Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 1
STUDI EKSPRIMENTAL/STUDI INTERVENSI
Studi Eksperimental membandingkan data dari sekelompok manusia/obyek yang dengan
sengaja diberikan tindakan/intervensi tertentu dengan kelompok lain yang sama tetapi tidak
dilakukan intervensi apapun. Studi ini termasuk penelitian Epidemiologi Analitik.
Nama lain studi eksperimental adalah studi Intervensi yang hampir mirip dengan studi
kohort. Perbedaan studi kohort dengan studi intervensi terletak pada perlakuan intervensi status
“exposure” pada subjek-subjek yang diteliti. Penelitian eksperimental dalam Epidemiologi pada
umumnya hanya menerapkan Jenis Intervensi yang bersifat Preventif (Profilaktif), Promotif, dan
Terapeutik.
Tahap-tahap pada studi intervensi secara umum terdiri dari :
1. Memilih sampel dari populasi;
2. Mengintervensi subjek-subjek yang diteliti;
3. Mengelompokkan subyek-subyek menjadi kelompok yang mendapat exposure (E+) dan
kelompok yang tidak mendapat exposure (E-);
4. Melakukan “follow -up” pada kedua kelompok;
5. Mengukur “Outcome” atau “Disease” (D+ atau D-) pada kedua kelompok; dan akhirnya
6. Membandingkan “outcome” pada kedua kelompok
Langkah-langkah tersebut disajikan pada gambar berikut:
Gambar 1. Desain Studi Intervensi
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 2
Contoh studi intervensi: peneliti ingin mengetahui pengaruh penggunaan vitamin C
terhadap penyembuhan penyakit gusi berdarah. Pada penelitian ini para penderita penyakit gusi
berdarah dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama diberikan Vitamin C dan kelompok
kedua tidak diberikan Vitamin C. Kemudian dilakukan follow up dan dilihat hasilnya.
Berdasarkan bagaimana peneliti mengalokasikan “exposure” kepada subjek-subjek yang
diteliti, maka studi intervensi dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu :
1. True experiment study bila ada proses randomisasi
2. Quasi experiment study tanpa ada proses randomisasi
Lalu apa itu randomisasi?
RANDOMISASI
Randomisasi adalah proses yang dilakukan oleh peneliti terhadap subjek-subjek yang
diteliti sedemikian rupa sehingga setiap subyek mempunyai kesempatan yang sama untuk
mendapat “exposure” atau tidak mendapat “exposure”. Dalam hal ini terdapat dua tahap
randomisasi yaitu randomisasi seleksi dan randomisasi alokasi (lihat gambar 2 di bawah)
Gambar 2. Proses Randmomisasi
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 3
Randomisasi Selection yaitu meyeleksi subjek-subjek yang akan diteliti sedemikian rupa
sehingga setiap subjek di populasi studi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih
menjadi anggota sampel (lihat gambar 3).
Gambar 3. Proses Randomisasi Seleksi
Randomisasi Allocation/Randomisasi yakni memilih secara random anggota sampel
untuk mendapat “exposure”, sehingga setiap anggota sampel mempunyai kesempatan yang sama
untuk menerima E+ atau E-. Pada proses ini, variabel-variabel confounder (covariate)
terdistribusi hampir secara “equal” pada kelompok yang E+ dan E- (lihat gambar 4).
Gambar 4. Proses Randomisasi Seleksi
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 4
Pada proses randomisasi, setiap individu di sampel membawa karakteristik masing-
masing, misalnya umur, sex, aktifitas olah raga, merokok dll.
Jika proses Random Allocation berjalan baik, maka akan diperoleh distribusi variable
konfounder yang “equal” pada kedua kelompok. Contoh: Distibusi Frekuensi Variabel
Konfounding.
E+ ( 100 orang ) E- (100 orang)
Umur Tua 40% Tua 41%
Sex Laki-laki 24% Laki-laki 26%
Aktifitas Baik 15% Baik 14%
Merokok Merokok 20% Merokok 18%
Selain variabel konfounder yang dapat terukur, variabel-variabel konfounder yang tidak
terukur juga akan terdistribusi secara “equal” juga. Jika distribusi frekwensi variabel konfounder
“equal “ pada kedua kelompok maka:
tidak perlu lagi dilakukan kontrol terhadap variable konfounder pada fase analisis
validitas interna meningkat
analisis cukup sampai uji bivariate saja
Contoh beberapa metode Random Allocation disajikan pada gambar 5 berikut.
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 5
Gambar 5. Beberapa Model Random Alokasi. Complete random allocation (kiri) dan
Stratified random allocation (kanan)
Disamping itu, studi eksperimen dapat juga dikelompokkan berdasarkan kelompok
pembanding yaitu:
1. Within-Group Design (Pre-experimental Design)
2. Between-Group Design
a. True Experimental Design
b. Quasi Experimental Design
WHITHIN-GROUP DESIGN (PRE-EXPERIMENTAL DESIGN)
Nama lain dari studi ini adalah Single-Group Design atau Pre-test and Post-test Design.
Studi ini tidak membutuhkan randomisasi. Tahap-tahap pada studi ini antara lain (lihat gambar :
1. Melakukan pengukuran terhadap variabel “outcome” terhadap individu-individu yang
diteliti, sebelum dilakukan intervensi;
2. Memberikan “exposure” pada seluruh individu yang sama;
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 6
3. Melakukan “follow up” terhadap seluruh individu;
4. Melakukan pengukuran variabel “outcome”; dan
5. Membandingkan variabel “outcome” pada saat pre-test dan variabel “outcome” pada
post-test.
Gambar 6. Proses Pre-experimental design
BETWEEN GROUP DESIGN
Merupakan studi experimen dimana peneliti membandingkan “outcome” dari dua atau
lebih kelompok yang mendapat intervensi yang berbeda. Terdapat dua macam beetween group
design:
1. Ttrue Experiment Design (ada proses randomisasi)
2. Quasi Experiment Design (tidak ada proses randomisasi)
True Experiment Design (randomized between-group design)
Nama lain studi ini adalah RCT (Randomized Clinical Trial), untuk penelitian yang
bersifat klinis. Pada studi ini dilakukan penelitian hubungan antara variabel “exposure” dengan
variabel “outcome”. Label “E” atau “exposure” dapat berupa : obat, program-program kesehatan,
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 7
pelatihan, tindakan medis dan lain-lain. Label “D” atau “outcome” dapat berupa: status klinis,
status psikologis, status kesehatan, status laboratoris, status pengetahuan, dll. Berikut adalah
skema dari True Experiment Design.
Gambar 7. Skema True Experimental Design
Tahap-tahap studi antara lain:
1. Memilih sampel dari populasi, meliputi:
a. Menentukan siapa yang menjadi subjek untuk penelitian dan bagaimana merekrutnya.
Sampel disesuaikan dengan pertanyaan penelitian (kriteria interna dan kriteria
externa).
b. Menentukan populasi studi
c. Menghitung sampel yang adekuat
d. Menarik sampel dari populasi secara random
Dalam Penelitian Epidemiologi Eksperimental, Kelompok – kelompok (Populasi) yang akan
diteliti dibedakan menjadi beberapa tingkat, yaitu :
1. Populasi Referen, yaitu populasi yang sesuai dengan tujuan penelitian.
2. Populasi Studi, yaitu populasi yang akan menjadi sasaran pada penelitian yang akan
dilakukan. Hal ini untuk menghindari adanya kesulitan secara teknis, misalnya: tidak
semua penderita penyakit TBC Paru dapat diteliti.
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 8
3. Populasi Trial, yaitu bagian dari Populasi Studi yang benar-benar bersedia
diikutsertakan sebagai responden dalam penelitian
4. Kelompok Study dan Kelompok Kontrol. Dari mereka yang masuk dalam Populasi
Trial kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara acak, yaitu kelompok studi dan
kelompok kontrol.
Gambar 8. Pembagian Populasi dalam Penelitian Eksperimen
Subyek dalam studi ini dapat manusia atau hewan seperti tikus, mencit, atau kera.
Penggunaan hewan sebagai subyek penelitian biasanya bertujuan menentukan keamanan
dan keefektivan suatu zat terapetik baru atau prosedur medis yang meminimalkan risiko
pada manusia.
Baik penggunaan subyek manusia atau hewan pada penelitian experimen, diupayakan agar
variabilitas factor dapat dikurangi dibanding factor risiko.
2. Mengukur variabel-variabel dasar (yang diduga sebagai confounder), meliputi:
a. Mengukur variabel karakteristik dasar dari seluruh individu pada sampel
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 9
b. Mempertimbangkan mengukur variabel “outcome” yang tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa “outcome” belum muncul pada saat studi dimulai, dan untuk
dibandingkan dengan variabel “outcome” setelah studi berakhir
c. Mempertimbangkan mengukur variabel-variabel yang berpotensi untuk menjadi
konfounder
Pengukuran variabel dasar dapat dipakai untuk mengecek apakah randomisasi
berjalan secara baik, dengan cara:
Membandingkan distribusi frekwensi variabel-variabel dasar pada masing-masing
kelompok
Melihat apakah distribusi frekwensi variabel-variabel dasar terdistribusi secara
“equal”
Kadang-kadang terdapat penelitian yang tidak melakukan pengukuran variabel dasar
dengan anggapan randomisasi yang dikerjakan dipastikan adanya ekualisasi. Kelemahannya
adalah peneliti tidak dapat mengecek jika randomisasi tidak menghasilkan ekualisasi pada
masing-masing kelompok.
Untuk mengontrol variable penelitian, tiga prinsip penting harus disertakan dalam
penelitian experimental:
Control groups, artinya intervensi atau perlakuan experimental (seperti obat, vaksin,
lingkungan bebas rokok atau diet khusus) ditahan dari sebagian subyek peneltian.
Subyek ini selama control group, menerima dosis kosong atau tanpa pemeriksaan,
yang disebut Placebo.
Randomization
Blinding
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 10
3. Melakukan proses randomisasi
Pada proses ini, peneliti menjadikan individu-individu dalam sampel mempunyai
kesempatan yang sama untuk mendapat “exposure” (E+) atau tidak mendapat “exposure”
(E-). Variabel-variabel (karakteristik, konfounder atau variabel “outcome” terdistribusi
hampir secara “equal” pada kelompok yang E + dan E -.
Proses randomisasi digunakan sebagai dasar untuk merencanakan analisis yang akan
dilakukan, jika variabel-variabel yang diukur setelah randomisasi :
Tersdistribusi secara “equal” pada kelompok yang dibandingkan maka analisis
bivariate sudah cukup
Tidak terdistribusi secara “equal” pada kelompok yang dibandingkan maka analisis
multivariate dibutuhkan untuk mengontrol variabel-variabel yang belum terdistribusi
secara “equal”
4. Mengaplikasikan intervensi secara “blind”
Bila memungkinkan, peneliti mendisain sedemikian rupa sehingga subjek-subjek
yang diteliti atau siapapun yang kontak dengan mereka, tidak mengetahui apakah mereka
termasuk kelompok E + atau E –
Dikatakan “single blind” jika hanya subjek yang diteliti yang tidak mengetahui
Dikatakan “double blind” jika subjek yang diteliti dan peneliti yang tidak mengetahui
Dikatakan “triple blind” jika subjek yang diteliti, peneliti, dan penganalisis data tidak
mengetahui
Blinding dapat mengeliminasi pengaruh variabel konfounder pada waktu randomisasi
dilakukan. Setelah proses randomisasi selesai yaitu pada periode follow-up, proses
randomisasi tidak dapat lagi mengeliminasi variabel konfounder.
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 11
Pada periode follow-up dapat muncul kondisi yang dapat menimbulkan bias,
misalnya :
a. Subjek yang mengetahui dirinya mendapat E + akan merasa lebih baik, sebaliknya
subjek yang mendapat E – merasa dirinya menjadi lebih parah atau sebagainya;
b. peneliti yang mengetahui mengenai status keterpaparan “exposure” pada subjek yang
diteliti akan memberikan perhatian yang berlebih atau berkurang atau terpengaruh pada
waktu mengukur variabel “outcome”;
c. Penganalisis yang mengetahui status keterpaparan “exposure” dan “outcome” pada
subjek-subjek yang diteliti dapat mempengaruhi proses analisis yang dilakukannya
Untuk menghindari bias tersebut diatas, jika memungkinkan dilakukan proses “blinding”.
Akan tetapi, tidak semua penelitian eksperimen dapat dilakukan proses “blinding”.
5. Memfollow-up kelompok-kelompok yang diteliti
6. Mengukur variabel “outcome” pada kelompok yang diteliti secara “blind”
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat mengukur variable outcome:
Variabel “outcome” dapat diukur dalam skala kontinyu ataupun kategorikal
Jumlah dari variabel “outcome” dapat lebih dari satu
Definisi operasional dari variabel “outcome” harus jelas
Peneliti sebaiknya telah membuat definisi operasional untuk variabel “outcome” yang
mungkin muncul akibat adanya “side effect”pada studi experimen yang dilakukan
Sebaiknya “blinding”juga dilakukan pada waktu mengukur variabel “outcome”
Kelengkapan data, minimal 90% baru dapat dikatan valid
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 12
Quasi Experiment Design (Non-RAndomized Between-Group Design)
Pada studi ini, experimen dilakukan tanpa melaksanakan proses randomisasi pada subjek-
subjek yang diteliti. Biasannya variabel konfounder tidak terdistribusi secara “equal” pada
kelompok-kelompok yang dibandingkan. Variabel konfounder belum dapat dikontrol pada fase
disain, akan tetapi dikontrol pada fase analitik dengan analisis multivariate. Kerugiannya hanya
variabel konfounder yang diketahui dan dapat terukur saja yang dapat dikontrol, sedangkan
variabel konfounder yang belum diketahui dan tidak terukur tidak dapat dikontrol. Berikut
adalah skema Quasi Experiment Design.
Gambar 9. Skema Quasi Experiment Design
Langkah-langkah pada studi ini antara lain:
1. Memilih sampel dari populasi
2. Mengukur variabel-variabel dasar (yang diduga sebagai confounder)
3. Mengaplikasikan intervensi secara “blind”
4. Mem-follow-up kelompok-kelompok yang diteliti
5. Mengukur variabel “outcome” pada kelompok yang diteliti secara “blind”
Berdasarkan wilayah kerjanya, studi intervensi tervagi menjadi 3 yaitu: 1) Randomized
Controlled Trial disebut juga Uji Klinis; 2) Field Trial disebut juga Eksperimen Lapangan; dan
3) Community Trial disebut juga Intervensi Komunitas
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 13
Randomized Controlled Trials (RCT)
Randomized Controlled Trial adalah penelitian epidemiologi yang didisain untuk
mempelajari pengaruh intervensi, biasanya digunakan pada penelitian penyakit khusus (clinical
trial). Subyek dari populasi studi secararandom diambil untuk dilakukan intervensi dan
mengontrol grup, dan hasilnya dibandingkan terhadap outcomes.
Untuk memastikan bahwa kelompok yang dibandingkan “equivalent”, pasien
dialokasikan terhadap kelompok secara random yakni dengan kemungkinan. Bila pemilihan dan
randomisasi berjalan dengan baik, kelompok control dan penelitian akan sebanding pada awal
investigasi. Perbedaan antara kelompok yang telah berubah tidak dipengaruhi oleh bias “peduli”
atau “tidak peduli” oleh peneliti.
Field trials
Field trials, berbeda dengan clinical trials, melibatkan orang sehat tetapi dianggap
memiliki risiko penyakit. Data yang dikumpulkan dari “field” biasanya berasal di antara orang-
orang “non-institutionalized” dari populasi umum, seperti pada bagan di bawah ini.
Gambar 10. Skema Field Trial
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 14
Bila subyek penelitian bebas penyakit dan tujuan penelitian adalah untuk mencegah
penyakit yang mungkin jarang terjadi, field trials biasanya kompleks dan mahal. Salah satu Field
Trial terbesar adalah mnguji vaksin Salk untu mencegah poliomyelitis, yang melibatkan lebih
dari 1 juta anak-anak.
Field Trials dapat digunakan untuk mengevaluasi intervensi yang ditujukan untuk
mengurangi exposure dimana pengukuran terhadap terjadinya efek bagi kesehatan tidak
memadai. Sebagai contoh, perbedaan metode proteksi terhadap pajanan pestisida diuji dengan
Field Trial, dan pengukuran level timbal dalam darah pada anak-anak menunjukkan bahwa
penggunaan proteksi yang baik adalah mengeliminasi timbal pada cat rumah. Beberapa studi
intervensi dapat dijalankan dalam skala kecil, dan dengan biaya yang murah, dimana tidak
dilakukan follow up jangka panjang atau pengukuran outcomes.
Community trials
Pada jenis penelitian ini, kelompok perlakuan merupakan komunitas, bukan individu.
Studi ini cocok untuk penyakit yang dipengaruhi oleh kondisi social, dan untuk mencegah
perilaku kelompok target. Contoh yang tepat adalah penyakit Cardiovascular disease. Kelemahan
studi ini adalah
Pada kenyataanya hanya sedikit komunitas yang dapat diikutsertakan
Random alokasi pada komunitas biasanya tidak praktis; metode lainnya dibutuhkan untuk
memastikan bahwa perbedaan yang ditemukan pada akhir studi merupakan bagian dari
intervensi bukan dari perbedaan permanen di antara komunitas.
Lebih lanjut, sulit untuk memisahkan antara komunitas yang dilakukan intervensi
terhadap perubahan social yang terjadi.
Perubahan factor risiko yang menguntungkan pada komnitas, sulit terjadi
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 15
Tidak selalu memungkinkan menarik kesimpulan akhir tentang upaya perbaikan yang
efektif bagi seluruh komunitas.
Gambar 11 berikut adalah contoh Community Trial pada program jangkauan tuberculosis
di pedesaan Ethiopia. Pada studi ini 32 komunitas – dengan total populasi 350.000 penduduk –
secara random dilakukan intervensi dan control group. Studi memperlihatkan bahwa
pengetahuan komunitas meningkat secepat penemuan kasus (beberapa kasus teridentifikasi
dalam 3 bulan pertama) meskipun hasil pengobatan tetap 12 bulan.
Gambar 11. Contoh Community Trials
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN DARI STUDI EXPERIMEN
Kelebihannya adalah :
Memungkinkan pengawasan yang optimal sehingga hasil dapat lebih dipercaya
Dapat memberikan bukti kuat adanya hubungan sebab-akibat
Ade Heryana – STUDI EKSPERIMEN (Catatan Kuliah)
pg. 16
Dapat merupakan satu-satunya disain yang sesuai dipakai misalnya untuk mempelajari
obat-obat baru
Dapat menghasilkan penelitian yang murah dan cepat dibanding penelitian observasional.
Misal studi tentang efek dari diet rendah lemak pada kadar kolesterol darah, dimana pada
studi observasional dapat menjadi lebih lama dan mahal
Apabila jumlah samplenya besar, dapat dihindari pengaruh - pengaruh luar yang tidak
diinginkan.
Kelemahan antara lain :
Mahal dan memakan waktu
Tidak semua pertanyaan penelitian dapat dijawab dengan disain experimen karena
masalah etika dan frekwensi “outcome” yang jarang
Tidak dapat dilakukan langsung pada manusia
Standar intervensi “exposure” mungkin dapat berbeda dengan kondisi sesungguhnya di
populasi
Cenderung membatasi skope penelitian
Prinsip Double Blind sulit diterapkan untuk penelitian yang bukan obat.