12
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi 233 TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN UNTUK OPTIMASI PERTANIAN LAHAN KERING FAHMUDDIN AGUS, KASDI SUBAGYONO DAN ELSA SURMAINI Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat ABSTRAK FAHMUDDI AGUS, KASDI SUBAGYONO dan ELSA SURMAINI. 2003. Teknologi Konservasi Air dan Irigasi Suplemen untuk Optimasi Pertanian Lahan Kering. Pertanian lahan kering merupakan komponen penting dalam pertanian Indonesia, tidak saja untuk komoditas tanaman pangan, tetapi juga untuk tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, dan tanaman industri. Selain masalah kesuburan dan degradasi tanah, lahan kering dihadapkan kepada masalah ketidak cukupan air terutama pada musim kemarau atau pada periode kering di musim hujan. Walaupun sekitar 83% dari wilayah Indonesia mempunyai curah hujan rata-rata tahunan lebih dari 2000 mm (dikategorikan sebagai wilayah beriklim basah), namun air yang sebanyak itu belum dikelola secara efisien untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Perpaduan antara teknologi panen air, irigasi suplemen dan konservasi air sangat berpotensi meningkatkan produksi dan keuntungan pertanian bila teknologi ini digunakan pada sistem usahatani dan sosial ekonomi yang tepat. Untuk tanaman pangan semusim, misalnya, indeks panen dapat ditingkatkan dari satu menjadi tiga apabila diterapkan teknologi irigasi suplemen dengan menggunakan air tanah atau air sungai, waduk, danau atau embung. Makalah ini menguraikan tentang kebutuhan air berbagai tanaman, teknologi panen air, sistem irigasi suplemen dan konservasi air. Kata kunci: Konservasi air, irigasi suplemen, lahan kering, indeks panen ABSTRACT FAHMUDDI AGUS, KASDI SUBAGYONO and ELSA SURMAINI. 2003. Water Conservation and Supplemental Irrigation Technologies for Optimizing Upland Agriculture. Upland agricultural system is an important component of agriculture in Indonesia, not only for cereal food crops, but also for horticultural, plantation, and industrial crop production. Besides soil fertility and land degradation problems, the upland agricultural systems are subjected to insufficient water supplies especially during the dry season and during short dry periods in rainy season. Although about 83% of Indonesian land have an average annual rainfall of more than 2000 mm (categorized as humid areas), but that ample amount of water has not been managed in an efficient way to meet crop water requirements. Combined technologies of water harvesting, supplemental irrigation, and water conservation will potentially increase crop production and farm profits when implemented in appropriate farming systems and suitable socio-economic settings. For annual food crops, for instance, harvest index can be increased from one to three when suplemental irrigation system is implemented using ground water, river or lake water, or dam and pond waters. This paper discusses water requirement of several crops, water harvest technology, suplemental irrigation and water conservation. Key words: Water conservation, suplemental irrigation, dry land, harvest index PENDAHULUAN Ketersedian air (lengas) tanah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman pada waktu dan tempat di mana air dibutuhkan merupakan kunci suksesnya pertanian baik pertanian sawah maupun pertanian lahan kering. Dalam pembangunan pertanian lahan kering, sejauh ini perhatian lebih banyak difokuskan kepada perbaikan sifat kimia dan fisik tanah, namun belum banyak perhatian dicurahkan terhadap pengelolaan lengas tanah. Dengan demikian walaupun suatu wilayah

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

233

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN UNTUK OPTIMASI PERTANIAN LAHAN KERING

FAHMUDDIN AGUS, KASDI SUBAGYONO DAN ELSA SURMAINI

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat

ABSTRAK

FAHMUDDI AGUS, KASDI SUBAGYONO dan ELSA SURMAINI. 2003. Teknologi Konservasi Air dan Irigasi Suplemen untuk Optimasi Pertanian Lahan Kering. Pertanian lahan kering merupakan komponen penting dalam pertanian Indonesia, tidak saja untuk komoditas tanaman pangan, tetapi juga untuk tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, dan tanaman industri. Selain masalah kesuburan dan degradasi tanah, lahan kering dihadapkan kepada masalah ketidak cukupan air terutama pada musim kemarau atau pada periode kering di musim hujan. Walaupun sekitar 83% dari wilayah Indonesia mempunyai curah hujan rata-rata tahunan lebih dari 2000 mm (dikategorikan sebagai wilayah beriklim basah), namun air yang sebanyak itu belum dikelola secara efisien untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Perpaduan antara teknologi panen air, irigasi suplemen dan konservasi air sangat berpotensi meningkatkan produksi dan keuntungan pertanian bila teknologi ini digunakan pada sistem usahatani dan sosial ekonomi yang tepat. Untuk tanaman pangan semusim, misalnya, indeks panen dapat ditingkatkan dari satu menjadi tiga apabila diterapkan teknologi irigasi suplemen dengan menggunakan air tanah atau air sungai, waduk, danau atau embung. Makalah ini menguraikan tentang kebutuhan air berbagai tanaman, teknologi panen air, sistem irigasi suplemen dan konservasi air.

Kata kunci: Konservasi air, irigasi suplemen, lahan kering, indeks panen

ABSTRACT

FAHMUDDI AGUS, KASDI SUBAGYONO and ELSA SURMAINI. 2003. Water Conservation and Supplemental Irrigation Technologies for Optimizing Upland Agriculture. Upland agricultural system is an important component of agriculture in Indonesia, not only for cereal food crops, but also for horticultural, plantation, and industrial crop production. Besides soil fertility and land degradation problems, the upland agricultural systems are subjected to insufficient water supplies especially during the dry season and during short dry periods in rainy season. Although about 83% of Indonesian land have an average annual rainfall of more than 2000 mm (categorized as humid areas), but that ample amount of water has not been managed in an efficient way to meet crop water requirements. Combined technologies of water harvesting, supplemental irrigation, and water conservation will potentially increase crop production and farm profits when implemented in appropriate farming systems and suitable socio-economic settings. For annual food crops, for instance, harvest index can be increased from one to three when suplemental irrigation system is implemented using ground water, river or lake water, or dam and pond waters. This paper discusses water requirement of several crops, water harvest technology, suplemental irrigation and water conservation.

Key words: Water conservation, suplemental irrigation, dry land, harvest index

PENDAHULUAN

Ketersedian air (lengas) tanah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman pada waktu dan tempat di mana air dibutuhkan merupakan kunci suksesnya pertanian baik pertanian sawah maupun pertanian lahan kering. Dalam pembangunan pertanian lahan kering, sejauh ini perhatian lebih banyak difokuskan kepada perbaikan sifat kimia dan fisik tanah, namun belum banyak perhatian dicurahkan terhadap pengelolaan lengas tanah. Dengan demikian walaupun suatu wilayah

Page 2: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

234

mempunyai potensi pertanian yang cukup tinggi, usaha pertanian sering dihadapkan kepada resiko kekeringan.

Hujan merupakan sumber utama air tanaman yang jumlahnya berlimpah ruah pada sebagian besar wilayah Indonesia. Hanya sekitar 1% dari 183 juta ha lahan Indonesia mempunyai curah hujan tahunan kurang dari 1000 mm (Tabel 1). Di daerah arid dan semi arid, curah hujan yang jauh lebih rendah dari 1000 mm mampu mendukung pertanian dengan diterapkannya teknologi hemat air dan irigasi lahan kering. Curah hujan sebesar 1000 mm per tahun bila dapat dimanfaatkan secara efisien akan dapat menunjang proses produksi dua musim tanam tanaman semusim dengan asumsi bahwa kebutuhan air secara umum untuk tanaman semusim lahan kering adalah 120 mm per bulan (OLDEMAN et al., 1980). Bahkan sekitar 83% wilayah daratan Indonesia menerima hujan lebih dari 2000 mm, namun sejauh ini potensi yang demikian besar belum dimanfaatkan.

Berdasarkan jumlah dan distribusi hujan, LAS et al. (1991) membagi lahan kering (tadah hujan) menjadi lahan kering beriklim basah dan lahan kering beriklim kering. Lahan kering beriklim basah adalah lahan dengan curah hujan >2000 mm/tahun dengan masa tanam (dengan sistem tadah hujan) >6 bulan sedangkan lahan kering beriklim kering adalah lahan dengan curah hujan <2000 mm/tahun dan masa tanam <6 bulan. Lahan kering beriklim basah umumnya tersebar di Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi bagian tengah, dan wilayah bagian tengah dan selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lahan kering beriklim kering umumnya tersebar di Indonesia bagian timur (Bali, NTB, NTT, sebagian besar Sulawesi bagian tenggara, utara dan selatan, serta pada sedikit wilayah di Sumatera dan Kalimantan.

Tabel 1. Distribusi luas lahan di Indonesia berdasarkan jumlah curah hujan tahunan

Curah hujan tahunan (mm) >5000 3.500−5.000 2.000−3.500 1.000−2.000 <1.000 Pulau

----------------------------% luas -------------------------------- Sumatra 0,8 21,5 71,5 6,2 - Jawa 1,9 12,6 56,0 29,5 - Bali, NTB, NTT - 2,1 16,3 69,6 12,0 Kalimantan - 29,0 66,3 4,7 - Sulawesi - 23,0 66,1 30,9 0,8 Maluku - 1,7 71,9 26,4 Irian Jaya 10,3 33,7 40,3 15,7 Total 2,6 20,5 59,7 16,2 1,0

Sumber: BMG (1994)

Dengan penerapan teknologi panen air, irigasi suplemen, dan konservasi air, masa tanam bisa diperpanjang secara signifikan. Dari suatu penelitian di Lampung, misalnya, panen yang hanya satu kali setahun dengan menggunakan sistem konvensional pertanaman jagung dapat ditingkatkan menjadi menjadi 3 kali dengan penerapan irigasi suplemen (PUSLITBANGTANAK, 2002). Investasi untuk panen air dan irigasi suplemen akan menguntungkan apabila komoditas yang dipilih adalah komoditas bernilai ekonomis tinggi yang terjamin permintaan pasarnya. Makalah ini menguraikan tentang kebutuhan air berbagai tanaman, teknologi panen air, sistem irigasi suplemen dan konservasi air. Selain itu diberikan pula implikasi ekonomis dari penerapan sistem ini.

Page 3: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

235

KEBUTUHAN AIR UNTUK TANAMAN

Tanaman semusim

Salah satu peluang peningkatan produksi tanaman adalah dengan memanfaatkan sumber daya air seoptimal mungkin dengan melakukan analisis agroklimat dikaitkan dengan tanah dan tanaman, sehingga menjadi informasi yang lebih aplikatif untuk menunjang perencanaan masa tanam dan menekan resiko kekeringan (cekaman air). Penentuan periode tanam dapat dilakukan berdasarkan analisis ETR/ETM (evapotranspirasi riil/evapotranspirasi maksimal). ETR/ ETM adalah suatu nilai yang menyatakan indeks kecukupan air tanaman. Tanaman akan tumbuh dengan baik apabila nisbah ETR/ETM mendekati 1, sedangkan batas kritis tanaman adalah 0,65; maksudnya bila ETR/ETM <0.65 akan terjadi penurunan produktivitas.

Ada dua konsep penggunaan analisis ETR/ETM, yaitu: 1) hubungan antara tanaman dan air yang merupakan fungsi linier. Konsep ini pada umumnya relevan digunakan untuk menduga penurunan hasil tanaman karena tanaman mengalami stress yang disebabkan oleh cekaman air (water stress) tanpa memandang pada fase mana cekaman tersebut terjadi dan 2) kekurangan atau cekaman air yang terjadi pada fase kritis tanaman yang mengakibatkan penurunan hasil yang lebih besar dibandingkan apabila kekeringan terjadi pada fase lainnya. Perbandingan antara ETR/ETM disebut sebagai defisit evapotranspirasi relatif (Is).

Is = ETR/ETM

Kebutuhan air maksimum tanaman (ETM) dapat dihitung dengan menggunakan data ETP (evaporasi dari panci Klas A) dan koefisien tanaman (Kc)

ETM = Kc X ETP

Sedangkan kebutuhan air aktual tanaman (ETR) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan EAGELMAN (1971) yang telah dimodifikasi oleh FOREST dan REYNIERS (1986) sebagai berikut:

ETR/ETM=A+B(HR)1+C(HR)2+D(HR)3

dengan: A = -0,050+0,732/ETP; B = 4,97–0,661.ETP; C = -8,57+1,56.ETP; D = 4,35–0,880.ETP; HR = kelembapan relatif tanah = cadangan air dalam tanah/air tersedia

dimana: Cadangan air tanah = curah hujan + cadangan akhir + irigasi + air yang tergenang; Kandungan air tersedia (available water) = kedalaman perakaran x pori total air tersedia; Pori total air tersedia = (kadar lengas tanah pada pF 2,54 - kadar lengas tanah pada pF 4,2) x Berat isi

Karena hasil tanaman dipengaruhi oleh nisbah ETR/ETM, maka peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan memilih masa tanam yang terbaik dengan cara mengantisipasi/menghindari semaksimal mungkin terjadinya cekaman air selama pertumbuhan tanaman terutama pada periode kritis dan/atau dengan menerapkan teknik irigasi.

Penentuan koefisien tanaman, Kc, dalam hubungan-nya dengan ETR dan ETM memerlukan penelitian yang cukup intensif. Untuk menyederhanakannya, sejumlah peneliti telah menghitung berapa jumlah kebutuhan air setiap fasenya untuk berbagai jenis tanaman. Tabel 2 adalah salah satu contoh perkiraan kebutuhan air harian untuk beberapa jenis tanaman. Dari tabel tersebut dan

Page 4: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

236

berdasarkan data curah hujan akan dapat diperhitungkan berapa volume irigasi suplemen yang diperlukan.

Kebutuhan air dan fase kritis berbeda untuk setiap tanaman. Misalnya tanaman kentang yang memerlukan 500-700 mm air selama pertumbuhan, fase kritisnya terjadi pada masa pembentukan umbi (umur 101 sampai 120 hari). Tanaman tomat membutuhkan air sebesar 400-600 mm dan fase kritisnya terjadi pada fase pembungaan (umur 51 sampai 80 hari). Tanaman tembakau memerlukan air sebesar 400-600 mm dan fase kritis terjadi pada fase vegetatif. Sedangkan tanaman tebu yang berumur 12 bulan membutuhan air sebesar 1500-2500 mm dan sensitif terhadap kekeringan pada fase pembentukan tunas dan vegetatif.

Tanaman tahunan

Berbeda dengan tanaman semusim, tanaman tahunan (terutama buah-buahan) hanya mengalami masa kritis selama beberapa bulan sesudah penanaman karena pada waktu tersebut akar tanaman masih pendek sehingga tidak mampu menyerap cadangan air tanah. Masalah kekritisan air ini dapat diatasi dengan penanaman pada awal musim hujan, namun kalau penanaman terlambat, atau jika terjadi kemarau yang ekstrim, maka diperlukan tindakan konservasi air seperti penggunaan mulsa dan irigasi suplemen, misalnya irigasi tetes seperti akan diuraikan lebih lanjut.

Dengan mengetahui kebutuhan air harian dan dengan pencatatan curah hujan harian akan dapat diperkirakan kebutuhan air irigasi suplemen untuk mengatasi kekurangan air.

Tabel 2. Kebutuhan air (KA) dan umur tanaman (UT) untuk setiap fase fenologi beberapa jenis tanaman

Kebutuhan air (mm) dan umur tanaman setiap fase (hari) Jenis tanaman Tunas Vegetatif Pembungaan Pembtk buah/

umbi Pematangan

Kentang KA (mm/hari) 2,8 4,6 5,5 5,0 5,0 UT (hari) 0-25 26-60 61-100 101-130 131-140 Tomat KA (mm/hari) 2,6 4,1 6,2 4,7 3,1 UT (hari) 0-30 31-50 51-80 81-100 101-120 Tembakau KA (mm/hari) 1,6 3,2 4,4 4,0 3,2 UT (hari) 0-10 11-40 41-70 71-110 111-140 Tebu KA (mm/hari) 2,8 5,5 6,6 4,4 3,3 UT (hari) 0-30 31-120 121-300 301-330 331-360 Jagung KA (mm/hari) 2,8 5,6 7,7 6,3 4,1 UT (hari) 0-20 21-50 51-65 66-105 106-120 Kacang tanah KA (mm/hari) 3,4 5,4 6,7 5,4 4,0 UT (hari) 0-15 16-45 46-80 81-110 111-120 Kedelai KA (mm/hari) 1,5 4,7 6,5 4,7 4,1 UT (hari) 0-20 21-55 56-100 101-110 111-120

Sumber: Data diolah dari DORENBOOS dan KASSAM (1979)

Page 5: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

237

TEKNOLOGI PANEN AIR

Dengan tidak meratanya curah hujan, kelebihan air pada musim hujan dapat dipanen untuk didistribusikan pada musim kemarau. Selain dapat meningkatkan indeks panen, teknologi panen hujan dan aliran permukaan juga dapat mengurangi resiko banjir pada musim hujan.

Berbagai teknik telah dicoba untuk menampung air hujan untuk disimpan di dalam zone perakaran atau ditampung sementara sebagai air permukaan untuk didistribusikan kembali pada musim kemarau. Pada daerah arid dan semi arid banyak dipraktekkan teknik modifikasi micro relief seperti pematang setengah lingkaran (half moon cressent dykes) (Gambar 1) untuk tanaman tahunan, rorak (dead-end trenches atau sediment pits) (Gambar 2), sistem gulud menurut kontur, sistem gulud berblok (tied ridging atau boxed ridges), pengolahan tanah berzone (zoned tillage) dan lain-lain. WIYO et al. (2000) dari penelitian mereka di Malawi mengemukakan bahwa tied ridging memberikan manfaat untuk tanaman jagung apabila curah hujan berkisar antara 500 sampai 900 mm per tahun. Bila curah hujan tahunan <500 mm, jumlah air tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman jagung sehingga tanaman jagung tidak cocok lagi ditanam.

Gambar 1. Pematang bulan sabit (Crescent dike) salah satu cara panen air untuk tanaman tahunan pada daerah beriklim kering

Gambar 2. Saluran resapan dan rorak pada sistem teras gulud

Page 6: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

238

Untuk meningkatkan indeks panen, tied ridging dapat dibuat pada akhir musim hujan sehingga meningkatkan cadangan air tanah untuk musim kemarau. Pada umumnya tied ridging memberikan manfaat apabila curah hujan berada di bawah normal dan tanah bertekstur halus.

Berbagai penelitian di Indonesia telah mencoba sistem pembuatan embung atau kedung seperti diterangkan misalnya oleh IRAWAN et al. (1999). IRIANTO (pers. comm) mengusulkan teknik channel reservoir (dam parit), maksudnya suatu saluran air atau parit dibendung untuk mengumpulkan air untuk dapat mengairi lahan di sekitarnya. Dewasa ini jarang ditemukan laporan hasil penelitian yang secara komprehensif memberikan analisis kemampuan embung dan dam parit dalam menyediakan air pada musim kemarau. Selain itu sangat jarang literatur yang memberikan analisis ekonomi yang komprehensif tentang penggunaan dan keuntungan pembuatan embung. Aspek ini merupakan kebutuhan penelitian yang mendesak.

TEKNOLOGI IRIGASI SUPLEMEN

Jumlah hari kering berturut-turut selama musim tanam merupakan indikator yang berguna dalam menentukan apakah tanaman akan mengalami cekaman air atau tidak. Periode tanpa hujan selama 7 hari atau lebih dapat menyebabkan terganggunya tanaman terutama pada awal pertumbuhan tanaman yang akarnya hanya terbatas pada beberapa sentimeter di lapisan permukaan tanah.

Jumlah air irigasi yang diberikan ditetapkan berdasarkan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah memegang air, serta sarana irigasi yang tersedia. Kemampuan tanah memegang air perlu diperhitungkan, karena pemberian air yang berlebihan hingga melebihi kemampuan tanah memegang air, menyebabkan air akan dialirkan sebagai aliran permukaan atau bergerak ke lapisan tanah yang lebih dalam melalui perkolasi. Tanah yang bertekstur halus dan berstruktur remah akan lebih mampu menahan air sesudah pori aerasinya kosong dari air, dan tanah liat berat menyimpan lebih banyak air, namun sulit melepaskannya untuk tanaman. Skema pelepasan air tanah (soil moisture release curve) untuk tanah bertekstur liat berat, tanah bertekstur sedang, liat sampai lempung, dan tanah bertekstur pasir diberikan pada Gambar 3. Tanah yang cukup porous ditandai dengan besarnya (18-23%) pori air tersedia yaitu selisih kadar air tanah (% volume) pada kondisi kapasitas lapang dan titik layu permanen.

Ada dua aspek penting dalam irigasi suplemen yaitu (1) jumlah air yang diberikan, dan (2) periode pemberiannya. Jumlah air yang diberikan didasarkan pada beberapa skenario yang telah dicobakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air irigasi <20 mm tiap 5 hari pada musim kemarau, belum mampu mengimbangi kehilangan dan penggunaan air oleh tanaman sehingga akan mengakibatkan terjadinya cekaman air pada tanaman. Sebaliknya apabila diberikan air irigasi >20 mm/hari akan terjadi pemborosan dan penjenuhan tanah serta peningkatan aliran permukaan. Pemberian air irigasi sejumlah 20 mm/hari dengan periode waktu 5 harian (pemberian dilakukan satu kali dalam 5 hari) merupakan pilihan yang terbaik (IRIANTO, 2000). PARTOWIJOTO et al. (1998) meneliti kebutuhan air dan frekuensi irigasi untuk beberapa jenis tanaman dan beberapa jenis tanah. Pada umumnya varietas tanaman dengan potensi hasil yang tinggi memerlukan air dengan jumlah yang lebih besar pula.

Sistem irigasi moderen dapat dibagi atas 5 kategori yaitu a) irigasi permukaan, b) irigasi sprinkle, c) irigasi mikro (tetes = trickle), d) irigasi sub-irrigation, dan e) irigasi hybrid (transisi antara dua atau lebih sistem) (KRUSE et al., 1990).

Page 7: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

239

Tegangan air tanah pF

Kad

ar a

ir (%

vol

ume)

Tanah berpasir

0.25

0.50

150

Tanah

0.25

0.50

150

Tanah liat

Gambar 3. Skema kurva pelepasan air tanah (soil moisture release curve) untuk tanah berstruktur masif (liat berat), tanah liat bertekstur remah, dan tanah berpasir

Irigasi permukaan (surface irrigation)

Sistem ini cocok digunakan pada tanah yang bertekstur halus sampai sedang. Untuk tanah bertekstur kasar akan sulit menerapkan sistem ini karena air akan hilang pada saluran.

Penggenangan (flooding)

Sistem ini diberlakukan pada tanah yang relatif datar. Air dikucurkan pada suatu titik yang relatif tinggi, dan dari sana air menggenangi permukaan tanah untuk beberapa waktu. Apabila ladang cukup luas, akan ada kecenderungan tidak meratanya distribusi air. Untuk mengatasi hal ini pengucuran air dilakukan pada berbagai titik pada parit-parit yang sejajar, artinya ladang dibagi menjadi bagian yang lebih kecil yang dibatasi oleh parit-parit dan genangan air melalui parit ini menyebabkan penyebaran air lebih seragam. Untuk lebih meratakan lagi penyebaran air, dapat dibantu dengan pembuatan parit kecil tambahan dengan cangkul atau sekop.

Penggunaan gulud pembatas (border dyke)

Guludan sejajar lereng dibuat pada bagian-bagian ladang yang lerengnya curam. Air dialirkan pada lereng atas. Untuk mengairi tanaman dengan sistem pertanaman menurut strip searah kontur dan jarak tanamnya dalam baris cukup rapat, air dapat menyebar relatif rata.

Sistem guludan (graded furrow)

Sistem ini biasanya digunakan untuk tanaman semusim dan beberapa tanaman tahunan. Air dialirkan dari pipa atau dari bagian yang lebih tinggi dari setiap ujung saluran gulud dan akan

Page 8: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

240

mengairi melalui saluran gulud. Untuk lahan yang relatif datar, guludan ditata menurut arah lereng supaya air mudah mengalir dari ujung atas sampai ke ujung bawah saluran gulud. Jika lahan berlereng agak curam guludan dan salurannya dapat dibuat membentuk sudut dengan kontur. Agar air dapat mengalir ke seluruh saluran gulud, aliran harus cukup besar dan kelebihan air pada ujung bawah saluran gulud dapat ditampung dan didistribusikan kembali.

Gulud kecil (corrugation)

Salah satu sistem yang menyerupai sistem guludan adalah sistem korugasi (corrugation) yaitu sistem gulud kecil yang digunakan untuk tanaman yang barisannya rapat. Gulud-gulud kecil ini membantu penyebaran air agar lebih merata dan mengurangi terjadinya erosi karena volume air yang dialirkan relatif rendah.

Sistem tampungan berpematang (level basin) yaitu sistem yang menyerupai sistem sawah dimana areal pertanaman dibuat rata dan di sekelilingnya dilengkapai dengan pematang penahan air. Air dalam jumlah yang sudah diperhitungkan sebelumnya dialirkan melaui pipa ke dalam setiap petakan. Pada saat penggenangan air dengan sendirinya akan terdistribusi mengisi pori tanah pada petakan.

Sistem sprinkler (sprinkler irrigation)

Pada sistem ini air disebarkan ke tanah dengan menggunakan sistem tekanan/pompa. Sistem ini merupakan suatu usaha membuat hujan buatan. Besar butiran air, keseragaman dan sebagainya ditentukan sekali oleh rancangan alat. Sistem ini ada yang tetap berada pada suatu tempat (set system) pada tanah sehingga satu sistem mengairi areal yang sama di sekelilingnya. Ada pula sistem yang disebut dengan mobile system, dimana sprinkler senantiasa dipindahkan dengan mobil atau dengan tenaga manusia dari satu tempat ke tempat lain. Gambar 4 memberikan skema sistem sprinkler mikro (micro-sprinkler system).

Gambar 4. Sistem sprinkler mikro

Page 9: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

241

Irigasi mikro

Irigasi mikro adalah sistem irigasi seperti drip/trickle, irigasi subsurface (pemberian air melalui pipa-pipa di bawah tanah), bubbler, dan sistem semprotan (spray) (ASEA, 1988). Penggunaan kendi tanah liat adalah salah satu bentuk irigasi mikro subsurface (Gambar 5).

Gambar 5. Skema penggunaan irigasi mikro bawah tanah dengan kendi tanah liat

Subirrigation system

Sistem ini menyediakan air untuk tanaman dengan pengaturan tinggi muka air tanah yang menyebabkan terisinya pori tanah misalnya dengan mengatur tinggi air pada saluran irigasi. Sistem ini berbeda dengan subsurface irrigation yang merupakan salah satu bentuk dari micro irrigation. Sistem ini menyebabkan evaporasi meningkat dan untuk tanah yang tinggi kadar garamnya, akan terjadi penumpukan garam di permukaan tanah. Adanya lapisan impermeable atau muka air tanah alami yang relatif dangkal merupakan persyaratan subirrigation supaya kehilangan air melalui perkolasi tidak terlalu besar. Subirrigation system biasanya dikombinasikan dengan sistem drainase dan dengan perpaduan ini biaya akan dapat ditekan.

KONSERVASI AIR

Konservasi air adalah suatu upaya peningkatan cadangan air pada zona perakaran tanaman melalui pengendalian air aliran permukaan (runoff) dengan cara pemanenan air aliran permukaan, peningkatan infiltrasi dan mengurangi evaporasi. Ada dua pendekatan yang dapat ditempuh untuk mengefisienkan penggunaan air yaitu melalui pemilihan tanaman yang sesuai dengan keadaan iklim dan melalui teknik konservasi air.

Pemilihan tanaman menurut keadaan iklim

Cara konvensional, dan mungkin yang paling ekonomis dalam konservasi air adalah melalui pemilihan tanaman yang sesuai dengan iklim setempat. Tanaman yang memerlukan air dalam

Page 10: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

242

jumlah banyak hanya ditanam pada lokasi yang tinggi curah hujannya dan pada wilayah dengan curah hujan rendah dipilih tanaman yang hemat air atau sedikit konsumsi airnya.

Konservasi air

Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk konservasi air antara lain adalah dengan penggunaan mulsa, pembuatan gulud, dan teknik tanpa olah tanah.

Penggunaan mulsa

Mulsa berupa sisa tanaman yang ditambahkan pada permukaan tanah dapat mengurangi peningkatan suhu, sehingga menguragi evaporasi pada siang hari. Mulsa di permukaan tanah akan membentuk penghambat yang menghalangi udara di permukaan tanah bergerak secara bebas. Pada malam hari mulsa dapat mencegah pelepasan panas sehingga suhu minimum dapat lebih tinggi dan melindungi tanaman dari bahaya frost di dataran tinggi.

Gulud

Penerapan gulud yang memotong lereng merupakan tindakan konservasi tanah dan air yang dapat meningkatkan kadar air tanah. Pembuatan gulud pada tanah Inceptisol di Nusa Tenggara Barat yang beriklim kering (curah hujan=1200 mm/tahun), dapat meningkatkan kadar air tanah dibandingkan dengan pada lahan tanpa gulud. Hal ini disebabkan oleh gulud dapat menahan air aliran permukaan cukup lama sehingga memberikan peluang infiltrasi lebih besar. Air yang terinfiltrasi meningkatkan cadangan air pada profil tanah dan air tersebut dapat digunakan oleh tanaman untuk proses transpirasi.

Teknik tanpa olah tanah

Tanpa olah tanah merupakan tindakan konservasi air yang dapat diterapkan pada kondisi tanah yang tidak terlalu padat. Tanpa olah tanah pada dasarnya adalah sistem pengolahan tanah minimum dengan tambahan mulsa bekas tanaman sebelumnya. Sisa tanaman tersebut merupakan tambahan bahan organik tanah yang juga berfungsi mengurangi kerusakan agregat tanah dari pukulan hujan sehingga infiltrasi menjadi tetap baik. Pelapukan akar tanaman pada sistem tanpa olah tanah akan membantu pembentukan pori makro atau pipa tanah yang selanjutnya bermanfaat untuk peningkatan cadangan air tanah.

ASPEK EKONOMI DARI IRIGASI

Irigasi tidak bisa berdiri sendiri dan hanya akan efektif apabila disertai dengan pemupukan yang cukup dan berimbang, penggunaan varietas unggul, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Sistem irigasi dan fasilitas yang baik tidak menjamin tercapainya profitabilitas yang optimum. Banyak kondisi sosial ekonomi yang perlu dibangun secara bersamaan apabila teknologi irigasi lahan kering akan diterapkan. Banyak kondisi sosial ekonomi yang perlu dibangun secara bersamaan apabila teknologi irigasi lahan kering akan diterapkan. Kondisi sosial menyangkut kesadaran (awarenses) petani dalam konservasi air dan melindungi sumber-sumber air yang bisa

Page 11: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

243

dimanfaatkan untuk irigasi. Kesadaran untuk mengintegrasikan antara konservasi air dengan pemanfaatannya melalui irigasi sangat perlu ditanamkan kepada petani. Dengan meningkatkan ketersediaan air untuk irigasi, petani akan mampu meningkatkan indeks pertanaman (IP) dan berdampak pada peningkatan pendapatannya. Dari aspek modal untuk membangun sistem irigasi petani tergolong tidak mampu. Oleh karena itu fasilitasi penyediaan kredit kepada kelompok tani akan sangat membantu petani dan semakin meringankan petani jika pemerintah memberikan subsidi untuk upaya tersebut. Perlu perlakuan yang sama antara petani lahan kering dengan petani di lahan basah. Di lahan basah, pemerintah menyediakan jaringan irigasi dan sumber air untuk irigasi lahan sawah. Di lahan keringpun fasilitas ini juga diperlukan petani. Akses pasar untuk hasil pertanian khususnya komoditas yang dikembangkan dengan sistem irigasi sangat diperlukan. Untuk itu sangat prospektif kalau dikembangkan tanaman bernilai ekonomi tinggi seprti tanaman hortikultura.

Pada umumnya penerapan irigasi pada lahan kering akan memerlukan investasi awal yang besar. Untuk rata-rata petani Indonesia yang bermodal kecil, malahan banyak yang subsisten, penerapan irigasi suplemen untuk lahan kering mungkin akan sulit. Namun beberapa petani di Sungai Seputih, Lampung Tengah mengairi tanaman jagung dengan menggunakan pompa air tanah sewaan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pompa memberikan keuntungan ekonomis. Di Lampung Tengah beberapa petani bermodal besar memiliki sendiri pompa air dan pipa-pipa irigasi untuk mengairi tanaman semangka. Ini merupakan indikator bahwa sistem pertanian (tanaman hortikultura) menguntungkan apabila dilengkapi dengan sistem irigasi suplemen. Di dataran tinggi Dieng, cukup banyak petani sayuran yang menerapkan sistem irigasi sprinkler secara swadaya.

Pada umumnya penggunaan teknologi irigasi pada lahan kering layak secara ekonomi untuk komoditas tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Bahkan pada musim kemarau penerapan teknologi ini lebih unggul karena penyakit tanaman (tanaman sayur-sayuran) relatif lebih rendah dan harga jual produk lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

ASEA (AMERICAN SOCIETY OF AGRICULTURAL ENGINEERING). 1988. Design and installation of microirrigation system. p. 536-539. In Standards 1988. EP405, ASEA, St. Joseph, MI.

BMG (BADAN METEOROLOGI dan GEOFISIKA). 1994. Rainfall types in Indonesia. BMG, Jakarta.

DORENBOOS, A.H. and KASSAM. 1979. Response to Water. FAO Drainage and Irrigation Paper No. 33. Rome.

FOREST, F. and F.N. REYNIERS. 1986. Proposal for the classification of agroclimatic situations of upland rice in term of water balance. Progress in upland rice research. IRRI Los Banos.

IRAWAN, B. HAFIF dan SUWARDJO. 1999. Prospek penggunaan embung untuk meningkatkan produksi pangan dan pendapatan petani: Studi kasus di desa Selopamioro, Bantu, Yogyakarta. Dalam Proceeding The National Seminar on Land Resource, Bogor 9-11 Feb. 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. pp. 21-38.

IRIANTO, G. 2000. Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian Lahan Kering, Penanggulangan Banjir dan Kekeringan. Berita Biologi, Volume 5, No. 1, April 2000.

KRUSE, E.G., D.A. BUCKS and R.D. VON BERNUTH. 1990. Comparison of irrigation systems. In: Irrigation of Agricultural Crops. B.A. STEWART and D.R. NIELSEN (Eds). Agronomy 30. American Society of Agronomy, Madison, WI. pp. 475-508.

LAS, I., A.K. MAKARIM, A. HIDAYAT., A.K. KARAMA dan I. MANWAN. 1991. Peta Agroekologi Utama Tanaman Pangan di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Page 12: TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/probklu03-23.pdf · TEKNOLOGI KONSERVASI AIR DAN IRIGASI SUPLEMEN ... air tanah atau

Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi

244

OLDEMAN, L.R., I. LAS and MULADI. 1980. The agroclimatic maps of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya and Bali, West and East Nusa Tenggara. Contributions No. 60, Central Research Institute for Agriculture, Bogor, 32 p.

PARTOWIJOTO, A., A.N. HUSEIN and S. HARTADJI. 1998. Optimum irrigation interval and water requirements of secondary crops. In: Proceedings of the Tenth Afro-Asian Regional Conference on Water and Land Resource Development and Management for Sustainable Use. A. PARTOWIJOTO and A.T.M. SITOMPUL (Eds). INACID, Jakarta, Indonesia. pp. A.29.1-A.29.12 Vol. II-A

PULITBANG TANAH dan AGROKLIMAT. 2002. Laporan Bulanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

WIYO, K.A., Z.M. KASUMEKERA and J. FEYEN. 2000. Effect of tied ridging on soil water status of maize crop under Malawi conditions. Agricultural Water Management 45: 101-125.

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Pada hal 242 dinyatakan bahwa banyak kondisi sosial ekonomi yang perlu dibangun. Dapatkah diidentifikasi apa saja kondisi sosial ekonomi tersebut?

Jawaban:

1. Banyak kondisi sosial ekonomi yang perlu dibangun secara bersamaan apabila teknologi irigasi lahan kering akan diterapkan. Kondisi sosial menyangkut kesadaran (awarenses) petani dalam konservasi air dan melindungi sumber-sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk irigasi. Kesadaran untuk mengintegrasikan antara konservasi air dengan pemanfaatannya melalui irigasi sangat perlu ditanamkan kepada petani. Dengan meningkatkan ketersediaan air untuk irigasi, petani akan mampu meningkatkan indeks pertanaman (IP) dan berdampak pada peningkatan pendapatannya. Dari aspek modal untuk membangun sistem irigasi petani tergolong tidak mampu. Oleh karena itu fasilitasi penyediaan kredit kepada kelompok tani akan sangat membantu petani dan semakin meringankan petani jika pemerintah memberikan subsidi untuk upaya tersebut. Perlu perlakuan yang sama antara petani lahan kering dengan petani di lahan basah. Di lahan basah, pemerintah menyediakan jaringan irigasi dan sumber air untuk irigasi lahan sawah. Di lahan kering pun fasilitas ini juga diperlukan petani. Akses pasar untuk hasil pertanian khususnya komoditas yang dikembangkan dengan sistem irigasi sangat diperlukan. Untuk itu sangat prospektif kalau dikembangkan tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti tanaman hortikultura.