Upload
pramasanti-hera
View
38
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
farmakologi
Citation preview
A. TATALAKSANA NYERI PADA ANAK
Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan
nonfarmakologis.13 Sekitar 80-90% pasien dengan keganasan dengan keluhan nyeri dapat
diatasi dengan pemberian analgesik, terutama morfin. Strategi penanganan nyeri secara
farmakologis yang digunakan saat ini berpedoman pada pedoman yang dikeluarkan WHO
sebagai berikut,
By the clock. Terapi harus diberikan dengan jadwal tertentu untuk mencegah awitan nyeri.
By the apropriate route. Terapi harus diberikan dengan cara yang mudah dan dapat
diterima oleh pasien.
By the child. Pemberian dosis terapi harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Analgesik
harus diberikan berdasarkan derajat nyeri pasien. WHO telah membuat rekomendasi terapi
analgesik yang digambarkan seperti tangga
1. Terapi Farmakologi
a) Prinsip Penatalaksanaan Farmakologi
Terapi farmakologi yang dianjurkan WHO adalah penggunaan 2 langkah
tahapan analgesik berdasarkan derajat nyeri yang dirasakan. Strategi ini dinilai
lebih efektif untuk menangani nyeri persisten pada anak dengan penyakit medis
dibanding strategi tiga langkah tahapan yang digunakan pada tahun 1986. Strategi
tiga langkah tahapan merekomendasikan penggunaan kodein sebagai opioid lemah
untuk mengatasi nyeri derajat sedang, sementara strategi dua langkah tahapan
merekomendasikan penggunaan opioid kuat dosis rendah untuk mengatasi nyeri
derajat sedang. 8
Gambar 3. Dua Langkah Tahapan Pendekatan Manajemen Nyeri Pada Anak8
1) Nyeri ringan
Pada anak usia >3bulan, dengan nyeri ringan, obat pilihan pertama yang
direkomendasikan adalah parasetamol dan ibuprofen. Sementara pada anak
usia < 3 bulan, satu-satunya obat pilihan adalah parasetamol.7,8
Namun demikian, penggunaan parasetamol dan ibuprofen perlu
diperhatikan karena memiliki efek samping yang merugikan anak. Parasetamol
dan ibuprofen memiliki risiko potensial toksik terhadap renal, hepar dan
gastrointestinal. Ibuprofen juga dapat meningkatkan risiko perdarahan.8
2) Nyeri sedang-berat
Penatalaksanaan nyeri derajat sedang-berat memerlukan penggunaan
opioid kuat. Morfin adalah obat pilihan langkah kedua. Opiod kuat lain juga
dapat dipertimbangkan sebagai alternatif morfin dan mengurangi efek samping
morfin.8
Obat golongan opioid kuat dinilai lebih efektif dan memiliki efek
samping yang lebih minimal dibanding efek samping kodein dan tramadol.
Kodein, merupakan golongan opiod lemah yang keamanan dan efikasi obat
bergantung pada variabilitas biotransformasi genetik. Kodein merupakan
prodrug yang dikonversikan ke produk metabolit aktif oleh enzim CYP2D6.
Pada fetus, aktifitas CYP2D6 kurang dari 1% nilai dewasa. Kadarnya akan
terus meningkat, namun kurang dari 25% nilai dewasa, pada anak kurang dari
5 tahun. Oleh karena itu, efek analgesik kodein pada neonatus dan anak anak
sangat rendah atau hampir tidak ada.8
Penelitian mengenai keamanan dan efikasi penggunaan tramadol pada
anak sangat terbatas. Oleh karena itu, penggunaan tramadol untuk mengatasi
nyeri pada neonatus dan anak tidak direkomendasikan.8
b) Analgesik Non-opioid
Penggunaan parasetamol dan ibuprofen (dan NSAID lainnya) harus dibatasi pada
dosis yang direkomendasikan sesuai umur dan berat badan untuk menghindari efek
toksik. Hal yang perlu dipertimbangkan lainnya adalah kapasitas anak untuk
memetabolisme parasetamol dan ibuprofen. Seperti kondisi malnutrisi, status
nutrisional buruk dan penggunaan obat lainnya8
Tabel 3. Dosis dan Pemberian Analgesik Non-Opioid pada Anak8
Dosis (rute oral)
Obat Neonatus usia 0-29 hari
Infan usia 30 hari- 3 bulan
Infan usia 3-12 bulan atau anak usia 1 th-12 th
Dosis maksimum harian
Parasetamol 5-10 mg/kg tiap 6-8 jam*
10 mg/kg tiap 4-6 jama
10-15 mg/kg tiap 4-6 jama,b
Neonatus, infan dan anak: 4 dosis/hari
Ibuprofen - - 5-10 mg/kg tiap 6-8 jam
Anak: 40 mg/kg/hari
Keterangan : a Anak dengan malnutrisi atau status nutrisi buruk lebih rentan terhadap efek toksik dosis
standar akibat rendahnya kadar enzim natural detoxifying glutathioneb Dosis maksimal adalah 1 gram pada satu kali pemberian
c) Analgesik opioid
Untuk memperoleh dosis dengan efek pereda nyeri optimal dan efek samping
minimal, morfin atau opioid kuat lain harus diberikan dengan dosis bertahap
meningkat. Berbeda dengan parasetamol dan NSAID, tidak ada batas dosis
maksimal untuk analgesik opioid karena tidak ada “ceiling analgesic effect. Dosis
yang sesuai adalah dosis yang dapat meredakan nyeri untuk masing masing anak.
Tujuan dari titrasi pereda nyeri adalah untuk mencegah anak merasa kesakitan
dengan dosis yang terendah. Oleh karena itu perlu penilaian berkala dari respon
nyeri anak untuk memberikan dosis yang sesuai. Opioid lain perlu diberikan
sebagai alternatif bila ditemukan efek samping mual, muntah, sedasi dan kejang.7,8
Dosis awal penggunaan opiod harus sesuai dengan pedoman. Setelah
penggunaan dosis awal, dosis pemberian perlu disesuaikan berdasarkan individu
pasien hingga tercapai dosis efektif (tanpa dosis maksimal, kecuali pertimbangan
tidak dapat menaikkan dosis karena efek samping yang tidak dapat dikendalikan).
Maksimal peningkatan dosis adalah 50% tiap 24 jam pada pasien rawat jalan, dan
100% pada pasien rawat inap yang dapat dievaluasi berkala. Penggunaan opioid
jangka panjang dapat menyebabkan konstipasi, oleh karena itu pasien perlu
diberikan kombinasi laksatif atau pelunak tinja.8
Morfin adalah obat lini pertama golongan opioid kuat yang direkomendasikan
untuk mengatasi nyeri derajat sedang-berat pada anak dengan penyakit medis.
Morfin dapat disediakan dengan harga yang terjangkau dan dalam berbagai
formula yang bervariasi, diantaranya adalah,8
1) Injeksi: 10 mg dalam 1 ml Ampul (morfin hidroklorida atau morfin sulfat)
2) Granul (prolonged release) (dicampur dengan air): 20 mg, 30 mg, 60 mg, 100
mg, 200 mg (morfin sulfat)
3) Oral liquid: 10 mg/5ml (morfin hidroklorida atau morfin sulfat)
4) Tablet (immediate-release): 10 mg (morfin sulfat)
5) Tablet (prolonged-release): 10 mg, 30 mg, 60 mg, 100 mg, 200 mg (morfin
sulfat)
Oral tablet formulasi morfin tersedia dengan immediate-release dan
prolonged-release. Tablet immediate-release direkomendasikan untuk digunakan
sebagai titrasi dosis morfin hinga tercapai dosis efektif.7,8
Penggantian opiod dan atau rute administrasi pada anak direkomendasikan bila
efek analgesik tidak adekuat disertai efek samping yang tidak dapat ditolerir.
Penggantian jenis opiod secara berkala tanpa alasan klinis tidak
direkomendasikan.8
Obat alternatif dari morfin yang direkomendasikan pada anak adalah fentanyl,
hydromorphone, methadon dan oxycodone.14,15
Tabel 4. Dosis Inisial untuk Analgesik Opioid untuk Neonatus8
Obat Rute administrasi Dosis inisial
Morfin Injeksi IV 25-50 mcg/kg tiap 6 jam
Injeksi SC 25-50 mcg/kg tiap 6 jam
Infus IV Dosis inisial IVa, 25-50 mcg/kg, kemudian 5-10 mcg/kg/jam, 100 mcg/kg tiap 6 atau 4 jam
Fentanil Injeksi IVb 1-2 mcg/kg tiap 2-4 jamc
Infus IVb Dosis inisial IVc 1-2 mcg/kg kemudian 0,5-1 mcg/kg/jam
Keterangan:a Berikan IV morfin perlahan sekitar 5 menitb Dosis intravena untuk neonatus tergantung dari informasi tatalaksana
manajemen nyeri akut dan dosis sesdasi. Dosis yang lebih rendah diperlukan untuk neonatus tanpa ventilasi
c berikan IV fentanil perlahan sekitar 3-5 menit
Tabel 5. Dosis Inisial Analgesik Opioid untuk Infan (usia 1 bulan-1 th)8
Obat Rute Administrasi Dosis Inisial
Morphin Oral (immediate release) 80-200 mcg/kg tiap 4 jam
Injeksi IVa 1-6 bulan: 100 mcg/kg tiap 6 jam6-12 bulan: 100 mcg/kg tiap 4 jam (maks 2,5 mg/dosis)
Injeksi SC 1-6 bulan: Dosis inisial IV: 50 mcg/kg kemudian 10-30 mcg/kg/jam6-12 bulan: dosis insial IC: 100-200 mcg/kg kemudian 20-30 mcg/kg/jam
Infus IVa 1-3 bulan: 10 mcg/kg/jam3-12 bulan: 20 mcg/kg/jam
Infus SC 1-2 mcg/kg tiap 2-4 jamc
Fentanil b Injeksi IV Dosis inisial IC 1-2 mcg/kgc, kemudian 0,5-1 mcg/kg/jam
Infus IV
Oxycodone Oral (intermediate release) 50-125 mcg/kg tiap 4 jam
Keterangana Berikan IV morfin perlahan sekitar 5 menit
b Dosis intravena untuk neonatus tergantung dari informasi tatalaksana manajemen nyeri akut dan dosis sesdasi. Dosis yang lebih rendah diperlukan untuk neonatus tanpa ventilasi
c berikan IV fentanil perlahan sekitar 3-5 menit
Tabel 6. Dosis Inisial Analgesik Opioid untuk Anak (usia 1 th-12 th)8
Obat Rute Administrasi Dosis inisial
Morfin Oral (immediate release) 1-2 th: 200-400 mcg/kg tiap 4 jam
2-12 th: 200-500 mcg/kg tiap 4 jam (max 5 mg)
Oral (prolonged release) 200-800 mcg/kg tiap 12 jam
Injeksi IVa 1-2 th: 100 mcg/kg tiap 4 jam
2-12 th: 100-200 mcg/kg tiap 4 jam (max 2,5 mg)
Injeksi SC
Infus IV dosis insial IV: 100-200 mcg/kga, kemudian 20-30 mcg/kg/jam
Infus SC 20 mcg/kg/jam
Fentanyl Injeksi IV Dosis inisial IV 1-2 mcg/kgb, diulang tiap 30-60 menit
Infus IV Dosis inisial 1-2 mcg/kgb, kemudian 1 mcg/kg/jam
Hydromorphone Oral (intermediate release) 30-80 mcg/kg tiap 3-4 jam (max 2 mg/dosis)
Injeksi IVd atau inj SC 15 mcg/kg tiap 3-6 jam
Metadone Oral (intermediate release) 100-200 mcg/kg
Tiap 4 jam untuk 2-3 dosis pertama kemudian tiap 6-12 jam (max 5 mg/dosis awal)f
Injeksi IV g dan inj SC
Oxycodone Oral (intermediate release) 125-200 mcg/kg tiap 4 jam (max 5 mg/dosis)
Oral (prolonged release) 5 mg tiap 12 jam
Keterangana Berikan IV morfin perlahan sekitar 5 menit
b berikan IV fentanil perlahan 3-5 menitc Hydromorphone adalah opioid kuat dan terdapat perbedaan antara penggunaan oral dan
intravena. Hatihati dalam mengkonversi rute satu rute lain. Bila mengkonversi parenteral hydromorphone ke oral hydromoprhone, dosis perlu dititrasi lebih dari 5 x dosis IV
d berikan IV hidromorphone perlahan 2-3 menite Karena bentuk natural komples dan variasi farmakokinetik yang lebar antar individu,
metadone hanya boleh diberikanoleh dokter berpengalamanf Metadone harus diinisiasi dengan titrasi seperti opioid kuat lain. Dosisnya perlu
diturunkan 50% 2-3 hari setelah peggunaan dosis efektif untuk mencegah efek samping akibat akumulasi metadone
g Berikan IV metadone perlahan 3-5 menit
Tabel 7. Perkiraan Rasio Dosis Pergantian antara Dosis Parenteral dan Dosis Oral8
Obat Rasio Dosis (Parenteral: Oral)
Morfin 1:2 – 1:3
Hydrophone 1:2 – 1:5a
Methadone 1:1 – 1:2
Keterangan:a Hydromorphone adalah opioid kuat dan terdapat perbedaan signifikan dosis oral dan
intravena. Konversi hydromorphone parenteral ke oral memerlukan titrasi dosi 5x dosis IV
Penghentian opiod analgesik mendadak dapat menimbulkan gejala neurologis
seperti iritabilitas, kecemasan, insomnia, agitasi, peningkatan tonus otot, abnormal
tremor dan gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, kram perut, diare dan
penurunan nafsu makan. Oleh karena itu, penghentian opiod analgesik harus
dilakukan dengan cari tappering-off . Untuk terapi jangka pendek (7-14 hari),
penurunan dosis adalah 10-20% dosis awal tiap 8 jam. Untuk terapi jangka lama,
penurunan dosis tidak lebih dari 10-20% tiap minggu.14,15
Overdosis opioid dapat terjadi bila salah menghitung dosis inisial yang
dibutuhkan. Dapat juga terjadi akibat salah menghitung saat opioid diganti atau
ketika opioid formula prolonged-release secara eror digunakan sebagai ganti
opioid formula short-acting. Gejala overdosis opioid adalah timbulnya depresi
nafas disertai gejala klasik pupil pinpoint yang dapat menimbulkan koma.
Antidotum spesifik untuk mengatasi overdosis opioid adalah naloxone. Overdosis
opioid moderate, dapat diatasi dengan penggunaann bantuan ventilator, dan
naloxone dengan dosis awal 1 microgram (mcg)/ kg dititrasi tiap saat, tiap 3 menit
hingga tercapai dosis efektif. Infus naloxone dosis rendah dapat dilanjutkan untuk
monitoring kondisi hingga pasien sadar penuh.16
c) Terapi Adjuvant
Terapi adjuvant sering diberikan di praktek klinis bersama dengan analgesik
untuk meringankan gejala nyeri pada kondisi nyeri hebat. Terapi tersebut
digunakan spesifik untuk kasus nyeri neuropatik, nyeri tulang dan nyeri yang
berkaitan dengan spasme otot. Namun penelitian lebih lanjut mengenai manfaat
dan efikasi penggunaan terapi adjuvan belum banyak ditelaah secara ilmiah8
Beberapa obat yang sering digunakan di praktek klinis diantaranya adalah,
1) Steroid
Penggunaan kortikosteroid sebagai terapi adjuvan tidak direkomendasikan pada
pengobatan nyeri persisten anak dengan penyakit medis. Kortikosteroid sering
menimbulkan efek samping pada penggunaan kronik. Kortikosteroid
diindikasikan untuk menurunkan edema peritumor,peningkatan tekanan
intrakranial pada tumor SSP, dan untuk terapi neuropati terkait kompresi
medula spinalis atau saraf tepi.
2) Nyeri tulang
Bifosfonate.
Penggunaan bifosfonate sebagai terapi adjuvan tidak direkomendasikan untuk
mengatasi nyeri tulang pada anak. Pada dewasa, penggunaan bifosfonat
menunjukkan perbaikan nyeri akibat metastase tulang, meskipun memiliki
banyak efek samping. Namun demikian penggunaan bifosfonat pada anak tidak
banyak diteliti keamanan dan efikasi obat.16
3) Nyeri neuropati
Nyeri neuropati pada anak jarang terjadi. Nyeri neuropati pada anak mungkin
disebabkan complex pain regional syndrome, phantom limb pain, cedera medula
spinalis, trauma dan nyeri neuropati pos operatif serta neuropati degeneratif
(contoh: Sindrome Guillain Bare).17
Tricyclic Antidepressant (TCA)
Obat TCA, seperti amitriptilin dan nortriptilin banyak digunakan secara klinis
untuk meringankan nyeri neuropati seperti post-herpetic neuralgia dan neuropati
diabetik. Amitriptiline sudah banyak digunakan secara luas dan terjangkau.18
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors
Penggunaan SSRI pada anak dan dewasa dengan nyeri kronik menurunkan
risiko depresi dan risiko penyimpangan perilaku serta ide bunuh diri. Fluoxetin
banyak digunakan dalam panduan mengatasi nyeri dan antidepresan pada anak
lebih dari 18 tahun.18
Antikonvulsan
Penggunaan antikonvulsan seperti Karbamazepin dan Gabapentin dalam
mengatasi nyeri neuropati mulai banyak diberikan pada pasien dewasa.
Beberapa praktek klinis telah menggunakan obat tersebut sebagai adjuvan
mengatasi nyeri dalam pediatrik. Namun belum banyak penelitian mengenai
efikasi dan efek samping penggunaan antikonvulsan sebagai adjuvan terapi
neuropati8
4) Nyeri akibat spasme otot
Baclofen dan benzodiazepin banyak diberikan pada praktek klinis untuk
mengatasi nyeri akibat spasme otot dan kekakuan otot. Namun demikian belum
ada bukti ilmiah yang mendukug penggunaan baclofen dan benzodiazepin
sebagai terapi adjuvan mengatasi nyeri pada pediatrik19
Daftar pustaka
7. Farastuti, Damayani dan Endang Widiastuti. Sari Pediatri, Vol 7 No 3 Desember
2005: 153-159
8. World Health Organization. WHO Guidelines on the Pharmacological Treatment of
Persisting Pain in Children with Medical Illnesses. 2012
13. McKenzie CA, Hobbs AE, Warrick LE. Pain management in cancer patient. US
Pharmacist. Didapat dari: http://www.uspharmacist.com/oldformat.htm. Diakses
tanggal 20 November 2015
14. Robertson RC et al. Evaluation of an Opiate-Weaning Protocol Using Methadone in
Pediatric Intensive Care Unit Patients. Pediatric Critical Care Medicine. 2000. 1:119-
123
15. Anand KJ et al. Tolerance and Withdrawal from Prolonged Opioid Use in Critically
Ill Children. 2010. Pediatrics. 125:1208-1225.
16. Berde CB, Sethna NF. Analggesics for the Treatment of Pain in Children. New
England Journal of Medicine, 2002. 347:1542
18. The selection and use of Essential Medicines. Report of the WHO Expert Committee.
October 2007 (including the model list of Essential Medicines for Children). Geneva,
World Health Organization. 2008. (WHO Technical Report Series No 950)
19. WHO Essential Medicines List for Children (EMLc).2008. Palliative Care. Diakses
pada tanggal 25 November 2015