45
TUGAS KULIAH GEOLOGI INDONESIA POLA TEKTONIK DAN POLA STRATIGRAFI PULAU SUMATERA Disusun oleh : Ariat Ismail 21100111120012 Ayyudia Sarah 21100110120032 Fajar Ramadhan 21100110141007 Hadi A 21100111110060 Indah Ayu Putri 21100110130078 Jonathan H E H 21100111130034 M Emir Wansya 21100110120036 Raditya Budi N 21100110141056 Rahadian Maruf 21100110120042 Robby Akhsanul F 21100110130066 Sigit Dwi Harjanto 21100111140096 1

Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

TUGAS KULIAH

GEOLOGI INDONESIA

POLA TEKTONIK DAN POLA STRATIGRAFI PULAU SUMATERA

Disusun oleh :

Ariat Ismail 21100111120012

Ayyudia Sarah 21100110120032

Fajar Ramadhan 21100110141007

Hadi A 21100111110060

Indah Ayu Putri 21100110130078

Jonathan H E H 21100111130034

M Emir Wansya 21100110120036

Raditya Budi N 21100110141056

Rahadian Maruf 21100110120042

Robby Akhsanul F 21100110130066

Sigit Dwi Harjanto 21100111140096

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

APRIL 2013

1

Page 2: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

BAB I

GAMBARAN UMUM PULAU SUMATERA

Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di

dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi

khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan

bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan

beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan

barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke

arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan

pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur

pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat

Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan.

Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di

bagian selatan dengan Selat Sunda. Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik

primer dan hutan tropik sekunder yang lebat dengan tanah yang subur. Gunung

berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan

gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung Leuser di Nanggroe

Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatra Selatan dengan

Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena

dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang disebut

Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang

lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat

di pulau Sumatra.

2

Page 3: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

BAB II

POLA TEKTONIK PULAU SUMATERA

2.1 Sejarah Pembentukan Cekungan Sumatera

Cekungan Sumatera terbentuk pada kurun Eosen Tengah (45 Ma). Pada

kurun waktu tersebut terjadi proses syn rift yang menyebabkan terbentuknya

Pulau Sumatera. Proses syn rift tersebut terjadi akibat adanya pertumbukan

antara lempeng India Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun

yang lalu menyebabkan deformasi di benua Asia. Bagian tepi dari Asia

Tenggara bergeser ke Tenggara. Akibatnya terbentuk sesar-sesar berarah

Barat Laut – Tenggara (termasuk sesar semangko). Sesar-sesar mendatar

yang terus bergeser menyebabkan terbentuknya sesar-sesar normal yang

menjadi cikal bakal cekungan-cekungan yang ada di Pulau Sumatera.

Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra berhubungan langsung

dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic fore-

arc dan volcano-plutonik back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian

(Darman dan Sidi, 2000):

1. Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-

arc Sunda dan yang memisahkan dari lereng trench.

2. Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-

vulkanik punggungan outer-arcdengan bagian di bawah permukaan dan

volkanik back-arc Sumatra.

3. Cekungan Back-arc Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra

Utara, Tengah, dan Selatan. Sistem ini berkembang sejalan dengan

depresi yang berbeda pada bagian bawah Bukit Barisan.

4. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan

terbentuk terutama pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.

5. Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi

dari daerah pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip

pada fore-arc dan back-arc basin.

3

Page 4: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

2.2 Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra

Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra

dan Cekungan Sumatra Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah:

Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur.

Tektonik ini menghasilkan sesar geser dekstral WNW – ESE seperti

Sesar Lematang, Kepayang, Saka, Pantai Selatan Lampung, Musi

Lineament dan N – S  trend. Terjadi wrench movement dan intrusi granit

berumur Jurasik – Kapur.

Gambar 2.1 Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid Model

 (Pulonggono dkk, 1992).

Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang

menghasilkan sesar normal dan sesar tumbuh berarah N – S dan WNW –

ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau terban di atas batuan dasar

bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian awal dari

cekungan yaitu Formasi Lahat.

4

Page 5: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

Gambar 2.2 Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid

Model (Pulonggono dkk, 1992).

Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen

menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan

bahan-bahan klastika. Yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar,

Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi

Muara Enim.

Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen

menyebabkan sebagian Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim

telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan pada daerah yang relatif turun

diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan

perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri

pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi

aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur.

5

Page 6: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

Gambar 2.3 Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid Model

(Pulonggono dkk, 1992).

2.3 Pola Tektonik Pulau Sumatera

Pola tektonik yang berkembang di Pulau Sumatera dipengaruhi oleh

aktivitas tektonisme yang bekerja yaitu subduksi. Ada 2 (dua) subduksi yang

bekerja di Pulau Sumatera yaitu utara dan selatan. Sejak zaman Permian,

terjadi interaksi konvergen dari arah selatan (lempeng India-Australia) dan

dari arah utara ke selatan (lempeng L. China selatan) membentuk jalur

subduksi dan magmatik yang berkelanjutan dari zaman Permian yang

semakin muda ke arah selatan dan utara. Ada 3 sistem tektonik yang terdapat

di Pulau Sumatera yaitu sistem subduksi Sumatera, sistem sesar Mentawai

(Mentawai Fault System) dan sistem sesar Sumatera (Sumatera Fault

System).

Sistem Subduksi Sumatera

Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum

jam. Pada zaman Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi

barat daya-timur laut, di mana aktivitas tersebut terus berlanjut hingga

kini. Hal ini disebabkan oleh pembentukan letak samudera di Laut

Andaman dan tumbukan antara Lempeng Mikro Sunda dan Lempeng

India-Australia terjadi pada sudut yang kurang tajam. Terjadilah kompresi

6

Page 7: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

tektonik global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau

Sumatera dan pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan pada zaman

Pleistosen.

Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi

pada Laut Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah

NNW-SSE menghasilkan patahan berarah utara-selatan. Sejak Pliosen

sampai kini, akibat kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW

yang menghasilkan sesar berarah NE-SW, yang memotong sesar yang

berarah utara-selatan.

Di Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian

busur pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P.

Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano),

rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di tengahnya,

serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’ yang membelah Pulau

Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini

menerus sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko

ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas sentimeter per tahun dan

merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.

Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak

lurus terhadap arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng

Eurasia. Lempeng Eurasia bergerak relatif ke arah tenggara, sedangkan

Lempeng India-Australia bergerak relatif ke arah timurlaut. Karena tidak

tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis

jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Semangko.

Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi

geomorfologi Pulau Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian

barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian timur relatif turun. Hal

ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang sempit dan

kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang

dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan

menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik),

7

Page 8: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian

timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.

Sistem Sesar Sumatra

Di pulau Sumatera, pergerakan lempeng India dan Australia yang

mengakibatkan kedua lempeng tersebut bertabrakan dan menghasilkan

penunjaman menghasilkan rangkaian busur pulau depan (forearch islands)

yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P.

Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan

jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’

yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga

Banda Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke Laut Andaman hingga

Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas

sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah

longsor.

Di samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan

lainnya, yaitu: Sesar Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar

Lhokseumawe, dan Sesar Blangkejeren. Khusus untuk Kota Banda Aceh

dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit oleh dua patahan aktif, yaitu Darul

Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk sebagai akibat dari adanya

pengaruh tekanan tektonik secara global dan lahirnya kompleks subduksi

sepanjang tepi barat Pulau Sumatera serta pengangkatan Pegunungan

Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada di sepanjang patahan tersebut

merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor,

disebabkan oleh adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang

tinggi. Banda Aceh sendiri merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak

Pliosen, hingga terbentuk sebuah graben. Dataran yang terbentuk tersusun

oleh batuan sedimen, yang berpengaruh besar jika terjadi gempa bumi di

sekitarnya.

Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi

geomorfologi Pulau Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian

barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian timur relatif turun. Hal

8

Page 9: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang sempit dan

kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang

dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan

menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik),

sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian

timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.

Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan

dimulainya peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan

Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu, yang mengakibatkan rangkaian

perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai

dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan

ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula

mempunyai kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis

menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut.

Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30

milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-

shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan

mengalami kenaikan yang mencolok sampai sekitar 76 milimeter/tahun

(Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini, menurut teori

“indentasi” pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem

sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan

perpindahan massa secara tektonik (Tapponier dkk, 1982).

Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan

penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah

terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa

adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera

menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian

pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera,

yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan

struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian

utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.

9

Page 10: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

2.4 Manifestasi Tektonik Pulau Sumatera

Gambar 2.4 zona penunjaman di selatan Pulau Sumatera

Pulau Sumatera tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat

didominasi oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur

didominasi oleh keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi,

magnetisme dan seismik ketebalan sekitar 20 kilometer, dan ketebalan

lempeng benua sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979).Sejarah tektoik Pulau

Sumatra berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa pertumbukan antara

lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun yang lalu,

yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif

lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar

lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng

India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter/tahun

menurun menjaedi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan

tersebut. (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu

kecepatan mengalami kenaikan sampai sekitar 76 milimeter/ tahun (Sieh,

1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini pada akhirnya

mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar sebelah timur India.

10

Page 11: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

Keadaan Pulau Sumatra menunjukkan bahwa kemiringan

penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah

terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa

adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum Tektonik Sumatra menjadikan

tatanan Tektonik Sumatra menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000).

Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatra, yang terbentuk sejak 2

juta tahun lalu dengan bentuk geometri dan struktur sederhana, bagian tengah

cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola

penunjaman.

a. Bagian Selatan Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:

1. Sesar Sumatra menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan

terletak pada 100-135 kilometer di atas penunjaman.

2. Lokasi gunung api umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar.

3. Cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan ke dalaman 1-2

kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama.

4. Punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal

dan berbentuk sederhana.

5. Sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan

busur muka dan cekungan busur muka relatif utuh.

6. Sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.

b. Bagian Utara Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:

1. Sesar Sumatra berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125-140

kilometer dari garis penunjaman.

2. Busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatra.

3. Kedalaman cekungan busur muka 1-2 kilometer.

4. Punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat

beragam.

5. Homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama

dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya.

6. Sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.

c. Bagian Tengah Pulau Sumatra memberikan kenampakan tektonik:

11

Page 12: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

1. Sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatra menunjukkan

posisi memotong arah penunjaman.

2. Busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatra.

3. Topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2-0.6 kilometer,

dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring

4. Busur luar terpecah-pecah.

5. Homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan

cekungan busur muka tercabik-cabik.

6. Sudut kemiringan penunjaman beragam.

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng aktif dunia, yaitu:

lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik dimana

kepulauan di nusantara tersebut akan terus bergerak rata-rata 3-6 cm (bahkan

12cm) per tahunnya, yang saling bertumbukan/berinteraksi.

Pulau sumatera sendiri berada pada zona wilayah tumbukan antara

lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Pegunungan Bukit Barisan

adalah jajaran pengunungan yang membentang dari ujung utara (di Nangroe

Aceh Darusalam) sampai ujung selatan (di Lampung) pulau Sumatra. Proses

pembentukan pegunungan ini berlangsung menurut skala tahun geologi yaitu

berkisar antara 45 – 450 juta tahun yang lalu. Teori pergerakan lempeng

tektonik menjelaskan bagaimana pegunungan ini terbentuk.

Lempeng tektonik merupakan bagian dari litosfer padat yang terapung

di atas mantel yang bergerak satu sama lainnya. Terdapat tiga kemungkinan

pergerakan satu lempeng tektonik relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu

apabila:

1] Kedua lempeng saling menjauhi (spreading)

2] Saling mendekati (collision)

3] Saling geser (transform).

12

Page 13: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

Tumbukan lempeng tektonik antara indian-australian plate dengan

eurasian plate terus bergerak secara lambat laun. Saat kedua lempeng

bertumbukan, bagian dari indian-australian plate berupa kerak samudera yang

memiliki densitas yang lebih besar tersubduksi tenggelam jauh ke dalam

mantel dibandingkan dengan kerak benua pada eurasian plate. Zona gesekan

akibat gaya tekan dari tumbukan tersebut menjadi begitu panas sehingga akan

mencairkan batuan disekitarnya (peleburan parsial). Kemudian magma naik

lewat/menerobos/mendesak kerak dan berusaha keluar pada permukaan dari

lempeng di atasnya. Sehingga terbentuklah busur pegunungan bukit barisan di

bagian tepi eurasian plate, di pulau Sumatera, Indonesia . Salah satu

manifestasinya berupa puncak tertinggi pada gunungapi Kerinci, 3.805 mdpl,

di Jambi.

Gambar 2.5 Gunungapi Kerinci 3.805 mdpl

13

Page 14: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

BAB III

EVOLUSI TEKTONIK PULAU SUMATERA

Selama Zaman Karbon sampai Perm, terdapat subduksi di sebelah barat

Sumatera yang menghasilkan batuan vulkanik dan piroklastik dengan komposisi

berkisar antara dasit sampai andesit di daerah Dataran Tinggi Padang, Batang

Sangir dan Jambi (Klompe et all., 1961; dalam Hutchison, 1973). Batuan intrusif

yang bersifat granitik terbentuk di Semenanjung Malaysia, melewati Pulau

Penang, dan diperkirakan menerus ke Kepulauan Riau.

Gamba

r 3.1 Skema Paleo-tektonik Pulau Sumatra dan sekitarnya dari

Karbon Akhir sampai Perm Awal

Selama Zaman Perm, tidak ada perubahan penyebaran keterdapatan batuan

plutonik dan volkanik dari Karbon Akhir. Sistem busur-palung yang bekerja di

Sumatra masih tidak mengalami perubahan (Gambar 3.1 dan 3.2). Batuan

volkanik dan piroklasik berkomposisi andesitik sampai riolitik menyebar di

14

Page 15: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

bagian barat dari Sumatera Tengah. Dari Trias Akhir sampai Jura Awal, subduksi

di Sumatra terus berlangsung dan menghasilkan kompleks ofiolit Aceh di bagian

utara dan kompleks ofiolit  Gumai-Garba di selatan. Kedua ofiolit tersebut

menurut Bemmelen (1949; dalam Hutchison, 1973) berumur Trias. Pada Jura

Tengah sampai Kapur Tengah, terjadi pengangkatan di wilayah Semenanjung

Malaysia, menyebabkan perubahan lingkungan sedimentasi pada daerah tersebut

dari lingkungan laut menjadi lingkungan darat, ditandai dengan endapan tipe

molasse dan sedimentasi fluviatil. Volkanisme di kawasan Sumatra dan sekitarnya

kurang aktif pada selang waktu ini. Selama Jura dan Kapur, kawasan Sumatra dan

sekitarnya terkratonisasi, dan sistem pensesaran strike slip  terbentuk (Tjia et. All,

1973; dalam Hutchison, 1973).

Gambar 3.2 Skema Paleo-tektonik Pulau Sumatra dan sekitarnya dari

Perm ke Trias Awal

Pada Kapur Akhir, zona subduksi bergerak ke arah barat Sumatra,

sepanjang pulau-pulau yang saat ini berada di barat Sumatra seperti Siberut.

Ofiolit dari subduksi ini sendiri oleh Bemmelen (1949; dalam Hutchison, 1973)

15

Page 16: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

diperkirakan berumur Kapur Akhir sampai Tersier Awal. Di bagian utara Sumatra

terdapat Intrusi Granitik Tersier sedangkan di selatan terdapat Adesit Tua dan

Intrusi Granit Miosen Awal. Pola dari sistem palung busur di Sumatra pada saat

itu digambarkan pertama kali oleh Katilli (1971; dalam Hutchison, 1973) seperti

pada gambar 3.3. Subduksi yang berada di barat Sumatra menerus ke selatan Jawa

Barat, lalu berbelok ke timur laut menuju arah Pegunungan Meratus di

Kalimantan.

Gambar 3.3 Skema Paleo-tektonik Pulau Sumatra dan sekitarnya dari

Trias Akhir sampai Jura Awal

16

Page 17: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

Gambar 3.4 Skema Paleo-tektonik Pulau Sumatra dan sekitarnya dari

Kapur Akhir sampai Tersier Awal

Dari Tersier sampai sekarang, subduksi terus mundur ke arah barat melewati

kepulauan yang terdapat di sebelah barat Sumatra dan menerus ke timur di selatan

melewati Pulau Jawa (Gambar 3.4). Busur gunung api di sepanjang zona subduksi

tersebut terdapat di Pegunungan Barisan di Sumatera dan menerus ke Pulau Jawa.

Volkanisme basalt hadir di Sukadana, Sumatra Selatan dan diperkirakan

berhubungan dengan pensesaran ekstensi dalam yang dihasilkan sebagai interaksi

dari lempeng-lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik.

17

Page 18: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

Gambar 3.5 Skema Tektonik Pulau Sumatra dan sekitarnya saat ini

18

Page 19: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

BAB IV

POLA STRATIGRAFI REGIONAL PULAU SUMATERA

Dari gambar diatas sebenanya kita sudah dapat merekontruksi pembentukan

Cekungan Sumatra secara singkat berawal dari tebentukanya batuan-batuan dasar

pada masa Pre-Tersier dimana tektonik yang berkembang gaya kompresi lalu

terjadinya fase tektonik berupa gaya tension yang menyebabkan adanya fase syn-

rift disini dimana dimulai fase pengisian material-material sedimen ke dalam

cekungan akibat dari gaya tension yang terjadinya sebelumnya. Peristiwa ini

terjadi pada kala Oligosen akhir-Miosen Awal. Dan diakhiri oleh adanya fase

post-Rift yang diendapkan selaras diatasnya oleh formasi gumai. Kemudian

19

Page 20: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

terjadi kembali fase tektonik berupa gaya kompresi dimana fase terakhir dengan

terendapkannya formasi Air Benakat, formasi Muara Enim, Formasi Kasai dan

endapan alluvial diatasnya secara selaras.

1. Batuan Dasar, Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks

batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku

dan batuan karbonat. Batuan Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum

tersingkap dengan baik di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan

Pegunungan Duabelas berupa batuan karbonat berumur permian, Granit dan

Filit. Batuan dasar yang tersingkap di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit

yang terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur Permian (Simanjuntak, dkk.,

1991). Lebih ke arah Utara tersingkap Granit yang telah mengalami pelapukan

kuat. Warna pelapukan adalah merah dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat

pelapukan tersebut. Kontak antara Granit dan filit tidak teramati karena selain

kontak tersebut tertutupi pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan

yang lebat.Menurut Simanjuntak, et.al (1991) umur Granit adalah Jura. Hal ini

berarti Granit mengintrusi batuan filit.

2. Formasi Lahat, Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas

batuan dasar, merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari

konglemerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan

batupasir kuarsa. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenaipetroleum

system dari formasi lahat.

3. Formasi Talang Akar, Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi

terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada

lingkungan laut dangkal hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi

Talang Akar berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan

secara selaras di atas Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari

batupasir kasar, serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya

berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang

Akar berkisar antara 400 m – 850 m. Secara lebih rinci berikut adalah data

mengenai petroleum system dari formasi Talang Akar.

20

Page 21: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

4. Formasi Baturaja, Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Fm.

Talang Akar dengan ketebalan antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari

batugamping, batugamping terumbu, batugamping pasiran, batugamping

serpihan, serpih gampingan dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral.

Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral-neritik dan berumur Miosen

Awal. Secara lebih rinci berikut adalah data mengenai petroleum system dari

formasi Batu Raja.

5. Formasi Gumai, Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas

Formasi Baturaja dimana formasi ini menandai terjadinya transgresi

maksimum di Cekungan Sumatera Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri

dari serpih gampingan dengan sisipan batugamping, napal dan batulanau.

Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan

serpih.Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m - 2200 m

dan diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur Miosen

Awal-Miosen Tengah. Secara lebih rinci berikut adalah data

mengenai petroleum system dari formasi Gumai.

6. Formasi Air Benakat, Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di

atas Formasi Gumai dan merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini

terdiri dari batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir

abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di

bagian atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil

foraminifera. Ketebalan Formasi Air Benakat bervariasi antara 100-1300 m dan

berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Formasi ini diendapkan pada

lingkungan laut dangkal. Secara lebih rinci berikut adalah data

mengenai petroleum system dari Air Benakat.

7. Formasi Muara Enim, Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari

fase regresi tersier. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air

Benakat pada lingkungan laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin.

Ketebalan formasi ini 500 – 1000m, terdiri dari batupasir, batulempung ,

batulanau dan batubara. Batupasir pada formasi ini dapat mengandung

glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa

21

Page 22: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada

formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur Miaosen

Akhir – Pliosen Awal. Secara lebih rinci berikut adalah data

mengenai petroleum system dari Air Benakat.

8. Formasi Kasai, Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi

Muara Enim dengan ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir

tufan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tufpumice kaya

kuarsa, batupasir, konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit

mengandung pumice dan tuf berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai

sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu yang terkersikkan. Fasies

pengendapannya adalah fluvial dan alluvial fan. Formasi Kasai berumur

Pliosen Akhir-Plistosen Awal.

9. Sedimen Kuarter, Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak

terpengaruh oleh orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara

tidak selaras di atas formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-

fragmen konglemerat berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik

andesitik-basaltik berwarna gelap. Satuan ini berumur resen.

22

Page 23: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

BAB V

PENGEMBANGAN POTENSI PULAU SUMATRA

5.1 Pengembangan Potensi Daerah Pesisir (marine)

Potensi - potensi SDA di daerah pesisir yang dapat dimanfaatkan

antara lain:

1.      Estuaria (daerah pantai pertemuan antara air laut dan air tawar)

berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan (fishing grounds) yang

baik.

2.     Hutan mangrove (ekosistem yang tingkat kesuburannya lebih tinggi

dari Estuaria ); untuk mendukung kelangsungan hidup biota laut.

3.     Padang Lamun (tumbuhan berbunga yang beradaptasi pada kehidupan

di lingkungan bahari) ; sebagai habitat utama ikan duyung, bulubabi,

penyu hijau, ikan baronang, kakatua dan teripang.

4.     Terumbu Karang (ekosistim yang tersusun dari beberapa jenis karang

batu tempat hidupnya beraneka ragam biota perairan).

5.     Pantai Berpasir (tempat kehideupan moluska) ; memiliki nilai

pariwisata terutama pasir putih.

5.2.     Pengembangan Potensi Hidrologi

Potensi - potensi yang dapat dikembangkan berkaitan dengan

kondisi hidrologi antara lain:

1.      Sumatera memiliki banyak teluk, dapat dimanfaatkan sebagai tempat

pelabuhan.

2.      Sungai yang banyak dan besar dapat dimanfaatkan sebagai alat

transportasi sungai, pembangkit listrik dan juga industri perikanan.

3.      Banyaknya danau-danau besar dapat dimanfaatkan sebagai empat

rekreasi maupun pembangkit listrik.

23

Page 24: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

5.3 Pengembangan Potensi Bentanglahan Vulkanis

Potensi - potensi bentanglahan vulkanis yang dapat dimanfaatkan

antara lain:

1.     Adanya dereten Pegunungan Barisan berpotensi untuk lahan

pertanian dan kehutanan, serta mempunyai keanekaragaman vegetasi

yang banyak.

2.     Vegetasi yang beranekaragam bermanfaat untuk peternakan.

5.4.    Pengembangan Potensi Geologi

Dengan berbagai kondisi geologi yang ada di Pulau Sumatera

menyebabkan Pulau Sumatera meimiliki kandungan mineral yang banyak

dan beraneka ragam. Berdasarkan pembagian hasil tambang di Pulau

Sumatra meliputi batu bara, minyak, gas bumi, dan timah.

Propinsi Riau adalah penghasil minyak bumi terbesar di Pulau ini

dengan sumur minyak di Minas, Duri, Pedada, dan lirik (darat). Minyak

bumi dihasilkan oleh langsa (D.I Aceh), Pendopo Pribumulih (Sumatra

Selatan), dan Jambi. Penghasil gas alam adalah Arun (D.I Aceh) dengna

tempat pengolahan di Lhokseumawe. Penghasil Batu Bara adalah Ombilin

dan sawahlunto (Sumatra Barat) serta Bukit Asam, yang memiliki

cadangan sekitar 10 miliar ton. Penghasil Timah adalah Bangkinan Riau

daratan.

Selain itu masih terdapat berbagai jenis bahan galian yang belum

dikelola secara maksimum, seperti kaolin (Sawahlunto, dan Batang kapas

di Sumatra Barat), Fosfat (Pasaran Bacang di utara Padang), Batu

Gamping (Padang), tras (Sumatra Barat dan Utara), serta emas

(Rejangleboh, Bengkulu). Pulau-pulau di sekitar Pulau Sumatra (Bangka,

Belitung, Singkep, Karimun dan Kundur) juga menghasilkan timah dan

Bintan menghasilkan bauksit.

Berdasarkan potensi bahan galian tersebut, maka dapat di uraikan

jenis bahan galian, letak dan kesampaian daerah, serta kegunaannya adalah

24

Page 25: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

sebagai berikut:

1. Marmer

Batuan Marmer dalam istilah geologi adalah batu gamping atau

dolomite yang mengalami metamorfosa kontak atau regional. Batuan

Marmer di daerah ini, berwarna abu-abu gelap-agak kemerahan putih,

keras, kompak, masif, sebagian terkekarkan kuat, terisi mineral kalsit,

dan oksida besi, struktur laminasi masih nampak, berbutir kasar-halus,

umumnya tidak menunjukkan suatu perlapisan. Batuan marmer di

daerah ini membentuk perbukitan terjal, sebagian berupaya

perladangan dan hutan semak belukar. Lokasi bahan galian marmer di

Kecamatan Muara Sipongi, terdapat di Desa Ranjo Batu, Desa

Hutatoras, Kecamatan Kotanopan terdapat di Desa Huta Pungkut dan

dapat Kecamatan Panyabungan, terdapat di Desa Aek Banir dan

Sipagapaga. Kegunaan marmer terutama untuk bangunan seperti ubin

lantai, dinding, papan nama, dekorasi atau hiasan, monument, dan

perabot rumah tangga seperti meja dan kap lampu, serta bahan baku

pembuatan pupuk.

2. Andesit

Bahan galian andesit, berupa lava andesit, berwarna abu-abu - gelap,

kompak, keras, masif, rekah rekah, sedikit berpori, tekstur porphyritic,

dan disusun oleh mineral utama plagioklas, hornblende, biotit dan

piroksim, umumnya membentuk perbukitan menyebar ke arah barat

dan timur meliputi daerah Panyabungan, Sipaga-paga dan Purba

Lama, sebagian besar bersifat bongkahan-bongkahan, Bahan galian

andesit ini umumnya menempati daerah pemukiman, perkebunan, dan

perladangan serta aliran aliran sungai. Lokasi dan Kesampaian Daerah

Bahan galian andesit dijumpai di Kecamatan Panyabungan, terdapat di

daerah Aek Banir, Sipaga-paga, dan Purba Lama. Daerah tersebut

dapat dijangkau dengan kondisi jalan beraspal. Penyebaran bongkahan

bongkahan batuan andesit umumnya dapat diamati secara jelas pada

aliran aliran sungai di daerah tersebut. Kegunaan bahan galian andesit

25

Page 26: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

ini terutama untuk bahan bangunan (agregat) dan batu hias

(ornamental stone).

3. Batu Gamping

Batu Gamping, berwarna abu-abu - keputihan, keras, kompak, struktur

masif, tekstur kristalin dengan ukuran butir kasar, sebagian

terkekarkan kuat, terisi mineral kalsit dan oksida besi, umumnya tidak

menunjukkan suatu perlapisan, ketebalan bervariasi dari 4-10 meter.

Batugamping ini tersusun oleh mineral kalsit (CaCo), terjadi secara

organik, mekanik atau kimia. Batu gamping ini pada umumnya

membentuk perbukitan merupakan areal perladangan dan semak

belukar. Lokasi dan Kesampaian Daerah: Potensi bahan galian batu

gamping di Kecamatan Muara Sipongi, terdapat di Kp. Hutalemba dan

di Kecamatan Batang Natal, terdapat di desa Sopotinjak, Bangkelang

dan Muara Soma, pada umumnya dapat di jangkau dengan kenderaan

roda empat melalui jalan beraspal dengan kondisi jalan baik.

Penggunaan batu gamping tergantung pada sifat-sifat fisik dan

kimianya. Penggunaan sebagai bahan bangunan ditentukan oleh sifat

fisiknya, sedangkan sebagai bahan industri di tentukan oleh sifat

kimianya. Batu gamping banyak digunakan sebagai bahan baku

semen, karbid, bahan pemutih, penetral keasaman, pupuk industri,

keramik, bahan bangunan, bahan ornamen, pengembang dan pengisi

dalam industri cat, kertas, karer, dan plastik serta dalam industri

farmasi, kosmetik, dan industri kimia lainnya. Disamping itu, daerah

yang mempunyai topografi karst dapat dikembangkan menjadi objek

wisata.

4. Granit

Batuan granit pada umumnya berwarna abu-abu-putih bintik hitam,

berbutir kasar, tekstur granitic, kompak, terkekarkan, bentuk kristal

subhedral-anhedral, komposisi antara lain kuarsa, biotit dan

plagioklas. Pada umumnya tubuh batuan granit di daerah ini telah

mengalami tingkat pelapukan yang cukup tinggi sehingga batuan 5-

26

Page 27: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

10 meter. Untuk mengetahui ciri litologi dan sifat fisik batuan ini

beberapa bongkahan-bongkahannya yang terdapat di sungai masih

menunjukkan aslinya. Batuan granit ini termasuk dalam Batholith

Lokasi dan Kesampaian Daerah: Bahan galian granit terdapat di

Kecamatan Muara Sipongi (Muara Sipongi), Kecamatan Kotanopan

(Kotanopan), dan Kecamatan Panyabungan (desa padangluru dan

Tebing Tinggi), pada umumnya dapat ditempuh dengan kendaraan

roda empat dan selanjutnya berjalan kaki menuju lokasi bahan galian.

Kegunaan Batuan granit yang berbutir kasar dan menengah dapat

digunakan sebagai bahan bangunan, dermaga, pengeras jalan, dan

bendungan. Batuan granit yang berbutir halus dapat diasah dan dipoles

untuk penghias lantai dan rumah/gedung. Batuan granit yang

berwarna pink, abu-abu bintik hitam, dapat dipoles untuk dinding

rumah/gedung, dekorasi, dan alat rumah tangga seperti meja.

5. Kaolin

Kaolin adalah massa batuan yang tersusun dari material lempung

dengan kandungan besi rendah. Lokasi dan Kesampaian Daerah:

Potensi bahan galian kaolin terdapat di daerah Sibanggor Tonga,

Kecamatan Kotanopan, daerah tersebut dapat ditempuh dengan

kenderaan roda empat melalui jalan beraspal, terdapat ditepi jalan.

Kegunaan: Bahan galian kaolin umumnya digunakan dalam berbagai

industri, baik sebagai bahan baku utama atau sebagai bahan pembantu.

Fungsinya bisa sebagai pengisi (filler), pelapis (coater), bahan tahan

api, atau penyekat (isolator). Penggunaan kaolin yang utama adalah

dalam industri kertas, keramik, cat, karet/ban, dan plastik. Sedangkan

penggunaan lainnya di antaranya untuk industri semen, pestisida,

pupuk, kosmetik, farmasi, pasta gigi, tekstil, dan lain-lainnya.

6. Batumulia

Batumulia adalah semua jenis mineral dan batuan yang mempunyai

sifat fisik dan kimia yang khas, serta digunakan untuk perhiasan dan

bahan dekorasi atau hiasan. Lokasi dan Kesampaian Daerah: Bahan

27

Page 28: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

galian batumulia terdapat di daerah Muara Soma dan sekitarnya,

Kecamatan Batang Natal, daerah ini dapat ditempuh dari kota

Panyabungan dengan kenderaan roda empat melalui jalan beraspal

sekitar 65 Km. Batu mulia umumnya dijumpai pada sungai-sungai di

sekitar daerah tersebut dengan berbagi ukuran dari kerikil sampai

kerakal. Kegunaan: Batumulia biasanya digunakan sebagai perhiasan

oleh manusia dan penambah keindahan ruangan. Dalam industri

pengolahan batumulia antara lain pembuatan cincin, giwang, liontin,

gelang, asbak, vas bunga, plakat, batu alam, dan lain-lain.

7. Phospat

Endapan posfat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu endapan

permukaan, endapan gua dan endapan bawah permukaan.

8. Secara umum endapan posfat berasal dari tumpukan kotoran burung

dan kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batugamping karena

pengaruh air hujan dan air tanah. Endapan posfat di daerah

penyelidikan, terdapat mudah digali. Endapan posfat pada daerah ini

belum pernah diselidiki. Lokasi dan Kesampaian Daerah: Potensi

endapan posfat terdapat pada Gua Soma di Desa Muara Soma,

Kecamatan Batang Natal. Daerah tersebut dapat ditempuh kendaraan

roda empat dengan kondisi jalan beraspal, selanjutnya menuju lokasi

dengan berjalan kaki. Kegunaan: Kegunaan endapan posfat terutama

sebagai pupuk, baik pupuk buatan maupun pupuk alam, dalam industri

detergen, asam sulfat, dan industri kimia lainnya.

9. Pasir dan Batu

Pasir dan batu (sirtu) merupakan batuan hasil rombakan dari batuan

asal yang tidak terkonsolidasi. Sirtu ini pada umumnya ditemukan

pada aliran sungai. Potensi bahan galian sirtu di daerah ini tersebar

dan sebagian telah dimanfaatkan. Lokasi dan Kesampaian

Daerah :Bahan galian sirtu (pasir dan batu) pada umumnya terdapat

pada aliran-aliran sungai besar antara lain di Batang Angkola, Batang

Natal, Batang Gadis, Aek Soma dan beberapa anak sungainya dan

28

Page 29: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

sebagian telah diusahakan oleh penduduk setempat.

Kegunaan: Sirtu dapat digunakan dalam sektor konstruksi, seperti

perumahan, pertokoan, perkantoran, jembatan, dan jalan.

10. Serpentinit

Batuan serpentinit merupakan batuan metamorf, pada umumnya

berwarna kehijauan-gelap, berlaminasi, berbentuk lembaran, mudah

terbelah melalui bidang-bidang belahan, ketebalan antara 2 -8 meter.

Batuan serpentinit mempunyai komposisi utama serpentin yang paling

dominan. Serpentin yang menunjukkan kandungan unsur MgO tinggi

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk alternatif.

Lokasi dan Kesampaian Daerah Potensi serpentin di daerah

Kecamatan Batang Natal, terdapat di Desa Muara Soma, dan

sekitarnya. Daerah tersebut dapat di tempuh kendaraan empat dengan

kondisi jalan beraspal, selanjutnya menuju lokasi dengan berjalan

kaki.

29

Page 30: Tektonik Dan Stratigrafi Pulau Sumatera

DAFTAR PUSTAKA

http://ceritageologi.wordpress.com/2013/02/01/evolusi-tektonik-pulau-sumatera/

(Diakses pada 30 Maret 2013 09.00 wib)

http://one-geo.blogspot.com/2010/01/sejarah-terbentuknya-pulau-sumatera.html

(Diakses pada 31 Maret 2013 11.00 wib)

http://blog.ub.ac.id/bettyagustina/proses-geologi-pulau-sumatra/

(Diakses pada 31 Maret 2013 11.20 wib)

http://smile-nd.blogspot.com/2012/12/kondisi-fisis-dan-potensi-fisik-pulau.html

(Diakses pada 31 Maret 2013 11.30 wib)

http://smiatmiundip.wordpress.com/2012/05/17/perkembangan-tektonok-pulau-

sematera/

(Diakses pada 31 Maret 2013 12.00 wib)

30