Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EFEKTIFITAS DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA ANAK
(Studi Kejaksaan Negeri Praya)
JURNAL ILMIAH
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
untuk mencapai derajat S-1 pada
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :
BR. Hidayat
D1A115055
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2019
HALAMAN PENGESAHAN
EFEKTIFITAS DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA ANAK
(Studi Kejaksaan Negeri Praya)
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh:
BR. Hidayat
D1A115055
Menyetujui,
Pembimbing Pertama,
Abdul Hamid, SH., MH.
NIP. 195907311987031001
EFEKTIFITAS DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA ANAK
(Studi Kejaksaan Negeri Praya)
BR. HIDAYAT
D1A115055
FH UNRAM
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektiftas diversi dalam penyelesaian perkara
anak dan untuk mengetahui faktor kendala diversi dalam penyelesaian perkara anak di tingkat
Penuntutan. Metode penelitian yang digunakan adalah Empiris. Berdasarkan hasil penelitian
efektiftas diversi berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan PER-006 A/J.A/04
Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi di Tingkat Penuntutan belum efektif pada
Kejaksaan Negeri Praya. Dalam proses Pelaksanaan Diversi para pihak yang berperkara tidak
mencapai kesepakatan sehingga proses dilanjutkan ke Tahap Pemeriksaan Perkara di
Pengadilan. Penuntut umum yang sudah berusaha melakukan upaya diversi akan tetapi para
pihak yang tidak setuju untuk dilakukan diversi serta perubahan yang terjadi pada sebagian
masyarakat yang taat hukum menjadi masyarakat yang anomie dan Normlessnes bahkan dilihat
dari jumlah perkara anak yang meningkat setiap tahun dan sedikitnya perkara yang mencapai
kesepakatan.
Kata kunci: Efektifitas, Kendala, Diversi
DIVERSION EFFECTIVENESS IN SETTLEMENT OF CHILDREN CASE
(Study at State Prosecutor In Praya)
Abstract
This research aims to find out the diversion effectiveness in settlement of children case and
obstacle factors of diversion in settlement of children case at the prosecution level. The method
of this research is empirical legal research. Based on the result of this research is that diversion
effectiveness base on the law Number 11 of 2012 and PER-006 A/J.A/04 of 2015 concerning
Guidelines for Implementing Diversion at the Prosecution Level is not effective yet at State
Prosecutor in Praya. In the process implementation of diversion, the litigant did not reach an
agreement so that the process continues to the Court examination phase. Public prosecutor
who has tried to conduct the diversion but the litigants do not agree with the diversion and the
change in the part of law-abiding society become anomie and normlessnes society as well as
seeing from the children case is increase every year and the cases that reach agreement are
few.
Key words: Effectiveness, Obstacle, Diversion
i
I. PENDAHULUAN
Dalam hal munculnya hukum berkaitan dengan suatu bentuk penyelesaian konflik yang
bersifat netral dan tidak memihak. Pelaksanaan hukum di Indonesia yang sering dilihat atau
dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Segala upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia,
untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia menjadi bangsa yang memiliki kehidupan
masyarakat yang tentram dan tertib, agar tidak tertindas dan diperlakukan tidak adil hak-
haknya, maka diperlukan adanya penegakan hukum yang seadil-adilnya.1
Upaya perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana sesungguhnya didukung oleh
seperangkat landasan hukum, baik berupa konvensi yang dikeluarkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) maupun produk hukum nasional dalam bentuk undang-undang seperti
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dengan lahirnya Undang-Undang
tersebut maka perkara anak lebih diarahkan kepada penyelesaian di luar proses peradilan anak
seperti perdamaian yang dalam bahasa hukumnya adalah diversi.
Sebagai contoh kasus pada beberapa bulan yang lalu terjadi suatu penganiyaan terhadap
Muhammad (korban) yang dilakukan oleh Okta Rizal Umammi, pada saat itu korban sedang
mengantar kotak amal kepada ketua RT (Ahnan) kemudian korban pulang kerumahnya dan
dijalan bertemu dengan saudara Okta Rizal Umami, yang mana pada saat itu saudara Okta
Rizal Umammi sedang membawa 1 ekor kuda miliknya dan menghalangi jalan yang dilalui
korban (Muhammad), kemudian korban menegur saudara Okta Rizal Umammi mengatakan
“kenapa kamu menghalangi jalan saya” kemudian saudara Rizal Okta Umammi mengatakan
kepada korban “suka-suka saya sundel” kemudian korban menutup mulut saudara Okta Rizal
1 Dr. Wiryono Prodjodikoro SH, Asas-asas hukum pidana di Indonesia, PT Refika Aditama, edisi ketiga hlm.
12
ii
Umammi dengan menggunakan tangan kanannya agar tidak mengeluarkan kata-kata kotor, lalu
pelaku berteriak memanggil Amaq (bapaknya) kemudian datang orang tua pelaku yaitu saudara
Hirzan alias Regoh dan langsung memukul korban sebanyak 3 kali dan saudara Okta Rizal
Umammi memukul dengan cambuk di bagian punggung korban saat korban terjatuh. Kasus ini
kemudian dilaporkan ke kantor polisi dan pada tahap penyidikan diupayakan suatu diversi akan
tetapi belum dapat diselesaikan sehingga dilimpahkan ke kejaksaan dan kembali dilakukan
diversi dengan menghadirkan para pihak termasuk pendamping dari dinas sosial dan di
kejaksaan proses diversinya berhasil yang selanjutnya jaksa meminta penetapan ke pengadilan,
dan selanjutnya kasus tersebut tidak dapat dilanjutkan dan tidak dapat dilimpahkan ke
pengadilan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip
perlindungan anak yang terkandung dalam perundang-undangan, belum terimplementasi
dengan baik dan efektif. Hal itulah yang memberikan motivasi untuk melakukan penelitian
secara sistematis.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan
dibahas adalah: 1. Bagaimanakah efektifitas diversi dalam penyelesaian perkara anak? 2.
Faktor apakah yang menjadi kendala diversi dalam penyelesaian perkara anak?
Adapun tujuan yang dicapai dalam penelitian ini antara lain : 1. Untuk memahami dan
menganalisis mengenai efektifitas diversi dalam penyelesaian perkara anak. 2. Untuk
memahami dan menganalisis faktor yang menjadi kendala diversi dalam penyelesaian perkara
anak.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : 1. Manfaat teoritis penelitian
ini diharapkan dapat memberikan masukan guna pengembangan teori-teori dalam khasanah
ilmu hukum khususnya dalam hukum pidana yang berkaitan dengan Diversi. 2. Manfaat praktis
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi semua pihak, yaitu bagi
iii
masyarakat pada umumnya dan pemerintah pada khususnya dalam proses pelaksanaan diversi
untuk penyelesaian perkara anak.
Di dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan antara lain: 1. Jenis penelitian
hukum empiris. 2. Metode Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan
(statue Approach), pendekatan konseptual (case Approach). 3. Sumber dan jenis bahan hukum
yaitu bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder. 4. Analisis bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu secara yuridis.
iv
II. PEMBAHASAN
Efektifitas diversi dalam penyelesaian perkara anak di Kejaksaan Praya
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau
sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefiniskan
efektifitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Pada
dasarnya efektifitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Efektifitas
adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.
Dalam mencapai tujuan dari Diversi, Kejaksaan Negeri Praya menggunakan
Peraturan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor: PER-006/A/J.A/04/2015 tentang
Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan yakni merumuskan 9 Tahapan
diversi sebagai berikut: 1.Upaya Diversi 2.Koordinasi 3.Upaya Diversi 4.Musyawarah
Diversi 5.Kesepakatan Diversi 6.Pelaksanaan Kesepakatan Diversi 7. Pengawasan dan
Pelaporan Pelaksanaan Kesepakatan Diversi 8. Penerbitan Surat Ketetapan Pelaksanaan
Kesepakatan Diversi 9. Registrasi Diversi
Penuntutan terhadap perkara anak dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan
berdasarkan surat penunjukkan yang diberikan oleh kepala Kejaksaan Negeri Praya yang
sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor: Perm-006
A/J.A/04/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Tingkat Penuntut Umum. Penuntut
Umum yang melakukan penuntutan terhadap perkara anak juga mempunyai syarat untuk
dapat bertindak sebagai Penuntut Umum Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal
41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 meliput :
a. Telah berpengalaman sebagai penuntut umum
b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, memahami masalah anak, dan
c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak.
v
Dari data yang diperoleh penyusun di Kejaksaan Negeri Praya tahun 2017-2018
data perkara anak yang ditangani Kejaksaan Praya adalah sebagai berikut:
Tabel Jumlah Perkara Anak Yang ditangani Di Kejaksaan Negeri Praya
Tahun Jumlah Berhasil
2017 7 0
2018 15 1
Total 22 1
Sumber data: Kejaksaan Negeri Praya 2019
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa implementasi pelaksanaan diversi
pada Kejaksaan Negeri Praya belum sepenuhnya terlaksana. Jumlah perkara anak yang
ditangani Kejaksaan Negeri Praya diketahui bahwa terdapat sebanyak 7 kasus perkara anak
pada tahun 2017 dan sebanyak 15 kasus perkara anak pada tahun 2018. Dari ke 22 kasus
perkara anak yang dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Praya, hanya ada 1 kasus perkara
anak yang bersedia untuk dilakukan Diversi. Penuntutan anak di Kejaksaan Negeri Praya
belum berjalan secara optimal, mengingat bahwa penuntut umum yang telah mengikuti
pelatihan tentang masalah anak tidak ada.
Dari 22 kasus tersebut merupakan tindak pidana yang dibawah 7 tahun seperti
pencurian, pengeroyokan, dan pencabulan. Selanjutnya untuk perkara anak tersebut
memang tidak dapat dilakukannya diversi karena dari pihak korban tidak menyetujui untuk
dilakukan diversi, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 pun mengatakan tindak
pidana yang bisa dilakukan tanpa persetujuan dari para pihak adalah tindak pidana yang
merupakan suatu pelanggaran.
Efektif tidaknya suatu diversi tergantung pada hasil akhir dari proses penyelesaian
perkara anak dengan menggunakan diversi. Asusmsinya adalah semakin tinggi jumlah
kesepakatan pada hasil akhir dari diversi berarti semakin tinggi pula efektifitas diversi
vi
yang diterapkan. Selain itu efektifitas suatu diversi juga dapat dilihat dari data jumlah
perkara anak yang mendapatkan penetapan pengadilan.2
Selanjutnya mengenai efektifitas diversi, seperti yang diketahui bahwa
menurut Lawrence M. Friedman suatu aturan hukum baru dapat dikatakan efektif apabila
telah memenuhi tiga unsur, yaitu:
Substansi Hukum
Dalam teori Lawrence M. Friedman hal ini disebut sebagai sistem substansial
yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga
berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang
mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.
Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang
ada di dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai Negara yang masih
menganut sistem Civil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian
peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common Law Sistem
atau Anglo Sexon) dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis
sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum, sistem
ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia.
Struktur Hukum/Pranata Hukum
Dalam teori Lawrence M. Friedman hal ini disebut sebagai sistem struktural
yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur
hukum berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 mulai dari Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas). Kewenangan
lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang, sehingga dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan
2 Ricard M. Steers, Efektifitas Organisasi, PT Refika Aditama, hal 17
vii
pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan “fiat
justitia et pereat mundus” (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan).
Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang
kredibilitas, kompeten dan independen.
Kultur Hukum
Kultur hukum menurut Lawrence M. Friedman adalah sikap manusia terhadap
hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur
hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan
bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalah gunakan. Budaya hukum erat
kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum
3masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola
pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan
masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.
Sejalan dengan konsep efektifitas hukum yang telah dijelaskan sebelumnya,
apabila dikaitkan dengan data yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan
Diversi di Kejaksaan Negeri Praya tidak dapat dikatakan efektif. Adapun hal yang menjadi
alasan penyusun mengatakan pelaksanaan Diversi di Kejaksaan Negeri Praya tidak efektif,
karena :1.Dilihat dari Substansi hukumnya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah mengatur sedemikian rupa tentang Keadilan
Restoratif “yaitu penyelesaian perkara tindak pidana anak dengan melibatkan para pihak
untuk dapat mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada
keadaan semula” 2.Dilihat dari aparat penagak hukumnya, bahwa pihak Kejaksaan Negeri
3 Robby Aneuknangroe, Teori Penegakan Hukum, (https://masalahukum.wordpress.com/2013/10/05/teori-
penegakan-hukum/, Diakses Pada 26 Maret 2019)
viii
Praya telah berusaha untuk melakukan upaya Diversi, akan tetapi para pihak yang
berperkara khususnya dalam hal ini pihak korban dan pihak pelaku tidak bersedia untuk
dilakukan Diversi. 3.Dilihat dari kultur masyarakatnya, bahwa masyarakat Indonesia pada
umumya merupakan masyarakat yang hidup dengan mengedepankan nilai-nilai yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat. Akan tetapi dalam banyak kasus anak yang
terjadi di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Praya, pada tahun 2017 sampai dengan tahun
2018 membuktikan bahwa perkembangan sebagian masyarakat di Kabupaten Lombok
Tengah telah mengalami perubahan, dari masyrakat yang taat hukum menjadi masyarakat
yang Anomie atau Normlessnes
Faktor-Faktor yang Menjadi Kendala Dilakukannya Diversi di Kejaksaan Praya
Berdasarkan hasil wawancara penyusun yang dilakukan dengan Bapak Daedy SH.
MH selaku Seksi Pidum Kejaksaan Praya yang mengatakan bahwa dalam pelaksanaan
Diversi di kejaksaan Praya terdapat 2 faktor yang menjadi kendala, yakni :
Faktor Internal
Faktor Belum Meratanya Pelatihan Untuk Melaksanakan UU SPPA Terhadap
Penuntut Umum Anak
Penuntut Umum Anak Kejaksaan merupakan bagian penting dalam
pelaksanaan proses Diversi. Kejaksaan Praya mempunyai 12 orang jaksa dan
diantaranya tidak ada satupun orang jaksa yang sudah memiliki sertifikat diklat anak
sebagaimana yang menjadi syarat untuk ditetapkan sebagai penuntut umum Anak.
Tentunya dengan tidak adanya penuntut umum anak sangat tidak sesuai dengan
jumlah perkara yang cukup tinggi di Kejaksaan Praya.
ix
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 menjelaskan secara rinci mengenai
Penuntut Umum Anak yang menangani perkara anak untuk proses diversi, terutama
disebutkan dalam Pasal 41 ayat 2 syarat sebagai Penuntut Umum Anak, yaitu :
1) Telah berpengalaman sebagai penuntut umum
2) Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak; dan
3) Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak.
Faktor Para Pihak Yang Sulit Mencapai Kesepakatan
Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat, maka akan tercipta budaya
hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat selama ini. Secara
sederhana tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu
indikator berfungsinya hukum. Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan oleh
Bapak Daedy selaku seksi Pidum Kejaksaan Praya mengemukakan :
“faktor utama tidak terlaksananya Diversi pada berbagai tingkatan tahap
pelaksanaan Diversi adalah korban dan keluarganya bersikeras menuntut pelaku
anak untuk di proses melalui peradilan pidana, ditangkap, ditahan,, dan akhirnya
dipenjara. Kalaupun korban atau keluarganya bersedia untuk menyelesaikan
perkara pidana anak melalui Diversi, dalam musyawarah diversi mereka
menuntut ganti kerugian yang sangat besar, bahkan terkesan melakukan
pemerasan terhadap pelaku dan keluarganya”4
Dalam wawancara dengan penyusun, Penuntut Umum Anak Kejaksaan Negeri
Praya menyatakan, di lihat dari sisi korban dan keluarganya Kejaksaan Negeri Praya
yang mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak. semua didasarkan pada
pertimbangan konvensional atas kerugian material dan immaterial korban. Jika
4 Wawancara dengan Bapak I Made Daedy SH., MH., Selaku seksi Pidum Kejaksaan Negeri Praya di Kantor
Kejaksaan Negeri Praya
x
konvensasi yang di berikan oleh pelaku Anak dan keluarganya kepada korban
dengan kerugian yang diderita oleh korban akibat dari tindak pidana yang dilakukan
oleh anak, maka diversi terlaksana.
Faktor Eksternal
Ruang Khusus Anak Yang Belum Ada
Sarana yang belum ada juga merupakan salah satu faktor penghambat dalam
proses penyelesaian perkara anak. Permasalahan yang terjadi di Kejaksaan Negeri
Praya yaitu tidak adanya ruangan diversi yang dikhususkan untuk anak, Menurut
hasil wawancara penyusun dengan Bapak Daedy, seksi Pidum Kejaksaan Praya
mengatakan bahwa:
“Disini terdapat 21 ruangan, namun dalam pengurusan perkara anak untuk
diselesaikan dalam pengupayaan diversi, pihak Kejaksaan menggunakan
ruangan Sidang melati, yang berada disebelah kanan Sidang utama”5
Ruang sidang melati merupakan ruang sidang biasa untuk digunakan dalam
penyelesaian perkara orang dewasa, terkendalanya tidak ada ruang khusus untuk
diversi Kejaksaan menggunakan ruang tersebut sebagai alternatif dalam
penyelesaian perkara anak, namun jika memungkinkan perkara anak dapat pula
diselesaikan di rumah pihak yang berperkara baik pelaku maupun korban, sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Bapak Daedy selaku seksi pidum Kejaksaan Praya
yakni :
“Di Kejaksaan Negeri Praya dalam hal sarana prasarana untuk penyelesaian
perkara anak pihak Kejaksaan Praya menggunakan ruangan yang biasa
5 Wawancara dengan Bapak I Made Daedy SH., MH., Selaku seksi Pidum Kejaksaan Negeri Praya di Kantor
Kejaksaan Negeri Praya
xi
digunakan untuk perkara dewasa, akan tetapi jika memungkinkan
penyelesaian perkara anak dilakukan dirumah para pihak korban atau
pelaku”6
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia sudah mengatur mengenai
standar minimalnya, dalam Peraturan tersebut disebutkan Ruang Diversi berukuran
panjang 4 m2 x 5 m2, selanjutnya bila memungkinkan meja berbentuk oval dengan
jumlah kursi 8 unit yang melibatkan semua unsur yaitu Fasilisator, Penuntut Umum,
PK, BAPAS, Anak, Penasihat Hukum, korban/orang tua, Pekerja sosial, Perwakilan
masyarakat.
Pemahaman yang Berbeda dalam Penanganan Anak yang Berkonflik dengan
Hukum
Pemahaman yang berbeda-beda mengenai penanganan anak yang berkonflik
dengan hukum maksudnya adalah diantara para penegak hukum dalam menafsirkan
mengenai isi beberapa Pasal dalam Peraturan Perundang-Undangan berbeda
segingga menimbulkan perbedaan pendapat dalam penanganannya, akan tetapi
penelitian yang dilakukan oleh penyusun di Kejaksaan Praya dengan wawancara
dengan bapak Edi Tanto Putra selaku Seksi Barang bukti mengatakan:
“Di Kejaksaan Praya tidak hanya perkara yang dibawah 7 tahun dilakukan
suatu diversi, akan tetapi untuk pekara yang diancam 7 tahun penjara pun
akan tetap dilakukan suatu diversi hal ini demi menjamin anak dapat
kembali ke dalam keluarganya”7
6 Wawancara dengan Bapak I Made Daedy SH., MH., Selaku seksi Pidum Kejaksaan Negeri Praya di Kantor
Kejaksaan Negeri Praya 7 Wawancara dengan Bapak Edi Tanto Putra SH., MH., Selaku seksi barang bukti Kejaksaan Negeri Praya
di Kantor Kejaksaan Negeri Praya
xii
Dari penjelasan yang diberikan oleh para Informen yang sempat diwawancarain
oleh penyusun, terkait dengan faktor yang menjadi kendala dilakukannya Diversi di
Kejaksaan Negeri Praya sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto tentang faktor yang mempengaruhi keberhasilan Penegakan hukum yaitu:
1.Faktor hukumnya sendiri; 2.Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang
membentuk maupun yang menerapkan hukum 3.Faktor sarana atau fasilitas yang
mendukung penegakan hukum; 4.Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana
hukum tersebut berlaku atau diterapkan; 5.Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil
karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.8
Jika mengacu pada uraian tersebut dan melihat teori efektivitas bahwa
efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang
ditetapkan. Dan teori efektivitas hukum bahwa Efektivitas suatu peraturan harus
terintegrasinya ketiga elemen hukum baik penegak hukum, subtansi hukum, maupun
budaya hukum masyarakat, sehingga tidak terjadi ketimpangan antara das solen dan
das sein. Maka pelaksanaan diversi di Kejaksaan Negeri Praya belum efektif atau
sepenuhnya belum berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan Undang-Undang
No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sehingga hal ini
dibutuhkan peran semua pihak baik pemerintah dalam menyediakan sarana dan
prasarana, penuntut umum anak, pihak yang berperkara dan juga kerjasama
masyarakat.
8 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2018,
hlm. 4
xiii
III. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang penulis paparkan maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut: 1.Efektifitas Diversi dalam penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum
belum efektif, hal itu dibuktikan dengan jumlah kasus yang berhasil mencapai kesepakatan,
penuntut umum yang sudah berusaha melakukan upaya diversi akan tetapi para pihak yang
tidak setuju untuk dilakukan diversi serta perubahan yang terjadi pada sebagian masyarakat
yang yang taat hukum menjadi masyarakat yang anomie dan Normlessnes bahkan dilihat dari
jumlah perkara anak yang meningkat setiap tahun dan sedikitnya perkara yang mencapai
kesepakatan. 2.Faktor-faktor yang menjadi kendala diversi dalam penyelesaian perkara anak
di wilayah hukum Lombok tengah disebabkan oleh faktor penghambat, baik yang berasal dari
internal maupun eksternal. Fasilisator di kejaksaan (Penuntut Umum Anak) yang berwenang
melaksanakannya dalam tahap ini belum memiliki sertifikat, sarana dan prasarana terkait ruang
diversi yang belum ada, dan kesadaran hukum dari masyarkat itu sendiri. Serta perbedaan
penafsiran Undang-Undang yang berbeda dari para Penuntut Umum
Saran
Berdasarkan apa yang penulis simpulkan, maka penulis memberikan saran sebagai
berikut: 1. Seharusnya dalam pelaksanaan proses diversi di Kejaksaan Negeri Praya pemerintah
menjadikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
sebagai acuan dalam proses penyelesaiannya. Sehingga tujuan yang diharapkan dengan
melakukan penyelesaian perkara diluar peradilan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan
yaitu mencapai perdaimaian antara korban dan anak dan kembali pada keadaan semula.
2.Untuk dapat mengatasi faktor Kendala dalam proses diversi tersebut seharusnya Kejaksaan
yang bertanggungjawab lebih memfasilitasi Kejaksaan Negeri Praya dalam pelaksanaan
xiv
tugasnya, mulai dari melengkapi sarana dan prasarana yang kurang agar dapat mempermudah
dalam hal musyawarah terhadap perkara anak, memeberikan pemahaman kepada para pihak
terkait apa itu diversi, serta menyiapkan jaksa yang telah berpengalaman terhadap peradilan
anak agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda untuk Undang-Undangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Steers M. Ricard, 2004., Efektifitas Organisasi, Erlangga, hal 17
Soekanto, Soerjono 2018 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali
Press, hlm. 4
Prodjodikoro, Wirjono, 2003, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, hlm 12.
Wahyono, Agung dan Rahyu, Siti, 1993. Peradilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, (LNRI
No. 153 Tahun 2012 TLNRI No. 5332)
Indonesia, Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No. PER-006 A/J.A/04 Tahun 2015
tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Tingkat Penuntutan
Internet
RobbyAneuknangroe,TeoriPenegakanHukum,(https://masalahukum.wordpress.com/2013/10/
05/teori-penegakan-hukum/, Diakses Pada 26 Maret 2019)