13
STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI DAERAH RAWA DESA BATANJUNG KECAMATAN KAPUAS KUALA KABUPATEN KAPUAS PROPINSI KALIMANTAH TENGAH Fahmi Firmansyah 1 ,Heri Suprijanto 2 ,Prima Hadi Wicaksono 2 1 Mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang 2 Dosen Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang e-mail: [email protected] ABSTRAK Permasalahan pangan yang ada di Indonesia diakibatkan oleh ketidakcukupan produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan semakin menyempitnya lahan pertanian produktif yang ada. Hal ini menjadikan kebutuhan pengembangan area lahan pertanian baru guna meningkatkan produksi bahan pangan. Salah satu alternatif yang menjanjikan untuk digunakan sebagai lahan sawah baru adalah daerah rawa. Hasil yang diperoleh dari studi akhir ini berupa dimensi saluran yang dapat menampung debit akibat buangan lahan atau modulus drainase sebesar 5,992 lt/dt/ha. Untuk saluran tersier : lebar saluran adalah 1 m dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya lapisan pirit dan puncak tanggul pada elevasi +4,000 supaya waktu pasang air tidak menggenangi lahan. Saluran sekunder : lebar saluran adalah 26 m dengan dasar saluran di elevasi +1,300 dan puncak tanggul pada elevasi +4,000. Saluran primer : lebar saluran adalah 36 m dengan dasar saluran di elevasi + 0,800 dan puncak tanggul pada elevasi +4,000. Ketiganya memiliki kemiringan talud 1:1 dengan kemiringan saluran datar supaya pada waktu surut air dapat terbuang ke sungai. Selain dimensi saluran rencana juga memperhitungkan tingkat stabilitas saluran rencana terhadap bahaya longsor yang kemungkinan terjadi di lahan dan hasil dari desain tersebut termasuk aman. Kata kunci: Saluran Irigasi, Rawa Pasang Surut, HEC-RAS, Tata Air, Drainasi. ABSTRACT Food problems that exist in Indonesia caused by insufficient production of food to ensure of the population and the narrowing of existing productive agricultural land. This makes for the development of new agricultural land area in order to increase food production. One promising alternative to be used as the new wetland is a swamp area. The results obtained from the study had desain of channel dimensions that can accommodate effluent discharge due to land or drainage modulusof 5,992 l / sec / ha. For the tertiary channels: channel width is 1 m with a depth of 1 m in order to avoid exposure of pyrite layer and the top of the embankment at the elevation +4.000 tide so the water does not inundate the land. Secondary channels: channel width is 26 m with a base elevation of the channel at +1.300 and elevation the top of the embankment at +4.000. Primary channels: channel width is 36 m with base of the channel at + 0.800 and elevation of the embankment at +4.000. All three have talud slope 1: 1 with a flat channel slope so that at low tide the water can be discharged into the river. In addition to the dimensions of the channel plan also takes into account the level of channel stability plan to the danger of landslides are likely to occur in the area and the results of such designs include safe. Keywords: Irrigation channels, tide ebb Swawp, HEC-RAS, Water Management, Drainage. I. PENDAHULUAN Masalah pangan merupakan ma- salah nasional yang sangat fundamental yang harus selalu diatasi setiap waktu. Pengalaman menunjukkan bahwa keku- rangan pangan dapat berpengaruh terha- dap stabilitas ekonomi, politik, dan kea- manan dalam negeri. Penambahan kebu- tuhan pangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu intensifikasi pertanian dan eks- tensifikasi pertanian. Intensifikasi perta- nian adalah usaha pengelohan lahan per- tanian yang ada dengan sebaik-baik-nya, untuk meningkatkan hasil pertanian

STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

  • Upload
    ngonhi

  • View
    217

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI DAERAH RAWA DESA

BATANJUNG KECAMATAN KAPUAS KUALA KABUPATEN KAPUAS

PROPINSI KALIMANTAH TENGAH

Fahmi Firmansyah

1,Heri Suprijanto

2,Prima Hadi Wicaksono

2

1 Mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang

2Dosen Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Permasalahan pangan yang ada di Indonesia diakibatkan oleh ketidakcukupan produksi bahan

pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan semakin menyempitnya lahan pertanian produktif yang

ada. Hal ini menjadikan kebutuhan pengembangan area lahan pertanian baru guna meningkatkan produksi

bahan pangan. Salah satu alternatif yang menjanjikan untuk digunakan sebagai lahan sawah baru adalah

daerah rawa.

Hasil yang diperoleh dari studi akhir ini berupa dimensi saluran yang dapat menampung debit akibat

buangan lahan atau modulus drainase sebesar 5,992 lt/dt/ha. Untuk saluran tersier : lebar saluran adalah 1 m

dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya lapisan pirit dan puncak tanggul pada

elevasi +4,000 supaya waktu pasang air tidak menggenangi lahan. Saluran sekunder : lebar saluran adalah 26

m dengan dasar saluran di elevasi +1,300 dan puncak tanggul pada elevasi +4,000. Saluran primer : lebar

saluran adalah 36 m dengan dasar saluran di elevasi + 0,800 dan puncak tanggul pada elevasi +4,000.

Ketiganya memiliki kemiringan talud 1:1 dengan kemiringan saluran datar supaya pada waktu surut air dapat

terbuang ke sungai. Selain dimensi saluran rencana juga memperhitungkan tingkat stabilitas saluran rencana

terhadap bahaya longsor yang kemungkinan terjadi di lahan dan hasil dari desain tersebut termasuk aman.

Kata kunci: Saluran Irigasi, Rawa Pasang Surut, HEC-RAS, Tata Air, Drainasi.

ABSTRACT

Food problems that exist in Indonesia caused by insufficient production of food to ensure of the

population and the narrowing of existing productive agricultural land. This makes for the development of

new agricultural land area in order to increase food production. One promising alternative to be used as the

new wetland is a swamp area.

The results obtained from the study had desain of channel dimensions that can accommodate

effluent discharge due to land or drainage modulusof 5,992 l / sec / ha. For the tertiary channels: channel

width is 1 m with a depth of 1 m in order to avoid exposure of pyrite layer and the top of the embankment at

the elevation +4.000 tide so the water does not inundate the land. Secondary channels: channel width is 26

m with a base elevation of the channel at +1.300 and elevation the top of the embankment at +4.000.

Primary channels: channel width is 36 m with base of the channel at + 0.800 and elevation of the

embankment at +4.000. All three have talud slope 1: 1 with a flat channel slope so that at low tide the water

can be discharged into the river. In addition to the dimensions of the channel plan also takes into account

the level of channel stability plan to the danger of landslides are likely to occur in the area and the results

of such designs include safe.

Keywords: Irrigation channels, tide ebb Swawp, HEC-RAS, Water Management, Drainage.

I. PENDAHULUAN

Masalah pangan merupakan ma-

salah nasional yang sangat fundamental

yang harus selalu diatasi setiap waktu.

Pengalaman menunjukkan bahwa keku-

rangan pangan dapat berpengaruh terha-

dap stabilitas ekonomi, politik, dan kea-

manan dalam negeri. Penambahan kebu-

tuhan pangan dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu intensifikasi pertanian dan eks-

tensifikasi pertanian. Intensifikasi perta-

nian adalah usaha pengelohan lahan per-

tanian yang ada dengan sebaik-baik-nya,

untuk meningkatkan hasil pertanian

Page 2: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

dengan menggunakan berbagai macam

sarana. Intensifikasi pertanian saat ini di-

tempuh dengan progam sapta usaha tani.

Adapun sapta usaha tani dalam bidang

pertanian adalah pengolahan tanah yang

baik, pengairan yang teratur, pemilihan

bibit unggul, pemupukan, pemberantasan

hama dan penyakit, serta pengolahan

pasca panen. Intensifikasi pertanian

cocok digunakan di pulau Jawa yang

wilayah pertaniannya semakin sempit.

Ekstensifikasi pertanian dilaku-kan di

wilayah yang masih memiliki area yang

dapat dikembangkan sebagai lahan per-

tanian misalnya hutan maupun rawa.

Oleh karenanya lokasi rawa dapat dibuka

dan digunakan sebagai lahan pertanian

baru sebagai alternatif lain ketika hutan

di Indonesia semakin sempit.

Rawa adalah suatu lahan darat

yang tergenang air secara periodic atau

terus menerus secara alami dalam waktu

lama karena drainasi yang terhambat.

Meskipun dalam keadaan tergenang, la-

han ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan.

Lahan rawa lebak merupakan salah satu

wiliyah pengembangan pertanian masa

depan yang prespektif. Rawa merupakan

suatu wilayah yang tergenang air dan

biasanya terdapat tumbuhan air. Pengge-

nangan air rawa bersifat musiman atau

permanen. Rawa terdiri atas dua jenis

yaitu :

1. Rawa Pasang Surut

2. Rawa Non Pasang Surut (lebak)

Kedua jenis rawa tersebut umum-

nya memiliki ciri khas, yaitu tanah gam-

but . Dalam lingkup lingkungan, gambut

mempunyai peranan sebagai penyangga

(buffer) lingkungan. Hal ini berhubungan

dengan fungsi gambut dalam gatra hi-

drologis, biogeokimiawi, dan ekologis.

Mengingat potensi lahan rawa

yang tersedia di Indonesia khususnya

Pulau Kalimantan cukup luas, maka

sangat dimungkinkan perluasan areal

tanaman pangan dengan menambah baku

lahan, melalui perluasan areal sawah

(reklamasi). Salah satu propinsi di

Kalimantan yang memiliki lahan rawa

cukup luas yaitu propinsi Kalimantan

Tengah. Dari areal lahan yang cukup luas

tersebut, salah satunya Kabupaten Ka-

puas yang cukup potensial untuk dija-

dikan areal persawahan. Salah satu rawa

tersebut berlokasi di Desa Batanjung,

Kecamatan Kapuas Kuala, Kabupaten

Kapuas. Lahan rawa pasang surut ini

belum dimanfaatkan untuk usaha perta-

nian sehingga potensi pengembangannya

masih sangat besar.

II. METODOLOGI PERENCANAAN A. Irigasi Rawa

Rawa adalah lahan genangan air

secara alamiah yang terjadi terus menerus

atau musiman akibat drainase alamiah

yang terhambat serta mempunyai ciri –

ciri khusus secara fisik, kimiawi, dan

biologis (PERMEN PU, Nomor 05/PRT/

M/2010: Pasal 1). Penggenangan air rawa

bersifat musiman atau permanen.. Rawa

terdiri atas dua jenis yaitu :

Rawa Pasang Surut

Rawa pasang surut merupakan la-

han rawa yang genangannya dipengaruhi

oleh pasang surutnya air laut.

Rawa Non Pasang Surut (Lebak)

Pengelolaan rawa pasang surut di-

landasi pada prinsip keseimbangan antara

konservasi dan pendayagunaan rawa pa-

sang surut dengan memperhatikan daya

rusak air di daerah rawa (PERMEN PU,

Nomor 05/PRT/M/2010: 1). Secara

umum, ada dua jenis tanah yang ter-

bentuk, yaitu tanah gambut (peat soils),

dan tanah non-gambut, atau tanah mi-

neral basah (wet mineral soils). Tanah

mineral yang terdapat di wilayah rawa,

seluruhnya merupakan endapan bahan

halus, berupa debu halus dan lumpur

yang diendapkan air pasang ditambah

dengan bahan aluvium yang dibawa ke

muara oleh air sungai.

B. Jaringan Tata Air

Pemilihan jenis sistem jaringan

tata air yang akan digunakan nantinya

bergantung pada karakteristik lokasi studi

Page 3: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

tersebut. Karakteristik tersebut terutama

yang berkaitan dengan kondisi topografi

lokasi dan letak sungai sebagai hilir dari

saluran drainasi rencana nantinya.

Sistem Handil

Sistem handil merupakan sistem

tata air tradisional yang rancangannya

sangat sederhana berupa saluran yang

menjorok masuk dari muara sungai.

(Noor,2001:100) Umumnya handil me-

miliki lebar 2-3 m, dalam 0,5-1 m dan

panjang masuk dari muara sungai 2-3 km.

Jarak antara handil satu dengan yang

lainnya berkisar 200-300 m. Adakalanya

panjang handil ditambah atau diperluas

sehingga luas yang dikembangkan dapat

mencapai 20-60 Hektar

(Sumber : Noor.2001 :100)

Gambar 1. Sistem Handil

1. Handil utama (2-3km)

2. Handil kecil

3. Sungai

Sistem Anjir

Sistem anjir disebut juga dengan

sistem kanal yaitu sistem air dengan

pembuatan saluran besar yang dibuat

untuk menghubungkan antara dua sungai

besar. Saluran yang dibuat dimaksudkan

untuk dapat mengaliri dan membagikan

air yang masuk ari sungai untuk peng-

airan jika terjadi pasang dan sekaligus

menampung air limpahan (drainasi) jika

surut melalui handil-handil yang dibuat

sepanjang anjir. Dengan demikian, air

sungai dapat dimanfaatkan untuk perta-

naman secara lebih luas dan lelu-

asa.Dengan dibuatnya anjir, maka daerah

yang berada dikiri dan kanan saluran

dapat diairi dengan membangun handil-

handil (saluran tersier) tegak lurus kanal,

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar 2.2. Perbedaan waktu pasang dari

dua sungai yang dihubungkan oleh sistem

anjir ini diharapkan akan diikut oleh

perbedaan muka air sehingga dapat ter-

cipta suatu aliran dari sungai yang muka

airnya lebih tinggi ke sungai yang rendah.

(Sumber : Noor. 2001 :103)

Gambar 2. Sistem Anjir

1. Handil-handil

2. Anjir (28 km)

3. Sungai

Sistem Garpu

Sistem garpu adalah sistem tata

air yang direncangdengan saluran-saluran

yang dibuat dari pinggir sungai masuk

menjorok ke pedalaman berupa saluran

navigasi dan saluran primer., kemudian

disusul dengan saluran sekunder yang da-

pat terdiri atas dua saluran bercabang se-

hingga jaringan berbentuk menyerupai

garpu. Ukuran lebar saluran primer antar

20 m dan dalam sebatas di bawah batas

pasang minimal. Ukuran lebar saluran

sekuder antara 5-10 m (Noor,2001 : 103).

Pada setiap ujung saluran sekunder sis-

tem garpu dibuat kolam uang beru-kuran

luas sekitar 90.000 m2 (300 m x 300 m)

sampai dengan 200.000 m2 (400 m x 500

m) dengan kedalaman antara 2,5-3 m.

Pada setiap jarak 200-300 m sepanjang

saluran primer/sekunder dibuat saluran

tersier (Noor,2001 : 103).

(Sumber : Noor.2001 :103)

Gambar 3. Sistem Garpu

1. Saluran primer

2. Saluran sekunder

1

2

3

1

2 3

3

1 2

3

4

5

Page 4: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

3. Saluran tersier

4. Kolam

5. Sungai

Sistem Sisir

Sistem sisir merupakan pengem-

bangan sistem anjir yang dialihkan men-

jadi satu saluran utama atau dua saluran

yang membentuk sejajar sungai. Pada

sistem sisir tidak di buat kolam penam-

pung pada ujung-ujung saluaran sekunder

sebagaiman pada sistem garpu. Sistem

saluran dipisahkan antara saluran pem-

beri air dan drainasi. Pada setiap saluran

tersier dipasang pintu air yang bersifat

otomatis (aeroflapegate). Pintu bekerja

secara otomatis mengatur tinggi muka air

sesuai dengan pasang dan surut

(Noor,2001 : 104)

(Sumber : Noor.2001 :104)

Gambar 4. Sistem Sisir

1. Saluran primer

2. Saluran sekunder

3. Saluran tersier

4. Kolam

C. Analisa Hidrologi

Analisa hidrologi dilakukan untuk

mendapatkan besarnya curah hujan ran-

cangan 3 harian dan dengan kala ulang

yang telah ditetapkan yaitu 5 tahun yang

selanjutnya akan digunakan untuk meng-

hitung debit drainasi. Sebelum melaku-

kan perhitungan debit drainasi dan kebu-

tuhan air irigasi, perlu adanya penge-

cekan kualitas data dengan menggunakan

uji konsistensi data yang kemudian dilan-

jutkan dengan pengecekan homogenitas

data dengan menggunakan uji inlier-

outlier.

Analisa Klimatologi

Klimatologi adalah ilmu yang

membahas dan menerangkan tentang

iklim, bagaimana iklim itu dapat berbeda

pada suatu tempat dengan tempat yang

lainnya. Iklim sendiri adalah rata-rata

keadaan cuaca dalam jangka waktu yang

cukup lama, minimal 30 tahun yang si-

fatnya tetap. Sedangkan cuaca adalah

keadaan atau kelakuan atmosfer pada

waktu tertentu yang sifanya berubah-

ubah dari waktu ke waktu. Dalam analisa

klimatologi tentu memerlukan data

klimatologi. Data klimatologi merupakan

data-data dasar yang diperlukan untuk

menentukan kebutuhan pokok tanaman

akan air yang didasarkan pada keadaaan

pola tanam yang ada. Data klimatologi

yang diperlukan yaitu curah hujan (r),

temperatur (t), kelembaban udara (Rh),

penyinaran matahari (n) dan kecepatan

angin (u). Untuk perhitungannya meng-

gunakan metode Penmann Modifikasi.

Eto = c . ET*

ET*

= w (0,75 Rs - Rn1) + (1 - w) f(u)

(ea- ed)

Analisa Kebutuhan Air

Pengaturan pola tata tanam diper-

lukan untuk memudahkan pengelolahan

air agar air tanaman yang dibutuhkan

tidak melebihi air yang tersedia. Pola tata

tanam memberikan gambaran tentang

waktu dan jenis tanaman yang akan diu-

sahakan dalam satu tahun.

Pola tata tanam yang direnca-

nakan untuk suatu daerah persawahan

merupakan jadwal tanam yang disesu-

aikan dengan ketersediaan air. Secara

umum pola tata tanam dimaksudkan

untuk :

1. Menghindari ketidakseragaman tana-

man.

2. Melaksanakan waktu tanam sesuai

dengan jadwal yang telah ditentukan.

Menurut Hartoyo (Suhardjono,

1994:108), pola pengelolaan air didukung

dengan dua macam kegiatan, yaitu :

a) Pada musim hujan (saat tanam padi)

air digunakan untuk pencucian guna

meningkatkan kualitas air dan tanah.

Diadakan bangunan-bangunan pintu

air di saluran sekunder untuk mengu-

Page 5: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

rangi hilangnya air dari lahan sawah

dan bila diperlukan disertai dengan

pembuatan pematang dan pemerataan

muka tanah.

b) Dimusim kemarau (saat tanam pala-

wija) air tanah dijaga dengan pengo-

perasian bangunan pintu di tersier

untuk mengendalikan muka air tanah.

Cu = k x Eto x Luas rasio tanam

Dalam hal ini :

Cu = Kebutuhan air tanaman (mm/hari)

k = Koefisien tanaman

Eto = Evaporasi potensial ( mm/hari)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Perhitungan

Data hujan harian untuk pengo-

lahan hidrologi diperoleh dari stasiun

hujan Mantangai dan stasiun hujan

Mandomai yang terletak di Kabupaten

Kapuas.

Tabel 1. Data hujan maksimum rerata No. Tahun

Curah Hujan (mm)

1 Harian

Curah Hujan (mm)

2 Harian

Curah Hujan (mm)

3 Harian

1 1999 47.40 66.40 70.00

2 2000 45.55 53.55 61.00

3 2001 39.50 33.85 48.00

4 2002 58.50 62.00 67.00

5 2003 51.50 81.55 88.55

6 2004 75.00 110.50 119.50

7 2005 67.50 80.00 86.00

8 2006 96.50 96.50 118.00

9 2007 82.50 90.00 103.00

10 2008 100.00 105.50 136.00

11 2009 47.50 61.50 111.50

12 2010 54.00 89.50 111.00

Sumber : Hasil Perhitungan

Sedangkan data hujan sepuluh

harian nantinya akan digunakan untuk

menghitung curah hujan andalan (R80)

yang akan digunakan untuk menghitung

besarnya curah hujan efektif.

Tabel 2. Satu harian maksimum tahunan No. Tahun

Curah Hujan

(mm)

1 2001 39.50

2 2000 45.55

3 1999 47.40

4 2009 47.50

5 2003 51.50

6 2010 54.00

7 2002 58.50

8 2005 67.50

9 2004 75.00

10 2007 82.50

11 2006 96.50

12 2008 100.00

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 3. Dua harian maksimum tahunan

No. Tahun

Curah Hujan

(mm)

1 2001 33.85

2 2000 53.55

3 2009 61.50

4 2002 62.00

5 1999 66.40

6 2005 80.00

7 2003 81.55

8 2010 89.50

9 2007 90.00

10 2006 96.50

11 2008 105.50

12 2004 110.50

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4. Tiga harian maksimum tahunan No. Tahun

Curah Hujan

(mm)

1 2001 48.00

2 2000 61.00

3 2002 67.00

4 1999 70.00

5 2005 86.00

6 2003 88.55

7 2007 103.00

8 2010 111.00

9 2009 111.50

10 2006 118.00

11 2004 119.50

12 2008 136.00

Sumber : Hasil Perhitungan

Dari hasil analisa pada tabel di

atas nantinya akan digunakan dalam per-

hitungan curah hujan rancangan dengan

menggunakan metode Log Pearson Tipe

III. Tabel dibawah ini merupakan hasil

perhitungan curah hujan rancangan deng-

an menggunakan metode Log Pearson

Tipe III.

Tabel 5. Log Pearson Tipe III satu harian

Log X mm

1 2 50 -0.067 1.78 59.75

2 5 20 0.815 1.89 78.43

3 10 10 1.317 1.96 91.55

4 20 5 1.788 2.02 105.83

5 50 2 2.264 2.09 122.57

6 100 1 2.526 2.12 132.87

G (tabel)Xt (mm)

No Tr P(%)

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 6. Log Pearson Tipe III dua harian

Log X mm

1 2 50 0.178 1.90 78.60

2 5 20 0.886 2.00 99.70

3 10 10 1.149 2.04 108.92

4 20 5 1.320 2.06 115.34

5 50 2 1.447 2.08 120.37

6 100 1 1.508 2.09 122.86

GtabelXt (mm)

No Tr P(%)

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 7. Log Pearson Tipe III tiga harian

Log X mm

1 2 50 0.102 1.96 92.22

2 5 20 0.857 2.07 117.48

3 10 10 1.197 2.12 131.01

4 20 5 1.462 2.15 142.61

5 50 2 1.711 2.19 154.45

6 100 1 1.868 2.21 162.43

G tabelXt (mm)

No Tr P(%)

Sumber : Hasil Perhitungan

B. Jaringan Tata Air Lahan Rawa

Jaringan tata air yang akan digunakan

dalam studi akhir ini adalah menggu-

nakan reklamasi rawa system kolam

pasang. Ditemukan oleh team P4S Fakul-

Page 6: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

tas Teknik Universitas Dajah Mada

Yogyakarta. Penanganan reklamasi rawa

pasang surut ini sering disebut sebagai

system terbuka. Disebut demikian karena

gerakan air pada system ini dapat keluar

masuk pada saluran yang sama tanpa ada

hambatan. Oleh sebab itu saluran pada

kolam pasang berfungsi ganda yaitu

sebagai saluran pembawa sekaligus di-

manfaatkan sebagai saluran drainasi

ketika muka air surut. Layout jaringan

tata air dengan sitem kolam pasang ini

dapat di lihat sebagai berikut :

Sung

ai S

TI

Sung

ai S

TI

Sung

ai S

TI

Sung

ai S

TI

Renca

na T

anggul Kelil

ing

Renca

na T

anggul Kelil

ing

Renca

na T

anggul Kelil

ing

Ray 34

Ray 35

Ray 36

Ray 37

Ray 38

Ray 39

Ray 40

Ray 41

Ray 42

Ray 43

Ray 44

SP 51.705,5 Ha

S. Ters

ier 1 k

i

S. Ters

ier 2 k

i

S. Ters

ier 3 k

i

S. Ters

ier 4 k

i

S. Ters

ier 5 k

i

S. Ters

ier 6 k

i

S. Ters

ier 7 k

i

S. Ters

ier 8 k

i

S. Ters

ier 10 k

i

S. Ters

ier 11 k

i

S. Ters

ier 12 k

i

S. Ters

ier 13 k

i

S. Ters

ier 14 k

i

S. Ters

ier 17 k

i

S. Ters

ier 18 k

i

S. Ters

ier 19 k

i

S. Ters

ier 20 k

i

Sal.Sekunder 1Sal.Sekunder 2

Sal.Sekunder 3

Sal.Sekunder 4Sal.Sekunder 5

Sal.Sekunder 6

Saluran Primer

Saluran Sekunder

Saluran Tersier

Kontur

KETERANGAN

Sungai/Anak sungai/Saluran

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

JUDUL GAMBAR :

LAY OUT RENCANA JARINGAN TATA AIR

SKALA GAMBAR :

VERTIKAL = 1 : 25.000HORISONTAL = 1 : 25.000

DIGAMBAR OLEH :

FAHMI FIRMANSYAH

NIM :

0710640061

DIPERIKSA OLEH :

1. Ir. Heri Suprijanto, MS.

2. Prima Hadi Wicaksono, ST., MT. Gambar 5. Layout Jaringan Tata Air

Modulus Drainasi

Analisa modulus drainasi dilaku-

kan untuk memperoleh besarnya debit

buangan dari lahan. Dalam studi akhir ini

debit buangan yang terjadi diakibatkan

oleh besarnya curah hujan yang turun dan

pengaruh dari pasang surut. Curah hujan

yang turun dipilih pada kala ulang 5

tahunan dan periode 1 harian sebesar

78.430 mm , 2 harian sebesar 99.704

dan 3 harian sebesar 117.477. Tabel 8. Perhitungan Modulus Drainasi

Hari R(n)5 IR Et P Sn D(n)5 DM

n (mm/hari) (mm/hari) (mm) (mm/hari) (mm) (mm/hari) (lt/dt/ha)

1 2 3 4 5 6 7 8

1 78.430 11.964 5.228 0 50 35.167 4.070

2 99.704 11.964 5.228 0 50 63.176 3.656

3 117.477 11.964 5.228 0 50 87.686 3.383

Total 11.109

Sumber : Hasil Perhitungan

Menghitung rerata dari modulus

drainasi yang ada

(Dm)rerata = 3

DnDnDn harian3harian2harian1

= 3

383,3656,3070,4

= 3

109,11

= 3,703 lt/dt/ha Dari perhitungan di atas dikalikan

faktor drainasi yang disebabkan oleh pasang

surut :

Dc = f x Dm

f = Sr

24

Dc = 703,3833,14

24

= 5,992 lt/dt/ha

Dari data yang diketahui dan hasil

perhitungan modulus drainase di atas dapat di

gambarkan grafik sebagai berikut :

Sumber : Hasil Perhitungan

Gambar 6. Grafik hubungan Curah

hujandan kecepatan drain

Dari grafik di atas dapat dijelaskan

sebagai berikut :

Rn = curah hujan 1 harian, 2 harian

dan 3 harian dengan kala ulang 5

tahunan

Dc = besar drain module yang sudah

dikalikan factor drainasi yang

diakibatkan pasang surut = 5,992

l/det/ha

a = sisa curah hujan waktu surut hari

pertama selama 14 jam 50 menit

yaitu 78,430 – 35,167 = 43,253 mm

a’ = curah hujan yang tertahan waktu

pasang hari kedua selama 10 jam

yaitu 81,879 – 35,167 = 46,712 mm

b = sisa curah hujan waktu surut hari

kedua selama 14 jam 50 menit yaitu

99,704 – 63,176 = 36,528 mm

b’ = curah hujan yang tertahan waktu

pasang hari ketiga selama 10 jam

yaitu 102,902 – 63,176 = 39,726

mm

c = sisa curah hujan waktu surut hari

ketiga selama 14 jam 50 menit

yaitu 117,477 – 87,686 = 29,791

mm

Page 7: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

c’ = curah hujan yang tersisa di

saluran waktu pasang hari ketiga

selama 10 jam yaitu 122,787 –

87,686 = 35,101 mm

Syarat dan ketentuan drainasi :

besar c < 78,430 mm

besar 3

cba < 122,787 mm

Jadi dari grafik di atas diketahui

bahwa syarat dan ketentuan drainasi telah

terpenuhi.

Analisa Dimensi Saluran

a. Saluran Tersier (drainasi)

Dimensi saluran direncanakan un-

tuk menampung atau membuang kele-

bihan air yang diakibatkan oleh tingginya

intensitas hujan sehingga tidak meng-

ganggu pertumbuhan tanaman. Dimensi

ini direncanakan berdasarkan besarnya

debit drainasi untuk tiap saluran.

- contoh perhitungan dari perencanaan

dimensi Saluran Drainasi :

o Dc’ (drain module) = 5,992 lt/dt/ha

o V = C RxI

Gambar 7. Permisalan untuk saluran tersier

o I = 1600

3,0

= 0,00018 (suplai)

o maka v = 0,25 m/det

o Untuk drainasi v = 0,4 m/det

o Luas Tersier A = 1600 m x 209 m

= 334400 m2

= 33,44 ha

o Maka Dc’ = 33,44 x 5,992

= 200,373 l/det

= 0,200373 m3/det

o Asal tersier F =

vd

Dc'

= 4,0

2004,0

= 0,501 m2

dengan max h = 1 m

Maka lebar saluran tersier =

0,501 m => mengambil lebar 1 m

b. Dimensi Saluran Untuk Suplai (Sa-

luran Primer dan Saluran Sekunder)

Dimensi saluran direncanakan untuk

menampung air yang akan digunakan

untuk mensuplai air ke lahan. Untuk itu

perlu di hitung dimensi saluran primer

dan sekunder sebagai berikut.

Saluran Primer

Data – data yang didapat dari lapangan

dan juga asumsi – asumsi yang di

butuhkan adalah sebagai berikut:

- Areal Reklamasi = 2285,7 ha

- Untuk pertanian = 1705,53 ha

- Data tanah = 1393,42 ha (lempung

bergambut)

= 312,11 ha (gambut)

- Tanaman padi pada lempung

bergambut 1393,422 ha dan

palawija pada gambut seluas

312,11 ha

- Panjang saluran primer =3454,8 m

- Saluran sekunder = 1727,42 m

- Kolam pasang = 400 m x 300 m

- Panjang tersier = 1600 m dengan

jarak setiap 209 m

- Lapisan pirite terletak dalam =

lebih dari 50 cm

- Kadar BOD / COD di

asumsikan = 5 (Hardjoso.P,

1985:2)

- Hujan 1 = 78,430 mm

- Hujan 2 = 99,704 mm

- Hujan 3 = 117,477 mm

- Infiltrasi tanah lempung = 10

mm/hari

- Infiltrasi tanah gambut = 250

mm/hari

- Eo = 5,228 mm/hari

Page 8: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

Contoh perhitungan saluran untuk suplai :

Σe = k1 x k2 x Eo

Parameter yang diketahui:

Eo (evaporasi max) = 5,228 mm

K1 (koefisien tanaman) = 1,2 (padi)

K2 (koefisien tanah) = 0,75 (clay)

= 1,2 (gambut)

Areal padi (sawah) :

Σe = k1 x k2 x Eo

= 1,2 x 2

2,175,0

x 5,228

= 6,117 mm

Areal tanaman sekunder :

Σe = k1 x k2 x Eo

= 0,5 x 1,2 x 5,228

= 3,137 mm

Kebutuhan air tanaman (comsutive

use) rerata untuk seluruh areal A =

17.055.300 m2 adalah :

Σer = A

e2 x A2 + e1 x A1

= 17055300

3,137 x 3121100 + 6,117 x 13934225

= 5,572 mm/hari

Infiltrasi :

ir = A

i2 x A2 + i1 x A1

= 17055300

250 x 3121100 + 10 x 13934225

= 53,920 mm/hari

Rerata penggenangan 8 jam maka

infiltrasi :

mmx 973,17920,53

24

8

Wr = Σe + infiltrasi + Puddling (untuk

rawa 0)

Maka :

Ir = Wr - hujan efektif (0)

Ir = Wr

= Σe + infiltrasi

= 5,572 + 17,973

= 23,677 mm 25 mm = 2,5 cm

= 0,025 m

Gambar 8. Penentuan beda tinggi di

pengambilan dan kolam

pasang

7.01

2

h

h

Jadi dari gambar di dapatkan :

a = h2 = 1,4 m

b = h1 = 2 m

c = hs = 1 m

hp = hs + h

= 1 + 2

= 3 m

Kondisi pasang :

air di saluran = 2

21 hh

= 2

4,12

= 0,3 m dibawah + 3,80

Rencana dimensi saluran :

Q = A.Vr

= A. 0.50

A = 2.

hshpb

= 2

13.

xb

= b. 2,00

V1 – V2 = Q -- untuk 10 jam

= area . 2,5 cm . n

= 17055300 x 0,025 x 3

= 1279147,5 m3

n = 3 --- bentuk panjang

V1 = volume air waktu pasang

V2 = volume air waktu surut

Page 9: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

Sumber : Data Pasang Surut

Gambar 9. Lama waktu pasang dan

waktu surut

A . 0,5 . 10 jam = 1279147,5 m3

10 . 3600 . b. 2 . 0,5 = 1279147,5 m3

b = 48600

1279147,5

b = 35,53 m 36 m VII = 2/3 . 0,5

= 0,34 m/det

Hr = SII= m35,12

7,02

Saluran Sekunder

Untuk sekunder satu saluran :

Q = 1279147,5 m3

1/3Qp = Qs

Qs = 426382,5 m3

Durasi pasang 10 jam, maka :

A . 0,34 . 10 = 426382,5 m3

10 . 3600 . b. 1,35 .0.34 = 426382,5 m3

b = 16524

426382,5

b = 25,80 m 26 m S1 : Surut = 1,4 beda disungai h = 2 m

hp = 3,4 m

S1 : Surut = 0,7 m beda di kolam

h2 = 1,4 m

hp = 2,1 m

Maka dari perhitungan di atas di

dapatkan volume sebagai berikut : (V2) S1 = 3454,8 . 1,4 . 36 = 174121,92 m

3

S2 = 1727,42 . 0,7 . 26 = 31439,05 m3

kp = 400 . 300 . 0,7 = 84000 m3

289560,96 m3

(V1) S1 = 3454,8 . 3,2 . 36 = 397992,96 m3

S2 = 1727,42 . 2,3 . 26 = 103299,72 m3

kp = 400 . 300 . 2,3 = 276000 m3

Sawah = 17055300 x 0,025 = 426382,5 m3

= 1267675,18 m3

Vp = V1 – (VI Primer + V1 Sekunder)

= 1267675,18 – (397992,96 + 103299,72)

= 766382,5 m3

Vs = Vp – V2

= 766382,5 - 289560,96

= 476821,54 m3

Dari perbandingan volume sekunder dan

volume waktu surut (air kotor) di

dapatkan perbandingan penyerapan O2

dalam air sungai :

2

Vs

V =

289560,96

476821,54= 164 %

BOD di lapang = 30

BOD = 5 x (BOD) (terdapat

pyrite)

2

Vs

V

q

Q=

a2

t.s (Penafsiran

menurut Nahr berdasarkan grafik 2.5

halaman 38)

=

4,1.2

,6.30)0,025.(5.0

= 80 %

maka 164 % > 80 % (lebih dari dua

kalinya)

Menurut Prodjopangarso, 1985:23

penyerapan O2 dalam air sungai / saluran

bagus jika besaran hasil perhitungan dua

kali dari perhitungan asumsi. Jadi dari ha-

sil perhitungan dapat disimpulkan bahwa

penyerapan oksigen di saluran bagus.

Analisa Hidrolika

Analisa hidrolika ini dilakukan

untuk mengetahui luasan wilayah yang

tergenang oleh air akibat pasang dari

sungai Kapuas dan ketinggian dari pa-

sang tersebut pada lahan. Selain itu untuk

memperkirakan kemampuan dari saluran

drainase untuk menampung debit bu-

angan lahan dan akibat pasang.

Dengan menggunakan program

HEC RAS untuk mempermudah pemo-

delan pasang sungai di lahan dengan

melalui tahapan seperti yang telah dije-

laskan sebelumnya di bab II. Dengan

menggunakan program HEC RAS kon-

Page 10: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

disi Steady Flow dilakukan pemrosesan

data pasang surut untuk kondisi sebagai

berikut:

1. Kondisi saat pasang tinggi (Spring

Tide) yaitu dengan ketinggian pasang

3,60 m dan surut 1,619 m dari dasar

sungai STI.

2. Kondisi saat pasang rendah (Neap

Tide) dengan ketinggian pasang 2.68

m dari dan surut 0,942 m dasar sungai

STI. Beberapa contoh hasil dari pe-

mrosesan dengan menggunakan pro-

gam HECRAS pada saluran irigasi

dan saluran drainasi sebagai berikut.

Gambar 10. Geometri Jaringan Tata Air

Gambar 11. Long Section Sal. Primer untuk

kondisi pasang tinggi 3,60 m

Gambar 12. Long Section Sal. Primer

untuk kondisi surut tinggi

1,619 m

Gambar 13. Long Section Sal. Primer

untuk kondisi pasang rendah

2,680 m

Gambar 14. Long Section Sal. Primer

untuk kondisi surut rendah

0,942 m

Dari hasil pemrosesan data de-

ngan program HEC RAS maka dapat di-

tabelkan petak yang memerlukan peng-

operasian pintu ketika dalam kondisi air

surut. Tujuan dari pengoperasian pintu

adalah ketika air surut, saluran tersier

tetap tergenang sehingga lapisan pirit

yang pada saluran tidak teroksidasi dan

menimbulkan racun. Berikut tabel peng-

operasian pintu pada saluran tersier :

Tabel 8. Pengoperasian pintu pada

saluran tersier kiri selama

pasang tinggi

Nama saluran

Panjang total Luas layanan Pengelolaan Air

(m) Luas (Ha) Muka Air Elevasi Operasi

Pintu Tersier Lahan

Tersier 1 kr 1600 33,440 + 3,87 + 4,02 Tidak

Tersier 2 kr 1600 33,440 + 3,88 + 4,04 Tidak

Tersier 3 kr 1600 33,440 + 3,98 + 4,20 Tidak

Tersier 4 kr 1600 33,440 + 3,62 + 3,32 Ya

Tersier 5 kr 1500 31,275 + 3,61 + 3,29 Ya

Tersier 6 kr 1500 31,275 + 3,61 + 3,28 Ya

Tersier 7 kr 1500 31,275 + 3,61 + 3,27 Ya

Tersier 8 kr 1500 31,275 + 3,61 + 3,28 Ya

Tersier 9 kr 1500 31,275 + 3,61 + 3,24 Ya

Tersier 10 kr 1500 31,275 + 3,63 + 3,44 Ya

Tersier 11 kr 1500 31,275 + 3,62 + 3,26 Ya

Tersier 12 kr 1500 31,275 + 3,61 + 3,26 Ya

Tersier 13 kr 1500 31,275 + 3,61 + 3,24 Ya

Tersier 14 kr 1500 31,275 + 3,61 + 3,24 Ya

Tersier 15 kr 1500 31,275 + 3,61 + 3,20 Ya

Tersier 16 kr 1500 31,275 + 3,61 + 3,08 Ya

Tersier 17 kr 1500 31,275 + 3,60 + 2,99 Ya

Tersier 18 kr 1500 31,275 + 3,60 + 2,94 Ya

Tersier 19 kr 1500 31,275 + 3,60 + 2,84 Ya

Tersier 20 kr 1500 31,275 + 3,60 + 2,80 Ya

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 11: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

Tabel 8. Pengoperasian pintu pada

saluran tersier kanan selama

pasang tinggi

Nama saluran

Panjang total Luas layanan Pengelolaan Air

(m) Luas (Ha) Muka Air Elevasi Operasi

Pintu Tersier Lahan

Tersier 1 ka 1600 33,440 + 3,87 + 4,02 Tidak

Tersier 2 ka 1600 33,440 + 3,88 + 4,16 Tidak

Tersier 3 ka 1600 33,440 + 3,98 + 4,16 Tidak

Tersier 4 ka 1600 33,440 + 3,62 + 4,03 Tidak

Tersier 5 ka 1500 31,275 + 3,61 + 4,08 Tidak

Tersier 6 ka 1500 31,275 + 3,61 + 3,92 Tidak

Tersier 7 ka 1500 31,275 + 3,61 + 3,94 Tidak

Tersier 8 ka 1500 31,275 + 3,61 + 3,76 Tidak

Tersier 9 ka 1500 31,275 + 3,61 + 3,72 Tidak

Tersier 10 ka 1500 31,275 + 3,63 + 3,64 Ya

Tersier 11 ka 1500 31,275 + 3,62 + 3,60 Ya

Tersier 12 ka 1500 31,275 + 3,61 + 3,60 Ya

Tersier 13 ka 1500 31,275 + 3,61 + 3,56 Ya

Tersier 14 ka 1500 31,275 + 3,61 + 3,57 Ya

Tersier 15 ka 1500 31,275 + 3,61 + 3,40 Ya

Tersier 16 ka 1500 31,275 + 3,61 + 3,40 Ya

Tersier 17 ka 1500 31,275 + 3,60 + 3,28 Ya

Tersier 18 ka 1500 31,275 + 3,60 + 3,26 Ya

Tersier 19 ka 1500 31,275 + 3,60 + 3,22 Ya

Tersier 20 ka 1500 31,275 + 3,60 + 3,36 Ya

Sumber : Hasil Perhitungan

Analisa Stabilitas Lereng

Untuk perhitungan stabilitas lereng

tanggul digunakan metode D.W Taylor

yang dipakai di kondisi tanah yang jenuh

oleh air.

Dibawah ini disajikan stabilitas pada

tanggul dengan dimensi maksimum dan

minimum dengan anggapan bahwa stabi-

litas tanggul dibawah ini cukup mewakili

perhitungan tanggul pada patok-patok

yang lainnya dengan para-meter dasarnya

yaitu berupa nilai-nilai data tanah,

dengan :

Tabel 8. Data Tanah di lokasi Desa

Batanjung Data Besaran

1. Berat isi (γsat)

2. Kohesi (c)

3. Sudut geser dalam (Φ)

4. Φd

5. i

1.739 t/ m3

0.245 kg/cm2 = 2,45 ton/ m

2

9,7 º

Φ/2 = 4,85 º (kondisi jenuh air)

45 º (talud 1:1)

Sumber : Data Hasil laboratorium Mektan pada

Pekerjaan SID Jaringan Rawa 6500 ha Terusan

Raya, Kabupaten Pulang Pisau

Dengan menggunakan grafik Tay-

lor (tanah kohesif jenuh air) diperoleh :

(Sumber : Anonim,Kriteria Perencanaan 6 (KP6),

1986: 6) Gambar 15.Kurve-kurve Taylor untuk

stabilitas tanggul (dari

Capper,1976)

N = 0,135 (dengan menghubungkan nilai

sudut kemiringan talut dan sudut geser

pada kondisi jenuh 4,85 º )

Maka:

N = HSF

C

..

SF = HN

C

..

SF = 2.739,1.135,0

45,2

= 5,217 (aman)

Dengan asumsi bahwa timbunan akan

termampatkan (akibat tenaga alam) maka

e mengecil dan γsat naik ± 10%

γsat’ = 1,10 . γsat

= 1,10 . 1,739

= 1,913 ton/m3

SF = HN

C

..

= 2,1.913,1.135,0

45,2

= 7,906 (aman)

Tabel 8. Rekap Perhitungan Stabilitas Nilai

Minimum Normal Termampatkan

1 Saluran Primer 1,5 5,217 7,906

2 Saluran Sekunder 1,5 10,44 7,297

No. TanggulKondisi

Sumber : Hasil Perhitungan

IV. KESIMPULAN Dari analisis data dan perencanaan

yang telah dilakukan di studi akhir ini

dengan mengambil lokasi studi di Desa

Page 12: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

Batanjung Kecamatan Kapuas Kuala Ka-

bupaten Kapuas Propinsi Kalimantan

Tengah diperoleh kesimpulan sebagai

berikut :

1. Sistem tata air di lokasi studi diren-

canakan jadi satu antara saluran

irigasi dengan saluran drainase yaitu

dengan sistem terbuka dengan kolam

pasang. Untuk memenuhi kebutuhan

irigasi diperoleh dari air segar sung-

ai ketika pasang, namun perlu digu-

nakan polder yang mengelilingi lahan

agar tata air tidak terganggu oleh

pasang surut air Sungai STI.

2. Bentuk dan dimensi saluran yang

direncanakan :

a. Bentuk saluran yang direncanakan

adalah trapesium biasa dengan

kemiringan talud 1:1, namun di-

tambah dengan tanggul yang

berfungsi sebagai pengaman dari

pasang sungai dan pengarah air

drainase sehingga menuju saluran

drainase yang telah direncanakan.

b. Dimensi saluran yang diren-

canakan untuk :

- Saluran Tersier

- Lebar dasar saluran = 1m

- Kemiringan saluran = datar

- Kekasaran manning = 0,023

- Elev. dasar saluran = + 2,500

- Elevasi tanggul = + 4,000

- Kemiringan talud = 1 : 1

- Saluran Sekunder

- Lebar dasar saluran = 26 m

- Kemiringan saluran = datar

- Kekasaran manning = 0,023

- Elev.dasar saluran = + 1,300

- Elevasi tanggul = + 4,000

- Kemiringan talud = 1 : 1

- Saluran Primer

- Lebar dasar saluran = 36 m

- Kemiringan saluran = datar

- Kekasaran manning = 0,023

- Elev.dasar saluran = + 0.800

- Elevasi tanggul = + 4,000

- Kemiringan talud = 1 : 1

- Kolam Pasang

- Panjang = 400 m

- Lebar = 300 m

- Kemiringan = datar

- Elevasi dasar = + 1,000

- Elevasi tanggul = + 4,000

3. Analisa stabilitas lereng mengguna-

kan metode Taylor sesuai dengan

kondisi rawa yang jenuh air. Analisa

dilakukan pada sampel saluran pri-

mer, sekunder dan tersier. Adapun ha-

sil dari analisa stabilitas tersebut

mengikuti Standar Perencanaan Iri-

gasi KP6 dengan nilai minimum nilai

faktor keamanan sebesar 1,5. Dari

hasil perhitungan nilai faktor keama-

nan pada saluran primer, sekunder

dan tersier di atas 1,5, sehingga se-

mua dalam kondisi aman.

Dari kesimpulan yang diperoleh

berdasarkan analisa perhitungan yang di-

lakukan, maka saran berikut diberikan

sebagai bahan pertimbangan yang lebih

baik, antara lain:

1. Perlu dibentuknya suatu himpunan

petani pemakai air yang anggotanya

terdiri dari para petani penggarap

sawah guna menindak lanjuti operasi

dan pemeliharaan pintu yang ada agar

keberadaannya berlangsung sesuai

umur pintu yang digunakan.

2. Karena pada waktu pasang tinggi

(spring tide) penurunan muka air

saluran sangat tajam, maka perlu di-

perhatikan pengoperasian pintu di

tersier untuk saluran yang memiliki

kedalamam pirit pada lahan dibawah

50 cm. Tujuannya adalah agar pirit

yang terkandung pada lahan tidak

teroksidasi menjadi racun. Sehingga

saluran harus tetap tergenang air.

V. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1986c. Standar Perencanaan

Irigasi Bagian Parameter

Bangunan (KP-06). Jakarta :

Direktorat Jenderal Pengairan

Departemen Pekerjaan Umum.

Page 13: STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Perencanaan... · dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya

Capper,P.L. & Cassie,W.F. 1976. The

Mechanics of Engineering

Soils, EA F.N. London : Spon

Ltd.

Noor, Muhammad. 2001. Pertanian

Lahan Gambut Potensi dan

Kendala.Yogyakarta: Kanisius.

Prodjopangarso, Hardjoso.1985.Tidal

Basin Irrigation System. Buku

tidak diterbitkan.Yogyakarta:

UGM

Republik Indonesia. 2010. Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum

Tentang Pedoman Operasi

dan Pemeliharaan Jaringan

Reklamasi Rawa Pasang

Surut.PERMEN Pekerjaan

Umum No. 05/PRT/M/2010.

Jakarta: Sekretariat Negara

Suhardjono. 1984. Drainasi. Malang :

Universitas Brawijaya.

Suhardjono. 1994a. Kebutuhan air

Tanaman. Malang : ITN

Malang Press.

Suhardjono. 1994b. Diktat Penunjang

Perkuliahan Reklamasi Rawa.

Malang : Universitas Brawijaya.