Upload
tessa-septian-anugrah
View
257
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 1/31
TEXT BOOK READING
GANGGUAN GERAK
” K OREA”
Dosen Pembimbing :
dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp.S
Diajukan oleh :
Novia Mantari
G1A212102
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2013
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 2/31
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui Text Book Reading dengan judul :
”Gangguan Gerak : Korea”
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Kegiatan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun Oleh :
Novia Mantari G1A212102
Tanggal : 10 April 2013
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Pembimbing :
dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp.S
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 3/31
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat dan rahmat-Nya sehingga Text Book Reading dapat terselesaikan. Text
Book Reading dengan judul “Gangguan Gerak: Korea” ini dibuat untuk memenuhi
sebagian syarat dalam mengikuti program studi kepaniteraan di Bagian Ilmu
Penyakit Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp. S
selaku dokter pembimbing Text Book Reading yang telah banyak memberikan
arahan dan bimbingan kepada penulis, serta rekan-rekan coass dan semua pihak
yang telah memberikan kontribusinya guna penyempurnaan penulisan Text Book
Reading ini.
Penulis menyadari Text Book Reading ini masih banyak kekurangannya,
sehingga besar harapan penulis untuk dapat menerima kritik dan saran demi
perbaikan tulisan ini.
Akhirnya semoga Text Book Reading ini bermanfaat bagi rekan-rekan
sejawat serta semua pihak yang memerlukannya.
Purwokerto, Maret 2013
Penulis
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 4/31
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………………...
BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………..
A. Lata r Belakang………………………………………….
B. Tujuan……………………………………………….......
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA.........................................................
A. Sistem Piramidal dan Ekstrapiramidal………………………………
B. Gangguan Gerak : Korea……………………………………………
1. Definisi……………………………………………….
2. Epidemiologi…………………………………………
3. Etiologi……………………………………………….
4. Patofisiologi………………………………………...... 5. Penegakan Diagnosis…………………………………
6. Korea di Berbagai Penyakit…………………………..
7. Penatalaksanaan………………………………………
8. Prognosis ………………………………………….....
BAB III : KESIMPULAN……………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….
i
ii
iii
iv
1
1
2
3
3
5
5
6
7
1012
13
21
24
25
26
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 5/31
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular yang
terdiri atas upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN).
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN
atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. Berdasarkan
perbedaan anatomi dan fisiologi kelompok UMN terbagi menjadi susunan
saraf piramidal dan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus
kortikospinal dan kortikobulbar yang berfungsi untuk pengaturan gerakan
volunter. Susunan ekstrapiramidal merupakan jaringan saraf yang terdapat
pada otak bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari
gerakan, mengatur refleks, gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol
postur tubuh.
Gerakan motorik yang sempurna memerlukan kerjasama yang
terpadu antara sistem piramidal dan ekstrapiramidal. Sistem piramidal
berfungsi untuk gerakan volunter sedangkan ekstrapiramidal menentukanlandasan untuk dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang terampil.
Apabila terjadi gangguan dalam sistem ekstrapiramidal, maka umpan balik ke
korteks motorik piramidal dan ekstrapiramidal akan terganggu. Dengan
demikian akan bangkit gerakan yang tidak terkendali sistem ekstrapiramidal
berupa gerakan involunter.
Gerakan involunter adalah suatu gerakan spontan yang tidak
disadari, tidak bertujuan, tidak dapat diramalkan dan dikendalikan olehkemauan. Gerakan tersebut bertambah jelas pada saat melakukan gerakan
volunter atau dalam keadaan emosi dan menghilang pada saat tidur.
Gangguan yang terjadi pada sistem ekstrapiramidal menimbulkan gejala
seperti hiperkinetik (korea, atetosis, balismus) dan hipokinetik (akinesia dan
bradikinesia).
Korea merupakan istilah untuk gerakan involunter yang menyerupai
gerakan tangan dan lengan seorang penari. Gerakan tersebut tidak berirama,
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 6/31
sifatnya kuat, cepat, tersentak-sentak, dan arah gerakannya cepat berubah.
Gerakan korea timbul akibat gangguan pada sistem ekstrapiramidal yaitu
ganglia basalis. Korea juga dapat timbul secara iatrogenik yakni akibat
penggunaan obat-obat anti psikosis (seperti haloperidol dan phenothiazine).
Dalam Text Book Reading ini akan dibahas lebih lanjut tentang
gerakan involunter korea. Pemahaman segala sesuatu yang berhubungan
dengan gerakan ini diharapkan dapat membantu dalam penatalaksanaan
kelainan gerakan korea di praktek klinik.
B. Tujuan
Tujuan penulisan Text Book Reading ini adalah untuk memperoleh informasi
ilmiah mengenai gangguan gerak „Korea‟. Informasi tersebut dapat menjadi
landasan penting dalam praktek sehari-hari sehingga mampu melakukan
penanganan yang cepat dan tepat.
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 7/31
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Piramidal dan Ekstrapiramidal
1. Sistem Piramidal
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara
langsung ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam
kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut berada pada girus presentralis
lobus frontalis (korteks motorik primer, area 4 Brodmann), dan area
kortikal di sekitarnya (neuron motorik pertama). Impuls motorik tersebut
berjalan di dalam jaras panjang yaitu traktus kortikospinal dan
kortikobulbar, melewati batang otak dan turun ke medulla spinalis ke
kornu anterior, tempat mereka membentuk kontak sinaptik dengan
neuron motorik kedua. 1
Gambar 1. Jaras Kortikospinal dan Kortikobulbar
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 8/31
Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar dan
kortikospinal. Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari
korteks motorik dan ditingkat thalamus dan ganglia basalis mereka
terdapat diantara kedua bangunan yang dikenal sebagai kapsula interna
(krus anterius dan posterius). Penataan somatotopik yang telah dijumpai
pada korteks motorik ditemukan kembali di kapsula interna. 1
Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar
meninggalkan kawasan mereka untuk menyilang garis tengah dan
berakhir secara langsung dimotor neuron saraf kranial motorik atau inter
neuronnya disisi kontralateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar
berakhir di inti-inti saraf kranial motorik sisi ipsilateral juga. 2
Diperbatasan antara medula oblongata dan medulla spinalis,
serabut-serabut kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk
jaras kortikospinal lateral yang berjalan di funikulus posterolateral
kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak menyilang tapi melanjutkan
perjalanan ke medula spinalis di funikulus ventralis ipsilateralis dan
dikenal sebagai jaras kortikospinal ventral atau traktus piramidalis
ventralis.2
2. Sistem Ekstrapiramidal
Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan saraf yang terdapat
pada otak bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari
gerakan. Letak dari ekstrapimidal adalah terutama di formatio retikularis
dari pons dan medulla, dan di target saraf di medulla spinalis yang
mengatur refleks, gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol posturtubuh. 1
Susunan ekstrapiramidal terdiri dari korpus striatum, globus
palidus, inti-inti talamik, nucleus subtalamikus, sustansia nigra, formasio
retikularis, dan serebelum. Komponen tersebut dihubungkan satu dengan
yang lain oleh akson masing-masing komponen tersebut. Oleh karena
korpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut
segenap neurokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut dinamakan sirkuit
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 9/31
striatal. Lintasan sirkuit terdiri dari sirkuit striatal utama dan 3 sirkuit
striatal penunjang. 1
Sirkuit striatal pinsipal tersusun oleh tiga mata rantai yaitu
hubungan segenap neurokorteks dengan korpus striatum serta globus
palidus, hubungan korpus striatum/ globus palidus dengan thalamus, dan
hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6. Impuls yang diterima di
seluruh korteks diserahkan kepada korpus striatum/ globus palidus/
thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan bagi
korteks motorik. 2
Sirkuit striatal asesoris pertama merupakan sirkuit yang
menghubungkan striatum-globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit
striatal asesoris kedua adalah lintasan yang melingkari globus palidus-
korpus subtalamikus-globus palidus. Sirkuit asesoris ketiga dibentuk oleh
striatum-substansia nigra-striatum. 2
Sistem input yaitu data dari luar masuk dalam sirkuit striatal
terutama impuls asenden non spesifik yang disalurkan melalui lintasan
spinotalamik multisinaptik dan impuls proprioseptif yang diterima oleh
serebelum. Data dari serebelum diteruskan ke talamus. Sistem outputmerupakan lintasan yang menyalurkan impuls hasil pengolahan sirkuit
striatal ke motoneuron. Impuls hasil pengolahan dikirim ke area 4, 6 dan
nucleus ruber, formasio retikularis yang pada akhirnya sampai kepada
motoneuron. 1
B. Gangguan Gerak: Korea
1.
DefinisiKorea berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti yaitu
menari. Korea merupakan istilah untuk gerakan involunter yang
menyerupai gerakan tangan dan lengan seorang penari. Gerakan tersebut
tidak berirama, sifatnya kuat, cepat, tersentak-sentak, dan arah
gerakannya cepat berubah. Gerakan korea dapat melibatkan satu
ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Korea dapat terlihat jelas
pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal,
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 10/31
dimana tidak didapatkan gerakan yang harmonis antara otot-otot
pergerakan, baik antara otot yang sinergis maupun antagonis. 1
Korea adalah gerakan tidak terkenali yang berupa sentakan kuat
dan berulang-ulang seperti penari, yang dimulai pada salah satu bagian
tubuh dan menjalar kebagian tubuh yang lain secara tiba-tiba dan tidak
terduga. Gerakan korea dapat muncul dalam keadaan istirahat dan
menjadi lebih hebat bila sedang beraktivitas atau tegang, serta
menghilang pada saat tidur. 3
Gerakan korea di tangan-lengan seringkali disertai gerakan
meringis-ringis pada wajah dan suara menggeram atau suara-suara lain
yang tidak mengandung arti. Gerakan yang timbul sesekali menyebabkan
gerakan terlihat jelas, sedangkan apabila timbulnya gencar maka gerakan
korea menyerupai atetosis. 3
2. Epidemiologi
Gerakan korea timbul secara akut pada sebagian besar anak usia
5-15 tahun dengan presentase 80%. Onset pada usia kurang dari 5 tahun
dan lebih dari 15 tahun jarang terjadi, kecuali selama hamil atau penggunaan kontrasepsi oral pada awal usia 20 tahun. Semua orang
dalam semua kelompok umur dapat mengalaminya, namun perempuan
memiliki resiko dua kali lebih besar daripada laki-laki. 4
Gerakan korea dapat dibedakan menjadi tiga yaitu korea mayor
( Huntington’s chorea ), korea minor ( Sydenham’s chorea ), dan korea
iatrogenik. Gerakan korea yang terjadi pada penyakit Huntington banyak
ditemukan pada populasi Eropa Barat, namun kasusnya juga ada diwilayah lain seperti Tasmania dan Papua Nugini. Data epidemiologi
menunjukkan bahwa penyakit Huntington umumya menyebar melalui
migrasi dari Eropa Barat. Kasus penyebaran Penyakit Huntington
tertinggi di dunia terletak di desa-desa terpencil sepanjang pantai Danau
Maracaibo, Venezuela. Jumlah penderita dengan gangguan gerak korea
Sydenham meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penderita
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 11/31
demam reumatik akut. Minimal 15,6 juta penduduk di seluruh dunia
menderita penyakit tersebut. 4
3. Etiologi
Korea bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang
dapat terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang
mengalami gerakan korea memiliki kelainan pada ganglia basalis di
otak. 1
Gangguan yang terjadi pada ganglia basalis dapat menyebabkan
ganguan ekstrapiramidal dengan gejala seperti hiperkinetik (korea,
atetosis, balismus) dan hipokinetik (akinesia dan bradikinesia). Korpus
striatum yang terhubung dengan neuron-neuron substansia nigra, terdiri
dari neuron dopaminergik dan kolinergik. Kedua komponen tersebut
mempunyai keseimbangan yang dinamis. Apabila kondisi dopaminergik
striatal lebih tinggi daripada kondisi kolinergik striatal, maka jumlah
dopamine di dalam korpus striatum lebih besar dibandingkan Ach.
Keadaan tersebut mengakibatkan timbulnya gerakan involuntar yang
dikenal dengan gerakan korea.4
Gerakan korea dapat diklasifikasikan menjadi 2 berdasarkan
etiologinya yaitu:
a. Korea primer
Korea primer merupakan jenis korea yang terjadi akibat
pewarisan genetik. Jenis korea ini dapat diturunkan secara autosomal
dominan, autosomal resesive, dan X-linked.
1)
Autosomal dominana) Penyakit Huntington
Penyakit Huntington merupakan contoh korea yang
diturunkan. Penyakit tersebut disebabkan oleh suatu
kelainan genetik, yaitu terdapatnya gen Huntingtin (HTT).
Gen HTT terletak pada lengan pendek kromosom 4, berisi
tiga urutan basa DNA-sitosin-adenin-guanin (CAG) yang
diulang beberapa kali. Jumlah pengulangan CAG
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 12/31
berhubungan dengan onset terjadinya gerakan korea,
semakin banyak pengulangan CAG onset terjadinya korea
semakin cepat. Manusia normal memiliki pengulangan
CAG sebanyak <35, apabila jumlah tersebut >70 kali maka
akan timbul gejala korea pada usia yang lebih muda yaitu
18 tahun.
b) Benign Hereditary Chorea
Penyakit yang terjadi pada anak-anak, tidak berhubungan
dengan gangguan kognitif. Mutasi genetik dapat ditemukan
pada gen untuk faktor transkripsi 1 (TITF-1, NKX2.1).
c) Neuroferritinopathy
Penyakit yang disebabkan oleh mutasi gen untuk rantai
ringan dari feritin, dan merupakan satu-satunya autosomal
dominan neurodegenerasi otak. Onset terjadi pada usia 40-
55 tahun dengan gejala gangguan gerak seperti korea,
distonia dan parkinsonisme.
2) Autosomal resesif
a) Wilson‟s disease5
b) Chorea acanthocytosis
Terjadi pada dewasa muda dengan gejala seperti tik,
perubahan perilaku, gangguan kognitif, berkembang
menjadi korea, parkinsonisme, dan lingual-bucal-dystonia .
Penyakit ini terjadi akibat mutasi VPS13A lokal pada
kromosom 9q21.
3)
X-linkeda) McLeod syndrom
Diagnosis ditegakkan jika terdapat penurunan ekspresi
antigen Kell dan Kx pada eritrosit. Onset terjadi pada laki-
laki dewasa dengan gejala yaitu perubahan perilaku,
gangguan gerak korea, distonia, tics, dan parkinson.
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 13/31
b. Korea sekunder
Sebagian besar gerakan korea yang terjadi pada anak-anak
merupakan akibat dari penyakit lain (sekunder). Penyebab paling
umum gerakan korea pada anak adalah demam akut reumatik.
Penyebab penting lainnya yaitu:
1) Obat-obatan
- Antikolinergik
- Antikonvulsan (fenitoin, karbamazepin, fenobarbital)
- Antidopaminergik(fenotiazine,haloperidol,metoklopramide)
- Antihistamin
- Agonis dopamine
- Lithium
- Kontrasepsi oral
2) Endokrin
- Hipertiroid
- Korea gravidarum
- Hipoparatiroid3) Infeksi
- Pertusis, difteria, varicella
- Chorea‟s Sydenham
- Systemic lupus erythematosus
- Karditis ec bakteri
- Herpes simplex
-
Meningoencephalitis viral4) Vaskular
- Arteriovenous malformation
- Infark atau perdarahan ganglia basalis
5) Metabolik
- Hipokalsemia
- Hipo/hiperglikemia
- Hipomagnesemia
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 14/31
- Hipokalemia
6) Toksin
- Metanol
- Karbonmonoksida
- Mangan
7) Heredodegenerative
- Ataxia-telangiectasia
- Benign hereditary chorea
- Hallervorden spatz disease
- Huntington disease
- Inborn errors of metabolism
- Neuroacanthocytosis
4. Patofisiologi
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular
yang terdiri atas upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron
(LMN). Upper motor neuron adalah neuron yang menyalurkan impuls
motorik secara langsung ke LMN atau melalui interneuronnya.Berdasarkan perbedaan anatomi dan fisiologi kelompok UMN terbagi
menjadi susunan saraf piramidal dan ekstrapiramidal. Susunan piramidal
terdiri dari traktus kortikospinal dan kortikobulbar yang berfungsi untuk
pengaturan gerakan volunter. Susunan ekstrapiramidal merupakan
jaringan saraf yang terdapat pada otak bagian sistem motorik yang
mempengaruhi koordinasi dari gerakan, mengatur refleks, gerakan-
gerakan yang kompleks, dan kontrol postur tubuh.Gerakan motorik yang sempurna memerlukan kerjasama yang
terpadu antara sistem piramidal dan ekstrapiramidal. Sistem piramidal
berfungsi untuk gerakan volunter sedangkan ekstrapiramidal menentukan
landasan untuk dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang
terampil. Apabila terjadi gangguan dalam sistem ekstrapiramidal, maka
umpan balik ke korteks motorik piramidal dan ekstrapiramidal akan
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 15/31
terganggu. Dengan demikian akan bangkit gerakan yang tidak terkendali
sistem ekstrapiramidal berupa gerakan involunter (korea). 1
Dalam melaksanakan gerakan motorik, terdapat 3 jalur sirkuit
untuk pengolahan impuls motorik tersebut, yaitu:
a. Sirkuit pertama
Lintasan sirkuit pertama akan dilalui oleh impuls motorik yang
dicetuskan di area 4 dan 6, kemudian ke inti basal pons, korteks
serebelum, inti dentatus, inti ruber dan inti ventrolateralis, yang pada
akhirnya kembali ke korteks motorik piramidal dan ekstrapiramidal.
b. Sirkuit kedua
Merupakan lintasan yang akan dilalui impuls motorik dari korteks
serebri area 4, 4s, dan 6, menuju ke substansia nigra, putamen,
globus palidus, inti ventrolateralis talami dan kembali ke korteks
motorik piramidal dan ekstrapiramidal area 4, 4s dan 6.
c. Sirkuit ketiga
Impuls motorik dan area 4s dan 8 akan melalui sirkuit menuju ke inti
kaudatus, globus palidus dan inti ventrolateralis talami dan
selanjutnya kembali ke korteks motorik area piramidalis danekstrapiramidalis area 6. Sebagian impuls tersebut akan diteruskan
ke inti Luys sebelum kembali ke korteks yang bersangkutan.
Gangguan pada salah satu jalur sirkuit atau inti ganglia basalis
dan serebelum, akan menyebabkan terjadinya gangguan umpan balik ke
korteks motorik piramidalis dan ekstrapiramidalis. Hal ini disebabkan
karena impuls motorik yang semula dicetuskan di korteks motorik area
tersebut tidak dapat diteruskan melalui jalur sirkuit atau tidak dapatdikelola oleh inti-inti ganglia basalis dan serebelum. Oleh karena itu,
akan bangkit gerakan yang tidak terkendali pada sistem ekstrapiramidalis
berupa gerakan involunter. 2
Gerakan involunter berupa tremor timbul akibat lesi pada
serebelum atau substansia nigra. Gerakan korea muncul akibat lesi di inti
kaudatus dan globus palidus, atetosis muncul jika lesi di bagian luar
putamen dan globus palidus, distonia muncul pada lesi di bagian dalam
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 16/31
putamen dan inti kaudatus, sedangkan hemibalismus muncul jika lesi
terletak di inti Luys.
Gerakan involunter yang muncul akibat lesi difus pada putamen
dan globus palidus disebabkan oleh terganggunya kendali refleks dan
rangsang yang masuk, yang dalam keadaan normal mempengaruhi
putamen dan globus palidus. Gerakan ini disebut sebagai release
phenomenom, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi normal. 5
Gerakan korea muncul dari hasil peningkatan aktivitas
dopaminergik yang ditujukan dari substansia nigra ke striatum,
menyebabkan penurunan proyeksi GABAergik dari striatum ke globus
palidus. Gerakan korea muncul akibat ketidakseimbangan kegiatan
neuron kolinergik dan dopaminergik serta reseptornya.
5. Penegakan Diagnosis
a. Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan kriteria klinis yaitu
gangguan gerakan yang disebabkan oleh disfungsi ganglia basalis.
Gerakan menyentak, cepat, ireguler, tidak dapat diprediksi dan dapat
terjadi pada satu bagian tubuh yang kemudian mengenai bagiantubuh yang lain. Dapat disertai kesulitan makan dan gangguan
berjalan.
b. Pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan adalah:
1) Laboratorium
- Pemeriksaan darah lengkap dan apusan darah tepi
- Elektrolit lengkap
-
Antistreptolisin O- Antideooxyrobonuclease (AntiDNase) B
- Tes fungsi tiroid
- Serum seruloplasmin
- APLAs (lupus antikoagulan, anticardiolipin, anti- β2
glikoprotein 1) 6
2) Tes kultur Streptococcus β hemolyticus grup A
3) Elektrokardiogram
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 17/31
4) Echocardiogram
5) Radiologi
- CT-Scan
- MRI dengan atau tanpa kontras
- Positron Emission Tomography (PET)
6. Gerakan korea pada berbagai penyakit
a. Penyakit Huntington
1) Definisi
Penyakit Huntington adalah kelainan genetik
neurodegeneratif yang mempengaruhi otot koordinasi dan
mengarah ke penurunan kognitif dan masalah psikiatri. Penyakit
Huntington mulai tampak pada usia dewasa, dimana kelainan
berupa pergerakan involunter disebut korea. 9
2) Etiologi
Penyakit Huntington disebabkan oleh kelainan genetik,
yaitu gen yang menyebabkan penyakit ini adalah Huntingtin
(HTT). Huntingtin diekspresikan di semua sel manusia danmamalia, tepatnya di otak dan testis. Fungsi protein HTT sendiri
belum diketahui dengan jelas, tetapi berperan dalam transkripsi,
dan transport intraseluler. Mekanismenya yaitu protein HTT
berinteraksi dengan 100 protein yang lainnya, dan dapat
menyebabkan kerusakan dan mutasi HTT. Mutasi HTT ini
menjadi racun untuk beberapa sel, khususnya sel otak.
Kerusakan biasanya terjadi di bagian striatum, tetapi akanmenyebar ke seluruh daerah otak. Ketika mulai menyebar, akan
muncul gejala-gejala penyakit Huntington. 9
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 18/31
Gambar 2. Penyakit Huntington
Gen HTT terletak pada lengan pendek kromosom 4,
berisi tiga urutan basa DNA-sitosin-adenin-guanin (CAG) yang
diulang beberapa kali.
Gambar 3. Gen HTT pada Penyakit Huntington
CAG adalah kode genetik untuk asam amino
glutamine, bagian dari gen ini dikenal sebagai daerah PolyQ.
Jumlah pengulangan CAG berbeda-beda antara individu,
biasanya antara 10 sampai 26 kali. Seseorang yang terkena
Huntington mengalami pengulangan CAG yang sangat tinggi,
biasanya 40 atau lebih. Hal ini menyebabkan individu mulai
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 19/31
kehilangan keseimbangan, semakin tidak mampu menjaga diri
atau merawat diri dan dapat menyababkan kematian. Gejala
dimulai dengan berkurangnya kemampuan intelektual, diikuti
dengan kaki menyentak-nyentak dan akhirnya menderita depresi
parah, kadang-kadang disertai halusinasi. 10
Penyakit ini disebabkan oleh gen yang rusak dan
diwarisi dari orangtua. Penelitian menunjukkan bahwa ketika
penyakit ini ditransfer dari ibu ke anak, pengulangan CAG
dalam anak tetap sama seperti ibu, namun apabila transfer
berasal dari ayah, pengulangan CAG akan meningkat pada anak.
Gambar 4. Autosomal Dominan pada Penyakit Huntington
3) Gejala klinisGejala penyakit ini dapat timbul pada semua usia,
namun rata-rata terjadi pada usia 35-44 tahun. Gejala fisik awal
yang paling khas adalah gerakan-gerakan yang tidak terkontrol
disebut korea. 10
Pada stadium awal penyakit ini, gerakan abnormal
bercampur dengan gerakan yang sedang dilakukan oleh
penderita sehingga gerakan abnormal tersebut hampir tidak
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 20/31
diperhatikan, namun lama-lama gerakan abnormal ini semakin
jelas. Pada akhirnya gerakan abnormal yang terjadi akan
mempengaruhi seluruh tubuh sehingga hampir tidak mungkin
penderita melakukan kegiatan makan, berpakaian dan bahkan
duduk terdiam.
Perubahan mental pada awalnya samar-samar.
Penderita secara bertahap menjadi mudah tersinggung dan
mudah gembira, mereka bisa kehilangan minat terhadap
aktivitas sehari-harinya. Selanjutnya penderita menjadi tidak
bertanggungjawab dan seringkali bepergian tanpa tujuan yang
pasti. 11
Penderita kehilangan kendali terhadap hasratnya dan
menjadi promiskuitas (melakukan hubungan seksual dengan
siapa saja). Pada tahap selanjutnya, penderita akan kehilangan
ingatan dan kehilangan kemampuannya untuk berfikir secara
rasional, mengalami depresi berat.
Pada stadium lanjut, hampir semua fungsi tubuh
mengalami gangguan dan penderita memerlukan bantuan oranglain untuk melakukan fungsinya. Kematian seringkali dipicu
oleh pneumonia atau karena terjatuh, yang biasanya terjadi 13-
15 tahun setelah timbulnya gejala pertama. 10
4) Perubahan makroskopis dalam otak
Gambar 5. Perubahan makroskopis Otak Penyakit Huntington
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 21/31
Penyakit Huntington mempengaruhi seluruh otak, tapi
daerah-daerah tertentu lebih rentan daripada yang lain. Efek
awal yang paling menonjol adalah bagian dari basalis disebut
neostriatum, yang terdiri dari caudatus dan putamen. Daerah lain
yang terkena termasuk substantia nigra, lapisan 3, 5 dan 6
korteks serebral, hipokampus, purkinje sel dalam otak kecil,
lateral inti yang tuberal hipotalamus dan bagian-bagian di
talamus. Ini area terpengaruh menurut struktur dan jenis neuron
yang terkandung didalamnya. Striatal neuron spiny adalah yang
paling rentan, terutama yang dengan proyeksi menuju pallidus
globus eksternal. Penyakit Huntington juga menyebabkan
peningkatan abnormal astrocytes dan aktivasi dari otak sel imun,
mikroglia.
5) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis, pada CT Scan atau MRI
didapatkan penurunan rasio rata-rata bifrontal terhadap
bicaudatus yang menunjukkan atrofi berat pada nukleuscaudatus dan putamen serta atrofi sedang pada globus palidus,
korteks, substansia nigra, nukleus subtalamikus, dan locus
soerolus. Pada MRI pencitraan T menunjukkan peningkatan
densitas pada putamen. 11
b. Korea Sydenham
1)
DefinisiKorea Sydenham merupakan bentuk paling umum dari
gerakan korea yang terjadi pada masa kanak-kanak, dan
merupakan salah satu kriteria diagnostik utama demam reumatik
akut. Korea Sydenham ditandai dengan gerakan involunter yang
menghilang pada saat tidur, ketidakstabilan emosional, dan
hipotonia. 12
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 22/31
Data epidemiologi menunjukkan 10-30% penderita
demam reumatik akut mengalami gejala korea Sydenham.
Penyakit ini sering terjadi pada anak usia 5-15 tahun, yang
merupakan usia rentan terjadinya demam reumatik akut.
Perempuan memiliki resiko dua kali lebih besar daripada laki-
laki. Manifestasi klinis korea Sydenham muncul beberapa
minggu sampai beberapa bulan setelah infeksi Streptococcus β
hemolyticus grup A. Gerakan korea Sydenham pada penyakit
demam reumatik akut dapat disertai dengan gejala karditis dan
arthritis. 12
2) Etiologi
Korea Sydenham terjadi akibat adanya reaksi autoimun
dari sistem saraf pusat terhadap infeksi Streptococcus β
hemolyticus grup A . Bakteri ini menginduksi antibodi yang
mengadakan reaksi silang dengan antigen sitoplasmik neuron
dari nukleus kaudatus dan subtalamikus, sehingga menghasilkan
antibodi antineuron. Antibodi terhadap Streptococcus β
hemolyticus grup A bereaksi silang dengan sel saraf untukmenghasilkan peradangan di ganglia basalis, mengakibatkan
gerakan involunter korea.
3) Gejala klinis
Korea Sydenham ditandai dengan gerakan involunter
korea, hipotonia, dan ketidakstabilan emosional. Gerakan korea
Sydenham relatif lebih cepat, teratur, dan terkendali. Gejala
memberat pada keadaan stres dan kelelahan sedangkanmenghilang ketika tidur dan istirahat. Korea biasanya simetris,
walaupun dapat mengenai satu sisi tubuh. Gerakan korea cepat,
menyentak, jelas pada muka, batang tubuh dan tungkai distal,
bergerak dari satu kelompok otot ke kelompok otot lainnya. 12
Hipotonia yang terjadi pada korea Sydenham ditandai
dengan kelemahan otot. Hal ini menyebabkan pasien tidak
mampu untuk makan sendiri, menulis, berpakaian, dan berjalan.
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 23/31
Kelemahan ini juga mengenai otot-otot wajah, dimana penderita
mengalami kesulitan untuk menutup mata, menjulurkan dan
memendekkan lidah, meringis pada wajah, dan kesulitan untuk
berbicara (pelo). 13
Tanda khas yang juga terdapat pada korea Sydenham
adalah mengendur dan mengencangkan genggaman tangan
(posisi memeras susu), menjulurkan rentangan tangan dengan
fleksi pergelangan tangan dan ekstensi jari tangan (tangan
korea), lidah tidak dapat dijulurkan keluar lebih dari beberapa
detik (juluran lidah korea), dan tanda pronator yaitu tangan dan
telapak tangan membengkok keluar bila diletakkan di atas
kepala. 12
Gangguan emosi pada penyakit Sydenham yaitu mudah
marah, perubahan mood yang sering dan reaksi emosional yang
berlebihan, menangis yang tidak terkendali, dan mudah bingung.
4) Pemeriksaan penunjang
- Tes serologi antistreptolisisn O dan antiDNase B antibodi
untuk mengetahui infeksi S treptococcus β hemolyticus grup A
- Kultur Streptococcus β hemolyticus grup A
- Elektrokardiogram dan echocardiogram untuk mendeteksi
kelainan jantung reumatik
- Pemeriksaan radiologi menggunakan MRI, untuk melihat
kelainan di daerah ganglia basalis, peningkatan ukuran
nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus
Hasil pemeriksaan penunjang yang didapatkan pada penyakit
korea Sydenham adalah:
- Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan kadar ASTO (Anti Streptolisisn O) dan
antideoxyribonuclease B pada minggu 3-4 setelah
infeksi
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 24/31
Peningkatan sedimentasi eritrosit
Peningkatan C-reactive protein
Pemeriksaan kultur bakteri ditemukan kuman
Streptococcus β hemolyticus grup A
- Pemeriksaan radiologis, pada MRI ditemukan pembesaran
selektif nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus.
- Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) dengan
mengguanakn Fluorine F 18 Fluorodoexyglucose (FDG)
menunjukkan hipermetabolisme striatum yang dapat
kembali normal.
- Temuan patologis primer terdiri dari vaskulitis arteriol
korteks dengan infiltrasi sel bulat pada substansia alba dan
grisea.
5) Terapi
Tujuan umum terapi pada korea Sydenham meliputi:
a) Penanganan infeksi Streptococcus β hemolyticus grup A
Terapi menggunakan antibiotik terbukti efektif. Pemberian penicillin V oral selama 10 hari atau injeksi benzathine
penicillin G efektif untuk pasien dengan atau tanpa gejala.
Pasien yang memiliki alergi terhadap penicillin dapat
menggunakan macrolide erythromycin 4x250 mg/hari selama
10 hari.
b) Terapi profilaksis
Antibiotik profilaksis digunakan untuk pencegahan terjadinyademam reumatik ulang. Obat yang digunakan adalah
erythromycin 250 mg dua kali sehari.
c) Terapi simptomatik
Gejala gangguan gerak korea tidak memiliki pengobatan
yang spesifik, karena merupakan self limiting condition
selama 2-4 bulan. Obat yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi gejala, yaitu dengan:
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 25/31
Neuroleptik (benzodiazepine, antiepilepsi) yang
dikombinasikan dengan terapi suportif yaitu pengendalian
stres. Penggunaan haloperidol (0,01-0,5 mg/kg/hari), untuk
mengurangi efek samping haloperidol digunakan
trihexylphenidil 0,02 mg/kg, diazepam, dan carbamazepin
terbukti efektif untuk mengurangi gejala korea.
Obat antiinflamasi (salisilat dan kortikosteroid), dengan
memberikan aspirin 100 mg/kg/hari terbagi menjadi 4-5
dosis.
7. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Terapi pada gangguan gerak korea hanya bersifat simptomatik
terhadap gejala-gejala yang ditemukan. Obat – obatan yang biasa
digunakan adalah:
1) Antagonis reseptor dopamin
Merupakan obat-obatan neuroleptik, yang paling sering
digunakan adalah haloperidol dan fluphenazine sedangkan yang jarang digunakan adalah risperidone, olanzapine, clozapine, dan
quatiapine. 15
a) Haloperidol
Menenangkan dan menyebabkan tidur pada pasien yang
mengalami eksitasi, efek haloperidol terhadap EEG dapat
memperlambat dan menghambat jumlah gelombang teta,
serta dapat menghambat sistem dopamin danhipotalamus. Haloperidol biasa digunakan untuk
mengobati pergerakan ireguler pada otot-otot muka.
Dosis yang digunakan adalah 0,5-1 mg/hari pada tahap
awal, dan maksimum sebesar 6-8 mg/hari.
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 26/31
b) Fluphenazine
Inhibitor di dopaminergik mesolimbik dan D2 yang
sensitive di dalam otak. Mengakibatkan perangsangan
yang kuat terhadap alfa adrenergik dan antikolinergik.
Dosis awal yang digunakan 0,5-1 mg/ hari dan maksimal
6-8mg/hari.
c) Clozapine
Sebagai neuroleptik atipical, inhibitor norepinephrine,
serotonergik, kolinergik, histamin, dan reseptor dopaminergik.
Dosis yang dipakai 12,5 mg/hari dan ditingkatkan setiap
minggu 50-75 mg.
d) Olanzapine
Inhibitor serotonin, muscarinik, dan dopamine
Dosis yang digunakan 5-10 mg/hari dan maksimal 20 mg/hari.
e) Risperidone
Mengikat reseptor dopamin D2, dapat meningkatkan gejala
negatif dari psikosis dan mencegah timbulnya gejala
ekstrapiramidal. Dosis 0,5-1 mg/hari dan ditingkatkan perlahan 4-6 mg/hari.
2) Agen depleting dopamine
Meningkatkan pemusnahan norepinephrin dan menghambat
sintesis norepinephrin melalui penghambatan ambilan dopamin
oleh vesikel yang juga menyebabkan dopamin dirusak oleh Mono
Amin Oksidase (MAO)
a)
TetrabenazineKerja pada depleting dopamine neuron presinaptik dan
menghambat reseptor dopamine postsinap. Dosis 25 mg/hari
dan dapat ditingkatkan berdasarkan gejala klinis pasien,
maksimum pemberian 100 mg/hari
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 27/31
b) Reserpine
Pengurangan norepinephrine dan epinephrine yang pada
gilirannya menekan fungsi saraf simpatis. Dosis awal
sebesar 0,1 mg/hari dilanjutkan dengan 3 mg/hari.
3) Benzodiazepine
Mengurangi kadar konsentrasi GABA dalam kauda, putamen,
sustansia nigra, dan globus palidus.
a) Clonazepam
Meningkatkan transmisis GABAergik di sistem saraf pusat.
Dosis awal 0,5 mg/hari dan maksimum 4 mg/hari.
b) Diazepam
Pemberian dosis diazepam sebesar 1,25 mg/hari pada tahap
awal dan maksimum pemerian 20 mg/hari
4) Terapi khusus pada korea Sydenham
a) Eliminasi Streptococcus B hemolyticus grup A
Penicilin 500 mg dua kali sehari selama 10 hari, injeksi
benzylpenicillin setiap 28 hari atau penicillinVK 250 mg
sehari dua kali digunakan untuk pencegahankekambuhan demam reumatik akut.
Penicilin profilaksis digunakan untuk pencegahan
kekambuhan demam reumatik akut dan gerakan korea.
b) Terapi imunologi
Terapi imunomodulator untuk memperpendek perjalanan
penyakit dan mencegah komplikasi menggunakan
kortikosteroid, imunoglobulin intravena (IVIGs) dan pertukaran plasma.
c) Pertukaran plasma bertindak dengan menghapus antibodi
antineuronal.
b. Non-farmakologi
1) Psikoterapi
Gerakan korea meningkat pada keadaan cemas, stres, kecapean
dan ketegangan. Oleh karena itu, terapi dapat diberikan dengan
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 28/31
memberikan pemahaman agar hal-hal yang dapat mencetuskan
gerakan tersebut tidak terjadi. Perbaikan mood , menghindari
kecemasan, menghadirkan suasana yang tenang dan santai.
2) Rehabilitasi medik
Dapat dilakukan dengan memberikan terapi fisik, terapi okupasi,
dan terapi wicara.
8. Prognosis
Pada kasus ringan korea, gejala dapat sembuh sendiri namun
juga dapat menjadi persisten seumur hidup. Korea yang disebabkan oleh
infeksi, obat-obatan, endokrin, vaskular, toksin, gejala korea dapat ditekan
dengan terapi simptomatik namun kesembuhan bervariasi sesuai derajat
keparahan. Pada korea yang diturunkan secara genetik dan progresif,
prognosisnya kurang baik.
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 29/31
BAB III
KESIMPULAN
1. Sistem motorik terdiri dari upper motor neuron dan lower motor neuron
2. Korea merupakan istilah untuk gerakan involunter yang menyerupai
gerakan tangan dan lengan seorang penari. Gerakan tersebut tidak
berirama, sifatnya kuat, cepat, tersentak-sentak, dan arah gerakannya cepat
berubah.
3. Korea disebabkan karena gangguan di ganglia basalis dimana kondisi
dopaminergik striatal lebih tinggi daripada kondisi kolinergik striatal,
maka jumlah dopamine di dalam korpus striatum lebih besar dibandingkan
Ach.
4. Klasifikasi korea terdiri dari korea primer dan korea sekunder.
5. Penegakan diagnosis korea terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
6. Prognosis tergantung jenis korea, korea primer memiliki prognosis lebih
buruk dibandingkan dengan korea sekunder.
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 30/31
DAFTAR PUSTAKA
Mardjono, M., Priguna, S. 2009. Neurologi Klinik Dasar. Jakarta: Dian Rakyat
Baehr, M., 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta: EGC
Schlanggar, B. 2005. Chorea: Current Management in Child Neurology. Chorea. 432-435.
Carapetis, J.R., McDonald M., Wilson N. 2005. Acute rheumatic fever. Lancet366: 155 – 168
Cardoso, F. 2010. Sydenham chorea, In: Dale R.C., Vincent A., editors.(eds).Inflammatory and Autoimmune Disorders of the Nervous System inChildren (Clinics in Developmental Medicine, No. 184 – 185), MacKeithPress: London.
Cilliers, A.M. 2006. Rheumatic fever and its management. BMJ 333: 1153 – 1156.
Demiroren, K., Yavuz H., Cam L., Oran B., Karaaslan S., Demiroren S. 2007.Sydenham‟s chorea: a clinical follow-up of 65 patients. J Child Neurol22: 550 – 554.
Ruth, W. 2012. Differential Diagnosis of Chorea. Neurological. 238-290.
Bates, G.P., Harper, P.S., Jones, L. 2002. Huntington’s Disease. 3rd Edition.Oxford.
Piccolo, I., Defanti, C.A., Soliveri, P. 2003. Cause and course in a series of patients with sporadic chorea. J .Neurol. 250: 429-435.
Church, A.J.,Cardoso, F., Dale, R.C., Lees, A.J.,Thompson, E.J, Giovannoni, G.2002. Anti-basal ganglia antibodies in acute and persistent Sydenham’s chorea. Neurology 59: 227-231
Walker, R.H. 2010. Introduction: an approach to the patient with chorea. In:Walker RH, editor. The differential diagnosis of chorea. Oxford: OxfordUniversity Press
Kenney C, Powell S, Jankovic J. 2007. Autopsy- proven Huntington‟s diseasewith29 trinucleotide repeats. Mov Disord. 22:127 – 30.
Rosenblatt, A, Liang, KY, Zhou H. 2006. The association of CAG repeat lengthwith clinical progression in Huntington disease. Neurology. 66:1016 – 20.
8/10/2019 TBR KOREA.docx
http://slidepdf.com/reader/full/tbr-koreadocx 31/31
Wexler NS, Lorimer J, Porter J. 2004. Venezuelan kindreds reveal that geneticand environmental factors modulate Huntington‟s disease age of onset.Proc Natl Acad Sci U S A. 101:3498 – 503.