Study for Life vs Study for Exam

Embed Size (px)

Citation preview

Sari NursitaDear teman2, mau tanya bagaimana teman2 bersikap dan mengajarkan tentang target. - Apakah teman2 menetapkan target buat anak2 (secara general untuk perkembangan anak dan spesifik ke suatu subject)? - Do you allow yourself to have expectations on your kids? - Apa yang dilakukan ketika target tsb tidak tercapai, menurunkan level nya atau mendorong anak untuk mencapainya? - Apakah ada target yang non-negotiable, misalnya dlm hal hafalan2 & praktek ibadah? (Saya tahu kalau yg ini private dan tdk bermaksud untuk mengadu masalah berbau SARA, hanya ingin dpt sharing teman2 bgmn teman2 menyikapi bila target2 materi dari tempat pengajian anak2 tdk tercapai)Terima kasih :)Top of FormBottom of Form Irma Nugraha Prinsipnya sih do more expect less, mba. Tapi saya ga bisa banyak berbagi karena masih berjuang juga dalam hal ini ^_^;June 1 at 11:00am Like 3 Septi Peni Wulandani Kalau saya, biar anak-anak yg menetapka target sendiri, usaha untuk mencapainya sendiri, tugas kita membantu mereka memberikan alternatif CARA, karena urusan JALAN, merekalah yg berhak memilih, dan kita bantu mereka untuk menemukan JALAN nya, kalau anak-anak masih bingung dg JALAN.

Kalau target tidak tercapai,biarkan anak-anak mengevaluasi, tugas kita LISTEN, dan tinggal berkata "There is NO FAILURE, only wrong result, you must CHANGE your strategy"

Dan biarkan mereka menemukan HIS NEW STRATEGY, bukan strategi orangtuanya, ini salah satu ketrampilan HIDUP, prosesnya yg kita kuatkan, HASIL urusan Allah s.w.tJune 1 at 11:45am Like 16 Irma Nugraha menyimak mba SeptiJune 1 at 11:46am Like Amy Poernomo ikut menyimak jugaJune 1 at 11:47am Like Septi Peni Wulandani sudaaaah simakannya selesai, kembali masaaaakJune 1 at 11:53am Like Sari Nursita Thanks mba Irma n mba Septi masukannya. Untuk prinsip menentukan target sendiri, ini bisa dimulai sejak kapan ya mba? Bagaimana kalau anak tsb blm bisa mencerna mengapa punya target sendiri itu penting? Kalau dia tdk bisa komitmen dgn target sendiri (sekedar omong, tapi ngga ada follow up), apakah kita harus hold them accountable atas janji mereka? Lalu apakah kita sebaiknya tidak berkata, mama ingin kamu bisa cari uang sendiri pd umur sekian, atau hafal doa sehari2 dan juz amma tahun ini, atau yg sederhana bisa mandi/makan sendiri ya nak dan ekspektasi lainnya. Bukankah kita sebagai ortu sebaiknya mengkomunikasikan apa yg kita harapkan bagi anak kita, agar mereka mengerti dan bisa mempertimbangkan apakah hal itu yang mereka juga inginkan? Kalau sy jadi anak, apa sy tidak akan bertanya, sy ingin menyenangkan mama dan mama ingin sy jd anak yg bgmn sih sebenarnya?June 1 at 12:13pm via mobile Like Septi Peni Wulandani Sejak dia sudah punya keinginan, berapapun umurnya dan sekecil apapun keinginannya, shg tidak ada patokan dasar untuk urusan usia.

kalau dia tidak punya? tugas kita menstimuslus untuk menghadirkan orang2 inspiratif ke rumah, bisa membaca/menonton kisah hidupnya, atau bersilaturahim ke sebanyak-banyaknya orang sukses.

Kalau dia tidak bisa komitmen? berarti makin jelas PR kita ke anak adalah melatih KOMITMEN bukan menentukan TARGET.setelah bisa komitmen dan konsisten anak pasti gampang menentukan target.

Biarkan anak bahagia dengan caranya, kalau mereka bahagia, kita pasti bahagia sebagai orangtuanya, kitalah yg harus adjust dengan kebahagiaan mereka, bukan anak yg diminta menentukan standar kebahagiannya sama dengan standar kebahagiaan kita.June 1 at 12:26pm Like 10 Retno Arief Tergantung umur.Untuk anak Usia Dini biarkan dia belajar suka suka kalau orang jawa Sak karep senengnya yang manaKarena pintu perhatian setiap anak berbedaAda yang suka ngomong dulu, ada yang suka gerak dulu ada ang suka ngitung dulu ada yang suka nulis dulu, dsb

Wis ikuti aja sekarang dia lagi suka apaKita fasilitasi dan motivasiKita bimbing dan arahkan

Dan nanti saat perhatian beganti, kita juga ikutan ganti fasilitas.yang penting asik

Yang penting fahamiAnak Usia Dini itu seperti bunga yang masih kuncup tiap anak mekarnya berbeda bedaTidak bisa dipaksakanBunga kuncup jika dipaksa mekar akan rusak

Biarkan dia mekar secara alamiIa akan indah dan sedap dipandang mata

So tak perlu memanding bandingkan kemampuannya dengan yang lainNikmati keunikannyaFokus pada keistimewaannyaJune 1 at 12:41pm Like 5 Sari Nursita Wah makin banyak pencerahan nih berarti kira2 begini ya mba... tugaskita mengenalkan anak pada berbagai kegiatan dan bidang minat, orang dancontoh teladan yang menginspirasi. Nanti mereka akan menemukan hal yangpaling menarik baginya. Dari situ mereka akan punya keinginan untuk menjadiatau mencapai sesuatu, something that matters to them. Kita bantu merekadgn mengenalkan cara membuat target (prinsip SMART), dan mereka sendiriyang membuatnya. Kita bantu mereka brainstorming untuk menentukan cara atau jalan menuju goal tersebut, dan mereka yang ambil keputusan mau pakai caraatau jalan yang mana.

Lalu dalam perjalanannya, kita kenalkan pada kisah2 teladan mengenai orangyang konsisten dengan komitmen2 dan prinsip hidup nya, orang yang terusberjuang sampai berhasil, cara orang2 yang sukses dalam menyikapi rintangandan hasil yang tidak sesuai harapan. Dan pada akhir perjalanan, kita dengardan bantu dia evaluasi strategi yang sudah dia kerjakan.

Tantangannya berarti dalam menumbuhkan minat anak ya. Lalu dalam menjagasikap kita sendiri dan mengajarkan anak melepaskan diri dari ekspektasi eksternal (perlakuan dari luar yang mengkotak-kotakkan anak ke dalam suatu kategori tertentu, misal anak usia segini sudah harus bisa xyz). Ataukahkita juga harus mengajarkan anak untuk berkompromi dengan ekspektasieksternal, misal agar mrk dpt berkata 'oke sy akan melakukan apa yg anda harapkan karena itu juga sesuai dgn harapan sy, namun sy hanya dapatmembuat komitmen untuk hal abc, tapi tidak bisa janji untuk yg lain?'June 1 at 1:31pm via Like 4 Bunda Raffa tapi kl dalam hal keimanan, akhlak, dan aqidah bgaimana? tetap ditargetkan atau tunggu anaknya suka dulu.. maaf kl pertanyaannya oot ya :))June 1 at 2:08pm via mobile Like 1 Wiwiet Mardiati Kalau anakku lebih faham ketika dikasih analogi game. Bahwa dia skrg ada di level 1 atau level 2 utk hal2 apa gitu, lalu jelaskan semua itu berproses utk naik level. Untuk kami ini berhasil diterapkan dalam hal2 abstrak spt menjelaskan soal latihan kontrol emosi, kesabaran, kemandirian, dlsb. Nah, pas diskusi level2 berikutnya bisa ditentukan bareng2. (Misalnya atala sdh tdk ditunggui saat les itu level berapa, dll). Kadang ada masa stuck di level itu2 aja, ya berarti msh harus diasah. Dalam game tdk ada istilah gagal, adanya keep trying to go to the next level. Jadi saingan dan pembandingnya adalah dirinya sendiri. Untuk akademik kami hanya mewajibkan calistung, dan pake level standar sekolahan, tapi disesuaikan dgn dia. Misalnya bacanya sdh kelas 4. mathnya kelas 2. Menulisnya kelas 1. Pelajaran agama kami masukkan kategori calistung (baca quran/hafalan/dll). Sisanya belajar sesuai minat, misalnya skrg lagi suka astronomi dan sejarah. Skill yang didapat dari les, mengikuti target les standar saja.June 1 at 2:29pm via mobile Like 7 Retno Arief Saya ingin tanya

Samakah main goal dengan target

Main goal itu so what nya apa sih kita ngajarin sesuatu kepada anak.Misal kita mengajarkan matematika penjumlahan ke anak. Main goalnya dia bisa berinovasi, bisa mengaplikasikan penjumlahan dalam kehidupan sehari hari. apa yang dia pelajari menjadi "sesuatu " yang bermanfaat dan membantunya dalam menghadapi masalah kehidupan.

Karena itu proses pengalaman belajar sangatlah penting. Akan kita temukan trial n error, ada planning, doing, evaluating, revising replanning

Tidak ada batasan waktu , tapi proses guiding, motivating, scaffolding, coaching, dsb terus meneus kita lakukan selama proses berlangsung tidak ada istilah gagalkarena ada proses revising n tailoringsampai they achieve their best

Kalau target, mudah mudahan nggak salahsepertinya ada faktor waktu ya

Takutnya jadi ada berhasil dan gagal.

Untuk aqidah akhlak, saya menggunakan istilah tangkap basah

Kontekstualdiawali dengan keteladananpembiasaanketika anak melakukan hal yang menyimpangtangkap basahwatawa shoubil haq watawa shoubil marhamah

Saat itu juga perbaikan kita lakukan

Untuk aqidah akhlak apa ada target>Lebih pas kontekstualsetiap anak punya kebutuhan penananman aqidah akhlak yang berbeda urutannya, mungkin ada yang sama. Tergantung karakter anakJadi kita cocokkan, mulai dari mana kita masuk

Dan yang paling penting adalah prosesproses pembentukan akhlaq dan penanaman aqidah yang aplikatif dalam kehidupan sehari hari. not just a theory.

Contoh mungkinkah kita mentargetkan akhlak anak untuk tidak pemarah?

Keteladanan dari orangtuaproses tangkap basahkontekstualJune 1 at 2:41pm Edited Like 2 Wiwiet Mardiati Menurut saya pribadi, orangtua mmg harus buat blue print pendidikan. Kalau istilahnya mba septi "vision board" (eh bener ga mba Septi ?) nah, terjemahan dari vision board itu ya ga meluluk ala sekolahan. Banyak cara lain utk melihat sudah sampe mana "anak kita". misalnya, dari diskusi, observasi keseharian, dari cara anak mengekspresikan diri (menulis, bicara, bergerak, menggambar), dlsbJune 1 at 2:36pm via mobile Like 1 Wiwiet Mardiati Vision boardnya juga ga perlu ala sekolahan, pake bahasa resmi yg susah dicerna dll. Pake bahasa sendiri aja dan santai. Disesuaikan dgn diri sendiri dan keluarga June 1 at 2:41pm via mobile Like 1 Irma Nugraha *mencatat*June 1 at 3:00pm Like 1 Sari Nursita Re: batasan waktu dalam goal / target

Kalau dalam pemahaman sy, goal yang baik itu mempunyai batasan waktu danbisa diukur. Adapun waktu yg dimaksud dlm jangka yg lama tetap saja ada batasnya. Misal sampai anak mempunyai keluarga sendiri, itu juga batasanwaktu. Pol2nya waktu ya sampai akhir hayat kita atau anak. Dan adapun cara pengukuran bisa memakai berbagai aspek.

Untuk goal yang besar bisa dipecah jadi goal yang kecil dalam waktu yglebih sigkat, yang kita tentukan aspek apa saja yg perlu dilihat sebagaitanda point / milestone ini sudah dilalui. Walaupun pada tahap evaluasirencana ada revisi terhadap target, tetap saja ada satu masa dimana kita memutuskan target ini tercapai atau tidak, hasilnya sesuai harapan atautidak. Bila tidak ya pe er nya merevisi strategi tadi, atau mengevaluasiapa saja yang perlu diubah agar tujuan akhir bisa tercapai ^^June 1 at 3:50pm via Like 1 Wiwiet Mardiati Enaknya HS memang semua di kembalikan pada orangtua. Kalau saya sih yg penting fokus pada perkembangan anak, usahakan seminimal mungkin target bukan karena tekanan keluarga atau lingkungan. Itu sih yg mgkn agak susah June 1 at 4:25pm via mobile Like 1 Erwin Tarti Kami tidak mikir target. Mungkin belum. Hari-hari prinsipnya jangan sampai mereka bengong dan harus belajar menyintai hal-hal yang baik dan benar.June 1 at 6:12pm via mobile Like Sari Nursita Mba Wiwiet/mba Septi, minta info lebih lanjut dong ttg vision board barangkali pernah ada yg nulis tentang ini?June 1 at 9:07pm via mobile Like Bunda Raffa di youtube ada mb.. ttg anak2nya ibu septi mengenai vision board mereka yg pelan2 terwujud mimpinya...

June 1 at 9:28pm via mobile Edited Like 1 Retno Arief samakah vision dengan target?June 2 at 6:26am Like Wiwiet Mardiati Target ditentukan berdasarkan vision. Dan baiknya vision dituangkan scr tertulisJune 2 at 7:45am via mobile Like Sari Nursita Mba Wiwiet, ini konteks nya vision board untuk ortu nya dalam membuat visi mengenai pendidikan anaknya kan? Ada url yg bisa di share ngga untuk contoh nya, soalnya sy masih blm bisa menterjemahkan konsep tsb menjadi sesuatu yg real. Dan bila anak bisa membuat vision board tentang harapan dia, berarti ortu juga bisa membuat vision board tentang harapan ortu pada anak? Kalau ortu tidak bisa memaksakan harapan nya pada anak dalam hal yang fisik (mama ingin kamu mandiri secara finansial pd umur sekian), apakah itu berarti maksudnya harapan ortu pada vision board tsb lebih ke sifatnya pembentukan karakter (mama ingin kamu jadi orang yang jujur)?June 2 at 7:59am Like Wiwiet Mardiati Harapan (hope) dan ekspektasi itu berbeda mba. Kita ngomongin yg mana? Ada istilah yg bilang, put your hope high, but your expectation lowJune 2 at 8:06am via mobile Like Sari Nursita Oo sepertinya miskom mengenai istilah ya... yang saya maksud itu lebih pada keinginan ortu atas anaknya, yang diperjuangkan dengan semaksimal mungkin dan diiringi dengan syukur, terlepas hasilnya tercapai/tidak. Itu maksudnya harapan bukan mba?June 2 at 8:20am Like Retno Arief yang ditanyakan disini adalah tentang target.Kalau visi saya sepakat. juga so whatnya anak belajar apa?

Target untuk anak yang masih kecil perlu hati hatiJika terikat dengan waktuFahami ritma belajar anak berbeda bedaDan untuk mencapai hasil yang optimal jika ia minta butuh revisi project, beri tambahan waktu. Jadi agak fleksibel. ang penting dia mencapai hasil ang terbaik, dan dalam proses pengalaman belajar dia selalu bekerja keras, disiplin dan tekun. Tidak malas.

Belajar di sini main goalnya bukan ujian lho. Bukan dapat nilai bagusTapi anak mampu berinovasi, mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari hari dan menggunakannya sebagai alat problem solving.June 2 at 10:24am Like Wiwiet Mardiati Balik lagi tergantung pada blue print pendidikan yg sudah dibikin.June 2 at 10:27am via mobile Like Wiwiet Mardiati Yang dimaksud mba Retno Arief, sepertinya adl 'kompetensi' atau 'capaian belajar' yang ingin dicapai. Balik lg ke visi pendidikan masing2. Contohnya, jika kompetensinya adalah "anak mampu mengungkapkan pendapat dan mengekspresikan diri", maka evaluasi yg bs dilakukan salah satunya dari keseharian. misalnya, melihat bagaimana anak mampu menuangkan isi hatinya dalam bentuk kata2 atau tulisan atau gambar atau tindakan. Bagaimana cara mereka menolak masukan dr kita atau berargumen saat ingin dibelikan sesuatu atau mempertahankan pendapat saat bertengkar dgn saudaranya.June 2 at 10:36am via mobile Like Wiwiet Mardiati Kalau berhubungan dgn agama, jika capaiannya adalah "anak mencintai Allah dan rasulnya", maka evaluasinya adl apakah segala sesuatu yg sudah ada mampu menumbuhkan cinta tersebut. Apakah hafalan anak bs mengantarkan kesana?June 2 at 10:37am via mobile Like Wiwiet Mardiati Jika yang dimaksud adalah kurun waktu tertentu, maka yg perlu dipertanyakan adalah, lalu kenapa hafalan anak baru mencapai sekian saat usia sekian? Bukankah pembelajaran itu seumur hidup? Bukankah kita sendiri masih terus belajar?June 2 at 10:38am via mobile Like Wiwiet Mardiati Balik lagi, kita bedakan dulu learning for life VS studying for exmJune 2 at 10:39am via mobile Like Wiwiet Mardiati *examJune 2 at 10:39am via mobile Like Wiwiet Mardiati Karena HS ciri khasnya itu personal, maka kembali ke ortu dan keluargaJune 2 at 10:39am via mobile Like 1 Wiwiet Mardiati Sebenarnya mba Septi Peni Wulandani lebih cocok menjelaskan. Jadi ga enak =pJune 2 at 10:41am via mobile Like Irma Nugraha *gelar tiker, mantengin thread ini*June 2 at 10:42am Like Retno Arief tidak sesederhana itu mbak

Anak dikatakan memahami jika:1. Dia mampu menjelaskan a sampai z tentang fakta tersebut2. Dia mampu mengintepretasi materi yang dia pelajari, apa makna dibalik itu, apa ibrohnya buat dia3. Dia mampu berempati dari materi tersebut4. Dia mampu memahami berbagai perspektif yang berbeda, dan faham betul kenapa sampai ada beda sudut pandang. sehingga ia menjadi bijak menikapi perbedaan pendapat tentang satu hal5. Memahami self knowledge. Dia tahu betul dari materi tersebut mana ang paling dia fahami dan mana ang masih belum difahami, mana yang sudah teraplikasi dan mana ang belum mampu belum teraplikasi.

tep b step mengajarkanna lewat taksonomi bloom hingga anak mencapai Sintesa.Untuk mencapai sintesa butuh evaluasi, revising, tailoring. Ini ang butuh waktu. Karena untuk menuju ke sini bukan tidak mungkin anak menemukan beberapa kali gagal. Gagal coba lagi, gagal coba lagi.Guidance, scaffolding, coaching, motivasi, arahanm bimbingan dari guru atau orangtua sangatlah urgent

Hingga anak get their masterpieceJune 2 at 10:45am Like 2 Wiwiet Mardiati jadi menurut mba Retno Arief, bagaimana menterjemahkan itu dalam kegiatan?June 2 at 10:48am via mobile Like Septi Peni Wulandani wuiiih ramenya, maaf langsung ninggal thread ini berangkat ke karawang, kebetulan di seminar tadi siang saya menjelaskan ttg "vision board". aku nambahain keterangannya Wiwiet Mardiati ya, gini:vision board itu adalah papan mimpi anak kita atau kita . Sebelum membuat vision board anak harus mengalamai berbagai macam kegiatan terlebih dahulu. dari berbagai macam kegiatan nanti, akan tampak mana kegiatan yang anak-anak merasa ENJOY dan EASY menjalankan. enjoy itu dalam arti mata anak berbinar-binar kalau mau berangkat beraktivitas, selalu cerita dengan semangat. Easy dia akan mudah mendalami tahap demi tahap perkembangan aktivitasnya. Nah kita perlu menajamkannya dengan vision board agar aktivitas tersebut menjadi ECXELENT, dia sangat expert di bidang itu, yang nantinya akan membawa dia dalam zona EARN, biarlah uang yg mengejar dia dengan bersungguh2 menjalankan aktivitas/hoby nya tersebut, waktu yg akan berbicara ttg earn ini.June 2 at 5:14pm via mobile Like 4 Septi Peni Wulandani setiap kali anak sudah mendapatkan ENJOY dan EASY dalam kegiatannya, pandu dia untuk membuat vision board, krn hal ini untuk melatih struktur berpikir anak. Karena sangat wajar kl anak dibawah 16 th akan berganti-ganti aktivitas yg dia sukai. shg munkin akan muncul beberapa vision board. aktivitas disini bukan LES PELAJARAN ya,usahakan non pelajaran, krn tujuan kita learning for life bukan study for exam.June 2 at 5:19pm via mobile Like 5 Septi Peni Wulandani contoh : enes anak pertama saya, usia 10 th membuat vision board bahwa dia penin jadi ahli sampah, krn menurut dia INdonesia itu negara yg tidak punya sampah, tp bahan baku yg belum diolah. aktivitas saat itu yg paling dia merasa ENJOY adalah ngumpulin sampah dan membuat craft dr sampah. dia buat vision board dengan nama SEMI (Save the Earth More Intensive) PROJECT. dia potong gambar2 dr majalah yg merepresentasikan mimpinya, kemudian kita pandu ( lebih cocok menemani aja sih saya waktu itu, buatiin cemilan, jadi teman diskusi, dan selalu berkata, bagus, hebat, setuju). Mulailah enes menentukan langkahnya, ke masjid woro-woro pakai mic kasih pengumuman bagi ibu2 yg punya sampah rumah tangga dikumpulkan untuk dia ambil bersama teman-temannya. Project berjalan selama 3 th dan membawanya mendapatkan penghargaan sbg Young changemaker 2009, dari Ashoka foundation.June 2 at 5:28pm via mobile Like 7 Septi Peni Wulandani lain lagi ara anak kedua,dr kecil dia suka mainan boneka sapi, kuda, kambing. Jilbab dan pernak pernik dari kecil selalu ngumpulin yg belang blonteng kayak sapi. aktivitas yg membuat matamya berbinar-binar adalah main ke kandang sapi dan kuda, usia 9 th sudah bisa dilihat enjoy dan easy nya di dunia persapian dan perkudaan. Maka dia buat vision board ttg MOO'S PROJECT. tahapannya sama dengan enes. Dia mulai cari gambar2 ttg peternakan modern, sampai keinginannya sekolah ke belanda ttg perkudaan dan ke australia ttg persapian. Ara mulai membumikan mimpinya dengan membeli sapi dari tabungannya, dia ternak sapi, main ke pasar sapi, dan akhirnya sampai punya desa binaan yg mengelola 5000 sapi, belajar bersama peternak, dia hadirkan slogan MULYO SESARENGAN, dimana peternakan sapi itu dimiliki oleh warga satu desa untuk mensejahterakan hidupnya, project ini berjalan 4 th, dan kemudian dia presentasikan di ajang young changemaker, yg membuat dia keluar sbg juara di th 2008.June 2 at 5:38pm via mobile Like 8 Septi Peni Wulandani vision board yg pernah dilakukan anak-anak waktu kecil ternyata menjadi struktur berpikirnya ketika besar, enes sekarang punya vision board di kamar kosnya adalah "2020 PROJECT" dia ingin menikah di th itu, dan sekarang mulai mencari ilmu tahap demi tahap. mulai dari management gizi keluarga, mendidik anak-anak dg benar, management mengelola keluarga, sampai dengan usia 18 harus punya usaha, agar 5 th lagi kalau menikah, mau full jadi ibu rumah tangga yg punya passive income. saya sbg ibunya tetap bicara bagus, hebat, setuju tanpa ikut campur ttg vision boardnya. S 1 ini dia ambil finance, dengan mayornya adalah family financial planner, dan S 2 sdg cari info beasiswa ke new zealand ttg management pemakaman profesional, krn dia sangat menyukai keluarga mulai dari anak-anak sampai eyang-eyang, dan ingin mendalami hal tsb sampai ke pemakaman. Aneh ya, tapi saya TIDAK MENGGANGGU mimpinya, biarkan mengalir.

Ara sekarang sedang jadi volunteer di kandang kuda singapore, biar dia dapat ilmu ttg kuda, sekarang kuliah di marketing S 1 nya, dan sedang cari beasiswa ke Belanda untuk mendapatkan ilmu management ranch kuda untuk S 2 nya nanti. Jurusan yang unik, dan saya tetap mendukungnya meski dia perempuan.June 2 at 5:51pm via mobile Like 6 Septi Peni Wulandani anak-anak selalu bilang ke kami orangtuanya DON'T TEACH ME , I LOVE TO LEARN, boardiiiiiiiing pamit dulu yaaaaa. mau pulangJune 2 at 5:55pm via mobile Like 5 Mella Fitriansyah selalu seneeeng deh kalo mbak Septi dan Wiwiet sudah berbagi ilmunya.. terima kasih yaaa *Mencatat&MasihMenyimak *GelarTikerJune 2 at 10:46pm Like Rika Adinda jadi bu Septi, misalnya.. anak saya sekarang, terlihat sekali suka menggambar, krn ketika bangun tidur langsung menggambar. Apakah yg bisa saya diskusikan ke anak untuk sebagai awalan membuat vision boardnya?Monday at 5:49am Like Wiwiet Mardiati Mba Rika kalau yg aku fahami dr mba septi, mgkn bisa diajak eksplorasi dulu, misalnya ke acara2 komunitas komik/gambar gitu atau googling tokoh2 komikus, ilustrator dan sejenisnya yg menginspirasi. Kekuatan komunitas tyt sangat besar utk melihat apakah anak mmg hobi atau serius. Plus menjalin jaringan juga. Klo ga salah acara terdekat itu tgl 14 juni di ITB deh.Monday at 6:52am via mobile Like 2 Septi Peni Wulandani Betul 100 untuk Wiwiet Mardiati, ajak dia sebanyak-banyaknya LEARN and SHARE seputar hobbynya itu, krn proses ini anak akan mendapatkan banyak hal, inspirasi, produktivitas, apresiasi dan akhirnya terjadi kolaborasi. Target tahun di vision board ini hanya untuk timebond saja dan boleh direvisi oleh anak saat evaluasi bareng. Fungsi utamanya adalah untuk memanage waktu, krn anak perlu membreakdownnya untuk sekarang. Contoh ketika Ara ingin ahli di sapi, projectnya diperkirakan sukses selama 4 th, ya berarti perhari dia investasikan waktu 8 jam untuk belajar ttg projectnya. Inimelatih KOMITMEN dan KONSISTENMonday at 7:20am via mobile Like 4 Irma Nugraha dengan metode belajar mengikuti passion anak (artinya dari motivasi dari dalam, bukan tuntutan luar mis. kurikulum buatan ortu/pemerintah/lembaga), di mana mba Septi meletakkan hal2 yang sifatnya formal/akademik, misalnya belajar matematika, sejarah, ipa, fiqih, dsb?Monday at 7:36am Like 1 Rika Adinda oh jadi.. saya mulai sering membahas dan mendiskusikan tentang itu ya bu.. lalu misalnya mengikutkan kepada kursus menggambar, sehingga dia belajar tehnik, dsb. lalu mendiskusikan bahwa ada karya seperti ini --> ajak ke pameran lukisan dsb. Ada orangnya yang membuat karya tersebut --> diskusikan tentang bagaimana dia bisa menjadi seperti itu, sehingga mudah2an tergambar di benaknya ada org yg bisa begitu dan menghasilkan hal yang bagus seperti itu. Mulai buat vision board yg berisi gambar2 yg berkaitan dg itu.. entah karya2 yg bagus, pembuat2nya, dsb. Sejalan dg itu, mulai kita mendiskusikan kira-kira dari semua pembuat karya seni yg ada, anak lebih minat kemana.. misalnya apa menjadi ilustrator, komikus, pelukis, dsb.. sambil memperkirakan kira-kira bisa tercapai brp lama apa yg diinginkannya itu ya bu.. dan hal itu termasuk juga yg ada di vision boardnya, begitukah bu Septi & mba Wiwiet?Monday at 7:39am Like 4 Septi Peni Wulandani Di project tsb, misal saat merencanakan project sapi, ada math, social science, sejarah ttg desa tsb bgm dulu awal berkembangnya, iman,akhlak, adab, bicara semua bisa masuk scr aplikatif dan real life. Jadi anak2 tahu apa yg dia pelajari itu manfaat dan up to date.

Saat ini elan anak ketiga saya, buat ROBOCYCLE PROJECT, math nya udah sampai memahami permutasi, krn memang diperlukan untuk ilmu robotnya, ipa nya sampai dg engsel dan kerangka tubuh, krn diperlukan di robotnya juga untuk mendesain lengan dan gerak robot. Social science nya sampai memahami pemerintahan desa, krn tahun depan dia keliling ke beberapa desa untuk sosialisasi robotnya ini di beberapa SD di desa2 tsb. Target saya bukan studying for exam, jd elan sdh memutuskan sendiri tdk ujian persamaan, dia memilih jalan kakak2nya untuk lsg tes di negara tujuan saat kuluah nanti, tanpa bawa ijazah indonesia.

Maka yg dia persiapkan skrg untuk kuliahnya nanti, belajar bahasa dan budaya jerman, math dan english, krn 5 th lagi tertulis di vision boardnya mau kebjerman. Irma Nugraha nah itu kan, mba Septi. sama persis dengan yang dibilang Wiwiet di atas, kita harus bedakan learning for life dengan learning for exam. makin ke sini, saya makin merasa kalo kita harus milih salah satu dari dua itu. kalo learning for life, kelebihannya adalah selalu kontekstual, tapi masalahnya yang dipelajari anak ga akan sesuai kurikulum pemerintah, di bagian ini lebih cepet, di bagian itu lebih lambat. sedangkan orang kayak aku masih ngiler sama ijasah, mbakku.

nah kalo learning for exam, gampang banget nentuin targetnya, nah masalahnya susah sekali nyari konteksnya. kalo elan kan belajar kerangka untuk kepentingan proyek robotnya, anak lain belajar kerangka entah untuk apa. mungkin untuk.... ya untuk tau aja. ga tau kepakenya di mana, kan? kepakenya ya di ujian.Monday at 8:00am Like 2 Wiwiet Mardiati Kan learning for exam bisa disiapkan max. Setahun sebelumnya Irma, dan bisa kapan aja toh ngambilnya, ga perlu usia 12thn utk ambil ujian SD. Artinya, byk waktu utk eksplorasi minat dan bakatMonday at 8:02am via mobile Like 2

Tugas ortunya ngumpulin info beasiswa sebanyak-banyaknya.Monday at 7:51am via mobile Like 7 Wiwiet Mardiati Yang paling tau anaknya itu ya ortunya sendiri, kalau atala tahun ini masih eksplorasi minat dan ikut beberapa les yg dianggap bisa menstimulasi otak dan mengasah hati (character building). Vision board atala mudah2an tahun dpn sdh bisa bikin.Monday at 7:53am via mobile Like Bunda Raffa seru banged nih,,, #nyimak sambil gelar tikerMonday at 7:58am Like Wiwiet Mardiati Utk akademik, saya sudah sampe ke kesimpulan kalau yg utama cuma calistung saja, sisa subyek (mata pelajaran) yg dibahas mengikuti minat atau mengikuti apa yg diujikan (tergantung mau pake ujian yg mana).Monday at 8:00am via mobile Like Septi Peni Wulandani Betul, jadi kekuatan home education itu personal dan unik, tidak bisa disamakan antar keluarga, referensi keberhasilan itu perlu, makin beragam makin kayalah kita

Mbak Rika adinda, betul mbak, jalani eksplorasi sebanyak2nya spt yg atala lakukan skrg, baru buat vision board. Masa eksplorasi itu saya mulai dr 0 th - 9 th, 10 th sdh membuat vision board, biasanya terjadi masa inkubasi 3 -4 th sampai projectnya berhasil, nah usia 14-16 sdh persiapan mereka kuliah. Ini pola yg terbentuk di enes dan ara, sdg kan untuk elan saya juga belum tahu, biarkan dia meembentuk polanya sendiri.Monday at 8:06am via mobile Like 9 Septi Peni Wulandani Betul irma, ketahuan makin jelas langkahnya kan, hidup itu pilihanMonday at 8:09am via mobile Like 2 Rika Adinda oh iya lupa.. acara apa yg dimaksud mba Wiwiet di di ITB ya?Monday at 2:44pm Edited Like Bunda Raffa Mb Septi mo nanya,,( #seriusnanya :)) kalau mo kuliah di LN apa langsung menuju univ. yang diinginkan lalu test gitu ya? (kl lulus trs ketrima n lgs kuliah,,,?) apa semua univ. di LN bole mensyaratkan tanpa ijazah? assiik bgt ya ^^Monday at 8:33am Like Retnadi Nur'aini sukaaa bgt thread ini. jd ingat, dulu di kampus sy, ada pilihan kelulusan S1: mau jalur skripsi atau TKA (tugas karya akhir). karena sy ngambil jurusan komunikasi, bentuknya misalnya: bikin majalah, koran, atau program TV, atau proyek kehumasan. tidak hanya sekadar bikin produk, kami jg diminta utk mempertimbangkan keberlangsungan jangka panjang. sy sejak awal masuk kuliah tahu persis bhw sy pingin bikin TKA. karena ngambil jurusan komunikasi massa penjurusan jurnalistik, sy pingin bikin majalah sastra utk anak. uniknya, sy baru tahu, banyak teman sy yg smp semester akhir pun masih galau mau bikin skripsi/ TKA. dr bikin TKA juga, sy belajar utk berpikir secara menyeluruh. bukan hanya mikirin konten, lay out, ilustrasi, sy juga ketemu dgn banyak pakar di bidang sastra anak, penulis anak, penulis cilik, berguru sm sejumlah redaktur pelaksana majalah ttg jadwal kerja, rubrikasi, belajar ttg iklan, tarif iklan, promosi, dll. dan sy bener2 jalan dr perpus ke perpus buat cari literatur teori pendukung & riset2 ttg bacaan anak (tak hanya bikin proyek jadi, kami jg harus punya teori pendukung) dipikir2, saat itulah sy benar2 belajar banyak ketimbang masa2 lain dlm hidup sy. sy rasa ini kurang lebih mirip dgn proyek anak2 bu septi. bener2 tercerahkan deh baca ini. betapa pentingnya masa eksplorasi, agar anak paham & punya passion "aku mau bikin ini!". betapa calistung adl tools utk meraih tujuan & passion anak dlm vision board. skrg plong rasanya, krn sy sempat merasa, di rumah kami 'nggak ngapa2in' makasih mb septi, mb wiet, mb irma & teman2 lainnya Monday at 9:10am Edited Like 2 Sari Nursita Mba Septi/Mba Wiwiet, thanks atas sharing nya ttg vision board. Boleh minta contoh tentang blue print pendidikan anak (tadinya saya pikir vision board itu maksudnya dalam rangka membuat blue print pendidikan anak :D)? Saya masih belum terbayang yang di maksud blue print tsb itu bgmn. Apakah hanya daftar life skills yang ingin kita bekali ke anak? Kemarin saya coba googling ttg important life skills for children tapi blm menemukan what is the big picture nya ya?Monday at 9:43am Like Sari Nursita Mba Irma, sy dapet info dari thread nya Klub Sinau kalau mau ambil kejar paket A buat anak2 HS, sebaiknya nyiapin raport akademis anak sesuai kurikulum diknas mulai dari kelas 4 SD.Monday at 9:57am Like 1 Riri Yandipinta Mksh ya semua...krn sgt bermanfaat utk kami yg baru memulai HS dan msh gamang utk anak kami 5th dan 2,5th....Monday at 9:11pm via mobile Like Riri Yandipinta Colek Juliyanti Ummu IbrahimMonday at 9:11pm via mobile Like 1 Irhamni Ami copas thread ke laptop Tuesday at 1:13pm Like 1 Retnadi Nur'aini cc Airin NisaYesterday at 9:07am Like Hilda Purnamasari SIIIIIP ! makasih ibu2 Yesterday at 9:59am Like Lily Ardas Waaa seru sekali, jadi ingin bertanya.... Kalau dengan anak usia 5thn gitu gimana mo eksplorasinya ya? Doyannya robot2an, main berantem2an tapi kalo diajak ke tempat latihan bela diri utk anak males, senengnya silaturahmi ke rumah sodara, tapi sampe sana main robot lagi atau nonton TV (maklum di rumah gak punya TV) *selalu tertarik HS tapi masih malas menjalankannya* Yesterday at 4:00pm Like Sury Anggrainy Pertanyaan yg menarik dan jawabannya yg brilliant.....sgt bermanfaat, trimakasih utk smua.....wawasan saya jd lebih tbuka17 hours ago via mobile Like Wiwiet Mardiati Sama anaknya menjalin hubungan (get connected) mba lily. Main robot2an bareng yang seru sampe ketawa2 dan seneng2 banget. Berantem2an bareng yang heboh.17 hours ago via mobile Like 1 Wiwiet Mardiati kalau sudah akrab dan menyenangkan, anaknya akan kepingin berkegiatan terus sama bundanya. Apapun kegiatannya ga penting. Yg penting sama bunda.16 hours ago via mobile Like 1 Wiwiet Mardiati Setelah itu berkembang anak berkegiatan, bunda nungguin (jadi ambulan in case ada emergency alias jd penenang hati anak), setelah itu tinggal antar jemput, trus naik tahapnya anak berangkat sendiri16 hours ago via mobile Like 1