Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TEMA DAN FAKTA CERITA NOVEL NEGERI 5 MENARAKARYA AHMAD FUADI DAN IMPLEMENTASINYA
SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRAKELAS XI SMA NEGERI 10 PURWOREJO
TAHUN PELAJARAN2012 / 2013
SKRIPSI
Disusun sebagai Salah Satu Syaratuntuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
OlehSa’adah
NIM 082110038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2013
ii
TEMA DAN FAKTA CERITA NOVEL NEGERI 5 MENARAKARYA AHMAD FUADI DAN IMPLEMENTASINYA
SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRAKELAS XI SMA NEGERI 10 PURWOREJO
TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013
OlehSa’adah
NIM 082110038
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Panitia Penguji SkripsiFakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Muhammadiyah Purworejo
Pada tanggal: 21 Maret 2013
TIM PENGUJI
Dra. Hj. Kadaryati, M.Hum. …………………………..NBM 887082(Penguji Utama)
Drs. Mohammad Fakhrudin, M. Hum. .………………………….NIP 1955 0828 198901 1 001(Penguji I/ Pembimbing I)
Umi Faizah, M.Pd. …………………………..NBM 1056645(Penguji II/ Pembimbing II)
Purworejo, 21 Maret 2013
MengetahuiDekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Drs. H. Hartono, M. M.NIP 19540105 198103 1 002
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
nama : Sa’adah;NIM : 082110038;Progam Studi : pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia;Judul Skripsi : Tema dan Fakta Cerita Novel Negeri 5 Menara
Karya A. Fuadi dan Implementasi sebagai BahanPembelajaran Sastra Kelas XI SMA Negeri 10Purworejo
Pembimbing I : Drs. Mohammad Fakhrudin, M.Hum.;Pembimbing II : Umi Faizah, M.Pd.;
menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini bukan plagiat hasilkarya orang lain, melainkan benar-benar hasil karya saya sendiri, baik sebagianmaupun seluruhnya. Pendapat para pakar atau temuan orang lain yang terdapatdalam skripsi ini, dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Apabilaterbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil plagiat karya oranglain, saya bersedia bertanggung jawab secara hukum yang diperkarakan olehUniversitas Muhammadiyah Purworejo.
Purworejo, Maret 2013
Yang membuat pernyataan,
Sa’adah
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
$yg•ƒ r' ¯» tƒz̀ ƒ Ï% ©!$#(#q ãZtB#uä(#q ãY‹ ÏètG ó™$#ÎŽö9¢Á9$$Î/Ío 4q n=¢Á9$#ur4¨b Î)©!$#yìtBtûï ÎŽÉ9» ¢Á9$#ÇÊÎÌÈ
“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”(Alquran Surat Al- Baqarah ayat 153)
“Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah diperbuatnya”( HR Ali Bin Abi Tholib)
PERSEMBAHAN
1. Suami tercinta yang selalu memberikan motivasi
dan dukungan, serta setia mendengarkan segala
keluh kesahku;
2. Bapak dan Ibu tersayang yang selalu memberikan
kasih sayang, semangat dan doa;
3. Keluarga dan saudara-saudaraku. Jazaa kumullah
akhsanal jaza atas doa, cinta, dan kasih sayang;
dan tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada
yang telah disebutkan di atas, penulis juga
menghadiahkan skripsi ini kepada “buah hatiku”
(Feisya dan Aratsya) yang menjadikan pelengkap
hidupku, semoga kelak menjadi anak yang ber-
bakti pada kedua orang tua, agama dan negara.
v
PRAKATA
Alhamdulillah! Akhirnya skripsi ini selesai disusun setelah melalui proses
yang cukup lama. Skripsi berjudul “Fakta Cerita Dalam Novel Negeri 5 Menara
Karya A. Fuadi dan Implementasinya sebahai Bahan Pembelajaran Sastra di Kelas
XI SMA” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan, Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Muhammadiyah Purworejo.
Keberhasilan penyusun skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan
kesempatan untuk menyelesaikan studi di Universitas Muhammadiyah
Purworejo;
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Purworejo yang telah memberikan izin penelitian;
3. Ketua Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
menyetujui pelaksanaan penelitian;
4. Drs. Mohammad Fakhrudin, M.Hum., pembimbing I, dan Umi Faizah, M.Pd.,
pembimbing II, yang telah membimbing, mengarahkan, memotivasi dengan
penuh kesabaran, serta mengoreksi skripsi ini dengan penuh ketelitian sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
vi
5. Seluruh dosen Progam Studi Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat;
6. Suami yang telah memberikan doa dan kebutuhan finansial;
7. Teman-teman seperjuangan (Progam Studi PBSI Angkatan Tahun 2008) yang
telah memberikan motivasi, doa, dan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan studi di Progam studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Penulis senantiasa berdoa semoga Allah Swt. memberikan balasan yang
selayaknya atas budi baik yang telah diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penyusun khususnya dan para pembaca umumnya. Amin!
Purworejo, Maret 2013
Penulis
Sa’adah
vii
ABSTRAK
Sa’adah. “Tema dan Fakta Cerita Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi danImplementasinya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra Kelas XI SMA Negeri 10Purworejo.” Skripsi. Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2013.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan (1) tema danfakta cerita novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi; (2) hubungan keterkaitanantarunsur tema dengan fakta cerita; dan (3) implementasi analisis tema dan faktacerita novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi sebagai bahan pembelajaran sastrakelas XI SMA Negeri 10 Purworejo.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Objek penelitian iniadalah tema dan fakta cerita . Sumber data yang digunakan adalah novel Negeri 5Menara karya A. Fuadi. Instrumen penelitian ini penulis selaku peneliti denganmenggunakan fasilitas kartu pencatat data. Teknik pengumpulan data menggunakanobservasi langsung kemudian data yang didapatkan dicatat dalam kartu pencatatdata. Teknik analisis data dalam penelitian ini lakukan dengan teknik analisis isi.Teknik penyajian hasil analisis data yang digunakan adalah teknik informal.
Hasil analisis menunjukkan (1) tema dalam novel Negeri 5 Menara adalahpencapaian keberhasilan dan fakta cerita terdiri dari (a) tokoh dan penokohan, tokohdibedakan tokoh utama adalah Alif Fikri dan tokoh tambahan adalah amak, ayah,Randai, Ustadz Salman, Kiai Rais, dan sahabat sohibul menara (Atang, Said,Dulmajid, Baso, Raja), sedangkan pelukisan watak (penokohan) mengunakan duacara, yaitu teknik analitik dan teknik dramatik; (b) alur dan pengaluran, yaknitahapan alur adalah tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir, sedangkan teknikpengaluran meliputi suspense, foreshadowing, dan surprice; (c) latar, yakni latarfisik disajikan secara konkret sehingga menimbulkan imajinasi pembaca mengenaiwujud bangunan dan daerah tersebut, dan latar sosial melukiskan status sosialdalam kegiatan belajar di pesantren dengan konsep man jadda wajadda; (2)keterkaitan antarunsur saling mendukung dalam membangun totalitas cerita yangharmonis, logis, dan menarik; dan (3) implementasi analisis tema dan fakta ceritadalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi sebagai bahan pembelajaran sastra dikelas XI SMA dapat dijadikan alternatif pemilihan bahan materi, karenamempunyai nilai estetis, mencerminkan nilai-nilai positif, yang dapat dijadikansebagai bahan pembelajaran sastra untuk mencapai standar kompetensi, kompetensidasar, dan indikator sebagaimana dijelaskan dalam kurikulum. Pembelajarananalisis tema dan fakta cerita di SMA Negeri 10 Purworejo dengan langkah-langkah sebagai berikut (a) kegiatan awal yang dilakukan satu minggu sebelumnyasiswa disuruh membaca novel; (b) kegiatan inti yang dilakukan siswa diberi tugasmengidentifikasi dan menganalisis tema dan fakta cerita; dan (c) kegiatan akhiryang dilakukan guru merefleksi hasil pembelajaran.
Kata Kunci : tema dan fakta cerita, hubungan antarunsur, dan implementasisebagai bahan pembelajaran sastra.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. iHALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iiPERNYATAAN ........................................................................................ iiiMOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ ivPRAKATA ................................................................................................ vABSTRAK ................................................................................................ viiDAFTAR ISI ............................................................................................. viiiDAFTAR TABEL ..................................................................................... xDAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1B. Penegasan Istilah ................................................................ 6C. Rumusan Masalah .............................................................. 7D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................... 8E. Sistematika skripsi .............................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS ................ 12A. Tinjauan Pustaka ................................................................ 12B. Kajian Teoretis ................................................................... 13
1. Tema ............................................................................ 132. Fakta Cerita .................................................................. 15
a. Tokoh dan penokohan ............................................. 15b. Alur dan Pengaluran ................................................ 18c. Latar dan Pelataran.................................................. 21
3. Hubungan Keterkaitan Antarunsur dalam novel ............ 224. Pembelajaran Sastra ...................................................... 24
a. Tujuan Pembelajaran Sastra .................................... 24b. Manfaat Pembelajaran sastra ................................... 25c. Bahan Pembelajaran Sastra ..................................... 26d. Metode Pembelajaran Sastra ................................... 27e. Langkah-langkah Pembelajaran Sastra .................... 33f. Sumber Belajar ....................................................... 34g. Evaluasi .................................................................. 35
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 38A. Objek Penelitian ................................................................. 38B. Fokus Penelitian ................................................................. 38C. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 39
ix
D. Data dan Sumber Data ........................................................ 39E. Instrumen Penelitian ........................................................... 39F. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 40G. Teknik Analisis Data .......................................................... 41H. Teknik Penyajian Hasil Analisis ......................................... 43
BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA ........................... 44A. Penyajian Data .................................................................... 44B. Pembahasan Data................................................................ 49
1. Tema dan Fakta cerita dalam novel Negeri 5 Menara .... 49a. Analisis Tema ....................................................... 49b. Analisis Fakta Cerita ............................................... 55
2. Hubungan Keterkaitan antarunsur di dalam cerita ......... 1413. Implementasi aspek tema dan fakta cerita novel Negeri 5
Menara sebagai bahan pembelajaran sastra kelas XI SMANegeri 10 Purworejo....................................... ............... 147
BAB V PENUTUP ............................................................................... 185A. Simpulan ............................................................................ 185B. Saran .................................................................................. 186
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Tema dan Fakta Cerita dalam Novel Negeri 5 Menara Karya
Ahmad. Fuadi ............................................................................... 45
Tabel 2. Data Hubungan antarunsur Tema dan Fakta Cerita dalam NovelNegeri 5 Menara ......................................................................... 46
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sinopsis Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad FuadiLampiran 2. SilabusLampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)Lampiran 4. Surat Izin PenelitianLampiran 5. Surat Keterangan Pelaksanaan PenelitianLampiran 6. Kartu Bimbingan Skripsi
1
BAB IPENDAHULUAN
Dalam bab ini, disajikan latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan karya imajinatif digunakan pengarang dalam
bentuk tulisan yang mempunyai nilai estetika. Karya imajinatif tersebut terlahir
dari kreasi dan juga daya khayal pengarang. Karya sastra merupakan penjabaran
kehidupan dan pengalaman pengarang atas kehidupan di sekitarnya. Hal itu
sebagaimana dikemukakan oleh Nurgiyantoro (2012: 3 ) sebagai berikut:
Karya imajinasi, prosa fiksi menawarkan berbagaipermasalahan-permasalahan hidup manusia dan kemanusiaan. Prosafiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalamhubungannya dengan lingkungan dan sesama. Interaksi dengan dirisendiri serta interaksi dengan masyarakat. Fiksi merupakan hasil dialog,kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan.
Genre sastra terdiri dari puisi, prosa, dan drama. Prosa fiksi terdiri atas
novel dan cerpen. Novel merupakan karya fiksi yang terbangun dari struktur
karya sastra. Novel merupakan karya fiksi yang tergabung dari struktur karya.
Karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks, yang unsur-unsurnya
saling berjalan erat satu sama lain. Hawkes (dalam Pradopo, 1987: 118)
menyebutkan karya sastra sebagai satu kesatuan yang utuh dipahami maknanya
apabila diketahui bagian-bagiannya atau unsur pembentukan relasi timbal balik
1
2
antara bagian-bagiannya, dan relasi antarbagian dengan keseluruhan. Setiap
unsur karya sastra mempunyai keterkaitan makna dengan unsur-unsur lainnya
dalam struktur. Abrams (via Nurgiyantoro 2012: 36) bahwa struktur karya
sastra diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan
bagian menjadi komponen yang secara bersama membentuk kebulatan yang
indah.
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2012: 25) mengemukakan bahwa unsur
pembangun sebuah novel mencakup tiga bagian sebagai berikut:
Fakta cerita, tema, dan sarana sastra. Fakta (facts) dalam sebuahcerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, dan setting. Ketiganyamerupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkanperistiwanya, eksistensinya, dalam sebuah novel. Oleh karena itu,ketiganya dapat pula disebut sebagai struktur faktual (factual structure)atau derajat faktual (factual level) sebuah cerita. Ketiga unsur tersebutharus dipandang sebagai satu kesatuan dalam rangkaian keseluruhancerita
Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa novel dibangun oleh tiga
unsur pokok, yakni tema, fakta, dan sarana cerita yang disebut sebagai struktur
faktual. Ketiga unsur tersebut berpadu secara harmonis dan saling mendukung
guna menciptakan totalitas novel.
Novel merupakan uraian cerita dari sebagian besar kehidupan manusia
yang di dalamnya terdapat tokoh dan terdapat berbagai masalah yang harus
dihadapi oleh tokoh cerita. Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dicetak
pertama kali oleh Gramedia Pustaka Umum pada tahun 2009. Sejak tahun 2009
sampai 2011 Negeri 5 Menara termasuk novel yang ada di jajaran best seller,
yaitu dalam waktu kurang dari dua tahun novel telah dicetak ulang kesebelas
kali. Dalam novel tersebut berhasil menginspirasi pembacanya, (terbukti dari
3
kelarisannya) sehingga novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi banyak dibaca
dan dinikmati oleh masyarakat karena isi ceritanya bervariasi, yang menyentuh
kehidupan nyata masyarakat, dan bahasanya mudah dipahami, serta karya
fiksinya dinilai dapat menumbuhkan semangat untuk berprestasi.
Dalam novel tersebut diceritakan kehidupan Alif Fikri seorang pemuda
Minangkabau, Kabupaten Agam, Bukit Tinggi. Dia memiliki keinginan untuk
melanjutkan sekolah ke SMA (umum). Sementara itu, ibunya lebih
menginginkan agar Alif Fikri melanjutkan ke sekolah yang berbasis agama.
Kepergian Alif Fikri dengan berat hati, demi memenuhi permintaan ibunya
untuk menimba ilmu agama di salah satu Pondok Pesantren. Atas saran dari
pamannya, akhirnya Alif Fikri memutuskan merantau untuk melanjutkan
sekolah ke Pondok Pesantren modern Gontor, Jawa Timur. Di Pondok
Pesantren modern ini dia hidup penuh dengan aturan, melakukan interaksi
belajar dengan sesama siswa, untuk mencapai cita-cita yang dilandasi keyakinan
melalui konsep “Man Jadda Wajada , yakni siapa yang bersungguh-sungguh
pasti berhasil.
Ada hal menarik yang menjadi alasan memilih novel Negeri 5 Menara
karya A. Fuadi sebagai penelitian, di antaranya, novel generasi muda bangsa
yang penuh memotivasi, memupuk bakat, semangat dan optimisme untuk maju
dan tidak mudah menyerah, merupakan suatu bentuk pembelajaran yang
berharga dalam menciptakan kepribadian seseorang. Kehidupan tokoh dan
penokohan novel tersebut, memiliki nilai positif yang mencerminkan
kepribadian pada sikap tokoh Alif Fikri ini, memberikan contoh arti kesabaran
4
dalam menghadapi cobaan, pantang menyerah, mandiri dan berbakti kepada
orang tua.
Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi adalah salah satu novel yang
tepat untuk lingkungan pendidikan. Nuansa religius pada novel itu sangat bagus
untuk perkembangan akhlak dan pendidikan agama pada remaja berusia 14-17
tahun khususnya pelajar SMA. Melalui novel tersebut peserta didik diharapkan
dapat mencontoh nilai positif menjadikan penyemangat untuk berusaha dengan
sepenuh hati serta keikhlasan dalam belajar. Penanaman nilai pendidikan pada
novel Negeri 5 Menara serta pemanfaatannya dalam pembelajaran sastra
membawa kebaikan bagi pembaca. Hal ini menimbulkan kesadaran bahwa
sastra mempunyai peran baik, khususnya dalam kaitan pendidikan dan
pembelajaran sastra.
Pembelajaran sastra tentunya berkaitan dengan pendidikan. Berdasarkan
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas mendefinisikan pendidikan sebagai
berikut.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkansuasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritualkeagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan: akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dannegara.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang benar,
baik, dan indah untuk kehidupan. Berkaitan dengan tujuan pendidikan tersebut,
tujuan pembelajaran sastra adalah untuk mengapresiasi nilai-nilai yang
terkandung dalam sastra, yaitu pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap
karya sastra sehingga peserta didik diharapkan dapat menambah pengetahuan
5
dan memiliki sikap positif terhadap suatu karya sastra (Rusyana, 1984: 314).
Dalam hal ini, sastra juga mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia
nyata. Untuk itu, pembelajaran sastra diharapkan dapat memberikan sumbangan
yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit di
dalam masyarakat jika dilakukan dengan cara yang tepat (Rahmanto, 1988: 15).
Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas XI semester I dengan alokasi waktu 4 x 45 menit, tercantum
standar kompetensi memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel
terjemahan dengan indikator menjelaskan unsur-unsur instrinsik novel, yaitu
tema, fakta cerita, dan sarana sastra.
Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian unsur pembangun
novel dengan membatasi tema dan fakta ceritanya yakni, tokoh dan penokohan,
alur, dan latar pada novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dengan alasan
sebagai berikut.
1. Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi menarik untuk dibaca dan dianalisis
tema dan fakta ceritanya karena unsur-unsurnya terlihat lengkap serta
menyajikan kompleksitas kehidupan masyarakat. Kelengkapan tersebut
terlihat dari adanya unsur pembangun yang dapat dianalisis.
2. Dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi terdapat nilai positif yang
tercermin melalui kepribadian sikap tokohnya sehingga dapat dijadikan
sebagai teladan peserta didik sebagai bahan pembelajaran sastra.
3. Sebagai calon guru, peneliti merasa perlu memahami pembelajaran sastra
sebagai bekal menjadi guru bahasa dan sastra Indonesia yang profesional.
6
4. Sepengetahuan penulis, novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi belum
pernah diteliti oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo dari
aspek tema dan fakta cerita yang terdiri dari tokoh dan penokohan, latar, dan
alur.
Dengan latar belakang itulah, perlu dilakukan penelitian dengan judul
“Tema dan Fakta cerita novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dan
implementasinya sebagai bahan pembelajaran sastra kelas XI SMA Negeri 10
purworejo.
B. Penegasan Istilah
Penelitian ini berjudul “Fakta Cerita Novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi dan Implementasinya sebagai Bahan Pembelajaran Sastra Kelas XI SMA
Negeri 10 Purworejo”. Untuk menghindari kesalahpahaman pengertian judul
penelitian ini, perlu ditegaskan kembali istilah-istilah yang terdapat dalam judul
penelitian diantaranya sebagai berikut.
1. Tema adalah ide pokok atau gagasan yang menjadi dasar dalam sebuah
cerita yang menyangkut beberapa persoalan yang harus dihadapi oleh para
tokoh dalam suatu cerita.
2. Fakta cerita dalam sebuah cerita meliputi tokoh/penokohan, plot dan setting.
Ketiganya merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan
peristiwa, eksistensinya, dalam sebuah novel. Oleh karena itu, ketiganya
dapat pula disebut sebagai struktur faktual (Nurgiyantoro, 2012: 25).
7
3. Implementasi analisis tema dan fakta cerita sebagai bahan pembelajaran
sastra adalah penerapan hasil analisis terhadap tema dan fakta cerita sebagai
bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA
Dari pengertian istilah-istilah di atas, disimpulkan bahwa maksud dari
judul skripsi “Tema dan Fakta cerita novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
dan implementasinya sebagai bahan pembelajaran sastra kelas XI SMA Negeri
10 Purworejo” adalah suatu analisis unsur pembangun novel terhadap tema dan
fakta cerita yang terdiri dari tokoh dan penokohan, latar dan pelataran, dan alur
dan pengaluran pada penerapannya sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas
XI SMA Negeri 10 Purworejo.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, ditentukan
rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana tema dan fakta cerita yang terdiri dari tokoh dan penokohan, alur
dan pengaluran, dan latar dan pelataran dalam novel Negeri 5 Menara karya
A. Fuadi?
2. Bagaimana hubungan keterkaitan antarunsur tema dan fakta cerita dalam
novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi?
3. Bagaimana implementasi analisis tema dan fakta cerita novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA
Negeri 10 Purworejo?
8
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan dan menjelaskan tema dan fakta ceritayang terdiri dari
tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, dan latar dan pelataran novel
Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.
b. Mendeskripsikan dan menjelakan hubungan keterkaitan antarunsur tema
dan fakta cerita dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.
c. Mendeskripsikan dan menjelaskan implementasi analisis tema dan fakta
cerita novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi sebagai bahan pem-
belajaran sastra kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua macam kegunaan, yakni kegunaan
secara teoretis dan kegunaan secara praktis. Uraian kedua kegunaan tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Kegunaan Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan
untuk pengembangan penelitian sejenis dalam rangka menambah wa-
wasan pemilihan bahan ajar atau materi pembelajaran sastra Indonesia
(novel).
b. Kegunaan Praktis
1) Bagi Mahasiswa
9
Mahasiswa dapat berlatih menjadi peneliti, menambah
pengetahuan di bidang ilmu pendidikan bahasa dan sastra Indonesia,
dan membekali diri sebagai calon pendidik.
2) Bagi siswa
Penelitian ini memberikan motivasi kepada siswa agar dapat
memahami pengertian pembelajaran sastra pada unsur pembangun
novel dan mencontoh nilai positif yang terdapat pada tokoh dan
penokohan dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.
3) Bagi guru bahasa Indonesia
Penelitian ini memberikan informasi kepada guru, khususnya
guru pengampu mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia berkaitan
dengan pembelajaran sastra Indonesia yaitu novel Negeri 5 Menara
karya A. Fuadi dan implementasinya sebagai bahan pembelajaran
sastra di kelas XI SMA.
4) Bagi sekolah
Penelitian ini memberikan sumbangan ide mengenai bahan
atau materi pembelajaran sastra Indonesia (novel) berkaitan dengan
unsur pembangun novel pada tema dan fakta cerita dalam novel
Negeri 5 Menara karya A. Fuadi yang dapat digunakan sebagai
bahan pembelajaran sastra di sekolah.
10
E. Sistematika Penulisan Skripsi
Secara garis besar, penulisan skripsi, disusun dengan sistematika
bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal berisi halaman judul,
halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan penguji, halaman
penyataan keautentikan skripsi, moto dan persembahan, prakata, abstrak,
daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran.
Bagian isi terbagi ke dalam lima bab, yaitu BAB I, BAB II, BAB III,
BAB IV, dan BAB V. Di bawah ini dipaparkan secara garis besar isi dari
bab-bab tersebut sebagai berikut.
BAB I adalah pendahuluan. Pendahuluan terdiri atas latar belakang
masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Latar belakang masalah berisi
hal-hal yang mendorong atau argumentasi yang mendasari pemilihan judul.
Penegasan istilah berisi penjelasan maksud atau pengertian istilah-istilah
yang digunakan dalam judul skripsi. Rumusan masalah berisi masalah yang
dibahas secara rinci dalam skripsi. Tujuan dan kegunaan penelitian berisi
tujuan yang dicapai dalam penelitian dan kegunaan penelitian, baik
kegunaan teoretis maupun kegunaan praktis penelitian.
BAB II berisi tinjauan pustaka, kajian teoretis, dan kerangka
berpikir. Dalam bab ini, dijelaskan tinjauan pustaka yang berupa kajian yang
telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Kajian teoretis dalam penelitian ini
membahas fakta cerita, yakni tokoh dan penokohan, alur dan latar,
pengertian pembelajaran sastra, tujuan pembelajaran, manfaat pembelajaran,
11
model pembelajaran, metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran,
sumber belajar, dan evaluasi. Kerangka berpikir berisi konsep pemikiran
yang digunakan dalam penelitian.
BAB III berisi metode penelitian. Di dalamnya, terdapat objek
penelitian, fokus penelitian, tempat dan waktu penelitian, instrumen
penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik
penyajian hasil analisis.
BAB IV berisi penyajian dan pembahsan data hasil penelitian.
Dalam bab ini disajikan data-data yang diperoleh dan pembahsan hasil yang
didapat dari penelitian fakta cerita yang terdapat dalam novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi, dan implementasinya sebagai bahan pembelajaran
sastra di kelas XI SMA.
BAB V berisi penutup. Dalam bab ini, disajikan simpulan dari BAB
I sampai dengan BAB IV. Selain itu, dalam bab ini juga disajikan saran-
saran dari penulis untuk kemajuan pembelajaran sastra (novel) selanjutnya
berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.
Bagian akhir berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Daftar
pustaka berisi daftar referensi dan pedoman yang dipakai dalam pembuatan
skripsi. Semua buku dan sumber lain yang digunakan tercantum dalam daf-
tar pustaka, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Lampi-
ran berisi sinopsis novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi, silabus pem-
belajaran, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), surat izin penelitian,
surat keterangan pelaksanaan penelitian dan kartu bimbingan skripsi.
12
BAB IITINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS
Dalam bab ini, disajikan tinjauan pustaka yang berisi hasil skripsi terdahulu
yang relevan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis dan kajian teoretis
yang terdiri dari (1) tema dan fakta cerita; (2) hubungan antarunsur dan (3) pem-
belajaran sastra di SMA. Di bawah ini disajikan uraian tiap pokok pembahasan
tersebut.
A. Tinjauan Pustaka
Penulis memilih beberapa penelitian sebelumnya yang berhubungan
dengan topik penelitian ini.
Lestariningtyas (2010) menulis skripsi berjudul “Analisis Struktural
Novel More Than Love tak Cuma Cinta karya Prie GS dan Pembelajarannya di
Kelas X SMA”. Penelitian yang dilakukan Lestariningtyas memiliki kesamaan
dan perbedaan dengan penelitian ini. Kesamaan terdapat pada unsur pembangun
karya sastra dengan menggunakan teori struktural Stanton. Perbedaannya
terdapat pada objek penelitian Lestariningtyas menganalisis dengan fokus
keseluruhan unsur struktural, yakni tema, fakta cerita, sarana sastra, dan
keterkaitan antarunsur, sedangkan penulis membatasi objek unsur pembangun
karya sastra dengan fokus tema dan aspek fakta cerita danketerkaitan antarunsur
dengan implementasinya sebagai bahan pembelajaran sastra Kelas XI SMA
Negeri 10 Purworejo.
12
13
Raharjo (2011) menulis skripsi yang berjudul “Struktur Novel Memoar
Seorang Geisha karya Arthur Golden dan Implementasinya sebagai Bahan
Pembelajaran Sastra di SMA”. Penelitian yang dilakukan Raharjo (2011)
mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Kesamaan terdapat
pada metode analisis isi, menggunakan teori Stanton, serta implementasinya
sebagai pembelajaran sastra di SMA. Perbedaannya terdapat pada subjek
penelitian Raharjo (2011) menggunakan objek novel Memoar Seorang Geisha
karya Arthur Golden, sedangkan penulis berobjek pada tema dan fakta cerita
dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dan implementasinya sebagai
bahan pembelajaran sastra kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo.
B. Kajian Teoretis
Kajian teori merupakan penjabaran kerangka teori yang berisi beberapa
kumpulan materi yang dipilih dari berbagai sumber untuk dijadikan sebagai
acuan pokok dalam membahas masalah yang diteliti. Kajian teori dalam
penelitian ini meliputi tema dan aspek fakta cerita yang terdiri dari tokoh dan
penokohan, alur dan pengaluran dan latar dan pelataran, hubungan antarunsur,
dan pembelajaran sastra.
1. Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra
disebut tema (Sudjiman, 1991: 50). Menurut Nurgiyantoro, tema adalah
sesuatu yang menjadi dasar cerita (2012: 25). M. Atar Semi menjelaskan
bahwa tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar. Jadi
14
dalam pengertian tema itu tercakup persoalan dan tujuan atau amanat
pengarang kepada pembaca (1988: 42).
Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang
bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan
situasi tertentu. Tema dalam banyak hal bersifat “mengikat” kehadiran atau
ketidakhadiran peristiwa-konflik-situasi tertentu, termasuk berbagai unsur
intrinsik yang lain karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung
kejelasan tema yang ingin disampaikan. Tema menjadi dasar pengembangan
seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu
(Nurgiyantoro, 2012: 68).
Sudjiman (1991: 51) menjelaskan bahwa tema didukung oleh
pelukisan latar, di dalam karya lain tersirat di dalam lakuan tokoh, atau di
dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi faktor yang mengikat
peristiwa-peristiwa di dalam satu alur. Ada kalanya gagasan itu begitu
dominan sehingga menjadi kekuatan yang mempersatukan berbagai unsur
yang bersama-sama membangun karya sastra. Tema dapat meliputi aspek
kejiwaan manusia, aspek sosial, politik, sejarah, yang masing-masing dapat
lebih dikonkritkan menjadi pokok gagasan (topik) yang lebih khusus.
Adapun tema yang terus berulang dan dikaitkan dengan tokoh, latar, serta
unsur lain di dalam cerita disebut leitmotif. Leitmotif yang terus-menerus
dikaitkan dengan gagasan tertentu dapat menuntun pembaca kepada amanat
yang terkandung di dalam cerita (Sudjiman, 1991: 56-57).
15
2. Fakta Cerita
Fakta cerita merupakan unsur yang harus ada dalam cerita fiksi,
termasuk novel. Hal itu sebagaimana dikemukakan oleh Stanton (dalam
Nurgiyantoro, 2012: 25) sebagai berikut.
Fakta (facts) dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokohcerita), plot, dan setting. Ketiganya merupakan unsur fiksi yangsecara faktual dapat dibayangkan peristiwanya, eksistensinya, dalamsebuah novel. Oleh karena itu, ketiganya dapat pula disebut sebagaistruktur faktual (factual structure) atau derajat faktual (factual level)sebuah cerita. Ketiga unsur tersebut harus dipandang sebagai satukesatuan dalam rangkaian keseluruhan cerita.
Dari pendapat Stanton di atas, disimpulkan bahwa ketiga unsur fakta
cerita yang terdiri dari tokoh dan penokohan, alur dan latar saling
keterkaitan satu sama lain, dimana keadaan sosial, tempat mereka
melakukan sesuatu tersebut berpengaruh pula terhadap tokoh dan
penokohan, sama halnya dengan alur peristiwa mempunyai sebab akibat
tokoh dan penokohan serta latar di dalam cerita.
Berikut ini dipaparkan ketiga unsur cerita fiksi yang termasuk ke
dalam fakta cerita.
a. Tokoh dan Penokohan (Character)
Dalam setiap cerita rekaan, keberadaan tokoh merupakan hal yang
penting karena pada hakikatnya sebuah cerita rekaan merupakan
rangkaian peristiwa yang dialami oleh seorang atau suatu hal yang
menjadi pelaku cerita. Tokoh cerita ditampilkan dalam suatu karya
naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas
moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
16
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams via
Nurgiyantoro, 2012: 165). Sementara Sudjiman (1988: 16) menyatakan
bahwa tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
perlakuan dalam berbagai cerita.
Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa tokoh adalah
seseorang yang memerankan dalam suatu cerita sebagai pembawa dan
penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin
disampaikan kepada pembaca.
Nurgiyantoro (2012: 176-191), membedakan tokoh yaitu: tokoh
utama dan tokoh tambahan, tokoh protagonis dan tokoh antagonis, tokoh
sederhana dan tokoh bulat, tokoh statis dan tokoh berkembang, tokoh
tipikal dan tokoh netral.
1) Tokoh utama dan tokoh tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam novel yang bersangkutan. Penggambaran tokoh utama banyak
berhubungan dengan tokoh lain dan sering muncul dalam cerita.
Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit dimunculkan dalam
cerita, kehadirannya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama.
2) Tokoh protagonis dan antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah
satu jenisnya secara popular disebut tokoh hero yang merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.
Tokoh protagonis biasanya menarik simpati pembaca. Tokoh
17
antagonis adalah tokoh yang selalu menyebabkan konflik bagi tokoh
protagonis.
3) Tokoh sederhana dan tokoh bulat
Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu
kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Tokoh
bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai
kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian, dan jati dirinya.
4) Tokoh statis dan tokoh berkembang
Tokoh statis adalah tokoh yang memiliki sikap dan watak
yang relatif tetap, tak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita.
Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan
dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan
perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan.
5) Tokoh tipikal dan tokoh netral
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan
keadaan individualitasnya. Tokoh netral adalah tokoh cerita yang
bereksistensi demi cerita itu sendiri.
Cara penggambaran watak tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu
teknik ekspositori (expository) disebut juga teknik analitis dan teknik
dramatik (dramatic) (Altenbernd & Lewis via Nurgiyantoro, 2012: 194).
sebagai berikut.
1) Teknik analitik adalah pelukisan tokoh cerita dilakukan memberi
deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung.
18
2) Teknik dramatik adalah pelukisan tokoh cerita dilakukan secara
tidak langsung, pengarang membiarkan pembaca untuk
menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang
dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat
tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Nurgiyantoro (2012: 198-210) berpendapat bahwa wujud
penggambaran teknik dramatik dalam karya fiksi dapat dilakukan
dengan teknik-teknik sebagai berikut.
1) teknik cakapan adalah percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokohcerita yang dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokohyang bersangkutan.
2) teknik tingkah laku adalah teknik yang dimaksudkan untukmenunjuk tingkah laku verbal yang mencerminkan pribadi tokoh.
3) teknik pikiran dan perasaan adalah teknik yang melukiskan pikirandan perasaan tokoh yang ditafsirkan untuk mencerminkan sifat-sifatkedirian tokoh.
4) teknik arus kesadaran adalah teknik yang menggambarkan tingkahlaku batin tokoh.
5) teknik reaksi tokoh adalah adalah teknik reaksi tokoh terhadap suatukejadian dalam cerita
6) teknik reaksi tokoh lain teknik reaksi yang diberikan tokoh lainterhadap tokoh utama, yang berupa pandangan, pendapat, sikap,komentar.
7) teknik pelukisan latar adalah teknik dipakai untuk melukiskankedirian tokoh yang menimbulkan kesan keadaan tertentu.
8) teknik pelukisan fisik adalah teknik yang dipakai untukmenunjukkan keadaan kejiwaannya.
b. Alur (Plot)
Stanton (2007: 26) menyatakan bahwa plot adalah cerita yang
berisi urutan kejadian dan tiap kejadian itu dihubungkan berdasarkan
19
hubungan sebab-akibat peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa lain dan apabila dihilangkan dapat
merusak jalan cerita.
Secara garis besar, ada dua teknik penyampaian cerita yang dapat
dipilih oleh pengarang. Pertama, plot progesif, yaitu plot yang
mengisahkan peristiwa-peristiwa secara kronologis, peristiwa-peristiwa
yang pertama diikuti (atau menyebabkan ) terjadinya peristiwa-peristiwa
kemudian. Kedua, plot regresif, flashback, atau sorot balik, yaitu plot
yang urutan kejadian ceritanya tidak kronologis, cerita tidak dimulai dari
tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap
akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan (Nurgiyantoro, 2012:
153-154).
Sudjiman (1988: 30-36) berpendapat bahwa struktur alur dapat
dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut.
1) Awal(1) Paparan (exposition), berisi peristiwa awal yang memberikan
gambaran masalah yang dihadapi oleh tokoh cerita.(2) Rangsangan (inciting moment), merupakan bagian alur yang
mengarah pada terjadinya tindakan awal sang tokoh.(3) Gawatan (rising action), merupakan bagian dari alur yang
menunjukkan gerak menanjak masalah.2) Tengah
(1) Tikaian (confict), menggambarkan perbedaan sikap, keinginan,dan pandangan masalah para tokoh.
(2) Rumitan (complication), menunjukkan tikaian yang semakintajam dan rumit.
(3) Klimaks (climax), menunjukkan ketajaman konflik yangdihadapi para tokoh.
3) Akhir
20
(1) Leraian (falling action), menggambarkan mulai cairnyakebekuan dan kekakuan sikap para tokoh yang terjadi hinggaklimaks.
(2) Selesaian (denaument), memberikan gambaran nasib para tokohterhadap penyelesaian.
Dalam novel, plot terkadang disajikan dengan teknik
backtracking atau flashback. Oleh Tasrif (via Lubis, 1978: 10),
backtracking disebutkan sebagai teknik pengeplotan dengan
pengenangan kembali oleh pelaku apa yang telah terjadi sebelum
peristiwa-peristiwa itu memuncak terjadinya. Menurut Sudjiman (1988:
12) teknik ini dapat ditampilkan melalui dialog, mimpi, atau lamunan
tokoh.
Unsur kemenarikan alur atau keindahan alur menurut Sudjiman,
yaitu sebagai berikut.
1) Tegangan (suspence)
2) Daya duga bayang (foreshadowing)
3) Kejutan (surprise)
4) Kebetulan
5) Kebolehjadian (plausibility)
Alur sebagai salah satu unsur karya sastra juga tidak dapat
berdiri sendiri seperti halnya unsur-unsur yang lainnya. Hubungannya
dengan karya sastra yang lain alur berhubungan dengan latar. Alur/plot
mendukung pelukisan latar. Gambaran suatu peristiwa harus didukung
dengan latar yang sesuai (Sudjiman, 1988: 40-43).
21
Dari berbagai pendapat di atas disimpulkan bahwa plot atau alur
merupakan rangkaian cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam
cerita, dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu
cerita.
c. Latar (Setting)
Stanton (2007: 35) mendefisinikan latar sebagai tempat terjadinya
peristiwa di dalam cerita atau lingkungan yang mengelilinginya pelaku,
seperti, lingkungan yang mengelilingi rumah, lingkungan kerja,
lingkungan geografis, bahkan juga lingkungan waktu. Sejalan dengan
Stanton, Abrams (via Nurgiyantoro, 2012: 216) menyebut latar sebagai
landas tumpu yang menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu,
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan.
Berdasarkan pendapat Stanton di atas, latar mempunyai tiga unsur
pokok, yaitu tempat, waktu, sosial. Nurgiyantoro (2012: 227-235)
berpendapat bahwa latar tempat adalah lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan
dapat berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,
mungkin juga lokasi tertentu tanpa nama jelas. Lokasi tertentu tanpa
nama, jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu, misalnya desa,
sungai, jalan, hutan, kota, dan sebagainya.
Adapun latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
22
fiksi. Latar waktu ini dapat dihubungkan dengan faktual, yaitu waktu
yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah. Latar waktu ini merujuk
pada jam, hari, tahun, musim, siang, malam, dan sebagainya.
Selanjutnya, latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan di dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial itu
mencakup adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan, cara berpikir dan
bersikap, dan sebagainya. Latar sosial juga berhubungan dengan status
sosial tokoh yang bersangkutan, bahasa, dan penamaan tokoh.
Dari berbagai uraian di atas, disimpulkan bahwa latar adalah
lingkungan tempat peristiwa itu terjadi. Latar dibedakan menjadi tiga,
yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Ketiga unsur tersebut
berkaitan.
3. Hubungan keterkaitan antarunsur dalam Novel
Unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra (novel) saling berkaitan.
Menurut Nurgiyantoro (2012: 24—25), tidak mungkin rasanya membica-
rakan atau menganalisis salah satu unsur intrinsik tanpa melibatkan unsur
yang lain. Unsur peristiwa dan tokoh (dengan segala emosi dan per-
watakannya) adalah unsur isi, namun masalah pemlotan struktur pengurutan
peristiwa secara linear dalam karya fiksi dan penokohan (sementara dibatasi:
teknik menampilkan tokoh dalam suatu karya fiksi) tergolong unsur bentuk.
Padahal, pembicaraan unsur plot (pemlotan) dan penokohan tidak mungkin
dilakukan tanpa melibatkan unsur peristiwa dan tokoh.
23
Tema di dalam karya sastra tersirat di dalam lakuan tokoh, atau di
dalam penokohan (Sudjiman, 1991: 51). Tokoh cerita menempati posisi
strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau
sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro,
2012: 167). Nurgiyantoro pun menjelaskan bahwa sebagai unsur utama
fiksi, penokohan erat hubungannya dengan tema. Tokoh-tokoh cerita itulah,
terutama, yang sebagai pelaku-penyampai tema, secara terselubung atau
terang-terangan.(2012: 173).
Penokohan dan pemlotan merupakan dua fakta cerita yang saling
mempengaruhi dan menggantungkan satu dengan yang lain. Plot adalah apa
yang dilakukan tokoh dan apa yang menimpanya. Plot merupakan sesuatu
yang bersifat artifisial. Sekadar merupakan sarana untuk memahami
perjalanan kehidupan tokoh, itulah plot. Untuk menunjukkan jati diri dan
kehidupan tokoh, ia perlu diplotkan perjalanan hidupnya (Nurgiyantoro,
2012: 172). Panuti Sudjiman mengutip pendapat Boulton (1984), bahwa alur
adalah tulang punggung cerita yang merupakan urutan dari peristiwa-
peristiwa yang disajikan. (1991: 29).
Peristiwa-peristiwa tersebut dialami oleh tokoh. Sama halnya
dengan alur, latar juga berkaitan erat dengan tokoh. Latar dapat menentukan
tipe tokoh cerita; sebaliknya juga tipe tokoh tertentu mrnghendaki latar yang
tertentu pula. Latar dapat juga mengungkapkan watak tokoh (Sudjiman,
1991: 49). Selain watak, sifat tokoh juga dapat terungkap melalui latar.
Menurut Nurgiyantoro, pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan
24
sifat kedirian tokoh. Pelukisan keadaan latar sekitar tokoh secara tepat akan
mampu mendukung teknik penokohan secara kuat, walaupun latar itu
sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang berada di luar kedirian tokoh.
(2012: 209—210). Panuti Sudjiman menjelaskan bahwa latar mempunyai
fungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh; latar menjadi metafor dari
keadaan emosional dan spiritual tokoh. (1991: 46). Hal ini berkaitan dengan
latar sosial yang dapat menggambarkan adat kebiasaan dan cara hidup.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa antarunsur pembangun
karya sastra terjadi hubungan yang saling mendukung satu sama lain guna
membentuk totalitas cerita.
4. Pembelajaran Sastra
Pembelajaran merupakan proses belajar mengajar antara pendidik
dan peserta didik di suatu lingkungan belajar. Proses belajar mengajar
biasanya dilakukan di sekolah dengan fasilitas yang lengkap. Hamalik
(2011: 57) menyatakan “Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan,
dan prosedur, yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”.
a. Tujuan Pembelajaran Sastra
Pembelajaran sastra harus diarahkan kepada pembinaan apresiasi
sastra anak didik memiliki kesanggupan untuk memahami, menikmati,
dan menghargai suatu cipta sastra.
Rusyana (1982: 5) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran
sastra adalah untuk memperoleh pengalaman tentang sastra yaitu:
25
memperoleh pengalaman mengapresiasikan sastra, serta memperoleh
pengetahuan tentang sastra seperti sejarah sastra, teori sastra, dan kritik
sastra.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, pembelajaran sastra di
SMA meliputi; standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator.
Standar kompetensi dalam pembelajaran sastra adalah memahami
berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan. Kompetensi dasar
dalam pembelajaran sastra disesuaikan dengan silabus adalah
menganalisis unsur-unsur intrinsik (dalam hal ini aspek fakta cerita,
yakni tokoh dan penokohan, alur dan latar).
b. Manfaat Pembelajaran Sastra
Rahmanto (1988: 16-24) menyatakan bahwa pembelajaran sastra
dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi
empat manfaat, yaitu.
1) Membantu Keterampilan Berbahasa
Membantu keterampilan berbahasa maksudnya adalah sastra
dapat sebagai penunjang empat keterampilan berbahasa yaitu; (1)
menyimak; (2) berbicara; (3) membaca; dan (4) menulis. Dalam
pembelajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak
dengan mendengarkan suatu karya yang dibacakan oleh guru, teman,
atau rekaman. Siswa dapat melatih keterampilan berbicara dengan
ikut berperan dalam suatu drama. Siswa dapat juga meningkatkan
26
keterampilan membaca dengan membacakan puisi atau prosa cerita.
Siswa dapat mendiskusikan dan kemudian menuliskan hasil
diskusinya sebagai latihan keterampilan menulis.
2) Meningkatkan Pengetahuan Budaya
Meningkatkan kemampuan budaya maksudnya adalah sastra
tidak seperti ilmu yang lain tetapi sastra mencerminkan kebudayaan
dalam suatu masyarakat ataupun kebudayaan dunia yang dihadirkan
melalui karya sastra.
3) Mengembangkan Cipta dan Karsa
Mengembangkan cipta dan rasa maksudnya adalah bahwa
pembelajaran sastra dapat mengembangkan potensi siswa dan guru
hendaknya selalu menyadari bahwa setiap siswa memiliki
kepribadian dan kemampuan yang khas.
4) Menunjang Pembentukan watak
Menunjang kepribadiaan maksudnya adalah bahwa dalam
pembelajaran sastra dapat menunjang pembentukkan watak baik itu
segi positif maupun negatif tergantung sastra yang dibaca.
c. Bahan Pembelajaran Sastra
Dalam proses belajar menagajar, bahan pelajaran merupakan
unsur pokok yang harus diperhatikan.Karya sastra yang akan disajikan
hendaknya juga dikalifikasikan berdasarkan tingkat kesukarannya.
Selain itu, bahan pembelajaran sastra disesuaikan dengan kurikulum
yang harus diikuti.
27
Ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan dalam memilih
bahan pembelajaran sastra. Pemilihan bahan pembelajaran sastra
tersebut dapat dipertimbanglan dari segi bahasa, segi kematangan jiwa
(psikologi), dan segi latar budaya peserta didik (Rahmanto, 1988: 27).
Pendidik dalam memilih bahan pembelajaran sastra hendaknya
memahami tingkat kebahasaan peserta didiknya sehingga peserta didik
mudah untuk memahami materi yang disajikan. Karya sastra yang
diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap-tahap perkembangan psikologi
peserta didik. Selain itu, karya sastra yang disajikan secara psikologi
dapat menarik minat peserta didik. Pada umumnya, peserta didik akan
mudah tertarik pada karya sastra dengan latar belakang yang erat
hubungannya dengan latar belakang kehidupan peserta didik.
d. Metode Pembelajaran Sastra
Metode pembelajaran sastra dalam KTSP adalah suatu
pembelajaran yang memberikan kebebasan peserta didik di dalam proses
belajar mengajar. Guru dapat memilih metode yang dianggap tepat dan
sesuai dengan tujuan, bahan, dan keadaan siswa. Untuk menghindari
kejenuhan, guru disarankan menggunakan metode pembelajaran yang
beragam.
Dalam mengajarkan suatu karya sastra (novel) guru harus memilih
metode pembelajaran yang tepat. Metode yang digunakan sebaiknya
yang lebih banyak memberikan peluang bagi siswa untuk selalu aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar, guru
28
dapat menggunakan metode secara ceramah, diskusi, tanya jawab, dan
penugasan. Dengan menggunakan metode campuran tersebut dapat
saling melengkapi kelemahan dari setiap metode-metode tersebut.
Adapun penjelasannya sebagai berikut.
1) Metode Ceramah
Metode ceramah adalah materi pelajaran melalui penuturan
dan penerangan lisan guru kepada siswa. Metode ceramah ini
hendaknya mudah diterima, isinya mudah dipahami serta mampu
menstimulasi pendengar (anak didik) untuk melakukan hal-hal yang
baik dan benar dari isi ceramah yang disampaikan (Majid, 2011:
137). Metode ini digunakan jika pelajaran tersebut banyak
mengandung informasi baru atau bahan-bahan yang memerlukan
penjelasan guru.
Kelebihan metode ceramah, yaitu.
a) Memungkinkan guru memanfaatkan pengalaman-pengalaman
dan kebijaksanaan.
b) Lebih ekonomis di dalam penggunaan waktu
c) Mudah merangsang dan memperbesar kegiatan siswa
d) Menolong siswa untuk mampu menyimak dengan teliti dan
kritis.
Kelemahan metode ceramah, yaitu.
a) Mendorong siswa hanya untuk menghafal fakta-fakta saja
29
b) Mendorong siswa untuk bersikap menerima guru sebagai yang
mutlak dan benar
c) Cenderung menjadi proses satu arah dan peranan siswa pasif
d) Siswa yang tidak terampil dan membuat akan tertinggal
Solusi terhadap metode ceramah, yaitu:
a) Siswa hendaknya diikutsertakan dalam pembelajaran, sehingga
siswa aktif;
b) Sebelum pembelajaran dimulai hendaknya guru membuat catatan
kecil tentang materi yang akan diajarkan supaya materi tidak
keluar dari konteks;
c) Memberikan penjelasan menggunakan contoh atau alat peraga.
2) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah saling menukar informasi, pendapat
dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk
mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang
sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan menyelesaikan keputusan
bersama (Ismail, 2009: 20).
Kelebihan metode diskusi, yaitu:
a) Murid belajar bermusyawarah.
b) Murid mendapat kesempatan untuk menguji tingkat pengetahuan
masing-masing.
c) Belajar menghargai pendapat orang lain.
d) Mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah.
30
Kelemahan metode diskusi, yaitu:
a) Pendapat serta pertanyaan murid, dapat menyinggung dari pokok
persoalan.
b) Kesulitan dalam menyimpulkan sering memnyebabkan tidak ada
penyelesaian.
c) Membutuhkan waktu cukup banyak.
Solusi terhadap metode diskusi, yaitu:
a) Guru tidak boleh sepenuhnya mempercayakan pimpinan diskusi
pada siswa, perlu bimbingan dan kontrol guru;
b) Guru mengusahakan seluruh siswa ikut berpartisipasi dalam
diskusi;
c) Diusahakan supaya siswa mendapat giliran berbicara dan siswa
lain belajar bersabar mendengarkan pendapat temannya.
3) Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah metode pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya komunikasi langsung antara guru dan
murid. Guru bertanya murid menjawab, atau sebaliknya. Dalam
komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara
langsung antara guru dan murid (Ismail, 2009: 20)
Kelebihan metode tanya jawab, yaitu:
a) Kelas lebih aktif karena anak tidak sekedar mendengarkan saja.
b) Memberi kesempatan pada anak untuk bertanya sehingga guru
mengetahui hal-hal yang belum dimengerti oleh siswa.
31
c) Guru dapat mengetahui sampai sejauh mana penangkapan siswa
terhadap segala sesuatu yang diterangkan.
Kelemahan Metode Tanya jawab, yaitu:
a) Dengan Tanya jawab kadang pembicaraan menyimpang dari
pokok persoalan bila dalam mengajukan pertanyaan, siswa
menyinggung hal-hal lain walaupun masih ada hubungannya
dengan pokok yang dibicarakan. Dalam hal ini sering tidak
terkendali sehingga membuat persoalan baru;
b) Membutuhkan waktu lebih banyak.
Solusi terhadap Metode Tanya jawab, yaitu:
a) Mula-mula pertanyaan ditujukan kepada semua siswa, baru
kemudian diajukan kepada siswa tertentu yang menguasai
materi;
b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir menjawab
pertanyaan;
c) Pertanyaan hendaknya singkat dan tidak berbelit-belit;
d) Guru tidak menjadi hakim atas pertanyaan yang diajukannya,
namun memberikan jawaban yang benar dan memuaskan
4) Metode Resitasi (penugasan)
Metode penugasan adalah metode penyajian bahan dengan
cara guru memberikan tugas tertentu dan murid mengerjakannya,
kemudian tugas tersebut dipertanggungjawabkan kepada guru. Tugas
yang dilaksanakan siswa dapat dilakukan di kelas, di laboratorium,
32
di perpustakaan, di rumah atau ditempat asal tugas tersebut di
kerjakan (Ismail, 2009: 21). Metode ini di berikan karena dirasakan
bahan pelajaran terlalu banyak sementara waktu sedikit.
Kelebihan Metode tugas, yaitu:
a) Memberi kesempatan murid-murid untuk belajar lebih
banyak serta lebih luas.
b) Mengembangkan kemandirian siswa untuk belajar tanpa
diberi pengawasan.
c) Membina rasa tanggungjawab siswa dan disiplin siswa.
d) Mengembangkan kreativitas siswa.
e) Memperkuat motivasi belajar.
Kelemahan Metode tugas, yaitu:
a) Sulit bagi guru untuk membedakan apakah tugas tersebut
dikerjakan siswa tersebut atau dikerjakan orang lain.
b) Untuk tugas kelompok, jarang yang mengerjakannya.
Biasanya tugas tersebut dikerjakan anggota tertentu yang
berpartisipasi dengan baik.
c) Dapat menimbulkan frustasi apabila anak gagal.
Solusi terhadap Metode penugasan, yaitu:
a) Tugas yang diberikan siswa hendaknya jelas;
b) Beri waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan;
c) Tugas yang diberikan harus diawasi secara sistematis;
33
d) Tugas yang dikerjakan hendaknya dikoreksi dan diberi catatan.
Berdasarkan metode di atas, oleh penulis dalam pembelajaran
sastra sebaiknya digunakan metode campuran antara ceramah,
diskusi, tanya jawab, dan penugasan. Metode ceramah dan tanya
jawab digunakan pada awal kegiatan pembelajaran, sedangkan
metode diskusi dan penugasan digunakan pada akhir pembelajaran.
Keempat metode tersebut digunakan dalam proses belajar mengajar
sastra di SMA.
e. Langkah-langkah pembelajaran
Pembelajaran sastra mempunyai tata cara atau prosedur dalam
menyajikan bahan pembelajaran pada siswanya. Prosedur ini berupa
tahapan-tahapan yang dibuat untuk mempermudah para guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Hal ini dikemukakan
oleh Rahmanto (1988: 43) sebagai berikut.
Guru hendaknya selalu memberikan variasi dalammenyampaikan pembelajaran, sehingga siswa tidak jenuh danselalu siap dalam menanggapi berbagai rangsangan.
Tata cara penyajian yang perlu dipertimbangkan dalam
memberikan pembelajaran sastra, melalui tahapan sebagai berikut.
1) Pelacakan Pendahuluan
Guru mempelajari terlebih dahulu materi yang akan diajarkan
untuk memperoleh pemahaman awal tentang novel yang akan
disajikan sebagai bahan ajar agar dapat menentukan aspek-aspek
yang perlu mendapat perhatian khusus dan masih dijelaskan.
34
2) Penentuan Sikap Praktis
Penentuan sikap praktis adalah menentukan informasi yang
dapat diberikan oleh guru untuk mempermudah siswa dalam
memahami novel yang disajikan. Keterangan yang diberikan
hendaknya jelas dan seperlunya.
3) Introduksi
Pengantar yang diberikan bergantung pada setiap guru dan
keadaan siswa.
4) Penyajian
Tahap penyajian adalah menyajikan materi yang telah
disiapkan untuk diajarkan kepada siswa. Guru sebaiknya
menggunakan cara yang bervariasi agar materi yang disajikan dapat
lebih menarik sehingga tidak bosan.
5) Tugas-tugas praktis
Pada tahap ini, siswa diberi tugas-tugas praktis diawali
dengan pertanyaan-pertanyaan yang ringan.
f. Sumber Belajar
Sumber belajar adalah orang yang dapat dijadikan tempat
bertanya tentang berbagai pengetahuan (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, 2008: 1353). Dalam kegiatan belajar mengajar, sumber belajar
tidak hanya diperoleh dari guru saja. melainkan, buku pelajaran juga
dapat menjadi sumber belajar. Pelajaran menjadi menarik, mudah
dipahami, hemat waktu dan tenaga, dan hasil belajar lebih bermakna
35
dengan menggunakan bantuan berbagai alat. Sumber belajar dapat
berupa:
1) Buku-buku referensi
a) buku pelajaran yang diwajibkan;
b) buku pelengkap, artinya buku yang menunjang (buku acuan)
bahan ajar atau materi pelajaran selaian buku wajib atau utama.
2) Media cetak (surat kabar dan majalah); media cetak sebagai sumber
belajar harus mempertimbangkan segi bahasa, estetika, psikologi,
materi dan tujuan belajar. Contohnya cerpen, puisi yang ada di surat
kabar.
g. Evaluasi
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran,
dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil
belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar
dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Hamalik,
2011: 159)
Penilaian proses dan hasil sastra di SMA dapat berlangsung
melalui kegiatan, baik lisan maupun tertulis. Evaluasi yang digunakan
dalam pembelajaran novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi secara
tertulis dengan menggunakan tes uraian atau esai. Tes esai adalah sejenis
tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat
pembahasan atau uraian kata-kata. Evaluasi merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses belajar mengajar,
36
evaluasi dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dalam
memahami dan mendalami materi yang dijelaskan peneliti.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
adalah upaya untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mengalami
kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan pembelajaran.
Soal bentuk tes esai :
1. Unsur pembangun sebuah novel mencakup tiga bagian yakni, fakta
cerita, tema, dan sarana sastra. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
fakta cerita?
2. Bagaimana penggambaran watak tokoh Alif Fikri dalam kutipan
novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dibawah ini!
[ ] “Ayo Lif, mari kita segera serbu dapur umum. Hari ini menunyarendang…’” prokalamir said sambil mengangkat piring dan gelasplastiknya tinggi-tinggi. Di Pm, dapur tidak menyediakan alatmakan, kami harus membawa piring dan gelas sendiri-sendiri. Untukmendapatkan lauk kami harus membawa potongan kupon makan.Setiap bulan kami mendapat selembar kertas besar seperti kalenderyang memuat angka dari satu sampai tiga puluh satu. Setiap kalimakan kami membawa sobekan angka yang sesuai dengan tanggalhari itu.
“Intadzir. Tunggu. Saya lupa di mana menaruh kupon makan,”balasku sambil mengaduk-aduk lemari.
“cepat, kita akan kalah dengan asrama sebelah!”
“Iya, tapi saya tidak punya kupon.”
“Ma fisy.Tidak ada. Ya nasib hari ini kurang baik,” gumamkuberlalu tanpa kupon penting ini. Sambil menenteng piring dan gelasmasing-masing, kami berlari-lari kecil ke dapur umum. Kalau kamiterlambat sedikit saja, antrian bisa mengular samapai ke halamandapur.
Kami antri di depan loket makan yang mirip dengan loket tiketkereta api. Di balik loket yang dibatasi kawat ini telah menunggu
37
tiga orang petugas, dua orang mbok kebaya dan bersarung jawa dansatu lagi kak Saif, pengurus dapur umum.
Mbok dapur pertama menuang nasi, mbok kedua menuang sayur dansusu cokelat dan kak Saif seharusnya memberikan yang aku tunggu-tunggu: rendang. Dengan muka memelas aku menyorongkan piringberisi nasi. Dia tidak bereaksi sama sekali melihat aku tidakmemperlihatkan kupon.
“Maaf Kak, kupon saya hilang.”
“Akhi, sudah tahu aturannya, kan? Tidak ada kupon tidak adarendang.”
“Ayolah Kak, tolong dibantu…sudah seminggu saya terbayang–bayang rendang…’” aku mencoba melancarkan bujuk rayu.
Dengan muka kesal, akhirnya tangannya bergerak ke piring rendang.Mungkin dia iba melihat mukaku yang memelas. Aku bersorakdalam hati.
“Kuahnya saja cukup ya!” Memang nasibku tidak baik hari ini.Melihat aku tidak bisa menikmati menu istimewa ini, kawan-kawanku yang baik hati menyumbang serpihan-serpihan rendangmereka (Negeri 5 Menara, 2011: 120-122)
3. Bagaimana pengarang menggambarkan watak tokoh Alif Fikri
dengan cara teknik analitik dan teknik dramatik dalam kutipan di
atas!
4. Jelaskan latar cerita novel Negeri 5Menara karya A. Fuadi dalam
kutipan di atas!
5. Bagaimana alur cerita dalam novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi?
38
BAB IIIMETODE PENELITIAN
Dalam bab ini, dipaparkan objek penelitian, fokus penelitian, tempat dan
waktu penelitian, data dan sumber data penelitian, instrumen penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik penyajian hasil analisis. Di
bawah ini disajikan uraian tiap pokok pembahasan tersebut.
A. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan atau
apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2010: 99). Objek
penelitian ini adalah tema dan fakta cerita novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta cetakan
kesebelas April 2011 dengan tebal 424 halaman.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan pusat dari objek penelitian tersebut.
Adapun fokus penelitian ini adalah tema dan fakta cerita yang terdiri dari tokoh
dan penokohan, alur, dan latar dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
dan implementasinya sebagai bahan pembelajaran sastra kelas XI SMA Negeri
10 Purworejo.
38
39
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bukan merupakan penelitian empiris yang berobjek pada
tempat tertentu, melainkan penelitian kepustakaan yang berupa karya sastra
novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Penelitian ini mengacu pada data
kualitatif. Artinya, data yang diperoleh dari bahan tertulis yaitu berupa novel.
Oleh karena itu, penelitian yang dilakukannya bertempat seperti halnya, di
kampus, perpustakaan, di rumah dan ditempat lainnya. Waktu pelaksanaan
penelitian dimulai dari bulan November 2012 sampai Januari 2013.
D. Data dan Sumber Data
Sumber data adalah subjek yang dijadikan sumber pengumpulan data
(Arikunto, 2010: 172). Sumber data penelitian ini adalah novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi, yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta cetakan kesebelas April 2011 dengan tebal 424 halaman. Data-data
tersebut berupa kutipan-kutipan langsung maupun tidak langsung dari teks
novel tersebut, sedangkan data tambahan diperoleh dari referensi-referensi lain
yang berkaitan dengan objek penelitian.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat bantu atau fasilitas yang digunakan dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya mudah dan hasilnya baik, dalam arti
lebih cermat, lengkap, sistematis sehingga mudah diolah (Arikunto, 2010: 203).
Instrumen dalam penelitian ini adalah penulis sendiri sebagai peneliti dengan
40
alat bantu berupa nota pencatat, alat tulis, novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi, buku-buku teori sastra, teori struktural Stanton serta kamus sebagai
acuan dalam menulis penelitian ini.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
observasi terhadap novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Menurut Kerlinger
(dalam Arikunto, 2010: 265) mengobservasi adalah suatu istilah umum yang
mempunyai arti semua bentuk penerimaan data yang dilakukan dengan cara
merekam kejadian, menghitungnya, mengukurnya, dan mencatatnya. Metode
observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan
secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar (Arikunto, 2010 : 265).
Selain menggunakan metode observasi, penulis juga menggunakan teknik
pustaka dan teknik catat. Teknik pustaka yaitu teknik pengumpulan data yang
menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Subroto, 1992:
42). Teknik catat adalah mencatat data-data yang ditemukan kedalam nota
pencatat data.
Langkah langkah yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah
sebagai berikut:
1. Membaca keseluruhan secara intensif
Setelah menemukan objek penelitian, kemudian objek tersebut
dibaca secara intensif dan berulang-ulang secara keseluruhan. Objek
tersebut dapat berupa novel atau buku-buku pendamping lainnya.
41
2. Mengelompokkan unsur pembangun fakta cerita yang terdapat dalam novel
Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
Dari objek novel tersebut kemudian ditentukan kutipan-kutipan
yang merupakan unsur fakta cerita yakni, tokoh dan penokohan, alur, dan
latar yang terdapat pada novel tersebut.
3. Mencatat data-data yang diperoleh dalam kartu pencatat data
Setelah kita mendapatkan data-data yang benar-benar lengkap, maka
penulis memindahkannya dalam kartu pencatat data-data yang kemudian
data tersebut akan dibahas lebih mendalam.
G. Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif kualitatif ini merupakan penggambaran dengan kata-kata atau kalimat
untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Analisis data dalam penelitian ini lakukan dengan teknik analisis isi,
yaitu membahas dan mengkaji isi novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
berdasarkan tema dan fakta cerita.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Mencatat data tema dan fakta cerita berupa percakapan dan narasi yang
terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi, yaitu tokoh dan
penokohan, alur, dan latar.
42
2. Menafsirkan data tema dan fakta cerita novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi, baik berupa narasi maupun percakapan secara pragmatis atau
semantik sesuai dengan sifat data tersebut.
Contoh penerapan teknik analisis isi secara pragmatis sebagai berikut:
Walau begitu, akhirnya aku putuskan nasibku dengan setengah hati. Tepat dihari keempat, aku putar gagang pintu. Engselnya yang kurang minyakberderik. Aku keluar dari kamar gelapku. Mataku mengerjap-ngerjapmelawan silau (Negeri 5 Menara, 2011: 12).
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Alif fikri dengan
keputusan setengah hati demi memenuhi permintaan ibunya untuk melanjutkan
sekolah berbasis agama. Kesederhanaan keluarga Alif Fikri dari segi latar
tempat tinggalnya yang memprihatinkan, diwujudkan bentuk rumah yang
kurang bagus. Hal tersebut terbukti ketika Alif Fikri di saat kekesalannya
dengan orang tuanya, ia sempat mengurung diri di kamar selama berhari-hari.
Dikemudian hari Alif Fikri keluar dari kamarnya, dengan pelan ia memegang
gagang pintu kamar yang sudah berkarat (mengeluarkan bunyi).
Contoh penerapan teknik analisis isi secara semantik sebagai berikut:
”Pak Etek punya banyak teman di Mesir yang lulusan Pondok Madani diJawa Timur. Mereka pintar- pintar, bahasa Inggris dan bahasa Arabnyafasih. Di madani itu mereka tinggal di asrama dan diajar disiplin untuk bisabahasa asing setiap hari. Kalau tertarik, mungkin sekolah ke sana bisa jadipertimbangan”(Negeri 5 Menara, 2011:12).
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Pak Etek (paman)
memberitahukan Alif Fikri pada suatu lembaga pendidikan Islam di Jawa timur.
Pengenalan yang diberikan oleh pak Etek pada Alif Fikri merupakan salah satu
pertimbangan untuk melanjutkan sekolah yang berbasis Agama.
43
3. Menganalisis data tema dan fakta cerita novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi dikaitkan dengan implementasi pembelajaran sastra kelas XI SMA.
4. Membuat penyimpulan data.
H. Teknik Penyajian Hasil Analisis
Hasil analisis disajikan dengan metode informal. Metode informal
adalah penyajian hasil analisis data dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:
145). Dengan demikian, penulis menjelaskan tema dan fakta cerita yang terdiri
dari tokoh dan penokohan, alur, dan latar dalam novel Negeri 5 Menara karya
A. Fuadi, dan teknik pembelajaran sastra Indonesia, dipaparkan kata-kata biasa
tanpa menggunakan tanda dan lambang baik di dalam penelitian maupun di
dalam penyajian.
44
BAB IVPENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA
Dalam bab ini, dipaparkan penyajian dan pembahasan data. Penyajian data
meliputi tema dan fakta cerita yang terdiri dari tokoh dan penokohan, alur dan
latar,hubungan antarunsur serta implementasi sebagai bahan pembelajaran sastra di
kelas XI SMA. Selanjutnya, data hasil penelitian tersebut dijelaskan lebih rinci
dalam pembahasan data, sesuai dengan rumusan masalah yang disusun.
A. Penyajian Data
Sebelum melakukan analisis, penulis terlebih dahulu menyajikan data-
data tentang (1) tema dan fakta cerita dalam novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi; (2) hubungan antarunsur tema dan fakta cerita; dan (3) implementasi
analisis tema dan fakta cerita novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi sebagai
bahan pembelajaran sastra kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo. Di bawah ini
merupakan hasil penyajian data tersebut.
1. Tema dan Fakta Cerita dalam Novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi
Tema merupakan hal yang menjadi permasalahan cerita cerita.
Sementara itu, fakta cerita dalam karya fiksi terdiri dari tiga unsur, yakni
tokoh dan penokohan, alur pengaluran, serta latar. Agar sistematis, data tema
dan ketiga unsur fakta cerita dalam novel Negeri 5 Menara disajikan dalam
bentuk tabel. Di bawah ini tabel sajian data fakta cerita dalam novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi sebagai berikut.
44
45
Tabel 1Sajian Data Tema dan Fakta Cerita dalam Novel Negeri 5 Menara
karya Ahmad Fuadi
No. Unsur Halaman dalam novel1 Tema 8—9, 40—41,106,1072 Tokoh dan Penokohan
a. Tokoh utama (Alif Fikri) 8—9, 5, 9, 11, 141, 14, 2, 162,206—207, 227, 14, 20, 16—17, 29,38, 104, 212, 311, 312, 369, 14,376, 38—39, 66, 330, 247, 150,212, 233, 376—377, 8—9, 345,116, 232—233, 82, 316—317, 217,8—9, 100, 376, 111, 172, 325
b. Tokoh tambahan1) Randai 99, 1002) Amak (ibu Alif) 8, 9, 10—11,3) Ayah 124) Kiai Rais 49—505) Ustadz Salman 40—416) Atang 42, 129, 353, 152, 2197) Baso 46, 165, 166, 79—80, 116—117,
92, 118, 3828) Dulmajid 27, 46, 243, 246—2479) Raja 44—45, 61, 150, 152, 233, 79, 165,
35510) Said 45
2 Alur dan pengalurana. Tahapan Alur
1) Tahap awala) Paparan 3—4b) Rangsangan 8, 8—9c) Gawatan 103, 108, 204—205,
2) Tahap tengaha) Tikaian 311b) Rumitan 369c) Klimaks 370
3) Tahap akhira)Leraian 376, 377b)Selesaian 405
b. Teknik pengaluran
1) Suspense 2, 32) Surprise 5
46
No. Fakta cerita Halaman dalam novel3 Latar
a. Latar fisik 1—2, 400, 15, 43, 28, 29—30, 218,220, 224—226
b. Latar sosial 31, 7, 19-20, 10,
2. Hubungan antarunsur Tema dan Fakta Cerita dalam Novel Negeri 5Menara
Data mengenai hubungan antarunsur Tema dan Fakta Cerita dalam
novel Negeri 5 Menara disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2Sajian Data Hubungan antarunsur Tema dan Fakta Cerita dalam Novel
Negeri 5 Menara
No. Hubungan antarunsur Halaman1 Tema dan alur 40—41, 1562 Tema dan tokoh 203, 274, 2753 Tema dan latar 314 Tokoh dan alur 8—9, 85 Tokoh dan latar 146 Alur dan latar 7, 10
3. Implementasi Analisis Tema dan Fakta Cerita Novel Negeri 5 MenaraKarya A. Fuadi sebagai Bahan Pembelajaran Sastra Kelas XI SMANegeri 10 Purworejo.
Data yang digunakan sebagai acuan pembahasan implementasi
analisis tema dan fakta cerita novel Negeri 5 Menara di kelas XI SMA
Negeri 10 Purworejo berupa komponen pembelajaran sastra yang meliputi
tujuan pembelajaran novel Negeri 5 Menara, manfaat pembelajaran novel
Negeri 5 Menara, materi pembelajaran, metode pembelajaran novel Negeri 5
Menara, sumber belajar, waktu pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran
47
novel Negeri 5 Menara, dan evaluasi. Di bawah ini disajikan data-data
tersebut.
a. Tujuan Pembelajaran Novel Negeri 5 Menara
1) Standar kompetensi: memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/no-
vel terjemahan.
2) Kompetensi dasar: memahami unsur intrinsik karya novel (dalam hal
ini memfokuskan analisis tema dan fakta cerita).
3) Indikator hasil belajar:
a) siswa menentukan tema dalam novel Negeri 5 Menara karya
Ahmad Fuadi;
b) Siswa menentukan tokoh dan penokohan dalam novel Negeri 5
Menara karya Ahmad Fuadi;
c) siswa menentukan latar fisik dan latar sosial dalam novel Negeri 5
Menara karya Ahmad Fuadi;
d) siswa menentukan alur dan teknik pengaluran dalam novel Negeri
5 Menara karya Ahmad Fuadi.
b. Manfaat Pembelajaran Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
1) Meningkatkan keterampilan berbahasa;
2) meningkatkan pengetahuan kebudayaan;
3) mengembangkan cipta dan rasa;
4) menunjang pembentukan watak.
c. Materi Pembelajaran
1) Segi bahasa;
48
2) segi psikologi;
3) segi latar belakang budaya.
d. Metode Pembelajaran Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
1) Ceramah;
2) diskusi;
3) tanya jawab
4) penugasan.
e. Sumber Belajar
Beberapa sumber belajar dalam pembelajaran novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi buku teks bahasa Indonesia untuk kelas XI SMA,
novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi, buku teori struktural karya
sastra karya Nurgiyantoro dan Sudjiman, serta modul belajar bahasa
Indonesia untuk kelas XI.
f. Waktu Pembelajaran
Waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran novel Negeri 5
Menara karya Ahmad Fuadi adalah 4 x 45 menit dalam dua pertemuan.
g. Langkah-Langkah Pembelajaran Novel Negeri 5 Menara karya A.Fuadi
1) Pelacakan pendahuluan;
2) penentuan sikap praktis;
3) introduksi;
4) penyajian;
5) tugas-tugas praktis;
6) diskusi;
49
7) pengukuhan.
h. Evaluasi
1) Teknik: tes;
2) bentuk: uraian;
3) contoh soal.
B. Pembahasan Data
1. Tema dan Fakta Cerita dalam Novel Negeri 5 Menara karya AhmadFuadi
a. Analisis Tema dalam Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi
Cerita yang dikisahkan dalam novel Negeri 5 Menara berinti pada
proses penerimaan Alif terhadap pendidikan pesantren yang ia jalani.
Proses yang dialami oleh Alif, yaitu (1) penolakan terhadap keinginan
orang tuanya; (2) masa adaptasi di pondok pesantren; (3) keraguannya
untuk tetap di pesantren; serta (4) kesungguhan dan keyakinan yang
membawanya pada sebuah kelulusan dari pesantren.
Tema dalam novel ini adalah pencapaian keberhasilan.
Keberhasilan di sini dapat dilihat sebagai keberhasilan dalam menggapai
cita-cita dan keberhasilan melawan keraguan dalam diri. Keberhasilan
menggapai cita-cita terlihat di awal kisah pada tokoh Alif yang telah
berprofesi sebagai wartawan Indonesia yang bertugas di Washington DC,
Amerika Serikat. Alif yang mulanya bercita-cita ingin seperi pak Habibie,
membuat mimpi lainnya ketika ia di pesantren. Mimpinya yang telah
50
menjadi nyata, yakni menjadi seorang wartawan dan menginjakkan kaki di
negari Paman Sam, Amerika Serikat.
Alif pun mengingat perjuangannya ketika remaja yang
membawanya pada kesuksesan yang dirasakannya kini. Kesuksesan yang
didapatnya merupakan buah dari sebuah keyakinannya pada diri Alif yang
sebelumnya telah berhasil menjalani pendidikan pesantren dengan sebuah
akhir kelulusan. Keberhasilan Alif menuntaskan pendidikan di pesantren
diwarnai dengan berbagai prestasi yang ia dapatkan dari kesempatan-
kesempatan akademik maupun non-akademik.
Tokoh Alif diceritakan sebagai tokoh yang berprestasi dan ingin
melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah atas biasa, non-agama.
Namun, keinginannya untuk melanjutkan pendidikan ke SMA ditentang
oleh orang tuanya yang menyuruhnya ke pesantren. Penolakannya
terhadap pesantren bukannya tidak beralasan. Hal ini dapat dipahami dari
kutipan di bawah ini.
Bagiku, tiga tahun di Madrasah tsanawiyah rasanyasudah cukup untuk mempersiapkan dasar ilmu agama. Kinisaatnya aku mendalami ilmu non-agama. Tidak madrasah lagi.Aku ingin kuliah di UI, ITB, dan terus ke Jerman seperti PakHabibie. Aku ingin menjadi orang yang mengerti teori-teori ilmumodern, bukan hanya ilmu fiqh dan ilmu hadist. Aku inginsuaraku didengar di depan civitas akademika, atau dewangubernur atau rapat manajer, bukan hanya berceramah di mimbarsurau di kampungku.(N5M, 2011: 8—9).
Kutipan tersebut memperlihatkan cita-cita yang ingin Alif capai.
Alif dikisahkan sebagai seorang remaja ingin mendalami ilmu non-agama
di SMA, setelah sebelumnya ia mengenyam madrasah tsanawiyah yang
51
setara dengan SMP. Ketidakinginannya terhadap pesantren inilah yang
mengawali perjuangan Alif terhadap masa depannya kelak. Berkat
pandangan dari pamannya, Pak Etek Gindo, yang memberi tahu bahwa
banyak kawannya di Al-Azhar Mesir yang berasal dari pondok pesantren,
Alif mengikuti keinginan orang tuanya. Ia pun menjadi santri di sebuah
Pesantren di Jawa Timur, Pondok Madani (PM).
Melalui peristiwa-peristiwa menarik yang dialaminya ketika di
pesantren, tokoh Alif pun mulai menemukan “jalan” di pesantren yang
dapat mengantarnya pada sebuah keberhasilan. Diawali dengan sebuah
mantra ajaib berupa kata-kata mutiara unggulan dari PM, Alif pun yakin ia
akan bertahan di pesantren tersebut.
[…] Man jadda wajada: sepotong kata asing ini bakmantra ajaib yang ampuh bekerja. Mantra ajaib berbahasa Arabini bermakna tegas: “siapa yang bersungguh-sungguh, akanberhasil.”
Inilah pelajaran hari pertama kami di PM. Kata mutiarasederhana tapi kuat. Yang menjadi kompas kehidupan kami kelak.
[…] Selain kelas kami, puluhan kelas lain juga demikian.Masing-masing dikomandoi seorang kondaktur yang energik,menyalakkan “man jadda wajada”. Hampir satu jam nonstop,kalimat ini bersahut-sahutan dan bertalu-talu.(N5M, 2011: 40—41).
Pondok tempat Alif belajar, memprogramkan penanaman
kesungguhan kepada para peserta didiknya di awal masa pengajaran
dengan kalimat man jadda wajada ‘siapa yang bersungguh-sungguh, akan
berhasil’. Kalimat ini pun memengaruhi tokoh Alif yang pada awalnya
ragu dengan keberhasilannya dengan melanjutkan pendidikan ke
52
pesantren. Sebuah kalimat yang mengubah pemikiran Alif terhadap
sekolah agama, yang semula tidak ia inginkan untuk dijalaninya.
Hari demi hari yang Alif jalani di pesantren terasa menyenangkan
dan penuh dengan tantangan. Sistem pendidikan yang belum pernah
dijumpai sebelumnya, membuat Alif merasa tertantang untuk menjalani
dengan baik setiap pelajaran yang diberikan kepadanya. Tantangan lain
pun hadir dalam kesehariannya di PM. Muncul keraguan-keraguan atas
ketahanannya untuk menjalani pendidikan di PM hingga lulus. Keraguan
tersebut hadir karena ingatannya kepada keinginannya yang lalu, ke SMA
bersama temannya semasa di madrasah dulu, Randai. Kisah-kisah Randai
melalui surat yang dikirimnya kepada Alif, membuat Alif goyah lagi
terhadap keputusannya memilih pesantren. Namun, di kala Alif mulai
goyah, sebuah kalimat penyemangat hadir dari sang wali kelas, Ustad
Salman. Pada sebuah kesempatan di kelas tambahan pada malam hari,
Ustad Salman sebagai wali kelas memberikan semangat kepada anak
didiknya, termasuk Alif.
“Man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akanberuntung. Jangan risuakan penderitaan hari ini, jalani saja danlihatlah apa yang akan terjadi di depan. Karena yang kita tujubukan sekarang, tapi ada yang lebih besar dan prinsipil, yaitumenjadi manusia yang telah menemukan misinya dalam hidup,”Pidatonya dengan semangat berapi-api (N5M, 2011: 106).
Sebuah kalimat penjelas, bahwa untuk mencapai sebuah tujuan di
masa yang akan datang yakni sebuah keberhasilan, seseorang harus
melakukan yang terbaik saat sekarang, meskipun pahit terasa. PM yang
53
dengan sistem pendidikan yang telah melahirkan lulusan para intelek
berbasis ilmu pengetahuan agama yang kuat, rupanya dapat membuat Alif
yakin bahwa ia dapat meraih yang ia inginkan melalui pendidikan
pesantren, tepatnya di Pondok Madani.
Kalimat-kalimat motivasi dalam dalam novel ini merupakan unsur
penguat tema utama. Berikut ini merupakan kutipan kalimat-kalimat
motivasi lainnya.
“[…] ada dua hal yang paling penting dalammempersiapkan diri untuk sukses, going to the extra miles. Tidakmenyerah dengan rata-rata. […] Selalu berusaha meningkatkandiri lebih dari orang biasa. Karena itu mari kita budayakan goingthe extra miles, lebihkan usaha, waktu, upaya, tekad, dansebagainya dari orang lain. Maka kalian akan sukses,” katanyasambil menjentikkan jari.“Resep lainnya adalah tidak pernah mengizinkan diri kaliandipengaruhi oleh unsur dari luar diri kalian. Oleh siapa pun, apapun, dan suasana bagaimana pun […]”(N5M, 2011: 107).
Kalimat-kalimat tersebut dikatakan oleh seorang wali kelas, Ustad
Salman, kepada para siswa bimbingannya, termasuk di dalamnya Alif.
Kalimat motivasi tersebut menegaskan bahwa melakukan usaha melebihi
dari yang dilakukan orang lain, merupakan salah satu kunci keberhasilan
meraih sebuah kesuksesan. Hal tersebut tentulah harus diperkuat oleh
faktor lainnya dengan tidak menghiraukan pengaruh-pengaruh negatif dari
luar diri.
Tema utama dalam novel Negeri 5 Menara dijelaskan melalui
peristiwa demi peristiwa yang dialami oleh tokoh Alif. Pondok Madani
digambarkan sebagai sebuah pesantren dengan sistem pendidikannya yang
54
kuat akan motivasi kepada peserta didiknya. Terlihat upaya PM dalam
mewarnai lika-liku yang dihadapi para santrinya dalam mencari
keberhasilan yang sesungguhnya. Novel ini menjabarkan sistem
pendidikan pesantren dengan penanaman konsep kalimat man jadda
wajada yang menjadi sebuah dasar dalam penyakinan kepada diri bahwa
sebuah kesuksesan dapat diraih dengan sebuah kesungguhan. Pengalaman
Alif yang sempat menjabat sebagai redaktur majalah terbitan PM dan juga
sebagai student speaker saat PM kedatangan Duta Besar Inggris,
merupakan sebuah keberhasilan Alif dalam bidang non-akademiknya.
Dalam hal akademik, Alif pun dapat membuktikan kelulusannya dari PM,
tepat waktu.
Sistem pendidikan pesantren yang didukung oleh para pengajar
yang kompeten di bidangnya masing-masing membuat Alif yakin terhadap
keputusannya ke Pondok Madani. Teman-teman Alif yang tergabung
dalam Sahibul Menara pun dapat saling mendukung hingga akhir
perjalanan mereka di pondok. Saling motivasi antara junior dan senior
yang terjadi dalam keseharian di pondok pun mendukung proses
pencapaian keberhasilan yang diinginkan para santri. Kak Iskandar, senior
Alif yang menjabat sebagai ketua asrama tempat Alif tinggal, banyak
memberikan bantuan kepada adik-adik kelasnya tersebut. Merupakan
bagian dari sistem di PM, bahwa senior menjadi pengurus beberapa hal di
pondok agar dapat berinteraksi dengan santri baru dan memberi motivasi
secara langsung maupun tidak langsung. Perjuangan menggapai sebuah
55
cita juga dilakukan oleh sahabat-sahabat Alif lainnya, Sahibul Menara:
Atang, Baso, Raja, Dulmajid, dan Said, dengan langkah masing-masing.
Perjuangan, motivasi, serta keyakinan ditampilkan berkesinambungan
dalam kisah novel ini.
b. Analisis Fakta Cerita dalam Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
1) Analisis Tokoh dan Penokohan dalam Novel Negeri 5 Menara
Tokoh adalah orang atau pelaku cerita, sedangkan penokohan
adalah watak atau karakter yang melekat pada diri tokoh. Tokoh dapat
dibedakan ke dalam dua kategori, yakni tokoh utama dan tokoh tambahan.
Di bawah ini dipaparkan tokoh utama dan tokoh tambahan dalam novel
Negeri 5 Menara karya A. Fuadi beserta penokohannya.
a) Tokoh Utama
Tokoh utama dalam novel Negeri 5 Menara adalah Alif Fikri
yang menjadi tokoh “aku”. Tokoh Alif menjadi sorotan utama dan
paling banyak dibicarakan di sepanjang cerita. Kisah dalam novel
Negeri 5 Menara adalah cerita masa remaja Alif Fikri yang ia jalani di
sebuah pesantren.
Pada awal kisah, Alif Fikri dewasa mengingat masa remajanya
tersebut. Ingatannya muncul seketika setelah kawannya, Atang,
menghubunginya melalui pesan elektronik. Setelah mereka berbincang,
Alif pun ingat kehidupannya saat remaja dulu, saat-saat yang
mengenalkannya kepada Atang dan kelima sahabatnya yang lain di
Pondok Madani (PM). Sebuah persahabatan para santri yang diwarnai
56
dengan peristiwa-peristiwa inspiratif dan membawa mereka pada cita-
cita yang mereka inginkan.
Alif Fikri remaja adalah seseorang berusia belasan tahun yang
baru lulus madrasah tsanawiyah, setara dengan sekolah menengah
pertama. Ia lahir dan tinggal di sebuah kampung kecil pinggir Danau
Maninjau di daerah Bukittinggi, Sumatera Barat. Saat kelulusan, ia
mendapat peringkat 10 besar di tingkat kabupaten Agam. Ia dan
sahabatnya semasa di tsanawiyah, Randai, mempunyai cita-cita yang
tinggi. Alif ingin seperti Habibie. Mereka pun membuat kesepakatan
bersama untuk melanjutkan pendidikan ke SMA terbaik di Bukittinggi.
Keinginannya tidak mendapat persetujuan dari kedua orang
tuanya. Ibunya, yang ia panggil dengan sebutan Amak, memintanya
untuk meneruskan pendidikannya ke pesantren. Setelah perdebatan
dengan Amak dan dengan dirinya sendiri, Alif pun memilih sebuah
pondok pesantren di luar Sumatera, sebuah pondok pesantren di Jawa,
PM. Dengan mengikuti tes ujian masuk pondok, Alif pun diterima di
PM.
Melalui peristiwa demi peristiwa yang dilaluinya bersama
tokoh-tokoh lain, tokoh Alif mengalami sebuah masa yang
mengantarnya pada sebuah keberhasilan di masa mendatang. Tokoh Alif
Fikri merupakan tokoh sentral dalam novel Negeri 5 Menara. Alif
menjadi sorotan utama dalam kisah dan merupakan tokoh utama
protagonis.
57
Alif digambarkan sebagai tokoh yang gigih, mencintai tanah
kelahiran, mudah ragu dan terpengaruh, patuh dan hormat, berani
bertanggung jawab, bersemangat tinggi, suka tantangan, perencana yang
cermat, idealis, serta menyukai sejarah dan jurnalistik. Di bawah ini
diuraikan penokohan tokoh Alif.
(1) Gigih
Sebagai anak laki-laki satu-satunya di antara dua saudara
perempuannya, Alif merupakan harapan terbesar dalam keluarga.
Alif berasal dari Maninjau, Sumatera Barat, yakni sebuah daerah
dengan kebudayaan Minangkabau. Digambarkan oleh pencerita,
keluarga Alif sangat menjunjung tinggi nilai agama, yakni agama
Islam. Pendidikan yang dijalani tokoh Alif di madrasah tsanawiyah
dan juga pondok pesantren mempunyai hubungan dengan latar
budaya keluarga Alif sebagai muslim Minangkabau.
Menurut tokoh Alif, meneruskan pendidikan agama setelah
lulus dari madrasah tsanawiyah ke pesantren akan menghambat
langkahnya dalam menggapai cita-citanya. Impian yang ia buat
bersama sahabatnya, Randai, bukanlah sekadar keinginan untuk
merasakan pendidikan SMA non-agama. Ada sebuah cita-cita besar
yang ia rencanakan. Alif digambarkan sangat terobsesi dengan cita-
citanya. Ketika keinginannya untuk melanjutkan pendidikan ke SMA
ditentang oleh orang tuanya, terlihat sikap gigih pada tokoh Alif.
58
Pencerita menggambarkan sikap gigih Alif dengan metode
dramatik, yaitu ketika Alif berusaha mempertahankan keinginannya
untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah atas (SMA)
yang ditentang oleh Amak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), gigih adalah sifat keras hati; tetap teguh pada pendirian atau
pikiran; mengotot (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007: 486).
Menurut Alif, setelah ia mengenyam pendidikan agama
selama tiga tahun di madrasah tsanawiyah, yang setingkat dengan
SMP, adalah waktunya untuk menjalani pendidikan non-agama di
SMA. Hal ini dapat dipahami dari kutipan di bawah ini.
[...] Kini saatnya aku mendalami ilmu non-agama.Tidak madrasah lagi. Aku ingin kuliah di UI, ITB, dan teruske Jerman seperti Pak Habibie. Aku ingin menjadi orangyang mengerti teori-teori ilmu modern, bukan hanya ilmufiqh dan ilmu hadist. Aku ingin suaraku di dengar di depancivitas akademika, atau dewan gubernur atau rapat manajer,bukan hanya berceramah di mimbar surau di kampungku.(N5M, 2011: 8—9).
Tiga tahun aku ikuti perintah Amak belajar dimadrasah tsanawiyah, sekarang waktunya aku menjadiseperti orang umumnya, masuk jalur non-agama—SMA.[…] Alangkah bangganya kalau bisa bilang, saya anak SMABukittinggi. (N5M,2011: 5).
Dari kutipan di atas, terlihat tokoh Alif yang telah
merencanakan masa depannya. Dia ingin menjelajahi dunia di luar
kampung halamannya. Alif tidak ingin suaranya hanya terbatas
terdengar di kampungnya saja. Pencerita menggambarkan sikap
penurut Alif yang berubah seketika karena kegigihannya menolak
59
permintaan Amak untuk meneruskan pendidikan ke pesantren. Ia
tidak segan berdebat dengan Amak mengenai kelanjutan
pendidikannya tersebut karena sebelumnya ia sudah menuruti
perintah ibunya untuk menimba ilmu di madrasah tsanawiyah.
Terlihat sikap Alif untuk tetap pada pendiriannya. Ia tidak mau
menurut nasihat Amak ketika berdebat dengan ibunya kala itu. Hal
ini dapat dipahami dari kutipan berikut ini.
“Tapi Amak, ambo tidak berbakat dengan ilmuagama. Ambo ingin menjadi insinyur dan ahli ekonomi,”tangisku sengit. Mukaku merah dan mata terasa panas.
“Menjadi pemimpin agama lebih mulia daripada jadiinsinyur, Nak.” “Tapi aku tidak ingin…”
“Waang anak pandai dan berbakat. Waang akan jadipemimpin umat yang besar.
Apalagi waang punya darah ulama dari duakakekmu.” “Tapi aku tidak mau.”
“Amak ingin memberikan anak yang terbaik untukkepentingan agama. Ini tugas mulia untuk akhirat.”
“Tapi bukan salah ambo, orang tua lain mengirimanak yang kurang cadiak masuk madrasah…”
“Pokoknya Amak tidak rela waang masuk SMA!”“Tapi...”
“Tapi...”“Tapi...”Setelah berbantah-bantahan, aku tahu diskusi ini
tidak berujung. Pikiran kami jelas sangat berseberangan.Dan aku di pihak yang kalah. (N5M, 2011: 9).
Perlawanannya semata sebagai pembelaan terhadap
keinginan atas cita-citanya. Pencerita menggambarkan sikap
penentang Alif tidak sebatas hanya pada perdebatan itu saja. Ia juga
melakukan perlawanan demi perlawanan dengan caranya sendiri.
Perlawanan yang dilakukannya masih dalam batasan wajar. Alif pun
60
menggencarkan perlawanannya dengan mengunci diri di kamar
selama beberapa hari. Terlihat sikap seorang remaja biasa yang
melakukan pengurungan diri di kamar dengan harapan orang tuanya
akan mengabulkan permintaannya.
Usaha Alif sia-sia. Selama mengurung diri di kamar, kedua
orang tuanya tidak kunjung berkata bahwa keinginan Alif sekolah
SMA dikabulkan. Alif pun bertanya-tanya dalam renungannya.
Sebuah pertanyaan polos yang timbul dari diri seorang anak atas
tindakan kedua orang tuanya yang seakan mengatur segala
kehidupan yang akan dijalaninya.
Di tengah gelap, aku terus bertanya-tanya. Mengapaorang tua harus mengatur-atur anak. Di mana kemerdekaananak yang baru belajar punya cita-cita? Kenapa masa depanharus diatur orang tua? Aku bertekad melawan keinginanAmak dengan gaya diam dan mogok di dalam kamar gelap.(N5M, 2011: 11).
Sebenarnya pencerita menggambarkan Alif sebagai anak
yang patuh kepada orang tuanya. Hal ini juga dipengaruhi oleh orang
tua Alif yang berlatar agama cukup kuat sehingga mampu mendidik
Alif menjadi anak yang baik tingkah lakunya. Namun, seiring
dengan pertumbuhannya menjadi seorang remaja yang memiliki cita-
cita di masa depan, sifat dalam diri Alif pun berubah. Sifat keras
hatinya muncul demi pembelaan terhadap cita-citanya.
Saat Alif akhirnya masuk pondok pesantren, hatinya pun
masih menyimpan rasa kekesalan kepada Amak. Hatinya terasa berat
61
setiap ingin menulis surat untuk sang Ibu. Perasaan ini terungkap
dalam kutipan di bawah ini.
Aku adalah anak kesayangan yang selalu patuhsepenuh hati pada Amak. Patuh ini berubah jadi kesal ketikaaku diharuskan masuk sekolah agama. Memang akuakhirnya tetap bersedia mengikuti perintah Amak, tapi disaat yang sama hatiku jengkel. Kontakku terakhir denganAmak terjadi berbulan-bulan lalu, ketika mengabarkan lulusujian masuk PM melalui telegram. Setelah itu, aku diam,tidak berkabar berberita. Hatiku selalu berat untuk mulaibicara dan menulis surat buat beliau.(N5M, 2011: 141).
Alif pun akhirnya memilih sebuah pondok di daerah Jawa
Timur sesuai dengan rekomendasi pamannya, Pak Etek Gindo, yang
sedang menuntut ilmu di al-Azhar, Mesir. Setelah mendapat cerita
bahwa banyak kawan pamannya di Mesir yang fasih bahasa Inggris
dan Arabnya berasal dari PM, tokoh Alif menjadi tertarik untuk
mempelajari bahasa dunia di sana. Alif digambarkan luluh sesaat
karena masukan dari pamannya. Alif akhirnya menerima keinginan
Amak dengan memilih PM. Inilah yang menjadi titik awal Alif
dalam meraih kesuksesan yang dicita-citakannya; sebuah perjuangan
melawan kerasnya konflik yang berkecamuk dalam dirinya.
(2) Mencintai Tanah Kelahiran
Pilihannya untuk melanjutkan ke pesantren PM mengha-
ruskan Alif yang masih berusia remaja merantau ke Jawa. Di sini
pencerita mencoba memperlihatkan Alif sebagai keturunan
Minangkabau yang memilih tanah Jawa sebagai perantauan yang
62
dilakukan demi sebuah pendidikan. Selama berada di tanah
perantauan Jawa, Alif tidak melupakan tanah kelahirannya,
Kampung Bayur di pinggir Danau Maninjau, Bukittinggi. Pencerita
memunculkan sikap Alif tersebut melalui ingatan-ingatan Alif akan
tanah kelahirannya, yakni ketika ia merasakan sesuatu atau melihat
sesuatu yang melayangkan pikirannya kepada kampung halamannya.
Menurut KBBI, mencinta dapat bermakna “selalu mengingat (akan)”
(Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007: 285).
Alif yang lahir di lingkungan sebuah keluarga sederhana,
tidak lantas membuatnya rendah diri dan lupa akan tanah
kelahirannya. Kedua orang tua Alif yang merupakan seorang guru
menginginkan Alif kelak menjadi orang yang berguna bagi bangsa
dan agamanya. Dalam kisah, diceritakan tokoh Alif tumbuh sebagai
anak yang pandai dan sangat mencintai kampung halamannnya,
Bayur, sebuah desa kecil di pinggir Danau Maninjau.
Bekalku sebuah tas kain abu-abu kusam berisi baju,sarung, dan kopiah serta sebuah kardus mie berisi buku,kacang tojin, dan sebungkus rendang kapau yang sudahkering kehitam-hitaman. Ini rendang spesial karena dimasakAmak yang lahir di Kapau, sebuah desa kecil di pinggirBukittinggi. Kapau terkenal dengan masakan lezat yangberlinang-linang kuah santan.(N5M, 2011: 14).
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat dari barang-barang yang
dibawanya ke PM, Alif adalah sosok anak Minangkabau yang
sederhana. Alif hanya membawa beberapa barang penting yang ia
taruh dalam sebuah tas saja. Melalui latar, kita dapat mengetahui
63
bahwa keluarga Alif merupakan keluarga sederhana, bukan keluarga
yang kaya. Pencerita menggambarkan pendidikan sangat diutamakan
dalam keluarga Alif. Kedua orang tua Alif yang juga berlatar agama
cukup kuat selalu mendidik Alif agar bisa menjadi seorang yang
rendah hati dan berpendidikan baik.
Alif menyebut pilihannya ini sebagai sebuah langkah
perantauan yang harus ia jalani demi sebuah pendidikan yang akan ia
dapat. Sebagai anak Minangkabau, istilah merantau memang tidak
asing di telinga Alif. Merantau dari Sumatera ke Jawa itulah yang
menjadi pilihan Alif.
Pencerita memperlihatkan kecintaan tokoh Alif kepada tanah
kelahirannya dengan cara pengingatan dan perbandingan suatu
tempat yang dilihat oleh tokoh Alif dan suatu keadaan yang
dirasakan tokoh Alif dengan keadaan yang ada di tempat tinggalnya
di daerah Maninjau, Bukittinggi. Dalam hal ini, pencerita juga
menggunakan metode dramatik. Sikap Alif terlihat dari tingkah
lakunya.
Disebutkan juga oleh pencerita, salah satu masakan khas
yang tidak bisa dilepaskan dari Alif yaitu Rendang Kapau. Rendang
Kapau adalah sebuah masakan rendang khas dari Kapau, tempat
lahir ibu Alif, yang menjadi masakan andalan Amak untuk Alif saat
merantau di daerah lain. Amak membekalkan rendang ini untuk Alif
ketika Alif berangkat ke PM dan juga mengirimnya dalam bentuk
64
paket kiriman ketika Alif di PM. Pencerita memperlihatkan hal
tersebut sebagai identitas sebuah keluarga Minangkabau dengan
khas masakan rendangnya.
Alif yang selalu teringat tempat kelahirannya saat ia berada
di tempat lain, digambarkan oleh pencerita dengan membanding-
bandingkan keadaan atau suasana suatu tempat dengan keadaan atau
suasana tempat kelahirannya. Di awal kisah, disebutkan oleh
pencerita Alif yang sedang berada di Amerika Serikat ketika musim
dingin, Alif teringat akan dinginnya Es Tebak di Pasar Ateh,
Bukittinggi. Ungkapannya tersebut terlihat pada kutipan berikut ini.
[...] Televisi di ujung kamar menunjukan WeatherChannel yang mencatat suhu di luar minus 2 derajat celcius.Lebih dingin dari secawan Es Tebak di Pasar Ateh,Bukittinggi.(N5M, 2011: 2).
Ketika Alif tiba di sebuah desa di Jawa Timur, tempat PM
berdiri, ia teringat akan bentuk rumah Gadang. Ia membandingkan
bentuk atap rumah adat kedua daerah tersebut, rumah Gadang
memiliki atap menyerupai tanduk dan lancip di kiri dan kanannya,
sedangkan atap di desa yang Alif lewati berbentuk lancip di tengah.
Di PM, Alif memilih kegiatan olahraga sepak bola. Walau
Alif yang digambarkan berbadan kurang tinggi dan kecil ini bukan
termasuk pemain inti regu, ia pun cukup bangga menjadi tim
penggembira. Pencerita menyiratkan kembali sikap Alif yang
mencintai tanah kelahirannya. Alif pun mengingat masa kanak-
65
kanaknya dulu yang bermain bola pada sebidang sawah yang telah
habis disabit seusai panen. Berbeda halnya di PM yang menyediakan
banyak lapangan untuk berbagai macam olahraga.
Di Maninjau dulu, tidak ada lapangan bola yangbagus untuk latihan. Aku dan teman masa kecilku belajarmain bola di atas tanah sawah yang habis disabit […] (N5M, 2011: 162).
Lebih lanjut, Alif mendeskripsikan bahwa sawah yang telah
dibabat habis itu akan menjadi sebuah tanah sawah yang berlubang-
lubang, basah, dan liat. Keadaan lapangan sawah ini pun semakin
parah keadaannya untuk bermain ketika hujan turun. Tanah sawah
menjadi seperti kolam lumpur yang mengakibatkan para pemainnya
mudah terpeleset dan menjadi bahan tertawaan. Kenangan Alif ini
dimunculkan oleh pencerita sesaat setelah Alif membicarakan
kegiatan-kegiatan yang diikutinya.
Sudut PM lainnya pun tidak luput dari kenangan Alif akan
tempat tinggalnya, Maninjau. Saat Alif sedang di bawah menara
masjid PM bersama Sahibul Menara yang lain, ia merasakan hawa
sejuk hembusan angin yang mengingatkannya kepada Danau
Maninjau. Suatu sore kala itu, Alif dan para sahabatnya baru saja
menyelesaikan pekan ujian di PM. Mereka menghabiskan sore di
bawah menara, tempat favorit mereka, sambil menikmati arak-
arakan awan yang bergulung di langit.
Angin sore bertiup menggetar-getarkan bilah daunpohon kelapa yang banyak tumbuh di sudut-sudut PM. Sejuk.Matahari lindap tertutup awan putih yang berarak-arak di
66
langit. Aku membaringkan diri di pelataran menara sambilmenatap awan-awan yang bergulung-gulung.
Dulu di kampungku, setelah puas berenang di DanauManinjau, kami anak-anak SD Bayur duduk berbaris di batu-batu hitam di pinggir danau sambil mengeringkan badan.(N5M, 2011: 206—207).
Danau Maninjau sebagai salah satu ikon Maninjau
merupakan danau yang memiliki pemandangan yang indah.
IngatanAlif menggambarkan detail keindahan Danau Maninjau,
yang sangat ia ketahui. Sekelilingnya dilingkupi oleh perbukitan dan
di tengah danaunya ada perahu nelayan yang sedang menjala ikan
teri khas Maninjau. Alif mengingat kenangannya semasa sekolah
dasar (SD) dulu.
Setelah berenang, ia dan teman-temannya duduk berbaris di
batu-batu di pinggir danau untuk mengeringkan badan mereka
sambil bermain tebak-tebakan bentuk awan. Hal itulah yang Alif
lakukan juga ketika ia bersama Sahibul Menara yang lain berada di
bawah menara masjid PM. Mereka akhirnya memainkan
imajinasinya terhadap awan yang membentuk berbagai macam
benua di dunia yang menjadi tempat tujuan yang mereka impikan.
Inilah cikal bakal Negeri Lima Menara. Lima benua yang diimpikan
di bawah menara.
Perbandingan Alif terhadap tempat-tempat yang ia temui
tidak hanya terhenti di PM. Setelah sebelumnya Alif dewasa yang
membandingkan suhu cuaca dingin di Amerika dengan Es Tebak,
dalam sorot balik Alif dewasa juga membandingkan sebuah bioskop
67
di kota Surabaya dengan bioskop yang ada di kampungnya,
Bukittinggi. Alif memiliki kesempatan menikmati bioskop di kota
Surabaya atas traktiran dari Said saat liburan PM.
[...] Aku senang sekali, karena belum pernahmenonton film di bioskop selain film G-30 S PKI. Itu pun dibioskop di Bukittinggi yang penuh kecoa dan kepinding. [...]Bioskop di Surabaya ternyata jauh lebih bagus dari pada dikampungku.(N5M, 2011: 227).
Dari uraian di atas, tampak bahwa Alif adalah sosok yang
selalu mengingat tempat asalnya dan tidak melupakan jati dirinya
sebagai anak Minangkabau yang tumbuh di sebuah desa di pinggir
Danau Maninjau. Pencerita melalui perbandingan-perbandingan
yang dilakukan Alif menggambarkan kecintaan tokoh tersebut
terhadap tanah kelahiran.
(3) Patuh dan Hormat
Keputusan Alif untuk melanjutkan pendidikan ke pesantren
dan menyelesaikan pendidikan pesantrennya selama empat tahun,
tidak lepas dari sikap patuh Alif kepada orang tuanya. Dalam KBBI,
patuh adalah sifat suka menurut (perintah dsb.); taat (kepada
perintah, aturan, dsb.); berdisiplin (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, 2007: 1134).
Dalam cerita, Alif pun digambarkan sebagai tokoh yang
berusaha patuh terhadap peraturan PM. Pelanggaran yang ia lakukan
dapat dihitung dengan jari. Sikap patuh Alif kepada orang tuanya ini
68
terlihat saat Alif yang akhirnya melanjutkan pendidikannya ke
pesantren sesuai permintaan Amak setelah perdebatan yang terjadi di
antara dirinya dan Amak.
Sebelum meninggalkan rumah, aku cium tanganAmak sambil minta doa dan minta ampun atas kesalahanku.(N5M, 2011: 14).
Ketika ingin berangkat menuju PM di Jawa Timur diantar
oleh Ayah, Alif tetap mencium tangan Amak. Ia pun meminta maaf
atas kesalahan yang ia lakukan. Hal tersebut merupakan sikap
hormat Alif kepada Ibunya sebagai anak yang patuh terhadap kedua
orang tua. Hormat, dalam KBBI, mempunyai makna perbuatan yang
menandakan rasa khidmat atau takzim (seperti menyembah,
menunduk); menghargai (takzim, khidmat) (Tim Penyusun Kamus
Pusat Bahasa, 2007: 556).
Sikap Alif yang patuh dan hormat kepada orang tuanya juga
dimunculkan oleh pencerita ketika ia berhadapan dengan sang Ayah,
yakni saat saat ia diajak berbicara dengan Ayahnya mengenai niatnya
untuk keluar dari PM. Argumen yang telah disiapkan sebelumnya,
hilang begitu saja. Alif tidak bisa berkata sepatah katapun ketika itu.
Tanpa kesadaran penuh, kepalaku mengangguk.Berbagai skenario argumentasi yang aku persiapkanmenguap.
Aku tidak tahu apa yang membuat perlawanankuruntuh dengan mudah. Apakah karena hatiku perang dantidak ada pemenang yang sesungguhnya antara tetap tinggaldi PM atau keluar? [...] (N5M, 2011: 376).
69
Hari ini aku mengirim satu telegram dan satu surat.Telegram untuk mengabarkan kelulusan kepada Amak dansepucuk surat kepada Randai. Kepada kawanku, akuberkisah pengalaman menarikku di PM dan betapa akumasih merasa sedih tidak bisa bergabung dengan dia masukSMA. (N5M, 2011: 38—39).
Seketika setelah Alif diterima di PM, Alif sempat beberapa
lama tidak mengirim kabar kepada keluarganya di Maninjau. Surat
terakhir yang ditulisnya adalah kabar mengenai kelulusannya pada
tes ujian masuk PM. Saat itu, Alif masih merasa kesal kepada ibunya
atas pelarangan terhadap dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke
SMA. Namun, Alif luluh dengan sebuah pesan yang diberikan oleh
Kiai Rais, Pemimpin PM, mengenai bakti seorang anak kepada orang
tua. Seketika itu, Alif merasa bersalah dengan tindakannya yang
menghilang tanpa kabar. Sikap patuh Alif selalu menaungi dirinya,
sekalipun ada keinginan orang tuanya yang sebenarnya bertentangan
dirinya.
(4) Berani dan Bertanggung Jawab
Alif telah memilih pesantren PM sebagai tempatnya
menuntut ilmu. Hal ini diputuskannya setelah ia menerima usulan
dari pamannya dan juga memikirkan hal apa yang akan ia dapat di
PM. Alif pun menjalani setiap kegiatan di PM dengan penuh
tanggung jawab yang setidaknya untuk dirinya sendiri. Tantangan
demi tantangan pun menghampiri Alif. Diawali dengan kelulusan
70
ujian seleksi masuk PM, Alif diharuskan untuk menjalani
kehidupannya sebagai santri di sana.
Hari kedua Alif berada di PM, ia dan kelima orang teman
sekamarnya tidak sengaja melanggar peraturan PM, terlambat ke
masjid untuk sholat berjamaah. Alif dan kelima temannya yang
sedang berusaha membawa lemari ke kamar mereka, berjuang agar
tidak telat. Namun, mereka tertangkap basah oleh keamanan PM.
Saat itu, hanya Alif yang berani menjawab.
Aku tidak punya pilihan lain untuk memberanikandiri menjawab. Ragu-ragu. “Maaf... maaf... Kak, kamiterlambat. Tapi hanya sedikit Kak, 5 menit saja.
Karena harus membawa lemari yang berat ini darilapangan...”
“Sudah berapa lama kalian resmi jadi murid diPM?” katanya memotong kalimatku. “Dua... dua... hariKak,” jawabku terbata-bata.(N5M, 2011: 66).
Dalam KBBI, berani adalah sifat mempunyai hati yang
mantap dan rasa percaya diri yang benar dalam menghadapi
kesulitan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007: 180). Saat
terdesak tersebut, digambarkan oleh pencerita, Alif yang
memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan petugas PM yang
tidak lain adalah seniornya sendiri. Pencerita memperlihatkan sikap
berani Alif. Keterlambatan yang tidak disengaja itu pun tidak
melepaskan mereka dari hukuman.
Hal tersebut merupakan bentuk tanggung jawab dari
keterlambatan yang mereka lakukan. Tanggung jawab mengandung
71
arti wajib menanggung, wajib memikul beban, wajib memenuhi
segala akibat yang timbul dari perbuatan. Kejadian ini menjadi
pelajaran berharga bagi Alif dan kelima temannya. Hukuman inilah
yang menumbuhkan persahabatan di antara Alif dan kelima orang
temannya; Atang, Baso, Dulmajid, Raja, dan Said.
Sikap tanggung jawab Alif juga dimunculkan oleh pencerita
ketika dia mendapat tugas mewawancarai seorang panglima ABRI.
Saat itu, Alif yang aktif sebagai salah satu redaktur media PM,
bersama anggota redaksi lainnya sedang membuat sebuah media
massa khusus dalam rangka perayaan hari lahir PM. Tugas Alif
cukup berat, ia harus bertanding dengan belasan wartawan yang
bertubuh lebih besar darinya.
[...] Tapi hati kecilku berkata, kalau aku tidakberbuat sesuatu, aku hanya akan menjadi kambing congek.Aku tahu harus membuat impresi yangberbeda kalau maudidengarnya.
Lalu dengan mengumpulkan semua keberanian,aku menengadah ke panglima tinggi besar ini dan berteriakkencang.
“ASSALAMUALAIKUM PAK PANGLIMA!”(N5M, 2011: 330).
Dari kutipan tersebut, dapat dilihat keberanian Alif yang
muncul karena sebuah tanggung jawab yang dipikulnya. Tokoh Alif
digambarkan oleh pencerita sebagai sosok yang tidak mau menyerah
pada situasi, yang saat itu tubuh kecilnya hampir tidak terlihat oleh
Panglima yang tinggi besar karena terdesak oleh belasan wartawan
72
lain yang lebih tinggi tubuhnya. Dua pertanyaan pun berhasil Alif
lontarkan kepada sang Panglima.
Seiring berjalannya kegiatan demi kegiatan di PM, Alif
mendapat kesempatan sebagai petugas ronda PM. Alif ditugaskan
pada satu pos dengan Dulmajid. Alif bersama dengan Dulmajid
berusaha menjalankan tugas dengan baik, walau di tengah-tengah
waktu penjagaan mereka berdua sempat tertidur. Mereka terbangun
oleh anggota keamanan PM yang berkeliling ke tiap-tiap pos. Sesaat
setelah itu, PM dimasuki oleh kawanan pencuri. Pencuri-pencuri
tersebut berhasil dikepung tidak jauh dari pos jaga Alif dan
Dulmajid. Salah seorang pencuri yang berusaha melarikan diri,
berlari ke arah pos jaga Alif.
Krak... duk... bruk... Ahhh! Kursi yang aku pegangbergetar seperti dihantam karung goni dan terpental kesamping. Aku membuka mata takut-takut. Sosok hitam yangbesar tadi tejengkang dan mengerang kesakitan sambilmemegang kakinya, tepat di depan kami berdua, di atasonggokan daun bambu kering. (N5M, 2011: 247).
Pencuri itu berhasil dilumpuhkan oleh terjangan kursi Alif.
Setelah itu keamanan PM pun datang untuk menahan si pencuri.
Tindakan yang dilakukan Alif merupakan sikap dari tanggung
jawabnya sebagai petugas ronda PM saat itu. Alif bisa saja memilih
untuk lari ketika itu. Akan tetapi, Alif memilih menghadapi pencuri
tersebut. Alif dan Dulmajid pun menerima sebuah piagam
73
penghargaan dari pemimpin PM, Kiai Rais, karena usaha mereka
untuk menangkap pencuri yang mengancam keamanan PM.
Sikap berani dan bertanggung jawab yang dimiliki Alif,
memberinya banyak pengalaman menarik. Dari hal tersebut,
pencerita memunculkan pembelajaran yang belum tentu Alif
dapatkan jika ia tidak berada di PM.
(5) Bersemangat Tinggi
Tokoh Alif adalah penggambaran sosok remaja yang gigih,
teguh pada pendiriannya. Ia selalu berusaha melakukan sesuatu
semaksimal mungkin dan ingin meraih sebuah kesuksesan pada
akhirnya. Walaupun keyakinannya untuk menjalani kehidupan di PM
sering goyang karena surat Randai, tokoh Alif dideskripsikan
memiliki semangat yang tinggi untuk membuktikan bahwa ia bisa
menjalani ini semua. Dalam KBBI, semangat adalah roh kehidupan
yang menjiwai segala makhluk, baik hidup maupun mati; seluruh
kehidupan batin manusia; isi dan maksud yang tersirat dalam suatu
kalimat, perbuatan, perjanjian, dsb; kekuatan (kegembiraan, gairah)
batin; ke-adaan atau suasana batin; perasaan hati; nafsu (kemauan,
gairah) untuk bekerja, berjuang (Tim Penyusun Kamus Puasat
Bahasa, 2007: 1397). Semangat yang Alif miliki didukung oleh para
sahabatnya di PM juga para pengajar yang selalu memotivasinya.
[...] Lima menit bukan waktu yang singkat, apalagibegitu berdiri di depan pendengar yang mendambakanpidato membakar. Tapi, kali ini aku berniat untuk
74
meningkatkan kualitas pidatoku dengan berlatih lebihbanyak dan meminta Raja yang ahli pidato menjadi mentor.(N5M, 2011: 150).
Pada kutipan tersebut, pencerita menunjukkan semangat
Alif dalam mempersiapkan tugas pidato dalam bahasa Inggris. Saat
itu adalah tugas pidato keduanya, setelah tugas pidato dalam bahasa
Indonesia yang telah ia lakukan. Ia ingin meningkatkan kualitas
berpidatonya. Ia pun berlatih dengan lebih keras dan meminta
bantuan Raja yang ahli dalam berpidato untuk mejadi mentornya.
Alif pun menunjukkan semangat tingginya ketika ia berkeinginan
untuk menjadi student speaker.
Semangatnya untuk menjadi student speaker terpicu oleh
tokoh Raja yang terlebih dahulu terpilih ketika duta besar Mesir
berkunjung ke PM. Persiapan dan usaha maksimal dalam setiap
kesempatan latihan pidato dan diskusi dalam bahasa Inggris yang
dilakukannya pun berhasil. Alif pun dikisahkan berhasil terpilih
menjadi student speaker saat kunjungan duta besar Inggris ke PM.
Jiwa Alif yang bersemangat tinggi digambarkan selalu
mengajaknya untuk berusaha meyakinkan diri bahwa ia bisa meraih
mimpinya kelak serta menyelesaikan pendidikan di PM dengan baik.
Berbekal sebuah kalimat motivasi yang didapatnya ketika awal
pengajaran di PM, man jadda wajada dan man shabara zhafira. Alif
pun semangat melawan rasa ragu yang kerap menghinggapinya.
Di kepalaku berkecamuk badai mimpi. Tekadsudah aku bulatkan: kelak aku ingin menuntut ilmu ke luar
75
negeri, kalau perlu sampai ke Amerika. Dengan sepenuhhati, aku torehkan tekad ini dengan huruf besar-besar. Ujungpenaku sampai tembus ke halaman sebelahnya.Meninggalkan jejak yang dalam. “Man jadda wajada.Bismillah. Aku yakin Tuhan Maha Mendengar. (N5M, 2011: 212).
Banyak keajaiban terjadi di dunia karena orangtelah memasang tekad dan niat, dan lalu mencobamerealisasikannya. Aku pun percaya dengan man jaddawajada itu.(N5M, 2011: 233).
Teringang-ngiang petuah Kiai Rais dulu: keluarlahdari PM dengan husnul khatimah, akhir yang baik. [...]
Hanya beberapa bulan lagi aku mencapai garisfinish. Man shabara zhafira. Siapa yang sabar akan memetikhasilnya. Aku harus bisa bertahan. Sekarang, tinggalbagaimana aku bisa tetap semangat dan termotivasi.(N5M, 2011: 376—377).
Tokoh Alif kerap kali menghadapi dilema karena surat
Randai yang datang kepadanya. Pada keseluruhan cerita, terhitung
ada lima surat Randai yang Alif terima selama ia di PM. Isi surat
yang dikirim oleh Randai sekedar memberi kabar dan menceritakan
perkembangan yang didapat oleh Randai, mulai dari kehidupannya di
SMA hingga diterimanya Randai di ITB. Namun, isi surat yang tidak
lain adalah cerita yang dulunya adalah impian mereka berdua,
menimbulkan rasa ragu pada diri Alif atas keputusannya ke PM. Di
sisi lain, Alif pun tak jarang meraih prestai akademik maupun non-
akademik di PM. Di sinilah terlihat peranan para sahabat Alif dan
juga para pengajar PM yang selalu memotivasi para santrinya,
termasuk Alif. Semangat Alif pun muncul teriring dengan niat dan
76
tekad dan usaha melakukan segala sesuatunya dengan sebaik-
baiknya.
Alif yang memiliki semangat tinggi, digambarkan sebagai
sosok yang tidak lantas mudah menyerah dengan kekurangan-
kekurangan yang ada dalam dirinya.
Memang, aku dan juga Dul merasa tidak berbakattampil di depan umum untuk acara pertunjukan yangmenghibur. (N5M, 2011: 345).
Entah chip apa yang kurang dikepalaku, begituberhadapan dengan hapalan, otakku langsung hang. Bagikumenghapal letterleks adalah cobaan pedih. (N5M, 2011: 116).
Dari kutipan tersebut, pencerita memperlihatkan kekurangan
yang ada pada diri Alif. Ia tidak memiliki bakat untuk tampil di
depan umun pada acara pertunjukkan yang bersifat menghibur.
Akhirnya, pada pertunjukkan yang digelar saat Alif kelas enam di
PM, ia hanya menjadi figuran, seorang wartawan yang hanya
berakting mengacungkan mikrofon. Kekurangan tokoh Alif lainnya
yaitu ia selalu mengalami kesulitan jika harus berhadapan dengan
pelajaran yang bersifat hapalan. Selain mengalami kesulitan dalam
menghapal letterleks, tokoh Alif disebutkan di dalam cerita
mengalami kesulitan juga dalam pelajaran menghapal kata-kata
mutiara dalam bahasa Arab. Namun, Alif tidak menyerah.
Semangatnya ia tunjukkan dengan mengajak Baso yang pandai
dalam pelajaran bahasa Arab, tetapi kurang pandai dalam pelajaran
77
bahasa Inggris, untuk bertukar ilmu dengannya. Simbiosis
mutualisme, Baso mendapat pengajaran bahasa Inggris dari Alif.
Kesungguhan dalam meraih keberhasilan, yang merupakan
tema dari cerita ini, terlihat dalam setiap usaha-usaha yang dilakukan
oleh Alif.
(6) Suka Tantangan
Selain bersemangat tinggi, Alif juga digambarkan sebagai
sosok yang menyukai tantangan. Menurut KBBI, tantangan adalah
ajakan berkelahi (berperang, dsb.); hal atau objek yg menggugah
tekad untuk meningkatkan kemampuan mengatasi masalah;
rangsangan (untuk bekerja lebih giat dsb); hal atau objek yang perlu
ditanggulangi (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007: 1627—
1628).
Bagiku, tiga tahun di Madrasah tsanawiyah rasanyasudah cukup untuk mempersiapkan dasar ilmu agama. Kinisaatnya aku mendalami ilmu non-agama. Tidak madrasahlagi. Aku ingin kuliah di UI, ITB, dan terus ke Jermanseperti Pak Habibie. Aku ingin menjadi orang yangmengerti teori-teori ilmu modern, bukan hanya ilmu fiqhdan ilmu hadist. Aku ingin suaraku di dengar di depancivitas akademika, atau dewan gubernur atau rapat manajer,bukan hanya berceramah di mimbar surau di kampungku(N5M, 2011: 8—9).
Keinginannya untuk masuk ke sekolah non-agama, SMA,
dan masuk ke perguruan tinggi, merupakan sebuah tantangan yang
ingin ia taklukkan. Tokoh Alif dideskripsikan sebagai tokoh remaja
yang ingin menjadi seseorang yang mengerti ilmu modern, tidak
78
hanya ilmu agama saja. Ia ingin membuat sebuah gebrakan, bersuara
tidak hanya di kampung tempatnya tinggal. Pilihannya untuk
menempuh pendidikan di PM, dapat dikatakan sebagai sebuah sikap
yang dilakukannya yang berdasar pada keinginannya untuk
mempelajari bahasa dunia, Arab dan Inggris, yang diajarkan oleh
PM. Awalnya, Ibu Alif hanya ingin Alif meneruskan pendidikannya
di pondok di daerah Sumatera Barat saja. Namun, Alif memberikan
penawaran, PM di Jawa Timur sebagai pilihannya. Hal tersebut
merupakan tantangan yang tokoh Alif ciptakan sendiri. Sebuah
tantangan besar, merantau ke Jawa yang sebenarnya ia jalani
setengah hati. Keputusan Alif untuk menjalani ke PM bukan
sepenuhnya keinginan dari dalam dirinya.
Sifat suka tantangan dalam diri Alif juga dimunculkan oleh
pencerita ketika PM kedatangan seorang ustad pengajar yang telah
menuntaskan pendidikannya di luar negeri dan memilih kembali
untuk mengabdikan diri di PM.
Aku biasanya tidak banyak bicara. Apalagimemang tidak banyak yang bisa aku ceritakan tentang halini. Tapi nama Sarah yang bersenandung itu membuat akumeberanikan diri berkata, “Kalau aku ingin berkenalandengan Sarah,” kataku. [...] “Sarah adalah idaman semuaorang. Dan dia berada di tempat yang paling tidak bisaditembus. Bapaknya, Ustadz Khalid adalah salah seorangguru yang paling tegas dan disegani. Bagaimana mungkinkau akan bisa?” anya Raja. [...]
“Oke, aku tidak takut tantanganmu. Akankubuktikan aku bisa. Akhi semua, kalian dengar kan ya?”jawabku agak kesal. Mataku mengedarkan pandangan.
“Oke, janji. Tapi dengan syarat, ada gambar kaudengan dia,” tambah Raja cengengesan.
79
“Hah, bilang saja kau tidak berani. Kok pakaisyarat aneh segala macam.” “Kalau gak mau ya sudah.Artinya gak berani. Titik. Take it or leave it.”
“Kita lihat saja nanti siapa yang menang!” katakumulai sengit. (N5M, 2011: 232—233).
Pada kutipan di atas, terlihat sikap tokoh Alif yang
menerima tantangan dari Raja sebagai usaha pembuktian bahwa Raja
yang lebih pintar dan usianya yang lebih tua dari Alif, tidak selalu
bisa lebih baik darinya. Tantangan-tantangan yang ia hadapi
merupakan gambaran dari rasa keingintahuannya yang besar akan
hal-hal menantang yang belum pernah ia alami.
(7) Perencana yang Cermat
Alif dideskripsikan sebagai seorang tokoh remaja yang
sangat menyukai tantangan yang bisa membawanya kepada
pengalaman-pengalaman menarik. Sikap tanggung jawabnya yang
tinggi menghasilkan sebuah akhir yang memuaskan pada setiap
tantangan yang ia hadapi. Tokoh Alif digambarkan selalu membuat
sebuah perencanaan pada setiap hal yang akan dilakukannya. Pada
awal kisah, pencerita menyebutkan Alif sangat ingin melanjutkan
pendidikannya ke sekolah menengah atas, bukan sekolah agama lagi.
Hal ini bukannya tidak beralasan. Tokoh Alif telah membuat rencana
demi cita-citanya yang ingin seperti Habibie. Ia ingin ke SMA, lalu
kemudian masuk perguruan tinggi, dan setelah itu dia meraih cita-
cita yang diimpikannya.
80
Setelah masuk PM, sosok Alif sebagai perencana yang
cermat tetap ada. Hal ini terlihat pada setiap tindakan yang Alif
lakukan untuk meraih keberhasilan walau kini ia berada di PM,
bahkan ketika ia menjalani hukuman sebagai mata-mata yang
mencari para santri yang melakukan pelanggaran.
Sebagai bentuk dari kesungguhan ini, aku gambarsebuah rute pencarian yang detail di buku tulis dan akuhitung waktu yang dihabiskan, sehingga jadwalnya cocokdengan 3 jam yang tersisa.(N5M, 2011: 82).
Kutipan di atas memperlihatkan strategi yang Alif lakukan
untuk menyelesaikan hukuman yang diberikan kepadanya. Ketika
itu, di antara Atang, Baso, Dulmajid, Raja, dan Said, hanya tokoh
Alif yang belum mendapatkan santri yang melanggar peraturan PM.
Alif sempat ditawari bantuan oleh Said dan Raja, tetapi Alif
menolak. Tokoh Alif dikisahkan ingin menuntaskannya sendiri
dalam waktu tiga jam yang tersisa. Akhirnya, Alif berhasil
mendapatkan dua orang santri yang kedapatan melanggar peraturan
PM.
Dalam hal akademik pun, pencerita juga menggambarkan
tokoh Alif yang selalu membuat perencanaan untuk target yang ingin
ia dapatkan. Alif ditunjuk oleh PM untuk menjadi student speaker
saat kunjungan Duta Besar Inggris yang akan datang ke PM. Hal
tersebut ditentukan oleh pihak PM setelah melihat prestasi akademik
terbaik dalam pelajaran bahasa Inggris yang diperoleh para Santri.
81
Akhirnya, nama Alif Fikri diputuskan oleh pihak PM. sebuah
kesempatan emas yang tidak begitu saja Alif dapatkan.
[...] Raja tahun lalu pernah terpilih menjadi speakerketika menyambut rombongan duta besar Mesir. Sejak ituaku belajar hebat, untuk bisa juga dipilih. Setiapkesempatan latihan pidato dan diskusi berbahasa Inggris,aku membuat persiapan maksimal. Rupanya usahaku tidaksia-sia, hari ini usahaku dibayar kontan.(N5M, 2011: 316—317).
Alif yang mendengar Raja terpilih sebagai student speaker,
terpicu semangatnya untuk juga dapat menjadi student speaker pada
kesempatan lain. Alif pun menentukan sendiri langkah-langkah yang
harus dilakukannya untuk mencapai keinginannya tersebut. Ia
fokuskan pada pelajaran bahasa Inggris yang merupakan pelajaran
favoritnya. Usahanya pun berbuah manis. Setelah maksimal
berusaha, Alif pun terpilih menjadi student speaker untuk
menyambut Duta Besar Inggris.
Sosok Alif sebagai perencana yang cermat, digambarkan
melalui tindakannya yang tidak gegabah dan segala sesuatunya ia
pikirkan sebaik mungkin untuk mendapatkan sebuah akhir yang baik.
Seperti saat Atang mengajaknya dan juga Baso untuk ke rumahnya
di Bandung saat liburan PM. Ketika itu, wesel kiriman orang tua Alif
telat dikirim. Begitu pula dengan Baso. Mereka berdua pun terancam
menghabiskan liburan selama dua minggu di PM. Ajakan yang
Atang tawarkan cukup menyenangkan. Mereka berdua hanya perlu
ongkos kembali dari Bandung, yang akan dipinjamkan oleh Atang.
82
“Boleh aku pikir dulu malam ini ya,” balasku.Walau hatiku bersorak, aku merasa perlu berhitung lagi,apakah duitnya memang ada, dan apakah enak kalaudibayarin seperti ini.
Baso setuju dengan ideku untuk pikir-pikir dulu.Atang tersenyum.(N5M, 2011: 217).
Saat itu, Alif tidak langsung menerima ajakan yang Atang
tawarkan. Ia meminta waktu untuk memikirkannya. Dari hal tersebut
pencerita memperlihatkan sikap Alif yang penuh perhitungan. Alif
tidak ingin perjalanan yang akan dilakukannya nanti menimbulkan
sesuatu yang tidak diinginkan.
Perencanaan-perencanaan yang dilakukan oleh tokoh Alif
pada suatu hal besar maupun hal kecil sekalipun, merupakan
tindakannya dalam menentukan tujuan yang ingin dicapainya.
Pencerita mengisahkan tokoh Alif sebagai tokoh yang tidak hanya
mengalir begitu saja mengikuti alur kehidupan yang ia jalani dalam
jangka pendek. Namun, Alif digambarkan sangat memperhitungkan
efek yang akan diterimanya di masa yang akan datang dengan usaha-
usaha yang dilakukannya saat ini.
(8) Idealis
Menurut KBBI, idealis adalah orang yang bercita-cita tinggi;
pengikut aliran dealism, sedangkan dealism adalah aliran dalam
falsafah yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya
hal yang benar yang dapat dirasakan dan dipahami; hidup atau
berusaha hidup menurut cita-cita atau patokan yang dianggap
83
sempurna; karangan atau lukisan yang bersifat khayal atau fantastis
yang menunjukkan keindahan dan kesempurnaan (Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, 2007: 567).
Bagiku, tiga tahun di madrasah tsanawiyah rasanyasudah cukup untuk mempersiapkan dasar ilmu agama. Kinisaatnya aku mendalami ilmu non-agama. Tidak madrasahlagi. Aku ingin kuliah di UI, ITB, dan terus ke jerman sepertipak Habibie. […] Aku ingin suaraku didengar di depancivitas akademika, atau dewan gubernur atau rapat manajer,bukan hanya berceramah di mimbar surau di kampungku(N5M, 2011: 8—9).
Kami juga sepakat, setamat MTsN, kami akanmeneruskan ke SMA yang sama. Karena menurut kami ilmudasar agama dari MTsN sudah cukup sebagai dasar untukmemasuki kancah ilmu pengetahuan umum.(N5M, 2011: 100).
Pada kutipan di atas, pencerita menyiratkan sisi idealis dari
tokoh Alif yang terlihat dari cita-cita yang dibuatnya bersama
Randai, sahabatnya, ketika mereka sama-sama sekolah di madrasah
tsanawiyah, sekolah agama setingkat sekolah menengah pertama
(SMP). Mereka berdua bercita-cita ingin menjadi insinyur, Alif ingin
seperti Habibie. Untuk mencapai cita-citanya tersebut bahkan
keduanya diceritakan telah sepakat untuk mendaftarkan diri ke
sekolah menengah atas (SMA) yang sama. Namun, keinginan Alif
yang tidak sama dengan kehendak sang Ibu menimbulkan perdebatan
di antara keduanya. Alif tetap pada pendiriannya, melanjutkan
pendidikan ke SMA dan kemudian ke perguruan tinggi, ke Institut
Teknik Bandung yang dikenal sebagai ITB. Menurutnya, tiga tahun
di madrasah tsanawiyah sudah cukup mendapatkan ilmu agama
84
sebagai bekal untuk ke jenjang pendidikan non-agama, SMA, yang
akan membawanya ke ITB.
Sebuah pendangan hidup seorang tokoh Alif dituangkan
melalui keinginannya yang direalisasikan melalui pendidikan. Jika
Alif mengikuti kemauan Ibunya untuk ke pesantren, ia tidak ingin
nantinya hanya sebagai penceramah agama di kampungnya. Alif
menginginkan sesuatu yang lebih dari hal tersebut. Ia ingin suaranya
kelak di dengar di depan civitas akademika, dewan gubernur, atau
pada sebuah rapat manajer.
Hingga pada akhirnya, sikap patuh Alif membuatnya
menuruti Ibunya untuk ke pesantren. Selama di PM, ia masih selalu
teringat akan cita-citanya tersebut. Konflik batin terus
menghinggapinya selama hampir empat tahun di PM. Hingga pada
klimaks konfliknya, beberapa deal sebelum ujian kelulusan PM,
Alif mengirim surat ke orang tuanya yang menyatakan ia ingin
keluar dari PM. Tokoh Alif beranggapan, jika ia tetap di PM, tidak
mudah untuk melanjutkan perjalanannya untuk sekolah ke jalur
umum. Ayah Alif pun datang ke PM, tidak lama setelah pengiriman
surat tersebut.
“Kami sudah daftarkan nama waang untuk ikut ujianpersamaan delapan bulan lagi. Karena itu, tidak ada salahnyatetap bertahan di sini. Selesaikanlah apa yang sudahdimulai,” kata Ayah sambil menatapku lekat-lekat.
Tanpa kesadaran penuh, kepalaku mengangguk.Berbagai dealism argumentasi yang aku persiapkanmenguap.
85
Aku tidak tahu apa yang membuat perlawanankuruntuh dengan mudah. (N5M, 2011: 376).
Tawaran yang diberikan Ayahnya, dapat membungkam Alif
yang telah menyiapkan berbagai dealism sebelumnya. Jelas
terlihat, tujuan Alif hanya satu, meneruskan pendidikan ke jalur
umum dan dapat menggapai cita-citanya. Hal tersebut telah terpatri
di dalam hidupnya, menjadi sebuah tujuan hidup utama yang ingin ia
jalani. Kegigihan tokoh Alif dalam mempertahankan apa yang yang
ia kehendaki merupakan penggambaran dari dealism yang ada
dalam dirinya.
(9) Menyukai Sejarah dan Jurnalistik
Tokoh Alif disebutkan sebagai seorang santri PM yang
memiliki prestasi yang baik dalam pelajaran bahasa Inggris. Alif
mengaku, dari semua pelajaran di PM, pelajaran bahasa Inggris
adalah favoritnya. Namun, di sisi lain, tokoh Alif juga menyukai
pelajaran sejarah dunia.
Bagiku dan banyak teman lain, pelajaran yangpaling ditunggu adalah Taarikh, sejarah dunia, khususnyayang berhubungan dengan kebangkitan dan kebangkrutandunia islam. (N5M, 2011: 111).
Tidak disebutkan secara eksplisit alasan Alif menyukai
sejarah dunia, khususnya mengenai dunia Islam. Namun, hal ini
dapat diketahui melalui latar belakang Alif. Keluarga Alif
merupakan masyarakat keturunan Minangkabau dengan latar agama
86
yang sangat kuat. Kedua kakeknya merupakan seorang ulama
terkenal di Minangkabau dan di desa tempatnya tinggal. Sedari kecil
pendidikan agama sudah diutamakan bagi Alif. Inilah yang
membawa Alif ke PM. Kedua orang tua Alif, terutama Amak, Ibu
Alif, sangat menginginkan agar Alif nantinya menjadi pemimpin
agama yang berpengetahuan luas. Dari hal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa tokoh Alif menyukai pelajaran sejarah dunia
karena lingkungan tempat ia tinggal secara tidak langsung
memberikan rasa cinta terhadap nilai sebuah sejarah.
Kampung tempat tinggal Alif adalah kampung yang juga
merupakan tempat asal Buya Hamka, seorang ulama sekaligus
sastrawan yang kharismatik. Amak sangat menjunjung Buya Hamka
sebagai contoh teladan yang baik. Alif pun tumbuh sebagai seorang
anak yang cerdas. Terbukti pada ujian akhirnya di madrasah
tsanawiyah, nilai Alif termasuk sepuluh besar di kabupaten Agam.
Selama di PM, Alif pun meluaskan pengetahuannya dengan
membaca majalah Tempo yang disediakan pihak PM.
Dengan mata berbinar-binar aku selalu larut denganberbagai laporan seru wartawan Tempo langsung dari Mesir,Amerika, Australia, sampai Jepang. Semua dikemas denganbahasa yang enak dibaca dan istilah-istilah yang canggih,yang terus terang aku hanya berpura-pura mengerti saja.Walau sekarang ada di PM, belajarnya adalah agama, akutidak malu bermimpi suatu saat bisa menjadi wartawanTempo yang melaporkan berita-berita penting dan terormatdari berbagai belahan dunia. Diam-diam aku mulaimempertimbangkan mengganti cita-citaku dari Habibiemenjadi wartawan Tempo.
87
Yang juga aku tidak lewatkan adalah CatatanPinggir-nya Goenawan Muhamad. Bagiku ini adalah bahasapara peri yang membuai.(N5M, 2011: 172).
Aku sangat terkesan dengan kerja wartawan, sepertiyang digambarkan di buku-buku yang kubaca. Wartawanmelihat dunia seperti rata dan bisa berada di mana sajauntuk menuliskan kabar untuk masyarakat luas. Aku jugasemakin tertarik dengan dunia fotografi yangmemungkinkan seorang fotografer mengambil gambar dankemudian menunjukkan kepada khalayak sebuah kenyataanhidup dari tempat dan negeri yang jauh.(N5M, 2011: 325).
Dari kutipan tersebut, digambarkan tokoh Alif yang sangat
antusias ketika berhadapan dengan berbagai laporan para wartawan
Tempo dari berbagai belahan dunia. Hal ini muncul ketika Alif
berada di PM. Alif pun secara diam-diam telah mengganti cita-
citanya yang ingin menjadi seperti Habibie berubah menjadi
wartawan Tempo. Melalui hal tersebut, pencerita memunculkan
tokoh Alif yang mulai meminati bidang jurnalistik. Alif juga tidak
pernah melewatkan Catatan Pinggir Goenawan Muhamad. Pencerita
menggambarkan tokoh Alif yang merasa pintar dan terhormat
apabila bisa mengatakan ke orang lain bahwa minggu ini ia telah
membaca tulisan Goenawan Muhamad. Kesukaannya pada bidang
jurnalistik Alif tunjukkan dengan aktif sebagai wartawan media
majalah PM, Syams. Kesungguhannya dalam menggeluti dunia
jurnalistik melalui media PM, terbayarkan hingga Alif diangkat
sebagai redaktur majalah Syams.
88
Alif yang mengubah cita-citanya menjadi seorang wartawan
Tempo juga dilatarbelakangi oleh kekagumannya kepada sosok
wartawan yang diketahuinya melalui buku-buku yang ia baca. Alif
pun disebutkan juga menyukai bidang fotografi. Menurut yang ia
ungkapkan dalam kutipan sebelumnya, sosok Alif digambarkan
sangat ingin berbagi mengenai hal-hal yang ia temukan kepada orang
lain. Ia ingin memberitahukan keadaan yang ada di suatu negeri
kepada masyarakat luas.
Cita-cita yang diinginkannya untuk menjadi seorang
wartawan, akhirnya dapat ia capai. Pada awal cerita disebutkan Alif
dewasa yang sedang berada di Washington DC, Amerika Serikat,
bertugas sebagai wartawan Indonesia di sana.
Penokohan Alif yang dilakukan oleh pencerita dilakukan
dengan metode analitik dan metode dramatik. Namun, sebagian
besar penokohan tersebut dilakukan oleh pencerita dengan metode
dramatik. Hal ini memerlukan pemahaman bagi peneliti untuk
menentukan sifat dan karakter yang ada di dalam diri tokoh Alif.
Unsur latar dan tokoh lain di sekitar Alif, membantu dalam
pemahaman yang dilakukan oleh peneliti. Tema dan alur dalam
cerita juga menjadi landasan bagi peneliti dalam membahas tokoh
dan penokohan Alif.
89
b) Tokoh Tambahan
Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi memiliki banyak sekali
tokoh tambahan, tetapi analisis tokoh dan penokohan tokoh tambahan
yang akan dilakukan pada bagian ini dibatasi pada beberapa tokoh yang
berpengaruh dalam novel. Di bawah ini tergolong dalam tokoh
tambahan diantaranya sebagai berikut.
(1) Randai
Tokoh yang memiliki pengaruh besar terhadap tokoh utama
adalah Randai yang menjadi tokoh antagonis dalam novel ini. Randai
muncul melalui surat-surat ya yang dikirimnya ke Alif. Kehadiran surat-
surat Randai tersebut membuat Alif seringkali mengalami egara
keraguan atas kelanjutan pendidikannya di PM
Randai adalah sahabat Alif semasa sekolah di madrasah
tsanawiyah, namun cerita yang dikisahkan dalam novel adalah kisah
Alif semasa di pesantren, setelah lulus dari madrasah tsanawiyah. Saat
itu Randai disebutkan melanjutkan sekolahnya ke SMA. Randai
dihadirkan oleh pencerita dalam surat-surat yang diterima Alif di
pesantren. Seperti yang sudah dikatakan pada bagian sebelumnya, surat-
surat inilah yang menghadirkan konflik batin dalam diri Alif.
Sebelumnya, pada saat sama-sama di madrasah tsanawiyah Alif dan
Randai sama-sama bercita-cita ingin melanjutkan pendidikan ke SMA.
Alif menyebut persahabatan mereka sebagai persahabatan yang
kompetitif.
90
Kawanku yang beralis tebal dan berbadan rampingtinggi ini adalah anak saudagar kaya yang tinggal dikampungku. Walau berlatar pedagang, orang tuanya inginanaknya bisa mendalami ilmu agama dulu sebelum dipercayajadi penerus usaha. […]
Randai pun dikirim masuk sekolah agama diMadrasah Tsanawiyah Negeri dan menjadi teman sekelasku.Kami selalu bersaing ketat dalam merebut ranking satu dikelas. […] Tapi kami tetap bersahabat dekat di tengahpersaingan ini.(N5M, 2011: 99).
Randai dideskripsikan oleh pencerita, melalui tokoh Alif,
sebagai seorang anak dengan latar belakang keluarga pedagang. Ia
sekolah di madrasah yang sama dengan Alif. Selama di madrasah,
Randai dimunculkan sebagai saingan Alif dalam memperebutkan posisi
peringkat pertama di kelas ketika di madrasah tsanawiyah. Namun, di
tengah persaingan mereka, persahabatan senantiasa tumbuh di antara
keduanya.
Melalui surat-surat yang dikirimnya ke Alif, tidak terlihat
watak dari Randai dalam cerita. Dalam surat, Randai hanya sekedar
menceritakan pengalamannya setelah memasuki SMA dan dunia
perkuliahan. Namun, Alif yang setengah hati memilih PM, sangat
terpengaruh emosinya ketika membaca surat-surat dari sahabatnya ini.
Tokoh Alif memunculkan Randai untuk sekadar mengenang
persahabatan mereka dalam kutipan di atas. Persahabatan mereka pun
semakin akrab dengan hadirnya sebuah kesepakatan bersama.
Dalam persahabatan yang kompetitif ini, kami kerapbercerita tentang cita-cita kalau nanti sudah besar. […]
Kami juga sepakat, setamat MTs N, kami akanmeneruskan ke SMA yang sama. Karena menurut kami ilmu
91
dasar agama dari MTs N sudah cukup sebagai dasar untukmemasuki kancah ilmu pengetahuan umum.(N5M, 2011: 100).
Dari kutipan tersebut, pencerita memperlihatkan adanya
kesamaan keinginan antara Randai dengan Alif. Mereka sama-sama
ingin meneruskan pendidikan ke SMA. Ilmu agama yang dibutuhkan,
cukup sudah diperoleh dari MTsN. Setelah itu, langkah tepatnya adalah
meneruskan sekolah ke SMA.
Selain tokoh Randai sebagai tokoh antagonis dalam cerita, ada
juga tokoh tambahan yang memiliki pengaruh, yaitu Amak, Ayah, Kiai
Rais, Ustadz Salman, dan lima sahabat Alif di PM: Atang, Baso,
Dulmajid, Raja, dan Said. Kelima sahabat Alif merupakan tokoh
tambahan yang berhubungan langsung dengan tokoh sentral
egara nist. Dalam jenis tokoh tambahan, lima sahabat Alif ini
termasuk dalam tokoh andalan, tokoh yang menjadi kepercayaan
egara nist, penyampai pikiran, dan perasaan tokoh utama. Dalam
cerita, Atang, Baso, Dulmajid, Said, dan Raja, adalah tokoh-tokoh yang
senantiasa bersama dengan Alif dalam menjalani kehidupan di
pesantren hingga mereka lulus. Mereka merupakan pusat kisahan yang
sejalan dengan persahabatan meraka. Masing-masing di antara mereka
mempunyai mimpi untuk menginjakkan kaki di lima egara berbeda
sesuai dengan cita-cita mereka. Impian mereka yang lahir saat mereka
berkumpul di kaki menara masjid PM itu, Alif sebut sebagai Negeri
Lima Menara.
92
(2) Amak (Ibunda)
Alif sebagai tokoh sentral dalam cerita, juga didukung oleh
para tokoh tambahan lainnya yang ada. Tokoh pertama yakni Amak, ibu
Alif. Amak merupakan panggilan ibu di daerah Minangkabau. Amak
adalah sosok seorang ibu yang juga berprofesi sebagai guru. Sosok
Amak hadir sebagai seorang ibu yang sangat menaruh harapan terhadap
Alif dan sangat memikirkan pendidikan untuk anak-anaknya kelak.
“Buyuang, sejak waang masih di kandungan, Amakselalu punya cita-cita,” mata Amak kembali menatapku.
“Amak ingin anak laki-lakiku menjadi seorangpemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas.Seperti Buya Hamka yang sekampung dengan kita itu.Melakukan amar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang padakebaikan dan meninggalkan kemungkaran,” kata Amak pelan-pelan.(N5M, 2011: 8).
Kutipan tesebut adalah ucapan Amak ketika sedang mengobrol
dengan Alif, sesaat sebelum pendaftaran tes masuk SMA. Dari kutipan
tersebut, pencerita memberikan informasi bahwa Amak adalah sosok
seorang ibu yang sangat menginginkan anak laki-lakinya, Alif, untuk
menekuni ilmu agama dan nantinya menjadi seorang pemimpin agama.
Hal ini berdasar karena Amak dibesarkan dalam keluarga dengan agama
yang kuat. Alif sebagai anak laki-laki satu-satunya yang ia miliki,
menjadi harapan baginya untuk menciptakan sebuah kehidupan yang
lebih baik lagi.
“Tapi Amak, ambo tidak berbakat dengan ilmuagama. Ambo ingin menjadi insinyur dan ahli ekonomi,”tangisku sengit. Mukaku merah dan mata terasa panas.
93
“Menjadi pemimpin agama lebih mulia daripada jadiinsinyur, Nak.”
“Tapi aku tidak ingin…”“Waang anak pandai dan berbakat. Waang akan jadi
pemimpin umat yang besar. Apalagi waang punya darah ulamadari dua kakekmu.”
“Tapi aku tidak mau.”“Amak ingin memberikan anak yang terbaik untuk
kepentingan agama. Ini tugas mulia untuk akhirat.”“Tapi bukan salah ambo, orang tua lain mengirim
anak yang kurang cadiak masuk madrasah…”“Pokoknya Amak tidak rela waang masuk SMA!”
(N5M, 2011: 9).
Dalam kutipan tersebut, pencerita menggambarkan keteguhan
Amak untuk meyakinkan Alif, agar Alif mau menuruti keinginannya.
Dialog tersebut memberikan keterangan bahwa pemaksaan yang
dilakukan Amak bukannya semata keinginan pribadi yang tidak
beralasan. Ia mengetahui potensi yang dimiliki Alif. Sebagai seorang
ibu, Amak mengenal baik sosok anak laki-lakinya tersebut. Tokoh
Amak sebagai ibu yang mengerti kepada anak-anaknya juga
dideskripsikan melalui tokoh Alif. Pendeskripsian tersebut terlihat pada
kutipan di bawah ini.
Kekesalan karena cita-citaku ditentang Amak iniberbenturan dengan rasa tidak tega melawan kehendak beliau.Kasih saying Amak tak terperikan kepadaku dan adik-adik.Walau sibuk mengoreksi tugas kelasnya, beliauselalumenyediakan waktu; membacakan buku, mendengarceloteh kami, dan menemani belajar.(N5M, 2011: 10—11).
Pencerita melalui ucapan Alif tersebut memberikan informasi
bahwa Amak yang juga berprofesi sebagai seorang guru, juga
memerhatikan anak-anaknya. Amak dengan ketetapannya tersebut ingin
94
memberikan yang terbaik bagi anaknya tidak hanya demi kepentingan
dunia saja, tetapiAmak juga memikirkan hal ini sebagai bekal Alif
untuk di akhirat kelah. Latar sosial Amak dengan unsur agama yang
kuat melandasi ketetapan Amak tersebut.
(3) Ayah
Alif juga mempunyai seorang bapak yang mendukung dan
menyayanginya. Alif memanggil bapaknya dengan sebutan Ayah.
Pencerita menggambarkan sosok Ayah yang memberi persetujuan atas
apapun yang dilakukan Alif sejauh demi kebaikannya. Hal ini terlihat
pada kutipan di bawah ini.
Tapi aku masih punya harapan. Aku yakin Ayahdalam posisi 51 persen di pihakku […]
Walau berprofesi sebagai guru madrasah—beliaupengajar matematika—seringkali pendapatnya lain denganAmak. Misalnya, Ayah percaya untuk berjuang bagi agama,orang tidak harus masuk madrasah. Dia lebih sering menyebut-nyebut keteladanan Bung Hatta, Bung Sjahrir, Pak Natsir, atauHaji Agus Salim, disbanding Buya Hamka. Padalah latarbelakang religius ayahku tidak kalah kuat. Ayah dari Ayahkuadalah ulama yang terkenal di Minangkabau.
Tapi entah kenapa beliau memilih menonton televisihari ini dan tidak ikut duduk bersama Amak membicarakansekolahku. Aku buru-buru bangkit dari duduk dan bertanyapada Ayah yang sedang duduk menonton. […], Ayahmenjawab singkat, “Sudahlah ikuti saja kata Amak, itu yangterbaik.”(N5M, 2011: 12).
Kutipan tersebut merupakan saat-saat terjadinya pembicaraan
antara Alif dan Amak mengenai kelanjutan sekolah Alif selepas
madrasah tsanawiyah. Pencerita menggambarkan tokoh Ayah juga
sebagai seseorang belatar agama yang tidak kalah kuat dengan Amak.
95
Namun, pola pemikiran Ayah dihadirkan berbeda dengan Amak, Amak
begitu menjunjung Buya Hamka sebagai teladan yang baik, sedangkan
Ayah lebih meneladani tokoh-tokoh Negara seperti Bung Hatta, Bung
Sjahrir, Pak Natsir, atau Haji Agus Salim. Akan tetapi Ayah pun tidak
serta menentang keinginan Amak untuk Alif meneruskan
pendidikannya ke pesantren disbanding SMA. Dari perkataan yang
diucapkan oleh Ayah, Ayah setuju atas keinginan Amak tersebut. Di
sini terlihat sikap bijak seorang Ayah yang ikut serta memutuskan
perihal pendidikan anaknya.
Selain tokoh Amak dan Ayah, terdapat dua orang tokoh
tambahan yang kemunculannya sedikit pada cerita, tetapi sangat
berpengaruh terhadap tokoh Alif dalam cerita. Kedua tokoh tersebut
adalah Kiai Rais dan Ustadz Salman. Kiai Rais merupakan pimpinan
pesantren PM, sedangkan Ustadz Salman adalah salah seorang pengajar
di PM yang juga berperan sebagai wali kelas Alif pada tahun pertama
pengajaran.
(4) Kiai Rais
Kiai Rais digambarkan sebagai sosok laki-laki separo baya
yang bersahaja. Pencerita mendeskripsikan tokoh Kiai Rais sebagai
seorang pemimpin PM yang ideal dengan cara kepemimpinannya yang
selalu memotivasi para santri dengan kepribadian baik yang
dimilikinya.
96
“[…] Dia seorang pendidik dengan pengetahuan danpengalaman lengkap. Pernah belajar di Al-Azhar, Madinah danBelanda.”
Raja mengangsurkan kepadaku sebuah buku berjudul,Biografi Kiai-Kiai Pendidik.”Di buku ini ada biografi ringkasbeliau. Menurut penulisnya, Kiai Rais cocok disebut sebagairennaissance man, pribadi yang mencerahkan karena anekaragam ilmu dan kegiatannya.”
[…] Aku menyikut Raja. “Singkat sekali, manapetuah seorang kiai,” tanyaku.
“Tenang bos. Kata buku ini Kiai Rais itu seperti mataair ilmu. Mengalir terus. Dalam seminggu ini pasti kita akanmendengar dia memberi petuah berkali-kali,” jawab Rajapenuh harap.
Raja benar. Setelah berbagai kata sambutan danbeberapa pengumuman tentang laba koperasi, kantin, dandapur umum, Kiai Rais kembali naik panggung.(N5M, 2011: 49—50).
Kutipan tersebut adalah sepotong percakapan antara Alif dan
Raja. Pada kutipan, pencerita memberikan informasi bahwa Kiai Rais
adalah seseorang berlatar pendidikan tinggi dan pemotivasi yang baik.
Melalui dialog antara Alif dan Raja tersebut, pencerita menggambarkan
sosok Kiai Rais yang memotivasi para santri dengan petuah-petuah
yang ia berikan. Kata-kata yang Kiai Rais berikan kepada para santri
tidak sekadar kalimat. Latar pendidikan yang ia enyam di Al-Azhar,
Madinah dan juga di Belanda, menjadikannya sebagai pendidik dan
juga pemotivator sehingga ia pun disebut sebgai rennaissance man,
pencerah karena ilmu yang dimiliki. Kalimat-kalimat petuah darinyalah
yang membuat para santri bersemangat menuntut ilmu serta menjalani
kehidupan di PM, tidak terkecuali Alif.
97
(5) Ustadz salman
Selain tokoh Kiai Rais, ada Ustadz Salman yang juga
berpengaruh terhadap jalannya cerita. Sang wali kelas Alif ini
dihadirkan oleh pencerita sebagai motivator kedua Alif, setelah Kiai
Rais. Perannya sebagai pengajar di PM pada beberapa kali
kesempatannya terlibat dengan tokoh Alif, ia selalu membangkitkan
semangat dan memengaruhi kelangsungan Alif di PM. Pencerita
menggambarkan tokoh Ustadz Salman, salah satunya melalui perkataan
Alif berikut ini.
Tapi kami tahu, mata laki-laki kurus yang enerjik initidak dimuati aura jahat. Dia dengan royal membagi energipositif yang sangat besar dan meletup-letup. Kami tersengatmenikmatinya. Seperti sumbu kecil terpecik api, mulaiterbakar, membakar, dan terang!
Dengan wajah berseri-seri dan senyum sepuluh sentimenyilang di wajahnya, laki-laki ini hilir mudik di antarabangku-bangku murid baru, mengulang-ulang mantera ajaib inidi depan kami bertiga puluh. Setiap dia berteriak, kamimenyalak balik dengan kata yang sama, man jadda wajada.Mantera ajaib berbahasa Arab ini bermakna tegas: “Siapa yangbersungguh-sungguh, akan berhasil!” (N5M, 2011: 40—41).
Kutipan tersebut menggambarkan tokoh Ustadz Salman
sebagai seorang pengajar yang bersemangat tinggi. Ia senantiasa
menyebarkan energi positif kepada para santri dengan semangat yang ia
keluarkan saat mengajar. Menggambarkan sikap semangatnya tersebut
dideskripsikan pencerita melalui tokoh Alif. Ustadz Salman hilir mudik
di antara bangku-bangku para santrinya dengan senyum dan wajah
98
berserinya serta mengulang-ulang mantera ajaib PM, man jadda wajada,
sebagai kalimat pemotivasi para santri.
Selain semangat yang diberikannya kepada para santri di kelas
tersebut, termasuk kepada Alif, Ustadz Salman dikisahkan juga
membuat para santri di kelas yang ia walikan memenangkan kompetisi
yang dilakukan antarkelas. Ustadz Salman digambarkan sebagai
pengajar yang pandai. Pada kompetisi pembuatan spanduk untuk foto
bersama antarkelas, kelas yang diwalikannya yakni kelas Alif, menjadi
pemenang karena spanduk yang dibuat mempunyai keistimewaan
dengan tulisan berbahasa Perancis. Peserta kelas yang lain hanya
berbahasa Inggris atau bahasa Arab. Kepiawaiannya inilah yang
membuatnya istimewa.
Alif tidak hanya didampingi oleh para pengajar yang hebat,
tetapi ia juga bertemankan para sahabat yang selalu berbagi dengannya.
Sahibul Menara, itulah julukan mereka. Atang, Baso, Dulmajid, Raja,
dan Said, memiliki latar daerah asal yang berbeda. Inilah yang membuat
persahabatan mereka berwarna di antara perbedaan yang ada. Mereka
memiliki intensitas peranan masing-masing. Perbedaan usia juga ada di
antara mereka. Atang, Said, dan Dulmajid, merupakan siswa pesantren
yang telah mengenyam pendidikan SMA sebelumnya.
(6) Atang
Atang Yunus merupakan santri PM yang berasal dari Bandung.
Atang digambarkan oleh pencerita berusia lebih tua tiga tahun dari Alif.
99
Pencerita mendeskripsikan ciri fisik Atang melalui tokoh Alif saat
pertemuan pertama mereka di kelas.
Di sebelahku duduk seorang anak jangkung berambut pendek
tegas. Tadi dia datang paling pagi. Sebuah kacamata tebal membebani
batang hidungnya. Wajahnya yang putih tampak serius dan agak tegang.
Beberapa helai janggut kasar mencuat di dagunya. Dia mengangguk,
sambil menyorongkan tangannya.
“Eh, kenalkan nama saya Atang,” katanya singkat.(N5M, 2011: 42).
Dari kutipan di atas, selain pendeskripsian ciri fisik Atang,
dapat diketahui juga bahwa tokoh Atang merupakan sosok yang ramah.
Ia mau berkenalan dengan Alif terlebih dahulu. Atang merupakan
anggota Sahibul Menara yang sangat patuh terhadap peraturan dan tidak
ingin membuat kesalahan. Sikap Atang tersebut dapat terlihat pada
kutipan berikut ini.
“Said, ingat, jangan kita jadi jasus dua kali dalam duabulan!” teriak Atang kesal. Atang yang paling patuh aturanterpaksa menari-narik tubuh raksasa Said dan memapahnya kesepedanya. (N5M, 2011: 129).
Sementara Atang yang baik dan lurus, selalu telahmerasa bersalah terlebih dahulu dan tidak membuat banyakperlawanan kalau memang merasa bersalah. Bagi dia ketaatankepada hukum itu sangat penting.(N5M, 2010: 353).
Kutipan tersebut menggambarkan sikap Atang yang sangat
patuh kepada aturan dan tidak ingin melanggar kesalahan terlambat
yang akan membuatnya dihukum lagi. Pada awal kisah, Alif, Atang, dan
100
anggota Sahibul Menara lainnya mendapat hukuman karena
keterlambatan mereka ke masjid. Kali ini, melalui sikap yang
dilakukannya terhadap Said, menarik-narik tubuh Said agar segera ke
sepedanya, pencerita memperlihatkan sikap tegas Atang. Saat
melakukan pelanggaran ketika harus membeli perlengkapan
pertunjukan ke Surabaya, Atang merasa sangat bersalah. Hal tersebut
terlihat dari perkataan Alif pada kutipan di atas. Atang dihadirkan
sebagai tokoh yang menganggap penting ketaatan terhadap hukum yang
berlaku. Tokoh Atang yang beberapa kali disebutkan dalam kisah oleh
pencerita, turut memberi pengaruh baik untuk tokoh Alif.
Atang yang pemain teater mengajarkanku agarmenggunakan napas perut supaya suara menjadi bulat danlantang.
“Lif, coba tahan napas di perut, dan keluarkan seakan-akan suara dari perut. Dijamin suara lebih lantang,” katanyasambil memperagakan. (N5M, 2011: 152).
Pencerita menggambarkan tokoh Atang sebagai seseorang
menyukai bidang seni teater serta aktif sebagai anggota teater di PM.
Saat Alif mendapatkan tugas pidato dalam bahasa Inggris, Alif ingin
pidatonya kali ini sempurna. Alif pun meminta bantuan Sahibul Menara
untuk menilainya sebelum ia tampil. Pada kutipan di atas, terlihat tokoh
Atang yang membantu dalam pengolahan suara Alif untuk berpidato.
Secara tidak langsung, Atang pun pernah memberikan pengalaman
menarik kepada Alif. Alif yang tidak bisa pulang ke rumahnya saat
101
liburan, diajak Atang untuk ikut berlibur ke rumahnya di Bandung.
Baso pun yang tidak bisa pulang ke rumah ikut serta.
Begitu kami menyatakan ikut ke Bandung, Atanglangsung mempunyai ide baru. Daripada hanya dia yangmemberi ceramah, dia meminta kami berdua juga ikutmemberi kuliah pendek, tapi dalam bahasa Arab dan bahasaInggris.(N5M, 2011: 219).
Pengalaman menarik yang Alif dapatkan adalah memberikan
ceramah di masjid Unpad Dipati Ukur. Teman SMA Atang di
Universitas Padjadjaran mengundang Atang pada pengajian rutin di
sana untuk memberikan ceramah singkat. Idenya pun muncul untuk
melibatkan Alif dan Baso untuk juga memberikan ceramah. Alif pun
menggunakan kesempatan ini dengan baik.
(7) Baso
Tokoh sahabat Alif lainnya adalah Baso Salahuddin. Baso
merupakan seorang anak asal Sulawesi. Baso dihadirkan oleh pencerita
sebagai tokoh yang sangat ingin mendalami agama Islam dan ingin
menjadi seorang penghapal Al-Quran.
“Saya berasal dari Sulawesi,” kata Baso Salahuddinyang berlayar dari Gowa. Wajahnya seperti nenek moyangnyayang pelaut ulung, rambut landak, kulit gelap, kalau berjalanseperti terombang-ambing di atas perahu, mengambang dankurang lurus.
Sambil mengerlingkan matanya ke kiri atas, dia bicaradi depan kelas. “Alasan saya… alasan saya ke sini apa ya? Oiya, saya ingin mendalami agama islam dan menjadi hafiz-penghapal al-Quran.”(N5M, 2011: 46).
102
Baso termasuk pribadi yang kuat dalam hidup. Orang tuanya
yang telah tiada saat ia masih kecil, justru memicu tekadnya untuk
membahagiakan orang tuanya dengan menghapal ayat-ayat al-Quran
untuk mereka. Keinginan yang jadi alasannya masuk PM, tidak lain
adalah ia ingin menjadi seorang penghapal al-Quran. Ia pun dikisahkan
mengidolakan sang pemimpin PM, Kiai Rais, yang merupakan seorang
penghapal al-Quran. Melalui pola pikirnya, pencerita mendeskripsikan
Baso sebagai seorang yang berpikiran kaku, kurang terbuka pikirannya.
Hal ini dapat terlihat dalam kutipan-kutipan di bawah ini.
“Mana mungkin Kiai Rais main bola. Beliau itu kiaidan hapal al-Quran pula.,” sergah Baso dengan wajah palinghakul yakin yang dia punya.
“Main Bola bukan barang haram, mungkin saja,”sangkal Said agak kesal(N5M, 2011: 165).
Kiai Rais main bola? Kok bisa ya?” kata Basotergagap bingung. Dia yang selama ini begitu mengidolakankehebatan Kiai Rais menghapal al-Quran rupanya gagalmenyambungkan penghapal Quran dengan sepakbola. Baginyaitu dua dunia yang benar-benar berbeda.(N5M, 2011: 166).
Baso paling meradang mendengar Said. “Bagaimanamungkin permainan? Ini hukuman kawan. Jangan kaubalikkan.Hukuman adalah untuk menebus kesalahan, bukan untukdinikmati. Cara berpikirmu aneh sekali.” Baso menggeleng-geleng kepala tidak mengerti.(N5M, 2011: 79—80).
Dari kutipan tersebut, terlihat tokoh Baso tidak bisa menerima
begitu saja seorang Kiai Rais penghapal Al-Quran yang jago juga
bermain sepakbola. Ia juga pernah membantah gurauan Said saat sama-
sama menerima hukuman karena terlambat. Said yang saat itu
103
menganggap hukuman sebagai sebuah permainan yang mengasyikan,
ditentang oleh Baso mentah-mentah. Di samping pemikiran kakunya,
Baso merupakan tokoh yang paling baik prestasinya. Pencerita
menjadikan Baso sebagai anggota Sahibul Menara yang paling pandai
dan rajin. Baso tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya menimba
ilmu di PM. Melalui kemampuan fotographic memory-nya, tokoh Baso
digambarkan oleh pencerita sebagai tokoh yang pandai dalam pelajaran
hapalan.
Baso adalah anak yang paling paling rajin di antarakami dan paling bersegera kalau disuruh ke masjid. Sejakmendeklarasikan niat untuk menghapal lebih dari enam ribuayat al-Quran di luar kepala, dia begitu disiplin menyediakanwaktu untuk membaca buku favoritnya: al-Quran butut yangdibawa dari kampong sendiri.(N5M, 2011: 92).
Nasibku sangat berbeda dengan Baso. Di mataku, diapenghapal paling sakti yang pernah ada. Beri dia satu syairArab, dalam hitungan helaan napas, langsung diserapmemorinya. Beri dia satu halaman penuh bertuliskan Arab,dalam hitungan menit dia hapal di luar kepala.(N5M, 2011: 116—117).
Melalui perkataan tokoh Alif tersebut, Baso digambarkan
sebagai seseorang yang berpendirian kuat dan pandai dalam hal hapal-
menghapal. Tentu saja, tokoh Baso juga memiliki kelemahan yakni
dalam pelajaran bahasa Inggris. Dideskripsikan oleh pencerita,
pengucapan bahasa Inggris Baso tercampur dengan logatnya membaca
ayat Al-Quran. Ia pun berguru kepada Alif yang pandai dalam bahasa
Inggris.
104
“Whaat thaimi izz ith naung”. Maksudnya “What timeis it now” […] Tersingkap sudah cacat utama Baso: bahasaInggris. […] Sadar dengan kelemahan masing-masing, aku danBaso membuat pakta untuk melakukan simbiosis mutualisme.(N5M, 2011: 118).
Alif yang lemah dalam pelajaran bahasa Arab dan Baso yang
lemah dalam pelajaran bahasa Inggris, membuat keduanya menyepakati
sebuah pakta untuk melakukan simbiosis mutualisme. Saling
menguntungkan, Alif dapat belajar bahasa Arab dari Baso dan Baso
memperbaiki bahasa inggrisnya dengan belajar dari Alif. Alif pun
sangat tergantung dengan kehadiran Baso. Semangat belajarnya yang
tinggi dan kecerdasan yang dimilikinya, memengaruhi semangat belajar
Alif. Di sinilah pencerita menciptakan hubungan yang kuat antara Alif
dan Baso. Alif dan Baso digambarkan sangat dekat seperti pada kutipan
berikut ini.
“Seandainya Baso masih ada, aku cukup percaya dirimenghadapi ujian ini,” kataku(N5M, 20101 382).
Kutipan tersebut menunjukkan sikap Alif yang ketika itu
sedang berbincang dengan Sahibul Menara yang lain, saat menjelang
ujian akhir mereka di PM. Alif sangat mengharap kehadiran Baso. Saat
itu, Baso telah meninggalkan PM lebih cepat sebelum ujian kelulusan.
Keadaan neneknya yang sedang sakit dan semakin mengkhawatirkan,
menuntut Baso untuk meninggalkan PM lebih cepat. Baso pun menjadi
sorotan pada salah satu bagian cerita pada saat itu. Inilah yang dijadikan
105
oleh pencerita sebagai salah satu pemicu konflik batin pada tokoh utama
Alif.
(8) Dulmajid
Tokoh tambahan lainnya yang juga Sahibul Menara yaitu
Dulmajid. Dulmajid yang berasal dari Madura, usianya juga tiga tahun
lebih tua dari Alif, sama seperti Atang. Melalui tokoh Alif, pencerita
mendeskripsikan ciri fisik Dulmajid yang kurang menjanjikan. Akan
tetapi, Dulmajid digambarkan sebagai tokoh yang memiliki semangat
belajar yang tinggi.
Di sebelahku duduk anak laki-laki berkulit legam danberkacamata tebal. Dia memakai sepatu hitam dari kulit yangsudah retak-retak. Dia menyebut namanya Dulmajid, dariMadura. “Tentu saja saya datang sendiri,” jawabnya sambilketawa berderai memamerkan giginya yang gingsul, ketika akutanya siapa yang mengantarnya.(N5M, 2011: 27)
[…] kulitnya gelap dan wajahnya keras tidakmenjanjikan. Untunglah dia berkacamata frame tebal sehinggatampak terpelajar. Animo belajarnya memang maut. Dikemudian hari, aku menyadari dia orang paling jujur, palingkeras, tapi juga paling setia kawan yang aku kenal.(N5M, 2011: 46).
Pencerita menghadirkan tokoh Dulmajid sebagai tokoh yang
mempunyai sifat optimis yang tinggi. Sikap optimis Dulmajid terlihat
ketika ia mengusulkan serta menjalankan ide berbicara dengan Ustadz
Torik untuk menghadirkan televisi di PM semalam saja, demi
mewujudkan keinginan teman-temannya menyaksikan pertandingan
final bulutangkis. Menghadirkan televisi di PM adalah sesuatu yang
106
mustahil. Sikap optimis Dulmajid lainnya terlihat pada kutipan berikut
ini.
“Nasib kami para petani garam masih tetap asin,belum manis. Penghasilan kami naik turun tergantung hargagaram nasional. Ekonomi kami lemah dan pendidikan kurangbaik.” Katanya menerawang, mengingat dulu dia ikutmembantu orang tuanya bertani garam. [...]
Nanti, setamat di PM, dia ingin pulang kampung,memerdekakan kampungnya dari keterbelakangan denganmembangun sekolah. (N5M, 2011: 243).
Keinginannya yang tinggi untuk menimba ilmu di PM,
merupakan langkah untuk mewujudkan cita-citanya guna memajukan
kampung tempat ia tinggal. Cita-citanya tinggi. Ia tetap semangat
mengejarnya walau ia hanya seorang anak petani garam.
Pada salah satu bagian cerita, pencerita melibatkan Dulmajid
dan Alif di sebuah kesempatan untuk berjaga pada pos yang sama saat
tugas ronda PM. Keduanya menunjukkan keberanian mereka masing-
masing ketika pencuri yang memasuki PM, tepat saat pencuri tersebut
berada di dekat pos jaga mereka.
Aku dan Dul saling berpandangan dan bersiaga.Apakah ini pencuri? […]
[…] Tidak tahu apa yang harus dilakukan, secarareflex kami berdua mengangkat kursi masing-masing, siapmenggunakannya sebagai senjata kalau ada serangan.
[…] Kaki kursi yang kami sorongkan dengan asal-asalan ke depan rupanya menggaet kaki si hitam ini danmembuatnya tersungkur. (N5M, 2011: 246—247).
Seorang pencuri yang kabur dari sergapan keamanan PM,
melarikan diri ke arah sungai di belakang PM yang di sana merupakan
107
letak pos jaga tempat Alif dan Dulmajid. Dalam kepanikan, keduanya
dikisahkan secara bersama-sama berjuang untuk melumpuhkan si
pencuri sebelum datangnya anggota keamanan PM yang lain. Setelah
kejadian itu, Alif dan Dulmajid menjadi buah bibir di PM karena
keberanian mereka saat melaksanakan tanggung jawab sebagai petugas
ronda PM.
(9) Raja Lubis
Tokoh Sahibul Menara lainnya adalah Raja Lubis. Sahibul
Menara terpandai peringkat kedua setelah Baso, Rajalah orangnya. Raja
digambarkan oleh pencerita sebagai sosok yang pandai. Jika Baso selalu
membawa al-Quran dalam genggamannya, Raja disebutkan selalu
membawa kamus Oxford, Inggris-Indonesia. Dia bersikeras untuk
memahami kamus tersebut. Tekadnya itu tidak semata ia fokuskan
untuk dirinya sendiri. Raja yang juga pandai dalam berbahasa Arab,
saling berbagi dengan teman-teman yang lain. Sikap Raja tersebut
terlihat pada kutipan di bawah ini.
“Mulai hari ini aku akan membaca kamus ini halamanper halaman,” kata Raja sambil mengepalkan tangan. Hobiutamanya membaca buku, atau tepatnya kamus tebal ini.(N5M, 2011: 44—45).
“Bukan suluk, tapi shunduq, pakai shad,” jawab Rajadengan tajwid yang sangat fasih.
“Arti harfiahnya kotak, bukan lemari. Ini tempatpakaian, buku, dan segala macam yang kita punya. Lemarikayu kecil yang lebih menyerupai kotak,” terang Raja denganbersemangat.(N5M, 2011: 61).
108
Tekad kerasnya pun dikisahkan berbuah manis. Suatu ketika,
pencerita menyebutkan bahwa Raja dan Baso pernah dipercaya oleh PM
untuk menyusun kamus bahasa Inggris-Arab-Indonesia yang ditujukan
bagi pelajar. Saat itu mereka berdua kelas tiga di PM dan baru berusia
16 tahun. Namun, karena kecerdasan yang dimiliki oleh keduanya, hal
itu menjadi sesuatu yang menakjubkan. Kemampuannya dalam
berbahasa Inggris juga ikut dirasakan oleh Alif. Ketika Alif
mendapatkan tugas pidato dalam bahasa Inggris, Raja banyak
membantunya. Jika Atang membantu Alif dalam hal pengolahan suara,
Raja yang dihadirkan oleh pencerita membantu Alif dalam hal teknik
menyampaikan pidato. Ia juga memberi masukan untuk kecakapan Alif
berbahasa Inggris.
Tapi, kali ini aku berniat untuk meningkatkan kualitaspidatoku dengan berlatih lebih banyak dan meminta Raja yangahli pidato menjadi mentor. (N5M, 2011: 150).
Rajalah yang paling banyak memberi masukan baikdari pronounciation bahasa Inggrisku yang kepadang-padangan, maupun dari segi teknik penyampaian. Rupanya diapunya jurus lebih hebat.(N5M, 2011: 152).
Raja juga pernah memberi tantangan kepada Alif ketika PM
kedatangan seorang ustad yang memiliki anak gadis yang umurnya
lebih muda dari mereka. Alif menyeletuk kalau ia ingin berkenalan
dengan gadis itu. Raja pun menanggapi niat Alif tersebut, seperti pada
kutipan tersebut.
109
“Oke, aku tidak takut tantanganmu. Akan kubuktikanaku bisa. Akhi semua, kalian dengar kan ya?” jawabku agakkesal. Mataku mengedarkan pandangan.
“Oke, janji. Tapi dengan syarat, ada gambar kaudengan dia,” tambah Raja cengengesan.
“Hah, bilang saja kau tidak berani. Kok pakai syarataneh segala macam.”
“Kalau gak mau ya sudah. Artinya gak berani. Titik.Take it or leave it.”
“Kita lihat saja nanti siapa yang menang!” katakumulai sengit. Aku agak tersinggung dengan gaya bicara Rajayang meremehkanku. Aku tahu dia memang lebih pintar danlebih tua. Tapi bukan berarti dia bisa selalu lebih baik.(N5M, 2011: 233).
Alif ingin membuktikan kemampuannya, bahwa ia bisa
membuktikan perkataannya. Alif pun berhasil melaksanakan tantangan
yang diberikan oleh Raja setelah melakukan usaha demi usaha yang
dilakukannya. Secara tidak langsung, tokoh Raja dihadirkan oleh
pencerita sebagai pemicu Alif untuk melakukan suatu gebrakan,
berkenalan dengan anak ustad pengajar di PM yang terkenal tegas dan
disegani.
(10) Said Jufri
Tokoh tambahan yang terakhir, yaitu Said Jufri. Pencerita
menghadirkan tokoh Said sebagai anggota Sahibul Menara yang paling
berbadan besar. Salah satunya mungkin karena ia digambarkan sebagai
keturunan kelima saudagar Arab, masyarakat Arab terkenal dengan
tubuh besarnya. Ia merupakan seorang remaja lulusan SMA yang
usianya empat tahun lebih tua dari Alif. Said digambarkan sebagai sosok
yang paling berpikir santai dan periang dalam Sahibul Menara.
110
Celetukan-celetukan yang dikeluarkan olehnya tak jarang bisa
mencairkan suasana dan membuat heran anggota Sahibul Menara yang
lain.
“Alah Cuma gini aja kok bingung. […] Bayangkan kayakpermainan petak umpet. Cuma wilayah pencariannya berhektar-hektar dan waktu bermainnya 24 jam. Asyik kan? Kapan lagikita bisa main petak umpet sehebat ini, “ katanya dengan serius.(N5M, 2011: 79)
“Mana mungkin Kiai Rais main bola. Beliau itu kiai danhapal al-Quran pula,” sergah Baso dengan wajah paling hakulyakin yang dia punya.
“Main Bola bukan barang haram, mungkin saja,” sangkalSaid agak kesal(N5M, 2011: 165).
“Ya Akhi, sebelum ke asrama, kita ke studio foto duluyuk. Kapan lagi tiga orang berkepala shaolin berfoto pakaisarung.” Said memang selalu tahu bagaimana mengambil sisipositif dari setiap bencana.(N5M, 2011: 355).
Dari kutipan-kutipan tersebut, pencerita memperlihatkan
sisi santai dan humoris dari seorang Said. Said dengan mudahnya
menganggap hukuman sebagai sebuah permainan yang
menghibur. Saat Baso sedang berpikir keras mengenai
Kiai Rais yang jago bermain bola padahal ia seorangpenghapal al-Quran, Said dengan santainya menanggapiperkataan Baso. Saat Alif, Said, dan Atang dihukum gundul olehPM karena kesalahan mereka melanggar penggunaan perizinankeluar PM, pencerita pun menghadirkan tokoh Said sebagaisosok yang humoris. Ia mencetuskan ide foto bersama setelahkepala mereka bertiga dipangkas habis. Said tidak hanyadigambarkan terlihat periang di antara Sahibul Menara, ia punsecara spontan mengeluarkan celetukannya di dalam kelas.
“Waktu SMA, aku anak nakal, sekarang aku insaf daningin belajar agama,” katanya sambil tersenyum lebar.
“Mari kita dekap penderitaan dan berjuang kerasmenuntut ilmu, supaya kita semakin kuat lahir dan batin,”
111
katanya memberi motivasi di depan kelas tanpa ada yangmeminta.(N5M, 2011: 45).Dari kutipan tersebut, pencerita memperlihatkan sikap santai dan
humoris Said. Dia pun tidak malu untuk mengatakan bahwa dulu dia
adalah anak yang nakal. Dari ungkapan Alif, terlihat sikap optimisme
Said ketika ia berkata di depan kelas sesaat setelah pengenalan dirinya
yang secara tidak langsung ia memotivasi teman-teman sekelasnya.
Tokoh Said yang santai, periang, dan selalu berpikir postitif, dikagumi
oleh Alif. Alif mengagumi cara Said yang melihat segala sesuatu dengan
positif. Bahkan dalam hati, Alif telah menganggap Said sebagai kakak
laki-lakinya. Usia Said yang empat tahun lebih tua dari Alif serta sikap
dewasa yang dimilikinya, membuat Alif berpikir bahwa ia pantas belajar
dari sosok Said.
Dari analisis yang telah dilakukan, penokohan para tokoh dalam
novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dilakukan oleh pencerita dengan
metode analitik dan juga metode dramatik. Metode analitik dilakukan
oleh pencerita dengan memaparkan begitu saja watak tokoh. Cara ini
juga disebut metode langsung, metode yang tidak menuntut imajinasi
pembaca untuk memutuskan watak dari tokoh yang ada. Pencerita juga
menggunakan metode dramatik atau metode tidak langsung, yakni
pembaca harus menyimpulkan dari tindakan, cakapan, serta pikiran
tokoh untuk mengetahui sifat dan watak dari tokoh yang ada.
112
2) Analisis Alur dan Pengaluran dalam Novel Negeri 5 Menara Karya A.Fuadi
Pembahasan mengenai alur dan pengaluran terbagi menjadi dua
bagian, yakni tahapan alur dan teknik pengaluran. Bagian pertama
membahas kronologi peristiwa dan bagian kedua membahas unsur
kemenarikan alur yang digunakan pengarang dalam novel Negeri 5
Menara.
a) Tahapan Alur
Alur dalam novel Negeri 5 Menara berkisah tentang perjuangan
dalam kesungguhan untuk menggapai cita. Hal ini sesuai dengan tema
yang diangkat dalam novel tersebut. Cerita yang ada dikisahkan dengan
fokus pada sebuah perjuangan demi mencapai sebuah keberhasilan.
Urutan kisah yang disajikan, didominasi oleh kisah Alif dan kawan-
kawannya selama di pesantren dan di beberapa kota di Jawa. Novel ini
merupakan kisah Alif dewasa yang mengingat masa remajanya ketika di
pesantren.
Sorot balik ke masa lalu inilah yang membuat alur dalam novel
ini merupakan alur mundur. Dapat dikatakan bahwa kisah Negeri 5
Menara merupakan cerita dengan alur mundur karena keseluruhan
cerita yang mengisahkan Alif remaja ketika di pesantren merupakan
flash back atau sorot balik yang dilakukan Alif dewasa.
Alur di dalam novel ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap awal,
tahap tengah, dan tahap akhir. Tahap awal kisah terdiri atas bagian
paparan (exposition), rangsangan (inciting moment), dan gawatan
113
(rising action). Pada tahap tengah, terdiri atas tikaian (conflict), rumitan
(complication), dan klimaks. Tahap akhir merupakan bagian leraian
(falling action) dan selesaian (denouement) (Sudjiman, 1991: 30).
(1) Tahap Awal
(a) Paparan
Paparan pada tahap awal kisah terlihat dari tokoh Alif dewasa
yang berada di Washington DC, Amerika Serikat. Alif telah
mendapatkan impian yang ia cita-citakan dulu. Ia berhasil
mewujudkan cita-citanya sebagai seorang wartawan Indonesia yang
bertugas di AS. Keberhasilan yang ia dapatkan dengan perjuangan
yang diukirnya sejak dulu. Sebuah surat elektronik (email) dari
seorang sahabat di pesantren dulu, Atang, mengejutkan Alif yang
sedang di kantornya.
Ping… bunyi halus dari messenger menghentikantanganku. Sebuah pesan pendek muncul berkedip-kedip diujung kanan monitor. Dari seorang bernama “Batutah”. Tapiaku tidak kenal seorang “Batutah” pun.
“maaf, ini Alif dari Pm?”Jariku cepat menekan tuts.“betul, ini siapa, ya?”Dian sejenak. Sebuah pesan baru muncul lagi.Alif anggota pasukan Sahibul Menara?”Jantungku mulai berdegup lebih cepat. Jariku menari
ligat di keyboard.Sekali lagi aku eja lambat-lambat...me-na-ra ke-em-
pat.....Tidak salah baca. Jantungku seperti ditabuh cepat.Perutku terasa dingin. Sudah lama sekali.
Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbang jauh kemasa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku.(N5M, 2011: 3—4).
114
Atang yang saat itu sedang berada di Kairo, Mesir,
menghubungi Alif karena ia melihat nama Alif tercantum sebagai
panelis dalam sebuah publikasi acara yang akan dilaksanakan di
London. Percakapan mereka ditutup dengan sebuah janji pertemuan
di London, Inggris. Setelah bertegur sapa dengan Atang melalui
surat elektronik (email), Alif mulai teringat masa lalunya ketika di
pesantren. Kenangan bersama Atang dan sahabat Sahibul Menara
lainnya telah terpatri di dalam hati, sebuah kenangan yang tidak
ingin dilupakannya.
(b) Rangsangan
Bagian ini merupakan kelanjutan dari paparan pada tahap
awal kisah yang memperkenalkan mengenai tokoh Alif
selengkapnya. Ingatannya pun berawal dari masa-masa kelulusannya
dari madrasah tsanawiyah. Nilai kelulusannya yang termasuk
sepuluh tertinggi di kabupaten tempat Alif tinggal, Agam, menjadi
tiket baginya untuk masuk sekolah menegah atas (SMA) terbaik di
Bukittinggi. Sebuah batu loncatan yang ingin ia lompati untuk
mengantarnya ke sekolah tingkat tinggi, universitas. Cita-citanya
yang ia ukir bersama sahabatnya, Randai, memberikan semangat luar
biasa untuk mencapai sebuah keberhasilan pada suatu saat nanti.
Butir-butir yang memancing rasa ingin tahu pembaca akan
kelanjutan cerita, muncul sebagai bagian rangsangan, yaitu peristiwa
yang mengawali gawatan. Bagian ini dilihat dari konflik batin Alif
115
terhadap keinginan ibunya yang berharap Alif dapat melanjutkan
pendidikannya ke pesantren. Penceritaan dimulai dari penolakan ibu
Alif, yang dipanggil Amak, atas rencana Alif melanjutkan
pendidikan ke SMA.
Buyuang, sejak waang masih di kandungan, Amakselalu punya cita-cita,” mata Amak kembali menatapku.
“Amak ingin anak laki-lakiku menjadi seorangpemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas.Seperti Buya Hamka yang sekampung dengan kita itu.Melakukan amar ma’ruf nahi munkar, mengajak orangkepada kenaikan dan meninggalkan kemungkaran,” kataAmak pelan-pelan.(N5M, 2011: 8).
Batin Alif pun dilanda konflik. Cita-cita yang sudah ia
rangkai tidak mungkin ia buyarkan begitu saja. Keinginan demi
keinginan ia citakan, terus mengganggu pikirannya. Seperti yang
digambarkan dalam kutipan berikut ini.
Bagiku, tiga tahun di madrasah tsanawiyah rasanyasudah cukup untuk mempersiapkan dasar ilmu agama. Kinisaatnya aku mendalami ilmu non-agama. Tidak madrasahlagi. Aku ingin kuliah di UI, ITB, dan terus ke jerman sepertipak Habibie. […] Aku ingin suaraku didengar di depancivitas akademika, atau dewan gubernur atau rapat manajer,bukan hanya berceramah di mimbar surau di kampungku(N5M, 2011: 8—9).
Alif pun menuju pesantren dengan setengah hati. Kisah
mengalir dari Alif lulus tes ujian masuk PM, sebuah pesantren di
Jawa Timur yang menjadi pilihan Alif, hingga ia mendapatkan
kawan-kawan baru pada masa-masa awal pengajaran. Pada bagian
masa-masa awal Alif di pesantren, muncullah tokoh-tokoh penting
lainnya, yang selanjutnya disebut sebagai Sahibul Menara,
116
merekalah kawan-kawan dekat Alif di pesantren: Atang, Baso,
Dulmajid, Raja, dan Said.
Cerita pun memasuki bagian gawatan. Pada bagian ini, konflik
batin Alif muncul. Hal ini tidak terlepas dari keinginan dahulunya untuk
ke SMA. Konflik awal saat Alif di pesantren ini muncul disebabkan
oleh surat yang dikirim oleh sahabat Alif ketika di madrasah tsanawiyah
dulu yang akhirnya ke SMA, Randai.
Aku baca suratnya sekali lagi. Senang mendapat suratdari kawan lama dan melihat kebahagiaannya masuk sekolahbaru. Tapi aku juga iri bercampur sedih. Rencana masuk SMA-nya juga rencanaku dulu. Ketika Randai senang denganmaprasnya, aku malah kalut dijewer dan menjadi jasus. Diabebas di luar jam sekolah, aku di sini didikte oleh bunyi lonceng.Dia akan mengejar mimpinya menjadi insinyur yangmembangun pesawat atau proyek seperti PLTA Maninjau.Sementara aku di sini, mungkin menjadi ustad dan guru mengaji.(N5M, 2011: 103).
Kutipan tersebut merupakan awal dari konflik yang dihadapi
Alif ketika di PM. Namun, hal itu dapat Alif tepis dengan berbagai
pengalaman luar biasa dalam kegiatan-kegiatannya di PM, setelah
datangnya surat pertama dari Randai itu. Salah satu yang membantu
Alif untuk tetap semangat menjalani pendidikan di PM, yakni tepat
beberapa saat setelah Alif mulai merasa ragu atas keputusannya, Ustadz
Salman sebagai wali kelasnya memberikan sebuah pelajaran tambahan
di malam hari dengan sebuah motivasi yang membangkitkan semangat
Alif. Semangat Alif pun bangkit. Berikut kutipannya.
[...] Malam ini adalah salah satu dari malam-malaminspiratif yang digubah oleh Ustadz Salman.
117
Menjelang tidur, aku menulis sebuah tekad di dalamdiariku. Apa pun yang terjadi, jangankan sebuah surat dariRandai, serbuan dari Tyson, bahkan langit yang runtuh, tak akanaku izinkan menggoyahkan tekad dan cita-citaku. Aku inginmenemukan misi hidupku yang telah disediakan Tuhan.(N5M, 2011: 108).
(c) Gawatan
Pada bagian gawatan ini, untuk menumbuhkan tegangan,
terjadi regangan dan susutan yang dihadirkan oleh pencerita.
Regangan merupakan proses penambahan ketegangan emosional,
sedangkan susutan merupakan proses pengurangan ketegangan
emosional (Sudjiman, 1991: 34). Motivasi Alif yang didapatnya dari
Ustadz Salman merupakan susutan yang hadir setelah peristiwa
datangnya surat pertama Randai. Pada bagian ini, Sahibul Menara
dikisahkan semakin akrab dan terlihat saling mendukung dan saling
menguatkan. Alif mulai beradaptasi dengan sistem pendidikan di PM
yang sangat menyenangkan dan penuh menantang. Mulai dari
“wejangan” Kiai Rais pada sebuah pertemuan, yang membuat Alif
mulai menulis surat untuk Amaknya, setelah beberapa lama ia tidak
mengirim surat karena ia masih merasa kesal, hingga tugas pidato
dalam bahasa Inggris yang membuat Alif merasa sangat
bersemangat.
Alif pun mengalami saat-saat menyenangkan di PM. Ia
diangkat sebagai wartawan media pondok, Syams. Kecintaannya
terhadap bidang jurnalistik, khusunya majalah Tempo, mengubah
cita-citanya yang semula ingin menjadi seperti Habibie kini ia ingin
118
menjadi wartawan Tempo. Suatu ketika Alif bersama para sahabat
Sahibul Menara berhasil menghadirkan sebuah televisi di aula PM,
setelah membujuk Ustadz Torik, untuk menyaksikan pertandingan
final bulutangkis bersama penghuni PM lainnya. Alif mengalami
pengalaman-pengalaman menarik di PM, hingga waktu ujian pun
hadir.
Regangan hadir di tengah-tengah kenyamanan yang Alif
rasakan di PM. Surat ketiga dari Randai diterima oleh Alif. Surat
yang kembali mengganggu pikiran Alif.
Sepucuk surat datang dari Randai. Ini surat ketiganya.[…]
Aku tidak tahu bagaimana sebaiknya. Setiap akumembaca suratnya, aku hampir selalu merasa iri. Tapi kalauaku tidak membaca suratnya, aku tahu aku sangat penasaranmengetahui kabarnya. Mungkin jauh di lubuk hatiku, akuselalu berharap bisa mengungguli dia. Aku mungkin selaluberharap PM akan lebih baik dari SMA-nya.(N5M, 2011: 204—205).
Setelah datangnya surat tersebut, terjadi susutan kembali
pada kisah. Alif berusaha menenangkan diri pada suatu sore yang
indah di kaki menara masjid PM, Alif menikmati keindahan
gumpalan awan yang berjajar bersama Sahibul Menara yang lain.
Mereka tidak hanya sekedar menikmatinya. Diawali oleh Alif yang
melihat awan-awan tersebut berbentuk sebuah benua, Amerika.
Atang, Baso, Dulmajid, Raja, dan Said pun melihat awan-awan
tersebut dengan bentuk benua yang berbeda-beda. Dan pada
akhirnya Alif menuliskan mimpi mereka berenam di buku harian
119
miliknya. Impian mereka untuk dapat menjelajah dunia suatu saat
nanti.
Agenda PM yang tidak hanya menghapal kitab suci,
dikisahkan pada tahap ini. Semangat dalam berkompetisi dan
mencapai sebuah keberhasilan, baik di dalam maupun di luar kelas,
juga dikisahkan di dalamnya. Sebuah kompetisi sepak bola akbar di
PM pun memperlihatkan sisi lain dari para pengajar, bahkan
pemimpin PM, ketika berlaga di lapangan hijau.
Pesan-pesan motivasi yang telah terakar dari kalimat man
jadda wajada, sangat menginspiratif dan menghidupi setiap tindakan
Alif di PM. Peran penting dari wali kelas, Ustadz Salman, pun ikut
mewarnai perjalanan Alif. Juga pemimpin PM, Kiai Rais, yang
selalu memotivasi para santri, termasuk Alif, sangat memberi
pengaruh dalam setiap nafas kegiatan di PM. Dikisahkan pula Alif
yang telah menginjak tingkat akhir, kelas enam, di PM.
(2) Tahap Tengah
(a) Tikaian
Cerita memasuki tahap tengah dengan munculnya bagian
tikaian dalam kisah. Konflik batin yang Alif alami mengalami
pasang surut, bersamaan dengan datangnya surat-surat dari Randai.
Tikaian muncul saat Alif menerima surat keempat dari Randai.
Seperti pada kutipan berikut ini.
Ku hentikan membaca sampai di situ. Aku lipat suratini. Lalu aku panjatkan syukur kepada Allah atas karuniaNya
120
ini kepada Randai. Sebagai kawan, aku senang kawankumelihat mimpinya jadi kenyataan. Tapi jantungku berdenyutaneh.
Dan seAkam yang tidak pernah pudur dalam 3 tahunini akhirnya meletik-letik dan menyala jadi api. Ada iri yangmeronta-ronta di dadaku. Semua yang didapat Randai adalahmimpiku juga.
Batinku perang. Dari sepucuk surat, kegelisahan dipedalaman hati ini menjalar ke permukaan dan cepatmempengaruhi semesta pikiranku. (N5M, 2011: 311).
Surat keempat dari Randai sangat mencengkram Alif.
Ditambah lagi kawannya, Togap, yang telah meninggalkan PM lebih
dahulu, sebelum ujian kelulusan, untuk mengikuti ujian persamaan
SMA dan UMPTN.
Namun, keadaan ini mereda sejenak karena sesaat setelah
peristiwa tersebut Alif mendapat kesempatan sebagai student
speaker dalam bahasa Inggris pada saat kunjungan Duta Besar
Inggris ke PM. Kesempatan ini membangkitkan semangat Alif untuk
tetap berjuang di PM. Alif sukses menjalankan tugas sebagai student
speaker dan mendapat kesempatan emas berfoto bersama duta besar.
Alif pun kembali menjalani kegiatan di PM. Ikut aktif dalam
kegiatan perayaan hari lahir PM dan juga pertunjukan akbar santri
kelas enam.
(b) Rumitan
Konflik batin Alif muncul kembali sebagai bagian rumitan
pada tahap tengah ini. Salah seorang anggota Sahibul Menara, Baso,
meninggalkan PM sebelum ujian kelulusan karena harus merawat
121
neneknya yang sakit. Hal ini membuat Alif teringat kembali akan
niatnya untuk meninggalkan PM demi mengikuti tes ujian masuk
universitas yang diinginkannya. Hal ini diperburuk oleh datangnya
kembali surat Randai untuk Alif dengan amplop bergambarkan
ambing kampus ITB.
Kegelisahanku yang naik turun ini karena akumemulai perjalanan ke PM dengan setengah hati. Sejujurnya,tiga tahun di PM, membuatku jatuh hati merasa amatberuntung dikirim ke sini. Berkali-kali aku ambing padadiri sendiri: aku akan menuntaskan sekolah di sini. Tapi akujuga tahu, cita-cita lamaku tidak pernah benar-benar padam.Cita-cita ingin sekolah non agama. Walau sibuk dan senangdengan kegiatan PM, aku kadang-kadang terbangun malamsetelah bermimpi keluar dari PM. Apalagi, kawanku, Randai,selalu berkabar dan menjadi tolok ukur bagiku atas apa yangterjadi di luar sana.
Kepergian Baso kali ini membangkitkan penyakitlamaku itu. Surat Randai menyuburkannya. Aku baru sajamenerima sebuah suratnya lagi. Aku baru saja menerimasebuah suratnya lagi. Kali ini datang dari bandung, denganamplop bergambar gajah duduk, ambing almamaterkebanggannya, ITB. Dia dengan riang bercerita bagaimanabangga dan senangnya merantau ke Bandung.(N5M, 2011: 369).
Alif awalnya memang menjalani kehidupan PM dengan
setengah hati. Namun, seiring berjalannya waktu, Alif pun telah
menetapkan hatinya untuk PM. Akan tetapi, ia tetap teringat akan
cita-citanya dahulu. Kepergian sahabatnya Baso dan juga surat
Randai yang kesekian kalinya, akhirnya membawa Alif pada
klimaks konflik batinnya.
122
(c) Klimaks
Pada bagian klimaks, Alif mengirimkan sebuah surat ke
orang tuanya yang berisi mengenai keinginannya untuk keluar dari
PM. Ia tidak yakin lagi untuk melanjutkan pendidikan di PM.
Malam itu, sebelum tidur, ditemani lampu teplok, akumenulis sepucuk surat kepada Amak dan Ayah. Kali ini akumenyampaikan perasaanku apa adanya. Iya benar, akupernah berjanji akan menyelesaikan PM, tapi perang batinkuterus berkecamuk. Dan perang ini sekarang dimenangkanoleh keinginan drop-out dari PM. Kala uterus di PM, akutidak akan bisa melanjutkan sekolah ke jalur umum denganmulus.
(N5M, 2011: 370).
Pengaluran pada tahap tengah ini, pengisahan terfokus pada
Alif yang terhubung langsung kepada Sahibul Menara, Randai,
pesantren, dan juga orang tuanya, yang terpusat pada perjalanan Alif
menghabiskan sebagian masa remajanya. Selain itu, sisi-sisi detail
dari sebuah pesantren juga digambarkan oleh pencerita, dari kegiatan
yang dilakukan hingga sudut-sudut komplek pesantren.
(3) Tahap Akhir
(a) Leraian
Tahap akhir merupakan bagian leraian dan selesaian. Sebuah
konflik yang terjadi pasti ada jalan keluar yang tidak terduga
sebelumnya. Jalan keluar itu hadir sesaat setelah pengiriman surat
Alif kepada orang tuanya. Leraian dalam cerita berupa peristiwa
orang tua Alif yang segera membalas surat Alif dengan pelarangan
untuk Alif agar jangan meninggalkan PM dan menunggu kedatangan
123
Ayahnya ke PM. Ayah Alif pun langsung menuju PM, untuk
berbicara kepada Alif secara langsung.
“Kami sudah daftarkan nama waang untuk ikut ujianpersamaan delapan bulan lagi. Karena itu, tidak ada salahnyatetap bertahan di sini. Selesaikanlah apa yang sudahdimulai,” kata Ayah sambil menatapku lekat-lekat.
Tanpa kesadaran penuh, kepalaku mengangguk.Berbagai skenario argumentasi yang aku persiapkanmenguap.
Aku tidak tahu apa yang membuat perlawanankuruntuh dengan mudah. (N5M, 2011: 376).
Kutipan tersebut merupakan jawaban atas segala konflik
batin yang Alif rasakan. Tujuan Alif sebenarnya, yakni kuliah di
sebuah universitas, tetap dapat ia tuju sekembalinya ia dari PM. Di
sini terlihat sisi seorang Alif yang mempunyai ambisi yang sangat
besar terhadap cita-citanya, tetapi ia tidak ingin membuat Ayah dan
Ibunya dibuat susah oleh tingkah lakunya.
Perbincangan antara Ayah dan anak lelakinya itu pun
berjalan cukup lancar. Tidak ada perlawanan dari Alif. Pertanyaan
demi pertanyaan pun menyelimuti Alif. Alif setuju dengan tawaran
yang diberikan oleh orang tuanya kali ini. Namun, ada yang masih
mengganggu pikirannya. Ia pun masih belum bersemangat
sepenuhnya. Sahibul Menara, sebagai seorang sahabat, terus
menghibur Alif. Akan tetapi, semangat Alif justru bangkit setelah ia
menemui salah seorang ustad di PM, Ustadz Namawai.
Inilah PM, sebuah pesantren dengan fasilitas yangsangat mendukung proses pengajaran para santrinya. Sumberdaya manusia pengajar pun tidak hanya sekedar pengajar
124
yang mengajarkan ilmu berdasarkan buku teks, para pengajarjuga memiliki kemampuan sebagai motivator yang handal.
Di PM ada beberapa ustad yang ahli memotivasi danmampu membuat semangat murid yang sedang loyomencelat-celat. […] Kami menyebut ustad ini sebagai “ahlisetrum”.
Hari ini aku membuat janji dengan Ustadz Namawi,seorang tukang setrum papan atas di PM. Dia adalah mantanwali kelasku tahun lalu. Dia dengan simpatik memulai sesidengan bertanya kenapa aku menjadi loyo. Setelah tahumasalahnya, suaranya yang tadi tenang berubah menjadipenuh semangat. Pelan-pelan dia menuntunku untuk bangkit,mandiri, dan menang. Begitu keluar dari ruang UstadzNamawi aku merasa dunia terasa berbinar-binar denganlapang(N5M, 2011: 377).
Kutipan tersebut merupakan sebuah tindakan pendukung
yang dilakukan Alif setelah ia mendapatkan jalan keluar dari orang
tuanya. Sebuah motivasi penyemangat yang ia dapatkan untuk
menuju ujian akhir PM, penentu kelulusan Alif. Sahibul Menara pun
saling memotivasi untuk kelulusan bersama yang berkahir dengan
baik. Mereka pun lulus. Sebuah perjuangan meraih keberhasilan
yang diwarnai dengan kisah persahabatan yang kental ini, akan
mereka ingat sepanjang hidup. Baso, salah satu Sahibul Menara yang
pulang terlebih dulu karena harus merawat neneknya yang sakit
keras, mengabarkan ia pun telah meraih keingiannya untuk dapat
lebih intensif lagi menghapal Alquran dan mengajar di sebuah
sekolah.
Pengaluran pada tahap akhir ini, peristiwa yang dikisahkan
tetap terfokus pada tokoh Alif. Tokoh Alif menerima usul dari orang
tuanya dan juga mencari jalan untuk membangkitkan semangatnya
125
lagi dengan menemui ustadz yang ahli dalam membangkitkan
semangat santri yang hilang. Pada bagian ini, pencerita mengisahkan
berpisahnya Sahibul Menara selepas kelulusan mereka dari PM.
(b) Selesaian
Tahap akhir pada bagian selesaian cerita dikisahkan
pertemuan Alif dengan Atang dan Raja di London, Inggris. Hal ini
sebagaimana diiformasikan kutipan di bawah ini.
“Dulu kami melukis langit dan membebaskanimajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku melihat awanyang seperti benua Amerika, Raja bersikeras awan yangsama berbentuk Eropa, sementara Atang tidak yakin dengankami berdua, dan sangat percaya bahwa awan itu berbentukbenua Afrika. Baso malah melihat semua ini dalam konteksAsia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis, awanitu berbentuk peta negara kesatuan Indonesia. Dulu kamitidak takut bermimpi, walau sejujurnya juga tidak tahubagaimana merealisasikannya. Tapi lihatlah hari ini. Setelahkami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengandoa, Tuhan mengirim benua impian ke pelukan masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidupyang nyata. Kami berenam telah berada di lima negara yangberbeda. Di lima menara impian kami. Jangan pernahmeremehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguhMaha Mendengar.”(N5M, 2011: 405).
Perwujudan sebuah perjanjian pertemuan yang Alif buat
bersama Atang pada awal cerita untuk bertemu di London karena
sebuah acara yang melibatkan keduanya. Atang pun mengajak Raja
yang kala itu sedang berada di London. Raja berhasil mencapai cita-
citanya dahulu, untuk menjelah ke benua Eropa, tepatnya Inggris
setelah sebelumnya ia menyelesaikan kuliah di Madinah. Alif dan
Atang yang disebutkan pada awal kisah, juga telah menggapai cita-
126
cita mereka. Alif berprofesi sebagai wartawan Indonesia yang
bertugas di Amerika dan Atang sedang menimba ilmu di Kairo,
Mesir. Saat itu, mereka berbincang mengenai anggota Sahibul
menara yang lain. Atang membawa kabar mengenai Said, Dulmajid,
dan Baso. Sesuai dengan cita-cita mereka dulu, Said dan Dulmajid
bekerja sama mendirikan sebuah pondok dengan semangat PM di
Surabaya, sedangkan Baso mendapatkan beasiswa penuh dari
pemerintah Arab Saudi untuk kuliah di Mekkah.
Keseluruhan pengaluran terbagi atas tiga bagian penceritaan
dalam novel Negeri 5 Menara. Bagian tersebut yaitu tahap awal, tengah,
dan akhir kisah. Bagian Paparan mengenalkan tokoh Alif dewasa yang
mengingat masa remajanya ketika di PM hingga mengisahkan mengenai
sosok Alif yang baru lulus madrasah tsanawiyah dan ingin meneruskan
ke sekolah menegah atas non-agama. Rangsangan pun hadir saat
keinginannya tersebut ditentang oleh sang ibu. Hingga pada bagian
gawatan yakni datangnya surat Randai ketika Alif telah masuk ke PM.
Tahap tengah kisah ditandai dengan munculnya tikaian. Tikaian
hadir dengan surat keempat Randai yang diterima Alif, surat yang
memberi pengaruh besar pada konflik batin Alif. Kisah pun beranjak ke
bagian rumitan saat Baso, sahabat Alif, meninggalkan PM sebelum
waktu kelulusan demi sang nenek yang sedang sakit. Keadaan ini
membangkitkan keinginan Alif untuk juga meninggalkan PM. Situasi
batin Alif yang sedang mengalami konflik diperparah dengan datangnya
127
surat kelima Randai. Hingga pada bagian klimaks kisah, Alif menulis
surat kepada orang tuanya mengenai keinginannya untuk segera keluar
dari PM.
Leraian pada tahap akhir, dikisahkan dengan kedatangan Ayah
Alif ke PM dengan mengabarkan sebuah solusi atas jawaban terhadap
surat yang dikirim Alif. Alif pun menyelesaikan pendidikan di PM tepat
waktu. Selesaian dalam kisah ini diceritakan Alif dewasa yang bertemu
dengan Atang dan Raja setelah berpisah bertahun-tahun lamanya. Alif
dan kelima sahabatnya disebutkan telah dapat menggapai cita-cita yang
mereka ukir semasa di PM. Sebuah keberhasilan yang didapat atas dasar
kesungguhan.
b) Teknik Pengaluran
Agar alur menjadi menarik, pengarang menggunakan teknik
pengaluran. Teknik pengaluran dapat berupa penggunaan suspense dan
surprise (Nurgiyantoro, 2012: 134-136). Suspense adalah rasa ingin tahu
pembaca, sedangkan surprise adalah kejutan karena cerita tidak seperti
yang diduga oleh pembacanya.
(1) Suspense
Novel Negeri 5 Menara karya A.Fuadi mengundang suspense
pembaca dengan adanya foreshadowing ‘daya duga bayang’. Pada tahap
awal cerita, novel Negeri 5 Menara menampilkan tokoh “aku” atau Alif
Fikri tengah berada di Amerika, tepatnya Washington DC, dan memiliki
kantor di Jalan Independence Avenue sebagaimana kutipan di bawah ini.
128
Kantorku berada di Independence Avenue, jalan yangselalu riuh dengan pejalan kaki dan lalu lintas mobil. Diapit duatempat tujuan wisata terkenal ibukota Amerika Serikat, TheCapitol and The Mall, tempat berpusatnya aneka museumSmithsonia yang tidak bakal habis dijalani sebulan.(N5M, 2011: 2).
Memahami pemaparan di awal cerita ini, pembaca tentu
memiliki foreshadowing ‘daya duga bayang’ bahwa cerita berkisah
tentang lika-liku kehidupan seorang yang bekerja di luar negeri.
(2) Surprise
Surprise adalah kejutan dari daya duga bayang yang telah
muncul. Daya duga bayang mengenai cerita sebagaimana dipaparkan
pada subbahasan sebelumnya diperkuat lagi dengan paparan selanjutnya
sebagaimana kutipan di bawah ini.
Kamera, digital recorder, dan tiket aku benamkan keransel National Geographic hijau pupus. Semua lengkap. Akujangkau gantungan baju di dinding cubicle-ku. Jaket hitamselutut aku kenakan dan syal cashmer cokelat tua, aku bebatkandi leher. Oke, semua beres. Tanganku segera bergerak melipatlayar Aplle Power Book-ku yang berwarna perak. (N5M, 2011: 3).
Membaca kutipan di atas, pembaca boleh jadi memiliki dugaan
bahwa cerita akan berlanjut seputar keseharian tokoh “aku” di
Washington DC. Akan tetapi, pada pemaparan selanjutnya, pengarang
menghadirkan surprise, dengan menghadirkan kisah yang jauh dari
dugaan yang mungkin muncul di benak pembaca, yakni dengan
melanjutkan pemaparan mengenai seorang anak lulusan madrasah di
daerah terpencil yang bermaksud melanjutkan sekolah ke SMA.
Pemaparan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
129
Aku tegak di atas panggung aula madrasah negerisetingkat SMP. Sambil mengguncang-ngguncang telapaktanganku, Pak Sikumbang, Kepala Sekolahku memberi selamatkarena nilai ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi diKabupaten Agam.
Nilaiku adalah tiket untuk mendaftar ke SMA terbaik diBukittinggi.(N5M, 2011: 5).
Kisah selanjutnya dalam novel adalah pertentangan tokoh “aku”
(Alif Fikri) dengan Amak, ibunya, yang tidak mengizinkan tokoh “aku”
melanjutkan ke SMA. Pada akhirnya, tokoh “aku” dengan setengah hati
melanjutkan ke madrasah aliyah di PM. Selanjutnya, novel ini
menceritakan kehidupan tokoh “aku” di PM bersama sahabat-
sahabatnya yang tergabung dalam Sahibul Menara. Dengan demikian,
lanjutan cerita ini merupakan surprise ‘kejutan’ karena sangat
bertentangan dengan pemaparan awal yang memancing pembaca
menduga-duga bahwa novel ini akan menceritakan mengenai kisah
seorang pekerja profesional di luar negeri.
3) Analisis Latar dan Pelataran dalam Novel Negeri 5 Menara
Latar dalam karya fiksi dapat dibedakan ke dalam dua kategori,
yakni latar fisik dan latar sosial (Hudson dalam Sudjiman, 1991: 45).
Novel Negeri 5 Menara sarat dengan latar sosial. Latar sosial mencakup
penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan
sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain yang melatari
peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat di
dalam wujud fisiknya, yaitu, bangunan, daerah, dan sebagainya.
130
Latar sosial yang terdapat dalam cerita terlihat dari penilaian
masyarakat terhadap pondok pesantren, kehidupan keluarga Alif, dan
kehidupan lingkungan pesantren yang sangat mendukung sebagian besar
cerita. Sebelum membahas latar sosial yang ada, penulis akan membahas
latar fisik yang juga mendukung peristiwa demi peristiwa yang
dikisahkan.
a) Latar Fisik
Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita, berlatar di
Maninjau, Sumatera Barat dan beberapa kota di pulau Jawa, seperti
Bandung, Surabaya, dan sebuah daerah di Jawa Timur, Ponorogo.
Ponorogo merupakan lokasi pesantren Alif, PM. Awal dan akhir cerita
ini mengambil latar dua kota di luar Indonesia, yakni Washington DC,
Amerika Serikat dan London, Inggris.
Di awal kisah, deskripsi latar fisik oleh pencerita, terlihat dari
Alif yang sedang melamunkan masa-masa remajanya ketika di
pesantren. Ketika itu, Alif dewasa sedang berada di sebuah kota di
Amerika Serikat, Washington DC. Latar tersebut dapat dilihat dalam
kutipan berikut.
Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemenAmerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasikdengan tonggak-tonggak besar. Kubah raksasanya yangberundak-undak, semakin memutih ditaburi salju, bagaimengenakan kopiah haji.
Kantorku berada di Independence Avenue, jalan yangselalu riuh dengan pejalan kaki dan lalu lintas mobil. Diapitdua tempat wisata terkenal di ibukota Amerika Serikat, TheCapitol and The Mall, tempat berpusatnya aneka museumSmithsonian yang tidak bakal habis dijalani sebulan.
131
(N5M, 2011: 1—2).
Gambaran suasana latar fisik sebuah daerah di sudut kota
Washington DC, Amerika Serikat dideskripsikan oleh pencerita
melalui apa saja yang Alif lihat dari kaca jendela tempatnya
memandang ke luar. Pencerita juga mendeskripsikan lokasi kantor Alif
yang berada di Independence Avenue, sebuah tempat yang diapait dua
pusat wisata yang ramai. Selain Washington DC, ada juga London,
sebuah kota di Inggris, yang dideskripsikan dalam cerita, seperti yang
terlihat dalam kutipan berikut ini.
Tidak lama kemudian aku di Trafalgar Square, sebuahlapangan beton yang amat luas. […] square ini dikelilingimuseum berpilar tinggi, gedung opera, dan kantor-kantorberdiding kelabu, tepat di tengah kesibukan London. Menurutbuku tourist guide yang aku baca, National Gallery yang tepatberhadapan dengan square ini mempunyai koleksi kelas duniaseperti The Virgin of The Rocks karya Leonardo Da Vinci,Sunflowers karya Van Gogh, dan The Water-Lily Pond karyaMonet.(N5M, 2011: 400).
Dari kutipan tersebut, terdeskripsikan bahwa Trafalgar Square
merupakan sebuah tempat di London, lapangan yang terbuat dari
beton. Di sekelilingnya terdapat museum berpilar tinggi, gedung
opera, dan perkantoran. Tokoh Alif membuat janji untuk bertemu
dengan Atang dan Raja, dua sahabatnya yang sama-sama alumni PM.
Latar fisik lainnya yang dideskripsikan oleh pencerita yakni
sebuah daerah di kabupaten Agam, Nagari Bayur. Gambaran
mengenai daerah ini terlihat dari kutipan berikut.
132
[…] selamat tinggal Bayur, kampung kecil yangpermai. Halaman depan kami Danau Maninjau yang berkilau-kilau, kebun belakang kami bukit hijau berbaris.
Bersama Ayah, aku menumpang di bus kecil Harmonisyang berkentut-kentut merayapi Kelok Ampek PuluhanAmpek. Jalan mendaki dengan 44 kelok patah. KawasanDanau Maninjau menyerupai kuali raksasa, dan kami sekarangmemanjat pinggir kuali untuk keluar. Makin lama kami makintinggi di atas Danau Maninjau. Dalam satu jam permukaandanau yang biru tenang itu menghilang dari pandangan mata.Berganti dengan horison yang didominasi dua puncak gunungyang gagah, Merapi yang kepundan aktifnya mengeluarkanasap dan Singgalang yang puncaknya dipeluk awan. Tujuankami ke kaki Merapi, Kota Bukittinggi. (N5M, 2011: 15).
“Saya Alif Fikri dari Maninjau, Bukittinggi, SumateraBarat.” […]
Sengaja aku tambahkan Sumatera Barat kalau-kalau diatidak tahu Bukittinggi di mana. Menyebutkan Bukittinggi jugasebetulnya kurang tepat, bahkan Maninjau pun sebuahkebohongan kecil. Sebenarnya, aku lahir dan berasal darikampung liliput di pinggir Danau Maninjau, Bayur namanya.Maninjau lebih dikenal orang luar karena lumayan popularsebagai kota asal Buya Hamka, ulama sastrawan karismatikyang tersohor itu.(N5M, 2011: 43).
Deskripsi latar Bayur dipaparkan oleh pencerita secara detail.
Melalui tokoh Alif digambarkan Bayur yang merupakan sebuah
daerah di pinggir Danau Maninjau, Sumatera Barat. Sebuah daerah
kecil yang tidak begitu diketahui orang. Daerah yang merupakan
tempat tinggal Alif bersama kedua orang tuanya dan dua adik
perempuannya. Alif, saat memperkenalkan dirinya kepada Atang,
menyebutkan asalnya dari Maninjau, Bukittinggi, Sumatera Barat
karena daerah itu lebih dikenal orang dibandingkan Bayur. Terkenal
juga karena merupakan kota asal Buya Hamka, seorang ulama
133
sekaligus sastrawan yang kharismatik. Disebutkan juga bahwa ketika
Alif dan Ayahnya yang ingin menuju ke Kota Bukittinggi, dari Bayur
dengan menaiki bus kecil, mereka harus melewati jalan mendaki
dengan 44 kelok patah yang disebut Kelok Ampek Puluah Ampek.
Latar fisik lainnya yang disebutkan oleh pencerita yakni desa
tempat PM, sebuah daerah di Ponorogo. Tempat Alif mengabiskan
masa-masa remajanya demi mendapatkan pendidikan di sebuah
pondok pesantren.
[…] setelah melewati hamparan sawah hijau yangsangat luas. Angin segar dari jendela yang terbuka meniup-niup muka dan rambutku. Sekali-sekali tampak rumah kayuberatap genteng kecokelatan dan berlantai tanah. […] atap disini lancip di tengah. Beberapa rumah sudah berdinding batamerah yang dibiarkan polos terbuka tanpa acian. Kami jugamelewati serombongan laki-laki dengan ikat kepala hitammemanggul pacul di bahu. Beberapa orang di antaranyamenarik gerombolan sapi yang jalan malas-malasan.(N5M, 2011: 28).
Deskripsi tersebut menggambarkan daerah sekitar PM. Lokasi
PM terletak di sebuah desa yang masih terdapat hamparan sawah hijau
di sekitarnya. Rumah penduduk yang ada tergolong jarang dan masih
sangat sederhana. Para penduduk yang terlihat oleh Alif juga identik
dengan masyarakat agrarisnya, yakni bertani dan berternak. Sebuah
lingkungan yang asri untuk sebuah pondok pesantren. Pencerita pun
tidak lupa mendeskripsikan komplek pesantren PM pada kutipan
berikut ini.
Sedikit lagi, di ujung jalan yang ada gapura itulah PM. Jalan
desa kecil yang berdebu tiba-tiba melebar dan membentangkan
134
pemandangan lapangan rumput hijau yang luas. Di sekitarnya tampak
pohon-pohon hijau rindang dan pucuk-pucuk kelapayang mencuat dan
menari-nari dihembus angin. Di sebelah lapangan tampak sebuah
kompleks gedung bertingkat yang megah. Sebuah kubah besar
berwarna gading mendominasi langit, didampingi sebuah manara yang
tinggi menjulang.
[…] Selamat datang di PM. […] melihat berbagai sudutpondok seluas lima belas hektar ini. (N5M, 2011: 29—30).
Pesantren PM digambarkan sebagai sebuah pondok yang
megah, asri, nyaman, dan luas, hingga lima belas hektar. Gambaran
tersebut mendeskripsikan sebuah kelayakan pondok pesantren.
Terdapat lapangan rumput hijau yang luas dan pepohonan di depan
kompleks, membuat suasana pondok terasa nyaman karena hembusan
angin yang ditimbulkan oleh pepohonan tersebut. Kompleks gedung
bertingkat nan megah yang disebutkan, menggambarkan gedung
sekolah dan asrama santri yang lebih dari cukup. Kubah besar
mendominasi langit yang didampingi sebuah menara yang menjulang
tinggi merupakan deskripsi masjid utama pondok.
Latar fisik lainnya adalah kota Bandung, tempat Atang tinggal,
dan Surabaya, tempat Said tinggal. Hal ini sebagaimana terlihat dari
kutipan berikut.
Rumah Atang terletak di dekat kampus UniversitasPadjadjaran di kawasan Dipati Ukur.(N5M, 2011: 218).
135
Besoknya, Atang mengajak kami keliling Bandung naikangkot. […] Dimulai dari melihat alam yang hijau Dago Pakar,melihat keramaian kota di Dago, Gedung Sate, toko pakaian diCihampelas, keriuhan Alun-Alun, dan mencari buku-bukubekas dan murah di Palasari.
Di hari berikutnya, kami berjalan sampai ke luar kota:Lembang dan Tangkuban Perahu. Atas permintaanku, Atangjuga mengajak kami masuk ke dalam kampus ITB di JalanGanesha dan masjid Salman yang terkenal itu.(N5M, 2011: 220).
Ketika liburan tiba, tidak memungkinkan bagi Alif untuk
pulang ke rumahnya selama liburan, memilih ajakan Atang untuk ke
rumahnya di Bandung. Kesempatan ini tidak disia-siakannya. Sebagai
seorang anak dari daerah Maninjau, Sumatera Barat, ini adalah
kesempatan langka bagi Alif untuk menjajaki kota Bandung. Beberapa
tempat terkenal di Bandung yang disebutkan oleh pencerita, yang
dikunjungi oleh Alif dan kawan-kawannya, hanya disebutkan begitu
saja secara umum, tidak mendetail. Namun, pencerita mendeskripsikan
lokasi rumah Atang yang berada di dekat kampus Universitas
Padjadjaran, di kawasan Dipati Ukur. Selain kota Bandung, ada juga
beberapa tempat wisata kota yang disebutkan oleh pencerita, yakni
tempat-tempat wisata di Surabaya. Surabaya, yakni tempat Said
tinggal, menjadi kota tujuan liburan Alif selanjutnya, sebelum kembali
ke PM. Penggambaran Surabaya dalam cerita terdapat dalam kutipan
berikut.
Ini benar-benar pengalaman baru bagiku, masuk kedalam sebuah keluarga Arab dan berada di kawasan yangditinggali mayoritas orang Arab. Setelah sarapan dengan nasikebuli, Said mengajak kami melihat toko keluarganya di pasarAmpel, tidak jauh dari rumahnya.
136
Pemandangan pasar ini sungguh menarik hatiku.Jalanan pasar semarak dengan barang dagangan yang menjela-jela ke jalanan, mulai dari baju muslim, bahan pakaian,sajadah, batik, minyak wangi sampai kurma dan air zamzam.Bau minyak wangi bercampur dengan bau sate kambingmenggelitik hidung. Lagu kasidah dan irama padang pasirmengalun dari beberapa toko.
[…]Said, dengan senang hati mengajak kami kelilingke berbagai objek wisata di sekitar Surabaya, sepertiTunjungan Plaza, Jembatan Merah, dan kebun binatang. (N5M, 2011: 224—226).
Sama halnya ketika menyebutkan tempat-tempat di Bandung,
pencerita menyebutkan tempat-tempat di Surabaya tanpa deskripsi
mendetail. Pencerita menyebutkan tempat-tempat tujuan wisata di
Surabaya, seperti Jembatan Merah, Tunjungan Plaza, dan kebun
binatang di kota itu, serta disebutkan juga sebuah pasar yang telah
berdiri sejak lama, pasar Ampel. Sebuah pasar yang didominasi oleh
masyarakat keturunan Arab, yang menjual berbagai macam tekstil
hingga masakan khas negeri tersebut.
b) Latar Sosial
Selain latar fisik yang terdapat dalam cerita, terdapat juga latar
sosial kehidupan pesantren PM, yang cukup mendominasi cerita karena
sebagian besar alur kisah terjadi di pesantren tersebut.
PM memiliki sistem pendidikan 24 jam. Tujuanpendidikannya untuk menghasilkan manusia mandiri yangtangguh. Kiai kami bilang, agar menjadi rahmat bagi duniadengan bekal ilmu umum dan ilmu agama.(N5M, 2011: 31).
Latar sosial yang dominan dalam novel Negeri 5 Menara adalah
kehidupan pesantren tempat Alif menuntut ilmu, PM. Sebuah pesantren
137
yang mengutamakan ilmu agama dalam pengajaran yang dilakukan,
tidak juga lupa akan ilmu umum seperti halnya sejarah. Keseharian para
santri dalam PM tidak hanya sekedar belajar dan menghafal kitab suci,
tetapi juga fokus terhadap keterampilan berbahasa asing, berorganisasi,
dan juga mengasah kemampuan santri dalam bidang olah raga. Seluruh
kegiatan PM diatur dengan jadwal padat setiap harinya, nyaris tanpa
waktu kosong kecuali hari libur. Kegiatan para santri pun dikendalikan
oleh sebuah lonceng besar yang dentumannya terdengar hingga ke sudut
pondok. Jika lonceng berdentang pada waktu yang ditentukan, otomatis
para santri akan melakukan kegiatan yang telah dijadwalkan. Tidak
boleh terlambat satu detik pun. Peraturan yang ada bukan peraturan
tertulis, melainkan harus dihafalkan oleh setiap santri, dan ada hukuman
untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.
Pencerita menggambarkan kehidupan pesantren sebagai latar
sosial dalam novel dengan mendetail. Jadwal yang padat dengan bunyi
lonceng sebagai penanda waktu kegiatan, tidak mudah untuk Alif agar
terbiasa dengan hal itu. Di awal masa pembelajaran, Alif dan beberapa
teman sekamarnya sudah mendapat hukuman atas keterlambatannya
untuk sholat berjamaah di masjid. Namun, seiring berjalannya waktu,
Alif dikisahkan dapat beradaptasi dengan baik dengan sisitem
pendidikan yang ada di PM. Hal tersebut diperlihatkan dengan berbagai
usaha dan prestasi yang diraih. Prestasi yang diraih, tidak selalu didapat
dengan mudah. Ada sandungan-sandungan yang dialaminya.
138
Sandungan-sandungan tersebutlah yang memunculkan konflik batin
pada Alif.
Latar sosial lainnya yang dihadirkan, yakni keadaan sosial
masyarakat awam di luar lingkuan pesantren. Pandangan umum
masyarakat terhadap pesantren saat itu memperlihatkan kesalahan
konsep yang telah tertanam mengenai fungsi yang sesungguhnya dari
pondok pesantren.
“Beberapa orang tua menyekolahkan anak ke sekolahagama karena tidak punya uang cukup. Ongkos masuk madrasahlebih murah…”
“…Tapi lebih banyak lagi yang mengirim anak kesekolah agama karena nilai anak-anak mereka tidak cukup untukmasuk SMP atau SMA…”
“Akibatnya, madrasah menjadi tempat murid warga kelasdua, sisa-sisa.. […]” (N5M, 2011: 7).
Kutipan di atas menggambarkan penilaian masyarakat awam
terhadap fungsi pesantren. Kutipan tersebut merupakan gambaran
penilaian terhadap pesantren melalui sudut Ibu Alif, Amak, yang
memberi pandangan-pandangan kepada Alif atas kesimpulan yang ia
ambil dari masyarakat. Dideskripsikan oleh pencerita keadaan pada saat
itu, pesantren dinilai sebagai tempat pelarian anak-anak yang tidak bisa
diterima di sekolah-sekolah biasa. Biaya pesantren yang bertaraf di
bawah biaya sekolah biasa pun menjadi pilihan para orang tua untuk
menyekolahkan anak-anaknya di sana. Anggapan-anggapan tersebut
seperti mengesampingkan fungsi utama sebuah pesantren sebagai
sekolah agama, yang nantinya akan mencetak para intelek yang
menguasai ilmu umum dan ilmu agama.
139
“Saya mau mengantar anak. mau masuk sekolah di PM diJawa Timur.”
“Maksudnya, pondok tempat orang belajar agama itu,kan?” […]
“Wah, bagus lah itu,” […] Dia merendahkan suaraseakan-akan tidak mau didengar orang lain. Mukanya serius.“Semoga berhasil Pak. Saya dengar, pondok di Jawa itu memangbagus-bagus mutu pendidikannya. Anak teman saya, Cumasetahun di pondok langsung berubah menjadi anak baik. Padahaldulunya, sangat mantiko. Nakal. Tidak diterima di sekolah manapun karena kerjanya ngobat, minum, dan suka berkelahi. Anakbegitu saja bisa berubah baik.”
[…] Muka Ayah meringis, “Pak… anak ambokelakuannya baik dan MEN-nya termasuk paling tinggi di Agam.Kami kirim ke pondok untuk mendalami agama,” Suaranya agakditekan.(N5M, 2011: 19—20).
Melalui tokoh Pak Sutan sebagai tokoh tambahan yang hanya
muncul sekali, pencerita menggambarkan pandangan masyarakat umum
saat itu terhadap pesantren. Alif dan Ayahnya bertemu dengan Pak
Sutan di bus yang mereka tumpangi ketika menuju PM, di Jawa Timur.
Saat itu, Pak Sutan ingin ke Jakarta untuk berbelanja barang dagangan di
Tanah Abang. Di sela-sela perjalanan, Pak Sutan menyapa Ayah Alif.
Pencerita mendeskripsikan, melalui percakapan Pak Sutan dan Ayah
Alif bahwa pesantren hanya sebagai tempat “perbaikan” anak-anak yang
bermasalah. Pak Sutan pun menyebutkan bahwa pondok-pondok di Jawa
terkenal bagus. Kata bagus yang ia maksud adalah bagus sebagai tempat
memperbaiki kelakuan anak yang bermasalah. Ayah Alif pun menimpali
komentar Pak Sutan tersebut. Percakapan yang didengar Alif tersebut,
sontak membuat Alif berpikir keras mengenai apa yang dikatakan Pak
140
Sutan. Hal ini menjadi salah satu pemicu konflik batin Alif selama
perjalanan menuju pondok.
Unsur agama disebutkan oleh pencerita sebagai latar sosial yang
kuat dalam kehidupan keluarga Alif. Kuatnya paham agama tersebut
tidak terlepas dari kebudayaan Minangkabau yang ada dalam jati diri
keluarga Alif. Hal itu menjadi sebuah faktor yang secara tidak langsung
mewajibkan Alif untuk melanjutkan pendidikannya di pesantren.
Amak memang dibesarkan dengan latar agama yang kuat.Ayahnya atau kakekku yang aku panggil Buya Sutan Mansuradalah orang Alim yang berguru langsung kepada InyiakCanduang atau Syekh Sulaiman Ar-Rasuly. Di awal abad keduapuluh, Inyiak Canduang ini berguru ke Mekkah di bawah asuhanulama terkenal seperti Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabaudan Syeikh Sayid Babas El-Yamani.(N5M, 2011: 7)
Ayah dari Ayahku adalah ulama yang terkenal diMinangkabau. (N5M, 2011: 10).Ayah dan Ibu Alif yang dibesarkan dengan latar agama yang
cukup kuat, terutama ibunya memang menginginkan Alif, anak laki-
lakinya, menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan
pengetahuan yang luas. Sebagai seorang anak yang mempunyai cita-cita
sendiri, Alif pun sempat berdebat dengan keinginan Amaknya tersebut.
Namun, sebagai anak yang tidak ingin membuat orang tuanya kecewa,
Alif pun mengikuti saran Amak setelah mendapat surat dari pamannya
yang sedang menuntut ilmu di al-Azhar, Mesir, mengenai banyak
kawan-kawannya dari pondok yang tergolong orang-orang hebat. Hal ini
memperlihatkan sisi patuh Alif kepada orang tuanya, terutama Ibunya,
dan juga memperlihatkan peran dari seorang paman kepada
141
keponakannya, yakni sebagai “penentu” masa depan sang keponakan.
Keluarga besar Alif sebagai orang Minangkabau, terlihat dalam hal
tersebut.
Secara keseluruhan, latar fisik dalam novel Negeri 5 Menara
dideskripsikan secara langsung oleh pencerita. Sementara itu, latar sosial
yang ada di dalam cerita, dideskripsikan oleh pencerita melalui tindakan
tokoh dan dialog antartokoh.
2. Hubungan Keterkaitan antarunsur Tema dan Fakta Cerita dalamNovel Negeri 5 Menara
a. Hubungan antara Tema dan Alur
Tema dalam novel Negeri 5 Menara adalah perjuangan dan
kesungguhan dalam menggapai cita-cita. Sesuai dengan tema tersebut,
peristiwa-peristiwa yang membentuk alur cerita berfokus pada sebuah
perjuangan demi mencapai sebuah keberhasilan. Urutan kisah yang
disajikan, didominasi oleh kisah Alif dan kawan-kawannya selama di
pesantren dan di beberapa kota di Jawa. Hal ini dapat dipahami dari
kutipan di bawah ini.
[…] Man jadda wajada: sepotong kata asing ini bakmantra ajaib yang ampuh bekerja. Mantra ajaib berbahasa Arabini bermakna tegas: “siapa yang bersungguh-sungguh, akanberhasil.”
Inilah pelajaran hari pertama kami di PM. Kata mutiarasederhana tapi kuat. Yang menjadi kompas kehidupan kamikelak.(N5M, 2011: 40—41).
Dan selama ini, PM benar-benar tidak memberi kamiwaktu berleha-leha. Semua terjadi cepat, padat, ketat. Mulai dariyang remeh temeh seperti mencuci sarung dan baju pramuka,belajar habis-habisan sampai menuliskan naskah pidato.
142
(N5M, 2011: 156).Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, terlihat bahwa tema novel
Negeri 5 Menara mengenai kesungguhan untuk menggapai cita-cita ini
memiliki relevansi dengan alur yang menyajikan peristiwa-peristiwa
mengenai perjuangan Alif dan kawan-kawan (Sahibul Menara) di
Pondok Madani dalam bekerja keras untuk mencapai cita-cita mereka.
b. Hubungan antara Tema dan Tokoh
Tema novel Negeri 5 Menara memiliki relevansi dengan tokoh-
tokoh yang dihadirkan pengarang untuk merepresentasikan atau
menampakkan tema tersebut. Kutipan-kutipan di bawah ini menunjukkan
bagaimana karakter tokoh-tokoh cerita yang mendukung tema.
Alhamdulillah. Setelah meregang otak habis-habisan dankurang tidur, semua proses ini berakhir juga. Melelahkan, tapipuas karena aku merasa telah berjuang sehabis tenaga...toh akutelah menyempurnakan usaha dan memanjatkan doa terbaik.(N5M, 2011: 203).
Tidak terasa, musim ujian datang lagi. Aku dan segenapsiswa sibuk kembali belajar keras dan juga sahirul lail.(N5M, 2011: 274).
Walau sudah belajar keras, kadang-kadang sampai pagi,berdiskusi panjang lebar tentang berbagai mata pelajaran denganBaso dan Raja,..(N5M, 2011: 275).
Berdasarkan kutipan di atas, tampak bahwa tokoh Alif sangat
menghargai proses kerja keras sebagai usaha terbaik. Tidak lupa, doa
dipanjatkan untuk menyempurnakan ikhtiar. Kepuasan yang diraih Alif
cukup membuatnya bangga bahwa ia telah berjuang dan mengeluarkan
energi yang luar biasa untuk menyelesaikan tugasnya. Karakter Alif
143
tersebut merupakan representasi dari tema novel yang mengusung
mengenai kerja keras dan kesungguhan demi menggapai cita-cita.
c. Hubungan antara Tema dan Latar
Latar yang dominan dalam novel Negeri 5 Menara adalah
Pondok Madani. Latar ini sangat mendukung tema novel. Hal ini dapat
dipahami dari kutipan di bawah ini.
Pondok Madani memiliki sistem pendidikan 24 jam.Tujuan pendidikannya untuk menghasilkan manusia mandiriyang tangguh. Kiai kami bilang, agar menjadi rahmat bagi duniadengan bekal ilmu umum dan ilmu agama.(N5M, 2011: 31)
Kutipan di atas menunjukkan latar sosial novel Negeri 5 Menara
yang berupa kehidupan pesantren tempat Alif menuntut ilmu, Pondok
Madani. Sebuah pesantren yang mengutamakan ilmu agama dalam
pengajaran yang dilakukan, tidak juga lupa akan ilmu umum seperti
halnya sejarah. Keseharian para santri dalam Pondok Madani tidak hanya
sekedar belajar dan menghafal kitab suci, tetapi juga fokus terhadap
keterampilan berbahasa asing, berorganisasi, dan juga mengasah
kemampuan santri dalam bidang olah raga. Seluruh kegiatan PM diatur
dengan jadwal padat setiap harinya, nyaris tanpa waktu kosong kecuali
hari libur. Latar ini jelas sekali sangat relevan dengan novel yang
bertemakan kerja keras dan kesungguhan seseorang dalam menggapai
cita-cita.
144
d. Hubungan antara Tokoh dan Alur
Alur dalam novel Negeri 5 Menara tersusun dari peristiwa-
peristiwa yang dilakukan oleh tokoh sehingga kedua unsur tersebut
sangat berhubungan. Alur novel ini didominansi oleh peristiwa-peristiwa
yang berhubungan dengan tokoh Alif sebagai tokoh utama cerita. Hal ini
dapat diperhatikan dari kutipan di bawah ini.
Bagiku, tiga tahun di madrasah tsanawiyah rasanyasudah cukup untuk mempersiapkan dasar ilmu agama. Kinisaatnya aku mendalami ilmu non-agama. Tidak madrasah lagi.Aku ingin kuliah di UI, ITB, dan terus ke jerman seperti pakHabibie. […] Aku ingin suaraku didengar di depan civitasakademika, atau dewan gubernur atau rapat manajer, bukanhanya berceramah di mimbar surau di kampungku(N5M, 2011: 8—9).
Kutipan di atas menjelaskan mengenai pendirian tokoh Alif yang
ingin melanjutkan sekolah umum setelah sudah tiga tahun bersekolah
agama. Pendirian tokoh Alif berseberangan dengan pendirian tokoh
Amak yang menginginkan anaknya melanjutkan ke pesantren
sebagaimana diinformasikan kutipan di bawah ini.
Buyuang, sejak waang masih di kandungan, Amak selalupunya cita-cita,” mata Amak kembali menatapku.
“Amak ingin anak laki-lakiku menjadi seorangpemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas.Seperti Buya Hamka yang sekampung dengan kita itu.Melakukan amar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang kepadakenaikan dan meninggalkan kemungkaran,” kata Amak pelan-pelan.(N5M, 2011: 8).
Batin Alif pun dilanda konflik. Cita-cita yang sudah ia rangkai
tidak mungkin ia buyarkan begitu saja. Keinginan demi keinginan ia cita-
citakan, terus mengganggu pikirannya. Konflik tokoh inilah yang turut
145
mengembangkan alur cerita menjadi peristiwa yang memiliki sebab
akibat. Dengan demikian, jelaslah hubungan antara alur dengan tokoh
cerita dalam novel Negeri 5 Menara.
e. Hubungan antara Tokoh dan Latar
Hubungan tokoh dan latar dapat dilihat dari latar-latar dalam
novel Negeri 5 Menara yang mendukung karakter tokoh. Tokoh Alif
berasal dari latar sosial berupa lingkungan sebuah keluarga sederhana.
Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
Bekalku sebuah tas kain abu-abu kusam berisi baju,sarung, dan kopiah serta sebuah kardus mie berisi buku, kacangtojin, dan sebungkus rendang kapau yang sudah kering kehitam-hitaman. Ini rendang spesial karena dimasak Amak yang lahir diKapau, sebuah desa kecil di pinggir Bukittinggi. Kapau terkenaldengan masakan lezat yang berlinang-linang kuah santan.(N5M, 2011: 14).
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat dari barang-barang yang
dibawanya ke PM, Alif adalah sosok anak Minangkabau yang sederhana.
Alif hanya membawa beberapa barang penting yang ia taruh dalam
sebuah tas saja. Melalui latar, kita dapat mengetahui bahwa keluarga Alif
merupakan keluarga sederhana, bukan keluarga yang kaya. Pencerita
menggambarkan pendidikan sangat diutamakan dalam keluarga Alif.
Kedua orang tua Alif yang juga berlatar agama cukup kuat selalu
mendidik Alif agar bisa menjadi seorang yang rendah hati dan
berpendidikan baik.
146
f. Hubungan antara Alur dan Latar
Alur merupakan peristiwa-peristiwa cerita yang saling berkaitan.
Peristiwa-peristiwa yang membentuk alur cerita dalam novel Negeri 5
Menara berlangsung dalam latar yang mendukung terjadinya peristiwa
itu. Antara peristiwa dan alur novel ini terlihat harmonis atau saling
mendukung sebagaimana dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
Unsur agama disebutkan oleh pencerita sebagai latar sosial yang
kuat dalam kehidupan keluarga Alif. Kuatnya paham agama tersebut
tidak terlepas dari kebudayaan Minang yang ada dalam jati diri keluarga
Alif. Hal ini dapat dipahami dari kutipan di bawah ini.
Amak memang dibesarkan dengan latar agama yangkuat. Ayahnya atau kakekku yang aku panggil Buya SutanMansur adalah orang Alim yang berguru langsung kepada InyiakCanduang atau Syekh Sulaiman Ar-Rasuly. Di awal abad keduapuluh, Inyiak Canduang ini berguru ke Mekkah di bawah asuhanulama terkenal seperti Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabaudan Syeikh Sayid Babas El-Yamani.(N5M, 2011: 7).
Ayah dari Ayahku adalah ulama yang terkenal diMinangkabau.(N5M, 2011: 10).
Ayah dan Ibu Alif yang dibesarkan dengan latar agama yang
cukup kuat, memang menginginkan Alif, anak laki-lakinya, menjadi
seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas.
Latar inilah yang menjadi sebuah faktor yang secara tidak langsung
mewajibkan Alif untuk melanjutkan pendidikannya di pesantren. Dari
sinilah alur cerita yang merekam perjalanan Alif di pesantren dimulai.
147
Dengan demikian, unsur latar dan alur novel Negeri 5 Menara memiliki
hubungan atau kerterkaitan yang erat.
Berdasarkan deskripsi mengenai hubungan antarunsur di atas,
nyatalah bahwa unsur-unsur intrinsik novel Negeri 5 Menara saling
mendukung dalam membangun totalitas cerita yang harmonis, logis, dan
menarik.
3. Implementasi Analisis Tema dan Fakta Cerita dalam Novel Negeri 5Menara Karya A. Fuadi sebagai Bahan Pembelajaran Sastra Kelas XISMA Negeri 10 Purworejo.
Pembelajaran sastra di SMA merupakan bagian dari pembelajaran
bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pembelajaran sastra mendapatkan porsi
yang lebih sedikit daripada pembelajaran bahasa Indonesia sehingga perlu
adanya strategi yang khusus bagi pendidik dalam menyajikan materi agar
dapat diterima oleh siswa dengan baik.
Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi dapat menarik minat
siswa karena didalamnya diceritakan perjuangan para remaja dalam
menggapai cita-citanya. Selain itu, novel ini memiliki banyak nilai
pendidikan, kerja keras dalam menuntut ilmu yang dapat dijadikan teladan
bagi siswa. Dengan demikian, novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi
sangat relevan digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI
SMA Negeri 10 purworejo.
148
Berikut ini dipaparkan implementasi sebagai bahan pembelajaran
novel Negeri 5 Menara kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo sebagaimana
dijelaskan dalam kurikulum sebagai berikut.
a. Standar Kompetensi
Standar kompetensi dalam pembelajaran sastra dengan bahan
pembelajaran novel Negeri 5 Menara adalah memahami karya sastra
melalui kegiatan membaca novel. Dengan standar kompetensi tersebut
dalam pembelajaran ini, siswa dituntut mampu memahami maksud yang
terkandung dalam novel Negeri 5 Menara melalui kegiatan membaca.
b. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar dalam pembelajaran ini ialah menganalisis
unsur-unsur intrinsik novel. Dalam pembelajaran ini, unsur instrinsik
difokuskan pada tema dan fakta cerita yang terdiri dari tokoh dan
penokohan, alur dan pengaluran, serta latar yang termasuk ke dalam
kelompok fakta cerita.
Berdasarkan kompetensi dasar di atas, dapat dirumuskan
kompetensi dasar dalam pembelajaran novel Negeri 5 Menara adalah
menganalisis tema dan fakta cerita terdiri dari tokoh dan penokohan,
alur dan pengaluran, serta latar.
c. Indikator Hasil Belajar
Indikator hasil belajar yang diharapkan meliputi:
a) mampu menentukan tema
b) mampu menentukan tokoh dan penokohan novel;
149
c) mampu menentukan latar fisik dan latar sosial dalam novel;
d) mampu menentukan alur dan teknik pengaluran dalam novel.
Dari uraian indikator di atas, untuk pembelajaran novel Negeri 5
Menara dapat dirumuskan indikator sebagai berikut:
a) siswa menentukan tema
b) siswa menentukan tokoh dan penokohan dalam novel Negeri 5
Menara karya Ahmad Fuadi;
c) siswa menentukan latar fisik dan latar sosial dalam novel Negeri 5
Menara karya Ahmad Fuadi;
d) siswa menentukan alur dan teknik pengaluran dalam novel Negeri 5
Menara karya Ahmad Fuadi.
d. Manfaat Analisis Fakta Cerita dalam Novel Negeri 5 Menara sebagaiBahan pembelajaran sastra
Pembelajaran sastra dengan materi novel Negeri 5 Menara karya
Ahmad Fuadi dapat memberikan empat manfaat, yakni membantu
keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengem-
bangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak. Di bawah
ini diuraikan keempat fungsi pembelajaran novel Negeri 5 Menara
tersebut.
1) Membantu Keterampilan Berbahasa
Pembelajaran sastra dengan materi novel Negeri 5 Menara
karya A. Fuadi dapat membantu meningkatkan kemampuan membaca
150
cepat pada peserta didik. Selain itu, siswa banyak memperoleh kosa
kata baru sebagai bahan siswa dalam kegiatan berbicara dan menulis.
2) Meningkatkan Pengetahuan Budaya
Novel Negeri 5 Menara didominasi oleh latar budaya pesantren
yang multikulural. Dengan membaca dan memahami novel Negeri 5
Menara, siswa diperkenalkan dengan budaya pesantren, yakni
pesantren modern Gontor, yang disiplin dan dipenuhi dengan kegiatan
menuntut ilmu. Di pesantren tersebut, percakapan sehari-hari yang
digunakan adalah bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Selain itu, Budaya Minangkabau juga kental mewarnai cerita
tokoh utama, yakni Alif, sebelum memasuki pesantren. Informasi
budaya yang dapat diambil di antaranya adalah masyarakat
Minangkabau yang mayoritas beragama Islam dan sangat
menghormati ulama. Bahkan, jika ada masyarakatnya keluar dari
agama Islam (murtad), secara langsung yang bersangkutan juga
dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam istilahnya disebut
"dibuang sepanjang adat”.
3) Mengembangkan Cipta dan Rasa
Pembelajaran novel Negeri 5 Menara mampu mengembangkan
cipta dan rasa siswa. Novel Negeri 5 Menara banyak mengisahkan
tentang kegigihan para pelajar (santri) dalam belajar demi meraih cita-
cita. Hal ini memberikan inspirasi positif bagi siswa untuk terus
151
berkarya (cipta), yakni dengan semboyan man jadda wajada ‘siapa
bersungguh-sungguh akan berhasil’.
Selain itu, novel ini juga sarat akan peristiwa-peristiwa sosial
sehingga membuat siswa peka terhadap keadaan di sekitarnya,
termasuk dalam lingkungan keluarga. Kehidupan tokoh utama dalam
novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi ini mencerminkan nilai-nilai
positif, di antaranya adalah berbakti kepada orang tua, menjalin
persahabatan, dan bertanggung jawab. Membaca novel tersebut siswa
terdorong untuk menyadari bahwa keridhaan orang tua sangat penting
dalam menentukan keberhasilan seorang anak. Alif Fikri, tokoh utama
novel ini, yang berangkat ke pesantren demi kebaktian terhadap orang
tuanya, akhirnya menjadi orang sukses meski sebenarnya ia tidak
setuju dengan keputusan orang tuanya untuk melanjutkan ke sekolah
agama.
4) Menunjang Pembentukan Watak
Novel Negeri 5 Menara banyak mengandung pendidikan
karakter yang membentuk watak siswa menjadi pribadi yang religius,
jujur, disiplin, kerja keras, dan bertanggung jawab. Novel ini
mengisahkan tokoh Alif yang selalu bekerja keras dalam belajar guna
meraih cita-cita, tokoh Baso yang rajin membaca dan menghafal al-
Quran, tokoh Dulmajid yang merasa memiliki tanggung jawab
terhadap masyarakat desanya yang masih dangkal agama, dan tokoh-
tokoh lain dalam novel yang mencerminkan kedisiplinan terhadap
152
peraturan pondok pesantren (disebut Qanun). Nilai-nilai pendidikan
karakter tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap pembentukan
kepribadian siswa.
e. Pertimbangan Memilih Novel Negeri 5 Menara sebagai Bahan Pem-belajaran sastra di SMA
Pemilihan novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi sebagai bahan
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di kelas XI SMA dapat dilihat
dari tiga segi, yakni: (1) segi bahasa; (2) segi latar belakang budaya; (3)
segi psikologi.
1) Segi Bahasa
Dari segi bahasa, pengarang novel Negeri 5 Menara, yakni
Ahmad Fuadi, banyak menggunakan gaya bahasa jenis bahasa kias
atau majas untuk memunculkan efek estetis. Di antara gaya bahasa
kiasan yang banyak dijumpai adalah majas personifikasi dan simile.
Di bawah ini disajikan dua paragraf pembuka novel.
Iseng aja, aku mendekat ke cendala kaca danmenyentuh permukaannya dengan telunjuk kananku. Hawadingin segera menjalari wajah dan lengan kananku. Daribalik tirai tipis di lantai empat ini, salju tampak turunmenggumpal-gumpal seperti kapas yang dituang darilangit. Ketukan-ketukan halus terdengar setiap gumpal saljumenyentuh kaca di depanku. Matahari sore menggantungcondong ke barat berbentuk piring putih susu.
Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemenAmerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasikdengan tonggak-tonggak besar. Kubah raksasanya yangberundak-undak semakin memutih ditaburi salju, bagaimengenakan kopiah haji. Di depan gadung ini, hamparanpohon american elm yang biasanya rimbun kini tinggaldahang-dahang tanpa daun yang dibalut serbuk es. Sudah tigajam salju turun. Tanah bagai diliputi permadani putih.
153
Jalan raya yang lebar mulai dipadati mobil karyawan yangberingsut-ringsut pulang. Berbaris seperti semut. Lampurem yang hidup-mati-hidup-mati memantul merah di salju.Sirine polisi—atau ambulans—sekali-sekali menggertakdiselingi bunyi klakson.(N5M, 2011: 1).
Dalam paragraf pertama, tampak penggunaan majas
personifikasi yang membandingkan antara benda mati dengan benda
hidup, yakni kalimat “Hawa dingin segera menjalari wajah dan
lengan kananku.” Kalimat tersebut membandingkan hawa dingin
dengan aktivitas benda hidup yang bisa merambat (menjalar). Selain
itu, paragraf pertama juga menunjukkan penggunaan majas simile,
yakni majas perbandingan dengan memunculkan kata pembandingnya
(seperti, bak, laksana, dan lainnya). Hal ini tamapk pada pada kalimat
“Salju tampak turun menggumpal-gumpal seperti kapas yang dituang
dari langit.” Kalimat tersebut termasuk majas simile karena adanya
kata pembanding seperti.
Paragraf kedua juga menunjukkan penggunaan simile dan
personifikasi. Penggunaan simile tampak pada kalimat “Kubah
raksasanya yang berundak-undak semakin memutih ditaburi salju,
bagai mengenakan kopiah haji”, “Tanah bagai diliputi permadani
putih”, dan “Berbaris seperti semut.” Ketiga kalimat tersebut
termasuk simile karena kata pembandingnya dieksplisitkan, yakni
bagai (kalimat pertama dan kedua) dan seperti (kalimat ketiga).
Adapun penggunaan personifikasi pada paragraf kedua
tampak pada kalimat “Sirine polisi—atau ambulans—sekali-sekali
154
menggertak diselingi bunyi klakson.” Kalimat ini termasuk
personifikasi karena membandingkan benda mati (sirine polisi)
dengan sifat manusia yang bisa menggertak.
Penggunaan majas seperti tampak pada kedua paragraf di atas
berhasil menciptakan kalimat yang khas sehingga tampak lain dari
biasanya. Salah satu keindahan tersebut disebabkan majas mampu
menghambat pemahaman pembaca untuk sementara waktu karena
pembaca tergerak untuk memikirkan makna dari kiasan yang
dihadirkan pengarang dalam kalimat-kalimat di atas.
Selain berfungsi untuk menciptakan keindahan, majas juga
berfungsi untuk memperkuat atau memperjelas suasana sehingga
pembaca dapat mengimajinasikan suasana yang menjadi latar
peristiwa. Pada saat membaca “Tanah bagai diliputi permadani
putih”, pembaca dapat membayangkan bagaimana situasi latar fisik di
Washington DC pada saat musim salju, yakni tanah tertutup oleh
salju hingga putih rata (seperti diliputi permadani putih).
Dari segi diksi atau pilihan kata, pengarang banyak
menggunakan bahasa indonesia yang lazim digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Selain bahasa Indonesia, pengarang juga
menggunakan bahasa Arab dengan jumlah yang tidak sedikit. Namun,
kata-kata bahasa Arab dalam novel Negeri 5 Menara selanjutnya
diartikan oleh pengarang itu sendiri sehingga mempermudah siswa
155
untuk memahami isi novel tersebut. Hal itu dapat dilihat pada kutipan
di bawah ini.
“Shabahul khair.”Selamat pagi. Silakan masuk.”Ijlissu.” Silakan pilih tempat duduk yang paling
nyaman buat kalian(N5M, 2011: 42)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa dalam novel tersebut
terdapat bahasa Arab, tetapi kosakata yang digunakan tersebut
dijelaskan oleh pengarang itu sendiri. Misalnya kata almukarram
(yang mulia), qanun (aturan disiplin), masduk (pusing), akhlakul
karimah (akhlak yang baik), Na’am (iya), Ayyuha ikhwan (saudara-
saudara semua), Qiyaman ya akhi (bangun saudaraku) dalam novel
itu diterjemahkan oleh pengarang itu sendiri melalui dialog antar
tokoh. Pemunculan kosakata baru dalam novel menambah
pembendaharaan kosakata baru bagi siswa.
Keberadaan kata-kata bahasa Arab dalam novel tersebut
menambah keberagaman bahasa yang berguna untuk menarik
pembaca. Kata-kata tersebut juga tidak mengganggu pembaca dalam
memahami isi cerita novel tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi dapat dijadikan
sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA karena novel
tersebut selain menggunakan bahasa yang indah, juga dapat
memperkaya kosa kata siswa.
156
2) Segi Psikologi
Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi sebagai bahan
pembelajaran sastra di kelas XI SMA mengandung permasalahan
hidup dan persoalan nilai-nilai kehidupan. Novel tersebut mampu
merangsang siswa untuk menemukan persoalan dan mencari
penyelesaian tentang masalah kehidupan seperti yang terdapat dalam
novel tersebut. Misalnya, Alif Fikri sebagai tokoh utama dalam
novel yang memiliki masalah batin mengenai masa depannya dan ia
mampu menyelesaikannya sehingga dapat mencapai cita-citanya.
Permasalahan-permasalahan yang dihadirkan dalam novel ini
sangat relevan dengan siswa SMA yang memasuki tahap relatistis,
yakni tahap psikologis yang memiliki kecenderungan untuk berpikir
secara rasional dan menyukai analisis. Oleh karena itu, novel Negeri
5 Menara yang diambil dari pengalaman nyata penulisnya sangat
dan menceritan hal-hal yang relalistik imajiner sangat relevan
dengan kondisi psikologis mereka.
3) Segi Latar Belakang Budaya
Para siswa akan mudah tertarik pada karya sastra dengan
latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang yang
berasal dari lingkungannya. Seorang guru hendaknya memahami apa
yang diminati oleh siswanya sehingga dapat menyajikan sastra yang
tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan pembayangan
yang dimilki oleh siswa. Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
157
menghadirkan cerita dengan latar belakang budaya Indonesia. Selain
itu, latar belakang cerita dalam novel ini sejajar dengan latar
belakang pada kehidupan sehari-hari khususnya yang ada kaitannya
dengan pendidikan, yaitu menanamkan nilai-nilai positif yang
tercermin oleh tokoh utama sehingga termotivasi mencapai
keinginan yang berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.
Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi menghadirkan cerita
yang di dalamnya terdapat nilai-nilai positif yang tercermin melalui
tokoh utama Alif Fikri sehingga siswa diharapkan dapat mencontoh
nilai-nilai tersebut untuk dijadikan teladan dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya ialah dari tata cara
belajar sampai dengan pencapaian hasil belajar yang menciptakan
suatu kesuksesan dengan cita-cita yang diinginkan. Hal itu dapat
dilihat pada sikap dan perbuatan Alif yang mencerminkan nilai
positif yaitu sebagai anak yang taat dan berbakti pada orang tua. Hal
itu dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Amak minta dengan sangat waang tidak masuk SMAbukan karena uang tapi supaya ada bibit unggul yang masukmadrasah aliyah(N5M, 2011: 8)
Berdasarkan kutipan di atas bahwa Alif menunjukkan sosok
yang taat kepada keinginan orang tuanya, walaupun ia harus
mengorbankan cita-citanya untuk bersekolah di Bandung. Orang tua
pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Amak (ibunda)
menginginkan ada bibit unggul yang masuk ke dalam pesantren,
158
karena selama ini pesantren dianggap sebagai ‘bengkel’ untuk
merenovasi akhlak dan perbuatan anak yang dimasukkan ke sana.
Keinginan Amak agar Alif menjadi ulama seperti Buya Hamka, dan
bermanfaat bagi umat islam, hal tersebut merupakan ide yang
sungguh mulia.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa novel Negeri 5
Menara karya A.Fuadi dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran
sastra di kelas XI SMA karena latar belakang budaya novel tersebut
berasal dari budaya bangsa sendiri dan sesuai dengan latar belakang
budaya siswa sebagai seorang peserta didik.
f. Metode Pembelajaran
Dalam mengajarkan suatu karya sastra (novel) penulis harus
memilih metode pembelajaran yang tepat. Berdasarkan kebutuhan dan
materi pembelajaran sastra dalam menganalisis tema dan fakta cerita
metode pembelajaran yang masih menunjang untuk dipakai dalam
pembelajaran sastra adalah metode ceramah, diskusi, Tanya jawab, dan
pemberian tugas.
Metode ceramah digunakan pada pertemuan pertama untuk
menyampaikan materi unsur pembangun novel yang memfokuskan pada
tema dan fakta cerita, dilanjutkan dengan menggunakan metode tanya
jawab, sedangkan metode diskusi dan penugasan digunakan pada
pertemuan kedua. Srategi pembelajaran sastra yang dipakai dalam
menyampaikan materi yaitu menggunakan metode campuran yang dapat
159
dipilih dan diterapkan sebagai metode pembelajaran sebagai bahan atau
materi pembelajaran analisis tema dan fakta cerita dalam novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi pada kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo.
g. Implementasi Langkah-langkah Pembelajaran Novel Negeri 5Menara
Pembelajaran sastra dalam novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi dengan materi tema dan aspek fakta cerita terdiri dari tokoh dan
penokohan, alur dan pengaluran, dan latar. Sehubungan dengan hal itu,
penulis mengimplementasikan pembelajaran sastra berupa RPP
(terlampir) dibuat berdasarkan silabus. Di bawah ini disajikan langkah-
langkah implementasi pembelajaran novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi sebagai berikut.
1) Pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2 x 45 menit
Pada pertemuan sebelumnya, siswa terlebih dahulu diberi
tugas rumah untuk membaca novel Negeri 5 Menara karya Ahmad
Fuadi.
a) Guru mengajak siswa untuk melanjutkan membaca novel Negeri
5 Menara karya A. Fuadi dan memberi sedikit penjelasan
mengenai isi novel tersebut (alokasi waktu 45 menit)
Membaca novel memerlukan waktu yang cukup lama,
oleh karena itu guru mengajak siswa untuk menyelesaikan
membaca di luar jam sekolah.
160
b) Guru memberikan teori dan mendiskusikan identifikasi unsur
intrinsik novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi yang terdapat
dalam karya sastra. (alokasi waktu 45 menit)
Guru pada tahap ini dapat menggunakan metode ceramah
untuk menyampaikan teori tentang unsur intrinsik (dalam hal ini
memfokuskan pada tema dan aspek fakta cerita yang terdapat
pada unsur pembangun novel. Metode ceramah dilakukan
dengan penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswa yang
pelaksanaanya dapat dibantu dengan alat bantu mengajar untuk
lebih memperjelas materi yang disampaikan. Selanjutnya
kegiatan juga menggunakan metode diskusi dengan cara
pengelompokkan. Siswa dibagi menjadi empat kelompok,
kemudian masing-masing kelompok mendiskusikan unsur
intrinsik (dalam hal ini menekankan aspek fakta cerita, yakni
tokoh dan penokohan, alur dan latar) yang terdapat pada novel
Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Dengan kegitan ini siswa tidak
hanya berpegang pada hasil pemikiran sendiri, tetapi juga dapat
memberi dan menerima masukan terhadap jawaban atau hasil
pemikiran teman.
2) Pertemuan kedua dengan alokasi waktu 2 x 45 menit.
a) Guru menugaskan siswa untuk menganalisis unsur intrinsik
(dalam hal ini tema dan aspek fakta cerita yang terdiri dari tokoh
161
dan penokohan, alur dan latar) yang terdapat pada novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi (alokasi waktu 45 menit)
Pada tahap ini siswa mendapatkan tugas dari guru untuk
menganalisis unsur pembangun novel pada tema dan fakta cerita
yang terdapat pada novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
dengan metode analisis isi. Metode analisis isi merupakan teknik
penelitian dengan menguraikan isi dari objek yang diteliti.
b) Guru menugaskan siswa untuk mendiskusikan hasil analisis tema
dan unsur fakta cerita, yakni tokoh dan penokohan, alur dan latar
dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi (alokasi waktu 45
menit).
Berpijak pada pendapat Rahmanto (1988: 82), implementasi
pembelajaran sastra dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
sebagai materi pembelajaran di kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo
dapat disiapkan tata cara penyajian melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut:
1) Pelacakan Pendahuluan
a) Guru terlebih dahulu mempelajari materi novel Negeri 5 Menara
karya A. Fuadi yang akan diajarkan untuk memperoleh
pemahaman awal tentang novel yang akan diajarkan
b) Guru memberikan sedikit penjelasan mengenai pengarang novel
Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
162
c) Guru memberikan sedikit penjelasan mengenai isi cerita dalam
novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
Guru: “Novel Negeri 5 Menara merupakan novel berdasarkan
kisah nyata. Novel ini menceritakan riwayat hidup dari seorang
siswa tamatan SMP bernama Alif Fikri. Ia seorang yang ingin
merangkai cita-cita di SMA dan menamatkannya di ITB, tetapi
dilain pihak, ia mendapat penolakan keras dari sang Ibunda.
Amaknya (sebutan ibu dari orang Minang) ingin ia melanjutkan
pendidikan di Pondok. Atas saran dari pamannya, akhirnya ia
berdamai dengan nasib, ia merantau jauh ke tanah jawa menuju
suatu tempat yang disebut Pondok Madani. Di situlah awal
pertemuan ia mengetahui kehidupan belajar yang sangat
berkualitas. Karena di bimbing oleh guru-guru yang sangat
kompeten bahkan lulusan Universitas Al-Azhar Kairo melalui
konsep yang mereka percayai ‘man jadda wajadda’ (siapa yang
bersungguh-sungguh pasti berhasil).
2) Penentuan Sikap Praktis
a) Guru menjelaskan kepada siswa tentang novel Negeri 5 Menara
karya A. Fuadi.
Guru “ Novel Negeri 5 Menara cukup tepat untuk disajikan
karena memiliki cerita yang menarik dan mudah untuk
dimengerti.
163
b) Guru menjelaskan teori kepada siswa dalam menentukan unsur
intrinsik (dalam hal ini menekankan pada tema dan unsur fakta
cerita, yakni tokoh dan penokohan, alur dan latar) yang terdapat
dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.
3) Introduksi
a) Guru mengucapkan salam, kemudian bertanya mengenai novel
Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.
Guru “Selamat pagi anak-anak, melalui novel Negeri 5 Menara
karya A. Fuadi ini ibu mengajak kalian untuk bisa menikmati
nilai estetika dalam novel ini, sebagai salah satu karya sastra
novel ini merupakan salah satu novel yang perlu dikaji sebagai
contoh nilai positif karakter tokoh utama. Seluruh siswa
diharapkan lebih dapat mencerna dari isi dan makna yang
terdapat dalam novel tersebut, karena menyangkut persoalan
nilai positif karakter tokoh dan perilaku melalui tauladan-
tauladan yang ada di dalam cerita novel Negeri 5 Menara karya
A. Fuadi.
b) Guru memberi tugas dan menyuruh siswa untuk membentuk
kelompok
Guru”sekarang kalian membentuk kelompok, setiap kelompok
beranggotakan empat atau lima orang siswa mendiskusikan dan
menentukan fakta cerita yang ada dalam novel Negeri5 Menara
karya A. Fuadi
164
4) Penyajian
a) Guru membuat daftar pertanyaan pada siswa sesuai dengan
pemahaman membaca novel Negeri 5 Menara yang telah
dibaca di rumah.
Pertanyaan-pertanyaan kurang lebih seperti ini:
(1) Pada bagian mana cerita itu dimulai?
(2) Siapakah tokoh-tokoh dalam novel tersebut?
b) Guru sebaiknya menggunakan cara yang bervariasi agar materi
yang disajikan lebih menarik sehingga siswa tidak jenuh
5) Diskusi
Untuk mengakhiri pembelajaran novel ini dapat dilakukan
dengan diskusi kelompok dan dipresentasikannya, baik secara lisan
maupun tertulis berdasrkan topik-topik yang dapat dipahami siswa
melalui kegiatan tersebut.
a) Bagaimana pendapat Anda terhadap tokoh utama dalam novel
tersebut?
b) Diskusikan nilai estetika yang terdapat dalam novel Negeri 5
Menara karya A. fuadi?
6) Pengukuhan
Pengukuhan adalah tahap pematangan pemahaman. Untuk
memperoleh pemahaman yang mendalam, siswa perlu diberi
informasi gambaran singkat tentang cerita sejarah yang terjadi dalam
novel tersebut.
165
a) Guru menyuruh siswa membuat ringkasan novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi.
b) Guru memberikan saran da tanggapan untuk menyempurnakan
catatan tersebut.
Dari langkah-langkah pembelajaran di atas dapat dirumuskan
implementasi pembelajaran sastra di kelas XI SMA dengan materi aspek
fakta cerita pada novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi sebagai berikut.
1. Pertemuan pertama dengan alokasi waktu 2 x 45 menit.
Pada pertemuan sebelumnya, siswa terlebih dahulu diberi
tugas rumah untuk membaca, memahami, dan mengidentifikasi
unsur intrinsik (dalam hal ini menekankan tema dan unsur fakta
cerita, yakni tokoh dan penokhan, alur dan latar) yang terdapat
dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.
a. Kegiatan awal (alokasi waktu 10 menit)
Guru : ‘Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
Siswa : “Wa’alaikumusalam warahmatulahi wabarakatuh.”
Guru : “Selamat pagi, anak-anak?
Siswa : (Serentak ) “Selamat pagi. Bu.”
Guru : “Baiklah anak-anak sebelum kita melaksanakan kegiatan
belajar hari ini, marilah kita awali berdoa dengan membaca
Basmalah bersama-sama.”
Siswa dan guru : “Bismillahirah manirrahim.”
166
Guru : “Kalian sudah membaca novel Negeri 5 Menara,
bagaimana dengan ceritanya? Sangat menarik bukan?.
Membaca novel memang membutuhkan waktu yang cukup
lumayan lama tapi akan mendatangkan keasyikan
tersendiri. Seorang pembaca novel yang apresiatif pasti
akan berusaha mendalami isi ceritanya. Pembaca akan
menelusuri unsur intrinsik karya sastra yang terdiri dari,
tema, fakta cerita, dan sarana sastra.
Nah, pada pembelajaran kali ini kalian akan diajak
mengapresiasikan novel yang sudah kalian baca. Pada
pertemuan kali ini unsur yang akan kita bahas adalah
mengidentifikasikan unsur-unsur intrinsik (dalam hal ini
menekankan pada tema dan unsur aspek fakta cerita, yakni
tokoh dan penokohan, alur dan latar).
Siswa : “(SERENTAK)” Sudah Bu. Baru sebagian saja.
b. Kegiatan inti (alokasi waktu 70 menit)
(a) Guru menyampaikan materi mengenai unsur intrinsik (dalam
hal ini menekankan pada aspek fakta cerita, yakni tokoh dan
penokohan, alur dan latar) (alokasi waktu 15 menit)
Pada tahap ini guru menggunakan metode ceramah
untuk menyampaikan teori tentang unsur intrinsik (dalam hal
ini menekankan aspek fakta cerita, yakni tokoh dan
penokohan, alur dan latar) yang terdapat dalam karya sastra.
167
Guru : “Anak-anak pelajaran kita hari ini ini adalah
pembelajaran sastra (novel). Ibu akan
menyampaikan sedikit tentang materi unsur
intrinsik (dalam hal ini menekankan pada aspek
fakta cerita, yakni tokoh dan penokohan, alur dan
latar) yang terdapat dalam karya sastra (novel )
tersebut.”
Siswa : Siswa memperhatikan penjelasan dari guru
Guru : Hari ini materinya yang saya sampaikan mengenai
unsur fakta cerita, yakni tokoh dan penokohan, alur
dan latar.
(1) Tokoh dan Penokohan
Tokoh nerupakan pelaku dalam cerita, sedangkan
penokohan merupakan teknik atau cara pengarang
menampilkan tokoh.
Tokoh berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi lima
yaitu sebagai beriku.
1. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan
penceritaannya dalam novel yang bersangkutan.
Penggambaran tokoh utama banyak berhubungan dengan
tokoh lain dan sering muncul dalam cerita. Tokoh
tambahan adalah tokoh yang sedikit dimunculkan dalam
168
cerita, kehadirannya jika ada keterkaitannya dengan
tokoh utama.
2. Tokoh Protagonis dan Antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi
yang salah satu jenisnya secara popular disebut tokoh
hero yang merupakan pengejawantahan norma-norma,
nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis
biasanya menarik simpati pembaca. Tokoh antagonis
adalah tokoh yang selalu menyebabkan konflik bagi
tokoh protagonis.
3. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya
memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak
yang tertentu saja. Tokoh bulat adalah tokoh yang
memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi
kehidupannya, sisi kepribadian, dan jati dirinya.
4. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Tokoh statis adalah tokoh yang memiliki sikap
dan watak yang relatif tetap, tak berkembang, sejak awal
sampai akhir cerita. Tokoh berkembang adalah tokoh
cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan
perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan
perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan.
169
5. Tokoh Tipikal dan tokoh Netral
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit
ditampilkan keadaan individualitasnya. Tokoh netral
adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu
sendiri.
Terdapat dua metode untuk menggambarkan
penokohan, yaitu sebagai berikut.
1. Metode analitis, yaitu watak tokoh dapat disimpulkan
dengan memerikan ciri lahir atau fisik maupun batin
tokoh.
2. Metode dramatik, yaitu watak tokoh dapat
digambarkan dengan disimpulkan dari pikiran,
cakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang.
(2) Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa yang saling
sambung –sinambung hingga membentuk suatu cerita dan
terbentuk melalui hubungan sebab-akibat.
Struktur alur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai
berikut.
1) Tahap Awal
(1) Paparan (exposition), yaitu peristiwa awal dan
gambaran masalah yang dihadapi tokoh.
170
(2) Rangsangan (inciting moment),yaitu alur yang
mengarah pada terjadinya tindakan awal tokoh.
(3) Gawatan (rising action), yaitu alur yang menunjukkan
gerak menanjak masalah.
2) Tahap Tengah
(1) Tikaian (confict), yaitu menggambarkan perbedaan
sikap, keinginan, dan pandangan masalah para
tokoh.
(2) Rumitan (complication), yaitu menunjukkan tikaian
yang semakin tajam dan rumit.
(3) Klimaks (climax), yaitu menunjukkan ketajaman
konflik yang dihadapi para tokoh.
3) Tahap Akhir
(1) Leraian (falling action), yaitu gambaran mulai
cairnya kebekuan dan kekakuan sikap para tokoh
yang terjadi hingga klimaks.
(2) Selesaian (denaument), yaitu gambaran nasib para
tokoh terhadap penyelesaian.
(3) Latar
Latar merupakan tempat atau waktu kapan dan di
mana peristiwa sebuah cerita berlangsung.
Unsur latar dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
171
1. Latar tempat, yaitu ,lokasi terjadinya peristiwa yang
di ceritakan dalam sebuah karya sastra.
2. Latar waktu, yaitu berhubungan dengan “kapan”
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya sastra.
3. Latar sosial, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan social masyarakat di suatu tempat
yang diceritakan dalam karya sastra.
Siswa : mencatat hal-hal penting tentang teori yang
telah disampaikan
(b) Guru membagi siwa menjadi beberapa kelompok untuk
berdiskusi menentukan dan identifikasi unsur fakta cerita,
yakni tokoh dan penokohan, alur dan latar dalam novel
Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. (alokasi waktu 30 menit)
Pada kegiatan ini metode yang digunakan adalah
metode diskusi. Siswa dibagi menjadi 5 kelompok kemudian,
masing-masing kelompok diminta untuk mendiskusikan
dengan mengidentifikasi unsur fakta cerita, yakni tokoh dan
penokohan, alur dan latar dalam novel Negeri 5 Menara
karya A. Fuadi.
Guru : “Anak-anak sekarang ibu minta kalian membentuk
kelompok. Karena jumlah siswa dikelas ini
berjumlah 23 orang, bagilah menjadi 5 kelompok
172
dan masing-masing terdiri dari 5 orang, yang 2
kelompok terdiri dari dari 4 orang. Untuk
menghemat waktu , baiklah dimulai dari baris
paling depan, berhitung satu sampai lima hitungan”.
(keterangan setelah selesai berhitung sampai lima,
diikuti siswa berikutnya menyebut lagi dari angka
satu sampai lima dan seterusnya sampai selesai.
Sesuai dengan angka yang disebutnya, yang
menyebut angka satu, masuk ke kelompok satu dan
selanjutnya yang lain mengikuti).
Siswa : “Siap Bu” (catatan: Seluruh kelompok berdiskusi
dengan anggota masing-masing).
Guru : “Dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
pengarang menggunakan latar apa saja?
(c) Guru memberi tugas kepada siswa untuk
mempresentasikan hasil pekerjaan melalui perwakilan
kelompok (alokasi waktu 25 menit)
Guru : “Anak-anak mohon perhatiannya, silahkan masing-
masing kelompok maju secara bergiliran untuk
mempresentasikan hasil diskusi. Setiap kelompok
dengan seluruh anggotanya maju ke depan
kemudian salah satu dari anggota menyampaikan
hasil diskusi kelompoknya. Langkah selanjutnya,
173
kelompok yang lain boleh menanggapi dan
menanyakannya. Masing-masing kelompok diberi
waktu kurang lebih sepuluh menit. Manfaatkan
kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
Siswa : (Serentak ) “siap, Bu.”
Guru : “Silakan Eko dari kelompok II.’
Siswa : “latar yang dipakai dalam novel tersebut adalah,
latar tempat, latar waktu dan latar sosial.(catatan:
Salah satu siswa mewakili kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi)
c. Kegiatan Akhir (alokasi 10 menit)
(a) Guru memberikan komentar tanggapan dan menerangkan
kembali pelajaran yang didiskusikan (alokasi 5 menit)
(b) Guru memberikan kesimpulan materi pembelajaran fakta
cerita dan mengakhiri pembelajaran (alokasi 5 Menit)
Guru : “Baiklah anak-anak berhubung waktunya sudah
habis, pembahasan materi dan diskusi kali ini kita
lanjutkan pada pertemuan berikutnya. Untuk itu, ibu
mohon di rumah mempelajarinya kembali. Terimah
kasih atas perhatiannya. “Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.”
Siswa : “Wa’alaikumussalam
warahmatulahi wabarakatuh.”
174
1. Pertemuan kedua dengan alokasi waktu 2 x 45 menit
Seperti halnya pertemuan pertama, pertemuan kedua
dilakukan dengan pembahasan menganalisis fakta cerita, yakni tokoh
dan penokohan, alur dan latar yang terdapat dalam novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi.
a. Kegiatan Awal (alokasi waktu 10 menit)
Guru : ‘Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
Siswa : “Wa’alaikumusalam warahmatulahi wabarakatuh.”
Guru : “Selamat pagi, anak-anak?
Siswa : (Serentak ) “Selamat pagi. Bu.”
Guru : “Baiklah anak-anak sebelum kita melaksanakan kegiatan
belajar hari ini, marilah kita awali berdoa dengan membaca
Basmalah bersama-sama.”
Siswa dan guru : “Bismillahirah manirrahim.”
Guru : “Anak-anak pada pertemuan kemarin kita membahas unsur
intrinsik (dalam hal ini menekankan pada aspek fakta
cerita, yakni tokoh dan penokohan, alur dan latar) dengan
menentukan unsur-unsur tersebut pada karya sastra novel
Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Apakah masih ingat
pengertian tokoh itu apa?
Siswa : “Tokoh adalah pelaku dalam sebuah cerita.”
Guru : Apa yang dimaksud dengan alur?
175
Siswa : Alur adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk
mencapai efek tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh
hubungan temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal
atau sebab akibat
b. Kegiatan Inti (alokasi 70 menit)
(a) Guru memberikan materi tambahan tentang unsur
intrinsik (dalam hal ini menekankan pada aspek fakta
cerita, yakni tokoh dan penokohan, alur dan latar)
(alokasi waktu 15 menit)
Pada tahap ini guru menggunakan metode ceramah
untuk menyampaikan teori tentang menganalisis unsur
intrinsik (dalam hal ini menekankan aspek fakta cerita, yakni
tokoh dan penokohan, alur dan latar) yang terdapat dalam
karya sastra.
Guru : “Anak-anak pelajaran kita hari ini adalah
melanjutkan materi sebelumnya, kemarin Anda
sudah dapat mengidentifikasi unsur-unsur
intrinsiknya, sekarang dilanjutkan untuk
menganalisis perwatakan terhadap tokoh-tokoh
yang ada dalam novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi.
Siswa : Siswa memperhatikan penjelasan dari guru
176
Guru : “Agar pembaca memahami watak dari tokoh-tokoh
yang ditampilkan, ada beberapa cara yang
dilakukan oleh seorang pengarang:
1. Secara analitik, yaitu pengarang langsung menampilkan
tentang watak atau karakter tokoh. Pengarang
menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras
kepala, penyanyang dan sebagainya.
2. Secara dramatik, pengarang membiarkan para pelaku
bergerak sendiri secara dramatis dengan demikian
pembaca harus menafsirkan para perwatakan pelaku yang
menghadapi arus dasar cakapan para tokoh lukisan situasi
sekitar pelaku serta reaksi tokoh terhadap peristiwa yang
dihadapinya
Siswa : mencatat hal-hal penting tentang teori yang telah
disampaikan
(b) Guru membagi siwa menjadi beberapa kelompok untuk
mendiskusikan hasil analisis terhadap unsur fakta cerita,
yakni tokoh dan penokohan, alur dan latar dalam novel
Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. (alokasi waktu 30
menit)
Pada kegiatan ini metode yang digunakan adalah
metode diskusi. Siswa dibagi menjadi 5 kelompok kemudian,
masing-masing kelompok diminta untuk mendiskusikan
177
dengan menganalisis unsur fakta cerita, yakni tokoh dan
penokohan, alur dan latar dalam novel Negeri 5 Menara
karya A. Fuadi.
Guru : “Anak-anak sekarang ibu minta kalian membentuk
kelompok. Karena jumlah siswa dikelas ini
berjumlah 23 orang, bagilah menjadi 5 kelompok
dan masing-masing terdiri dari 5 orang, yang 2
kelompok terdiri dari dari 4 orang. Untuk
menghemat waktu , baiklah dimulai dari baris
paling depan, berhitung satu sampai lima hitungan”.
(keterangan setelah selesai berhitung sampai lima,
diikuti siswa berikutnya menyebut lagi dari angka
satu sampai lima dan seterusnya samapai selesai.
Sesuai dengan angka yang disebutnya, yang
menyebut angka satu, masuk ke kelompok satu dan
selanjutnya yang lain mengikuti).
Siswa : “(SERENTAK) Siap Bu”(catatan: Seluruh siswa
mempersiapkan untuk diskusi kelompok)
Guru : Tokoh utama Alif Fikri dalam novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi memiliki watak yang apa
saja, sebutkan?
Siswa : Alif Fikri memiliki watak, jujur, sabar, disiplin,
kerja keras, tidak mudah putus asa dan mandiri.
178
Guru : “Sekarang silakan Anda menganalis pelukisan
perwatakan dengan menggunakan teknik analitis
dalam tokoh utama Alif Fikri yang terdapat pada
kutipan sebagai berikut
[ ] “Ayo Lif, mari kita segera serbu dapur umum. Hari inimenunya rendang…’” prokalamir said sambil mengangkatpiring dan gelas plastiknya tinggi-tinggi. Di Pm, dapur tidakmenyediakan alat makan, kami harus membawa piring dangelas sendiri-sendiri. Untuk mendapatkan lauk kami harusmembawa potongan kupon makan. Setiap bulan kamimendapat selembar kertas besar seperti kalender yangmemuat angka dari satu sampai tiga puluh satu. Setiap kalimakan kami membawa sobekan angka yang sesuai dengantanggal hari itu.
“Intadzir. Tunggu. Saya lupa di mana menaruh kuponmakan,” balasku sambil mengaduk-aduk lemari.
“cepat, kita akan kalah dengan asrama sebelah!”
“Iya, tapi saya tidak punya kupon.”
“Ma fisy.Tidak ada. Ya nasib hari ini kurang baik,” gumamkuberlalu tanpa kupon penting ini. Sambil menenteng piringdan gelas masing-masing, kami berlari-lari kecil ke dapurumum. Kalau kami terlambat sedikit saja, antrian bisamengular samapai ke halaman dapur.
Kami antri di depan loket makan yang mirip dengan lokettiket kereta api. Di balik loket yang dibatasi kawat ini telahmenunggu tiga orang petugas, dua orang mbok kebaya danbersarung jawa dan satu lagi kak Saif, pengurus dapur umum.
Mbok dapur pertama menuang nasi, mbok kedua menuangsayur dan susu cokelat dan kak Saif seharusnya memberikanyang aku tunggu-tunggu: rendang. Dengan muka memelasaku menyorongkan piring berisi nasi. Dia tidak bereaksisama sekali melihat aku tidak memperlihatkan kupon.
“Maaf Kak, kupon saya hilang.”
“Akhi, sudah tahu aturannya, kan? Tidak ada kupon tidak adarendang.”
179
“Baru sekali ini hilang, Kak.”Dia menggeleng dengan mukadatar seperti tembok.
“Ayolah Kak, tolong dibantu…sudah seminggu sayaterbayang–bayang rendang…’” aku mencoba melancarkanbujuk rayu.
Dengan muka kesal, akhirnya tangannya bergerak ke piringrendang. Mungkin dia iba melihat mukaku yang memelas.Aku bersorak dalam hati.
“Kuahnya saja cukup ya!” Memang nasibku tidak baik hariini. Melihat aku tidak bisa menikmati menu istimewa ini,kawan-kawanku yang baik hati menyumbang serpihan-serpihan rendang mereka (Negeri 5 Menara, 2011: 120-122)
(c) Guru memberi tugas kepada siswa untuk mempresentasikan
hasil pekerjaan melalui perwakilan kelompok (alokasi waktu
25 menit)
Guru : “Anak-anak mohon perhatiannya, silahkan masing-masing
kelompok maju secara bergiliran untuk mempresentasikan
hasil diskusi. Setiap kelompok dengan seluruh anggotanya
maju ke depan kemudian salah satu dari anggota
menyampaikan hasil diskusi kelompoknya. Langkah
selanjutnya, kelompok yang lain boleh menanggapi dan
menanyakannya. Masing-masing kelompok diberi waktu
kurang lebih sepuluh menit. Manfaatkan kesempatan itu
dengan sebaik-baiknya.
Siswa : (Serentak ) “siap, Bu.”
Guru : “Silakan dari kelompok II.”
Siswa : Teknik pelukisan analitik tokoh Alif Fikri dilakukan secara
langsung oleh pengarang yang berwujud penuturan yang
180
bersifat deskriptif. Tokoh Alif Fikri memiliki sifat jujur,
karakter kejujurannya terlihat pada kutipan “Maaf Kak,
kupon saya hilang.”ditunjukkan melalui pecakapan dengan
kak Saif.
d. Kegiatan Akhir (alokasi 10 menit)
(a) Guru memberikan komentar siswa serta tanggapan dan
menerangkan kembali pelajaran yang didiskusikan
(alokasi 5 menit)
Guru : Dari apa yang sudah kita pelajari tadi, apakah ada yang
belum Anda mengerti?
Siswa : “Sudah Bu”
(b) Guru memberikan kesimpulan materi pembelajaran fakta
cerita dan mengakhiri pembelajaran (alokasi 5 Menit)
Guru : “Baiklah anak-anak berhubung waktunya sudah selesai,
pembahasan materi dan diskusi kali ini kita akhiri pada
pertemuan ini. Untuk itu, ibu mohon semuanya di rumah
mempelajarinya kembali. Terima kasih atas perhatiann.
“Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
Siswa :“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.”
h. Sumber Belajar
Sumber belajar yang dipakai dalam pembelajaran sastra adalah
sumber belajar yang ada kaitannya dengan sastra, pribadi guru serta
181
masyarakat. Selain itu biasanya setiap siswa diwajibkan memiliki buku
paket (buku pelajaran) dan sumber lainnya misalnya media cetak yang
isinya tentang sastra, buku penunjang hasil karya sastra dan siswa juga
dapat mengakses melalui media elektronik seperti internet.
Sumber belajar atau media dalam pembelajaran sastra khususnya
novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi sebagai berikut.
1) Buku pelajaran bahasa Indonesia yang diwajibkan
Buku bahasa Indonesia SMA terkait dengan unsur intrinsik
dapat digunakan sebagai sumber belajar. Pemilihan buku tersebut tentu
harus disesuaikan dengan kriteria pemilihan bahasa, penggunaan
kosakata, tata bahasa, urutan penyampaian bahan, dan evaluasi harus
memahami standar bahan pembelajaran. Adapun buku pelajaran
bahasa Indonesia yang wajib dimiliki siswa kelas XI SMA, yaitu
Kompeten Bahasa dan Sastra Indonesia terbit tahun 2007 dan
diterbitkan oleh Erlangga.
2) Buku Pelengkap
Buku pelengkap bersifat sebagai buku acuan materi belajar, isi
buku tersebut benar-benar mendukung materi yang dipelajari antara
lain LKS bahasa Indonesia kelas XI semester I tim penyusun MGMP
Alfa Betha Purworejo.
i. Evaluasi
Penilaian proses dan hasil sastra di SMA dapat berlangsung
melalui kegiatan, baik lisan maupun tertulis. Evaluasi yang digunakan
182
dalam pembelajaran novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi secara tertulis
dengan menggunakan tes uraian atau esai. Tes esai adalah sejenis tes
kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan
atau uraian kata-kata. Evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari keseluruhan proses belajar mengajar, evaluasi
dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dalam
memahami dan mendalami materi yang dijelaskan peneliti.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
adalah upaya untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mengalami
kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan pembelajaran.
Soal bentuk tes esai :
1. Unsur pembangun sebuah novel mencakup tiga bagian yakni, fakta
cerita, tema, dan sarana sastra. Jelaskan apa yang dimaksud dengan fakta
cerita?
2. Bagaimana penggambaran watak tokoh Alif Fikri dalam kutipan novel
Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dibawah ini!
[ ] “Ayo Lif, mari kita segera serbu dapur umum. Hari ini menunyarendang…’” prokalamir said sambil mengangkat piring dan gelasplastiknya tinggi-tinggi. Di Pm, dapur tidak menyediakan alatmakan, kami harus membawa piring dan gelas sendiri-sendiri. Untukmendapatkan lauk kami harus membawa potongan kupon makan.Setiap bulan kami mendapat selembar kertas besar seperti kalenderyang memuat angka dari satu sampai tiga puluh satu. Setiap kalimakan kami membawa sobekan angka yang sesuai dengan tanggalhari itu.
“Intadzir. Tunggu. Saya lupa di mana menaruh kupon makan,”balasku sambil mengaduk-aduk lemari.
“cepat, kita akan kalah dengan asrama sebelah!”
183
“Iya, tapi saya tidak punya kupon.”
“Ma fisy.Tidak ada. Ya nasib hari ini kurang baik,” gumamkuberlalu tanpa kupon penting ini. Sambil menenteng piring dan gelasmasing-masing, kami berlari-lari kecil ke dapur umum. Kalau kamiterlambat sedikit saja, antrian bisa mengular samapai ke halamandapur.
Kami antri di depan loket makan yang mirip dengan loket tiketkereta api. Di balik loket yang dibatasi kawat ini telah menunggutiga orang petugas, dua orang mbok kebaya dan bersarung jawa dansatu lagi kak Saif, pengurus dapur umum.
Mbok dapur pertama menuang nasi, mbok kedua menuang sayur dansusu cokelat dan kak Saif seharusnya memberikan yang aku tunggu-tunggu: rendang. Dengan muka memelas aku menyorongkan piringberisi nasi. Dia tidak bereaksi sama sekali melihat aku tidakmemperlihatkan kupon.
“Maaf Kak, kupon saya hilang.”
“Akhi, sudah tahu aturannya, kan? Tidak ada kupon tidak adarendang.”
“Baru sekali ini hilang, Kak.”Dia menggeleng dengan muka datarseperti tembok.
“Ayolah Kak, tolong dibantu…sudah seminggu saya terbayang–bayang rendang…’” aku mencoba melancarkan bujuk rayu.
Dengan muka kesal, akhirnya tangannya bergerak ke piring rendang.Mungkin dia iba melihat mukaku yang memelas. Aku bersorakdalam hati.
“Kuahnya saja cukup ya!” Memang nasibku tidak baik hari ini.Melihat aku tidak bisa menikmati menu istimewa ini, kawan-kawanku yang baik hati menyumbang serpihan-serpihan rendangmereka (N5M, 2011: 120-122)
3. Bagaimana pengarang menggambarkan watak tokoh Alif Fikri dengan
cara teknik analitik dan teknik dramatik dalam kutipan di atas!
4. Jelaskan latar cerita novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dalam
kutipan di atas!
5. Bagaimana alur cerita dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
184
BAB VPENUTUP
Dalam bab V ini disajikan simpulan dan saran. Simpulan berisi ulasan
singkat hasil analisis data dari penelitian, sedangkan saran merujuk pada
pemanfaatan penelitian baik guru, siswa, sekolah dan /atau peneliti selanjutnya.
A. Simpulan
Berdasarkan uraian pada analisis data hasil pembahasan, penelitian ini
menghasilkan simpulan sebagai berikut.
1. Tema dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi adalah pencapaian
keberhasilan dalam kesungguhan dan keyakinan yang membawanya pada
sebuah kelulusan dari pesantren, dan unsur fakta cerita terdiri dari: (a) tokoh
dan penokohan yaitu tokoh utama adalah Alif Fikri dilukiskan dengan
metode dramatik yaitu menggambarkan sikap kegigihan Alif ketika
berusaha mempertahankan keinginannya untuk melanjutkan pendidikannya
ke sekolah menengah atas (SMA) yang ditentang oleh Amak (ibunda),
sedangkan tokoh tambahan dibatasi pada beberapa tokoh yang berpengaruh
dalam novel; (b) Alur yang digunakan pengarang yaitu alur mundur karena
keseluruhan cerita yang mengisahkan Alif Fikri remaja ketika di pesantren
merupakan flash back atau sorot balik yang dilakukan Alif dewasa; (c) Latar
dalam novel Negeri 5 Menara yakni latar fisik dan latar sosial. Latar fisik
berupa daerah dan gedung tempat Alif menuntut ilmu di PM sangat
184
185
dominan, sedangkan latar sosial yang dominan adalah kehidupan sehari-hari
di pesantren dengan konsep man jadda wajadda. Kepaduan ketiga unsur
antara tokoh dan penokohan, latar, maupun alur ceritanya membentuk satu
kesatuan yang padu sehingga menciptakan suatu keindahan.
2. Keterkaitan antarunsur dalam novel Negeri 5 Menara antara tema dan fakta
cerita yakni, tema dengan tokoh, tema dengan alur, tema dengan latar, tokoh
dengan alur, tokoh dengan latar, alur dengan latar saling mendukung dalam
membangun totalitas cerita yang harmonis, logis, dan menarik.
3. Implementasi analisis tema dan fakta cerita dalam novel Negeri 5 Menara
karya Ahmad Fuadi dapat dijadikan alternatif pemilihan bahan materi kelas
XI SMA Negeri 10 Purworejo, karena mempunyai nilai estetis, dan
mencerminkan nilai-nilai positif, yang dapat dijadikan sebagai bahan
pembelajaran sastra yang tercantum dalam standar kompetensi, kompetensi
dasar, dan indikator sebagaimana dijelaskan dalam kurikulum. Nilai-nilai
positif berbakti kepada orang tua, disiplin, dikemas dalam struktur cerita
sehingga tidak bersifat menggurui. Pembelajaran analisis tema dan fakta
cerita di SMA Negeri 10 Purworejo dengan langkah-langkah sebagai berikut
(a) kegiatan awal yang dilakukan satu minggu sebelumnya siswa disuruh
membaca novel; (b) kegiatan inti yang dilakukan siswa diberi tugas
mengidentifikasi dan menganalisis tema dan fakta cerita; dan (c) kegiatan
akhir yang dilakukan guru merefleksi hasil pembelajaran.
186
B. Saran
Penulis menyampaikan saran kaitannya dengan hasil penelitian. Saran-
saran tersebut mengarah pada sekolah, guru, siswa, dan peneliti selanjutnya.
1. Bagi sekolah
Sekolah perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada guru
mata pelajaran khususnya bahasa dan sastra Indonesia untuk dapat
menggunakan strategi metode pembelajaran yang mampu meningkatkan
kreativitas, semangat, dan motivasi siswa dalam kegitan pembelajaran.
2. Bagi Guru
Guru memiliki kewajiban menumbuhkembangkan kecintaan siswa
terhadap mata pelajaran, khususnya mata pelajaran bahasa dan satra
Indonesia. Oleh sebab itu, guru harus memiliki metode pembelajaran yang
tepat dan memilih bahan pembelajaran yang relevan. Dalam hal ini, metode
campuran dapat dipilih dan diterapkan sebagai metode pembelajaran.
Sebagai bahan atau materi pembelajran dapat digunakan analisis tema dan
fakta cerita dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Hal tersebut
berdasar pada pertimbangan bahwa novel tersebut mencerminkan nilai-nilai
positif, mempunyai nilai estetik, dan mudah dipahami, sehingga siswa lebih
mudah menangkap pesan-pesan yang terdapat didalamnya kemudian meng-
implementasikan dalam kehidupan sosialnya.
3. Bagi Siswa
Siswa meningkatkan motivasi dan semangat belajar supaya dapat
memahami arti penting pembelajaran sastra. Selanjutnya, siswa dapat
187
mencontoh nilai-nilai positif yang terdapat dalam novel tersebut diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Terobosan baru dalam penelitian-penelitian yang senada hendaknya
perlu dilahirhadirkan demi memajukan dunia pendidikan. Oleh sebab itu,
bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan penelitian ini sebagai bahan
perbandingan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta.
Fuadi, A. 2012. Negeri 5 Menara. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Jauhar, M. 2011. Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Konstrutivistik.Jakarta: Prestasi pustaka PUBLISHER.
Lestariningtyas, Desti. 2010. “Analisis struktural novel More Than Love tak Cumacinta karya Prie GS dan pembelajarannya di kelas X SMA”. Skripsi.Purworejo: Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Lubis, Mochtar. 1978. Teknik Mengarang. Jakarta: Balai Pustaka
Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung : Rosda.
Majid, Hasan. 2011. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan StandarKompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Mulyasa, E. 2011. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung: PTRemaja Rosdakarya Offset.
Muslich, Mansnur. 2009. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi danKontekstual. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.
Panuti,Sudjiman. 1988. Memahami CeritaRekaan. Jakarta: Gramedia.
Pradopo, Rahmat Djoko. 1999. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Pedoman Umum EjaanBahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.
Raharjo, Guntur. 2011. “Struktur novel Memoar Seorang geisha karya ArthurGolden dan implementasinya sebagai bahan Pembelajaran sastra di SMA”.Skripsi. Purworejo: Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Rusyana, Yus. 1982. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: CV. Gunung Larang.
___________. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung:C.V. Diponegoro.
SISDIKNAS. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Ismail. 2009. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang:RASAIL Media group.
Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metoda Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta:Sebelas Maret University Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: DutaWacana University Press.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia EdisiKeempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tischer, Stefan dkk. 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana (terjemahan olehGazali, dkk) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi (terjemahan oleh Sugihastuti, dkk). Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Lampiran 1
Sinopsis
Judul novel : Negeri 5 Menara
Pengarang : Ahmad Fuadi
Penerbit : PT Gramedia Jakarta
Tahun terbit : 2011
Cetakan : Kesebelas
Tebal buku : 423
Alif adalah seseorang pemuda berasal dari keluarga yang sederhana, Alif
masih memiliki darah ulama dari keluarga ibunya. Ia adalah putra minangkabau
yang lulus dari madrasah tsanawiyah dengan nilai yang membanggakan, ia
menduduki nilai terbaik sepuluh besar. Ia memiliki cita-cita yang tinggi, ia
menginginkan menjadi seseorang yang berintelektual tinggi seperti habibie. Ia
sangat mengidolakan tokoh tersebut, sehingga ia sangat menginginkan melanjutkan
studinya ke tingkat SMA.
Alif ingin mempelajari ilmu non agama, setelah tiga tahun ia berkecimpung di
madrasah tsanawiyahnya, untuk mempelajari ilmu agama dan ilmu non agama.
Cita-citanya tidak sejalan dengan keinginan ibunya. Ibunya lebih menginginkan
Alif untuk meneruskan darah keulamaanya menjadi seorang pemimpin seperti Buya
Hamka. Pada awalnya Alif menolak keinginan ibunya, sampai-sampai ia
mengurung diri di kamarnya untuk beberapa hari, dengan setengah hati, ia putuskan
untuk memenuhi keinginan ibunya atas saran pamannya Pak Etek Gindo di Kairo,
Alif kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke Pondok Madani,
sebagai tempat menimba ilmu disebuah pesantren yang terletak di Ponorogo Jawa
Timur.
Alif pun ditemani ayahnya mendaftar ke PM, dan ternyata ia diterima di PM.
Pada awal proses perkenalan di sekolah, ia takjub dengan mantra ampuh yang
diyakini ampuh yakni “ manjadda waa jadda” yang berarti “siapa yang
bersungguh-sungguh akan berhasil. Di rumah barunya ini, ia bertemu dengan
beberapa kawan yang berasal dari berbagai penjuru Indonesia, mereka adalah Raja
dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari bandung, dan
Baso dari Gowa. Dari perkenalan pada awal sekolah di PM berlangsung, membawa
enam putra daerah tersebut menjadi sahabat yang karib. Banyak pengalaman yang
mereka lalui bersama-sama, mulai dari dihukum oleh kakak seniornya dengan
jeweran berantai, hingga pengalaman menjadi penjaga malam.
Hal yang paling berat dijalani di PM adalah pada saat ujian, semua murid
belajar 24 jam nonstop dan hanya beberapa menit tidur. Mereka benar-benar harus
mempersiapkan mental dan fisik yang prima demi menjalani ujian lisan dan tulisan
yang biasanya berjalan selama 15 hari. Namun disela rutinitas di PM yang super
padat dan ketat. Alif dan ke lima selalu menyempatkan diri untuk berkumpul
dibawah menara mesjid , sambil menatap awan dan memikirkan cita-cita mereka
kedepan. Di tahun kedua dan seterusnya kehidupan Alif dan rekan-rekannya lebih
berwarna dan penuh pengalaman menarik. Di PM semua teman, guru, satpam,
bahkan kakak kelas adalah keluarga yang harus saling tolong menolong dan
membantu. Semua terasa begitu kompak dan bersahabat, sampai pada suatu hari
yang tak terduga, Baso , teman alif yang paling pintar dan paling rajin memutuskan
keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan keluarga. Kepergian Baso,
membangkitkan semangat Alif, Atang, Dulmajid, Raja dan Said untuk menamatkan
PM dan menjadi orang sukses yang mampu mewujudkan cita-cita mereka
menginjakkan kaki di benua Eropa dan Amerika
Mereka biasa menunggu maghrib tiba, dengan menghabiskan waktu di masjid.
Tempat di menara masjid para kawanan tersebut menengadah keatas,
memperhatikan awan, dan membayangkan awan-awan itu menjelma menjadi benua
dan Negara impian mereka masing-masing. Dari hal tersebut, mereka disebut
sebagai :para sohibul menara”. Prinsip mereka, jangan pernah meremehkan impian
dan cita-cita meskipun setinggi apaun, karena Tuhan maha mendengar. Keyakinan
mereka atas kekuasaan Tuhan akhirnya terbukti, mereka mencapai cita citanya
untuk ke negeri impian masing-masing. Atang di kairo, Baso yang akhirnya di
mekah, Raja, Alif dan Said di Washington DC, London
Lampiran 2SILABUS
NAMA SEKOLAH : SMA NEGERI 10 PURWOREJOMATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIAKELAS / SEMESTER : XI / ganjilSTANDAR KOMPETENSI : Membaca
7.2Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/terjemahanALOKASI WAKTU : 4 X 45 menit
KOMPETENSIDASAR
MATERIPEMBELAJARAN
KEGIATANPEMBELAJARAN INDIKATOR PENILAIAN ALOKASI
WAKTUSUMBERBELAJAR
7.2 Menganalisisunsur-unsurintrinsik danekstrinsiknovelIndonesia/terjemahan
Novel Indonesia dannovel terjemahan• Unsur-unsur
intrinsik (alur,tema, penokohan,sudut pandang,latar dan amanat)
• Unsur ekstrinsikdalam novelIndonesia/terjemahan (nilai budaya,sosial, moral, dll)
• Membaca novelIndonesia terjemahan
• Menganalisis unsur-unsur ekstrinsik danintrinsik (tema,alur,penokohan, latar,sudut pandang danamanat)novelIndonesia danterjemahan
• Membandingkanunsur ekstrinsik danintrinsic novelterjemahan novelIndonesia dengannovel terjemahan
• Menganalisis unsur-unsurekstrinsik dan intrinsik(tema, alur, penokohan,latar, sudut pandang danamanat) novel Indonesia
• Menganalisis unsur-unsurekstrinsik dan intrinsik(tema, alur, penokohan,latar, sudut pandang danamanat) novel terjemahan
• Membandingkan unsurekstrinsik dan intrinsicnovel terjemahan dengannovel indonesia
Jenis tagihan:• Tugas
individu• Tugas
kelompok• UlanganBentukInstrumen• Uraian
bebas• Pilihan
ganda• Jawaban
singkat
4 x 45menit
• Novelindonesia
• Novelterjemahan.
Lampiran 3
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : SMA NEGERI 10 PURWOREJOMata Pelajaran : Bahasa IndonesiaKelas/Semester : XI / IStandar Kompetensi : Memahami novel IndonesiaKompetensi Dasar : Menganalisis Unsur Intrinsik Naskah NovelAlokasi waktu : 4 X 45 menit ( 2x pertemuan)
1. Tujuan Pembelajaran
a. Pertemuan Pertama:
1) Siswa membaca naskah novel Indonesia dan mendiskusikan unsur-
unsur instrinsik novel (dalam hal ini aspek fakta cerita yakni, tokoh
dan penokohan, alur dan latar)
2) Siswa mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik naskah novel (dalam hal
ini aspek fakta cerita yakni, tokoh dan penokohan, alur dan latar)
b. pertemuan Kedua:
1) Siswa menganalisis unsur fakta cerita yakni, tokoh dan penokohan,
alur, dan latar yang terdapat dalam naskah novel
2) Siswa mendiskusikan unsur fakta cerita yakni, tokoh dan penokohan,
alur dan latar
2. Materi Pembelajaran
a. Naskah Novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
b. Identifikasi unsur intrinsik naskah novel (dalam hal ini aspek fakta cerita
yakni, tokoh dan penokohan, alur dan latar
c. Menganalisis fakta cerita novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
3. Metode Pembelajaran
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Tanya jawab
d. Penugasan
4. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
a. Pertemuan Pertama
1) Kegiatan Awal
a) Tahap Penjelajahan:
(1) Siswa ditanya pengetahuannya mengenai karya sastra (novel)
(2) Siswa ditanya hal apa saja yang menarik dalam naskah novel
(3) Siswa ditanya unsur-unsur yang membangun karya sastra sebuah
naskah novel
2) Kegiatan Inti
b) Tahap Interpretasi:
(1) Siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi
(2) Setiap kelompok disuruh membaca naskah novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi secara bersamaan
(3) Setelah membaca naskah novel tersebut, setiap kelompok
disuruh mencatat dan mendiskusikan unsur-unsur intrinsik yang
ada di dalam novel (dalam hal ini aspek fakta cerita yakni, tokoh
dan penokohan, alur dan latar) dalam novel Negeri 5 Menara
karya A. Fuadi.
(4) Guru memberikan motivasi kepada siswa
(5) Setiap wakil kelompok secara bergantian membacakan unsur
intrinsik (dalam hal ini fakta cerita yakni, tokoh dan penokohan,
alur dan latar) dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
berdasarkan hasil diskusi kelompoknya
(6) Guru memfasilitasi proses diskusi
(7) Anggota kelompok lain memberikan tanggapan
3) Kegiatan Akhir
c) Tahap Rekreasi:
(1) Siswa diminta menyimpulkan unsur instrinsik (dalam hal ini
aspek fakta cerita yakni, tokoh dan penokohan, alur dan latar)
sesuai pemahamannya menggunakan bahasa sendiri
(2) Siswa diminta memberikan pendapatnya berkaitan dengan
manfaat yang diperoleh dari mempelajari karya sastra novel
(3) Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran
(4) Guru menyuruh siswa untuk melanjutkan tugasnya masing di
rumah
(5) Guru mengakhri kegiatan pembelajaran
b. Pertemuan Kedua
1) Kegiatan Awal
a) Tahap Penjelajahan:
(1) Siswa ditanya pengetahuannya mengenai tokoh dan
penokohannya dalam karya sastra novel
(2) Siswa ditanya pengembangan alur dan latar yang digunakan
dalam naskah novel
2) Kegiatan Inti
b) Tahap Interpretasi:
(1) Siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi
(2) Siswa membaca naskah novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
(3) Siswa berdiskusi menganalisis watak tokoh dalam novel Negeri 5
Menara karya A. fuadi
(4) Siswa berdiskusi untuk menganalisis latar dalam novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi
(5) Siswa berdiskusi untuk menganalisis alur dalam novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi
(6) Guru memberikan motivasi kepada siswa
(7) Setiap wakil kelompok secara bergantian membacakan tokoh dan
penokohannya novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
berdasarkan hasil diskusi kelompoknya
(8) Setiap wakil kelompok secara bergantian membacakan
pengembangan alur yang digunakan pengarang dalam naskah
novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi berdasarkan hasil diskusi
kelompoknya
(9) Setiap wakil kelompok secara bergantian membacakan latar
peristiwa yang digunakan dalam naskah novel Negeri 5 Menara
karya A. Fuadi berdasarkan hasil diskusi kelompoknya
(9) Guru memfasilitasi proses diskusi
(10)Anggota kelompok lain memberikan tanggapan
3) Kegiatan Akhir
c) Tahap Rekreasi:
(1) Siswa diminta menyimpulkan hasil analisis tokoh dan
penokohan, alur dan latar dalam novel Negeri 5 Menara karya A.
Fuadi sesuai pemahamannya dengan menggunakan bahasa
sendiri
(2) Siswa diminta memberikan pendapatnya berkaitan dengan
manfaat yang diperoleh dari mempelajari unsur intrinsik karya
sastra novel (dalam hal ini fakta cerita yakni, tokoh dan
penokohan, alur dan latar) dalam naskah novel Negeri 5 Menara
karya A. Fuadi
(3) Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran
(4) Guru membuat kesimpulan, baik yang berupa penguatan maupun
pelurusan
5. Sumber Belajar
a. Naskah novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
b. Buku Teori Pengkajian Fiksi oleh Burhan Nurgiyantoro
c.Buku pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas XI
6. Evaluasi
1) Evaluasi proses
Bacalah naskah novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
2) Evaluasi hasil
a. Unsur pembangun sebuah novel mencakup tiga bagian yakni, fakta
cerita, tema, dan sarana sastra. Jelaskan apa yang dimaksud dengan fakta
cerita?
b. Bagaimana watak tokoh Alif Fikri dalam kutipan novel Negeri 5
Menara karya A. Fuadi di bawah ini!
[ ] “Ayo Lif, mari kita segera serbu dapur umum. Hari ini menunya rendang…’”prokalamir said sambil mengangkat piring dan gelas plastiknya tinggi-tinggi. Di Pm,dapur tidak menyediakan alat makan, kami harus membawa piring dan gelas sendiri-sendiri. Untuk mendapatkan lauk kami harus membawa potongan kupon makan. Setiapbulan kami mendapat selembar kertas besar seperti kalender yang memuat angka darisatu sampai tiga puluh satu. Setiap kali makan kami membawa sobekan angka yangsesuai dengan tanggal hari itu.
“Intadzir. Tunggu. Saya lupa di mana menaruh kupon makan,” balasku sambilmengaduk-aduk lemari.
“cepat, kita akan kalah dengan asrama sebelah!”“Iya, tapi saya tidak punya kupon.”
“Ma fisy.Tidak ada. Ya nasib hari ini kurang baik,” gumamku berlalu tanpa kuponpenting ini. Sambil menenteng piring dan gelas masing-masing, kami berlari-lari kecilke dapur umum. Kalau kami terlambat sedikit saja, antrian bisa mengular samapai kehalaman dapur.Kami antri di depan loket makan yang mirip dengan loket tiket kereta api. Di balikloket yang dibatasi kawat ini telah menunggu tiga orang petugas, dua orang mbokkebaya dan bersarung jawa dan satu lagi kak Saif, pengurus dapur umum.
Mbok dapur pertama menuang nasi, mbok kedua menuang sayur dan susu cokelat dankak Saif seharusnya memberikan yang aku tunggu-tunggu: rendang. Dengan muka
memelas aku menyorongkan piring berisi nasi. Dia tidak bereaksi sama sekali melihataku tidak memperlihatkan kupon.
“Maaf Kak, kupon saya hilang.”“Akhi, sudah tahu aturannya, kan? Tidak ada kupon tidak ada rendang.”
“Baru sekali ini hilang, Kak.”Dia menggeleng dengan muka datar seperti tembok.
“Ayolah Kak, tolong dibantu…sudah seminggu saya terbayang –bayang rendang…’”aku mencoba melancarkan bujuk rayu.Dengan muka kesal, akhirnya tangannya bergerak ke piring rendang. Mungkin dia ibamelihat mukaku yang memelas. Aku bersorak dalam hati.
“Kuahnya saja cukup ya!” Memang nasibku tidak baik hari ini. Melihat aku tidak bisamenikmati menu istimewa ini, kawan-kawanku yang baik hati menyumbang serpihan-serpihan rendang mereka.
c. Bagaimana pengarang menggambarkan watak tokoh Alif Fikri dengan
cara teknik analitik dalam kutipan di atas!
d. Jelaskan latar cerita novel Negeri 5Menara karya A. Fuadi dalam
kutipan diatas!
e. Bagaimana alur cerita dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi?
7. Penilaian
a. Tes tertulis
b.Observasi kinerja atau demonstrasi
c.Tugas
d.Pengukuran sikap
Jenis Tagihan : Tugas kelompok dan ulangan
Bentuk Instrumen : Uraian bebas dan jawaban singkat
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
TeknikPenilaian
BentukPenilaian Instrumen
• Mampu menentukanunsur-unsur intrinsikteks novel (dalam halini aspek fakta ceritayakni, tokoh danpenokohan, alur danlatar)
• Mampu menganalisisteks novel berdasarkanunsur intrinsiknya(dalam hal ini aspekfakta cerita yakni,tokoh danpenokohan,alur danlatar)
Tes tulis
Tes tulis
Uraian
Uraian
1. Jelaskan unsur-unsurintrinsik yang membangunkarya sastra (dalam hal iniaspek fakta cerita, yaknitokoh dan penokohan, alurdan latar)!
2. Bagaimana cara pengarangmenggambarkan wataktokoh melalui teknikanalitik dan dramatik dalamnovel Negeri 5 Menarakarya A. Fuadi!
1) Penilaian kognitif
Siswa menentukan unsur intrinsik novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
(dalam hal ini aspek fakta cerita, yakni tokoh dan penokohan, alur dan latar) :
No Kegiatan Skor
1. Siswa menentukan jenis tokoh2. Siswa menentukan cara pengarang menggambarkan watak tokoh3. Siswa menentukan alur cerita4. Siswa menentukan latar cerita
Kriteria skor:
Setiap jawaban lengkap (5 unsur atau lebih) = 20
Jawaban kurang lengkap = 10
Tidak ada jawaban = 0
2) Penilaian Psikomotorik
Siswa menganalisis unsur intrinsik novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
(dalam hal ini aspek fakta cerita yakni, tokoh dan penokohan, alur dan latar)
No Kegiatan Skor
1. Siswa dapat memahami watak tokoh dalam naskah novel Negeri 5Menara karya A. Fuadi
2. Siswa dapat menyebutkan tokoh berdasarkan jenis tokoh dalamnaskah novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
3. Siswa dapat memahami alur dalam naskah novel Negeri 5Menara karya A. Fuadi
4. Siswa dapat menyebutkan latar dalam naskah novel Negeri 5Menara karya A. Fuadi
Kriteria skor:
Setiap jawaban lengkap (5 unsur atau lebih) = 20
Jawaban kurang lengkap = 10
Tidak ada jawaban = 0
3) PenilaianAfektif
LEMBAR OBSERVASI SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN
Nomor Aspek yang diobservasi Hasil observasi Catatan
Baik Cukup Kurang
1. Apakah siswa tekun
dalam mengikuti proses
pembelajaran?
2. Apakah siswa aktif
dalam bertanya dan
melaksanakan tugas
dengan penuh tanggung
jawab?
Keterangan:
Baik : Sikap yang ditampilkan oleh siswa selama mengikuti pembelajaran
memahami novel sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh guru
Cukup : Sikap yang ditampilkan oleh siswa selama mengikuti pembelajaran
memahami novel sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh guru
Kurang : Sikap yang ditampilkan oleh siswa selama mengikuti pembelajaran
memahami novel sesuai dengan pembelajaran yang dirancang oleh guru
Purworejo, Januari 2013
Mengetahui,Kepala SMA NEGERI 10 PURWOREJO, Guru Mata Pelajaran,
Drs. Wicaksono Agus Purnomo Sa’adahNIP: 19620818198703 1 013
Lampiran1
Materi pembelajaran
Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Dalam Kamus Besar BahasaIndonesia (2001), novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang,mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dan orang di sekelilingnyadengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. (Nurgiyantoro (2012: 9)menyebutkan bahwa novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastrayang sekaligus disebut fiksi. Bahkan, dalam perkembangannya yang kemudian,novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Oleh sebab itu, pengertian fiksi samadengan pengertia novel. Sebutan novel bersal dari bahsa Inggris yang kemudianmasuk ke Indonesia. Kata novel tersebut berasal daru bahasa Itali novella.
Dengan demikian, novel merupakan cerita yang menampilkan suatukejadian luar biasa pada kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikaphidup atau menentukan nasibnya. Novel merupakan salah satu karya yangmengisahkan kehidupan manusia, dicirikan oleh adanya konflik-konflik yangakhirnya menyebabkan perubahan para tokohnya. Perubahan jalan hidup sang tokohini tidak harus selalu diakhiri keberhasilan, tetapi juga kegagalan.Unsur intrinsik novel
Unsur intrinsik novel adalah beberapa unsur penting yang harus ada dalamsebuah novel .Unsur-unsur tersebut dianggap penting karena mampu membuatsebuah novel menjadi satu keutuhan. Unsur-unsunya terdiri dari tema, fakta ceritadan sarana sastra (dalam hal ini menekankan pada fakta cerita). Berikut unsur-unsurfakta cerita.
Fakta Cerita
Fakta cerita yang disebut pula struktur faktual atau tingkatan faktual adalahelemen-elemen yang dirangkum menjadi satu dan berfungsi sebagai catatankejadian imajinatif dari sebuah cerita. Yang termasuk dalam tingkatan ini adalahtokoh dan penokohan, alur dan latar. Kesimpulannya bahwa ketiga unsur faktacerita yang terdiri dari tokoh dan penokohan, alur dan latar saling keterkaitan satusama lain, dimana keadaan sosial, tempat mereka melakukan sesuatu tersebutberpengaruh pula terhadap tokoh dan penokohan, sama halnya dengan alurperistiwa mempunyai sebab akibat tokoh dan penokohan serta latar di dalam cerita.
a. Tokoh dan Penokohan (Character)Dalam setiap cerita rekaan, keberadaan tokoh merupakan hal yang
penting karena pada hakikatnya sebuah cerita rekaan merupakan rangkaianperistiwa yang dialami oleh seorang atau suatu hal yang menjadi pelaku cerita.
Tokoh cerita ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang olehpembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu sepertiyang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan(Abrams via Nurgiyantoro, 2012: 165).
Nurgiyantoro (2012: 176-191), membedakan tokoh yaitu: tokoh utamadan tokoh tambahan, tokoh protagonis dan tokoh antagonis, tokoh sederhanadan tokoh bulat, tokoh statis dan tokoh berkembang, tokoh tipikal dan tokohnetral.1) Tokoh utama dan tokoh tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalamnovel yang bersangkutan. Penggambaran tokoh utama banyak berhubungandengan tokoh lain dan sering muncul dalam cerita. Tokoh tambahan adalahtokoh yang sedikit dimunculkan dalam cerita, kehadirannya jika adaketerkaitannya dengan tokoh utama.
2) Tokoh protagonis dan antagonisTokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu
jenisnya secara popular disebut tokoh hero yang merupakanpengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokohprotagonis biasanya menarik simpati pembaca. Tokoh antagonis adalahtokoh yang selalu menyebabkan konflik bagi tokoh protagonis.
3) Tokoh sederhana dan tokoh bulatTokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas
pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Tokoh bulat adalahtokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisikehidupannya, sisi kepribadian, dan jati dirinya.
4) Tokoh statis dan tokoh berkembangTokoh statis adalah tokoh yang memiliki sikap dan watak yang
relatif tetap, tak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita. Tokohberkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan danperkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan)peristiwa dan plot yang dikisahkan.
5) Tokoh tipikal dan tokoh netralTokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan
individualitasnya. Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demicerita itu sendiri.
Terdapat dua metode untuk menggambarkan penokohan, yaitu sebagaiberikut.1. Metode analitis, yaitu watak tokoh dapat disimplkan dengan memerikan ciri
lahir atau fisik maupun batin tokoh.
2. Metode dramatik, yaitu watak tokoh dapat digambarkan dengandisimpulkan dari pikiran, cakapan, perlakuan tokoh yang disajikanpengarang.
b. Alur (Plot)Alur adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk mencapai efek
tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal atau waktu dan olehhubungan kausal atau sebab akibat).
Struktur alur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.1) Awal
(1) Paparan (exposition), yaitu peristiwa awal dan gambaran masalah yangdihadapi tokoh.
(2) Rangsangan (inciting moment),yaitu alur yang mengarah pada terjadinyatindakan awal tokoh.
(3) Gawatan (rising action), yaitu alur yang menunjukkan gerak menanjakmasalah.
2) Tengah(1) Tikaian (confict), yaitu menggambarkan perbedaan sikap, keinginan, dan
pandangan masalah para tokoh.(2) Rumitan (complication), yaitu menunjukkan tikaian yang semakin tajam dan
rumit.(3) Klimaks (climax), yaitu menunjukkan ketajaman konflik yang dihadapi para
tokoh.3) Akhir
(1) Leraian (falling action), yaitu gambaran mulai cairnya kebekuan dankekakuan sikap para tokoh yang terjadi hingga klimaks.
(2) Selesaian (denaument), yaitu gambaran nasib para tokoh terhadappenyelesaian.
c. Latar (Setting) Latar merupakan peristiwa-peristiwa dalam cerita terjadi pada suatu waktu
atau dalam suatu tentang waktu tertentu dan pada suatu tempat tertentu.Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, latar
waktu dan latar sosial.1. Latar tempat adalah lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan dapat berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin juga lokasi tertentutanpa nama jelas. Lokasi tertentu tanpa nama, jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu, misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota, dan sebagainya
2. Latar waktu adalah waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinyaperistiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu
ini dapat dihubungkan dengan faktual, yaitu waktu yang ada kaitannyadengan peristiwa sejarah. Latar waktu ini merujuk pada jam, hari, tahun,musim, siang, malam, dan sebagainya.
3. Latar sosial adalah menunjuk pada hal-hal yang berhubungan denganperilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan didalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial itu mencakup adat istiadat,tradisi, keyakinan, pandangan, cara berpikir dan bersikap, dan sebagainya.Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yangbersangkutan, bahasa, dan penamaan tokoh.
Lampiran 2
Kunci jawaban
a. Fakta cerita adalah rangkaian fakta dalam karya sastra yang terdiri dari tokoh
dan penokohan, alur serta latar yang digunakan pengarang untuk menghidupkan
cerita.
b. Tokoh Alif Fikri memiliki watak jujur, sabar, dan tidak mudah putus asa
c. Penggambaran watak tokoh Alif Fikri dalam kutipan di atas, terdiri dari:
Teknik analitik
Teknik pelukisan analitik tokoh Alif fikri dilakukan secara langsung
oleh pengarang yang berwujud penuturan yang bersifat deskriptif. Tokoh Alif
Fikri memiliki sifat jujur, karakter kejujurannya terlihat pada kutipan “Maaf
Kak, kupon saya hilang.”ditunjukkan melalui pecakapan dengan kak Saif..
d. Latar yang digunakan dalam kutipan novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi
diatas, yaitu sebagai berikut:
1) Latar tempat, diantaranya dapur umum, loket, lemari, peralatan makan
(piring, sendok, gelas)
2) Latar waktu, menunjukkan waktu siang hari
3) Latar sosialnya menunjukkan semua santri di PM disiplin dan mentaati
peraturan yang diberlakukannya.
e. Alur dari novel Negeri 5 Menara karya A.Fuadi adalah alur maju - mundur.
Pengarang menceritakan kilas balik ingatan tokoh utama akan masa silam ketika
belajar di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan di
masa kini.