14
A. TATALAKSANA NYERI PADA ANAK Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan nonfarmakologis. 13 Sekitar 80-90% pasien dengan keganasan dengan keluhan nyeri dapat diatasi dengan pemberian analgesik, terutama morfin. Strategi penanganan nyeri secara farmakologis yang digunakan saat ini berpedoman pada pedoman yang dikeluarkan WHO sebagai berikut, By the clock. Terapi harus diberikan dengan jadwal tertentu untuk mencegah awitan nyeri. By the apropriate route. Terapi harus diberikan dengan cara yang mudah dan dapat diterima oleh pasien. By the child. Pemberian dosis terapi harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Analgesik harus diberikan berdasarkan derajat nyeri pasien. WHO telah membuat rekomendasi terapi analgesik yang digambarkan seperti tangga 1. Terapi Farmakologi a) Prinsip Penatalaksanaan Farmakologi Terapi farmakologi yang dianjurkan WHO adalah penggunaan 2 langkah tahapan analgesik berdasarkan derajat nyeri yang dirasakan. Strategi ini dinilai lebih efektif untuk menangani nyeri persisten pada anak dengan penyakit medis dibanding strategi tiga langkah tahapan yang digunakan pada tahun 1986. Strategi tiga langkah tahapan merekomendasikan penggunaan kodein sebagai opioid lemah untuk mengatasi nyeri derajat sedang, sementara strategi dua langkah tahapan merekomendasikan penggunaan opioid kuat dosis rendah untuk mengatasi nyeri derajat sedang. 8

Tatalaksana Nyeri Pada Anak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

farmakologi

Citation preview

Page 1: Tatalaksana Nyeri Pada Anak

A. TATALAKSANA NYERI PADA ANAK

Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan

nonfarmakologis.13 Sekitar 80-90% pasien dengan keganasan dengan keluhan nyeri dapat

diatasi dengan pemberian analgesik, terutama morfin. Strategi penanganan nyeri secara

farmakologis yang digunakan saat ini berpedoman pada pedoman yang dikeluarkan WHO

sebagai berikut,

By the clock. Terapi harus diberikan dengan jadwal tertentu untuk mencegah awitan nyeri.

By the apropriate route. Terapi harus diberikan dengan cara yang mudah dan dapat

diterima oleh pasien.

By the child. Pemberian dosis terapi harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Analgesik

harus diberikan berdasarkan derajat nyeri pasien. WHO telah membuat rekomendasi terapi

analgesik yang digambarkan seperti tangga

1. Terapi Farmakologi

a) Prinsip Penatalaksanaan Farmakologi

Terapi farmakologi yang dianjurkan WHO adalah penggunaan 2 langkah

tahapan analgesik berdasarkan derajat nyeri yang dirasakan. Strategi ini dinilai

lebih efektif untuk menangani nyeri persisten pada anak dengan penyakit medis

dibanding strategi tiga langkah tahapan yang digunakan pada tahun 1986. Strategi

tiga langkah tahapan merekomendasikan penggunaan kodein sebagai opioid lemah

untuk mengatasi nyeri derajat sedang, sementara strategi dua langkah tahapan

merekomendasikan penggunaan opioid kuat dosis rendah untuk mengatasi nyeri

derajat sedang. 8

Gambar 3. Dua Langkah Tahapan Pendekatan Manajemen Nyeri Pada Anak8

Page 2: Tatalaksana Nyeri Pada Anak

1) Nyeri ringan

Pada anak usia >3bulan, dengan nyeri ringan, obat pilihan pertama yang

direkomendasikan adalah parasetamol dan ibuprofen. Sementara pada anak

usia < 3 bulan, satu-satunya obat pilihan adalah parasetamol.7,8

Namun demikian, penggunaan parasetamol dan ibuprofen perlu

diperhatikan karena memiliki efek samping yang merugikan anak. Parasetamol

dan ibuprofen memiliki risiko potensial toksik terhadap renal, hepar dan

gastrointestinal. Ibuprofen juga dapat meningkatkan risiko perdarahan.8

2) Nyeri sedang-berat

Penatalaksanaan nyeri derajat sedang-berat memerlukan penggunaan

opioid kuat. Morfin adalah obat pilihan langkah kedua. Opiod kuat lain juga

dapat dipertimbangkan sebagai alternatif morfin dan mengurangi efek samping

morfin.8

Obat golongan opioid kuat dinilai lebih efektif dan memiliki efek

samping yang lebih minimal dibanding efek samping kodein dan tramadol.

Kodein, merupakan golongan opiod lemah yang keamanan dan efikasi obat

bergantung pada variabilitas biotransformasi genetik. Kodein merupakan

prodrug yang dikonversikan ke produk metabolit aktif oleh enzim CYP2D6.

Pada fetus, aktifitas CYP2D6 kurang dari 1% nilai dewasa. Kadarnya akan

terus meningkat, namun kurang dari 25% nilai dewasa, pada anak kurang dari

5 tahun. Oleh karena itu, efek analgesik kodein pada neonatus dan anak anak

sangat rendah atau hampir tidak ada.8

Penelitian mengenai keamanan dan efikasi penggunaan tramadol pada

anak sangat terbatas. Oleh karena itu, penggunaan tramadol untuk mengatasi

nyeri pada neonatus dan anak tidak direkomendasikan.8

b) Analgesik Non-opioid

Penggunaan parasetamol dan ibuprofen (dan NSAID lainnya) harus dibatasi pada

dosis yang direkomendasikan sesuai umur dan berat badan untuk menghindari efek

toksik. Hal yang perlu dipertimbangkan lainnya adalah kapasitas anak untuk

memetabolisme parasetamol dan ibuprofen. Seperti kondisi malnutrisi, status

nutrisional buruk dan penggunaan obat lainnya8

Page 3: Tatalaksana Nyeri Pada Anak

Tabel 3. Dosis dan Pemberian Analgesik Non-Opioid pada Anak8

Dosis (rute oral)

Obat Neonatus usia 0-29 hari

Infan usia 30 hari- 3 bulan

Infan usia 3-12 bulan atau anak usia 1 th-12 th

Dosis maksimum harian

Parasetamol 5-10 mg/kg tiap 6-8 jam*

10 mg/kg tiap 4-6 jama

10-15 mg/kg tiap 4-6 jama,b

Neonatus, infan dan anak: 4 dosis/hari

Ibuprofen - - 5-10 mg/kg tiap 6-8 jam

Anak: 40 mg/kg/hari

Keterangan : a Anak dengan malnutrisi atau status nutrisi buruk lebih rentan terhadap efek toksik dosis

standar akibat rendahnya kadar enzim natural detoxifying glutathioneb Dosis maksimal adalah 1 gram pada satu kali pemberian

c) Analgesik opioid

Untuk memperoleh dosis dengan efek pereda nyeri optimal dan efek samping

minimal, morfin atau opioid kuat lain harus diberikan dengan dosis bertahap

meningkat. Berbeda dengan parasetamol dan NSAID, tidak ada batas dosis

maksimal untuk analgesik opioid karena tidak ada “ceiling analgesic effect. Dosis

yang sesuai adalah dosis yang dapat meredakan nyeri untuk masing masing anak.

Tujuan dari titrasi pereda nyeri adalah untuk mencegah anak merasa kesakitan

dengan dosis yang terendah. Oleh karena itu perlu penilaian berkala dari respon

nyeri anak untuk memberikan dosis yang sesuai. Opioid lain perlu diberikan

sebagai alternatif bila ditemukan efek samping mual, muntah, sedasi dan kejang.7,8

Dosis awal penggunaan opiod harus sesuai dengan pedoman. Setelah

penggunaan dosis awal, dosis pemberian perlu disesuaikan berdasarkan individu

Page 4: Tatalaksana Nyeri Pada Anak

pasien hingga tercapai dosis efektif (tanpa dosis maksimal, kecuali pertimbangan

tidak dapat menaikkan dosis karena efek samping yang tidak dapat dikendalikan).

Maksimal peningkatan dosis adalah 50% tiap 24 jam pada pasien rawat jalan, dan

100% pada pasien rawat inap yang dapat dievaluasi berkala. Penggunaan opioid

jangka panjang dapat menyebabkan konstipasi, oleh karena itu pasien perlu

diberikan kombinasi laksatif atau pelunak tinja.8

Morfin adalah obat lini pertama golongan opioid kuat yang direkomendasikan

untuk mengatasi nyeri derajat sedang-berat pada anak dengan penyakit medis.

Morfin dapat disediakan dengan harga yang terjangkau dan dalam berbagai

formula yang bervariasi, diantaranya adalah,8

1) Injeksi: 10 mg dalam 1 ml Ampul (morfin hidroklorida atau morfin sulfat)

2) Granul (prolonged release) (dicampur dengan air): 20 mg, 30 mg, 60 mg, 100

mg, 200 mg (morfin sulfat)

3) Oral liquid: 10 mg/5ml (morfin hidroklorida atau morfin sulfat)

4) Tablet (immediate-release): 10 mg (morfin sulfat)

5) Tablet (prolonged-release): 10 mg, 30 mg, 60 mg, 100 mg, 200 mg (morfin

sulfat)

Oral tablet formulasi morfin tersedia dengan immediate-release dan

prolonged-release. Tablet immediate-release direkomendasikan untuk digunakan

sebagai titrasi dosis morfin hinga tercapai dosis efektif.7,8

Penggantian opiod dan atau rute administrasi pada anak direkomendasikan bila

efek analgesik tidak adekuat disertai efek samping yang tidak dapat ditolerir.

Penggantian jenis opiod secara berkala tanpa alasan klinis tidak

direkomendasikan.8

Obat alternatif dari morfin yang direkomendasikan pada anak adalah fentanyl,

hydromorphone, methadon dan oxycodone.14,15

Tabel 4. Dosis Inisial untuk Analgesik Opioid untuk Neonatus8

Obat Rute administrasi Dosis inisial

Morfin Injeksi IV 25-50 mcg/kg tiap 6 jam

Injeksi SC 25-50 mcg/kg tiap 6 jam

Page 5: Tatalaksana Nyeri Pada Anak

Infus IV Dosis inisial IVa, 25-50 mcg/kg, kemudian 5-10 mcg/kg/jam, 100 mcg/kg tiap 6 atau 4 jam

Fentanil Injeksi IVb 1-2 mcg/kg tiap 2-4 jamc

Infus IVb Dosis inisial IVc 1-2 mcg/kg kemudian 0,5-1 mcg/kg/jam

Keterangan:a Berikan IV morfin perlahan sekitar 5 menitb Dosis intravena untuk neonatus tergantung dari informasi tatalaksana

manajemen nyeri akut dan dosis sesdasi. Dosis yang lebih rendah diperlukan untuk neonatus tanpa ventilasi

c berikan IV fentanil perlahan sekitar 3-5 menit

Tabel 5. Dosis Inisial Analgesik Opioid untuk Infan (usia 1 bulan-1 th)8

Obat Rute Administrasi Dosis Inisial

Morphin Oral (immediate release) 80-200 mcg/kg tiap 4 jam

Injeksi IVa 1-6 bulan: 100 mcg/kg tiap 6 jam6-12 bulan: 100 mcg/kg tiap 4 jam (maks 2,5 mg/dosis)

Injeksi SC 1-6 bulan: Dosis inisial IV: 50 mcg/kg kemudian 10-30 mcg/kg/jam6-12 bulan: dosis insial IC: 100-200 mcg/kg kemudian 20-30 mcg/kg/jam

Infus IVa 1-3 bulan: 10 mcg/kg/jam3-12 bulan: 20 mcg/kg/jam

Infus SC 1-2 mcg/kg tiap 2-4 jamc

Fentanil b Injeksi IV Dosis inisial IC 1-2 mcg/kgc, kemudian 0,5-1 mcg/kg/jam

Infus IV

Oxycodone Oral (intermediate release) 50-125 mcg/kg tiap 4 jam

Keterangana Berikan IV morfin perlahan sekitar 5 menit

Page 6: Tatalaksana Nyeri Pada Anak

b Dosis intravena untuk neonatus tergantung dari informasi tatalaksana manajemen nyeri akut dan dosis sesdasi. Dosis yang lebih rendah diperlukan untuk neonatus tanpa ventilasi

c berikan IV fentanil perlahan sekitar 3-5 menit

Tabel 6. Dosis Inisial Analgesik Opioid untuk Anak (usia 1 th-12 th)8

Obat Rute Administrasi Dosis inisial

Morfin Oral (immediate release) 1-2 th: 200-400 mcg/kg tiap 4 jam

2-12 th: 200-500 mcg/kg tiap 4 jam (max 5 mg)

Oral (prolonged release) 200-800 mcg/kg tiap 12 jam

Injeksi IVa 1-2 th: 100 mcg/kg tiap 4 jam

2-12 th: 100-200 mcg/kg tiap 4 jam (max 2,5 mg)

Injeksi SC

Infus IV dosis insial IV: 100-200 mcg/kga, kemudian 20-30 mcg/kg/jam

Infus SC 20 mcg/kg/jam

Fentanyl Injeksi IV Dosis inisial IV 1-2 mcg/kgb, diulang tiap 30-60 menit

Infus IV Dosis inisial 1-2 mcg/kgb, kemudian 1 mcg/kg/jam

Hydromorphone Oral (intermediate release) 30-80 mcg/kg tiap 3-4 jam (max 2 mg/dosis)

Injeksi IVd atau inj SC 15 mcg/kg tiap 3-6 jam

Metadone Oral (intermediate release) 100-200 mcg/kg

Tiap 4 jam untuk 2-3 dosis pertama kemudian tiap 6-12 jam (max 5 mg/dosis awal)f

Injeksi IV g dan inj SC

Oxycodone Oral (intermediate release) 125-200 mcg/kg tiap 4 jam (max 5 mg/dosis)

Oral (prolonged release) 5 mg tiap 12 jam

Keterangana Berikan IV morfin perlahan sekitar 5 menit

Page 7: Tatalaksana Nyeri Pada Anak

b berikan IV fentanil perlahan 3-5 menitc Hydromorphone adalah opioid kuat dan terdapat perbedaan antara penggunaan oral dan

intravena. Hatihati dalam mengkonversi rute satu rute lain. Bila mengkonversi parenteral hydromorphone ke oral hydromoprhone, dosis perlu dititrasi lebih dari 5 x dosis IV

d berikan IV hidromorphone perlahan 2-3 menite Karena bentuk natural komples dan variasi farmakokinetik yang lebar antar individu,

metadone hanya boleh diberikanoleh dokter berpengalamanf Metadone harus diinisiasi dengan titrasi seperti opioid kuat lain. Dosisnya perlu

diturunkan 50% 2-3 hari setelah peggunaan dosis efektif untuk mencegah efek samping akibat akumulasi metadone

g Berikan IV metadone perlahan 3-5 menit

Tabel 7. Perkiraan Rasio Dosis Pergantian antara Dosis Parenteral dan Dosis Oral8

Obat Rasio Dosis (Parenteral: Oral)

Morfin 1:2 – 1:3

Hydrophone 1:2 – 1:5a

Methadone 1:1 – 1:2

Keterangan:a Hydromorphone adalah opioid kuat dan terdapat perbedaan signifikan dosis oral dan

intravena. Konversi hydromorphone parenteral ke oral memerlukan titrasi dosi 5x dosis IV

Penghentian opiod analgesik mendadak dapat menimbulkan gejala neurologis

seperti iritabilitas, kecemasan, insomnia, agitasi, peningkatan tonus otot, abnormal

tremor dan gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, kram perut, diare dan

penurunan nafsu makan. Oleh karena itu, penghentian opiod analgesik harus

dilakukan dengan cari tappering-off . Untuk terapi jangka pendek (7-14 hari),

penurunan dosis adalah 10-20% dosis awal tiap 8 jam. Untuk terapi jangka lama,

penurunan dosis tidak lebih dari 10-20% tiap minggu.14,15

Overdosis opioid dapat terjadi bila salah menghitung dosis inisial yang

dibutuhkan. Dapat juga terjadi akibat salah menghitung saat opioid diganti atau

ketika opioid formula prolonged-release secara eror digunakan sebagai ganti

opioid formula short-acting. Gejala overdosis opioid adalah timbulnya depresi

nafas disertai gejala klasik pupil pinpoint yang dapat menimbulkan koma.

Antidotum spesifik untuk mengatasi overdosis opioid adalah naloxone. Overdosis

opioid moderate, dapat diatasi dengan penggunaann bantuan ventilator, dan

Page 8: Tatalaksana Nyeri Pada Anak

naloxone dengan dosis awal 1 microgram (mcg)/ kg dititrasi tiap saat, tiap 3 menit

hingga tercapai dosis efektif. Infus naloxone dosis rendah dapat dilanjutkan untuk

monitoring kondisi hingga pasien sadar penuh.16

c) Terapi Adjuvant

Terapi adjuvant sering diberikan di praktek klinis bersama dengan analgesik

untuk meringankan gejala nyeri pada kondisi nyeri hebat. Terapi tersebut

digunakan spesifik untuk kasus nyeri neuropatik, nyeri tulang dan nyeri yang

berkaitan dengan spasme otot. Namun penelitian lebih lanjut mengenai manfaat

dan efikasi penggunaan terapi adjuvan belum banyak ditelaah secara ilmiah8

Beberapa obat yang sering digunakan di praktek klinis diantaranya adalah,

1) Steroid

Penggunaan kortikosteroid sebagai terapi adjuvan tidak direkomendasikan pada

pengobatan nyeri persisten anak dengan penyakit medis. Kortikosteroid sering

menimbulkan efek samping pada penggunaan kronik. Kortikosteroid

diindikasikan untuk menurunkan edema peritumor,peningkatan tekanan

intrakranial pada tumor SSP, dan untuk terapi neuropati terkait kompresi

medula spinalis atau saraf tepi.

2) Nyeri tulang

Bifosfonate.

Penggunaan bifosfonate sebagai terapi adjuvan tidak direkomendasikan untuk

mengatasi nyeri tulang pada anak. Pada dewasa, penggunaan bifosfonat

menunjukkan perbaikan nyeri akibat metastase tulang, meskipun memiliki

banyak efek samping. Namun demikian penggunaan bifosfonat pada anak tidak

banyak diteliti keamanan dan efikasi obat.16

3) Nyeri neuropati

Nyeri neuropati pada anak jarang terjadi. Nyeri neuropati pada anak mungkin

disebabkan complex pain regional syndrome, phantom limb pain, cedera medula

spinalis, trauma dan nyeri neuropati pos operatif serta neuropati degeneratif

(contoh: Sindrome Guillain Bare).17

Tricyclic Antidepressant (TCA)

Page 9: Tatalaksana Nyeri Pada Anak

Obat TCA, seperti amitriptilin dan nortriptilin banyak digunakan secara klinis

untuk meringankan nyeri neuropati seperti post-herpetic neuralgia dan neuropati

diabetik. Amitriptiline sudah banyak digunakan secara luas dan terjangkau.18

Selective Serotonin Reuptake Inhibitors

Penggunaan SSRI pada anak dan dewasa dengan nyeri kronik menurunkan

risiko depresi dan risiko penyimpangan perilaku serta ide bunuh diri. Fluoxetin

banyak digunakan dalam panduan mengatasi nyeri dan antidepresan pada anak

lebih dari 18 tahun.18

Antikonvulsan

Penggunaan antikonvulsan seperti Karbamazepin dan Gabapentin dalam

mengatasi nyeri neuropati mulai banyak diberikan pada pasien dewasa.

Beberapa praktek klinis telah menggunakan obat tersebut sebagai adjuvan

mengatasi nyeri dalam pediatrik. Namun belum banyak penelitian mengenai

efikasi dan efek samping penggunaan antikonvulsan sebagai adjuvan terapi

neuropati8

4) Nyeri akibat spasme otot

Baclofen dan benzodiazepin banyak diberikan pada praktek klinis untuk

mengatasi nyeri akibat spasme otot dan kekakuan otot. Namun demikian belum

ada bukti ilmiah yang mendukug penggunaan baclofen dan benzodiazepin

sebagai terapi adjuvan mengatasi nyeri pada pediatrik19

Daftar pustaka

7. Farastuti, Damayani dan Endang Widiastuti. Sari Pediatri, Vol 7 No 3 Desember

2005: 153-159

8. World Health Organization. WHO Guidelines on the Pharmacological Treatment of

Persisting Pain in Children with Medical Illnesses. 2012

13. McKenzie CA, Hobbs AE, Warrick LE. Pain management in cancer patient. US

Pharmacist. Didapat dari: http://www.uspharmacist.com/oldformat.htm. Diakses

tanggal 20 November 2015

Page 10: Tatalaksana Nyeri Pada Anak

14. Robertson RC et al. Evaluation of an Opiate-Weaning Protocol Using Methadone in

Pediatric Intensive Care Unit Patients. Pediatric Critical Care Medicine. 2000. 1:119-

123

15. Anand KJ et al. Tolerance and Withdrawal from Prolonged Opioid Use in Critically

Ill Children. 2010. Pediatrics. 125:1208-1225.

16. Berde CB, Sethna NF. Analggesics for the Treatment of Pain in Children. New

England Journal of Medicine, 2002. 347:1542

18. The selection and use of Essential Medicines. Report of the WHO Expert Committee.

October 2007 (including the model list of Essential Medicines for Children). Geneva,

World Health Organization. 2008. (WHO Technical Report Series No 950)

19. WHO Essential Medicines List for Children (EMLc).2008. Palliative Care. Diakses

pada tanggal 25 November 2015