Upload
dianita-purnamasari
View
172
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pascapanen
Citation preview
TUGAS TERSTRUKTUR
TEKNOLOGI PASCAPANEN DAN PENGEMASAN
PENGARUH KONSENTRASI OKSIGEN DAN KARBONDIOKSIDA
DALAM KEMASAN TERHADAP DAYA SIMPAN BUAH MANGGA
GEDONG
Disusun Oleh :
Umi Latifah A1M011020
Arimah A1M011021
Nuraeni A1M011028
Fauziyah Nabilah A1M011047
Dianita Purnamasari A1M011079
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2013
RINGKASAN
Penanganan pascapanen buah yang optimal merupakan salah satu kunci
sukses agribisnis buah di Indonesia, namun mempertahankan kesegaran buah
dalam waktu yang lebih lama sering menjadi kendala. Untuk memperpanjang
daya simpan buah pemberian perlakuan konsentrasi oksigen dan karbondioksida
dalam kemasan dapat menjadi salah satu solusinya. Dalam jurnal yang kami pilih,
penelitiannya bertujuan untuk mendapatkan suhu penyimpanan dengan komposisi
gas O2 dan CO2 yang tepat dalam pengemasan agar dapat mempertahankan mutu
dan memperpanjang daya simpan buah mangga Gedong.
Buah mangga yang dikemas dalam kantong plastik PE dengan tebal 0,04
mm diberi berbagai perlakuan komposisi gas yang dicoba terdiri atas 5,0% O2 +
5,0–5,8% CO2; 2,5% O2 + 5,0–5,8% CO2; 1,0% O2 + 5,0–5,8% CO2; udara normal
(21,0% O2 + 0,03% CO2), dan udara terbuka (21,0% O2 + 0,03% CO2) serta suhu
penyimpanan 15oC dan 27–30oC.
Hasilnya menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi gas 5,0% O2
+ 5,0–5,8% CO2 pada penyimpanan suhu 15oC 21 hari setelah penyimpanan
memberikan mutu terbaik dengan kandungan padatan terlarut total 11,6oBrix, pH
4,1, vitamin C 29,4 mg/100g, kadar air 87,2%, dan persentase busuk buah 13,5%.
Penerapan teknik hasil penelitian ini dapat menguntungkan pengguna karena
kesegaran buah dapat diperpanjang hingga 21 hari.
Perlakuan modifikasi atmosfir dapat menghambat proses pematangan buah
mangga, sehingga ketahanan simpan lebih panjang. Modifikasi komposisi udara
dilakukan dengan menurunkan kadar oksigen dan atau meningkatkan kandungan
karbon dioksida. Dengan kombinasi penyimpanan pada suhu rendah maka proses
respirasi dan penguapan berjalan lambat dan akibatnya kadar air pada suhu rendah
dapat dipertahankan. Hal ini disebabkan pada penyimpanan suhu rendah, proses
respirasi dan penguapan berjalan lambat. Selain itu, besarnya kandungan PTT
disebabkan oleh hidrolisis karbohidrat menjadi senyawa glukosa dan fruktosa.
Serta pada konsentrasi O2 rendah, laju pembentukan asam askorbat rendah
sehingga kandungan vitamin C menjadi sedikit.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya sumber alamnya, salah
satunya mempunyai potensi penghasil buah mangga yang cukup tinggi,
tetapi ekspor untuk buah mangga segar masih rendah sekitar 0,1% dari total
produksinya. Akibatnya produksi buah mangga sangat melimpah pada
musim panen. Mangga juga merupakan komoditas prioritas untuk diteliti
dan dikembangkan sehingga Departemen Pertanian RI telah menetapkan
mangga sebagai komoditas andalan dalam pengembangan agribisnis
hortikultura (Broto, 2003).
Mangga merupakan komoditas yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan di Indonesia baik sebagai buah ekspor andalan maupun
sebagai primadona konsumsi wisatawan. Data Direktorat Jenderal
Hortikultura (2009) mengungkapkan bahwa produksi mangga nasional dari
tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2006, produksi
mangga mencapai 1,62 juta t, tahun 2007 mencapai 1,82 juta t, dan
meningkat kembali menjadi 2,1 juta t. Pada tahun 2009, jumlah produksi
mangga mencapai 2,3 juta t dan 2011 diharapkan produksi mangga
mencapai sekitar 2,48 juta t. Jumlah produksi yang cukup tinggi,
menjadikan mangga sebagai salah satu komoditas buah tropika yang dapat
bersaing di pasar internasional.
Produk segar hortikultura mempunyai kandungan air yang tinggi,
sangat peka terhadap kelayuan, pengeriputan, dan kerusakan mekanis serta
rentan terhadap serangan penyakit. Namun dalam keadaan segar buah
mangga tidak tahan lama, hanya 7 hari pada kondisi suhu kamar (28–30oC).
Sifat buah tersebut dapat menjadi kendala dalam penyediaan buah, baik
untuk konsumsi segar maupun penyimpanan untuk stok pengolahan. Hal ini
disebabkan karena pada umumnya produk hortikultura merupakan struktur
hidup yang masih mengalami proses perubahan kimia dan biokimiawi yang
diakibatkan oleh aktivitas metabolisme.
Untuk mengurangi tingkat kerusakan buah selama pemeraman,
pengangkutan, dan penyimpanan, salah satu upaya untuk mengatasi kendala
tersebut ialah dengan pengemasan dan pengaturan atmosfir di sekeliling
produk dan disimpan pada suhu rendah. Suhu rendah atau dingin dapat
menghambat proses respirasi dan transpirasi buah, sehingga daya tahan
kesegaran buah dapat lebih lama (Pantastico et al. 1983).
Masalah yang ada saat ini adalah belum adanya standar yang pasti
konsentrasi gas O2 dan CO2 dengan suhu penyimpanan yang tepat pada
pengemasan buah mangga Gedong. Oleh karena itu pada makalah ini
dibahas mengenai konsentrasi gas O2 dan CO2 yang sesuai untuk
penyimpanan manga Gedong untuk mempertahankan mutu dan
memperpanjang daya simpan.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendapatkan konsentrasi gas O2
dan CO2 dengan suhu penyimpanan yang tepat pada pengemasan buah
mangga Gedong agar dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang
daya simpan.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh dan interaksi antara konsentrasi gas modifikasi
atmosfir dan suhu penyimpanan terhadap daya simpan buah mangga
Gedong.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Gedong gincu adalah varietas asli Indramayu, Cirebon, Majalengka dan
Sumedang. Ciri-ciri fisik gedong gincu sudah jelas dideskripsi. Mulai dari bentuk
tajuknya yang piramida tumpul, bentuk daun, warna pucuk, warna malai sampai
ke ciri-ciri fisik buah.
Menteri Pertanian RI telah melepas varietas gedong gincu ini pada tahun
1995 dengan SK No. 28/Kpts/TP.240/1/95. Secara fisik, mangga Gedong
mempunyai ukuran terkecil di antara varietas komersial lainnya, tetapi warna kulit
dan daging buah yang kuning-orange, seratnya halus, kadar air dengan aroma
yang harum dan khas, serta kandungan vitamin A tertinggi, cukup memikat
konsumen.
Penyimpanan buah mangga pada suhu <5oC dapat mengakibatkan warna
buah agak memudar dan buah mudah mengalami kerusakan fisik setelah
dikeluarkan dari ruang penyimpanan. Penyimpanan di atas suhu 10oC
menghasilkan aroma dan rasa buah yang baik, walau sering terjadi kelayuan
(Pantastico et al. 1983).
Buah mangga termasuk kelompok buah klimakterik (Brown et al. 1986,
Pantastico et al. 1983, Chaplin 1984). Buah klimakterik tidak perlu dipanen pada
saat buah matang penuh di pohon, karena buah yang dipetik pada tingkat ketuaan
sebelum matang di pohon dapat matang sempurna setelah disimpan. Buah
klimaterik memiliki tingkat respirasi yang tinggi setelah dipanen, sehingga
kerusakan akan lebih cepat.
Untuk meminimalkan kerusakan, maka dilakukan penyimpanan pada
atmosfer termodifikasi. Pengemasan atmosfir termodifikasi atau Modified
Atmosfer Packaging (MAP) adalah pengemasan produk dengan menggunakan
bahan kemasan yang dapat menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi
gas di dalam kemasan berubah dan hal ini menyebabkan laju respirasi produk
menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia, mengurangi kerusakan oleh enzim,
serta memperpanjang umur simpan. MAP umumnya menghalangi pergerakan
udara, memungkinkan proses respirasi normal produk, mengurangi kadar oksigen
dan meningkatkan kadar karbon dioksida udara di dalam kemasan.
Modifikasi atmosfer merupakan proses penanganan pasca panen yang
tergolong alamiah dan bebas bahan kimia serta memiliki prosedur yang lebih
mudah dan memungkinkan untuk dilakukan dimana saja karena hanya
menggunakan peralatan yang sederhana.
Pengemasan berbeda dengan penyimpanan pada ruang dingin. Pada
penyimpanan produk pertanian di suhu dingin atau suhu rendah memang juga
dapat menghambat kegiatan respirasi, sehingga menunda pelunakan, perubahan
warna, perubahan mutu, serta proses kimiawi lain pada buah, namun
penyimpanan pada suhu dingin atau lemari es dapat menyebabkan terjadinya
pembekuan sel, karena sebagian besar sel tersusun dari larutan atau cairan yang
dapat menbeku di suhu dingin, sehingga apabila disimpan di lemari es, sel akan
pecah akibatnya buah yang disimpan kadar airnya akan lebih cepat turun
(Amiarsi, 2012).
MAP adalah suatu sistem yang dinamis dimana respirasi dan keluar-
masuknya gas melalui kemasan terjadi bersamaan. Keluar-masuknya gas O2 dan
CO2 pada kondisi suhu dan kelembaban penyimpanan yang sama dengan produk
yang sama pula adalah ditentukan oleh permeabilitas dari kemasan yang
digunakan. Permeabilitas plastik terhadap gas O2 dan CO2 semakin berkurang
dengan semakin tebalnya plastik tersebut. Hal ini berimplikasi pula pada kondisi
minimum dari konsentrasi O2 dan kondisi maksimum dari konsentrasi CO2 yang
dicapai. Semakin tipis plastik maka kondisi minimum konsentrasi O2 adalah lebih
tinggi dan kondisi maksimum konsentrasi CO2 lebih rendah dibandingkan dengan
plastik lebih tebal (Utama dkk, 2005).
Jenis plastik yang digunakan dalam metode pengemas Modified Atmosfer
Packaging (MAP) adalah plastik jenis LDPE (Low Desity Polyethilene), HDPE
(High Density lyethilene), PVC (Polyvinylcholride), dan PP (Polypropylene).
Penggunaan plastik PE 0,04 mm cukup baik untuk sistem penyimpanan dengan
udara terkendali, karena permeabilitasnya terhadap gas CO2 lebih besar daripada
O2, sehingga laju akumulasi gas CO2 di sekitar bahan lebih kecil daripada
penyerapan O2 (Will et al. 1981, Sabari et al. 1991, Setyadjit & Sjaifullah 1992).
Pengendalian atmosfer dalam kemasan plastik dapat dilakukan dengan
pemberian lubang dengan ukuran mikro pada kemasan, guna meningkatkan
permeabilitas terhadap gas CO2 dan O2 ( Rosalina, Yessy. 2011).
III. PEMBAHASAN
Saat ini permintaan konsumen akan kemasan bahan pangan adalah kemasan
yang ramah lingkungan dan alami. Industri-industri pengolahan pangan juga
berusaha untuk meningkatkan masa simpan dan keamanan dari produk. Teknologi
pengemasan bahan pangan yang modern mencakup pengemasan atmosfir
termodifikasi (Modified Atmosfer Packaging/MAP), pengemasan aktif (Active
Packaging) dan Smart Packaging, bertujuan untuk semaksimal mungkin
meningkatkan keamanan dan mutu bahan sebagaimana bahan alaminya (Julianti
dan Nurminah, 2006).
Modified Atmosphere Packaging (MAP) adalah pengemasan produk dengan
menggunakan bahan kemasan yang dapat menahan keluar masuknya gas sehingga
konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan ini menyebabkan laju respirasi
menurun, mengurangi pertumbuhan mikroba, mengurangi kerusakan oleh enzim
serta memperpanjang masa simpan. Dalam teknologi MAP jenis kemasan yang
digunakan sangat menentukan keberhasilannya untuk dapat memperpanjang masa
simpan produk hortikultura (Kader dan Watkins, 2000).
Udara termodifikasi (UT) sering digunakan bergantian dengan udara
terkendali. Yang dimaksud dengan cara penyimpanan dalam UT adalah
penambahan CO2, penurunan O2, dan kandungan N2 tinggi dibandingkan dengan
udara biasa. Cara ini tidak hanya mengurangi konsentrasi O2 tetapi juga
mempercepat difusi etilen keluar dari jaringan buah, dan dengan demikian
memperpanjang umur simpannya (Pantastico, 1993).
Penyimpanan dalam ruangan dengan sistem atmosfir termodifikasi
merupakan suatu cara penyimpanan dengan mengatur komposisi gas oksigen (O2),
karbondioksida (CO2), dan nitrogen (N2) dalam ruang penyimpanan sehingga
dapat memperlambat proses pernafasan, penguapan dan aktivitas biologis lainnya.
Proses-proses tersebut dapat diperlambat dengan menurunkan konsentrasi oksigen
hingga di bawah 8% dan meningkatkan kandungan karbondioksida diatas 2%.
Dalam kondisi udara bebas, kandungan oksigen adalah 20,99%, karbondioksida
0,03% dan nitrogen 78,03%. Rendahnya oksigen dan tingginya karbondioksida
dalam ruang penyimpanan akan memperlambat respirasi, pematangan (rippening)
dan pelayuan, menurunkan laju produksi etilen dan memperlambat pembusukan.
Konsentrasi oksigen (O2) dan karbondoksida (CO2) yang digunakan dalam
pengemasan akan sangat mempengaruhi mutu dari buah yang dikemas, terutama
mengenai daya simpan buah tersebut. Konsentrasi oksigen dan karbondioksida
yang terlalu tinggi maupun yang sangat rendah, akan mempengaruhi mutu buah
yang dikemas. Sehingga pengaturan konsentrasi oksigen dan karbondioksida yang
tepat akan menentukan keberhasilan proses pengemasan degan MAP.
Berdasarkan hal tersebut, disini akan dibahas tentang pengaruh konsentrasi
karbondioksida dan oksigen, yang diambil dari sebuah jurnal dari Amiarsi, D
J.Hort. 22(2): 197 – 204, 2012 dengan judul Pengaruh Konsentrasi Oksigen dan
Karbondioksida dalam Kemasan terhadap Daya Simpan Buah Mangga Gedong.
Mangga yang digunakan adalah mangga Gedong yang dipanen pagi hari
dengan tingkat ketuaan hijau-tua (mature green) dari pertanaman rakyat di sentra
produksi mangga Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Setelah panen, buah
mangga disortasi dan kemudian direndam dalam air bersuhu 3-4oC yang
mengandung 0,1% chlorine selama 20 menit kemudian ditiriskan. Buah dikemas
dalam keranjang high density polyethylene (HDPE) dan diangkut ke Bogor
dengan mobil boks berpendingin 15oC.
Di Bogor, buah mangga dipilih yang baik tanpa cacat dan relatif seragam
dalam ukuran serta tingkat ketuaan, kemudian dicuci dengan air mengalir,
ditiriskan dan selanjutnya buah mangga dimasukkan ke dalam kantong plastik PE
tebal 0,04 mm (ukuran 30x40 cm, tekanan atmosfir/76mHg) masing-masing
sesuai perlakuan kombinasi O2 dan CO2 serta kontrol.
Dalam jurnal ini membahas tentang pengaruh penyimpanan dengan
modifikasi atmosfir terutama dengan konsentrasi oksigen dan karbondioksidanya
terhadap mutu fisik (warna kulit dan persentase busuk) dan kimia buah mangga
(kandungan kadar air, pH (pH meter), padatan terlarut total (PTT) (hand
refractometer), vitamin C (metode titrasi AOAC 1992), konsentrasi CO2 yang
diukur dengan kromatografi gas jenis thermal conductivity detector). Penelitian
ini dilakukan terhadap buah mangga yaitu mangga jenis Gedong. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua faktor percobaan
meliputi kombinasi konsentrasi gas O2 dan CO2 sebanyak lima taraf, yaitu (5,0%
O2 + 5,0–5,8% CO2; 2,5% O2 + 5,0–5,8% CO2; 1,0% O2 + 5,0–5,8% CO2; udara
normal (21,0% O2 + 0,03% CO2); udara terbuka/sebagai kontrol) dan suhu
penyimpanan dua taraf, yaitu (suhu penyimpanan 15oC dan suhu ruang 27-30oC).
Penelitian dilakukan sebanyak tiga ulangan. Satu unit perlakuan menggunakan
tiga butir buah mangga (seberat 600-700 g).
Dari penelitian yang dilakukan didapat hasil sebagai berikut :
a. Mutu Fisik
Berdasarkan analisis statistik mutu fisik pada mangga Gedong terjadi
interaksi terhadap indeks warna kulit buah dan persentase buah busuk. Hasil
analisis statistik terhadap indeks warna kulit buah mangga Gedong 21 hari setelah
penyimpanan (HSP) (Tabel 1) memperlihatkan bahwa pada suhu penyimpanan,
perlakuan konsentrasi gas modifikasi atmosfir yang berbeda menunjukkan beda
nyata.
Tabel 1. Interaksi konsentrasi gas modifikasi atmosfir dan suhu
penyimpanan terhadap indeks warna kulit dan persentase buah busuk pada buah
mangga Gedong 21 HSP (Interaction of concentration gas of modified
atmosphere and storage temperature on skin color of Gedong mango fruits 21
DAS)
Konsentrasi gas modifikasi atmosfir
(Gas concentration of modified
atmosphere)
Indeks warna kulit buah
(Skin color of fruit index)
Persentase busuk buah
(Rotten fruits)
Suhu penyimpanan (Storage temperature)
15oC 27-30oC 15oC 27-30oC
5,0% O2 + 5,0–5,8% CO2 2,08c
A
2,31c
A
13,47d
B
19,51e
A
2,5% O2 + 5,0–5,8% CO2 2,43c
A
2,55c
A
16,00c
B
23,67d
A
1,0% O2 + 5,0–5,8% CO2 2,88b 3,33b 21,49b 33,63c
A A
B
A
Udara normal (Normal air)
(21,0% O2 + 0,03% CO2)
3,03b
A
3,26b
A
22,34a
B
37,60b
A
Udara terbuka (Untreated) 6,00a
A
6,00a
A
22,25a
B
42,30a
A
Keterangan (Remarks) : Angka rerata perlakuan yang diikuti oleh huruf
dalam kolom dan lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf
5% duncan multiple range test (Average value followed by the same letter in the
same columns and row are not significant different at 5% duncan multiple range
test).
Data pada Tabel 1, indeks warna kulit buah mangga Gedong 21 HSP
berkisar antara 2,08 sampai 6,00. Indeks warna kulit buah mangga Gedong
terendah pada perlakuan 5,0% O2 + 5,0–5,8% CO2 dengan suhu penyimpanan
15oC dan 27–30oC masing-masing mencapai indeks warna kulit buah mangga
Gedong 2,08 dan 2,31 dan yang tertinggi pada perlakuan udara terbuka yaitu 6,00.
Buah dikatakan matang bila mempunyai indeks warna kulit buah mencapai
angka 4, di mana kulit buah mangga berwarna kuning kehijauan. Indeks warna
kulit buah pada konsentrasi gas O2 dan CO2 menunjukkan bahwa secara
keseluruhan indeks warna kulit buah mangga Gedong 21 HSP masih berkisar 2
hingga 3 yaitu buah mangga mempunyai warna hijau lebih banyak daripada warna
kuning. Hal ini disebabkan karena perlakuan modifikasi atmosfir dapat
menghambat proses pematangan buah mangga, sehingga ketahanan simpan lebih
panjang. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa modifikasi atmosfir dapat
menyeragamkan proses pematangan dan menghambat munculnya warna kuning
orange pada kulit buah mangga (Brown et al. 1986, Sabari et al. 1989, Musa 1974,
Lakshminarayana et al. 1976), namun Matto & Modi (1975) menyatakan bahwa
aktivitas enzim peroksidase meningkat dengan matangnya buah mangga.
Buah mangga merupakan buah klimaterik. Klimaterik merupakan suatu fase
yang banyak sekali perubahan yang berlangsung (Zimmermar, 1961). Klimaterik
juga diartikan sebagai suatu keadaan “auto stimulation” dalam buah sehingga
buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi
(Hall, 1984). Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan
menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang
dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989). Dapat
disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi
buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan
dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang
mendadak selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola
respirasi berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun
secara perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik (Zimmermar,1961).
Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat
dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan
klimakterik menurun. Buah-buah yang mengalami proses klimakterik diantaranya
yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya, peach dan pear karena buah-buahan
tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama
pematangan buah. Buah-buah yang mengalami pola berbeda dengan pola diatas
diantaranya yaitu ketimun, anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei
(Kusumo, 1990).
Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong
pemecahan tepung dan penimbunan gula (Kusumo, 1990). Proses pemecahan
tepung dan penimbunan gula tersebut merupakan proses pemasakan buah dimana
ditandai dengan terjadinya perubahan warna, tekstur buah dan bau pada buah atau
terjadinya pemasakan buah. Kebanyakan buah tanda kematangan pertama adalah
hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laun
berkurang. Saat terjadi klimaterik klorofilase bertanggung jawab atas terjadinya
penguraian klorofil. Penguraian hidrolitik klorofilase yang memecah klorofil
menjadi bagian vital dan inti porfirin yang masih utuh, maka klorofilida yang
bersangkutan tidak akan mengakibatkan perubahan warna. Bagian profirin pada
molekul klorofil dapat mengalami oksidasi atau saturasi, sehingga warna akan
hilang. Lunaknya buah disebabkan oleh adanya perombakan photopektin yang
tidak larut. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang
memberi rasa manis (Fantastico, 1986).
Sedangkan hasil analisis statistik terhadap persentase buah busuk pada buah
mangga Gedong 21 HSP (Tabel 1) memperlihatkan bahwa pada suhu
penyimpanan, perlakuan konsentrasi gas atmosfer yang berbeda menunjukkan
beda nyata. Perlakuan konsentrasi gas modifikasi atmosfer yang berbeda pada
suhu penyimpanan 15o C, presentase buah busuk lebih rendah dibandingkan
perlakuan konsentrasi gas modifikasi atmsfir pada suhu 27 – 30o C. Hal ini
disebabkan pada penyimpanan suhu rendah, proses respirasi dan penguapan
berjalan lambat.
Perlakuan udara terbuka pada penyimpanan suhu dingin menampakkan
gejala fisiologis atau physiological disorders (chilling injury). Gejala
physiological disorders, yaitu ditandai oleh adanya bintik berarna coklat
kehitaman pada daging buah, dan terus berkembang tampak seperti memar dan
diperparah oleh adanya infeksi mikroba penyebab kerusakan hingga buah tampak
busuk. Buah mangga yang mengalami busuk terlihat dari penampakan luarnya
yang kisut dan bagian daging buah menjadi lunak berair. Gejala tersebut
merupakan busuk buah mangga selama penyimpanan, sebagai akibat adanya
aktivitas mikroba (disebut sebagai busuk lunak), yang disebabkan oleh cendawan
Colletotrichum sp. (Sulusi et al. 1993).
b. Mutu Kimia
Setelah pengamatan mutu fisik di atas kemudian dilanjutkan dengan analisis
mutu kimia. Menurut jurnal yang kita bahas tentang “Pengaruh Konsentrasi
Oksigen dan Karbondioksida dalam Kemasan terhadap Daya Simpan Buah
Mangga Gedong” (D. Amiarsi, 2012), terdapat interaksi yang nyata antara
perlakuan suhu penyimpanan dan konsentrasi gas atmosfer terhadap kadar air,
vitamin C dan pH pada buah mangga Gedong setelah 21 hari penyimpanan,
seperti terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Interaksi konsentrasi gas modifikasi atmosfer dan suhu
penyimpanan terhadap kadar air, PTT, vitamin C, dan pH buah mangga Gedong
21 HSP (Interaction of concentration gas of modified atmosphere on water
content, ascorbic acid, TTS, and pH of Gedong mango fruits 21 DAS)
Konsentrasi gas
modifikasi atmosfer (Gas
concentration of
modified atmosphere)
Kadar air (Water
content) %
PTT (TSS) oBrix
Vitamin C
(Ascorbic acid)
mg/100g
pH
Suhu penyimpanan (Storage temperature)
15oC27-
30oC15oC
27-
30oC15oC
27-
30oC15oC
27-
30oC
5,0% O2 + 5,0-5,8% CO2 87,20 bc
B
85,94 a
A
11,56 a
B
13,4 a
A
20,05d
B
42,27a
A
4,09 c
A
4,74 a
A
2,5% O2 + 5,0-5,8% CO2 86,91 c
B
89,45 b
A
11,47 a
B
13,3 a
A
23,29c
B
32,23c
A
4,16 bc
A
3,93 bc
A
1,0% O2 + 5,0-5,8% CO2 88,51 a
B
89,75 b
A
11,64 a
B
13,4 a
A
29,44a
B
42,77a
A
3,81 c
A
4,22 b
A
Udara normal (Normal
air)
(21,0% O2 + 0,03% CO2
87,03 c
B
88,82 c
A
11,53 a
B
13,6 a
A
27,45b
B
35,47b
A
4,54ab
A
3,74 c
A
Udara terbuka
(Unreated)
87,69 b
A
90,19ab
B
13,23 a
B
13,6 a
A
15,72e
A
36,17b
A
4,85 a
A
3,92 bc
A
Hasil penelitian menunjukkan kadar air dengan perlakuan konsentrasi gas
modifikasi atmosfer pada suhu penyimpanan 15oC relatif lebih rendah dibanding
pada suhu penyimpanan 27-30oC.
Menurut Santoso (2006), pada umumnya udara yang semakin menipis
kandungan oksigennya serta semakin meningkat kandungan karbon dioksida akan
mengakibatkan menurunnya laju aktivitas pernapasan dari komoditi segar.
Oksigen dalam udara tidak dapat dihilangkan sama sekali dari atmosfer, karena
adanya oksigen masih diperlukan untuk menjaga berlangsungnya metabolisme
secara normal. Dengan melakukan modifikasi atmosphere di sekitar komoditi
tersebut dapat menghasilkan beberapa keuntungan terhadap komoditi tersebut.
Modifikasi komposisi udara dilakukan dengan menurunkan kadar oksigen dan
atau meningkatkan kandungan karbon dioksida. Dengan kombinasi penyimpanan
pada suhu rendah maka proses respirasi dan penguapan berjalan lambat dan
akibatnya kadar air pada suhu rendah dapat dipertahankan.
Sedangkan dari hasil analisis terhadap PTT (padatan total terlarut) buah
mangga 21 HSP memperlihatkan bahwa pada perlakuan suhu penyimpanan 15oC
dan 27-30oC menunjukkan beda nyata, tetapi pada perlakuan konsentrasi gas
modifikasi atmosfer yang berbeda menunjukkan tidak beda nyata. Secara
keseluruhan PTT pada suhu penyimpanan 15oC mempunyai kandungan lebih
rendah daripada suhu penyimpanan 27-30oC yaitu masing-masing antara 11,47-
13,23oBrix dan 13,33-13,65oBrix. Besarnya kandungan PTT disebabkan oleh
hidrolisis karbohidrat menjadi senyawa glukosa dan fruktosa. Kecepatan hidrolisis
lebih besar daripada kecepatan perubahan glukosa menjdi energi dan H2O dalam
proses respirasi, sehingga dalam jaringan buah terjadi penimbunan glukosa selama
penyimpanan (Amiarsi, 2012).
Selain itu, dari tabel di atas menunjukkan bahwa kandungan vitamin C pada
perlakuan modifikasi atmosfer dengan suhu penyimpanan 15oC sangat berbeda
nyata dengan penyimpanan pada suhu 27-30oC. Perlakuan konsentrasi gas
modifikasi atmosfer dengan suhu penyimpanan 15oC mempunyai kandungan
vitamin C lebih rendah daripada pada penyimpanan suhu 27-30oC. Hal ini karena
pada konsentrasi O2 rendah, laju pembentukan asam askorbat rendah sehingga
kandungan vitamin C menjadi sedikit.
Menurut Santoso (2006), pengaruh konsentrasi O2 rendah antara lain adalah
dapat menyebabkan laju respirasi dan oksidasi substrat menurun dan
mengakibatkan CO2 turun, pemotongan tertunda, perombakan klorofil tertunda,
produksi C2H4 rendah, laju pembentukan asam askorbat berkurang, laju degradasi
senyawa pektin terlambat, perbandingan asam-asam lemak jenuh berubah,
pembusukan berkurang, jika O2 sangat rendah terjadi fermentasi terjadi
pematangan O2 harus ada karena diperlukan untuk sintesis C2H4 serta diperlukan
juga reaksi lain untuk pemotongan. Sedangkan kondisi penyimpanan (CO2, O2)
untuk mangga (Santoso, 2006) adalah O2= 5-7,5%; CO2 = 5-7,5%; hanya
beberapa hari masa simpan.
Hasil analisis terhadap pH buah mangga 21 HSP memperlihatkan bahwa
pada suhu penyimpanan, perlakuan konsentrasi gas modifikasi yang berbeda
menunjukkan beda nyata. Perlakuan gas modifikasi atmosfer pada konsentrasi
yang berbeda memperlihatkan bahwa suhu penyimpanan tidak berbeda nyata.
Suhu penyimpanan 15oC dan 27-30oC, pada konsentrasi gas modifikasi atmosfer
yang berbeda memperlihatkan beda nyata. pH pada suhu penyimpanan 15oC
berkisar antara 3,81-4,85 sedangkan pada suhu penyimpanan 27-30oC berkisar
antara 3,74-4,74.
Tabel 3. Interaksi konsentrasi gas modifikasi atmosfer dan suhu
penyimpanan terhadap produksi CO2 pada buah mangga Gedong 21 HSP
(Interaction of concentration gas of modified atmosphere on CO2 production of
Gedong mango fruits 21 DAS)
Konsentrasi gas modifikasi
atmosfir (Gas concentration of
modified atmosphere)
Produksi CO2 pada suhu penyimpanan (Production of CO2 on
storage temperature)
15oC 27-30oC
5,0% O2 + 5,0–5,8% CO2 4,87a
A
9,68a
A
2,5% O2 + 5,0–5,8% CO2 6,87b
A
8,70a
A
1,0% O2 + 5,0–5,8% CO2 7,87a
A
11,19a
A
Udara normal (Normal air)
(21,0% O2 + 0,03% CO2)
6,97b
A
9,88a
A
Hasil pengamatan pola respirasi pada buah mangga yang didasarkan pada
produksi CO2 tampak bervariasi pada berbagai pelakuan. Data tabel 3 di atas dari
hasil analisa statistik produksi CO2, buah mangga 21 HSP memperlihatkan bahwa
pada suhu penyimpanan, perlakuan konsentrasi gas modifikasi atmosfir yang
berbeda menunjukkan beda nyata pada suhu penyimpanan 27 – 30o C, namun
tidak beda nyata pada suhu penyimpanan 15o C. Perlakuan gas modifikasi
atmosfir yang berbeda pada konsentrasi yang berbeda memperlihatkan bahwa
suhu penyimpanan tidak beda nyata. Suhu penyimpanan 15o C dan 27 – 30o C
memperlihatkan bahwa kisaran produksi CO2 bua mangga Gedong 21 HSP
masing-masing mencapai 4,87 – 6,97 % dan 8,70-11,19 %. Hasil pengamatan
terhadap produksi CO2, pada semua perlakuan pada suhu penyimpanan 15o C
lebih rendah dibandingkan pada suhu penyimpanan 27 – 30o C. Seperti yang
dikemukaan Sjaifullah et al. (1998) bahwa tingkat kesegaran buah terjaga apabila
kestabilan respirasi buah mangga berkisar antara 6-11 %. Dengan demikian, pada
percobaan ini terbukti bahwa pada penyimpanan suhu 15o C tingkat kesegaran
buah lebih baik dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 27 – 30o C.
Tingginya konsentrasi pada CO2 menyebabkan penurunan reaksi sintesis
pematangan, penghambatan beberapa kegiatan enzimatik, penurunan produksi zat
atsiri/aroma, penimbunan asam organik, kelambatan pemecahan pektin,
penghambatan sintesis klorofil dan penghilangan warna hijau, perubahan
perbandingan berbagai gula, produksi bau dan rasa yang tidak dikehendaki,
kenaikan pH penurunan asam askorbat, perubahan warna daging buah,
pertumbuhan jamur terhambat, dan menghambat peran etilen (C2H4) (Santoso,
2006).
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Modified Atmosphere Packaging (MAP) adalah pengemasan produk
dengan menggunakan bahan kemasan yang dapat menahan keluar masuknya
gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan ini
menyebabkan laju respirasi menurun, mengurangi pertumbuhan mikroba,
mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang masa simpan.
Rendahnya oksigen dan tingginya karbondioksida dalam ruang
penyimpanan akan memperlambat respirasi, pematangan (rippening) dan
pelayuan, menurunkan laju produksi etilen dan memperlambat pembusukan.
Perlakuan pada mangga Gedong dengan konsentrasi gas modifikasi
atmosfir 5,0% O2 + 5,0-5,8% CO2 pada suhu penyimpanan 15oC, 21 HSP
memberikan mutu terbaik dengan kandungan PTT 11,56oBrix, pH 4,09,
vitamin C 29,44 mg/100g, kadar air 87,20% dan persentase 13,47%.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh berbagai
jenis kemasan terhadap mutu dan daya simpan buah mangga Gedong.
DAFTAR PUSTAKA
Aminarsih. 2012. Pengaruh Konsentrasi Oksigen Dan Karbondioksida Dalam
Kemasan Terhadap Daya Simpan Buah Mangga Gedong. Hort 22(2):197-
204.
Broto, W. 1989. “Menunda Kematangan Mangga Arumanis dengan Perlakuan
CaCl2”. Penel. Hort. Vol 4, hlm. 64-8.
Brown, BI, Peacock, BC & Wilson, PR. 1986. Effect of Cool Storage on the
Appearance and Selflife of preripened Kenshington Mangoes. Workshop of
Mangoes Postharvest held in Bangkok, 25-26 August.
Chaplin, GR. 1984. “Postharvest Phisiology of Mango Friut”, Proceeding First
Australian Mango Research Workshop, Chairn, Queensland, pp. 261-70.
Fantastico. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Julianti, E. dan M. Nurminah, 2006. Buku Ajar Teknologi Pengemasan.
Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Kader, A.A. dan C.B. Watkins, 2000. Modified atmosphere packaging – Toward
2000 and beyond. Horticultura Technology.
Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuhan Tanaman. Yasaguna, Jakarta.
Pantastico, ErB, Lam, PF, Ketsa, S, Yuniarti, M & Kosittrakul. 1983. “Postharvest
Physiology and Storage of Mango”, in Mendoza Jr, DB & Wils, RBH (Eds).
Mango, Fruit Development, Postharvest Physiology and Marketting in
ASEAN,pp. 39-52.
Rosalina, Yessy. 2011. Analisis Konsentrasi Gas Sesaat dalam Kemasan Melalui
Lubang Berukuran Mikro untuk Mengemas Buah Segar dengan Sistem
Kemasan Atmosfer Termodifikasi. Agrointek Vol 5 No 1. Jurusan
Teknologi Pertanian. Universitas Bengkulu.
Sabari, SD, Sulusi, P, Yulianingsih & Sjaifullah. 1991. Pengaruh pengemasan
Modifikasi Atmosfer dan Lama Penyimpanan Terhadap Pematangan dan
Mutu Mangga Arumanis. J. Hort., vol. 1, no. 1, hlm : 19-24.
Santoso. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Laboratorium Kimia Pangan,
Faperta Uwiga Malang.
Setyajit & Sjaifullah. 1992. Pengaruh Ketebalan Plastik untuk Penyimpanan
Atmosfer Termodifikasi mangga CV. Arumanis dan Indramayu. J. Hort.,
vol. 2, no. 1, hlm : 31-42.
Sjaifullah, Yulianingsih & Sulusi, P. 1998. Penyimpanan Buah Mangga Segar
Dengan Teknik Modifikasi Atmosfir. J Hort, vol 7, no 4, hlm 927-35.
Sulusi, P, Murtiningsih & Yulianingsih. 1993. Pengaruh Ketuaan dan Perlakuan
Setelah Panen Terhadap Penampakan dan Perkembangan Busuk Pangkal
(stemend rot) Buah Mangga Arumanis. J. Hort, vol. 3, no. 3 hlm 39-46.
Utama. 2005. Mempelajari Pengaruh Ketebalan Plastik Film Polietilen Densitas
Rendah Sebagai Bahan Kemasan Buah Manggis Terhadap Modifikasi Gas
Oksigen Dan Karbondioksida. Agritrop 25(1):1-11.
Wills, RH, Lee, LH, Graham, WB, Glasson, EG, & Hall. 1981. Postharvest, an
Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetable. South
China Printing Co., Hongkong.
Zummermar,P.W. Plant Growth Regulation.The Lowa State University
Press.USA