12
PENGANTAR PENYUSUNAN SURAT KUASA DAN DOKUMEN HUKUM Oleh : Zahru Arqom, S.H. 1 A. Praktisi hukum dan Masalah Hukum Berikut pertanyaan mendasar bagi seorang ahli hukum : 1. Kalau sudah menguasai segala pengetahuan yang diberikan di Fakultas Hukum apa yang kemudian harus dilakukan oleh Sarjana Hukum dengan pengetahuan yang telah diperolehnya itu? 2. Bagaimanakah seorang Sarjana Hukum mengoperasionalkan atau mempraktekkan pengetahuan yang telah diperolehnya itu? Seorang Sarjana Hukum selalu dihadapkan pada peristiwa atau konflik konkrit (masalah hukum), yang harus dipecahkannya. la harus menguasai peristiwa atau konflik itu dalam arti memahami dan mengerti duduk perkaranya dan kemudian menerapkan hukumnya. Maka oleh karena itu dengan pengetahuan yang telah diperolehnya itu Sarjana Hukum harus menguasai kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah hukum (the power of solving legal problems). Pada hakekatnya tujuan setiap ilmu adalah pemecahan masalah (problem solving). Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah hukum ini meliputi kemampuan untuk: a). Memutuskan masalah-masalah hukum (legal problem identification), b). Memecahkan masalah-masalah hukum (legal problem solving) dan, c). Mengambil keputusan (decision making). Disamping harus rnenguasai kemampuan memecahkan masalah-masalah hukum Sarjana Hukurn harus mampu pula mencari atau memberi pembenaran 1 Disampaikan dalam PKPA Fakultas Hukum UGM – PERADI tanggal 17 Juni 2009 1

Surat Kuasa Dan Dokumen Hukum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dok

Citation preview

Page 1: Surat Kuasa Dan Dokumen Hukum

PENGANTAR PENYUSUNAN SURAT KUASA

DAN DOKUMEN HUKUM

Oleh : Zahru Arqom, S.H.1

A. Praktisi hukum dan Masalah Hukum

Berikut pertanyaan mendasar bagi seorang ahli hukum :

1. Kalau sudah menguasai segala pengetahuan yang diberikan di Fakultas Hukum

apa yang kemudian harus dilakukan oleh Sarjana Hukum dengan pengetahuan

yang telah diperolehnya itu?

2. Bagaimanakah seorang Sarjana Hukum mengoperasionalkan atau

mempraktekkan pengetahuan yang telah diperolehnya itu?

Seorang Sarjana Hukum selalu dihadapkan pada peristiwa atau konflik konkrit

(masalah hukum), yang harus dipecahkannya. la harus menguasai peristiwa atau

konflik itu dalam arti memahami dan mengerti duduk perkaranya dan kemudian

menerapkan hukumnya. Maka oleh karena itu dengan pengetahuan yang telah

diperolehnya itu Sarjana Hukum harus menguasai kemampuan untuk memecahkan

masalah-masalah hukum (the power of solving legal problems). Pada hakekatnya

tujuan setiap ilmu adalah pemecahan masalah (problem solving).

Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah hukum ini meliputi

kemampuan untuk:

a). Memutuskan masalah-masalah hukum (legal problem identification),

b). Memecahkan masalah-masalah hukum (legal problem solving) dan,

c). Mengambil keputusan (decision making).

Disamping harus rnenguasai kemampuan memecahkan masalah-masalah

hukum Sarjana Hukurn harus mampu pula mencari atau memberi pembenaran

yuridis terhadap perkembangan hukum di dalam masyarakat. lni menunjukkan

kepedulian akan perkembangan masyarakat atau perkembangan hukum.

Memecahkan masalah-masalah hukum bukanlah merupakan kegiatan yang

sederhana dan mudah. Di dalam masyarakat terdapat banyak masalah sosial

termasuk masalah hukum. Masalah hukm itu harus diseleksi dari masalah-masalah

sosial lainnya dan kemudian diidentifikasi atau dirumuskan. Kadang-kadang

1 Disampaikan dalam PKPA Fakultas Hukum UGM – PERADI tanggal 17 Juni 20091

Page 2: Surat Kuasa Dan Dokumen Hukum

masalah hukum itu tumpang tindih dengan masalah-masalah sosial lainnya dan

batasnya sering tidak dapat ditarik secara tajam (masalah agama dan masalah

hukum).

Kalaupun masalah hukumnya berhasil diseleksi dan dirumuskan, masih perlu

diketahui dan ditetapkan lagi termasuk bidang hukum apa (penggelapan –

pencurian, ingkar janji - perbuatan melawan hukum). Setelah masalah hukumnya

dirumuskan atau lebih tepatnya peristiwa konkretnya dikonstatasi maka (peristiwa)

hukumnya harus diketemukan dan ditetapkan serta kemudian hukumnya

diterapkan terhadap peristiwa hukumnya dan kemudian diambillah keputusan.2

Berikut beberapa hal pokok yang melandasi praktisi hukum dalam menjalankan

pratik hukum :

a. Pengetahuan Hukum;

b. Keahlian profesi hukum;

c. Riset hukum; dan

d. Kreatifitas.

Sebagai contoh tatkala seorang Advokat menangani suatu permasalahan hukum

maka harus disiapkan surat kuasa sebagai dokumen hukum yang melandasi

advokat tersebut dapat bertidak untuk dan atas nama serta mewakili kliennya

(perdata) dan/atau menjadi penasihat hukum seseorang (pidana). Tanpa kuasa

advokat tidak dapat menjalankan profesinya kecuali untuk dirinya sendiri.

Sedemikian advokat harus ada yang menyuruh dan oleh karenanya tak beda

dengan tukang becak, sopir taxi atau ojekers.

B. Tentang Kuasa

Surat Kuasa atau sering dikenal pula dengan volmacht, power of attorney,

adalah perjanjian antara pihak Pemberi Kuasa (lastgever, mandate) dengan

Penerima Kuasa (lasthebber, mandatory). Dasar Hukum tentang pemberian kuasa

diatur dalam KUHPerdata (Burgerlijk wetboek voor Indonesie) sebagaimana

terlampir.

2 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Bahan Kuliah Program Pasca Sarjana Magister Litigasi FH UGM, 2009.

2

Page 3: Surat Kuasa Dan Dokumen Hukum

Sebagai salah satu bentuk perikatan karena perjanjian maka Kuasa harus

memenuhi ketentuan 1320 BW dan memiliki sifat garansi kontrak atau sebatas

mandat yang diberikan dan tidak boleh melebihi wewenang yang diberikan, karena

akan menjadi tanggung jawab penerima kuasanya. Kuasa adalah perjanjian tidak

sempurna, karena dalam 1813 BW baik pemberi maupun penerima dapat

menghentikan kuasa secara sepihak. Hal tersebut kemudian melahirkan “kuasa

mutlak” yang memuat klausul bahwa kuasa tidak dapat dicabut tanpa seizin pihak

selebihnya. Dalam KUHPerdata hal tersebut tidak limitatif, namun hukum perdata

mengenal freedom of contract (kebebasan berkontrak) sebagaimana pasal 1338

BW. Berdasarkan yurisprudensi Putusan MA No. 731 K/Sip/1975 dan No. 3604

K/SPdt/1985 yang antara lain memberikan dasar bahwa kuasa yang tidak dapat

dicabut kembali atau irrevocable, onherrooeplijk, adalah tidak bertentangan

dengan hukum dan merupakan kebiasaan sedangkan kebiasaan adalah

merupakan salah satu sumber hukum.

Kuasa dibagi atas Kuasa Umum, Kuasa Khusus, Kuasa Istimewa dan Kuasa

Perantara. Kuasa umum hanya dapat digunakan dalam hal perbuatan dan

pengurusan kepentingan, contoh untuk kepentingan pengurusan harta kekayaan.

Kuasa Khusus dalam hal mewakili kepentingan tertentu dan apabila dihubungkan

dengan Pasal 123 HIR, maka kuasa khusus dapat digunakan di hadapan

pengadilan. Kuasa Istimewa berkaitan dengan aturan tertentu tidak dapat

dijalankan dengan kuasa umum dan khusus, contoh terhadap Kuasa Menjual

dan/atau Kuasa Menjual dan Menjaminkan objek berupa tanah menurut ketentuan

Hukum Pertanahan harus berupa notarieel akte. Kuasa Perantara berdasarkan

pada 1792 BW dan Pasal 62 KUHD yakni berkaitan dengan perdagangan

(commercial agency) antara lain kuasa sebagai agen, cabang dan makelar sebagai

perwakilan dagang. Selebihnya terdapat satu jenis kuasa lagi yakni Kuasa Menurut

Hukum, antara lain Wali (Pasal 51 UU 1/1974), Kurator orang yang kurang waras

(Pasal 229 HIR), Kekuasaan orang tua terhadap anak (Pasal 45 UU 1/1974) dan

Balai harta Peninggalan dalam urusan Kepailitan.

C. Teknik Penyusunan Surat Kuasa Khusus

Dalam pasal 120 HIR kuasa untuk bertindak di muka pengadilan dan

mengajukan gugatan dapat dilakukan secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan,

3

Page 4: Surat Kuasa Dan Dokumen Hukum

namun sesuai perkembangan masyarakat hal tersebut sudah tidak dijalankan lagi.

Selain itu kuasa dapat ditunjuk langsung dalam surat gugatan yang diajukan.

Syarat dalam surat Kuasa khusus sebagaimana pasal 123 HIR syarat surat

kuasa hanyalan pernyataan tentang pemberian kuasa dan kepentingan tertentu,

sehingga karena dirasa kurang lengkap maka MA menerbirkan SEMA No. 2/1959

jo. SEMA No. 5 /1962, jo. SEMA No. 1/1971, jo. SEMA No. 6/1994 yang intinya surat

kuasa khusus diharuskan :

a. menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperan di

pengadilan;

b. menyebut kompetensi relatif;

c. menyebut identitas dan kedudukan para pihak;

d. menyebut secara ringkas dan konkret pokok objek sengketa yang

diperkarakan.

Surat Kuasa khusus dapat dibuat dalam Akta Otentik (akta Notaris maupun

dihadapan Panitera dan dilegalisir Ketua Pengadilan) ataupun secara di bawah

tangan tanpa perantara seorang pejabat. Oleh karenanya cara yang kedua lebih

kita kenal karena lebih ,urah, efektif dan efisien. Yurisprudensi melalui Putusan MA

No. 779/K/Pdt/1992, untuk keabsahan kuasa onderhandse akte tidak perlu

dilegalisir oleh Panitera Pengadilan, namun yang biasa dilakukan dalam praktik

adalah pendaftaran/pencatatan surat kuasa di Kepaniteraan.3

Perhatikan formatnya, sehingga dapat diketahui bagian-bagian atau

anatominya:

a. kepala surat (judul),

b. Identidas para pihak (komparisi/resital),

c. Objek pemberian kuasa,

d. Wewenang, dan

e. penutup.

D. Teknik Menyusun Dokumen Hukum

Pada dasarnya penyusunan dokumen hukum harus didasarkan kepada

ketentuan hukum dan strategi penanganan permasalahan hukum. Macamnya bisa

sangat banyak tergantung dalam tahapan bagaimana. Pembagian paling mudah

adalah untuk urusan Non Litigasi dan Litigasi. Dokumen hukum terkait dengan

3 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.4

Page 5: Surat Kuasa Dan Dokumen Hukum

syarat sah suatau dokumen atau surat, misalnya muatan, tanggal dan tanda

tangan. Seringkali orang awam bingung dalam membaca dokumen hukum satu

dan lain karena tidak memahami hukumnya dan tidak mahfum atau terbiasa

dengan bahasa hukum. Dalam rangka menyelesaikan masalah secara non litigasi,

kita mengenal somasi (somatie) atau peringatan, selain itu dalam lapangan legal

corporate, dapat menyusun perjanjian, nota kerjasama, perjanjian kerja, kontrak-

kontrak dagang (waralaba, join venture, lisensi, dll) kwitansi, tanda terima, berita

acara, legal audit, legal oppinion, laporan hukum, dll.

Yang penting sebelum membuat dokumen hukum adalah perhatikan

formulasinya, aturan hukumnya, dan muatannya. Apabila kurang yakin dengan

format berdasarkan kebiasaan dalam praktik hukum maka cari dan pelajari

contoh-contoh surat dan rekes dalam praktik hukum.

Berikut ini sebagai gambaran ilustrasi mari kita simak konsep dalam merumuskan

surat gugatan sbb :

1. FORUM PENGADILAN

Pelajari baik-baik ketentuan Hukum Acaranya, karena ini adalah pintu untuk

dapat diperiksa dan diadilinya gugatan. Hindari Eksepsi tidak berwenang secara

absolut dan/atau relatif.

Rambu No. 1

Actor sequitur forum rei !

Pasal 118 HIR / 142 ayat 1 Rbg.

Pasal 14, 20 – 23 PP No. 9 Tahun 1975

Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986

Pasal 5 UU No. 1 Tahun 1995

{ Pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 (…2003) }

Surat Gugat diserahkan langsung ke Pengadilan yang berwenang. Tak dapat via pos, tak dapat via jasa kurir (DHL, FedEx, TNT dll.),

tak dapat pula via e-mail.

2. INTRODUKSI

5

Page 6: Surat Kuasa Dan Dokumen Hukum

Ini meliputi kelengkapan identitas para pihak, antara lain tentang nama lengkap,

pekerjaan, serta tempat kediaman ataupun tempat kedudukan hukum para pihak.

Karena para pihak boleh diwakili oleh kuasa hukumnya, maka subyek hukum yang menjadi pihak di

dalam gugatan itu dapat diwakili oleh kuasanya. Jika demikian, maka nama lengkap, pekerjaan serta

alamat kuasa hukum itu harus pula dicantumkan.

Rambu No. 2

Error in persona !

Misal Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986

Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986

Pasal 82 UU No. 1 Tahun 1995

Eksepsi diskualifikatoir

3. POSITA/FUNDAMENTUM PETENDI/DUDUK PERKARA

Ini pada pokoknya meliputi fakta-fakta hukum tentang awal mula terjadinya

hubungan hukum antara penggugat dengan tergugat sampai saat terjadinya

sengketa berikut segala akibat yang menyertainya. Tapi segara harus diingat

bahwa hubungan hukum dapat terjadi karena perjanjian (yang memerlukan

adanya kesepakatan keperdataan pihak-pihak di dalam perjanjian itu), namun

dapat pula terjadi karena hukum itu sendiri (yang tidak memerlukan adanya

kesepakatan keperdataan apapun).

Paparan di posita jangan bertele-tele, jangan muter-muter, jangan memakai

kata/istilah/kalimat yang berwayuh-arti. Jangan gagah-gagahan memakai istilah

asing yang kita sendiri tak cukup menguasai konsep yang termuat di dalamnya,

yang bahkan kadang-kadang kita tidak tahu persis cara penulisannya. Jangan

gagah menulis “onrechtsmatigedaad” padahal itu tak dikenal di dalam kosakata

hukum Belanda lantaran ejaannya yang benar adalah “onrechtmatige daad”;

6

Page 7: Surat Kuasa Dan Dokumen Hukum

bahkan tak perlu memakai istilah Belanda itu karena konsep legalnya sudah

dipotret oleh hukum Indonesia dengan istilah “perbuatan melawan hukum”.

Paparkan hanya yang relevan; kalau menggugat pengosongan rumah yang telah

habis masa sewanya, maka tak relevan bila positanya menyatakan bahwa Inul

Daratista pernah dengan amat dahsyat numpang goyang ngebor di gang depan

rumah itu tatkala wabah inul-isme, inulogi, berikut para inulog belum

maharajalela di Republik Indonesia.

Fakta-fakta hukum selayaknya disajikan secara singkat, padat, jelas, dan

sistematik; sedemikian dengan membaca posita itu orang dapat melihat kaitan

logis yang ada di sana dan dapat menemukan pula sebab-sebab terjadinya

sengketa maupun akibat-akibatnya. Secara begitu, posita secara straight akan

pula memaparkan :

Sebab terjadinya sengketa, berikut akibat-akibatnya, serta adanya kepentingan

Penggugat yang mengkait dengan sengketa itu;

a. Hal yang dipersengketakan. Ini dapat berupa benda, berupa prestasi yang tidak

ditunaikan, kontraprestasi yang tak diserahkan, berupa perbuatan yang

melawan hukum, dan segala hal yang terletak pada maupun menimbulkan

akibat di dalam urusan/hak -hak keperdataan;

b. Hak-hak yang secara hukum semestinya diserahkan kepada Penggugat

sehubungan dengan hal yang dipersengketakan;

c. Kerugian-kerugian, apabila ada, yang dialami oleh Penggugat sehubungan

dengan hal yang dipersengketakan;

d. Alasan-alasan logis, apabila memang ada, tentang perlunya tindakan untuk

menjamin hak Penggugat; sedemikian menjadi beralasan apabila Pengadilan

meletakkan sita.

e. Alasan-alasan logis, apabila memang ada, tentang perlunya kesegeraan untuk

memulihkan hak-hak Penggugat; sedemikian menjadi beralasan apabila

Pengadilan mengambil putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad).

7

Page 8: Surat Kuasa Dan Dokumen Hukum

Rambu No. 3

Eksepsi nebis in idem

Exceptio pluroim litis consortium

Eksepsi peremtoir

Eksepsi Obscuur Libel

4. PERMOHONAN/PETITUM

Boleh dikata ini adalah “buah” yang oleh Penggugat diharapkan dapat ia terima

sehubungan dengan posita yang ia ajukan. Ibarat main bola, petitium adalah gol

yang diharapkan. Kalau Penggugat di positanya mendalilkan bahwa sepedanya

dipinjam Tergugat yang tak kunjung mengembalikan barang itu padahal jatuh

tempo pengembalian sudah lewat; maka Penggugat boleh menggelar petitum agar

Pengadilan menghukum Tergugat untuk menyerahkan sepeda kumbang itu

kepada Penggugat.

Petitum selayaknya disusun secara jelas, jernih, tegas, sistematik, straight,

komprehensif, dan memiliki kaitan logis dengan posita.

Dikenal adanya petitum primair/primer dan petitum subsidiair/subsider. Bahkan

boleh diajukan petitum Lebih Subsider; dan kalau kurang boleh pula diajukan

petitium Lebih-Lebih Subsidiair walaupun yang terakhir ini tak lazim.

Selayaknya segala hal, segala permintaan, yang oleh Penggugat diharapkan agar

dikabulkan oleh pengadilan sehubungan dengan gugatannya, termuat di dalam

petitum primair. Adapun petitum subsider dapat memuat permohonan yang

bersifat “alternatif skala kedua” dari Penggugat. Kalau di petitum primair

Penggugat bermohon agar Tergugat dihukum membayar ganti rugi sebesar 35.000

US Dollar lantaran Tergugat membikin rugi bisnis Penggugat; maka dalam petitum

subsider untuk alasan yang sama Penggugat boleh bermohon agar Tergugat

dihukum 34.000 US Dollar. Barang tentu itu semua harus didasarkan pada alasan-

alasan yang termuat di posita.

8

Page 9: Surat Kuasa Dan Dokumen Hukum

Tapi petitum subsider juga dapat dipergunakan untuk memberi keleluasaan

kepada pengadilan untuk memutus “di dalam skala apapun” sehubungan dengan

petitum primair yang telah diajukan. Keleluasaan di dalam petitum subsider itu,

atau dapat pula diletakkan di dalam petitum Lebih Subsider, biasanya dirumuskan

dengan kalimat “Mohon Putusan Seadil-adilnya.”

5. PENUTUP

Langsung saja lihat contoh surat gugat.

B. Format dan Anatomi Surat Gugat ?

Beruntung, hukum acara tak memberi resep baku tentang format surat gugat. Suka-

suka Penggugatnya saja. Pendeknya, format dan anatomi surat gugat yang aman

adalah surat gugat yang secara memadai, namun tidak berkelebihan, mencakup hal-

hal yang termaktub pada butir B di atas.

D. Strategi Gugatan

Tolong bayangkan proses dahsyat yang dilakukan chef / koki profesional restoran

bintang 4 Maxim’s di Paris dalam mengolah cuisine (masakan bercitarasa dan bernilai

seni tinggi). Untuk memasak cuisine itu, Pak Chef tadi membutuhkan sayur, ikan,

daging, buah-buahan, hasil laut, hasil peternakan, hasil kebun, dan pelbagai macam

bahan dasar segar berkualitas tinggi. Ia juga memerlukan pelbagai macam bumbu

bermutu tinggi yang alami, karena chef tulen tak pernah suka bumbu artificial bikinan

pabrik. Ia juga membutuhkan peralatan masak kelas satu dengan kelengkapan yang

memadai, tapi tak harus mewah.

Pendeknya, untuk membikin cuisine yang hebat, dibutuhkan : (1) Koki yang kompeten;

(2) Bahan dasar segar berkualitas tinggi; (3) Bumbu lengkap, alami, bermutu tinggi;

(4) Peralatan masak prima dan kelengkapannya memadai.4

4 Garda Utama Siswadi, Makalah In house course pada Garda Utama & Associates, Yogyakarta 1997. 9

Page 10: Surat Kuasa Dan Dokumen Hukum

Juga untuk meluncurkan gugatan. Peluncuran gugatan yang aman adalah hasil dari

strategi yang dirancang berdasarkan interaksi intens antara 4 komponen di bawah ini:

Empat Komponen Interdependen

1. Pelaksana gugatan yang kompeten;

2. Dasar hukum yang layak;

3. Dokumen hukum maupun alat pembuktian lainnya yang

layak;

4. Peralatan penunjang yang layak.

10