30
Usaha Kesehatan Keluarga dan Program Pemberantasan Penyakit Menular Tuberculosis Letidebora Enjuvina Tambawan 102012300 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang kronis dan sudah dikenal semua orang. Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis. Tuberculosis paru memerlukan waktu pengobatan yang lama dan tidak boleh terputus, apabila pengobatannya terputus maka dapat menyebabkan resistensi dari obat tersebut. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang lebih tentang tuberculosis paru dengan pendekatan kedokteran keluarga pada pembacanya. Makalah ini ditulis sesuai dengan skenario yang telah diberikan. Pendekatan Dokter Keluarga a. Pengertian Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kedokteran dan kesehatan yang bermutu dan terjangkau sudah sangat didambakan. Sehingga merupakan tugas profesi untuk mewujudkannya seoptimal mungkin 1

TB Keluarga 26

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tbc

Citation preview

Page 1: TB Keluarga 26

Usaha Kesehatan Keluarga dan Program Pemberantasan

Penyakit Menular TuberculosisLetidebora Enjuvina Tambawan

102012300

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

[email protected]

Pendahuluan

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang kronis dan sudah dikenal semua orang.

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium

tuberculosis. Tuberculosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis.

Tuberculosis paru memerlukan waktu pengobatan yang lama dan tidak boleh terputus, apabila

pengobatannya terputus maka dapat menyebabkan resistensi dari obat tersebut. Penulisan makalah

ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang lebih tentang tuberculosis paru dengan

pendekatan kedokteran keluarga pada pembacanya. Makalah ini ditulis sesuai dengan skenario yang

telah diberikan.

Pendekatan Dokter Keluarga

a. Pengertian

Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kedokteran dan kesehatan yang bermutu dan

terjangkau sudah sangat didambakan. Sehingga merupakan tugas profesi untuk

mewujudkannya seoptimal mungkin agar masyarakat tetap dan semakin percaya pada sistem

pelayanan kesehatan di Indonesia.

Definisi dokter keluarga atau dokter praktek umum yang dicanangkan oleh WONCA

pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif bagi

semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur pelayanan oleh provider lain

bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua orang yang

membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, jenis kelamin ataupun

jenis penyakit. Dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam

lingkup komunitas dari individu tersebut tanpa membedakan ras, budaya dan tingkatan sosial.

Secara klinis dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat

mempertimbangkan dan memperhatikan latar budaya, sosial ekonomi dan psikologis pasien.

Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang

1

Page 2: TB Keluarga 26

komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya.

Definisi kedokteran keluarga adalah disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari dinamika

kehidupan keluarga, pengaruh penyakit terhadap fungsi keluarga, pengaruh fungsi keluarga

terhadap timbul dan berkembangnya penyakit, cara pendekatan kesehatan untuk

mengembalikan fungsi tubuh sekaligus fungsi keluarga agar dalam keadaan normal. Setiap

dokter yang mengabdikan dirinya dalam bidang profesi dokter maupun kesehatan yang

memiliki pengetahuan, keterampilan melalui pendidikan khusus di bidang kedokteran

keluarga yang mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek dokter keluarga.

Definisi kedokteran keluarga adalah ilmu kedokteran yang mencakup seluruh spektrum

ilmu kedokteran yang orientasinya untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama

yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada kesatuan individu, keluarga, masyarakat

dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Pelayanan

kesehatan tingkat pertama dikenal sebagai primary health care, yang mencangkup tujuh

pelayanan Promosi kesehatan,  KIA, KB, Gizi, Kesehatan lingkungan, Pengendalian penyakit

menular, Pengobatan dasar.1

b. Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga

Tujuan pelayanan dokter keluarga mencakup bidang yang amat luas sekali. Jika

disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan pelayanan

kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada umumnya, yakni terwujudnya keadaan

sehat bagi setiap anggota keluarga.

2. Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus pelayanan dokter keluarga dapat dibedakan atas dua macam :

a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif.

Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga

memang lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam menangani suatu masalah

kesehatan, perhatian tidak hanya ditujukan pada keluhan yang disampaikan saja, tetapi

pada pasien sebagai manusia seutuhnya, dan bahkan sebagai bagian dari anggota

keluarga dengan lingkungannya masing-masing. Dengan diperhatikannya berbagai

faktor yang seperti ini, maka pengelolaan suatu masalah kesehatan akan dapat

dilakukan secara sempurna dan karena itu penyelesaian suatu masalah kesehatan akan

dapat pula diharapkan lebih memuaskan.

b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien.

Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga juga

lebih mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit serta diselenggarakan secara

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Dengan diutamakannya pelayanan

pencegahan penyakit, maka berarti angka jatuh sakit akan menurun, yang apabila

dapat dipertahankan, pada gilirannya akan berperan besar dalam menurunkan biaya

kesehatan. Hal yang sama juga ditemukan pada pelayanan yang menyeluruh, terpadu

dan berkesinambungan. Karena salah satu keuntungan dari pelayanan yang seperti ini

2

Page 3: TB Keluarga 26

ialah dapat dihindarkannya tindakan dan atau pemeriksaan kedokteran yang berulang-

ulang, yang besar peranannya dalam mencegah penghamburan dana kesehatan yang

jumlahnya telah diketahui selalu bersifat terbatas.

c. Manfaat Pelayanan Dokter Keluarga

Apabila pelayanan dokter keluarga dapat diselenggarakan dengan baik, akan banyak

manfaat yang diperoleh. Manfaat yang dimaksud antara lain adalah :

1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya, bukan

hanya terhadap keluhan yang disampaikan.

2. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin kesinambungan

pelayanan kesehatan.

3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah,

terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.

4. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan suatu

masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah lainnya.

5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala keterangan tentang

keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan ataupun keterangan keadaan sosial dapat

dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi.

6. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit,

termasuk faktor sosial dan psikologis.

7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata cara yang lebih

sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya kesehatan.

8. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang memberatkan

biaya kesehatan.

d. Fungsi, Tugas dan Kompetensi Dokter Keluarga

Dokter keluarga memiliki 5 fungsi yang dimiliki, yaitu :

a. Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)

Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu dan sebagai

bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas, lingkungannya, dan

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, komprehensif, kontinu,

dan personal dalam jangka waktu panjang dalam wujud hubungan profesional dokter-

pasien yang saling menghargai dan mempercayai. Juga sebagai pelayanan komprehensif

yang manusiawi namun tetap dapat dapat diaudit dan dipertangungjawabkan

b. Comunicator (Penghubung atau Penyampai Pesan)

Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif sehingga

memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan dan memelihara

kesehatannya sendiri serta memicu perubahan cara berpikir menuju sehat dan mandiri

kepada pasien dan komunitasnya

c. Decision Maker (Pembuat Keputusan)

Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan teknologi kedokteran

berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan mempertimbangkan harapan pasien, nilai

3

Page 4: TB Keluarga 26

etika, “cost effectiveness” untuk kepentingan pasien sepenuhnya dan membuat keputusan

klinis yang ilmiah dan empatik

d. Manager

Yang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di dalam maupun di

luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien dan komunitasnya

berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang cakap memimpin klinik,

sehat, sejahtera, dan bijaksana

e. Community Leader (Pemimpin Masyarakat)

Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya, menyearahkan

kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan nasihat kepada kelompok

penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama masyarakat dan menjadi panutan

masyarakat.1

Epidemiologi

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian, dan

faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakitm kecacatanm dan kematian

dalam populasi manusia. Epidemiologi juga meliputi pemberian ciri pada distribusi status

kesehatan, penyakit, atau masalah kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin,

ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan , perilaku, waktu, tempat, dan orang. Karakterisasi ini

dilakukan guna menjelaskan distribusi suatu penyakit atau masalah yang terkait dengan kesehatan

jiga dihubungkan dengan faktor penyebab. Epidemiologi berguna untuk mengkaji dan menjelaskan

dampak dari tinakan pengendalian kesehatan masyarakat, program pencegahan, intervensi klinis,

dan pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau mengkaji dan menjelaskan faktor lain yang

berdampak pada status kesehatan penduduk.1 Epidemiologi dapat dikatagorikan sebagai berikut:

dilihat dari agen nya, host, faktor lingkungan, dan cara penularannya.

Pertama adalah agentnya. TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri

gram positif, berbentuk batang halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic. Karakteristik alami

dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu

bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Kedua adalah host nya.

Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian:

pealing rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita; paling luas pada masa remaja dan

dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada

wanita; dan puncak sedang pada usia lanjut.

Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada

4

Page 5: TB Keluarga 26

golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung

dari risiko infeksi. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan

tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju

lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi

sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC,

tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat

resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC,

sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan

fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar.

Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit

untuk dievaluasi.2,3

Ketiga adalah lingkungan. Biasanya untuk kasus TBC, lingkungannya dapat dilihat

dari lingkungan tempat tinggal terutama rumahnya. Apa rumah pasien tersebut sesuai standard atau

tidak, apakah rumah tersebut dapat menjadi sarang perkembangannya kuman TB. Lingkungan

rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah. Lingkungan rumah terdiri dari

lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu

kepadatan penghuni.

Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang

menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas

dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani

serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.

Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat memberikan

tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta dapat menumbuhkan

kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial Menurut APHA (American Public

Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis

Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya

sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban

udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus

diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela

tidak terlalu banyak.

Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan

mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi

minimal 10 % dari jumlah luas lantai.

Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup

5

Page 6: TB Keluarga 26

untuk proses pergantian udara.

Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh

suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.

Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang

makan, ruang tidur, dll.

Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis

kelaminnya.

2. Perlindungan terhadap penularan penyakit

Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas,

sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga cukup tersedia

air untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan penghuninya.

Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi syarat, juga

air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik.

Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu

harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap dan mengkontaminasi permukaan

sumber air bersih.

Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran dan

gangguan binatang serangga dan debu.

Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan berkembang biak di

dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus rat proof, fly fight, mosquito

fight.

Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.

Luas kamar tidur minimal 8,5 m³ per orang dan tinggi langit-langit minimal 2.75 meter.2,3

Cara Penularan

Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala, pengobatan dan pencegahan TBC

sebagai suatu penyakit infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu dipelajari

faktor-faktor penentu yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan alamiah.

1. Periode Prepatogenesis

a. Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia

atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.

Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat

tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host.

6

Page 7: TB Keluarga 26

Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi

moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya sumber

infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui

kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.

b. Faktor Lingkungan

Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar

dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa

dipengaruhi musim dan letak geografis. Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus

TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas

sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan

tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi

komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak

adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus

peningkatan epidemi penyakit ini. Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan

berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

c. Faktor Host

Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan

kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada

masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen

kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi

pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria

dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih

umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan

kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada

populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek

keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin

mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam

keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak

timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-

mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas

spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk

dievaluasi.

7

Page 8: TB Keluarga 26

2. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)

Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan

pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansi

sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut seluruhnya

bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan. Penderita TB BTA positif

merupakan sumber terjadinya penularan. Ketika batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman

ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman boleh bertahan

di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Jika droplet tersebut terhirup kedalam saluran

pernafasan, maka orang tersebut akan terinfeksi. Selama kuman tersebut masuk dalam tubuh

melalui saluran pernafasan, ia dapat menyebar dari paru ke bahagian tubuh lainnya.

Daya penuluran seorang penderita ditentukan oleh banyakknya kuman yang dikeluarkan dari

parunya. Semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, semakin tinggi penularan

penderita tersebut. Jika hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita

dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet

dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.4,5

Tiga pilar Indonesia sehat, antara lain : pertama adalah lingkungan sehat, adalah

lingkungan yang kondusif untuk hidup yang sehat, yakni bebas polusi, tersedia air bersih,

lingkungan memadai, perumahan-pemukiman sehat, perencanaan kawasan sehat, terwujud

kehidupan yang saling tolong-menolong dengan tetap memelihara nilai-nilai budaya bangsa. Kedua

adalah perilaku sehat, yaitu bersikap proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan (contoh:

aktifitas fisik, gizi seimbang), mencegah resiko terjadinya penyakit (contoh: tidak merokok),

melindungi diri dari ancaman penyakit (contoh: memakai helm dan sabuk pengaman, JPKM),

berperan aktif dalam gerakan kesehatan (contoh: aktif di posyandu). Ketiga adalah pelayanan

kesehatan yang bermutu, adil, dan merata, yang menjangkau semua lapisan masyarakat tanpa

adanya hambatan ekonomi, sesuai dengan standar dan etika profesi, tanggap terhadap kebutuhan

masyarakat, serta memberi kepuasan kepada pengguna jasa.6

Pada pelayanan kesehatan terdapat program pemberantasan penyakit menular TBC.

Tujuan dari program ini adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian tuberculosis paru

dengan memutuskan rantai penularan melalui upaya pengobatan penderita menular sampai sembuh.

Kegiatannya terdiri dari pengamatan epidemiologi dan tindakan pemebrantasan, penilaian

pengobatan, rujukan penderita, dan penyuluhan kesehatan. Pada kegiatan pengamatan epidemiologi,

penderita TBC yang ditemukan baik pada kunjungan dalam gedung maupun luar gedung puskesmas

8

Page 9: TB Keluarga 26

harus dicatat dan dilaporkan kepada puskesmas yang berlaku. Setuap penderita tersangka TBC yang

berumur 15 tahun keatas harus diperiksa dahaknya sebanyak tiga kali berturut- turut dalam

seminggu. Bila pemeriksaan tiga kali berturut- turut tidak ditemukan BTA, penderita tersangka itu

harus berada dalam pengawasan dan dianjurkan kembali sebulan kemudian untuk pemeriksaan

dahak lagi. Bila pada dahaknya ditemukan BTA, harus dijelaskan tentang pengobatan yang harus

dijalaninya.

Setelah melakukan pendekatan epidemiologi dan pengobatan, dilakukanlah penilaian

pengobatan. Untuk menilai keberhasilan setiap tahap pengobatan dan setelah selesai pengobatan

perlu diperiksa dahaknya pada awal bulan IV dan pada akhir masa pengobatan bulan ke VI. Bila

pada pemeriksaan dahak di temukan BTA, harus dilakukan biakan dahak. Bila biakan tidak tumbuh

berarti BTA yang ditemukan adalah Mycobacterium tuberculosis yang mati. Bila biakan tumbuh

harus dilakukan pemeriksaan kekebalan kuman dengan OAT paduan jangka yang digunakan.

Penderita diyatakan sembuh bila pada akhir masa pengobatan tidak ditemukan BTA pada

pemeriksaan dahaknya selama tiga kali berturut- turut dalam seminggu. Pengobatan dinyatakan

gagal bila pada akhir masa pengobatan ditemukan BTA. Bila pada akhir masa pengobatan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis memberikan hasil BTA positif, dan biakannya tumbuh tapi

pemeriksaan kekebalan kuman memperlihatkan kuman masih sensitif terhadap obat jangka pendek,

maka pengobatan diulangi kembali awal degab menggunakan obat jangka pendek. Bila pada akhir

pengobatan pemeriksaan dahak secara mikroskopik memberikan hasil BTA positif dan biakannya

tumbuh dan pemeriksaan kekebalan kuman memperlihatkan kuman sudah kebal terhadap panduan

obat jangka pendek, maka pengobatan dinyatakan gagal dan penderita harus dirujuk ke unit

pelayanan kesehatan yang lebih ahli.

Ketiga adalah kegiatan merujuk penderita. Indikasi rujukan adalah penderita yang

dalam pemeriksaan dahak berkala telah menunjukan terjadinya konvesi namun keluhan tetap ada

dan keadaan umum semakin berat. Lalu juga pada penderita yang mengalami kegagalan pengobatan

disertai dengan kekebalan kuman terhadap salah satu atau beberapa obat anti tuberculosis yang

pernah dipakai. Tahap yang terakhir adalah penyuluhan kesehatan. Pentingnya penyuluhan

kesehatan harus dimengerti dan dpahami secara mendalam oleh petugas kesehatan, karena upaya ini

berhubungan dengan perilaku manusia dan masyarakat.

Pencegahan

Pencegahan berkaitan dengan pencegahan penyakit pada individu. Dengan demikian,

bidang ini terjadi dari emapt wilayah kerja yaitu: pencegahan dengan cara-cara biologis pada

penyakit tertentu, seperti penyakit menular spesifik dan penyakit defisiensi; pencegahan beberapa

9

Page 10: TB Keluarga 26

konsekuensi pada penyakit yang dapat dicegah atau dapat diobati seperti sifilis, tuberkulosis,

kanker, diabetes, dan hipertensi; memperkecil beberapa konsekuensi pada penyakit yang tidak dapat

diceah dan tidak dapat disembuhkan seperti pada banyak kondisi genetik; dan motivasi untuk

meningkatkan kesehatan pada individu dengan mengubah gaya hidup yang memperkecil dampak

spotensial dari gangguan perilaku dan kesehatan yang lain. Karena semakin banyak kemungkinan

untuk menerapkan konsep-konsep pencegahan pada diagnosis dini dan terapi padapenyakit yang

masih dugaan atau telah dipastikan, kedokteran pencegahan harus dipandang sebagai salah satu

komponen dari praktik kedokteran klinis yang baik. Sebagai hasil dari semakin banyaknya

pengajaran tentan kedokteran keluarga dan masyarakat, berkembangnya sistem perawatan

komprehensif dan penekanan pada perawatan yang berkelanjutan, semakin besar kecenderungan

para dokter pribadi untuk memasukkan kedokteran pencegahan dalam praktik mereka. Namun,

masih ada kemungkinan untuk lebih maju lagi dna mendrong pengembangan kesehatan promotif

dan konstruktif yang pusat perhatiannya masih individu, tetapi sekarang sebagi bagian dari

masyarakat atau sosial, sudah mencakup anggota sebuah keluarga dan suatu kelompok sosial.6

Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari

TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan dengan promosi kesehatan dan spesific protection. Dengan

promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya mengandung

tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.

Kedua, proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi ; (1) Imunisasi Aktif,

melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah dengan angka kejadian tinggi

dan orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung

Host tambahan dan lingkungan, (2) Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika

kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak, (3)

Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes,

silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder terdiri dari early diagnose and prompt treatment. Dengan

diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3

komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan. Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk

kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi

maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC 10

Page 11: TB Keluarga 26

sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi

obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif. Langkah

kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi TBC

negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan membatasi

penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga

ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap epidemi TBC. Melalui

usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat

dan menghindari tekanan psikis.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier terdiri dari disability limitation dan rehabilitasi. Rehabilitasi

merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma

yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut

dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu.

Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi

cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

Pencegahan terhadap tuberkulosis dilakukan oleh penderita, masyarakat dan petugas

kesehtan. Antaranya adalah seperti berikut: Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan.

Penderita perlu menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarang

tempat.Masyarakat dapat melakukan tindakan pengawasan dengan cara bayi diberikan vaksinasi

BCG. Petugas kesehatan pula memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang meliputi bahaya

dan akibat yang ditimbulkan. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan

khusus TBC. Disinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian

khusus terhadap muntahan dan luda, ventilasi rumah dan sinar matahari yang mencukupi. Orang

yang berkontak dilakukan tindakan imunisasi. Orang-orang yang berisiko tinggi dilakukan tindakan

pencegahan dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular. Penyelidikan terhadap

orang kontak. Seluruh keluarga penderita dengan foto rontgen yang bereaksi positif dilakukan

Tuberculin-test, dan jika negative perlu diulang setiap bulan selama 3 bulan dan dilakukan

penyelidikan intensif.

Penderita TBC perlu mendapatkan pengobatan tepat dengan kombinasi obat yang

ditetapkanminum secara teratur, waktu sekitar 6 hingga 12 bulan. Laporkan segera kepada instansi

kesehatan setempat jika ditemukan penderita TB atau yang diduga menderita TB. Penderita TB

perlu dilaporkan jika hasil pemeriksaan bakteriologis hasilnya positif atau tes tuberkulinnya positif

11

Page 12: TB Keluarga 26

atau didasarkan pada gambaran klinis dan foto rontgen. Departemen Kesehatan mempertahankan

sistem pencatatan dan pelaporan yang ada bagi penderita yang membutuhkan pengobatan dan aktif

dalam kegiatan perencanaan dan monitoring pengobatan.

Cara pencegahan adalah sebagai berikut: perlindungan terhadap sumber penularan.

Semua anak yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TBC BTA positif berisiko

lebih besar untuk terinfeksi. Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak

erat dengan penderita TBC BTA positif perlu dilakukan pemeriksaan apabila anak mempunyai

gejala-gejala seperti TBC harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan alur deteksi dini

TBC anak dan jika anak balita tidak mempunyai gejala gejala seperti TBC, harus diberikan

pengobatan pencegahan dengan Isoniasid (INH )dengan dosis 5 mg per kg berat badan per hari

selama 6 bulan Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG perlu diberi BCG setelah

pengobatan pencegahan dengan INH selesai. Dapat pula diberikan vaksinasi BCG. Vaksin ini

merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia)

yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang menular. Vaksin BCG

merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur strain Mycobacterium bovis dan

digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan

tetapi efikasinya menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 – 80% di seluruh dunia. Vaksin

BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya Tuberkulosis aktif dan kematian.

Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infant dan anak-anak yang hasil uji

tuberculinnya negatif dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi terinfeksi

TBC dan tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau

rifampin. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai dengan usia 3 bulan)

setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG tidak diindikasikan untuk

pasien yang hasil uji tuberculinnya posistif atau telah menderita tuberculosis aktif, karena

pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk pasien yang telah terinfeksi TBC. Pemberian

vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada

lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit

menerima injeksi intradermal. Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk

10 – 15 tahun. Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun.

Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada kulit seperti

dermatitis atopik, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada interval waktu setidaknya 3

minggu). Vaksin BCG juga tidak diberikan untuk :

Pasien dengan gangguan imunitas (immunosuppressed) seperti pasien HIV,

pasien yang mengkonsumsi obat-obat kortikosteroid (immunosuppressan),

atau baru saja menerima transplantasi organ.

12

Page 13: TB Keluarga 26

Wanita hamil dan menyusui, walaupun belum ada data yang menunjukkan

efek bahaya dari pemberian vaksin BCG terhadap wanita hamil dan

menyusui.

Beberapa adverse reaction yang mungkin terjadi setelah pemberian vaksin BCG antara lain: nyeri

pada tempat injeksi, terjadi ulcer atau keloid karena kesalahan pada saat injeksi. Kelebihan dosis

dan pemberian vaksin pada pasien dengan tuberculin positif. Dan sakit kepala, demam, dan timbul

reaksi alergi.

Pengobatan preventif, yaitu sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif

dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan. Kemoprofilaksis terbagi menjadi primer

dan sekunder. Kemoprofilakskis Primer: cegah infeksi, kontak tidak aktif (BTA -). Anak yang

kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin(-).

Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi(-) atau sumber penularan TB

aktif sudah tidak ada. Kemoprofilaksis sekunder : cegah aktifitas infeksi (Mt + ,klinis & rontgen

- ). Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis

diberikan selama 6-9 bulan.6

Diagnosis

Diagnosis dari kasus TB adalah dengan menggunakan cara case finding yang passif, karena

kita mendiagnosa pasien TB dari keluhan pasien tersebut yang datang berobat ke dokter. Case

finding dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium dari

pasien saat datang ke dokter. Gejalanya berupa batuk terus menerus selama 2 hingga 3 minggu,

dapat disertai sesak napas, hemoptisis, limfadenopati, ruam misalnya lupus vulgaris, kelainan

rontgen toraks, atau gangguan GIT. Efek sistemik yang timbul pula meliputi demam subfebris

selama 1 bulan atau lebih, keringat malam, anoreksia atau penurunan berat badan. Anamnesis yang

dapat ditanyakan adalah riwayat penyakit dahulu. Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB?

Apakah pasien mengalami imunosupresi (kortikosteroid/HIV)? Apakah pasien pernah menjalani

pemeriksaan rontgen toraks dengan hasil abnormal ? Adakah riwayat vaksinasi BCG atau

Mantoux ? Adakah riwayat diagnosis TB ? Lalu dapat ditanyakan riwayat pengobatan. Mungkin

pasien tersebut telah menderita TB dan sedang dalam pengobatan tetapi tidak teratur. Pernahkah

pasien menjalani terapi TB? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa lama terapinya, bagaimana

kepatuhan pasien mengikuti terapi dan apakah dilakukan pengawasan terapi? Lalu dapat ditanyakan

riwayat keluarga dan sosial. Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan sosial.7

Setelah mengetahui pasien menderita TBC, dapat dilakukan case finding positif

dengan kunjungan rumah untuk dilihat apakah adanya penyebaran TBC dirumahnya atau tidak.

13

Page 14: TB Keluarga 26

Selain itu case finding aktif juga dapat dilakukan dengan cara mengadakan pertemuan dengan

masyarakat untuk menjelaskan tanda-tanda penyakit dan cara- cara pengobatannya (penyuluhan).

Kader kesehatan/ kader posyandu diharapkan dapat membantu menemukan masyarakat yang

terkena TBC.7

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan spesifik terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada

inspeksi, kita hanya menilai apakah ada kelainan dengan cara hanya melihat. Pertama dapat dilihat

dari kulitnya: kelembaban kulit, turgor kulit, warna kulit, eflurosensi, dan lesi- lesi lainnya pada

kulit. Eflurosensinya bisa berupa seperti makula yaitu perubahan warna semata- mata, papula yaitu

benjolan padat berbatas tegas, atau bula yaitu gelembung berisi cairan serosa. Sedangkan lesi- lesi

kulit lainnya bisa berupa pruritus yang merupakan rasa gatal tanpa kelainan kulit yang nyata, atau

spider nervi yang merupakan arteriol yang menonjol dan kemerahan serta bercabang- cabang

dengan diameter 3-10 mm. Inspeksi juga dapat meliputi kepala dan wajah. Kepala dilihat ukuran

dan bentuknya. Pada rambut bila ada kerontokan rambut disertai tidak tumbuhnya rambut disebut

dengan alopesia. Dapat dilihat juga warnanya, apakah ada perubahan warna atau tidak. Pada wajah,

pucat, ikterus dan sianosis akan segera terlihat pada wajah pasien. Pada pasien lupus eritematosus

dapat terlihat butterfly rash pada kedua pipi. Lalu pada pemeriksaan mata dapat dimulai dengan

mengamati pasien waktu masuk ke ruang periksa, apakah ada rasa nyeri atau mata merah atau mata

berdarah. Dapat juga dilihat apakah ada eksoftalmus yaitu bola mata keluar karena fisura palpebra

melebar, enoftalmus yaitu bola mata tertarik ke dalam biasanya karena dehidrasi, atau apakah ada

perubahan warna pada sklera.

Perhatikan warna bibir apakah pucat, merah, atau sianosis. Bibir retak- retak terdaapt

pada pasien demam. Apakah ada luka pada mulut, atau ada bercak- bercak putih. Pada leher,

lihatlah apakah ada pembesaran kelenjar getah bening atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan pungung

apakah ata kifosis yaitu lengkung tulang belakang ke arah belakang, atau lordosis yaitu lengkung

tulang belakang ke arah depan, atau skoliosis yaitu tulang melengkung ke arah samping; apakah ada

gibus pada vertebra yang merupakan penonjolan tulang belakang seperti pada pasien tuberkulosis.

Pada sendi dapat dilihat cara berdirinya, waktu berjalan apakah ada rasa nyeri atau bunyi. Pada

infeksi dada dan paru dapat dilihat bentuk dadanya apakah ada carinatum, excavatum atau barrel

chest. Lalu pada palpasi dapat dilakukan untuk melihat apakah ada massa atau rasa nyeri. Lalu

untuk melihat gerakan pernapasan, membandingkan sisi kanan dan sisi kiri. Untuk mengetahui ada

tidaknya ketidaksimetrisan gerakan pada dada dengan cara meletakan kedua tangan. Fremitus vokal

taktil merupakan cara pemeriksaan bunyi suara dengan perabaan tangan.

14

Page 15: TB Keluarga 26

Perkusi merupakan suatu metode pemeriksaan keadaan jaringan yang terletak di

bawahnya melalui kualitas suara yang dihasilkan. Hasil perkusi adalah sebagai berikut: nada

resonan di atas paru normal udara di dalam paru mejadi jauh lebih banyak misalnya pada emfisema

paru, nada hiperresonan di atas udara, frekuensi yang sangat rendah atau pekak di atas cairan, redup

bila bagian yang padat lebih banyak dari pada udara misalnya pada efusi pleura.7

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi dan

laboratorium. Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk

menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan

dengan pemeriksaan sputum. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru tetapi dapat

juga mengenai lobus bawah. Pada awal penyakit saat lesih masih merupakan sarang- sarang

pneumonia, gambar radiologis berupa bercak- bercak seperti awan dan dengan batas- batas yang

tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan

batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma. Gambaran tuberkulosis milier terlihat

berupa bercak- bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran

radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura, masa cairan di

bagian bawah paru, bayangan hitam radiolusen di pinggir paru. Pemeriksaan sputum adalah penting

karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di

samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memebrikan ecaluasi terhadap pengobatan yang sudah

diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah. Pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan

diajarkan melakukan refleks batuk. Untuk perwarnaan sediaan dianjurakan mengunakan cara

Kinyoun Gabbet. Pada pemeriksaan dengan biaakan setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam

medium biakan, koloni kuman tuberkulosis mulai tampak. Medium biakannya menggunakan

Lowenstein Jensen. Dapat dilakukan tes tuberkulin yang masih banyak dipakai untuk membantu

menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak- anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakini

dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) intrakutan. Tes

tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.

Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkuin ini

adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman patogen baik yang irulen ataupun

tidak tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi selular pada

permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan

menekan antibodi selular. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa

indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi

15

Page 16: TB Keluarga 26

selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen

tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin

kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal- hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux dibagi

dalam: 1) Indurasi 0-5 mm mantoux negatif. 2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan. 3) indurasi 10-

15 mm: mantoux positif. 4) indurasi > 15 mm: Mantoux positif kuat. Biasanya hampir seluruh

pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga

terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain.9

Penatalaksanaan

Terapi standar terdiri dari empat obat yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan

etambutol yang diberikan selama 2 bulan diikuti dengan rifampisin dan isoniazid selama 4 bulan.

Terapi ini direkomendasikan utnuk semua pasien dengan tuberkulosis paru dan ekstraparu dengan

onset baru dan tanpa komplikasi. Obat harus diberkan dalam dosis tunggal sebelum makan pagi.

Preparat obat kombinasi (termasuk rifampisin dan isoniazid dengan atau tanpa pirazinamid)

mengurangi muatan obat dan memungkinkan skrining yang relatif sederhana untuk ketaatan minum

obat karena urin dapat dinilai secara visual dengan warna jingga- merah muda. Streptomisin saat ini

jarang digunakan di Inggris namun merupakan komponen penting dari regimen pengobatan jangka

pendek di negara berkembang. Pada pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya, empat obat

harus digunakan sampai didapatkan hasil sensitivitas. Di Inggris, resistensi obat pada pasien yang

baru didiagnosis jarang terjadi (<5%) dan lebih sering minoritas. Pasien harus diberi pengobatan

selama 9-12 blan bila terdapat penyakit meningeal, bila terdapat koinfeksi HIV, atau bila terjadi

intoleransi obat dan obat diganti dengan lini kedua. Kortikosteroid berperan dalam perikarditis,

penyakit pleura, dan meningitis, dan mungkin pada penyakit paru berat. Pembedahan kadang-

kadang tetap dibutuhkan.9

Obat- obatan TB dapat diklasifikasi menjadi dua jenis resimen yaitu obat- obat lapis

pertama dan lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil,

pengurangan basil dorman dan pencegahan terjadinya resistensi. Obat- obat lapis pertama terdiri

dari isoniazin (INH), Rifampicin, Pyrazinamide, Ethambutol dan Streptomycin. Obat- obatan lapis

kedua mencakup Rifabutin, Ethionamide, Cycloserine, para Amino Saliculic acid, Clofazimine,

Aminoglycosides di luar Streptomucin dan Quinolones. Isoniazin mempunyai kemampuan

bakterisidal TB yang terkuat. Mekanisme kerjanya adalah menghambat cell-wall biosynthesis

pathway. INH memiliki efek sampung utama seperti hepatitis dan neuropati perifer. Rifampisin juga

merupakan obat anti TB yang ampuh, dia menghambat plimerase DNA- dependent ribonucleic acid

M. Tuberculosis. Efek samping yang sering adalah hepatitis, trombositopenia, dan flu like

16

Page 17: TB Keluarga 26

syndrome. Pirazinamid merupakan obat bakterisidal utnuk organisme intraselular dan agen

antituberkulos ketiga yang kuga cukup ampuh. Pirazinamid hanya diberikan untuk 2 bulan pertama

pengobatan, efek samping yang sering diakibatkannya adalah hepatotolsosotas dan hiperurisemia.

Ethambutol satu- satunya obat lapis pertama yang mempunyai efek bakteriostatis tetapi bila

dikombinasikan dengan INH dan rifampisin terbukti bisa mencegah terjadinya resisten obat.

Streptomisin merupakan salah satu obat antituberkulosis golongan aminoglikosida yang harus

diberikan secara parentral. Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang- kurangnya 6 bulan agar

dapat mencegah perkembangan resistensi obat.

Pemantauan kemajuan pengobatan dilaksanakan dengan memeriksa dahak secara

mikroskopik. Yang diperiksa adalah 2 spesimen dahak, untuk fase intensif diperiksa akhir bulan ke

2 untuk kategori I dan akhir bulan ke 3 untuk kategori II. Pemeriksaan dahak untuk melihat

terjadinya konversi, yaitu perubahan dari BTA positif menjadi BTA negatif. Konversi positif apabila

ke dua spesimen dahak BTA negatif.

Penilaian pengobatan TB

Penilaian dilakukan setelah penderita BTA positif menyelesaikan secara lengkap pengobatan

tahap intensif dan tahap lanjutan. Penilaian dilakukan dengan melakukan pemeriksaan 3 spesimen

dahak secara mikroskopik. Apabila secara berurutan diperoleh hasil BTA negatif dua kali atau lebih

yaitu pada bulan ke 5 dan akhir pengobatan Kategori I dan bulan ke 7 dan akhir pengobatan

Ketegori II, penderita dinyatakan sembuh.2

Kesimpulan

TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis yang utama menyerang organ paru manusia. Agent, Host dan Lingkungan merupakan

faktor penentu yang saling berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC baik

periode Prepatogenesis maupun Patogenesis. Meningkatnya angka penderita TBC disebabkan

berbagai faktor diantaranya karakteristik demografi keluarga, social ekonomi, sikap keluarga itu

sendiri, seperti ketidaktahuan akan akibat, komplikasi dan cara merawat anggota keluarganya yang

menderita TBC di rumah dan sikap penderita TBC. Selain itu penularan dalam keluarga juga

disebabkan kebiasaan sehari-hari keluarga yang kurang memenuhi kesehatan seperti kebiasaan

membuka jendela, kebiasaan membuang dahak penderita. Faktor lain yang berpengaruh adalah

keluarga yang pengetahuan tentang TBC kurang.

Adanya kedokteran keluarga akan membantu dalam menanggulangi masalah penyebaran

17

Page 18: TB Keluarga 26

dan penanganan penyakit menular seperti tuberculosis dengan cara melaksanakan program

pemberantasan penyakit menular yang dilakukan pada layanan strata pertama seperti puskesmas.

Daftar Pustaka

1. Timmreck TC. Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.

18

Page 19: TB Keluarga 26

2. Aditama Tjandra et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke-2.

Cetakan ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

3. Budiman Chandra. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas / penulis, Budiman Chandra ;

editor penyelaras, Husny Muttaqin, Windriya Kerta Nirmala. – Jakarta : EGC, 2009.

4. Batra V., Tuberculosis diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/969401-

overview , Juli 04, 2015.

5. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktik. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2009.

6. Cahyono JBSB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius; 2010.

7. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2010.

8. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan fisis umum buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I.

Jakarta: Interna Publishing; 2010.

9. Mandal, Wilkins, Dunbar, White M. Lecture notes: penyakit infeksi. Jakarta: Penerbit

Erlangga; 2008.

19