Upload
lytruc
View
236
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
TEKNOLOGI STABILISASI DIMENSI KAYU
1. Ir. Efrida Basri, M.Sc. 2. Ir. Jamal Balfas, M.Sc. 3. Listiya Mustika Dewi, S.Hut. 4. Dra. Jasni, M.Si. 5. Abdurahman, ST.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BOGOR, DESEMBER 2014
i
TEKNOLOGI STABILISASI DIMENSI KAYU
Bogor, Desember 2014
Mengetahui Ketua Kelti,
Ir. Efrida Basri, MSc. NIP 19580224 198303 2 003
Ketua Tim Pelaksana,
Ir. Efrida Basri, MSc. NIP 19580224 198303 2 003
Menyetujui Koordinator,
Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si NIP 19580705 198903 1 007
Mengesahkan Kepala Pusat,
Dr. Ir. Rufi’ie, MSc.
NIP 19601207 198703 1 005
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .….…….………………………........... i
DAFTAR ISI …………………..………..……………………..….... ii
DAFTAR TABEL ………………………………………….……...... iii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………....... iv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………... v
Abstrak ….……………………………………….………….……... 1
ii
BAB I. PENDAHULUAN ……………………..………………….. 2
A. Latar Belakang …………………..….…….………....... 2
B. Tujuan dan Sasaran ..................................................
C. Luaran …. ………….…….…….……...........................
3
3
D. Hasil yang Telah Dicapai………………………........... 4
E. Ruang Lingkup .......................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................... 6
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................... 11
A. Bahan dan Peralatan ................................................ 11
B. Prosedur Kerja .......................................................... 11
C. Analisa Data ............................................................. 15
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................
LAMPIRAN..................................................................................
16
38
40
43
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rata- rata hasil ekstraksi serbuk jati dalam air panas
NaOH 0,5 %...................................................................
Tabel 2. Penambahan berat contoh uji akibat impregnasi
ekstrak jati ....................................................................
Tabel 3. Penambahan berat (%) akibat impregnasi dengan
campuran ekstrak jati dan vinil akrilik...........................
18
19
21
Tabel 4. Penambahan berat (%) akibat impregnasi dengan
campuran ekstrak jati dan polivinil …………….............
Tabel 5. Penambahan berat (%) akibat impregnasi ekstrak jati
dan resorsinol....………………………............................
Tabel 6. Nilai efisiensi anti pengembangan (%) kayu JCT
menurut perlakuan, arah serat dan waktu rendaman ..
Tabel 7. Nilai efisiensi anti pengembangan (%) kayu jabon
menurut perlakuan, arah serat dan waktu rendaman...
Tabel 8. Keteguhan tekan (Kg/cm2) pada kayu JCT dan jabon...
Tabel 9. Estimasi harga larutan dan aplikasi impregnasi.............
Tabel 10.Ketahanan kayu JCT terhadap rayap kayu kering pada
beberapa perlakuan.......................................................
Tabel 11.Ketahanan kayu jabon terhadap rayap kayu kering
pada beberapa perlakuan..............................................
Tabel 12.Ketahanan kayu JCT terhadap rayap tanah pada
beberapa perlakuan.......................................................
Tabel 13.Ketahanan kayu jabon terhadap rayap tanah pada
beberapa perlakuan.......................................................
23
24
28
29
30
33
34
34
35
36
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pola pengambilan contoh uji kayu...................………...... 12
Gambar 2. Tabung vakum-tekan......................................................... 13
Gambar 3. Struktur mikroskopis kayu jabon........................................ 16
Gambar 4. Struktur mikroskopis kayu JCT.......................................... 17
Gambar 5. Pengembangan pada contoh uji kontrol radial................... 25
Gambar 6. Pengembangan pada contoh uji kontrol tangensial.......... 25
Gambar 7. Pengembangan pada contoh uji impregnasi ekstrak jati... 26
Gambar 8. Deposit ekstrak jati dan campurannya pada kayu JTC..... 31
Gambar 9. Deposit ekstrak jati dan campurannya pada kayu jabon... 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1A. Analisis keragaman penambahan berat basah
contoh uji..................................................................... 43
Lampiran 1B. Analisis keragaman penambahan berat kering
contoh uji..................................................................... 43
Lampiran 2. Analisis keragaman pengembangan dimensi selama
rendaman..................................................................... 44
Lampiran 3A. Analisis keragaman keteguhan tekan sejajar serat..... 45
Lampiran 3B. Analisis keragaman keteguhan tekan tegak lurus
serat............................................................................ 45
1
Abstrak
Kayu yang berasal dari hutan tanaman cenderung memiliki dimensi yang kurang stabil, sehingga penggunaannya sangat terbatas. Upaya untuk menstabilkan dimensi serta memperbaiki sifat-sifat kayu dapat dilakukan melalui densifikasi (pemadatan). Pemadatan kayu secara kimia bisa dengan perlakuan impregnasi, menggunakan resin organik. Pada impregnasi, rongga kayu diisi dengan berbagai zat yang akan menyebabkan struktur kayu menjadi lebih padat. Tujuan penelitian tahun 2014 adalah mendapatkan data stabilisasi dimensi dan kualitas kayu jati cepat tumbuh dan kayu jabon untuk bahan mebel melalui perlakuan impregnasi menggunakan ekstrak kayu jati tua dengan resin vinil akrilik dan polivinil asetat (larut dalam air) serta resorsinol teknis. Contoh uji dibuat dalam beberapa ukuran, bergantung pada tujuan pengujian. Khusus untuk contoh uji stabilisasi dimensi dibuat dalam 2 ukuran, yaitu 1cm (T) x 1cm (L) x 10 cm (R) dan 1 cm (R) x 1 cm (L) x 10 cm (T). Sebelum diimpregnasi semua contoh uji dikeringkan pada suhu 63oC sampai mencapai kadar air 10%. Impregnasi dilakukan dengan menggunakan metode vakum-tekan. Pengembangan tebal dan sifat kayu yang lain diamati dan diuji.
Kata kunci: Ekstrak kayu jati, resin, stabilisasi dimensi kayu, kualitas kayu
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kayu tanaman yang berumur muda lebih banyak mengandung
kayu juvenil (juvenile wood), yaitu bagian kayu yang terdapat di sekitar
empulur, dibentuk pada waktu pertumbuhan primer sehingga selnya
belum dewasa. Kualitas kayu dengan adanya kayu juvenil umumnya
lebih rendah dibandingkan kualitas kayu dewasanya (mature wood).
Kayu dengan porsi juvenil tinggi memiliki dimensi yang tidak stabil dan
tidak awet, serta kemungkinan mengalami pecah ujung yang parah
dalam proses pengolahan dan perubahan bentuk ketika dikeringkan.
Salah satu perlakuan untuk menstabilkan dimensi dan perbaikan
kualitas kayu adalah pemadatan (densifikasi). Pemadatan kayu dapat
dilakukan secara fisika, kimia, maupun kombinasi keduanya.
Pemadatan secara fisika, yaitu dengan memanaskan kayu pada suhu
tinggi kemudian dipadatkan (Coto, 1996; Korkut dan Bektas, 2008;
Basri et al., 2014), sedangkan pemadatan secara kimia dapat
dilakukan dengan mengimpregnasi berbagai zat kimia atau bahan
resin ke rongga sel sehingga struktur kayu menjadi lebih padat
(Kollmann et al., 1975; Balfas, 2007; Pandey et al., 2009; Ibach,
2010). Impregnasi resin ke dalam struktur sel juga dapat memperbaiki
sifat keawetan kayu terhadap organisme perusak kayu (Sukartana dan
Balfas, 2007).
Dalam penelitian ini dipilih kayu jati cepat tumbuh dan kayu
jabon karena kedua jenis tersebut dikembangkan untuk bahan mebel
(Margono, 2010; ACIAR, 2014) namun kualitasnya rendah,
sehingga pemanfaatannya belum optimal. Penggunaan ekstrak serbuk
kayu jati tua dalam campuran bahan impregnasi diharapkan dapat
meningkatkan kualitas kedua jenis kayu tersebut setara dengan
kualitas kayu jati konvensional kelas umur tebang (jati tua). Pada
penelitian, pelarut yang digunakan untuk mengekstrak serbuk jati
adalah air panas karena berdasarkan hasil penelitian Martawijaya, et
3
al. (2005a) kelarutan jati dalam air panas bisa mencapai sekitar 11%.
Oleh karena itu resin yang digunakan juga resin dari kelompok yang
larut dalam air (vinil akrilik dan polivinil asetat). Dalam penelitian ini
juga dilakukan percobaan pembuatan bahan impregnan dari
campuran ekstrak jati dengan resin resorsinol teknis. Pelarut yang
digunakan untuk mengekstrak jati pada percobaan kedua adalah air
panas yang ditambahkan NaOH 0,5% karena NaOH sebagai pelarut
bisa meningkatkan konsentrasi ekstrak jati dalam larutan
(Martawijaya, et al., 2005a).
B. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan
Mendapatkan data dan informasi teknik stabilisasi dimensi dan
peningkatan kualitas kayu jati cepat tumbuh (JCT) dan kayu jabon
melalui impregnasi dengan campuran ekstrak jati tua dengan resin
vinil akrilik, polivinil asetat, dan resin resorsinol teknis.
2. Sasaran
Sasaran penelitian adalah diperolehnya data dan informasi
teknologi impregnasi yang sesuai untuk stabilisasi dimensi dan
peningkatan kualitas kayu jati cepat tumbuh (JCT) dan kayu jabon.
C. Luaran
1. Laporan hasil penelitian yang berisi data dan informasi kayu JCT
dan kayu jabon berupa: stabilitas dimensi (perubahan dimensi),
sifat mekanis, keawetan, perubahan struktur anatomi, dan
perubahan permukaan fisik kayu setelah diimpregnasi dengan
bahan campuran ekstrak jati tua dengan resin vinil akrilik, polivinil
asetat, dan resin resorsinol teknis menggunakan metode vakum
tekan.
2. Sortimen hasil uji coba
3. Draft karya tulis ilmiah.
4
A. Hasil yang Telah Dicapai
Tahun 2011
1.
2.
Stabilisasi dimensi kayu tisuk (Hibiscus macrophyllus Roxb) umur
16 tahun dapat diperoleh melalui pengeringan konvensional
menggunakan bagan pengeringan, yaitu suhu pada kisaran 55 –
80oC dan kelembaban 31 – 81% (depresi suhu bola basah 4).
Stabilisasi dimensi kayu tisuk umur 8 dan 12 tahun dapat diperoleh
melalui perlakuan pemadatan secara fisika, menggunakan suhu
kempa 180oC, tekanan 25 kg/cm2 selama 40 menit. Kayu yang
dipadatkan: dimensi stabil dan kualitasnya lebih baik dibandingkan
kayu tanpa dipadatkan.
1.
2.
1.
2.
Stabilisasi dimensi kayu jati konvensional umur 15 tahun dapat
diperoleh melalui pemadatan menggunakan suhu kempa 180oC
dan jabon umur 5 tahun menggunakan suhu 170oC. Kedua jenis
kayu yang dipadatkan memiliki sifat fisik, mekanis, dan kualitas
permukaan lebih baik dibandingkan kayu tanpa dipadatkan.
Stabilisasi dimensi kayu jati JCT umur 5 tahun belum dapat
diperoleh melalui perlakuan pemadatan secara fisika karena
dimensinya kembali mengembang ketika berada pada ruangan
yang lembab.
Perlakuan impregnasi ekstrak jati dengan pelarut metanol mampu
meningkatkan stabilitas dimensi pada kayu jati JCT umur 5 tahun.
Perlakuan impregnasi kayu dengan campuran ekstrak jati dan
damar ataupun campuran ekstrak jati dan sirlak dengan pelarut
metanol mampu meningkatkan stabilitas dimensi kayu JCT umur 5
tahun dan karet. Perlakuan tersebut memberikan pengaruh
Tahun 2012
Tahun 2013
5
stabilisasi dimensi yang lebih tinggi (terutama pada JCT)
dibandingkan dengan hanya menggunakan ekstrak jati
E. Ruang Lingkup
Lingkup kegiatan ini adalah ekstraksi, impregnasi, pengeringan,
pengujian stabilisasi dimensi (perubahan dimensi), tekan sejajar dan
tekan tegak lurus serat, keawetan terhadap rayap kayu kering dan
rayap tanah, struktur anatomi, dan perubahan permukaan fisik kayu,
serta analisis finansial sederhana untuk kayu JCT dan jabon yang
diimpregnasi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stabilisasi Dimensi
Stabilitas dimensi adalah kemampuan kayu untuk tidak
mengembang dan menyusut ketika berada pada kondisi lingkungan
dengan perubahan suhu dan kelembaban yang berfluktuasi.
Stabilisasi dimensi kayu disebut juga dengan penstabilan kembang-
susut kayu, yaitu upaya untuk mencegah timbulnya pecah dan
retaknya pada kayu (Kasmudjo dan Anwar, 1992). Menurut Hill (2006),
stabilisasi dimensi tidak berhubungan dengan penggantian hidroksil
tetapi dengan persen penambahan berat (WPG) dari modifikasi
dinding sel.
Salah satu metode untuk menstabilkan dimensi kayu adalah
metode “bulking”, yaitu perendaman bahan baku atau produk dalam
bahan stabilisator pada jangka waktu tertentu sehingga kayu tersebut
menjadi padat dan stabil (Rowell, 2005). Kriteria yang biasa digunakan
untuk menentukan stabilisasi dimensi kayu antara lain dari nilai
koefisien penyusutan dan pengembangan volumetris (volumetric
swelling and shrinking coeffisients), efisiensi anti penyusutan (anti-
shrinking efficiency), efisiensi anti pengembangan (anti-swelling
efficiency) [Pandey et al., 2009], atau perbandingan antara
penyusutan tangensial terhadap radial kayu (T/R rasio). Pada cara
terakhir, jika nilai T/R rasio melebihi 2 maka diindikasikan kayu
tersebut tidak stabil dimensinya (Bowyer et al., 2007).
B. Pemadatan Kayu
Pemadatan atau densifikasi kayu menurut Tomme et al. (1998)
bertujuan untuk meningkatkan kekuatan, kekerasan permukaan dan
kekuatan geser kayu, serta menstabilkan dimensi kayu sebagai akibat
telah berkurangnya porositas kayu. Pemadatan kayu menurut Korkut
dan Bektas (2008) bisa dilakukan secara fisika, yaitu dengan
7
memanaskan kayu pada suhu tinggi kemudian dipadatkan atau
dikempa. Namun hasil penelitian Iida dan Norimoto (1987)
menunjukkan kayu yang sudah dipadatkan diketahui dapat pulih
kembali ke bentuk semula jika ditempatkan dalam ruangan yang
berkelembaban tinggi. Namun pemulihan ke ketebalan semula kayu
yang dipadatkan menurun bergantung pada persentase pemadatan,
suhu dan lamanya pemanasan (Sugiyama dan Norimoto, 2006; Gong
dan Lamason, 2007).
Pemadatan kayu untuk menstabilkan dimensi kayu bisa
dilakukan dengan perlakuan impregnasi. Impregnasi menurut Yildiz et
al. (2005) adalah mengisi kayu dengan monomer vinil yang diikuti
oleh polimerisasi radikal bebas ke dalam lumen dan dinding sel,
sehingga kekuatan kompresi dan kekerasan kayu meningkat. Menurut
beberapa peneliti (Balfas, 2007; Pandey et al., 2009; Ibach, 2010)
impregnasi juga dapat dilakukan dengan memasukkan bahan resin ke
dalam struktur rongga kayu. Bahan resin tersebut berperan sebagai
bahan pengisi (bulking agent). Deposisi resin dalam struktur kayu
dapat menutup sebagian besar tempat ikatan air pada polimer kayu,
sehingga kayu tidak mudah menyerap air atau mengalami
pengembangan pada saat digunakan di lingkungan lembab atau
basah, dan lebih padat.
Bahan impregnasi dari campuran resin dan ekstrak limbah jati
tua dapat meningkatkan ketahanan kayu terhadap rayap serta
membuat warna permukaan kayu mendekati warna jati tua. Hal ini
karena komponen antrakinon (2-methyl antraquinone) dalam jati tua
cukup besar, yaitu sekitar 13,54% (Basri et al., 2013). Antrakinon
termasuk senyawa tektokinon, merupakan zat ekstraktif penting yang
membuat kayu jati tahan terhadap organisme perusak (Haupt et al.,
2003) dan memberikan warna khas pada jati (Lukmandaru, 2009).
8
C. Persyaratan Kayu untuk Mebel
Menurut Menon dan Burgess (1979), tiga faktor penting yang
perlu dipertimbangkan dalam memilih kayu sebagai bahan baku
mebel, sebagai berikut:
- Kekuatan cukup. Hal ini karena bagian-bagian mebel tertentu akan
menerima beban secara terus menerus atau sesekali, di mana
beban-beban ini akan disebarkan secara merata, termasuk pada
sambungan. Menurutnya kekuatan kayu (kelas kuat) berhubungan
dengan kerapatan atau berat jenis. Kayu dengan kelas kuat tinggi
(I-II) umumnya kurang diminati karena sulit untuk memindah-
mindahkan mebelnya.
- Dimensi stabil. Dimensi kayu untuk mebel harus stabil dalam
penggunaan karena perubahan dimensi akan menyebabkan distorsi
pada komponen-komponen mebel, terlepasnya sambungan antar
komponen, delaminasi pada komponen yang direkat, sulit menarik
dan membuka pintu, dsb. Kayu yang dikeringkan dengan baik
biasanya mampu mengatasi permasalahan tersebut.
- Sifat pemesinan baik. Kayu untuk mebel harus mudah digergaji,
diserut, diketam, ataupun dibor. Kayu yang kadar ekstraktifnya
tinggi akan membuat bilah gergaji mudah tumpul.
Selanjutnya nilai dekoratif untuk produk mebel sangat diperlukan
karena sebagai barang pajangan membutuhkan gambaran-gambaran
serat yang baik, unik, dan menarik, sehingga nilai dekoratif pada kayu
merupakan hal yang penting (Prawirohatmodjo, 2001). Bagian kayu
yang disenangi untuk dijadikan mebel umumnya yang porsi kayu
terasnya lebih tinggi dibandingkan porsi kayu gubalnya karena
memiliki dimensi lebih stabil, lebih padat, dan juga lebih awet.
Dalam perdagangan, persyaratan kayu untuk bahan baku
furnitur atau mebel harus memenuhi SNI 01-0608-1989 (BSN, 1989)
dan persyaratan teknis lain (Prawirohatmodjo, 2001; Prayitno, 2007)
yaitu berberat jenis sedang (kelas kuat III), dimensi stabil, dan bernilai
9
dekoratif sebagaimana telah diuraikan oleh Menon dan Burgess
(1979).
D. Kayu Jati Cepat Tumbuh dan Jabon
1. Jati cepat tumbuh (JCT)
Kayu jati (Tectona grandis) cepat tumbuh dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan pasar akan kayu jati konvensional yang dari
tahun ke tahun mengalami penurunan. Kayu jati cepat tumbuh
merupakan turunan dari induk jati yang dikembangkan melalui kultur
jaringan. Pada umur 5 tahun, tinggi pohon JCT bisa mencapai 15 m
dan diameter 21 cm (Basri dan Wahyudi, 2013). Hasil penelitian
Damayanti (2010), menunjukkan meskipun diameter batang JCT
hampir dua kali diameter batang jati konvensional namun memiliki BJ
lebih rendah dan corak jatinya kurang nampak dibandingkan jati
konvensional.
Dimensi kayu JCT belum stabil. Hal ini ditunjukkan dari nilai
rasio penyusutan dimensi tangensial terhadap radial (T/R rasio) kayu
tersebut pada umur 5 tahun berada pada kisaran 3 sampai 4 (Basri et
al., 2012; Basri dan Wahyudi, 2013), sementara jati konvensional
umur tua di bawah 2 (Martawijaya et al., 2005a). Menurut Bowyer et
al. (2007), jika nilai T/R-rasio suatu jenis kayu melebihi 2 maka
diindikasikan kayu tersebut tidak stabil dimensinya.
2. Jabon
Jabon (Antocephalus cadamba Miq.) tumbuh baik pada
ketinggian 0–1000 meter dari permukaan laut, pada jenis tanah
lempung, podsolik cokelat dan aluvial lembab yang umumnya terdapat
di sepanjang sungai yang beraerasi baik (Martawijaya et al., 2005b).
Selanjutnya dikatakan daerah penyebaran jabon meliputi seluruh
Sumatera dan Sulawesi, sebagian Jawa dan Kalimantan, serta Papua
dan Nusa Tenggara Barat. Saat ini jabon banyak ditanam oleh
masyarakat di Pulau Jawa dalam skala besar.
10
Dibandingkan dengan jenis kayu tanaman lain, kayu jabon
pertumbuhannya sangat cepat. Jika kondisi tanah serta lingkungan
pertumbuhannya optimal maka tanaman ini bisa dipanen hanya dalam
jangka waktu 5 tahun dengan diameter batang bisa mencapai sekitar
30 - 40 cm (Ridha, 2012). Selain pertumbuhannya yang cepat,
keunggulan jabon di antaranya memiliki tingkat kelurusan batang yang
sangat bagus dengan batang bebas cabang sampai 60%. Cabangnya
rontok sendiri sehingga tidak memerlukan pemangkasan dan Iebih
tahan terhadap penyakit. Ciri umum jabon antara lain warna kayunya
putih krem (kuning terang) sampai sawo kemerah-merahan, tekstur
kayu agak halus dan berserat lurus yang kadang-kadang agak
berpadu dengan yang mengkilap atau agak mengkilap (Martawijaya et
al., 2005b), memungkinkan kayu tersebut dapat dijadikan bahan
mebel asalkan menggunakan teknologi pengolahan yang tepat.
Seperti halnya jati cepat tumbuh, dimensi kayu jabon umur
muda belum stabil. Hasil penelitian Basri et al. (2012) menunjukkan
nilai T/R-rasio kayu jabon umur 5 tahun masih di atas 2 (rata-rata 2,5),
sehingga belum memenuhi persyaratan SNI 01-0608-1989 (BSN,
1989) untuk bahan baku mebel.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Bahan dan Peralatan
Bahan kayu yang diimpregnasi adalah jati cepat tumbuh (JCT)
dan kayu jabon umur 5 tahun yang diambil di Jawa Barat. Serbuk
kayu jati tua diambil dari Cepu (Jawa Tengah). Bahan impregnasi
yang digunakan, masing-masing adalah campuran ekstrak jati dengan
pelarut air panas dan resin larut air (polivinil asetat dan vinil akrilik),
serta ekstrak jati dengan pelarut NaOH 0,5% dan resin resorsinol
teknis.
Peralatan untuk penelitian, antara lain alat penggerus kayu
(hammermill), mesin vakum-tekan untuk impregnasi, timbangan
elektrik digital, termometer, peralatan ekstraksi, bak penangas air
(waterbath), pengaduk, beakerglass, erlenmeyer, kertas saring,
penjepit kayu, oven, kantong plastik, kaliper digital, cover glass, dan
mikroskop.
B. Prosedur Kerja
Kegiatan utama penelitian adalah stabilisasi dimensi kayu,
sedangkan kegiatan pendukung yaitu pengujian tekan sejajar dan
tegak lurus serat (sifat mekanis), ketahanan kayu terhadap rayap kayu
kering dan rayap tanah (sifat keawetan), struktur anatomi, dan
perubahan permukaan fisik kayu secara visual.
1. Persiapan contoh uji
Contoh uji untuk stabilisasi dimensi: 1cm (T) x 1cm (L) x 10 cm
(R) dan 1cm (R) x 1cm (L) x 10 cm (Gambar 1). Contoh uji untuk sifat
mekanis kayu: 2 cm (T) x 2 cm (R) x 6 cm (L) dan 2 cm (T) x 2 cm (R)
x 9 cm (L). Contoh uji untuk sifat keawetan kayu terhadap rayap kayu
kering 2 cm (T) x 2 cm (R) x 5 cm (L) dan rayap tanah 2,5 cm (T) x
0,5 cm (R) dan 2,5 cm (L). Sortimen contoh hasil uji coba dari
perlakuan yang diaplikasikan: 2 cm x 5 cm x 20 cm. Jumlah contoh uji
12
setiap jenis kayu untuk setiap perlakuan 5 buah. Sebelum
diimpregnasi, semua contoh uji dan sortimen dikeringkan dalam oven
pada suhu ±63oC hingga kadar airnya sekitar 10%.
Gambar 1. Pola pengambilan contoh uji kayu
2. Ekstraksi
Serbuk kayu jati tua digiling kemudian diayak (200 mesh) dan
dijadikan 2 kelompok. Kelompok I, serbuk hasil ayakan direbus
dengan air pada suhu 80oC selama 2-3 jam dan kelompok II sama
seperti perlakuan pada kelompok I hanya ditambahkan 0,5% NaOH
pada saat perebusan. Berikutnya, larutan disaring dengan kain dan
ampas yang tertinggal diperas lagi untuk mendapatkan cairan sisa.
3. Pelaksanaan percobaan
Bahan untuk impregnasi, masing-masing terdiri atas ekstrak
jati murni umur 60 tahun sebagai pembanding (K) dan campuran
ekstrak jati tua dengan 6 resin larut air serta ekstrak jati tua dengan
resin resorsinol teknis. Perlakuan 1-3 terdiri atas larutan ekstrak jati
kelompok I dan resin polivinil asetat, masing-masing dengan
konsentrasi 8%, 10%, dan 12%. Perlakuan 4-6 terdiri atas larutan
ekstrak jati kelompok I dan resin vinil akrilik dengan konsentrasi yang
sama, yaitu 8%, 10%, dan 12%. Perlakuan 7-8 terdiri atas larutan
campuran ekstrak jati kelompok II dengan dua komposisi resorsinol
teknis (ER1 dan ER2), masing-masing sebagai berikut:
Radial
Tangensial
13
- Komposisi ER1: 0,5 kg resorsinol padatan + 0,5 liter formalin kadar
37%;
- Komposisi ER2: 0,5 kg resorsinol padatan + 0,5 liter formalin kadar
37% + 0,05 kg NaOH padatan.
di mana: resorsinol teknis di atas dengan masing-masing komposisi, dicampurkan ke dalam 10 liter larutan ekstrak jati.
Semua contoh uji setelah ditimbang beratnya, dimasukkan ke
dalam tabung impregnasi berkapasitas 7 liter (Gambar 2).
Gambar 2. Tabung vakum-tekan
Setiap tabung memuat 40 contoh uji. Tabung kemudian ditutup
rapat dan diikuti dengan proses vakum selama 30 menit. Larutan resin
1 sampai resin 8 (R1 – R6, ER1 - ER2) secara bergantian
dimasukkan ke dalam tabung hingga penuh, kemudian diberi tekanan
sebesar 12 kg/cm2 selama satu jam pada suhu kamar. Setelah itu
contoh uji dikeluarkan dari tabung dan ditiris selama 10 menit.
Berikutnya contoh uji dikeringkan kembali dalam oven pada suhu
±63oC hingga mencapai kadar air 10%, dan ditimbang berat
keringnya.
6. Pengujian
Pada penelitian ini akan dilakukan beberapa macam pengujian,
yaitu pengembangan dimensi (swelling), sifat mekanis kayu (tekan
sejajar serat dan tekan tegak lurus serat), struktur anatomi, keawetan
14
terhadap rayap kayu kering dan rayap tanah, serta pengamatan
terhadap kualitas permukaan kayu. Pengembangan dimensi pada
arah radial dan tangensial contoh uji dilakukan dengan mengamati
perubahan dimensi contoh uji yang direndam dalam swellometer pada
periode rendaman 5 menit, 10 menit, 30 menit, 1 jam, 4 jam dan 24
jam sebagaimana diuraikan dalam Balfas (2007). Persentase
pengembangan dimensi kayu mengacu pada Mantanis (1994),
sebagai berikut :
%P = Sd – Od x 100% Od
%P = persentase pengembangan dimensi Sd = dimensi contoh uji kayu yang diimpregnasi Od = dimensi contoh uji kering oven
Efektifitas perlakuan stabilisasi dimensi pada kondisi dan jenis kayu
tertentu ditentukan melalui perhitungan nilai anti swelling efficiency
(ASE) dengan rumus sebagai berikut:
ASE = (Sc – St) x 100% Sc
Sc = nilai pengembangan pada contoh uji kontrol St = nilai pengembangan pada contoh uji perlakuan
Pengujian sifat mekanis kayu mengacu pada ASTM D 143-94
(ASTM, 1995) dan ketahanan atau keawetan kayu terhadap rayap
kayu kering dan rayap tanah pada SNI 01-7207-2006 (BSN, 2006),
sebagaimana tampak dalam tabel di bawah.
% Pengurangan berat
Derajat serangan1 Kelas
ketahanan1
Keterangan
% Nilai
< 3,52 0 - 5 0 I A (tidak ada serangan) 3,53 –7,50 6 - 15 40 II B (ada bekas gigitan) 7,51 – 10,96 16 - 35 70 III C (serangan ringan)
10,97 –18,94 36 - 50 90 IV D (serangan berat)
> 18,94 > 50 100 V E (kayu hancur, 50% habis dimakan rayap)
1) Sumber : SNI 01-7207-2006 (BSN, 2006)
15
Pengamatan ciri anatomi kayu berdasarkan IAWA List (Wheeler
et al, 1989 dalam Rulliaty, 2013) dan pengambilan gambar sampel
kayu setelah impregnasi secara makroskopis pada ketiga bidang
menggunakan scanner dan dinolite (perbesaran 55x s.d 210x).
Perubahan permukaan fisik kayu setelah diberi perlakuan impregnasi,
seperti warna dan kecerahaan permukaan akan diamati secara
visual.
C. Analisa Data
Analisa data secara statistik dilakukan untuk stabilisasi dimensi
dan mekanis kayu. Dalam penelitian ini terdapat 9 taraf perlakuan
impregnasi, yaitu K (hanya ekstrak jati tua/kontrol), R1-R3 (campuran
ekstrak jati dan resin vinil akrilik dengan konsentrasi 8%, 10%, dan
12%), R4-R6 (campuran ekstrak jati dan resin polivinil asetat dengan
konsentrasi 8%, 10%, dan 12%). ER1 dan ER2, masing-masing
campuran ekstrak jati dengan 2 komposisi resorsinol teknis. Setiap
kelompok terdiri atas 2 jenis kayu (JCT dan jabon) dan 2 arah serat
(tangensial dan radial). Setiap taraf terdiri dari 5 contoh uji sebagai
ulangan. Untuk mengetahui tingkat efektivitas perlakuan terhadap
stabilitas dimensi dan sifat mekanis kayu dilakukan analisis data
secara faktorial dan kemudian dilanjutkan dengan uji beda menurut
Dunnett (Steel dan Torrie, 1980).
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Anatomi Kayu
1. Kayu jabon
Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh : baur (ciri 5),
pembuluh sebagian besar soliter (>60%), ganda 2 radial (>30%) dan
sisanya bergerombol. Diameter pembuluh 121,03±0,8 µm (ciri 42);
frekuensi pembuluh 4,25±0,5/mm2 (ciri 46). Bidang perforasi
sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-seling (ciri 22)
berukuran sedang 7,86±0,8 µm (ciri 26), ceruk antar pembuluh dan
jari-jari dengan halaman jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk
dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Tilosis tidak ada. Parenkima:
parenkim aksial apotrakea tersebar (ciri 76). Jari-jari : lebar jari-jari 1-3
seri (ciri 97), jari-jari 2 ukuran yang jelas (ciri 103), komposisi sel jari-
jari dengan tubuh jari-jari sel baring dengan 2-4 jalur sel tegak atau sel
bujursangkar marjinal (ciri 107). Frekuensi jari-jari ≥12 per mm (ciri
116). Serat : serat bersekat dijumpai (ciri 65). Dinding serat sangat
tipis (ciri 68)
Gambar 3. Struktur mikroskopis kayu jabon
2. Kayu jati cepat tumbuh (JCT)
Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh : baur (ciri 5),
pembuluh soliter >90% (ciri 9), sisanya ganda 2 radial. Diameter
pembuluh 151,76±6,8 µm (ciri 42); frekuensi pembuluh 5,5±0,6/mm2
17
(ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh
selang-seling (ciri 22) berukuran sangat kecil 3,5±0,2 µm, ceruk antar
pembuluh dan jari-jari dengan halaman jelas, serupa dalam ukuran
dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Tilosis umum
ditemukan (ciri 56). Parenkima: parenkim aksial paratrakea vasisentrik
(ciri 79), dan parenkim marginal (ciri 89). Jari-jari : lebar jari-jari 1-3
seri (ciri 97) dan ditemukan pula jari-jari dengan lebar 4-5 sel (ciri 98),
komposisi dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri
106). Frekuensi jari-jari > 4-12 per mm (ciri 115). Serat : serat
bersekat ditemui (ciri 65). Dinding serat sangat tipis (ciri 68).
Gambar 4. Struktur mikroskopis kayu JCT
B. Ekstraksi Kayu Jati
Ekstraksi serbuk jati dengan pelarut air menunjukkan hasil yang
sangat terbatas, yaitu berkisar 0,8 sampai dengan 1% (Tabel 1). Hasil
ekstrak ini sangat kecil jumlahnya dibandingkan dengan kelarutan
kayu jati dalam air panas yang dilaporkan Abdurahim et al. (2005a)
yaitu bisa mencapai 11,1%. Namun, ekstraksi serbuk jati dalam
larutan NaOH 0,5% menghasilkan ekstrak rata-rata sebesar 11,25%
(kadar padatan), relatif proporsional dengan hasil ekstraki dalam
NaOH 1% sebesar 19,8% yang dilaporkan Abdurahim et al. (2005a).
18
Tabel 1. Rata-rata hasil ekstraksi serbuk jati dalam air panas dan NaOH 0,5%
Pelarut Ulangan Ekstrak (%)
Air panas
1 0,83
2 1,02
3 0,95
Rata-rata 0,93
Air panas+ 0,5% NaOH
1 9,73
2 12,53
3 11,50
Rata-rata 11,25
C. Impregnasi Kayu
Serupa dengan fenomena perlakuan impregnasi kayu dengan
ekstrak jati larut metanol pada penelitian sebelumnya (Basri et al.,
2013), contoh uji kayu JCT dan kayu jabon yang diimpregnasi dengan
ekstrak jati larut air menunjukkan keragaman penambahan berat
secara nyata (p>99%) menurut jenis kayu, orientasi serat dan ukuran
contoh uji, seperti tampak pada Tabel 2, serta Lampiran 1A dan 1B.
Penambahan berat pada contoh kayu radial baik pada JCT maupun
jabon lebih besar daripada contoh kayu tangensial. Hal ini terutama
disebabkan oleh faktor yang mendukung penetrasi larutan pada
struktur kayu radial lebih baik dibandingkan dengan kayu tangensial
karena jari-jarinya lebih terbuka, sehingga larutan impregnan lebih
banyak masuk pada kayu radial (Panshin and de Zeuw, 1980).
Penambahan berat basah pada kayu jabon secara ekstrim lebih
tinggi daripada kayu JCT untuk semua ukuran contoh uji (Tabel 2).
Perbedaan ini menunjukkan bahwa kayu jabon memiliki sifat
penetrabilitas atau permeabilitas yang jauh lebih baik dibandingkan
kayu JCT. Faktor anatomi, terutama aspek pernoktahan (ceruk) dan
ukuran pembuluh yang lebih sempit, serta kehadiran tilosis yang lebih
banyak pada kayu JCT mungkin menjadi pembatas penetrabilitasnya
dibandingkan dengan struktur anatomi kayu jabon. Pada uraian
anatomi di atas tampak bahwa kayu jabon memiliki ukuran ceruk antar
pembuluh sebesar 7,9 µm, sedangkan kayu JCT hanya sekitar 3,5
19
µm. Pada sisi lain, kayu jabon memiliki porositas baur dengan
pengelompokan pembuluh soliter (>60%), ganda 2 radial (>30%) dan
sisanya bergerombol. Sedangkan kayu JCT mempunyai persentasi
pembuluh soliter lebih banyak yaitu >90%. Kehadiran pembuluh
berganda dan bergerombol dalam porsi yang lebih besar pada kayu
jabon dapat mengakomodir bahan impregnan masuk lebih banyak ke
dalam struktur kayu ini.
Penambahan berat basah pada contoh uji pengembangan kayu
JCT lebih besar daripada contoh uji keteguhan yang berukuran lebih
besar (Tabel 2), sedangkan pada kayu jabon berlaku hubungan
sebaliknya. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh faktor struktur
anatomis kedua jenis kayu tersebut.
Penambahan berat kering akibat deposisi ekstrak jati pada
contoh uji kayu JCT relatif sangat kecil, yaitu kurang dari 1% (Tabel 2)
dibandingkan dengan penambahan berat kering pada kayu jabon yang
dapat mencapai lebih dari 3%. Perbedaan ini juga bisa disebabkan
oleh perbedaan karakteristik anatomi kedua jenis kayu tersebut
sebagaimana diuraikan di atas.
Tabel 2. Penambahan berat contoh uji akibat impregnasi ekstrak jati
Contoh uji Jenis dan penampang
Berat, gr Tambah berat, %
Awal Basah Kering Basah Kering
Pengembangan (1 x 1 x 10 Cm)
JCT Radial Tangensial
5,30 5,40
8,95 8,49
5,32 5,40
51,98 31,15
0,03 0,00
Jabon Radial Tangensial
3,97 4,25
8,53 8,04
4,04 4,27
114,86 89,18
0,21 0,04
Keteguhan tekan ┴ serat (2 x 2 x 6 Cm)
JCT 13,42 18,04 13,51 34,43 0,07
Jabon 7,35 19,10 7,54 159.86 2,59
Keteguhan tekan // serat (2 x 2 x 9 Cm)
JCT 21,04 29,41 21,26 39,78 1,05
Jabon 12,07 33,08 12,45 174,07 3,15
20
Perlakuan impregnasi kayu dengan campuran ekstrak jati dan
vinil akrilik menyebabkan penambahan berat pada contoh uji secara
beragam menurut jenis kayu, orientasi serat dan dimensi contoh uji
(Tabel 3, Lampiran 2A dan 2B). Penambahan berat akibat perlakuan
ini pada kayu jabon jauh lebih tinggi dibandingkan penambahan berat
pada kayu JCT, baik berat basah maupun berat kering. Penambahan
berat basah pada kayu jabon dapat mencapai lebih dari 150%
dibandingkan dengan penambahan berat basah pada JCT untuk
ukuran contoh uji yang sama (Tabel 3). Demikian juga penambahan
berat kering contoh uji kayu jabon dapat mencapai lebih dari 100%
dibandingkan penambahan berat kering kayu JCT. Perbedaan ini
terutama berkaitan dengan struktur kayu jabon yang lebih poros
dibandingkan dengan struktur kayu JCT. Pada arah orientasi serat
berbeda, contoh uji radial cenderung memiliki penambahan berat lebih
besar daripada contoh uji tangensial.
21
Tabel 3. Penambahan berat (%) akibat impregnasi dengan campuran ekstrak jati dan vinil akrilik
Contoh uji
Jenis dan penampang
Vinil akrilik 8% Vinil akrilik 10% Vinil akrilik 12%
Basah Kering Basah Kering Basah Kering
Pengembangan (1 x 1 x 10 Cm)
JCT Radial Tangensial
143.05 114.58
8.22 5.79
117,25 120,93
6,72 7,83
128,56 111,43
7,94 7,22
Jabon Radial Tangensial
247.23 199.88
12.32 11.70
211,73 202,08
14,31 16,99
237,72 196,40
13,46 13,00
Keteguhan tekan ┴ serat (2 x 2 x 6 Cm)
JCT 123.46 5,88 99,52 6,78 80,62 5,10
Jabon 212,04 10,42 209,99 11,95 214,21 12,16
Keteguhan tekan // serat (2 x 2 x 9 Cm)
JCT 106,21 7,41 85,73 6,49 75,06 5,04
Jabon
216,36
10,66 220,30 12,07 213,30 10,91
22
Pengaruh faktor ukuran kayu dalam perlakuan ini tampak pada
contoh uji yang berukuran lebih kecil cenderung mengalami
penambahan berat lebih besar daripada contoh uji yang berukuran
lebih besar. Impregnasi dengan campuran ekstrak jati dan vinil akrilik
dapat menyebabkan penambahan berat basah lebih dari 200% (Tabel
3). Pada perlakuan ini penambahan berat pada contoh uji juga
dipengaruhi oleh konsentrasi vinil akrilik yang digunakan. Makin tinggi
konsentrasi resin vinil akrilik dalam ekstrak jati cenderung
menyebabkan penambahan berat lebih tinggi pada contoh uji setelah
impregnasi.
Pengaruh penambahan berat basah maupun kering pada
contoh uji yang diimpregnasi dengan larutan ekstrak jati dan polivinil
asetat (Tabel 4) menunjukkan pola keragaman yang serupa dengan
perlakuan ekstrak jati dan vinil akrilik (Tabel 3). Contoh uji kayu jabon
secara konsisten mengalami penambahan berat yang lebih besar
daripada contoh uji kayu JCT (Tabel 4). Contoh uji kayu JCT radial
mengalami pertambahan berat lebih kecil dibandingkan dengan kayu
JCT tangensial, sedangkan pada contoh uji kayu jabon berlaku
hubungan sebaliknya. Pertambahan berat kering pada contoh uji
kedua jenis kayu berbanding lurus dengan pertambahan konsentrasi
resin polivinil asetat dalam larutan ekstrak jati.
23
Tabel 4. Penambahan berat (%) akibat impregnasi dengan campuran ekstrak jati dan polivinil asetat (PA)
Contoh uji Jenis dan
penampang
PA 8% PA10% PA 12%
Basah Kering Basah Kering Basah Kering
Pengembangan (1 x 1 x 10 Cm)
JCT Radial Tangensial
116,43 116,86
1,89 2,55
116,41 115,39
2,94 3,23
123,41 115,01
6,08 6,39
Jabon Radial Tangensial
155,86 233,25
4,94 6,14
230,45 180,61
7,18 6,83
259,15 200,76
12,95 9,94
Keteguhan tekan ┴ serat
(2 x 2 x 6 Cm)
JCT 117,23 1,76 109,85 3,60 120,37 5,95
Jabon 193,99 3,48 198,61 4,12 209,92 7,57
Keteguhan tekan // serat
(2 x 2 x 9 Cm)
JCT 118,10 1,31 113,25 3,80 112,44 7,86
Jabon 224,50 5,45 212,66 5,19 225,14 9,02
Keterangan: PA= polivinil asetat
24
Perlakuan impregnasi dengan campuran ekstrak jati dan
resorsinol teknis memiliki penambahan berat lebih besar (Tabel 5)
dibandingkan dengan pertambahan berat contoh uji yang diberi
perlakuan impregnan lainnya. Perlakuan impregnasi dengan larutan
komposisi pertama (ER1) secara nyata (p>99%) memberikan
penambahan berat kering lebih rendah dibandingkan dengan
komposisi ke dua (ER2) untuk semua faktor jenis kayu, orientasi serat,
maupun ukuran contoh uji. Perbedaan deposit ini mungkin
disebabkan oleh kandungan ekstraktif jati yang lebih banyak pada
komposisi ER2 sebagaimana ditunjukkan pada nilai kelarutan
ekstraksi dengan 0,5% NaOH pada Tabel 1, sehingga impregnasi
dengan larutan ER2 memberikan deposisi senyawa yang lebih berat.
Tabel 5. Penambahan berat (%) akibat impregnasi ekstrak jati dan
resorsinol teknis
Contoh uji Jenis dan penampang
ER1 ER2
Basah Kering Basah Kering
Pengembangan (1 x 1 x 10 Cm)
JCT Radial Tangensial
106,43 117,60
6,96 7,80
97,45
116,13
9,02
10,00
Jabon Radial Tangensial
251,55 185,42
16,29 14,51
270,96 177,57
22,06 16,75
Keteguhan tekan ┴ serat (2 x 2 x 6 Cm)
JCT 98,92 5,38 99,27 7,47
Jabon 236,44 14,68 196,92 20,28
Keteguhan tekan // serat (2 x 2 x 9 Cm)
JCT 96,73 4,65 103,92 6,79
Jabon 224,62 12,54 223,21 18,48
Keterangan: ER1=Ekstrak jati+resorsinol teknis 1; ER2= Ekstrak jati+ resorsinol teknis 2
Hasil analisis keragaman pada perubahan dimensi kayu selama
perendaman dalam air (Lampiran 2) menunjukkan keragaman yang
nyata (p>99%) menurut jenis kayu, perlakuan dan ukuran contoh uji.
Pengembangan radial (Gambar 5) maupun tangensial (Gambar 6)
25
kayu JCT lebih tinggi dibandingkan kayu jabon maupun kayu jati tua.
Meskipun begitu, kayu JCT termasuk stabil karena rasio
pengembangan dimensi tangensial terhadap radialnya atau T/R rasio
hanya 1,83. Menurut Bowyer et al. (2007), jika nilai T/R rasio suatu
jenis kayu sama atau lebih kecil dari 2 (T/R ≤ 2), maka diindikasikan
kayu tersebut stabil dimensinya. Kayu jabon, meskipun
pengembangan dimensinya lebih rendah dari kayu JCT, namun nilai
T/R kayu tersebut tinggi yaitu 2,41. Hal ini menunjukkan kayu tersebut
tidak stabil.
Gambar 5. Pengembangan pada contoh uji kontrol radial
Gambar 6. Pengembangan pada contoh uji kontrol tangensial
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
5 Menit 10 Menit 30 menit 1 Jam 4 Jam 24 Jam
Waktu rendaman
Pengem
bangan (
%)
Jati Tua
JCT
Jabon
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
5 Menit 10 Menit 30 menit 1 Jam 4 Jam 24 Jam
Waktu rendaman
Pengem
bangan (
%)
Jati Tua
JCT
Jabon
26
Perlakuan impregnasi dengan hanya menggunakan ekstrak jati
memberikan pengaruh nyata pada kedua jenis kayu, terutama pada
awal proses rendaman (5 sampai 10 menit). Pengaruh ini tampak
jelas pada Gambar 7, di mana bentuk kenaikan kurva lebih landai
pada periode rendaman tersebut dibandingkan dengan pola kurva
yang terjadi pada contoh uji kontrolnya, baik pada kayu JCT maupun
jabon (Gambar 5 dan 6). Nilai anti swelling efficiency (ASE) pada
contoh uji JCT yang diimpregnasi dengan ekstrak jati umumnya
kurang dari 20% (Tabel 6) dan pada kayu jabon tertinggi hanya
mencapai 23,15% (Tabel 7). Hasil ini menunjukkan deposisi ekstrak
jati pada kayu JCT maupun jabon tidak efektif menahan laju absorpsi
air selama proses rendaman dalam air. Dengan kata lain perlakuan
impregnasi dengan hanya ekstrak jati belum mampu meningkatkan
sifat stabilitas dimensi kayu JCT maupun jabon.
Gambar 7. Pengembangan pada contoh uji impregnasi ekstrak jati
Perlakuan impregnasi dengan campuran ekstrak jati dan vinil
akrilik menunjukkan efektifitas yang berbeda menurut jenis kayu dan
waktu rendaman (Tabel 6 dan Tabel 7). Nilai ASE pada contoh uji
tangensial kayu JCT yang diberi perlakuan dengan campuran vinil
akrilik 12% bisa mencapai 49,06% (Tabel 6), sedangkan pada contoh
uji kayu jabon bisa lebih dari 90%. Hal ini menunjukkan bahwa
0
1
2
3
4
5
6
5 Menit 10 Menit 30 menit 1 Jam 4 Jam 24 Jam
Waktu rendaman
Pengem
bangan (
%)
JCT-R
JCT-T
Jabon-R
Jabon-T
27
perlakuan impregnasi dengan campuran ekstrak jati dan vinil akrilik
hanya efektif meningkatkan stabilitas dimensi pada kayu jabon.
Perbedaan efektifitas perlakuan tersebut mungkin disebabkan oleh
deposisi resin yang lebih banyak pada kayu jabon dibandingkan
dengan kayu JCT (Tabel 3). Penambahan konsentrasi vinil akrilik
pada larutan ekstrak jati cenderung meningkatkan nilai stabilitas
dimensi pada kedua jenis kayu.
Perlakuan impregnasi dengan menggunakan campuran ekstrak
jati dan polivinil asetat memberikan pengaruh peningkatan stabilitas
dimensi yang lebih baik pada kedua jenis kayu dibandingkan dengan
perlakuan menggunakan campuran ekstrak jati dan vinil akrilik (Tabel
6 dan Tabel 7). Penambahan polivinil asetat sebanyak 8% pada
ekstrak jati mampu meningkatkan nilai ASE hingga 74% pada kayu
JCT (Tabel 6) atau 98% pada kayu jabon (Tabel 7). Penambahan
konsentrasi polivinil asetat pada larutan ekstrak jati memberikan
pengaruh peningkatan nilai ASE secara proporsional. Pada Tabel 6
tampak bahwa nilai stabilitas dimensi kayu JCT mengalami
peningkatan secara nyata (p>95%) dengan penambahan konsentrasi
polivinil asetat dari 8 ke 12%. Fenomena serupa juga dijumpai pada
nilai ASE kayu jabon (Tabel 7).
Perlakuan impregnasi paling efektif menunjukkan nilai ASE
yang tinggi adalah perlakuan kedua jenis kayu dengan campuran
ekstrak jati (EJ2) dan resorsinol teknis (ER 1 dan ER2), sebagaimana
tampak dalam Tabel 6 dan Tabel 7. Pada kedua perlakuan tersebut,
nilai efisiensi anti pengembangan (ASE) dapat mencapai lebih dari
100% pada kayu JCT, bahkan pada kayu jabon dapat mencapai lebih
dari 170%. Efektifitas yang tinggi pada perlakuan ini dibandingkan
perlakuan lainnya menggunakan ekstrak jati murni, campuran ekstrak
jati dan vinil akrilik maupun ekstrak jati dan polivinil asetat mungkin
disebabkan oleh perbedaan reaksi yang bersifat lebih hidrofobik
antara struktur kayu dengan resorsinol teknis, dibandingkan dengan
kedua resin tersebut.
28
Penggunaan campuran larutan ekstrak jati dengan resorsinol
teknis 1 (ER1) maupun larutan ekstrak jati dengan resorsinol teknis 2
(ER2), secara konsisten menunjukkan peningkatan nilai ASE lebih
baik daripada campurannya dengan ekstrak jati yang dilarutkan dalam
air panas (EJ1). Perbedaan ini mungkin berhubungan dengan
kandungan padatan (solid content) yang lebih banyak pada ER2
dibandingkan dengan ER1.
Tabel 6. Nilai efisiensi anti pengembangan (%) kayu JCT menurut perlakuan, arah serat dan waktu rendaman
Perlakuan
Arah serat
Waktu rendaman
5 Menit 10 Menit 30 Menit 1 Jam 4 Jam 24 Jam
Ekstrak jati (EJ) R 16,63 18,42 5,10 1,17 0,28 -0,37
T 18,87 16,13 17,13 7,18 3,58 0,33
EJ1 + 8% A R 8,71 5,09 6,27 6,06 5,40 4,20
T 12,66 9,97 8,47 6,41 5,47 3,25
EJ1 + 10% A R 29,19 17,73 16,15 8,99 7,80 3,07
T 13,73 13,09 8,08 6,86 4,95 3,67
EJ1 + 12% A R 43,02 34,01 28,49 13,74 8,40 6,28
T 49,06 40,66 31,59 24,18 7,33 4,51
EJ1 + 8% PA R 27,32 17,95 11,42 9,80 48,70 74,41
T 34,90 19,73 15,01 6,71 8,26 27,10
EJ1 + 10 % PA R 36,91 34,08 32,58 15,85 44,39 76,22
T 57,32 40,21 26,77 23,28 32,65 41,04
EJ1 + 12 % PA R 55,67 37,43 36,27 22,26 44,22 74,50
T 58,40 43,64 28,43 32,16 40,28 52,19
EJ2 +ER1 R 95,78 64,07 41,75 35,09 50,46 72,68
T 98,44 74,40 57,73 46,04 50,11 69,66
EJ2 + ER2 R 102,67 72,29 59,53 42,33 69,91 83,55
T 106,88 75,45 66,69 48,61 62,04 77,49
Keterangan: EJ1= ekstrak jati dengan pelarut air panas; EJ2= ekstrak jati dengan pelarut 0,5% NaOH dalam air panas; A=vinil akrilik; PA=polivinil asetat; ER1=resorsinol teknis 1; ER2= resorsinol teknis 2
Pada Tabel 6 dan Tabel 7 tampak bahwa nilai ASE beragam
menurut arah orientasi serat. Contoh uji radial cenderung memiliki
nilai ASE lebih tinggi daripada contoh uji tangensial, baik pada kayu
JCT maupun jabon. Perbedaan ini mungkin berhubungan dengan
koefisien pengembangan yang lebih tinggi pada kayu tangensial.
Pada kedua Tabel juga tampak keragaman nilai ASE menurut waktu
rendaman contoh uji dalam air. Secara umum terjadi penurunan nilai
ASE dengan pertambahan waktu rendaman dari 5 menit hingga 24
jam. Hal ini menunjukkan penurunan performa perlakuan stabilitas
29
dimensi, terutama pada perlakuan dengan larutan ekstrak jati serta
campurannya dengan resin vinil akrilik.
Tabel 7. Nilai efisiensi anti pengembangan (%) kayu jabon menurut perlakuan, arah serat dan waktu rendaman
Perlakuan
Arah serat
Waktu rendaman
5 Menit 10 Menit
30 Menit
1 Jam 4 Jam 24 Jam
Ekstrak jati (EJ)
R 20,75 22,52 11,11 7,38 6,14 2,85
T 23,15 17,12 12,50 5,11 3,00 0,50
EJ1 + 8% A R 97,61 94,59 85,92 81,23 69,53 54,38
T 62,84 59,39 45,31 30,79 19,13 18,97
EJ1 + 10% A R 81,62 72,33 65,78 60,55 64,11 65,88
T 84,32 76,23 63,94 50,45 30,75 21,93
EJ1 + 12% A R 99,94 77,09 60,35 59,41 64,71 66,08
T 83,36 76,43 68,76 65,92 65,30 65,12
EJ1 + 8% PA R 98,42 53,37 45,05 35,47 26,31 26,82
T 91,20 61,13 50,34 28,23 35,65 37,29
EJ1 + 10 % PA R 93,21 75,98 54,66 37,01 48,91 48,77
T 98,81 77,06 58,35 36,91 44,22 46,93
EJ1 + 12 % PA R 94,64 79,52 65,19 41,43 52,16 51,76
T 107,81 78,77 70,95 43,74 51,36 46,17
EJ2 +ER1 R 96,55 79,02 69,72 72,83 89,77 98,39
T 98,40 74,57 69,81 113,34 140,53 173,25
EJ2+ ER2 R 104,45 81,02 73,48 80,81 106,04 111,98
T 108,52 91,74 74,47 84,51 156,41 177,43
Keterangan: EJ1= ekstrak jati dengan pelarut air panas; EJ2= ekstrak jati dengan pelarut NaOH 0,5% dalam air panas; A=vinil akrilik; PA=polivinil asetat; ER=resorsinol teknis1; ER2= resorsinol teknis 2
Perlakuan impregnasi memberikan pengaruh nyata terhadap
perubahan sifat keteguhan tekan menurut faktor jenis dan perlakuan
(Lampiran 3A dan 3B). Perlakuan impregnasi dengan menggunakan
ekstrak jati dan campurannya dengan resin vinil akrilik maupun
polivinil asetat tidak merubah keteguhan tekan // serat pada kayu JCT
maupun jabon (Tabel 8). Impregnasi dengan larutan campuran
ekstrak jati dan resorsinol teknis (baik dengan atau tanpa
penambahan NaOH) secara nyata meningkatkan nilai keteguhan
tekan pada kedua jenis kayu dengan pertambahan hingga 10% pada
kayu JCT dan 15% pada kayu jabon. Perbedaan pengaruh ini
mungkin disebabkan oleh deposisi ekstraktif dan resin yang lebih
tinggi pada contoh uji kayu jabon dibandingkan dengan kayu JCT
(Tabel 2). Secara umum Tabel 8 menunjukkan bahwa pertambahan
nilai keteguhan tekan ┴ serat pada kayu jabon lebih besar
dibandingkan dengan pertambahannya pada kayu JCT.
30
Tabel 8. Keteguhan tekan (Kg/cm2) pada kayu JCT dan jabon
Perlakuan Impregnasi
JCT Jabon
Tekan // serat
Tekan ┴ serat
Tekan // serat
Tekan ┴ serat
Kontrol 229,03 76,73 137,31 32,74
Ekstrak jati (EJ) 232,95 78,41 138,83 36,04
EJ1+8% A 225,45 77,41 135,47 41,70
EJ1+10% A 209,47 78,81 125,60 46,09
EJ1+12% A 221,81 75,00 133,37 41,93
EJ1+8% PA 231,30 83,13 138,60 40,26
EJ1+10% PA 209,29 81,90 125,40 44,39
EJ1+12% PA 224,88 90,49 125,09 42,20
EJ2+ER1 247,52 112,15 154,90 46,95
EJ2+ER2 266,38 105,92 154,02 64,77
Keterangan: EJ1= ekstrak jati dengan pelarut air panas; EJ2= ekstrak jati dengan pelarut 0,5% NaOH dalam air panas; A=vinil akrilik; PA=polivinil asetat; ER1=resorsinol teknis 1; ER2= resorsinol teknis 2
Perlakuan deposisi ekstrak kayu jati dan campurannya dalam
struktur kayu JCT dan kayu jabon dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.
Secara umum larutan impregnan memenuhi bagian tertentu pada
kayu, terutama pada jaringan pembuluh, sel jari-jari, parenkim dan
serat. Perlakuan impregnasi dengan hanya larutan ekstrak jati
menyebabkan sedikit perubahan warna pada kayu JCT menjadi lebih
gelap, namun pada kayu jabon tidak tampak perubahan yang nyata
(Gambar 8 dan 9). Perlakuan impregnasi dengan larutan campuran
ekstrak jati dan vinil akrilik menyebabkan perubahan warna yang lebih
gelap pada kedua jenis kayu dibandingkan dengan perlakuan dengan
campuran ekstrak jati dan polivinil asetat. Perlakuan impregnasi
dengan campuran ekstrak jati dan resorsinol teknis menunjukkan
perubahan warna paling gelap pada kedua jenis kayu dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Perbedaan ini selain disebabkan oleh
warna larutan yang berwarna gelap (kehitaman), juga disebabkan
oleh deposisi resin yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan
lainnya.
31
A: Kontrol B: Ekstrak jati (EJ) C: EJ1 + 8% vinil akrilik D: EJ1 + 10% vinil akrilik E: EJ1 + 12% vinil akrilik
F: EJ1 + 8% polivinil asetat
G: EJ1 + 10% polivinil asetat
H: EJ1 + 12% polivinil asetat
I: EJ2 + resorsinol teknis 1
J: EJ2 + resorsinol teknis 2
Gambar 8. Deposit ekstrak jati dan campurannya pada kayu JCT
32
A: Kontrol B: Ekstrak jati (EJ) C: EJ1 + 8% vinil akrilik D: EJ1 + 10% vinil akrilik E: EJ1 + 12% vinil akrilik
F: EJ1 + 8% polivinil asetat
G: EJ1 + 10% polivinil asetat
H: EJ1 + 12% polivinil asetat
I: EJ2 + resorsinol teknis 1
J: EJ2 + resorsinol teknis 2
Gambar 9. Deposit ekstrak jati dan campurannya pada kayu jabon
33
Pada Tabel 9 disajikan nilai estimasi harga larutan impregnan
per liter dan aplikasi kebutuhannya untuk setiap m3 kayu.
Tabel 9. Estimasi harga larutan dan aplikasi impregnasi per m3 kayu
Larutan impregnan Konsentrasi
(%w/v) Perkiraan harga/liter1
Aplikasi kebutuhan
(ltr/m3)
Ekstrak jati 4 8.000 112
Ekstrak jati dan vinil akrilik
8 10.000 110
10 11.000 109
12 12.000 104
Ekstrak jati + polivinil asetat
8 11.000 118
10 12.000 112
12 13.000 108
Ekstrak jati+resorsinol teknis
ER1 14.000 107
ER2 15.000 103
Keterangan: 1)
harga riil hasil perhitungan bahan yang digunakan Harga serbuk jati sampai di tempat tujuan= Rp 2000/kg; Kelarutan ekstrak jati= 1%; Deposisi larutan = 30%w/w; Berat jenis kayu JCT= 0,45 dan jabon= 0,40; Harga resin vinil akrilik = Rp 30.000/kg; Harga resin polivinil asetat = Rp 40.000/kg; Harga resorsinol padatan= Rp 120.000/kg
Saat ini, harga sortimen kayu gergajian JCT dan jabon, masing-
masing diperkirakan sebesar Rp 6.000.000 dan Rp 3.000.000 per m3.
Untuk mendapatkan kayu impregnasi, maka kedua jenis tersebut
membutuhkan larutan impregnan sekitar 103 sampai 118 liter/m3
kayu, bergantung pada impregnan yang digunakan. Dengan demikian
terjadi penambahan biaya sekitar 25% (kayu JCT) dan 50% (kayu
jabon) dari harga dasar kayu tanpa perlakuan. Harga ini relatif lebih
terjangkau jika dibandingkan dengan harga sortimen kayu jati kering
dari Perum Perhutani yang sudah mencapai di atas Rp 22.000.000
per m3 (Himawanto, 2014).
Keawetan atau ketahanan kayu jati cepat tumbuh (JCT) dan
kayu jabon terhadap rayap kayu kering pada beberapa perlakuan
dapat dilihat dalam Tabel 10 dan 11.
34
Tabel 10. Ketahanan kayu JCT terhadap rayap kayu kering pada beberapa perlakuan
Perlakuan Pengurangan berat (%)
Derajat serangan
Klasifi-kasi
Kelas ketahanan
1
% Nilai A (Kontrol) 10,53 34 70 D IV B (EJ1+8% polivinil asetat)
7,77 28 70 C III
C (EJ1 +10% polivinil asetat)
7,34 27 70 C III
D (EJ1 +12% polivinil asetat)
6,50 25 70 C III
E (EJ1 +8% vinil akrilik)
7,63 23 70 C III
F (EJ1 + 10% vinil akrilik)
7,50 22 70 C III
G (EJ1 + 12% vinil akrilik)
6,73 21 70 C III
H (EJ2 + ER1) 6,45 19 70 C III I (EJ2 + ER2) 6,09 18 70 C III
Sumber : 1)
SNI 01-7207-2006 (BSN, 2006) Keterangan: EJ1= ekstrak jati dengan pelarut air panas; EJ2= ekstrak jati dengan
pelarut 0,5% NaOH dalam air panas; ER1 dan ER2= resorsinol teknis 1 dan 2; A= tidak ada serangan; B= ada bekas gigitan; C= serangan ringan; D= serangan berat; E= kayu hancur, 50% habis dimakan rayap
Tabel 11. Ketahanan kayu jabon terhadap rayap kayu kering pada beberapa perlakuan
Perlakuan Pengurangan berat (%)
Derajat serangan
Klasifi-kasi
Kelas ketahanan
1
% Nilai
A (Kontrol) 11,26 33 70 D IV B (EJ1+8% polivinil asetat)
8,09 31 70 C III
C (EJ1 +10% polivinil asetat)
8,04 30 70 C III
D (EJ1 +12% polivinil asetat)
7,95 28 70 C III
E (EJ1 +8% vinil akrilik)
7,94 27 70 C III
F (EJ1 + 10% vinil akrilik)
7,82 26 70 C III
G (EJ1 + 12% vinil akrilik)
7,64 25 70 C III
H (EJ2 + ER1) 7,43 22 70 C III I (EJ2 + ER2) 7,05 19 70 C III
Sumber : 1)
SNI 01-7207-2006 (BSN, 2006) Keterangan: EJ1= ekstrak jati dengan pelarut air panas; EJ2= ekstrak jati dengan
pelarut 0,5% NaOH dalam air panas; ER1 dan ER2= resorsinol teknis 1 dan 2; A= tidak ada serangan; B= ada bekas gigitan; C= serangan ringan; D= serangan berat; E= kayu hancur, 50% habis dimakan rayap
35
Berdasarkan data pada Tabel 10 dan 11, ketahanan kayu JCT
dan kayu jabon tanpa perlakuan (kontrol) terhadap rayap kayu kering
termasuk kelas IV. Impregnasi ekstrak jati dengan berbagai impregnan
ke dalam struktur kayu JCT dan kayu jabon dapat meningkatkan
ketahanan kedua jenis kayu tersebut menjadi kelas III. Dari sifat
keawetannya, kedua jenis tersebut sudah memenuhi persyaratan kayu
untuk bahan baku mebel menurut SNI 01-0608-1989 (BSN, 1989).
Keawetan atau ketahanan kayu jati JCT dan kayu jabon
terhadap rayap tanah pada beberapa perlakuan dapat dilihat dalam
Tabel 12 dan 13.
Tabel 12. Ketahanan kayu JCT terhadap rayap tanah pada beberapa perlakuan
Perlakuan Pengurangan berat (%)
Derajat serangan Klasifi-kasi
Kelas ketahanan
1
% Nilai
A (Kontrol) 10,10 21 70 D IV
B (EJ1+8% polivinil asetat)
4,21 12 40 B II
C (EJ1 +10% polivinil asetat)
3,94 9,33 40 B II
D (EJ1 +12% polivinil asetat)
3,68 8 40 B II
E (EJ1 +8% vinil akrilik)
5,16 14,33 40 B II
F (EJ1 + 10% vinil akrilik)
4,50 11,67 40 B II
G (EJ1 + 12% vinil akrilik)
3,93 11 40 B II
H (EJ2 + ER1) 2,35 6,67 40 A I
I (EJ2 + ER2) 1,66 5,33 40 A I
Sumber : 1)
SNI 01-7207-2006 (BSN, 2006) Keterangan: EJ1= ekstrak jati dengan pelarut air panas; EJ2= ekstrak jati dengan
pelarut 0,5% NaOH dalam air panas; ER1 dan ER2= resorsinol teknis 1 dan 2; A= tidak ada serangan; B= ada bekas gigitan; C= serangan ringan; D= serangan berat; E= kayu hancur, 50% habis dimakan rayap
36
Tabel 13. Ketahanan kayu jabon terhadap rayap tanah pada beberapa perlakuan
Perlakuan Pengurang-an berat
(%)
Derajat serangan
Klasifikasi Kelas ketahanan
1
% Nilai
A (Kontrol) 11,36 22,67 70 D IV
B (EJ1+8% polivinil asetat)
9,02 21,00 70 C III
C (EJ1 +10% polivinil asetat)
8,80 19,33 70 C III
D (EJ1 +12% polivinil asetat)
7,87 15,33 40 C III
E (EJ1 +8% vinil akrilik)
8,25 23,33 70 C III
F (EJ1 + 10% vinil akrilik)
8,18 19,33 70 C III
G (EJ1 + 12% vinil akrilik)
8,06 16,00 70 C III
H (EJ2 + ER1) 5,62 10,00 40 B II
I (EJ2 + ER2) 4,89 6,33 40 B II
Sumber : 1)
SNI 01-7207-2006 (BSN, 2006) Keterangan: EJ1= ekstrak jati dengan pelarut air panas; EJ2= ekstrak jati dengan
pelarut 0,5% NaOH dalam air panas; ER1 dan ER2= resorsinol teknis 1 dan 2; A= tidak ada serangan; B= ada bekas gigitan; C= serangan ringan; D= serangan berat; E= kayu hancur, 50% habis dimakan rayap
Berdasarkan data pada Tabel 12 dan 13, ketahanan kayu JCT
dan kayu jabon tanpa perlakuan (kontrol) terhadap rayap tanah
termasuk kelas IV. Perlakuan impregnasi kayu JCT dan jabon dengan
berbagai impregnan menunjukkan pengaruh nyata terhadap
peningkatan sifat keawetan kayu. Secara umum kayu JCT lebih awet
(kelas II) dengan nilai pengurangan berat lebih rendah daripada kayu
jabon (kelas III). Sifat keawetan kedua jenis ini lebih meningkat lagi
setelah diimpregnasi dengan impregnan campuran ekstrak jati dan
resorsinol teknis (baik dengan atau tanpa penambahan NaOH).
Larutan campuran ekstrak jati dan resorsinol teknis dapat
meningkatkan kelas ketahanan kayu JCT dari IV (kontrol) menjadi
kelas I, sedangkan kayu jabon dari IV (kontrol) menjadi kelas II. Dari
sifat keawetannya, kedua jenis tersebut sudah memenuhi persyaratan
kayu untuk bahan lantai. Pengaruh peningkatan ketahanan terhadap
serangan rayap tanah pada kayu JCT lebih tinggi dibandingkan kayu
37
jabon mungkin berkaitan dengan sifat ketahanan awal kayu JCT yang
lebih baik dibandingkan kayu jabon.
Dari uraian tersebut di atas, menunjukkan kedua jenis kayu
yang diimpregnasi, terutama dengan larutan campuran ekstrak jati dan
resorsinol teknis (baik dengan atau tanpa penambahan NaOH)
berpotensi untuk dikembangkan sebagai kayu substitusi jati. Hal ini
karena dengan penggunaan formula impregnan tersebut telah terjadi
peningkatan kualitas kayu secara nyata, seperti dimensi kayu menjadi
stabil dengan permukaan keras, kesan warna mendekati warna jati
tua, dan kayu lebih tahan terhadap organisme perusak, terutama
terhadap rayap tanah, yaitu kelas I untuk kayu JCT dan kelas II untuk
kayu jabon.
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Teknik stabilisasi dimensi dan peningkatan kualitas kayu jati cepat
tumbuh (JCT) dan kayu jabon dapat dilakukan dengan perlakuan
impregnasi menggunakan larutan campuran ekstrak serbuk jati
tua dengan resin larut air (vinil akrilik, polivinil asetat) maupun
resin resorsinol teknis.
2. Penyempurnaan sifat stabilisasi dimensi dan keteguhan tekan
kayu JCT dan kayu jabon terbaik diperoleh pada penggunaan
larutan ekstrak jati dengan pelarut NaOH 0,5% yang dicampurkan
dengan resorsinol teknis (baik dengan atau tanpa penambahan
NaOH). Pada perlakuan ini nilai efisiensi anti pengembangan
(ASE) kayu JCT mencapai lebih dari 100% dan kayu jabon lebih
dari 170%, sementara keteguhan tekannya meningkat sampai
10% pada kayu JCT dan 15% pada kayu jabon. Permukaan kayu
yang diimpregnasi juga menjadi keras.
3. Warna kayu yang diimpregnasi dengan formula impregnan pada
butir 2 menjadi lebih gelap kecoklatan dengan kesan warna
mendekati warna kayu jati tua.
4. Sifat keawetan kayu yang diimpregnasi dengan formula
impregnan pada butir 2, juga meningkat terhadap rayap tanah
dari kelas IV (kontrol) menjadi kelas I untuk kayu JCT dan kelas II
untuk kayu jabon, sedangkan terhadap rayap kayu kering
meningkat dari kelas IV (kontrol) menjadi kelas III untuk kedua
jenis kayu.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis finansial skala laboratorium,
meskipun penggunaan campuran ekstrak jati dan resin resorsinol
teknis sebagai bahan untuk mengimpregnasi kayu menambah biaya
kayu sekitar 25 sampai 50% dari harga pasar, namun formula ini
39
disarankan untuk dikembangkan di industri pengolahan kayu karena
memberi pengaruh nyata terhadap penyempurnaan sifat-sifat kayu
pada berbagai aspek, baik stabilisasi dimensi, kekerasan permukaan,
sifat keawetannya (terutama terhadap rayap tanah), maupun warna
kayu menyerupai warna kayu jati tua produksi Perum Perhutani, yang
saat ini harganya bisa mencapai 3 hingga 4 kali lebih mahal dari harga
kedua jenis kayu yang diimpregnasi.
40
DAFTAR PUSTAKA
ACIAR. (2014). Improving added value and small medium enterprises capacity in the utilization of plantation timber for furniture production in the Jepara Region. ACIAR Recearch Report FST 2006/117.
ASTM. (1995). Standard Method of Testing Small Clear Specimen of Timber. ASTM D143-94. Philadelphia: Annual Book of ASTM Standards.
Balfas, J. (2007). Perlakuan resin pada kayu kelapa (Cocos nucifera). Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 25 (2), 108-118.
Basri, E. (2013). Peningkatan kualitas kayu cepat tumbuh untuk bahan baku mebel melalui pengeringan. Buletin Hasil Hutan, 14 (1), 39-44.
Basri, E. dan I. Wahyudi. (2013). Sifat dasar kayu jati plus perhutani (JPP) dari berbagai umur dan kaitannya dengan sifat dan kualitas pengeringan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 31 (2), 93-102.
Basri, E., J. Balfas & L.M. Dewi (2013). Teknologi stabilisasi dimensi kayu. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2013. Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
Basri, E., N. Hadjib & M. Iqbal. (2012). Teknologi stabilisasi dimensi kayu. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2012. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
Basri, E., N. Hadjib & Saefudin. (2014). Effects of heat-pressure treatment on some properties of young-teak wood. Proceed. of The 2nd INAFOR 2013. Jakarta: Forestry Research & Development Agency.
Bowyer, J.L., R. Shmulsky &J.G. Haygreen. (2007). Forest Products & Wood Science: An Introduction. Iowa State Press. Ames. (5th Edition).
BSN (1989). Kayu untuk mebel, syarat sifat fisik dan mekanik. SNI 01-0608-1989. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
BSN. (2006). Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu. SNI 01-7207-2006. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Coto, Z (1996). Pengaruh suhu dan tingkat kekeringan terhadap kadar air keseimbangan dan stabilitas dimensi kayu. Jurnal Teknologi Hasil Hutan, IX (1): 9 – 14.
Damayanti, R. (2010). Struktur makro, mikro dan ultramikroskopik kayu jati unggul nusantara dan kayu jati konvensional. Tesis. Program Magister S2: Institut Pertanian Bogor.
Gong, M. and C. Lamason. (2007). Improvement of surface properties of low density wood. In Mechanical modification with heat treatment. Canada: Project No. UNB 57, Value to Wood No. UNB 57. Research Report 2007, University of New Brunswick.
41
Haupt, M., H. Leithoff, D. Meier, J. Puls, H.G. Richter & O. Faix. (2003). Heartwood extractives and natural durability of plantation-grown teakwood (Tectona grandis L.) – a Case study. Holz als Roh- und Werkstoff, 61, 473 – 474.
Hill, C.A.S. (2006). Wood Modification: Chemical, Thermal, and Other Processes. England: School of Agricultural & Forest Sciences, University of Wales-Bangor. John Wiley & Sons Ltd.
Himawanto, H. (2014). Harga sortimen kayu jati kering oven. Komunikasi Pribadi dengan Manejer Produksi Industri Kayu Perum Perhutani Unit II, Sub Cepu.
Ibach, R.E. (2010). Specialty Treatments. Wood Handbook Chapter 19. Madison: Forest Products Laboratory, USDA.
Iida, I. and M. Norimoto. (1987). Recovery of compression set. Mokuzai Gakkaishi, 33 (120), 929-933.
Kasmudjo dan C.H. Anwar (1992). Usaha peningkatan mutu kayu sebagai bahan kerajinan. Yogyakarta: Laporan Penelitian Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Kollmann, F.F.P., M. Kuezi & A.J. Stamm. (1975). Principles of Wood Science and Technology Vol II. Berlin: Springer Verlag.
Korkut, S. and I. Bektas. (2008). The effects of heat treatment on physical properties of uludag fir (Abies bornmuelleriana Mattf.) and scots pine (Pinus sylvestris L.). Forest Products Journal. Business Journal Library No. 10285. Thomson Corporation Company.
Lukmandaru, G. (2009). Perubahan warna pada kayu teras jati (Tectona grandis Linn F) doreng melalui ekstraksi berturutan. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Hasil Hutan, 2 (1), 15-20.
Lukmandaru, G. and K. Takahashi. (2008). Variation in the natural termite resistance of teak (Tectona grandis Linn F) wood as a function of tree age. Ann. For. Sci., 65(7), 708-716.
Mantanis, G.I. (1994). Swelling of lignocellulocic materials in water and organic liquids. Dissertation. Doctor of Philosophy: Univ. of Wisconsin.
Margono (2010). Harapan industri kecil Jepara tentang produksi mebel berkualitas dan ketersediaannya serta keberlangsungan bahan baku kayu. Prosid. Inovasi Teknologi Pengolahan Jati Cepat Tumbuh dan Kayu Pertukangan Lainnya Tahun 2010. Bogor: Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y.I. Mandang, S.A. Prawira & K. Kadir (2005a). Atlas Kayu Indonesia Edisi I (Edisi Revisi). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y.I. Mandang, S.A. Prawira & K. Kadir. (2005b). Atlas Kayu Indonesia Edisi II (Edisi Revisi). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
42
Menon, PK.B. & H.J. Burgess. (1979). Malaysian timber for furniture. Revised by H.C. Sim. Kepong: Timber Research Officer, Forest Research Institute.
Pandey, K.K, Jayashree, & H.C. Nagaveni. (2009). Study of dimensional stability, decay resistance, and light stability of phenylisothiocyanate modified rubberwood. Bioresources, 4, (1): 257-267.
Panshin, A. J. and C. de Zeuw. (1980). Textbook of Wood Technology. Iowa: McGraw-Hill Book Co.
Prawirohatmodjo, S. (2001). Variabilitas sifat-sifat kayu. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Prayitno, T.A. (2007). Pertumbuhan dan kualitas kayu. Diktat. Program Magister Riset S2: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Ridha, F. (2012). Kayu jabon. kayujabon.blogspot.com, diakses 17 Februari 2012.
Rowell, R.M. (2005). Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. Taylor and Francis Group. CRC Press.
Rulliaty, S. (2013). Struktur anatomi dan kualitas serat lima jenis kayu andalan setempat asal Carita Banten. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 31 (4), 283-294.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. (1980). Principles and Procedures of Statistics. A Biomaterial Approach. New York: Mc.Graw-Hill Book Company.
Sugiyama, M. and M. Norimoto. ( 2006). Dielectric relaxation of water adsorbed on chemically treated wood. Holzforschung, 60 (5), 549-557.
Sukartana, P. dan J. Balfas. (2007). Daya tahan kayu kelapa yang diimpregnasi dengan resin terhadap dua spesies rayap tanah Coptotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 25 (4), 303-311.
Tomme, F.Ph., F. Girardet, B. Gfeller & P. Navi. (1998). Densified wood: An innovative products with highly enchanced character. Proceed. 5th World Conference on Timber Engineering 2. Montreux. Swizerland.
Yildiz, U.C., S. Yildiz & E.D. Geser. ( 2005). Mechanical properties and decay resistance of wood–polymer composites prepared from fast growing species in Turkey. Bioresource 96, 1003-1011. Turkey: Tech.Department of Forest Industrial Engineering, Faculty of Forestry.
43
Lampiran 1A. Analisis keragaman penambahan berat basah contoh uji
kayu
Sumber Derajad bebas
Jumlah kuadrat
Fhitung Nyata
Spesies (S) 1 303500 2341,745 0,000
Arah serat (A) 1 6633 51,181 0,000
Perlakuan (P) 9 591869 507,416 0,000
Interaksi S * A 1 2629 20,288 0,000
Interaksi S * P 9 65974 56,560 0,000
Interaksi A * P 9 38283 32,821 0,000
Interaksi S * A * P 9 39774 34,099 0,000
Galat 160 20737
Lampiran 1B. Analisis keragaman penambahan berat kering contoh uji
kayu
Sumber Derajad bebas
Jumlah kuadrat
Fhitung Nyata
Spesies (S) 1 1254 2006,986 0,000
Arah serat (A) 1 6 10,124 0,002
Perlakuan (P) 9 4474 795,683 0,000
Interaksi S * A 1 11 17,926 0,000
Interaksi S * P 9 489 86,951 0,000
Interaksi A * P 9 62 11,015 0,000
Interaksi S * A * P 9 69 12,239 0,000
Galat 160 100
44
Lampiran 2. Analisis keragaman pengembangan dimensi selama rendaman
Sumber keragaman Derajat
bebas
F- Hitung pada masing-masing waktu rendaman
5 menit 10 menit 30 menit 1 jam 4 jam 24 jam
Spesies (S) 1 376,95 sn 543,16 sn 492,27 sn 378,48 sn 7,68 sn 238,42 sn
Arah serat (A) 1 117,88 sn 116.11 sn 369,59 sn 602,89 sn 1856,91 sn 1562,84 sn
Perlakuan (P) 9 117,20 sn 42,38 sn 48,08 sn 19,73 sn 73,29 sn 68,95 sn
Interaksi S * A 1 0,73 tn 4,04 sn 2,07 tn 36,31 sn 302,36 sn 265,31 sn
Interaksi S * P 9 38,49 sn
32,59 sn 52,16 sn 32,51 sn 10,77 sn 7,55 sn
Interaksi A * P 9 5,84 sn 2,51 sn 4,45 sn 4,33 sn 20,15 sn 23,58 sn
Interaksi S * A * P 9 3,49 sn 7,27 sn 16,12 sn 12,44 sn 30,53 sn 38,40 sn
Galat 160
45
Lampiran 3A. Analisis keragaman keteguhan tekan sejajar serat
Sumber Derajad
bebas
Jumlah
kuadrat
Fhitung Nyata
Spesies (S) 1 216212 654,515 0,000
Perlakuan (P) 9 2113 6,40 0,000
Interaksi S * P 9 172 0,523 0,854
Galat 80 330
Lampiran 3B. Analisis keragaman keteguhan tekan tegak lurus serat
Sumber Derajad
bebas
Jumlah
kuadrat
Fhitung Nyata
Spesies (S) 1 46987 219,98 0,000
Perlakuan (P) 9 912 4,267 0,000
Interaksi S * P 9 301 1,411 0,197
Galat 80 214