Upload
prastiyo-dwi-agus
View
69
Download
7
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
artikel ilmiah yang diunggah resmi untuk DIKTI
Citation preview
Ekspresi Kritik Dalam Musik Keras Ala EDANE : Studi Hermeneutik Tentang Ekspresi Kritik Terhadap Karya Grup Band EDANE
Critique Expression In 'Harsh Music' By EDANE: Hermeneutic Study of Expressions About
Criticism towards Creations of the Group Band EDANE)
Dwi Agus Prastiyo, Hedri Restuadhi, Dalhar Shodiq Email: [email protected]
ABSTRACT
Music as means of soscial criticism is important things in society. A rock band from
Indonesia, Edane, become an actor of social criticism through their music. This research intend
to describing the critique expression on every of their music, then correlated it with the social
condition that become it’s background. This research was conducted by, first data collection
related and relevant to this research process, then perform the categorization of the data, and
then analyzed by the method of a sociological understanding of the text (hermeneuitic) belongs
to Gadamer. These results indicate the relevance of social criticism with conditions that happen
to coincide in time (the production) of Edane’s creations. In three categorization time (the end
of the Orde Baru, Post-Reformasi, ‘Present’ ) there is a pattern of change in criticism of Edane’s
criticism, it is concerned that the current regime in power (repressive and democratic). Veiled
criticism featured in the work (production period) end of the Orde Baru. In post-Reformasi
criticism, Edane presenting much harsh and offensive criticism related parties of the issues
raised in the theme of the song. While the three categorization based on the theme of criticism
(social, political, cultural), Edane tend to show critics that lead to socio-cultural side. Pattern
formed in this categorization is the dominance of socio-political criticism that weakened during
the ‘present’ production. Edane criticism in post-reform tends to be offensive on the song
"goblog" and "Paraelite". In the song "goblog" target is the youth who make drug consumption
as a lifestyle, while the song "Paraelite" tend to discredit political practitioners who are not
competent in performing their duties and responsibilities.
**Keyword: Music, Lyric, Edane, Criticism, Hermeneutic
ABSTRAK
Musik sebagai sarana kritik sosial merupakan hal penting dalam masyarakat. Edane
grup band rock Indonesia, menjadi salah satu aktor yang membubuhi karyanya dengan kritik-
kritik sosial. Tujuan penelitian ini adalah menggambaran ekspresi kritik yang disajikan Edane
dalam tiap karyanya, kemudian mengkaitkannya dengan kondisi sosial yang
melatarbelakanginya. Penelitian ini dilakukan dengan, pertama pengumpulan data terkait dan
relevan dengan proses penelitian ini, kemudian melakukan kategorisasi terhadap data,
kemudian dianalisis secara sosiologis dengan metode pemahaman teks hermeneutik milik
Gadamer. Hasil penelitian ini menunjukan relevansi kritik dengan kondisi sosial yang terjadi
bertepatan pada waktu (masa produksi) karya tersebut. Dalam tiga kategorisasi waktu (akhir
Orde Baru, Pasca Reformasi, Kekinian) terdapat pola perubahan kritik dalam karya Edane, hal
ini menyangkut rezim yang berkuasa saat itu (represif dan demokrasi). Kritik terselubung
ditampilkan pada karya (masa produksi) akhir Orde Baru. Pada pasca Reformasi kritik Edane
lebih keras dan menyerang pihak-pihak terkait masalah yang diangkat dalam tema lagu
tersebut. Sementara pada tiga kategorisasi berdasarkan tema kritik (sosial, politik, budaya),
Edane cenderung menampilkan kritik yang mengarah pada sisi sosial-budaya. Pola yang
terbentuk pada kategorisasi ini adalah dominasi kritik sosial-politik yang melemah pada masa
produksi kekinian. Kritik Edane pada pasca reformasi yang cenderung menyerang berada pada
lagu “Goblog”dan “Paraelite”. Pada lagu “Goblog”sasarannya adalah pemuda yang menjadikan
konsumsi narkotika sebagai gaya hidup, sementara pada lagu “Paraelite” cenderung
memojokkan praktisi politik yang tidak kompeten dalam menjalankan tugas dan amanahnya.
**Kata Kunci: Musik, Lirik, Edane, Kritik, Hermeneutik
A. PENDAHULUAN
Kritik sosial dalam sebuah karya sastra menjadi instrumen penting dalam sebuah
masyarakat. Kritik sosial yang disajikan dalam sebuah bentuk karya sastra (lirik) dan
mengkombinasikannya dengan permainan musik cadas ala band Hard Rock dan Heavy Metal
Edane menjadi titik utama dalam penelitian ini. Indonesia dalam perkembangannya sudah
mengenal kritik sosial melalui musik pada zaman Iwan Fals. Upaya kritik yang dibangun Edane
di sini adalah kritik yang menyentuh lapisan masyarakat, sehingga tidak berkutat pada
permasalahan politik. Keunikan lain terletak pada pengaruh waktu (masa produksi) yang ikut
melatarbelakangi bentuk kritik yang dibawakan Edane pada tiap karyanya. Goldman (dalam
Rosyidi dkk., 2010:201) mengungkapkan bahwa sebuah karya sastra lahir tidak dengan
sendirinya atau statis, namun merupakan hasil strukturalisasi pemikiran pengarangnya atau
penciptanya akibat interaksi dengan kondisi sosial tertentu. Artinya Edane dalam melahirkan
karya kritiknya juga dipengaruhi oleh strukturalisasi pemikiran Edane atas kondisi sosial
disekitarnya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Nakagawa (2000: 6-7) bahwa musik bukan
sekedar sebuah kejadian akustik, namun juga harus dihubungkan dengan masalah
kemasyarakatannya. Genre anti-mainstream yang dibawakan Edane turut mempengaruhi pola
kritik Edane. Akar genre yang berasal dari sub-kultur underground memberikan sisi perlawanan
dari setiap karyanya.
Urgensi penelitian ini terletak pada relevansi kritik terhadap kondisi sosial yang
berlangsung saat itu. Tidak berhenti disitu, relevansi kritik ini juga berlajut pada masa-masa
setelahnya karena pola permasalahan yang cenderung sama. Dalam proses pemaknaan,
Gadamer (dalam Wolff, 1993:98) menyebutkan adanya proses intepretating as re-creation yang
menjadikan intepretasi teks lampau bisa relevan atas berbagai aspek yang awalnya diragukan
oleh Hirsch1. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan ekspresi kritik sosial dalam lirik-lirik
lagu karya Edane kemudian mengkaitkan kritik dengan kondisi lingkungan (sosial, politik,
budaya, dsb.) yang memperngaruhinya dan melatarbelakangi terbentuknya kritik dalam karya-
karya tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi dalam kajian
sosiologi terutama yang kaitannya dengan intepretasi hermeneutik dan sosiologi musik.
Kemudian penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kritik-kritik
Edane dalam setiap karyanya pada masyarakat.
B. METODE
Wujud Penelitian
Penelitian ini berwujud studi kepustakaan yang mengkaji teks. Studi kepustakaan
dilakukan untuk mengintepretasi dan menggali makna yang terdapat dalam sebuah teks. Proses
pencarian makna dalam penelitian ini akan didukung dengan data-data akurat yang berkaitan
dengan fenomena dan kritik yang dimaksud dalam teks terkaji.
Bahan Penelitian
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa penelitian ini akan memfokuskan
karya-karya dari sebuah band, maka bahan penelitiannya adalah teks lirik dari lagu-lagu
berikut:
Tabel 1. Judul lagu yang menjadi bahan penelitian
No. Lagu Album
1. Menang atau Tergilas The Beast (1992)
2. Jabrik (Big Town) Jabrik (1995)
3. Burn It Down Jabrik (1995)
4. Victim of The Strife Jabrik (1995)
5. Fitnah 170 Volts (2002)
6. Goblog 170 Volts (2002)
7. Saksi Anarki 170 Volts (2002)
8.. Paraelite 170 Volts (2002)
1 Hirsch menganggap intepretasi akan mengalami masalah terutama kebenarannya karena dua faktor,
genre teks yang asing bagi pengintepretasi, dan waktu yang berbeda antara pembuatan dan pengintepretasian.
9. Time to Rock Time to Rock (2005)
10. Jadi Beken Edan (2010)
11. Tell me Why Edan (2010)
Prosedur Penelitian
1. Pengumpulan Data Penelitian
Pada tahap pengumpulan data, data utama adalah lirik lagu yang telah ditentukan
sebelumnya dan tercantum dalam tabel 1. pada bahan penelitian. Kemudian data tambahan
yang akan didapatkan dari artikel-artikel atau tulisan-tulisan yang relevan dengan tema dan
topik penelitian ini.
2. Klasifikasi Berdasarkan Tema-Tema Kritik dan Waktu Produksi
Setelah pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah pengelompokan berdasarkan
tema-tema kritik sosial yang terdapat pada lirik. Hal ini dilakukan untuk mempermudah tahap
intepretasi yang dilakukan selanjutnya. Klasifikasi juga dilakukan berdasarkan tema kritik
(sosial, politik, budaya) dan tahun produksi serta kesesuaian tema pada dimensi ruang dan
waktunya. Lagu-lagu ini dibagi ke dalam tiga kategori waktu yaitu; Masa produksi Orde baru,
Reformasi awal, dan Reformasi lanjut hingga masa kekinian.
3. Intepretasi Terhadap Lirik-lirik Lagu Edane
Pada tahap intepretasi ini, dilakukan dengan membaca teks syair atau lirik secara
berulang-ulang dengan maksud untuk mendapat makna dan pengertian yang mendalam pada
teks yang tentu saja berkaitan dengan topik. Kemudian untuk mendapatkan penafsiran dan
makna yang maksimal dilakukan studi pustaka pada sumber-sumber lain yang bisa mendukung
intepretasi terhadap lirik-lirik tersebut.
4. Penyusunan Laporan
Penyusunan dilakukan dengan menuliskan hal-hal yang telah didapat dari proses
intepretatif yang kemudian menjawab poin-poin dari permasalahan yang telah dirumuskan.
Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Hermeneutika Gadamer sebagai alat analisis terhadap teks
dalam lirik lagu Grup Band Edane. Sebuah karya sastra (syair dan lirik) tidak dipandang sebagai
‘tiruan’ dari kenyataan, melainkan sebagai presentasi das sein oleh pengarang. Hermeneutika
Gadamer menuntut peneliti untuk dapat memandang apa yang ingin dipahami sebagai subjek,
bukan sebagai objek, dengan kata lain memberikan sepenuhnya pemaknaan bagi peneliti
sebagai subjek yang mencoba memahami dan meneliti.
Gadamer membuat model hermeneutika melalui proses pemahaman tiga dunia, yaitu
dunia bacaan (the world of text), dunia pengarang (the world of author), dan dunia pembaca (the
world of reader). Bagi Gadamer, suatu teks tidak hanya terbatas pada suatu masa, namun teks
memiliki keterbukaan untuk masa kini dan masa mendatang untuk diinterpretasikan menurut
cakrawala pemahaman suatu generasi (Sumaryono : 2009).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perjalanan Karir Edane
Edane adalah band Indonesia yang berdiri pada 1991 di Jakarta. Di gawangi oleh duo Eet
Sjahranie dan Ecky Lamoh pada awal karirnya, duo ini membentuk band dengan nama Edane2.
Edane sendiri terbentuk selama perjalanan duo rock Eet dan Ecky, dalam proses pembuatan
album dan latihan, Eet dan Ecky memutuskan untuk menambahkan Iwan (Bass) dan Fajar
(Drum) dan mengganti format duo menjadi band.
1. The Beast Ecky Lamoh
Album pertama (The Beast: 1992) Edane bersama Ecky disebut-sebut sebagai pengubah
jalur musik di Indonesia. Komposisi instrumen pada tiap lagunya mnandakan kematangan tiap
personilnya saat itu. Pada Tahun yang sama dengan peluncuran album pertamanya, Edane
terpilih menjadi band pembuka untuk band Thrash Metal3 legendaris asal Brazil, Sepultura yang
berlangsung di Lebak Bulus, Jakarta Selatan dalam Konser Sepultura. Pada konser pembuka
tersebut terjadi kesalahan teknis sehingga suara vocal tidak keluar, hal ini menyebabkan
insiden pelemparan pada Edane dan ini merupakan hal awal yang mengakibatkan hengkangnya
Ecky dari Edane saat itu.
2. Heri (Ucok) Batara, Wake of The Storm
Ucok bersama dengan Edane hingga dua album. Kebersamaannya ini membentuk musik
Edane yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Pada lagu-lagu album kedua (Jabrik: 1994) ini
banyak yang menghadirkan kritik mengenai permasalahan sosial, budaya, politik yang terjadi di
Indonesia. Pada album ketiga (Borneo: 1996) Edane memasukan unsur tradisional sesuai
judulnya, Borneo. Pada track list 1, dengan judul “Borneo I – Borneo II”, Edane menyajikan intro
dengan musik (instrumental) asli Kalimantan yaitu kesenian musik tingkilan4 yang kemudian
dilanjut dengan instrumental menggunakan alat musik modern (instrumen band) namun tetap
2 Edane (E dan E) merupakan nama gabungan inisial Eet dan Ecky yang merupakan duo Rock yang
kemudian membentuk band Edane ini, namun setelah Ecky lamoh hengkang dari Edane nama Edane berubah dalam penulisan menjadi Edane dan bertahan hingga sekarang, Edane juga disinyalir berganti nama karena muncul format duo Ian Antono dan Ikang Fauzi menjadi I dan I.
3 Sebuah kategorisasi dari kalangan jurnalis musik yang menggambarkan versi Heavy Metal dengan tempo lebih cepat dan permainan yang lebih bergemuruh, musik ini banyak dipengaruhi punk. Gaya thrash metal sendiri banyak dikenal setelah digagas bebebrapa band Amerika pada 1986 seperti Metallica, Anthrax, Napalm Death, Extrem Noise Terror, dan Slayer. Dikenal di Inggris sebagai varian mengerikan dari Hardcore dan Speedcore. (Lihat Thorne, 2008: 294-295)
4 Kesenian musik tingkilan adalah kesenian musik asli melayu kalimantan timur dengan beberapa instrumen khasnya yaitu gambus (alat musik berdawai/ alat musik petik dalam musik ini), Ketipung (Kendang berukuran kecil), Kendang, dan Biola. Biasanya musik ini juga diiringi vokal atau nyanyian yang disebut bertingkilan (dinyanyikan dua orang dengan bersaut-sautan, isi nyanyian biasanya berupa nasihat).
pada lagu daerah tersebut hingga satu menit awal barulah masuk vocal Ucok dengan syair
bahasa Inggris.
3. Trison Manurung, Dari Aquarius ke Sony
Banyak perubahan Edane pasca masuknya Trison sebagai vokalis. Pada album keempat
(9299: 1999) Trison tidak berbuat banyak karena pada album ini merupakan kompilasi lagu
dan remake. Pada albumnya yang kelima (Zep 170 volts: 2002) Edane banyak menampilkan
perubahan. Perubahan Edane diawali dengan berpindah manajemen, label, dan rumah produksi
serta gaya bermusik. Pada albumnya yang kelima ini bisa dibilang merupakan awal karir
gemilang Edane sejak 1992 pada album pertamanya. Banyak lagu-lagu bernuansa kritik keras
yang ditampilkan dalam lagu ini, kritik menyerang dan penggunaan bahasa kasar menjadi ciri
khas sebagai penanda lepasnya dari kurungan Orde Baru.
4. Rock in 82’ dengan Robbie Matulandi
Pada album keenamnya (Time to Rock) ini bersama dengan Sony Musik Indonesia dan
Robbie, Edane mencapai puncak karir. Prestasinya bukan hanya pada level nasional namun juga
Asia. Di dalam negeri sendiri Edane terpilih menjadi salah satu band dalam album kompilasi
“Tribute to Ian Antono”. Dalam album kompilasi ini Edane dengan sukses mengcover lagu “Bla
bla bla” yang dipopulerkan God Bless. Pada level Asia, Edane berhasil mendapat kehormatan
tingkat Asia, yaitu dengan dipilihnya track ke 6 “Cry Out” sebagai soundtrack film Box Office
Spider-Man 2 versi Asia (kapanlagi.com)5.
5. Living Dead, Hail Edane
Bukan hanya berganti personil dan menambahkan rythm yang selama ini hanya menjadi
additional player pada tiap aksinya. Edane pada album ketujuhnya (Edan:2010) ini benar-benar
menonjolkan sisi metal ketimbang rock mereka, pada single “Living Dead” yang menjadi
andalannya, mereka menunjukan permainan garang.
Edane, Antimainstream di Indonesia
Edane muncul sebagai penyegaran musik rock secara utuh baik secara musik dan
sebagai salah satu turunan dari kultur bawah tanah (underground). Pengalaman Zahedi Riza
Sjahranie6 (Eet Sjahrani) dalam musik memberi dampak yang sangat signifikan pada warna
musik dan kritik dalam setiap karya-karya Edane. Sebagai salah satu genre turunan sub-kultur
5 Lihat halaman berita kapanlagi.com (http://www.kapanlagi.com/showbiz/film/indonesia/cry-out-
milik-edane-jadi-sountrack-spider-man-2-cowi7lj.html , diakses pada 6 Juni 2014) 6 Eet Sjahranie lahir di bandung 3 Februari 1962 dan besar di Kalimantan Timur saat ayahnya (A. Wahab
Sjahranie) menjadi gubernur Kalimantan timur pada 1967-1977 hingga akhrinya pindah ke Jakarta pada 1978 dan memulai karir bermusik sejak SMA hingga akhirnya berkesampatan pergi ke Ohio-Amerika selama tiga bulan menghadiri Workshop Recording Sound Engineering. Pada workshop ini Eet bertemu banyak musisi Indonesia dan asing hingga kurang banyak mempengaruhi corak dan pemaknaannya tentang musik.
underground Edane muncul sebagai band dengan kualitas musik dan semangat sub-kultur
underground itu sendiri yang memberikan penolakan dan kritik. Pada awal perkembangannya,
genre musik ini di Indonesia sempat mendapat larangan dari presiden Ir. Soekarno seperti
dalam pidatonya yang berjudul “Menemukan Kembali Revolusi Kita”pada 17 Agustus 1959.
Larangan ini lebih kepada idealitas bermusiknya yang merupakan produk barat. Imbasnya
adalah semakin minimnya partisipasi kaum akademisi dan cendikiawan muda yang melibatkan
dirinya dalam dunia musik saat itu, tentu saja hal tersebut berimbas pada hasil karya para
musisi pada genre-genre yang termasuk dalam sub-kultur underground. Semangat underground
dalam genre-genre musik tersebut hanya berupa kulit saja pada akhirnya, tidak ada pesan
perjuangan, pembelaan atau penolakan, yang ada hanya sebuah atraksi dan ekspresi diri tanpa
kritik di dalamnya. Awal perkembangan yang sedemikian rupa tidak menmbuat Edane jatuh
seperti yang lain, Edane justru bangkit dengan musikalitas tinggi dan kritiknya sebagai salah
satu semangat genre sub-kultur underground.
Kritik Sosial Ala Edane
Ada beberapa perbedaan mencolok yang terdapat pada kritik sosial Edane dengan
musisi atau band lainnya, pertama adalah beberapa bahasa yang cenderung apa adanya, lugas
menjurus kasar, tidak jarang pula menggunakan istilah-istilah yang berkembang dalam
masyarakat (aksen-aksen bahasa tertentu) yang digunakan dalam melontarkan kritiknya dalam
beberapa lagu. Hal ini tentu saja merupakan hasil penyeimbangan dari musik Edane yang
bertempo cepat dan keras. Kedua target kritik Edane bukan hanya pemerintah dan politik,
namun tidak jarang masyarakat itu sendiri dengan kebiasaan-kebiasaannya yang tidak lazim,
entah itu melanggar hukum, atau norma dan adat agama masyarakat setempat.
Edane dalam setiap karyanya tidak secara khusus mengusung kritik atas hal-hal
tertentu secara spesifik seperti God Bless yang mengusung tema anti peperangan sebagai
symbol utama dan ciri khas mereka. Edane, di lain pihak, lebih memilih tema yang umum, acak,
dan kondisional bergantung pada kondisi sosial, politik, dan budaya saat itu yang terekam
olehnya. Poin inilah yang membuat kritik sosial Edane dari waktu-ke waktu lebih variatif dan
bermakna lebih.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan kategorisasi atas bahan penelitian yang telah
ditentukan sebelumnya, dalam kategorisasi ini penulis menekankan pada tema kritik dalam
lagu serta tahun produksi lagu tersebut. Dalam pembahasan akan ditemukan pengelompokan
berdasarkan tema kritik yang akan dikerucutkan lagi ke dalam tahun-tahun produksinya,
sehingga pembahasan tidak melulu per teks lirik. Hal ini dilakukan agar keterkaitan antara
pembahasan yang bertema sama tidak muncul berulang kali akibat kesamaan tema.
Tabel 2. Kategorisasi Bahan Penelitian
Isu dan Tema Kritik Sosial
Tabel 3. Isu yang diangkat pada lagu bertema sosial No Judul Isu Yang Diangkat Dalam Lagu 1. Menang atau Tergilas Pergeseran karakter masyarakat kota Jakarta ke
individualis dan makin melebarnya jarak sosial pada masyarakat Jakarta
2. Jabrik/ Big Town Kemiskinan dan kesejahteraan yang buruk menjadi pemicu kriminalitas di Jakarta
3. Burn it Down Konflik pribumi dan pihak asing yang berusaha menguasai wilayah pribumi
4. Victim of the Strife Anak sebagai korban konflik dan pertikaian 5. Goblog Kritik terhadap tren memakai narkoba oleh
pemuda di Jakarta 6. Fitnah Provokasi dan fitnah yang melatarbelakangi konflik
dan demonstrasi di Jakarta untuk kepentingan golongan yang akhirnya memecah belah masyarakat
7. Saksi Anarki Ajakan untuk lebih mensejahterakan diri ketimbang berkonflik dan berdemonstrasi
8. Time to Rock Permasalahan masyarakat Jakarta seperti kemacetan, kesejahteraan masyarakatnya yang rendah, dan tayangan tv yang didominasi berita politik yang tidak netral
9. Jadi Beken Campur tangan kapitalisme dalam pembentukan selera publik terhadap musik
1. Isu Sosial di Jakarta pada akhir Orde Baru
Pada sub-kategorisasi pertama ini lagu yan termasuk ke dalamnya adalah lagu pada
nomer satu hingga empat yang ada pada tabel 3. Pada lagu pertama, isu yang berusaha diangkat
oleh Edane adalah individualistis yang sangat menonjol di Jakarta. Hal ini menjadi penyebab
No Judul Lagu Tema Kritik Tahun Produksi
Sosial Politik Budaya 1992-1994
1999-2002
2005-2010
1 Menang Atau Tergilas √ √ √ √ 2 Jabrik (Big Town) √ √ 3 Burn it Down √ √ √ 4 Victim of The Strife √ √ 5 Fitnah √ √ √ √ 6 Goblog √ √ √ 7 Saksi Anarki √ √ √ 8 Paraelite √ √ 9 Time to Rock √ √
10 Jadi Beken √ √ √ 11 Tell Me Why √ √
semakin lebarnya jurang pemisah masyarakat, hingga akhirnya masyarakat terbagi kepada
masyarakat basis atas dan bawah. Sementara lagu kedua adalah upaya Edane mengkritik
kesejahteraan yang sangat minim di Jakarta menjelang krisis pada tahun 1994, hal ini berakibat
pada meningkatnya kriminalitas saat itu. Beberapa hal spesifik ditampilkan pada lagu kedua ini,
banyaknya masyarakat kita yang hidup di kota besar seperti Jakarta justru hidup di bawah garis
kemiskinan, sebanyak 8,70 juta penduduk di kota hidup dibawah garis kemiskinan pada 19937.
Kemiskinan inilah yang kemudian berpotensi melahirkan kriminalitas yang terorganisir. Pada
lagu ketiga kritik Edane lebih kepada pihak asing yang dilegitimasi kekuasaan dan kekuatan
finansial yang berusaha meminggirkan masyarakat pribumi. Lagu ini adalah representasi dari
konflik Medan 19948. Pada lagu keempat lebih kepada kritik yang memposisikan anak sebagai
korban dari segala macam konflik dan perselisihan.
2. Isu Sosial di Jakarta Pasca Orde Baru
Pada lagu pertama sub-kategorisasi ini (lagu nomor 5), Edane berusaha mengangkat
tren memakai Narkotika dikalangan remaja-pemuda saat itu. Sementara pada lagu keenam dan
ketujuh, Edane fokus pada permasalahan demonstrasi yang kerap kali terjadi di Jakarta pasca
Orde Baru. Pada lagu-lagu ini Edane menilai bahwa dalam masa demonstrasi tersebut ada
kepentingan terselubung yang memanfaatkan butanya masyarakat akibat demokrasi yang
prematur. Hal ini menyebabkan masyarakat terpecah belah ke dalam kubu-kubu yang
mengatasnamakan kepentingan ‘negara’.
3. Isu Sosial di Jakarta Masa Kekinian
Permasalahan internal dalam tubuh Edane menyebabkan perubahan pada pola kritik
Edane terkait tema kritik sosial pada masa produksi ini. Edane cenderung membahas
permaslahan umum dan kembali pada pola lama kritiknya seperti pada masa Orde Baru.
Terbukti pada lagunya yang hanya membahas seputaran kesejahteraan, tayangan televisi, (time
to rock) dan kapitalisme (Jadi Beken) di tubuh Industri musik. Sebelumnya, pada sub-kategori
pertama (Akhir Orde Baru) Edane cenderung menampilkan kritik terselubung pada karya-
karyanya dengan menggunakan bahasa yang lebih halus. Hal ini kemudian berubah pada pasca
Orde baru atau sub-kategori kedua dimana Edane tampil lebih berani dan keras pada kritiknya.
7 Lihat data Kemiskinan versi BPS (http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=7, diakses pada 15
Juni 2014) 8 Konflik buruh (melayu Medan) dan pemilik pabrik (Medan tionghoa) terjadi karena adanya kepentingan
yang selalu berbenturan antara keduanya (matrealistis dan kesejahteraan) hal ini ditambah dengan dihembuskannya isu SARA yang membuat konflik semakin panas.
Isu dan Tema Kritik Politik
Tabel 4. Isu yang diangkat pada tema kritik politik No. Judul Lagu Isu Yang Diangkat Dalam Lagu 1. Menang atau Tergilas Andil kekuasaan secara politik dalam pergeseran
karakter masyarakat ke arah individualis dan pelebaran kesenjangan sosial
2. Burn it Down Payung kekuasaan politik yang melindungi penjajahan pihak asing berlandaskan kapitalisme atas pribumi
3. Fitnah Politik kotor dengan provokasi masa untuk demonstrasi
4. Saksi Anarki Keadaan politik yang masih tidak stabil (Banyak konflik dan demonstrasi)
5. Paraelite Para praktisi politik yang tidak kompeten dan tidak memikirkan nasib rakyat
1. Isu Politik di Jakarta pada Akhir Orde Baru
Poin dari kritik lagu pertama (Menang Atau Tergilas) dan kedua (Burn It Down)
cenderung sama. Kritiknya berfokus pada adanya kekuasaan yang dilegitimasi kekuatan politik
dalam permaslahan yang ada. Pada sub-kategori ini Edane tidak menyebut keterlibatan secara
langsung namun secara tidak langsung. Meski demikian, campur tangan politik sangat signifikan
karena dampak yang terjadi adalah akibat dari supresi kekuasaan.
2. Isu Politik di Jakarta pasca Orde Baru
Pada sub-kategori kedua ini Edane secara berani menyinggung politik bahkan praktisi-
praktisi politik yang berada di pemerintahan. Pada lagu “Fitnah”, Edane secara serius
mengkritik para oknum politisi yang secara sengaja memprovokasi massa untuk berdemo.
Demokrasi prematur yang telah disebutkan sebelumnya menjadi alasan utama mudahnya
provokasi ini. Sementara pada lagu kedua yang berjudul “Saksi Anarki” lebih kepada ajakan
pada masyarakat untuk mengurangi aktivitas politik yang sarat dengan intrik dari pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab, dan lebih memfokuskan pada pembangunan kembali hubungan
harmonis antar masayarakatnya. Lagu “Paraelite” merupakan salah satu kecaman Edane pada
bobroknya sistem birokrasi yang ditunggangi para oknum politisi yang tidak kompeten. Hal ini
mengakibatkan minimnya kesejahteraan masyarakat saat itu.
Isu dan Tema Kritik Budaya
Tabel 5. Isu yang diangkat pada tema kritik budaya No. Judul Lagu Isu Yang Diangkat Dalam Lagu 1. Menang atau Tergilas Perilaku (budaya) bangsa indonesia sebagai
bangsa timur yang semakin bergeser pada individualistis
2. Fitnah Masyarakat Jakarta yang semakin dibutakan demokrasi hingga mudah terpecah belah atas kepentingan golongan
3. Goblog Narkoba dan Fashion anak muda Jakarta 4. Jadi Beken Campur tangan Industri Budaya dalam
pembentukan ‘musik’ yang sebenarnya pada generasi muda Indonesia
5. Tell Me Why Degradasi karakter bangsa timur dari masyarakat Indonesia
1. Isu Budaya di Jakarta pada Akhir Orde Baru
Ciri karakter budaya timur yang harusnya ada pada masyarakat Jakarta telah bergeser
ke arah yang lebih individualistis dibarengi dengan melabarnya kesenjangan sosial yang lebih di
akibatkan faktor kekuasaan politik dan kesejahteraan yang rendah.
2. Isu Budaya di Jakarta pasca Orde Baru
Pada lagu ini dikritik permasalahan kepentingan minoritas (kelompok kecil) yang
menginjak-injak kepentinan bersama. Dalam konsep jaringan modal sosial yang di utarakan
John Field, individu tergabung dalam sebuah jaringan karena sebuah kepentingan bersama
(dalam kelompok) yang disebut ‘kepentingan klub’ sementara itu tercipta pula ‘kepentingan
publik’ yang manfaatnya juga akan dirasakan anggota di luar jaringan tersebut (2010: 117).
Dalam konsepnya ini Field mengutarakan akan timbulnya persaingan ‘kepentingan klub’ dan
‘kepentingan publik’ dimana yang akan didahulukan adalah ‘kepentingan klub’. Bourdieu
sendiri mengatakan bahwa akan timbul konsekuensi yang tidak dapat diperhitungkan bagi
masyarakat yang lebih luas dari jaringan (kelompok) ini. Maksud Bourdieu di sini adalah bagi
masyarakat yang berada di out group jaringan tersebut akan ada dampak-dampak (kerugian)
yang tidak diperhitungkan sebelumnya atas pemenuhan ‘kepentingan klub’ tadi. Jadi pada kritik
di lagu “Fitnah” ini ada upaya mengkritik kelompok atau golongan tertentu yang rela
mengorbankan kelompok besar demi kepentingan kelompok kecil. Sementara pada lagu
keduanya (Goblog), Edane mengkritik penggunaan narkoba layaknya gaya hidup.
3. Isu Budaya Masa Kekinian
Pada sub-kategori ini Edane membahas dua kritik, pertama tentang adanya
pengkonsepan dalam musik di Indonesia oleh Industri Budaya. Kemudian pada kritik kedua,
Edane membahas degradasi karakter bangsa timur di Indonesia. Hal yang sepertinya tampak,
sama sekali tidak menjelaskan yang sebenarnya ada pada masyarakat.
D. KESIMPULAN
Edane dalam setiap karyanya selalu membawakan kritik dengan tema sosial, politik, budaya.
Dalam setiap tema tersebut ada isu khusus pada setiap lagunya yang diangkat berdasarkan
pengalaman Edane sendiri. Dalam kategorisasi yang telah ditentukan, telah didapatkan bahwa
tema sosial, politik, maupun budaya, kesemuanya bergantung pada waktu produksi. Artinya
dalam setiap tema yang diangkat, isu khusus dalam setiap lagunya biasanya merupakan isu
yang berkembang pada waktu yang bertepatan pada dengan masa produksi lagu tersebut, dan
tidak jarang merupakan isu khusus yang diangkat berdasarkan peristiwa tertentu.
Pada subkategori pertama (akhir Orde Baru) di tema kritik sosial, ada pola yang terbentuk
dari kritik pada lagu-lagu ini. Pada tiga lagu pertama (Menang atau tergilas, Burn it Down,
Jabrik/ Big Town) merupakan konflik keharmonisan masyarakat basis bawah dan atas,
kemudian di lagu terakhir (Victim of The Strife) merupakan akibat dan korban dari perselisihan
itu. Penggunaan bahasa Inggris serta sindiran dan analogi jalan cerita juga lebih dominan pada
subkategori ini. Pada subkategori kedua di tema kritik sosial, Edane menampilkan kritik yang
lebih keras dan berani. Banyak lirik yang didominasi dengan kata-kata keras dan cenderung
memojokkan dan menyerang langsung pihak terkritik. Hal ini mungkin juga terjadi karena
perubahan rezim represif ke arah yang lebih demokratis dan bebas. Letak perbedaan dengan
subkategori sebelumnya adalah penggunaan gaya kritik yang langsung tanpa perumpamaan
dan analogi jalan cerita seperti pada subkategori sebelumnya. Sementara pada masa produksi
kekinian (reformasi lanjut) hanya terdapat dua lagu yang cenderung membahas permasalahan
kesejahteraan di Jakarta dan industri musik dengan kaitannya dengan kapitalisme. Secara
keseluruhan, isu sosial yang diangkat Edane mengalami perubahan fokus jika dilihat
berdasarkan masa produksi, pada masa produksi akhir Edane lebih fokus pada permasalahan
industri musik yang ketergantungan pada kapitalisme dan akibat jangka panjangnya.
Tema politik pada lagu ini hanya berada pada dua masa produksi awal yaitu Orde Baru
akhir dan pasca Orde Baru, isu yang di angkatpun cenderung berbeda. Pada subkategori
pertama (akhir Orde Baru) keterlibatan politik dianggap terjadi secara tidak langsung pada
setiap konflik atau fenomena sosial, sebaliknya, pada subkategori kedua (pasca Orde Baru) isu
yang diangkat merupakan isu mengenai bobroknya pemerintahan dan oknum politisi saat itu,
dan ini diekspresikan secara langsung dalam karyanya. Isu yang diangkat pada periode pasca
Orde Baru ini cenderung lebih menyerang dan keras pada oknum atau praktisi-praktisi politik.
Pada tema budaya, kritik Edane di subkategori pertama (akhir Orde Baru) masih berkisar
pada karakter masyarakat yang kian bergeser dan menjauh dari karakter bangsa yang
sebelumnya. Isu yang diangkat cenderung luas dan tidak terlalu menyerang. Pada subkategori
kedua (pasca Orde Baru) isu yang diangkat cenderung lebih ekstrim, mengenai reformasi dan
demokrasi yang berdampak buruk pada karakter masyarakat. Pada subkategori ketiga (masa
kekinian reformasi lanjut) kritik Edane mengarah pada adanya upaya dari Industri budaya yang
berusaha mengubah konsep musik, dan degradasi karakter bangsa timur dari masyarakat
Indonesia. Pada masa ini Edane masih meyerang masyarakat namun ditambah dengan
kapitalisme. Perbedaaan dari masa produksi sebelumnya adalah cara pengekspresian kritik
yang lebih halus dan mengunakan sindiran ketimbang kata-kata yang cenderung ‘keras’.
E. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004. “Cry Out Milik Edane Jadi Soundtrack Spiderman 2” (Online) http://www.kapanlagi.com/showbiz/film/indonesia/cry-out-milik-edane-jadi-sountrack-spider-man-2-cowi7lj.html , diakses pada 6 Juni 2014.
Badan Pusat Statistik. “Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis
Kemiskinan, 1970-2013” (Online) http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel= 1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=7, diakses pada 15 Juni 2014
Field, John. 2010. Modal Sosial (Sosial Capital). Edisi Indonesia. Nurhadi(Penerjemah). Inyiak
Ridwan Muzir (Ed.). Bantul: Kreasi Wacana
Nakagawa, Shin. 2000. Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Rosyidi, M Ikhwan, dkk. 2010. Analisis Teks Sastra: Mengungkap Makna, Estetika, dan Ideologi
dalam Perspektif Teori Formula, Semiotika, Hermenutika dan Struturalisme Genetik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sumaryono, E. 2009. Hermeneutik : Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius Thorne, Tony. 2008. Kultus Underground; Panduan Untuk Memahami Budaya (Kaum Muda)
Pascamodern. Terjemahan oleh Devo Rizki. Yogyakarta: The Continuum. Wolff, Janet. 1993. The Sosial Prodution of Art (Second Edition). New York: New York University
Press.