74
i Dewan Redaksi : Penanggung Jawab Dr. Hj. Mardewi Jamal, ST, MT (Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil) Pemimpin Redaksi Dr. Ery Budiman, ST, MT Wakil Pemimpin Redaksi Triana Sharly P. Arifin, ST, M.Sc. Mitra Bestari / Reviewer Prof. Dr- ing. Ir. Herman Parung, M.Eng (Universitas Hasanuddin) [email protected] Dr. Erniati, ST, MT (Universitas Fajar) [email protected] Dr. Tamrin, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected] Penyunting Fachriza Noor Abdi, ST, MT Budi Haryanto, ST, MT M. Jazir Alkas, ST, MT Heri Sutanto ST, MT Rusfina Widayati ST, MT Ramadhie Arbansyah Hendri Widiantoni Administrator Aspiah, SE Alamat Redaksi Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mulawarman Kampus Gunung Kelua, Jalan Sambaliung No. 9 Samarinda 75119 Laman : http://sipil.ft.unmul.ac.id, Email : [email protected] Telp. (0541) 736834, Fax (0541) 749315 TEKNOLOGI SIPIL Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ISSN : 2252-7613 Volume 03 Nomor 1 Mei 2019

TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

i

Dewan Redaksi :

Penanggung Jawab

Dr. Hj. Mardewi Jamal, ST, MT (Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil)

Pemimpin Redaksi

Dr. Ery Budiman, ST, MT

Wakil Pemimpin Redaksi

Triana Sharly P. Arifin, ST, M.Sc.

Mitra Bestari / Reviewer

Prof. Dr- ing. Ir. Herman Parung, M.Eng (Universitas Hasanuddin) [email protected]

Dr. Erniati, ST, MT (Universitas Fajar) [email protected]

Dr. Tamrin, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected]

Penyunting

Fachriza Noor Abdi, ST, MT

Budi Haryanto, ST, MT

M. Jazir Alkas, ST, MT

Heri Sutanto ST, MT

Rusfina Widayati ST, MT

Ramadhie Arbansyah

Hendri Widiantoni

Administrator

Aspiah, SE

Alamat Redaksi

Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Kampus Gunung Kelua, Jalan Sambaliung No. 9 Samarinda 75119 Laman : http://sipil.ft.unmul.ac.id, Email : [email protected]

Telp. (0541) 736834, Fax (0541) 749315

TEKNOLOGI SIPIL Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

ISSN : 2252-7613

Volume 03 Nomor 1

Mei 2019

Page 2: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

ii

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Editorial

Redaksi Jurnal Teknologi Sipil dalam edisi ke-1 volume 3 ini mengucapkan terima kasih

kepada Prodi Teknik Sipil dan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman yang telah

memberikan dukungannya.

Diharapkan seluruh penulis makalah akan tetap setia dan konsisten dalam mempublikasikan

hasil-hasil penelitian terbaru. Selain itu kami berusaha agar lingkup edar Jurnal Teknologi

Sipil dapat semakin meluas yang pada akhirnya juga akan memacu peningkatan kualitas

dari Jurnal Teknologi Sipil.

Akhir kata, redaksi mengucapkan terima kasih atas segala bentuk kontribusi serta kritik

dan saran yang telah diberikan oleh seluruh pendukung setia jurnal ini.

Wassalam

Redaksi

Page 3: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

iii

Daftar Isi

Rahmawati, Bambang Sugeng, Sulardi

Estimasi Kebutuhan Slurry Pada Penyemenan Casing Sumur Pengeboran Minyak ... 1

Budi Haryanto, Masayu Widiastuti, Syarifah Fathil Bariah

Analisis Kapasitas Daya Dukung Fondasi Tiang Berdasarkan Data Uji Laboratorium, Uji SPT dan Uji Kalendering Pada Proyek Jalan Pendekat Jembatan Mahakam IV Sisi Samarinda Kota ........................................................ 8

Nawati, Tumingan, Rafian Tistro

Pengaruh Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Tambah Terhadap Agregat Kasar Dalam Campuran Beton Normal ......................................................................... 16

Fedrikson S, Mardewi Jamal, Fachriza Noor Abdi

Optimalisasi Biaya dan Waktu Pelaksanaan Proyek Pada Proyek Dengan Metode Least Cost Analysis ......................................................................................... 21

Nabilla Zahera, Masayu Widiastuti, Triana Sharly P. Arifin

Analisis Kekuatan Struktur Minipile Pasca Keruntuhan Dengan Menggunakan Software Plaxis V8.6 ....................................................................................... 29

Fachriza Noor Abdi, Heri Sutanto, Elmo Dwi Prandaka

Pengaruh Penambahan Tawas Pada Campuran Beton Menggunakan Agregat Kasar Lokal Kalimantan Timur dan Agregat Halus Ex. Mahakam Ditinjau Dari Kuat Tekan ..................................................................................................... 40

Isna Kairatun J, Ery Budiman, Mardewi Jamal

Analisis Pushover Pada Struktur Baja Dengan Bresing Menggunaan SAP2000 .......... 50

Arbain Tata

Sifat Mekanis Beton Dengan Campuran Pasir Pantai dan Air Laut .......................... 65

Page 4: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

1

ESTIMASI KEBUTUHAN SLURRY PADA

PENYEMENAN CASING SUMUR PENGEBORAN

MINYAK

Rahmawati1)

, Bambang Sugeng2)

, Sulardi3)

Sekolah Tinggi Teknologi Migas Balikpapan,

Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126

e-mail : [email protected]

ABSTRACT

The aim of the study was to provide an overview of the primary cementing method and the secondary

seeding method and the estimation of the need for slury cement material in drilling wells. The research

method used is the used research method with a case study approach method estimating the need for slury in

cementing well drilling in Sangata. The results showed the need for slury cement for cementing primaries and

secondary cementing for drilling wells with his casing. 13 3/8 ", OD.13,375", ID. 12,615 ", depth. 307 meters,

Existing her casing. 9 5/8 ", OD. 9,625 ", ID.8,755", Panjang. 304.9 meters, Open hole. 12 ", Float shoe.

304.9 meters, Float collar. 294.5 meters, Top of cement. 0.0 meter, Top of tail. 204.9 meters with Excess 75%

is as much. 403.9 Cuft or 71.9 bbl of drilling mud. The results of the study also recommended that cementing

wells not be carried out at once but carried out in stages to perfect the cementing results.

Keywords: estimation, slury cement, primary cementing, secondary cementing.

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk memberikan gambaran metode penyemenan primer dan metode

penyemanan sekunder serta estimasi kebutuhan material slury cement pada sumur pengeboran. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode penelitian terpakai dengan metode pendekatan studi kasus estimasi

kebutuhan slury pada pekerjaan penyemenan sumur pengeboran di Sangata. Hasil penelitian menunjukan

kebutuhan slury cement untuk primery cementing dan secondary cementing untuk sumur pengeboran dengan

casing dia. 13 3/8”, OD.13,375 “, ID. 12,615”, kedalaman. 307 meter, Existing casing dia. 9 5/8”, OD.

9,625”, ID.8,755”, Panjang. 304,9 meter, Open hole. 12”, Float shoe. 304,9 meter, Float collar. 294,5 meter,

Top of cement. 0,0 meter, Top of tail. 204,9 meter dengan Excess 75% adalah sebanyak. 403,9 Cuft atau 71,9

bbl lumpur pengeboran. Hasil penelitian juga merekomendasikan agar penyemenan sumur pengeboran tidak

dilakukan sekaligus namun dilakukan secara bertahap untuk kesempurnaan hasil penyemenan.

Kata kunci: estimasi, slury cement, primary cementing, secondary cementing.

1. PENDAHULUAN

Salah satu material turunan (derivative)

bidang teknik sipil yang juga terdapat pada bidang

pengeboran minyak dan gas bumi adalah pekerjaan

penyemenan sumur bor dalam (cementing).

Pekerjaan penyemenan sumur pemboran pada

merupakan salah satu hal yang penting dan bersifat

wajib pada pekerjaan pemboran (drilling).

Penyemenan pada sumur pemboran adalah suatu

proses pencampuran (mixing) dan pendesakan

(displacement) bubur semen (slurry) melalui casing

sehingga mengalir keatas melewati annulus

dibelakang casing sehingga casing terikat pada

formasi. Pada umumnya, operasi penyemenan

bertujuan untuk melekatkan casing pada dinding

lubang sumur dari masalah-masalah mekanis

sewaktu operasi pemboran (seperti getaran),

melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat

korosi dan untuk memisahkan zona yang satu

terhadap zona yang lain dibelakang casing.

Berdasarkan jenisnya pekerjaan penyemenan sumur

pemboran dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

Primary Cementing (Penyemenan Utama) dan

Secondary Cementing atau Remedial Cementing

(Penyemenan Kedua atau Penyemenan Perbaikan).

Pada primary cementing, penyemenan casing pada

dinding lubang sumur dipengaruhi oleh jenis casing

yang akan disemen. Sedangkan pada secondary

cementing atau remedial cementing , penyemenan

dilakukan khusus apabila didapati kurang

sempurnanya atau ada kerusakan pada primary

cementing serta apabila pengeboran gagal

mendapatkan minyak dan menutup kembali zona

produksi yang diperforasi. Hal ini dilakukan setelah

Page 5: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

2

operasi khusus seperti Cement Bond Logging (CBL)

dan Variable Density Logging (VDL).

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan

diatas maka penelitian ini penting untuk dilakukan

dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan

terkait estimasi dan pelaksanaan penyemenan sumur

pemboran minyak dan gas bumi. Tujuan dilakukan

penyemenan lubang sumur adalah untuk melekatkan

pipa selubung pada dinding lubang sumur,

melindungi pipa selubung dari masalah-masalah

mekanis sewaktu operasi pem-boran (seperti

getaran), melindungi pipa selubung dari fluida

formasi yang bersifat korosi, dan memisahkan zona

yang satu terhadap zona yang lain dibelakang pipa

selubung. Dengan demikian terlihat bahwa

penyemenan sumur pengeboran sangat penting

untuk dilakukan dan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan sistim sumur pengeboran minyak.

Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan yang akan

dikembangkan pada penelitian ini adalah :

a. Penyemenan (cementing) sumur adalah bagian

penting pada pekerjaan pengeboran minyak dan

gas bumi

b. Penyemenan sumur pengeboran dilakukan dalam

dua tahap, yaitu pada tahap primer dan

penyemanan tahap sekunder

c. Salah satu kunci sukses dalam pekerjaan

penyemenan adalah dengan melakukan estimasi

volume dan jumlah semen yang digunakan.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian

dalam rangka tugas akhir ini adalah :

a. Memberikan gambaran metode penyemenan

primer (primery cementing) dan metode

penyemanan sekunder (secondary cementing)

pada pekerjaan pengeboran minyak dan gas bumi

b. Memberikan gambaran tentang estimasi

kebutuhan penyeman sumur pemboran minyak

dan gas bumi

Pertanyaan Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian dimaksud,

dikembangkan pertanyaan-pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

a. Bagaimana gambaran metode penyemenan

primer (primery cementing) dan metode

penyemanan sekunder (secondary cementing)

pada pekerjaan pengeboran minyak dan gas

bumi?

b. Bagaimana gambaran tentang estimasi

kebutuhan penyeman sumur pemboran minyak

dan gas bumi?

Manfaat Hasil Penelitian

Potensi manfaat yang diharapkan diperoleh

dari kegiatan penelitian tugas akhir ini adalah :

a. Pendalaman pemahaman tentang tentang

material slurry cement, estimasi kebutuhan dan

metode pelaksanaan dalam pekerjaan

penyemenan sumur pengeboran minyak dan gas

bumi

b. Sebagai bahan kajian dan penelitian lebih lanjut

tentang material cement dan metode

penyemenan dalam skala yang lebih besar dan

tingkat kesulitan yang lebih tinggi

c. Media publikasi hasil penelitian untuk menjadi

bahan referensi penelitian lebih lanjut.

II. KAJIAN PUSTAKA

Penyemenan (cementing) adalah proses

pendorongan sejumlah slurry kedalam

casing,kemudian melalui bagian bawah sepatu

casing mengalir naik ke annulus antara casing dan

formasi. Kemudian slurry ini akan mengeras

sehingga mengikat antara casing dan formasi atau

casing dengan casing sebagai tergambar pada

Gambar. 1.

Gambar 1. Metode penyemenan sumur pengeboran

Tujuan penyemenan adalah untuk

melekatkan casing pada dinding lubang sumur,

melindungi casing dari masalah-masalah mekanis

sewaktu operasi pemboran (seperti getaran),

melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat

korosif dan untuk memisahkan zona yang satu

terhadap zona yang lain dibelakang casing. Menurut

Page 6: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

3

alasan dan tujuannnya, penyemenan dapat dibagi

dua , yaitu Primary Cementing dan Secondary

Cementing atau Remedial Cementing (Penyemenan

kedua atau Penyemenan Perbaikan).

Primary cementing adalah penyemenan yang

pertama kali dilakukan setelah casing diturunkan

kedalam sumur. Sedangkan secondary cementing

atau remedial cementing adalah penyemenan ulang

untuk menyempurnakan primary cementing atau

memperbaiki penyemenan yang rusak. Sedangkan

Secondary cementing dilakukan setelah operasi

khusus penyemenan dilakukan, seperti Cement

Bond Logging (CBL) dan Variable Density Logging

(VDL), kemudian sidapati kurang sempurnanya atau

terapat kerusakan pada primary cemetnting , maka

dilakukan secondary cementing. Secondary

cementing dilakukan juga apabila pengeboran gagal

mendapatkan minyak dan menutup kembali zona

produksi yang diperforasi.

III. METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan

perusahaaan oil company servives PT. Elnusa Tbk,

Jalan Mulawarman No.8, Manggar, Balikpapan

Selatan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

Durasi pelaksanaan penelitian adalah selama 2

bulan, mulai tanggal 05 Maret sampai dengan 05

April 2019. Penelitian dilakukan dalam rangka tugas

di Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Migas

Balikpapan.

Metode Pendekatan

Metode penelitian ini adalah penelitian

terpakai atau metode penelitian aplikasi. Metode

pendekatan dalam penelitian ini adalah metode

pendekatan studi kasus, yakni studi kasus estimasi

kebutuhan slury pada pekerjaan penyemenan sumur

pengeboran yang pada saat ini sedang dikerjakan

oleh PT. Elnusa.

Material

Material semen yang digunakan dalam

kegiatan penyemenan terdiri dari:

a. Semen, Jenis portland semen digunakan selaam

kegiatan penyemenan berlangsung. Bahan

tersebut halus dan merupakan bubuk yang sangat

reaktif. Portland semen biasanya disimpan dalam

silo pada lokasi dimana dilakukan kegiatan

penyemenan.

b. Air, berupa air segar (fresh water) yang

digunakan untuk menyemen sumur didarat,

sedangkan sea water digunakan di lepas pantai.

Kadang-kadang fresh water sering berada pada

keadaan yang tidak benar-benar murni/fresh,

yang hal ini juga bisa mempengaruhi

kemampuan dari semen.

c. Dry cement additives.

Peralatan dan Cara kerjanya

Peralatan permukaan terdiri dari :

a. Mixer

Alat ini berfungsi untuk mempertemukan cement

slurry dan air dengan kecepatan yang sangat

tinggi (sistem jet) melalui suatu venturi sehingga

timbul aliran turbulensi yang menjadikan proses

pencampuran menjadi sempurna

b. Mixing tub

Mixing tub adalah suatu alat yang berfungsi

untuk menampung bubur semen yang telah

dihasilkan oleh jet mixer, bubur semen yang

tertampung selanjutnya dihisap oleh pompa

untuk diteruskan ke dalam sumur

c. Pompa Semen

Pompa semen dipakai untuk memompa bubur

semen kedalam sumur. Pompa biasa yang

digunakan adalah duplex double acting piston

atau single duplex double actig triplex pluner

pump

d. Flow line

Flow line merupakan rangkaian pipa yang

berfungsi untuk mengalirkan bubur semen atau

sebagai media untuk mengalirkan fluida

pendorong dari Cementing Unit ke cementing

head.

e. Cementing Head

1) Liner Cementing Head

Merupakan ujung dari flow line yang

mempunyai fungsi untuk memasukkan bubur

semen ke dalam sumur.

2) Plug Dropping Head

Merupakan tempat plug yang akan

diluncurkan untuk mendorong bubur semen

dan juga tempat memasukkan bola besi untuk

pengesetan hydraulic.

f. Casing Cementing Head

Alat ini berfungsi sebagai media penghubung

antara pipa penyemenan dari pompa semen ke

casing dan sebagai tempat untuk menempatkan

plug (top dan bottom plug). Dengan adanya

casing cementing head ini maka lumpur dapat

disirkulasikan oleh desakan bottom plug sampai

ke dasar casing lalu diisikan bubur semen

diatasnya sebelum pendesakan oleh top plug

dimulai.

g. Peralatan bawah permukaan

Peralatan penyemenan dibawah permukaan

terdiri dari :

1) Casing

Casing menurut fungsi dibagi menjadi :

conductor casing, surface casing,

Page 7: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

4

intermediate casing dan production casing /

liner casing. Apabila casing hanya dipasang

pada zona produktif disebut open hole

completion tetapi bila dipasang dari atas

hingga lapisan produktif disebut perforated

casing completion.

2) Floating Equipment

Alat ini terdiri dari Guide Shoe, yaitu

peralatan yang dipasang pada ujung casing

agar casing tidak tersangkut selama

diturunkan. Guide shoe dilengkapi dengan

penahan tekana balik disebut Float Shoe. Alat

yang lain adalah Float shoe, yaitu peralatan

yang terletak paling ujung dari rangkaian

casing. Float shoe dilengkapi dengan valve

yang berfungsi mencegah aliran balik

suspensi semen dari annulus ke dalam casing.

h. Wiper Plug

Wiper plug adalah plug yang dipakai untuk

membersihkan dinding didalam casing dari

lumpur pemboran. Plug ini dibagi menjadi dua

yaitu Top Plug yang berfungsi untuk mendorong

bubur semen melalui casing atau drill pipe yang

telah ditempatkan pada plug dropping head. Dan

alat Bottom plug yang berfungsi mendorong

lumpur dalam casing dan meminimalisir

kontaminasi antara semen dengan lumpur.

i. Scratcher

Scratcher adalah peralatan pembersih dinding

lubang sumur dari mud cake sehingga semen

dapat melekat langsung pada dinding formasi

dan dapat menghindarkan channeling (lubang

saluran antara semen dan formasi). Cara

pemakaian alat ini ada beberapa cara yaitu

dengan cara diputar (rotating) atau dengan

menaik turunkan (reciprocating).

j. Centralizer

Centralizer adalah alat untuk menempatkan

casing tepat ditengah-tengah lubang sumur agar

diperoleh jarak yang sama antara dinding casing

dengan dinding lubang sumur. Penempatan

casing dalam lubang sumur sedapat mungkin

terletak ditengah-tengah untuk menghindari

terjadinya channeling.

k. Landing Collar

Alat ini berfungsi untuk menyekat dan

menangkap liner wiper plug, mencegahnya naik

kembali ke atas lubang, menyekat tekanan dari

bawah dan mencegahnya berputar sewaktu

pemboran keluar atau drill out.

l. Cementing Basket

Cementing basket digunakan bersama-sama

dengan casing atau liner pada titik dimana

terdapat formasi yang porous atau lemah. Guna

alat ini adalah agar cement slurry ini tidak

bercampur dengan batuan formasi yang gugur.

m. Liner Hanger

Digunakan untuk menggantung liner dan

dipasang pada bagian atas liner.

n. Liner Packer

Dipasang pada bagian atas liner sebagai

penyekat antara liner dan selubung selama atau

setelah penempatan semen.

o. Packer Bore Receptacle

Biasa disebut polished bore reseptacle yang

merupakan tabung berdinding tebal dengan

gerigi dan diameter dalam yang licin dimana

bagian dalamnya dilapisi dengan TFE untuk

mencegah menempelnya semen ataupun material

lainnya, sehingga mengurangi friksi dan korosi.

p. Pack – off Bushing

Alat ini biasa dimasukkan diantara setting tool

dan bagian atas liner hanger sebagai penyekat

antara setting tool dengan liner. Pack-off bushing

ada yang drillable dan retrievable. Jenis drillable

harus dibor kembali dengan bit atau mill.

Retrievable biasa dipakai pada pemboran dalam,

dapat merupakan bagian dari setting tool dan

diambil kembali pada waktu setting tool

dipindahkan dari liner, sehingga dapat

menghemat waktu pemboran ke luar.

q. Pump Down Plug Dropping Head dan

Cementing Manifold

Alat ini dihubungkan pada bagian atas pipa bor.

Manifold digunakan untuk membantu pada

waktu pemompaan lumpur dan semen kedalam

pipa bor dan menahan pump down plug sampai

pump down plug dilepaskan dibelakang semen.

r. Liner Wiper Plug

Alat ini ditempatkan pada bagian bawah setting

tool. Pump down plug akan mengikuti semen

sambil membersihkan semen pada liner wiper

plug yang kemudian lepas dari setting tool

karena tekanan pompa. Kedua plug lalu turun

mengikuti semen sambil membersihkan liner

sampai akhirnya tersangkut dan menempel pada

landing collar.

s. Liner Setting Tool

Alat ini berfungsi untuk menghubungkan pipa

bor dengan liner. Setting collar dan tie-back

receptacle atau sleeve, biasa digabungkan

menjadi satu alat.

t. Liner swivel

Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk

liner yang tersangkut dalam lubang terbuka atau

dalam lubang yang tidak lurus dimana hanger

barrel sukar berputar. Dengan memakai alat ini

liner tidak akan ikut berputar, hanya liner hanger

dan setting tool saja yang berputar.

u. Dual Stage Cementing Collar (DSCC)

Alat Dual Stage Cementing Collar (DSCC)

digunakan pada penyemenan bertahap atau

bertingkat, sebagai tempat keluarnya semen dari

casing ke annulus setelah tahap pertama dan

sebelumnya selesai.

Page 8: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

5

Metode Penyemenan Sumur Pengeboran

Pelaksanaan pekerjaan penyemenan pada

umumnya dibedakan pelaksanaan menjadi dua jenis,

yaitu single stage cementing, dan multy stage

cementing.

a. Single Stage Cementing

Single stage cementing umumnya digunakan

untuk melakukan penyemenan terhadap pipa

konduktor dan surface. Sejumlah lumpur

disiapkan dan dipompakan ke dalam casing.

Perlu dicatat pula bahwa seluruh bagian internal

dari peralatan casing, termasuk float shoe, wiper

plug dan lain sebagainya merupakan peralatan

yang dengan mudah dapat hancur bila dibor.

b. Multi Stage Cementing Multi

Stage cementing diterapkan pada penyemenan

rangkaian casing yang panjang khususnya guna :

1) Mengurangi tekanan total pemompaan .

2) Mengurangi tekanan total hidrostatis pada

formasi-formasi lemah sehingga tidak terjadi

atau terbentuk rekahan.

3) Memungkinkan pemilihan penyemenan

daripada formasi.

4) Memungkinkan penyemenan keseluruhan

total panjang casing.

5) Memastikan penyemenan efektif di sekeliling

shoe dari rangkaian casing sebelumnya.

Pada multi stage cementing sebuah stage

cementer dipasang pada posisi tertentu pada

rangkaian casing. Posisi stage cementer

ditentukan oleh panjang total kolom semen

dan kekuatan formasi. Untuk pekerjaan two-

stage cementing, sebuah one-stage cementer

digunakan pada rangkaian casing.

d. Casing lalu diturunkan ke dasar lubang.

Kemudian casing disirkulasikan dengan

sejumlah volume sebesar dua kali kapasitas

lubang.

e. Tahap pertama penyemenan ditujukan sebagai

operasi tahap tunggal, akan tetapi bagian top

kolom semen berakhir tepat dibawah stage

cementer.

f. Tahap kedua diawali dengan menjatuhkan

sebuah opening bomb dari permukaan sehingga

memungkinkan untuk jatuh pada opening seat

pada stage collar. Saat bomb telah ditempatkan,

tekanan pemompaan sebesar 1200 - 1500 psi

diatas tekanan sirkulasi diterapkan pada

penyeretan pin penahan dan memungkinkan

sebuah bottom sleeve bergerak turun. Gerakan

sleeve akan membuka terminal, sehingga

menetapkan hubungan antara bagian dalam

(internal) casing dengan annulus.

g. Lumpur kemudian disirkulasikan guna

mengkondisikan sumur yang ditujukan untuk

memulai tahap kedua. Volume semen yang

diperlukan untuk tahap kedua lalu dipompakan

dan diikuti dengan sebuah closing plug. Bubur

semen melewati terminal dari stage cementer dan

akan ditempatkan pada annular area.

h. Jika plug telah mencapai stage cementer maka

tekanan sebesar 1500 psi diatas tekanan yang

diperlukan untuk mensirkulasikan semen

diterapkan pada closing plug sehingga

mendorong upper sleeve turun dan dengan

demikian akan menutup terminal dan menyekat

ruang antara casing dengan annulus. Sehingga

dengan demikian keseluruhan rangkaian casing

telah disemen.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelusuran dokumen dan

pengamatan selama penelitian diketahui bahwa

berdasarkan kepentingan dan tujuannya,

penyemenan dapat dibagi dua, yaitu primary

cementing, dan squeeze cementing. Primary

Cementing adalah penyemenan pertama kali yang

dilakukan setelah pipa selubung diturunkan kedalam

sumur. Penyemenan antara formasi dengan pipa

selubung bertujuan untuk melindungi formasi yang

akan dibor dari formasi sebelumnya dibelakang pipa

selubung yang mungkin bermasalah, mengisolasi

formasi tekanan tinggi dari zona dangkal

sebelumnya, dan melindungi daerah produksi dari

water-bearing sands. Suspensi semen biasanya

ditempatkan dibelakang pipa selubung. Suatu

kondisi pemboran tertentu mungkin mengharuskan

untuk penyemenan annulus tanpa penyemenan

annulus secara keseluruhan. Penyebab yang umum

adalah adanya zona lost circulation yang

memungkinkan semen bersirkulasi kembali keatas.

Sebab lain yang mungkin adalah kesalahan dalam

pembuatan suspensi semen. Liner disemen dengan

suspensi semen yang lebih ringan dari pada

rangkaian pipa selubung. Pada saat liner diturunkan

kedalam lubang sumur, suspensi semen harus

langsung dipompakan. Pensirkulasian suspensi

semen dengan volume berlebih dapat me-nyebabkan

masalah-masalah pemboran, antara lain jika

suspensi semen dengan volume berlebih

disirkulasikan keatas melalui annulus, mungkin akan

diperlukan waktu tambahan, dimana kemungkinan

semen akan mengeras di annulus, dan jika suspensi

semen dengan volume berlebih tersebut sirkulasinya

dikembalikan melalui pipa bor, tekanan hidrostatik

dan tekanan friksi pada dudukan pipa selubung akan

menyebabkan terjadinya lost circulation.

Squeeze cementing atau secondary

cementing adalah pekerjaan penyemenan untuk

menyempurnakan dan menutup rongga-rongga yang

masih ada setelah primary cementing, dapat

dilakukan squeeze cementing. Aplikasi pokok untuk

squeeze cementing antara lain adalah

menyempurnakan primary cementing ataupun untuk

Page 9: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

6

perbaikan terhadap hasil penyemenan yang rusak,

mengurangi water-oil ratio, gas-oil ratio dan water-

gas ratio, menutup kembali zona produksi yang

diperforasi apabila pemboran mengalami kegagalan

dalam mendapatkan minyak, memperbaiki

kebocoran pada pipa selubung, dan menghentikan

lost circulation yang terjadi pada saat pemboran

berlangsung. Dan pertimbangan yang paling penting

dalam operasi squeeze cementing adalah teknik

penempatan dan pembuatan suspensi semen yang

akan digunakan. Squeeze cementing juga dapat

digunakan untuk menurunkan ratio fluida produksi.

Volume gas yang besar memungkinkan untuk

terjadinya pengurangan tekanan reservoir lebih

cepat, bersamaan dengan pembentukan harga

pemisah yang berlebih pada fasilitas produksi

permukaan oleh volume air yang besar. Bagian

perforasi tertentu mungkin harus ditutup dengan

pemompaan suspensi semen, sehingga volume gas

dan air dapat dikurangi dengan penyemenan

dibagian atas dan bawah perforasi secara berurutan

Lost circulation seringkali dapat diatasi dengan

squeeze cementing, dengan catatan proses

penyemenan harus sesuai dengan jenis lost

circulation yang terjadi.

Ada empat metode squeeze cementing yang

saat ini digunakan, yaitu bradenhead methods,

packer squeeze methods, balanced plug methods,

dan dump bailer methods. Bradenhead Method

Dalam metode ini drill pipe diturunkan hingga

berada tepat diatas perforasi (atau zona) yang akan

mendapatkan squeezed off. Kemudian semen

ditempatkan guna menutupi zona tersebut. Pipe rams

lalu ditutup dan diterapkan tekanan hasil

perhitungan dari permukaan guna melakukan

squeeze off terhadap perforasi tersebut. Packer

Squeeze Method Pada metode ini retrievable packer

atau retainer packer diturunkan hingga berada tepat

diatas zoana yang akan di sqieezed off. Retrievable

packer, ditempatkan pada pipa bor. Retainer packer

dijalankan dengan wire line dan diset dengan special

setting kit. Jika volume total semen telah di

squeezed off, maka semen berlebih harus

dipompakan agar kembali sehingga tidak akan

menyemen pipa bor. Hesitation Squeeze Metode ini

secara khusus digunakan pada zona dengan

permeabilitas rendah. Sebuah pipa bor digunakan

dalam menempatkan semen sepanjang zone of

interest dan bubur semen dipompa dan dihesitasi.

Plugging-back Operation Operasi ini meliputi

penempatan cemen plug sepanjang zona yang akan

di plug off. Plug semen digunakan untuk

meninggalkan lower depleted zones, plug off atau

meninggalkan seluruh sumur atau sebagian dari

sebuah open hole, memberikan kick of point untuk

operasi side track drilling, dan menutup zona lost

circulation pada open hole. Sedangkan balanced

Plug Method Pada metode ini hanya digunakan pipa

bor. Pre-flush dipompakan sebelum semen dan lalu

diikuti oleh fluida pembatas (spacer).

Dari hasil perhitungan estimasi kebutuhan

slury cement dan pembahasan mengenai kebutuhan

material slurry penyemenan diketahui estimasi

kebutuhan material penyemenan sebagai berikut :

a. Spesifikasi sumur pengeboran :

1) Previous casing dia. 13 3/8”, OD.13,375 “,

ID. 12,615”, kedalaman. 307 meter

2) Existing casing dia. 9 5/8”, OD. 9,625”,

ID.8,755”, Panjang. 304,9 meter

3) Open hole. 12”, Float shoe. 304,9 meter,

Float collar. 294,5 meter, Top of cement. 0,0

meter, Top of tail. 204,9 meter, Excess :

75%.

b. Total volume slurry yang dibutuhkan adalah

526,83 cuft atau 93,84 bbl. Dimana slurry dibagi

menjadi dua bagian yaitu 322,78 cuft atau 57,49

bbl untuk lead slurry, dan 204,05 cuft atau 36,34

bbl untuk tail slurry.

b. Material penyemenan yang dibutuhkan untuk

lead slurry adalah semen sebanyak 184 sack.

Sedangkan air yang dibutuhkan sebanyak 39,9

bbl. Dan additive yang dibutuhkan adalah 259,4

lb BAA-11 (accelerator); 55,2 gal BAE-15L

(extender); dan 5,5 gal BAF-26L (anti foam).

c. Material penyemenan yang dibutuhkan untuk tail

slurry adalah semen sebanyak 176 sack.

Sedangkan air yang dibutuhkan sebanyak 18,6

bbl. Dan additive yang dibutuhkan adalah 165,4

lb BAA-11 (accelerator); 26,4 gal BAD-14L

(dispersant); 70,4 gal BAL-22L (fluid loss

control); dan 5,3 gal BAF-26L (anti foam).

d. Total displacement volume yang dibutuhkan

untuk mendorong semen slurry adalah sebanyak

403,9 cuft atau 71,9 bbl lumpur.

V. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian permasalahan, metode

penelitian dan hasil penelitian dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut :

a. Metode Primary Cementing adalah penyemenan

pertama kali yang dilakukan setelah pipa

selubung diturunkan kedalam sumur, sedangkan

secondary cementing adalah penkerjaan

penyemenan untuk menyempurnakan dan

menutup rongga-rongga yang masih ada setelah

primary cementing

b. Total kebutuhan material penyemanan (total

displacement volume) yang dibutuhkan untuk

Previous casing dia. 13 3/8”, OD.13,375 “, ID.

12,615”, kedalaman. 307 meter, Existing casing

Page 10: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rahmawati1), Bambang Sugeng2), Sulardi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

7

dia. 9 5/8”, OD. 9,625”, ID.8,755”, Panjang.

304,9 meter, Open hole. 12”, Float shoe. 304,9

meter, Float collar. 294,5 meter, Top of cement.

0,0 meter, Top of tail. 204,9 meter dengan

Excess 75% adalah sebanyak. 403,9 Cuft atau

71,9 bbl lumpur pengeboran.

Saran

a. Untuk kesempurnaan hasil cementing,

disarankan untuk dilakukan secara bertahap,

meliputi tahap cementing primer dan cementing

sekunder

b. Dalam estimasi kebutuhan material penyemanan

(total displacement volume) yang dibutuhkan

disarankan dengan Excess minimal. 85% volume

lumpur pengeboran.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan telah selesainya penelitian ini Penulis

mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang

tinggi kepada Bapak-bapak Dosen Pembimbing,

Dosen Pengasuh dan kepada semua pihak yang telah

memungkinkan kelancaran dan selesainya penelitian

tugas akhir ini.

DAFTAR PUSTAKA

Baker Huges, INTEQ. 1995. Drilling Engineering

Workbook. Baker Huges INTEQ. Houston United

State of America.

Gusmao, Vania. 2009. Penyemenan trayek casing 13

3/8 dan 9 5/8 dan 7 Pada Sumur SLL-30. Laporan

Kerja Praktek.

Mudofir, Achmad. 2002. Pengenalan Casing dan

Penyemenan. Slide Presentasi.

Kent, Clark. 2006. Cementing System. Powerpoint

Presentation.

Rubba, Ichwan. 2013. Perencanaan Kebutuhan

Material Penyemenan Casing 13 3/8 Pada Sumur X

Lapangan Y Kasim Marine Terminal (KMT) Sorong

Papua Barat. Tugas Akhir Universitas Negeri Papua.

Manokwari.

Schlumberger. 2003. Casing Operation Overview.

Powerpoint Presentation.Cirebon.

Setiawan, Ridwan. 2009. Proses Penyemenan Pada

Trayek Casing 13 3/8 Di Sumur X Lapangan Y.

Prosposal Kerja Praktek. Akademi Minyak dan Gas

Bumi Balongan. Indramayu.

Suman, George and Ellis, Richard. 1977. World

Oil’s Cementing Handbook. Gulf Publishing

Company. Houston, United States of America.

Smith, D. K. 1990. Cementing. Monograph Volume

4, SPE. Richardson, TX.

Rudi Rubiandini, 2009. Teknik Operasi Pemboran.

Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Wattimury, Petra. 2013. Evaluasi Perencanaan

Rangkaian Casing Sumur X Lapangan Y. Tugas

Akhir Universitas Negeri Papua.Manokwari.

Page 11: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil

Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

8

ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG FONDASI TIANG

BERDASARKAN DATA UJI LABORATORIUM, UJI SPT

DAN UJI KALENDERING PADA PROYEK JALAN

PENDEKAT JEMBATAN MAHAKAM IV SISI SAMARINDA

KOTA

Budi Haryanto1, Masayu Widiastuti

2, Syarifah Fathil Bariah

3

Program Studi S1Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Kampus Gunung Kelua

Jalan Sambaliung No.9, Samarinda 75119, Telp: 0541-736834, Fax: 0541-749315

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Daya dukung fondasi sangat penting untuk diketahui agar dapat direncanakan struktur bangunan yang

baik dan tidak mengalami penurunan ataupun kerusakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan

hasil kapasitas daya dukung tiang pancang yang berdiameter 500 mm (SPP500) dan 1000 mm (SPP1000)

dengan menggunakan data uji laboratorium, uji Standart Penetration Test (SPT), dan data kalendering, serta

membandingkan hasil analisa ketiganya dengan hasil tes Pile Driving Analyzer (PDA) sehingga dapat

diperoleh metode yang memenuhi syarat aman.

Pada analisis daya dukung menggunakan data hasil uji laboratorium digunakan metode Broms dan

zmetode U.S Army Corps, untuk daya dukung berdasarkan hasil uji Standard Penetration Test (SPT)

digunakan metode Meyerhof dan metode Briaud et al dan untuk daya dukung berdasarkan hasil uji

kalendering digunakan metode Hiley dan metode Danish.

Berdasarkan hasil analisis diketahui daya dukung ijin (Qa) pada SPP500 dan SPP1000 secara berurutan

berdasarkan data uji laboratorium menggunakan metode Broms yaitu 985,18 ton dan 2.804 ton, lalu pada

metode U.S Army Corps yaitu 962,23 ton dan 2.747 ton. Berdasarkan data uji SPT menggunakan metode

Meyerhof yaitu 225,31 ton dan 582,05 ton, lalu pada metode Briaud et al yaitu 174,03 ton dan 582,05 ton.

Berdasarkan uji kalendering menggunakan metode Hiley yaitu 255,79 ton dan 573,01 ton, lalu pada metode

Danish yaitu 149,25 ton dan 272,52 ton.

Hasil daya dukung pada uji laboratorium memiliki perbedaan yang lebih besar dibandingkan dengan

hasil PDA test. Hasil daya dukung dengan parameter data uji SPT dan uji kalendering memiliki hasil yang

lebih kecil dan mendekati dengan hasil pengujian PDA, yang berarti daya dukung fondasi berdasarkan data

SPT dan kalendering lebih dapat mewakili kondisi di lapangan.

Kata kunci: Analisis daya dukung, fondasi, tiang pancang, uji laboratorium, uji SPT, uji kalendering, PDA,

CAPWAP

ABSTRACT

Bearing capacity of foundation is very important to known as one aspect of building structure

planning so any deterioration or damage can be avoided. The purpose of this study are to obtain the results of

bearing capacity of piles with diameter of 500 mm (SPP500) and diameter of 1000 mm (SPP1000) by using

the data of laboratory test, SPT test, and calendring test and comparing the results of the analysis with the

results of Pile Driving Analyzer (PDA), thereore the methods which meet the safety requirement.

Broms method and U.S Army Corps is used to analyse bearing capacity by using laboratory test

results. Meanwhile, Meyerhof method and Briaud et al method is used to analyse bearing capacity by using

Standard Penetration Test (SPT) results. In addition, the bearing capacity based on calendring test used Hiley

method and Danish method.

Page 12: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil

Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

9

Allowable bearing capacity (Qa) on SPP500 and SPP1000 sequentially based on the data of laboratory

test by using Broms method is 985,18 ton and 2.804 ton, and by using U.S Army Corps is 962,23 ton and 2.747

ton. Qa based on the data of SPT test by using Meyerhof method is 225,31 ton and 582,05 ton. Qa based on the

data of calendring test by using Hiley method is 255,79 ton and 573,01 ton, and by using Danish method is

149,25 ton and 272,52 ton.

The results of bearing capacity based on the data of laboratory test has showed the higher results of

PDA test. The results of bearing capacity by using the data of SPT test and calendring test has showed the

lower results and approaches the results of PDA test, which means the bearing capacity of foundation based

on the data of SPT test and calendring test more reliable to represent actual conditions in the project area.

Keywords: Bearing capacity, foundation, pile, laboratory test, Standard Penetetration Test (SPT), calendring

test, PDA, CAPWAP

1. PENDAHULUAN

Fondasi adalah suatu konstruksi pada bagian

dasar struktur bangunan yang berfungsi untuk

meneruskan beban dari bagian struktur bangunan ke

lapisan tanah yang berada di bagian bawah struktur.

Salah satu jenis fondasi yang banyak digunakan

pada bangunan tinggi adalah fondasi tiang pancang.

Penggunaan fondasi tiang pancang sebagai

fondasi bangunan apabila tanah yang berada di

bawah dasar bangunan tidak mempunyai daya

dukung (bearing capacity) yang cukup untuk

memikul berat bangunan beban yang bekerja

padanya (Sardjono HS, 1988). Fungsi dan kegunaan

dari fondasi tiang pancang adalah untuk

memindahkan atau mentransfer beban-beban dari

konstruksi di atasnya ke lapisan tanah keras yang

letaknya sangat dalam.

Jika kapasitas daya dukung tiang diketahui,

maka dapat direncanakan suatu struktur yang kokoh

dan aman. Sebaliknya, jika kapasitas daya dukung

tiang pancang tidak dianalisis dengan baik, maka

dapat menyebabkan bangunan yang ada di atasnya

pun akan mengalami penurunan dan juga kerusakan.

Hal ini yang mendasari penelitian ini, dimana

dilakukan analisis kapasitas daya dukung tiang

pancang diameter 500 mm dan diameter 1000 mm

menggunakan tiga parameter daya yaitu, uji

laboratorium, uji SPT dan uji kalendering, yang

berlokasi di Proyek Jembatan Mahakam IV pada

Jalan Pendekat Sisi Samarinda Kota.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fondasi

Fondasi adalah suatu konstruksi pada bagian

dasar struktur (sub structure) yang berfungsi

meneruskan beban dari bagian atas struktur (upper

structure) ke dalam tanah dibawahnya tanpa

mengakibatkan keruntuhan geser tanah dan

penurunan (settlement) yang berlebihan. Struktur

atas umumnya dipakai sebagai istilah untuk

menjelaskan bagian sistem yang direkayasa yang

membawa / memikul beban kepada fondasi atau

struktur bawah.Fondasi sendiri tergolong dalam

bentuk bangunan struktur bawah yang tidak lain

sebagai media penyebaran / penyalur beban.

2.1.1 Fondasi Tiang Pancang

Berdasarkan material yang digunakan,

fondasi tiang terbagi atas 4 jenis, yaitu tiang

pancang kayu (gambar 1), tiang pancang beton

(gambar 2 dan gambar 3), tiang pancang baja

(gambar 4) dan tiang pancang komposit.

1. Tiang Pancang Kayu

Gambar 1. Tiang Pancang Kayu

(Sumber: Joseph E Bowles, Analisa dan

Disain Pondasi Jilid 2)

2. Tiang Pancang Beton

Gambar 2. Tiang Pancang Beton (Precast

Prestressed Concrete Pile) (Sumber: Joseph E Bowles, Analisa dan

Disain Pondasi Jilid 2)

Page 13: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil

Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

10

3. Tiang Pancang Pipa Baja

Gambar 3. Tiang Pancang Baja

(Sumber: Joseph E Bowles, Analisa dan

Disain Pondasi Jilid 2)

2.2. Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang

Daya dukung tiang dapat dihitung dengan

menggunakan metode analitis yaitu berdasarkan uji

laboratorium (analitis statis) dan berdasarkan uji

SPT (analitit empiris) dan metode dinamis yaitu

berdasarkan uji kalendering.

2.2.1. Berdasarkan hasil uji laboratorium

Pada uji laboratorium metode yang

digunakan adalah metode Broms dan metode U.S

Army Corps.

1. Metode Broms

Qb = Ab Pb Nq ............................................. (1)

Qs = ∑ ............................................. (2)

= Cd + Kd Po tg ............................... (3)

Qu = Qb + Qs – Wp ................................... (4)

2. Metode U.S Army Corps

Qb = Ab fb ................................................... (5)

fb = Pb Nq .................................................. (6)

Qs = ∑ fs ............................................... (7)

fs = Kd Po tg ......................................... (8)

Qu = Qb + Qs – Wp .................................. (9)

Dengan,

Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (ton)

Qs = Tahanan selimut tiang (ton)

fb = Tahanan ujung per satuan luas

fs = Tahanan gesek per satuan luas

= Tahanan geser dinding tanah

Ab = Luas penampang ujung tiang (m2)

As = Luas penampang selimut tiang (m2)

Pb = Tekanan vertikal efektif (kN/m2)

Nq = Faktor daya dukung tiang

Cd = Kohesi penampang tiang (kN/m2)

Kd = Koefisien tekanan tanah yang bergantung

pada kondisi tanah yang dapat dilihat pada

tabel 1

= Sudut gesek dinding efektif antara dinding

tiang dan tanah

Wp = Berat sendiri tiang (ton)

Tabel 1. Nilai-nilai (U.S Army Corps)

Bahan Tiang

Tiang Baja 0,67 – 0,83

Tiang Beton 0,90 – 1,00

Tiang Kayu 0,80 – 1,00 (Sumber: Hardiyatmo, 2011)

Tabel 2. Nilai Kd dan Kt (U.S Army Corps)

Tanah Kd (Tiang

Tekan)

Kt (Kuat

Tarik)

Pasir 1,0 – 2,0 0,5 – 0,7

Lanau 1,0 0,5 – 0,7

Lempung 1,0 0,7 – 1,0 (Sumber: Hardiyatmo, 2011)

Tabel 3. Nilai Kd (Broms)

Bahan

tiang

Kd

Pasir tak

padat

Pasir padat

Baja 0,50 1,00

Beton 1,00 2,00

Kayu 1,50 4,00 (Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, Teknik Fondasi 2)

Nc, Nq, N adalah faktor daya dukung tanah (bearing

capacity factors) yang besarnya tergantung dari

sudut geser tanah. Hansen menyarankan rumus

perhitungan untuk faktor daya dukung yang

menyerupai rumus yang diberikan oleh Meyerhof,

yaitu sebagai berikut:

Nq = (exp.π tan ϕ) tan2 (45

o + ϕ/2) ........... (10)

Nc = (Nq – 1) cot ϕ …………………. (11)

N = 1.5 (Nq – 1) tan ϕ ……………... (12)

2.2.2.Berdasarkan hasil uji SPT

Pada uji laboratorium metode yang

digunakan adalah metode Meyerhof dan metode

Briaud et al.

1. Metode Meyerhof (1956)

Qu = 4 Nb Ab +

As ........................... (13)

Dengan,

Qu = Kapasitas ultimit tiang (ton) Nb = Nilai N dari uji SPT pada tanah di sekitar

tiang

Page 14: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil

Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

11

= Nilai N rata-rata uji SPT, di sepanjang tiang

As = Luas selimut tiang (ft2) (dengan 1 ft = 30,48

cm)

Ab = Luas dasar tiang (ft2)

2. Metode Briaud et al

Qb = Ab 19,7 ( )0,36

........................... (14)

Qs = As 0,224 ( )0,29 ......................... (15)

Dengan,

Qb = Tahanan ujung (ton)

Qs = Tahanan friksi (ton)

As = Luas selimut tiang (ft2) (dengan 1 ft =

30,48 cm)

Ab = Luas dasar tiang (ft2)

= Nilai N-SPT rata-rata sepanjang tiang

2.2.3. Berdasarkan Hasil Uji Kalendering

Pada uji kalendering metode yang digunakan

adalah metode Hiley dan metode Danish.

1. Metode Hiley

Pu =

( ) x

…………. (16)

Pa = Pu / N …………………………....(17)

Dimana :

Pu = Kapasitas daya dukung batas (kN).

Pa = Kapasitas daya dukung yang diijinkan (kN).

Er = Efisiensi palu.

W = Berat palu atau ram (kN).

Wp = Berat tiang pancang (kN).

n = Koefisien restitusi.

H = Tinggi jatuh palu (m).

H = H’ untuk palu diesel (H’ = tinggi jatuh

ram).

S = Penetrasi tiang pancang pada saat

penumbukan terakhir, atau “set” (m).

N = Faktor keamanan.

K = Rebound Tertinggi Saat Kalendering.

2. Metode Danish

Pu =

(

) ……………………….(18)

Pa = Pu / N …………………………….. (19)

Dimana :

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

Pa = Kapasitas daya dukung yang diijinkan.

= Effisiensi alat pancang.

= Energi alat pancang yang digunakan

= Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari

kalendering di lapangan.

= Luas penampang tiang pancang.

= Modulus elastis tiang.

= Faktor Keamanan.

2.3. Efisiensi Grup Tiang

Persamaan efisiensi grup tiang yang

disarankan oleh Converse-Labarre Formula, sebagai

berikut:

Eg = 1 - ( ) ( )

…………… (20)

Dimana:

Eg = efisiensi grup pile

= arc tan d/s dalam derajat

n = banyak tiang dalam satu baris

m = jumlah baris

d = diameter dari tiang

s = spacing (jarak antar tiang)

Pada pondasi tiang pancang , tahanan gesek

maupun tahanan ujung dengan s 3d, maka

kapasitas dukung kelompok tiang diambil sama

besarnya dengan jumlah kapasitas dukung tiang

tunggal (Eg = 1). Dengan memakai rumus berikut:

Qug = n Qa ………………………… (21)

Jika tahanan gesek dengan s < 3d, maka faktor

efisiensi ikut menentukan, dengan memakai rumus

berikut:

Qug = Qut n Eg …………………….. (22)

Dimana:

Qug = Kapasitas daya dukung maksimum grup

tiang

Eg = Efisiensi grup tiang

n = Banyak tian

Qut = Kapasitas daya dukung maksimum satu

tiang

3. METODOLOGI PENELITIAN

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Gambar 4

Page 15: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil

Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

12

Studi Pendahuluan

Identifikasi Masalah

Mulai

mMM

Pembatasan Masalah

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Sekunder:

- Data Hasil Uji SPT

- Data Hasil Uji Laboratorium

- Data Hasil Uji Kalendering

- Data Hasil Uji PDA

Gambar 4. Diagram alir penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Analisis

Data hasil uji laboratorium (Tabel 4) dan uji

SPT (Tabel 5) diperoleh dari titik BM.01, untuk data

uji kalendering yang dicantumkan adalah hasil

kalendering pada S-8A (gambar 5) dan P9 NO.1

(gambar 6).

Tabel 4. Data Hasil Uji Laboratorium

Berdasarkan

data uji

kalendering

menggunak

an metode

Hiley dan

metode

Danish

Perhitungan daya dukung tiang tunggal

Berdasarkan

data uji

laboratorium

menggunakan

metode Broms

dan metode U.S Army

Corps

Berdasarkan

data uji SPT

menggunakan

metode

Meyerhof dan

metode

Briaud et al

Perhitungan efisiensi grup tiang

Perhitungan kapasitas daya dukung grup tiang

Kesimpulan dan

Saran

Selesai

Perbandingan hasil analisis dengan PDA Tes

Page 16: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil

Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

13

Gambar 5. Hasil Kalendering pada S-8A (Sumber:

Lokasi proyek Jembatan Mahakam IV)

Gambar 6. Hasil Kalendering pada P9. NO-1

(Sumber: Lokasi proyek Jembatan

Mahakam IV)

4.2. Hasil Analisis dan Pembahasan

Tabulasi hasil analisis menggunakan

parameter data uji laboratorium, uji SPT dan uji

kalendering dapat dilihat pada tabel 6, untuk tabulasi

keterangan perbandingan hasil analisis dapat dilihat

Tabel 5. Data Hasil Uji SPT

Page 17: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil

Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

14

pada Tabel 7. Efisiensi kelompok tiang yang

diperoleh pada SPP500 adalah 0,90 dan untuk

SPP1000 adalah 0,71.

Tabel 6. Hasil Analisis

Tabel 7. Keterangan Hasil Analisis

4.2.1 Pembahasan

Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan

bahwa perhitungan dengan meng-gunakan rumus

analitis atau uji labo-ratorium memiliki nilai daya

dukung tiang yang paling tinggi dibandingkan

dengan menggunakan uji SPT dan uji kalendering.

Hal ini disebabkan pada uji laboratorium

memperhitungan friction pada setiap lapisan tanah

dan diakumu-lasikan untuk memperoleh daya

dukung tiang.

Daya dukung tiang dengan menggunakan

rumus empiris atau uji SPT memiliki nilai daya

dukung yang cukup mendekati nilai PDA test dan

CAPWAP, dikarenakan pada rumus empiris yang

menjadi parameter utama adalah nilai N pada setiap

lapisan tanah dan tidak mengakumulasikan daya

dukung di setiap lapisan tanah (friction).

Rumus dinamis atau uji kalendering memiliki

nilai daya dukung tiang yang paling mendekati

dengan nilai daya dukung pada PDA test dan

CAPWAP. Hal ini disebabkan rumus dinamis tidak

memperhitungkan adanya pengaruh friction atau

gesekan kulit tiang terhadap tanah, karena pada

rumus dinamis yang menjadi parameter kapasitas

daya dukung adalah tahanan ujung tiangnya, hal ini

dapat dilihat dari adanya parameter nilai penetrasi

akhir per 10 pukulan (s) pada semua persamaan

rumus dinamis.

5. KESIMPULAN

Dari hasil analisis kapasitas daya dukung

tiang pancang pada proyek Jalan Pendekat Jembatan

Mahakam IV Sisi Samarinda Kota MYC didapat

kesimpulan antara lain :

1. Nilai kapasitas daya dukung ijin tiang

menggunakan parameter data uji laboratorium,

uji Standard Penetration Test (SPT) dan uji

kalendering yang diperoleh adalah sebagai

berikut:

a. Uji laboratorium

- SPP500

Metode Broms = 985,18 ton

Metode U.S Army Corps = 962,23 ton

- SPP1000

Metode Broms = 2.804,20 ton

Metode U.S Army Corps = 2.747,02 ton

b. Uji Standard Penetration Test (SPT)

- SPP500

Metode Meyerhof (1956) = 337,96 ton

Metode Briaud et al = 208,94 ton

- SPP1000

Metode Meyerhof (1956) = 863,09 ton

Metode Briaud et al = 582,05 ton

c. Uji Kalendering

- SPP500

Metode Hiley = 255,79 ton

Metode Danish = 149,25 ton

- SPP1000

Metode Hiley = 573,01 ton

Metode Danish = 272,52 ton

2. Hasil pengujian daya dukung tiang pada Pile

Driving Analyzer (PDA), yaitu:

- SPP500 = 322 ton

- SPP1000 = 1095 ton

dan nilai daya dukung tiang pada Case Pile

Wave Analysis Program (CAPWAP), yaitu:

- SPP500 = 305 ton

- SPP1000 = 923 ton

Berdasarkan kesimpulan pada nomor 1, maka

nilai Qa dengan menggunakan data uji

laboratorium lebih besar dibandingkan dengan

nilai Qa pada PDA dan CAPWAP, dan untuk

nilai Qa menggunakan data uji SPT dan uji

kalendering memiliki hasil yang lebih kecil

Page 18: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Budi Haryanto1), Masayu Widiastuti2), Syarifah Fathil

Bariah3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

15

jika dibandingkan dengan nilai PDA dan

CAPWAP.

3. Hasil daya dukung dengan parameter data uji

SPT dan uji kalendering memiliki hasil yang

lebih kecil dan mendekati dengan hasil

pengujian PDA dan CAPWAP, yang berarti

daya dukung fondasi berdasarkan data SPT dan

kalendering lebih dapat mewakili kondisi di

lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Yusti. 2014. Analisis Daya Dukung Pondasi

Tiang Pancang diverifikasi dengan Hasil Uji

Pile Driving Analyzer Test dan CAPWAP. 2(1):

23

Bima Adi Putra. Analisis Daya Dukung Tiang

Pancang berdasarkan Hasil Data Kalendering

pada Proyek Jembatan Kembar / Mahakam IV

(MYC) Samarinda Kalimantan Timur.

Universitas Mulawarman.

Bowles, Joseph E. 1999. Analisa dan Disain

Pondasi Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Eko Seftian Randyanto. 2015. Analisis Daya

Dukung Tiang Pancang dengan Mengunakan

Metode Statik dan Calendring. Jurnal Sipil

Statik.

Fyansaputra. 2014. Penentuan Kapasitas Dukung

Pondasi Tiang dengan Data N-SPT dan

Kalendering pada Struktur Pile Slab Jalan

Gajah Mada Samarinda. Universitas

Mulawarman.

Herwin. 2017. Kajian Efisiensi Pada Kelompok

Tiang Dengan Konfigurasi 2 x 2. 4(4): 3-4.

Hardiatmo, Hary Christady. 2012. Mekanika Tanah

1 Edisi ke-6. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Hardiatmo, Hary Christady. 2010. Mekanika Tanah

2 Edisi ke-5. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Hardiatmo, Hary Christady. 2011. Teknik Fondasi 2.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Niken Silmi Surjandari. 2008. Studi Perbandingan

Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi

Tiang Bor menggunakan Uji Beban Statik dan

Metode Dinamik. Jurnal Media Teknik Sipil.

Page 19: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nawati1), Tumingan2), Rafian Tistro3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

16

PENGARUH TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI

BAHAN TAMBAH TERHADAP AGREGAT KASAR

DALAM CAMPURAN BETON NORMAL

Nawati1)

, Tumingan2)

, Rafian Tistro3)

Rekayasa Jalan dan Jembatan, Politeknik Negeri Samarinda,

Jalan Cipto Mangunkusumo Kampus Gunung Lipan, Samarinda, 75131

e-mail: [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Beton merupakan salah satu bahan kontruksi struktur jalan, jembatan dan bangunan lainnya.

Penelitian ini menggunakan tempurung kelapa dipecah secara manual sebagai pengganti agregat kasar batu

pecah ½ . Pemilihan tempurung kelapa sebagai bahan campuran beton karena strukturnya yang keras, tahan

air, tidak fleksibel dan tidak mudah dibentuk sehingga mampu mempertahankan kekuatannya sendiri.

Kekuatan yang dimiliki tempurung kelapa diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan nilai

kuat tekan dan kuat tarik belah beton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tempurung kelapa

terhadap nilai kuat tekan dan kuat tarik belah dalam campuran beton normal. Dari hasil penelitian didapatkan

bahwa penambahan tempurung kelapa sebesar 2,5% dapat meningkatkan nilai kuat tekan beton sebesar 7,7%

dari beton normal. Sedangkan pada kuat tarik belah beton penambahan tempurung kelapa belum

mempengaruhi kuat tarik hingga umur pengujian 28 hari, setelah umur beton 56 hari penambahan tempurung

kelapa dengan kadar 2,5% dapat meningkatkan nilai kuat Tarik belah sebesar 0,08 MPa atau 1,7 % dari beton

normal.

Kata kunci : Tempurung Kelapa, Kuat Tekan Beton, Kuat Tarik Belah Beton.

ABSTRACT

Concrete is one of the materials for the construction of the structure of roads, bridges and other

buildings. This research uses coconut shell which is manually broken down as a substitute for coarse

aggregate of broken stone ½. The choice of coconut shell is a mixture of concrete because the structure is

hard, waterproof, inflexible, and not easily formed to maintain its own strength. The strength of coconut

shells is expected to maintain or even increase the value of compressive strength and tensile strength of

concrete. This study aims to determine the effect of coconut shell on the value of compressive strength and

split tensile strength in a normal concrete mixture. From the results of the study it was found that the addition

of 2.5% coconut shell can increase the value of concrete compressive strength by 7.7% of normal concrete.

While the tensile strength of concrete from coconut shell addition has not affected tensile strength until the

age of 28 days, after the age of concrete 56 days the addition of coconut shell with a level of 2.5% can

increase the value of Split strength by 0.08 MPa. or 1.7% of normal concrete.

Keywords: Coconut shell, Compression Strength of Concrete. Splitting Tensile of Concrete.

1. PENDAHULUAN

Beton merupakan salah satu bahan kontruksi

yang banyak digunakan dalam pelaksanaan struktur

jalan, jembatan dan bangunan lainnya. Penggunaan

beton pada dasarnya memiliki keunggulan-

keunggulan diantaranya bahan penyusunnya yang

mudah didapatkan. Namun, jumlah penggunaan

beton dalam konstruksi yang terus berkembang

mengakibatkan peningkatan kebutuhan material

beton, sehingga memicu penambangan batuan

sebagai salah satu bahan pembentuk beton secara

besar-besaran. Hal ini menyebabkan turunnya

jumlah sumber daya alam yang tersedia untuk

keperluan bahan beton dan merusak lingkungan.

Oleh karena itu diperlukan suatu bahan tambah atau

bahan pengganti yang sesuai spesifikasi untuk

mengimbangi penggunaan sumber daya alam

sebagai agregat campuran beton.

Page 20: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nawati1), Tumingan2), Rafian Tistro3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

17

Alternatif yang telah dicoba yaitu dengan

menggunakan berbagai jenis limbah sebagai bahan

tambah maupun bahan pengganti yang mampu

memberikan kontribusi kekuatan pada beton. Salah

satu limbah yang bisa digunakan adalah tempurung

kelapa.

Penelitian terhadap tempurung kelapa telah

dilakukan sebelumnya, dari penelitian tersebut

diperoleh bahwa Penggunaan tempurung kelapa

dengan kadar sampai 10% masih dapat

dikatagorikan sebagai beton mutu sedang dan dapat

digunakan untuk struktur normal (Jacky, dkk .2018).

2. TINJAUAN PUSTAKA

Semen Portland

Menurut ASTM C-150-1985, semen

portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang

dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri

dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya

mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat

sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-

sama dengan bahan utamanya.

Air

Air digunakan sebagai bahan pembantu

dalam pembuatan dan perawatan beton. Air

diperlukan agar bereaksi dengan semen (proses

pengikatan) serta sebagai pelumas antara butur-butir

agregat agar dapat mudah dikerjakan dan

dipadatkan.

Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang

berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran

mortar atau beton. Agregat ini kira-kira menempati

sebanyak 70% dari volume mortar atau beton.

Agregat sendiri berfungsi untuk menghasilkan

kekuatan pada beton, kepadatan pada beton, dan

mengontrol workability pada beton. Agregat yang

digunakan dalam campuran beton dibedakan

menjadi dua jenis yaitu agregat halus dan agregat

kasar.

Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa merupakan bagian buah

kelapa yang fungsinya secara biologis adalah

sebagai pelindung inti buah dan terletak dibagian

sebelah dalam sabut dengan ketebalan berkisar

antara 3-6 mm. Tempurung kelapa dikatagorikan

sebgai kayu keras tetapi mempunyai kadar air

sekitar 6-9 % (dihitung berdasarkan berat kering)

dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan

hemiselulosa (Tilman, 1981).

Variasi tempurung kelapa yang akan

digunakan dalam campuran beton normal adalah

0%, 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% terhadap berat

agregat kasar (batu pecah ½) , dimana tempurung

kelapa yang digunakan dipecah secara manual

kemudian diayak hingga lolos saringan 19 mm dan

tertahan saringan 4,75 mm. Pembuatan benda uji

berbentuk kubus dengan ukran 15x15x15 cm. Umur

rencana beton adalan 7, 14, 28 dan 56 hari. Adapun

total benda uji adalah 120 buah dengan komposisi 3

benda uji kubus untuk kuat tekan beton dan 3 benda

uji silinder untuk pengujian kuat tarik belah untuk

setiap variasinya.

2.2 Jenis Pengujian

Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton adalah kemampuan beton

keras untuk menahan gaya tekan persatuan luas,

pemberian gaya ini tegak lurus terhadap sumbunya.

Penentuan kekuatannya ini dilakukan dengan

menggunakan alat uji kuat tekan.

f’c = P/A ...............................(1.1)

Keterangan :

f’c = kuat tekan benda uji (Mpa)

P = beban tekan maksimum (N)

A = luas bidang tekan (mm2)

Kuat Tarik Belah Beton

Kuat tarik beton merupakan sifat yang

penting untuk memprediksi retakdan defleksi beton.

Kuat tarik belah beton bervariasi antara 8% sampai

15% dari kuat tekannya.

Fct = 2P/LD ...............................(1.2)

Keterangan:

Fct = Kuat tarik belah beton (Mpa)

P = Beban uji maksimum (beban belah/hancur)

dalam (N) yang ditunjukkan mesin uji tekan

L = Panjang benda uji (mm)

D = Diameter benda uji (mm)

3. METODE PENELITIAN

Pengujian terhadap material bertujuan

untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan yang

akan digunakan pada penelitian.

Perencanaan campuran (mix desain) pada

penelitian ini mengacu pada SNI 03-2834-2000

Page 21: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nawati1), Tumingan2), Rafian Tistro3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

18

untuk beton normal karena tempurung kelapa hanya

sebagai bahan tambah terhadap agregat kasar.

Perawatan (curing) dimaksudkan untuk

menghindari panas hidrasi yang tidak diinginkan,

dan untuk memastikan reaksi hidrasi senyawa semen

termasuk bahan tambahan.

Pengujian kuat tekan beton dengan benda

uji berbentuk kubus dan kuat tarik belah dengan

benda uji berbentuk silinder pada umur 7, 14, 28 dan

56 hari. Pengujian kuat tekan beton sesuai dengan

SNI 03-1974-1990 dan pengujian kuat tarik belah

berdasarkan SNI 03-2491-2002.

Tahap ini mencakup analisa data yang telah

diperoleh dari pengujian kuat tekan beton dan kuat

tarik belah

4. HASIL DAN DISKUSI

Hasil Pengujian Bahan

Tabel 1. Hasil pengujian karakteristik pasir palu

No. Karakteristik Pasir Hasil

1. Bobot Isi 1.74 gr/cm3

2. Berat Jenis 2.60

3. Penyerapan 1.94 %

4. Kadar Air 1.17 %

5.

Analisa Saringan

sisa diatas ayakan θ 4,8

mm 2.25 %

sisa diatas ayakan θ 0,3

mm 93.13 %

Sumber : Hasil Pengujian

Tabel 2. Hasil pengujian karakteristik batu ½

No. Karakteristik Hasil

1. Bobot Isi 1.52 gr/cm3

2. Berat Jenis 2.70

3. Penyerapan 0.35 %

4. Kadar Air 1.17 %

5. Abrasi 20.31 %

Sumber : Hasil Pengujian

Tabel 3. Hasil pengujian karakteristik batu 2/3

No. Karakteristik Hasil

1. Bobot Isi 1.52 gr/cm3

2. Berat Jenis 2.67

3. Penyerapan 0.64 %

4. Kadar Air 0.39 %

5. Abrasi 22.47 %

Sumber : Hasil Pengujian

Tabel 4. Hasil pengujian karakteristik semen

No. Karakteristik Hasil

1. Berat Jenis Semen 3.005

2. Konsistensi Normal 25.5 %

3.

Setting Time

Pengikatan Awal 70

Menit

Pengikatan Akhir 150

Menit Sumber : Hasil Pengujian

Tabel 5. Hasil pengujian parakteristik tempurung

kelapa

No. Karakteristik Hasil

1. Bobot Isi 0.59 gr/cm3

2. Berat Jenis 1.07

3. Penyerapan 19.00 %

4. Kadar Air 4.44 %

5. Abrasi 6.76 %

Sumber : Hasil Pengujian

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan,

diperoleh bahwa pasir Palu, batu pecah ½ dan ⁄ eks

Palu, semen Tonasa memenuhi standar yang sudah

ditentukan. Sedangkan pada tempurung kelapa

menunjukkan bahwa pengujian bobot isi, berat jenis,

penyerapan dan kadar air tidak memenuhi Standar

Nasional Indonesia (SNI). Tetapi dalam penelitian

ini hanya bertujuan untuk memamfaatkan bahan

limbah menjadi bahan produksi untuk konstruksi.

Hasil Pengujian Kuat Tekan

Tabel 6. Nilai f’ck beton campuran tempurung

kelapa

Variasi Nilai Kuat Tekan

Peningkatan Tempurung

Kelapa Karakteristik

(%) (Mpa) (%)

0 18.443 0.0

2.5 19.854 7.7

5 18.738 1.6

7.5 17.049 -7.6

10 16.137 -12.5

Sumber : Hasil Pengujian

Page 22: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nawati1), Tumingan2), Rafian Tistro3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

19

Grafik 1. Hubungan kuat tekan maksimum

karakteristik terhadap variasi

tempurung kepala

Grafik 2. Hubungan kuat tekan optimum

karakteristik terhadap variasi

tempurung kepala

Berdasarkan Grafik diatas dapat diketahui

bahwa kadar tempurung kelapa optimum adalah

2,5% dengan nilai kuat tekan maksimum

karakteristik sebesar 19,857 Mpa, terjadi

peningkatan 7,7% dari nilai kuat tekan beton normal

ditunjukkan Grafik 1, apabila ditinjau terhadap kuat

tekan optimum karakteristik sebesar 19,19 MPa

terjadi peningkatan sebesar 4,05% ditunjukkan

Grafik 2 dan penurunan terbesar terjadi pada beton

dengan variasi 10% tempurung kelapa yaitu sebesar

12,5% dari beton normal.

Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah

Grafik 3. Perbandingan nilai kuat tarik belah beton

umur empat belas hari

Grafik 4. Perbandingan nilai kuat tarik belah beton

umur dua puluh satu hari

Grafik 5. Perbandingan nilai kuat tarik belah beton

umur dua puluh delapan hari

Grafik 6. Perbandingan nilai kuat tarik belah beton

umur lima puluh enam hari

Berdasarkan Grafik diketahui bahwa setelah

dilakukan pengunjian ternyata penambahan

tempurung kelapa tidak dapat meningkatkan nilai

kuat tarik belah beton. Hal ini dibuktikan dengan

nilai kuat tarik belah beton terbesar pada umur

pengujian 28 hari terdapat pada beton dengan variasi

0% tempurung kelapa. Namun pada umur pengujian

56 hari nilai kuat tarik belah dengan kadar 2,5%

tempurung kelapa meningkat sebesar 0,08 MPa dari

beton normal.

5. Kesimpulan dan Rekomendasi

Penambahan tempurung kelapa pada

campuran beton normal dapat mempengaruhi nilai

18.443 19.854 18.738

17.049 16.137

0

5

10

15

20

25

0 2.5 5 7.5 10

Ku

at T

ekan

(M

Pa)

Variasi Tempurung Kelapa (%)

4.91 4.41

4.84

3.66 3.66

0

1

2

3

4

5

6

0 2.5 5 7.5 10

Ku

at T

arik

Bel

ah (

MP

a)

Variasi Tempurung Kepala %

4.66 4.36 4.25 4.28 4.18

0

1

2

3

4

5

6

0 2.5 5 7.5 10

Ku

at T

arik

Bel

ah (

MP

a)

Variasi Tempurung Kepala %

5.24 4.99 4.31 4.43

3.86

0

1

2

3

4

5

6

0 2.5 5 7.5 10

Ku

at T

arik

Bel

ah (

MP

a)

Variasi Tempurung Kepala %

4.93 5.01 4.76 4.52 3.86

0

1

2

3

4

5

6

0 2.5 5 7.5 10

Ku

at T

arik

Bel

ah (

MP

a)

Variasi Tempurung Kepala %

18.443

19.854

18.738

17.049

16.137

15

16

17

18

19

20

0 2.5 5 7.5 10

Ku

at T

ekan

(M

Pa)

Variasi Tempurung Kepala %

Page 23: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nawati1), Tumingan2), Rafian Tistro3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

20

kuat tekan beton, dimana semakin banyak jumlah

tempurung kelapa yang digunakan semakin menurun

nilai kuat tekannya, dengan hasil kuat tekan sesuai

komposisi 2.5% = 19.854 Mpa, 5% = 18.738 Mpa,

7,5% = 17.049 Mpa, 10% = 16.137 Mpa terhadap

beton normal dengan kuat tekan sebesar 18.443

Mpa. Sedangkan penambahan tempurung kelapa

tidak memberikan pengaruh pada nilai kuat tarik

belah beton, hal ini di buktikan dengan nilai

pengujian kuat tarik belah pada umur 14, 21 dan 28

hari terbesar berada pada kadar 0% tempurung

kelapa. Namun, pada umur pengujian 56 hari nilai

kuat tarik belah dengan kadar 2,5% tempurung

kelapa meningkat sebesar 0,08 MPa dari beton

normal.

Hasil pengujian menyatakan bahwa variasi

optimum penambahan tempurung kelapa adalah

2,5% dengan nilai kuat tekan karakteristik (f’ck)

sebesar 22,196 Mpa atau terjadi peningkatan sebesar

13.2% dari beton normal.

DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Noviyanthy. 2015. “ Beton Ringan

Tempung Kelapa”

Jacky, Debora Elnov, Anggi Debrinda Rama, Rizky

Fernando, Rachmansyah. 2018. “Pengaruh Pecahan

Tempurung Kelapa Sebagai Pengganti Agregat

Kasar Dalam Campuran Beton”. Tugas Akhir,

Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen

Krida Wacana, Jakarta Barat.

Mulyono, Tri. 2003. “Teknologi Beton”. Penerbit

ANDI, Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia 03-1968-1990. “Metode

Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus

Dan Kasar”.

Standar Nasional Indonesia 03-1969-2008. “Metode

Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Air Agregat

Kasar ”.

Standar Nasional Indonesia 03-1970-2008. “Metode

Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Air Agregat

Halus ”.

Standar Nasional Indonesia 03-1971-2011. “Metode

Pengujian Kadar Air Agregat”.

Standar Nasional Indonesia 03-1972-1990. “Metode

Pengujian Slump Beton ”.

Standar Nasional Indonesia 03-1974-1990. “Metode

Pengujian Kuat Tekan Beton”.

Standar Nasional Indonesia 03-2491-2002. “Metode

Pengujian Kuat Tarik Belah Beton”.

Standar Nasional Indonesia 03-2417-2008. “Metode

Pengujian Keausan Agregat Dengan Mesin Abrasi

Los Angeles”.

Standar Nasional Indonesia 03-2847-2000. “Tata

Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton

Normal”.

Standar Nasional Indonesia 03-4804-1998. “Metode

Pengujian Bobot Isi Dan Rongga Udara Dalam

Agregat ”.

Standar Nasional Indonesia 03-6826-2002. “Metode

Pengujian Konsistensi Normal Semen Portland

Dengan Menggunakan Alat Vicat Untuk Pekerjaan

Sipil ”.

Standar Nasional Indonesia 03-6827-2002. “Metode

Pengujian Waktu Ikat Awal Semen Portland Dengan

Menggunakan Alat Vicat Untuk Pekerjaan Sipil ”.

Tumingan, (2017) Splitting Tensile of Concrete

With Pond Ash as Replacement of Fine Aggregate,

International Journal of Innovative Research in

Advanced Engineering ( IJIRAE ), Volume 4, Issue

10, October 2017.

Tumingan, Tjaronge, M W., Djamaluddin, Rudy.,

dan Sampebulu, Victor., Compression Strength Of

Concrete With Pond Ash As Replacement Of Fine

Aggregate, ARPN Journal of Engineering and

Applied Sciences, Vol. 9, No. 12, December 2014.

Page 24: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza

Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

21

OPTIMALISASI BIAYA DAN WAKTU PELAKSANAAN

PROYEK PADA PROYEK DENGAN METODE LEAST

COST ANALYSIS (Studi Kasus : Gedung Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Timur)

Fedrikson S

1, Mardewi Jamal

2, Fachriza Noor Abdi

3

Program Studi S1Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Kampus Gunung Kelua

Jalan Sambaliung No.9, Samarinda 75119, Telp: 0541-736834, Fax: 0541-749315

e-mail: [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Kegagalan suatu proyek dapat dilihat dari keterlambatan waktu pelaksanaan dan masalah-masalah

yang terjadi. Agar tidak terjadi kegagalan dalam suatu proyek maka diperlukan pengelolaan manajemen

proyek yang sistematis sehingga dihasilkan waktu dan biaya proyek yang optimal. Untuk

mengoptimalisasikan waktu dan biaya proyek dapat dilakukan dengan mempercepat waktu, antara lain

dengan Least Cost Analysis. Penelitian ini menggunakan data dari proyek Gedung Badan Kepegawaian

Daerah Kalimantan Timur.

Alternatif percepatan yang digunakan yaitu penambahan tenaga kerja. Perhitungan dimulai dengan

mencari lintasan kritis menggunakan Microsoft Project 2016, metode PDM. Kemudian dilakukan crashing

untuk mendapatkan cost slope kegiatan yang berada pada lintasan kritis, selanjutnya dilakukan analisis

untuk mendapatkan biaya dan waktu yang optimum.

Dari hasil analisis diperoleh waktu dan biaya optimum pada penambahan tenaga kerja yaitu 184 hari

dengan biaya total Rp. 24.823.863.868,50. Sehingga, persentase percepatan waktu penyelesaian proyek

adalah 18,94 % dan persentase pengurangan biaya adalah 1,30%.

Kata kunci : Cost Slope, Least Cost Analysis, Precedence Diagram Method (PDM), Tenaga Kerja

ABSTRACT

The failure of a construction project can be seen from the delay in implementation time and problems

that occur. To avoid the failure in a project, it is necessary to manage systematic project management to

generate optimum time and cost of the project. To optimize time and cost of the project can be done by

speeding up the time, among others, by Least Cost analysis. Therefore, this research employed the data from

the building project of Badan Kepegawaian Daerah Kalimantan Timur.

The alternative least cost analysis employed here was the addition of workers. The calculation began

with finding out the critical path by using Microsoft Project 2016, PDM method. Then, crashing was executed

to obtain the cost slope of the activities which were located in the critical path. Afterwards, the analysis was

done to obtain the optimum cost and time.

From the analysis, it was found that the optimum time and cost for the addition of workers were 184

days with the total cost of Rp. 24.823.863.868,50. Therefore, the percentage of the project completion time

acceleration was 18,94 % and the percentage of the cost reduction was 1,30

Keywords: Crashing, Cost Slope, Least Cost Analysis, Microsoft Project 2016, PDM

Page 25: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza

Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

22

1. PENDAHULUAN

Keberhasilan suatu proyek sangat

dipengaruhi oleh biaya dan waktu pelaksanaan

proyek Waktu penyelesaian yang singkat, biaya

yang minimal, dan mutu hasil pekerjaan yang

bagus merupakan tolak ukur keberhasilan suatu

proyek. Biaya dan waktu pelaksanaan proyek yang

optimal penting untuk diketahui dalam

perencanaan proyek konstruksi..

Kegagalan suatu proyek dapat dilihat dari

keterlambatan waktu pelaksanaan, pembengkakan

biaya, dan masalah-masalah yang terjadi. Agar

tidak terjadi kegagalan dalam suatu proyek maka

diperlukan pengelolaan manajemen proyek yang

sistematis sehingga dihasilkan waktu dan biaya

proyek yang optimal.

Analisis ini dilakukan dengan mempercepat

durasi kegiatan-kegiatan yang terletak pada jalur

kritis yang mempunyai cost slope terendah,

kemudian menghitung perubahan biaya proyek

yang terjadi karena percepatan.

Penelitian mengenai analisis pernah

dilakukan oleh Reni Yoheser pada tahun 2016

optimalisasi biaya dan waktu menggunakan

metode Crashing dan penjadwalan Precedence

Diagram Method (PDM) dan Critical Path Method

(CPM) melalui program Microsoft Project 2016

pada proyek rehabilitasi Gedung Puskesmas Air

Putih Samarinda yang bertujuan untuk menentukan

durasi (waktu) optimum pelaksanaan proyek dan

membandingkan waktu dan biaya proyek sebelum

dan sesudah crashing dengan menggunakan

penambahan tenaga kerja. Metode yang digunakan

untuk optimalisasi penjadwalan proyek ini adalah

CPM dan PDM dengan bantuan software Microsoft

Project 2016 Trial. Penelitian ini membahas

Optimalisasi biaya pada proyek Gedung Badan

Kepegawaian Daerah Kalimantan Timur. Dimana

pada proyek ini memiliki 2 tahap pelaksanaan, dan

data yang saya teliti adalah tahap I dengan waktu

pelaksanaan 227 hari. Dan penelitian pada proyek

Gedung Badan Kepegawaian Daerah Kalimantan

Timur dengan penambahan tenaga kerja.

Pengerjaan skripsi ini dilakukan optimalisasi

menggunakan metode Least Cost Analysis dan

penjadwalan Precedence Diagram Method (PDM)

dengan program Microsoft Project 2016. Tujuan

utama penelitian ini adalah mendapatkan titik

optimal hubungan antara waktu dengan biaya

proyek, sehingga diperoleh biaya yang minimum

untuk mempersingkat waktu pelaksanaan proyek.

Dalam hal ini kemudian dilakukan perbandingan

antara waktu dan biaya proyek sebelum dan

sesudah crashing.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Proyek

Manajemen proyek adalah merencanakan,

mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan

sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran

jangka pendek yang telah ditentukan. (PMI

(Project Management Institute) mengemukakan

bahwa definisi manajemen proyek adalah ilmu dan

seni yang berkaitan dengan memimpin dan

mengkoordinir sumber daya yang terdiri dari

manusia dan material dengan menggunakan teknik

pengelolaan modern untuk mencapai sasaran yang

telah ditentukan, yaitu lingkup, mutu, jadwal dan

biaya serta memenuhi keinginan para stake holder

(Soeharto, 1995).

2.2 Precedence Diagram Method (PDM)

Metode presenden diagram (Precendence

Diagram Method) adalah jaringan kerja yang

termasuk klasifikasi AON. Bila CPM

menggunakan metode AOA (Activity On Arrow),

dimana kegiatan dan durasi diletakkan pada tanda

panah, maka pada metode PDM menggunakan

AON (Activity On Node), dimana tanda panah

hanya menyatakan keterkaitan antar kegiatan.

Kegiatan dari peristiwa PDM ditulis dalam bentuk

node yang berbentuk kotak persegi empat.

Sedangkan anak panahnya hanya sebagai petunjuk

kegiatan-kegiatan yang bersangkutan sehingga

dummy tidak diperlukan (Ervianto, 2003).

2.3 Metode Least Cost Analysis

Menurut Siswanto (2006, p271), Metode

Least Cost adalah sebuah metode untuk menyusun

tabel awal dengan cara pengalokasian distribusi

barang dari sumber ke tujuan mulai dari sel yang

memiliki biaya distribusi kecil.

Dengan Teori Least Cost Analysis kita

dapat mengetahui bahwa suatu proyek itu

terlambat, sehingga dapat dilakukan suatu

percepatan dengan cara mempersingkat durasi dari

kegiatan-kegiatan dalam proyek tersebut yang

diharapakan akan dapat mempersingkat durasi

proyek secara keseluruhan. Karena dengan

percepatan durasi kegiatan tentunya akan

berpengaruh pada kegiatan dan akhirnya

mempengaruhi biaya total proyek.

Untuk mempercepat durasi proyek maka

harus dipercepat kegiatan-kegiatan yang bersifat

kritis. Kegiatan kritis adalah kegiatan yang tidak

boleh terlambat.

Page 26: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza

Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

23

Percepatan proyek bisa dilakukan dengan

cara : menambah persediaan material, menambah

jumlah sumber daya, kerja lembur atau juga

dengan mengubah metode konstruksi. Dengan

terjadinya penambahan biaya jika durasinya

dipercepat, sehingga menimbulkan cost slope

untuk setiap kegiatan dipercepat. Biaya yang

meningkat ini termasuk pada biaya langsung,

sedangkan dengan bertambah singkatnya waktu

pelaksanaan konstruksi, maka biaya tak langsung

akan semakin rendah.

2.4 Biaya Proyek

Biaya proyek dikelompokan menjadi dua

komponen yaitu biaya langsung (direct cost) dan

biaya tidak langsung (indirect cost).

1. Biaya langsung adalah biaya untuk segala

sesuatu yang akan menjadi komponen

permanen hasil akhir proyek (Soeharto, 1995).

2. Biaya tak langsung adalah pengeluaran untuk

manajemen, supervise pembayaran material

dan jasa untuk pengadaan bagian proyek yang

tidak akan menjadi instalasi atau produk

permanen, tetapi diperlukan dalam rangka

proses pembangunan proyek (Soeharto, 1995).

2.5 Perhitugan biaya dan durasi percepatan

Suatu proyek menggambarkan hubungan

antara waktu terhadap Biaya yang dimaksud dalam

hal ini merupakan biaya langsung (misalnya biaya

tenaga kerja, pembelian material dan peralatan)

tanpa memasukkan biaya tidak langsung seperti

biaya administrasi, dan lain-lain. Adapun istilah-

istilah dari hubungan antara waktu penyelesaian

proyek dengan biaya yang dikeluarkan adalah

sebagai berikut :

1. Waktu Normal

Adalah waktu yang diperlukan bagi sebuah

proyek untuk melakukan rangkaian kegiatan

sampai selesai tanpa ada pertimbangan

terhadap penggunaan sumber daya.

2. Biaya Normal

Adalah biaya langsung yang dikeluarkan

selama penyelesaian kegiatan-kegiatan proyek

sesuai dengan waktu normalnya.

3. Waktu Dipercepat

Waktu dipercepat atau lebih dikenal dengan

Crash Time adalah waktu paling singkat untuk

menyelesaikan seluruh kegiatan yang secara

teknis pelaksanaannnya masing mungkin

dilakukan. Dalam hal ini penggunaan sumber

daya bukan hambatan.

4. Biaya untuk Waktu Dipercepat

Biaya untuk waktu dipercepat (crash cost)

merupakan biaya langsung yang dikeluarkan

untuk menyelesaikan kegiatan dengan waktu

yang dipercepat.

Metode percepatan pekerjaan adalah

sebagai berikut :

1. Menghitung Durasi baru

( ) ( ) ( )

( )

Keterangan :

Dn (baru) : Duration time baru kegiatan n

Dn (lama) : Duration time lama kegiatan n

Dz (satuan waktu) : Jumlah duration time pada

lintasan yang harus dipercepat

UREN : Umur rencana proyek

(waktu yang dikehendaki)

UPER : Umur perkiraan

proyek (waktu sesuai jadwal semula)

Untuk mengetahui waktu pelaksanaan

kegiatan dapat ditentukan dengan rumus sebagai

berikut :

2.6 Penjadwalan Menggunakan Program

Program Microsoft Project adalah sebuah

aplikasi program pengolah lembar kerja untuk

manajemen suatu proyek, pencarian data, serta

pembuatan grafik. Beberapa jenis metode

manajemen proyek yang dikenal saat ini, antara

lain CPM (Critical Path Method), PERT (Program

Evaluation Review Technique), dan Gantt Chart.

Microsoft Project adalah penggabungan dari

ketiganya. Microsoft project juga merupakan

sistem perencanaan yang dapat membantu dalam

menyusun penjadwalan (scheduling) suatu proyek

atau rangkaian pekerjaan. Microsoft project juga

membantu melakukan pencatatan dan pemantauan

terhadap pengguna sumber daya (resource), baik

yang berupa sumber daya manusia maupun yang

berupa peralatan.

Program Microsoft project memiliki

beberapa macam tampilan layar,namun sebagai

default setiap kali membuka file baru, yang akan

ditampilkan adalah Gantt Chart View.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Tahap Penelitian

Penelitian ini diawali dengan melakukan

studi literatur, kemudian dilanjutkan dengan

pengumpulan data proyek. Setelah itu dilakukan

pengolahan dan analisis data. Dari hasil analisis

tersebut kemudian disusun kesimpulan dan saran.

Page 27: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza

Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

24

1. Tahap Persiapan/Studi Literatur

Studi literatur adalah mencari referensi teori yang

relefan dengan kasus atau permasalahan yang

ditemukan. Referensi tersebut berisikan:

1. Manajemen Konstruksi

2. Teknik Penjadwalan

3. Metode PDM (Precendence Diagram

Method)

4. Program Microsoft Project

5. Analisa Anggaran Biaya Pelaksanaan

6. Metode Least Cost Analysis

4. Tahap Pengumpulan Data

Pada tahapan ini dilakukan identifikasi data-data

yang bertujuan agar penulis dapat melakukan

pengolahan data sehingga hasil dapat diketahui.

Data-data yang diperlukan seperti data Rencana

Anggaran Biaya (RAB), daftar harga satuan bahan

dan upah tenaga kerja, Time Schedule (Kurva-S)

serta biaya tidak langsung.

5. Tahap Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data yang dilakukan adalah:

a. Menentukan urutan-urutan jenis pekerjaan,

durasi waktu tiap pekerjaan dari jadwal

proyek tersebut yang didapatkan dari data

perusahaan kemudian menentukan

keterkaitan dan konstrain tiap item pekerjaan.

b. Membuat jaringan kerja dengan

menggunakan Precendence Diagram Method

(PDM) dan jalur kritisnya.

c. Melakukan crashing durasi pekerjaan pada

item pekerjaan yang berada dijalur kritis,

menggunakan Precendence Diagram Method

(PDM) dan melakukan penambahan tenaga

kerja pada kondisi pekerjaan yang benar-

benar membutuhkan dengan menggunakan

rumus alokasi jumlah tenaga kerja

berdasarkan optimalisasi durasi waktu

pelaksanaan yang telah diperoleh.

d. Menentukan biaya tenaga kerja dengan

menggunakan rumus menghitung biaya bahan

serta menentukan total biaya proyek untuk

mengetahui sejauh mana perbandingan total

biaya proyek sebelum percepatan dengan

total biaya proyek setelah dilakukan

percepatan durasi proyek

e. Membuat Work Breakdown Structure (WBS)

dan menginput tiap aktivitas pada program

Ms. Project 2016

f. Membuat penjadwalan proyek percepatan dan

kontrol terhadap total biaya proyek

percepatan menggunakan program Ms.

Project 2016.

6. Tahap Analisis Data

Menganalisa perencanaan penambahan tenaga

kerja dan total biaya proyek sebelum percepatan

dan kondisi setelah percepatan menggunakan

Precendence Diagram Method (PDM) dan

program Ms. Project 2016.

7. Tahap Penutup

Menentukan keputusan dari hasil yang diperoleh

pada pengolahan data yang merupakan rangkuman

dari hasil analisis kegiatan dalam penyusunan

skripsi serta saran-saran untuk pengembangan bagi

perusahaan dan penelitian selanjutnya.

Diagram Alir Tahapan Penelitian

Mulai

Latar Belakang Masalah

1. Pengendalian Suatu Proyek

2. Optimalisasi Biaya dan Waktu

Penentuan Objek Penelitian

Studi Literatur

1. Metode PDM

2. Metode Least Cost Analysis

3. Program Microsoft Project 2016

Pegumpulan Data

Data Skunder

1. Rencana Anggaran Biaya (RAB)

2. Time Schedule (Kurva-S)

3. Biaya tidak langsung

Data Primer

1. Hubungan Antar Kegiatan

2. Alokasi Tenaga Kerja

fg Tahap Pengolahan Data

1. Jaringan kerja dan jalur kritis dengan Metode PDM

2. Perencanaan percepatan waktu penyelesaian proyek

dan penambahann jumlah tenaga kerja

3. WBS, penjadwalan kegiatan proyek percepatan

dengan program Ms. Project 2016

A

Page 28: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza

Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

25

Gambar 1. Bagian Alur ( Flow Chart) Penelitian

4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS

4.1 Data Lapangan

Proyek pembangunan Gedung

Laboratorium UPTD Kabupaten Kutai Timur

memiliki 122 kegiatan dengan nilai kontrak sebesar

Rp. 1.682.201.000,00 dan waktu pelaksanaan

selama 161 hari.

4.2 Penentuan Jalur Kritis

Percepatan waktu penyelesaian pelaksanaan

pembangunan dilakukan dengan menganalisa

perencanaan menggunakan metode PDM

(Precendence Diagram Method) dengan bantuan

Microsoft Project 2016, sehingga dapat diketahui

jalur kritisnya yang diperoleh dari data

penjadwalan pada kondisi normal. Jumlah jalur

kritis yang diperoleh adalah 21 kegiatan.

4.3 Perhitungan Least Cost Analysis

Dengan Teori Least Cost Analysis dapat

dilakukan suatu percepatan dengan cara

mempersingkat durasi dari kegiatan-kegiatan

dalam proyek tersebut yang diharapkan akan dapat

mempersingkat durasi proyek secara keseluruhan.

Karena dengan percepatan durasi kegiatan tentunya

akan berpengaruh pada kegiatan dan akhirnya

mempengaruhi biaya total proyek.

Percepatan dapat dilakukan dengan berbagai

cara, antara lain : penambahan jam kerja (lembur),

penambahan tenaga kerja, pembagian giliran kerja,

penambahan atau pergantian peralatan serta

penggantian atau perbaikan metode kerja. Namun,

pada penelitian ini hanya akan dilakukan

percepatan dengan metode penambahan tenaga

kerja.

Penambahan jumlah tenaga kerja yaitu

sebanyak 25% dari jumlah pekerja yang sudah ada.

Penambahan tenaga kerja yang optimum akan

meningkatkan produktivitas kerja, tetapi

penambahan yang terlalu banyak justru

menurunkan produktivitas kerja.

Untuk perhitungan penambahan pekerja

dilakukan dari kegiatan-kegiatan kritis yang akan

dipercepat dan dihitung berdasarkan data biaya

langsung pekerjaan sehingga diperoleh

pertambahan biaya (cost slope) pekerjaan.

4.4 Penentuan Percepatan Waktu Penyelesaian

Kegiatan

Setelah mendapatkan perkiraan

penambahan tenaga kerja maka tahap selanjutnya

adalah masuk ke analisa percepatan teori Least

Cost Analysis menggunakan penambahan tenaga

kerja untuk mencari nilai cost slope, berikut contoh

perhitungan mencari cost lope :

1. Pekerjaan Pembuatan pagar

Pengaman kegiatan

a. Volume Pekerjaan : 55 m'

b. Durasi Normal : 7 hari

c. Biaya Normal :Rp.13.750.000,00

Harga Satuan Pekerja: Rp. 29.778,75

d. Produktivitas Harian Normal :

=

= 7,857 m'/hr

e. Jumlah Tenaga Kerja Normal

Pekerja = 3 orang/hari

Tukang = 2 orang/hari

Kepala Tukang = 1 orang/hari

Mandor = 1 orang/hari

f. Produktivitas Tenaga Kerja :

- Pekerja =

= 2,619 m'/hr

- Tukang =

= 3,929 m'/hr

- Kepala Tukang =

=7.857 m'/hr

- Mandor =

= 7.857 m'/hr

g. Jumlah Tenaga Kerja Crash : (25% dari

Jumlah Tenaga Kerja Normal) + Tenaga Kerja

Normal

- Pekerja = (25% x 3) + 3 = 4 orang/ hari

- Tukang = (25% x 2) + 2 = 3 orang / hari

- Kepala Tukang = (25% x 1) + 1 = 2

orang/hari

- Mandor = (25% x 1) + 1 = 2 orang/ hari

h. Produktivitas harian percepatan :

Jumlah tenaga kerja x Produktivitas tenaga

Kerja

- Pekerja = 4 orang/hari x 2,619 m'/hr

= 10,476 m'/hr

- Tukang = 3 orang/hari x 3,929 m'/hr

= 11,786 m'/hr

Kesimpulan

dan Saran

Selesai

Tahap Analisis Hasil Data

Analisa perbandingan waktu dan biaya serta

penambahan jumlah pekerja proyek sebelum dan

sesudah dilakukan crashing.

A

Page 29: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza

Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

26

- Kepala Tukang = 2 orang/hari x 7.857

m'/hr = 15.714 m'/hr

- Mandor = 2 orang/hari x 7.857 m'/hr

= 15.714 m'/hr

i. Durasi percepatan :

=

= 5,25 ≈ 6 hari

j. Biaya percepatan perhari :

- Pekerja = 10,476 m'/hr x Rp.

29.750 = Rp. 311.666,67

- Tukang = 11,786 m'/hr x Rp.

28.570 = Rp. 338.839,00

- Kepala Tukang = 15.714 m'/hr x Rp.

4.200 = Rp. 66.000

- Mandor = 15.857 m'/hr x Rp.

3.000 = Rp. 47.142

Total = Rp. 763.648,8

k. Total Biaya Percepatan :

( )

= Rp. 13.750.000 + (Rp.763.648,8 x 6) = Rp.

18.331.892,86

l. Cost Slope :

=

=Rp.4.581.892,86

4.5 Tahap Kompresi

4.5.1 Analisis Tahap Normal

Waktu penyelesaian normal = 227 hari

Total Cost = Biaya langsung + Biaya tak langsung

= Rp. 22.604.110.000 + Rp 2.547.944.333,3

= Rp. 25.152.054.333,33

4.5.2 Analisis Percepatan Waktu

Kompresi dimulai dari aktivitas kritis

dengan nilai cost slope terendah tujuannya agar

pertambahan biaya langsung yang dihasilkan

setelah kompresi dapat diminimalisir.

1. Tahap Kompresi 1

a. Total waktu penyelesaian proyek = 227

hari – 11 hari= 216 hari

b. Tambahan biaya = cost slope xtotal

percepatan = Rp. 54.227 x 11 = Rp.

596.499,13

c. Biaya langsung = Biaya langsung

proyek + Tambahan biaya =

Rp. 22.604.110.000 + Rp. 596.499,13 = Rp.

22.604.706.499,13

d. Biaya tak langsung = Biaya tak langsung

perhari x Total waktu proyek= Rp.

11.175.194,44 x 216 =

Rp. 2.413.842.000,00

e. Total cost = Biaya langsung + Biaya tak

langsun = Rp. 22.604.706.499,13 + Rp.

2.413.842.000,00 = Rp. 25.018.548.499.,13

2. Tahap Kompresi 2

a. Total waktu penyelesaian proyek = 216

hari – 1 hari= 215 hari

b. Tambahan biaya = cost slope x total

percepatan= Rp. 1.418.715 x 1 =

Rp. 1.418.715

c. Biaya langsung= Biaya langsung proyek +

Tambahan biaya= Rp. 22.604.706.499,13+ Rp.

1.418.715 = Rp. 22.606.125.214,13

d. Biaya tak langsung= Biaya tak langsung

perhari x Total waktu proyek= Rp.

11.175.194,44 x 215 = Rp. 2.402.666.805,56

e. Total cost = Biaya langsung + Biaya tak

langsung= Rp. 22.606.125.214,13 + Rp.

2.402.666.805,56 = Rp. 25.008.792.019,69

Tabel 1 Rekapitulasi perhitungan biaya langsung

proyek akibat kompresi (Penambahan

Tenaga Kerja)

NO DURASI

(HARI)

BIAYA LANGSUNG

(Rp)

1 216 22.604.706.499,13

2 215 22.606.125.214,13

3 210 22.613.798.575,13

4 207 22.621.141.903,90

5 204 22.630.088.700,02

6 199 22.651.714.018,13

7 198 22.656.295.910,98

8 197 22.661.470.410,98

9 194 22.679.860.203,64

10 190 22.705.525.893,75

11 189 22.714.383.532,80

12 188 22.723.415.624,05

Page 30: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza

Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

27

13 184 22.767.628.090,72

14 179 22.836.573.856,19

15 174 22.905.758.809,06

16 172 22.933.784.249,39

17 167 23.010.570.331,06

18 166 23.036.539.783,69

19 165 23.066.068.572,75

20 161 23.187.117.072,75

21 160 23.222.005.116,29

Tabel 2 Rekapitulasi perhitungan biaya tak

langsung proyek akibat kompresi

(Penambahan Tenaga Kerja)

NO DURASI

(HARI)

BIAYA TAK

LANGSUNG (Rp)

1 216 2.413.842.000,00

2 215 2.402.666.805,56

3 210 2.346.790.833,33

4 207 2.313.265.250,00

5 204 2.279.739.666,67

6 199 2.223.863.694,44

7 198 2.212.688.500,00

8 197 2.201.513.305,56

9 194 2.167.987.722,22

10 190 2.123.286.944,44

11 189 2.112.111.750,00

12 188 2.100.936.555,56

13 184 2.056.235.777,78

14 179 2.000.359.805,56

15 174 1.944.483.833,33

16 172 1.922.133.444,44

17 167 1.866.257.472,22

18 166 1.855.082.277,78

19 165 1.843.907.083,33

20 161 1.799.206.305,56

21 160 1.788.031.111,11

Tabel 3 Rekapitulasi perhitungan total biaya

proyek akibat kompresi akibat kompresi

(Penambahan Tenaga Kerja)

NO DURASI

(HARI)

TOTAL COST

(Rp)

1 216 25.018.548.499,13

2 215 25.008.792.019,69

3 210 24.960.589.408,46

4 207 24.934.407.153,90

5 204 24.909.828.366,69

6 199 24.875.577.712,57

7 198 24.868.984.410,98

8 197 24.862.983.716,54

9 194 24.847.847.925,86

10 190 24.828.812.838,20

11 189 24.826.495.282,80

12 188 24.824.352.179,61

13 184 24.823.863.868,50

14 179 24.836.933.661,75

15 174 24.850.242.642,40

16 172 24.855.917.693,83

17 167 24.876.827.803,28

18 166 24.891.622.061,47

19 165 24.909.975.656,09

20 161 24.986.323.378,31

21 160 25.010.036.227,40

Dari hasil kompresi di atas diperoleh waktu

yang optimal yaitu 184 hari dengan waktu

percepatan sebesar 43 hari dari waktu normal 227

hari, dengan biaya sebesar Rp.

24.823.863.868,50. Biaya langsung proyek

bertambah dari Rp. 22.604.110.000 menjadi Rp.

22.767.628.090,72.Dipercepatnya durasi umur

proyek tidak saja berpengaruh pada biaya langsung

proyek tetapi juga pada biaya tak langsung proyek.

Pengaruh ini menyebabkan berkurangnya biaya

tidak langsung sebesar Rp. 491.708.555,6, dari

yang semula sebesar Rp. 2.547.944.333,3 menjadi

Rp. 2.056.235.777,78. Dengan persentase efisiensi

waktu dan biaya adalah sebagai berikut :

Page 31: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fredrikson S1), Mardewi Jamal2), Fachriza

Noor Abdi3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

28

1. Efisiensi waktu proyek:

= 227 hari kerja – 184 hari kerja = 43 hari

Atau,

2. Efisiensi biaya proyek:

=Rp. 25.152.054.333,33 - Rp.

24.823.863.868,50

= Rp. 491.708.555,6

Atau,

100% =

1,3%

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Jaringan kerja proyek pembangunan Gedung

Badan Kepegawaian Daerah Kalimantan

Timur, digambarkan dengan metode PDM

dengan bantuan Microsoft Project 2016 dan

terdiri dari 85 kegiatan dengan umur perkiraan

proyek normal adalah 227 hari. Jumlah jalur

kritis yang diperoleh adalah 21 kegiatan.

2. Durasi optimal untuk menyelesaikan

pembangunan proyek pembangunan Gedung

Badan Kepegawaian Daerah Kalimantan

Timur yaitu 184 hari dengan waktu percepatan

sebesar 43 hari, sehingga diperoleh efisiensi

waktu proyek sebesar 18,94 %. Durasi tersebut

diperoleh dari perhitungan percepatan dengan

metode Least Cost Analysis dengan melakukan

penambahan tenaga kerja pada kegiatan-

kegiatan kritis.

3. Biaya optimal yang diperoleh setelah

melakukan percepatan dengan penambahan

tenaga kerja yaitu sebesar Rp.

24.823.863.868,50.

Diperoleh efisiensi biaya sebesar Rp.

491.708.555,6 atau 1,3% dari biaya normal

sebesar Rp. 25.152.054.333,33

5.2 Saran

1. Disarankan bagi penelitian selanjutnya agar

membandingkan beberapa metode

penjadwalan lain,

misalnya perbandingan antara PDM dengan

PERT agar dapat diketahui metode yang

efektif digunakan pada suatu proyek .

2. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut

dengan menggunakan alternatif percepatan

lain seperti, pemakaian sistem kerja shift,

penggunaan metode pelaksanaan yang lebih

efektif, serta membandingkan beberapa

metode yang ada yang diharapkan dapat

memberikan hasil yang lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badri, Ir. Sofwan. Dasar-dasar Network

Planning (Dasar-dasarPerencanaan

Jaringan Kerja). Jakarta : PT. Rineka Cipta,

1991.

2. Lock, Dennis. Manejemen Proyek. Jakarta

Penerbit Erlangga, 1984..

3. Ervianto, W. I. Manajemen Proyek

Konstruksi. Yogyakarta : Andi Offset, 2004.

4. Husen, Ir. Abrar. Manajemen Proyek:

Perencanaan, Penjadwalan, & Pengendalian

Proyek. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi

Offset, 2011.

5. Nemas, Dian. P., Optimalisasi Biaya dan

waktu proyek dengan analisis crashing

project (studi kasus proyek renovasi asrama

wanajaya SMK negeri kehutanan samarinda).

Tugas Akhir UNMUL. Samarinda : 2017.

6. Widiasanti I., dan Lenggogeni., Manajemen

Kontruksi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya,

2014.

7. Mingus, Nancy. Project Management Dalam

24 jam. Edisi 1. Cetakan 1. Jakarta :

Prenadamedia Group, 2004.

8. A Luthan, Putri L, M.Sc dan Syafriandi, S.T.

Aplikasi Microsoft Project untuk

Penjadwalan Kerja Proyek Teknik Sipil

Yogyakarta : C.V Andi Offset, 2006.

9. Yoheser, Reni. Analisis Crash Program

Untuk Optimalisasi Pelaksanaan Proyek

(Studi Kasus Proyek Rehabilitasi Gedung

Puskesmas Air Putih Samarinda). Tugas

Akhir UNMUL. Samarinda : 2016

Page 32: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana

Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

29

ANALISIS KEKUATAN STRUKTUR MINIPILE PASCA

KERUNTUHAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE

PLAXIS V8.6 (Studi Kasus : Landasan Bandara Samarinda Baru, Kota

Samarinda)

Nabilla Zahera1, Masayu Widiastuti

2, Triana Sharly P. Arifin

3

Teknik Sipil Universitas Mulawarman Samarinda

Jl.Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda 75119. Telp:0541-736834, Fax:0541-749315

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Bandara merupakan prasarana penting dalam kegiatan transportasi di Indonesia, yang merupakan

negara kepulauan. Transportasi udara menjadi faktor pendukung bagi perkembangan dalam segi ekonomi,

sosial, budaya maupun pariswisata. Hal ini menyebabkan perlunya pembangunan seiring pertumbuhan

ekonomi Kota Samarinda. Bandar Udara APT Pranoto terletak di Kecamatan Sei Siring ( ± 15 km dari pusat

kota Samarinda). Berdasarkan informasi lapangan dan kondisi setempat, lahan tersebut dimanfaatkan dan

dilakukan galian yang dalam hingga mencapai 25 m yang menyebabkan kondisi tanah dasar kurang stabil.

Selama pekerjaan, kegagalan lereng terjadi di awal tahun 2015 yang menyebabkan setengah dari material di

area runway longsor.

Untuk memperbaiki kegagalan yang terjadi, perlunya peninjauan ulang yang berlangsung dilapangan.

Analisis faktor aman sebelum terjadi kelongsoran didapatkan hasil yang aman sedangkan secara aktual di

lapangan mengalami kelongsoran. Sehingga perlu dilakukan kilas balik dengan melakukan analisa balik.

Metode perbaikan tanah telah banyak dikembangkan sesuai dengan kondisinya. Salah satu perbaikannya

dengan metode perkuatan tanah sebagai alternatif pemecahan masalah terhadap faktor aman yang rendah.

Faktor aman yang rendah merupakan akibat yang ditimbulkan oleh tanah yang memiliki tahanan geser yang

rendah. Metode perkuatan tanah bertujuan untuk menambah kekuatan tanah agar mampu mendukung beban

yang bekerja diatasnya. Salah satu metode perkuatan tanah efektif untuk mengatasi kelongsoran adalah

dengan menggunakan perkuatan tiang-tiang vertikal yang berperilaku seperti sistem cerucuk (minipile).

Minipile memiliki kemampuan menghambat pergeseran tanah pada bidang longsornya. Metode yang

digunakan untuk menganalisa adalah dengan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan komputer

menggunakan Plaxis. Pada Plaxis, kedalaman minipile diberi variasi kedalaman dari 6 m hingga 12 m.

Berdasarkan hasil analisa SF pada program Plaxis, SF sama dengan 2 dimulai pada kedalaman 8 m dan

kedalaman 9m pada tahun kesepuluh. Sedangkan pada tahun ketiga, kedalaman 10 m mendapatkan SF sebsar

2,01. Namun untuk tahun pertama setelah konstruksi, pada kedalaman minipile 11 m telah mencapai angka

2,03. Sehingga, hasil rekomendasi geometri jika SF yang diijinkan perusahaan sama dengan 2 yang efektif

adalah pada kedalaman 11 m.

Kata kunci: Analisis Balik, Faktor keamanan, Minipile, Plaxis

ABSTRACT

The airport is an important infrastructure in transportation activities in Indonesia, which is an island

country. Air transportation is to become a supporting factor for economic, social, cultural and tourism

developments. This led to be need for development in line with the economic growth of Samarinda City. APT

Pranoto Airport is located in Sei Siring District (± 15 km from downtown Samarinda). Based on field

information and local conditions, the land was exploited and deep excavation was carried out up to 25 m

Page 33: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana

Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

30

which caused subgrade conditions to be less stable. During work, slope failure occurred in early 2015 which

caused half of the material in the runway area become landslide.

To correct the failures need a review that took place in the field. Safety factor analysis before the

landslide occurs best results meanwhile in the field experiencing landslides. Finally need to do a flashback by

doing a back analysis. Land improvement methods have been developed in accordance with their conditions.

One of them is with the soil strengthening method as an alternative problem solving for low safety factors. A

low safety factor is a result caused by soil which has a low shear resistance. The ground reinforcement

method aims to increase the strength of the soil to be able to support the load acting on it. One of the effective

methods of soil reinforcement to overcome landslides is to use vertical mast reinforcement that behaves like a

minipile system. Minipile has the ability to inhibit land shifts in its landslide field. The method used to analyze

is to use the finite element method with the help of a computer using Plaxis. In Plaxis, the depth of the

minipile is given a variation of depth from 6 m to 12 m.

Based on the results of the SF analysis on the Plaxis program, SF is equal to 2 starting at a depth of 8 m and

a depth of 9 m in the tenth year. Whereas in the third year, a depth of 10 m obtained SF as much as 2.01.

However, for the first year after construction, the minipile 11 m depth has reached 2.03. So, the

recomendation results of the geometry if the SF equals 2 allowed by the company which is the effective depth

at 11 m.

Keywords: Back Analysis, Safety Factor, Minipiles, Plaxis

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Samarinda merupakan ibukota provinsi

Kalimantan Timur yang memiliki perkembangan

kota yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dengan

banyaknya fasilitas. Salah satu fasilitas umum

yang sedang dalam proses pengerjaan di Samarinda

adalah bandar udara

Pada awal 1990-an, pemerintah Kalimantan

Timur mencari lokasi alternatif. Lokasi yang dituju

terletak di daerah Sei Siring Samarinda. Berdasarkan

informasi lapangan dan kondisi lapangan setempat,

diduga bahwa lahan tersebut pernah dimanfaatkan

dan dilakukan galian yang cukup dalam. Pada

tahapan pekerjaan sebelumnya, perbaikan tanah

dilakukan dengan menggunakan PVD

(Prefabricated Vertical Drain) dan preloading

sebagai desain awal. Selama pekerjaan, kegagalan

terjadi pada awal tahun 2015 yang menyebabkan

setengah dari material di area runway longsor.

Untuk dapat memperbaiki kegagalan yang

terjadi, sifat fisik dan mekanik perlu dilihat kembali.

Untuk menganalisis , di perlukan analisa balik

hingga diperoleh keadaan dimana terjadi kegagalan.

Salah satu perkuatan tanah timbunan yang

digunakan untuk meningkatkan kekuatan pada

tanah lunak adalah dengan menggunakan

cerucuk. Pada kondisi perkuatan di lapangan, diberi

pula geotextile sebagai penambah perkuatan pada

longsoran.

Ada berbagai metode analisis yang dapat

digunakan dalam menganalisa kestabilan tanah,

salah satunya adalah dengan menggunakan. Metode

elemen hingga atau finite elemen method (FEM).

Untuk menyederhanakan perhitungan, dapat

menggunakan bantuan komputer. Salah satu

program yang tersedia adalah Plaxis. Dengan

penggunaan program ini, diharapkan proses analisis

yang telah dimodelkan mendapatkan data yang

diperlukan dengan lebih cepat dan akurat.

1.2. Tujuan Perencanaan

1. Menentukan material properties sifat fisik

material untuk area penelitian dengan metode

analisa balik dengan safety factor = 1.

2. Mendapatkan hasil safety factor pada saat

selesai konstruksi pada kedalaman minipile

6m, 7m, 8m, 9m, 10, 11m dan 12m.

3. Mendapatkan hasil rekomendasi geometri

konstruksi jika safety factor = 2

1.3. Ruang Lingkup Dan Batasan Masalah

1. Dalam studi ini hanya menggunakan

parameter-parameter data sekunder yang

dibutuhkan Plaxis V8.6. Data sekunder

diperoleh dari pengumpulan data-data yang

berasal dari PT Yodya Karya selaku konsultan

dan Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan

Timur

2. Peninjauan data hanya pada landasan utama

Bandara Samarinda Baru pada STA 2+100

yang merupakan lokasi longsoran

3. Tidak membahas kualitas tiang dan penulangan

tiang serta hal-hal lain yang menyangkut

masalah produk tiang

Page 34: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana

Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

31

4. Permodelan rencana pembebanan mengacu

berdasarkan data yang dimiliki pihak Bandara

Samarinda Baru

5. Gaya gempa diabaikan karena lokasi

pembangunan bandara termasuk daerah tak

rawan gempa

6. Tidak membahas perhitungan rencana

anggaran biaya

7. Hanya menghitung pada kedalaman 6m, 7m,

8m, 9m, 10, 11m dan 12m menggunakan

Plaxis v8.6.

8. Tidak memperhitungkan penurunan yang

terjadi akibat adanya perkuatan

2. TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan analisis stabilitas pada ilmu

rekayasa geoteknik terus mengalami perkembangan

seiring berkembangnya ilmu teknik sipil.

Perkembangan ini didasari oleh timbulnya masalah-

masalah yang terjadi pada saat pelaksanaan

konstruksi. Pada geoteknik, masalah yang sering

ditemui adalah masalah stabilitas dan penurunan

timbunan pada tanah lunak. Pada konstruksi

dibidang geoteknik, lapisan tanah lunak banyak

mengalami kendala, misalnya pada proses

pelaksanaan konstruksi timbunan yang berada

dibawahnya.

2.1. Sifat Fisik dan Mekanik Tanah

Kemantapan suatu tanah tergantung pada

sifat-sifat pada batuan penyusunnya yang terdiri atas

sifat fisik dan mekanik. Berikut penjelasan sifat fisik

dan mekanik,

1. Bobot isi merupakan perbandingan antara berat

material dengan volume material yang

dinyatakan dalam satuan berat per volume.

2. Porositas merupakan perbandingan antara

volume pori dengan volume butiran-butiran

sendirinya.

3. Derajat kejenuhan merupakan perbandingan

antara volume air pori dengan volume isi pori

seluruhnya

4. Sudut geser dalam adalah sudut rekahan yang

terbentuk jika suatu batuan ditemukan tegangan

yang melebihi tegangan gesernya

5. Kohesi adalah kekuatan tarik menarik antara

butir batuan yang dinyatakan dalam satuan berat

per satuan luas.

2.2. Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb

Ketika sampel tanah runtuh, maka tegangan

geser pada bidang keruntuhan akan menentukan

kekuatan geser tanah. Jika data dari beberapa

pengujian yang dilakukan pada sampel yang berbeda

sampai terjadi kegagalan, maka dapat digambarkan

serangkaian lingkaran Mohr. Penggambarannya

lebih mudah bila hanya menampilkan bagian atas

dari lingkaran Mohr. Selanjutnya garis tangensial

dari sejumlah lingkaran Mohr bisa digambar, yang

disebut juga selimut keruntuhan (failure envelope)

Mohr-Coulomb.

Gambar 1. Keruntuhan Mohr Coloumb

Kriteria keruntuhan dari Mohr-Coulomb,

dapat ditulis sebagai persamaan untuk garis yang

mewakili garis lurus (failure anvelope), dengan

persamaan umum adalah :

=c’+σtan ’.....................................(1)

dengan : = Tegangan geser

c = Kohesi

σ = Tegangan normal

= Sudut geser dalam

2.3. Analisis Balik

Analisa balik dilakukan guna memperoleh

nilai parameter geoteknik batuan atau sifat mekanik

batuan pada saat longsor , sementara data yang

diperlukan untuk analisis adalah sifat mekanik

desain. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan

untuk analisis balik, yaitu :

1. Melakukan trial and eror secara manual untuk

mencocokan data masukan dengan perilaku

yang diamati.

2. Analisis sensitivitas untuk variabel individu.

3. Analisis probabilitas untuk 2 variabel yang

berkorelasi.

4. Metode probabilitas lanjut untuk analisis multi

parameter secara simultan.

Analisis balik dapat digunakan untuk

menentukan kekuatan geser dengan faktor keamanan

sebesar 1,0 untuk kondisi pada saat kegagalan.

Model analitis seperti itu, berdasarkan pengalaman

yang diperoleh melalui kegagalan, lebih dapat

diandalkan daripada model analitik berdasarkan

hasil tes laboratorium dan perkiraan ideal kondisi air

tanah. Analisis balik dapat dilakukan menggunakan

Page 35: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana

Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

32

trial-error pada parameter-parameter tanah yang

tersedia. (Duncan,2014)

2.3. Perkuatan Tanah dengan Cerucuk

Salah satu metode perkuatan tanah yang

efektif mengatasi kelongsoran jalan dan stabilitas

lereng adalah dengan menggunakan perkuatan tiang-

tiang vertikal yang berperilaku seperti sistem

cerucuk. Tiang cerucuk dapat diganti dengan tiang

pancang mini (minipiles) dari beton maupun pipa

baja panjang yang dapat disambung, karena panjang

cerucuk harus melebihi bidang kelongsoran yang ter

dalam. Di sini cerucuk merupakan tiang pondasi

yang berfungsi sebagai perkuatan stabilitas lereng

(Rusdianyah, 2016).

2.4. Faktor Aman

Menurut Bishop, faktor keamanan adalah

perbandingan antara kekuatan geser maksimum

(peak) dan kekuatan geser yang diperlukan untuk

menahan kemantapan, yaitu kekuatan pada keadaaan

keseimbangan batas (limit equilibrium). (Wesley,

2012).

Dalam analisis kuat dukung tanah diperlukan

besarnya angka aman yang digunakan untuk

menentukan besarnya kuat dukung tanah ijin (qijin)

dalam perencanaan. Besarnya angka aman aman

(SF) diambilk sebesar 2 -3 sudah cukup

memuaskan, namun pada kondisi-kondisi khusus

digunakan aman (SF) sebesar 3-4. Persamaan angka

aman adalah sebagai berikut, (Basah, 2004)

…........................... (1.2)

Dimana,

SF = Faktor aman

= Kuat dukng tanah ijin

= Kuat dukung ultimit

2.5. Metode Elemen Hingga (FEM)

Metode elemen hingga adalah metode

numerik untuk mendapatkan solusi permasalahan

diferensial, baik persamaan diferensial biasa

(Ordinary Differential Equation) maupun

persamaan differensial seringkali digunakan sebagai

model permasalahan engineering.

Proses inti Metode Elemen Hingga adalah

membagi problem yang kompleks menjadi bagian-

bagian kecil atau elemen-elemen dari mana solusi

yang lebih sederhana dapat dengan mudah

diperoleh. Solusi dari setiap elemen jika

digabungkan akan menjadi solusi problem secara

keseluruhan (Isworo, 2018).

2.6. Program Plaxis

Plaxis (V.8) merupakan paket program

elemen hingga untuk digunakan dalam analisis

deformasi dan stabilitas dua dimensi dalam rekayasa

geoteknik. Selain itu, karena tanah merupakan multi-

fase, maka diperlukan prosedur-prosedur khusus

untuk melakukan analisis terhadap tekanan

hidrostatis dan tekanan non-hidrostatis dalam tanah.

Meskipun pemodelan dari material tanah sendiri

merupakan hal yang penting, namun banyak juga

pekerjaan yang juga mengikut sertakan pemodelan

struktur dan interaksi antara struktur dan tanah.

(Brinkgreve, eds. et al., 1998).

2.7. Parameter Mohr-Coloumb dalam Plaxis

Parameter yang digunakan pada model Mohr

Columb adalah sebagai berikut :

1. Modulus Young (E), menunjukan besarnya nilai

elastisitas tanah yang merupakan perbandingan

antara tegangan yang terjadi terhadap regangan.

2. Poisson Ratio (v), didefinisikan sebagai rasio

regangan aksial terhadap regangan lateral.

Menurut Bowles, berdasarkan ulasan-ulasan

perlu diperhatikan bahwa nilai Poisson Ratio

sangat sulit untuk membuat penentuan secara

langsung. Nilai-nilai untuk bahan-bahan elastic

lainnya pada umumnya diperoleh oleh profesi

kerekayasaan dan seperti yang ditemukan pada

sejumlah sumber rujukan.

3. Berat volume tanah ( ), Apabila contoh tanah

adalah jenuh air (saturated), yaitu ruang pori

terisi penuh oleh air maka dinyatakan sebagai

berat volume tanah jenuh sat). Apabila contoh

tanah adalah tak jenuh air (unsaturated) maka

dinyatakan sebagai berat volume tanah tak jenuh

unsat).

Persamaan perhitungan untuk mencari nilai

adalah sebagai berikut,

dengan,

W = berat total tanah (kN)

V = volume tanah (m3)

4. Kohesi (c), adalah nilai yang timbul akibat

adanya ikatan antara butiran tanah. Persamaan

perhitungan untuk mencari nilai kohesi adalah

sebagai berikut,

Page 36: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana

Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

33

dengan,

cu = kohesi (dalam keadaan undrained)

qu = kekuatan kompresif bebas (unconfined

compressive strength)

5. Sudut geser (φ)

Sudut geser adalah sudut yang terbentuk saat

pergeseran dua atau lebih partikel tanah. Nilai

korelasi sudut geser dalam hasil uji triaksial.

6. Sudut dilatansi (ψ)

Pada tanah lempung, nilai ψ = 0 , sudut dilatansi

untuk tanah pasir tergantung pada kerapatan dan

sudut gesernya, pada umumnya 30 . Pada

sebagian besar kasus nilai ψ = 0 , untuk nilai

sudut geser kurang dari 30 .

7. Permeabilitas (k)

Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan

berpori yang memungkinkan aliran rembesan

dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir

lewat rongga pori.

Koefisien permeabilitas (k) mempunyai

satuan yang sama dengan satuan kecepatan cm/det

atau mm/det, yaitu menunjukkan ukuran tahanan

tanah terhadap aliran air.

2.7. Studi Penelitian

2.7.1 Kronologi Permasalahan

Pada saat dilakukannya penimbunan kurang

lebih 2 m di sisi kiri As Runway, terjadi retakan yang

membentuk crown. Setelah itu pekerjaan

penimbunan di area 2+100 dihentikan.

2.7.2 Evaluasi Hasil Penyelidikan Tanah

Melalui hasil uji kondisi tanah dapat

ditampilkan berdasarkan konsistensi tahanan ujung,

gesekan selimut dan tekanan pori tanah akibat

penusukan konus di sepanjang kedalaman uji.

Umumnya untuk tanah-tanah yang digolongkan

sebagai tanah normally consolidated, memiliki nilai

Bq = 0.7 dan nilai rasio kuat geser terhadap

tegangan efektif tanah Su/σv = 0.22.

Apabila tanah memiliki rentang di atas nilai

tersebut digolongkan tanah over consolidated,

sedangkan apabila memiliki rentang di bawah nilai

tersebut diklasifikasikan sebagai tanah under

consolidated yang umumnya memiliki konsistensi

lunak hingga sangat lunak.

2.7.3 Konsep Perkuatan

Konsep perkuatan area runway pada STA.

2+100 khususnya pada area yang sebelumnya terjadi

longsor adalah dengan menggunakan cerucuk beton.

Cerucuk yang dimaksudkan adalah tiang pancang

mini sq. 20x20 cm2 dengan panjang minimum 10 m

(sesuai hasil CPTu terdapat lensa pasir).

2.7.4 Pembebanan

Permodelan pembebanan didapatkan dari “Laporan

Akhir Kajian Teknis Konstruksi dan Perkerasan Sisi

Udara Bandara Samarinda Baru”. Beban

operasional yang harus diperhitungkan adalah :

1. Beban perkerasan, yaitu beban yang ditimbulkan

akibat adanya perkerasan lentur setebal 0,69m

untuk area Runaway. Sehingga besar beban

perkerasan untuk area Runway adalah 0,69m x

24 kN/m3 = 16,56 kN/m

2

2. Beban pesawat, sebesar 15 kN/ m2

Sehingga beban total yang diperoleh adalah

= 16,56 + 15 = 31,56 kN/ m2

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bandara

Samarinda Baru bertaraf internasional (Bandara Aji

Pangeran Tumenggung Pranoto) yang terletak di

Kecamatan Sei Siring. Lokasi yang menjadi titik

penelitian dilapangan yaitu pada STA2+100 yang

mengalami kelongsoran dapat di lihat pada Gambar

3.1 bawah ini,

Gambar 2. Lokasi Penelitian yang Menjadi Titik

Acuan (STA 2+100)

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari instansi terkait

seperti kontraktor, konsultan pengawas/perencana

ain. Adapun data-data yang dimaksud berupa data

sifat fisik dan material tanah, data pembebanan, data

minipile beton dan kayu, data geogrid dan data

potongan melintang dan memanjang.

Page 37: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana

Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

34

3.3 Bagan Alir Penelitian

Sebelum melakukan penelitian maka dibuat

langkah-langkah pelaksanaan alur kegiatan.

Gambar 3. Diagram alir penelitian

4 Analisis dan Pembahasan

4.1 Sifat Fisik dan Mekanik

Material properties dari uji sifat mekanik

berupa nilai kohesi (kN/m2) dan sudut geser dalam

(°) yang diperoleh dari uji kuat geser langsung

(direct shear test), sedangkan dari uji sifat fisik

berupa bobot isi ( ) (kN/m3). Material properties

setiap material diperoleh dari data hasil uji

laboratorium geoteknik. Material properties yang

digunakan dapat diliihat pada tabel dibawah ini,

Tabel 1 Material Awal

Sumber : GEC

4.2 Pengamatan Muka Airtanah

Untuk mengetahui keberadaan muka air

tanah pada lokasi penelitian, maka dilakukan

pemantauan air tanah. Pengamatan muka air tanah

ini bertujuan untuk mengetahui elevasi muka air

tanah. Pada penelitian ini digunakan data aktual

dengan rata-rata muka air tanah -1 hingga 2 m.

4.3 Analisis Balik (Back Analysis)

Nilai faktor keamanan yang sebelumnya

didapatkan nilai FK yang aman sedangkan secara

aktual di lapangan lereng mengalami longsoran,

Sehingga perlu dilakukan back analysis dengan

mengubah nilai sifat mekanik yaitu kohesi pada

aplikasi yang digunakan dalam analisis kestabilan

sampai diperoleh nilai faktor keamanan sama

dengan 1. Jadi nilai sifat fisik dan mekanik batuan

yang memperoleh nilai FK sama dengan 1 inilah

yang digunakan untuk nilai parameter sifat fisik dan

mekanik untuk analisis kestabilan selanjutnya.

Analisis yang digunakan merupakan analisis trial

and error hingga didapatkan FK sama dengan 1.

Berikut ini merupakan hasil back analysis pada

masukan Plaxis,

Tabel 2 Material Back Analysis

4.4 Analisis Pada Program Plaxis

Sebelum melakukan analisis perhitungan, diperlukan

kelengkapan data yang sesuai serta persamaan yang

mendukung untuk dapat melakukan perhitungan dan

mendapatkan hasil yang sesuai.

4.4.1 Permodelan Geometri

Berikut ini merupakan permodelan geometri yang

akan dianalisis,

Kedalaman

(m) Material

Data Awal

C

(kN/m2)

Ф

(°)

0 – 2 Fill Material 50 8

2-3 Sand Blanket 50 8

3-10 Very Soft Clay 0,2 18

10-16 Soft Clay 0,2 18

16-19 MediumStiff

Clay

8 25

19 -25 Very Stiff Clay 30 25

Kedalaman

(m) Material

Data Awal

C

(kN/m2)

Ф

(°)

0 – 2 Fill Material 15 8

2-3 Sand Blanket 15 8

3-10 Very Soft Clay 0,2 18

10-16 Soft Clay 0,2 18

16-19 MediumStiff

Clay

4 25

19 -25 Very Stiff Clay 15 25

Page 38: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana

Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

35

Gambar 4. Permodelan Plaxis

4.4.2 Permodelan Material

Perilaku mekanis dari tanah dapat dimodelkan pada

berbagai tingkat akurasi. Untuk penggunaan model

material pada penulisan ini digunakan model

material yang sangat umum untuk digunakan, yaitu

Model Mohr-Coloumb.

4.4.2.1 Permodelan Material Minipile

Minipile pada kasus ini menggunakan dua

parameter yang berbeda yaitu beton dan kayu.

Permodelan material minipile pada Plaxis

menggunakan pelat sehingga membutuhkan

konversi yang dibutuhkan pada pelat dalam Plaxis.

Tabel 3 Material Minipile

Tabel 4 Material Kayu

4.4.2.2 Permodelan Material Geogrid

Permodelan material geogrid yang digunakan

adalah geogrid woven dengan spesifikasi kuat tarik

sebesar 50 kN/m. Berikut ini merupkan masukan

material geogrid yang dibutuhkan pada program

Plaxis

Tabel 4 Material Geogrid

4.4.3 Permodelan Pembeban

Permodelan pembebanan didapatkan dari

“Laporan Akhir Kajian Teknis Konstruksi dan

Perkerasan Sisi Udara Bandara Samarinda Baru”.

Beban operasional yang harus diperhitungkan adalah

:

1. Beban perkerasan, yaitu beban yang

ditimbulkan akibat adanya perkerasan lentur

setebal 0,69m untuk area runway. Sehingga

besar beban perkerasan untuk area runway

adalah 0,69m x 24 kN/m3 = 16,56 kN/m

2

2. Beban pesawat, sebesar 15 kN/ m2

4.5 Permodelan Plaxis Analisis Balik

4.5.1 Geometri

Gambar 5. Permodelan Back Analysis

4.5.2 Perhitungan

Setelah penyusunan model elemen hingga,

perhitungan elemen hingga sesungguhnya dapat

dilakukan. Karena itu perlu untuk mendefinisikan

jenis perhitungan yang akan dilakukan dan jenis

pembebanan atau tahapan konstruksi apa yang

diaktifkan dalam perhitungan.

Tahapan-tahapan perhitungan dalam analisis

balik adalah sebagai berikut :

1. Tahap awal

Merupakan tahapan situasi awal dari proyek

didefinisikan dalam modus penentuan kondisi

awal dari program masukan.

Parameter EA

(kN/m)

Np

(kN/m)

Woven 520 20

No Nama

parameter

Simbol Nilai Satuan

1 Normal

Stiffnes

EA kN/m

2 Flexural

rigidty

EI

kNm2/m

3 Ketebalan

ekivalen

D 0,04 m

4 Berat W 0,032 kNm/m

5 poisson V 0,2 -

No Nama

parameter

Simbol Nilai Satuan

1 Normal

Stiffnes

EA

kN/m

2 Flexural

rigidty

EI

kNm2/m

3 Ketebalan

ekivalen

D 0,20 m

4 Berat W 4,3 4 kNm/m

5 poisson V 0,15 -

Page 39: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana

Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

36

2. Analisis Plastis

Suatu perhitungan plastis harus dipiliih untuk

melakukan analisis deformasi elastis-plastis

dimana diperlukan untuk mengikutsertakan

proses berkurangnya tekanan air pori berlebih

terwaktu dalam waktu perhitungan. Pada

perhitungan Plastis biasa dilakukan pada saat

penambahan material ataupun struktur pada satu

bagian atau keseluruhan. Dengan parameter

masukan pembebanan diatur pada tahap

konstruksi dan dilakukan pada interval waktu

sesuai rencana pelaksanaan berlangsung. Jenis-

jenis tahapan yang di analisis adalah sebagai

berikut :

- Gravity Loading, yaitu tahapan perhitungan

yang menerapkan perhitungan tegangan

dengan menerapkan beban gravitasi (berat

sendiri). Hal ini perlu dilakukan dengan

jenis perhitungan Plastis, Pada parameter

masukan pembebanan diatur pada faktor

pengali total ∑Mweight menjadi 1.

- Stripping, merupakan tahapan

pengelupasan tanah sehingga tanah siap

diberi perlakuan berikutnya. Pada tahap ini,

stripping dilapangan dilakukan pada masa

14 hari.

- Cerucuk kayu dan timbunan, merupakan

tahapan pemberian struktural dan material

baru. Sehingga diperlukan analisa plastis

dalam perhitungannya. Cerucuk kayu dan

timbunan dilakukan pada masa 30 hari

sesuai urutan tahapannya.

3. Analisis konsolidasi, tahapan ini berguna untuk

menganalisa perkembangan pori tanah akibat

beban internal maupun eksternal berkaitan

dengan waktu sampai dengan mencapai angka

pori yang diijinkan. Adapun penggunaan jenis

perhitungan analisis konsolidasi pada tahap

diatas yaitu massa konsolidasi tanah timbunan

yang pada proses pelaksanaannya diperlukan

selama 30 hari di lapangan.

4. Safety Factor, yaitu tahapan perhitungan faktor

keamanan yang dilakukan dengan jenis

perhitungan Reduksi Phi/c. Dengan Masukan

pembebanan otomatis diatur pada faktor

pengali.

Setelah itu, rangkaian perhitungan dapat

dilakukan dan dapat dilihat keluaran dari hasil

perhitungan. Hasil dari perhitungan analisis balik

didapat dilihat pada gambar dibawah ini,

Gambar 6. Perpindahan Total Pada Analisis

Balik

Warna merah pada gambar menunjukkan

perpindahan maksimum yang terjadi. Perpindahan

yang ditampilkan pada gambar merupakan

perpindahan pada proses perhitungan di langkah

terakhir, bukan pada saat faktor keamanan dari titik

runtuh. Maka nilai perpindahan yang ditampilkan

pada keluaran semakin tidak relevan. Meskipun nilai

perpindahan tidak relevan , meninjau bagian yang

mengalami perpindahan maksimum juga cukup

penting. Kurva untuk nilai keamanan pada analisa

balik dapat dilihat pada gambar dibawah ini,

Gambar 7. Kurva Analisis Balik

Perbandingan antara faktor keamanan dan

perpindahan adalah suatu hal yang tidak relevan,

walaupun demikian perpindahan tetap

mengindikasikan apakah suatu mekanisme

keruntuhan telah terbentuk atau tidak. Dengan

demikian nilai perpindahan sesaat sebelum

keruntuhan dapat ditinjuai dari nilai faktor

keamanan.

4.6 Permodelan Plaxis Menggunakan Minipile

Perkuatan tanah yang dipilih yaitu dengan

menambahkan minipile beton pada lokasi yang

mengalami keruntuhan. Perkuatan tersebut

dimodelkan dalam variasi dengan tingkat kedalaman

Page 40: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana

Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

37

minipile. Variasi tersebut yaitu pada kedalaman 6m,

7m, 8m, 9m, 10m, 11m dan 12m.

4.6.1 Geometri

Gambar 8. Geometri

4.6.2 Perhitungan

Setelah penyusunan model elemen hingga,

perhitungan elemen hingga sesungguhnya dapat

dilakukan. Berikut ini merupakan perpindahan

maksimum yang trjadi pada kondisi 1 tahun, tampak

bahwa perpindahan maksimum terjadi pada sisi

terluar runway.

Gambar 9. Perpindahan Maksimum

Kurva untuk nilai keamanan pada kedalaman

12m dapat dilihat pada gambar dibawah ini,

Gambar 10. Kurva kedalaman 12 m

4.7 Output Perkuatan Menggunakan Minipile

Keluaran utama dari suatu perhitungan

elemen hingga adalah perpindahan titik nodal dan

tegangan pada titik-titik tegangan. Keluaran memuat

seluruh fasilitas untuk menampilkan hasil dari data

masukan yang telah dibentuk serta hasil dari

perhitungan elemen hingga.

Berikut ini merupakan keluaran yang

tersedia pada kedalaman minipile 12 m.

1. Deformasi dan perpindahan

Deformasi memuat berbagai pilihan untuk

menampilkan deformasi tegangan dan regangan

secara visual dalam model elemen hingga.

Gambar 11. Perpindahan kedalaman 12 m

Perpindahan yang terjadi merupakan

perpindahan sebenarnya dengan perpindahan total

ekstrim sebesar 10,30m. Berikut merupakan

deformasi yang terjadi setelah mengalami

konsolidasi selama 1 tahun

Gambar 21. Perpindahan selama 1 tahun

1. Tekanan air pori aktif dan tekanan air pori

berlebih

Tekanan air pori aktif adalah tekanan air total

(yaitu tekanan air pori hidrostatik dan tekanan air

pori berlebih) dalam geometri pada akhir

perhitugan saat ini dan ditampilkan di atas

geometri yang tidak terdeformasi. Berikut ini

merupakan tekanan air pori aktif pada

konsolidasi 1 tahun

Page 41: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana

Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

38

Gambar 13. Tekanan Air pori aktif

Tekanan air pori berlebih adalah tekanan air akibat

pembebanan pada klaster-klaster yang bersifat tak

terdrainase pada akhir dari langkah perhitungan saat

ini. dan ditampilkan di atas geometri yang tidak

terdeformasi. B Berikut ini merupakan tekanan air

pori berlebih pada konsolidasi 1 tahun

Gambar 14. Tekanan air pori berlebih

Berikut ini merupakan resume hasil analisa

perhitungan yang didapatkan dari variasi kedalaman,

Tabel 4. Resume

D Safety Factor

1

Tahun

3

Tahun

10

Tahun

6 m 1,87 1,92 1,99

7 m 1,89 1,93 2

8 m 1,90 1,94 2,02

9 m 1,94 1,95 2,03

10 m 1,98 2,01 2,05

11 m 2,03 2,04 2,19

12 m 2,05 2,09 2,21

Hasil safety factor pada saat selesai

konstruksi pada kedalaman minipile 6m, 7m, 8m,

9m, 10,11m dan 12m adalah sebagai berikut dilihat

pada tahun pertama, ketiga dan kesepuluh,

5. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan

pada penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Analisis balik dilakukan untuk mencari nilai

parameter sifat fisik dan mekanik material

terbaru pada tanah yang telah mengalami

longsor (Failure). Pada analisis kestabilan

sampai diperoleh nilai faktor keamanan sama

dengan 1. Analisis yang digunakan merupakan

analisis trial and error hingga didapatkan FK

sama dengan 1. Parameter kohesi yang

didapatkan pada analisa balik adalah fill

material ( timbunan) sebesar 15 kN/m2 , soft

clay dan very soft clay sebesar 0,2 kN/m2,

medium stiff clay sebesar 4 kN/m2

, very stiff

clay dan sand blanket sebesar 15 kN/m2.

2. Hasil safety factor pada saat selesai konstruksi

pada kedalaman minipile 6m pada tahun

pertama yaitu 1,87. Sedangkan untuk tahun

ketiga dan kesepuluh safety factor yang

diperoleh adalah 1,92 dan 1,99. Untuk

kedalaman minipile pada kedalaman 7 m

didapatkan safety factor pada tahun pertama,

ketiga dan kesepuluh berurutan adalah 1,89,

1,93 dan 2. Sedangkan pada kedalaman 8m,

safety factor mengalami kenaikan.

Di tahun pertama didapatkan 1,90 untuk tahun

ketiga didapatkan safety factor sebesar 1,94,

untuk tahun kesepuluh safety factor mencapai

angka 2,02 Di kedalaman 9 m, safety factor

pada tahun pertama, ketiga dan kesepuluh

didapatkan 1,94, 1,95 dan 2,03. Kedalaman 10

m, safety factor yang didapatkan sebesar 1,98,

2,01 dan 2,05 ditahun pertama, ketiga dan

kesepuluh. Di kedalaman 11 m inilah

didapatkan safety factor ditahun pertama

sebesar 2,03, dan untuk ditahun ketiga dan

kesepuluh didapatkan safety factor sebesar 2,04

dan 2,19. Sedangkan untuk kedalaman 12 m,

safety factor yang didapatkan sebesar 2,05

untuk tahun pertama, 2,09 untuk tahun ketiga

dan untuk tahun kesepuluh didapatkan safety

factor sebesar 2,21.

3. Berdasarkan hasil safety factor diatas, hasil

rekomendasi geomteri jika safety factor yang

diijinkan oleh perusahaan sama dengan 2.

Sedangkan safety factor sama dengan 2

dimulai pada kedalaman 8 m dan kedalaman

9m namun pada tahun kesepuluh. Sedangkan

pada tahun ketiga, kedalaman 10 m

mendapatkan safety factor sebesar 2,01. Untuk

tahun pertama setelah konstruksi, kedalaman

minipile 11 m telah mencapai angka 2,03 dan

kedalaman minipile 12 m didapatkan 2,21..

Karena bandara akan segera dioperasikan dan

Page 42: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nabilla Zahera1), Masayu Widiastuti2), Triana

Sharly P. Arifin3), Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

39

batas masa konsolidasi saat konstruksi adalah 1

tahun, maka rekomendasi perkuatan minipile

menggunakan minipile pada kedalaman 11m.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis , beberapa saran

yang diajukan untuk penelitian selanjutnya sebagai

berikut:

1. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, perlu

diperhitungkan kembali perhitungan drainase

agar perhitungan lebih lengkap

2. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, analisis

dibuat dalam berbagai metode agar dapat

dilakukan pembanding selain kedalaman

struktur pile .

3. Sebaiknya program Plaxis diberikan kepada

mahasiswa pada saat pembelajaran matakuliah

geoteknik maupun teknik pondasi untuk

penunjang

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, Laporan Akhir Kajian Teknis

Konstruksi dan Perkerasan Sisi Udara BSB,

2017, Samarinda.

2. Brinkgreve, R.B.J., Al-Khoury, R., Bakker,

K.J., Bonnier, P.G., Brand, P.J.W., Broere, W.,

Burd, H.J., Chandra, Y.P., Gouw, T.L.,

Hutapea, B.M., Soltys, G., Varmeer, P.A.,

Handoko, S.G., 1998, Plaxis Versi 8, Manual

Acuan, Plaxis, Belanda.

3. Craig, Robert F., 1989, Mekanika Tanah, Edisi

ke 4, Diterjemahkan oleh Budi Susilo S.,

Penerbit Erlangga, Jakarta.

4. Darwis, 2018, Dasar- Dasar Mekanika Tanah,

Pena Indis, Yogyakarta

5. Das, Braja M., 1994, Mekanika Tanah

(Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis), Jilid 1

Diterjemahkan oleh Noor Endah dan Indra

Surya B. Muchtar, Penerbit Erlangga, Jakarta.

6. Duncan, J. Michael., Stephen G. Wright,

Thomas L. Brandon, 2014, Soil Strength and

Slope Stability, Canada

7. Hardiyatmo, Hary Christady, 2010, Mekanika

Tanah II, Edisi ke 5, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

8. Hardiyatmo, Hary Christady, 2012, Mekanika

Tanah I, Edisi ke 6, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

9. Isworo, Hajar., Pathur Razi Ansyah, Metode

Elemen Hingga, Banjarmasin

10. Putri, Aguslimi Shafira., Amirudin,

Syamsuddin, 2012, Penentuan Daya Dukung

Tanah Berdasarkan Hasil Pengukuran CPT

dan Uji Laboratorium, Makassar

11. Rusdiansyah, 2016, Asumsi Sistem Cerucuk

Sebagai Alternatif Solusi Dalam Penanganan

Kelongsoran Lereng Jalan Diatas Tanah

Lunak, Prosiding Seminar Nasional Geoteknik,

Banjarmasin.

12. Saifuddin, Arif. 2008. Analisis Kestabilan

Lereng Dengan Metode Irisan. Buku

Kompilasi Tidak Diterbitkan.

13. Tim Pusat Litbang Prasarana Transportasi,

2002, Panduan Geoteknik 4 (Desain dan

Konstruksi), Bandung

14. Terzaghi, Karl, Ralph B.Peck, 1987, Mekanika

Tanah dalam Praktek Rekayasa, Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Page 43: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi

Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

40

PENGARUH PENAMBAHAN TAWAS PADA CAMPURAN

BETON MENGGUNAKAN AGREGAT KASAR LOKAL

KALIMANTAN TIMUR DAN AGREGAT HALUS EX.

MAHAKAM DITINJAU DARI KUAT TEKAN

Fachriza Noor Abdi1, Heri Sutanto

2, Elmo Dwi Prandaka

3 Program Studi S1Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, Kampus Gunung Kelua

Jalan Sambaliung No.9, Samarinda 75119, Telp: 0541-736834, Fax: 0541-749315

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Perkembangan teknologi beton terutama beton mutu tinggi sekarang ini sangat pesat. Berbagai

penelitian dan percobaan di bidang beton dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas beton,

teknologi bahan dan teknik-teknik pelaksanaan. Pada dasarnya bahan pembuatan beton mutu tinggi sama

dengan bahan pembuatan beton normal, tetapi untuk meningkatkan kuat tekannya perlu menggunakan bahan

tambah dan jenis agregat tepat dalam campuran beton. Jenis bahan tambah yang dipakai dalam penelitian

ini adalah bahan tambah Tawas yang dipasaraan .

Penelitian ini dimulai dengan pengujian terhadap masing-masing bahan penyusun dan membuat

rancangan adukan beton berdasarkan metode SKSNIT-15-1990-03 menggunakan 6 (enam) variasi, yaitu :

0%, 1%, 2%, dan 3% Tawas dari berat semen. Mutu beton yang direncanakan K-350, selanjutnya adalah

pembuatan benda uji berbentuk kubus dengan ukuran tiap sisinya 15 cm sebanyak 36 benda uji dimana untuk

setiap variasi sebanyak 3 benda uji. Pengujian kuat tekan beton dilakukan setelah beton berumur 7 hari

dievaluasi berdasarkan SNI 03-1974-1993.

Hasil penelitian dari nilai kuat tekan beton dengan penambahan Tawas Belum mencapai kuat tekan

rencana. Penggunaan bahan tambah Tawas sebesar 1%, 2%, dan 3%, berdasarkan penambahan Tawas

secara berturut- turut dengan pengujian 7 hari agregat Batu Besaung, Senoni, dan Sambera didapatkan kuat

tekan beton tertinggi persentase 1%, nilai kuat tekan 399,85 kg/cm2 ,meningkat 8,3%, kadar optimum 2,24%

pada Batu besaung persentase 1%, nilai kuat tekan 433,25 kg/cm2 meningkat 3,4%, kadar optimum 2,31%

pada Senoni persentase 2%, nilai kuat tekan 338,60 kg/cm2, meningkat 11,2% kadar optimum 1,35%,pada

Sambera, kadar optimum penambahan tawas 1% hingga 2%.

Kata kunci: Tawas, Bahan Tambah, Kuat Tekan.

Page 44: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi

Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

41

1. PENDAHULUAN

Beton sebagai material yang sangat populer

dan luas penggunaannya. Hampir semua elemen

konstruksi dari berbagai jenis struktur dapat dibuat

dari beton. Kuat tekannya yang tinggi merupakan

salah satu keunggulan yang dimiliki beton.

Teknologi konstruksi terus mengalami

peningkatan. Hal ini tidak lepas dari kebutuhan

masyarakat terhadap fasilitas infrastruktur yang

semakin maju, seperti jembatan, bangunan gedung

bertingkat, bendungan, dan fasilitas lainnya.

Penelitian ini mengunakan 3 jenis agregat

lokal Kalimantan timur diantaranya Senoni,

Sambera, dan Batu Besaung, pada penelitian

sebelumnya pada agregat Senoni dan Sambera tidak

mencapai keteria kuat tekan, pada penelitian ini

akan membandingkan agregat lokal tersebut dan

pengarung Tawas sebagai bahan tambah tersebut.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beton

Beton adalah campuran antara semen

portland atau semen hidrolik yang lain, agregat

halus, agregat kasar dan air, dengan atau bahan

tambahan yang membentuk massa padat (SNI-03-

2847-2002). Seiring dengan penambahan umur,

beton akan semakin mengers dan akan mencapai

kekuatan rencana pada usia 28 hari.

2.1.1 Definisi

Beton merupakan bahan gabungan yang

terdiri dari agregat kasar dan halus yang dicampur

dengan air dan semen sebagai pengikat dan

pengisian antara gregat kasar dan halus dan kadang-

kadang ditambahkaan additive atau admixture bila

diperlukan.

2.1.2 Perkembangan Beton

Paten pertama untuk beton pracetak dibuat

tahun 1875 oleh William Lascelles, untuk sistem

bangunan perumahan. Eugene Freyssinet dari

Perancis mengembangkan beton pratekan pada

tahun 1927. Pada tahun 1946 diperkenalkan

cladding dari beton pracetak untuk bangunan tingkat

tinggi. Perkembangan pemakaian beton berlanjut

terus hingga sekarang.

2.1.3 Proses Terjadinya Beton

Proses awal terjadinya beton adalah pasta

semen yaitu proses hidrasi antara air dengan semen,

selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus

menjadi mortar dan jika ditambahkan dengan

agregat kasar menjadi beton.

2.1.4 Keunggulan dan Kelemahan Beton

Secara umum kelebihan dan kekurangan beton

adalah:

a. Kelebihan beton adalah :

1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai

dengan kebutuhan konstruksi.

2. Mampu memikul beban yang berat.

3. Tahan terhadap temperature yang

tinggi.

4. Biaya pemeliharaan yang kecil.

b. Kekurangan beton adalah :

1. Bentuk yang telah dibuat tidak dapat

diubah.

2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan

ketelitian yang tinggi.

3. Berat.

4. Daya pantul suara yang besar.

2.1.5 Jenis-jenis Beton

Beton terbagi menjadi 3 yaitu :

1. Beton normal

Beton normal adalah beton yang

mempunyai berat isi 2200-2500 kg/m3

menggunakan agregat alam yang dipecah

atau tanpa dipecah yang tidak

menggunakan bahan tambahan.

2. Beton ringan

Beton ringan adalah beton yang

mempunyai berat isi < 2200 kg/m3

menggunakan agregat alam yang dipecah

atau tanpa dipecah yang tidak

menggunakan bahan tambahan.

3. Beton berat

Beton berat adalah beton yang mempunyai

berat isi > 2500 kg/m3 menggunakan

agregat alam yang dipecah atau tanpa

dipecah yang menggunakan bahan

tambahan.

2.1.6 Umur Beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah

dengan naiknya umur beton. Kekuatan beton akan

naiknya secara cepat (linier) sampai umur 28 hari,

tetapi setelah itu kenaikkannya akan kecil. Kekuatan

tekan beton pada kasus–kasus tertentu terus akan

bertambah sampai beberapa tahun ke depan.

Biasanya kekuatan tekan rencana beton dihitung

pada umur 28 hari.

Page 45: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi

Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

42

2.1.7 Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton mengidentifikasikan

mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat

kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi

pula mutu beton yang dihasilkan.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bagan Alir

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa

tahapan metode penelitian dari mulai

persiapan sampai dengan pengambilan

kesimpulan dan saran, adapun tahapan

penelitian ini ada pada Gambar 3.1 adalah

sebagai berikut:

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Agregat

Pengujian campuran beton dengan

menggunakan bahan tambah Tawas dengan agregat

lokal Batu Besaung, Senoni, dan Sambera melalui

pengujian kadar air agregat, analisa saringan

agregat, berat jenis dan penyerapan air agregat,

kadar lumpur agregat, dan keausan agregat kasar.

Pengujian dilakukan di laboratorium Fakultas

Teknik Universitas Mulawarman Samarinda.

Studi Literatur

Pemeriksaan Laboratorium :

1. Analisa Saringan agregat halus dan kasar

2. Pemeriksaan kadar air agregat

3. Pemeriksaan kadar lumpur agregat

4. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat

5. Pemeriksaan keausan agregat

Mix desain menggunakan agregat kasar Batu Besaung, Senoni,

Sambera & Pasir Mahakam, Tawas, Semen Portland Tipe I dan Air

Selesai

Kesimpulan dan saran

Uji kuat tekan umur 7 hari.

Analisa data

Pembuatan benda uji

Mulai

Persiapan Material

Page 46: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi

Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

43

4.6 Mix Design

4.6.1 Perhitungan Mix Design dengan Metode

SNI SK.SNI.T-15-1990-03

1. Kuat Tekan beton yang direncanakan pada

umur 28 hari (K) = 350 kg/cm2.

2. Standar deviasi (S) = tidak ada.

3. Nilai tambah (m) = 1.64 x S .

Karena data deviasi standar tidak ada, maka

nilai m = 12 MPa.

Konversi MPA > 4. Kuat tekan rata-rata yang ditargetkan

f’cr = (f’c) + (m) = 350 + 122,32 = 472,3 kg/cm2.

5. Jenis Semen yang digunakan adalah Semen

Portland Tipe I.

6. Jenis agregat :

- Agregat kasar : Agregat kasar lokal

Batu Besaung

Senoni

Sambera

- Agregat halus : Pasir Mahakam

7. FAS ditentukan

(a) Nilai kuat tekan pada umur 28 hari

berdasarkan jenis semen (Semen

Portland Tipe I) agregat kasar (Batu

pecah) = 45 MPa dan benda uji

(Kubus)

(b) Lihat Gambar 4.5 benda uji kubus,

tarik garis tegak lurus pada FAS 0.50,

sampai memotong kurva kuat tekan

yang ditentukan.

(c) Tarik garis mendatar dari kuat tekan

yang didapat dari Gambar 4,5, sampai

memotong garis tegak lurus untuk FAS

0.5. Gambar kurva baru.

(d) Dari kurva baru tersebut tarik garis

mendatar untuk kuat tekan yang

ditargetkan sampai memotong kurva

baru tersebut. Kemudian tarik ke

bawah higga didapat nilai FAS.

Faktor air semen bebas (FAS)= 0,48

8. Tetapkan FAS maksimum menurut Lampiran

Tabel K.Dari langkah (7) dan (8) diambil yang

paling rendah.

Faktor air semen FAS maksimum = 0,52

9. Nilai slump rencana ditetapkan = 60 s/d 180

mm

10. Ukuran butir nominal agregat maksimum = 40

mm Lampiran Tabel L.

11. Tentukan nilai kadar air bebas dari Lampiran

Tabel M. Kadar air bebas untuk agregat

gabungan = 2/3 Wh+ 1/3 Wk , dimana Wh

adalah perkiraan jumlah air untuk agregat

halus, dan Wk untuk agregat kasar. untuk

permukaan agregat yang kasar, harus ditambah

air kira-kira 10 liter per meter kubik beton.

Koreksi suhu diatas 20oC, setiap kenaikan 5

oC

harus ditambah air 5 liter per meter kubik

adukan beton

kadar air bebas = 215

12. Kadar semen =

= =

447.92 kg/m2

13. Kadar semen maksimum diabaikan

karena tidak ditetapkan.

14. Tetapkan FAS maksimum menurut Lampiran

Tabel L

Faktor air semen FAS minimum = 325 kg/m3

15. FAS yang disesuaikan = 0,48

16. Susunan butir agregat halus sesuai dengan

syarat SK.SNI.T-15-1990-03 masuk dalam

daerah gradasi zona IV

17. Tetapkan persentase agregat halus terhadap

campuran berdasarkan nilai slump , FAS, dan

besar nominal agregat maksimum. Karena

agregat halus masuk daerah gradasi zona IV

peneliti menghidari keropos karena kurangnya

persentase pasir terhadap agregat gabungan

maka gradasi agregat maksimum di naikan ke

zona III

Persentase agregat halus = 30%, didapat dari

grafik

18. Berat jenis relatif agregat (SSD)

Page 47: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi

Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

44

Berat jenis relatif = (30 % x BJ Pasir Mahakam

kondisi SSD) + (70 % x BJ Agregat kondisi

SSD)

Berat jenis relatif Batu Besaung = (30 % x 2,64)

+ (70 % x 2,68) = 2,67 kg/ cm2

Berat jenis relatif Senoni = (30 % x 2,64)

+ (70 % x 2,65) = 2,65 kg/ cm2

Berat jenis relatif Sambera = (30 % x 2,64)

+ (70 % x 2,64) = 2,64 kg/ cm2

Berat jenis beton agregat Batu Besaung

= 2385 kg/ cm3

Berat jenis beton agregat Senoni

= 2360 kg/ cm3

Berat jenis beton agregat Sambera

= 2350 kg/ cm3

19. Kadar agregat campuran = berat jenis

beton – (kadar semen + kadar air bebas)

Batu Besaung = 2385 – (447,92+ 215)

= 1722,08 kg/m3

Kadar agregat campuran = berat jenis

beton – (kadar semen + kadar air bebas)

Senoni = 2360 – (447,92+ 215)

= 1697,08 kg/m3

Kadar agregat campuran = berat jenis

beton – (kadar semen + kadar air bebas)

Sambera = 2350 – (447,92+ 215)

= 1687,08 kg/m3

20. Kadar agregat halus= 30 % x kadar agregat

campuran

Batu Besaung = 30 % x 1722,08 kg/m3

= 516,63 kg/m

3

Kadar agregat halus = 30 % x kadar agregat

campuran

Senoni = 30 % x

1697,08 kg/m3

= 509,13 kg/m

3

Kadar agregat halus = 30 % x kadar agregat

campuran

Sambera = 30 % x

1687,08 kg/m3

= 506,13 kg/m

3

21. Kadar agregat kasar = kadar agregat

campuran - kadar agregat halus

Batu Besaung = 1722,08 -

516,63 kg/m3

= 1205,46 kg/m

3

Kadar agregat kasar = kadar agregat

campuran - kadar agregat halus

Senoni = 1697,08 -

509,13 kg/m3

= 1187,96 kg/m

3

Kadar agregat kasar = kadar agregat

campuran - kadar agregat halus

Sambera = 1687,08 -

506,13 kg/m3

= 1180,96 kg/m

3

22. Kebutuhan teoritis untuk 1 m3 beton adalah :

Agregat Batu Besaung

Air : 215 kg

Semen : 447,92 kg

Pasir : 516,63 kg

Batu Pecah : 1205,46 kg

Total : 2385 kg

Agregat Senoni

Air : 215 kg

Semen : 447,92 kg

Pasir : 509,13 kg

Batu Pecah : 1187,96 kg

Total : 2360 kg

Agregat Sambera

Air : 215 kg

Semen : 447,92 kg

Pasir : 506,13 kg

Batu Pecah : 1180,96 kg

Total : 2350 kg

25. Perbandingan Dalam Berat :

Agregat Batu Besaung:

Air : Semen : Pasir : Koral : = 0.44 : 1 :

1,15 : 2,73

Agregat Senoni:

Air : Semen : Pasir : Koral : = 0,36 : 1 :

1,14 : 2,77

Agregat Sambera:

Air : Semen : Pasir : Koral : = 0,42 : 1 :

1,13 : 2,69

26. Menghitung volume benda uji :

Benda uji berbentuk kubus dengan sisi

15cm

Volume = sisi x sisi x sisi

= 15 x 15 x15 =3,375 x 10 -3

Page 48: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi

Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

45

m3

27. Volume dilebihkan sebesar 20 % dari volume

yang ada, untuk menghindari dari kekurangan bahan

akibat campuran yang menempel pada mixer dan

terbuangnya bahan secara tidak sengaja dalam

pembuatan beton yang disebabkan selama proses

pembuatan beton.

= 20 % x 3,375x10-3

m3= 0,000675 m

3

Sehingga volume untuk 1 sampel :

= 3,375x10-3

m3+ 0,000675 m

3= 0,00405 m

3

Tabel 4.16 Total material yang digunakan

untuk tiap variasi 3 buah benda uji Batu

Besaung

Bahan Variasi

0%

(kg)

Variasi

1%

(kg)

Variasi

2%

(kg)

Variasi

3%

(kg)

Air 2,39 2,39 2,39 2,39

Semen 5,44 5,44 5,44 5,44

Pasir 6,28 6,28 6,28 6,28

Agregat 14,87 14,87 14,87 14,87

Tawas 0,000 0,054 0,109 0,163

Tabel 4.17 Total material yang digunakan

untuk tiap variasi 3 buah benda uji Senoni

Bahan Variasi

0%

(kg)

Variasi

1%

(kg)

Variasi

2%

(kg)

Variasi

3%

(kg)

Air 1,96 1,96 1,96 1,96

Semen 5,44 5,44 5,44 5,44

Pasir 6,19 6,19 6,19 6,19

Agregat 15,08 15,08 15,08 15,08

Tawas 0,000 0,054 0,109 0,163

Tabel 4.18 Total material yang digunakan

untuk tiap variasi 3 buah benda uji Sambera

Bahan Variasi

0%

(kg)

Variasi

1%

(kg)

Variasi

2%

(kg)

Variasi

3%

(kg)

Air 2,31 2,31 2,31 2,31

Semen 5,44 5,44 5,44 5,44

Pasir 6,15 6,15 6,15 6,15

Agregat 14,65 14,65 14,65 14,65

Tawas 0,000 0,054 0,109 0,163

Total material yang di gunakan untuk seluruh

variasi.

Air = 26,66 kg

Semen = 65,31 kg

Pasir = 74,50 kg

Agregat Batu Besaung = 59,46 kg

Agregat Senoni = 60,34 kg

Agregat Sambera = 58,60 kg

Tawas = 0,98 kg

Pada penelitian ini perancangan mix design

menggunakan metode SKSNIT-15-1990-03 dimana

metode ini dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan

Umum sehingga metode ini lazim digunakan .

4.7 Proses Pembuatan Beton

Material yang akan digunakan dalam

pembuatan benda uji dipersiapkan terlebih dahulu.

Hal pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan

data- data yang dibutuhkan dalam perancangan

campuran beton, meliputi jenis semen, jenis agregat

kasar dan halus, gradasi dan besar butir butiran

maximum. Agar tetap terjaga konsistensi

rancangannya, tahapan lebih lanjut dalam

pengolahan beton perlu diperhatikan. Komposisi

yang baik akan menghasilkan kuat tekan yang

tinggi, tetapi jika pelaksanaannya tidak dikontrol

dengan baik, kemungkinan dihasilkannya beton

yang tak sesuai dengan rencana akan semakin besar.

4.7.1 Campuran Beton Normal dan Beton

Dengan Penambahan Tawas

Campuran beton terdiri dari semen (semen

Tonasa tipe I), agregat halus (ex.Mahakam), agregat

kasar (ex.Batu Besaung, Senoni, dan Sambera), air

dan bahan untuk beton campuran yang

menggunakan bahan tambah Tawas . Rancangan

campuran beton K-350 dengan total sampel 36

sampel, 9 sampel beton normal dan 27 sampel beton

campuran bahan tambah menggunakan Tawas untuk

masa perawatan 7 hari.

4.8 Hasil Pengujian Kelecakan

Pada penelitian ini pemeriksaan nilai slump

yang dilakukan di peroleh hasil pada Tabel sebagai

berikut:

Page 49: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi

Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

46

4.9 Perhitungan Kuat Tekan

4.9.1 Langkah Perhitungan Kuat Tekan

Beton

Setelah beton dirawat dan telah berumur 7

hari, dilakukan pengujian kuat tekan beton dengan

menggunakan alat mesin kuat tekan, hal ini

dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari benda

uji. Pengujian dilakukan dengan menggunakan

mesin tes kuat tekan beton di Laboratorium Teknik

Sipil Universitas Mulawarman Samarinda. Setelah

didapatkan hasil data kuat tekan beton, maka dapat

dihitung kuat tekan beton. Perhitungan yang dipakai

dalam analisa uji kuat tekan yaitu sebagai berikut :

1. Menghitung nilai slump (kelecakan)

Nilai slump = tinggi cetakan - tinggi benda

uji

2. Mencari luas bidang kubus

Sisi Kubus = 15 cm

Luas Bidang = sisi x sisi

= 15 x 15 (cm2)

= 225 cm2

3. Nilai beban (KN) diperoleh dari pemeriksaan

sampel/benda uji pada mesin tes kuat tekan.

Nilai tersebut memiliki satuan KN, sehingga

proses konversinya dilakukan melalui langkah-

langkah sebagai berikut :

Mencari nilai kuat tekan beton kubus (f’ck) per

satuan luas (kg/cm2)

f’ck (kg/cm2 )

( )

Dimana : 1 kg = 9,81 N

4. Mencari nilai kuat tekan beton kubus (f’ck)

dalam Mpa

f’ck (Mpa )

( ⁄ )

Diketahui : 1 cm2 = 10

2 mm

2

5. Konversi nilai kuat tekan beton ke bentuk

silinder (f’c).

f’c (Mpa) = [ 0,76 + (0,2 x Log

( ( )

) )] x f’ck (Mpa

)

Faktor konversi bentuk untuk benda uji kubus

terdapat pada Lampiran Tabel R.

Faktor konversi umur pada semen Portland

biasa dan Portland dengan kekuatan awal

tinggi dapat dilihat pada Tabel S.

6. Mencari nilai kekuatan tekan estimasi 7 hari

(f’cr est)

f’cr est (Mpa) f’c (Mpa) x

7. Mencari nilai kekuatan tekan rata-rata (f’cr).

Nilai kekuatan tekan rata-rata didapat dengan

perhitungan

f’cr (Mpa ) = ∑

8. Mencari nilai standar deviasi (S)

Nilai standar deviasi didapat dengan

perhitungan sebagai berikut

S = √∑ ( )

Diketahui:

s Standar deviasi, Mpa

Xi Nilai hasil kuat tekan umur 7 hari pada

sampel benda uji.

x Nilai rata-rata kuat tekan umur 7 hari.

n = Jumlah sampel/benda uji.

9. Mencari nilai faktor pengali standar deviasi (k)

Faktor pengali standar deviasi untuk berbagai

jumlah sampel/benda uji disajikan dalam

Lampiran Tabel T.

Variasi Tawas Nilai Slump (cm)

0% 7.5

1% 9

2% 6

3% 4

Variasi Tawas Nilai Slump (cm)

0% 10

1% 12

2% 5

3% 2

Variasi Tawas Nilai Slump (cm)

0% 10.5

1% 12

2% 9

3% 5

Sambera

Senoni

Batu Besaung

Page 50: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi

Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

47

10. Evaluasi nilai kekuatan tekan.

Evaluasi ini bertujuan untuk menguji apakah

kekuatan beton telah tercapai sesuai rencana

atau belum.

F’c (Mpa ) f’cr – ( S x k)

Dimana : F’cr : Nilai Kuat Tekan S : Standar Deviasi K : Faktor Pengali Standar

Deviasi

4.9.2 Pembahasan Hasil Perhitungan Kuat tekan

Beton

Setelah dilakukan pembuatan dan perawatan

benda uji, selanjutnya dilakukan pengujian kuat

tekan benda uji tersebut. Pengujian kuat tekan beton

dilakukan pada saat benda uji berumur 7 hari dengan

kuat tekan yang direncanakan (K-350) sebanyak 36

benda uji, yang terdiri dari 4 variasi campuran.

Untuk masing-masing variasi dibuat 3 benda uji

yang berbentuk kubus dengan ukuran sisinya 15 cm

untuk kuat tekan, dimana setiap variasi dengan

pemberian bahan pengganti Tawas sebesar 0%, 1%,

2%, dan 3%, terhadap berat semen.

Dibawah ini adalah tabel dan gambar yang

memuat nilai kuat tekan untuk masing-masing

variasi campuran (untuk hasil lengkap pengujian

kuat tekan beton yang berupa tabel dan gambar

dapat dilihat berikut ini).

Dari hasil pengujian kuat tekan pada tabel

4.17, 4.18, dan 4.19, didapatkan hasil bahwa nilai

kuat tekan beton dengan penambahan Tawas

mencapai kuat tekan rencana. Penggunaan bahan

tambah Tawas sebesar 1%, 2%, 3%, berdasarkan

penambahan Tawas secara berturut- turut dengan

pengujian 7 hari agregat Batu Besaung didapatkan

kuat tekan beton, 399,85 kg/cm2, 385,55 kg/cm

2,

342,02 kg/cm2 kadar optimum 2,24% penambahan

Tawas, agregat Senoni didapatkan kuat tekan beton,

433,25 kg/cm2, 374,24 kg/cm

2, 334,44 kg/cm

2 kadar

optimum 1,35% penambahan Tawas, agregat

Sambera didapatkan kuat tekan beton, 321,71

kg/cm2, 338,60 kg/cm

2, 273,41 kg/cm

2 kadar

optimum 2,31% penambahan Tawas.

Batu Besaung 369.32 399.85 385.55 342.02

Senoni 418.85 433.25 374.24 334.44

Sambera 304.40 321.71 338.60 273.41

0% 1% 2% 3%Variasi Agregat

Page 51: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi

Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

48

Setelah diberi penambahan Tawas, nilai kuat

tekan beton meningkat dari nilai kuat tekan beton

normal, pada agregat Batu Besaung, Senoni, dan

Sambera yang tidak masuk kuat tekan recana hanya

agregat Sambera. pada Batu Besaung peningkatan

nilai kuat tekan pada persentase 1% mengalami

peningkatan kuat tekan hingga 8,3%, persentase 2%

meningkat 4,4% ,dan persentase 3% menurun 7,4%

,pada Senoni peningkatan nilai kuat tekan pada

persentase 1% mengalami peningkatan kuat tekan

hingga 3,4%, persentase 2% menurun 10,7% ,dan

persentase 3% menurun 20,2% ,dan pada Sambera

peningkatan nilai kuat tekan pada persentase 1%

mengalami peningkatan kuat tekan hingga 5,7%,

persentase 2% meningkat 11,2% ,dan persentase 3%

menurun 10,2% ,seperti yang ditunjukkan Gambar

4.21 nilai kuat tekat tertinggi pada agregat Senoni

campuran 1% didapat kuat tekan 433,25 kg/cm2

dan

terendah pada agregat Sambera campuran 3%

dengan kuat tekan 273,41 kg/cm2.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

mengenai bahan tambah menggunakan Tawas ini,

dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaruh penambahan Tawas terhadap

campuran beton pada umur 7 hari kuat

tekannya mengalami peningkatan, kuat tekan

rencana (K-350) dapat di capai pada agregat

Batu Besaung dan Senoni sedangkan Sambera

tidak, dengan ditambah bahan tambah Tawas

mengalami peningkatan kuat tekan, agregat

Batu Besaung kuat tekan tertinggi pada

persentase 1% dengan kuat tekan 399,85

kg/cm2, dari beton normal meningkat 8,3%

kemudian menurun pada persentase 2% dan

3% hingga 342,02 kg/cm2, agregat Senoni kuat

tekan tertinggi pada persentase 1% dengan kuat

tekan 433,25 kg/cm2 , dari beton normal

meningkat 3,4% kemudian menurun pada

persentase 2% dan 3% hingga 334,44 kg/cm2,

agregat Sambera kuat tekan tertinggi pada

persentase 2% 338,6 kg/cm2, dari beton

normal meningkat 11,2 % kemudian menurun

pada persentase 3% hingga 273,41 kg/cm2.

2. Pengaruh Penambahan Tawas dengan semua

persentase terhadap penambahan campuran

beton yang mengalami peningkatan untuk kuat

tekan tertinggi pada agregat Batu Besaung

398,58 kg/cm2 dengan kadar optimum 2,24%

penambahan Tawas, agregat Senoni

425,12kg/cm2 dengan kadar optimum 1,35%

penambahan Tawas, dan agregat Sambera

336,01 kg/cm2 dengan kadar optimum 2,31%

penambahan Tawas.

3. Penambahan Tawas terhadap campuran beton

dapat meningkatatkan nilai slump pada

persentase 1% namun ketika persentase 2%

hingga persentase 3% mengalami penurunan

yang signifikan, penambahan Tawas di bawah

2% dapat meningkatkan kelecakan .

DAFTAR PUSTAKA

1. Tri Mulyono.,2004, TEKNOLOGI BETON,

Edisi II, Yogyakarta:Andi

2. Paul Nugraha, dan Antoni.,2007,

TEKNOLOGI BETON (dari material,

pembuatan, kebeton kinerja tinggi).

Yogyakarta:Andi

3. Departemen Pekerjaan Umum. Badan

Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar

Nasional Indonesia, Metode Pengujian Kadar

Air Agregat. SNI 03-1971-1990.

4. Departemen Pekerjaan Umum. Badan

Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar

Nasional Indonesia, Metode Pengujian Slump

Beton. SNI 03-1972-1990.

5. Departemen Pekerjaan Umum. Badan

Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar

Nasional Indonesia, Metode Pengujian Kuat

Tekan Beton. SNI 03-1974-1990.

6. Departemen Pekerjaan Umum. Badan

Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar

Nasional Indonesia, Metode Pengujian

Keausan Agregat Mesin Abrasi Los Angeles.

SNI 03-2417-1991

7. Departemen Pekerjaan Umum. Badan

Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar

Nasional Indonesia, Metode Pengujian

Tentang Analisa Saringan Agregat Kasar dan

Halus. SNI 03-1968-1990

8. Departemen Pekerjaan Umum. Badan

Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar

Nasional Indonesia, Metode Pengujian Berat

Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar. SNI

03-1969-1990

9. Departemen Pekerjaan Umum. Badan

Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar

Page 52: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Fahriza Noor Abdi1), Heri Sutanto2), Elmo Dwi

Prandaka3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

49

Nasional Indonesia, Metode Pengujian Berat

Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus. SNI

03-1970-1990

10. Rr. Danar mastutu widiyani, Tinjauan nilai

slump dan kuat desak beton terhadap variasi

pemakaian tawas sebagai bahan tambah.

Yogyakarta.

11. Frans Erick Purba, Studi kuat tekan beton

dengan bahan tambah waterproof damdex

menggunakan agregat kasar ex. Palu dan

agregat halus ex. Pasir laut Balikpapan.

Samarinda

12. Budi santoso, Pengaruh penambahan silica

fume pada campuran beton menggunakan

agregat kasar palu dan agregat halus pasir palu

ditinjau dari kuat tekan. Samarinda

13. Wahyudi, Perbandingan nilai kuat tekan beton

sampel core drill dan sampel beton normal

dengan menggunakan agregat lokal sambera

Kalimantan timur. Samarinda

Page 53: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

50

ANALISIS PUSHOVER PADA STRUKTUR BAJA DENGAN

BRESING MENGGUNAKAN SAP2000

Isna Kairatun J1, Ery Budiman

2, Mardewi Jamal

3

Teknik Sipil Universitas Mulawarman Samarinda Jl.Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda 75119. Telp:0541-736834

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Analisis pushover merupakan prosedur untuk mengetahui perilaku keruntuhan suatu bangunan

terhadap gempa. Metode analisis pushover banyak digunakan para perencana bangunan tingkat tinggi yang

mengandalkan perencanaan berbasis kinerja. Tujuan dari penelitian ini menjadi acuan dalam mengevaluasi

kinerja keruntuhan dan perilaku bangunan.

Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SAP2000 dimana struktur

dimodelkan dalam permodelan tiga dimensi. Setelah dilakukan analisis pembebanan awal dan pemeriksaan

tegangan, barulah struktur ditambahkan variasi bresing. Penambahan bresing diletakkan di sisi depan dan

belakang struktur dengan model bresing konsentrik dan bresing eksentrik. Perilaku keruntuhan struktur

dievaluasi dengan menggunakan analisis pushover.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketahanan struktur konsentrik lebih kuat daripada struktur

tanpa bresing dan dengan bresing eksentrik. Dengan bantuan software SAP2000 struktur yang ditinjau

termasuk dalam level kinerja Immediate Occupancy (IO). Kategori tersebut menyatakan struktur mampu

menahan gaya lateral dan mengalami kerusakan yang mampu diperbaiki.

Kata kunci: Analisis Statik Nonlinier Pushover, Bresing Konsentrik, Bresing Eksentrik

ABSTRACT

Pushover analysis is a procedure to determine the collapse behavior of a building against an

earthquake. The pushover analysis method is used by high-level building planners who rely on performance-

based planning. The purpose of this study is to be a reference in evaluating collapse performance and

building behavior.

In this research is conducted using SAP2000 software which the structure is modeled in three-

dimensional modeling. After the initial loading analysis and stress check, there are variations in braced frame.

Addition of braced is placed on the front and rear sides of the structure with concentric braced frame and

eccentric braced frame models. Structural collapse behavior is evaluated using pushover analysis.

The results obtained that the resistance of the concentric braced structure is stronger than the

structure without braced and with eccentric braced. By using SAP2000 software the structure reviewed is

included in the level performance of Immediate Occupancy (IO). That category stated structure is able to

withstand lateral forces and that damage can be repaired.

Keywords: Pushover Static Nonlinear Analysis, Concentric Braced Frame, Eccentric Braced Frame

Page 54: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

51

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Gempa adalah salah satu bencana alam yang

berasal dari pergerakan lempeng bumi. Gempa

sendiri terdapat dalam 2 macam dalam bentuk

kejadiannya yaitu Gempa Vulkanis dan Gempa

Tektonik. Indonesia sendiri sebagi daerah Ring of

Fire dapat mengalami kedua gempa tersebut.

Namun dalam permasalahan keamanan, gempa

tektonik cenderung tidak terduga dan sering

menimbulkan korban jiwa. Hal ini karena banyak

korban terjebak dalam suatu gedung yang terdampak

gempa dan mengalami keruntuhan. Keruntuhan

akibat gempa sendiri bisa menjadi cukup parah

apabila bangunan tidak terawat dengan baik dan

umumnya juga mengalami kegagalan konstruksi.

Penanganan dalam gempa sendiri di Indonesia sudah

cukup banyak tercantum dalam peraturan

pembangunan bangunan konstruksi. Namun hal itu

tidak dapat mencegah atau menghindari dari

kerusakan akibat gempa. Perlu adanya penelitian

terhadap material dan teknik sendiri untuk membuat

suatu bangunan yang kokoh terhadap gempa. Dan

sekarang untuk kemajuan jaman sendiri banyak cara

yang dapat mengurangi kerusakan setelah terjadi

gempa.

Pada penelitian yang telah menggunakan

metode pushover, hasil dari analisis menjadi acuan

dalam mengevaluasi kinerja keruntuhan dan

perilaku bangunan. Oleh karena itu, strukur yang

akan dilakukan analisis pushover dapat

mengevaluasi perilaku keruntuhan struktur yang

menggunakan bresing dan tanpa menggunakan

bresing.

1.2 Tujuan Penelitan

Adapun tujuan dari analisis ini antara lain:

1. Menganalisa perilaku keruntuhan bangunan

terhadap gempa dengan bresing konsentrik dan

bresing eksentrik.

2. Mengidentifikasi besar gaya maksimum yang

mampu ditahan struktur dan perpindahan

maksimum struktur dengan dan tanpa

menggunakan bresing.

3. Menganalisa level kinerja struktur bangunan

tanpa bresing dan struktur dengan bresing

konsentrik dan bresing eksentrik.

4. Membandingkan gaya maksimum dan level

kinerja struktur tanpa bresing dan struktur

dengan bresing konsentrik dan bresing eksentrik.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari analisis ini

antara lain:

1. Beban yang bekerja pada struktur adalah beban

gravitasi dan gempa.

2. Jumlah lantai 10 tingkat, termasuk atap.

3. Fungsi bangunan adalah sebagai hotel.

4. Bangunan merupakan struktur baja.

5. Menggunakan struktur rangka bresing konsentrik

dan eksentrik.

6. Lokasi penelitian berada di Balikpapan.

7. Menganalisis respons bangunan dengan metode

pushover analysis menggunakan program

SAP2000.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Geser dasar seismik, V , dalam arah yang

ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan

persamaan berikut:

V = Cs W 2.1

Keterangan:

Cs =koefisien respons seismik

W =berat seismik efektif

Koefisien respons seismik, Cs, harus

ditentukan sesuai dengan persamaan berikut :

(

) 2.2

Cs harus tidak kurang dari

Cs = 0,044 SDS Ie ≥ 0,01

Untuk struktur yang berlokasi di S1 sama

dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka Cs harus

tidak kurang dari

(

)

2.3

Gaya tingkat disain gempa di semua

tingkatharus ditentukan dari persamaan berikut :

∑ 2.4

Sistem Rangka Pemikul Momen (Momen

Resisting Frames/MRF)

Sistem rangka pemikul momem mempunyai

kemampuan menyerap energi yang baik tetapi

memerlukan terjadinya simpangan antar lantai yang

cukup besar agar timbul sendi-sendi plastis pada

balok yang akan berfungsi untuk menyerap energi

gempa. Simpangan yang begitu besar akan

menyebabkan struktur tidak kaku sehingga

mengakibatkan kerusakan non-struktural yang besar.

Sistem Rangka Bresing Konsentrik

(Concentrically Braced Frames/ CBF)

Sistem rangka bresing kosentrik merupakan

pengembangan dari sistem portal tak berpengaku

Page 55: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

52

atau rangka pemikul momen. Sistem CBF memiliki

tingkat kekakuan yang cukup baik dibandingkan

dengan MRF yang hanya bisa digunakan sebagai

penahan momen. Kekakuan sistem ini terjadi akibat

adanya elemen pengaku yang berfungsi sebagai

penahan gaya lateral yang terjadi pada struktur.

Penyerapan energi dilakukan melalui pelelehan yang

dirancang terjadi pada pelat buhul. Sistem CBF

memiliki daktilitas kurang begitu baik sehingga

kegagalan ditentukan oleh tekuk bresing.

Bresing adalah salah satu sistem struktur

tahan gempa pada konstruksi bangunan. Umumnya

penempatannya berupa menyilang atau diagonal

dengan konfigurasi bervariatif pada bagian portal

struktur. Penambahan bresing sebagai kekakuan

suatu portal lebih efisien, karena pemasangan secara

diagonal menyebabkan batang bresing hanya akan

menahan gaya aksial saat melayani gaya geser

horisontal (Smith & Coull, 1991).

Bresing konsentrik umumnya memiliki

bentuk Z (diagonal), X, V, dan inverted V(Λ) seperti

pada gambar .

Gambar 2.6 Macam bentuk bresing konsentrik

Sumber : Schueller, Wolfgang (1998)

Sistem Rangka Bresing Eksentrik (Eccentrically

Braced Frames/EBF)

Sistem ini muncul untuk menerima gaya

lateral lebih baik dari sistem CBF. Sistem EBF

mempunyai nilai daktilitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan CBF yang lebih

mengutamakan pada kekuatan strukturnya.

Tingginya nilai daktilitas akibat adanya elemen link

yang berfungsi sebagai pendisipasi energi ketika

struktur menerima beban gempa. Pendisipasian

energi ini diwujudkan dalam bentuk plastifikasi

pada elemen link tersebut. Bentuk-bentuk

konfigurasi sistem portal EBF dapat dilihat pada

Gambar 2.7.

Elemen Link

Link merupakan elemen struktur yang

direncanakan untuk berperilaku inelastis serta

mampu untuk berderformasi plastis yang besar pada

saat terjadi beban lateral. Bagian link ini berfungsi

untuk menyerap energi pada saat terjadi beban

lateral (gempa). Mekanisme kelelehan pada elemen

link terdiri dari dua mekanisme, yaitu kelelehan

geser dan kelelehan lentur, tergantung dari panjang

link (e) yang digunakan. Gaya-gaya yang

mendominasi pada suatu elemen link adalah gaya

geser dan gaya lentur. Berdasarkan kedua gaya

tersebut pola kelelehan elemen link dapat dibedakan

menjadi leleh geser dan leleh lentur.

Gambar 2.7 Macam bentuk bresing eksentrik

Sumber: AISC, 2010

Rasio pada kondisi berimbang tercapai ketika

pada bentang tersebut terjadi secara terus-menerus

leleh geser dan lentur, sesuai dengan persamaan:

(2.18)

Dimana :

dvb = panjang bentang ketika gaya geser dan

momen berimbang (mm)

Mp = momen plastis penampang (Nmm)

Vp = gaya geser plastis penampang (N)

Kekuatan atau kondisi batas link geser dan

lentur didefinisikan sebagai berikut:

(2.19)

( ) (2.20)

Dimana :

Mp = momen plastis penampang (Nmm)

Zx = modulus elastisitas penampang (mm3)

Fy = tegangan leleh baja (MPa)

Vp = gaya geser plastis penampang (N)

h = tinggi penampang (mm)

tf = tebal pelat sayap (mm)

tw = tebal pelat badan (mm)

Kuat geser rencana link ϕVn harus lebih

besar dari kuat geser perlu Vu dengan :

( ) (2.21)

Dimana:

Vn = kuat geser nominal link (diambil yang terkecil

Vp atau 2Mp / e

Φv = faktor reduksi geser (0,9)

e = panjang link

Kapasitas kekuatan link harus memenuhi

syarat berikut :

(2.22)

(2.23)

(2.24)

Page 56: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

53

Dimana :

Mn = momen lentur rencana link

Mu = momen lentur perlu

Φ = faktor reduksi lentur (0,9)

Bentang geser yang ditunjukkan oleh

kantilever pada Gambar Kantilever Sederhana

memiliki hubungan Mp = dvb.Vp dimana balok

kantilever tersebut berperilaku sebagai moment link

jika panjang link (e) lebih besar dari dvb dan akan

berperilaku sebagai shear link jika panjang link (e)

lebih kecil dari dvb.

Adapun jenis link berdasarkan panjangnya

dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu :

a. e ≤ 1,6 Mp/Vp (link geser murni)

Jenis link ini lelah akibat gaya geser pada

respon/ deformasi inelastik.

b. 1,6 Mp/Vp < e < 2,6 Mp/Vp (link dominan

geser)

Jenis link ini lelah akibat dominan geser (pada

kombinasi geser dan lentur) pada respon /

deformasi inelastik.

c. 2,6 Mp/Vp < e < 5 Mp/Vp (link dominan lentur)

Jenis link ini lelah akibat dominan lentur (pada

kombinasi geser dan lentur) pada respon /

deformasi inelastik.

d. e ≥ 5 Mp/Vp (link lentur murni)

Jenis link ini lelah akibat gaya lentur pada

respon/deformasi inelastik.

Analisis Statis Nonlinier Pushover

Analisis pushover adalah salah satu variasi

yang direkomendasikan untuk mengetahui perilaku

keruntuhan struktur bangunan terhadap gempa.

Menurut SNI 03-1726-2002, analisis statik beban

dorong adalah analisis nonlinier yang pengaruh

gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung

dianggap beban statik pada pusat massa masing-

masing lantai, yang nilainya ditingkatkan hingga

mengalami perubahan bentuk pasca-elastik hingga

mencapai target peralihan kondisi plastik.

Analisis ini dilakukan dengan memberikan

kuantitas dari beban lateral statik pada struktur yang

terus menerus ditingkatkan dengan faktor pengali

sampai pada suatu target perpindahan lateral yang

ditentukan. Selama peningkatan pembebanan akan

terjadi pelelahan (sendi plastis) pertama di dalam

struktur, kemudian dengan peningkatan beban lebih

lanjut mengalami perubahan bentuk pasca-elastik

yang besar sampai mencapai target peralihan atau

kondisi plastik,

Tujuan dari analisis beban dorong (pushover)

adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan

deformasi yang terjadi serta untuk memperoleh

informasi bagian yang kritis. Selanjutnya dapat

dilakukan identifikasi pada bagian-bagian yang

memerlukan perhatian khusus unuk pendetailan dan

stabilitas. Hasil dari analisis adalah berupa pola

keruntuhan, kurva yang menjelaskan hubungan

antara gaya geser dasar dengan

perpindahan/displacement pada titik acu tersebut.

Banyak studi menunjukan bahwa analisis statis

nonlinier pushover memberikan hasil yang

mencukupi ketika dibandingkan dengan hasil

analisis dinamik nonlinier untuk bangunan regular

dan tidak tinggi.

Metode Koefisien Perpindahan (FEMA 356)

Metode ini merupakan metode utama yang

terdapat dalam FEMA 273/356 untuk prosedur static

nonlinier yang dikeluarkan Faderal Emergency

Management Agency (FEMA) tahun 2000. Dalam

penyelesaiannya dilakukan modifikasi respons

elastic linier dari sistem SDOF ekivalen dengan

faktor koefisien C0, C1, C2, dan C3 sehingga

diperoleh nilai perpindahan global maksimum yang

disebut target perpindahan ( ).

Gambar 2.1 Perilaku pasca leleh struktur ;

a) kemiringan pasca leleh – positif, b)

kemiringan pasca leleh – negatif

Analisis dimulai dengan menetapkan waktu

getar efektif, yang memperhitungkan kondisi

inelastis. Waktu getar alami efektif mencerminkan

kekakuan linier dari sistem SDOF ekivalen. Jika

diplotkan pada spectrum respons elastic akan

menunjukan percepatan gerakan tanah pada saat

gempa yaitu akselerasi puncak, Sa, berbanding

waktu getar, T. Puncak perpindahan spectra elastic,

Page 57: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

54

Sd, berhubungan langsung engan akselerasi spectra,

Sa, dengan hubungan sebagai berikut :

(2.26)

Selanjutnya target pepindahan pada titik kontrol ,

ditentukan dari rumus berikut :

(

)

(2.27)

Dimana :

Te = waktu getar alami efektif yang

memperhitungkan kondisi inelastis

C0 = koefisien faktor bentuk, untuk merubah

perpindahan spectra menjadi perpindahan

atap, umumnya memakai faktor partisipasi

ragam yang pertama berdasarkan Tabel 3-2

dari FEMA 356.

C1 = faktor modifikasi yang menghubungkan

perpindahan inelastic maksimum dengan

perpindahan yang dihitung dari respons

elastik linier sebagai berikut :

C1 = 1.0 untuk Te Ts (2.28)

* ( )

⁄ +

(2.29)

Ts = waktu getar karakteristik yang diperoleh dari

kurva respon spektrum pada titik dimana

terdapat transisi bagian akselerasi konstan ke

bagian kecepatan konstan.

R = rasio kuat elastis perlu terhadap koefisien kuat

leleh yang dihitung dari persamaan di bawah

ini:

⁄ (2.30)

Sd = akselerasi respons spectrum yang

berkesesuaian dengan waktu getar alami

efektif pada arah yang ditinjau.

Vy = gaya geser dasar pada saat leleh, dari

idealisasi kurva pushover menjadi bilinier.

W = total beban mati dan beban hidup yang dapat

direduksi.

Cm = faktor massa efektif yang diambil dari Tabel

3-1 FEMA 356.

C2 = koefisien untuk memperhitungkan efek

pinching dari hubungan beban deformasi

akibat degradasi kekakuan dan kekuatan,

berdasarkan Tabel 3-3 FEMA 356.

C3 = koefisien untuk memperhitungan pembesaran

lateral akibat adanya efek P-delta. Koefisien

diperoleh secara empiris dari studi statistis

analisa riwayat waktu non-linier dari SDOF

dan diambil berdasarkan pertimbangan

engineering jugdement, dimana perilaku

hubungan gaya geser dasar-lendutan pada

kondisi pasca leleh kekakuannya positif

(kurva meningkat) maka C3 = 1, sedangkan

jika perilaku pasca lelehnya negatif (kurva

menurun) sebagai berikut :

| |( )

(2.31)

= rasio kekakuan pasca leleh terhadap kekakuan

elastic efektif, dimana hubungan gaya

lendutan diidealisasikan sebagai kurva

bilinier

g = percepatan gravitasi 9.81 m/det2.

Metode Spektrum Kapasitas (ATC 40)

Dalam metode spectrum kapasitas analisis

menghasilkan kurva hubungan gaya perpindahan

yang memperhitungkan kondisi inelastis struktur.

Namun hasil tersebut harus diplotkan dalam format

Acceleration Displacement Response Specktrum

(ADRS). Kurva kapasitas, hasil analisis pushover

diubah menjadi spectrum kapasitas dalam format

ADRS melalui persamaan berikut :

(2.32)

(2.33)

[∑ ( ) ⁄

∑ ( ) ⁄

] (2.34)

[∑ ( ) ⁄ ]

[∑ ⁄ ][∑ (

) ⁄ ]

(2.35)

Dimana :

PF1 = faktor partisipasi ragam untuk ragam 1

= koefisien massa ragam untuk ragam ke-1

⁄ = massa lantai i

= perpindahan pada lantai I ragam ke-1

N = jumlah lantai

V = Gaya geser dasar

W = berat struktur (DL dan LL yang

tereduksi)

= perpindahan atap

Sa = spektrum percepatan

Sd = spektrum perpindahan

Metode ini dapat memberi informasi yang

sangat berguna karena mampu menggambarkan

respons inelastic bangunan. Analisis ini bukan cara

untuk mendapat jawaban masalah analisis dan

desain, namun relatif sederhana untuk mendapatkan

respon nonlinier struktur.

Performance Point

Performance point merupakan titik dimana

kurva kapasitas berpotongan dengan kurva respon

spectra seperti yang dipergunakan dalam Metode

Kapasitas Spektrum (ATC-40,1996). Pada

performance point dapat diperoleh informasi

mengenai periode bangunan dan redaman efektif

dari perubahan kekakuan struktur setelah sendi

plastis. Berdasarkan informasi tersebut respons

struktur lainnya seperti nilai simpangan tingkat

(drift) dan posisi sendi plastis dapat diketahui.

Page 58: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

55

Untuk metode penentuan kinerja struktur

menggunakan ATC-40 (1996) dengan ketentuan

kurva respon spectrum dan kurva kapasitas

dikonversi menjadi format Acceleration-

Displacement Response Spectra (ADRS) seperti

pada gambar 2.9.

Gambar 2.2 Kurva respon spectrum, kapasitas dan

performance point

Target Perpindahan

Dalam analisis pushover, gaya dan deformasi

setiap elemen struktur dihitung terhadap

perpindahan di titik kontrol yang disebut sebagai

target perpindahan ( ) dan dianggap sebagai

perpindahan maksimum yang terjadi saat struktur

mengalami gempa rencana. Untuk mendapatkan

perilaku struktur setelah kondisi runtuh, maka

dilakukan analisis pushover untuk mendapatkan

kurva hubungan gaya geser dasar dan perpindahan

lateral titik kontrol sampai minimal 150% dari target

perpindahan. (FEMA 356)

Kriteria Kinerja Struktur

Level kinerja adalah pembatasan derajat

kerusakan yang ditentukan oleh kerusakan fisik

struktur dan elemen struktur sehingga tidak

membahayakan keselamatan pengguna gedung.

Kriteria kinerja yang ditetapkan dalam dokumen

Vision 2000 dan National Earthquake Hazards

Reduction Program (NEHRP) adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.1 Kriteria kinerja Level Kinerja Penjelasan

NEHRP Vision 2000

Operational Fully

Functional

Tak ada kerusakan berarti pada

komponen struktur dan non-struktur,

bangunan tetap berfungsi.

Immediate

Occupancy

Operational Tidak ada kerusakan yang berarti

pada struktur, dimana kekuatan dan

kekakuannya kira-kira hampir sama

dengan kondisi sebelum gempa.

Komponen non-struktur masih berada

di tempatnya dan sebagian besar

masih berfungsi jika utilitasnya

tersedia. Bangunan dapat tetap

berfungsi dan tidak terganggu dengan

masalah perbaikan.

Life Safety Life Safe Terjadi kerusakan komponen struktur,

kekakuan berkurang, tetapi masih

mempunyai ambang yang cukup

terhadap keruntuhan. Komponen non-

struktur masih ada tetapi tidak

berfungsi. Dapat dipakai lagi jika

sudah dilakukan perbaikan.

Collapse

Prevention

Near Collapse Kerusakan yang berarti pada

komponen struktur dan non-struktur.

Kekuatan struktur dan kekakuannya

berkurang banyak, hampir runtuh.

Kecelakaan akibat kejatuhan material

bangunan yang rusak sangat mungkin

terjadi.

Sumber : FEMA 273, 1997

3. METODOLOGI PENELITIAN

Pada penelitian ini dilakukan pada gedung

Skylounge yang berada di kota Balikpapan. Struktur

gedung beton bertulang dengan ketinggian 10 lantai.

Fungsi utama bangunan adalah sebagai fasilitas

hunian. Namun, untuk penelitian struktur gedung

dimodelkan menjadi struktur baja dengan memilih

salah satu bagian dari struktur yaitu bagian B. Hal

ini untuk mengoptimalisasi kinerja dari struktur

tersebut. Denah gedung dapat dilihat dari gambar di

bawah ini:

Gambar 3.1 Denah gedung Skylounge

Sumber : Proyek Apartemen Bandara

Balikpapan, 2019

Gambar 3.2 Visual 3D dari permodelan SAP2000

Pada penelitian ini terdapat 2 jenis model

bresing. Hal ini dilakukan untuk membandingkan

kekuatan, kekakuan dan daktilitas dari struktur

bangunan tersebut akibat variasi yang dipilih. Kedua

model yang digunakan dapat dilihat pada gambar-

gambar di bawah ini.

Gambar 3.8 Model Konsentrik

Page 59: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

56

Gambar 3.9 Model Eksentrik

Diagram alir metodologi penelitian dapat

dilihat pada Gambar 3.3 berikut:

Gambar 3.3 Diagram Alir Analisis Pada Proyek

Tamansari Skylounge Balikpapan

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bangunan yang ditinjau ialah bangunan

Apartemen Tamansari Skylounge. Model struktur

dimodelkan menjadi bangunan baja ASTM36.

Dekskripsi permodelan struktur bangunan dan denah

permodelan sebagai berikut :

Jumlah lantai : 10 Lantai

Fungsi gedung : Area Parkir (Lantai 1A-1B)

Apartemen (Lantai 2-9)

Kombinasi pembebanan yang digunakan

pada bangunan berasal dari beban gravitasi dan

beban gempa. Beban gravitasi terdiri dari beban

mati dan beban hidup.

Gambar 4.1 Visual 3D SAP2000

Beban mati

Beban mati yang terdapat dalam struktur

gedung ini terdiri dari beban mati struktural dan

beban mati arsitektural, yaitu :

1. Beban mati struktural (Structural Dead Load),

yaitu beban sendiri struktur berdasarkan elemen

pokok struktur.

2. Beban mati tambahan atau yang biasa disebut

Superimpose Dead Load (SDL) yaitu berat

komponen di luar elemen pokok struktur.

Berikut beban yang termasuk :

a. Beban mati tambahan untuk pelat lantai 1B

dan lantai 2 (parking area) Berat spesi 2 cm, @21 kg/m2, 42 kg/m2

Berat penutup lantai 2 cm, @12 kg/m2, 24 kg/m2

66 kg/m2

b. Beban mati tambahan untuk pelat lantai 3-9

(apartemen) Berat spesi 2 cm, @21 kg/m2, 42 kg/m2

Berat penutup lantai 2 cm, @12 kg/m2, 24 kg/m2

Berat plafond + penggantung, 18

kg/m2

84 kg/m2

c. Beban mati tambahan untuk pelat lantai 10

(atap)

Berat plafond + penggantung, 18

kg/m2

Beban hidup

Beban hidup yang diperhitungkan adalah

beban hidup berdasarkan fungsi dari bangunan

gedung sebagai berikut :

1. Beban hidup pada lantai gedung

Lantai apartemen, hotel, 250 kg/m2

Lantai parkir, 400 kg/m2

2. Beban hidup pada atap gedung

Beban hidup oleh air hujan, 20 kg/m2

Beban hidup oleh manusia, 100 kg/m2

Analisis beban gempa dilakukan dengan

menggunakan analisis gempa statis atau lebih

dikenal dengan Equivalent Lateral Force Analysis

(ELF). Hal ini mengacu pada SNI 03-1726-2012

Page 60: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

57

tentang Tata cara perencanaan Ketahanan Gempa

untuk Bangunan Gedung dimana respon dinamik

struktur didapatkan dari superposisi respon dinamik

pada tiap ragam getar yang didapatkan melalui

spektrum respon gempa rencana. Berikut adalah

data-data yang diperlukan untuk menghitung beban

gempa sebagai berikut.

Kategori wilayah : 2

Jenis Tanah: Tanah (SC)

Tipe Analisis : Analisis gaya lateral ekivalen (ELF)

Koef. Respons (R) :

7 untuk Rangka Baja dengan Bresing Kosentrik

8 untuk Rangka Baja dengan Bresing Eksentrik

1. Faktor keutamaan dan kategori resiko

Dalam tata cara menentukan pengaruh gempa

rencana, untuk berbagai kategori risiko struktur

bangunan gedung dan non gedung harus dikalikan

dengan suatu faktor keutamaan gempa Ie, sebagai

berikut :

Jenis gedung : Apartemen

Kategori risiko : II

Faktor keutamaan gempa, Ie : 1,0

2. Kelas situs

Dalam melakukan analisis ekivalen klasifikasi situs

perlu dilakukan untuk memberikan kriteria desain

seismik berupa faktor-faktor amplifikasi pada

bangunan. Untuk penelitian diasumsikan tipe kelas

situs SD atau tanah sedang dengan definisi sebagai

berikut :

Lokasi : Balikpapan

Koor. : 1,0 LS – 1,5 LS dan 116,5 BT – 117,5 BT

3. Parameter percepatan gempa

Berdasarkan pada pencarian situs wilayah gempa

diperoleh nilai :

Nilai S1 : 0,086

Nilai SS : 0,296

Hasil itu didapat dari respons spekturm rencana

dalam perhitungan beban gempa dibuat dengan

berdasarkan pada percepatan batuan dasar periode

0,2 detik Ss dan percepatan batuan dasar untuk

periode 1 detik S1.

4. Faktor amplifikasi

Faktor amplifikasi terdiri dari faktor amplifikasi

percepatan pada periode pendek Fa dan fakto

amplifikasi pada periode 1 detik Fv.

Berdasarkan identifikasi kelas situs didapatkan

faktor amplifikasi untuk menentukan parameter-

parameter respons spectral percepatan gempa

maksimum yang dipertimbangkan risiko, MCER.

5. Periode fundamental pendekatan

Periode getar struktur (fundamental period),

biasanya disimbolkan T atau Ta merupakan

kelengkapan yang penting untuk diketahui dalam

proses perancangan struktur tahan gempa. Periode

struktur yang akan menentukan besarnya beban

gempa yang akan dimasukkan dalam perhitungan

struktur. Sesuai dengan SNI 1726-2012 periode

pendekatan fundamental dihitung dengan

menggunakan rumus :

Ta = Ct hnx (4.1)

T = Cu Ta (4.2)

Nilai Cu, x, dan Ct merupakan nilai koefisien

periode fundamental yang diperoleh dari tabel 6 dan

tabel 7 SNI Gempa 1726:2012, sedangkan hn adalah

tinggi total gedung yang ditinjau.

6. Spektrum respon desain

Berdasarkan prosedur pembuatan grafik spektrum

respons desain pada pasal 6.4 SNI 1726-2012 maka

diperoleh grafik sebagai berikut :

7. Kategori desain seismik dan pemilihan prosedur

Pada pasal 7.6 SNI 1726-2012 ditetapkan beberapa

prosedur yang dapat digunakan dalam analisis beban

gempa rencana. Penentuan prosedur analisis

dilakukan setelah menentukan kategori desain

seismik untuk gedung yang ditinjau sesuai dengan

pasal 6.5 SNI 1726-2012 pada tabel 6 dan 7. Dari

tabel didapat bangunan dengan kategori risiko II dan

kategori desain seismik B memenuhi prosedur

dibawah ini :

Tabel 4.1 Pemilihan prosedur

Analisis Statik

Ekuivalen

Analisis

Respons

spektrum

Analisis Time

History

Diizinkan Diizinkan Diizinkan Sumber : Hasil Perhitungan, 2019

Dari data di atas diperoleh data koefisien

input tambahan yang berasal dari website

http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indo

nesia_2011/. Berikut adalah data perhitungan

koefisien beban gempa :

Dari Ss = 0,296 dan S1 = 0,086 dapat diperoleh :

Fa = 1,201

Fv = 1,773

Menentukan SMS dan SM1

SMS = Fa x Ss = 0,355

SM1 = Fv x S1 = 0,146

Menentukan SDS dan SD1

SDS = 2/3 x SMS = 0,237

SD1 = 2/3 x SM1 = 0,098

Menghitung parameter-parameter respons

spektrum disain sebagai berikut:

Page 61: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

58

Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum

respons percepatan disain, Sa, harus diambil

persamaan 2.6 seperti dibawah ini:

(

) = 0,334

Sedangkan, untuk perioda yang lebih besar

dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau

sama dengan Ts, Sa sama dengan SDS. Kemudian

untuk perioda lebih besar dari Ts, nilai Sa

berdasarkan persamaan 2.7 seperti dibawah ini:

Tabel 4.2 Spektrum respons desain T (s) Sa

0 0,095

T0 0,237

Ts 0,237

Ts+0 0,191

Ts+1 0,065

Ts+2 0,039

Ts+3 0,028

Ts+3,1 0,027

Ts+3,2 0,026

Ts+3,3 0,026

Ts+3,4 0,025

4 0,024

Sumber : Hasil Perhitungan, 2019

Gambar 4.2 Grafik spektrum respons desain

Sumber : Hasil Perhitungan, 2019

Nilai Cu = 1,4 didapat berdasarkan nilai SD1 = 0,098

SDSu = SDS x Cu = 0,098 x 1,4 = 0,840

Ts = SD1/ SDSu = 0,371 / 0,840 = 0,441 detik

Ta = 0,0466. H. 0,9 = 0,0466 . 30. 0,9 = 1,010 detik

Ta . Cu = 1,010 . 1,4 = 1.414 detik

Berdasarkan kondisi pembebanan struktur

gedung, maka definisikan semua kombinasi

pembebanan sebagai berikut :

1. Kombinasi Pembebanan Gravitasi

1. 1,4 DL

2. 1,2 DL + 1,6 LL

2. Kombinasi Pembebanan Gempa

1. 1.2 DL + 1.0 LL + 1.0 EX + 0.3 EY

2. 1.2 DL + 1.0 LL + 1.0 EX - 0.3 EY

3. 1.2 DL + 1.0 LL - 1.0 EX + 0.3 EY

4. 1.2 DL + 1.0 LL - 1.0 EX - 0.3 EY

5. 1.2 DL + 1.0 LL + 0.3 EX +1.0 EY

6. 1.2 DL + 1.0 LL + 0.3 EX -1.0 EY

7. 1.2 DL + 1.0 LL - 0.3 EX +1.0 EY

8. 1.2 DL + 1.0 LL - 0.3 EX -1.0 EY

9. 0.9 DL + 1.0 EX + 0.3 EY

10. 0.9 DL + 1.0 EX - 0.3 EY

11. 0.9 DL - 1.0 EX + 0.3 EY

12. 0.9 DL - 1.0 EX - 0.3 EY

13. 0.9 DL + 0.3 EX +1.0 EY

14. 0.9 DL + 0.3 EX -1.0 EY

15. 0.9 DL - 0.3 EX +1.0 EY

16. 0.9 DL - 0.3 EX -1.0 EY

Kombinasi beban diatas dapat dicari nilai

envelope (maksimum/minimumnya) dengan cara

mengubah Load Combination Type menjadi

Envelope, kemudian memasukkan semua kombinasi

diatas dalam kombinasi yang baru tersebut.

Berat massa tiap-tiap lantai yang

diperhitungkan dalam analisis serta pusat massa dan

kekakuan perlu diperhitunghan. Hal ini berkaitan

dengan perpindahan yang terjadi setelah dilakukan

analisis. Di bawah ini besarnya massa, pusat massa,

dan kekakuan yang disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Besar Massa, Pusat Massa dan Pusat

Kekakuan Lantai (kN-m) Story MassX MassY XCM YCM XCR YCR

Atap 554,3087 554,3087 15 15 14,998 14,999

Lantai 9 870,8502 870,8502 15 15 14,998 14,999

Lantai 8 870,8502 870,8502 15 15 14,997 14,999

Lantai 7 881,3164 881,3164 15 15 14,996 14,999

Lantai 6 885,6238 885,6238 15 15 14,995 14,998

Lantai 5 901,0893 901,0893 15 15 14,993 14,998

Lantai 4 906,8201 906,8201 15 15 14,988 14,997

Lantai 3 920,3847 920,3847 15 15 14,982 14,994

Lantai 2 927,3345 927,3345 15 15 14,978 14,989

Lantai 1 938,1777 938,1777 15 15 14,962 14,984

Sumber : Output SAP2000

Dari hasil didapat nilai koordinat terhadap

pusat massa dan pusat kekakuan dari tiap lantai

adalah tidak sama. Disimpulkan bangunan

mengalami eksentrisitas, namun yang terjadi tidak

terlalu besar dengan nilai kurang dari 0,07. Sesuai

RSNI 03-1726-201x, jumlah pola getar yang

ditinjau dalam penjumlahan respons ragam harus

mencakup partisipasi massa sekurang-kurangnya

90%. Dalam analisis yang dilakukan, digunakan 10

pola ragam getar dan partisipasi massa yang

diperoleh dari masing-masing pola getar sebagai

berikut :

Tabel 4.4 Partisipasi Massa (KN-m) Mode UX UY SumUX SumUY

1 0 77,5762 0 77,5762

2 76.8804 0 76,8805 77,5762

3 0.0038 0,0015 76,8843 77,5777

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0 T0 Ts Ts+1 Ts+2 Ts+3 4

Page 62: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

59

4 0 17,0349 76,8843 94,6126

5 17.3058 0 94,1901 94,6126

6 0.0018 0,0035 94,1919 94,6161

7 0 3,6198 94,1919 94,2359

8 3.84 0 98,0319 94,3969

9 0 0,9272 98,0319 99,1632

10 1.0411 0 99,0731 99,1632

11 0,0001 0,0059 99,0733 99,1691

12 0 0,6015 99,0733 99,7706

Sumber : Output SAP2000

Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pada pasal

7.8.3 gaya lateral diberikan tiap lantai gedung.

Distribusi gaya seismik lateral ditentukan dengan

persamaan berikut :

4.3

dan,

4.4

Dari persamaan di atas akan didapat nilai

distribusi gaya lateral secara vertikal tiap lantai yang

disajikan pada tabel 4.5 untuk arah X dan tabel 4.6

untuk arah Y.

Tabel 4.5 Gaya Lateral tiap lantai (kN-m) Arah X Story Wi Hi kx wihi

kx Cvx Vx Fix Vix

Atap 551,4084 4

1,4945

121694,024 0,12306

4572,159

562,678 562,678

Lantai 9 867,9499 3,6 168812,859 0,17072 780,543 1343,22

Lantai 8 877,4775 2,9 147043,999 0,14871 679,89 2023,113

Lantai 7 881,4332 3,3 127680,015 0,1291 590,356 2613,468

Lantai 6 881,4332 3,4 108272,033 0,1094 413,554 3114,087

Lantai 5 899,5884 3,4 89441,990 0,0904 339,022 3527,642

Lantai 4 906,5566 3,4 73322,565 0,0744 264,261 3866,665

Lantai 3 906,4494 3,5 57153,525 0,0432 193,734 4130,927

Lantai 2 926,6341 3,4 41901,193 0,0293 133,801 4324,467

Lantai 1 943,6756 3,6 28939,027 0,0095 79,0414 4570,154

Total 964261,2

Sumber : Hasil Perhitungan, 2019

Tabel 4.6 Gaya Lateral tiap lantai (kN-m) Arah Y Story wi Hi Ky wihiky Cvy Vy Fiy Viy

Atap 551,4084 4

1,517

132270,9 0,5512

4434,66

2442,08 2444,09

Lantai 9 867,9499 3,6 183127,26 0,7630 3383,8 5687,88

Lantai 8 877,4775 2,9 159172,79 0,6643 2942,7 8769,05

Lantai 7 881,4332 3,3 137887,28 0,5741 2154,93 11316,9

Lantai 6 881,4332 3,4 116622,3 0,4859 1774,91 13471,8

Lantai 5 899,5884 3,4 96056,19 0,4002 1450,12 15246,7

Lantai 4 906,5566 3,4 78478,75 0,3269 1133,86 16696,8

Lantai 3 906,4494 3,5 60930,54 0,2538 842,33 17822,7

Lantai 2 926,6341 3,4 44455,61 0,1852 564,91 19208,1

Lantai 1 943,6756 3,6 17880,05 0,1137 337,39 19538,5

Total 1026882

Sumber : Hasil Perhitungan, 2019

Dari kedua tabel di atas nilai gaya geser dari

tiap lantai struktur dan gaya geser dasar, dimana

gaya geser dasar pada arah X didapat nilai 4572,159

kN dan untuk arah Y didapat nilai 4434,66 kN.

Untuk perhitungan berikutnya bahwa nilai yang

diperlukan dalam perbandingan ialah gaya geser,

sehingga nilai-nilai gaya geser lantai tidak

ditampilkan untuk perhitungan keseluruhan.

Analisis pushover merupakan analisis yang

digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari sebuah

struktur gedung. Hasil dari analisis ini berupa kurva

kapasitas (capacity curve), titik terjadi (performance

point) dan titik-titik terbentuknya sendi plastis. Dari

hasil tersebut dapat diketahui level kinerja seismik

struktur gedung sehingga dapat diidentifikasi

bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus

untuk stabilitasnya.

Dalam analisis dilakukan dengan dua tahap,

yang pertama struktur akan diberi beban gravitasi

yang merupakan kombinasi beban mati dan beban

hidup dengan faktor pengali yang ditentukan. Kedua

struktur diberi beban lateral secara bertahap,

intensitas pembebanan lateral pada tahap kedua

terus ditingkatkan bertahap sampai elemen struktur

yang paling lemah berdeformasi kemudian berlanjut

hingga struktur mengalami kegagalan/collapse.

Tahap 1

Pola distribusi beban berupa kombinasi beban mati

dan hidup yang diberikan faktor pengali. Pola

distribusinya sesuai dengan gaya geser tiap lantai

yang dihasilkan bangunan tersebut.

Tahap 2

Tahap ini pola distribusi beban berdasarkan proporsi

massa bangunan.

Hasil dari permodelan didapatkan besar

massa per lantai, pusat massa dan kekakuan.

Kemudian besarnya massa tiap-tiap lantai

diperhitungkan dalam analisis dinamik. Analisis

statik nonlinier struktur atau pushover analysis,

dilakukan sesuai dengan metode spektrum kapasitas

berdasarkan ATC 40 1996 menggunakan bantuan

aplikasi SAP2000.

Tabel 4.7 Perbandingan Performance point antara

spektral dan aktual

Performance

Point

Spektrum

Kapasitas

(spektral)

Kurva

Kapasitas

(aktual)

Sd / ∆roof 2,785 cm 3,621 cm

Sa / V 0,348 g 16974,712 kg Sumber : Hasil Perhitungan, 2019

Page 63: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

60

Berdasarkan analisis pushover dengan ATC-

40 prosedur B, kurva kapasitas spektrum dengan

demand spektrum digabung untuk memperoleh titik

perpotongan kurva yang disebut titik kinerja atau

performance point. Dari tabel 4.7 nilai titik kinerja

antara spektral dan aktual yang didapat dari

SAP2000 dibandingkan. Didapat nilai dari kurva

kapasitas aktual lebih besar nilainya dibandingkan

dengan spektrum kapasitas spektral setelah titik

dipotong. Nilai tersebut nanti akan menjadi

performance point yang bekerja di struktur sebelum

mengalami keruntuhan.

4.4.1 Simpangan Antar-Lantai

Setelah syarat rasio gaya ultimit dengan

kekuatan nominal elemen dipenuhi, dilakukan

pengecekan terhadap simpangan antar lantai sesuai

syarat SNI 03-1726-2012 pasa 7.12.1. Simpangan

maksimum akan terjadi pada kondisi pembebanan

gempa. Dari kombinasi pembebanan tersebut

didapatkan nilai-nilai simpangan antar-lantai dan

perpindahan lateral maksimum tiap-tiap lantai yang

memenuhi persamaan sebagai berikut:

∆i < 0,025 hsx (4.5) ∆i < 0,025 x 3000 ∆i < 75 mm

∆i = 0,001627 x 3000 = 4,881 mm ≤ 75 mm memenuhi

4.4.2 Pembentukan Sendi

Properti sendi dalam pemodelan ini untuk

elemen kolom menggunakan tipe sendi P-MM,

karena pada elemens kolom terdapat hubungan gaya

aksial dan momen (diagram interaksi P-M),

sedangkan untuk elemen balok mengunakan tipe

sendi default-M3, karena balok efektif menahan

gaya momen dalam arah sumbu kuat (sumbu-3),

sehingga sendi platis diharapkan terjadi pada elemen

balok. Sendi diasumsikan terletak pada masing-

masing ujung elemen balok dan elemen kolom, pada

saat meng-input tipe sendi pada elemen kolom dan

balok, menu Relative Distance diisi angka 0 dan

angka 1. Angka 0 menunjukan pangkal balok atau

kolom dan angka 1 menunjukan ujung balok atau

kolom.

Pembentukan sendi plastis terjadi di saat

struktur tidak mampu menahan gaya dalam. Dari

hasil analisa yang dilakukan diketahui letak sendi

plastis yang terjadi pada struktur. Pada gambar 4.3

struktur berada pada step 4 sudah terlihat adanya

sendi plastis yang tersebar banyak berada di daerah

balok. Hal ini menunjukan bahwa distribusi sendi

plastis pada model tanpa bresing terjadi sekitar

daerah balok walaupun ada juga terdapat di bagian

kolom.

Gambar 4.3 Sebaran sendi plastis pada rangka

tanpa bresing

Pada step 4 ini model struktur tanpa bresing

masih berada di level kinerja aman dan kerusakan

yang ditimbulkan sangat kecil. Untuk step

setelahnya, sebaran sendi plastis hampir berada di

daerah balok dan kolom.

Gambar 4.4 Sebaran sendi plastis pada rangka

bresing kosentrik

Pada model struktur dengan bresing

konsentrik sendi plastis banyak terbentuk didaerah

bresing dan balok. Sendi plastis yang terbentuk

sesuai dengan yang ditinjau dimana rangka bresing

terlebih dahulu mengalami keruntuhan.

Gambar 4.5 Sebaran sendi plastis pada rangka

bresing eksentrik

Pada Gambar 4.5 model struktur bresing

eksentrik sendi plastis banyak terjadi pada pada

sambungan link dengan bresing. Link membantu

bresing agar mampu menahan kerusakan yang

terjadi pada balok sehingga link yang terlebih

dahulu mengalami keruntuhan.

Perbandingan Kinerja Struktur

Dari hasil analisa yang dilakukan dengan

program SAP2000 diperoleh perbedaan yang utama

dari permodelan bresing kosentrik maupun eksentrik.

Kekuatan Struktur

Untuk menganalisis kekuatan dari struktur,

dibutuhkan parameter yaitu beban leleh dan beban

ultimit. Beban leleh adalah besarnya gaya pada saat

Page 64: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

61

terjadinya kelelehan pertama pada elemen struktur,

diharapkan terjadi pada sambungan bresing antar

kolom dan balok. Sedangkan untuk beban ultimit

adalah beban maksimum sesaat sebelum keruntuhan

pertama elemen struktur. Setelah itu digunakan

beban maksimum yang mewakili kekuatan struktur

yang dianalisis yang disajikan pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Perbandingan Kekuatan Struktur

Berdasarkan Analisis Pushover

PUSHOVER PUSH-X

(kN)

PUSH-Y

(kN)

Tanpa Bresing 177398.46 151687.67

Konsentrik 230053.43 185912.94

Eksentrik 235364.54 201678.92

Sumber : Hasil Perhitungan, 2019

Berdasarkan tabel di atas, pada struktur

bresing eksentrik dapat menahan beban yang lebih

besar jika dibandingkan dengan model tanpa bresing

dan struktur bresing konsentrik. Hal ini terjadi

karena di dalam permodelan bresing eksentrik

terdapat link yang menyambungkan antara bresing

dengan struktur balok berbeda dengan konsentrik

yang langsung disambungkan diantara balok dan

kolom. Link sebagai perkuatan mampu menahan

gaya geser yang disalurkan dari balok dan bresing.

Kekakuan Struktur

Kekakuan struktur didapat berdasarkan

perbandingan antara gaya dengan

deformasi/perpindahan pada saat terjadinya sendi

plastis pada struktur. Dari persamaan dibawah

diperoleh nilai kekakuan yang terdapat pada tabel

4.9.

Kekakuan =

Tabel 4.9 Perbandingan Kekakuan Struktur

Berdasarkan Analisis Pushover

PUSHOVER PUSH-X (kN/m)

PUSH-Y (kN/m)

Tanpa Bresing 927672,4 2422572

Konsentrik 4827831 9120002

Eksentrik 2215949 3314209

Sumber : Hasil Perhitungan, 2019

Untuk kekakuan arah-X nilainya lebih besar

dibandingkan dengan kekakuan arah-Y. Pada arah-X

bresing lebih berfungsi menahan gaya lateral

daripada arah-Y karena pada arah-Y merupakan

sumbu kuat sebagian besar kolom. Sehingga bresing

memiliki efektifitas yang cukup tinggi dalam

menahan gaya lateral dan meningkatkan kekakuan

struktur. Dari tabel juga dapat terlihat bahwa nilai

kekakuan model dengan bresing eksentrik lebih

besar daripada model lainnya.

Daktilitas

Nilai daktilitas didapatkan dari perbandingan

antar simpangan/deformasi maksimum struktur pada

saat kondisi di ambang keruntuhan dengan

simpangan/deformasi pada saat terjadinya sendi

plastin. Bagi perencanaan bangunan tahan gempa,

semakin besar nilai daktilitas bangunan maka

semain baik bangunan tersebut dalam memberikan

respon akibat gaya lateral gempa. Faktor daktilitas

pada struktur tanpa bresing dapat dihitung dengan

persamaan 4.6 dan parameter daktilitas pada tabel

4.10 sebagai berikut :

(4.6)

Tabel 4.10 Parameter daktilitas struktur gedung

Sumber : SNI 1726:2002

Daktilitas

memenuhi

Nilai µ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas

untuk struktur gedung yang berperilaku elastik

penuh, sedangkan adalah nilai faktor daktilitas

maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem

struktur gedung. Adapun untuk nilai-nilai daktilitas

dari analisis ini pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Perbandingan Daktilitas Struktur

Berdasarkan Analisis Pushover

PUSHOVER PUSH-X

(m) PUSH-Y

(m)

Tanpa Bresing 2.34 2.23

Daktail Parsial Daktail Parsial

Konsentrik 1.82 2.42

Daktail Parsial Daktail Parsial

Eksentrik 1.78 2.59

Daktail Parsial Daktail Parsial

Sumber : Hasil Perhitungan, 2019

Struktur yang dimodelkan tanpa

menggunakan bresing memiliki nilai daktilitas

parsial yaitu 2,34 pada arah X dan 2,23 pada arah Y.

Hal sama juga terdapat pada model struktur bresing

konsentrik dan eksentrik tidak terlalu jauh terlihat

perbedaannya. Pada bresing konsentrik memiliki

nilai 1,83 untuk arah X dan 2,42 untuk arah Y dan

Page 65: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

62

bresing konsentrik memiliki nilai 1,78 untuk arah X

dan 2,59 untuk arah Y dimana taraf kinerja struktur

adalah daktail parsial. Hal ini mungkin terjadi akibat

profil dari struktur bangunan yang sama sehingga

tidak terlihat perbedaannya secara signifikan.

Perfomance Point

Evaluasi kinerja struktur didapat dari kurva

pushover berdasarkan kebutuhan (demand) dengan

kapasitas (capacity). Kurva kapasitas didapat secara

otomatis dari hasil SAP2000 berdasarkan analisis

pushover dengan mereduksi respons spektrum

sesuai dengan damping ratio yang terjadi karena

adanya plastifikasi akibat pembebanan yang

diberikan. Setelah itu diperoleh performance point

serta pada step ke berapa performance point tersebut

tercapai.

Hasil kurva kapasitas dan kebutuhan

disajikan menurut metode ATC-40 yang menjadi

salah satu metode analisis nonlinier pushover di

SAP2000. Berikut gambar 4.6 yang merupakan hasil

kurva pushover tanpa menggunakan bresing.

Gambar 4.6 Performance Point pada model tanpa

bresing

Pada Gambar 4.7 dan 4.8 dapat dibandingkan

kurva yang nilai performance point antara bresing

konsentrik dan bresing eksentrik sebagai berikut :

Gambar 4.7 Performance Point pada model

konsentrik

Gambar 4.8 Performance Point pada model

eksentrik

Dari kurva pushover selanjutnya akan

muncul titik kinerja berdasarkan parameter yang

disajikan pada tabel 4.12 di bawah ini.

Tabel 4.12 Evaluasi kinerja struktur

Model Arah

Performance point

V (kN) Dt

(m)

Level

kinerja

βeff Teff

(detik)

Tanpa

Bresing

X 530628,6 0,572 LS 0,052 4,185

Y 973873,9 0,402 IO 0,027 6,921

Konsentrik X 897976,6 0,186 IO 0,050 1,389

Y 1212960,2 0,133 IO 0,032 2,682

Eksentrik X 853140,5 0,385 IO 0,050 2,764

Y 987634,3 0,298 IO 0,028 2,835

Pada penelitian ini, tingkatan kinerja yang

ditargetkan ialah Life Safety (LS). Berdasarkan

gambar kurva di atas menunjukkan bahwa terjadinya

performance point, sendi plastis yang terjadi masih

dalam tingkatan Immediate Occupancy (IO) dan

beberapa dalam tingkat Life Safety (LS) pada model

tanpa bresing dan dengan menggunakan bresing

eksentrik maupun konsentrik. Sehingga, struktur

bangunan dapat dikatakan memiliki kinerja yang

sangat baik.

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Perilaku struktur pada struktur tanpa bresing

banyak terjadi pada daerah sekitar balok dan

kolom sedangkan pada struktur rangka

konsentrik keruntuhan terjadi pada daerah

sambungan bresing dengan balok atau bresing

dengan kolom dan pada struktur rangka

eksentrik keruntuhan terjadi pada daerah sekitar

bresing dengan link, bresing dengan balok dan

sedikit pada daerah kolom. Hal ini sesuai

dengan asumsi di mana struktur dengan

tambahan bresing akan sedikit mengalami

keruntuhan atau sendi plastis pada balok dan

kolom. Penyebaran sendi plastis pada bresing

sangat membantu untuk menahan struktur dari

keruntuhan terutama pada balok dan kolom.

Page 66: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

63

2. Perbandingan gaya dan perpindahan

menghasilkan nilai kekakuan dalam hal ini

bresing eksentrik lebih besar dibandingkan

dengan bresing konsentrik dari arah Y yaitu

185912,94 kN dan 201678,92 kN sedangkan

untuk arah X adalah 230053,43 kN dan

235364,54 kN.

3. Dari hasil perhitungan dengan bantuan software

SAP2000 menunjukan bahwa struktur dengan

bresing yang ditinjau termasuk dalam level

kinerja Immediate Occupancy (IO), hal ini

berarti jika terjadi gempa gedung tidak

mengalami kerusakan struktural dan non

struktural sehingga banguan tersebut tetap

aman. Level kinerja IO adalah kategori derajat

kerusakan struktur yang digunakan pada

bangunan struktur yang melibatkan banyak

pengguna gedung seperti rumah sakit, gedung

pemerintah, dan pabrik, maka dengan level

tersebut ada kemungkinan penggunaan struktur

bangunan yang dianalisis dapat berubah fungsi

yang awalnya fungsi gedung adalah apartemen

dan hotel menjadi rumah sakit atau gedung

pemerintah. Untuk struktur tanpa bresing

sendiri sebenarnya masih memenuhi batas aman

yaitu Life Safety (LS) di mana komponen

struktur maupun non-struktur masih ada tapi

mengalami kerusakan. Level kinerja LS adalah

derajat kerusakan yang banyak digunakan pada

fungsi bangunan seperti apartemen, hanya saja

persentase kekuatan bangunan berkurang dan

harus segera dilakukan perbaikan sebelum

digunakan kembali.

4. Perbandingan gaya geser maksimum antara

struktur tanpa bresing arah X adalah 530628,6

kN dengan level kinerja adalah LS dan arah Y

adalah 9738739 kN dengan level kinerja adalah

IO sedangkan struktur bresing konsentrik arah

X adalah 897976,6 kN dan arah Y adalah

1212960,2 kN dengan level kinerja IO dan pada

struktur bresing eksentrik arah X adalah

853140,5 kN dan arah Y adalah 987634,3 kN

dengan level kinerja IO. Dari nilai tersebut

didapat ketahanan struktur konsentrik lebih kuat

daripada struktur tanpa bresing dan dengan

bresing eksentrik. Akan tetapi level kinerja

yang terjadi baik struktur tanpa bresing dengan

struktur menggunakan bresing masih dalam

kategori aman untuk fungsi bangunan

apartemen. Sehingga baik struktur dengan

bresing maupun tanpa bresing sebenarnya dapat

digunakan walau pada kategori LS harus

dilakukan perbaikan struktur dan non-struktur

terlebih dahulu sebelum struktur digunakan

kembali.

5.2 Saran

1. Dalam tugas akhir ini menggunakan analisis

statik non-linier yang lebih meninjau pada

performance point dari struktur.

2. Gedung yang dianalisis hanya berupa 10 lantai,

untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan

dengan 15 lantai atau lebih.

3. Gedung yang dianalisis dalam tugas akhir ini

menggunakan struktur baja, untuk penelitian

selanjutnya dapat dilakukan dengan struktur

beton atau baja komposit.

4. Gedung yang dianalisis dalam tugas akhir ini

hanya melakukan dua variasi yaitu rangka

kosentrik dan eksentrik, untuk penelitian

selanjutnya dapat dilakukan dengan struktur

rangka lainya.

Daftar Pustaka 1. Applied Technology Council, ATC-40. 1996.

Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete

Buildings, Volume I. California. Seismic Safety

Commission State of California.

2. Badan Standarisasi Nasional. 1983. Peraturan

Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983.

Yayasan LPMB Bandung.

3. Badan Standarsasi Nasional. 2002. SNI 1726-

2012 : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa

untuk Struktur Bangunan Gedung. Jakarta.

4. Badan Standarsasi Nasional. 2012. SNI 1726-

2012 : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa

untuk Struktur Bangunan Gedung. Jakarta.

5. Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI

1727:2013 : Beban minimum untuk

perancangan bangunan gedung dan struktur

lain. Jakarta.

6. Chen, W.F. and Lui, E.M., 2006, Earthquake

Engineering for Structural Design. New York :

CRC Press.

7. Chopra, Anil.K. 1995. Dynamic of Strukture.

New Jersey. Englewood Cliffs.

8. Dewobroto, Wiryanto. 2005. Evaluasi Kinerja

Bangunan Baja Tahan Gempa dengan Analisa

Pushover pada SAP2000. Jurnal Teknik Sipil :

Universitas Pelita Harapan.

9. Ekaputra, Yudha Aditia. 2016. Studi Kasus

Pengembangan dan Perilaku Dinamik Desain

Alternatif Struktur Eksisting Rangkaian Gedung

Hotel Zokino. Jurnal Teknik Sipil : Universitas

Mulawarman.

10. FEMA-273. 1997. NEHRP Guidelines For the

Seismic Rehabilitation of Buildings. Virginia.

American Society of Civil Engineers .

11. FEMA-356. 2000. Prestandard and

Commentary For The Seismic Rehabilitation Of

Page 67: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Isna Kairatun J1), Ery Budiman2), Mardewi

Jamal 3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

64

Buildings. Virginia. American Society of Civil

Engineers .

12. FEMA-440. 2005. Improvement of Nonliniear

Static Seismic Analysis Procedures. Virginia.

American Society of Civil Engineers .

13. Fransisca, D. M. (2016). Studi Performa

Struktur Gedung Bertingkat Ketidakberaturan

Torsi Berdasarkan Perencanaan Urutan Sendi

Plastis Dengan Pushover Analysis.

14. Hayu Prakosa P. 2010. Evaluasi Kinerja

Seismik Struktur Beton Dengan Analisis

Pushover Menggunakan Program Etabs ( Studi

Kasus : Gedung Rumah Sakit di Surakarta).

Skripsi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

15. Marwanto, A., Budi, A. S., & Supriyadi, A.

2014, September. Evaluasi Kinerja Struktur

Gedung 10 Lantai dengan Analisis Pushover

Terhadap Drift Dan Displacement

Menggunakan Software Etabs (Studi Kasus :

Hotel Di Wilayah Surakarta).

16. Rachman, N. Z., Purwanto, E., & Suptiyadi, A.

2012, Desember. Analisis Kinerja Struktur

Pada Gedung Bertingkat Dengan Analisis

Pushover Menggunakan Software Etabs (Studi

Kasus : Bangunan Hotel Di Semarang).

17. Schodek, Daniel L. 1991. Struktur. PT Eresco.

Bandung

18. Schueller, Wolfgang. 1998. Struktur Bangunan

Tingkat Tinggi. Bandung: PT ERESCO

Page 68: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

65

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

SIFAT MEKANIS BETON DENGAN CAMPURAN PASIR

PANTAI DAN AIR LAUT

Arbain Tata

Prodi Teknik Sipil, Universitas Khairun, Jl. Jusuf Abdulrahman, Ternate, 97717, [email protected]

ABSTRAK

Agregat halus dari pasir pantai sebagai komponen beton talah banyak digunakan di daerah kepulauan. Pasir

pantai sebagai salah satu jenis agregat halus tersedia dalam jumlah banyak tetapi kualitas disetiap daerah masih

perlu diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sifat mekanis beton campuran pasir pantai dengan variasi

quarry yang berbeda.

Tiga sumber pasir pantai yang berbeda yaitu: Loto, Kusu dan Akelamo dengan FAS yang bervariasi, juga

diteliti hubungan terhadap tingkat salinitasnya. Benda uji selinder ukuran 150x300 diuji pada umur beton 28 hari.

Dari hasil penelitian dihasilkan kuat tekan beton masing-masing menunjukkan pasir Loto mempunyai nilai kuat

tekan lebih tinggi dari pasir Kusu dan Akelamo.

Hubungan antara FAS dengan kuat tekan menunjukkan kekuatan berkurang seiring dengan bartambahnya

nilai FAS. Ditinjau dari salinitasnya menunjukkan tidak terjadi perbedaan yang siknifikan dari ketiga sumber pantai.

Kuat tekan beton dengan bahan campur air tawar dibanding air laut pada pasir Loto, Akelamo, dan Kusu

menunjukkan lebih kuat dengan selisih 2.04%, 3.09 % dan 2.16%.

ABSTRACT

The fine aggregates sourced from coastal sand as concrete components have been widely used in the

archipelagic regions. Apart from its abundant availability, the qualities of the types of fine aggregates in different

regions still need to be studied. This study aims to determine the mechanical properties of concrete sand beach

mixtures with different quarry variations.

Beach sand from three different regions which are Loto, Kusu and Akelamo were also examined in

relation to the level of salinity with varying water to cement ratio (WCR). A set of 150mm x 300 mm cylindrical

specimens were tested on their 28 days.The results show that test materials with sands from Loto area have higher

compressive strength values than those using sands from Kusu and Akelamo.

The relationship between WCR and compressive strength shows that strength decreases with increasing

WCR value. In terms of salinity, there was no significant differences on the materials from the three coastal sources.

The compressive strength of concrete with mixed freshwater materials compared to seawater in the sand of Loto,

Akelamo, and Kusu showed stronger with a difference of 2.04%, 3.09% and 2.16%.

Keywords: FAS, kuat tekan, salinitas.

1. PENDAHULUAN

Kualitas karakteristik agregat halus yang

difungsikan sebagai komponen struktural beton

memiliki peran penting dalam menentukan

karakteristik kualitas dari beton yang dihasilkan,

sebab agregat halus menempati sebagian besar

volume beton. Pasir pantai merupakan salah satu

jenis material agregat halus yang mempunyai

ketersediaan dalam jumlah yang besar, namun

secara kualitas perlu diteliti lebih lanjut lagi

terhadap struktur beton. Pada umumnya

pembangunan di Provinsi Maluku Utara khususnya

pada daerah pesisir pantai masih menggunakan

pasir pantai sebagai agregat halus dalam

pembuatan konstruksi beton.

Salah satu bahan penyusun beton adalah air,

fenomena skarang ini kebutuhan air yang

memenuhi syarat dalam penggunaannya mulai

berkurang. Dunia teknik sipil telah memikirkan

tentang kedepan potensi air bersih (air tawar)

yang difungsikan sebagai bahan campuran beton

akan berkurang. Data dari PBB dan organisasi

metodologi dunia memprediksikan sekitar 5 milyar

orang akan kekurangan air minum. dalam

Page 69: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

66

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

konferensi tersebut juga menyatakan bahwa di

tahun 2025 setengah dari umat manusia akan tingal

pada daerah yang kekurangan air bersih (air tawar).

Nobuaki otsuki dkk. (2011). Dari fenomena

tersebut, melihat potensi sumber air laut yang

begitu melimpah maka ada pemikiran untuk

mengunakan air laut sebagai bahan pencampuran

beton. Penggunaan air laut dapat dipakai untuk air

pencampur maupun perawatan mortar dan beton.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menentukan karakteristik beton dengan campuran

pasir pantai dan air laut. Beton adalah suatu ikatan

yang berasal dari material pembentuk berupa

campuran yang terdiri dari semen, air, agregat

(kasar dan halus). Campuran air dan semen akan

membentuk pasta semen yang memiliki fungsi

sebagai bahan pengikat, sedangkan agregat kasar

dan agregat halus berfungsi sebagai bahan pengisi

(Tata, A. dkk, 2019). Pasir pantai adalah pasir yang

berasal dari pesisir pantai yang berbutir halus dan

bulat karena disebabkan oleh gesekan. Pasir pantai

mengandung garam sehingga pasir pantai dianggap

paling jelek. Garam yang terkandung dalam pasir

dapat menyebabkan pasir pantai selalu dalam

kondisi agak basah dan menyebabkan

pengembangan jika telah menjadi bangunan (Tata,

A. dkk, 2016).

Pengaruh air laut sebagai air pencampur

mortar dan beton menunjukan bahwa air laut dapat

digunakan sebagai air pencampur dan air

perendam. Meskipun pengaturan waktu semen

menjadi lebih lama dengan mengunakan air laut

(Tjaronge, M. W, 2013). Air laut dapat digunakan

sebagai air pencampur maupun sebagai air

perawatan dalam produksi mortar dan beton. Pasir

laut dan agregat kasar dari sungai mampu diikat

oleh pasta yang terbuat dari air laut dan

semenportland komposit untuk menghasilkan kuat

tekan beton struktural (Tjaronge, M. W. dkk,

2014).

Dari hasil pengujian kuat tekan beton pada

penelitian terdahulu dengan agregat halus pasir

pantai dan pasir gunung nampak ada penurunan

kekuatan yang signifikan. Pada pasir Gunung

Kalumata menghasilkan kuat tekan sebesar 24,96

MPa dengan kuat tekan rencana fc 25 MPa. Dan

untuk pasir pantai dari tiga wilayah yang berbeda

yaitu pasir pantai Mangoli, Sosowomo dan Loto.

Ternyata pasir pantai menghasilkan variasi

kekuatan yang cukup signifikan yaitu, pasir Loto

menghasilkan kuat tekan sebesar 22,84 MPa, kuat

tekan pasir pantai Mangoli sebesar 19,21 MPa,

pasir pantai Sosowomo sebesar 16,25 MPa (Tata,

A. dkk, 2017).

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian

eksperimental yang dilakukan di Laboratorium

Struktur Dan Bahan Prodi Sipil Fakultas Teknik

Universitas Khairun Ternate. Quarry pasir pantai

tersebar di Maluku Utara dari pantai Loto, Pantai

Kusu dan pantai Akelamo. Diagram alir penelitian

ditunjukkan pada Gambar 2.

2.1. Bahan

Data Sekunder berupa data lokasi

pengambilan sampel pasir pantai dan air laut di

Loto, Kusu dan Akelamo. Bahan-bahan yang

digunakan untuk pembuatan beton, diantaranya

semen portland tipe I, agregat kasar atau batu

pecah, berasal dari Togafo. Agregat halus (pasir

pantai) berasal dari Akelamo, Loto dan Kusu serta

air yang digunakan berupa air laut yang berasal

dari sekitar quarry masing-masing. Peralatan yang

digunakan dalam pengujian yaitu timbangan,

wadah berbentuk silinder, gelas ukur,

ayakan/saringan, wadah ember besar, talam,

sendok aduk, keranjang besi, alat penggantung

keranjang, handuk, piknometer, oven, sheive

sahaker, alat uji kuat tekan dan peralatan lainya.

Quarry agregat kasar seperti ditunjukkan pada

gambar 1.

Gambar 1. Quarry material agregat halus

2.2. Benda Uji

Benda uji selinder ukuran 150x300 diuji

pada umur beton 28 hari sebanyak 60 buah. Untuk

tiap variasi yaitu 20 buah sampel silinder pada

masing-masing Quarry. Uji porositas pada umur

28 hari dengan variasi FAS 0.40, 0.50, 0.6 dan

0.70. Setiap FAS menggunakan 5 benda uji.

Komposisi benda uji untuk variasi FAS dapat

dilihat pada tabel 1.

Page 70: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

67

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

Tabel 1. Jenis kode benda uji masing-masing

FAS

Quarry

P.Loto P. Kusu P. Ake

Lamo

0,40 L-0,40 K-0,40 A-0,40

0,50 L-0,50 K-0,50 A-0,50

0,60 L-0,60 K-0,60 A-0,60

0,70 L-0,70 K-0,70 A-0,70

2.3. Tahapan Pengujian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

dengan tahap pelaksanaan yaitu :

a. Pemeriksaan bahan campuran beton

b. Pembuatan rencana campuran (mix design)

c. Pembuatan benda uji

d. Pemeliharaan terhadap benda uji (curing)

e. Pelaksanaan pengujian

f. Analisis hasil penelitian.

2.4. Pengujian Agregat

Pemeriksaan agregat kasar dan halus mengacu ke

SNI , adapun pengujian agregat adalah :

Gambar 2. Diagram alir penelitian

Page 71: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

68

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

2.4.1. Pengujian agregat kasar

Pengujian agregat kasar meliputi :

1. Pengujian analisa saringan (gradasi)

2. Pengujian berat jenis dan penyerapan

3. Pengujian kadar air

4. Pengujian kadar lumpur

5. Pengujian Keausan

2.4.2. Pengujian agregat halus

Pengujian agregat halus dengan tiga Quarry

berbeda meliputi :

1. Pengujian analisa saringan (gradasi)

2. Pengujian berat jenis dan penyerapan

3. Pengujian kadar air

4. Pengujian kadar lumpur

2.4.3. Salinitas air laut

Sebelum air laut digunakan dalam

pembuatan beton, air laut perlu diuji terlebih

dahulu kandungan salinitasnya. Sebab dalam

penggunaan air laut sebagai bahan pencampur

beton harus memiliki kriteri tertentu, dimana air

laut dapat digunakan jika kandungan salinitasnya

maksimal berkisar antara 3% - 3.6% (M. W

Tejaronge 2014).

2.5. Rancangan Campuran

Rancangan campuran beton pada penelitian

ini menggunakan metode SNI (Standar Nasional

Indonesia) dengan mutu beton rencana 25 MPa.

2.6. Pengujian Kuat Tekan

Pemeriksaan kuat tekan beton dilakukan

setelah beton berumur 28 hari. Pada mesin uji

tekan benda diletakkan dan diberikan beban

sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban

maksimum bekerja.

Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia

(PBI, 1989), besarnya kuat tekan beton dapat

dihitung dengan rumus :

…………………...………..(1.1)

Dimana:

f’c = Kuat tekan beton (MPa)

P = Beban tekan maksimum (kN)

A = Luas penampang benda uji (mm2)

3. HASIL DAN DISKUSI

3.1. Properties Agregat

Tabel 2. Hasil pengujian agregat kasar

Jenis Pengujian Hasil

Pemeriksaan

Spesifikasi

Kadar lumpur 0,54% 0,2% - 1%

Kadar air 0,46% 0,5% - 2%

Penyerapan 2,06% 0,2% - 4%

Berat jenis kering

oven 2,26 1,6 – 3,2

Berat jenis kering

permukaan 2,31 1,6 – 3,2

Berat jenis kering

semu 2,37 1,6 – 3,2

Modulus Kehalusan 7,53% 5% - 8%

Keausan 32% < 40%

Berdasarkan tabel 2, agregat halus yang

digunakan hanya kadar air yang tidak memenuhi

spesifikasi sesuai SNI.

Tabel 3. Hasil pengujian agregat halus

Jenis

Pengujian

Hasil Pemeriksaan Spesifikasi

Loto Kusu Ake

Lamo

Kadar lumpur

0,67% 1,33% 1,5% 0,2% - 5%

Kadar air 13,32

% 4,44% 4,45% 3% - 5%

Penyerapan 3,09% 4,18% 5,82% 0,2% - 2%

Berat jenis

kering oven 2,55 2,47 2,42 1,6 – 3,2

Berat jenis

kering permukaan

2,63 2,57 2,56

1,6 – 3,2

Berat jenis

kering semu

2,77 2,76 2,82 1,6 – 3,2

Modulus

Kehalusan 1,80% 1,82% 1,82% 1,5% -3,8%

Berdasarkan tabel 3, agregat halus yang

digunakan umunya memenuhi spesifikasi sesuai

SNI, kecuali untuk kadar air quarry Loto,

Peyerapan air pada masing Quarry.

3.2. Rancangan Campuran Beton

Perencanaan campuran beton dengan kuat

tekan 25 MPa dengan dengan metode SNI.

Kebutuhan material bahan per 1 m³ sebagai berikut

Tabel 4. Kebutuhan campuran beton per 1 m3

Material Berat Beton Kg/m3

Semen 487,50

Pasir 622,70

Batu Pecah 1024,80

Air 195,00

Page 72: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

69

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

3.3. Pengujian Salinitas Air Laut

Tabel 5. Nilai Salinitas dari tiga Quarry agregat

halus

Benda Uji Hasil pengujian

Refractive Index (nD)

Relation Between

Brix Value (%)

ppm(‰)

Air Laut Pantai Loto

1,3365 3 30.000

Air Laut Pantai Akelamo

1,3353 2 20.000

Air Laut Pantai kusu

1,3365 3 30.000

Ket:

ALPT : Air Laut Pantai Loto ALPK : Air Laut Pantai Kusu

ALPA : Air Laut Pantai Akelamo

Gambar 3. Salinitas tigs quarry material

agregat

Dari hasil pengujian salinitas untuk air laut

Pantai Loto dan air laut Pantai Kusu memiliki nilai

salinitas yang sama yaitu 1,3365 untuk satuan

Refractive Index (nD), 3% untuk satuan Relation

Between Brix Value (%) dan 30.000 untuk satuan

Part Per Million (ppm).

Untuk hasil pengujian salinitas air laut Pantai

Akelamo, diperoleh nilai nilai salinitas 1,3353

untuk satuan Refractive Index (nD), 2% untuk

satuan Relation Between Brix Value (%), dan

20.000 untuk satuan Part Per Million (ppm). Dari

hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa nilai

salinitas yang diperoleh, air laut pantai Loto, pantai

Kusu dan pantai Akelamo memenuhi standar yang

telah ditentukan, meski memiliki perbedaan nilai

salinitas yang tidak signifikan. Dan untuk ketiga

air laut tersebut memenuhi syarat untuk digunakan

sebagai air pencampur pada pembuatan beton.

3.4. Kuat Tekan

Gambar 4. Hubungan Kuat Tekan Dengan

Faktor Air Smen (FAS)

Kuat tekan dari sumber agregat kasar yang

digunakan untuk campuran beton mempunyai

kecenderungan yang sama yaitu makin kecil

(FAS) maka makin tinggi pula nilai kuat tekan

yang diperoleh, sebaliknya semakin besar nilai

(FAS) maka semakin rendah pula nilai kuat tekan

beton, faktor air semen (FAS) juga sangat

berpengaruh terhadap kuat tekan beton yang

dihasilkan.

Dengan menggunakan analisa regresi

diperoleh hubungan kuat tekan dan FAS rata-rata

untuk quarry agregat halus pasir pantai Loto, Kusu

dan Akelamo masing-masing y = -3.789x +

27.230, y = -5.679x + 30.480 dan y = -4.9612 +

26.629. R2 dari ketiga persamaan tersebut lebih

besar dari 0,9 ini memperlihatkan bahwa FAS

cenderung mempengaruhi kuat tekan beton rata-

rata.

Ket:

PP-LO: Pasir Pantai Loto PP-AK: Pasir Pantai Kusu

PP-KS : Pasir Pantai Akelamo

PG-KL: Pasir Normal Kalumata

Gambar 5. Nilai kuat tekan beton agregat halus

pasir pantai dengan campuran air

tawar FAS 0,48.

Page 73: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

70

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

Gambar 6. Nilai kuat tekan beton agregat

halus pasir pantai dengan

campuran air laut FAS 0,48.

Gambar 7. Nilai kuat tekan beton agregat halus

pasir pantai dengan campuran air

laut dan air tawar FAS 0,48.

Kuat tekan beton dengan bahan campur air

tawar dibanding air laut pada pasir Loto

menunjukkan lebih kuat dengan selisih 2.04%,

pasir Akelamo 3.09 % dan pasir Kusu 2.16%.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan semakin besar nilai FAS maka kuat

tekan beton rata-rata mengalami penurunan. Pada

Quarry yang berbeda penggunaan pasir pantai

sebagai agregat halus dapat menurunkan kekuatan

beton. Akbat menggunakan campuran air laut

maka campuran beton dapat juga menurunkan

kekuatan beton hingga 2%.

DAFTAR PUSTAKA

ASTM C330-03, (1996), Standard Specification

for Lightweight Aggregates for Structural

Concrete, ASTM Standards: Concrete and

Aggregates, V.04.02., Philadelphia.

ASTM C567-91, (1996), Test Method for Unit

Weight of Structural Lightweight Concrete,

ASTM Standards: Concrete and Aggregates,

V.04.02., Philadelphia.

ASTM C39-94, (1996), Test Method for

Compressive Strength of Cylindrical

Concrete Specimens, ASTM Standards:

Concrete and Aggregates, V.04.02.,

Philadelphia.

ASTM C496-96, (1996), Test Method for Splitting

Tensile Strength of Cylindrical Concrete

Specimens, ASTM Standards: Concrete and

Aggregates, V.04.02., Philadelphia.

Arizki, R. Sari, I. (2015) Jurnal Sipil Statik,

Pengaruh Jumlah Semen dan Fas Terhadap

Kuat Tekan Beton dengan Agregat yang

Berasal Dari Sungai, Vol.3

Dumyati, A. (2015). Jurnal Fropil, Analisis

Penggunaan Pasir Pantai Sampur sebagai

Agregat Halus Terhadap Kuat Tekan Beton,

Volume 3 Nomor 1.

Maulani, E (2016). Teras Jurnal, Tinjauan Kuat

Tekan dan Modulus Elastisitas Beton pada

Campuran Diatomae Sebagai Aditif, Vol.6,

No.2.

Mulyono, T. (2005). Teknologi Beton. Penerbit

ANDI: Yogyakarta.

Maria M. Pade, (2013). Pemeriksaan Kuat Tekan

Beton dan Modulus Elastisitas Beton

Beragregat Kasar Batu Ringan Ape dari

Kepulauan Talaud, Jurnal Sipil Statik. Vol 1

No.7.

Otsuki, Nobuaki. 2011. Possibility Of Sea Water

As Mixing Water In Concrete. Conference on

Our World in Concrete & Structures. Tokyo

Institute of Technology, Japan.

Page 74: TEKNOLOGI SIPIL Volume 03 Nomor 1 Jurnal Ilmu ...sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/3.1_jts...Jl. Soekarno - Hatta KM.8, Transad, Karang Joang Balikpapan 76126 e-mail :

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Arbain Tata Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

71

Volume 3, Nomor 1 Mei 2019

Tata, A. Sultan, M. A. Sumartini, (2016). Pengaruh

Penambahan Abu Sekam Padi Sebagai

Campuran Bahan Baku Beton Terhadap Sifat

Mekanis Beton. Jurnal SIPILsains, Vol 06

(11). pp. 23-30.

Tata, A. dkk (2017). Studi Karakteristik Agregat

Pasir Pantai Mangoli, Sosowomo dan Loto

Sebagai Bahan Campur Beton. Jurnal

Tecnno. Vol 06 (02). pp. 1-8.

Tata, A. Frederik Raffel, A. Ihsan, M. and

Djamaluddin, R. (2019). GFRP-sheet

strengthened RC beams after seawater

immersion under monotonic and fatigue

loads, M ATEC Web of Conferences, Bali,

Indonesia, pp.1-11

Tjaronge M. W. dkk, 2014. Kuat Tekan Lentur

Yang Menggunakan Air Laut, Pasir Laut dan

Semen PPC. Jurnal Sains, Makassar.

Tjaronge, M. W, Hamada, H. Irmawaty, R. and

Sagawa, Y (2013). Influence Of The Curing

Method On Comprssive Strength And

Porosity Of Concrete Mixed With Sea Water,

Marine Sand And Fly Ash, Proceedings of

the 7th International Conference on Asian

and Pacific Coasts Bali, Indonesia, pp. 799-

801.