12
1 Seminar Nasional “THE ROLE OF MACHINE TOOLS AND MANUFACTURING TECHNOLOGY FOR ENGINEERING INDUSTRY IN ECONOMIC DEVELOPMENT”, Universitas Pancasila Fakultas Teknik, 10 Oktober 2000. TEKNOLOGI MANUFAKTUR SEBAGAI FAKTOR DASAR PENGEMBANGAN KEUNGGULAN KOMPETITIF BAGI INDUSTRI Yatna Yuwana Martawirya Laboratorium Teknik Produksi, Jurusan Teknik Mesin, FTI - ITB Telp. (022) 250 0933, Fax. (022) 250 0933 E-mail: [email protected] Ringkasan Makalah ini membahas tentang teknologi manufaktur sebagai faktor dasar pengembangan keunggulan kompetitif bagi industri. Pembahasan dilakukan dengan pertama-tama meninjau perkembangan teknologi manufaktur dilihat dari perkembangan peralatan produksi, serta tuntutan keahlian operator berdasarkan perkembangan tersebut. Selanjutnya dibuat gambaran arah perkembangan teknologi manufaktur terutama dalam hal otomasi sistem manufaktur. Kemudian dibahas tentang otomasi sistem manufaktur dengan tinjauan dibatasi pada kegiatan penelitian yang dilakukan di laboratorium Teknik Produksi ITB. Pada bagian terakhir makalah ini dinyatakan pentingnya berperan serta dalam pengembangan teknologi manufaktur, penguasaan berbagai bidang ilmu yang terkait dan kemampuan mengintegrasikannya, sifat modularitas sistem yang dikembangkan, dan standarisai informasi pada pemodelan produk. Abstract This paper deals to the manufacturing technology as a basic factor in the development of competitiveness leading of industries. The discussion carried out firstly by viewing the development in the manufacturing technology based on the view point of the development of production equipment and the required of operators skill. Then the illustration of the trend of development of manufacturing technology mainly in the manufacturing system automation is carried out. At the next step, manufacturing system automatons that have constrain on the research activities at the laboratory of Production Technology ITB are discussed. The last part of this paper contains the importance to enrol in the manufacturing technology development, understanding of supporting disciplines and ability to integrate of these, modularity of developing system, and standardization in information of the product modeling. 1 PENDAHULUAN Dengan adanya perubahan iklim yang sangat dinamik di dunia usaha/bisnis, menyebabkan semakin sulit bagi industri agar tetap dapat kompetitif. Permintaan customer selalu berubah, teknologi terus berkembang, dan faktor-faktor pendorong keunggulan kompetitif juga berubah. Secara umum yang dimaksud dengan keunggulan kompetitif pada industri manufaktur adalah keunggulan yang tidak tergantung pada faktor-faktor komparatif seperti jumlah karyawan, jumlah mesin yang dimiliki, luas area pabrik dan sebagainya. Usaha peningkatan keunggulan kompetitif dapat dilakukan dengan peningkatan produktifitas, dan peningkatan penguasaan teknologi manufaktur termasuk peningkatan penguasaan teknologi sistem informasi produksi. Produktivitas adalah suatu nilai perbandingan antara keluaran terhadap masukan, atau perbandingan nilai yang dihasilkan terhadap nilai investasi. Menurut yang terakhir ini produktivitas dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara performans dalam hal kualitas, biaya, deliveri, keselamatan, dan moral kerja terhadap nilai investasi manusia, mesin, material, metoda, dan pengukuran[1]. Makalah ini tidak membahas lebih mendalam tentang peningkatan produktivitas karena hal ini akan lebih banyak menekankan pada masalah manajemen produksi.

TEKNOLOGI MANUFAKTUR SEBAGAI FAKTOR DASAR … · peralatan produksi, serta tuntutan keahlian operator berdasarkan perkembangan tersebut. Selanjutnya dibuat gambaran arah perkembangan

  • Upload
    dothuy

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1Seminar Nasional “THE ROLE OF MACHINE TOOLS AND MANUFACTURING TECHNOLOGY FOR ENGINEERINGINDUSTRY IN ECONOMIC DEVELOPMENT”, Universitas Pancasila Fakultas Teknik, 10 Oktober 2000.

TEKNOLOGI MANUFAKTUR SEBAGAI FAKTOR DASAR

PENGEMBANGAN KEUNGGULAN KOMPETITIF

BAGI INDUSTRI

Yatna Yuwana Martawirya

Laboratorium Teknik Produksi, Jurusan Teknik Mesin, FTI - ITBTelp. (022) 250 0933, Fax. (022) 250 0933

E-mail: [email protected]

Ringkasan

Makalah ini membahas tentang teknologi manufaktur sebagai faktor dasar

pengembangan keunggulan kompetitif bagi industri. Pembahasan dilakukan dengan

pertama-tama meninjau perkembangan teknologi manufaktur dilihat dari perkembangan

peralatan produksi, serta tuntutan keahlian operator berdasarkan perkembangan

tersebut. Selanjutnya dibuat gambaran arah perkembangan teknologi manufaktur

terutama dalam hal otomasi sistem manufaktur. Kemudian dibahas tentang otomasi

sistem manufaktur dengan tinjauan dibatasi pada kegiatan penelitian yang dilakukan di

laboratorium Teknik Produksi ITB. Pada bagian terakhir makalah ini dinyatakan

pentingnya berperan serta dalam pengembangan teknologi manufaktur, penguasaan

berbagai bidang ilmu yang terkait dan kemampuan mengintegrasikannya, sifat

modularitas sistem yang dikembangkan, dan standarisai informasi pada pemodelan

produk.

Abstract

This paper deals to the manufacturing technology as a basic factor in the development

of competitiveness leading of industries. The discussion carried out firstly by viewing the

development in the manufacturing technology based on the view point of the

development of production equipment and the required of operators skill. Then the

illustration of the trend of development of manufacturing technology mainly in the

manufacturing system automation is carried out. At the next step, manufacturing system

automatons that have constrain on the research activities at the laboratory of Production

Technology ITB are discussed. The last part of this paper contains the importance to

enrol in the manufacturing technology development, understanding of supporting

disciplines and ability to integrate of these, modularity of developing system, and

standardization in information of the product modeling.

1 PENDAHULUAN

Dengan adanya perubahan iklim yang sangat dinamik di dunia usaha/bisnis, menyebabkan semakin sulit

bagi industri agar tetap dapat kompetitif. Permintaan customer selalu berubah, teknologi terus

berkembang, dan faktor-faktor pendorong keunggulan kompetitif juga berubah. Secara umum yang

dimaksud dengan keunggulan kompetitif pada industri manufaktur adalah keunggulan yang tidak

tergantung pada faktor-faktor komparatif seperti jumlah karyawan, jumlah mesin yang dimiliki, luas area

pabrik dan sebagainya. Usaha peningkatan keunggulan kompetitif dapat dilakukan dengan peningkatan

produktifitas, dan peningkatan penguasaan teknologi manufaktur termasuk peningkatan penguasaan

teknologi sistem informasi produksi.

Produktivitas adalah suatu nilai perbandingan antara keluaran terhadap masukan, atau perbandingan nilai

yang dihasilkan terhadap nilai investasi. Menurut yang terakhir ini produktivitas dapat dinyatakan sebagai

perbandingan antara performans dalam hal kualitas, biaya, deliveri, keselamatan, dan moral kerja

terhadap nilai investasi manusia, mesin, material, metoda, dan pengukuran[1]. Makalah ini tidak

membahas lebih mendalam tentang peningkatan produktivitas karena hal ini akan lebih banyak

menekankan pada masalah manajemen produksi.

2

Gambar 2.1 Perkembangan konstruksi mesin bubut

Makalah ini lebih memfokus pada peningkatan penguasaan teknologi manufaktur terutama membahas

tentang penerapan strategi bottom up dalam otomasi sistem manufaktur.

2 PENINGKATAN PENGUASAAN TEKNOLOGI MANUFAKTUR

Untuk membatasi masalah, perkembangan teknologi dalam bidang manufaktur akan ditinjau sesuai

dengan perkembangan yang terjadi pada konstruksi mesin bubut, seperti diperlihatkan pada gambar

2.1[2]. Pada awal perkembangannnya mesin bubut tidak dilengkapi dengan motor penggerak. Pada saat

itu satu sistem penggerak digunakan untuk banyak mesin. Pengaturan kecepatan spindel dilakukan

dengan mengubah-ubah pasangan puli yang ada di spindel dan puli di poros penggerak. Baru pada tahun

1925, mesin bubut dilengkapi dengan penggerak berupa motor listrik. Perubahan kecepatan putaran

spindel juga dapat dilakukan dengan lebih mudah dengan mengubah pasangan roda gigi yang ada di

kotak roda gigi (gear box). Sampai dengan saat itu, ketrampilan operator sangat diperlukan terutama

untuk membuat produk-produk kompleks yang memerlukan gerak pemakanan dalam dua arah

(longitudinal dan transversal) secara bersamaan.

Pada tahun 1960 mulai diperkenalkan sistem copy hidrolik pada mesin bubut. Dengan adanya sistem ini

pemegang pahat mampu melakukan gerak makan secara mekanik dalam arah longitudinal, sedangkan

gerak makan dalam arah transversal digerakkan oleh penggerak sistem copy hidrolik, mengikuti template

yang ada. Perkembangan selanjutnya mesin bubut dilengkapi dengan pengendali CNC sehingga

memungkinkan untuk pengendalian secara otomatis keseluruhan gerak spindel maupun pemegang

pahat.

Terlihat bahwa dengan semakin berkembangnya konstruksi mesin bubut atau semakin meningkatnya

otomasi pada mesin bubut, tuntutan pada ketrampilan operator pada proses bubut menurun, tetapi

3

Gambar 3.1 Perkembangan sistem produksi[3]

tuntutan pada penguasaan tentang pemosisian/set up, sistem pemerkakasan, perawatan dan

pengetahuan lain yang mendukung pada umumnya semakin meningkat.

3 ARAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MANUFAKTUR

Perkembangan teknologi manufaktur saat ini lebih tertuju pada pengembangan tingkat otomasinya.

Pengembangan otomasi dalam teknologi manufaktur tersebut apabila diamati, pada umumnya menuju

ke salah satu dari dua arah berikut: menuju ke arah peningkatan ketelitian proses (geometi produk yang

dihasilkan), atau menuju ke arah peningkatan fleksibilitas proses untuk menghadapi gangguan maupun

untuk pengintegrasian sistem.

Gambar 3.1 memperlihatkan secara ringkas proses perkembangan sistem produksi. Sejarah

pengintegrasian sistem produksi modern dimulai oleh Ford System yang ditujukan untuk massa produksi

produk mobil. Sedangkan otomasi produksi untuk jumlah produk sedang dan jumlah variasi sedang telah

dimulai dengan diperkenalkannya mesin perkakas NC. Perkembangan pada teknologi mesin perkakas

NC dan teknologi komputer telah memungkinkan dibuatnya sistem produksi baru yang disebut sistem

direct NC (DNC). Pada sistem ini beberapa mesin perkakas NC dikendalikan oleh komputer sentral.

Perkembangan dari sistem DNC ke FMS adalah untuk menghadapi tuntutan akan umur product (product

life cycle) yang semakin singkat, ukuran lot dalam produksi yang semakin kecil, dan semakin banyaknya

variasi produk yang harus dibuat. FMS

telah menjanjikan kompromi antara

fleksibilitas dengan produktivitas dan

otomasi.

Pengintegrasian secara terpadu aliran

informasi dan aliran material di dalam

sistem produksi telah diterapkan dalam

Flexible Manufacturing System (FMS).

Bendakerja dan perkakas potong

dipindahkan dari tempat penyimpan ke

mesin perkakas menggunakan AGV dan

penanganannya dibantu dengan robot.

Pada FMS, mesin perkakas canggih

seperti machining center dan turning

center memegang peranan yang penting.

W alaupun tujuan utama pengembangan

FMS adalah untuk m endapatkan

keluwesan (flexibility) dalam sistem

produksi otomatis yang sesuai untuk

jumlah produk sedang dan jumlah variasi

sedang, ternyata diyakini bahwa FMS

tidak mempunyai keluwesan seperti yang

diharapkan, dan sangat beresiko untuk menginvestasikan modal yang besar bagi FMS. Karena alasan

tersebut, FMC menjadi lebih populer dan telah banyak diinstal di seluruh dunia. FMC serupa dengan FMS,

tetapi ukurannya lebih kecil dan dilengkapi dengan fungsi secukupnya bagi sistem produksi, termasuk

komputer pengendali, mesin perkakas CNC, sistem penanganan material otomatis untuk penyimpanan,

transportasi, loading-unloading, dan kadang-kadang juga mesin pengecekan kualitas otomatis (automatic

inspection machine) untuk bendakerja. FMC lebih murah dibandingkan dengan FMS, lebih mudah

dioperasikan dan lebih luwes dalam menghadapi perubahan permintaan pemesan. Contoh pengendalian

FMC ini diperlihatkan secara skematik pada gambar 3.2.

Perkembangan yang cepat dalam teknologi perangkat lunak dan teknologi pemrosesan informasi, disertai

dengan perkembangan perangkat keras produksi seperti yang telah dijelaskan, memungkinkan

pengintegrasian secara total aktivitas industri mulai dari pemasaran dan aktivitas R & D sampai ke bagian

ujung proses pembuatan dan pengiriman produk. Pengintegrasian ini dikenal dengan istilah CIM

(Computer Integrated Manufacturing). Pengendalian informasi secara hirarki dalam FMS atau CIM melalui

4

Gambar 3.2 Pengendalian sistem produksi secara

bertingkat

Gambar 3.3 Arsitektur pengambilan keputusan pada

SPTM

jaringan informasi cukup effektif apabila

digunakan untuk mengendalikan aktivitas

produksi yang tidak berubah dan berjalan

sesuai dengan produksi yang telah

dijadwalkan.

Pengendalian secara hirarki bagi sistem

produksi terintegrasi akan menjadi tidak

luwes apabila harus menghadapi kondisi

d inam ik seperti adanya perubahan

permintaan pemesan yang cukup drastis,

perubahan dalam produksi yang tidak

te r jadwa l, perm intaan yang harus

didahulukan (high priority), kerusakan

peralatan produksi dan sebagainya.

Pengendalian secara terdistribusi sebagai

pengganti bagi pengendalian secara hirarki,

diharapkan dapat lebih luwes dalam

menghadapi keadaan perubahan dalam

produksi tersebut.

Sebagai salah satu alternatif sistem manufaktur di masa mendatang diperkenalkan Sistem Produksi

Terdistribusi Mandiri (SPTM) yang diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas dalam produksi dan

mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi produksi yang tidak terramal sebelumnya.

Konsep SPTM telah dikembangkan di Laboratorium Teknik Produksi, Jurusan Teknik mesin, FTI-ITB.

Arsitektur SPTM diperlihatkan pada gambar 3.3[3].

Pada arsitektur SPTM tersebut, semua elemen produksi dapat berkomunikasi dengan elemen produksi

lainnya, untuk bertukar informasi yang diperlukan bagi pengambilan keputusan. Agar dapat diperoleh hasil

yang optimum dalam pengambilan

keputusan, setiap elemen produksi harus

mempunyai informasi yang terbaru dan

mempunyai algoritma bagi penyelesaian

persoalan yang terbaik menurut kriteria

tertentu. Keadaan dimana setiap elemen

produksi dapat saling berkomunikasi ini

sebenarnya mirip dengan keadaan sosial

di masyarakat. Dalam hal ini setiap elemen

produksi mempunyai tingkatan yang

setaraf dengan masing-masing individu di

masyarakat.

Pada bagian berikut akan dibahas usaha-

usaha yang merupakan aktivitas penelitian

yang telah maupun sedang dilakukan

d a la m k e r a n g k a g l o b a l u n t u k

merealisasikan konsep SPTM, terutama

disesuaikan dengan kondisi industri di Indonesia.

4 OTOMASI SISTEM MANUFAKTUR

Pada bagian ini akan dijelaskan strategi penelitian di bidang otomasi sistem manufaktur yang dilakukan

di Laboratorium Teknik Produksi. Contoh-contoh yang diperlihatkan adalah hasil penelitian yang sudah

maupun sedang dilaksanakan.

Strategi penelitian otomasi sistem manufaktur secara garis besar dapat dikatakan pelaksanaannya

dilakukan secara bottom-up, seperti diperlihatkan pada gambar 4.1[3].

5

Level Input based on Information

of Product

Remarks and Required

Decision Making Functions

1. * Requirement Specifications

* Production Size

* Functions

* Product Design

* Production Planning

* Management of Design &

Production

* Production Scheduling

2. * Product Model or

* Order

* Production Planning

* Production Management

* Production Scheduling

2.5 * Product Model of level 2

+

* Information of Feature and

Production Method

* Production Planning

* Production Management

(simpler than level 2)

* Production Scheduling

3. * Production Planning

* Information of Lot

* Production Scheduling

4. * Production Schedule

* Equipment Control Data

* Only Equipment

Controller and

Sensing apparatur are

required

* Decision Making

Functions for Design and

Management are not

required.

Gambar 4.1 Tingkatan dalam pengambilan keputusan

4.1 Otomasi Peralatan Produksi

Level paling bawah adalah otomasi peralatan produksi. Penelitian otomasi peralatan produksi, dilakukan

pada peralatan produksi yang pengendaliannya dilakukan berbasis pada PLC (Programmable Logic

Controller), CNC (Computerized Numerical Controller), PC (Personal Computer), maupun pengendali

lainnya. Jenis-jenis peralatan produksi yang menjadi obyek penelitian meliputi mesin perkakas, robot

industri, penanganan material, peralatan transportasi dan sebagainya. Salah satu contoh penelitian yang

dilakukan pada peralatan transportasi adalah pembuatan proto tipe Sistem Transfer Fleksibel (STF)

seperti diperlihatkan pada gambar 4.2. Pengendalian STF dilakukan secara terdistribusi menggunakan

PLC. STF merupakan alternatif solusi bagi perpindahan material pada lingkungan sistem produksi maju

yang mengutamakan fleksibilitas bagi elemen-elemen penyusunnya. Fleksibilitas yang diharapkan dapat

dipenuhi oleh STF adalah: fleksibilitas rute transportasi serta kemampuan pengembangan sistem

berkelanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dilakukan pengendalian SPTF secara secara

terdistribusi, dengan memberikan otonomi pada setiap elemen pengendali untuk melakukan pengambilan

keputusan berdasarkan status yang dimilikinya[4].

STF merupakan sarana penanganan material yang bertujuan menggabungkan karakteristik positif yang

dimiliki AGV (Automated Guided Vehicle) dan konveyor. STF didesain secara modular dengan cara

menyusun segmen-segmen konveyor, yang diletakkan dalam orientasi tertentu dalam ruang. Operasi

transportasi yang dibutuhkan oleh sistem produksi dapat dipenuhi dengan mengatur peletakan segmen-

segmen tersebut.

Pembuatan miniatur STF dilakukan dengan membuat miniatur suatu segmen yang meliputi modul sistem

mekanik, pengendali tingkat bawah, dan pengendali tingkat atas. Sebuah segmen terdiri dari beberapa

modul dasar yang secara garis besar diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu: modul longitudinal dan

modul transversal, seperti diperlihatkan pada gambar 4.3. Modul longitudinal merupakan sebuah konveyor

yang memberikan arah gerakan sepanjang sumbu utama konveyor. Modul transversal berfungsi untuk

6

Gambar 4.2 Konfigurasi fisik STF

Gambar 4.3 Skema segmen dan aktivitas perpindahan

palet yang mungkin dilakukan

m engha-silkan operasi

transportasi dalam arah

t e g a k l u r u s a r a h

longitudinal.

Miniatur yang dibuat pada

penelitian ini dimaksudkan

hanya sebagai sarana

visualisasi modus kerja

yang harus dipenuhi oleh

STF, serta sebagai alat

u n tu k m e m p e r m u d a h

pengujian logika yang

digunakan oleh sistem

pengendali STF. Meka-

nisme miniatur diperlihat-

kan pada gambar 4.4.

Miniatur STF yang telah

dibuat terdiri atas dua

komponen utama yaitu

modul longitudinal (3) dan

modul transversal (11).

Kedua modul tersebut

digunakan untuk men-

transform as ik an pa le t

dalam arah longitudinal

dan transversal.

Transportasi arah longitudinal dihasilkan

oleh gerak translasi sabuk yang

dihubungkan dengan sebuah DC motor

(1), melalui sistem transmisi (2). Motor DC

dapat digerakkan dalam dua arah,

sehingga sabuk dapat memindahkan palet

dalam dua arah berlawanan dalam arah

longitudinal.

Untuk menggerakkan pallet dalam arah

transversa l, gerakan pa le t harus

dihentikan terlebih dahulu agar dapat

diposisikan dengan baik diatas roller pada

modul transversal (11). Hal ini dilakukan

dengan menggunakan stopper. Pada

miniatur segmen yang dibuat terdapat dua

buah stopper. Stopper (7) akan menghentikan palet yang datang dari arah depan, sedangkan stopper (9)

untuk menghentikan palet dari arah belakang. Sesaat setelah palet dihentikan, aktuator pneumatik akan

menggerakkan modul transversal (11) dalam arah vertikal, dan mengangkat palet yang sudah diposisikan

oleh stopper. Setelah modul transversal mencapai titik mati atas, sistem motor dan kotak roda gigi pada

modul tersebut akan menggerakkan roller. Apabila palet sudah dipindahkan dari modul transversal, maka

modul transversal kembali ke posisi semula dan siap untuk melakukan operasi berikutnya.

STF dilengkapi dengan sistem pengendali terdistribusi yang bertugas mengkoordinasikan aktifitas

transportasi secara menyeluruh. Sistem pengendali tersebut menyediakan informasi tentang tata letak

STF, status tiap modul, serta jadwal aktivitas transportasi yang harus dilakukan. Informasi tersebut

kemudian digunakan sebagai dasar pendistribusian fungsi kontrol pada setiap modul, sehingga sistem

secara keseluruhan dapat beradaptasi dengan perubahan aktivitas yang terjadi.

7

Gambar 4.4 Mekanisme miniatur STF

Gambar 4.5 Struktur pengendali STF

Konfigurasi STF sewaktu-waktu dapat diubah. Fungsi kontrol modul-modul yang mengalami modifikasi

tersebut dapat beradaptasi dengan cepat sehingga operasi transportasi yang harus dijalankan oleh STF

tidak terganggu. Elemen-elemen yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas pengendalian

transportasi material (palet), digambarkan secara skematis pada gambar 4.5. Pada gambar tersebut

ditunjukkan bahwa aktivitas transportasi pada STF dilakukan melalui dua lapis sistem pengendali. Tugas

pengendali sel (cell controller) adalah melakukan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan

koordinasi rute transportasi. Pengendali

peralatan (equipment controller level)

bertugas menentukan sekuen operasi

peralatan transportasi, sesuai dengan hasil

koordinasi rute transportasi sehingga

transportasi material(palet) dari satu tempat

ke tempat yang lain dapat dilakukan dengan

benar.

Lapisan pengendali sel disusun oleh

perangkat lunak Pengendali Operasi

Produksi (Production Controller) dan

Administrator Rute Transportasi (Route

Administrator). Informasi yang dibutuhkan

oleh kedua perangkat lunak tersebut untuk

melakukan pengendalian rute transportasi

meliputi: informasi urutan perpindahan

produk antar sel produksi, informasi layout

fasilitas transportasi, serta status terakhir

fasilitas transportasi. Informasi tersebut

disimpan dalam bentuk basis data yang

dapat diakses oleh kedua perangkat lunak

8

Gambar 4.6 Koordinasi operasi transportasi antar segmen dan antar area

yang digunakan, dan selalu merupakan informasi terbaru yang merepresentasikan kondisi sebenarnya

lapisan peralatan (equipment level).

S e b a g a i p e n g e n d a l i

peralatan (Equipment

Controller Level), diguna-

kan PLC (Programmable

Logic Controller), yang

sudah terbukti handal dan

memang didesain secara

modular untuk memenuhi

kebutuhan kontrol d i

in d u s t r i . P L C ya n g

digunakan untuk mengen-

dalikan STF, melaksana-

kan operasi transportasi

berdasarkan permintaan

dari pengontrol la in .

Dalam ha l in i PLC

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: PLC yang berperan sebagai koordinator (manager), dan PLC yang

berperan sebagai pelaksana (executor). Posisi kedua PLC tersebut dalam sistem pengendalian

diperlihatkan pada gambar 4.6. PLC koordinator bertugas mengelola operasi transportasi dalam satu

area. Untuk melakukan tugas tersebut PLC koordinator diberi kemampuan untuk menerima dan

mengolah informasi operasi transportasi dari pengendali lain (perangkat lunak pengendali rute

transportasi, PLC manager yang lain, PLC pelaksana). Berdasarkan informasi yang diterima, PLC jenis

ini akan melakukan koordinasi dengan PLC pelaksana yang berada pada area yang sama, atau PLC

koordinator yang bertugas mengelola area yang lain. Berbeda dengan PLC koordinator, PLC pelaksana

hanya dapat berkomunikasi dan melaksanakan tugas yang diberikan oleh PLC koordinator.

Dalam penerapan nantinya, STF yang diintegrasikan dengan sistem pengendali produksi yang setara

dengan FMS, diharapkan memungkinkan bagi penyusunan berbagai sekuen operasi pengerjaan. Selain

itu sistem juga diharapkan dapat bersifat fleksibel baik bagi sekuen pengerjaan yang baru, perubahan

jalur transportasi, maupun kondisi dinamik lain yang tidak teramal.

4.2 Otomasi Sistem Penjadwalan

Otomasi sistem penjadwalan merupakan level berikutnya dari strategi otomasi sistem manufaktur secara

bottom-up. Tujuan pengembangan otomasi sistem penjadwalan adalah mempermudah pengelolaan

elemen-elemen produksi baik resources produksi seperti mesin, peralatan transportasi, perkakas potong

dan sebagainya, maupun produk baik berupa bahan baku, produk setengah jadi, maupun produk akhir.

Pengelolaan produksi yang paling sulit adalah pada produksi job shop dan pada metoda produksi lain

yang mengalami perubahan kondisi dinamik yang tidak sesuai dengan yang diramalkan (tidak teramal),

misalnya kerusakan mesin, keterlambatan proses, keterlambatan material dan sebagainya.

Keluaran sistem penjadwalan berupa jadwal operasi yang berisi informasi antara lain, kapan suatu produk

harus dilakukan proses tertentu, menggunakan mesin yang mana, operatornya siapa, perkakas potong

maupun alat bantu yang digunakan apa, perintah pengendalian mesinnya (untuk mesin-mesin otomatis)

yang mana, dan sebagainya. Dari keluaran ini diharapkan perencanaan produksi dapat terlihat transparan

dan dapat diakses secara on line oleh elemen-elemen produksi yang memerlukan.

Pada penelitian yang dilakukan telah dikembangkan perangkat lunak otomasi sistem penjadwalan yang

diberi nama ADiMS. Perangkat lunak ini dapat digunakan untuk penjadwalan maupun penjadwalan

kembali operasi produksi di lingkungan produksi job shop. Dalam tahap pertama, elemen produksi yang

dilibatkan dalam sistem penjadwalan baru mencakup mesin dan produk. Contoh tampilan sistem

penjadwalan yang dibuat, yang merupakan hasil pengambilan keputusan secara mandiri oleh mesin-

mesin dan produk-produk yang terlibat, diperlihatkan pada gambar 4.7[5].

9

Gambar 4.7 Obyek tampilan Gantt-chart bersifat aktif, informasi detail yang tersembunyi

dapat ditampilkan. Sorting dapat dilakukan berdasarkan produk, peralatan,

order, atau part.

Gambar 4.8 Kalender

Pada gambar 4.7 diperlihatkan jadwal operasi produk dalam selang waktu (durasi) tiga bulan. Dengan

mengklik radio button pada bagian kanan bawah, tampilan dapat diatur untuk memperlihatkan jadwal

operasi produk, mesin, atau kedua-duanya. Pada Combo box di bagian bawah tengah dapat dipilih produk

atau order yang ingin dilihat jadwal pengerjaannya. Satu order dapat berisi lebih dari satu produk dan

dalam setiap produk dapat terdiri dari banyak komponen penyusunnya.

ADiMS mempunyai model sistem kalender yang mendekati keadaan sebenarnya, seperti diperlihatkan

pada gambar 4.8. Pada sistem kalender dapat diisikan jam kerja kerja per shift, shift kerja perhari, dan

hari kerja perminggu baik berupa default maupun pengesetan shift kerja khusus pada tanggal tertentu.

Sistem kalender merupakan modul yang menyediakan informasi waktu bagi ADiMS. Jumlah mesin yang

dapat diangani penjadwalannya teoritis tidak

terbatas, kalaupun ada batasan dikarenakan

keterbatasan kemampuan perangkat keras.

Kekompleksan produk yang dapat ditangani juga

tidak terbatas, baik produk sederhana yang

berupa part tunggal dengan satu proses,

ataupun produk kompleks dengan banyak

komponen dan masing-masing komponen

dengan banyak proses. Modul sistem yang untuk

menangani manajemen produk diperlihatkan

pada gambar 4.9.

Data input yang diperlukan agar ADiMS dapat

bekerja adalah: kalender perusahaan; istilah-

is t i la h p roses s tandar ya n g d ik e n a l

diperusahaan; informasi (ID) mesin-mesin yang

ada beserta kemampuan proses dari setiap

mesin; informasi produk terutama mengenai

perencanaan prosesnya.

10

Gambar 4.9 Sistem manajemen produkGambar 4.10 Model produk 3D dengan tampilan wire frame

4.3 Otomasi Sistem Perencanaan Proses dan Perancangan Produk

Level otomasi berikutnya setelah otomasi sistem penjadwalan adalah otomasi perencanaan proses dan

perancangan produk. Tujuan otomasi pada level ini adalah membuat model produk sehingga mampu

memberikan informasi tentang perencanaan proses (jenis-jenis proses dan alternatif urutan

pengerjaannya), informasi geometri, serta mampu memberikan tampilan 3D (tiga dimensi) di layar

komputer.

Mengingat beragamnya jenis proses yang ada serta menyadari kerumitan pada proses pemesinan, maka

dalam tahap awal, pemodelan produk yang dibuat hanya dibatasi untuk fungsi pembuatan perencanaan

proses pada proses pemesinan dengan bentuk bendakerja awal silindris dan balok. Bendakerja silindris

akan berhubungan dengan kelompok proses bubut, sedangkan proses pemesinan pada bendakerja balok

masih dibatasi untuk jenis proses end milling. Perangkat lunak otomasi perencanaan proses dan

perancangan produk telah dikembang dan diberi nama CaSTPro.

Contoh tampilan perangkat lunak CaSTPro diperlihatkan pada gambar 4.10. Perangkat lunak ini baru bisa

untuk perancangan produk prismatik. Pemodelan produk dilakukan dengan pertama kali mendefinisikan

terlebih dahulu ukuran balok awal bendakerja. Tahap berikutnya, dengan menggunakan perangkat lunak

ini, menginputkan feature-feature pemesinan kedalam bendakerja tersebut. Saat ini feature pemesinan

masih dibatasi berbentuk balok. Pada contoh tersebut dilakukan tiga kali pemasukan feature, atau

dimasukkan tiga buah feature ke bendakerja. Oleh karena ada diantara feature-feature yang berinteraksi

maka secara otomatis model produk akan mengolah interaksi tersebut, sehingga dihasilkan enam buah

feature. Hal ini dapat dilihat dengan cara meng-klik menu Status dan melihatnya pada Status W indow.

Agoritma pengolah interaksi antar feature diberi nama DISC, sesuai dengan jenis interaksi yang ada

antara dua feature, suatu feature mungkin di Dalam, Interseksi dengan, Sama dengan, atau menCakup

feature yang lain. Dengan memilih feature yang ada pada Feature List, pada sub window PreFeatures

akan ditampilkan feature-feature yang berdasarkan pertimbangan proses pembuatan harus dibuat terlebih

dahulu sebelum feature tersebut. Dengan demikian algoritma pengurutan proses pemesinan berdasarkan

alternatif urutan pembuatan feature telah dapat dibuat.

Pada CaSTPro, tampilan bendakerja berbentuk wire-frame dan dapat dirotasikan untuk memberikan

sudut pandang yang diinginkan. Jumlah feature yang dapat dimasukkan ke bendakerja teoritis tidak

11

terbatas. W alaupun demikian tampilan wire-frame dirasa masih banyak kekurangannya karena dapat

membingunkan pengguna untuk mengenali topologi produk, terutama apabila jumlah feature yang

dimasukkan sudah semakin banyak dan orientasi bendakerja sering diubah-ubah.

Informasi masukan pada otomasi perencanaan proses dan perancangan produk ini adalah dimensi awal

bendakerja dan geometri feature. Apabila informasi keluaran sistem ini, yaitu perencanaan proses,

digunakan sebagai masukan sistem penjadwalan, dengan mengintegrasi dua sistem pada dua level yang

berbeda tersebut, diharapkan akan diperoleh sistem yang lebih besar, dengan informasi masukan yang

lebih sederhana, dan informasi luaran yang lebih banyak.

4.4 Otomasi Sistem Perancangan Produk

Dalam tahap berikutnya di’impikan’ (karena belum dilaksanakan), otomasi sistem perancangan produk.

Diharapkan dengan informasi masukan yang lebih sederhana dapat diperoleh informasi tentang geometri

produk dan informasi tentang pembuatannya, baik berupa feature pemesinan atau yang lainnya. Informasi

geometri yang dihasilkan oleh sistem tentunya sudah memperhitungkan kekuatan, dan/atau kekakuan,

dan/atau sifat-sifat mekanik lainnya yang merupakan spesifikasi dalam perancangan produk. Oleh sebab

itu dalam tahap ini diperkirakan informasi masukan ke sistem hanya berupa spesifikasi produk.

5. Penutup

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah membahas tentang perkembangan teknologi

manufaktur terutama dalam hal otomasi sistem manufaktur.

1. W alaupun perkembangan teknologi manufaktur melibatkan bidang-bidang ilmu yang tidak

mudah, tetapi agar tidak tertinggal semakin jauh, perkembangan ini harus diikuti dan apabila

perlu menggunakan atau berdasarkan konsep yang asli (original) agar dapat dipahami betul apa

yang dilakukan. Konsep asli ini secara periodik harus dites kebenarannya dengan jalan

diterapkan untuk menyelesaikan persoalan yang sebenarnya.

2. Otomasi sistem manufaktur merupakan hal yang kompleks yang selain perlu penguasaan bidang-

bidang ilmu tertentu secara mendalam, juga diperlukan penguasaan pengintegrasian bidang-

bidang ilmu tersebut.

3. Semua elemen produksi dapat memulai otomasi pada bidangnya masing-masing karena bidang

tersebut yang paling dikuasai, tetapi harus memperhatikan sifat modularitas bagi setiap sistem

yang dikembangkan karena sistem yang dikembangkan tersebut akan menjadi sub dari sistem

lain yang lebih besar. Dengan modularitas sub sistem yang baik, kemungkinan pengembangan

maupun pengintegrasian dengan sub sistem yang lain akan mungkin dan menjadi lebih mudah.

4. Industri (di Indonesia) harus mulai memikirkan standarisasi tidak hanya fisik produk tetapi juga

standarisasi informasi tentang model produk. Dengan adanya standarisasi sistem informasi

tentang produk, akan dimungkinkan kerjasama antar bagian atau dengan industri lain, tanpa ada

batasan jarak atau lokasi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Kiyoshi Suzaki, The New Shop Floor Management, The Free Press, New York, 1993.

[2] Manfred W eck, Handbook of Machine Tools Volume 1, John W iley & Sons, 1984.

[3] Martawirya Yatna Yuwana, Modul: Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri (SPTM), Diktat Kuliah

Sistem Produksi, Lab. Teknik Produksi - Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITB, 1998.

[4] Akhmad Hery Kusuma, Sistem Transfer Fleksibel dengan Pengendalian Terdistribusi

Menggunakan PLC, Tugas Sarjana, Jurusan Teknik Mesin ITB, 2000.

[5] Martawirya Yatna Yuwana dan Rochmad Setyadi, Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri:

Perangkat Lunak Inti Pengembangan Sistem Produksi, Jurnal Teknik Mesin, Vol. XV. No. 1,

Maret 2000.

12

Curiculum Vitae

Dr.Ir. Yatna Yuwana Martawirya, lahir di Kediri pada tanggal 23 Maret 1956. Pada tahun 1975 melanjutkan

pendidikan S1 ke ITB, dan lulus pada tahun 1980 pada Jurusan Teknik Mesin ITB dengan bidang keahlian

Teknik Produksi. Tahun 1990 lulus magister bidang Teknik Produksi di Kobe University. Pada tahun 1993

di universitas yang sama mendapatkan gelar dokor dibidang Intelligence Science.

Mulai tahun 1980 sampai sekarang aktif sebagai dosen di Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi

Industri Institut Teknologi Bandung. Pada program S1 mengajar matakuliah Proses Produksi I, Proses

Produksi II, Mesin Perkakas, Sistem Produksi, dan Pemrograman Berorientasi Obyek. Sedangkan pada

program S2 mengajar matakuliah Manajemen Produksi, Perencanaan Produksi, dan Pemrograman

Berorientasi Obyek. Penelitian utama yang sekarang dilakukan adalah SPTM (Sistem Produksi

Terdistribusi Mandiri) yang antara lain mencakup pengembangan sistem pengendali cell, sistem

penjadwalan, pemodelan produk, dan Virtual Factory.