Upload
bobby-redian
View
54
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tari Tradisional
Citation preview
TARI TRADISIONAL
Disusun Oleh :
1.Daffa Akbar Redian
2.Widi Azmi
TARI GAMBYONG ( JAWA TENGAH )
Tari Gambyong merupakan suatu tarian yang disajikan untuk menyambut tamu atau
mengawali suatu resepsi perkawinan. Ciri khas, selalu dibuka dengan gendhing Pangkur.
Tariannya terlihat indah dan elok apabila si penari mampu menyelaraskan gerak dengan irama
kendang dan gending.
Instrumen : gender, kendang, kenong, kempul, dan gong
Perkembangan : Awal mula istilah Gambying tampaknya berawal dari nama seorang penari
taledhek.
Penari yang bernama Gambyong ini hidup pada zaman Sunan Paku Buwana IV di
Surakarta. Penari ini juga dsiebutkan dalam buku "Cariyos Lelampahanipun" karya Suwargi
R.Ng. Ronggowarsito (1803-1873) yang mengungkapkan adanya penari ledhek yang bernama
Gambyong yang memiliki kemnahiran dalam menari dan kemerduan dalam suara sehingga
menjadi pujaan kaum muda pada zaman itu.
Gerak tari
Koreografi tari Gambyong sebagian besar berpusat pada penggunaan gerak kaki, tubuh,
lengan dan kepala. Gerak kepala dan tangan yang halus dan terkendali merupakan spesifikasi
dalam tari Gambyong. Arah pandangan mata yang bergerak mengikuti arah gerak tangan dengan
memandang jari-jari tangan ,menjadikan faktor dominan gerak-gerak tangan dalam ekspresi tari
Gambyong. Gerak kaki pada saat sikap beridiri dan berjalan mempunyai korelasi yang harmonis.
Sebagai contoh , pada gerak srisig (berdiri dengan jinjit dan langkah-langkah kecil), nacah
miring (kaki kiri bergerak ke samping, bergantian atau disusul kaki kanan diletakkan di depan
kaki kiri, kengser (gerak kaki ke samping dengan cara bergeser/posisi telapak kaki tetap merapat
ke lanati). Gerak kaki yang spsifik pada tari Gambyong adalah gerak embat atau entrag, yaitu
posisi lutut yang membuka karena mendhak bergerak ke bawah dan ke atas yaitu pada saat
transisi rangkaian gerak satu dengan rangkaian gerak berikutnya. Sedangkan perpindahan posisi
penari biasanya dilakukan pada gerak penghubung, yaitu srisig, singket ukel karana, kengser, dan
nacah miring. Selain itu dilakukan pada rangkaian gerak berjalan (sekaran mlaku) ataupun gerak
di tempat (sekaran mandheg)
TARI KECAK ( BALI )
Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan
alternatif: Ketjak, Ketjack), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada
tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak
(puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu
menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat
barisan keramembantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari
ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar [1],
melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan
harapan-harapannya kepada masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan
catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang
memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.
Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat
musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-
tokoh Ramayana.[rujukan?]
Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter
Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah
Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan
penari Bali-nya.
TARI TOPENG
Tari Topeng adalah tarian yang penarinya mengenakan topeng. Topeng telah ada di
dunia sejak zaman pra-sejarah. Secara luas digunakan dalam tariyang menjadi bagian dari
upacara adat atau penceritaan kembali cerita-cerita kuno dari para leluhur. Diyakini bahwa
topeng berkaitan erat dengan roh-roh leluhur yang dianggap sebagai interpretasi dewa-dewa.
Pada beberapa suku, topeng masih menghiasi berbagai kegiatan seni dan adat sehari-hari.
Cerita klasik Ramayana dan cerita Panji yang berkembang sejak ratusan tahun lalu
menjadi inspirasi utama dalam penciptaan topeng di Jawa. Topeng-topeng di Jawa dibuat untuk
pementasan sendratari yang menceritakan kisah-kisah klasik tersebut.
Tari Topeng dapat merujuk kepada beberapa bentuk kesenian:
Macam Tari Topeng
Topeng Dayak
Di daerah Pulau Kalimantan, suku Dayak menggunakan topeng dalam Tari Hudog yang
sering dimainkan dalam upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang.
Tari ini dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak
tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak. Topeng yang
digunakan berwarna hitam, putih, dan merah yang melambangkan kekuatan alam yang akan
membawa air dan melindungi tanaman yang mereka tanam hingga musim.
Topeng Bali
Keberadaan topeng dalam masyarakat Bali berkaitan erat dengan upacara keagamaan
Hindu, karena kesenian luluh dalam agama dan masyarakat. Tari Topeng Bali adalah sebuah
tradisi yang kental dengan nuansa ritual magis, umumnya yang ditampilkan di tengah
masyarakat adalah seni yang disakralkan. Tuah dari topeng yang merepresentasikan dewa-dewa
dipercaya mampu menganugrahkan ketenteraman dan keselamatan.
Topeng Cirebon
Tari Topeng Cirebon adalah kesenian tari topeng yang berkembang di Cirebon, Jawa
Barat.
Topeng Malang
Topeng Malang adalah kesenian tari topeng dari daerah Malang, Jawa Timur. Kisah yang
dibawakan biasanya berasal dari kisah Panji yang menceritakan kisah percintaan Raden Panji
Asmoro Bangun (Inu Kertapati) dengan Putri Sekartaji (Chandra Kirana).
Topeng Reog
Lebih lazim disebut tari Reog Ponorogo, tari ini juga mengenakan topeng yang berasal
dari Ponorogo.
Topeng Ireng
Topeng Ireng adalah satu bentuk tradisi seni pertujukan yang berasimilasi dengan budaya
lokal Jawa Tengah. Topeng Ireng yang juga dikenal sebagai kesenian Dayakan ini adalah bentuk
tarian rakyat kreasi baru yang merupakan hasil metamorfosis dari kesenian Kubro Siswo.
TARI SERIMPI ( Yogyakarta )
Tari Serimpi Yogyakarta – Tarian Serimpi merupakan tarian bernuansa mistik yang
berasal dari Yogyakarta. Tari Serimpi Yogyakarta ini diiringi oleh gamelan Jawa. Tari Serimpi
Yogyakarta ini dimainkan oleh dua orang penari wanita. Gerakan tangan yang lambat dan
gemulai, merupakan ciri khas dari tarian Serimpi. Tarian srimpi sangopati karya Pakubuwono IX
ini, sebenarnya merupakan tarian karya Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta
Hadiningrat pada tahun 1788-1820 dengan nama Srimpi sangopati kata sangapati itu sendiri
berasal dari kata “sang apati” sebuah sebutan bagi calon pengganti raja. Tari Serimpi Yogyakarta
ini melambangkan bekal untuk kematian (dari arti Sangopati) diperuntukan kepada Belanda.
Dari namanya, Srimpi bersinonimkan bilang empat. Tari Serimpi Yogyakarta Jawa yang berasal
dari Yogyakarta ini kebanyakan ditarikan oleh penari dengan jumlah empat orang diiringi oleh
musik gamelan Jawa. Gerakan tangan yang lambat dan gemulai, merupakan ciri khas dari tarian
Serimpi. Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat
unsur dari dunia, Yakni grama (api), angin (udara), toya (air), dan bumi (tanah).
Selain itu kata “srimpi” juga diartikan dengan akar kata “impi” [dalam bahasa Jawa] atau mimpi.
Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan
pada Tari Serimpi Yogyakarta sebenarnya sama dengan tema pada tariBedhaya Sanga, yaitu
menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dengan buruk, antara
benar dan salah antara akal manusia dan nafsu manusia.
Dahulu Tari Serimpi Yogyakarta diperuntukan hanya untuk masyarakat di lingkungan
istana Yogyakarta, yakni pada saat menyambut tamu kenegaraan atau tamu agung. Dalam
perkembanganya, Tari Serimpi Yogyakarta mengalami perubahan, sebagai penyesuaian terhadap
kebutuhan yang ada di dalam masyarakat saat ini. Salah satu penyesuaian yang dilakukan yakni
pada segi durasi. Srimpi, versi zaman dahulu dalam setiap penampilannya bisa disajikan selama
kurang lebih 1 jam. Sekarang, untuk setiap penampilan di depan umum [menyambut tamu
negara], Tari Serimpi Yogyakarta ditarikan dengan durasi kurang lebih 11-15 menit saja dengan
menghilangkan gerakan pengulangan dalam Tari Serimpi Yogyakarta.
Upaya pelestarian Tari Serimpi Yogyakarta banyak dilakukan di berbagai sanggar tari klasik
yang banyak di temui di Yogyakarta.
TARI KIPAS ( SULAWESI SELATAN )
Tari Kipas Pakarena merupakan tarian yang berasal dari Gowa, Sulawesi Selatan. Kata
pakarena sendiri berasal dari bahasa setempat yakni karena yang berarti main. Tarian ini
merupakan salah satu tradisi di kalangan masayarakat Gowa yang masih dipertahankan sampai
saat ini. Masyarakat Gowa sendiri adalah masyarakat yang tinggal di daerah bekas kekuasaan
kerajaan Gowa. Kerajaan gowa berdiri sekitar abad ke 16 dan mencapai masa kejayaan di abad
ke-18 kemudian mengalami keruntuhan di abad itu juga. Seluruh bagian Sulawesi Selatan
merupakan wilayah kekuasaan kerajaan gowa sehingga masyarakat asli yang tinggal di daerah
tersebut dikenal dengan masyarakat Gowa. Hegemoni kerajaan Gowa yang berlangsung berabad-
abad turut mempengaruhi corak kebudayaan masyarakat Gowa. Tari Kipas Pakarena merupakan
salah satu bukti kekuatan tradisi masyarakat Gowa yang masih dipercaya dan dipertahankan
sebagai warisan budaya yang tak ternilai harganya.
Tari kipas pakarena mencerminkan ekspresi kelembutan,kesantunan, kesetiaan,
kepatuhan dan sikap hormat perempuan Gowa terhadap laki-laki. Setiap pola gerakan dalam
tarian pakarena memiliki makna tersendiri. Tarian ini diawali dan diakhiri dengan posisi duduk
sebagai tanda hormat dan santun para penari. Pola gerakan memutar bermakna siklus hidup
manusia yang selalu berputar. Pola gerakan memutar yang dimainkan adalah gerakan memutar
searah jarum jam. Kemudian pola gerakan naik turun melambangkan kehidupan manusia yang
kadang berada di bawah dan kadang di atas,pola gerakan ini mengingatkan akan pentingnya
kesabaran dan keasadaran manusia dalam mengahadapi kehidupan.
Tarian ini juga diiringi oleh kelompok musik yang dikenal dengan nama gondrong rinci.
Kelompok ini beranggotakan 7 orang pemain musik yang semuanya adalah kaum pria. Tugas
dari kelompok musik ini adalah mengiringi para penari dengan tabuhan gandrang sebagai
pengatur irama musik dan juga memainkan alat musik tiup berupa seruling. Selain itu kelompok
pengiring ini juga harus memainkan alat musik sambil melakukan gerakan, terutama gerakan
kepala. Setiap hentakan dari tabuhan gandrang dari pengiring musik melambangkan watak lelaki
Gowa yang keras. Keunikan lain yang diliki tarian ini adalah aturan bagi para penari dalam
memainkan tarian ini. para penari tidak diperkenankan membuka mata terlalulebar dan
mengankat kai terlalu tinggi, hal ini dikarenakan aspek kesopanan dan kesantunan sangat
diutamakan dalam tarian ini. Dalam memainkan tarian ini,parapenari dituntut memiliki kondisi
fisik yang prima karena durasi tarian bisa mencapai dua jam dengan gerakan-gerakan yang
dinamis.
Masyarakat Gowa percaya bahwa Tarian Kipas Pakarena berasal dari kisah perpisahan
antara penghuni negeri kahyangan (boting langi) dengan penghuni bumi (lino) di zaman dahulu.
Sebelum perpisahan, penghuni boting langi mengajarkan penghuni bumi cara menjalani hidup
dengan bercocok tanam,berburu dan beternak melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Gerakan-
gerakan ini kemudian digunakanoleh penghuni lino untuk mengungkapkan rasa syukur kepada
penghuni boting langi.
Masyarakat Gowa biasanya mementaskan Tari Kipas Pakarena di acara- acara adat atau
acara-acara hiburan. Akan tetapi, masyarakat Gowa tidak menganggap tarian ini hanya sebagai
hiburan saja tapi juga sebagai wujud rasa syukur yang dilambangkan dengan setiap gerakan yang
estetik dari tarian ini. Selain memiliki nilai hiburan dan nilai filosofi bagi masyarkat Gowa,
tarian ini juga menjadi salah satu daya tarik pariwisata bagi provinsi Sulawesi Selatan sehingga
tarian ini seringkali dipentaskan dalam rangkaian acara promosi pariwisata provinsi Sulawesi
Selatan.