Upload
doantram
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SURVEY TERHADAP TEMA DAN TUJUAN
KITAB-KITAB PERJANJIAN LAMA
Bagian III:
KITAB-KITAB SASTRA
(Mazmur – Kidung Agung)
www.menyusunkhotbahkristen.wordpress.com
2016
Sumber:
J. Hampton Keathley III
Concise Old Testament Survey
www.bible.org
1998
(Dirujuk Januari 2016)
�
�
PENGANTAR
Bagi kebanyakan jemaat awam, membaca Alkitab, khususnya Perjanjian Lama,
ada bagian-bagian yang sulit dimengerti. Misalnya kitab Imamat, kitab
Bilangan, kitab Tawarikh, kitab Kidung Agung, atau bagian-bagian lain dalam
kitab-kitab lainnya.
Pertanyaan yang sering muncul:
1. Sebenarnya bagian-bagian tersebut berbicara tentang apa?
2. Mengapa bagian tersebut ada di dalam Alkitab?
3. Apa manfaatnya bagi kehidupan umat Kristen di masa kini?
4. Dst.
Pada ebook ini kami menyajikan ringkasan mengenai gagasan utama atau tema
dan tujuan dari setiap kitab dalam Perjanjian Lama. Harapannya dengan ini,
pembaca awam akan terbantu untuk memahami maksud ditulisnya sebuah kitab
dalam Perjanjian Lama dan ditempatkannya sebagai kitab-kitab yang kanonik,
serta manfaatnya dalam membangun iman kita di masa kini.
Salah satu tulisan yang bermanfaat untuk itu adalah Concise Old Testament
Survey, yang ditulis oleh J. Hampton Keathley III dan diterbitkan secara online
di website www.bible.org.
Kami menjadikan tulisan Keathley tersebut sebagai sumber utama dalam ebook
ini. Kiranya bermanfaat bagi pelayanan Anda.
Salam,
www.menyusunkhotbahkristen.wordpress.com
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
KITAB AYUB ...................................................................................................... 2
KITAB MAZMUR ............................................................................................... 3
KITAB AMSAL .................................................................................................. 4
KITAB PENGKHOTBAH .................................................................................. 6
KITAB KIDUNG AGUNG ................................................................................. 9
� ��
PENDAHULUAN
Yang termasuk kitab-kitab sastra terdiri atas 5 kitab — yaitu Ayub, Mazmur,
Amsal, Pengkhotbah, dan Kidung Agung. Kelima kitab ini memiliki
karakteristik tersendiri. Jika kitab Kejadian – Nehemia bersifat historis maka
kitab sastra bersifat experiential (pengalaman). Jika kitab-kitab historis
memberi perhatian kepada Israel sebagai sebuah bangsa, kitab-kitab sastra
memberi perhatian kepada individu dan perasaan manusia.
Istilah “sastra” bukan hanya merujuk kepada bentuk tulisan dan sekedar produk
dari imajinasi manusia. Kitab-kitab ini menggambarkan pengalaman manusia
yang nyata, dan bergulat dengan persoalan-persoalan mendalam dan
mengekspresikan realita-realita besar.
Tempat kitab-kitab sastra dalam PL
Perjanjian Lama dibagi ke dalam 4 bagian besar yang terkait dengan bangsa
Israel sebagai umat pilihan Allah, dengan karakteristik atau fokusnya masing-
masing:
1. Kitab-kitab Hukum — terkait dengan kehidupan moral Israel.
2. Kitab-kitab Historis—terkait dengan perkembangan dan kehidupan Israel
sebagai sebuah bangsa.
3. Kitab-kitab Sastra—terkait dengan kehidupan spiritual Israel.
4. Kitab-kitab Profetis—terkait dengan kehidupan masa depan Israel yang
akan digenapi melalui kedatangan sang Mesias.
� ��
KITAB AYUB
�
Penulis kitab Ayub tidak diketahui dan tidak ada pernyataan tekstual yang
mengidentifikasi penulis. Ahli tafsir ada yang menyarankan Ayub sendiri,
Elihu, Musa, Salomo, dan lain-lain.
Tentang waktu penulisan ada tiga pandangan utama:
(1) di era patriarki;
(2) dalam waktu Salomo (950 SM);
(3) pada saat atau setelah pembuangan
Tema dan Tujuan:
Kitab ini adalah sebuah teodisi (sebuah pembelaan akan karakter kebaikan,
keadilan dan kedaulatan Allah dalam menghadapi penderitaan dan iblis).
Kitab Ayub bergumul dengan pertanyaan lama: Mengapa orang baik menderita,
jika Allah adalah kasih dan penuh kemurahan? Ayub mengajarkan tentang
kedaulatan Allah dan kebutuhan manusia untuk mengakuinya. Ketiga teman
Ayub memberikan jawaban yang sama: Semua penderitaan disebabkan oleh
dosa.
Elihu menyatakan bahwa penderitaan seringkali menjadi alat untuk memurnikan
kebenaran. Tujuan Allah adalah untuk menanggalkan semua kesenangan Ayub
dan membawanya untuk sungguh-sungguh percaya padaNya.
� ��
KITAB MAZMUR
�
Kitab Mazmur tidak hanya Kitab terbesar dari Alkitab, tetapi mungkin kitab
yang paling banyak digunakan dalam Alkitab karena caranya berbicara kepada
hati manusia di semua pengalaman kita dalam hidup.
Sebagian besar teks-teks mazmur tidak menyebutkan penulisnya, tapi sebagian
bisa dilihat pada judulnya, antara lain Daud (73), Asaf (12), Korah (12), Salomo
(2), Musa (1) dan Etan (1).
Karena luasnya tema dan banyaknya audiens berbeda-beda, serta penulis yang
beragam, maka waktu penulisannya pun berbeda-beda. Mazmur Musa mungkin
disusun sekitar 1405 SM. Mazmur Daud berasal antara 1020 dan 975 SM.;
mazmur Asaf juga dari periode yang sama; Ps. 127 dari masa pemerintahan
Salomo, mungkin 950. Yang lainnya agak sulit ditentukan.
Tema dan Tujuan:
Kitab Mazmur menyajikan kepada kita sebuah pesan tentang harapan dan
penghiburan sebagai tema umum dalam peribadahan. Semua ini pada dasarnya
merupakan penangkal terhadap ketakutan dan keluhan melalui sebuah respon
personal terhadap pribadi dan karya Allah. Ini merupakan ekspresi dari pujian,
iman, dan kehidupan spiritual orang Israel.
Dalam kitab Mazmur kita memiliki sebuah gambaran tentang hati umat Allah
yang merupakan catatan pengalaman manusia yang sederhana dan universal
dihadapan pribadi, janji, rancangan, dan kehadiran Allah.
Sebagai kumpulan dari 150 mazmur, kitab ini secara alami melingkupi berbagai
perasaan, situasi, dan tema. Ini artinya sulit untuk membuat generaslisasi
� ��
tentang sebuah tema atau tujuan, tetapi pada dasarnya semua mazmur meliputi
respon personal orang-orang percaya terhadap kebaikan dan kemurahan Tuhan.
Seringkali masuk catatan tentang emosi pemazmur tentang kegelisahan,
keraguan, atau ucapan syukur meskipun saat berhadapan dengan perlawanan
musuh Allah. Tapi apakah pemazmur dipenuhi suka atau pun duka, dia selalu
mengekspresikan dirinya berada di hadapan Allah yang hidup.
KITAB AMSAL
Menurut 1 Raja-raja 4:32, Salomo mengucapkan 3.000 amsal dan 1.005 lagu.
Tapi tampaknya bagian akhir, seperti Amsal 22:17 mengacu pada "perkataan
orang bijak," dan 24:23 menyebutkan tambahan kepada "perkataan orang
bijak." Pasal 30 secara khusus dikaitkan dengan Agur, anak Jakeh, dan 31: 1-9
untuk Raja Lemuel yang tampaknya memiliki latar belakang non-Israel.
Sebagai sebuah kitab kebijaksanaan, Amsal bukanlah kitab sejarah melainkan
produk dari aliran kebijaksanaan di Israel. Amsal Salomo ditulis sebelum
kematiannya pada 931 SM, dan mereka dikumpulkan oleh juru tulis Hizkia
mungkin sekitar 700 SM.
Tema dan Tujuan:
Sebagaimana arti dari amsal, tema dan tujuan kitab ini adalah kebijaksanaan
bagi kehidupan melalui perintah khusus dalam menghadapi segala isu dalam
kehidupan seperti: kebodohan, dosa, kebaikan, kemakmuran, kemiskinan, lidah,
kehormatan, kerendahan hati, keadilan, keluarga (orang tua, anak, aturan), balas
dendam, perselisihan, ketamakan, kasih, kemalasan, persahabatan, hidup, dan
mati. Tidak ada kitab yang berisi kebijaksanaan yang lebih praktis bagi
kehidupan sehari-hari dibandingkan kitab Amsal.
� ��
Tema mendasar adalah “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan”
(1:7a). ketiadaan rasa takut akan Tuhan akan menuntun kepada kehidupan yang
tidak terkendali dan bodoh. Takut akan Tuhan berarti menempatkan diri dalam
rasa kagum akan kesucian karakter dan kuasaNya. Pada saat yang sama, Amsal
menunjukkan bahwa kebijaksanaan yang benar akan menuntun pada rasa takut
akan Tuhan (2:1-5).
� ��
KITAB PENGKHOTBAH
Indikasi untuk menentukan Salomo sebagai penulis kitab ini sangat kuat.
Penulis mengidentifikasikan dirinya sebagai "anak Daud, raja di Yerusalem" (1:
1).
Kitab Pengkhotbah sendiri yang menunjukkan kebijaksanaan penulis tak
tertandingi (1:16), sangat kaya (2: 7), oportunis terhadap kesenangan (2: 3), dan
kegiatan pembangunan yang luas (2: 4-6) semua mengindikasikan Salomo
sebagai penulis. Tidak ada keturunan Daud lainnya yang bisa diukurkan dengan
gambaran ini.
Menurut tradisi Yahudi, Salomo menulis Kidung Agung di masa mudanya,
mengungkapkan cinta seorang pria muda. Dia menulis Amsal di tahun
dewasanya, mewujudkan kebijaksanaan seorang pria paruh baya ini, dan
menulis Pengkhotbah di tahun-tahun kemundurannya, mengungkapkan
kesedihan orang tua (lih 12: 1).
Mungkin Pengkhotbah adalah catatan penyesalan Salomo untuk dan pertobatan
dari kuburan penyimpangan moral sebagaimana dicatat dalam 1 Raja-raja 11.
Kitab Pengkhotbah, dengan demikian ditulis sebelum kematian Salomo dan
terpecahnya kerajaannyayang terjadi di 931 SM
Tema dan tujuan:
Tema utama kitab Pengkhotbah adalah kegagalan hidup jauh dari Tuhan. Dalam
pengembangan tema ini, muncul empat tujuan kunci.
Pertama, dalam usaha menunjukkan bahwa hidup tanpa Tuhan tidak ada
artinya, Pengkhotbah berusaha membongkar kepercayaan diri yang didasarkan
pada pencapaian dan kebijaksanaan manusia; dia menunjukkan bahwa semua
� ��
tujuan manusia atau “cara yang tampak benar bagi manusia” hanya akan
membawa ketidakpuasan dan kekosongan.
Pengkhotbah mencatat kesia-siaan dan kekosongan berdasarkan pengalamannya
sendiri untuk membuat pembacanya berserah kepada Tuhan. Dia mencoba
menunjukkan bahwa permintaan akan kebahagiaan tidak dapat dipenuhi
manusia dengan kekuatan sendiri dalam menjalani kehidupan ini.
Kedua, Pengkhotbah menegaskan fakta bahwa banyak hal dalam hidup ini tidak
bisa sungguh-sungguh dipahami, karena itu kita harus hidup dengan iman,
bukan dengan akal.
Hidup penuh dengan misteri yang tidak bisa dijelaskan, anomali yang tak
terpecahkan, dan ketidakadilan yang tidak bisa diperbaiki. Banyak hal dalam
hidup ini yang manusia tidak dapat pahami dan kendalikan, tetapi dengan iman,
kita bisa berserah pada kebijaksanaan dan pekerjaan Tuhan.
Banyak kemiripan dengan kitab Ayub, Pengkhotbah bukan hanya menegaskan
bahwa manusia itu terbatas tetapi mereka harus belajar hidup dengan misteri.
Hidup berlangsung di sini di bumi, “hidup di bawah matahari,” tidak
menyediakan kunci untuk menghidupi dirinya sendiri di dunia yang hancur.
Dalam hal ini, manusia tidak bisa hanya memandang hidup secara horizontal; tapi
harus memandang ke atas kepada Allah, takut dan mempercayaiNya. Misteri dan
ketidakadilan harus diletakkan di tanganNya, untuk diselesaikanNya.
Ketiga, Pengkhotbah menghadirkan pandangan yang realistis tentang hidup. Hal
ini berseberangan dengan optimisme yang dikemukakan dalam kitab Amsal.
Dia menunjukkan ada pengecualian dari hukum dan janji dalam amsal,
setidaknya dari sudut pandang hidup ini.
Amsal 10:16 menegaskan bahwa keadilan adalah ukuran bagi orang benar dan
orang jahat, tetapi Pengkhotbah 8:14 menunjukkan bahwa hal ini tidak selalu
menjadi masalahnya, setidaknya tidak selama kita hidup.
� ��
Apakah ini bertentangan? Tidak, sebab Amsal mencatat hukum Tuhan secara
umum tanpa mencatat pengecualian yang terjadi karena kita hidup di dunia
yang telah jatuh dan dikendalikan oleh dosa.
Pengkhotbah mencatat bahwa jika keadilan itu benar-benar ada, sebagaimana
ditegaskan dalam Amsal, hal itu tidak selalu terbukti bagi manusia sebagaimana
ia memandang hidup “di bawah matahari” dari perspektifnya yang terbatas.
Keempat, Pengkhotbah menunjukkan bahwa manusia, berdasarkan strateginya
sendiri akan selalu menemukan hidupnya kosong, frustrasi, dan penuh misteri.
Kitab ini, bagaimanapun juga, tidak bermaksud mengatakan bahwa hidup tanpa
jawaban, bahwa hidup sepenuhnya tidak berguna atau tidak berarti. Namun
makna dan signifikansi hidup dapat ditemukan di dalam takut akan Tuhan.
Rasa putus asa bisa digantikan dengan kepuasan melalui hubungan yang erat
dengan Tuhan.
� �
KITAB KIDUNG AGUNG
Banyak bukti internal yang menunjukkan bahwa Salomo adalah penulis kitab
Kidung Agung. Isi kitab sarat dengan hikmat yang luar biasa dan Salomo
dikenal dengan kemampuan seperti itu. Ia disebutkan tujuh kali (1: 1, 5; 3: 7, 9,
11; 8: 11-12), dan diidentifikasi sebagai pengantin pria. 1 Raja-raja 4:32
mengatakan Salomo menggubah 1,005 kidung. Dalam teks tidak hanya
dikatakan, "Kidung Agung" tapi "Kidung Agung dari Salomo."
Kidung Agung mungkin ditulis pada awal karir Salomo, sekitar 965. Pada titik
ini, Salomo memiliki enam puluh ratu dan delapan puluh selir (6: 8), tetapi
kemudian dalam hidupnya, dia memiliki tujuh ratus ratu dan tiga ribu selir (1
Raja-raja 11 : 3).
Tema dan Tujuan:
Kitab Kidung Agung adalah sebuah lagu cinta yang penuh dengan metafora dan
gambaran yang dibuat untuk menggambarkan pandangan Allah mengenai cinta
dan pernikahan: keindahan cinta antara perempuan dan laki-laki.
Kitab yang ditampilkan sebagai sebuah drama dengan beberapa adegan,
memiliki 3 pemain utama: mempelai perempuan (gadis Sulam), raja (Salomo),
dan sebuah paduan suara (puteri-puteri Yerusalem).
Untuk dapat memahami tujuan kitab ini tergantung pada sudut pandang yang
digunakan. Secara ringkas, ada 3 pandangan utama mengenai kitab Kidung
Agung.
(1) sebuah alegori semata-mata: beberapa orang melihatnya hanya sebagai
sebuah alegori untuk menggambarkan karakter secara fiksi dalam rangka
mengajarkan kebenaran kasih Allah kepada umatNya.
� ��
(2) Pandangan harafiah: yang melihat Kidung Agung semata-mata sebuah lagu
cinta sekuler yang tidak dimaksudkan untuk menyampaikan sebuah
pelajaran spiritual dan mengekspresikan cinta manusia dalam cara yang
sangat romantis berdasarkan sebuah kejadian historis dalam kehidupan
Salomo.
(3) Pandangan harafiah Khusus: pandangan ini melihatnya sebagai kombinasi
sebuah tulisan historis yang menggambarkan keindahan wujud cinta besrta
gamabran kasih Allah dan kasih Kristus bagi gereja.
Kombinasi dari kedua pandangan tersebut adalah bahwa Kidung Agung adalah
tentang cinta Salomo kepada mempelainya, sang gadis Sulam, dan rasa cinta
mempelai tersebut kepadanya. Hubungan cinta ini dipahami untuk
menggambarkan relasi personal antara Allah dengan mempelai spiritualNya,
yaitu semua orang percaya yang mengasihiNya dengan segenap hati.