8
RESUME BAB 4 Buku “MENGENAL KONTRAK KONSTRUKSI DI INDONESIA” Karya: Ir. H. Nazarkhan Yasin BAB IV BENTUK-BENTUK KONTRAK KONSTRUKSI A. Aspek Perhitungan Biaya Bentuk kontrak konstruksi didasarkan pada cara menghitung biaya pekerjaan/harga borongan yang akan dicantumkan dalam kontrak. Ada 2 macam bentuk kontrak konstruksi yang sering digunakan yaitu: 1. Fixed Lump Sum Price Secara umum kontrak Fixed Lump Sum Price adalah suatu kontrak dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak tidak boleh diukur ulang. Peraturan Pemerintah (PP) No 29/2000 tentang penyelenggaraan Jasa Konstruks memberikan batasan/definisi bentuk kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Lump Sum, seperti dalam Pasal 21 ayat (6) dan ayat (1). Dalam kedua pasal ini ditekankan segala resiko ditanggung oleh Penyedia Jasa Robert D. Gilbreath dalam Managing Construction Contracts pada halaman 43 menyebutkan harga tetap tidak berubah selama kontrak berlaku, kecuali karena atas perintah tambahan dari Pengguna Jasa atau Perubahan Lingkup Pekerjaan. McNeil Strokes dalam Construction Law in Contractor’s Language pada halaman 33 menyebutkan Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa sepakat pada suatu jumlah pasti yang harus dibayar oleh Pengguna Jasa kepada Penyedia Jasa untuk pelaksanaan suatu proyek. Dalam pelaksanaannya Penyedia Jasa mengajukan penawaran dengan mempertimbangkan kondisi terburuk yang mungkin mempengaruhi biaya, Penyedia Jasa tidak akan mendapat kenaikan biaya untuk harga-harga yang meningkat jika tidak ada pasal yang mengatur.

Summary Bab 4asdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asd

Citation preview

RESUME BAB 4Buku MENGENAL KONTRAK KONSTRUKSI DI INDONESIAKarya: Ir. H. Nazarkhan Yasin

BAB IVBENTUK-BENTUK KONTRAK KONSTRUKSI

A. Aspek Perhitungan BiayaBentuk kontrak konstruksi didasarkan pada cara menghitung biaya pekerjaan/harga borongan yang akan dicantumkan dalam kontrak. Ada 2 macam bentuk kontrak konstruksi yang sering digunakan yaitu:1. Fixed Lump Sum PriceSecara umum kontrak Fixed Lump Sum Price adalah suatu kontrak dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak tidak boleh diukur ulang.Peraturan Pemerintah (PP) No 29/2000 tentang penyelenggaraan Jasa Konstruks memberikan batasan/definisi bentuk kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Lump Sum, seperti dalam Pasal 21 ayat (6) dan ayat (1). Dalam kedua pasal ini ditekankan segala resiko ditanggung oleh Penyedia JasaRobert D. Gilbreath dalam Managing Construction Contracts pada halaman 43 menyebutkan harga tetap tidak berubah selama kontrak berlaku, kecuali karena atas perintah tambahan dari Pengguna Jasa atau Perubahan Lingkup Pekerjaan.McNeil Strokes dalam Construction Law in Contractors Language pada halaman 33 menyebutkan Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa sepakat pada suatu jumlah pasti yang harus dibayar oleh Pengguna Jasa kepada Penyedia Jasa untuk pelaksanaan suatu proyek. Dalam pelaksanaannya Penyedia Jasa mengajukan penawaran dengan mempertimbangkan kondisi terburuk yang mungkin mempengaruhi biaya, Penyedia Jasa tidak akan mendapat kenaikan biaya untuk harga-harga yang meningkat jika tidak ada pasal yang mengatur.

Dari keempat batasan/definisi tersebut, dapat disimpulkan tak satupun dari pengertian kontrak fixed lump sum price yang menyatakan volume pekerjaan asli dalam kontrak boleh diukur kembali. Biasanya Pengguna Jasa tidak mau menambah nilai kontrak fixed lump sum price tapi memerintahkan pekerjaan tambah dan mengurangi pekerjaan lain. Oleh karena itu sebaiknya dalam kontrak dianjurkan diberikan definisi kata atau istilah agar tidak terjadi salah pengertian untuk menghindari sengketa setelah kontrak disepakati.

2. Unit PriceSecara umum Kontrak Unit Price adalah kontrak dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak hanya merupakan perkiraan dan akan diukur ulang untuk menentukan volume pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan.Peraturan Pemerintah (PP) No.29/2000 Pasal 21 ayat (2) menjelaskan dalam hal terjadi pembetulan perhitungan perincian harga penawaran dikarenakan adanya kesalahan aritmatik, harga penawaran total dapat berubah, akan tetapi harga satuan tidak boleh diubah. Harga satuan juga menganut prinsip lump sum.Robert D. Gilbreath dalam buku Managing Construction Contracts, halaman 44-45, menyebutkan Kontrak Harga Satuan menggambarkan variasi dari kontrak lump sum, harga satuan hanya menetapkan harga satuan dari satuan atau volume.Mc Neil Strokes dalam buku Construction Law in Constructors Language, halamann 34-35, menjelaskan dalam kontrak harga satuan, Penyedia Jasa dibayar suatu jumlah yang pasti untuk etiap satuan pekerjaan yang dilaksanakan. Dalam menggunakan metode harga satuan Pengguna Jasa memperkirakan resiko atas jumlah pekerjaan yang akan dilaksanakan; termasuk perkiraan resiko pekerjaan yang dibuat Pengguna Jasa atau Perencana (Arsitek).

Dapat disimpulkan, bentuk kontrak harga satuan tidak mengandung resiko Pengguna Jasa membayar lebih karena volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak lebih besar daripada kenyataan sesungguhnya sehingga Penyedia Jasa mendapatkan keuntungan tak terduga. Penyedia Jasa juga tidak menanggung resio rugi apabila volume pekerjaan sesungguhnya lebih besar daripada yang tercantum dalam kontrak karena yang dibayarkan kepada Penyedia Jasa adalah pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan. Yang menjadi masalah dalam bentuk kontrak ini adalah banyaknya pekerjaan pengukuran ulang yang harus dilakukan bersama antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa untuk menetapkan volume pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan, adanya sistem seperti ini membuk peluang kolusi diantara petugas dari masing-masing pihak. Sehingga sebagian besar Pengguna Jasa lebih suka memilih bentuk kontrak fixed lump sum price.

B. Aspek Perhitungan Jasa1. Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee)Kontrak Biaya Tanpa Jasa adalah bentuk kontrak dimana Penyedia Jasa hanya dibayar biaya pekerjaan yang dilaksanakan tanpa mendapatkan imbalan jasa. Biasanya bentuk kontrak ini untuk pekerjaan yang bersifat sosial.Robert D. Gilbreath dalam buku Managing Construction Contracts, halaman 50, menyebut bentuk kontrak ini sebagai Cost Reimbursable, No Fee. Dalam peraturan ini, Penyedia Jasa hanya diganti biaya-biaya yang telah dikeluarkan, tidak ada jasa yang dibayarkan.2. Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee)Penyedia Jasa dibayar seluruh biaya untuk melaksanakan pekejaan, ditambah jasa yang biasanya dalam bentuk persentase dari biaya. Tidak ada batasan mengenai besarnya biaya seperti apa saja yang dapat dikategorikan sebagai biaya selain biaya yang sudah jelas seperti biaya bahan, peralatan, alat bantu, dan sebagainya. Dari kasus-kasus yang sudaha ada sistem cost plus fee sangat merugikan Pengguna Jasa. Sehingga pemerintah sejak tahun 1966 melarang Contract Cost Plus Fee.Robert D. Gilbreath dalam buku Managing Costruction Contracts, halaman 54 menyebut kontrak ini sebagai Cost Plus Percentage of Costs. Para Penyedia Jasa dibayar untuk biaya-biaya yang sudah di keluarkan dan diberi jasa secara proporsional bagi biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan beberapa atau seluruh pekerjaan. Semakin tinggi biaya-biaya langsung semakin tinggi jasa konstruksi.Sayngnya pada tahun 2000 bentuk kontrak Cost Plus Fee dihidupkan kembali melalui Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 mengenai Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, yang terdapat pada Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 3.3. Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee)Perbedaan dengan Cost Plus Fee terletak pada jumlah imbalan untuk Penyedia Jasa, besarnya bervariasi tergantung besarnya biaya. Dalam kontrak ini sejak awal sudah ditetapkan jumlah imbalan/jasa Penyedia Jasa yang pasti dan tetap walaupun biaya berubah. Bentuk ini masih berisiko bagi Pengguna Jasa karena tidak ada kepastian mengenai batas biaya yang diperlukanRobert D. Gilbreath dalam buku Managing Construction Contracts, halaman 53 menyebutkan Imbalan pasti ditetapkan sebelum kontrak ditandatangani. Perubahan biaya secara tetap dan pengawasan dari pihak Pengguna Jasa diperlukan.

C. Aspek Cara Pembayaran1. Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment)Prestasi Penyedia Jasa dihitung setiap akhir bulan. Setelah prestasi tersebut diakui Pengguna Jasa maka Penyedia Jasa dibayar sesuai prestasi terebut. Cara pembayaran ini sering dimodifikasi dengan mempersyaratkan jumlah pembayaran minimum yang harus dicapai untuk setiap bulan diselaraskan dengan prestasi yang harus dicapai sesuai jadwal.Peraturan Pemerintah (PP) No 29/2000 mengatur bentuk konrak dengan sistem berkala yang tertera pada Pasal 20 ayat (3) huruf c angka 2.2. Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment)Pembayaran kepada Penyedia Jasa dilakukan atas dasar prestasi/kemajuan pekerjaan yang telah dicapai sesuai dengan ketentuan dalam kontrak. Besarnya prestasi dinyatakan dalam persentase. Kriteria pembayaran adalah prestasi dan bukan waktu. Hal ini sesungguhnya tidak selalu aman bagi Pengguna Jasa karena yang diakui sebagai prestasi bukan hanya prestasi fisik tetapi termasuk pula prestasi bahan mentah atau setengah jadi.Peraturan Pemerintah (PP) No 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi mengatur bentuk kontrak ini yang tertera dalam Pasal 20 ayat (5) huruf c angka 1.Robert D. Gilbreath dalam buku Managing Construction Contracts, Bab 12 mengenai Progress Billing Payment mengupas bentuk-bentuk kontrak dengan cara pembayaran berkala (monthly payment) maupun cara pembayaran berdasarkan prestasi (stage payment). Alternatif dasar-dasar pembayaran bagian per bagian, ada 3 landasan umum dimana pembayaran dapat dilakukan berdasarkan: (1) biaya, (2) waktu, (3) pelaksanaan atau kemajuan pekerjaan.McNeil Strokes dalam buku Construction Law ini Contractors Language halaman 42-44 menyebutkan metode pembayaran untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan waktu pembayarannya tentu saja merupakan suatu hal yang penting bagi penyedia jasa. Metode normal adalah melalui pembayaran termin bulanan.3. Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Cotractors Full Pre-financed)Penyedia Jasa harus mendanai dahulu seluruh pekerjaan sesuai kontrak. Setelah pekerjaan selesai 100% dan diterima baik oleh Pengguna Jasa barulah Penyedia Jasa mendapatkan pembayaran sekaligus, tetapi hanya 95%, karena 5% sisanya digunakan sebagai retention money selama masa tanggung jawab atas cacat, dan Penyedia Jasa harus memberikan jaminan untuk Masa Tanggung Jawab sesuai kontrak. Bentuk kontrak ini sering disalah artikan sebagai kontrak Design Build/Turnkey. Pengguna Jasa harus memberikan jaminan kepada Penyedia Jasa antara lain berupa jaminan Bank yang diberikan pada saat mulai pekerjaan dan jaminan tersebut harus tetap berlaku selama masa pelaksanaan pekerjaan.

D. Aspek Pembagian Tugas1. Bentuk Kontrak KonveksionalPada bentuk ini Pengguna Jasa menugaskan Penyedia Jasa untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Pekerjaan tersebut sudah dibuat rencananya oleh pihak lain, tinggal melaksanakannya sesuai kontrak. Terdapat 3 (tiga) kontrak terpisah, yaitu:i. Kontrak antara Pengguna Jasa dan Konsultan Perencana sebagai Penyedia Jasa untuk merencanakan proyekii. Kontrak antara Pengguna Jasa dan Konsultan Pengawas sebagai Penyedia Jasa untuk mengawasi jalannya proyekiii. Kontrak antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa yang mengerjakan proyek tersebutRobert D. Gilbreath dalam buku Managing Construction Contracts, dalam Bab 2 dengan judul Organizational and Contracting Strategies, halaman 24 menyebut jenis kontrak ini sebagai General Contractors. Pengguna Jasa membuat kontrak/perjanjian dengan Perusahaan Perencanaan Teknik yang akan merencanakan fasilitas, dan membuat perjanjian terpisah dengan suatu Penyedia Jasa konstruksi besar untuk membangun fasilitas tersebut. Perbedaan dengan Rancang Bangun adalah fungsi perencanaan diberikan terpisah dari fungsi membangun.McNeil Strokes dalam buku Construction Law in Constractors Language halaman 31-33, menyebut kontrak jenis General Contract. Penyedia Jasa Umum sekarang tidak lagi berusaha untuk menjadi ahli di segala bidang. Dia membagikan banyak pekerjaan kepada para sub Penyedia Jasa yang berbeda yang masing-masing memiliki keahlian khusus.2. Bentuk Kontrak SpesialisBentuk kontrak ini terdapat lebih dari 1 (satu) Kontrak Konstruksi. Dengan menggunakan bentuk kontrak ini ada 4 hal yang sekurang-kurangnya ingin dicapai, yaitu:i) Mutu pekerjaan yang lebih andalii) Penghematan waktuiii) Penghematan biayaiv) Keleluasaan dan kemudahan untuk mengganti Penyedia JasaRobert D.Gilbreath dalam buku Managing Contruction Contracts, halaman 30, menamakan bentuk kontrak ini Few Primes. Pengguna Jasa memberikan lebih banyak kontrak untuk konstruksi daripada menggunakan satuan Penyedia Jasa tetapi lebih sedikit daripada yang diberikan dengan strategi beberapa Penyedia Jasa Utama.3. Bentuk Kontrak Rancang BangunBentuk kontrak ini lebih dikenal dengan istilah Kontrak Turnkey. Istilah Rancang Bangun lebih tepat karena lebih jelas menggambarkan pembagian tugas dalam kontrak tersebut. Dalam bentuk ini konsultan Perencana tidak mengikatkan diri/menerima tugas dari Pengguna Jasa tetapi menerima tugas dari Penyedia Jasa yang biasanya dalam bentuk kontrak ini disebut Design Build-Contractor atau Turnkey-Builder. Pengguna Jasa cukup menunjuk wakil yang fungsi dan tugasnya mengamati jalannya pekerjaan agar sesuai denga spesifikasi teknis dan jadwal.Robert D.Gilbreath dalam buku Managing Construction Conracts, halaman 26 dan 28 menyebutkan Pengguna Jasa yang mendelegasikan seluruh tanggung jawab kepada pihak luar. Pengguna Jasa memilih sebuah perusahaan untuk merencakan dan sekaligus membangun fasilitas4. Bentuk Kontrak Engineering, Procurement & Construction (EPC)Kontrak ini dimaksudkan untuk pembangunan pekerjaan-pekerjaan dalam industry minyak, gas bumi, dan petrokimia. Dalam bentuk kontrak ini yang dinilai bukan hanya selesainya pekerjaan melainkan unjuk kerja dari pekerjaan tersebut. Penyedia Jasa hanya mendapat Pokok-pokok Acuan Tugas dari pabrik yang diminta, sehingga mulai dari perencanaan dilanjutkan dengan penentuan proses dan peralatannya sampai dengan pengerjaannya menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa. Bentuk kontrak ini tertera dalam Undang-undang No 18/1999 tentang Jasa Konstruksi Pasal 16 ayat (3)5. Bentuk Kontrak BOT/BLTBentuk kontrak ini merupakan pola kerja sama antara Pemilik Tanah/Lahan dan Investor yang akan menjadikan lahan tersebut menjadi satu fasilitas untuk perdagangan, hotel, resort, atau jalan tol, dan lain-lain. Bentuk kontrak ini mirip dengan Rancang Bangun, perbedaannya adalah pada rancang bangun setelah fasilitas dibangun tidak ada masa konsesi yang diberikan kepada Penyedia Jasa Rancang Bangun untuk mendapatkan pengembalian dana yang sudah ditanam karena biaya fasilitas dibayar langsung oleh Pengguna Jasa.6. Bentuk Swakelola (Force Account)Swakelola bukanlah suatu bentuk kontrak karena pekerjaan ini dilaksanakan sendiri tanpa memborongkannya kepada Penyedia Jasa, bentuk ini disebut pula Eign bebeer.Robert D.Gilbreath dalam buku Managing Construction Contracts, halaman 33, menggunakan istilah Force Account. Swakelola adalah suatu tindakan Pemilik Proyek yang melibatkan diri dan bertanggung jawab secara langsung dalam pelaksanaan proyek tersebut. Alasan untuk tidak melakukan bentuk kontrak ini:a. Kemungkinan ada reaksi dari pihak luarb. Keterbatasan SDMc. Penghimpunan pegawai, pelatiham, dan biaya retensid. Kesulitan-kesulitan dalam hubunga pekerjaan konstruksie. Kenaikan pertanggungjawaban untuk tugas-tugas sehubungan konstruksi seperti pengangkutan, logistik, keselamatan dan keamanan.