Upload
diana-atmadja
View
251
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
blok 29
Citation preview
Syok Hipovolemik et causa Cedera Abdomen
Amelia Putri Santosa
10-2009-049*
*mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
E-mail: [email protected]
Abstract
Shock is a complex physiological syndrome. If it is not detected and treated promptly,
it can lead to death. Hypovolaemic shock has many varied and diverse origins, as opposed tp
a few defined and specific causes. It is characterised by an inadequate intravascular volune
caused by significant blood and or fluid loss. This intravascular depletion can be caused by
sustained vomitins, diarrhoea or a severe dehydration, as well as burns, traumatic injury and
surgery.
Keywords: hypovolaemic, shock, traumatic
I. Pendahuluan
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostatis tubuh
yang serius seperti pendarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri
yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau
akibat respons imun (syok anafilatik).1
Sedangkan trauma, menduduki tingkat keempat sebagai penyebab kematian di
Amerika Serikat ini. Lebih dari 140.000 kematian terjadi setiap tahun diakibatkan karena
kecelakaan, dan diperkirakan terdapat 140 juta kelumpuhan setiap tahunnya. Pusat
pemantauan penyakit menemukan bahwa lebih dari 4 juta tahun masa produktif hilang setiap
tahunnya akibat cedera dibanding dengan 2,1 juta akibat penyakit jantung dan 1,7 juta
diakibatkan kanker.2
II. Pembahasan
1. Anamnesis
Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera. Misalnya dalam
tabrakan kendaraan bermotor meliputi kecepatan kendaraan, “mechanism of injury” nya,
posisi dan keadaan penderita saat dan setelah kejadian, dan sebagainya. Setelah itu secara
anamnesis dilakukan evaluasi, baik pada penderita sendiri yang sadar, atau pada keluarga dan
orang lain (bisa petugas medis, saksi mata) bila penderita tidak sadar.
Informasi-informasi yang harus diketahui dari anamnesis singkat berhubung ini
merupakan kasus kegawatdaruratan adalah identitas pribadi (bisa diketahui dari kartu tanda
pengenal) dan kronologis kejadian kecelakaan (waktu kejadian, kecelakaannya bagaimana,
ketabrak apa, pakai alat pelindung diri seperti safety belt / helm atau tidak, dan sebagainya).3
Pada kasus, dikatakan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas kendaraan bermotor.
Ada 3 cara yang sering terjadi pada kecelakaan bermotor (biomekanika trauma), yaitu:
-. Benturan dari depan. Pengemudi akan terbentur ke depan. Kedua tungkai akan mengenai
setang kemudi yang dapat menyebabkan patah tulang paha atau tulang tungkai bawah.
Setelah itu pengemudi akan terlempar ke tanah cedera yang beragam.
-. Benturan dari samping. Cedera yang pertama terjadi ialah kaki, setelah itu pengemudi akan
terpental dan menyebabkan cedera yang beragam.
-. Sliding down the bike / bergeser. Pada saat benturan akan terjadi, pengemudi dengan
sengaja atau tidak sengaja menekan motornya kebawah .4
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
-. Observasi keadaan umum
sakit ringan / sedang / berat
sirkulasi (sianosis, suhu akral, isi denyut, kehilangan darah)
jalan nafas terhalang / tidak
laju pernafasan cepat / lambat / sulit?
warna kulit (pucat, sianosis)
-. Observasi tanda-tanda vital
Tekanan darah (120/80 mmHg)
laju pernafasan (9-14 x/menit)
Denyut jantung (51-100 x/menit)
suhu (35-38,4 °C)3
-. Tingkat kesadaran (Skala Koma Glasgow)
Parameter Respon Pasien SkorERespon membuka mata terbaik
membuka secara spontan 4membuka dengan rangsangan suara 3membuka dengan rangsangan nyeri 2tidak ada respon 1
MResponmotorikterbaik
melakukan perintah dengan benar 6gerakan terarah untuk merespon rasa nyeri 5menarik anggota badan dari rangsang nyeri 4hanya dapat melakukan fleksi 3hanya dapat melakukan ekstensi 2tidak ada respon 1
VResponverbalterbaik
orientasi baik 5kata-kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapanmembingungkan
4
mengungkapkan kata-kata tidak jelas 3kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang 2tidak ada respon 1
Tabel 1. Skala Koma Glasgow ( Kegawatdaruratan Medik di Bidang Ilmu Penyakit Dalam, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2004)
Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Pasien yang sadar
sepenuhnya (compos mentis) mempunyai skor GCS 15 (4-5-6), sedangkan pasien yang dalam
keadaan koma dalam mempunyai skor GCS 3 (1-1-1). Berikut merupakan intepretasi dari
skor GCS:
Skor 14-15 : compos mentis (dapat berorientasi dan komunikasi)
Skor 12-13 : apatis (tidak bisa tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa)
Skor 11-12 : somnolen (dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik /
verbal kemudian terlelap lagi)
Skor 8-10 : stupor ( gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi
terbatas pada satu / dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala)
Skor <5 : koma (tidak bereaksi terhadap stimulus)1
-. Observasi keseluruhan
Lakukan inspeksi kepala untuk mencari laserasi, hematoma dan nyeri tekan. Periksa tulang
wajah untuk mencari krepitasi atau instabilitas. Periksa mata untuk melihat adanya benda
asing dan cedera langsung. Lihat gendang telinga untuk mencari adanya ruptur aatau darah.
Periksa leher untuk mencari pembengkakan, hematoma dan ketidaksejajaran prosesus
spinosus posterior. Lakukan palpasi laring untuk mencari krepitus, nyeri tekan dan
stabilitasnya.
Periksa ulang dada untuk melihat gerakan dinding dada, krepitus (emfisema bedah), nyeri
tekan dan simetri bunyi nafas dan perkusi.
Periksa jantung untuk menentukan posisi denyut apeks, ketinggian JVP, murmur dan bunyi
jantung teredam
Perut bagian depan dan belakang harus diobservasi secara teliti apabila ada goresan,
robekan, hematom, atau jejas-jejas yang lain, dan apabila terlihat bertambah kembung atau
tidak. Periksa abdomen untuk melihat distensi, bising usus dan nyeri tekan.
Lakukan palpasi pinggang untuk melihat nyeri tekan dan isi, kemudian tekan panggul untuk
menemukan nyeri tekan atau krepitus. Periksa integritas simfisis pubis dan lakukan evaluasi
skrotum serta perineum untuk mencari hematoma dan pembengkakan. Lakukan
pemeriksaan rektal dan periksa meatus utetra untuk mencari darah.
Lakukan inspeksi dan palpasi lengan dan tungkai untuk mencari adanya deformitas,
pembengkakan dan cedera kulit. Periksa fungsi motorik dan sensasi kulit jika tingkat
kesadaran pasien memungkinkan.
Gulingkan (log-roll) pasien sehingga bisa memeriksa punggung.3
Pemeriksaan penunjang
- Radiologi
Dengan trauma tumpul abdomen, maka cara diagnostik lain bisa bermanfaat. Tetapi
bila diminta pemeriksaan radiologi tambahan, maka dokter harus menyertai pasien ke deretan
radiologi serta dipersiapkan untuk menggagalkan tes diagnostik lebih lanjut bila pasien
memperlihatkan tanda pemburukan klinik yang memerlukan intervensi bedah segera.
Kebanyakan pasien trauma abdomen yang luas akan memerlukan rontenografi rutin
atas pelvis untuk menyingkirkan adanya fraktura pelvis yang luas. Fraktura pelvis sering
disertai dengan pendarahan vena retroperitoneal bermakna yang terbaik diterapi dengan cara
non bedah. Pada umumnya, rontgenogram polos abdomen tidak diindikasikan, karena mereka
mempunyai sensitivitas relatif rendah dan kurangnya spesifisitas dengan memperhatikan
diagnosis trauma abdomen. Kadang-kadang rontgenogram yang ditambah dengan kontras
bisa diindikasikan bila ruptura diaphragma dicurigai atau dokter sangat mencurigai cedera
duodenum atau genitourinarius.
- Ultrasonografi (USG)
Beberapa dokter telah menganjurkan USG untuk menyelidiki abdomen bagi trauma
abdomen. Tetapi pengalaman dengan USG setelah trauma tumpul abdomen cukup terbatas
serta memerlukan adanya teknikus dan interpreter yang berpengalaman. Ia pemeriksaan yang
sama sekali non invansi yang memerlukan hanya 10-15 menit untuk mencapai layar seluruh
abdomen, tetapi sensitivitas keseluruhan metode ini belum diketahui pada saat sekarang.
Kerugian lebih lanjut dari penggunaan USG adalah sering adanya gas usus yang berlebihan
setelah trauma abdomen yang menggangu pemeriksaan sonografi.
- Scanning radionuklida
Scanning radionuklida juga telah digunakan untuk penyaringan diagnostik spesiik
setelah trauma tumpul abdomen. Koloid ditandai Teknesium 99m digunakan untuk
melakukan pemeriksaan isotop noninvasif yang cepat atas limpa, hati atau ginjal.
Pemeriksaan demikian memerlukan sekitar 20 menit dan sangat bermanfaat bagi pasien
berikut dengan trauma hati, limpa atau ginjal yang didiagnosis tak bermakna sebelumnya.
Kerugian scanning radionuklida mencakup fakta bahwa cacat ini agak non spesifik serta
infark organ, abses, neoplasma dan pseudokista sering tampak serupa dengan lesi yang dapat
disebabkan oleh trauma. Lebih lanjut, metode ini tidak dapat mendeteksi cedera pada organ
tidak padat, seperti perforasi usus halus. Sehingga tak dapat mencapai penyaringan lengkap
atas abdomen bagi cedera traumatik seperti yang bisa didapat dengan bilas atau CT scanning.
- CT scanning
Selama setengah dasawarsa yang lalu, gambaran CT telah lebih luas digunakan dalam
penyaringan abdomen setelah trauma tumpul. CT scan sangat spesifik untuk cedera pada
limpa, hati, ginjal, pancreas, duodenum, diaphragma dan retroperineum. Banyak ahli pada
pusat trauma di Amerika Serikat sekarang mengusulkan agar CT terutama menggantikan
bilas peritoneum sebagai metode terpilih untuk mengevaluasi trauma tumpul abdomen. Hasil
negatif palsu dapat ditimbulkan oleh artifak bergerak, sehingga teknik ini kurang bermanfaat
dalam pasien yang cemas atau mabuk. Harus ditekankan bahwa jika digunakan CT scanning,
masa bilas peritoneum tidak boleh dilakukan sebelum scanning, karena cairan bilas yang
tertahan bisa dikelirukan bagi darah intraperitoneum. Juga penguatan kontras bisa diperlukan
untuk membedakan hematoma dari organ parenkim, yang relatif isodens.
Tindakan ini memerlukan sekitar 20-30 menit serta mempunyai angka ketepatan 90%
bila tersedia pengintepretasi yang berpengalaman. Keuntungan CT mencakup kemampuan
memvisualisasi retroperitoneum dan untuk menilai luas kerusakan ginjal sebelum eksplorasi
bedah. Teknik ini tidak dibatasi oleh gas usus dan ia tidak invasi. Keuntungan utamanya atas
bilas peritoneum terletak dalam fakta bahwa ia tidak hanya sensitif, tetapi spesifik bagi jenis
dan luas cedera visera yang mendasari. Keuntungan utama lain bahwa jumlah pendarahan
intraabdomen dapat dinilai secara kuantitati dan pasien dengan laserasi organ padat ringan
tetapi dengan sedikit hemoperitoneum atau tak ada bisa ditatalaksana secara bukan bedah.
Pendarahan abdomen bisa diklasifikasi sebagai ringan / sedang dan penemuan ini bisa
dikorelasikan dengan penilaian klinik. Hematoma kecil cenderung terkumpul dekat tempat
asal, sedangkan perdarahan intraperitoneal bebeas sering ditunjukan oleh akumulasi darah di
dalam parit pericolica dan pelvis.
Kerugian utama CT scanning untuk deteksi cedera intraabdomen berhubungan dengan
fasilitas dan kemampuan lembaga. Scanner tubuh diperlukan dalam tempat yang sangat dekat
dengan kamar gawat darurat serta interpretasi ahli atas bayangan CT diperlukan berdasarkan
24 jam sehari.
- Angiografi
Aortografi flush atau arteriogram renalis, mesenterica dan coeliaca selektif juga telah
dianjurkan untuk mendiagnosis cedera organ intra abdomen spesifik. Metodologi ini dapat
diandalkan untuk mendeteksi cedera hati, limpa dan ginjal yang bermakna serta mempunyai
keuntungan tambahan dalam menilai viabilitas jaringan, karena ia menilai perfusi parenkima
yang rusak.5
3. Diagnosis
Working diagnosis : syok hipovolemik et causa trauma tumpul abdomen
a. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan
hemodinamik dan ditemukan adanya sumber pendarahan. Diagnosis akan sulit bila
perdarahan tak ditemukan dengan jelas atau berada dalam traktus gastrointestinal atau hanya
terjadi penurunan jumlah plasma dalam darah. Setelah perdarahan maka biasanya
hemoglobin dan hematokrit tidak langsung turrun sampai terjadi gangguan kompensasi atau
terjadi penggantian cairan dari luar. Jadi kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan
sebagai adanya perdarahan. Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan
cairan bebas ditandai dengan hipernatremia. Temuan terhadap hal ini semakin meningkatkan
kecurigaan adanya hipovolemia. Berikut merupakan klasifikasi syok hipovolemik:1
Parameter Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IVKehilangan darah (ml)
< 1000 1000-1500 1500-2000 >2000
Kehilangan < 15 15-30 30-40 >40
darah (%)TD sistolik Normal Normal Menurun MenurunTD diastolik Normal Meningkat Menurun MenurunNadi ≤ 100 >100 >120 >140Pengisian kembali kapiler
Normal Dapat lambat Biasanya lambat Lambat
Produksi urin (ml/jam)
> 30 20-30 5-20 0-5
Status mental normal teragitasi bingung ObtunedPengelolaan Tidak perlu
penggantian volume
Penggantian volume dengan cairan kristaloid (3x kehilangan)
Penggantian volume dengan cairan kristaloid dan darah
Penggantian volume dengan cairan kristaloid dan darah
Tabel 2. Klasifikasi Syok Hipovolemik (American College of Surgeons Committee on Trauma, Advanced trauma life support for doctors, 1997)
b. Trauma tumpul abdomen
Diagnosis trauma abdomen sulit jika didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik
saja. Hal ini terutama benar dalam kasus trauma tumpul abdomen atau trauma penetrasi
sekunder terhadap luka tusuk. Sekitar 12% pasien yang dirumah-sakitkan ke kamar gawat
darurat dengan trauma tumpul abdomen akan tampil dengan syok refrakter dan jelas
memerlukan eksplorasi abdomen yang mendesak. Antara 40 dan 70 % pasien akan
memperlihatkan tanda peritonitis, yang mencakup nyeri tekan lokalisata, defence muscular,
distensi abdomen dan hipotensi ringan. Pasien ini memerlukan eksplorasi abdomen setelah
stabilisasi hemodinamik.2
4. Etiologi
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat volume darah dalam
pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat pendarahan yang masif atau
kehilangan darah. Syok hipovolemik bisa disebabkan oleh karena pendarahan (hematoma
subskapular hati, aneurisma aorta pecah, pendarahan gastrointestinal, perlukaan ganda),
kehilangan plasma (luka bakar luas, pankreatitis, deskuamasi kulit, sindrom dumpling), dan
kehilangan cairan ekstraseluler (muntah, dehidrasi, diare, terapi diuretik yang sangat agresif,
diabetes insipidus, insufisensi adrenal).1
5. Patofisiologi
a. Syok hipovolemik
Pendarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan
menurunkan aliran balik darah baik ke jantung. Hal ini yang menimbulkan penurunan curah
jantung. Curah jantung yng rendah dibawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian
pada beberapa organ:
- Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi
jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi
untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu
tidak mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan
ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bola terjadi iskemia yang berat untuk
waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata
(mean arterial pressure / MAP) jatuh hingga ≤ 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun
drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.
- Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh yang
mengatur perfusi serta substrak lain.
- Kardiovaskular
Tiga variabel seperti pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan
kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung,
penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi
jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya
menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat
namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
- Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan
absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam usus. Hal
ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan
memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.
- Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi
kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang
nefrotoksik seperto aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal
mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di
ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus
yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap
menurunnya produksi urin.1
b. Trauma tumpul abdomen
Mekanisme cedera pada trauma tumpul abdomen secara umum dapat dibedakan
sebagai berikut:
Trauma kompresi
Biasanya terjadi oleh karena benturan secara langsung yang mengakibatkan bagian
depan dari badan berhenti bergerak, sedangkan struktur bagian dalam masih tetap bergerak ke
depan. Sehingga menyebabkan kerusakan struktur-struktur baik organ yang padat dan
berongga-rongga di tengah-tengahnya. Misalnya pada trauma kena setir pada kecelakaan
kendaraan bermotor.
Shearing injuries
Merupakan bentuk trauma yang terjadi bila komponen alat penahan (sabuk pengaman)
dipakai dengan cara yang salah
Trauma deselerasi
Merupakan bentuk trauma yang terjadi oleh karena gerakan yang berbeda dari bagian
badan yang bergerak dan yang tidak bergerak, misalnya sering terjadi pada hepar dan lien.4
6. Manifestasi klinis
a. Syok hipovolemik
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non perdarahan serta
perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok.
Respons fisiologi yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung
sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. Disini akan terjadi
peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon
stress serta ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan
cairan intersisial, intraselular dan menurunkan produksi urin.
Hipovolemia ringan (≤ 20% volume darah) menimbulkan takikardia ringan dengan
sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang berbaring. Pada
hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi lebih cemas dan takikardia
lebih jelas meski tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi berbaring namun dapat
ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada hipovolemia berat maka
gejala klasik syok akan muncul, tekanan darah menurun drastis dan tak stabil walaupun posisi
berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung.
Perfusi ke susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah
berat. Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke
berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan
yang memiliki penyakit berat dimana kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat
pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif dan cepat.1
b. Trauma tumpul abdomen
Bila dijumpai nyeri abdomen dan nyeri tekan, maka merupakan tanda yang dapat
dipercaya. Kekakuan abdomen, defans muskular, dan nyeri lepas (rebound tenderness) sangat
mendukung adanya cedera intra peritoneal. Tanda penting dari perdarahan intra abdomen
yang terus-menerus ialah peningkatan tekanan darah yang menjadi seperti tekanan darah
normal selama beberapa menit, lalu diikuti hipotensi walaupun dengan pemberian cairan
perinfus 500-1000 ml larutan Ringer laktat secara cepat. Pasien yang hipotensi karena
kehilangan sedikit darah atau neurogenik syok biasanya tidak menunjukkan gambaran
tersebut.
Cairan Ringer laktat diberikan dalam waktu 15-20 menit, sementara itu dilakukan
pemeriksaan lain, yaitu golongan darah, cross match. Hipotensi postural, ketika pasien
hendak berada pada posisi tegak, merupakan tanda lain yang berguna pada perdarahan intra
abdomen yang terus-menerus. Sering juga tanda perdarahan tidak jelas misalnya; takikardi
ringan-sedang, takipnea, penyempitan tekanan nadi, kulit yang dingin, bisa menjadi tanda
dini perdarahan intra abdomen. Kehilangan darah 30-40% volume darah tubuh akan
mengakibatkan hipotensi yang jelas dengan tekanan sistolik konsisten dibawah 60-70
mmHg.2,4
7. Penatalaksanaan
- Pertolongan pertama bagi pasien dengan cedera berat
Jalan nafas
Hal pertama dan terpenting dalam keadaan gawat darurat pada penatalaksanaan pasien
dengan cedera berat adalah mengusahakan jalan nafas yang adekuat. Segera setelah jalan
nafas bebas, alat-alat bantu pernafasan seperti ambu atau alat perlengkapan anestesi harus
sudah tersedia, dan diperlukan manset selang endotrakeal, sehingga tekanan positif pada
pernafasan dapat dibuat jika diperlukan resusitasi atau persiapan anestesi. Dan alat pengisap
atau mesin pengisap yang portabel harus tersedia pada unit gawat darurat untuk mengambil
sekret paru, benda-benda asing, dan sering juga untuk menghilangkan darah yang berasal dari
traktus respiratorius bagian atas. Pada dugaan cedera batang servikal, dimana selang
endotrakeal tidak tersedia, mungkin perlu dilakukan krikotiroidotomi atau trakeostomi.
Pernafasan
Segera setelah jalan nafas yang adekuat tersedia, gagal terkembangnya satu atau
kedua sisi dada merupakan tanda dari ventilasi yang membuat pemeriksa curiga adanya
cedera toraks mayor. Jika dicurigai pneumotoraks, dilakukan penusukan jarum suntuk
berukuran 18 ke dada diruang interkostal keda atau ketiga garis aksilaris anterior dan
dilakukan aspirasi untuk membebaskan udara yang ada. Hal ini dilakukan hanya pada pasien
dengan tension pneumotoraks dan dalam keadaan gawat dimana tidak ada waktu untuk
dilakukannya foto rontgen dada.
Perdarahan dan syok
Syok hipovolemik diatasi segera setelah jalan nafas dan gangguan pernafasan pasien
terkontrol. Dua kateter intravena ukuran 18 atau lebih dimasukan di vena perifer dan larutan
garam fisiologis seperti Ringer laktat diberikan sampai hasil cross matching dan tipe darah
diketahui. Syok akibat kehilangan darah sebesar 70 ml biasanya dapat dikoreksi dengan
pemberian 2 L larutan Ringer laktat secara cepat selama 15-20 menit. Kehilangan darh
sebanyak 750 ml biasanya memerlukan pemberian transfusi darah sebagai tambahan larutan
garam fisiologs. Jika pasien menunjukkan respons terhadap pemberian 1-2 L larutan garam
fisiologis maka terlihat peningkatan tekanan darah dan penurunan frekuensi nadi, tetapi
kemudian menjadi hipotensi, sehingga biasanya diperlukan transfusi darah. Pada pasien
dengan banyak kekurangan darah, darah tipe O, Rh negatif tanpa cross match segera
diberikan tanpa ragu-ragu.
Pendarahan eksternal dari ekstremitas, paling baik ditanggulangi melalui penekanan
dengan jari atau dengan pemasangan pembalut tekan pada luka atau pembuluh darah yang
pecah. Torniket secara rutin tidak digunakan di luar kamar operasi. Meskipun sudah
dilakukan pengontrolan sementara, melalui penekanan dengan jari atau pemasangan pembalut
tekan, pasien harus tetap dibawa ke ruang operasi untuk mencegah terjadinya hemostasis.1,2,4
- Penanganan lanjutan
Setelah syok ditangani terlebih dahulu, baru kemudian penanganan terhadap trauma
abdomennya dilakukan. Pada kasus dikatakan ada nyeri tekan pada perut bagian kanan atas,
maka dari itu diduga organ yang terkena trauma adalah hepar. Lebih kurang 80% cedera pada
hepar disebabkan trauma tembus, sementara 15-20% tejadi karena trauma tumpul. Beberapa
tahun terakhir ini seluruh angka kematian pasien dengan trauma hepar sekitar 10-15%. Hal
ini banyak dipengaruhi oleh penyebab luka pada hepar, seperti luka bacok angka
kematiannya hanya 1%, sementara cedera hepar, seperti luka bacok angka kematiannya
hanya 1%, sementara cedera hepar yang besar yang melibatkan vena hepatika angka
kematiannya berkisar 45-50%. Ruptur hepar diketahui dengan CT scan dan dapat ditangani
tanpa operasi jika tidak terjadi hipotensi yang bermakna.
Tindakan Pringle dan kompresi dilakukan pada pasien cedera hepar yang besar. Ada
persetujuan bersama bahwa pada hepar normotermis, aliran darah ke hati dapat ditutup
sementar dengan aman untuk waktu kurang dari 60 menit tanpa menyebabkan kerusakan
hepatoselular. Tindakan ini tidak mengendalikan perdarahan dari vena hepatika mayor yang
terganggu.
Drainase saja dengan drain suction tertutup digunakan pada pasien yang pendarahan
heparnya secara spontan berhenti ketika abdomen dibuka. Drain Penrose dibiarkan pada
tempatnya selama 5-10 hari lalu perlahan-lahan dikeluarkan dalam waktu 3 hari.
Penjahitan, teknik hemostasis dan drainase. Ligasi langsug pada pembuluh darah itu
tersendiri lebih disenangi. Luka yang melibatkan parenkim 2-3 cm daru sisi luar bisa ditutup
dengan jahitan terputus dengan benang kromik 2-0 atau 0 pada “jarum hepar” yang tumpul
dikedua sisinya. Jahitan ini ditempatkan 2 cm di belakang tepi daripada luka. Jika jahitan
robel melalui tempat pengikatan maka dipilih tindakan penyokong dari omentum yang
divaskularisasi. Pada pasien tertentu dengan luka lebih superfisial dapat digunakan bubuk
mikrokristal kolagen atau avitene. Pendarahan parenkim dapat dikendalikan dengan
koagularot argon
Penggunaan jahitan hepar untuk mendapatkan hemostasis pada pintu masuk dan
keluar dari saluran luka tembak yang panjang pada hepar saat ini mash kontroversial.
Penempatn jahitan pada kedua ujung saluran menghentikan perdarahan yang berasal dari
sumber yang biasa terjadi yaitu daerah subkapsular. Jika darah masih saja mengalir di antara
jahitan atau terjadi pembesaran hepar dalam 10 menit setelah penempatan jahitan, maka
saluran harus langsung dibuka.
Ligasi ekstra hepatik digunakan jika tindakan Pringle mengontrol perdarahan intra
hepatik, tetapi pencarian langsung laserasi hepar secara cermat, menghilangkan kemungkinan
adanya perdarahan arterial yang nyata. Laserasi besar pada hepar dimana ligasi selektif telah
dapat mengontrol perdarahan, paling baik ditutup dengan sepotong omentum yang
bervaskularisasi sebagai pembungkus autogenus.
Reseksi debridemen dikerjakan untuk cedera hepar yang tidak rata yang disebabkan
luka tembak senjata angin, senjata api atau trauma tumpul yang hebat. Tepi debridemen harus
2-3 cm melewati pusat luka dan perdarahan selama debridemen dikontrol dengan penekanan
jari pada parenkim dan / atau oklusi sementara dengan tindakan Pringle. Perdarahan kecil saat
reseksi debridemen selesai dapat dikontrol dengan memasukkan sepotong omentum yang
viabel dalam celah hepar.
Lobektomi anatomis hepar untuk mengontrol perdarahan disiapkan untuk pasien yang
penjahitan heparnya tidak berhasil, debridemen reseksi hepatomi dengean hemostasis
intraparenkimal tidak mungkin oleh karena lokasi anatomi luka, atau jika oklusi arteria
hepatika gagal mengontrol pendarahan. Jika diperlukan pemaparan yang lebih luas maka
diperlukan penyelesaian reseksi hepar dan lebih disukai dilakukan sternotomi median
daripada insisi torakoabdominal kanan. Ligamentum hepaduodenal ditutup dengan klem
atraumatik dan dilakukan teknik finger fracture melalui jaringan hati. Sebagaimana vena
hepatia membatasi lobus hepar kanan dan kiri, maka garis reseksi harus dilakukan di sebelah
kanan atau kiri vena ini, tergantung apakah akan dilakukan lobektomi kiri atau kanan. Selang
T tidak diindikasikan setelah cedera hepar.
Ketika pasien mengalami perdarahan dari vena kaya retrohepatika, vena hepatika
posterior, maka salah satu teknik mengisolasi pembuluh darah harus dipertimbangkan.
Pertama, gunakan klem oklusi pembuluh darah melewati aorta tepat di bawah diaragma, pada
vena porta, dan melewati vena kava inferior diatas dan dibawah hepar. Alternatif lain ialah
pemasangan selang endotrakeal nomor 9 atau selang dada nomor 36 melalui aurikula atrium
kanan jantung ke bawah ke vena kava infrarenal dengan kombinasi tindakan Pringle. Dengan
pengembangan balon selang endotrakeal atau pengencangann torniket Rumel di sekitar vena
kava suprarenal dalam abdomen, seperti pengencangan torniket Rumel di sekitar vena kava
inferior dekat jantung, aliran darah dari bagian bawah tubuh akan dialihkan melalui shunt
pada vena kava retrohepatik. Walt menemukan bahwa angka harapan hidup sebesar 20% dari
60 orang pasien yang telah dilakukan shunt pada beberapa institusi. Hal ini dirasakan bahwa
kebanyakan pasien tidak mampu bertahan hidup tanpa shunt tersebut.
Pada beberapa keadaan yang jarang bila dilakukan kompresi pada lobus yang
mengalami cedera pada pasien yang menderita koagulopati akan sangat menolong. Suatu
tampon laparotomi kering umumnya dipakai dan dalam 1-2 hari sesudah operasi
sesungguhnya ketika kondisi pasien stabil dapat diangkat. Operasi kedua untuk melihat
kembali, membawa banyak arti, karena operasi itu memungkinkan dilakukannya debridemen
jaringan non vital, irigasi ruang perihepatik dan memasang drain perihepatik yang bersih.2,4
8. Prognosis
Syok hipovolemik selalu merupakan darurat medis. Namun, gejala-gejala dan
hasil dapat bervariasi tergantung pada:
- Jumlah volume darah yang hilang
- Tingkat kehilangan darah
- Cedera yang menyebabkan kehilangan
- Mendasari pengobatan kondisi kronis, seperti diabetes dan jantung, paru-paru, dan penyakit
ginjal5
Secara umum, pasien dengan derajat syok yang lebih cenderung lebih baik
dibandingkan dengan syok yang lebih berat. Dalam kasus-kasus syok hipovolemik
berat, kematian adalah mungkin bahkan dengan perhatian medis segera. Orang tua
lebih cenderung memiliki hasil yang buruk dari syok.
9. Komplikasi
- kerusakan ginjal
- kerusakan otak
- gangren dari lengan atau kaki, kadang-kadang mengarah ke amputasi
- serangan jantung
III. Penutup
1. Kesimpulan
Syok hipovolemik merujuk kepada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen.
Daftar Pustaka
1. Trisnohadi HR, Rahman AM, Alwi I, Budiman. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
2007 ; p205-9; 242-4
2. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. EGC. Jakarta; 2001; p65-95.
3. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga Medical Series.
Jakarta: 2002; p.18-9; 106,7
4. Kortbeek JB, Kaumann CR, Ali J, Brasel K, Burris D, Cioffi WG, dkk. Advanced trauma
life support for doctors. American College of Surgeons Committee on Trauma.Chicago:
2008; p62-79; 331-49.
5. David C, Buku ajar bedah sabiston. EGC. Jakarta:2000; p227-251.