
Ke Nasal Bawah : Baik Baik
Ke Temporal Atas : Baik Baik
Ke Temporal Bawah : Baik Baik
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil : Isokor Isokor
Bentuk : Bulat, 3mm Bulat, 3mm
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
9
Refleks Cahaya Konsensual : (+) (+)
Akomodasi : Baik Baik
Konvergensi : ` Baik Baik
N. V Kanan Kiri
Cabang Motorik : Baik Baik
Cabang Sensorik
Optahalmik : Baik Baik
Maxilla : Baik Baik
Mandibularis : Baik Baik
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : Baik Baik
Motorik Orbicularis orbita : Baik Baik
Motorik Orbicularis oris : Sudut bibir tertarik ke kiri, plica
nasolabialis kiri lebih datar dari kanan
Pengecap Lidah : Baik Baik
N. VIII
Vestibular
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
Cochlear
Tuli Konduktif : (-)/(-)
Tuli Perspeptif : (-)/(-)
N. IX, X
Motorik : Baik
Sensorik : Baik
Uvula : Letak di tengah
N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : Baik Baik
Menoleh : Baik Baik
10
N. XII
Pergerakan Lidah : Deviasi ke kanan saat dijulurkan, tertarik ke kiri
saat di dalam mulut
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
C. Sistem Motorik
Ekstremitas Atas Proksimal Distal : 3333 5555
Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 3333 5555
D. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)
E. Trofik : Eutrofi
F. Tonus : Normotonus
G. Sistem Sensorik
Proprioseptif : (-)/(+)
Eksteroseptif : (-)/(+)
H. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Tes Rhomberg : Baik
Jari-Jari : Baik
Jari-Hidung : Baik
Tumit-Lutut : Baik
Rebound Pheomenon : (-)
I. Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)
Apraksia : (-)
Afasia : (-)
J. Fungsi Otonom
Miksi : Baik
11
Defekasi : Baik
Sekresi Keringat : Baik
K. Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri
Bisep : (+3) (+2)
Trisep : (+2) (+2)
Radius : (+2) (+2)
Patella : (+3) (+2)
Achilles : (+2) (+2)
Sfingter Ani : Tidak diperiksa
L. Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri
Babinsky : (+) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Hoffman Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
M. Keadaan Psikis
Intelegensia : Baik
Tanda regresi : (-)
Demensi : (-)
1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
12
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
LED
13,4 g/dl
39 %
12,9 ribu/ul
324 ribu/ul
4,63 juta/ul
92,0 mm
13,2-17,3
32-45
5.0-10,0
150-440
4,40-5,90
0,0-10,0
VER/HER/KHER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
84 fl
29 pg
34,6 g/dl
12,8 %
3,0-100,0
26,0-34,0
32,0-36,0
11,5-14,5
HITUNG JENIS
BASOFIL
EOSINOFIL
NETROFIL
LIMFOSIT
MONOSIT
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
ALBUMIN
0 %
5 %
76 %
12 %
6 %
20 U/l
21 U/l
3,5 g/dl
0-1
1-3
50-70
20-40
2-8
0-34
0-40
3,4-4,8
13
HEMOSTASIS
APTT
KONTROL APTT
PT
KONTROL PT
INR
FIBRINOGEN
D-DIMER
38 det
31,5 det
11,1 det
13,5 det
0,78 det
626 mg/dl
300 ng/ml
27,4-39,3
-
11,3-14,7
-
-
200-400
14
Kesan: jantung dalam batas normal, paru terdapat infiltrat di lapangan atas
paru kanan DD/ TB, pneumonia.
2. CT-scan
Sulci dan gyri dalam batas normal, sesuai usia
Sistem ventrikel dan cysterna baik
Belum tampak/tidak tampak lesi hipodens secara CT scan
saat ini.
Tidak tampak perdarahan intracerebral
15
Tidak tampak pergeseran struktur midline
Kalsifikasi fisiologis di pineal body dan plexus coroidalis
Pons dan cerebellum tidak tampak kelainan
Tulang-tulang tidak tampak fraktur
Sinus paranasalis yang tervisualisasi tidak berselubung
Kedua mastoid tidak berselubung
Kesan: belum tampak/tidak tampak infark secara CT scan saat ini,
dan tidak tampak perdarahan intracerebral.
1.6. RESUME
Pasien mengeluh mendadak berbicara pelo saat bangun tidur sejak
1 hari SMRS. Pasien juga mengeluh lengan dan tungkai kanannya terasa
lemah dan kebas. Keluhan somatik, dan otonom disangkal. Pasien
memiliki riwayat darah tinggi dan kencing manis namun tidak terkontrol.
Pasien makan 3 kali sehari, sering konsumsi makanan asin dan berlemak.
Pasien jarang olahraga.
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/90 mmHg, HR
76x/menit, RR 16x/menit, suhu 36,80 C. Status generalis dalam batas
normal. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan GCS E4M6V5, pupil
bulat isokor diameter 3 mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), TRM: (-),
parese N. VII dextra tipe sentral, parese N. XII dextra tipe sentral,
hemiparesis dextra, hemihipestesia dextra dan otonom baik. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan peningkatan HbA1c
dan glukosa darah puasa, pada pemeriksaan foto toraks didapatkan infiltrat
di lapangan atas paru kanan dan jantung dalam batas normal, serta hasil
CT-scan belum tampak/tidak tampak infark secara CT scan saat ini, dan
tidak tampak perdarahan intracerebral.
1.7 DIAGNOSIS
- Diagnosis klinis :
o Hemiparesis dextra
16
o Hemihipestesia dextra
o Parese N. VII dextra tipe sentral
o Parese N. XII dextra tipe sentral
o Hipertensi grade II
- Diagnosis etiologi : trombosis
- Diagnosis topis : subkorteks
- Diagnosis Kerja : CVD SI, Hipertensi grade II, DM tipe 2
1.8 Tata Laksana
Medikamentosa
IVFD NaCl 0,9% 500 cc per 12 jam
Amlodipin 1x 10 mg (per oral)
Simvastatin 1 x 10 mg (per oral)
Citicolin 3 x 500 mg (per oral)
- Clopidogrel 1 x 75 mg (per oral)
- Valsartan 1 x 80 mg (per oral)
- Apidra (insulin) 3 x inj (subkutan)
Non medikamentosa
Tirah baring
Asupan cairan 2000-2300 ml per hari
Terapi nutrisi 1300-2000 kkal per hari
Diet rendah lemak dan garam
1.9 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad bonam
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI STROKE
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi
neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak,
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian yang semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah
(stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan.
B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar
0,5% (Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada daerah rural
sekitar 50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey
Kesehatan Rumah Tangga (1995) DepKes RI, menunjukkan bahwa penyakit
vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia.
C. KLASIFIKASI STROKE
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke.Semuanya berdasarkan atas
gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya.
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke hemoragik
II. Berdasarkan stadium
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Stroke in evolution
c. Completed Stroke
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah.
1. Sistem karotis
18
2. Sistem vertebrobasiler
D. FAKTOR RESIKO DAN PENYEBAB
Terdapat faktor resiko timbulnya stroke dibagi dalam faktor resiko yang
tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah.
Yang dapat diubah : Hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimptomatis, hiperurisemia,
dislipidemia.
19
Yang tidak dapat diubah : Usia yang meningkat, jenis kelamin pria, ras, riwayat
keluarga, riwayat TIA, atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium,
homosisitinuria homozigot atau heterozigot.
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri
yang menuju ke otak.Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di
dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah.Keadaan
ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan
darah ke sebagian besar otak.Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri
dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya
dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang
paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi
atrium).Emboli lemak jarang menyebabkan stroke.Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan
menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak.Obat-obatan (misalnya
kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan
menyebabkan stroke.Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang
pingsan.Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan
menahun.Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak
karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang
abnormal.
E. PATOFISIOLOGI STROKE ISKEMIK
Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh penyumbatan lumen
pembuluh darah otak dan paling sering disebabkan oleh trombus dan embolus.
20
Trombosis
Trombosis merupakan penyebab stroke yang paling sering.Biasanya ada
kaitan dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.
Stary I lesion: permukaan endotel mengekspresikan suatu molekul adhesi
yaitu molekul selektin E dan selektin P, menarik lebih banyak lagi sel
polimorfonuklear dan monosit pada ruang subendotel.
Stary II lesion: makrofag mulai memfagosit sejumlah besar LDL (fatty
streak)
Stary III lesion: karena proses terus berlanjut makrofag pada akhirnya
berubah menjadi sel foam (foam cell).
Stary IV lesion: akumulasi lipid di ruang ekstrasel dan mulai bersatu untuk
membentuk suatu inti lipid.
Stary V lesion: sel otot polos dan fibroblas berpindah membentuk
fibroateroma dengan di dalamnya terdapat inti lipid dan lapisan luarnya
tertutupi suatu fibrosa (fibrous cap)
Stary VI lesion: ruptur fibrous cap menyebabkan timbulnya trombosis.
Stary VII and VIII lesions: lesi stabil, berubah menjadi fibrokalsifikasi
(Stary VII lesion) dan akhir terjadi lesi fibrosis dengan banyak kolagen
didalamnya (Stary VIII lesion).
21
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima
arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut,
sedangkan sel-sel ototnya menghilang.Lamina elastika interna robek dan
berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik
tersebut.
Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang
melengkung. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit
menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh
darah menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim, adenosin difosfat yang
mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan
membentuk emboli atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria
itu akan tersumbat dengan sempurna.
Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis, akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskular sistemik
1) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau arteria
vertebralis, dapat berasal dari plak aterosklerotik atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri.
2) Embolisasi kardiogenik
22
a. Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan
bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
b. Penyakit jantung reumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis
c. Fibrilasi atrium
d. Infark kordis akut
3) Embolisasi akibat gangguan sistemik
a. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
b. Embolisasi lemak dan udara atau gas N
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain,
akan menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah
sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi,
memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut:
a. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia dalam waktu singkat dapat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara
klinis gejala yang timbul adalah transient iscemic attack (TIA), yang
23
timbul dapat berupa hemiparesis sepintas atau amnesia umum sepintas,
yaitu selama < 24 jam.
b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan cerebral
blood flow (CBF) regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme
kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neurologik dalam waktu
beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik
ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinik disebut RIND (Reversibel
Ischemic Neurologic Deficit).
c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya.
Dalam keadaaan ini timbul defisit neurologis yang berlanjut.
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan area yang berbeda:
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat
karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran
pembuluh darah tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat didaerah
ini tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami
nekrosis.
2. Daerah disekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi
masih lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel
neuron tidak sampai mati, fungsi sel terhenti, dan terjadi function
paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan kadar asam
laktat meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan neuron dalam berbagai
tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh
darah dan jaringan berwarna pucat. Disebut sebagai ischemic
penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi
dan manajemen yang tepat.
3. Daerah disekiling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.
Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi
dan kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi
sehingga disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury
perfusion) karena melebihi kebutuhan metabolik, sebagai akibat
24
mekanisme sistem kolateral yang mencoba mengatasi keadaan
iskemia.
Meskipun aliran darah otak merupakan faktor penentu utama pada infark
otak, pengalaman klinis serta penilitian pada hewan percobaan menunjukkan
bahwa pada infark otak, pulihnya aliran darah otak ke taraf normal tidak selalu
memberikan manfaat yang diharapkan, berupa hilangnya gejala klinis secara total.
Selain faktor lamanya iskemi, ada hal-hal mendasar lain yang harus
diperhitungkan dalam proses pengobatan infark otak.
Pada dasarnya terjadi 2 perubahan sekunder pada periode reperfusi jaringan
iskemia otak:
1. Hyperemic paska iskemik atau hiperemia reaktif yang disebabkan
oleh melebarnya pembuluh darah di daerah iskemia. Keadaan ini
terjadi pada 20 menit pertama setelah penyumbatan pembuluh
darah otak terutama pada iskemia global otak.
2. Hipoperfusi paska iskemik yang berlangsung antara 6-24 jam
berikutnya. Keadaan ini ditandai dengan vasokontriksi (akibat
asidosis jaringan), naiknya produksi tromboksan A2 dan edem
jaringan. Diduga proses ini yang akhirnya menghasilkan nekrosis
dan kerusakan sel yang diikuti oleh munculnya gejala neurologik
Pada proses iskemi fokal terjadi juga perubahan penting didaerah
penumbra pada sel-sel neuron tergantung dari luas dan lama iskemi yaitu:
1. Kerusakan membran sel
2. Aliran masuk Ca++ ke dalam sel melalui kerusakan reseptor Ca++.
25
3. Meningkatnya asam arakidonat dalam jaringan, diikuti oleh naiknya kadar
prostaglandin yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatnya
agregasi trombosit.
4. Lepasnya neurotransmiter asam amino eksitatorik didaerah otak tertentu
yang mempunyai kepekaan selektif terhadap iskemia (selective
vulnerability) yaitu daerah-daerah talamus, sel-sel granuler dan purkinje di
serebelum, serta lapisan 3,5,6 korteks piramidalis.
Neurotransmiter glutamat banyak diimplikasikan dalam patofisiologi
stroke iskemik.Dalam keadaan normal, neurotransmiter glutamat
terkonsentrasi dalam terminal saraf (nerve terminal) dan di dalam proses
transisi neuronal yang bersifat eksitatorik. Glutamat diekspresikan di dalam
ruangan ekstraseluler dengan cepat akan di reuptake ke dalam oleh sel. Selain
itu dapat terjadi gangguan akibat disfungsi sel berupa ekses dari glutamat ini
baik karena reuptake ke dalam oleh sel.
Pada keadaan patologis, dapat terjadi gangguan akibat disfungsi sel berupa
ekses dari glutamat ini baik karena reuptake atau, kerusakan karena sel neuron
berisi glutamat juga mengalami gangguan. Selain itu dapat terjadi kebocoran
glutamat akibat kerusakan dinding sel (sitolisis) dan nekrosis dan terjadi juga
proses apoptosis dimana akan menimbulkan influks ion kalsium ke dalam sel.
Penumpukan neurotransmiter di dalam ruangan ekstra seluler menyebabkan
proses eksitotoksisitas glutamat. Selanjutnya akibat dari eksitotoksisitas
terhadap neuron adalah timbulnya edema seluler, degenerasi organel
intraseluler serta degenerasi piknotik inti sel yang diikuti kematian sel.
5. Lepasnya radikal bebas, yaitu unsur yang mempunyai elektron pada
lingkar paling luarnya tidak berpasangan, karena zat ini sangat labil dan
sangat reaktif. Dalam keadaaan normal, proses kimia menghasilkan radikal
bebas terjadi di dalam mitokondria sehingga tak menggangu struktur sel
lainnya. Pada kerusakan mitokondria, zat ini bebas dan merusak struktur
protein dalam sel serta menghasilakn zat-zat toksik.
Pada keadaan iskemia fokal, peranan peroksidase lipid sangat penting
karena merupakan bagian dari patofiologi iskemi fokal maupun global.
Superoksida, radikal bebas oksigen telah ditemukan pada iskemia terutama
26
pada periode reperfusi jaringan, yang berasal dari proses alamiah maupun
sebagai tindakan pengobatan. Radikal bebas oksigen dihasilkan dari proses
lipolisis kaskade arakidonat dalam sel-sel di daerah penumbra. Sumber lain
dari superoksida ialah aktivitas enzimatik (monoaminooksidase) dalam
otooksidase dari biologiamin (epinefrin, serotonin dan sebagainya). Pada
iskemia fokal, peroksidase lipid ini meningkat karena:
1. Timbulnya edema otak vasogenik/seluler, telah diketahui bahwa
endotelium memproduksi nitrit oksida (NO) dan pada keadaan patologik
menhasilkan radikal bebas yang akan memperburuk timbulnya edema.
2. Pada proses disintegrasi pompa kalsium dan natrium kalium akibat
kerusakan membran sel yang berkaitan dengan pompa ion. Gangguan ini
mempercepat kalsium influks dan natrium influks ke dalam sel.
3. Peroksidasi lipid juga terlihat pada mekanisme eksitatorik neurotransmiter
glutamat. Meningkatnya aktivitas superoksida mempercepat dan
memperbesar pengeluaran neurotransmiter eksitatorik glutamat dan
aspartat.
Pada infark serebri yang cukup luas, edema serebri sering timbul akibat
energy failure dari sel-sel otak dengan akibat perpindahan elektrolit (Na+,
K+) dan perubahan permeabilitas membran serta gradasi osmotik. Akibatnya
terjadi pembengkakan sel disebut cytotoxic edema. Keadaan ini terjadi pada
iskemia berat dan akut seperti hipoksia dan henti jantung. Selain itu edema
serebri dapat juga timbul akibat kerusakan sawar otak yang mengakibatkan
permeabilitas kapiler rusak dan cairan serta protein bertambah mudah
memasuki ruangan ekstraselular sehingga menyebabkan edema vasogenik.
F. MANIFESTASI KLINIS
Tekanan perfusi otak merupakan komponen terpenting pada sirkulasi
darah otak yang merupakan integrasi fungsi jantung, pembuluh darah dan
komposisi darah. Tekanan perfusi otak menentukan Cerebral Blood Flow
(CBF), dimana penurunan CBF yang tidak lebih dari 80% masih
memungkinkan sel otak untuk pulih kembali. Sedangkan pada penurunan
lebih dari 80 % sudah dipastikan terjadi kematian sel otak. Kehidupan sel otak
27
sangat tergantung pada sirkulasi kolateral di otak, faktor resiko, dan perubahan
metabolisme di otak.
Pada umumnya manifestasi klinis serangan otak dapat berupa:
1. Baal, kelemahan atau kelumpuhan pada wajah, lengan, atau
tungkai sesisi atau kedua sisi dari tubuh.
2. Penglihatan tiba-tiba kabur atau menurun
3. Gangguan bicara dan bahasa atau pengertian dalam komunikasi
4. Dizziness, gangguan keseimbangan, atau cenderung mudah
terjatuh
5. Kesulitan menelan
6. Sakit kepala yang hebat secara tiba-tiba
7. Derilium atau kesadaran berkabut (sudden confusion)
Proses patologis yang terjadi dapat berupa perdarahan (20%) dan iskemia
(80%).
Efek dari perdarahan dengan vaskularisasi yang terkena :
1. Arteria karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral).
Lokasi tersering lesi adalah bifurkasio arteria karotis komunis ke dalam arteria
karotis interna dan eksterna. Cabang-cabang arteria karotis adalah arteria
oftalmika, arteria komunikantes posterior, arteria koroidalis anterior, dan arteri
serebri media. Dapat timbul berbagai sindrom. Pola bergantung pada jumlah
sirkulasi kolateral.
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata (episodic dan disebut amaurosis
fugaks) di sisi arteria karotis yang terkena, akibat insufisiensi arteria renalis.
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena
insufisiensi arteria serebri media.
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau
arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas (misalnya
tangan lemah, baal) dan mengenai wajah (kelumpuhan tipe supranukleus).
Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena
keterlibatan daerah bicara motorik Broca.
28
2. Arteria serebri media (tersering)
Cabang terbesar arteria carotis interna-berjalan ke lateral di dalam sulcus
lateralis serebri. Arteri ini memperdarahi seluruh daerah motorik kecuali area
tungkai.
a. Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominant terkena): gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi.
d. Disfasia
3. Arteria serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
Cabang terminal arteria carotis interna yang kecil.arteria cerebri anterior
berjalan ke depan dan medial, superior terhadap nervus optikus, dan masuk ke
fissura longitudinalis cerebri. Di sini, arteria ini berhubungan dengan arteria
serebri anterior sisi kontralateral melalui arteri communicans anterior. Arteria
melengkung ke belakang di atas corpus callosum, dan akhirnya
beranastomosis dengan arteria serebri posterior hingga mencapaisulcus
parieto-occipitalis. Cabang-cabang ini memperdarahi korteks serebri selebar
pita 1 inci pada permukaan lateral yang berdekatan. Dengan demikian, arteria
cerebri anterior memperdarahi area tungkai gyrus precentalis. Sekelompok
cabang sentral menembus substansia perforata anterior dan membantu dalam
menyuplai bagia-bagia nucleus lentiformis, nucleus caudatus dan capsula
interna.
a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai : lengan proksimal
juga mungkin terkena; gerakan volunteer tungkai yang bersangkutan
terganggu.
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, refleks patologik (disfungsi lobus
frontalis)
4. Sistem vertebrobasilar (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya biasanya
bilateral)
29
Cabang-cabang arteri ini memperdarahi permukaan inferior vermis, nuclei
centralis cerebelli; dan permukaan bawah hemisperium cerebelli; serta
menyuplai medulla oblongata, plexus choroideus ventriculi quarti, permukaan
superior cerebellum, pons, glandula pinealis, velum medula superior, talamus
dan nucleus lentiformis, serta mesensefalon, glandula pinealis corpus
geniculatum medial, plexus choroideus dan plexus choroideus ventriculi tertii.
a. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas
b. Meningkatnya refleks tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebrum seperto tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Sinkop, stupor, koma , pusing, gangguan, daya ingat, disorientasi
i. Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralisis satu
gerakan mata, hemianopsia homonim)
j. Tinitus, gangguan pendengaran
k. Rasa baal di wajah, mulut atau lidah
5. Arteria serebri posterior (di lobus otak tengah atau talamus)
Arteria ini memperdarahi permukaan inferolateral dan medial lobus
temporalis serta permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi, arteria
cerbri posterior memperdarahi korteks visual. Cabang-cabang sentral
memperdarahi bagia-bagian talamus dan nucleus lentiformis, serta
mesensefalon, glandula pinealis dan corpus geniculatum medial. Ramus
choroidea masuk ke dalam cornu inferius ventriculi lateralis serta
memperdarahi plexus choroideus dan plexus choroideus ventriculi tertii.
a. Koma
b. Hemiparesis kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga : hemianopsia, koreoatetosis
30
Diagnosis
a. Definisi stroke (WHO, 1986; PERDOSSI, 1999) adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal, global, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler
b. Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis.
c. CT Scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk
perdarahan di otak.
Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan CT Scan maka dapat digunakan :
Algoritme Stroke Gajah Mada
Djunaedi Stroke Score
Siriraj Stroke Score:
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala)+(0,1 x
tekanan diastolik) - (3 x petanda ateroma) -12
keterangan:
derajat kesadaran : 0 kompos mentis; 1 somnolen; 2 sopor/koma
vomitus : 0 tidak ada; 1 ada
nyeri kepala : 0 tidak ada; 1 ada
ateroma : 0 tidak ada; 1 salah satu atau lebih: DM, angina, penyakit
pembuluh darah
d. Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khusus
e. MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke lebih tajam.
f. Neurosonografi untuk mendeteksi stenosis pebuluh darah ekstrakranial
dan intrakranial dalam membantu evaluasi diagnostik, etiologik,
terapeutik, dan prognostik.
Pemeriksaan Penunjang Rutin
Penanganan stroke akut memerlukan pemeriksaan kondisi yang mengiringi stroke
sehingga hasilnya bermanfaat untuk menentukan antisipasinya.
a. Laboratorium :
31
1. Pemeriksaan DPL, LED, hitung trombosit, masa perdarahan, masa
pembekuan.
2. Gula darah dan profil lipid
3. Ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, dan urin lengkap
4. Bila perlu pemeriksaan gas darah dengan elektrolit (Natrium, Kalium)
b. Roentgen Toraks
c. Elektrokardiografi
Pemeriksaan Penunjang Khusus Atas Dasar Indikasi Dan Fasilitas
Pada kasus stroke yang tidak spesifik atau dengan indikasi pengobatan khusus,
perlu suatu eksplorasi lebih lanjut serta evaluasi khusus.
a. Bila ada dugaan gangguan faal hemostasis :
i. Dilakukan pemeriksaan masa protrombin, APTT, fibrinogen, D-dimer,
protein C dan S, dan agregasi trombosit.
ii. Bila perlu AT III, ACA, homosistein, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan lain bila ada dugaan (Lues, HIV, TBC, autoimun, dll)
c. Ekokardiografi transtorakal dam atau transesofageal dilakukan untuk
mengetahui adanya vegetasi emboli di jantung dan aorta proksimal.
d. Angiografi serebral, DSA, MRA, atau CT Scan-Angiografi (AVM, aneurisma,
plak karotis, dan lain-lain)
e. SPECT untuk menilai reperfusi hasil pengobatan, tidak direkomendasikan
untuk pemakaian rutin kasus stroke.
f. EEG dilakukan atas dasar indikasi antara lain, kejang dan enarterektomi
karotis.
G. PENATALAKSANAAN STROKE ISKEMIK
a. Terapi umum
Bebaskan jalan napas
Menilai pernapasan
Stabilisasi sirkulasi penting untuk perfusi organ-organ tubuh
yang adekuat
b. Terapi khusus
32
Reperfusi
o Antitrombotik (antiplatelet: aspirin, dipiridamol, tiklopidin,
klopidogrel, cilostazol, dan antikoagulan: heparin, LMWH,
warfarin)
Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24-48
jam setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke
iskemi akut.
Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil
pemeriksaan imaging memastikan tidak ada perdarahan
intrakranial. Terhadap penderita yang mendapat pengobatan
antikoagulan perlu dilakukan monitor kadar antikoagulan
o Hemoreologik: pentoksifilin
o rtPA
Neuroproteksi: citicholin, pirasetam, nimodipin
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, arif, suprohaita, dkk. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Ed III.
Fakultas Kedokteran UI: Media Aesculapius.hal 17
2. Adams and Victors. Principles of Neurology. 8th ed. Ropper AH, Brown
RH
3. PERDOSI. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur
Operasional (SPO) Neurologi.2006.
4. RSCM. PANDUAN PELAYANAN MEDIS DEPARTEMEN
NEUROLOGI.2005.
5. Misbach, Jusuf. STROKE. Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Baehr, M and Frotscher,M. DUUS Topical Diagnosisin Neurology. 4th
edition.USA :Thieme;2005.
7. Richard S.S. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 5th ed.
EGC: Jakarta, 2007
8. Lumbantombing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.