Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
MODEL PEMBELAJARAN DI PONDOK PESANTREN
TARBIYYATUL MUBALIGHIN DESA REKSOSARI
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 20016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
MUHAMMAD SARIFUDIN
NIM: 11109013
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTASTARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)SALATIGATAHUN 2016
vi
MOTTO
بئى ل بأى بأس بئى فهب أ بئى بأس اتن م ل أ ى ن أ بل لبل ب أدو أ ب انس كى إى أعهى غ
أعهى الرض يب تى تكت يب ك تبد
Allah berfirman “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama
itu!” setelah itu ia menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “bukankah
telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan
bumi, dan aku mengetahi apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu
sembunyikan.”
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:
Bapak-ibuku tercinta yang senantiasa tak pernah
berhenti memberikan kasih sayang, semangat serta
do’anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.
viii
KATA PENGANTAR
بسى هللا انزح انزحى
، بصز بصبئز ، سم يج انسعبدة نهتم انحد هلل انذي أضح انطبرك نهطبنب
بسبئز انحكى انصدل أار اإلحسب ، يحى أسزار اإلب األحكبو ف اند
إن إل ، أشد أ انم ن انه سدب هللا حد ل شز ، أشد أ انحك انب
، ف اند زا فم خ زد هللا ب ، انمبئم ي يحدا عبد رسن انصبدق انعد الي
. إنى و اند ، نى بإحسب عهى آن أصحبب انتببع صهى هللا عه
Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah
„Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh
dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidupmanusia dan yang menjadi
cakrawala rindu para umatnya (Nabi Muhammad SAW).
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat
diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. dekan FTIK IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Salatiga.
4. Bapak Mufiq, S. Ag. M. Phil. pembimbing yang telah membimbing
dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. M. Zulfa selaku dosen pembimbing akademik.
6. Bapak/ibu dosen dan seluruh karyawan IAIN yang telah
memberikan pelayanan kepada penulis.
x
ABSTRAK
Muhammad Sarifudin. 2016. Model Pembelajaran di Pondok Pesantren
Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan. Suruh Kabupaten.
Semarang Tahun 2016. JurusanPendidikan Agama Islam.Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu KeguruanInstitut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Mufiq, M. Phil.
Kata kunci:Model Pembelajaran, Pondok Pesantren
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model pembelajaran di Pondok
Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh, Kabupaten
Semarang. Pertanyaan yangingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1)
Apasajakah model pembelajaran di pondok pesantren Tarbiyyatul
MubalighinDesa Reksosari Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang? (2) Apa
faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran di Pondok Pesantren
Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
tahun 2016? (3)Apa Implikasi model pembelajaran yang diterapkan di Pondok
Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang tahun 2016?
Metode penelitian yang digunakan adalahpenelitian kualikatif. Sumber
data primer adalah sumber data yang diambil dari penyelenggara pondok
pesantren pengasuh, ustazd/ustadzah, dan pengurus Pondok Pesantren Tarbiyatul
Mubalighin Desa Reksosari, Kececamatan Suruh, Kabupaten Semarang dan
dokumen-dokumen pondok pesantren. Sedangkan sumber data sekunder diambil
dari informan diluar penyelenggara pondok pesantren yaitu santri dan buku-buku
yang berkaitan dengan pondok pesantren. Adapun teknis analisis data
menggunakan model interaktif (interactive model of analysis)yang terdiri dari tiga
komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa (1) Model pembelajaran yang
diterapkan di Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Pondok Pesantren
Tarbiyatul Mubalighin Desa Reksosari, Kececamatan Suruh, Kabupaten
Semarangadalah model pembelajaran sorogan, bandongan, Khithobah, Ta‟zir, dan
model pembelajaran lalaran.(2) Faktor pendukung dan penghambat dalam
pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang adalah ketersediaannya tenaga pengajar.
(3) Tedapat tiga implikasi model pembelajaran yang diterapkan di Pondok
Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang yaitu; santri merasa diperhatikan, santri dapat mentaati tata tertib, dan
santri dapat mengamalkan agama dengan baik dan benar.
xi
DAFTAR ISI
1. JUDUL ..................................................................................................i
2. LOGO IAIN ..........................................................................................ii
3. NOTA PEMBIMBING .........................................................................iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN ...........................................................iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................v
6. MOTTO .................................................................................................vi
7. PERSEMBAHAN ..................................................................................vii
8. KATA PENGANTAR ...........................................................................viii
9. ABSTRAK .............................................................................................x
10. DAFTAR ISI ..........................................................................................xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................1
B. Fokus Penelitian ........................................................................3
C. Tujuan Penelilitian ...................................................................3
D. Kegunaan Penelitian .................................................................4
E. Penegasan Istilah ......................................................................4
F. Metode Penelitian .....................................................................5
G. Sistematika Penulisan ...............................................................12
BAB II. KAJIAN TEORI
A. Pengertian Pembelajaran ...........................................................14
B. Teori Pembelajaran ...................................................................17
C. Ciri-ciri Pembelajaran ...............................................................19
xii
D. Unsur-unsur Pembelajaran ........................................................21
E. Model Pembelajaran .................................................................24
F. Pondok Pesantren .....................................................................26
BAB III. PENGUMPULAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Tarbiyytul
Mubalighin Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang .....36
2. Susunan Kepengurusan Pondok Pesantren Tarbiyyatul
Mubalighin Tahun 2016 .......................................................37
3. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren Tarbiyyatul
Mubalighin tahun 2016 .......................................................38
4. Visi dan Misi Pondok Pesantren Tarbiyytul Mubalighin
Reksosari, Suruh, Semarang .................................................39
5. Tujuan Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,
Semarang ..............................................................................40
6. Keadaan Santri .....................................................................40
7. Keadaan Guru ......................................................................41
8. Kegiatan Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul
Mubalighin Reksosari Suruh Semarang Tahun 2016 ..........42
9. Peraturan Pondok Pesantren ................................................43
B. Temuan Penelitian
1. Model Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyatul
MubalighinReksosari, Suruh, Semarang .............................44
xiii
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di
Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,
Sematang Tahun 2016 ........................................................47
3. Implikasi Model Pembelajaran yang Diterapkan di Pondok
Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang
48
BAB IV.PEMBAHASAN dan ANALISIS DATA
A. Model Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul
Mubalighin Desa Reksosari kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang ...................................................................................50
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di
Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,
Semarang ...................................................................................52
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di
Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,
Semarang ...................................................................................53
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................54
B. Saran .........................................................................................55
11. DAFTAR PUSTAKA
12. LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia telah memiliki perhatian yang cukup tinggi terhadap masalah
pendidikan, mulai dari tingkat dasar bahkan pra dasar (TK atau PAUD) sampai
pada Perguruan Tinggi yang telah berkembang dan berperan dalam pencerdasan
anak bangsa. Lain halnya dari pendidikan formal, masih banyak juga pendidikan
non formal yang tetap memiliki eksistensi yang tinggi dalam kehidupan
masyarakat Indonesia baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat modern
semua mengalami perkembangan dan kemajuan yang pesat, serta selalu
mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia, yang salah satunya adalah
lembaga pendidikan pondok pesantren.
Pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan non formal merupakan salah
satu jenis lembaga pendidikan Islam di Indonesia bersifat tradisional. Tujuan
pondok pesantren adalah mendalami ilmu-ilmu agama, dan mengamalkannya
sebagai pedoman dalam hidup sehari-hari atau disebut dengan Tafaqquh Fiddin.
Penyelenggaraan lembaga pendidikan pesantren berbentuk asrama yang
merupakan komunitas tersebut diasuh oleh seorang Kyai atau Ulama dan dibantu
oleh para Ustadz. Tujuan utama pendidikan di pesantren adalah untuk membentuk
watak dan pribadi yang berbudi, berakhlakul karimah, serta sebagai penerus dan
penegak agama dan negara. Ini sebabnya pesantren telah diakui sebagai lembaga
pendidikan yang telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
2
Dalam sejarah pendidikan disebutkan bahwa pesantren adalah bukti awal
kepedulian masyarakat Indonesia terhadap pendidikan, sehingga pesantren juga
disebut sebagai lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia (Depag RI,
2003:1). Pesantren telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim
yang mampu menampung berjuta santri. Seiring dengan keadaan pesantren yang
semakin berkembang dalam memasuki era globalisasi pada saat ini, pesantren
menjadikan semakin kritis pemikiran para pemuka agama (ulama’ Islam) dituntut
untuk selalu menjaga eksistensi pondok pesantren. Dalam rangka mengimbangi
dunia yang semakin mengglobal, serta untuk memenuhi segala kebutuhan
masyarakat, maka tidak sedikit pondok pesantren didirikan dengan memberikan
predikat sebagai pondok pesantren yang modern atau biasa disebut dengan
pondok pesantren Khalaf, yaitu dengan memberikan pola pembelajaran yang
berbeda dengan pondok pesantren yang masih memiliki predikat Salaf.
Terlepas dari predikat pondok pesantren salaf atau khalaf (modern),
pembelajaran merupakan suatu yang amat penting dalam pendidikan.
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara komponen – komponen
system pembelajaran. Pembelajaran memiliki makna luas dari istilah pengajaran.
Kata pengajaran mengandung makna bahwa kegiatan atau prosesnya hanya ada di
dalam konteks pengajar dan pembelajar di kelas secara formal, kata pembelajaran
tidak hanya ada dalam konteks pengajar dan pembelajar di kelas formal, akan
tetapi juga meliputi kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri oleh pengajar
secara fisik. Di dalam kata pembelajaran ditekankan bahwa kegiatan belajar
pembelajar melalui usaha - usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber –
sumber belajar agar proses belajar mengajar dapat terlaksana. Pembelajaran
3
sebagai sebuah system memiliki beberapa komponen, yaitu tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi
pembelajaran.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakuakan penelitian terhadap
pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin yang terletak di desa Reksosari
kecamatan Suruh kabupaten Semarang dalam hal model pembelajaran yang
diterapakan di pondok pesantren tersebut dengan judul model pembelajaran
sosisal keagamaan di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin ds. Reksosari
kec. Suruh kab. Semarang tahun 2016.
B. Fokus Penelitian
Dari latar belakang diatas, penulis memfokuskan penelitian ini dalam
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah model pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul
Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
tahun 2016?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran di Pondok
Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang tahun 2016?
3. Apa Implikasi model pembelajaran yang diterapkan di Pondok
Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang tahun 2016?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
4
1. Mengetahui model pembelajaran di model pembelajaran di Pondok
Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang tahun 2016.
2. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran di
Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang tahun 2016.
3. Mengetahui Implikasi model pembelajaran yang diterapkan di Pondok
Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang tahun 2016.
D. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian diharapkan dapat digunakan baik secara praktis dan teoretis
1. Kegunaan teoretis
a. Memberikan sumbangan teori keilmuan tentang model pembelajaran.
b. Dapat digunakan penelitian lebih lanjut secara filosofis dalam membahas
model pembelajaran yang lebih radikal, rasional, dan sistematis.
2. Kegunaan praktis
Dapat digunakan oleh praktisi pendidikan Islam (dosen, guru, dan lain-
lain) dalam masalah model pembelajaran sosisal keagamaan.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya salah penafsiran dan supanya mudah dalam
memahami penelitian ini yang berjudul model pembelajaran sosisal keagamaan di
pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin ds. Reksosari kec. Suruh kab.
Semarang tahun 2016, maka penulis perlu menegaskan istilah-istilah dalam
penelitian ini.
5
1. Model Pembelajaran
a. Model
Model adalah pola, acuan, ragam (macam) (Purwodarminto,2006:773).
b. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang
belajar (Depdiknas, 2007:17).
2. Pondok Pesantren
Pondok pesantren yang digunakan dalam bahasa Jawa berarti
madrasah dan asrama sebagai tempat mengaji dan belajar agama Islam
(Purwadarminto, 2006:906).
Dari istilah-istilah diatas dapat dipahami bahwa maksud adari penelitian ini
adalah membahas tentang pola atau ragam pembelajaran yang terdapat di Pondok
Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu proses penelitian yang
menghasilkan data deskriptif yang berupa ucapan atau tulisan dan perilaku
yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri (Bogdan & Taylor,
1992:21-22). Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seorang, lembaga, masyarakat
dan sebagainya) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tempat
sebagaimana adanya.
6
Adapun landasan pemikiran yang digunakan adalah berdasarkan pada
satu gejala yaitu fenomenologis. Pendekatan fenomenologis berusaha
memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam
situasi tertentu (Moleong, 2002:9). Cara kerja pendekatan fenomenologis
adalah dengan “berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para
subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga dapat mengerti apa dan
bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar
peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari”(Moleong, 2002:9). Pendekatan
ini lebih tepat digunakan dalam penelitian ini karena peneliti secara langsung
akan masuk pada objek penelitian untuk membedah dan mengetahui
fenomena yang ada di Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa
Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang tahun 2016.
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu di Pondok Pesantren
Tarbiyyatul Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang guna mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terdapat di pondok pesantren Tarbiyatul Mubalghin
Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang.
4. Sumber Data
Untuk pengambilan data dalam penelitian ini, peneliti mengambil
sumber data dari subjek dan informan penelitian yang telah ditentukan.
Adapun subjek penelitian adalah “Sumber data utama penelitian yang
memiliki data mengenai variabel yang diteliti dan pada dasarnya yang akan
7
dikenai kesimpulan hasil penelitian,” (Azwar, 2007 : 34 – 35). Dalam
penelitan kualitatif yang merupakan sumber utama data adalah kata-kata dan
tindakan, sumber data tertulis, foto, dan statistik (Moleong, 2002: 112).
Data-data utama dalam penelitian ini akan didapatkan dari pengasuh (Kyai),
para ustazd/ustadzah, dan pengurus Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin
Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang.
Sedangkan data sekunder diambil dari informan diluar penyelenggara
pondok pesantren yaitu santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Ds.
Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang dan buku-buku yang berkaitan
dengan pondok pesantren.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam rangka untuk memperoleh data yang dibutuhkan, maka
penelitian ini dilakukan dengan prosedur yang ditetapkan dengan beberapa
metode sebagai berikut :
a. Observasi
Metode observasi merupakan suatu studi yang disengaja dan
sistematis tentang keadaan/fenomena sosial dan gejala-gejala psikis
dengan jalan mengamati dan mencatat (Mardalis, 2004:63) Metode
observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara
mengamati secara langsung proses pembelajaran yang berlangsung
dalam rangka untuk mengetahui bagaimana model pembelajaran
yang diterapkan, serta memperhatikan kondisi yang ada dan
melakukan pencatatan seperlunya untuk dilaporkan dalam skripsi
ini.
8
b. Wawancara
Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Moleong, 2002:135).
Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
implikasinya model pembelajaran yang diterapkan terhadap para
santri putri, serta apa saja yang menjadi faktor-faktor pendukung
dan penghambat dalam melaksanakan model pembelajaran yang
ada.
c. Dokumentasi
Metode dukumentasi berarti peneliti menyelidiki benda-benda
tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan,
notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto, 2010:201 )
Metode ini digunakan untuk mencari data-data yang sifatnya
tertulis, seperti sejarah, struktur organisasi, jumlah santri, jadwal
pelajaran, tata tertib beserta sanksi-sanksinya, dan hal lain yang
berhubungan dengan model pembelajaran di pondok pesantren
Tarbiyyatul Mubalghin Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang.
6. Analisis Data
Untuk menganalisis data-data yang diperoleh dalam penelitian ini
menggunakan beberapa teknik analisis data. Analisis data sebagai proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan
9
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis seperti yang disarankan data (Moleong, 2002: 103) Proses analisis
data dalam penelitian ini menggunakan analisis data model interaktif
(interactive model of analysis) yang terdiri dari tiga analisis data yaitu :
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles, 1992:19)
Ketiga komponen tersebut merupakan sebuah siklus yang saling
berurutan dan berhubungan serta bersifat beruntun dengan saling susul.
Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Reduksi Data
Dimaksudkan sebagai proses pemilihan dan pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabtraksian dan transformasi
data “kasar” yang berasal dari catatan-catatan yang ditemukan di
lapangan. Reduksi data dilakukan sejak peneliti mulai membuat
kerangka kerja konseptual, serta kumpulan pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan dan bagaimana cara pengumpulan data yang diajukan
dan bagaimana cara pengumpulan data yang dibutuhkan. Proses ini
dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung dan
sebagai langkah analisis.
b. Penyajian Data
Dari hasil penelitian yang didapatkan akan terkumpul dalam
berbagai bentuk seperti matriks, skema, tabel dan jaringan kerja
dengan kegiatan, kemudian data-data tersebut disajikan dalam
bentuk narasi atau tulisan yang tersusun secara logis dan sistematis
10
sehingga mudah dipahami yang mana data-data tersebut telah
direduksi sebelumnya.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dimulai sejak pengumpulan data
dengan memahami dari data-data yang ada dan dibuat pola-pola
penjelasan kemudian baru dibuat kesimpulan. Agar kesimpulan
dapat dipertanggungjawabkan maka perlu dilakukan pengecekan
dari awal.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Tujuan pengecekan keabsahan data adalah untuk mengetahui kebenaran
dari data-data yang didapatkan sehingga dapat dipertanggungjawabkan agar
penelitian ini mendapatkan keabsahan data dengan menggunakan teknik
sebagai berikut (Hidayati, 2007: 36):
a. Pengamatan secara terus menerus
Pengamatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
berbagai model pembelajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren
Tarbiyyatul Mubalighin Ds. ReksoSari, Kec. Suruh, Kab. Semarang
Tahun 2016, dalam situasi yang sangat relavan dengan persoalan yang
menjadi tema dalam penelitian ini. Untuk menghasilkan data yang
komplit, maka penelitian ini dilaksanakan dengan penuh teliti dan rinci
sehingga dapat memahami kegiatan yang berlangsung.
b. Triangulasi
Yang dimaksud dengan teknik triangulasi adalah teknik
pemeriksaaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di
11
luar data itu sendiri untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu (Moleong, 2002:178). Dalam Penelitian
ini menggunakan teknik triangulasi sumber yaitu membandingkan dan
mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperolah
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong,
2002:178), yakni teknik ini dilaksanakan dengan membandingkan data
yang satu dengan sumber data yang lain, seperti perbandingan hasil
pengamatan (observasi) dengan hasil wawancara atau dokumentasi.
c. Mengadakan “Member Check”
Salah satu cara yang sangat penting agar apa yang dipaparkan
tidak mengalami kekeliruan, yakni dengan cara pada akhir wawancara
diulangi garis besarnya berdasarkan catatan, apa yang dikatakan oleh
responden dengan tujuan agar memperbaiki apabila ada kekeliruan atau
menambah apa yang masih kurang. Atau sebagaimana yang dijelaskan
oleh Lincoln dan Guba member check berarti mencocokkan pemahaman
anda (peneliti-penleliti) mengenai data dengan orangorang yang dikaji,
dengan menerangkan, mengulangi, atau memparafrasekan (Daymon,
2008:149). Dalam penelitian ini peneliti mengadakan pengecekan ulang
terhadap data yang ada dengan mengajukan hasil-hasil data pada
sumber data, untuk mengetahui adanya kekurangan serta mendapatkan
keabsahan data.
12
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini dibatasi melalui
penyusunan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan tentang : latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini dijelaskan tentang kajian pustaka yang meliputi:
pengertian pembelajaran, teori-teori pembelajarn, ciri-ciri
pembelajaran, unsur pembelajaran, model pembelajaran,
pengertian pondok pesantren, ciri-ciri pondok pesantren, sistem
pendidikan pondok pesantren, model pembelajaran pondok
pesantren, serta pondok pesantren
BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Dari fakta temuan hasil penelitian terdiri dari gambaran umum
lokasi penelitian, yang berupa letak greografis, sejarah berdirinya
pondok pesantren, visi dan misi, keadaan guru dan santri.
Kemudian tentang model pembelajaran yang ada di pondok
pesantren, faktor-faktor yang mendukung dan menghambat proses
pembelajaran, serta implikasi model pembelajaran yang
diterapkan terhadap para santri Pondok Pesantren Tarbiyyatul
Mubalighin Ds. Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang Tahun
2016.
13
BAB IV : PEMBAHASAN
Model pembelajaran di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
Ds. Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pembelajaran
Kata pembelajaran berasal dari kata belajar yang berimbuhan awalan pe-
dan ahiran –an. Secara umum dapat diketahui bahwa pembelajaran berarti sebuah
proses belajar dan mengajar. Akan tetapi banyak ahli yang telah mendefinisikan
arti pembelajaran dengan lebih sistematis, baik dari kata pembelajaran itu sendiriri
atau secara terperinci dari kata “belajar” dan “mengajar”.untuk lebih memahamin
lebih dalam, maka penulis akan memaparkan pengertianya satu persatu.
Definisi belajar telah diungkapkan oleh banyak ahli, diantaranya dipaparkan
oleh Crombach dalam bukunya Educational Psychology, menyatakan “learning is
show by a change in behavior as result of experience” artinya “ Belajar
ditunjukan dengan adanya perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari
latihan” (Suryabrata, 2007:231).
Sedangkan menurut Dictionary of Psychology yang dikutip dari Muhaimin
Syah menyebutkan bahwa bwlajar memiliki dua definisi, pertama, diartiakan “the
process of acquiring knowledge” (proses untuk memperoleh pengetahuan), kedua,
diartikan “ a relatively permanent change potentiality which occurs as a result of
reinforced practice” (suatu perubahan kemampuan beraksi yang relatif langgeng
sebagai hasil latihan yang diperkuat) (Sriyanti, 2009:22-33). Dalam bahasa lain
Tafsir (2008:60) menyebutkan bahwa belajar merupakan suatu perubahan yang
relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku yang merupakan hasil
latihan penguatan.
15
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses yang dapat menghasilkan suatu perubahan, yang mana proses
tersebut bisa berupa sebuah latihan atau pengalaman. Kata belajar memiliki
beberapa pengertian yang berhubungan dengan kata mengajar. Sebagaimana yang
disamapaikan oleh Nasution yang dikutip oleh Usman (2002:19) sebagai berikut:
1. Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada murid.
2. Mengajar adalah menanamkan kebudayaan kepada murid.
3. Mengajar adalah aktifitas organisasi atau mengatur lingkuangan dengan murid,
sehingga terjadi proses belajar-mengajar.
Senada dengan pengertian di atas, Reflis Kosasi menjelaskan bahwa
mengajar adalah suatau usaha untuk membuat siswa belajar, yaitu usaha guru
untuk membuat perubahan kepada diri peserta didik (Usman, 2002:20-21).
Kemudian disamapaikan Usman (2002:21) bahwa mengajar adalah suatu usaha
bagaimana mengatur lingkungan dan adanya interaksi subjek didik (anak) dengan
lingkungannya sehingga terjdi kondisi belajar yang baik.
Dari sekian definisi-definisi mengajar yang telah dipaparkan, dapat
dipahami bahwa pembelajaran adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang
terhadap peserta didik untuk menghasilkan suatu perubahan dari peserta didik dari
tidak tahu menjadi tahu dan dari perilaku buruk menjadi baikdalam satu waktu
yang dikondisikan.
Penertian tersebut sesuai dengan al-Qur’an surat al Kahfi:66 yang berbunyi
sebagai berikut:
تعه عهى أ بع ب ع لبل ن يسى م أت ت رشداه ي
16
Artinya: Musa berkata kepadanya “bolehkah aku mengikutimu mengajarkan
kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadu)
petunjuk?” (Depag RI, 2005:412).
Dari ayat di atas, dapat diketahui bahwa mengajar adalah mengarahkan
peserta didik pada jalan kebaikan (kebenaran).
Setelah diketahui Setelah diketahui tentang definisi belajar dan mengajar
maka akan mengarah pada pengertian pembelajaran dengan jelas. Sebagaimana
telah dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa pembelajaran
adalah proses, cara, perbuatan orang menjadikan belajar (Depdiknas, 2007:57).
Menurut Hamalik (2003:57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun
meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Berbeda dengan dua pengertian tersebut Abdul Fattah Jalal dengan bahasa
lain mengartikan pembelajaran dengan menggunakan Bahasa Arab yaitu ta‟lim
yang berarti proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung
jawab, dan penanaman amanah (Nasir, 2005:47). Muhammad Rosyid Ridlo
menjelaskan ta‟lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa
individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu (Nasir, 2005:48).
Dengan dijelaskannya definisi belajar, mengajar dan pembelajaran itu
sendiri maka dapat ditarik satu kesimpulan bahwa belajar adalah usaha untuk
mendapatkan sesuatu yang ditandai dengan adanya suatu perubahan. Mengajar
adalah usaha seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar memiliki sikap dan
pengalaman yang baru, dan pembelajaran adalah proses antara keduanyaan
(belajar dan mengajar).
17
B. Teori-teori Pembelajaran
Teori merupakan sebuah pernyataan ilmiah yang diungkapkan oleh para ahli
dan dapat dipertanggungjawabkan. Pembelajaran sebenarnya telah muncul sejak
manusia itu dilahirkan, sedangkan munculnya teori pembelajaran adalah
belakangan setelah kehidupan manusia berkembang secara mapan.
Ketika pola pikir manusia semakin maju dan berkembang, maka teori
pembelajaran juga bermunculan secara bertahab dan semakin sempurna. Akan
tetapi bukan berarti teori sebelumnya adalah salah, karena masing-masing teori
memiliki dasar dan pembuktian sendiri-sendiri.
Secara singkat di bawah ini akan diungkapkan beberapa teori pembelajaran
yang berdasarkan pada bidang psikologi yaitu:
1. Teori Kondisioning Klasik oleh Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Teori ini lebih dikenal dengan nama pencetusanya yaitu teori Pavlov.
Teori ini menyatakan bahwa sikap perilaku seseorang dapat berupa sebuah
respon dari stimulus yang ada atau dengan bahasa lain perilaku telah tumbuh
dari sebuah kebiasaan yang dengan sengaja telah dikondisikan.
2. Teori koneksionisme oleh Edward Lee Thorndike (1874-1989)
Menurut Thorndike belajar untuk mengubah sebuah perilaku tidak cukup
dengan adanya stimulus dan respon, akan tetapi Thorndike telah
menghubungkan keduanya karena dapat menghasilkan adanya hubungan saraf
(neural) yang ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku. Oleh karena itu
teori ini disebut dengan koneksionisme yang mengacu pada koneksi neural
antara stimulus dan respon (Sriyanti, 2009:63). Bagi Thorndike, bentuk belajar
18
yang paling mendasar adalah Trial and error atau disebut dengan selecting dan
connecting (Sriyanti, 2009:63)
Dari pernyataan tersebut di atas maka dapat dipahami bahwa teori
koneksionisme menurut Thorndike ini berarti sebuah perubahan akan
didapatkan dari sebuah penemuan dari beberapa percobaan. Karena Thorndike
memandang bahwa belajar sebagai suatu usaha memecahkan (Tafsir, 2008:29).
3. Teori Operan Condisioning oleh B. F. Skinner (1904-1990)
Teori yang diungkapkan skinner sebenarnya tidak lari dari dasar adanya
hubungan antara stimulus dan respon, hanya saja Skinner menambahi bahwa
stimulus yang menghasilkan respon positif hendaknya diberi sebuah
pengukuhan (reinforcement). Pengukuhan (reinforcement) adalah metode
peningkatan frekuensi atau kekerapan (berlangsungnya) suatu perilaku
(Sriyanti, 2009:83).
Teori-teori tersebut merupakan teori mendasar dari segi psikologi perspektif
behaviorisme (tingkah laku). Dengan dasar teori-teori tersebut ada beberapa teori
yang lebih spesifik mengarah pada proses pembelajaran disebutkan oleh Hamalik
(2003:58-64) sebagai berikut:
1. Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik di
sekolah.
2. Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui
lembaga pendidikan sekolah.
3. Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan
kondisi belajar bagi peserta didik.
19
4. Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga
masyarakat yang baik.
5. Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan
masyarakat sehari-hari.
C. Ciri-ciri Pembelajaran
Dilihat dari definisi dan teorinya, pada hakikatnya pembelajaran dapat
terjadi kapan saja dan dimana aja. Pembelajaran yang dibahas di sini adalah
pembelajaran yang berlangsung secara sistematis dan direncanakan dalam sebuah
bangku pendidikan.
Pembelajaran sebagai suatu proses belajar dan mengajar secara terperinci
dari segi belajar telah memiliki ciri-ciri tersendiri sebagaimana diungkapkan oleh
Sriyanti mengutip pendapat Baharudin dan Esa N. W yaitu:
1. Belajar ditandai adanya perubahan tingkah laku.
2. Perubahan perilaku dari hasil belajar itu relatif permanen.
3. Perubahan tingkah laku tidak harus dapat diamati pada saat berlangsungnya
proses belajar, tetapi perubahan perilaku itu bisa jadi bersifat potensial.
4. Perubahan tingkah laku itu merupakan hasil latihan atau pengamalan.
5. Pengamalan atau latihan itu dapat memberikan penguatan (Sriyanti, 2009:24).
Dari sini nampak jelas bahwa ciri-ciri orang yang telah belajar maka akan
didapatkan suatu perubahan pada dirinya. Adapun ciri-ciri pembelajaran yang
dilangsungkan dalam ruangan menurut Hamalik (2003:64-66) adalah sebagai
berikut:
1. Rencana,
2. Kesaling-ketergantungan (Interdependence),
20
3. Tujuan,
Rencana berarti adanya sebuah kesengajaan penataan terhadap semua unsur-
unsur sistem pembelajaran yang termasuk di dalamnya yaitu penataan ketenagaan,
material dan prosedur untuk mempermudah dalam melangkah pada hal-hal
yanhendak menjadi tujuan.
Kesaling ketergantungan berarti adanya saling kait antara unsur-unsur
pembelajaran yang satu dengan lainnya dengan selaras, serasi, dan sistematis. Ini
berarti pembelajaran tidak akan terjadi ketika tidak ada keterpaduan dalam unsur-
unsur pembelajaran.
Pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik ketika tidak ditentukan atau
memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu dalam proses pembelajaran tersebut.
Maka dengan adanya tujuan akan lebih mudah mengarah dan dapat menfokuskan
pembicaraan dalam pembahasan materinya, sehingga peserta didik akan lebih
mudah untuk menerima dan memahami.
Berbeda dengan Hamalik, Djamaroh (2006:39-42) menyebutkkan ciri-ciri
pembelajaran secara lebih terperinci sebagai berikut:
1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam
suatu perkembangan tertentu, sehingga perhatian dipusatkan pada anak didik.
2. Prosedur yang direncanakan dan didesain secara sistematik dan relevan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sehingga dapat tercapai tujuan yang
optimal.
21
3. Materi sesuai tujuan dengan memperhatikan komponen anak didik dan
komponen-komponen lain serta disiapkan sebelum berlangsungnya kegiatan
pembelajaran.
4. Aktivitas anak didik baik secara fisik maupun mental.
5. Guru sebagai pembimbing harus dapat memotivasi agar terjadi proses interaksi
yang kondusif.
6. Kedisiplinan dalam pelaksanaan prosedur yang telah ditetapkan.
Penyimpangan dari prosedur berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.
7. Adanya batas waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
8. Evaluasi dalam rangka untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan
pembelajaran.
Ciri-ciri ini sifatnya lebih melengkapi, karena ciri-ciri sebelumnya juga
telah tercakup dalam ciri-ciri yang terakhir. Dari ciri-ciri yang ada menunjukkan
bahwa pembelajaran adalah suatu pelaksanaan yang tertata secara sistematis, dan
mengarah dalam mencapai tujuan, yang mana tujuan utamanya adalah suatu
perubahan atas bimbingan dari seorang guru.
D. Unsur-unsur Pembelajaran
Unsur dapat dikatakan suatu komponen yang harus ada. Unsur pembelajaran
berarti segala sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan pembelajaran.
Sebenarnya unsur pembelajaran juga dapat mejadi ciri dari pembelajaran, maka isi
dari unsur pembelajaran hampir sama dengan yang disebutkan dalam ciri-ciri
pembelajaran. Secara mendasar unsur yang paling utama adalah guru, siswa dan
materi. Menurut Djamaroh (2006:41-50) yang termasuk dalam unsur-unsur
pembelajaran adalah:
22
1. Tujuan pembelajaran;
2. Bahan pelajaran (materi);
3. Kegiatan belajar mengajar;
4. Metode pembelajaran;
5. Alat dan alat bantu pembelajaran;
6. Sumber pelajaran;
7. Evaluasi.
Slamet (1991:91-92) menyebutkan unsur-unsur pembelajaran dengan
bahasa yang berbeda, bahwa dalam membuat strategi belajar mengajar mencakup
delapan unsur perencanaan tentang:
1. Komponen-komponen sistem yaitu guru/dosen, siswa/mahasiswa;
2. Jadwal Pelaksanaan;
3. Tugas-tugas belajar yang akan dipelajari dan yang telah diidentifikasikan;
4. Materi/bahan ajar, alat pelajaran dan alat bantu mengajar;
5. Masukan dan karakteristik siswa;
6. Bahan pengait;
7. Metode dan teknik;
8. Media yang digunakan.
Berbeda dengan kedua pendapat di atas menurut Hamalik (2003:67-70)
membagi unsur pembelajaran sebagai berikut:
1. Unsur dinamis pembelajaran pada diri guru
a. Motivasi membelajarkan siswa.
Yakni seorang guru harus memiliki motivasi yang kuat untuk
mendidik siswanya. Sehingga guru harus berjiwa ikhlas dan berpendidik
23
dalam rangka menjadikan peserta didiknya menjadi orang yang
berpengetahuan dan kepribadian yang baik.
b. Kondisi guru siap membelajarkan siswa.
Tidaklah cukup dengan motivasi yang tinggi untuk menjadi guru,
akan tetapi juga harus benar-benar mempersiapkan diri dengan
kemampuan dalam proses pembelajaran atau yang disebut dengan
kemampuan profesional.
2. Unsur pembelajaran konkruen dengan unsur belajar
a. Motivasi belajar menurut sikap tanggap dari pihak guru serta kemampuan
untuk mendorong motivasi dengan berbagai upaya pembelajaran.
b. Sumber-sumber yang digunakan sebagai bahan belajar diantaranya:
1) Buku Pelajaran;
2) Pribadi Guru;
3) Sumber Masyarakat.
c. Pengadaan alat-alat bantu belajar.
d. Suasana kelas (belajar) yang efektif.
e. Subjek yang belajar.
Unsur-unsur ini lebih mengarah pada hal yang bersifat umum yakni dari
segi intern (kepribadian guru) dan juga yang bersifat ekstern (abstrak: buku
materi, alat bantu, siswa). Berdasarkan pada beberapa unsur yang telah disebutkan
dapat disimpulkan secara umum unsur-unsur pembelajaran adalah:
1. Guru dan siswa atau pengajar dan yang diajar.
2. Materi yang akan diajarkan.
3. Metode pembelajaran.
24
4. Media pembelajaran.
5. Alat bantu (dapat berupa media atau bahan pengait materi).
6. Sumber pelajaran.
7. Tujuan pembelajaran.
8. Evaluasi.
Dengan terpenuhinya semua unsur pembelajaran maka niscaya proses
pembelajaran akan berjalan sesuai dengan tujuannya.
E. Model Pembelajaran
Sebagaimana yang telah dijelaskan di bab I bahwa yang dimaksud dengan
model pembelajaran adalah berbagai macam ragam proses belajar yang dilakukan
oleh seseorang.
Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran maka seorang guru dituntut
untuk aktif dan tanggap dalam memperlakukan peserta didiknya sesuai dengan
situasi dan kondisi yang ada. Pembelajaran yang dilaksanakan baik di dalam
maupun di luar kelas pasti tetap harus direncanakan dengan matang dalam
menggunakan teknik yang akan digunakan. Adapun yang harus diperhatikan
adalah pembelajaran di dalam kelas di mana seorang guru harus mampu
menjadikan satu kesatuan (satu pandangan yang sama) dalam satu ruangan dengan
kondisi peserta didik yang berbeda-beda.
Dengan ini disebutkan model mengajar yang dapat digunakan dalam
pembelajaran kelas adalah:
1. Model pemprosesan informasi;
2. Model pribadi;
3. Model interaksi sosial;
25
4. Model perilaku (Muhtar, 2003:132-133).
Model pemprosesan informasi adalah seseorang guru harus berusaha
menjelaskan pada siswa untuk memberikan suatu tanggapan terhadap hal-hal yang
datang pada dirinya (seperti pergaulan, trand, dan lain-lain). Model pribadi adalah
mengarahkan pada siswa untuk mengekpresikan kreatifitas yang dimiliki secara
pribadi (potensi). Model interaksi sosial berarti guru mengarahkan pada siswa
untuk dapat berinteraksi dengan lingkungannya dengan sikap demokrasi, terutama
kepada teman-temannya. Model perilaku berarti siswa diarahkan kepada suatu pola
belajar yang lebih berfokus pada hal-hal yang lebih spesifik (Muhtar, 2003:133).
Dari keempat model ini pengajaran berfungsi untuk mengarahkan pada
siswa agar dapat menguasai serta bertanggung jawab atas dirinya, bersosial, dan
serius dalam belajar.
Dalam pelaksanaannya model pembelajaran dipraktekkan dengan berbagai
metode atau cara pembelajaran. Sehingga pembahasan model pembelajaran juga
seakan mengarah pada metode yang digunakan dalam pembelajaran. Telah
disebutkan secara garis besar metode mengajar di klasifikasikan menjadi 2 bagian
yaitu:
1. Metode mengajar konvensional; dan
2. Metode mengajar inkonvensional (Usman, 2002:2003).
Adapaun metode yang secara umum digunakan adalah metode mengajar
konvensional. Metode inkonvensional baru diterapkan bagi sekolah-sekolah yang
sudah modern. Contoh-contoh metode konvensional adalah metode ceramah,
26
metode diskusi, metode demonstrasi, metode drill, beserta metode-metode lain
yang sering dibahas dalam buku metodologi pembelajaran.
F. Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren.
Pondok pesantren merupakan dua kata yang memiliki satu paduanmakna
yang secara umum telah diketahui bahwa pondok pesantren adalah suatu
tempat yang berupa asrama dan madrasah yang digunakan untuk mempelajari,
mengkaji, dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam. Namun sebenarnya dua kata
tersebut memiliki arti sendiri-sendiri. Seperti yang dikemukan oleh Sodjoko
(1974:13).
Pondok diambil dari bahasa arab yaitu Funduk yang artinya ruang tidur,
wisma atau hotel sederhana. Poerwadarminto (1982:246) menjelaskan bahwa
pondok yang dipakai dalam Bahasa Indonesia lebih menekankan pada
kesederhanaan yang sinonimnya adalah kamar, gubug dan rumah kecil.
Berbeda yang diungkapkan oleh Dhofier (1982:18) lebih menspesifikkan
pengertian pondok dengan asrama para santri atau tempat tinggal yang terbuat
dari bambu.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kata pondok
yang digunakan dalam kaidah Bahasa Indonesia memiliki arti suatu tempat
yang sederhana yang digunakan untuk tempat tidur (menginap). Dalam
realitanya masyarakat secara umum mengidentikkan kata pondok terhadap kata
pesantren sehingga pondok dimengerti sebagai tempat tidurnya para santri
yang sedang menimba ilmu di pesantren.
27
Kata pesantren juga didefinisikan oleh para ahli diantaranya Arifin
(1991:240) menjelaskan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan yang
tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitarnya, dengan sistem asrama dimana
para santri menerima pendidikan melalui sistem pendidikan dan madrasah yang
sepenuhnya di bawah kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa kyai
dengan ciri khas bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.
Menurut Zamakhsyari Dhofier, bahwa pesantren berasal dari kata santri, yang
dengan awalan pe- di depan dan akhiran –an berarti tempat tinggal para santri
(Nasir, 2005:81). Sehingga yang memiliki arti tempat para santri yang
sebenarnya adalah kata pesantren.
Dari definisi kata pondok ataupun pesantren tersebut tidaklah jauh berbeda
tentang beberapa definisi pondok pesantren sebagaimana yang dipaparkan oleh
Nasir (2005:80) bahwa pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang
memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan ilmu agama Islam. Diperjelas dengan ungkapan Raharjdo
(1983:6) bahwa dalam pondok pesantren seorang kyai mengajar santri-santri
berdasar ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri
biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut. Pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik dan memiliki kekhasan
tersendiri dibanding dengan lembaga pendidikan lainnya. Dengan kata lain
berdasar pada definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia
yang peserta didiknya (santri) ditempatkan dalam sebuah asrama di bawah
pengasuhan para kyai dan gurunya (ustadz) secara langsung.
28
2. Ciri-ciri pondok pesantren
Setelah dipahami apa yang dimaksud pondok pesantren, para ahli
menyebutkan ada beberapa ciri yang menjadikan kekhasannya suatu pondok
pesantren. Mukti Ali dalam Nasir (2005:83) menyebutkan ada ciri-ciri umum
dalam pondok pesantren yaitu Kyai, Santri, Masjid, dan Pondok. Ciri khusus
pondok pesantren yaitu penekanan dalam bidang pendidikan dan pengajaran
agama Islam. Hal ini hampir senada dengan pernyataan Dhofir (1986:18-43)
yang menyebutkan ciri-ciri pondok pesantren adalah: Kyai, Asrama (pondok),
dan adanya pendidik, dan pengajaran agama, kemudian ciri khususnya ditandai
dengan sifat karismatik dan suasana kehidupan keagamaan yang mendalam.
Rafiq A, dkk. (2005:3-5) menyebutkan bahwa unsur-unsur pesantren terdiri
dari:
a. Pelaku terdiri dari kyai, ustad, santri, dan pengurus,
b. Sarana perangkat keras; misalnya masjid, rumah kiai, rumah ustad,
pondok, gedung sekolah, dll.
c. Sarana perangkat lunak: kurikulum, buku-buku dan sumber belajar
lainnya, cara belajar mengajar (bandongan, sorogan, halaqoh,
menghafal), dan evaluasi.
Di sini akan dipaparkan penjelasan ciri-ciri pondok pesantren secara
umum, yang merupakan unsur-unsur pondok pesantren:
a. Kyai.
Dalam pandangan masyarakat secara umum, kyai adalah seorang
pemuka agama Islam, alim ulama dan menjadi panutan masyarakat.
29
Dalam literatur bahasa jawa, kata kyai memiliki banyak pengertian
(Depag RI, 2005:11) yaitu sebagai berikut:
1) Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap
keramat, misalnya “Kyai Garuda Kencana” digunakan sebuah kereta
emas yang ada di keraton Yogyakarta.
2) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua umumnya.
3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli dalam
bidang agama Islam yang memiliki atau memimpin pesantren dan
mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santri. Selain gelar
kyai, ia juga disebut seorang alim (orang yang dalam pengetahuan
keislamannya).
Dalam keterangan lain disebutkan bahwa seseorang disebut dengan kyai
karena beberapa faktor sebagaimana yang ditulis oleh Steenbrink (1974:109)
mengutip pendapat H. Aboebakar Atjeh yaitu:
1) Pengetahuannya;
2) Kesalehannya;
3) Keturunannya; dan
4) Jumlah muridnya.
Dalam pondok pesantren, kyai adalah pengasuh, pemimpin serta
merupakan unsur yang paling esensial yang menentukan pertumbuhan dan
pekembangan pesantren tersebut. Para santri berpandangan bahwa kyai
merupakan figur utama dan sebagai orang yang paling dihormati dan
disegani. Bahkan secara umum masyarakat menaruh harapan paling utama
untuk menyelesaikan problema keagamaan praktis sesuai dengan kapasitas
30
intelektual yang dimiliki. Sehingga masyarakat sangat mempercayai sebagai
tempat untuk meminta nasihat, dan berkonsultasi. Selain itu anggapan
masyarakat selalu menilai bahwa seorang kyai adalah memiliki sikap rendah
hati, menghormati semua orang tanpa melihat strata sosial, ekonomi,
maupun pendidikan, prihatin, mengabdikan diri kepada Allah, serta tiada
henti memimpin kegiatan keagamaan, misalnya: shalat, khutbah, upacara
perkawinan, kematian dan lain-lain (Depag RI,2005:13).
Dengan ini dapat diketahui bahwa dalam dunia pesantren kyai
merupakan tokoh utama yang menjadi teladan bagi para santrinya. Serta
segala peraturan dan kebijakan dalam sebuah pondok pesantren merupakan
otoritas seorang kyai sehingga dalam segala sesuatunya harus mendapatkan
ijin (ridlo) dari kyai. Oleh karena itu kyai yang merupakan orang yang
nomor satu selalu dihormati dan disegani oleh semua santri dan orang-orang
di lingkungan sekitarnya atas kewibawaannya kearifan dan ke’alimannya.
Sifat-sifat yang luhur serta otoritas yang dimiliki kyai menumbuhkan
karisma yang besar di mata masyarakat secara umum. Karisma seorang kyai
dapat diartikan seorang kyai memiliki pengaruh kuat terhadap
lingkungannya (sebagaimana dalam pesantren). Hal ini disebabkan seorang
kyai memiliki sikap dan sifat yang merupakan ciri-ciri yang menunjukkan
bahwa seseorang dapat dikatakan memiliki sebuah karisma apabila memiliki
ciri-ciri sebagaimana disebutkan oleh Isnaeni (2007:17) mengutip pendapat
Muhammad Sulaiman yaitu:
31
1) Keyakinan yang tinggi;
2) Mempunyai wawasan yang ideal;
3) Bersikap fleksibel kepada pengikut;
4) Peka terhadap lingkungan;
5) Pemimpin yang karismatik dianggap sebagai agen perubahan yang
radikal; dan
6) Rela mengambil resiko dan berkorban untuk mencapai wawasan.
Hal-hal tersebut memang sangat nampak pada diri seorang kyai
sehingga kyai memiliki tingkat pengaruh dan kepercayaan yang sangat
besar.
b. Santri
Peserta didik yang ada di pondok pesantren dinamakan dengan
santri. Atau ada juga yang menyebutkan bahwa santri adalah orang yang
berlajar dengan kyai, bahkan ada asumsi yang mengatakan bahwa
seseorang dapat dikatakan sebagai kyai ketika memiliki santri. Ada
beberapa pengertian seperti yang diungkapkan oleh Dhofier (1990:18)
yang mengutip pendapat Professor Johns dalam “Islam in South Asia”,
santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru ngaji. Dhofier juga
mengutip pendapat C. C. Berg bahwa istilah santri berasal dari kata
shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci
agama Hindu.
Beberapa ahli menyebutkan bahwa kata shastri itu sendiri berasal
dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau
buku-buku tentang ilmu pengetahuan (Dhofier, 1990:18).
32
Memperhatikan dua pengertian tersebut seakan-akan pengertian
santri adalah sebagai seorang kyai (mengambil dari pengertian
sebelumnya) yaitu orang yang mengajar dan berpengetahuan.
Sebenarnya hal ini tidak menjadikan permasalahan karena dapat
dimengerti juga bahwa seorang santri yang belajar di pondok pesantren
akhirnya akan memiliki banyak pengetahuan tentang agama kemudian
menjadi kepercayaan dari masyarakat untuk memberikan (mengajarkan)
ilmunya kepada mereka setelah santri tersebut kembali terjun ke dalam
masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh A. Mukti Ali
yang menyatakan bahwa pondok pesantren adalah tempat menseleksi
calon-calon ulama dan kyai (Nasir, 2005:183) yang mana selama calon-
calon tersebut masih belajar di pondok pesantren dinamakan dengan
santri. Dan dijelaskan juga oleh Mukti Ali bahwa santri adalah orang
yang belajar pada kyai (Nasir, 2005:83).
Dalam dunia pesantren oleh Yasmadi (2002:62) menyebutkan
bahwa santri dibedakan menjadi dua macam yaitu santri mukim dan
santri kalong. Santri Mukim adalah santri yang berasal dari daerah jauh
dan menetap dalam pondok pesantren, dan Santri Kalong adalah santri
yang berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren, mereka bolak-balik
(nglajo) dari rumah masing-masing. Tradisi yang ada di pesantren Santri
Mukim yang paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya
merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab
mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mereka juga memikul
tanggung jawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar
33
dan menengah (Depag RI, 2005:11). Santri mukim yang lebih lama
biasanya juga dapat berpengaruh pada perkembangan pesantren tersebut,
yang bergantung pada kompetensi yang dimiliki, tanpa melupakan peran
esensialnya kyai dari pondok pesantren. Karena ketika mereka mengurus
dan bertanggug jawab dengan baik pastilah menghasilkan generasi yang
baik pula.
Berdasar pada penjelasan tersebut di atas dapat dipahami bahwa
santri yang merupakan sebutan pagi peserta didik yang ada di pondok
pesantren menjadi satu ciri khas yang berpengaruh besar terhadap
kemajuan, perkembangan serta eksistensimya sebuah pesantren.
c. Masjid
Masjid merupakan unsur pokok dalam pesantren yang memiliki
peran penting demi terlaksananya pembinaan agama yang diberikan
karena masjid telah dianggap sebagai tempat utama untuk mendidik
santri terutama dalam praktek keagamaan (Shalat Lima waktu, Khutbah,
Shalat Jum’at) serta pengajaran kitab–kitab (Kitab Kuning). Oleh karena
itu Masjid dapat diartikan sebagai tempat mendidik dan melatih para
santri terutama dalam mengajarkan tata cara beribadah, pengajaran kitab-
kitab Islam klasik dan kegiatan masyarakat lainnya (Ensiklopedia Islam,
1994:103). Dalam kegiatan histori didapatkan bahwa Nabi Muhammad
SAW, dalam mengajarkan segala hal (pendidikan) terlebih masalah
keagamaan selalu bertempat di masjid yang didirikan oleh Nabi
Muhammad SAW, di Madinah yaitu masjid Al-Qubba. Seperti yang
dijelaskan oleh Dhofier (1982:49) bahwa masjid bukan hanya sekedar
34
sarana peribadatan, lebih dari itu masjid menjadi pusat segenap aktivitas
Rasul dalam berinteraksi dengan umat, dan juga dapat dikatakan sebagai
tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktifivas administrasi dan kultural.
Dari sini dapat dirasakan adanya kesinambungan dalam sejarah
sehingga didapatkan bahwa “kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan
merupakan manifestasi Universalisme dari sistem pendidikan Islam
tradisional” (Depag RI, 2005:8).
d. Asrama (pondok)
Telah dipahami bahwa pondok pesantren adalah asrama dan
madrasah yang digunakan untuk mendalami agama Islam. Dari sini telah
jelas bahwa dapat dikatakan sebagai pondok pesantren adalah ketika
memiliki asrama (pondok) yang merupakan tempat tinggal para santri,
yang berada dalam lingkungan pesantren dimana kyai bertempat tinggal.
Biasanya asrama (pondok) ini bersifat tertutup, sehingga “komplek
pesantren biasanya dikelilingi dengan tembok untuk mengawasi keluar
dan masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku” (Depag
RI, 2005:7).
Peran asrama dalam pondok pesantren merupakan ciri khas dari
tradisi pesantren, yang membedakan dengan lembaga pendidikanyang
lain. Pada masa dahulu ketika seorang kyai hendak mendirikan pondok
pesantren dalam arti menerima santri sebagai muridnya, maka kyai
tersebut sudah mempersiapkan tempat dengan membuat pondok
sederhana, atau bahkan meyisihkan dari tempat tinggalnya.
35
Selain itu dalam masa pondok pesantren mengalami perkembangan
banyak para dermawan yang memberikan perhatian dengan memberikan
sumbangan harta bendanya untuk membangun pondok pesantren, atau
bahkan ada yang mewakafkan sebagian tanahnya untuk didirikan pondok
pesantren. Walaupun demikian, para kyai masih tetap memiliki
kekuasaan mutlak atas pengurusan komplek pesantren tersebut. Hal itu
disebabkan karena para penyumbang sendiri beranggapan bahwa para
kyai berhak memperoleh dana dari masyarakat. (Depag RI, 2005:8)
36
BAB III
PENGUMPULAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Desa
Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Tarbiyytul Mubalighin Ds.
Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang
Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,
Semarang telah berdiri sejak tahun 1973 M. Pondok pesantren yang
berdiri di pinggiran Kabupaten Semarang ini, beralamat di Jl. Karanggede
no. 20, Reksosari, Suruh, Semarang, Jawa Tengah. Luas banguanan 2.882
M², yang dibangun di atas tanah seluas 5.113 M².
Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,
Semarang adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang di kelilingi
oleh beberapa lembaga sekolah formal. Lembaga-lembaga pendidikan itu
diantranya:
a. SD N Reksosari
b. Madrasah Diniyah Darul Ulum Suruh
c. MTs Darul Ulum Suruh
d. SMP NU Suruh
e. MAN 1 Semarang
37
Pengasuh
K. Bahrurozi
Attaufiqi
Ketua Umum
Alfi Qonita Badi’ati
Ketua
*Ahmad Marzuki
*M. Ali Mahmud
Sei. Keamanan
*M. Khorul Ma’ruf
*Mar’atus Saadah
Sekretaris
*Eli kurniawan
*Davis Nafiah
Bendahara
*Siti Faridhotul
*Wahyu N. Hidayah
Sei. Pendidikan
*Rifqi al Mufida
*Mita Hanida
Sei. SAPRAS
*Ilham Rusdiyanto
*Mega Intan Sari
Sei. Kebersihan
*Alwi Ma’ruf
*Riva Sofiatun
Sei. PHBI
*Maysaroh
*Indah Suryaningsih
Sei. Kesehatan
*Bety Ayu Suryani
2. Susunan Kepengurusan Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Tahun
2016
STRUKUR ORGANISASI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL
MUBALIGHIN MASA BAKTI 2015/16
PENGASUH : K.Bahrurozi Attaufiqi
KETUA UMUM : Alfi Qonita Badi’ati
KETUA : 1. Ahmad Marzuki
2. M.Ali Mahmud
38
SEKERTARIS : 1. Eli kurniawan
2. Davis Nafiah
BENDAHARA : 1. Siti Faridlotul Masfufah
2. Wahyu Nur Hidayah
SIE.KEAMANAN : 1. M.Khoirul Ma’ruf
2. Miratus Saadah
SIE.PENDIDIKAN : 1. Rifki Al Mufida
2. Mita Hanida
SIE.KEBERSIHAN : 1. Alwi Ma’ruf
2. Riva Shofiatun
SIE.PHBI : 1. Maysaroh
2. Indah Suryaningsih
SIE.SAPRAS : 1.Ilham Rusdiyanto
2. Mega Intan Sari
SIE.KESEHATAN : Bety Ayu Suryani
3. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
Kurikulum pendidikan yang diterapkan di Pondok Pesantren
Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang masih terbilang
39
sederhana, sebagaimana kurikulum-kurikulum yang berkembang di kalangan
pesantren tradisional. Kurikulum yang diajarkan di pesantren sebagai berikut:
1. Al Qur’an
2. Ilmu Hadits
3. Ilmu Fiqih
4. Ilmu Waris
5. Amtsilati
6. Istighosah dan Mujahadah
7. Al Barzanji
8. Khithobah
9. Bahasa Arab
10. Bahasa Inggris
4. Visi dan Misi Pondok Pesantren Tarbiyytul Mubalighin Reksosari, Suruh,
Semarang
Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang
memiliki visi sebagai berikut:
Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang
sebagai pusat pendidikan yang dapat mempersiapkan sumber daya manusia
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta iman dan taqwa.
Sedangkan misi Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari,
Suruh, Semarang sebagai berikut:
1. Pengembangan akademi dengan pelaksanaan kurikulum dan
mengembangkan kurikulum sekolah nasional yang sesuai.
40
2. Mengembangkan jiwa kepemimpinan dan kesalehan melalui berbagai
kegiatan santri yang terdapat dalam kurikulum serta kegiatan keagamaan
lainya.
3. Mengembangkan kepribadian yang mulia melaluli akhlaq.
5. Tujuan Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang
1. Mengumpulkan pesertadidik yang berbakat .
2. Menempatkan Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,
Semarang sebagai lembaga pendidikan yang unggul dan independen.
3. Menjadikan pesertada didik berhasil.
4. Menjadikan peserta didik terampil dalam berbahasa Arab.
6. Keadaan Santri
Jumlah santri di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari,
Suruh, Semarang tahun 2016 sebanyak 105 santri yang terbagi dalam lima
kelas, yaitu kelas I, II, III, IV, dan V yang terprinci sebagai tabel berikut:
Tabel No. 1.1
Perincian Santri Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Ds.
Reksosari, Kec. Suruh, Kab. Semarang Tahun 2016
No. Kelas Santri Laki-laki Santri
Perempuan Jumlah
1. I 8 51 32
2. II 8 53 32
3. III 1 51 51
4. IV 52 55 32
5. V 9 52 31
Jumlah 04 56 546
41
7. Keadaan Guru/ Ustadz
Jumlah guru/ Ustadz di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
Reksosari, Suruh, Semarang, sebagaimana terpapar dalam tabel berikut:
Tabel No. 1.2
Pengajar Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Ds. Reksosari,
Kec. Suruh, Kab. Semarang Tahun 2016
No. Nama Pelajaran
1. Bahrurozi Tafsir al Qur’an
Lughotul Arobiyah
2. Lilik Jamilatun Qiro’atul Qur’an
Bulughul Marom
Akhlaqul Banaat
Mabadi Fiqih
3. Muhammad Ainur Rofiq Fatkhul Qorib
Lughotul Arobiyah
Amtsilati
4. Afidz Niama Qiro’atul Qur’an
Amtsilati
5. Alfi Qonita Lughotul Arobiyah
Amtsilati
Mabadi Fiqih
6. Khosi’in Shohih Buhori
7. Wahyu Nur HIdayah Lughotul Arobiyah
Amtsilati
Mabadi Fiqih
8. Fatahatul Istiqomah Amtsilati
42
8. Kegiatan Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
Reksosari Suruh Semarang Tahun 2016
Kegiatan pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin
Reksosari Suruh Semarang pada tahun 2016 telah terjadwal dengan rapi
sebagai mana dalam tabel di bawah ini:
Tabel No. 1.3
Jadwal Mengaji Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubaligin
Tahun 2016
Hari/Waktu Shubuh Asar Maghrib Isya
Senin Al-Qur’an Tafsir / Bulughul Amtsilati Belajar
Selasa Al-Qur’an Akhlaqul Banat/
Ziarah Putri
Amtsilati Setoran
Rabu Al-Qur’an Tafsir / Bulughul Amtsilati Khithobah
Kamis Al-Qur’an Akhlaqul Banat /
Ziarah Putra
Istighotsah Dziba’
Jum’at Tadarus Bahasa Inggris Amtsilati Imlak /
Pegon
Sabtu Al-Qur’an Syifaul Jinan/
Fatkhul Qorib
Lughoh
/Lalaran
Rebana
Ahad - - Ubudiyah /
Mabadi
fiqih
Setoran
43
Tadarus : Surat Yaaasiin, Waqi’ah dan al- Mulk
Hari senin : Tafsir => Santri Qodim (Lama)
Bulughul => Santri Jadid (Baru)
Hari Rabu : Tafsir => Santri Jadid (Baru)
Bulughul => Santri Qodim (Lama)
Bahasa Inggris : Kelas A => kelas 1-2 SMP, Mts
Kelas B => kelas 1-2 SMK, MAN
Kelas C => kelas 3 SMP, Mts, SMK, MAN
Syifaul Jinan : Santri Putra => Bapak
Santri Putri => Ibu
9. Peraturan Pondok Pesantren
Peraturan yang ada di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
Reksosari, Suruh, Semarang terdiri dari 10 butir poin peraturan yang akan
penulis paparkan di bawah ini:
1. Tawadhu‟ kepada Masyayih, guru, dan Masyarakat.
2. Mematuhi Masyayih, guru, dan masyarakat.
3. Menjaga nama baik pondok pesantren.
4. Wajib mengikuti semua kegiatan pondok pesantren.
5. Menjaga ketertiban pondok pesantren.
6. Wajib izin pengurus pondok pesantren bila meninggalkan pesantren.
7. Dilarang membawa alat elektronik tanpa izin pengurus pesantren.
44
8. Dilarang menggunakan orang lain tanpa seizin pemiliknya.
9. Dilarang pacaran.
10. Dilarang membawa minuman keras.
B. Temuan Penelitian
1. Model Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin
Reksosari, Suruh, Semarang
a. Model Pembelajaran Sorogan
Model pembelajaran sorogan adalah peserta didik atau santri
berbaris satu persatu untuk mendapatkan pelajaran dari guru, santri
membaca pelajaran, sedangkan guru mendengarkan. Apabila terjadi
kesalahan saat peserta didik membaca, maka seorang guru akan
membenarkan.
Model sorogan di pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin hanya
berlaku untuk pelajaran al qur’an saja. Sebagaimana dijelaskan oleh
masyayih, Bapak Bahrurrozi sebagai berikut:
“Model sorogan yatu santri maju membaca pelajaran, sedangkan
guru mendengarkan. Model sorogan di pondok ini untuk saat ini baru
digunakan untuk pelajaran al Qur‟an”.
Metode pembelajaran sorogan yang diterapkan untuk mengaji Al-
Qur’an dilaksanakan setiap hari ba‟da (setelah) shalat „asar. Ketika
pembelajaran itu dilaksanakan semua santri yang sudah berbaris di
depan kyai tidak boleh keluar masuk secara bebas kecuali yang telah
selesai mengaji. Dan bagi santri yang datang paling awal berarti santri
tersebut mendapatka giliran yang pertama dan begitu pula untuk yang
selanjutnya.
45
Dari sini dapat disimpulkan bahwa metode sorogan adalah proses
pembelajaran secara langsung yang bersifat individual yang
ditekankan pada keberhasilan santri serta mengajarkan untuk
membudayakan antri dan sopan santun.
b. Model Bandongan
Model bandongan adalah metode pembelajaran ala pesanteren
klasik yang hampir menyerupai halaqoh. Akan tetapi di pondok
pesantren Tarbiyaytul Mubalighin, sebagaimana dalam pengamatan
penulis bahwa metode pembelajaran bandongan sebagai berikut:
“Pelaksanaan metode bandongan adalah dengan cara ustadz
membaca kitab, kemudian santri menyimak serta memaknai
(menuliskan arti), sesuai yang dibaca ustadz. Kadang-kadang ustadz
menjelaskan hal-hal yang sekiranya muskil (sulit dipahami).”
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa metode
bandongan adalah pembelajaran yang bersifat searah yang mana santri
hanya berposisi sebagai objek pembelajaran.
Model pembelajaran bandongan di pondok pesantren Tarbiyyatul
mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang digunakan dalam pembelajaran
kitab-kitab kuning sebagaimana Bapak Bahrurrozi mengatakan:
“Model pembelajaran bisa digunakan untuk pembelajaran kitab
kuning, seperti kitab tafsir, mabadi fiqih, dan kitab-kitab lain.”
c. Model Khitobah
Di pondok pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Reksosari, Suruh,
Semarang, terdapat model pembelajaran Khitobah. Kata “Khitobah”
adalah bentuk kata bahasa Arab yang artinya berpidato atau berbicara.
46
Model khitobah di pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin
Reksosari, Suruh, Semarang adalah model pembelajaran yang
dilakukan bersama-sama oleh semua santri. Dalam pembelajaran
khitobah banyak materi-materi pembelajaran yang dipelajari misalnya,
membaca tahlil, membaca al barzanji, seni berpidato dan lain-lain.
Sebagaimana dalam pengamatan penulis sebagai berikut:
“Khitobah dilakukan bersama-sama oleh semua santri di aula
pondok pesantren. Kemudian, terdapat satu kelompok yang telah
dibentuk oleh pengurus pondok pesantren untuk menjadi pemimpin
khitobah. Dalam kelompok tersebut dibagi untuk menjadi pemimpin
khitobah sebagai pembawa acara, pembaca al Qur’an, pembaca tahlil,
pembaca sholawat, sambutan-sambutan, sebagai narasumber, dan
pembaca do’a. Khitobah dilakukan satu kali dalam seminggu, yaitu
pada malam Rabu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode khitobah
adalah model pembelajaran yang dilakukan secara bersama-sama untuk
melatih kecerdasan peserta didik atau santri baik kecerdasan mental
maupun sepiritual.
d. Model Ta’zir
Model ini secara umum telah diterapakan di seluruh Pondok
Pesantren yaitu memberi hukuman atau sanksi dari pelanggaran-
pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh santri.
Model ini bertujuan untuk menanamkan jiwa disiplin bagi para
santri serta memberikan pelajaran sebagai bekal untuk hidup
bermasyarakat yang memiliki norma dan aturan yang harus ditaati.
47
e. Medel Lalaran
Model pembelajaran lalaran adalah bentuk model pembelajaran
yang dilakukan peserta didik untuk mengulang (membaca kembali)
pelajaran agar mudah dalam menghafalkan pelajaran.
Dalam observasi penulis, model pembelajaran lalaran dapat
didiskripsikan sebagai berikut:
“Para santri berkumpul dalam majlis sesuai dengan tingkatan,
kemudian mereka membaca bersama-sama dengan nada yang
dilagukan. Lalaran ini, digunakan untuk membaca nadhom atau sya’ir
amsilati.”
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran lalaran ialah
model pembelajaran untuk memudahkan dalam mengingat dan
menghafalkan pelajaran.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di Pondok
Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang
Faktor penghambat dan pendukung proses pembelajaran di pondok
pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang hanya
bersifat teknis.
Faktor pendukung dalam mencapai keberhasilan proses
pembelajaran adalah adanya tenaga guru yang mumpuni yang dihasilkan
dari para lulusan pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari,
Suruh, Semarang yang mau mengabdi untuk menjadi pengajar dipondok
pesantren. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Bahrurozi sebagai
berikut:
“Faktor pendukung dalam proses pembelajaran yaitu adanya alumni
yang mau membantu mengajar di sini (pondok pesantren Tarbiyatul
Mubalighin).”
48
Sedangkan faktor penghambat proses pembelajaran adalah ketika
kekurangan tenaga pengajar. Sebagaimana yang disampaikan Bapak
Bahrurozi sebagai berikut:
“Faktor penghambat dalam proses pembelajaran, semisal ketika saya
(Bapak Bahrurozi) tidak enak badan, sehingga ketika itu saya (Bapak
Bahrurozi) tidak bisa mengajar, otomatis tenaga pengajar menjadi kurang.”
Dengan demikia, dapat disipulkan bahawa faktor pendukung dan
penghambat proses pembelajaran di pondok pesantren Tarbiyatul
Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang adalah ketersediaan guru dan
kekurangan guru. Apabila kesemuanya itu telah terpenuhi, maka proses
pembelajaran akan berjalan optimal.
3. Implikasi Model Pembelajaran yang Diterapkan di Pondok Pesantren
Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang
Implikasi model pembelajaran yang diterapkan di pondok pesantren
tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang sebagaimana yang
disampakan Bapak Bahrurozi sebagai berikut:
”Implikasi model pembelajaran adalah anak bisa merasa
diperhatikan, dengan demikian anak dapat taat peraturan, semisal anak
disuruh untuk sopan satun dan dilain waktu anak tidak berlaku sopan maka
aturan yang ada harus ditegakkan. Selain itu juga agar anak dapat
melaksanakan ajaran Agama dengan baik termasuk dalam sosial
keagamaan, semisal memperbaiki solat itu termasuk sosial keagamaan.”
Dari urian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa model
pembelajaran yang diterapkan di pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin
Reksosari, Suruh, Semarang secara keseluruhan terdapat tiga implikasi,
yaitu:
49
a. Anak merasa diperhatikan.
b. Anak bisa mentaati tata tertip pondok pesantren.
c. Anak dapat menjalankan ajaran Agama dengan baik.
50
BAB IV
PEMBAHASAN dan ANALISIS DATA
A. Model Pembelajaran di Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin Ds.
Reksosari Kec. Suruh Kab. Semarang
Model pembelajaran yang ada di pondok pesantren Tarbiyatul Mubalighin
Reksosari Suruh Semarang Tahun 2016 antara lain:
1. Model Pembelajaran Sorogan
Model pembelajaran ini digunakan mempelajari al Qur’an dinilai sangat
efektif karena dapat memberikan hasil yang sempurna bagi santri agar
dapat membaca al Qur’an dengan lancar dan tartil, serta santri dapat
mengetahui secara langsung benar dan salah saat membaca al Qur’an.
Dilihat dari proses pelaksanaanya, terdapat proses pendidikan yang
sangat baik yaitu mendidik santri agar senatiasa bersikap hormat dan
tawadhu‟ terhadap guru secara langsung. Selain itu, dengan cara mengantri
untuk mendapatkan jatah sorogan, para santri dapat mendapatkan
pendidikan agar membudayakan dan bersikap disiplin.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ini
bersifat langsung secara individu.
2. Model Pembelajaran Bandongan
Model pembelajaran bandongan adalah model pembelajaran yang
bersifat satu arah, karena santri hanya berposisi sebagai penyimak dan
pendengar, dan tidak ada komunikasi yang aktif antara santri dengan
ustadznya. Moedel pembelajaran ini, digunakan untuk mempelajari kitab-
51
kitab berikut Tafsir al Qur’an, Bulughul marom, Fatkhul Qorib, dan Mabadi
Fiqih.
3. Model Pembelajaran Khitobah
Model pembelajaran khitobah adalah sebuah model pembelajaran
yang dilakukan bersama-sama dalam arti santri atau peserta didik menjadi
subjek sekaligus objek pembelajaran. Model pembelajran ini dikemas
semacam upacara seremonial. Misalnya, dalam upacara peringatan isro‟
mi‟roj, dalam kegiatan tersebut terdapat santri yang mendapatkan tugas
sebagai pembawa acara, pembaca al Qur’an, pembaca sholawat,
menyampaikan sambutan, pemateri, dan pembaca do’a.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembeljaran
khitobah adalah model pembelajaran yang digunakan untuk mempelajari
beberapa materi pelajaran seperti contoh, seni membawakan acara, seni
pidato, seni membaca al qur’an dan lain sebagainya.
4. Model Pembelajaran Ta‟zir
Model ini sebenarnya bukanlah model yang asing karena tidak hanya
lembaga pendidikan pondok pesantren yang menerapkannya, akan tetapi
dalam teori pembelajaran umum disebutkan bahwa dalam sebuah proses
pembelajaran dibutuhkan adanya suatu punishment (hukuman) untuk
merubah perilaku seorang anak.
Misalnya, terdapat santri yang membolos mengaji satu hari penuh,
maka santri itu akan di-ita‟zir membaca al Qur‟an dua Jusz. Dalam model
pembelajaran ini, tingkat hukuman yang diberikan bergantung pada besar-
kecil kesalahan yang dilakukan oleh santri.
52
Model pembelajaran ta‟zir yang diterapkan di pondok pesantren
Tarbiyatul Mubalighin Reksosari Suruh Semarang, telah membawa dampak
baik yaitu bentuk kedisplinan santri akan tata tertib yang ada di pondok
pesantren.
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa model
pembelajaran ta‟zir adalah model pembelajaran untuk menyadarkan dan
meningkatkan kedisiplinan santri atau peserta didik. Selain itu, hukuman
yang diterapkan juga mengandung pendidikan.
5. Model Pembelajaran Lalaran
Model pembelajaran lalaran merupakan model pembelajaran yang
sangat efektif digunakan untuk menghafalakan mata pelajaran, model
pembelajran yang dikemas dengan cara menarik yaitu melagukan mata
pelajaran dengan lagu-lagu, sehingga para santri tidak mudah bosan untuk
menghafalkan mata pelajaran.
Model pembelajaran ini diterapakan dalam pelajaran amsilati, yaitu
untuk menghafalkan nadhom-nadhom yang terdapat dalam kitab amsilati.
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di Pondok
Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang
Faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran di pondok
pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang hanyalah pada
tenaga pengajar. Sebagaimana wawan cara dengan pengasuh pondok pesantren
yang merasa terbantu denagan adanya alumni yang masih mau meluangkan
waktu untuk mengajar di pndok pesantren. Akan tetapi jika terdapat salah satu
53
guru yang berhalangan mengajar seperti yang dijelaskan oleh pengasuh maka
kegiatan pembelajaran akan terganggu.
Dengan demikian, perlu kiranya Pondok Pesantren Tarbiyatul
Mubalighin Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupatan Semarang untuk
memperhatikan hal itu terlebih dalam masalah tenaga pengajar agar kegiatan
pembelajaran dapat diselenggarakan dengan optimal.
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Porses Pembelajaran di Pondok
Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang
Implikasi model pembelajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren
Tarbiyatul Mubalighin Desa Reksosari, Kecamatan Suruh, Kabupaten
Semarang sebagaimana jelaskan oleh pengasuh, terdapat tiga implikasi yaitu;
1. Santri merasa diperhatikan.
Perhatian guru terhadap murid memang dibutuhkan agar anak merasa
mendapatkan kasih sayang serta mendapatkan apresiasi dari guru, sehingga
anak akan termotivasi dalam pembelajaran.
2. Santri bisa mentaati tata tertip pondok pesantren.
Mentaati tata tertib merupakan pembelajaran dalam melatih
kedisiplinan. Hal pokok dalam meraih kesuksesan dalam kehidupan salah
satunya adalah kedisplinan.
3. Santri dapat menjalankan ajaran Agama dengan baik.
Inti pokok dalam pembelajaran pesantren adalah agama. Menjalankan
agama dengan baik dan benar merupakan visi dan misi utama dalam
pendidikan pesantren. Oleh karena itu, menjalankan agama denag baik dan
benar merupakan kunci sukses hidup di dunia dan ahirat.
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari serangkaian pembahasan di atas, penulis dapat memperoleh
kesimpulkan sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang diterapkan di pondok pesantren Tarbiyatul
Mubalighin Reksosari Suruh Kab. Semarang sebagaimana dalam tabel
dibawah ini:
No. Model pembelajaran
sosial keagamaan Keterangan
1. Model pembelajaran
sorogan
Santri berbaris satu persatu untuk
mendapatkan pelajaran dari guru, santri
membaca pelajaran, sedangkan guru
mendengarkan.
2. Model pembelajaran
bandongan
Ustadz membaca kitab, kemudian santri
menyimak serta memaknai (menuliskan
arti), sesuai yang dibaca ustadz.
3. Model pembelajaran
khitobah
Model pembelajaran khitobah sebuah model
pembelajaran yang dilakukan bersama-sama
dalam arti santri atau peserta didik menjadi
subjek sekaligus objek pembelajaran.
4. Model pembelajaran
ta‟zir
Model pembelajaran berbentuk hukuman
atau panhisment.
5. Model pembelajaran
lalaran
Model pembelajaran untuk memudahkan
menghafal mata pelajaran dengan cara
melagukan meta pelajaran
2. Faktor penghambat dan pendukung dalam kiatan pembelajaran di pondok
pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang ialah adanya
55
tenaga pengajar, sehingga perlu diperhatikan jika terdapat tenaga pengajar
yang sedang berhalangan agar mencarikan pengganti sehingga kegiatan
tetap berjalan optimal.
3. Terdapat tiga implikasi model pembelajaran yang diterapkan di pondok
pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari, Suruh, Semarang yaitu; santri
merasa diperhatikan, santri dapat mentaati tata tertib, dan santri dapat
menjalankan agam dengan baik dan benar.
B. Saran-saran
Saran-saran ini penulis tujukan kepada:
1. Kepada Pengasuh Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari,
Suruh, Kab. Semarang
Pondok pesantren sebagai lembaga pedidikan Islam memiliki
peran yang sangat penting dalam bidang dakwah dan syiar agama.
Untuk itu, dalam rangka membekali para santri untuk memperjuangkan,
mempertahankan, dan menyebarkan agama, hendaknya dalam proses
pembelajaran di pondok pesantren tarbiyatul Mubalighin Reksosari,
Suruh, Kab. Semarang, perlu ditingkatkan kembali agar kegiatan belajar
mengajar berjalan lebih optimal.
2. Kepada Ustadz/Ustadzah Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin
Reksosari, Suruh, Kab. Semarang
Pembelajaran merupakan proses kegiatan pentransferan ilmu
pengetahuan dari seorang guru/ustadz kepada peserta didik. Dalam
rangka mendapatkan tujuan pembelajaran dengan baik maka bagi pihak
56
ustadz/ustadzah hendaknya selalu memperhatikan para santri dengan
cara memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajarannya.
3. Kepada Santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin Reksosari,
Suruh, Kab. Semarang
Diharapkan bagi semua santri untuk selalu memanfaatkan waktu
dengan sebaik-baiknya, serta selalu mengikuti tata tertib dan peraturan
dengan seksama, dan juga disiplin serta rajin dalam belajar.
57
Daftar Isi
Arifin, H.M 1991. Kapita Selekta Pendidikan Islam Dan Umum. Jakarta: Bulan
Bintang.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Azwar, Saefuddin. 2007. Metode Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bogdan, Robert & Steven J. Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif
Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-ilmu Sosial.Surabaya:Usaha
Nasional.
Daymon, Christine. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif Dalam Publik RelationDan
Marketing Communication. Yogyakarta: Bentang
Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur`an dan terjemahanya. Surabaya: CV. Karya
Utama.
Depdiknas.2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dhofier, Zamakhsyari. 1982. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Kyai.
Jakarta: LP3ES.
Djamaroh, Syaiful Bahari. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. RinekaCipta.
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hidayah. 2007. Pelaksanaan Pembinaan Agama Islam dengan Sistem Asrama diMA
Keagamaan Negeri I Surakarta.Skripsi tidak diterbitkan.Surakarta :Jurusan
Tarbiyah STAIN Surakarta.
Mardalis.2004. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
58
Isnaini, Siti. 2007. Pengaruh Karisma Kyai Terhadap Moral Santri di Pondok
Pesantren Pancasila Blotongan Kota Salatiga Tahun 2007. Skripsi tidak
diterbitkan. Surakarta: Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
Moleong, Lexy J. 2002. Metode Pendidikan Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Miles,Matthew B.&A.MichaelHuberman. 1992.Analisis DataKualitatif.Suarakarta:
Universitas Indonesia Press.
Mukhtar. 2003. Desain Pembalajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: CV.
Misaka Galisa.
Nasir, Ridlwan. 2005. Mencari Tepologi Format pendidikan Ideal PondokPesantren di
Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Purwadarminto.2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rofiq A, Widodo, Yani dan Romdin. 2005. Pemberdayaan Pesantren Menuju
Kemandirian dan Profesialisme Santri dengan Metode DaurahKebudayaan.
Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Steenbrink, Karel A dan Abdurrahman. 1974. Pesantren, Madrasah, Sekolah.Jakarta:
LP3ES.
Sudjoko, Prasodjo. 1974. Profil Pesantren. Jakarta : LP3ES.
Slamet. 1991. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS).Jakarta:
Bumi Aksara.
Sriyanti, dkk.. 2009. Teori-teori Pembelajaran. Salatiga: STAIN Salatiga.
Tafsir, Ahmad. 2008. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya.
Suryabrata, Sumadi. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.
62
Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
Resksosari Suruh Semarang Jl. Karanggede-Suruh Km. 2 Reksosari, Suruh, Semarang
STRUKUR ORGANISASI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL
MUBALIGHIN MASA BAKTI 2015/16
PENGASUH : K.Bahrurozi Attaufiqi
KETUA UMUM : Alfi Qonita Badi’ati
KETUA : 1. Ahmad Marzuki
2. M.Ali Mahmud
SEKERTARIS : 1. Eli kurniawan
2. Davis Nafiah
BENDAHARA : 1. Siti Faridlotul Masfufah
2. Wahyu Nur Hidayah
SIE.KEAMANAN : 1. M.Khoirul Ma’ruf
2. Miratus Saadah
3. Luluk Mardiana Ulfa
SIE.PENDIDIKAN : 1. Rifki Al Mufida
2. Fatqiyatutta’mir
3. Mita Hanida
SIE.KEBERSIHAN : 1. Alwi Ma’ruf
2. Riva Shofiatun
3. Zida Kameli Indana
4. Siti Fatonah Wakhidah
5. Umi Zada Q
SIE.PHBI : 1. Maysaroh
2. Indah Suryaningsih
SIE.SAPRAS : 1.Ilham Rusdiyanto
2. Mega Intan Sari
SIE.KESEHATAN : Bety Ayu Suryani
63
Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
Resksosari Suruh Semarang Jl. Karanggede-Suruh Km. 2 Reksosari, Suruh, Semarang
Peraturan Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
1. Tawadhu‟ kepada Masyayih, guru, dan Masyarakat.
2. Mematuhi Masyayih, guru, dan masyarakat.
3. Menjaga nama baik pondok pesantren.
4. Wajib mengikuti semua kegiatan pondok pesantren.
5. Menjaga ketertiban pondok pesantren.
6. Wajib izin pengurus pondok pesantren bila meninggalkan pesantren.
7. Dilarang membawa alat elektronik tanpa izin pengurus pesantren.
8. Dilarang menggunakan orang lain tanpa seizin pemiliknya.
9. Dilarang pacaran.
10. Dilarang membawa minuman keras
64
Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
Resksosari Suruh Semarang Jl. Karanggede-Suruh Km. 2 Reksosari, Suruh, Semarang
Tenaga Pengajar Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin
No. Nama Pelajaran
1. Bahrurozi Tafsir al Qur’an
Lughotul Arobiyah
2. Lilik Jamilatun Qiro’atul Qur’an
Bulughul Marom
Akhlaqul Banaat
Mabadi Fiqih
3. Muhammad Ainur Rofiq Fatkhul Qorib
Lughotul Arobiyah
Amtsilati
4. Afidz Niama Qiro’atul Qur’an
Amtsilati
5. Alfi Qonita Lughotul Arobiyah
Amtsilati
Mabadi Fiqih
6. Khosi’in Shohih Buhori
7. Wahyu Nur HIdayah Lughotul Arobiyah
Amtsilati
Mabadi Fiqih
8. Fatahatul Istiqomah Amtsilati
65
Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
Resksosari Suruh Semarang Jl. Karanggede-Suruh Km. 2 Reksosari, Suruh, Semarang
Jadwal Mengaji Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubaligin
Tahun 2016
Hari/Waktu Shubuh Asar Maghrib Isya
Senin Al-Qur’an Tafsir / Bulughul Amtsilati Belajar
Selasa Al-Qur’an Akhlaqul Banat/
Ziarah Putri
Amtsilati Setoran
Rabu Al-Qur’an Tafsir / Bulughul Amtsilati Khithobah
Kamis Al-Qur’an Akhlaqul Banat /
Ziarah Putra
Istighotsah Dziba’
Jum’at Tadarus Bahasa Inggris Amtsilati Imlak /
Pegon
Sabtu Al-Qur’an Syifaul Jinan/
Fatkhul Qorib
Lughoh
/Lalaran
Rebana
Ahad - - Ubudiyah /
Mabadi
fiqih
Setoran
Tadarus : Surat Yaaasiin, Waqi’ah dan al- Mulk
Hari senin : Tafsir => Santri Qodim (Lama)
Bulughul => Santri Jadid (Baru)
Hari Rabu : Tafsir => Santri Jadid (Baru)
Bulughul => Santri Qodim (Lama)
Bahasa Inggris : Kelas A => kelas 1-2 SMP, Mts
Kelas B => kelas 1-2 SMK, MAN
Kelas C => kelas 3 SMP, Mts, SMK, MAN
Syifaul Jinan : Santri Putra => Bapak
Santri Putri => Ibu
66
Pondok Pesantren Tarbiyyatul Mubalighin
Resksosari Suruh Semarang Jl. Karanggede-Suruh Km. 2 Reksosari, Suruh, Semarang
Daftar Santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Mubalighin
No. Kelas Santri Laki-laki
Santri
Perempuan
Jumlah
1. I 8 15 23
2. II 8 12 20
3. III 5 17 15
4. IV 10 11 20
5. V 9 10 27
Jumlah 40 65 105
67
Lembar wawancara dengan pengasuh Pondok Pesantren
Tarbiyatul Mubalighin
Peneliti: Adaberapakah santri yang mondok di sini?
Pengasuh: Untuk lebih jelasnya silakan tanya langsun kepada pengurus saja,
begitu pula untuk data-data yang anda butuhkan.
Peneliti: Adaberapakah jumlah pengajar yang ada di sini?
Pengasuh: Karena yang mengelola pondok ini dari keluarga dan belum
melibatkan pihak luar, jadi yang mengajar saya, ibu, dan para alumni yang
masih hidmah disini.
Peneliti: Apasaja model pembelajran di pondok pesantren?
Pengasuh: model pembelajaran yang sering digunakan adalah bandongan,
begitu juga sorogan, namun model sorogan baru diberlakukan pada
pelajaran al qur’an.
Peneliti: apasaja faktor yang mendukung dalam proses pembelajaran di
sini?
Pengasuh: yang terutama adalah adanya bantuan tenaga pendidik yang
berasal dari alumni yang masih hidmah disini.
Peneliti: Apa faktor yang menghambat dalam pembelajaran?
Pengasuh: terkadang kalau saya sedang kurang fit, otomatis tenaga pengajar
menjadi berkurang, selain itu karena dari pengurus juga masih anak-anak
usia sekolah terkadang dalam mengemban tugasnya kurang optimal.
Peneliti: Apa implikasi model pembelajaran yang diterapkan di sini?
Pengasuh: implikasi yang ingin dicapai dalam pembelajaran di sini adalah
agar para santri menjalankan agama dengan baik dan bersosial keagamaan